FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN ...
FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
SEDIAAN DEODORAN KRIM EKSTRAK DAUN BIDARA
(Ziziphus mauritiana Lam)
SKRIPSI
DWI OKTAVIANI
PROGAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1442 H
FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
SEDIAAN DEODORAN KRIM EKSTRAK DAUN BIDARA
(Ziziphus mauritiana Lam)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Progam Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
DWI OKTAVIANI
11160960000061
PROGAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M/1442 H
FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
SEDIAAN DEODORAN KRIM EKSTRAK DAUN BIDARA
(Ziziphus mauritiana Lam)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syari Hidayatullah Jakarta
Oleh :
DWI OKTAVIANI 11160960000061
Meyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Hendrawati, M.Si
Dr. La Ode Sumarlin, M.Si NIP. 19720815 200312 2 001 NIP. 19750918 200801 1 007
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kimia
Dr. La Ode Sumarlin, M.Si NIP. 19750918 200801 1 007
PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Formulasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan
Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara (Ziziphus mauritiana Lam)” telah diuji
dan dinyatakan LULUS pada sidang munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Rabu, 22 September
2021. Skripsi ini telah diterima untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia.
Menyetujui,
Penguji I Penguji II
Dr. Sri Yadial Chalid, M.Si Tarso Rudiana, M.Si NIP. 19680313 200312 2 001 NIDN. 0425028704
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Hendrawati, M.Si Dr. La Ode Sumarlin, M.Si NIP. 19720815 200312 2 001 NIP. 19750918 200801 1 007
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia
Ir. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D Dr. La Ode Sumarlin, M.Si NIP. 19710608 200501 1 005 NIP. 19750918 200801 1 007
ABSTRAK
DWI OKTAVIANI. Formulasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara (Ziziphus mauritiana Lam). Dibimbing oleh HENDRAWATI dan LA ODE SUMARLIN.
Deodoran adalah kosmetika yang berfungsi untuk mengatasi bau badan
yang disebabkan oleh adanya bakteri. Salah satu bakteri penyebab bau badan adalah Staphylococcus aureus. Tanaman Bidara (Ziziphus mauritiana Lam) merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai agen antibakteri
pada deodoran. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi terbaik deodoran krim yang diperkaya ekstrak daun bidara yang mengandung zat
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Ekstrak daun bidara didapatkan dengan proses maserasi menggunakan pelarut etanol. Pembuatan formulasi sediaan deodoran krim menggunakan variasi konsentrasi 5, 10 dan 15%.
Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak daun bidara dan sediaan deodoran krim terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan metode difusi cakram.
Karakteristik deodoran krim yaitu organoleptik, pH, homogenitas, daya sebar, daya lekat, mekanik, stabilitas, angka lempeng total, daya iritasi dan aroma. Pengujian aroma dilakukan dengan menggunakan odormeter. Ekstrak pekat etanol
daun bidara memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus tertinggi dengan diameter hambat 11,2 mm. Deodoran krim dengan penambahan
ekstrak daun bidara memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan zona hambat 6,07 mm. Deodoran krim dengan penambahan ekstrak daun bidara 5% memenuhi syarat mutu SNI 16-4951-1998.
Kata Kunci: deodoran, metode difusi cakram, odormeter, staphylococcus
aureus, Ziziphus mauritiana Lam.
ABSTRACT
DWI OKTAVIANI. Formulation and Antibacterial Activity Test of Deodoran Cream Bidara Leaves Extract (Ziziphus mauritiana Lam). Supervised by HENDRAWATI and LA ODE SUMARLIN.
Deodorant is a cosmetic that serves to overcome body odor caused by the
presence of bacteria. One of the bacteria that causes body odor is Staphylococcus aureus. The bidara plant (Ziziphus mauritiana Lam) is one of the plants that can be used as an antibacterial agent in deodorants. This study aims to obtain the best
formulation of deodorant cream enriched with bidara leaf extract which contains antibacterial substances against staphylococcus aureus bacteria. Bidara leaf extract
was obtained by maceration process using ethanol as solvent. The formulation of cream deodorant preparations uses variations in concentrations of 5, 10 and 15%. Testing the antibacterial activity of bidara leaf extract and cream deodorant
preparations against Staphylococcus aureus bacteria by disc diffusion method. The characteristics of cream deodorant preparations are organoleptic, pH,
homogeneity, spreadability, adhesion, mechanics, stability, total plate number, irritation power and aroma. Aroma testing is done using an odormeter. The concentrated ethanol extract of bidara leaves had the highest antibacterial activity
against Staphylococcus aureus with an inhibitory diameter of 11.2 mm. Deodorant cream with the addition of bidara leaf extract has antibacterial activity against
Staphylococcus aureus bacteria with an inhibition zone of 6.07 mm. Deodorant cream with the addition of 5% bidara leaf extract meets the quality requirements of SNI 16-4951-1998.
Keyword: deodoran, diffusion method, odormeter, staphylococcus aureus,
Ziziphus mauritiana Lam.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT, atas segala
nikmatNya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Formulasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Deodoran Krim Ekstrak
Daun Bidara (Ziziphus mauritiana Lam)”. Penulis menyadari penyusunan
skripsi ini mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dan mendukung sehingga penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan.
1. Dr. Hendrawati, M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, bimbingan, dan arahan kepada penulis dalam penelitian ini.
2. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku pembimbing II dan ketua prodi kimia
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan,
bimbingan, dan arahan kepada penulis dalam penelitian ini.
3. Dr. Sri Yadial Chalid, M.Si selaku penguji I yang telah memberikan saran,
bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
4. Tarso Rudiana, M.Si selaku penguji II yang telah memberikan saran,
bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
5. Ir. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D selaku dekan Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix
6. Bapak, Mama, adikku tercinta Rizki Aulia Rahma dan Galih Alif Hakim
atas segala doa, motivasi, dan dukungan moril maupun materil yang
diberikan kepada penulis.
7. Segenap dosen Progam Studi Kimia atas ilmu pengetahuan, motivasi, serta
pengalaman hidup yang dengan ikhlas diajarkan dan diberikan kepada
penulis.
8. Teman-teman kimia 2016 B yang senantiasa memberi motivasi, semangat
dan keceriaan kepada penulis.
9. Serta semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun
tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu penulis mendapat
balasan dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran bagi kemajuan ilmu dan teknlogi.
Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Jakarta, September 2021
Dwi Oktaviani
x
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .........................................................................................viii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................x
DAFTAR TABEL.................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................6
1.3 Hipotesis Penelitian .......................................................................................6
1.4 Tujuan Penelitian ...........................................................................................7
1.5 Manfaat Penelitian .........................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................8
2.1 Tanaman Bidara (Ziziphus mauritiana Lam) ................................................8
2.2 Staphylococcus aureus.................................................................................11
2.3 Antibakteri ...................................................................................................13
2.4 Uji Aktivitas Antibakteri .............................................................................15
2.5 Deodoran......................................................................................................19
2.6 Krim .............................................................................................................21
2.7 Odormeter ....................................................................................................22
BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................24
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian......................................................................24
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................24
3.3 Diagam Alir Penelitian ................................................................................25
3.4 Prosedur Penelitian ......................................................................................26
3.4.1 Preparasi Sampel Daun Bidara ....................................................................26
3.4.2 Ekstraksi Daun Bidara .................................................................................26
3.4.3 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Bidara ...........................................26
3.4.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara......28
xi
3.4.5 Uji Organoleptik dan Karakteristik Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara.28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................32
4.1 Ekstrak Daun Bidara ....................................................................................32
4.2 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Bidara .................................................35
4.3 Formulasi Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara ........................................37
4.4 Aktivitas Antibakteri Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara.......................38
4.5 Organoleptik Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara ...................................39
4.6.1 Warna...........................................................................................................39
4.6.2 Aroma ..........................................................................................................41
4.6.3 Tekstur .........................................................................................................42
4.6.4 Homogenitas ................................................................................................43
4.6.5 Kesukaan Umum .........................................................................................44
4.7 Karakteristik Sediaan Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara ......................44
4.7.1 Nilai pH Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara...........................................45
4.7.2 Homogenitas Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara ...................................45
4.7.3 Daya Sebar Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara ......................................46
4.7.4 Daya Lekat Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara ......................................47
4.7.5 Hasil Uji Mekanik Deodoran Krim Daun Bidara ........................................48
4.7.6 Hasil Uji Stabilitas Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara ..........................48
4.7.7 Angka Lempeng Total .................................................................................53
4.7.8 Daya Iritasi Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara ......................................54
4.7.9 Hasil Uji Aroma...........................................................................................55
BAB V PENUTUP ................................................................................................56
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................56
5.2 Saran ............................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................57
LAMPIRAN ..........................................................................................................65
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Senyawa yang terkandung dalam daun bidara ........................................10
Tabel 2. Skor uji organoleptik ...............................................................................28
Tabel 3. Hasil uji organoleptik warna sediaan deodoran krim ..............................40
Tabel 4. Hasil uji organoleptik aroma sediaan deodoran krim..............................41
Tabel 5. Hasil uji organoleptik tekstur sediaan deodoran krim .............................42
Tabel 6. Hasil uji organoleptik homogenitas sediaan deodoran krim ...................43
Tabel 7. Hasil uji organoleptik kesukaan umum sediaan deodoran krim..............44
Tabel 8. Hasil cycling test sediaan deodoran krim ................................................49
Tabel 9. Hasil pengamatan stabilitas sediaan deodoran krim................................50
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) ..............................................9
Gambar 2. Bakteri Staphylococcus aureus ...........................................................12
Gambar 3. Odormeter ...........................................................................................23
Gambar 4. Batang dan daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) ..........................32
Gambar 5. Ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) .....................35
Gambar 6. Hasil zona hambat ekstrak daun bidara ..............................................36
Gambar 7. Hasil formulasi deodoran krim ...........................................................38
Gambar 8. Hasil zona hambat sediaan deodoran krim .........................................39
Gambar 9. Hasil uji homogenitas sediaan deodoran krim ....................................46
Gambar 10. Grafik stabilitas pH pada suhu berbeda selama 4 minggu................51
Gambar 11. Grafik stabilitas daya sebar pada suhu berbeda selama 4 minggu....52
Gambar 12. Gafik stabilitas daya sebar pada suhu berbeda selama 4 minggu .....53
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil determinasi daun bidara..........................................................65
Lampiran 2. Hasil ekstraksi daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) ..................66
Lampiran 3. Lembar uji organoleptik...................................................................67
Lampiran 4. Data hasil uji organoleptik sediaan deodoran krim..........................70
Lampiran 5. Analisis statistika uji organoleptik sediaan deodoran krim .............73
Lampiran 6. Lembar uji iritasi sediaan deodoran krim ........................................78
Lampiran 7. Data hasil uji iritasi sediaan deodoran krim.....................................80
Lampiran 8. Pembuatan larutan............................................................................81
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki suhu udara rata-rata pada
tahun 2019 yaitu ± 39-40 °C (BMKG, 2019), sehingga dapat menyebabkan tubuh
berkeringat. Saat tubuh mengeluarkan keringat berlebih maka akan menimbulkan
masalah, salah satunya adalah bau badan yang kurang sedap. Keringat yang
dikeluarkan terlibat dalam proses timbulnya bau badan, dimana saat kelenjar
apokrin yang menghasilkannya telah terinfeksi oleh bakteri yang berperan dalam
proses pembusukan (Jacobs, 2005). Beberapa bakteri yang diduga dapat
menyebabkan bau badan yaitu diantaranya ialah Staphylococcus aureus,
Corynebacterium acne, Pseudomonas aeruginosa dan Streptococcus pyogenes
(Endarti & Soediro, 2004).
Staphylococcus dapat memfermentasi asam laktat dan gliserol menjadi asam
lemak volatil rantai pendek (C2-C3), asam asetat, dan asam propionate (James et
al, 2004). Staphylococcus aureus mampu mengubah asam amino tertentu dengan
rantai samping alifatik menjadi asam lemak volatil rantai pendek yang sangat
berbau, yaitu valin menjadi isobutirat, leusin menjadi asam isovaleric dan
isoleusin menjadi asam 2-metilbutirat yang berperan pada bau ketiak dengan
proses fermentasi (James et al., 2004).
Kosmetika yang dapat membantu untuk mengilangkan bau badan salah
satunya yaitu deodoran. Mekanisme kerja deodoran untuk mengurangi bau badan
adalah dengan menghambat pertumbuhan bakteri penyebab bau badan dan
mengurangi bau yang terbentuk (Nakane et al., 2006). Sediaan deodoran
2
mempunyai beberapa bentuk seperti bedak, stick, aerosol, roll-on dan krim lotion
(Tranggono & Latifah, 2007). Sediaan deodoran krim mempunyai kelebihan yaitu
sederhana dalam pembuatannya, bentuknya menarik, mudah dalam
penggunaannya dan daya menyerap lebih baik daripada roll-on, stick dan bedak
(Agoes, 2015).
Deodoran yang ada di Indonesia sudah sangat banyak dengan berbagai
macam merek dagang. Salah satu zat aktif yang berfungsi sebagai antibakteri pada
deodoran adalah aluminium klorohidrat (Darbre, 2005). Berdasarkan penelitian
Mc.Grath (2003), penggunaan alumunium klorohidrat pada deodoran dapat
meningkatkan risiko kanker payudara. Mekanisme terjadinya kanker payudara
yang disebabkan oleh garam aluminium adalah karena terjadi penggumpalan
keringat yang tidak dapat dikeluarkan dari dalam tubuh, sehingga toksin yang
seharusnya dikeluarkan akan terakumulasi dan menyebabkan kerusakan sel
payudara. Aluminium klorohidrat jika terserap tubuh zat tersebut juga dapat
merusak DNA, sehingga memicu timbulnya kanker payudara (Darbre, 2005).
Deodoran komersial masih jarang yang menambahkan atau menggunakan
bahan alami sebagai agen antibakteri. Penggunaan bahan alami merupakan
alternatif yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan deodoran. Telah diketahui
bahwa Indonesia memiliki banyak tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat-obatan
dan kosmetika. Seperti yang telah Allah SWT jelaskan dalam Al-Qur’an surat
Asy-Syu’ara (26) ayat 7 :
بتنا فيه ا من كل زوج كريم اولم يروا الى الرض كم ان
Artinya : “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, betapa banyak
Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam pasangan (tumbuh-tumbuhan) yang baik?”
3
Surat Asy-Syu’ara ayat 7 dijelaskan menurut kitab Tafsir al-Mishbah karya M.
Quraish Shihab (2002) “Adakah mereka akan terus mempertahankan kekufuran
dan pendustaan serta tidak merenungi dan mengamati sebagian ciptaan Allah di
bumi ini? Sebenarnya, jika mereka bersedia merenungi dan mengamati hal itu,
niscaya mereka akan mendapatkan petunjuk. Kamilah yang mengeluarkan dari
bumi ini beraneka ragam tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan manfaat dan itu
semua hanya dapat dilakukan oleh Tuhan yang Mahaesa dan Mahakuasa.”
Salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat ialah tanaman bidara.
Daun bidara disunnahkan oleh Rasullullah untuk bersuci dan memandikan jenazah
sesuai hadits yang telah diriwayatkan Bukhari dan Muslim yaitu hadits
Ummu‘Athiyah tatkala anak Nabi SAW meninggal, beliau bersabda :
اغسلنها ثالثا أو خمسا أو سبعا أو أكثر من ذلك إن رأ يتن
“Mandikanlah dia tiga kali atau lima atau tujuh atau lebih jika kalian melihatnya dengan air dan daun bidara (HR. Bukhari Muslim).”
Hadits di atas menjelaskan bahwa Rasullullah SAW memberikan ajaran mengenai
manfaat daun bidara untuk bersuci dalam memandikan jenazah. Hal ini dapat
memberikan pengetahuan dasar bagi manusia bahwasannya daun bidara memiliki
khasiat untuk membersihkan dan efek sebagai antibakteri.
