RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG ...

91
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH) HULU SUNGAI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN (2020 2029) Kandangan, Oktober 2019

Transcript of RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG ...

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG

KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH)

HULU SUNGAI

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

(2020 – 2029)

Kandangan, Oktober 2019

i

LEMBAR PENGESAHAN

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang

KPH Hulu Sungai

Provinsi Kalimantan Selatan

Tahun 2020 - 2029

Kandangan, Oktober 2019

Disusun Oleh :

Kepala KPH Hulu Sungai

Rudiono Herlambang, S. Hut, MM

NIP. 19701005 199403 1 008

Mengetahui:

Kepala Dinas Kehutanan

Provinsi Kalimantan Selatan,

Dr. Hanif Faisol Nurofiq, S.Hut, MP

NIP. 19710321 199302 1001

DISAHKAH DI :

JAKARTA

PADA TANGGAL :_________________

An. MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

DIREKTUR KPHL

----------------------------------

ii

PETA SITUASI WILAYAH KPH HULU SUNGAI

iii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kawasan Hutan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Hulu Sungai yang berada di 3

(tiga) Kabupaten, yaitu : Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan

Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan memiliki banyak persoalan

pengelolaan hutan seperti perambahan lahan, perambahan hutan, dan pembalakan

liar yang masih terus menjadi tantangan hingga saat ini. Tekanan penduduk terhadap

hutan mendorong deforestasi dan degradasi hutan yang memerlukan model dan

strategi pengelolaan yang tepat dan efektif.

Dibentuknya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Hulu Sungai oleh Menteri

Kehutanan serta UPT KPH Hulu Sungai sebagai pengelola oleh Gubernur

Kalimantan Selatan merupakan program strategis dalam upaya mengoptimalkan

pengelolaan hutan. Kehadiran KPH memastikan adanya pengelolaan hutan di tingkat

tapak/lapangan untuk menjamin program dan kegiatan kehutanan dapat dilaksanakan

dengan efektif dan efisien. Salah satu tahapan awal dari penyiapan pengelolaan KPH

adalah penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP).

Penyusunan RPHJP sangat diperlukan untuk menjadi acuan rencana kerja /

operasional di tingkat tapak.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.435/Menhut-II/2009 tentang

Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan, dan Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor SK.78/Menhut-II/2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan

Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi

(KPH) Provinsi Kalimantan Selatan, Status dan Fungsi Kawasan Hutan, KPHL Unit

IX memiliki luas ± 95.009 hektar dengan fungsi kawasan berupa Hutan Lindung

(HL) seluas ± 53.639 hektar, Hutan Produksi Terbatas seluas ± 13.908 hektar dan

Hutan Produksi seluas ± 27.371 hektar.

wilayah KPH Hulu Sungai memiliki ragam bentuk pemanfaatan dan penggunaan

kawasan hutan. Dalam pemanfaatan hutan, saat ini terdapat 5 (lima) perusahaan

pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan 1 (satu) izin penggunaan

iv

Pemprov Kalsel untuk jalan, serta 2 (dua) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

Hutan Tanaman.

Wilayah KPH Hulu Sungai akan dikelola secara efektif dan bertahap selama 10

(sepuluh) tahun dari luasan seluas ± 95.009 ha tersebut terdapat Wilayah Tertentu

pada blok pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi seluas ± 41.893,52 ha

yaitu :

1. Hutan Lindung terdiri dari Blok Pemanfaatan sebanyak 374 petak

2. Hutan Produksi terdiri dari Blok Pemanfaatan HHK-HT, Pemanfaatan Kawasan,

Jasa Lingkungan dan HHBK sebanyak 264 petak

Berdasarkan arah, tujuan dan sasaran pembangunan provinsi serta memperhatikan

kondisi, potensi dan permasalahan di dalamnya maka Rencana Pengelolaan KPH

Hulu Sungai yang utama adalah mengoptimalisasi akses semua pihak termasuk

masyarakat sekitar kawasan hutan sesuai aturan dan kebijakan yang berlaku pada

wilayah KPH Hulu Sungai sebagai salah satu jalan bagi resolusi konflik sumberdaya

hutan demi tercapainya pengelolaan berkelanjutan. Visinya adalah “Menciptakan

Hutan Yang Lestari dan Masyarakat Sejahtera Berlandaskan Fungsi Ekologis,

Ekonomi, dan Sosial Budaya”.

Untuk dapat mencapai visi tersebut, diperlukan beberapa misi yang perlu

dilaksanakan, yaitu

1. Mewujudkan kelembagaan pengelola hutan yang profesional dengan

peningkatan kapasitas sumber daya manusia pada KPH Hulu Sungai .

2. Mewujudkan kualitas ekosistem dan keanekaragaman hayati hutan yang baik

pada wilayah kelola KPH Hulu Sungai .

3. Mewujudkan pningkatan partisipasi aktif masyarakat terhadap pengelolaan dan

pemanfaatan hutan melalui pembinaan dan pemberdayaan.

4. Mewujudkan iklim bisnis yang berorientasi pada kelestarian hutan dan

kesejahteraan masyarakat.

Dalam rangka menerapkan misi-misi yang sudah ditetapkan, maka sasaran

pengelolana hutan pada KPH Hulu Sungai disusun sebagai berikut.

v

1. Tersusunnya RPHJP dan tertatanya kawasan hutan di Wilayah KPH Hulu Sungai

seluas ± 95.009 hektar yang juga termasuk didalamnya wilayah tertentu seluas ±

51.612,22 hektar;

2. Rehabilitasi dan penanaman lahan kritis dan sangat kritis di Wilayah KPH seluas

± 18.193,17 hektar;

3. Pemanfaatan kawasan hutan untuk pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu

sebanyak 5 (lima) jenis, jasa lingkungan sebanyak 3 (tiga) jenis, pemanfaatan

kayu alam dan tanaman ± 55,68 m³/hektar di wilayah tertentu.

4. Pengembangan kelembagaan dan usaha masyarakat dalam mengolah hasil hutan

bukan kayu

5. Meningkatkan usaha produktif yang diharapkan dapat menjadi produk industri

dari potensi HHBK sebanyak 5 (lima) jenis komoditas berupa budidaya rotan,

karet, kayu manis, kemiri, bamboo, tanaman obat, pemanfaatan kayu alam,

sarang burung walet dan tanaman dan jasa lingkungan yang memiliki nilai jual.

Untuk dapat mencapai sasaran yang ditetapkan tersebut di atas, perlu dilaksanakan

kegiatan-kegiatan yang meliputi:

1. Inventarisasi berkala wilayah kelola dan penataan hutan;

2. Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu;

3. Pemberdayaan masyarakat;

4. Pembinaan dan pemantauan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan

hutan pada areal yang berizin;

5. Rehabilitasi pada areal kerja di luar izin;

6. Pembinaan dan pemantauan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi di dalam

areal berizin;

7. Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam;

8. Koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin;

9. Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait;

10. Penyediaan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia;

11. Penyediaan pendanaan, pengembangan database, rasionalisasi wilayah kelola

dan review rencana pengelolaan;

12. Pengembangan investasi baik yang bersumber dari dalam negeri maupun dari

luar negeri.

vi

Untuk dapat membuat rencana kegiatan yang baik, tepat dan efektif perlu

dilaksanakan analisis situasi dan kondisi serta proyeksi perubahan-perubahannya.

Faktor internal dan eksternal serta faktor pendukung dan penghambat dianalisis

untuk memformulasikan rencana selama 10 tahun ke depan.

vii

KATA PENGANTAR

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) merupakan dokumen yang

berisi arahan makro perencanaan yang akan dilakukan selama 10 tahun. Rencana ini

memuat rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh KPH Hulu Sungai sekaligus

strategi yang akan dilakukan untuk mensukseskan kegiatan tersebut. Seluruh

program kegiatan direncanakan dilakukan secara simultan di blok dan petak

pengelolaan sesuai arahan tata hutan.

Penyusunan dokumen rencana pengelolaan KPH Hulu Sungai mengacu pada

Keputusan Menteri Kehutanan No P.6/Menhut-II/2010 Tanggal 26 Januari 2010

tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada Kesatuan

Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), serta Peraturan Direktur Jenderal Planologi

Kehutanan Nomor P.5/VII-WP3H/2012 Tanggal 14 Mei 2012 tentang Petunjuk

Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan pada Kesatuan

Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi

(KPH).

Penyusunan rencana kegiatan di dalam RPHJP dilaksanakan dengan memperhatikan

kondisi faktor internal dan eksternal serta proyeksinya di masa mendatang dalam

jangka 10 (sepuluh) tahun. Dengan menghubungkan kondisi, proyeksi serta visi dan

misi yang dimiliki maka rencana kegiatan di KPH Hulu Sungai disusun dengan

memperhatikan prinsip SMART (specific, measurable, achievable, relevant dan time

bound).

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu

penyusunan dokumen ini.

Kandangan, Oktober 2019

Rudiono Herlambang, S. Hut, MM

NIP. 19701005 199403 1 008

viii

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan

kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan

hutan, dan penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten/kota serta pada tingkat unit pengelolaan.

Yang dimaksud dengan unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil

sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan

lestari, yang kemudian disebut KPH, antara lain dapat berupa kesatuan pengelolaan

hutan lindung (KPHL), kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPH), dan kesatuan

pengelolaan hutan konservasi (KPHK).

Seluruh kawasan hutan di Indonesia terbagi habis dalam Wilayah KPH. Dalam satu

Wilayah KPH dapat terdiri lebih dari satu fungsi pokok hutan yang penamaannya

ditentukan oleh fungsi hutan yang luasnya dominan. KPH dikelola oleh organisasi

pemerintah yang menyelenggarakan fungsi pengelolaan hutan. KPH berperan

sebagai penyelenggara pengelolaan hutan di lapangan atau di tingkat tapak yang

harus menjamin bahwa pengelolaan hutan dilakukan secara lestari sesuai dengan

fungsinya. Keberadaan KPH menjadi kebutuhan Pemerintah dan Pemerintah Daerah

sebagai “pemilik” sumberdaya hutan sesuai mandat Undang-undang, dimana hutan

dikuasai negara dan harus dikelola secara lestari. Dalam prakteknya,

penyelenggaraan pengelolaan hutan pada tingkat tapak oleh KPH bukan memberi

izin pemanfaatan hutan melainkan melakukan pengelolaan hutan sehari-hari,

termasuk mengawasi kinerja pengelolaan hutan yang dilakukan oleh pemegang izin.

Permasalahan yang dihadapi pada saat ini dalam wilayah KPH Hulu Sungai sampai

pada tahap memprihatinkan karena telah terjadinya perambahan dan penguasaan

lahan, illegal logging, illegal mining serta semakin luasnya lahan kritis dan potensial

kritis, menurunnya fungsi hutan, hutan tidak lagi menjadi daerah penyangga (buffer

2

zone) bencana bagi masyarakat, seringnya terjadi banjir dan longsor disaat musim

hujan, dengan adanya ditanda-tanda kerusakan sumber daya hutan ini menunjukan

bahwa sangat dibutuhkannya pengelolaan hutan secara terencana, terarah dan lestari.

Dengan demikian, rencana pengelolaan hutan jangka panjang sangat diperlukan guna

kelestarian hutan dan kelestarian manfaat yang dikelola oleh KPH sehingga menjadi

pusat informasi mengenai permasalahan dan potensi kekayaan sumberdaya hutan

guna dapat menata kawasan hutan menjadi bagian-bagian yang dapat dimanfaatkan

oleh berbagai izin dan/atau dikelola sendiri pemanfaatannya. Apabila peran KPH

dalam menjalankan rencana pengelolaan hutan jangka panjang dapat dilakukan

dengan baik, maka KPH menjadi garis depan untuk mewujudkan harmonisasi

pemanfaatan hutan oleh berbagai pihak dalam kerangka pengelolaan hutan lestari.

Kawasan hutan di KPH Hulu Sungai telah dibentuk dengan Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor SK.78/Menhut-II/2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan

Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi

(KPH) Provinsi Kalimantan Selatan seluas ± 95.009 Ha. Selanjutnya Pemerintah

Provinsi Kalimantan Selatan membentuk lembaga pengelola KPH melalui Peraturan

Gubernur Nomor 23 Tahun 2017 tgl 3 Maret 2017 tentang Pembentukan, Organisasi,

dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan pada Dinas

Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan yang salah satunya ditetapkan UPT KPH

Hulu Sungai sebagai pengelola dari KPH Hulu Sungai .

Sesuai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2007 jo. Peraturan

Pemerintah No. 3 Tahun 2008, yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan

Republik Indonesia Nomor P.6/Menhut-II/2010 Tentang Norma, Standar, Prosedur

dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPH, secara eksplisit fungsi kerja

KPH dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan ditingkat tapak dapat dijabarkan

secara operasional sebagai berikut:

1. Melaksanakan penataan hutan dan tata batas di dalam Wilayah KPH.

2. Menyusun rencana pengelolaan hutan di tingkat Wilayah KPH, termasuk

rencana pengembangan organisasi KPH.

3

3. Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan hutan

yang dilaksanakan oleh pemegang izin pemanfaatan hutan dan penggunaan

kawasan hutan, termasuk dalam bidang rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta

perlindungan hutan dan konservasi alam

4. Melaksanakan rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan

konservasi alam serta melaksanakan pengelolaan hutan di kawasan tertentu.

5. Menjabarkan kebijakan kehutanan menjadi inovasi dan operasi pengelolaan

hutan. Menegakkan hukum kehutanan, termasuk perlindungan dan pengamanan

kawasan

6. Mengembangkan investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan

hutan lestari.

Untuk menjamin terlaksananya kegiatan KPH sesuai dengan kaidah pengelolaan

hutan produksi lestari maka perlu disusun rencana pengelolaan. Rencana

pengelolaan yang disusun harus tepat, handal, luwes dan mampu menghadapi

dinamika perubahan tatanan sosial, ekonomi dan budaya yang berkembang. Rencana

juga harus disusun dengan memperhatikan kondisi lingkungan, aspirasi dan nilai

budaya masyarakat setempat, mengacu pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional

(RKTN) serta diselaraskan dengan kebijakan pemerintah pusat (Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan kebijakan pemerintah daerah. Oleh karena

itu, sangat diperlukan penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang

(RPHJP) KPH Hulu Sungai .

1.2. Tujuan Pengelolaan

Tujuan pengelolaan kawasan hutan di KPH Hulu Sungai melalui Rencana

Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) adalah untuk mengelola kawasan KPH

menjadi lebih bermanfaat antara lain :

1. Memantapkan kawasan hutan dengan penataan batas, tata hutan serta

inventarisasi potensi sumber daya hutan dalam wilayah kelola KPH Hulu

Sungai .

4

2. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan organisasi melalui

peningkatan kemampuan SDM, peningkatan kapasitas UPT pengelola KPH

serta kapasitas lembaga-lembaga masyarakat yang ada di dalam wilayah kelola

pada 3 (tiga) Kabupaten.

3. Pemanfaatan kawasan hutan secara optimal, khususnya pada Wilayah Tertentu

seluas ± 51.612,35 hektar dengan mengakselerasi pengembangan potensi Hasil

Hutan Bukan Kayu (HHBK), Kayu serta jasa lingkungan sehingga menjadi

sumber pendapatan bagi negara (PNBP), bagi masyarakat dan operasional

pengelolaan KPH yang pada akhirnya dapat mewujudkan KPH yang mandiri.

4. Meningkatkan dan mengkampanyekan akses kelola terhadap hutan bagi

masyarakat melalui pengembangan Perhutanan Sosial berupa pembangunan

Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat

(HTR) dan Hutan Rakyat (HR) dengan pola-pola kemitraan.

5. Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi antara pengelola dan para pihak

(stakeholders) dalam pengelolaan hutan di KPH, yaitu dengan pemerintah

(kabupaten, provinsi, dan pusat/UPT Kementerian), korporat, LSM, kelompok

masyarakat ataupun perorangan.

6. Mengoptimalkan kegiatan dan program rehabilitasi hutan/lahan, reboisasi dan

penghijauan yang dilaksanakan oleh para pihak serta mendukung gerakan

revolusi hijau.

7. Memantapkan perlindungan hutan dan konservasi sumber daya alam melalui

konservasi jenis insitu dan exsitu dengan dibarengi dengan identifikasi areal

bernilai konservasi tinggi (HCVF);

8. Memastikan sumber-sumber pendanaan terhadap program dan kegiatan di

KPH, baik bersumber pada APBN, APBD dan sumber-sumber lain yang sah

dan tidak mengikat untuk pengelolaan hutan secara optimal, ekonomis dan

lestari;

9. Memantapkan database potensi wilayah KPH Hulu Sungai khususnya pada

wilayah tertentu seluas ± 51.612,22 hektar;

10. Rasionalisasi dan revisi sesuai dengan perkembangan regulasi setiap 5 (lima)

tahun sekali

5

11. Meningkatkan iklim investasi di wilayah kelola KPH Hulu Sungai terhadap

potensi kayu, HHBK dan jasa lingkungan menjadi lebih baik;

12. Menjadikan potensi tersebut sebagai sumber pendapatan baik sebagai

Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), pendapatan bagi masyarakat dan

pendapatan bagi KPH sehingga menjadikan KPH Mandiri, mulai dari

perencanaan, pelaksanaan dan pembiayaan sampai ke tingkat pemasaran dari

potensi hutan menjadi produk unggulan atau olahan yang dapat dipasarkan.

1.3. Sasaran

Sasaran yang akan dicapai dalam pengelolaan KPH Hulu Sungai adalah sebagai

berikut.

1. Tersusunnya RPHJP dan tertatanya kawasan hutan di Wilayah KPH Hulu

Sungai seluas ± 95.009 hektar yang juga termasuk di dalamnya wilayah

tertentu seluas ± 51.612,22 hektar;

2. Rehabilitasi dan penanaman lahan kritis dan sangat kritis di Wilayah KPH

seluas ± 18.193,17 hektar;

3. Pemanfaatan kawasan hutan untuk pengembangan hasil hutan bukan kayu dan

jasa lingkungan sebanyak, pemanfaatan kayu alam dan tanaman ± 55,68

m³/hektar di wilayah tertentu.

4. Pengembangan kelembagaan dan usaha masyarakat dalam mengolah hasil

hutan bukan kayu

5. Meningkatkan usaha produktif yang diharapkan dapat menjadi produk

industri dari potensi HHBK berupa budidaya rotan, bambu, kayu manis,

tanaman obat, dan madu pemanfaatan kayu alam, dan jasa lingkungan yang

memiliki nilai jual.

1.4. Ruang Lingkup

Mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-II/2010

pasal 11 ayat (3), ruang lingkup rencana pengelolaan hutan mencakup:

6

1. Tujuan yang akan dicapai KPH, yaitu pengelolaan hutan yang efektif dan efisien

termasuk perencanaan pengembangan kelembagaan KPH Hulu Sungai ,

perencanaan pengembangan sumberdaya manusia serta perencanaan

pengembangan infrastruktur pendukung operasional KPH.

2. Kondisi yang dihadapi, dengan memperhatikan kondisi alam, permasalahan dan

aspirasi masyarakat yang ada di dalam dan di sekitar wilayah

3. Strategi serta kelayakan pengembangan pengelolaan hutan, yang meliputi tata

hutan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi

hutan dan perlindungan hutan dan konservasi alam.

4. Arahan kegiatan pembangunan jangka panjang KPH Hulu Sungai .

1.5. Pengertian

Beberapa istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama dalam hal berkaitan

dengan rencana pengelolaan 10 tahun untuk pengelolaan KPH antara lain:

1. Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya

alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam dan

lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah

untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

3. Hutan Produksi yang dapat dikonversi yang selanjutnya disebut HPK adalah

kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi

pembangunan di luar kehutanan.

4. Hutan Produksi Tetap yang selanjutnya disebut HP adalah kawasan hutan

dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah

masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai

dibawah 125, di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian

alam dan taman buru.

5. Hutan Produksi Terbatas yang selanjutnya disebut HPT adalah kawasan hutan

dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah

masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai

7

antara 125-174, di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian

alam dan taman buru.

6. Hutan Lindung yang selanjutnya disebut HL adalah kawasan hutan yang

mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan

untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah

intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

7. Hutan Konservasi yang selanjutnya disebut HK adalah kawasan hutan dengan

ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan

keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

8. Hutan Tetap adalah kawasan hutan yang akan dipertahankan keberadaannya

sebagai kawasan hutan, terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, hutan

produksi terbatas dan hutan produksi tetap.

9. Areal Penggunaan Lain yang selanjutnya disebut APL adalah areal bukan

kawasan hutan.

10. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa

yang berasal dari hutan.

11. Inventarisasi hutan adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk

mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang sumber daya, potensi

kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap. Dilakukan dengan

survei mengenai statis dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumber daya

manusia, serta kondisi sosial masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.

12. Plot (Tract) adalah satuan unit contoh di dalam klaster yang terdiri dari

sekumpulan sub plot.

13. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daratan yang merupakan suatu

kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak sungai yang melintasi daerah

tersebut, yang berfungsi untuk menampung dan menyimpan air hujan ataupun

air yang berasal dari sumber lainnya, serta mengalirkan air termaksud ke laut

melalui badan-badan sungai.

14. Sub DAS adalah bagian dari DAS yang dibatasi oleh pemisah topografi

berupa punggung bukit yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui

anak sungai ke sungai utama.

8

15. Kesatuan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah

adalah organisasi pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya

yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

16. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung yang selanjutnya disingkat KPHL

adalah organisasi pengelolaan hutan lindung yang wilayahnya sebagian besar

terdiri atas kawasan hutan lindung yang dikelola Pemerintah Daerah.

17. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat KPH

adalah organisasi pengelolaan hutan produksi yang wilayahnya sebagian

besar terdiri atas kawasan hutan produksi yang dikelola Pemerintah Daerah.

18. Pengelolaan hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan

rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan,

rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam.

19. Rencana pengelolaan hutan adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan

yang disusun oleh Kepala KPH, berdasarkan hasil tata hutan dan rencana

kehutanan, dengan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya

masyarakat serta kondisi lingkungan, memuat semua aspek pengelolaan hutan

dalam kurun jangka panjang dan jangka pendek.

20. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL atau KPH yang

selanjutnya disebut RPHJP KPHL atau KPH adalah rencana pengelolaan

hutan untuk seluruh wilayah kerja KPHL atau KPH dalam kurun waktu 10

(sepuluh) tahun.

21. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL atau KPH adalah rencana

pengelolaan hutan untuk kegiatan KPHL atau KPH dalam kurun waktu 1

(satu) tahun.

22. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,

memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan

kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan

adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

23. Perencanaan kehutanan adalah proses penetapan tujuan, jenis dan tahapan

kegiatan, serta penentuan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan,

yang diharapkan dapat mendasari dan sekaligus menjadi pedoman dan

9

pemberi arah bagi penyelenggaraan kehutanan sehingga sumber daya hutan

dapat didayagunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, secara

berkeadilan dan berkelanjutan.

24. Tata Guna Hutan Kesepakatan yang selanjutnya disebut TGHK adalah

kesepakatan bersama para pemangku kepentingan di tingkat Provinsi untuk

menentukan alokasi ruang kawasan hutan berikut fungsinya yang diwujudkan

dengan membubuhkan tanda tangan di atas peta.

25. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disebut RTRWP

adalah strategi operasionalisasi arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan

ruang wilayah nasional pada wilayah provinsi.

26. Izin pemanfaatan hutan adalah izin yang diterbitkan oleh pejabat yang

berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha

pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan /

atau bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan / atau bukan kayu

pada areal hutan yang telah ditentukan.

27. Izin penggunaan kawasan hutan adalah izin kegiatan dalam kawasan hutan

yang diberikan oleh Menteri untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan

kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi kawasan hutan.

28. Unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan dan/atau lahan terkecil

sesuai sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara

efisien dan lestari.

29. Wilayah pengelolaan hutan pada tingkat kabupaten/kota adalah himpunan

unit-unit pengelolaan hutan di wilayah kabupaten/kota.

30. Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum

menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan pemanfaatannya berada di

luar areal izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.

31. Blok adalah pengaturan ruang dalam wilayah kelola KPH berdasarkan aspek-

aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

32. Petak adalah merupakan unit terkecil dari blok-blok pengelolaan pada KPH.

33. Blok Inti merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan

perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan.

10

34. Blok Pemanfaatan merupakan blok yang difungsikan sebagai areal yang

direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan yang berfungsi

Hutan Lindung.

35. Blok Khusus merupakan blok yang difungsikan sebagai areal untuk

menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di Wilayah KPH yang

bersangkutan.

36. Blok Perlindungan merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan

tata air dan perlindungan lainnya serta direncanakan untuk tidak

dimanfaatkan.

37. Blok pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK adalah merupakan

blok yang telah ada izin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK

dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk

pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK sesuai dengan potensi

kawasan yang telah dihasilkan dari proses inventarisasi.

38. Blok Pemanfaatan HHK-HA merupakan blok yang telah ada izin pemanfaatan

HHK-HA dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk

pemanfaatan HHK-HA sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan

dari proses tata hutan.

39. Blok Pemanfaatan HHK-HT merupakan blok yang telah ada izin pemanfaatan

HHK-HT dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk

pemanfaatan HHK-HT sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan

dari proses tata hutan.

40. Blok Pemberdayaan Masyarakat merupakan blok yang telah ada upaya

pemberdayaan masyarakat (antara lain : Hutan Kemasyarakatan/HKm, Hutan

Desa/HD, Hutan Tanaman Rakyat/HTR) dan yang akan difungsikan sebagai

areal yang direncanakan untuk upaya pemberdayaan masyarakat sesuai

dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan.

41. Konservasi adalah upaya mempertahankan, meningkatkan dan atau

mengembalikan daya dukung lahan hutan, untuk menjamin kelestarian fungsi

11

dan manfaat lahan hutan yang bersangkutan melalui pemanfaatan secara

bijaksana.

42. Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya-upaya pemulihan dan peningkatan

fungsi lahan dan hutan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya

dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap berjalan.

43. Kemitraan adalah suatu kerja sama yang sinergis di antara hubungan antar

individu atau kelompok-kelompok sosial sebagai akibat dari adanya

perbedaan pemahaman, perbedaan persepsi dan atau perbedaan kepentingan

dalam upaya pencapaian tujuan atau sasaran pengembangan.

44. Masyarakat lokal adalah kelompok masyarakat di dalam suatu geografis

tertentu, meliputi penduduk asli atau penduduk tradisional dan para pendatang

yang melakukan pemukiman swakarsa.

45. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga negara

Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan, yang

bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang memiliki wilayah

sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan

aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.

46. Kemitraan kehutanan adalah kerja sama antara masyarakat setempat dengan

pemegang izin pemanfaatan hutan atau pengelola hutan, pemegang izin usaha

industri primer hasil hutan, dan/atau KPH dalam pengembangan kapasitas dan

pemberian akses, dengan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan.

47. Pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan adalah

upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat

setempat untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan

adil melalui kemitraan kehutanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan

masyarakat setempat.

48. Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan

hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan

manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta

mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan

12

atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang

berhubungan dengan pengelolaan hutan.

49. Lahan adalah suatu hamparan ekosistem daratan di luar kawasan hutan yang

peruntukannya untuk usaha dan atau kegiatan ladang dan atau kebun bagi

masyarakat.

50. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak

atas tanah.

51. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.

52. Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.

53. Hutan desa (HD) adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang

dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.

54. Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan

utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat.

55. Pencegahan KARHUTLA adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang

dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya

kebakaran hutan dan/atau lahan.

56. Pemadaman KARHUTLA adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang

dilakukan untuk menghilangkan atau mematikan api yang membakar hutan

dan/atau lahan.

57. Penanganan pasca KARHUTLA adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan

yang meliputi inventarisasi, monitoring dan koordinasi dalam rangka

menangani hutan dan/atau lahan setelah terbakar.

58. Pembukaan lahan adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyiapan dan

pembersihan lahan untuk kegiatan budidaya maupun non budidaya.

59. Peningkatan bahaya kebakaran yang selanjutnya disebut PBK adalah

peringkat yang digunakan untuk mengetahui tingkat risiko terjadinya bahaya

kebakaran hutan dan lahan, di suatu wilayah dengan memperhitungkan

keadaan cuaca atau bahan bakar dan kondisi alam lainnya yang berpengaruh

terhadap perilaku api.

60. Titik panas atau hotspot adalah istilah untuk sebuah pixel yang memiliki

temperatur di atas ambang batas (threshold) tertentu dari hasil interpretasi

13

citra satelit, yang dapat digunakan sebagai indikasi kejadian kebakaran hutan

dan lahan.

61. Manggala agni adalah organisasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan

pada tingkat pemerintahan pusat yang mempunyai tugas dan fungsi

pencegahan, pemadaman, penanganan pasca kebakaran, dukungan evakuasi

dan penyelamatan, serta dukungan manajemen yang dibentuk dan menjadi

tanggung jawab menteri.

62. Brigade pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang selanjutnya disebut

BRIGDALKARHUTLA adalah satuan kerja yang mempunyai tugas dan

tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pencegahan, pemadaman,

penanganan pasca kebakaran, serta dukungan evakuasi dan penyelamatan

dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di lapangan.

63. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan.

64. Evaluasi adalah suatu proses untuk mengukur pencapaian suatu tujuan

tertentu yang telah ditetapkan serta dilakukan secara sistematik dan teratur,

hasilnya digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan pelaksanaan

perencanaan selanjutnya.

65. Pengendalian adalah suatu proses atau upaya untuk mengurangi atau menekan

penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga diperoleh suatu hasil sesuai

dengan yang telah ditetapkan melalui pemantauan, pengawasan dan penilaian

kegiatan.

66. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggungjawab di bidang

kehutanan.

14

BAB II DESKRIPSI KAWASAN

2.1. Risalah Wilayah KPH Hulu Sungai

2.1.1. Risalah Wilayah

2.1.1.1. Informasi Letak

Secara geografis, Wilayah Kelola KPH Hulu Sungai terletak pada 2° 38' 29 " S – 2°

44' 30" LS dan 115° 13' 23“ – 115° 35' 2" BT yang terletak pada 3 (tiga) wilayah

administrasi Kabupaten yaitu :

1. Kabupaten Hulu Sungai Tengah

2. Kabupaten Hulu Sungai Selatan

3. Kabupaten Tapin

2.1.1.2. Luas

1. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Hulu Sungai dibentuk berdasarkan

Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.78/Menhut-

II/2010 tanggal 10 Februari 2010 tentang Penetapan wilayah kesatuan

pengelolaan hutan lindung (KPHL) Unit IX Hulu Sungai yang terletak di

Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan. Luas KPH

Hulu Sungai memiliki luas ± 95.009 hektar dengan fungsi kawasan berupa

Hutan Lindung (HL) seluas ± 53.639 hektar, Hutan Produksi Terbatas seluas

± 13.908 hektar dan Hutan Produksi seluas ± 27.371 hektar, namun sejak

diterbitkannya SK. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan

Nomor : 522.08/PPHH/Dishut/2018 tanggal 29 Januari 2018, dengan luasan

96.000 Ha. Dibagi menjadi dua wilayah kelola RPH, yaitu RPH Amandit

seluas 47.000 Ha, dan RPH Batang Alai seluas 49.000 Ha

15

Tabel II-1. Risalah Wilayah KPH Hulu Sungai

No. Kabupaten HL HPT HP Jumlah

1. Hulu Sungai Tengah 22.940 14.056 8.645 45.641

2. Hulu Sungai Selatan 24.072 - 12.472 36.544

3. Tapin 6.559 - 6.265 12.824

JUMLAH 53.571 14.056 27.382 95.009

Sumber : Hasil overlay peta administasi Kabupaten Kalsel (2013) dan Data Spatial KPH Hulu Sungai Lampiran SK.

KadisHut Prov. Kalsel No. 522/pphh/Dishut/2018

Berdasarkan izin pemanfaatan hutan dan izin penggunaan kawasan Hutan yang ada

di KPH Hulu Sungai adalah seluas ± 9.745,88 ha. Sedangkan luas Wilayah Tertentu

yang akan menjadi kewenangan KPH Hulu Sungai dalam pengelolaannya adalah

sebesar ± 51.612,22 ha.

2.1.1.3. Batas-batas

Berdasarkan administrasi pemerintahan, wilayah KPH Hulu Sungai berbatasan

dengan :

1. Sebelah Utara : Kabupaten Balangan

2. Sebelah Selatan : Kabupaten Banjar

3. Sebelah Timur : Kabupaten Kota Baru

4. Sebelah Barat : Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Barito

Kuala

Berdasarkan pengelolaan kehutanan, wilayah KPH Hulu Sungai , berbatasan dengan.

1. Sebelah Utara : KPHL Balangan

2. Sebelah Selatan : KPH Kayu Tangi

3. Sebelah Timur : KPH Sengayam dan KPH Cantung

4. Sebelah Barat : KPH Kayu Tangi

2.1.1.4. Pembagian Blok dan Petak

Resort

16

Luas kawasan hutan di KPH Hulu Sungai adalah ± 95.009 ha. Dengan rincian

kawasan hutan lindung seluas ± 53.571 ha, kawasan hutan produksi terbatas seluas

± 14.056 ha dan kawasan hutan produksi seluas ± 27.382 ha. Dengan letak geografis

wilayah yang berjauhan dan tersebar di tiga kabupaten, hal ini berdampak pada

kurangnya areal kelola. Maka berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan

Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 522/111/PPH/Dishut/2017 tentang

Pembentukan Resort Pengelolaan Hutan Pada Unit Pelaksana Teknis Kesatuan

Pengelolaan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan, resort

pengelolaan hutan (RPH) pada KPH Hulu Sungai sebanyak 2 (dua) yaitu RPH

Amandit dan RPH Batang Alai. Pembentukan RPH bertujuan untuk mempercepat

pengelolaan hutan yang efektif dan berkelanjutan dalam pemanfaatan dan

pengelolaan yang ada di setiap petak/blok kelola kesatuan pengelolaan hutan dengan

perencanaan yang sinergis dan sistematis dalam menopang fungsi lindung, sosial dan

ekonomi terhadap sumber daya hutan.

Pembagian kawasan ke dalam unit-unit pengelolaan terkecil atau Resort Pengelolaan

Hutan (RPH) dilakukan berdasarkan luasan dan letak geografis kawasan hutan

produksi serta hutan lindung, potensi dan permasalahan, ketersediaan sumberdaya

manusia (SDM), sarana prasarana, aksessibilitas, serta prioritas pengembangan.

Pembagian wilayah kerja pengelolaan diikuti dengan penataan kelembagaan secara

menyeluruh mulai dari tingkat KPH sampai dengan tingkat resort. Selanjutnya di

dalam unit pengelolaan

terkecil atau resort ini dilakukan pembagian ke dalam blok-blok kawasan yang

nantinya akan menjadi arahan atau usulan Action Plan (AP) dan Strategic Actions

(SA) dalam pengurusan, pemanfaatan, pengamanan dan pengendalian di tingkat

tapak yang lebih terarah dan dapat diukur tingkat keberhasilannya.

Wilayah Resort Pengelolaan Hutan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Hulu Sungai

dibagi menjadi 2 (dua) RPH yaitu :

17

1. Resort Pengelolaan Hutan Amandit, wilayah RPH Amandit merupakan salah

satu RPH yang memiliki luasan ± 46.692 ha yang meliputi kawasan Hutan

Lindung (HL) ± 29.095 ha dan Hutan Produksi (HP) ± 17.597 ha.

2. Resort Pengelolaan Hutan Batang Alai, wilayah RPH Batang Alai memiliki

luas sebesar ± 48.317 ha dengan rincian Kawasan Hutan Lindung seluas ±

24.476 ha, Hutan Produksi seluas ± 9.785 ha dan Hutan Produksi Terbatas

seluas ± 14.056 ha.

Tabel II-2. Pembagian Wilayah RPH pada KPH Hulu Sungai

No. RESORT HL (ha) HPT (ha) HP (ha) LUAS (ha)

1. RPH Amandit 29.095 - 17.597 46.692

2. RPH Batang Alai 24.476 14.056 9.785 48.317

JUMLAH 53.571 14.056 27.382 95.009

Blok dan Petak

Di dalam UU no 41 tahun 1999 Pasal 22 (2) Tata hutan meliputi pembagian kawasan

hutan dalam blok-blok berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan

hutan. Selanjutnya di dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-

II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan pada KPHL dan

KPH Pasal 1 ayat :

1. Blok adalah bagian wilayah KPH yang dibuat relatif permanen untuk

meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan.

2. Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha

pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan atau silvikultur

yang sama.

Pembagian blok pada wilayah KPH Hulu Sungai dilakukan dengan

mempertimbangkan berbagai aspek yang menjadi parameter, yang meliputi fungsi

kawasan hutan, wilayah DAS dan Sub-DAS, kondisi biofisik/bioekologi, kondisi

18

sumberdaya alam, flora dan fauna, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat

setempat.

Hasil pembagian blok atau zonasi wilayah KPH Hulu Sungai dilakukan sesuai

dengan Peraturan Dirjen Planologi Kehutanan Nomor P.5/VII-WP3H/2012, yang

meliputi Blok Inti, Blok Pemanfaatan dan Blok Khusus di hutan lindung, Blok

Perlindungan, Blok Pemanfaatan Kawasan, Jasa Lingkungan, HHBK, Blok

Pemanfaatan HHK-HA, Blok Pemanfaatan HHK-HT, Blok Pemberdayaan

Masyarakat, dan Blok Khusus di hutan produksi.

Berdasarkan dokumen tata hutan yang disusun oleh BPKH V, dilakukan pembagian

blok berdasarkan kondisi sub DAS dan luas kawasan hutan KPH Hulu Sungai, peta

kerapatan jalan yang telah ada serta pengelompokan hutan, maka wilayah KPH Hulu

Sungai dibagi menjadi 6 blok. Selanjutnya, hasil tumpang-susun peta blok dengan

peta kawasan hutan dan perairan provinsi Kalimantan Selatan (SK Menhut No.

435/Menhut-II/2009) menghasilkan data luas setiap fungsi kawasan pada tiap blok.

Secara rinci data luas masing-masing blok dan fungsi kawasan yang terdapat di

dalamnya disajikan pada tabel berikut.

Tabel II-3. Pembagian Blok/Zona KPH Hulu Sungai

NO. BLOK / ZONA FUNGSI HUTAN

JUMLAH HL HPT HP

A. Hutan Lindung

1. Blok Inti 21.138,99 - - 21.138,99

2. Blok Pemanfaatan 32.431,42 - - 32.431,42

3. Blok Khusus - - - -

Jumlah Blok HL 53.570,41 - - 53.570,41

B. Hutan Produksi

1. Blok Khusus - - 145,87 145,87

2. Blok Pemanfaatan HHK-HA - - - -

3. Blok Pemanfaatan HHK-HT - - 7.577,08 7.577,08

4. Blok Pemanfaatan Kawasan,

Jasa Lingkungan dan HHBK

- 7.767,03 15.806,53 23.573,56

5. Blok Pemberdayaan

Masyarakat

- - 3.813,99 3.813,99

6. Blok Perlindungan - 6.289,62 38,27 6.327,89

Jumlah Blok HP - 14.056,65 41.438

JUMLAH TOTAL 53.570,41 14.056,65 27.381,74 95.008,8

Sumber : Pengolahan Data Spasial Tata Hutan KPH Hulu Sungai

19

Untuk dapat melaksanakan pengelolaan yang efektif maka dari luasan KPH Hulu

Sungai seluas ± 95.009 ha tersebut terdapat Wilayah Tertentu pada blok

pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi seluas ± 51.612,22 ha yang akan

dibuat petak. Pembagian petak tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan banyak

faktor terutama kondisi mikro DAS. Jumlah petak pada wilayah tertentu KPH Hulu

Sungai disajikan pada Tabel berikut.

Tabel II-4. Jumlah Petak berdasarkan Fungsi Hutan di Wilayah Tertentu KPH Hulu

Sungai

Fungsi Blok

Total I II III IV

HL 83 130 114 - 327

HP 26 62 116 60 264

HPT - - - - -

Grand Total 109 192 320 60 591

Tabel II-5. Jumlah Petak berdasarkan Blok Pemanfaatan pada Wilayah Tertentu KPH

Hulu Sungai

Pengelolaan Blok

Total I II III IV

Blok Pemanfaatan (HL) 83 130 114 - 327

Blok Pemanfaatan HHK-HT (HP) 5 - 45 14 64

Blok Pemanfaatan Kawasan,

Jasling & HHBK (HP) 21 62 71 46 200

Grand Total 109 192 230 60 591

Sumber : Pengolahan Data Spasial Tata Hutan KPH Hulu Sungai

2.1.1.5. Aksesibilitas Kawasan

Jenis transportasi yang dapat di gunakan menuju wilayah KPH Hulu Sungai adalah

menggunakan jalur darat dengan kelas akses sedang, yang dapat diartikan bahwa

semua daerah KPH dapat dijangkau dengan menggunakan jalan darat.

2.1.1.6. Sejarah Wilayah KPH

Kabupaten Hulu Sungai Selatan merupakan salah satu kabupaten yang berada dalam

wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, dan pada masa Hindia Belanda merupakan

merupakan Afdeling Van Hoeloe Soengai dengan Ibukota Kandangan yang memliliki

luas ± 1.703 km² dan penduduk kurang lebih sebanyak 212.485 jiwa.

20

Letak Geografis kabupaten Hulu Sungai Selatan terletak antara 2°29′ 59″- 2° 56’10″

LS dan 114°51′ 19″ – 115° 36’19″ BT, dengan batas-batas sebagai berikut :

Utara : Kabupaten Balangan

Selatan : berbatasan dengan dan kabupaten

Bajar

Barat : berbatasan dengan Kabupaten Hulu

Sungai Utara dan Kabupaten Barito

Kuala

Timur : berbatasan dengan Kabupaten

Kotabaru

Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang berada pada daratan pulau kalimantan

merupakan wilayah KPH Hulu Sungai, yang terdiri 3(tiga) kabupaten memiliki

beragam suku yang mendiami daerah ini antara lain Suku Banjar, Dayak Bukit,

Dayak Samihin, dan Jawa Indonesia.

Berdasarkan peta lampiran Keputusan Menteri Kehutanan nomor 435/Menhut-

II/2009 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan dan

kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.78/Menhut-

II/2010 tanggal 10 Pebruari 2010 tentang Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan

Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi

Kalimantan Selatan bahwa wilayah KPH Hulu Sungai memiliki luas ± 95.009 hektar

dengan fungsi kawasan berupa Hutan Lindung (HL) seluas ± 53.639 hektar, Hutan

Produksi Terbatas seluas ± 13.908 hektar dan Hutan Produksi seluas ± 27.371 hektar,

yang kemudian telah terjadi pengurangan dan penambahan luas kawasan

berdasarkan fungsi melalui proses pengukuhan kawasan hutan wilayah KPH Hulu

Sungai sejak tahun 2010 sampai dengan 2018 yaitu pada kawasan hutan lindung

seluas ± 53.571 hektar, kawasan hutan produksi terbatas seluas ± 14.056 hektar dan

pada kawasan hutan produksi tetap seluas ± 27.382 hektar dengan total jumlah luasan

yang tidak berubah yaitu ± 95.009 hektar.

Sebagaimana Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, bahwa sebagian urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten di serahkan ke

21

Pemrintahan Provinsi termasuk bidang kehutanan, maka secara otomatis bahwa

urusan bidang kehutanan yang tadinya KPH Hulu Sungai berada dalam wilayah

Dinas Kehutanan Kabupaten Hulu Sungai Selatan- Dinas Kehutanan Kabupaten

Hulu Sungai Tengah-Dinas Kehutanan Kabupaten Tapin, maka sejak pemberlakuan

Undang-Undang tersebut pada tahun 2016 telah di serahkan ke Dinas Kehutanan

Provinsi Kalimantan Selatan, hal tersebut diperkuat dengan Keputusan Gubernur

Kalimantan Selatan Nomor 023 Tahun 2017 tentang Pembentukan Organisasi, dan

Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan pada Dinas

Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan, bahwa KPH Hulu Sungai wilayahnya

terdiri dari RPH Batang Alai seluas ± 48.317 hektar dan RPH Amandit seluas ±

46.692 hektar dengan total luas kelola ± 95.009 hektar yang terdiri dari 34

Kecamatan dan kurang lebih 414 desa dalam wilayah KPH Hulu Sungai Provinsi

Kalimantan Selatan.

