POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT (AS) DI BIDANG EKONOMI
Transcript of POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT (AS) DI BIDANG EKONOMI
Unaesah Rahmah, 2014
POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT (AS) DI BIDANG EKONOMI
Grand Theory: Liberalisme
Liberalisme menawarkan konsep dan pemikiran yang berbeda
dengan realisme. Jika realisme merujuk pada realitas dan
sikap pesimis. Maka Liberalisme menggolarakan optimisme dan
perdamaian. Walaupun sering dikritik sebagai teori yang
bersifat ‘utopianisme’, namun liberalisme mampu menjawab
kritikan yang dilontarkan kaum realisme.
Liberalisme memiliki klaim yang kuat dalam catatan
sejarah sebagai alternative realis-yang dianggap menjadi
teori dominan dalam hubungan internasional-. Pada abad ke
dua puluh, pemikiran Liberalisme telah memepengaruhi policy-
making dikalangan para elit di beberapa negara barat setelah
Perang Dunia I1.
Beberapa aumsi dasar liberalisme2:
1. Pandangan positif tentang sifat manusia
2. Keyakinan bahwa hubungan internasional dapat bersifat
kooperatif daripada konfliktual
3. Percaya terhadap kemajuan
4. Kerjasama Internasional dapat membawa kedamaian
5. Pusat perhatian tertuju pada individu, sehingga negara
dipandang sebagai pelayan bagi kepentingan-kepentingan
individu. Negara harus mampu menjadi wadah berkumpulnya1 John Baylis and Steve Smith, The Globalization of World Politics: an introduction to
international relations (New York: Oxford University Press,2001) Pg. 1632 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hal.139
Unaesah Rahmah, 2014
keinginan individu, bukan malah menjadi penguasa
rakyat. Untuk menunjang keadaan ini dibutuhkan
institusi demokrasi.3
6. Bertumpu pada kebebasan individu yang menghendaki
modernisasi dan menggunakan rasionalitasnya untuk
mengadakan kerjasama untuk mendapatkan keuntungan baik
di lingkungan domestik maupun internasional.
Liberalisme berakar dari pemikiran idealisme berasumsi
bahwa harus ada sebuah organisasi internasional yang
akan memayungi negara-negara untuk memelihara
perdamaian.
Theory: Interdependensi4
Interdependesi berarti ketergantungan timbal balik:
rakyat dan pemetintah dipengaruhi oleh apa yang terjadi di
mana pun, oleh tindakan rekannya di negara lain. Dengan
demikian, tingkat tertinggi hubungan transnasional antara
negara berarti tingkat tertinggi interdependensi. Hal itu
juga mencerminkan proses modernisasi, yang biasa
meningkatkan tingkat interdependensi di antara negara.
Bagi negara-negara industrialis pembangunan ekonomi dan
perdagangan luar negeri adalah alat-alat dalam mencapai
keunggulan dan kesejahteraan yang lebih mencukupi dan dengan
sedikit biaya. Pembagian tenaga kerja yang tinggi dalam
3 John Baylis and Steve Smith, The Globalization of World Politics hal.1634 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional
hal. 147-154
Unaesah Rahmah, 2014
perekonomian internasional meningkatkan interdependensi
antara negara, dan hal itu menekan dan mengurangi konflik
kekerasan antar negara.
Interdependensi yang lebih besar dalam bentuk hubungan
transnasional antarnegara dapat mewujudkan perdamaian.
Kerjasama teknik dan ekonomi akan meluas ketika para
partisipan mendapatkan keuntungan timbal balik yang dapat
diperoleh dari kerjasama tersebut.
Dalam teori interdependensi kompleks, hubungan yang
terjadi di dalam hubungan internasional tidak didominasi
oleh hubungan antar negara tapi juga muncul hubungan antara
negara dengan aktor-aktor lainnya (NGO, individu, MNC, dan
sebagainya). Negara-negAra juga lebih tertarik dengan
politik tingkat rendah yaitu yaitu maslaah ekonomi dan
sosial dan kurang hirau dengan politik tingkat tinggi, yaitu
militer.
Konsep: Mutual Interest, Timbal Balik atau Reciprocity, Insentif5
Kerjasama internasional dianggap mampu menciptakan
hubungan antarnegara yang harmonis karena pola-pola
kerjasama yang diterapkan secara terus-menerus dapat
memahami perilaku antarbangsa, sekaligus mengikis intenstas
ketegangan yang ada sehingga tercipta integrasi antarbangsa.
5 Dikutip dari Skripsi Diana Raesha, “Kerjasama Pemerintah Cina danNigeria dalam Bidang Energi Minyak Periode 2003-2010”, UniversitasIslam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Sosial danIlmu Politi, Program Studi Hubungan Internasional (Jakarta: Januari2013), hal.8-13
Unaesah Rahmah, 2014
Sebab kerjasama internasiona berisikan seperangkat aturan,
prinsip-prinsip, norma-norma dan prosedur pembuat keputusan
yang mengatur jalannya rezim internasional.
Mutual gain atau Mutual Interest adalah suatu keadaan dimana
masing-masing pihak menemukan kesamaan dalam kepentingan
mereka dan berusaha untuk memperoleh kepentingan bersama
tersebut. Perumusuhan antar manusia akan berakhir kalau saja
mereka memiliki kesamaan. Maka kesamaan merupkan solusi
untuk mengikuti perbedaan–perbedaan yang terjadi sehingga
ketegangan antarnegara dapat berkurang. Dengan begitu,
kesamaan tujuan atau kepentingan bersama merupakan hak yang
wajib dalam kerjasama. Meski tidak dipungkiri bahwa dalam
kerjasama selalu terdapa benturan kepentingan masing-masing
negara, namun selama tujuan bersama dapat disepakati sejauh
itu pula kerjasama dapat terus berjalan.
Kepentingan bersama juga bermakna sebagai titik tengah
yang mempertemukan berbagai kepentingan nasional diantara
masing-masing negara atau dengan kata lain, kepentingan
bersama merupakan representasi kepentingan antarnegara.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, kepentingan
bersama dalam sebuah kerjasama mampu mengikis terjadinya
perbedaan dan benturan kepentingan masing-masing negara.
Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri pula bahwa setiap negara
tetap berusaha untuk memaksimalkan keuntungannya. Sebab,
sifat alamiah negara untuk selalu bertindak rasional dengan
Unaesah Rahmah, 2014
memperhitungkan biaya dan mafaat yang akan diperoleh melalui
keputusan yang telah diambilnya.
