PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN-UMJ

122
Unggul dalam IPTEK Kokoh dalam IMTAQ LAPORAN HASIL PENELITIAN STUDI PERILAKU ANAK TERHADAP JAJANAN DI KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI 17 PAGI JOHAR BARU JAKARTA PUSAT TAHUN 2012 OLEH : HARDIYANTI NPM: 2010727050 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2012

Transcript of PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN-UMJ

Unggul dalam IPTEK Kokoh dalam IMTAQ

LAPORAN HASIL PENELITIAN

STUDI PERILAKU ANAK TERHADAP JAJANAN

DI KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI 17 PAGI JOHAR BARU

JAKARTA PUSAT

TAHUN 2012

OLEH :

HARDIYANTI

NPM: 2010727050

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2012

USER
Typewriter
PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN-UMJ
USER
Typewriter

Unggul dalam IPTEK Kokoh dalam IMTAQ

STUDI PERILAKU ANAK TERHADAP JAJANAN

DI KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI 17 PAGI JOHAR BARU

JAKARTA PUSAT

TAHUN 2012

Laporan penelitian ini dibuat dalam rangka memperoleh gelar

Sarjana Keperawatan ( S.Kep )

OLEH :

HARDIYANTI

NPM: 2010727050

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2012

i

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Riset Keperawatan HARDIYANTI Studi perilaku anak terhadap jajanan di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 99 Halaman + 3 Tabel + 6 Lampiran

ABSTRAK Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan psikomotor, dan media informasi. Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta praktiknya yang berhubungan dengan kesehatan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hubungan perilaku anak terhadap jajanan. Desain penelitian yang digunakan Deskriptif Crosssectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012, dengan sampel 72 orang. Variabel penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, praktik (psikomotor), lingkungan dan media informasi. Analisa dilakukan dengan bertahap yaitu univariat dengan analisa bivariat untuk mengetahui hubungan dan variabel dependen dan independen. Uji statistik digunakan adalah statistik Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku jajanan Odds Ratio 3,312 (95% CI 1,232 – 8,901) dengan P Value - 0,030, sikap dengan perilaku jajanan Odds Ratio 4,750 (95% CI 1,518 – 14,865) dengan P Value - 0,012, praktik dengan perilaku jajanan Odds Ratio 4 (95% CI 1,453 – 11,014) dengan P Value - 0,013, lingkungan dengan perilaku jajanan Odds Ratio 4,121 (95% CI 1,505 – 11,289) dengan P Value – 0,10, dan media informasi dengan perilaku jajanan Odds Ratio 3,685 (95% CI 1,359 – 9,991) dengan P Value - 0,18. Dari hasil penelitian tersebut disarankan agar anak dapat berperilaku terhadap jajanan berupa pengetahuan, sikap, praktik, lingkungan dan media informasi. Daftar pustaka : 23 (2002 - 2011) Kata Kunci : Perilaku, Anak, Jajanan.

x

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirohim

Segala puji atas kebesaran Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya

kepada peneliti, salawat serta salam dihaturkan pada junjungan kita Nabi Muhammad

SAW sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian yang diperlukan untuk

memenuhi syarat mencapai gelar sarjana keperawatan, Strata Satu Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta

dengan judul “ Studi Perilaku Anak Terhadap Jajanan di Kelas VI Sekolah Dasar

Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat tahun 2012”.

Dalam proses penyusunan tugas akhir ini, tidak terlepas dari hambatan dan juga bantuan,

bimbingan serta dorongan semangat dari berbagai pihak yang sangat besar artinya bagi

penulis, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Muhammad Hadi, S.KM, M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Jakarta.

2. Bapak Syamsul Anwar, M.Kep. , Sp.Kom. selaku Pembimbing Riset

Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

xi

3. Bapak Rohman Azzam, S.Kep, M.Kep selaku Wali Kelas B2 Program Studi

Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Jakarta.

4. Semua Dosen dan Staff pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah

memberikan bekal ilmu dan pengetahuan selama peneliti menuntut ilmu.

5. dr. Pingky F. Irawan selaku Kepala Puskesmas Kecamatan Johar Baru yang telah

memberikan kepercayaan untuk melanjutkan pendidikan.

6. dr. Budiarsinta dan teman sejawat selaku Kepala Puskesmas Kelurahan Johar

Baru III yang telah memberikan kesempatan untuk menuntut ilmu.

7. Drs. Iman Komarudin, M.Pd. selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar

Baru Jakarta Pusat yang telah memberikan izin tempat penelitian.

8. Bapak Eko Wiharso, S.Pd dan Ibu Juarsih, Spd. Selaku Wali Kelas VI A dan

VIB Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat yang telah

mengizinkan untuk meminjam anak didiknya untuk penelitian.

9. Ayahanda dan ibunda tercinta : Bpk. H.Supardjo dan Ibu Hj. Yuyun Yunarni,

terima kasih doa yang tak henti, motivasi, perhatian dan kesabaran dalam

mendidik saya sehingga selesainya tugas akhir ini.

10. Sahabat-sahabatku seperjuangan ( Fiqa Rahma, Ika , Yuriandah, Frida Putri

Dwiningrum , Novi Ulhayati) terima kasih atas motivasi dan dukungannya.

11. Semua teman seperjuangan program B angkatan 2012 yang saya cintai dan

sayangi, yang memberikan senyuman dan canda tawanya yang akan kita

lanjutkan diprogram Ners nanti.

xii

12. Untuk “Sang Pangeran” yang belum juga menjemputku, ku tunggu kau disini.

13. Seluruh pihak – pihak yang telah membantu, dan tidak dapat disebutkan

semuanya dalam kesempatan ini saya ucapkan terima kasih yang sedalam –

dalamnya.

Akhir kata, peneliti mengucapkan Alhamdulillah hirobbil’alamin dan semoga Alloh

SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan bapak, ibu dan saudara sekalian.

Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca.

Jakarta, Februari 2012

Peneliti

Hardiyanti, AMK.

v

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN

ABSTRAK ........................................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAAN ............................................................................. iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... iv

DAFTAR ISI ........................................................................................................ v

LAMPIRAN ......................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR ......................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Masalah Penelitian .................................................................... 9

C. Pertanyaan Penelitian ................................................................ 9

D. Tujuan Penelitian ...................................................................... 9

E. Manfaat Penelitian .................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Perilaku

1. Pengertian Perilaku .............................................................. 12

2. Pembagian perilaku .............................................................. 14

3. Perilaku kesehatan................................................................ 14

vi

B. Konsep Anak Sekolah

1. Pengertian Anak Sekolah ..................................................... 17

2. Perkembangan Psikososial ................................................... 19

3. Perkembangan Kognitif..................................................... .. 21

4. Nutrisi Anak Sekolah.......................................................... . 21

C. Konsep Jajanan

1. Pengertian Jajanan................................................................ 23

2. Jenis Jajanan ......................................................................... 24

D. Perilaku Anak Sekolah Terhadap Jajanan

1. Konsep Pengetahuan ............................................................ 31

2. Konsep Sikap .................................................................... .. 33

3. Konsep Tindakan (Psikomotor) ........................................... 39

3. Konsep Lingkungan ............................................................. 40

4. Konsep Media Informasi ...................................................... 46

E. Hasil Penelitian Terdahulu ....................................................... 51

vii

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESA PENELITIAN,

DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep ...................................................................... 53

B. Hipotesa Penelitian ................................................................... 54

C. Definisi Operasional ................................................................. 55

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian ...................................................................... 60

B. Tempat Penelitian ..................................................................... 60

C. Waktu Penelitian ....................................................................... 60

D. Populasi dan Sampel ................................................................. 61

E. Teknik Pengambilan Sampel..................................................... 63

F. Etika Penelitian ......................................................................... 63

G. Pengumpulan Data .................................................................... 64

H. Pengolahan Data ....................................................................... 70

I. Analisa Data .............................................................................. 71

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Analisa Univariat ...................................................................... 72

B. Analisa Bivariat ....................................................................... 77

viii

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian ............................................................ 83

B. Variabel Demografi ................................................................. 84

C. Perilaku Anak Terhadap Jajanan ........................................... 88

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ............................................................................... 96

B. Saran ........................................................................................ 97

DAFTAR PUSTAKA

ix

LAMPIRAN – LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Kesediaan Menjadi Responden

Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Penelitian

Lampiran 3 : Daftar Pertanyaan Penelitian (Kuisioner)

Lampiran 4 : Surat Perizinan dari Kampus FKK UMJ

Lampiran 5 : Surat perizinan dari Kepala Sekolah SDN 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat

Lampiran 6 : Lembar Konsul Pembimbing

1

BAB I

PENDAHULUAN

B. Latar Belakang

Kebutuhan Dasar Manusia merupakan unsur – unsur yang dibutuhkan oleh manusia

dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya

bertujuan unutuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar

manusia menurut Abraham Maslow dalam Teori Hieraki Kebutuhan menyatakan

bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu : kebutuhan fisiologis,

keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri.

Kebutuhan Fisiologis merupakan kebutuhan yang paling dasar, yaitu : kebutuhan

oksigen, keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, istirahat, tidur, seksualitas, cairan

(minuman) dan nutrisi (makanan).(Alimul A.A,2009).

Makanan adalah semua subtansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air,

obat – obatan dan subtansi - subtansi lain yang digunakan untuk pengobatan. Air

tidak termasuk kedalam makanan karena merupakan elemen vital bagi kehidupan

bagi manusia. ( Ferry E. 2009).

2

Ada sebagian orang yang mengidentikkan makanan mahal dengan kualitas baik dan

sehat. Padahal, Ini belum tentu benar. Pendapat seperti ini biasanya karena penyakit

– penyakit akut yang diakibatkan oleh makanan. Karena penyakit bawaan makanan

dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa faktor tersebut antara lain

kebiasaan untuk memproduksi dan mengolah makanan secara tradisional,

penyimpanan dan penyajian makanan yang tidak bersih.

( Ferry E. 2009).

Saat ini banyaknya produk makanan yang disukai anak – anak terutama makanan

ringan menjadi salah satu alasan anak - anak menjadi perhatian. Beragam iklan

produk makanan silih berganti ditayangkan diberbagai stasiun televisi dengan aneka

variasi. Ini adalah strategi produsen untuk terus menerus menjaring konsumen

dengan tawaran – tawaran produk baru. Tidak terkecuali anak – anak yang menjadi

sasaran. ( Shimp.2003).

Anak harus bisa membedakan keinginan dan kebutuhan. Anak kecil identik dengan

jajan. Aktivitas jajan biasa dilakukan pada saat jam istirahat sekolah. Kegiatan

bermain dan belajar menuntut keaktifan seorang anak. Akibatnya anak sering

merasa lapar. Jajan menjadi jalan keluar paling cepat mengisi perut yang kosong.

Beragam jajanan ditawarkan di lingkungan sekolah. Selain kantin, masih ada

pedagang kaki lima atau warga sekitar yang turut menawarkan jajanan. Jajanan

yang ditawarkan berupa makanan, minuman, sampai mainan. Beragam jajanan ini

tentu menggiurkan anak SD. Akibatnya alasan jajan bukan hanya lapar, tapi juga

keinginan untuk meniru temannya.

3

http://koran.republika.co.id/koran/0/148626/MENGEREM_JAJAN_SISWA dikutip

pada tgl. 2 November 2011.

Jajanan dengan berbagai jenis bentuk dan warna memang dikemas secara menarik

untuk memikat anak-anak. Akibatnya, mereka tak berkandungan gizi atau bahkan

jajanan itu berbahaya bagi kesehatan. Orang tua yang selalu memberi uang jajan

kepada buah hati, sebaiknya mulai mengerem kebiasaan ini. Dari pada memberikan

uang jajan kepada anak, yang dapat memberikan penggantinya dalam bentuk bekal

makanan sebab jajanan yang belum tentu terjamin nutrisi dan kebersihannya.

http://kosmo.vivanews.com/news/read/65672

ubah_kebiasaan_anak_jajan_sembarangan Dikutip 6 Desember 2011.

Pada umumnya perilaku makan yang sering menjadi masalah adalah kebiasaan

makan di kantin atau warung di sekitar sekolah dan kebiasaan makan fast food.

Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau street food menurut

FAO didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual

oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain

yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih

lanjut. Jajanan kaki lima dapat mejawab tantangan masyarakat terhadap makanan

yang murah, mudah, menarik dan bervariasi. Sebuah penelitian di Jakarta

mengungkapkan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang berkisar antara

Rp 2000,- - Rp 4000,- per hari, bahkan ada yang mencapai Rp 7000,-. Hanya sekitar

5% anak membawa bekal dari rumah. Sebagian besar dari mereka lebih terpapar

4

pada makanan jajanan kaki lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli

makanan tersebut.

Dari segi gizi sebenarnya makanan jajanan sekolah tersebut belum tentu buruk,

meski banyak juga yang mengabaikan komposisi gizi. Ternyata makanan jajanan

kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein

29% dan zat besi 52%. Tetapi keamanan jajanan tersebut baik dari segi

mikrobiologis maupun kimiawi masih dipertanyakan.

Pada penelitian yang dilakukan di Bogor telah ditemukan Salmonella Paratyphi A di

25% - 50% sampel minuman yang dijual di kaki lima. Bakteri tersebut adalah

penyebab penyakit tifus pada anak. Penelitian lain yang dilakukan suatu lembaga

studi di daerah Jakarta Timur mengungkapkan bahwa jenis jajanan yang sering

dikonsumsi oleh anak-anak sekolah adalah lontong, otak-otak, tahu goreng, mie

bakso dengan saus, ketan uli, es sirop, dan cilok.

Berdasarkan uji laboratorium, pada otak-otak dan bakso ditemukan borax, tahu

goreng dan mie kuning basah ditemukan formalin, dan es sirop merah positif

mengandung rhodamin B. Selain cemaran mikrobiologis, cemaran kimiawi yang

umum ditemukan pada makanan jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan

tambahan pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengempal yang mengandung logam

berat Boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin B (

pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil).

5

Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik

yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti antara lain

kanker dan tumor pada organ tubuh manusia. Belakangan juga terungkap bahwa

reaksi simpang makanan tertentu ternyata dapat mempengaruhi fungsi otak

termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku tersebut

meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, gangguan bicara,

hiperaktif hingga memperberat gejala pada penderita autism. Pengaruh jangka

pendek penggunaan BTP ini menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum seperti

pusing, mual, muntah, diare atau kesulitan buang air besar. Joint Expert Committee

on Food Additives (JECFA) dari WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar

BTP melarang penggunaan bahan kimia tersebut pada makanan. Standar ini juga

diadopsi oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan RI melalui Peraturan Menkes

no. 722/Menkes/Per/IX/1998.

Banyak Pedagang kaki Lima (PKL) tidak tahu dan tidak menyadari bahaya adanya

BTP ilegal pada bahan baku jajanan yang mereka jual. BTP ilegal menjadi

primadona bahan tambahan di jajanan kaki lima karena harganya murah, dapat

memberikan penampilan makanan yang menarik (misalnya warnanya sangat cerah

sehingga menarik perhatian anak-anak) dan mudah didapat. Makanan yang

dijajakan oleh PKL umumnya tidak dipersiapkan dengan secara baik dan bersih.

Kebanyakan PKL mempunyai pengetahuan yang rendah tentang penanganan

pangan yang aman, mereka juga kurang mempunyai akses terhadap air bersih serta

fasilitas cuci dan buang sampah. Terjadinya penyakit bawaan makanan pada jajanan

kaki lima dapat berupa kontaminasi baik dari bahan baku, penjamah makanan yang

6

tidak sehat, atau peralatan yang kurang bersih, juga waktu dan temperatur

penyimpanan yang tidak tepat.

http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2011/02/16/bahaya-jajanan-sekolah-

yang-selalu-mengancam/ Dikutip Tgl. 4 Desemeber 2011.

Ketertarikan anak untuk jajan di sekolah sangat tinggi karena para produsen

makanan ringan atau pedagang menawarkan bermacam bentuk, jenis dan rasa yang

membuat anak ingin membelinya. Penelitian dari Badan Pengawasan Obat dan

Makanan (BPOM), sebagian jajanan anak sekolah mengandung bahan kimia

berbahaya dan hampir 50 % tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan. Masih

menurut BPOM, dari 163 sampel jajanan anak yang di uji di 10 provinsi, sebanyak

80 sampel atau 50 % tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan, seperti

mengandung bahan kimia berbahaya, tidak mengindahkan kebersihan dan tidak

memenuhi kententuan. Beragam jajanan biasanya diproduksi oleh industri rumahan.

Parahnya para produsen industri rumahan ini kebanyakan tidak mengetahui

prosedur pengelolaan makanan yang baik. Kalaupun mengetahui, alasan ekonomis

dan bisnis menjadi penyebab utama.

