PERUBAHAN CARA MEMANDANG DUNIA: FISIKA DALAM SEJARAH EROPA ABAD XVI – ABAD XVIII
-
Upload
leidenuniv -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of PERUBAHAN CARA MEMANDANG DUNIA: FISIKA DALAM SEJARAH EROPA ABAD XVI – ABAD XVIII
PERUBAHAN CARA MEMANDANG DUNIA:FISIKA DALAM SEJARAH EROPA
ABAD XVI – ABAD XVIII
OLEH:
YUANITA WAHYU PRATIWI
13/347932/SA/16946
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas akhir mata kuliahSejarah Eropa tahun akademik 2014-2015
2
JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYAUNIVERSITAS GADJAH MADA
PENGANTAR
Dalam sejarah Eropa, terdapat transisi besar yang bisa dilihatbahkan hanya dari terminologi yang digunakan untuk menyebut masatersebut, yakni dari Dark Ages menuju Enlightment. Meski studikekinian telah banyak melayangkan ketidak-setujuan terhadappenyebutan yang terlalu normatif ini, orang Eropa sendiri, bahkanpara intelektual terdahulu merekalah yang pertama kalimenggunakan istilah ini, oleh karena itu, ia tidak hadir hanyakarena alasan yang normatif. Dark Ages mengacu pada 500-1500 Myang saat ini lebih banyak disebut Abad Pertengahan, sementaraEnlightment adalah masa setelahnya yang berpuncak kira-kira padaabad 18. Penamaan “Pencerahan” tentu muncul karena terlebihdahulu ada penamaan “Era Kegelapan”. Pada masa Pencerahan, Eropamerasa mendapatkan dirinya kembali, berada di puncak, danmencapai apa yang selama ini tertahankan untuk tercapai akibatsegala keterbatasan mereka pada Era Kegelapan.
Era Kegelapan yang mengacu pada masa dominasi gereja dalamkekuasaan negara telah berpengaruh banyak terhadap pembentukanEropa. Regional ini pernah mencapai banyak kejayaan sebelumnya,paling tidak pada masa Yunani dan Romawi. Kekuasaan puncak Yunanipada masa Aleksander Agung bahkan mencapai bagian paling baratdari Asia Selatan. Selain dari segi politik, kejayaan-kejayaantersebut juga meliputi banyak hal lain: kekuatan militer,perdagangan, penguasaan sumber daya, taraf hidup, dan kehidupanintelektual. Namun pada Abad Pertengahan, yang dimulai palingtidak ketika Romawi Barat dan Timur pecah, Eropa Barat segera
3
terseret dalam kemerosotan yang drastis. Meski pada awalnya,kemerosotan ini disebabkan oleh berbagai hal, termasuk faktorserangan bangsa lain dan ketidak stabilan politik internal,stagnansi keadaan tanpa pencapaian spektakuler seperti pada masasebelumnya kerap kali diasosiasikan dengan pengaruh gereja yangpada masa itu bukan hanya berurusan dengan rohaniah umat, tapijuga kehidupan lahiriah mereka secara konkrit. Pengaruh ini yangdalam kurun ratusan tahun membentuk pola pikir masyarakat Eropaabad pertengahan yang khas dari abad-abad sebelum atausesudahnya. Penginstitusian gereja sebagai lembaga yang jugamemiliki wewenang dengan urusan duniawi telah membentuk pemikiranmayoritas orang Eropa ketika itu menjadi begitu linier,berorientasi teologis, dan cenderung konservatif.
Era Kegelapan, atau Abad Pertengahan, diakhiri ketika pada abadke-14 muncul bibit-bibit gerakan Reformasi dan di abadberikutnya, gerakan purifikasi tersebut mencapai puncaknya. Meskitak secara langsung meruntuhkan keseluruhan kekuatan institusikepausan, gerakan ini merebut perhatian begitu banyak orangsehingga banyak kota-kota di Eropa barat laut ─yang kebanyakanmerupakan kota-kota dagang yang telah banyak berkontak dengandunia luar─dapat menjadi basis gerakan ini. Ketika itu, Pausmemang masih memiliki kekuatannya, dan kebanyakan monarki masihmemiliki lembaga gereja dalam struktur pemerintahannya, tetapiatmosfer zaman yang semakin terbuka pada dunia luar memang taklagi memungkinkan pandangan Kristen Abad Pertengahan yangdemikian konservatif bertahan lebih lama. Terlebih lagi,pandangan konservatif Kristen sering kali bukan hanya karenahidup mereka berpegang teguh pada Injil, namun juga akibat daripermainan dalam institusi gereja itu sendiri. Semakin kesini,gereja bukan hanya berorientasi religius, tapi juga politik,bahkan material. Oleh karena kekuasaannya yang cukup besar,orang-orang dalam hirarki gereja mulai merasa menikmati apa yangmereka punya dan berusaha melanggengkannya. Akibatnya, pada
4
akhir-akhir Abad Pertengahan, derajat mereka di mata publikmemang tak lagi setinggi sebelumnya.
Hal ini cukup berkebalikan dengan apa yang kemudian dialami Eropapada Masa Pencerahan. Ketika itu masyarakat Eropa secaraberbondong-bondong berlari melepaskan diri dari segala kukungandalam bentuk apapun di masa lalunya. Hasil pemikiran kaumintelektual dan perkembangan teknologi telah membuka pikiranorang sedemikian rupa sehingga mereka dapat langsung denganpercaya diri berdiri diatas tatanan kehidupan yang serta mertabaru. Ide Pencerahan terdiri dari beberapa premis yakni: 1) alamsemesta digerakan lebih oleh hukum alam daripada kekuatansupranatural, 2) pengaplikasian metode saintifik dapat menjawabpertanyaan mendasar bagi disiplin apapun, dan 3) kepercayaanterhadap progress, yakni kemajuan dapat diusahakan.1 Premis-premisini mengindikasikan jurang pemisah yang sangat luas diantarakedua periode ini, tapi jurang ini dapat disebrangi hanya dalamwaktu kurang dari 2 abad.
Banyak sekali aspek dalam kehidupan yang berubah seiring denganperubahan ini. Masa Pencerahan sendiri, dengan segala ide-idenya,memberi kepercayaan diri yang luar biasa terhadap Eropa sehinggadapat mencatatkan pencapaian-pencapaian besar di kemudian hari.Pencapaian seperti revolusi industri, overseas expansion, hinggadominasi atas bangsa lain mungkin tak akan tercapai jika keadaanmereka masih seperti pada Abad Pertengahan. Perubahan-perubahanini disebabkan oleh banyak hal, diantaranya kontak dengan bangsalain yang semakin massif, keadaan sulit pasca kehilangan jalurdagang Asia Barat yang memaksa mereka untuk bekerja dan berpikirlebih, dan etos untuk bergerak dari stagnansi keadaan yangbertahan berabad-abad. Namun yang tak lagi bisa dilepaskansebagai penyebab dari perubahan ini jugalah cara mereka memandangdunia, yang dalam masa transisi ini berubah 180 derajat.