Negara merupakan aktor utama dalam hubungan
internasional, namun bukan satu-satunya aktor yang
signifikan. Negara merupakan aktor rasional atau signifikan
karena selalu melihat cara untuk memaksimalkan kepentingan
dalam semua isu-isu area. Maka dapat disimpulkan bahwa
kerjasama merupakan peluang bagi negara untuk saling
memaksimalkan kepentingan nasionalnya diantara tujuan
bersama atau kepentingan bersama.
Selain kepentingan bersama terdapat juga konsep timbal
balik atau reciprocity. Sama halnya seperti kepentingan
bersama, konsep timbale balik atau reciprocity juga
merupakan hal yang mutlak dalam kerjasama. Mengutip Kehane
“Reciprocity is also convention: political leaders expect reciprocal treatment”.
Oleh sebab itu, hal yang wajar jika setiap negara melakukan
kerjasama mengharapkan adanya perlakuan timbal balik. Dapat
dikatakana pula bahwa inti dalam kerjasama adalah hubungan
timbal balik atau interaksi yang terjadi anara dua negara
atau lebih, baik positif maupun negatif kedual hal tersebut
mempengaruhi jalannya kerjasama.
Selanjutnya adalah adanya insentif dalam kerjasama. Dalam
hubungan kerjasama tidak hanya dipengaruhi oleh timbal balik
semata, keberadaan insentif juga mampu mempengaruhi jalannya
kerjasama yang ada. Sebab insetif merupakan rangsangan yang
dilakukan oleh suatu negara untuk menarik minat negara lain,
Unaesah Rahmah, 2014
yang bertujuan mempengaruhi dan memperkuat hubungan
kerjasama yang tealh dibangun sebelumnya, sehingga tercipta
hubungan yang saling mempengaruhi atau terinterdependensi.
Studi Kasus: Kerjasama US-Cina Di Bidang Ekonomi
AS-Cina menandatangani Fact Sheet on Strengthening U.S.-China
Economic Relations: Building on the climate accord, yang telah diumukan
oleh kedua presiden yaitu Barack Obama dan Xi Jinping dan
the S&ED pada July 2013. Kedua negara menegaskan komitmen
mereka untuk bekerjasama demi kepentingan negara dan
mengatasi tantangan ekonomi global. Kerjasama tersebut dalam
bidang energi dan perubahan iklim, inovasi, dan makanan dan
keamanan obat, semuanya dimuat dalam Track Ekonomi AS-China Dialog
Strategis dan Ekonomi (S&ED). Dalam rangka untuk lebih mendukung
pertumbuhan domestik dan global yang kuat, meningkatkan
perdagangan terbuka dan investasi, meningkatkan aturan
internasional dan ekonomi global pemerintahan, serta
mendorong stabilitas pasar keuangan dan reformasi. 6
AS dan Cina menggelar pertemuan Joint Commission on Commerce
and Trade (JCCT) di Beijing pada Desember 2013. Pertemuan
ini juga berhasil menjadikan Cina sebagai anggota World Trade
Organization’s Government Procurement Agreement (GPA).7
6 http://www.whitehouse.gov/the-press-office/2013/12/05/joint-fact-sheet-strengthening-us-china-economic-relations diakses pada2-1-2014pukul 02:41 WIB
7 http://thediplomat.com/2013/12/u-s-china-trade-talks-deja-vu/ diaksespada 2-1-2014 pukul 02:39 WIB
Unaesah Rahmah, 2014
Analisis:
Keberadaan Cina sebagai the raising power di Asia, tidak malah
serta merta membuat Amerika Serikat untuk menyerangnya. Hal
ini bertentangan dengan apa yang selama ini diprediksikan
oleh pada realis, yaitu security dilemma, di mana kemanan bagi
satu negara adalah ketidakamanan bagi negara lain. Sehingga
hubungan antar negara cenderung diwarnai konflik, saling
curiga dan perang.
Nyatanya hubungan AS-Cina berlangsung baik. Hal ini
karena Amerika Serikat melihat bahwa kerja sama dengan Cina
akan mendatangkan keuntungan (mutual gain), menghindarkan
keduanya dari berperang dan malah mendorong terjadinya
perdamaian antara kedua negara super power ini.
Interdependensi diantara keduanya terlihat dan terjalin,
disebabkan oleh mutual interest, keduanya sama-sama menginginkan
adanya peningkatan ekonomi. Adanya insentif, mutual gain dan
reciprocity. Hubungan perdagangan dan ekonomi antara AS-Cina
telah menunjukan peningkatan yang dramatis. Perdagangan AS-
CINA di tahun 2007 menunjukan US$386.7 milyar, naik sekitar
12.7 persen dari 2006. Dalam hal investasi, di penghujung
Juli 2007, perusahaan AS berinvestasi di Cina sebanyak
53.754 projek senilai US$55.42 milyar, dan perusahaan Cina
berinvestasi US$3 milyar di AS.8
Perdagangan dan kerjasama ekonomi telah menghasilkan
manfaat besar dan nyata bagi Amerika Serikat, hal serupa
8 Ron Huisken, Rising China: Power and Reassurance, ,(Australia: ANU Press,2009) Hal.21-22
Unaesah Rahmah, 2014
juga berlaku bagi Cina. Pada tahun 2009 Cina menjadi pasar
terbesar ketiga bagi ekspor AS. Perusahaan-perusahaan
Amerika telah secara kumulatif menginvestasikan lebih dari
US$ 62,2 milyar pada 58.000 proyek di China dan menuai
keuntungan. Keuntungan mereka di China sebesar hampir $ 8
miliar pada 2008.9
Sejak pecahnya krisis keuangan internasional, Cina telah
mendukung upaya rakyat Amerika untuk mengatasi krisis. Di
satu sisi, Cina telah meningkatkan impor dari AS. Sementara
ekspor AS secara keseluruhan turun 17,9 % pada tahun 2009,
namun ekspor ke China hampir tidak menurun.10
Di sisi lain, nilai - untuk - uang, barang padat karya
yang diimpor dari China telah membantu menjaga biaya hidup
Amerika bahkan ketika keadaan menjadi semakin sulit. Tanpa
barang-barang konsumsi dari China, indeks harga AS akan naik
tambahan dua persen setiap tahun. Hubungan dagang dan
ekonomi AS-Cina bergerak dalam bidang jasa, investasi serta
barang-barang . Dari tahun 2004 hingga 2008, surplus AS di
layanan dengan China tumbuh fenomenal 35,4 % per tahun ,
jauh melebihi pertumbuhan surplus China terhdap AS. 11
Pada tahun 2008, total penjualan barang-barang Amerika di
pasar Cina, termasuk barang-barang yang diekspor dari AS ke
Cina sebesar $ 224.7 milyar. Jumlah ini hampir sama dengan9 http://www.china-embassy.org/eng/xw/t675646.htm diakses pada 1-2-2014
pukul 10:46 WIB10 http://www.china-embassy.org/eng/xw/t675646.htm diakses pada 1-2-2014
pukul 10:46 WIB11 http://www.china-embassy.org/eng/xw/t675646.htm diakses pada 2-1-
2014 11:46 WIB
Unaesah Rahmah, 2014
nilai barang China yang diekspor ke Amerika Serikat pada
tahun 2008, yang tercatat sebesar $ 252,3.12 Kedua negara
hampir seimbang dalam hal penjualan.