2.1.1.7. Jenis Tanah, Kelerengan, Geologi dan Iklim

Jenis Tanah

Distribusi jenis tanah di lokasi KPH Hulu Sungai adalah Aluvial, Kompleks

Podsolik Merah Kuning Lato-lati, Organosol Glei Humus, Podsolik Merah Kuning.

Tabel II-6. Jenis Tanah pada wilayah KPH Hulu Sungai

No Jenis Tanah Fungsi Kawasan Hutan Jumlah

Luasan HL HPT HP

1 Alluvial 76,59 28,69 120,34 225,62

2 Kompleks Podsolik Merah Kuning

Lato-lati

23.521,98 369,90 3.984,55 27.876,43

3 Organosol Glei Humus 819,80 - 3.713,53 4.533,33

4 Podsolik Merah Kuning 29.151,73 13.658,06 19.563,33 62.373,12

Jumlah 53.570,20 14.056,65 27.381,75 95.008,50

Kelerengan

Kelerengan tanah, dipergunakan sebagai batas, dimana tanah dengan lereng yang

lebih dari 40 % tidak diusahakan, melainkan dijadikan sebagai hutan lindung.

Wilayah yang lebih 40% kemiringannya di Kabupaten Hulu Sungai Selatan terletak

di Pegunungan Meratus. Wilayah 2% - 8%, 8% - 15 %, 15% - 25 % dan 25% - 40%

22

kebanyakan terdapat di kaki Pegunungan Meratus wilayah di Kabupaten Hulu

Sungai Selatan. Secara topografi, wilayah KPH Hulu Sungai memiliki topografi

yang relatif bergelombang/berbukit dengan ketinggian 0 - 1000 m, dengan

kemiringan 0 - 40 % dan dapat digolongkan menjadi 4 bagian, yaitu daratan, daerah

datar berombak dan daerah berbukit-bukit. Wilayah KPH Hulu Sungai dapat

dikatakan termasuk daerah kawasan relatif tinggi karena sebagian besar wilayahnya

berada di sekitar perbukitan.

Tabel II-7. Kelerengan dan topografi pada wilayah KPH Hulu Sungai

No. Kelerengan Klasifikasi topografi Luas (Hektar)

1 0 – 8 % Datar 19.169

2 8 – 15 % Landai 11.227

3 15 – 25 % Agak Curam 21.643

4 24 – 40 % Curam 36.178

5 > 40 % Sangat Curam 6.792

Jumlah 95.009

Iklim

Iklim di Indonesia dipengaruhi oleh tiga jenis iklim yaitu iklim musim (muson),

iklim tropika (iklim panas), dan iklim laut. Iklim Musim (Iklim Muson) sangat

dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode tertentu.

Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim musim terdiri

dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur

laut (Muson Timur). Angin muson barat bertiup sekitar bulan oktober hingga april

yang basah sehingga membawa musim hujan/penghujan. Angin muson timur bertiup

sekitar bulan april hingga bulan oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan

wilayah Indonesia mengalami musim kering/kemarau.

Selanjutnya Iklim yang mempengaruhi KPH Hulu Sungai adalah Iklim Tropika

(Iklim Panas). Iklim ini akan mempengaruhi wilayah disekitar garis khatulistiwa

yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim

hujan. Umumnya wilayah Indonesia memiliki iklim tropis, sedangkan negara Eropa

dan Amerika Utara mengalami iklim subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga

wilayah Indonesia panas yang mengundang banyak curah hujan.

23

Berdasarkan kriteria Schmidth and Fergusson tipe iklim di KPH Hulu Sungai

merupakan tipe iklim A, Artinya lokasi KPH Hulu Sungai memiliki bulan basah

lebih dari 9 (Sembilan) Bulan.

Curah hujan di suatu daerah dipengaruhi oleh iklim, topografi, dan perputaran arus

udara. Berdasarkan data jumlah hujan dan curah hujan di Kabupaten Hulu Sungai

Selatan Tahun 2012-2017 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Kabupaten

Hulu Sungai Selatan Tahun 2017. Jumlah curah hujan pada Kabupaten Hulu Sungai

Selatan dapat dilihat pada table II-8 dibawah.

Tabel II-8. Rata-rata Jumlah Hujan dan Curah Hujan Setiap Bulan di Kabupaten Hulu

Sungai Selatan Tahun 2012-2017

Bulan Curah Hujan (mm)

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Januari 223 379 40.6 560 207.16 284.97

Februari 270.5 354 165 321.9 333.96 187.69

Maret 262.7 303 503 201 375.15 318.83

April 217 372 234 167.5 231.35 326.8

Mei 127 256 225 213.5 176.02 182.95

Juni 56 145 147 185 198.51 145.82

Juli 102 266 36 3 112.88 166.54

Agustus 26 83 41 16 91.49 103.79

September 20 53 66 34 172.38 127.21

Oktober 153.5 122 35 36.5 288.14 141.61

November 159 401 198 265.5 390.38 441.49

Desember 326 342 430 249.5 348.69 475.34

Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Hulu Sungai Selatan Tahun 2017

Hidrologi

Berdasarkan hidrologinya wilayah KPH Hulu Sungai memiliki beberapa sungai yang

mengalir yaitu , Sungai Negara, Sungai Angkinang, Sungai Amandit, Sungai Kajang,

Sungai Batang Alai. Sebaran fungsi kawasan hutan di KPH Hulu Sungai berdasarkan

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.435/Menhut-II/2009 tentang

24

Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Selatan, meliputi

tiga fungsi hutan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel II-9. Luas HL, HPT dan HP per DAS di Wilayah KPH Hulu Sungai

DAS HL HPT HP JUMLAH (HA)

Batang Alai 24.476 14.056 9.785 48.317

Amandit 29.095 - 17.597 46.692

JUMLAH (HA) 53.571 14.056 27.382 95.009

Sumber : Peta DAS wilayah KPH Hulu Sungai

Lahan Kritis

Tabel II-10. Data Kekritisan Lahan di Tiap DAS KPH Hulu Sungai

NO

RPH /

Fungsi

Hutan

Tingkat Kritis Jumlah

(Ha) Sangat

Kritis Kritis

Agak

Kritis

Potensial

Kritis

Tidak

Kritis

I. RPH Batang

Alai

- HL 6.047,89 3.304,09 13.990,6 454,89 12,85

- HPT 8.610,25 1.524,44 3.846,02 49,04 26,89

- HP 9.359,32 138,46 157,65 35,61 93,86

Jumlah I 24.017,46 4.966,99 17.994,27 539,54 133,6

II. RPH

Amandit

- HL 14.127,2 9.019,57 4.862,58 535,01 9,46

- HP 10.717,5 4.206,61 609,03 1.674,71 389,27

Jumlah II 24.844,7 13.226,18 5.471,61 2.209,72 398,73

Jumlah

Total

48.862,16 18.193,17 23.465,88 2.749,26 532,33

Sumber : Pengolahan Data Lahan Kritis KPH Hulu Sungai

Berdasarkan data pada Tabel II-10 di atas, bahwa pada KPH Hulu Sungai terdapat

lahan sangat kritis dan kritis seluas ± 67.055,33 Ha yang tersebar di RPH Batang

Alai seluas ± 28.984,45 Ha dan RPH Amandit seluas ± 38.070,88 Ha.

Tabel II-11. Data Kekritisan Lahan di Wilayah Tertentu KPH Hulu Sungai

NO Tingkat Kekritisan Fungsi Hutan

HL HPT HP

1. Sangat Kritis 15.307,69 3.228,42 12.753

2. Kritis 9.112,78 33,81 1.675,97

3. Agak Kritis 5.005,91 2.217,3 374,19

25

4. Potensial Kritis 668,49 44,67 685,93

5. Tidak Kritis 9,46 - 3,64

Jumlah 30.104,33 5.524,2 15.492,73

Sumber : Pengolahan Data Lahan Kritis KPH Hulu Sungai

Sementara pada wilayah tertentu berdasarkan hasil analisis spasial terhadap data

lahan kritis diperoleh data tingkat kekritisan lahan mulai dari sangat kritis hingga

tidak kritis. Nilai terbesar adalah sangat kritis kritis seluas ± 31.289,11 Ha dari luas

wilayah tertentu KPH Hulu Sungai seluas ± 51.121,26 ha.

2.2. Potensi Wilayah KPH

2.2.1. Tutupan Lahan

Kondisi penutupan vegetasi wilayah KPH Hulu Sungai Kabupaten Hulu Sungai

Selatan berdasarkan hasil penafsiran Citra Landsat TM 7 tahun 2017 tutupan lahan

secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel II-6. Luas Penutupan Lahan pada wilayah KPH Hulu Sungai Berdasarkan

Penafsiran Citra Landsat

No Tutupan Lahan Fungsi Kawasan Luas

HL HP HPT (Hektar)

1 Hutan Lahan Kering Primer 10.060,02 - 1.339,30 11.399,32

2 Hutan Lahan Kering Sekunder 9.614,14 465,29 2.522,19 12.601,62

3 Hutan Tanaman 281,86 1.446,71 - 1.728,57

4 Perkebunan 1.373,36 938,26 - 2.311,62

5 Pertanian Lahan Kering 407,74 422,02 6,51 836,27

6

Pertanian Lahan Kering

Campuran 19.860,21 19.283,01 8.293,88 47.437,10

7 Belukar 11.913,85 2.157,54 1.608,47 15.679,86

8 Pertambangan 4,8 2.567,14 60,16 2.632,10

9 Tanah Tebuka 54,45 98,02 226,14 378,61

10 Badan Air - 4,09 - 4,09

Jumlah 53.570,43 27.382.08 14.056,65 95.009,16

Sumber : Hasil Penafsiran Citra Landsat tahun 2017

Berdasarkan Tabel II-6 tersebut, kondisi penutupan lahan pada areal KPH Hulu

Sungai didominasi oleh kelas penutupan lahan hutan lahan kering sekunder yaitu

seluas ± 12.601,62 ha, kelas penutupan lahan semak belukar seluas ± 15.679,86 ha

dan kelas penutupan lahan Pertanian Lahan Kering Campuran seluas ± 47.437,10 ha.

26

Penutupan Lahan

Berdasarkan peta tutupan lahan Provinsi Kalimantan Selatan, jenis tutupan lahan

pada wilayah tertentu KPH Hulu Sungai berbeda-beda. Tutupan lahan di KPH Hulu

Sungai didominasi oleh hutan lahan kering sekunder dan semak belukar. Tutupan

lahan ini dapat disaksikan langsung di lapangan yang mengelilingi KPH Hulu Sungai

didominasi oleh hutan sekunder. Sebaran tipe penutupan lahan di KPH Hulu Sungai

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel II-7 Penutupan Lahan Wilayah Tertentu pada KPH Hulu Sungai

Sumber: Pengolahan Data Penutupan Lahan Ditjen PKTL Tahun 2016

No Tutupan Lahan Fungsi Kawasan Luas

HL HPT HP Ha (%)

A Blok Pemanfaatan

1. Hutan lahan kering primer 582 - - 582 0,96

2. Hutan lahan kering sekunder 21.635 - - 21.635 35,54

3. Semak belukar 6.889 - - 6.889 11,32

4.

Pertanian lahan kering campur

semak

1.735 - - 1.735 2,85

5. Tanah Terbuka 10 - - 10 0,02

B Blok Pemanfaatan HHK-HT

1. Hutan lahan kering sekunder - - 6.000 6.000 9,86

2. Hutan Tanaman - - 1.150 1.150 1,89

C

Blok Pemanfaatan Kawasan,

Jasa Lingkungan dan HHBK

1. Hutan lahan kering primer - - 41 41 0,07

2. Hutan lahan kering sekunder - - 10.910 10.910 17,92

3. Pertanian lahan kering - - 3.482 3.482 5,72

4.

Pertanian lahan kering campur

semak

- - 3.200 3.200 5,26

5. Semak belukar - - 4.844 4.844 7,96

6. Tanah Terbuka - - 389 389 0,64

Jumlah 30.851 - 30.016 60.867 100,00

27

Gambaran kondisi tutupan lahan pada wilayah tertentu khususnya pada blok

pemanfaatan yang ada pada kawasan hutan lindung seluas antar lain bahwa kawasan

hutan lindung

2.2.2. Potensi Hasil Hutan Kayu

Berdasarkan dari Laporan Hasil Inventarisasi Hutan Pada KPH Hulu Sungai yang

dilaksanakan oleh BPKH Wilayah V Banjarbaru Tahun 2017, kelas penutupan Lahan

Kering Sekunder didapat jumlah batang dengan diameter >20 cm sebanyak 60

batang/ha dan volume tegakan sebesar ± 75,56 m3/ha.

Umumnya di lokasi pengamatan kondisi tegakan berupa areal bekas tebangan dan

masih mengalami permudaan berlangsung secara alami (natural regeneration) yaitu

pohon-pohon yang sudah tua dalam satu tegakan, akhirnya akan mati dan digantikan

oleh anakan-anakan pohon secara alami. Tidak ditemukan permudaan buatan

(artificial regeneration) pada di seluruh areal yang di survey sehingga kondisinya

masih berupa hutan muda.

Apabila dilihat dari hasil perhitungan Indek Nilai Penting (INP) yang mencerminkan

kedudukan ekologi suatu jenis dalam komunitasnya atau merupakan cerminan

tingkat dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya dalam suatu komunitas tumbuhan,

apabila suatu komunitas tegakan hutan didominasi oleh tumbuhan pionir, maka

komunitas tegakan hutan tersebut telah mengalami kerusakan atau gangguan baik

secara alam maupun oleh aktifitas manusia. Dari hasil perhitungan INP data

lapangan maka dapat diketahui bahwa jenis yang mendominasi di strata hutan lahan

kering sekunder berdasarkan tingkat umur tegakan yaitu:

a) Semai didominasi oleh jenis Jambuan dengan nilai INP: 33,13, Meranti INP:

25,51, dan Medang INP: 17,16.

b) Pancang didominasi oleh jenis Meranti dengan nilai INP: 27,62, Jambuan

INP: 17,36, dan Miwai INP: 13,81.

c) Tiang didominasi oleh jenis Meranti (INP: 39,59), Binuang (INP: 11,12) dan

Jambuan (INP: 10,51).

28

d) Pohon didominasi oleh jenis Meranti dengan nilai INP:37,15, Mahang INP:

18,55 dan Keruing INP: 12,53.

2.2.3. Hasil Hutan Bukan Kayu

Potensi HHBK KPH Hulu Sungai sangat besar. Adapun bentuk investasi HHBK di

KPH adalah karet, kemiri, madu, rotan dan bambu. Komoditas HHBK tersebut telah

dikembangkan oleh masyarakat, misalnya budidaya karet pada hampir semua desa

di wilayah KPH Hulu Sungai, budidaya madu kelulut di Desa Layuh Kecamatan

Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, kayu manis, kemiri di Kecamatan

Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Tusuk sate dari bambu di Desa Batu Bini

dan Desa Lumpangi.

2.2.4. Flora dan Fauna Langka

Berbagai jenis pohon ditemui pada lokasi pengambilan plot contoh yaitu sekitar 110

(seratus sepuluh) species pohon dan juga ditemukan hasil hutan bukan kayu antara

lain jenis-jenis rotan diantaranya Rotan Manau (Calamus manan Miq), Rotan Sega

(Calamus caesius blume) dan Rotan Udang (Calamus spetabilis). Selain jenis rotan

juga ditemukan tanaman kantong Semar, tanaman anggrek, tanaman obat-obatan,

madu, jamur dan getah damar.

Sedangkan untuk fauna yang ada wilayah KPH Hulu Sungai Kabupaten Hulu Sungai

Selatan antara lain jenis mamalia: beruang madu, kijang, rusa, pelanduk, tupai,

trenggiling, berang-berang, landak dan babi hutan. Jenis reptile antara lain ular,

biawak, labi-labi, kodok dan kadal. Jenis primata antara lain monyet ekor panjang,

bekantan, orang utan, dan owa-owa. Jenis aves antara lain burung enggang, burung

elang, ayam hutan, burung punai, burung bubut alang-alang, burung cucak hijau serta

jenis burung lainnya.

2.2.5. Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam

Potensi jasa lingkungan merupakan potensi besar yang dapat dikembangkan sebagai

sumber pendapatan atau devisa untuk mewujudkan KPH yang mandiri. Dana dari

29

pihak luar bisa masuk melalui mekanisme pembayaran jasa lingkungan (payment for

environmental services) seperti misalnya daya serap karbon, keindahan landscape,

wisata air terjun, perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan tata air serta

pendidikan dan penelitian. Potensi Ekowisata yang dikelola dengan baik dapat pula

memberikan kontribusi signifikan pada konservasi kawasan maupun peningkatan

kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan. Atraksi fauna yang menyebar di

seluruh kawasan KPH Hulu Sungai merupakan daya tarik tersendiri dalam

Ekowisata dan penelitian. Sungai-sungai yang membelah kawasan (antara lain,

Sungai Amandit, Sungai Anangi, Sungai Batang Alai) merupakan bukti bahwa DAS

banyak terdapat di dalam kawasan dan merupakan sumber air bersih yang potensial

yang dapat dimanfaatkan berupa air kemasan maupun kebutuhan sehari-hari. Potensi

ini dapat digunakan secara optimal untuk memperkuat pengelolaan KPH Hulu

Sungai

Adanya ekosistem karst di dalam dan di sekitar wilayah kerja KPH Hulu Sungai,

yang ada di Pegunungan Meratus. Fungsi karst salah satunya adalah regulator iklim

dan reservoir karbon terbesar yang tersimpan dalam bentuk batuan karbonat (batu

gamping dan dolomit) yang membentuk suatu ekosistem karst. World Comision

Protected Area (WCPA) yang merupakan komisi di bawah International Union for

Conservation of Nature (IUCN) mendorong perlindungan ekosistem karst di seluruh

dunia dengan beberapa pertibangan, antara lain yakni ; 1) karst sebagai habitat flora

dan fauna langka, 2) karst sebagai kawasan mineral langka (tidak terbarukan) dan

memiliki bentang alam yang unik, 3) karst sebagai bagian penting kawasan

prasejarah dan sejarah kebudayaan, 4) karst sebagai kawasan penting untuk

penelitian berbagai displin ilmu pengetahuan, 5) karst sebagai wilayah religi dan

spiritual, 6) karst sebagai kawasan kunci untuk mempelajari hidrologi kawasan, 7)

karst sebagai tempat rekreasi dan wisata.

Potensi wisata air terjun yang terdapat dalam wilayah KPH Hulu Sungai seperti air

terjun di Desa Haratai, Loklahung, Ulang, Nateh dan Haruyan Dayak yang letaknya

cukup menantang untuk dikunjungi serta daya tariknya yang potensial untuk

mengembangan wisata alam dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda 2 selama

1-3 jam dari desa terdekat, potensi yang masih alami ini masih sangat terjaga

30

keasriannya dan perlu dikaji/analisa kelayakan dari segi perencanaan, biaya dan

operasionalnya guna lebih menarik minat wisata lokal maupun non lokal.

Tabel II-8. Potensi Jasa Lingkungan KPH Hulu Sungai

No. Jasa Lingkungan Lokasi Potensi

1. Air Terjun Haratai Desa Haratai Belum dilakukan analisa

ekonomi

2. Pemanfaatan aliran air

untuk pembangkit listrik

mikrohidro

Desa Haratai Belum dilakukan analisa

ekonomi

3. Goa Ranuan (kars) Desa Haratai Kec. Koksado

Kab. HSS

Belum dilakukan analisa

ekonomi

4. Air Terjun Rampah

Menjangan

Desa Loklahung Kec. Loksado

Kab. HSS

Belum dilakukan analisa

ekonomi

5. Arung Jeram Nateh Desa Nateh Kec. Hantakan

Kab. HST

Belum dilakukan analisa

ekonomi

6. Air Terjun Haruyan Dayak Desa Haruyan Dayak Kec.

Batu Benawa Kab. HST

Belum dilakukan analisa

ekonomi

7. Air Terjun Tumaung Desa Datar Ajab Kec. Batang

Alai Timur Kab. HST

Belum dilakukan analisa

ekonomi

8. Air Terjun Paniti Ranggang Desa Hinas Kiri Kec. Batu

Benawa Kab. HST

Belum dilakukan analisa

ekonomi

9. Puncak Halau-Halau Desa Hinas Kiri Kec. Batu

Benawa Kab. HST

Belum dilakukan analisa

ekonomi

2.3. Sosial Budaya

Kabupaten Hulu Sungai Selatan merupakan salah satu Kabupaten dengan jumlah

penduduk yang cukup padat, di mana berdasarkan data pada akhir tahun 2012 jumlah

penduduk untuk masing-masing kecamatan disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin masing-masing Kecamatan

di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

No Kecamatan Jumlah Jiwa

Laki-laki Perempuan Total Ket

1 Loksado 4.352 4.195 8.547

2 Padang Batung 10.050 10.088 20.138

3 Telaga Langsat 4.640 4.558 9.198

4 Sugai Raya 8.650 8.570 17.220

5 Angkinang 23.661 24.118 47.779

6 Simpur 8.135 8.383 16.518

7 Kandangan 6.950 7.221 14.171

8 Kalumpang 3.006 3.116 6.122

9 Daha Utara 15.469 15.921 31.390

31

10 Daha Selatan 20.409 20.224 40.633

11 Daha Barat 3.827 3.668 7.495

JUMLAH 109.149 110.062 219.211 Sumber : Kabupaten Hulu Sungai Selatan Dalam Angka (BPS) Tahun 2013.