1 Robert E. Lerner, Standish Meacam, dkk.. Western Civilization. (New York: Norton, 1988) hlm. 649
5
Pandangan teologis yang linier, yang menempatkan diri sebagaiobjek, dan serba pasif berubah perlahan dengan adanya kontakdengan dunia luar. Kontak ini membuat mereka membuka diri danmenyadari ada banyak kekurangan yang menahan diri mereka untukmaju pada pemikiran mereka. Semakin kontak terbuka luas, semakinjuga mereka merubah orientasi pemikirannya. Dunia tak sesempityang mereka kira, dan kehidupan bisa dijalani bukan hanya dengancara yang vertikal dan berpusat pada Tuhan, melainkan keduanya,vertikal dan horizontal.
Berkenaan dengan pandangan terhadap dunia, Aristoteles pernahberpendapat bahwa hal ini merupakan salah satu dari abstraksiyang lahir sebagai pola-pola pemecahan masalah yang dilakukanmanusia. Pola abstraksi yang secara khusus mendalami mengenaihal-hal yang diamati dengan panca indera ini disebut Fisika,berasal dari bahasa Yunani ‘physos’ yang artinya alam. Didalamnyaterdapat banyak cabang yang diantaranya adalah ilmu bumi,mekanika, dan astronomi.2 Terlepas dari posisinya sebagaidisiplin ilmu yang mengandung banyak perhitungan rumit, secarasederhana Fisika dalam bentuk paling awal merupakan cara manusiamendefinisikan alam. Perhitungan adalah langkah lanjutan, yaknipembahasaan definisi yang mereka tangkap dengan matematika. Olehkarena posisinya, fisika sering kali menjadi bidang keilmuan yangmengilhami bidang-bidang keilmuan lain karena ialah adalahseorang perumus prinsip kerja.3
Transisi cara pandang orang terhadap dunia yang tadinya hanyavertikal menjadi juga horizontal, tak lain berada pula dalamranah fisika. Oleh karena itu makalah ini bertujuan untuk melihatbagaimana fisika bekerja pada perubahan besar ini. Dalamuraiannya, makalah ini akan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apa hubungannya fisika dan teologi, situasi2 Sutarjo Adisusilo. Sejarah Pemikiran Barat. (Jakarta: Rajawali Pers , 2013) hlm. 2833 Contohnya William Harvey yang menemukan bahwa darah mengalir lewat arteri dan kembali ke jantung melalui vena dengan pengaplikasian hukum tekanan.
6
seperti apa yang menyebabkan perhatian orang terhadap sainsmeningkat, bagaimana fisika modern pertama dirumuskan dan apapengaruhnya, dan gagasan seperti apa yang mengantarkan duniaintelektual Eropa kepada pencerahan.
Meninggalkan Masa Lalu
Copernicus dapat dikatakan sebagai salah satu peletak dasar
dalam perkembangan fisika modern. Meskipun tulisannya ditulis
bukan sebagai tulisan yang murni ditujukan untuk maksud akademis,
melainkan justru sebagai pengisi waktu luang diantara
kesibukannya sebagai seorang agamawan seperti yang diceritakan
Bertrand Russel dalam Sejarah Filsafat Barat, tulisan ini muncul
7
sebagai publikasi yang berdasar atas pengamatan, dan kontradiktif
dengan apa yang selama ini dipercayai dengan tanpa keraguan dalam
ajaran Kristen4. Karena termasuk yang paling awal, jelas ia
mendapat banyak penolakan. Iklim pemikiran kala itu masih sangat
tidak terbuka. Meskipun kekuasaan gereja yang absolut —dalam
artian selain sebagai lembaga agama, ia juga berotoritas duniawi—
ketika itu sudah tumbang, hasil gerakan reformasi masih berada
jauh dari sekularisasi. Kaum reformis mencukupkan diri
berorientasi pada pemisahan gereja dari lembaga negara yang
mengurus hukum duniawi, karena menganggap cara yang lama
melahirkan banyak kerugian, menghambat banyak kemajuan, dan
menjadikan gereja yang sedianya merupakan lembaga agama yang suci
berubah kedudukan menjadi lembaga korup. Selain dari maksud-
maksud tersebut, para penganut Kristen reformis masih merupakan
Kristiani yang taat dan dalam hal ini bisa dikatakan konservatif,
karena masih kesulitan untuk menerima ide-ide baru dan menganggap
kepercayaan atas temuan manusia yang tidak sesuai dengan apa yang
ada dalam Injil sebagai sebuah penodaan ajaran agama.
Dalam teori Heliosentrisnya, Copernicus mengemukakan bahwa
bumi bulat dan bukan sebagai pusat alam semesta. Sementara dalam
ajaran Kristen, selama ini teori yang lebih dikenal sahih
mengenai bumi dan alam semesta adalah teori Geosentris oleh
Ptolemaus yang dicetuskan lebih dari seribu tahun sebelumnya.
Dalam teori Geosentris, bumi digambarkan datar dan berada sebagai
pusat alam semesta. Selain itu, mengadopsi teori Aristoteles,4 Bertrand Russel. Sejarah Filsafat Barat. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004)hlm. 692-694
8
ajaran gereja selama ini percaya bahwa bumi diam, sehingga yang
bergerak untuk menciptakan siang dan malam adalah Matahari dan
Bulan, serta benda-benda langit di atas Matahari dan Bulan tidak
akan berubah. Ketika para pemimpin Kristen Reformis seperti
Luther dan Calvin mendengar mengenai gagasan ini, mereka secara
gamblang menyatakan tidak percaya karena di kitab suci sekalipun,
Joshua menyuruh matahari untuk diam, bukannya bumi.5
Lebih jauh lagi, dalam World History oleh William J Duiker dan
Jason J Spielvogel, dijelaskan mengenai konsep kosmologis dalam
kedua teori ini. Teori Geosentris, meski berasal dari kebudayaan
pra-Kristen, cocok dengan konsep bahwa alam semesta berada dalam
satu urutan yang hirarkis. Dunia yang merupakan tempat manusia
diuji dan mengharap keselamatan dari Tuhan adalah titik terbawah,
dari bumi, semakin keluar terdapat beberapa bulan yang juga
berarti beberapa lapis orbit transparan. Lapisan orbit tersebut
terdiri dari Bulan yang kita kenal sekarang, Merkurius, Venus,
Matahari, Mars, Jupiter, Saturnus, dan bintang-bintang tetap yang
kesemuanya mengelilingi bumi. Diatas lapisan terataslah Tuhan
berada di surga bersama orang-orang yang terselamatkan. Manusia
ditempatkan di bumi, tetapi apabila berhasil melalui segala ujian
akan terselamatkan dan naik ke lapisan teratas bersama Tuhan.