Bahan – bahan berbahaya diatas jika dikonsumsi dapat menimbulkan penyakit

berbahaya seperti kanker, bahkan menyebabkan kematian. Pernyataan ini bukan

tidak terbukti karena BPOM pernah melakukan monitoring terhadap KLB

(Keracunan Luar Biasa), yaitu keracunan pangan pada 2005. Dari 184 KLB ini

ternyata 8.949 orang dari 23.864 orang terbukti sakit dan 49 orang meninggal. Dari

184 KLB keracunan pangan tersebut ternyata 28 kejadian disebabkan dari pangan

7

olahan, 33 kejadian dari pangan jajanan, 39 kejadian dari pangan jasa boga, 78

kejadian dari masakan rumah tangga, dan 6 kejadian dari pangan lainnya. ( Aminah,

Mia Siti. 2009)

Sekitar tahun 2010 kemarin di kota Bogor puluhan siswa Sekolah Dasar Negeri

(SDN) Sawah, Desa Sawah, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, mengalami

keracunan makanan. Para siswa mengeluh mual, muntah dan pusing. Akibatnya,

siswa kelas empat, lima dan enam SD ini dilarikan guru setempat ke Pusat

Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Rumpin, beberapa kilometer dari lokasi.

Keracunan dikarenakan menyantap jajanan berbentuk daging olahan yang

dijajahkan pedagang di depan sekolah. Dari data Puskesmas Rumpin, jumlah siswa

yang mengaku keracunan terus bertambah. Bahkan, kini angkanya sudah mencapai

52 siswa. Meski demikian, tak semua siswa dirawat di Puskesmas. Beberapa siswa

yang kondisinya tak begitu parah, sudah dibawa pulang oleh beberapa orang tua.

http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2010/11/08/puluhan-siswa-sd-keracunan-

jajanan-sekolah Dikutip Tgl.4 Desember 2011.

Dari data yang diperoleh dari program Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di

Puskesmas Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat, memang tidak pernah mengalami

kasus keracunan yang diakibatkan makanan ringan ataupun jajanan di sekolah.

Namun, dari data selama tahun 2010 anak usia sekolah yang datang berkunjung

untuk pengobatan cukup banyak. Dari 10 peringkat penyakit umum di Puskesmas

Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat terdapat 2 penyakit yang sering dialami pada

anak usia sekolah di peringkat pertama yaitu ISPA dan di peringkat Ketujuh adalah

8

Gastroenteritis Akut. Pada urutan pertama yaitu Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA)

sebanyak 5.569 anak. Dan urutan ketujuh yaitu Diare sebanyak 465 anak.

Sedangkan pada tahun 2011 sampai dengan bulan oktober masih pada urutan yang

sama sebanyak 3.425 anak mengalami Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA) dan

sebanyak 386 anak mengalami Gastroenteritis Akut. Sedangakan di Puskesmas

Kelurahan Johar Baru III dari Oktober 2010 sampai dengan Oktober 2011 sebanyak

142 anak usia 5 - 9 tahun menderita Gastroenteritis akut.

Kebaikan dari kebiasaan jajan adalah bisa melengkapi atau menambah kebutuhan

gizi anak jika makanan yang dibeli sudah memenuhi syarat kesehatan. Sedangkan

keburukannya adalah dapat mengurangi nafsu makan anak terhadap masakan rumah

dan tidak terjamin kesehatanya. (Winiati P. Rahayu. 2011). Sekolah merupakan

salah satu lahan para produsen makanan ringan atau pedagang menjual pangan

jajanan dan peran guru sangat diharapkan untuk menjamin agar pangan jajanan

disekolah mempunyai keamanan yang baik. Oleh karena itu, perilaku anak sekolah

yang sering jajan makanan ringan membuat cemas orang tua.

Dari masalah diatas, bahwa perilaku anak untuk jajan sangat menarik untuk

dilakukan penelitian, maka peneliti tertarik mengambil judul penelitian ini “Studi

Perilaku Anak Terhadap Jajanan Di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar

Baru Jakarta Pusat Tahun 2012”.

9

B. Masalah Penelitian

Penelitian ini penting dilakukan karena untuk membantu pengelola sekolah bisa

lebih memusatkan perhatinya untuk meningkatkan kualitas makanan pada jenis

makanan tertentu yang beredar dikantin sekolah atau dilingkungan sekolah. Alasan

pemilihan penelitian di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru karena

banyak para pedagang menawarkan jajanan makanan ringan. Sehingga penelitian

tertarik terhadap Jajanan Makanan Ringan Di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17

Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 .

C. Pertanyaan Penelitian

Peneliti ingin mengetahui apa sajakah yang berhubungan dengan Perilaku Anak

Terhadap Jajanan Di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta

Pusat Tahun 2012.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran perilaku anak terhadap jajanan di kelas VI Sekolah

Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui adanya gambaran dari hubungan pengetahuan terhadap

perilaku jajan anak sekolah kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar

Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

10

b. Diketahui adanya gambaran dari hubungan sikap terhadap perilaku jajan

anak sekolah kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta

Pusat Tahun 2012.

c. Diketahui adanya gambaran dari hubungan praktik (psikomotor) terhadap

perilaku jajan anak sekolah kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar

Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

d. Diketahui adanya gambaran dari hubungan lingkungan terhadap perilaku

jajan anak sekolah kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru

Jakarta Pusat Tahun 2012.

e. Diketahui adanya gambaran dari hubungan Media Informasi terhadap

perilaku jajan anak sekolah kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar

Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

E. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Pendidikan Keperawatan

Sebagai masukan untuk pembangunan ilmu, khususnya ilmu keperawatan

komunitas untuk mengetahui Perilaku Anak Terhadap Jajanan Di Kelas VI

Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

11

2. Pelayanan Kesehatan dan Tenaga Keperawatan

Sebagai masukan dalam melakukan asuhan keperawatan pada keluarga yang

akan mempunyai anak usia sekolah, dalam rangka peningkatan mutu asuhan

keperawatan dan dapat memberikan pelayanan yang akan melakukan perawatan

keluarga anak usia sekolah.

3. Peneliti

Sebagai bahan rujukan atau referansi untuk penelitian selanjutnya tentang

Perilaku Anak Terhadap Jajan Makanan Ringan Di Kelas VI Sekolah Dasar

Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

12

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pada bab ini akan dibahas tentang perilaku anak terhadap jajanan yang berkaitan dengan

konsep dan teori.

A. Konsep Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah faktor terbesar kedua setelah lingkungan yang mempengaruhi

kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat.(Blum,1974). Oleh sebab itu,

untuk membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya

yang ditunjukan kepada faktor perilaku sangat penting dan strategis, mengingat

pengaruh yang ditimbulkannya. Masyarakat yang erat kaitanya dengan upaya

peningkatan pengetahuan masyarakat terbentuk melalui kegiatan yang disebut

pendidikan kesehatan. Menurut Green (1980), pendidikan kesehatan mempunyai

peranan penting dalam mengubah dan menguatkan faktor perilaku (predisposisi,

pendukung, dan pendorong) sehingga menimbulkan perilaku positif dari

masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku, pendidikan kesehatan dan status

kesehatan masyarakat berada dalam suatu pola hubungan yang saling

mempengaruhi. Perilaku terhadap makanan menjadi perilaku yang meliputi :

13

pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap makanan serta unsur – unsur yang

terkandung di dalamnya (gizi, vitamin) dan pengolahan makanan. Perilaku terhadap

makanan menjadi bagian dari kesehatan lingkungan. (Maulana,2009).

Perilaku adalah aksi dari individu terhadap reaksi dari hubungan dengan

lingkungannya. Dengan perkataan lain, perilaku baru terjadi bila ada sesuatu yang

diperlukan untuk menimbulkan reaksi. Sesuatu tersebut disebut rangsangan. Jadi

suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi berupa perilaku tertentu.

(Machfoedz,2005).

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi

manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan

tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu

terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat

bersifat pasif (tanpa tindakan : berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif

(melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat

dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan

lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang

kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan. (Sarwono,2004).

14

2. Pembagian Perilaku Dilihat dari Bentuk Respons Terhadap Stimulus

(Maulana,2009).

a. Perilaku tertutup ( Convert behavior )

Respons seseorang terhadap stimulus sifatnya masih tertutup ( convert ). Respons ini

masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang

terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut. Misalnya, mengetahui bahaya

jajanan yang berwarna mencolok, tetapi ia masih jajan juga.

b. Perilaka terbuka ( Overt behavior )

Respons seseorang terhadap stimulus bersifat terbuka dalam bentuk tindakan nyata,

yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. Misalnya Berhenti membeli

jajanan yang berwarna mencolok.

3. Perilaku Kesehatan ( Maulana, 2009 )

a. Pengertian perilaku kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang ( organisme ) terhadap stimulus

atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.

b. Unsur – unsur dalam perilaku kesehatan

1) Perilaku terhadap sakit dan penyakit.

Perilaku terhadap sakit dan penyakit merupakan respons internal dan eksternal

seseorang dalam menanggapi rasa sakit dan penyakit, baik dalam bentuk respons

tertutup ( sikap, pengetahuan ) maupun dalam bentuk respons terbuka ( tindakan

nyata ).

15

2) Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ( health promotion behavior ).

Perilaku seseorang untuk memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh terhdap

masalah kesehatan. Sebagai contoh, kebiasaan sarapan pagi sebelum anak sekolah

belajar, makan makanan bergizi seimbang dan melakukan olahraga pagi setiap hari

jum’at untuk anak sekolah.

3) Perilaku pencegahan penyakit ( health prevention behavior )

Segala tindakan yang dilakukan seseorang agar dirinya terhindar dari penyakit,

misalnya melakukan Jum’at bersih di sekolah, Imunisasi difteri dan tetanus untuk

anak sekolah, dll.

4) Perilaku pencarian pengobatan ( health seeking behavior )

Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita

penyakit dan/atau kecelakaan, mulai dari mengobati sendiri (self-treatment)

sampai mencari bantuan ahli. Misalnya individu pergi ke pelayanan kesehatan saat

sakit.

5) Perilaku pemulihan kesehatan ( health rehabilitation behavior)

Pada proses ini, diusahakan agar sakit atau cacat yang diderita tidak menjadi

hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik,

mental dan sosial. Misalnya anak sekolah yang menderita gastroenteritis akut

akibat jajanan melakukan minum oralit untuk menggantikan cairan yang telah

keluar.

16

6) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan

Perilaku ini merupakan respons individu terhadap sistem pelayanan modern atau

tradisional, meliputi respons terhdap petugas fasilitas pelayanan, cara pelayanan

kesehatan, perilaku terhadap petugas dan respons terhadap pemberian obat –

obatan. Respons ini terwujud dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap dan

penggunaan fasilitas, sikap terhadap petugas dan obat – obatan.

7) Perilaku terhadap makanan

Perilaku ini meliputi pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap makanan serta

unsur – unsur yang terkandung didalamnya (gizi, vitamin) dan pengolahan

makanan. Dari beberapa literatur, perilaku terhadap makanan menjadi bagian dari

kesehatan lingkungan.

8) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan

Perilaku ini merupakan upaya seseorang merespons lingkungan sebagai

determinan agar tidak memengaruhi kesehatan misalnya bagaimana meningkatkan

daya tahan tubuh dengan makanan yang bergizi.

c. Klasifikasi perilaku kesehatan

Menurut Becker ( 1979 ) seperti dikutip Notoatmodjo (2010), perilaku yang

berhubungan dengan kesehatan diklasifikasi sebagai berikut :

1) Perilaku hidup sehat

Perilaku hidup sehat merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya

mempertahankan dan meningkatkan kesehatanya. Hal ini mencakup makan dengan

menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan

narkoba, dll.

17

2) Perilaku sakit

Perilaku ini merupakan respons seseorang terhdap sakit dan penyakit, persepsi

terhdap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, penegobatan

penyakit dan usaha – usaha untuk mencegah penyakit.

3) Perilaku peran sakit

Perilaku peran sakit adalah segala aktivitas individu yang menderita sakit untuk

memperoleh kesembuhan. Dari segi sosiologi, orang sakit mempunyai peran yang

meliputi hak dan kewajiban orang sakit. Perilaku peran sakit meliputi hal – hal

berikut :

a) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

b) Mengenal atau menegtahui fasilitas atau sasaran pelayanan atau penyembuhan

penyakit yang layak.

c) Mengetahui hak (misalnya, memperolh perawatan, memperoleh pelayanan

kesehatan) dan kewajiban orang sakit (memberi tahu penyakit pada orang lain

terutama petugas kesehatan, tidak menularkan penyakit pada orang lain).

B. Konsep Anak Sekolah

1. Pengertian Anak Sekolah

Anak – anak usia sekolah dasar, yaitu anak usia 6 sampai 12 tahun, secara langsung

mempengaruhi pembelian produk dan secara tidak langsung mempengaruhi

pembelian orang tua. ( Shimp.2005).

18

Menurut WHO yang dikutip dari (Muaris,2008) batasan umur anak sekolah 6 sampai

12 tahun. Pada usia tersebut anak sedang mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang cukup penting, terutama saat menjelang remaja. Istilah

pertumbuhan sendiri mengacu pada proses bertambahnya ukuran fisik dan struktur

tubuh karena terjadinya pertambahan ukuran dan jumlah sel pada jaringan tubuh.

Sementara itu, kata perkembangan merupakan proses bertambahnya kemampuan

struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Pada umur sekolah terjadi sejumlah

perkembangan, diantaranya perkembangan fisik yang sangat prima, lebih cepat

dibanding pada usia balita, perkembangan intelektual yang mulai nyata, diaman

sudah terlihat adanya keinginan atau kemauan untuk berbuat sesuatu yang bersifat

keterampilan, seperti menggambar, membaca, menyanyi, berolahraga dan

sebagiannya, juga perkembangan emosi serta sosial.

Rentang kehidupan yang dimulai dari usia 6 sampai mendekati 12 tahun memiliki

berbagai label, yang masing-masing menguraikan karakteristik penting dari periode

tersebut. Periode usia pertengahan ini sering disebut usia sekolah atau masa sekolah.

Periode ini dimulai dengan masuknya anak ke lingkungan sekolah, yang memiliki

dampak signifikan dalam perkembangan dan hubungan anak dengan orang lain. Anak

mulai bergabung dengan teman-teman seusianya, mempelajari budaya masa kanak-

kanak, dan menggabungkan diri ke dalam kelompok sebaya, yang merupakan

hubungan dekat pertama di luar kelompok keluarga (Wong, 2008).

19

2. Perkembangan Psikososial (Muscari,2005)

a. Tinjauan (Erikson)

Erikson menyatakan krisis psikososial yang dihadapi anak pada usia 6 sampai 12

tahun sebagai “industri versus inferioritas” atau Masa Sekolah (School Age) ditandai

adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan

tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di

lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya

sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan

pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan

kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.

Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia sekolah

dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap

ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari

perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya

bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga

semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus

memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain sebagainya.

b. Rasa takut dan stresor

Sebagian rasa takut yang terjadi sejak masa kanak-kanak awal dapat terselesaikan atau

berkurang, namun anak dapat menyembunyikan rasa takutnya untuk menghindari

dikatakan sebagai “pengecut” atau “bayi”. Rasa takut yang sering terjadi gagal di

sekolah, gertakan, guru yang mengintimidasi, dan sesuatu yang buruk terjadi pada

20

orang tua. Stresor yang sering terjadi untuk anak usia sekolah yang lebih kecil, yaitu

dipermalukan, membuat keputusan, membutuhkan izin/persetujuan, kesepian,

kemandirian, dan lawan jenis. Untuk anak usia sekolah yang lebih besar yaitu

kematangan seksual, rasa malu, kesehatan, kompetesi, tekanan dari teman sebaya, dan

keinginan untuk menggunakan obat-obatan.

c. Sosialisasi

Masa anak usia sekolah merupakan periode perubahan dinamis dan kematangan seiring

dengan peningkatan keterlibatan anak dalam aktifitas yang lebih kompleks, membuat

keputusan, dan kegiatan yang memiliki tujuan. Belajar lebih banyak mengenai

tubuhnya, perkembangan sosial berpusat pada tubuh dan kemampuannya. Hubungan

dengan teman sebaya memegang peranan penting yang baru. Aktifitas kelompok,

termasuk tim olahraga, biasanya menghabiskan banyak waktu dan energi.

d. Bermain dan mainan

Bermain menjadi lebih kompetitif dan kompleks selama periode usia sekolah.

Karakteristik kegiatan meliputi tim olahraga, klub rahasia, aktifitas “geng”, pramuka

atau organisasi lain, puzzle yang rumit, koleksi, permainan papan, membaca, dan

mengagumi pahlawan tertentu. Peraturan dan ritual merupakan aspek penting dalam

bermain dan permainan. Mainan, permainan, dan aktivitas yang meningkatkan

pertumbuhan dan perkembangan meliputi permainan kartu dan papan bertingkat yang

rumit, buku dan kerajinan tangan, musik dan seni, kegiatan olahraga, kegiatan tim, dan

video game.

21

e. Disiplin

Anak usia sekolah mulai mengindentifikasikan pengendalian diri dan membutuhkan

sedikit pengarahan dari luar. Mereka melakukannya, walaupun membutuhkan orang

tua atau orang dewasa lain yang dipercaya untuk menjawab pertanyaan dan

memberikan bimbingan untuk membuat keputusan.

