SKRIPSI FACTORS THAT AFFECT THE NUMBER OF URINARY ...

120
i SKRIPSI FACTORS THAT AFFECT THE NUMBER OF URINARY TRACT INFECTIONS IN REGIONAL PUBLIC HOSPITAL OF ANWAR MAKKATUTU BANTAENG IN 2015 - 2016 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUD ANWAR MAKKATUTU BANTAENG TAHUN 2015-2016 HALAMAN JUDUL Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Oleh : HARDIYANTI AMIRUDDIN 10542048713 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2017

Transcript of SKRIPSI FACTORS THAT AFFECT THE NUMBER OF URINARY ...

i

SKRIPSI

FACTORS THAT AFFECT THE NUMBER OF URINARY TRACT INFECTIONS IN REGIONAL PUBLIC HOSPITAL OF ANWAR

MAKKATUTU BANTAENG IN 2015 - 2016

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUD

ANWAR MAKKATUTU BANTAENG TAHUN 2015-2016

HALAMAN JUDUL

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

HARDIYANTI AMIRUDDIN

10542048713

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2017

ii

iii

iv

v

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subahanahu wa

ta’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor – Faktor

yang Mempengaruhi Angka Kejadian Infeksi Saluran Kemih di RSUD

Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016”. Skripsi ini disusun

untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh derajat Sarjana

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar. Hasil penelitian

ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan,

khususnya faktor – faktor yang mempengaruhi angka kejadian infeksi

saluran kemih.

Skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan bantuan berbagai

pihak, sehingga sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar – besarnya kepada :

1. Rektor (Dr. H. Abd Rahman Rahim SE, MM) dan segenap birokrasi

institusi Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah

menyediakan fasilitas dan kemudahan berupa instrument – instrument

dimana penulis penulis menimba ilmu.

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar; dr.

H. Mahmud Ghaznawie, PhD., Sp.PA (K) beserta staf pegawai yang

telah memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh

vii

pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Makassar.

3. Segenap Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Makassar atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis, semoga

bermanfaat dunia dan akhirat.

4. dr. A.Salsa Anggaraeni, M.Kes. selaku pembimbing yang dengan

kesediaan, keikhlasan dan kesabaran meluangkan waktunya untuk

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis mulai dari

penyusunan proposal sampai pada penulisan skripsi ini.

5. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah yang telah

memberikan izin/rekomendasi penelitian.

6. Bapak Bupati Bantaeng yang telah memberikan izin penelitian.

7. Direktur RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng, beserta seluruh staf,

Pegawai RSUD Anwar Makkatutu, Kepala bagian Rekam medik dan

kepala seksi Program Penelitian atas kerjasama dan bimbingannya.

8. Ibu Juliani Ibrahim, P.hD terima kasih atas arahannya dalam

pengolahan data dalam skripsi ini.

9. Ayahanda Drs. H. Amiruddin P dan Ibunda Hj. Nurhidayah atas doa,

nasehat dalam segala hal, perhatian, kesabaran, motivasi, pengertian,

dan curahan kasih sayang yang tak ternilai harganya. Adik tersayang

Nurul Azizah Amiruddin yang memberikan semangat. Om, Tante, dan

Nenek yang senantiasa memberikan spirit dalam menuntut ilmu.

viii

10. Sahabat-sahabatku tersayang yang sudah memberikan motivasi dan

semangat, Azpenzelec 09 dan teman seperjuangan Alay Badai “Fitri,

Ara, Fida, Mufi, Mita, Gina, Nurul, Lia, Gira”. I Love you All.

11. Untuk A.Ilham Akbar Latief yang sudah membantu dalam

pengambilan data, memberikan motivasi dan semangat yang besar.

12. Buat Saudariku tercinta Riska Almutmainna dan Kak Jumhur Salam

yang sudah membantu proses pengambilan dan pengolahan data pada

penelitian ini.

13. Teman-teman satu pembimbingku yang baik dan sabar, Anita Rezky,

A.Mufidah Darwis, Dewi Nurfadillah dan Kiki Amallia.

14. Teman-teman angkatan 2013 FK Unismuh “RIBOFLAVIN” yang

menemani dari awal sampai akhir.

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang

telah membantu selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan. Aamiin ya rabbal alaamiin.

Makassar, Februari 2017

Penulis

ix

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Skripsi, 16 Februari 2017

HARDIYANTI AMIRUDDIN

“ FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUD ANWAR MAKKATUTU BANTAENG TAHUN 2015-2016 “ ( ix + 88 Halaman + 11 Tabel + 6 Gambar + 13 Lampiran )

ABSTRAK LATAR BELAKANG: Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mokroorganisme (MO) dalam urin. Infeksi Saluran Kemih sering terjadi dan biasanya menyerang manusia tanpa memandang usia, terutama yang berjenis kelamin wanita. TUJUAN : Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi angka kejadian infeksi saluran kemih di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016. METODE : Desain penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mencatat data rekam medik pasien dengan diagnosa Infeksi Saluran Kemih, mengalami atau riwayat pasien Diabetes Melitus dan Batu Saluran Kemih tahun 2015 sampai 2016 di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng menggunakan 83 sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan Teknik Purpossive Sampling Pengolahan data menggunakan program SPSS dengan uji statistik chi square. HASIL : Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin, sampel yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 51 orang dan 44 orang terkena infeksi saluran kemih. Sedangkan 32 sampel berjenis kelamin laki – laki hanya 17 orang yang terkena infeksi saluran kemih. Hasil uji statistik menunjukkan p value = 0,001 (p < 0,05;OR = 5,546) berarti ada pengaruh antara jenis kelamin dengan Infeksi saluran kemih. Distribusi berdasarkan usia, usia ≤50 tahun sebanyak 51 orang yang mengalami infeksi saluran kemih 40 orang. Usia >50 tahun sebanyak 21 orang yang mengalami infeksi saluran kemih. Hasil uji statistik menunjukkan p value = 0,198 (p > 0,05) berarti tidak ada pengaruh antara usia dengan infeksi saluran kemih. Distribusi sampel berdasarkan profesi atau pekerjaan, sampel yang terdiagnosa ISK dan memiliki pekerjaan sebagai pelajar adalah 13 orang, sebagai Pegawai Negeri Sipil 13 orang, dan sebagai petani atau ibu rumah tangga sebanyak 35 orang, dan hasil uji statistik menunjukkan p value=0,753, berarti tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan infeksi saluran kemih. Distribusi sampel berdasarkan penyakit Batu saluran kemih didapat jumlah sampel yang mengidap penyakit batu saluran kemih sebanyak 21 orang yang terkena infeksi saluran kemih adalah sebanyak 13 orang dan dari 62 orang sampel yang tidak mengidap penyakit batu saluran kemih ada 48 orang yang terkena infeksi saluran kemih. Hasil uji statistic menunjukkan p value = 0,164 (p>0,05; OR =0,474) berarti tidak ada pengaruh antara batu saluran kemih dengan infeksi saluran kemih. Distribusi sampel berdasarkan penyakit Diabetes Melitus didapat yang mengidap penyakit diabetes melitus sebanyak 18 orang, yang terkena infeksi saluran kemih sebanyak 12 orang. Sedangkan dari 65 responden yang tidak terkena diabetes melitus ada 49 orang yang terkena infeksi saluran kemih. Hasil uji statistik menunjukkan

x

p value = 0,458 (>0,05;OR = 0,653) berarti tidak ada pengaruh antara diabetes melitus dengan saluran kemih. KESIMPULAN :Ada pengaruh yang signifikan antara Jenis kelamin dengan Infeksi Saluran Kemih. Tidak ada pengaruh Usia, Pekerjaan, Batu Saluran Kemih dan Diabetes Melitus dengan infeksi saluran kemih. Kata Kunci : Faktor yang mempengaruhi Infeksi Saluran Kemih Daftar Pustaka : 33 (2002 - 2016)

xi

FACULTY OF MEDICAL MUHAMMADIYAH MAKASSAR UNIVERSITY

Undergraduate Thesis, 16th February 2017

HARDIYANTI AMIRUDDIN

“FACTORS THAT AFFECT THE NUMBER OF URINARY TRACT INFECTIONS IN REGIONAL PUBLIC HOSPITAL OF ANWAR MAKKATUTU BANTAENG IN 2015-2016 " ( ix + 88 Pages + 11 Tables + 6 Pictures + 13 Appendix)

ABSTRACT BACKGROUND: Urinary Tract Infections (UTI) is a general term that indicates the presence of microorganism (MO) in the urine. Urinary Tract Infections often occur and infect human regardless of age, especially women. OBJECTIVE: To find out factors that affects the number of urinary tract infections in regional public hospital of Anwar Makkatutu Bantaeng in 2015-2016. METHODS: The design of this research is observational analytic study with cross sectional design. This research was conducted by collecting and recording medical record data of patient of Urinary Tract Infection, whether they experience it or have hospital sheet of Diabetes Mellitus and Urinary Tract Stones in 2015 to 2016 at regional public hospital of Anwar Makkatutu Bantaeng by using 83 samples. Sampling is done by purposive sampling technique. Data were processed by using SPSS and tested by using the chi square test. RESULTS: Samples are distributed by gender; consist of 51 female with 44 patients with urinary tract infections and 32 male with only 17 people are infected by urinary tract infections. Result of statistical test is p value = 0.001 (p <0.05, OR = 5,546) where it means that sex/gender is affect the urinary tract infections. Distribution by age, age ≤ 50 years was 51 people with 40 people who had a urinary tract infection and age > 50 years with 21 people who suffering for urinary tract infection. Result of statistical test is p value = 0.198 (p> 0.05) and it means that age does not also affect urinary tract infections. Sample distribution based on their profession, the sample of patient with urinary tract infection and their job are Students 13 people and for civil servant 13 people, and farmer or housewife 35 people, and the result of statistical test is p value = 0,753 where it means that proffesion is does not affect the urinary tract infections. Sample distribution based on urinary tract stone, the sample of patient with urinary tract stone is 21 people, where 13 patients are ailing urinary tract infections and from 62 samples of patients with no urinary tract stone there are 48 people have urinary tract infections. The results of the statistical test showed p value = 0,164 (p <0.05, OR = 0,474) means that there is no influence between urinary tract stones with urinary tract infections. Distribution of samples based on disease Diabetes Mellitus, from 18 patients with Diabetes Mellitus there are 12 people that is also infected by urinary tract infections. And from 65 respondents who do not have diabetes mellitus, there are 49 people who have urinary tract infections. Result of statistical

xii

test is p value = 0,458 (<0.05, OR = 0,653) and it means diabetes mellitus can not give effect on urinary tract infections. CONCLUSION: Gender/Sex give significant effect to Urinary Tract Infection. Age, Jobs, Tract stone and Diabetes Mellitus does not give any effect to Urinary Tract Infection. Keywords: Affecting factors on Urinary Tract Infection Bibliography: 33 (2002 - 2016)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii

PERNYATAAN PENGESAHAN PENGUJI .................................................... iii

PERNYATAAN PENGESAHAN ....................................................................... iv

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT .................................................................... v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................................ ix

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix

DAFTAR ISTILAH ............................................................................................. xx

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 4

C. Tujuan ............................................................................................................. 5

D. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7

A. Anatomi Ginjal ............................................................................................... 7

1. Struktur Ginjal ......................................................................................... 7

xiv

2. Vaskularisasi Ginjal ................................................................................. 9

3. Persarafan .............................................................................................. 10

4. Ureter ..................................................................................................... 11

5. Persarafan .............................................................................................. 12

6. Buli-Buli ................................................................................................ 13

7. Uretra ..................................................................................................... 14

8. Peran Sfingter Uretra ............................................................................. 17

B. Fisiologi Berkemih ....................................................................................... 18

1. Fungsi Ginjal ......................................................................................... 18

2. Pembentukan urine ................................................................................ 18

3. Urin disimpan sementara di kandung kemih untuk kemudian

dikeluarkan melalui miksi .................................................................... 19

4. Peran Kandung Kemih .......................................................................... 20

5. Refleks Berkemih .................................................................................. 21

6. Kontrol Volunter Berkemih ................................................................... 22

C. Infeksi Saluran Kemih .................................................................................. 23

1. Definisi .................................................................................................. 23

2. Epidemiologi ......................................................................................... 25

3. Etiologi .................................................................................................. 27

4. Patogenesis ............................................................................................ 27

xv

6. Diagnosis ............................................................................................... 29

7. Terapi ..................................................................................................... 32

BAB III KERANGKA KONSEP ....................................................................... 43

A. Dasar Pemikiran............................................................................................ 43

B. Kerangka Teori ............................................................................................. 44

C. Kerangka Konsep.......................................................................................... 45

D. Definisi Operasional ..................................................................................... 45

E. Hipotesis ....................................................................................................... 47

BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 49

A. Desain Penelitian .......................................................................................... 49

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 49

C. Populasi dan sampel ..................................................................................... 50

D. Teknik sampling ........................................................................................... 52

E. Pengumpulan data ......................................................................................... 52

F. Instrument Pengumpulan Data ..................................................................... 52

G. Alur Penelitian .............................................................................................. 53

H. Manajemen Data ........................................................................................... 53

I. Analisis Data ................................................................................................. 54

J. Aspek Etika Penelitian .................................................................................. 55

BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................ 56

xvi

A. Gambaran Umum .............................................................................................. 56

B. Hasil Penelitian .................................................................................................. 56

Analisis Univariat................................................................................................... 57

Analisis Bivariat ..................................................................................................... 60

BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................................... 66

1.Hubungan Jenis Kelamin dengan Infeksi Saluran Kemih................................... 66

2.Hubungan Usia dengan Infeksi Saluran Kemih .................................................. 68

3.Hubungan Pekerjaan dengan Infeksi Saluran Kemih ......................................... 69

4.Hubungan Batu Saluran Kemih dengan Infeksi Saluran Kemih ......................... 70

5.Hubungan Diabetes Melitus dengan Infeksi Saluran Kemih .............................. 72

BAB VII TINJAUAN KEISLAMAN ................................................................. 75

BAB VIII PENUTUP ........................................................................................... 83

A. Kesimpulan ....................................................................................................... 83

B. Saran ............................................................................................................. 83

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 85

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Karakteristik Umur pada Penderita ISK di Rumah Sakit Umum

Daerah Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016 ............... 57

Tabel 5.2 Karakteristik berdasarkan Jenis Kelamin pada Penderita ISK di

Rumah Sakit Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016 ..... 57

Tabel 5.3. Karakteristik Pekerjaan pada Penderita ISK di Rumah Sakit

Umum Daerah Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-

2016……………………………………………………..……..…… 58

Tabel 5.4 Karakteristik Penderita Diabetes Melitus yang menderita ISK di

Rumah Sakit Umum Daerah Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun

2015-2016………………………………………………..………..… 59

Tabel 5.5 Karakteristik Penderita ISK dengan Batu Saluran Kemih di

Rumah Sakit Umum Daerah Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun

2015… …………………………………………………..…………. 59

Tabel 5.6 Karakteristik Penderita Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit

Umum Daerah Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016

............................................................................................................. 60

Tabel 5.7 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Infeksi Saluran Kemih

di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-

2016…………………………..……………………………………. 61

xviii

Tabel 5.8 Hubungan Antara Usia dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUD

Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-

2016…………………………………………….………………...... 62

Tabel 5.9 Hubungan Antara Pekerjaan dengan Infeksi Saluran Kemih di

RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-

2016……………………………………………………….………. 63

Tabel 5.10 Hubungan Antara Batu Saluran Kemih dengan Infeksi Saluran

Kemih di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-

2016………… ……………………………………………….……. 63

Tabel 5.11 Hubungan Antara Diabetes Melitus dengan Infeksi Saluran

Kemih di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-

2016………………….……………………………………………. 64

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Ginjal ............................................................................................... 8

Gambar 2.2. Ureter .............................................................................................. 12

Gambar 2.3. Traktus urinarius perempuan dan Traktus urinarius Laki-laki

............................................................................................................. 15

Gambar 2.4. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih, (1)

kolonisasi kuman di sekitar uretra, (2) masuknya kuman melalui

uretra ke buli-buli, (3) penempelan kuman pada dinding buli-buli,

(4) masuknya kuman melalui ureter ke ginjal ............................... 28

Gambar 3.1. Kerangka teori ............................................................................... 44

Gambar 3.2 Kerangka konsep ......................................................................... 45

xx

DAFTAR ISTILAH

1. ISK : Infeksi Saluran Kemih

2. MO : Mikroorganisme

3. TC : Tubulus Contortus

4. GFR : Glomerular Filtration Rate

5. PNA : Pielonefritis Akut

6. PNK : Pielonefritis Kronik

7. BSK : Batu Saluran Kemih

8. DM : Diabetes Melitus

xxi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi saluran kemih adalah istilah umum yang menunjukkan

keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin.1

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi

yang sering ditemukan di praktik umum, walaupun bermacam-macam

antibiotika sudah tersedia luas dipasaran.1

Infeksi saluran kemih (ISK) sering terjadi dan menyerang manusia

tanpa memandang usia, terutama perempuan. ISK bertanggung jawab atas

sekitar 7 juta kunjungan pasien kepada dokter setiap tahunnya di Amerika

Serikat. Anak dan perempuan dewasa memiliki insidensi ISK dan pielonefritis

akut yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki dan laki-laki

dewasa, mungkin karena bentuk uretranya yang lebih pendek dan letaknya

yang berdekatan dengan anus sehingga mudah terkontaminasi oleh feses.2

Infeksi saluran kemih adalah urutan kedua jenis infeksi yang paling

umum dalam tubuh, sekitar 8,1 juta kunjungan kasus dilaporkan per tahun. 3

Pada usia yang lebih tua, bakteriuria pada laki-laki maupun wanita

meningkat dengan pesat, 20% pada wanita dan 10% pada laki-laki. Kejadian

pada wanita dan laki-laki tua ini dihubungkan dengan perubahan anatomi dan

fisiologi dalam saluran kemih yang menyebabkan statis dan batu kemih.4

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk

menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. PrevalensiISK

xxii

di masyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia

40-60 tahun mempunyai angka prevalensi 3,2%. Sedangkan pada usia sama

atau di atas 65 tahun kira-kira mempunyai angka prevalensi ISK sebesar 20%.