Sehingga memutar balikkan pemahaman atas alam semesta sebagaimana
yang dilakukan teori Heliosentris berarti pula merusak tatanan
yang selama ini dipercaya sebagai media keimanan.
5 Ibid. hlm. 695
9
Kecocokan antara teori Geosentris dan ajaran Kristen tak
terjadi begitu saja, melainkan lebih merupakan gerakan
saintifikasi hukum-hukum agama jauh sebelum tahun-tahun
reformasi. Sebagaimana yang kita ketahui, Eropa abad pertengahan
mengalami stagnansi kemajuan ilmu pengetahuan yang cukup parah,
sementara di Timur, peradaban Islam sedang berada dalam puncak
kejayaan, termasuk dalam hal ilmu pengetahuannya. Namun jauh
sebelumnya, ketika masa kejayaan kerajaan Frank dibawah
kepemimpinan Charlemangne, pendidikan untuk para imam mulai
ditingkatkan. Inilah awal kelahiran universitas-universitas
generasi pertama di Eropa.6 Semenjak itu, dan kiranya mencapai
puncaknya ketika dunia Barat dan Timur kembali bertemu dalam
medan Perang Salib, meski terhitung minor, keilmuan tak bisa
disembunyikan bahkan dalam masa kegelapan sekalipun. Kebutuhan
untuk menjadi kritis kemudian menjadi lebih penting dari
sebelumnya terutama pada abad pertengahan akhir.
Tokoh yang tak bisa dilepaskan dari masa-masa itu
diantaranya Anselmus, Abelard, dan Thomas Aquinas. Dalam
periodisasi filsafat barat, orang-orang ini biasa dikenal berasal
dari era Skolastik yang berpandangan khas bahwa pengetahuan
merupakan objek iman.7 Ia disebut objek iman karena kedudukannya
pasif terhadap iman, sehingga iman tetap menjadi otoritas
tertinggi. Ilmu pengetahuan ada untuk melayani iman, bukan untuk
mengemukakan pemahaman yang menyalahi iman, sekalipun secara
rasional hal tersebut terbukti. Kekhasan ini dapat ditemukan pada6 Marvin Perry. Peradaban Barat. (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2012) hlm.7 Ibid. hlm. 254-255
10
pemikiran para tokohnya, misalnya Abelard yang beranggapan bahwa
menerapkan akal budi dan bersikap kritis terhadap iman akan
membawa kebijaksanaan. Anselmus yang merupakan seorang kepala
biara juga menggunakan argumen rasional untuk melayani
kepentingan-kepentingan iman. Anggapan-anggapan semacam ini
kemudian disintesis Aquinas yang hidup sekitar seratus tahun
kemudian (1225-1274) dalam karyanya Summa Theologica. Dalam Summa
Theologica, Aquinas berambisi untuk menyelaraskan Aristotelianisme
yang merupakan gagasan keilmuan yang banyak dipelajari saat itu
dengan pemikiran Kristen. Hal ini diterangkannya dalam sebuah
pernyataan sebagai berikut.
“Iman maupun akal berasal dari Tuhan, mereka tidak saling bersaing satu
dengan yang lain, tetapi bila dimengerti dengan tepat, justru akan saling
mendukung satu sama lain dan membentuk satu kesatuan organis.”8
Gagasan awal mengenai kemajuan ilmu pengetahuan dalam masa
Kristen ini berlanjut dan berkembang terutama setelah abad ketiga
belas. Roger Bacon mengagumi Aristoteles juga Avecina, dan sering
mengutip pendapat ilmuwan Muslim lainnya. Ia menyatakan bahwa
tidak ada larangan untuk memperoleh pengetahuan dari orang-orang
kafir. Meski mereka menurutnya kafir, mereka telah berhasil
meyakinkan Bacon soal matematika sebagai sumber kepastian non-
wahyu yang penting bagi astronomi dan astrologi. Dengan langkah-
langkah ini, kaum konservatif gereja serta tentu otoritas
kepausan mulai melemah, sedangkan dasar-dasar keilmuan untuk
dikaji ulang atau bahkan dilampaui di abad-abad selanjutnya8 Ibid. hlm. 257
11
justru terlahir. Ketika Eropa menjadi kian kritis dan terbuka
terhadap dunia luar, ide-ide untuk menentang kepausan semakin
kencang disuarakan. Dimulai dengan suara para bid’ah abad 14
seperti John Wycliffe dan Jan Rus, yang menuntut pengembalian
otoritas keagamaan kepada Injil, nantinya reformasi gereja dapat
terwujud. Ketika kekuatan absolut gereja runtuh, alam yang lebih
bebas bagi tumbuhnya keilmuan terwujud, dan bersama dasar-dasar
yang telah diletakkan oleh para pemikir di waktu-waktu
sebelumnya, ia menciptakan atmosfer dan ladang baik bagi
perkembangan keilmuan di abad-abad selanjutnya.
Selain daripada segala hal yang berkenaan dengan otoritas
gereja dan kebebasan saintifik masyarakat Eropa ketika itu,
kontak dengan dunia luar yang mulai marak pada generasi Skolastik
ini juga membuka banyak kemungkinan lain. Ketika Konstantinopel
jatuh ke tangan Turki Usmani dan perdagangan Eropa ke timur lewat
jalur tengah terputus, dimulailah sebuah era baru penjelajahan
samudera untuk mendapatkan komoditi-komoditi timur langsung dari
sumbernya. Era pelayaran ini juga bermakna banyak bagi
pengembangan saintifik. Ketika kapal-kapal Portugis mencapai
ujung selatan Afrika dan India, Colombus justru menemukan
Amerika, sang dunia baru. Sebagaimana yang telah dibahas
sebelumnya, tak begitu banyak kemajuan mutakhir dalam dunia sains
abad pertengahan, sehingga kebanyakan dari teori-teori saintifik
yang dikaji dan digunakan selama abad pertengahan adalah teori
yang berasal dari para intelektual Yunani, lebih dari seribu
tahun sebelumnya. Ketika para penjelajah ini menemukan dunia baru
12
yang belum pernah ada sebelumnya dalam kajian-kajian Yunani yang
mereka pelajari, mereka sadar bahwa ada banyak yang harus
diperbaiki dari produk pemikiran zaman ini. Penemuan perangkat
navigasi dan optik pendukung pelayaran juga nantinya menjadi
instrumen yang berharga bagi pengamatan saintifik. Dengan ini
dapat disimpulkan, bahwa sejak minimal abad ke 11 sampai abad ke
16, masyarakat Eropa telah berada dalam puncak kejenuhan terhadap
otoritas super gereja dan berada dalam kecenderungan untuk hidup
lebih bebas. Hal ini terjadi utamanya setelah Eropa lebih banyak
berkontak dengan dunia luar.
