PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN-UMJ
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN-UMJ
Unggul dalam IPTEK Kokoh dalam IMTAQ
LAPORAN HASIL PENELITIAN
STUDI PERILAKU ANAK TERHADAP JAJANAN
DI KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI 17 PAGI JOHAR BARU
JAKARTA PUSAT
TAHUN 2012
OLEH :
HARDIYANTI
NPM: 2010727050
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2012
Unggul dalam IPTEK Kokoh dalam IMTAQ
STUDI PERILAKU ANAK TERHADAP JAJANAN
DI KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI 17 PAGI JOHAR BARU
JAKARTA PUSAT
TAHUN 2012
Laporan penelitian ini dibuat dalam rangka memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan ( S.Kep )
OLEH :
HARDIYANTI
NPM: 2010727050
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2012
i
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Riset Keperawatan HARDIYANTI Studi perilaku anak terhadap jajanan di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 99 Halaman + 3 Tabel + 6 Lampiran
ABSTRAK Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan psikomotor, dan media informasi. Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta praktiknya yang berhubungan dengan kesehatan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hubungan perilaku anak terhadap jajanan. Desain penelitian yang digunakan Deskriptif Crosssectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012, dengan sampel 72 orang. Variabel penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, praktik (psikomotor), lingkungan dan media informasi. Analisa dilakukan dengan bertahap yaitu univariat dengan analisa bivariat untuk mengetahui hubungan dan variabel dependen dan independen. Uji statistik digunakan adalah statistik Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku jajanan Odds Ratio 3,312 (95% CI 1,232 – 8,901) dengan P Value - 0,030, sikap dengan perilaku jajanan Odds Ratio 4,750 (95% CI 1,518 – 14,865) dengan P Value - 0,012, praktik dengan perilaku jajanan Odds Ratio 4 (95% CI 1,453 – 11,014) dengan P Value - 0,013, lingkungan dengan perilaku jajanan Odds Ratio 4,121 (95% CI 1,505 – 11,289) dengan P Value – 0,10, dan media informasi dengan perilaku jajanan Odds Ratio 3,685 (95% CI 1,359 – 9,991) dengan P Value - 0,18. Dari hasil penelitian tersebut disarankan agar anak dapat berperilaku terhadap jajanan berupa pengetahuan, sikap, praktik, lingkungan dan media informasi. Daftar pustaka : 23 (2002 - 2011) Kata Kunci : Perilaku, Anak, Jajanan.
x
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirohim
Segala puji atas kebesaran Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
kepada peneliti, salawat serta salam dihaturkan pada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian yang diperlukan untuk
memenuhi syarat mencapai gelar sarjana keperawatan, Strata Satu Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
dengan judul “ Studi Perilaku Anak Terhadap Jajanan di Kelas VI Sekolah Dasar
Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat tahun 2012”.
Dalam proses penyusunan tugas akhir ini, tidak terlepas dari hambatan dan juga bantuan,
bimbingan serta dorongan semangat dari berbagai pihak yang sangat besar artinya bagi
penulis, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Muhammad Hadi, S.KM, M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Jakarta.
2. Bapak Syamsul Anwar, M.Kep. , Sp.Kom. selaku Pembimbing Riset
Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
xi
3. Bapak Rohman Azzam, S.Kep, M.Kep selaku Wali Kelas B2 Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
4. Semua Dosen dan Staff pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah
memberikan bekal ilmu dan pengetahuan selama peneliti menuntut ilmu.
5. dr. Pingky F. Irawan selaku Kepala Puskesmas Kecamatan Johar Baru yang telah
memberikan kepercayaan untuk melanjutkan pendidikan.
6. dr. Budiarsinta dan teman sejawat selaku Kepala Puskesmas Kelurahan Johar
Baru III yang telah memberikan kesempatan untuk menuntut ilmu.
7. Drs. Iman Komarudin, M.Pd. selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar
Baru Jakarta Pusat yang telah memberikan izin tempat penelitian.
8. Bapak Eko Wiharso, S.Pd dan Ibu Juarsih, Spd. Selaku Wali Kelas VI A dan
VIB Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat yang telah
mengizinkan untuk meminjam anak didiknya untuk penelitian.
9. Ayahanda dan ibunda tercinta : Bpk. H.Supardjo dan Ibu Hj. Yuyun Yunarni,
terima kasih doa yang tak henti, motivasi, perhatian dan kesabaran dalam
mendidik saya sehingga selesainya tugas akhir ini.
10. Sahabat-sahabatku seperjuangan ( Fiqa Rahma, Ika , Yuriandah, Frida Putri
Dwiningrum , Novi Ulhayati) terima kasih atas motivasi dan dukungannya.
11. Semua teman seperjuangan program B angkatan 2012 yang saya cintai dan
sayangi, yang memberikan senyuman dan canda tawanya yang akan kita
lanjutkan diprogram Ners nanti.
xii
12. Untuk “Sang Pangeran” yang belum juga menjemputku, ku tunggu kau disini.
13. Seluruh pihak – pihak yang telah membantu, dan tidak dapat disebutkan
semuanya dalam kesempatan ini saya ucapkan terima kasih yang sedalam –
dalamnya.
Akhir kata, peneliti mengucapkan Alhamdulillah hirobbil’alamin dan semoga Alloh
SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan bapak, ibu dan saudara sekalian.
Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca.
Jakarta, Februari 2012
Peneliti
Hardiyanti, AMK.
v
DAFTAR ISI
JUDUL PENELITIAN
ABSTRAK ........................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAAN ............................................................................. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
LAMPIRAN ......................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Masalah Penelitian .................................................................... 9
C. Pertanyaan Penelitian ................................................................ 9
D. Tujuan Penelitian ...................................................................... 9
E. Manfaat Penelitian .................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Perilaku
1. Pengertian Perilaku .............................................................. 12
2. Pembagian perilaku .............................................................. 14
3. Perilaku kesehatan................................................................ 14
vi
B. Konsep Anak Sekolah
1. Pengertian Anak Sekolah ..................................................... 17
2. Perkembangan Psikososial ................................................... 19
3. Perkembangan Kognitif..................................................... .. 21
4. Nutrisi Anak Sekolah.......................................................... . 21
C. Konsep Jajanan
1. Pengertian Jajanan................................................................ 23
2. Jenis Jajanan ......................................................................... 24
D. Perilaku Anak Sekolah Terhadap Jajanan
1. Konsep Pengetahuan ............................................................ 31
2. Konsep Sikap .................................................................... .. 33
3. Konsep Tindakan (Psikomotor) ........................................... 39
3. Konsep Lingkungan ............................................................. 40
4. Konsep Media Informasi ...................................................... 46
E. Hasil Penelitian Terdahulu ....................................................... 51
vii
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESA PENELITIAN,
DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep ...................................................................... 53
B. Hipotesa Penelitian ................................................................... 54
C. Definisi Operasional ................................................................. 55
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ...................................................................... 60
B. Tempat Penelitian ..................................................................... 60
C. Waktu Penelitian ....................................................................... 60
D. Populasi dan Sampel ................................................................. 61
E. Teknik Pengambilan Sampel..................................................... 63
F. Etika Penelitian ......................................................................... 63
G. Pengumpulan Data .................................................................... 64
H. Pengolahan Data ....................................................................... 70
I. Analisa Data .............................................................................. 71
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Analisa Univariat ...................................................................... 72
B. Analisa Bivariat ....................................................................... 77
viii
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian ............................................................ 83
B. Variabel Demografi ................................................................. 84
C. Perilaku Anak Terhadap Jajanan ........................................... 88
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................... 96
B. Saran ........................................................................................ 97
DAFTAR PUSTAKA
ix
LAMPIRAN – LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Penelitian
Lampiran 3 : Daftar Pertanyaan Penelitian (Kuisioner)
Lampiran 4 : Surat Perizinan dari Kampus FKK UMJ
Lampiran 5 : Surat perizinan dari Kepala Sekolah SDN 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat
Lampiran 6 : Lembar Konsul Pembimbing
1
BAB I
PENDAHULUAN
B. Latar Belakang
Kebutuhan Dasar Manusia merupakan unsur – unsur yang dibutuhkan oleh manusia
dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya
bertujuan unutuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar
manusia menurut Abraham Maslow dalam Teori Hieraki Kebutuhan menyatakan
bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu : kebutuhan fisiologis,
keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri.
Kebutuhan Fisiologis merupakan kebutuhan yang paling dasar, yaitu : kebutuhan
oksigen, keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, istirahat, tidur, seksualitas, cairan
(minuman) dan nutrisi (makanan).(Alimul A.A,2009).
Makanan adalah semua subtansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air,
obat – obatan dan subtansi - subtansi lain yang digunakan untuk pengobatan. Air
tidak termasuk kedalam makanan karena merupakan elemen vital bagi kehidupan
bagi manusia. ( Ferry E. 2009).
2
Ada sebagian orang yang mengidentikkan makanan mahal dengan kualitas baik dan
sehat. Padahal, Ini belum tentu benar. Pendapat seperti ini biasanya karena penyakit
– penyakit akut yang diakibatkan oleh makanan. Karena penyakit bawaan makanan
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa faktor tersebut antara lain
kebiasaan untuk memproduksi dan mengolah makanan secara tradisional,
penyimpanan dan penyajian makanan yang tidak bersih.
( Ferry E. 2009).
Saat ini banyaknya produk makanan yang disukai anak – anak terutama makanan
ringan menjadi salah satu alasan anak - anak menjadi perhatian. Beragam iklan
produk makanan silih berganti ditayangkan diberbagai stasiun televisi dengan aneka
variasi. Ini adalah strategi produsen untuk terus menerus menjaring konsumen
dengan tawaran – tawaran produk baru. Tidak terkecuali anak – anak yang menjadi
sasaran. ( Shimp.2003).
Anak harus bisa membedakan keinginan dan kebutuhan. Anak kecil identik dengan
jajan. Aktivitas jajan biasa dilakukan pada saat jam istirahat sekolah. Kegiatan
bermain dan belajar menuntut keaktifan seorang anak. Akibatnya anak sering
merasa lapar. Jajan menjadi jalan keluar paling cepat mengisi perut yang kosong.
Beragam jajanan ditawarkan di lingkungan sekolah. Selain kantin, masih ada
pedagang kaki lima atau warga sekitar yang turut menawarkan jajanan. Jajanan
yang ditawarkan berupa makanan, minuman, sampai mainan. Beragam jajanan ini
tentu menggiurkan anak SD. Akibatnya alasan jajan bukan hanya lapar, tapi juga
keinginan untuk meniru temannya.
3
http://koran.republika.co.id/koran/0/148626/MENGEREM_JAJAN_SISWA dikutip
pada tgl. 2 November 2011.
