Ekonomi Pembangunan Regional

32
PEMBANGUNAN REGIONAL Pengertian Pembangunan Regional Pembangunan regional adalah usaha meningkatkan kualitas kehidupan maupun kualitas lingkungan, sektor dan jangkauannya sangat luas. (Sumaatmaja, 1989: 49) Menurut sumber lain, pembangunan regional ialah strategi pemerintah nasional dalam menjalankan campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi jalannnya proses pembangunan di daerah-daerah sebagai bagian dari daerah nasional supaya terjadi perkembangan kearah yang dikehendaki. http://www.ginandjar.com/public/05MemantapkanLandasan.pdf Landasan Pembangunan Regional Kawasan Indonesia terdiri dari 13.667 pulau. Luas daratan di Indonesia mencapai 1.922.570 Km 2 , luas perairannya 3.257.483 Km 2 . Jadi, luas keseluruhannya mencapai 5.180.053 Km 2 , jika ditambah dengan ZEE maka luas Indonesia mencapai 7.900.000 Km 2 , secara administrasi Negara Indonesia terbagi menjadi 33 provinsi, menurut kecermatan yang tinggi dalam melaksanakan strategi pembangunan nasional dan regional. Wilayah yang luas yang terdiri dari lautan juga luas, serta di beberapa bagian daratan dan laut berbatasan langsung dengan Negara tetangga, dalam melaksanakan pembangunan diperlukan koordinasi serta komunikasi yang meyakinkan agar asas adil dan merata benar-benar dapat dilaksanakan. Ditinjau dari aspek kependudukan, sifat

Transcript of Ekonomi Pembangunan Regional

PEMBANGUNAN REGIONAL

Pengertian Pembangunan Regional

            Pembangunan regional adalah usaha meningkatkan

kualitas kehidupan maupun kualitas lingkungan, sektor dan

jangkauannya sangat luas. (Sumaatmaja, 1989: 49) Menurut sumber

lain, pembangunan regional ialah strategi pemerintah nasional

dalam menjalankan campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi

jalannnya proses pembangunan di daerah-daerah sebagai bagian dari

daerah nasional supaya terjadi perkembangan kearah yang

dikehendaki. http://www.ginandjar.com/public/05MemantapkanLandasan.pdf

Landasan  Pembangunan Regional

            Kawasan Indonesia terdiri dari 13.667 pulau. Luas

daratan di Indonesia mencapai 1.922.570 Km2, luas perairannya

3.257.483 Km2. Jadi, luas keseluruhannya mencapai 5.180.053 Km2,

jika ditambah dengan ZEE maka luas Indonesia mencapai 7.900.000 

Km2, secara administrasi Negara Indonesia terbagi menjadi 33

provinsi, menurut kecermatan yang  tinggi dalam melaksanakan

strategi pembangunan nasional dan regional. Wilayah yang luas

yang terdiri dari lautan juga luas, serta di beberapa bagian

daratan dan laut berbatasan langsung dengan Negara tetangga,

dalam melaksanakan pembangunan diperlukan koordinasi serta

komunikasi yang meyakinkan agar asas adil dan merata benar-benar

dapat dilaksanakan. Ditinjau dari aspek kependudukan, sifat

demografi Indonesia menunjukan pemerataan yang tidak seimbang.

Perbedaan  demografi secara regional baik yang berkenaan dengan

unsur fisis maupun unsur non fisis, memberikan dasar yang berbeda

dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di kawasan masing-

masing.

            Landasan-landasan geografi yang perlu diperhatikan

sesuai dengan kondisi regional setempat, yaitu lokasi, kondisi

demografi, prasarana dan sarana, potensi sumber daya, sosial

budaya setempat, kesuburan tanah, hidrologi dan topografi region

masing-masing. Memperhatikan lokasinya, apakah perbatasan dengan

negara tetangga, di daerah pegunungan, di daerah dataran rendah,

daerah pedalaman, di pantai, daerah aliran sungai dan lain-

lainnya. lokasi region tersebut, memberikan landasan bagi

pembangunan setempat apakah akan daerah pelabuhan, kawasan

industri, kawasan pertanian, daerah pariwisata, kota dan

perkampungan  pelajar dan mahasiswa, kawasan perdagangan dan

lain-lain. Dari faktor lokasi saja sudah cukup banyak alternatif

yang dapat diketengahkan.

            Landasan kependudukan yang wajib diperhatikan bagi

pembangunan juga berkenaan dengan kualitas kehidupannya, tingkat

pendidikan, kombinasi berdasarkan umur, penyebarannya dalam

ruang, keadaan sosial budaya, dan lain-lain. Bagi kepentingan

pembangunan, jika region tersebut penduduknya sangat rengang,

berarti perlu mendatangkan penduduk dari wilayah lain, jika

kesuburan tanah, dan keadaan hidrologi memadai, bahkan region

tersebut dapat dibangun sebagai daerah trasmigrasi. Selain

menambah sumber daya manusia  bagi ketenagakerjaan juga dapat

dibina integrasi nasional.

Tingkat pendidikan penduduk dan kebutuhan akan pendidikan,

memberi landasan tentang perencanaan, pengembangan dan

pembangunan pendidikan region yang bersangkutan. aspirasi,

jumlah, penyebaran dan tingkat penduduk, menggambarkan lapangan

pekerjaan yang bagaimana cocok pada region tersebut agar nantinya

ada relevannya.

