POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT (AS) DI BIDANG EKONOMI

33
Unaesah Rahmah, 2014 POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT (AS) DI BIDANG EKONOMI Grand Theory: Liberalisme Liberalisme menawarkan konsep dan pemikiran yang berbeda dengan realisme. Jika realisme merujuk pada realitas dan sikap pesimis. Maka Liberalisme menggolarakan optimisme dan perdamaian. Walaupun sering dikritik sebagai teori yang bersifat ‘utopianisme’, namun liberalisme mampu menjawab kritikan yang dilontarkan kaum realisme. Liberalisme memiliki klaim yang kuat dalam catatan sejarah sebagai alternative realis-yang dianggap menjadi teori dominan dalam hubungan internasional-. Pada abad ke dua puluh, pemikiran Liberalisme telah memepengaruhi policy- making dikalangan para elit di beberapa negara barat setelah Perang Dunia I 1 . Beberapa aumsi dasar liberalisme 2 : 1. Pandangan positif tentang sifat manusia 2. Keyakinan bahwa hubungan internasional dapat bersifat kooperatif daripada konfliktual 3. Percaya terhadap kemajuan 4. Kerjasama Internasional dapat membawa kedamaian 5. Pusat perhatian tertuju pada individu, sehingga negara dipandang sebagai pelayan bagi kepentingan-kepentingan individu. Negara harus mampu menjadi wadah berkumpulnya 1 John Baylis and Steve Smith, The Globalization of World Politics: an introduction to international relations (New York: Oxford University Press,2001) Pg. 163 2 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hal.139

Transcript of POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT (AS) DI BIDANG EKONOMI

Unaesah Rahmah, 2014

POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT (AS) DI BIDANG EKONOMI

Grand Theory: Liberalisme

Liberalisme menawarkan konsep dan pemikiran yang berbeda

dengan realisme. Jika realisme merujuk pada realitas dan

sikap pesimis. Maka Liberalisme menggolarakan optimisme dan

perdamaian. Walaupun sering dikritik sebagai teori yang

bersifat ‘utopianisme’, namun liberalisme mampu menjawab

kritikan yang dilontarkan kaum realisme.

Liberalisme memiliki klaim yang kuat dalam catatan

sejarah sebagai alternative realis-yang dianggap menjadi

teori dominan dalam hubungan internasional-. Pada abad ke

dua puluh, pemikiran Liberalisme telah memepengaruhi policy-

making dikalangan para elit di beberapa negara barat setelah

Perang Dunia I1.

Beberapa aumsi dasar liberalisme2:

1. Pandangan positif tentang sifat manusia

2. Keyakinan bahwa hubungan internasional dapat bersifat

kooperatif daripada konfliktual

3. Percaya terhadap kemajuan

4. Kerjasama Internasional dapat membawa kedamaian

5. Pusat perhatian tertuju pada individu, sehingga negara

dipandang sebagai pelayan bagi kepentingan-kepentingan

individu. Negara harus mampu menjadi wadah berkumpulnya1 John Baylis and Steve Smith, The Globalization of World Politics: an introduction to

international relations (New York: Oxford University Press,2001) Pg. 1632 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hal.139

Unaesah Rahmah, 2014

keinginan individu, bukan malah menjadi penguasa

rakyat. Untuk menunjang keadaan ini dibutuhkan

institusi demokrasi.3

6. Bertumpu pada kebebasan individu yang menghendaki

modernisasi dan menggunakan rasionalitasnya untuk

mengadakan kerjasama untuk mendapatkan keuntungan baik

di lingkungan domestik maupun internasional.

Liberalisme berakar dari pemikiran idealisme berasumsi

bahwa harus ada sebuah organisasi internasional yang

akan memayungi negara-negara untuk memelihara

perdamaian.

Theory: Interdependensi4

Interdependesi berarti ketergantungan timbal balik:

rakyat dan pemetintah dipengaruhi oleh apa yang terjadi di

mana pun, oleh tindakan rekannya di negara lain. Dengan

demikian, tingkat tertinggi hubungan transnasional antara

negara berarti tingkat tertinggi interdependensi. Hal itu

juga mencerminkan proses modernisasi, yang biasa

meningkatkan tingkat interdependensi di antara negara.

Bagi negara-negara industrialis pembangunan ekonomi dan

perdagangan luar negeri adalah alat-alat dalam mencapai

keunggulan dan kesejahteraan yang lebih mencukupi dan dengan

sedikit biaya. Pembagian tenaga kerja yang tinggi dalam

3 John Baylis and Steve Smith, The Globalization of World Politics hal.1634 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional

hal. 147-154

Unaesah Rahmah, 2014

perekonomian internasional meningkatkan interdependensi

antara negara, dan hal itu menekan dan mengurangi konflik

kekerasan antar negara.

Interdependensi yang lebih besar dalam bentuk hubungan

transnasional antarnegara dapat mewujudkan perdamaian.

Kerjasama teknik dan ekonomi akan meluas ketika para

partisipan mendapatkan keuntungan timbal balik yang dapat

diperoleh dari kerjasama tersebut.

Dalam teori interdependensi kompleks, hubungan yang

terjadi di dalam hubungan internasional tidak didominasi

oleh hubungan antar negara tapi juga muncul hubungan antara

negara dengan aktor-aktor lainnya (NGO, individu, MNC, dan

sebagainya). Negara-negAra juga lebih tertarik dengan

politik tingkat rendah yaitu yaitu maslaah ekonomi dan

sosial dan kurang hirau dengan politik tingkat tinggi, yaitu

militer.

Konsep: Mutual Interest, Timbal Balik atau Reciprocity, Insentif5

Kerjasama internasional dianggap mampu menciptakan

hubungan antarnegara yang harmonis karena pola-pola

kerjasama yang diterapkan secara terus-menerus dapat

memahami perilaku antarbangsa, sekaligus mengikis intenstas

ketegangan yang ada sehingga tercipta integrasi antarbangsa.

5 Dikutip dari Skripsi Diana Raesha, “Kerjasama Pemerintah Cina danNigeria dalam Bidang Energi Minyak Periode 2003-2010”, UniversitasIslam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Sosial danIlmu Politi, Program Studi Hubungan Internasional (Jakarta: Januari2013), hal.8-13

Unaesah Rahmah, 2014

Sebab kerjasama internasiona berisikan seperangkat aturan,

prinsip-prinsip, norma-norma dan prosedur pembuat keputusan

yang mengatur jalannya rezim internasional.

