Laporan Uji Akses Informasi Publik Badan Publik Provinsi Jabar
Studi Kebijakan Publik: Penelitian Implementasi Program Raskin di Bagan Dalam
Transcript of Studi Kebijakan Publik: Penelitian Implementasi Program Raskin di Bagan Dalam
LAPORAN KULIAH LAPANGAN
MATA KULIAH STUDI KEBIJAKAN PUBLIK
IMPLEMENTASI PENYALURAN PROGRAM RASKIN
DI DESA BAGAN DALAM
KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATUBARA
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Muhammad Fahruza
Logika Ginting
Fredick Broven Ekayanta
Arya Pranata
Ade Beby Yuliana
Ronny Ryelar
Ricca Sophia
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KULIAH LAPANGAN
MATA KULIAH STUDI KEBIJAKAN PUBLIK
IMPLEMENTASI PENYALURAN PROGRAM RASKIN
DI DESA BAGAN DALAM
KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATUBARA
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Nama NIMMuhammad Fahruza 120906010Logika Ginting 120906015Fredick Broven Ekayanta
120906037
Arya Pranata 120906055Ade Beby Yuliana 120906059Ronny Ryelar 120906061Ricca Sophia 120906066
Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Mata Kuliah
Pada tanggal: Januari 2014
Mengetahui Dosen Mata Kuliah
Zulkifli Faisal Andri Mahrawa, S.IP, M.Si
Kepala Desa NIP: 197512222008121002
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa,
karena atas rahmat dan berkatnya laporan akhir ini kami
selesaikan.
Laporan akhir berjudul “Implementasi Penyaluran Program
Raskin” ini diselesaikan guna memenuhi tugas akademik untuk
mata kuliah Studi Kebijakan Publik. Laporan ini disusun
berdasarkan penelitian dan pengamatan langsung melalui kuliah
lapangan di Desa Bagan Dalam, pada 4-7 November 2013 lalu.
Kemudian hasilnya dipadukan dengan konsep-konsep dan teori-
teori yang berkaitan dengan kebijakan publik dan implementasi
kebijakan.
Rasa terima kasih kami ucapkan sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak yang telah membimbing kami, Bapak Faisal Andri
Mahrawa dan Yurial Arief Lubis, selanjutnya kepada pemerintah
dan warga Desa Bagan Dalam yang telah menerima kami dengan
hangat dan memberikan data-data yang kami butuhkan. Dan juga
ucapan terima kasih kami kepada rekan-rekan seperjuangan di
jurusan Ilmu Politik stambuk 2012.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat berguna bagi
pembaca, khususnya penyusun guna mendapat bekal dan
pengetahuan yang cukup di masa mendatang sebagai lulusan di
bidang politik. Kepada Pemerintah Desa Bagan Dalam, sekiranya
laporan ini dapat membantu mengevaluasi pelaksanaan
penyaluran Raskin guna pengimplementasian yang semakin baik
lagi kedepannya. Dan semoga laporan ini dapat menambah
khazanah dan wawasan serta menambah literatur dan referensi
bagi penelitian serupa di masa selanjutnya.
Medan, Januari
2014
Pen
yusun
DAFTAR ISI
Halaman
Judul........................................................
............................................................
i
Halaman
Pengesahan...................................................
....................................................... ii
Kata
Pengantar....................................................
.............................................................
.. iii
Daftar
Isi..........................................................
.............................................................
..... iv
Daftar
Gambar.......................................................
............................................................
v
Daftar
Tabel........................................................
.............................................................
.. vi
Bab I
Pendahuluan..................................................
...........................................................
1.1 Latar Belakang
Masalah................................................
........................................
1.2 Perumusan
Masalah................................................
...............................................
1.3 Batasan
Masalah................................................
....................................................
1.4 Metodologi.........................................
.......................................................
............
1.5 Sistematika
Penyusunan.............................................
...........................................
Bab II Dasar
Teori........................................................
......................................................
2.1 Teori-Teori Kebijakan
Publik.......................................................
.........................
2.2 Teori-Teori Implementasi
Kebijakan....................................................
.................
Bab III Tinjauan Umum Desa Bagan
Dalam........................................................
..............
3.1 Profil Desa Bagan
Dalam........................................................
...............................
3.2 Implementasi Penyaluran Raskin di Desa Bagan
Dalam.......................................
3.3 Kajian Teori terhadap Pelaksanaan Penyaluran Raskin di
Desa Bagan Dalam.....
Bab IV
Penutup......................................................
.............................................................
4.1
Kesimpulan...................................................
..........................................................
4.2
Saran........................................................
.............................................................
..
Daftar
Pustaka......................................................
.............................................................
..
Lampiran.....................................................
.............................................................
............
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Beras sebagai sumber karbohidrat menjadi bahan pangan
pokok bagi 95% penduduk Indonesia dan menyumbang konsumsi
energi dan protein lebih dari 55%. Konsumsi beras per
kapita penduduk Indonesia terus meningkat. Dari tahun 1971
hingga 2004 konsumsi tersebut meningkat dari 105 menjadi
128 kg/kapita/tahun.1
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan
kemampuan atau sumber daya terhadap pemenuhan hal-hal pokok
yang biasa dimiliki seperti pangan, papan, dan sandang.