Aspek potensi sumber daya yang ada di suatu region, terkait

dengan kebutuhan pembangunan yang wajib diadakan, memperhatikan

jenis sumber daya yang ada di kawasan tadi nantinya mampu

menompang pembangunan.

Prasarana dan sarana yang ada di suatu kawasan, berupa

jalan, jembatan, jaringan telekomunikasi, kendaraan, pelabuhan,

terminal dan lain sebagainya, memberikan landasan terhadap

kelancaran dan pelaksanaan pembangunan setempat. Jika prasarana

ini belum memadai perencanaan dan penbangunan wajib diarahkan

pada pembangunan di sektor ini.

Keadaan iklim, cuaca, khususnya berkenaan dengan curah hujan

sebagai sumber daya air yang mempengaruhi hidrologi serta tinggi

rendah temperatur, berpengaruh langsung terhadap sektor

pertaniaan dalam arti luas (cocok tanam, perkebunan, peternakan,

perikanan).

Keadaan morfologi dan topografi wilayah Indonesia dari satu

region ke region lainnya yang tidak seragam. Hal ini member

landasan perencanaan pengembangan dan pembangunan sektor

pertaniaan, prasarana dan sarana (jalan, medan, jembatan

telekomunikasi) dan biasanya morfologi dan topografi berpengaruh

terhadap sektor pariwisata, karena morfologi dan topografi juga

secara alamiah menganugrahkan keindahan alam yang dapat

dimanfaatkan.

Hidrologi setempat seperti sungai, danau rawa dan laut,

keadaan hidrologi secara langsung berpengaruh terhadap

perkembangan dan pembangunan kepariwisataan, dalam perkembangan

kependudukan, ekonomi, pemukiman dan perkotaan dewasa ini di

Indonesia keadaan hidrologi cukup menjadi masalah yang wajib

ditangani secara terencana. (Sumaatmaja, 1988)

KONSEP WILAYAH (region)

            Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografi

yang dibatasi oleh krieria tertentu yang bagian-bagiannya

tergantung secara internal. Wilayah dapat dibagi menjadi 4 jenis

yaitu:

1. Wilayah Homogen, adalah wilayah yang dipandang dari satu

aspek/criteria yang mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri

yang relatif sama. Sifat-sifat yang homogen itu misalnya

dalam hal ekonomi, contohnya: daerah dengan struktur

produksi dan konsumsi yang homogen. Dalam hal geografi

contohnya daerah yang memilki topografi dan iklim yang sama.

2. Wilayah Nodal, adalah wilayah yang secara fungsional

mempunyai ketergantungan antara pusat dan daerah

belakangnya. Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari

arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, komunikasi

dan transportasinya juga.

3. Wilayah Administrasi, adalah wilayah yang batas-batasnya

ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintah

atau politik, seperti: propinsi, kabupaten, kecamatan,

desa/kelurahan, dan RT/RW.

4. Wilayah Perencanaan,  adalah wilayah yang memperlihatkan

koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah

perencanaan dapat dilihat sebagai wilayah yang cukup besar

untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan penting

dalam penyebaran penduduk dan kesempatan kerja. Wilayah

perencanaan harus memiliki cirri sebagai berikut: (a) cukup

besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi berskala

ekonomi, (b) mampu mengubah industri sendiri dengan tenaga

kerja yang ada, (c) mempunyai struktur ekonomi yang homogen,

(d) mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan, (e)

menggunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan

(f) masyarakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran bersama

terhadap persoalan-persoalannya. (Budiharsono, 2001:14-16)

Masalah Pembangunan Region

            Tiap region di wilayah Indonesia yang luas ini selain

memiliki sumber daya dan kondisi geografi yang berbeda- beda,

juga menghadapi masalah yang berbeda dalam pengembangan dan

pembangunan regional masing- masing. Oleh karena itu bagi

kepentingan pengembangan dan pembangunan regional yang mendukung

pembangunan nasional yang meyakinkan, wajib melakukan studi,

penelitian dan analisis geografi secara mendalam terlebih dahulu.

Studi ini memberikan jaminan terhadap pemanfaatan ruang secara

tepat guna yang berdaya guna dalam menciptakan hasil guna yang

setinggi-tingginya.

Jumlah dan penyebaran penduduk yang berbeda-beda di tiap

region, bukan hanya menjadi masalah bagi region masing-masing,

juga menjadi masalah bangsa dan Negara Indonesia. Masalah ini

sudah menjadi dasar perencanaan pengembangan dan pembangunan

kependudukan di Indonesia. Pembangunan kependudukan yang

terungkap dalam kebijakan kependudukan, bukan hanya berkenaan

dengan keluarga berencana melainkan juga terkait dengan

peningkatan kualitas pendidikan, ketenaga kerjaan, keahlian dan

kepemimpinan.( Tap. MPR RI No. II/MPR/1983. Bab IV)

Kebijaksanaan pembangunan regional

            Kebijaksanaan pembangunan regional adalah segala

usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan

meningkatkan kualitas kehidupan dan kualitas lingkungan dalam

region tersebut.

Dalam menerapkan kebijakan regional juga harus menerapkan

pendekatan yang berbeda sesuai dengan kondisi geografi dan sesuai

dengan masalah yang dihadapinya. Asas adil dan merata yang

diterapkan dalam pembangunan nasional yang diterapkan dalam

pembangunan regional, berarti setiap daerah memiliki kesempatan

yang sama dalam pembangunan, tetapi pada pelaksanaannya dengan

modal dasar dan factor dominan. Dengan demikian pembangunan

regional harus disesuaikan dengankondisi pada daerah bersangkutan

demi kesejahteraan dan peningkatan kualitas lingkungan.