Jajanan dengan berbagai jenis bentuk dan warna memang dikemas secara menarik
untuk memikat anak-anak. Akibatnya, mereka tak berkandungan gizi atau bahkan
jajanan itu berbahaya bagi kesehatan. Orang tua yang selalu memberi uang jajan
kepada buah hati, sebaiknya mulai mengerem kebiasaan ini. Dari pada memberikan
uang jajan kepada anak, yang dapat memberikan penggantinya dalam bentuk bekal
makanan sebab jajanan yang belum tentu terjamin nutrisi dan kebersihannya.
http://kosmo.vivanews.com/news/read/65672
ubah_kebiasaan_anak_jajan_sembarangan Dikutip 6 Desember 2011.
Pada umumnya perilaku makan yang sering menjadi masalah adalah kebiasaan
makan di kantin atau warung di sekitar sekolah dan kebiasaan makan fast food.
Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau street food menurut
FAO didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual
oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain
yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih
lanjut. Jajanan kaki lima dapat mejawab tantangan masyarakat terhadap makanan
yang murah, mudah, menarik dan bervariasi. Sebuah penelitian di Jakarta
mengungkapkan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang berkisar antara
Rp 2000,- - Rp 4000,- per hari, bahkan ada yang mencapai Rp 7000,-. Hanya sekitar
5% anak membawa bekal dari rumah. Sebagian besar dari mereka lebih terpapar
4
pada makanan jajanan kaki lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli
makanan tersebut.
Dari segi gizi sebenarnya makanan jajanan sekolah tersebut belum tentu buruk,
meski banyak juga yang mengabaikan komposisi gizi. Ternyata makanan jajanan
kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein
29% dan zat besi 52%. Tetapi keamanan jajanan tersebut baik dari segi
mikrobiologis maupun kimiawi masih dipertanyakan.
Pada penelitian yang dilakukan di Bogor telah ditemukan Salmonella Paratyphi A di
25% - 50% sampel minuman yang dijual di kaki lima. Bakteri tersebut adalah
penyebab penyakit tifus pada anak. Penelitian lain yang dilakukan suatu lembaga
studi di daerah Jakarta Timur mengungkapkan bahwa jenis jajanan yang sering
dikonsumsi oleh anak-anak sekolah adalah lontong, otak-otak, tahu goreng, mie
bakso dengan saus, ketan uli, es sirop, dan cilok.
Berdasarkan uji laboratorium, pada otak-otak dan bakso ditemukan borax, tahu
goreng dan mie kuning basah ditemukan formalin, dan es sirop merah positif
mengandung rhodamin B. Selain cemaran mikrobiologis, cemaran kimiawi yang
umum ditemukan pada makanan jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan
tambahan pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengempal yang mengandung logam
berat Boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin B (
pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil).
5
Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik
yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti antara lain
kanker dan tumor pada organ tubuh manusia. Belakangan juga terungkap bahwa
reaksi simpang makanan tertentu ternyata dapat mempengaruhi fungsi otak
termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku tersebut
meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, gangguan bicara,
hiperaktif hingga memperberat gejala pada penderita autism. Pengaruh jangka
pendek penggunaan BTP ini menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum seperti
pusing, mual, muntah, diare atau kesulitan buang air besar. Joint Expert Committee
on Food Additives (JECFA) dari WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar
BTP melarang penggunaan bahan kimia tersebut pada makanan. Standar ini juga
diadopsi oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan RI melalui Peraturan Menkes
no. 722/Menkes/Per/IX/1998.
Banyak Pedagang kaki Lima (PKL) tidak tahu dan tidak menyadari bahaya adanya
BTP ilegal pada bahan baku jajanan yang mereka jual. BTP ilegal menjadi
primadona bahan tambahan di jajanan kaki lima karena harganya murah, dapat
memberikan penampilan makanan yang menarik (misalnya warnanya sangat cerah
sehingga menarik perhatian anak-anak) dan mudah didapat. Makanan yang
dijajakan oleh PKL umumnya tidak dipersiapkan dengan secara baik dan bersih.
Kebanyakan PKL mempunyai pengetahuan yang rendah tentang penanganan
pangan yang aman, mereka juga kurang mempunyai akses terhadap air bersih serta
fasilitas cuci dan buang sampah. Terjadinya penyakit bawaan makanan pada jajanan
kaki lima dapat berupa kontaminasi baik dari bahan baku, penjamah makanan yang
6
tidak sehat, atau peralatan yang kurang bersih, juga waktu dan temperatur
penyimpanan yang tidak tepat.
http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2011/02/16/bahaya-jajanan-sekolah-
yang-selalu-mengancam/ Dikutip Tgl. 4 Desemeber 2011.
Ketertarikan anak untuk jajan di sekolah sangat tinggi karena para produsen
makanan ringan atau pedagang menawarkan bermacam bentuk, jenis dan rasa yang
membuat anak ingin membelinya. Penelitian dari Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM), sebagian jajanan anak sekolah mengandung bahan kimia
berbahaya dan hampir 50 % tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan. Masih
menurut BPOM, dari 163 sampel jajanan anak yang di uji di 10 provinsi, sebanyak
80 sampel atau 50 % tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan, seperti
mengandung bahan kimia berbahaya, tidak mengindahkan kebersihan dan tidak
memenuhi kententuan. Beragam jajanan biasanya diproduksi oleh industri rumahan.
Parahnya para produsen industri rumahan ini kebanyakan tidak mengetahui
prosedur pengelolaan makanan yang baik. Kalaupun mengetahui, alasan ekonomis
dan bisnis menjadi penyebab utama.
Bahan – bahan berbahaya diatas jika dikonsumsi dapat menimbulkan penyakit
berbahaya seperti kanker, bahkan menyebabkan kematian. Pernyataan ini bukan
tidak terbukti karena BPOM pernah melakukan monitoring terhadap KLB
(Keracunan Luar Biasa), yaitu keracunan pangan pada 2005. Dari 184 KLB ini
ternyata 8.949 orang dari 23.864 orang terbukti sakit dan 49 orang meninggal. Dari
184 KLB keracunan pangan tersebut ternyata 28 kejadian disebabkan dari pangan
7
olahan, 33 kejadian dari pangan jajanan, 39 kejadian dari pangan jasa boga, 78
kejadian dari masakan rumah tangga, dan 6 kejadian dari pangan lainnya. ( Aminah,
Mia Siti. 2009)
Sekitar tahun 2010 kemarin di kota Bogor puluhan siswa Sekolah Dasar Negeri
(SDN) Sawah, Desa Sawah, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, mengalami
keracunan makanan. Para siswa mengeluh mual, muntah dan pusing. Akibatnya,
siswa kelas empat, lima dan enam SD ini dilarikan guru setempat ke Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Rumpin, beberapa kilometer dari lokasi.
Keracunan dikarenakan menyantap jajanan berbentuk daging olahan yang
dijajahkan pedagang di depan sekolah. Dari data Puskesmas Rumpin, jumlah siswa
yang mengaku keracunan terus bertambah. Bahkan, kini angkanya sudah mencapai
52 siswa. Meski demikian, tak semua siswa dirawat di Puskesmas. Beberapa siswa
yang kondisinya tak begitu parah, sudah dibawa pulang oleh beberapa orang tua.
http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2010/11/08/puluhan-siswa-sd-keracunan-
jajanan-sekolah Dikutip Tgl.4 Desember 2011.
Dari data yang diperoleh dari program Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di
Puskesmas Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat, memang tidak pernah mengalami
kasus keracunan yang diakibatkan makanan ringan ataupun jajanan di sekolah.
Namun, dari data selama tahun 2010 anak usia sekolah yang datang berkunjung
untuk pengobatan cukup banyak. Dari 10 peringkat penyakit umum di Puskesmas
Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat terdapat 2 penyakit yang sering dialami pada
anak usia sekolah di peringkat pertama yaitu ISPA dan di peringkat Ketujuh adalah
8
Gastroenteritis Akut. Pada urutan pertama yaitu Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA)
sebanyak 5.569 anak. Dan urutan ketujuh yaitu Diare sebanyak 465 anak.
Sedangkan pada tahun 2011 sampai dengan bulan oktober masih pada urutan yang
sama sebanyak 3.425 anak mengalami Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA) dan
sebanyak 386 anak mengalami Gastroenteritis Akut. Sedangakan di Puskesmas
Kelurahan Johar Baru III dari Oktober 2010 sampai dengan Oktober 2011 sebanyak
142 anak usia 5 - 9 tahun menderita Gastroenteritis akut.
Kebaikan dari kebiasaan jajan adalah bisa melengkapi atau menambah kebutuhan
gizi anak jika makanan yang dibeli sudah memenuhi syarat kesehatan. Sedangkan
keburukannya adalah dapat mengurangi nafsu makan anak terhadap masakan rumah
dan tidak terjamin kesehatanya. (Winiati P. Rahayu. 2011). Sekolah merupakan
salah satu lahan para produsen makanan ringan atau pedagang menjual pangan
jajanan dan peran guru sangat diharapkan untuk menjamin agar pangan jajanan
disekolah mempunyai keamanan yang baik. Oleh karena itu, perilaku anak sekolah
yang sering jajan makanan ringan membuat cemas orang tua.
Dari masalah diatas, bahwa perilaku anak untuk jajan sangat menarik untuk
dilakukan penelitian, maka peneliti tertarik mengambil judul penelitian ini “Studi
Perilaku Anak Terhadap Jajanan Di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar
Baru Jakarta Pusat Tahun 2012”.
9
B. Masalah Penelitian
Penelitian ini penting dilakukan karena untuk membantu pengelola sekolah bisa
lebih memusatkan perhatinya untuk meningkatkan kualitas makanan pada jenis
makanan tertentu yang beredar dikantin sekolah atau dilingkungan sekolah. Alasan
pemilihan penelitian di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru karena
banyak para pedagang menawarkan jajanan makanan ringan. Sehingga penelitian
tertarik terhadap Jajanan Makanan Ringan Di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17
Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 .
C. Pertanyaan Penelitian
Peneliti ingin mengetahui apa sajakah yang berhubungan dengan Perilaku Anak
Terhadap Jajanan Di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta
Pusat Tahun 2012.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran perilaku anak terhadap jajanan di kelas VI Sekolah
Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui adanya gambaran dari hubungan pengetahuan terhadap
perilaku jajan anak sekolah kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar
Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
10
b. Diketahui adanya gambaran dari hubungan sikap terhadap perilaku jajan
anak sekolah kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta
Pusat Tahun 2012.
c. Diketahui adanya gambaran dari hubungan praktik (psikomotor) terhadap
perilaku jajan anak sekolah kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar
Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
d. Diketahui adanya gambaran dari hubungan lingkungan terhadap perilaku
jajan anak sekolah kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru
Jakarta Pusat Tahun 2012.
e. Diketahui adanya gambaran dari hubungan Media Informasi terhadap
perilaku jajan anak sekolah kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar
Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
E. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Pendidikan Keperawatan
Sebagai masukan untuk pembangunan ilmu, khususnya ilmu keperawatan
komunitas untuk mengetahui Perilaku Anak Terhadap Jajanan Di Kelas VI
Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
11
2. Pelayanan Kesehatan dan Tenaga Keperawatan
Sebagai masukan dalam melakukan asuhan keperawatan pada keluarga yang
akan mempunyai anak usia sekolah, dalam rangka peningkatan mutu asuhan
keperawatan dan dapat memberikan pelayanan yang akan melakukan perawatan
keluarga anak usia sekolah.
