Inovasi Pelayanan Publik BUMN (Studi Deskriptif ... - OSF
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Inovasi Pelayanan Publik BUMN (Studi Deskriptif ... - OSF
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
1
Inovasi Pelayanan Publik BUMN (Studi Deskriptif tentang Inovasi
Boarding Pass System dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kereta Api
PT KAI di Stasiun Gubeng Surabaya)
Diah Nur Fitriana
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga
Abstract All this time, train serving by PT KAI did not give order, security, and comfort for users because of brokering practice, the
stowaway, and tolerance quota. Therefore, PT KAI innovates boarding pass system for all operating station including
Surabaya Gubeng Station. This study described how boarding pass system can improve the service quality at Surabaya
Gubeng Station. This research used 4 indicators from Zeithamal, Parasuraman, and Berry that’s Tangible, Realiability,
Responsiveness, Assurance. This research used public service theory, innovation theory, the quality service. This research
used qualitative method, and descriptive research. This research located at Surabaya Gubeng Station. The informan were
users and train server at Surabaya Gubeng Station. The train server obtained through purposive sampling, then the user
obtained through accidental sampling.Collecting data obtained throung observation, deep intervie. Data analyzing obtained
through reducting data, presenting data, and verification.The results of this study indicated that boarding pas system
innovation can improve the service quality at Surabaya Gubeng Station.
Keywords PublicService innovation service quality, boarding pass syste
Pendahuluan
Pelayanan adalah serangkaian kegiatan atau
aktivitas yang berlangsung berurutan yang
dilaksanakan oleh seseorang, kelompok orang atau
suatu organisasi dalam rangka membantu
menyiapkan atau memenuhi kepentingan orang lain
atau masyarakat luas. Dalam KEPMENPAN
Nomor 81 Tahun 93, pelayanan adalah suatu
bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah baik di pusat, di daerah,
BUMN, dan BUMD dalam bentuk barang maupun
jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Jadi BUMN merupakan salah satu
kebijaksanaan oemerintsh untuk melayani
masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan.
Selain menjalankan misi pemenuhan
kebutuhan masyarakat banyak (public service),
dalam undang-undang tersebut juga menyatakan
bahwa BUMN merupakan salah satu pelaku
ekonomi selain swasta dan koperasi yang dituntut
untuk memupuk keuntungan (profit oriented).
Suyanto dan Srimulyo (2001:22) mengatakan
BUMN tetaplah sebuah unit komersial biasa yang
harus beroperasi secara komersial berdasarkan
prinsip-prinsip usaha yang sehat untuk mencapai
keuntungan. Dengan dua tujuan tersebut,
diharapkan BUMN meningkatkan perekonomian
nasional melalui pemberian pelayanan yang
berkualitas.
Ironinya, sampai dengan tahun 2012 masih
rerdapat BUMN yang merugikan negara. Berikut
data kasus BUMN terhadap keuangan negara di
beberapa BUMN tahun anggaran 2012.
Tabel Rincian Kasus Keuangan Negara di
BUMN Tahun 2012 Nama BUMN Jumlah
Kasus
Kerugian
Negara
Potensi
kerugian
negara
Kekurangan
penerimaan
negara
PT PLN
(Persero)
6 - Rp42,17 M Rp47,06 M
Perum Bulog 3 - Rp211,94 juta Rp707,66 M
PT Pelni
(Persero)
1 - - Rp1,01 M
PT KAI
(Persero)
5 Rp971 juta - Rp736 Juta
PT BNI
(Persero) Tbk
9 - Rp336,72 M -
PT Bank
Mandiri
(Persero) Tbk
7 - Rp1,12 Triliun -
Perum
Perumnas
37 - - Rp 20,17 M
PT BRI
(Persero) Tbk
4 - Rp 34,57 M Rp 260 juta
PT Bank
Mandiri
(Persero) Tbk
3 - Rp 111,50 M -
PT BTN
(Persero) Tbk
1 - - Rp 740 juta
PT Geruda
Indonesia
(Persero) Tbk
4 Rp349 juta Rp 15,67 M -
PT Krakatau
Steel (Perserp)
Tbk
1 - Rp 5,30 M -
PT Pelabuhan
Indonesia I-IV
3 - Rp 98,30 M -
PT Biofarma
(Persero)
1 - Rp 1,63 M -
Sumber : Diolah BAKN dari LHPS I periode 2013
. Dari 14 BUMN yang merugikan negara
tersebut, PT KAI menjadi salah satunya. Selain
menjadi salah satu BUMN yang merugi, masih
terdengar diberbagai media massa keluhan
penumpang akan pelayanan KA seperti kasus
percaloan tiket kereta api, penumpang gelap, dan
toleransi kuota melebihi kapasitas tempat duduk
menunjukkan akan rendahnya kualitas pelayanan
yang diberikan oleh PT KAI.
Dalam Annual Report PT KAI tahun 2013,
keluhan penumpang selama tahun 2011 sebanyak
83 keluhan, dimana informasi dan data keluhan
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
2
penumpang atau masyarakat didasarkan pada
informasi melalui pemberitaan pada media massa
dan elektronik yaitu: (a)Kompas; (b)Bisnis
Indonesia; (c)Media Indonesia; (d) Seputar
Indonesia; (e)Koran Tempo; (f)Pemikiran Rakyat;
(g)Rakyat Merdeka; (h)Tribun Jabar; (i)Republika;
(j)Koran Jakarta; (k)Suara Karya; (l)Pos Kota;
(m)Majalah; (n)Kompas.com; (m)Detik.com
(Annual Report PT KAI, 2011:127). Ini
menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh
PT KAI belum sesuai dengan apa yang diharapkan
masyarakat.
Padahal dilihat dari aspek bentuk, PT KAI
merupakan BUMN yang berbentuk persero.
Dengan bentuk persero, seharusnya PT KAI
memiliki peluang yang besar untuk meningkatkan
keuntungan melalui pelayanannya, karena PT KAI
menjadi satu-satunya badan penyelenggara
transportasi darat kereta api (KA).
Dari aspek lingkungan, kereta api merupakan
alat transportasi yang paling ramah lingkungan.