Mutual gain atau Mutual Interest adalah suatu keadaan dimana

masing-masing pihak menemukan kesamaan dalam kepentingan

mereka dan berusaha untuk memperoleh kepentingan bersama

tersebut. Perumusuhan antar manusia akan berakhir kalau saja

mereka memiliki kesamaan. Maka kesamaan merupkan solusi

untuk mengikuti perbedaan–perbedaan yang terjadi sehingga

ketegangan antarnegara dapat berkurang. Dengan begitu,

kesamaan tujuan atau kepentingan bersama merupakan hak yang

wajib dalam kerjasama. Meski tidak dipungkiri bahwa dalam

kerjasama selalu terdapa benturan kepentingan masing-masing

negara, namun selama tujuan bersama dapat disepakati sejauh

itu pula kerjasama dapat terus berjalan.

Kepentingan bersama juga bermakna sebagai titik tengah

yang mempertemukan berbagai kepentingan nasional diantara

masing-masing negara atau dengan kata lain, kepentingan

bersama merupakan representasi kepentingan antarnegara.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, kepentingan

bersama dalam sebuah kerjasama mampu mengikis terjadinya

perbedaan dan benturan kepentingan masing-masing negara.

Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri pula bahwa setiap negara

tetap berusaha untuk memaksimalkan keuntungannya. Sebab,

sifat alamiah negara untuk selalu bertindak rasional dengan

Unaesah Rahmah, 2014

memperhitungkan biaya dan mafaat yang akan diperoleh melalui

keputusan yang telah diambilnya.

Negara merupakan aktor utama dalam hubungan

internasional, namun bukan satu-satunya aktor yang

signifikan. Negara merupakan aktor rasional atau signifikan

karena selalu melihat cara untuk memaksimalkan kepentingan

dalam semua isu-isu area. Maka dapat disimpulkan bahwa

kerjasama merupakan peluang bagi negara untuk saling

memaksimalkan kepentingan nasionalnya diantara tujuan

bersama atau kepentingan bersama.

Selain kepentingan bersama terdapat juga konsep timbal

balik atau reciprocity. Sama halnya seperti kepentingan

bersama, konsep timbale balik atau reciprocity juga

merupakan hal yang mutlak dalam kerjasama. Mengutip Kehane

“Reciprocity is also convention: political leaders expect reciprocal treatment”.

Oleh sebab itu, hal yang wajar jika setiap negara melakukan

kerjasama mengharapkan adanya perlakuan timbal balik. Dapat

dikatakana pula bahwa inti dalam kerjasama adalah hubungan

timbal balik atau interaksi yang terjadi anara dua negara

atau lebih, baik positif maupun negatif kedual hal tersebut

mempengaruhi jalannya kerjasama.

Selanjutnya adalah adanya insentif dalam kerjasama. Dalam

hubungan kerjasama tidak hanya dipengaruhi oleh timbal balik

semata, keberadaan insentif juga mampu mempengaruhi jalannya

kerjasama yang ada. Sebab insetif merupakan rangsangan yang

dilakukan oleh suatu negara untuk menarik minat negara lain,

Unaesah Rahmah, 2014

yang bertujuan mempengaruhi dan memperkuat hubungan

kerjasama yang tealh dibangun sebelumnya, sehingga tercipta

hubungan yang saling mempengaruhi atau terinterdependensi.

Studi Kasus: Kerjasama US-Cina Di Bidang Ekonomi

AS-Cina menandatangani Fact Sheet on Strengthening U.S.-China

Economic Relations: Building on the climate accord, yang telah diumukan

oleh kedua presiden yaitu Barack Obama dan Xi Jinping dan

the S&ED pada July 2013. Kedua negara menegaskan komitmen

mereka untuk bekerjasama demi kepentingan negara dan

mengatasi tantangan ekonomi global. Kerjasama tersebut dalam

bidang energi dan perubahan iklim, inovasi, dan makanan dan

keamanan obat, semuanya dimuat dalam Track Ekonomi AS-China Dialog

Strategis dan Ekonomi (S&ED). Dalam rangka untuk lebih mendukung

pertumbuhan domestik dan global yang kuat, meningkatkan

perdagangan terbuka dan investasi, meningkatkan aturan

internasional dan ekonomi global pemerintahan, serta

mendorong stabilitas pasar keuangan dan reformasi. 6

AS dan Cina menggelar pertemuan Joint Commission on Commerce

and Trade (JCCT) di Beijing pada Desember 2013. Pertemuan

ini juga berhasil menjadikan Cina sebagai anggota World Trade

Organization’s Government Procurement Agreement (GPA).7

6 http://www.whitehouse.gov/the-press-office/2013/12/05/joint-fact-sheet-strengthening-us-china-economic-relations diakses pada2-1-2014pukul 02:41 WIB

7 http://thediplomat.com/2013/12/u-s-china-trade-talks-deja-vu/ diaksespada 2-1-2014 pukul 02:39 WIB

Unaesah Rahmah, 2014

Analisis:

Keberadaan Cina sebagai the raising power di Asia, tidak malah

serta merta membuat Amerika Serikat untuk menyerangnya. Hal

ini bertentangan dengan apa yang selama ini diprediksikan

oleh pada realis, yaitu security dilemma, di mana kemanan bagi

satu negara adalah ketidakamanan bagi negara lain. Sehingga

hubungan antar negara cenderung diwarnai konflik, saling

curiga dan perang.

Nyatanya hubungan AS-Cina berlangsung baik. Hal ini

karena Amerika Serikat melihat bahwa kerja sama dengan Cina

akan mendatangkan keuntungan (mutual gain), menghindarkan

keduanya dari berperang dan malah mendorong terjadinya

perdamaian antara kedua negara super power ini.

