RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG ...
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG
KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH)
HULU SUNGAI
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
(2020 – 2029)
Kandangan, Oktober 2019
i
LEMBAR PENGESAHAN
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
KPH Hulu Sungai
Provinsi Kalimantan Selatan
Tahun 2020 - 2029
Kandangan, Oktober 2019
Disusun Oleh :
Kepala KPH Hulu Sungai
Rudiono Herlambang, S. Hut, MM
NIP. 19701005 199403 1 008
Mengetahui:
Kepala Dinas Kehutanan
Provinsi Kalimantan Selatan,
Dr. Hanif Faisol Nurofiq, S.Hut, MP
NIP. 19710321 199302 1001
DISAHKAH DI :
JAKARTA
PADA TANGGAL :_________________
An. MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTUR KPHL
----------------------------------
iii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kawasan Hutan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Hulu Sungai yang berada di 3
(tiga) Kabupaten, yaitu : Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan
Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan memiliki banyak persoalan
pengelolaan hutan seperti perambahan lahan, perambahan hutan, dan pembalakan
liar yang masih terus menjadi tantangan hingga saat ini. Tekanan penduduk terhadap
hutan mendorong deforestasi dan degradasi hutan yang memerlukan model dan
strategi pengelolaan yang tepat dan efektif.
Dibentuknya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Hulu Sungai oleh Menteri
Kehutanan serta UPT KPH Hulu Sungai sebagai pengelola oleh Gubernur
Kalimantan Selatan merupakan program strategis dalam upaya mengoptimalkan
pengelolaan hutan. Kehadiran KPH memastikan adanya pengelolaan hutan di tingkat
tapak/lapangan untuk menjamin program dan kegiatan kehutanan dapat dilaksanakan
dengan efektif dan efisien. Salah satu tahapan awal dari penyiapan pengelolaan KPH
adalah penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP).
Penyusunan RPHJP sangat diperlukan untuk menjadi acuan rencana kerja /
operasional di tingkat tapak.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.435/Menhut-II/2009 tentang
Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan, dan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor SK.78/Menhut-II/2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
(KPH) Provinsi Kalimantan Selatan, Status dan Fungsi Kawasan Hutan, KPHL Unit
IX memiliki luas ± 95.009 hektar dengan fungsi kawasan berupa Hutan Lindung
(HL) seluas ± 53.639 hektar, Hutan Produksi Terbatas seluas ± 13.908 hektar dan
Hutan Produksi seluas ± 27.371 hektar.
wilayah KPH Hulu Sungai memiliki ragam bentuk pemanfaatan dan penggunaan
kawasan hutan. Dalam pemanfaatan hutan, saat ini terdapat 5 (lima) perusahaan
pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan 1 (satu) izin penggunaan
iv
Pemprov Kalsel untuk jalan, serta 2 (dua) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
Hutan Tanaman.
Wilayah KPH Hulu Sungai akan dikelola secara efektif dan bertahap selama 10
(sepuluh) tahun dari luasan seluas ± 95.009 ha tersebut terdapat Wilayah Tertentu
pada blok pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi seluas ± 41.893,52 ha
yaitu :
1. Hutan Lindung terdiri dari Blok Pemanfaatan sebanyak 374 petak
2. Hutan Produksi terdiri dari Blok Pemanfaatan HHK-HT, Pemanfaatan Kawasan,
Jasa Lingkungan dan HHBK sebanyak 264 petak
Berdasarkan arah, tujuan dan sasaran pembangunan provinsi serta memperhatikan
kondisi, potensi dan permasalahan di dalamnya maka Rencana Pengelolaan KPH
Hulu Sungai yang utama adalah mengoptimalisasi akses semua pihak termasuk
masyarakat sekitar kawasan hutan sesuai aturan dan kebijakan yang berlaku pada
wilayah KPH Hulu Sungai sebagai salah satu jalan bagi resolusi konflik sumberdaya
hutan demi tercapainya pengelolaan berkelanjutan. Visinya adalah “Menciptakan
Hutan Yang Lestari dan Masyarakat Sejahtera Berlandaskan Fungsi Ekologis,
Ekonomi, dan Sosial Budaya”.
Untuk dapat mencapai visi tersebut, diperlukan beberapa misi yang perlu
dilaksanakan, yaitu
1. Mewujudkan kelembagaan pengelola hutan yang profesional dengan
peningkatan kapasitas sumber daya manusia pada KPH Hulu Sungai .
2. Mewujudkan kualitas ekosistem dan keanekaragaman hayati hutan yang baik
pada wilayah kelola KPH Hulu Sungai .
3. Mewujudkan pningkatan partisipasi aktif masyarakat terhadap pengelolaan dan
pemanfaatan hutan melalui pembinaan dan pemberdayaan.
4. Mewujudkan iklim bisnis yang berorientasi pada kelestarian hutan dan
kesejahteraan masyarakat.
Dalam rangka menerapkan misi-misi yang sudah ditetapkan, maka sasaran
pengelolana hutan pada KPH Hulu Sungai disusun sebagai berikut.
v
1. Tersusunnya RPHJP dan tertatanya kawasan hutan di Wilayah KPH Hulu Sungai
seluas ± 95.009 hektar yang juga termasuk didalamnya wilayah tertentu seluas ±
51.612,22 hektar;
2. Rehabilitasi dan penanaman lahan kritis dan sangat kritis di Wilayah KPH seluas
± 18.193,17 hektar;
3. Pemanfaatan kawasan hutan untuk pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu
sebanyak 5 (lima) jenis, jasa lingkungan sebanyak 3 (tiga) jenis, pemanfaatan
kayu alam dan tanaman ± 55,68 m³/hektar di wilayah tertentu.
4. Pengembangan kelembagaan dan usaha masyarakat dalam mengolah hasil hutan
bukan kayu
5. Meningkatkan usaha produktif yang diharapkan dapat menjadi produk industri
dari potensi HHBK sebanyak 5 (lima) jenis komoditas berupa budidaya rotan,
karet, kayu manis, kemiri, bamboo, tanaman obat, pemanfaatan kayu alam,
sarang burung walet dan tanaman dan jasa lingkungan yang memiliki nilai jual.
Untuk dapat mencapai sasaran yang ditetapkan tersebut di atas, perlu dilaksanakan
kegiatan-kegiatan yang meliputi:
1. Inventarisasi berkala wilayah kelola dan penataan hutan;
2. Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu;
3. Pemberdayaan masyarakat;
4. Pembinaan dan pemantauan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan
hutan pada areal yang berizin;
5. Rehabilitasi pada areal kerja di luar izin;
6. Pembinaan dan pemantauan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi di dalam
areal berizin;
7. Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam;
8. Koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin;
9. Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait;
10. Penyediaan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia;
11. Penyediaan pendanaan, pengembangan database, rasionalisasi wilayah kelola
dan review rencana pengelolaan;
12. Pengembangan investasi baik yang bersumber dari dalam negeri maupun dari
luar negeri.
vi
Untuk dapat membuat rencana kegiatan yang baik, tepat dan efektif perlu
dilaksanakan analisis situasi dan kondisi serta proyeksi perubahan-perubahannya.
Faktor internal dan eksternal serta faktor pendukung dan penghambat dianalisis
untuk memformulasikan rencana selama 10 tahun ke depan.
vii
KATA PENGANTAR
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) merupakan dokumen yang
berisi arahan makro perencanaan yang akan dilakukan selama 10 tahun. Rencana ini
memuat rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh KPH Hulu Sungai sekaligus
strategi yang akan dilakukan untuk mensukseskan kegiatan tersebut. Seluruh
program kegiatan direncanakan dilakukan secara simultan di blok dan petak
pengelolaan sesuai arahan tata hutan.
Penyusunan dokumen rencana pengelolaan KPH Hulu Sungai mengacu pada
Keputusan Menteri Kehutanan No P.6/Menhut-II/2010 Tanggal 26 Januari 2010
tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), serta Peraturan Direktur Jenderal Planologi
Kehutanan Nomor P.5/VII-WP3H/2012 Tanggal 14 Mei 2012 tentang Petunjuk
Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan pada Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
(KPH).
Penyusunan rencana kegiatan di dalam RPHJP dilaksanakan dengan memperhatikan
kondisi faktor internal dan eksternal serta proyeksinya di masa mendatang dalam
jangka 10 (sepuluh) tahun. Dengan menghubungkan kondisi, proyeksi serta visi dan
misi yang dimiliki maka rencana kegiatan di KPH Hulu Sungai disusun dengan
memperhatikan prinsip SMART (specific, measurable, achievable, relevant dan time
bound).
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan dokumen ini.
Kandangan, Oktober 2019
Rudiono Herlambang, S. Hut, MM
NIP. 19701005 199403 1 008
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan
kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan
hutan, dan penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan
dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten/kota serta pada tingkat unit pengelolaan.
Yang dimaksud dengan unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil
sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan
lestari, yang kemudian disebut KPH, antara lain dapat berupa kesatuan pengelolaan
hutan lindung (KPHL), kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPH), dan kesatuan
pengelolaan hutan konservasi (KPHK).
Seluruh kawasan hutan di Indonesia terbagi habis dalam Wilayah KPH. Dalam satu
Wilayah KPH dapat terdiri lebih dari satu fungsi pokok hutan yang penamaannya
ditentukan oleh fungsi hutan yang luasnya dominan. KPH dikelola oleh organisasi
pemerintah yang menyelenggarakan fungsi pengelolaan hutan. KPH berperan
sebagai penyelenggara pengelolaan hutan di lapangan atau di tingkat tapak yang
harus menjamin bahwa pengelolaan hutan dilakukan secara lestari sesuai dengan
fungsinya. Keberadaan KPH menjadi kebutuhan Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sebagai “pemilik” sumberdaya hutan sesuai mandat Undang-undang, dimana hutan
dikuasai negara dan harus dikelola secara lestari. Dalam prakteknya,
penyelenggaraan pengelolaan hutan pada tingkat tapak oleh KPH bukan memberi
izin pemanfaatan hutan melainkan melakukan pengelolaan hutan sehari-hari,
termasuk mengawasi kinerja pengelolaan hutan yang dilakukan oleh pemegang izin.
Permasalahan yang dihadapi pada saat ini dalam wilayah KPH Hulu Sungai sampai
pada tahap memprihatinkan karena telah terjadinya perambahan dan penguasaan
lahan, illegal logging, illegal mining serta semakin luasnya lahan kritis dan potensial
kritis, menurunnya fungsi hutan, hutan tidak lagi menjadi daerah penyangga (buffer
2
zone) bencana bagi masyarakat, seringnya terjadi banjir dan longsor disaat musim
hujan, dengan adanya ditanda-tanda kerusakan sumber daya hutan ini menunjukan
bahwa sangat dibutuhkannya pengelolaan hutan secara terencana, terarah dan lestari.
Dengan demikian, rencana pengelolaan hutan jangka panjang sangat diperlukan guna
kelestarian hutan dan kelestarian manfaat yang dikelola oleh KPH sehingga menjadi
pusat informasi mengenai permasalahan dan potensi kekayaan sumberdaya hutan
guna dapat menata kawasan hutan menjadi bagian-bagian yang dapat dimanfaatkan
oleh berbagai izin dan/atau dikelola sendiri pemanfaatannya. Apabila peran KPH
dalam menjalankan rencana pengelolaan hutan jangka panjang dapat dilakukan
dengan baik, maka KPH menjadi garis depan untuk mewujudkan harmonisasi
pemanfaatan hutan oleh berbagai pihak dalam kerangka pengelolaan hutan lestari.
Kawasan hutan di KPH Hulu Sungai telah dibentuk dengan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor SK.78/Menhut-II/2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
(KPH) Provinsi Kalimantan Selatan seluas ± 95.009 Ha. Selanjutnya Pemerintah
Provinsi Kalimantan Selatan membentuk lembaga pengelola KPH melalui Peraturan
Gubernur Nomor 23 Tahun 2017 tgl 3 Maret 2017 tentang Pembentukan, Organisasi,
dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan pada Dinas
Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan yang salah satunya ditetapkan UPT KPH
Hulu Sungai sebagai pengelola dari KPH Hulu Sungai .
Sesuai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2007 jo. Peraturan
Pemerintah No. 3 Tahun 2008, yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia Nomor P.6/Menhut-II/2010 Tentang Norma, Standar, Prosedur
dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPH, secara eksplisit fungsi kerja
KPH dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan ditingkat tapak dapat dijabarkan
secara operasional sebagai berikut:
1. Melaksanakan penataan hutan dan tata batas di dalam Wilayah KPH.
2. Menyusun rencana pengelolaan hutan di tingkat Wilayah KPH, termasuk
rencana pengembangan organisasi KPH.
3
3. Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan hutan
yang dilaksanakan oleh pemegang izin pemanfaatan hutan dan penggunaan
kawasan hutan, termasuk dalam bidang rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta
perlindungan hutan dan konservasi alam
4. Melaksanakan rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan
konservasi alam serta melaksanakan pengelolaan hutan di kawasan tertentu.
5. Menjabarkan kebijakan kehutanan menjadi inovasi dan operasi pengelolaan
hutan. Menegakkan hukum kehutanan, termasuk perlindungan dan pengamanan
kawasan
6. Mengembangkan investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan
hutan lestari.
Untuk menjamin terlaksananya kegiatan KPH sesuai dengan kaidah pengelolaan
hutan produksi lestari maka perlu disusun rencana pengelolaan. Rencana
pengelolaan yang disusun harus tepat, handal, luwes dan mampu menghadapi
dinamika perubahan tatanan sosial, ekonomi dan budaya yang berkembang. Rencana
juga harus disusun dengan memperhatikan kondisi lingkungan, aspirasi dan nilai
budaya masyarakat setempat, mengacu pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional
(RKTN) serta diselaraskan dengan kebijakan pemerintah pusat (Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan kebijakan pemerintah daerah. Oleh karena
itu, sangat diperlukan penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
(RPHJP) KPH Hulu Sungai .
1.2. Tujuan Pengelolaan
Tujuan pengelolaan kawasan hutan di KPH Hulu Sungai melalui Rencana
Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) adalah untuk mengelola kawasan KPH
menjadi lebih bermanfaat antara lain :
1. Memantapkan kawasan hutan dengan penataan batas, tata hutan serta
inventarisasi potensi sumber daya hutan dalam wilayah kelola KPH Hulu
Sungai .
4
2. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan organisasi melalui
peningkatan kemampuan SDM, peningkatan kapasitas UPT pengelola KPH
serta kapasitas lembaga-lembaga masyarakat yang ada di dalam wilayah kelola
pada 3 (tiga) Kabupaten.
3. Pemanfaatan kawasan hutan secara optimal, khususnya pada Wilayah Tertentu
seluas ± 51.612,35 hektar dengan mengakselerasi pengembangan potensi Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK), Kayu serta jasa lingkungan sehingga menjadi
sumber pendapatan bagi negara (PNBP), bagi masyarakat dan operasional
pengelolaan KPH yang pada akhirnya dapat mewujudkan KPH yang mandiri.
4. Meningkatkan dan mengkampanyekan akses kelola terhadap hutan bagi
masyarakat melalui pengembangan Perhutanan Sosial berupa pembangunan
Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat
(HTR) dan Hutan Rakyat (HR) dengan pola-pola kemitraan.
5. Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi antara pengelola dan para pihak
(stakeholders) dalam pengelolaan hutan di KPH, yaitu dengan pemerintah
(kabupaten, provinsi, dan pusat/UPT Kementerian), korporat, LSM, kelompok
masyarakat ataupun perorangan.
6. Mengoptimalkan kegiatan dan program rehabilitasi hutan/lahan, reboisasi dan
penghijauan yang dilaksanakan oleh para pihak serta mendukung gerakan
revolusi hijau.
7. Memantapkan perlindungan hutan dan konservasi sumber daya alam melalui
konservasi jenis insitu dan exsitu dengan dibarengi dengan identifikasi areal
bernilai konservasi tinggi (HCVF);
8. Memastikan sumber-sumber pendanaan terhadap program dan kegiatan di
KPH, baik bersumber pada APBN, APBD dan sumber-sumber lain yang sah
dan tidak mengikat untuk pengelolaan hutan secara optimal, ekonomis dan
lestari;
9. Memantapkan database potensi wilayah KPH Hulu Sungai khususnya pada
wilayah tertentu seluas ± 51.612,22 hektar;
10. Rasionalisasi dan revisi sesuai dengan perkembangan regulasi setiap 5 (lima)
tahun sekali
5
11. Meningkatkan iklim investasi di wilayah kelola KPH Hulu Sungai terhadap
potensi kayu, HHBK dan jasa lingkungan menjadi lebih baik;
12. Menjadikan potensi tersebut sebagai sumber pendapatan baik sebagai
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), pendapatan bagi masyarakat dan
pendapatan bagi KPH sehingga menjadikan KPH Mandiri, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan dan pembiayaan sampai ke tingkat pemasaran dari
potensi hutan menjadi produk unggulan atau olahan yang dapat dipasarkan.
1.3. Sasaran
Sasaran yang akan dicapai dalam pengelolaan KPH Hulu Sungai adalah sebagai
berikut.
1. Tersusunnya RPHJP dan tertatanya kawasan hutan di Wilayah KPH Hulu
Sungai seluas ± 95.009 hektar yang juga termasuk di dalamnya wilayah
tertentu seluas ± 51.612,22 hektar;
2. Rehabilitasi dan penanaman lahan kritis dan sangat kritis di Wilayah KPH
seluas ± 18.193,17 hektar;
3. Pemanfaatan kawasan hutan untuk pengembangan hasil hutan bukan kayu dan
jasa lingkungan sebanyak, pemanfaatan kayu alam dan tanaman ± 55,68
m³/hektar di wilayah tertentu.
4. Pengembangan kelembagaan dan usaha masyarakat dalam mengolah hasil
hutan bukan kayu
5. Meningkatkan usaha produktif yang diharapkan dapat menjadi produk
industri dari potensi HHBK berupa budidaya rotan, bambu, kayu manis,
tanaman obat, dan madu pemanfaatan kayu alam, dan jasa lingkungan yang
memiliki nilai jual.
1.4. Ruang Lingkup
Mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-II/2010
pasal 11 ayat (3), ruang lingkup rencana pengelolaan hutan mencakup:
6
1. Tujuan yang akan dicapai KPH, yaitu pengelolaan hutan yang efektif dan efisien
termasuk perencanaan pengembangan kelembagaan KPH Hulu Sungai ,
perencanaan pengembangan sumberdaya manusia serta perencanaan
pengembangan infrastruktur pendukung operasional KPH.
2. Kondisi yang dihadapi, dengan memperhatikan kondisi alam, permasalahan dan
aspirasi masyarakat yang ada di dalam dan di sekitar wilayah
3. Strategi serta kelayakan pengembangan pengelolaan hutan, yang meliputi tata
hutan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi
hutan dan perlindungan hutan dan konservasi alam.
4. Arahan kegiatan pembangunan jangka panjang KPH Hulu Sungai .
1.5. Pengertian
Beberapa istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama dalam hal berkaitan
dengan rencana pengelolaan 10 tahun untuk pengelolaan KPH antara lain:
1. Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam dan
lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah
untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
3. Hutan Produksi yang dapat dikonversi yang selanjutnya disebut HPK adalah
kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi
pembangunan di luar kehutanan.
4. Hutan Produksi Tetap yang selanjutnya disebut HP adalah kawasan hutan
dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah
masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai
dibawah 125, di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian
alam dan taman buru.
5. Hutan Produksi Terbatas yang selanjutnya disebut HPT adalah kawasan hutan
dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah
masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai
7
antara 125-174, di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian
alam dan taman buru.
6. Hutan Lindung yang selanjutnya disebut HL adalah kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan
untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah
intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
7. Hutan Konservasi yang selanjutnya disebut HK adalah kawasan hutan dengan
ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
8. Hutan Tetap adalah kawasan hutan yang akan dipertahankan keberadaannya
sebagai kawasan hutan, terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, hutan
produksi terbatas dan hutan produksi tetap.
9. Areal Penggunaan Lain yang selanjutnya disebut APL adalah areal bukan
kawasan hutan.
10. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa
yang berasal dari hutan.
11. Inventarisasi hutan adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk
mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang sumber daya, potensi
kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap. Dilakukan dengan
survei mengenai statis dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumber daya
manusia, serta kondisi sosial masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.
12. Plot (Tract) adalah satuan unit contoh di dalam klaster yang terdiri dari
sekumpulan sub plot.
13. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daratan yang merupakan suatu
kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak sungai yang melintasi daerah
tersebut, yang berfungsi untuk menampung dan menyimpan air hujan ataupun
air yang berasal dari sumber lainnya, serta mengalirkan air termaksud ke laut
melalui badan-badan sungai.
14. Sub DAS adalah bagian dari DAS yang dibatasi oleh pemisah topografi
berupa punggung bukit yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui
anak sungai ke sungai utama.
8
15. Kesatuan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah
adalah organisasi pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya
yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
16. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung yang selanjutnya disingkat KPHL
adalah organisasi pengelolaan hutan lindung yang wilayahnya sebagian besar
terdiri atas kawasan hutan lindung yang dikelola Pemerintah Daerah.
17. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat KPH
adalah organisasi pengelolaan hutan produksi yang wilayahnya sebagian
besar terdiri atas kawasan hutan produksi yang dikelola Pemerintah Daerah.
18. Pengelolaan hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan
rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan,
rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam.
19. Rencana pengelolaan hutan adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan
yang disusun oleh Kepala KPH, berdasarkan hasil tata hutan dan rencana
kehutanan, dengan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya
masyarakat serta kondisi lingkungan, memuat semua aspek pengelolaan hutan
dalam kurun jangka panjang dan jangka pendek.
20. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL atau KPH yang
selanjutnya disebut RPHJP KPHL atau KPH adalah rencana pengelolaan
hutan untuk seluruh wilayah kerja KPHL atau KPH dalam kurun waktu 10
(sepuluh) tahun.
21. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL atau KPH adalah rencana
pengelolaan hutan untuk kegiatan KPHL atau KPH dalam kurun waktu 1
(satu) tahun.
22. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,
memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan
kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan
adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
23. Perencanaan kehutanan adalah proses penetapan tujuan, jenis dan tahapan
kegiatan, serta penentuan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan,
yang diharapkan dapat mendasari dan sekaligus menjadi pedoman dan
9
pemberi arah bagi penyelenggaraan kehutanan sehingga sumber daya hutan
dapat didayagunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, secara
berkeadilan dan berkelanjutan.
24. Tata Guna Hutan Kesepakatan yang selanjutnya disebut TGHK adalah
kesepakatan bersama para pemangku kepentingan di tingkat Provinsi untuk
menentukan alokasi ruang kawasan hutan berikut fungsinya yang diwujudkan
dengan membubuhkan tanda tangan di atas peta.
25. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disebut RTRWP
adalah strategi operasionalisasi arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan
ruang wilayah nasional pada wilayah provinsi.
26. Izin pemanfaatan hutan adalah izin yang diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha
pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan /
atau bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan / atau bukan kayu
pada areal hutan yang telah ditentukan.
27. Izin penggunaan kawasan hutan adalah izin kegiatan dalam kawasan hutan
yang diberikan oleh Menteri untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan
kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi kawasan hutan.
28. Unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan dan/atau lahan terkecil
sesuai sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara
efisien dan lestari.
29. Wilayah pengelolaan hutan pada tingkat kabupaten/kota adalah himpunan
unit-unit pengelolaan hutan di wilayah kabupaten/kota.
30. Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum
menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan pemanfaatannya berada di
luar areal izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.
31. Blok adalah pengaturan ruang dalam wilayah kelola KPH berdasarkan aspek-
aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
32. Petak adalah merupakan unit terkecil dari blok-blok pengelolaan pada KPH.
33. Blok Inti merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan
perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan.
10
34. Blok Pemanfaatan merupakan blok yang difungsikan sebagai areal yang
direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan yang berfungsi
Hutan Lindung.
35. Blok Khusus merupakan blok yang difungsikan sebagai areal untuk
menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di Wilayah KPH yang
bersangkutan.
36. Blok Perlindungan merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan
tata air dan perlindungan lainnya serta direncanakan untuk tidak
dimanfaatkan.
37. Blok pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK adalah merupakan
blok yang telah ada izin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK
dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk
pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK sesuai dengan potensi
kawasan yang telah dihasilkan dari proses inventarisasi.
38. Blok Pemanfaatan HHK-HA merupakan blok yang telah ada izin pemanfaatan
HHK-HA dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk
pemanfaatan HHK-HA sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan
dari proses tata hutan.
39. Blok Pemanfaatan HHK-HT merupakan blok yang telah ada izin pemanfaatan
HHK-HT dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk
pemanfaatan HHK-HT sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan
dari proses tata hutan.
40. Blok Pemberdayaan Masyarakat merupakan blok yang telah ada upaya
pemberdayaan masyarakat (antara lain : Hutan Kemasyarakatan/HKm, Hutan
Desa/HD, Hutan Tanaman Rakyat/HTR) dan yang akan difungsikan sebagai
areal yang direncanakan untuk upaya pemberdayaan masyarakat sesuai
dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan.
41. Konservasi adalah upaya mempertahankan, meningkatkan dan atau
mengembalikan daya dukung lahan hutan, untuk menjamin kelestarian fungsi
11
dan manfaat lahan hutan yang bersangkutan melalui pemanfaatan secara
bijaksana.
42. Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya-upaya pemulihan dan peningkatan
fungsi lahan dan hutan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya
dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap berjalan.
43. Kemitraan adalah suatu kerja sama yang sinergis di antara hubungan antar
individu atau kelompok-kelompok sosial sebagai akibat dari adanya
perbedaan pemahaman, perbedaan persepsi dan atau perbedaan kepentingan
dalam upaya pencapaian tujuan atau sasaran pengembangan.
44. Masyarakat lokal adalah kelompok masyarakat di dalam suatu geografis
tertentu, meliputi penduduk asli atau penduduk tradisional dan para pendatang
yang melakukan pemukiman swakarsa.
45. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga negara
Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan, yang
bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang memiliki wilayah
sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan
aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.
46. Kemitraan kehutanan adalah kerja sama antara masyarakat setempat dengan
pemegang izin pemanfaatan hutan atau pengelola hutan, pemegang izin usaha
industri primer hasil hutan, dan/atau KPH dalam pengembangan kapasitas dan
pemberian akses, dengan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan.
47. Pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan adalah
upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat
setempat untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan
adil melalui kemitraan kehutanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat setempat.
48. Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan
hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan
manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta
mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan
12
atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang
berhubungan dengan pengelolaan hutan.
49. Lahan adalah suatu hamparan ekosistem daratan di luar kawasan hutan yang
peruntukannya untuk usaha dan atau kegiatan ladang dan atau kebun bagi
masyarakat.
50. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak
atas tanah.
51. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
52. Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
53. Hutan desa (HD) adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang
dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.
54. Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan
utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat.
55. Pencegahan KARHUTLA adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang
dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya
kebakaran hutan dan/atau lahan.
56. Pemadaman KARHUTLA adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang
dilakukan untuk menghilangkan atau mematikan api yang membakar hutan
dan/atau lahan.
57. Penanganan pasca KARHUTLA adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan
yang meliputi inventarisasi, monitoring dan koordinasi dalam rangka
menangani hutan dan/atau lahan setelah terbakar.
58. Pembukaan lahan adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyiapan dan
pembersihan lahan untuk kegiatan budidaya maupun non budidaya.
59. Peningkatan bahaya kebakaran yang selanjutnya disebut PBK adalah
peringkat yang digunakan untuk mengetahui tingkat risiko terjadinya bahaya
kebakaran hutan dan lahan, di suatu wilayah dengan memperhitungkan
keadaan cuaca atau bahan bakar dan kondisi alam lainnya yang berpengaruh
terhadap perilaku api.
60. Titik panas atau hotspot adalah istilah untuk sebuah pixel yang memiliki
temperatur di atas ambang batas (threshold) tertentu dari hasil interpretasi
13
citra satelit, yang dapat digunakan sebagai indikasi kejadian kebakaran hutan
dan lahan.
61. Manggala agni adalah organisasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan
pada tingkat pemerintahan pusat yang mempunyai tugas dan fungsi
pencegahan, pemadaman, penanganan pasca kebakaran, dukungan evakuasi
dan penyelamatan, serta dukungan manajemen yang dibentuk dan menjadi
tanggung jawab menteri.
62. Brigade pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang selanjutnya disebut
BRIGDALKARHUTLA adalah satuan kerja yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pencegahan, pemadaman,
penanganan pasca kebakaran, serta dukungan evakuasi dan penyelamatan
dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di lapangan.
63. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan.
64. Evaluasi adalah suatu proses untuk mengukur pencapaian suatu tujuan
tertentu yang telah ditetapkan serta dilakukan secara sistematik dan teratur,
hasilnya digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan pelaksanaan
perencanaan selanjutnya.
65. Pengendalian adalah suatu proses atau upaya untuk mengurangi atau menekan
penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga diperoleh suatu hasil sesuai
dengan yang telah ditetapkan melalui pemantauan, pengawasan dan penilaian
kegiatan.
66. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggungjawab di bidang
kehutanan.
14
BAB II DESKRIPSI KAWASAN
2.1. Risalah Wilayah KPH Hulu Sungai
2.1.1. Risalah Wilayah
2.1.1.1. Informasi Letak
Secara geografis, Wilayah Kelola KPH Hulu Sungai terletak pada 2° 38' 29 " S – 2°
44' 30" LS dan 115° 13' 23“ – 115° 35' 2" BT yang terletak pada 3 (tiga) wilayah
administrasi Kabupaten yaitu :
1. Kabupaten Hulu Sungai Tengah
2. Kabupaten Hulu Sungai Selatan
3. Kabupaten Tapin
2.1.1.2. Luas
1. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Hulu Sungai dibentuk berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.78/Menhut-
II/2010 tanggal 10 Februari 2010 tentang Penetapan wilayah kesatuan
pengelolaan hutan lindung (KPHL) Unit IX Hulu Sungai yang terletak di
Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan. Luas KPH
Hulu Sungai memiliki luas ± 95.009 hektar dengan fungsi kawasan berupa
Hutan Lindung (HL) seluas ± 53.639 hektar, Hutan Produksi Terbatas seluas
± 13.908 hektar dan Hutan Produksi seluas ± 27.371 hektar, namun sejak
diterbitkannya SK. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan
Nomor : 522.08/PPHH/Dishut/2018 tanggal 29 Januari 2018, dengan luasan
96.000 Ha. Dibagi menjadi dua wilayah kelola RPH, yaitu RPH Amandit
seluas 47.000 Ha, dan RPH Batang Alai seluas 49.000 Ha
15
Tabel II-1. Risalah Wilayah KPH Hulu Sungai
No. Kabupaten HL HPT HP Jumlah
1. Hulu Sungai Tengah 22.940 14.056 8.645 45.641
2. Hulu Sungai Selatan 24.072 - 12.472 36.544
3. Tapin 6.559 - 6.265 12.824
JUMLAH 53.571 14.056 27.382 95.009
Sumber : Hasil overlay peta administasi Kabupaten Kalsel (2013) dan Data Spatial KPH Hulu Sungai Lampiran SK.
KadisHut Prov. Kalsel No. 522/pphh/Dishut/2018
Berdasarkan izin pemanfaatan hutan dan izin penggunaan kawasan Hutan yang ada
di KPH Hulu Sungai adalah seluas ± 9.745,88 ha. Sedangkan luas Wilayah Tertentu
yang akan menjadi kewenangan KPH Hulu Sungai dalam pengelolaannya adalah
sebesar ± 51.612,22 ha.
2.1.1.3. Batas-batas
Berdasarkan administrasi pemerintahan, wilayah KPH Hulu Sungai berbatasan
dengan :
1. Sebelah Utara : Kabupaten Balangan
2. Sebelah Selatan : Kabupaten Banjar
3. Sebelah Timur : Kabupaten Kota Baru
4. Sebelah Barat : Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Barito
Kuala
Berdasarkan pengelolaan kehutanan, wilayah KPH Hulu Sungai , berbatasan dengan.
1. Sebelah Utara : KPHL Balangan
2. Sebelah Selatan : KPH Kayu Tangi
3. Sebelah Timur : KPH Sengayam dan KPH Cantung
4. Sebelah Barat : KPH Kayu Tangi
2.1.1.4. Pembagian Blok dan Petak
Resort
16
Luas kawasan hutan di KPH Hulu Sungai adalah ± 95.009 ha. Dengan rincian
kawasan hutan lindung seluas ± 53.571 ha, kawasan hutan produksi terbatas seluas
± 14.056 ha dan kawasan hutan produksi seluas ± 27.382 ha. Dengan letak geografis
wilayah yang berjauhan dan tersebar di tiga kabupaten, hal ini berdampak pada
kurangnya areal kelola. Maka berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan
Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 522/111/PPH/Dishut/2017 tentang
Pembentukan Resort Pengelolaan Hutan Pada Unit Pelaksana Teknis Kesatuan
Pengelolaan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan, resort
pengelolaan hutan (RPH) pada KPH Hulu Sungai sebanyak 2 (dua) yaitu RPH
Amandit dan RPH Batang Alai. Pembentukan RPH bertujuan untuk mempercepat
pengelolaan hutan yang efektif dan berkelanjutan dalam pemanfaatan dan
pengelolaan yang ada di setiap petak/blok kelola kesatuan pengelolaan hutan dengan
perencanaan yang sinergis dan sistematis dalam menopang fungsi lindung, sosial dan
ekonomi terhadap sumber daya hutan.
Pembagian kawasan ke dalam unit-unit pengelolaan terkecil atau Resort Pengelolaan
Hutan (RPH) dilakukan berdasarkan luasan dan letak geografis kawasan hutan
produksi serta hutan lindung, potensi dan permasalahan, ketersediaan sumberdaya
manusia (SDM), sarana prasarana, aksessibilitas, serta prioritas pengembangan.
Pembagian wilayah kerja pengelolaan diikuti dengan penataan kelembagaan secara
menyeluruh mulai dari tingkat KPH sampai dengan tingkat resort. Selanjutnya di
dalam unit pengelolaan
terkecil atau resort ini dilakukan pembagian ke dalam blok-blok kawasan yang
nantinya akan menjadi arahan atau usulan Action Plan (AP) dan Strategic Actions
(SA) dalam pengurusan, pemanfaatan, pengamanan dan pengendalian di tingkat
tapak yang lebih terarah dan dapat diukur tingkat keberhasilannya.
Wilayah Resort Pengelolaan Hutan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Hulu Sungai
dibagi menjadi 2 (dua) RPH yaitu :
17
1. Resort Pengelolaan Hutan Amandit, wilayah RPH Amandit merupakan salah
satu RPH yang memiliki luasan ± 46.692 ha yang meliputi kawasan Hutan
Lindung (HL) ± 29.095 ha dan Hutan Produksi (HP) ± 17.597 ha.
2. Resort Pengelolaan Hutan Batang Alai, wilayah RPH Batang Alai memiliki
luas sebesar ± 48.317 ha dengan rincian Kawasan Hutan Lindung seluas ±
24.476 ha, Hutan Produksi seluas ± 9.785 ha dan Hutan Produksi Terbatas
seluas ± 14.056 ha.
Tabel II-2. Pembagian Wilayah RPH pada KPH Hulu Sungai
No. RESORT HL (ha) HPT (ha) HP (ha) LUAS (ha)
1. RPH Amandit 29.095 - 17.597 46.692
2. RPH Batang Alai 24.476 14.056 9.785 48.317
JUMLAH 53.571 14.056 27.382 95.009
Blok dan Petak
Di dalam UU no 41 tahun 1999 Pasal 22 (2) Tata hutan meliputi pembagian kawasan
hutan dalam blok-blok berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan
hutan. Selanjutnya di dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-
II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan pada KPHL dan
KPH Pasal 1 ayat :
1. Blok adalah bagian wilayah KPH yang dibuat relatif permanen untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan.
2. Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha
pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan atau silvikultur
yang sama.
Pembagian blok pada wilayah KPH Hulu Sungai dilakukan dengan
mempertimbangkan berbagai aspek yang menjadi parameter, yang meliputi fungsi
kawasan hutan, wilayah DAS dan Sub-DAS, kondisi biofisik/bioekologi, kondisi
18
sumberdaya alam, flora dan fauna, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat
setempat.
Hasil pembagian blok atau zonasi wilayah KPH Hulu Sungai dilakukan sesuai
dengan Peraturan Dirjen Planologi Kehutanan Nomor P.5/VII-WP3H/2012, yang
meliputi Blok Inti, Blok Pemanfaatan dan Blok Khusus di hutan lindung, Blok
Perlindungan, Blok Pemanfaatan Kawasan, Jasa Lingkungan, HHBK, Blok
Pemanfaatan HHK-HA, Blok Pemanfaatan HHK-HT, Blok Pemberdayaan
Masyarakat, dan Blok Khusus di hutan produksi.
Berdasarkan dokumen tata hutan yang disusun oleh BPKH V, dilakukan pembagian
blok berdasarkan kondisi sub DAS dan luas kawasan hutan KPH Hulu Sungai, peta
kerapatan jalan yang telah ada serta pengelompokan hutan, maka wilayah KPH Hulu
Sungai dibagi menjadi 6 blok. Selanjutnya, hasil tumpang-susun peta blok dengan
peta kawasan hutan dan perairan provinsi Kalimantan Selatan (SK Menhut No.
435/Menhut-II/2009) menghasilkan data luas setiap fungsi kawasan pada tiap blok.
Secara rinci data luas masing-masing blok dan fungsi kawasan yang terdapat di
dalamnya disajikan pada tabel berikut.
Tabel II-3. Pembagian Blok/Zona KPH Hulu Sungai
NO. BLOK / ZONA FUNGSI HUTAN
JUMLAH HL HPT HP
A. Hutan Lindung
1. Blok Inti 21.138,99 - - 21.138,99
2. Blok Pemanfaatan 32.431,42 - - 32.431,42
3. Blok Khusus - - - -
Jumlah Blok HL 53.570,41 - - 53.570,41
B. Hutan Produksi
1. Blok Khusus - - 145,87 145,87
2. Blok Pemanfaatan HHK-HA - - - -
3. Blok Pemanfaatan HHK-HT - - 7.577,08 7.577,08
4. Blok Pemanfaatan Kawasan,
Jasa Lingkungan dan HHBK
- 7.767,03 15.806,53 23.573,56
5. Blok Pemberdayaan
Masyarakat
- - 3.813,99 3.813,99
6. Blok Perlindungan - 6.289,62 38,27 6.327,89
Jumlah Blok HP - 14.056,65 41.438
JUMLAH TOTAL 53.570,41 14.056,65 27.381,74 95.008,8
Sumber : Pengolahan Data Spasial Tata Hutan KPH Hulu Sungai
19
Untuk dapat melaksanakan pengelolaan yang efektif maka dari luasan KPH Hulu
Sungai seluas ± 95.009 ha tersebut terdapat Wilayah Tertentu pada blok
pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi seluas ± 51.612,22 ha yang akan
dibuat petak. Pembagian petak tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan banyak
faktor terutama kondisi mikro DAS. Jumlah petak pada wilayah tertentu KPH Hulu
Sungai disajikan pada Tabel berikut.
Tabel II-4. Jumlah Petak berdasarkan Fungsi Hutan di Wilayah Tertentu KPH Hulu
Sungai
Fungsi Blok
Total I II III IV
HL 83 130 114 - 327
HP 26 62 116 60 264
HPT - - - - -
Grand Total 109 192 320 60 591
Tabel II-5. Jumlah Petak berdasarkan Blok Pemanfaatan pada Wilayah Tertentu KPH
Hulu Sungai
Pengelolaan Blok
Total I II III IV
Blok Pemanfaatan (HL) 83 130 114 - 327
Blok Pemanfaatan HHK-HT (HP) 5 - 45 14 64
Blok Pemanfaatan Kawasan,
Jasling & HHBK (HP) 21 62 71 46 200
Grand Total 109 192 230 60 591
Sumber : Pengolahan Data Spasial Tata Hutan KPH Hulu Sungai
2.1.1.5. Aksesibilitas Kawasan
Jenis transportasi yang dapat di gunakan menuju wilayah KPH Hulu Sungai adalah
menggunakan jalur darat dengan kelas akses sedang, yang dapat diartikan bahwa
semua daerah KPH dapat dijangkau dengan menggunakan jalan darat.
2.1.1.6. Sejarah Wilayah KPH
Kabupaten Hulu Sungai Selatan merupakan salah satu kabupaten yang berada dalam
wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, dan pada masa Hindia Belanda merupakan
merupakan Afdeling Van Hoeloe Soengai dengan Ibukota Kandangan yang memliliki
luas ± 1.703 km² dan penduduk kurang lebih sebanyak 212.485 jiwa.
20
Letak Geografis kabupaten Hulu Sungai Selatan terletak antara 2°29′ 59″- 2° 56’10″
LS dan 114°51′ 19″ – 115° 36’19″ BT, dengan batas-batas sebagai berikut :
Utara : Kabupaten Balangan
Selatan : berbatasan dengan dan kabupaten
Bajar
Barat : berbatasan dengan Kabupaten Hulu
Sungai Utara dan Kabupaten Barito
Kuala
Timur : berbatasan dengan Kabupaten
Kotabaru
Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang berada pada daratan pulau kalimantan
merupakan wilayah KPH Hulu Sungai, yang terdiri 3(tiga) kabupaten memiliki
beragam suku yang mendiami daerah ini antara lain Suku Banjar, Dayak Bukit,
Dayak Samihin, dan Jawa Indonesia.
Berdasarkan peta lampiran Keputusan Menteri Kehutanan nomor 435/Menhut-
II/2009 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan dan
kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.78/Menhut-
II/2010 tanggal 10 Pebruari 2010 tentang Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi
Kalimantan Selatan bahwa wilayah KPH Hulu Sungai memiliki luas ± 95.009 hektar
dengan fungsi kawasan berupa Hutan Lindung (HL) seluas ± 53.639 hektar, Hutan
Produksi Terbatas seluas ± 13.908 hektar dan Hutan Produksi seluas ± 27.371 hektar,
yang kemudian telah terjadi pengurangan dan penambahan luas kawasan
berdasarkan fungsi melalui proses pengukuhan kawasan hutan wilayah KPH Hulu
Sungai sejak tahun 2010 sampai dengan 2018 yaitu pada kawasan hutan lindung
seluas ± 53.571 hektar, kawasan hutan produksi terbatas seluas ± 14.056 hektar dan
pada kawasan hutan produksi tetap seluas ± 27.382 hektar dengan total jumlah luasan
yang tidak berubah yaitu ± 95.009 hektar.
Sebagaimana Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, bahwa sebagian urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten di serahkan ke
21
Pemrintahan Provinsi termasuk bidang kehutanan, maka secara otomatis bahwa
urusan bidang kehutanan yang tadinya KPH Hulu Sungai berada dalam wilayah
Dinas Kehutanan Kabupaten Hulu Sungai Selatan- Dinas Kehutanan Kabupaten
Hulu Sungai Tengah-Dinas Kehutanan Kabupaten Tapin, maka sejak pemberlakuan
Undang-Undang tersebut pada tahun 2016 telah di serahkan ke Dinas Kehutanan
Provinsi Kalimantan Selatan, hal tersebut diperkuat dengan Keputusan Gubernur
Kalimantan Selatan Nomor 023 Tahun 2017 tentang Pembentukan Organisasi, dan
Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan pada Dinas
Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan, bahwa KPH Hulu Sungai wilayahnya
terdiri dari RPH Batang Alai seluas ± 48.317 hektar dan RPH Amandit seluas ±
46.692 hektar dengan total luas kelola ± 95.009 hektar yang terdiri dari 34
Kecamatan dan kurang lebih 414 desa dalam wilayah KPH Hulu Sungai Provinsi
Kalimantan Selatan.