Berdasarkan data dari Mc Kinsey dalam Blue Sky
Indonesia (2010), menunjukkan bahwa moda
angkutan kereta api memiliki dampak polusi yang
paling sedikit bagi lingkungan yaitu sebesar 1%
dibandingkan transportasi lainnya di Indonesia.
Selain itu, kereta api bebas dari kemacetan, dan
lebih hemat bahan bakar karena daya muatnya yang
besar dalam satu kali perjalanan.
Dari aspek pengguna layanan, jumlah
penumpang KA tergolong besar, bahkan
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Sampai
dengan tahun 2012 jumlah penumpang KA
sebanyak 202 juta, ini mengalami kenaikan dari
tahun 2011 dimana jumlah penumpang sebanyak
199 juta.
Tabel Jumlah Penumpang dan Barang melalui
Transportasi KAI Tahun 2006-2011
Tahun Penumpang
(Juta)
Barang (Ribu
Ton)
2006 159 17,273
2007 175 17,077
2008 194 19,443
2009 207 18,923
2010 203 19,114
2011 199 20,438
2012 202 23,613
Sumber : BPS, 2012
Sebagai perusahaan yang memonopoli
penyelenggaraan pelayanan transportasi KA,
dengan alat transportasi yang ramah lingkungan,
serta memiliki jumlah penumpang yang mengalami
kenaikan dari tahun ke tahun sangat disayangkan
bahwa PT KAI (persero) menjadi salah satu
BUMN yang merugikan negara, serta BUMN
dengan predikat pelayanan yang buruk.
Menjadi BUMN yang merugi, serta menjadi
pelayan publik dengan keluhan yang cukup banyak
tidak membuat PT KAI terpuruk. PT KAI terus
berusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan
KA. Terbukti tahun 2013, PT KAI berhasil
memperoleh penghargaan dalam BUMN
Innovation Award. Kategori Inovasi Pelayanan
Publik yang dimenangkan antara lain Gold Level
The Best Corporate Innovation Culture &
Management 2013, The Best Technology
Innovation untuk Sistem Pencegah Pelanggaran
Sinyal (GARANSI), The Best Product Innovation
untuk Rail Ticket System (RTS).
Inovasi pelayanan yang dilakukan PT KAI ini
adalah sebagai reaksi atas pergeseran paradigma
pelayanan publik dari Old Publik Administration
(OPA) menjadi New Publikc Service (NPS).
Dwiyanto (2006:140) mengatakan bahwa
pelayanan publik yang ideal menurut paradigma
New Public Service yaitu pelayanan publik harus
responsive terhadap berbagai kepentingan dan nilai-
nilai publik. Pembaharuan pelayanan dilakukan
menanggapi tuntutan masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan KA yang lebih baik seperti
terjaminnya keteraturan dan ketertiban, keamanan
dan kenyamanan.
Inovasi terbaru yang dikeluarkan PT KAI
adalah Boarding Pass System. Istilah boarding pass
tidak asing dalam transportasi udara. Dalam
perkeretaapian boarding pass adalah sebuah inovasi
sistem ticketing dengan jargon “Satu Penumpang
untuk Satu Tempat Duduk”, dimana saat cek-in
dilakukan validasi atau keabsahan tiket agar terjadi
kesesuaian antara nama penumpang yang tertera
pada tiket dengan kartu identitas penumpang..
Sebagai sebuah sistem, boarding pass tidak
hanya dilakukan oleh satu peran, melainkan ada
beberapa peran yang saling berinteraksi dan
terintegrasi agar tujuan boarding pass tercapai.
Setiap peran menjalankan fungsi masing-masing
dan mempengaruhi proses secara keseluruhan.
Peran tersebut antara lain petugas boarding gate
oleh security dan petugas dari kantor Daop,
peralatan boarding seperti barcode scanner dan
komputer dengan aplikasi Rail Ticket System
(RTS), pengawas boarding oleh Kepala Stasiun dan
Wakil Kepala Stasiun. Dengan interaksi dan
terintegrasinya masing-masing peran dalam
boarding pass system diharapkan kualitas
pelayanan transportasi KA lebih baik melalui
terwujudnya keteraturan dan ketertiban,
kenyamanan, dan keamanan pengguna.
Berdasarkan Instruksi Direksi Nomor
15/LL.006/KA-2012 tentang Peningkatan
Pelayanan dan Boarding di Stasiun, mulai 01
September 2012 sistem boarding pass resmi
diterapkan ke seluruh daerah pengoprasian PT KAI
termasuk di Stasiun Gubeng Surabaya yang berada
dibawah naungan PT KAI Daop 8 Surabaya.
Setelah inovasi boarding pass system
diberlakukan, ada penurunan jumlah penumpang di
Stasiun ini. Tahun 2012 volume penumpang di
Stasiun Gubeng berjumlah 1.468.473 penumpang,
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
3
di tahun 2013 volume penumpang turun menjadi
1.159.53 penumpang. Untuk lebih jelasnya terdapat
pada tabel berikut ini.
Tabel Volume Penumpang Stasiun Gubeng
Tahun 2012-2013
Bulan Volume
Penumpang
2012
Volume
Penumpang
2013
Januari 154.280 82.231
Februari 131.239 83.519
Maret 143.097 92.121
April 136.396 96.517
Mei 140.025 110.681
Juni 130.299 107.509
Semester1 965.336 572.575
Juli 116.590 86.337
Agustus 89.974 85.646
September 104.415 98.603
Oktober 105.415 112.598
November 114.051 106.767
Desember 100.686 97.007
Semester2 631.137 586.958
Jumlah 1.468.473 1.159.533
Sumber : Kasubur Komersial SGU, 2014
Inovasi boarding pass system dilakukan untuk
memperbaiki kualitas pelayanan namun di Stasiun
Gubeng Surabaya justru terdapat penurunan jumlah
pengguna layanan. Fenomena ini menjadi menarik
untuk diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk
menjawab pertanyaan bagaimana inovasi boarding
pass system meningkatkan kualitas pelayanan di
Stasiun Gubeng?