Terwujudnya Dunia Mekanis abad 17
Pada abad pertengahan, ajaran hidup dari gereja yang linier jelas
mempengaruhi pemikiran orang Eropa untuk berjalan serupa. Dalam
ajaran Kristen, manusia adalah objek pasif yang tersesat, penuh
dosa, dan hanya dapat menunggu keselamatan dari Tuhan. Pandangan
semacam ini membuat orang Eropa ketika itu berpikiran demikian
pasrah atas kedudukan mereka terhadap alam semesta. Alam semesta
adalah hal yang penuh misteri dan membahayakan, posisi mereka tak
pernah aman, dan yang dapat menyelamatkan mereka hanya Tuhan.9
Hal ini berbalik 180 derajat ketika Newton mengemukakan
gagasannya tentang dunia yang mekanis, yang memungkinkan manusia
untuk mengerti cara kerjanya sehingga ia tak lagi semisterius
sebelumnya.
9 Ibid. hlm.252-254
13
Sejak ketertarikan dan perkembangan terhadap dunia intelektual
Eropa dirintis hingga Newton mengemukakan gagasannya, waktu telah
bergulir abad demi abad. Dalam kurun waktu yang tak sedikit
tersebut, gagasan yang ditemukan dan dikembangkan juga tidak
sedikit. Masa-masa ini adalah fase penting yang memulai untaian
panjang sejarah intelektual Eropa yang gemilang hingga abad 20.
Pada masa transisi menuju Eropa dengan iklim intelektual yang
baik ini banyak verifikasi terhadap produk intelektual Yunani
dilakukan, banyak dasar-dasar keilmuan baru ditemukan, dan banyak
capaian-capaian baru dalam hal ini yang tercatat. Catatan
progresif ini yang memungkinkan Newton untuk memperoleh banyak
bahan mentah yang kemudian ia ramu dalam karyanya, Principia, yang
pada akhirnya berhasil membawa Newton berada di puncak
periodenya.
Iklim Eropa abad 16 masihlah konservatif sebagaimana sebelumnya.
Ini dapat dibuktikan dengan karir sulit para ilmuwan pada abad
ini. Namun mereka yang berkarya pada abad ini adalah orang-orang
berani yang mendirikan pondasi atas bangunan keilmuan yang kokoh
hingga berabad-abad setelahnya. Copernicus misalnya, memang tak
secara khusus mengarahkan maksud pada kerja intelektual, dan
setelah karyanya terbit, ada beberapa kalimat didalamnya yang
berisikan bahwa ia mempersembahkan karyanya untuk Paus dan tak
memiliki maksud untuk menentang ajaran Kristen. Setelahnya, Tycho
Brahe, malah memilih untuk menjadi tak seekstrim Copernicus dalam
bereksperimen dan mempublikasikannya, atau katakanlah, memilih
untuk main aman. Ia mengambil jalan tengah, mengingat kerasnya
14
kecaman yang diserukan kebanyakan orang pada karya Copernicus.
Banyak orang-orang, termasuk mereka yang berasal dari golongan
reformis, yang ketika itu beranggapan bahwa siapapun yang ingin
terlihat pintar, tentu akan menghayalkan suatu sistem baru yang
membuat sistem lama seolah salah.10
Mengapa Brahe dapat dikatakan mengambil jalan tengah? Karena
kurang lebihnya, gagasan Brahe memang merupakan jalan damai
antara pemikiran Kristen selama ini yang beranggapan kalau Bumi
adalah pusat alam semesta dan cakrawala mengitarinya, dengan
teori Copernicus yang mengatakan sebaliknya. Menurut Brahe,
Matahari dan Bulan mengitari Bumi, tetapi planet-planet lainnya
mengitari Matahari. Karenanya, banyak orang yang beranggapan
bahwa teori Brahe soal ini, dalam banyak hal kurang orisinal.
Temuan Brahe yang lebih penting sebetulnya adalah bintang baru di
dekat konstelasi Cassiopea pada 1572.11 Publikasi yang satu ini
memaksa orang-orang untuk berpikir ulang terhadap produk
intelektual Hellenis yang telah diadopsi ajaran Kristen yang
selama ini mereka percayai. Sebelumnya, menurut Aristoteles,
segala sesuatu diatas Bulan dan Matahari tidaklah bergerak.
Benda-benda langit seperti komet dan meteor yang bergerak
terletak lebih dekat ke Bumi daripada ke angkasa karenanya
angkasa tak pernah berubah. Namun pada 1527 bintang baru muncul
di angkasa, dan hal ini mematahkan teori tersebut. Bintang
10 Bertrand Russel. Opcit. hlm.69511 Jack Goldstone. Why Europe?: The Rise of the West in World History 1500-1850. (New York: McGraw-Hill Companies,2009)
15
tersebut bukanlah komet ataupun meteor karena tak menunjukan
sedikitpun pergerakan sejak kemunculannya.
Tycho Brahe yang seorang pengamat, memproduksi sangat banyak data
pengamatan selama karirnya. Ketika ia meninggal, ia mewariskan
catatan-catatannya kepada asistennya, Kepler. Dengan warisan
berharga tersebut, Kepler berhasil menemukan Tiga Hukum Gerakan
Planet yang terdiri dari: a) setiap planet memiliki orbit yang
bentuknya elips12 dan sumbunya berpusat ke Matahari, b) melewati
tempat sama di waktu yang sama, c) pangkat dua periode revolusi
sebuah planet sama dengan pangkat tiga jarak rata-ratanya dari
Matahari. Hal ini merupakan raihan yang luar biasa karena bukan
hanya berhasil membuktikan bahwa jangkauan pandangan manusia
terhadap alam semesta akhirnya semakin jauh, Kepler juga memulai
perumusan gerak alam dengan matematika.
Sebelum sampai kepada Newton, gagasan yang tak bisa dianulir juga
datang dari Galileo Galilei. Ia berperan banyak dalam memperinci
teori-teori sebelumnya dengan melengkapi mereka dengan gagasan-
gagasan yang lebih mendetil. Misalnya pada teori Copernicus,
disebutkan bahwa dunia berputar, tapi tidak dengan cakrawala,
namun ia tak menerangkan mengenai Inersia, sehingga muncul
pertanyaan-pertanyaan besar mengenai kesahihan teori yang belum
lengkap tersebut. Gagasan tentang momen Inersia ini yang kemudian
dikemukakan Galileo sebagai jawaban. Menurutnya Bumi berputar,
tapi cakrawala tidak, sehingga ketika suatu benda dijatuhkan dari
12 Mematahkan Teori Copernicus yang berpemahaman bahwa orbit planet berbentuk lingkaran.
16
ketinggian, ia akan sampai di titik yang sedikit bergeser dari
titik jatuhnya.13 Namun kemelesetan ini nilainya sangat kecil,
terutama pada ketinggian yang tak seberapa. Jadi wajar jika
dengan peralatan yang ada pada zamannya, Copernicus belum mampu
mendefinisikan hal ini.