Interdependensi diantara keduanya terlihat dan terjalin,

disebabkan oleh mutual interest, keduanya sama-sama menginginkan

adanya peningkatan ekonomi. Adanya insentif, mutual gain dan

reciprocity. Hubungan perdagangan dan ekonomi antara AS-Cina

telah menunjukan peningkatan yang dramatis. Perdagangan AS-

CINA di tahun 2007 menunjukan US$386.7 milyar, naik sekitar

12.7 persen dari 2006. Dalam hal investasi, di penghujung

Juli 2007, perusahaan AS berinvestasi di Cina sebanyak

53.754 projek senilai US$55.42 milyar, dan perusahaan Cina

berinvestasi US$3 milyar di AS.8

Perdagangan dan kerjasama ekonomi telah menghasilkan

manfaat besar dan nyata bagi Amerika Serikat, hal serupa

8 Ron Huisken, Rising China: Power and Reassurance, ,(Australia: ANU Press,2009) Hal.21-22

Unaesah Rahmah, 2014

juga berlaku bagi Cina. Pada tahun 2009 Cina menjadi pasar

terbesar ketiga bagi ekspor AS. Perusahaan-perusahaan

Amerika telah secara kumulatif menginvestasikan lebih dari

US$ 62,2 milyar pada 58.000 proyek di China dan menuai

keuntungan. Keuntungan mereka di China sebesar hampir $ 8

miliar pada 2008.9

Sejak pecahnya krisis keuangan internasional, Cina telah

mendukung upaya rakyat Amerika untuk mengatasi krisis. Di

satu sisi, Cina telah meningkatkan impor dari AS. Sementara

ekspor AS secara keseluruhan turun 17,9 % pada tahun 2009,

namun ekspor ke China hampir tidak menurun.10

Di sisi lain, nilai - untuk - uang, barang padat karya

yang diimpor dari China telah membantu menjaga biaya hidup

Amerika bahkan ketika keadaan menjadi semakin sulit. Tanpa

barang-barang konsumsi dari China, indeks harga AS akan naik

tambahan dua persen setiap tahun. Hubungan dagang dan

ekonomi AS-Cina bergerak dalam bidang jasa, investasi serta

barang-barang . Dari tahun 2004 hingga 2008, surplus AS di

layanan dengan China tumbuh fenomenal 35,4 % per tahun ,

jauh melebihi pertumbuhan surplus China terhdap AS. 11

Pada tahun 2008, total penjualan barang-barang Amerika di

pasar Cina, termasuk barang-barang yang diekspor dari AS ke

Cina sebesar $ 224.7 milyar. Jumlah ini hampir sama dengan9 http://www.china-embassy.org/eng/xw/t675646.htm diakses pada 1-2-2014

pukul 10:46 WIB10 http://www.china-embassy.org/eng/xw/t675646.htm diakses pada 1-2-2014

pukul 10:46 WIB11 http://www.china-embassy.org/eng/xw/t675646.htm diakses pada 2-1-

2014 11:46 WIB

Unaesah Rahmah, 2014

nilai barang China yang diekspor ke Amerika Serikat pada

tahun 2008, yang tercatat sebesar $ 252,3.12 Kedua negara

hampir seimbang dalam hal penjualan.

Hubungan antara AS-Cina lebih terkesan saling melengkapi

dibanding saling berkonfrontasi satu sama lain.13Studi

futuristik mengenai hubungan AS-Cina 2022 mengindikasikan

hubungan optimis dan positif terkait estimasi perdagangan

diantara keduanya.14

POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT (AS) DI BIDANG MILITER

Grand Theory: Realisme

Realisme merupakan salah satu teori induk dalam Hubungan

Internasional. Realisme pula yang paling banyak membahas

kajian politik internasional. Awal kemunculan realisme

adalah sebagai kritik yang diarahkan kepada ‘utopianisme’

dari liberalisme. Ia telah memunculkan warna baru dalam

khazanah keilmuan Hubungan Internasional.

Menurut E.H. Carr realisme adalah pendekatan yang lebih

menekankan realitas kekuasaan politk internasional daripada

12 http://www.china-embassy.org/eng/xw/t675646.htm diakses pada 1-2-2014pukul 10:46 WIB13 Byung-Duck Hwang et al, The Rise of China to the G2 AND Strategy for Peaceful

Unification (Part II), (Hancheonro (Suyudong) Gangbuk-gu: Korea Institutefor National Unification 1307 Research Abstract, 2011) bisa diaksesjuga di www.kinu.or.kr

14Mutual Trust and Multilateral Approach Vital for Success US-China 2022(Excerpts)Dalam http://cib.shangbao.net.cn/299/2013/0627/215065.html diaksespada 1-2-2014 pukul 12:07 WIB

Unaesah Rahmah, 2014

pendekatan yang menjadikan ‘suatu harapan mengenai bagaimana

dunia seharusnya’. Dengan kata lain, lebih cenderung pada

kenyataan daripada yang seharusnya. Realisme mempertahankan

pandangan bahwa pencarian kekuasaan dan keamanan adalah

logika dominan dalam politik global 15.

Beberapa asumsi dasar realisme16:

1. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk selfish

(mementingkan diri sendiri). Negara, layaknya manusia,

bertingkah-laku mementingkan diri sendiri.

2. Negara merupakan aktor utama. Studi Hubungan

Internasional, dengan demikian, merupakan studi tentang

negara-negara dan tindakan atau aksi mereka. Dua hal

penting tentang negara-negara adalah:

a. Negara itu berdaulat. Kedaulatan adalah konsep kunci

dalam Hubungan Internasional.

b. Negara dimotivasi oleh kepentingan nasional. Mereka

mengarahkan kebijakan luar negeri untuk meraih

kepentingan nasional.

c. Menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan nasional dan

kelangsungan hidup negara17

3. Kekuasaan merupakan kunci untuk memahami tingkah laku

internasional dan motivasi Negara.

15 Scott Burchill and Andrew Linklater, Teori-Teori Hubungan Internasional,(Bandung: Nusa Media, 2009) Hal.91-110

16 Jill Steans and Lloyd Pettiford, Hubungan Internasiona: Prespektif dan Tema(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009) Hal. 58-59

17 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasionalhal. 88

Unaesah Rahmah, 2014

4. Hubungan internasional sebenarnya penuh konflik. Karena

konfliktual, maka hanya bisa diselesaikan melalui

perang18

5. Menunjung tinggi nilai-nilai keamanan nasional dan

kelangsungan hidup negara

Dasar normatif realisme adalah keamanan nasional dan

kelangsungan hidup Negara. Inilah nilai-nilai yang

menggerakkan doktrin kaum realis dan kebijakan luar negeri

kaum realis.

Theory: Foreign Policy19

KJ Holsti mengeluarkan argumen bahwa kebijakan luar

negeri adalah strategi atau rencana tindakan yang dibentuk

oleh para pembuat keputusan suatu negara dalam menghadapi

negara lain atau unit politik internasional lainnya dan

dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional yang dituangkan

dalam terminology kepentingan nasional. Terdapat lima

landasan pembuatan sumber kebijakan luar negeri AS, kelima

landasan itu adalah:

1. External Sources (sumber eksternal) meliputi atribut-

atribut yang ada pada sistem internasional 18 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional

hal. 8819 Dikutip dari Skripsi Atik Fadilatul Husna dengan judul “Perubahan

Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat dalam Memerangi TerorismeInternasional di Afghanistan Pada Periode Pemerintahan Barack Obama,:Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas IlmuSosial dan Ilmu Politik Jurusan Hubungan Internasional (Jakarta:April, 2012), h.10-11

Unaesah Rahmah, 2014

2. Societal Sources (sumber masyarakat) yaitu suatu

karakteristik sosial domestic dan sistem politk yang

membentuk orientasi masyarakat terhadap dunia.

3. Governmental Sources (sumber pemerintah) meliputi

seluruh elemen dari struktur pemerintahan.