Ada 3 tahapan dalam pembangunan regional, yaitu pra

pembangunan, proses pembangunan, dan pasca pembangunan.

Pra Pembangunan                   Proses

Pembangunan              Pasca Pembangunan

 

Dalam melaksanakan pembangunan dan kebijakan pembangunan

regional, pada tahap pra pembangunan kita wajib melakukan

penelitian yang dimulai dengan identifikasi modal dasar apa yang

dimiliki region yang bersangkutan, faktor dominan apa yang

melandasinya dan masalah-masalah apa yang menjadi hambatan yang

harus diatasi. Ketiga pokok tersebut wajib ditelaah secara

mendalam demi keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Untuk itu

perlu melakukan pengumpulan data region yang akan dikembangkan

dan dibangun di region yang bersangkutan. Data yang terkumpul

kemudian dianalisis untuk ditarik kesimpulannya. Kesimpulan

tersebut menjadi dasar perencanaan bagi pembuat keputusan untuk

mengembangkan “ kebijaksanaan pembangunan regional”.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembangunan regional antara

lain:

1.      faktor hidrografi, sebagai peninjang secara langsung dalam

kehidupan, menjamin pertanian, pembangkit tenaga, dan prasarana

serta sarana komunikkasi transportasi.

2.      faktor topografi, dalam hal ini tinggi rendahnya permukaan

bumi setempat yang memberi landasan terhadap pembangunan yang

akan dikembangkan di region yang bersangkutan.

3.      faktor klimatologi, merupakan factor domiana yang berpengaruh

terhadap gerak langkah manusia termasuk perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan regional dan nasional.

4.      faktor flora dan fauna merupakan sumber daya hayati, contonya

tumbuh-timbuhan, hutan, hewan di darat maupundi peraiaran yang

menunjang pengembangan dan pembangunan region tersebut.

5.      faktor kemungkinan pengembangan, merupakan faktor yang wajib

diperhitungkan bagi masa depan mengingatpertumbuhan dan

perkembangan penduduk dengan segala kebutuhannya yang tidak

kunjung akan berhenti. Factor ini menunjang stabilitas kehidupan

dengan pengembangan dan pembangunannya pada masa yang akan

datang.

Modal dan faktor diatas, dianalisis dan dirumuskan menjadi

aspek-aspek geografi yang dapat diteliti bagi kepentingan

perancangan, perencanaan dan pembangunan regional serta nasional.

Selanjutnya, tiap aspek tadi diukur tingkat kualitasnya untuk

menentukan kebijakasanaan regioanal dalam rangka membuat

keputusan tentang model pembangunan yang akan dikembangkan. Untuk

kepentingan pengukuran tadi, kita wajib menentukan parameter yang

menjadi pedoman penentuan kualitas aspek yang menunjang atau

menjadi masalah/penghambat pembangunan. 

            Kembali kepada identifikasi, pengumpulan data dan

analisis aspek-aspek geografi region yang akan dikembangkan,

aspek-aspek geografi yang akan diidentifikasi dan dianalisis

meliputi:

1.      Keadaan lahan dengan kondisi morfooginya

2.      Kemungkinan pengmbangan transportasi-komunikasi

3.      Kemungkinan pengembangan teknologi

4.      Kependudukan (demografi)

5.      Hidrologi

6.      Iklim dan cuaca

7.      Kemungkinan penjagaan dan pelestariaan lingkungan

8.      Lokasi relatif terhadap daerah lain.

Secara umum, aspek-aspek diatas merupakan modal dasar dan

faktor dominan bagi pengembangan industri, pemukiman dan daerah

perdagangan. Tetapi sektor manakah yang paling sesuai dan pada

lokasi mana dari region itu yang paling serasi bagi sektor

tersebut untuk dikembangkan, disini perlu pengumpulan data dan

analisis lebih lanjut. (Sumaatmaja, 1988)

Pelaksanaan Pembangunan RegionalDalam pelaksanaan pembangunan regional, diperlukan

perencanaan yang tepat. agar sesuai dengan  tujuan yang

dikehendaki. Proses perencanaan pembangunan harus dikaitkan

dengan orientasi untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan

masyarakat. Perencanaan pembangunan yang ideal dilaksanakan

memenuhi beberapa dimensi, yaitu :

a)      Dimensi Substansi, artinya rencana pembangunan yang disusun

dari sisi materinya harus sesuai dengan aspirasi dan tuntutan

yang berkembang di masyarakat.

b)      Dimensi Proses, artinya proses penyusunan rencana pembangunan

yang dilaksanakan memenuhi kriteria scientific (memenuhi kaidah

keilmuan atau rational) dan demokrasi dalam pengambilan

keputusan,

c)       Dimensi Konteks, artinya rencana pembangunan yang telah

disusun benar-benar didasari oleh niat untuk mensejahterakan

masyarakat dan bukan didasari oleh kepentingan-kepentingan

tertentu,

http://www.cimbuak.net/content/view/85/5/

Perkembangan kehidupan manusia sejalan dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi, yang membawa dampak terhadap

pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekonolgi bagi kehidupan umat

manusia pada umumnya. Contohnya ada komputer, handphone, dan

lain-lainnya. Hal tersebut membuat kemudahan-kemudahan manusia

dalam melaksanakan pekerjaan sesuai bidangnya. (Sumaatmaja, 1988)

