STUDI SPRITUAL SUFISKTIK ISLAM
Transcript of STUDI SPRITUAL SUFISKTIK ISLAM
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tasawuf merupakan khazanah Islam klasik dan merupakan satu
dimensi Islam yang bersifat esoteris. Para peneliti Timur dan
Barat melakukan banyak research dalam bidang ini karena dimensi
esoteris Tasawuf telah melahirkan daya tarik yang luar biasa.
Tasawuf pada satu sisi sebagai metode suluki dalam perjalanan
ruhani menuju Tuhan dan pada sisi yang lain Tasawuf merupakan
rumusan-rumusan konsep ruhani yang dihasilkan melelui proses
mukasyafah ruhani. Yang pertama disebut tasawuf praktis dan kedua
disebut tasawuf filosofis ataupun teoritis. 1
Dalam pembahasan lain, tasawuf juga merupakan salah satu
bidang studi Islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan
aspek rohani manusia yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak
mulia. Pembersihan aspek rohani atau batin ini selanjutnya
dikenal sebagai dimensi esoterik dari diri manusia. Hal ini
berbeda dengan aspek Fiqih, khususnya bab thaharah yang
memusatkan perhatian pada pembersihan aspek jasmaniah atau
lahiriah yang selanjutnya disebut sebagai dimensi eksoterik.
Islam sebagai agama yang bersifat universal dan mencakup berbagai
jawaban atas berbagai kebutuhan manusia, selain menghendaki
1 Khalid Al Walid, Tasawuf Mulla Sadra, Bnadung: Muthahhari Press, 2005,hal.177
2
kebersihan lahiriah juga menghendaki kebersihan batiniah,
lantaran penilaian yang sesungguhnya dalam Islam diberikan pada
aspek batinnya. Hal ini misalnya terlihat pada salah satu syarat
diterimanya amal ibadah, yaitu harus disertai niat.
Melalui studi tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tentang
cara-cara melakukan pembersihan diri serta mengamalkannya dengan
benar. Dari pengetahuan ini diharapkan ia akan tampil sebagai
orang yang pandai mengendalikan dirinya pada saat berinteraksi
dengan orang lain, atau pada saat melakukan berbagai aktivitas
dunia yang menuntut kejujuran, keikhlasan, tanggung jawab,
kepercayaan dan sebagainya. Dari suasana yang demikian itu,
tasawuf diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan moral
yang mengambil bentuk seperti manipulasi, korupsi, kolusi,
penyalahgunaan kekuasaan dan kesempatan, penindasan.2
B. Perumusan Masalah
Makalah yang sederhana ini akan dipaparkan beberapa istilah
kata-kata kunci seperti tasawuf, sufi dan tariqat, sumber dan
perkembangan pemikiran tasawuf, variasi praktek tasawuf,
pendekatan utama dalam kajian tasawuf, tokoh dan karya utama
dalam kajian tasawuf, signifikansi dan kontribusi metodologi
studi tasawuf dalam Islam.
2 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 235
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi istilah kunci dalam spiritual sufisktik islam
a. Definisi etimologis sufi:
Secara teori etimologis akar kata dari Sufi adalah Safa
ا) ف� ,(ص�������� yang berarti kemurnian, disebutkan pemberian nama
4
shufiyah karena kesucian hatinya dan kebersihan tingkah
lakunya.3
Selanjutnya, ada yang berpendapat bahwa kata tersebut
berasal dari kata shaff yang berarti barisan. “Satu kaum
berkata, bahwasanya mereka menamakan shufiyah karena mereka
berada pada barisan (shaf) terdepan di sisi Allah ‘Azza wa
Jalla dengan ketinggian cita-cita mereka kepada-Nya dan
kesungguhan mereka untuk bertemu dengan-Nya dan ketegaran
(ketetapan) hati mereka di sisi-Nya. 4
Ada juga yang berpendapat bahwa sufi berasal dari kata
shaf, yakni barisan dalam sholat. Pemakai wol pada saat itu
adalah sebagai simbol kesederhanaan dan kemiskinan. Lawannya
ialah memakai sutra, oleh orang-orang yang mewah hidupnya
dikalangan pemerintahan. Kaum sufi sebagai golongan yang
hidup sederhana dan dalam keadaan miskin, tetapi berhati
suci dan mulia, menjauhi pemakaian sutra dan sebagai
gantinya memakai wol kasar.5
Kata ‘shufi’ berhubungan dengan perkataan ahl al-shuffah,
yaitu nama yang diberikan kepada sebahagian fakir miskin di
kalangan orang-orang Islam pada masa awal Islam. Mereka
adalah di antara orang-orang yang tidak punya rumah, maka
3 M. Jamil, Cakrawala Tasawuf: Sejarah, Pemikiran dan Konstektualitas,
(Jakarta: Gaung Persada Pers, 2007), cet.2, h.2
4 Ibid5 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1973), h.57.
5
mereka menempati gubuk yang telah dibangun oleh Rasulullah
di luar masjid di Madinah.6
Pandangan lain yang umum adalah kata itu berasal dari
Suf ( وف� bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah ,(ص�������
sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun
tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol.
Bagaimanapun, seperti yang ditegaskan oleh Ibnu Khaldun
bahwa seseorang tidak begitu saja dapat disebut sebagai
seorang sufi hanya dikarenakan ia memakai pakaian yang
terbuat dari wol kasar. Pakaian ini menggambarkan bahwa
mereka adalah orang yang sangat sederhana yang tidak
menampilkan diri dengan pakaian-pakaian yang bagus, halus
dan mahal. Hal ini terlihat dari kata suf itu sendiri yang
berarti kain wol kasar. Ini menggambarkan ketidak cendrungan
mereka kepada kehidupan duniawi.7
Selain sebagai simbol pengasingan dari dunia,
penisbatan pada kata shuuf juga didasari bahwa para sufi
bukanlah orang-orang yang spesialis dalam bidang ilmu
tertentu, seperti penamaan fuqaha pada mereka ahli fikih,
muhadtis ahli hadist, mufassir ahli tafsir. Seorang sufi
juga tidak bisa disifati dengan keadaan-keadaan (ahwal) dan
maqam tertentu, karena mereka kerap berpindah dari hal dan
6 Abul ‘Alaa ‘Afify, Fil al-Tashawwuf al-Islam wa Tarikhihi,
(Iskandariyah: Lajnah al-Ta’lif wa al- Tarjamah wa al-Nasyr, tt.), p,66.