Infeksi saluran kemih dapat mengenai laki-laki maupun wanita dari semua

umur baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia akan tetapi dari

kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka

populasi umum kurang lebih 5-15%. 5

Secara garis besar faktor penyebab infeksi saluran kemih ada 2, yakni

faktor penjamu (faktor penderita sendiri) meliputi jenis kelamin, usia, daya

tahan tubuh yang menurun, gangguan aliran kemih oleh sumbatan karena

kelainan bawaan, benda asing, batu dalam saluran kemih, diabetes mellitus,

dan faktor organisme (bakteri, virus, dan jamur). 6

Mayoritas ISK terjadi pada wanita yang aktif secara seksual. Risiko

meningkat 3-5 kali ketika diafragma digunakan untuk kontrasepsi. Risiko juga

meningkat sedikit dengan tidak membatalkan setelah hubungan seksual dan

penggunaan spermisida.7

Infeksi saluran kemih ini disebabkan oleh mikroorganisme termasuk

jamur,virus, dan bakteri. Bakteri adalah penyebab umum dari infeksi saluran

kemih.Biasanya, bakteri yang masuk ke saluran kemih cepat dilawan oleh

tubuh sebelum bakteri ini menyebabkan gejala. Namun, terkadang

bakterimelawan pertahanan alamiah yang tubuh miliki dan menyebabkan

infeksi.Infeksi pada uretradisebut uretritis. Infeksi kandung kemih disebut

sistitis.

xxiii

Bakteri dapat berjalan menuju bagian ureter untuk berkembang biak

dan menginfeksi ginjal. Infeksi yang terjadi di ginjal disebut pielonefritis.3

Agen penginfeksi yang paling sering adalah Eschericia coli, Proteus

sp., Klebsiella sp., Serratia, Pseudomonas sp. Penyebab utama ISK (sekitar

85%) adalah Eschericia coli. 8

Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria) menunjukkan

pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 10 pangkat 5 koloni forming

unit (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai

presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (convert bacteriuria).

Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai persentasi klinis ISK dinamakan

bakteriuria bermakna asimtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan

persentasi klinis tanpa bekteriuria bermakna. Piuria bermakna (significant

pyuria), bila ditemukan netrofil >10 per lapangan pandang. Sementara

kebanyakan kasus ISK jarang menyebabkan atau mengancam kehidupan dan

kesehatan jangka panjang, keteraturan yang terkait dengan sesuatu yang

menghasilkan beban kesehatan ekonomi dan masyarakat substansial.

Diperkirakan setengah dari semua perempuan dan 12% laki-laki akan

mengalami ISK dalam hidup mereka, dan hampir seperempat wanita yang

memiliki satu ISK akan mengalami hal yang kedua dalam 6 sampai 12 bulan.

Umumnya, infeksi ini menjadi berulang, dengan perkiraan tiga persen dari

wanita yang menderita sangat sering dan sering konstan ISK.1

Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan

fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan suatu standar mutu pelayanan

xxiv

dan penting bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung rumah

sakitdan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Pengendalian infeksi harus

dilaksanakan oleh semua rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya

untuk melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari kejadian

infeksi dengan memperhatikan cost effectiveness. 9

RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng merupakan salah satu rumah sakit

di daerah Sulawesi Selatan tepatnya di Kabupaten Bantaeng dan setelah

peneliti melakukan observasi sebelumnya terdapat beberapa kasus ISK.

Maka dari itu perlu diperhatikan secara seksama faktor yang

mempengaruhi kejadian infeksi saluran kemih, sehingga dengan diketahuinya

faktor-faktor tersebut diharapkan dapat menjaga dan memelihara kesehatan

diri. Jadi untuk mengetahui pengaruh faktor apa saja yang mempengaruhi

angka kejadian infeksi saluran kemih di Kabupaten Bantaeng, peneliti

mengambil judul penelitian “Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Angka

Kejadian Infeksi Saluran Kemih Di Rsud Anwar Makkatutu Bantaeng 2015 -

2016”

B. Rumusan Masalah

Uraian ringkas dalam latar belakang masalah memberi dasar acuan

bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

“Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi angka kejadian infeksi saluran

kemih pada pasien di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng?”

xxv

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapatmempengaruhi angka kejadian

infeksi saluran kemih di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui prevalensi kejadian infeksi saluran kemih.

b) Mengetahui pengaruh faktor usia terhadap kejadian infeksi saluran

kemih.

c) Mengetahui pengaruh faktor jenis kelamin terhadap kejadian infeksi

saluran kemih.

d) Mengetahui pengaruh faktor diabetes melitus terhadap kejadian infeksi

saluran kemih.

e) Mengetahui pengaruh faktor infeksi batu saluran kemih terhadap

kejadian infeksi saluran kemih.

f) Mengetahui pengaruh faktor pekerjaan terhadap kejadian infeksi saluran

kemih

g) Mengetahui kajian Islam tentang kejadian yang berkaitan dengan Infeksi

Saluran Kemih.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi RSUD

Anwar Makkatutu Bantaeng serta instansi kesehatan terkait dalam

xxvi

memberikan perhatian dan keselamatan pasien yang terkena infeksi saluran

kemih.

2. Manfaat keilmuan

Bagi ilmu pengetahuan dapat menambah ilmu dan wawasan, khususnya

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian infeksi saluran

kemih serta dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai acuan untuk penelitian

selanjutnya.

3. Manfaat peneliti

Penelitian ini sangat berharga bagi peneliti dalam memperluas wawasan dan

pengetahuan tentang kesehatan khususnya mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi angka kejadian infeksi saluran kemih.

xxvii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Ginjal

1. Struktur Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di

belakang rongga abdomen, satu di masing-masing sisi kolumna vertebralis,

sedikit di atas garis pinggang. Setiap ginjal mendapat satu arteri renalis dan

satu vena renalis, yang masing-masing masuk dan keluar ginjal di indentasi

(cekungan) medial ginjal yang menyebabkan organ ini berbentuk seperti

kacang. Ginjal bekerja pada plasma yang mengalir melaluinya untuk

menghasilkan urin, menghemat bahan-bahan yang akan dipertahankan di

dalam tubuh dan mengeluarkan bahan-bahan yang tidak diinginkan melalui

urin.10

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian, yaitu korteks dan

medulla ginjal. Korteks ginjal terletak lebih superfisial dan di dalamnya

terdapat berjuta-juta nefron. Masing-masing ginjal mengandung lebih

kurang 1,2 juta nefron. Setiap nefron merupakan saluran yang tipis dan

memiliki bentuk yang memanjang atau elongasi. Nefron merupakan unit

fungsional terkecil ginjal. Medulla ginjal yang terletak lebih profundus

banyak terdapat duktuli atau saluran kecil yang mengalirkan hasil

ultrafiltrasi berapa urine.10

xxviii

Nefron terdiri atas glomerulus, tubulus kontortus (TC) proksimalis,

lop of Henle, tubulus kontortus (TC) distalis, dan duktus kolagentes. Darah

yang membawa sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) di dalam

glomerulus dan setelah sampai di tubulus ginjal beberapa zat yang masih

diperlukan tubuh mengalami reabsobsi dan zat sisa metabolisme yang tidak

diperlukan oleh tubuh mengalami sekresi membentuk urine.11

Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di

glomerulus dan menghasilkan urine sebanyak 1-2 liter. Urine yang

terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke system

pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.11

System pelvikalises ginjal terdiri dari atas kaliks minor,

infundibukum, kaliks major, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa system

pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot

polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai ke

ureter.11

Gambar 2.1 Struktur Anatomi Ginjal.12

(Sumber : Campbell, et.al. Campbell biology. Ed 9th)

xxix

2. Vaskularisasi Ginjal

Suplai darah ginjal diperankan oleh pembuluh darah atau arteri dan

vena renalis. Arteri renalis merupakan cabang langsung dari aorta

abdominalis dan vena renalis bermuara langsung ke dalam vena kava

inferior. Vena dan arteri renalis keduanya memsbentuk pedikel ginjal. Arteri

memasuki ginjal dan vena keluar dari ginjal di dalam area yang disebut

hilus renalis. Pada bagian kanan, vena terletak di sebelah anterior renalis.

Pada sisi kiri, vena renalis lebih panjang daripada arteri. Di belakang dari

kedua pedikel ini terdapat pelvis renalis.11

Pada sisi sebelah kiri, terdapat rangkaian system vena yang

berbeda dengan sebelah kanan, yakni yang merawat gonad (vena spermatika

pada lelaki atau ovarika pada perempuan), langsung bermuara pada vena

renalis kiri.Lain halnya dengan sisi kanan, vena tersebut bermuara oblik

langsung ke vena kava inferior, di bawah percabangan vena renalis dengan

vena kava.11

Arteri renalis bercabang2, menjadi anterior dan posterior.Cabang

posterior merawat segmen medius dan posterior. Cabang anterior merawat

kutub (pole) atas, bawah dan seluruh segmen anterior ginjal. Arteri renalis

bercabang menjadi arteri interlobaris, yang berjalan di dalam kolumna

Bertini (di antara pyramid), kemudian membelok membentuk busur

mengikuti basis piramida sebagai arteri arkuata, dan selanjutnya menuju

korteks sebagai arteri lobularis. Arteri ini bercabang kecil menuju ke

glomeruli sebagai arteri afferen, dari glomeruli keluar arteri eferen yang

xxx

menuju ke tubulus ginjal. Sistem pembuluh darah ginjal adalah end arteries,

yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang dari arteri

lain, sehingga jika terdapat keruskan pada salah satu cabang dari arteri ini,

berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya. Sistem

cairan limfe ginjal dialirkan ke dalam limfonodi yang terletak di dalam hilus

ginjal. Seperti halnya pada sistem pembuluh darah yang persarafan, sistem

limfatik berada di dalam rongga retroperitoneum.11

3. Persarafan

Pembuluh darah pada ginjal memiliki inervasi simpatik yang

sangat intensif. Pelepasan impuls simpatiknya minimal pada saat istirahat

tetapi dalam keadaan stress kardiovaskular akan mengalami peningkatan

yang nyata (seperti misalnya saat berolahraga atau perdarahan) sehingga

terjadi vasokonstriksi renal yang intensif.13

Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis, yang

seratnya berjalan bersama dengan arteri renalis. Input dari sistem simpatik

menyababkan vasokonstriksi yang mengambat aliran darah ke ginjal. Ginjal

diduga tidak mendapat persarafan parasimpatik. Impuls sensorik dari ginjal

berjlan menuju korda spinalis segmen T10-11, dan memberikan sinyal sesuai

dengan level dermatomnya. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa nyeri

di daerah pinggang (flank) bias merupakan nyeri referral dari ginjal.11

4. Ureter

Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi

mengalirkan urine dari pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang

xxxi

dewasa panjangnya lebih kurang 25-30 cm, dan diameternya 3-4 mm.

dindingnya terdiri atas: (1) mukosa yang dilapisi oleh sel transisional, (2)

otot polos sirkuler, dan (3) otot polos longitudinal. Kontraksi dan relaksasi

kedua otot polos itulah yang memungkinkan terjadinya gerakan peristaltik

ureter guna mengalirkan urine ke dalam buli-buli. Jika karena suatu sebab

terdapat sumbatan pada lumen ureter sehingga menyumbat aliran urine, otot

polos ureter akan berkontraksi secara berlebihan, yang bertujuan untuk

mendorong/mengeluarkan sumbatan itu dari saluran kemih. Kontraksi itu

dirasakan sebagai nyeri kolik yang dating secara berkala, sesuai dengan

irama peristalik ureter.11

Ureter terbentang dari pielum hingga buli-buli, dan secara anatomis

terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relative lebih sempit

daripada di tempat lain. Tempat penyempitan itu lain adalah (1) pada

perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ereter junction, (2)

tempat pada saat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan (3)

pada saat ureter masuk ke buli-buli. Di ketiga tempat penyempitan itu batu

atau benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut. Ureter masuk

ke buli-buli dalam posisi miring dan berada di dalam otot buli-buli

(intramural); keadaan ini terdapat mencegah terjadinya aliran balik urine

dari buli-buli ke ureter atau refluksi vesiko-ureter pada saat buli-buli

berkontraksi.11

Untuk kepentingan pembedahan, ureter dibagi menjadi dua bagian,

yakni ureter pars abdominalis, yang membentang mulai dari pelvis renalis

xxxii

sampai menyilang vasa iliaka, dan ureter pars pelvika, yang membentang

dari persilangannya dengan vasa iliaka sampai muaranya di dalam buli-buli.

Di samping itu, secara radiologis, ureter dibagi dalam tiga bagian, yaitu (1)

ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas sacrum, (2)

ureter 1/3 medial mulai dari batas bawah sacrum, dan (3) ureter 1/3 distal

mulai batas bawah sacrum sampai masuk ke buli-buli.11

Gambar 2.2 Ureter.14

(Sumber :Cancer of the ureter and renal pelvis. St. Louis urological surgeon

est.1935)

5. Persarafan

Ureter mendapatkan persarafan otonomik simpatetik dan parasimpatik

a. Simpatetik: serabut preganglionic dari segmen spinal T10-L2; serabut

post-ganglionik berasal coeliac, aortikorenal, mesentrika superior, dan

pleksus otonomik hipogastrik inferior.

b. Parasimpatetik: serabut vagal melalui coeliac ke ureter sebelah atas;

sedangkan serabut dari S2-4 ke ureter bawah.

xxxiii

Kapasitas buli-buli = [Umur (tahun) + 2]x 30 ml Kapasitas buli-buli = [Umur (tahun) + 2]x 30 ml

Peranan parsarafan otonomik belum jelas dan tidak berperan pada peristalik

ureter (meskipun ada kemungkinan memodulasi gerakan tersebut).

Gelombang peristaltic berasal dari pacemaker yang berada di dalam intrinsic

sel otot polos yang terletak di kaliks minor sistem pelvikalises.11

6. Buli-Buli

Buli-buli atau vesika urinaria adalah oragan berongga yang terdiri

atas 3 lapis oto detrusor yang saling beranyaman, yakni (1) terletak paling

dalam adalah otot longitudinal, (2)di tengah merupakan otot sirkuler, dan

(3) paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel

transisional yang sama seperti pada mukosa pelvis renalis, ureter, dan uretra

posterior. Pada dasar buli-buli, kedua muara ureter dan meatus uretra

internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.11

Secara anatomis, buli-buli terdari atas tiga permukaan, yaitu (1)

permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua

permukaan inferiolateral, dan (3) permukaan posterior.Permukaan superior

merupakan lokus minoris (daerah terlemah) diding buli-buli.11

Buli-buli memiliki fungsi untuk menampung urine dari ureter dan

kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi

(berkemih). Dalam menjalankan fungsinya menampung urine, buli-buli

mempunyai kapasistas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa

lebih kurang adalah 300-450 ml; sedangkan kapasitas buli-buli pada pada

anak menurut formula dari Koff adalah:

xxxiv

Sebagai contoh, seorang anak berusia 2 tahun kapasitas buli-bulinya adalah

[2+2] x 30 ml = 120 ml.11

Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan

pada saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan

diperkusi. Buli-buli yang terisi penuh memberukan rangsangan pada saraf

aferen dan mengaktifkan pusat miksi di medulla spinalis segmen sacral S2-

4.Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-

buli, dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi. Buli-buli

mendapat vaskularisasi dari cabang arteria iliaka interna, yakni arteria

vesikalis superior, yang menyilang di depan ureter. Sistem pembuluh darah

vena dari buli-buli bermuara ke vena iliaka interna.11

7. Uretra

Uretra merupakan tabung yang merupakan urine keluar dari buli-

buli melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian,

yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada laki-laki, organ ini berfungsi

juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra dilengkapi dengan sfingter

uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta

sfingter uretra eksterna yang teletak pada perbatasan uretra anterior dan

posterior. Otot Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi

oleh sistem simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini

terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi

oleh sistem somatic. Aktivitas sfingter uretra eksterna ini dapat diperintah

sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat menahan kencing sfingter ini

xxxv

terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing. Panjang uretra wanita

kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm.

Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambtan pengeluaran

urine lebih sering terjadi pada pria.11

Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika, yakni

bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars

membranasea. Di bagian posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu

tonjolan verumontanum, dan di sebelah proksimal dan distal dari

verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vas deferens,

yaitu kedua duktus ejakulatorius, terdapat di pinggir kiri dan kanan

verumontanum. Sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam prostatikus yang

tersebar di uretra prostatika.11

Gambar 2.3. Traktus urinarius Laki-laki dan Traktus urinarius

Perempuan14

(Sumber :Cancer of the ureter and renal pelvis. St. Louis urological

surgeon est.1935)

xxxvi

Uretra anterior adalah uretra yang dibungkus oleh korpus

spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas: (1) Pars bulbosa, (2) pars

pendularis, (3) fossa navikularis, (4) meatus uretra eksterna. Di dalam lumen

uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam

proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi yang berada di dalam diafragma

urogenitalis dan bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre, yaitu

kelenjar parauretralis yang bemuara di uretra pars pendularis. 11

Panjang uretra wanita lebih kurang 4 cm dengan diameter 8mm.

berada dibawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina.Di

dalam uretra bermuara kelenjar periuretra, diantaranya adalah kelenjar

skene.Kurang lebih sepertiga medial uretra, terdapat sfingter uretra eksterna

yang terdiri atas otot bergaris.Tonus otot sfingter uretra eksterna dan tonus

otot levator ani yang berfungsi mempertahankan agar urin tetap berada di

dalam buli-buli pada saat perasaan ingin miksi. Miksi dapat terjadi jika

tekanan intravesika melebihi tekanan intraureta akibat kontraksi otot

detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna.11

8. Peran Sfingter Uretra

Sfingter adalah cincin otot yang, ketika berkontraksi, menutup

saluran melalui suatu lubang. Sfingter uretra internus-yang terdiri dari otot

polos dan, karenanya, tidak berada di bawah control volunteer sebenarnya

bukan suatu otot tersendiri tetapi merupakan bagian terakhir dari kandung

kemih. Meskipun bukan sfingter sejati namun otot ini melakukan fungsi

yang sama seperti sfingter. Ketika kandung kemih melemas, susunan

xxxvii

anatomic regio sfingter uretra internus menutup pintu keluar kandung

kemih.11

Di bagian lebih awal saluran keluar, uretra dilingkari oleh satu

lapisan otot rangka, sfingter uretra eskternus. Sfingter ini diperkuat oleh

diagfragma pelvis, suatu lembaran otot rangka yang membentuk sasar

panggul dan membantu menunjang organ-organ panggul. Neuron-neuron

motoric yang menyarafi sfingter eksternus dan diafragma pelvis terus-

menerus mengeluarkn sinyal dengan tingkat sedang kecuali jika mereka

dihambat sehingga otot-otot ini terus berkontraksi secara tonik untuk

mencegah keluarnya urin dari uretra. Dalam keadaan normal, ketika

kandung kemih melemas dan terisi, baik sfingter internus maupun eksternus

menutup untuk menjaga agar urin tidak menetes. Selain itu, karena sfingter

eksternus dan diafragma pelvis adalah otot rangka dan karenanya berada di

bawah control sadar maka orang dapat secara sengaja mengontraksikan

keduanya untuk mencegah pengeluaran urin meskipun kandung kemih

berkontraksi dan sfingter internus terbuka.11

B. Fisiologi Berkemih

1. Fungsi Ginjal

Ginjal menjalankan berbagai fungsi dalam tubuh dan sangat

penting bagi kehidupan, yakni menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme

dan toksin dari darah, serta mempertahankan homeostasis cairan dan

elektrolit tubuh, yang kemudian dibuang melalui urine. Fungsi tersebut di

antaranya yaitu (1) mengontol sekresi hormone aldosterone dan ADH (anti

xxxviii

diuretic hormone) yang berperan dalam mengatur jumlah cairan tubuh; (2)

mengatur metabolism ion kalsium dan vitamin D; serta (3) menghasilkan

beberapa hormone, antara lain: eritropoetin yang berperan dalam

pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur tekanan

darah, serta hormone prostaglandin yang berguna dalam berbagai

mekanisme tubuh.

2. Pembentukan urine

Pembentukan urine merupakan fungsi ginjal yang paling esensial

dalam mempertahankan homeostatis tubuh. Pada orang dewasa sehat, lebih

kurang 1200 ml darah atau 25% cardiac output, mengalir ke kedua ginjal.

Pada keadaan tertentu, aliran darah ke ginjal dapat meningkat 30% (pada

saat latihan fisik) dan menurun hingga 12% dari cardiac output.

Kapiler glomeruli berbanding porous (berlubang-lubang), yang

memungkinkan terjadinya filtrasi cairan dalam jumlah besar (± 180 L/hari).

Molekul yang berukuran kecil (air, elektrolit, dan sisa metabolism tubuh, di

antaranya kreatinin dan ureum) akan difiltrasi dari darah, sedangkan

molekul berukuran lebih besar (protein dan sel darah) tetap tertahan di

dalam darah. Oleh karena itu komposisi cairan filtrate yang berada di kapsul

Bowman, mirip dengan yang ada di dalam plasma, hanya saja cairan ini

tidak mengandung protein dan sel darah.

Volume cairan yang difiltrasi oleh glomerulus setiap satuan waktu

disebut sebagai rerata filtrasi glomerulus atau glomerular filtration rate

(GFR). Selanjutnya, cairan filtrate akan direabsorbsi dan beberapa elektrolit

xxxix

akan mengalami sekresi di tubulus ginjal, yang kemudian menghasilkan

urine yang akan disalurkan melalui duktus kolegentes. Cairan urine tersebut

disalurkan ke dalam system kalises hingga pelvis ginjal.11`

3. Urin disimpan di kandung kemih untuk kemudian dikeluarkan

sebagai miksi

Setelah terbentuk ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung

kemih (vesika urinaria). Urin tidak mengalir melalui ureter hanya karena

tarikan gravitasi. Kontraksi peristaltic (mendorong maju) otot polos di

dinding ureter mendorong urin maju dari ginjal ke kandung kemih. Ureter

menembus dinding kandung kemih secara oblik, melewati dinding kandung

kemih beberapa sentimeter sebelum membuka ke dalam rongga kandung

kemih. Susunan anatomik ini mencegah aliran balik urin dari kandung

kemih ke ginjal ketika tekanan di kandung kemih meningkat. Sewaktu

kandung kemih terisi, ujung ureter di dalam dinding kandung kemih

tertekan hingga menutup. Namun, urin masih tetap dapat masuk karena

kontraksi ureter menghasilkan cukup tekanan untuk mengatasi resitensi dan

mendorong urin melewati ujung yang tertutup.

4. Peran Kandung Kemih

Kandung kemih dapat menampung fluktuasi volume urin yang

besar. Kandung kemih terdiri dari otot polos yang dilapisi bagian dalamnya

oleh suatu jenis epitel khusus. Dahulu diperkirakan bahwa kandung kemih

adalah kantung inert. Namun, baik epitel maupun otot polos secara aktif ikut

serta dalam kemampuan kandung kemih mengakomodasi perubahan besar

xl

dalam volume urin. Luas permukaan epitel yang melapisi bagian dalam

dapat bertambah dan berkurang oleh proses teratur daur ulang membrane

sewaktu kandung kemih terisi dan mengosongkan dirinya. Sewaktu kandung

kemih terisi, vesikel-vesikel sitoplasma terbungkus membran disisipkan

melalui proses eksositosis ke permukaan sel; kemudian visikel-visikel ini

ditarik ke dalam oleh endositosis untuk memperkecil luas permukaan ketika

terjadi pengosongan kandung kemih seperti karakteristik otot polos pada

umumnya, otot kandung kemih dapat teregang sedemikian besar tanpa

menyebabkan peningkatan kapasitas penyimpan. Seperti karakteristik otot

polos pada umumnya, otot kandung kemih dapat teregang sedemikian besar

tanpa menyebabkan peningkatan teganga dinding kandung kemih. Selain

itu, dinding saluran kemih yang sangat berlipat-lipat menjadi rata sewaktu

pengisian kandung kemih untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan.

Karena ginjal terus-menerus menghasilkan urin maka kandung kemih harus

memiliki kapasitas penyimpanan yang cukup untuk meniadakan keharusan

terus-menerus membuang urin.

Otot polos kandung kemih banyak mengandung serat parasimpatis,

yang stimulasinya menyebabkan kontraksi kandung kemih. Jika saluran

melalui uretra ke luar terbuka maka kontraksi kandung kemih akan

mengosongkan urin dari kandung kemih. Namun, pintu keluar dari kandung

kemih dijaga oleh dua sfingter, sfingter uretra internus dan sfingter uretra

eksternus.

xli

5. Refleks Berkemih

Miksi, atau berkemih, proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh 2

mekanisme; reflex berkemih dan control volunteer. Reflex berkemih terpicu

ketika reseptor regang di dalam dinding kandung kemih

terangsang.Kandung kemih pada orang dewasa dapat menampung hingga

250 sampai 400 ml urine sebelum tegangan didindingnya mulai cukup

meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang. Semakin besar tegangan

melebihi ukuran ini, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serat-serat

aferen dari reseptor regang membawa impuls ke medulla spinalis dan

akhirnya, melalui antarneuron, merangsang saraf parasimpatis untuk

kandung kemih dan menghambat neuron motoric kesfingter eksternus.

Stimulasi saraf parasimpatis kandung kemih menyebabkan organ ini

berkontraksi. Tidak ada mekanisme khusus yang dibutuhkan untuk

membuka sfingter internus; perubahan bentuk kandung kemih selama

kontraksi akan secara mekanis menarik terbuka sfingter internus. Secara

bersamaan, sfingter eksternus melemas karena neuron-neuron motoriknya

dihambat. Kini kedua sfingter terbukadan urin terdorong melalui uretra oleh

gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih. Reflex berkemih ini,

yang seluruh nya adalah reflex spinal, mengatur pengosongan kandung

kemih pada bayi. Segera setelah kandung kemih terisi cukup untuk memicu

reflex, bayi secara otomatis berkemih.

xlii

6. Kontrol Volunter Berkemih

Selain memicu refleks berkemih, pengisian kandung kemih juga

menyadarkan yang bersangkutan untuk memiliki keinginan berkemih.

Persepsi penuhnya kandung kemih muncul sebelum sfingter eksternus

secara refleks melemas, memberi peringatan bahwa miksi akan segera

terjadi. Akibatnya, control volunteer berkemih, yang dipelajari selama toilet

trainingpada masa anak-anak dini, dapat mengalahkan refleks berkemih

sehingga pengosongan kandung kemih dapat berlangsung sesuai keinginan

yang bersangkutan dan bukan ketika pengisian kandung kemih pertama kali

mengaktifkan reseptor regang. Jika waktu refleks miksi tersebut dimulai

kurang sesuai untuk berkemih, maka yang bersangkutan dapat dengan

sengaja mencegah pengosongan kandung kemih dengan mengencangkan

sfingter eskternus dan diafragma pelvis. Implus eksitatorik volunter dari

korteks serebri mengalahkan sinyal inhibitorik refleks dari reseptor regang

ke neuron-neuron motorik yang terlibat (keseimbangan relative PPE dan

PPi) sehingga otot-otot ini teetap berkontraksi dan tidak ada urin yang

keluar.

Berkemih tidak dapat ditahan selamanya. Karena kandung kemih

terus terisi maka sinya refleks dari reseptor regang meningkat seiring waktu.

Akhirnya, sinyal inhibitorik refleks ke neuron sfingter ekternus menjadi

sedemikian kuat sehingga tidak lagi dapat diatasi oleh sinya eksitatorik

volunter sfingter melemas dan kandung kemih secara tak terkontrol

mengosongkan isinya.

xliii

Berkemih juga dapat dimulai, meskipun kandung kemih tidak

teregang, dengan secara sengaja melemaskan sfingter eksternus dan

diafragma pelvis.Turunnya dasar panggul memungkinkan kandung kemih

turun, yang secara simultan menarik terbuka sfingter uretra internus dan

meregangkan dinding kandung kemih. Pengaktifan reseptor regang yang

kemudian terjadi akan menyebabkan kontraksi kandung kemih melalui

refleks berkemih. Pengosongan kandung kemih secara sengaja dapat dibantu

oleh kontraksi dinding abdomen dan diafragma pernapasan. Peningkatan

tekanan intraabdomen yang ditimbulkan akanmenekan kandung kemih ke

bawah untuk mempermudah pengosongan.

C. Infeksi Saluran Kemih

1. Definisi

Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal,

ureter, buli-buli, ataupun uretra.Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah

umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin.1

Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria): bakteriuria

bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari

105colony forming unit (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna

mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria

asimtomatik (convert bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai

persentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria bermakna asimtomatik. Pada

beberapa keadaan pasien dengan persentasi klinis tanpa bekteriuria

xliv

bermakna. Piuria bermakna (significant pyuria), bila ditemukan netrofil >10

per lapangan pandang.1

Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah

Presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender :

1. Perempuan

- Sistitis. Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih

disertai bakteriuria bermakna.

- Sindrom uretra akut (SUA). Sindrom uretra akut adalah

presentasiklinis sistitis tanpa ditemukan mikrooganisme (streril),

sering dinamakan sistitis bakterialis. Penelitian terkini SUA

disebabkan Mikro Organisme anaerobik.

2. Laki-laki

Presentasi klinis ISK bawah pada laki-laki mungkin sistitis, prostatitis,

epidimidis dan uretritis.

Infeksi Saluran Kemih (atas)

1. Pielonefritis akut (PNA). Pielonefritis akut adalah proses inflamasi

parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri.

2. Pielonefritis kronik (PNK). Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut

dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil.

Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa

bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim

ginjal yang ditandai pyelonephritis kronik yang spesifik.

xlv

Data epidemiologi klinik tidak pernah melaporkan hubungan antara

bakteriuria asimptomatik dengan pyelonephritis kronik.15

2. Epidemiologi

ISK tergantung banyak faktor : seperti usia, gender, prevalensi

bakteriuria, dan factor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur

saluran kemih termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan

lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-

laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai factor

predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuria asimptomatik lebih sering

ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girl)

1% meningkat menjadi 5% selama periode aktif secara seksual. Prevalensi

infeksi asimptomatik meningkat mencapai 30%, baik laki-laki maupun

perempuan bila disertai factor predisposisi. Seperti berikut litiasis, obstruksi

saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes mellitus

pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesic, penyakit sickle-cell,

senggama, kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesterone, serta

katerisasi. 16

Pada umumnya wanita lebih sering mengalami episode ISK

daripada pria; hal ini karena uretra wanita lebih pendek daripada pria.

Namun, pada masa neonatus, ISK lebih banyak terdapat pada bayi laki-laki

(2,7%) yang tidak menjalani sirkumsisi dari pada bayi perempuan (0,7%).

Dengan bertambahnya usia insiden ISK terbalik, yaitu pada masa sekolah,

ISK pada anak perempuan 3% sedangkan anak laki-laki 1,1%. Insiden ISK

xlvi

ini pada usia remaja anak perempuan meningkat 3,3 sampai 5,8%.

Bakteriuria asimptomatik pada wanita usia 18-40 tahun adalah 5-6% dan

angka itu meningkat menjadi 20% pada wanita usia lanjut. 11

Sekitar 7 juta kasus sistitis akut yang didiagnosis pada wanita muda

tiap tahun.Faktor risiko yang utama yang berusia 16-35 tahun adalah

berkaitan dengan hubungan seksual. Pada usia lanjut, insiden ISK

bertambah secara signifikan di wanita dan lelaki. Tingkat morbiditas dan

mortalitas ISK paling tinggi pada kumpulan usia yang <1 tahun dan >65

tahun.15

15% wanita akan mengalami ISK selama hidupnya. Diakibatkan dari

struktur anatomi dan perubahan hormonal, wanita hamil lebih memiliki

risiko untuk menjadi ISK. Faktor risiko wanita hamil yang mengalami

partus prematurus jika dilihat dari faktor epidemiologinya adalah faktor

keadaan social ekonominya. Wanita pada tingkat social ekonomi(pekerjaan

dan pendidikan) lebih rendah mempunyai kemungkinan 50% lebih tinggi

mengalami persalinan kurang bulan dibandingkan dengan tingkat social

ekonomi yang lebih tinggi. 17

3. Etiologi

Infeksi saluran kemih dapat naik dari uretra (uretritis), ke kandung

kemih(sistitis), pada ginjal(pielonefritis). Bakteri penyebab infeksi saluran

kemih umumnya orginate di vagina atau rektum. Hubungan seksual pasukan

bakteri ke uretra dan kandung kemih traumatizes dan mukosa uretra,

pinjaman mereka lebih terhadap infeksi. Faktor vagina lainnya termasuk

xlvii

diafragma kontrasepsi, spermisida, busa mandi, dan vaginitis. Faktor vagina

sesekali berkontribusi terhadap kolonisasi organisme patogenik meliputi

kebersihan dubur dan perineum miskin karena kondisi seperti wasir,

inkontinensia tinja, dan celah anal dapat memicu infeksi saluran kemih atau

peningkatan pH vagina setelah menopause dan terkait perubahan penurunan

pelumasan dan vaskularisasi peningkatan kolonisasi bakteri dari uretra dan

kandung kemih. Uretra pendek atau meatus uretra yang terbuka ke dalam

vagina tampaknya meningkatkan risiko infeksi saluran kemih. Risiko infeksi

saluran kemih juga meningkat pada penderita diabetes, yang patint dehidrasi

kronis, voiders jarang, dan penderita dengan persisten sisa urin setelah

berkemih. Anomali seperti infeksi saluran kemih, refluks, kelainan bawaan,

divertikel, atau calculii juga meningkatkan risiko infeksi saluran kemih.

