Siklus estrus

28
estrus yang dikenal dengan istilah birahi yaitu suatu periode secara psikologis maupun fisiologis pada hewan betina yang bersedia menerima pejantan untuk kopulasi. Siklus estrus dibagi menjadi beberapa fase yang dapat dibedakan dengan jelas yang disebut proestrus, estrus, metestrus dan diestrus (Frandson, 1996). Estrus merupakan periode seksual yang sangat jelas yang disebabkan oleh tingginya level estradiol, folikel de Graaf membesar dan menjadi matang, uterus berkontraksi dan ovum mengalami perubahan kearah pematangan. Metestrus adalah periode dimana korpus luteum bertambah cepat dari sel-sel graulose folikel yang telah pecah dibawah pengaruh Luteinizing hormone (LH) dari adenohyphophysa. Diestrus adalah periode terlama dalam siklus estrus dimana korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesterone terhadap saluran reproduksi menjadi nyata. Diestrus adalah periode dimana folikel de Graaf bertumbuh dibawah pengaruh follicle stimulating hormone (FSH) dan menghasilkan sejumlah estradiol bertambah. Siklus birahi pada setiap hewan berbeda antara satu sama lain tergantung dari bangsa, umur, dan spesies (Partodiharjo, 1992). Interval antara timbulnya satu periode berahi ke permulaan periode berikutnya disebut sebagai suatu siklus berahi. Siklus berahi pada dasarnya dibagi menjadi 4 fase atau periode yaitu ; proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus (Marawali, dkk., 2001; Sonjaya, 2005). Berikut ini adalah keadaan korpus luteum dan folikel pada ovarium sapi selama siklus estrus. Proestrus Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu periode pada saat folikel de graaf tumbuh di bawah pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol yang semakin bertambah (Marawali, dkk, 2001). Estradiol meningkatkan jumlah suplai darah ke saluran alat kelamin dan meningkatkan perkembangan estrus, vagina, tuba fallopi, folikel ovarium (Toelihere, 1985). Fase yang pertama kali dari siklus estrus ini dianggap sebagai fase penumpukan atau pemantapan dimana folikel ovarium yang berisi ovum membesar terutama karena meningkatnya cairan folikel yang berisi cairan estrogenik. Estrogen yang diserap dari folikel ke dalam aliran darah merangsang peningkatam vaskularisasi dan pertumbuhan

Transcript of Siklus estrus

estrus yang dikenal dengan istilah birahi yaitu suatu periode secarapsikologis maupun fisiologis pada hewan betina yang bersedia menerima pejantan untuk kopulasi. Siklus estrus dibagi menjadi beberapa fase yang dapat dibedakan dengan jelas yang disebut proestrus, estrus, metestrus dan diestrus (Frandson, 1996).

Estrus merupakan periode seksual yang sangat jelas yang disebabkan oleh tingginya level estradiol, folikel de Graaf membesar dan menjadi matang, uterus berkontraksi dan ovum mengalami perubahan kearah pematangan. Metestrus adalah periode dimana korpus luteum bertambah cepat dari sel-sel graulose folikel yang telah pecah dibawah pengaruh Luteinizing hormone (LH) dari adenohyphophysa. Diestrus adalah periode terlama dalam siklus estrus dimana korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesterone terhadap saluran reproduksimenjadi nyata. Diestrus adalah periode dimana folikel de Graaf bertumbuh dibawah pengaruh follicle stimulating hormone (FSH) dan menghasilkan sejumlah estradiol bertambah.

Siklus birahi pada setiap hewan berbeda antara satu sama lain tergantung dari bangsa, umur, dan spesies (Partodiharjo, 1992). Interval antara timbulnya satu periode berahi ke permulaan periode berikutnya disebut sebagai suatu siklus berahi. Siklus berahi pada dasarnya dibagi menjadi 4 fase atau periode yaitu ; proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus (Marawali, dkk., 2001; Sonjaya, 2005). Berikut ini adalah keadaan korpus luteum dan folikel pada ovarium sapi selama siklus estrus.

Proestrus

Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu periode pada saat folikelde graaf tumbuh di bawah pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol yang semakin bertambah (Marawali, dkk, 2001). Estradiol meningkatkan jumlah suplai darah ke saluran alat kelamin dan meningkatkan perkembangan estrus, vagina, tuba fallopi, folikel ovarium (Toelihere, 1985).

Fase yang pertama kali dari siklus estrus ini dianggap sebagai fase penumpukan atau pemantapan dimana folikel ovarium yang berisi ovum membesar terutama karena meningkatnya cairan folikel yang berisi cairan estrogenik. Estrogen yang diserap dari folikel ke dalam aliran darah merangsang peningkatam vaskularisasi dan pertumbuhan

sel genital dalam persiapan untuk birahi dan kebuntingan yang terjadi (Frandson, 1992).

Pada fase ini akan terlihat perubahan pada alat kelamin luar dan terjadi perubahan-perubahan tingkah laku dimana hewan betina gelisahdan sering mengeluarkan suara-suara yang tidak biasa terdengar (Partodiharjo, 1980).

Estrus

Estrus adalah periode yang ditandai dengan penerimaan pejantan oleh hewan betina untuk berkopulasi. Pada umumnya memperlihatkan tanda-tanda gelisah, nafsu makan turun atau hilang sama sekali, menghampiri pejantan dan tidak lari bila pejantan menungganginya. Menurut Frandson (1992), fase estrus ditandai dengan sapi yang berusaha dinaiki oleh sapi pejantan, keluarnya cairan bening dari vulva dan peningkatan sirkulasi sehingga tampak merah. Pada saat itu, keseimbangan hormon hipofisa bergeser dari FSH ke LH yang mengakibatkan peningkatan LH, hormon ini akan membantu terjadinya ovulasi dan pembentukan korpus luteum yang terlihat pada masa sesudah estrus. Proses ovulasi akan diulang kembali secara teratur setiap jangka waktu yang tetap yaitu satu siklus birahi. Pengamatan birahi pada ternak sebaiknya dilakukan dua kali, yaitu pagi dan soresehingga adanya birahi dapat teramati dan tidak terlewatkan (Salisbury dan Vandenmark, 1978).

Metestrus

Metestrus ditandai dengan berhentinya puncak estrus dan bekas folikel setelah ovulasi mengecil dan berhentinya pengeluaran lendir (Salisbury dan Vandenmark, 1978). Selama metestrus, rongga yang ditinggalkan oleh pemecahan folikel mulai terisi dengan darah. Darahmembentuk struktur yang disebut korpus hemoragikum. Setelah sekitar 5 hari, korpus hemoragikum mulai berubah menjadi jaringan luteal, menghasilkan korpus luteum atau Cl. Fase ini sebagian besar berada dibawah pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum (Frandson, 1992). Progesteron menghambat sekeresi FSH oleh pituitarianterior sehingga menghambat pertumbuhan folikel ovarium dan mencegah terjadinya estrus. Pada masa ini terjadi ovulasi, kurang lebih 10-12 jam sesudah estrus, kira-kira 24 sampai 48 jam sesudah birahi.

Diestrus

Diestrus adalah periode terakhir dan terlama pada siklus berahi, korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi menjadi nyata (Marawali, dkk, 2001).

OVULASI

Proses ovulasi dapat didefinisikan terlemparnya cairan folikel sertaovum ke rongga peritoneal disekitar inpendibullum oviduk atau tuba uterin. Kebanyakan hewan mamalia, ovulasi sangat berkaitan dengan birahi (estrus) karena absorbsi sejumlah besar estrogen ke dalam aliran darah terjadi sesaat sebelum ovulasi (Frandson, 1996).

