Polemik pengangguran terdidik Di Indonesia
Transcript of Polemik pengangguran terdidik Di Indonesia
1
POLEMIK PENGANGGURAN TERDIDIK
DI INDONESIA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Ujian Akhir Semester 1
Mata Kuliah Filsafat dan Nilai Budaya Pendidikan
Drs. Masturi, M.M.
Oleh
Izzatun Nada 2014-33-079
PGSD - B
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2014
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan merupakan ciri khas, sifat hakikat manusia (Soegeng
Ysh : 2007). Melalui perubahan itu manusia memanusiakan dirinya. Maka
perubahan juga merupakan hakikat dari pendidikan. Pendidikan
menciptakan dan menangani ( mengelola, memanage) perubahan-
perubahan yang ada. Pendidikan mengajarkan bagaimana memahami,
belajar dari dan mengantisispasi perubahan-perubahan utamanya sosial
budaya. Namun mengenyam pendidikan tidaklah menjadi jaminan untuk
terbebas dari salah satu masalah terbesar bangsa yaitu pengangguran.
Pengangguran merupakan satu hal yang tidak asing bagi bangsa
Indonesia, tingginya tingkat pengangguran di Indonesia memang selalu
menjadi polemik yang tidak pernah ada habisnya. Selain karena sumber
daya manusia yang kurang berkualitas, kurangnya jumlah lapangan
pekerjaan padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja, sehingga
mendorong tingginya tingkat pengangguran di Indonesia. Perdebatan dan
polemik di tingkatan elit politik dan stakeholder di Indonesia seputar
tingginya tingkat pengangguran. Ini bukanlah hal baru, mengingat jumlah
penduduk Indonesia yang dirilis BPS tahun 2011 sudah mencapai 241 juta
jiwa menambah kompleks permasalahan yang ada di Indonesia. Di Negara
kita banyak yang memiliki gelar sarjana namun tidak memiliki pekerjaan.
Mulai dari sarjana ekonomi, sarjana hukum, sarjana komputer, bahkan
sarjana pendidikan dan masih banyak sarjana-sarjana yang lainnya.
Kebanyakan dari mereka yang telah menyelesaikan pendidikan tingginya
itu menjadi seorang pengangguran.
Terkait dengan pendidikan terdidik, masalah kependidikan yang
serius dihadapi oleh negara berkembang pada umumnya, antara lain
berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik,
fasilitas, dan lapangan pekerjaan. Membidik masalah yang terakhir,
3
dengan tidak bermaksud mengecilkan arti ketiga masalah lainnya.
Kekurangtersediaan lapangan pekerjaan akan berimbas pada kemapanan
sosial dan eksistensi pendidikan dalam perspektif masyarakat.
Pada masyarakat yang tengah berkembang, pendidikan diposisikan
sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfatan
kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain, tujuan akhir program
pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan, adalah teraihnya
lapangan kerja yang diharapkan. Atau setidak-tidaknya, setelah lulus dapat
bekerja di sektor formal yang memiliki nilai "gengsi" yang lebih tinggi di
banding sektor informal.
Dengan demikian, keterbatasan lapangan pekerjaan berpotensi
untuk tidak dapat tertampungnya lulusan program pendidikan di lapangan
kerja, secara linear berpotensi menggugat eksistensi dan urgensi
pendidikan dalam perspektif masyarakat. Masyarakat akan kehilangan
kepercayaan secara signifikan terhadap eksistensi lembaga pendidikan.
Telah kita ketahui bahwa “Angka pengangguran terdidik di
Indonesia masih mencapai angka 47,81 persen dari total pengangguran
nasional” (Kemenpora 2012). Masih tingginya angka pengangguran di
Indonesia harus diatasi dengan menyiapkan sumber daya Salah satunya
yaitu dengan menyiapkan sumber daya manusia yang berkompetensi
unggul melalui lembaga pendidikan.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai
polemik pengangguran terdidik di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pengangguran terdidik ?
2. Apakah yang menjadi penyebab adanya pengangguran terdidik ?
3. Bagaimana pandangan pendidikan mengenai pengangguran terdidik ?
4. Bagaimana dampak pengangguran terdidik disektor pendidikan ?
5. Bagaimana upaya mengatasi pengangguran terdidik ?
4
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pengangguran terdidik.
2. Untuk mengetahui penyebab pengangguran terdidik.
3. Untuk mengetahui pandangan pendidikan terhadap pengangguran
terdidik.
