MAKALAH MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK ... - OSF

25
MAKALAH MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK Dosen : Dr. Ir. A. H. Rahardian, M.Si Disusun oleh : 1. Fatmawati (CA417111159) 2. Tyagita Graha Resyanti (CA116111098) PROGRAM STUDI SARJANA ADMINISTRASI PUBLIK INSTITUT ILMU SOSIAL DAN MANAJEMEN STIAMI TAHUN AKADEMIK 2020/2021

Transcript of MAKALAH MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK ... - OSF

MAKALAH MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK

AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK

Dosen :

Dr. Ir. A. H. Rahardian, M.Si

Disusun oleh :

1. Fatmawati (CA417111159)

2. Tyagita Graha Resyanti (CA116111098)

PROGRAM STUDI SARJANA ADMINISTRASI PUBLIK

INSTITUT ILMU SOSIAL DAN MANAJEMEN STIAMI

TAHUN AKADEMIK 2020/2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat, hidayah dan inayah-Nya serta ditambah dengan semangat dan kerja

keras sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul

“AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK”.

Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas

Manajemen Pelayanan Publik. Makalah ini sudah kami susun dengan

maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga bisa

memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan

terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan

makalah ini.

Penulis menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,

maka kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dari berbagai pihak

demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 16 April 2020

(Kelompok 2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Ruang Lingkup Penulisan

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

BAB II KAJIAN TEORITIK

A. Teori Akuntabilitas Publik

1. Pengertian Akuntabilitas Publik

2. Prinsip-prinsip Akuntabilitas Publik

3. Fungsi dan Jenis Akuntabilitas Publik

B. Teori Pelayanan Publik

1. Pengertian Pelayanan

2. Pengertian Pelayanan Publik

3. Jenis-jenis Pelayanan Publik

4. Asas Pelayanan Publik

BAB III PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

A. Permasalahan

1. Hambatan dalam pelaksanaan dan mengembangkan

akuntabilitas pelayanan publik

2. Kondisi dan problematika akuntabilitas pelayanan publik yang

lemah di Indonesia

B. Pembahasan

1. Upaya meningkatkan pelaksanaan dan mengembangkan

akuntabilitas pelayanan publik

2. Reformasi birokrasi dalam menghadapi kondisi dan

problematika di Indonesia

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik (Good

Governance) terletak pada seberapa jauh kolaborasi dan sinegritas

antara tiga pilar bernegara yaitu rakyat, pemerintah dan pengusah secaar

kohesif, selaras dan seimbang. Untuk itu akuntabilitas pelayanan public

akan menjadi titik krusial bagi arah perkembangan demokrasi di Indonesia

dalam waktu sekarang ini. Akuntabilitas (accountability) merupakan

ukuran yang menunjukkan apakah aktivitas birokrasi publik atau

pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan

norma dan nilai-nilai yang dianut oleh rakyat dan apakah pelayanan

public tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan rakyat yang

sesungguhnya.

Di kebanyakan negara berkembang, perhatian utama terhadap Good

Governance dalam kaitan dengan penggunaan otoritas dan manajemen

sektor publik, adalah pervasifnya korupsi yang cenderung menjadi

karakter tipikal yang melekat. Bahkan di beberapa negara terbukti bahwa

budaya korupsi telah begitu melekat di dalam birokrasi pemerintah yang

justru ditandai oleh kelangkaan sumber daya. Dalam konteks itu,

absennya akuntabilitas sangat menonjol dan menjadi satu karakter

dominan budaya administrasi selama periode tertentu.

Hingga sekarang ini kualitas pelayanan publik masih diwarnai

berbagai masalah seperti pelayanan yang sulit untuk diakses, prosedur

yang berbelit-belit ketika harus mengurus suatu perijinan tertentu, biaya

yang tidak jelas, serta terjadinya praktek pungutan liar (pungli),

merupakan indikator rendahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia.

Dimana hal ini juga sebagai akibat dari berbagai permasalahan pelayanan

publik yang belum dirasakan eksistensinya oleh rakyat. Disamping itu,

terdapat pula kecenderungan adanya ketidakadilan dalam pelayanan

publik dimana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit mendapatkan

pelayanan. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki "uang", dengan sangat

mudah bisa mendapatkan segala yang diinginkan.

Apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus-menerus terjadi,

maka pelayanan yang diskriminatif ini akan berpotensi menimbulkan

konflik laten dalam kehidupan berbangsa. Potensi ini antara lain

kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa, perbedaan yang lebar antar

yang kaya dan miskin dalam konteks pelayanan, peningkatan ekonomi

yang lamban, dan pada tahapan tertentu dapat meledak dan merugikan

bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma

pemerintahan yang masih belum mengalami perubahan mendasar dari

paradigma pelayanan konvensional. Paradigma lama tersebut ditandai

dengan perilaku aparatur negara di lingkungan birokrasi yang masih

menempatkan dirinya untuk dilayani, dan bukannya untuk melayani (to

serve). Padahal pemerintah menurut paradigma pelayanan prima

seyogyanya melayani bukan dilayani. Adalah lebih baik, dalam era

demokratisasi dan desentralisasi saat ini, seluruh perangkat birokrasi

perlu menyadari bahwa hakikat pelayanan berarti pula semangat

pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa

dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku

"melayani, bukan dilayani", "mendorong, bukan menghambat",

"mempermudah, bukan mempersulit", "sederhana, bukan berbelit-belit",

"terbuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk segelintir orang

(Mustopadidjaja AR, 2002)."

B. Ruang Lingkup Penulisan

1. Apa yang dimaksud dengan akuntabilitas ?

2. Apa yang dimaksud dengan pelayanan publik?

3. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan dan pengembangan

akuntabilitas pelayanan publik?

4. Bagaimana kondisi dan problematika akuntabilitas pelayanan publik

yang lemah di Indonesia?

5. Bagaimana upaya meningkatkan pelaksanaan dan pengembangan

akuntabilitas pelayanan publik?

6. Bagaimana menghadapi kondisi dan problematika akuntabilitas

pelayanan publik yang lemah di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui definisi dari akuntabilitas.

2. Untuk mengetahui definisi dari pelayanan publik.

3. Untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan dan pengembangan

akuntabilitas pelayanan publik.

4. Untuk mengetahui kondisi dan problematika akuntabilitas pelayanan

publik yang lemah di Indonesia.

5. Untuk mengetahui upaya meningkatkan pelaksanaan dan

pengembangan akuntabilitas pelayanan publik.

6. Untuk mengetahui cara menghadapi kondisi dan problematika

akuntabilitas pelayanan publik yang lemah di Indonesia.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Teori Akuntabilitas Publik

1. Pengertian Akuntabilitas Publik

Akuntabilitas merupakan salah satu pilar good government yang

merupakan pertanggung jawaban pemerintah dalam mengambil suatu

keputusan untuk kepentingan publik, dalam hal ini sebagaimana

pertanggung jawaban pemerintah terhadao pelayanan public yang

diberikan.

Menurut Mardiasmo, akuntabilitas adalah bentuk kewajiban

mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan

misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah

ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban

yabg dilaksanakan secara periodik.

Menurut Menurut Mahmudi, akuntabilitas adalah kewajiban agen

(pemerintah) untuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan

mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan

penggunaan sumber daya publik kepada pemberi mandat (prinsipal).

Dari pengertian diatas secara umum akuntabilitas publik dapat

diartikan sebagai suatu upaya untuk memberikan pertanggung

jawaban yang dilakukan oleh unit organisasi atau pihak-pihak yang

berekpentingan secara terbuka kepada pihak-pihak yang memberikan

pertanggungjawaban tersebut.

2. Prinsip-Prinsip Akuntabilitas

Prinsip akuntabilitas menuntut dua hal yaitu kemampuan dalam

menjawab, dan konsekuensi. Komponen pertama (istilah yang

bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan

bagi para aparat untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan-

pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka

menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya yang telah

dipergunakan, dan apa yang telah tercapai dengan menggunakan

sumber daya tersebut.

Dalam pelaksanaan akuntabilitas di lingkungan instansi

pemerintah, seperti dikutip oleh LAN dan BPKP perlu memperhatikan

prinsip- prinsip sebagai berikut :

1) Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi

untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel.

2) Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin

penggunaan sumber daya-sumber daya secara konsisten

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3) Harus dapat menunjukan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran

yang telah ditetapkan.

4) Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan

manfaat yang diperoleh.

5) Harus jujur, objektif, transparan, dan inovatif sebagai katalisator

perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk

pemutakhiran metode dan pengukuran kinerja dan penyusunan

laporan akuntabilitas.

3. Fungsi dan Jenis Akuntabilitas Publik

a. Fungsi akuntabilitas Publik

Menurut Mardiasmo (2004:69) agar dapat berfungsi dengan

baik, dalam menerapkan suatu sistem akuntabilitas perlu

diterapkan :

1) Pernyataan yang jelas mengenai tujuan dan sasaran dari

kebijakan dan program. Hal terpenting dalam membentuk

suatu sistem akuntabilitas adalah mengembangkan suatu

pernyataan dengan cara yang konsisten. Pada dasarnya,

tujuan dari suatu kebijakan dan program dapat dinilai, akan

tetapi kebanyakan dari pernyataan tujuan dibuat terlalu luas

sehingga terlalu sulit pengukurannya. Untuk itu diperlukan

suatu pernyataan yang realistis dan dapat diukur.