7 Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah, (Beirut: Dar al-Fikri, t.t), h.370-371
6
maqam satu ke yang lainnya, atau dalam istilah Al-
Suhrawardi; ‘ Al-Shufi Ibnu Waqtihi’, para sufi adalah anak
dari zamannya. Jadi penisbatan nama dengan pakaian yang
dikenakan merupakan penisbatan yang bersifat umum, yang
mencakup karakteristik paling menonjol dari para sufi yang
membedakan mereka dari golongan lainnya.
Pendapat inilah yang paling banyak mendapat sambutan
dari para pakar tasawwuf, sehingga tak kurang dari orang-
orang seperti Al-Ghazali, Al-Thusi, Al-Suhrawardi, Ibnu
Khaldun, hingga para sarjana kontemporer Abu Wafa Al-
Tiftazani, Abdul Halim Mahmud, Zaki Mubarak, Mushtofa Abdur
Raziq dan dari kalangan orientalis Margoliouth.8
Kata Sophos dalam bahasa Yunani menunjukkan kondisi
jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran. Dan masih
ada pendapat lain yang menghubungkan kata tasawuf tersebut
dengan perkataan lain. Yang jelas dari segi bahasa atau asal
usul penggunaan kata tersebut dapat dikatakan bahwa kata
tasawuf berkonotasi pada kebijakan, kesucian hati dari
godaan hawa nafsu, memutuskan ketergantungannya dengan
kehidupan material yang dapat menggangu hubungan dengan
8 Artikel dikutip dari Kopidangdut
http://kopiitunikmat.blogspot.com/2012/08/tasawwuf-islami-pengertian-dan-
asal.html
7
tuhan, hidup dalam kezuhudan dan menenggelamkan diri dalam
ibadah sehingga semakin dekat dengan-Nya.
Yang jelas dari segi bahasa atau asal usul penggunaan
kata tersebut dapat dikatakan bahwa kata tasawuf berkonotasi
pada kebijakan, kesucian hati dari godaan hawa nafsu,
memutuskan ketergantungannya dengan kehidupan material yang
dapat menggangu hubungan dengan tuhan, hidup dalam kezuhudan
dan menenggelamkan diri dalam ibadah sehingga semakin dekat
dengan-Nya.
b. Definisi terminologis sufi atau tasawwuf
Secara terminologi, tasawuf diartikan beragam. Hal ini
di antaranya karena berbeda cara memandang aktifitas-
aktifitas para sufi. Berikut ini akan dikemukakan beberapa
definisi yang difomulasikan oleh para ahli-ahli
tasawuf.Ma’ruf al-Kharkhi sebagaimana yang dikutip oleh As-
Suhrawardi mengatakan: “ Tasawuf adalah mengambil hakikat
dan meninggalkan yang ada di tangan makhluk”. Definisi ini
menggambarkan bahwa tasawuf berupaya mencari hakikat
kebenaran dengan meninggalkan kesenangan duniawi.Kesenangan
duniawi tidak menjadi perhatian dan bahkan dijauhi karena
dapat mengganggu ibadah dan hubungan dengan Allah.
Defenisi sufi dalam kajian Encyclopaedia Britannica The
Whirling Dervishes of Rumi; yang menyebutkan; Similarly, Islamic
mysticism in general is called tasawwuf (literally, “to dress in wool”) in Arabic.
Sufis are also referred to as fuqara, “the poor,” the plural form of the Arabic
8
faqir. The Persian equivalent is darvish. These are the roots of the English terms
fakir and dervish, used interchangeably for an Islamic mystic.9
Makna diatas seirama dengan makna sufi yang diartikan
pakaian shuf dan dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah karena
kenyataan yg ada pada masa Ibnu Taimiyah adalah mereka
memakai pakaian kasar sebagai pengakuan untuk zuhud dan
menampakkan kesederhanaan dan kemelaratan hidup disamping
menahan diri dari berhubungan dan meminta-minta pada orang
dan mencegah diri dari air dingin dan makan daging.10
Al-Junaid al-Bagdadi mengemukakan bahwa tasawuf adalah
membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang, menekan
sifat basyariyyah(kemanusiaan), menjauhi, hawa nafsu,
memberikan tempat bagi sifat kerohanian, berpegang pada ilmu
kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar
keabadiannya, memberi nasihat kepada umat, benar-benar
menepati janji kepada Allah, dan mengikuti syariat
Rasulullah.11
Dr. Yusuf Qardhawi, guru besar Universitas al Azhar,
yang merupakan salah seorang ulama Islam terkemuka abad ini
didalam kumpulan fatwanya mengatakan, “Arti tasawuf dalam
agama ialah memperdalam ke arah bagian ruhaniah, ubudiyyah,9 Encyclopaedia Britannica, The Whirling Dervishes of Rumi An American
Sufi website http;//www.anacademicwebsiteonSufism
10 Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia ,http://sumber fileal_islam.chm
11 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban (Jakarta:
Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2002), jilid 4, h. 139
9
dan perhatiannya tercurah seputar permasalahan itu.” Beliau
juga berkata, “Mereka para tokoh sufi sangat berhati-hati
dalam meniti jalan di atas garis yang telah ditetapkan oleh
Al-Qur,an dan As-Sunnah. Bersih dari berbagai pikiran dan
praktek yang menyimpang, baik dalam ibadat atau pikirannya.