3. Perkembangan Kognitif

Anak berusia antara 7 dan 11 tahun berada dalam tahap konkret operasional, yang

ditandai dengan penalaran induktif, tindakan logis, dan pikiran konkret yang

reversibel. Karakteristik spesifik tahap ini antara lain:

a. Transisi dari egosentris ke pemikiran objektif

b. Berfokus pada kenyataan fisik saat ini disertai ketidakmampuan melihat untuk

melebihi kondisi saat ini

c. Kesulitan menghadapai masalah yang jauh, masa depan atau hipotesis

d. Perkembangan berbagai klasifikasi mental dan aktifitas yang diminta

e. Perkembangan prinsip konservasi

4. Nutrisi Anak Sekolah

Sebanyak 89 % laki - laki mengatakan mengemil sedikitnya sekali tiap hari, hampir

1/3 melakukannya dua-tiga kali sehari. Perempuan melaporkan mereka mengudap

camilan 2-4 kali atau lebih setiap hari. Hanya 12 % dari keseluruhan responden

mengatakan tak pernah mengemil. Memasuki usia sekolah, ada perbedaan kebutuhan

energi dan zat – zat gizi antara anak laki – laki dan perempuan ini karena kebutuhan

energi laki – laki lebih banyak aktifitas fisik, sehingga ia lebih membutuhkan kalori

22

banyak dibandingkan dengan anak – anak perempuan. Sementara, anak – anak

perempuan usia ini umumnya sudah mengalami menstruasi sehingga mereka

membutuhkan lebih banyak protein dan zat besi. (Diana, 2009).

a. Kebutuhan nutrisi

Kebutuhan kalori harian anak usia sekolah menurun berhubungan dengan ukuran

tubuh. Anak usia sekolah membutuhkan rata-rata 2400 kalori per hari.

b. Pilihan dan pola konsumsi makanan (Rahayu,2011).

Anak terpapar dengan pengalaman makan yang lebih luas di ruang makan sekolah

(kantin), anak mungkin tetap memilih-milih makanan tetapi harus lebih

mempunyai kemauan untuk mencoba makanan baru. Di rumah anak harus makan

apa yang keluarga makan, pola yang berkembang saat ini tetap bertahan pada anak

hingga dewasa. Banyak anak usia sekolah tidak menyukai sayuran, hati, dan

makanan pedas. Mereka mungkin masih melanjutkan makanan favorit, makan

hanya dengan satu jenis makanan pada satu waktu, misalnya roti dilapisi selai

kacang untuk makan siang. Anggota keluarga memainkan peranan penting dalam

mempengaruhi pilihan anak terhadap makanan, namun teman sebaya dan media

juga mempengaruhi.

Rasa suka dan tidak suka terhadap makanan terbentuk pada usia-usia awal yang

berlanjut pada masa kanak-kanak pertengahan, walaupun kecenderungan terhadap

satu pilihan makanan mulai berakhir dan anak-anak mulai merasakan banyak

makanan yang beragam. Namun demikian, dengan tersedianya restoran siap saji,

23

pengaruh media massa dan godaan beragaman makanan “junk food” yang sangat

besar, memudahkan anak untuk mengkonsumsi makanan tanpa kalori yang tidak

meningkatkan pertumbuhan, seperti gula, zat tepung, dan lemak yang berlebihan.

Lebih dari 90% anak-anak yang obesitas, mengalami kelebihan berat badan akibat

makan berlebihan. Mudahnya ketersediaan makanan tinggi kalori, dikombinasikan

dengan kecenderungan aktivitas yang kurang melibatkan gerak tubuh, menjadi

faktor-faktor yang berperan dalam peningkatan prevalensi obesitas pada masa

kanak-kanak.

Pendidikan orang tua memiliki hubungan dengan perbaikan pola konsumsi pangan

keluarga. Dengan semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua dan pengetahuan

yang dimiliki maka diharapkan akan terjadi perbaikan kebiasaan makan, serta

perhatian pada kesehatan dan makanan yang bergizi juga bertambah.

C. Konsep Jajanan

1. Pengertian Jajanan

Makanan jajanan menurut FAO adalah makanan dan minuman yang dipersiapkan

dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian

umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau

persiapan lebih lanjut.

http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2011/02/16/bahaya-jajanan-sekolah-

yang-selalu-mengancam/ dikutip Tgl 10 Desember 2011.

24

Jajanan adalah makannan yang dibeli dalam keadaan siap dikonsumsi. Jajanan

merupakan makanan yang sangat populer dan sangat beraneka ragam jenisnya. Pada

kenyataannya orang, terutama anak – anak sekolah lebih senang jajan daripada

makan hidangan yang disediakan di rumah. Kesukaan untuk jajan bisa ditemukan

pada semua lapisan masyarakat atau berbagai tingkatan sosial ekonomi. Ada

beberapa alasan mangapa anak sekolah suka jajan, diantaranya adalah anak tidak

sempat makan sebelum sekolah, merasa tidak solider dengan teman kalau tidak

jajan, ibu tidak sempat menyiapkan bekal ke sekolah dan kebutuhan biologis anak

yang perlu dipenuhi karena kegiatan fisik di sekolah yang memang membutuhkan

energi.

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/320399104.pdf dikutip Tgl. 6 Desember 2011.

Makanan jajanan merupakan jenis makanan yang dijual dikaki lima, pinggir jalan,

distasiun, dipasar, tempat pemukiman serta lokasi yang sejenis. Makanan jajanan

dapat dibagi menjadi 4 kelompok pertama adalah makanan utama atau main dish,

contohnya nasi uduk, nasi rawon, nasi goreng, mie goreng, bakso dll. ; yang kedua

adalah penganan atau snacks, contohnya makanan kemasan, kue – kue, pisang

goreng, pastel dll. ; kelompok ketiga adalah golongan minuman seperti minuman

kemasan, es, teler, es buah, teh dll. ; dan kelompok keempat adalah buah – buahan

segar dari mangga, pepaya, rujak, apel, pir dll.

2. Jenis Jajanan

Berdasarkan 4 kelompok pembagian diatas menurut Aminah, 2009. adalah sebagian

dari banyak jajanan yang sering dijual disekitar sekolah – sekolah dan dikonsumsi

25

oleh anak – anak sekolah. Berikut ini jenis jajanan anak yang sering dijual di

sekolah – sekolah :

a. Mie dan Bakso

Mie merupakan jajanan favorit bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan

menjadi makanan keseharian bagi anak sekolah. Mie biasanya digunakan sebagai

bahan pokok berbagai jajanan yang biasa dimakan. Mulai dari mie bakso, mie

ayam, mie keriting, mie basah, dan yang lainnya yang disajikan oleh pedagang di

sekolah – sekolah, perumahan, sampai ke pusat perbelanjaan pun tersedia.

Akan tetapi dalam semangkuk mie yang tersaji, terselip bumbu formalin yang

dapat menikam kesehatan anak. Hal ini dibuktikan dengan pengujian yang

dilakukan BPOM Jakarta pada November – Desember 2005 terhadap 98 sampel

produk makanan yang dicurigai mengandung formalin. Sebanyak 56 sampel

positif mengandung formalin dan 15 diantaranya adalah mie basah dan mie

keriting.

Para produsen mie menggunakan formalin dengan berbagai tujuan. Selain sebagai

bahan pengawet yang harganya murah, penggunaan formalin juag dilakukan untuk

memenuhi keinginan konsumen yang menyukai mie kenyal. Untuk membuat mie

atau bakso kenyal dapat menggunakan bahan yang diperbolehkan oleh pemerintah,

yaitu minatrid. Namun, bahan ini sulit didapat dan harganya mahal. Sedangkan

konsumen menginginkan mie yang kenyal, tetapi murah. Inilah yang terkadang

26

dijadikan alasan klise oleh pedagang iseng. Ingin bermodal murah, tetapi

keuntungan besar.

Ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan oleh para produsen mie untuk

mengawetkan mie tanpa menggunakan formalin, yaitu dengan bahan – bahan

alami yang ekonomis dan aman bagi kesehatan. Pengawetan mie dilakukan dengan

cara penambahan air ki pada saat membuat adonan. Air ki adalah air yang

dihasilkan dari sisa pembakaran jerami. Air ki mengandung antiseptik yang dapat

membunuh kuman. Dengan pemberian air ki, mie basah mampu bertahan sampai

dua hari.

1) Ciri mie yang mengandung formalin :

a) Tidak rusak sampai 2 hari pada suhu kamar 25oC dan bertahan lebih dari 15

hari pada suhu lemari es 10oC.

b) Bau agak menyengat.

c) Teksturnya ulet, tidak gampang putus, mengkilap dan berminyak.

d) Bau menyengat seperti asam format.

e) Awet jika disimpan agak lama dan tidak dihinggapi lalat.

f) Teksturnya alot, tidak mudah putus, tidak lengket, serta lebih mengkilap

daripada mie normal.

2) Ciri bakso yang mengandung formalin :

a) Teksturnya kenyal, keras, tidak lembek, mengkilap, berminyak dan lengket.

b) Baunya sangat menyegat seperti asam format.

c) Tidak dihinggapi lalat.

27

d) Tahan lama dan tidak mudah busuk.

e) Tidak rusak dalam 5 hari pada suhu kamar 25oC.

b. Makanan kemasan

Saat ini, pertumbuhan dan penemuan teknologi makanan sudah sangat maju dan

berkembang dengan pesat. Untuk dapat menikmati berbagai jenis makanan dengan

cepat dan mudah, para produsen makanan hampir dapat ditemui disetiap warung,

toko ataupun mini market.

Pengemasan makanan erat hubungannya dengan kebutuhan akan pangan. BTP

(Bahan Tambahan Pangan) memiliki peranan sangat besar dalam pengawetan. BTP

yang sering digunakan dalam makanan kemasan jika tidak diolah dan ditakar dengan

benar, dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker (karena sebagai BT

berisiko mengandung bahan karsinogen, yaitu penyebab kanker) dan reaksi yang

cukup fatal bagi penderita tertentu seperti seperti penyakit gatal – gatal, sesak dada

dan bengkak (bentuk BTP yang mengandung sitrat). Selain itu, pencantuman kadar

dan nilai gizi sering tidak disertai dalam makanan kemasan sehingga konsumen tidak

dapat mengetahuinya secara langsung.

c. Minuman kemasan

Zat pengawet yang ada didalam minuman kemasan itu sangat berbahaya. Salah

satunya dapat menyebabkan Penyakit Sistemic lupus erythematosus (SLE) yang

menyerang sistem kekebalan tubuh. Selain penyakit lupus, penyakit lain yang

28

disebabkan bahan pengawet minuman dalam kemasan adalah kanker. Penyakit

semacam ini memang tidak akan langsung dirasakan tetapi tetap saja berbahaya.

Salah satu bahan berbahaya yang terdapat dalam minuman kemasaan diantaranya

natrium benzoate dan kalium sorbat. Kedua bahan ini telah diteliti keberadaanyan

dalam minuman kemasan oleh komite masyarakat anti bahan pengawet (KOMBET)

yang disupervisi Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Jakarta dan

dilakukan di 3 laboratorium. Ternyata dari 28 minuman dalam kemasan sebagian

besar minuman ini terbukti mengandung kedua bahan pengawet diatas, yaitu natrium

benzoate dan kalium sorbat. Riset tersebut dilakukan pada 17 Oktober – 3 November

2006.

d. Buah – buahan

Buah merupakan hasil alam yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Selain segar dan

menyehatkan, juga banyak mengandung vitamin dan mineral. Konon, buah dapat

pula membuat seseorang menjadi bahagia. Manfaat buah – buahan diantaranya

digunakan sebagai terapi, elemen penting untuk pergerakan feses yang baik, mampu

membersihkan toksin (racun) dalam hati, memperbaiki fungsi ginjal, pembentukkan

sel darah, antivirus, dan antikanker, mencegah kerusakan gigi dan mampu

menurunkan kadar kolesterol.

Proses pemberian formalin pada buah – buahan dilakukan pelaku ditingkat distributor

dan pengecer. Pengecer pada umumnya melakukan cara ini karena ia tidak

mempunyai lemari pendingin. Untuk proses pemformalinan bagian daging dilakukan

29

dengan cara yang disuntikkan dan untuk bagian luar kulit buah direndam dalam

sebuah ember.

Tindakan curang dilakukan seseorang oknum dengan cara memungut buah – buahan

yang telah dibuang pedagang lain kemudian dijualnya kepada pedagang rujak

keliling. Berbagai produk tersebut melakukan pembohongan publik karena tidak

mencantumkannya dalam kemasan. Dengan begitu, konsumen tidak akan tahu

mengenai bahan berbahaya ini.

Dari segi kehalalan dan kesehatan, dapat diketahui bahwa ini sangat melanggar,

terlebih dari segi hukum. Produsen minuman telah melanggar Permenkes 722 Tahun

1998 tentang Bahan Tambahan Makanan. Juga UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen serta UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

Bahan kimia berbahaya yang sering dijumpai dalam pangan jajanan anak sekolah

diantaranya sebagai berikut :

1) Formalin.

Bahan kimia yang biasanya digunakan untuk pembalsaman (pada mayat),

pembasmi hama tanaman dalam pertanian dan untuk pembasmi lalat serta

serangga lainnya. Bahan kimia ini banyak dijumpai dalam mi basah, bakso, sosis,

tahu, buah – buahan dll.

30

2) Boraks

Merupakan senyawa kimia berbahaya yang biasanya digunakan untuk bahan

pembuat deterjen, mengurangi kesadahan air dan bersifat antiseptik. Boraks

biasanya dijumpai dalam mie basah,bakso, kerupuk dll.

3) Methanyl yellow

Zat warna sintesis yang biasanya digunakan untuk pewarna tekstil dan cat.

Methanyl yellow biasanya terdapat dalam kerupuk, tahu kuning, mie, pisang

goreng, ubi goreng, dan pangan jajanan lain yang berwarna kuning.

4) Rhodamin B

Pewarna sintesis yang digunakan pada industri tekstil dan kertas. Rhodamin B

biasanya terdapat dalam jajanan yang berupa kerupuk, es puter, es sirup dll.Pangan

jajanan merupakan salah satu jenis pangan yang sangat populer di semua lapisan

masyakarat, tidak terkecuali anak sekolah. Di samping praktis dan mudah

diperoleh, pangan jenis ini umumnya juga terjangkau harganya. Namun demikian,

ternyata pangan jajanan yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan

aspek – aspek negatif yang berisiko terhadap kesehatan.

Masalah pada penganan jajanan anak sekolah umumnya adalah : belum

memperhatikan aspek kebersihan dari bahan dan peralatan, penjual masih

menggunakan bahan kimia yang berbahaya, pangan jajanan dijual di tempat –

tempat yang kurang bersih, dan penjual banyak yang menggunakan kertas bertinta

sebagai pembungkus makanan serta ada keterbatasan dalam menggunakan air

untuk mencuci peralatan maupun mencuci bahan – bahan.

31

D. Perilaku Anak Sekolah Terhadap Jajanan

1. Konsep Pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera

pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang

terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda – beda. Secara

garis besarnya dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan, yaitu :

1) Tahu ( Know )

Tahu ( Know ) berarti mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan

yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang itu tahu adalah

ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

Tahu ( Know ) diartikan hanya sebagai memanggil (recall) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya : tahu bahwa buah tomat banyak

mengandung vitamin C. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu

sesuatu dapat menggunakan pertanyaan – pertanyaan ; apa tanda – tanda anak yang

kurang gizi dll.

32

2) Memahami (Comprehesion)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar

dapat menjelaskan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara

benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya, orang yang memahami cara

pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3 M

(Menguras, Menutup, dan Mengubur), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa

harus menutup, menguras tempat – tempat penampungan air tersebut.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat

menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi

yang lain. Misalnya, seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia

harus dapat membuat perencanaan program kesehatan ditempat ia bekerja atau

dimana saja.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan,

kemudian mencari hubungan antara komponen – komponen yang terdapat dalam

suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu

sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat

membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan)

terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara

nyamuk Aedes Agepty dengan nyamuk biasa.

33

5) Sintesis ( Synthesis)

Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakan

dalam satu hubungan yang logis dari komponen – komponen pengetahuan yang

dimiliki. Dengan kata lain, sisntesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi – formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat

atau meringkas dengan kata – kata atau kalimat sendiri tentang hal – hal yang telah

dibaca atau didengar dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu objek tertentu . penilaian ini dengan sendirinya didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma – norma yang berlaku

dimasyarakat. Misalnya, seseorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak

menderita malnutrisi atau tidak.

2. Konsep Sikap (Notoatmodjo, 2010).

a. Pengertian Sikap

Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,

yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang -

tidak senang, setuju – tidak setuju, baik – tidak baik, dll.). Jadi jelas, disini

dikatakan bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon

stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan

gejala kejiwaan yang lain.

34

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan

tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku

(tindakan) atau reaksi tertutup.

b. Komponen Pokok Sikap :

1) Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya bagaimana

keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. Sikap orang

terhadap penyakit kusta misalnya, berarti bagaimana pendapat atau keyakinan

orang tersebut terhadap penyakit kusta.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana

penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

Seperti contoh penyakit kusta, berarti bagaimana orang menilai terhadap penyakit

kusta, apakah penyakit yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan.

3) Kecederungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan

komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang –

ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Misalnya, tentang

contoh sikap terhadap penyakit kusta diatas, adalah apa yang dilakukan seseorang

bila ia menderita penyakit kusta.