2.1.1.7. Jenis Tanah, Kelerengan, Geologi dan Iklim
Jenis Tanah
Distribusi jenis tanah di lokasi KPH Hulu Sungai adalah Aluvial, Kompleks
Podsolik Merah Kuning Lato-lati, Organosol Glei Humus, Podsolik Merah Kuning.
Tabel II-6. Jenis Tanah pada wilayah KPH Hulu Sungai
No Jenis Tanah Fungsi Kawasan Hutan Jumlah
Luasan HL HPT HP
1 Alluvial 76,59 28,69 120,34 225,62
2 Kompleks Podsolik Merah Kuning
Lato-lati
23.521,98 369,90 3.984,55 27.876,43
3 Organosol Glei Humus 819,80 - 3.713,53 4.533,33
4 Podsolik Merah Kuning 29.151,73 13.658,06 19.563,33 62.373,12
Jumlah 53.570,20 14.056,65 27.381,75 95.008,50
Kelerengan
Kelerengan tanah, dipergunakan sebagai batas, dimana tanah dengan lereng yang
lebih dari 40 % tidak diusahakan, melainkan dijadikan sebagai hutan lindung.
Wilayah yang lebih 40% kemiringannya di Kabupaten Hulu Sungai Selatan terletak
di Pegunungan Meratus. Wilayah 2% - 8%, 8% - 15 %, 15% - 25 % dan 25% - 40%
22
kebanyakan terdapat di kaki Pegunungan Meratus wilayah di Kabupaten Hulu
Sungai Selatan. Secara topografi, wilayah KPH Hulu Sungai memiliki topografi
yang relatif bergelombang/berbukit dengan ketinggian 0 - 1000 m, dengan
kemiringan 0 - 40 % dan dapat digolongkan menjadi 4 bagian, yaitu daratan, daerah
datar berombak dan daerah berbukit-bukit. Wilayah KPH Hulu Sungai dapat
dikatakan termasuk daerah kawasan relatif tinggi karena sebagian besar wilayahnya
berada di sekitar perbukitan.
Tabel II-7. Kelerengan dan topografi pada wilayah KPH Hulu Sungai
No. Kelerengan Klasifikasi topografi Luas (Hektar)
1 0 – 8 % Datar 19.169
2 8 – 15 % Landai 11.227
3 15 – 25 % Agak Curam 21.643
4 24 – 40 % Curam 36.178
5 > 40 % Sangat Curam 6.792
Jumlah 95.009
Iklim
Iklim di Indonesia dipengaruhi oleh tiga jenis iklim yaitu iklim musim (muson),
iklim tropika (iklim panas), dan iklim laut. Iklim Musim (Iklim Muson) sangat
dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode tertentu.
Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim musim terdiri
dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur
laut (Muson Timur). Angin muson barat bertiup sekitar bulan oktober hingga april
yang basah sehingga membawa musim hujan/penghujan. Angin muson timur bertiup
sekitar bulan april hingga bulan oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan
wilayah Indonesia mengalami musim kering/kemarau.
Selanjutnya Iklim yang mempengaruhi KPH Hulu Sungai adalah Iklim Tropika
(Iklim Panas). Iklim ini akan mempengaruhi wilayah disekitar garis khatulistiwa
yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim
hujan. Umumnya wilayah Indonesia memiliki iklim tropis, sedangkan negara Eropa
dan Amerika Utara mengalami iklim subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga
wilayah Indonesia panas yang mengundang banyak curah hujan.
23
Berdasarkan kriteria Schmidth and Fergusson tipe iklim di KPH Hulu Sungai
merupakan tipe iklim A, Artinya lokasi KPH Hulu Sungai memiliki bulan basah
lebih dari 9 (Sembilan) Bulan.
Curah hujan di suatu daerah dipengaruhi oleh iklim, topografi, dan perputaran arus
udara. Berdasarkan data jumlah hujan dan curah hujan di Kabupaten Hulu Sungai
Selatan Tahun 2012-2017 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Kabupaten
Hulu Sungai Selatan Tahun 2017. Jumlah curah hujan pada Kabupaten Hulu Sungai
Selatan dapat dilihat pada table II-8 dibawah.
Tabel II-8. Rata-rata Jumlah Hujan dan Curah Hujan Setiap Bulan di Kabupaten Hulu
Sungai Selatan Tahun 2012-2017
Bulan Curah Hujan (mm)
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Januari 223 379 40.6 560 207.16 284.97
Februari 270.5 354 165 321.9 333.96 187.69
Maret 262.7 303 503 201 375.15 318.83
April 217 372 234 167.5 231.35 326.8
Mei 127 256 225 213.5 176.02 182.95
Juni 56 145 147 185 198.51 145.82
Juli 102 266 36 3 112.88 166.54
Agustus 26 83 41 16 91.49 103.79
September 20 53 66 34 172.38 127.21
Oktober 153.5 122 35 36.5 288.14 141.61
November 159 401 198 265.5 390.38 441.49
Desember 326 342 430 249.5 348.69 475.34
Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Hulu Sungai Selatan Tahun 2017
Hidrologi
Berdasarkan hidrologinya wilayah KPH Hulu Sungai memiliki beberapa sungai yang
mengalir yaitu , Sungai Negara, Sungai Angkinang, Sungai Amandit, Sungai Kajang,
Sungai Batang Alai. Sebaran fungsi kawasan hutan di KPH Hulu Sungai berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.435/Menhut-II/2009 tentang
24
Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Selatan, meliputi
tiga fungsi hutan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel II-9. Luas HL, HPT dan HP per DAS di Wilayah KPH Hulu Sungai
DAS HL HPT HP JUMLAH (HA)
Batang Alai 24.476 14.056 9.785 48.317
Amandit 29.095 - 17.597 46.692
JUMLAH (HA) 53.571 14.056 27.382 95.009
Sumber : Peta DAS wilayah KPH Hulu Sungai
Lahan Kritis
Tabel II-10. Data Kekritisan Lahan di Tiap DAS KPH Hulu Sungai
NO
RPH /
Fungsi
Hutan
Tingkat Kritis Jumlah
(Ha) Sangat
Kritis Kritis
Agak
Kritis
Potensial
Kritis
Tidak
Kritis
I. RPH Batang
Alai
- HL 6.047,89 3.304,09 13.990,6 454,89 12,85
- HPT 8.610,25 1.524,44 3.846,02 49,04 26,89
- HP 9.359,32 138,46 157,65 35,61 93,86
Jumlah I 24.017,46 4.966,99 17.994,27 539,54 133,6
II. RPH
Amandit
- HL 14.127,2 9.019,57 4.862,58 535,01 9,46
- HP 10.717,5 4.206,61 609,03 1.674,71 389,27
Jumlah II 24.844,7 13.226,18 5.471,61 2.209,72 398,73
Jumlah
Total
48.862,16 18.193,17 23.465,88 2.749,26 532,33
Sumber : Pengolahan Data Lahan Kritis KPH Hulu Sungai
Berdasarkan data pada Tabel II-10 di atas, bahwa pada KPH Hulu Sungai terdapat
lahan sangat kritis dan kritis seluas ± 67.055,33 Ha yang tersebar di RPH Batang
Alai seluas ± 28.984,45 Ha dan RPH Amandit seluas ± 38.070,88 Ha.
Tabel II-11. Data Kekritisan Lahan di Wilayah Tertentu KPH Hulu Sungai
NO Tingkat Kekritisan Fungsi Hutan
HL HPT HP
1. Sangat Kritis 15.307,69 3.228,42 12.753
2. Kritis 9.112,78 33,81 1.675,97
3. Agak Kritis 5.005,91 2.217,3 374,19
25
4. Potensial Kritis 668,49 44,67 685,93
5. Tidak Kritis 9,46 - 3,64
Jumlah 30.104,33 5.524,2 15.492,73
Sumber : Pengolahan Data Lahan Kritis KPH Hulu Sungai
Sementara pada wilayah tertentu berdasarkan hasil analisis spasial terhadap data
lahan kritis diperoleh data tingkat kekritisan lahan mulai dari sangat kritis hingga
tidak kritis. Nilai terbesar adalah sangat kritis kritis seluas ± 31.289,11 Ha dari luas
wilayah tertentu KPH Hulu Sungai seluas ± 51.121,26 ha.
2.2. Potensi Wilayah KPH
2.2.1. Tutupan Lahan
Kondisi penutupan vegetasi wilayah KPH Hulu Sungai Kabupaten Hulu Sungai
Selatan berdasarkan hasil penafsiran Citra Landsat TM 7 tahun 2017 tutupan lahan
secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel II-6. Luas Penutupan Lahan pada wilayah KPH Hulu Sungai Berdasarkan
Penafsiran Citra Landsat
No Tutupan Lahan Fungsi Kawasan Luas
HL HP HPT (Hektar)
1 Hutan Lahan Kering Primer 10.060,02 - 1.339,30 11.399,32
2 Hutan Lahan Kering Sekunder 9.614,14 465,29 2.522,19 12.601,62
3 Hutan Tanaman 281,86 1.446,71 - 1.728,57
4 Perkebunan 1.373,36 938,26 - 2.311,62
5 Pertanian Lahan Kering 407,74 422,02 6,51 836,27
6
Pertanian Lahan Kering
Campuran 19.860,21 19.283,01 8.293,88 47.437,10
7 Belukar 11.913,85 2.157,54 1.608,47 15.679,86
8 Pertambangan 4,8 2.567,14 60,16 2.632,10
9 Tanah Tebuka 54,45 98,02 226,14 378,61
10 Badan Air - 4,09 - 4,09
Jumlah 53.570,43 27.382.08 14.056,65 95.009,16
Sumber : Hasil Penafsiran Citra Landsat tahun 2017
Berdasarkan Tabel II-6 tersebut, kondisi penutupan lahan pada areal KPH Hulu
Sungai didominasi oleh kelas penutupan lahan hutan lahan kering sekunder yaitu
seluas ± 12.601,62 ha, kelas penutupan lahan semak belukar seluas ± 15.679,86 ha
dan kelas penutupan lahan Pertanian Lahan Kering Campuran seluas ± 47.437,10 ha.
26
Penutupan Lahan
Berdasarkan peta tutupan lahan Provinsi Kalimantan Selatan, jenis tutupan lahan
pada wilayah tertentu KPH Hulu Sungai berbeda-beda. Tutupan lahan di KPH Hulu
Sungai didominasi oleh hutan lahan kering sekunder dan semak belukar. Tutupan
lahan ini dapat disaksikan langsung di lapangan yang mengelilingi KPH Hulu Sungai
didominasi oleh hutan sekunder. Sebaran tipe penutupan lahan di KPH Hulu Sungai
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel II-7 Penutupan Lahan Wilayah Tertentu pada KPH Hulu Sungai
Sumber: Pengolahan Data Penutupan Lahan Ditjen PKTL Tahun 2016
No Tutupan Lahan Fungsi Kawasan Luas
HL HPT HP Ha (%)
A Blok Pemanfaatan
1. Hutan lahan kering primer 582 - - 582 0,96
2. Hutan lahan kering sekunder 21.635 - - 21.635 35,54
3. Semak belukar 6.889 - - 6.889 11,32
4.
Pertanian lahan kering campur
semak
1.735 - - 1.735 2,85
5. Tanah Terbuka 10 - - 10 0,02
B Blok Pemanfaatan HHK-HT
1. Hutan lahan kering sekunder - - 6.000 6.000 9,86
2. Hutan Tanaman - - 1.150 1.150 1,89
C
Blok Pemanfaatan Kawasan,
Jasa Lingkungan dan HHBK
1. Hutan lahan kering primer - - 41 41 0,07
2. Hutan lahan kering sekunder - - 10.910 10.910 17,92
3. Pertanian lahan kering - - 3.482 3.482 5,72
4.
Pertanian lahan kering campur
semak
- - 3.200 3.200 5,26
5. Semak belukar - - 4.844 4.844 7,96
6. Tanah Terbuka - - 389 389 0,64
Jumlah 30.851 - 30.016 60.867 100,00
27
Gambaran kondisi tutupan lahan pada wilayah tertentu khususnya pada blok
pemanfaatan yang ada pada kawasan hutan lindung seluas antar lain bahwa kawasan
hutan lindung
2.2.2. Potensi Hasil Hutan Kayu
Berdasarkan dari Laporan Hasil Inventarisasi Hutan Pada KPH Hulu Sungai yang
dilaksanakan oleh BPKH Wilayah V Banjarbaru Tahun 2017, kelas penutupan Lahan
Kering Sekunder didapat jumlah batang dengan diameter >20 cm sebanyak 60
batang/ha dan volume tegakan sebesar ± 75,56 m3/ha.
Umumnya di lokasi pengamatan kondisi tegakan berupa areal bekas tebangan dan
masih mengalami permudaan berlangsung secara alami (natural regeneration) yaitu
pohon-pohon yang sudah tua dalam satu tegakan, akhirnya akan mati dan digantikan
oleh anakan-anakan pohon secara alami. Tidak ditemukan permudaan buatan
(artificial regeneration) pada di seluruh areal yang di survey sehingga kondisinya
masih berupa hutan muda.
Apabila dilihat dari hasil perhitungan Indek Nilai Penting (INP) yang mencerminkan
kedudukan ekologi suatu jenis dalam komunitasnya atau merupakan cerminan
tingkat dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya dalam suatu komunitas tumbuhan,
apabila suatu komunitas tegakan hutan didominasi oleh tumbuhan pionir, maka
komunitas tegakan hutan tersebut telah mengalami kerusakan atau gangguan baik
secara alam maupun oleh aktifitas manusia. Dari hasil perhitungan INP data
lapangan maka dapat diketahui bahwa jenis yang mendominasi di strata hutan lahan
kering sekunder berdasarkan tingkat umur tegakan yaitu:
a) Semai didominasi oleh jenis Jambuan dengan nilai INP: 33,13, Meranti INP:
25,51, dan Medang INP: 17,16.
b) Pancang didominasi oleh jenis Meranti dengan nilai INP: 27,62, Jambuan
INP: 17,36, dan Miwai INP: 13,81.
c) Tiang didominasi oleh jenis Meranti (INP: 39,59), Binuang (INP: 11,12) dan
Jambuan (INP: 10,51).
28
d) Pohon didominasi oleh jenis Meranti dengan nilai INP:37,15, Mahang INP:
18,55 dan Keruing INP: 12,53.
2.2.3. Hasil Hutan Bukan Kayu
Potensi HHBK KPH Hulu Sungai sangat besar. Adapun bentuk investasi HHBK di
KPH adalah karet, kemiri, madu, rotan dan bambu. Komoditas HHBK tersebut telah
dikembangkan oleh masyarakat, misalnya budidaya karet pada hampir semua desa
di wilayah KPH Hulu Sungai, budidaya madu kelulut di Desa Layuh Kecamatan
Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, kayu manis, kemiri di Kecamatan
Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Tusuk sate dari bambu di Desa Batu Bini
dan Desa Lumpangi.
2.2.4. Flora dan Fauna Langka
Berbagai jenis pohon ditemui pada lokasi pengambilan plot contoh yaitu sekitar 110
(seratus sepuluh) species pohon dan juga ditemukan hasil hutan bukan kayu antara
lain jenis-jenis rotan diantaranya Rotan Manau (Calamus manan Miq), Rotan Sega
(Calamus caesius blume) dan Rotan Udang (Calamus spetabilis). Selain jenis rotan
juga ditemukan tanaman kantong Semar, tanaman anggrek, tanaman obat-obatan,
madu, jamur dan getah damar.
Sedangkan untuk fauna yang ada wilayah KPH Hulu Sungai Kabupaten Hulu Sungai
Selatan antara lain jenis mamalia: beruang madu, kijang, rusa, pelanduk, tupai,
trenggiling, berang-berang, landak dan babi hutan. Jenis reptile antara lain ular,
biawak, labi-labi, kodok dan kadal. Jenis primata antara lain monyet ekor panjang,
bekantan, orang utan, dan owa-owa. Jenis aves antara lain burung enggang, burung
elang, ayam hutan, burung punai, burung bubut alang-alang, burung cucak hijau serta
jenis burung lainnya.
2.2.5. Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam
Potensi jasa lingkungan merupakan potensi besar yang dapat dikembangkan sebagai
sumber pendapatan atau devisa untuk mewujudkan KPH yang mandiri. Dana dari
29
pihak luar bisa masuk melalui mekanisme pembayaran jasa lingkungan (payment for
environmental services) seperti misalnya daya serap karbon, keindahan landscape,
wisata air terjun, perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan tata air serta
pendidikan dan penelitian. Potensi Ekowisata yang dikelola dengan baik dapat pula
memberikan kontribusi signifikan pada konservasi kawasan maupun peningkatan
kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan. Atraksi fauna yang menyebar di
seluruh kawasan KPH Hulu Sungai merupakan daya tarik tersendiri dalam
Ekowisata dan penelitian. Sungai-sungai yang membelah kawasan (antara lain,
Sungai Amandit, Sungai Anangi, Sungai Batang Alai) merupakan bukti bahwa DAS
banyak terdapat di dalam kawasan dan merupakan sumber air bersih yang potensial
yang dapat dimanfaatkan berupa air kemasan maupun kebutuhan sehari-hari. Potensi
ini dapat digunakan secara optimal untuk memperkuat pengelolaan KPH Hulu
Sungai
Adanya ekosistem karst di dalam dan di sekitar wilayah kerja KPH Hulu Sungai,
yang ada di Pegunungan Meratus. Fungsi karst salah satunya adalah regulator iklim
dan reservoir karbon terbesar yang tersimpan dalam bentuk batuan karbonat (batu
gamping dan dolomit) yang membentuk suatu ekosistem karst. World Comision
Protected Area (WCPA) yang merupakan komisi di bawah International Union for
Conservation of Nature (IUCN) mendorong perlindungan ekosistem karst di seluruh
dunia dengan beberapa pertibangan, antara lain yakni ; 1) karst sebagai habitat flora
dan fauna langka, 2) karst sebagai kawasan mineral langka (tidak terbarukan) dan
memiliki bentang alam yang unik, 3) karst sebagai bagian penting kawasan
prasejarah dan sejarah kebudayaan, 4) karst sebagai kawasan penting untuk
penelitian berbagai displin ilmu pengetahuan, 5) karst sebagai wilayah religi dan
spiritual, 6) karst sebagai kawasan kunci untuk mempelajari hidrologi kawasan, 7)
karst sebagai tempat rekreasi dan wisata.
Potensi wisata air terjun yang terdapat dalam wilayah KPH Hulu Sungai seperti air
terjun di Desa Haratai, Loklahung, Ulang, Nateh dan Haruyan Dayak yang letaknya
cukup menantang untuk dikunjungi serta daya tariknya yang potensial untuk
mengembangan wisata alam dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda 2 selama
1-3 jam dari desa terdekat, potensi yang masih alami ini masih sangat terjaga
30
keasriannya dan perlu dikaji/analisa kelayakan dari segi perencanaan, biaya dan
operasionalnya guna lebih menarik minat wisata lokal maupun non lokal.
Tabel II-8. Potensi Jasa Lingkungan KPH Hulu Sungai
No. Jasa Lingkungan Lokasi Potensi
1. Air Terjun Haratai Desa Haratai Belum dilakukan analisa
ekonomi
2. Pemanfaatan aliran air
untuk pembangkit listrik
mikrohidro
Desa Haratai Belum dilakukan analisa
ekonomi
3. Goa Ranuan (kars) Desa Haratai Kec. Koksado
Kab. HSS
Belum dilakukan analisa
ekonomi
4. Air Terjun Rampah
Menjangan
Desa Loklahung Kec. Loksado
Kab. HSS
Belum dilakukan analisa
ekonomi
5. Arung Jeram Nateh Desa Nateh Kec. Hantakan
Kab. HST
Belum dilakukan analisa
ekonomi
6. Air Terjun Haruyan Dayak Desa Haruyan Dayak Kec.
Batu Benawa Kab. HST
Belum dilakukan analisa
ekonomi
7. Air Terjun Tumaung Desa Datar Ajab Kec. Batang
Alai Timur Kab. HST
Belum dilakukan analisa
ekonomi
8. Air Terjun Paniti Ranggang Desa Hinas Kiri Kec. Batu
Benawa Kab. HST
Belum dilakukan analisa
ekonomi
9. Puncak Halau-Halau Desa Hinas Kiri Kec. Batu
Benawa Kab. HST
Belum dilakukan analisa
ekonomi
2.3. Sosial Budaya
Kabupaten Hulu Sungai Selatan merupakan salah satu Kabupaten dengan jumlah
penduduk yang cukup padat, di mana berdasarkan data pada akhir tahun 2012 jumlah
penduduk untuk masing-masing kecamatan disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin masing-masing Kecamatan
di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
No Kecamatan Jumlah Jiwa
Laki-laki Perempuan Total Ket
1 Loksado 4.352 4.195 8.547
2 Padang Batung 10.050 10.088 20.138
3 Telaga Langsat 4.640 4.558 9.198
4 Sugai Raya 8.650 8.570 17.220
5 Angkinang 23.661 24.118 47.779
6 Simpur 8.135 8.383 16.518
7 Kandangan 6.950 7.221 14.171
8 Kalumpang 3.006 3.116 6.122
9 Daha Utara 15.469 15.921 31.390
31
10 Daha Selatan 20.409 20.224 40.633
11 Daha Barat 3.827 3.668 7.495
JUMLAH 109.149 110.062 219.211 Sumber : Kabupaten Hulu Sungai Selatan Dalam Angka (BPS) Tahun 2013.