Di India masyarakat menggunakan tanaman bidara sebagai obat diare dan
malaria sedangkan di Malaysia rebusan kulit kayu bidara dimanfaatkan sebagai
obat sakit perut dan sebagian masyarakat lagi menggunakan daun bidara untuk
mengatasi masalah kecantikan seperti mengatasi jerawat, keriput dan lingkaran
hitam pada bawah mata (Latif, 2002). Di Indonesia tanaman bidara juga
4
merupakan tanaman yang sudah sangat terkenal. Daun bidara di Indonesia biasa
digunakan untuk memandikan jenazah dan pengobatan yang berhubungan dengan
sihir. Daun bidara (Ziziphus mauritana Lam) mengandung beberapa senyawa
kimia antara lain tanin, saponin, flavonoid dan steroid (Yacobus & Ghari, 2018).
Kandungan senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun bidara ini memiliki
manfaat biologis sebagai antibakteri.
Daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) mengandung beberapa senyawa
flavonoid diantaranya Quercetin dan Quercetin-3-O-rutinoside (Memon et al.,
2013). Mekanisme senyawa flavonoid sebagai antibakteri terbagi menjadi 3 yaitu
penghambatan sintesis asam nukleat, penghambatan fungsi membran dan
penghambatan metabolisme energi. Mekanisme senyawa flavonoid pada
penghambatan sintesis asam nukleat adalah terjadi proses interkalasi atau ikatan
hidrogen dengan menumpuk asam nukleat sehingga terjadi penghambatan dalam
pembentukan DNA dan RNA, pada proses ini yang berperan penting adalah
cincin B pada senyawa flavonoid. Mekanisme senyawa flavonoid untuk
menghambat fungsi membran yaitu membentuk senyawa kompleks dengan
protein ekstraseluler dan terlarut sehingga membran sel akan rusak dan senyawa
intraseluler akan keluar. Mekanisme senyawa flavonoid pada penghambatan
metabolisme energi yaitu pada saat adanya gangguan permaebilitas membran akan
mempengaruhi gradien elektrokimia proton melintasi membran. Membran yang
dilintasi oleh gradien elektrokimia proton sangat penting dalam mensintesis ATP
dan transport membran, sehingga dengan adanya senyawa flavonoid akan
menyebabkan terganggunya proton motive force yang menyebabkan terganggunya
sintesis ATP dan transport membran (Cushnie & Lamb, 2005).
5
Penelitian mengenai daun bidara telah dilakukan oleh beberapa peneliti
diantaranya yaitu penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ekstrak metanol daun
bidara Ziziphus mauritiana Lam mengandung metabolit sekunder tanin, glikosida,
fenol, lignin, saponin, flavonoid, dan steroid (Yacobus & Ghari, 2018; Parmar et
al., 2012; Al Ghasham et al., 2017). Ekstrak kloroform daun bidara mengandung
metabolit sekunder glikosida dan fenol, sedangkan untuk ekstrak etanol daun
bidara mengandung metabolit sekunder glikosida, lignin, fenol, saponin, resin,
tanin, steroids dan flavonoid (Parmar et al., 2012; Muharrami et al., 2019).
Penelitian yang dilakukan oleh Muharrami et al. (2019) menyatakan bahwa
ekstrak etanol daun bidara Ziziphus mauritiana Lam dengan konsentrasi optimal
40% memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus
dengan diameter hambat sebesar 1,68±0,03 mm. Penelitian yang dilakukan oleh
Sania et al. (2020) menyatakan bahwa ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus
mauritiana Lam) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli
yang lebih besar dibandingkan tanaman Moringa oleifira. Penelitian yang
dilakukan Abalaka et al. (2010) menyatakan bahwa ekstrak daun bidara (Ziziphus
mauritiana Lam) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus, Escherichia coli dan Streptococcus pyogenes. Daun bidara telah
diaplikasikan dibidang kosmetik menjadi masker peel off dan lip balm
(Hendrawati et al., 2020; Aidina, 2020)
Berdasarkan hal di atas, peneliti tertarik untuk memformulasikan kandungan
antibakteri dari daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) sebagai bahan aktif dalam
sediaan deodoran berupa krim dengan formulasi Ervianingsih & Razak (2019)
yang dimodifikasi menjadi empat formulasi yaitu formulasi F0 tanpa penambahan
6
ekstrak daun bidara, F1 dengan penambahan 5% ekstrak daun bidara, F2 dengan
penambahan 10% ekstrak daun bidara, dan F3 dengan penambahan 15% ekstrak
daun bidara. Deodoran krim yang dibuat selanjutnya diuji antibakteri,
organoleptik, pH, daya sebar, daya lekat, homogenitas, stabilitas, uji mekanik,
angka lempeng total, uji aroma dan daya iritasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) memiliki
aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan berapakah
zona hambatnya?
2. Apakah sediaan deodoran krim ekstrak daun bidara memiliki aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan berapakah zona
hambatnya?
3. Apakah ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) dapat
diformulasikan dengan komposisi tertentu untuk menjadi bahan baku dalam
pembuatan sediaan deodoran krim?
1.3 Hipotesis Penelitian
1. Ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) memiliki aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
2. Sediaan deodoran krim ekstrak daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam)
memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri Staphylococcus aureus.
7
3. Ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) dapat diformulasikan
dengan komposisi tertentu untuk menjadi bahan baku dalam pembuatan
sediaan deodoran krim.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Menentukan zona hambat terbesar aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun
bidara (Ziziphus mauritiana Lam) terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
2. Menentukan zona hambat terbesar aktivitas antibakteri sediaan deodoran
krim ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) pada bakteri
Staphylococcus aureus.
3. Menentukan formulasi terbaik sediaan deodoran krim ekstrak etanol daun
bidara (Ziziphus mauritiana Lam).
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai pemanfaatan
daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) dibidang kosmetik yaitu sebagai sediaan
deodoran krim dengan formulasi yang tepat, selain itu memberikan informasi
terkait khasiat daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) sebagai antibakteri.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Bidara (Ziziphus mauritiana Lam)
Tanaman bidara memiliki berbagai macam spesies diantaranya Ziziphus
spina-christi L, Ziziphus jujuba Mill, Ziziphus rotundifolia Lamk, Ziziphus
nummularia dan Ziziphus lotus Lam. Pohon bidara mudah hidup di daerah tropis
dan sub tropis. Ziziphus mauritiana Lam banyak ditemukan di daerah gurun dan
daerah tropis seperti India, Afghanistan, Aljazair, Egypt, Kenya, Pakistan,
Malaysia, Afrika bagian selatan, Jepang, Nepal, Australia, Filipina, dan wilayah
kepulauan pasifik (Plastina et al., 2012; Oshima et al., 2015; Mishra et al., 2011)
Di Indonesia, tanaman bidara banyak ditemukan di Sumbawa, Bali, Jawa Timur
dan telah dibudidaya di Jawa Tengah. Di daerah Sumbawa, Bali dan Jawa
tanaman bidara banyak digunakan sebagai obat tradisional (Kusriani et al., 2015;
Samirana et al., 2017). Secara taksonomi, tanaman Bidara (Ziziphus mauritiana
Lam) diklasifikasikan sebagai berikut (Palejkar et al., 2012):
Kerajaan : Plantae (Tumbuhan) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Tumbuhan berkeping dua/dikotil) Ordo : Rosales Suku : Paliureae
Famili : Rhamnaceae Genus : Ziziphus
Spesies : Mauritiana
Nama binomial : Ziziphus mauritiana Lam
Tanaman bidara merupakan tanaman semak atau pohon berduri yang
memiliki tinggi hingga 15 m. Batang tanaman bidara berdiameter ±40 cm,
berwarna abu-abu gelap atau hitam dan pecah-pecah tidak beraturan. Ukuran daun
bidara memiliki panjang 4-6 cm dan lebar 2,5-4,5 cm. Tangkai daunnya memiliki
9
bulu, pinggiran daunnya bergerigi yang sangat halus dan bagian belakang daun
terdapat bulu halus (Gambar 1). Bidara juga memiliki buah berbiji satu, berbentuk
bulat seperti bulat telur, ukuran buah sebesar 4x6 cm dan berwarna kekuningan
sampai kemerahan atau kehitaman (Goyal et al., 2012).
Gambar 1. Daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam)
(Dokumentasi Penelitian)
Bidara (Ziziphus mauritiana Lam) merupakan tanaman yang memiliki
banyak manfaat dan potensi dalam industri obat tradisional. Daunnya diketahui
memiliki aktivitas antifungi, antibakteri, antidiabetes, menyembuhkan luka,
antikanker dan antioksidan (Jarald et al., 2009; Meera & Bhargavi, 2014; Jannah,
2018; Blegur et al., 2018). Daun bidara Ziziphus mauritiana Lam mengandung
beberapa metabolit sekunder yaitu terpenoid, alkaloid, flavonoid, saponin,
glikosida (Prakash et al., 2020). Salah satu senyawa metabolit sekunder yang telah
diisolasi dan diidentifikasi terdapat pada daun bidara adalah flavonoid antara lain
Quercetin dan Quercetin-3-Orutinoside (Memon et al., 2013), alkaloid yaitu
Coclaurine dan Isoboldine, terpenoid yaitu Spinosin dan 3-O-cis-p-
coumaroylalphitolic acid (Tabel 1).
10
Tabel 1. Senyawa yang terkandung dalam daun bidara
No Metabolit
Sekunder Senyawa Struktur Kimia Referensi
1. Flavonoid
Quercetin-3-O-
rutinoside
Prakash et
al., 2021
Quercetin
Prakash et
al., 2021
2. Alkaloid
Coclaurine
Preeti &
Shalini,
2014
Isoboldine
Preeti &
Shalini,
2014
3. Terpenoid
Spinosin
Elaloui et
al., 2016
3-O-cis-p-
coumaroylalphito
lic acid
Lee et al.,
2004
11
Tanaman bidara memiliki banyak manfaat. Semua bagian tanaman bidara
dapat digunakan dalam pengobatan tradisional seperti akar, batang, daun, biji, dan
buah. Daun bidara dapat mengobati demam dan diare. Bagian biji bidara dapat
mengobati luka dan menghilangkan muntah, mual, serta meredakan nyeri pada
kehamilan. Akar bidara dapat mengobati demam, luka dan tukak lambung. Kulit
batang digunakan untuk pengobatan bisul dan diare. Untuk bagian buah dapat
untuk mengobati masalah sembelit (Goyal et al., 2012)
2.2 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang ditandai dengan
warna ungu setelah dilakukan pewarnaan Gram, hal ini karena bakteri ini
memiliki lapisan peptidoglikan yang banyak, bakteri ini berbentuk bulat dengan
diameter 0,8-1 mikron, berpasangan dan berkelompok seperti anggur (Gambar 2).
Bakteri ini tidak menghasilkan spora dan tidak motil (Habib et al., 2015). Bakteri
Staphylococcus aureus tahan terhadap pengeringan dan dapat tumbuh pada media
dengan konsentrasi NaCl hingga 10%. Bakteri ini merupakan flora normal, namun
tetap menjadi patogen yang potensial bagi manusia (Madigan et al., 2012). Secara
taksonomi, bakteri Staphylococcus aureus memiliki klasifikasi sebagai berikut
(Cappuccino & Natalie, 2007) :
Kingdom : Monera Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales Famili : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
12
Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada medium bakteriologik dalam
lingkungan aerobik pada suhu 37 oC dan suhu terbaik untuk menghasilkan pigmen
adalah 20-25 oC. Koloni pada medium padat berbentuk bulat, halus dan berkilau
(Jawetz et al., 2007). Bakteri Staphylococcus aureus dapat ditemukan pada
hidung, mulut, kulit, mata, jari, usus dan hati (Radji, 2013). Staphylococcus
aureus membentuk pigmen lipochrom yang menyebabkan koloni tampak
berwarna kuning keemasan dan kuning jeruk. Staphylococcus aureus pada media
Mannitol Salt Agar (MSA) akan terlihat berwarna kuning. Hal ini merupakan ciri
khas yang membedakan Staphylococcus aureus dengan Staphylococcus
epidermidis (Leboffe & Pierce, 2011). Staphylococcus aureus mampu mengubah
asam amino tertentu dengan rantai samping alifatik menjadi asam lemak volatil
rantai pendek yang sangat berbau, yaitu valin menjadi isobutirat, leusin menjadi
asam isovaleric dan isoleusin menjadi asam 2-metilbutirat yang berperan pada bau
ketiak dengan proses fermentasi (James et al., 2004).
.
Gambar 2. Bakteri Staphylococcus aureus
(Joshi et al., 2014)
13
2.3 Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang berfungsi untuk membasmi bakteri, terutama
bakteri yang merugikan makhluk hidup lainnya. Suatu antibakteri yang baik
adalah yang memiliki toksisitas yang selektif, berarti zat antibakteri tersebut
hanya berbahaya bagi bakteri, tetapi relatif tidak membahayakan bagi jasad inang
atau hospes. Antibakteri dapat bersifat (Djide, 2008):
a. Bakteriostatika adalah bahan yang hanya dapat menghentikan atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme (bakteri). Dalam hal ini jumlah
bakteri menjadi stasioner, tidak dapat lagi berkembang biak dan multiplikasi.
Contohnya adalah sulfonamide, PAS (Para Amino Salicylic Acid),
kloramfenikol, tetrasiklin, eritromisin dan novobisin (konsentrasi yang
rendah),. Terdapat penelitian yang mengisolasi antibakteri bakteriostatik
untuk kudis dari tanaman mimba, beluntas dan gandarusa. Hasilnya ada dua
macam satu jenis bakteri endofit dari mimba, satu jenis jamur endofit dari
beluntas dan satu jenis bakteri endofit dari gandarusa. Bakteri endofit yang
diisolasi dari daun mimba (MDB2) memiliki potensi terbaik untuk menjadi
bakteriostatik untuk kudis (Sir et al., 2010).
b. Bakteriosida adalah bahan yang dapat membunuh mikroorganisme (bakteri).
Dalam kondisi ini jumlah bakteri akan berkurang atau bahkan habis, tidak
dapat lagi melakukan multiplikasi atau berkembang biak, yang termasuk
kelompok antibakteri ini adalah penisilin, neomisin, sealosporin. Antibakteri
bakteriostatik tidak boleh dikombinasikan dengan antibakteri bakteriosida.
Menurut penelitian Maliana et al. (2013) menyatakan bahwa kulit Garcinia
Mangostana Linn memiliki aktivitas antibakteri bakteriosida terhadap
14
pertumbuhan Flavobacterium dan Enterobacter dari Coptotermes
curvignathus Holmgen dengan konsentrasi masing-masing pada 35% dan
30%..
Suatu antibakteri akan bersifat toksisitas selektif, yaitu zatnya akan lebih
toksik terhadap bakteri dibandingkan pada sel hospes. Hal ini dikarenakan struktur
sel mikroorganisme (bakteri) berbeda dengan sel manusia (hospes,inang) sehingga
akan menyebabkan suatu bakteri bersifat selektif (Djide, 2008). Terdapat lima
mekanisme kerja antibakteri diantaranya adalah sebagai berikut (Pelczar et al.,
2005):
a. Penghambat sintesis dinding sel
Antibakteri ini berperan untuk menghambat pembentukan peptidoglikan pada
dinding sel bakteri. Sehinga terjadi kerusakan sel karena tidak adanya lapisan
pelindung. Contohnya adalah penisilin dan sefalosporin.
b. Perusak membran sel
Antibakteri ini berperan untuk merusak permeabilitas membran sel yang dapat
menyebabkan penghambatan transport nutrien dari data menuju sel. Sehingga
pertumbuhan sel terhambat. Contohnya adalah polimiksin dan tirosidin.
c. Penghambat sintesis protein
Antibakteri ini berperan untuk mencegah pembentukan polipeptida dengan
menghambat pembentukan molekul sederhananya berupa peptide. Contohnya
adalah aminoglikosida dan tetrasiklin.
d. Penghambat sintesis asam nukleat
Antibakteri ini bekerja dengan merusak enzim – enzim persintesis asam nukleat.