Hubungan antara AS-Cina lebih terkesan saling melengkapi
dibanding saling berkonfrontasi satu sama lain.13Studi
futuristik mengenai hubungan AS-Cina 2022 mengindikasikan
hubungan optimis dan positif terkait estimasi perdagangan
diantara keduanya.14
POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT (AS) DI BIDANG MILITER
Grand Theory: Realisme
Realisme merupakan salah satu teori induk dalam Hubungan
Internasional. Realisme pula yang paling banyak membahas
kajian politik internasional. Awal kemunculan realisme
adalah sebagai kritik yang diarahkan kepada ‘utopianisme’
dari liberalisme. Ia telah memunculkan warna baru dalam
khazanah keilmuan Hubungan Internasional.
Menurut E.H. Carr realisme adalah pendekatan yang lebih
menekankan realitas kekuasaan politk internasional daripada
12 http://www.china-embassy.org/eng/xw/t675646.htm diakses pada 1-2-2014pukul 10:46 WIB13 Byung-Duck Hwang et al, The Rise of China to the G2 AND Strategy for Peaceful
Unification (Part II), (Hancheonro (Suyudong) Gangbuk-gu: Korea Institutefor National Unification 1307 Research Abstract, 2011) bisa diaksesjuga di www.kinu.or.kr
14Mutual Trust and Multilateral Approach Vital for Success US-China 2022(Excerpts)Dalam http://cib.shangbao.net.cn/299/2013/0627/215065.html diaksespada 1-2-2014 pukul 12:07 WIB
Unaesah Rahmah, 2014
pendekatan yang menjadikan ‘suatu harapan mengenai bagaimana
dunia seharusnya’. Dengan kata lain, lebih cenderung pada
kenyataan daripada yang seharusnya. Realisme mempertahankan
pandangan bahwa pencarian kekuasaan dan keamanan adalah
logika dominan dalam politik global 15.
Beberapa asumsi dasar realisme16:
1. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk selfish
(mementingkan diri sendiri). Negara, layaknya manusia,
bertingkah-laku mementingkan diri sendiri.
2. Negara merupakan aktor utama. Studi Hubungan
Internasional, dengan demikian, merupakan studi tentang
negara-negara dan tindakan atau aksi mereka. Dua hal
penting tentang negara-negara adalah:
a. Negara itu berdaulat. Kedaulatan adalah konsep kunci
dalam Hubungan Internasional.
b. Negara dimotivasi oleh kepentingan nasional. Mereka
mengarahkan kebijakan luar negeri untuk meraih
kepentingan nasional.
c. Menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan nasional dan
kelangsungan hidup negara17
3. Kekuasaan merupakan kunci untuk memahami tingkah laku
internasional dan motivasi Negara.
15 Scott Burchill and Andrew Linklater, Teori-Teori Hubungan Internasional,(Bandung: Nusa Media, 2009) Hal.91-110
16 Jill Steans and Lloyd Pettiford, Hubungan Internasiona: Prespektif dan Tema(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009) Hal. 58-59
17 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasionalhal. 88
Unaesah Rahmah, 2014
4. Hubungan internasional sebenarnya penuh konflik. Karena
konfliktual, maka hanya bisa diselesaikan melalui
perang18
5. Menunjung tinggi nilai-nilai keamanan nasional dan
kelangsungan hidup negara
Dasar normatif realisme adalah keamanan nasional dan
kelangsungan hidup Negara. Inilah nilai-nilai yang
menggerakkan doktrin kaum realis dan kebijakan luar negeri
kaum realis.
Theory: Foreign Policy19
KJ Holsti mengeluarkan argumen bahwa kebijakan luar
negeri adalah strategi atau rencana tindakan yang dibentuk
oleh para pembuat keputusan suatu negara dalam menghadapi
negara lain atau unit politik internasional lainnya dan
dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional yang dituangkan
dalam terminology kepentingan nasional. Terdapat lima
landasan pembuatan sumber kebijakan luar negeri AS, kelima
landasan itu adalah:
1. External Sources (sumber eksternal) meliputi atribut-
atribut yang ada pada sistem internasional 18 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional
hal. 8819 Dikutip dari Skripsi Atik Fadilatul Husna dengan judul “Perubahan
Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat dalam Memerangi TerorismeInternasional di Afghanistan Pada Periode Pemerintahan Barack Obama,:Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas IlmuSosial dan Ilmu Politik Jurusan Hubungan Internasional (Jakarta:April, 2012), h.10-11
Unaesah Rahmah, 2014
2. Societal Sources (sumber masyarakat) yaitu suatu
karakteristik sosial domestic dan sistem politk yang
membentuk orientasi masyarakat terhadap dunia.
3. Governmental Sources (sumber pemerintah) meliputi
seluruh elemen dari struktur pemerintahan.
4. Real Sources (sumber peranan), role disini terkait
dengan peranan atau status dari pemerintah sebagai
pembuat keputusan.
5. Individual Sources (sumber individu) meliputi nilai-
nilai dari seorang pemimpin atau pengambil keputusan
Konsep: Power
Power diartikan Thomas Hobbes sebagai ”present means to obtain
some future apparent good” atau segala daya (kekuatan) yang
dimiliki sekarang untuk mencapai hal-hal yang baik di masa
yang akan datang.20 Wujud dari power dapat berupa kepemilikan
yang tampak (tangible) seperti kepemilikan persenjataan,
kekuatan ekonomi, kekuatan teknologi, atau yang tidak tampak
seperti moral yang baik, kemampuan intelektual, dan
penampilan yang menarik. Semua ini dapat diperoleh seseorang
untuk memperoleh otoritas.21
Definisi power juga dikemukakan oleh KJ. Holsti bahwa
power adalah bagian dari hubungan politik yang mengutamakan
20
21 Siti Muti’ah Setiawati. Irak di Bawah Kekuasaan Amerika. Pusat PengkajianMasalah Timur Tengah (PPMTT) Universitas Gajah Mada. Hal. 23
Unaesah Rahmah, 2014
satu proses, yaitu bagaimana suatu negara mempengaruhi
negara lain. 22
Studi Kasus: Penempatan Jet Siluman di Korea Selatan23
Militer AS, Senin (1/4/2013), mengatakan, pihaknya telah
mengerahkan sejumlah jet tempur siluman ke Korea Selatan
sebagai bagian dari latihan militer gabungan yang sedang
berlangsung yang telah memicu ancaman pembalasan serangan
bersenjata dari Korea Utara.