4. Real Sources (sumber peranan), role disini terkait

dengan peranan atau status dari pemerintah sebagai

pembuat keputusan.

5. Individual Sources (sumber individu) meliputi nilai-

nilai dari seorang pemimpin atau pengambil keputusan

Konsep: Power

Power diartikan Thomas Hobbes sebagai ”present means to obtain

some future apparent good” atau segala daya (kekuatan) yang

dimiliki sekarang untuk mencapai hal-hal yang baik di masa

yang akan datang.20 Wujud dari power dapat berupa kepemilikan

yang tampak (tangible) seperti kepemilikan persenjataan,

kekuatan ekonomi, kekuatan teknologi, atau yang tidak tampak

seperti moral yang baik, kemampuan intelektual, dan

penampilan yang menarik. Semua ini dapat diperoleh seseorang

untuk memperoleh otoritas.21

Definisi power juga dikemukakan oleh KJ. Holsti bahwa

power adalah bagian dari hubungan politik yang mengutamakan

20

21 Siti Muti’ah Setiawati. Irak di Bawah Kekuasaan Amerika. Pusat PengkajianMasalah Timur Tengah (PPMTT) Universitas Gajah Mada. Hal. 23

Unaesah Rahmah, 2014

satu proses, yaitu bagaimana suatu negara mempengaruhi

negara lain. 22

Studi Kasus: Penempatan Jet Siluman di Korea Selatan23

Militer AS, Senin (1/4/2013), mengatakan, pihaknya telah

mengerahkan sejumlah jet tempur siluman ke Korea Selatan

sebagai bagian dari latihan militer gabungan yang sedang

berlangsung yang telah memicu ancaman pembalasan serangan

bersenjata dari Korea Utara.

Analisis:

Dalam menjalankan kebijakan luar negerinya, AS menggunaka

material power berupa kekuatan militer. Kebijakan luar negeri

AS untuk mengerahkan sejumlah jet tempur siluman dan

melakukan latihan gabungan militer berdasarkan beberapa

factor:

1. Faktor Domestik: Kepentingan Ekonomi AS di Korea

Selatan24

Beberapa tahun terakhir Kongrea AS mengalihkan tujuan

mereka untuk mewujudkan kerjasama Korea-U.S. Free Trade

22 Holsti, K.J. 1964. “The Concept of Power in the Study of International Relations”,Background, Vol. 7, No.4. Hal. 194.

23 http://tekno.kompas.com/read/2013/04/01/10142650/as.kerahkan.jet.tempur.siluman.f-22.ke.korsel diakses pada 4-4-2013pukul 11:28 WIB

24 Mark E. Manyin, et al, U.S.-South Korea Relations, (Congressional ResearchService: May 15, 2012), bisa juga diakses www.crs.gov

Unaesah Rahmah, 2014

Agreement (KORUS FTA), ini merupakan FTA kedua terbesar

bagi Amerika Serikat setela North America Free Trade

Agreement (NAFTA). penandatanganan KORUS FTA

dilaksanakan pada 2007.

Pada Desember 2010, AS dan Korea Selatan mengumumkan

bahwa mereka telah sepakat untuk memodifikasi

perjanjian. Korea Selatan menyetujui permintaan AS

dalam masalah industri mesin dan menerima beberapa

kelonggaran sebagai gantinya.

2. Faktor Internasional: Aliansi

Sejak tahun 2008, hubungan antara AS-Korea Selatan

semakin membaik dan merupakan hubungan terbaik mereka

selama beberapa dekade. Pada pertengahan 2010,

Pemerintahan Obama, Korea Selatan telah dinobatkan

sebagai aliansi terdekat Amerika Serikat di Asia Timur.

Kedekataan antara Seoul dan Washington juga turut

didukung oleh Presiden asal Korea Selatan yaitu

Presiden Lee.25

3. Faktor Internasional: Deterrence and Arm Races

AS menempatkan 28.500 pasukannya di Korea Selatan

sejak 2009. AS-Korea Selatan telah bersepakat untuk

menjadikan aliansi keduanya dalam menghadapi serangan

Korea Utara dalam lingkup regional maupun global.

Washington dan Seoul telah mengumumkan "Strategic Alliance

2015" untuk menempatkan kembali pasukan AS di Peninsula

25 Mark E. Manyin, et al, U.S.-South Korea Relations

Unaesah Rahmah, 2014

dan meningkatkan kapabilitas Korea Selatan dalam hal

militer.26Penempatan militer AS di Korea Selatan agar

menjadi deterrence sehingga Korea Utara tidak akan

menyerang Korea Selatan.

POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT (AS) DI BIDANG POLITIK

Grand Theory: Realisme

Dominasi realisme dalam HI sepanjang paruh kedua bad

keduapuluh, khususnya di Amerika Serikat. Realisme sendiri

naik ke posisi keunggulan akademik di 1940 dan 1950an yang

secara efektif mengkritik idealisme liberal masa

antarperang. Argumen utama realisme klasik adalah 1.

Pandangan pesimis atas sifat manusia; 2. Keyakinan bahwa

hubungan internasional pada dasarnya konfliktual dan bahwa

konflik internasional pada akhirnya diselesaikan melalui

perang; 3. Menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan nasional

dan kelangsungan hidup negara; 4. Skeptisisme dasar bahwa

terdapat kemajuan dalam politik internasional seperti

yangterjadi dalam kehidupan politik domestik.27

Sumbangsih dari realisme klasik adalah memberikan

pengetahuan mengenai peran utama power dalam semua jenis dan

26 Mark E. Manyin, et al, U.S.-South Korea Relations27 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional

hal. 88

Unaesah Rahmah, 2014

batasan atas power itu sendiri sehingga menimbulkan self-

defeating.28

Theory: National Interest29

Hans J Morgenthau mengemukakan mengenai kepentingan

nasional yaitu, the concept of the national intereset, then contains two

elements, one that is logically required and in that sense necessary, and one that

is variable and determined by circumstance.

Menurutnya kepentingan nasional terdiri dari dua elemen

yaitu didasarkan pada pemenuhan sendiri atau kebutuhan dalam

negeri itu sendiri dan kedua mempertimbangkan lingkungan

strategis sekitarnya atau kondisi luar dari negaranya.

Sehingga pemenuhan dalam negeri dapat dilakukan dengan cara

mempertahankan kedaulatan wilayah negara, stabilitas politik

dalam negeri, menjaga identitas budaya dari ancaman negara

lain. Sedangkan yang dimaksud dengan mempertimbangkan

kondisi lingkungan strategis adalah dengan cara menciptakan

perdamaian dunia melalui diplomasi.