15
e. Antimetabolit
Antibakteri bekerja dengan menghambat reaksi metabolisme sel bakteri dan
menghasilkan inhibit enzim competition. Beberapa kelompok utama bahan
antibakteri kimiawi adalah fenol dan persenyawaan kemosterilisator gas
(Etilenoksid), fenolat (fenol, p-Kresol, o-Kresol, o-fenilfenol, m-Kresol,
heksaklorofen dan heksilresorsinol), logam berat dan persenyawaannya (merkuri,
mertiolat, perak tembaga, merkurokrom dan metafen), halogen dan
persenyawaannya (gas klor, iodium, hipoklorit dan kloramin), deterjen (deterjen
anionik dan kationik), alkohol (etil alkohol dan metil alkohol), aldehid
(glutaraldehid dan formadelhid).
2.4 Uji Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan berbagai macam metode
diantaranya adalah sebagai berikut (Pratiwi, 2008) :
a. Metode difusi
1. Metode disc diffusion
Untuk menentukan aktivitas antibakteri. Piringan yang berisi agen antibakteri
diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan
berdifusi pada media agar. Area bening mengindikasikan adanya hambatan
pertumbuhan bakteri oleh agen antibakteri pada permukaan media agar. Penelitian
Sahrawat et al. (2017) menggunakan metode disc diffusion untuk menguji
aktivitas antibakteri ekstrak buah lada hitam terhadap beberapa bakteri seperti
Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae,
Proteus vulgaris, dan Bacillus subtilis. Hasil yang didapatkan adalah semua
16
ekstrak dari berbagai pelarut organik memiliki aktivitas antibakteri, tetapi ekstrak
lada hitam dengan pelarut benzena menunjukkan penghambatan pertumbuhan
maksimum 81,20% terhadap bakteri Klebsiella pneumonia pada konsentrasi
ekstrak 100μl / mL.
2. E-test
Metode E-test adalah gabungan metode dilusi dan metode difusi antibakteri.
E-Test berfungsi untuk menentukan minimum inhibitory concentration (MIC) atau
kadar hambat minimum (KHM). Metode ini menggunakan strip plastik yang telah
mengandung agen antibakteri dari konsentrasi terendah sampai konsentrasi
tertinggi dan diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorgansime.
Hambatan pertumbuhan mikroorganisme bisa diamati dengan adanya zona bening
di sekitar strip tersebut. Penelitian Mansour et al. (2010) menggunakan metode E-
test untuk mengevaluasi efek antibakteri pada minyak atsiri Zataria multiflora
Boiss. Hasil yang didapatkan Zataria multiflora Boiss efektif sebagai antibakteri
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan nilai MIC berkisar antara 0,39-
1,56 mg/mL.
3. Ditch-plate technique
Metode ini menggunakan sampel uji berupa agen antibakteri yang diletakkan
pada parit, parit dibuat dengan memotong media agar dalam cawan petri pada
bagian tengah secara membujur dan mikroba uji digoreskan kearah parit yang
berisi agen antibakteri. Penelitian Jagdishchandra et al. (2019) menggunakan
metode Ditch-plate technique untuk mengevaluasi efek antimikroba dari ekstrak
kunyit dan jahe terhadap Streptococcus mutans dalam kondisi in-vitro. Hasil yang
17
didapatkan adalah ekstrak etanol kunyit menunjukkan aktivitas antimikroba
terhadap Streptococcus mutans pada konsentrasi yang lebih rendah dari pada jahe.
4. Cup-plate technique
Media agar yang telah ditanami dengan bakteri dibuat sumur dan pada sumur
tersebut ditambahkan agen antibakteri yang akan diuji. Jumlah dan letak sumuran
disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang atau sumuran diinjeksikan
dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri
diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang.
Penelitian Reza et al. (2018) menggunakan Cup-plate technique untuk pembuatan
formulasi gel dispers nano ketonazole. Hasil yang didapatkan adalah formulasi F4
merupakan formulasi terbaik untuk pengobatan infeksi jamur topical.
5. Gadient-plate technique
Metode ini yaitu membuat konsentrasi agen antibakteri pada media agar
secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan
ditambahkan larutan uji. Campuran tersebut dituang ke dalam cawan petri dan
diletakkan dalam posisi miring, nutrisi kedua selanjutnya dituang di atasnya. Plate
diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antibakteri berdifusi dan
permukaan media mengering. Mikroba uji digoreskan dengan arah mulai dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Hasil yang didapatkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan
dengan panjang pertumbuhan hasil goresan. Yang perlu diperhatikan supaya tidak
mempengaruhi hasil adalah hasil perbandingan yang didapat dari lingkungan
padat dan cair serta faktor difusi agen antimikroba. Penelitian Penaloza et al.
(2019) menggunakan metode Gadient-plate technique untuk isolasi dan
18
karakterisasi Bacillus spp strain sebagai probiotik potensial untuk unggas. Hasil
yang didapatkan strain yang pertama diidentifikasi sebagai Bacillus
amyloliquefaciens sementara yang lainnya dari GIT anak ayam adalah Bacillus
subtilis. Strain ini menunjukkan potensi luar biasa sebagai probiotik untuk unggas.
b. Metode dilusi
1. Metode dilusi cair
Metode ini mengukur MBC (minimum bactericidal concentration atau kadar
bunuh minimum, KBM) dan MIC (minimum inhibitory concentration atau kadar
hambat minimum, KHM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat beberapa
kadar pengenceran agen antibakteri pada medium cair yang ditambahkan dengan
mikroba uji. Larutan uji agen antibakteri kadar terkecil yang terlihat jernih dan
tidak adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang
ditetapkan sebagai KHM selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa
penambahan mikroba uji ataupun agen antibakteri dan diinkubasi selama 18-24
jam. Media cair yang tetap terlihat jernih pada saat setelah inkubasi ditetapkan
sebagai KBM. Penelitian Hutauruk et al. (2020) menggunakan metode dilusi cair
untuk formulasi dan uji aktivitas sabun cair ekstrak etanol herba seledri (apium
gaveolens l) terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hasil yang didapatkan
adalah ekstrak etanol herba seledri dapat diformulasi sebagai sediaan sabun cair
yang stabil dan memiliki aktivitas antibakteri pada konsentrasi 1, 2, 4, dan 8%.
2. Metode dilusi padat
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair tetapi menggunakan media padat
(solid). Kelebihan metode ini adalah satu konsentrasi agen antibakteri yang diuji
19
dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji. Penelitian Sari et al. (2017)
menggunakan metode dilusi padat untuk pengujian efektivitas antifungi ekstrak
daun kakao (Theobroma cacao l.) dalam menghambat pertumbuhan fungi patogen
Indegenous phytophtora palmivora. Hasil yang didapatkan adalah ekstrak daun
kakao (Theobroma cacao L.) efektif menghambat pertumbuhan fungi patogen
indigenous Phytopthora Palmivora pada tanaman kakao.
2.5 Deodoran
Deodoran adalah suatu sediaan kosmetika yang berfungsi untuk menyerap
keringat, mengurangi bau badan, dan menutupi bau badan. Deodoran dapat
diaplikasikan pada seluruh tubuh terutama pada bagian ketiak, kaki dan tangan
(Egbuobi et al., 2013). Bahan aktif yang digunakan dalam deodoran adalah
pewangi (parfum) berfungsi untuk menutupi bau badan yang tidak disukai dan
antibakteri yang dapat mengurangi jumlah mikroba pada tempat asal bau badan.
Penambahan pewangi dalam deodoran menyebabkan deodoran dapat digolongkan
dalam kosmetik pewangi. Pembunuh mikroba dapat dikelompokkan sebagai
berikut (Tranggono & Latifah, 2007):
1. Antiseptik berfungsi untuk pembunuh kuman apatogen atau patogen.
Contohnya heksaklorofen, amonium kwartener, triklosan, ion exchange resin
triklokarbanilid.
2. Antibiotik topikal berfungsi untuk pembunuh segala kuman. Contohnya
neomisin dan aureomisin. Pemakaian antibiotik tidak terlalu dianjurkan
karena jika berlebihan dapat menimbulkan resistensi dan sensitisasi.
20
3. Antienzim yang berperan dalam proses pembentukan bau. Contohnya metal
chelating, asam malonat dan klorofil. Dosis yang diperlukan dalam
penggunaan antienzim ini terlalu tinggi sehingga dapat menimbulkan efek
samping.
Perbedaan antara antiperspiran dan deodoran. Antiperspiran termasuk
kedalam golongan kosmetik medisinal atau obat karena mempengaruhi fisiologi
tubuh yaitu mengurangi laju pengeluaran keringat dari kelenjar keringat ekrin dan
apokrin. Deodoran tidak menghambat pengeluaran keringat dan kelenjar ekrin
maupun apokrin tetapi mengurangi bau badan dengan menghambat pertumbuhan
bakteri yang dapat bereaksi dengan keringat sehingga dapat menyebabkan bau
badan dan menutupi bau dengan parfum. Deodoran termasuk kedalam sediaan
kosmetika karena tidak mengontrol termoregulasi (Egbuobi et al., 2013).
Meningkatnya penggunaan deodoran dikarenakan perilaku modern
masyarakat dalam hal kebersihan badan, sehingga dirasa penting untuk
menghilangkan atau mengurangi bau badan yang disebabkan karena adanya
perubahan kimia keringat oleh bakteri. Sediaan kosmetika deodoran mempunyai
beberapa bentuk seperti bentuk bedak, stick biasa, aerosal, roll-on, stick powder,
dan krim (Tranggono & Latifah, 2007). Sediaan krim mempunyai kelebihan yaitu
sederhana dalam pembuatannya, bentuknya menarik, daya menyerap yang baik
dan mudah dalam penggunaannya (Agoes, 2015). Dermatitis yang diakibatkan
oleh deodoran biasanya disebabkan oleh antiseptik, senyawa-senyawa aluminium
dan zat pewangi. Iritasi pada kulit pada saat penggunaan deodoran disebabkan
karena pH yang rendah, kandungan klorida yang tinggi dan adanya pelarut
alkohol dalam sediaan (Swaile et al., 2011). Reaksi yang terjadi biasanya dalam
21
bentuk reaksi iritasi bukan sensitisasi. Reaksi terjadi di ketiak dan bagian-bagian
badan lainnya saat deodoran dikenakan. Penghentian pemakaian biasanya
meredakan reaksi dengan cepat (Tranggono & Latifah, 2007). Penelitian terhadap
deodoran krim telah banyak dilakukan dengan menggunakan bahan alami
diantaranya deodoran spray menggunakan ekstrak kulit jeruk kalamansi dan
ekstrak teh hijau (Veranita et al., 2021), deodoran krim menggunakan ekstrak
daun sirih (Bunyanis & Angeni, 2018), deodoran roll on menggunakan ekstrak
beluntas (Komala et al., 2019) dan deodoran stick menggunakan ekstrak daun teh
(Cahyanta et al., 2019).
2.6 Krim
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak
kurang dari 60% air dan digunakan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada 2 yaitu:
krim tipe air dalam minyak (A/M) dan krim minyak dalam air (M/A). Untuk
membuat krim digunakan zat pengemulsi umumnya berupa surfaktan anionik,
kationik dan nonionik (Anief, 2008). Sifat umum sediaan semi padat terutama
krim adalah mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu
yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan (Anwar, 2012).
Sebagai obat luar, krim harus memenuhi beberapa persyaratan berikut (Widodo,
2013) :
a. Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus
bebas dari inkompatibilitas dan stabil pada suhu kamar.
b. Lunak. Semua zat harus dalam keadaan halus dan seluruh produk yang
dihasilkan lunak serta homogen.
22
c. Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai
dan dihilangkan dari kulit.
d. Terdistribusi secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim
padat atau cair pada penggunaan.
Penyimpanan krim biasanya dikemas baik dalam botol atau tube. Botol yang
digunakan biasanya berwarna gelap atau buram. Wadah dari gelas buram dan
berwarna berguna untuk krim yang mengandung obat yang peka terhadap cahaya.
Tube bisa saja terbuat dari kaleng atau plastik, beberapa diantaranya diberi
tambahan kemasan bila krim akan digunakan untuk penggunaan khusus. Tube dari
krim kebanyakan dikemas dalam tube kaleng dan dapat dilipat. Tube krim untuk
pemakaian topikal yang sering digunakan yaitu ukuran 5 sampai 15 gram (Anief,
2008).
2.7 Odormeter
Odormeter merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengetahui besaran
aroma yang dihasilkan oleh suatu sumber aroma yang dapat diukur secara
numeric. Odormeter memiliki sensor yang dapat berfungsi untuk menangkap bau
atau aroma yang setelah itu akan disalurkan untuk dianalisis dengan menghasilkan
hasil yang akan ditampilkan pada layar monitor (Gambar 3). Prinsip kerja
odormeter adalah sensor bagian atas akan menarik bau atau aroma kemudian
aroma akan dileawati menuju filter khusus yang hasilnya akan dibawa ke detector
dan ditampilkan dilayar (Shinyei, 2020).
23
Gambar 3. Odormeter
(Dokumentasi Penelitian)
Pawar et al. (2015) melakukan penelitian dengan menggunakan Odormeter
OMX-SRM untuk mengetahui tingkat polusi bau dan pengaruhnya dalam
konsentrasi karena berbagai faktor meteorologi dengan sumber polusi bau adalah
pemeliharaan hewan, tempat pembuangan sampah, pabrik pengolahan limbah,
pabrik kelapa sawit dan karet. Hasil penelitian didapatkan bahwa konsentrasi
tingkat bau meningkat pada sore hari dengan kondisi normal ataupun setelah
hujan. Konsentrasi bau sangat tinggi pada saat setelah hujan.
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia, Pusat Laboratorium
Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan
Agustus 2020 sampai dengan April 2021.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat-alat gelas (Pyrex),
timbangan analitik (Ohaus), Spektrofotometer UV Vis (Thermo Scientific), pH
meter (Martini Instrumen 150), rotary evaporator (Heidolph L borota 4000),
odormeter (Shinyei), inkubator (Memmert), sentrifugator (Hettich), mortar dan
stemper, blender, hotplate, pipet tetes, pipet ukur, botol vial, termometer, micro
tube, oven (Memmert), cawan porselen, cawan petri, autoclave (Tomy), pinset,
jarum ose, lampu spirtus, wadah deodoran krim.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun bidara (Ziziphus
mauritiana Lam) berasal dari kebun bidara daerah Jawa Timur yang diambil pagi
hari, pada tanaman bidara yang berumur 2 tahun dengan memilih daun yang
berwarna hijau, segar dan bersih. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70%
(Merck). Bahan uji aktivitas antibakteri yang digunakan adalah isolat bakteri uji
Staphylococcus aureus berasal dari Laboratorium Universitas Indonesia, Tryptic
Soy Agar (TSA), larutan TSB steril, kloramfenikol 30 µg/disk (Oxoid). Bahan uji
angka lempeng total yang digunakan adalah Plate Count Agar (PCA) (Merck),
aquades, NaCl 0,9% fisiologis steril (Merck).
25
3.3 Diagam Alir Penelitian
Daun Bidara atau
(Ziziphus
mauritiana Lam) Uji Determinasi
Ekstraksi Daun Bidara
Pelarut Etanol 70%
Ekstrak Daun Bidara
Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Bidara
Formulasi Deodoran Krim Ekstrak Daun
Bidara (Ziziphus mauritiana Lam)
Deodoran Krim
Ekstrak Daun Bidara
Uji Aktivitas
Antibakteri
Uji
Organoleptik
Uji Karakteristik Deodoran Krim
1. Warna
2. Bau
3. Tekstur
1. Uji pH
2. Uji Homogenitas
3. Uji Daya Sebar
4. Uji Daya Lekat
5. Uji Mekanik
6. Uji Stabilitas
7. Uji Angka Lempeng Total
8. Uji Daya Iritasi
9. Uji Aroma
26
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Preparasi Sampel Daun Bidara
Tanaman bidara yang akan dipreparasi diuji determinasi terlebih dahulu.