Menurut Toelihere (1993) ovulasi didefinisikan sebagai pelepasan ovum dari folikel de Graaf dan secara umum dikenal bahwa ovulasi disimulir oleh LH, tetapi mekanisme yang sebenarnya tidak diketahui,mungkin LH menyebabkan pengendoran dinding folikel sehingga lapisan-lapisan pecah dan melepaskan ovum dan cairan folikel.

Apabila tidak terjadi fertilisasi, korpus luteum berregresi yang disebut korpus albican. Korpus albican ini dimulai regresi 14-15 hari sesudah estrus. Namun jika terjadi fertilisasi lalu kebuntingankorpus luteum akan terus bertahan selama kebuntingan sebagai korpus luteum kebuntingan yanga menghasilkan hormon progesteron untuk mempertahankan kebuntingan (Toelihere, 1993).

Fisiologi Reproduksi Pada Kuda Betina

Kuda betina memiliki kornua uteri yang kecil, yang bersambung ke korpus uteri yang besar secara hampir tegak lurus sehingga memberi huruf T pada organ kelamin betina tersebut. Kornua uteri memiliki suatu legokan convex yang menhadap ke depan, bawah dan lateral. Cervix kuda lebih pendek dibandingkandengan sapi dan berbentuk seperti suatu mangkok datar. Struktur cervix lebih sederhana dari pada ungulata. Dinding cervix relatif lebih tipis dan mengandung sangat sedikit jaringan ikat. Canalis cervicalis terbuka selama birahi, dan tertutup selama periode kebuntingan (Toelihere, 1993).

Menurut Frandson (1992) pubertas kuda mulai antara umur 10-24 bulan. Panjangnya waktu antara permulaan suatu periode estrus sampaipermulaan periode berikutnya bervariasi pada kuda antara 7-124 hari.Akan tetapi angka yang rata-rata yang dilaporkan oleh banyak peneliti adalah 21 atau 22 hari. Menurut Toelihere (1993) kuda

betina dara mencapai dewasa kelamin atau pubertas pada usia 15-18 bulan.

Lamanya estrus pada kuda kira-kira 6 hari dengan masa metestrus 2-3 hari, diestrus sekitar 15 hari dan proestrus 2-3 hari. Ovulasi biasanya terjadi secara spontan menjelang hari terakhir estrus. Kudadengan lama estrus 1-3 hari hendaknya dikawinkan pada hari pertama setelah terlihat gejala estrus. Kuda dengan lama estrus yang lebih panjang hendaknya dikawinkan pada hari ke-3 atau ke-4 dan diulang lagi 48 sampai 72 jam kemudian (Frandson, 1992 : Toelihere, 1979 : Anonim, 2004).

Beberapa kuda memperlihatkan keinginan kawin yang besar pada awal musim kawin selama periode estrus yang panjang tapi tidak terjadi ovulasi. Kuda-kuda ini mungkin tidak akan subur sampai periode estrusnya menjadi lebih pendek dan lebih teratur. Kuda-kuda lain mungkin hanya mengalami birahi tenang atau silent heat dimana terjadi ovulasi tapi tidak memperlihatkan keinginan untuk kawin. Banyak kuda-kuda semacam ini akan dapat bunting apabila saat estrus dapat diidentifikasi melalui palpasi rektal dan dari perubahan-perubahan fisik pad vulva, vagina dan cerviks (Frandson, 1992).

Fisiologi Reproduksi Pada Babi Betina

Babi adalah ternak mamalia yang menghasilkan anak dalam jumlah besarsekaligus dengan interval generasi yang lebih singkat dari pada domba, sapi, kerbau atau kuda. Sifat-sifat tersebut membuat babi sebagai jenis ternak dengan potensi reproduksi yang tinggi untuk produksi ternak komersial (Toelihere, 1993).

Pubertas adalah periode saat organ-organ reproduksi babi pertama kali berfungsi dan menghasilkan telur atau sperma dewasa. Umur saat pubertas dicapai berlainan antara bangsa-bangsa ternak dan juga antara anak babi sekelahiran (Sihombing, 1997). Pubertas terjadi sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut dari folikel-folikel dan pembentukan hormon-hormon ovarial oleh folikel yang matang.

Seekor babi betina mencapai pubertas pada umur 5-8 bulan dan umur rata-rata yang dianjurkan untuk perkawinan pertama adalah 8-10 bulan(Toelihere, 1993). Babi betina yang berahi memperlihatkan suatu respon diam atau sikap kawin yang jelas apabila ditekan punggungnya oleh pejantan. Respon ini sangat bermanfaat dalam deteksi bukan saja

permulaan birahi tetapi juga tingkatan birahi karena suatu sikap yang lebih tenang dan kaku diperlihatkan selama pertengahan periode berahi (Toelihere, 1993).

Siklus etrus berlangsung kira-kira 21 hari dan estrus sendiri berlangsung selama 3-5 hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Ada empat fase yang jelas dalam siklus berahi babi yaitu:

1. Proestrus : terjadi sebelum estrus dan terjadi selama 3-4 hari

2. Estrus : berlangsung selama 2-3 hari dan pada periode tersebut betina memiliki seksual reseptif terhadap pejantan. Periode ini biasanya lebih pendek pada babi dara dibandingkan babi induk. Pada saat estrus akan terjadi ovulasi.

3. 

Metestrus: terjadi setelah ovulasi, corpus luteum terbentuk dalam setiap folikel yang pecah dalam waktu 6-8 hari.

4. Diestrus: adalah waktu inaktivitas yang pendek yang ditandai olehpenghancuran corpus luteum setelah 14 hari dari puncak berahi. Dalam3-4 hari serombongan folikel baru mulai berkembang dan siklus tadi akan terulang sendiri.

Siklus estrus pada sapi

Pada sapi pubertas bervariasi tergantung bangsa dan tingkat nutrisi.Sapi-sapi Holstein memperlihatkan birahi pertama pada umur rata-rata37 minggu apabila tingkat nutrisinya baik dan 49 minggu bila nutrisinya sedang, 72 minggu bila tingkat nutrisinya rendah. Periodeestrus pada sapi dapat dinyatakan saat dimana sapi beina tetap siap sedia dinaiki oleh betina lain atau pejantan. Periode itu rata-rata 18 jam, kisaran normalnya 12-24 jam. Ovulasi normalnya terjadi kira-kira 10-15 jam setelah berakhirnya estrus. Konsepsi masih dapat terjadi pada sapi yang dikawinkan mulai dari 34 jam sebelum ovulasi sampai menjelang 14 jam setelah ovulasi. Untuk kepentingan IB, sapi-sapi yang nampak birahi pada pagi hari, sebaiknya diinseminasi siang

itu juga dan sapi yang nampak birahi sore, hendaknya dikawinkan besok pagi hari.

Gambaran hormon pada siklus estrus sapi

Sumber:http://animalsciences.missouri.edu/reprod/Notes/estrous/estrous.htm 

Perdarahan pada vulva sering terjadi pada heifer dan sapi dewasa 1-3hari setelah berakhirnya estrus. Fenomena tersebut disebut perdarahan metestrus dan apabila perkawinan dilakukan pada saat tersebut konsepsi jarang terjadi.

Siklus estrus pada domba

Pubertas pada domba mulai umur 12 bulan. Domba merupakan contoh nyata untuk hewan-hewan yang mempunyai poliestrus musiman dengan periode anestrus yang panjang diikuti dengan musim kawin yang bervarasi dari 1-20 hari siklus estrus yang berurutan. Panjangnya musim kawin tampak berkaitan dengan keadaan iklim pada saat itu. Pada iklim tertentu periode melahirkan bagi domba terbatas dan akibatnya musim kawin atau musim birahi juga terbatas dengan demikian kelahiran hanya terjadi pada waktu yang memungkinkan.