2) Pola pengukuran tujuan; setelah tujuan dibuat dan hasil

dapat diidentifikasi, perlu ditetapkan suatu indikator

kemajuan yang mengarah pada pencapaian tujuan dan

hasil. Memilih indicator untuk mengukur sutau arah

kemajuan pencapaian tujuan ktujuan dan hasil. Memilih

indikator untuk mengukur suatu arah kemajuan pencapaian

tujuan kebijakan dan sasaran program memerlukan cara dan

metede tertentu agar indikator terpilih dapat mencapai hal

yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.

3) Pengakomodasian sistem intensif; suatu sistem intensif perlu

disertakan dalam sistem akuntabilitas. Penerapan sistem

intensif harus diterapkan dengan hati-hati, karena

adakalanya sistem insentif akan mengakibatkan hasil yang

berlawanan dengan yang direncanakan.

4) Pelaporan dan penggunaan data; suatu sistem akuntabilitas

kinerja akan dapat menghasilkan data yang cukup banyak.

Informasi yang dihasilkan tidak akan berguna kecuali

dirancang dengan hati-hati, dalam arti informasi yang

disajikan benar-benar berguna bagi pemimpin, pembuat

keputusan dan program serta masyarakat.

5) Pengembangan kebijakan dan manajemen program yang

dikoordinasikan untuk mendorong akuntabilitas.

b. Jenis Akuntabilitas Publik

Menurut Mardiasmo, Akuntabilitas terdiri dari dua macam yaitu :

1) Akuntabilitas vertikal (internal)

Setiap pejabat atau petugas publik baik individub maupun

kelompok secara hierarki berkewajiban untuk

mempertanggungjawabkan kepada atasan langsungnya

mengenai perkembangan kinerja atau hasil pelaksanaan

kegiatan secara periodik maupun sewaktu-waktu bila

diperlukan.

2) Akuntabilitas Horizontal (eksternal)

Akuntabilitas horizontal (eksternal) melekat pada setiap

lembaga negara sebagai suatu organisasi untuk

mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah

diterima dan dilaksanakan ataupun perkembangannya untuk

dikomunikasikan kepada pihak ekternal (masyarakat luas)

dan lingkungannya (public or external accountability and

environment).

B. Teori Pelayanan Publik

1. Pengertian Pelayanan

Pelayanan pada hakikatnya adalah serangkaian kegiatan,

karena itu proses pelayanan berlangsung secara rutin dan

berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan organisasi dalam

masyarakat. Proses yang dimaksudkan, dilakukan dengan

sehubungan dengan saling memenuhi kebutuhan antara penerima

dan pemberi layanan.

Menurut A.S Moenir, pelayanan adalah proses pemenuhan

kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung inilah yang

dinamakan pelayanan. Jadi dapat dikatakan pelayanan adalah

kegiatan yang bertujuan untuk membantu menyiapkan atau mnegurus

apa yang diperlukan orang lain.

Dari definisi tersebut dapat dimaknai bahwa pelayaann adalah

aktivitas yang dapat dirasakan melalui hubungan antara penerima

dan pemberi pelayanan yang menggunakan peralatan berupa

organisasi atau lembaga perusahaan.

2. Pengertian Pelayanan Publik

Pengertian pelayanan publik menurut A.S Moenir adalah suatu

usaha yang dilakukan kelompok atau seseorang atau birokrasi untuk

memberikan bantuan kepada masyarakat dalam rangka mencapai

suatu tujuan tertentu.

Pelayanan publik merupakan kegiatan utama pada orang yang

bergerak dibidang jasa baik itu orang yang bersifat komersial atupun

yang bersifat non komersial. Namun dalam pelaksanaanya terdapat

perbedaaan aantara pelayanan yang dilakukan oleh orng yang

bersifat komersial yang biasanya dikelola oleh pihak swasta dengan

pelayanan yang dilaksanakan oleh organisasi non komersial yang

biasanya adalah pemerintah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah segala

bentuk jasa pelayanan baik dalam bentuk barang publik maupun jasa

publik yang pada prinsipinya menjadi tanggung jawab dan

dilaksanakan oleh Instansi pemerintah di pusat, daerah, dan

dilingkungan BUMN atau BUMD dalam rangka pelaksanaan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Jenis-jenis Pelayanan Publik

Timbulnya pelayanan publik dikarenakan adanya kepentingan, dan

kepentingan tersebut bermacam-macam bentuknya sehingga

pelayanan publik yang dilakukan juga ada beberapa macam.

