SEDIAAN STERIL
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of SEDIAAN STERIL
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sediaan parental yang diberikan secara penyuntikan
intravena, subkutan, dan intramuscular merupakan rute
pemberian obat yang kritis jika dibandingkan dengan pemberian
obat-obatan secara oral. Semakin meningkatnya perkembangan
ilmu bioteknologi telah meningkat pula jumlah yang diproduksi
secara bioteknologi seperti obat peptide dan atau produk gen.
pada abad mendatang (sekarang sudah mulai) beberapa obat
peptide dan obat lainnya akan dihasilkan menurut prinsip
bioteknologi.
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-
bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral
ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-
bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau
membran mukosa kebagian dalam tubuh. Karena sediaan
mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling
efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut
harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik
dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi dan luar biasa.
Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan
produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan
semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi sediaan steril
2. Untuk mengetahui cara pembuatan dan cara penggunaan sediaan
steril
3. Untuk mengetahui evaluasi sediaan steril
4. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian sediaan steril
5. Untuk mengetahui alas an formulasi / tujuan sediaan steril
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi sediaan steril
Sediaan steril adalah sedian yang selain memenuhi
persyaratan fisika-kimia juga persyaratan steril. Steril
berarti bebas mikroba. Sterilisasi adalah proses untuk
mendapatkan kondisi steril. Sediaan steril secara umum adalah
sediaan farmasi yang mempunyai kekhususan sterilitas dan bebas
dari mikroorganisme.
B. Cara pembuatan dan cara penggunaan sediaan steril
B.1 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk Sediaan Steril
B.1.1. Prinsip dari CPOB adalah memperkecil pencemaran
mikroba, partikulat, dan pirogen. Hal-hal yang perlu
diperhatikan:
Keberadaan ruang penyangga untuk personil dan
/atau peralatan dan bahan
Pembuatan produk dan proses pengisian
dilakukan pada ruangan terpisah
Kondisi “operasional dan non operasional”
hendaklah ditetapkan untuk tiap ruang bersih.
B.1.2. Empat kelas kebersihan pada pembuatan produk steril:
1. Kelas A. Untuk kegiatan yang berisiko tinggi,
misalnya pengisian wadah tutup karet, ampul, dan
vial terbuka, penyambungan secara aseptik.
Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit
aliran udara laminar (laminar air flow) dengan
kecpatan 0,36-0,54 m/detik. Contoh kegiatan:
pembuatan dan pengisian aseptik
2. Kelas B. Untuk pembuatan dan pengisian secara
aseptik, kelas ini adalah lingkungan latar
belakang untuk zona kelas A
3. Kelas C .Untuk melakukan tahap pembuatan produk
steril dengan tingkat risiko lebih rendah.Contoh
kegiatan: Pembuatan larutan
4. Kelas D. Untuk melakukan tahap pembuatan produk
steril dengan tingkat risiko lebih rendah. Contoh
kegiatan: penanganan komponen setelah pencucian
B.1.3 Pembuatan Sediaan Steril
Gambaran umum pembuatan sediaan steril ada 2 macam,
yaitu :
1. Aseptic processing: Pada pembuatannya, setiap proses
dari awal persiapan hingga sudah dikemas selalu
dilakukan secara aseptik, sehingga hasil yang diperoleh
steril
2. Terminal sterilization: pada pembuatannya tidak
terlalu aseptik seperti aseptic processing, tapi di
akhir proses, dilakukan sterilisasi secara menyeluruh.
B.2 Cara Penggunaan Sediaan Steril
1. Sediaan steril parenteral
Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat
suntik.