4. Patogenesis

Dua jalur utama terjadinya infeksi saluran kemih ialah hematogen

danascending, tetapi dari kedua cara ini ascendinglah yang paling sering

terjadi.5

Sebagian besar mikro-organisme memasuki saluran kemih melalui

cara ascending. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang

berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal di dalam introitus

vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan disekitar anus. Mikro-

organisme memasuki saluran kemih melalui uretra- prostat- vas deferens-

testis (pada pria) - buli-buli – ureter, dan sampai ke ginjal. 11

xlviii

Gambar 2.4. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih,

(1) kolonisasi kuman di sekitar uretra, (2) masuknya kuman

melalui uretra ke buli-buli, (3) penempelan kuman pada

dinding buli-buli, (4) masuknya kuman melalui ureter ke

ginjal. 11

(Sumber :Purnomo, B. B. Dasar - dasar urologi, edisi ketiga)

Istilah dalam ISK

a. ISK uncomplicated (sederhana) yaitu infeksi saluran kemih pada pasien

tanpa disertai kelainan anatomi maupun kelainan struktur saluran kemih

b. ISK complicated (rumit) adalah infeksi saluran kemih yang terjadi pada

pasien yang menderita kelainan anatomi/struktur saluran kemih, atau

adanya penyakit sistemik. Kelainan ini akan menyulitkan pemberantasan

kuman oleh antibiotic.

c. First infection (infeksi pertama kali) atau isolated infection adalah infeksi

saluran kemih yang baru pertama kali diderita atau infeksi yang didapat

setelah sekurang-kurangnya 6 bulan telah bebas dari ISK.

d. Unresolved bakteriuria adalah infeksi yang tidak mempan dengan

pemberian antibiotika. Kegagalan ini biasanya terjadi karena

xlix

mikroorganisme penyebab infeksi telah resisten (kebal) terhadap

pemberian antibiotika yang dipilih.

e. Infeksi berulang adalah timbulnya kembali bakteriuria setelah sebelum

dapat dibasmi dengan terapi antibiotika pada infeksi yang pertama.

Timbulnya infeksi berulang ini dapat berasal dari re-infeksi atau

bakteriuria persistent. Pada re-infeksi, kuman berasal dari luar saluran

kemih, sedangkan bakteriuria persistent bakteri penyebab infeksi berasal

dari dalam saluran kemih.

5. Diagnosis

a. Pemeriksaan Urine

Pemeriksaan urine merupakan salah satu pemeriksaan yang

sangat penting pada infeksi saluran kemih. Pemeriksaan ini meliputi

pemeriksaan urinalisis dan pemeriksaan kultur urine. Pada pemeriksaan

urinalisis dicari kemungkinan adanya sel lekosit, eritrosit, ataupun

bakteria. Pemeriksaan kultur urine dimaksudkan untuk menentukan

keberadaan kuman, jenis kuman, dan sekaligus menentukan jenis

antibiotika yang cocok untuk membunuh kuman itu. Sel darah putih

(leukosit) dapat diperiksa dengan dipstick maupun secara

mikroskopik.Urine dikatakan mengandung leukosit atau piuria jika

secara mikroskopik didapatkan >10 leukosit per mm3 atau terdapatt >5

leukosit per lapangan pandang besar.

Pada pemeriksaan kultur urine perlu diperhatikan cara

pengambilan contoh atau sampel urine. Untuk mencegah timbulnya

l

kontaminasi sample (contoh) urine oleh kuman yang berada di kulit

vagina atau prepusium, perlu diperhatikan cara pengambilan contoh

urine. Contoh urine dapat diambil dengan cara: (1) aspirasi suprapubik

yang sering dilakukan pada bayi, (2) kateterisasi per uretram pada wanita

untuk menghindari kontaminasi oleh kuan-kuman di sekitar introitus

vagina, dan (3) miksi dengan pengambilan urine porsi tengah atau

midstream urine.

Dikatakan bakteriuria jika didapatkan lebih dari 105 cfu (colony

forming unit)per mL pada pengambilan contoh urine porsi tengah,

sedangkan pada pengambilan contoh urine melalui aspirasi suprapubik

dikatakan bakteriuria bermakna jika didapatkan > 103 cfu per mL.

b. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah lengkat diperlukan untuk mengungkapkan

adanya proses inflamasi atau infeksi. Didapatkannya leukositosis,

peningkatan laju endap darah, atau didapatkannya sel muda pada sediaan

hapusan darah menandakan adanya proses inflamasi akut. Pada keadaan

infeksi berat, perlu diperikasa faal ginjal, faal hepar, faal hemostatis,

elektrolit darah, analisis gas darah, serta kultur kuman untuk penanganan

ISK secara intensif.

c. Pencitraan

Pada ISK uncomplicated (sederhana) tidak diperlukan

pemeriksaan pencitraan, tetapi pada ISK complicated (yang rumit) perlu

li

dilakukan pemeriksaan pencintraan untuk mecari penyebab/sumber

terjadinya infeksi.

d. Foto Polos Abdomen.

Pembuatan foto polos berguna untuk mengetahui adanya batu

radio-opak pada saluran kemih atau adanya distribusi gas yang abnormal

pada pielonefritis akuta. Adanya kekaburan atau hilangnya bayangan

garis proses dan kelainan dari bayangan bentuk ginjal merupakan

petunjuk adanya abses perirenal atau abses ginjal. Batu kecil atau batu

semiopak kadangkala tidak tampak pada foto ini, sehingga perlu

dilakukan pemeriksaan foto tomografi.

e. IVU.

IVU adalah pemeriksaan rutin untuk mengevaluasi pasien

menderita ISK complicated. Pemeriksaan ini dapat mengungkapkan

adanya pielonefritis akuta dan adanya obstruksi saluran kemih; tetapi

pemeriksaan ini sulit mendeteksi adanya hidronefrosis, pionefrosis,

ataupun abses ginjal pada ginjal yang fungsinya sangat jelek.

f. Voiding sistouretrografi.

Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengungkapkan adanya

refluks vesiko-ureter, buli-buli neurogenik, atau diverticulum uretra pada

wanita yang sering menderita infeksi yang sering kambuh.

g. USG.

USG adalah pemeriksaan yang sangat berguna untuk

mengungkapkan adanya hidronefrosis, pionefrosis, ataupun abses pada

lii

perirenal/ginjal.Apalagi pada pasien gagal ginjal yang tidak mungkin

dilakukan pemriksaan IVU.Pada pasien gemuk, adanya luka operasi,

terpasangnya pipa drainase, atau pembalut luka pasca operasi dapat

menyulitkan pemeriksaan ini.

h. CT scan.

Pemeriksaan ini lebih sensitif dalam mendeteksi penyebab ISK

dari pada IVU atau USG, tetapi biaya yang diperlukan untuk

pemeriksaan ini relative mahal.

6. Terapi

Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis (asymptomatic

bacteriuria/ABU) tidak perlu pemberian terapi, tetapi ISK yang telah

meberikan keluhan harus segera mendapatkan antibiotika; bahkan jika

infeksi cukup parah diperlukan perawatan di rumah sakit guna tirah baring,

pemberian hidrasi, dan pemberian medikamentosa secara intravena berupa

analgetika dan antibiotika. Antibiotika yang diberikan berdasarkan atas

kultur kuman dan tes kepekaan antibiotika.

1. Penyulit

Infeksi saluran kemih dapat menimbukan beberapa penyulit, di

antaranya: (1) gagal ginjal akut, (2) urosepsi, (3) nekrosis papilla ginjal,

(4) terbentuk batu saluran kemih, (5) suprasi atau pembentukan abses,

dan (6) granuloma.

Gagal ginjal akut. Edema yang terjadi akibat inflamasi akut pada

ginjal akan mendesak sistem pelvikalises sehingga menimbulkan

liii

gangguan aliran urine. Pada pemeriksaan urogram terlihat spastitas sitem

pelvikalises atau pada pemerikasan readionuklir, asupan (uptake) zat

radioaktif tampak menurun.Selain itu urosepsis dapat menyebabkan

nekrosis tubulus ginjal akut.

Nekrosis papilla ginjal dan nefritis interstitialis. Infeksi ginjal

pada pasien diabetes sering menimbulkan pengelupasan papilla ginjal

dan nefritis interstialis.

Batu saluran kemih. Adanya papilla yang terkelupas akibat

infeksi saluran kemih serta debris dari bakteri merupakan nidus

pembentukan batu saluran kemih. Selain itu beberapa kuman yang dapat

memecah urea mampu merubah suasana pH urine menjadi basa. Suasana

basa ini memungkinkan berbagai unsur pembentuk batu mengendap di

dalam urine dan untuk selanjutnya membentuk batu pada saluran kemih.

Suprusi. Infeksi saluran kemih yang mengenai ginjal dapat

menimbulkan abses pada ginjal yang meluas ke rongga perirenal dan

bahkan ke pararenal, demikian pula yang mengenai prostat dan testis

dapat menimbulkan abses pada prostat dan abses testis.

2. Pielonefritis Akut

Pielonefritis akut adalah keadaan reaksi inflamasi akibat infeksi yang

terjadi pada pielum dan parenkim ginjal. Pada umumnya kuman yang

memnyebabkan infeksi ini berasal dari saluran kemih bagian bawah yang

naik ke ginjla malalui ureter. Kuman itu adalah Escherechia coli,

Proteus, Klebsiella spp, dan kokus gram positif, yaitu Streptococcus

liv

faecalis dan enterokokus. Kuman Staphylococcus aureus dapat

menyebabkan pielonefritis melalui penularan secara hematogen,

walaupun hal itu sekarang jarang dijumpai.

a. Gambaran klinis

Gambaran klinis dari pielonefritis akut adalah demam tinggi

dengan disertai menggigil, nyeri di daerah perut dan pinggang, disertai

mual dan muntah. Kadang-kadang terdapat ginjal iritasi pada buli-

buli, yaitu berupa disuri, frekuensi, atau urgensi.

Pada pemeriksaan fisis terdapat nyeri pada pinggang dan perut,

suara usus melemah seperti ileus paralitik. Pada pemeriksaan darah

menunjukkan adanya leukositosis disertai peningkatan laju endap

darah, urinalisi terdapat piuria, bakteriuria, dan hematuria. Pada

pielonefritis akut yang mengenai kedua sisi ginjal terjadi penurunan

faal ginjal; dan pada kultur urine terdapat bakteriuria.

Pemeriksaan foto polos perut menunjukkan adanya kekaburan

dari bayangan otot psoas dan mungkin terdapat bayangan radio-opak

dari batu saluran kemih. Pada IVU terdapat bayangan ginjal membesar

dan terdapat keterlambatan pada fase nefrogram. Perlu dibuat

diagnosis dengan inflamasi pada organ disekitar ginjal antara lain:

pankreatitis, appendicitis, kolesistitis, diverticulitis, pneumonitis, dan

inflamasi pada organ pelvis.

lv

b. Terapi

Terapi ditunjukkan untuk mencegah terjadinya kerusakan

ginjal yang lebih parah dan memperbaiki kondisi pasien, yaitu berupa

terapi suportif dan pemberian antibiotika. Antibiotika yang pergunakan

pada keadaan ini adalah yang bersifat bakterisidal, dan berspektrum luas,

yang secara farmakologis mampu mengadakan penetrasi ke jaringan

ginjal dan kadarnya di dalam urine cukup tinggi. Golongan obat-obatan

itu adalah: aminoglikosida yang dikombinasi dengan asam klavulanat

atau sulbaktam, karboksipenisilin, sefalosporin, atau fluoroquinolone.

Jika dengan pemberian antibiotika itu keadaan klinis membaik,

pemberian perenteral diteruskan sampai 1 minggu dan kemudian

dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 2 (dua) minggu

berikutnya. Akan tetapi jika dalam waktu 48-72 jam setelah

pemberian antibiotika keadan klinis tidak menunjukan perbaikan,

mungkin kumda tidak sensitif terhadap antibiotika yang diberikan.

3. Sistitis Akut

Sistitis akut merupakan inflamasi akut pada mukosa buli-buli

yang sering disebabkan oleh infeksi oleh bakteria. Mikrooganisme

penyebab infeksi ini terutama adalah E coli, Enterococcus, Protues, dan

Staphylococcus aureus yang masuk ke buli-buli terutama melalui uretra.

Sistitis akut mudah terjadi jika pertahan loka tubuh menurun, yaitu pada

diabetes mellitus atau trauma local minor seperti pada saat senggama.

lvi

Wanita lebih sering mengalami serangan sistitis daripada pria

karena uretra wanita lebih pendek daripada pria. Disamping itu getah

cairan prostat pada pria mempunyai sifat bakterisidal sehingga relatif

tahan terhadap infeksi saluran kemih. Diperkiran bahwa paling sedikit

10-20% wanita pernah mengalami serangan ini. Inflamasi pada buli-buli

juga dapat disebabkan oleh bahan kima, seperti pada detergent yang

dicampurkan ke dalam air untuk rendam duduk, deodorant yang

semprotkan pada vulva, atau obat-obatan yang dimasukkan intravesika

untuk terapi kanker buli-buli (siklofosfamid).

a. Gambaran klinis

Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi

kemerahan (eritrema), edema, dan hipersensitif sehingga jika buli-buli

terisi urine, akan mudah terangsang untuk segera mengeluarkan

isinya; hal ini menimbulkan gejala frekuensi. Kontrkasi buli-buli akan

menyebabkan rasa sakit/nyeri di daerah suprapobik dan eritema

mukosa buli-buli mudah berdarah dan menimbulkan hematuria. Tidak

seperti gejala pada infeksi saluran kemih sebelah atas, sistitis jarang

disertai dengan demam, mual, muntah dan badan lemah. Jika disertai

dengan demam dan nyeri pinggang perlu dipikirkan adanya pejalaran

infesi ke saluran kemih sebelah atas.

Pemeriksaan urine berwarna keruh, berbau dan pada urinalisis

terdapat piuria, hematuria, dan bakteriuria. Kultur urine sangat penting

unutuk mengetahui jenis kuman penyebab infeksi. Jika sistitis

lvii

mengalami kekambuhan perlu difikirkan adanya kelainan pada buli-

buli (keganasan, urolitiasis) sehingga diperlukan pemeriksaan

pencitraan (IVU, USG) atau sistoskopi.

b. Terapi

Pada uncomplicated sistitis cukup diberikan terapi dengan

antimikroba dosis tunggal atau jangka pendek (1-3 hari). Tetapi jika

hal ini tidak memungkinkan, dipilih anti mikroba yang masih cukup

sensitive terhadap kuman E. coli, antara lain: nitrofurantoin,

trimethoprim-sulfametoksazol, atau ampisilin. Kadang-kadang

diperlukan obat-obatan golongan antikolinergik (propantheline

bromide) untuk mencegah hiperiritabilitas buli-buli dan fenazopridin

hindroklorida sebagai antiseptic pada saluran kemih.

Umumnya infeksi dicegah oleh lancarnya arus kemih. Setiap

statis, gangguan urodinamik, atau hambatan arus merupakan faktor

pencetus infeksi. Selain faktor lokal tersebut, harus dipertimbangkan

faktor pencetus umum, misalnya diabetes melitus (dengan atau tanpa

neuropatial), penurunan imunitas, supresi sistem imun, atau

malnutrisi.18

4. Infeksi saluran kemih pada usia lanjut, jenis kelamin dan pekerjaan

Pasien yang beresiko tinggi terhadap infeksi saluran kemih

menurut Zulkarnain yaitu pasien dengan karakteristik usia tua, berbaring

lama, penggunaan obat imnosupresan dan steroid, jenis kelamin, dan

lain-lain. 17

lviii

Infeksi saluran kemih sering terjadi pada perempuan salah satu

penyebabnya adalah urethra vagina yang lebih pendek sehingga bakteri

kontaminan lebih mudah memperoleh akses ke kandung kemih. Uretra

yang pendek meningkatkan kemungkinan mikroorganisme yang

menempel dilubang uretra selama berhubungan kelamin memiliki akses

ke kandung kemih. Faktor lain yang berperan meningkatkan infeksi

saluran kemih pada wanita yaitu kebiasaan menahan urin serta iritasi di

daerah urethra saat berhubungan seksual. Perempuan yang sedang hamil

juga memiliki resiko infeksi saluran kemih sebab terjadi relaksasi semua

otot polos yang dipengaruhi oleh hormone progesterone, termasuk

kandung kemih dan urether, sehingga mereka cenderung menahan urin

dibagian tersebut yang meningkatkan pertumbuhan bakteri.19

Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula

(manusia usia lanjut). Bakteriuria meningkat dari 5-10% pada usia 70

tahun menjadi 20% pada usia 80 tahun. Dikatakan bahwa ISK adalah

peyebab terbanyak bakteriemia pada manula. Wanita tua yang menderita

pielonefritis nonobstruksi lebih mudah mengalami episode bakteriemia

pada wanita muda.