Pelaksanaan pembangunan di Indonesia seharusnya berwawasan

lingkungan. Artinya, pembangunan dalam suatu sektor kehidupan

harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu ada

perencanaannya, yang wajib disertai analisis dampak lingkungan

(AMDAL) dan analisis manfaat dan resiko  terhadap lingkungan

(AMRIL). Untuk memahami apa dampak itu dapat dilihat pada diagram

alir berikut:

 

                                   

Menimbulkan                                      menimbulkan

Kegiatan manusia 

Akibat

 

Dampak

 

Kegiatan yang dilakukan manusia sangat bermacam-macam ,

misalnya dalam usulan dalam kegiatan pembangunan. Umpamanya

usualan tersebut adalah pembuatan jalan raya yang memeotong

sebuah pinggiran kota. Bila tegak lurus dengan jalan raya itu

terdapat puluhan aliaran sungai-sungai (besar maupun kecil), maka

suatu sitem drainase yang kurang baik yang dapat menimbulkan

dampak banjir, maka dampaknya akan dirasakan oleh penduduk

setempat. Hal ini berarti bahwa dalam memanfaatkan lingkungan

alam dalam bentuk pembangunan, wajib memperhatikan kelestarian

dan kualitas lingkungan agar manfaat serta kegunaanya tetap

langgeng.(Soeriatmaja,2000:60)

Penduduk dan kebutuhannya baik secara kuantitatif maupun 

kualitatif akan terus meningkat. Hal ini yang mendorong

pertumbuhan produksi barang-barang konsumsi dengan

perdagangannya. Sehingga volume perdagangannya juga terus

meningkat.

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan beberapa hal

yang dijabarkan sebagai berikut:

Pembangunan regional adalah usaha meningkatkan kualitas

kehidupan maupun kualitas lingkungan, sektor dan

jangkauannya sangat luas.

Konsep wilayah ada 4 yaitu, Wilayah Homogen, Wilayah Nodal,.

Wilayah Administrasi, dan Wilayah Perencanaan

Dalam pemerataan pembangunan jumlah dan penyebaran penduduk

yang berbeda-beda di tiap region, bukan hanya menjadi

masalah bagi region masing-masing, juga menjadi masalah

bangsa dan Negara Indonesia.

Kebijaksanaan pembangunan regional adalah segala usaha yang

dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan meningkatkan

kualitas kehidupan dan kualitas lingkungan dalam region

tersebut.

Pelaksanaan pembangunan di Indonesia seharusnya berwawasan

lingkungan. Artinya, pembangunan dalam suatu sektor

kehidupan harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Oleh

karena itu ada perencanaannya, yang wajib disertai analisis

dampak lingkungan (AMDAL) dan analisis manfaat dan resiko 

terhadap lingkungan (AMRIL).

http://agussunthe.blogspot.com/2012/07/pembangunan-regional.html

Kamis, 19 Juli 2012

Jumat, 08 Maret 2013

MAKALAH EKONOMI REGIONAL JAWA BARAT

BAB I

PENDAHULUAN

 1.1 Latar Belakang

Selama hampir setengah abad, perhatian utama masyarakat

perekonomian dunia tertuju pada cara-cara untuk mempercepat

tingkat pertumbuhan pendapatan nasional. Para ekonom dan politisi

dari semua negara, baik negara-negara kaya maupun miskin, yang

menganut sistem kapitalis, sosialis maupun campuran, semuanya

sangat mendambakan dan menomorsatukan pertumbuhan ekonomi

(economic growth). Pada setiap akhir tahun, masing-masing negara

selalu mengumpulkan data-data statistiknya yang berkenaan dengan

tingkat pertumbuhan GNP relatifnya, dan dengan penuh harap mereka

menantikan munculnya angka-angka pertumbuhan yang membesarkan

hati. “Pengejaran pertumbuhan” merupakan tema sentral dalam

kehidupan ekonomi semua negara di dunia dewasa ini. Seperti kita

telah ketahui, berhasil-tidaknya program-program pembangunan di

negara-negara dunia ketiga sering dinilai berdasarkan tinggi-

rendahnya tingkat pertumbuhan output dan pendapatan nasional.

Mengingat konsep pertumbuhan ekonomi sebagai tolok ukur

penilaian pertumbuhan ekonomi nasional sudah terlanjur diyakini

serta diterapkan secara luas, maka kita tidak boleh ketinggalan

dan mau tidak mau juga harus berusaha mempelajari hakekat dan

sumber-sumber pertumbuhan ekonomi tersebut. Pertumbuhan dan

pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu

pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output per kapita yang

terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut

merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan

demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin

tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator

yang lain yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan

ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan per kapita dengan

jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan

pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan

berorganisasi dan manajemen.

http://edisugiartonos.blogspot.com/2012/11/makalah-pertumbuhan-

ekonomi.html

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam

pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :

         Tinjauan Ekonomi Regional Menurut Penggunaan di Jawa Barat

         Pengeluaran Konsumsi RumahTangga di Jawa Barat

         Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit di Jawa Barat

         Pengeluaran Konsumsi Pemerintah di Jawa Barat

         Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di Jawa Barat

         Ekspor dan Impor

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan penulisan

dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :

         Untuk mengetahui Tinjauan Ekonomi Regional Menurut Penggunaan

di Jawa Barat

         Untuk mengetahui Pengeluaran Konsumsi RumahTangga di Jawa

Barat

         Untuk mengetahui Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit di

Jawa Barat

                     Untuk mengetahui Pengeluaran Konsumsi Pemerintah di

Jawa Barat

Untuk mengetahui Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di Jawa

Barat 

Untuk mengetahui Ekspor dan Impor

  BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Ekonomi Regional Menurut Penggunaan

Struktur ekonomi Jawa Barat ditinjau dari sudut pengeluaran

tidak akan terlepas dari Konsumsi, Investasi dan Ekspor-Impor.