Miroslav Nincic mengungkapkan tiga asumsi dasar

kepentingan nasional, yaitu pertama kepentingan tersebut

bersifat vital yang dalam pencapaiannya harus menjadi

28 Steve Smith et al, International Relations Theories: Discipline and Diversity: chapter3: Classical Realism, Richard Ned Lebow,(New York: Oxford UniversityPress,2007) Hal.52

29 Dikutip dari Skripsi Atik Fadilatul Husna dengan judul “PerubahanKebijakan Luar Negeri Amerika Serikat dalam Memerangi TerorismeInternasional di Afghanistan Pada Periode Pemerintahan Barack Obama,:Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas IlmuSosial dan Ilmu Politik Jurusan Hubungan Internasional (Jakarta:April, 2012)

Unaesah Rahmah, 2014

prioritas utama pemerintah dan masyarakat. Kedua kepentingan

tersebut berkaitan dengan lingkungan internasional, jadi

pencapaian kepentingan nasional dipengaruhi oleh lingkungan

internasional. Ketiga kepentingan tersebut harus tidak

memihak kepada salah satu instansi ataupun kelompok manapun

melainkan harus mewakili dari sleuruh aspirasi masyarakat.

Konsep: Power

Para penganut realis menyamakan kepentingan nasional

dengan power, di mana power menjadi sebuah alat yang dapat

mengembangkan dam memelihara control suatu hubungan negara

dengan negara lain.30

Power adalah kemampuan untuk mendapatkan apa yang kamu

mau, mencapai apa yang kau cita-citakan dengan cara

mengontrol lingkungan. Morgenthau melihat power sebagai

sebuah hubungan psikologis antara yang menggunakan dan

digunakan. Power adalah alat yang dipakai sekaligus tujuan

yang dicari oleh sebuah negara.31

Influence berarti menjadikan seseorang untuk melakukan apa

yang kita ingin mereka lakukan. Sebuah kemampuan untuk

mempengaruhi perilaku orang lain. Power menunjukan kemampian

untuk menetukan hasil apa uang diinginkan. Influence

30 Anak Agung Banyu Perwita, dan Yanyan Mochammad Yani, Pengantar IlmuHubungan Internasional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h.35

31 Diktat Kuliah Friane Aurora, Konsep-Konsep Penting Terkait Negara Sebagai AktorHubungan Internasional, FISIP UIN, (Jakarta: April 2012)

Unaesah Rahmah, 2014

menyiratkan kemampuan untuk mempengaruhi keputusan yang akan

menetukan hasil.32

Salah satu bentuk power adalah influence atau pengaruh. Cara

mempengaruhi menggunakan kekerasan, penderitaan dengan cara

non-kekerasan, hukuman, memberikan hadiah, menawarkan

hadiah, persuasive atau meyakinkan seseorang.33 Dengan

mempengaruhi dapat menaikan posisi seseorang dalam struktur

sosial dan politik.

Studi Kasus: Keterlibatan AS dalam konflik Libya34

Keterlibatan AS di Libya terlihat dari pernyataan

Presinden AS Barack Obama, dan juga pengiriman pasukan serta

mengajak aliansya negara-negara Eropa juga melibatkan NATO

dalam konflik di Libya.

Awalnya, tujuan operasi itu sarat dengan kemanusiaan

yaitu untuk mencegah Gaddafi dari melaksanakan ancamannya,

yang diterbitkan pada bulan Februari 2011, yaitu untuk

"menyerang [pemberontak] dalam sarang mereka" dan

"membersihkan Libya rumah demi rumah." Pada bulan Maret,

Presiden Obama menyatakan, "Kami tidak akan menggunakan

kekuatan untuk melampaui tujuan-khusus, perlindungan

didefinisikan dengan baik warga sipil di Libya.” Obama juga

menyebutkan harus ada perubahan rezim di Libya.Obama32 Friane Aurora, Konsep-Konsep Penting Terkait Negara Sebagai Aktor Hubungan

Internasional,33 Friane Aurora, Konsep-Konsep Penting Terkait Negara Sebagai Aktor Hubungan

Internasional, 34 Amitai Etzioni, The Lessons of Libya,( Military Review: January-February

2012)

Unaesah Rahmah, 2014

mengatakan, "Dalam beberapa pekan mendatang, kami akan terus

membantu rakyat Libya dengan kemanusiaan dan bantuan ekonomi

sehingga mereka dapat memenuhi aspirasi mereka secara

damai."

Pada April 2011, Obama, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy

dan Perdana Menteri Inggris David Cameron menyatakan janji

bersama, mereka menyatakan bahwa perubahan rezim harus

dilakukan dalam rangka mencapai tujuan kemanusiaan. Mereka

menyatakan, "Gaddafi harus pergi, dan pergi untuk selamanya,

"sehingga" transisi asli dari kediktatoran ke proses

konstitusional inklusif benar-benar dapat dimulai, dipimpin

oleh generasi baru pemimpin. "

Selain itu, mereka menambahkan bahwa NATO akan

menggunakan kekuatannya untuk mempromosikan tujuan-tujuan

ini: "Selama Gaddafi berkuasa, NATO harus mempertahankan

operasinya sehingga bahwa warga sipil tetap dilindungi dan

tekanan pada rezim membangun.

Analisis:

AS menggunakan powernya yaitu sebagai negara super power,

merasa bertanggung jawab atas konflik yang terjadi di Libya.

AS juga menggunakan aliansinya –Perancis, Inggris dan NATO-

untuk membantunya mewujudkan kepentingan nasionalnya di

Timur Tengah. AS melakukan pengaruh secara persuasive kepada

warga Libya dengan menggunaka term kemanusiaan, demokrasi

Unaesah Rahmah, 2014

dan hak asasi manusia. Hal tersebut bisa dilihat dari

pernyataan Obama.

Kepentingan AS di Timur Tengah pasca perang dingin:

1. Kepentingan nasional Amerika atas akses bebas ke

minyak Timur Tengah

Menjaga akses terhadap minyak selalu menjadi

prioritas utama.35Sejak berakhirnya berkahirnya PD II,

minyak Timur Tengah menjadi sangat penting bagi

kebutuhan perang Amerika dan Eropa untuk bahan bakar

pesawat, kapal, tank dan truk.36

Minyak Timur Tengah diperlukan sekali. Pertama,

biaya produksinya yang rendah sebagai contoh hanya

sekitar 12 persen daripada harus di produksi di Alaska,

Kedua Sumber daya Timur Tengah belum sepenuhnya

dieksplorasi dan pengeboran berlanjut untuk menemukan

cadangan minyak. Ketiga, cadagan Timur Tengah lebih

banyak jika dibandingkan dengan hitungan produksi,

sepuluh kali dibanding AS , yang memberikan pengaruh

yang cukup besar dan power di pasar minyak dunia.

