Isu Medis dan Dunia Psikiatri

69
Isu Medis dan Dunia Psikiatri - Jeffrey Lim, B.Comp, M.C.S -

Transcript of Isu Medis dan Dunia Psikiatri

Isu Medis dan Dunia Psikiatri

- Jeffrey Lim, B.Comp, M.C.S -

Penulis

Jeffrey Lim, B.Comp, M.C.S

Jeffrey lulus Sarjana Komputer tahun 2003 dengan gelar Bachelor of Computing di University of Technology, Sydney. Dan pada tahun 2014, lulus dari Sekolah Tinggi Teologi Reformed Injili Internasional dengan gelar M.C.S (Master of Christian Studies) dengan thesis yang berjudul “Sejarah Perkembangan Doktrin Trinitas dari Pemikiran Bapa-bapa Gereja Awal sampai Konsili Chalcedon”.

Jeffrey sudah berkeluarga, menikah dengan Sdri. Laura Lee, seorang dokter dan sudah dikaruniai seorang putri bernama Fidelia Charis.

www.limpingen.org

Wholeness does not mean perfection; It means embracing brokenness as an integral part of life – Parker J. Palmer

4

Isu Medis dan Dunia Psikiatri dalam Konseling Biblika

Pendahuluan

Bab I. Psikologi dan psikoterapi sekular beserta presuposisinya

Bab II. Pandangan mengenai Masalah Kejiwaan menurut Ilmu Psikiatri

a. Sejarah perkembangan dan kaitan antara ilmu psikologi dan neurologi

b. Pendekatan ilmu neurobiologi dalam memandang masalah kejiwaan

Bab III. Ilmu Psikiatri dan Kelemahannya

a. Pendekatan model medis

b. Teori Ketidakseimbangan kimiawi yang mendukung model medis

c. DSM dan limitasinya

d. Metafora sakit mental

Bab IV. Masalah kejiwaan dan Medis menurut Konseling Biblika

a. Sejarah Asal Mula Gerakan Konseling Biblika

b. Teologi dan Konseling Biblika

c. Konseling Biblika dan Medis

Kesimpulan

5

Pendahuluan

Ketika pemahaman solusi wahyu khusus terhadap jiwa manusia di dalam suatu

praktik konseling terlalu ditekankan secara berlebihan, tidak tepat dan tidak seimbang

maka secara konsekuensi dapat menimbulkan satu ekses pendulum dimana aspek-aspek

wahyu umum menjadi ditekan dan dibuang. Bila hal seperti ini terjadi maka pemahaman

dan penemuan yang manusia temukan di dalam ilmu pengetahuan sains ( wahyu umum )

dapat dikesampingkan dan diabaikan. Penemuan dan pengetahuan hasil riset

pembelajaran mengenai manusia dan tingkah lakunya dalam psikologi menjadi

tersisihkan. Aspek-aspek pembelajaran mengenai psikologis manusia dari aspek kognitif,

tingkah laku, biologis, etika, sosial, eksistensial dianggap tidak penting. Adalah satu ironi

bahwa teologi Reformed mengajarkan bahwa wahyu umum itu adalah kebenaran Allah

juga. Satu kebenaran Allah tentu mempunyai otoritasnya.

Seorang teolog Reformed bernama Cornelius Van Til mengatakan bahwa selain

Alkitab adalah diperlukan, berotoritas, cukup dan jelas maka demikian juga dengan

wahyu natural dibutuhkan, berotoritas, cukup dan jelas pada dirinya sendiri1. Karena itu

wahyu umum sebagai kebenaran Allah tidak boleh dibuang atau diabaikan begitu saja.

Dalam praktik konseling, ketika penafsiran mengenai wahyu khusus dan anugerah

khusus terlalu ditekankan secara tidak seimbang mengakibatkan satu pandangan tidak

seimbang dan tidak tepat di dalam menilai wahyu umum dan anugerah umum.

Ketidakseimbangan pandangan ini adalah menilai wahyu umum membawa manusia

mengenal keselamatan dan anugerah umum dipandang tidak bisa menyembuhkan dan

1 Necessity, Authority, Sufficiency and Perspicuity of Natural Revelation dari Cornelius Van Til,

The Doctrine of Scripture ( Presbyterian and Reformed Publishing Company ,1967 )

6

menguduskan jiwa manusia dari dosa sehingga anugerah umum dianggap tidak terlalu

penting.

Apa itu anugerah umum ? Anugerah umum berbeda dengan anugerah khusus.

Anugerah khusus berkaitan dengan keselamatan. Sedangkan esensi dari anugerah umum

adalah untuk menahan membatasi proses dosa untuk berkembang dan dasarnya adalah

kemurahan Allah2.

Selain berfungsi untuk menahan dosa maka fungsi anugerah umum adalah

menyediakan kehidupan manusia untuk kemajuan. Dengan penahanan dosa maka

mungkin adanya kebenaran civil ( civil righteousness ) di dalam dunia, diantara orang-

orang berdosa. Anugerah umum ini menjaga dan menguasai kehidupan manusia3.

Abraham Kuyper kemudian mengatakan bahwa anugerah umum tidak pernah

sesuatu yang ditambahkan kepada natur manusia tetapi selalu mengalir dari natur kita

sebagai hasil penahanan dosa dan kerusakannya4. Artinya anugerah umum bukan

mentranformasi manusia tetapi menahan dosa.

Tokoh Reformator John Calvin mengatakan mengenai perihal anugerah ilahi yang

menahan dosa di dalam buku Institutes buku ke II, pasal 3 bagian 3 bahwa anugerah ilahi

ini tidak menguduskan natur manusia tetapi secara internal menahan operasi dosa5.

Ketika membahas mengenai anugerah umum maka kita memahami bahwa

anugerah umum memang tidak mempunyai kuasa untuk mengubah natur manusia

2 Cornelius Van Til, Common Grace and the Gospel ( Phillipsburg, New Jersey : Presbyterian and

Reformed Publishing Company, 1972 ), pg 16

3 Ibid, pg 17

4 Ibid

5 John Calvin, Institutes of Christian Religion Book 1, Translated by Ford Lewis Battles. Edited by John T. McNeill, The Library of Christian Classics ( Philadelphia : The Westminster Press, 1960 ), pg 292

7

berdosa menjadi serupa dengan Kristus. Anugerah umum tidak mempunyai kuasa

transformasi yang menguduskan manusia orang berdosa sebab itu adalah fungsi dari

anugerah khusus. Kuasa transformasi untuk mengubah manusia berdosa menjadi orang

kudus secara eksklusif hanya ada di dalam Injil. Melalui Injil, Roh Kudus mengubah

natur orang berdosa menjadi serupa dengan Kristus.

Teologi Reformed mengajarkan bahwa anugerah umum tidak mampu untuk

menyelesaikan masalah dosa manusia karena itu perlu anugerah khusus. Seorang teolog

bernama Louis Berkhof menjelaskan mengenai anugerah umum dan anugerah khusus di

dalam buku sistematik teologinya. Beliau mengatakan bahwa anugerah khusus

menghilangkan bersalah dan hukuman dosa, mengubah hidup manusia dan secara

berharap membersihkanya dari polusi dosa oleh pekerjaan supranatural dari Roh Kudus.

Tetapi anugerah umum tidak pernah menghilangkan dosa, tidak memperbaharui natur

manusia tetapi hanya menahan efek dari pengaruh dosa yang merusak. Anugerah ini tidak

pernah membawa kepada keselamatan dari orang berdosa 6.

Oleh karena hanya anugerah khusus yang dapat menyelesaikan masalah dosa

manusia maka pemahaman dan praktik konseling yang Alkitabiah perlu mengandalkan

anugerah khusus. Konseling Kristen mempunyai tujuan untuk mengubah konseli melalui

perkataan Firman Tuhan ( wahyu khusus ). Dan dalam perihal mengubah, tentunya bukan

sembarang mengubah tanpa ada dasar dan tujuannya. Dasarnya adalah Firman Tuhan

6 Special grace removes the guilt and penalty of sin, changes the inner life of man, and

gradually cleanses him from the pollution of sin by the supernatural operation of the Holy Spirit. Its work invariably issues in the salvation of the sinner. Common grace, on the other hand, never removes the guilt of sin, does not renew human nature, but only has a restraining effect on the corrupting influence of sin and in a measure mitigates its results. It does not effect the salvation of the sinner, though in some of its forms ( external calling and moral illumination ) it may be closely connected with the economy of redemption and have a soteriological aspect

Dari Louis Berkhof, Systematic Theology ( Grands Rapids, Michigan : Eerdmans Publishing Co, 1991 ), pg 436

8

( wahyu khusus ) dan tujuannya adalah pengudusan. Tujuan ultimatnya adalah

kemuliaan Tuhan dan bukan bersifat antroposentris. George C Scipione mengatakan

bahwa Konseling Kristen harus berpusat pada Kristus dan bertujuan menghasilkan murid

yang menyerupai Kristus7. Jadi dengan kata lain, inti dari tujuan Konseling Kristen

adalah supaya konseli bertumbuh di dalam proses pengudusan untuk menjadi semakin

serupa dengan Kristus. Pengudusan ini terjadi ketika konseli belajar untuk mematikan

kedagingannya dan mempersembahkan seluruh aspek hidupnya untuk Tuhan. Untuk

mencapai tujuan pengudusan ini maka Konseling Kristen harus mengandalkan anugerah

khusus melalui Firman Tuhan ( wahyu khusus ) dan pekerjaan Roh Kudus. David Paul

Trip mengatakan bahwa konseling Biblika bertujuan membawa konseli ke dalam

peristirahatan, bergantung, dan taat kepada Kristus, untuk menolong mereka

berbijaksana8.

Semua konseling Kristen tentunya setuju bahwa Firman Tuhan berkuasa

mengubah manusia untuk makin diperbaharui menjadi semakin serupa dengan Kristus.

Firman Tuhan mempunyai fungsi dan kuasa untuk mengajar, menyatakan kesalahan,

memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran ( 2 Tim 3:16 ). Alkitab di

dalam komunitas Kristen dipegang sebagai standar kebenaran. Ketika orang Reformed

mengakui semboyan Sola Scriptura ( hanya Alkitab saja ) yang menjadi standar

kebenaran maka apakah hal ini berarti sumbangsih di dalam wahyu umum tidak

diperhitungkan dalam praktik konseling ?

7 George C Scipione., “Eeny, Meeny, Miny, Mo: Is Biblical Counseling It or No?,” The Journal of Pastoral

Practice, Vol. IX, No. 4, 1989, pp. 52

8 Paul David Trip, “Wisdom in Counseling,” Journal of Biblical Counseling, Vol. 19, No. 2, 2001,

pp.13.

9

Ketika pemahaman dan praktik Konseling Kristen terlalu ektrim menekankan

wahyu khusus dan anugerah khusus secara tidak tepat dan seimbang maka kepentingan

wahyu umum dan anugerah umum dapat menjadi tersingkirkan di dalam pemahaman dan

praktik konseling Kristen. Wahyu umum dan anugerah umum di dalam pengetahuan

medis, obat-obatan, olah raga, kebersihan, pola diet, nutrisi, dsb menjadi tidak terlalu

dipentingkan.

Namun dilain pihak ada hal yang lebih berbahaya lagi yaitu pendulum sebaliknya

ketika doktrin kecukupan dan otoritas Alkitab tidak dipandang penting dalam konseling.

Perspektif Alkitab tidak dilihat sebagai lensa dimana kita memandang masalah dunia dan

manusia tetapi Alkitab dikesampingkan. Salah satu contoh adalah praktek psikiatri di

dunia sekular dimana masalah dan fokus terapi kesembuhan hanya berpusat di dalam

aspek fisik biologis. Masalah kejiwaan hanya dipandang sebagai masalah biologis dan

solusinya obat-obatan psikiatri.

Kita sebagai orang Kristen harus mewaspadai kedua ekstrim ini di dalam

pemahaman dan praktik konseling Kristen. Sebagai orang percaya kita harus percaya

kecukupan dan otoritas Alkitab di dalam iman tetapi hal ini bukan berarti membuang

wahyu umum dan anugerah umum. Tetapi sebagai orang percaya kita juga harus waspada

dengan praktik yang dilakukan oleh para psikoterapi sekular dengan pemahamannya yang

tidak berdasarkan kitab suci tetapi berdasarkan pemahaman manusia dengan filsafatnya

yang kosong ( Kol 2:8 ).

Buku ini ditulis untuk memaparkan satu pemahaman agar kita tidak jatuh kepada

dua ekstrim tersebut. Ekstrim pertama adalah kita mengandalkan pemahaman di dalam

dunia psikoterapi sekular termasuk psikiatri dengan tidak meninjau dari perspektif

10

Alkitab. Ekstrim kedua adalah kita mengabaikan penemuan di dalam wahyu umum dan

tidak menggunakannya sebagai anugerah umum. Isu yang diangkat adalah mengenai isu

medis dalam dunia psikiatri.

Di dalam Bab 1 buku ini, kita akan membahas mengenai psikologi dan

psikoterapi sekular beserta presuposisinya. Kita akan melihat sekilas bahwa psikologi dan

psikoterapi sekular mempunyai presuposisi yang anti Kristen. Karena itu kita sebagai

orang percaya perlu mewaspadai motif di balik psikologi dan psikiterapi sekular.

Presuposisi ini juga berlaku bagi dunia psikiatri.

Di dalam Bab 2, kita akan melihat pandangan masalah kejiwaan menurut ilmu

psikiatri. Sejarah singkat perkembangan dan kaitan antara ilmu psikologi dan neurologi

akan dibahas dan kita akan melihat bagaimana pendekatan pandangan neurobiologi

terhadap masalah kejiwaan.

Di dalam Bab 3, kita akan melihat permasalahan dunia psikiatri. Dalam bab ini

kita akan melihat kelemahan model medis yang melihat masalah kejiwaan direduksi ke

dalam aspek biologis. Kita akan melihat DSM dan limitasinya.

Di dalam Bab 4, kita akan melihat bagaimana Konseling Biblika melihat masalah

kejiwaan dan isu medis. Dalam bab ini akan dijelaskan bahwa Konseling Biblika bukan

menolak medis tetapi hendak peka dan menyelidiki motivasi dibalik model medis.

Terakhir kita akan menyimpulkan satu refleksi dari semua penjelasan ini.

Kiranya buku ini boleh menjadi berkat bagi pembaca baik penderita psikis, keluarga

penderita ataupun tim medis dan pelayan Tuhan.

11

Bab I. Psikologi dan psikoterapi sekular beserta presuposisinya

Ketika manusia jatuh dalam dosa maka seluruh aspeknya menjadi rusak total

termasuk aspek rasionya ( noetic effect of sin ). Masalah fundamental dengan psikologi

sekular adalah presuposisi, wawasan dunia dan konsep psikologi sekular ini bertolak

belakang dengan konsep Alkitab. Konsep psikologi sekular adalah hasil dari pikiran

otonomi manusia yang adalah ciptaan, terbatas, dan tercemar ( created, limited, polluted

)9 sehingga menekan kebenaran Allah.

Presuposisi psikologi sekular menghilangkan tempat yang seharusnya bagi Allah

dan berpusat pada manusia10

( man-centered ). Presuposisi psikologi sekular bersifat

antroposentris bahkan egoisentris ( berpusat pada diri ) daripada berpusat pada Allah.

Thomas Szasz seorang psikater dan profesor psikiatri sekular kembali mengatakan

“psikoterapi adalah beretika sekular. Ini adalah agama dari ketidakagamaan yang formal

– dengan bahasanya, bukan Latin, tetapi jargon medis; dengan kode-kode bertingkah

lakunya, yang bukan bersifat etis tetapi legalistik; dan teologinya yang bukan

kekristenan, tetapi positivisme”11

Ada beberapa data dan fakta kutipan pribadi tokoh dari psikologi sekular yang

mengandung sikap anti Kristen :

Pertama, Sigmund Freud, Bapak psikoanalisa percaya bahwa doktrin agama adalah ilusi

dan agama adalah obsesi neurosis yang universal dari manusia12

9 Dari Pdt. Dr. Stephen Tong

10 Lisa and Ryan Bazler, Psychology Debunked : Revealing The Overcoming Life ( Lake Mary, Floria : Creation House Press , 2002 ), vi

11 Thomas Szasz, The Myth of Psychotherapy : Mental Healing as Religion, Rethoric, and Repression (Garden City, New York : Syracuse University Press, 1988 ), pg 9-10

12

Kedua, Carl Jung murid Sigmund Freud dibesarkan di dalam rumah tangga Kristen dan

ayahnya adalah seorang pelayan Tuhan. Jung menulis pengalaman awal dia dengan

Perjamuan Kudus yang dikaitkan dengan ide dia mengenai agama sebagai suatu mitos.