Kebutuhan pokok tersebut yang menentukan baik tidaknya
kualitas hidup dalam masyarakat. Kemiskinan juga berarti
tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang
mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan
kehormatan yang layak sebagai warga negara. Terjadi
fluktuatif data terhadap angka kemiskinan di Indonesia.
1 Bahan presetasi TNP2K, Adang Setiana (Deputi Menko Kesra bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat sekaligus Ketua Pelaksana Tim Koordinasi Raskin Pusat) di Hotel Aryaduta Jakarta pada 17 Juli 2012.
Pada 2005 jumlah penduduk miskin di Indonesia 34,10 juta
jiwa atau sekitar 15,97%. Sementara di 2006 meningkat
menjadi 39,30 juta jiwa (17,75%). Angka tersebut kembali
turun pada 2007 dan 2008 menjadi 16,58% dan 15,42%.
Sehingga dibutuhkan program-program yang tepat sasaran dan
tepat guna untuk terus menekan angka tersebut.
Salah satu fokus utama yang telah dipusatkan pemerintah
Indonesia adalah masalah pangan. Salah satu tugas
pemerintah adalah harus mampu menjaga ketahanan pangan
bagi rakyat Indonesia. Krisis pangan sempat terjadi pada
tahun 1998, ketika inflasi terjadi dan daya beli masyarakat
turun. Ketika itu pula mencanagkan program Operasi Pasar
Khusus (OPK), cikal bakal program Raskin (beras untuk rumah
tangga miskin).
Krisis moneter tahun 1998 merupakan awal dari
pelaksanaan Raskin yang bertujuan untuk memperkuat
ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin.
Pada awalnya disebut program Operasai Pasar Khusus (OPK).
Kemudian diubah menjadi Raskin mulai tahun 2002. Raskin
diperluas fungsinya tidak lagi menjadi program darurat
melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial
masyarakat. 2
Raskin adalah bagian dari program penanggulangan
kemiskinan yang berada pada kluster I, yaitu kegiatan
perlindungan sosial berbasis keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan pangan pokok bagi mayarakat kurang mampu. Raskin
mempunyai multi fungsi, yaitu memperkuat ketahanan pangan
keluarga miskin, sebagai pendukung bagi peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pendukung usaha tani
padi dan sektor lainnya dan peningkatan pemberdayaan
ekonomi daerah. Disamping itu Raskin berdampak langsung
pada stabilisasi harga beras, yang akhirnya juga berperan
dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.3
Dalam rangka pelaksanaan program ini dibentuk tim
koordinasi mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan, hingga desa/kelurahan. Desa Bagan Dalam di
Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Provinsi
Sumatera Utara termasuk desa yang mendapat bantuan program
2 http://www.bulog.co.id/sekilasraskin_v2.php3 Sutarto Alimoeso, Dirut Perum Bulog dalam Pedoman Umum Penyaluran Raskin 2012 Kemenko Kesra RI
Raskin setiap bulan. Pemerintahan desa mulai dari kepala
desa hingga kepala dusun menjadi pelaksana teknis yang
menerima Raskin dari Bulog dan menyalurkan kepada setiap
keluarga.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana proses implementasi kebijakan program Raskin?
2. Apa saja hambatan dan kendala yang dihadapi dalam proses
implementasi ini?
3. Apakah proses penyaluran Raskin telah optimal bagi
masyarakat?
1.3 Batasan Masalah
Sesuai dengan pembagian wilayah penelitian yang
ditetapkan oleh dosen pembimbing dan untuk mempermudah
penelitian agar hasil yang diperoleh lebih efektif dan
akurat, lokasi penelitian untuk menjawab perumusan masalah
diatas adalah Desa Bagan Dalam, Kecamatan Tanjung Tiram,
Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara.
1.4 Metodologi
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif
(descriptive research). Penelitian ini terbatas pada usaha
mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa
sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk
mengungkapkan fakta, situasi, atau kejadian. Hasil
penelitian yang ditekankan adalah memberikan gambaran
atau penjelasan secara objektif tentang keadaan
sebenarnya dari objek yang diteliti. (Nawawi, 1991:31).
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Dalam,
Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Provinsi
Sumatera Utara. Sementara objek penelitian adalah
perangkat-perangkat desa yang berkaitan langsung dengan
proses penyaluran Raskin serta masyarakat sebagai
penerima Raskin.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang dipilih peneliti untuk
mengumpulkan data adalah dengan observasi langsung,
wawancara, dan kepustakaan. Observasi langsung dilakukan
dengan tinggal selama beberapa hari di rumah salah satu
warga sehingga dapat melihat dengan jelas dan lebih
dekat kondisi kehidupan masyakat Desa Bagan Dalam.
Wawancara dilaksanakan kepada perangkat desa yang dalam
hal ini pemerintahan desa dan Badan Permusyawaratan Desa
sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam penyaluran
Raskin, serta masyarakat sebagai penerima bantuan
tersebut. Teknik kepustakaan dilakukan dengan mencari
data-data terkait dari literatur-literatur yang ada
sebagai referensi untuk mendukung hasil penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang
digunakan adalah teknik analisis deskriptif dengan
pendekatan kualitatif yaitu menjabarkan hasil penelitian
sebagaimana adanya. Data yang telah didapatkan dari
hasil penelitian di lapangan kemudian dikumpulkan,
kemudian diolah dan dianalisis dengan menggambarkan,
menjelaskan, dan memberikan komentar dikaitkan dengan
teori-teori pendukung mengenai kebijakan publik.