Tanaman yang telah dideterminasi daun bidara dipisahkan dari batang dan diambil
yang segar dan berwarna hijau, kemudian dilakukan pencucian dengan
menggunakan air bersih mengalir. Sampel yang telah dicuci dikeringkan di
ruangan tanpa terkena sinar matahari langsung selama 7 hari. Sampel kering
dihaluskan sampai menjadi serbuk dan sampel siap diekstraksi.
3.4.2 Ekstraksi Daun Bidara (Ashri, 2016)
Daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) yang telah dalam bentuk serbuk
ditimbang sebanyak 300 g dan dimasukkan ke dalam wadah maserasi berbentuk
kaca, kemudian ditambahkan etanol 70% sampai sampel terendam secara
sempurna. Wadah ditutup dan disimpan selama 1 x 24 jam ditempat yang
terlindung dari sinar matahari sambil sesekali diaduk. Hasil maserasi tersebut
disaring dan dipisahkan antara residu dan filtrat. Residu diekstraksi kembali
dengan menggunakan pelarut etanol 70% dengan jumlah yang sama. Hal tersebut
diulangi sebanyak 3 kali. Ekstrak etanol yang telah didapatkan kemudian
dikumpulkan dan dipekatkan dalam rotary evaporator dengan suhu 50 oC dan
kecepatan putaran 100 rpm hingga diperoleh ekstrak etanol yang kental.
3.4.3 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Bidara (Ningsih et al., 2017)
1. Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat yang digunakan terlebih dahulu telah dicuci bersih dan dikeringkan
sebelum disterilkan. Seluruh alat yang akan disterilkan satu-persatu dibungkus
dengan kertas koran. Corong, tabung reaksi, pipet tetes, ditutup mulutnya dengan
27
menggunakan kapas yang dibungkus dengan kasa. Semua alat yang telah
dibungkus disterilkan dalam oven pada suhu 160 °C selama 1 jam lalu disterilkan
dalam autoclav pada suhu 121 °C selama 15 menit tekanan 15 lubis.
2. Pembuatan Media TSA
Media dibuat dengan melarutkan 40 g TSA dalam 1 L akuades dalam labu
erlenmeyer digoyang-goyang selama 15 menit dan dipanaskan sampai mendidih
sambil diaduk sampai larut sempurna. Erlenmeyer ditutup dengan kapas yang
dibungkus dengan kain kasa, kemudian disterilkan dalam autoklav pada suhu 121
°C selama 15 menit tekanan 15 lubis.
3. Pembuatan Suspensi Mikroba Uji
Koloni bakteri diambil menggunakan jarum ose disuspensikan dalam
larutan TSB steril dalam tabung reaksi steril dan dihomogenkan kemudian diukur
kekeruhan dari suspensi dengan spektrofotometer UV-Vis hingga memenuhi
standar Mc. Farland dengan panjang gelombang 580 nm.
4. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Bidara
Sebanyak 20-25 mL media TSA dimasukkan dalam cawan petri ditambah
0,2 mL suspensi bakteri dihomogenkan dibiarkan memadat, selanjutnya ditetesi
dengan 10 µL sediaan uji. Cawan yang sudah ditetesi sampel iinkubasi pada suhu
30-35 oC selama ± 24 jam secara aerob. Diamati pertumbuhan bakteri dan diukur
diameter daya hambat ditandai dengan adanya zona bening. Pengujian dilakukan
terhadap ekstrak etanol daun bidara pada ekstrak pekat, ekstrak konsentrasi 1; 0,5;
0,25; 0,125 g/mL, kloramfenikol 30 µg sebagai kontrol positif dan aquades
sebagai kontrol negatif.
28
3.4.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara
Pengujian aktivitas antibakteri sediaan deodoran krim mengikuti prosedur
3.4.3. Pengujian ini dilakukan terhadap sediaan deodoran komersil sebagai
pembanding, formulasi F1, F2, F3, kontrol positif kloramfenikol 30 µg dan
kontrol negatif sediaan formulasi F0.
3.4.5 Uji Organoleptik dan Karakteristik Deodoran Krim Ekstrak Daun
Bidara
Uji Organoleptik (BSN, 2006)
Uji ini dilakukan terhadap 31 panelis tidak terlatih dengan sampel dari setiap
formula deodoran krim ekstrak daun bidara yang terdiri dari tiga variasi
konsentrasi, kemudian dari masing-masing formula deodoran krim diamati
tekstur, aroma, warna, homogenitas dan kesukaan umum. Rentang nilai yang
digunakan yaitu 1-5 (Tabel 2). Hasil dari pengamatan tersebut dicatat.
Tabel 2. Skor uji organoleptik
Skor Keterangan
1 Sangat tidak suka
2 Tidak suka
3 Agak suka
4 Suka
5 Sangat suka
Uji pH (Ervianingsih & Razak, 2019)
Uji pH dilakukan untuk mengetahui nilai pH sediaan deodoran krim ekstrak
daun bidara. Syarat pH sediaan deodoran krim yang baik berdasarkan SNI 16-
4951-1998 adalah 3-7,5. Prosedur uji pH adalah sebanyak 0,5 g deodoran
dilarutkan dengan 5 mL aquades, kemudian dicek pH dengan menggunakan pH
meter.
29
Uji Homogenitas (Ervianingsih & Razak, 2019)
Prosedur uji homogenitas adalah diambil deodoran krim masing-masing
formula sebanyak 0,5 g, kemudian diletakkan di atas kaca arloji. Krim diamati
apakah masih terdapat partikel-partikel kasar atau tidak homogen dengan dilihat
dan diraba. Suatu sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak
terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).
Uji Daya Sebar (Astuti et al., 2010)
Siapkan dua buah plat kaca, setelah itu timbang 0,5 g sediaan krim
diletakkan di atas plat kaca, kemudian plat kaca lainnya diletakkan di atasnya dan
dibiarkan selama 1 menit. Diameter sebar krim diukur, setelah itu ditambahkan
beban dari 20 hingga 100 g beban tambahan dengan anak timbangan dan
didiamkan selama 1 menit setiap penambahan beban lalu diukur diameter yang
konstan. Pengulangan dilakukan sebanyak 2 kali.
Uji Daya Lekat (Astuti et al., 2010)
Siapkan dua buah plat kaca yang telah diketahui luasnya. Sebanyak 0,5 g
sediaan krim dioleskan pada salah satu plat kaca, lalu plat kaca lainnya
ditempelkan sampai menyatu dan ditekan dengan beban seberat 1 kg selama 5
menit. Setelah itu beban dilepas, lalu diberi beban pelepasan 80 g untuk
pengujian. Waktu yang dibutuhkan sampai kedua plat saling lepas dicatat.
Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali.
Uji Mekanik (Rieger, 2000)
Sampel krim dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi kemudian sampel
disentrifugasi pada kecepatan 3750 rpm selama 5 jam, selanjutnya diamati apakah
terjadi pemisahan atau tidak.
30
Uji Stabilitas (Rieger, 2000)
a. Pengamatan Cycling Test
Sampel krim disimpan pada suhu 4 oC selama 24 jam lalu dipindahkan ke
dalam oven bersuhu 40±2 oC selama 24 jam (satu siklus). Uji dilakukan sebanyak
6 siklus, kemudian diamati perubahan fisik yang terjadi (Apakah terjadi
pemisahan fase).
b. Pemeriksaan Stabilitas Terhadap Suhu
Sampel krim disimpan pada tiga kondisi yaitu pada suhu rendah (4±2 oC),
suhu ruang (29±2 oC) dan suhu tinggi (40±2 oC) selama 4 minggu kemudian
dilakukan pengujian organoleptis (homogenitas, aroma, warna), pH, daya sebar
dan daya lekat.
Angka Lempeng Total (BSN, 1992)
Sebanyak 1 g sampel dimasukan ke dalam larutan NaCl 0,9 steril lalu
dihomogenkan. Pengenceran dilakukan dengan 10-3. Sebanyak 1 mL dari sampel
diinokulasikan pada cawan petri steril. Media Plate Count Agar (PCA) dalam
suhu 45-55 °C sebanyak 10-15 mL dituangkan pada cawan petri. Cawan petri
digoyangkan secara perlahan dan dibiarkan memadat. Cawan tersebut lalu
diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu kamar selama 48 jam. Jumlah koloni
yang tumbuh dihitung sebagai total mikroba.
Uji Daya Iritasi (Ervianingsih & Razak, 2019)
Uji ini dilakukan dengan mengoleskan deodoran krim pada kulit lengan
bagian dalam. Uji daya iritasi bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan ini
dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak. Teknik yang digunakan untuk uji
ini adalah uji tempel terbuka pada kulit terhadap panelis yang bersedia dan
31
mengisi surat pernyataan. Uji iritasi dilakukan dengan mengoleskan sediaan yang
dibuat pada kulit dengan luas tertentu (2 × 2 cm), kemudian dibiarkan terbuka dan
diamati apa yang terjadi. Uji ini dilakukan sebanyak 3 kali sehari selama 2 hari
berturut-turut. Reaksi yang diamati adalah terjadinya eritema dan edema.
Uji Aroma (Metode Baru)
Prosedur uji bau dilakukan dengan cara sebanyak 1 gram ekstrak etanol
daun bidara , 1 gram basis , 1 gram sediaan deodoran krim formulasi F1, 1 gram
sediaan deodoran krim formulasi F2, 1 gram sediaan deodoran krim formulasi F3
dan 1 gram sediaan deodoran krim komersial masing-masing diletakkan di
erlenmeyer yang ditutup rapat dengan aluminium foil. Setelah itu dilakukan
pengujian dengan odormeter (Shinyei), kemudian dicatat hasilnya.
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ekstrak Daun Bidara
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun bidara yang berasal
dari perkebunan bidara daerah Sumenep, Jawa Timur dan dilakukan pengujian
determinasi di Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong. Determinasi bertujuan
untuk memastikan kebenaran sampel uji yang akan dianalisis dan menghindari
kesalahan pengambilan sampel analisis. Hasil determinasi sampel menyatakan
bahwa sampel uji yang digunakan adalah daun bidara yang memiliki nama latin
Ziziphus mauritiana Lam, dimana batangnya memiliki duri, terdapat bulu halus
dan pinggir daunnya bergerigi halus seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Batang dan daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam)
(Dokumentasi penelitian)
Sampel yang telah dideterminasi dilakukan preparasi. Preparasi sampel
bertujuan untuk mempermudah dan memaksimalkan proses maserasi. Preparasi
sampel meliputi pencucian, pengeringan dan penghalusan sampel. Pencucian
sampel bertujuan untuk menghilangkan binatang dan kotoran yang terdapat pada
daun bidara. Pengeringan sampel dilakukan untuk menghilangkan kadar air yang
33
terdapat pada daun bidara sehingga menghambat perkembangbiakan mikroba,
reaksi enzimatis tidak berjalan dan menghambat pembusukan. Pengeringan
dilakukan dengan suhu ruang tanpa terkena sinar matahari langsung supaya
senyawa aktif yang terkandung dalam sampel tidak rusak. Penghalusan sampel
bertujuan untuk memperkecil ukuran sampel sampai menjadi serbuk dan dapat
memperbesar luas permukaan sampel, sehingga pada saat ekstraksi kontak antara
sampel dengan pelarut akan lebih efektif dan senyawa dapat terekstrak dengan
optimal. Semakin kecil ukuran sampel maka luas permukaan sampel akan
semakin besar sehingga kontak antara sampel dengan pelarut akan semakin efektif
(Sinala, 2016).
Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi. Metode maserasi
dipilih karena metode ini tidak menggunakan pemanasan sehingga pengaruh
negatif yang dapat mempengaruhi senyawa aktif pada ekstrak dan kemungkinan
rusaknya komponen kimia yang terdapat dalam sampel dapat dihindarkan, selain
itu maserasi juga merupakan proses ekstrasi yang mudah karena menggunakan
peralatan yang sederhana. Proses maserasi menggunakan wadah yang terbuat dari
kaca karana kaca lebih stabil dibandingkan plastik dan logam sehingga dapat
menghindari terjadinya reaksi kimia antara pelarut maupun senyawa kimia dengan
wadah. Wadah selalu dalam keadaan tertutup selama proses maserasi untuk
menghindari proses oksidasi dengan udara luar. Proses maserasi dilakukan pada
ruangan tertutup untuk menghindari pengaruh cahaya matahari terhadap stabilitas
senyawa kimia yang akan diambil. Selama proses maserasi beberapa kali
dilakukan pengadukan agar terjadi perputaran pelarut sehingga proses
ekstraksinya akan terjadi secara optimal.
34
Proses penyarian yang terjadi selama proses maserasi disebabkan karena
perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel, sehingga cairan penyari akan
menembus dinding sel dan masuk ke rongga sel yang mengandung zat aktif, maka
zat aktif akan larut dan larutan pekat didesak ke luar. Proses ekstraksi akan selesai
saat keseimbangan konsentrasi di dalam dan di luar sel tercapai (Wang et al.,
2009). Pelarut yang digunakan pada proses maserasi daun bidara (Ziziphus
mauritiana Lam) adalah etanol 70%.
Penggunaan pelarut etanol 70% bertujuan untuk menarik senyawa seperti
flavonoid, karena etanol merupakan pelarut universal yang memiliki gugus polar
(-OH) dan gugus nonpolar (-C2H5) sehingga dapat menarik senyawa-senyawa
yang bersifat polar dan nonpolar. Pelarut etanol juga memiliki titik didih yang
cukup rendah sehingga pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi
pada proses pemekatan (Susanti et al., 2012). Penggunaan pelarut etanol
berdasarkan penelitian Muharrami et al. (2019) yang menyatakan bahwa ekstrak
etanol daun bidara Ziziphus mauritiana Lam memiliki aktivitas antibakteri
terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Filtrat hasil ekstrasi dipekatkan, pemekatan dilakukan untuk mengurangi
pelarut yang terdapat dalam filtrat untuk menghasilkan ekstrak yang pekat.
Ekstrak daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) yang dihasilkan sebanyak 413,75
g dengan karakteristik ekstrak pekat yang berwarna hijau kecoklatan dengan
aroma khas ekstrak (Gambar 5). Persen rendemen yang dihasilkan sebesar 27,38%
(Lampiran 2). Hasil persen rendemen ekstrak etanol daun bidara tersebut lebih
besar atau lebih baik dibandingkan hasil persen rendemen penelitian dari
Murniyati et al., (2021) yaitu sebesar 18,65%. Hal ini menyatakan bahwa pelarut
35
etanol 70% dan metode ekstraksi dengan maserasi sesuai digunakan untuk proses
ekstraksi daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam). Rendemen ekstrak merupakan
perbandingan antara bobot sampel awal yang diekstrak dengan bobot ekstrak yang
dihasilkan. Berdasarkan uji fitokimia yang dilakukan pada penelitian Hendrawati
et al., 2020, menyatakan bahwa ekstrak etanol daun bidara mengandung senyawa
metabolit sekunder steroid, flavonoid, alkaloid, fenolat, tanin dan saponin. Pada
identifikasi senyawa aktif menggunakan LCMS/MS didapatkan bahwa ekstrak
etanol daun bidara mengandung senyawa flavonoid yaiu Rutin.
Gambar 5. Ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam)
(Dokumentasi Penelitian)
4.2 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Bidara
Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak daun bidara dilakukan terhadap
bakteri Staphylococcus aureus. Metode yang digunakan adalah metode cakram
dengan media Triptic Soy Agar (TSA). Proses inkubasi pada antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus dilakukan pada keadaan aerob. Antibiotik kloramfenikol
sebagai kontrol positif dan aquades steril sebagai kontrol negatif.