Tabel 9.b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin masing-masing Kecamatan

di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

No Kecamatan Jumlah Jiwa

Laki-laki Perempuan Total

1 Barabai 4.352 4.195 49.278

2 Batang Alai Selatan 10.050 10.088 20.138

3 Batang Alai Timur 4.640 4.558 6.710

4 Batang Alai Utara 8.650 8.570 17.220

5 Batu Benawa 23.661 24.118 47.779

6 Hantakan 8.135 8.383 16.518

7 Haruyan 6.950 7.221 14.171

8 Labuan Amas Selatan 3.006 3.116 6.122

9 Labuan Amas Utara 15.469 15.921 31.390

10 Limpasu 20.409 20.224 40.633

11 Pandawan 3.827 3.668 7.495

JUMLAH 237.080 114.891 122.189 Sumber : Kabupaten Hulu Sungai Tengah Dalam Angka (BPS) Tahun 2013.

Tabel 9.c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin masing-masing Kecamatan

di Kabupaten Tapin.

No Kecamatan Jumlah Jiwa

Laki-laki Perempuan Total

1 Binuang 15.461 15.020 30.481

2 Hatungun 4.386 4.385 8.771

3 Tapin Selatan 9.995 10.103 20.058

4 Salam Babaris 6.249 5.896 12.145

5 Tapin Tengah 9.644 9.307 18.951

6 Bungur 6.639 6.461 13.100

7 Piani 3.015 2.878 5.893

8 Lokpaikat 4.822 4.967 9.849

9 Tapin Utara 12.865 12.499 25.364

10 Bakarangan 4.683 4.733 9.416

11 Candi Laras Selatan 6.548 6.444 12.992

12 Candi Laras Utara 8.684 8.626 17.310

JUMLAH 93.011 91.319 184.330 Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka (BPS) Tahun 2017.

Masyarakat yang berada disekitar dan dalam kawasan hutan lindung wilayah KPHL

Hulu Sungai Selatan adalah penduduk suku dayak meratus ,suku banjar dan

sebagian kecil merupakan pendatang dari luar daerah (jawa). Mayoritas didalam

32

kawasan hutan telah berkembang pemukiman masyarakat yang masing-masing

keluarga telah memiliki lahan garapan, karakteristik masyarakat yang tinggal di

kawasan hutan lindung dilihat dari jumlah anggota keluarga , jenis mata pencaharian,

tingkat pendidikan dan asal usul masyarakat, dapat dilihat pada tabel.

Tabel 10. Karakteristik masyarakat didalam kawasan Hutan Lindung

No Uraian Besaran

1 Jumlah Reponden 117

2 Rata-rata jumlah anggota keluarga 3 – 5 Orang

3 Pekerjaan Pokok

a. Petani

b. Non Petani

93,65 %

6,35 %

4 Pendidikan

a. Tidak Sekoalah

b. SD

c. SLTP

d. SLTA

e. > SLTA

20,06 %

28,57 %

17,46 %

11,11 %

10,10 % Sumber : Kajian akademis fakultas Kehutanan Unlam 2012.

Pada tabel diatas terlihat bahwa 50% lebih masyarakat memiliki pendidikan yang

rendah dan tidak bersekolah. Latar belakang pendidikan yang rendah serta

keterampilan yang terbatas memicu untuk menggarap lahan hutan untuk pertanian

dan mengambil hasil hutan.

Pada umumnya petani menggarap sendiri lahannya dibantu oleh anggota keluarga

nya yang lain (79,37%), sedangkan lahan garapan mayoritas didapatkan dari

membuka lahan hutan (78,1%) dan mendapatkan dari warisan keluarga/orang

tua/leluhur (21,59%).

Tabel 11. Karakteristik petani didalam kawasan Hutan Lindung

No Uraian Besaran

1 Rata-rata lahan garapan (Ha) 2 – 30 Ha

2 Jarak tempuh ke ladang

garapan

1-2 Km

3 Tanaman yang diusahakan Padi, karet, kayu manis dan tanaman

buah

4 Cara pemanfaatan

- Konvensional

96,83 %

33

- Intensif 3,17 %

5 Kemampuan pengolahan lahan

tenaga kerja

a. Sendiri

b. Mengupah orang lain

c. Rata-rata jumlah tenaga

kerja

79,37 %

7,94

2-3 orang

6 Persefsi masyarakat terhadap

kawasan hutan

a. Pengetahuan lahan garapan

sebagai kawasan hutan

b. Tidak tahu

68,40 %

31,60 %

Sumber : Kajian akademis fakultas Kehutanan Unlam 2012.

2.4. Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan

Pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan mencakup perizinan-perizinan sebagai

berikut :

1. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam hutan tanaman

2. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) Hutan

Kemasyarakatan

3. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) Hutan Desa

Tabel II-9. Data Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan di Wilayah KPH Hulu Sungai per

Tahun 2017

No Nama Perusahaan Luas di

KPH (Ha) Nomor SK Penetapan Tanggal

I IUPHHK-HT

1 PT. Dwima Intiga 77.206 SK. 744/Menhut-II/2014 13/09/2014

II IUPHHBK-HD

1 LPHD Haruyan

Dayak

284 SK. 7032/Menlhk-

PSKL/PKPS/PSL.0/12/2

017

Tgl 11-04-2014

29/12/2017

2 LPHD Hinas

Kanan

565 SK. 510/Menhut-II/2012 13/09/2012

3 LPHD Nateh 1.507 SK.2326/ Menlhk-

PSKL/PKPS/PSL.0/4/20

17

21/04/2017

4 LPHD Haratai 762 SK.2490/ Menlhk-

PSKL/PKPS/PSL.0/4/20

17

28/04/2017

5 LPHD Ulang 1.405 188.44/0151/KUM/2016 10/03/2016

III IUPHHBK-HKm :

34

No Nama Perusahaan Luas di

KPH (Ha) Nomor SK Penetapan Tanggal

1 HKm Batu

Tungku

165 SK.5903/ Menlhk-

PSKL/PKPS/PSL.0/9/20

18

14/09/2018

2 HKm Papagaran

Bersatu

400 SK.9059/Menlhk-

PSKL/PKPS/PSL.0/12/2

018

28/12/2018

3 HKm Suka Maju 136 SK.5844/Menlhk-

PSKL/PKPS/PSL.0/9/20

18

12/09/2018

Saat ini selain IUPHHK-HT, IUPHHBK-HD dan IUPHHBK-HKm di wilayah kerja

di KPH Hulu Sungai juga terdapat Izin Pinjam Pakai Kawasan (IPPKH) untuk

kegiatan Pertambangan dan/atau di luar sektor kehutanan melalui izin pinjam pakai

kawasan hutan meliputi 5 unit manajemen, IPPKH tersebut sebagian besar berada

dalam wilayah IUPHHK-HA/HT dengan perincian sebagaimana tercantum dalam

tabel berikut.

Tabel II-10 Data IPPKH Dalam Wilayah KPH Hulu Sungai

No Nama Perusahaan SK IPPKH Tanggal Luas (Ha)

1 Antang Gunung Meratus,

PT SK.693/Menhut-II/2010 15/12/2010 409,78

2 Antang Gunung Meratus,

PT 55/1/IPPKH/PMDN/2017 9/06/2084 358,78

3 Antang Gunung Meratus,

PT

SK.166/Menlhk/Setjen/PL

A.0/2/2019 4/4/2019 110,21

4 Energi Batubara Lestari,

PT SK.654/Menhut-II/2013 2/10/2013 145,81

5 Energi Batubara Lestari,

PT SK.321/Menhut-II/2013 6/05/2013 196,93

6 Kalimantan Prima Persada,

PT SK.306/Menhut-II/2008 05/09/2008 66,59

7 Bhumi Rantau Energi, PT SK.470/Menhut-II/2009 89,9

8 Bhumi Rantau Energi, PT 16/1/IPPKH/PMDN/2018 99,2

9

Bhumi Rantau Energi, PT

SK.270/Menlhk/Setjen/PL

A.0/4/2019 12/08/2019 639,05

10

Bhumi Rantau Energi, PT

SK.531/

Menlhk/Setjen/PLA.0/12/2

019 24/01/2019 99,6

11

Bhumi Rantau Energi, PT

SK.593/

Menlhk/Setjen/PLA.0/12/2

018 20/12/2018 41,79

35

12

Binuang Mitra Bersama,

PT

SK.570/

Menlhk/Setjen/PLA.0/12/2

018 20/12/2018 143,38

J u m l a h 2.401,02

Sumber : Data IPPKH Kalimantan Selatan 2017

2.5. Posisi Areal Kerja dalam Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan

Daerah

2.5.1. RTRWP Kalimantan Selatan 2015 – 2020

Rencana pemanfaatan ruang merupakan hasil sinkronisasi dan integrasi antara

analisis pemanfaatan ruang kondisi eksisting, analisis kesesuaian fisik lahan, dan

analisis kebijaksanaan pembangunan di wilayah KPH Hulu Sungai. Dari hasil

integrasi tersebut menunjukkan bahwa alokasi pemanfaatan ruang RTRW KPH Hulu

Sungai memerlukan pengarahan ruang berdasarkan potensi dan kendala wilayah

KPH Hulu Sungai yang akan berpengaruh langsung terhadap konsep pengembangan

ruang wilayah.

2.5.2. RTRWK Hulu Sungai Selatan 2013 – 2032

Memperhatikan kondisi serta hasil analisis pola ruang diperoleh gambaran tentang

arahan rencana pengembangan alokasi pemanfaatan ruang yang dapat

direkomendasikan dalam RTRW Kabupaten Hulu Sungai Selatan Tahun 2013-2032

pada Kawasan KPH Hulu Sungai dalam konsep pengembangan tata ruang wilayah

termasuk kedalam Satuan Pengembangan Wilayah Kehutanan baik untuk

kepentingan budidaya/produksi maupun untuk kepentingan perlindungan.

KPH Hulu Sungai dengan berbagai potensi yang dimiliki tentunya berharap dapat

memberikan sumbangsih bagi pembangunan di daerah. Tentunya dengan

pengembangan potensi wilayah baik berupa jasa lingkungan, jasa wisata alam,

produk kayu dan hasil hutan bukan kayu dapat memberdayakan masyarakat di dalam

dan sekitar kawasan hutan.

2.5.3. RTRWK Hulu Sungai Tengah 2013 – 2032

36

Memperhatikan kondisi serta hasil analisis pola ruang diperoleh gambaran tentang

arahan rencana pengembangan alokasi pemanfaatan ruang yang dapat

direkomendasikan dalam RTRW Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2013-2032

pada Kawasan KPH Hulu Sungai dalam konsep pengembangan tata ruang wilayah

termasuk kedalam Satuan Pengembangan Wilayah Kehutanan baik untuk

kepentingan budidaya/produksi maupun untuk kepentingan perlindungan.

KPH Hulu Sungai dengan berbagai potensi yang dimiliki tentunya berharap dapat

memberikan sumbangsih bagi pembangunan di daerah. Tentunya dengan

pengembangan potensi wilayah baik berupa jasa lingkungan, jasa wisata alam,

produk kayu dan hasil hutan bukan kayu dapat memberdayakan masyarakat di dalam

dan sekitar kawasan hutan.

2.5.4. RTRWK Tapin 2013 – 2032

Memperhatikan kondisi serta hasil analisis pola ruang diperoleh gambaran tentang

arahan rencana pengembangan alokasi pemanfaatan ruang yang dapat

direkomendasikan dalam RTRW Kabupaten Tapin Tahun 2013-2032 pada Kawasan

KPH Hulu Sungai dalam konsep pengembangan tata ruang wilayah termasuk

kedalam Satuan Pengembangan Wilayah Kehutanan baik untuk kepentingan

budidaya/produksi maupun untuk kepentingan perlindungan.

KPH Hulu Sungai dengan berbagai potensi yang dimiliki tentunya berharap dapat

memberikan sumbangsih bagi pembangunan di daerah. Tentunya dengan

pengembangan potensi wilayah baik berupa jasa lingkungan, jasa wisata alam,

produk kayu dan hasil hutan bukan kayu dapat memberdayakan masyarakat di dalam

dan sekitar kawasan hutan.

2.5.5. Pengembangan Daerah

KPH Hulu Sungai memiliki potensi yang besar untuk pengembangan daerah, dan

apabila dapat dikelola dengan baik dapat memberikan kontribusi pendapatan bagi

daerah dari bidang hasil hutan baik kayu maupun non kayu dan jasa lingkungan

melalui pengembangan usaha dan investasi, selain itu tercatat beberapa proyek

37

strategis provinsi dan bahkan proyek nasional ada di KPH Hulu Sungai, sebagai

berikut:

1. Alur Laut Kepulauan Indonesia; Selat Makassar merupakan Alur Laut Kepulauan

Indonesia (ALKI) II yang merupakan jalur pelayaran internasional dari wilayah

Asia ke Australia sehingga merupakan jalur pelayaran yang cukup padat yang

didukung oleh kondisi kedalaman selat yang cukup.

2. Kawasan Industri; Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Tanah

Bumbu sangat mendorong untuk pembangunan kawasan strategis nasional Tanah

Bumbu – Hulu Sungai Selatan yang di dalamnya termasuk pembangunan

pelabuhan besar (peti kemas), pembangunan jembatan yang menghubungkan

Pulau Kalimantan dan Pulau Laut.

2.6. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan

Berbagai permasalahan masih menyelimuti upaya-upaya pengelolaan kawasan KPH

Hulu Sungai. Permasalahan-permasalahan tersebut pada dasarnya merupakan

dampak dari upaya pembangunan ekonomi yang belum berpihak kepada upaya

pelestarian dan pemanfaatan kawasan hutan secara berkelanjutan dan dampak dari

populasi dan semakin tingginya kebutuhan manusia akan sumber daya alam hayati,

lemahnya koordinasi di kalangan pemerintah serta masih lemahnya kelembagaan

KPH Hulu Sungai.

Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh KPH Hulu Sungai pada kondisi saat ini

diuraikan sebagai berikut :

- Kawasan-kawasan hutan yang kemudian diubah fungsinya, masih terdapat

tumpang tindih penggunaan atau kepemilikan lahan di dalam kawasan.

- Masih terdapatnya aktivitas perambahan hutan, illegal logging, illegal mining

dan penyerobotan lahan kawasan hutan

38

- Penataan batas kawasan KPH Hulu Sungaibelum dilaksanakan. Karena belum

dilaksanakannya penataan batas maka penetapan kawasan juga belum dapat

dilakukan. Dengan demikian, status hukum kawasan belum bersifat final dan

pada umumnya kalangan awam belum paham tentang proses pengukuhan

kawasan hutan (termasuk pula sebagian aparat pemerintah). Sebagian aparat

pemerintah menganggap bahwa dengan belum adanya penetapan kawasan maka

perubahan fungsi atau bahkan pelepasan kawasan masih dapat dilakukan.

- Masih terkait dengan batas, hasil tata batas sebagian kawasan wilayah KPH Hulu

Sungai yang dilaksanakan sebelumnya, telah mengalami banyak perubahan.

Sudah dilaksanakan rekonstruksi batas kawasan dan banyak ditemukan tumpang

tindih penggunaan lahan di sekitar batas kawasan. Terkait dengan batas-batas

kawasan di lapangan, sementara waktu ini sedang dilakukan identifikasi lahan-

lahan bermasalah di sekitar batas untuk kemudian akan diupayakan untuk

review/reposisi batas apabila memungkinkan.

- Di dalam kawasan wilayah KPH Hulu Sungai terdapat tanaman semusim berupa

tanaman perkebunan seperti karet, kayu manis, buah-buahan, kemiri (Aleurites

moluccana) yang bagi masyarakat setempat merupakan komoditas penunjang

usaha ekonominya. Selain itu terdapat pula tanaman Kayu Manis. Tanaman ini

pada umumnya berada di dalam kawasan yang berfungsi lindung. Masyarakat

di sekitar kawasan mengakui tanaman kemiri dan Kayu manis tersebut sebagai

milik mereka walaupun diakui berada di dalam kawasan hutan. Karena klaim

kepemilikan tersebut, kelompok-kelompok masyarakat ini menuntut untuk dapat

memanfaatkan hasilnya.

- Data dan informasi potensi kawasan wilayah KPH Hulu Sungai masih minim.

Untuk itu, sampai saat ini telah diupayakan untuk terus menghimpun data dan

informasi yang ada serta terus diupayakan untuk melaksanakan eksplorasi secara

langsung di lapangan.

- Terkait dengan data dan informasi potensi kawasan yang masih terbatas, maka

perancangan blok pengelolaan kawasan KPH Hulu Sungai belum sempurna.

Untuk sementara waktu, pelaksanaan pengelolaan kawasan didasarkan pada

fungsi kawasan hutan sebelum penunjukan sebagai kawasan KPH Hulu Sungai.

39

- Bentang alam kawasan KPH Hulu Sungai yang sebagian besar adalah kawasan

berbukit bukit menyebabkan sulitnya aksesibilitas ke dalam kawasan untuk

berbagai keperluan, terutama untuk identifikasi dan inventarisasi potensi serta

kondisi aktual kawasan. Penggunaan teknologi penginderaan jauh untuk

keperluan ini telah dilakukan namun belum dapat memberikan gambaran yang

detail tentang kondisi aktual kawasan. Untuk keperluan ini dibutuhkan

inventarisasi potensi yang mencakup kawasan yang luas.

- Fenomena alam berupa daya tarik wisata sangat unik dan khas Kalimantan

Selatan atau khas Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai

Tengah dan Kabupaten Tapin belum semua dapat dieksplorasi karena

keterbatasan sumberdaya.

- Pengelolaan secara kolaboratif KPH Hulu Sungai belum sepenuhnya berjalan

dengan baik.

- Kelembagaan KPH Hulu Sungai belum mapan. SDM yang ada masih sangat

terbatas, sarana dan prasarana pengelolaan juga demikian. Selain itu, struktur

organisasi yang ada belum mampu mendukung kebutuhan pengelolaan Kawasan

hutan.

40

BAB III VISI DAN MISI

3.1. Visi

Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Hulu Sungai adalah unit pelaksana teknis

kehutanan di daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan

Selatan Nomor 023 Tahun 2017 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja

Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan pada Dinas Kehutanan Provinsi

Kalimantan Selatan. Sampai dengan saat ini, pengelolaan KPH Hulu Sungai masih

pada tahap prakondisi dan belum benar-benar efektif apalagi dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk mendukung kelestarian hutan. Atas

dasar hal tersebut, maka KPH Hulu Sungai mulai merancang suatu rencana

pengembangan pengelolaan yang berisi langkah-langkah terukur untuk mencapai

suatu visi jangka panjang. Karena kondisi pengelolaan yang belum mapan, maka visi

pengelolaan KPH Hulu Sungai untuk jangka panjang adalah :

“Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat Untuk Kelestarian Hutan di KPH Hulu

Sungai”.

Dalam visi tersebut terkandung pokok-pokok pemikiran dalam upaya pengelolaan

KPH Hulu Sungai, yaitu:

- Kesejahteraan masyarakat akan berpengaruh positif bagi kelestarian hutan.

Berdasarkan pengamatan riil di tingkat tapak selama ini, diperoleh gambaran

bahwa tindakan perambahan kawasan hutan oleh warga masyarakat sekitar hutan

lebih banyak di dorong dan dilatarbelakangi oleh tingkat kesejahteraan yang

masih rendah. Sementara godaan gaya hidup yang ditunjukkan unsur-unsur dari

luar komunitasnya sangatlah sulit untuk ditepis. Oleh karena itu tidaklah

mengherankan jika banyak warga disekitar hutan menempuh jalan pintas dengan

melakukan eksploitasi hutan maupun kawasan hutan. Jadi secara singkat dapat

dikatakan bahwa perilaku negatif warga masyarakat disekitar hutan yang

41

mengancam kelestarian hutan banyak didorong oleh rendahnya

kesejahteraannya.

- Keadilan dan pemerataan kesempatan pemanfaatan sumber daya hutan.

Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati dan ekosistem hutan yang ada

di dalam wilayah wilayah KPH Hulu Sungai diarahkan agar dapat mendekati

asas keadilan dan pemerataan yang selama ini masih dianggap “jauh panggang

dari api” oleh warga masyarakat. Tidak mengherankan jika saat ini warga sekitar

hutan sangat resisten terhadap institusi maupun personil kehutanan. Akibat

lanjutannya adalah “apapun” kebijakan, program, dan kegiatan yang berasal dan

dilaksanakan oleh lembaga kehutanan cenderung dipersepsikan sebagai alat yang

akan mengusik keamanan dan mengancam rasa keadilan warga disekitar hutan.

- Kelestarian hutan–selain faktor masyarakat di sekitar hutan masih banyak faktor

lain yang juga harus diperhatikan dalam mewujudkan kelestarian hutan yang satu

sama lain saling komplementer. Faktor-faktor tersebut antara lain Faktor

institusi pengelola hutan (KPH Hulu Sungai), dimana kesiapan internalnya

tercermin dari ketersediaan SDM, sarana dan prasarana, struktur organisasi,

prosedur kerja yang mantap dan sebagainya. Faktor berikutnya adalah status

kawasan hutan, kualitas data dan informasi kehutanan. Tanpa adanya kejelasan

dan kepastian status kawasan hutan, maka di tingkat tapak akan ditemui banyak

potensi “konflik” dan pertikaian yang bersumber dari perebutan lahan dan

kepentingan banyak pihak yang saling klaim yang sangat sulit diatasi karena

ketidakjelasan status dan batas-batas kawasan hutan. Faktor berikutnya adalah

pengamanan dan perlindungan hutan. Tanpa didukung oleh terjaminnya

pengamanan dan perlindungan hutan (mencakup dari bahaya kebakaran,

penebangan liar dan perambahan, penambangan liar, perlindungan dari hama

penyakit yang mengancam plasma nutfah sumber daya hayati dan ekosistemnya

dan sebagainya), maka tidak akan mungkin mewujudkan hutan lestari.

