SEJARAH PERADABAN ISLAM MASA KHILAFAH RASHIDAH

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem politik dan pemerintahan masa Al-Khulafa’al Rasyidin di masa Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali sudah pasti berbeda setiap memegang kepimpinannya. Pada masa Khulafaur Rasyidin prinsip musyawarah dan persamaan kebebasan berpendapat menjadi realisasi dari penerapan ajaran Al- Quran dan Sunnah Rasul. Pemahaman dan penafsiran terhadap pemerintahan Khulafaur Rasyidin, dahulu dan sekarang sangat berkaitan sehingga sistem pemerintahan yang telah dibentuk dari masa ke masa berkembang menjadi seperti sekarang. Sistem pemerintahan yang dititipkan oleh pendahulunya dapat menambah wawasan pembaca tentang pemerintahan yang pernah dipraktikan dan diterapkan dalam dunia Islam hingga saat ini. 1.2 Permasalahan - Bagaimana situasi pemerintahan dan politik Khulafaur Rasyidin ? - Apakah pemeritahan di masa Khulafaur Rasyidin dapat diterapkan hingga saat ini ? 1.3 Tujuan Penulisan 1 | Sistem Politik dan Pemerintahan Khilafah Rashidah

Transcript of SEJARAH PERADABAN ISLAM MASA KHILAFAH RASHIDAH

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem politik dan pemerintahan masa Al-Khulafa’al Rasyidin di

masa Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali sudah pasti berbeda

setiap memegang kepimpinannya. Pada masa Khulafaur Rasyidin

prinsip musyawarah dan persamaan kebebasan berpendapat menjadi

realisasi dari penerapan ajaran Al- Quran dan Sunnah Rasul.

Pemahaman dan penafsiran terhadap pemerintahan Khulafaur

Rasyidin, dahulu dan sekarang sangat berkaitan sehingga sistem

pemerintahan yang telah dibentuk dari masa ke masa berkembang

menjadi seperti sekarang. Sistem pemerintahan yang dititipkan

oleh pendahulunya dapat menambah wawasan pembaca tentang

pemerintahan yang pernah dipraktikan dan diterapkan dalam

dunia Islam hingga saat ini.

1.2 Permasalahan

- Bagaimana situasi pemerintahan dan politik Khulafaur

Rasyidin ?

- Apakah pemeritahan di masa Khulafaur Rasyidin dapat

diterapkan hingga saat ini ?

1.3 Tujuan Penulisan

1 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

- Untuk memahami sistem pemerintahan di masa Khulafah

Rasyidin

- Untuk memahami sistem politik khulafah al rasydin

- Untuk memahami pemerintahan pasca khilafah (zaman

modern)

- Untuk memahami sistem pemerintahan di masa khilafah,

pasca, dan sekarang saling berkaitan sehingga banyak

terbentuk sistem pemerintahan.

2 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

BAB II

PEMERINTAHAN KHULAFAUR RASYIDIN

I. Abu Bakar Ash-Shidiq

Khilafah Rasyidah merupakan para pemimpin ummat Islam setelah

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat, yaitu pada

masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin

Affan dan Ali bin Abi Thalib, Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in

dimana sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan

yang islami karena berundang-undangkan dengan Al-Qur’an dan

As-Sunnah.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidak meninggalkan

wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau Shallallahu

‘Alaihi wasallam sebagai pemimpin politik umat Islam setelah

beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Beliau nampaknya

menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri

untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau

Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat, belum lagi jenazahnya

dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di

balai kota Bani Sa'idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa

yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan

cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun

Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam.

Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi,

akhirnya, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu terpilih.

Dahulu, nama aslinya adalah Abdus Syams. Tetapi, setelah masuk

Islam namanya diganti oleh Rasulullah sehingga menjadi Abu

Bakar. Gelar Ash- Shiddiq diberikan padanya karena ia adalah

3 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

orang yang pertama mengakui peristiwa Isra' Mi'raj. Lalu, ia

pun diberi gelar Ash- Shiddiq (Orang yang percaya).

Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar

Radhiallahu ‘anhu disebut Khalifah Rasulullah (Pengganti Rasul

Allah) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah

saja.

Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu menjadi khalifah hanya 2 (dua)

tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu

habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama

tantangan yang disebabkan oleh suku-suku bangsa Arab yang

tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah sepeninggal

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. Mereka menganggap

bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad Shallallahu

‘Alaihi wasallam, dengan sendirinya batal setelah Nabi

Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Karena itu mereka

menentang Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Karena sikap keras

kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama

dan pemerintahan, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu menyelesaikan

persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang

melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid Radhiallahu ‘anhu

adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.

Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu

Bakar Radhiallahu ‘anhu, sebagaimana pada masa Rasulullah

Shallallahu ‘Alaihi wasallam, bersifat sentral :

Kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di

tangan khalifah.

Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga

melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an4 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

dan As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi

Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam, Abu Bakar

Radhiallahu ‘anhu selalu mengajak sahabat-sahabat nya

bermusyawarah sebelum mengambil keputusan mengenai

sesuatu,yang berfungsi sebagai lembaga legislatif

pemerintahannya.

Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu

Bakar Radhiallahu ‘anhu mengirim kekuatan ke luar Arabia.

Khalid ibn Walid Radhiallahu ‘anhu dikirim ke Iraq dan dapat

menguasai wilayah al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim

ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah

ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan

Syurahbil Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in.

Keputusan-keputusan yang dibuat oleh khalifah Abu Bakar untuk

membentuk beberapa pasukan tersebut, dari segi tata negara,

menunjukkan bahwa ia juga memegang jabatan panglima tertinggi

tentara islam. Hal ini seperti juga berlaku di zaman modern

ini di mana seorang kepala negara atau presiden juga sekaligus

sebagai pangima tertinggi angkatan bersenjata.

Adapun urusan pemerintahan di luar kota Madinah, khalifah Abu

Bakar membagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi

beberapa propinsi, dan setiap propinsi ia menugaskan seorang

amir atau wali (semacam jabatan gubernur).

Mengenai praktek pemerintahan Abu Bakar di bidang pranata

sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan

sosial rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini ia mengolah

zakat, infak, sedekah yang berasal dari kaum muslimin,

ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari warga negara5 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal. Penghasilan

yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan negara ini di

bagikan untuk kesejahteraan tentara, bagi para pegawai negara,

dan kepada rakyat yang berhak menerima sesuai ketentuan Al-

Quran

Pada saat Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu meninggal dunia,

sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam

Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah. Ia diganti oleh "tangan

kanan" nya, Umar ibn Khatthab al-Faruq Radhiallahu ‘anhu.

Ketika Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu sakit dan merasa ajalnya

sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat,

kemudian mengangkat Umar ibn Khatthab Radhiallahu ‘anhu

sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan

terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam.

Kebijaksanaan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu tersebut ternyata

diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat

Umar Radhiallahu‘anhu. Umar Radhiallahu ‘anhu menyebut dirinya

Khalifah Rasulullah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga

memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (petinggi orang-orang

yang beriman).

Dari penunjukkan Umar sebagai penggantinya, ada hal yang perlu

dicatat:

1. Bahwa Abu Bakar dalam menunjuk Umar tidak meninggalkan azas

musyawarah. Ia lebih dulu mengadakan konsultasi untuk

mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum

muslimin.

6 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

2. Abu Bakar tidak menunjuk salah seorang putranya atau

kerabatnya melainkan memilih seseorang yang disegani oleh

rakyat karena sifat-sifat terpuji yang dimilikinya.

3. Pengukuhan Umar sebagai khalifah sepeniggal Abu Bakar

berjalan baik dalam suatu bai’at umum dan terbuka tanpa ada

pertentangan dikalangan kaum muslimin sehingga obsesi Abu

Bakar untuk mempertahankan keutuhan umat Islam dengan cara

penunjukkan itu terjamin.