Berdasarkan keputusan MENSAN No. 63/ KEP/ M. PAN/ 7/ 2003

kegaiatan pelayanan publik antara lain:

a. Pelayanan administratif

Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen

resmi yang dibutuhkan oleh publik

b. Pelayanan barang

Yaitu pelayanan yang mengahsilkan berbagai bentuk atau jenis

barang yang digunakan oleh publik.

c. Pelayanan jasa

Yaitu pelayanan yang mengahsilkan berbagai bentuk jasa yang

dibutuhkan oleh publik.

4. Azas Pelayanan Publik

a. Azas Pelayanan Publik

Secara teoritis tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah

memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut

kualitas pelayanan publik yang profesional, kemudian Lijan Poltak

Sinambela mengemukakan azas-azas dalam pelayanan publik

adalah :

1) Transparansi

Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak

yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta

mudah dimengerti.

2) Akuntabilitas

Dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

3) Kondisional

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima

pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efesiensi dan

efektivitas

4) Partisipatif

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan

pelyaanan publik dengan meperhatikan aspirasi, kebutuhan

dan harapan masyarakat.

5) Keamanan hak

Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, agama,

ras, golongan, gender, dan status ekonomi.

6) Kesimbangan hak dan kewajiban

Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak

dan kewajiban masing-masing pihak.

BAB III

PEMBAHASAN

A. PERMASALAHAN

1. Hambatan Dalam Pelaksanaan dan Pengembangan

Akuntabilitas Pelayanan Publik

Usaha-usaha pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam rangka

mewujudkan prinsip akuntabilitas publik selama ini telah diupayakan,

namun masih banyak kekurangan yang tercermin dalam bentuk-

bentuk aksi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu lebih teliti

dalam mencari penyebabnya apakah dalam rumusan bentuk

pertanggungjawaban atau mekanisme pertanggungjawaban serta

komitmen pelaksananya. Artinya, pemerintah harus terus mencari

suatu formula yang baik, sehingga akuntabilitas publik ini dapat

berjalan efektif, dan ketidakpuasan masyarakat yang muncul dalam

bentuk aksi-aksi demonstrasi dapat diredam atau setidaknya

diminimalkan.

Selama ini, bentuk pertanggungjawaban atau akuntabilitas publik

(seperti laporan pertanggungjawaban) dari pemerintah terus

diupayakan penyempurnaannya. Sedangkan mekanisme

pertanggungjawaban yang masih dikembangkan adalah

menggunakan mekanisme pertanggungjawaban melalui

DPR/DPRD. Sementara mekanisme akuntabilitas publik kepada

masyarakat secara langsung belum dikembangkan, meskipun di

masa-masa yang akan datang hal ini mungkin saja dilakukan.

Terkait dengan mekanisme akuntabilitas publik tersebut, model yang

dapat diterapkan adalah model “Manajemen Interaksi 4 pilar dan 6

lini”. Keempat pilar tersebut adalah pemda, DPRD, masyarakat dan

kelompok mediasi. Interaksi yang ingin dibangun di antara 4 pilar

tersebut adalah adanya sinergitas di antara keempat pilar tersebut

dalam domain hukum. Ini berarti bahwa setiap pihak dalam

melakukan interaksi harus mendasarkan diri dan berpedoman pada

ketentuan-ketentuan hukum yang ada. Jika ini dapat dilakukan

dengan baik, maka masing- masing pihak memiliki kewajiban untuk

mempertanggungjawabkan segala tindakan yang dilakukan dalam

penyelenggaraan pembangunan.

Dalam konteks pembangunan daerah, akuntabilitas publik

mencakup hal-hal sebagai berikut: penyusunan regulasi, kebijakan

publik, Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) kepala daerah yang

berbasis Renstra, mekanisme temu publik, sistem informasi

pembangunan, unit pengaduan masyarakat, standar pelayanan,

sistem perencanaan program pembangunan, pola pembiayaan

dalam APBD, resolusi konflik dan manajemen interaksi

pembangunan. Sedangkan indikator yang dapat digunakan untuk

melihat keberhasilan pelaksanaan akuntabilitas publik oleh

penyelenggara pemerintahan antara lain meliputi meningkatnya

kepercayaan dan keterpuasan masyarakat terhadap

pemerintahannya, tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk

melaksanakan program-program pemerintah, meningkatnya

keterwakilan berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat, serta

berkurangnya kasus-kasus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Dengan demikian, hambatan utama bagi terselenggaranya

akuntabilitas publik adalah ada tidaknya political will dari pemerintah.