Dia mengatakan “Perlahan-lahan saya mengerti bahwa perjamuan ini sudah menjadi

pengalaman yang fatal bagi saya. Itu sudah terbukti kosong; dan lebih dari itu dibuktikan

sudah menjadi sebuah kehilangan yang total. Saya mengetahui bahwa saya tidak akan

lagi mampu berpartisipasi di dalam upacara ini. Mengapa ? Karena itu bukan agama sama

sekali. Saya berpikir bahwa itu adalah ketidakhadiran akan Allah; Gereja adalah tempat

dimana saya tidak seharusnya pergi. Bukannya ada hidup disana melainkan kematian”13

Lalu, Ellis mengatakan bahwa “Jika salah satu persyaratan bagi kesehatan emosional

adalah penerimaan atas ketidakpastian, maka agama jelas-jelas adalah keadaan yang

paling tidak sehat yang dapat dibayangkan; Karena alasan utama keberadaannya adalah

untuk memampukan si penganut agama untuk percaya kepada kepastian mistik“14

Paul C. Vitz mengatakan bahwa psikologi sekular merupakan satu kepercayaan

yang anti Kristen15

. Presuposisi dibalik psikologi sekular tidak sesuai dengan Alkitab.

Karena itu adalah satu hal yang bahaya bahwa hasil sinkretisme psikologi sekular dengan

Alkitab dapat menghasilkan pemahaman yang mengacaukan konsep konseling Kristen

yang Alkitabiah.

12 Sigmund Freud, The Future of an Illusion, James Strachey, ed, and trans, ( New York : W.W Norton and Company, Inc, 1961 ) , pg 43

13 C.G.Jung, Memories, Dreams, Reflections, Aniela Jafle, ed., Richard and Clara Winston, trans, ( New York : Pantheon, 1963 ), p 55

14 Albert Ellis, “The Case Against Religion : A Psychotherapy’s View” and “The Case Against Religiosity” ( New York : The Institute for Rational Emotive Behavior Therapy ), pg 8.

15 Paul C Vitz, Psychology as Religion : The Cult of Self-Worship ( Grand Rapids, Michigan : William B Eerdmans Publishing Company, 1977 ), xiii

13

Penganut Integrasi mencoba menggabungkan kebenaran di dalam Alkitab dengan

psikologi sekular dengan pandangan bahwa Alkitab saja tidak cukup16

. Alkitab dianggap

dalam beberapa hal kurang cukup untuk mengerti dan menyelasaikan masalah psikologi

manusia maka gereja memerlukan masukan sistematik dari ilmu sosial ( dimana psikologi

termasuk di dalamnya ) untuk mengetahui apa yang benar dan untuk memampukan

pelayanan yang efektif. 17

. Dengan tujuan menggabungkan wahyu khusus dan wahyu

umum yang diteliti oleh ilmu psikologi maka hendak dibangun psikologi yang sesuai

dengan Alkitab. Tetapi apakah metode Integrasi ini sah dan sejauh mana pengertian

Kekristenan tidak dikompromikan18

. Kita mengambil contoh beberapa pemahaman

dalam konseling Kristen yang bersinkretisme dengan pemahaman psikologi sekular.

Larry Crabb seorang konselor Kristen mempunyai pendekatan yang disebut

“spoiling from Egyptians”19

. Dia mengatakan mengenai manusia bahwa :

Man is responsible (Glasser) to believe truth which will result in responsible behavior

(Ellis) that will provide him with meaning, hope (Frankl) and love (Fromm) and will

serve as a guide (Adler) to effective living with others as a - self and other - accepting

16 At the same time, we must remember that it is God, not the Bible itself, who is declared to be all-sufficient, to provide all that pertains unto life ( Stanton L. Jones & Richard E Butman, Modern psychotherapies : A Comprehensive Christian Appraisal ( Downers Grove, Illinois : IVP Press, 1991 ), pg 26.

Jones and Butman adalah secara luas dikenal sebagai kepala dan contoh-contoh dari Integrasi oleh kebanyakan pendukung Interdisiplin Integrasi karena mereka melakukan Integrasi yang baik di dalam Modern Psychotherapies ( From Eric L. Johnson, Foundations for Soul Care : A Christian Psychology Proposal ( Downers Grove, Illinois : 2007 ), pg 91 )

17 Powlison, David, “Critiquing Modern Integrationists,” The Journal of Biblical Counseling, Vol. XI, No. 3, 1993, 24.

19 Lawrence, J. Crabb. Effective Biblical Counseling ( Grand Rapids : Zondervan, 1977), pg 47-

56

14

person (Harris) who understands himself (Freud) who appropriately expresses himself

(Perls), and who knows how to control himself (Skinner)20

Namun Martin Bobgan di dalam buku “Prophet of Psychoheresy I” mengatakan

bahwa tanggung jawab Glasser tidak ada kaitan dengan Allah dan standarNya mengenai

benar dan salah. Ellis menyamakan kekafiran dengan kesehatan mental. Pengharapan

yang Frank berikan itu bukan sungguh-sungguh harapan karena berpusat pada manusia.

Kasih dari Fromm itu jauh dari kasih yang Yesus ajarkan dan berikan. Pengarahan dari

Adler adalah diri daripada Allah. Penerimaan dari Harris adalah mengabaikan hukum

Allah. Freud sulit mengerti dirinya sendiri dan dia menolak Allah. Ekspresi dari Perl

berfokus pada perasaan dan diri. Metode pengendalian diri Skinner adalah lebih baik

bekerja dengan mahluk hidup binatang daripada manusia21

. Kesamaan kata yang

digunakan bukan berarti kesamaan presuposisi dan kerangka berpikir. Arti sebuah kata

dan definisi harus dilihat dari konteksnya. Sebuah kata tidak netral dan objektif murni di

dalam bahasa tetapi diinterpretasikan dalam satu konteks. Dalam hal ini, pendekatan

“spoiling Egyptians” dari Larry Crabb menggunakan kata yang sepertinya sama tetapi

sebetulnya definisi dan konteksnya berbeda.

Kemudian di dalam buku “Inside Out”, Larry Crabb memerintahkan kita untuk

menjelajah wilayah gelap dari jiwa dan menemukan terang ( p32 ). Ketika di dalam gua

gelap dari jiwa, kita menjelajah ketidaksempurnaan dari kunci relasi ketika kita

mengalami kekecewaan dalam ( 107 ). Tetapi Wendell Miller sebagai Konselor Biblika

mengatakan bahwa terang tidak ditemukan di dalam wilayah gelap dari jiwa kita tetapi di

20 Ibid, pg 56

21 Martin and Deidre Bobgan, The Prophet of Psychoheresy I ( Santa Barbara, California :

EastGate Publishers, 1989 ), pg 134

15

dalam Tuhan Yesus ( Yoh 14:6 ) dan FirmanNya ( Maz 119:130 )22

. Ketika kita

merefleksi dengan prinsip Firman Tuhan, bukankah hati kita itu begitu licik dan jahat ? (

Yeremia 17:9 ) .

Teori psikologi sekular secara sadar atau tidak sadar mempunyai pandangan

mengenai antropologi mengenai siapa manusia, apa masalahnya dan apa solusinya. Dan

pemahaman psikologi sekular mengenai manusia, masalahnya dan solusinya tidak sesuai

dengan apa yang Alkitab katakan. Di dalam wawasan Alkitab, manusia adalah diciptakan

menurut gambar dan rupa Allah. Manusia mulia dan bernilai. Manusia mempunyai arti

hidup dan dignitas. Tetapi manusia diciptakan bukan untuk dirinya sendiri. Manusia

diciptakan untuk menyembah Allah, mengasihiNya dan menaati setiap perintahNya.

Masalah dari manusia adalah ketika manusia memilih jalannya sendiri, memilih untuk

otonomi, ingin menjadi seperti Allah, dan manusia memberontak tidak menaati hukum

Allah. Akibatnya manusia jatuh dalam dosa sehingga kehilangan kemuliaan Allah. Solusi

dari masalah manusia adalah Injil mengenai Yesus Kristus yang diceritakan dalam

Alkitab. Ini adalah sekilas pandangan mengenai manusia, masalahnya dan solusi

masalahnya menurut Alkitab.

Sebaliknya dari wawasan Alkitab, Ed Hindson mengatakan bahwa semua

psikologi sekular didasarkan pada pandangan non kristen mengenai manusia dan karena

itu tidak mempunyai titik awal yang tepat untuk konseling kristen yang benar23

.

Psikologi sekular menawarkan banyak pandangan mengenai apa itu personalitas yang

sehat yang bukan didasarkan pada pemahaman Alkitab. Berikut ini adalah analisa

antropologi dari psikologi sekular oleh Ed Hindson

23

Ed Hindson, “Nouthetic Counseling: Toward a Christian Theory of Personality,” The Journal of

Pastoral Practice, Vol. III, No. 4, 1979, pp. 14

16

Freud peduli pada masalah neurosis. Dia tidak pernah mengembangkan teori personalitas

yang serius selain menyatakan bahwa kesehatan jiwa adalah kemampuan manusia untuk

mengasihi dan kerja. Bagi Freud seorang yang stabil mentalnya adalah seorang yang

mengalami harmonis di dalam id, ego dan superego. Represi dipandang sebagai penyebab

utama neurosis ketika seseorang bergumul dengan impul yang melawan moralitas.

Psikoanalisa mempunyai pandangan mengenai kepribadian yang sehat yang didasarkan

pada teori seksualitas yang menjadi faktor dasar dalam kehidupan manusia. Namun satu

ironi bahwa setiap pemikiran psikoanalisa menolak pandangan Alkitab mengenai

moralitas dan seksualitas dan menerima secara total pandangan yang tidak bermoral

mengenai seks24

.

Alfred Adler mengidentifikasikan kebutuhan manusia yang esensial adalah kepentingan

sosial di dalam relasi dengan sesama. Dia menekankan bahwa inferioritas sebagai dasar

dari neurosis dan kemudian memandang masalah esensial manusia sebagai sebuah

pergumulan kompensasi untuk superioritas. Sistem dia didasarkan pada harga diri pribadi

yang esensial sebagai dasar etika dan agama. Pandangan ini bertolak belakang dengan

Tuhan Yesus yang menekankan kepada kerendahan hati25

.

Maslow mengembangkan hirarki kebutuhan dasar manusia dari fisik, keamanan, rasa

memilii dan aktualisasi diri. Dia percaya bahwa kebutuhan dasar harus dipenuhi sebelum

seorang manusia dapat dibebaskan dari dorongannya yang lebih rendah. Kebebasan ini,

aktualisasi diri berarti manusia harus memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih dahulu

sebelum mengembangkan prinsip kasih, kebenaran dan adil. Dari aktualisasi diri hadirlah

tujuan di dalam hidup seseorang untuk mengalahkan kebosanan. Orang yang mencapai

aktualisasi diri adalah pribadi otonomi dengan standar etika yang tinggi dan seringkali

24 Ibid, p 15

25 Ibid, p 16

17

mempunyai pengalaman mistik. Pandangan ini bertolak belakang dengan pandangan

Kristen mengenai pribadi manusia. Yesus sebaliknya mengajarkan penyangkalan diri dan

penguasaan roh terhadap dorongan badaniah26

. Manusia bukan hidup dari roti saja tetapi

dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah.

Ketika presuposisi psikologi sekular adalah anti Kristen maka sinkretisme antara

psikologi sekular dan Alkitab mencemari konsep konseling Kristen. Cara pandang filsafat

kafir masuk dan mencemari konsep konseling Kristen. Kita ambil satu contoh lagi.

Gary Collins sebagai salah satu pemimpin besar dari penganut Integrasi

mengatakan bahwa untuk analisa dan diskusi maka pembagian manusia menjadi tiga

bagian Trikotomi adalah tepat27

. Doktrin Trikotomi memandang bahwa manusia terdiri

dari tiga bagian yaitu : tubuh, jiwa dan roh28

. Tetapi Alkitab menggunakan kata jiwa dan

roh secara bergantian sehingga pandangan Alkitab terhadap jiwa tidak mendukung

Trikotomi. Jay E Adams sebagai seorang teolog Reformed dan pendiri gerakan konseling

Biblika memandang natur manusia dengan istilah duplex yang menekankan kesatuan dari

elemen-elemen ini29

( mereka adalah terjalin bersama ). Ini adalah yang Alkitab

gambarkan mengenai natur manusia yaitu manusia mempunyai elemen yang kelihatan

26 Ibid, p 18

27 Counseling books sometimes talk about problems that are primarily physical, psychological, and spiritual. For purpose of analysis and discussion this kind of division ( corresponding to the body, soul, and spirit ) may be convenient, especially if we add the idea that some problems are largely social-enviromental in origin

Dikutip dari Gary R Collins, The Biblical Basis of Christian Counseling for People Helpers (C Colorado, USA : IVP Press, 2001), pg 92

28 Wayne Grudem, Systematic Theology : An Introduction to Biblical Doctrine ( Leicester, England : IVP Press, 1994 ), pg 472

29 Jay E Adams, More than Redemption : A Theology of Christian Counseling (Philipsburg, New Jersey : Presbyterian & Reformed, 1979 ), pg 110

18

( tubuh ) yang berkaitan dengan dunia materi dan elemen yang tidak kelihatan ( jiwa / roh

) yang berkaitan dengan Tuhan Allah.

Satu pemahamanTeologi akan mempunyai konsekuensi terhadap praktika dan

pastoral. Ketika kaum Trikotomi memegang manusia terdiri dari tubuh, jiwa dan roh

maka pembagian manusia menjadi tiga bagian ini menjadi bermasalah jika akhirnya

memandang bahwa untuk menyelesaikan masalah fisik adalah dengan pergi ke dokter,

menyelesaikan masalah jiwa dengan menemui psikolog dan / atau psikiater serta

menyelesaikan masalah rohani dengan pergi ke hamba Tuhan30

.

Winston Smith yang bekerja di CCEF dan mengajar di Westminster Theological

Seminary mengatakan bahwa doktrin Trikotomi gagal untuk menghasilkan pandangan

menyatu di dalam pengobatan depresi31

. Ketika jiwa dan roh dipisahkan sebagai elemen

natur manusia yang berbeda maka bagaimana cara membedakan dan memisahkan antara

penyembuhan jiwa dan penyembuhan secara rohani ? Apakah jiwa dan roh ini berbeda ?

Alkitab kelihatannya menggunakan kedua kata ini secara bergantian sehingga jiwa dan

roh adalah sebetulnya satu entitas yang sama.

Pemahaman Trikotomi secara doktrinal adalah tidak tepat dan teologi Reformed

tidak menerima hal ini. Doktrin Trikotomi akarnya lebih mendekati filsafat kafir Yunani

30 Ed Hindson, “Biblical View of Man: The Basis for Nouthetic Confrontation,” The Journal of Pastoral Practice, Vol. III, No. 1, 1979, pp. 33-58.

31 For instance, there are certainly physical symptoms that a doctor could treat with sleeping

medications or a host of psychoactive drugs. A psychologist could employ cognitive-behavioral strategies to address irrational fears, thoughts, and anger, or could offer presumed insight into the impact of past events. A pastor could certainly address how faith in God produces hope and gives meaning to life. So who should treat depression? Does any one perspective address the cause of depression? Does one perspective have authority over the others, or are they equals? Do we simply add together all three perspectives to be holistic in ministry? Or do the three perspectives even compete? When applied to depression, the belief that man consists of body, soul, and spirit raises more questions than it answers.

Dikutip dari Winston Smith, “Dichotomy or Trichotomy? How the Doctrine of Man Shapes the

Treatment of Depression,” The Journal of Biblical Counseling, Vol. 18, No. 3, 2000, pp. 21-29.

19

daripada eksegesis Alkitab32

. Sebenarnya bahkan pemahaman dikotomipun masih ada

pengaruh dari filsafat kafir Yunani. Sebab di dalam budaya Ibrani melihat manusia

sebagai satu kesatuan walaupun bisa dilihat bagian-bagiannya33

. Problematisnya adalah

meskipun doktrin Trikotomi tidak alkitabiah, namun para penganut paham Integrasi

memakai doktrin ini untuk mengintegrasikan pemahaman Alkitab dengan ilmu psikologi

sekular 34

. Dibutuhkan suatu ruang yaitu “jiwa” untuk integrasi dengan psikologi dan

psikiatri.

Garry Collins mengatakan bahwa salah satu masalah psikologis yang Alkitab

tidak memberikan jawaban adalah kebutuhan kita akan pemenuhan diri dan sebuah

gambar diri yang positif35

. Ketika Collins jelas sekali mendukung posisi Integrasi di

dalam buku-bukunya tetapi ada satu pernyataan yaitu : “Adalah terlalu cepat untuk

menjawab secara keputusan yaitu dapatkah Psikologi dan Kekristenan diintegrasikan”36

.

Jika para ahli seperti Collins yang kita percaya mengasihi Tuhan dan belajar begitu

banyakpun mengalami kesulitan di dalam mengintegrasikan37

maka bukankah sangat

berbahaya bila seseorang yang berusaha mengintegrasikan namun menghasilkan satu

pemikiran yang sinkretisme dan bercabang dari prinsip Firman Tuhan ?