Wanita manula yang menderita sistitis harus mendapatkan terapi

antibiotika peroral selama 7 hari, sedangkan jika menderita pielonefritis,

harus mendapatkan terapi parenteral selama 14 hari. Pria manula yang

menderita ISK biasanya jarean prostatitis dan mendapatkan terapi

antimikroba awal 14 hari dan teruskan lagi 6 minggu hingga sembuh.

lix

duduk terlalu lama saat bekerja (OR disesuaikan = 3,154; 95% CI: 1,007-

9,971).

Faktor pekerjaan juga berpengaruh terhadap kejadian infeksi

saluran kemih, hal ini dijelaskan dari sebuah penelitian bahwa laki-laki

yang duduk terlalu lama saat bekerja, dengan kebiasaan suka menahan

kencing, tidak memadai minum dan memiliki diet protein, memiliki

probabilitas tinggi untuk mengalami infeksi pada saluran kemih dengan

angka sebanyak 97,05%.21

5. Batu Saluran Kemih

Batu saluran kemih menurut lokasinya digolongkan menjadi

batu ginjal dan batu kandung kemih. Batu ginjal merupakan keadaan

tidak normal di dalam ginjal dan mengandung komponen. Kristal serta

matriks organic. Lokasi batu ginjal dijumpai khas di kaliks atau pelvis

dan bila akan keluar dapat terhenti di ureter atau di kandung kemih. Batu

ginjal sebagian besar mengandung batu kalsium. Obat oksalat, kalsium

oksalat, atau kalsium fosfat secara bersamaan dapat di jumpai 65-85%

dari jumlah keseluruhan batu ginjal. Batu ginjal merupakan penyebab

terbanyak kelainan di saluran kemih. 6

Batu ginjal dapat terbentuk bila dijumpai satu atau beberapa

factor pembentukan. Kristal kalsium dan menimbulkan agragasi dalam

pembentukan batu. Subyek normal dapat mengekspresikan nucleus

Kristal kecil. Proses pembentukan batu dimungkinkan dengan

lx

kecendrungan ekspresi agregat kristal yang lebih besar dan kemungkinan

sebagai Kristal kalsium oksalat dalam air kemih.

Proses perubahan Kristal yang terbentuk pada tubulus menjadi

batu masih belum sejelas proses pembuangan kristal melalui aliran air

kemih yang banyak. Diperkirakan bahwa agregasi kristal menjadi cukup

besar sehingga tertinggal dan biasanya ditimbun pada ductus colektikus

akhir. Selanjutnya secara perlahan timbunan akan membesar.

Pengendapan ini diperkirakan timbul pada bagian sel epitel yang

mengalami lesi. Kelainan ini mungkin disebabkan oleh Kristal sendiri

dan jika dibiarkan dapat merusak fungsi ginjal. Proses diatas dapat

menjadi factor predisposisi (pencetus) terjadinya infeksi saluran kemih.

Faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan

penting untuk kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi)

bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi

saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat

menyebabkan ganggan klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi.

Komposisi tersering batu ginjal adalah kombinasi magnesium

ammonium fosfat (struvit) dan atau kalsium karbonat apatit. Komposisi

struvite/ kalsium kabonat apitet erat berkaitan dengan infeksi traktus

urinarius yang disebabkan oleh organisme spesifik yang memproduksi

enzim urease yang menghasilkan ammonia dan hidroksida dari urea.

Akibatnya, lingkungan urin menjadi alkali dan mengandung konsentrasi

ammonia yang tinggi, menyebabkan kristalisasi magnesium ammonium

lxi

fosfat (struvit) sehingga menyebabkan batu besar dan bercabang. Factor-

faktor lain turut berperan, termasuk pembentukan biofim

eksopolisakarida dan penggabungan mukoprotein dan senyawa organic

menjadi matriks. Kultur dari fragmen dipermukaan dan di dalam batu

menunjukkan bakteri tinggal di dalam batu, sesuatu yang tidak dijumpai

pada jenis batu lainnya. Terjadi infeksi saluran kemih berulang oleh

organisme pemecah urea selama batu masih ada.

Meski beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan untuk

mensterilkan fragmen struvite sisa dan membatasi aktivitas pertumbuhan

batu, sebagian besar peneliti mengindikasikan, fragmen batu sisa dapat

tumbuh dan menjadi sumber infeksi traktus urinarius yang berulang.21

6. Infeksi saluran kemih pada pasien diabetes mellitus

Prevelensi bakteriuria asimtomatik pada pasien dibetes wanita

dua kali lebih sering daripada wanita non diabetes. Demikian pula resiko

untuk mendapatkan penyulit akibat ISK lebih besar. Hal ini diduga

karena diabestes sudah terjadi kelainan fungsional pada sistem urinaria

maupun fungsi leukosit sebagai pertahana tubuh. Kelainan fungsional

pada saluran yang sering dijumpai adalah diabetikum, atau sistitis karena

diabetes mellitus. Oleh karena pada diabetes mellitus terjadi penurunan

sensitifikasi buli-buli sehingga memudahkan distensi buli-buli serta

penurunan sensitifitas buli-buli sehinga memudahkan distensi buli-buli

serta penurunan kontraksilitas destrusor dan kesemuanya ini

lxii

menyebabkan terjadinya peningkatan residu urine. Secara keseluruhan

hal itu menyebabkan mudah terjadi infeksi.

Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien diabetes yang

menderita ISK adalah : sistitis emfisematosa, pielonefritis emfisematosa,

nekrosis papiler ginjal, abses perenefik, dan bakteriemia. Mudahnya

terjadi komplikasi emfisematosa pada organ dimungkinkan karena pada

diabetes (1) sering terinfeksi oleh kuman yang pembentuk gas, (2)

menurunnya perfusi jaringan, dan (3) kadar glukosa yang tinggi

memudahkan pertumbuhan uropatogen.

Pielonefritis pada pasien diabetes mendapatakan terapi

antibiotika parenteral sampai 24 jam bebas panas dan gejala mereda;

setelah itu diteruskan dengan pemberian obat-obatan per oral sampai 14

hari. Pemilihan antibiotika disesuaikan dengan kultur dan sensitifitas

kuman. Golongan trimethoprim-sulfametoksazol cukup baik untuk ISK,

namun pemberian obat ini harus hati-hati jika bersama dengan obat anti

diabetikum.

lxiii

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi

yang sering ditemukan di praktik umum. Selama periode usia beberapa bulan

dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan

laki-laki.

Infeksi saluran kemih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada

pria sampai usia 60 tahun ketika pembesaran kelenjar prostat mengganggu

pengosongan kandung kemih. Pada wanita antara usia 20 dan 40 yang

memiliki infeksi saluran kemih, sebanyak 50% dapat terinfeksi kembali dalam

waktu satu tahun. Dalam bakteri infeksi saluran kemih dapat menyerang dan

menyebabkan ISK melalui jalur ascending dan hematogen.

Secara garis besar infeksi saluran kemih (ISK) tergantung banyak

faktor. Faktor penyebab infeksi saluran kemih ada 2, yakni faktor penjamu

(faktor penderita sendiri) meliputi jenis kelamin, usia, daya tahan tubuh yang

menurun, gangguan aliran kemih oleh sumbatan karena kelainan bawaan,

benda asing, batu dalam saluran kemih, diabetes mellitus, dan faktor organisme

(bakteri, virus, dan jamur).

Pada umumnya Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh mikro-

organisme (MO) tunggal, seperti Escherichia coli dan organisme gram lainnya

(Klebsiella spp, dan Staphylococcus).

Dengan demikian faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

lxiv

infeksi terutama infeksi saluran kemih dapat segera ditanggulangi dan pasien tidak

mengalami infeksi yang berulang.

Disamping itu pula kegiatan untuk mencegah dan mengendalikan

angka kejadian infeksi di rumah sakit serta fasilitas pelayanan kesehatan

lainnya yang merupakan suatu standar mutu pelayanan bagi pasien dapat

ditingkatkan. Bukan hanya untuk pasien, tetapi juga untuk petugas kesehatan

maupun pengunjung rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.

B. Kerangka Teori

Gambar 3.1 Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya Infeksi Saluran

Kemih

(Sumber :Aru W.Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV)

Usia Jenis Kelamin

Pekerjaan Diabetes Melitus Batu saluran

Infeksi saluran kemih ( I S K )

ISK bagian bawah

ISK bagian atas

Bakteri

Virus jamur

lxv

C. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.2 Variabel Independen dan Dependen D. Definisi Operasional

1. Variabel Independen : Jenis Kelamin

Definisi : Jenis kelamin (seks) merupakan pembagian dua

jenis kelamin yang ditentukan secara biologis,

yaitu bahwa laki-laki memiliki alat reproduksi

seperti penis (zakar) yang menghasilkan sperma

dan perempuan memiliki alat reproduksi seperti

rahim, payudara, dan vagina serta memproduksi

sel telur.

Kriteria Objektif : Laki-laki memiliki alat reproduksi seperti penis

(zakar) yang menghasilkan sperma. Perempuan

Jenis Kelamin

Usia

Diabetes

Batu Saluran

Ke

Infeksi Saluran

Kemih

(ISK) Pekerjaan

lxvi

memiliki alat reproduksi seperti rahim, payudara,

dan vagina serta memproduksi sel telur.

2. Variabel Independen : Usia

Definisi : Peneliti menggunakan usia kronologis yaitu

perhitungan usia dimulai dari saat kelahiran

seseorang sampai dengan waktu penghitungan

manusia yang dinilai dari satuan waktu.

Kriteria Objektif : ≤ 50 tahun

>50 tahun

3. Variabel Independen : Batu Saluran Kemih

Definisi : Suatu komponen Kristal serta matriks organik

yang dijumpai di kaliks atau pelvis dan bila

keluar akan terhenti di ureter atau di kandung

kemih.

Kriteria Objektif :

Ya : Jika terdapat riwayat ataupun menderita

penyakit batu saluran kemih.

Tidak : Jika tidak terdapat riwayat ataupun

menderita penyakit batu saluran kemih.

4. Variabel Independen : Diabetes Melitus

Definisi : Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok

penyakit metabolik dengan karakteristik

lxvii

hiperglikemia karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya.

Kriteria Objektif :

Ya : Jika terdapat riwayat ataupun menderita

penyakit diabetes mellitus

Tidak : Jika tidak terdapat riwayat ataupun

menderita penyakit diabetes mellitus.

5. Variabel Independen : Pekerjaan

Definisi : Kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan

pendapatan.

6. Variabel Dependen : Infeksi Saluran Kemih

Definisi : Infeksi yang terjadi disepanjang saluran kemih,

melibatkan ginjal, ureter, buli-buli, ataupun

urethra akibat proliferasi suatu mikroorganisme.

Kriteria Objektif :

Ya : Jika pasien didiagnosis oleh dokter

sebagai pasien ISK.

Tidak : Jika pasien tidak didiagnosis oleh dokter

sebagai pasien ISK.

E. Hipotesis

1. Hipotesis nol

lxviii

a. Tidak ada pengaruh faktor jenis kelamin terhadap kejadian infeksi

saluran kemih.

b. Tidak ada pengaruh faktor usia terhadap kejadian infeksi saluran

kemih.

c. Tidak ada pengaruh faktor pekerjaan terhadap kejadian infeksi saluran

kemih.

d. Tidak ada pengaruh faktor batu saluran kemih terhadap kejadian

infeksi saluran kemih.

e. Tidak ada pengaruh faktor diabetes mellitus terhadap kejadian infeksi

saluran kemih.

2. Hipotesis Alternatif

a. Ada pengaruh faktor jenis kelamin terhadap kejadian infeksi saluran

kemih.

b. Ada pengaruh faktor usia terhadap kejadian infeksi saluran kemih.

c. Tidak ada pengaruh faktor pekerjaan terhadap kejadian infeksi saluran

kemih.

d. Ada pengaruh faktor batu saluran kemih terhadap kejadian infeksi

saluran kemih.

e. Ada pengaruh faktor diabetes mellitus terhadap kejadian infeksi

saluran kemih.

lxix

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian obsevasional analitik yang

akan menganalisis hasil pemeriksaan pada pasien infeksi saluran kemih (ISK).

Desain penelitian yang akan digunakan adalah cross sectional study, dimana

pengukuran terhadap jumlah kasus ISK yang dinilai adalah pada tahun 2015 -

2016 sehingga digunakan data sekunder. Alasan digunakan penelitian cross

sectional study karena dari segi waktu penelitian yang diberikan cukup singkat

sehingga dengan menggunakan cross sectional study sangat membantu peneliti,

dimana peneliti hanya menggunakan data sekunder dalam hal ini medical

record sehingga waktu yang tersedia bisa digunakan semaksimal mungkin.

Dari segi biaya juga harus diperhatikan, dimana penelitian cross sectional study

ini membutuhkan biaya yang relative sedikit karena hanya menggunakan

medical record. Selain itu, jumlah kasus yang didapatkan juga cukup banyak

apabila menggunakan cross sectional study. Pada penelitian ini digunakan data

sekunder dalam hal ini rekam medik dari pasien ISK di RSUD Anwar

Makkatutu Bantaeng tahun 2015-2016. Kemudian dilakukan pengukuran

terhadap variabel yang dinilai.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng.

Pengumpulan dan pengolahan data dilaksanakan pada Tahun2016

lxx

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

a. Populasi target : Pasien Infeksi di RSUD Anwar

Makkatutu Bantaeng

b. Populasi terjangkau : Pasien infeksi saluran kemih di RSUD

Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015 -2016

2. Sampel

Sampel yang digunakan yaitu data rekam medik pasien ISK di RSUD Anwar Makkatutu

Tahun 2015 – 2016 .

a. Kriteria inklusi kasus :

(1) Memenuhi syarat diagnosis untuk menderita infeksi

(2) Mendapat pelayanan di RSUD Anwar Makkatutu tahun 2015 dengan

diagnosis infeksi saluran kemih.

(3) Memiliki rekam medik sebagai pasien infeksi di RSUD Anwar

Makkatutu Tahun 2015 – 2016.

b. Kriteria eksklusi kasus :

(1) Data pasien dari rekam medic dengan diagnose infeksi saluran kemih

tetapi data rekam medic rusak / tidak terbaca / tidak lengkap

c. Menentukan ukuran sampel

Rumus besar sampel penelitian analitis kategorik tidak berpasangan adalah sebagai

berikut :22

Kesalahan tipe I (Z ∝) = 10 %( 1,645)

lxxi

Kesalahan tipe II(Zβ ) = 20 % ( 0,842 )

P2 = 0,032

Q2 = 1 – P2 = 1 – 0,032 = 0,968

P1 – P2 = 0,2

Dengan demikian,

P1 = P2 + 0,2 = 0,232

Q1 = 1 – P1 = 1 – 0,232 = 0,768

P = �����

� = 0,132

Q = 1 – P = 1 – 0,132 = 0,868

Maka =

n�=n� = ��∝������β���������������

��

n�=n� = ��,,�������,������,������,������,������,�������,������,�����,� �

n�=n� = �,���√�,�����,���√�,����,� "�

n�=n� = �,�����,����,� "�

n�=n� = �,����,��

n�=n� = 59,67

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang.

D. Teknik Sampling

Dalam Penelitian Ini pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

Purpossive Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan

lxxii

pertimbangan peneliti dimana sampel diambil yaitu responden yang memiliki

data yang lengkap.23

E. Pengumpulan data

Jenis Data : Data sekunder dari RSUD Anwar Makkatutu

Bantaeng Tahun 2015-2016

Sumber Data : Dari rekam medik pasien ISK di RSUD Anwar

Makkatutu Bantaeng Tahun 2015 – 2016

F. Instrument Pengumpulan Data

Instrument pengumpulan data meliputi:

Data Rekam medik di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015 - 2016

1. Pena

2. Kertas

lxxiii

G. Alur Penelitian

Gambar. Alur penelitian

H. Manajemen Data

Adapun tahapan pengolahan data yang dilakukan,yaitu:22

1. Editing

Editing bertujuan untuk meneliti kembali jawaban.Editing

dilakukan di lapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau

ketidaksengajaan kesalahan pengisian dapat segera dilengkapi atau

disempurnakan. Editing dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan

data, mamperjelas serta melakukan pengolahan terhadap data yang

dikumpulkan.

2. Coding

Coding yaitu memberikan kode angka pada atribut variabel

Data Sekunder Catatan medik pasien ISK

Dari catatan medik diambil data : - Nama Pasien - Jenis Kelamin - Usia - Pekerjaan - Riwayat penyakit = batu saluran kemih

Diabetes mellitus

Cek list pengumpulan

Pengolahan

lxxiv

agar lebih memudahkan dalam analisa data. Coding dilakukan dengan

cara menyederhanakan data yang terkumpul dengan cara memberi kode

atau simbol tertentu.