Perhatian utama AS terhadap Timur Tengah adaah sumber

daya ekonomis yang terdapat di kawasan tersebut. 37

35 Dennis Ross, The Middle East Predicament, Foreign Affairs:January/February 2005. Volume 84 Number 1. New York hal. 61

36 Modigs Ronny, United States Foreign Policy in the Middle East After the Cold War,(Kansas: Fort Leavenworth, 2003) Hal.4-5

37 Noam Chomsky, After the Cold War: U. S. Foreign Policy in the Middle East, CulturalCritique, No. 19, The Economies of War. University of Minnesota,1991, PressStable URL: http://www.jstor.org/stable/1354305 hal. 17

Unaesah Rahmah, 2014

Ketergantungan AS terhadap minyak meningkat sejak

pertengahan 1970an. Pasca Perang Dingin impor minyak AS

berkisar antara 45 ddan 52 persen. Total konsumsi

adalah 46 persen, 23 diimpor dari Persian Gulf, 63

persen dari Arab Saudi. Kepentingan AS bukan hanya

tertumpu pada impor langsung namun juga pada fakta

bahwa partner dagangnya, Eropa juga tergantung terhadap

minyak Timur Tengah sekita 38 persen, Jepang lebih dari

75 persen. 38

2. Kepentingan AS dalam menyebarluaskan demokrasi dan

HAM

Pada akhir Perang Dingin kepentingan nasional AS

yang baru mulai bermunculan di kawasana Timur Tengah.

Salah satunya adalah kebutuhan akan stabilitas di suatu

kawasan merupakan kepentingan nasional AS selama

periode tersebut, keamanan aliansi yang negara-negara

Arab yang ramah, penyebaran demokrasi dan promosi HAM

bagi orang-orang di kawasan Timur Tengah.39

Pasca kejadian serangan teroris 11 September 2001,

Amerika Serika semakin meningkatkan promos demokrasi ke

Timur Tengah dan Afrika Utara. Amerika telah melakukan

banyak kerjasama dengan Timur Tengah, sebut saja Middle

East Partnership Initiative (MEPI), the Middle EastFree Trade Area38 Modigs Ronny, United States Foreign Policy in the Middle East After the Cold War. 2003

hal. 3739 Modigs Ronny, United States Foreign Policy in the Middle East After the Cold War.

Hal.8

Unaesah Rahmah, 2014

(MEFTA) dan the Broader Middle East and North Africa Initiative

(BMENA). Bahkan, AS telah memasukan strategi promosi

demokrasi dalam National Security Presidential

Directive 58 dengan judul Institutionalising the Freedom

Agenda, dan ditandatanganinya Advance Democracy Act 2007 ke

dalam hukum.40

AS bahkah telah mendkelarasikan bahwa promosi

demokrasi akan menjadi prioritas sama dengan tujuan

kebijakan luar negerinya, mempromosikan demokrasi dan

HAM ke seluruh penjuru dunia.

3. Kepentingan nasional AS lainnya adalah untuk

mencegah gerakan ekstrimis Islam dalam gerakan revolusi

yang belum selesai dan menjatuhkan pemerintahan yang

totaliter dan dictator. Hal tersebut tidak mungkin

dapat terjadi jika tanpa campur tangan pemimpin

Washington.41

POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT (AS) DI BIDANG IDEOLOGI

Grand Theory: Realisme

40 Oz Hassan, American Democracy Promotion and the ‘Arab Spring’, diakses diwww.lse.ac.uk/IDEAS/publications/reports/pdf/SR009/hassan.pdf pada 1-2-2014 pukul 11:46 WIB

41 James Phillips, The Arab Spring Descends into Islamist Winter: Implications for U.S.Policy. No. 2754, December 20, 2012. Backgrounder: The HeritageFoundation hal. 10

Unaesah Rahmah, 2014

Menurut E.H. Carr realisme adalah pendekatan yang lebih

menekankan realitas kekuasaan politk internasional daripada

pendekatan yang menjadikan ‘suatu harapan mengenai bagaimana

dunia seharusnya’. Dengan kata lain, lebih cenderung pada

kenyataan daripada yang seharusnya. Realisme mempertahankan

pandangan bahwa pencarian kekuasaan dan keamanan adalah

logika dominan dalam politik global. Realisme klasik yang

diwakili oleh Thucydides dan Morgenthau memberikan konsep

dan pemahaman mengenai tragdei dan self-restrain.42

Theory: Balance of Power

Prinsip keseimbangan kekuasaan (balance of power) akan

membuka peluang bagi terbentuknya sebuah sistem keamanan

kolektif, di mana tindakan agresi individual akan berhadapan

dengan kekuatan kolektif opini dunia dan militer.43

Realis kontemporer mempertimbangkan kapabilitas militer

dan aliansi sebagai hal yang paling mendasar bagi keamanan.

Thucydides dan realis klasik lebih umum menyatakan bahwa

kekuatan militer dan aliansi seperti dua sisi mata pedang,

di satu sisi mereka bisa memprakarsai perang di satu sisi

mencegah adanya perang. Dalam bukunya, History of the

Peloponnesian War, Thucydides menggambarkan bagaimana balance of

power bisa menjadi penyebab timbulnya perang.44

42 Steve Smith et al, International Relations Theories Hal.52-53 43 Scoot Burchill dan Andrew Linklater, Teori-Teori Hubungan Internasional, h.9144 Steve Smith et al, International Relations Theories Hal.56-57

Unaesah Rahmah, 2014

Thucydides dan Morgentahu memahami bahwa politik

merupakan sebuah perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan dan

keuntungan yang unilateral. Perbedaan antara politik

domestic dan hubungan internasional berada pada derajat

bukan macamnya. Kapabilitas militer dan aliansi bisa menjadi

penjaga dalam hubungan internasional yang berat dan jungkir

balik, namun tidak bisa menjadi pemelihara adanya kedamaian

atau independen atas aktor.45

Konsep: Aliansi

Aliansi dapat memicu perlombaan senjata dan menyebabkan

destabilisasi counteralliances. Ada tiga jenis aliansi menurut Bruce

Bueno de Mesquita. Neutrality atau aliansi pakta non-agresi

adalah sebuah aliansi di mana masing-masing pihak berjanji

untuk tidak daling menyerang satu sama lain. Enteters,

Menuntut komitmen yang lebih. Penandatanganan pakta berarti

sebuah negara berjanji untuk saling konsultasi satu sama

lain jika ada negara aliansinya terserang. Defense pacts,

memuat beberapa hal teknis yang spesifik, di mana aliansi

akan menelong negara anggota aliansi yang ikut terserang.46

Mekanisme untuk terbentuknya the balance of power adalah

membentuk aliansi.47 Aliansi didefinisikan sebagai sebuah

45 Steve Smith et al, International Relations hal.57-5846 Diktat Kuliah Debbie Affianty,Determinants of Foreign Policy Decision Making:

International or External Factors, FISIP UIN Syahrif Hidayatullah Jakarta(Jakarta: April 2013)

47 Dikutip dari Diktat perkuliah Debbie Affianty, Strategies for Survival:Offense-Defense and Alliances FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta(Jakarta: Desember 2012)

Unaesah Rahmah, 2014

hubungan kerjasama keamanan yang forma atau informal antara

dua atau lebih Negara-negarayang berdaulat48

Apa yang menyebabkan negara memilih untuk beraliansi atau

tetap pada posisi netral? Aliansi didefinisikan sebagai

komitmen formal untuk memberikan kontribusi bantuan militer

ketika salah satu anggota aliansi diserang. Ketika

memutuskan untuk masuk sebuah aliansi atau netral sebuah

negara harus mempertimbangkan keuntungan dari aliansi

tersebut (memperpanjang deterrence pada masa damai, bantuan

militer ketika perang) dengan resiko terlibat perang yang

tidak ada sangkut pautnya dengan kepenitngan negara tersebut

secara langsung. Netralitas akan mengurangi resiko

terlibatnya suatu negara dalam perang negara lain dengan

resiko tidak memiliki aliansi yang mampu menjadi

pelindungnya atas serangan negara lain. Pilihan suatu negara

untuk mengikuti alians tergantung pandangannya apakah

aliansi tersebut dapat menjaga keamana negara tersebut. 49

Studi Kasus: AS Membentuk Aliansi Pertahanan (NATO)

North Atlantic Treaty Organization bermula dari Treaty of Brussels pada

Maret 1948 yang diikuti oleh lima negara Eropa yaitu Belgia,

Perancis, Luxemburg, Belanda dan Inggris serta tujuh negara

lainnya. Treaty of Brussels merupakan perjanjian mengenai collective-

48 Stephen M. Walt, Origins of Alliances.  Ithaca: Cornell University Press,1987, bias diakses di http://www.olivialau.org/ir/archive/wal19.pdf

49 Debbie Affianty, Strategies for Survival: Offense-Defense and Alliances, bisa jugalihat Dan Reiter, “Learning, Realism, and Alliances: The Weight ofthe Shadow of the Past,” World Politics 46 (1994), pp. 490-526.

Unaesah Rahmah, 2014

security, budaya dan sosial. Perjanjian ini juga dibentuk

pasca penyerangan Soviet ke Czechoslovakia. Juni 1948

negara-negara Eropa lainnya seperti Kanada, Denmark,

Iceland, Italia, Norwegia, Portugal dan Amerika Serikat

bergabung dalam the “Brussels Five” untuk membentuk new

collective security organization. Gerakan ini terjadi setelah Soviet

mulai memasuki Jerman. Pada akhirnya negara-negara Eropa

mulai merasa bahwa demokrasi merupakan cara yang ampuh untuk

melawan pengaruh Stalin. Akhirnya pada 4 April 1949

dibentuklah NATO di Washington D.C.50

Analisis:

Dibentuknya NATO adalah untuk membendung pengaruh Uni

Soviet dengan ideology komunisnya, terutama terhadap negara-

negara di Eropa. Kenyatan bahwa NATO digunakan oleh AS

sebagai alat untuk menyebarkan ideologinya yaitu demokrasi

dapat dilihat pada tahun ketiga sejak pembentukannya, NATO

lebih diwarnai oleh aliansi politik daripada militer. Fakta

menarik dari NATO adalah bahwa NATO merupakan aliansi

demokratis, di mana ia dijalankan menurut dari anggota-

anggotanya. Tahun 1990an NATO memiliki misi untuk

mempromosikan stabilitas di non-NATO Europe dan untuk

membangun institusi yang berkaitan dengan negara di Eropa

Tengah dan Timur.51.

50 Zoltan Barany, NATO at Sixty (Journal of Democracy: Vol.20, No.2, 2009),hal.108

51 Zoltan Barany, NATO at Sixty hal.109

Unaesah Rahmah, 2014

Keanggotan NATO bertambah hingga 28 anggota negara. Hal

ini dikarenakan perekrutan NATO yang berbeda dengan Pakta

Warsawa. Keanggotan NATO bebas, tidak ada paksaan. Setiap

anggota diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif. Selain

itu adanya praktik democracy-friendly effect. 52

Tujuan dibentuknya NATO adalah untuk menghalau pengaruh

Josef Stalin dari USSR yang semakin meluas, mengembalikan

dan menjaga keamanan di area Atlantik Utara, menjadi

deterrence yang ampuh dan efektif dari ancaman musuh,

mempertahankan dan mempromosikan demokrasi ke anggota-

anggotanya. Hal ini dapat dilihat dari prasayarat yang

diberikan NATO kepada calon anggotanya, yaitu supremasi

sipil yang kuat dan transparasi keuangan. Selain hal yang

berkaitan dengan militer NATO juga memiliki beberapa tujuan

yang termaktub dalam artikel 2, yaitu memperkuat institusi

yang bebas dan mempromosikan kestabilan politik dan materi

lewat perdagangan internasional dan kerjasama ekonomi.53

Masa depan hubungan transatlantic bagi kebanyakan Bangsa

Eropa (dan beberapa Amerika) tidak hanya mengisyaratkan

kerjasama yang lebih baik antara EU dan NATO, tapi juga

menjadikan kerjasama antara EU dan NATO lebih efektif. AS

lebih dekat dengan EU mengenai isu-isu, seperti perdagangan,

perubahan iklim hingga kebijakan keamanan seperti program

nuklir di Iran.54

52 Zoltan Barany, NATO at Sixty hal.109-12253 Zoltan Barany, NATO at Sixty,hal.120-121 54 Zoltan Barany, NATO at Sixty, hal.122

Unaesah Rahmah, 2014

Secara politik, NATO mempromosikan nilai-nilai demokrasi,

mendorong pelaksanaan konsultasi dan kerjasama pertahanan

serta isu keamanan untuk membangun kepercayaan (trust) dan

mencegah konflik dalam jangka panjang. Secara militer, NATO

berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan secara damai

(peaceful resolution of disputes). Jika upaya diplomatik gagal

dilakukan maka dibutuhkan kapasitas militer untuk

penyelesaian masalah tersebut. Hal ini mengacu pada Article 5 of

the Washington Treaty.55 Maka dapat digaris bawahi dari tujuan

tersebut tugas NATO adalah collective defense, crisis management, dan

cooperative security through partnership.