Ketiga komponen tersebut secara bersama – sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,

35

keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Contoh : seorang ibu

mendengar (tahu) penyakit demam berdarah (penyebabnya, cara penularannya,

cara pencegahannya dll.) pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan

berusaha supaya keluarganya, terutama anaknya tidak kena penyakit demam

berdarah. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja

sehingga ibu tersebut berniat (kecenderungan bertindak) untuk melakukan 3 M

agar anaknya tidak terserang demam berdarah. Ibu ini mempunyai sikap tertentu

(berniat melakukan 3 M ) terhadap objek tertentu yakni penyakit demam berdarah.

Sepertinya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat – tingkat berdasarkan

intensitasnya.

c. Tingkat – tingkat berdasarkan intensitasnya :

1) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang

diberikan (objek). Misalnya, sikap seseorang terhadap periksa hamil (ante natal

care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran si ibu untuk mendengarkan

penyuluhan tentang ante natal care dilingkungannya.

2) Menanggapi (Responding)

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapi terhadap

pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya, seseorang ibu yang mengikuti

penyuluhan ante natal care tersebut ditanya atau diminta menanggapi oleh

penyuluh, kemudian ia menjawab atau menanggapinya.

36

3) Menghargai (Valuing)

Menghargai diartikan subjek, seseorang memberikan nilai yang positif terhadap

objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan

mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

Contoh,ibu mendiskusikan ante natal care dengan suaminya atau bahkan mengajak

tetangganya untuk mendengarkan penyuluhan ante natal care.

4) Bertanggung Jawab (Responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatanya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang

telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan

keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko lain. Contoh ibu yang sudah mau

mengikuti penyuluhan ante natal care, ia harus berani untuk mengorbankan

waktunya atau mungkin kehilangan penghasilannya, atau dimarahi oleh mertuanya

karena meninggalkan rumah dll.

d. Fungsi sikap

Menurut Attkinson dkk., seperti dikutip dalam Sunaryo (2004), sikap memiliki lima

fungsi, yakni sebagai berikut :

1) Fungsi instrumental

Sikap yang dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat dan menggambarkan

keadaan keinginannya atau tujuan.

2) Fungsi pertahanan ego

Sikap yang diambil untuk melindungi diri dari kecemasan atau ancaman harga

dirinya.

37

3) Fungsi nilai ekspresi

Sikap yang menunjukkan nilai yang ada pada dirinya. Sistem nilai individu dapat

dilihat dari sikap yang diambil individu bersangkutan (misalnya, individu yang

telah menghayati ajaran agama, sikapnya akan tercermin dalam tutur kata perilaku

dan perbuatan yang dibenarkan ajaran agamanya).

4) Fungsi pengetahuan

Setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin mengerti, ingin banyak

mendapatkan pengalaman dan pengetahuan, yang diwujudkan dalam kehidupan

sehari-hari.

5) Fungsi penyesuaian sosial

Sikap yang diambil sebagai adaptasi dengan lingkungannya.

e. Pembentukkan dan perubahan sikap.

Pembentukan sikap dipengaruhi beberapa faktor, yaitu pengalaman pribadi,

kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga

pendidikan dan lembaga agama dan faktor emosi dalam diri individu. Pembentukan

dan perubahan sikap dapat disebabkan oleh situasi interkasi kelompok dan situasi

komunikasi media. Semua kejadian tersebut mendapatkan pengalaman dan pada

akhirnya akan membentuk keyakinan, perasaan serta kecenderungan berperilaku.

Menurut Sarwono (2004), terdapat beberapa cara untuk membentukan atau mengubah

sikap individu, termasuk adopsi, diferensiasi, integrasi dan generalisasi.

38

1) Adopsi

Suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui kegiatan yang berulang dan

terus menerus sehingga lama – kelamaan secara bertahap akan diserap oleh

individu (misalnya pola asuh dalam keluarga).

2) Diferensiasi

Terbentuk dan berubahnya sikap karena individu telah memiliki pengetahuan,

pengalaman, inteligensi dan bertambahnya umur. Hal yang pada awalnya

dipandang sejenis, sekarang dipandang tersendiri dan lepas dari jenisnya sehingga

membentukan sikap tersendiri. Sebagai contoh, anak yang semula takut terhadap

orang yang belum dikenalnya, berangsur – angsur mengetahui mana yang baik dan

yang jahat sehingga mulai dapat bermain dengan orang yang disukainya.

3) Integrasi

Sikap terbentuk secara bertahap. Diawali dari pengetahuan dan pengalaman

terhadap objek sikap tertentu (misalnya, mahasiswa keperawatan yang rajin

mengikuti perkuliahan, praktik klinik dan mengikuti seminar – seminar

keperawatan, akhirnya akan bersikap positif terhadap profesi keperawatan).

4) Trauma

Pembentukan dan perubahan sikap terjadi melalui kejadian yang tiba – tiba dan

mengejutkan sehingga menimbulkan kesan mendalam. Sebagai contoh, individu

39

yang pernah sakit perut karena membeli dan makan rujak dipinggir jalan sampai

masuk rumah sakit, akan bersikap negatif terhadap makanan tersebut.

5) Generalisasi

Sikap terbentuk dan berubah karena pengalaman traumatik pada individu terhadap

hal tertentu dapat menimbulkan sikap tertentu (positif dan negatif) terhadap semua

hal. Sebagai contoh, pasien yang pernah mendapat perawatan yang tidak

profesional dari seorang perawat akan memiliki sikap negatif terhadap semua

perawat.

3. Konsep Psikomotor (Notoatmodjo, 2010).

a. Pengertian Psikomotor

Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak

(praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan (Psikomotor), sebab untuk

terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau

sasaran dan prasarana. Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3

tingkatan menurut kualitasnya, yaitu :

1) Praktik terpimpinan (guided respons)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung

pada tuntunan atau menggunakan panduan.

2) Praktik secara mekanisme( mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal

secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.

40

3) Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa

yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah

dilakukan modifikasi atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

4. Konsep Lingkungan

a. Pengertian Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik berupa

benda hidup, benda mati, benda nyata maupun abstrak, benda hidup maupun benda

mati, termasuk suasana yang terbentuk karena interaksi di antara elemen – elemen

(Myrnawati,2003).

Lingkungan adalah komponen dalam paradigma keperawatan yang mempunyai

implikasi sangat luas bagi kelangsungan hidup manusia, khususnya menyangkut

status kesehatan seseorang. (Mubarak,2009).

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan

makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia da perilaku yang memengaruhi peri

kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Dikutip pada

tanggal 11 Januari 2012 (UU RI No.23 Tahun 1977

http://www.kemenperin.go.id/artikel/567/).

Lingkungan menurut Blum yang dikutip Machfoedz (2005), menegaskan bahwa

tidak hanya perilaku yang mempengaruhi sehat atau tidaknya seseorang. Ada faktor

41

– faktor lain yakni faktor keturunan, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan

dan barulah faktor perilaku. Faktor perilaku hanyalah sebagian dari masalah yang

harus kita upayakanuntuk menjadikan individu dan masyarakat menjadi sehat.

b. Klasifikasi Lingkungan (Efendi, 2009).

Berdasarkan gangguan terhadap kesehatan lingkungan kesehatan manusia, maka

lingkungan dapat dibagi menjadi :

1) Lingkungan fisik

Adalah lingkungan alamiah yang terdapat disekitar manusia, misalnya panas,

sinar, udara, air, radiasi, atmosfer, dan tekanan. Contohnya pencemaran air

diperkotaan untuk konsumsi harian, terutama di kota besar akan dapat

menyebabkan penyakit pada saluran pencernaan.

2) Lingkungan biologis

Dalam hubungannya dengan penyakit, lingkungan biologi dapat dibagi dalam

beberapa hal, yaitu :

a) Agen penyakit yang infeksius

b) Reservior (manusia atau binatang)

c) Vektor pembawa penyakit (lalat,nyamuk)

d) Tumbuhan dan binatang

3) Lingkungan non fisik

Adalah lingkungan yang muncul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia, yang

bersifat dinamis, misal lingkungan sosial, ekonomi, budaya, norma, nilai adat istiadat

42

dll. Lingkungan sosial tidak begitu saja memberi pengaruh yang sama kepada setiap

orang. Misalnya kebiasaan makan makanan tertentu, cara memasak akan dapat

memberikan pengaruh terhadap kesehatan.

c. Kesehatan Lingkungan (Mubarak,2009).

1) Pengertian kesehatan lingkungan

Suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimal, sehingga berpengaruh positif

terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal.

2) Hubungan sehat – sakit dan lingkungan dalam proses terjadinya penyakit

Berikut ini adalah model pendekatan yang sering digunakan untuk menggambarkan

proses terjadinya penyakit. Model Ekologi atau segitiga epidemologi. Konsep

terjadinya penyakit yang digambarkan secara sederhana. Secara alamiah faktor host,

agent dan enviroment akan selalu mengadakan interaksi. Interkasinya bersifat

dinamis, artinya ketiga faktor tersebut saling memengaruhi satu sama lain. Apabila

terjadi gangguan keseimbangan pada proses interaksi tersebut, host akan dirugikan

sehingga host akan jatuh sakit. Gangguan keseimbangan interaksi juga dapat terjadi

jika faktor lingkungan memberikan kesempatan kepada agent untuk berkembang

sehingga akan merugikan atau menggangu kesehatan host. Daya tahan host juga

menurun akibat faktor internal host, sehingga agent mendapat peluang yang lebih

besar atau lebih mudah untuk menggangu kesehatan host. Intervensi public health

pada prinsipnya mengatur dinamika proses interaksi tersebut yang selalu berakhir

dengan mengutungkan host dan lingkungan hidupnya, serta pemberantasan terhadap

agent penyakit dan vektornya.

43

Dalam model ini ada 3 faktor yang sangat berperan, yaitu faktor host (manusia),

faktor agent (penyebab penyakit), dan faktor enviroment (lingkungan).

a) Faktor host

Faktor ini termasuk faktor intrinsik yang sangat dipengaruhi oleh sifat genetik

manusia. Meningkatnya jumlah faktor determinan genetik berhubungan dengan

meningkat atau menurunnya kepekaan terhadap penyakit tertentu. Misalnya pada host

atau manusia yang merupakan faktor instrinsik adalah kepribadian. Manusia dengan

kepribadian agresif, kompetitif, ambisius, selalu aktif, dan merasa dikejar waktu

mempunyai kecenderungan faktor risiko untuk menderita penyakit jantung koroner.

Hal yang termasuk dalam faktor ini adalah usia, jenis kelamin, ras, agama, keturunan,

kepribadian, perilaku, gizi, dan sebagainya.

b) Faktor agent

Agent dari suatu penyakit biasanya berlokasi pada lingkungan tertentu. Agent dari

lingkungan fisik misalnya radiasi sinar radioaktif penyebab sterilitas. Agent dari

lingkungan kimia misalnya formalin sebagai pengawet mayat yang digunakan para

pedagang untuk mengawetkan makanan. Agent yang bersifat biologis misalnya

vektor, bakteri, protozoa, dan virus. Agent yang bersifat kimia misalnya insektisida.

Agent yang bersifat fisik misalnya iklim panas atau dingin dan agent yang berbentuk

makanan misalnya makanan basi, makanan berlemak dll.

44

c) Faktor enviroment

Sebagai faktor ekstrinsik, enviroment terdiri atas lingkungan fisik, biologis, sosial

(adat istiadat), iklim sistem perekonomian, politik dll. Pendekatan lain untuk

menunjukkan hubungan antara lingkungan manusia adalah model roda. Model

tersebut mengandung pusat genetik (genetic core) dibagian inti dan luarnya, yaitu

host (man). Sedangkan disekelilingnya ada tiga sektor yaitu fisik, biologi dan sosial.

Pada pendekatan model roda dan segitiga epidemologi keduanya menyebutkan bahwa

lingkungan fisik, biologi, dan sosial dapat menyebabkan penyakit.

d. Sanitasi makanan

Adalah upaya – upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar

tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian,

tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan antara lain :

1) Menjamin keamanan dan kebersihan makanan

2) Mencegah penularan wabah penyakit

3) Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat

4) Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan makanan

Dalam upaya sanitasi makanan, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan,

antaranya :

1) Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi

2) Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan

3) Keamanan terhadap penyediaan air

4) Pengolahan pembuangan air limbah dan kotoran

45

5) Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian,

dan penyimpanan.

6) Pencucian dan pembersihan alat kelengkapan

e. Faktor penyebab makanan menjadi berbahaya

1) Kontaminasi

Kontaminasi makanan dapat terjadi akibat agens penyakit yang menyebabkan infeksi

atau akibat pembusukan. Pembusukan dapat terjadi secara alami akibat enzim –

enzim yang ada dalam makanan itu sendiri, misalnya pembusukan pada durian dan

sayuran. Makanan yang busuk adalah makanan yang sudah mengalami proses

sedemikian rupa sehingga tidak dapat dimakan manusia. Untuk dapat menyatakan

bahwa suatu makanan memang telah busuk harus terpenuhi kriteria tertentu. Kriteria

makanan busuk jika makanan yang mengandung toksin atau bakteri dan makanan

yang rusak, jika dikonsumsi dapat menyebabkan keracunan. Kontaminasi pada

makanan dapat disebabkan oleh :

a) Parasit misalnya cacing dan amoeba

b) Golongan mikroorganisme misalnya salmonela dan shigella

c) Zat kimia misalnya bahan pengawet dan pewarna

d) Bahan – bahan radioaktif misalnya kobalt dan uranium

e) Toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme sperti stafilokokus dan clostridium

botulinum

46

2) Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi

manusia karena ketidaktahuan mereka. Dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

a) Secara alami makanan itu telah mengandung zat kimia beracun, misalnya

singkong yang mengadung HCN dan ikan serta kerang yang mengandung unsur

toksik tertentu (logam berat- Hg dan Cd) yang dapat melumpuhkan sistem

persarafan dan sistem pernapasan.

b) Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakkan, sehingga dapat

menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya pada kasus

keracunan makanan akibat bakteri (bacterial food poisoning).

c) Makanan sebagai perantara. Jika suatu makanan yang terkontaminasi dikonsumsi

oleh manusia, di dalam tubuh manusia agen penyakit pada makanan itu

memerlukan masa inkubasi untuk berkembang biak dan setelah beberapa hari

dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit. Misalnya peyakit typoid

abdominalis dan disentri basiler.

5. Konsep Media Informasi

a. Pengertian media informasi

Kita semua sangat merasakan bahwa informasi merupakan kegiatan yang tidak

mungkin dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Informasi memang benar – benar

dibutuhkan manusia dalam kehidupannya karena dapat digunakan sebagai pelontar

dan penangkap ide, membentuk pendapat, menentukan sikap dan memutuskan

tindakan. Alat bantu tersebut dinamakan media informasi, yaitu berupa suatu alat atau

seperangkat alat yang dapat digunakan untuk menunjang kelancaran proses infomasi.

47

Bentuk intervensi media informasi menekankan pada kesenjangan informasi atau

kesenjangan motivasi yang menekankan bahwa masalah kesehatan disebabkan oleh

individu dan masalah atau masalah yang berisiko yang ada itu adalah kurangnya

infomasi atau kemauan yang cukup untuk berperilaku lebih sehat. Pendidikan

kesehatan kemudian berupaya memberikan informasi untuk mengisi kesenjangan ini.

Apabila masyarakat memiliki informasi dan mengetahui faktanya, maka dapat

diumumkan bahwa mereka akan menerapkan sikap positif menuju perilaku sehat dan

bertindak sesuai tujuannya, dan masalah pun akan teratasi. (Bensley,2008).

b. Fungsi media informasi (Mahayoni, 2008).

Bertitik tolak pada pengertian media yang disebutkan diatas, dapat dapat kita

simpulkan bahwa fungsi utama media adalah alat untuk memperlancar proses

komunikasi.

Media informasi disebut sebagai alat untuk memperlancar komunikasi karena dalam

kenyataanya mampu berfungsi sebagai alat untuk :

1) Mempermudah penyampaian pesan atau infomasi.

2) Membangkitkan motivasi informan.

3) Mengaktifkan proses penyampaian informasi.

4) Mempersingkat waktu penyampaian informasi.

5) Menghubungkan informator dengan informan.

48

c. Jenis media informasi

Pengelompokan jenis media infomasi berdasarkan alat yang digunakan. Berdasarkan alat

yang digunakannya, media informasi dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu sebagai

berikut :

1) Media informasi audio (Pendengaran)

Audio artinya sesuatu yang bersifat dapat didengar. Jadi media informasi audio

adalah suatu alat bantu komunikasi yang memancarkan suara, sehingga

memungkinkan komunikasi dapat ditangkap melalui saluran pendengaran. Contoh :

radio.

2) Media informasi visual (Penglihatan)

Visual artinya sesuatu yang dapat dilihat dengan indera penglihatan (mata). Jadi,

media informasi visual adalah suatu alat bantu komunikasi yang memancarkan

tulisan dan atau gambar, sehingga memungkinkan komunikasi dapat ditangkap

melalui saluran penglihatan. Contohnya berupa surat, brosur, poster, spanduk dan

media cetak (surat kabar, majalah, tabloid).