4. Untuk mengetahui dampak penganguran terdidik disektor pendidikan.
5. Untuk mengetahui upaya mengatasi pengangguran terdidik.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. KAJIAN TEORI 1
a. Analisis Pengangguran Terdidik
Keberadaan penganggur telah lama didiskusikan, barangkali sama
lamanya dengan sejarah peradaban manusia. Kebanyakan diskursus
berkutat pada isu seputar siapa penganggur, mengapa menganggur, dan
bagaimana cara membuat orang agar tidak menjadi pengangguran. Mudah
memang untuk diucapkan, tetapi begitu berat dan rumit untuk dipecahkan.
Begitu banyak progam dilontarkan, baik yang berskala global maupun
lokal, bersifat makro maupun mikro, dan berupa progam langsung maupun
tidak langsung. Walaupun demikian, sebanyak itulah terdengar tidak
optimalnya progam, kalau tidak mau disebut gagal. Berbagai stakeholders
pun berjuang, baik sendiri maupun dalam jalinan kerja sama, berlomba
untuk menuntaskan permasalahan seputar pengangguran. Namun
penganggur tetap saja ada, jumlahnya tak kunjung habis, bahkan
cenderung meningkat seiring bergulirnya waktu.
“Pengangguran dalam arti luas, pengangguran (unemployment)
adalah sebagian dari faktor-faktor produksi yang berupa alam, tenaga
kerja, modal dan manajemen yang tidak digunakan karena produksi nyata
(actual output) suatu perekonomian lebih kecil apabila dibanding dengan
jumlah produk nasional” (Febra Robiyanto, dkk : 2003). Christhopher Pass
(1998), pengangguran tersebut hanya berwujud tenaga kerja dan modal.
Ki Hajar Dewantara, sebagai Tokoh Pendidikan Nasional
Indonesia, peletak dasar yang kuat pendidkan nasional yang progresif
untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang merumuskan
pengertian pendidikan sebagai berikut :
“Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual
dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-
6
bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan,
kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras dengan
dunianya” (Ki Hajar Dewantara, 1977:14).
Dari analisa diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengangguran
terdidik adalah seseorang yang telah berupaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti atau seseorang yang telah mengenyam
pendidikan akan tetapi tidak mempunyai pekerjaan (tenaga tidak/belum
digunakan).
Pengangguran terdidik adalah seseorang yang telah lulus dari
perguruan tinggi negeri atau swasta atau sekeloh sederajat dan ingin
mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. “Pengangguran
terdidik diidentikkan dengan penganggur yang berpendidikan relatif
tinggi, tetapi tidak bekerja, atau mereka yang mempunyai pendidikan
tinggi, tetapi tidak bekerja” (Pande M. Kurtanegara, dkk : 2007).
Diasumsikan bahwa status sosial ekonomi mempunyai hubungan
positif dengan tingkat pendidikan. Ini berarti semakin tinggi status sosial
ekonomi rumah tangga, semakin mampu mengantar anggota rumah
tangganya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Itulah sebabnya
pengangguran terdidik boleh jadi berasal dari rumah tangga yang relatif
mampu keadaan status sosial ekonominya.
Berdasarkan data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada
2012. Jumlah pengangguran pemuda terdidik mencapai 47,81 persen dari
total pengangguran nasional. Jumlah pengangguran terdidik terbanyak
adalah lulusan perguruan tinggi yaitu (12,78 persen), posisi berikutnya
disusul lulusan SMA (11.9 persen), SMK (11,87 persen), SMP (7,45
persen) dan SD (3,81 persen) .
Pendidikan yang dipercaya dapat meningkatkan kualitas hidup
seseorang seperti yang telah diuraikan di atas ternyata tidak dijamin
kebenarannya jika dilihat dalam realitas kehidupan. Anggapan orang
bahwa pendidikan dapat mengangkat status atau derajat seseorang perlu
7
untuk ditinjau kembali. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya
pengangguran di kalangan terdidik.
b. Penyebab Pengangguran Terdidik
Peningkatan jumlah pengangguran terdidik di Indonesia juga
dinilai akibat dua faktor. Pertama, karena kompetensi orang tersebut yang
memang kurang. Kedua, jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia yang
memang tidak terlalu banyak. Sistem pendidikan di Indonesia yang terlalu
berorientasi ke bidang akademik juga menjadi masalah. Kurikulum S1
terlalu menekankan pada pengajaran akademik. Hasil akhirnya membuat
mental sarjana hanya mencari kerja. Tidak memikirkan cara untuk
menciptakan lapangan kerja sendiri.