36
Kloramfenikol digunakan sebagai kontrol positif karena termasuk golongan
antibiotik bakteriostatik bersepktrum luas yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri gram negatif dan bakteri gram positif, mikroorganisme aerobik maupun
anaerobik (Octaviani et al., 2019). Pengujian aktivitas antibakteri ini dilakukan
secara kuantitatif dengan mengukur zona hambat atau zona bening yang
dihasilkan. Pengukuran diameter daya hambat dapat dilihat dari luas daerah yang
tidak ditumbuhi oleh bakteri ditandai dengan terbentuknya daerah bening pada
media yang telah dibiakkan (Ningsih et al., 2017).
Ekstrak pekat adalah ekstrak etanol daun bidara hasil maserasi yang tidak
dilakukan pengenceran. Aktivitas antibakteri pada ekstrak pekat termasuk kategori
antibakteri yang kuat karena memiliki diameter hambat antara 11-20 mm dan pada
konsentrasi 1; 0,5; 0,25; 0,125 g/mL termasuk kategori antibakteri sedang karena
memiliki diameter hambat antara 6-10 mm. Kontrol negatif tidak memiliki
aktivitas antibakteri, hal ini karena diameter hambat yang dihasilkan sama dengan
diameter dari kertas cakram yang digunakan. Hasil pengukuran diameter hambat
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam)
memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus terbesar
adalah pada ekstrak pekat.
Gambar 6. Hasil zona hambat ekstrak daun bidara
37
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus
mauritiana Lam), maka semakin besar diameter hambat atau zona bening yang
terbentuk. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Pelczar & Chan
(2005), bahwa semakin besar konsentrasi senyawa yang diujikan, maka aktivitas
antibakteri senyawa tersebut juga akan semakin besar. Hasil tersebut dapat dilihat
dengan zona bening yang dihasilkan pada media yang telah dibiakkan pada setiap
sampel (Gambar 6).
Menurut Davis & Stout (1971) terdapat kategori diameter zona hambat
yaitu kategori lemah memiliki diameter zona hambat ≤ 5 mm, kategori sedang
memiliki diameter zona hambat sekitar antara 6-10 mm, diameter zona hambat
yang kuat sekitar antara 11-20 mm dan zona hambat ≥ 20 mm dikategorikan
sangat kuat. Berdasarkan hasil pengujian untuk ekstrak konsentrasi 0,125 – 1
g/mL dikategorikan memiliki zona hambat yang sedang, sedangkan untuk
konsentrasi pekat dikategorikan memiliki zona hambat yang kuat.
4.3 Formulasi Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara
Sediaan deodoran krim yang dihasilkan yaitu F0 menghasilkan sediaan yang
berwarna putih dan tidak berbau, F1 sediaan berwarna coklat susu dan aroma khas
ekstrak, F2 sediaan berwarna coklat dan aroma khas ekstrak, F3 sediaan berwarna
coklat dan aroma khas ekstrak (Gambar 7). Warna coklat pada sediaan deodoran
krim berasal dari ekstrak daun bidara. Walaupun warna yang dihasilkan berwarna
coklat, tetapi saat dicoba dioleskan pada kulit tidak menyisakan warna sediaan
pada kulit yang dioleskan. Kepekatan warna coklat dan aroma semakin meningkat
sebanding dengan penambahan jumlah ekstrak daun bidara pada sediaan.
38
Gambar 7. Hasil formulasi deodoran krim
4.4 Aktivitas Antibakteri Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara
Pengujian antibakteri sediaan deodoran krim ekstrak etanol daun bidara
(Ziziphus mauritiana Lam) dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Kontrol positif yang digunakan dalam pengujian ini adalah antibiotik
kloramfenikol dan kontrol negatif yang digunakan adalah formulasi F0. Proses
inkubasi pada antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dilakukan pada keadaan
aerob.
Hasil uji aktivitas antibakteri ini menunjukkan bahwa sediaan deodoran
krim hasil formulasi F3 yang ditambahkan ekstrak etanol daun bidara sebesar 15%
memiliki kemampuan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus
dengan kategori sedang, walaupun hasil tersebut masih lebih kecil dibandingkan
dengan zona hambat ekstrak etanol daun bidara sebelum diformulasikan dengan
sediaan deodoran krim maupun kontrol positif kloramfenikol 30 µg. Penurunan
aktivitas antibakteri ekstrak daun bidara pada sediaan deodoran krim dapat
disebabkan karena ditambahkannya beberapa bahan pada saat pembuatan
deodoran krim.
Hasil menunjukkan bahwa kontrol negatif, formulasi F1, F2 dan sediaan
deodoran komersil tidak memiliki daya hambat atau aktivitas antibakteri terhadap
Krim F0 0%
Krim F1
5%
Krim F2
10% Krim F3
15%
39
bakteri Staphylococcus aureus, hal ini dikarenakan diameter zona hambat sampel
sama dengan diameter kertas cakram yang digunakan. Hasil tersebut dapat dilihat
dengan zona bening yang dihasilkan pada media yang telah dibiakkan pada setiap
sampel (Gambar 8).
Gambar 8. Hasil zona hambat sediaan deodoran krim
4.5 Organoleptik Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara
Penelitian menggunakan 5 parameter, yaitu pengujian organoleptik terhadap
warna, aroma, homogenitas, tekstur dan kesukaan umum. Uji organoleptik ini
melibatkan 31 panelis tidak terlatih. Panelis diminta mengungkapkan tanggapan
pribadinya secara subjektif mengenai kesukaan dan ketidaksukaannya terhadap
sediaan deodoran krim ektrak etanol daun bidara. Lembar pengujian organoleptik
tercantum pada Lampiran 3. Hasil uji organoleptik masing-masing parameter
tercantum pada Lampiran 4. Data hasil uji organoleptik sediaan deodoran krim
ekstrak etanol daun bidara dianalisis dengan sidik ragam ANOVA dan dilanjutkan
dengan analisis Duncan yang tercantum pada Lampiran 5.
4.6.1 Warna
Warna dapat menjadi salah satu parameter untuk mempengaruhi panelis
dalam menerima produk dan dapat memberikan daya tarik terhadap produk
deodoran krim. Warna pada krim dipengaruhi oleh ekstrak daun bidara yang
40
berwarna hijau kecoklatan, seusai dengan yang dinyatakan oleh Arbarini (2015)
bahwa warna dari krim dipengaruhi oleh warna bahan penyusunnya.
Tabel 3. Hasil uji organoleptik warna sediaan deodoran krim
Sampel Nilai Organoleptik Warna±SD
Komersil 4,74b±0,445
F0 4,39b±0,615
F1 2,71a±0,902
F2 2,48a±0,962
F3 2,45a±1,060 Keterangan :
1. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama(a,b) tidak berbeda nyata pada taraf uji lanjut Duncan 5%
taraf signifikasi P<0,05
2. F0: sediaan deodoran krim tanpa penambahan ekstrak, F1: sediaan deodoran krim dengan
penambahan 5% ekstrak, F2: sediaan deodoran krim dengan penambahan 10% ekstrak, F3: sediaan
deodoran krim dengan penambahan 15% ekstrak.
Hasil kesukaan tertinggi panelis pada sediaan deodoran komersil dengan
skor 4,74 dan kesukaan terendah panelis pada sediaan deodoran F3 dengan skor
2,45 (Tabel 3). Warna formulasi sediaan deodoran krim ekstrak etanol daun bidara
(Ziziphus mauritiana Lam) adalah coklat tua yang berbeda dengan sediaan
deodoran krim komersil dan sediaan tanpa penambahan ekstrak yang berwarna
putih. Oleh karena itu, sebagian besar panelis menyukai warna sed iaan deodoran
krim komersil. Hasil analisis sidik ragam ANOVA yang dilanjutkan dengan
analisis Duncan menunjukkan bahwa penambahan ekstrak etanol daun bidara
pada sediaan deodoran krim memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
warna sediaan deodoran krim dengan nilai P<0,05. Hal ini disebabkan karena
perubahan warna yang semakin gelap seiring dengan penambahan ekstrak etanol
daun bidara. Pada parameter warna ini panelis lebih menyukai sediaan deodoran
krim dengan warna putih dibandingkan dengan warna coklat atau gelap.
41
4.6.2 Aroma
Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium
oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung (Winarno, 2008).
Pada sediaan deodoran krim ini aroma merupakan parameter yang penting, hal ini
dikarenakan fungsi dari deodoran itu sendiri adalah untuk menghilangkan aroma
yang tidak sedap, sehingga aroma merupakan hal yang utama untuk sediaan
deodoran krim. Aroma yang semakin baik atau enak akan meningkatkan
ketertarikan dan daya terima produk akan semakin meningkat.
Tabel 4. Hasil uji organoleptik aroma sediaan deodoran krim
Sampel Nilai Organoleptik Aroma±SD
Komersil 4,58c±0,620
F0 3,52b±0,769
F1 2,84a±0,860
F2 2,74a±1,125
F3 2,42a±1,148 Keterangan :
1. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama(a,b,c) tidak berbeda nyata pada taraf uji lanjut Duncan 5%
taraf signifikasi P<0,05
2. F0: sediaan deodoran krim tanpa penambahan ekstrak, F1: sediaan deodoran krim dengan
penambahan 5% ekstrak, F2: sediaan deodoran krim dengan penambahan 10% ekstrak, F3: sediaan
deodoran krim dengan penambahan 15% ekstrak.
Hasil kesukaan tertinggi panelis pada sediaan deodoran komersil dengan
skor 4,58 dan kesukaan terendah panelis pada sediaan deodoran F3 dengan skor
2,42 (Tabel 4). Aroma formulasi sediaan deodoran krim ekstrak etanol daun
bidara (Ziziphus mauritiana Lam) adalah aroma khas ekstrak yang berbeda
dengan sediaan deodoran krim komersil dengan aroma khas dan sediaan tanpa
penambahan ekstrak yang tidak memiliki aroma. Oleh karena itu, sebagian besar
panelis menyukai aroma sediaan deodoran krim komersil. Hasil analisis sidik
ragam ANOVA yang dilanjutkan dengan analisis Duncan menunjukkan bahwa
penambahan ekstrak etanol daun bidara pada sediaan deodoran krim memberikan
42
pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma sediaan deodoran krim dengan nilai
P<0,05. Hal ini karena semakin banyak penambahan ekstrak pada sediaan
deodoran krim maka aroma sediaan tersebut akan semakin pekat atau kuat,
sehingga berdasarkan hasil uji organoleptik menujukkan bahwa panelis tidak
menyukai aroma khas ekstrak yang sangat pekat atau kuat pada sediaan deodoran
krim.
4.6.3 Tekstur
Menurut Depkes RI (1979), krim adalah sediaan setengah padat yang berupa
emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan digunakan untuk
pemakaian luar. Tekstur sediaan deodoran krim yang baik adalah berbentuk krim
setengah padat, homogen, memiliki kekentalan yang baik yaitu tidak terlalu encer
dan tidak terlalu kental.
Tabel 5. Hasil uji organoleptik tekstur sediaan deodoran krim
Sampel Nilai Organoleptik Tekstur±SD
Komersil 4,68c±0,702
F0 3,55b±1,028
F1 3,32a,b±1,107
F2 3,13a,b±1,088
F3 2,94a±1,181 Keterangan :
1. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama(a,b,c) tidak berbeda nyata pada taraf uji lanjut Duncan 5%
taraf signifikasi P<0,05
2. F0: sediaan deodoran krim tanpa penambahan ekstrak, F1: sediaan deodoran krim dengan
penambahan 5% ekstrak, F2: sediaan deodoran krim dengan penambahan 10% ekstrak, F3: sediaan
deodoran krim dengan penambahan 15% ekstrak.
Hasil kesukaan tertinggi panelis pada sediaan deodoran komersil dengan
skor 4,68 dan kesukaan terendah panelis pada sediaan deodoran F3 dengan skor
2,94 (Tabel 5). Hasil analisis sidik ragam ANOVA yang dilanjutkan dengan
analisis Duncan menunjukkan bahwa penambahan ekstrak etanol daun bidara
pada sediaan deodoran krim memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
43
tekstur sediaan deodoran krim dengan nilai P<0,05. Penambahan ekstrak pada
sediaan deodoran krim menyebabkan tekstur deodoran krim sedikit lebih encer.
Oleh karena itu, sebagian besar panelis menyukai tekstur sediaan deodoran krim
komersil.
4.6.4 Homogenitas
Homogenitas merupakan parameter yang berfungsi untuk melihat efektivitas
merata atau tidaknya pencampuran bahan-bahan pada suatu sediaan. Menurut
Purwanto et al. (2013), krim merupakan suatu sediaan yang digunakan dengan
cara dioleskan pada daerah terapi, sehingga setiap zat harus memiliki kesempatan
yang sama untuk menempati daerah terapi tersebut.
Tabel 6. Hasil uji organoleptik homogenitas sediaan deodoran krim
Sampel Nilai Organoleptik Homogenitas±SD
Komersil 4,77b±0,497
F0 3,94a±0,814
F1 3,77a±0,805
F2 3,61a±0,803
F3 3,71a±0,824 Keterangan :
1. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama(a,b) tidak berbeda nyata pada taraf uji lanjut Duncan 5%
taraf signifikasi P<0,05
2. F0: sediaan deodoran krim tanpa penambahan ekstrak, F1: sediaan deodoran krim dengan
penambahan 5% ekstrak, F2: sediaan deodoran krim dengan penambahan 10% ekstrak, F3: sediaan
deodoran krim dengan penambahan 15% ekstrak.
Kesukaan tertinggi panelis pada sediaan deodoran komersil dengan skor
4,77 dan kesukaan terendah panelis pada sediaan deodoran F3 dengan skor 3,71
(Tabel 6). Hasil analisis sidik ragam ANOVA yang dilanjutkan dengan analisis
Duncan menunjukkan bahwa penambahan ekstrak etanol daun bidara pada
sediaan deodoran krim memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
homogenitas sediaan deodoran krim dengan nilai P<0,05.
44
4.6.5 Kesukaan Umum
Kesukaan umum adalah parameter untuk menentukan tingkat kesukaan atau
penerimaan panelis secara subjektif dalam menentukan formulasi sediaan
deodoran krim terbaik.
Tabel 7. Hasil uji organoleptik kesukaan umum sediaan deodoran krim
Sampel Nilai Kesukaan Umum±SD
Komersil 4,74c±0,514
F0 3,68b±0,909
F1 3,13a±1,024
F2 2,84a±1,098
F3 2,71a±1,131
Keterangan :
1. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama(a,b,c) tidak berbeda nyata pada taraf uji lanjut Duncan 5%
taraf signifikasi P<0,05
2. F0: sediaan deodoran krim tanpa penambahan ekstrak, F1: sediaan deodoran krim dengan
penambahan 5% ekstrak, F2: sediaan deodoran krim dengan penambahan 10% ekstrak, F3: sediaan
deodoran krim dengan penambahan 15% ekstrak.
Berdasarkan hasil uji organoleptik (Tabel 7) diperoleh hasil bahwa kesukaan
tertinggi panelis pada sediaan deodoran komersil dengan skor 4,74 dan kesukaan
terendah panelis pada sediaan deodoran F3 dengan skor 2,71. Hasil analisis sidik
ragam ANOVA yang dilanjutkan dengan analisis Duncan menunjukkan bahwa
penambahan ekstrak etanol daun bidara pada sediaan deodoran krim memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap kesukaan umum panelis terhadap sediaan
deodoran krim dengan nilai P<0,05.
4.7 Karakteristik Sediaan Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara
Karakteristik sediaan deodoran krim ekstrak daun bidara yang diamati
meliputi nilai pH, uji homogenitas, uji daya sebar, uji daya lekat, uji mekanik, uji
stabilitas, uji angka lempeng total, uji daya iritasi dan uji aroma.