Lama siklus estrus domba rata-rata 16-17 hari. Siklus yang terlalu panjang atau terlalu pendek cenderung terjadi selama awal atau akhirmasa birahi, bukan pada pertengahan birahi. Lama estrus rata-rata 30jam dengan kisaran 3-84 jam, tetapi kebanyakan domba betina akan siap menerima pejantan selama periode 24-48 jam. Domba-domba pejantan sudah mulai tertarik pada sat proestrus, metestrus, dan estrus, tetapi domba-domba betina baru bisa menerima pejantan hanya periode estrus saja. Ovulasi terjadi pada saat akhir estrus, 2 atau 3 ovulasi dapat terjadi pada estrus yang sama. Saat yang terbaik untuk mengawinkan domba betina adalah pada pertengahan sampai akhir periode estrus.

Siklus estrus pada kuda

Pubertas mulai antara umur 10-24 bulan dengan rata-rata sekitar 18 bulan. Panjang waktu estrus antara permulaan suatu periode estrus sampai permulaan periode berikutnya bervariasi pada kuda antara 7-124 hari. Akan tetapi angka rata-rata yang dilaporkan oleh banyak peneliti adalah 21 atau 22 hari. Rata-rata lamanya siklus estrus

pada kuda kira-kira 6 hari, tetapi dimungkinkan juga adanya variasi yang besar. Periode estrus cenderung memendek dalam perubahan musim semi ke musim panas. Periode estrus yang terpendek nampak berkaitan erat dengan baiknya fertilitas. Pada awal musim kawin yaitu Maret dan April, periode estrus cenderung tidak teratur dan panjang, sering juga terjadi tanpa ovulasi. Dari bulan Mei ke Juli periode tersebut memendek dan menjadi lebih teratur, dengan adanya ovulasi sebagai suatu bagian yang normal dan suatu siklus. Kuda dengan periode birahi 1-3 hari hendaknya dikawinkan paa hari pertama. Kuda dengan periode yang lebih panjang hendaknya dikawinkan pada hari k-3dan ke-4 dan lagi 48-72 jam kemudian. Apabila periode itu lebih lamadari 8-10 hari, sebaiknya ditunggu sampai periode birahi berikutnya.Kuda dengan periode birahi yang pendek dan teratur sepanjang tahun dapat dikawinkan.

Pada awal musim kawin, beberapa kuda memperlihatkan keinginan kawin yang besar selama periode birahi yang panjang, tetapi tidak terjadi ovulasi. Kuda-kuda ini mungkin tidak akan konsepsi sampai periode birahinya menjadi lebih pendek dan teratur. Kuda –kuda lain mungkin hanya mempunyai silent heat atau birahi tenang, dimana terjadi ovulasi tapi tanpa memperlihatkan keinginan untuk kawin.

Siklus birahi pada primata

Manusia dan primata lain mampunyai siklus menstrtuasi (menstrual cycle), sementara mamalia lain mempunyai siklus estrus (estrous cycle). Kedua kasus ini, ovulasi terjadi setelah endometrium mulai menebal dan teraliri banyak darah, karena menyiapkan uterus untuk kemungkinan implantsi embrio. Pada siklus menstruasi, endometrium akan meluruh dari uterus melalui serviks dan vagina dalam pendarahanyang disebut sebagai menstruasi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada ovarium selama siklus estrus :

1. Selama tidak ada aktifitas seksual (diestrus) terlihat folikel kecil-kecil (folicle primer)

2. Sebelum estrus folikel-folikel ini akan menjkadi besar tetapi akhirnya hanya satu yang berisi ovum matang.

3. Folikel yang berisi ovum matang ini akan pecah, oosit keluar (ovulasi), saat disebut waktu estrus.

4. Kalau oosit dibuahi, korpus luteum akan dipertahankan selama kehamilan dan siklus berhenti sampai bayi lahir dan selesai disusui.

5. Kalau oosit tidak dibuahi, korpus luteum akan berdegenerasi, folikel baru akan tumbuh lagi, siklus diulangi.

Perbedaan siklus menstruasi dengan siklus estrus yaitu:

Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata yang dewasa seksual yang ditandai dengan adanya siklus haid, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan endometrium pada uterus akan luruh keluar tubuh. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Pada siklus astruns, meliputi empat fase yaitu fase diestrus, proestrus, estrus,dan fase metesterus, jika tidak terjadi pembuahan, endomentrium akandireabsorbsi oleh tubuh.

Siklus estrus pada babi

Birahi pada babi berlangsung 2 sampai 3 hari dengan variasi antara 1sampai 4 hari. suatu batasan yang nyata antara permulaan dan akhir estrus sulit ditentukan karena estrus adalah suatu fenomena yang berlangsung gradual.

Babi betina yang birahi memperlihatkan suatu respon diam atau sikap kawin yang jelas apabila ditekan punggungnya baik oleh pejantan, oleh betina lain atau penunggu ternak. Respon ini sangat bermanfaat dalam deteksi bukan saja permulaan birahi tetapi juga tingkatan birahi karena suatu sikap yang lebih tenang dan kaku diperlihatkan selama pertengahan periode birahi.

Ovulasi terjadi selama estrus pada babi betina dan sebagian besar ova dilepaskan 38 sampai 42 jam sesudah permulaan estrus. Lama proses ovulasi adalah 3,8 jam. Ovulasi terjadi kira-kira 4 jam lebihcepat pada betina yang sudah dikawinkan dibandingkan dengan pada betina yang belum kawin.

Siklus birahi pada babi mencapai 19 sampai 23 hari, rata-rata 21 hari, dan relatif konstan. Estrus terjadi sepanjang tahun. Corpora lutea bertumbuh sempurna dalam waktu 6-8 hari dan, kalau hewan tidakbunting, beregresi kembali pada hari ke 14 sampai ke-16 siklus birahi.

Siklus estrus pada kerbau

Fisiologi reproduksi kerbau betina agak berbeda dari sapi, dan mencapai pubertas pada umur yang lebih tua daripada sapi. Rata-rata dewasa kelamin kerbau betina dicapai pada umur 3 tahun. Di jawa, estrus pertama terlihat pada kerbau lumpur pada umur antara 3 sampai5 tahun. Kerbau betina adalah ternak produktif selama hidupnya, yangdapat menghasilkan 20 ekor anak dalam waktu 25 tahun.

Kerbau betina memperlihatkan siklus birahi yang normal selama kuranglebih 3 minggu, di Indonesia siklur birahi pada kerbau lumpur berkisar antara 17 dan 29 hari, rata-rata 23,53 hari.

Birahi berlangsung lebih lama pada kerbau daripada sapi, mencapai 24sampai 36 jam. Pada penelitian lain dicatat lama birahi rata-rata 17,65 jam.

Dari hasil survei yang dilakukan penulis di Sumatera, Jawa, Tana Toraja di Sulawesi Selatan, dan Bali serta observasi selama 3 bulan pada sejumlah kerbau di kampung Maharang desa Prai Karoku Jangga, Sumba Barat pada tahun 1975 terbukti bahwa tanda-tanda birahi dan keinginan kelamin jelas terlihat di siang hari terutama pada waktu pagi sebelum kerbau dikeluarkan dari kandang dan pada sore hari sesudah kembali di kandang dari padang gembalaan. Tanda-tanda birahiyang terlihat adalah diam dinaiki kawannya dan keluar lendir transparan dari vulva. Lendir transparan ini jelas terlihat di sore hari pada waktu hewan istirahat dan berbaring untuk memamah biak di mana perutnya bertumpu di tanah dan tertekan sehingga saluran kelamin ikut tertekan dan terdesak untuk mengeluarkan lendir birahi.Keadaan birahi tersebut berlangsung antara 12 sampai 96 jam, rata-rata 41,84 jam.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004, Fisiologi Reproduksi Ternak 1, Bagian Reproduksi Dan Kebidanan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Frandson, R.D., 1992, Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi ke-4, diterjemahkan oleh Srigandono, B dan Praseno, K, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Frandson, R.D., 1996, Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi ke-7, diterjemahkan oleh Srigandono, B dan Praseno, K, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Marawali, A., M.T. Hine, Burhanuddin, H.L.L. Belli. 2001. Dasar-dasar ilmu reproduksi ternak. Departemen pendidikan nasional direktorat pendidikan tinggi badan kerjasama perguruan tinggi negeri Indonesia timur. Jakarta.

Partodiaharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. PT. Mutiara Sumber Widya. Jakarta Lopez, H., L. D. Satter, and M. C. Wiltbank.2004. Relationship between level of milk production and estrous behavior of lactating dairy cows. Anim. Reprod. Sci. 89:209–223.

Salisbury, R.E. dan W.L. Vandemark. 1985. Fisiologi Reproduksi Dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Edisi terjemahan oleh R. Djanuar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sihombing D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sonjaya, H. 2005. Materi Mata Kuliah Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Smith. J.B. dan Mangkoewidjojo. S. 1998. Pemeliharaan, Pembiakkan Dan Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. Universitas Indonesia.

Toelihere, M.R. 1985a. Fisiologi Reproduksi pada Ternak.Angkasa. Bandung.

Toelihere, M.R. 1985b. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.

Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.

Pada hewan betina sekali pubertas telah tercapai dan musim reproduksi telah dimulai, estrus akan terjadi pada hewan betina yangtidak bunting menurut suatu siklus yang teratur dan khas. Estrus atau birahi adalah periode atau waktu hewan betina siap menerima pejantan untuk melakukan perkawinan. Interval waktu antara timbulnyasatu periode estrus kepermulaan periode estrus berikutnya disebut siklus estrus. Saluran reproduksi hewan betina akan mengalami perubahan-perubahan pada interval-interval tersebut. Siklus estrus dikontrol secara langsung oleh hormon-hormon ovarium dan secara tidak langsung oleh hormon-hormon adenohipofise.

            Berdasarkan frekuensi terjadinya siklus estrus, hewan dibedakan menjadi tiga golongan. Golongan pertama,hewan monoestrus yaitu hewan yang hanya satu kali mengalami periode estrus per tahun,contohnya beruang, srigala, dan kebanyakan hewan liar. Golongan kedua, hewan poliestrus yaitu hewan-hewan yang memperlihatkan estrussecara periodik sepanjang tahun, contohnya sapi, kambing, babi, kerbau dan lain-lain. Golongan ketiga, hewan poliestrus bermusim yaitu hewan-hewan yang menampakkan siklus estrus periodik hanya selama musim tertentu dalam satu tahun, contohnya domba yang hidup di negara dengan empat musim.

8.3 Fase-fase Siklus Estrus

            Menurut perubahan-perubahan yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan selama siklus estrus maka siklus estrus dibedakan menjadi empat fase yaitu proestrus, estrus, metestrus/postestrus, dan diestrus. Pembagian yang lain berdasarkan perkembangan folikel dan pengaruh hormon maka siklus estrus dibedakan menjadi fase folikuler atau estrogenik yang meliputi proestrus dan estrus, serta fase luteal atau progestational yang terdiri atas metestrus/postestrus dan diestrus. Lama berbagai periode siklus estrus pada beberapa hewan tercantum pada Tabel 8. Secara umum, siklus birahi pada babi, sapi, dan kuda berkisar antara20—21 hari, sedangkan pada domba 16—17 hari.

Tabel 8. Lama berbagai periode siklus estrus pada hewan peliharaan

Jenis ternak

Proestrus (hari)

Estrus Metestrus (hari)

Diestrus (hari)

Sapi 3 12—24 jam 3—5 13

Kuda 3 4—7 hari 3—5 6—10

Babi 3 2—4 hari 3—4 9—13

Domba 2 1—2 hari 3—5 7—10

8.3.1 Proestrus

            Proestrus merupakan periode sebelum hewan mengalami estrus yaitu periode pada saat folikel de Graff sedang tubuh akibat pengaruh FSH dan menghasilkan estradiol dengan jumlah yang semakin bertambah. Sistem reproduksi melakukan persiapan-persiapan untuk melepaskan ovum dari ovarium. Folikel atau folikel-folikel (tergantung spesiesnya) mengalami pertumbuhan yang cepat selama 2 atau 3 hari, kemudian membesar akibat meningkatnya cairan folikuler yang berisi hormon estrogenik.

            Estrogen yang diserap oleh pembuluh darah dari folikel akan merangsang saluran reproduksi untuk mengalami perubahan-perubahan. Sel-sel dan lapisan bersilia pada tuba falopii pertumbuhannya meningkat, mukosa uteri mengalami vaskularisasi,

epitel vagina mengalami penebalan dan terjadi vaskularisasi, serta serviks mengalami elaksasi secara gradual. Banyak terjadi sekresi mukus yang tebal dan berlendir dari sel-sel goblet seriks, vagina bagian anterior, dan kelenjar-kelenjar uterus. Pada sapi dan kuda terjadi perubahan dari mukus yang lengket dan kering menjadi mukus kental seperti susu, dan pada akhir proestrus berubah lagi menjadi mukus yang terang, transparan, dan menggantung pada vulva. Corpus luteum dari periode sebelumnya mengalami vakuolisasi, degenerasi, dan pengecilan secara cepat.

8.3.2 Estrus

            Estrus merupakan periode yang ditandai oleh keinginan kelamin dan penerimaan pejantan oleh hewan betina. Selama periode estrus, umumnya betina akan mencari dan menerima pejantan untuk kopulasi. Folikel de Graff menjadi matang dan membesar, estradiol yang dihasilkan folikel de Graff akan menyebabkan perubahan-perubahan pada saluran reproduksi yang maksimal. Selama atau segera setelah periode ini terjadi ovulasi akibat penurunan FSH dan meningkatka LH dalam darah.

Pada periode ini, tuba falopii mengalami perubahan yaitu menegang, berkontraksi, epitelnya matang, cilianya aktif, dan sektesi cairan bertambah. Ujung oviduk yang berfimbria merapat ke folikel de Graff untuk menangkap ovum matang. Uterus akan berereksi, tegang, dan padabeberapa spesies akan mengalami oedematus. Suplai darah meningkat, mukosa tumbuh dengan cepat dan lendir disekresikan. Serviks mengendor, agak oedematus, dan sekresi cairanya meningkat. Mokosa vagina sangat menebal, sekerinya bertambah, epitel yang berkornifikasi tanggal. Vulva mengendor dan oedematus pada semua spesies, pada babi sangat jelas. Pada sapi terdapat leleran yang bening dan transparan  seperti seutas tali menggantung pada vulva. Pada akhir estrus terjadi peningkatan leukosit yang bermigrasi ke lumen uterus.

8.3.3 Metestrus/Postestrus

            Metestrus merupakan periode segera setelah estrus, ditandai dengan pertumbuhan cepat korpus luteum yang berasal dari

sel-sel granulosa yang telah pecah di bawah pengaruh LH. Metestrus sebagian besar berada di bawah pengaruh hormon progesteron yang dihasilkan korpus luteum. Kehadiran progesteron akan menghambat sekresi FSH sehingga tidak terjadi pematangan folikel dan estrus tidak terjadi.