Banyak orang yang masuk Islam karena pengaruh mereka, banyak
orang yang durhaka dan lalim kembali bertobat karena jasa
mereka. Dan tidak sedikit yang mewariskan pada dunia Islam,
yang berupa kekayaan besar dari peradaban dan ilmu, terutama
di bidang marifat, akhlak dan pengalaman-pengalaman di alam
ruhani, semua itu tidak dapat diingkari.12
Adapun pendapat ulama besardalam sejarah islam yakni
Imam Ghazali (450-505 H./1058-1111 M) hujjat -ul- Islam,
tentang tasawwuf: "Saya tahu dengan benar bahwa para Sufi
adalah para pencari jalan Allah, dan bahwa mereka melakukan
yang terbaik, dan jalan mereka adalah jalan terbaik, dan
akhlak mereka paling suci.Mereka membersihkan hati mereka
dari selain Allah dan mereka menjadikan mereka sebagai jalan
bagi sungai untuk mengalirnya kehadiran Ilahi.13
12 Artikel dikutip dari
http://cahaya-akhir-zaman.blogspot.com/2012/12/pandangan-ulama-fiqih-tentang-
sufi-dan.html
13 Dikutip darihttp://energikultivasi.wordpress.com/2011/06/23/kesaksian-para-ulama-fiqih-
tentang-sufi-dan-tasawuf/ diunduh tanggal 4 Des 2014
10
Adapun Imam Malik (94-179 H./716-795 M) berbicara
tentang tasawwuf: "man tassawaffa wa lam yatafaqah faqad tazandaqa
wa man tafaqaha wa lam yatasawwaf faqad fasadat, wa man tafaqqaha wa
tassawafa faqad tahaqqaq”. Artinya: “siapa mempelajari/mengamalkan
tasauf tanpa fikh maka dia telah zindik, dan barangsiapa
mempelajari fikh tanpa tasauf dia tersesat, dan siapa yang
mempelari tasauf dan fikh dia meraih kebenaran)." 14
Dari beberapa penjelasan diatas sudah dapat diambil
pengertian tasawuf, dimana di dalamnya mengandung ajaran-
ajaran tentang kehidupan keruhanian, kebersihan jiwa, cara-
cara membersihkannya dari berbagai penyakit hati, godaan
nafsu, kehidupan duniawi, cara- cara mendekatkan diri kepada
Allah seta fana dalam kekekalan-Nya sehingga sampai kepada
pengenalan hati yang dalam akan Allah. Sedangkan sufi adalah
orang yang menjalankan tasawuf.
B. Defenisi Tarekat
a. Makna Tarekat secara etimologis.
Tarekat diambil dari bahasa Arab al-Thariqah yang
berarti “jalan”. Jalan yang dimaksud disini adalah jalan
yang ditempuh oleh para sufi untuk dapat dekat kepada Allah.
Thariqah juga mengandung pengertian organisasi atau cara.
b. Defenisi Terminologi Tarekat
14 Imam Abil-Hassan, 'Ali al-Adawi (Beirut: Dar-el-Fikr) vol. 2, p. 195
11
Dengan demikian ada dua pengertian tarekat. (1) tarekat
sebagai pendidikan kerohanian yang dilakukan oleh orang-
orang yang menjalani kehidupan tasawuf untuk mencapai suatu
tingkat kerohanian tertentu. Tarekat dalam artian ini adalah
dari sisi amaliyah. (2) tarekat sebagai sebuah perkumpulan
atau organisasi yang didirikan menurut aturan yang telah
ditetapkan oleh seorang syeikh yang menganut suatu aliran
tarekat tertentu.
Untuk melihat hubungan antara dua pengertian di atas
dan juga hubungannya dengan tasawuf menarik untuk dikutip
apa yang ditulis Abuddin Nata berikut: “Tarekat pada mulanya
berarti tata cara dalam mendekatkan diri kepada Allah dan
digunakan untuk sekelompok yang menjadi pengikut bagi
seorang syeikh. Kelompok ini kemudian menjadi lembaga-
lembaga yang mengumpul dan mengikat sejumlah pengikut dengan
aturan sebagaimana yang disebutkan diatas. Dengan kata lain,
tarekat adalah tasawuf yang melembaga. Dengan demikian,
tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah,
sedangkan tarikat itu adalah cara atau jalan yang ditempuh
seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Tuhan.
Inilah hubungan antara tarekat dengan tasawuf.”15
C. Sumber dan Perkembangan Pemikiran Tasawuf
a. Sumber Ajaran Tasawuf15 M. Jamil, Cakrawala Tasawuf: Sejarah, Pemikiran dan Konstektualitas,
h. 121
12
Ajaran tasawuf pada dasarnya berkosentrasi pada
kehidupan ruhaniyah, mendekatkan diri kepada Tuhan melalui
berbagai kegiatan kerohanian seperti pembersihan hati,
dzikir, ibadah lainnya serta mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Tasawuf juga mempunyai identitas sendiri di mana orang-
orang yang menekuninya tidak menaruh perhatian yang besar
pada kehidupan dunia bahkan memutuskan hubungan dengannya.
Di samping itu, tasawuf didominasi oleh ajaran-ajaran
seperti khauf dan raja’, al-taubah, al-zuhd, al-tawakkul, al- syukr, al-shabr,
al-ridha dan lainnya yang tujuan akhirnya fana atau hilang
identitas diri dalam kekekalan (baqa) Tuhan dalam mencapai
ma’rifah.
Al-Qur’an adalah kitab yang di dalamnya ditemukan
sejumlah ayat yang berbicara atau paling tidak berhubungan
dengan hal-hal tersebut diatas. Di dalam Al-Qur’an ditemukan
perintah beribadah dan berdzikir, diantaranya: “Bahwasanya
tidak ada Tuhan melainkan aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan aku” (Q.S. Al-Anbiya : 25).16 ”Dan sebutlah
(nama) Allah banyak-banyak (berzikir & berdoa) agar kamu
beruntung” (Q.S. Al-Anfal : 45).17
Tentang bagaimana seharusnya melihat kehidupan dunia,
Al-Qur’an di antaranya menegaskan: “Wahai manusia, sungguh
janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah
kehidupan memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah
16 Quran dan terjemahannya, (Bogor : Sahmalnour) 2007, h. 324 17 Quran dan terjemahannya, h. 182
13
(setan) yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah
(Q.S Fathir : 5).”18
Di samping itu ada sebuah riwayat yang menjelaskan
bahwa Muhammad setiap bulan Ramadhan bertahannus di Gua Hira
untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati serta
hakikat kebenaran di tengah-tengah keramaian hidup,
ditemukan sejumlah hadits yang memuat ajaran tasawuf,
diantaranya adalah hadist yang artinya: ”Seorang laki-laki
datang kepada Nabi saw lalu berkata: Wahai Nabi Allah
berwasiatlah kepadaku. Nabi berkata: Bertakwalah kepada
Allah karena, itu adalah himpunan setiap kebaikan.