2. Sediaan steril untuk mata
1. Cuci tangan dengan air dan sabun
2. Kocok obat hingga tercampur merata (untuk tetes
mata)
3. Tengadahkan kepala, tarik kebawah kelopak mata bawah
sampai membentuk cekungan
4. Tempatkan botol tetes mata atau salep dekat dengan
matam jangan sampai menyebtuh mata, wajah atau
permukaan lain
5. Arahkan mata melihat keatas
6. Teteskan tetes mata sesuai dengan aturan pakai
(untuk tetes mata)
7. Oleskan salep mata di dalam cekungan mata sepanjang
1 cm atau sepanjang cekungan mata
8. Pejamkan mata selama 1-2 menit, jangan mengkedip-
kedipkan mata
9. Bersihkan kelebihan tetes atau salep yang tercecer
mengenai wajah
10. Beri jarak pemakaian lebih dari satu macam tetes
mata atau salep mata
Berikan jarak minimal 5 menit dengan mendahulukan
pemakaian tetes mata
baru pakailah salep mata dan beri jarak 10 menit
11. Bila memakai lensa kontak, lepas dan pasang kembali
sekitar 15 menit setelah pemakaian tetes mata atau
salep mata.
12. Tutup kembali tetes dan salep mata anda, jangan
mencuci ujungnya.
3. Sediaan Steril Tetes Telinga
Cara penggunaan dari tetes telinga, yaitu :
1. Cuci tanganBerdiri atau duduk depan cermin
2. Buka tutup botolPeriksa ujung penetes dan pastikan
tidak pecah atau patah
3. Jangan menyentuh ujung penetes dengan apapun
usahakan tetap bersih
4. Posisikan kepala miring dan pegang daun telinga agar
memudahkan memasukkan sediaantetes telinga.
5. Pegang obat tetes telinga dengan ujung penetes di
bawah sedekat mungkin dengan lubang telinga tetapi
tidak menyentuhnya
6. Perlahan-lahan tekan botol tetes telinga sehingga
jumlah tetesan yang diinginkan dapat menetes dengan
benar pada lubang telinga.
7. Diamkan selama 2-3 menit
8. Bersihkan kelebihan cairan dengan tisuTutup kembali
obat tetes telinga, jangan mengusap atau mencuci
ujung penutupnya.
C. Evaluasi sediaan steril
1.Uji pH
Cek pH larutan dengan menggunakan pH meter atau kertas
indikator universal.
Dengan pH meter : Sebelum digunakan, periksa elektroda dan
jembatan garam. Kalibrasi pH meter. Pembakuan pH meter :
Bilas elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan uji
dan isi sel dengan sedikit larutan uji. Baca harga pH.
Gunakan air bebas CO2 untuk pelarutan dengan pengenceran
larutan uji.
2. Uji kejernihan
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan
oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di
bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap
refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam
dan putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu
aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil
yang dapat dilihat dengan mata.
3. Uji keseragaman volume
Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu
dilihat keseragaman volume secara visual.
4. Uji kebocoran
Tidak dilakukan untuk vial dan botol karena tutup
karetnya tidak kaku
5. Uji kebocoran (2)
Letakkan ampul di dalam zat warna ( biru metilen 0,5 –
1% ) dalam ruangan vakum. Tekanan atmosfer berikutnya
kemudian menyebabkan zat warna berpenetrasi ke dalam
lubang, dapt dilihat setelah bagian luar ampul dicuci
untuk membersihkan zat warnanya.
Catatan penting : jangan ditulis di proposal ujian, uji
kebocoran hanya untuk ampul
6. Uji sterilitas
Asas : larutan uji + media perbenihan, inkubasi pada
20o – 25Oc. Kekeruhan / pertumbuhan mikroorganisme
( tidak steril )
7. Uji pirogenitas
Secara biologik (Metode Seibert 1920: USP XII 1942)
Asas : Berdasarkan peningkatan suhu badan kelinci yang
telah disuntikkan dengan larutan ≤ 10 mg/Kg BB dalam vena
auricularis.
Cara :- Setiap penurunan suhu dianggap nol
- Memenuhi syarat : tak seekor kelinci pun
menunjukkan kenaikan suhu 0,5ºC atau lebih
- Jika ada kelinci dengan kenaikkan suhu 0,5ºC atau
lebih, lanjutkan dengan kelinci tambahan
- Memenuhi syarat : tidak lebih dari 3 ekor kelinci
dari 8 kelinci masing-masing menunjukkan kenaikkan
suhu 0,5ºC atau lebih dan jumlah kenaikkan suhu
maksimal 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3ºC.
D. Keuntungan dan kerugian sediaan steril
D.1 Keuntungan :
1. aksi obat lebih cepat
2. cocok untuk obat inaktif jika diberikan oral
3. obat yang mengiritasi bila diberikan secara oral
4. kondisi pasien (pingsan, dehidrasi) sehingga tidak
memungkinkan obat diberikan secara oral.