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab
permasalahan penelitian sebagaimana yang telag
dikemukakan. Manfaat akademis penelitian ini
adalah menambah literatur keilmuan terutama Ilmu
Administrasi Negara mengenai pelayanan publik,
inovasi pelayanan publik, dan kualitas pelayanan.
Selain itu penelitian ini memberikan informasi bagi
penelitian serupa di masa yang akan datang..
Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini
adalah menjadi masukan untuk memperbaiki
kekurangan-kekurangan dalam pelayanan boarding
pass system di Stasiun Gubeng. Selain itu,
penelitian ini menjadi masukan bagi PT KAI untuk
terus menciptakan inovasi-inovasi dalam
mewujudkan pelayanan KA yang lebih bermutu.
Pelayanan Publik
Pelayanan berasal dari kata “layan” yang
artinya menolong menyediakan segala apa yang
diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan
melayani. Sinambela (2006:3) mengatakan bahwa
pada dasarnya setiap manusia membutuhkan
pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan
bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan
kehidupan manusia. Membicarakan pelayanan
berarti membicarakan kebutuhan manusia.
Pelayanan umum (publik) adalah segala
aktivitas yang dilakukan oleh pihak lain yang
ditujukan untuk memenuhi kepentingan orang
banyak. Moenir (2006:16-17) mengatakan bahwa
pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan
melalui aktivitas orang lain yang langsung.
Sependapat dengan itu, Pasolong (2007:4)
mengatakan bahwa pelayanan didefinisikan sebagai
aktivitas seseorang, sekelompok dan/atau organisasi
baik langsung maupun tidak langsung untuk
memenuhi kebutuhan.
Pelayanan publik adalah segala sesuatu yang
dilakukan pemerintah baik pusat maupun daerah
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Lembaga
Administrasi Negara (2000) dalam Setyaningrum
(2009 :1-2) mengartikan pelayanan publik sebagai
segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang
dilaksanakan oleh instansi Pemerintahan di pusat,
di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik
Negara / Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa
baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari beberapa pengertian yang telah
diuraikan, pelayanan publik adalah serangkaian
kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh
penyelenggara negara dalam rangka membantu
menyiapkan atau memenuhi kepentingan orang lain
atau masyarakat luas. PT KAI khususnya Stasiun
Gubeng Surabaya adalah penyelenggara pelayanan
dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
akan jasa transportasi kereta api (KA).
New Public Service (NPS)
Menurut perpektif teoritik telah terjadi
pergeseran paradigma pelayanan publik dari model
administrasi publik tradisional (Old Public
Administration) ke model manajemen publik yang
baru (New Public Management) dan akhirnya
menuju model pelayanan publik baru (New Public
Service). Menurut Setyaningrum (2009:9),
pergeseran tahapan paradigma pelayanan publik ini
melalui tahapan yang panjang, dimana tahapan baru
yang muncul merupakan kritik terhadap tahapan
sebelumnya yang dianggap kurang sempurna.
Dengan pergeseran paradigma tersebut, bergeser
pula orientasi pelayanan publik.
Dwiyanto (2006:140) mengatakan bahwa
dalam model New Public Service, kepentingan
publik dirumuskan sebagai hasil dialog dari
berbagai nilai yang ada di dalam masyarakat. Jadi
birokrasi pemberi layanan harus bertanggung jawab
kepada masyarakat secara keseluruhan.
Jika dalam model Old Public Adminsitration
pemerintah melakukan “rowing” menyapu bersih
semua pekerjaan, dan dalam model New Public
Management bersifat “steering”, maka dalam New
Public Service pemerintah hanya berperan
menegosiasikan. Dwiyanto (2006:140) mengatakan
bahwa peran pemerintah adalah melakukan
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
4
negosiasi dan menggali berbagai kepentingan dari
warga negara dan berbagai kelompok komunitas
yang ada.
Mengikuti masyarakat yang selalu
berkembang, maka pelayanan juga harus bersifat
dinamis mengikuti perkembangan kebutuhan
masyarakat. Oleh karena itu Dwiyanto (2006:140)
mengatakan bahwa pelayanan publik yang ideal
menurut paradigma New Public Service ini adalah
pelayanan yang responsive terhadap kepentingan-
kepentingan publik.
Inovasi Pelayanan Publik
Inovasi secara sederhana berarti berubah
menjadi sesuatu yang baru. Ini seperti pernyataan
Muluk (2008:44) mengenai inovasi yang berarti
mengubah sesuatu hal sehingga menjadi sesuatu
yang baru. Selanjutnya, Muluk (2008:43)
menambahkan bahwa inovasi juga merupakan
isntrumen untuk mengembangkan cara-cara baru
dalam menggunakan sumber daya dan memenuhi
kebutuhan secara lebih efektif.
Inovasi dapat dilihat dari dua sudut pandang,
inovasi sebagai “obyek” dan sebagai “aktivitas”.
Setyaningrum (2009:81) mengatakan bahwa
inovasi sebagai suatu “obyek” juga memiliki arti
sebagai suatu produk atau praktik baru yang
tersedia bagi aplikasi, umumnya dalam suatu
konteks komersial. Biasanya, beragam tingkat
kebaruannya dapat dibedakan, bergantung pada
konteksnya: suatu inovasi dapat bersifat baru bagi
suatu perusahaan (atau “agen/aktor”), baru bagi
pasar, atau negara atau daerah, atau secara global.
Sementara itu, inovasi sebagai suatu “aktivitas”
merupakan proses penciptaan inovasi, seringkali
diidentifikasi dengan komersialisasi suatu
intervensi. Jadi, baik dalam sudut pandang “obyek”
maupun “aktivitas” inovasi bertujuan untuk
komersialisasi.
Dari beberapa definisi inovasi yang
dikemukaan, maka inovasi adalah pembaharuan/
kreativitas/ ciptaan baru yang mampu memberikan
nilai tambah (value added). Dalam konteks
pelayanan publik, inovasi bisa diartikan sebagai
pembaharuan / kreativitas / ciptaan baru dalam
pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas
layanan. Dalam penelitian ini, boarding pass
system adalah salah satu pembaharuan pelayanan
publik yang dilakukan oleh PT KAI termasuk
Stasiun Gubeng Surabaya dalam meningkatkan
kualitas layanan transportasi perkereta apian agar
memuaskan masyarakat sebagai pengguna layanan.