3. Tabulating

Pada tahapan ini data dihitung, dilakukan tabulasi untuk masing-

masing variabel. Dari data mentah dilakukan penyesuaian data

merupakan pengorganisasian data agar mudah dijumlah, disusun dan

ditata untuk dianalisis.

4. Transfering

Tranfering data yaitu memindahkan data dalam media tertentu

pada master tabel.

5. Cleaning

Cleaning yaitu pembersihan data yang telah terkumpul dari data

yang tidak perlu.

6. Entry

Entry yaitu memasukkan data dalam program computer untuk

proses analisis data.

I. Analisis Data

Dianalisis dengan menggunakan program SPSS (Statistic

Package Social Science). 24

1. AnalisisUnivariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi

frekuensi, baik variabel bebas, variabel terikat dan karakteristik

lxxv

responden.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan denganujichi square untuk mengetahui

hubungan yang signifikan antara masing-masing variable bebas

dengan variable terikat. Dasar pengambilan hipotesis penelitian

berdasarkan pada tingkat signifikan (nilai p),yaitu :

a. Jikanilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak

b. Jikanilai p ≤ 0,05maka hipotesis penelitian diterima

J. Aspek Etika Penelitian

1. Mengajukan surat izin kepada direktur RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng

2. Menjaga kerahasiaan identitas & temuan klinis yang terdapat pada rekam

medik pasien, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan

atas penelitian yang dilakukan.

lxxvi

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Anwar Makkatutu Bantaeng terletak di

Kota Kabupaten Bantaeng tepatnya di Jl.Teratai No.20 Kecamatan Bantaeng.

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Anwar

Makkatutu Bantaeng pada ruangan rekam medik. Beberapa variabel yang

diteliti dalam penelitian ini adalah pengaruh faktor antara jenis kelamin, usia,

pekerjaan, batu saluran kemih, dan diabetes melitus terhadap angka kejadian

infeksi saluran kemih. Data diambil dari rekam medik pada ruangan rekam

medik Rumah Sakit Umum Daerah Anwar Makkatutu Bantaeng. Sampel

minimal yang dibutuhkan adalah sebanyak 60 orang yang telah melakukan

pemeriksaan di Rumah Sakit Umum Anwar Makkatutu Bantaeng.

Adapun hasil penelitian disajikan dalam tabel yang disertai penjelasan

sebagai berikut :

lxxvii

Analisis Univariat

1. Karakteristik Pasien

a. Umur

Tabel 5.1 menunjukkan karakteristik penderita berdasarkan umur,

dimana kebanyakan penderita berumur <50 tahun yaitu sebanyak

51 orang (61,4%) dibandingkan dengan penderita yang berusia

>50 tahun yang hanya sebanyak 32 orang (38,6%).

Tabel 5.1 Karakteristik Umur pada Penderita ISK di Rumah Sakit Umum Daerah Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016

Usia N Persentase (%)

≤ 50 51 61,4 > 50 32 38,6

Total 83 100 Sumber :Data rekam medik di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng

Tahun 2015-2016

b. Jenis Kelamin Tabel 5.2 menunjukkan karakteristik penderita berdasarkan jenis

kelamin, dimana penderita yang berjenis kelamin perempuan

sebanyak 51 orang (61,4%) dan yang berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 32 orang (38,6%).

Tabel 5.2 Karakteristik berdasarkan Jenis Kelamin pada Penderita ISK di Rumah Sakit Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016

Jenis Kelamin N Persentase (%)

Perempuan 51 61,4 Laki-Laki 32 38,6

Total 83 100 Sumber : Data rekam medik di RSUD Anwar Makkatutu

Bantaeng Tahun 2015-2016

lxxviii

c. Pekerjaan

Tabel 5.3. menunjukkan karakteristik pekerjaan pada penderita

ISK, dari 83 responden ada yang memiliki perkejaan sebagai

Pelajar/Mahasiswa sebanyak 16 orang (19,3%),

Honorer/PNS/Wiraswasta sebanyak 19 orang (22,9%), dan yang

memiliki pekerjaan sebagai Petani/IRT sebanyak 48 orang

(57,8%).

Tabel 5.3 Karakteristik Pekerjaan pada Penderita ISK di Rumah Sakit Umum Daerah Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016

Pekerjaan N Persentase (%)

Pelajar/Mahasiswa 16 19,3

Honorer/PNS/Wiraswasta 19 22,9

Petani/IRT 48 57,8

Total 83 100

Sumber : Data rekam medik, di RSUD Anwar Makkatutu

Bantaeng Tahun 2015-2016

d. Diabetes Melitus

Tabel 5.4. menunjukkan karakteristik penderita ISK yang

menderita Diabetes melitus, dari 83 orang penderita ada 18 orang

(21,7%) yang mengalami diabetes mellitus, sedangkan penderita

yang tidak terkena diabetes mellitus sebanyak 65 orang (78,3%).

lxxix

Tabel 5.4 Karakteristik Penderit Diabetes Melitus yang menderita ISK di Rumah Sakit Umum Daerah Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016

Diabetes Melitus N Persentase (%)

Ya 18 21,7

Tidak 65 78,3

Total 83 100

Sumber : Data rekam medik, di RSUD Anwar Makkatutu

Bantaeng Tahun 2015-2016

e. Batu saluran kemih

Tabel 5.5 menunjukkan distribusi penderita penyakit batu saluran

kemih, dari 83 orang responden ada orang 21 orang (25,3%)

yang mengalami penyakit batu saluran kemih sedangkan yang

tidak mengalami penyakit batu saluran kemih sebanyak 62 orang

(74,7%).

Tabel 5.5 Karakteristik Penderita ISK dengan Batu Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Daerah Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016

Batu Saluran Kemih N Persentase (%)

Ya 21 25,3

Tidak 62 74,7

Total 83 100

Sumber : Data rekam medik, di RSUD Anwar Makkatutu

Bantaeng Tahun 2015-2016.

lxxx

a. Infeksi saluran kemih

Tabel 5.6 menunjukkan distribusi penderita infeksi

saluran kemih, dari 83 orang penderita ada 61 orang

(73,5%) yang terkena infeksi saluran kemih, sedangkan

responden yang tidak terkena infeksi saluran kemih

sebanyak 22 orang ( 26,5%).

Tabel 5.6 Karakteristik Penderita Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Daerah Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016

Infeksi Saluran

Kemih N Persentase (%)

Ya 61 73,5

Tidak 22 26,5

Total 83 100

Sumber : Data rekam medik, di RSUD Anwar Makkatutu

Bantaeng Tahun2015-2016.

Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara variabel independen dan variabel dependen.Tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka

kejadian infeksi saluran kemih di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng

Tahun 2015-2016. Pengujian data menggunakan program Statistical

Product and Service Solution (SPSS) versi 21.00 for Windows

diperoleh hasil analisis sebagai berikut :

1. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan infeksi saluran kemih

lxxxi

Tabel 5.7 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016

Infeksi Saluran Kemih 95% CI Jenis

Kelamin

Ya Tidak Total p

OR Lower Upper N % N % N %

Perempuan 44 86,3 7 13,7 51 100 0.001 5,546 1,926 15,967

Laki-Laki 17 53,1 15 46,9 32 100

Jumlah 51 139,4 22 60,6 83 200 Sumber : Data rekam medik, di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun

2015-2016

Tabel 5.7 tersebut memperlihatkan bahwa dari 51 penderita yang

berjenis kelamin perempuan , ada 44 orang (86,3%) yang terinfeksi Saluran

Kemih. Dari 32 penderita yang berjenis kelamin laki-laki, ada 17

orang(53,1%) yang terinfeksi saluran kemih. Artinya jenis kelamin

perempuan lebih cenderung untuk terinfeksi saluran kemih.

Secara proporsional responden yang berjenis kelamin perempuan

lebih banyak terinfeksi saluran kemih setelah uji statistik menunjukkan p

value = 0,001 (p < 0,05) berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Secara statistik

terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan infeski saluran kemih.

lxxxii

2. Hubungan antara Usia dengan Infeksi Saluran Kemih

Tabel 5.8 Hubungan Antara Usia dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016

Infeksi Saluran Kemih 95% CI Ya Tidak Total

p value OR Lower upper

Usia

N % N % N % ≤50 40 78,4 11 21,6 51 100

0,198 0,525 0,195 1,411 >50 21 65,6 11 34,4 32 100

Jumlah 61 144 22 56 83 200 Sumber : Data rekam medik, di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun

2015-2016

Tabel 5.8 tersebut memperlihatkan bahwa dari 51 penderita yang

berusia ≤50tahun , ada 40 orang (78,4%) yang terinfeksi Saluran Kemih. Dari

32 responden yang berusia >50tahun , ada 21 orang (65,6%) yang terinfeksi

saluran kemih. Artinya usia ≤50 tahun lebih cenderung untuk terinfeksi

saluran kemih.

Walaupun secara proporsional penderita berusia ≤50 tahun lebih

banyak terinfeksi saluran kemih setelah uji statistik menunjukkan p value =

0,198 (p > 0,05) berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini berarti secara

statistik tidak terdapat hubungan antara usia dengan infeski saluran kemih.

Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 0,525 artinya responden tidak

berisiko terkena infeksi saluran kemih.

lxxxiii

3. Hubungan antara Pekerjaan dengan Infeksi Saluran Kemih

Tabel 5.9 Hubungan Antara Pekerjaan dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016

Infeksi Saluran Kemih

Pekerjaan Ya Tidak Total

p value N % N % N %

Pelajar/Mahasiswa 13 81,3 3 18,8 16 100

Honorer/PNS/Wir 13 68,4 6 31,6 19 100 0,686

Petani/IRT 35 72,9 13 27,1 48 100

Jumlah 61 222,6 22 77,5 83 300 Sumber : Data rekam medik, di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun

2015-2016

Tabel 5.9 tersebut memperlihatkan bahwa dari 16 Pelajar/Mahasiswa,

13 (81,3%) orang yang terinfeksi saluran kemih. Dari 19 orang yang

berprofesi sebagai Honorer/PNS/Mahasiswa, 13 (68,4%) orang diantaranya

terinfeksi saluran kemih. Dari 48 orang penderita yang berprofesi sebagai

Petani/IRT, 35 (72,9%) orang diantaranya terinfeksi saluran kemih.

Hasil uji statistic menunjukkan p value 0,686 (p > 0,05) berarti Ho

diterima dan Ha ditolak. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara pekerjaan dengan infeksi saluran kemih.

4. Hubungan antara Batu Saluran Kemih dengan Infeksi Saluran Kemih

Tabel 5.10 Hubungan Antara Batu Saluran Kemih dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016

Infeksi Saluran Kemih 95% CI

BSK Ya Tidak Total

p value OR Lower upper N % N % N %

YA 13 61,9 8 38,1 21 100 0,164 0,474 0,164 1,372

TIDAK 48 77,4 14 22,6 62 100

Jumlah 61 139,3 22 60,7 83 200 Sumber : Data rekam medik, di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun

2015-2016

lxxxiv

Tabel 5.10 tersebut memperlihatkan bahwa dari 61 penderita yang

mengidap ISK, ada 13 (61,9%) ternyata juga menderita penyakir batu saluran

kemih dan ada 48 (77,4%) yang menderita ISK tetapi tidak terkena penyakit batu

saluran kemih. Dari 22 responden yang tidak mengidap infeksi saluran kemih,

ada 8(38,1%) yang menderita batu saluran kemih dan 14 orang tidak menderita

batu saluran kemih.

Hasil uji statistik menunjukkan p value 0,164 (p > 0,05) berarti Ho

diterima dan Ha ditolak. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara batu saluran kemih dengan infeksi saluran kemih. Dari analisis diperoleh

pula nilai OR = 0,474, artinya responden yang terkena penyakit batu saluran

kemih tidak mempunyai peluang terkena infeksi saluran kemih.

5. Hubungan antara Diabetes Melitus dengan Infeksi Saluran Kemih

Tabel 5.11 Hubungan Antara Diabetes Melitus dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun 2015-2016

Infeksi Saluran Kemih 95% CI

DM Ya Tidak Total

p value OR Lower Upper N % N % N %

YA 12 13,2 6 38,1 18 100 0,548 0,653 0,212 2,023

TIDAK 49 75,4 16 22,6 65 100

Jumlah 61 88,6 22 60,7 83 200 Sumber : Data rekam medik, di RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng Tahun

2015-2016

Tabel 5.11 tersebut memperlihatkan dari 18 penderita yang

mengalami DM, ternyata ada 12 (13,2%) terinfeksi saluran kemih dan dari

65 orang yang tidak mengidap DM , ada 49 responden yang tidak

lxxxv

mengalami infeksi saluran kemih. Artinya responden yang mengidap DM

tidak lebih cenderung terinfeksi saluran kemih.

Hasil uji statistik menunjukkan p value 0,548 (p > 0,05) berarti Ho

diterima dan Ha ditolak. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara Diabetes Melitus dengan infeksi saluran kemih. Dari

analisis diperoleh pula nilai OR = 0,653, artinya responden yang terkena

penyakit Diabetes Melitus tidak mempunyai peluang terkena infeksi saluran

kemih.

lxxxvi

BAB VI

PEMBAHASAN

Infeksi Saluran Kemih merupakan jenis infeksi yang terjadi disepanjang

saluran kemih, melibatkan ginjal, ureter, buli-buli, ataupun urethra akibat

proliferasi dari suatu mikroorganisme.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi saluran kemih ada 2,

yakni faktor penjamu (faktor penderita sendiri) meliputi jenis kelamin, usia, daya

tahan tubuh yang menurun, gangguan aliran kemih oleh sumbatan karena kelainan

bawaan, benda asing, batu dalam saluran kemih, diabetes mellitus, dan faktor

organisme (bakteri, virus, dan jamur).

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Anwar

Makkatutu Kabupaten Bantaeng, pada tanggal 31 Desember 2016 – 1 Januari

2017 tentang “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Infeksi

Saluran Kemih di RSUD Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng Tahun 2015-

2016”. Hasil pengumpulan data yang telah dilakuakn di bagian rekam medik

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng,

didapatkan sebanyak 83 orang sebagai sampel.

1. Hubungan jenis kelamin dengan infeksi saluran kemih

Tingkat keadian infeksi saluran kemih tidak mengenal jenis kelamin,

semua berpeluang terjangkit Infeksi Saluran Kemih. Namun beberapa penelitian

sebelumnya jenis kelamin perempuan lebih cenderung terinfeksi penyakit ini

dibandingkan laki-laki. Secara epidemiologi pun menunjukkan tingkatan umur

pada jenis kelamin perempuan menunjukkan pertambahan umur menujukkan

lxxxvii

semakin meningkat. Bahkan uretra pendek atau meatus uretra yang terbuka ke

dalam vagina tampaknya meningkatkan risiko infeksi saluran kemih serta faktor

lain yang berperan meningkatkan infeksi saluran kemih pada wanita yaitu

kebiasaan menahan urin serta iritasi di daerah urethra saat berhubungan seksual.21

Salah satu tindakan pertama, yang harus diperhatikan adalah

kebersihan diri dan penanganan dengan pemberian antibiotik atas dasar biakan

kuman kemih.pasien dianjurkan untuk minum lebih dari biasa sehingga volume

urin sehari sebaiknya mencapai satu sampai satu setengah liter. Secara umum

dianjurkan bertindak higienis, seperti membersihkan diri setelah miksi atau

defekasi “dari depan ke belakang” bila gunakan kertas WC atau cebok, minum

banyak sehingga diuresis cukup dan mengosongkan kandung kemih betul pada

setiap kali miksi.17

Pada penelitian ini, secara statistik terdapat hubungan antara jenis

kelamin responden dengan kejadian infeksi saluran kemih. Responden yang

berjenis kelamin perempuan mempunyai proporsi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan responden jenis kelamin laki-laki.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kolawale et al.

(2009) di Nigeria yang mengemukakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin

dengan ISK (n = 300). Adapun penelitian yang bertolak belakang adalah

penelitian yang dilakukan Solikin (2006) di Semarang yang mengemukakan

bahwa tidak ada hubungan antara Kejadian ISK dengan jenis kelamin (p value =

0,741). Dari hasil penelitian ini dinyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara

jenis kelamin dengan infeksi saluran kemih. Perempuan dan laki – laki seharusnya

lxxxviii

menjaga kebersihan setelah buang air kecil dan juga tidak menahan air kemih

karena bakteri bisa berkembang biak, karena urethra perempuan lebih pendek dari

laki – laki. Walaupun urethra laki – laki lebih panjang sehingga bakteri sulit

masuk ke buli – buli kejadian ISK bisa meningkat dengan adanya obstruksi.