2. Kondisi dan Problematika Akuntabilitas Pelayanan Publik Yang

Lemah Di Indonesia

Rendahnya kualitas pelayanan publik merupakan salah satu sorotan

yang diarahkan kepada birokrasi pemerintah dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Perbaikan pelayanan publik di era-

reformasi merupakan seluruh masyarakat, namun dalam

perjalanannya, ternyata tidak mengalami perubahan yang signifikan.

Berbagai tanggapan justru cenderung menunjukkan bahwa berbagai

jenis pelayanan publik. Mengalami kemunduran yang sebagai di

tandai dengan banyaknya penyimpangan dalam layanan publik

tersebut. Sistem dan prosedur layanan yang berbeblit-belit dan

sumber daya manusia yang lamban dalam memberikan pelayanan

publik juga merupakan aspek layanan publik yang banyak disoroti.

Hal yang membuat birokrasi lemah kinerja dalah mekanismenya

yang sangat hirarkis. Ini terlihat dari budaya kerja bahwa setiap

pekerjaan/urusan harus menunggu petunjuk, perintah, dan

perseujuan dari atasan. Akibat dari kreatifitas, inisiatif dan sikap

kemandirian birokrat yang kurang berkembang.

Akuntabilitas publik menjadi salah satu prinsip dari 10 prinsip dalam

good governance. “Akuntabilitas Publik” itu sendiri dapat dipahami

sebagai setiap aktifitas yang berkaitan dengan kepentingan

publik/luar organisasi dimana organisasi perlu atau wajib

mempertanggungjawabkan, melaporkan, menjelaskan, memberikan

alasan, menjawab, memikul tanggung jawab, kewajiban untuk

memberikan perhitungan, dan tunduk kepada penilaian (judgement)

dari publik/luar. Dalam bahasa yang lebih ringkas, akuntabilitas

publik menyangkut bagaimana suatu organisasi

mempertanggungjawabkan kinerjanya ke publik untuk mendapatkan

penilaian dari publik organisasi tersebut. Dari definisi seperti ini

maka kita dapat mengidentifikasi elemen-elemen dari prinsip

akuntabilitas publik, yaitu: pertama, adanya kewajiban bagi birokrasi

untuk mempertanggungjawabkan tindakan maupun keputusannya

kepada publik. Kedua, yang melakukan penilaian tersebut adalah

institusi sosial politik atau tepatnya publik yang berada di luar

birokrasi.

Sementara itu, dari berbagai pengalaman empiris yang ditemukan di

lapangan, implementasi akuntabilitas publik yang dilakukan oleh

pemerintah, ternyata dalam kondisi nyata di lapangan menimbulkan

rasa ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Ketidakpuasan

tersebut menyangkut berbagai bidang seperti akuntabilitas

kebijakan, peraturan maupun tindakan yang dilakukan oleh para

penyelenggara pemerintahan dalam pembangunan, baik di tingkat

pusat maupun daerah. Bukti dari ketidakpuasan tersebut, tercermin

dari maraknya berbagai demo yang digelar oleh berbagai elemen

masyarakat terhadap berbagai kebijakan, peraturan maupun

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah.

Namun demikian, walaupun prinsip akuntabilitas ini masih

menyisakan banyak ketidakpuasan di kalangan masyarakat, tetapi

kita tidak boleh berhenti. Kita harus menyadari bahwa perwujudan

good governance secara umum dan prinsip akuntabilitas secara

khusus adalah merupakan proses yang panjang dan tidak

berkesudahan.

B. PEMBAHASAN

1. Upaya Meningkatkan Pelaksanaan dan Mengembangkan

Akuntabilitas Pelayanan Publik

Dalam pelaksanaan akuntabilitas di instansi pemerintah, harus

memegang teguh tiga prinsip yaitu pertama, Adanya komitmen dari

pimpinan dan seluruh staf instansi yang bersangkutan; kedua,

Berdasarkan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan

sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan

perundangundangan yang berlaku ; ketiga, menunjukkan tingkat

pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.

Beberapa metode untuk menegakan akuntabilitas antara lain :

1) Kontrol Legislatif

Legislatif melakukan pengawasan terhadap jalannya

pemerintahan melalui diskusi dan sejumlah komisi di dalamnya.

Jika komisi-komisi legislatif dapat berfungsi secara efektif, maka

mereka dapat meningkatkan kualitas pembuatan keputusan

(meningkatkan responsivitasnya terhadap kebutuhan dan tuntutan

masyarakat), mengawasi penyalahgunaan kekuasaan pemerintah

melalui investigasi, dan menegakkan kinerja.