1.5 Sistematika Penyusunan
Sistematika penyusunan laporan akhir ini terdiri
dari:
1.Bab I: Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah,
perumusan masalah, batasan masalah, metodologi, dan
sistematika penyusunan.
2.Bab II: Dasar Teori
Bab ini menjelaskan mengenai teori-teori kebijakan
publik yang terkait dan sesuai dengan penelitian tentang
penyaluran Raskin.
3.Bab III: Tinjauan Umum
Bab ini berisi tentang sejarah dan gambaran umum
mengenai Desa Bagan Dalam, selanjutnya gambaran mengenai
implementasi program penyaluran Raskin.
4.Bab IV: Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang diberikan
oleh peneliti terhadap hasil penelitian yang diperoleh.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Teori-Teori Kebijakan Publik
Carl Friedrich mengatakan kebijakan adalah suatu
tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh
seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan
tertentu sehubungan dengan adanya hambatan tertentu seraya
mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau
mewujudkan sasaran yang diinginkan. Dan Anderson
berpendapat kebijakan sebagai langkah tindakan yang secara
sengaja dilakukan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor
berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu
yang dihadapi (Mariyam Musawa, 2009:36).
Miftah Thoha berpendapat bahwa dalam arti yang luas,
kebijakan mempunyai dua aspek pokok, yaitu:
a. Kebijakan merupakan praktik sosial, bukan event yang
tunggal atau terisolir. Dengan demikian suatu yang
dihasilkan pemerintah berasal dari segala kejadian
dalam masyarakat dan digunakan untuk kepentingan
masyarakat.
b. Kebijakan adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan, baik
untuk mendamaikan klaim dari pihak-pihak yang konflik
atau untuk menciptakan insentif terhadap tindakan
bersama bagi pihak-pihak yang ikut menciptakan tujuan,
akan tetapi mendapatkan perlakuan yang tidak rasional
dalam usaha bersama tersebut.
Dari kedua aspek diatas dapat disimpulkan bahwa pada
satu pihak, kebijakan dapat berbentuk suatu usaha yang
kompleks dari masyarakat untuk kepentingan masyarakat,
dilain pihak kebijakan merupakan suatu teknik atau cara
untuk mengatasi konflik yang menimbulkan insentif.
(Mariyam Musawa, 2009:37).
Tokoh pertama yang menggambarkan ide kebijakan untuk
dipelajari secara sistematis adalah John Dewey. Melalui
bukunya Logic: The Theory of Inquiry, Dewey memberi perhatian
terhadap sifat eksperimen dan cara mengukur kebijakan. Ia
berhasil menggambarkan bagaimana rencana-rencana tindakan
harus dipilih dari berbagai alternatif dan bagaimana
mengamati berbagai akibat yang dapat digunakan sebagai uji
coba yang tepat. Hasil buah pemikiran John Dewey tersebut
kemudian digunakan oleh Harold Lasswell seorang
eksperimentalis ilmupolitik yang pertama kali mempertajam
ide ilmu kebijakan sebagai disiplin yang tidak terpisahkan
dari disiplin ilmu-ilmu lain. Lasswell mendefinisikan
kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan
dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan
proyek-proyek tertentu. Menurut pandangannya, kebijakan
merupakan studi tentang proses pembuatan keputusan atau
proses memilih dan mengevaluasi informasi yang tersedia,
kemudian memecahkan masalah-masalah tertentu.
Adapun kebijakan publik sebagaimana yang dirumuskan
oleh Easton merupakan alokasi nilai yang otoritatif oleh
seluruh masyarakat. Akan tetapi, hanya pemerintah sajalah
yang berbuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat,
dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan
atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari nilai-
nilai tersebut. (Mariyam Musawa, 2009:39).
2.2 Teori-Teori Implementasi Kebijakan
Studi Implementasi secara sungguh-sungguh dianggap
muncul pertama kali pada tahun 1970-an saat Jeffrey
Pressman & Aaron Wildavsky (1973) menerbitkan bukunya yang
sangat berpengaruh Implementation, dan Erwin Hargrove
(1975) dengan bukunya The Misssing link : The Study of Implementation
of Social Policy yang mempertanyakan “missing link” antara
formulasi kebijakan dan evaluasi dampak kebijakan dalam
studi kebijakan publik. Sejak saat itu studi tentang
implementasi mulai marak, terutama karena fakta
menunjukkan berbagai intervensi pemerintah untuk mengatasi
masalah-masalah sosial terbukti tidak efektif.
Hargrove menyatakan menyatakan selama ini studi
tentang kebijakan publik hanya menitik beratkan pada studi
tentang proses pembuatan kebijakan dan studi –studi
tentang evaluasi, tapi mengabaikan permasalahan-
permasalahan pengimplementasian. Proses administrasi
antara formulasi kebijakan dan hasil kebijakan dianggap
sebagai kotak hitam yang tidak berhubungan dengan
kebijakan (terutama karena budaya administrasi di negara
Inggris yang bersifat relatif tertutup). Sampai akhir
tahun 1960-an anggapan umum adalah bahwa mandat politik
dalam kebijakan sudah sangat jelas dan orang-orang
administrasi akan melaksanakannya sesuai dengan yang
diinginkan oleh “bos” mereka.