Tabel 9.b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin masing-masing Kecamatan
di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
No Kecamatan Jumlah Jiwa
Laki-laki Perempuan Total
1 Barabai 4.352 4.195 49.278
2 Batang Alai Selatan 10.050 10.088 20.138
3 Batang Alai Timur 4.640 4.558 6.710
4 Batang Alai Utara 8.650 8.570 17.220
5 Batu Benawa 23.661 24.118 47.779
6 Hantakan 8.135 8.383 16.518
7 Haruyan 6.950 7.221 14.171
8 Labuan Amas Selatan 3.006 3.116 6.122
9 Labuan Amas Utara 15.469 15.921 31.390
10 Limpasu 20.409 20.224 40.633
11 Pandawan 3.827 3.668 7.495
JUMLAH 237.080 114.891 122.189 Sumber : Kabupaten Hulu Sungai Tengah Dalam Angka (BPS) Tahun 2013.
Tabel 9.c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin masing-masing Kecamatan
di Kabupaten Tapin.
No Kecamatan Jumlah Jiwa
Laki-laki Perempuan Total
1 Binuang 15.461 15.020 30.481
2 Hatungun 4.386 4.385 8.771
3 Tapin Selatan 9.995 10.103 20.058
4 Salam Babaris 6.249 5.896 12.145
5 Tapin Tengah 9.644 9.307 18.951
6 Bungur 6.639 6.461 13.100
7 Piani 3.015 2.878 5.893
8 Lokpaikat 4.822 4.967 9.849
9 Tapin Utara 12.865 12.499 25.364
10 Bakarangan 4.683 4.733 9.416
11 Candi Laras Selatan 6.548 6.444 12.992
12 Candi Laras Utara 8.684 8.626 17.310
JUMLAH 93.011 91.319 184.330 Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka (BPS) Tahun 2017.
Masyarakat yang berada disekitar dan dalam kawasan hutan lindung wilayah KPHL
Hulu Sungai Selatan adalah penduduk suku dayak meratus ,suku banjar dan
sebagian kecil merupakan pendatang dari luar daerah (jawa). Mayoritas didalam
32
kawasan hutan telah berkembang pemukiman masyarakat yang masing-masing
keluarga telah memiliki lahan garapan, karakteristik masyarakat yang tinggal di
kawasan hutan lindung dilihat dari jumlah anggota keluarga , jenis mata pencaharian,
tingkat pendidikan dan asal usul masyarakat, dapat dilihat pada tabel.
Tabel 10. Karakteristik masyarakat didalam kawasan Hutan Lindung
No Uraian Besaran
1 Jumlah Reponden 117
2 Rata-rata jumlah anggota keluarga 3 – 5 Orang
3 Pekerjaan Pokok
a. Petani
b. Non Petani
93,65 %
6,35 %
4 Pendidikan
a. Tidak Sekoalah
b. SD
c. SLTP
d. SLTA
e. > SLTA
20,06 %
28,57 %
17,46 %
11,11 %
10,10 % Sumber : Kajian akademis fakultas Kehutanan Unlam 2012.
Pada tabel diatas terlihat bahwa 50% lebih masyarakat memiliki pendidikan yang
rendah dan tidak bersekolah. Latar belakang pendidikan yang rendah serta
keterampilan yang terbatas memicu untuk menggarap lahan hutan untuk pertanian
dan mengambil hasil hutan.
Pada umumnya petani menggarap sendiri lahannya dibantu oleh anggota keluarga
nya yang lain (79,37%), sedangkan lahan garapan mayoritas didapatkan dari
membuka lahan hutan (78,1%) dan mendapatkan dari warisan keluarga/orang
tua/leluhur (21,59%).
Tabel 11. Karakteristik petani didalam kawasan Hutan Lindung
No Uraian Besaran
1 Rata-rata lahan garapan (Ha) 2 – 30 Ha
2 Jarak tempuh ke ladang
garapan
1-2 Km
3 Tanaman yang diusahakan Padi, karet, kayu manis dan tanaman
buah
4 Cara pemanfaatan
- Konvensional
96,83 %
33
- Intensif 3,17 %
5 Kemampuan pengolahan lahan
tenaga kerja
a. Sendiri
b. Mengupah orang lain
c. Rata-rata jumlah tenaga
kerja
79,37 %
7,94
2-3 orang
6 Persefsi masyarakat terhadap
kawasan hutan
a. Pengetahuan lahan garapan
sebagai kawasan hutan
b. Tidak tahu
68,40 %
31,60 %
Sumber : Kajian akademis fakultas Kehutanan Unlam 2012.
2.4. Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan
Pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan mencakup perizinan-perizinan sebagai
berikut :
1. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam hutan tanaman
2. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) Hutan
Kemasyarakatan
3. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) Hutan Desa
Tabel II-9. Data Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan di Wilayah KPH Hulu Sungai per
Tahun 2017
No Nama Perusahaan Luas di
KPH (Ha) Nomor SK Penetapan Tanggal
I IUPHHK-HT
1 PT. Dwima Intiga 77.206 SK. 744/Menhut-II/2014 13/09/2014
II IUPHHBK-HD
1 LPHD Haruyan
Dayak
284 SK. 7032/Menlhk-
PSKL/PKPS/PSL.0/12/2
017
Tgl 11-04-2014
29/12/2017
2 LPHD Hinas
Kanan
565 SK. 510/Menhut-II/2012 13/09/2012
3 LPHD Nateh 1.507 SK.2326/ Menlhk-
PSKL/PKPS/PSL.0/4/20
17
21/04/2017
4 LPHD Haratai 762 SK.2490/ Menlhk-
PSKL/PKPS/PSL.0/4/20
17
28/04/2017
5 LPHD Ulang 1.405 188.44/0151/KUM/2016 10/03/2016
III IUPHHBK-HKm :
34
No Nama Perusahaan Luas di
KPH (Ha) Nomor SK Penetapan Tanggal
1 HKm Batu
Tungku
165 SK.5903/ Menlhk-
PSKL/PKPS/PSL.0/9/20
18
14/09/2018
2 HKm Papagaran
Bersatu
400 SK.9059/Menlhk-
PSKL/PKPS/PSL.0/12/2
018
28/12/2018
3 HKm Suka Maju 136 SK.5844/Menlhk-
PSKL/PKPS/PSL.0/9/20
18
12/09/2018
Saat ini selain IUPHHK-HT, IUPHHBK-HD dan IUPHHBK-HKm di wilayah kerja
di KPH Hulu Sungai juga terdapat Izin Pinjam Pakai Kawasan (IPPKH) untuk
kegiatan Pertambangan dan/atau di luar sektor kehutanan melalui izin pinjam pakai
kawasan hutan meliputi 5 unit manajemen, IPPKH tersebut sebagian besar berada
dalam wilayah IUPHHK-HA/HT dengan perincian sebagaimana tercantum dalam
tabel berikut.
Tabel II-10 Data IPPKH Dalam Wilayah KPH Hulu Sungai
No Nama Perusahaan SK IPPKH Tanggal Luas (Ha)
1 Antang Gunung Meratus,
PT SK.693/Menhut-II/2010 15/12/2010 409,78
2 Antang Gunung Meratus,
PT 55/1/IPPKH/PMDN/2017 9/06/2084 358,78
3 Antang Gunung Meratus,
PT
SK.166/Menlhk/Setjen/PL
A.0/2/2019 4/4/2019 110,21
4 Energi Batubara Lestari,
PT SK.654/Menhut-II/2013 2/10/2013 145,81
5 Energi Batubara Lestari,
PT SK.321/Menhut-II/2013 6/05/2013 196,93
6 Kalimantan Prima Persada,
PT SK.306/Menhut-II/2008 05/09/2008 66,59
7 Bhumi Rantau Energi, PT SK.470/Menhut-II/2009 89,9
8 Bhumi Rantau Energi, PT 16/1/IPPKH/PMDN/2018 99,2
9
Bhumi Rantau Energi, PT
SK.270/Menlhk/Setjen/PL
A.0/4/2019 12/08/2019 639,05
10
Bhumi Rantau Energi, PT
SK.531/
Menlhk/Setjen/PLA.0/12/2
019 24/01/2019 99,6
11
Bhumi Rantau Energi, PT
SK.593/
Menlhk/Setjen/PLA.0/12/2
018 20/12/2018 41,79
35
12
Binuang Mitra Bersama,
PT
SK.570/
Menlhk/Setjen/PLA.0/12/2
018 20/12/2018 143,38
J u m l a h 2.401,02
Sumber : Data IPPKH Kalimantan Selatan 2017
2.5. Posisi Areal Kerja dalam Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan
Daerah
2.5.1. RTRWP Kalimantan Selatan 2015 – 2020
Rencana pemanfaatan ruang merupakan hasil sinkronisasi dan integrasi antara
analisis pemanfaatan ruang kondisi eksisting, analisis kesesuaian fisik lahan, dan
analisis kebijaksanaan pembangunan di wilayah KPH Hulu Sungai. Dari hasil
integrasi tersebut menunjukkan bahwa alokasi pemanfaatan ruang RTRW KPH Hulu
Sungai memerlukan pengarahan ruang berdasarkan potensi dan kendala wilayah
KPH Hulu Sungai yang akan berpengaruh langsung terhadap konsep pengembangan
ruang wilayah.
2.5.2. RTRWK Hulu Sungai Selatan 2013 – 2032
Memperhatikan kondisi serta hasil analisis pola ruang diperoleh gambaran tentang
arahan rencana pengembangan alokasi pemanfaatan ruang yang dapat
direkomendasikan dalam RTRW Kabupaten Hulu Sungai Selatan Tahun 2013-2032
pada Kawasan KPH Hulu Sungai dalam konsep pengembangan tata ruang wilayah
termasuk kedalam Satuan Pengembangan Wilayah Kehutanan baik untuk
kepentingan budidaya/produksi maupun untuk kepentingan perlindungan.
KPH Hulu Sungai dengan berbagai potensi yang dimiliki tentunya berharap dapat
memberikan sumbangsih bagi pembangunan di daerah. Tentunya dengan
pengembangan potensi wilayah baik berupa jasa lingkungan, jasa wisata alam,
produk kayu dan hasil hutan bukan kayu dapat memberdayakan masyarakat di dalam
dan sekitar kawasan hutan.
2.5.3. RTRWK Hulu Sungai Tengah 2013 – 2032
36
Memperhatikan kondisi serta hasil analisis pola ruang diperoleh gambaran tentang
arahan rencana pengembangan alokasi pemanfaatan ruang yang dapat
direkomendasikan dalam RTRW Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2013-2032
pada Kawasan KPH Hulu Sungai dalam konsep pengembangan tata ruang wilayah
termasuk kedalam Satuan Pengembangan Wilayah Kehutanan baik untuk
kepentingan budidaya/produksi maupun untuk kepentingan perlindungan.
KPH Hulu Sungai dengan berbagai potensi yang dimiliki tentunya berharap dapat
memberikan sumbangsih bagi pembangunan di daerah. Tentunya dengan
pengembangan potensi wilayah baik berupa jasa lingkungan, jasa wisata alam,
produk kayu dan hasil hutan bukan kayu dapat memberdayakan masyarakat di dalam
dan sekitar kawasan hutan.
2.5.4. RTRWK Tapin 2013 – 2032
Memperhatikan kondisi serta hasil analisis pola ruang diperoleh gambaran tentang
arahan rencana pengembangan alokasi pemanfaatan ruang yang dapat
direkomendasikan dalam RTRW Kabupaten Tapin Tahun 2013-2032 pada Kawasan
KPH Hulu Sungai dalam konsep pengembangan tata ruang wilayah termasuk
kedalam Satuan Pengembangan Wilayah Kehutanan baik untuk kepentingan
budidaya/produksi maupun untuk kepentingan perlindungan.
KPH Hulu Sungai dengan berbagai potensi yang dimiliki tentunya berharap dapat
memberikan sumbangsih bagi pembangunan di daerah. Tentunya dengan
pengembangan potensi wilayah baik berupa jasa lingkungan, jasa wisata alam,
produk kayu dan hasil hutan bukan kayu dapat memberdayakan masyarakat di dalam
dan sekitar kawasan hutan.
2.5.5. Pengembangan Daerah
KPH Hulu Sungai memiliki potensi yang besar untuk pengembangan daerah, dan
apabila dapat dikelola dengan baik dapat memberikan kontribusi pendapatan bagi
daerah dari bidang hasil hutan baik kayu maupun non kayu dan jasa lingkungan
melalui pengembangan usaha dan investasi, selain itu tercatat beberapa proyek
37
strategis provinsi dan bahkan proyek nasional ada di KPH Hulu Sungai, sebagai
berikut:
1. Alur Laut Kepulauan Indonesia; Selat Makassar merupakan Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI) II yang merupakan jalur pelayaran internasional dari wilayah
Asia ke Australia sehingga merupakan jalur pelayaran yang cukup padat yang
didukung oleh kondisi kedalaman selat yang cukup.
2. Kawasan Industri; Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Tanah
Bumbu sangat mendorong untuk pembangunan kawasan strategis nasional Tanah
Bumbu – Hulu Sungai Selatan yang di dalamnya termasuk pembangunan
pelabuhan besar (peti kemas), pembangunan jembatan yang menghubungkan
Pulau Kalimantan dan Pulau Laut.
2.6. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan
Berbagai permasalahan masih menyelimuti upaya-upaya pengelolaan kawasan KPH
Hulu Sungai. Permasalahan-permasalahan tersebut pada dasarnya merupakan
dampak dari upaya pembangunan ekonomi yang belum berpihak kepada upaya
pelestarian dan pemanfaatan kawasan hutan secara berkelanjutan dan dampak dari
populasi dan semakin tingginya kebutuhan manusia akan sumber daya alam hayati,
lemahnya koordinasi di kalangan pemerintah serta masih lemahnya kelembagaan
KPH Hulu Sungai.
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh KPH Hulu Sungai pada kondisi saat ini
diuraikan sebagai berikut :
- Kawasan-kawasan hutan yang kemudian diubah fungsinya, masih terdapat
tumpang tindih penggunaan atau kepemilikan lahan di dalam kawasan.
- Masih terdapatnya aktivitas perambahan hutan, illegal logging, illegal mining
dan penyerobotan lahan kawasan hutan
38
- Penataan batas kawasan KPH Hulu Sungaibelum dilaksanakan. Karena belum
dilaksanakannya penataan batas maka penetapan kawasan juga belum dapat
dilakukan. Dengan demikian, status hukum kawasan belum bersifat final dan
pada umumnya kalangan awam belum paham tentang proses pengukuhan
kawasan hutan (termasuk pula sebagian aparat pemerintah). Sebagian aparat
pemerintah menganggap bahwa dengan belum adanya penetapan kawasan maka
perubahan fungsi atau bahkan pelepasan kawasan masih dapat dilakukan.
- Masih terkait dengan batas, hasil tata batas sebagian kawasan wilayah KPH Hulu
Sungai yang dilaksanakan sebelumnya, telah mengalami banyak perubahan.
Sudah dilaksanakan rekonstruksi batas kawasan dan banyak ditemukan tumpang
tindih penggunaan lahan di sekitar batas kawasan. Terkait dengan batas-batas
kawasan di lapangan, sementara waktu ini sedang dilakukan identifikasi lahan-
lahan bermasalah di sekitar batas untuk kemudian akan diupayakan untuk
review/reposisi batas apabila memungkinkan.
- Di dalam kawasan wilayah KPH Hulu Sungai terdapat tanaman semusim berupa
tanaman perkebunan seperti karet, kayu manis, buah-buahan, kemiri (Aleurites
moluccana) yang bagi masyarakat setempat merupakan komoditas penunjang
usaha ekonominya. Selain itu terdapat pula tanaman Kayu Manis. Tanaman ini
pada umumnya berada di dalam kawasan yang berfungsi lindung. Masyarakat
di sekitar kawasan mengakui tanaman kemiri dan Kayu manis tersebut sebagai
milik mereka walaupun diakui berada di dalam kawasan hutan. Karena klaim
kepemilikan tersebut, kelompok-kelompok masyarakat ini menuntut untuk dapat
memanfaatkan hasilnya.
- Data dan informasi potensi kawasan wilayah KPH Hulu Sungai masih minim.
Untuk itu, sampai saat ini telah diupayakan untuk terus menghimpun data dan
informasi yang ada serta terus diupayakan untuk melaksanakan eksplorasi secara
langsung di lapangan.
- Terkait dengan data dan informasi potensi kawasan yang masih terbatas, maka
perancangan blok pengelolaan kawasan KPH Hulu Sungai belum sempurna.
Untuk sementara waktu, pelaksanaan pengelolaan kawasan didasarkan pada
fungsi kawasan hutan sebelum penunjukan sebagai kawasan KPH Hulu Sungai.
39
- Bentang alam kawasan KPH Hulu Sungai yang sebagian besar adalah kawasan
berbukit bukit menyebabkan sulitnya aksesibilitas ke dalam kawasan untuk
berbagai keperluan, terutama untuk identifikasi dan inventarisasi potensi serta
kondisi aktual kawasan. Penggunaan teknologi penginderaan jauh untuk
keperluan ini telah dilakukan namun belum dapat memberikan gambaran yang
detail tentang kondisi aktual kawasan. Untuk keperluan ini dibutuhkan
inventarisasi potensi yang mencakup kawasan yang luas.
- Fenomena alam berupa daya tarik wisata sangat unik dan khas Kalimantan
Selatan atau khas Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai
Tengah dan Kabupaten Tapin belum semua dapat dieksplorasi karena
keterbatasan sumberdaya.
- Pengelolaan secara kolaboratif KPH Hulu Sungai belum sepenuhnya berjalan
dengan baik.
- Kelembagaan KPH Hulu Sungai belum mapan. SDM yang ada masih sangat
terbatas, sarana dan prasarana pengelolaan juga demikian. Selain itu, struktur
organisasi yang ada belum mampu mendukung kebutuhan pengelolaan Kawasan
hutan.
40
BAB III VISI DAN MISI
3.1. Visi
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Hulu Sungai adalah unit pelaksana teknis
kehutanan di daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan
Selatan Nomor 023 Tahun 2017 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan pada Dinas Kehutanan Provinsi
Kalimantan Selatan. Sampai dengan saat ini, pengelolaan KPH Hulu Sungai masih
pada tahap prakondisi dan belum benar-benar efektif apalagi dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk mendukung kelestarian hutan. Atas
dasar hal tersebut, maka KPH Hulu Sungai mulai merancang suatu rencana
pengembangan pengelolaan yang berisi langkah-langkah terukur untuk mencapai
suatu visi jangka panjang. Karena kondisi pengelolaan yang belum mapan, maka visi
pengelolaan KPH Hulu Sungai untuk jangka panjang adalah :
“Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat Untuk Kelestarian Hutan di KPH Hulu
Sungai”.
Dalam visi tersebut terkandung pokok-pokok pemikiran dalam upaya pengelolaan
KPH Hulu Sungai, yaitu:
- Kesejahteraan masyarakat akan berpengaruh positif bagi kelestarian hutan.
Berdasarkan pengamatan riil di tingkat tapak selama ini, diperoleh gambaran
bahwa tindakan perambahan kawasan hutan oleh warga masyarakat sekitar hutan
lebih banyak di dorong dan dilatarbelakangi oleh tingkat kesejahteraan yang
masih rendah. Sementara godaan gaya hidup yang ditunjukkan unsur-unsur dari
luar komunitasnya sangatlah sulit untuk ditepis. Oleh karena itu tidaklah
mengherankan jika banyak warga disekitar hutan menempuh jalan pintas dengan
melakukan eksploitasi hutan maupun kawasan hutan. Jadi secara singkat dapat
dikatakan bahwa perilaku negatif warga masyarakat disekitar hutan yang
41
mengancam kelestarian hutan banyak didorong oleh rendahnya
kesejahteraannya.
- Keadilan dan pemerataan kesempatan pemanfaatan sumber daya hutan.
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati dan ekosistem hutan yang ada
di dalam wilayah wilayah KPH Hulu Sungai diarahkan agar dapat mendekati
asas keadilan dan pemerataan yang selama ini masih dianggap “jauh panggang
dari api” oleh warga masyarakat. Tidak mengherankan jika saat ini warga sekitar
hutan sangat resisten terhadap institusi maupun personil kehutanan. Akibat
lanjutannya adalah “apapun” kebijakan, program, dan kegiatan yang berasal dan
dilaksanakan oleh lembaga kehutanan cenderung dipersepsikan sebagai alat yang
akan mengusik keamanan dan mengancam rasa keadilan warga disekitar hutan.
- Kelestarian hutan–selain faktor masyarakat di sekitar hutan masih banyak faktor
lain yang juga harus diperhatikan dalam mewujudkan kelestarian hutan yang satu
sama lain saling komplementer. Faktor-faktor tersebut antara lain Faktor
institusi pengelola hutan (KPH Hulu Sungai), dimana kesiapan internalnya
tercermin dari ketersediaan SDM, sarana dan prasarana, struktur organisasi,
prosedur kerja yang mantap dan sebagainya. Faktor berikutnya adalah status
kawasan hutan, kualitas data dan informasi kehutanan. Tanpa adanya kejelasan
dan kepastian status kawasan hutan, maka di tingkat tapak akan ditemui banyak
potensi “konflik” dan pertikaian yang bersumber dari perebutan lahan dan
kepentingan banyak pihak yang saling klaim yang sangat sulit diatasi karena
ketidakjelasan status dan batas-batas kawasan hutan. Faktor berikutnya adalah
pengamanan dan perlindungan hutan. Tanpa didukung oleh terjaminnya
pengamanan dan perlindungan hutan (mencakup dari bahaya kebakaran,
penebangan liar dan perambahan, penambangan liar, perlindungan dari hama
penyakit yang mengancam plasma nutfah sumber daya hayati dan ekosistemnya
dan sebagainya), maka tidak akan mungkin mewujudkan hutan lestari.