3) Media informasi Audio visual (Pendengaran dan penglihatan)

Audio visual artinya sesuatu yang dapat didengar dan dilihat. Jenis media informasi

audio visual adalah suatu alat bantu komunikasi yang dapat memancarkan suara

disertai tulisan dan atau gambar, sehingga memungkinkan komunikasi dapat

ditangkap melalui saluran pendengaran dan penglihatan. Contonya televisi, film,

video dll.

49

Menurut survei Yayasan Kesejateraan Anak Indonesia dilakukan April 2002 pada 5

SD di Jakarta Timur menunjukkan anak – anak menonton TV selama 30-35 jam per

minggu. Sementara survei tahun 1994 mencatat lamanya anak menonton TV selama

seminggu hanya 20 – 25 jam. Kebanyakan anak-anak melihat sampai 5 jam sehari

dengan antusias, jarang sekali tertekan atau stres seperti saat menghadapi ulangan.

d. Keuntungan dan Kelemahan Media Informasi (Barata, 2003).

Dalam media informasi terdapat keuntungan dan kelemahan yang diantaranya yaitu :

1) Media informasi audio (Pendengaran)

Audio artinya sesuatu yang bersifat dapat didengar. Jadi media informasi audio

adalah suatu alat bantu komunikasi yang memancarkan suara, sehingga

memungkinkan komunikasi dapat ditangkap melalui saluran pendengaran. Contoh :

radio.

Kentungan media audio adalah :

a) Nada dan intonasi suara dapat membangkitkan fantasi pendengaran.

b) Alatnya relatif mudah didapat dan mudah.

Kelemahan media audio adalah kurang efektif untuk menyampaikan pesan – pesan

yang materinya sangat rinci dan jika pesan tidak terekam terlebih dahulu maka

pesan tersebut tidak dapat disimpan, sehingga untuk mengulanginya memerlukan

tenaga dari waktu yang bayak bagi infomator karena harus melakukannya dengan

cara yang sama seperti cara semula.

50

Kelemahannya diantaranya sebagai berikut :

a) Agak sulit dikontrol karena sedikit saja kesalahan dalam teknis dan bicara

langsung terdengar oleh penerima pesan.

b) Konsistensi kualitas suara sulit terjaga

c) Pesan tidak tersaji secara visual

2) Media Visual (penglihatan)

Kekuatan media visual ada pada kemampuan sajian secara nyata yang dapat

dinikmati oleh indra mata.

Keuntungan media visual diantaranya :

a) Informasi yang diterima kelihatan nyata (dalam tulisan atau gambar)

b) Biaya pembuatannya relatif murah

c) Pembuatannya dan penggunaannya relatif mudah

Kelemahan media visual diantaranya :

a) Bila gambar (visual) kurang jelas,diperlukan waktu untuk menafsirkannya

b) Bila tanyanga visual tidak menarik, mudah menimbulkan rasa bosan

c) Kualitas gambar atau tayangan yang tidak baik seperti kekurangan atau kelebihan

cahaya dapat menimbulkan gangguan bagi mata

3) Media audio visual (pendengaran penglihatan)

Kekuatan media audio visual terletak pada perpaduan antara visualisasi dan suara.

Indra mata dapat melihat sesuatu yang nyata ditunjang oleh nada suara dan intonasi

komunikator. Contoh tayangan ditelevisi, video, film dll.

51

Keuntungan dari penggunaan audio visual, antara lain :

a) Tidak membosankan penerima pesan

b) Pesan dapat dipahami dan dimengerti

Kelemahan dari audio visual antara lain :

a) Skenario jelek mengakibatkan ketidakserasian tanyangan

b) Persiapa pembuatanya memerlukan waktu yag cukup lama

c) Biaya relatif agak mahal

E. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Ardiansyah (2001) yang berjudul “Hubungan Komunikasi

Iklan Pangan Melalui Media TV dengan Perilaku Jajan Anak SDN Polisi IV Kotamadya

Bogor”, menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara lamanya anak

mengalokasikan waktu untuk menonton televisi dengan tingkat kesukaan terhdap iklan,

lamanya menonton televisi dengan sikap anak terhadap iklan pangan, waktu antara

menonton televisi dengan frekuensi jajan serta besarnya uang jajan dengan frekuensi

jajan.

Penelitian yang dilakukan oleh Azimar dengan judul “Hubungan Media Televisi

terhadap Konsumsi Makanan Ringan Anak Sekolah Dasar Islam Al Azhar 01 Kebayoran

Baru Jakarta Selatan” menyatakan bahwa rata – rata murid menyukai iklan makanan

ringan melalui media televisi dalam taraf biasa. Hubungan tingkat kesukaan iklan

makanan ringan melalui media televisi dengan konsumsi menunjukkan bahwa tidak ada

korelasi atau hubungan.

52

Penelitian yang dilakukan oleh Purtiantini dengan judul “Hubungan Pengetahuan dan

Sikap Mengenai Pemilihan Makanan Jajanan Dengan Perilaku Anak Memilih Makanan

di SDIT Muhammadiyah Al Kautsar Gumpang Kartasura”. Hasil penelitian diketahui

tingkat pengetahuan anak tentang pemilihan makanan jajanan sebagian besar

mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu 96,6%. Sikap anak tentang pemilihan

makanan jajanan sebagian besar mempunyai sikap mendukung sebanyak 60,3%.

Perilaku anak dalam memilih makanan sebagian besar mempunyai

perilaku baik sebanyak 43,1% dan yang mempunyai perilaku tidak baik sebanyak

56,9%. Berdasarkan analisis korelasi diketahui bahwa tidak ada hubungan antara

pengetahuan anak mengenai pemilihan makanan jajanan dengan perilaku anak memilih

makanan (nilai p = 0,185), dan tidak ada hubungan antara sikap anak mengenai

pemilihan makanan jajanan dengan perilaku anak memilih makanan (nilai p = 0,460).

53

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

Dalam bab ini peneliti akan menguraikan tentang kerangka konsep yang mendasari

penelitian, hipotesis dan definisi operasional.

B. Kerangka Konsep

Benyamin Bloom (1908) seperti dikutip Notoatmodjo (2010), membagi perilaku

manusia dalam tiga kawasan yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Urutan

pembentukan perilaku baru diawali oleh domain kognitif. Individu terlebih dahulu

mengetahui stimulus untuk menimbulkan pengetahuan, selanjutnya timbul domain

afektif dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya. Pada akhirnya,

setelah objek diketahui dan disadari sepenuhnya, timbul respons berupa tindakan

atau keterampilan (psikomotor).

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan

Sikap

Psikomotor

Lingkungan

Media Informasi

Perilaku Anak

Terhadap Jajanan

54

Berdasarkan kerangka konsep diatas, bahwa studi perilaku anak yang dapat

mempengaruhi terhadap jajanan disekolah adalah pengetahuan, sikap, psikomotor,

lingkungan, dan Media Informasi.

C. Hipotesis

Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Hipotesis Mayor

Adanya hubungan perilaku anak terhadap jajanan di kelas VI Sekolah Dasar

Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

2. Hipotesis Penelitian Minor

a. Adanya hubungan pengetahuan terhadap perilaku jajan anak sekolah kelas

VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

b. Adanya hubungan sikap terhadap perilaku jajan anak sekolah kelas VI

Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

c. Adanya hubungan tindakan (psikomotor) terhadap perilaku jajan anak

sekolah kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat

Tahun 2012.

d. Adanya hubungan lingkungan terhadap perilaku jajan anak sekolah kelas VI

Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

e. Adanya hubungan Media Informasi terhadap perilaku jajan anak sekolah

kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun

2012.

55

3. Definisi Operasional

No Variabel

Independen

Definisi

Operasional

Alat Ukur Cara

Pengukuran

Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Pengetahuan Pengetahuan

adalah hasil

penginderaan

manusia,

atau hasil

tahu

seseorang

terhadap

objek melalui

indera yang

dimilikinya

Kuesioner

dengan

nilai : (1)

STS =

Sangat

Tidak

Setuju, (2)

TS =

Tidak

Setuju, (3)

S =

Setuju, (4)

SS =

Sangat

Setuju.

Mengisi

kuesioner

0=Pengetah

uan Kurang

Baik(Jika

Nilai

Responden

Diatas

Median).

1=Pengetah

uan baik

(jika nilai

responden

dibawah

median)

Ordinal

2. Sikap Sikap adalah

juga respon

tertutup

seseorang

Kuesioner

dengan

nilai : (1)

STS =

Mengisi

kuesioner

0=Sikap

Kurang

Baik(Jika

Nilai

Ordinal

56

terhadap

stimulus atau

objek

tertentu

Sangat

Tidak

Setuju, (2)

TS =

Tidak

Setuju, (3)

S =

Setuju, (4)

SS =

Sangat

Setuju.

Responden

Diatas

Median).

1=Sikap

baik (jika

nilai

responden

dibawah

median)

3. Psikomotor Suatu sikap

pada diri

individu

yang

terwujud

dalam suatu

tindakan.

Kuesioner

dengan

nilai : (1)

STS =

Sangat

Tidak

Setuju, (2)

TS =

Tidak

Setuju, (3)

S =

Mengisi

kuesioner

0=Psikomot

or Kurang

Baik(Jika

Nilai

Responden

Diatas

Median).

1=Psikomot

or baik (jika

nilai

responden

Ordinal

57

Setuju, (4)

SS =

Sangat

Setuju.

dibawah

median)

4. Lingkungan Kondisi fisik

yang

mencakup

keadaan

sumber daya

alam yang

dapat

mempengaru

hi kesehatan

terkait

dengan

kesehatan

Kuesioner

dengan

nilai : (1)

STS =

Sangat

Tidak

Setuju, (2)

TS =

Tidak

Setuju, (3)

S =

Setuju, (4)

SS =

Sangat

Setuju.

Mengisi

kuesioner

0=Lingkun

gan Kurang

Baik(Jika

Nilai

Responden

Diatas

Median).

1=Lingkun

gan baik

(jika nilai

responden

dibawah

median)

Ordinal

58

5. Media

Informasi

Pesan

tayangan

komunikasi

jarak jauh

dengan

perangkat

gambar dan

perangkat

suara baik

melalui kabel

maupun

tanpa kabel

Kuesioner

dengan

nilai : (1)

STS =

Sangat

Tidak

Setuju, (2)

TS =

Tidak

Setuju, (3)

S =

Setuju, (4)

SS =

Sangat

Setuju.

Mengisi

kuesioner

0=Media

informasi

Kurang

Baik (Jika

Nilai

Responden

Diatas

Median).

1= Media

informasi

baik (jika

nilai

responden

dibawah

median)

Ordinal

No Variabel

Dependent

Definisi

Operasional

Alat Ukur Cara

Pengukuran

Hasil Ukur Skala

Ukur

1 Perilaku Perilaku

yang

merupakan

hasil

Kuesioner

dengan

nilai : (1)

STS =

Mengisi

kuesioner

0=Media

informasi

Kurang

Baik (Jika

Ordinal

59

daripada

segala

macam

pengalaman

serta

interaksi

manusia

dengan

lingkungann

ya yang

terwujud

dalam bentuk

pengetahuan,

sikap dan

tindakan

Sangat

Tidak

Setuju, (2)

TS =

Tidak

Setuju, (3)

S =

Setuju, (4)

SS =

Sangat

Setuju.

Nilai

Responden

Diatas

Median).

1= Media

informasi

baik (jika

nilai

responden

dibawah

median)

60

BAB IV

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan tentang metodologi penelitian diantaranya

meliputi desain penelitian, tempat penelitian, waktu penelitian, populasi dan sampel,

etika penelitian, alat pengumpulan data, pengolahan data serta analisa data

A. Desain Penelitian

Penelitian menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan cross-sectional, yang

berhubungan untuk menghubungkan variabel dependent dan independent dalam

waktu bersamaan. Penelitian ingin mengidentifikasi perilaku anak terhadap jajanan

di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat. Cara

menganalisanya adalah dengan melihat perilaku anak yang dapat mempengaruhi

terhadap jajanan disekolah adalah pengetahuan, sikap, psikomotor, lingkungan, dan

Media Informasi.

B. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta

Pusat yang meliputi kelas VI A dan VI B.

C. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Februari 2012.

61

n =

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan objek penelitian atau objek yang diteliti (Nursalam, 2008).

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa – siswi kelas VI A dan VI B Sekolah

Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012, berdasarkan hasil

pendataan rata – rata didapat data bahwa jumlah siswa - siswi sebanyak 88

orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini berdasarkan pertimbangan dan tujuan penelitian

dengan kriteria :

a. Siswa - siswi kelas VI A dan VI B Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar

Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

b. Bersedia menjadi responden

3. Besar Sampel

Rumus Sampel

Z2(p x q) n

d2 1 + n

N

nk =

62

n =

n =

n =

Keterangan :

n = Besarnya Sampel

N = populasi penelitian

nk = sampel yang didapat

Z = nilai standar normal, maka Z = 1,96, untuk α = 0,05

p = proposi penelitian = 50% (0,5)

q = 1 – p = 0,5

d = presisi = 5% (0,05)

Untuk seluruh populasi adalah N = 88 siswa – siswi kelas VI A dan VI B ajaran tahun

2011 – 2012 di Sekolah Dasar Negeri 14 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat maka

sampelnya:

z2(p x q) d2

(1,96)2 (0,5 x 0,5)

(0,05)2

0,96

0,0025

= 384

Dari hasil sampel minimum diatas, kemudian dicari jumlah sample untuk analisa

dengan menggunakan rumus :

63

N

nk =

nk =

nk =

n 1 + n

384

1 + 384

71,58 = 72 Orang responden

4. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel tanpa acak yaitu pengambilan sampel berdasarkan

pertimbangan (purpose sampling), sampel ini digunakan bila kita ingin

mengambil sampel sangat kecil pada populasi besar karena dengan cara apapun

tidak mungkin mendapatkan sampel yang dapat menggambarkan keadaan

populasinya. Bahkan mungkin dengan mengambil sampel tanpa acak akan

menghasilkan bias yang lebih kecil dibandingkan dengan pengambilan sampel

secara acak (Budiarto,2002).

E. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin kepada

responden untuk mendapatkan persetujuan. Kemudian kuesioner diberikan kepada

responden yang diteliti dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi :

1. Lembar persetujuan menjadi responden

Lembar persetujuan diberikan kepada pihak responden yang akan diteliti.

Penelitian menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan serta

88

64

dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika siswa

dan siswi bersedia diteliti, maka mereka dapat menandatangani lembar

persetujuan tersebut. Jika siswa dan siswi menolak untuk diteliti, maka peneliti

tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak – haknya.

2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasian responden, peneliti tidak mencantumkan namanya

pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberi nomor kode masing –

masing lembar tersebut.

3. Confidentiality

Kerahasian informasi responden dijamin oleh penelitian, hanya kelompok data

tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian

F. Pengumpulan Data (alat dan cara)

1. Alat pengumpulan data

Sebagai alat pengumpulan data penelitian ini, peneliti menggunakan instrument

berupa angket atau kuesioner. Hubungan yang dipersepsikan siswa dan siswi

berisikan pertanyaan yang merupakan gambaran variabel – variabel yaitu

pengetahuan, sikap, psikomotor, lingkungan, dan Media Informasi . Pertanyaan

nomor 1 sampai 6 berkaitan dengan data demografi. Pertanyaan nomor 1 sampai

nomor 10 berkaitan dengan variabel pengetahuan, pertanyaan nomor 11 sampai

15 berkaitan dengan variabel sikap, pertanyaan nomor 16 sampai nomor 20

berkaitan dengan variabel psikomotor, pertanyaan nomor 21 sampai nomor 25

65

berkaitan dengan variabel lingkungan, pertanyaan nomor 26 sampai nomor 30

berkaitan dengan media informasi dan pertanyaan nomor 31 sampai nomor 37

berkaitan dengan perilaku.

Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada siswa - siswi secara langsung.

Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui validasi instrument, kuesioner diuji

cobakan pada orang calon responden yang memenuhi kriteria sampel penelitian.

Dengan hasil uji coba adanya hubungan pengetahuan, sikap, psikomotor,

lingkungan, dan media informasi terhadap perilaku anak jajanan di kelas VI

Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat.

2. Cara pengumpulan data

Dalam pengumpulan data penelitian mengacu pada tahap yang ditetapkan dalam

prosedur dibawah ini :

a. Mengajukan surat permohonan izin penelitian dari instansi terkait pada

pihak Kepala Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat.

b. Kegiatan dilakukan dengan mengadakan kontak dengan Wali Kelas VI A

dan VI B.

c. Memberi penjelasan pada calon responden sehingga bersedia menjadi

responden dan meminta responden untuk menandatangani formulir

persetujuan menjadi responden.

d. Kuesioner diberikan kepada responden yang memiliki kriteria

e. Peneliti memberikan waktu kepada responden untuk mengisi kuesioner

66

f. Peneliti membantu responden yang mengalami kesulitan dalam hal

memahami maksud pertanyaan.

g. Peneliti menghitung kembali kuesioner yang telah dibagikan, kemudian

diseleksi untuk dilakukan pengolahan data.

3. Uji Validitas dan Reliabilitas

a. Uji coba instrumen

Sebalum penelitian dilakukan , peneliti akan melakukan uji coba terlebih

dahulu. Direncanakan jumlah responden yang akan dilaksanakan uji coba

berjumlah 26 orang, berada di SD Negeri 14 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat.