3. Peneliti
Sebagai bahan rujukan atau referansi untuk penelitian selanjutnya tentang
Perilaku Anak Terhadap Jajan Makanan Ringan Di Kelas VI Sekolah Dasar
Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
12
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Pada bab ini akan dibahas tentang perilaku anak terhadap jajanan yang berkaitan dengan
konsep dan teori.
A. Konsep Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah faktor terbesar kedua setelah lingkungan yang mempengaruhi
kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat.(Blum,1974). Oleh sebab itu,
untuk membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya
yang ditunjukan kepada faktor perilaku sangat penting dan strategis, mengingat
pengaruh yang ditimbulkannya. Masyarakat yang erat kaitanya dengan upaya
peningkatan pengetahuan masyarakat terbentuk melalui kegiatan yang disebut
pendidikan kesehatan. Menurut Green (1980), pendidikan kesehatan mempunyai
peranan penting dalam mengubah dan menguatkan faktor perilaku (predisposisi,
pendukung, dan pendorong) sehingga menimbulkan perilaku positif dari
masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku, pendidikan kesehatan dan status
kesehatan masyarakat berada dalam suatu pola hubungan yang saling
mempengaruhi. Perilaku terhadap makanan menjadi perilaku yang meliputi :
13
pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap makanan serta unsur – unsur yang
terkandung di dalamnya (gizi, vitamin) dan pengolahan makanan. Perilaku terhadap
makanan menjadi bagian dari kesehatan lingkungan. (Maulana,2009).
Perilaku adalah aksi dari individu terhadap reaksi dari hubungan dengan
lingkungannya. Dengan perkataan lain, perilaku baru terjadi bila ada sesuatu yang
diperlukan untuk menimbulkan reaksi. Sesuatu tersebut disebut rangsangan. Jadi
suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi berupa perilaku tertentu.
(Machfoedz,2005).
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu
terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat
bersifat pasif (tanpa tindakan : berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif
(melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat
dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan
lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang
kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan. (Sarwono,2004).
14
2. Pembagian Perilaku Dilihat dari Bentuk Respons Terhadap Stimulus
(Maulana,2009).
a. Perilaku tertutup ( Convert behavior )
Respons seseorang terhadap stimulus sifatnya masih tertutup ( convert ). Respons ini
masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang
terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut. Misalnya, mengetahui bahaya
jajanan yang berwarna mencolok, tetapi ia masih jajan juga.
b. Perilaka terbuka ( Overt behavior )
Respons seseorang terhadap stimulus bersifat terbuka dalam bentuk tindakan nyata,
yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. Misalnya Berhenti membeli
jajanan yang berwarna mencolok.
3. Perilaku Kesehatan ( Maulana, 2009 )
a. Pengertian perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang ( organisme ) terhadap stimulus
atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.
b. Unsur – unsur dalam perilaku kesehatan
1) Perilaku terhadap sakit dan penyakit.
Perilaku terhadap sakit dan penyakit merupakan respons internal dan eksternal
seseorang dalam menanggapi rasa sakit dan penyakit, baik dalam bentuk respons
tertutup ( sikap, pengetahuan ) maupun dalam bentuk respons terbuka ( tindakan
nyata ).
15
2) Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ( health promotion behavior ).
Perilaku seseorang untuk memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh terhdap
masalah kesehatan. Sebagai contoh, kebiasaan sarapan pagi sebelum anak sekolah
belajar, makan makanan bergizi seimbang dan melakukan olahraga pagi setiap hari
jum’at untuk anak sekolah.
3) Perilaku pencegahan penyakit ( health prevention behavior )
Segala tindakan yang dilakukan seseorang agar dirinya terhindar dari penyakit,
misalnya melakukan Jum’at bersih di sekolah, Imunisasi difteri dan tetanus untuk
anak sekolah, dll.
4) Perilaku pencarian pengobatan ( health seeking behavior )
Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit dan/atau kecelakaan, mulai dari mengobati sendiri (self-treatment)
sampai mencari bantuan ahli. Misalnya individu pergi ke pelayanan kesehatan saat
sakit.
5) Perilaku pemulihan kesehatan ( health rehabilitation behavior)
Pada proses ini, diusahakan agar sakit atau cacat yang diderita tidak menjadi
hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik,
mental dan sosial. Misalnya anak sekolah yang menderita gastroenteritis akut
akibat jajanan melakukan minum oralit untuk menggantikan cairan yang telah
keluar.
16
6) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan
Perilaku ini merupakan respons individu terhadap sistem pelayanan modern atau
tradisional, meliputi respons terhdap petugas fasilitas pelayanan, cara pelayanan
kesehatan, perilaku terhadap petugas dan respons terhadap pemberian obat –
obatan. Respons ini terwujud dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap dan
penggunaan fasilitas, sikap terhadap petugas dan obat – obatan.
7) Perilaku terhadap makanan
Perilaku ini meliputi pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap makanan serta
unsur – unsur yang terkandung didalamnya (gizi, vitamin) dan pengolahan
makanan. Dari beberapa literatur, perilaku terhadap makanan menjadi bagian dari
kesehatan lingkungan.
8) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan
Perilaku ini merupakan upaya seseorang merespons lingkungan sebagai
determinan agar tidak memengaruhi kesehatan misalnya bagaimana meningkatkan
daya tahan tubuh dengan makanan yang bergizi.
c. Klasifikasi perilaku kesehatan
Menurut Becker ( 1979 ) seperti dikutip Notoatmodjo (2010), perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan diklasifikasi sebagai berikut :
1) Perilaku hidup sehat
Perilaku hidup sehat merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya
mempertahankan dan meningkatkan kesehatanya. Hal ini mencakup makan dengan
menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan
narkoba, dll.
17
2) Perilaku sakit
Perilaku ini merupakan respons seseorang terhdap sakit dan penyakit, persepsi
terhdap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, penegobatan
penyakit dan usaha – usaha untuk mencegah penyakit.
3) Perilaku peran sakit
Perilaku peran sakit adalah segala aktivitas individu yang menderita sakit untuk
memperoleh kesembuhan. Dari segi sosiologi, orang sakit mempunyai peran yang
meliputi hak dan kewajiban orang sakit. Perilaku peran sakit meliputi hal – hal
berikut :
a) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan
b) Mengenal atau menegtahui fasilitas atau sasaran pelayanan atau penyembuhan
penyakit yang layak.
c) Mengetahui hak (misalnya, memperolh perawatan, memperoleh pelayanan
kesehatan) dan kewajiban orang sakit (memberi tahu penyakit pada orang lain
terutama petugas kesehatan, tidak menularkan penyakit pada orang lain).
B. Konsep Anak Sekolah
1. Pengertian Anak Sekolah
Anak – anak usia sekolah dasar, yaitu anak usia 6 sampai 12 tahun, secara langsung
mempengaruhi pembelian produk dan secara tidak langsung mempengaruhi
pembelian orang tua. ( Shimp.2005).
18
Menurut WHO yang dikutip dari (Muaris,2008) batasan umur anak sekolah 6 sampai
12 tahun. Pada usia tersebut anak sedang mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang cukup penting, terutama saat menjelang remaja. Istilah
pertumbuhan sendiri mengacu pada proses bertambahnya ukuran fisik dan struktur
tubuh karena terjadinya pertambahan ukuran dan jumlah sel pada jaringan tubuh.
Sementara itu, kata perkembangan merupakan proses bertambahnya kemampuan
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Pada umur sekolah terjadi sejumlah
perkembangan, diantaranya perkembangan fisik yang sangat prima, lebih cepat
dibanding pada usia balita, perkembangan intelektual yang mulai nyata, diaman
sudah terlihat adanya keinginan atau kemauan untuk berbuat sesuatu yang bersifat
keterampilan, seperti menggambar, membaca, menyanyi, berolahraga dan
sebagiannya, juga perkembangan emosi serta sosial.
Rentang kehidupan yang dimulai dari usia 6 sampai mendekati 12 tahun memiliki
berbagai label, yang masing-masing menguraikan karakteristik penting dari periode
tersebut. Periode usia pertengahan ini sering disebut usia sekolah atau masa sekolah.
Periode ini dimulai dengan masuknya anak ke lingkungan sekolah, yang memiliki
dampak signifikan dalam perkembangan dan hubungan anak dengan orang lain. Anak
mulai bergabung dengan teman-teman seusianya, mempelajari budaya masa kanak-
kanak, dan menggabungkan diri ke dalam kelompok sebaya, yang merupakan
hubungan dekat pertama di luar kelompok keluarga (Wong, 2008).
19
2. Perkembangan Psikososial (Muscari,2005)
a. Tinjauan (Erikson)
Erikson menyatakan krisis psikososial yang dihadapi anak pada usia 6 sampai 12
tahun sebagai “industri versus inferioritas” atau Masa Sekolah (School Age) ditandai
adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan
tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di
lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya
sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan
pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan
kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia sekolah
dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap
ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari
perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya
bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga
semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus
memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain sebagainya.
b. Rasa takut dan stresor
Sebagian rasa takut yang terjadi sejak masa kanak-kanak awal dapat terselesaikan atau
berkurang, namun anak dapat menyembunyikan rasa takutnya untuk menghindari
dikatakan sebagai “pengecut” atau “bayi”. Rasa takut yang sering terjadi gagal di
sekolah, gertakan, guru yang mengintimidasi, dan sesuatu yang buruk terjadi pada
20
orang tua. Stresor yang sering terjadi untuk anak usia sekolah yang lebih kecil, yaitu
dipermalukan, membuat keputusan, membutuhkan izin/persetujuan, kesepian,
kemandirian, dan lawan jenis. Untuk anak usia sekolah yang lebih besar yaitu
kematangan seksual, rasa malu, kesehatan, kompetesi, tekanan dari teman sebaya, dan
keinginan untuk menggunakan obat-obatan.
c. Sosialisasi
Masa anak usia sekolah merupakan periode perubahan dinamis dan kematangan seiring
dengan peningkatan keterlibatan anak dalam aktifitas yang lebih kompleks, membuat
keputusan, dan kegiatan yang memiliki tujuan. Belajar lebih banyak mengenai
tubuhnya, perkembangan sosial berpusat pada tubuh dan kemampuannya. Hubungan
dengan teman sebaya memegang peranan penting yang baru. Aktifitas kelompok,
termasuk tim olahraga, biasanya menghabiskan banyak waktu dan energi.
d. Bermain dan mainan
Bermain menjadi lebih kompetitif dan kompleks selama periode usia sekolah.