45
4.7.1 Nilai pH Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara
Pengukuran pH bertujuan untuk melihat pH sediaan yang berpengaruh
terhadap sifat iritasi kulit. Pengukuran ini dilakukan saat setelah pembuatan. Nilai
pH merupakan faktor yang paling penting pada produk kosmetik, apabila suatu
sediaan kosmetika memiliki nilai pH terlalu tinggi atau terlalu rendah akan
memperbesar atau menambah daya absorpsi perkutan sehingga dapat
menyebabkan kulit kering dan iritasi (Anief, 2008). Oleh karena itu, nilai pH atau
keasaman suatu sediaan kosmetika yang digunakan secara topikal harus sesuai
dengan pH kulit..
Penambahan ekstrak daun bidara dapat menurunkan nilai pH sediaan
deodoran krim. Hasil uji pH tersebut menunjukkan nilai pH pada formula F0, F1,
F2 dan F3 memiliki nilai pH dalam range 5,95 – 6,96, hal ini menunjukkan
sediaan deodoran krim memenuhi standar SNI 16-4951-1998. Hasil analisis sidik
ragam ANOVA dengan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan
konsentrasi ekstrak etanol daun bidara memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap nilai pH sediaan deodoran krim dengan nilai P<0,05.
4.7.2 Homogenitas Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara
Uji homogenitas merupakan suatu parameter untuk mengetahui apakah
sediaan yang dibuat sudah tercampur homogen dan tidak terdapat partikel-partikel
kasar. Homogenitas menjadi standar yang diatur pada SNI 16-4951-1998
mengenai mutu sediaan deodoran krim yaitu sediaan deodoran krim disyaratkan
homogen dan bebas partikel asing. Homogenitas mempengaruhi efektivitas terapi,
dimana setiap pemakaian harus memiliki kadar yang sama pada daerah yang
dioleskan (Luthfiyana et al., 2016).
46
Gambar 9. Hasil uji homogenitas sediaan deodoran krim
Berdasarkan hasil pengujian homogenitas sediaan deodoran krim pada
formula F0, F1, F2 dan F3 menunjukkan bahwa seluruh sediaan deodoran krim
yang dibuat tidak memperlihatkan adanya partikel-partikel kasar pada permukaan
plat kaca (Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang dihasilkan sudah
terdispersi dengan baik dan membentuk krim yang baik. Homogenitas suatu
sediaan dipengaruhi oleh cara pencampuran pada proses pembuatan sediaan
tersebut.
4.7.3 Daya Sebar Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara
Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui luas daya sebar yang dihasilkan
dari sediaan deodoran krim yang dibuat. Krim yang baik membutuhkan waktu
yang lebih sedikit untuk tersebar dan akan memiliki nilai daya sebar yang tinggi
(Sukmawati et al., 2013). Daya sebar merupakan faktor penting dari suatu sediaan
dalam bentuk krim karena daya sebar yang baik menyebabkan kontak antara
Komersil
F1
F0
F2 F3
47
sediaan dengan kulit menjadi luas, sehingga absorpsi obat ke kulit menjadi
optimal.
Berdasarkan hasil menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun bidara
dapat menyebabkan penurunan nilai daya sebar pada sediaan deodoran krim.
Berdasarkan hasil uji daya sebar, sediaan deodoran krim ekstrak daun bidara yang
telah memenuhi standar adalah formulasi F1 dengan penambahan konsentrasi
ekstrak sebanyak 5%. Formulasi F0, F2 dan F3 belum memenuhi standar daya
sebar yang baik untuk sediaan deodoran krim. Hasil analisis sidik ragam ANOVA
dengan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi ekstrak
etanol daun bidara memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai daya
sebar sediaan deodoran krim dengan nilai P<0,05.
4.7.4 Daya Lekat Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara
Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui lama waktu suatu sediaan krim
dapat melekat pada kulit. Daya lekat merupakan salah satu faktor penting dalam
suatu sediaan krim, karena semakin lama suatu sediaan dapat melekat pada kulit
sehingga efektivitas absorpsi suatu sediaan akan semakin maksimal.
Penambahan ekstrak daun bidara dapat menyebabkan penurunan nilai daya
lekat pada sediaan deodoran krim. Penurunan daya lekat diakibatkan karena
penambahan ekstrak etanol daun bidara menyebabkan konsistensi krim menjadi
lebih cair, sehingga daya lekat krim akan semakin kecil. Berdasarkan hasil uji
daya lekat, sediaan deodoran krim ekstrak daun bidara Formulasi F0, F1, F2 dan
F3 belum memenuhi standar daya lekat yang baik untuk sediaan deodoran krim.
Semakin besar nilai daya lekat maka semakin banyak konsentrasi zat aktif atau
obat yang terabsorpsi ke kulit karena kontak antara permukaan kulit dengan
48
sediaan semipadat akan lebih lama (Ansel, 1989). Hasil analisis sidik ragam
ANOVA dengan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi
ekstrak etanol daun bidara memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
nilai daya sebar sediaan deodoran krim dengan nilai P<0,05.
4.7.5 Hasil Uji Mekanik Deodoran Krim Daun Bidara
Uji mekanik merupakan salah satu pengujian stabilitas untuk sediaan krim.
Uji mekanik berfungsi untuk mengetahui umur simpan dari sediaan krim tersebut.
Kestabilan suatu sediaan krim berhubungan dengan umur simpan dari sediaan
krim tersebut.
Hasil pengujian uji mekanik menunjukkan tidak adanya pemisahan fase
dari semua sediaan uji, hal ini menunjukkan bahwa sediaan krim tersebut
memiliki kestabilan yang sangat baik dan diperkirakan memiliki umur simpan
selama 1 tahun. Hal ini dikarenakan sediaan krim tidak terjadi pemisahan fase
setelah diberikan efek gaya sentrifugal kecepatan 3.750 rpm selama 5 jam.
Menurut Lachman et al. (1994), uji mekanik dilakukan untuk mengetahui umur
simpan krim selama 1 tahun, karena gaya gravitasi selama 1 tahun dapat
tergambarkan dengan kecepatan perputaran 3750 rpm selama 5 jam. Gravitasi dan
kenaikan gavitasi dapat mempercepat pemisahan fase dan menyebabkan
ketidakstabilan pada sediaan krim.
4.7.6 Hasil Uji Stabilitas Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara
4.7.6.1 Cycling Test
Cycling test ini dilakukan dengan dua kondisi berbeda, yaitu suhu 4±2 oC
dan suhu 40±2 oC selama 6 siklus. Cycling test berfungsi untuk menguji sediaan
49
terhadap kemungkinan mengalami kristalisasi dan menguji kestabilan krim
(Luthfiyana et al., 2016).
Tabel 8. Hasil cycling test sediaan deodoran krim
Sampel Hasil Pengujian
Komersil Tidak terjadi pemisahan dan perubahan fisik
F0 Tidak terjadi pemisahan dan perubahan fisik
F1 Tidak terjadi pemisahan dan perubahan fisik
F2 Tidak terjadi pemisahan dan perubahan fisik
F3 Tidak terjadi pemisahan dan perubahan fisik Keterangan : F0: sediaan deodoran krim tanpa penambahan ekstrak, F1: sediaan deodoran krim dengan
penambahan 5% ekstrak, F2: sediaan deodoran krim dengan penambahan 10% ekstrak, F3: sediaan deodoran
krim dengan penambahan 15% ekstrak.
Sediaan deodoran krim tidak terjadi pemisahan fase dan perubahan fisik
berupa warna dan aroma (Tabel 8). Hal ini menyatakan bahwa zat pengemulsi
mampu menyatukan fase air dan fase minyak sangat baik sehingga tercampur
sempurna dan stabil. Menurut Andirisnanti (2012), bahan-bahan pengemulsi
seperti trietanolamin, gliserol, asam stearat dan setil alkohol mampu menyatukan
fase air dan fase minyak pada sediaan krim sehingga krim dapat tercampur
homogen dan tetap stabil.
4.7.6.2 Pemeriksaan Stabilitas Terhadap Suhu
Uji stabilitas ini dilakukan pada tiga kondisi yang berbeda, yaitu pada suhu
rendah (-4±2 oC), suhu ruang (29±2 oC) dan suhu tinggi (40±2 oC) selama empat
minggu. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kestabilan sediaan krim
pada tiga kondisi.
50
Pengamatan Organoleptis
Tabel 9. Hasil pengamatan stabilitas sediaan deodoran krim
Sediaan Minggu
ke- Warna Homogenitas Aroma Tekstur
Komersil
0 Putih Homogen Bau khas Semi solid
1 Putih Homogen Bau khas Semi solid
2 Putih Homogen Bau khas Semi solid
3 Putih Homogen Bau khas Semi solid
4 Putih Homogen Bau khas Semi solid
Formula 0
(0 % Ekstrak)
0 Putih Homogen Tidak berbau Semi solid
1 Putih Homogen Tidak berbau Semi solid
2 Putih Homogen Tidak berbau Semi solid
3 Putih Homogen Tidak berbau Semi solid
4 Putih Homogen Tidak berbau Semi solid
Formula 1
(5% Ekstrak)
0 Cokelat susu Homogen Bau khas ekstrak Semi solid
1 Cokelat susu Homogen Bau khas ekstrak Semi solid
2 Cokelat susu Homogen Bau khas ekstrak Semi solid
3 Cokelat susu Homogen Bau khas ekstrak Semi solid
4 Cokelat susu Homogen Bau khas ekstrak Semi solid
Formula 2
(10% Ekstrak)
0 Cokelat Homogen Bau khas ekstrak Semi solid
1 Cokelat Homogen Bau khas ekstrak Semi solid
2 Cokelat Homogen Bau khas ekstrak Semi solid
3 Cokelat Homogen Bau khas ekstrak Semi solid
4 Cokelat Homogen Bau khas ekstrak Semi solid
Formula 3
(15% Ekstrak)
0 Cokelat Homogen Bau khas ekstrak Semi solid
1 Cokelat Homogen Bau khas ekstrak Semi solid
2 Cokelat Homogen Bau khas ekstrak Semi solid
3 Cokelat Homogen Bau khas ekstrak Semi solid
4 Cokelat Homogen Bau khas ekstrak Semi solid
Hasil pengujian organoleptik menyatakan bahwa seluruh tidak terjadi
perubahan dalam tiga kondisi suhu berbeda selama empat minggu penyimpanan
(Tabel 9), hal ini menunjukkan bahwa sediaan deodoran krim ekstrak daun bidara
stabil pada penyimpanan selama empat minggu.
51
Nilai pH
Keseluruhan sediaan krim tersebut setelah disimpan selama empat minggu
dalam tiga kondisi suhu yang berbeda menghasilkan pH yang berada dalam
rentang 4,72-7,44. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan krim setelah disimpan
selama empat minggu tidak terjadi perubahan yang signifikan dan masih
memenuhi standar SNI 16-4951-1998 yaitu 3 – 7,5. Sediaan deodoran krim
ekstrak daun bidara pada kondisi suhu 29 oC memiliki nilai pH yang paling stabil
selama penyimpanan empat minggu.
Gambar 10. Grafik stabilitas pH pada suhu berbeda selama 4 minggu.
Deodoran krim ekstrak daun bidara setelah dilakukan penyimpanan selama
empat minggu tidak stabil pada suhu penyimpanan 40 oC (Gambar 10), hal ini
ditandai dengan perubahan nilai pH yang sangat signifikan. Sediaan deodoran
komersil dan deodoran tanpa penambahan ekstrak lebih stabil pada tiga kondisi
suhu selama empat minggu dibandingkan dengan sediaan dengan penambahan
ekstrak etanol daun bidara. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan ekstrak
etanol daun bidara dapat menyebabkan ketidakstabilan pH sediaan krim selama
penyimpanan. Ketidakstabilan pH yang terjadi selama penyimpanan juga dapat
52
disebabkan karena ketidakstabilan emulsi, dimana emulsifier yaitu TEA tidak lagi
mengikat fase minyak dan fase air secara merata (Natalie et al., 2017).
Daya Sebar
Hasil pengujian selama empat minggu dengan tiga kondisi suhu didapatkan
daya sebar dalam rentang 3,63-5,4 cm. Sediaan deodoran krim ekstrak daun
bidara tidak mengalami perubahan yang signifikan, tetapi nilai daya sebar paling
stabil yaitu pada kondisi suhu 29 oC selama penyimpanan empat minggu (Gambar
11). Uji daya sebar berfungsi untuk mengetahui kecepatan penyebaran dan
menjamin pemerataan krim saat diaplikasikan pada kulit (Mappa et al., 2013).
Perubahan daya sebar yang terjadi dapat disebabkan karena ketidakstabilan emulsi
pada krim, dimana air tidak teremulsi secara sempurna dan menyebabkan
konsistensi krim menjadi tidak baik (Natalie et al., 2017). Penambahan ekstrak
etanol daun bidara pada sediaan deodoran krim tidak menyebabkan
ketidakstabilan krim selama penyimpanan empat minggu dengan tiga kondisi
suhu.
Gambar 11. Grafik stabilitas daya sebar pada suhu berbeda selama 4 minggu
Uji Daya Lekat
Hasil pengujian selama empat minggu dengan tiga kondisi suhu didapatkan
daya lekat dalam rentang 1,4 detik – 6,14 detik. Sediaan krim pada kondisi suhu
53
29 oC memiliki nilai daya lekat yang paling stabil selama penyimpanan empat
minggu. Nilai daya lekat sediaan deodoran krim ekstrak daun bidara pada suhu 4
oC dan suhu 40 oC terjadi ketidakstabilan selama empat minggu penyimpanan dan
penambahan ekstrak etanol daun bidara dapat menyebabkan ketidakstabilan daya
lekat sediaan krim selama penyimpanan (Gambar 12). Perubahan daya lekat yang
terjadi dapat disebabkan karena ketidakstabilan emulsi pada krim, dimana kedua
fase dalam krim tidak terikat oleh emulsifier sehingga menyebabkan konsistensi
krim menjadi tidak baik (Natalie et al., 2017).
Gambar 12. Gafik stabilitas daya sebar pada suhu berbeda selama 4 minggu
4.7.7 Angka Lempeng Total
Pengujian angka lempeng total bertujuan untuk mengetahui jumLah koloni
bakteri pada sampel. Angka lempeng total merupakan salah satu pengujian yang
disyaratkan pada SNI 16-4951-1998 dalam pembuatan sediaan deodoran.
Kontaminasi mikroba pada suatu produk dapat mengakibatkan perubahan warna,
aroma, tektur dan kerusakan dari produk. Produk kosmetik yang terkontaminasi
mikroorganisme terlihat dari pembentukan koloni jamur yang berwarna,
perubahan bau, perubahan kekentalan yang merusak kualitas sediaan (Tranggono
& Latifah, 2007). Kontaminasi mikroorganisme pada suatu produk sangat
dihindari karena mudah mengalami kerusakan kualitas produk. Berdasarkan SNI
54
01-2897-1992 perhitungan angka lempeng total hanya pada cawan petri yang
mengandung 25-250 koloni bakteri.
Semua sediaan deodoran krim ekstrak daun bidara memenuhi standar SNI
16-4951-1998. Berdasarkan hasil yang didapatkan, diketahui terjadi penurunan
nilai cemaran mikroba yang sebanding dengan penambahan ekstrak etanol daun
bidara pada sediaan deodoran krim. Hal ini menandakan bahwa penambahan
ektrak etanol daun bidara pada deodoran krim dapat menghambat pertumbuhan
bakteri. Kontaminasi mikroorganisme pada sediaan dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu peralatan selama proses pembuatan, wadah penyimpanan,
kurangnya aseptis diri saat proses pembuatan, dan deodoran krim dibiarkan dalam
keadaan terbuka.
4.7.8 Daya Iritasi Deodoran Krim Ekstrak Daun Bidara
Uji iritasi bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan deodoran krim
tersebut dapat menimbulkan iritasi pada kulit yang dioleskan. Uji iritasi dilakukan
dengan mengoleskan sediaan deodoran krim pada kulit normal 20 panelis manusia
dengan luas (2x2 cm) sebanyak 3 kali sehari selama 2 hari berturut-turut pada
lengan bagian dalam.
