PERBANDINGAN PERSPEKTIF KEBIJAKAN PERTAHANAN INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT (MASA PEMERINTAHAN SUSILO...

16
PERBANDINGAN PERSPEKTIF KEBIJAKAN PERTAHANAN INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT (MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DAN BARACK OBAMA) Oleh: Erlinda Matondang ([email protected]) Abstrak—Globalisasi membawa perubahan yang mendorong pemerintah untuk terus membentuk kebijakan yang sesuai dengan situasi dan ancaman yang harus dihadapi pada masa tertentu. Indonesia dan Amerika Serikat (AS) adalah dua negara yang berada di kawasan Asia Pasifik yang kompleks dengan perbedaan dan mempunyai situasi yang mudah berubah sesuai dinamika politik, sosial, dan ekonomi. Di bidang pertahanan, setiap pemerintahan membentuk kebijakan pertahanan yang mengacu pada perkembangan lingkungan strategis. Indonesia dan AS membangun kekuatan negaranya berdasarkan pada dinamika Asia-Pasifik yang merupakan lingkungan strategis yang terdekat dengan wilayah kedaulatan negara. Pada masa pemerintahan SBY dan Barack Obama, Indonesia dan AS mengeluarkan kebijakan pertahanan untuk menghadapi permasalahan yang sama di kawasan Asia Pasifik. Persamaan dari kebijakan pertahanan kedua negara tersebut terletak pada isu yang dianggap sebagai masalah keamanan dan langkah yang ditempuh untuk menyelesaikannya. Sementara itu, perbedaan kebijakan pertahanan Indonesia dan AS dalam masa pemerintahan SBY dan Barack Obama terletak pada penggunaan kekuatan militer, serta pembangunan dan pembinaan senjata. Kata Kunci: kebijakan pertahanan, Indonesia, Amerika Serikat Abstract—Globalization bring changes that prompting the government to continue and to shape policy according to the situation and the threats that must be faced in any particular period. Indonesia and the United States (U.S.) are the two countries in the Asia Pacific region with the complexity of differences and have an easy situation changes according to the dynamics of political, social, and economic. In the field of defense, every government formed a defense policy which refers to the development of the strategic environment. Indonesia and the U.S. build their strength based on the dynamics of the Asia-Pacific strategic environment which is closest to the sovereign territory. In the reign of SBY and Barack Obama, Indonesia and the US issued a defense policy to deal with similar problems in the Asia Pacific region. Equation of defense policy the two countries lies in the issues that are considered as a security issue and steps taken to solve them. Meanwhile, differences in Indonesia and US defense policy in the future

Transcript of PERBANDINGAN PERSPEKTIF KEBIJAKAN PERTAHANAN INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT (MASA PEMERINTAHAN SUSILO...

PERBANDINGAN PERSPEKTIF KEBIJAKAN PERTAHANAN INDONESIA DAN

AMERIKA SERIKAT

(MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DAN BARACK

OBAMA)

Oleh:

Erlinda Matondang ([email protected])

Abstrak—Globalisasi membawa perubahan yang mendorong pemerintah untuk terus membentuk kebijakan yang sesuai dengan situasi dan ancaman yang harus dihadapi pada masa tertentu. Indonesia dan Amerika Serikat (AS) adalah dua negara yang berada di kawasan Asia Pasifik yang kompleks dengan perbedaan dan mempunyai situasi yang mudah berubah sesuai dinamika politik, sosial, dan ekonomi. Di bidang pertahanan, setiap pemerintahan membentuk kebijakan pertahanan yang mengacu pada perkembangan lingkungan strategis. Indonesia dan AS membangun kekuatan negaranya berdasarkan pada dinamika Asia-Pasifik yang merupakan lingkungan strategis yang terdekat dengan wilayah kedaulatan negara. Pada masa pemerintahan SBY dan Barack Obama, Indonesia dan AS mengeluarkan kebijakan pertahanan untuk menghadapi permasalahan yang sama di kawasan Asia Pasifik. Persamaan dari kebijakan pertahanan kedua negara tersebut terletak pada isu yang dianggap sebagai masalah keamanan dan langkah yang ditempuh untuk menyelesaikannya. Sementara itu, perbedaan kebijakan pertahanan Indonesia dan AS dalam masa pemerintahan SBY dan Barack Obama terletak pada penggunaan kekuatan militer, serta pembangunan dan pembinaan senjata.