Selanjutnya faktor rehabilitasi hutan dan lahan juga sangat menentukan

kelestarian hutan, khususnya guna memulihkan hutan dan lahan yang telah

terdegradasi dan memerlukan tindakan pemulihan, baik yang disebabkan oleh

tindakan illegal maupun legal. Banyak pihak mengakui bahwa salah satu faktor

42

penting yang menggagalkan upaya pelestarian hutan pada era penerapan pola

HPH adalah tidak adanya sistem produksi lestari hutan. Untuk itu, agar keadaan

buruk itu tidak lagi terjadi di KPH Hulu Sungai perlu dibuat dan diterapkan

mekanisme atau sistem produksi lestari hutan. Tidak dapat dipungkiri, bahwa

mengelola hutan menuju lestari disamping memerlukan investasi finansial yang

tidak sedikit, juga memerlukan kapital sosial khususnya brand image produk-

produk lokal atau unggulan KPH. Modal finansial yang selama ini ada, yang

berasal dari APBN dan APBD, dimana KPH dipandang sebagai institusi cost

centre, sehingga secara bertahap harus diupayakan menjadi profit centre. Guna

menjadi institusi yang mandiri atau setidaknya mampu berkontribusi dalam

memperkuat pendapatan baik bagi APBN maupun APBD, maka KPH Hulu

Sungai harus mampu membangun “brand image” produk-produk unggulan lokal

yang bisa “dijual” baik untuk pasar lokal, nasional, maupun internasional. Jika

ini dapat diwujudkan, maka KPH Hulu Sungai akan mampu mandiri secara

finansial yang akan memudahkan melakukan tindakan-tindakan taktis dan

strategis dalam operasionalnya dalam rangka mewujudkan hutan lestari.

3.2. Misi

Dalam langkahnya untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, diperlukan

bentuk nyata implementasinya sebagai gambaran tentang tahapan pelaksanaan.

Dengan demikian, ditetapkan misi pengelolaan KPH Hulu Sungai sebagai berikut :

1. Inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya

2. Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu sesuai karakteristik wilayah dengan

tetap mengacu pada kelestarian hutan

3. Pemberdayaan masyarakat dalam bentuk penyerapan tenaga lokal, kemitraan,

penyediaan akses usaha kehutanan dan ekonomi produktif lainnya

4. Pembinaan dan pemantauan pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan

pada areal KPHL/KPHP dan mewujudkan penyadaran masyarakat terhadap

kelestarian hutan

43

5. Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan pada areal kritis di luar izin secara

memadai

6. Pembinaan dan pemantauan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal

kerja yang sudah ada izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutannya

7. Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam : 1) deliniasi areal

perlindungan setempat, 2) upaya perlindungan dan pengawetan flora dan fauna

yang dilindungi, dan 3) upaya konservasi HCVF

8. Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin

9. koordinasi dan sinergi dengan 10 atau lebih instansi dan stakeholder terkait

aktivitas pengelolaan

10. Rencana penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM guna Meningkatkan

kemantapan lembaga pengelola hutan

11. Penyediaan pendanaan : rencana kebutuhan anggaran, dan potensi sumber

pendanaan

12. Pengembangan database : rencana pengembangan database secara tepat guna

13. rasionalisasi wilayah kelola

14. review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali)

15. pengembangan investasi di bidang pemanfaatan hasil hutan kayu, non kayu,

jasa lingkungan, dan wisata alam

16. Memantapkan status kawasan hutan dan kualitas data dan informasi kehutanan

17. Mendukung penguatan pemerataan pemanfaatan areal kawasan hutan

18. Meningkatkan pengamanan dan perlindungan hutan

19. Meningkatkan Brand Image produk-produk lokal KPH

Status legal formal dan batas kawasan yang jelas merupakan prasyarat utama untuk

mengimplementasikan upaya pengelolaan KPH. Hal ini ditujukan untuk mengatasi

adanya konflik terkait dengan penggunaan, kepemilikan dan status hukum kawasan.

Seiring dengan pemenuhan prasyarat tersebut, upaya pemanfaatan sekaligus

konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya juga dapat diimplementasikan.

Pada tahap awal ini, upaya pemanfaatan dan konservasi jenis dan ekosistemnya

dititikberatkan pada pemenuhan data dan informasi potensi sumberdaya hutan,

potensi keanekaragaman hayati dan ekosistem pada wilayah KPH Hulu Sungai. Blok

44

pengelolaan wilayah KPH Hulu Sungai juga merupakan suatu bagian yang penting

untuk mulai dipersiapkan karena KPH dikelola dengan sistem blok. Dengan tidak

adanya rambu-rambu pengelolaan secara keruangan tersebut, sulit untuk

mengefektifkan pelaksanaan pengelolaan. Dikhawatirkan, pelaksanaan pengelolaan

tidak dapat mencapai keseimbangan apabila batas-batas pelaksanaan kegiatan dan

pemanfaatan ruang di dalam kawasan tidak segera disediakan. Konflik penggunaan

dan kepemilikan lahan di dalam kawasan wilayah KPH Hulu Sungai sampai saat ini

masih sangat tinggi. Karenanya, kawasan ini rentan terhadap gangguan keamanan,

terutama kasus perambahan kawasan.

Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah kekayaan alam yang harus

dikelola oleh negara demi kepentingan seluruh rakyat, dan untuk mendistribusikan

hasil dan nilainya secara adil, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati dan

ekosistem hutan yang ada di dalam wilayah wilayah KPH Hulu Sungai diarahkan

agar dapat mendekati asas keadilan dan pemerataan sebagai upaya meningkatkan

kesejahteraan masyarakat untuk mendukung kelestarian hutan.

Terjaminya wilayah kelola yang terlidungi dari gangguan keamanan dan kebakaran

menjadi faktor penting keberhasilan pengelolaan hutan. Gangguan-gangguan

tersebut menjadi faktor penghambat pemantapan pengelolaan kawasan menuju

pencapaian fungsi secara optimal. Dengan demikian, maka gangguan terhadap

kawasan dan sumber daya alam hayati yang terkandung di dalamnya harus

diupayakan sedemikian rupa untuk dieliminir. Tanpa didukung oleh terjaminnya

pengamanan dan perlindungan hutan dari bahaya kebakaran, penebangan liar dan

perambahan, perlindungan dari hama penyakit yang mengancam plasma nutfah dan

sebagainya, maka tidak akan mungkin mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari

Optimalisasi upaya rehabilitasi hutan dan lahan sangat mendukung kelestarian hutan,

khususnya guna memulihkan hutan dan lahan yang telah terdegradasi dan

memerlukan tindakan pemulihan. Upaya rehabilitasi hutan dan lahan selain dapat

dilakukan secara mandiri oleh KPH dapat pula diupayakan melalui pola kerjasama

maupun kemitraan dengan pihak-pihak terkait lainnya.

45

Sebagai organisasi yang baru terbentuk, aspek kelembagaan merupakan bagian

penting yang harus ditata dengan baik. Dukungan peraturan perundang-undangan,

pedoman dan arahan pengelolaan perlu diterapkan dengan baik agar pengelolaan

dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Karena pengelolaan kawasanyang tidak

dapat dilakukan sendiri oleh pengelola kawasan serta dengan memperhatikan

prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan, maka penggalangan kemitraan dan

kolaborasi harus senantiasa menjadi perhatian. Kondisi sumber daya manusia yang

ada juga perlu terus dikembangkan kapasitas dan kuantitasnya.

Untuk mendukung kemandirian KPH, selain dukungan investasi finansial diperlukan

pula kapital sosial. Dalam hal ini upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan

dan membangun “brand image” produk-produk unggulan lokal untuk mewujudkan

KPH Hulu Sungai yang menghasilkan profit sehingga mampu mandiri secara

finansial yang akan memudahkan dalam operasionaliasi kegiatan guna mewujudkan

pengelolaan hutan lestari.

3.3. Tujuan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pengelolaan wilayah KPH Hulu Sungai

mempunyai tujuan dalam pencapaian visi dan misi sebagai berikut:

1. Memantapkan kawasan hutan dengan penataan batas, tata hutan serta

inventarisasi potensi sumber daya hutan dalam wilayah kelola KPH Hulu

Sungai ± 95.009 hektar;

2. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan organisasi melalui

peningkatan kemampuan SDM, peningkatan kapasitas UPT pengelola KPH

serta kapasitas lembaga-lembaga masyarakat yang ada di dalam wilayah kelola

pada 34 (tiga puluh empat) Kecamatan.

3. Pemanfaatan kawasan hutan secara optimal, khususnya pada Wilayah Tertentu

seluas ± 60.867 hektar dengan mengakselerasi pengembangan potensi Hasil

Hutan Bukan Kayu (HHBK), Kayu serta jasa lingkungan sehingga menjadi

sumber pendapatan bagi negara (PNBP), bagi masyarakat dan operasional

pengelolaan KPH yang pada akhirnya dapat mewukudkan KPH yang mandiri.

46

4. Meningkatkan dan mengkampanyekan akses kelola terhadap hutan bagi

masyarakat melalui pengembangan Perhutanan Sosial berupa pembangunan

Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat

(HTR) dan Hutan Rakyat (HR) dengan pola-pola kemitraan.

5. Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi antara pengelola dan para pihak

(stakeholders) dalam pengelolaan hutan di KPH, yaitu dengan pemerintah

(kabupaten, provinsi, dan pusat/UPT Kementerian), korporat, LSM, kelompok

masyarakat ataupun perorangan.

6. Mengoptimalkan kegiatan dan program rehabilitasi hutan/lahan, reboisasi dan

penghijauan seluas ± 67.055,34 hektar yang dilaksanakan oleh para pihak serta

mendukung gerakan revolusi hijau.

7. Memantapkan perlindungan hutan dan konservasi sumber daya alam melalui

konservasi jenis insitu dan exsitu dengan dibarengi dengan identifikasi areal

bernilai konservasi tinggi (HCVF);

8. Memastikan sumber-sumber pendanaan terhadap program dan kegiatan di

KPH, baik bersumber pada APBN, APBD dan sumber-sumber lain yang sah

dan tidak mengikat untuk pengelolaan hutan secara optimal, ekonomis dan

lestari;

9. Memantapkan database potensi wilayah wilayah KPH Hulu Sungai khususnya

pada wilayah tertentu seluas ± 51.612,35 hektar;

10. Rasionalisasi dan revisi sesuai dengan perkembangan regulasi setiap 5 (lima)

tahun sekali

11. Meningkatkan iklim investasi di wilayah kelola KPH Hulu Sungai terhadap

potensi kayu, HHBK dan jasa lingkungan menjadi lebih baik;

12. Menjadikan potensi tersebut sebagai sumber pendapatan baik sebagai

Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), pendapatan bagi masyarakat dan

pendapatan bagi KPH sehingga menjadikan KPH Mandiri, mulai dari

perencanaan, pelaksanaan dan pembiayaan sampai ke tingkat pemasaran dari

potensi hutan menjadi produk unggulan atau olahan yang dapat dipasarkan.

47

BAB IV ANALISIS DAN PROYEKSI

4.1. Analisis

Untuk menyusun rencana strategis dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh

suatu organisasi termasuk dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang

KPH Hulu Sungai dimulai dengan pelaksanaan identifikasi faktor internal dan

eksternal yang dapat mempengaruhi pengelolaan KPH. Faktor internal terdiri dari

Strength (Kekuatan) dan Weakness (kelemahan), sedangkan faktor eksternal terdiri

dari Oportunity (Peluang) dan Threat (Ancaman). Terhadap faktor-faktor tersebut

dilaksanakan pemetaan sehingga dapat ditemukan strategi yang tepat.

4.1.1. Faktor Internal

4.1.1.1. Kekuatan (Strength)

1) Kelembagaan KPH yang sudah tersedia

KPH Hulu Sungaimerupakan wilayah kelola yang ditetapkan oleh Menteri

Kehutanan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor

SK.78/Menhut-II/2010, Tanggal 10 Pebruari 2010. Selanjutnya melalui Peraturan

Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 023 Tahun 2017, guna berjalannya kegiatan di

tingkat tapak maka dibentuklah Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan

(KPH) Hulu Sungai.

Organisasi UPT KPH sesuai dengan Permendagri Nomor 61/2010 merupakan Tipe

A yang dipimpin seorang Kepala KPH (Eselon III-a) dan dibantu oleh Kepala Sub

Bagian Tata Usaha (Eselon IV.a), Kepala Seksi Perlindungan Hutan (Eselon IV.a),

Kepala Seksi Pemanfaatan Hutan (Eselon IV.a) dan Kelompok Jabatan Fungsional.

Struktur ini dilengkapi pula dengan dukungan personil fungsional Pegawai Negeri

Sipil yang terdiri dari Kelompok Fungsional Umum dan Fungsional Khusus (Polisi

Hutan dan Penyuluh Kehutanan).

Personil UPT KPH Hulu Sungai juga telah ditetapkan melalui Keputusan Kepala

Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 522/01-

48

Umpeg/DISHUT/2017 tentang Penataan Personil/Pelaksana Pegawai Negeri Sipil di

Lingkungan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan.

Berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan

Nomor 522/111/PPH/Dishut/2017, Tanggal 5 Juli 2017 dibentuklah Resort

Pengelolaan Hutan pada Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan Dinas

Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan. Salah satunya di UPT KPH Hulu Sungai

dibentuk sebanyak 2 Resort Pengelolaan Hutan (RPH) pada setiap Unit II dan Unit

IV. Batas wilayah RPH mengacu pada batas kawasan dan wilayah pengelolaan. RPH

akan dipimpin oleh seorang Kepala Resort (Pejabat non Eselon) yang ditunjuk dan

ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi. Adapun RPH yang ditetapkan pada UPT

KPH Hulu Sungai sebagaimana pada tabel berikut.

Tabel IV-1. Pembagian Resort Pengelolaan Hutan pada UPT KPH Hulu Sungai

UPT KPH

(Pergub 023 th 2017)

Unit Wilayah Kelola KPH

(SK.78/Menhut-II/2010)

Resort Pengelolaan Hutan KPH

UPT KPH Hulu

Sungai

KPH Unit IX RPH Batang Alai

KPHL Model RPH Amandit

2) Potensi Hasil Hutan Kayu

Berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan BPKH V, penutupan lahan pada plot

pengukuran merupakan hutan lahan kering sekunder. Umumnya di lokasi

pengamatan kondisi tegakan berupa areal bekas tebangan dan masih mengalami

permudaan berlangsung secara alami (natural regeneration) yaitu pohon-pohon yang

sudah tua dalam satu tegakan, akhirnya akan mati dan digantikan oleh anakan-

anakan pohon secara alami. Tidak ditemukan permudaan buatan (artificial

regeneration) pada di seluruh areal yang di survey sehingga kondisinya masih berupa

hutan muda. Potensi yang diperoleh dari hasil inventarisasi pada tegakan dengan

diameter > 20 cm, rata-rata sebanyak 60 batang/ha dan volumen tegakan sebesar

55,68 m3/ha.

Apabila dilihat dari hasil perhitungan Indek Nilai Penting (INP) yang mencerminkan

kedudukan ekologi suatu jenis dalam komunitasnya atau merupakan cerminan

tingkat dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya dalam suatu komunitas tumbuhan,

49

apabila suatu komunitas tegakan hutan didominasi oleh tumbuhan pionir, maka

komunitas tegakan hutan tersebut telah mengalami kerusakan atau gangguan baik

secara alam maupun oleh aktifitas manusia. Hasil perhitungan INP data lapangan

maka diketahui bahwa jenis yang mendominasi strata hutan lahan kering sekunder

pada wilayah wilayah KPH Hulu Sungai berdasarkan tingkat umur tegakan yaitu :

Tabel IV-2. Potensi Hasil Hutan Kayu Berdasarkan INP pada wilayah KPH Hulu Sungai

No. Tingkat

Semai

INP Tingkat

Pancang

INP Tingkat

Tiang

INP Tingkat

Pohon

INP

1 Jambuan 33,13 Meranti 27,62 Meranti 39,59 Meranti 37,15

2 Meranti 25,51 Jambuan 17,36 Binuang 11,12 Mahang 18,55

3 Medang 17,16 Miwai 13,81 Jambuan 10,51 Keruing 12,53

3) Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu

Kawasan KPH Hulu Sungai memiliki sumber daya alam hayati yang tinggi. Potensi

ini dapat digunakan secara optimal untuk memperkuat pengelolaan KPH Hulu Sungai

, melalui pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dan mengembangkan ekonomi

wilayah. Berdasarkan hasil identifikasi oleh KPH, terdapat beberapa potensi hasil

hutan bukan kayu yang telah diusahakan oleh masyarakat di dalam dan di sekitar

wilayah KPH Hulu Sungai , yang meliputi karet pada hamper semua desa di wilayah

KPH Hulu Sungai,madu kelulut di Desa Layuh, Kayu Manis di Kecamatan Loksado

Kabupaten Hulu Sungai Selatan, . Usaha produktif masyarakat tersebut telah

memberikan tambahan penghasilan yang cukup berarti bagi perekonomian

masyarakat desa. Usaha produktif masyarakat ini sangat potensial untuk dibina dan

dikembangkan menjadi salah satu produk unggulan KPH Hulu Sungai pada saatnya

nanti.

4) Memiliki Nilai Konservasi Lanskap yang Tinggi

- Berfungsi sebagai penyangga kehidupan/penyeimbang ekosistem

Keberadaan hutan sebagai bagian dari sebuah ekosistem yang besar memiliki arti

dan peran penting dalam penyangga system kehidupan. Berbagai manfaat besar

dapat diperoleh dari keberadaan hutan melalui fungsinya sebagai penyedia

sumberdaya air bagi manusia dan lingkungan, kemampuan penyerapan karbon,

pemasok oksigen di udara, penyedia jasa wisata dan mengatur iklim global.

50

Kawasan KPH Hulu Sungai memiliki tipe ekositem yang lengkap dari hutan hujan

dataran rendah hingga hutan pegunungan di Pegunungan Meratus. Hutan di KPH

Hulu Sungai, khususnya di wilayah Pegunungan Meratus ini memiliki fungsi penting

sebagai penyangga kehidupan dan penyeimbang ekosistem. Dengan adanya kawasan

karst yang terbentang di Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan

Kecamatan Batu Benawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah, memiliki nilai penting

dalam pengaturan tata air, flora dan fauna di sekitar wilayah KPH Hulu Sungai.

Dengan demikian apabila terjadi kerusakan pada KPH Hulu Sungai, akan secara

langsung membawa dampak negatif terhadap kualitas lingkungan hidup di

Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Dengan demikian kawasan ini harus dipertahankan

sehingga tetap dapat berfungsi, bermanfaat secara lestari dan berkelanjutan.

- Berfungsi sebagai daerah tangkapan air

Dengan adanya kawasan karst di Kecamatan Hampang dan Kecamatan Loksado

Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kecamatan Batu Benawa Kabupaten Hulu

Sungai Tengah, yang merupakan DAS bagian hulu, merupakan darah tangkapan air

bagi wilayah Sengayam dan sekitarnya. Kerusakan pada KPH Hulu Sungai akan

secara langsung membawa dampak negative terhadap kualitas lingkungan hidup di

Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten

Tapin. Untuk saat ini kebutuhan akan air masih dapat dipenuhi oleh keberadaan

sungai di kawasan KPH Hulu Sungai yang debit airnya selalu tersedia sepanjang

tahun.

4.1.1.2. Kelemahan (Weakness)

1) Sumber daya manusia belum optimal

Personil UPTD KPH Hulu Sungai saat ini masih terbatas, baik secara jumlah maupun

kualifikasinya. Jumlah pegawai di KPH Hulu Sungai sebanyak 56 orang, yang terdiri

dari 1 orang Kepala KPH, 1 orang KSBTU, 2 orang Kepala Seksi, 9 orang Staf, 12

orang Penyuluh Kehutanan, 11 orang Polhut, 6 orang Bakti Rimbawan, 3 orang

Tenaga Kebersihan, 6 orang tenaga keamanan dan 5 orang Tenaga Kontrak

Pengamanan Hutan. Wilayah KPH Hulu Sungai dengan luas kawasan 95.009 Ha,

51

idealnya memiliki jumlah tenaga fungsional Polhut minimal 95 orang dengan asumsi

1 orang per 1000 Ha. Berdasarkan jumlah personil, kebutuhan tenaga pengelola KPH

Hulu Sungai masih sangat kurang sejalan dengan makin dinamisnya pembangunan

di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten

Tapin.

Tabel IV-3. Kondisi Personil KPH Hulu Sungai saat ini

No. Jenis Kompetensi Kebutuhan Tenaga (Org)

Minimal Tersedia Kekurangan

1 Sarjana Kehutanan 10 6 4

2 Perencanaan Kehutanan 4 2 2

3 Pemanenan Hutan 2 - 2

4 Pembinaan Hutan 4 - 4

5 Pengamanan Hutan 95 11 84

6 Penguji Kayu Bulat 4 1 3

Jumlah 119 12 99

Sehubungan belum adanya ketentuan yang mengatur standar kebutuhan personil di

KPH, maka dilakukan analisa perhitungan dengan pendekatan Perdirjen BPK No.

P.8/VI-Set/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kewajiban Pemegang Izin Usaha

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) untuk mempekerjakan Sarjana

Kehutanan dan Tenaga Teknis PHPL. Pendekatan ini dilakukan mengingat KPH

sebagai unit pengelola hutan. Analisa kebutuhan didasarkan pada wilayah tertentu

KPH seluas 51.612,35 ha.

2) Data potensi kawasan belum lengkap

Data dan informasi tumbuhan dan satwa liar sebagai jenis unggulan, species kunci,

species baru masih sangat minim. Kegiatan inventarisasi keragaman hayati pada

umumnya dilakukan hanya di bagian terluar kawasan KPH Hulu Sungai dan belum

mengidentifikasi di tengah kawasan KPH Hulu Sungai, padahal beberapa kawasan

di wilayah KPH Hulu Sungai masih memilki potensi yang tinggi. Potensi lain yang

belum teridentifikasi secara detail adalah potensi kayu yang bernilai ekonomis tinggi.