Hasil pengujian iritasi terhadap 20 panelis seperti yang tercantum pada
Lampiran 7. menyatakan bahwa sediaan deodoran F0, F1, F2 dan F3 tidak
mengiritasi yang ditandai dengan tidak adanya eritema dan edema pada kulit
panelis. Edema adalah kondisi dimana meningkatnya jumLah cairan dalam
jaringan, sedangkan eritema adalah warna merah pada kulit yang disebabkan oleh
pembesaran pembuluh darah. (Ervianingsih et al., 2019)
55
4.7.9 Hasil Uji Aroma
Uji aroma bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak dan sediaan dalam
mengurangi aroma yang tidak sedap. Pengujian aroma ini menggunakan alat
odormeter tipe OMX-SRM. OMX-SRM adalah alat yang berfungsi untuk
mengetahui nilai kekuatan aroma dari suatu sumber aroma yang dapat dihasilkan
secara numeric untuk membandingkan efektivitas dari suatu proses penghilangan
bau (Nugraha, 2020). Hasil pengukuran tingkat aroma menggunakan alat
odormeter menunjukkan bahwa penambahan krim F0 tidak dapat menurunkan
tingkat bau dari sampel bau. Untuk penambahan ekstrak, krim komersil, krim F1,
krim F2 dan krim F3 pada sampel dapat menurunkan tingkat aroma dari sampel
bau tersebut. Hal ini menandakan bahwa ekstrak etanol daun bidara dan sediaan
deodoran krim yang telah dibuat dapat menurunkan tingkat aroma yang tidak
sedap.
56
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam) memiliki aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus tertinggi pada
konsentrasi ekstrak pekat dengan zona hambat sebesar 11,2 mm.
2. Sediaan deodoran krim dengan penambahan ekstrak etanol daun bidara
(Ziziphus mauritiana Lam) sebesar 15% memiliki aktivitas antibakteri
dengan zona hambat sebesar 6,07 mm.
3. Formulasi terbaik sediaan deodoran krim ekstrak etanol daun bidara adalah
sediaan deodoran krim formulasi F1 dengan penambahan ekstrak 5% yang
memenuhi syarat mutu SNI 16-4951-1998 dan memiliki tingkat kesukaan
umum panelis tertinggi pada pengujian organoleptik.
5.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya dapat dibuat sediaan deodoran dengan bentuk
roll on, sehingga penambahan ekstrak etanol daun bidara (Ziziphus mauritiana
Lam) tidak mempengaruhi keadaan fisik dari sediaan deodoran. Sediaan deodoran
juga perlu dilakukan penambahan aroma dan warna untuk meningkatkan kesukaan
umum terhadap produk yang dihasilkan.
57
DAFTAR PUSTAKA
Abalaka ME, Daniyan SY, Mann A. 2010. Evaluation of the antimicrobial activities of two Ziziphus species (Ziziphus mauritiana L. and Ziziphus spina-christi L.) on some microbial pathogens. African Journal of
Pharmacy and Pharmacology, 4(4): 135-139.
Agoes G. 2015. Sediaan Kosemtik (SFI-9). Bandung: ITB Press Ahmad I, Agus ASR. 2013. Uji stabilitas formula krim tabir surya ekstrak umbi
Bawang Dayak (Eleutherine americana L. Merr.). Journal of Tropical Pharmacy and Chemistry, 2(3): 159-165.
Aidina S. 2020. Formula dan aktivitas antioksidan sediaan lip balm yang
diperkaya ekstrak daun bidara (Ziziphus spina-christi L) [Skripsi]. Jakarta :
UIN Syarif Hidayaullah Jakarta.
Al Ghasham A, Al Muzaini M, Qureshi KA, Elhassan GO, Khan RA, Farhana SA, Abdallah WE. 2017. Phytochemical Screening, Antioxidant and Antimicrobial Activities of Methanolic Extract of Ziziphus mauritiana Lam.
Leaves Collected from Unaizah, Saudi Arabia. International Journal of Pharmaceutical Research & Allied Sciences, 6(3): 33-46.
Mansour A, Enayat K, Neda MS, Behzad A. 2010. Antibcterial Effect and
Physicochemical Properties of Essential Oil of Zataria multiflora Boiss.
Asian Pasific Journal of Tropical Medicine, 3(6): 439-442.
Andirisnanti WA. 2012. Uji manfaat ekstrak kolagen kasar dari teripang (Stichopus hermanni) sebagai bahan pelembab kulit. [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia
Anief M. 2008. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah mada University
Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV, diterjemahkan oleh
Farida Ibrahim. Jakarta: UI Press.
Anwar E. 2012. Eksipien dalam Sediaan Farmasi: Karakterisasi dan Aplikasi,
Edisi I. Jakarta: Dian Rakyat. Arbarini A. 2015. Pengaruh Penambahan Ekstrak Rimpang Kencur pada Tepung
Beras Terhadap Sifat Fisik Kosmetik Lulur Tradisional. Jurnal Tata Rias, 4 (2): 9-15.
Ashri NH. 2016. Uji Aktivitas dan Identifikasi Senyawa Kimia Antibakteri
Ekstrak Etanol Daun Bidara (Ziziphus spina-christi L) terhadap Beberapa
Bakteri Patogen [Skripsi]. Makassar : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
58
Astuti IY, Hartanti D, Aminiati A. 2010. Peningkatan Aktivitas Antijamur Candida Albicans Salep Minyak Atsiri Daun Sirih (Piper Bettle Linn.)
melalui Pembentukan Kompleks Inklusi dengan B-siklodekstrin. Traditional Medicine Journal, 15(3): 94-99.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2019. Ekstrem Perubahan Iklim. Diakses pada 19 April 2020, dari https://www.bmkg.go.id/iklim/?p=ekstrem-perubahan-iklim
Blegur F, Korasa YB, Makoil SD. 2018. Antioxidant Activities of Herbal Drinks of Bidara (Zizyphus Mauritiana Lam) Leaves with Variation of Boiling
Time Using DPPH Method (1, 1-diphenyl-2-picryhydrazyl). In Proceeding 1st. International Conference Health Polytechnic of Kupang, 1(1): 483-490.
Bunyanis F, Angeni. 2018. Formulasi Sediaan Krim Deodoran Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper Betle. L) Untuk Mencegah Bau Badan. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Iqra, 6(2): 129-132. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2897-1992. Cara Uji Cemaran
Mikroba. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 16-4951-1998. Sediaan Deodoran dan Antiperspiran. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-2346-2006. Petunjuk Pengujian Organoleptik dan Sensori. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Cahyanta AN, Istriningsih E, Zen DA, Gautama TS. 2019. Pengaruh Variasi
Konsentrasi Ekstrak Daun Teh (Camellia sinesis L) Terhadap Sifat Fisik
Deodoran Stick. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, 10(1): 11-20.
Cappuccino JG, N Sherman. 2014. Microbiology A Laboratory Manual (10 th Edition. San Fransisco: Perason Education Inc. Publishing as Benjamin Cummings.
Cushnie TTP, Lamb AJ. 2005. Antimicrobial activity of flavonoid. International
Journal of Antimicrobial Agents, 26(5): 343-356. Darbre PD. 2005. Aluminium, antiperspirants and breast cancer. Journal of
Inorganic Biochemistry, 99(9): 1912-1919.
Davis WW, Stout TR. 1971. Disc plate methods of microbiological antibiotic assay. Applied Microbiology, 22(4): 659-665.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
59
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Djide N. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi Farmasi. Makassar: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin.
Egbuobi BC, Ojiegbe GC, Dike-Ndudim JN, Enwuru PC. 2013. Antibacterial Activities of Different Brands of Deodorans Marketed in Owerrri, Imo
State, Nigeria. African Journal of Clinical and Experimental Microbiology, 14(1): 14-18.
Endarti EYS, Soediro I. 2004. Kajian Aktivitas Asam Usnat terhadap Bakteri Penyebab Bau Badan. Jurnal Bahan Alam Indonesia, 3(1): 151- 157.
Ervianingsih N, Razak A. 2019. Formulasi Sediaan Deodoran Lotion dari Minyak
Atsiri Nilam (Pogostemon cablin Benth). Jurnal Fenomena Kesehatan,
2(1): 188-196.
Garg A, Aggarwal D, Garg S, Singla AK. 2002. Spreading of semisolid
formulations: an update. Pharmaceutical technology, 26(9): 84-105.
Goyal M, Nagori BP, Sasmal D. 2012. Review on ethnomedicinal uses, pharmacological activity and phytochemical constituents of Ziziphus
mauritiana (Ziziphus jujuba Lam., non Mill). Spatula DD, 2(2), 107-116.
Hendrawati, Aziza, Sumarlin LO, Azizah YN. 2020. Formulation, Antioxidant And Antibacteria Activities Of Peel-Off Gel Mask, Enriched With Bidara Leaf (Ziziphus Spina-Christi L.) Extract. International Journal of
GEOMATE, 18(68): 66-72.
Hutauruk H, YamLean PV, Wiyono W. 2020. Formulasi dan Uji Aktivitas Sabun Cair Ekstrak Etanol Herba Seledri (Apium Gaveolens L) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus. PHARMACON, 9(1): 73-81.
Jacobs MR. 2005. Antimicrobial Agents and Resistance-Fifth International
Symposium. Antifungal agents and novel vaccines. IDrugs: the investigational drugs journal, 8(7): 547-550.
Jagdishchandra V, Thanveer K, Singh RP, Kalyan P, AjithKrishnan CG. 2019. An Invitro Comparative Evaluation of Anticandidal Herbs (Ginger & Turmeric)
On Streptococcus mutans. International Journal of Medical and Biomedical Studies, 3(1): 12-18.
James AG, Hyliands D, Johnston H. 2004. Generation of volatile fatty acids by axillary bacteria. International Journal of Cosmetic Science, 26(1): 49-56.
60
Jannah, M. 2018. Uji aktivitas antikanker ekstrak dan fraksi daun bidara laut
(Ziziphus mauritiana Lam) terhadap sel kanker payudara (T47D) melalui metode MTT. [Doctoral Dissertation]. Malang: Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim. Jarald EE, Joshi SB, Jain DC. 2009. Antidiabetic activity of extracts and fraction
of Ziziphus mauritiana. Pharmaceutical biology, 47(4): 328-334.
Jawetz E, Melnick GE, Adelberg CA,. 2007. Mikrobiologi Kedokteran edisi 23. Surabaya: Selamba Medika
Joshi LR, Tiwari A, Devkota SP, Khatiwada S, Paudyal S, Pande KR. 2014. Prevalence of methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) in dairy
farms of Pokhara, Nepal. International Journal of Veterinary Science, 3(2): 87-90.
Katzung, Bertram G. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 12 Volume 2. Jakarta: EGC.
Komala O, Wiendarlina IY, Rizqiyana N. 2019. Antibacterial activity roll on
deodorant with Pluchea indica (L.) leaf extract against Staphylococcus
epidermidis (Evans 1916) in vitro. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 293(1): 1-7.
Kusriani H, Nawawi A. Machter E, 2015. Penetapan Kadar Senyawa Fenolat
Total Dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun, Buah, dan Biji
Bidara.,Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Kesehatan, 1(1): 311- 318.
Lachman L, Lieberman HA, Kaning JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri II. Jakarta: Universitas Indonesia.
Latif AM. 2002. Chinee Apple Indian Jujube Ziziphus maurtiana. America: Queensland Government.
Leboffe M.J, BE Pierce. 2011. A Photographic Atlas for The Microbiology Laboratory 4th Edition. Amerika Serikat: Morton Publishing Company.
Luthfiyana N, Nurjanah NM, Anwar E. Hidayat T. 2016. Rasio bubur rumput laut
Eucheuma cottonii dan Sargassum sp. sebagai formula krim tabir
surya. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 19(3): 183-195.
Maliana Y, Khotimah S, Diba F. 2013. Aktivitas antibakteri kulit Garcinia
mangostana Linn. terhadap pertumbuhan Flavobacterium dan Enterobacter
dari Coptotermes curvignathus Holmgen. Protobiont, 2(1): 7-11.
61
Mappa T, Edy HJ, dan Kojong N. 2013. Formulasi Gel Ekstrak Daun Sasaladahan
(Peperomia Pellucida L.) HBK) dan Uji Efektivitasnya Terhadap Luka
Bakar pada Kelinci (Oryctolagus Cuniculus). JIF UNSRAT. 2(2): 2302-
2493.
McGrath KG. 2003. An earlier age of breast cancer diagnosis related to more
frequent use of antiperspirants/deodorants and underarm shaving. European
Journal of Cancer Prevention, 12(6): 479-485.
Meera S, Bhargavi YR. 2014. Evaluation of wound-healing effect of Ziziphus
mauritiana L. leaf extract in rats. International Journal of Geen Pharmacy,
8(4): 263–266.
Memon AA, Memon N, Bhanger MI, Luthria DL. 2013. Assay of phenolic
compounds from four species of ber (Ziziphus mauritiana L.) fruits:
Comparison of three base hydrolysis procedure for quantification of total
phenolic acids. Food Chemistry, 139(4): 496–502.
Muharrami LK, Munawaroh F, Ersam T, Santoso M, Setiawan E, Hidayati Y,
Rosidi I. 2019. Antibacterial Activity of Leaves Extract of Bukkol (Ziziphus
mauritania Lam) against Escherichia coli and Staphylococcus
aureus. Knowledge E Engineering, 180-189.
Murniyati M, Subaidah W.A., Ananto A.D., 2021. Formulasi dan Uji Aktivitas
Antiradikal Bebas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Bidara (Ziziphus
mauritiana Lam) Menggunakan Metode DPPH. Lumbung Farmasi : Jurnal
Ilmu Kefarmasian, 2(2): 96-102.
Mishra T, Paice AG, Bhatia A. 2011. Nuts and Seeds in Health and Disease
Prevention. Amerika: Academic Press.
Nakane T, Gomyo H, Sasaki I, Kimoto Y, Hanzawa N, Teshima Y, Namba T.
2006. New antiaxillary odour deodorant made with antimicrobial Ag‐zeolite
(silver‐exchanged zeolite). International journal of cosmetic science, 28(4):
299-309.
Natalie A, Mulyani S. 2017. Hubungan lama simpan dengan karakteristik mutu
pada beberapa formulasi krim ekstrak kunyit (Curcuma domestica
Val.). Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agoindustri, 5(4): 21-30.
Ningsih W, Nofiandi D, Deviarny C, Roselin D. 2017. Formulasi dan Efek
Antibakteri Masker Peel Off Ekstrak Etanol Daun Dewa (Gynura
62
pseudochina Lour. Dc.) terhadap Staphylococcus epidermidis. Scientia:
Jurnal Farmasi dan Kesehatan, 7(1): 61-66.
Nugraha RS. 2020. Pemanfaatan Mikroalga Chlorella sp. pada Proses
Bioremediasi Limbah Cair Industri Susu [Skripsi]. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Octaviani M, Fadhli H, Yuneistya E. 2019. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak
Etanol Kulit Bawang Merah (Allium cepa L.) dengan Metode Difusi
Cakram. Pharmaceutical Sciences & Research, 6(1): 62-68.
Oshima N, Zaima K, Kamakura H, Hamato A, Yamamoto Y, Kang DH,
Maruyama T. 2015. Identification of marker compounds for Japanese
pharmacopoeia non-conforming jujube seeds from Myanmar. Journal of
Natural Medicines, 69(1): 68–75.
Palejkar CJ, Palejkar JH, Patel AJ Patel MA. 2012. A plant review on Ziziphus
mauritiana. International Journal of Universal Pharmacy and Life Sciences,
2(2), 202–211.
Parmar P, Bhatt S, Dhyani S, Jain A. 2012. Phytochemical studies of the
secondary metabolites of Ziziphus mauritiana Lam Leaves. International
Journal of Current Pharmaceutical Research, 4(3): 153-155.