Level Inovasi
Dalam mengkaji inovasi, terdapat level
inovasi yang mencerminkan variasi besarnya
dampak yang ditimbulkan oleh inovasi yang
berlangsung. Muluk (2008:46) mengatakan kategori
level inovasi oleh Mulgan dan Albury terdiri dari
incremental, radikal, sampai transformative.
Inovasi incremental berarti inovasi yang
terjadi membawa perubahan-perubahan kecil
terhadap proses atau layanan yang ada. Umumnya
sebagian besar inovasi berada dalam level ini dan
jarang sekali membawa perubahan terhadap
struktur organisasi dan hubungan keorganisasian.
Walaupun demikian, inovasi incremental
memainkan peran penting dalam pembaruan sektor
publik karena dapat melakukan perubahan kecil
yang dapat diterapkan secara terus menerus dan
mendukung rajutan pelayanan yang responsive
terhadap kebutuhan local dan perorangan, serta
mendukung nilai tambah uang (value for money).
Inovasi radikal merupakan perubahan
mendasar dalam pelayanan publik atau pengenalan
cara-cara yang sama sekali baru dalam proses
keorganisasian dan pelayanan. Inovasi jenis ini
jarang sekali dilakukan karenamembutuhkan
dukungan politik yang sangat besar karena
umumnya memiliki resiko yang lebih besar pula.
Inovasi radikal diperlukan untuk membawa
perbaikan yang nyata dalam kinera pelayanan
publik dan memenuhi harapan pengguna layanan
yang lama terabaikan.
Inovasi transformative atau sistemis
membawa perubahan dalam struktur angkatan kerja
dan kerorganisasian dengan menstransformasi
semua sektor, dan secara dramatis mengubah
keorganisasian. Inovasi jenis ini membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk memperoleh hasil
yang diinginkan dan membutuhkan perubahan
mendasar dalam susunan sosial, budaya, dan
organisasi.
Kategori Inovasi
Dalam mengukur tingkat inovasi, (Muluk
(2008:48) mengatakan inovasi juga dapat
dibedakan dalam dua kategori yakni inovasi terusan
dan inovasi terputus.
1. Inovasi terusan (sustaining innovation)
merupakan proses inovasi yang membawa
perubahan baru namun dengan tetap
mendasarkan diri pada kondisi pelayanan dan
sistem yang berjalan atau produk yang sudah
ada.
2. Inovasi terputus (discontinues innovation)
merupakan proses inovasi yang membawa
perubahan yang sama sekali baru dan tidak
lagi berdasarkan pada kondisi yang sudah ada
sebelumnya.
Tipologi Inovasi
Mulgan & Albury dalam Muluk (2008: 44-45)
inovasi pelayanan publik dikatakan berhasil jika
merupakan hasil kreasi dan implementasi dari
inovasi produk layanan, inovasi proses pelayanan,
inovasi metode pelayanan, inovasi kebijakan, dan
inovasi sistem. Pertama, inovasi produk atau
layanan adalah perubahan bentuk dan desain
produk atau layanan. Kedua, inovasi proses adalah
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
5
pembaharuan kualitas yang berkelanjutan dan
mengacu pada kombinasi perubahan organisasi,
prosedur, dan kebijakan yang dibutuhkan untuk
berinovasi. Ketiga, inovasi metode pelayanan
adalah perubahan baru dalam hal berinteraksi
dengan pengguna layanan atau cara baru dalam hal
berinteraksi dengan pengguna layanan atau cara
baru dalam memberikan pelayanan. Keempat,
inovasi dalam strategi atau kebijakan adalah
perubahan visi, misi, tujuan dan strategi baru
beserta alasannya yang berangkat dari realitas yang
ada. Kelima, inovasi sistem adalah interaksi sistem
yang mencakup cara baru atau yang diperbarui
dalam berinteraksi dengan aktor-aktor lain atau
dengan kata lain adanya perubahan dalam tata
kelola pemerintahan. Untuk lebih jelasnya, tipologi
inovasi sektor publik dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
Gambar Tipologi Inovasi Sektor Publik
Sumber : Muluk, 2008:45
Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan menggambarkan sejauh
mana pelayanan mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat. Setyaningrum (2009:13) mengatakan
definisi konvensional dari kualitas biasanya
menggambarkan karakteristik suatu produk seperti
kinerja (performance), keandalan (reliability),
mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika
(esthetics), dan sebagainya. Jika kesemua
karakteristik produk baik maka produk tersebut
dikatakan mampu memenuhi keinginan dan
kebutuhan pengguna layanan (meeting the needs of
customers).
Pandangan Albrecht dan Zemke (1990) dalam
Setyaningrum (2009:22) kualitas pelayanan publik
merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek, yaitu
sistem pelayanan, sumberdaya manusia pemberi
layanan, strategi, dan pengguna layanan
(customers. Hubungan keempat aspek diistilahkan
sebagai segitiga pelayanan publik yang bisa
dijelaskan seperti gambar berikut.
Gambar Segitiga Pelayanan Publik
Sumber : Albrecht and Zemke, dalam
Dwiyanto,2006:141
Indikator Kualitas Pelayanan
Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990)
dalam Dwiyanto ( 2006:145), mengatakan bahwa
indikator kualitas pelayanan dapat dilihat dari
tangibles, reliablitity, responsiveness,¸assurance,
dan empathy.
1. Tangibles, yaitu fasilitas fisik, peralatan,
pegawai, dan fasilitas-fasilitas komunikasi
yang dimiliki oleh penyedia layanan;
2. Reliability atau reliabilitas adalah kemampuan
untuk menyelenggaraan pelayanan yang
dijanjikan secara akurat.
3. Responsiveness atau responsivitas adalah
kerelaan untuk menolong pengguna layanan
dan menyelenggarakan pelayanan secara
ikhlas.
4. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan,
kesopanan, dan kemampuan para petugas
penyedia layanan dalam memberikan
kepercayaan kepada pengguna layanan.