Berjihadlah, karena itu kehidupan seorang rubbani muslim,
Berdzikirlah, karena itu adalah nur bagimu” (HR. Bukhori).
Tentang kualitas dan kuantitas ibadah Rasulullah,
Aisyah r.a pernah berkata:
“Sesungguhnya Nabi SAW bangun di tengah malam (untuk
melaksanakan shalat) sehingga kedua telapak kakinya menjadi
lecet. Saya berkata kepadanya:”Wahai Rasulullah mengapa anda
masih berbuat seperti ini, padahal Allah telah mengampuni
dosa-dosa yang telah lalu dan yang akan datang bagimu ?”
Nabi SAW, lalu menjawab: ”Salahkah aku jika ingin menjadi
seorang hamba yang selalu bersyukur” (HR. Bukhori Muslim).
Ayat –ayat dan hadits-hadits yang dikutip di atas hanya
sebahagian dari ayat-ayat dan hadis-hadis yang mengemukakan18 Quran dan terjemahannya, h.
14
hal-hal kehidupan ruhaniyah yang ditemukan dalam tasawuf.
Kehidupan yang didominasi oleh takut dan harap, kezuhudan,
berserah diri kepada Tuhan, bersyukur dan ridha serta dekat
dengan Allah. Kehidupan seperti inilah yang dicontohkan oleh
Rasulullah sendiri serta para sahabat-sahabatnya, khususnya
mereka yang dijuluki ahl al-shuffah.
Karena itu, setelah mengutip sejumlah ayat yang
berhubungan dengan ajaran-ajaran tasawuf dan menjelaskannya,
Muhammad Abdullah asy-Syarkawi mengatakan:
“Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa asal
mula tasawuf Islam dapat ditemukan semangat ruhaninya dalam
Al-Qur’an al-Karim, sebagaimana juga dapat ditemukan dalam
sabda dan kehidupan Nabi saw., baik sebelum maupun sesudah
diutus menjadi nabi. Awal mula tasawuf Islam juga dapat
ditemukan pada masa sahabat Nabi saw beserta para generasi
sesudahnya.”19
Menurut hemat penyaji makalah jika beberapa konsep yang
ada di dalam tasawuf seperti taubah, al-zuhd, al-tawakal, al-syukr
dan lainnya dirujuk kepada Al-Qur’an, maka jelaslah bahwa
Al-Qur’an adalah sumber utamanya walaupun dalam
19 Muhammad Abdullah asy-Syarkawi, Sufisme dan akal, terj. Halid Alkaf,(Bandung:Pustaka Hidayah, 2003), h. 29.
15
perkembangannya mungkin dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh
seni dan budaya lokal dimana sufisme berkembang selanjutnya.
b. Awal Muncul Tasawuf
Sejarah historis ajaran tasawuf mengalami perkembangan
yang sangat pesat, berawal dari upaya meniru pola kehidupan
Rasulullah saw. baik sebelum menjadi Nabi dan terutama
setelah beliau bertugas menjadi Nabi dan Rasul, perilaku dan
kepribadian Nabi Muhammadlah yang dijadikan tauladan utama
bagi para sahabat yang kemudian berkembang menjadi doktrin
yang bersifat konseptual. Tasawuf pada masa Rasulullah saw
adalah sifat umum yang terdapat pada hampir seluruh sahabat-
sahabat Nabi tanpa terkecuali.
Pada awal perkembangan tasawuf, sekitar abad 1 dan ke-2
H, tasawuf ditandai oleh menonjolnya sifat zuhud. Pada fase
inilah muncul zahid muslimyang termasyur di kota- kota
seperti Madinah, Kufah, Basra, Balk, dan juga kawasan Mesir.
Mereka merupakan gerakan yang menginginkan agar kaum muslim
hidup secara sederhana, sebagaimana dicontohkan dalam
kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Para ahli sejarah tasawuf menilai bahwa timbulnya
gerakan tersebut tidak terlepas dari kondisi kehidupan
masyarakat-terutama di kalangan istana Bani Umayyah- yang
oleh sahabat dinilai telah menyimpang terlalu jauh dari
kehidupan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat
besar yang saleh dan sederhana.
16
Di Madinah, Sa’id bin Musayyab (w. 91 H), murid dan
menantu Abu Hurairah ra (salah seorang ahl as-suffah),
mencontohkan hidup zuhud kepada para pengikutnya. Dalam
suatu riwayat disebutkan bahwa suatu kali ia ditawari
sejumlah tiga puluh lima ribu dirham uang perak. Ia
menolaknya dan beliau memandang para penguasa Bani Umayyah-
kata Ibnu Khallikan, penulis biografi tokoh-tokoh Islam
klasik- sebagai tiran, sehingga tidak mau membaiat Abdul
Malik bin Marwan ketika naik tahta kerajaan.20
Menurut catatan sejarah dari sahabat Nabi yang pertama
sekali melembagakan tasawuf dengan cara mendirikan madrasah
tasawuf adalah Huzaifah bin Al-Yamani, sedangkan Imam Sufi
yang pertama dalam sejarah Islam adalah Hasan Al-Basri (21-
110 H) seorang ulama tabi’in, murid pertama dari Huzaifah
Al-Yamani beliau dianggap tokoh sentral dan yang paling
pertama meletakkan dasar metodologi ilmu tasawuf. Hasan Al-
Basri adalah orang yang pertama memperaktekkan, berbicara
menguraikan maksud tasawuf sebagai pembuka jalan generasi
berikutnya.
Tasawuf sebagai sebuah disiplin keilmuan Islam, baru
muncul pada abad ke II H/XIII M, atau paling tidak dalam
bentuk yang lebih jelas pada abad ke III H/X M.
c. Perkembangan Pemikiran Tasawuf21
20 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, h. 14621 Artikel dikutip dari https://guzzaairulhaq.wordpress.com/samudera-
tasawuf/studi-tasawuf/pada tanggal 1 Des 2014
17
Untuk melihat lebih jelas bagaimana perkembangan
pemikiran tasawuf maka penulis mencoba mengemukakan secara
ringkas sejarah perkembangan tasawuf dimulai abad pertama
hijriah.