Dua perspektif awal dalam studi implementasi
didasarkan pada pertanyaan sejauh mana implementasi
terpisah dari formulasi kebijakan, yakni apakah suatu
kebijakan dibuat oleh pusat dan diimplementasikan oleh
daerah (top-down) atau kebijakan tersebut dibuat dengan
melibatkan aspirasi dari bawah termasuk yang akan menjadi
para pelaksananya (bottom-up). Padahal persoalan ini hanya
merupakan bagian dari permasalahan yang lebih luas, yakni
bagaimana mengidentifikasikan gambaran-gambaran dari suatu
proses yang sangat kompleks, dari berbagai ruang dan
waktu, serta beragam aktor yang terlibat di dalamnya.
Dalam perkembangan studi implementasi kebijakan
dijelaskan kedua pendekatan ini guna memahami implementasi
kebijakan secara sederhana. Pendekatan ini selanjutnya
dikenal dengan the command and control approach (pendekatan
kontrol dan komando yang mirip dengan top down approach)
dan the market approach (pendekatan pasar yang mirip
dengan bottom up approach).
Penjelasan tentang pendekatan top down awalnya adalah
pendekatan yang paling banyak digunakan oleh pembuat
kebijakan publik, walaupun dikemudian hari terdapat pula
kelemahan-kelemahan dalam pendekatan ini sehingga
menimbulkan perdebatan-perdebatan yang menghasilkan
pendekatan baru bernama bottom up approach. Dalam
pendekatan top down, implementasi kebijakan dilakukan
secara tersentralisasi dan dimulai dari aktor di tingkat
pusat, serta keputusannya pun dilakukan pada tingkat
pusat. Pendekatan ini bertitik tolak pula dari perspektif
bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan publik) yang
telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan
oleh administrator-administrator atau birokrat-birokrat
pada level dibawahnya. Inti pendekatan ini secara
sederhana dapat dimengerti sebagai sejauh mana tindakan
para pelaksana (admnistrator dan birokrat) sesuai dengan
prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para
pembuat kebijakan ditingkat pusat. Maka untuk memahami
pendekatan yang kedua yaitu bottom up, pada intinya
bertitik tolak pada asumsi-asumsi yang sama dan
memahaminya adalah secara terbalik dari apa yang kita
pahami pada pendekatan top down.
Para penulis studi implementasi pun memiliki
keragaman tanggapan atas kekompleksan variabel yang
terlibat di dalamnya. Ada penulis yang cukup berani
menyederhanakannya dengan mengurangi variabel variabel
tersebut, namun ada pula yang mencoba mengembangkan model
studi implementasi dengan memperhitungkan seluruh variabel
yang teridentifikasi dalam studi mereka. Oleh karenanya
dalam studi implementasi pretensi untuk mengembangkan
suatu teori implementasi yang bersifat umum (grand theory)
yang dapat berlaku untuk semua kasus, di semua tempat dan
waktu, hampir mustahil dicapai, karena yang dikembangkan
tak lebih hanya akan menjadi teori “tindakan” atau teori
“melaksanakan” bukan teori Implementasi Kebijakan.
Secara umum yang membuat perbedaan pendekatan dalam
teori implementasi ini berkaitan dengan :
1.Keragaman isu-isu kebijakan, atau jenis kebijakan. Isu
atau jenis kebijakan yang berbeda menghendaki perbedaan
pendekatan pula, karena ada jenis kebijakan yang sejak
awal diformulasikan sudah rumit karena melibatkan
banyak faktor dan banyak aktor, dan ada pula yang
relatif mudah. Kebijakan yang cakupannya luas dan
menghendaki perubahan yang relatif besar tentu cara
implementasi dan tingkat kesulitannya akan berbeda
dengan kebijakan yang lebih sederhana.
2.Keragaman konteks kelembagaan, yang bisa meluas
menyangkut pertanyaan sejauh mana generalisasi dapat
diterapkan pada sistem politik dan konteks negara yang
berbeda. Kebijakan yang sama dapat diimplementasikan
dengan cara yang berbeda bergantung pada sistem politik
serta kemampuan sistem administrasi negara yang
bersangkutan.
Dalam sistem politik, kebijakan publik
diimplementasikan oleh badan-badan pemerintah. Badan-badan
tersebut melaksanakan pekerjaan pelaksanaan kebijakan
tersebut hari demi hari sehingga menuju kinerja kebijakan.
Implementasi tersebut dapat melibatkan banyak aktor
kebijakan sehingga sebuah kebijakan bisa menjadi rumit.
Kerumitan dalam tahap implementasi kebijakan bukan hanya
ditunjukkan dari banyaknya aktor kebijakan yang terlibat,
namun juga variabel-variabel yang terkait di dalamnya.
Menurut Van Meter dan Van Horn (M Rosyid, 2012:24)
terdapat enam variabel yang mempengaruhi implementasi
kebijakan yaitu :
1.Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran
kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur,
maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah
menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.
2.Sumber daya. Implementasi kebijakan perlu dukungan
sumber daya baik sumber daya manusia (human resources)
maupun sumber daya non-manusia (non-human resources).
Dalam berbagai kasus program pemerintah, seperti Program
Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin di
pedesaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas
aparat pelaksana.