Kurikulum pendidikan memang tidak selalu cocok dengan tuntutan
dunia kerja. Namun faktor utama lebih pada banyaknya jurusan sosial
yang dibuka di sebuah universitas. Tidak hanya di perguruan tinggi,
tingginya tingkat pengangguran terdidik di kalangan sekolah menengah
maupun atas juga dapat disebabkan karena mental akademik yang telah
dibina. Terbatasnya jam ketrampilan di sekolah, dan tidak pekanya tenaga
pengajar terhadap pendidikan wirausaha perlu menjadi koreksi akan
penggangguran terdidik yang kian meningkat.
“Di sekolah kebanyakan kurikulum berpusat pada mata pelajaran
yang tersusun secara logis sistematis yang tidak nyata hubungannya
dengan kehidupan sehari-hari” (S. Nasution : 2010). Apa yang dipelajari
tampaknya hanya perlu untuk kepentingan sekolah untuk ujian dan bukan
untuk membantu anak agar hidup lebih efektif dalam masyarakatnya. Hal
ini sangat berpengaruh dalam menyongsong dunia kerjanya ke depan.
Pada dasarnya penyebab utama pengangguran terdidik adalah
kurang selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan
berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai dengen jurusan mereka,
sehingga para lulusan yang berasal dari jenjang pendidikan atas baik
umum maupun kejuruan dan tinggi tersebut tidak dapat terserap ke dalam
8
lapangan pekerjaan yang ada. Faktanya lembaga pendidikan di Indonesia
hanya menghasilkan pencari kerja, bukan pencipta kerja. Padahal, untuk
menjadi seorang lulusan yang siap kerja, mereka perlu tambahan
keterampilan di luar bidang akademik yang mereka kuasai. Disisi lain para
pengangguran terdidik lebih memilih pekerjaan yang formal dan mereka
maunya bekerja di tempat yang langsung menempatkan mereka di posisi
yang enak, dapat banyak fasilitas, dan langsung dapat gaji besar. Padahal
dewasa ini lapangan kerja di sektor formal mengalami penurunan, hal itu
disebabkan melemahnya kinerja sektor riil dan daya saing Indonesia, yang
menyebabkan melemahnya sektor industri dan produksi manufaktur yang
berorientasi ekspor. Melemahnya sektor riil dan daya saing Indonesia
secara langsung menyebabkan berkurangnya permintaan untuk tenaga
kerja terdidik, yang mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran
terdidik. Dengan kata lain, persoalan pengangguran terdidik muncul
karena adanya informalisasi pasar kerja. Sebenarnya Sektor pertanian,
kelautan, perkebunan, dan perikanan adalah contoh bidang-bidang yang
masih membutuhkan tenaga ahli. Namun para sarjana tak mau bekerja di
tempat-tempat seperti itu dan mereka umumnya juga tidak mau memulai
karier dari bawah. Budaya malas juga disinyalir sebagai penyebab
tingginya angka pengangguran sarjana di Indonesia. Pasar kerja yang
tersedia di negeri ini umumnya banyak yang tidak sesuai dengan bidang
keahlian yang digeluti oleh para sarjana. Ditambah lagi dengan lulusan
Perguruan tinggi yang tidak mampu berkompetisi dan tidak diterima oleh
pasar kerja sebagai akibat kualitas lulusan yang buruk. Belum lagi jumlah
lapangan pekerjaan yang minim harus diperebutkan oleh ribuan sarjana
yang mencari kerja.
Masalah pengangguran kaum sarjana merupakan masalah kita
semua, yang disebabkan oleh beberapa aspek. Sehingga jika ingin
mengurangi sarjana menganggur di negeri ini, ketiga hal tersebut yang
menjadi penyebab sarjana menganggur harus ditangani dengan bijaksana,
9
baik oleh pemerintah maupun masyarakat secara bersama-sama. Karena
semua kebijakan pemerintah akan efektif bila para aparat pemerintah dan
masyarakat saling bahu membahu melaksanakan kebijakan tersebut
dengan solid dan terpadu.
Sebab-sebab lain dari pengangguran terdidik antara lain:
1. Ketidakcocokkan antara karakteristik lulusan baru yang memasuki
dunia kerja (sisi penawaran tenaga kerja) dan kesempatan kerja yang
tersedia (sisi permintaan tenaga kerja). Ketidakcocokan ini mungkin
bersifat geografis, jenis pekerjaan, orientasi status, atau masalah
keahlian khusus. Kurang selarasnya perencanaan pembangunan
pendidikan dan berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai
denagn jurusan mereka, sehingga para lulusan yang berasal dari
jenjang pendidikan atas baik umum maupun kejuruan dan tinggi
tersebut tidak dapat terserap ke dalam lapangan pekerjaan yang ada
2. Belum efisiennya fungsi pasar kerja. Di samping faktor kesulitan
memperoleh lapangan kerja, arus informasi tenaga kerja yang tidak
sempurna dan tidak lancar menyebabkan banyak angkatan kerja
bekerja di luar bidangnya. Kemudian faktor gengsi juga menyebabkan
lulusan akademi atau universitas memilih menganggur karena tidak
sesuai dengan bidangnya.