NATO memberikan kesempatan khusus pada negara anggotanya

untuk berkonsultasi dan mengambil keputusan terhadap isu

keamanan pada semua level dan beragam bidang. Keputusan NATO

merupakan ekspresi kolektif dari 28 negara anggota selama

setiap keputusan tersebut diambil berdasarkan konsensus.

Setiap hari, ratusan orang sipil dan ahli militer mendatangi

markas besar NATO untuk saling memberi informasi, ide dan

membatu mempersiapkan keputusan jika dibutuhkan melalui

kerjasama dengan delegasi nasional dan staf NATO.56

Tahun 1989-90an memasuki masa pasar bebas dan keterbukaan

serta demokrasi hingga timbul peranyaan apakah NATO masih

dibutuhkan? Pada tahun 1991, NATO dan Eropa mengalami55 Dikutip dari Makalah Sarah Astrried et al, Hubungan Euro-Atlantic dan

NATO, mata kuliah studi kawasan Eropa, FISIP UIN Syarif HidayatullahJakarta (Jakarta: November 2013) atau bisa diakses di www.nato.int

56 Dikutip dari Makalah Sarah Astrried et al, Hubungan Euro-Atlantic danNATO, mata kuliah studi kawasan Eropa, FISIP UIN Syarif HidayatullahJakarta (Jakarta: November 2013)

Unaesah Rahmah, 2014

rejuvenasi dengan disahkannya North Atlantic Security Council, lalu

pada tahun 1997 berganti nama menjadi Euro Atlantic Partnership

Council. Integrasi ini dilandaskan oleh banyaknya negara yang

berdemokrasi dan hubungan ini dipandang sebagai hubungan

yang strategis bagi masa depan politik, keamanan sekutu dan

kawasan, terbuki dengan masuknya negara non member - negara

mediterania yaitu Algeria, Mesir, Israel, Yordania,

Mauritania, Tunisia dan Maroko.57

Daftar Pustaka

Atik Fadilatul Husna, Skripsidengan judul “Perubahan

Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat dalam Memerangi

Terorisme Internasional di Afghanistan Pada Periode

Pemerintahan Barack Obama,: Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Hubungan Internasional (Jakarta: April, 2012)

Amitai Etzioni, The Lessons of Libya,( Military Review: January-

February 2012)

Anak Agung Banyu Perwita, dan Yanyan Mochammad Yani,

Pengantar Ilmu Hubungan Internasional (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2006)

Byung-Duck Hwang et al, The Rise of China to the G2 AND Strategy for

Peaceful Unification (Part II), (Hancheonro (Suyudong) Gangbuk-gu:57 Dikutip dari Makalah Sarah Astrried et al, Hubungan Euro-Atlantic

dan NATO, mata kuliah studi kawasan Eropa, FISIP UIN SyarifHidayatullah Jakarta (Jakarta: November 2013)

Unaesah Rahmah, 2014

Korea Institute for National Unification 1307 Research

Abstract, 2011) bisa diakses juga di www.kinu.or.kr

Dennis Ross, The Middle East Predicament, Foreign Affairs:

January/February 2005. Volume 84 Number 1. New York

Diana Raesha, Skripsi,“Kerjasama Pemerintah Cina dan Nigeria

dalam Bidang Energi Minyak Periode 2003-2010”, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politi, Program Studi Hubungan Internasional

(Jakarta: Januari 2013),

Diktat perkuliah Debbie Affianty, Strategies for Survival: Offense-

Defense and Alliances FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Jakarta: Desember 2012)

Diktat Kuliah Debbie Affianty,Determinants of Foreign Policy Decision

Making: International or External Factors, FISIP UIN Syahrif

Hidayatullah Jakarta (Jakarta: April 2013)

Diktat Kuliah Friane Aurora, Konsep-Konsep Penting Terkait Negara

Sebagai Aktor Hubungan Internasional, FISIP UIN, (Jakarta: April

2012)

James Phillips, The Arab Spring Descends into Islamist Winter:

Implications for U.S. Policy. No. 2754, December 20, 2012.

Backgrounder: The Heritage Foundation

Jill Steans and Lloyd Pettiford, Hubungan Internasiona: Prespektif

dan Tema (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009)

Unaesah Rahmah, 2014

John Baylis and Steve Smith, The Globalization of World Politics: an

introduction to international relations (New York: Oxford University

Press,2001)

K.J Holsti, 1964. “The Concept of Power in the Study of International

Relations”, Background, Vol. 7, No.4

Mark E. Manyin, et al, U.S.-South Korea Relations, (Congressional

Research Service: May 15, 2012), bisa juga diakses

www.crs.gov

Modigs Ronny, United States Foreign Policy in the Middle East After the Cold

War,(Kansas: Fort Leavenworth, 2003

Noam Chomsky, After the Cold War: U. S. Foreign Policy in the Middle East,

Cultural Critique, No. 19, The Economies of War. University

of Minnesota, 1991, PressStable URL:

http://www.jstor.org/stable/1354305

Oz Hassan, American Democracy Promotion and the ‘Arab Spring’, diakses

di

www.lse.ac.uk/IDEAS/publications/reports/pdf/SR009/hassan.pd

f pada 1-2-2014 pukul 11:46 WIB

Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan

Internasional (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)

Ron Huisken, Rising China: Power and Reassurance, ,(Australia: ANU

Press, 2009)

Unaesah Rahmah, 2014

Sarah Astrried et al, Paper Writing, Hubungan Euro-Atlantic dan

NATO, mata kuliah studi kawasan Eropa, FISIP UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta (Jakarta: November 2013)

Siti Muti’ah Setiawati. Irak di Bawah Kekuasaan Amerika. Pusat

Pengkajian Masalah Timur Tengah (PPMTT) Universitas Gajah

Mada

Scott Burchill and Andrew Linklater, Teori-Teori Hubungan

Internasional, (Bandung: Nusa Media, 2009

Stephen M. Walt, Origins of Alliances.  Ithaca: Cornell

University Press, 1987, bias diakses di

http://www.olivialau.org/ir/archive/wal19.pdf

Steve Smith et al, International Relations Theories: Discipline and

Diversity: chapter 3: Classical Realism, Richard Ned Lebow,(New York:

Oxford University Press,2007)

Zoltan Barany, NATO at Sixty (Journal of Democracy: Vol.20,

No.2, 2009

http://tekno.kompas.com/read/2013/04/01/10142650/

as.kerahkan.jet.tempur.siluman.f-22.ke.korsel diakses pada

4-4-2013

Mutual Trust and Multilateral Approach Vital for Success US-China 2022(Excerpts)

Dalam http://cib.shangbao.net.cn/299/2013/0627/215065.html

diakses pada 1-2-2014 pukul 12:07 WIB

http://www.china-embassy.org/eng/xw/t675646.htm diakses pada

1-2-2014 pukul 10:46 WIB