Analisis:
Dalam menjalankan kebijakan luar negerinya, AS menggunaka
material power berupa kekuatan militer. Kebijakan luar negeri
AS untuk mengerahkan sejumlah jet tempur siluman dan
melakukan latihan gabungan militer berdasarkan beberapa
factor:
1. Faktor Domestik: Kepentingan Ekonomi AS di Korea
Selatan24
Beberapa tahun terakhir Kongrea AS mengalihkan tujuan
mereka untuk mewujudkan kerjasama Korea-U.S. Free Trade
22 Holsti, K.J. 1964. “The Concept of Power in the Study of International Relations”,Background, Vol. 7, No.4. Hal. 194.
23 http://tekno.kompas.com/read/2013/04/01/10142650/as.kerahkan.jet.tempur.siluman.f-22.ke.korsel diakses pada 4-4-2013pukul 11:28 WIB
24 Mark E. Manyin, et al, U.S.-South Korea Relations, (Congressional ResearchService: May 15, 2012), bisa juga diakses www.crs.gov
Unaesah Rahmah, 2014
Agreement (KORUS FTA), ini merupakan FTA kedua terbesar
bagi Amerika Serikat setela North America Free Trade
Agreement (NAFTA). penandatanganan KORUS FTA
dilaksanakan pada 2007.
Pada Desember 2010, AS dan Korea Selatan mengumumkan
bahwa mereka telah sepakat untuk memodifikasi
perjanjian. Korea Selatan menyetujui permintaan AS
dalam masalah industri mesin dan menerima beberapa
kelonggaran sebagai gantinya.
2. Faktor Internasional: Aliansi
Sejak tahun 2008, hubungan antara AS-Korea Selatan
semakin membaik dan merupakan hubungan terbaik mereka
selama beberapa dekade. Pada pertengahan 2010,
Pemerintahan Obama, Korea Selatan telah dinobatkan
sebagai aliansi terdekat Amerika Serikat di Asia Timur.
Kedekataan antara Seoul dan Washington juga turut
didukung oleh Presiden asal Korea Selatan yaitu
Presiden Lee.25
3. Faktor Internasional: Deterrence and Arm Races
AS menempatkan 28.500 pasukannya di Korea Selatan
sejak 2009. AS-Korea Selatan telah bersepakat untuk
menjadikan aliansi keduanya dalam menghadapi serangan
Korea Utara dalam lingkup regional maupun global.
Washington dan Seoul telah mengumumkan "Strategic Alliance
2015" untuk menempatkan kembali pasukan AS di Peninsula
25 Mark E. Manyin, et al, U.S.-South Korea Relations
Unaesah Rahmah, 2014
dan meningkatkan kapabilitas Korea Selatan dalam hal
militer.26Penempatan militer AS di Korea Selatan agar
menjadi deterrence sehingga Korea Utara tidak akan
menyerang Korea Selatan.
POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT (AS) DI BIDANG POLITIK
Grand Theory: Realisme
Dominasi realisme dalam HI sepanjang paruh kedua bad
keduapuluh, khususnya di Amerika Serikat. Realisme sendiri
naik ke posisi keunggulan akademik di 1940 dan 1950an yang
secara efektif mengkritik idealisme liberal masa
antarperang. Argumen utama realisme klasik adalah 1.
Pandangan pesimis atas sifat manusia; 2. Keyakinan bahwa
hubungan internasional pada dasarnya konfliktual dan bahwa
konflik internasional pada akhirnya diselesaikan melalui
perang; 3. Menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan nasional
dan kelangsungan hidup negara; 4. Skeptisisme dasar bahwa
terdapat kemajuan dalam politik internasional seperti
yangterjadi dalam kehidupan politik domestik.27
Sumbangsih dari realisme klasik adalah memberikan
pengetahuan mengenai peran utama power dalam semua jenis dan
26 Mark E. Manyin, et al, U.S.-South Korea Relations27 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional
hal. 88
Unaesah Rahmah, 2014
batasan atas power itu sendiri sehingga menimbulkan self-
defeating.28
Theory: National Interest29
Hans J Morgenthau mengemukakan mengenai kepentingan
nasional yaitu, the concept of the national intereset, then contains two
elements, one that is logically required and in that sense necessary, and one that
is variable and determined by circumstance.
Menurutnya kepentingan nasional terdiri dari dua elemen
yaitu didasarkan pada pemenuhan sendiri atau kebutuhan dalam
negeri itu sendiri dan kedua mempertimbangkan lingkungan
strategis sekitarnya atau kondisi luar dari negaranya.
Sehingga pemenuhan dalam negeri dapat dilakukan dengan cara
mempertahankan kedaulatan wilayah negara, stabilitas politik
dalam negeri, menjaga identitas budaya dari ancaman negara
lain. Sedangkan yang dimaksud dengan mempertimbangkan
kondisi lingkungan strategis adalah dengan cara menciptakan
perdamaian dunia melalui diplomasi.
Miroslav Nincic mengungkapkan tiga asumsi dasar
kepentingan nasional, yaitu pertama kepentingan tersebut
bersifat vital yang dalam pencapaiannya harus menjadi
28 Steve Smith et al, International Relations Theories: Discipline and Diversity: chapter3: Classical Realism, Richard Ned Lebow,(New York: Oxford UniversityPress,2007) Hal.52
29 Dikutip dari Skripsi Atik Fadilatul Husna dengan judul “PerubahanKebijakan Luar Negeri Amerika Serikat dalam Memerangi TerorismeInternasional di Afghanistan Pada Periode Pemerintahan Barack Obama,:Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas IlmuSosial dan Ilmu Politik Jurusan Hubungan Internasional (Jakarta:April, 2012)
Unaesah Rahmah, 2014
prioritas utama pemerintah dan masyarakat. Kedua kepentingan
tersebut berkaitan dengan lingkungan internasional, jadi
pencapaian kepentingan nasional dipengaruhi oleh lingkungan
internasional. Ketiga kepentingan tersebut harus tidak
memihak kepada salah satu instansi ataupun kelompok manapun
melainkan harus mewakili dari sleuruh aspirasi masyarakat.