5. Empathy adalah kemampuan memberikan
perhatian kepada pengguna layanan secara
individual.
Dari indikator tersebut, kualitas pelayanan
jasa transportasi kereta api oleh Stasiun Gubeng PT
KAI Daop 8 Surabaya diukur dengan dimensi
tangibles, reliability, responsiveness, assurance.
Metode Penelitian
Berdasarkan tujuan, jenis penelitian yang
peneliti gunakan untuk mengangkat permasalahan
adalah penelitian diskriptif Berdasarkan analisis
data, peneliti menggunakan jenis penelitian
kualitatif. Teknik penentuan informan penyedia
layanan menggunakan teknik purposive, teknik
penentuan informan pengguna layanan
menggunakan accidental sampling. Teknik
pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah
observasi dan wawancara. Teknik analissi data
digunakan dengan reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan teknik keabsahan data dalam
penelitian ini menggunakan triangulasi.
Inovasi
Produk
Inovasi
Proses
Inovasi
Sistem
Inovasi
sektor Publik
Inovasi
metode
Inovasi
Kebijakan
Strategi
Pelayanan
Customer
SDM Sistem
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
6
Inovasi Pelayanan PT KAI: boarding pass system
Boarding pass merupakan inovasi PT KAI
guna meningkatkan kualitas pelayanan publik
khususnya dalam proses pertiketan yang memiliki
tujuan “Satu Penumpang untuk Satu Tempat
Duduk”, dimana saat check-in dilakukan validasi
atau keabsahan tiket agar terjadi kesesuaian antara
nama penumpang yang tertera pada tiket dengan
kartu identitas penumpang, sehingga hanya
penumpang yang bertiket secara sah atau
menggunakan kartu pass (boarding pass) saja yang
boleh masuk peron dan naik kereta api. Dengan
proses validasi tersebut berarti ada perubahan
dalam proses pertiketan yakni menyertakan kartu
identitas dalam proses pertiketan mulai dari
penulisan formulir pemesanan tiket, sampai dengan
masuk ke dalam kereta. Ini berarti boarding pass
system merupakan sebuah inovasi, sesuai
pernyataan Muluk (2008:44) mengenai inovasi
yang berarti mengubah sesuatu hal sehingga
menjadi sesuatu yang baru. Dimana boarding pass
system merupakan perkembangan baru dalam
proses pertiketan PT KAI termasuk di Stasiun
Gubeng Surabaya.
Inovasi di sektor publik menjadi penting di era
ini, untuk mencari solusi baru atas persoalan lama
yang tak kunjung tuntas (new solutions problem)
(Muluk, 2008,43). Persoalan lama yang tak kunjung
tuntas yang dihapadi PT KAI terutama Stasiun
Gubeng adalah praktek percaloan. Inovasi
pelayanan boarding pass system dilakukan untuk
mengatasi persoalan percaloan pada kereta api.
Dengan adanya perubahan dalam proses
pelayanan, serta dijadikan untuk menyelesaikan
maslaha maka peneliti menganggap boarding pass
system sebagai salah satu terobosan atau inovasi
yang dikeluarkan PT KAI dalam memberikan
pelayanan jasa kereta api. Pembaruan tersebut guna
meningkatkan kualitas pelayanan PT KAI
khususnya keteraturan, keamanan, dan kenyamanan
pengguna layanan.
Boarding Pass System sebagai Inovasi
Kebijakan, Proses, dan Metode
Mulgan dan Alburi dalam (Muluk)
mengatakan bahwa inovasi pelayanan pulik
dikatakan berhasil jika merupakan hasil kreasi dan
implementasi dari inovasi produk layanan. inovasi
proses layanan, inovasi metode pelayanan, inovasi
kebijakan, dan inovasi sistem.
Pada penelitian ini, boarding pass system PT
KAI merupakan tipologi inovasi proses layanan.
Proses atau prosedur pelayanan yang sebelumnya
tidak ada proses validasi tiket menjadi ada, dengan
menyertakan kartu identitas sebagai persyaratan
utama pelayanan. Selain itu, boarding pass system
juga tergolong dalam tipologi inovasi metode
layanan, boarding pass system juga memberikan
cara baru dalam berinteraksi dengan pengguna
layanan yakni dengan adanya scanning barcode
dalam proses validasi tiket. Terakhir, boarding pass
system juga termasuk dalam tipologi inovasi
kebijakan, karena boarding pass system merupakan
kebijakan dan strategi baru dalam menghadapai
masalah percaloan, penumpang gelap, pungli,
lemahnya keamanan dan keterbatasan insfrastruktur
dengan diturunkannya Instruksi Direksi Nomor
15//LL.006/KA-2012 tentang Peningkatan
Pelayanan dan Boarding di Stasiun.
Boarding Pass System sebagai Inovasi
Incemental
Dalam mengkaji inovasi, terdapat level
inovasi yang mencerminkan variasi besarnya
dampak yang ditimbulkan oleh inovasi yang
berlangsung. Muluk (2008:46) mengatakan bahwa
kategori level inovasi dijelaskan oleh Mulgan dan
Albury dimulai dari inkremental, radikal, dan
transformative.
Boarding pass system termasuk dalam level
inovasi inkremental. Boarding pass system
merupakan sistem ticketing yang hanya membawa
perubahan kecil terhadap proses layanan, dimana
yang berubah hanya antara lain: (a)adanya proses
validasi tiket sehingga mensyaratkan penumpang
memiliki kartu identitas; (b)hanya penumpang
kereta yang keberangkatannya kurang satu jam
yang boleh melakukan validasi dan memasuki
ruang tunggu; (c)penumpang dijamin mendapatkan
tempat duduk yang tertera pada tiket khususnya
kereta ekonomi. Jadi boarding pass system tidak
membawa perubahan pada struktur organisasi
maupun hubungan keorganisasian.