2) Akuntabilitas Legal

Ini merupakan karakter dominan dari suatu negara hukum.

Pemerintah dituntut untuk menghormati aturan hukum, yang

didasarkan pada badan peradilan yang independen. Aturan hukum

yang dibuat berdasarkan landasan ini biasanya memiliki sistem

peradilan, dan semua pejabat publik dapat dituntut pertanggung

jawabannya di depan pengadilan atas semua tindakannya.

3) Desentralisasi dan Partisipasi

Akuntabilitas dalam pelayanan publik juga dapat ditegakkan

melalui struktur pemerintah yang terdesentralisasi dan partisipasi.

Terdapat beberapa situasi khusus di mana berbagai tugas

pemerintah didelegasikan ke tingkat lokal yang dijalankan oleh

para birokrat lokal yang bertanggung jawab langsung kepada

masyarakat lokal. Legitimasi elektoral juga menjadi faktor penting

seperti dalam kasus pemerintah pusat. Tetapi cakupan

akuntabilitas di dalam sebuah sistem yang terdesentralisasi lebih

merupakan fungsi otonomi di tingkat lokal.

4) Kontrol Administratif Internal

Pejabat publik yang diangkat sering memainkan peran dominan

dalam menjalankan tugas pemerintahan karena relatif

permanennya masa jabatan serta keterampilan teknis. Biasanya,

kepala-kepala unit pemerintahan setingkat menteri diharapkan

dapat mempertahankan kontrol hirarkis terhadap para pejabatnya

dengan dukungan aturan dan regulasi administratif dan finansial

dan sistem inspeksi.

5) Media massa dan Opini Publik

Hampir di semua konteks, efektivitas berbagai metode dalam

menegakkan akuntabilitas sebagaimana diuraikan di atas sangat

tergantung tingkat dukungan media massa serta opini publik.

Tantangannya, misalnya, adalah bagaimana dan sejauh mana

masyarakat mampu mendayagunakan media massa untuk

memberitakan penyalahgunaan kekuasaan dan menghukum para

pelakunya. Terdapat 3 faktor yang menentukan dampak aktual

dari media massa dan opini publik. Pertama, kebebasan

berekspresi dan berserikat harus diterima dan dihormati. Di

banyak negara, kebebasan tersebut dilindungi dalam konstitusi.

Derajat penerimaan dan rasa hormat umumnya dapat diukur dari

peran media massa (termasuk perhatian terhadap pola

kepemilikan) dan pentingnya peran kelompok kepentingan,

asosiasi dagang, organisasi wanita, lembaga konsumen, koperasi,

dan asosiasi profesional. Kedua, pelaksanaan berbagai tugas

pemerintah harus transparan. Kuncinya adalah adanya akses

masyarakat terhadap informasi. Hal ini harus dijamin melalui

konstitusi (misalnya, UU Kebebasan Informasi) dengan hanya

mempertimbangkan pertimbangan keamanan nasional (dalam

pengertian sempit) dan privasi setiap individu. Informasi yang

dihasilkan pemerintah yang seharusnya dapat diakses secara luas

antara lain meliputi anggaran, akuntansi publik, dan laporan audit.

Tanpa akses terhadap beragam informasi tersebut, masyarakat

tidak akan sepenuhnya menyadari apa yang dilakukan dan tidak

dilakukan pemerintah dan efektivitas media massa akan sedikit

dibatasi. Ketiga, adanya pendidikan sipil yang diberikan kepada

warga negara, pemahaman mereka akan hak dan kewajibannya,

di samping kesiapan untuk menjalankannya.

Di sisi yang lain, agar sistem ini berjalan efektif ada beberapa syarat

yang harus dipenuhi. Salah satu syaratnya adalah adanya political will

yang kuat dari para pelaksananya termasuk dalam hal ini pemerintah

pusat dan daerah agar bersedia mempertanggungjawabkan semua

tindakannya kepada publik. Disamping itu, oleh karena good

governance diharapkan dapat menjadi suatu gerakan berpikir,

berucap, dan bertindak dari segenap lapisan masyarakat, terutama

jajaran pemerintah dalam aktifitas kesehariannya dengan didukung

oleh komitmen politik yang kuat dan kepastian hukum, maka hal ini

menjadi tantangan berikutnya dalam menjalankan akuntabilitas publik.