Konsep: Power
Para penganut realis menyamakan kepentingan nasional
dengan power, di mana power menjadi sebuah alat yang dapat
mengembangkan dam memelihara control suatu hubungan negara
dengan negara lain.30
Power adalah kemampuan untuk mendapatkan apa yang kamu
mau, mencapai apa yang kau cita-citakan dengan cara
mengontrol lingkungan. Morgenthau melihat power sebagai
sebuah hubungan psikologis antara yang menggunakan dan
digunakan. Power adalah alat yang dipakai sekaligus tujuan
yang dicari oleh sebuah negara.31
Influence berarti menjadikan seseorang untuk melakukan apa
yang kita ingin mereka lakukan. Sebuah kemampuan untuk
mempengaruhi perilaku orang lain. Power menunjukan kemampian
untuk menetukan hasil apa uang diinginkan. Influence
30 Anak Agung Banyu Perwita, dan Yanyan Mochammad Yani, Pengantar IlmuHubungan Internasional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h.35
31 Diktat Kuliah Friane Aurora, Konsep-Konsep Penting Terkait Negara Sebagai AktorHubungan Internasional, FISIP UIN, (Jakarta: April 2012)
Unaesah Rahmah, 2014
menyiratkan kemampuan untuk mempengaruhi keputusan yang akan
menetukan hasil.32
Salah satu bentuk power adalah influence atau pengaruh. Cara
mempengaruhi menggunakan kekerasan, penderitaan dengan cara
non-kekerasan, hukuman, memberikan hadiah, menawarkan
hadiah, persuasive atau meyakinkan seseorang.33 Dengan
mempengaruhi dapat menaikan posisi seseorang dalam struktur
sosial dan politik.
Studi Kasus: Keterlibatan AS dalam konflik Libya34
Keterlibatan AS di Libya terlihat dari pernyataan
Presinden AS Barack Obama, dan juga pengiriman pasukan serta
mengajak aliansya negara-negara Eropa juga melibatkan NATO
dalam konflik di Libya.
Awalnya, tujuan operasi itu sarat dengan kemanusiaan
yaitu untuk mencegah Gaddafi dari melaksanakan ancamannya,
yang diterbitkan pada bulan Februari 2011, yaitu untuk
"menyerang [pemberontak] dalam sarang mereka" dan
"membersihkan Libya rumah demi rumah." Pada bulan Maret,
Presiden Obama menyatakan, "Kami tidak akan menggunakan
kekuatan untuk melampaui tujuan-khusus, perlindungan
didefinisikan dengan baik warga sipil di Libya.” Obama juga
menyebutkan harus ada perubahan rezim di Libya.Obama32 Friane Aurora, Konsep-Konsep Penting Terkait Negara Sebagai Aktor Hubungan
Internasional,33 Friane Aurora, Konsep-Konsep Penting Terkait Negara Sebagai Aktor Hubungan
Internasional, 34 Amitai Etzioni, The Lessons of Libya,( Military Review: January-February
2012)
Unaesah Rahmah, 2014
mengatakan, "Dalam beberapa pekan mendatang, kami akan terus
membantu rakyat Libya dengan kemanusiaan dan bantuan ekonomi
sehingga mereka dapat memenuhi aspirasi mereka secara
damai."
Pada April 2011, Obama, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy
dan Perdana Menteri Inggris David Cameron menyatakan janji
bersama, mereka menyatakan bahwa perubahan rezim harus
dilakukan dalam rangka mencapai tujuan kemanusiaan. Mereka
menyatakan, "Gaddafi harus pergi, dan pergi untuk selamanya,
"sehingga" transisi asli dari kediktatoran ke proses
konstitusional inklusif benar-benar dapat dimulai, dipimpin
oleh generasi baru pemimpin. "
Selain itu, mereka menambahkan bahwa NATO akan
menggunakan kekuatannya untuk mempromosikan tujuan-tujuan
ini: "Selama Gaddafi berkuasa, NATO harus mempertahankan
operasinya sehingga bahwa warga sipil tetap dilindungi dan
tekanan pada rezim membangun.
Analisis:
AS menggunakan powernya yaitu sebagai negara super power,
merasa bertanggung jawab atas konflik yang terjadi di Libya.
AS juga menggunakan aliansinya –Perancis, Inggris dan NATO-
untuk membantunya mewujudkan kepentingan nasionalnya di
Timur Tengah. AS melakukan pengaruh secara persuasive kepada
warga Libya dengan menggunaka term kemanusiaan, demokrasi
Unaesah Rahmah, 2014
dan hak asasi manusia. Hal tersebut bisa dilihat dari
pernyataan Obama.
Kepentingan AS di Timur Tengah pasca perang dingin:
1. Kepentingan nasional Amerika atas akses bebas ke
minyak Timur Tengah
Menjaga akses terhadap minyak selalu menjadi
prioritas utama.35Sejak berakhirnya berkahirnya PD II,
minyak Timur Tengah menjadi sangat penting bagi
kebutuhan perang Amerika dan Eropa untuk bahan bakar
pesawat, kapal, tank dan truk.36
Minyak Timur Tengah diperlukan sekali. Pertama,
biaya produksinya yang rendah sebagai contoh hanya
sekitar 12 persen daripada harus di produksi di Alaska,
Kedua Sumber daya Timur Tengah belum sepenuhnya
dieksplorasi dan pengeboran berlanjut untuk menemukan
cadangan minyak. Ketiga, cadagan Timur Tengah lebih
banyak jika dibandingkan dengan hitungan produksi,
sepuluh kali dibanding AS , yang memberikan pengaruh
yang cukup besar dan power di pasar minyak dunia.
Perhatian utama AS terhadap Timur Tengah adaah sumber
daya ekonomis yang terdapat di kawasan tersebut. 37
35 Dennis Ross, The Middle East Predicament, Foreign Affairs:January/February 2005. Volume 84 Number 1. New York hal. 61
36 Modigs Ronny, United States Foreign Policy in the Middle East After the Cold War,(Kansas: Fort Leavenworth, 2003) Hal.4-5
37 Noam Chomsky, After the Cold War: U. S. Foreign Policy in the Middle East, CulturalCritique, No. 19, The Economies of War. University of Minnesota,1991, PressStable URL: http://www.jstor.org/stable/1354305 hal. 17
Unaesah Rahmah, 2014
Ketergantungan AS terhadap minyak meningkat sejak
pertengahan 1970an. Pasca Perang Dingin impor minyak AS
berkisar antara 45 ddan 52 persen. Total konsumsi
adalah 46 persen, 23 diimpor dari Persian Gulf, 63
persen dari Arab Saudi. Kepentingan AS bukan hanya
tertumpu pada impor langsung namun juga pada fakta
bahwa partner dagangnya, Eropa juga tergantung terhadap
minyak Timur Tengah sekita 38 persen, Jepang lebih dari
75 persen. 38
2. Kepentingan AS dalam menyebarluaskan demokrasi dan
HAM
Pada akhir Perang Dingin kepentingan nasional AS
yang baru mulai bermunculan di kawasana Timur Tengah.