Boarding Pass System sebagai Inovasi Sustaining
Dalam Muluk (2008:48), inovasi juga dapat
dibedakan dalam dua kategori yakni inovasi terusan
(sustaining innovation) dan inovasi terputus
(discontinues innovation). Boarding pass system
termasuk dalam kategori sustaining innovation
(inovasi terusan), dimana tetap berdasarkan pada
pelayanan dan sistem yang sudah ada, hanya
menambahkan syarat penyertaan kartu identitas,
penambahan proses validasi tiket saat cek-in satu
jam sebelum keberangkatan, dan menjamin
penumpang mendapatkan tempat duduk di kereta
yang sesuai dengan yang tertera di tiket.
Boarding Pass System di Stasiun Gubeng
Surabaya
Boarding pass system diterapkan di stasiun
Gubeng tanggal 1 September 2012, sehari setelah
Instruksi Direksi Nomor 15/LL.006/KA-2012
diputuskan. Jadi yang melakukan boarding pass
system tidak hanya stasiun Gubeng saja melainkan
semua stasiun yang ada di Indonesia dengan tujuan
yang sama yakni meningkatkan kualitas pelayanan
kereta api khususnya keteraturan dan ketertiban,
kenyamanan, dan keamanan pengguna layanan.
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
7
Sebagai sebuah sistem, boarding pass di
Stasiun Gubeng Surabaya tidak hanya ada satu
peran, melainkan ada beberapa peran yang saling
berinteraksi dan terintegrasi agar tujuan boarding
pass tercapai. Setiap peran menjalankan fungsi
masing-masing dan mempengaruhi proses secara
keseluruhan. Peran tersebut tersebut antara lain
petugas boarding gate oleh security dan petugas
dari Daop 8, peralatan boarding seperti barcode
scanner dan komputer dengan aplikasi Rail Ticket
System), pengawas boarding oleh Kepala Stasiun,
dan pengguna layanan. untuk memahami proses
boarding pass berikut akan disajikan gambar.
Gambar Mekanisme Boarding Pass System
Inovasi Boarding Pass System Meningkatkan
Kualitas Pelayanan KA di Stasiun Gubeng
Menurut Zenithaml, (1990) dalam Dwiyanto
(2006:145), kualitas pelayanan publik dapat diukur
menggunakan indikator tangibles, reliability,
responsiveness, assurance, dan empathy. Setelah
memperoleh data dari lapangan, maka inovasi
boarding pass system meningkatkan kualitas
pelayanan publik yang dianalisis dengan elemen
tangibles, reliability, responsiveness, assurance,
berikut akan disajikan data dan akan dianalisis
berdasarkan elemen yang sesuai dengan temuan di
lapangan, kemudian diintepretasikan.
Pelayanan Publik yang Tangible
Menurut Zeithaml (1990) dalam Dwiyanto
(2006:145) tangibles adalah kualitas pelayanan
publik yang terdiri atas fasilitas fisik, pegawai, dan
fasilitas-fasilitas komunikasi yang dimiliki oleh
penyedia layanan.
Peratalan utama dalam inovasi boarding pass
system antara lain perangkat komputer yang
terkoneksi dengan aplikasi Rail Ticket System
(RTS) dan barcode scanner. Rail Ticket System
(RTS) merupakan aplikasi sistem ticketing
berbasis web yang lebih handal performansinya dan
dapat mengakomodasi berbagai jenis kebutuhan
pelayanan penjualan tiket penumpang KA.
Sedangkan barcode scanner adalah alat baca yang
digunakan untuk membaca barcode (kode) yang
tertera pada tiket. Dengan menggunakan teknologi
yang berbasis informasi dan komunikasi seperti
RTS dan barcode scanner ini, pelayanan akan
menjadi lebih cepat. Namun dari perspektif
penyedia layanan dan pengguna layanan, barcode
scanner hanya terdapat di Stasiun Gubeng Baru
(tempat keberangkatan KA eksekutif dan bisnis),
sedangkan di Stasiun Gubeng Lama (tempat
keberangkatan KA ekonomi) belum tersedia.
Sementara peralatan fisik penunjang inovasi
boarding pass system dalam memberikan pelayanan
jasa kereta api di Stasiun Gubeng antara lain loket
form reservasi, loket reservasi ruang tunggu,
peron, tempat charge, toilet, musholah. Dari
perspektif penyedia dan pengguna layanan di
Stasiun Gubeng, semua peralatan penunjang telah
mencukupi, hanya saja ada keterbatasan ruang
tunggu di Stasiun Gubeng Lama. Ini menjadi sangat
tidak nyaman mengingat jadwal keberangkatan KA
ekonomi di tempat ini sangat padat. Sering kali ada
penumpukan penumpang di ruang tunggu jika ada
keterlambatan KA. Dalam memberikan pelayanan
publik, ruang tunggu memang sangat diperlukan.
Hal ini dikarenakan untuk memberikan rasa
nyaman bila pengguna layanan sedang menunggu
giliran untuk memperoleh pelayanan.
Pelayanan Publik yang Reliable
Zeithaml (1990) dalam Dwiyanto (2006:145)
mengatakan bahwa reliability merupakan kualitas
pelayanan yang dilihat dari kemampuan unit
pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang
dijanjikan. Dalam proses pelaksanaan Boarding
Pass System di Stasiun Gubeng Surabaya memiliki
tolak ukur ketepatan waktu, kesesuaian prosedur.
Ketepatan waktu dalam proses boarding pass
diukur dari ketepatan petugas yang berjaga di
boarding gate memberikan informasi kepada calon
pengguna layanan kereta tertentu sudah memasuki
masa boarding. Masa boarding yaitu selambat-
lambatnya 1 (satu) jam sebelum keberangkatan
Kereta Api atau jika Kereta Api dimaksud telah
tersedia pada jalur yang disiapkan di peron. Dari
perspektif penyedia dan pengguna layanan, proses
boarding dapat dikatakan tepat waktu. Menurut
mereka, yang menjadi masalah ketepatan waktu
adalah ketedrlambatan KA. Meskipun bukan bagian
dari proses boarding pass system, keterlambatan
kKA dapat mempengaruhi proses boarding pass.
pengaruh tersebut yakni adanya penumpukan
penumpang yang sudah melakukan boarding di
ruang tunggu.