Karakteristik kegiatan meliputi tim olahraga, klub rahasia, aktifitas “geng”, pramuka
atau organisasi lain, puzzle yang rumit, koleksi, permainan papan, membaca, dan
mengagumi pahlawan tertentu. Peraturan dan ritual merupakan aspek penting dalam
bermain dan permainan. Mainan, permainan, dan aktivitas yang meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan meliputi permainan kartu dan papan bertingkat yang
rumit, buku dan kerajinan tangan, musik dan seni, kegiatan olahraga, kegiatan tim, dan
video game.
21
e. Disiplin
Anak usia sekolah mulai mengindentifikasikan pengendalian diri dan membutuhkan
sedikit pengarahan dari luar. Mereka melakukannya, walaupun membutuhkan orang
tua atau orang dewasa lain yang dipercaya untuk menjawab pertanyaan dan
memberikan bimbingan untuk membuat keputusan.
3. Perkembangan Kognitif
Anak berusia antara 7 dan 11 tahun berada dalam tahap konkret operasional, yang
ditandai dengan penalaran induktif, tindakan logis, dan pikiran konkret yang
reversibel. Karakteristik spesifik tahap ini antara lain:
a. Transisi dari egosentris ke pemikiran objektif
b. Berfokus pada kenyataan fisik saat ini disertai ketidakmampuan melihat untuk
melebihi kondisi saat ini
c. Kesulitan menghadapai masalah yang jauh, masa depan atau hipotesis
d. Perkembangan berbagai klasifikasi mental dan aktifitas yang diminta
e. Perkembangan prinsip konservasi
4. Nutrisi Anak Sekolah
Sebanyak 89 % laki - laki mengatakan mengemil sedikitnya sekali tiap hari, hampir
1/3 melakukannya dua-tiga kali sehari. Perempuan melaporkan mereka mengudap
camilan 2-4 kali atau lebih setiap hari. Hanya 12 % dari keseluruhan responden
mengatakan tak pernah mengemil. Memasuki usia sekolah, ada perbedaan kebutuhan
energi dan zat – zat gizi antara anak laki – laki dan perempuan ini karena kebutuhan
energi laki – laki lebih banyak aktifitas fisik, sehingga ia lebih membutuhkan kalori
22
banyak dibandingkan dengan anak – anak perempuan. Sementara, anak – anak
perempuan usia ini umumnya sudah mengalami menstruasi sehingga mereka
membutuhkan lebih banyak protein dan zat besi. (Diana, 2009).
a. Kebutuhan nutrisi
Kebutuhan kalori harian anak usia sekolah menurun berhubungan dengan ukuran
tubuh. Anak usia sekolah membutuhkan rata-rata 2400 kalori per hari.
b. Pilihan dan pola konsumsi makanan (Rahayu,2011).
Anak terpapar dengan pengalaman makan yang lebih luas di ruang makan sekolah
(kantin), anak mungkin tetap memilih-milih makanan tetapi harus lebih
mempunyai kemauan untuk mencoba makanan baru. Di rumah anak harus makan
apa yang keluarga makan, pola yang berkembang saat ini tetap bertahan pada anak
hingga dewasa. Banyak anak usia sekolah tidak menyukai sayuran, hati, dan
makanan pedas. Mereka mungkin masih melanjutkan makanan favorit, makan
hanya dengan satu jenis makanan pada satu waktu, misalnya roti dilapisi selai
kacang untuk makan siang. Anggota keluarga memainkan peranan penting dalam
mempengaruhi pilihan anak terhadap makanan, namun teman sebaya dan media
juga mempengaruhi.
Rasa suka dan tidak suka terhadap makanan terbentuk pada usia-usia awal yang
berlanjut pada masa kanak-kanak pertengahan, walaupun kecenderungan terhadap
satu pilihan makanan mulai berakhir dan anak-anak mulai merasakan banyak
makanan yang beragam. Namun demikian, dengan tersedianya restoran siap saji,
23
pengaruh media massa dan godaan beragaman makanan “junk food” yang sangat
besar, memudahkan anak untuk mengkonsumsi makanan tanpa kalori yang tidak
meningkatkan pertumbuhan, seperti gula, zat tepung, dan lemak yang berlebihan.
Lebih dari 90% anak-anak yang obesitas, mengalami kelebihan berat badan akibat
makan berlebihan. Mudahnya ketersediaan makanan tinggi kalori, dikombinasikan
dengan kecenderungan aktivitas yang kurang melibatkan gerak tubuh, menjadi
faktor-faktor yang berperan dalam peningkatan prevalensi obesitas pada masa
kanak-kanak.
Pendidikan orang tua memiliki hubungan dengan perbaikan pola konsumsi pangan
keluarga. Dengan semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua dan pengetahuan
yang dimiliki maka diharapkan akan terjadi perbaikan kebiasaan makan, serta
perhatian pada kesehatan dan makanan yang bergizi juga bertambah.
C. Konsep Jajanan
1. Pengertian Jajanan
Makanan jajanan menurut FAO adalah makanan dan minuman yang dipersiapkan
dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian
umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau
persiapan lebih lanjut.
http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2011/02/16/bahaya-jajanan-sekolah-
yang-selalu-mengancam/ dikutip Tgl 10 Desember 2011.
24
Jajanan adalah makannan yang dibeli dalam keadaan siap dikonsumsi. Jajanan
merupakan makanan yang sangat populer dan sangat beraneka ragam jenisnya. Pada
kenyataannya orang, terutama anak – anak sekolah lebih senang jajan daripada
makan hidangan yang disediakan di rumah. Kesukaan untuk jajan bisa ditemukan
pada semua lapisan masyarakat atau berbagai tingkatan sosial ekonomi. Ada
beberapa alasan mangapa anak sekolah suka jajan, diantaranya adalah anak tidak
sempat makan sebelum sekolah, merasa tidak solider dengan teman kalau tidak
jajan, ibu tidak sempat menyiapkan bekal ke sekolah dan kebutuhan biologis anak
yang perlu dipenuhi karena kegiatan fisik di sekolah yang memang membutuhkan
energi.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/320399104.pdf dikutip Tgl. 6 Desember 2011.
Makanan jajanan merupakan jenis makanan yang dijual dikaki lima, pinggir jalan,
distasiun, dipasar, tempat pemukiman serta lokasi yang sejenis. Makanan jajanan
dapat dibagi menjadi 4 kelompok pertama adalah makanan utama atau main dish,
contohnya nasi uduk, nasi rawon, nasi goreng, mie goreng, bakso dll. ; yang kedua
adalah penganan atau snacks, contohnya makanan kemasan, kue – kue, pisang
goreng, pastel dll. ; kelompok ketiga adalah golongan minuman seperti minuman
kemasan, es, teler, es buah, teh dll. ; dan kelompok keempat adalah buah – buahan
segar dari mangga, pepaya, rujak, apel, pir dll.
2. Jenis Jajanan
Berdasarkan 4 kelompok pembagian diatas menurut Aminah, 2009. adalah sebagian
dari banyak jajanan yang sering dijual disekitar sekolah – sekolah dan dikonsumsi
25
oleh anak – anak sekolah. Berikut ini jenis jajanan anak yang sering dijual di
sekolah – sekolah :
a. Mie dan Bakso
Mie merupakan jajanan favorit bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan
menjadi makanan keseharian bagi anak sekolah. Mie biasanya digunakan sebagai
bahan pokok berbagai jajanan yang biasa dimakan. Mulai dari mie bakso, mie
ayam, mie keriting, mie basah, dan yang lainnya yang disajikan oleh pedagang di
sekolah – sekolah, perumahan, sampai ke pusat perbelanjaan pun tersedia.
Akan tetapi dalam semangkuk mie yang tersaji, terselip bumbu formalin yang
dapat menikam kesehatan anak. Hal ini dibuktikan dengan pengujian yang
dilakukan BPOM Jakarta pada November – Desember 2005 terhadap 98 sampel
produk makanan yang dicurigai mengandung formalin. Sebanyak 56 sampel
positif mengandung formalin dan 15 diantaranya adalah mie basah dan mie
keriting.
Para produsen mie menggunakan formalin dengan berbagai tujuan. Selain sebagai
bahan pengawet yang harganya murah, penggunaan formalin juag dilakukan untuk
memenuhi keinginan konsumen yang menyukai mie kenyal. Untuk membuat mie
atau bakso kenyal dapat menggunakan bahan yang diperbolehkan oleh pemerintah,
yaitu minatrid. Namun, bahan ini sulit didapat dan harganya mahal. Sedangkan
konsumen menginginkan mie yang kenyal, tetapi murah. Inilah yang terkadang
26
dijadikan alasan klise oleh pedagang iseng. Ingin bermodal murah, tetapi
keuntungan besar.
Ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan oleh para produsen mie untuk
mengawetkan mie tanpa menggunakan formalin, yaitu dengan bahan – bahan
alami yang ekonomis dan aman bagi kesehatan. Pengawetan mie dilakukan dengan
cara penambahan air ki pada saat membuat adonan. Air ki adalah air yang
dihasilkan dari sisa pembakaran jerami. Air ki mengandung antiseptik yang dapat
membunuh kuman. Dengan pemberian air ki, mie basah mampu bertahan sampai
dua hari.
1) Ciri mie yang mengandung formalin :
a) Tidak rusak sampai 2 hari pada suhu kamar 25oC dan bertahan lebih dari 15
hari pada suhu lemari es 10oC.
b) Bau agak menyengat.
c) Teksturnya ulet, tidak gampang putus, mengkilap dan berminyak.
d) Bau menyengat seperti asam format.
e) Awet jika disimpan agak lama dan tidak dihinggapi lalat.
f) Teksturnya alot, tidak mudah putus, tidak lengket, serta lebih mengkilap
daripada mie normal.
2) Ciri bakso yang mengandung formalin :
a) Teksturnya kenyal, keras, tidak lembek, mengkilap, berminyak dan lengket.
b) Baunya sangat menyegat seperti asam format.
c) Tidak dihinggapi lalat.
27
d) Tahan lama dan tidak mudah busuk.
e) Tidak rusak dalam 5 hari pada suhu kamar 25oC.
b. Makanan kemasan
Saat ini, pertumbuhan dan penemuan teknologi makanan sudah sangat maju dan
berkembang dengan pesat. Untuk dapat menikmati berbagai jenis makanan dengan
cepat dan mudah, para produsen makanan hampir dapat ditemui disetiap warung,
toko ataupun mini market.
Pengemasan makanan erat hubungannya dengan kebutuhan akan pangan. BTP
(Bahan Tambahan Pangan) memiliki peranan sangat besar dalam pengawetan. BTP
yang sering digunakan dalam makanan kemasan jika tidak diolah dan ditakar dengan
benar, dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker (karena sebagai BT
berisiko mengandung bahan karsinogen, yaitu penyebab kanker) dan reaksi yang
cukup fatal bagi penderita tertentu seperti seperti penyakit gatal – gatal, sesak dada
dan bengkak (bentuk BTP yang mengandung sitrat). Selain itu, pencantuman kadar
dan nilai gizi sering tidak disertai dalam makanan kemasan sehingga konsumen tidak
dapat mengetahuinya secara langsung.
c. Minuman kemasan
Zat pengawet yang ada didalam minuman kemasan itu sangat berbahaya. Salah
satunya dapat menyebabkan Penyakit Sistemic lupus erythematosus (SLE) yang
menyerang sistem kekebalan tubuh. Selain penyakit lupus, penyakit lain yang
28
disebabkan bahan pengawet minuman dalam kemasan adalah kanker. Penyakit
semacam ini memang tidak akan langsung dirasakan tetapi tetap saja berbahaya.