Kata Kunci: kebijakan pertahanan, Indonesia, Amerika Serikat

Abstract—Globalization bring changes that prompting the government to continue and to shape policy according to the situation and the threats that must be faced in any particular period. Indonesia and the United States (U.S.) are the two countries in the Asia Pacific region with the complexity of differences and have an easy situation changes according to the dynamics of political, social, and economic. In the field of defense, every government formed a defense policy which refers to the development of the strategic environment. Indonesia and the U.S. build their strength based on the dynamics of the Asia-Pacific strategic environment which is closest to the sovereign territory. In the reign of SBY and Barack Obama, Indonesia and the US issued a defense policy to deal with similar problems in the Asia Pacific region. Equation of defense policy the two countries lies in the issues that are considered as a security issue and steps taken to solve them. Meanwhile, differences in Indonesia and US defense policy in the future

2

Paper 12 Agustus 2015

government of SBY and Obama lies in the use of military force, and the construction and development of weapons.

Keywords: defense policy, Indonesia, United States

A. Pendahuluan

Globalisasi mendorong perubahan di pelbagai sektor kehidupan

masyarakat, bangsa, dan negara. Interaksi lintas batas fisik negara yang

dilakukan oleh masyarakat di setiap negara menyebabkan banyak isu-isu baru

bermunculan dan berkembang menjadi agenda internasional. Hal ini pula yang

mendorong cara pandang negara terhadap konsep keamanan.

Paradigma dan kerangka kerja negara di bidang keamanan bergeser

pasca-Perang Dingin. Konsep State Security tidak lagi menjadi domain utama

dalam forum komunikasi dan interaksi internasional. Sementara itu, konsep

Human Security menjadi hal yang semakin penting dalam perpolitikan nasional

dan internasional.

Seiring dengan pergeseran paradigma dan kerangka kerja negara

tersebut, terjadi pergeseran ancaman terhadap individu dan negara.

Terorisme, perdagangan manusia, kerusakan lingkungan, dan imigran gelap

merupakan beberapa dari banyak ancaman keamanan. Ancaman-ancaman ini

yang mengubah kebijakan pertahanan dari suatu negara.

Dalam konsep sekuritisasi, kebijakan pertahanan negara berfokus pada

hal yang menjadi perhatian elite politik yang menyatakan bahwa hal tersebut

merupakan ancaman terhadap keamanan. Salah satu elite politik tersebut

adalah Presiden. Dalam konteks ini, pembahasan suatu kebijakan pertahanan

negara dibatasi oleh rezim yang memerintah karena setiap rezim mempunyai

cara pandang dan fokus yang berbeda terhadap isu pertahanan dan

keamanan.

Asia Pasifik merupakan wilayah yang paling heterogen.

Keanekaragaman di Asia Pasifik terletak pada kondisi geografis, budaya,

kondisi dan sistem perekonomian, sistem pemerintahan, sistem sosial, bahasa,

3

Paper 12 Agustus 2015

dan sebagainya.1 Wilayah yang terbentang dari daratan Tiongkok hingga

kepulauan Indonesia menunjukkan perbedaan-perbedaan yang mendorong

percepatan perubahan dalam dinamika hubungan internasional.

Pada beberapa tahun terakhir, perubahan yang terjadi di kawasan Asia

Pasifik juga dipengaruhi oleh aktor-aktor eksternal atau negara-negara di luar

kawasan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan nilai strategis Asia Pasifik

karena pertumbuhan ekonomi dunia bergeser ke arah Asia mengakibatkan

dinamika politik, diplomasi, dan militer sulit untuk diprediksi.2 Asia Pasifik

menjadi primadona baru dalam hubungan internasional.

Salah satu bukti, nilai strategis yang berkembang di kawasan Asia

Pasifik adalah kebijakan luar negeri AS yang berfokus ke wilayah Asia Pasifik

(pivot to Asia). Kebijakan tersebut juga berkaitan dengan sengketa di Laut

Tiongkok Selatan yang menunjukkan sikap asertif dari pemerintah Tiongkok.3

Hal ini menyebabkan ketegangan politik di kawasan Asia Pasifik, khususnya

Asia Tenggara.

Pembahasan isu yang terjadi di Asia Pasifik tidak dapat ditinjau

berdasarkan regionalitas wilayah. Dinamika sejarah, politik, ekonomi, dan

budaya sejak akhir Perang Dunia II menjadi sangat kompleks dan sulit untuk

diuji secara keseluruhan, sehingga sebagian besar akademisi, pembuat

kebijakan, organisasi ekonomi, dan analis lebih memilih untuk membahas isu di

setiap negara daripada menelaah permasalahan yang terjadi secara regional.4

Oleh karena itu, artikel ini juga hanya membahas dua negara Asia Pasifik, yaitu

Indonesia dan Amerika Serikat (AS).