32 Winston Smith, “Dichotomy or Trichotomy? How the Doctrine of Man Shapes the Treatment of

Depression,” The Journal of Biblical Counseling, Vol. 18, No. 3, 2000, pp. 22

33 Karena itu secara antropologi maka antropologi dari Jay Adams lebih Alkitabiah di bandingkan dengan Trikotomi dan Dikotomi

35

Gary R. Collins, Can You Trust Psychology? ( Downers Grove: InterVarsity Press, 1988 ) pg

144-146

36 Ibid, 130

20

Para penganut teori Integrasi memandang pandang bahwa Alkitab itu tidak cukup

untuk menyelesaikan masalah jiwa manusia38

. Karena Alkitab dipandang tidak cukup

maka dibutuhkan psikologi dan psikoterapi untuk menyelesaikan masalah jiwa

manusia39

. Ini membuka ruang yang besar untuk masuknya kesalahan di dalam sistem

konseling mereka dan berakibat buruk bagi konsele.

Apakah Psikologi sekular itu benar-benar sebuah ilmu pengetahuan ?

Dukungan teori Integrasi adalah doktrin wahyu umum, anugerah umum dan

doktrin trikotomi. Bila ilmu psikologi sekular adalah ilmu pengetahuan yang adalah

wahyu umum maka itu merupakan kebenaran Allah. Sebab segala kebenaran adalah

kebenaran Allah. Bila isi psikologi sekular adalah kebenaran Allah maka itu tidak boleh

ditolak bahkan dibuang. Namun perkataan bahwa segala kebenaran adalah kebenaran

Allah harus diimbangi dengan satu dan beberapa ketidakbenaran adalah ketidakbenaran.

Ketika membicarakan segala kebenaran adalah kebenaran Allah, maka harus jelas apa

yang benar. Apakah itu presuposisinya, prinsip framework interpretasinya atau data

partikularnya ? Ketika membicarakan sesuatu yang itu universal sebagai satu kebenaran

Allah maka harus diperjelas apakah itu presuposisinya, intepretasinya framework berpikir

terhadap data partikularnya atau setiap data partikularnya.

Klaim bahwa segala kebenaran adalah kebenaran Allah dan di dalam wahyu

umum, harus pula mengingat hal lain bahwa wahyu umum berbeda dengan respon

manusia berdosa terhadap wahyu umum. Apakah psikologi itu wahyu umum dari Allah ?

38 At the same time, we must remember that it is God, not the Bible itself, who is declared to be

all-sufficient, to provide all that pertains unto life ( Stanton L. Jones & Richard E Butman, Modern psychotherapies : A Comprehensive Christian Appraisal ( Downers Grove, Illinois : IVP Press, 1991 ), pg 26.

39 “Tanpa bantuan, misalnya psychotheraphy” mereka tidak mungkin secara otomatis dapat memiliki kekuatan untuk meninggalkan kelemahan, kebiasaan dan dosa-dosanya. ( Susabda, Yakub,

Pengantar ke dalam Teologi Reformed LRII, 1994, hlm 13 )

21

Ataukah itu respon manusia terhadap wahyu umum40

? Bila psikologi sekular merupakan

wahyu umum tentunya tidak bertentangan dengan wahyu khusus dan tidak boleh

diabaikan apalagi dibuang.

Teori psikologi seringkali berubah-rubah. Setelah belajar teori dan praktik dari

psikologi dan mempublikasikan tujuh volume karya yang dinamakan “Psychology : A

Study of a Science”, Dr. Sigmund Koch dari American Psychological Association ( APA )

menyimpulkan satu pernyataan penting, “Saya berpikir saat ini secara absolut dan jelas bahwa

psikologi tidak dapat menjadi ilmu pengetahuan yang koheren”41

.

Jikalau psikologi sekular benar-benar adalah ilmu pengetahuan yang di dalam

dirinya berkembang secara progresif dalam kebenarannya, hal itu sebenarnya bukan satu

problema bagi konseling Kristen. Karl Poper memberikan satu pengertian mengenai apa

itu ilmu pengetahuan. Keabsahan ilmu pengetahuan adalah ketika saat ini hal itu terbukti

benar dan pada saat ini belum terbukti salah. Contohnya dari mana kita tahu semua gagak

di dunia ini warnanya hitam ? yaitu kita terima hal itu sebagai kebenaran sebelum kita

menemukan gagak yang berwarna putih., Ilmu pengetahuan akan selalu maju secara

progresif dan menuju sesuatu yang lebih komprehensif. Hal ini adalah sesuatu hal yang

baik seperti halnya teori Einstein melengkapi teori Newton. Namun Thomas Kuhn di

dalam bukunya “The Structure of Scientific Revolutions”, mengatakan bahwa semua

ilmu pengetahuan, bukan saja psikologi, terdiri dari observasi yang dipandang melalui

asumsi atau paradigma yang bukan ilmiah. Semua fakta adalah fakta-fakta yang

40

Stephen Tong, Hati yang terbakar buku 2 : Dosa dan Kebudayaan ( Surabaya, Indonesia : Momentum, 2007 ), hal 300

41

Martin and Deidre Bobgan, The End of Christian Psychology ( Santa Barbara, California : EastGate Publishers, 1997 ), pg 24

22

diinterpretasikan dan jaringan interpretasi itu disediakan melalui metafisika dan agama,

bukan observasi sistematik42

.

Kemudian Karl Popper menjelaskan secara spesifik disiplin pembelajaran

mengenai kepribadian. Dia mengamati bahwa model psikoterapi lebih banyak mirip

dengan mitos primitif daripada dengan ilmu pengetahuan43

. Psikologi terutama seperti

yang dilihat di dalam teori personalitas dan model terapi adalah bukan ilmiah. Popper

berargumentasi bahwa sebuah model ilmu pengetahuan harus dapat dibuktikan salah.

Contohnya bila merokok 30 rokok perhari selama lima tahun akan mengurangi kapasitas

paru-paru paling sedikit 15%. Hal seperti ini bisa disangkal sebab hal seperti ini dapat di

tes. Tetapi jika kita mengatakan bahwa problema emosi adalah diakibatkan oleh oedipal

anxiety maka hal ini bukanlah satu pernyataan ilmiah. Dan hal ini tidak dapat dapat

disangkal ( diverifikasi ).

Edwards T. Welch mengatakan bahwa wawasan dunia dari psikoterapi adalah

tidak dapat diverifikasi. Sebelum seorang psikolog menemui kliennya, mereka

mempunyai teori-teori baik mengenai apa yang normal dan tidak normal, teori mengenai

motivasi, teori mengenai bagaimana kita bisa tahu, teori mengenai Allah. Dan semua

asumsi ini tidak diperoleh melalui suatu cara investigasi. Semuanya berasal dari budaya,

keluarga, latar belakang agama, profesor yang berpengaruh, program sarjana, dan banyak

faktor lainnya. Semua ini adalah presuposisi yang tidak dapat diverifikasi secara empiris.

Dan kita menerimanya dengan iman44

.

42

Edwards T Welch, “A Discussion Among Clergy : Pastoral Counseling Talks with Secular

Psychology,” The Journal of Biblical Counseling, Vol. 13, No. 2, 1995, pp. 24

43

Karl Popper, “Conjectures and Refutations ( Newyork : Harper & Row, 1965 ) dikutip dari Welcth, Edwards T, “A Discussion Among Clergy : Pastoral Counseling Talks with Secular Psychology,” The Journal of Biblical Counseling, Vol. 13, No. 2, 1995, pp. 24

23

Paul C. Vitz di dalam buku “Psychology As Religion: The Cult of Self-Worship”

mengatakan bahwa psikologi adalah sebuah agama. Psikologi adalah sebuah kepercayaan

dan bukan ilmu pengetahuan45

. Di dalam pembukaan bukunya, beliau menuliskan bahwa

tujuan bukunya adalah untuk pembaca yang tertarik di dalam kritik psikologi

kontemporer dimana pembaca mengetahui ( mungkin secara intuitif ) bahwa psikologi

sudah menjadi sebuah sentimen daripada suatu ilmu pengetahuan dan psikologi sudah

menjadi bagian dari kehidupan modern daripada bagian dari solusinya. Selain beliau,

Barry Napier mengatakan bahwa psikoterapi dan semua ilmu psikiatri ( terkecuali yang

berkaitan dengan problema organik – yang harus dibawah dokter ) adalah filsafat46

.

Perry London di dalam bukunya “The Modes and Morals of Psychotherapy”

memaparkan argumentasi yang kuat bahwa psikoterapi mempunyai hal yang lebih mirip

dengan imam daripada dokter. Dia menyarankan komunitas psikoterapi yang adalah

keimaman sekular yang menawarkan keselamatan47

.

Jikalau psikologi sekular adalah satu agama, satu filsafat, bukan ilmu pengetahuan

dan presuposisinya adalah anti Kristen maka hal ini penting harus kita waspadai. Namun

ketika kita mewaspadai pemikiran dari psikologi dan psikoterapi sekular maka bukan

berarti kita membuang keseluruhan dari ilmu ini. Ada bagian wahyu umum yang perlu

ditebus, dirangkai dan diinterpretasikan dari wawasan Alkitab.

44 Ibid

45 Paul C Vitz, Psychology as Religion : The Cult of Self-Worship ( Grand Rapids, Michigan : William B Eerdmans Publishing Company, 1977 ), x-xvii

46 Barry Napier, “Hierarchical Assertion and Hierarchical Acceptance: Basic Dynamics of Psychotherapy,” The Journal of Pastoral Practice, Vol. IV, No. 3, 1980, pp. 21-29.

47 Edwards T Welch, “A Discussion Among Clergy : Pastoral Counseling Talks with Secular

Psychology,” The Journal of Biblical Counseling, Vol. 13, No. 2, 1995, pp. 24

24

Bab II. Pandangan mengenai Masalah Kejiwaan menurut Ilmu Psikiatri

a. Sejarah Perkembangan dan Kaitan Ilmu Psikologi dan Neurologi

Interaksi otak dengan pikiran merupakan misteri. Dimana titik temunya otak dan

pikiran dan dengan cara apa mereka saling berinteraksi satu lain merupakan satu

pertanyaan yang sulit. Begitu sulitnya pertanyaan ini hingga reaksi ilmuwan pada

umumnya berpusat baik hanya pada pikiran saja ( aspek bukan materi ) atau pada otak (

aspek materi ) saja dan bertindak seolah-olah mereka tidak saling relevan.

Permasalahan yang ditimbulkan adalah karena halangan untuk mengerti

pengalaman otak dan pikiran manusia sebagai kesatuan proses. Neurologi dan psikologi

oleh akademisi dan politisi intelektual dipisahkan menjadi 2 hal yang terpisah namun di

saat yang bersamaan dipersatukan pula oleh kesamaan dasar psikobiologi yang saling

berkaitan48

.

Seorang bernama Sigmund Freud yang dikenal sebagai bapak psikoanalisa adalah

seorang ahli neurologi yang mempunyai ketertarikan terhadap dunia pikiran. Dia

terinspirasi oleh Charles Darwin, Professor Jean Martin Charcot dan berkembangnya

dunia mikroskopis saraf ( pada akhir tahun 1800 ). Freud menulis karyanya yang

berjudul“The Project for a Scientific Psychology”. Di dalam projeknya ini, dia

mempostulasikan bahwa apa yang disaksikan dari tingkah laku secara sadar dan tidak

sadar diorganisasikan dan disimpan di dalam arsitektur saraf otak. Sebagai bagian dari

karyanya, Freud menggambarkan sketsa sederhana mengenai neuron yang saling terkait

untuk menghadirkan impuls, tingkah laku, dan pertahanan psikologis manusia. Sketsa ini

menjelaskan interaksi antara dorongan indera dan mekanisme represi. Menurut rekan-

48 Louis Cozolino, The Neuroscience of Psychotheraphy : Healing the Social Brand ( New York :

W.W Norton & Company, 2010 ), 1

25

rekan kerjanya, Freud sangat terobsesi ide untuk membangun neurobiologika pikiran.

Terlepas dari antusiasnya itu, Freud menyadari bahwa impiannya untuk psikologi yang

berdasarkan pada pemahaman sistem saraf masih jauh untuk zamannya saat itu dimana

pandangannya sulit diterima dalam agama dan dogma medis saat itu49

.

Ada kemungkinan pula, Freud tidak mempublikasikan projeknya karena dia kuatir

projeknya akan dianggap sebagai sesuatu yang tidak jelas seperti halnya kasus Piheas

Gage.

Siapakah Piheas Gage ? Gage adalah seorang mandor rel kereta api pada abad ke

19, di dalam sebuah kecelakaan, kepalanya ditembusi oleh sebatang besi. Hal ini

menyebabkan kerusakan di dalam bagian tengah cortex frontalis-nya. Bagian otak ini

merupakan bagian yang berkaitan dengan kemampuan menilai, merencanakan dan

pengendalian emosi. Sekalipun Gage tidak mempunyai gangguan motorik atau bahasa

lainnya, mereka yang mengenal dia mengatakan bahwa Gage bukanlah Gage yang

mereka kenal sebelumnya. Emosinalitas, kemampuan berelasinya, dan kualitas hidupnya

berubah secara dramatis. Karena gejala Gage melibatkan kepribadian dan emosinya,

publikasi kasusnya ini mendapatkan sedikit perhatian pada zaman itu. Bukan saja

dikarenakan hal ini diluar wilayah kompetensi para ahli neurologi, namun juga ada

sebuah bias menentang adanya hubungan kepribadian manusia dengan mekanisme

neurobiologi50

.

Freud kemudian semakin meninggalkan teori psikologinya dari dasar biologis.

Dia memilih untuk menggunakan metafora literatur dan antropologi yang lebih cocok dan

49 Ibid, 2

50 Ibid, 4

26

mudah diterima bagi kosakota psikoanalisa. Sangat disayangkan, Freud beralih dari otak

menuju ke metafora pikiran di dalam psikoanalisa dimana hal ini mengundang banyak

kritik sepanjang abad ke-20.

Walaupun Freud tidak berhasil menciptakan psikologi yang berbasis otak oleh

karena teknologi dan teori pada saat itu tidak mendukung untuk melanjutkan projek ini,

namun berbagai cara pikir mengenai otak ( seperti teori MacLean’ ) sekalipun terbatas,

memberikan model yang menjembatani jurang antara psikologi dan neurologi51

.

Setelah Sigmund Freud meninggal, teori psikoanalisa menjadi terkenal diantara

psikiater karena mengizinkan pasien diobati di praktek pribadi dan bukan di rumah sakit

jiwa ( asylum ). Memasuki tahun 1970, sekolah psikoanalisa menjadi marginal di bidang

psikiatri. Lalu pada pertengahan abad ke 20, sebuah konsep baru psikiatri mulai

diperkenalkan. Psikiatri biologis muncul kembali pada zaman ini. Ada transisi paradigma

dari paradigma psychogenic ke paradigma biogenic. Atau lebih spesifik dari paradigma

psikoanalitik ke paradigma neurokimiawi52

.

b. Pendekatan ilmu neurobiologi dalam memandang masalah kejiwaan

Secara ilmu pengetahuan mengenai neurobiologi membukakan satu wawasan

bahwa aspek tubuh dapat mempengaruhi aspek jiwa dan tingkah laku. Aspek organik

dalam tubuh dapat mengakibatkan perubahaan dalam karakter dan temperamen. Ada

relasi antara tubuh dan jiwa.

Contoh : Seseorang yang menderita sirosis-hepati ( pengerasan lever / gagal hati )

mengakibatkan banyaknya amoniak dalam tubuh yang bersifat neurotoxic pada otak.

51 Ibid, 10

52 Alan A. Baumeister & Mike Hawkins, Continuity and Discontiunity in the Historical Development of Modern Psychopharmacology ( Los Angelos :Taylor & Francis, Inc, 200 5 ), 199-200

27

Banyaknya amoniak dalam tubuh ternyata memicu penderita mengalami gangguan emosi

dan temperamen. Misalnya pada penderita sirosis hepati yang mengalami encefalopati (

gangguan otak ) dimana terjadi penumpukan amoniak dalam tubuh dan masuk ke otak.

Penderita ini dapat mengalami gangguan daya ingat, konsentrasi, fungsi intelektual dan

koordinasi yang kemudian dapat berkembang menjadi hypersomnia ( kebanyakan tidur )

atau insomnia ( tidak bisa tidur ), euphoria, depresi, mudah marah dan tingkah laku yang

tidak wajar hingga akhirnya pasien masuk ke tahap apatis dan kemudian koma53

.

Seseorang yang menderita dementia ( secara awam dikenal dengan istilah pikun,

dimana merupakan suatu penyakit degenerasi otak dan / atau akibat gangguan

vaskularisasi otak ) dapat mengalami perubahan tingkah laku dan kepribadian seiring

berkembangnya penyakit. Natur dan frequensi gejalanya dapat bervariasi dan gejala

psikotik cenderung berkembang pada tahap lanjut. Gejala psikotik dari dementia

termasuk halusinasi, delusi, dan identifikasi yang salah54

.

Ilmu pengetahuan neurobiologi membukakan satu realitas bahwa otak dan cara

kerjanya sangat kompleks. Para ilmuwan sampai saat ini terus menyelidiki mengenai otak

manusia dan masih banyak misteri yang belum tersingkap.