Galileo juga mengemukakan embrio gagasan mengenai gaya (f) yang
nantinya akan menjadi kunci bagi dunia mekanis Newton. Menurut
Galileo, benda jika dibiarkan akan bergerak, dan hanya akan diam
ketika dipengaruhi suatu ‘kekuatan’. ‘Kekuatan’ ini yang nantinya
didefinisikan Newton sebagai gaya. Yang juga penting, Galileo
mengemukakan teori tentang ilmu dinamika yang berbunyi: ketika
beberapa kekuatan bekerja serempak, efeknya sama dengan ketika
setiap kekuatan bekerja bergiliran.14 Namun, meskipun karir
Galileo terdengar cemerlang lewat pengamatannya, ia mengalami
banyak masalah karena berbeda dengan Kepler yang seorang
Protestan, Galileo seorang Katolik.
Di tengah karirnya Galileo memang harus banyak berusaha dalam
memperjuangkan hasil pengamatannya yang disangsikan banyak
gereja. Tetapi dengan ini ia telah semakin memperluas pandangan
orang terhadap teori fisika soal alam semesta yang terbukti dan
membuat mereka semakin mempertanyakan ilmu-ilmu para imam.
Terlebih lagi, kedudukannya sebagai orang Katolik membuat
pandangan ini juga meluas ke orang-orang dari golongannya,
sehingga perlahan, keilmuan tak hanya berkembang di kota-kota
13 Bertrand Russel. Opcit. hlm. 69614 Ibid. hlm. 699
17
Protestan. Selain itu, agak beranjak dari kajian-kajian fisika
awal yang lebih mengarah pada astronomi yang erat kaitannya
dengan teologi, Galileo mulai menginternalisasikan bumi dan hal-
hal didalamnya sebagai objek kajiannya.
Sedikit keluar dari fisika, kajian saintifik secara umum yang
sedang mulai tumbuh waktu itu dipertanyakan oleh seorang kritis
bernama Francis Bacon. Ia memperkenalkan ‘metode saintifik’ yang
dapat digunakan pada setiap pengamatan sebagai penuntun demi
hasil yang lebih baik. Menurut Bacon, sebuah penelitian dimulai
dari obervasi, dilanjutkan dengan menarik hipotesis, lalu
dieksekusi dengan eksperimen, barulah hasil yang didapat bisa
maksimal. Berikutnya, Blaise Pascal juga menemukan mesin hitung,
meski sayangnya hidupnya berakhir dalam peperangan psikologis
antara antusiasmenya terhadap sains dan kepercayaannya. Sedang
dari ranah filosofi, Rene Descartes menyumbang pemikiran luar
biasa yang menggiring Eropa lebih jauh ke arah sekularisasi. Ia
menggagas pemisahan antara mind dan matter. Menurutnya, mind tak
dapat diragukan, tetapi tubuh dan dunia material bisa saja
diragukan.15 Dengan menggunakan pikirannya dan instrumen seperti
matematika, manusia dapat mengerti dunia material karena ia
sebetulnya mekanis.
Selain berperan dalam pertumbuhan alam saintifik Eropa, gagasan
Bacon dan Descartes memiliki kisah lain dibelakangnya. Kedua
gagasan ini memiliki basis masanya masing-masing. Gagasan Bacon
15 William J. Duiker, Jasson J. Spielvogel. World History. (St. Paul: West Publisher Company, 1994) hlm. 693.
18
yang lebih memfokuskan diri pada eksperimen-eksperimen fisika
berkembang pesat di Inggris sementara sebaliknya, para
Cartesian─penganut paham Descartes─ di Prancis berfokus kepada
matematika dan filosofi. Perbedaan ini membentuk tradisi keilmuan
yang berbeda pula bagi Prancis dan Inggris, namun perbedaan ini
kemudian melebur bersama dalam demam Newton.16
Semua gagasan-gagasan paruh awal abad 17 ini mewujudkan momen dan
atmosfer yang tepat bagi Newton. Ia mulai mengenal karya-karya
pendahulunya dan menyadari kemampuan lebihnya di bidang
matematika ketika belajar di Universitas Cambridge. Namun pada
1665, universitas ini ditutup dan Newton harus kembali ke
peternakannya. Mengagetkannya, justru pada masa inilah Legenda
Apel-nya lahir. Keluar dari benar atau tidaknya legenda tersebut,
sejak itu hingga 20 tahun kemudian pada 1687, Newton melakukan
penelitiannya dan pada akhirnya berhasil mempublikasikan produk
sains yang paling berpengaruh pada masanya. Principia milik Newton
tak hanya membahas mengenai gravitasi, tapi lebih seperti judul
aslinya: Mathematical Principles of Natural Philosophy, ia menjelaskan
mengenai cara kerja dunia yang berpegang pada perhitungan pasti.
Newton juga mengembangkan kalkulus, yakni sistem dalam matematika
yang memungkinkan perhitungan perubahan gaya atau kuantitas.17
Principia segera menjadi kitab suci baru setelah informasi yang
ada didalamnya benar-benar terbukti. Segala usaha yang dirintis
mulai dari Copernicus sampai pendahulu-pendahulunya yang terbaru,
disintesiskannya dalam karya ini, sehingga ia menjadi begitu16 Robert E. Lerner, Standish Meacam, dkk.. Opcit.hlm. 64717 World History: The Modern Era. (National Geographic, 2001) hlm. 294
19
komperhensif. Demam Newton kemudian menyebar dari Inggris ke
Eropa Kontinen. Di Inggris, segera setelah kehadiran Newton,
sains menjadi amat digandrungi masyarakat. Sedang di Eropa
Kontinen, meskipun awalnya ada beberapa anggapan skeptis terhadap
Principia, ini tak bisa bertahan begitu lama.18 Skeptisme ini
terutama berakar di Prancis yang memegang teguh tradisi Cartesian
dan membedakan diri dalam banyak hal dengan tradisi Inggris,
sementara Newton sendiri adalah seorang Inggris. Namun ketika ide
Newton terbukti dan telah semakin banyak diakui, demam sains
segera menguasai sebagian besar Eropa.