7 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

II. Umar Ibn Al-Khathab

Ketika Abu Bakar merasakan sakitnya semakin berat, ia

mengumpulkan para sahabat besar dan menunjuk Umar bin Khattab

sebagai Khalifah. Para sahabat setuju dan Abu Bakar

meninggalkan surat wasiat yang menunjuk Umar sebagai

penggantinya. Sebagaimana Abu Bakar, Umar bin khattab pun

dibai’at dihadapan umat muslimin. Bagian dari pidatonya

adalah:

“Aku telah dipilih jadi khalifah. Kerendahan hati abu Bakar selaras dengan

jiwanya yang terbaik diantara kamu dan lebih kuat diantara kamu dan juga

lebih mampu memikul urusan kamu yang penting-penting. Aku diangkat

dalam jabatan ini tidaklah sama seperti beliau. andaikata aku tau ada orang

yang lebih kuat daripada aku untuk memikul jabatan ini, maka memberikan

leherku untuk dipotong lebih aku sukai daripada memikul jabatan ini.”

Di zaman Umar Radhiallahu ‘anhu gelombang ekspansi (perluasan

daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus,

jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara

Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria

jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai

basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn

'Ash Radhiallahu ‘anhu dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn

Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu. Iskandariah/Alexandria, ibu

kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir

jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota

dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana

serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, Al-Madain yang jatuh

pada tahun itu juga. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan8 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

Umar Radhiallahu ‘anhu, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi

Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah

Persia, dan Mesir.

Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu

‘anhu segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh

administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia.

Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah

propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah,

Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu

didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem

pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam

rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.

Adapun kekuasaan eksekutif dipegang oleh Umar bin Khattab

dalam kedudukannya sebagai kepala Negara. Untuk menunjung

kelancaran administrasi dan operasional tugas-tugas eksekutif,

Umar melengkapinya dengan beberapa jawatan,diantaranya:

1. Diwana al-kharaj (jawatan pajak)2. Diwana alahdats (jawatan kepolisian)3. Nazarat al-nafi’at (jawatan pekerjaan umum)4. Diwana al-jund (jawatan militer)5. Baitul al-mal (baitul mal)Sumber-sumber keuangan Negara untuk mengisi baitul mal

diperoleh dari alfarz, usyri, usyur, zakat dan jizya.

Umar Radhiallahu ‘anhu memerintah selama sepuluh tahun (13-23

H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia

dibunuh oleh seorang majusi, budak dari Persia bernama Abu

Lu'lu'ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar Radhiallahu

‘anhu tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar

Radhiallahu ‘anhu. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta

9 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi

khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah,

Zubair, Sa'ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn 'Auf

Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in. Setelah Umar Radhiallahu

‘anhu wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk

Utsman Radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah, melalui proses yang

agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu.

Sebagai seorang negarawan yang patut diteladani ia telah

menggariskan:

1. Persyaratan bagi calon negara

2. Menetapkan dasar-dasar pengelolaan negara

3. Mendorong para pejabat negara agar benar-benar meperhatikan

kemaslahatan rakyat dan melindungi hak-haknya karena mereka

adalah pengabdi rakyat dan bagian dari rakyat itu sendiri

4. Pejabat yang dipegang seseorang adalah amanah yang harus

dipertanggung jawabkan kepada Tuhan dan rakyat

5. Mendidik rakyat supaya berani memberi nasihat dan kritik

kepada pemerintah, pemerintah juga harus berani menerima

kritik dari siapapun sekalipun menyakitkan karena pemerintah

lahir rakyat dan untuk rakyat

6. Khalifah Umar telah meletakkan dasar-dasar pengadilan dalam

Islam

Ia selalu mengadakan musyawarah dengan tokoh-tokoh Ansar dan

Muhajirin, dengan rakyat dan dengan para administrator

pemerintahan untuk memecahkan masalah-masalah umum dan

kenegaraan. Ia tidak bertindak sewenang-wenang dan memutuskan

suatu urusan tanpa mengikutsertakan warga umat.10 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

Hasil musyawarah atau konsultasi khalifah diakhir hidupnya

dengan sejumlah pemuka masyarakat madinah yang terpenting

adalah terbentuknya “tim formatur” yang bertugas memilih

khalifah setelah umar. Konsultasi ini terjadi ketika keadaan

jiwanya akibat tikaman enam kali yang dilakukan Abu lu’luah

karena dendam, dan ini mengakibatkan kewafatannya.