Salah satunya adalah kebutuhan akan stabilitas di suatu
kawasan merupakan kepentingan nasional AS selama
periode tersebut, keamanan aliansi yang negara-negara
Arab yang ramah, penyebaran demokrasi dan promosi HAM
bagi orang-orang di kawasan Timur Tengah.39
Pasca kejadian serangan teroris 11 September 2001,
Amerika Serika semakin meningkatkan promos demokrasi ke
Timur Tengah dan Afrika Utara. Amerika telah melakukan
banyak kerjasama dengan Timur Tengah, sebut saja Middle
East Partnership Initiative (MEPI), the Middle EastFree Trade Area38 Modigs Ronny, United States Foreign Policy in the Middle East After the Cold War. 2003
hal. 3739 Modigs Ronny, United States Foreign Policy in the Middle East After the Cold War.
Hal.8
Unaesah Rahmah, 2014
(MEFTA) dan the Broader Middle East and North Africa Initiative
(BMENA). Bahkan, AS telah memasukan strategi promosi
demokrasi dalam National Security Presidential
Directive 58 dengan judul Institutionalising the Freedom
Agenda, dan ditandatanganinya Advance Democracy Act 2007 ke
dalam hukum.40
AS bahkah telah mendkelarasikan bahwa promosi
demokrasi akan menjadi prioritas sama dengan tujuan
kebijakan luar negerinya, mempromosikan demokrasi dan
HAM ke seluruh penjuru dunia.
3. Kepentingan nasional AS lainnya adalah untuk
mencegah gerakan ekstrimis Islam dalam gerakan revolusi
yang belum selesai dan menjatuhkan pemerintahan yang
totaliter dan dictator. Hal tersebut tidak mungkin
dapat terjadi jika tanpa campur tangan pemimpin
Washington.41
POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT (AS) DI BIDANG IDEOLOGI
Grand Theory: Realisme
40 Oz Hassan, American Democracy Promotion and the ‘Arab Spring’, diakses diwww.lse.ac.uk/IDEAS/publications/reports/pdf/SR009/hassan.pdf pada 1-2-2014 pukul 11:46 WIB
41 James Phillips, The Arab Spring Descends into Islamist Winter: Implications for U.S.Policy. No. 2754, December 20, 2012. Backgrounder: The HeritageFoundation hal. 10
Unaesah Rahmah, 2014
Menurut E.H. Carr realisme adalah pendekatan yang lebih
menekankan realitas kekuasaan politk internasional daripada
pendekatan yang menjadikan ‘suatu harapan mengenai bagaimana
dunia seharusnya’. Dengan kata lain, lebih cenderung pada
kenyataan daripada yang seharusnya. Realisme mempertahankan
pandangan bahwa pencarian kekuasaan dan keamanan adalah
logika dominan dalam politik global. Realisme klasik yang
diwakili oleh Thucydides dan Morgenthau memberikan konsep
dan pemahaman mengenai tragdei dan self-restrain.42
Theory: Balance of Power
Prinsip keseimbangan kekuasaan (balance of power) akan
membuka peluang bagi terbentuknya sebuah sistem keamanan
kolektif, di mana tindakan agresi individual akan berhadapan
dengan kekuatan kolektif opini dunia dan militer.43
Realis kontemporer mempertimbangkan kapabilitas militer
dan aliansi sebagai hal yang paling mendasar bagi keamanan.
Thucydides dan realis klasik lebih umum menyatakan bahwa
kekuatan militer dan aliansi seperti dua sisi mata pedang,
di satu sisi mereka bisa memprakarsai perang di satu sisi
mencegah adanya perang. Dalam bukunya, History of the
Peloponnesian War, Thucydides menggambarkan bagaimana balance of
power bisa menjadi penyebab timbulnya perang.44
42 Steve Smith et al, International Relations Theories Hal.52-53 43 Scoot Burchill dan Andrew Linklater, Teori-Teori Hubungan Internasional, h.9144 Steve Smith et al, International Relations Theories Hal.56-57
Unaesah Rahmah, 2014
Thucydides dan Morgentahu memahami bahwa politik
merupakan sebuah perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan dan
keuntungan yang unilateral. Perbedaan antara politik
domestic dan hubungan internasional berada pada derajat
bukan macamnya. Kapabilitas militer dan aliansi bisa menjadi
penjaga dalam hubungan internasional yang berat dan jungkir
balik, namun tidak bisa menjadi pemelihara adanya kedamaian
atau independen atas aktor.45
Konsep: Aliansi
Aliansi dapat memicu perlombaan senjata dan menyebabkan
destabilisasi counteralliances. Ada tiga jenis aliansi menurut Bruce
Bueno de Mesquita. Neutrality atau aliansi pakta non-agresi
adalah sebuah aliansi di mana masing-masing pihak berjanji
untuk tidak daling menyerang satu sama lain. Enteters,
Menuntut komitmen yang lebih. Penandatanganan pakta berarti
sebuah negara berjanji untuk saling konsultasi satu sama
lain jika ada negara aliansinya terserang. Defense pacts,
memuat beberapa hal teknis yang spesifik, di mana aliansi
akan menelong negara anggota aliansi yang ikut terserang.46
Mekanisme untuk terbentuknya the balance of power adalah
membentuk aliansi.47 Aliansi didefinisikan sebagai sebuah
45 Steve Smith et al, International Relations hal.57-5846 Diktat Kuliah Debbie Affianty,Determinants of Foreign Policy Decision Making:
International or External Factors, FISIP UIN Syahrif Hidayatullah Jakarta(Jakarta: April 2013)
47 Dikutip dari Diktat perkuliah Debbie Affianty, Strategies for Survival:Offense-Defense and Alliances FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta(Jakarta: Desember 2012)
Unaesah Rahmah, 2014
hubungan kerjasama keamanan yang forma atau informal antara
dua atau lebih Negara-negarayang berdaulat48
Apa yang menyebabkan negara memilih untuk beraliansi atau
tetap pada posisi netral? Aliansi didefinisikan sebagai
komitmen formal untuk memberikan kontribusi bantuan militer
ketika salah satu anggota aliansi diserang. Ketika
memutuskan untuk masuk sebuah aliansi atau netral sebuah
negara harus mempertimbangkan keuntungan dari aliansi
tersebut (memperpanjang deterrence pada masa damai, bantuan
militer ketika perang) dengan resiko terlibat perang yang
tidak ada sangkut pautnya dengan kepenitngan negara tersebut
secara langsung. Netralitas akan mengurangi resiko
terlibatnya suatu negara dalam perang negara lain dengan
resiko tidak memiliki aliansi yang mampu menjadi
pelindungnya atas serangan negara lain. Pilihan suatu negara
untuk mengikuti alians tergantung pandangannya apakah
aliansi tersebut dapat menjaga keamana negara tersebut. 49
Studi Kasus: AS Membentuk Aliansi Pertahanan (NATO)
North Atlantic Treaty Organization bermula dari Treaty of Brussels pada
Maret 1948 yang diikuti oleh lima negara Eropa yaitu Belgia,
Perancis, Luxemburg, Belanda dan Inggris serta tujuh negara
lainnya. Treaty of Brussels merupakan perjanjian mengenai collective-
48 Stephen M. Walt, Origins of Alliances. Ithaca: Cornell University Press,1987, bias diakses di http://www.olivialau.org/ir/archive/wal19.pdf
49 Debbie Affianty, Strategies for Survival: Offense-Defense and Alliances, bisa jugalihat Dan Reiter, “Learning, Realism, and Alliances: The Weight ofthe Shadow of the Past,” World Politics 46 (1994), pp. 490-526.