Selanjutnya faktor rehabilitasi hutan dan lahan juga sangat menentukan
kelestarian hutan, khususnya guna memulihkan hutan dan lahan yang telah
terdegradasi dan memerlukan tindakan pemulihan, baik yang disebabkan oleh
tindakan illegal maupun legal. Banyak pihak mengakui bahwa salah satu faktor
42
penting yang menggagalkan upaya pelestarian hutan pada era penerapan pola
HPH adalah tidak adanya sistem produksi lestari hutan. Untuk itu, agar keadaan
buruk itu tidak lagi terjadi di KPH Hulu Sungai perlu dibuat dan diterapkan
mekanisme atau sistem produksi lestari hutan. Tidak dapat dipungkiri, bahwa
mengelola hutan menuju lestari disamping memerlukan investasi finansial yang
tidak sedikit, juga memerlukan kapital sosial khususnya brand image produk-
produk lokal atau unggulan KPH. Modal finansial yang selama ini ada, yang
berasal dari APBN dan APBD, dimana KPH dipandang sebagai institusi cost
centre, sehingga secara bertahap harus diupayakan menjadi profit centre. Guna
menjadi institusi yang mandiri atau setidaknya mampu berkontribusi dalam
memperkuat pendapatan baik bagi APBN maupun APBD, maka KPH Hulu
Sungai harus mampu membangun “brand image” produk-produk unggulan lokal
yang bisa “dijual” baik untuk pasar lokal, nasional, maupun internasional. Jika
ini dapat diwujudkan, maka KPH Hulu Sungai akan mampu mandiri secara
finansial yang akan memudahkan melakukan tindakan-tindakan taktis dan
strategis dalam operasionalnya dalam rangka mewujudkan hutan lestari.
3.2. Misi
Dalam langkahnya untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, diperlukan
bentuk nyata implementasinya sebagai gambaran tentang tahapan pelaksanaan.
Dengan demikian, ditetapkan misi pengelolaan KPH Hulu Sungai sebagai berikut :
1. Inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya
2. Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu sesuai karakteristik wilayah dengan
tetap mengacu pada kelestarian hutan
3. Pemberdayaan masyarakat dalam bentuk penyerapan tenaga lokal, kemitraan,
penyediaan akses usaha kehutanan dan ekonomi produktif lainnya
4. Pembinaan dan pemantauan pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan
pada areal KPHL/KPHP dan mewujudkan penyadaran masyarakat terhadap
kelestarian hutan
43
5. Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan pada areal kritis di luar izin secara
memadai
6. Pembinaan dan pemantauan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal
kerja yang sudah ada izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutannya
7. Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam : 1) deliniasi areal
perlindungan setempat, 2) upaya perlindungan dan pengawetan flora dan fauna
yang dilindungi, dan 3) upaya konservasi HCVF
8. Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin
9. koordinasi dan sinergi dengan 10 atau lebih instansi dan stakeholder terkait
aktivitas pengelolaan
10. Rencana penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM guna Meningkatkan
kemantapan lembaga pengelola hutan
11. Penyediaan pendanaan : rencana kebutuhan anggaran, dan potensi sumber
pendanaan
12. Pengembangan database : rencana pengembangan database secara tepat guna
13. rasionalisasi wilayah kelola
14. review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali)
15. pengembangan investasi di bidang pemanfaatan hasil hutan kayu, non kayu,
jasa lingkungan, dan wisata alam
16. Memantapkan status kawasan hutan dan kualitas data dan informasi kehutanan
17. Mendukung penguatan pemerataan pemanfaatan areal kawasan hutan
18. Meningkatkan pengamanan dan perlindungan hutan
19. Meningkatkan Brand Image produk-produk lokal KPH
Status legal formal dan batas kawasan yang jelas merupakan prasyarat utama untuk
mengimplementasikan upaya pengelolaan KPH. Hal ini ditujukan untuk mengatasi
adanya konflik terkait dengan penggunaan, kepemilikan dan status hukum kawasan.
Seiring dengan pemenuhan prasyarat tersebut, upaya pemanfaatan sekaligus
konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya juga dapat diimplementasikan.
Pada tahap awal ini, upaya pemanfaatan dan konservasi jenis dan ekosistemnya
dititikberatkan pada pemenuhan data dan informasi potensi sumberdaya hutan,
potensi keanekaragaman hayati dan ekosistem pada wilayah KPH Hulu Sungai. Blok
44
pengelolaan wilayah KPH Hulu Sungai juga merupakan suatu bagian yang penting
untuk mulai dipersiapkan karena KPH dikelola dengan sistem blok. Dengan tidak
adanya rambu-rambu pengelolaan secara keruangan tersebut, sulit untuk
mengefektifkan pelaksanaan pengelolaan. Dikhawatirkan, pelaksanaan pengelolaan
tidak dapat mencapai keseimbangan apabila batas-batas pelaksanaan kegiatan dan
pemanfaatan ruang di dalam kawasan tidak segera disediakan. Konflik penggunaan
dan kepemilikan lahan di dalam kawasan wilayah KPH Hulu Sungai sampai saat ini
masih sangat tinggi. Karenanya, kawasan ini rentan terhadap gangguan keamanan,
terutama kasus perambahan kawasan.
Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah kekayaan alam yang harus
dikelola oleh negara demi kepentingan seluruh rakyat, dan untuk mendistribusikan
hasil dan nilainya secara adil, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati dan
ekosistem hutan yang ada di dalam wilayah wilayah KPH Hulu Sungai diarahkan
agar dapat mendekati asas keadilan dan pemerataan sebagai upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat untuk mendukung kelestarian hutan.
Terjaminya wilayah kelola yang terlidungi dari gangguan keamanan dan kebakaran
menjadi faktor penting keberhasilan pengelolaan hutan. Gangguan-gangguan
tersebut menjadi faktor penghambat pemantapan pengelolaan kawasan menuju
pencapaian fungsi secara optimal. Dengan demikian, maka gangguan terhadap
kawasan dan sumber daya alam hayati yang terkandung di dalamnya harus
diupayakan sedemikian rupa untuk dieliminir. Tanpa didukung oleh terjaminnya
pengamanan dan perlindungan hutan dari bahaya kebakaran, penebangan liar dan
perambahan, perlindungan dari hama penyakit yang mengancam plasma nutfah dan
sebagainya, maka tidak akan mungkin mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari
Optimalisasi upaya rehabilitasi hutan dan lahan sangat mendukung kelestarian hutan,
khususnya guna memulihkan hutan dan lahan yang telah terdegradasi dan
memerlukan tindakan pemulihan. Upaya rehabilitasi hutan dan lahan selain dapat
dilakukan secara mandiri oleh KPH dapat pula diupayakan melalui pola kerjasama
maupun kemitraan dengan pihak-pihak terkait lainnya.
45
Sebagai organisasi yang baru terbentuk, aspek kelembagaan merupakan bagian
penting yang harus ditata dengan baik. Dukungan peraturan perundang-undangan,
pedoman dan arahan pengelolaan perlu diterapkan dengan baik agar pengelolaan
dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Karena pengelolaan kawasanyang tidak
dapat dilakukan sendiri oleh pengelola kawasan serta dengan memperhatikan
prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan, maka penggalangan kemitraan dan
kolaborasi harus senantiasa menjadi perhatian. Kondisi sumber daya manusia yang
ada juga perlu terus dikembangkan kapasitas dan kuantitasnya.
Untuk mendukung kemandirian KPH, selain dukungan investasi finansial diperlukan
pula kapital sosial. Dalam hal ini upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan
dan membangun “brand image” produk-produk unggulan lokal untuk mewujudkan
KPH Hulu Sungai yang menghasilkan profit sehingga mampu mandiri secara
finansial yang akan memudahkan dalam operasionaliasi kegiatan guna mewujudkan
pengelolaan hutan lestari.
3.3. Tujuan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pengelolaan wilayah KPH Hulu Sungai
mempunyai tujuan dalam pencapaian visi dan misi sebagai berikut:
1. Memantapkan kawasan hutan dengan penataan batas, tata hutan serta
inventarisasi potensi sumber daya hutan dalam wilayah kelola KPH Hulu
Sungai ± 95.009 hektar;
2. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan organisasi melalui
peningkatan kemampuan SDM, peningkatan kapasitas UPT pengelola KPH
serta kapasitas lembaga-lembaga masyarakat yang ada di dalam wilayah kelola
pada 34 (tiga puluh empat) Kecamatan.
3. Pemanfaatan kawasan hutan secara optimal, khususnya pada Wilayah Tertentu
seluas ± 60.867 hektar dengan mengakselerasi pengembangan potensi Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK), Kayu serta jasa lingkungan sehingga menjadi
sumber pendapatan bagi negara (PNBP), bagi masyarakat dan operasional
pengelolaan KPH yang pada akhirnya dapat mewukudkan KPH yang mandiri.
46
4. Meningkatkan dan mengkampanyekan akses kelola terhadap hutan bagi
masyarakat melalui pengembangan Perhutanan Sosial berupa pembangunan
Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat
(HTR) dan Hutan Rakyat (HR) dengan pola-pola kemitraan.
5. Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi antara pengelola dan para pihak
(stakeholders) dalam pengelolaan hutan di KPH, yaitu dengan pemerintah
(kabupaten, provinsi, dan pusat/UPT Kementerian), korporat, LSM, kelompok
masyarakat ataupun perorangan.
6. Mengoptimalkan kegiatan dan program rehabilitasi hutan/lahan, reboisasi dan
penghijauan seluas ± 67.055,34 hektar yang dilaksanakan oleh para pihak serta
mendukung gerakan revolusi hijau.
7. Memantapkan perlindungan hutan dan konservasi sumber daya alam melalui
konservasi jenis insitu dan exsitu dengan dibarengi dengan identifikasi areal
bernilai konservasi tinggi (HCVF);
8. Memastikan sumber-sumber pendanaan terhadap program dan kegiatan di
KPH, baik bersumber pada APBN, APBD dan sumber-sumber lain yang sah
dan tidak mengikat untuk pengelolaan hutan secara optimal, ekonomis dan
lestari;
9. Memantapkan database potensi wilayah wilayah KPH Hulu Sungai khususnya
pada wilayah tertentu seluas ± 51.612,35 hektar;
10. Rasionalisasi dan revisi sesuai dengan perkembangan regulasi setiap 5 (lima)
tahun sekali
11. Meningkatkan iklim investasi di wilayah kelola KPH Hulu Sungai terhadap
potensi kayu, HHBK dan jasa lingkungan menjadi lebih baik;
12. Menjadikan potensi tersebut sebagai sumber pendapatan baik sebagai
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), pendapatan bagi masyarakat dan
pendapatan bagi KPH sehingga menjadikan KPH Mandiri, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan dan pembiayaan sampai ke tingkat pemasaran dari
potensi hutan menjadi produk unggulan atau olahan yang dapat dipasarkan.
47
BAB IV ANALISIS DAN PROYEKSI
4.1. Analisis
Untuk menyusun rencana strategis dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
suatu organisasi termasuk dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang
KPH Hulu Sungai dimulai dengan pelaksanaan identifikasi faktor internal dan
eksternal yang dapat mempengaruhi pengelolaan KPH. Faktor internal terdiri dari
Strength (Kekuatan) dan Weakness (kelemahan), sedangkan faktor eksternal terdiri
dari Oportunity (Peluang) dan Threat (Ancaman). Terhadap faktor-faktor tersebut
dilaksanakan pemetaan sehingga dapat ditemukan strategi yang tepat.
4.1.1. Faktor Internal
4.1.1.1. Kekuatan (Strength)
1) Kelembagaan KPH yang sudah tersedia
KPH Hulu Sungaimerupakan wilayah kelola yang ditetapkan oleh Menteri
Kehutanan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor
SK.78/Menhut-II/2010, Tanggal 10 Pebruari 2010. Selanjutnya melalui Peraturan
Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 023 Tahun 2017, guna berjalannya kegiatan di
tingkat tapak maka dibentuklah Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan
(KPH) Hulu Sungai.
Organisasi UPT KPH sesuai dengan Permendagri Nomor 61/2010 merupakan Tipe
A yang dipimpin seorang Kepala KPH (Eselon III-a) dan dibantu oleh Kepala Sub
Bagian Tata Usaha (Eselon IV.a), Kepala Seksi Perlindungan Hutan (Eselon IV.a),
Kepala Seksi Pemanfaatan Hutan (Eselon IV.a) dan Kelompok Jabatan Fungsional.
Struktur ini dilengkapi pula dengan dukungan personil fungsional Pegawai Negeri
Sipil yang terdiri dari Kelompok Fungsional Umum dan Fungsional Khusus (Polisi
Hutan dan Penyuluh Kehutanan).
Personil UPT KPH Hulu Sungai juga telah ditetapkan melalui Keputusan Kepala
Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 522/01-
48
Umpeg/DISHUT/2017 tentang Penataan Personil/Pelaksana Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan.
Berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan
Nomor 522/111/PPH/Dishut/2017, Tanggal 5 Juli 2017 dibentuklah Resort
Pengelolaan Hutan pada Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan Dinas
Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan. Salah satunya di UPT KPH Hulu Sungai
dibentuk sebanyak 2 Resort Pengelolaan Hutan (RPH) pada setiap Unit II dan Unit
IV. Batas wilayah RPH mengacu pada batas kawasan dan wilayah pengelolaan. RPH
akan dipimpin oleh seorang Kepala Resort (Pejabat non Eselon) yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi. Adapun RPH yang ditetapkan pada UPT
KPH Hulu Sungai sebagaimana pada tabel berikut.
Tabel IV-1. Pembagian Resort Pengelolaan Hutan pada UPT KPH Hulu Sungai
UPT KPH
(Pergub 023 th 2017)
Unit Wilayah Kelola KPH
(SK.78/Menhut-II/2010)
Resort Pengelolaan Hutan KPH
UPT KPH Hulu
Sungai
KPH Unit IX RPH Batang Alai
KPHL Model RPH Amandit
2) Potensi Hasil Hutan Kayu
Berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan BPKH V, penutupan lahan pada plot
pengukuran merupakan hutan lahan kering sekunder. Umumnya di lokasi
pengamatan kondisi tegakan berupa areal bekas tebangan dan masih mengalami
permudaan berlangsung secara alami (natural regeneration) yaitu pohon-pohon yang
sudah tua dalam satu tegakan, akhirnya akan mati dan digantikan oleh anakan-
anakan pohon secara alami. Tidak ditemukan permudaan buatan (artificial
regeneration) pada di seluruh areal yang di survey sehingga kondisinya masih berupa
hutan muda. Potensi yang diperoleh dari hasil inventarisasi pada tegakan dengan
diameter > 20 cm, rata-rata sebanyak 60 batang/ha dan volumen tegakan sebesar
55,68 m3/ha.
Apabila dilihat dari hasil perhitungan Indek Nilai Penting (INP) yang mencerminkan
kedudukan ekologi suatu jenis dalam komunitasnya atau merupakan cerminan
tingkat dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya dalam suatu komunitas tumbuhan,
49
apabila suatu komunitas tegakan hutan didominasi oleh tumbuhan pionir, maka
komunitas tegakan hutan tersebut telah mengalami kerusakan atau gangguan baik
secara alam maupun oleh aktifitas manusia. Hasil perhitungan INP data lapangan
maka diketahui bahwa jenis yang mendominasi strata hutan lahan kering sekunder
pada wilayah wilayah KPH Hulu Sungai berdasarkan tingkat umur tegakan yaitu :
Tabel IV-2. Potensi Hasil Hutan Kayu Berdasarkan INP pada wilayah KPH Hulu Sungai
No. Tingkat
Semai
INP Tingkat
Pancang
INP Tingkat
Tiang
INP Tingkat
Pohon
INP
1 Jambuan 33,13 Meranti 27,62 Meranti 39,59 Meranti 37,15
2 Meranti 25,51 Jambuan 17,36 Binuang 11,12 Mahang 18,55
3 Medang 17,16 Miwai 13,81 Jambuan 10,51 Keruing 12,53
3) Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu
Kawasan KPH Hulu Sungai memiliki sumber daya alam hayati yang tinggi. Potensi
ini dapat digunakan secara optimal untuk memperkuat pengelolaan KPH Hulu Sungai
, melalui pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dan mengembangkan ekonomi
wilayah. Berdasarkan hasil identifikasi oleh KPH, terdapat beberapa potensi hasil
hutan bukan kayu yang telah diusahakan oleh masyarakat di dalam dan di sekitar
wilayah KPH Hulu Sungai , yang meliputi karet pada hamper semua desa di wilayah
KPH Hulu Sungai,madu kelulut di Desa Layuh, Kayu Manis di Kecamatan Loksado
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, . Usaha produktif masyarakat tersebut telah
memberikan tambahan penghasilan yang cukup berarti bagi perekonomian
masyarakat desa. Usaha produktif masyarakat ini sangat potensial untuk dibina dan
dikembangkan menjadi salah satu produk unggulan KPH Hulu Sungai pada saatnya
nanti.
4) Memiliki Nilai Konservasi Lanskap yang Tinggi
- Berfungsi sebagai penyangga kehidupan/penyeimbang ekosistem
Keberadaan hutan sebagai bagian dari sebuah ekosistem yang besar memiliki arti
dan peran penting dalam penyangga system kehidupan. Berbagai manfaat besar
dapat diperoleh dari keberadaan hutan melalui fungsinya sebagai penyedia
sumberdaya air bagi manusia dan lingkungan, kemampuan penyerapan karbon,
pemasok oksigen di udara, penyedia jasa wisata dan mengatur iklim global.
50
Kawasan KPH Hulu Sungai memiliki tipe ekositem yang lengkap dari hutan hujan
dataran rendah hingga hutan pegunungan di Pegunungan Meratus. Hutan di KPH
Hulu Sungai, khususnya di wilayah Pegunungan Meratus ini memiliki fungsi penting
sebagai penyangga kehidupan dan penyeimbang ekosistem. Dengan adanya kawasan
karst yang terbentang di Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan
Kecamatan Batu Benawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah, memiliki nilai penting
dalam pengaturan tata air, flora dan fauna di sekitar wilayah KPH Hulu Sungai.
Dengan demikian apabila terjadi kerusakan pada KPH Hulu Sungai, akan secara
langsung membawa dampak negatif terhadap kualitas lingkungan hidup di
Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Dengan demikian kawasan ini harus dipertahankan
sehingga tetap dapat berfungsi, bermanfaat secara lestari dan berkelanjutan.
- Berfungsi sebagai daerah tangkapan air
Dengan adanya kawasan karst di Kecamatan Hampang dan Kecamatan Loksado
Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kecamatan Batu Benawa Kabupaten Hulu
Sungai Tengah, yang merupakan DAS bagian hulu, merupakan darah tangkapan air
bagi wilayah Sengayam dan sekitarnya. Kerusakan pada KPH Hulu Sungai akan
secara langsung membawa dampak negative terhadap kualitas lingkungan hidup di
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten
Tapin. Untuk saat ini kebutuhan akan air masih dapat dipenuhi oleh keberadaan
sungai di kawasan KPH Hulu Sungai yang debit airnya selalu tersedia sepanjang
tahun.
4.1.1.2. Kelemahan (Weakness)
1) Sumber daya manusia belum optimal
Personil UPTD KPH Hulu Sungai saat ini masih terbatas, baik secara jumlah maupun
kualifikasinya. Jumlah pegawai di KPH Hulu Sungai sebanyak 56 orang, yang terdiri
dari 1 orang Kepala KPH, 1 orang KSBTU, 2 orang Kepala Seksi, 9 orang Staf, 12
orang Penyuluh Kehutanan, 11 orang Polhut, 6 orang Bakti Rimbawan, 3 orang
Tenaga Kebersihan, 6 orang tenaga keamanan dan 5 orang Tenaga Kontrak
Pengamanan Hutan. Wilayah KPH Hulu Sungai dengan luas kawasan 95.009 Ha,
51
idealnya memiliki jumlah tenaga fungsional Polhut minimal 95 orang dengan asumsi
1 orang per 1000 Ha. Berdasarkan jumlah personil, kebutuhan tenaga pengelola KPH
Hulu Sungai masih sangat kurang sejalan dengan makin dinamisnya pembangunan
di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten
Tapin.
Tabel IV-3. Kondisi Personil KPH Hulu Sungai saat ini
No. Jenis Kompetensi Kebutuhan Tenaga (Org)
Minimal Tersedia Kekurangan
1 Sarjana Kehutanan 10 6 4
2 Perencanaan Kehutanan 4 2 2
3 Pemanenan Hutan 2 - 2
4 Pembinaan Hutan 4 - 4
5 Pengamanan Hutan 95 11 84
6 Penguji Kayu Bulat 4 1 3
Jumlah 119 12 99
Sehubungan belum adanya ketentuan yang mengatur standar kebutuhan personil di
KPH, maka dilakukan analisa perhitungan dengan pendekatan Perdirjen BPK No.
P.8/VI-Set/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kewajiban Pemegang Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) untuk mempekerjakan Sarjana
Kehutanan dan Tenaga Teknis PHPL. Pendekatan ini dilakukan mengingat KPH
sebagai unit pengelola hutan. Analisa kebutuhan didasarkan pada wilayah tertentu
KPH seluas 51.612,35 ha.
2) Data potensi kawasan belum lengkap
Data dan informasi tumbuhan dan satwa liar sebagai jenis unggulan, species kunci,
species baru masih sangat minim. Kegiatan inventarisasi keragaman hayati pada
umumnya dilakukan hanya di bagian terluar kawasan KPH Hulu Sungai dan belum
mengidentifikasi di tengah kawasan KPH Hulu Sungai, padahal beberapa kawasan
di wilayah KPH Hulu Sungai masih memilki potensi yang tinggi. Potensi lain yang
belum teridentifikasi secara detail adalah potensi kayu yang bernilai ekonomis tinggi.
Dengan demikian belum tersedia peta potensi kayu dan peta potensi keragaman
hayati yang mewakili kawasan secara keseluruhan. Ketidak tersediaan data tersebut
mengakibatkan pemanfaatan kayu dan non kayu belum optimal. Sampai sekarang
52
potensi kayu dan keanekaragaman hayati hanya mengandalkan hasil inventarisasi
yang dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh BPKH V Banjarbaru.