            Pada periode ini, uterus mengadakan persiapan untuk menerima dan memberi makan embrio. Pada awal postestrus, epitelium pada karunkula uterus sangat hiperemis dan terjadi hemoragis kapileryang menyebabkan terjadinya pendarahan. Sekresi mukus menurun dan diikuti pertumbuhan yang cepat dari kelenjar-kelenjar endometrium. Pada pertengahan sampai akhir metestrus, uterus agak melunak karena otot-ototnya mengendor. Apabila tidak terjadi kebuntingan maka uterus dan saluran reproduksi yang lain akan beregresi kekeadaan kurang aktif.

8.3.4 Diestrus

            Diestrus merupakan fase terakhir dan terlama dalam siklus estrus ternak-ternak mamalia. Korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron menjadi dominan. Endometrium menebal, kelenjar uterina membesar, dan otot uterus menunjukkan peningkatan perkembangan. Perubahan ini ditunjukkan untuk mensuplai zat-zat makanan bagi embrio bila terjadi kebuntingan. Kondisi ini akan terusberlangsung selama masa kebuntingan dan korpus luteum akan dipertahankan sampai akhir masa kebuntingan.

Serviks menutup rapat untuk mencegah benda-benda asing memasuki lumen uterus, mukosa vagina menjadi pucat, serta lendirnya mulai kabur dan lengket. Apbila tidak terjadi kebuntingan, maka endometrium dan kelenjar-kelenjarnya beratrofi atau berregresi keukuan semula. Folikel-folikel mulai berkembang dan akhirnya kembali ke fase proestrus.

Pada  beberapa spesies yang tidak termasuk golongan poliestrus atau poliestrus bermusim, setelah periode diestrus akan diikuti anestrus. Anestrus yang normal akan diikuti oleh proestrus. Secara fisiologis, aneastrus ditandai oleh ovarium dan saluran kelamin yang tenang dan tidak berfungsi. Anestrus fisiologis dapat diobservasi pada negara-negara yang mempunyai 4 musim, yaitu musim semi dan panas pada domba serta selama musim dingin pada kuda. Selama anestrus, uterus kecil dan kendor, mukosa vagina pucat,

lendirnya jarang dan lengket, serta serviks tertutup rapat dengan mukosa yang pucat. Aktivitas folikuler dapat terjadi dan ovum dapat berkembang tetapi tidak terjadi pematangan folikel dan ovulasi.

8.4 Pengaturan Hormonal pada Siklus Estrus

            Pada dasarnya, pola siklus estrus sama tetapi berbeda antar spesies. Siklus estrus secara langsung diatur oleh hormon-hormon tetapi secara tidak langsung oleh hormon adenohipofise. Pengaturan hormon pada siklus estrus tergantung sirkulasi hormon di dalam pembuluh darah hewan betina dan reaksi organ target dari hormon yang bersangkutan.

8.4.1 Sapi

            Pengaturan hormonal diawali oleh hormon hipotalamus yaitu GnRH yang disekresikan oleh hipotalamus akan menstimuli FSH dan LH dilepaskan dari adenohipofise, selama proestrus terjadi peningkatan, mencapai puncaknya pada fase estrus, dan akhirnya menurun pada akhir metestrus. Pada periode diestrus akan tetap rendah sampai periode proestrus.

            Hormon-hormon hipofise yang ikut dalam pengaturan siklusestrus adalahFSH dan LH. FSH dihasilkan oleh adenohipofise akan merangsang perkembangan folikel pada ovarium yang akhirnya mengasilkan estrogen. FSH ada di dalam darah dan jumlahnya meningkatpada hari ke-4 sampai hari ke-6, akan terus meningkat dan merangsangperkembangan folikel sampai terjadinya ovulasi. Hormon lainnya adalah LH yang menyebabkan ruptur (pecah) folikel dan memulai perkembangan korpus luteum. LH mencapai puncaknya pada awal estrus dan ovulasi akan terjadi 30 jam kemudian. Konsentrasi GnRH, FSH, danLH seperti pada Gambar 17.

Gambar 17. Konsentrasi GnRH, FSH, dan LH selama siklus estrus pada sapi.

            Dua hormon ovarium yang langsung mengatur siklus estus adalah estrogen dan progesteron. Estrogen dihasilkan oleh folikel yang sedang tumbuh akbatnya rangsangan FSH. Perubahan konsentrasi estrogen sesuai dengan perkembangan folikel dan mencapai puncaknya pada awal estrus. Estrogen menyebabkan libido hewan menjadi kelihatan dan organ-organ reproduksi mempersiapkan terjadinya konsepsi.

            Progsteron dihasilkan oleh sel-sel luteal dari korpus luteum yang mulai berfungsi pada hari ke-3 sampai ke-4 siklus estrusdan mulai meningkat dalam hal konsentrasi dan reproduksi sampai padahari ke-8 siklus. Konsentrasi progesteron akan bertahan sampai hari ke-16, pada saat korpus luteum mulai mengalami regresi sehingga konsentrasi progesteron sangat menurun. progesteron akan tetap dipertahankan dan berfungsi apabila terjadi kebuntingan pada ternak.Konsetrasi estrogen dan progesteron selama siklus estrus terlihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Konsentrasi estrogen dan progesteron selama siklus estruspada sapi

8.4.2 Domba

            Pengaturan hormon selama siklus estrus hampir sama dengan pengaturan hormon pada sapi. Perbedaan terdapat pada lamanya siklus estrus yang lebih pendek (16—17 hari) tetapi periode estrus lebih panjang (30 jam) dan ovulasi terjadi 24—27 jam setelah awal estrus. Korpus luteum ada sejak hari ke-4 sampai hari ke-14. Konsentrasi progesteron meningkat pada hari ke-3 sampai hari ke-11. Konsentrasi hormon-hormon selama siklus estrus pada domba terdapat pada Gambar 19 dan 20.

Gambar 20. Konsentrasi estrogen dan progesteron selama siklus estruspada domba

8.4.3 Babi

            Satu periode siklus estrus pada babi menghasilkan ovum matang dalam jumlah banyak (12—20) kemudian diovulasikan. Pengaruh FSH berlangsung selama 5—6 hari sampai folikel menjadi matang, kemudian pengaruh LH menyebabkan terjadinya reptur ovum yang matang.Ovulasi terjadi 35—40 jam setelah awal estrus dan konsentrasi LH mencapai puncaknya. Ovum yang pecah akan membentuk korpus luteum. Sel-sel luteal akan menghasilkan progesteron yang mencapai puncaknyapada pertengahan siklus dan menurun pada hari ke-15 dab 16 siklus. Perubahan konsentrasi hormon-hormon selama siklus estrus terlihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Konsentrasi LH, estrogen, dan progesteron selama siklus estrus pada babi.

8.4.4 Kuda

            Pada kuda sering mengalami periode anestrus pada musim dingin. Periode estrus dapat berlangsung 5—7 hari terutama setelah anestrus musim dingin. Perilaku birahi pada kuda berbeda dengan ternak lain, yaitu lambat laun meningkat intensitasnya dalam beberapa hari. Fase perkembangan folikel berkepanjangan, sekresi FSHmempunyai dua puncak dan puncak yang kedua tercapai pada hari ke-15 siklus dan kadang-kadang terjadi ovulasi. Puncak konsentrasi FSH yang pertama terjadi pada hari ke-7 siklus dan akan tetap meningkat telah terjadi ovulasi. Ovulasi terjadi 24—48 jam sebelum akhir estrus. Pada ternak lain, konsentrasi LH mencapai puncaknya yang tajam sebelum ovulasi menjelang estrus. Pada kuda, konsentrasi LH naik secara perlahan dan membentang eaktu ovulasi, mencapai

puncaknya setelah ovulasi terjadi. Perubahan konsentrasi hormon-hormon selama siklus estrus tercantum pada Gambar 22 dan 23.