Dengan demikian belum tersedia peta potensi kayu dan peta potensi keragaman

hayati yang mewakili kawasan secara keseluruhan. Ketidak tersediaan data tersebut

mengakibatkan pemanfaatan kayu dan non kayu belum optimal. Sampai sekarang

52

potensi kayu dan keanekaragaman hayati hanya mengandalkan hasil inventarisasi

yang dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh BPKH V Banjarbaru.

3) Batas kawasan KPH belum mantap

Berdasarkan hasil penelusuran informasi di BPKH V Banjarbaru. Kawasan KPH

Hulu Sungai belum memiliki tata batas dan banyak pal batas yang rusak dan tidak

jelas di lapangan. Rekonstruksi batas telah dilakukan oleh BPKH Wilayah V

Banjarbaru, namun hasilnya masih belum optimal. Dalam rangka untuk mencegah

konflik batas dan adanya klaim areal dari pihak tertentu, maka perlu dilakukan

percepatan pelaksanaan tata batas wilayah dan fungsi hutan di lapangan.

4) Sarana dan prasarana belum memadai

Dalam mendukung pengelolaan KPH Hulu Sungai sangat dibutuhkan ketersediaan

sarana dan prasarana yang dapat menunjang pelaksanaan kegiatan baik berupa Jalan

setapak (Trail) untuk kepentingan patroli maupun wisata, bangunan/gedung, sarana

transportasi, sarana penelitian dan pengunjung, alat komunikasi serta sarana dan

prasarana lainnya. Jika dibandingkan dengan luas kawasan, maka sarana dan

prasarana dalam pengelolaan masih sangat terbatas. Saat ini sarana dan prasarana

KPH Hulu Sungai masih menggunakan fasilitas yang tercatat pada BMN Kabupaten

Hulu Sungai Selatan. Alokasi anggaran pada DIPA untuk sarana parasarana baik

untuk penambahan maupun perbaikan belum mencukupi. Sarana dan prasarana yang

bersifat sangat dibutuhkan oleh pengelola KPH Hulu Sungai berupa peralatan kantor,

beberapa kendaraan darat roda empat dan kendaraan roda dua untuk mempermudah

operasional kegiatan di lapangan. Sarana lain yang dibutuhkan adalah stasiun

penelitian lapangan yang dilengkapi dengan pemondokan dan peralatan riset yang

memadai.

5) Aksesibilitas rendah

Aksesibilitas kawasan KPH Hulu Sungai sebagian besar areal memiliki topografi

datar sampai bergelombang dengan ketinggian ± 10 – 125 meter dari pemukaan laut

sehingga untuk dapat mencapai lokasi/areal ditempuh dengan menggunakan

tranportasi darat. Alternatif transportasi lainnya melalui beberapa aliran sungai yang

53

banyak terdapat di daerah KPH Hulu Sungai, namun dengan kondisi terbatas. Untuk

menjangkau daerah pegunungan Meratus tetap mengandalkan jaringan jalan Ex. PT.

Pasturis.

4.1.2. Faktor Eksternal

4.1.2.1. Peluang (Opportunity)

1) Partisipasi masyarakat tinggi

Keberadaan KPH Hulu Sungai sedikit banyak mulai diakui oleh masyarakat

khususnya yang tinggal di sekitar kawasan. Telah ada kesadaran sebagian

masyarakat untuk tidak memasuki kawasan. Masyarakat pada umumnya

menghormati pada aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Partisipasi, keterlibatan

dan dukungan masyarakat terhadap perlindungan dan pengelolaan KPH Hulu Sungai

adalah komponen penting dalam kawasan KPH. Bila kawasan KPH dianggap sesuatu

yang mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitar, maka masyarakat menjadi

pendukung dalam upaya pelestarian kawasan KPH tersebut.

2) Dukungan Pemerintah Pusat dan Provinsi

Dengan dibentuknya UPT KPH melalui Peraturan Gubernur, maka dengan serta

merta dukungan Pemerintah Provinsi dengan segala kewenangannya dapat

memudahkan koordinasi pengelolaan hutan oleh KPH, demikian pula dengan

dukungan anggaran APBD akan lebih diperhatikan oleh Bappeda, karena

tersinkronisasi langsung dengan program provinsi. Kedudukan KPH dibawah dan

bertanggungjawab langsung kepada Kepala Dinas dapat memotong rantai birokrasi

yang panjang, sehingga lebih efektif. Selain itu, dengan koordinasi yang baik dari

Dinas Provinsi, maka akan diperoleh sinkronisasi program dan kegiatan dengan

instansi pusat.

Dengan adanya program No KPH, No Budget, kebijakan pengelolaan hutan pada

tingkat tapak, serta Program Prioritas Nasional, KPH memperoleh dukungan

intervensi anggaran dari APBN yang dikucurkan melalui UPT Kementerian

54

Lingkungan Hidup dan Kehutanan di daerah. Demikian pula dukungan dana dari

pihak lain, LSM/NGO dapat lebih mudah diarahkan melalui koordinasi Pemerintah

Pusat maupun Pemerintah Provinsi.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui

Permenhut Nomor P.47/Menhut-II/2013 telah mengatur pemanfaatan hutan di

wilayah tertentu KPH, meliputi :

1. Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan lindung

a. Pemanfaatan kawasan

b. Pemanfaatan jasa lingkungan

c. Pemungutan HHBK

2. Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan produksi

a. Pemanfaatan kawasan

b. Pemanfaatan jasa lingkungan

c. Pemanfaatan HHK dan HHBK

d. Pemungutan HHK dan HHBK

Pelaksanaan pemanfaatan hutan di wilayah tertentu dapat dilakukan melalui

kerjasama dengan BUMN, BUMD, BUMS, Koperasi, UMKM dan/atau masyarakat

setempat dalam rangka kemitraan maupun membuka peluang usaha. Kawasan Hutan

Kabupaten Hulu Sungai Selatan sangat memiliki potensi besar terhadap jasa

lingkungan berupa carbon trade, pariwisata, peneltian, DAS, dan air bersih yang

perlu ditingkatkan pengembangannya. Peluang ini sangat bagus untuk dikelola dan

akan menjadi devisa pemerintah kabupaten, serta menjadi suatu daya tarik terhadap

investor.

Perdagangan karbon (carbon trade) terkait dengan REDD+ (Reducing Emissions

from Deforestation and Degradation in developing countries) yaitu sebuah

mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikan insentif yang

bersifat positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari

deforestasi dan degradasi hutan. REDD+ hanya salah satu skema untuk memberi

insentif terhadap upaya perlindungan atau pelestarian hutan. Pemberian kompensasi

ini terkait dengan pengurangan pelepasan karbon (carbon release reduction),

55

penyimpanan karbon (carbon storage) dan penyerapan karbon (carbon

sequestration). Carbon trade ini merupakan salah satu potensi jasa lingkungan yang

perlu dimanfaatkan. Peluang lainnya adalah pengembangan Ekowisata di kawasan

KPKPH Hulu Sungai .

Ekowisata di kawasan KPH diharapkan mampu memberikan kontribusi pada

pemanfaatan dan konservasi kawasan maupun peningkatan kesejahteraan

masyarakat di sekitar kawasan. Kawasan sebagai daerah tangkapan air, banyaknya

sungai-sungai dan air yang mengalir dari hulu kawasan KPH, membuat suatu daya

tarik tersendiri. Disamping itu potensi air yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang

pariwisata, juga dapat dikemas menjadi air konsumsi.

Keberadaan kawasan KPH Hulu Sungai yang terletak di areal pencadangan kawasan

hutan Provinsi Kalimantan Selatan merupakan hal yang strategis. Hampir seluruh

kawasan dalam wilayah KPH diperuntukkan sebagai kawasan pemanfaatan hutan

kayu hutan alam dan hutan kayu hutan tanaman. Berdasarkan hasil survey yang

dilakukan oleh Tim BPKH potensi kayu yang terdapat di kawasan KPH Hulu Sungai

rata-rata 75,56 m3/ha. Dengan demikian ini merupakan sebuah peluang yang dapat

mendukung pengelolaan KPH Hulu Sungai.

3) Dukungan para pihak

Pemerintah baik pusat maupun daerah (provinsi, kabupaten/kota) mendukung

keberadaan KPH Hulu Sungai . Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan,

Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kaupaten Tapin sangat diuntungkan dengan

adanya KPH, sehingga pemerintah daerah sangat mendukung keberadaan KPH yang

berada pada wilayah administratifnya. Demikian pula dengan lembaga-lembaga non

pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri, menaruh perhatian khusus pada

upaya-upaya pemanfaatan dan konservasi seperti KPH Hulu Sungai .

Pemerintah pusat sangat berkomitmen dengan pembangunan kehutanan pada tingkat

tapak. Dalam RPJMN, Bappenas bersama dengan Kementerian LHK akan

menfasilitasi pembangunan kehutanan di tingkat tapak oleh KPH hingga tahun 2019,

dengan slogan "No KPH, No Money", sehingga seluruh kegiatan di bidang kehutanan

akan tercurah pada KPH. Selain itu adanya Program Prioritas Nasional dan sistem

56

penganggaran "money follow programs", pembangunan kehutanan akan lebih

terfokus pada KPH dan masyarakat yang berada di dalam dan sekitar hutan. Di tahun

2017, Kementerian Lingkungan Hidup melaksanakan Program Prioritas Nasional,

yang menitikberatkan kepada pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan salah

satu peluang bagi KPH dalam mengelola hutan sekaligus meningkatkan

kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar wilayah KPH Hulu Sungai.

Pengelolaan kawasan bisa dilakukan bersama dengan melibatkan pihak luar. Oleh

karena itu pengembangan kerjasama atau kolaborasi pengelolaan kawasan perlu

dipertimbangkan. Pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan dan pemerintah daerah bisa mengatur kebijakan dalam hal kerjasama dan

kolaborasi pengelolaan kawasan KPH sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku. Untuk hal ini diperlukan serangkaian upaya-upaya promosi kepada pihak

luar, disamping kajian untuk mengidentifikasi investor potensial untuk bermitra

dalam pengelolaan KPH Hulu Sungai.

PT. Bhumi Rantau Energi melalui program CSR-nya sedang melakukan

pembangunan persemaian permanen di Desa Ambutun Kecamatan Padang Batung

Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang diharapkan dapat mendukung kegiatan

rehabilitasi hutan dan lahan dan dapat mendorong perusahaan yang lain untuk

melakukan CSR pada desa-desa lain yang berdekatan dengan lokasi tambang dan

menerima dampak secara langsung.

4) Pengembangan penelitian dan pengembangan

Kawasan KPH memiliki potensi keragaman hayati yang sangat beragam. Peneliti

yang datang biasanya datang dari kalangan akademisi, LSM dan lembaga penelitian

yang tertarik untuk melakukan kerjasama penelitian dalam kawasan KPH. Beberapa

peneliti yang melakukan penelitian adalah dosen dan mahasiswa dari Universitas

Lambung Mangkurat serta dari LSM. Peluang ini harus ditangkap oleh KPH dengan

menyediakan stasiun riset di dalam kawasan KPH yang dikelola secara profesional.

Pada Tahun 2019 KPH Hulu Sungai bekerjasama dengan Balai Penelitian dan

Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru melaksanakan

penelitian pengembangan budidaya madu kelulut untuk mengetahui

57

perkembangbiakan dan kebutuhan pakan serta peningkatan kualitas hasil panen

madu kelulut. Pada Tahun 2020 KPH Hulu Sungai merencanakan pembangunan

‘Breeding Center Madu Kelulut” untuk mengembangbiakkan koloni kelulut secara

buatan yang selanjutnya dikembangkan pada KTH binaan KPH Hulu Sungai

sehingga dapat menghindari penebangan pohon sarang kelulut di hutan alam.

5) Pendidikan dan pelatihan

Berbagai bentuk peningkatan kualitas bagi tenaga pengelola KPH seperti pelatihan

peningkatan keterampilan pengelolaan KPH dan peluang melanjutkan pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi melalui beasiswa dan sponsor serta berbagai bentuk

program edukasi telah diprogramkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan melalui Pusat dan Balai Diklat Kehutanan. Peningkatan kualitas sumber

daya manusia (SDM) akan berdampak pada kualitas pengelolaan, artinya untuk

mengatasi jumlah tenaga pengelola yang masih kurang dan belum sebanding dengan

konflik dan luas kawasan kelolanya, maka ditempuh dengan peningkatan

kualitasnya. Adanya program peningkatan kapasitas staff yang ditawarkan oleh

lembaga di luar KPH merupakan peluang-peluang yang harus dimanfaatkan.

6) Keberadaan izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan

Di KPH Hulu Sungai terdapat sebanyak 1 (satu) IUPHHK-HT, yakni PT. Dwima

Intiga, dengan areal yang berada di dalam wilayah KPH Hulu Sungai seluas ±

7.644,39 ha SK. Nomor 717/Menhut-II/2009 tanggal 19 Oktober 2009.

Selain itu terdapat juga izin penggunaan kawasan berupa IPPKH sebanyak 5 (lima)

Izin IPPKH, dengan total luas IPPKH mencapai 2.223,55 ha

4.1.2.2. Ancaman (Threat)

1) Kegiatan illegal logging, illegal mining dan perambahan lahan

Aktivitas pencurian kayu masih sering ditemukan di wilayah KPH Hulu Sungai.

Hasil kayu curian ini umumnya diangkut melalui jalan darat dan jalur sungai.

Kegiatan pencurian kayu di dalam kawasan KPH umumnya didanai oleh cukong.

Penambangan tanpa izin (illegal mining) dan/atau izin tambang tanpa melalui

prosedur yang sah dan/atau penambangan tradisional oleh masyarakat, dengan

58

komoditas batubara, emas maupun bahan galian C (pasir dan batu), telah lama

merambah wilayah KPH Hulu Sungai. Areal bekas galian batubara yang dikelola

tanpa izin banyak ditemui di wilayah KPH dan tidak dilakukan usaha reklamasi

maupun rehabilitasi, sehingga saat ini menjadi danau maupun merupakan lahan

kritis. Dengan meningkatnya harga komoditas batubara saat ini, dikuatirkan akan

terjadi penambangan tanpa izin akan terjadi kembali, apabila tidak dilakukan

pencegahan dan penegakan hukum bagi pelakunya.

Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk serta terjadinya imigrasi penduduk

yang berakibat pada peningkatan kebutuhan akan pangan ini tidak sebanding dengan

lahan garapan yang disediakan, sehingga kebutuhan pangan dicukupi dengan

membuka lahan baru oleh masyarakat. Hal ini merupakan salah satu ancaman

terhadap kelestarian kawasan KPH Hulu Sungai.

KPH Hulu Sungai terdapat beberapa wilayah hutan yang berbatasan langsung

dengan kebun/ladang milik masyarakat. Dari sisi tata batas kawasan tentu saja bisa

menimbulkan potensi konflik dengan masyarakat yang memiliki ladang didekat

kawasan KPH. Hadirnya KPH juga bertujuan untuk membuka isolasi daerah, namun

akses yang mudah setelah ada KPH juga sering menjadi pintu masuk untuk illegal

logging, perburuan liar dan aktivitas ilegal lainnya.

Penguasaan dan penyerobotan lahan oleh masyarakat demi kepentingan perusahaan

(perkebunan dan pertambangan) merupakan salah satu modus yang terjadi di KPH

Hulu Sungai. Kelompok masyarakat melakukan klaim lahan kepada unit manajemen

dan pemerintah dengan berbagai alasan, dan setelah dilakukan enclave, selanjutnya

lahan tersebut ditanami dengan komoditas perkebunan melalui pola inti plasma, atau

dijual kepada perusahaan tambang.

2) Perburuan satwa

Potensi satwa liar yang ada di dalam kawasan sering menjadi daya tarik pihak luar

untuk melakukan perburuan. Terdapat indikasi sekelompok orang yang dengan

sengaja berburu babi hutan, Rusa (Menjangan) untuk tujuan komersil. Disamping

mamalia seperti babi, terdapat kasus perburuan beberapa jenis burung yang biasa

diperdagangkan secara diam-diam di daerah sekitar KPH Hulu Sungai yaitu Kukang

59

dan burung. Burung-burung tersebut diambil dari hutan, burung yang diambil adalah

burung yang masih anakan lalu dibawa dan dipelihara.Informasi yang diperoleh dari

masyarakat di sekitar kawasan KPH, perburuan satwa seperti babi meningkat

menjelang perayaan natal. Kegiatan perburuan ini dilakukan secara hati-hati sekali

sehingga tidak diketahui oleh pihak yang berwenang, sementara untuk masyarakat

sekitar sendiri jarang melakukan kegiatan tersebut.

3) Kebakaran hutan dan lahan

Kebiasaan bagi masyarakat lokal yang hidup di sekitar kawasan dalam membuka

lahan untuk berladang adalah dengan cara membakar lahannya yang sebelumnya

telah ditebas dan dibiarkan beberapa waktu sampai tebasan itu kering oleh sinar

matahari sehingga mudah termakan api. Potensi kebakaran hutan yang timbul dari

kegiatan ini adalah sangat besar, karena api dapat pula menjalar sampai ke dalam

kawasan. Terjadi juga kebiasaan lain bagi masyarakat yang memelihara ternak, yakni

aktivitas membakar padang ilalang, dimana setelah dibakar akan tumbuh ilalang

muda yang bertujuan untuk mendapatkan pakan ternak. Tidak jarang akibat dari

aktivitas ini dapat menimbulkan kebakaran menjadi meluas dan terjadi sampai

berhari-hari. Dalam beberapa tahun terakhir, kebakaran hutan menjadi fenomena

tahunan di Indonesia.

4) Pencemaran lingkungan

Zaman yang semakin canggih dan modern dengan kecanggihan tekologi sedikit

banyaknya berdampak negative terhadap lingkungan. Dimana banyaknya

perusahaan tambang yang kini tumbuh dan berkembang di Kabupaten Hulu Sungai

Selatan ini menggunakan teknologi canggih yang dalam pengembangan tambang

sedikit banyaknya mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan sekitar. Hal ini

menjadi masalah yang selalu terjadi dan masih terus dilakukan pencegahan.

Keberadaan IUPHHK-HT PT. Dwima Intiga terus dipacu untuk melaksanakan

penanaman pohon guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan.

5) Rendahnya tingkat pendidikan dan taraf hidup masyarakat

60

Sarana pendidikan masyarakat lokal di sekitar KPH Hulu Sungai, umumnya hanya

ada pada tingkat Sekolah Dasar (SD) saja dan ini pun tidak terdapat di setiap desa.

Untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya masyarakat harus keluar dari

kampung/desa dan biasanya hanya terdapat di ibukota kecamatan. Hal ini cukup sulit

untuk dilaksanakan terkait dengan biaya pendidikan yang cukup tinggi bagi

masyarakat setempat. Rendahnya taraf pendidikan juga ikut menyumbang dan sangat

berpengaruh kepada pemahaman dan persepsi masyarakat terhadap KPH, disamping

kurangnya penyuluhan untuk masyarakat. Rendahnya tingkat pendidikan berkolerasi

kepada taraf hidup masyarakat sekitar kawasan, sehingga dapat berakibat pada

tingkat ketergantungan dan ancaman terhadap hutan menjadi tinggi serta menjadi

ancaman terhadap kelestarian dan upaya-upaya pelestarian KPH.

Keuangan dan penghasilan masyarakat sebagian besar didapat dari penjualan hasil

bumi seperti getah karet, kulit kayu manis, kemiri, jagung, padi ladang dan lain

sebagainya. Hasil dari penjualan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup,

biaya pendidikan dan kesehatan. Hasil bumi yang didapatkan dari ladang umumnya

tidak bisa menutupi kebutuhan hidup, masih jauh dari hidup layak. Masyarakat lokal

yang hidup dengan ukuran pendapatan per kapita rendahakan semakin tertekan jika

tidak tersedia lapangan kerja lain yang dapat menghasilkan uang di desa/kampung.

Situasi ini diperparah oleh harga-harga kebutuhan pokok ikut naik oleh karena

semakin tingginya biaya yang diperlukan untuk mendapatkan barang-barang

tersebut. Tekanan akan kebutuhan hidup bagi masyarakat di sekitar kawasan akan

menimbulkan ancaman terhadap kelestarian kawasan. Disamping tingginya tingkat

ketergantungan masyarakat lokal terhadap kawasan hutan.

4.2. Proyeksi Kondisi Wilayah

Berdasarkan hasil analisa terhadap kondisi riil yang ada di wilayah KPH Hulu

Sungai, maka proyeksi kegiatan KPH Hulu Sungaiselama 10 tahun ke depan adalah

sebagai berikut :

4.2.1. Kelembagaan dan Wilayah Administrasi

1. Kondisi Saat Ini

61

Secara administrasi wilayah, KPH Hulu Sungai berada di Kabupaten Hulu Sungai

Selatan dengan 11 kecamatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengan dengan 11 kecamatan

dan Kabupaten Tapin dengan 12 kecamatan. Kelembagaan KPH Hulu Sungai saat

ini adalah Unit Pelaksana Teknis pada Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan

berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 23 Tahun 2017.

2. Proyeksi Kedepan

Sehubungan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, maka KPH Hulu Sungai akan menjalankan kewenangan dan fungsi tugas

konkuren dari Pemerintah Provinsi. Selama 10 tahun kedepan seiring dengan proses

pembenahan seluruh instrumen lembaga pengelolaan, kelembagaan KPH Hulu

Sungai dapat ditingkatkan menjadi KPH yang mandiri, profesional sebagai unit

pengeloa kegiatan dan keuangan (BLUD). KPH dapat menentukan kebijakan

manajemen hutan berdasarkan karakteristik wilayah. Lembaga KPH mempunyai

akses mandiri dalam hal pendanaan, pemasaran dan kerjasama berdasarkan prinsip

pengelolaan kawasan.

4.2.2. Sumber Daya Manusia

1. Kondisi Saat Ini

Personil UPTD KPH Hulu Sungai saat ini masih terbatas, baik secara jumlah maupun

kualifikasinya. Jumlah pegawai di KKPH Hulu Sungai sebanyak 56 orang, yang

terdiri dari 1 orang Kepala KPH, 1 orang Kepala Sub Bagiann Tata Usaha, 1 orang

Kepala Seksi Pemanfaatan Hutan, 1 orang Kepala Seksi Perlindungan Hutan, 10

orang staf, 12 orang Penyuluh Kehutanan, 11 orang Polisi Kehutanan, dan 6 orang

Tenaga Bakti Rimbawan, 5 orang tenaga kontrak pengamanan hutan, 3 orang tenaga

kebersinan, 6 orang tenaga pengamanan .