1. Abad pertama dan kedua Hijriyah
Pada periode ini, tasawuf telah kelihatan dalam
bentuknya yang awal.Pada periode ini ada sejumlah orang yang
tidak menaruh perhatian kepada kehidupan materi seperti
makan, pakaian dan tempat tinggal. Mereka lebih
berkonsentrasi pada kehidupan ibadah untuk mendapat
kehidupan yang lebih abadi yaitu akhirat. Jadi pada periode
ini, tasawuf masih dalam bentuk kehidupan asketis (zuhud)
Diantara tokoh-tokoh terkemuka pada periode ini adalah: dari
kalangan sahabat, diantaranya Salman Al-Farisi, Abu Dzarr
Al-Ghifari. Sedangkan dari kalangan tabi’in, diantaranya
adalah Hasan al-Bashri, Malik bin Dinar dan lain-lain .
2. Abad ketiga dan keempat Hijriyah
Jika pada tahap awal tasawuf masih berupa zuhud dalam
pengertian sederhana, maka pada abad ketiga dan keempat
hijriah para sufi mulai memperhatikan sisi-sisi teoritis
psikologis dalam rangka perbaikan tingkah laku sehingga
tasawuf telah menjadi sebuah ilmu akhlak keagamaan.
18
Pada periode ini, tasawuf mulai berkembang dimana para
sufi menaruh perhatian setidaknya kepada tiga hal yaitu
jiwa, akhlak dan metafisika.
Diantara tokoh-tokoh pada abad ini adalah Ma’ruf al-
Kharkhi, Abu Faidh Dzun Nun bin Ibrahim Al-Mishri, Abu Yazid
Al-Bustami, Junaid al-Baghdadi, Al-Hallaj dan lain-lain
3. Abad kelima Hijriyah
Pada periode ini, lahirlah seorang tokoh sufi besar,
Al-Ghazali. Dengan tulisan momumentalnya tahafut al-
falasifah dan ihya ‘ulum al-din.Al-Ghazali mengajukan
kritik- kritik tajam terhadap pelbagai aliran filsafat dan
kepercayaan kebathinan dan berupaya keras untuk
meluruskannya dengan tasawuf dari teori-teori yang ganjil
tersebut serta mengembalikannya kepada ajaran Al-Qur’an dan
Al-Sunnah.
4. Abad keenam dan ketujuh Hijriyah
Pada periode ini muncul kembali tokoh-tokoh sufi yang
memadukan tasawuf dengan filsafat dengan teori-teori yang
tidak murni dari tasawuf dan juga tidak murni dari filsafat.
Kedua-duanya menjadi satu.Tasawuf ini kemudian dikenal
dengan tasawuf falsafi.
Diantara tokoh-tokoh terkemuka adalah Suhrawardi,
Mahyuddin Ibn Arabi, Umar Ibn al-Faridh dan lain-lain.
19
5. Abad kedelapan Hijriyah dan seterusnya
Pada abad kedelapan Hijriyah, tasawuf telah mengalami
kemunduran.Ini diantaranya karena orang-orang yang
berkecimpung dalam bidang tasawuf, kegiatannya sudah
terbatas pada komentar-komentar atau meringkas buku-buku
tasawuf terdahulu serta menfokuskan perhatian pada aspek-
aspek praktek ritual yang lebih berbentuk formalitas
sehingga semakin jauh dari subtansi tasawuf.
Pada periode ini hampir tidak terdengar lagi
perkembangan pemikiran baru dalam tasawuf, meskipun banyak
tokoh-tokoh sufi yang mengemukakan pikiran-pikiran mereka
tentang tasawuf. Diantaranya adalah Al-Kisani dan Abdul
Karim Al-Jilli.
Di antara penyebab kemunduran mungkin adalah kebekuan
pemikiran serta spritualitas yang kering melanda dunia Islam
semenjak masa-masa akhir periode Dinasti Umayyah.
D. Praktek Tasawuf dan Pengkajiannya
Layak dikatakan bahwa praktek spritual (tasawuf) adalah
inti ajaran sufisme. Sudut pandangan teori-teori dan
metafisikanya telah dielaborasikan oleh para sufi tapi tentu
saja kehidupan dalam sufi dapat kita jumpa dalam meditasi
(dzikir), shalat, puasa dan praktek sehari-hari lainnya.
Dalam faktanya, sebahagian besar sufi menetapkan beragam dan
bermacam-macam praktek tasawuf. Praktek-praktek yang
20
bersifat mediatif ini benar jika dihubungkan dengan apa yang
disebut sebagai “mengingat” nama-nama Allah. Di dalam
tasawuf akhlaqi untuk menghilangkan penghalang yang
membatasi manusia dengan Tuhannya, ahli-ahli tasawuf
menyusun sebuah sistem atau cara yang tersusun atas dasar
didikan tiga tingkat yang beri nama: takhalli, tahalli, dan
tajalli. Takhalli adalah usaha membersihkan diri dari semua
perilaku tercela, baik maksiat batin maupun maksiat lahir.
Tahalli adalah tahapan pengisian jiwa setelah dikosongkan
dari akhlak-akhlak tercela. Diantara sikap mental yang
sangat penting untuk diisikan kedalam jiwa manusia adalah al-
taubah, al-khauf wa raja’, al-zuhd, al-faqr, al-shabr dan lain. Tajalli,
berarti tersingkapnya nur ghaib. Agar apa yang telah
diupayakan pada langkah-langkah diatas langgeng,
berkelanjutan dan terus meningkat, maka mesti rasa ketuhanan
di dalam semua aktifitas akan melahirkan kecintaan dan
kerinduan kepada- Nya.
Untuk melanggengkan rasa kedekatan dengan Tuhan ini, para
sufi mengajarkan hal- hal berikut: munajat, muhasabah,
muqarabah, katsrat al-dzikir, dzikir al-maut dan tafakur.
a. Berbagai Aliran Tarekat
Dua pengikut aliran sufi terbesar di dunia, yaitu
Thariqat Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah, kedua-duanya
terdapat di Indonesia.
21
1. Qodariyyah. Hamzah Fansuri (Sumatera Utara) adalah
pengikut Thariqat Qadiriyyah, sebagai seorang yang
bereputasi, dia berhasil mengumpulkan pengikutnya.