Kebijakan pertahanan Indonesia dan AS mengalami perubahan di setiap

rezim pemerintahan. Fokus kebijakan pertahanan Indonesia dan AS pada

masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Barack Obama

merujuk pada hal yang sama, yaitu isu-isu kontemporer, seperti terorisme,

1 K.P. Kaup (Eds.), Understanding Contemporary Asia Pacific, (Boulder, CO: Lynne Rienner,

2007), h. 1. 2 Keputusan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor KEP/25/M/I/2014, h. 9.

3 Ibid.

4 K.P. Kaups (Eds.), op.cit., h. 2.

4

Paper 12 Agustus 2015

bencana alam, perdagangan manusia, dan stabilitas regional. Namun,

kebijakan yang diambil oleh kedua negara ini berbeda. Walaupun kedua

pemimpin negara tersebut dapat dikatakan mempunyai karakter

kepemimpinan yang hampir sama, kebijakan pertahanan yang dibentuk oleh

kedua negara tersebut mempunyai perbedaan yang signifikan.

Artikel ini ditulis untuk mengupas perbedaan dan persamaan kebijakan

pertahanan Indonesia dan AS pada masa pemerintahan SBY dan Barack

Obama. Walaupun karakter kepemimpinan mempunyai pengaruh yang sangat

besar terhadap pembentukan suatu kebijakan, artikel ini tidak membahas hal

tersebut. Artikel ini hanya berfokus pada isi kebijakan pertahanan yang

dihasilkan dalam pemerintahan SBY dan Barack Obama.

B. Konsep Sekuritisasi

Konsep sekuritisasi merupakan salah satu PISO Analisis dalam

pembahasan isu keamanan. Konsep ini pertama kali dicetuskan oleh Old

Waever dan dikembangkan oleh Barry Buzan. Pendekatan Barry Buzan

tentang keamanan dilihat dari sudut pandang mikro dan makro.5 Pendekatan

Buzan ini dinilai sangat komprehensif dan meliputi pelbagai aspek. Oleh

karena itu, pendekatan Buzan selalu digunakan dalam pembahasan isu

keamanan.

Keamanan yang dicetuskan oleh Buzan mempunyai tiga tingkatan,

yaitu keamanan individu, negara, dan internasional. Pada ketiga tingkatan ini

terdapat proses deepening dari konsep keamanan.6 Pembahasan tentang

keamanan tidak hanya berkaitan tentang kepentingan negara dalam

hubungan internasional, tetapi juga setiap individu masyarakat yang menjadi

unsurnya.

5 M. Stone, “Security According to Buzan: A Comprehensive Security Analysis”, Security

Discussion Papers Series 1, h. 2. 6 G. WuryandarI, “Security, Securitization and Level of Analysis,” disampaikan Perkuliahan

Regional and Global Security, pada 19 Juni 2015 d Universitas Pertahanan Indonesia, Bogor, Jawa

Barat.

5

Paper 12 Agustus 2015

Keamanan tidak dapat memenuhi kebutuhan individu, sehingga untuk

membahas keamanan harus dikaitkan dengan ancaman yang dihadapi.

Ancaman utama terhadap keamanan individu disebut dengan ancaman sosial

karena di dalam lingkungan manusia terdapat konsekuensi sosial, ekonomi,

dan politik yang tidak dapat dicegah.7 Pada beberapa kasus, ancaman

terhadap keamanan individu juga menjadi ancaman terhaddap negara.

Dalam konsep keamanan juga terdapat istilah broadening keamanan.

Secara horizontal, ruang lingkup keamanan menjadi lebih luas dengan adanya

globalisasi. Permasalahan keamanan tidak hanya berkaitan dengan

pertahanan, militer, dan persenjataan, tetapi juga stabilitas ekonomi, interaksi

sosial, dan sebagainya. Oleh karena itu, pembahasan tentang keamanan lebih

mengarah pada karakter ancaman daripada jenis keamanan.8

Ancaman yang dapat diangkat sebagai isu keamanan harus melalui

empat langkah sekuritisasi. Pertama, pemerintah, kepala negara, atau aktor

yang disebut dengan securitizing actor melakukan speech act atau

mengeluarkan pernyataan bahwa isu yang ada merupakan bagian dari

permasalahan keamanan negara. Kedua, keberadaan ancaman yang jelas atau

yang disebut dengan existential threat, seperti kelompok teroris, pelaku

perdagangan manusia, dan pelaku imigran gelap. Ketiga, timbulnya kepanikan

politik (politics panic) yang disebabkan oleh ancaman tersebut. Keempat, isu

yang dianggap sebagai masalah keamanan harus dapat mendorong

kemunculan tanggapan institusional (institutional response).9

C. Kebijakan Pertahanan Indonesia pada Masa Pemerintahan Susilo

bambang Yudhoyono

Untuk mendukung upaya penguatan pertahanan Indonesia, SBY

mengeluarkan kebijakan umum pertahanan dalam Peraturan Presiden Nomor

7 B. Buzan, People, States and Fear: the National Security Problem in International Relations,

(Great Britain: Wheatsheaf Book Ltd, 1983), h. 19. 8 Ibid.