3. Tidak bersungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu, artinya orientasi
utama mengapa seseorang menempuh pendidikan hingga tingkat tinggi
adalah untuk tujuan tertentu saja misalnya hanya demi mendapatkan
ijazah.
4. Kompetisi yang kurang
Faktor penyebab pengangguran juga sering kali diciptakan oleh diri
seseorang secara sengaja atau tidak. Lingkungan memegang peranan
yang penting dalam pembentukan pribadi yang kuat dan bisa bersaing.
Lingkungan juga menjadi hal yang membuat banyak pribadi menjadi
lemah dan tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam menghadapi
10
tantangan hidup. Jika lingkungan membentuk seseorang
berkompetensi tinggi, maka ia akan terbiasa bekerja keras dan
berusaha melakukan yang terbaik. Sebaliknya, lingkungan yang
didominasi oleh orang-orang yang berpikiran mudah menyerah dan
tidak senang bekerja keras, maka pribadi yang dilahirkan dari
lingkungan yang seperti ini adalah orang-orang yang mudah menyerah.
5. Tidak ada motivasi untuk bekerja
Ada memang penganggur yang tidak mempunyai motivasi untuk
bekerja. Mereka pada umumnya mempunyai sifat sangat malas. Sikap
semacm ini dapat mulai tampak ketika masih duduk dibangku sekolah.
Setiap hari dtaang ke sekolah tanpa tahu arah kedepan karena memang
tidak mempunyai keinginan tertentu. Tampak seperti frustasi dan acuh
terhadap lingkungan. Waktu sehari-harinya dihabiskan tanpa bekerja
dan habis berlalu begitu saja tanpa menghasilkan apa-apa. Untuk
memasuki perguruang tinggi, orang dengan tipe ini tidak begitu peduli
dengan jurusan yang diambilnya, apakah jurusan benar dengan
minatnya atau justru salah jurusan. Tanpa ada motivasi dari diri sendiri
jelas tipe orang yang sulit diajak bekerja. Jadi, orang-orang yang
demikian perlu diberikan motivasi atau dorongan sehingga timbul niat
untuk bekerja.
6. Lapangan yang tersedia memerlukan skill khusus
Pengangguran terdidik dapat terjadi karena lapangan kerja yang
tersedia memerlukan pengetahuan khusus yang tidak dimiliki oleh para
pencari kerja. Kalaupun ada jumlahnya terbatas, misalnya pengetahuan
bahasa inggris, bond A, bond B, dan pengetahuan aktuaria. Keadaan
yang demikian menyebabkan angka pengangguran terdidik semakin
tinggi
Hal itu dapat terjadi karena para pencari kerja hanya berbekal
pendidikan dari sekolah umum, dan hanya sedikit dari kejuruan. Jadi
pendalaman akan pembekalan untuk jenis pekerjaan yang akan dituju
11
perlu adanya dilakukan sebelum kelulusan di perguruan tinggi dan di
tingkat sekolah menengah melalui kegiatan ekstra di sekolah.
7. Warisan sifat feodal dari penjajah
Banyak usia pemuda-pemudi usia kerja, tetapi belum
mendapatkan pekerjaan. Hal itu sebnarnya bukan berati di masyarakat
tidak tersedia lapangan pekerjaan. Ternyata di bidang swasta cukup
tersedia lapangan pekerjaan. Pada umumnya para penganggur ini
kurang tertarik akan pekerjaan swasta dengan alasan gengsi atau
martabat mereka menjadi rendah dimata masyarakat terlebih mereka
dari golongan orang terdidik. Pendapat tersebut sama sekali tidak
benar, hal tersebut hanya merupakan perasaan. Mereka pada umumnya
menginginkan pekerjaan pegawai negeri yang dinilai lebih ber”nama”
dan terjamin.
Bekerja sebagai pegawai negeri menurut mereka mempunyai
prestise yang tinggi di masyarakat. Hal itu merupakan jabatan yang
turn temurun dari kakek nenek mereka. Keinginan menjadi pegawai
negeri, amtenar atau priyayi dan menganggap pekerjaan lainnya lebih
rendah dan merendahkan orang yang bersangkutan adalah tidak benar.
Pandangan tersebut masih hidup pada sebagian masyarakat kita akibat
warisan feodal dari penjajah.