Belakangan diketahui, bahwa rujukan pengikut Qadiriyyah
adalah Syaikh Abd al-Qâdir al-Jaylânî, sebagaimana
ditemukan dalam puisi Fansuri, yang berdomisili di Aceh
pada pertengahan abad 16. Sebagai tambahan, bahwa dalam
prosa Fansuri tertulis Syaikh Sufi terkenal seperti Abû
Yazid al-Bustamî, Junayd al-Baghdâdi, Manshûr al-
Hallaj, Jalaluddin Rumi, Ibn Arabi, Jami, dan Attar.
2. Naqsabandiyah. Imprealis Belanda L.W.C van den Berg
mengaskan dia dating ke Indonesia di abad ke 18 dan
aktivitas Thariqat Naqsabandiyyah telah ada di Aceh dan
Bogor. Kemudian dia menggambarkan kedatangan Thariqat
Naqsabandiyyah di wilayah Medan, tepatnya di Langkat.
Syaikh Abd al-Wahhab Rokan al-Khalidi al-
Naqshabandi memperkenalkan Naqsabandiyyah ke Riau.
Setelah menghabiskan waktu selama 2 tahun di Malaysia
dalam rangka berdagang, beliau pergi ke Makkah dan
belajar di bawah bimbingan Syaik Sulaiman al-Zuhdi.
Pada tahun 1845, beliau mendapatkan sertifikat dan
kembali ke Riau kemudian mendirikan perkampungan
Thariqat Naqsabandiyyah dengan nama Bab al-Salâm yang
terus menyebar ke Minangkabau (Sumatera Barat). Dari
Makkah, Thariqat Naqshabandiyyah tersebar luas ke
berbagai negara termasuk ke Indonesia, melalui jamaah
22
haji setiap tahun. Adapun beberapa praktek tasawuf yang
mereka lakukan adalah dzikir, rabithah, suluk 40 hari
dan tidak makan daging.22.
E. Pendekatan/Metodologi Dalam Kajian Tasawuf
Menurut Charles J Adams diantara banyak bidang kajian
dalam studi Islam, tasawuf merupakan bidang yang menarik
minat pada tahun belakangan.Studi tradisi Islam tidak dapat
dilepaskan dari studi tentang mistis yang mungkin juga
merupakan aspek yang muncul pada masa awal Islam bahkan pada
masa kenabian. Adams menunjukkan beberapa sarjana yang
tertarik mengkaji tasawuf, antara lain Annemarie Schimmel,
dengan bukunya Mystical Dimensions of Islam. Hal terpenting
dari pendapat Adam adalah untuk menstudi tasawuf dapat
didekati dengan pendekatan fenonemologi.23
Pendekatan fenonemologi adalah pendekatan yang lebih
memperhatikan pada pengalaman subjektif, individu karena itu
tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu
terhadap dirinya dan dunianya.Konsep tentang dirinya, harga
dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau
aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laku
22 Sri Mulyati, Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), h.105
23 Artikel dikutip dari Luluk Fikry Zuhriyah, Metode dan Pendekatan
dalam studi Islam, http://Elfikry.blogspot.com. Tanggal 4 Desember 2014
23
seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang
dirinya.24
Sedangkan menurut Harun Nasution, kajian tasawuf dapat
dilakukan dengan pendekatan tematik yaitu penyajian ajaran
tasawuf disajikan dalam tema jalan untuk dekat pada Tuhan,
zuhud, mahabbah, al-ma’rifah, al fana dan al-baqa, al- ittihad, al-hulul dan
wahdatul wujud. Pada setiap topik tersebut selain dijelaskan
tentang isi ajaran dari setiap topik tersebut dengan data-
data yang didasari pada literatur kepustakaan, juga
dilengkapi dengan tokoh yang memperkenalkannya.
Kajian tasawuf yang dilakukan dengan pendekatan tematik
akan terasa lebih menarik karena langsung menuju kepada
persoalan tasawuf di bandingkan dengan pendekatan yang
bersifat tokoh. Kajian tersebut sepenuhnya bersifat
deskriptif eksploratif, yakni menggambarkan ajaran
sebagaimana adanya dengan mengemukakannya sedemikian rupa,
walaupun hanya dalam garis besar saja.25
F. Tokoh-tokoh penting dan karyanya dalam kajian tasawuf
Adapun tokoh-tokoh dan karya utama yang termasuk
kedalam kajian tasawuf di antaranya:
a. Abu Hamid Al-Ghazali (w. 1111 M)
24 ArtIkel dikutip dari Id.Wikipedia. Org/ wiki/psikologi, Tanggal 4Desember 2014
25 M. Jamil, Cakrawala Tasawuf, h.244
24
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad al-Ghazali. Ia dilahirkan di Thus pada tahun 450
H/1058 M. Karya utamanya adalah Ihya ‘Ulum al- Din,
Tahafut al-Falasifah dan Al-Munaiz min al-Dhalal.
b. Abdul Qodir Zailany (470–561 H) (1077–1166 M)
Abdul Qadir Jaelaniatau Abd al-Qadir al-Gilani
(bahasa Kurdi: Evdilqadirê Geylanî, bahasa Persia:
لان�ی ادرگ�ی� دال�ف� ,ع�ی����������� bahasa Urdu: لان�ی گی� م�لی� �ادرا دال�ف� Abdolqāder ع�ی����������� Gilāni)adalah seorang ulama fiqih yang sangat dihormati oleh
Sunni dan dianggap wali dalam dunia tarekat dan sufisme.