2. Hubungan usia dengan infeksi saluran kemih

ISK atau infeksi saluran kemih dapat menyerang pasien dari segala usia

mulai bayi baru lahir hingga orang tua. Pada masa usia sekolah, ISK pada anak

perempuan sebesar 3% sedangkan pada anak laki – laki sebesar 1,1%. Insiden

infeksi saluran kemih ini pada usia remaja anak perempuan meningkat 3,3 sampai

dengan 5,8%. Bakteriuria asimtomatik pada wanita usia 18 – 40 tahun adalah 5-

6% dan angka itu dapat meningkat menjadi 20% pada wanita usia lanjut.11

Pertahanan seseorang terhadap organism asing ketika bertambah tua

akan mengalami penurunan. Sehingga mereka lebih rentan untuk menderita

berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Tubuh juga akan kehilangan

kemampuan untuk meningkatkan responnya terhadap sel asing. Terutama bila

menghadapi infeksi.25

Pada penelitian ini, secara statistik tidak terdapat hubungan antara Usia

responden dengan kejadian infeksi saluran kemih, namun menunjukkan responden

yang berusia ≤50 tahun mempunyai proporsi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan responden >50 tahun.

Proporsi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Made

Ariwijaya tahun 2012, dimana hasilnya menyatakan bahwa prevalensi ISK pada

lxxxix

pasien yang berusia kurang dari 50 tahun lebih tinggi dibandingkan dari pasien

yang berusia lebih dari 50 tahun.26

Hasil sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RSPAD Gatot

Soebroto Ditkesad Jakarta tahun 2011 dimana hasil penelitiannya tidak terdapat

hubungan yang bermakna antar usia responden dengan kejadian Infeksi Saluran

kemih. Dari hasil uji statistic didapatkan p value = 0,576 (p>0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa infeksi saluran kemih dapat mengenai

siapa saja tanpa batasan usia, namun pada lansia kejadian infeksi saluran kemih

sering terjadi oleh karena faktor degenerasi sel-sel tubuh dan kerusakan pada

fungsi ginjal.

3. Hubungan Pekerjaan dengan Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi

yang sering ditemukan di praktik umum. Dari uji statistik didapatkan hasil bahwa

tidak ada hubungan pekerjaan dengan infeksi saluran kemih, p value = 0,686.

Proporsi yang didapatkan yaitu pekerjaan sebagai petani/ibu rumah tangga lebih

tinggi dibandingkan dengan pekerjaan yang lain, yaitu sebanyak 35 orang

(72,9%). Menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya, bahwa laki-laki yang

duduk terlalu lama saat bekerja, dengan kebiasaan suka menahan kencing, tidak

memadai minum dan memiliki diet protein, memiliki probabilitas tinggi untuk

mengalami penyakit infeksi saluran kemih.21

4. Hubungan Batu Saluran Kemih dengan infeksi saluran kemih

Batu ginjal dapat terbentuk bila dijumpai satu atau beberapa faktor

pembentukan. Kristal kalsium dan menimbulkan agragasi dalam pembentukan

xc

batu. Subyek normal dapat mengekspresikan nucleus Kristal kecil. Proses

pembentukan batu dimungkinkan dengan kecendrungan ekspresi agregat kristal

yang lebih besar dan kemungkinan sebagai Kristal kalsium oksalat dalam air

kemih.18

Proses perubahan Kristal yang terbentuk pada tubulus menjadi batu

masih belum sejelas proses pembuangan. Kristal melalui aliran air kemih yang

banyak. Diperkirakan bahwa agregasi Kristal menjadi cukup besar sehingga

tertinggal dan biasanya ditimbun pada ductus colektikus akhir. Selanjutnya secara

perlahan timbunan akan membesar. Pengendapan ini diperkirakan timbul pada

bagian sel epitel yang mengalami lesi. Kelaianan ini mungkin disebabkan oleh

Kristal sendiri dan jika dibiarkan dapat merusak fungsi ginjal. Proses diatas dapat

menjadi faktor predisposisi (pencetus) terjadinya infeksi saluran kemih. Faktor

bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk

kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat

kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis

ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan klirens normal

dan sangat peka terhadap infeksi.18

Komposisi tersering batu ginjal adalah kombinasi magnesium amonium

fosfat (struvit) dan atau kalsium karbonat apatit. Komposisi struvit/ kalsium

karbonat apatit erat berkaitan dengan infeksi traktus urinarius yang disebabkan

oleh organisme spesifik yang memproduksi enzim urease yang menghasilkan

ammonia dan hidroksida dari urea. Akibatnya, lingkungan urin menjadi alkali dan

mengandung konsentrasi ammonia yang tinggi, menyebabkan kristalisasi

xci

magnesium ammonium fosfat (struvit) sehingga menyebabkan batu besar dan

bercabang. Faktor – faktor lain turut berperan, termasuk pembentukan biofilm

eksopolisakarida dan penggabungan mukoprotein dan senyawa organik menjadi

matriks. Kultur dari fragmen di permukaan dan di dalam batu menunjukkan

bakteri tinggal di dalam batu, sesuatu yang tidak dijumpai pada jenis batu lainnya.

Terjadi infeksi saluran kemih berulang oleh organisme pemecah urea selama batu

masih ada.

Meski beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan untuk

mensterilkan fragmen struvit sisa dan membatasi aktivitas pertumbuhan batu,

sebagian besar penelitian mengindikasikan, fragmen batu sisa dapat tumbuh dan

menjadi sumber infeksi traktus urinarius yang berulang.22

Tindakan yang harus diperhatikan, mengatasi gejala. Batu saluran

kemih dapat menimbulkan keadaan darurat bila batu turun dalam sistem

kolektikus dan dapat menyebabkan kelainan sebagai kolik ginjal atau infeksi di

dalam sumbatan saluran kemih. Pemberian obat (untuk mencegah presipitasi batu

baru kalsium oksalat, disesuaikan kelainan metabolik yang ada).18

Pada penelitian yang telah dilakukan, secara statistik tidak terdapat

hubungan antara batu saluran kemih dengan kejadian infeksi saluran kemih dan

juga tidak menunjukkan peluang atau faktor terjadinya infeksi saluran kemih.

5. Hubungan Diabetes Melitus dengan infeksi saluran kemih

Penyakit Diabetes melitus merupakan suatu penyakit gangguan

metabolisme energi akibat defisiensi insulin atau kerja insulin, dan dicirikan

oleh perubahan pada homeostasis karbohidrat, protein, dan lemak.27

xcii

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang banyak

diderita, yaitu sekitar 16 juta orang di Amerika Serikat yang berhubungan

dengan peningkatan risiko terjadinya ISK. Diabetes melitus menyebabkan

beberapa kelainan di dalam system pertahanan tubuh yang memungkinkan

peningkatan resiko tinggi terkena infeksi yang lainnya. Adapun Kelainan

tersebut termasuk kelainan imunologi seperti kegagalan migrasi, intracellular

killing, pagositosis dan kemotaksis pada leukosit polymorphonuclear, serta

melemahkan mekanisme pertahanan alamiah lokal, baik intrisik maupun

ekstrinsik, sehingga pasien DM lebih rentan terhadap infeksi. Konsentrasi

glukosa yang tinggi didalam urine merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan mikroorganisme pathogen.28

Pada penelitian ini, secara statistik tidak terdapat hubungan antara

Diabetes melitus dengan kejadian infeksi saluran kemih dan juga tidak

menunjukkan peluang atau faktor terjadinya infeksi saluran kemih. Hal ini

bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Monica Saptiningsih di

Bandung tahun 2012 diperoleh nilai p = 0,014 (p< 0,05) maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan antara diabetes melitus dengan kejadian

infeksi saluran kemih.29

Penelitian di Indonesia yang dilakukan pada penderita diabetes mellitus

didapatkan kejadian ISK sebesar 47%, pasien dengan batu ginjal 41%, pasien

dengan obstruksi saluran kemih sebesar 20%. Dari 40% penderita yang

terpasang kateter mendapatkan infeksi nasokomial dan bakteriuria sebanyak

26%.30

xciii

Dari hasil uji statistik didapatkan p value sebesar 0,548 (p<0,05) hal ini

berarti peneliti menerima h0 dan menolak ha atau dengan kata lain

menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara penderita

diabetes mellitus dengan kejadian infeksi saluran kemih. Hasil OR

menunjukkan 0,0653, ini berarti tidak terdapat peningkatan risiko pada pasien

diabetes mellitus terhadap infeksi saluran kemih. Hal ini bertentangan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Boyke dkk didapatkan hasil yakni wanita DM

tipe 2 dengan bakteriuria asimtomatik setelah dilakukan pemantauan selama

18 bulan mengalami peningkatan resiko mendapatkan ISK sebanyak 34%

dibandingkan tidak DM sebesar 19%.31

Walaupun demikian, penderita DM harus tetap mencegah serta

mempertahankan sistem imun dan kebersihan sehingga tidak berpeluang

menderita penyakit infeksi.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki kelemahan dan keterbatasan yaitu :

Sumber data yang digunakan saat penelitian adalah data sekunder atau rekam medik,

sehingga banyak data yang tidak atau kurang lengkap dan itu diluar

jangkauan peneliti untuk mengontrolnya.

xciv

BAB VII

TINJAUAN KEISLAMAN

A. Ayat-ayat al-qur’an yang terkait dengan judul penelitian :

1. Q.S Al-Baqarah (2) Ayat 222

فإذا ◌ يطهرن حتى تقربوهن وال ◌ المحيض في النساء فاعتزلوا أذى هو قل ◌ المحيض عن ويسألونك

أمركم حيث من فأتوهن تطهرن إن ◌ � ابين يحب � رين ويحب التو المتطه

Artinya :

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: `Haidh itu adalah suatu

kotoran`. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh;

dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah

suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang

mensucikan diri.

Penjelasan ayat :

Surat al-Baqarah (2), Ayat: 222 diturunkan mengenai:

Pertanyaan para Shahabat Nabi SAW. mengenai sikap para Suami Kaum Yahûdi

terhadap Isteri-isteri mereka. Yang mana ketika para Isteri Kaum Yahûdi haidh,

maka para Suami Kaum Yahûdi tidak mau makan bersama Isteri-isteri mereka

(ister-isteri Kaum Yahûdi), serta mereka (para Suami Kaum Yahûdi) tidak mau

(enggan dan menolak) untuk bersetubuh dengan Isteri-isteri mereka (Isteri-isteri

Orang-orang Yahudi).

xcv

"(Anas bin Mâlik melanjutkan periwayatannya): "Rasûlullâh SAW. bersabda:

"Lakukanlah apa saja (kepada isteri kalian), kecuali Nikâh (menyetubuhi isteri)".

Lalu sampailah Berita tersebut (Berita dari Nabi SAW.) kepada Orang-orang

Yahûdi, seraya Orang-orang Yahûdi berkata: "Apa maunya orang ini (Nabi

SAW); tidak ada satupun urusan kami (urusan Orang-orang Yahûdi) melainkan

pasti dia (Nabi SAW.) selisihi". Kemudian datanglah Usaid bin Hudhair dan

'Abbâd bin Bisyr (kepada Nabi SAW.) seraya berkata: "Sesungguhnya Orang-

orang Yahûdi berkata seperti ini, dan seperti ini; maka kami (Usaid bin Hudhair

dan 'Abbâd bin Bisyr) tidak menyetubuhi isteri-isteri kami (isteri-isteri Usaid bin

Hudhair dan 'Abbâd bin Bisyr)". Seketika itu berubahlah Wajah Rasûlullâh SAW;

hingga kami (Usaid bin Hudhair dan 'Abbâd bin Bisyr) mengira beliau SAW.

marah kepada mereka berdua (kepada Usaid bin Hudhair dan 'Abbâd bin Bisyr).

Lalu mereka berdua (Usaid bin Hudhair dan 'Abbâd bin Bisyr) keluar; maka

mereka berdua (Usaid bin Hudhair dan 'Abbâd bin Bisyr) melihat Nabi SAW.

diberi Hadiah berupa Susu. Kemudian beliau SAW. mengirimkan Susu kepada

mereka berdua (kepada Usaid bin Hudhair dan 'Abbâd bin Bisyr), setelah itu

mereka berdua (Usaid bin Hudhair dan 'Abbâd bin Bisyr) meminum Susu

pemberian Rasûlullâh tersebut. Akhirnya mereka berdua (Usaid bin Hudhair dan

'Abbâd bin Bisyr) pun mengetahui bahwasannya beliau SAW. tidak marah kepada

mereka berdua (kepada Usaid bin Hudhair dan 'Abbâd bin Bisyr)".

Menurut peneliti sendiri, dalam ayat ini menjelaskan tentang bagaimana seorang

wanita dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan suami dianjurkan untuk tidak

xcvi

bercampur dengan istrinya atau dengan kata lain berhubungan badan pada saat

istrinya sedang haid disebabkan karena dapat menimbulkan penyakit.

2. Q.S : al – Mudatzir (74) Ayat 4

ر وثيابك فطه

(4) dan pakaianmu bersihkanlah,

Penjelasan ayat :

Ayat (4)

(Dan pakaianmu bersihkanlah) dari najis, atau pendekkanlah pakaianmu sehingga

berbeda dengan kebiasaan orang-orang Arab yang selalu menguntaikan pakaian

mereka hingga menyentuh tanah di kala mereka menyombongkan diri, karena

dikhawatirkan akan terkena barang yang najis.

Menurut peneliti, ayat 4 menjelaskan tentang kewajiban orang muslim untuk

membersihkan pakaian dari najis karena hal itu bisa mengakibatkan tidak sahnya

ibadah yang dilakukan seseorang utamanya shalat. Selain dari itu, dapat juga

menimbulkan penyakit karena kurang menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Dimana ajaran Islam sendiri sangat menganjurkan untuk menjaga kebersihan diri

sendiri.

B. Hadist-hadist yang menyangkut penelitian

Hidup bersih dan sehat akan membuat kita jauh dari berbagai

penyakit. Agama Islam juga sudah mengajarkan tentang pentingnya dalam

menjaga kebersihan diri. Seperti dijelaskan dalam hadist di bawah ini :

xcvii

سالم نطـيف فتـنطفوا فانـه اليدخل الجنـة االنطيف (رواه البيهقى)اال

Artinya:

Islam itu adalah bersih, maka jadilah kalian orang yang bersih. Sesungguhnya

tidak masuk surga kecuali orang-orang yang bersih (H.R. Baihaqi).32

Dalam hadist ini menjelaskan tentang agama kita yaitu Islam selalu mengajarkan

tentang kebersihan. Agama Islam menganjurkan untuk hidup bersih, karena sehat

akan kita dapatkan apabila kita selalu menjaganya. Dijelaskan pula bahwa tidak

akan masuk surga kecuali orang-orang yang senantiasa menjaga kebersihan di

dalam diri dan lingkungannya.

Menurut peneliti tentang hadist ini, adalah tentang bagaimana kita sebagai umat

muslim untuk senantiasa menjada pola hidup bersih dan sehat. Banyak orang yang

menjaga kebersihan dirinya dan kesehatannya namun tetap juga mendapat cobaan

berupa sakit, apalagi kita tidak menjaganya. Islam sangat menganjurkan untuk

menjaga kebersihan diri, bukan hanya untuk mencegah kita dari serangan

penyakit, tapi tentunya itu juga akan bernilai ibadah di mata Allah dan juga sudah

dijanjikan surge bagi siapa saja yang menjaga kebersihan di dalam diri dan

lingkungannya seperti dijelaskan di dalam hadist.

Dan hadist di bawah ini juga menjelaskan betapa Allah

menyukai kebersihan dan kebaikan.

تعالى طيب يحب الطيب نظيف يحب النظافة كريم يحب الكرم جواد يحب الجود ف إن نظفوا أفنيتكم (رواه �

)2723التيرمدى:

Artinya:

xcviii

Sesungguhnya Allah SWT itu baik, Dia menyukai kebaikan. Allah itu bersih, Dia

menyukai kebersihan. Allah itu mulia, Dia menyukai kemuliaan. Allah itu dermawan ia

menyukai kedermawanan maka bersihkanlah olehmu tempat-tempatmu. (H.R. at –Tirmizi:

2723)32

Di dalam hadist menjelaskan juga bahwa Allah sangat menyukai kebersihan dan

kebaikan, maka hendaknya kita harus selalu menjaga kebersihan agar kita bisa sehat, hidup

bahagia, tentram dalam beribadah dan mudah dalam mencari rejeki untuk mencapai

kebahagiaan di dunia dan akhiratMenurut peneliti, Kita mengetahui bahwa kebersihan

merupakan salah satu unsur penting prilaku beradab, dan Islam menganggap kebersihan

bukan hanya sebagai ibadah, tapi juga adalah suatu sistem peradaban. Kedua, Kebersihan

adalah cara menuju kesehatan dan kekuatan, Kesehatan jasmani adalah bekal individu dan

kekayaan yang tak terhingga bagi setiap muslim, kebersihan menjadi syarat keindahan dan

penampilan yang baik dan yang dicintai oleh Allah swt dan Rasul-Nya.

Karena itu Rasulullah melarang seseorang pergi ke masjid dengan memakai baju

yang kumuh, sebab selain kebersihan dan penampilan yang lebih baik adalah salah satu

penyebab eratnya hubungan seseorang dengan orang lain. Manusia secara fitra tidak

menyukai barang yang kotor dan tidak suka melihat orang yang tidak bersih. Inilah sebabnya

Rasulullah mendorong setiap umat muslim untuk mandi sebelum ke masjid untuk

melaksanakan shalat Jum’at.