Pawar PV, Pooja TL, Anil CR. 2015. Odour Pollution and Its Measurement.
International Journal for Research in Applied Science & Engineering
Technology, 3(12): 221-229.
Pelczar MJ, Chan ECS. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi, Jilid II. Penerjemah:
Hadioetomo. Jakarta: Universitas Indonesia.
Penaloza-Vazquez A, Ma LM, Rayas-Duarte P. 2019. Isolation and
characterization of Bacillus spp. strains as potential probiotics for poultry. Canadian Journal of Microbiology, 65(10): 762-774.
Purwanto, Mufrod, Swastika A. 2013. Antioxidant activity cream dosage form of tomato extract (Solanum lycopersicium L.). Traditional Medicine Journal
18(3): 3–6. Pratiwi ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.
Preeti ST. 2014. Ziziphus Jujuba: A Phytopharmacological Review. International
Journal of Research and Development in Pharmacy and Life Sciences,
3(3): 959-966.
63
Plastina P, Bonofiglio D, Vizza D, Fazio A, Rovito D, Giordano C, Gabriele B.
2012. Identification of bioactive constituents of Ziziphus jujube fruit
extracts exerting antiproliferative and apoptotic effects in human breast
cancer cells. Journal of Ethnopharmacology, 140(2): 325–332.
Prakash O, Usmani S, Singh R, Singh N, Gupta A, Ved A. 2021. A panoramic
view on phytochemical, nutritional, and therapeutic attributes of Ziziphus
mauritiana Lam.: A comprehensive review. Phytotherapy Research, 35(1):
63-77.
Radji M. 2013. Buku Ajar Mikrobiologi: Panduan Mahasiswa Farmasi &
Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Reza MI, Goel D,Gupta RK, Warsi MH. 2018. Formulation of ketoconazole loaded nano dispersive gel using swollen micelles technique and its in vitro characterization. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences, 10(3): 162-166.
Rieger M. 2000. Harry’s Cosmeticology 8th Edition. New York: Chemical Publishing Company.
Sahrawat A, Rahul SN, Shahi SK. 2017. Black Pepper (Piper nigum) Fruit Extract Activity Against Some Pathogenic Bacterial Strains by Disc Diffusion
Method. International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences, 6(3): 561-566.
Samirana PO, Susidarti RA, Rohman A. 2017. Isolation and 2,2’-diphenyl-1-picrylhydrazyl radical scavenging activity of active compound from Jujube
tree (Zizyphus mauritiana Auct. non Lamk.). International Journal of Food Properties. 20(52): 1523-1529
Sania E, Kurniawan SV, Angelina Y. 2020. Perbandingan Efektivitas Antibakteri Moringa oleifera dan Ziziphus mauritiana dengan Ekstrak Etanol 96%
terhadap Escherichia coli. Sriwijaya Journal of Medicine, 3(1): 39-46. Sari DNR, Hasanah HU, Masroatun. 2017. Efektivitas Antifungi Ekstrak Daun
Kakao (Theobroma cacao L.) dalam Menghambat Pertumbuhan Fungi Patogen Indegenous Phytophtora palmivora dengan Metode Dilusi Padat.
Jurnal Biologi & Pembelajarannya, 4(1): 9-14. Sharma P, Anand S, Tomar SK, Goswami P. 2018. Antibiotic Susceptibility of
Lactobacillus sp. isolated from commercial probiotic products by E-Test strip method. International Journal of Current Microbiology and Applied
Sciences, 7(4): 3499-3517.
64
Shihab Q. 2002. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an, Vol.
10. Jakarta: Lentera Hati
Shinyei. 2020. Spesifikasi Handheld Odor Meter. Jepang: Shinyei Technology Sinala S. 2016. Kimia Fisik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Sir RW, Tabun AC, Moenek DY. 2010. Isolasi Dan Seleksi Jamur Dan Bakteri
Endofit Dari Tanaman Mimba, Beluntas Dan Gandarusa Sebagai Penghasil Fungistatik Dan Bakteriostatik Scabies. Partner, 17(2): 142-145.
Sukmawati, Arisanti, dan Wijayanti. 2013. Pengaruh Variasi Konsentrasi Pva, Hpmc, Dan Gliserin Terhadap Sifat Fisika Masker Wajah Gel Peel Off
Ekstrak Etanol 96% Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.). [Naskah Publikasi]. Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas Udayana.
Susanti AD, Ardiana D, Gumelar GP, Bening, YG, 2012, Polaritas Pelarut Sebagai Pertimbangan Dalam Pemilihan Pelarut Untuk Ekstraksi Minyak
Bekatul Dari Bekatul Varietas Ketan (Oriza sativa glatinosa), Simposium Nasional RAPI XI FT UMS ISSN : 1412-9612
Tranggono RI, Latifah F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ulaen SP, Banne Y, Suatan RA. 2012. Pembuatan salep anti jerawat dari ekstrak
rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Jurnal Ilmiah Farmasi
(JIF), 3(2): 45-49.
Veranita W, Wibowo AE, Rachmat R. 2021. Formulasi Sediaan Deodoran Spray
dari Kombinasi Minyak Atsiri Kulit Jeruk Kalamansi (Citrofortunella
microcarpa) dan Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis L) serta Uji Aktivitas
Antibakteri. Jurnal Sains dan Kesehatan, 3(2): 142-146.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: MBRIO Press.
Wang SY, Chen CT, Wang CY. 2009. The influence of light and maturity on fruit quality and flavonoid content of red raspberries. Food chemistry, 112(3): 676-684.
Widodo H. 2013. Ilmu Meracik Obat Untuk Apoteker. Yogyakarta: D-Medika.
Yacobus AR, Ghari ALS. 2018. Identifikasi Senyawa Kimia Daun Bidara
(Ziziphus mauritiana Lam) Dari Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi
NTT Secara Kromatogafi Lapis Tipis Dan Kromatogafi Kolom. Jurnal
Farmasi Sandi Karsa. 4(7): 5-10.
66
Lampiran 2. Hasil ekstraksi daun bidara (Ziziphus mauritiana Lam)
Berat Sampel (g) Berat Ekstrak (g) Rendemen (%)
1511,38 413,75 27,3756
Perhitung :
Rendemen =
70
Lampiran 4. Data hasil uji organoleptik sediaan deodoran krim
P Warna Aroma
901 711 271 249 309 901 711 271 249 309
1 4 4 2 3 2 4 3 2 3 3
2 5 5 2 2 2 5 3 3 3 3
3 5 5 3 4 4 5 5 4 4 3
4 5 4 3 1 2 4 3 3 3 3
5 4 4 3 3 3 5 4 3 4 4
6 5 5 3 1 1 5 3 2 1 1
7 5 4 3 4 5 4 3 3 5 5
8 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4
9 5 5 1 1 1 5 3 2 1 1
10 5 5 3 2 2 5 5 3 3 2
11 5 5 2 2 2 5 4 2 2 2
12 5 4 3 3 3 5 3 3 2 2
13 4 3 2 2 2 4 2 3 2 3
14 5 4 4 3 3 5 3 4 4 4
15 4 4 3 2 2 5 3 3 3 2
16 5 5 2 2 2 4 3 4 4 2
17 5 5 3 3 2 5 4 3 3 3
18 5 5 2 2 1 5 4 2 2 1
19 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4
20 4 5 2 2 1 3 4 1 1 1
21 5 4 2 2 2 4 3 3 2 2
22 4 4 4 3 3 5 5 3 3 3
23 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3
24 5 4 1 1 2 5 4 1 1 1
25 5 5 3 3 3 4 3 3 3 3
26 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3
27 5 5 4 4 4 4 3 3 4 3
28 5 4 1 1 1 5 3 2 1 1
29 5 4 2 2 2 5 4 2 2 1
30 5 4 3 3 2 5 3 2 2 1
31 5 4 3 2 2 5 3 4 2 1
71
P Tekstur Homogenitas
901 711 271 249 309 901 711 271 249 309
1 4 2 2 3 2 4 4 3 3 3
2 5 5 3 3 3 5 5 3 3 3
3 5 5 4 4 4 5 5 3 3 3
4 4 4 4 3 3 5 5 5 5 5
5 5 3 4 4 3 4 3 4 4 3
6 5 4 3 2 2 5 3 3 3 3
7 5 2 5 2 4 5 3 4 3 5
8 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5
9 5 3 2 1 1 5 3 3 4 4
10 5 5 3 2 2 5 4 3 3 3
11 5 3 2 2 2 5 4 3 3 3
12 5 3 3 3 3 5 4 4 4 4
13 3 2 3 3 3 4 3 4 3 4
14 5 4 4 4 3 5 4 4 3 3
15 5 4 3 2 2 5 4 3 3 3
16 5 4 3 4 2 5 4 4 3 3
17 5 5 4 4 3 5 5 5 3 3
18 5 4 2 2 1 5 3 3 3 3
19 5 4 5 5 5 5 3 5 5 5
20 2 4 3 2 1 3 5 4 4 4
21 4 2 4 3 4 4 3 4 4 4
22 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5
23 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5
24 5 5 1 4 4 4 4 3 3 4
25 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4
26 5 4 3 3 4 5 4 5 5 5
27 5 4 4 4 2 5 5 4 4 3
28 5 2 1 1 1 5 4 3 3 4
29 5 3 2 2 2 5 3 3 3 3
30 5 2 5 4 4 5 3 3 3 3
31 5 2 5 5 5 5 3 3 3 3
72
P Kesukaan Umum
901 711 271 249 309
1 4 3 2 3 2
2 5 5 3 3 3
3 5 5 4 4 3
4 5 4 3 2 2
5 4 3 3 4 4
6 5 4 3 1 1
7 5 2 3 3 5
8 5 5 5 5 5
9 5 5 4 1 2
10 5 5 3 3 3
11 5 4 2 2 2
12 5 3 3 2 2
13 4 3 3 3 3
14 5 4 4 4 3
15 5 3 2 2 2
16 5 4 3 4 2
17 5 5 4 3 3
18 5 3 2 2 1
19 5 4 5 4 4
20 3 4 1 1 1
21 4 3 3 2 2
22 4 4 4 4 4
23 4 4 4 4 4
24 5 4 2 2 2
25 5 4 4 4 4
26 5 3 4 4 4
27 5 4 4 3 3
28 5 3 1 1 1
29 5 3 2 2 2
30 5 2 4 3 3
31 5 2 3 3 2
Keterangan:
1. 901: sediaan deodoran krim komersil, 711: sediaan deodoran krim tanpa penambahan ekstrak (F0), 271:
sediaan deodoran krim dengan penambahan 5% ekstrak (F1), 249: sediaan deodoran krim dengan
penambahan 10 ekstrak (F2), 309: sediaan deodoran krim dengan penambahan 15% ekstrak (F3).
73
Lampiran 5. Analisis statistika uji organoleptik sediaan deodoran krim
Warna
Oneway
Descriptives
Warna
N Mean
Std.
Deviatio
n
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Komersil 31 4.74 .445 .080 4.58 4.91 4 5
F0 31 4.39 .615 .110 4.16 4.61 3 5
F1 31 2.71 .902 .162 2.38 3.04 1 4
F2 31 2.48 .962 .173 2.13 2.84 1 4
F3 31 2.45 1.060 .190 2.06 2.84 1 5
Total 155 3.35 1.293 .104 3.15 3.56 1 5
ANOVA
Warna
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Goups 154.387 4 38.597 56.156 .000
Within Goups 103.097 150 .687
Total 257.484 154
Pos Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Warna
Duncan
Sampel N Subset for alpha = 0.05
a b
K 31 4.74
F0 31 4.39
F1 31 2.71
F2 31 2.48
F3 31 2.45
Sig. .252 .094
74
Aroma
Oneway
Descriptives
Aroma
N Mean
Std.
Deviatio
n
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Komersil 31 4.58 .620 .111 4.35 4.81 3 5
F0 31 3.52 .769 .138 3.23 3.80 2 5
F1 31 2.84 .860 .154 2.52 3.15 1 4
F2 31 2.74 1.125 .202 2.33 3.15 1 5
F3 31 2.42 1.148 .206 2.00 2.84 1 5
Total 155 3.22 1.197 .096 3.03 3.41 1 5
ANOVA
Aroma
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Goups 91.574 4 22.894 26.627 .000
Within Goups 128.968 150 .860
Total 220.542 154
Pos Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Aroma
Duncan
Sampel N Subset for alpha = 0.05
a b c
K 31 4.58
F0 31 3.52
F1 31 2.84
F2 31 2.74
F3 31 2.42
Sig. .094 1.000 1.000
75
Tekstur
Oneway
Descriptives
Tekstur
N Mean
Std.
Deviatio
n
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Komersil 31 4.68 .702 .126 4.42 4.93 2 5
F0 31 3.55 1.028 .185 3.17 3.93 2 5
F1 31 3.32 1.107 .199 2.92 3.73 1 5
F2 31 3.13 1.088 .195 2.73 3.53 1 5
F3 31 2.94 1.181 .212 2.50 3.37 1 5
Total 155 3.52 1.192 .096 3.33 3.71 1 5
ANOVA
Tekstur
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Goups 58.090 4 14.523 13.566 .000
Within Goups 160.581 150 1.071
Total 218.671 154
Pos Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Tekstur
Duncan
Sampel N Subset for alpha = 0.05
a b c
K 31 4.68
F0 31 3.55
F1 31 3.32 3.32
F2 31 3.13 3.13
F3 31 2.94
Sig. .167 .134 1.000
76
Homogenitas
One way
Descriptive
Homogenitas
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Komersil 31 4.77 .497 .089 4.59 4.96 3 5
F0 31 3.94 .814 .146 3.64 4.23 3 5
F1 31 3.77 .805 .145 3.48 4.07 3 5
F2 31 3.61 .803 .144 3.32 3.91 3 5
F3 31 3.71 .824 .148 3.41 4.01 3 5
Total 155 3.96 .860 .069 3.82 4.10 3 5
ANOVA
Homogenitas
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Goups 27.316 4 6.829 11.849 .000
Within Goups 86.452 150 .576
Total 113.768 154
Pos Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Homogenitas
Duncan
Sampel N Subset for alpha = 0.05
a b
K 31 4.77
F0 31 3.94
F1 31 3.77
F2 31 3.61
F3 31 3.71
Sig. .130 1.000
77
Kesukaan Umum
Oneway
Descriptives
Kesukaan Umum
N Mean Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Komersil 31 4.74 .514 .092 4.55 4.93 3 5
F0 31 3.68 .909 .163 3.34 4.01 2 5
F1 31 3.13 1.024 .184 2.75 3.50 1 5
F2 31 2.84 1.098 .197 2.44 3.24 1 5
F3 31 2.71 1.131 .203 2.29 3.12 1 5
Total 155 3.42 1.205 .097 3.23 3.61 1 5
ANOVA
Kesukaan Umum
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Goups 84.968 4 21.242 22.960 .000
Within Goups 138.774 150 .925
Total 223.742 154
Pos Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Kesukaan Umum
Duncan
Sampel N Subset for alpha = 0.05
a b c
K 31 4.74
F0 31 3.68
F1 31 3.13
F2 31 2.84
F3 31 2.71
Sig. .107 1.000 1.000
80
Lampiran 7. Data hasil uji iritasi sediaan deodoran krim
P 901 711 271 249 309
Edema Eritema Edema Eritema Edema Eritema Edema Eritema Edema Eritema
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
81
Lampiran 8. Pembuatan larutan
1. Larutan NaCl 0,9 % 250 mL
Perhitungan :
Pembuatan :
❖ 2,25 gr NaCl dimasukkan erlenmeyer ditambahkan aquades 20 mL,
diaduk sampai larut
❖ Larutan erlenmeyer dimasukkan ke labu ukur 250 mL, selanjutnya
ditambahkan aquades sampai tanda batas, dikocok sampai homogen.
2. Media PCA 500 mL
Pembuatan :
❖ 11,25 gr PCA ditambahkan 500 mL aquades
❖ Dipanaskan sambil diaduk sampai larutan bening berwarna kuning