Unaesah Rahmah, 2014
security, budaya dan sosial. Perjanjian ini juga dibentuk
pasca penyerangan Soviet ke Czechoslovakia. Juni 1948
negara-negara Eropa lainnya seperti Kanada, Denmark,
Iceland, Italia, Norwegia, Portugal dan Amerika Serikat
bergabung dalam the “Brussels Five” untuk membentuk new
collective security organization. Gerakan ini terjadi setelah Soviet
mulai memasuki Jerman. Pada akhirnya negara-negara Eropa
mulai merasa bahwa demokrasi merupakan cara yang ampuh untuk
melawan pengaruh Stalin. Akhirnya pada 4 April 1949
dibentuklah NATO di Washington D.C.50
Analisis:
Dibentuknya NATO adalah untuk membendung pengaruh Uni
Soviet dengan ideology komunisnya, terutama terhadap negara-
negara di Eropa. Kenyatan bahwa NATO digunakan oleh AS
sebagai alat untuk menyebarkan ideologinya yaitu demokrasi
dapat dilihat pada tahun ketiga sejak pembentukannya, NATO
lebih diwarnai oleh aliansi politik daripada militer. Fakta
menarik dari NATO adalah bahwa NATO merupakan aliansi
demokratis, di mana ia dijalankan menurut dari anggota-
anggotanya. Tahun 1990an NATO memiliki misi untuk
mempromosikan stabilitas di non-NATO Europe dan untuk
membangun institusi yang berkaitan dengan negara di Eropa
Tengah dan Timur.51.
50 Zoltan Barany, NATO at Sixty (Journal of Democracy: Vol.20, No.2, 2009),hal.108
51 Zoltan Barany, NATO at Sixty hal.109
Unaesah Rahmah, 2014
Keanggotan NATO bertambah hingga 28 anggota negara. Hal
ini dikarenakan perekrutan NATO yang berbeda dengan Pakta
Warsawa. Keanggotan NATO bebas, tidak ada paksaan. Setiap
anggota diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif. Selain
itu adanya praktik democracy-friendly effect. 52
Tujuan dibentuknya NATO adalah untuk menghalau pengaruh
Josef Stalin dari USSR yang semakin meluas, mengembalikan
dan menjaga keamanan di area Atlantik Utara, menjadi
deterrence yang ampuh dan efektif dari ancaman musuh,
mempertahankan dan mempromosikan demokrasi ke anggota-
anggotanya. Hal ini dapat dilihat dari prasayarat yang
diberikan NATO kepada calon anggotanya, yaitu supremasi
sipil yang kuat dan transparasi keuangan. Selain hal yang
berkaitan dengan militer NATO juga memiliki beberapa tujuan
yang termaktub dalam artikel 2, yaitu memperkuat institusi
yang bebas dan mempromosikan kestabilan politik dan materi
lewat perdagangan internasional dan kerjasama ekonomi.53
Masa depan hubungan transatlantic bagi kebanyakan Bangsa
Eropa (dan beberapa Amerika) tidak hanya mengisyaratkan
kerjasama yang lebih baik antara EU dan NATO, tapi juga
menjadikan kerjasama antara EU dan NATO lebih efektif. AS
lebih dekat dengan EU mengenai isu-isu, seperti perdagangan,
perubahan iklim hingga kebijakan keamanan seperti program
nuklir di Iran.54
52 Zoltan Barany, NATO at Sixty hal.109-12253 Zoltan Barany, NATO at Sixty,hal.120-121 54 Zoltan Barany, NATO at Sixty, hal.122
Unaesah Rahmah, 2014
Secara politik, NATO mempromosikan nilai-nilai demokrasi,
mendorong pelaksanaan konsultasi dan kerjasama pertahanan
serta isu keamanan untuk membangun kepercayaan (trust) dan
mencegah konflik dalam jangka panjang. Secara militer, NATO
berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan secara damai
(peaceful resolution of disputes). Jika upaya diplomatik gagal
dilakukan maka dibutuhkan kapasitas militer untuk
penyelesaian masalah tersebut. Hal ini mengacu pada Article 5 of
the Washington Treaty.55 Maka dapat digaris bawahi dari tujuan
tersebut tugas NATO adalah collective defense, crisis management, dan
cooperative security through partnership.
NATO memberikan kesempatan khusus pada negara anggotanya
untuk berkonsultasi dan mengambil keputusan terhadap isu
keamanan pada semua level dan beragam bidang. Keputusan NATO
merupakan ekspresi kolektif dari 28 negara anggota selama
setiap keputusan tersebut diambil berdasarkan konsensus.