12
B. KAJIAN TEORI 2
a. Pengangguran Terdidik Dimata Pendidikan
Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti.
Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat
karena manusia (yang terlibat dalam pendidikan ini) adalah subyek dari
pendidikan. Karena merupakan subyek di dalam pendidikan, maka dituntut
suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika
memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan pendidikan
meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu
diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia
sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu
manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab.
Hasil dari pendidikan tersebut yang jelas adalah adanya perubahan
pada subyek-subyek pendidikan itu sendiri. Katakanlah dengan bahasa
yang sederhana demikian, ada perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, dari
tidak mengerti menjadi mengerti. Tetapi perubahan-perubahan yang terjadi
setelah proses pendidikan itu tentu saja tidak sesempit itu. Karena
perubahan-perubahan itu menyangkut aspek perkembangan jasmani dan
rohani juga.
Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di
dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan
sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia
menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu
mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan
kepribadian dan tidak tercerabut dari akar tradisinya.
Pendidikan memang bukan segalanya, tetapi segalanya berawal
dari pendidikan. Jangan dengan melihat angka pengangguran terdidik
semakin tinggi lantas kita tidak mau mencapai pendidikan denagn tingkat
semakin tinggi. Memang tidak menjadi jaminan sekolah yang tinggi untuk
tidak menjadi pengangguran, karena pada dasarnya semua kembali kepada
13
pribadi masing-masing. Memang kita menempuh pendidikan denga
harapan bisa mendapatkan pekerjaan yang aman, gaji yang aman dengan
kata lain tidak perlu menjadi kuli kasar. Pendidikan sangatlah penting,
ketika seseorang mengenyam pendidikan setidaknya ia mempunyai
pengetahuan yang lebih, wawasan dan sosialisasi lebih tinggi. Contoh
kecil saja, dari tidak tahu menajdi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa.
Pendidikan yang rendah baik disektor formal maupun non formal
adalah salah satu penyebab pengangguran. Pengangguran terdidik juga
disebabkan tidak seimbangnya lapangan kerja dengan arus tenaga kerja
yang terus meningkat. Perlu disadari bahwa gelar dari sekolah saja tidak
akan pernah cukup. Gelar tidak akan menjamin lulusan sekolah menjadi
orang-orang yang mandiri dan siap berkarya di tengah-tengah masyarakat.
Ada bekal lain yang harus diberikan kepada seluruh anak didik kita, yaitu
pentingnya menyemaikan motivasi berprestasi, sifat kemandirian, dan
benih-benih kewirausahaan. Ditambah lagi jika lulusan dari sistem
pendidikan yang amburadul, yang meluluskan siswa / mahasiswa tanpa
skill. Maka, sekolah dengan harus dengan cerdas menanamkan betapa
pentingnya pendidikan dan skill ketrampilan untuk menyiapkan diri di
dunia kerja.
Kurangnya kesadaran akan pentingnya mendalami tujuan akhir
dari pendidikan dan kematangan bekal untuk dibawa ke dunia kerja, juga
akan membuat orang yang masuk dalam sistem pendidikan atau sedang
bersekolah tak mampu memahami apa tujuan akhir yang akan diperoleh
dari pendidikan. Sehingga, seseorang biasanya tidak bersungguh-sungguh
untuk memperoleh pengatahuan dan orientasi utamanya untuk menempuh
pendidikan sampai tingkat tertinggi hanya tujuan tertentu, misalnya hanya
untuk mendapatkan ijazah. Hal ini akan menyebabkan seseorang apabila
telah selesai dalam proses pendidikan di tingkat yang paling tinggi tidak
mampu bersaing dalam persaingan lapangan kerja. Ditambah lagi dengan
ketidakselarasan antara perencanaan pembangunan pendidikan dan
berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai dengan jurusan mereka,
14
sehingga para lulusan yang berasal dari jenjang pendidikan atas baik
umum maupun kejuruan dan tinggi tersebut tidak dapat terserap kedalam
lapangan pekerjaan yang ada.
b. Dampak Pengangguran Terdidik Bagi Pendidikan
Dampak pengangguran terdidik terhadap pendidikan sebenarnya
penyebabnya adalah sama dengan dampak-dampak pengangguran di
sektor-sektor lain seperti social dan ekonomi yaitu tidak adanya
pemasukan atau penghasilan tetap dari suatu keluarga sehingga mereka
tidak mampu untuk membiayai putra putri mereka dalam melanjutkan
pendidikan kejenjang yang lebih tinggi dan sampai putus sekolah atau
bahkan tidak menginjak sistem pendidikan sama sekali sehingga
melahirkan anak bangsa yang buta huruf, yang menjadi calon pekerja yang
tidak memiliki kemampuan dibidang materi ataupun tidak memiliki bakat
atau keterampilan dibidang-bidang usaha tertentu. Padahal jika dikaji,
pendidikanpun sama halnya sebuah siklus, dimana pendidikan turut
menjadi sebab dari adanya pegangguran dan berdampak kembali ke
pendidikan itu sendiri.