2. Proyeksi Kedepan

Secara bertahap dan sesuai perkembangan organisasi KPH, kebutuhan SDM dan

personalia dapat dipenuhi untuk mengoptimalkan kinerja KPH sebagai unit

manajemen kawasan. Kedepan diharapkan adanya pemberdayaan masyarakat dalam

pengelolaan hutan guna membantu KPH dalam menjalankan tugas di tingkat tapak.

Selain itu peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dikembangkan dengan

62

peningkatan wawasan dan pelatihan tenaga teknis baik personil KPH maupun

masyarakat.

4.2.3. Pendanaan

1. Kondisi Saat Ini

Sumber pendanaan KPH Hulu Sungaiberasal dari Dinas Kehutanan Provinsi

Kalimantan Selatan (APBD), Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Barito dan

Hutan Lindung, Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Balai

Pengelolaan Hutan Produksi, Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan

Hidup dan Kehutanan dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (APBN).

2. Proyeksi Kedepan

Dalam 1 – 10 tahun ke depan, dengan kelembagaan dan struktur organisasi yang baik

serta didukung SDM yang memadai, diharapkan KPH Hulu Sungai tidak hanya

mengandalkan dana yang bersumber dari APBN dan APBD Provinsi Kalimantan

Selatan, tetapi juga dapat bersumber dari APBD Kabupaten Hulu Sungai Selatan,

APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, APBD Kabupaten Tapin, investor maupun

sumber dana lain yang tidak mengikat.

4.2.4. Batas – batas

1. Kondisi Saat Ini

Berdasarkan administrasi pemerintahan, wilayah KPH Hulu Sungai berbatasan

dengan :

1. Sebelah Utara : Kabupaten Balangan

2. Sebelah Selatan : Kabupaten Banjar

3. Sebelah Timur : Kabupaten Kotabaru

4. Sebelah Barat : Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Barito

Kuala.

Batas antar Kabupaten yang berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan,

Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten Tapin sebagian telah disepakati dan

ditetapkan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri. Begitu juga batas luar dan batas

fungsi pada kawasan hutan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu

63

Sungai Tengah dan Kabupaten Tapin sebagian telah dilakukan tata batas oleh Balai

Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah V.

2. Proyeksi Kedepan

Berpedoman pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.435/Menhut-II/2009,

Tanggal 23 Juli 2009 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.78/Menhut-

II/2010, Tanggal 10 Februari 2010, KPH Hulu Sungaidapat melakukan pemeliharaan

batas luar, batas fungsi dan batas antar wilayah KPH.

4.2.5. Hasil Hutan Kayu

1. Kondisi Saat Ini

Saat ini hasil hutan kayu dihasilkan oleh 1 pemegang izin pemanfaatan kawasan

hutan yaitu IUPHHK HT PT. Dwima Intiga.

2. Proyeksi Kedepan

KPH Hulu Sungai akan memberikan pembinaan dan melakukan evaluasi terhadap

pemegang izin IUPHHK-HT yang berada di dalam wilayah kerjanya untuk

melaksanakan kegiatan secara riil di lapangan.

4.2.6. Hasil Hutan Bukan Kayu

1. Kondisi Saat Ini

Berdasarkan hasil identifikasi oleh KPH, terdapat beberapa potensi hasil hutan bukan

kayu yang telah diusahakan oleh masyarakat di dalam dan di sekitar wilayah wilayah

KPH Hulu Sungai, meliputi madu kelulut di Desa Layuh Kecamatan Batu Benawa

Kabupaten Hulu Sungai Tengah, madu hutan di Desa Lumpangi Kecamatan Loksado

Kabupaten Hulu Sungai Selatan, kerajinan bambu di Desa Haratai, Lok lahung,

Lumpangi. Produksi tusuk sate di Desa Lumpangi Kecamatan Loksado Kabupaten

Hulu Sungai Selatan dan Desa Batu Bini Kecamatan Padang Batung Kabupaten Hulu

Sungai Selatan

2. Proyeksi Kedepan

Berbekal data hasil identifikasi yang telah dilaksanakan, maka wilayah KPH Hulu

Sungai berupaya untuk melakukan pembinaan kepada pelaku usaha agar produknya

semakin memiliki nilai tambah dan berupaya membangun jejaring pemasaran

64

dengan investor lokal untuk memasarkan produk tersebut. Tentunya untuk mencapai

hal ini wilayah KPH Hulu Sungai akan bekerjasama dengan stakeholder terkait.

4.2.7. Flora dan FaunaLangka

1. Kondisi Saat Ini

Wilayah KPH Hulu Sungaidihuni oleh berbagai jenis flora dan fauna. Flora yang

dijumpai adalah kantong semar, tanaman anggrek, dan tanaman obat-obatan.

Sementara fauna yang dijumpai adalah kijang, rusa, pelanduk, tupai, berang-berang,

landak, babi hutan, ular, biawak, labi-labi, kodok, kadal, monyet ekor panjang,

bekantan, owa-owa, burung enggang, burung elang, ayam hutan, burung punai,

burung bubut alang-alang, burung cucak hijau. Bahkan sebagian diantaranya

merupakan jenis yang dilindungi/langka, seperti beruang madu, orang utan dan

trenggiling.

2. Proyeksi Kedepan

❖ Dalam 5 (lima) tahun ke depan, diharapkan KPH Hulu Sungaitelah memiliki data

tentang flora dan fauna langka dan atau dilindungi serta terdokumentasi dengan

baik. Data tersebut meliputi spesies, populasi, penyebaran, kondisi umum

habitat, dan karakteristik spesies.

❖ Dalam 5 (lima) tahun ke depan, diharapkan KPH Hulu Sungai telah memiliki

data tentang High Conservation Value Forest (HCVF), baik sebagai pelindung

tata air maupun sebagai pelindung keanekaragaman hayati sehingga dapat

melakukan pengelolaan satwa tersebut.

4.2.8. Potensi Jasa Lingkungan

1. Kondisi Saat Ini

Potensi jasa lingkungan yang terdapat di wilayah KPH Hulu Sungai adalah Gugusan

Gunung Kapur/Karst Pegunungan Meratus, Goa Ranuan Desa Haratai, air terjun

Haratai, Air terjun Rampah Menjangan, air terjun Tumaung Desa Datar Ajab, Air

terjun Paniti Ranggang Desa Hinas Kiri, air terjun desa Haruyan Dayak, Susur sungai

Desa Ulang, Arung jeram Desa Nateh, bambu rafting Loksado.

65

2. Proyeksi Kedepan

KPH Hulu Sungai akan melakukan identifikasi kembali berbagai potensi jasa

lingkungan dan wisata alam yang belum terekspose. Selanjutnya secara bertahap dan

mengedepankan skala prioritas, terhadap potensi jasa lingkungan yang telah ada

dikembangkan dan dipromosikan bersama stakeholder terkait.

4.2.9. Kondisi Ekonomi

1. Kondisi Saat Ini

Secara umum mata pencaharian masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar

wilayah KPH Hulu Sungai adalah bertani, berkebun, beternak, pekerja (sektor

pertambangan, perkebunan, industri), wiraswasta, dll.

2. Proyeksi Kedepan

Diharapkan muncul perekonomian baru yang berasal dari pengolahan atau

pengembangan sumberdaya hutan (hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu)

beserta turunannya atau sebagai pengembangan dari perekonomian rakyat yang

sudah ada.

4.2.10. Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan

1. Kondisi Saat Ini

Saat ini di dalam wilayah kerja KPH Hulu Sungai terdapat beberapa perusahaan

pemegang izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. Adapun perusahaan

pemegang izin pemanfaatan kawasan hutan yang berada di dalam wilayah kerja

KKPH Hulu Sungai yaitu IUPHHK HTI PT. Dwima Intiga.

Sementara perusahaan pemegang izin penggunaan kawasan hutan yang berada di

dalam wilayah kerja KPH Hulu Sungai yaitu PT. Antang Gunung Meratus, PT.

Bhumi Rantau Energi, PT. Binuang Mitra Bersama, PT. Energi Batubara Lestari dan

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.

2. Proyeksi Kedepan

66

Diharapkan dengan keberadaan perusahaan pemegang izin pemanfaatan dan

penggunaan kawasan hutan, KPH Hulu Sungai akan :

❖ Melakukan monitoring, evaluasi dan pembinaan kepada pemegang izin secara

terjadwal, sehingga perusahaan dapat menjalankan kewajibannya yang telah

ditentukan dan tidak melakukan penyimpangan

❖ Melakukan koordinasi dengan pemegang izin atas potensi jasa lingkungan dan

wisata alam yang berada di dalam areal kerjanya untuk dikembangkan lebih

lanjut

❖ Membangun kemitraan antara pemegang izin dengan masyarakat pelaku usaha

pemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu, utamanya dalam

pemasaran hasil

Pemetaan terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dapat dilihat seperti

pada gambar berikut.

Gambar IV-1. Analisis SWOT pada KPH Hulu Sungai

4.1.3. Strategi

KEKUATAN (S)

• Kelembagaan KPH sudah tersedia

• Potensi hasil hutan kayu

• Potensi hasil hutan bukan kayu

• Potensi jasa lingkungan

• Nilai konservasi lanskap yang tinggi

KELEMAHAN (W)

• SDM belum optimal

• Data potensi kawasan belum lengkap

• Batas kawasan KPHP belum mantap

• Sarana dan prasarana belum memadai

• Aksesibilitas rendah

PELUANG (O)

• Partisipasi masyarakat tinggi

• Dukungan pemerintah

• Dukungan para pihak / pihak ketiga

• Berkembangnya penelitian dan

pengembangan

• Pendidikan dan pelatihan dari

pemerintah/korporat

• Keberadaan izin pemanfaatan dan

penggunaan

ANCAMAN (T)

• Illegal logging, illegal mining dan

Perambahan lahan

• Perburuan satwa

• Kebakaran hutan dan lahan

• Pencemaran lingkungan

• Potensi konflik tinggi

• Pendidikan masyarakat rendah

Pendukung Penghambat

Inte

rnal

Eks

tern

al

67

Untuk menyusun perencanaan strategis masa depan, dilakukan kombinasi diantara

dua faktor sehingga menghasilkan strategi yang akan dilaksanakan KPH Hulu

Sungai selama periode 2020 - 2029 sebagai berikut:

1. Penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas KPH

2. Pemantapan kawasan KPH

3. Peningkatan kerja sama, kemitraan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka

pemanfaatan hutan

4. Pemantapan perlindungan dan pengamanan serta pengendalian kebakaran hutan

5. Peningkatan reboisasi dan restorasi sumber daya hutan

Strategi dibuat berdasarkan kondisi saat ini, dalam hal ini digunakan kondisi

sebagaimana pada analisis SWOT seperti disajikan pada gambar berikut.

68

Gambar IV-2. Pengembangan strategi berdasarkan analisis SWOT

KEKUATAN (S)

• Kelembagaan KPH sudah tersedia

• Potensi hasil hutan kayu

• Potensi Jasa Lingkungan

• Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu

• Nilai konservasi lanskap yang tinggi

KELEMAHAN (W)

• SDM belum optimal

• Data potensi kawasan belum lengkap

• Batas Kawasan KPHP belum mantap

• Sarana dan prasarana belum memadai

• Aksesibilitas rendah

• Pendanaan belum optimal

PELUANG (O)

• Partisipasi masyarakat tinggi

• Dukungan pemerintah

• Peluang bentuk-bentuk kerja sama

dengan pihak ketiga

• Berkembangnya penelitian dan

pengembangan

• Pendidikan dan pelatihan dari

pemerintah/korporat

• Keberadaan izin pemanfaatan dan

penggunaan

Strategi S-O

• Kemitraan dengan masyarakat

• Pemanfaatan WT (kawasan, jasling, kayu,

HHBK)

• Pembinaan izin pemanfaatan dan

penggunaan kawasan hutan

• Pembinaan rehabilitasi di areal berizin

FAKTOR

INTERNAL

FAKTOR

EKSTERNAL

Strategi W-O

• Inventarisasi potensi

• Pemantauan izin pemanfaatan dan

penggunaan kawasan hutan

• Koordinasi dan sinergi dengan

stakeholder

• Penyediaan dan Peningkatan SDM

• Penyediaan pendanaan dengan ABPN,

APBDP, grant, atau CSR

• Pengembangan investasi

• Pengembangan database promosi

ANCAMAN (T)

• Illegal logging dan illegal mining

• Perambahan lahan hutan

• Perburuan satwa

• Kebakaran hutan dan lahan

• Pencemaran lingkungan

• Potensi konflik tinggi

• Pendidikan masyarakat rendah

Strategi S-W

• Pemantapan batas dan penataan wilayah

kerja

• Perhutanan Sosial (HR, HD, HKm)

• Rehabilitasi di luar izin

• Rasionalisasi wilayah kelola

• Review rencana pengelolaan

Strategi S-T

• Delineasi areal perlindungan setempat

• Perlindungan dan pengawetan flora dan

fauna

• Konservasi HCVF

• Pengamanan hutan

• Pengendalian kebakaran hutan dan lahan

69

BAB V RENCANA KEGIATAN

5.1. Inventarisasi berkala wilayah dan penataan hutan

5.1.1. Inventarisasi Berkala

Inventarisasi merupakan kegiatan penjelajahan setiap bagian dari kawasan KPH untuk

memperoleh informasi status dan keadaan dari fisik lapangan, jenis flora dan fauna, tipe

komunitas atau ekosistem, kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat di dalam dan di

sekitar kawasan KPH Hulu Sungai, disertai dengan identifikasi dan koleksi atas specimen

unsur-unsur penyusun sumber daya alam hayati dan ekosistem. Output yang diharapkan

dari kegiatan inventarisasi berkala adalah diperolehnya data dan informasi mengenai

potensi hasil hutan (kayu, HHBK, jasling) serta seluruh kondisi dari sumber daya hutan

yang dapat mempengaruhi pengelolaannya.

Kegiatan inventarisasi berkala dilaksanakan pada lokasi-lokasi berikut:

1. Wilayah kerja pemegang izin IUPHHK-HA/HT

Sedangkan pada wilayah yang dibebani izin dilakukan oleh pemegang izin sesuai

dengan ketentuan. Pemanfaatan data dan informasi potensi pada wilayah izin dilakukan

oleh KPH dengan memanfaatkan hasil inventarisasi hutan yang telah dilakukan oleh

pemegang izin (IHMB dan ITSP/ITT).

2. Wilayah tertentu

Inventarisasi potensi pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui sediaan tegakan,

potensi HHBK dan jasa lingkungan di lapangan. Pelaksanaan inventarisasi oleh KPH

dilakukan pada wilayah tertentu melalui pengambilan data pada plot sampling dengan

intensitas 0,1%, yang tersebar secara proposional sesuai fungsi hutan dan/atau

penutupan lahan, sesuai dengan metode ilmiah yang sudah umum digunakan. Dengan

metode tersebut, maka jumlah plot sampling sebanyak 25 plot dengan luas satu hektar

70

untuk masing-masing plot, yang terdiri dari HL sebanyak 2 plot, HPT sebanyak 2 plot,

dan HP sebanyak 21 plot.

3. Open access

Kegiatan inventarisasi berkala pada areal open access dilaksanakan menggunakan

metode yang sama dengan kegiatan inventarisasi berkala di WT.

Rencana pelaksanaan inventarisasi berkala di KPH Hulu Sungai dilakukan secara bertahap

selama 3 (tiga) tahun pertama sesuai dengan ketersediaan personil dan anggaran. Rencana

pelaksanaan inventarisasi selama tiga tahun secara rinci sebagaimana tercantum pada tabel-

tabel berikut.

Tabel V-1. Jadwal Rencana Inventarisasi Berkala KPH Hulu Sungai

Kegiatan Tahun

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pengumpulan data IHMB/ Survey

dari Unit Manajemen (Pemegang

Izin)

Inventarisasi berkala (RPH Batang

Alai)

Inventarisasi berkala (RPH Amandit)

Tabel V-2. Rincian Rencana Inventarisasi Berkala KPH Hulu Sungai

Thn ke- Kegiatan RPH Volume Keterangan

I Pengumpulan data IHMB/ Survey

dari Unit Manajemen (Pemegang

Izin)

RPH Amandit 5 Blok PT. Dwima Intiga

II Inventarisasi berkala RPH Batang Alai 4 Blok 300 petak, HL dan HP

III Inventarisasi berkala RPH Amandit 5 Blok 291 petak, HL dan HP

IV – X - - - -

Jumlah 7 Blok

5.1.2. Tata Batas Wilayah dan Fungsi

Tata batas wilayah KPH dan fungsi hutan merupakan salah satu kegiatan prioritas yang

harus dilaksanakan dalam rangka memperoleh kepastian wilayah pengelolaan. Kegiatan

tata batas wilayah dan fungsi hutan merupakan kewenangan BPKH Wilayah V Banjarbaru.

Dengan demikian, KPH bersama Dinas Kehutanan Provinsi akan melakukan koordinasi

terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan di lapangan. Pelaksanaan tata batas wilayah

dan fungsi hutan, diharapkan dapat terealisasi dalam waktu 5 (lima) tahun.

71

Adapun rencana pelaksanaan tata batas wilayah dan fungsi hutan dalam 5 tahun meliputi

koordinasi perencanaan dan penyusunan trayek batas, pelaksanaan tata batas wilayah

sepanjang + 30 km, dan pelaksanaan tata batas fungsi hutan, yang dilakukan secara

bertahap. Tahun III untuk batas fungsi Hutan Lindung, dan tahun selanjutnya untuk tata

batas fungsi Hutan Produksi (HPT dan HP). Tahun selanjutnya adalah pelaksanaan

monitoring dan pemeliharaan batas yang dilakukan oleh Kepala RPH Rencana secara rinci

sebagaimana pada tabel-tabel berikut

Tabel V-3. Jadwal Rencana Tata Batas Wilayah dan Fungsi Hutan KPH Hulu Sungai

Kegiatan Tahun

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Koordinasi perencanaan dan

penyusunan trayek tata batas

wilayah (1 keg)

Pelaksanaan tata batas wilayah (50

km) di RPH Batang Alai

Pelaksanaan tata batas wilayah (50

km) di RPH Amandit

Pelaksanaan tata batas fungsi HL

Pelaksanaan tata batas fungsi HP

Monitoring dan pemeliharaan batas

Tabel V-4. Rincian Rencana Tata Batas Wilayah dan Fungsi Hutan KPH Hulu Sungai

Tahun ke- Kegiatan Volume Lokasi Keterangan

I Koordinasi perencanaan dan

penyusunan trayek tata batas

wilayah

1 keg -

II Pelaksanaan tata batas wilayah 50 km RPH Batang Alai

Penyusunan trayek batas fungsi 1 keg -

III Pelaksanaan tata batas wilayah 50 km RPH Amandit

Pelaksanaan tata batas fungsi HL 1 keg RPH Batang Alai,

RPH Amandit

Panjang batas

fungsi belum

diketahui IV Pelaksanaan tata batas fungsi HPT 1 keg

V Pelaksanaan tata batas fungsi HP 1 keg

VI-X Monitoring dan pemeliharaan batas 1 keg Setiap tahun

5.1.3. Penataan Wilayah/Areal Kerja

Penataan wilayah/areal kerja KPH meliputi pembagian RPH serta blok dan petak kerja.

Penataan wilayah dilakukan melalui analisa spasial, dan selanjutnya dilakukan penataan

batas RPH dan batas blok/petak kerja di lapangan menyesuaikan dengan kegiatan pada

petak/blok yang bersangkutan. Penataan wilayah di lapangan dilakukan secara bertahap

setelah tata batas wilayah selesai dilaksanakan, dan/atau pada saat pelaksanaan kegiatan

72

lainnya (pembuatan areal agroforestry, patroli keamanan, dll), dan/atau dilakukan secara

swadaya oleh tenaga Bakti Rimbawan.

Penataan batas untuk wilayah RPH, diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu 3 (tiga)

tahun, yang dilaksanakan oleh masing-masing Kepala RPH beserta jajarannya (Polhut,

Penyuluh), bersama-sama dengan tenaga Bakti Rimbawan, setelah berkoordinasi dengan

Kepala KPH dan Kepala Seksi Pemanfaatan. Penataan batas wilayah berupa blok/petak

tebangan diharapkan dapat selesai dalam waktu 6 - 8 tahun, disesuaikan dengan

ketersediaan anggaran dan personil. Adapun rencana penataan wilayah secara rinci dapat

terlihat pada tabel-tabel berikut.

Tabel V-5. Jadwal Rencana Penataan RPH, Blok/Petak KPH Hulu Sungai

Kegiatan Tahun

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Penataan batas RPH

Penataan batas blok/petak

Tabel V-6. Rincian Rencana Penataan RPH, Blok/Petak KPH Hulu Sungai

Tahun

ke- Kegiatan Volume Pelaksana Ket

I

Penataan batas RPH 1 keg Kepala RPH, Bakti

Rimbawan

RPH Batang Alai,

RPH Amandit

Penataan batas blok/petak 1 keg Kepala RPH, Bakti

Rimbawan

RPH Batang Alai,

RPH Amandit

II

Penataan batas RPH 1 keg Kepala RPH, Bakti

Rimbawan

RPH Batang Alai,

RPH Amandit

Penataan batas blok/petak 1 keg Kepala RPH, Bakti

Rimbawan

RPH Batang Alai,

RPH Amandit

III

Penataan batas RPH 1 keg Kepala RPH, Bakti

Rimbawan

RPH Batang Alai,

RPH Amandit

Penataan batas blok/petak 1 keg Kepala RPH, Bakti

Rimbawan

RPH Batang Alai,

RPH Amandit

IV Penataan batas blok/petak 1 keg Kepala RPH, Bakti

Rimbawan

RPH Batang Alai,

RPH Amandit

V Penataan batas blok/petak 1 keg Kepala RPH, Bakti

Rimbawan

RPH Batang Alai,

RPH Amandit

VI Penataan batas blok/petak 1 keg Kepala RPH, Bakti

Rimbawan

RPH Batang Alai,

RPH Amandit

Penataan batas RPH dan batas blok/petak dilakukan dengan cara tracking menggunakan

GPS, dan dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan lainnya, misalnya pada saat patroli

keamanan atau patroli kebakaran hutan. Sehingga anggaran secara khusus untuk penataan

RPH dan penataan batas blok/petak dapat diminimalisir. Selain dengan cara tersebut,

73

penandaan batas petak/blok dapat dilakukan secara imaginer di atas peta yang digunakan

oleh pengelola KPH yang selanjutnya pada saat pelaksanaan kegiatan seperti penanaman

pada petak yang bersangkutan, maka batas petak dapat ditegaskan di lapangan.