3.Hubungan antar organisasi. Dalam banyak program,
implementasi sebuah program perlu dukungan dan
koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan
koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
4.Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud
karakteristik agen pelaksana adalah mencakup birokrasi,
norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam
birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi
implementasi suatu program.
5.Kondisi sosial, politik, dan eknonomi. Variabel ini
mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh
mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan
bagi implementasi kebijakan; karakteristik para
partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana
sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah
elite politik mendukung implementasi kebijakan tersebut.
6.Disposisi atau tanggapan atau sikap para pelaksana,
termasuk di dalamnya adalah pengetahuan dan pemahaman
akan isi dan tujuan kebijakan; sikap mereka atas
kebijakan dan intensitas sikap tersebut.
BAB III
TINJAUAN UMUM DESA BAGAN DALAM
3.1 Profil Desa
Desa Bagan Dalam berada pada wilayah administratif
Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Provinsi
Sumatera Utara. (berdasarkan Peraturan Daerah Batu Bara
Nomor 2 Tahun 2011 tentang pemekaran desa).
Sejak 2011 Desa Bagan Dalam terbagi menjadi Desa Bagan
Dalam dan Desa Suka Jaya. Desa Bagan Dalam berdiri sejak
tahun 1960, “Bagan” artinya tempat persinggahan, “Dalam”
maksudnya adalah lokasi desa ini terletak agak jauh dan
kedalam.
Sebelum tahun 2011, Desa Bagan Dalam ini memiliki luas
sekitar 250 Ha. Sebelum pemekaran, jumlah penduduknya
sekitar 9.500 jiwa.
Letak geografis Desa Bagan Dalam sebelum pemekaran
adalah :
• Utara berbatasan dengan Sungai Batubara kiri.
• Selatan berbatasan dengan Desa Suka Maju.
• Timur berbatasan dengan Desa Lima Laras.
• Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Tiram.
Pemekaran desa terjadi pada awal Juli 2011. Desa Suka
Jaya pisah dari Desa Bagan Dalam. (Peraturan Desa Bagan
Dalam No 1 Tahun 2013). Setelah pemekaran, luas Desa Bagan
Dalam menjadi 137 Ha, dengan panjang jalan sekitar 1 Km.
Jumlah penduduk Desa Bagan Dalam setelah pemekaran sekitar
4.126, terdiri dari 2.200 laki-laki, 1.894 perempuan, dan
berjumlah 1.270 Kepala Keluarga (data per September 2013).
Letak geografis Desa Bagan Dalam setelah pemekaran
adalah :
• Utara berbatasan dengan Desa Suka Jaya.
• Selatan berbatasan dengan Desa Suka Maju.
• Timur berbatasan dengan Desa Lima Laras.
• Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Tiram.
Berikut adalah susunan Pemerintah Desa Bagan Dalam:
• Kepala Desa : Zulkifli
• Sekertaris Desa : Fahrul Rozi
• Kaur Pemerintahan : Effendi
• Kaur Umum : Mulia
• Kaur Kesra, Ekonomi : Nuraisyah Tanjung, Nazmi
• Operator Komp : Tiwani
Desa Bagan Dalam juga terdiri dari 10 Dusun,berikut
adalah Nama Kepala Dusun didesa Bagan Dalam.
• Dusun 1 : Bakrie Ay
• Dusun 2 : Saharudin
• Dusun 3 : Ahmad Fauzi
• Dusun 4 : Saharawati
• Dusun 5 : Faridawati
• Dusun 6 : Ramlan
• Dusun 7 : Yus Ardiansah
• Dusun 8 : Khodijah
• Dusun 9 : Aina Sabar
• Dusun 10 : Khairun
Sementara BPD di desa Bagan dalam berjumlah 7 orang , 1
orang sebagai Ketua, 1 orang sebagai wakil Ketua, 1 orang
sebagai Bendahara,1 orang lagi menjadi Sekretaris dan 3
orang lagi menjadi anggota. Pemilihan anggota BPD secara
musyawarah di Balai desa, anggota BPD berjumlah 7 orang
setelah dilakukan pemekaran, sebelum pemekaran ada 13
orang yang menjadi anggota. Yang memilih BPD yaitu tokoh
pemuda, tokoh agama, organisasi masyarakat, dan
masyarakat.
Tugas BPD mengawasi kinerja kepala desa, tiap akhir
tahun atau di akhir masa jabatan BPD menerima laporan
kinerja kepala desa dan meminta pertanggungjawaban dari
kepala Desa. BPD kita perkotaan seperti di kota Medan
sangat penting dalam menyelesaikan tugasnya, berbeda
dengan di desa yang kerjanya hanya transparan.
3.2 Implementasi Penyaluran Raskin di Desa Bagan Dalam
Kebijakan pengadaan raskin merupakan kebijakan
pemerintah pusat dalam menjaga ketahanan pangan (PP No 68
Tahun 2002) bagi rakyat Indonesia, terutama untuk keluarga
miskin. Dasar hukum kebijakan ini adalah Peraturan
Presiden (Perpres) No 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan, dilanjutkan dengan Instruksi
Presiden (Inpres) No 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan
Perberasan. Adapun penyalur utama kebijakan ini adalah
Perum Bulog (sesuai PP No 61 Tahun 2003).
Desa Bagan Dalam menjadi salah satu penerima
program/kebijakan ini, seperti desa-desa lainnya.