Selain akibat kekurangan biaya, banyaknya pengangguran dari
kalangan terpelajar seperti para lulusan sarjana yang tidak memperoleh
pekerjaan atau menganggur membuat masyarakat awam berfikir bahwa
para sarjana saja menganggur apalagi yang tidak, sehingga masyarakat
berpendapat bahwa menjadi sarjana sama saja dengan menjadi orang biasa
karena pada akhirnya juga menjadi pengangguran. Dengan pendapat
semacam ini maka masyarakat awam tidak tertarik untuk menyekolahkan
putra putri mereka yang mengakibatkan banyaknya anak putus sekolah,
anak jalanan yang menandakan rendahnya swadaya serta tingkat
pendidikan masyarakat.
15
c. Upaya Mengatasi Pengangguran Terdidik
Cara mengatasi penganggurna terdidik adalah melalui peningkatan
sumber daya manusia. Di dalam pembangunan bangsa, pemerintah telah
menyadari betapa pentingnya meningkatkan sumber daya manusia.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan melalui
lembaga pendidikan. Upaya-upaya lain untuk mengatasi penganguran
terdidik adalah sebagai berikut :
1. Pelaku kepentingan (Stakeholders)
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri
Pendidikan Nasional adalah pelaku utama sebagai pengambil keputusan
dalam menjalankan kebijakan-kebijakan publik dibidang
ketenagakerjaan dan pendidikan. Menteri-menteri lainnya yang terkait
masalah ini adalah Menteri Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri
Pertanian, Menteri Perdagangan dan Menteri Negara / Ketua Bapenas.
DPR juga mempunyai peran penting untuk menghasilkan
produk UU yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan pendidikan agar
dapat memberikan arahan dan landasan hukum yang adequate bagi
eksekutif dalam hal ini Depnakertrans dan Depdiknas. Fungsi Legislasi,
Pengawasan dan Anggaran yang dijalankan DPR dengan baik harus
juga diimbangi dengan berjalannya fungsi-fungsi yudikatif dalam
rangka mengawal terlaksananya kebijakan-kebijakan yang dijalankann
oleh Presiden dan pembantu-pembantunya selaku eksekutif.
Perguruan Tinggi dalam format yang baru, yakni yang telah
mengadopsi keseluruhan butir-butir penting UU BHP, memiliki
kedudukan strategis dalam melaksanakan dan mengupayakan para
lulusannya agar terserap didunia kerja maupun memberikan penguatan
(empowerment) terhadap lahirnya para wirausahawan tangguh dari
kalangan perguruan tinggi. Para dosen pengajar adalah elemen penting
dalam menterjemahkan perubahan-perubahan dinamika yang terjadi di
16
lingkungannya kedalam modul-modul pengajaran yang aplikatif dan
memberikan pencerahan tentang pentingnya pemberdayaan mahasiswa
setelah melewati masa kelulusannya agar tidak terjebak dalam
perangkap idle resources. Yang tidak kalah pentingnya sebagai bagian
langsung dari masalah pengangguran terdidik adalah peran serta
mahasiswa.
2. Progam Pendidikan dan Pelatihan Kerja
Pengangguran terutama disebabkan oleh masalah tenaga kerja
yang tidak terampil dan ahli. Perusahaan lebih menyukai calon
pegawai yang sudah memiliki keterampilan atau keahlian tertentu.
Masalah tersebut amat relevan di negara kita, mengingat sejumlah
besar penganggur adalah orang yang belum memiliki keterampilan
atau keahlian tertentu.
Perlu diperhatikan juga ketika pembinaan progam ketrampilan
di sekolah ataupun pelatihan kerja sebelum terjun ke pasar kerja, bahwa
pentingnya mereka untuk praktik lapangan, jadi pembinaan yang
diberikan tidaklah sekedar teori belaka untuk di angan-angankan. Hal
ini menyulitkan calon pekerja untuk mengkondisikan apabila telah
berada di apsar kerja, karena teori yang didapatkan belum tentu sama
ketika diimplementasikan.