3) Batas kawasan KPH belum mantap
Berdasarkan hasil penelusuran informasi di BPKH V Banjarbaru. Kawasan KPH
Hulu Sungai belum memiliki tata batas dan banyak pal batas yang rusak dan tidak
jelas di lapangan. Rekonstruksi batas telah dilakukan oleh BPKH Wilayah V
Banjarbaru, namun hasilnya masih belum optimal. Dalam rangka untuk mencegah
konflik batas dan adanya klaim areal dari pihak tertentu, maka perlu dilakukan
percepatan pelaksanaan tata batas wilayah dan fungsi hutan di lapangan.
4) Sarana dan prasarana belum memadai
Dalam mendukung pengelolaan KPH Hulu Sungai sangat dibutuhkan ketersediaan
sarana dan prasarana yang dapat menunjang pelaksanaan kegiatan baik berupa Jalan
setapak (Trail) untuk kepentingan patroli maupun wisata, bangunan/gedung, sarana
transportasi, sarana penelitian dan pengunjung, alat komunikasi serta sarana dan
prasarana lainnya. Jika dibandingkan dengan luas kawasan, maka sarana dan
prasarana dalam pengelolaan masih sangat terbatas. Saat ini sarana dan prasarana
KPH Hulu Sungai masih menggunakan fasilitas yang tercatat pada BMN Kabupaten
Hulu Sungai Selatan. Alokasi anggaran pada DIPA untuk sarana parasarana baik
untuk penambahan maupun perbaikan belum mencukupi. Sarana dan prasarana yang
bersifat sangat dibutuhkan oleh pengelola KPH Hulu Sungai berupa peralatan kantor,
beberapa kendaraan darat roda empat dan kendaraan roda dua untuk mempermudah
operasional kegiatan di lapangan. Sarana lain yang dibutuhkan adalah stasiun
penelitian lapangan yang dilengkapi dengan pemondokan dan peralatan riset yang
memadai.
5) Aksesibilitas rendah
Aksesibilitas kawasan KPH Hulu Sungai sebagian besar areal memiliki topografi
datar sampai bergelombang dengan ketinggian ± 10 – 125 meter dari pemukaan laut
sehingga untuk dapat mencapai lokasi/areal ditempuh dengan menggunakan
tranportasi darat. Alternatif transportasi lainnya melalui beberapa aliran sungai yang
53
banyak terdapat di daerah KPH Hulu Sungai, namun dengan kondisi terbatas. Untuk
menjangkau daerah pegunungan Meratus tetap mengandalkan jaringan jalan Ex. PT.
Pasturis.
4.1.2. Faktor Eksternal
4.1.2.1. Peluang (Opportunity)
1) Partisipasi masyarakat tinggi
Keberadaan KPH Hulu Sungai sedikit banyak mulai diakui oleh masyarakat
khususnya yang tinggal di sekitar kawasan. Telah ada kesadaran sebagian
masyarakat untuk tidak memasuki kawasan. Masyarakat pada umumnya
menghormati pada aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Partisipasi, keterlibatan
dan dukungan masyarakat terhadap perlindungan dan pengelolaan KPH Hulu Sungai
adalah komponen penting dalam kawasan KPH. Bila kawasan KPH dianggap sesuatu
yang mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitar, maka masyarakat menjadi
pendukung dalam upaya pelestarian kawasan KPH tersebut.
2) Dukungan Pemerintah Pusat dan Provinsi
Dengan dibentuknya UPT KPH melalui Peraturan Gubernur, maka dengan serta
merta dukungan Pemerintah Provinsi dengan segala kewenangannya dapat
memudahkan koordinasi pengelolaan hutan oleh KPH, demikian pula dengan
dukungan anggaran APBD akan lebih diperhatikan oleh Bappeda, karena
tersinkronisasi langsung dengan program provinsi. Kedudukan KPH dibawah dan
bertanggungjawab langsung kepada Kepala Dinas dapat memotong rantai birokrasi
yang panjang, sehingga lebih efektif. Selain itu, dengan koordinasi yang baik dari
Dinas Provinsi, maka akan diperoleh sinkronisasi program dan kegiatan dengan
instansi pusat.
Dengan adanya program No KPH, No Budget, kebijakan pengelolaan hutan pada
tingkat tapak, serta Program Prioritas Nasional, KPH memperoleh dukungan
intervensi anggaran dari APBN yang dikucurkan melalui UPT Kementerian
54
Lingkungan Hidup dan Kehutanan di daerah. Demikian pula dukungan dana dari
pihak lain, LSM/NGO dapat lebih mudah diarahkan melalui koordinasi Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Provinsi.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui
Permenhut Nomor P.47/Menhut-II/2013 telah mengatur pemanfaatan hutan di
wilayah tertentu KPH, meliputi :
1. Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan lindung
a. Pemanfaatan kawasan
b. Pemanfaatan jasa lingkungan
c. Pemungutan HHBK
2. Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan produksi
a. Pemanfaatan kawasan
b. Pemanfaatan jasa lingkungan
c. Pemanfaatan HHK dan HHBK
d. Pemungutan HHK dan HHBK
Pelaksanaan pemanfaatan hutan di wilayah tertentu dapat dilakukan melalui
kerjasama dengan BUMN, BUMD, BUMS, Koperasi, UMKM dan/atau masyarakat
setempat dalam rangka kemitraan maupun membuka peluang usaha. Kawasan Hutan
Kabupaten Hulu Sungai Selatan sangat memiliki potensi besar terhadap jasa
lingkungan berupa carbon trade, pariwisata, peneltian, DAS, dan air bersih yang
perlu ditingkatkan pengembangannya. Peluang ini sangat bagus untuk dikelola dan
akan menjadi devisa pemerintah kabupaten, serta menjadi suatu daya tarik terhadap
investor.
Perdagangan karbon (carbon trade) terkait dengan REDD+ (Reducing Emissions
from Deforestation and Degradation in developing countries) yaitu sebuah
mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikan insentif yang
bersifat positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari
deforestasi dan degradasi hutan. REDD+ hanya salah satu skema untuk memberi
insentif terhadap upaya perlindungan atau pelestarian hutan. Pemberian kompensasi
ini terkait dengan pengurangan pelepasan karbon (carbon release reduction),
55
penyimpanan karbon (carbon storage) dan penyerapan karbon (carbon
sequestration). Carbon trade ini merupakan salah satu potensi jasa lingkungan yang
perlu dimanfaatkan. Peluang lainnya adalah pengembangan Ekowisata di kawasan
KPKPH Hulu Sungai .
Ekowisata di kawasan KPH diharapkan mampu memberikan kontribusi pada
pemanfaatan dan konservasi kawasan maupun peningkatan kesejahteraan
masyarakat di sekitar kawasan. Kawasan sebagai daerah tangkapan air, banyaknya
sungai-sungai dan air yang mengalir dari hulu kawasan KPH, membuat suatu daya
tarik tersendiri. Disamping itu potensi air yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang
pariwisata, juga dapat dikemas menjadi air konsumsi.
Keberadaan kawasan KPH Hulu Sungai yang terletak di areal pencadangan kawasan
hutan Provinsi Kalimantan Selatan merupakan hal yang strategis. Hampir seluruh
kawasan dalam wilayah KPH diperuntukkan sebagai kawasan pemanfaatan hutan
kayu hutan alam dan hutan kayu hutan tanaman. Berdasarkan hasil survey yang
dilakukan oleh Tim BPKH potensi kayu yang terdapat di kawasan KPH Hulu Sungai
rata-rata 75,56 m3/ha. Dengan demikian ini merupakan sebuah peluang yang dapat
mendukung pengelolaan KPH Hulu Sungai.
3) Dukungan para pihak
Pemerintah baik pusat maupun daerah (provinsi, kabupaten/kota) mendukung
keberadaan KPH Hulu Sungai . Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kaupaten Tapin sangat diuntungkan dengan
adanya KPH, sehingga pemerintah daerah sangat mendukung keberadaan KPH yang
berada pada wilayah administratifnya. Demikian pula dengan lembaga-lembaga non
pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri, menaruh perhatian khusus pada
upaya-upaya pemanfaatan dan konservasi seperti KPH Hulu Sungai .
Pemerintah pusat sangat berkomitmen dengan pembangunan kehutanan pada tingkat
tapak. Dalam RPJMN, Bappenas bersama dengan Kementerian LHK akan
menfasilitasi pembangunan kehutanan di tingkat tapak oleh KPH hingga tahun 2019,
dengan slogan "No KPH, No Money", sehingga seluruh kegiatan di bidang kehutanan
akan tercurah pada KPH. Selain itu adanya Program Prioritas Nasional dan sistem
56
penganggaran "money follow programs", pembangunan kehutanan akan lebih
terfokus pada KPH dan masyarakat yang berada di dalam dan sekitar hutan. Di tahun
2017, Kementerian Lingkungan Hidup melaksanakan Program Prioritas Nasional,
yang menitikberatkan kepada pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan salah
satu peluang bagi KPH dalam mengelola hutan sekaligus meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar wilayah KPH Hulu Sungai.
Pengelolaan kawasan bisa dilakukan bersama dengan melibatkan pihak luar. Oleh
karena itu pengembangan kerjasama atau kolaborasi pengelolaan kawasan perlu
dipertimbangkan. Pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan dan pemerintah daerah bisa mengatur kebijakan dalam hal kerjasama dan
kolaborasi pengelolaan kawasan KPH sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Untuk hal ini diperlukan serangkaian upaya-upaya promosi kepada pihak
luar, disamping kajian untuk mengidentifikasi investor potensial untuk bermitra
dalam pengelolaan KPH Hulu Sungai.
PT. Bhumi Rantau Energi melalui program CSR-nya sedang melakukan
pembangunan persemaian permanen di Desa Ambutun Kecamatan Padang Batung
Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang diharapkan dapat mendukung kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan dan dapat mendorong perusahaan yang lain untuk
melakukan CSR pada desa-desa lain yang berdekatan dengan lokasi tambang dan
menerima dampak secara langsung.
4) Pengembangan penelitian dan pengembangan
Kawasan KPH memiliki potensi keragaman hayati yang sangat beragam. Peneliti
yang datang biasanya datang dari kalangan akademisi, LSM dan lembaga penelitian
yang tertarik untuk melakukan kerjasama penelitian dalam kawasan KPH. Beberapa
peneliti yang melakukan penelitian adalah dosen dan mahasiswa dari Universitas
Lambung Mangkurat serta dari LSM. Peluang ini harus ditangkap oleh KPH dengan
menyediakan stasiun riset di dalam kawasan KPH yang dikelola secara profesional.
Pada Tahun 2019 KPH Hulu Sungai bekerjasama dengan Balai Penelitian dan
Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru melaksanakan
penelitian pengembangan budidaya madu kelulut untuk mengetahui
57
perkembangbiakan dan kebutuhan pakan serta peningkatan kualitas hasil panen
madu kelulut. Pada Tahun 2020 KPH Hulu Sungai merencanakan pembangunan
‘Breeding Center Madu Kelulut” untuk mengembangbiakkan koloni kelulut secara
buatan yang selanjutnya dikembangkan pada KTH binaan KPH Hulu Sungai
sehingga dapat menghindari penebangan pohon sarang kelulut di hutan alam.
5) Pendidikan dan pelatihan
Berbagai bentuk peningkatan kualitas bagi tenaga pengelola KPH seperti pelatihan
peningkatan keterampilan pengelolaan KPH dan peluang melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi melalui beasiswa dan sponsor serta berbagai bentuk
program edukasi telah diprogramkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan melalui Pusat dan Balai Diklat Kehutanan. Peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM) akan berdampak pada kualitas pengelolaan, artinya untuk
mengatasi jumlah tenaga pengelola yang masih kurang dan belum sebanding dengan
konflik dan luas kawasan kelolanya, maka ditempuh dengan peningkatan
kualitasnya. Adanya program peningkatan kapasitas staff yang ditawarkan oleh
lembaga di luar KPH merupakan peluang-peluang yang harus dimanfaatkan.
6) Keberadaan izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan
Di KPH Hulu Sungai terdapat sebanyak 1 (satu) IUPHHK-HT, yakni PT. Dwima
Intiga, dengan areal yang berada di dalam wilayah KPH Hulu Sungai seluas ±
7.644,39 ha SK. Nomor 717/Menhut-II/2009 tanggal 19 Oktober 2009.
Selain itu terdapat juga izin penggunaan kawasan berupa IPPKH sebanyak 5 (lima)
Izin IPPKH, dengan total luas IPPKH mencapai 2.223,55 ha
4.1.2.2. Ancaman (Threat)
1) Kegiatan illegal logging, illegal mining dan perambahan lahan
Aktivitas pencurian kayu masih sering ditemukan di wilayah KPH Hulu Sungai.
Hasil kayu curian ini umumnya diangkut melalui jalan darat dan jalur sungai.
Kegiatan pencurian kayu di dalam kawasan KPH umumnya didanai oleh cukong.
Penambangan tanpa izin (illegal mining) dan/atau izin tambang tanpa melalui
prosedur yang sah dan/atau penambangan tradisional oleh masyarakat, dengan
58
komoditas batubara, emas maupun bahan galian C (pasir dan batu), telah lama
merambah wilayah KPH Hulu Sungai. Areal bekas galian batubara yang dikelola
tanpa izin banyak ditemui di wilayah KPH dan tidak dilakukan usaha reklamasi
maupun rehabilitasi, sehingga saat ini menjadi danau maupun merupakan lahan
kritis. Dengan meningkatnya harga komoditas batubara saat ini, dikuatirkan akan
terjadi penambangan tanpa izin akan terjadi kembali, apabila tidak dilakukan
pencegahan dan penegakan hukum bagi pelakunya.
Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk serta terjadinya imigrasi penduduk
yang berakibat pada peningkatan kebutuhan akan pangan ini tidak sebanding dengan
lahan garapan yang disediakan, sehingga kebutuhan pangan dicukupi dengan
membuka lahan baru oleh masyarakat. Hal ini merupakan salah satu ancaman
terhadap kelestarian kawasan KPH Hulu Sungai.
KPH Hulu Sungai terdapat beberapa wilayah hutan yang berbatasan langsung
dengan kebun/ladang milik masyarakat. Dari sisi tata batas kawasan tentu saja bisa
menimbulkan potensi konflik dengan masyarakat yang memiliki ladang didekat
kawasan KPH. Hadirnya KPH juga bertujuan untuk membuka isolasi daerah, namun
akses yang mudah setelah ada KPH juga sering menjadi pintu masuk untuk illegal
logging, perburuan liar dan aktivitas ilegal lainnya.
Penguasaan dan penyerobotan lahan oleh masyarakat demi kepentingan perusahaan
(perkebunan dan pertambangan) merupakan salah satu modus yang terjadi di KPH
Hulu Sungai. Kelompok masyarakat melakukan klaim lahan kepada unit manajemen
dan pemerintah dengan berbagai alasan, dan setelah dilakukan enclave, selanjutnya
lahan tersebut ditanami dengan komoditas perkebunan melalui pola inti plasma, atau
dijual kepada perusahaan tambang.
2) Perburuan satwa
Potensi satwa liar yang ada di dalam kawasan sering menjadi daya tarik pihak luar
untuk melakukan perburuan. Terdapat indikasi sekelompok orang yang dengan
sengaja berburu babi hutan, Rusa (Menjangan) untuk tujuan komersil. Disamping
mamalia seperti babi, terdapat kasus perburuan beberapa jenis burung yang biasa
diperdagangkan secara diam-diam di daerah sekitar KPH Hulu Sungai yaitu Kukang
59
dan burung. Burung-burung tersebut diambil dari hutan, burung yang diambil adalah
burung yang masih anakan lalu dibawa dan dipelihara.Informasi yang diperoleh dari
masyarakat di sekitar kawasan KPH, perburuan satwa seperti babi meningkat
menjelang perayaan natal. Kegiatan perburuan ini dilakukan secara hati-hati sekali
sehingga tidak diketahui oleh pihak yang berwenang, sementara untuk masyarakat
sekitar sendiri jarang melakukan kegiatan tersebut.
3) Kebakaran hutan dan lahan
Kebiasaan bagi masyarakat lokal yang hidup di sekitar kawasan dalam membuka
lahan untuk berladang adalah dengan cara membakar lahannya yang sebelumnya
telah ditebas dan dibiarkan beberapa waktu sampai tebasan itu kering oleh sinar
matahari sehingga mudah termakan api. Potensi kebakaran hutan yang timbul dari
kegiatan ini adalah sangat besar, karena api dapat pula menjalar sampai ke dalam
kawasan. Terjadi juga kebiasaan lain bagi masyarakat yang memelihara ternak, yakni
aktivitas membakar padang ilalang, dimana setelah dibakar akan tumbuh ilalang
muda yang bertujuan untuk mendapatkan pakan ternak. Tidak jarang akibat dari
aktivitas ini dapat menimbulkan kebakaran menjadi meluas dan terjadi sampai
berhari-hari. Dalam beberapa tahun terakhir, kebakaran hutan menjadi fenomena
tahunan di Indonesia.
4) Pencemaran lingkungan
Zaman yang semakin canggih dan modern dengan kecanggihan tekologi sedikit
banyaknya berdampak negative terhadap lingkungan. Dimana banyaknya
perusahaan tambang yang kini tumbuh dan berkembang di Kabupaten Hulu Sungai
Selatan ini menggunakan teknologi canggih yang dalam pengembangan tambang
sedikit banyaknya mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan sekitar. Hal ini
menjadi masalah yang selalu terjadi dan masih terus dilakukan pencegahan.
Keberadaan IUPHHK-HT PT. Dwima Intiga terus dipacu untuk melaksanakan
penanaman pohon guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan.
5) Rendahnya tingkat pendidikan dan taraf hidup masyarakat
60
Sarana pendidikan masyarakat lokal di sekitar KPH Hulu Sungai, umumnya hanya
ada pada tingkat Sekolah Dasar (SD) saja dan ini pun tidak terdapat di setiap desa.
Untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya masyarakat harus keluar dari
kampung/desa dan biasanya hanya terdapat di ibukota kecamatan. Hal ini cukup sulit
untuk dilaksanakan terkait dengan biaya pendidikan yang cukup tinggi bagi
masyarakat setempat. Rendahnya taraf pendidikan juga ikut menyumbang dan sangat
berpengaruh kepada pemahaman dan persepsi masyarakat terhadap KPH, disamping
kurangnya penyuluhan untuk masyarakat. Rendahnya tingkat pendidikan berkolerasi
kepada taraf hidup masyarakat sekitar kawasan, sehingga dapat berakibat pada
tingkat ketergantungan dan ancaman terhadap hutan menjadi tinggi serta menjadi
ancaman terhadap kelestarian dan upaya-upaya pelestarian KPH.
Keuangan dan penghasilan masyarakat sebagian besar didapat dari penjualan hasil
bumi seperti getah karet, kulit kayu manis, kemiri, jagung, padi ladang dan lain
sebagainya. Hasil dari penjualan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup,
biaya pendidikan dan kesehatan. Hasil bumi yang didapatkan dari ladang umumnya
tidak bisa menutupi kebutuhan hidup, masih jauh dari hidup layak. Masyarakat lokal
yang hidup dengan ukuran pendapatan per kapita rendahakan semakin tertekan jika
tidak tersedia lapangan kerja lain yang dapat menghasilkan uang di desa/kampung.
Situasi ini diperparah oleh harga-harga kebutuhan pokok ikut naik oleh karena
semakin tingginya biaya yang diperlukan untuk mendapatkan barang-barang
tersebut. Tekanan akan kebutuhan hidup bagi masyarakat di sekitar kawasan akan
menimbulkan ancaman terhadap kelestarian kawasan. Disamping tingginya tingkat
ketergantungan masyarakat lokal terhadap kawasan hutan.
4.2. Proyeksi Kondisi Wilayah
Berdasarkan hasil analisa terhadap kondisi riil yang ada di wilayah KPH Hulu
Sungai, maka proyeksi kegiatan KPH Hulu Sungaiselama 10 tahun ke depan adalah
sebagai berikut :
4.2.1. Kelembagaan dan Wilayah Administrasi
1. Kondisi Saat Ini
61
Secara administrasi wilayah, KPH Hulu Sungai berada di Kabupaten Hulu Sungai
Selatan dengan 11 kecamatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengan dengan 11 kecamatan
dan Kabupaten Tapin dengan 12 kecamatan. Kelembagaan KPH Hulu Sungai saat
ini adalah Unit Pelaksana Teknis pada Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan
berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 23 Tahun 2017.
2. Proyeksi Kedepan
Sehubungan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, maka KPH Hulu Sungai akan menjalankan kewenangan dan fungsi tugas
konkuren dari Pemerintah Provinsi. Selama 10 tahun kedepan seiring dengan proses
pembenahan seluruh instrumen lembaga pengelolaan, kelembagaan KPH Hulu
Sungai dapat ditingkatkan menjadi KPH yang mandiri, profesional sebagai unit
pengeloa kegiatan dan keuangan (BLUD). KPH dapat menentukan kebijakan
manajemen hutan berdasarkan karakteristik wilayah. Lembaga KPH mempunyai
akses mandiri dalam hal pendanaan, pemasaran dan kerjasama berdasarkan prinsip
pengelolaan kawasan.
4.2.2. Sumber Daya Manusia
1. Kondisi Saat Ini
Personil UPTD KPH Hulu Sungai saat ini masih terbatas, baik secara jumlah maupun
kualifikasinya. Jumlah pegawai di KKPH Hulu Sungai sebanyak 56 orang, yang
terdiri dari 1 orang Kepala KPH, 1 orang Kepala Sub Bagiann Tata Usaha, 1 orang
Kepala Seksi Pemanfaatan Hutan, 1 orang Kepala Seksi Perlindungan Hutan, 10
orang staf, 12 orang Penyuluh Kehutanan, 11 orang Polisi Kehutanan, dan 6 orang
Tenaga Bakti Rimbawan, 5 orang tenaga kontrak pengamanan hutan, 3 orang tenaga
kebersinan, 6 orang tenaga pengamanan .