53

Hepatic Encephalopathy by David C. Worlf, M.D, FACP, FACG, AGAF dari website www.emedicine.medscape.com/article/186101-overview#aw2aab6b4

54

Behavior Disorders of Dementia : Recognition and Treatment - by Abi V. Rayner, M.D., M.P.H. & James G. O’Brien, M.D., & Ben Schoenbachler, M.D. –

diambil dari http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p647.html

28

Bab III. Ilmu psikiatri dan Kelemahannya

a. Pendekatan model medis

Di dalam bukunya Competent to Counsel, Jay Adams melihat satu permasalahan

dari psikologi sekular yaitu di dalam model medis terhadap masalah kejiwaan. Adams

menjelaskan bahwa satu pencapaian dari Freudianism di dalam Etika Freudian ( Freudian

Ethic ) adalah hancurnya tanggung jawab di dalam masyarakat Amerika modern.

Pencapaian lain adalah kontribusi Freud kepada presuposisi fundamental mengenai

moralitas baru. Freud, mengambil cara pandang dari Charcot ketika dia belajar dibawah

Charcot sewaktu belajar di Prancis lalu mengadopsinya dan mempopularisasikan sebuah

pandangan permasalahan manusia di dalam sebuah model medis55

. Sebelum jaman ini,

seorang sakit mental akan dipandang sebagai seorang yang berpura-pura daripada

seorang pasien. Model medis ini berkembang di dalam waktu itu dengan propaganda

menggunakan kata kunci “sakit mental” dan “kesehatan mental”. Model ini sudah secara

sukses meresapi sehingga kebanyakan orang di dalam masyarakat percaya secara naïf

bahwa akan masalah dari masalah psikiatris adalah satu penyakit.

Apa itu model medis ?

Model medis adalah sebuah model pemahaman yang melihat bahwa masalah

kejiwaan manusia adalah masalah fisik biologis dan harus diobati dengan obat-obatan

psikiatri. Masalah kejiwaan direduksi menjadi masalah fisik biologis di dalam otak

manusia. Di balik pemikiran ini, pandangan dunia ini adalah ateis materialisme dimana

realitas dipandang sebagai materi belaka dan dunia non materi dibuang. Injil dari medis

55

Jay E Adams, Competent to Counsel : Introduction to Nouthetic Counseling ( Grand Rapids, Michigan : Zondervan, 1970 ), 4

29

modern adalah segala sesuatu direduksi menjadi peristiwa di dalam tubuh56

. Tidak ada

unsur rohani. Tidak ada manusia yang hidup dihadapan Tuhan Allah. Hanya materi

belaka. Ketika semuanya hanya perihal materi maka masalah manusia pun hanya ada di

dalam hal-hal fisik. Penyelesaian masalah manusia ada di dalam tubuhnya belaka

Di dalam model medis, satu tingkah laku abnormal mengindikasikan adanya

penyakit. Dan ketika natur hal itu adalah penyakit maka tanggung jawab pribadi menjadi

hilang dan solusinya adalah obat-obatan. Dalam model medis maka intervensi non medis

menjadi tidak etis57

.

Harry Milt, seorang direktur dari Public Information for the National Association

for mental Health di dalam pamphlet berjudul “Bagaimana mengatasi masalah mental”

berkata “pengertian simpati, sebuah kebaikan yang kamu berikan ketika seseorang sakit

dengan sakit fisik adalah sebuah perhatian yang harus ada pada seorang yang sakit

mental”. Dia meneruskan : “Anda memberikan tunjangan karena anda tahu dia sakit dan

dia tidak dapat menolong sakitnya. Dia memerlukan simpati dan pengertianmu. Seorang

dengan sakit mental adalah sakit dan kebanyaka tidak dapat menolong hal itu juga58

.

Di dalam model medis, tingkah laku yang abnormal mulai dari tidak taat orang

tua sampai kepada membunuh dikategorikan sebagai penyakit dimana individu yang

melakukannya tidak perlu bertanggung jawab. Definisi abnormal adalah lebih daripada

sekedar tingkat kalesterol yang tinggi atau rendah gula darah. Ada unsur tanggung jawab

moral di dalamnya.

56 Edward T. Welch, “Sin or Sickness? Biblical Counseling and the Medical Model,” The Journal

ofPastoral Practice, Vol. X, No. 2, 1990, pp. 29

57 Ibid

58 Jay E Adams, Competent to Counsel : Introduction to Nouthetic Counseling ( Grand Rapids, Michigan : Zondervan, 1970 ), 4-5

30

Antropologi dari model medis hanya melihat unsur tubuh dan tidak melihat

adanya unsur batiniah. Model medis mereduksi masalah tingkah laku manusia dari unsur

tubuh. Ambil sebuah contoh seseorang klien yang datang kepada terapis dan komplain

bahwa dirinya terlalu berlebihan peduli mengenai kebersihan dari peralatan kantor

dimana dia kerja sehari-hari seperti telepon, mesin faks, alat fotokopi. Dia takut alat-alat

ini terkontaminasi. Ketika dia berusaha mengabaikan atau menekan pikiran yang

mengganggu ini maka kecemasannya meningkat. Dia menemukan kelegaan untuk

kecemasannya dengan membersihkan barang-barang tersebut dan menge-lapnya dengan

alkolhol. Tetapi siklus ini berulang dalam satu hari dan tiap hari. Dia kehilangan

beberapa pekerjaan karena hal ini. Dia diberikan obat Zoloft oleh dokter dengan sedikit

kemajuan. Bagaimana kita memandang masalah ini ? Apakah ini isu biologis ?

Sesungguhnya DSM IV akan mengkategorikan konseli ini dengan penyakit Obsessif

Compulsive Disorder ( OCD ). Hal ini karena orang model medis sekular hanya melihat

komponen dari tubuh dan tidak mempunyai komponen jiwa59

.

Satu contoh masalah dengan model medis adalah menganggap kecanduan

Alkohol sebagai satu penyakit. Edward Weltch mengatakan bahwa secara esensial ada

dua pandangan mengenai kecanduan alkohol dan kecanduan yang lainnya : pertama

adalah pandangan medis dan kedua adalah pandangan moral atau religius. Pandangan

medis mengatakan bahwa kecanduan alkohol adalah satu penyakit sedangkan pandangan

moral mengatakan bahwa itu adalah dosa atau ketidaktaatan kepada Allah60

. Pandangan

mana yang diterima akan mempunyai implikasi terhadap cara hidup seumur hidup.

59 Michael R. Emlet, “Let Me Draw a Picture: Understanding the Influences on the Human

Heart,” Journal of Biblical Counseling, Vol. 20, No. 2, 2002, pp. 50

31

Dalam masalah kecanduan alcohol, pandangan medis mendominasi karena

dorongan untuk minum terasa seperti sebuah penyakit. Dorongan itu terasa seperti

sesuatu mengambil alih ketika alkohol tersedia. Kepada siapa yang tidak pernah

bergumul dengan alkohol adalah mudah untuk mengatakan bahwa alkohol adalah satu

keputusan sadar yang immoral. Tetapi yang mengalami bergumul dengan itu dorongan

itu terasa seperti sebuah keputusan. Jika ada sebuah keputusan yang dibuat maka hal itu

terasa jika itu sebuah penyakit yang memilih.

Model penyakit ini pertama dipopularisasikan oleh Bill Wilson, pendiri dari

Alcoholic Anonymous ( AA ) pada tahun 193061

. Dia menggunakan pendekatan penyakit

ini bukan karena hal ini didukung oleh riset. Dia menggunakan hal ini karena dia berpikir

ini akan menolong orang-orang lebih terbuka mengenai masalah minum minuman keras

mereka. Jadi alasan penggunaan model penyakit ini karena alasan pragmatis. Dia

menggunakan metafora minum adalah seperti sebuah penyakit. Selama lebih dari lima

puluh tahun model penyakit kehilangan kualitas metafora dan sekarang metafora itu

dipersingkat menjadi minum adalah sebuah penyakit. Kehilangan kata “seperti” ( seperti

sebuah penyakit ) membuat perbedaan yang jauh.

Menurut tradisi AA dan model penyakit, anda tidak bertanggung jawab terhadap

penyebab tetapi anda bertanggung jawab terhadap penyembuhan. Ibarat anda terkena

diabetes. Anda tidak bertanggung jawab terhadap penyebab diabetes. Tetapi anda harus

bertanggung jawab untuk penyembuhannya di dalam diet dan menggunakan insulin

secara teratur.

60 Edward T. Welch, “A Letter to an Alcoholic,” The Journal of Biblical Counseling, Vol. 16, No.

3,1998, pp. 20.

61 Ibid, 21

32

Model medis mempunyai masalah secara teologis. Woodrow di dalam jurnal

konseling biblika menyimpulkan masalah yang ada dengan model medis62

:

1. Model medis menyangkal manusia mempunyai natur spiritual. Manusia direduksi

menjadi mahluk materi yang dikontrol dengan reaksi kimia di otak dan badan.

Yang menentukan langkah manusia adalah biologisnya daripada Tuhan yang

menentukan langkahnya.

2. Model medis menyangkal kerusakan total manusia. Manusia pada dasarnya baik

dan mereka tidak diperhitungkan sebagai berdosa tetapi sebagai sakit atau

abnormal. Mereka mempunyai ketidakseimbangan kimiwai

3. Model medis menyangkal tanggung jawab manusia. Jika tingkah laku abnormal

karena masalah kimiawi maka manusia tidak bertanggung jawab akan tingkah

laku mereka. Tindakan-tindakan mereka adalah keluar dari kendali mereka.

4. Model medis menyangkal peran penting dari para konselor Kristen. Bagi mereka

cara merubah tingkah laku adalah dengan obat-obatan dan terapi-terapi yang

hanya para psikiater dan profesional medis yang mempunyai kualifikasi

menggunakannya. Psikiatris menjadi penjaga pintu dan hanya psikiater yang

mempunyai kunci untuk membuka pintunya.

b. Teori Ketidakseimbangan kimiawi yang mendukung model medis

Dr Timothy Scott mengatakan bahwa model medis tidak mempunyai tes objektif

untuk menentukan depresi, schizophrenia atau sakit mental lainnya. Tidak ada tes darah,

62 Woodrow Wendling, “Review of Counselor's Guide to the Brain and Its Disorders by Edward

T. Welch,” The Journal of Biblical Counseling, Vol. XII, No. 2, 1994, pp. 38

33

tes kencing atau scan otak63

. Model medis menggunakan teori ketidakseimbangan

kimiawi. Teori ketidakseimbangan kimiawi ini dapat disimpulkan dalam 3 hal yaitu64

:

a. Depresi, kecemasan, schizophrenia, dan sakit mental lainnya adalah penyakit-

penyakit seperti asma, diabetes dan kanker. Penyakit-penyakit ini berasal dari

kesalahan di kimiawi otak dan bukan kesalahan dari karakter.

b. Depresi, kecemasan, schizophrenia dan sakit mental lainnya dapat muncul dari

banyak sumber, namun kontribusi genetik terhadap perkembangan ketidak

kesimbangan kimiawi diluar jangkauan pertanyaan.

c. Menggunakan obat-obatan yang tepat dapat memulihkan ketidakseimbangan

kimiawi dan fungsi mental secara normal.

Ketika 3 hal di atas secara dipercayai secara luas, beberapa ahli-ahli di dalam

bidang ini memberikan pernyataan sebagai berikut :

Peter Breggin seorang dokter dan psikiater mengatakan :

“Di dalam realitas, ilmu pengetahuan tidak mempunyai kemampuan untuk mengukur

level setiap biochemical di dalam setiap ruang kecil diantara sel syaraf ( the synapses ) di

dalam otak manusia. Semua pembicaraan mengenai ketidakseimbangan biokimiawi

hanyaka spekulasi untuk mempromosikan obat-obatan psychiatric”65

Elliot Valenstein, PhD, seorang neuropsikologis mengatakan :

“Banyak dokter mengatakan pasien mereka bahwa mereka menderita ketidakseimbangan

kimiawi, padahal di dalam realitas tidak ada tes yang tersedia nyata untuk

63 Timothy Scoot, American Fooled : The Truth about antidepressants, antipsychotics and how

we’ve been deceived ( Victorya, Texas : Argo Publishing, 2006) ,46

64 Ibid

65 Peter Breggin, The Anti-Depressant Fact Book ( Cambridge, MA : Perseus, 2001 ), 21

34

memperlihatkan status kimiawi dari otak manusia yang hidup. Kenyataan tidak

mendukung teori biokimiawi dari sakit mental.”66

Joseph Glenmullen, seorang dokter dan psikiatris mengatakan :

“Di dalam dekade sekarang ini, kita tidak kekurangan pernyataan mengenai

ketidakkeseimbangan biokimia untuk masalah psikiatrik. Usaha yang giat untuk mencoba

membuktikan belum juga berhasil membuktikan. Sebaliknya. Ketika di dalam setiap

kasus ketidakseimbangan itu dipikir ditemukan, hal itu kemudian terbukti salah”67

Charles E. Dean, seorang dokter dan psikiatris mengatakan :

“Orang amerika diyakinkan bahwa penyebab sakit mental ditemukan pada biologis,

namun lebih dari tiga decade riset belum menemukan buktinya. Dengan tidak adanya

penjelasan penyebab fisik yang jelas menyebabkan tidak adanya tes laboratorium untuk

diagnosa psikiatrik – dikontraskan dengan sakit diabetes dan sakit fisik lainnya”68

Bukti yang biasa disuarakan oleh banyak dokter mengenai teori

ketidakseimbangan kimiawi adalah depresi dikarenakan terlalu sedikit serotonin dan

schizophrenia dikarenakan terlalu banyak dopamine. Dr George Aschcroft, yang

karyanya memimpin kepada teori bahwa depresi mungkin dihasilkan dari rendahnya

serotonin, sudah menolak teori tersebut. Dr David Healy, seorang dokter akademis yang

mempunyai gelar doktoral di dalam neuroscience dan sudah menulis 13 buku mengenai

psychopharmaceuticals, mendiskusikan fakta ini di dalam bukunya Let Them Eat Prozac.

66 Valenstein, Blaming the Brain : The Truth About Drugs and Mental Health ( Newyork : The

Free Press, 1998 ), p 4,96

67 Gellenmullen Joseph, Prozac Backlash ( Newyork : Simon & Schuster, 2000 ), p 196

68 Charles E. Dean, Minnesota Star Tribune, Cited at

http://home.att.net/-LetFreedomRing/spirituality/prosantibraindisease.html (22 November 1997 )

35

“Tahun 1970 Ashcroft sudah mengkonklusikan bahwa apapun yang salah di dalam

depresi adalah bukan rendahnya serotonin. Pembelajaran yang lebih sensitive sudah

menunjukkan tidak ada rendahnya serotonin. Sesungguhnya tidak ada abnormalitas dari

serotonin di dalam depresi yang pernah di demonstrasikan. Sebuah jarak terbuka diantara

ilmu pengetahuan dan pengertian publik – sebuah jarak krusial kepada perkembangan

dari percakapan media mengenai rendahnya level serotonin.69

Satu fakta yang perlu diketahui bahwa ternyata neurotransmitter tidak hanya

serotonin dan dopamine. Neurotransmitter baru masih terus ditemukan. Neurotransmitter

pertama yang dikenali dan ditemukan pada tahun 1921 adalah acetylcholine ( Ach ).

Norepinephrine ditemukan pada tahun 1946. GABA di temukan pada tahun 1950 dan

serotonin ditemukan padsa tahun 1954. Dopamine ditemukan pada tahun 1956 dan

Endorpin ditemukan setelah tahun 1973. Adalah satu fakta bahwa pikiran manusia lebih

kompleks jauh daripada yang dijelaskan di buku-buku teksbook. Neurotransmitter jauh

lebih banyak dan bagaimana mereka beroperasi lebih kompleks daripada penjelasan

sederhana serotonin rendah menyebabkan depresi dan dopamine tinggi menyebabkan

schizophrenia. Di dalam permulaan millennium baru kira-kira sudah ditemukan 75

neurotransmitter70

. Sekarang ini sudah lebih dari 200 neurotransmitter ditemukan71

.

Selain fakta diatas, ada banyak tipe reseptor yang diasosiasikan dengan

neutransmitter. Serotonin sendiri punya minimum 15 tipe reseptor yang berbeda.

Pertanyaan berapa banyak tipe reseptor dari neurotransmitter yang lain adalah masih

69

David Heanly, Let Them Eat Prozac : The Unhealthy Relationship Between the Pharmaceutical Industry and Depresion ( New York : New York University Press, 2004) ,12

71

Timothy Scoot, American Fooled : The Truth about antidepressants, antipsychotics and how we’ve been deceived ( Victorya, Texas : Argo Publishing, 2006) ,54

36

belum diketahui. Hingga derajat apa kombinasi dari neurotransmitter yang hampir tidak

terhitungkan itu berinteraksi dengan reseptor-reseptornya adalah masih belum diketahui.

c. DSM dan limitasinya

Dunia psikiatri sekarang menggunakan DSM V. Sebelumnya dunia psikiatri

menggunakan manual DSM IV72

. DSM IV adalah sumber definisi untuk membuat

diagnosis psikiatrik73

. DSM IV yang menghadirkan dirinya sebagai sebuah karya

objektif, ilmu pengetahuan medis, mengklaim untuk menghasilkan kategori diagnosis dan

prosedur penanganan yang valid sesuai dengan kategorinya. Buku ini dibaca seperti buku

ilmu pengetahuan. Asumsinya yaitu bahwa problema dapat dikategorikan dengan angka

diagnosis dan mempunyai namanya seperti halnya masalah medis74

.