Konsumsi meliputi konsumsi rumahtangga, pengeluaran lembaga non

profit dan konsumsi pemerintah. Selama ini konsumsi merupakan

komponen yang paling berperan terhadap perekonomian Jawa Barat,

rata-rata setiap tahunnya sejak tahun 2000 mengambil porsi 70

persen dari PDRB. Investasi yang dalam konteks PDRB dibatasi

sebagai Pembentukkan Modal Tetap bruto berperan sekitar 15 persen

dari PDRB. Ekspor Jawa Barat cukup besar dibanding propinsi-

propinsi lainnya di Indonesia yaitu sekitar 40 persen dari PDRB,

hal ini disebabkan industri pengolahan baik industri besar,

sedang dan kecil, 20 persen terkonsentrasi dari total nasional

di propinsi ini. Begitu pula impornya yang mempunyai peranan

sekitar 27 persen. Penduduk Jawa Barat yang besar menjadi pangsa

pasar yang sangat potensial. Walaupun begitu Jawa Barat merupakan

propinsi besar dengan volume ekspor-impor yang besar namun tidak

memilki pelabuhan yang memadai untuk kegiatan tersebut.

Tabel 1.PDRB menurut Penggunaan Jawa Barat adh berlaku

Tahun 2000-2004 (milyar rupiah)Uraian 2000 2001 2002 2003*) 2004**)[1] [2] [3] [4] [5] [6]

Pengeluaran KRTa.   Makanan

Non Makanan

123.024,2075.268,4447.755,76

137.281,9286.916,0650.365,86

154.029,8295.376,7458.653,072

165.744,29100.460,5565.283,74

185.012,47111.757,6173.254,86

2. KonsumsiLNP

1.174,46

1.239,90

1.397,89

1.532,10

1.664,72

3. KonsumsiPem.

11.145,32

12.896,96

14.870,73

17.769,82

21.985,75

4. PMTB 30.581,65

33.585,70

36.073,19

40.873,46

47,749.37

5. PerubahanStok

3.650,57

5.211,60

3.695,08

4.919,20

6.631,79

6. Ekspor Antar Negarab. AntarPropinsi

82.923,3354.860,1628.063,17

88.114,3052.632,1735.482,12

100.710,2863.318,9037.391,39

104.618,8266.863,6437.755,18

125.621,4583.036,5842.584,87

7. Impora. AntarNegara b. AntarPropinsi

56.746,5116.088,1240.658,39

59.143,4217.858,0941.285,33

69.369,6016.763,3552.606,26

64.762,7015.114,9949.647,71

83.359,9515.788,3367.571,62

Jumlah195.753,03

219.186,97

241.407,39

270.695,00

305,305,61

*) Angka diperbaiki**) Angka sementara

Pengeluaran akhir konsumsi rumah tangga meliputi seluruh

pengeluaran yang dilakukan oleh anggota rumah tangga suatu

penduduk, baik pengeluaran untuk makanan maupun bukan makanan.

Nilai konsumsi rumah tangga seperti yang terlihat di tabel 1 ini

jika dibagi jumlah penduduk pertengahan tahun maka akan terlihat

rata-rata besarnya pengeluaran perkapita masyarakat Jawa Barat

baik untuk makanan maupun non makanan yang meliputi pengeluaran

untuk sandang, pendidikan, perumahan, pengeluaran kesehatan,

barang-barang tahan lama, rekreasi dsb. Laju pertumbuhan komponen

ini tidak lepas dari pertumbuhan penduduk Jawa Barat yang

menjadi salah satu tujuan dari migrasi dari propinsi-propinsi

lain, selain itu pendorongnya adalah daya beli masyarakat, serta

pola konsumsi masyarakat. Percepatan peningkatan daya beli

merupakan salah satu target pemda Jabar untuk bisa mencapai IPM

dengan angka 80 pada tahun 2010 dan untuk mengurangi jumlah

penduduk miskin. Target itu bisa dicapai dengan meningkatkan

pendapatan melalui perluasan peluang usaha, kesempatan kerja, dan

peningkatan produktivitas.

Konsumsi Pemerintah Jawa Barat rata-rata setiap tahunnya

sekitar 6 persen dari PDRB dimana komponen ini meliputi seluruh

konsumsi yang dilakukan pemerintah baik tingkat propinsi, tingkat

kabupaten, pemerintahan desa di seluruh Jawa Barat dan alokasi

pusat untuk Jawa Barat. Konsumsi tersebut merupakan penjumlahan

belanja barang dengan belanja pegawai, penyusutan barang modal

dikurangi pendapatan dari barang dan jasa yang di produksi

sendiri. Otonomi daerah yang dilaksanakan penuh pada tahun 2001

berdampak kepada nilai tambah yang dilakukan oleh sektor

pemerintah, hal ini disebabkan perubahan status kepegawaian dan

perda-perda tentang perekonomian. Walaupun begitu, penghitungan

konsumsi tidak berubah secara signifikan. Perubahan-perubahan

yang terjadi pada konsumsi pemerintah lebih banyak disebabkan

besarnya perubahan dari belanja barang karena sesuai dengan

pertumbuhan APBD dan APBN.