2. Proyeksi Kedepan
Secara bertahap dan sesuai perkembangan organisasi KPH, kebutuhan SDM dan
personalia dapat dipenuhi untuk mengoptimalkan kinerja KPH sebagai unit
manajemen kawasan. Kedepan diharapkan adanya pemberdayaan masyarakat dalam
pengelolaan hutan guna membantu KPH dalam menjalankan tugas di tingkat tapak.
Selain itu peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dikembangkan dengan
62
peningkatan wawasan dan pelatihan tenaga teknis baik personil KPH maupun
masyarakat.
4.2.3. Pendanaan
1. Kondisi Saat Ini
Sumber pendanaan KPH Hulu Sungaiberasal dari Dinas Kehutanan Provinsi
Kalimantan Selatan (APBD), Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Barito dan
Hutan Lindung, Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Balai
Pengelolaan Hutan Produksi, Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan
Hidup dan Kehutanan dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (APBN).
2. Proyeksi Kedepan
Dalam 1 – 10 tahun ke depan, dengan kelembagaan dan struktur organisasi yang baik
serta didukung SDM yang memadai, diharapkan KPH Hulu Sungai tidak hanya
mengandalkan dana yang bersumber dari APBN dan APBD Provinsi Kalimantan
Selatan, tetapi juga dapat bersumber dari APBD Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
APBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, APBD Kabupaten Tapin, investor maupun
sumber dana lain yang tidak mengikat.
4.2.4. Batas – batas
1. Kondisi Saat Ini
Berdasarkan administrasi pemerintahan, wilayah KPH Hulu Sungai berbatasan
dengan :
1. Sebelah Utara : Kabupaten Balangan
2. Sebelah Selatan : Kabupaten Banjar
3. Sebelah Timur : Kabupaten Kotabaru
4. Sebelah Barat : Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Barito
Kuala.
Batas antar Kabupaten yang berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten Tapin sebagian telah disepakati dan
ditetapkan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri. Begitu juga batas luar dan batas
fungsi pada kawasan hutan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu
63
Sungai Tengah dan Kabupaten Tapin sebagian telah dilakukan tata batas oleh Balai
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah V.
2. Proyeksi Kedepan
Berpedoman pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.435/Menhut-II/2009,
Tanggal 23 Juli 2009 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.78/Menhut-
II/2010, Tanggal 10 Februari 2010, KPH Hulu Sungaidapat melakukan pemeliharaan
batas luar, batas fungsi dan batas antar wilayah KPH.
4.2.5. Hasil Hutan Kayu
1. Kondisi Saat Ini
Saat ini hasil hutan kayu dihasilkan oleh 1 pemegang izin pemanfaatan kawasan
hutan yaitu IUPHHK HT PT. Dwima Intiga.
2. Proyeksi Kedepan
KPH Hulu Sungai akan memberikan pembinaan dan melakukan evaluasi terhadap
pemegang izin IUPHHK-HT yang berada di dalam wilayah kerjanya untuk
melaksanakan kegiatan secara riil di lapangan.
4.2.6. Hasil Hutan Bukan Kayu
1. Kondisi Saat Ini
Berdasarkan hasil identifikasi oleh KPH, terdapat beberapa potensi hasil hutan bukan
kayu yang telah diusahakan oleh masyarakat di dalam dan di sekitar wilayah wilayah
KPH Hulu Sungai, meliputi madu kelulut di Desa Layuh Kecamatan Batu Benawa
Kabupaten Hulu Sungai Tengah, madu hutan di Desa Lumpangi Kecamatan Loksado
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, kerajinan bambu di Desa Haratai, Lok lahung,
Lumpangi. Produksi tusuk sate di Desa Lumpangi Kecamatan Loksado Kabupaten
Hulu Sungai Selatan dan Desa Batu Bini Kecamatan Padang Batung Kabupaten Hulu
Sungai Selatan
2. Proyeksi Kedepan
Berbekal data hasil identifikasi yang telah dilaksanakan, maka wilayah KPH Hulu
Sungai berupaya untuk melakukan pembinaan kepada pelaku usaha agar produknya
semakin memiliki nilai tambah dan berupaya membangun jejaring pemasaran
64
dengan investor lokal untuk memasarkan produk tersebut. Tentunya untuk mencapai
hal ini wilayah KPH Hulu Sungai akan bekerjasama dengan stakeholder terkait.
4.2.7. Flora dan FaunaLangka
1. Kondisi Saat Ini
Wilayah KPH Hulu Sungaidihuni oleh berbagai jenis flora dan fauna. Flora yang
dijumpai adalah kantong semar, tanaman anggrek, dan tanaman obat-obatan.
Sementara fauna yang dijumpai adalah kijang, rusa, pelanduk, tupai, berang-berang,
landak, babi hutan, ular, biawak, labi-labi, kodok, kadal, monyet ekor panjang,
bekantan, owa-owa, burung enggang, burung elang, ayam hutan, burung punai,
burung bubut alang-alang, burung cucak hijau. Bahkan sebagian diantaranya
merupakan jenis yang dilindungi/langka, seperti beruang madu, orang utan dan
trenggiling.
2. Proyeksi Kedepan
❖ Dalam 5 (lima) tahun ke depan, diharapkan KPH Hulu Sungaitelah memiliki data
tentang flora dan fauna langka dan atau dilindungi serta terdokumentasi dengan
baik. Data tersebut meliputi spesies, populasi, penyebaran, kondisi umum
habitat, dan karakteristik spesies.
❖ Dalam 5 (lima) tahun ke depan, diharapkan KPH Hulu Sungai telah memiliki
data tentang High Conservation Value Forest (HCVF), baik sebagai pelindung
tata air maupun sebagai pelindung keanekaragaman hayati sehingga dapat
melakukan pengelolaan satwa tersebut.
4.2.8. Potensi Jasa Lingkungan
1. Kondisi Saat Ini
Potensi jasa lingkungan yang terdapat di wilayah KPH Hulu Sungai adalah Gugusan
Gunung Kapur/Karst Pegunungan Meratus, Goa Ranuan Desa Haratai, air terjun
Haratai, Air terjun Rampah Menjangan, air terjun Tumaung Desa Datar Ajab, Air
terjun Paniti Ranggang Desa Hinas Kiri, air terjun desa Haruyan Dayak, Susur sungai
Desa Ulang, Arung jeram Desa Nateh, bambu rafting Loksado.
65
2. Proyeksi Kedepan
KPH Hulu Sungai akan melakukan identifikasi kembali berbagai potensi jasa
lingkungan dan wisata alam yang belum terekspose. Selanjutnya secara bertahap dan
mengedepankan skala prioritas, terhadap potensi jasa lingkungan yang telah ada
dikembangkan dan dipromosikan bersama stakeholder terkait.
4.2.9. Kondisi Ekonomi
1. Kondisi Saat Ini
Secara umum mata pencaharian masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar
wilayah KPH Hulu Sungai adalah bertani, berkebun, beternak, pekerja (sektor
pertambangan, perkebunan, industri), wiraswasta, dll.
2. Proyeksi Kedepan
Diharapkan muncul perekonomian baru yang berasal dari pengolahan atau
pengembangan sumberdaya hutan (hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu)
beserta turunannya atau sebagai pengembangan dari perekonomian rakyat yang
sudah ada.
4.2.10. Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan
1. Kondisi Saat Ini
Saat ini di dalam wilayah kerja KPH Hulu Sungai terdapat beberapa perusahaan
pemegang izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. Adapun perusahaan
pemegang izin pemanfaatan kawasan hutan yang berada di dalam wilayah kerja
KKPH Hulu Sungai yaitu IUPHHK HTI PT. Dwima Intiga.
Sementara perusahaan pemegang izin penggunaan kawasan hutan yang berada di
dalam wilayah kerja KPH Hulu Sungai yaitu PT. Antang Gunung Meratus, PT.
Bhumi Rantau Energi, PT. Binuang Mitra Bersama, PT. Energi Batubara Lestari dan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
2. Proyeksi Kedepan
66
Diharapkan dengan keberadaan perusahaan pemegang izin pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan, KPH Hulu Sungai akan :
❖ Melakukan monitoring, evaluasi dan pembinaan kepada pemegang izin secara
terjadwal, sehingga perusahaan dapat menjalankan kewajibannya yang telah
ditentukan dan tidak melakukan penyimpangan
❖ Melakukan koordinasi dengan pemegang izin atas potensi jasa lingkungan dan
wisata alam yang berada di dalam areal kerjanya untuk dikembangkan lebih
lanjut
❖ Membangun kemitraan antara pemegang izin dengan masyarakat pelaku usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu, utamanya dalam
pemasaran hasil
Pemetaan terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dapat dilihat seperti
pada gambar berikut.
Gambar IV-1. Analisis SWOT pada KPH Hulu Sungai
4.1.3. Strategi
KEKUATAN (S)
• Kelembagaan KPH sudah tersedia
• Potensi hasil hutan kayu
• Potensi hasil hutan bukan kayu
• Potensi jasa lingkungan
• Nilai konservasi lanskap yang tinggi
KELEMAHAN (W)
• SDM belum optimal
• Data potensi kawasan belum lengkap
• Batas kawasan KPHP belum mantap
• Sarana dan prasarana belum memadai
• Aksesibilitas rendah
PELUANG (O)
• Partisipasi masyarakat tinggi
• Dukungan pemerintah
• Dukungan para pihak / pihak ketiga
• Berkembangnya penelitian dan
pengembangan
• Pendidikan dan pelatihan dari
pemerintah/korporat
• Keberadaan izin pemanfaatan dan
penggunaan
ANCAMAN (T)
• Illegal logging, illegal mining dan
Perambahan lahan
• Perburuan satwa
• Kebakaran hutan dan lahan
• Pencemaran lingkungan
• Potensi konflik tinggi
• Pendidikan masyarakat rendah
Pendukung Penghambat
Inte
rnal
Eks
tern
al
67
Untuk menyusun perencanaan strategis masa depan, dilakukan kombinasi diantara
dua faktor sehingga menghasilkan strategi yang akan dilaksanakan KPH Hulu
Sungai selama periode 2020 - 2029 sebagai berikut:
1. Penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas KPH
2. Pemantapan kawasan KPH
3. Peningkatan kerja sama, kemitraan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka
pemanfaatan hutan
4. Pemantapan perlindungan dan pengamanan serta pengendalian kebakaran hutan
5. Peningkatan reboisasi dan restorasi sumber daya hutan
Strategi dibuat berdasarkan kondisi saat ini, dalam hal ini digunakan kondisi
sebagaimana pada analisis SWOT seperti disajikan pada gambar berikut.
68
Gambar IV-2. Pengembangan strategi berdasarkan analisis SWOT
KEKUATAN (S)
• Kelembagaan KPH sudah tersedia
• Potensi hasil hutan kayu
• Potensi Jasa Lingkungan
• Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu
• Nilai konservasi lanskap yang tinggi
KELEMAHAN (W)
• SDM belum optimal
• Data potensi kawasan belum lengkap
• Batas Kawasan KPHP belum mantap
• Sarana dan prasarana belum memadai
• Aksesibilitas rendah
• Pendanaan belum optimal
PELUANG (O)
• Partisipasi masyarakat tinggi
• Dukungan pemerintah
• Peluang bentuk-bentuk kerja sama
dengan pihak ketiga
• Berkembangnya penelitian dan
pengembangan
• Pendidikan dan pelatihan dari
pemerintah/korporat
• Keberadaan izin pemanfaatan dan
penggunaan
Strategi S-O
• Kemitraan dengan masyarakat
• Pemanfaatan WT (kawasan, jasling, kayu,
HHBK)
• Pembinaan izin pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan
• Pembinaan rehabilitasi di areal berizin
FAKTOR
INTERNAL
FAKTOR
EKSTERNAL
Strategi W-O
• Inventarisasi potensi
• Pemantauan izin pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan
• Koordinasi dan sinergi dengan
stakeholder
• Penyediaan dan Peningkatan SDM
• Penyediaan pendanaan dengan ABPN,
APBDP, grant, atau CSR
• Pengembangan investasi
• Pengembangan database promosi
ANCAMAN (T)
• Illegal logging dan illegal mining
• Perambahan lahan hutan
• Perburuan satwa
• Kebakaran hutan dan lahan
• Pencemaran lingkungan
• Potensi konflik tinggi
• Pendidikan masyarakat rendah
Strategi S-W
• Pemantapan batas dan penataan wilayah
kerja
• Perhutanan Sosial (HR, HD, HKm)
• Rehabilitasi di luar izin
• Rasionalisasi wilayah kelola
• Review rencana pengelolaan
Strategi S-T
• Delineasi areal perlindungan setempat
• Perlindungan dan pengawetan flora dan
fauna
• Konservasi HCVF
• Pengamanan hutan
• Pengendalian kebakaran hutan dan lahan
69
BAB V RENCANA KEGIATAN
5.1. Inventarisasi berkala wilayah dan penataan hutan
5.1.1. Inventarisasi Berkala
Inventarisasi merupakan kegiatan penjelajahan setiap bagian dari kawasan KPH untuk
memperoleh informasi status dan keadaan dari fisik lapangan, jenis flora dan fauna, tipe
komunitas atau ekosistem, kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat di dalam dan di
sekitar kawasan KPH Hulu Sungai, disertai dengan identifikasi dan koleksi atas specimen
unsur-unsur penyusun sumber daya alam hayati dan ekosistem. Output yang diharapkan
dari kegiatan inventarisasi berkala adalah diperolehnya data dan informasi mengenai
potensi hasil hutan (kayu, HHBK, jasling) serta seluruh kondisi dari sumber daya hutan
yang dapat mempengaruhi pengelolaannya.
Kegiatan inventarisasi berkala dilaksanakan pada lokasi-lokasi berikut:
1. Wilayah kerja pemegang izin IUPHHK-HA/HT
Sedangkan pada wilayah yang dibebani izin dilakukan oleh pemegang izin sesuai
dengan ketentuan. Pemanfaatan data dan informasi potensi pada wilayah izin dilakukan
oleh KPH dengan memanfaatkan hasil inventarisasi hutan yang telah dilakukan oleh
pemegang izin (IHMB dan ITSP/ITT).
2. Wilayah tertentu
Inventarisasi potensi pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui sediaan tegakan,
potensi HHBK dan jasa lingkungan di lapangan. Pelaksanaan inventarisasi oleh KPH
dilakukan pada wilayah tertentu melalui pengambilan data pada plot sampling dengan
intensitas 0,1%, yang tersebar secara proposional sesuai fungsi hutan dan/atau
penutupan lahan, sesuai dengan metode ilmiah yang sudah umum digunakan. Dengan
metode tersebut, maka jumlah plot sampling sebanyak 25 plot dengan luas satu hektar
70
untuk masing-masing plot, yang terdiri dari HL sebanyak 2 plot, HPT sebanyak 2 plot,
dan HP sebanyak 21 plot.
3. Open access
Kegiatan inventarisasi berkala pada areal open access dilaksanakan menggunakan
metode yang sama dengan kegiatan inventarisasi berkala di WT.
Rencana pelaksanaan inventarisasi berkala di KPH Hulu Sungai dilakukan secara bertahap
selama 3 (tiga) tahun pertama sesuai dengan ketersediaan personil dan anggaran. Rencana
pelaksanaan inventarisasi selama tiga tahun secara rinci sebagaimana tercantum pada tabel-
tabel berikut.
Tabel V-1. Jadwal Rencana Inventarisasi Berkala KPH Hulu Sungai
Kegiatan Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pengumpulan data IHMB/ Survey
dari Unit Manajemen (Pemegang
Izin)
Inventarisasi berkala (RPH Batang
Alai)
Inventarisasi berkala (RPH Amandit)
Tabel V-2. Rincian Rencana Inventarisasi Berkala KPH Hulu Sungai
Thn ke- Kegiatan RPH Volume Keterangan
I Pengumpulan data IHMB/ Survey
dari Unit Manajemen (Pemegang
Izin)
RPH Amandit 5 Blok PT. Dwima Intiga
II Inventarisasi berkala RPH Batang Alai 4 Blok 300 petak, HL dan HP
III Inventarisasi berkala RPH Amandit 5 Blok 291 petak, HL dan HP
IV – X - - - -
Jumlah 7 Blok
5.1.2. Tata Batas Wilayah dan Fungsi
Tata batas wilayah KPH dan fungsi hutan merupakan salah satu kegiatan prioritas yang
harus dilaksanakan dalam rangka memperoleh kepastian wilayah pengelolaan. Kegiatan
tata batas wilayah dan fungsi hutan merupakan kewenangan BPKH Wilayah V Banjarbaru.
Dengan demikian, KPH bersama Dinas Kehutanan Provinsi akan melakukan koordinasi
terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan di lapangan. Pelaksanaan tata batas wilayah
dan fungsi hutan, diharapkan dapat terealisasi dalam waktu 5 (lima) tahun.
71
Adapun rencana pelaksanaan tata batas wilayah dan fungsi hutan dalam 5 tahun meliputi
koordinasi perencanaan dan penyusunan trayek batas, pelaksanaan tata batas wilayah
sepanjang + 30 km, dan pelaksanaan tata batas fungsi hutan, yang dilakukan secara
bertahap. Tahun III untuk batas fungsi Hutan Lindung, dan tahun selanjutnya untuk tata
batas fungsi Hutan Produksi (HPT dan HP). Tahun selanjutnya adalah pelaksanaan
monitoring dan pemeliharaan batas yang dilakukan oleh Kepala RPH Rencana secara rinci
sebagaimana pada tabel-tabel berikut
Tabel V-3. Jadwal Rencana Tata Batas Wilayah dan Fungsi Hutan KPH Hulu Sungai
Kegiatan Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Koordinasi perencanaan dan
penyusunan trayek tata batas
wilayah (1 keg)
Pelaksanaan tata batas wilayah (50
km) di RPH Batang Alai
Pelaksanaan tata batas wilayah (50
km) di RPH Amandit
Pelaksanaan tata batas fungsi HL
Pelaksanaan tata batas fungsi HP
Monitoring dan pemeliharaan batas
Tabel V-4. Rincian Rencana Tata Batas Wilayah dan Fungsi Hutan KPH Hulu Sungai
Tahun ke- Kegiatan Volume Lokasi Keterangan
I Koordinasi perencanaan dan
penyusunan trayek tata batas
wilayah
1 keg -
II Pelaksanaan tata batas wilayah 50 km RPH Batang Alai
Penyusunan trayek batas fungsi 1 keg -
III Pelaksanaan tata batas wilayah 50 km RPH Amandit
Pelaksanaan tata batas fungsi HL 1 keg RPH Batang Alai,
RPH Amandit
Panjang batas
fungsi belum
diketahui IV Pelaksanaan tata batas fungsi HPT 1 keg
V Pelaksanaan tata batas fungsi HP 1 keg
VI-X Monitoring dan pemeliharaan batas 1 keg Setiap tahun
5.1.3. Penataan Wilayah/Areal Kerja
Penataan wilayah/areal kerja KPH meliputi pembagian RPH serta blok dan petak kerja.
Penataan wilayah dilakukan melalui analisa spasial, dan selanjutnya dilakukan penataan
batas RPH dan batas blok/petak kerja di lapangan menyesuaikan dengan kegiatan pada
petak/blok yang bersangkutan. Penataan wilayah di lapangan dilakukan secara bertahap
setelah tata batas wilayah selesai dilaksanakan, dan/atau pada saat pelaksanaan kegiatan
72
lainnya (pembuatan areal agroforestry, patroli keamanan, dll), dan/atau dilakukan secara
swadaya oleh tenaga Bakti Rimbawan.
Penataan batas untuk wilayah RPH, diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu 3 (tiga)
tahun, yang dilaksanakan oleh masing-masing Kepala RPH beserta jajarannya (Polhut,
Penyuluh), bersama-sama dengan tenaga Bakti Rimbawan, setelah berkoordinasi dengan
Kepala KPH dan Kepala Seksi Pemanfaatan. Penataan batas wilayah berupa blok/petak
tebangan diharapkan dapat selesai dalam waktu 6 - 8 tahun, disesuaikan dengan
ketersediaan anggaran dan personil. Adapun rencana penataan wilayah secara rinci dapat
terlihat pada tabel-tabel berikut.
Tabel V-5. Jadwal Rencana Penataan RPH, Blok/Petak KPH Hulu Sungai
Kegiatan Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penataan batas RPH
Penataan batas blok/petak
Tabel V-6. Rincian Rencana Penataan RPH, Blok/Petak KPH Hulu Sungai
Tahun
ke- Kegiatan Volume Pelaksana Ket
I
Penataan batas RPH 1 keg Kepala RPH, Bakti
Rimbawan
RPH Batang Alai,
RPH Amandit
Penataan batas blok/petak 1 keg Kepala RPH, Bakti
Rimbawan
RPH Batang Alai,
RPH Amandit
II
Penataan batas RPH 1 keg Kepala RPH, Bakti
Rimbawan
RPH Batang Alai,
RPH Amandit
Penataan batas blok/petak 1 keg Kepala RPH, Bakti
Rimbawan
RPH Batang Alai,
RPH Amandit
III
Penataan batas RPH 1 keg Kepala RPH, Bakti
Rimbawan
RPH Batang Alai,
RPH Amandit
Penataan batas blok/petak 1 keg Kepala RPH, Bakti
Rimbawan
RPH Batang Alai,
RPH Amandit
IV Penataan batas blok/petak 1 keg Kepala RPH, Bakti
Rimbawan
RPH Batang Alai,
RPH Amandit
V Penataan batas blok/petak 1 keg Kepala RPH, Bakti
Rimbawan
RPH Batang Alai,
RPH Amandit
VI Penataan batas blok/petak 1 keg Kepala RPH, Bakti
Rimbawan
RPH Batang Alai,
RPH Amandit
Penataan batas RPH dan batas blok/petak dilakukan dengan cara tracking menggunakan
GPS, dan dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan lainnya, misalnya pada saat patroli
keamanan atau patroli kebakaran hutan. Sehingga anggaran secara khusus untuk penataan
RPH dan penataan batas blok/petak dapat diminimalisir. Selain dengan cara tersebut,
73
penandaan batas petak/blok dapat dilakukan secara imaginer di atas peta yang digunakan
oleh pengelola KPH yang selanjutnya pada saat pelaksanaan kegiatan seperti penanaman
pada petak yang bersangkutan, maka batas petak dapat ditegaskan di lapangan.