Tujuan dari uji coba ini adalah untuk menguji Validitas Reabilitas yang

digunakan untuk mengetahui hambatan bahasa dan teknis pelaksanaan yang

mungkin ditemui saat melaksanakan dalam penelitian. Jika terjadi hambatan

saat uji coba, maka dapat dilaksanakan revisi instrumen penelitian.

Analisis untuk uji validitas menggunakan statistik dengan cara mengukur

korelasi setiap item pertanyaan dengan skor total variabel yang dilihat dari

nilai corrected item total correlation pada hasil realiability sebagai nilai r

hitung, dimana Nilai r hitung dalam uji validitas dan reliabilitas dengan

ketentuan : Jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid Jika nilai r

hitung < r tabel, maka dinyatakan tidak valid.

Sedangkan reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana

suatu alat pengukur dapat dipercaya dan tepat. Analisis untuk uji

67

relialibilitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hasil dengan r tabel.

Dalam uji reliabilitas sebagi nilai r hasil adalah nilai Cronbach's Alpha,

dengan ketentuan: Jika nilai r Cronbach's Alpha > r tabel, maka dinyatakan

relialibel Jika nilai r Cronbach's Alpha < r tabel, maka dinyatakan tidak

relialibel (Budiarto,2002 ).

a. Pengetahuan

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner Pengetahuan kepada

Responden. Menentukan nilai r table pada uji validitas ini dengan

menggunakan df = n – 2 berarti 26 – 2 = 24, r table = 0,388. Sedangkan r

hitungnya melihat pada corrected item – total correlation.

Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Pengetahuan ( P1, P2, P3, P4,

P5,P6,P7,P8,P9,dan P10 ) terhadap 26 responden menunjukkan hasil yang

valid dan reliabel. Dari tabel di atas dapat diketahui valid karena r hitungnya (

corrected item – total correlation ) > r Tabel ( 0,388 ) dan reliable karena r

Hitung ( Cronbach's Alpha sebesar 0,935 ) > r Tabel (0,388).

b. Sikap

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner sikap kepada Responden.

Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner sikap ( P11,P12,P13,P14,P15 )

terhadap 26 responden menunjukkan hasil yang valid dan reliabel. Dari

tabel di atas dapat diketahui valid karena r hitungnya ( corrected item – total

68

correlation ) > r Tabel ( 0,388) dan reliable karena r Hitung ( Cronbach's

Alpha sebesar 0,935 ) > r Tabel ( 0,388 ).

c. Psikomotor

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner psikomotor kepada

Responden. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Psikomotor ( P16,

P17, P18,P19, dan P20 ) terhadap 26 responden menunjukkan hasil yang

valid dan reliabel. Dari tabel di atas dapat diketahui valid karena r hitungnya

( corrected item – total correlation ) > r Tabel ( 0,388 ) dan reliable karena r

Hitung ( Cronbach's Alpha sebesar 0,935 ) > r Tabel (0,388).

d. Lingkungan

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner lingkungan kepada

Responden. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Lingkungan ( P21,

P22, P23,P24, dan P25 ) terhadap 26 responden menunjukkan hasil yang

valid dan reliabel. Dari tabel di atas dapat diketahui valid karena r hitungnya (

corrected item – total correlation ) > r Tabel ( 0,388 ) dan reliable karena r

Hitung ( Cronbach's Alpha sebesar 0,935 ) > r Tabel (0,388).

e. Media Informasi

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner Media Informasi kepada

Responden. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Media Informasi

( P26, P27, P28,P29, dan P30 ) terhadap 26 responden menunjukkan hasil

yang valid dan reliabel. Dari tabel di atas dapat diketahui valid karena r

69

hitungnya ( corrected item – total correlation ) > r Tabel ( 0,388 ) dan

reliable karena r Hitung ( Cronbach's Alpha sebesar 0,935 ) > r Tabel (0,388).

f. Perilaku

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner Perilaku kepada Responden.

Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Perilaku ( P31,P32,P33,P34,

P35,P36Vdan P37 ) terhadap 26 responden menunjukkan hasil yang valid

dan reliabel. Dari tabel di atas dapat diketahui valid karena r hitungnya

( corrected item – total correlation ) > r Tabel ( 0,388 ) dan reliable karena r

Hitung ( Cronbach's Alpha sebesar 0,935 ) > r Tabel ( 0,388 ).

b. Instrumen setelah uji coba

Setelah dilakukan uji product moment dengan rumus alpha (reliability–scala )

didapatkan hasil alpha = 0,935 dan diketahui bahwa seluruh butir soal yang

diuji cobakan terbukti valid dan reliabel. Sehingga seluruh butir soal dapat

digunakan dalam penelitian.

Berikut ini adalah rumus product moment :

R = N ( ∑ X Y ) – ( ∑ X ∑ Y)

√ { n ∑ X2 – (∑X)2} { n∑Y2 – (∑Y2) }

Keterangan :

R = Koefisien korelasi variabel bebas dengan variabel terikat

X = Skor – skor item instrumen variabel bebas

Y = Skor – skor item instrumen variabel terikat

n = Jumlah sampel

70

G. Pengolahan Data

Pengolahan data dimulai pada saat pengumpulan data selesai, dengan menggunakan

skala ordinal. Teknik yang digunakan untuk mengolah data ini adalah teknik uji chi-

squere untuk melihat ada tidaknya hubungan variabel independen dan dependen

dengan dengan nilai kemaknaan (significance level) 95 %. Pengolahan data dengan

menggunakan skala ordinal dengan kriteria yaitu : 1 (Sangat Tidak Setuju), 2 (Tidak

Setuju), 3 (Setuju), 4 (Sangat Setuju).

Data yang telah didapatkan kemudian dilakukan pengolahan data dengan tahap –

tahap sebagai berikut :

1. Editing

Pengecekan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh adalah data bersih

yaitu data – data yang telah terisi semua, dapat dibaca, diolah dan valid.

2. Cording

Kegiatan mengklasifikasikan data yang memberi kode untuk masing – masing

nomor form sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data.

3. Entri data

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam

master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi

sederhana atau bias juga dengan membuat tabel kontigensi.

4. Melakukan teknik analisis

Dalam melakukan analisis , khusunya terhadap data penelitian akan

menggunakan ilmu stastistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang

hendak dianalisis. Penelitian ini menggunakan diskriptif, maka akan

71

X2 =

menggunakan statistik deskriptif. Statistika deskriptif (menggambarkan) adalah

statistika yang membahas cara – cara meringkas, menyajikan dan

mendeskripsikan suatu data dengan tujuan agar mudah dimengerti dan lebih

mempunyai makna.

H. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Untuk melihat distribusi frekuensi dari data demografi responden kemudian

diinterprestasikan.

2. Analisa Bivariat

Analisa ini menggunakan uji chi-squere (X2) dengan tujuan untuk melihat

apakah hubungan variabel independen dan dependen. Jenis data yang dipakai

adalah kategorik untuk variabel dependen. Tingkat signifikannya atau derajat

kemaknaan yang dipilih dalam penelitian ini adalah 5%(0,005). Jika P value ≤

0,05 maka ada hubungan yang bermakna.

Rumus uji chi – squere (X2)

∑ (O – E )2 E

Keterangan :

X2 = Distribusi kualitas

O = Nilai observasi

E = Nilai ekspektasi (harapan)

73

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini dibahas menegnai analisa hasil penelitian yang dilakukan dua tahap yaitu

analisa univariat dan analisa bivariat. Analisa invariat adalah dengan membuat distribusi

frekuensi sedangkan analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel –

variabel penelitian dengan menggunakan uji chi-square.

A. Analisa Univariat

Analisa univariat digunakan untuk melihat gambaran tentang distribusi dan frekuensi

setiap variable penelitian ini yang meliputi ; faktor demografi responden umur,

budaya, agama, pendidikan terakhir orang tua dan pekerjaan orang tua. Untuk

variable yang berkaitan dengan perilaku antara lain pengetahuan, sikap, tindakan,

lingkungan dan media informasi.

1. Variabel demografi

b. Umur

Pada tabel 1 memperlihatkan bahwa kelompok umur responden adalah

responden yang berusia ≤ 11 th sebanyak 1 orang (1,4%), serta umur 11 – 12

th sebanyak 68 orang (94,4%) dan umur ≥ 13 sebanyak 3 orang (4,2%).

74

Tabel 1 Distribusi Demografi Responden Kelas VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru

Jakarta Pusat Tahun 2012 N=72

No. Nama Variabel Jumlah Persent (%)

1.

Umur :

1 = ≤ 11th

2 = 11 – 12 th

3 = ≥ 13 th

1

68

3

1,4

94,4

4,2

2.

Jenis Kelamin

1 = Laki – laki

2 = Perempuan

28

44

38,9

61,1

3. Agama

1 = Islam

72

100

4.

Pekerjaan Orang Tua

1 = Ibu Rumah Tangga

2 = Karyawan

3 = PNS

4 = Wiraswasta

4

31

6

31

5,6

43,1

8,3

43,1

5.

Pendidikan terakhir Orang Tua

1 = SD

2 = SMP

3 = SMU

4 = Perguruan Tinggi

6

17

47

2

8,3

23,6

65,3

2,8

75

c. Jenis kelamin

Penelitian ini menunjukan berdasarkan karakteristik jenis kelamin bahwa

jenis kelamin perempuan memiliki responden terbanyak dengan 44 orang

(61,1%), diikuti jenis kelamin laki - laki 28 orang (38,9%).

d. Agama

Penelitian ini menunjukkan responden terbesar beragama Islam yaitu dengan

72 orang (100%).

e. Pendidikan terakhir orang tua

Gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir orang tua

menunjukan bahwa pendidikan terbanyak adalah SMU yaitu 47 orang

(65,3%), SMP sebanyak 17 orang (23,6%), SD 6 orang (8,3%), dan

Perguruan Tinggi 2 orang (2,8%).

f. Pekerjaan orang tua

Gambaran responden berdasarkan tingkat pekerjaan orang tua menunjukkan

bahwa orang tua yang bekerja sebagai karyawan dan wiraswasta memiliki

peringkat yang sama yaitu 31 orang (43,1%) untuk karyawan dan 31 orang

(43,1%) untuk wiraswasta, untuk peringkat selanjutnya yaitu PNS sebanyak 6

orang (8,3%), dan Ibu rumah tangga sebanyak 4 orang (5,6%).

76

2. Variabel Perilaku Anak Terhadap Jajanan

a. Pengetahuan

Penelitian ini mengenai pengetahuan responden terhadap jajanan, berdasarkan

table 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 41 orang

(56,9%) menyatakan pengetahuan yang baik. Dan responden yang kurang

memiliki pengetahuan yang kurang baik sebanyak 31 orang (43,1%). Dari data

tersebut menunjukkan bahwa responden kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru

Jakarta Pusat Tahun 2012 mendapatkan pengetahuan yang baik terhadap jajanan.

b. Sikap

Hasil analisa tentang sikap terhadap jajanan menunjukkan sebagian besar

responden anak kelas VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun

2012 bahwa 54 orang (75%) memiliki sikap yang baik terhadap jajanan, dan 18

orang (25%) memiliki sikap yang kurang baik terhadap jajanan.

c. Tindakan

Dalam penelitian ini variabel tindakan menunjukkan bahwa responden memiliki

tindakan yang baik terhadap jajanan. Dibuktikan dengan 45 orang (62,5%)

responden memiliki tindakan yang baik terhadap jajanan. Dan hanya 27 orang

(37,5%) memiliki tindakan yang kurang baik terhadap jajanan.

77

Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Anak Terhadap Jajanan anak

kelas VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 N = 72

No. Nama Variabel Jumlah Persent (%)

1. Pengetahuan

0 = Kurang Baik

1 = Baik

31

41

43,1

56,9

2. Sikap

0 = Kurang Baik

1 = Baik

18

54

25

75

3. Tindakan

0 = Kurang Baik

1 = Baik

27

45

37,5

62,5

4. Lingkungan

0 = Kurang Baik

1 = Baik

31

41

43,1

56,9

5. Media Informasi

0 = Kurang Baik

1 = Baik

30

42

41,7

58,3

6. Perilaku

0 = Kurang Baik

1 = Baik

28

44

38,9

61,1

78

d. Lingkungan

Lingkungan responden kelas VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat

Tahun 2012 menunjukkan bahwa 43 responden (59,7%) mempunyai lingkungan

yang baik, tetapi beberapa responden sebanyak 29 orang (40,3%) mempunyai

lingkungan yang kurang baik.

e. Media Informasi

Responden menyatakan bahwa media informasi terhadap perilaku jajanan masih

kurang baik ini dibuktikan dengan 30 orang responden (41,7%) memiliki media

informasi yang masih kurang baik dan hanya sebanyak 42 orang responden

(58,3%) memiliki media informasi terhadap perilaku jajanan yang baik.

f. Perilaku

Hasil analisa data tentang perilaku anak terhadap jajanan di kelas VI SD Negeri

17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 menyatakan bahwa sebanyak 44

orang (61,1%) memiliki perilaku yang baik terhadap perilaku jajanan, namun

sebanyak 28 responden (38,9%) belum memiliki perilaku yang baik terhadap

perilaku jajanan anak.

B. ANALISA BIVARIAT

Analisa bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi-square untuk melihat

hubungan variable perilaku yang meliputi pengetahuan, sikap, tindakan(psikomotor),

lingkungan serta media informasi dan hubunganya dengan jajanan anak kelas VI SD

Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

79

a. Hubungan antara pengetahuan anak terhadap jajanan anak kelas VI SD

Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

Antara pengetahuan anak dengan jajanan di kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar

Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 diperoleh data bahwa sebanyak 41 responden

(56,9%) berpengetahuan baik. Sedangkan diantara responden yang

berpengetahuan kurang baik yaitu 31 orang responden (43,1%). Hasil uji statistik

diperoleh nilai p = 0,030 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan antara

pengetahuan dengan perilaku jajanan anak di kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar

Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

Dari hasil OR = 3,312 artinya responden yang mempunyai pengetahuan kurang

baik berpeluang sebesar 3,312 kali untuk memiliki perilaku jajanan kurang baik

dibandingkan responden yang sudah berpengetahuam baik.

b. Hubungan antara sikap anak terhadap jajanan anak kelas VI SD Negeri 17

Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

Antara sikap anak terhadap jajanan anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru

Jakarta Pusat Tahun 2012 diperoleh data bahwa sebanyak 54 orang (75%)

memiliki sikap yang baik terhadap jajanan, dan 18 orang (25%) memiliki sikap

yang kurang baik terhadap jajanan. Hasil uji statistik di peroleh nilai p = 0,012

(p<0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan antara sikap dengan perilaku

jajanan anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

80

Dari hasil OR = 4,750 artinya responden yang bersikap kurang baik berpeluang

sebesar 4,750 kali untuk berperilaku jajanan kurang baik, dibandingkan dengan

responden yang bersikap baik.

Tabel 3 Hubungan antara perilaku anak terhadap jajanan di kelas VI SD Negeri 17 Pagi

Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

No.

Variabel

Perilaku Anak

Terhadap Jajanan

Jumlah

(%)

O.R

(95%CI)

P.Value

Kurang

Baik (%)

Baik

(%)

1. Pengetahuan

0 = Kurang

Baik

1 = Baik

17 (54,8)

11 (26,8)

14(45,2)

30(72,3)

31(100)

41(100)

3,312

(1,232-8,901)

0,030

2. Sikap

0 = Kurang

Baik

1 = Baik

12 (66,7)

16(29,6)

6 (33,3)

38(70,4)

18 (100)

54 (100)

4,750

(1,518-14,86)

0,012

3. Tindakan

0 = Kurang

Baik

1 = Baik

16 (59,3)

12 (26,7)

11 (40,7)

33 (73,3)

27 (100)

45(100)

4,000

(1,453-11,01)

0,13

4. Lingkungan

0 = Kurang

Baik

1 = Baik

17 (58,6)

11 (25,6)

12 (41,4)

32 (74,4)

29 (100)

43(100)

4,121

(1505-11,28)

0,010

5. Media

Informasi

0 = Kurang

Baik

1 = Baik

17 (56,7)

11(26,2)

13(43,3)

31(73,8)

30(100)

42(100)

3,685

(1,359-9,991)

0,018

81

c. Hubungan antara tindakan (psikomotor) anak terhadap jajanan anak kelas

VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

Antara tindakan (psikomotor) terhadap jajanan anak kelas VI sebanyak SD Negeri

17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 diperoleh data bahwa 45 orang

(62,5%) responden memiliki tindakan yang baik terhadap jajanan. Dan hanya 27

orang (37,5%) memiliki tindakan yang kurang baik terhadap jajanan. Hasil uji

statistik di peroleh nilai p = 0,013 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada

hubungan antara tindakan (psikomotor) anak terhadap jajanan anak kelas VI SD

Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

Dari hasil OR = 4,000 artinya responden yang tindakannya kurang baik terhadap

jajanan berpeluang 4,000 kali untuk bertindakan kurang baik terhadap jajanan,

dibandingkan dengan responden yang bersikap baik.

d. Hubungan antara lingkungan terhadap jajanan anak kelas VI SD Negeri 17

Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

Antara lingkungan terhadap jajanan anak kelas VI sebanyak SD Negeri 17 Pagi

Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 diperoleh data bahwa 43 responden (59,7%)

mempunyai lingkungan yang baik, tetapi beberapa responden sebanyak 29 orang

(40,3%) mempunyai lingkungan yang kurang baik. Hasil uji statistik di peroleh

nilai p = 0,010 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan antara lingkungan

terhadap jajanan anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun

2012.