Sebelum DSM IV adalah DSM III. Peter Breggin di dalam buku “Toxic

Psychiatry” menceritakan bagaimana Nancy Andreasen membantu untuk

menformulasikan DSM III resmi dari American Psychiatric Association ( APA ). Dalam

bukunya yang popular ,“The Broken Brain : The Biological Revolution in Psychiatry”,

dia menulis bahwa yang utama dari penyakit psikiatrik adalah sebuah penyakit. Penyakit-

penyakit ini harus dipertimbangkan penyakit medis seperti diabetes, sakit jantung, dan

kanker75

. Benarkah penyakit mental itu penyakit fisik ?

72

The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) yang dipublish oleh American Psychiatric Association. DSM IV dipublikasikan di tahun 1994.

73

John Babler, “A Biblical Critique of the DSM-IV”, “The Journal of Biblical Counseling, Vol 18, No.1, 1999, 25

74

Ibid

75 Peter R Breggin, Toxic Psychiatry ( New York : St. Martin’s Press, 1991), pg 13

37

Edward T Welch seorang konselor biblika yang mempunyai gelar Ph.D in

Counseling Psychology dan Neuro-psychology di dalam bukunya “Apakah otak yang

dipersalahkan ?” mengatakan :

“Masalah psikiatris dikelompokkan dalam kategori yang berbeda dengan

penyakit medis tradisional. Beliau mengatakan bahwa dalam kebanyakan

penyakit medis, anda dapat melihat apa yang salah. Contohnya anda dapat

melihat adanya tumor otak pada CT-Scan, anda dapat melihat sel-sel saraf yang

ruwet pada penyakti Alzheimer, dan anda dapat melihat kerusakan pada otak

yang diakibatkan oleh kecelakaan yang berat. Kondisi otak dalam hal ini jelas

tampak berbeda dari otak normal. Akan tetapi fungsi otak dalam masalah

psikiatris tidak memperlihatkan perbedaan yang konsisten jika dibandingkan

dengan fungsi otak normal. Penelitian lebih lanjut di masa depan mungkin akan

mengungkapkan perbedaan-perbedaan. Tetapi pada saat ini belum ditemukan

ketidak keseimbangan kimiawi yang konsiten dan dapat dibuktikan, atau

abnormalitas dalam anatomi sel-sel saraf dalam diagnosis kejiwaan. Hasil tes

darah dan pemindaian otak tidak dapat dipergunakan dalam menetapkan

diagnosis psikiatris. Kendatipun ada puluhan ribu artikel penelitian dalam bidang

ini, pengamatan yang seksama dari penelitian ilmiah ini hanya menghasilkan

gambaran yang kabur. Sayangnya, hal-hal yang agak jelas pun telah menjadi

rumit oleh berbagai asumsi pikiran-tubuh yang tanpa sengaja telah

mengutamakan persepsi filosofis76

”.

Thomas Szasz, seorang psikiater sekular menyingkapkan realita dalam dunia

psikiatri di dalam bukunya “Myth of Mental Illness” dan “Myth of Psychotherapy”. Dr

76 Edward T Welch, Apakah otak yang dipersalahkan ? (Surabaya : Penerbit Momentum, 1998 ),

hal 99-100

38

Timothy Scott menyingkapkan penipuan psikiatri dalam bukunya yang berjudul

American Fooled : The Truth about Antidepressants, Antipsychotics and How we’ve been

deceived” yang memenangkan award di tahun 2006. Dr Peter Breggin menulis buku

Toxic Psychiatric dan beliau juga menyingkapkan mengenai kebohongan-kebohongan di

dalam dunia psikiatri salah satunya data mengenai obat Antidepressant, Prozac77

. Bila

kita memperhatikan bahasa-bahasa yang dipakai tentang obat-obatan di dalam dunia

psikiatrik kita dapat menemukan ada bagian dimana bahasanya bukan bahasa pasti dan

ilmiah78

. Hal ini karena teori keseimbangan kimiawi dan cara obat bekerja belum

diketahui secara pasti.

77 Prozac sudah dikenal oleh banyak orang sebagai antidepressant dan ternyata perusahaan Lily pembuat Prozac menyembunyikan data bahwa efek dari prozac banyak mengakibatkan orang bunuh diri dan melakukan kekejaman. ( Dari British Medical Journal ). Apakah perusahan Lily jujur ? Peter Breggin menganalisa mengenai Lily di http://www.breggin.com

78 Abilify di dalam www.abilify.com menyajikan model penjelasan yang bahasanya bukan

ilmiah. Perhatikan bahasa di dalam website mengenai Abilify. Ini bukan bahasa scientific. Schizophrenia is thought to be caused by an imbalance of key chemicals in the brain. On this page, you'll learn how ABILIFY® (aripiprazole) may work by adjusting the activity of these chemicals to help improve the symptoms of schizophrenia. The exact way ABILIFY (or any other medicine for schizophrenia) works is unknown. However, experts believe that ABILIFY works by adjusting dopamine, instead of completely blocking it, as well as affecting serotonin.

Zyprexa yaitu obat antipsychotic di dalam www.zyprexa.com. Perhatikan bahasanya : ZYPREXA is believed to work by balancing the chemicals naturally found in the brain. ZYPREXA may help relieve your symptoms so you feel better.

Di dalam buku The Christian Counselor’s Medical Desk Reference oleh Robert Smith mengemukakan mengenai Physhical Desk Reference on CD ROM for 2000 di bagian Clinical Pharmacology yang mendeskripsikan bagaimana obat-obatan itu bekerja,

- Effexor – “The mechanism of the antidrepressant action of venlafaxine in humans is believed to be associated with its potentiantion of neurotransmitter activity in the CNS”

- Elavil ( amitriptyline ), an antidepressant – “Its mechanism of action in man is not known” - Lithium “the specific bagaimana biochemical mechanism of lithium action in mania is unknown” - Prozac – “ The antidepressant action of fluoxetine is presumed to be linked to its inhibition of

CNS neuroanal uptake of serotonin.” This happens in platelets in the blood, so it is therorized to happen in the central nervous system ( CNS ).

- Valium ( antianxiety ) – “In animals, Valium apprears to act on parts of the limbic system, the thalamus, and hypothalamus, and induces calming effects”

- Xanax ( antianxiety ) – “CNS agents of the 1,4 benzodiazepine class presumbly exert their effects by binding at stereo specific receptor at several sites within the central nervous system. Their exact mechanism of action is unknown”

39

Salah satu kritik mengenai problema dari DSM yang menjadi inti psikiatri adakah

isinya berubah-rubah dam tidak konsisten. Isi psikiatrik adalah berdasarkan konsensus

dan kesepakatan bersama. Misalnya dahulu masalah homoseksual dimasukkan ke dalam

daftar DSM sampai tahun 1974 ketika aktivis homoseksual melakukan demonstrasi di

depan The American Psychiatric Association Convention. Daftar homoseksual dalam

DSM sekarang sudah dihilangkan karena pandangan mengenai normal dan tidak normal

itu bergantung kepada kesepakatan bersama79

. Di dalam budaya pluralisme, penolakan

terhadap kebebasan homoseksual adalah satu kejahatan. Kesimpulan maka benar

salahnya DSM di dalam psikiatri bernuansa konstruksi sosial dan politik juga. Diagnosa.

diagnosa adalah nama-nama penyakit. Karena diagnosa-diagnosa adalah konstruksi

sosial, maka mereka beragam dari waktu ke waktu dan dari budaya ke budaya.

Di dalam DSM asumsinya yaitu bahwa problema kejiwaan dapat dikategorikan

dengan angka diagnosis dan mempunyai namanya seperti halnya masalah medis80

.

Sebagai contoh : Jika anda ketakutan ditinggalkan, jika relasi anda bergantian diantara

pemujaan berhala yang kuat dan kecewa yang kuat, jika anda melemparkan amarah dan

bertingkah laku impulsif maka anda adalah 301.83. Anda mempunyai borderline

personality disorder. Anda dilabel sebagai borderline personality disorder.

79

Paula J Caplan seorang spesialis di dalam metodologi riset bukan saja mempertanyakan

metodologi riset di dalam DSM tetapi juga mempertanyakan logika di dalam menentukan siapa yang normal dan siapa yang tidak normal. Dia mengatakan “The point is not the decisions about who is normal are riddled with personal biases and political considerations but rather that, by dint of a handful of influential professional’s efforts, those subjective determinants of diagnosis masquarade as solid science and truth.

David Tyler & Kurt Grady. Deceptive Diagnosis : When Sin is called Sickness ( Bemidji, Minnesota : Focus Publishing, Inc, 2006 ), pg 68

80 John Babler, “A Biblical Critique of the DSM-IV”, “The Journal of Biblical Counseling, Vol 18,

No.1, 1999, 25

40

Sebagai contoh tesis utama dari DSM adalah ada keseluruhan yang lebih besar

daripada jumlah dari bagian-bagian, sebuah diagnosa yang menjelaskan gejala-gejala.

Sebagai contoh jika anda mempunyai enam atau lebih tingkah laku, emosi dan proses

mental tertentu ( bagian ) selama lebih dari enam bulan, anda dikualifikasi menerima satu

label besar diagnosa ( keseluruhan ). Label itu mengindetifikasikan sebuah disorder yang

anda miliki atau di dalam tubuh anda.

Konseling Biblika mempunyai kewaspadaan kepada bahasa terutama istilah

psikiatrik. Hal ini karena sebuah kata dapat lebih daripada sebuah referensi sederhana.

Sebaliknya sebuah kata dapat padat dengan makna. Sebuah kata dapat membawa

keseluruhan sistem pikiran daripada hanya memaparkan sebuah fakta kecil atau observasi

sederhana81

.

Ketika seorang anak cenderung tidak memperhatikan, mudah teralih fokusnya,

dan gelisah seringkali diberi label ADHD ( Attention Deficit Hyperactive Disorder ).

DSM IV menyediakan banyak daftar gejala dari tidak memperhatikan dan impulsif

hyperaktif dan mengatakan bahwa jika enam atau lebih dari gejala hadir secara terus

menerus lebih dari paling sedikit enam bulan kepada satu derajat yang tidak maladaptif

dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan maka diagnosanya adalah ADHD82

.

Gejala-gejala itu termasuk :

1. Gagal di dalam fokus perhatian di sekolah atau tempat kerja

2. Mempunyai kesulitan di dalam mempertahankan perhatian

81 Edward T.Welch , “Queries & Controversies: How valid or useful are psychiatric labels

for depression?,” The Journal of Biblical Counseling, Vol. 18, No. 2, 2000, pp. 55.

82 Babler, John, “A Biblical Critique of the DSM-IV”, “The Journal of Biblical Counseling, Vol 18,

No.1, 1999, 26-27

41

3. Tidak mendengarkan ketika dikatakan secara langsung

4. Tidak mengikuti instruksi

5. Gagal menyelesaikan tugas sekolah

6. Kesulitan mengatur tugas-tugas dan aktivitas

7. Menghindari dan tidak suka kepada tugas-tugas yang memerlukan usaha

mental

8. Kehilangan hal-hal yang dibutuhkan untuk tugas-tugas dan aktivitas-aktivitas

9. Mudah terpecahkan konsentrasinya dengan rangsangan eksternal

10. Bertingkah laku seperti dikendalikan oleh sebuah motor

11. Berbicara secara eksesif dan secara impulsive menjawab pertanyaaan

12. Mempunyai kesulitan menunggu gilirannya

DSM IV mengatakan bahwa gejala-gejala ini harus hadir sebelum usia tujuh jatuh

untuk menyimpulkan hal ini mempunyai asal mula fisik. DSM IV juga menyediakan

ruang untuk sebuah kategori disorder dengan gejala tidak perhatian, hiperaktif atau

impulsive yang tidak memenuhi kriteria ADHD. Gejala itu dinamakan “Attention Deficit

Hyperactivity Disorder Not otherwise specified”. Seberapa absah dan ilmiah label ini ?

John Babler mengomentari ketika DSM IV mengkategorikan ADHD ketika ada

enam gejala atau lebih hadir paling sedikit enam bulan kepada satu derajat yang tidak

maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan83

. Kriteria apa yang dipakai

untuk mengukur tingkat perkembangan ? Apakah model dari Piaget84

? Ataukah model

teori psikologi yang lain ?. Lalu pengertian pengertian satu derajat yang tidak maladaptif

83 Ibid

84 Piaget adalah tokoh psikologi perkembangan

42

dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan akan berbeda satu dengan yang lain.

Bagaimana ilmu pengetahuan yang objektif menjawab akan hal itu ?

Ketika label diagnosa ADHD diberikan maka solusinya adalah mengkonsumsi

obat Ritalin. Namum permasalahnya apakah ADHD adalah sebuah penyakit fisik ?

Kita ambil contoh lain yaitu mengenai Depresi. Kita melihat mengenai masalah

depresi secara awam dan secara teknis. Apa itu depresi secara pandangan awam ? Pada

tahun 1621, Robert Burton memberikan definisi yang telak. “Mereka berada dalam

kesakitan dan kengerian pikiran, kebingungan jiwa, kegelisahan, senantiasa dipenuhi

ketakutan, kekhawatiran, kecemasan, merasa tersiksa, mereka tidak dapat minum, makan,

atau tidur”85

. Deskripsi ini melukiskan pengalaman jutaan orang yang bergumul dengan

depresi dewasa ini. Di dalam melukiskan depresi ada dua ekstrem. Pertama yang

mengatakan bahwa sakitnya begitu hebat sehingga mereka ingin mati. Yang lain

menggambarkan kehampaan emosi seperti mereka yang sudah mati. Adakalanya

seseorang mengalami dua ekstrem tersebut sekaligus. Rasa sakit adalah deksripsi yang

paling tepat. Ini adalah deksripsi depresi secara awam.

Menurut DSM IV86

, secara teknis seserang menderita depresi bila ia mengalami

lima atau lebih dari gejala-gejala berikut dalam kurun waktu dua minggu. Salah satu

gejala yang harus ada ialah suasana hati yang murung atau kehilangan minat atau

kesenangan.

1. Suasana hati murung sepanjang hari

85

Edward T Welch, Apakah otak yang dipersalahkan ? (Surabaya : Penerbit Momentum, 1998 ),

112

86

Diagnostic Criteria from DSM-IV ( Washington, D.C : American Psychiatric Association, 1994 ), 161-164. Dikutip dari Edward T Welch, Apakah otak yang dipersalahkan ? (Surabaya : Penerbit Momentum, 1998 ), 114-115

43

2. Minat atau kesenangan dalam semua, atau hampir semua, aktivitas sepanjang

hari berkurang secara signifikan

3. Berat badan turun banyak tanpa diet atau berat badan bertambah

4. Tidak bisa tidur atau terlalu banyak tidur hampir setiap hari

5. Secara fisik tidak bias tenang atau begitu lamban sehingga tidak luput dari

pengamatan orang lain

6. Kelelahan atau kehabisan tenaga hampir setiap hari

7. Merasa diri tidak berguna atau rasa bersalah yang berlebih-lebihan atau tidak

beralasan

8. Kemampuan berpikir atau konsentrasi berkurang

9. Kerap kali memikirkan kematian, kerap kali ingin bunuh diri tapi tidak

mempunyai rencana yang pasti, atau benar-benar berupaya bunuh diri.

DSM IV memberikan deskripsi teknis dari depresi. Namun dari DSM IV tidak

ada pembedaan apakah gejala-gejala yang ada adalah gejala fisik ataukah gejala rohani.

Edward Welch memberikan perbedaan antara gejala fisik dan gejala rohani.

Gejala fisik meliputi insomnia atau hipersomia, perubahan berat badan yang

mencolok, merasa tidak bisa tenang atau menjadi lamban, keletihan, kehilangan tenaga,

sulit berkonsentrasi, merasa terasing dari hal-hal yang dahulu dianggap indah dan

menyenangkan, merasa sedih, murung, tertekan. Sedangkan gejala rohani meliputi rasa

malu, rasa bersalah, rasa takut, tidak bersyukur, tidak dapat mengampuni, keputusasaan,

ketidakpercayaan dan kemarahan87

.

87 Edward T Welch, Apakah otak yang dipersalahkan ? (Surabaya : Penerbit Momentum, 1998 ),

118

44

Ketika DSM IV hanya fokus kepada masalah fisik maka tidak heran solusi

terhadap depresi akan jatuh ke dalam model medis. Kekurangan dari pandangan ini

adalah pandangannya yang tidak utuh terhadap antropologi manusia sebagai gambar dan

rupa Allah yang mempunyai elemen fisik dan elemen rohani. Ketika model medis

menjadi cakrawala untuk menilai masalah kejiwaan maka problema dosa dan tanggung

jawab moral menjadi diabaikan.