Pembentukkan Modal Tetap Bruto yang dilakukan berbagai

institusi di Jawa Barat seperti BUMN/BUMD, Pemerintah, Swasta dan

rumah tangga dari tahun 2000 sampai 2004 mengalami peningkatan.

Institusi ini tersebar di sembilan sektor lapangan usaha, dari

sektor pertanian sampai dengan sektor jasa-jasa. Investasi

dilakukan pada berbagai jenis barang modal seperti bangunan,

kendaraan, mesin, peralatan, ternak dan yang lainnya. Iklim

investasi yang makin membaik, terutama masalah keamanan,

berkurangnya pungutan-pungutan liar serta birokrasi yang tidak

berbelit-belit diharapkan dapat menarik banyak investor baru.

Begitu pula bagi para investor lama, pengembangan usaha baru

dengan menambah barang-barang modal ini memerlukan kondisi yang

diyakini dapat mengembalikan semua yang ditanam dengan

menguntungkan. Pertumbuhan pada investasi diharapkan mendorong

laju pertumbuhan ekonomi dan dapat mengurangi pengangguran

walaupun penambahan mesin-mesin baru yang berteknologi tinggi di

satu sisi sangat efisien untuk perusahaan tapi disisi lain juga

tidak menjadi solusi buat pengangguran. Perlu dipikirkan sektor

apa saja yang perlu teknologi padat modal atau padat karya tanpa

mengesampingkan efisiensi perusahaan. Pengembangan investasi pada

Usaha Kecil Menengah juga perlu mendapat perhatian karena

surplus usaha dari untuk UKM dibawa keluar Jawa Barat

kemungkinannya kecil sekali sehingga setiap kenaikan investasi

ini dapat membawa peningkatan kesejahteraan bagi penduduk Jawa

Barat sendiri.

2.2 Pengeluaran Konsumsi RumahTangga

Nilai konsumsi dari tahun 2000 sampai dengan 2004 selalu

mengalami kenaikan sesuai dengan pertumbuhan penduduk, kenaikan

harga dari barang dan jasa, serta meningkatnya daya beli

masyarakat. Nilai komponen ini bergerak dari 123 024 milyar

rupiah pada tahun 2000 menjadi 185 012 milyar rupiah pada tahun

2004. Kenaikan itu mencapai 11,59 persen pada tahun 2001

selanjutnya 12,20 persen,7,61 persen dan pada tahun 2004 tumbuh

mencapai 11,63 persen. Tetapi jika melihat besarnya inflasi yang

terjadi pada pengeluaran ini yang dari 2001 mencapai 9,50 persen,

8,50 persen, 4,70 persen dan 9,08 persen maka akan kita lihat

bahwa kenaikan riil dari konsumsi rumah tangga ini hanya 1,90

persen di tahun 2001 kemudian meningkat 3,41 persen, 2,77 persen

dan 2,34 persen.

Tabel 3Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga, Inflasi dan PDRB Perkapita

Propinsi Jawa Barat

Uraian 2000 2001 2002 2003 2004[1] [2] [3] [4] [5] [6]Pertumbuhan KonsumsiRumah Tangga

1.90 3.41 2.77 2.34

Inflasi KRT 9.50 8.50 4.70 9.08Distribusi KRT 62.85 62.6 63.80 61.2 60.6

3 3 0PDRB Perkapita (milyarRp)

5.479,685

6.017,73

6.494,10

7.134,25

7.880,89

Peranan Konsumsi Rumah tangga di Jawa Barat sejak tahun

2000 sampai tahun terakhir 2004 mengambil porsi diatas 60 persen,

sehingga mempunyai multiplier effect yang tinggi sehingga perubahan

yang kecilpun akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi

regional. Jika melihat komposisi pengeluaran untuk makanan dan

non makanan, maka rata-rata dalam lima tahun terakhir sekitar 60

persen untuk pengeluaran makanan dan hampir 40 persen untuk non

makanan. Dari tahun 2000 sampai dengan 2004 komponen ini tidak

mengalami perubahan yang signifikan, tetapi jika dibandingkan

atas dasar harga konstan 1993, ada sebagian porsi dari Konsumsi

Rumah Tangga yang terambil terutama oleh investasi dan net

ekspor.

2.3 Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit

Pengertian lembaga Non Profit secara umum adalah setiap lembaga

nirlaba yang independen dan tidak terpengaruh oleh institusi

pemerintah. Secara khusus Bank Dunia mendefinisikan Non

Government Organization atau kemudian juga diterjemahkan sebagai

organisasi swasta yang pada umumnya bergerak dalam kegiatan-

kegiatan pengentasan kemiskinan, mengangkat dan menyuarakan

berbagai kepentingan orang miskin atau pihak yang terpinggirkan,

memberikan pelayanan sosial dasar, atau melakukan pengembangan

dan pemberdayaan masyarakat.

Maraknya Lembaga Non Profit di Indonesia khususnya di Jawa Barat

dimulai tahun 2000 sejak ada Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 71 tahun 2000 tentang cara pelaksanaan peran

serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana korupsi. Tetapi untuk lembaga non

profit yang bersifat keagamaan, di Jawa barat sudah lama ada dan

cukup banyak.