Ia lahir pada hari Rabu tanggal 1 Ramadan di 470 H, 1077
M. selatan Laut Kaspia yang sekarang menjadi Provinsi
Mazandaran di Iran. Ia wafat pada hari Sabtu malam,
setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah
Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Karya cukup
banyak dan yang berkenaan dengan sufisme antara lain al
Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, Futuhul Ghaib, Al-Fath
ar-Rabban, Jala' al-Khawathir.26
c. Abu Thalib al-Makki (w. 386 H)
26 N Hanif, Manakib Syekh Abdul Qodir Al Jailani, Perjalanan Spiritual Sulthanul Auliya, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hal. 10
25
Abu Thalib al-Makki adalah seorang pengarang kitab
shufi terbesar, bernama “Qutul Qulub fi Mu’amalatil
Mahbub.27
d. Al Hallaj
Husain ibn Mansur al-Hallaj atau biasa disebut
dengan Al-Hallaj adalah salah seorang ulama sufi yang
dilahirkan di kota Thur yang bercorak Arab di kawasan
Baidhah, Iran Tenggara, pada tanggal 26 Maret 866M. Ia
seorang keturunan Persia. Kakeknya adalah seorang
penganut Zoroaster dan ayahnya memeluk islam. Al-Hallaj
merupakan syekh sufi abad ke-9 dan ke-10 yang paling
terkenal. Ia terkenal karena berkata: "Akulah Kebenaran",
ucapan yang membuatnya dieksekusi secara brutal. Bagi
sebagian ulama islam, kematian ini dijustifikasi dengan
alasan bid'ah, sebab Islam tidak menerima pandangan bahwa
seorang manusia bisa bersatu dengan Allah dan karena
Kebenaran (Al-Haqq) adalah salah satu nama Allah, maka ini
berarti bahwa al-Hallaj menyatakan ketuhanannya sendiri.
Kaum sufi sejaman dengan al-Hallaj juga terkejut oleh
pernyataannya, karena mereka yakin bahwa seorang sufi
semestinya tidak boleh mengungkapkan segenap pengalaman
batiniahnya kepada orang lain. Mereka berpandangan bahwa
al-Hallaj tidak mampu menyembunyikan berbagai misteri
atau rahasia Ilahi, dan eksekusi atas dirinya adalah27 Artikel dikutip dari https://guzzaairulhaq.wordpress.com/samudera-
tasawuf/studi-tasawuf/ diunduh 4 Des 2014
26
akibat dari kemurkaan Allah lantaran ia telah
mengungkapkan segenap kerahasiaan tersebut.28
e. Ibn ‘Arabi (w. 1240 M)
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Ahmad
bin Abdullah ath-Thai al- Haitami. Dia lahir pada tahun
560 H. Karya utamanya adalah Al-Futuhat al-Makkiyah dan
Fushush al-Hikam .Di antara ajaran yang terpenting dari
Ibn Arabi adalah Wahdatul wujud.29
f. Jalaluddin Rumi
Nama lengkapnya Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin
Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau sering
pula disebut dengan nama Rumi adalah seorang penyair sufi
yang lahir di Balkh (sekarangAfganistan) padatanggal 6
Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September
1207 Masehi. Ayahnya masih keturunan Abu Bakar, bernama
BahauddinWalad. Sedang ibunya berasal dari keluarga
kerajaanKhwarazm. Karya Utamanya yang terpenting adalah
Kumpulan puisi Rumi yang terkenal bernama al-Matsnawi al-
Maknawi adalah sebuah revolusi terhadap IlmuKalam yang
kehilangan semangat dan kekuatannya. Isinya juga
mengeritik langkah dan arahan filsafat yang cenderung
28 Dikutip dari dari Wikipedia bahasa Indonesia Mansur al Hallaj,
diunduh tanggal 4 Des 2014
29 Ibid
27
melampaui batas, mengebiri perasaan dan mengkultuskan
rasio.30
g. Al-Jilli (w. 1403 M)
Nama lengkapnya adalah Abdul Karim bin Ibrahim al-
Jilli. Ia lahir tahun 767 H di Jilan. Karya utamanya
adalah Al-Insan al-Kamil fi Ma,rifah al-Awakhir wa al-
Awail dan kitab Al-Kahf wa Raqim fi Syarh Bismillahi al-
Rahman al-Rahim.31
h. Hamzah Fansuri
Adalah seorang penyair yang dipercayai dilahirkan
pada akhirabad ke-16 di Barus atau Panchor, Sumatera
Utara. Padatahun 1726, Francois Valentijn dalam
bukunyaOud en Nieuw Oost-Indie (Hindia Timur Lama dan
Baharu) pada bab mengenai Sumatera, menyebut Hamzah
Fansuri sebagai seorang penyair yang dilahirkan di
Fansur. Hamzah Fansuria adalah pengembang Tarekat
30 Dikutip dari dari Wikipedia bahasa Indonesia Jalaluddin Rumi,
ensiklopediabebas, diunduh tanggal 4 Des 2014
31 Ibid
28
Wujudiyah. Faham ini beranggapan bahawa segala makhluk
itu padaa sasnya esa, kerana wujud dari pada zat Allah.32
i. Hamka
Nama lengkapnya Haji Abdul Malik Karim Amrullah.
Beliau dilahirkan di Sutan Batang Maninjau, Sumatera
Barat pada 17 Februari 1908 (14 Muharram 1326 H). Ayahnya
juga seorang ulama terkenal Dr. H. Abdul Karim Amrullah
alias Haji Rasul pembawa faham-faham pembaharuan Islam di
Minangkabau. Karya utamanya Tasawuf modern, perkembangan
tasawuf dari abad keabad.33
G. Signifikansi Tasawuf di Era Modern dan Kontribusi Metodologi
Sufisme dalam Islam
Peradaban moderen yang bermula di Barat sejak abad XVII
merupakan awal kemenangan supermasi rasionalisme dan
emperisme dari dogmatisme agama. Kenyataan ini dapat
dipahami karena abad moderen Barat cenderung memisahkan ilmu
pengetahuan, filsafat dari agama yang kemudian dikenal
dengan jargon sekularisme. Perpaduan antara rasionalisme dan
emperisme dalam satu paket epistimologi melahirkan metode
ilmiah ( scientific method).
32 Dikutip dari dari Wikipedia bahasa Indonesia Hamzah Fansurii, ensiklopediabebas, diunduh tanggal 4 Des 2014
33` Prof. Dr. Hamka, Tasauf Modern, (Jakarta:Penerbit Pustaka Panji Mas,1990), cet. XII, hal. XVII
29
Penemuan metode ilmiah yang berwatak emperis dan
rasional secara menakjubkan membawa perkembangan sains yang
luar biasa canggihnya sehingga melahirkan kemudahan,
disamping melahirkan kehidupan dan paradigma pemikiran baru.