9 Ibid. dan Y. Kurniawan, “Securitization,” dipaparkan dalam Perkuliahan Future Strategic

Defense Challenge, pada 17 Juni 2015 di Universitas Pertahanan Indonesia, Bogor, Jawa Barat.

6

Paper 12 Agustus 2015

7 Tahun 2008 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara. Kemudian

peraturan presiden tersebut diubah dan dilengkapi dalam Peraturan Presiden

Nomor 41 Tahun 2010 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara Tahun

2010—2014. Dengan demikian, peraturan presiden tersebut hanya berlaku

pada masa pemerintahan SBY, yang berarti bahwa kebijakan pertahanan

tersebut merupakan kebijakan pemerintahan SBY pada periode II

kepemimpinannya.

Kebijakan pertahanan Indonesia pada tahun 2010—2014, sebagaimana

yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2010, meliputi

sepuluh kebijakan nasional. Berikut ini adalah sepuluh kebijakan nasional yang

terdapat dalam kebijakan pertahanan Indonesia.10

1. Kebijakan Pertahanan Integratif

Kebijakan integratif dibentuk untuk menyatukan tiga matra kekuatan

pertahanan militer Indonesia. Selain itu, kebijakan ini juga dibentuk untuk

mengintegrasikan seluruh kekuatan pertahanan negara, baik militer

maupun nirmiliter. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan upaya

percepatan proses legislasi Rancangan Undang-undang tentang Keamanan

Nasional, Komponen Cadangan, Komponen Pendukung, dan perundang-

undangan lainnya.

2. Kebijakan Pengelolaan dan Pendayagunaan Sumber Daya Nasional

Kebijakan Pengelolaan dan Pendayagunaan Sumber Daya Nasional

dibentuk dalam rangka transformasi sumber daya nasional menjadi sumber

daya pertahanan. kebijakan ini dibentuk dengan sasaran berupa peraturan

pelaksanaan Undang-undang Komponen Cadangan dan Komponen

Pendukung, sehingga dapat diimplementasikan dengan segera setelah

10

Penjelasan Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2010 tentang Kebijakan Umum Pertahanan

Negara Tahun 2010—2014 jo Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 tentang Kebijakan Umum

Pertahanan Negara.

7

Paper 12 Agustus 2015

proses legislasi selesai. Selain itu, kebijakan ini juga mendorong

pembentukan kerja sama sektoral antara Kementerian Pertahanan dan

instansi lainnya sambil menunggu realisasi peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan transformasi sumber daya nasional untuk kepentingan

pertahanan negara. Kebijakan ini juga mendorong intensivitas program

Pembinaan Kesadaran Bela Negara degan pelbagai kementerian dan

elemen masyarakat untuk mempersiapkan sumber daya manusia untuk

pertahanan.

3. Kebijakan Pembangunan Postur Pertahanan Militer

Minimum Essential Force (MEF) merupakan fokus dalam Kebijakan

Pembangunan Postur Pertahanan Militer. Dalam kebijakan ini, MEF

difokuskan pada peningkatan kemampuan reaksi cepat (striking force) dan

penyiapan pasukan siaga (standby force) dalam menangani bencana alam

dan misi-misi perdamaian dunia atau keadaan darurat lainnya.

Pembangunan kekuatan militer Indonesia difokuskan pada TNI AU, TNI AL,

dan TNI AD.