Publikasi gagasan dunia mekanis Newton tak berjarak jauh dengan
Revolusi Damai di Inggris tahun 1688 yang telah berhasil mengusir
James yang ingin mengembalikan absolutisme kembali setelah
tumbang pada Revolusi 1640. Poin penting dari kedua revolusi ini
adalah runtuhnya absolutisme di Inggris. Bill of Rights yang menjadi
hasil dari Revolusi 1688 memuat berbagai wewenang parlemen untuk
membatasi kekuasaan raja. Ketiadaan absolutisme oleh peran
parlemen membuat atmosfer di Inggris lebih bebas, dan wewenang
keagamaan tak begitu jadi soal. Hal ini terbukti dengan
terjaminnya hak-hak para Protestan di Inggris yang Anglican pasca
revolusi. Atmosfer bebas yang berlaku bagi banyak aspek kehidupan
memungkinkan pengembangan saintifik yang lebih bebas pula,
terlebih lagi, Principia telah menyediakan sebuah pijakan pasti
bagi siapa saja untuk memulai penelitian saintifiknya sendiri.
18 Jack Goldstone. Opcit. hlm. 154
20
Semakin meninggalkan tahun-tahun Reformasi di belakang, banyak
negara-negara di Eropa yang perlahan mulai membentuk budaya yang
tak begitu mempersoalkan religiusitas. Sekularisasi perlahan tapi
pasti semakin menjadi arah yang dituju oleh mereka. Alasannya
karena tentu, selama abad 15 hingga 17, banyak perang-perang yang
terjadi atas nama agama yang menimbulkan banyak kerugian,
sedangkan kemajuan saintifik justru semakin membuktikan kalau tak
setiap ajaran dari gereja bisa dipertanggungjawabkan dengan
alasan yang kuat.
Bagi Newton sendiri, setelah ia menemukan mengenai cara kerja
alam semesta, Tuhan tetap ada dan bertindak sebagai pencipta
serta penggerak segala sesuatu di alam semesta, tapi Tuhan
menggerakannya sebagaimana hukum-hukum yang telah Newton
tafsirkan.19 Gagasan tentang Tuhan dan alam semesta yang baru ini
mau tidak mau betul-betul telah mengecilkan peran Tuhan, termasuk
juga kontribusi agama dalam kehidupan. Ketika Newton berhasil
membaca prinsip-prinsip cara gerak alam semesta yang bukan hanya
berlaku bagi Bumi, melainkan juga objek-objek lainnya diluar
Bumi, kemisteriusan alam yang selama ini dinaungi oleh mitos-
mitos mati. Karena menjadi karya puncak masa itu dan belum ada
yang bisa menandinginya, Newton telah merubah cara pandang
zamannya. Kepercayaan akan Tuhan yang pasif, yang menciptakan
lalu meninggalkan alam semesta untuk bekerja sebagaimana
mestinya, membuat alam dilihat sebagai sebuah mesin raksasa. Ide
ini menjadi akar Deisme, yang menjadi mayoritas kepercayaan orang
19 William J. Duiker, Jasson J. Spielvogel. Opcit. hlm. 689
21
Eropa pada Masa Pencerahan. Kepercayaan ini masih membuat orang-
orang percaya diri sampai setidaknya ketika Einstein menemukan
poin baru mengenai relativitas dan keterlibatan waktu, atau
sebelumnya, mulai goncang ketika banyak temuan saintifik dan
gagasan filosofis baru yang tak bersuara senada pada akhir abad
19.
Demam Sains Masa Pencerahan
Dengan gagasannya, Newton telah benar-benar membukakan pintu bagi
Eropa untuk beranjak ke era yang baru. Temuan-temuan yang banyak
mengoreksi produk pemikiran Yunani yang selama ini dijadikan
panutan pada awal abad 17, serta gagasan-gagasan mutakhir di
bagian akhirnya yang menghancurkan kepercayaan penuh terhadap
institusi gereja telah membuat Eropa kini berorientasi kedepan
dan memulai untuk bergerak maju meninggalkan masa lalu. Gagasan
baru hasil perjalanan saintifik panjang dan penting abad 17 telah
menghapus kepercayaan akan kebijaksanaan masa lalu, dan
mempersiapkan tatanan yang lengkap kokoh bagi dunia dengan konsep
baru.
Revolusi Ilmiah yang dimahkotai oleh temuan Newton pada akhir
abad ke-17 telah menyiapkan tempat bagi Pencerahan sebagai
fenomena abad ke-18. Pencerahan sebenarnya bukan sebuah gerakan
yang pasti. Ia kerap kali didefinisikan berbeda-beda. Tak semua
ilmuwan abad ke-18 juga merupakan seorang pendukung penuh ide-ide
Pencerahan. Dan sering kali, ide-ide ini tumbuh dalam waktu dan
22
bentuk adopsi yang berbeda-beda di masing-masing wilayah. Tapi
lepas dari semua itu, abad 18 telah menjadi era baru dimana para
pemikir bisa berbagi antusiasme hidup bersama dalam iklim
intelektual yang baru.
Metode saintifik juga menjadi warisan berharga bagi Eropa pada
masa Pencerahan selain dari intisari-intisari Principia Newton.
Karena keberhasilan metode ini dalam menuntun Newton menemukan
temuan spektakulernya, orang lantas berpikir bahwa metode ini pun
bisa menuntun mereka menuju temuan spektakuler lainnya, bahkan
pada disiplin yang berbeda dari yang ditekuni Newton. Pada abad
ini pula, metode saintifik mencoba menyentuh bidang-bidang yang
berkonsentrasi pada manusia seperti ilmu sosial, politik, dan
pemerintahan selain tentu terlebih dahulu menyentuh sesama cabang
sains seperti biologi dan kimia. Dalam ranah biologi, masa ini
mencatatkan nama seorang Carolus Linneaus yang mengklasifikasikan
hewan dan tumbuhan. Gagasan mengelompokkan makhluk hidup ini
merupakan cara pandang baru yang berprinsip sebagaimana mayoritas
kerja ilmiah lainnya pada abad 18: memetakan dunia dalam pola-
pola pasti. Akan tetapi dalam kurun yang sama, catatan mengenai
pencapaian dalam ilmu sosial belumlah sespektakuler kawan-
kawannya di rumpun sains. Sebagaimana yang disebutkan dalam
Western Civilization, penggunaan metode yang sama dalam ilmu sosial
akan berisiko menyederhanakan hubungan antar manusia yang tak
bisa dikatakan sederhana hanya kedalam beberapa hukum saja.20
20 Robert E. Lerner, Standish Meacam, dkk.. Opcit. hlm. 661
23
Pada akhir abad 17, banyak universitas di Eropa yang mulai
membuka kelas-kelas untuk sains.21 Selain kelas di universitas,
terdapat pula institusi dan organisasi yang berkonsentrasi
terhadap sains. Di Inggris misalnya terdapat Royal Society yang
merupakan lembaga sains kerajaan. Pada 1703 sampai 1727 Newton
mengepalai lembaga ini, dan dalam kurun ini pula Principia Newton
secara berkala diterbitkan dalam bentuk jurnal. Di Prancis
terdapat Salon, yang kaitannya dengan golongan aristokrat, baik
pria maupun wanita. Dalam Salon yang identik dengan kehidupan
kelas atas, sains dan teknologi menjadi pembicaraan yang tiada
habisnya.22
Sekilas, dari institusi-institusi yang ada, perputaran ide
saintifik memang seperti hanya berkembang di kalangan bangsawan
saja, namun sebenarnya institusi-institusi ini telah memperluas
pemasyarakatan sains ke kalangan lain. Keberhasilan Fisika
Newtonian, membuat metode saintifik bukan hanya digunakan di
lintas disiplin, tetapi juga lintas skala penelitian. Dengan
keterkenalannya, orang-orang semakin bersemangat untuk menerapkan
prinsip-prinsip fisika dan metode sains ke berbagai pekerjaan.23
Hal ini membuat semakin banyak produk kerja saintifik lahir dan
semakin mudah pula bagi mereka untuk dimengerti oleh para amatir.