Fenomena serba mudah dan baru ini merupakan wujud akselarasi
dari pemikiran filsafat Barat modern. Filsafat Barat modern
memandang manusia bebas dari segala kekuatan di luarnya, dan
kebebasan itu terjadi lewat pengetahuan rasional. Manusia
seolah digiring untuk memikirkan dunia an-sichsehingga
Tuhan, surga, neraka dan persolan-persolan eskatologis tidak
lagi menjadi pusat pemikiran.
Peradaban, ilmu pengetahuan, dan sains dalam Islam
tidak terlepas dari sentuhan nilai-nilai spiritual, karena
ilmu pengetahuan dan sains dalam Islam harus mampu
menghantarkan seseorang untuk lebih meningkatkan keimanan
dan ketakwaan kepada Allah melalui pemahaman, pengamatan,
riset dan penelitian yang dilakukan terhadap ayat-
ayatkauniyah yang tersebar diseluruh penjuru alam, sebab
antara ayat qauliyah dan kauniyah selalu berkorelasi. Hal
itu akan lebih jelas bila dilihat dari segi kecerdasan
sufistik. Kecerdasan sufistik dapat dilihat dalam konsep
tasawuf, seperti ilmu, tafakur, ma’rifat, dan ma’rifat israqiyah.Bahwa yang
dimaksud ilmu adalah semua pengetahuan, baik pengetahuan
agama maupun umum.Semua pengetahuan itu harus bermanfaat
untuk mengenal ciptaan, keagungan dan kebesaran Allah,
sehingga kemudian mendorong manusia untuk semakin
30
mendekatkan diri kepada-Nya.Apresiasi yang tinggi pantas
diberikan terhadap tasawufkarena sumbangan-sumbangannya yang
sangat bernilai bagi perkembangan peradaban Islam.Sumbangan
itu dapat dilihat dalam berbagai bidang seperti filsafat,
sastra, musik, tarian, psikologi, dan sains modern.
BAB III
PENUTUP
Asal-usul ajaran sufi didasari pada sunnah Nabi Muhammad.
Keharusan untuk bersungguh-sungguh terhadap Allah merupakan
aturan di antara para muslim awal, yang bagi mereka adalah sebuah
keadaan yang tak bernama, kemudian menjadi disiplin tersendiri
ketika mayoritas masyarakat mulai menyimpang dan berubah dari
keadaan ini.
Sufi tidak lain adalah ajaran untuk mencapai maqam Ihsan
(sebagaimana tersebut dalam hadist) atau mencapai status
muqarrabun (orang-orang yang didekatkan kepada Allah)..
Sisi psikologis (bathin) yang terdapat dalam ajaran-ajaran
Kristen, Budha, dll sebaiknya tidak menafikan keberadaan Tasawuf
sebagai sisi psikologis (bathin) dalam ajaran Islam.Hal ini
31
karena Islam adalah ajaran penyempurna sehingga tidak harus
sepenuhnya baru dari ajaran-ajaran yang terdahulu. Adanya sisi
bathin dalam ajaran-ajaran yang sebelumnya ada malahan memperkuat
status Tasawuf karena tentunya harus ada garis merah antara
agama-agama yang besar, karena kemungkinan besar ajaran-ajaran
tersebut dulunya sempat benar, sehingga masih ada sisa-sisa
kebenaran yang mirip dengan Tasawuf sebagai sisi bathin
(psikologis) dari ajaran Islam.
Tujuan akhir mempelajari ajaran tasawuf adalah untuk
mendekatkan diri kepada Allah ( taqarrub ila Allah) dalam rangka
mencapai ridha-Nya, dengan mujahadah malalui latihan (riyadhah)
spiritual dan pembersihan jiwa, atau hati (tazkiyah al-anfus). Jiwa
dan tubuh bersifat saling mempengaruhi. Apabila jiwa sempurna dan
suci, maka perbuatan tubuh akan baik. Begitu pula sebaliknya,
dengan dihiasi akhlak yang diridhai oleh Allah. Tasawuf membawa
manusia hidup menurut tata aturan kehidupan yang sebenarnya
sesuai dengan konsep al-Qur’an dan al-Sunnah sebagaimana
dicontohkan Rasulullah saw. seperti hidup sederhana, tidak
berlebih-lebihan, syukur, tawadhu, hidup dengan melakukan sesuatu
pada tempatnya.
DAFTAR PUSTAKA
32
Al Quran dan Terjemahannya, Mushaf Sahmalnour, Bogor, 2007.
Prof. Dr. Hamka, Tasauf Modern, Penerbit Pustaka Panji Mas,
Jakarta, 1990.
Khalid Al Walid, Tasawuf Mulla Sadra, Muthahhari Press,
Bandung, 2005.
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003
M. Jamil, Cakrawala Tasawuf: Sejarah, Pemikiran dan
Konstektualitas, Gaung Persada Pers, Jakarta, 2007
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam, Bulan
Bintang, , Jakarta 1973
Abul ‘Alaa ‘Afify, Fil al-Tashawwuf al-Islam wa Tarikhihi,
Lajnah al-Ta’lif wa al- Tarjamah wa al-Nasyr, Iskandariyah
Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah, Dar al-Fikr, Beirut,
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban,
Ikhtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2002
Muhammad Abdullah asy-Syarkawi, Sufisme dan akal, terj.
Halid Alkaf, Pustaka Hidayah, Bandung, 2003
Sri Mulyati, Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia,
Kencana, Jakarta: 2005
N Hanif, Manakib Syekh Abdul Qodir Al Jailani, Perjalanan
Spiritual Sulthanul Auliya, Pustaka Setia, Bandung, 2003
http://kopiitunikmat.blogspot.com/2012/08/tasawwuf-islami-
pengertian-dan-asal.html
33
Encyclopaedia Britannica, The Whirling Dervishes of Rumi An
American Sufi website
http;//www.anacademicwebsiteonSufism.go.us
Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia ,http://sumber fileal_islam.chm
http://cahaya-akhir-zaman.blogspot.com/2012/12/pandangan-
ulama-fiqih-tentang-sufi-dan.html
Id.Wikipedia. Org/ wiki/psikologi
https://guzzaairulhaq.wordpress.com/samudera-tasawuf/studi-
tasawuf/
http://energikultivasi.wordpress.com/2011/06/23/kesaksian-
para-ulama-fiqih-tentang-sufi-dan-tasawuf/
http://Elfikry.blogspot.com