82

Dari hasil OR = 4,121 artinya responden dengan lingkungan kurang baik

berpeluang 4,121 kali untuk memiliki perilaku jajanan kurang baik, dibandingkan

dengan responden yang memiliki lingkungan baik terhadap jajanan.

e. Hubungan antara media informasi terhadap jajanan anak kelas VI SD Negeri

17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

Antara media informasi terhadap jajanan anak kelas VI sebanyak SD Negeri 17

Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 diperoleh data bahwa 30 orang

responden (41,7%) memiliki media informasi yang masih kurang baik dan hanya

sebanyak 42 orang responden (58,3%) memiliki media informasi terhadap

perilaku jajanan yang baik. Hasil uji statistik di peroleh nilai p = 0,018 (p<0,05),

maka dapat disimpulkan ada hubungan antara media informasi terhadap jajanan

anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

Dari hasil OR = 3,685 artinya responden yang mendapatkan informasi dari media

kurang baik berpeluang 3,685 kali untuk berperilaku jajanan kurang baik,

dibandingkan dengan responden yang mendapatkan informasi dari media dengan

baik terhadap jajanan.

83

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas lebih rinci penelitian tentang studi perilaku anak terhadap

jajanan di kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat.

A. KETERBATASAN PENELITIAN

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain :

1. Penelitian ini dirancang dengan metode deskriptif dengan pendekatan

crossectional dimana variabel berhubungan dengan pengaruh maupun terpengaruh

diamati dalam satu titik waktu yang sama sehingga hubungan kausalitas

dimungkinkan masih banyak kelemahan.

2. Secara teoritis ada beberapa variabel penelitian yang berhubungan dengan perilaku

anak terhadap jajanan, namun dalam penelitian ini hanya dibatasi pada area

kerangka konsep yang berkaitan dengan teori Blum.

3. Alat ukur yang digunakan untuk memperoleh gambaran variabel – variabel

penelitian disusun oleh peneliti sendiri karena belum ada standard baku yang

mengukur variabel perilaku anak terhadap jajanan. Namun demikian alat ukur

telah melalui uji validitas dan realiabilitas untuk menunjukkan hasil yang baik.

4. Masih terbatasnya hasil studi yang menelaah tentang perilaku anak terhadap

jajanan sehingga pembahasan dalam penelitian ini belum dapat dilaksanakan

secara maksimal.

84

B. VARIABEL DEMOGRAFI

1. Umur

Sesuai ketentuan Badan Kesehatan Dunia (WHO), batasan umur sekolah 6 sampai

12 tahun. Pada usia tersebut anak sedang mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang cukup penting, terutama saat menjelang remaja. Istilah

pertumbuhan sendiri mengacu pada proses bertambahnya ukuran fisik dan struktur

tubuh karena terjadinya pertambahan ukuran dan jumlah sel pada jaringan tubuh.

Sementara itu, kata perkembangan merupakan proses bertambahnya kemampuan

struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Pada umur sekolah terjadi sejumlah

perkembangan, diantaranya perkembangan fisik yang sangat prima, lebih cepat

dibanding pada usia balita, perkembangan intelektual yang mulai nyata, diaman

sudah terlihat adanya keinginan atau kemauan untuk berbuat sesuatu yang bersifat

keterampilan, seperti menggambar, membaca, menyanyi, berolahraga dan

sebagianya, juga perkembangan emosi serta sosial. (Hindah, 2008).

Dari penelitian yang dilakukan pada 27 Februari 2012 di Kelas VI Sekolah Dasar

Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat dengan jumlah responden 72 orang,

didapatkan hasil bahwa jumlah responden adalah responden yang berusia ≤ 11 th

sebanyak 1 orang (1,4%), serta umur 11 – 12 th sebanyak 68 orang (94,4%) dan

umur ≥ 13 sebanyak 3 orang (4,2%). Berkaitan dengan berbagai perkembangan

diatas, pada umur tersebut anak sekolah sangat memerlukan kecukupan gizi. Tugas

sebagai orang tua untuk menyusun gizi yang seimbang bagi mereka. Untuk itu,

perlu terlebih dahulu mengenal bahan – bahan yang digunakan untuk menyusun

menu sehingga sesuai dengan ajaran kecukupan gizi.

85

2. Jenis Kelamin

Sebanyak 89 % laki - laki mengatakan mengemil sedikitnya sekali tiap hari, hampir

1/3 melakukannya dua-tiga kali sehari. Perempuan melaporkan mereka memakan

camilan 2-4 kali atau lebih setiap hari. Hanya 12 % dari keseluruhan responden

mengatakan tak pernah mengemil. Memasuki usia sekolah, ada perbedaan

kebutuhan energi dan zat – zat gizi antara anak laki – laki dan perempuan ini karena

kebutuhan energi laki – laki lebih banyak aktifitas fisik, sehingga ia lebih

membutuhkan kalori banyak dibandingkan dengan anak – anak perempuan.

Sementara, anak – anak perempuan usia ini umumnya sudah mengalami menstruasi

sehingga mereka membutuhkan lebih banyak protein dan zat besi. (Diana, 2009).

Dalam penelitian ini menunjukan berdasarkan jumlah karakteristik jenis kelamin

bahwa jenis kelamin perempuan memiliki responden terbanyak dengan 44 orang

(61,1%), diikuti jenis kelamin laki - laki 28 orang (38,9%).

3. Agama

Penelitian ini menunjukkan responden terbesar beragama Islam yaitu dengan 72

orang (100%). Dalam suatu agama termasuk di antara keluasan dan kemudahan

dalam syari’at Islam, Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalalkan semua makanan,

yang mengandung maslahat dan manfaat, baik yang kembalinya kepada ruh maupun

jasad, baik kepada individu maupun masyarakat. Demikian pula sebaliknya Allah

mengharamkan semua makanan yang memudhorotkan atau yang mudhorotnya lebih

besar daripada manfaatnya. Hal ini tidak lain untuk menjaga kesucian dan kebaikan

86

hati, akal, ruh, dan jasad, yang mana baik atau buruknya keempat perkara ini sangat

ditentukan setelah hidayah dari Alloh SWT dengan makanan yang masuk ke dalam

tubuh manusia yang kemudian akan berubah menjadi darah dan daging sebagai

unsur penyusun hati dan jasadnya.

4. Pendidikan Terakhir Orang Tua

Gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir orang tua

menunjukan bahwa pendidikan terbanyak adalah SMU yaitu 47 orang (65,3%),

SMP sebanyak 17 orang (23,6%), SD 6 orang (8,3%), dan Perguruan Tinggi 2 orang

(2,8%).

Pendidikan orang tua memiliki hubungan dengan perbaikan pola konsumsi pangan

keluarga. Dengan semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua dan pengetahuan

yang dimiliki maka diharapkan akan terjadi perbaikan kebiasaan makan, serta

perhatian pada kesehatan dan makanan yang bergizi juga bertambah (Rahayu,2011).

Pada penelitian ini pendidikan SMU yang terbanyak, dimana orang tua sudah

mempunyai cukup pengetahuan tentang makanan jajanan yang terbaik untuk

anaknya. Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membina

kepribadiannya agar sesuai dengan norma-norma atau aturan di dalam masyaratakat.

Setiap orang dewasa di dalam masyarakat dapat menjadi pendidik, sebab pendidikan

merupakan suatu perbuatan sosial yang mendasar untuk petumbuhan atau

perkembangan anak menjadi manusia yang mampu berpikir dewasa dan bijak.

Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai

87

lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan.

Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan

keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar

kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak

diterima anak adalah dalam keluarga.

5. Pekerjaan Orang Tua

Gambaran responden berdasarkan tingkat pekerjaan orang tua menunjukkan bahwa

orang tua yang bekerja sebagai karyawan dan wiraswasta memiliki peringkat yang

sama yaitu 31 orang (43,1%) untuk karyawan dan 31 orang (43,1%) untuk

wiraswasta, untuk peringkat selanjutnya yaitu PNS sebanyak 6 orang (8,3%), dan

Ibu rumah tangga sebanyak 4 orang (5,6%).

Penelitian ini Orang tua bekerja pasti untuk memberikan yang terbaik untuk

anaknya. Penghasilan yang diterima orang tua setelah bekerja akan diterima anak

bentuk uang jajan. Dalam memberi uang jajan kepada anak, orangtua sudah pasti

harus bijak. Berikan penjalasan kepada anak tentang cara-cara yang baik dalam

menggunakan uang jajan. Dan ketika memberi uang jajan, berilah secukupnya,

jangan terlalu banyak. Lebih baik lagi jika orangtua bisa mengarahkan anaknya

belajar menabung sendiri dari uang jajan atau uang sakunya. Tentu hal ini akan

sangat berguna baginya nanti. Sementara itu, untuk mengajarkan sikap disiplin

kepada anak, uang jajan atau uang saku baiknya diberikan dengan teratur atau

dengan kata lain dalam waktu yang terjadwal. Bisa setiap hari, atau seminggu

sekali. Kemudian, bimbing anak untuk merencanakan pengeluarannya.

88

C. PERILAKU ANAK TERHADAP JAJANAN DI KELAS VI SEKOLAH

DASAR NEGERI 17 PAGI JOHAR BARU JAKARTA PUSAT

1. Pengetahuan

Penelitian ini mengenai pengetahuan responden terhadap jajanan, menunjukkan

bahwa sebagian besar responden sebanyak 41 orang (56,9%) menyatakan

pengetahuan yang baik. Dan responden yang kurang memiliki pengetahuan yang

kurang baik sebanyak 31 orang (43,1%). Dari data tersebut menunjukkan bahwa

responden kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012

mendapatkan pengetahuan yang baik terhadap jajanan.

Hasil penelitian ini berdasarkan teori Blum bahwa pengetahuan adalah hasil

penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera

yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada

waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar

pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera

penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas

atau tingkat yang berbeda – beda.

Secara garis besarnya dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan yaitu tahu (know),

Memahami (Comprehesion), Aplikasi (Application), Analisis (Analysis), Sintesis

( Synthesis), dan Evaluasi (Evaluation). Pada anak kelas VI di SD Negeri 17 Pagi

Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 mempunyai intensitas pengetahuan pada

tingkat tahu (know) ini dikarenakan anak hanya dapat mengingat suatu materi yang

89

telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima sebelumnya. Tahu (know)

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur

bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan dan menyatakan.

Pada perkembangan kognitif anak berusia antara 7 dan 11 tahun berada dalam

tahap konkret operasional, karakteristik spesifik tahap ini antara lain transisi dari

egosentris ke pemikiran objektif, berfokus pada kenyataan fisik saat ini disertai

ketidakmampuan melihat untuk melebihi kondisi saat ini, kesulitan menghadapai

masalah yang jauh, masa depan atau hipotesis dan .

Tahu ( Know ) diartikan hanya sebagai memanggil (recall) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya : tahu bahwa jajanan atau snack

yang mengandung pewarna seperti saos berbahaya bagi kesehatan. Hasil uji

statistik diperoleh nilai p = 0,030 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan

antara pengetahuan dengan perilaku jajanan anak dan hanya responden yang

mempunyai pengetahuan kurang baik sebesar 3,312 kali untuk memiliki perilaku

jajanan kurang baik dibandingkan responden yang sudah berpengetahuam baik.

2. Sikap

Hasil analisa tentang sikap terhadap jajanan menunjukkan sebagian besar

responden anak kelas VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun

2012 bahwa 54 orang (75%) memiliki sikap yang baik terhadap jajanan, dan 18

90

orang (25%) memiliki sikap yang kurang baik terhadap jajanan. Hasil uji statistik

dapat disimpulkan ada hubungan antara sikap dengan perilaku jajanan anak kelas

VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

Hasil penelitian menunjukkan sikap anak yang mendukung lebih banyak yang

berperilaku baik. Hal ini disebabkan anak yang mempunyai sikap mendukung

terpengaruh oleh lingkungan sikapnya mendukung dalam perilaku jajanan. Sikap

belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi

terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Sikap yang baik belum tentu memunculkan tindakan atau membentuk perilaku

yang baik (Notoatmodjo, 2010).

Pada variabel penelitian ini sama seperti pengetahuan, sikap juga mempunyai

tingkat – tingkat berdasarkan intensitasnya. Tingkat – tingkat berdasarkan

intensitasnya yaitu menerima (Receiving), menanggapi (Responding), menghargai

(Valuing), dan bertanggung jawab (Responsible). Pada anak kelas VI di SD Negeri

17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 tingkat intensitasnya hanya

menerima (Receiving), dan menanggapi (Responding) ini dikarenakan anak hanya

mau menerima stimulus yang diberikan (objek), dan memberikan jawaban atau

tanggapi terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Belum sampai pada

tingkat intensitas menghargai (Valuing) dan bertanggung Jawab (Responsible)

karena anak belum memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus,

dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau

91

mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons serta belum bertanggung

jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Hasil uji statistik di peroleh nilai p =

0,012 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan antara sikap dengan

perilaku jajanan anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun

2012. Dari hasil OR = 4,750 artinya responden yang bersikap kurang baik

berpeluang sebesar 4,750 kali untuk berperilaku jajanan kurang baik,

dibandingkan dengan responden yang bersikap baik.

3. Tindakan

Dalam penelitian ini variabel tindakan menunjukkan bahwa responden memiliki

tindakan yang baik terhadap jajanan. Dibuktikan dengan 45 orang (62,5%)

responden memiliki tindakan yang baik terhadap jajanan. Dan hanya 27 orang

(37,5%) memiliki tindakan yang kurang baik terhadap jajanan. Hasil uji statistik

maka dapat disimpulkan ada hubungan antara tindakan (psikomotor) anak

terhadap jajanan anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun

2012.

Seperti telah disebutkan penjelasan sebelumnya tentang penelitian ini praktik atau

tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu :

praktik terpimpinan (guided respons), praktik secara mekanisme( mechanism) dan

adopsi (adoption). Pada anak kelas VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta

Pusat Tahun 2012 terjadi praktik terpimpinan (guided respons) apabila subjek atau

seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau

menggunakan panduan.

92

Ini dikarena anak masih perlu bimbingan dari orang tua dan guru. Menurut

Erikson menyatakan krisis psikososial yang dihadapi anak pada usia 6 sampai 12

tahun sebagai “industri versus inferioritas” masa Sekolah (School Age) ditandai

adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan

tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada

di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap

lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan

kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran,

hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan

anak merasa rendah diri.

Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia

sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan

dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras

dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini

area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke

sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu

mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya,

dan lain sebagainya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Notoatmodjo(2010)

bahwa pada situasi tertentu, stimulus dapat langsung menimbulkan tindakan,

artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih

dulu makna stimulus yang diterimanya, sehingga tindakan seseorang tidak harus

93

didasari oleh pengetahuan atau sikap. Kepercayaan, tradisi, keterjangkauan

fasilitas, adanya pengaruh orang lain yang disegani, dapat menjadi faktor-faktor

yang mendukung terbentuknya perilaku yang baik.

4. Lingkungan

Lingkungan responden kelas VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat

Tahun 2012 menunjukkan bahwa 43 responden (59,7%) mempunyai lingkungan

yang baik, tetapi beberapa responden sebanyak 29 orang (40,3%) mempunyai

lingkungan yang kurang baik. Hasil uji statistik dapat disimpulkan ada hubungan

antara lingkungan terhadap jajanan anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru

Jakarta Pusat Tahun 2012.

Lingkungan menurut Blum yang dikutip Machfoedz (2005), menegaskan bahwa

tidak hanya perilaku yang mempengaruhi sehat atau tidaknya seseorang. Ada

faktor – faktor lain yakni faktor keturunan, faktor lingkungan, faktor pelayanan

kesehatan dan barulah faktor perilaku. Faktor perilaku hanyalah sebagian dari

masalah yang harus kita upayakan untuk menjadikan individu dan masyarakat

menjadi sehat.

Dalam penelitian ini lingkungan tidak bisa dipisahkan dengan model yang

mempunyai 3 faktor yang sangat berperan, yaitu faktor host (manusia), faktor

agent (penyebab penyakit), dan faktor enviroment (lingkungan). Pada anak kelas

VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012. Tidak terjadi

gangguan keseimbangan interaksi diantara ketiganya tetapi hal dapat terjadi

94

sebaliknya jika faktor lingkungan memberikan kesempatan kepada agent untuk

berkembang sehingga akan merugikan atau menggangu kesehatan host. Karena

didapatkan data dari hasil OR = 4,121 artinya responden dengan lingkungan

kurang baik berpeluang 4,121 kali untuk memiliki perilaku jajanan kurang baik,

dibandingkan dengan responden yang memiliki lingkungan baik terhadap jajanan.