3. Merubah Sistem Pendidikan di Indonesia
Merubah sistem pendidikan di Indonesia yang dapat menghasilkan
lulusan-lulusan berkualitas dan siap untuk menduduki suatu pekerjaan
sesuai dengan keahlian dan ilmunya. Mengetahui minat dan bakat diri
akan suatu pekerjaan ke depan adalah satu hal yang perlu dilakukan,
untuk kemudian di asah melalui ekstrakuikuler di sekolah maupun di
salah satu mata pelajaran atau mata kuliah yang berkaitan.
4. Memberdayakan Sarjana
Salah stau solusi untuk mengatasi permasalahan pengangguran
terdidik adalah dengan memberdayakan para sarjana, pemerintah
bersama-sama masyarakat membuat program yang melibatkan para
17
sarjana agar dapat diberdayagunakan untuk membangun perekonomian
rakyat. Sebagai contoh adanya program Sarjana Penggerak Pedesaan
(SPP), program ini sangat positif apabila dijalankan sesuai koridor yang
berlaku dan adanya pengawasan yang insentif dari pemerintah penyalur
sarjana ke desa-desa. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah terlebih
dahulu memberikan penyuluhan dan standar-standar pekerjaan yang
harus dilakukan oleh para sarjana tersebut agar tidak terkesan tidak tahu
mau berbuat apa. Dan juga melakukan kerjasama dengan negara asing
atau perusahaan asing untuk menggunakan para sarjana terbaik lulusan
dari Indonesia untuk bekerja di negara atau perusahaannya kemudian
menerapkan ilmu yang di dapatnya untuk pembangunan di Indonesia.
5. Pendidikan Kewirausahaan
Pendidikan seharusnya dapat dijadikan untuk membangun negara,
bahkan dapat membantu negara dengan menciptakan lapangan
pekerjaan bagi pengangguran bukannya malah ikut serta menambah
pengangguran. Oleh sebab itu menanamkan jiwa kewirausahaan kepada
masyarakat dapat menjadi solusi untuk mengurangi pengangguran,
karena dengan melakukan kegiatan wirausaha maka dapat menciptakan
lapangan pekerjaan sehingga pada akhirnya diharapkan akan
berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Berbicara menenai kewirausahaan, setidaknya terdapat 4 alasan
mengapa menciptakan sebanyak mungkin enterpreneur di suatu negara
memiliki keterkaitan dengan kesejahteraan negara tersebut, yaitu :
(1) Solusi bagi dirinya sendiri, karena mereka tidak perlu menganggur
dan mereka adalah pencipta kerja bagi dirinya sendiri; (2) solusi bagi
sesamanya, karena dari pekerjaan yang mereka ciptakan akan
memberikan pekerjaan bagi yang lain; (3)solusi bagi
komunitasnya, karena dari daya inovasi kreatifitasnya akan dapat
merubah sumber daya menjadi produk yang dibutuhkan masyarakat
luas; (4) solusi bagi negara,karena dari hasil karya para enterpreneur
negara memperoleh pendapatan melalui pajak yang dibayarkan, dimana
18
hasil pajak ini berguna untuk membiayai pemerintahan dan
kelangsungan pembangunan negara ini.
Banyak upaya yang ditempuh pemerintah dan elemen masyarakat
lain untuk mendorong tumbuhnya lebih banyak enterpreneurship di
Indonesia. Menurut A.B. Susanto, Managing Partner The Jakarta
Consulting Group, seorang enterpreneurship harus memiliki semangat
serta kemampuan teknis yang memadai, selain itu juga memiliki
kedisiplinan dan kepemimpinan. Dengan kata lain, disamping memiliki
pengetahuan serta ketrampilan enterpreneurship, seorang enterpreneur
juga harus memiliki kualitas kepemimpinan (leadership) yang baik.
Perpaduan ini dapat disebut sebagai leadpreneurship. Orang-orang yang
memiliki kualitas leadpreneurship yang tinggi adalah mereka yang
mampu untuk mengubah sumber daya yang bernilai rendah menjadi
sumber daya yang bernilai tinggi melalui pengambilan resiko yang
terukur dan kepemimpinan yang efektif.
Dari sisi pendidikan, sudah jelas bahwa dunia pendidikan harus
dapat menghasilkan output lulusan yang siap diserap oleh pasar kerja,
khususnya pendidikan berkualitas yang berorientasi pada pasar kerja,
maupun yang mampu menumbuhkan minat kewirausahaan.
Adalah menjadi tugas pemerintah untuk mewujudkan
pendidikan tinggi yang berbasis pada pasar kerja (labour market base)
bukan sekedar pada product base yang mengahasilkan lulusan
berkualitas namun tidak secara jelas untuk kebutuhan apa. Disinilah
pentingnya Pemerintah juga harus lebih serius untuk medorong para
penyelenggara pendidikan untuk mengubah paradigma kehidupan
kampus dari jobseeker menjadi enterpreneur.