5.2. Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu

5.2.1. Pemanfaatan Kawasan

Rencana pemanfaatan kawasan di wilayah tertentu di KPH Hulu Sungai meliputi budidaya

tanaman rotan, budidaya bambu, budidaya tanaman kayu manis, budidaya jengkol,

budidaya kemiri, budidaya lebah madu, budidaya tanaman obat-obatan, dan budidaya

tanaman paliwija atau rempah-rempah. Pemanfaatan kawasan ini dilaksanakan sekaligus

sebagai pemberdayaan masyarakat dan rehabilitasi lahan kritis di wilayah KPH.

Wilayah pegunungan meratus KPH Hulu Sungai didominasi oleh suku Dayak Meratus

yang telah sekian lama membudidayakan tanaman rotan dan tanaman kayu manis secara

tradisional di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Budidaya kayu

manis dan budidaya rotan oleh masyarakat belum dilakukan secara intensif, dan

pemanenan/produksi kulit kayu manis dilakukan dengan cara menebang. Sebagai salah satu

bentuk pemberdayaan masyarakat, KPH Hulu Sungai akan memfasilitasi bantuan bibit

rotan dan kayu manis dan penyuluhan budidaya dan produksi secara intensif kepada

masyarakat secara bertahap.

Masyarakat di RPH Batang Alai dan RPH Amandit, yang selama ini telah menggunakan

lahan di dalam wilayah KPH Hulu Sungai sebagai lahan pertanian/perkebunan.

Berdasarkan data yang ada, desa-desa ini termasuk lokasi rawan konflik, dan pernah terjadi

klaim lahan oleh masyarakat kepada pemegang izin. Kegiatan budidaya tanaman obat ini

akan diawali dengan sosialisasi dan penyuluhan terlebih dahulu, sehingga masyarakat sadar

dan mau menjalin kerjasama dengan KPH, sehingga dengan sukarela masyarakat mau

menyetor PNBP yang berasal dari produksi tersebut apabila sudah diproduksi secara besar

dan terkelola dengan baik, baik teknis budidaya sampai ke pemasaran. Dengan

meningkatnya produktifitas lahan garapan, diharapkan masyarakat tidak mencari lahan

garapan baru di tempat lain.

74

Pengambilan madu hutan telah lama dilakukan oleh masyarakat di wilayah KPH Hulu

Sungai. Namun saat ini, keberadaan lebah madu yang semakin sulit ditemui. Untuk

meningkatkan produksi madu, maka KPH Hulu Sungai akan memfasilitasi stup lebah dan

bantuan bibit tanaman pakan lebah. Sesuai dengan arahan Kepala Dinas Provinsi, jenis

lebah yang akan dikembangkan adalah kelulut, yang diharapkan akan menjadi produk khas

dan unggulan KPH Kalsel.

Pemanfaatan tanaman bambu sudah dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan dalam

wilayah KPH Hulu Sungai sejak lama secara swadaya. Salah satu produk andalan

pemanfaatan bambu oleh masyarakat yang dilakukan adalah reng bambu (bambu yang

dibelah dengan ukuran lebar 2-3 centimeter dan Panjang 200-400 centimeter) yang

peruntukannya sebagai dinding atau lantai kandang ternak unggas, pemasarannya sudah

sampai luar provinsi. Selain diolah reng, masyarakat juga memanfaatkan potensi bambu

yang ada untuk dibuat kerajinan tangan seperti anyaman tas, bakul, gintingan, dll.

Mengingat hal tersebut KPH Hulu Sungai berinisiatif untuk merangkul masyarakat dalam

hal pemanfaatatan bambu yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat

dan mempertahankan populasi bambu yang ada dalam wilayah KPH Hulu Sungai. Dengan

ide memproduksi tusuk sate atau tusuk gigi yang berbahan baku bambu dan dengan

pengelolaan serta kelembagaan yang baik dan terstruktur maka KPH Hulu Sungai telah

melakukan pembinaan masyarakat yang dibentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) Mana

Makmur Desa Lumpangi dan KTH Lestari Paringan Desa Batu Bini sebagai

kelembagaanya. KPH Hulu Sungai juga telah mengusahakan pengadaan alat atau mesin

pembuat tusuk sate dan terlah mendapat bantuan pada tahun 2017 dan 2019 dari BPDAS-

HL Barito.

Fasilitasi kegiatan oleh KPH dilaksanakan pada 3 (tiga) tahun pertama, dan pada tahun

selanjutnya (tahun ke-4 s/d ke-10) KPH Hulu Sungai melakukan pembinaan kepada

masyarakat desa sasaran.

Jadwal dan rincian rencana pemanfaatan kawasan di wilayah tertentu KPH Hulu Sungai

disajikan pada tabel-tabel berikut.

75

Tabel V-7. Jadwal Rencana Pemanfaatan Kawasan di Wilayah Tertentu KPH Hulu Sungai

Kegiatan Tahun

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Budidaya Tanaman Rotan

Budidaya Kayu Manis

Budidaya Tanaman Bambu

Budidaya Tanaman Obat

Budidaya Madu Kelulut

Budidaya Jengkol-petai

Budidaya Sengon

Pembinaan

Hasil budidaya tanaman rotan sebagaimana yang direncanakan, berdasarkan kebutuhan

pasar sejak tahun 1970 an sampai sekarang sangat menjanjikan dan kebutuhan dan

permintaan pasar lokal maupun dunia masih sangat kurang, sehingga prospek

pengembangan rotan ini dapat menjanjikan pasar, rotan yang dibudidayakan akan dipanen

setelah berumur waktu 4 (empat) tahun yag selanjutnya tinggal pemeliharaan dan

pemupukan sehingga setiap tahun dapat dihasilkan, dengan asumsi hasil per hektar adalah

10 ton dengan harga perkilo gramnya Rp.3.000,- sehingga dapat dihasilkan kurang lebih

Rp.30.000.000,-, dan apabila kedepan akan ditingkatkan menjadi produk olahan seperti

anyaman, lampit, kursi meja dan sebagainya sehingga nilai yang dihasilkan akan lebih

menjanjikan.

Sedangkan prospek kayu manis baik sebagai bahan bumbu dapur dapat berguna juga

sebagai bahan kosmetik atau bahan campuran produk makanan kemasan sehingga

permintaan pasar akan kayu manis akan tetap ada dan menjanjikan dengan asumsi bahwa

setelah masa panen akan dihasilkan kayu manis ± 0,5-2 ton/ha dengan estimasi nilai yang

akan di dapat kurang lebih 25 juta rupiah.

Tabel V-8. Rincian Rencana Pemanfaatan Kawasan di Wilayah Tertentu KPH Hulu Sungai

Tahun

ke- Kegiatan Volume Sasaran RPH

I

Budidaya Madu Kelulut 1 keg

(5 ha) Desa Ambutun Amandit

Budidaya Kayu Manis 1 keg

(50 ha) Desa Haratai Amandit

Budidaya Bambu 1 Keg

(25 ha) Desa Batu Bini Amandit

Budidaya Tanaman Obat 1 keg

(25 ha) Desa Haratai Amandit

Budidaya Sengon

1 keg

(50 ha) Desa Haruyan Dayak Batang Alai

76

Tahun

ke- Kegiatan Volume Sasaran RPH

Budidaya Tanaman Jengkol

1 Keg

(50 ha) Desa Hamak Timur Amandit

II

Budidaya Madu Kelulut 1 keg

(5 ha) Desa Layuh Batang Alai

Budidaya Kayu Manis 1 keg

(50 ha) Desa Batu Bini Amandit

Budidaya Aren 1 keg

(25 ha) Desa Batu Bini Amandit

Budidaya Tanaman Sengon 1 keg

(25 ha) Desa Patikalain Batang Alai

III

Budidaya Rotan 1 keg

(50 ha) Desa Hinas Kiri Batang Alai

Budidaya Kayu Manis 1 keg

(50 ha) Desa Hinas Kanan Batang Alai

Budidaya Tanaman Gaharu 1 keg

(50 ha) Desa Ulang Amandit

Budidaya Sengon 1 keg

(25 ha) Desa Kindingan Batang Alai

Budidaya Tanaman Obat 1 keg

(25 ha) Desa Kindingan Batang Alai

IV

Budidaya Tanaman Rotan 1 keg

(25 ha) Desa Tandilang Batang Alai

Budidaya Kayu Manis 1 keg

(50 ha) Desa Kedayang Amandit

Budidaya Tanaman Sengon 1 keg

(25 ha) Desa Lumpangi Amandit

Budidaya Jengkol-petai 1 keg

(50 ha) Desa Amandit

Budidaya Bambu 1 keg

(25 ha) Desa Lumpangi Amandit

V

Budidaya Rotan 1 keg

(25 ha) Desa Hinas Kanan Batang Alai

Budidaya Kayu Manis 1 keg

(25 ha) Desa Datar Ajab Batang Alai

Budidaya Tanaman Sengon 1 keg

(25 ha) Desa Hulu Banyu Amandit

Budidaya Sengon 1 keg

(25 ha) Desa Panggungan Amandit

Budidaya Bambu

1 keg

(25 ha) Desa Malinau Amandit

VI

Budidaya Tanaman Rotan 1 keg

(25 ha) Desa Kedayang Amandit

Budidaya Kayu Manis 1 keg

(50 ha) Desa Amandit

Budidaya Tanaman Gaharu 1 keg

(50 ha) Desa

Batang Alai

Amandit

Budidaya Sengon 1 keg

(25 ha) Desa

Batang Alai

Amandit

IV - X

Budidaya Rotan

(Pembinaan) 1 keg Desa

Batang Alai

Amandit

Budidaya Kayu Manis

(Pembinaan) 1 keg Desa

Batang Alai

Amandit

Budidaya Tanaman Sengon

(Pembinaan) 1 keg Desa

Batang Alai

Amandit

Budidaya Gaharu 1 Keg Desa Layuh Batang Alai

Amandit

77

Tahun

ke- Kegiatan Volume Sasaran RPH

Budidaya Tanaman

Obat(pembinaan) 1 keg

Desa Layuh, Desa

Ulang

Batang Alai

Amandit

5.2.2. Pemanfaatan Jasa Lingkungan

Kegiatan pemanfaatan sumberdaya air di dalam kawasan KPH Hulu Sungai yang berasal

dari pegunungan Meratus diarahkan pada :

1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah KPH Hulu Sungai;

2. Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung pelayanan air bersih bagi

Masyarakat dan pendayagunaan jasa lingkungan;

3. Pengembangan ekonomi kerakyatan dengan melihat potensi pasar pengembangan

jasa lingkungan air baku;

4. Pengembangan pemanfaatan air dalam kemasan;

5. Pengembangan kerja sama dengan masyarakat luas dalam upaya pemanfaatan

potensi jasa lingkungan, yang diarahkan pada upaya peningkatan penyediaan

lapangan kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat sekitar kawasan.

Kegiatan pemanfaatan potensi hamparan atau gugusan Karst yang eksotik dalam wilayah

KPH Hulu Sungai, yang umumnya masuk dalam kawasan hutan produksi rencananya akan

diarahkan pada :

1. Pengembangan potensi Karst untuk menarik wisatawan baik lokal maupun

mancanegara.

2. Pengembangan kegiatan pendidikan dan penelitian berupa sejarah bentukan

gugusan dari jaman ke jaman serta bentukan stalaktit dan staklakmit.

3. Sebagai wilayah perlindungan untuk pengaturan tata air

4. Objek Wisata Olah Raga Panjat Tebing

Letak geografis, luas dan karakteristik bio-fisik wilayah yang terletak di dalam KPH Hulu

Sungai merupakan keunggulan komparatif (comparative advantage) tersendiri dalam hal

potensi jasa lingkungan baik berupa pemanfaatan air maupun pemanfaatan gugusan Kars

78

yang melintang dan eksotik, sehingga apabila jasa lingkungan ini dikelola secara baik akan

memberikan nilai ekonomi kuantitatif maupun manfaat atau kepuasan kepada konsumen

jasa lingkungan. Dalam pengembangan jasa lingkungan pemanfaatan di kawasan KPH

Hulu Sungai, diperlukan strategi, regulasi dan langkah-langkah seperti:

1. Eksplorasi, inventarisasi dan identifikasi potensi sumber air lain yang bisa

dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik yang ada di dalam dan sekitar kawasan

KPH Hulu Sungai ;

2. Eksplorasi, inventarisasi dan identifikasi potensi gugusan gunung kapur/Kars;

3. Analisis sosial ekonomi dan budaya masyarakat;

4. Pemetaan dan analisis kelayakan dari pemanfaatan potensi jasa lingkungan air untuk

kebutuhan sehari-hari;

5. Pemetaan dan analisis kecenderungan pasar, termasuk identifikasi kelompok

sasaran atau pihak-pihak yang merupakan penerima manfaat dan keuntungan

komersial dari potensi jasa lingkungan sumber daya air dan energi listrik (mikro

hydro);

6. Analisis kebijakan dalam penyelenggaraan pemanfaatan jasa lingkungan sumber

daya air untuk energi listrik dan air baku;

7. Konsep atau model kerja sama pemanfaatan jasa lingkungan sumber daya air dan

gugusan kars yang akan dikembangkan;

8. Sistem mekanisme pelibatan dan partisipatif dari para pihak dalam penyelenggaraan

jasa lingkungan sumber daya air;

9. Mekanisme pelibatan stakeholders dalam penyelenggaraan jasa lingkungan,

termasuk desain kerangka kelembagaan kolaboratif dalam pengelolaan jasa

lingkungan;

10. Mekanisme pembagian manfaat dan keuntungan antara KPH Hulu Sungai dengan

para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan jasa lingkungan di dalam kawasan

KPH Hulu Sungai .

Adapun para pihak yang terlibat dalam kerjasama ini antara lain: KSDAE, Pemerintah

Provinsi, Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Koperasi, Dinas

Pariwisata dan Kebudaayan, Badan Penanaman Modal, Badan Lingkungan Hidup, Camat,

79

Kepala Desa, Kelompok Masyarakat Lainnya, Lembaga Swadaya Masyarakat dan

Lembaga Penelitian dan Pendidikan.

Peningkatan investasi pengusahaan jasa lingkungan di KPH Hulu Sungai ditujukan untuk

mengoptimalkan fungsi pemanfaatan sumber daya alam di kawasan KPH, menjamin

keberlanjutan upaya pelestarian ekosistem di dalam kawasan KPH Hulu Sungai melalui

mekanisme sharing benefit antara KPH Hulu Sungai dengan stakeholders. Disamping itu,

meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui penciptaan lapangan kerja dan

peluang usaha bagi masyarakat, menciptakan sumber pendanaan alternatif bagi KPH Hulu

Sungai, dengan harapan dana yang terhimpun dapat digunakan untuk membiayai

operasional pengelolaanKPH Hulu Sungai. Salah satu faktor yang menjadi daya tarik

investor adalah adanya kejelasan regulasi dari pihak pengelola KPH Hulu Sungaiyang

dapat menjamin keberlanjutan dan kenyamanan berusaha dari para investor. Persyaratan

administratif dan legal harus dipenuhi investor yang hendak terlibat dalam pengusahaan

pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan KPH.

Dalam pemanfaatan jasa lingkungan, KPH Hulu Sungai perlu mendorong terbitnya

program yang mengikut sertakan Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten

Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten Tapin di bidang jasa lingkungan, yang berorientasi

pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal dan pemanfaatan Sumber Daya Alam di

KPH Hulu Sungai secara lestari.

Pihak penerima jasa lingkungan atau pengguna jasa lingkungan harus mendapatkan

layanan yang optimal agar pemanfaatan jasa lingkungan dapat berkembang secara optimal,

hal tersebut dapat dicapai melalui upaya-upaya kemudahan untuk mendapatkan informasi

mengenai produk jasa lingkungan yang disediakan oleh KPH Hulu Sungai, kejelasan

Informasi dan promosi mengenai produk jasa lingkungan yang dikemas secara menarik,

apik, lengkap dan mudah dimengerti. Transparansi regulasi dan perangkat pelaksanaan

penyelenggaraan pemanfaatan jasa lingkungan serta bentuk layanan yang disediakan KPH

Hulu Sungai bagi pengusaha jasa lingkungan dengan dukungan ketersediaan sarana,

prasarana dan fasilitas pendukung lainnya.

80

KPH Hulu Sungai pada Tahun 2019 sedang menyusun Detai Enggineering Desain (DED)

yaitu pada Desa Wisata Haratai dan Desa Wisata Loklahung (Malaris) guna memberi arah

dan strategi pengembangan wisata di desa tersebut. Pengelolaan pengusahaan jasa

lingkungan termasuk membangun kerangka kelembagaan dan model kerjasama kolaboratif

antara KPH Hulu Sungai dengan para pihak dalam pengusahaan jasa lingkungan.

Penyusunan strategi dan program untuk menjaring pengusaha berinvestasi di KPH Hulu

Sungai dengan mekanisme komunikasi antara KPH dengan pengusaha jasa lingkungan

serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap KPH Hulu Sungai dalam pengusahaan

jasa lingkungan. Beberapa kegiatan jangka panjang untuk mensukseskan program ini

antara lain :

1. Identifikasi dan inventarisasi potensi jasa lingkungan.

2. Menyusun strategi dan regulasi pengusahaan jasa lingkungan

3. Pengembangan produk jasa lingkungan

4. Peningkatan investasi pengusahaan

5. Peningkatan pelayanan dan pengelolaan jasa lingkungan

6. Pengembangan jaringan pengusahaan

7. Membangun mekanisme kontribusi pemanfaatan jasa lingkungan.

8. Membangun sarana dan prasarana pemanfaatan jasa lingkungan

9. Pengembangan sistem informasi pelayanan publik

Rencana pemanfaatan jasa lingkungan dilakukan secara bertahap sesuai dengan

kewenangan KPH, sebagaimana jadwal dan rincian pada tabel-tabel berikut :

Tabel V-9. Jadwal Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Wilayah Tertentu KPH Hulu Sungai

Kegiatan Tahun

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Identifikasi dan potensi jasa lingkungan Penyusunan rencana strategi bisnis jasa

lingkungan

Konsultasi publik, koordinasi

Promosi jasa lingkungan Kemitraan/kerjasama pemanfaatan

jasa lingkungan

Pembinaan dan monitoring jasa

lingkungan

Pengembangan sistem informasi

pelayanan publik

81

Tabel V-10. Rincian Rencana Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Wilayah Tertentu KPH Hulu

Sungai

Tahun ke- Kegiatan Volume Sasaran

I Identifikasi dan potensi

jasa lingkungan 2 keg

RPH Batang Alai dan RPH

Amandit

II

Penyusunan rencana

strategi bisnis jasa

lingkungan

1 keg Wilayah KPH

Konsultasi publik,

koordinasi 1 keg Pemda (provinsi, kabupaten)

III – IV

Promosi jasa

lingkungan 1 keg

Kemitraan/kerjasama

pemanfaatan jasa

lingkungan

1 keg

IV – X

Pembinaan dan

monitoring jasa

lingkungan

1 keg Pemegang izin pemanfaatan

jasa lingkungan

Pengembangan sistem

informasi pelayanan

publik

1 keg

Pemanfaatan jasa lingkungan lainnya yang dapat dikembangkan di wilayah KPH Hulu

Sungai adalah wisata alam / ekowisata. Hutan di kawasan KPH Hulu Sungai menyimpan

potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai kawasan ecotourism atau

ekowisata. Ekowisata merupakan bentuk perjalanan ke lokasi wisata yang berbeda dengan

wisata massal lainnya. Jika pada wisata massal para wisatawan tidak dibatasi maka

wisatawan yang melakukan kegiatan ekowisata harus dibatasi sesuai dengan daya dukung

lingkungannya.

Berbagai kegiatan yang bisa ditawarkan dalam kegiatan ekowisata adalah menikmati

gugusan gunung kapur/Karst, yaitu Goa Ranuan di Desa Haratai, Air Terjun Haratai, Air

Terjun Rampah Menjangan, Air Terjun Haruyan Dayak, Bambu Rafting Loksado, Hiking

Trail/Hiking Trip, Tracking/jelajah alam, fotografer/pemandangan, Riset, Camping

Ground, dan kultur/budaya.

Pengembangan ecoturisme di kawasan KPH Hulu Sungai diharapkan mampu memberikan

kontribusi yang signifikan pada pengelolaan kawasan maupun peningkatan kesejahteraan

masyarakat di sekitar kawasan. Hal penting yang perlu dilakukan dalam pengembangan

82

ecoturisme adalah analisa mendalam tentang sosial budaya masyarakat sekitar kawasan,

karena kegiatan ekowisata sepenuhnya melibatkan masyarakat sekitar kawasan. Kesiapan

masyarakat disekitar kawasan seperti pengetahuan tentang kawasan sangat diperlukan. Hal

lain yang perlu di identifikasi yaitu mengidentifikasi potensi pengunjung terutama potensi

wisatawan mancanegara, mengingat ekowisata di hutan tropis sangat menarik bagi

wisatawan Eropa, Australia dan Amerika. Perlu juga mempertimbangkan kerjasama

dengan investor dan pemerintah lokal terkait dengan promosi dan pemasaran usaha

Draf 25 maret 2013

-