Salah satu bahan berbahaya yang terdapat dalam minuman kemasaan diantaranya
natrium benzoate dan kalium sorbat. Kedua bahan ini telah diteliti keberadaanyan
dalam minuman kemasan oleh komite masyarakat anti bahan pengawet (KOMBET)
yang disupervisi Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Jakarta dan
dilakukan di 3 laboratorium. Ternyata dari 28 minuman dalam kemasan sebagian
besar minuman ini terbukti mengandung kedua bahan pengawet diatas, yaitu natrium
benzoate dan kalium sorbat. Riset tersebut dilakukan pada 17 Oktober – 3 November
2006.
d. Buah – buahan
Buah merupakan hasil alam yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Selain segar dan
menyehatkan, juga banyak mengandung vitamin dan mineral. Konon, buah dapat
pula membuat seseorang menjadi bahagia. Manfaat buah – buahan diantaranya
digunakan sebagai terapi, elemen penting untuk pergerakan feses yang baik, mampu
membersihkan toksin (racun) dalam hati, memperbaiki fungsi ginjal, pembentukkan
sel darah, antivirus, dan antikanker, mencegah kerusakan gigi dan mampu
menurunkan kadar kolesterol.
Proses pemberian formalin pada buah – buahan dilakukan pelaku ditingkat distributor
dan pengecer. Pengecer pada umumnya melakukan cara ini karena ia tidak
mempunyai lemari pendingin. Untuk proses pemformalinan bagian daging dilakukan
29
dengan cara yang disuntikkan dan untuk bagian luar kulit buah direndam dalam
sebuah ember.
Tindakan curang dilakukan seseorang oknum dengan cara memungut buah – buahan
yang telah dibuang pedagang lain kemudian dijualnya kepada pedagang rujak
keliling. Berbagai produk tersebut melakukan pembohongan publik karena tidak
mencantumkannya dalam kemasan. Dengan begitu, konsumen tidak akan tahu
mengenai bahan berbahaya ini.
Dari segi kehalalan dan kesehatan, dapat diketahui bahwa ini sangat melanggar,
terlebih dari segi hukum. Produsen minuman telah melanggar Permenkes 722 Tahun
1998 tentang Bahan Tambahan Makanan. Juga UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen serta UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Bahan kimia berbahaya yang sering dijumpai dalam pangan jajanan anak sekolah
diantaranya sebagai berikut :
1) Formalin.
Bahan kimia yang biasanya digunakan untuk pembalsaman (pada mayat),
pembasmi hama tanaman dalam pertanian dan untuk pembasmi lalat serta
serangga lainnya. Bahan kimia ini banyak dijumpai dalam mi basah, bakso, sosis,
tahu, buah – buahan dll.
30
2) Boraks
Merupakan senyawa kimia berbahaya yang biasanya digunakan untuk bahan
pembuat deterjen, mengurangi kesadahan air dan bersifat antiseptik. Boraks
biasanya dijumpai dalam mie basah,bakso, kerupuk dll.
3) Methanyl yellow
Zat warna sintesis yang biasanya digunakan untuk pewarna tekstil dan cat.
Methanyl yellow biasanya terdapat dalam kerupuk, tahu kuning, mie, pisang
goreng, ubi goreng, dan pangan jajanan lain yang berwarna kuning.
4) Rhodamin B
Pewarna sintesis yang digunakan pada industri tekstil dan kertas. Rhodamin B
biasanya terdapat dalam jajanan yang berupa kerupuk, es puter, es sirup dll.Pangan
jajanan merupakan salah satu jenis pangan yang sangat populer di semua lapisan
masyakarat, tidak terkecuali anak sekolah. Di samping praktis dan mudah
diperoleh, pangan jenis ini umumnya juga terjangkau harganya. Namun demikian,
ternyata pangan jajanan yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan
aspek – aspek negatif yang berisiko terhadap kesehatan.
Masalah pada penganan jajanan anak sekolah umumnya adalah : belum
memperhatikan aspek kebersihan dari bahan dan peralatan, penjual masih
menggunakan bahan kimia yang berbahaya, pangan jajanan dijual di tempat –
tempat yang kurang bersih, dan penjual banyak yang menggunakan kertas bertinta
sebagai pembungkus makanan serta ada keterbatasan dalam menggunakan air
untuk mencuci peralatan maupun mencuci bahan – bahan.
31
D. Perilaku Anak Sekolah Terhadap Jajanan
1. Konsep Pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda – beda. Secara
garis besarnya dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan, yaitu :
1) Tahu ( Know )
Tahu ( Know ) berarti mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang itu tahu adalah
ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.
Tahu ( Know ) diartikan hanya sebagai memanggil (recall) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya : tahu bahwa buah tomat banyak
mengandung vitamin C. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu
sesuatu dapat menggunakan pertanyaan – pertanyaan ; apa tanda – tanda anak yang
kurang gizi dll.
32
2) Memahami (Comprehesion)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar
dapat menjelaskan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara
benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya, orang yang memahami cara
pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3 M
(Menguras, Menutup, dan Mengubur), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa
harus menutup, menguras tempat – tempat penampungan air tersebut.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi
yang lain. Misalnya, seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia
harus dapat membuat perencanaan program kesehatan ditempat ia bekerja atau
dimana saja.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen – komponen yang terdapat dalam
suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu
sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat
membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan)
terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara
nyamuk Aedes Agepty dengan nyamuk biasa.
33
5) Sintesis ( Synthesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakan
dalam satu hubungan yang logis dari komponen – komponen pengetahuan yang
dimiliki. Dengan kata lain, sisntesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi – formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat
atau meringkas dengan kata – kata atau kalimat sendiri tentang hal – hal yang telah
dibaca atau didengar dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek tertentu . penilaian ini dengan sendirinya didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma – norma yang berlaku
dimasyarakat. Misalnya, seseorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak
menderita malnutrisi atau tidak.
2. Konsep Sikap (Notoatmodjo, 2010).
a. Pengertian Sikap
Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang -
tidak senang, setuju – tidak setuju, baik – tidak baik, dll.). Jadi jelas, disini
dikatakan bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon
stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan
gejala kejiwaan yang lain.
34
Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan
tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku
(tindakan) atau reaksi tertutup.
b. Komponen Pokok Sikap :
1) Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya bagaimana
keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. Sikap orang
terhadap penyakit kusta misalnya, berarti bagaimana pendapat atau keyakinan
orang tersebut terhadap penyakit kusta.
2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana
penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
Seperti contoh penyakit kusta, berarti bagaimana orang menilai terhadap penyakit
kusta, apakah penyakit yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan.
3) Kecederungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan
komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang –
ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Misalnya, tentang
contoh sikap terhadap penyakit kusta diatas, adalah apa yang dilakukan seseorang
bila ia menderita penyakit kusta.
Ketiga komponen tersebut secara bersama – sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
35
keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Contoh : seorang ibu
mendengar (tahu) penyakit demam berdarah (penyebabnya, cara penularannya,
cara pencegahannya dll.) pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan
berusaha supaya keluarganya, terutama anaknya tidak kena penyakit demam
berdarah. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja
sehingga ibu tersebut berniat (kecenderungan bertindak) untuk melakukan 3 M
agar anaknya tidak terserang demam berdarah. Ibu ini mempunyai sikap tertentu
(berniat melakukan 3 M ) terhadap objek tertentu yakni penyakit demam berdarah.
Sepertinya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat – tingkat berdasarkan
intensitasnya.
c. Tingkat – tingkat berdasarkan intensitasnya :
1) Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang
diberikan (objek). Misalnya, sikap seseorang terhadap periksa hamil (ante natal
care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran si ibu untuk mendengarkan
penyuluhan tentang ante natal care dilingkungannya.
2) Menanggapi (Responding)
Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapi terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya, seseorang ibu yang mengikuti
penyuluhan ante natal care tersebut ditanya atau diminta menanggapi oleh
penyuluh, kemudian ia menjawab atau menanggapinya.
36
3) Menghargai (Valuing)
Menghargai diartikan subjek, seseorang memberikan nilai yang positif terhadap
objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan
mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.
Contoh,ibu mendiskusikan ante natal care dengan suaminya atau bahkan mengajak
tetangganya untuk mendengarkan penyuluhan ante natal care.
4) Bertanggung Jawab (Responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatanya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang
telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan
keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko lain. Contoh ibu yang sudah mau
mengikuti penyuluhan ante natal care, ia harus berani untuk mengorbankan
waktunya atau mungkin kehilangan penghasilannya, atau dimarahi oleh mertuanya
karena meninggalkan rumah dll.
d. Fungsi sikap
Menurut Attkinson dkk., seperti dikutip dalam Sunaryo (2004), sikap memiliki lima
fungsi, yakni sebagai berikut :
1) Fungsi instrumental
Sikap yang dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat dan menggambarkan
keadaan keinginannya atau tujuan.
2) Fungsi pertahanan ego
Sikap yang diambil untuk melindungi diri dari kecemasan atau ancaman harga
dirinya.
37
3) Fungsi nilai ekspresi
Sikap yang menunjukkan nilai yang ada pada dirinya. Sistem nilai individu dapat
dilihat dari sikap yang diambil individu bersangkutan (misalnya, individu yang
telah menghayati ajaran agama, sikapnya akan tercermin dalam tutur kata perilaku
dan perbuatan yang dibenarkan ajaran agamanya).
4) Fungsi pengetahuan
Setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin mengerti, ingin banyak
mendapatkan pengalaman dan pengetahuan, yang diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari.
5) Fungsi penyesuaian sosial
Sikap yang diambil sebagai adaptasi dengan lingkungannya.
e. Pembentukkan dan perubahan sikap.
Pembentukan sikap dipengaruhi beberapa faktor, yaitu pengalaman pribadi,
kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga
pendidikan dan lembaga agama dan faktor emosi dalam diri individu. Pembentukan
dan perubahan sikap dapat disebabkan oleh situasi interkasi kelompok dan situasi
komunikasi media. Semua kejadian tersebut mendapatkan pengalaman dan pada
akhirnya akan membentuk keyakinan, perasaan serta kecenderungan berperilaku.
Menurut Sarwono (2004), terdapat beberapa cara untuk membentukan atau mengubah
sikap individu, termasuk adopsi, diferensiasi, integrasi dan generalisasi.
38
1) Adopsi
Suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui kegiatan yang berulang dan
terus menerus sehingga lama – kelamaan secara bertahap akan diserap oleh
individu (misalnya pola asuh dalam keluarga).