Persoalan selanjutnya adalah bagaimana memahamkan good

governance ini kepada semua pihak sehinga tujuan-tujuan di atas

dapat dicapai. Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan akuntabilitas

penyelenggaraan pemerintahan, birokrasi pemerintah dituntut untuk

dapat memenuhi harapan-harapan ideal masyarakat. Karena

eksistensi birokrasi pemerintah pada dasarnya diadakan dalam

rangka memenuhi tujuan masyarakat, tujuan demokrasi dan tujuan

negara pada umumnya, sehingga birokrasi memang seharusnya

memerlukan ciri-ciri ideal dan mekanisme pertanggungjawaban

kepada masyarakat. Aktualisasi dari pertanggungjawaban tersebut

dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang ada

dengan komitmen politik maupun mekanisme

pertanggungjawabannya. Sedangkan instrumen-instrumen

pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan

kinerja penyelenggara pemerintahan serta sistem pengawasan

dengan sanksi yang jelas dan tegas. Dengan demikian, prinsip

akuntabilitas publik seharusnya merujuk pada ada atau tidaknya

prosedur, yang diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-

undangan yang secara hukum dapat diandalkan dalam rangka

menjamin berjalannya prinsip-prinsip pemerintahan yang baik sebagai

instrumen dasar akuntabilitas publik.

2. Reformasi Birokrasi Dalam Menghadapi Kondisi dan

Problematika Akuntabilitas Pelayanan Publik Di Indonesia

Untuk menyempurnakan sistem ini di masa yang akan datang,

pemerintah harus mengembangkan suatu sistem standar akuntansi

dan ini harus disebarluaskan kepada masyarakat. Dengan demikian,

masyarakat akan mempunyai pemahaman yang baik mengenai hal

tersebut, sehingga sistem ini akan berjalan secara efektif. Oleh

karenanya harus dihindarkan kecenderungan yang mungkin terjadi

dimana masing-masing instansi mempunyai standart akuntabilitas

sendiri, sehingga penerapannya di tingkat nasional mengalami

kesulitan. Di samping itu, ketiadaan standart baku akan

mengacaukan sistem secara keseluruhan.

Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan akuntabilitas

penyelenggaraan pemerintahan, birokrasi pemerintah dituntut untuk

dapat memenuhi harapan-harapan ideal masyarakat. Karena

eksistensi birokrasi pemerintah pada dasarnya diadakan dalam

rangka memenuhi tujuan masyarakat, tujuan demokrasi dan tujuan

negara pada umumnya, sehingga birokrasi memang seharusnya

memerlukan ciri-ciri ideal dan mekanisme pertanggungjawaban

kepada masyarakat. Aktualisasi dari pertanggungjawaban tersebut

dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang ada

dengan komitmen politik maupun mekanisme

pertanggungjawabannya. Sedangkan instrumen-instrumen

pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem

pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan serta sistem

pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas. Dengan demikian,

prinsip akuntabilitas pelayanan publik seharusnya merujuk pada ada

atau tidaknya prosedur, yang diwujudkan dalam bentuk peraturan

perundang-undangan yang secara hukum dapat diandalkan dalam

rangka menjamin berjalannya prinsip-prinsip pemerintahan yang

baik sebagai instrumen dasar akuntabilitas publik.

Selain itu juga perlu adanya komitmen politik yang kuat untuk

terselenggaranya akuntablitas itu sendiri dan mekanisme

pertanggungjawabannya. Sebab tanpa adanya komitmen politik,

seindah apapun model akuntabilitas publik dikembangkan, maka

model tersebut tetap tidak akan pernah berjalan efektif. Di sisi yang

lain, kemauan masyarakat untuk turut mengoreksi setiap tindakan

pemerintah juga menjadi elemen kunci bagi suksesnya pelaksanaan

akuntabilitas pelayanan publik ini, karena akuntabilitas publik

menyangkut pula dimensi masyarakat sebagai pihak yang paling

utama dalam proses tersebut.

Nilai akuntabilitas sangat penting diadopsi dalam

penyelenggaraan pelayanan publik. Hal ini didasarkan pada

argumen bahwa eksistensi atau keberadaan sebuah negara,

tergantung pada masyarakatnya. Oleh sebab itu, sudah menjadi

kewajiban bagi negara untuk memberikan pelayanan dengan baik

dan bertanggung jawab. Semakin kompleks dan berkembangnya

kebutuhan masyarakat dewasa ini, menjadikan penyelenggaraan

pelayanan publik tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah,

melainkan juga melibatkan sektor swasta di dalamnya. Dalam

konteks pemerintah, istilah akuntabilitas kinerja sudah tidak asing

lagi didengar seiring dengan disusunnya Road Map Reformasi

Birokrasi. Road map tersebut mengamanatkan 3 (tiga) sasaran

utama reformasi birokrasi, yaitu (1) birokrasi yang bersih dan

akuntabel; (2) birokrasi yang efektif dan efisien; serta (3) birokrasi

yang memiliki pelayanan publik yang berkualitas.