Jay Adams menceritakan seorang muda yang bernama Steve. Steve didiagnosa

oleh psikiater dengan label “catatonic schizophrenic”88

. Dia tidak berbicara dan hanya

secara minimal berkata-kata dan dia seperti pingsan. Bila duduk, dia menjadi beku di

dalam satu atau dua posisi. Pada awalnya komunikasi dengan Steve sepertinya tidak

mungkin. Dia menolak untuk berespon kepada pertanyaan-pertanyaan dan kepada setiap

kata pembuka di dalam menyapa. Namun konselor-konselor menceritakan kepada Steve

bahwa mereka tahu bahwa Steve mengerti sepenuhnya apa yang terjadi walaupun dia

berusaha membohongi psikiater-psikiater, orang tuanya, otoritas-otoritas sekolah namun

dia tidak akan dapat membohongi mereka. Mereka meyakinkan kepada Steve bahwa

lebih cepat dia mulai berkomunikasi, lebih cepat dia dapat keluar dari institusi. Steve

tetap hening namun diijinkan untuk melanjutkan sebagai bagian dari observasi grup yang

mengkonseling orang lain. Minggu berikutnya bagiannya Steve dan lebih dari sejam para

konselor menjalani dengan dia. Steve mulai roboh ( break down ). Dia menolak

memberikan jawaban bahwa dia mengerti secara jelas segala sesuatu. Tidak ada alasan

untuk mengatakan dia melarikan diri dari realitas.

88

Jay E Adams, Competent to Counsel : Introduction to Nouthetic Counseling ( Grand Rapids, Michigan : Zondervan, 1970 ), 31-32

45

Ketika Steve mulai berespon, penguraian kasar dari masalahnya muncul. Namun

pada minggu ketiga dia roboh sepenuhnya. Steve tidak ada kerusakan mental. Dia tidak

ada problema emosi. Tidak ada yang bermasalah dengan pikiran maupun emosinya.

Problema dia adalah dari dirinya sendiri ( autogenic ). Problema Steve adalah sulit namun

sederhana. Dia mengatakan kepada kami bahwa dia sudah menghabiskan semua

waktunya untuk bermain daripada mengerjakan pembelajaran sekolahnya dan dia

menerima sebuah surat pemecatan pada pertengahan semester. Hal ini berarti dia akan

gagal sekolah. Daripada menghadapi orang tuanya dan teman-temannya bahwa dia gagal,

Steve membuat kamuflasi masalah yang sesungguhnya. Dia mulai bertingkah laku aneh

dan menemukan bahwa hal ini mengecohkan orang lain. Dia akan dipandang ada di

dalam sebuah sakit mental, keluar sentuhan dari realitas. Masalah Steve adalah bukan

sakit mental tetapi bersalah, malu dan takut. Ini masalah rohani dan bukan masalah fisik.

d. Metafora sakit mental

Ketika model medis mengatakan bahwa masalah kejiwaan adalah masalah fisik

biologis yang ditangani dengan medis maka dapat timbul pertanyaan apakah sakit jiwa itu

benar-benar sebuah penyakit fisik ?

Thomas Szasz, Professor Emeritus psikiatris di State University of New York di

Syracuse menulis menulis buku “The Myth of Mental Illness” yang isinya mengenai sakit

mental yang adalah sebuah mitos. Di dalam artikelnya “Mental Ilness is still a myth”,

beliau mengatakan ketika orang-orang mendengar istilah sakit mental maka secara maya,

setiap orang tidak sadar akan perbedaan antara penggunakan kata penyakit secara literal

atau secara metafora. Oleh karena sebab itu orang-orang percaya bahwa menemukan luka

46

otak di dalam beberapa pasien sakit mental akan membuktikan bahwa sakit mental adalah

ada dan sakit mental adalah seperti sakit-sakit yang lain. Ini adalah satu kesalahan. Jika

sakit mental adalah penyakit-penyakit dari sistem kesadaran pusat ( contohnya paresis )

maka hal itu adalah penyakit otak dan bukan pikiran; Dan jika sakit mental adalah label

untuk tingkah laku yang salah misalnya penggunaan obat-obatan yang ilegal maka sakit

mental bukan penyakit89

.

Menurut Szasz, untuk mengerti natur metafora dari istilah penyakit di dalam

psikiatri, seseorang harus mengerti arti literal di dalam pengobatan yang lain. Untuk satu

penyakit menjadi nyata maka penyakit itu harus dapat didekati, diukur dan dites di dalam

ilmu pengetahuan. Kedua, untuk mengkonfirmasi penyakit sebagai penyakit, sebuah

kondisi harus didemonstrasikan patologi pada level sel atau molekul.

Jay Adams mengatakan bahwa bila ada kerusakan organik yang mempengaruhi

otak, tumor, gen keturunan, gangguan glandular atau kimiawi maka definisi sakit mental

dapat sah. Tetapi pada saat yang sama banyak problema manusia yang dilabel sakit

mental dan tidak ada bukti bahwa hal itu sebuah penyakit. Adams menanyakan : kalau

begitu apa yang salah dengan penderita “sakit mental” ? Problem mereka adalah

autogenic yaitu dari dalam diri mereka sendiri. Natur bengkok fundamental dari manusia

adalah manusia terpisah dari Tuhan Allah. Manusia lahir di dalam dosa. Adams

menyimpulkan bahwa terlepas dari sakit secara organic maka penderita “sakit mental”

adalah seseorang dengan masalah pribadi yang belum diselesaikan90

.

89 Thomas Szasz , “Mental Illness Is Still a Myth,” The Journal of Biblical Counseling, Vol. 14,

No. 1, 1995, pp. 35.

90 Jay E Adams, Competent to Counsel : Introduction to Nouthetic Counseling ( Grand Rapids, Michigan : Zondervan, 1970 ), 28-29

47

Bab IV. Masalah kejiwaan dan Medis menurut Konseling Biblika

a. Sejarah Asal Mula Gerakan Konseling Biblika

David Powlison di dalam disertasinya “Competent to Counsel? : A History of A

Conservative Protestant Anti-Psychiatry Movement”, memberikan penjelasan mengenai

sejarah dari gerakan konseling biblika. Sejarah gerakan konseling biblika dimulai dari

tahun 1970 dari Jay Adams, seorang hamba Tuhan dari Presbyterian yang

mempublikasikan bukunya yang berjudul Competent to Counsel : Introducation to

Nouthetic Counseling. Jay Adams membuat tiga klaim ( Sebagian pemikirannya

terinspirasikan oleh O.H Mowrer dan Thomas Szasz ) : pertama teori psikologi modern

adalah teologi yang buruk dan salah menginterpretasikan problem fungsionalitas dalam

kehidupan. Kedua, profesi psikoterapi adalah profesi pastoral yang salah yang

menggantikan peran yang seharusnya dilakukan oleh hamba Tuhan. Ketiga, Alkitab yang

diinterpretasikan oleh Protestan Reformed adalah hal yang mutlak dibutuhkan untuk

mengkonseling secara kompeten91

.

Pergumulan Jay Adams di dalam menformulasikan Nouthetic Counseling92

adalah dimulai dari pergumulannya ketika berhadapan dengan medical model. Dia

mempertanyakan apakah yang dinamakan sakit mental benar-benar adalah suatu

penyakit? 93

. Mempercayai Alkitab adalah benar, Adams mengatakan bahwa cara

pandang kesehatan mental di dalam menghilangkan tanggung jawab dari orang berdosa

adalah salah. Adalah salah bagi Adams untuk mengatakan bahwa sumber dari masalah

91 David Powlison, Competent to Counsel ? : The History of A Conservative Protestant Anti-Psychiatry Movement, University of Pennysylavia, 1996, pg vi

92 Konseling Biblika dikenal sebagai Nouthetic Counseling

93 Jay E Adams, Competent to Counsel : Introduction to Nouthetic Counseling ( Grand Rapids, Michigan : Zondervan, 1970 ), xiv

48

alkoholik dan seksual ada di dalam faktor-faktor ( mis : sosial ) dimana korban tidak

mempunyai kuasa mengontrol. Sebaliknya, Adam percaya bahwa Firman Tuhan

menyatakan bahwa sumber masalah-masalah ini terletak di dalam kerusakan total natur

manusia.

Adams bergumul dengan klasifikasi mengenai masalah-masalah seperti depresi,

neurosis atau bahkan psikosis sebagai penyakit. Selanjutnya Adams menggeluti

pemikiran dari karya Mowrer dimana Mowrer menantang keberadaan institusional dari

psikiatri. Selama musim panas tahun 1965, Adams bekerja di dua mental institusi yang

satu berada di Kankakee, Illinois dan yang lain berada di Galesburg. Di dalam dua

institusi ini, Adams dibawah Mowrer melakukan terapi grup selama 7 jam sehari. Disana

terjadi perubahan pola pikir dari Adams ketika dia mulai melihat orang-orang yang

dilabel neurotik, psikoneurotik, dan psikotik ditolong dengan mengaku kelakukan mereka

yang merusak dan mengasumsikan tanggung jawab pribadi untuk semua kesalahan itu.

Mowrer meminta mereka semua untuk mengaku kesalahan mereka ( bukan kepada Tuhan

) kepada orang yang mereka bersalah dan membuat restitusi ketika dimungkinkan.

Penekanan Mowrer di dalam tanggung jawab adalah titik pusatnya. Mowrer bukan

seorang Kristen bahkan bukan seorang teis. Mowrer memberikan proposal sebuah model

tanggung jawab moral ( moral model ) melawan medical model dimana dia mengatakan

masalah pasien bukan medis tetapi moral.

Adams kemudian meneruskan pembelajarannya mengenai prinsip Alkitab dalam

subjek konseling, terutama tentang apa yang Alkitab katakan mengenai hati nurani.

Adams di dalam kesempatan mengenal dan mengerti orang-orang di dalam institusi,

menemukan mengapa sebagian besar mayoritas orang di dalam institusi mental. Terlepas

49

dari mereka yang mempunyai problema organik seperti kerusakan otak maka Adams

menyimpulkan bahwa mereka ada disana karena kegagalan mereka di dalam masalah

kehidupan. Mereka disana karena tingkah laku mereka yang berdosa yang belum

diampuni dan yang belum ditinggalkan.

Adams kemudian di tahun-tahun berikutnya terlibat di dalam projek

mengembangkan Konseling Biblika dan membuka banyak prinsip Alkitab yang penting.

Adams mengatakan bahwa konklusi dari bukunya bukan didasarkan pada penemuan sains

tetapi metodenya adalah presuposisi94

. Beliau memegang Alkitab yang tidak bersalah

sebagai standar iman dan praktis. Bagi Adams, Alkitab adalah dasar fondasi kehidupan

dan mengandung kriteria untuk mengambil setiap pertimbangan. Adams menyadari

bahwa interpretasinya mengenai Alkitab mungkin dapat salah. Dan Adams pun mengaku

bahwa dia bukan tidak menghargai sains tetapi dia menantang interpretasi manusia yang

salah mengenai Alkitab. Di dalam area psikiatri, sains sudah memberikan dirinya kepada

filsafat humanisme dan spekulasi yang besar95

.

David Powlison menyimpulkan pemikiran intelektual dari Jay Adams ke dalam 6

bagian96

yaitu :

a. Epistemologi Jay Adams berasal dari Reformed Protestan.

b. Masalah di dalam hidup secara moral adalah sebuah ekspresi dari dosa.

c. Dia memperlakukan tekanan fisik dan sosial sebagai sebuah konteks dari

masalah pribadi dan bukan sebaliknya dimana tekanan fisik dan sosial sebagai penyebab.

94 Ibid, pg xxi

95 Ibid

96 David Powlison , Competent to Counsel ? : The History of A Conservative Protestant Anti-Psychiatry Movement, University of Pennysylavia, 1996, pg vi-vii

50

d. Dia mengemukakan anugerah dari Kristus sebagai solusi komprehensif

terhadap masalah kehidupan.

e. Dia memperlakukan psikologi sekular sebagai program yang perlu dicurigai

dan membongkar klaim intelektual dan profesional mereka.

b. Teologi dan Konseling Biblika

Perbedaan psikologi sekular dengan konseling Biblika adalah psikologi sekular

berpusat pada manusia sedangkan mengenai Konseling Biblika berpusat kepada Allah.

John Piper mengatakan bahwa konseling Biblika adalah berpusat kepada Allah,

berdasarkan Alkitab, menggunakan bahasa yang menyentuh secara emosi untuk

menolong manusia untuk terpukau terhadap Allah, meninggikan Kristus, mempunyai

kesukaan mengasihi orang lain dengan melupakan diri97

. Tujuan dari konseling Biblika

terutama bukan untuk kesembuhan konseli secara berpusat kepada manusia tetapi untuk

kemuliaan Allah.

Konseling adalah perihalnya teologi98

. Edward E Hindson mengatakan bahwa

hampir semua psikologi sekular mulai dan berakhir dengan manusia sebagai penyebab

dan penyembuh masalahnya. Manusia adalah apa yang dia menjadi di dalam dari dirinya

sendiri. Dengan manusia menjadi pusat dari teologi ( dan konseling ) maka Allah menjadi

satu pribadi yang mungkin hanya perpanjangan tangan peduli terhadap orang berdosa

97 John Piper, “God's Glory is the goal of Biblical Counseling,” Journal of Biblical Counseling,

Vol. 20, No. 2, 2002, pp. 8

98 David Powlison, “Answers for the Human Condition:Why I Chose Seminary for Training in Counseling,” Journal of Biblical Counseling, Vol. 20, No. 1, 2001, pp. 50

51

yang menentukan nasibnya sendiri99

. Psikologi sekular bersifat antroposentris bahkan

egosentris dan bukannya teosentris.

Hindson kemudian mengatakan bahwa adalah nyata bagi mereka yang berasosiasi

dengan Jay Adams secara pribadi dan dengan karyanya di Westminster Theological

Seminary bahwa pandangannya mengenai Konseling lahir secara langsung dari

komitmennya kepada teologi Reformed100

. Dia sendiri mengaku bahwa pandangan

teologinya adalah teologi Reformed101

.

Konseling Biblika tidak bisa dilepaskan dari Alkitab dan teologi Reformed karena

hal itulah yang mendasarinya. Powlison mengatakan bahwa ketika kita belajar melihat

dengan perspektif Allah dan ketika kita datang untuk mengenal diri kita sebenarnya maka

makin jelaslah bahwa Alkitab adalah mengenai konseling102

, mengenai diagnosa dan

kategori-kategori, penjelasan penyebab dari tingkah laku dan emosi, interpretasi dari

penderitaan eksternal, solusi-solusi yang nyata dan dapat dikerjakan, karakter dari

konselor, tujuan konseling, dsb.

Paul David Trip mengatakan bahwa para konselor biblika secara definisi adalah

mereka yang berkomitmen kepada otoritas dan kecukupan Alkitab. Karena mereka

berkomitmen terhadap hal ini maka mereka berusaha untuk melihat masalah manusia dari

perspektif Firman Allah103

. Dalam perspektif konseling biblika, Alkitab adalah wahyu

99 Ed Hindson, “The Use of Scripture in Nouthetic Counseling,” The Journal of Pastoral Practice,

Vol. III, No. 2, 1979, pp. 32-33

100 Ibid, pp. 31

101 Jay E Adams, The Christian Counselor’s Manual : The Practice of Nouthetic Counseling

( Grand Rapids, Michigan : Zondervan, 1973 ), 34

102 David Powlison, “Affirmations & Denials: A Proposed Definition of Biblical Counseling,” The Journal of Biblical Counseling, Vol. 19, No. 1, 2000, pp. 19

52

Allah di dalam relasi dengan ciptaanNya dan menjelaskan mengenai manusia dan situasi-

situasinya. Alkitab sebagai wahyu mengenai karya penebusan Kristus memimpin secara

spesifik dan mengarahkan pelayanan konseling. Konseling yang bijaksana memperlukan

pergumulan teologis praktis yang terus menerus untuk mengerti Alkitab, manusia dan

situasi. Konselor harus secara terus menerus mengembangkan karakter pribadi kita,

mengerti pribadi-pribadi dengan bijasana per kasus, mengembangkan keahlian pastoral

dan struktur institusi. Ide-ide, tujuan-tujuan dan praktis-praktis dari konseling harus

koheren secara eksplisit dengan kredo sejarah, pengakuan-pengakuan iman, hymne-

hymne dan tulisan-tulisan bijaksana yang mengekpresikan iman dan praktik dari gereja

Yesus Kristus104

.