Mekarnya sains untuk pertama kali di golongan aristokrat membuat
selain sebagai produk intelektual, ia juga bekerja sebagai
gengsi. Demam sains tanpa ampun menguasai berbagai jenis orang21 William J. Duiker, Jasson J. Spielvogel.. Opcit. hlm. 69622 Ibid. hlm. 69823 Robert E. Lerner, Standish Meacam, dkk.. Opcit. hlm. 650
24
dari golongan ini, dari mereka yang betul-betul tertarik, sampai
para amatir yang hanya termakan gengsi. Aristokrat yang betul-
betul tertarik mengadakan penelitian bersama seorang ahli, atau
sekedar mensponsori. Tetapi pada Western Civilization disebutkan,
begitu banyak orang pada masa ini selain mereka, yang berbondong-
bondong membeli teleskop, membangun laboratorium pribadi di
rumah, dan berburu kupu-kupu sebagai bentuk partisipasi seorang
awam terhadap demam sains yang sedang melanda.24
Sayangnya, dalam perkembangannya, kegiatan mensponsori kerja
saintifik oleh kaum berada bukan hanya dilakukan atas dasar
antusiasme dan trend, tapi juga dengan digerakan oleh motif lain
yang dapat dikatakan negatif. Dalam The Earth and It’s People misalnya
disebutkan bahwa para pemimpin monarki-monarki Eropa abad 18
seperti Charless III dari Spanyol, Catherine the Great dari
Rusia, Joseph II dari Prussia, dan Fredrick The Great dari
Prussia juga sangat aktif dalam menyeponsori kegiatan ilmiah.
Namun yang melatar belakangi mereka bukan hanya antusiasme
belaka, melainkan juga motif untuk riset demi ekspansi politik
mereka, dengan mengorbankan institusi religius, bangsawan, dan
otonomi regional.25 Motif ini dapat dikatakan membelokkan misi
Pencerahan sendiri yang lebih banyak bercita-cita soal
terjaminnya hak individu, ketiadaan monarki yang semena-mena, dan
demokrasi.
24 Ibid. hlm. 65125 Richard W. Bulliet, dkk.. The Earth and It’s People. (Boston: Houghton Mifflin, 2001) hlm.575
25
Kapitalisme yang mulai muncul pada 1500-an melahirkan sebuah
golongan baru, borjuis, kelas menengah yang pada masa ini telah
berkembang menjadi banyak dan memiliki kedudukan yang cukup mapan
di masyarakat.26 Golongan ini muncul sebagai akibat dari kegiatan
ekonomi yang banyak mengalami perkembangan setelah tahun 1500an.
Perdagangan lintas benua yang banyak dilakukan oleh negara-negara
Eropa barat laut memunculkan lapangan usaha seperti bank, dan
asuransi. Para usahawan di bidang ini, bersama dengan pedagang-
pedagang kelas besar, menjadi orang-orang yang berpengaruh tanpa
gelar kebangsawanan. Kelas ini juga menjadi bagian penting dalam
penyebaran ide-ide saintifik abad 18.
Hasil kerja saintifik, utamanya yang skala besar, yang juga
diproduksi massif oleh banyak lembaga pada saat itu,
dipublikasikan oleh koran-koran dan buku-buku yang pada abad 18
ini sangat mudah didapatkan dan harganya murah.27 Nasibnya tidak
lagi seperti pada sebelum Revolusi Ilmiah dimana benda-benda
semacam ini harus berurusan dengan pencekalan-pencekalan gereja.
Yang paling banyak mengonsumsinya adalah mereka yang berasal dari
kelas menengah. Mereka membuat tempat-tempat yang tak sarat
gengsi seperti kafe dan toko menjadi wahana pertukaran dan
penyebaran ide-ide saintifik. Dari mereka, kemudian ide-ide ini
menyebar ke lingkup yang lebih luas lagi hingga menyentuh segala
kalangan.
26 Craig A. Lockard. Societies, Network, and Transitions.(Boston: Wadsworth, 2011) hlm. 39527 Ibid. hlm. 577
26
Selain itu, demam sains dibawa lebih merakyat oleh sastra. Salah
satunya adalah karya dari Frontenelle. Dalam karyanya Plurality of
Worlds, ia menggambarkan secara detil dari gagasan baru tentang
dunia yang mekanis dalam percakapan antara seorang perempuan
aristokrat dan kekasihnya.28 Ketika sains semakin merakyat, para
tukang dan pengerajin kelas bawah pun terpantik untuk berinovasi
dengan barang-barang yang mereka hasilkan, mengawin-mawinkan
demam sains dan kreativitas mereka. Meskipun hanya merupakan
teknologi-teknologi praktis yang sederhana, gelombang yang massif
membuat periode ini berperan banyak, terutama dalam merintis
kemutakhiran teknologi yang nantinya dapat mewujudkan Revolusi
Industri.
Kesimpulan
Masa dominasi gereja yang berlangsung hampir 10 abad mulai
mendekati akhirnya pada abad kesebelas. Setelah Perang Salib
membuat beberapa neksus utama hubungan dengan dunia luar terbuka
kembali, kukungan atmosfer kehidupan a la abad pertengahan yang
tertutup semakin sulit dipertahankan. Semenjak ini, hingga
mencapai puncaknya pada kemunculan gerakan-gerakan reformasi,
orang-orang semakin gelisah terhadap apa yang mereka percayai.
Peradaban mereka mengalami stagnansi selama berabad-abad, tetap
bergantung pada produk intelektual belasan abad lalu, sementara
peradaban Timur sedang berada dalam kegemilangan. Untuk meredam
28 Ibid. hlm. 698.
27
kegelisahan ini, para intelektual generasi Skolastik membangun
sebuah tradisi keilmuan baru yang lebih merupakan saintifikasi
ajaran agama, meskipun mereka beranggapan bahwa apa yang mereka
lakukan merupakan jalan damai yang secara tersendiri memang ada
antara ilmu pengetahuan dan agama.