Selain itu, dalam pelaksanaan boarding pass
system di Stasiun Gubeng baik penyedia layanan
maupun pengguna layanan diharuskan
melaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan. Prosedur dituangkan dalam Standard
Operating Procedure (SOP) Petugas Boarding di
Stasiun yang diputuskan oleh direksi PT KAI
(Kep.U/LL.006/XI/4/KA-2013). Dengan menjalani
boarding pass yang sesuai prosedur akan
Petugas
boarding
gate
Pengawas
boarding
Peralatan
boarding
Pengguna
layanan
GOAL
Satu
penum-
pang satu
tempat
duduk
Input Proses output
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
8
meminimalisir berbagai kecurangan yang
dimugkinkan terjadi selama proses pelayanan
seperti penumpang gelap dan percaloan. Perspekti
penyedia layanan dan pengguna layanan
mengatakan bahwa prosedur pelayanan mudah dan
sederhana. Apalagi bagi pengguna layanan, mereka
hanya disyaraktakan membawa kartu identitas asli
seperti KTP, KTM, SIM, Paspor, Kartu Pelajar.
Karena dalam setiap proses pelayanan, pengguna
layanan akan dimintai Kartu Identitas, mulai dari
mengisi formulir pemesanan tiket sampai dengan
saat boarding.
Pelayanan Publik yang Responsif
Zeithaml (1990) dalam Dwiyanto (2006:145)
mengatakan bahwa responsiveness atau
responsivitas adalah kualitas pelayanan yang dilihat
dari kerelaan untuk menolong pengguna layanan
dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.
Dwiyanto (2006:148) menambahkan, responsivitas
mengukur daya tanggap organisasi terhadap
harapan, keinginan dan aspirasi, serta tuntutan
warga pengguna layanan.
Sebelum dilaksanakannya boarding pass
system harapan pengguna layanan yakni keteraturan
dan ketertiban, kenyamanan, dan keamanan dalam
berkereta masih belum terjamin. PT KAI mendapati
mendapati harapan tersebut dari survey keluhan
pengguna layanan yang dimuat diberbagai media
masa. Dalam Annual Report PT KAI tahun 2012,
selama tahun 2012 ada 78 keluhan yang dibuat
dalam pemberitaan pada media masa dan
elektronik.
Responsivitas disini mengukur sejauh mana
pelaksanaan boarding pass system dapat memenuhi
harapan pengguna layanan yakni keteraturan dan
ketertiban, kenyamanan, dan keamanan dalam
berkereta yang dulu sempat terganggu akibat
adanya praktek percaloan, penumpang gelap dan
lebihnya kuota tempat duduk. Setelah dua tahun
berjalan, menurut perspektif pennyedia dan
pengguna layanan boarding pass system telah
memenuhi harapan pengguna layanan akan
keteraturan dan ketertiban, kenyamanan, serta
keamanan bagi pengguna layanan, pelaksanaan
selama proses pelayanan baik dalam masa boarding
maupun di dalam kereta.
Pelayanan Publik yang Assurance
Zeithaml (1990) dalam Dwiyanto (2006:145)
mengatakan bahwa assurance atau kepastian adalah
kualitas pelayanan yang diukur dari pengetahuan,
kesopanan, dan kemampuan para petugas penyedia
layanan dalam memberikan kepercayaan kepada
pengguna layanan.
Dalam proses pelaksanaan boarding pass
system di Stasiun Gubeng, pengetahuan dan
kemampuan petugasnya dilihat dilihat dari
kecakapan dan ketrampilan petugas boading gate
dalam menggunakan alat scanning barcode dan
perangkat komputer yang terhubung dengan RTS.
Menurut perspektif penyedia layanan, kemampuan,
kecakapan, dan ketrampilan petugas boarding pass
system sudah sangat baik, karena menjadi petugas
boarding bukan tugas utama mereka, namun
mereka melaksanakannya dengan penuh tanggung
jawab. Sedangkan dari perspektif pengguna layanan
mengatakan bahwa para petugas boarding pass
telah menjalankan tugasnya dengan baik, seperti
mengoperasikan scanner barcode dan memberi
informasi jalur kereta, gerbong dan tempat duduk
pada masing-masing pengguna. Dengan petugas
yang berpengatahuan, cakap, dan terampil, proses
pelayanan akan semakin cepat.
Kesimpulan
Setelah dua tahun berjalan, inovasi boarding
pass system meningkatkan kualitas pelayanan di
Stasiun Gubeng Surabaya. Penurunan jumlah
pengguna layanan dari 1.468.478 penumpang pada
tahun 2012 menjadi 1.159.553 di tahun 2013 bukan
karena buruknya pelayanan boarding yang
diberikan, melainkan karena adanya pembatasan
kuota jika tempat duduk dalam KA telah terisi
100%. Inovasi boarding pass system telah berhasil
memberikan pelayanan publik yang yang sesuai
dengan harapan pengguna layanan di Stasiun
Gubeng, seperti:
1) Pelayanan publik yang tangible
Dalam boarding pass system ada penambahan
teknologi seperti scanner barcode, alat ini membuat
proses cek-in lebih cepat. Namun, alat ini hanya
terdapat di Stasiun Gubeng Baru (tempat
keberangkatan KA bisnis dan eksekutif), sementara
di Stasiun Gubeng Lama (tempat keberangkatan
KA ekonomi) scanner barcode belum ada. Untuk
fasilitas penunjang sudah memadai, hanya ada
keterbatasan ruang tunggu di Stasiun Gubeng
Lama. Jadi boarding pass system di Stasiun
Gubeng Surabaya dikatakan kurang baik dalam
memberikan pelayanan yang tangible.
2) Pelayanan publik yang reliable
Di Stasiun Gubeng, petugas mengumumkan
waktu boarding tepat satu jam sebelum
keberangkatan KA. Masalah ketepatan waktu justru
muncul di luar proses boarding pass system yaitu
keterlambatan KA. Keterlambatan KA ini
mempengaruhi proses boarding. Sedangkan dalam
aspek kesesuaian prosedur, petugas telah
menjalankan tugas sesuai dengan SOP petugas
boarding di stasiun, sementara para penumpang di
Stasiun Gubeng telah memenuhi persyaratan utama
pelayanan yaitu penuyertaan kartu identitas dalam
proses boarding. Jadi boarding pass system di
Stasiun Gubeng dapat dikatakan cukup baik dalam
memberikan pelayanan yang reliable.