Gambar 22. Kosentrasi FSH dan LH selama siklus estrus pada kuda.

Gambar 23. Konsentrasi estrogen dan progesteron selama siklus estruspada kuda.

8.5 Siklus Estrus pada Berbagai Ternak

            Bila perkawinan tidak diikuti perubahan, mamalia betina dengan siklus reproduksi yang normal akan mengalami rangkaian perubahan ovarium yang berulang termasuk sekresi hormon yang berpengaruh terhadap perilaku kelamin dan saluran reproduksi. Panjang siklus estrus dan lamanya birahi bervariasi antar jenis hewan (Tabel 9).

            Siklus estrus pada sapi, panjangnya 20 hari untuk sapi dara dan 21—22 hari untuk sapi dewasa, dengan kisaran 18—24 hari. Fase luteal siklus berlangsung 17 hari dan fase folikuler 3—4 hari. Lama birahi berlangsung 12—28 jam, cenderung lebih singkat pada musim dingin dan laktasi yang berat. Pada saat estrus menjadi tidak tenang, kurang nafsu makan, kadang-kadang menguak, dan memisahkan diri untuk mencari pejantan. Sapi tersebut akan diam bila dinaiki betina lain dan mencoba menaiki betina-betina lain, serta mengangkatdan menggoyangkan ekornya. Sapi betina juga akan diam menerima pejantan untuk kopulasi. Vulva sapi yang sedang estrus akan membengkak, memerah, dan mengeluarkan sekresi mukus transparan (terang dan tembus) yang menggantung. Kadang-kadang vulvanya akan diciumi oleh betina lain.

Jenisternak

Lama siklus estrus (hari)

Lama estrus

Waktu ovulasi Waktu optimum untuk dikawinkan

Kuda 19—23 (21)

4,5—7,5 (5,5) hari

1—2 hari sebelum akhirestrus

2—4 hari sebelum akhir estrus atau hari ke-2—ke-3 estrus

Sapi 18—24 (21)

12—28 jam(18 jam)

10—15 jam sesudah akhir estrus

Pertengahan sampai akhir estrus

Domba 14—20 (16,5)

30—36 jam 12—24 jam sebelum akhir estrus

18—24 jam sesudah permulaan estrus

Babi 18—24 (21)

1—4 (2—3)hari

30—40 jam sesudah permulaan estrus

12—30 jam sesudah permulaan estrus

            Pada domba, siklus estrus panjangnya mencapai 14—20 haridengan rata-rata 16,5 hari. Fase luteal berlangsung selama 14 hari dan fase folikuller 3—4 hari. Panjang periode birahi 30—36 jam dan ovulasi terjadi 12—24 am sebelum berakhirnya estrus. Domba yang birahi akan mendekati dan memperhatikan pejantan, menggoyang-goyangkan ekornya, menggesek-gesekkan leher dan badannya ke tubuh pejantan, berjalan mengelilingi pejantan, dan menciumi alat genetalia pejantan. Akhirnya akan diam bila dinaiki pejantan untuk perkawinan. Vulva domba yang estrus tidak oedematus dan tidak mengeluarkan lendir.

            Lama siklus birahi pada babi adalah 18—24 hari dengan rata-rata 21 hari. Fase estrus rata-rata berlangsung selama 2—3 haridan ovulasi terjadi 30—40 jam pada awal estrus. Fase estrus lebih lama pada babi akan berdiam diri, tegak, kaku, dan mengambil posisi kawin bila disentuh atau ditekan punggungnya oleh dagu pejantan atau

tangan pekerja. Babi yang sedang estrus sering mengeluarkan suara-suara singkat dan rendah, nafsu makannya hilang, serta akan memisahkan diri dari kelompoknya untuk berkelana mencari pejantan. Vulvanya mengalami pembengkakkan tetapi tidak mengeluarkan lendir selama estrus.

            Panjang siklus estrus pada kuda rata-rata adalah 21 hari. Lama siklus akan bertamba lama apabila ada siklus yang lowong akibat musim dingin. Rata-rata panjangnya fase estrus adalah 5,5 hari. Betina yang seang birahi akan membiarkan pejantan menciumi  dan menggigit tanpa perlawanan, sering mengangkat ekor, merentangkan kaki, dan merendahkan punggungnya. Seperti ternak lain,kuda akan diam berdiri bila dinaiki pejantan untuk kopulasi. Bibir vulva membengkak dan sebagian terkuak. Leleran dalam jumlah sedikit akan keluar dari vulva.

8.6 Estrus Postpartus

Estrus post partus atau estrus pertama setelah melahirkan merupakan mata rantai yang penting dalam proses reproduksi sehingga harus mendapatkan perhatian dalam pengelolaan reproduksi agar ternak tetapmempunyai kemampuan reproduksi yang optimum. Estrus pertama postpartus berhubungan dengan aktivitas siklus ovarium yang kembali normal secara cepat setelah melahirkan.

            Pada masa awal setelah melahirkan, hewan betina harus menghasilkan susu untuk anaknya dan menyiapkan uterus, ovarium, dan oran-organ kelamin yang lain, serta sistem endoktrin yang memulai siklus yang normal agar dapat bereproduksi lagi. Pada masa ini, umumnya siklus estrus tidak akan segera terjadi karena pengaruh umpan balik negatif dari progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum dan plasenta selama kebuntingan. Hal ini mengakibatkn pituitari terhadap pemberian GnRH. Selama masa peralihan dan tidak adanya siklus estrus sampai timbulnya siklus, GnRH disekresikan untuk meningkatkan frekuensi episodik LH plasma terutama untuk aktivitas folikuler dan sekresi estradiol. Pengeluaran GnRH secara episodik merupakan prasarat untuk memulai aktivitas siklus ovarium pada induk.

8.6.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi estrus post partus pada sapi

            Jarak dari beranak sampai timbulnya estrus pertama antarspesies berbeda-beda. Pada sapi perah, estrus postpartus terjadi pada 30—72 hari, sapi potong 46—104 hari. Pada babi, estrus postpartus terjadi pada hari ke-3 sampai ke-5 tetapi tidak disertai ovulasi, sedangkan pada kuda terjadi dalam waktu 6 sampai 13 hari. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi estrus pertama postpartus antara lain lingkungan, genetik, fisiologi, dan metabolik.

A.  Kondisi tubuh

 Induk yang mempunyai kondisi tubuh yang baik pada saat melahirkan menunjukkan penampilan reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan induk yang kondisinya jelek. Induk dengan kondisi baik (nilaikondisi tubuhnya ≥ 2,5 pada penilaian dengan interval 1—5) akan kembali estrus dalam waktu yang singkat sedangkan induk dengan nilaikurang dari 2,5 waktu yang diperlukan untuk estrus kembali lebih lama. Setiap penurunan 10% dari bobot tubuh, estrus pertama postpartus akan diperpanjang selama 19 hari. Kondisi ini biasanya berkaitan dengan pembatasan energi pada akhir kebuntingan yang menyebabkan induk menjadi kurus.

Perubahan kondisi tubuh pada saat melahirkan merupakan penentu yang berhubungan dengan kembalinya aktivitas ovarium. Menurut Spincer, et al.(1990) sapi-sapi yang tidak memperlihatkan aktivitas siklus dalam 60 hari setelah melahirkan kehilangan lebih banyak bobot tubuh dibandingkan dengan sapi-sapi yang memperlihatkan aktivitas siklus. Pada kelompok induk yang tidak memperlihatkan aktivitas siklus dalam60 hari, susu yang dihasilkan 28% berasal dari jaringan tubuhnya, pada kelompok yang siklusnya akif dalam 40—60 hari, 16,7% susunya dihasilkan oleh jaringan tubuh sedangkan pada kelompok yang aktivitas siklus dalam 40 hari hanya 15,9% saja. Penelitian yang dilakukan oleh Rutter dan Randell (1984) memperlihatkan hasil bahwa induk yang mengalami penurunan kondisi tubuh pada awal laktasi, interval pasca beranak ke estrus pertama adalah 60 ± 7,5 hari, sedangkan induk yang mampu mempertahankan kondisi tubuhnya lebih cepat yaitu 31,7 ± 2,8 hari.