Karena itu, birokrasi bisa dipahami melalui peran dan

kemampuannya, menunjang pelaksanaan sistem pemerintah baik

dalam merespon berbagai permasalahan maupun dalam

memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Inti salah satu

birokrasi yang profesional adlah memberikan pelayanan publik

terhadap masyarakat, sehingga cita-cita, inisitaif dan upaya-upaya

birokrasi perlu diarahkan guna memilki wawasan pelayanan publik.

Birokrasi hadir sebagai kreasi dari penguasa untuk memberikan

pelayanan kepada penguasa dengan tujuan untuk memperluas dan

memperbesar serta mempertahankan kekuasaan. Dengan reformasi

birokrasi dilakukan konsep pelayanan pun dilakukan perubahan dari

orientasi pelayanan penguasa sampai saatnya menuju orientasi

pelayanan publik.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan dalam makalah ini adalah :

1. Akuntabilitas publik adalah sebagai suatu upaya untuk memberikan

pertanggung jawaban yang dilakukan oleh unit organisasi atau pihak-

pihak yang berekpentingan secara terbuka kepada pihak-pihak yang

memberikan pertanggungjawaban tersebut.

2. pelayanan publik adalah segala bentuk jasa pelayanan baik dalam

bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipinya

menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi pemerintah di

pusat, daerah, dan dilingkungan BUMN atau BUMD dalam rangka

pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Hambatan dalam pelaksanaan akuntabilitas pelayanan publik yaitu

pemerintah yang belum teliti dalam mencari penyebabnya apakah

dalam rumusan bentuk pertanggungjawaban atau mekanisme

pertanggungjawaban serta komitmen pelaksananya. Artinya,

pemerintah harus terus mencari suatu formula yang baik, sehingga

akuntabilitas publik ini dapat berjalan efektif, dan ketidakpuasan

masyarakat yang muncul dalam bentuk aksi-aksi demonstrasi dapat

diredam atau setidaknya diminimalkan.

4. Problematika dalam akuntabilitas publik di Indonesia adalah

Rendahnya kualitas pelayanan publik merupakan salah satu sorotan

yang diarahkan kepada birokrasi pemerintah dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Perbaikan pelayanan publik di era-

reformasi merupakan seluruh masyarakat, namun dalam

perjalanannya, ternyata tidak mengalami perubahan yang signifikan.

5. Upaya dalam meningkatkan pelaksanaan dan mengembangkan

akuntabilitas pelayan publik adalah political will yang kuat dari para

pelaksananya termasuk dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah

agar bersedia mempertanggungjawabkan semua tindakannya kepada

publik, pemerintah harus memegang teguh prinsip yang merujuk ada

atau tidaknya prosedur prinsip.

6. Untuk menyempurnakan sistem ini di masa yang akan datang,

pemerintah harus mengembangkan suatu sistem standar akuntansi

dan ini harus disebarluaskan kepada masyarakat dan mewujudkan

akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan, birokrasi pemerintah

dituntut untuk dapat memenuhi harapan-harapan ideal masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Sora. 2020. Akuntabilitas Publik (Public Accountability) Sebagai Pilar Good

Governance. https://administarsinegaraku.blogspot.com/2012/2017akuntbilitas-

publik-public.html?m=1

Kiran. 2016. 8 Pelayanan Publik Yang Bermutu Merupakan Wujud Good

Governance. www.coursehero.com/file/p7

Maidin Zulkifli. 2019. Beginikah Wujud Akuntabilitas Publik di Indonesia?.

http://rakyatku.com/kolom/116/beginikah-wujud-akuntabilitas-di-indonesia-

Sangkala Rewa. 2015. Akuntabilitas Dalam Perspektif Governance.

https://www.researchgate.net/publication/281318998_Akuntabilitas_Dalam_Perspekt

if_Governance

BHP UMY. 2010. Perlunya Manajemen Pelayanan Publik Dalam Pemerintahan.

https://www.umy.ac.id/perlunya-manajemen-pelayanan-publik-dalam-

pemerintahan.html

Jufri. 2019. Birokrasi dan Upaya Meningkatkan Pelayanan Publik.

https://bengkulu.kemenag.go.id/opini/314-birokrasi-dan-upaya-meningkatkan-

pelayanan-publik

Darman. 2015. Teori-teori Manajemen dan Organisasi.

https://Theorymanajemendanorganisasi.blogspot.com/2015/12/pelayanan-

publik.html?m=1