4. Kebijakan Pemberdayaan Pertahanan Nirmiliter

Untuk menangani pelbagai ancaman nirmiliter, Kebijakan

Pemberdayaan Pertahanan Nirmiliter mendorong pelbagai kementerian

untuk mengambil langkah strategis untuk mengantisipasi pertahanan

nonmiliter. Selain itu, pemerintah juga meningkatkan efektivitas pelbagai

badan koordinasi lintas sektoral yang ada, seperti Badan Nasional

Penanggulangan Bencana Alam (BNPB), Badan Koordinasi Keamanan Laut

(Bakorkamla), dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

5. Kebijakan Pengerahan Kekuatan Pertahanan Militer

Pengerahan kekkuatan TNI harus melalui proses persetujuan legislatif

Indonesia. Namun, pada jnagka waktu 2010—2014, pengerahan kekuatan

TNI diarahkan untuk merespons ancaman aktual, seperti konflik di wilayah

perbatasan, keamanan pulau-pulau kecil terluar, ancaman separatisme,

8

Paper 12 Agustus 2015

terorisme, bencana alam, konflik horizontal, dan ragam kegiatan ilegal yang

membahayakan kedaulatan negara. Berdasarkan hal tersebut, kebijakan

pertahanan Indonesia tidak diarahkan untuk persiapan berperang atau

berkonflik dengan negara lain.

6. Kebijakan Kerja Sama Internasional Bidang Pertahanan

Kebijakan Kerja sama Internasional Bidang Pertahanan Indonesia

diarahkan pada peningkatan kerja sama dengan negara-negara tetangga

yang berbatasan langsung dengan Indonesia, agar dapat mendorong upaya

penyelesaian masalah perbatasan; peningkatan kerja sama dengan negara-

negara sahabat yang berkomitmen pada pengembangan kemampuan

pertahanan Indonesia, khususnya dalam upaya penanganan terorisme,

penanggulangan bencana, dan transfer teknologi untuk alutsista TNI;

akselerasi perwujudan ASEAN Security Community; dan peningkatan peran

aktif dalam Peacekeeping Operations (PKO). Kerja sama tersebut harus

dibentuk melalui koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan

berdasarkan pada one gate policy. Selain itu, kerja sama internasional

Indonesia di bidang pertahanan tetap berpegang pada politik luar negeri

bebas dan aktif, sehingga kerja sama tersebut tidak diarahkan pada

pembentukan pakta pertahanan.

7. Kebijakan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Industri Pertahanan

Kebijakan ini meliputi pengembangan sumber daya manusia, program

unggulan dan strategis, kerja sama penelitian dan pengembangan di bidang

ilmu pengetahuan dan teknologi serta industri pertahanan, dan

pemberdayaan industri nasional yang berpotensi untuk industri

pertahanan. Salah satu tujuan dari kebijakan ini adalah kemandirian industri

pertahanan. Kemandirian industri pertahanan bergantung pada tiga pilar,

yaitu perguruan tinggi/lembaga penelitian dan pengembangan, industri,

dan pengguna (TNI). Kebijakan ini dibentuk untuk memadukan ketiga pilar

tersebut, sehingga kemandirian dapat tercapai.

9

Paper 12 Agustus 2015

8. Kebijakan Pengamanan Wilayah Perbatasan dan Pulau-pulau Kecil Terluar

Kebijakan ini dibentuk untuk menangani konflik internal dan ancaman

aktual yang terjadi di wilayah perbatasan. Kebijakan ini mempunyai prioritas

berupa pengintegrasian peran dan fungsi seluruh pemangku kepentingan

dalam pengembangan kawasan perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar,

maksimalisasi kinerja BNPP, serta optimalisasi upaya diplomasi secara

bilateral dan/atau multilateral untuk menyelesaikan masalah perbatasan

secara damai. Oleh karena itu, kebijakan ini tidak hanya melibatkan

Kementerian Pertahanan dan BNPP, tetapi juga seluruh instansi terkait

lainnya, termasuk Kementerian Luar Negeri.

9. Kebijakan Penganggaran

Dalam kebijakan anggaran, anggaran pertahanan Indonesia

diprioritaskan utuk mewujudkan MEF. Dengan prioritas tersebut, Kebijakan

Anggaran diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan,

pengoperasian, dan modernisasi alutsista serta meningkatkan

profesionalitas sumber daya manusia pertahanan negara melalui, pelatihan

dna peningkatan kesejahteraan prajurit. Sementara itu, anggaran untuk

memberdayakan pertahanan nirmiliter diupayakan oleh kementerian dan

instansi terkait.

10. Kebijakan Pengawasan

Kebijakan pengawasan merupakan kebijakan yang meliputi seluruh

kebijakan nasional di bidang pertahanan. Kebijakan pengawasan

diberlakukan dengen menetapkan fungsi pengawasan berlaku secara

internal dan eksternal, serta melibatkan legislatif dan publik. Pengawasan

dilakukan pada fungsi manajemen untuk membentuk penyelenggaraan

pertahanan yang mempunyai akuntabilitas dan efektivitas yang baik, serta

bersih dari praktik korupsi.