2) Diferensiasi
Terbentuk dan berubahnya sikap karena individu telah memiliki pengetahuan,
pengalaman, inteligensi dan bertambahnya umur. Hal yang pada awalnya
dipandang sejenis, sekarang dipandang tersendiri dan lepas dari jenisnya sehingga
membentukan sikap tersendiri. Sebagai contoh, anak yang semula takut terhadap
orang yang belum dikenalnya, berangsur – angsur mengetahui mana yang baik dan
yang jahat sehingga mulai dapat bermain dengan orang yang disukainya.
3) Integrasi
Sikap terbentuk secara bertahap. Diawali dari pengetahuan dan pengalaman
terhadap objek sikap tertentu (misalnya, mahasiswa keperawatan yang rajin
mengikuti perkuliahan, praktik klinik dan mengikuti seminar – seminar
keperawatan, akhirnya akan bersikap positif terhadap profesi keperawatan).
4) Trauma
Pembentukan dan perubahan sikap terjadi melalui kejadian yang tiba – tiba dan
mengejutkan sehingga menimbulkan kesan mendalam. Sebagai contoh, individu
39
yang pernah sakit perut karena membeli dan makan rujak dipinggir jalan sampai
masuk rumah sakit, akan bersikap negatif terhadap makanan tersebut.
5) Generalisasi
Sikap terbentuk dan berubah karena pengalaman traumatik pada individu terhadap
hal tertentu dapat menimbulkan sikap tertentu (positif dan negatif) terhadap semua
hal. Sebagai contoh, pasien yang pernah mendapat perawatan yang tidak
profesional dari seorang perawat akan memiliki sikap negatif terhadap semua
perawat.
3. Konsep Psikomotor (Notoatmodjo, 2010).
a. Pengertian Psikomotor
Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak
(praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan (Psikomotor), sebab untuk
terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau
sasaran dan prasarana. Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3
tingkatan menurut kualitasnya, yaitu :
1) Praktik terpimpinan (guided respons)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung
pada tuntunan atau menggunakan panduan.
2) Praktik secara mekanisme( mechanism)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal
secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.
40
3) Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa
yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah
dilakukan modifikasi atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.
4. Konsep Lingkungan
a. Pengertian Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik berupa
benda hidup, benda mati, benda nyata maupun abstrak, benda hidup maupun benda
mati, termasuk suasana yang terbentuk karena interaksi di antara elemen – elemen
(Myrnawati,2003).
Lingkungan adalah komponen dalam paradigma keperawatan yang mempunyai
implikasi sangat luas bagi kelangsungan hidup manusia, khususnya menyangkut
status kesehatan seseorang. (Mubarak,2009).
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia da perilaku yang memengaruhi peri
kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Dikutip pada
tanggal 11 Januari 2012 (UU RI No.23 Tahun 1977
http://www.kemenperin.go.id/artikel/567/).
Lingkungan menurut Blum yang dikutip Machfoedz (2005), menegaskan bahwa
tidak hanya perilaku yang mempengaruhi sehat atau tidaknya seseorang. Ada faktor
41
– faktor lain yakni faktor keturunan, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan
dan barulah faktor perilaku. Faktor perilaku hanyalah sebagian dari masalah yang
harus kita upayakanuntuk menjadikan individu dan masyarakat menjadi sehat.
b. Klasifikasi Lingkungan (Efendi, 2009).
Berdasarkan gangguan terhadap kesehatan lingkungan kesehatan manusia, maka
lingkungan dapat dibagi menjadi :
1) Lingkungan fisik
Adalah lingkungan alamiah yang terdapat disekitar manusia, misalnya panas,
sinar, udara, air, radiasi, atmosfer, dan tekanan. Contohnya pencemaran air
diperkotaan untuk konsumsi harian, terutama di kota besar akan dapat
menyebabkan penyakit pada saluran pencernaan.
2) Lingkungan biologis
Dalam hubungannya dengan penyakit, lingkungan biologi dapat dibagi dalam
beberapa hal, yaitu :
a) Agen penyakit yang infeksius
b) Reservior (manusia atau binatang)
c) Vektor pembawa penyakit (lalat,nyamuk)
d) Tumbuhan dan binatang
3) Lingkungan non fisik
Adalah lingkungan yang muncul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia, yang
bersifat dinamis, misal lingkungan sosial, ekonomi, budaya, norma, nilai adat istiadat
42
dll. Lingkungan sosial tidak begitu saja memberi pengaruh yang sama kepada setiap
orang. Misalnya kebiasaan makan makanan tertentu, cara memasak akan dapat
memberikan pengaruh terhadap kesehatan.
c. Kesehatan Lingkungan (Mubarak,2009).
1) Pengertian kesehatan lingkungan
Suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimal, sehingga berpengaruh positif
terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal.
2) Hubungan sehat – sakit dan lingkungan dalam proses terjadinya penyakit
Berikut ini adalah model pendekatan yang sering digunakan untuk menggambarkan
proses terjadinya penyakit. Model Ekologi atau segitiga epidemologi. Konsep
terjadinya penyakit yang digambarkan secara sederhana. Secara alamiah faktor host,
agent dan enviroment akan selalu mengadakan interaksi. Interkasinya bersifat
dinamis, artinya ketiga faktor tersebut saling memengaruhi satu sama lain. Apabila
terjadi gangguan keseimbangan pada proses interaksi tersebut, host akan dirugikan
sehingga host akan jatuh sakit. Gangguan keseimbangan interaksi juga dapat terjadi
jika faktor lingkungan memberikan kesempatan kepada agent untuk berkembang
sehingga akan merugikan atau menggangu kesehatan host. Daya tahan host juga
menurun akibat faktor internal host, sehingga agent mendapat peluang yang lebih
besar atau lebih mudah untuk menggangu kesehatan host. Intervensi public health
pada prinsipnya mengatur dinamika proses interaksi tersebut yang selalu berakhir
dengan mengutungkan host dan lingkungan hidupnya, serta pemberantasan terhadap
agent penyakit dan vektornya.
43
Dalam model ini ada 3 faktor yang sangat berperan, yaitu faktor host (manusia),
faktor agent (penyebab penyakit), dan faktor enviroment (lingkungan).
a) Faktor host
Faktor ini termasuk faktor intrinsik yang sangat dipengaruhi oleh sifat genetik
manusia. Meningkatnya jumlah faktor determinan genetik berhubungan dengan
meningkat atau menurunnya kepekaan terhadap penyakit tertentu. Misalnya pada host
atau manusia yang merupakan faktor instrinsik adalah kepribadian. Manusia dengan
kepribadian agresif, kompetitif, ambisius, selalu aktif, dan merasa dikejar waktu
mempunyai kecenderungan faktor risiko untuk menderita penyakit jantung koroner.
Hal yang termasuk dalam faktor ini adalah usia, jenis kelamin, ras, agama, keturunan,
kepribadian, perilaku, gizi, dan sebagainya.
b) Faktor agent
Agent dari suatu penyakit biasanya berlokasi pada lingkungan tertentu. Agent dari
lingkungan fisik misalnya radiasi sinar radioaktif penyebab sterilitas. Agent dari
lingkungan kimia misalnya formalin sebagai pengawet mayat yang digunakan para
pedagang untuk mengawetkan makanan. Agent yang bersifat biologis misalnya
vektor, bakteri, protozoa, dan virus. Agent yang bersifat kimia misalnya insektisida.
Agent yang bersifat fisik misalnya iklim panas atau dingin dan agent yang berbentuk
makanan misalnya makanan basi, makanan berlemak dll.
44
c) Faktor enviroment
Sebagai faktor ekstrinsik, enviroment terdiri atas lingkungan fisik, biologis, sosial
(adat istiadat), iklim sistem perekonomian, politik dll. Pendekatan lain untuk
menunjukkan hubungan antara lingkungan manusia adalah model roda. Model
tersebut mengandung pusat genetik (genetic core) dibagian inti dan luarnya, yaitu
host (man). Sedangkan disekelilingnya ada tiga sektor yaitu fisik, biologi dan sosial.
Pada pendekatan model roda dan segitiga epidemologi keduanya menyebutkan bahwa
lingkungan fisik, biologi, dan sosial dapat menyebabkan penyakit.
d. Sanitasi makanan
Adalah upaya – upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar
tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian,
tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan antara lain :
1) Menjamin keamanan dan kebersihan makanan
2) Mencegah penularan wabah penyakit
3) Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat
4) Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan makanan
Dalam upaya sanitasi makanan, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan,
antaranya :
1) Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi
2) Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan
3) Keamanan terhadap penyediaan air
4) Pengolahan pembuangan air limbah dan kotoran
45
5) Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian,
dan penyimpanan.
6) Pencucian dan pembersihan alat kelengkapan
e. Faktor penyebab makanan menjadi berbahaya
1) Kontaminasi
Kontaminasi makanan dapat terjadi akibat agens penyakit yang menyebabkan infeksi
atau akibat pembusukan. Pembusukan dapat terjadi secara alami akibat enzim –
enzim yang ada dalam makanan itu sendiri, misalnya pembusukan pada durian dan
sayuran. Makanan yang busuk adalah makanan yang sudah mengalami proses
sedemikian rupa sehingga tidak dapat dimakan manusia. Untuk dapat menyatakan
bahwa suatu makanan memang telah busuk harus terpenuhi kriteria tertentu. Kriteria
makanan busuk jika makanan yang mengandung toksin atau bakteri dan makanan
yang rusak, jika dikonsumsi dapat menyebabkan keracunan. Kontaminasi pada
makanan dapat disebabkan oleh :
a) Parasit misalnya cacing dan amoeba
b) Golongan mikroorganisme misalnya salmonela dan shigella
c) Zat kimia misalnya bahan pengawet dan pewarna
d) Bahan – bahan radioaktif misalnya kobalt dan uranium
e) Toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme sperti stafilokokus dan clostridium
botulinum
46
2) Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi
manusia karena ketidaktahuan mereka. Dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
a) Secara alami makanan itu telah mengandung zat kimia beracun, misalnya
singkong yang mengadung HCN dan ikan serta kerang yang mengandung unsur
toksik tertentu (logam berat- Hg dan Cd) yang dapat melumpuhkan sistem
persarafan dan sistem pernapasan.
b) Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakkan, sehingga dapat
menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya pada kasus
keracunan makanan akibat bakteri (bacterial food poisoning).
c) Makanan sebagai perantara. Jika suatu makanan yang terkontaminasi dikonsumsi
oleh manusia, di dalam tubuh manusia agen penyakit pada makanan itu
memerlukan masa inkubasi untuk berkembang biak dan setelah beberapa hari
dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit. Misalnya peyakit typoid
abdominalis dan disentri basiler.
5. Konsep Media Informasi
a. Pengertian media informasi
Kita semua sangat merasakan bahwa informasi merupakan kegiatan yang tidak
mungkin dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Informasi memang benar – benar
dibutuhkan manusia dalam kehidupannya karena dapat digunakan sebagai pelontar
dan penangkap ide, membentuk pendapat, menentukan sikap dan memutuskan
tindakan. Alat bantu tersebut dinamakan media informasi, yaitu berupa suatu alat atau
seperangkat alat yang dapat digunakan untuk menunjang kelancaran proses infomasi.