Kerja para intelektual Skolastik pada abad ke 12-13 ini
bagaimanapun membuat sebuah budaya intelektual yang berpengaruh
bagi masyarakat Eropa hingga 2-3 abad kedepan. Kegiatan
melogiskan ajaran agama dengan teori-teori sains telah membuat
orang Eropa percaya bahwa teori agama dapat dibuktikan dengan
sains, dan tidak ada ketumpang tindihan diantara keduanya.
Sehingga ketika kajian sains yang lebih komperhensif banyak
dilakukan pada abad ke-16, dan hasilnya banyak bertentangan
dengan hasil saintifikasi ajaran agama, para pelopor gerakan
intelektual baru inilah yang dianggap sesat.
Kegiatan intelektual seperti observasi astronomi dan perumusan
hukum fisika menjadi begitu riskan apabila berurusan dengan
konsep teologi dan ajaran agama karena memang terdapat hubungan
diantara keduanya. Misalnya konsep bahwa bumi datar dan Tuhan
berada di lapis teratas yang paling jauh dari bumi. Konsep ini
merupakan konsep fisika, tapi juga diartikan tersendiri dalam
ajaran agama, yakni sebagai tatanan hirarkis antara manusia dan
Tuhan. Sederhananya, tradisi keilmuan Skolastik membuat ilmu
pengetahuan sebagai penjawab ketika seseorang membutuhkan
penjelasan, bukan penjelas yang murni berkeinginan membuka
cakrawala pengetahuan.
28
Tumbuhnya rasa keingintahuan yang semakin tinggi akan ide-ide
rasionalitas dan kepercayaan yang menurun karena berbagai tingkah
petinggi gereja yang telah banyak berpolitik dan memungut pajak
yang cukup memberatkan sebagaimana negara, dibarengi dengan
kontak dengan dunia luar yang semakin terbuka lebar. Kota-kota di
barat laut Eropa, atau bagian dari negara-negara yang lebih baru
dari negara Eropa lainnya, dalam artian misal Inggris yang telah
lebih dulu mengalami revolusi untuk keruntuhan monarki absolut
pada abad 17 atau Belanda yang setelah merdeka dari Spanyol
merupakan negara yang terdiri dari kota-kota mandiri yang ramai
untuk perdagangan dan beriklim bebas, menjadi pintu yang terbuka
semakin lebar. Dari sini kapitalisme muncul, orientasi orang-
orang mulai bergerak ke arah material daripada sekedar
keselamatan akhirat, dan segala macam gagasan bertukar dengan
cepat. Alhasil, gerakan reformasi yang menuntut purifikasi ajaran
agama kembali kepada Injil dan menyatakan bahwa otoritas kepausan
telah bertindak terlalu banyak daripada yang semestinya muncul di
tempat-tempat ini.
Reformasi membawa pengaruh bagi semakin terbukanya pikiran orang-
orang Eropa. Selain sekedar gerakan purifikasi, gerakan ini
membuktikan bahwa apa yang dikatakan selain institusi kepausan
soal agama juga benar. Marthin Luther dan Calvin yang terkenal
dengan pencetusan ini toh juga seorang pendeta yang mengerti
Injil. Akibatnya, kepercayaan terhadap institusi kepausan semakin
menurun, menjalar dari kota-kota Protestan ke daerah-daerah lain.
Suasana ini memberi sedikit kebebasan kepada dunia saintifik
29
Eropa untuk tumbuh. Tetapi pemikiran para reformis ternyata juga
tak serta merta mendukung perkembangan penemuan pemahaman atas
alam yang seringkali berbenturan dengan ajaran agama. Reformasi
hanya menyumbang atmosfer yang sedikit lebih bebas daripada
sebelumnya, tidak lebih.
Namun atmosfer bebas ini saja sudah cukup. Dunia saintifik Eropa
yang tertidur begitu lama telah menunggu-nunggu saat untuk
terbangun, dan sedikit kebebasan ini merupakan momentum yang
tepat. Meski harus berjuang lebih, para ilmuwan generasi awal
yang melahirkan fisika modern pertama ini merintis jalan bagi
penerus-penerusnya. Kajian yang nantinya banyak dikoreksi karena
masih mengandung banyak kekeliruan, bukanlah masalah karena
paling tidak, produk intelektual baru telah tercipta.
Rintisan kajian saintifik, terutama astronomi dan fisika yang
erat kaitannya dengan konsep teologi, telah saling menambal dan
menyulam hingga mencapai keutuhan pada paruh kedua abad 17,
ketika karya Newton dipublikasikan. Ketika ini, institusi gereja
telah lama tak lagi seaktif dulu, dan iklim Eropa telah jauh
lebih bebas sehingga orang-orang betul-betul antusias untuk
menjajaki pola pikir baru yang samasekali berbeda dari yang lama.
Saat definisi dunia yang baru telah terbaca lengkap, hukum-hukum
sains ini menjadi trend dan dalam satu abad saja mencatatkan
perkembangan yang luar biasa. Prinsip dasar fisika yang
diungkapkan Newton dan metode saintifik yang dicetuskan Bacon
menjadi pembimbing bagi kerja ilmiah di banyak bidang ilmu lain
dan oleh segala kalangan. Lewat koran, jurnal dan buku-buku yang
30
mudah didapatkan ide-ide ilmiah bertahan, berkembang, dan
terdistribusikan dengan luas.
Meski terlihat berada pada ranah yang samasekali berbeda, yakni
antara ilmu pengetahuan dan agama, sains pada abad ke-18 adalah
keyakinan baru yang mengubur dalam-dalam keyakinan masa lalu.
Fisika, atau secara umum sains, bukan sekedar teknologi yang
mereka kembangkan atau gagasan baru yang memperluas pengetahuan,
tetapi lebih dari itu, mereka adalah kacamata baru yang digunakan
untuk melihat segala hal dan memberikan banyak kepercayadirian.
Daripada sekedar temuan, rasionalitas lebih bertindak sebagai way
of life bagi mereka.
Daftar Pustaka
Adisusilo, Sutarjo, Sejarah Pemikiran Barat, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Bulliet, Richard W., dkk., The Earth and It’s People, Boston: Houghton Mifflin, 2001.
Goldstone, Jack, Why Europe?: The Rise of the West in World History 1500-1850, New York: McGraw-Hill Companies,2009.
31
Lerner, Robert E., Standish Meacam, dkk., Western Civilization, New York: Norton, 1988.
Lockard, Craig A., Societies, Network, and Transitions, Boston: Wadsworth, 2011.
Perry, Marvin, Peradaban Barat, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2012.
Russel, Bertrand, Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
World History: The Modern Era, National Geographic, 2001.