10

Paper 12 Agustus 2015

D. Kebijakan Pertahanan Amerika Serikat pada Masa Pemerintahan Barack

Obama

Barack Obama memimpin dalam dua periode. Di setiap periodenya,

Obama dihadapkan pada situasi dan politik yang berbeda. Pada periode

pertama kepemimpinannya, Obama dihadapkan pada isu-isu yang belum

diselesaikan oleh G.W. Bush terkait dengan invasi di Iraq dan juga pelbagai

aktivitasnya dalam operasi militer di Afghanistan. Apalagi dengan terjadinya

krisis ekonomi yang melanda AS pada tahun 2008 yang menyebabkan

anggaran di pelbagai sektor harus dikurangi secara signifikan. Sementara itu,

pada periode kedua kepemimpinannya, Obama dihadapkan pada

permasalahan di Timur Tengah dan stabilitas regional Asia Tenggara yang

mulai terganggu dengan adanya sengketa Laut Tiongkok Selatan.

Keamanan ekonomi berkaitan erat dengan keamanan nasional.

Perekonomian AS yang menurun, mendorong AS untuk memangkas biaya

pertahanan. Anggaran pertahanan yang sempat meningkat hingga dua kali

lipat pada dua dekade terakhir harus dikurangi hingga $400milyar.11 Sebagai

akibat dari penurunan tingkat perekonomian tersebut postur pertahanan AS

diperkecil.

Postur pertahanan AS diperkecil, tetapi tetap mendominasi pada

domainnya. Fokus investasi pemerintah akan diarahkan pada pengembangan

kapabilitas nuklir dan kapabilitas krusial, seperti siber, ruang angkasa, intelijen,

pengawasan dan pengintaian.12 Selain itu, pemerintah AS hanya akan

menggunakan kekuatan militernya secara unilateral, jika rakyat dan

kepentingannya terancam.13

Selain itu, kebijakan pertahanan AS bergeser dari pola yang

mengutamakan efektivitas menjadi yang mengutamakan efisiensi. Dalam pola

yang mengutamakan efisiensi, lembaga pertahanan AS didorong untuk

mencapai target yang sama dengan input yang lebih sedikit. Sementara itu,

11

P.W. Singer, “A Defense Policy Vision,” www.armedforcesjournal.com, Juni 2011, h. 25. 12

Ibid., h. 8. 13

Ibid.

11

Paper 12 Agustus 2015

dalam pola yang mengutamakan efektivitas, lembaga pertahanan AS

diharuskan untuk mencapai hasil yang ditargetkan dengan cara terbaik.14

Namun, hal yang paling penting dan harus diperhatikan dalam

kebijakan pertahanan AS selama masa pemerintahan Obama adalah peranan

militer. Dalam strategi keamanan nasional Amerika Serikat yang diterbitkan

pada tahun 2015 dinyatakan bahwa militer yang kuat merupakan dasar dari

keamanan nasional Amerika Serikat, kebijakan pertahanan AS tetap

melakukan perbaikan dan memenuhi kebutuhan kekuatan militer dan

keluarganya.15 Postur militer AS dibentuk untuk melindungi rakyat dan

kepentingannya, menjaga stabilitas regional, membawakan bantuan

kemanusiaan dan bencana alam, dan membangun kapasitas dari rekan kerja

untuk bergabung dalam menghadapi tantangan keamanan.16

Pemerintah AS menyadari bahwa untuk mengatasi pelbagai masalah

keamanan di tingkat nasional, regional, dan internasional membutuhkan kerja

sama dengan negara lain. Hal ini digambarkan dalam pernyataan Presiden

Obama yang disampaikan di West Point. Dalam pernyataan yang berbunyi, “In

the 21st century, The question we face… is not whether America will lead, but

how we will lead.”17 Hal ini yang mendorong AS untuk mendukung penguatan

pertahanan di negara lain. Sebagaimana yang disampaikan Sekretaris Kerry

dalam pernyataannya yang berbunyi “By helping our friends to become

stronger, we actually become stronger ourselves.”18 Oleh karena itu,

pemerintah AS memberikan bantuan keamanan kepada sejumlah negara

berkembang.

Bantuan keamanan yang diberikan AS tidak hanya di bidang militer,

tetapi juga sosial, ekonomi, dan budaya. Di bidang militer, AS memberikan

bantuan berupa pelatihan dan persenjataan. Sementara itu, bantuan

14

Ibid, h. 27. 15

The White House, National Security Strategy, (Washington, D.C.: The White House, 2015), h.