47
Bentuk intervensi media informasi menekankan pada kesenjangan informasi atau
kesenjangan motivasi yang menekankan bahwa masalah kesehatan disebabkan oleh
individu dan masalah atau masalah yang berisiko yang ada itu adalah kurangnya
infomasi atau kemauan yang cukup untuk berperilaku lebih sehat. Pendidikan
kesehatan kemudian berupaya memberikan informasi untuk mengisi kesenjangan ini.
Apabila masyarakat memiliki informasi dan mengetahui faktanya, maka dapat
diumumkan bahwa mereka akan menerapkan sikap positif menuju perilaku sehat dan
bertindak sesuai tujuannya, dan masalah pun akan teratasi. (Bensley,2008).
b. Fungsi media informasi (Mahayoni, 2008).
Bertitik tolak pada pengertian media yang disebutkan diatas, dapat dapat kita
simpulkan bahwa fungsi utama media adalah alat untuk memperlancar proses
komunikasi.
Media informasi disebut sebagai alat untuk memperlancar komunikasi karena dalam
kenyataanya mampu berfungsi sebagai alat untuk :
1) Mempermudah penyampaian pesan atau infomasi.
2) Membangkitkan motivasi informan.
3) Mengaktifkan proses penyampaian informasi.
4) Mempersingkat waktu penyampaian informasi.
5) Menghubungkan informator dengan informan.
48
c. Jenis media informasi
Pengelompokan jenis media infomasi berdasarkan alat yang digunakan. Berdasarkan alat
yang digunakannya, media informasi dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu sebagai
berikut :
1) Media informasi audio (Pendengaran)
Audio artinya sesuatu yang bersifat dapat didengar. Jadi media informasi audio
adalah suatu alat bantu komunikasi yang memancarkan suara, sehingga
memungkinkan komunikasi dapat ditangkap melalui saluran pendengaran. Contoh :
radio.
2) Media informasi visual (Penglihatan)
Visual artinya sesuatu yang dapat dilihat dengan indera penglihatan (mata). Jadi,
media informasi visual adalah suatu alat bantu komunikasi yang memancarkan
tulisan dan atau gambar, sehingga memungkinkan komunikasi dapat ditangkap
melalui saluran penglihatan. Contohnya berupa surat, brosur, poster, spanduk dan
media cetak (surat kabar, majalah, tabloid).
3) Media informasi Audio visual (Pendengaran dan penglihatan)
Audio visual artinya sesuatu yang dapat didengar dan dilihat. Jenis media informasi
audio visual adalah suatu alat bantu komunikasi yang dapat memancarkan suara
disertai tulisan dan atau gambar, sehingga memungkinkan komunikasi dapat
ditangkap melalui saluran pendengaran dan penglihatan. Contonya televisi, film,
video dll.
49
Menurut survei Yayasan Kesejateraan Anak Indonesia dilakukan April 2002 pada 5
SD di Jakarta Timur menunjukkan anak – anak menonton TV selama 30-35 jam per
minggu. Sementara survei tahun 1994 mencatat lamanya anak menonton TV selama
seminggu hanya 20 – 25 jam. Kebanyakan anak-anak melihat sampai 5 jam sehari
dengan antusias, jarang sekali tertekan atau stres seperti saat menghadapi ulangan.
d. Keuntungan dan Kelemahan Media Informasi (Barata, 2003).
Dalam media informasi terdapat keuntungan dan kelemahan yang diantaranya yaitu :
1) Media informasi audio (Pendengaran)
Audio artinya sesuatu yang bersifat dapat didengar. Jadi media informasi audio
adalah suatu alat bantu komunikasi yang memancarkan suara, sehingga
memungkinkan komunikasi dapat ditangkap melalui saluran pendengaran. Contoh :
radio.
Kentungan media audio adalah :
a) Nada dan intonasi suara dapat membangkitkan fantasi pendengaran.
b) Alatnya relatif mudah didapat dan mudah.
Kelemahan media audio adalah kurang efektif untuk menyampaikan pesan – pesan
yang materinya sangat rinci dan jika pesan tidak terekam terlebih dahulu maka
pesan tersebut tidak dapat disimpan, sehingga untuk mengulanginya memerlukan
tenaga dari waktu yang bayak bagi infomator karena harus melakukannya dengan
cara yang sama seperti cara semula.
50
Kelemahannya diantaranya sebagai berikut :
a) Agak sulit dikontrol karena sedikit saja kesalahan dalam teknis dan bicara
langsung terdengar oleh penerima pesan.
b) Konsistensi kualitas suara sulit terjaga
c) Pesan tidak tersaji secara visual
2) Media Visual (penglihatan)
Kekuatan media visual ada pada kemampuan sajian secara nyata yang dapat
dinikmati oleh indra mata.
Keuntungan media visual diantaranya :
a) Informasi yang diterima kelihatan nyata (dalam tulisan atau gambar)
b) Biaya pembuatannya relatif murah
c) Pembuatannya dan penggunaannya relatif mudah
Kelemahan media visual diantaranya :
a) Bila gambar (visual) kurang jelas,diperlukan waktu untuk menafsirkannya
b) Bila tanyanga visual tidak menarik, mudah menimbulkan rasa bosan
c) Kualitas gambar atau tayangan yang tidak baik seperti kekurangan atau kelebihan
cahaya dapat menimbulkan gangguan bagi mata
3) Media audio visual (pendengaran penglihatan)
Kekuatan media audio visual terletak pada perpaduan antara visualisasi dan suara.
Indra mata dapat melihat sesuatu yang nyata ditunjang oleh nada suara dan intonasi
komunikator. Contoh tayangan ditelevisi, video, film dll.
51
Keuntungan dari penggunaan audio visual, antara lain :
a) Tidak membosankan penerima pesan
b) Pesan dapat dipahami dan dimengerti
Kelemahan dari audio visual antara lain :
a) Skenario jelek mengakibatkan ketidakserasian tanyangan
b) Persiapa pembuatanya memerlukan waktu yag cukup lama
c) Biaya relatif agak mahal
E. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Ardiansyah (2001) yang berjudul “Hubungan Komunikasi
Iklan Pangan Melalui Media TV dengan Perilaku Jajan Anak SDN Polisi IV Kotamadya
Bogor”, menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara lamanya anak
mengalokasikan waktu untuk menonton televisi dengan tingkat kesukaan terhdap iklan,
lamanya menonton televisi dengan sikap anak terhadap iklan pangan, waktu antara
menonton televisi dengan frekuensi jajan serta besarnya uang jajan dengan frekuensi
jajan.
Penelitian yang dilakukan oleh Azimar dengan judul “Hubungan Media Televisi
terhadap Konsumsi Makanan Ringan Anak Sekolah Dasar Islam Al Azhar 01 Kebayoran
Baru Jakarta Selatan” menyatakan bahwa rata – rata murid menyukai iklan makanan
ringan melalui media televisi dalam taraf biasa. Hubungan tingkat kesukaan iklan
makanan ringan melalui media televisi dengan konsumsi menunjukkan bahwa tidak ada
korelasi atau hubungan.
52
Penelitian yang dilakukan oleh Purtiantini dengan judul “Hubungan Pengetahuan dan
Sikap Mengenai Pemilihan Makanan Jajanan Dengan Perilaku Anak Memilih Makanan
di SDIT Muhammadiyah Al Kautsar Gumpang Kartasura”. Hasil penelitian diketahui
tingkat pengetahuan anak tentang pemilihan makanan jajanan sebagian besar
mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu 96,6%. Sikap anak tentang pemilihan
makanan jajanan sebagian besar mempunyai sikap mendukung sebanyak 60,3%.
Perilaku anak dalam memilih makanan sebagian besar mempunyai
perilaku baik sebanyak 43,1% dan yang mempunyai perilaku tidak baik sebanyak
56,9%. Berdasarkan analisis korelasi diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
pengetahuan anak mengenai pemilihan makanan jajanan dengan perilaku anak memilih
makanan (nilai p = 0,185), dan tidak ada hubungan antara sikap anak mengenai
pemilihan makanan jajanan dengan perilaku anak memilih makanan (nilai p = 0,460).
53
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
Dalam bab ini peneliti akan menguraikan tentang kerangka konsep yang mendasari
penelitian, hipotesis dan definisi operasional.
B. Kerangka Konsep
Benyamin Bloom (1908) seperti dikutip Notoatmodjo (2010), membagi perilaku
manusia dalam tiga kawasan yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Urutan
pembentukan perilaku baru diawali oleh domain kognitif. Individu terlebih dahulu
mengetahui stimulus untuk menimbulkan pengetahuan, selanjutnya timbul domain
afektif dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya. Pada akhirnya,
setelah objek diketahui dan disadari sepenuhnya, timbul respons berupa tindakan
atau keterampilan (psikomotor).
Variabel Independen Variabel Dependen
Pengetahuan
Sikap
Psikomotor
Lingkungan
Media Informasi
Perilaku Anak
Terhadap Jajanan
54
Berdasarkan kerangka konsep diatas, bahwa studi perilaku anak yang dapat
mempengaruhi terhadap jajanan disekolah adalah pengetahuan, sikap, psikomotor,
lingkungan, dan Media Informasi.
C. Hipotesis
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Hipotesis Mayor
Adanya hubungan perilaku anak terhadap jajanan di kelas VI Sekolah Dasar
Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
2. Hipotesis Penelitian Minor
a. Adanya hubungan pengetahuan terhadap perilaku jajan anak sekolah kelas
VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
b. Adanya hubungan sikap terhadap perilaku jajan anak sekolah kelas VI
Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
c. Adanya hubungan tindakan (psikomotor) terhadap perilaku jajan anak
sekolah kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat
Tahun 2012.
d. Adanya hubungan lingkungan terhadap perilaku jajan anak sekolah kelas VI
Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
e. Adanya hubungan Media Informasi terhadap perilaku jajan anak sekolah
kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun
2012.
55
3. Definisi Operasional
No Variabel
Independen
Definisi
Operasional
Alat Ukur Cara
Pengukuran
Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Pengetahuan Pengetahuan
adalah hasil
penginderaan
manusia,
atau hasil
tahu
seseorang
terhadap
objek melalui
indera yang
dimilikinya
Kuesioner
dengan
nilai : (1)
STS =
Sangat
Tidak
Setuju, (2)
TS =
Tidak
Setuju, (3)
S =
Setuju, (4)
SS =
Sangat
Setuju.
Mengisi
kuesioner
0=Pengetah
uan Kurang
Baik(Jika
Nilai
Responden
Diatas
Median).