Rasulullah saw telah memberikan perhatian terhadap masalah kebersihan badan, beliau

menganjurkan cara hidup bersih dengan mandi. Rasulullah juga memberi perhatian khusus

terhadap kebersihan mulut dan gigi dengan bersiwak serta perintah untuk membersihkan

rambut serta bau badan.

xcix

Hadist yang menjelaskan tentang larangan buang air kecil sambil berdiri :

Disebutkan dalam sunan Ibnu Majah dari hadits Umar, beliau Shallallahu ‘alaihi

wa sallam berkata :

ال تبل قائما

“Janganlah engkau kencing berdiri”.

Hadits ini lemah sekali. Adapun hadits Aisyah sama sekali tidak berisi

larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing sambil

berdiri. Hadits tersebut hanya menyatakan bahwa Aisyah belum

pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing

sambil berdiri.

Kata Aisyah Radhiyallahu ‘anha.

قوه من حدثكم أن النبي بال قئما فال تصد

“Barangsiapa yang mengatakan pada kalian bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa

sallam pernah buang air kecil sambil berdiri maka janganlah kalian

membenarkannya (mempercayainya)”.

Apa yang dikatakan oleh Aisyah tentu saja berdasarkan atas apa yang beliau

ketahui saja.

Disebutkan dalam shahihain dari hadits Hudzaifah bahwa beliau Shallallahu

‘alaihi wa sallam melewati tempat sampah suatu kaum, kemudian buang air kecil

sambil berdiri.

Dalam kasus-kasus seperti ini ulama fiqih berkata : “Jika bertentangan dua nash ;

yang satu menetapkan dan yang lain menafikan, maka yang menetapkan

c

didahulukan daripada yang menafikan, karena ia mengetahui sesuatu yang tidak

diketahui oleh pihak yang menafikan.

Jadi bagaimana hukum kencing sambil berdiri ?

Tidak ada aturan dalam syari’at tentang mana yang lebih utama kencing sambil

berdiri atau duduk, yang harus diperhatikan oleh orang yang buang hajat hanyalah

bagaimana caranya agar dia tidak terkena cipratan kencingnya. Jadi tidak ada

ketentuan syar’i, apakah berdiri atau duduk. Yang penting adalah seperti apa yang

beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan.

استنزهوا من البول

“Lakukanlah tata cara yang bisa menghindarkan kalian dari terkena cipratan

kencing”.

Dan kita belum mengetahui adakah shahabat yang meriwayatkan bahwa beliau

Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kencing sambil berdiri (selain hadits

Hudzaifah tadi, -pent-). Tapi ini bukan berarti bahwa beliau tidak pernah buang

air kecil (sambil berdiri) kecuali pada kejadian tersebut.

Sebab tidak lazim ada seorang shahabat mengikuti beliau ketika beliau Shalallahu

‘alaihi wa sallam buang air kecil. Kami berpegang dengan hadits Hudzaifah

bahwa beliau pernah buang air kecil sambil berdiri akan tetapi kami tidak

menafikan bahwa beliaupun mungkin pernah buang air kecil dengan cara lain.33

Menurut peneliti tentang hadist ini, bahwa benar jika sebaiknya kita harus

menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan tidak sahnya ibadah kita karena

cipratannya dan juga menghindari akan bahaya penyakit. Seperti yang diketahui

urin (air kencing) yang dikeluarkan adalah hasil dari sisa metabolisme tubuh kita

ci

sendiri yang terdiri dari banyak unsur atau komponen yang dalam kondisi normal

tidak dibutuhkan oleh tubuh kita sendi

BAB VIII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang menunjukkan adanya

mikroorganisme (MO) dalam urin.

Terdapat 73,5% kejadian Infeksi Saluran Kemih dari total sampel yang

diteliti.

Dari hasil analisis chi square didapatkan kesimpulan bahwa variabel yang

berhubungan dan menjadi faktor risiko adalah jenis kelamin.

B. Saran

Bagi Instansi Rumah Sakit

Pasien-pasien dengan diagnose infeksi saluran kemih harus segera

dilakukan penanganan agar tidak memperparah penyakitnya dan

harus dilakukan pengobatan sebaik-baiknya.

Sebaiknya mengisi Data Rekam Medik pasien secara lengkap,

khususnya tentang riwayat penyakit pasien.

Bagi Masyarakat

Agar lebih memperhatikan dan menjaga kebersihan diri (personal

hygine) terutama yang berjenis kelamin perempuan karena lebih rentan

terkena infeksi saluran kemih.

Bagi Penelti Selanjutnya

cii

Diharapkan dimasa yang akan datang dapat digunakan sebagai salah satu

sumber data untuk penelitian selanjutnya dan dilakukan penelitian lebih

lanjut berdasarkan faktor dan variabel yang lainnya dan jumlah sampel

yang diteliti sebaiknya lebih banyak lagi

DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar, Enday.Buku ajar Ilmu penyakit dalam. Jakarta : Penerbit FKUI;

2006.

2. Price, Sylvia Andrson. Hartanto H, editor. Patofisiologi: Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. Edisi: 6. Jakarta: EGC; 2005.

3. National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse. Statistic

About Urinary Tract Infection. [internet] 2005. (Diakses tanggal 16 Oktober

2016)

Sumber :http://www.cureresearch.com (diakses tanggal 15 Oktober 2016)

4. Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2004.

5. Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi

Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI; 2008.

6. Aru W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K,

Siti Setiati, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Indonesia

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI;

2009.

7. Gradwohl, Steven E. Urinary Tract Infection. University Of Michingan; 2016

(diakses tanggal 15 Oktober 2016)

ciii

8. Coyle, E. A., Prince, R. A. Urinary Tract Infection, in Dipiro J.T., et al,

Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Ed 6th: Appleton&Lange,

Stanford; 2005.

9. Depkes, RI. Profil Kesehatan Indonesia: Jakarta; 2008.

10. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke sistem.Edisi 6. Jakarta:

EGC; 2012.

11. Purnomo, B. B. Dasar - dasar urologi. Edisi ketiga. Malang: Sagung Seto;

2011.

12. Campbell, et.al. Campbell biology. Ed 9th. USA: Pearson; 2009

13. Kumar, R. Dasar-dasar patofisiologi penyakit. Jakarta: Binarupa Aksara;

2012.

14. Cancer of the ureter and renal pelvis.St. Louis urological surgeon est.1935;

[internet] 2016.

Sumber :http://stlurology.com/conditions-treatments/cancer-of-the-ureter-and-

renal-pelvis(Diakses tanggal 19 November 2016).

15. GC, M., A, H., & HT, N. Pediatric Emergncy Medicine. USA: Saunders

Elsevier; 2005.

16. Philip, Steer. The epidemiology of preterm labour. Br J Obstet Gynaecol 2005;

112: 1-354.

17. Sjamsuhidajat R, & jong, w. d. Buku-ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC;

2004.

18. Sudoyo WA, d. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid : 1. Jakarta:

Interna Publishing; 2009.

civ

19. Schaffer AJ. Urinary tract infection. In : Gillenater JY, Gayhack JT, Howard

SS, Mitchel ME. Adult and pediatric urology. Edisi IV. New York:

Linppincot Williams & wilkins; 2002.

20. Lina,Nur. Faktor-faktor risiko kejadian batu saluran kemih pada laki-laki.

Universitas Diponegoro. 2008.

21. Rubenstein D, W. D. Narcture notes kedokteran klinis. Edisi 6. Editor :

Safitri:A. Jakarta: Erlangga; 2007.

22. Association, A. U. Diagnosis and treatment recommendation. Amerika: AUA

Guideline on the managment of staghorn calculi; 2005.

23. Dahlan, M.Besar sampel dan cara pengambilan sampel. Jakarta: Salemba

Medica; 2010.

24. Dahlan, M. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba

Medika; 2011.

25. Stanley M, B. P. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

2006.

26. Ariwijaya,Made. Suwitra, Ketut. Prevalensi, karakteristik dan faktor-faktor

yang terkait dengan infeksi saluran kemih pada penderita diabetes mellitus

yang rawat inap. Journal of Internal Medicine. Publication date:27 November

2012.

27. Richard E. behrman, M., & victor vaughan III, M. Nelson Ilmu Kesehatan

Anak Bagian 3. Jakarta: EGC. 1992.

cv

28. Boyke EJ, F. S. Risk of urinary tract infection and asymtomatic bacteriuria

among diabetic and nondiabetic postmenopausal women. Am J Epidemol,

161:557-64. 2005.

29. Saptiningsih , M. Determinan Infeksi Saluran Kemih Pasien Diabetes Melitus

Perempuan di Rumah Sakit Bersalin Bandung. Jakarta: Fakultas Ilmu

Keperawatan.Universitas Indonesia. 2012.

30. Soelaeman., R. Pengobatan Terkini infeksi saluran kemih. The 4th Jakarta

Nephrology & Hypertension Course and Symposium of hepertension. Jakarta:

Pernefri. 2004.

31. EJ, B., SD, F., D, S., CL, C., EH, N., & Yarbro. Diabetic and risk of acute

urinary tract infection among post menopausal women. Diabetic Care, 1778 -

83. 2002.

32. http://www.edupai.web.id/2013/04/hadis-hadis-tentang-kebersihan.html

(diakses pada tanggal 12 februari 2017)

33. Majmu’ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarah, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa

Albani, Penulis Muhammad Nashiruddin Al-Albani Hafidzzhullah,

Penerjemah Adni Kurniawan, Penerbit Pustaka At-Tauhid.

cvi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hardiyanti Amiruddin

Tempat/Tanggal Lahir : Bantaeng, 21 April 1994

Alamat : Jl.Dirgantara, Pallangga Gowa

Agama : Islam

Orang Tua : - Drs.H.Amiruddin P

- Hj.Nurhidayah

Adik : Nurul Azizah Amiruddin

Riwayat Pendidikan :

1. TK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL BANTAENG, TAHUN 2000

2. SD INPRES TAPPANJENG BANTAENG, TAHUN 2006

3. SMP NEGERI 1 BANTAENG, TAHUN 2009

4. SMA NEGERI 1 BANTAENG, TAHUN 2012

cvii

LAMPIRAN

Frequencies

Statistics

ISK Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Riw DM Riw BSK

83 83 83 83 83 83

0 0 0 0 0 0

Frequency Table

ISK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Bukan Diagnosa 22 26.5 26.5 26.5

61 73.5 73.5 100.0

83 100.0 100.0

Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

51 61.4 61.4 61.4

32 38.6 38.6 100.0

83 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

32 38.6 38.6 38.6

51 61.4 61.4 100.0

83 100.0 100.0

cviii

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Pelajar/Mahasiswa 16 19.3 19.3 19.3

Honorer/PNS/Wiraswasta 19 22.9 22.9 42.2

48 57.8 57.8 100.0

83 100.0 100.0

Riw DM

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

65 78.3 78.3 78.3

18 21.7 21.7 100.0

83 100.0 100.0

Riw BSK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

62 74.7 74.7 74.7

21 25.3 25.3 100.0

83 100.0 100.0

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

Percent Percent Percent

83 100.0% 0 0.0% 83 100.0%

Jenis Kelamin * ISK 83 100.0% 0 0.0% 83 100.0%

Pekerjaan * ISK 83 100.0% 0 0.0% 83 100.0%

Riw DM * ISK 83 100.0% 0 0.0% 83 100.0%

cix

Riw BSK * ISK 83 100.0% 0 0.0% 83 100.0%

Umur * ISK

Crosstab

ISK Total

Bukan Diagnosa Diagnosa

11 40 51

Expected Count 13.5 37.5 51.0

% within Umur 21.6% 78.4% 100.0%

50.0% 65.6% 61.4%

13.3% 48.2% 61.4%

11 21 32

Expected Count 8.5 23.5 32.0

% within Umur 34.4% 65.6% 100.0%

50.0% 34.4% 38.6%

13.3% 25.3% 38.6%

22 61 83

Expected Count 22.0 61.0 83.0

% within Umur 26.5% 73.5% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

26.5% 73.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Square 1.655a 1 .198

Continuity Correctionb 1.063 1 .302

Likelihood Ratio 1.629 1 .202

Fisher's Exact Test .213 .151

Linear Association 1.635 1 .201

N of Valid Cases 83

cx

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.48.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Umur (<50 tahun / >50 tahun) .525 .195 1.411

For cohort ISK = Bukan Diagnosa .627 .309 1.275

For cohort ISK = Diagnosa 1.195 .895 1.596

N of Valid Cases 83

Jenis Kelamin * ISK

Crosstab

ISK Total

Bukan Diagnosa Diagnosa

15 17 32

Expected Count 8.5 23.5 32.0

% within JenisKelamin 46.9% 53.1% 100.0%

68.2% 27.9% 38.6%

18.1% 20.5% 38.6%

7 44 51

Expected Count 13.5 37.5 51.0

JenisKelamin 13.7% 86.3% 100.0%

31.8% 72.1% 61.4%

8.4% 53.0% 61.4%

22 61 83

Expected Count 22.0 61.0 83.0

% within JenisKelamin 26.5% 73.5% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

26.5% 73.5% 100.0%

Chi-Square Tests

cxi

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Square 11.092a 1 .001

Continuity Correctionb 9.455 1 .002

Likelihood Ratio 10.964 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .001

Cases 83

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.48.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for JenisKelamin (L / P) 5.546 1.926 15.967

For cohort ISK = Bukan Diagnosa 3.415 1.564 7.455

For cohort ISK = Diagnosa .616 .437 .868

N of Valid Cases 83

Pekerjaan * ISK

Crosstab

ISK Total

Bukan Diagnosa Diagnosa

Pelajar/Mahasiswa

3 13 16

Expected Count 4.2 11.8 16.0

% within Pekerjaan 18.8% 81.3% 100.0%

13.6% 21.3% 19.3%

3.6% 15.7% 19.3%

Honorer/PNS/Wiraswasta

6 13 19

Expected Count 5.0 14.0 19.0

% within Pekerjaan 31.6% 68.4% 100.0%

27.3% 21.3% 22.9%

7.2% 15.7% 22.9%

13 35 48

Expected Count 12.7 35.3 48.0

cxii

% within Pekerjaan 27.1% 72.9% 100.0%

59.1% 57.4% 57.8%

15.7% 42.2% 57.8%

22 61 83

Expected Count 22.0 61.0 83.0

within Pekerjaan 26.5% 73.5% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

26.5% 73.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Square .753a 2 .686

Likelihood Ratio .781 2 .677

Linear Association .226 1 .634

N of Valid Cases 83

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.24.

Risk Estimate

Value

Odds Ratio for Pekerjaan (Pelajar/Mahasiswa /

Honorer/PNS/Wiraswasta)

a

a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only

computed for a 2*2 table without empty cells.

Riw DM * ISK

Crosstab

ISK Total

Bukan Diagnosa Diagnosa

16 49 65

Expected Count 17.2 47.8 65.0

% within RiwDM 24.6% 75.4% 100.0%

cxiii

72.7% 80.3% 78.3%

19.3% 59.0% 78.3%

6 12 18

Expected Count 4.8 13.2 18.0

% within RiwDM 33.3% 66.7% 100.0%

27.3% 19.7% 21.7%

7.2% 14.5% 21.7%

22 61 83

Expected Count 22.0 61.0 83.0

% within RiwDM 26.5% 73.5% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

26.5% 73.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Square .550a 1 .458

Correctionb .193 1 .660

Likelihood Ratio .531 1 .466

Fisher's Exact Test .548 .323

Linear Association .543 1 .461

N of Valid Cases 83

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.77.

Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for RiwDM (Tidak Ada / Ada) .653 .211 2.023

For cohort ISK = Bukan Diagnosa .738 .339 1.610

For cohort ISK = Diagnosa 1.131 .793 1.613

Cases 83

Riw BSK * ISK

cxiv

Crosstab

ISK Total

Bukan Diagnosa Diagnosa

14 48 62

Expected Count 16.4 45.6 62.0

% within RiwBSK 22.6% 77.4% 100.0%

63.6% 78.7% 74.7%

16.9% 57.8% 74.7%

8 13 21

Expected Count 5.6 15.4 21.0

% within RiwBSK 38.1% 61.9% 100.0%

36.4% 21.3% 25.3%

9.6% 15.7% 25.3%

22 61 83

Expected Count 22.0 61.0 83.0

% within RiwBSK 26.5% 73.5% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

26.5% 73.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Square 1.938a 1 .164

Continuity Correctionb 1.224 1 .269

Likelihood Ratio 1.849 1 .174

Fisher's Exact Test .251 .135

Linear Association 1.915 1 .166

N of Valid Cases 83

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.57.

b. Computed only for a 2x2 table

cxv

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for RiwBSK (Tidak Ada / Ada) .474 .164 1.372

For cohort ISK = Bukan Diagnosa .593 .290 1.210

For cohort ISK = Diagnosa 1.251 .871 1.795

N of Valid Cases 83

cxvi

cxvii

cxviii

cxix

cxx