11 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

III. Utsman Bin Affan

Umar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara terbaik

menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa

penikaman dirinya oleh Fairuz, seorang majusi persia, Umar

mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana

dilakukan Rasulullah. Namun Umar juga berpikir untuk

meninggalkan wasiat seperti dilakukan Abu Bakar. Sebagai jalan

keluar, Umar menunjuk enam orang Sahabat sebagai Dewan

Formatur yang bertugas memilih Khalifah baru. Keenam Orang itu

adalah Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Thalhah bin

Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi

Thalib.

Setelah melalui perdebatan yang cukup lama, muncul dua nama

yang bersaing ketat yakni Utsman bin Affan dan Ali bin Abi

Thalib. Keputusan terakhir diserahkan kepada Abdurrahman bin

Auf sebagai ketua Dewan yang kemudian menunjuk Utsman bin

Affan sebagai Khalifah.

Setelah Utsman bin Affan dilantik menjadi khalifah ketiga di

negara Madinah. Ia menyampaikan pidatonya yang menggambarkan

dirinya sebagai sufi, dan citra pemerintahannya lebih bercorak

agama ketimbang politik belaka sebagai dominan. Dalam pidato

itu usman mengingatkan beberapa hal yang penting :

1. Agar umat Islam berbuat baik sebagai bekal untuk hari

kematian

2. Agar umat Islam terpedaya kemewahan hidup dunia yang penuh

kepalsuan

12 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

3. Agar umat Islam mau mengambil pelajaran dari masa lalu

4. Sebagai khalifah ia akan melaksanakan perintah Al-Qur’an

dan Sunnah Rasul

5. Di samping ia akan meneruskan apa yang telah dilkukan

pendahulunya juga akan membuat hal baru yang akan membawa

kepada kebajikan

6. Umat Islam boleh mengkritiknya bila ia menyimpang dari

ketentuan hukum

Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan di daerah,

khalifah Usman bin Affan mempercayakannya kepada seorang

gubernur untuk setiap wilayah atau propinsi pada masanya

kekuasaan wilayah madinah dibagi menjadi 10 propinsi:

1. Nafi’bin al-Haris al-Khuza’i, amir wilayah Mekkah

2. Sufyan bin Abdullah al-Tsaqqfi, amir wilayah Thaif

3. Ya’la bin Munabbih Halif Bani Nauful bin Abd Manaf, amir

wilayah Shan’a

4. Abdullah bin Abi Rabiah, amir wilayah Al-Janad

5. Usman bin Abi al-Ashal-Tsaqafi, amir wilayah Bahrain

6. Al-Mughirah bin Syu’bah al-Tsaqi, amir wilayah Kuffah

7. Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy’ari, amir wilayah

Basrah

8. Muawiyah bin Abi Sufyan, amir wilayah Damaskus

9. Umar bin Sa’ad , amir wilayah Himsh

10. Amr bin al-Ash al-Sahami, amir wilayah Mesir

Sedangkan kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Penasehat

Syura, tempat khalifah mengadakan musyawarah dengan para

sahabat terkemuka.13 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

Prestasi tertinggi masa pemerintahan Utsman sebagai hasil

majlis syura adalah menyusun Al-Quran standar, yaitu

penyeragaman bacaan dan tulisan Al-Quran, seperti yang dikenal

sekarang. Naskah salinan Al-Quran tersebut disimpan di rumah

istri nabi kemudian naskah salinannya atas persetujuan para

sahabat dikirim ke beberapa daerah.

Di masa pemerintahan Utsman Radhiallahu ‘anhu (644-655 M),

Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari

Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi

Islam pertama berhenti sampai di sini. Untuk mengisi baitul

mal diperoleh dari alfarz, usyri, usyur, zakat dan jizya

Utsman melengkapinya dengan beberapa jawatan.

Tahun-tahun berikutnya, pemerintahannya Utsman mulai goyah.

Rakyat di beberapa daerah terutama Kufah, Basrah dan Mesir

mulai memprotes kepemimpinannya yang dinilai tidak adil. Salah

satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka

terhadap kepemimpinan Utsman Radhiallahu ‘anhu adalah

kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi.

Yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam

Rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-

orang tersebut yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman

Radhiallahu ‘anhu hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah

banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan

penting, Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan.

Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa

terkontrol oleh Usman Radhiallahu ‘anhu sendiri. Itu semua

akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’.

14 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

Padahal Utsman Radhiallahu ‘anhu yang paling berjasa membangun

bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur

pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan,

jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di

Madinah.

Pemerintahan Utsman Radhiallahu ‘anhu berlangsung selama 12

tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul

perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam

terhadapnya. Kepemimpinan Utsman Radhiallahu ‘anhu memang

sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu. Ini

karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ al-Yamani

salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’

ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya

untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa

keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman

Radhiallahu ‘anhu dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri

dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’

.

15 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

IV.    Ali Bin Abi Thalib

Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga

orang khalifah pendahulunya. Ia di bai’at di tengah-tengah

kematian Utsman, pertentangan dan kekacauan dan kebingungan

umat Islam Madinah. Sebab kaum pemberontak yang membunuh

Utsman mendaulat Ali supaya bersedia dibaiat menjadi khalifah.

Dalam pidatonya khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan

agar umat Islam :

1. Tetap berpegang teguh kepada Al-Quran dan sunnah rasul

2. Taat dan bertaqwa kepada Allah serta mengabdi kepada negara

dan sesama manusia

3. Saling memelihara kehormatan diantara sesama muslim dan

umat lain

4. Terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan umum,

dan

5. Taat dan patuh kepada pemerintah

Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu

menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan

mereka, Ali Radhiallahu ‘anhu tidak mau menghukum para

pembunuh Utsman Radhiallahu ‘anhu dan mereka menuntut bela

terhadap darah Utsman Radhiallahu ‘anhu yang telah ditumpahkan

secara zhalim. Ali Radhiallahu ‘anhu sebenarnya ingin sekali

menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan

Zubair Radhiallahu ‘anhu ajma’in agar keduanya mau berunding

untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan

tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun

berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta),16 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

karena Aisyah Radhiallahu ‘anha dalam pertempuran itu

menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan

Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah Radhiallahu ‘anha ditawan

dan dikirim kembali ke Madinah.

Dengan demikian masa pemerintahan Ali melalui masa-masa paling

kritis karena pertentangan antar kelompok yang berpangkal dari

pembunuhan Utsman. Namun Ameer Ali menyatakan ia berhasil

memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan

kebijaksanaan Utsman pada setiap kesempatan yang memungkinkan.

Ia membenahi dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan

menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-

ushsurtah, serta mengkoordinir polisi dan menetapkan tugas-

tugas mereka.

Kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali Radhiallahu ‘anhu juga

mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di

Damaskus, Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu, yang didukung oleh

sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan

dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan

Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali Radhiallahu ‘anhu bergerak

dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara.

Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu

di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan

nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim

(arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah,

bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij,

orang-orang yang keluar dari barisan Ali Radhiallahu ‘anhu.

Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib

17 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

Radhiallahu ‘anhu umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan

politik, yaitu :

Mu'awiyah

Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudi) yang menyusup

pada barisan tentara Ali Radhiallahu ‘anhu, dan

Al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali)

Keadaan ini tidak menguntungkan Ali Radhiallahu ‘anhu.

Munculnya kelompok al-Khawarij menyebabkan tentaranya semakin

lemah, sementara posisi Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu semakin

kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M), Ali Radhiallahu

‘anhu terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu

Abdullah bin Muljam.

Ada beberapa kasus dan peristiwa pada masa khalifah Usman dan

Ali yang tidak menyenangkan, diantaranya :

Pertama, mengenai pengangkatan empat orang sahabat Nabi

terkemuka itu menjadi Khalifah dipilih dan di angkat dengan

cara yang berbeda.

1) Pemilihan bebas dan terbuka melalui forum musyawarah tanpa

ada seorang calon sebelumnya. Karena Rasulullah SAW tidak

pernah menunjuk calon penggantinya. Cara ini terjadi pada

musyawarah terpilihnya Abu Bakar dibalai pertemuan Tsaqifah

Bani Sayidah.