7. 16

Ibid. 17

A. Nelson, “U.S. Security Assistance” dalam Short Course on CCMR Indonesia Program in

‘Defense Diplomacy’, disampaikan pada tanggal 24 Juli 2015 di Naval Postgraduate School,

Monterey, California. 18

Ibid.

12

Paper 12 Agustus 2015

nonmiliter yang diberikan AS kepada negara berkembang lainnya, seperti

bantun untuk korban bencana alam, mulaidari bahan makanan, obat-obatan,

hingga penyembuhan trauma psikologis.

E. Perbandingan Perspektif Kebijakan Pertahanan Indonesia dan Amerika

Serikat pada Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Barack

Obama

Analisis dalam artikel ini diarahkan pada empat pertanyaan pokok yang

menjadi perhatian penting dalam pembentukan kebijakan pertahanan, yaitu

apa fokus pemerintah dalam bidang keamanan; bagaimana cara

menyelesaikan permasalahan keamanan; bagaimana pemerintah mengelola

dan mengembangkan kemampuan pertahanan negara; dan bagaimana

penggunaan kekuatan militer. Pertanyaan-pertanyaan ini menggambarkan

perbedaan antara kebijakan pertahanan Indonesia dan AS. Berikut ini adalah

pembahasan tentang pertanyaan-pertanyaan tersebut.

1. Apa fokus pemerintah di bidang keamanan?

Indonesia, AS, dan negara-negara lainnya mempunyai fokus masalah

keamanan yang sama, baik di bidang militer, lingkungan, sosial, dan

ekonomi. Namun, prioritas utama kebijakan pertahanannya berbeda.

Begitupula dengan Indonesia dan AS, ada perbedaan prioritas dalam

kebijakan pertahanannya di masa pemerintahan SBY dan Obama.

Sebagaimana konsep pertahanan semesta yang dianut Indonesia,

kebijakan pertahanan Indonesia di masa pemerintahan SBY tidak hanya

membahas permasalahan militer, tetapi juga nonmiliter. Salah satu

contohnya adalah pelibatan komponen masyarakat dan kementerian

terkait dalam pembangunan di wilayah perbatasan. Jika ditinjau

berdasarkan isu-isu kontemporer di bidang keamanan, Indonesia masih

menaruh perhatian pada permasalahan terorisme, gerakan separatis,

bencana alam, dan sebagainaya.

13

Paper 12 Agustus 2015

Sementara itu, AS menunjukkan pergeseran haluan. Kebijakan

pertahanan AS pada masa pemerintahan Obama menunjukkan perhatian

yang besar pada isu-isu kontemporer, termasuk masalah lingkungan dan

ekonomi. Namun, domain utama dari kebijakan pertahanan AS masih

merupakan kekuatan militer.

2. Bagaimana cara menyelesaikan masalah keamanan?

Indonesia menerapkan pertahanan yang besifat defensif aktif,

sehingga kekuatan militer hanya akan digunakan sebagai pilihan terakhir.

SBY mencetuskan prinsip zero enemy and million friends yang

menggambarkan bahwa pemerintahannya mengutamakan kerja sama dan

forum komunikasi dan negosiasi dalam penyelesaian pelbagai masalah

keamanan. Hal ini juga digambarkan dalam kebijakan kerja sama

internasional dan kebijakan pengamanan wilayah perbatasan.

Dalam kebijakan pertahanan AS di bawah pemerintahan Obama juga

menunjukkan cara penyelesaian masalah yang sama. Sebagaimana yang

dinyatakan oleh Obama bahwa pelbagai masalah keamanan tidak dapat

diselesaikan tanpa kerja sama antarnegara. Namun, hal yang perlu menjadi

catatan, AS tidak akan sungkan menggunakan kekuatan militer jika

kepentingan rakyat dan negaranya diganggu oleh negara lain.

3. Bagaimana pemerintah mengelola dan mengembangkan kemampuan

pertahanan negara?

Ada dua pendekatan yang berbeda dari kebijakan pertahanan

Indonesia dan AS. Pendekatan ini menunjukkan adanya perspektif yang

berbeda tentang pembangunan kekuatan militer. Kedua pendekatan itu

adalah inward looking dan outward looking.

Pada masa pemerintahan SBY, anggaran pertahanan Indonesia

meningkat signifikan. Anggaran tersebut dialokasikan untuk membangun

kapasitas dan kapabilitas pertahanan negara, khususnya di bidang militer,

14

Paper 12 Agustus 2015

dengan melakukan modernisasi alaut utama sistem pertahanan (alutsista).