B.  Produksi susu

Interval kelahiran ke ovulasi pertama setelah beranak berhubungan dengan produksi susu, semakin tinggi produksi susu yang dihasilkan induk maka semakin lama interval terjadinya ovulasi. Hal ini terjadi

karena adanya hambatan sekresi hormon yang merangsang pertumbuhan dan memasakan folikel.

Butter, et al. (1981) menemukan hubungan produksi susu dengan keseimbangan energi pada awal laktasi. Sapi akan mengalami keseimbangan energi negatif yang meningkat pada awal laktasi sampai puncak produksi tercapai. Setelah ini bergerak secara progresif kearah keseimbangan 0 (tetap) ketika produksi susu mulai turun. Olehkarena itu, sapi yang mempunyai produksi susu tinggi tidak dapat mempertahankan keseimbangan energi positif, sehingga pada awal laktasi terjadi keseimbangan negatif.

C.  Energi Makanan

Estrus pertama setelah melahirkan akan timbul lebih cepat apabila energi pada ransumnya diperbesar. Penelitian Oxenreider dan Wegner (1971) memperlihatkan hasil bahwa induk yang diberi makan dengan energi 60% memerlukan waktu 17 hari untuk membentuk folikel dengan diameter 10 mm, sedangkan induk yang diberi energi 100% dan 133% hanya memerlukan waktu 11 hari

            Penelitian lain dilakukan Staples, et al. (1990) untuk melihat hubungan antara aktivitas ovarium (dengan menghitng kadar progesteron plasma) dan status energi pada awal periode laktasi. Penelitian dilakukan selama 9 minggu awal laktasi dengan menggunakan64 ekor induk sapi Frisien Holstain. Hasil yang diperoleh yakni 15 ekor tidak memperliahatkan siklus, 24 ekor mengalami siklus dalam waktu 40—60 hari postpartus, dan 25 ekor memperlihatkan aktivitas siklus dalam waktu 40 hari. Pada sapi yang tidak memperlihatkan aktivitas siklus akan mengalami keseimbangan energi negatif lebih besar dari pada kelompok induk yang memperlihatkan aktivitas siklus.

            Pada awal laktasi, 92% induk sapi perah mengalami keseimbangan energi negatif dengan besar yang bervariasi antarindividu. Keseimbangan energi negatif berhubungan dengan penurunan glukosa darah dan tingginya asam lemak yang tidak terestrifikasi serta benda-benda keton. Hal ini memberikan isyarat bahwa terjadi penurunan glukoneogenesis, peningkatan ketogenesis, dan moilisasi lemak selama keseimbangan energi negatif terjadi. Keseimbangan energi pada awal laktasi dipengaruhi secara bermakna oleh pemasukan energi makanan.

D.  Protein Pakan

Ada dua pendapat tentang hubungan antar jumlah protein kasar dan timbulnya estrus postpartus. Pendapat pertama dikemukakan oleh Sasser, et al.(1988) bahwa perpanjangan timbulnya estrus postpartus terjadi pada sapi yang diberi pakan dengan defesiensi protein kasar (0,32kg/ekor/hari) dibandingkan dengan kelompok sapi yang diberi pakan dengan protein kasar yang cukup (0,96kg/ekor/hari). Pada sapi yang diberi protein kasar rendah timbulnya estrus postpartus yakni 84,4 ± 3,8 hari sedangkan pada pemberian protein kasar cukup yakni 74,8 hari. Pendapat kedua dikemukakan oleh Howard, et al. (1987) dan Caroll, et al. (1988) yang menyatakan bahwa pemberian protein kasar dalam ransum dengan kadar rendah maupun tinggi tidak berpengaruh terhadap timbulnya estrus postpartus.

Kebutuhan protein kasar dalam pkan untuk kebutuhan reproduksi yang normal 13—20%. Kekurangan non protein nitrogen  dan rumen digestible protein pada masa akhir kebuntingan sampai awal laktasi mempunyai efekyang sama dengan kekurangan pakan. Hal ini akan menyebabkan produksiLH dan FSH menurun sehingga proses pematangan folikel tertunda.

E.  Umur Induk

Pada kondisi yang normal, tanpa memperhatikan adanya penyakit, defesiensi pakan atau pengaruh lingkungan, fertilitas sapi akan mengalami penurunan dengan bertambahnya umur sapi. Kehidupan reproduksi pada sapi rata-rata umur 8—10 tahun dengan produksi anak 4—6 ekor. Efesiensi reproduksi mencapai puncaknya pada saat sapi berumur 4 tahun dan akan mengalami penurunan yang nyata setelah sapiberumur 7 tahun.

            Pada dasarnya, kehidupan reproduksi pada sapi tergantungkondisi ternak. Kehidupan reproduksi ternak akan terhenti apabila sapi mengalami kelemahan fisik akibat adanya penyakit, defesiensi pakan, dan kekurusan. Kondisi ini tidak tergantung pada umur ternak,dapat terjadi pada ternak yang masih muda maupun tua. Keadaan lain yang dapat menghentikan kegiatan reproduksi ternak apabila organ-organ reproduksi mengalami kerusakan hebat atau fungsinya hilang karena penyakit.

F.   Masa Pengeringan

Masa kering adalah periode sapi yang masih bereproduksi dan pada keadaan bunting namun tidak diperah lagi. Masa kering yang ideal yakni 7—8 minggu sebelum sapi beranak. Perpanjangan masa kering tidak akan menambah produksi susu pada laktasi berikutnya tetapi dapat memperbaiki kondisi tubuh induk. Masa kering penting untuk mengembalikan kondisi tubuh yang menurun selama periode laktasi sebelumnya, memperbaiki jaringan alveoli ambing yang rusak, memberikan kesempatan fetus untuk berkembang, dan membantu menimbun cadangan energi dalam tubuh untuk laktasi berikutnya.

G. Aktivitas Penyusuan dan Frekuensi Pemerahan

Interaksi fisiologis antara pemerah dan penyusu dengan aktivitas ovarium belum dapat dijelaskan dengan baik. Sapi perah yang menyusuianaknya akan mengalami estrus postpartus lebih lambat  dibandingkan dengan sapi yang diperah dua kali sehari. Penyusuan akan menyebabkanpelepasan GnRH tertunda sehingga sekresi FSH dan LH juga terhambat, akibatnya pertumbukan folikel menjadi tertunda. Rangsangan saraf afferen dari puting susu akan menghambat pengeluaran dopamin ke sirkulasi protal pituitari tetapi meningkatkan sekresi prolaktin sehingga aktivitas ovarium akan tertunda. Penghentian penyusuan secara bertahap akan meningkatkan kadar LH darah.

            Pemerahan pada sapi yang dilakukan secara teratur akan dapat mengurangi hambatan sekresi LH sehingga tanda-tanda estrus akan lebih cepat terlihat dan ovulasi dapat terjadi. Frekuensi pemerahan tidak berpengaruh terhadap estrus postpartus, baik pemerahan dua kali maupun pemerahan tiga kali.