Setiap hari, ratusan orang sipil dan ahli militer mendatangi
markas besar NATO untuk saling memberi informasi, ide dan
membatu mempersiapkan keputusan jika dibutuhkan melalui
kerjasama dengan delegasi nasional dan staf NATO.56
Tahun 1989-90an memasuki masa pasar bebas dan keterbukaan
serta demokrasi hingga timbul peranyaan apakah NATO masih
dibutuhkan? Pada tahun 1991, NATO dan Eropa mengalami55 Dikutip dari Makalah Sarah Astrried et al, Hubungan Euro-Atlantic dan
NATO, mata kuliah studi kawasan Eropa, FISIP UIN Syarif HidayatullahJakarta (Jakarta: November 2013) atau bisa diakses di www.nato.int
56 Dikutip dari Makalah Sarah Astrried et al, Hubungan Euro-Atlantic danNATO, mata kuliah studi kawasan Eropa, FISIP UIN Syarif HidayatullahJakarta (Jakarta: November 2013)
Unaesah Rahmah, 2014
rejuvenasi dengan disahkannya North Atlantic Security Council, lalu
pada tahun 1997 berganti nama menjadi Euro Atlantic Partnership
Council. Integrasi ini dilandaskan oleh banyaknya negara yang
berdemokrasi dan hubungan ini dipandang sebagai hubungan
yang strategis bagi masa depan politik, keamanan sekutu dan
kawasan, terbuki dengan masuknya negara non member - negara
mediterania yaitu Algeria, Mesir, Israel, Yordania,
Mauritania, Tunisia dan Maroko.57
Daftar Pustaka
Atik Fadilatul Husna, Skripsidengan judul “Perubahan
Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat dalam Memerangi
Terorisme Internasional di Afghanistan Pada Periode
Pemerintahan Barack Obama,: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Hubungan Internasional (Jakarta: April, 2012)
Amitai Etzioni, The Lessons of Libya,( Military Review: January-
February 2012)
Anak Agung Banyu Perwita, dan Yanyan Mochammad Yani,
Pengantar Ilmu Hubungan Internasional (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006)
Byung-Duck Hwang et al, The Rise of China to the G2 AND Strategy for
Peaceful Unification (Part II), (Hancheonro (Suyudong) Gangbuk-gu:57 Dikutip dari Makalah Sarah Astrried et al, Hubungan Euro-Atlantic
dan NATO, mata kuliah studi kawasan Eropa, FISIP UIN SyarifHidayatullah Jakarta (Jakarta: November 2013)
Unaesah Rahmah, 2014
Korea Institute for National Unification 1307 Research
Abstract, 2011) bisa diakses juga di www.kinu.or.kr
Dennis Ross, The Middle East Predicament, Foreign Affairs:
January/February 2005. Volume 84 Number 1. New York
Diana Raesha, Skripsi,“Kerjasama Pemerintah Cina dan Nigeria
dalam Bidang Energi Minyak Periode 2003-2010”, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politi, Program Studi Hubungan Internasional
(Jakarta: Januari 2013),
Diktat perkuliah Debbie Affianty, Strategies for Survival: Offense-
Defense and Alliances FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Jakarta: Desember 2012)
Diktat Kuliah Debbie Affianty,Determinants of Foreign Policy Decision
Making: International or External Factors, FISIP UIN Syahrif
Hidayatullah Jakarta (Jakarta: April 2013)
Diktat Kuliah Friane Aurora, Konsep-Konsep Penting Terkait Negara
Sebagai Aktor Hubungan Internasional, FISIP UIN, (Jakarta: April
2012)
James Phillips, The Arab Spring Descends into Islamist Winter:
Implications for U.S. Policy. No. 2754, December 20, 2012.
Backgrounder: The Heritage Foundation
Jill Steans and Lloyd Pettiford, Hubungan Internasiona: Prespektif
dan Tema (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009)
Unaesah Rahmah, 2014
John Baylis and Steve Smith, The Globalization of World Politics: an
introduction to international relations (New York: Oxford University
Press,2001)
K.J Holsti, 1964. “The Concept of Power in the Study of International
Relations”, Background, Vol. 7, No.4
Mark E. Manyin, et al, U.S.-South Korea Relations, (Congressional
Research Service: May 15, 2012), bisa juga diakses
www.crs.gov
Modigs Ronny, United States Foreign Policy in the Middle East After the Cold
War,(Kansas: Fort Leavenworth, 2003
Noam Chomsky, After the Cold War: U. S. Foreign Policy in the Middle East,
Cultural Critique, No. 19, The Economies of War. University
of Minnesota, 1991, PressStable URL:
http://www.jstor.org/stable/1354305
Oz Hassan, American Democracy Promotion and the ‘Arab Spring’, diakses
di
www.lse.ac.uk/IDEAS/publications/reports/pdf/SR009/hassan.pd
f pada 1-2-2014 pukul 11:46 WIB
Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan
Internasional (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)
Ron Huisken, Rising China: Power and Reassurance, ,(Australia: ANU
Press, 2009)
Unaesah Rahmah, 2014
Sarah Astrried et al, Paper Writing, Hubungan Euro-Atlantic dan
NATO, mata kuliah studi kawasan Eropa, FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (Jakarta: November 2013)
Siti Muti’ah Setiawati. Irak di Bawah Kekuasaan Amerika. Pusat
Pengkajian Masalah Timur Tengah (PPMTT) Universitas Gajah
Mada
Scott Burchill and Andrew Linklater, Teori-Teori Hubungan
Internasional, (Bandung: Nusa Media, 2009
Stephen M. Walt, Origins of Alliances. Ithaca: Cornell
University Press, 1987, bias diakses di
http://www.olivialau.org/ir/archive/wal19.pdf
Steve Smith et al, International Relations Theories: Discipline and
Diversity: chapter 3: Classical Realism, Richard Ned Lebow,(New York:
Oxford University Press,2007)
Zoltan Barany, NATO at Sixty (Journal of Democracy: Vol.20,
No.2, 2009
http://tekno.kompas.com/read/2013/04/01/10142650/
as.kerahkan.jet.tempur.siluman.f-22.ke.korsel diakses pada
4-4-2013
Mutual Trust and Multilateral Approach Vital for Success US-China 2022(Excerpts)
Dalam http://cib.shangbao.net.cn/299/2013/0627/215065.html
diakses pada 1-2-2014 pukul 12:07 WIB
http://www.china-embassy.org/eng/xw/t675646.htm diakses pada
1-2-2014 pukul 10:46 WIB
Unaesah Rahmah, 2014
http://thediplomat.com/2013/12/u-s-china-trade-talks-deja-
vu/ diakses pada 2-1-2014 pukul 02:39 WIB
http://www.whitehouse.gov/the-press-office/2013/12/05/joint-
fact-sheet-strengthening-us-china-economic-relations diakses
pada2-1-2014 pukul 02:41 WIB
www.nato.int