3) Pelayanan publik yang responsive
Boarding pass system merupakan wujud
responsivitas PT KAI menanggapi berbagai
keluhan buruknya pelayanan di media massa seperti
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
9
percaloan, lemahnya keamanan, serta toleransi
angkutan penumpang yang melebihi kuota sehingga
penumpang berdesak-desakan di dalam KA.
Setelah boarding pass system diadakan di Stasiun
Gubeng, tidak ada lagi percaloan tiket, keamanan
meningkat, serta tidak ada lagi penumpang yang
berdesak-desakan karena penjualan tiket dihentikan
jika kursi sudah terisi 100%. Oleh karena itu,
boarding pass system di Stasiun Gubeng dapat
dikatakan sangat baik memberikan pelayanan
publik yang responsif.
4) Pelayanan publik yang assurance
Di Stasiun Gubeng, para petugas sudah cukup
terampil mengoperasikan scanner barcode.
Sedangkan dalam membarikan validasi tiket, para
petugas secara tegas menolak jika ada penumpang
tak bertiket yang memaksa masuk. Dengan
demikian, boarding pass system di Stasiun Gubeng
dapat dikatakan cukup baik dalam memberikan
pelayanan publik yang assurance.
Daftar Pustaka
Buku
Dwiyanto, Agus (ed.). 2006. Mewujudkan Good
Governance melalui Pelayanan Publik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Ellitan, Lena dan Lina Anatan. 2009. Manajemen
Inovasi Transformasi Menuju Organisasi
Kelas Dunia. Bandung: Alfabeta
Ibrahim. 1997. BUMN dan Kepentingan Umum.
Bandung: Citra Aditya Bakti
Kuncoro, Mudrajad. 2010. Strategi Bagaimana
Meraih Keunggulan Kompetitif. Jakarta:
Erlangga
LAN . 2003. Penyusunan Standar Pelayanan
Publik. Jakarta: LAN
Lukman, Sampara. 2000. Manajemen Kualitas
Pelayanan. Jakarta: STIA LAN Press
Nugroho, Ryan dan Ricky Siahaan(ed.). 2005.
BUMN Indonesia Isu,Kebijakan, dan
Strategi..Jakarta: Elex Media Komputindo
Muluk, Khairul . 2008. Knowledge Management
Kunci Sukses Inovasi Pemerintahan
Daerah. Jatim: Bayumedia Publising
Moenir, H.A.S.2006. Manajemen Pelayanan Umum
di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Moleong, J. Lexy.2008. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Posdakarya
Pasolong, Harbani. 2012. Metode Penelitian
Administrasi Publik.. Bandung: Alfabeta
Patton, Michael Quinn. 2006. Metode Evaluasi
Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Satori, Djam‟an dan Aan Komariah. 2011. Metode
Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Setyaningrum, Erna. 2009. Inovasi Pelayanan
Publik. Surabaya : Medika Aksara
Globalindo
Sinambela, Litjan Poltak. 2006. Reformasi
Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan, dan
Implementasinya. Jakarta: Bumi Aksara
Sugandi, Yogi Suprayogi. 2011. Administrasi
Publik Konsep dan Perkembangan Ilmu di
Indonesia. Jogyakarta: Graha Ilmu
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis.
Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sulistiyani, Ambar Teguh (ed.). 2011. Memahami
Good Governance dalam Perspektif
Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gava
Media
Suwatno, dan Donni Juni Priansa. 2001.
Manajemen SDM dalam Organisasi Publik
dan Bisnis. Bandung: Alfabeta
Suyanto, Bagong dan Koko Srimulyo. 2001.
Menakar Peran BUMN di Era Otonomi
Daerah. Surabaya: Lutfansah Mediatama
Syafiie, Inu Kencana. 2003. Sistem Administrasi
Negara Republik Indonesia (SANRI).
Jakarta: PT Bumi Aksara
Dokumen
Laporan Hasil Pemeriksaan Semeter (LHPS)
Periode I Badan Akuntabilitas Keuangan
Negara (BAKN) DPR RI
Laporan Tahunan PT KAI Tahun 2012
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Rujukan Elektronik
Bagus, Mukhtar. 2012. ‘Berdesakan penumpang
KA rela duduk di toilet’. Sindonews
(online). Diakses pada 07 April 2013.
URL:
http://natal.sindonews.com/read/2012/12/3
1/78/702390/berdesakan-penumpang-ka-
rela-duduk-di-toilet
Febrianto, Heru. 2012.„Tiga Calo Tiket Kereta
Tertangkap Tangan‟. Sindonews (online).
URL:http://ramadan.sindonews.com/read/6
64399/67/tiga-calo-tiket-kereta-tertangkap-
tangan
Haesy, N. Syamsuddin CH. 2012. „Menilik Inovasi
BUMN, Menanam Integritas, Menebar
Profesionalisme‟. Jurnal Nasional
(online). Diakses pada 05 Oktober 2013.
URL:
http://www.jurnas.com/halaman/4/2012-
12-06/228612
Kinsley, Mc. 2010. „Development of
Environmental Sustainable Transportation
(EST) in Indonesia‟. Blue Sky Indonesia.
Diakses pada 06 Juli 2014.URL
:http://www.uncrd.or.jp
Munir, Misbahol.2012. „Tak Sesuai KTP, 4.100
Tiket Mudik Kereta Api Hangus‟. Okezone
(online). Diakses pada 06 April 2013.
URL:
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
10
http://ramadan.okezone.com/read/2012/08/
26/335/680827/redirect
Pratiwi, Listya. 2012. „Inovasi, Kriteria Utama
Anugerah BUMN‟. Jurnal Nasional
(Online). Diakses pada 05 Oktober 2013.
URL:
http://www.jurnas.com/halaman/13/2011-
12-01/190847
_____.2012. „PT KAI Berlakukan Boarding Pass‟.
Majalah Life Style (online). Diakses pada 07
April 2013. URL: http://www.majalah-
lifestyle.com/2012/10/04/pt-kai-berlakukan-
boarding-pas-