Porsi Lembaga Non Profit di Jawa Barat sangat kecil kurang dari 1

persen dari nilai PDRB. Dari tahun 2000 sampai dengan 2004

komponen ini hanya sekitar 0,55 sampai dengan 0,60 persen. Laju

pertumbuhan untuk Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit adalah

–3,04 pada tahun 2001 karena booming komponen ini terjadi di

tahun 2000, meningkat lagi 4,74 persen pada tahun 2002 dan

selanjutanya 7,71 persen pada tahun 2003 dan 1,34 persen pada

tahun 2004. Lembaga ini selain mendapat dukungan pemerintah juga

mendapat bantuan dari berbagai lembaga donor internasional.

Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pemerintah selalu mendukung

kegiatan-kegiatan yang dikembangkan oleh lembaga ini namun

perkembangannya belum mampu mendongkrak perkembangan ekonomi Jawa

Barat secara agregat jika dibandingkan dengan komponen-komponen

penyusun PDRB yang lain.

2.4 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Dalam menjalankan kegiatan sehari-hari pemerintah

membutuhkan anggaran yang digunakan untuk keperluan belanja rutin

pegawai dan keperluan pembiayaan pembangunan. Besar kecilnya

pengeluaran konsumsi Pemerintah dipengaruhi oleh komponen belanja

pegawai, belanja barang dan belanja modal dan belanja pemerintah

lainnya. Peran yang dimiliki oleh pemerintah ini digunakan

terutama untuk membiayai kegiatan-kegiatan pelayanan yang tidak

dapat dilakukan oleh pihak swasta. Jumlah pengeluaran pemerintah

ini merupakan salah satu komponen penting dari PDRB.

Selama periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2004

pengeluaran pemerintah secara nominal selalu semakin membesar

dari tahun ke tahunnya sesuai dengan peningkatan pada APBD dan

APBN. Kontribusi Konsumsi Pemerintah pada periode tersebut

berkisar antara 6 sampai dengan 7 persen, tahun 2004 mencapai

7,23 persen karena pengeluaran pemerintah pada tahun ini

melonjak dengan adanya pemilu. Rata- rata setiap tahun,

pengeluaran belanja barang menghabiskan sekitar 32 - 35 persen

dari konsumsi pemerintahan dan belanja pegawainya punya porsi

berkisar antara 58 sampai 65 persen, sedangkan penyusutan barang

modal antara 3 – 5 persen dan tahun 2004 porsi belanja barang

mencapai 35,4 persen. Kecuali untuk tahun 2000 belanja barangnya

mencapai 44 persen, belanja pegawai 52 persen, polanya mengalami

pergeseran setelah Otonomi Daerah diterapkan secara utuh, dan

pegawai pusat banyak yang dilimpahkan menjadi pegawai pemerintah

daerah. Secara teoritis kenaikan pengeluaran pemerintah sejak

tahun 2000 hingga tahun 2004 merupakan salah satu kebijakan untuk

meningkatkan pembangunan lewat instrumen kebijakan fiskal.

Instrumen ini diambil untuk meningkatkan daya beli masyarakat

sehingga dapat meningkatkan kehidupan perekonomian.

Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah secara riil

terus bergerak. Laju pada tahun 2002 lebih tinggi dibanding tahun

sebelumnya sebesar 11,75 persen, selanjutnya 18,10 persen dan

12,07 persen.

2.5 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

Salah satu komponen pengeluaran PDRB adalah Investasi. Dalam

konteks PDRB Penggunaan, investasi dikenal sebagai Pembentukan

Modal Tetap Bruto (PMTB). PMTB menggambarkan adanya proses

penambahan dan pengurangan barang modal pada tahun tertentu. PMTB

disebut sebagai “bruto” karena di dalamnya masih terkandung unsur

penyusutan, atau nilai barang modal sebelum diperhitungkan nilai

penyusutannya. PMTB adalah semua pengadaan barang modal untuk

digunakan/dipakai sebagai alat yang tetap (fixed assets). Selama

ini pertumbuhan ekonomi Jawa Barat ditopang oleh konsumsi,

besarnya kontribusi konsumsi memberikan andil terbesar dari

pertumbuhan ekonomi, sesungguhnya motor pertumbuhan ekonomi

adalah pembentukan modal. Untuk itu kedepannya diharapkan

investasi dan ekspor dapat memperbaiki kinerjanya dan tanda-

tandanya pada tahun-tahun terakhir cukup positif.

Walaupun dalam perkembangan ilmu ekonomi ditemukan bahwa ada

perbedaan antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat penambahan

stok modal dan angkatan kerja. Perbedaan ini merupakan faktor

residual sebagai hasil peningkatan produktivitas faktor-faktor

produksi dari perubahan teknologi dan peningkatan kualitas SDM.

Atas dasar itu berkembang konsep modal manusia. Berdasarkan

penelitian menunjukkan investasi tersebut telah menghasilkan

sumber pertumbuhan yang tidak kalah pentingnya dengan investasi

modal fisik tetapi informasi mengenai investasi yang ada dalam

publikasi ini hanya terbatas pada investasi modal fisik.

Korelasi antara LPE dengan Investasi dikenal dengan

Incremental Capital Output Ratio (ICOR). ICOR menunjukkan laju

pertumbuhan ekonomi relatif akibat adanya investasi. Dengan ICOR

kita dapat melihat efisiensi penggunaan modal yang secara

signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah pada

tahun tertentu.