Selain itu, kebijakan-kebijakan yang berpayung pada kebijakan pertahanan

juga menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia sedang berupaya untuk

membangun landasan hukum pembentukan komponen cadangan dan

keamanan nasional. Seluruh kebijakan pertahanan tersebut menunjukkan

bahwa Indonesia masih pada tahap inward looking.

Sementara itu, AS sudah menerapkan pendekatan outward looking.

Dalam pendekatan ini, AS melihat ancaman yang dapat berasal dari negara

lain, sehingga diperlukan kerja sama dengan negara-negara tertentu.

Anggaran pertahanan AS juga banyak terserap oleh pengiriman pasukan

ke pelbagai wilayah yang bertujuan untuk menjaga kepentingannya di

wilayah tersebut. Pemotongan anggaran pertahanan sebesar $400milyar

tidak mengubah kebijakan pertahanan AS dalam membangun kekuatan

pertahanannya di pelbagai belahan dunia. Sebagaimana yang disebutkan di

atas, banyak perubahan dalam sistem pertahanan AS yang dilakukan untuk

mencapai kepentingan keamanan di seluruh dunia dengan anggaran yang

terbatas.

4. Bagaimana penggunaan kekuatan militer?

Kekuatan militer Indonesia tidak hanya dipersiapkan untuk, tetapi

juga untuk menunjang pembangunan dan ketahanan negara. Dalam

kebijakan pertahanan Indonesia pada masa pemerintahan SBY, pengiriman

prajurit keluar dari wilayah Indonesia adalah untuk mengikuti pelatihan

dan pendidikan, melakukan negosiasi untuk membentuk kerja sama

dengan negara lain, dan mengikuti kegiatan PKO. Dengan kata lain, tidak

ada pengiriman pasukan untuk masalah yang berkaitan dengan terorisme

di Timur Tengah atau konflik di Ukraina, kecuali ada mandat dari

Perserikatan Bangsa-bangsa untuk pengiriman PKO.

Hal ini berbeda dengan AS, yang mengirimkan pasukannya ke

hampir seluruh belahan bumi. AS mengirim pasukan ke Timur Tengah

15

Paper 12 Agustus 2015

untuk mengantisipasi perkembangan terorisma. Armada laut AS berada di

pelbagai wilayah perairan dunia untuk melindungi kepentingannya di

pelbagai benua. Walaupun pada beberapa tujuan pengiriman adalah PKO,

pada umumnya pengiriman pasukan ke pelbagai wilayah di dunia bertujuan

untuk menjaga kepentingan AS.

F. Kesimpulan

Berdasarkan analisis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada

persamaan dan perbedaan antara Indonesia dan AS. Persamaan kebijakan

pertahanan Indonesia dan AS terletak pada fokus masalah keamanan negara

terkait dengan hal-hal yang perlu diangkat sebagai isu keamanan dan cara

kedua negara dalam menyelesaikan permasalahan Sementara itu, perbedaan

kebijakan pertahanan dari kedua negara terletak pada cara mengelola dan

memperkuat pertahanan negara serta penggunaan kekuatan militer.

Daftar Pustaka

Buku

Buzan, B. (1983). People, States and Fear: the National Security Problem in International Relations. Great Britain: Wheatsheaf Book Ltd.

Kaup, K.P. (Eds). (2007). Understanding Contemporary Asia Pacific. Boulder, CO: Lynne Rienner.

The White House. (2015). National Security Strategy. Washington: The White House.

Jurnal

Singer, P.W. (2011). “A Defense Policy Vision.” www.armedforcesjournal.com, Juni 2011, h. 24—29.

16

Paper 12 Agustus 2015

Paparan

Kurniawan, Y. (2015). “Securitization.” Perkuliahan Future Strategic Defense Challenge, pada 17 Juni 2015 di Universitas Pertahanan Indonesia, Bogor, Jawa Barat.

Nelson, A. (2015). “U.S. Security Assistance” dalam Short Course on CCMR Indonesia Program in ‘Defense Diplomacy’, disampaikan pada tanggal 24 Juli 2015 di Naval Postgraduate School, Monterey, California.

Wuryandari, G. (2015). “Security, Securitization and Level of Analysis.” Perkuliahan Regional and Global Security, pada 19 Juni 2015 d Universitas Pertahanan Indonesia, Bogor, Jawa Barat.

Makalah

Stone, M. (n.d.). “Security According to Buzan: A Comprehensive Security Analysis.” Security Discussion Papers Series 1.

Undang-undang

Keputusan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor KEP/25/M/I/2014.

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2010 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara Tahun 2010—2014.