Ketentuan pelaksanaan kebijakan ini telah ditetapkan oleh
pusat. Namun, dengan alasan pemerataan, Pemerintah Desa
Bagan Dalam sepakat dengan warganya bahwa aturan teknis
pendistribusian Raskin ini dilaksanakan sesuai mufakat
yang disetujui di Desa Bagan Dalam. Implementasi
pendistribusian/penyaluran Raskin kepada masyarakat Desa
Bagan Dalam dilaksanakan berdasarkan Keputusan Kepala
Desa Bagan Dalam Nomor: 11/SK/BD/2013.
Penyaluran Raskin ini kemudian dilaksanakan oleh panitia
yang terdiri dari kepal desa sebagai ketua, sekretaris
desa sebagai sekretaris, kaur kesra sebagai anggota.
Berikut adalah tugas pelaksana distribusi Raskin sesuai
dengan yang tercantum dalam Keputusa Kepala Desa diatas:
a.Memeriksa dan menerima/menolak raskin dari Satuan Kerja
Raskin di titik distribusi;
b.Mendistribusikan dan menyerahkan/menjual Raskin kepada
Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) di titik
bagi;
c.Menerima hasil penjualan beras (HPB) raskin dari RTS-PM
secara tunai dan menyetorkan ke BRI Unit Tanjung Tiram
atau langsung kepada Satker Raskin;
d.Menyelesaikan administrasi penyaluran Raskin yaitu
Berita Acara Serah Terima (BAST) dan Daftar Realisasi
Penjualan Beras sesuai model DPM-2 serta melaporkan ke
Tim Koordinasi Raskin Kecamatan;
e.Memfasilitasi pelaksanaan Musyawarah Desa (Mudes) guna
menetapkan data RTS-PM
Sementara teknis pelaksanaan penyaluran Raskin ini
disampaikan oleh Kepala Desa Zulkifli seperti berikut:
“Raskin datang dari Bulog ke dalam desa, BPD datang ke kepala-kepala
dusun untuk mengecek berapa jumlah kepala keluarga dan berapa goni
beras yang akan dibagikan. Setelah pembagian, anggota BPD mengecek ke
dusun-dusunn siapa yang belum mendapatkan raskin tersebut. Kadang ada
warga yang tidak mendapatkan raskin dikarenakan pada waktu kepala
dusun mendata warga sedang tidak ada di tempat. Bagi warga yang belum
mendapatkan raskin dapat melapor kepada BPD dan kemudian BPD akan
melapor ke kepala desa. Raskin yang diantar dari Bulog ke desa kemudian
diambil oleh Kepala Desa serta BPD yang mengawasinya.”
Mengenai pembiayaan ia menjelaskan seperti berikut:
“Dalam pembagian raskin dikutip Rp. 1600 per KK yang dibayarkan ke
Bulog, untuk membayar alat tarnsportasi , namun dengan kebijakan kepala
desa dikutip menjadi Rp. 2000 per KK untuk menggaji Kepala Dusun. Kepala
dusun digaji sebesar 200 perak per KK. Dari mobil ke lapangan bayar 200
perak lagi untuk pembagian kepada warga. Biasa 100 ribu dari Kepala desa
untuk minum di lapangan dalam pembagian beras miskin.”
Alasan Desa Bagan Dalam memutuskan setiap kepala
keluarga mendapatkan Raskin dijelaskan seperti berikut:
“Di Desa Bagan Dalam raskin belum tepat sasaran. Raskin dapat dibagikan
dengan syarat harus mendapat BLT terlebih dahulu. Namun sebagian besar
warga tidak mendapatkan BLT. Kemudian diratakan kepada warga dan
dibagikan 7,5 kilogram per KK, di Desa Bagan Dalam orang kaya juga
mendapatkan beras miskin. Bahkan orang yang mampu yang mendapatkan
BLT dan bisa mendapatkan raskin. Akhirnya di lakukan musyawarah agar
semua masyarakat desa Bagan Dalam mendapatkan raskin dengan
meratakan semua jumlah beras yang sebesar 7,5 kilogram. Dalam
musyarawah kebijakan tersebut disetujui oleh tokoh agama, tokoh pemuda,
dan masyarakat organisasi.”
Berikut ini juga penjelasan dari Kepala Dusun X Khairun
terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam
melaksanakan kebijakan raskin di Desa Bagan Dalam.
“Tugas saya sebagai Kadus dalam pembagian raskin adalah sebagai
penyalur. Biaya raskin kepada Bulog biasanya didahulukan oleh Kadus, biaya
yang ditetapkan pemerintah Rp 1.600/kg sedangkan biaya yang dikutip
kepada warga adalah Rp 2.000/kg, dengan rincian 1.600/kg diberikan kepada
Bulog, Rp 200,- untuk transportasi di pedesaan, dan Rp 200,- untuk biaya
pengelola, jadi setiap bulannya masyarakat desa dikutip Rp 15.000/ 7,5kg
beras untuk masing-masing KK. Kebijakan ini didiskusikan oleh masyarakat
dan perangkat desa, sehingga tidak ada masyarakat yang merasa keberatan
dengan biaya tambahan ini. Tapi, ada juga warga yang terlambat mengambil
raskin dengan alasan tidak memiliki uang.