H.  Abnormalitas Postpartus

Pada masa awal setelah beranak, keadaan alat reproduksi induk merupakan faktor biologis yang dapat mempengaruhi penampilan reproduksi berikutnya. Kondisi klinis yang abnormal pada saat melahirkan atau setelahnya akan menghambat estrus pertama setelah melahirkan. Induk yang mengalami retensi plasenta dan metritis akan mengalami pertambahan 14,25 dan 15 hari dari kelahiran sampai timbulnya estrus. Hal ini terjadi karena hambatan involusi alat-alatreproduksi dan perpanjangan fase luteal.

8.6.2 Usaha mempercepat timbulnya estrus postpartus

Usaha-usaha yang dapat dilalukan untuk meningkatkan penampilan reproduksi dengan cara mempercepat timbulnya estrus postpartus adalah:

A.  Perbaikan kondisi tubuh

Kenyataan menunjukkan bahwa kondisi tubuh yang baik pada saat melahirkan dapat memperpendek waktu kosong dibandingkan dengan sapi yang kurus. Pemberian pakan yang berkualitas dengan jumlah yang mencukupi pada masa akhir kebuntingan dan awal laktasi merupakan keharusan agar sapi tetap dapat mempertahannkan kondisi tubuhnya sehingga tidak mengalami keseimbangan energi negatif. Pada sapi dengan reproduksi susu yang tinggi harus mendapat makanan dengan jumlah dan kualitas yang lebih banyak dibandingkan dengan sapi yang bereproduksi rendah.

Ransum yang diberikan pada induk sapi perah digunakan oleh tubuh untuk hidup pokok, produksi susu, kegiatan reproduksi, dan pertumbuhan. Kebutuhan zat-zat tergantung pada bobot tubuh induk, tingkat pertumbuhan, tinggi rendahnya produksi susu, dan status bunting tidaknya sapi.

Masa kering yang cukup akan mampu mengembalikan kondisi tubuh induk sehingga pada saat melahirkan sapi dalam kondisi siap. Perpanjangan masa kering akan mampu mempercepat perbaikan kondisi tubuh induk meskipun tidak akan meningkatkan produksi susu pada laktasi berikutnya. Penimbunan cadangan lemak saat hasil air susu menurun atau sapi sedang kering dapat digunakan untuk cadangan energi pada laktasi berikutnya.

B.       Peningkatan deteksi birahi

Birahi setelah beranak biasanya tidak teramati secara sempurna oleh peternak sehingga akan menyebabkan tertundanya perkawinan, akibatnyaefesiensi produksi menjadi rendah. Deteksi birahi merupakan kunci keberhasilan perkawinan, untuk mendapatkan hasil yang baik maka pengamatan birahi sebaiknya dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Gejala-gejala birahi akan lebih mudah teramati

bila induk-induk berada diluar kandang bersama-sama yaitu berdiri diam bila dinaiki atau menaiki betina lain. Cara lain adalah menempatkan betina bersama-sama dengan pejantan.

8.7 Ringkasan

Hewan-hewan betina akan mengalami birahi pada interval waktu yang teratur, namun berbeda antar spesies ternak. Interval waku antara timbulnya satu periode estrus ke permulaan periode estrus berikutnyadisebut siklus estrus/siklus birahi. Siklus estrus dibedakan menjadiempat fase yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Pembagian berdasarkan perkenbangan folikel dan pengaruh hormon, siklus estrus dibedakan menjadi dua fase yaitu folikuler atau estrogenik dan fase luteal atau progestational. Fase folikuler atau estrogenik adalah fase terjadinya perkembangan folikel menjadi matang dan siap di ovulasikan dan pengaruh hormon estrogen menjadi dominan, fase ini meliputi proestrus dan estrus. Fase luteal atau progestational adalah fase terjadinya pembentukan korpus luteum setelah terjadinya ovulasi dan pengaruh hormon progesteron menjadi dominan, fase ini terjadi dari metestrus/postestrus dan diestrus.

Selama siklus estrus terjadi perubahan-perubahan yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Perubahan yang dapat dilihat adalah terjadinya perubahan kelakuan/perilaku betina yang memasuki periode estrus. Perubahan yang sama pada setiap hewan adalah betina akan berdiam diri bila dinaiki pejantan untuk kopulasi. Perubahan yang tidak kehilangan adalah terjadinya perubahan-perubahan pda ovarium dan saluran produksi hewan betina. Pada ovarium akan erjadi perkembangan dari folikel primer. Folikel sekunder, folikel tersier,dan akhirnya matang menjadi folikel de Graff, yang siap di ovulasi. Setelah ovulasi akan terbentuk korpus luteum yang akan tetap dipertahankan bila terjadi kebuntingan dan akan berregresi bila tidak terjadi kebuntingan. Perubahan yang terjadi pada saluran reproduksi adalah perubahan dalam rangka mempersiapkan apabila terjadi kebuntingan.

Pengaturan siklus birahi dilakukan oleh hormon ovarium, estrogen danprogesteron, hormon hipothalamus, GnRH, serta hormon adenohypofise, FSH dan LH. Pola pengaturan hormon pada dasarnya sama, namun berbedaantar hewan.

Daftar Pustaka

Butler, W.R., R.W. Everett and C.E. Coopock. 1981. The Relationship Between Energy Balance, milk production, and involution in postpartum Holstein cows, J. Animal Sci. 53: 742—748

Carrol, D.J., B.A. Barton, G.W. andersanand R. D. Smith.1988.Influence of protein intake and feeding strategy of reptoductive performance. J. Dairy Sci. 71: 3470—3481

Frandsond. R.D.1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi keempat. Penerjamah B. Srigandono dan K. Praseno. Gajah Mada University Press.Yogyakarta.

Hafez, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. Sixth Ed. Lea and Fibiger. Philadelphia

Howard, H.S., E.P. Alseth, G.D. Adams, and L.J. Bush. 1987. Infuenceof dietary crude protein on dairy cows rproductive performance. J. DairySci. 70: 1563—1571

Hunter, R.H.F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. Penerjemah DK Harya Putra. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Noakes, D.E. 1996. Normal Oestrous Cycles. Dalam Arthur, G.H., D.E Noakes, H. Pearson, dan T.J. Parkinson. Veterinary Reproduction and Obstetrics. Seventh Ed. WB Saunders Company Limited. London, Philadelphia, Toronto Sydney, Tokyo

Oxenreider, S.L., and W.C. Wagner. 1971. Effect of lactation and energy intake on postpartum activity in the cows. J. Dairy Sci. 33: 1026—1031

Rutter, L.M., and R.D. Randel. 1984. Postpartum nutrient intake and body condition: Effect n pituitary function and onset of estrous in beef cattle. J. Anim Sci. 58: 265—273

Salisbury, G.W., dan N.L. VanDemark. 1985. Fisiologi Reprodukdi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Diterjemahkan oleh R. Djanuar. Gajah MadaUniversity Press. Yogyakarta

Sasser, R.E., R.J. William, R.C. Bull, C.A. Ruder and D.E Falk 1988.Postpartum reproductive performance in crude protein restricted beefcows. J. Anim. Sci. 66: 3033—3039

Sorensen, A.M. 1975. Animal Reproduction:Principles and Practices. McGraw Hill  Book Company.New York

Spicer,L.J.,W.B.Tucker,and G.D. Adams. 1990. Insulin like growth factor I in dairy cows: relationship among energy balance. Body condition, ovarian activity, and estrous behavior. J.Diary Sci.73: 929—937

Staples,C.R.W.W. Thatcher, and J.H. Clark. 1990. Relationship Between ovarian activity and energy  status during the early perpertum period of high producing diary cows.J. Diary Sci.73: 939—949

Toelihere,M.R. 1995.Fisiologi Reproduksi pada Ternak.  Angkasa. Bandung