5.2. Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu
5.2.1. Pemanfaatan Kawasan
Rencana pemanfaatan kawasan di wilayah tertentu di KPH Hulu Sungai meliputi budidaya
tanaman rotan, budidaya bambu, budidaya tanaman kayu manis, budidaya jengkol,
budidaya kemiri, budidaya lebah madu, budidaya tanaman obat-obatan, dan budidaya
tanaman paliwija atau rempah-rempah. Pemanfaatan kawasan ini dilaksanakan sekaligus
sebagai pemberdayaan masyarakat dan rehabilitasi lahan kritis di wilayah KPH.
Wilayah pegunungan meratus KPH Hulu Sungai didominasi oleh suku Dayak Meratus
yang telah sekian lama membudidayakan tanaman rotan dan tanaman kayu manis secara
tradisional di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Budidaya kayu
manis dan budidaya rotan oleh masyarakat belum dilakukan secara intensif, dan
pemanenan/produksi kulit kayu manis dilakukan dengan cara menebang. Sebagai salah satu
bentuk pemberdayaan masyarakat, KPH Hulu Sungai akan memfasilitasi bantuan bibit
rotan dan kayu manis dan penyuluhan budidaya dan produksi secara intensif kepada
masyarakat secara bertahap.
Masyarakat di RPH Batang Alai dan RPH Amandit, yang selama ini telah menggunakan
lahan di dalam wilayah KPH Hulu Sungai sebagai lahan pertanian/perkebunan.
Berdasarkan data yang ada, desa-desa ini termasuk lokasi rawan konflik, dan pernah terjadi
klaim lahan oleh masyarakat kepada pemegang izin. Kegiatan budidaya tanaman obat ini
akan diawali dengan sosialisasi dan penyuluhan terlebih dahulu, sehingga masyarakat sadar
dan mau menjalin kerjasama dengan KPH, sehingga dengan sukarela masyarakat mau
menyetor PNBP yang berasal dari produksi tersebut apabila sudah diproduksi secara besar
dan terkelola dengan baik, baik teknis budidaya sampai ke pemasaran. Dengan
meningkatnya produktifitas lahan garapan, diharapkan masyarakat tidak mencari lahan
garapan baru di tempat lain.
74
Pengambilan madu hutan telah lama dilakukan oleh masyarakat di wilayah KPH Hulu
Sungai. Namun saat ini, keberadaan lebah madu yang semakin sulit ditemui. Untuk
meningkatkan produksi madu, maka KPH Hulu Sungai akan memfasilitasi stup lebah dan
bantuan bibit tanaman pakan lebah. Sesuai dengan arahan Kepala Dinas Provinsi, jenis
lebah yang akan dikembangkan adalah kelulut, yang diharapkan akan menjadi produk khas
dan unggulan KPH Kalsel.
Pemanfaatan tanaman bambu sudah dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan dalam
wilayah KPH Hulu Sungai sejak lama secara swadaya. Salah satu produk andalan
pemanfaatan bambu oleh masyarakat yang dilakukan adalah reng bambu (bambu yang
dibelah dengan ukuran lebar 2-3 centimeter dan Panjang 200-400 centimeter) yang
peruntukannya sebagai dinding atau lantai kandang ternak unggas, pemasarannya sudah
sampai luar provinsi. Selain diolah reng, masyarakat juga memanfaatkan potensi bambu
yang ada untuk dibuat kerajinan tangan seperti anyaman tas, bakul, gintingan, dll.
Mengingat hal tersebut KPH Hulu Sungai berinisiatif untuk merangkul masyarakat dalam
hal pemanfaatatan bambu yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat
dan mempertahankan populasi bambu yang ada dalam wilayah KPH Hulu Sungai. Dengan
ide memproduksi tusuk sate atau tusuk gigi yang berbahan baku bambu dan dengan
pengelolaan serta kelembagaan yang baik dan terstruktur maka KPH Hulu Sungai telah
melakukan pembinaan masyarakat yang dibentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) Mana
Makmur Desa Lumpangi dan KTH Lestari Paringan Desa Batu Bini sebagai
kelembagaanya. KPH Hulu Sungai juga telah mengusahakan pengadaan alat atau mesin
pembuat tusuk sate dan terlah mendapat bantuan pada tahun 2017 dan 2019 dari BPDAS-
HL Barito.
Fasilitasi kegiatan oleh KPH dilaksanakan pada 3 (tiga) tahun pertama, dan pada tahun
selanjutnya (tahun ke-4 s/d ke-10) KPH Hulu Sungai melakukan pembinaan kepada
masyarakat desa sasaran.
Jadwal dan rincian rencana pemanfaatan kawasan di wilayah tertentu KPH Hulu Sungai
disajikan pada tabel-tabel berikut.
75
Tabel V-7. Jadwal Rencana Pemanfaatan Kawasan di Wilayah Tertentu KPH Hulu Sungai
Kegiatan Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Budidaya Tanaman Rotan
Budidaya Kayu Manis
Budidaya Tanaman Bambu
Budidaya Tanaman Obat
Budidaya Madu Kelulut
Budidaya Jengkol-petai
Budidaya Sengon
Pembinaan
Hasil budidaya tanaman rotan sebagaimana yang direncanakan, berdasarkan kebutuhan
pasar sejak tahun 1970 an sampai sekarang sangat menjanjikan dan kebutuhan dan
permintaan pasar lokal maupun dunia masih sangat kurang, sehingga prospek
pengembangan rotan ini dapat menjanjikan pasar, rotan yang dibudidayakan akan dipanen
setelah berumur waktu 4 (empat) tahun yag selanjutnya tinggal pemeliharaan dan
pemupukan sehingga setiap tahun dapat dihasilkan, dengan asumsi hasil per hektar adalah
10 ton dengan harga perkilo gramnya Rp.3.000,- sehingga dapat dihasilkan kurang lebih
Rp.30.000.000,-, dan apabila kedepan akan ditingkatkan menjadi produk olahan seperti
anyaman, lampit, kursi meja dan sebagainya sehingga nilai yang dihasilkan akan lebih
menjanjikan.
Sedangkan prospek kayu manis baik sebagai bahan bumbu dapur dapat berguna juga
sebagai bahan kosmetik atau bahan campuran produk makanan kemasan sehingga
permintaan pasar akan kayu manis akan tetap ada dan menjanjikan dengan asumsi bahwa
setelah masa panen akan dihasilkan kayu manis ± 0,5-2 ton/ha dengan estimasi nilai yang
akan di dapat kurang lebih 25 juta rupiah.
Tabel V-8. Rincian Rencana Pemanfaatan Kawasan di Wilayah Tertentu KPH Hulu Sungai
Tahun
ke- Kegiatan Volume Sasaran RPH
I
Budidaya Madu Kelulut 1 keg
(5 ha) Desa Ambutun Amandit
Budidaya Kayu Manis 1 keg
(50 ha) Desa Haratai Amandit
Budidaya Bambu 1 Keg
(25 ha) Desa Batu Bini Amandit
Budidaya Tanaman Obat 1 keg
(25 ha) Desa Haratai Amandit
Budidaya Sengon
1 keg
(50 ha) Desa Haruyan Dayak Batang Alai
76
Tahun
ke- Kegiatan Volume Sasaran RPH
Budidaya Tanaman Jengkol
1 Keg
(50 ha) Desa Hamak Timur Amandit
II
Budidaya Madu Kelulut 1 keg
(5 ha) Desa Layuh Batang Alai
Budidaya Kayu Manis 1 keg
(50 ha) Desa Batu Bini Amandit
Budidaya Aren 1 keg
(25 ha) Desa Batu Bini Amandit
Budidaya Tanaman Sengon 1 keg
(25 ha) Desa Patikalain Batang Alai
III
Budidaya Rotan 1 keg
(50 ha) Desa Hinas Kiri Batang Alai
Budidaya Kayu Manis 1 keg
(50 ha) Desa Hinas Kanan Batang Alai
Budidaya Tanaman Gaharu 1 keg
(50 ha) Desa Ulang Amandit
Budidaya Sengon 1 keg
(25 ha) Desa Kindingan Batang Alai
Budidaya Tanaman Obat 1 keg
(25 ha) Desa Kindingan Batang Alai
IV
Budidaya Tanaman Rotan 1 keg
(25 ha) Desa Tandilang Batang Alai
Budidaya Kayu Manis 1 keg
(50 ha) Desa Kedayang Amandit
Budidaya Tanaman Sengon 1 keg
(25 ha) Desa Lumpangi Amandit
Budidaya Jengkol-petai 1 keg
(50 ha) Desa Amandit
Budidaya Bambu 1 keg
(25 ha) Desa Lumpangi Amandit
V
Budidaya Rotan 1 keg
(25 ha) Desa Hinas Kanan Batang Alai
Budidaya Kayu Manis 1 keg
(25 ha) Desa Datar Ajab Batang Alai
Budidaya Tanaman Sengon 1 keg
(25 ha) Desa Hulu Banyu Amandit
Budidaya Sengon 1 keg
(25 ha) Desa Panggungan Amandit
Budidaya Bambu
1 keg
(25 ha) Desa Malinau Amandit
VI
Budidaya Tanaman Rotan 1 keg
(25 ha) Desa Kedayang Amandit
Budidaya Kayu Manis 1 keg
(50 ha) Desa Amandit
Budidaya Tanaman Gaharu 1 keg
(50 ha) Desa
Batang Alai
Amandit
Budidaya Sengon 1 keg
(25 ha) Desa
Batang Alai
Amandit
IV - X
Budidaya Rotan
(Pembinaan) 1 keg Desa
Batang Alai
Amandit
Budidaya Kayu Manis
(Pembinaan) 1 keg Desa
Batang Alai
Amandit
Budidaya Tanaman Sengon
(Pembinaan) 1 keg Desa
Batang Alai
Amandit
Budidaya Gaharu 1 Keg Desa Layuh Batang Alai
Amandit
77
Tahun
ke- Kegiatan Volume Sasaran RPH
Budidaya Tanaman
Obat(pembinaan) 1 keg
Desa Layuh, Desa
Ulang
Batang Alai
Amandit
5.2.2. Pemanfaatan Jasa Lingkungan
Kegiatan pemanfaatan sumberdaya air di dalam kawasan KPH Hulu Sungai yang berasal
dari pegunungan Meratus diarahkan pada :
1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah KPH Hulu Sungai;
2. Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung pelayanan air bersih bagi
Masyarakat dan pendayagunaan jasa lingkungan;
3. Pengembangan ekonomi kerakyatan dengan melihat potensi pasar pengembangan
jasa lingkungan air baku;
4. Pengembangan pemanfaatan air dalam kemasan;
5. Pengembangan kerja sama dengan masyarakat luas dalam upaya pemanfaatan
potensi jasa lingkungan, yang diarahkan pada upaya peningkatan penyediaan
lapangan kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat sekitar kawasan.
Kegiatan pemanfaatan potensi hamparan atau gugusan Karst yang eksotik dalam wilayah
KPH Hulu Sungai, yang umumnya masuk dalam kawasan hutan produksi rencananya akan
diarahkan pada :
1. Pengembangan potensi Karst untuk menarik wisatawan baik lokal maupun
mancanegara.
2. Pengembangan kegiatan pendidikan dan penelitian berupa sejarah bentukan
gugusan dari jaman ke jaman serta bentukan stalaktit dan staklakmit.
3. Sebagai wilayah perlindungan untuk pengaturan tata air
4. Objek Wisata Olah Raga Panjat Tebing
Letak geografis, luas dan karakteristik bio-fisik wilayah yang terletak di dalam KPH Hulu
Sungai merupakan keunggulan komparatif (comparative advantage) tersendiri dalam hal
potensi jasa lingkungan baik berupa pemanfaatan air maupun pemanfaatan gugusan Kars
78
yang melintang dan eksotik, sehingga apabila jasa lingkungan ini dikelola secara baik akan
memberikan nilai ekonomi kuantitatif maupun manfaat atau kepuasan kepada konsumen
jasa lingkungan. Dalam pengembangan jasa lingkungan pemanfaatan di kawasan KPH
Hulu Sungai, diperlukan strategi, regulasi dan langkah-langkah seperti:
1. Eksplorasi, inventarisasi dan identifikasi potensi sumber air lain yang bisa
dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik yang ada di dalam dan sekitar kawasan
KPH Hulu Sungai ;
2. Eksplorasi, inventarisasi dan identifikasi potensi gugusan gunung kapur/Kars;
3. Analisis sosial ekonomi dan budaya masyarakat;
4. Pemetaan dan analisis kelayakan dari pemanfaatan potensi jasa lingkungan air untuk
kebutuhan sehari-hari;
5. Pemetaan dan analisis kecenderungan pasar, termasuk identifikasi kelompok
sasaran atau pihak-pihak yang merupakan penerima manfaat dan keuntungan
komersial dari potensi jasa lingkungan sumber daya air dan energi listrik (mikro
hydro);
6. Analisis kebijakan dalam penyelenggaraan pemanfaatan jasa lingkungan sumber
daya air untuk energi listrik dan air baku;
7. Konsep atau model kerja sama pemanfaatan jasa lingkungan sumber daya air dan
gugusan kars yang akan dikembangkan;
8. Sistem mekanisme pelibatan dan partisipatif dari para pihak dalam penyelenggaraan
jasa lingkungan sumber daya air;
9. Mekanisme pelibatan stakeholders dalam penyelenggaraan jasa lingkungan,
termasuk desain kerangka kelembagaan kolaboratif dalam pengelolaan jasa
lingkungan;
10. Mekanisme pembagian manfaat dan keuntungan antara KPH Hulu Sungai dengan
para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan jasa lingkungan di dalam kawasan
KPH Hulu Sungai .
Adapun para pihak yang terlibat dalam kerjasama ini antara lain: KSDAE, Pemerintah
Provinsi, Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Koperasi, Dinas
Pariwisata dan Kebudaayan, Badan Penanaman Modal, Badan Lingkungan Hidup, Camat,
79
Kepala Desa, Kelompok Masyarakat Lainnya, Lembaga Swadaya Masyarakat dan
Lembaga Penelitian dan Pendidikan.
Peningkatan investasi pengusahaan jasa lingkungan di KPH Hulu Sungai ditujukan untuk
mengoptimalkan fungsi pemanfaatan sumber daya alam di kawasan KPH, menjamin
keberlanjutan upaya pelestarian ekosistem di dalam kawasan KPH Hulu Sungai melalui
mekanisme sharing benefit antara KPH Hulu Sungai dengan stakeholders. Disamping itu,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui penciptaan lapangan kerja dan
peluang usaha bagi masyarakat, menciptakan sumber pendanaan alternatif bagi KPH Hulu
Sungai, dengan harapan dana yang terhimpun dapat digunakan untuk membiayai
operasional pengelolaanKPH Hulu Sungai. Salah satu faktor yang menjadi daya tarik
investor adalah adanya kejelasan regulasi dari pihak pengelola KPH Hulu Sungaiyang
dapat menjamin keberlanjutan dan kenyamanan berusaha dari para investor. Persyaratan
administratif dan legal harus dipenuhi investor yang hendak terlibat dalam pengusahaan
pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan KPH.
Dalam pemanfaatan jasa lingkungan, KPH Hulu Sungai perlu mendorong terbitnya
program yang mengikut sertakan Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten
Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten Tapin di bidang jasa lingkungan, yang berorientasi
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal dan pemanfaatan Sumber Daya Alam di
KPH Hulu Sungai secara lestari.
Pihak penerima jasa lingkungan atau pengguna jasa lingkungan harus mendapatkan
layanan yang optimal agar pemanfaatan jasa lingkungan dapat berkembang secara optimal,
hal tersebut dapat dicapai melalui upaya-upaya kemudahan untuk mendapatkan informasi
mengenai produk jasa lingkungan yang disediakan oleh KPH Hulu Sungai, kejelasan
Informasi dan promosi mengenai produk jasa lingkungan yang dikemas secara menarik,
apik, lengkap dan mudah dimengerti. Transparansi regulasi dan perangkat pelaksanaan
penyelenggaraan pemanfaatan jasa lingkungan serta bentuk layanan yang disediakan KPH
Hulu Sungai bagi pengusaha jasa lingkungan dengan dukungan ketersediaan sarana,
prasarana dan fasilitas pendukung lainnya.
80
KPH Hulu Sungai pada Tahun 2019 sedang menyusun Detai Enggineering Desain (DED)
yaitu pada Desa Wisata Haratai dan Desa Wisata Loklahung (Malaris) guna memberi arah
dan strategi pengembangan wisata di desa tersebut. Pengelolaan pengusahaan jasa
lingkungan termasuk membangun kerangka kelembagaan dan model kerjasama kolaboratif
antara KPH Hulu Sungai dengan para pihak dalam pengusahaan jasa lingkungan.
Penyusunan strategi dan program untuk menjaring pengusaha berinvestasi di KPH Hulu
Sungai dengan mekanisme komunikasi antara KPH dengan pengusaha jasa lingkungan
serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap KPH Hulu Sungai dalam pengusahaan
jasa lingkungan. Beberapa kegiatan jangka panjang untuk mensukseskan program ini
antara lain :
1. Identifikasi dan inventarisasi potensi jasa lingkungan.
2. Menyusun strategi dan regulasi pengusahaan jasa lingkungan
3. Pengembangan produk jasa lingkungan
4. Peningkatan investasi pengusahaan
5. Peningkatan pelayanan dan pengelolaan jasa lingkungan
6. Pengembangan jaringan pengusahaan
7. Membangun mekanisme kontribusi pemanfaatan jasa lingkungan.
8. Membangun sarana dan prasarana pemanfaatan jasa lingkungan
9. Pengembangan sistem informasi pelayanan publik
Rencana pemanfaatan jasa lingkungan dilakukan secara bertahap sesuai dengan
kewenangan KPH, sebagaimana jadwal dan rincian pada tabel-tabel berikut :
Tabel V-9. Jadwal Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Wilayah Tertentu KPH Hulu Sungai
Kegiatan Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Identifikasi dan potensi jasa lingkungan Penyusunan rencana strategi bisnis jasa
lingkungan
Konsultasi publik, koordinasi
Promosi jasa lingkungan Kemitraan/kerjasama pemanfaatan
jasa lingkungan
Pembinaan dan monitoring jasa
lingkungan
Pengembangan sistem informasi
pelayanan publik
81
Tabel V-10. Rincian Rencana Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Wilayah Tertentu KPH Hulu
Sungai
Tahun ke- Kegiatan Volume Sasaran
I Identifikasi dan potensi
jasa lingkungan 2 keg
RPH Batang Alai dan RPH
Amandit
II
Penyusunan rencana
strategi bisnis jasa
lingkungan
1 keg Wilayah KPH
Konsultasi publik,
koordinasi 1 keg Pemda (provinsi, kabupaten)
III – IV
Promosi jasa
lingkungan 1 keg
Kemitraan/kerjasama
pemanfaatan jasa
lingkungan
1 keg
IV – X
Pembinaan dan
monitoring jasa
lingkungan
1 keg Pemegang izin pemanfaatan
jasa lingkungan
Pengembangan sistem
informasi pelayanan
publik
1 keg
Pemanfaatan jasa lingkungan lainnya yang dapat dikembangkan di wilayah KPH Hulu
Sungai adalah wisata alam / ekowisata. Hutan di kawasan KPH Hulu Sungai menyimpan
potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai kawasan ecotourism atau
ekowisata. Ekowisata merupakan bentuk perjalanan ke lokasi wisata yang berbeda dengan
wisata massal lainnya. Jika pada wisata massal para wisatawan tidak dibatasi maka
wisatawan yang melakukan kegiatan ekowisata harus dibatasi sesuai dengan daya dukung
lingkungannya.
Berbagai kegiatan yang bisa ditawarkan dalam kegiatan ekowisata adalah menikmati
gugusan gunung kapur/Karst, yaitu Goa Ranuan di Desa Haratai, Air Terjun Haratai, Air
Terjun Rampah Menjangan, Air Terjun Haruyan Dayak, Bambu Rafting Loksado, Hiking
Trail/Hiking Trip, Tracking/jelajah alam, fotografer/pemandangan, Riset, Camping
Ground, dan kultur/budaya.
Pengembangan ecoturisme di kawasan KPH Hulu Sungai diharapkan mampu memberikan
kontribusi yang signifikan pada pengelolaan kawasan maupun peningkatan kesejahteraan
masyarakat di sekitar kawasan. Hal penting yang perlu dilakukan dalam pengembangan
82
ecoturisme adalah analisa mendalam tentang sosial budaya masyarakat sekitar kawasan,
karena kegiatan ekowisata sepenuhnya melibatkan masyarakat sekitar kawasan. Kesiapan
masyarakat disekitar kawasan seperti pengetahuan tentang kawasan sangat diperlukan. Hal
lain yang perlu di identifikasi yaitu mengidentifikasi potensi pengunjung terutama potensi
wisatawan mancanegara, mengingat ekowisata di hutan tropis sangat menarik bagi
wisatawan Eropa, Australia dan Amerika. Perlu juga mempertimbangkan kerjasama
dengan investor dan pemerintah lokal terkait dengan promosi dan pemasaran usaha
Draf 25 maret 2013
-