D.2 Kerugian :
1. tidak praktis
2. butuh alat khusus (untuk injeksi)
3. sakit
4. risiko, kalau alergi atau salah obat maka tidak bisa
langsung dihilangkan
5. butuh personil khusus, misal di rumah sakit oleh dokter
atau perawat.
E. Alasan formulasi / tujuan sediaan steril
1. Kadar obat sampai ke target
Jumlah obat yang sampai ke jaringan target sesuai dengan
jumlah yang diinginkan untuk terapi.
2. Parameter farmakologi
Meliputi waktu paruh, C maks., onset.
3. Jaminan dosis dan kepatuhan
Terutama untuk pasien-pasien rawat jalan
4. Efek biologis
Efek biologis tidak dapat dicapai karena obat tidak bisa
dipakai secara oral. Contoh: amphoterin B (absorbsi jelek)
dan insulin (rusak oleh asam lambung).
6. Altrnatif rute, jika tidak bisa lewat oral.
Dikehendaki efek lokal dengan menghindari efek atau reaksi
toksik sistemik.
Contoh: methotreksat, penggunaan secara intratekal untuk
pengobatan leukimia.
7. Kondisi pasien
Untuk pasien-pasien yang tidak sadar, tidak kooperatif, atau
tidak bisa dikontrol
8. Inbalance (cairan badan dan elektrolit)
Contoh: muntahber serius, sehingga kekurangan elektrolit
yang penting dan segera harus dikembalikan efek lokal yang
diinginkan. Contoh: anestesi lokal
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sediaan steril adalah sedian yang selain memenuhi
persyaratan fisika-kimia juga persyaratan steril. Steril
berarti bebas mikroba. Sterilisasi adalah proses untuk
mendapatkan kondisi steril. Sediaan steril secara umum adalah
sediaan farmasi yang mempunyai kekhususan sterilitas dan bebas
dari mikroorganisme.
3.2 Saran
Sebaiknya dalam pembuatan makalah selanjunya, materi yang ada
lebih di perbanyak. Agar dapat memperluas pembahasan tentang
sediaan steril yang beredar di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia.
Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia.
Edisi III. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan.
Kibbe, AH. 2000. Handbook of pharmaceutical Excipients. Third Edition.
Washington D.C: American Pharmaceutical AssociatioN.
Connors, KA. 1992. Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi. Edisi Kedua.
Semarang: IKIP Semarang Press.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Indrustri. Edisi Ketiga. Vol III. Diterjemahkan oleh Siti
Suyatmi. Jakarta: UI Press.
Ansel HC. 1998 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat.
Diterjemahkan oleh Farida Ibrahim. Jakarta: UI-Press.
BNF 37, 1999. Royal Pharmaceutical Society of Great Britain/British Medical
Association; Maret.
Trissels, LA. Handbook of Steril Injection. 11th Edition.
Turco S, King RE. 1979. Sterile Dosage Forms. Second edition.
Philadelphia: Lea & Febiger.
Drug Information, 2003. American Society of Healthy System Pharmacists.
Reynold, James EF, 1982. Martindale the extra pharmacopeia, Twenty-eight
edition. The pharmaceutical press : London.
Sulistia G. Ganiswarna. 1995. Farmakologi dan terapi. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta.
MAKALAH FARMASETIKA DASAR
SEDIAAN STERIL
DISUSUN OLEH :
ANDI RIESTI A. PEURU
(G 701 11 085)
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita pajatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
yang senang tiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNyalah sehingga
dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini sebagaiman mestinya.
Pada kesempatan ini, penyusun mengharapkan agar nantinya
makalah ini dapat bermanfaat untuk teman-teman serta dapat
dijadikan bahan pembelajaran. Penyusun mengucapkan banyak terima
kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu,
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan waktu yang telah
ditentukan.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kesalahan-kesalahan
dan kekurangan oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................
DAFTAR ISI ....................................
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang…………………….................
I.2 Tujuan.................................
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan...........................
III.2 Saran................................
DAFTAR PUSTAKA