Di dalam memandang mengenai manusia ( antropologi ), konseling biblika

berpandangan sesuai dengan teologi Reformed bahwa manusia diciptakan menurut

gambar dan rupa Allah. Manusia diciptakan secara fundamental bergantung dan

bertanggung jawab kepada Tuhan. Manusia berfungsi secara ideal ketika ia beriman yang

dikerjakan melalui kasih. Kasih untuk Allah dan sesama adalah standar dimana kita

mengerti apa yang benar dan salah dengan manusia. Jadi inilah tujuan yang harus dicita-

citakan dari proses konseling yaitu untuk mengasihi Allah dan manusia. Sebagai gambar

Allah, manusia mempunyai tujuan bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk kemuliaan

penciptanya. Tujuan hidup manusia adalah untuk memuliakan Allah dan menikmatiNya

selama-lamanya karena itu tujuan konseling biblika adalah kemuliaan Allah. Sebagai

gambar Allah, manusia mempunyai unsur jasmani yang kelihatan dan unsur rohani yang

103 Paul David Tripp, “Homework and Biblical Counseling”, The Journal of Biblical Counseling,

Vol. 11, No. 2, 1993, pp. 21

104 David Powlison, “Affirmations & Denials: A Proposed Definition of Biblical Counseling,” The Journal of Biblical Counseling, Vol. 19, No. 1, 2000, pp. 18

53

tidak kelihatan. Manusia mempunyai tubuh dan jiwa/roh. Pandangan dualitas tubuh/jiwa

yang menyatu ini penting di dalam perspektif Konseling Biblika. Manusia tidak hanya

dipandang sebagai organ biologis belaka. Sebaliknya manusia mempunyai unsur jiwa /

roh dimana dia berdiri dihadapan Tuhan Allah. Manusia adalah integral kesatuan tubuh

dan jiwa/roh.

Kelemahan dari model medis yaitu mereduksi manusia menjadi unsur jasmaniah

tanpa melihat manusia sebagai mahluk spiritual yang mempunyai bertubuh yang berdiri

di hadapan Tuhan Allah. Presuposisi dibalik model medis adalah ateis dan materialism.

Mengenai melihat problema manusia dalam perspektif Konseling Biblika, Ed

Hindson mengatakan bahwa konseling Nouthetic memandang serius pertanyaan akan

dosa dan melihat manusia pada naturnya sebagai orang yang berdosa105

. Dosa di dalam

segala faset dan dimensi muncul sendiri dari dalam hati. Situasi dan lingkungan yang

terjadi kepada kita menyediakan konteks bagi respon moral kita tetapi tidak menentukan

kualitas dari respon moral kita. Di dalam berespon terhadap situasi akan tersingkaplah

hati manusia yang berdosa.

Jay Adams mengatakan bahwa ada harapan di dalam mengatakan bahwa dosa adalah

dosa. Setiap orang Kristen mengetahui bahwa Allah mengutus Kristus untuk menyelesaikan

masalah dosa106

. Konseling Biblika memberikan perspektif bahwa Alkitab menceritakan

solusi masalah kehidupan manusia. Melalui kabar baik ( Injil ) dari Yesus Kristus, Allah

bertindak secara pribadi. Di dalam kata-kata dan tindakan, Dia menebus

105 Ed Hindson, “Biblical View of Man: The Basis for Nouthetic Confrontation,” The Journal of

Pastoral Practice, Vol. III, No. 1, 1979, pp. 38

106 Jay E Adams, The Big Umbrella and Other Essays and Addresses on Christian Counseling

( USA : Prebyterian and Reformed ), 33

54

kita dari dosa dan penderitaan melalui pekerjaan dari anugerahNya. Allah menggunakan

banyak sarana anugerah : Alkitab, doa, sakramen, dan konseling dari orang percaya

lainnya107

.

Selain anugerah khusus maka providensi Allah di dalam anugerah umum

memberikan kebaikan bagi manusia baik sebagai kebaikan individu atau sebagai berkat

sosial ( contohnya : pengobatan medis, pertolongan ekonomi, keadilan politik,

perlindungan kepada yang lemah, kesempatan pendidikan ). Konseling yang bijaksana

akan berpartisipasi dan mendukung pelayanan belas kasihan sebagai bagian dari

panggilan untuk mengasihi. Namun kebaikan-kebaikan tersebut tidak dapat

menyembuhkan kejahatan moral. Ketika hal-hal ini diklaim dapat menyembuhkan

kondisi manusia maka hal ini adalah salah dan menggantikan peran Kristus. Konseling

tanpa Kristus baik secara psikoterapi, filosofis atau agama-agama adalah salah arah.

Pesan mereka secara esensial adalah salah.

Konseling biblika harus bertujuan untuk proses pertumbuhan yang dimulai

dengan pertobatan dan diikuti dengan pengudusan progresif seumur hidup di dalam setiap

aspek kehidupan. Paul David Trip di dalam satu artikel Journal Biblical Counseling

mengatakan bahwa tujuan konseling biblika adalah untuk membawa konseli kepada

peristirahatan, kebergantungan dan ketaatan kepada Kristus dan untuk menolong mereka

bertumbuh di dalam bijaksana108

. Motivasi, proses pikiran, tindakan, kata-kata, emosi,

tingkah laku, nilai, hati, jiwa, pikiran harus secara bertahap menyerupai Kristus di dalam

kesadaran dan hasilnya adalah kasih kepada Allah dan sesama. Jay Adams berpikir

107 David Powlison , Competent to Counsel ? : The History of A Conservative Protestant Anti-

Psychiatry Movement, University of Pennysylavia, 1996, pg 225

108 Paul David Trip, “Wisdom in Counseling”, The Journal of Biblical Counseling, Vol. 19, No. 2, 2001, pp. 13

55

konseling pastoral seharusnya diarahkan kepada pengudusan progresif, renovasi

kehidupan untuk menyerupai Yesus : di dalam moral, kepercayaan, maksud hati, dan

tingkah laku. Konseling Nouthetic di dalam arti yang sepenuhnya adalah sederhana yaitu

sebuah aplikasi dari sarana pengudusan109

.

Metode konseling diajarkan Alkitab melalui pengajaran dan contoh. Melalui

mengatakan kebenaran dalam kasih, kita bertindak sebagai media nyata dari anugerah

Allah kepada hidup sesama kita. Gereja Tuhan yang diciptakan Firman Allah dan Roh

Kudus harus menyediakan tempat untuk mengatakan kebenaran di dalam kasih secara

pribadi, sosial dan institusi.

Konseling Biblika berbeda dari psikologi sekular karena konseling biblika

didasarkan pada kerangka teologi Reformed yang berusaha setia menginterpretasikan

wahyu Allah di dalam Alkitab. Jay Adams mengatakan bahwa untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan manusia yang beraneka ragam seseorang harus mempunyai

pengetahuan yang sistematik mengenai keseluruhan Firman Allah. Pembelajaran

psikologi yang dalam dengan pengetahuan data Alkitab yang dangkal dapat memimpin

kepada kesimpulan yang salah mengenai manusia dan solusi terhadap

permasalahannya110

.

Jay Adams di dalam buku More than Redemption : Theology of Christian

Counseling memaparkan bagaimana teologi menjadi dasar konseling Biblika. Di dalam

doktrin Allah, Tuhan Allah dipandang sebagai lingkungannya manusia. Jawaban

109 Jay E Adams, Competent to Counsel : Introduction to Nouthetic Counseling ( Grand Rapids,

Michigan : Zondervan, 1970 ), 73

110 Jay E Adams, The Christian Counselor’s Manual : The Practice of Nouthetic Counseling

( Grand Rapids, Michigan : Zondervan, 1973 ), 33

56

mengapa manusia menjadi tidak bersahabat dengan lingkungan realitas ini karena

manusia sudah jatuh dalam dosa. Di dalam Konseling Biblika, perspektif doktrin dosa

menjadi satu presuposisi yang kuat di dalam memandang penyakit kejiwaan.

Penerus gerakan Konseling Biblika generasi kedua seperti David Powlison

memberikan pengembangan dari pemahaman Jay Adams. Ketika Jay Adams fokus pada

dosa manusia sebagai inti masalah maka di dalam generasi Konseling Biblika kedua,

konseli yang bergumul dilihat sebagai pendosa dan juga sebagai penderita. Selain orang

berdosa, konseli dilihat sebagai penderita yang harus dikasihi. Generasi kedua dalam

konseling Biblika mengembangkan metode konseling yang lebih “maju” dan lebih

berkembang. David Powlison mengembangkan bahasa berhala dalam hati yang adalah

mencerahkan dan penting111

. Di dalam generasi kedua dalam konseling Biblika sudah

terjadi pengembangan. Generasi kedua konseling Biblika tidak muncul begitu saja tanpa

pergumulan Jay Adams dan sebaliknya Konseling Biblika perlu terus

dikonteksualisasikan dalam pastoral konseling.

c. Konseling Biblika dan Medis

Sesungguhnya, ketika konseling biblika berfokus kepada wahyu khusus

kecukupan Alkitab dan anugerah khusus yaitu pertobatan baru dan pengudusan progresif,

konseling biblika tidak membuang kebenaran yang dikandung di dalam dunia psikiatri.

Tetapi konseling biblika mempunyai kewaspadaan terhadap motivasi, ideologi dan

praktik di dalam psikoterapi yang tidak sesuai dengan Alkitab.

Generasi pertama dari gerakan konseling Biblika yang dimulai oleh Jay Adams

terlihat mempunyai kecenderungan untuk anti psikiatri dan model medis. Hal ini terlihat

dengan judul dan isi disertasinya David Powlison mengenai gerakan Konseling Biblika

111

Heath Lambert, Biblical Counseling After Adams ( Wheaton, Illinois : Crossway, 2012) , 155

57

yang dipelopori oleh Jay Adams112

. Namun hal ini bukan berarti konseling Biblika di

dalam generasi berikutnya menolak medis di dalam membantu proses penyembuhan

penderita sakit mental. Generasi pertama konseling Biblika mempunyai kepedulian

bahwa seringkali orang berdosa yang mempunyai masalah kejiwaan berlindung di dalam

label sakit mental dan model medis. Mereka menekan kebenaran dengan kelaliman (

Roma 1 ). Generasi pertama konseling Biblika begitu peduli terhadap realitas dan contoh-

contoh penderita sakit mental yang tidak mempunyai sakit organik tetapi dilabel di dalam

kategori sakit medis. Konteks gerakan konseling Biblika generasi pertama adalah di

dalam peperangan ide melawan model medis. Hal ini mengakibatkan sepertinya generasi

pertama ini lebih curiga, skeptis dan anti terhadap medis. Di dalam generasi kedua

konseling Biblika oleh David Powlison, Edward Weltch, Mike Emlet, dkk s mempunyai

pandangannya yang kelihatan lebih positif dan kontruktif mengenai medis.

Satu sesi di dalam national conference 2011 dari CCEF tentang masalah psikiatrik

berjudul “Understanding Psychiatric Treatment” di dalam presentasinya “Listening to

Prozac”113

, Mike Emlet memaparkan satu pemahaman yang lebih utuh dan Alkitabiah

mengenai perihal medis. Orang-orang Kristen terbagi menjadi beberapa pandangan di

dalam hal medis.

Pertama melihat obat-obatan sebagai anugerah umum yang meringankan

penderitaan.

Kedua merekomendasikan obat kalau situasinya sudah gawat.

112 David Powlison , Competent to Counsel ? : The History of A Conservative Protestant Anti-

Psychiatry Movement, University of Pennysylavia”

113 Mike Emlet, Listening to Prozac, The Journal of Biblical Counseling, Vol. 26, No. 1,

2012

58

Ketiga menolak menggunaan obat dan solusinya hanya ketaatan kepada Injil.

Bagaimana seharusnya orang Kristen memandang obat-obatan psikiatrik ?

Mike Emlet sebelumnya melemparkan pertanyaan yaitu apakah obat-obatan

menyembuhkan ketidakseimbangan kimiawi. Teori ketidakseimbangan kimiawi melihat

bahwa masalah psikiatrik disebabkan karena ketidakseimbangan atau disregulasi

neurotransmitter di dalam bagian-bagian otak. Sebagai contoh beberapa melihat bahwa

depresi dihasilkan dari kekurangan serotonin dan pengobatan melibatkan obat-obatan

untuk menangani masalah ini. Dampak dari pengobatan ini seringkali digambarkan di

dalam iklan obat pada otak pasien sebelum dan sesudah mengkonsumsi obat. Tetapi

bagaimana kita benar-benar mengetahuinya ?

Pertama, kita tidak bisa mengukur level neurotransmittrer dalam otak seseorang

yang diobati oleh obat-obatan ini. Kita tidak bisa membuktikan secara ilmiah bahwa

obat-obatan ini mengakibatkan perubahan di dalam gejala pasien. Hal ini berbeda dengan

diagnosa penyakit medis yang bisa dikenali secara objektif. Karena kita tidak bisa

mengukur neurotransmitter, kita tidak dapat membuat kesimpulan mengenai dampak

obat-obatan terhadap gejala pasien.

Kedua, kita tidak tahu bagaimana persis obat-obatan ini bekerja di dalam

manusia. Apa yang kita ketahui adalah bagaimana obat-obatan ini bekerja di dalam tes

tube pada otak binatang dan riset ini diperluas dugaannya ke manusia. Hal ini tidak bisa

memberikan informasi apa yang terjadi di dalam otak manusia.

Jika ilmu saraf dan riset psikiatris mengakui kelemahan sekarang ini pada

hipotesa mengenai penyebab gejala psikiatrik, bagaimana konselor biblikal mengakui

natur kompleks dari pergumulan ini ?

59

Mike Emlet berargumentasi bahwa yang terbaik yang kita dapat katakan adalah

obat-obatan ini memodulasi atau merubah neurotransmisi dalam jalan yang kita tidak

ketahui dan kelihatannya diasosiasikan dengan pengurangan gejala di dalam percobaan

obat-obatan secara klinis. Apakah benar obat-obatan ini mengobati ketidakseimbangan

kimiawi tidak sungguh-sungguh kita ketahui. Yang kita ketahui adalah obat-obatan ini

terlihat mengurangi gejala pada beberapa orang namun kita tidak mengetahui mengapa.

Mike Emlet memberikan satu konklusi bahwa pengetahuan kita tidak lengkap. Namun

walaupun pengetahuan mengenai cara kerja obat-obatan ini di dalam otak masih terbatas,

hal ini bukan berarti penggunaan obat-obatan ini dihindari. Jika kita menggunakan obat-

obatan ini kita harus sadar apa yang kita ketahui sesungguhnya. Kita harus belajar dan

optimis yang hati-hati dan tidak antusias yang tidak kritis.

Mike Emlet kemudian melemparkan pertanyaan lagi bagaimana efektif obat-

obatan psikoaktif ini ? Satu hal yaitu obat-obatan tidak tersalurkan sampai ke pasar bila

FDA tidak menyetujuinya didasarkan pada percobaan obat-obatan secara klinis, Obat-

obatan anti depressant bukan placebo. Di dalam studi eksperimen secara statistik mereka

terbukti mempunyai efek daripada sekedar placebo effect. Namun ketika obat-obatan

efektif pada beberapa orang, hal ini hanya bagian dari keseluruhan pendekatan pribadi.

Riset sekular menunjukkan kepentingan kritis dan efektifitas dari psikoterapi juga. Obat-

obatan merubah neurotransmisi pada level mikroskopik dan diasosiasikan dengan

perubahan di dalam pola aktivitas otak pada level makroskopik dalam “live action” scan

otak seperti Positron Emission Tomography ( PET Scans ) dan functional MRIs ( fMRIs

). Namun bentuk konseling sekular seperti cognitive behavioral therapy sudah terbukti

efektif juga.

60

Edward Welch di dalam review sebuah riset mengenai efek placebo114

menjelaskan bahwa placebo dan terapi bicara (seperti Konseling Biblika ) dapat merubah

kimiawi otak juga. Beliau melihat implikasi kepada realita relasi pikiran-tubuh.

Manipulasi kimiawi dapat merubah pikiran dan perasan kita. Tetapi pikiran dan perasaan

kita dapat juga merubah aktivitas kimiawi dalam otak. Hal ini mendukung pernyataan

bahwa manusia adalah sebuah kesatuan dari dua substansi daripada hanya sebuah

substansi materi belaka. Roh atau jiwa dapat mempengaruhi tubuh dan tubuh dapat

mempengaruhi jiwa. Psikologi kognitif melihat relasi timbal baik sebagai perubahan yang

datang dari bawah ke atas atau dari atas kebawah. Perubahan dari bawah ke atas dari

obat-obatan dan pengobatan fisik lainnya dipertimbangan sebagai urutan yang lebih

rendah daripada berpikir. Perubahan dari atas ke bawah dihasilkan dari perubahan dalam

pikiran kita, tingkah laku atau di dalam kasus placebo yaitu pengharapan kita. Di dalam

Konseling Biblika, perubahan dari atas ke bawah ini dapat dihasilkan dari pertobatan,

mempercayai janji-janji Allah dan bertumbuh di dalam ketaatan115

.

Mike Emlet menyimpulkan bahwa baik obat-obatan maupun konseling adalah

pengobatan biologis dimana obat-obatan mengobati secara langung dan konseling secara

tidak langsung. Karena itu kita harus mengharapkan perubahan pola aktivitas otak dengan

memegang dan mengaktualisasikan konseling yang berpusat pada Injil.

Mike Emlet membukakan perspektif Biblikal yang seimbang mengenai perihal

medis.

114 Edward Welch, “Research into the Placebo Effect,” Journal of Biblical Counseling, Vol. 21,

No. 1, 2002, pp. 76-77.