5. Media Informasi

Responden menyatakan bahwa media informasi terhadap perilaku jajanan masih

kurang baik ini dibuktikan dengan 30 orang responden (41,7%) memiliki media

informasi yang masih kurang baik dan hanya sebanyak 42 orang responden

(58,3%) memiliki media informasi terhadap perilaku jajanan yang baik. Hasil uji

statistik dapat disimpulkan ada hubungan antara media informasi terhadap

jajanan anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.

Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan

perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sasaran dan prasarana.

Dalam penelitian ini yang menjadi fasilitas atau sasaran dan prasarana adalah

media informasi. Jenis informasi yang dipilih untuk menjadi penelitian kali ini

adalah media audio visiual. media audio visiual adalah suatu alat bantu

komunikasi yang dapat memancarkan suara disertai tulisan dan atau gambar,

sehingga memungkinkan komunikasi dapat ditangkap melalui saluran

pendengaran dan penglihatan. Contonya televisi, film, video dll.

95

Dipilihnya media audio visual karena menurut survei Yayasan Kesejateraan

Anak Indonesia dilakukan April 2002 pada 5 SD di Jakarta Timur menunjukkan

anak – anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. Sementara survei

tahun 1994 mencatat lamanya anak menonton TV selama seminggu hanya 20 –

25 jam. Kebanyakan anak-anak melihat sampai 5 jam sehari dengan antusias,

jarang sekali tertekan atau stres seperti saat menghadapi ulangan.

Berdasarkan hasil penelitian responden yang mendapatkan informasi dari media

kurang baik berpeluang 3,685 kali untuk berperilaku jajanan kurang baik,

dibandingkan dengan responden yang mendapatkan informasi dari media dengan

baik terhadap jajanan. Dengan survei ini peneliti membenarkan yang dilakukan

Bensley,2008 yang dikutip di buku Metode Pendidikan Kesehatan Masyarakat.

Bahwa bentuk intervensi media informasi menekankan pada kesenjangan

informasi atau kesenjangan motivasi yang menekankan bahwa masalah

kesehatan disebabkan oleh individu dan masalah atau masalah yang berisiko

yang ada itu adalah kurangnya infomasi atau kemauan yang cukup untuk

berperilaku lebih sehat. Pendidikan kesehatan kemudian berupaya memberikan

informasi untuk mengisi kesenjangan ini. Apabila masyarakat memiliki

informasi dan mengetahui faktanya, maka dapat diumumkan bahwa mereka akan

menerapkan sikap positif menuju perilaku sehat dan bertindak sesuai tujuannya,

dan masalah pun akan teratasi.

96

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Penelitian menyimpulkan bahwa pengetahuan, sikap, praktik, lingkungan dan media

informasi menunjukkan hubungan yang bermakna dengan perilaku anak terhadap

jajanan. Secara rinci penelitian ini menyimpulkan bahwa :

5. Variabel demografi umur memperlihatkan bahwa kelompok umur responden

adalah responden yang berusia ≤ 11 th sebanyak 1 orang (1,4%), serta umur 11 –

12 th sebanyak 68 orang (94,4%) dan umur ≥ 13 sebanyak 3 orang (4,2%).

6. Variabel demografi jenis kelamin memperilihatkan bahwa karakteristik jenis

kelamin bahwa jenis kelamin perempuan memiliki responden terbanyak dengan

44 orang (61,1%), diikuti jenis kelamin laki - laki 28 orang (38,9%).

7. Variabel demografi agama memperilihatkan bahwa penelitian ini menunjukkan

responden terbesar beragama Islam yaitu dengan 72 orang (100%).

8. Variabel demografi pendidikan terakhir orang tua memperilihatkan bahwa

gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir orang tua

menunjukan bahwa pendidikan terbanyak adalah SMU yaitu 47 orang (65,3%),

SMP sebanyak 17 orang (23,6%), SD 6 orang (8,3%), dan Perguruan Tinggi 2

orang (2,8%).

97

9. Variabel demografi pekerjaan orang tua memperilihatkan bahwa gambaran

responden berdasarkan tingkat pekerjaan orang tua menunjukkan bahwa orang

tua yang bekerja sebagai karyawan dan wiraswasta memiliki peringkat yang

sama yaitu 31 orang (43,1%) untuk karyawan dan 31 orang (43,1%) untuk

wiraswasta, untuk peringkat selanjutnya yaitu PNS sebanyak 6 orang (8,3%), dan

Ibu rumah tangga sebanyak 4 orang (5,6%).

10. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan anak dengan perilaku

jajanan, dimana p value - 0,030.

11. Terdapat hubungan yang bermakna antara sikap anak dengan perilaku jajanan,

diman p value - 0,012.

12. Terdapat hubungan yang bermakna antara pratik anak dengan perilaku jajanan,

dimana p value - 0,013.

13. Terdapat hubungan yang bermakna antara lingkungan anak dengan perilaku

jajanan, dimana p value - 0,010.

14. Terdapat hubungan yang bermakna antara media informasi anak dengan perilaku

jajanan, dimana p value - 0,018.

B. SARAN

Beberapa saran yang peneliti ajukan adalah :

1. Kepada siswa – siswi dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap bahaya yang

dapat terkandung dalam jajanan, maka siswa – siswi lebih dapat memilih makanan

Jajanan yang aman bagi dirinya dan bagi lingkungannya. Kondisi ini dapat

memotivasi siswa - siswi untuk berperan serta menciptakan perdagangan makanan

98

jajanan yang aman. Peran serta siswa – siswi dapat menjadi alat kontrol yang efektif

bagi pedagang untuk selalu berusaha memproduksi pangan yang aman.

2. Kepada orang tua, untuk menghindarkan anak mereka dari bahaya keamanan pangan

dengan cara meningkatkan pengetahuan tentang jenis dan pengaruh bahan kimia

berbahaya serta pengetahuan tentang sanitasi dan higienitas sehingga dapat memilih

panagan yang aman dan terhindar dari risiko bahaya kesehatan bagi keluarganya

karena pangan yang tidak aman, membiasakan anak sarapan dirumah dan

membawakan bekal agar anak tidak terlalu banyak jajanyang berisiko terhadap

kesehatan dan membimbing anak agar dapat memilih jajanan yang aman dan

menghindari jajan ditempat yang kotor.

3. Kepada guru dan sekolah, ikut menjaga mutu dan keamanan jajanan yang dijual

dikantin sekoalah maupun disekitar sekolah guna memperkecil jumlah gangguan

kesehatan pada anak didik serta memberikan contoh untuk tidak jajan sembarangan,

melakukan sosialisai dan penyuluhan keamanan jajanan kepada anak sekolah dengan

lebih intensif serta lebih aktif dalam melaksanakan perannya sebagai pendidik karena

masih banyak anak sekolah yang tidak melaksanakan anjuran guru untuk tidak jajan

sembarangan.

4. Kepada peneliti lain, perlu dikembangakan penelitian lebih lanjut tentang perilaku

anak terhadap jajanan disekolah, dan beberapa faktor lain yang mempengaruhi

perilaku anak dalam memilih makanan jajanan.

99

5. Kepada perawat/petugas kesehatan, agar memberikan informasi kepada siswa

mengenai makanan jajanan yang berbahaya yang terdapat dalam makanan yang

mereka konsumsi, dan mengaktifkan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) untuk

meningkatkan kondisi lingkungan sekolah agar lebih sehat, bersih dan mengurangi

risiko makanan jajanan yang tidak aman dan memberikan lebel warna kepada para

pedagang sebagai reinforcement dan punisment. Serta bekerjasam dengan BPOM

untuk pengecekkan berkala jajanan yang disediakan para pedagang.

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, Mia Siti. dkk. (2009). Bahan – Bahan Berbahaya Dalam Kehidupan Kenali

Produk Sebelum Membeli. Bandung : Salamadani

Barata, Atep Adya. (2003). Dasar - Dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Elex Media

Komputindo

Budiarto, Eko. (2002). Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat

Cetakan I. Jakarta : EGC.

Damayanti, Diana (2009). Makanan Anak Usia Sekolah ; Tips Memberi Makan Anak

Usia Sekolah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Efendi Ferry, Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik

Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Friedman, Marilyn M.,dkk. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori dan

Praktik Edisi 5. Jakarta : EGC.

Hidayat, A.Aziz Alimul. (2008). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis

Data. Jakarta : Salemba Medika.

Hidayat,A.Aziz Alimul. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep

dan Proses Keperawatan Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.

Machfoedz, Irfcham. (2005). Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan

Masyarakat. Yogyakarta : Fitramaya.

Mahayoni, dkk. (2008). Anak VS Media Kuasailah Media Sebelum Anak Anda

Dikuasainya. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Maulana, Heri D.J (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC.

Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi.

Jakarta : Salemba Medika.

Muscari, Mary E. (2005). Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Muaris, Hindah. (2008). 30 Menu Bekal Anak Sekolah ala Bento. Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama.

Myrnawati. (2003). Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka

Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan

Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

Rahayu, Winiati P. (2011). Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. Bogor : IPB Press

Sarwono, Solita, (2004). Sosiologi Kesehatan : Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Shimp. (2005). Manajemen Pemasaran. Jakarta : Indeks.

Wong, Donna L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

http://koran.republika.co.id/koran/0/148626/MENGEREM_JAJAN_SISWA dikutip tgl.

2 November 2011 Jam 20.15 WIB.

http://kosmo.vivanews.com/news/read/65672 ubah_kebiasaan_anak_jajan_sembarangan

Dikutip 6 Desember 2011 Jam 21.15 WIB

http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2011/02/16/bahaya-jajanan-sekolah-

yang-selalu-mengancam/ Dikutip Tgl. 4 Desemeber 2011 Jam 09.30 WIB.

http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2010/11/08/puluhan-siswa-sd-keracunan-

jajanan-sekolah Dikutip Tgl.4 Desember 2011 Jam 10.00 WIB.

http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2011/02/16/bahaya-jajanan-sekolah-

yang-selalu-mengancam/ dikutip Tgl 10 Desember 2011 Pkl. 21.59 WIB.

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/320399104.pdf dikutip Tgl. 6 Desember 2011 Pkl.

21.13 WIB.

http://www.kemenperin.go.id/artikel/567/ Dikutip pada tanggal 11 Januari 2012 (UU RI

No.23 Tahun 1977

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, telah diminta dan bersedia ikut berpartisipasi

menjadi salah satu responden dalam penelitian “Studi Perilaku Anak Terhadap

Jajanan Di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat

Tahun 2012” yang diberikan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Nama : Hardiyanti

NPM : 2010727050

Alamat : Serdang Baru IV No. 18 Kemayoran Jakarta Pusat

Tanda tangan saya dibawah ini menunjukkan bahwa saya telah diberikan informasi oleh

peneliti dan saya memahami bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi

saya. Segala informasi yang saya berikan akan dijamin kerahasiannya oleh peneliti.

Berdasarkan semua penjelasan diatas, maka dengan ini saya menyatakan secara sukarela

bersedia menjadi responden dan akan berpartisipasi dalam penelitian ini.

Jakarta, Januari 2012

(Responden)

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN

Kepada Yth,

Calon Responden

Di - Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Hardiyanti

NIM : 2010727050

Adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang akan melakukan penelitian “Studi

Perilaku Anak Terhadap Jajanan Di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar

Baru Jakarta Pusat Tahun 2012”. Penelitian ini tidak akan merugikan responden.

Saya selaku peneliti akan merahasiakan identitas dan jawaban saudara untuk menjadi

responden dalam penelitian yang saya lakukan.

Atas perhatian dan kesediannya saya ucapkan terima kasih.

Jakarta, Februari 2012

Hardiyanti

Lampiran : 3

KUESIONER STUDI PERILAKU ANAK TERHADAP JAJANAN

DI KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI 17 PAGI JOHAR BARU

JAKARTA PUSAT TAHUN 2012.

Petunjuk Pengisian

Jawablah setiap pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda check list (√) pada kolom

yang tersedia. Apabila ada kesulitan dalam menjawab bisa bertanya pada peneliti.

A. Data Demografi

1. Kode Responden :

2. Umur : Tahun

3. Jenis Kelamin : Laki - laki

Perempuan

4. Agama : Islam Katolik Lain – lain

Kristen Budha

5. Pekerjaan Orang Tua : Ibu Rumah Tangga Karyawan

PNS Wiraswasta

6. Pendidikan terakhir : SD SMU

Orang Tua SMP Perguruan Tinggi

B. Data Perilaku Anak terhadap Jajan di sekolah

Beri tanggapan terhadap pertanyaan ulang paling sesuai menurut adik dengan cara

memberikan tanda check list (√) pada salah satu kolom.

Keterangan :

SS : Sangat Setuju = 4

S : Setuju = 3

TS : Tidak Setuju = 2

STS : Sangat Tidak Setuju = 1

No. Pertanyaan SS

4 S 3

TS 2

STS 1 Pengetahuan

1 Makanan jajanan adalah makanan atau minuman yang dibeli dalam bentuk siap dikonsumsi tanpa harus diolah lagi

2 Jajanan yang bersih dan tertutup aman untuk dimakan

3 Jajanan yang mengandung vetsin atau penyedap rasa dan terlalu gurih baik untuk dimakan karena rasanya enak

4 Jajanan atau snack yang mengandung pewarna seperti saos berbahaya bagi kesehatan

5 Minuman jajanan yang menggunakan sakarin atau pemanis buatan adalah minuman yang menyehatkan

6 Sarapan dengan menu lengkap (ada nasi, sayur, lauk, susu) lebih bergizi daripada membeli jajan di sekolah

7 Jajanan yang sudah bau atau busuk tidak aman untuk dimakan

8 Makanan yang mengandung zat gizi dapat meningkatkan kecerdasan anak

9 Memilih jajanan yang dijual disekitar sekolah yang penting enak dan harganya murah

10 Jajanan yang dibungkus lebih terjamin kebersihannya

No Pertanyaan

SS 4

S 3

TS 2

STS 1

Sikap 11 Dalam memilih makanan jajanan sebaiknya

yang tertutup dan tidak dikerubungi lalat.

12 Setiap membeli jajanan sebaiknya memilih ditempat yang bersih dan dibungkus

13 Memilih jajanan sebaiknya yang berwarna – warni mencolok

14 Sebaiknya membiasakan makan dengan menu yang lengkap (nasi, sayur, lauk, buah)

15 Makanan yang sehat dapat meningkatkan konsentrasi belajar

NO. Pertanyaan SS

4 S 3

TS 2

STS 1 Tindakan

16 Apakah adik sering jajan

17 Dalam sehari adik jajan lebih dari 3 kali

18 Uang saku adik dalam sehari lebih dari Rp.5.000,-

19 Adik biasa jajan pada saat istirahat sekolah

20 Adik biasa jajan di warung/lingkungan sekolah

No. Pertanyaan SS

4 S 3

TS 2

STS 1 Lingkungan

21

Pedagang jajanan yang harus mengolah dulu jajanannya harus memperhatikan kebersihan alat.

22 Jajanan yang digoreng lebih berlemak daripada yang direbus atau dikukus

23 Sebagian besar makanan jajanan yang dijual di lingkungan dalam sekolah aman dikonsumsi.

24 Tempat jajanan yang tidak tertutup dan dihinggapi lalat dapat penyebabkan penyakit

25

Banyaknya jajanan diluar lingkungan sekolah membuat adik lebih tertarik daripada jajanan didalam lingkungan sekolah

No Pertanyaan SS

4 S 3

TS 2

STS 1 Media Informasi

26 Adik mengetahui jajanan dari iklan di televisi

27 Adik pernah mengetahui bahaya jajanan yang tidak sehat dari televisi

28 Adik tertarik untuk membeli jajanan yang iiklankan di televisi

29 Setiap ada iklan baru di televisi adik langsung membeli jajanan tersebut

30 Guru sekolah hendaknya memberikan pendidikan tentang bahaya jajanan bagi kesehatan.

No Pertanyaan SS

4 S 3

TS 2

STS 1 Perilaku

31 Apakah kamu selalu memilih makanan yang bersih dan tertutup untuk dimakan?

32 Apakah kamu lebih memilih makanan yang mengandung banyak zat gizi?

33 Apakah kamu menyukai makanan yang banyak mengandung zat gizi seperti tahu, tempe, telur, daging, sayur dan buah?

34 Apakah terlalu banyak jajanan dapat menurunkan konsentrasi belajar ?

35 Apakah kamu terbiasa sarapan di rumah ?

36 Apakah kamu suka jajanan yang tidak sehat ?

37 Apakah kamu terbiasa makan makanan yang bergizi dirumah?

iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hardiyanti

Umur : 22 Tahun

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 5 April 1989

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Alamat : Jl. Serdang baru IV Rt.017 Rw.004 Kemayoran Jakarta Pusat

Pendidikan : 1. SDN 05 Pagi Serdang Jakarta lulus tahun 2000

2. SMP Negeri 228 Jakarta lulus tahun 2003

3. SMA Negeri 5 Jakarta lulus tahun 2006

4. Akper RS Husada Jakarta lulus tahun 2009

5. Saat ini sedang menyelesaikan pendidikan S1 Keperawatan

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Pekerjaan : 1. RS Menteng Mitra Afia (2010)

1. Puskesmas Kecamatan Sawah Besar (2010)

2. Puskesmas Kelurahan Johar Baru III (2011 – Sekarang)