2) Pemilihan dengan cara pencalonan atau penunjukan oleh

khalifah sebelumnya dengan terlebih dahulu mengadakan

konsultasi dengan para sahabat terkemuka dan kemudian

memberitahukan kepada umat islam, dan mereka menyetujuinya.

Penunjukan itu tidak karena ada hubungan keluarga antara18 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

khalifah yang mencalonkan dan calon yang di tunjuk. Cara ini

terjadi pada penunjukan Umar oleh khalifah Abu Bakar.

3) Pemilihan tim atau Majelis Syura yang dibentuk khalifah.

Anggota tim bertugas memilih salah seorang dari mereka menjadi

khalifah. Cara ini terjadi pada Utsman melalui Majelis Syura

yang dibentuk oleh khalifah Umar yang beranggotakan enam

orang.

4) Pengangkatan spontanitas di tengah-tengah situasi yang

kacau akibat pemberontakan sekelompok masyarakat muslim yang

membunuh usman. Cara ini terjadi pada Ali yang dipilih oleh

kaum pemberontak dan umat Islam Madinah.

Kedua, Pemerintahan Khulafa’ al-Rasyidin tidak mempunyai

konstitusi yang dibuat secara khusus sebagai dasar dan pedoman

penyelenggaraan pemerintahan. Undang-undangnya adalah Al-

Qur’an dan Sunnah Rasul ditambah dengan hasil ijtihad khalifah

dan keputusan Majelis Syura dalam menyelesaikan masalah-

masalah yang timbul yang tidak ada penjelasannya dalam nash

syariat.

Ketiga, Pemerintahan khulafa al-Rasyidin juga tidak mempunyai

ketentuan mengenai masa jabatan bagi setiap khalifah. Mereka

tetap memegang jabatan itu selama berpegang kepada syariat

Islam.

Keempat, dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Madinah

khulafa al-Rasyidin telah melaksanakan prinsip musyawarah,

prinsip persamaan bagi semua lapisan masyarakat dalam berbagai

19 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

aspek kehidupan, prinsip kebebasan berpendapat, prinsip

keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.

Kelima, dasar dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan Negara

Madinah adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, hasil ijtihad

penguasa, dan hasil keputusan Majelis Syura. Karenanya corak

Negara Madinah pada periode Khulafa al-Rasyidin tidak jauh

berbeda daripada zaman Rasulullah.

20 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

KESIMPULAN

Kehidupan politik pada masa Khulafaur Rasyidin sistem

pemerintahan sudah tertata rapi walaupun tidak langsung

seperti sekarang, tetapi pada masa Khulafaur Rasyidin Dewan

dan Departemen sudah bergerak di bidang masing-masing serta

sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh para khalifah dari

masa jabatan ke masa jabatan memiliki ciri-ciri dan tetap

berpegang teguh kepada al-Quran dan Sunnah Rasul serta tetap

menjalankan musyawarah dalam setiap pengambilan keputusan.

Khilafah Rashidah berdiri tepat di hari wafatnya Rasululllah

SAW. Terdiri dari 4 orang atau 5 orang shahabat nabi yang

menjadi khalifah secara bergantian. Termasuk yang keempat itu

adalah :

1.Abu Bakar ash-Shiddiq ra (tahun 11-13 H/632-634 M)

2.’Umar bin khaththab ra (tahun 13-23 H/634-644 M)

3.’Utsman bin ‘Affan ra (tahun 23-35 H/644-656 M)

4.Ali bin Abi Thalib ra (tahun 35-40 H/656-661 M)

Masa berlakunya selama kurang lebih 30 tahun. Disebut juga

sebagai khilafah rasyidah karena posisi mereka sebagai

shahabat nabi yang mendapat petunjuk. Dan memang ada pesan

dari nabi untuk mentaati para khalifah rasyidah ini.

21 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

DAFTAR PUSTAKA

Dedi Supriadi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV Pustaka Setia

Amrullah, Kusyana, 1995, Sejarah Kebudayaan Islam, Bandung: CVArmico

Yatim Badri.2000.Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

http://id.wikipedia.org

http://rustadi29-dinamika kehidupan.blogspot.com/2011/07/khulafaur-rasyidin-khalifah-pertama.html

22 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

23 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h