Teknis pembagian Raskin, setelah uang didahulukan oleh masing-masing
Kadus, dan ditransfer melalui Kades, kemudian beras datang. Jika beras
sudah tiba di balai desa, maka sudah menjadi tugas dan tanggung jawab
Kadus untuk membagi kepada setiap warganya. Di daerah ini memang raskin
sangat membantu warga, ada juga beberapa warga yang mengajukan
permohonan kepada Bulog untuk memperoleh dua kali raskin dalam sebulan,
dan syukur Alhamdullilah pihak dari Bulog mau menyetujuinya.”
3.3 Kajian Teori terhadap Pelaksanaan Penyaluran Raskin di
Desa Bagan Dalam
Sesuai dengan pendapat Miftah Thoha, Pemerintah Republik
Indonesia melihat kesulitan yang dialami oleh masyarakat
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok yakni beras.
Kesulitan tersebut akibat kurangnya daya beli yang
dimiliki oleh masyarakat. Di lain sisi, tugas pemerintah
lah untuk meringankan beban dan membantu masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok tersebut. Artinya
kebijakan penyaluran Raskin adalah suatu respon dari
pemerintah terhadap kejadian yang terjadi di masyarakat,
dan respon tersebut ditujukan sepenuhnya untuk kepentingan
masyarakat.
Dalam kebijakan ini, pemerintah pusat telah menetapkan
rambu-rambu yang harus diikuti oleh pelaksana-pelaksana
terkait. Ini dibutuhkan karena program ini bersifat
nasional dan meyeluruh untuk seluruh wilayah di Indonesia.
Megingat luasnya wilayah Indonesia, Perum Bulog ditunjuk
menjadi pelaksana pengimplementasian program ini. Perum
Bulog pun disusun berjenjang mulai dari pusat hingga sub
divisi regional. Berdasarkan pengumpulan data, diketahui
Pemerintah Desa Bagan Dalam menerima pasokan raskin setiap
bulannya dari Bulog Asahan. Mengingat Kabupaten Batubara
belum memiliki Bulog sendiri, dan sebelumnya wilayah
Kabupaten Batubara merupakan bagian dari Kabupaten Asahan.
Selanjutnya pengelolaan penyaluran kepada setiap kepala
keluarga menjadi wewenang dan hak desa. Bagan Dalam
sendiri telah menyepakati setiap kepala keluarga mendapat
jatah. Kesepakatan tersebut berdasarkan musyawarah desa
yang dirembugkan sebelumnya.
Dikaji dari pendekatan implementasi yang diambil,
kebijakan ini sebenarnya adalah melalui pendekatan top
down. Seperti disebut diatas pemerintah telah menggariskan
kebijakan ini sebagai program nasional. Namun, satuan
terendah dalam pemerintahan (desa) pun memiliki hak untuk
menentukan aturan penyaluran kepada objek atau sasaran,
yaitu masyarakat. Hak desa ini terlihat terbitkan
Peraturan Kepala Desa mengenai implementasi program ini.
Disebut dengan pendekatan top down karena proses formulasi
kebijakan ini ditentukan oleh pusat.
Proses implementasi terhadap sebuah kebijakan atau
program tak selamanya terlaksana sesuai dengan rencana
saat proses formulasi. Sesuai dengan pandangan Van Meter
dan Van Horn, kita dapat menilai apakah implementasi
tersebut akan berhasil sesuai dengan hal-hal yang
mempengaruhinya.
1.Standar dan sasaran kebijakan. Standar program
penyaluran Raskin di Desa Bagan Dalam cukup jelas.
Aturan tertulis dan teknis pelaksanaan secara rinci
telah dipaparkan diatas. Sementara sasaran kebijakan
adalah keselurah kepala keluarga di desa tersebut.
Dengan disepakatinya seluruh masyarakat desa memperoleh
bantuan ini maka tidak akan ada istilah salah sasaran
dalam proses pengimplementasiannya.
2.Sumber daya. Karena dilaksanakan oleh satuan
pemerintahan terkecil, wilayah menjadi lebih kecil dan
mudah untuk menjangkau keseluruhan. Hal ini tak membuat
Pemerintah Desa Bagan Dalam kesulitan dalam hal sumber
daya, baik sumber daya manusia maupun modal.
3.Hubungan antar organisasi. Koordinasi antar elemen
Pemerintah Desa memang sudah berjalan baik dan mampu
menjalankan program ini tanpa kendala. Namun, hubungan
ke tingkat pemerintah yang lebih tinggi terlihat kabur.
Tak ada monitor dan pengawasan yang jelas dari Bulog
tingkat kabupaten, povinsi, pusat atau bahkan
Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Ini
memberikan peluang terhadap penyalahgunaan wewenang oleh
tingkat Pemerintahan Desa.
4.Karakteristik agen pelaksana. Pengimplementasian progam
Raskin ini bukan sesuatu hal yang sulit. Rincian
pelaksanaan teknis jelas sehingga memudahkan agen-agen
pelaksana. Yang sulit hanya dalam bagian administrasi,
teutama keakuratan data.
5.Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Musyawarah desa
menghasilkan kesepakatan semua kepala keluarga mendapat
bantuan. Ini karena kondisi ekonomi masyarakat Desa
Bagan Dalam seluruhnya kurang mampu dan membutuhkannya.
Kondisi demikian adalah kondisi yang tepat dan memang
seharusnya menjadi sasaran bagi program ini.