115 Ibid, 77

61

Pertama Mike Emlet memaparkan bahwa mengkonsumsi obat-obatan bukan

berarti dosa. Kita harus mengingat bahwa kita berada sebagai manusia adalah mahluk

tubuh dan jiwa. Kita secara sekaligus tubuh dan jiwa. Tidak pernah ada ada waktu

dimana kita tidak terlibat secara spiritual dan tidak ada pernah ada waktu dimana kita

tidak terlibat secara tubuh. Karena itu di dalam pelayanan kita harus memberikan

perhatian baik kepada aspek tubuh maupun aspek rohani. Keseluruhan pribadi yang utuh

harus diperhatikan.

Ada beberapa poin bimbingan Alkitabiah :

a. Agenda dari Kerajaan Allah adalah untuk menghilangkan penderitaan kita dan

sekaligus agenda dari Kerajaan Allah adalah untuk menebus kita melalui

penderitaan

Ketika Kerajaan Allah datang di dalam Yesus Kristus, kita dapat melihat

pekerjaan Allah untuk melenyapkan penderitaan yang ditimbulkan oleh kejatuhan.

Markus 1 menjelaskan aktivitas pelayanan Tuhan Yesus : mengajar, mengusir setan,

menyembuhkan berbagai macam penyakit, doa dan menyembuhkan orang kusta. Karena

ada tanda di dalam kedatangan Kerajaan Allah dengan menghilangkan penderitaan maka

menghilangkan penderitaan adalah satu hal yang baik.

Dalam perspektif lain, cara Tuhan menebus umatNya adalah melalui penderitaan

dengan persatuan mereka di dalam Kristus, hamba Tuhan yang menderita. Ketika

menghilangkan penderitaan adalah prioritas Kerajaan, namun mencari pelepasan rasa

sakit tanpa sebuah visi agenda transformasi dari Allah di tengah penderitaan adalah cara

instan. Karena itu kita harus bergembira dengan peringanan pendeirtaan tetapi secara

simultkan mencari buah Roh di dalam bertekun di tengah penderitaan.

62

b. Obat-obatan adalah pemberian anugerah umum dari Tuhan Allah dan sekaligus

obat-obatan dapat digunakan secara pemberhalaan

Obat-obatan harus dipandang hanya sebagai satu komponen dari keseluruhan

metode pengobatan yang berpusat pada Allah dan bukan dipandang sebagai istilah

keselamatan secara penuh. Ini adalah pemberhalaan dimana ada pertolongan dan kuasa

ultimat di luar Allah Tritunggal.

c. Seseorang penderita dapat mempunyai motivasi yang salah dengan

mengkonsumsi obat-obatan sekaligus seseorang penderita dapat mempunyai

motivasi yang salah dengan tidak mengkonsumsi obat-obatan

Seringkali hal terpenting di dalam penggunaan obat-obatan adalah sikap pribadi

yang dilayani. Obat-obatan itu bukan di dalam obat-obatan itu sendiri adalah baik atau

jahat. Tetapi bagaimana pribadi yang melihat dan menangani potensi pengobatan ini yang

membuat perbedaan. Ada alasan yang bermasalah untuk mengambil pengobatan yaitu

keinginan untuk peringanan rasa sakit yang segera instan dengan keraguan terhadap

melihat isu didalamnya. Ada motif lain yang salah juga di dalam mengambil pengobatan

yaitu karena tekanan orang lain. Keluarga dan teman mendorong untuk mengambil

pengobatan karena ketidaknyamanan mereka melihat penderitaan orang yang mereka

kasihi. Seringkali tekanan ini karena sebuah hasrat egois untuk membawa orang yang

mereka kasihi normal sehingga hidup menjadi lebih mudah bagi mereka. Sebaliknya

menolak obat-obatan dapat sebuah isu kesombongan dan kecukupan diri sendiri. Atau

versi rohaninya saya seharusnya dapat dengan percaya Tuhan saja tanpat mengkonsumsi

obat-obatan. Hal ini dapat juga karena takut dan malu oleh orang lain berpikir mengenai

dirinya.

63

d. Mengkonsumsi obat-obatan dapat mempersulit menghadapi hal-hal rohani

sekaligus sebaliknya tidak mengkonsumsi obat-obatan dapat mempersulit

menghadapi hal-hal rohani

Ketika generasi kedua dari konseling Biblika tidak menolak medis maka

konseling Biblika juga tidak menolak secara total mengenai DSM IV. DSM IV

dipandang sebagai deskriptif nyata terhadap satu gejala tingkah laku. Yang konseling

Biblika tolak adalah penjelasan dan sistem wawasan dunia di balik DSM. Sebuah label

diagnosa tidak ditolak oleh konseling biblika dan label diagnosa adalah sebuah titik awal

dari pelayanan, bukan titik akhir. Diagnosa psikiatrik mengorganisasi penderitaan ke

dalam kategori yang membuat fokus perhatian kita. Diagnosa psikiatrik mengingatkan

bahwa pengalaman satu pribadi berbeda dengan pribadi yang lain. Beberapa diagnosa

psikiatrik menjelaskan beberapa pola tingkat keparahan dan bahaya. Beberapa diagnosa

mengingatkan kita kepada peran tubuh di dalam pergumulan seseorang116

.

116

Dari CCEF Conference mengenai Psychiatric Disorder tahun 2011 di dalam sesi Understanding Labels and Diagnoses oleh Mike Emlet

64

Kesimpulan

Saya hendak menyimpulkan refleksi saya terhadap hal yang sudah saya paparkan

di atas. Ketika presuposisi psikologi dan psikoterapi sekular adalah anti Kristen maka

semua ini harus kita waspadai. Kita perlu menyadari konsep pemahaman, motif dan

kerangka pemikiran yang melawan Tuhan di dalam ilmu-ilmu ini. Dan kita harus berhati-

hati untuk tidak mensinkretismekan pemahaman-pemahaman dari psikolog sekular ke

dalam praktik iman kita. Tetapi hal ini bukan berarti keseluruhan ilmu ini dibuang karena

ada bagian wahyu umum yang harus ditebus, dirangkai dan diinterpretasikan dalam

wawasan Alkitab. Karena itu kita sebagai orang percaya perlu menggumuli benar-benar

mengenai permasalahan ini.

Di dalam hal diagnosa oleh DSM,m kita harus menyadari bahwa sesungguhnya

diagnosa ini melukiskan satu kenyataan bahwa gejala-gejala ini memang ada. Gejala-

gejala ini riil sesuai dengan apa yang dideskripsikan. Tetapi kita perlu mewaspadai solusi

yang ditawarkan oleh dunia psikiatri dan juga kerangka pikirnya.

Secara aplikasi praktis adalah bagaimana kita menyimpulkan semua ini ketika kita

memerlukan bijaksana untuk menghadapi seseorang yang bergumul dengan sakit mental

seperti yang saya gumuli. Wawasan dunia dari psikologi dan psikoterapi sekular harus

kita tolak. Cara pandang yang antroposentris dari ilmu ini, pemahamannya tentang

manusia, masalahnya dan solusinya, harus kita tolak juga. Tetapi ada bagian anugerah

umum yang perlu kita ambil misalnya medis.

Karena manusia terdiri dari tubuh dan jiwa / roh maka ketika seseorang bergumul

dengan satu masalah penyakit mental, keseluruhan aspek itu harus ditebus di dalam

anugerah Tuhan. Salah satu masalah dari dunia psikiatri adalah fokus pada masalah tubuh

65

dan melupakan bahwa seringkali akar masalah adalah masalah rohani yang memerlukan

pertobatan dan perubahan hidup. Tetapi ketika ada masalah di dalam tubuh dan

diabaikan, kemudian hanya fokus kepada masalah rohani sebenarnya ini juga kurang

tepat. Obat-obatan ada kalanya dibutuhkan dan diperlukan. Memakan obat dapat

merupakan satu mekanisme melarikan diri dari masalah tetapi tidak memakan obat juga

dapat karena kesombongan seseorang. Memakan obat dapat bermasalah bila kita

bersembunyi di dalam model medis. Tetapi tidak memakan obat ketika diperlukan akan

memperburuk keadaan. Obat dapat dijadikan satu pemberhalaan tetapi juga obat juga

sebenarnya adalah anugerah umum. Karena itu penderita sakit mental dan keluarga

penderita harus mempunyai bijaksana di dalam mengambil tindakan mengkonsumsi

medis. Dan ketika penderita sakit mental mengkonsumsi medis itu bukan solusi final.

Penderita sakit mental harus bergumul di dalam proses pengudusan untuk makin menjadi

serupa dengan Kristus.

Soli Deo Gloria

Jeffrey Lim

2-6-2013

66

Daftar Pustaka

Adams, Jay E. Competent to Counsel : Introduction to Nouthetic Counseling. Grand Rapids, Michigan : Zondervan, 1970.

______. More than Redemption : A Theology of Christian Counseling. Philipsburg, New Jersey : Presbyterian & Reformed, 1979.

______. The Christian Counselor’s Manual : The Practice of Nouthetic Counseling. Grand Rapids, Michigan : Zondervan, 1973.

______. The Big Umbrella and Other Essays and Addresses on Christian Counseling.

USA : Prebyterian and Reformed.

Alan A. Baumeister & Mike Hawkins. Continuity and Discontiunity in the Historical Development of Modern Psychopharmacolog. Los Angelos :Taylor & Francis, Inc, 2005

Babler, John. “A Biblical Critique of the DSM-IV”, Dalam The Journal of Biblical

Counseling, Vol 18, No.1, 1999.

Berkhof Louis. Systematic Theology. Grands Rapids, Michigan : Eerdmans Publishing

Co, 1991.

Bobgan, Martin and Deidre. The Prophet of Psychoheresy I. Santa Barbara, California : EastGate Publishers, 1989.

______. The End of Christian Psychology. Santa Barbara, California : EastGate Publishers, 1997.

Breggin, Peter R. The Anti-Depressant Fact Book. Cambridge, MA : Perseus, 2001.

______. Toxic Psychiatry. New York : St. Martin’s Press, 1991.

Calvin, John Institutes of Christian Religion Book 1, Translated by Ford Lewis Battles. Edited by John T. McNeill, The Library of Christian Classics. Philadelphia : The Westminster Press, 1960.

Crabb Lawrence J. Effective Biblical Counseling. Grand Rapids : Zondervan, 1977.

Collins, Gary R. The Biblical Basis of Christian Counseling for People Helpers. C Colorado, USA : IVP Press, 2001.

______. Can You Trust Psychology? . Downers Grove: InterVarsity Press, 1988.

Cozolino, Louis. The Neuroscience of Psychotheraphy : Healing the Social Brand. New

67

York : W.W Norton & Company, 2010.

C Scipione, George. “Eeny, Meeny, Miny, Mo: Is Biblical Counseling It or No?,” Dalam The Journal of Pastoral Practice, Vol. IX, No. 4, 1989, pp. 52

Dean, Charles E Minnesota Star Tribune,

Cited at http://home.att.net/-

LetFreedomRing/spirituality/prosantibraindisease.html (22 November 1997 )

Ellis, Albert. “The Case Against Religion : A Psychotherapy’s View” and “The Case Against Religiosity” . New York : The Institute for Rational Emotive Behavior Therapy.

Emlet, Michael R. “Let Me Draw a Picture: Understanding the Influences on the Human Heart,” Dalam Journal of Biblical Counseling, Vol. 20, No. 2, 2002.

______. Listening to Prozac. Dalam The Journal of Biblical Counseling, Vol. 26, No. 1, 2012

Freud, Sigmund. The Future of an Illusion, James Strachey, ed, and trans. New York : W.W Norton and Company, Inc, 1961.

Grudem, Wayne. Systematic Theology : An Introduction to Biblical Doctrine. Leicester, England : IVP Press, 1994.

Heanly, David. Let Them Eat Prozac : The Unhealthy Relationship Between the Pharmaceutical Industry and Depresion. New York : New York University Press, 2004.

Hindson, Ed. “The Use of Scripture in Nouthetic Counseling,” Dalam The Journal of

Pastoral Practice, Vol. III, No. 2, 1979.

______. “Nouthetic Counseling: Toward a Christian Theory of Personality,” Dalam The

Journal of Pastoral Practice, Vol. III, No. 4, 1979.

______. “Biblical View of Man: The Basis for Nouthetic Confrontation,” Dalam The Journal of Pastoral Practice, Vol. III, No. 1, 1979.

Jones, Stanton L. & Richard E Butman. Modern psychotherapies : A

Comprehensive Christian Appraisal. Downers Grove, Illinois : IVP Press, 1991.

Joseph, Gellenmullen. Prozac Backlash. Newyork : Simon & Schuster, 2000.

Jung, Carl. Memories, Dreams, Reflections, Aniela Jafle, ed., Richard and Clara Winston,

68

trans. New York : Pantheon, 1963.

Lambert, Heath. Biblical Counseling After Adams. Wheaton, Illinois : Crossway, 2012.

Lisa and Ryan Bazler. Psychology Debunked : Revealing The Overcoming Life ( Lake Mary, Floria : Creation House Press , 2002 ), vi

Napier, Barry. “Hierarchical Assertion and Hierarchical Acceptance: Basic Dynamics of Psychotherapy,” Dalam The Journal of Pastoral Practice, Vol. IV, No. 3, 1980.

Powlison, David. Competent to Counsel ? : The History of A Conservative Protestant Anti-Psychiatry Movement. University of Pennysylavia, 1996.

______. “Affirmations & Denials: A Proposed Definition of Biblical Counseling, Dalam

The Journal of Biblical Counseling, Vol. 19, No. 1, 2000.

Piper, John. “God's Glory is the goal of Biblical Counseling,” Dalam Journal of Biblical

Counseling, Vol. 20, No. 2, 2002.

Rayner, Abi V dan James G. O’Brien . Behavior Disorders of Dementia : Recognition and Treatment diambil dari http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p647.html

Scoot, Timothy. American Fooled : The Truth about antidepressants, antipsychotics and how we’ve been deceived. Victorya, Texas : Argo Publishing, 2006.

Smith, Winston. “Dichotomy or Trichotomy? How the Doctrine of Man Shapes the

Treatment of Depression,” Dalam The Journal of Biblical Counseling, Vol. 18, No. 3, 2000.

Susabda, Yakub, Pengantar ke dalam Teologi Reformed. LRII, 1994.

Szasz, Thomas , “Mental Illness Is Still a Myth,” Dalam The Journal of Biblical

Counseling, Vol. 14, No. 1, 1995.

______. The Myth of Psychotherapy : Mental Healing as Religion, Rethoric, and Repression . Garden City, New York : Syracuse University Press, 1988.

Tong, Stephen. Hati yang terbakar buku 2 : Dosa dan Kebudayaan. Surabaya, Indonesia : Momentum, 2007.

Tyler, David & Kurt Grady. Deceptive Diagnosis : When Sin is called Sickness. Bemidji, Minnesota : Focus Publishing, Inc, 2006.

Tripp, Paul David “Homework and Biblical Counseling”, Dalam The Journal of Biblical Counseling, Vol. 11, No. 2, 1993.

69

______. “Wisdom in Counseling”, Dalam The Journal of Biblical Counseling, Vol. 19, No. 2, 2001.

______. “Wisdom in Counseling,” Dalam Journal of Biblical Counseling, Vol. 19, No. 2, 2001, pp.13.

Van Til, Cornelius. Common Grace and the Gospel. Phillipsburg, New Jersey : Presbyterian and Reformed Publishing Company, 1972.

Valenstein, Blaming the Brain : The Truth About Drugs and Mental Health. Newyork : The Free Press, 1998.

Vitz, Paul C, Psychology as Religion : The Cult of Self-Worship. Grand Rapids, Michigan : William B Eerdmans Publishing Company, 1977

Wendling, Woodrow “Review of Counselor's Guide to the Brain and Its Disorders by

Edward T. Welch,” Dalam The Journal of Biblical Counseling, Vol. XII, No. 2, 1994.

Welch, Edward T. “A Letter to an Alcoholic,” Dalam The Journal of Biblical Counseling,

Vol. 16, No. 3,1998.

______. “Research into the Placebo Effect,” Dalam Journal of Biblical Counseling, Vol.

21, No. 1, 2002.

______. “A Discussion Among Clergy : Pastoral Counseling Talks with Secular Psychology,” Dalam The Journal of Biblical Counseling, Vol. 13, No. 2, 1995.

______. “Queries & Controversies: How valid or useful are psychiatric labels for

depression?, Dalam The Journal of Biblical Counseling, Vol. 18, No. 2, 2000.

______. “Sin or Sickness? Biblical Counseling and the Medical Model,” Dalam The

Journal ofPastoral Practice, Vol. X, No. 2, 1990.

______.Apakah otak yang dipersalahkan ?. Surabaya : Penerbit Momentum, 1998. Worlf,

Worlf, David C. Hepatic Encephalopathy dari website www.emedicine.medscape.com/article/186101-overview#aw2aab6b4

Lain lain Dari CCEF Conference mengenai Psychiatric Disorder tahun 2011 di dalam sesi Understanding Labels and Diagnoses oleh Mike Emlet

www.abilify.com