Jawa Barat yang merupakan daerah penyangga Ibukota Jakarta adalah

propinsi yang paling diminati oleh investor baik dari dalam

negeri maupun manca negara. Data-data dalam PDRB menunjang

kondisi tersebut diatas, dimana besaran PMTB pada periode tahun

2000-2004 selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 senilai

30.581,650 milyar, kemudian naik cukup besar pada tahun 2004

hingga mencapai 47.749,373 milyar. Kenaikan komponen PMTB ini

pada tahun 2001 sebesar 9,82 persen, bahkan pada tahun 2003 dan

2004 kenaikannya di atas 10 persen yaitu masing-masing sebesar

13,31 persen dan 16,82 persen. Jika dilihat secara riil (tanpa

pengaruh inflasi) laju komponen PMTB ini selalu mengalami

percepatan laju yang relatif stabil, kecuali pada tahun 2002 yang

sebesar 2,50 persen, laju pada peiode 2001-2004 selalu di atas 3

persen dan laju yang paling tinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu

sebesar 5,15 persen. Dari data-data tersebut dapat ditarik

kesimpulan nilai investasi yang ditanamkan di Jawa Barat pada

periode tahun 2001-2004 selalu mengalami peningkatan dengan

penambahan besaran investasi yang stabil (walaupun terjadi

inflasi) tiap tahunnya.

2.6 Ekspor dan Impor

Suatu wilayah dikatakan memperoleh manfaat dari perdagangan

jika terdapat surplus perdagangan. Oleh karenanya upaya mendorong

ekspor sudah merupakan strategi tersendiri yang pada saat

sekarang akan menentukan hidup matinya suatu negara. Komoditi

unggulan Jawa Barat selama ini sebagai komoditi ekspor harus

didukung dengan berbagai sarana yang harus diciptakan oleh

kebijakan ekonomi secara makro dan strategi perusahaan secara

mikro.

Ekspor Jawa Barat pada periode tahun 2000-2004 berdasarkan harga

berlaku, kecuali pada ekspor antar negara di tahun 2001, baik

ekspor antar negara maupun antar propinsi hampir keseluruhan

mengalami kenaikan. Untuk tahun 2002 sampai tahun 2004 terus

mengalami kenaikan, peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2004

dengan mencapai 83.036,58 milyar, sedangkan ekspor antar propinsi

yang terus mengalami kenaikan dari 28.063,17 milyar di tahun 2000

milyar hingga mencapai 42.584,87 milyar pada tahun 2004. Secara

riil volume ekspor-impor Jawa Barat pada tahun 2004 bila

dibandingkan tahun 2003 mengalami kenaikan. Dimana ekspor lajunya

meningkat 13,41 persen, sedangkan impor mencapai hingga 16,04

persen. Laju ekspor sangat dipengaruhi oleh peningkatan pada

ekspor antar negara dengan laju 16,95 persen, dan laju impor

sangat ditunjang dengan kenaikan pada impor antar propinsi yang

mencapai 23,12 persen.

 BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Uraian di atas memperlihatkan bahwa pada periode tahun

2000-2004 PDRB Propinsi Jawa Barat menurut Penggunaan baik atas

dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan hampir selalu

mengalami peningkatan kecuali untuk ekspor dan impor yang pada

beberapa tahun terkontraksi dengan pertumbuhan negatif yang cukup

besar. Laju Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2001 sebesar

3.89 persen, selanjutnya tumbuh 3.94 persen, tahun 2003 tumbuh

4,53 persen dan tahun 2004 tumbuh cukup tinggi untuk periode

setelah krisis yaitu 5,08 persen.

Struktur perekonomian Jabar sedikit bergeser dengan

terambilnya porsi konsumsi rumah tangga oleh komponen investasi

dan ekspor. Diharapkan kedua komponen ini terus memacu

pertumbuhan ekonomi yang sekaligus dapat mengurangi kemiskinan

dan pengangguran di Jawa barat. Kontributor terbesar

perekonomian Jawa Barat pada periode 2000 sampai dengan 2004

masih komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang mencapai

proporsi diatas 60 persen, disusul PMTB yang berperan rata-rata

15 persen, Belanja pemerintah sekitar 6 persen serta ekspor

netto sekitar 14 persen. Peranan pengeluaran lembaga non profit

hampir tidak menunjukkan sumbangan yang berarti karena hanya

sekitar 0,6% dari PDRB total.

Tahun 2004 juga merupakan tahun dengan laju pertumbuhan

ekonomi global yang positif baik, begitu pula Indonesia dan juga

Jawa Barat mengalami hal yang sama. Hampir seluruh indikator

seperti yang dipaparkan di atas menunjukkan kondisi yang positif

di Jawa Barat.

 DAFTAR PUSTAKA

 http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=makalah+pembangunan+ekonomi+jawa+barat&source=web&cd=19&cad=rja&ved=0CFwQFjAIOAo&url=http%3A%2F%2Fwww.jabarprov.go.id%2Froot%2Fpdrb%2FBABIII-04OK2.doc&ei=98S4UJvXFcrirAeJyYDoDQ&usg=AFQjCNEAuvvs-srsYf3ATm8U7IAAE_rWUQ http://edisugiartonos.blogspot.com/2012/11/makalah-pertumbuhan-

ekonomi.html