6.Disposisi atau tanggapan para pelaksana. Aparat-aparat
desa terkait mengganggap program Raskin ini sangat
membantu, meskipun tidak besar. Setidaknya mampu
meringankan beban setiap bulannya. Sehingga ke depan
berharap program ini tetap dijalankan, dan semakin baik
jika pemerintah menambah subsidi dan nominal beratnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil
penelitian ini adalah:
1.Program penyaluran Raskin adalah kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian
Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Namun sebagai
pelaksana teknis (pembagian langsung kepada masyarakat)
dilaksanakan oleh pemerintahan di tingkat paling rendah,
yaitu kelurahan atau desa.
2.Implementasi kebijakan ini cukup jelas, baik dasar hukum
dan aturan teknis pelaksanaannya. Demikian juga
dampaknya kepada masyarakat. Implementasi sebuah
kebijakan harusnya benar, logis, dan punya manfaat
kepada masyarakat. Fakta di lapangan menunjukkan
masyarakat merasa terbantu atau setidaknya meringankan
beban terhadap pemenuhan kebutuhan beras. Satu-satunya
masalah adalah data yang belum akurat, dimana masih
banyak masyarakat kurang mampu yang belum masuk di data
pemerintah.
3.Raskin awalnya dijatah oleh Bulog sebesar 15 kg per
kepala keluarga. Namun, dengan alasan masih banyak
masyarakat Desa Bagan Dalam yang kurang mampu tapi tidak
terdata sehingga tak memperoleh bantuan, disepakati
setiap masyarakat mendapat dengan menyiasati pembagian
merata kepada seluruh masyarakat dengan nominal 7,5 kg
per kepala keluarga. Dana yang dikutip oleh panitia
penyalur sebesar Rp 2.000.
4.2 Saran
Masih ditemukan beberapa kekurangan dalam program
penyaluran Raskin ini. Yang pertama adalah data. Desa
Bagan Dalam memutuskan seluruh kepala keluarga mendapatkan
bagian dikarenakan seluruh masyarakat dikategorikan
sebagai masyarakat yang kurang mampu dan berhak untuk
mendapat bantuan. Sementara Bulog hanya menyalurkan Raskin
sesuai data penerima program BLT (Bantuan Langsung Tunai)
dan BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat)
sebelumnya. Data tersebut kurang lengkap karena banyak
masyarakat Desa Bagan Dalam yang tidak terdata sebagai
masyarakat yang kurang mampu. Pemerintah Desa Bagan Dalam
sebaiknya mencermati ini dan melaporkan ke tingkat yang
lebih atas agar dilakukan pendataan ulang. Sehingga
seluruh masyarakat dapat menerima bantuan yang lebih
merata, karena itu juga merupakan hak setiap masyarakat.
Ini juga menjadi pekerjaan rumah pemerintah pusat yang
harus dibereskan, mengenai data dan administrasi. Sudah
terlalu sering permasalahan ini terjadi terhadap beberapa
program-program pemerintah, terutama program yang
berkaitan dengan pengentasan kemiskinan.
Kedua adalah masalah pengawasan. Tak ada aturan tertulis
dan resmi yang jelas terhadap pengawasan implementasi
penyaluran Raskin ini. Seharusnya ada pencatatan yang
jelas di tingkat desa yang menjadi pertanggungjawaban
kepada Bulog atau pemerintahan di atasnya. Ini agar
menjaga tidak terjadi penyelewengan dan penyalahgunaan
kekuasaan oleh pihak-pihak terkait.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alimoeso, Sutarto, 2012, Pedoman Umum Penyaluran Raskin 2012.
2. Dwi Kususmawhardani, Astrida, Skripsi: Studi Implementasi Kebijakan
Beras untuk Rumah Tangga Miskin di Kelurahan Barusari Semarang.
Semarang, 2008.
3. Munthe, Hikmah, Skripsi: Evaluasi Program Beras Miskin di Lingkungan X
Kelurahan Sitirejo I Kecamatan Medan Kota. Medan, 2009.
4. Musawa, Mariyam, Tesis: Studi Implementasi Program Beras Miskin di
Wilayah Kelurahan Gajahmungkur, Kecamatan Gajahmungkur, Kota
Semarang. Semarang, 2009.
5. Setiana, Adang, 2012, Bahan Presentasi TNP2K. Jakarta, Juli
2012.
6. www.bulog.co.id
7. www.unair.ac.id
LEMBAR PENILAIAN KULIAH LAPANGAN
Berdasarkan kuliah lapangan yang dilakukan oleh:
Nama Mahasiswa
:.......................................................
..........................................
NIM :........................................
.........................................................
Lokasi : Desa Bagan Dalam, Kec Tanjung Tiram,
Kab Batubara
Kisaran Penilaian : 100 ≥ A ≥ 80 , 80 ≥ B ≥ 60 , C <
60
Kriteria Penilaian
I. Inovasi dan Kreativitas
:.........................
II. Kerjasama :.........................
III. Disiplin :.........................
IV. Presentasi :.........................
V. Penulisan Laporan :.........................
Jumlah ..........................
Rata-Rata ..........................
(........................................................
.........................................................
....................)
Catatan:.....................................................
.............................................................
.............................................................
.............................................................
...........................................
Medan, Januari 2014
Dosen Mata Kuliah
Faisal Andri Mahrawa, S.IP, M.Si
NIP: 197512222008121002