Semakin besarnya angka pengangguran terdidik secara potensial
dapat menyebabkan dampak yaitu: (1) timbulnya masalah sosial akibat
pengangguran, (2) pemborosan sumber daya pendidikan, (3)
menurunnya penghargaan dan kepercayaan masyarakat terhadap
pendidikan.
19
Pendidikan kewirausahaan di Indonesia, saat ini masih terbatas
diajarkan di beberapa sekolah dan perguruan tinggi pada jusrusan
tertentu saja. Menurut Soeharto Prawirokusumo, pendidikan
kewirausahaan perlu diajarkan displin ilmu tersendiri yang independen,
karena kewirausahaan merupakan alat untuk menciptakan pemerataan
berusaha dan pemerataan pendapatan. Wirausaha adalah ornag yang
menciptakan kesejahteraan untuk orang lain, menemukan cara-cara
untuk menggunakan sumber daya, mengurangi pemborosan dan
memebuka lapangan kerja yang disenangi masyarakat dengan
pembekalan yang didapatkan ketika di lembaga pendidikan.
Kewirausahaan merupakan suatu proses penerapaan kreativitas
dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang
untuk memperbaiki kehidupan (Daryanto : 2012). Menumbuhkan jiwa
kewirausahaan tidaklah cukup dengan hanya memberi bantuan berupa
material, karena hal itu berarti tidak menumbuhkan jiwa kewirausahaan,
mereka hanya akan terbantu pada saat itu saja, tidak berusaha untuk
memberdayakan kemampuan mereka sendiri. Keterampilan dan
kemampuanlah yang mereka butuhkan.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tingginya tingkat pengangguran terdidik di Indonesia masih
menjadi polemik yang belum terpecahkan, bahkan semakin hari semakin
meningkat. Padahal pendidikan seharusnya dapat dijadikan untuk
membangun negara, bahkan dapat membantu negara dengan menciptakan
lapangan pekerjaan. Pendidikan terdidik itu sendiri adalah, orang yang
telah mengenyam bangku pendidikan tetapi belum mendapatkan
pekerjaan.
Faktor kesenjangan antara kualitas pencari kerja dan lapangan
pekerjaan, serta tertanamnya jiwa job seeker bukan enterpreneur
merupakan faktor penyebab munculnya pengangguran terdidik. Salah satu
cara menanganinya adalah di laksanakannya pendidikan kewirausahaan di
tingkat satuan pendidikan hingga lulus perguruan tinggi untuk menyiapkan
diri di pasar kerja.
B. Saran
Pengangguran terdidik dapat menimpa siapa saja, jadi untuk
menghasilkan lulusan baru yang siap di pasar kerja agar tidak salah dalam
menekuni mata pelajaran yang di minati dan tidak salah dalam memilih
jurusan yang dampaknya untuk dunia kerjanya di masa mendatang. Untuk
seluruh lembaga pendidikan di harapkan dapat melaksanakan pendidikan
kewirausahaan sedini mungkin dan berdasarkan aturan serta pemahaman
yang benar.
21
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto. 2012. Pendidikan Kewirausahaan. Yogyakarta : Gava Media
Hasbullah, Jausarri. 2006. Social Capital (Maju Keunggulan Budaya Manusia
Indonesia). Jakarta : MR. United Press Jakarta
M. Kurtanegara, Pande dkk. 2007. Sumber Daya Manusia Tantangan Masa
Depan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Nasuition, S. 2010. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Robiyanto, Febra. 2003. Ekonomi Pembangunan. Semarang : Studi Nusa
Sudrajad. 2005. Kiat Mengentaskan Pengangguran melalui Wirausaha. Jakarta :
Bumi Akasara
Ysh, A.Y. Soegeng. 2007. Filsafat Pendidikan : Latar Belakang dan
Penerapannya. Semarang : IKIP PGRI Semarang Press
M.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/09/12/ma8dl2-kemenpora-
pengangguran-terdidik-capai-4781-persen, 12 September 2012.
Http://zhelikazheaa.blogspot.in/2013/05/hubungan-pendidikan-dengan-
pengangguran_9.html?m=1, Kamis, 09 Mei 2013.
Http://nurul-setyorini.blogspot.in/2013/05/tugas-1-sistem-pendidikan-di-
indonesia.html?m=1, Kamis, 09 Mei 2013
Http://ekonomi-ahidogank.blogspot.in/2013/07/analisis-penyebab-dan-
dampak_31.html?m=1, Juli 2013.