1=Pengetah
uan baik
(jika nilai
responden
dibawah
median)
Ordinal
2. Sikap Sikap adalah
juga respon
tertutup
seseorang
Kuesioner
dengan
nilai : (1)
STS =
Mengisi
kuesioner
0=Sikap
Kurang
Baik(Jika
Nilai
Ordinal
56
terhadap
stimulus atau
objek
tertentu
Sangat
Tidak
Setuju, (2)
TS =
Tidak
Setuju, (3)
S =
Setuju, (4)
SS =
Sangat
Setuju.
Responden
Diatas
Median).
1=Sikap
baik (jika
nilai
responden
dibawah
median)
3. Psikomotor Suatu sikap
pada diri
individu
yang
terwujud
dalam suatu
tindakan.
Kuesioner
dengan
nilai : (1)
STS =
Sangat
Tidak
Setuju, (2)
TS =
Tidak
Setuju, (3)
S =
Mengisi
kuesioner
0=Psikomot
or Kurang
Baik(Jika
Nilai
Responden
Diatas
Median).
1=Psikomot
or baik (jika
nilai
responden
Ordinal
57
Setuju, (4)
SS =
Sangat
Setuju.
dibawah
median)
4. Lingkungan Kondisi fisik
yang
mencakup
keadaan
sumber daya
alam yang
dapat
mempengaru
hi kesehatan
terkait
dengan
kesehatan
Kuesioner
dengan
nilai : (1)
STS =
Sangat
Tidak
Setuju, (2)
TS =
Tidak
Setuju, (3)
S =
Setuju, (4)
SS =
Sangat
Setuju.
Mengisi
kuesioner
0=Lingkun
gan Kurang
Baik(Jika
Nilai
Responden
Diatas
Median).
1=Lingkun
gan baik
(jika nilai
responden
dibawah
median)
Ordinal
58
5. Media
Informasi
Pesan
tayangan
komunikasi
jarak jauh
dengan
perangkat
gambar dan
perangkat
suara baik
melalui kabel
maupun
tanpa kabel
Kuesioner
dengan
nilai : (1)
STS =
Sangat
Tidak
Setuju, (2)
TS =
Tidak
Setuju, (3)
S =
Setuju, (4)
SS =
Sangat
Setuju.
Mengisi
kuesioner
0=Media
informasi
Kurang
Baik (Jika
Nilai
Responden
Diatas
Median).
1= Media
informasi
baik (jika
nilai
responden
dibawah
median)
Ordinal
No Variabel
Dependent
Definisi
Operasional
Alat Ukur Cara
Pengukuran
Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Perilaku Perilaku
yang
merupakan
hasil
Kuesioner
dengan
nilai : (1)
STS =
Mengisi
kuesioner
0=Media
informasi
Kurang
Baik (Jika
Ordinal
59
daripada
segala
macam
pengalaman
serta
interaksi
manusia
dengan
lingkungann
ya yang
terwujud
dalam bentuk
pengetahuan,
sikap dan
tindakan
Sangat
Tidak
Setuju, (2)
TS =
Tidak
Setuju, (3)
S =
Setuju, (4)
SS =
Sangat
Setuju.
Nilai
Responden
Diatas
Median).
1= Media
informasi
baik (jika
nilai
responden
dibawah
median)
60
BAB IV
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan tentang metodologi penelitian diantaranya
meliputi desain penelitian, tempat penelitian, waktu penelitian, populasi dan sampel,
etika penelitian, alat pengumpulan data, pengolahan data serta analisa data
A. Desain Penelitian
Penelitian menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan cross-sectional, yang
berhubungan untuk menghubungkan variabel dependent dan independent dalam
waktu bersamaan. Penelitian ingin mengidentifikasi perilaku anak terhadap jajanan
di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat. Cara
menganalisanya adalah dengan melihat perilaku anak yang dapat mempengaruhi
terhadap jajanan disekolah adalah pengetahuan, sikap, psikomotor, lingkungan, dan
Media Informasi.
B. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta
Pusat yang meliputi kelas VI A dan VI B.
C. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Februari 2012.
61
n =
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan objek penelitian atau objek yang diteliti (Nursalam, 2008).
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa – siswi kelas VI A dan VI B Sekolah
Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012, berdasarkan hasil
pendataan rata – rata didapat data bahwa jumlah siswa - siswi sebanyak 88
orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini berdasarkan pertimbangan dan tujuan penelitian
dengan kriteria :
a. Siswa - siswi kelas VI A dan VI B Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar
Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
b. Bersedia menjadi responden
3. Besar Sampel
Rumus Sampel
Z2(p x q) n
d2 1 + n
N
nk =
62
n =
n =
n =
Keterangan :
n = Besarnya Sampel
N = populasi penelitian
nk = sampel yang didapat
Z = nilai standar normal, maka Z = 1,96, untuk α = 0,05
p = proposi penelitian = 50% (0,5)
q = 1 – p = 0,5
d = presisi = 5% (0,05)
Untuk seluruh populasi adalah N = 88 siswa – siswi kelas VI A dan VI B ajaran tahun
2011 – 2012 di Sekolah Dasar Negeri 14 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat maka
sampelnya:
z2(p x q) d2
(1,96)2 (0,5 x 0,5)
(0,05)2
0,96
0,0025
= 384
Dari hasil sampel minimum diatas, kemudian dicari jumlah sample untuk analisa
dengan menggunakan rumus :
63
N
nk =
nk =
nk =
n 1 + n
384
1 + 384
71,58 = 72 Orang responden
4. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel tanpa acak yaitu pengambilan sampel berdasarkan
pertimbangan (purpose sampling), sampel ini digunakan bila kita ingin
mengambil sampel sangat kecil pada populasi besar karena dengan cara apapun
tidak mungkin mendapatkan sampel yang dapat menggambarkan keadaan
populasinya. Bahkan mungkin dengan mengambil sampel tanpa acak akan
menghasilkan bias yang lebih kecil dibandingkan dengan pengambilan sampel
secara acak (Budiarto,2002).
E. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin kepada
responden untuk mendapatkan persetujuan. Kemudian kuesioner diberikan kepada
responden yang diteliti dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi :
1. Lembar persetujuan menjadi responden
Lembar persetujuan diberikan kepada pihak responden yang akan diteliti.
Penelitian menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan serta
88
64
dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika siswa
dan siswi bersedia diteliti, maka mereka dapat menandatangani lembar
persetujuan tersebut. Jika siswa dan siswi menolak untuk diteliti, maka peneliti
tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak – haknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasian responden, peneliti tidak mencantumkan namanya
pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberi nomor kode masing –
masing lembar tersebut.
3. Confidentiality
Kerahasian informasi responden dijamin oleh penelitian, hanya kelompok data
tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian
F. Pengumpulan Data (alat dan cara)
1. Alat pengumpulan data
Sebagai alat pengumpulan data penelitian ini, peneliti menggunakan instrument
berupa angket atau kuesioner. Hubungan yang dipersepsikan siswa dan siswi
berisikan pertanyaan yang merupakan gambaran variabel – variabel yaitu
pengetahuan, sikap, psikomotor, lingkungan, dan Media Informasi . Pertanyaan
nomor 1 sampai 6 berkaitan dengan data demografi. Pertanyaan nomor 1 sampai
nomor 10 berkaitan dengan variabel pengetahuan, pertanyaan nomor 11 sampai
15 berkaitan dengan variabel sikap, pertanyaan nomor 16 sampai nomor 20
berkaitan dengan variabel psikomotor, pertanyaan nomor 21 sampai nomor 25
65
berkaitan dengan variabel lingkungan, pertanyaan nomor 26 sampai nomor 30
berkaitan dengan media informasi dan pertanyaan nomor 31 sampai nomor 37
berkaitan dengan perilaku.
Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada siswa - siswi secara langsung.
Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui validasi instrument, kuesioner diuji
cobakan pada orang calon responden yang memenuhi kriteria sampel penelitian.
Dengan hasil uji coba adanya hubungan pengetahuan, sikap, psikomotor,
lingkungan, dan media informasi terhadap perilaku anak jajanan di kelas VI
Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat.
2. Cara pengumpulan data
Dalam pengumpulan data penelitian mengacu pada tahap yang ditetapkan dalam
prosedur dibawah ini :
a. Mengajukan surat permohonan izin penelitian dari instansi terkait pada
pihak Kepala Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat.
b. Kegiatan dilakukan dengan mengadakan kontak dengan Wali Kelas VI A
dan VI B.
c. Memberi penjelasan pada calon responden sehingga bersedia menjadi
responden dan meminta responden untuk menandatangani formulir
persetujuan menjadi responden.
d. Kuesioner diberikan kepada responden yang memiliki kriteria
e. Peneliti memberikan waktu kepada responden untuk mengisi kuesioner
66
f. Peneliti membantu responden yang mengalami kesulitan dalam hal
memahami maksud pertanyaan.
g. Peneliti menghitung kembali kuesioner yang telah dibagikan, kemudian
diseleksi untuk dilakukan pengolahan data.
3. Uji Validitas dan Reliabilitas
a. Uji coba instrumen
Sebalum penelitian dilakukan , peneliti akan melakukan uji coba terlebih
dahulu. Direncanakan jumlah responden yang akan dilaksanakan uji coba
berjumlah 26 orang, berada di SD Negeri 14 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat.
Tujuan dari uji coba ini adalah untuk menguji Validitas Reabilitas yang
digunakan untuk mengetahui hambatan bahasa dan teknis pelaksanaan yang
mungkin ditemui saat melaksanakan dalam penelitian. Jika terjadi hambatan
saat uji coba, maka dapat dilaksanakan revisi instrumen penelitian.
Analisis untuk uji validitas menggunakan statistik dengan cara mengukur
korelasi setiap item pertanyaan dengan skor total variabel yang dilihat dari
nilai corrected item total correlation pada hasil realiability sebagai nilai r
hitung, dimana Nilai r hitung dalam uji validitas dan reliabilitas dengan
ketentuan : Jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid Jika nilai r
hitung < r tabel, maka dinyatakan tidak valid.
Sedangkan reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur dapat dipercaya dan tepat. Analisis untuk uji
67
relialibilitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hasil dengan r tabel.
Dalam uji reliabilitas sebagi nilai r hasil adalah nilai Cronbach's Alpha,
dengan ketentuan: Jika nilai r Cronbach's Alpha > r tabel, maka dinyatakan
relialibel Jika nilai r Cronbach's Alpha < r tabel, maka dinyatakan tidak
relialibel (Budiarto,2002 ).
a. Pengetahuan
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner Pengetahuan kepada
Responden. Menentukan nilai r table pada uji validitas ini dengan
menggunakan df = n – 2 berarti 26 – 2 = 24, r table = 0,388. Sedangkan r
hitungnya melihat pada corrected item – total correlation.
Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Pengetahuan ( P1, P2, P3, P4,
P5,P6,P7,P8,P9,dan P10 ) terhadap 26 responden menunjukkan hasil yang
valid dan reliabel. Dari tabel di atas dapat diketahui valid karena r hitungnya (
corrected item – total correlation ) > r Tabel ( 0,388 ) dan reliable karena r
Hitung ( Cronbach's Alpha sebesar 0,935 ) > r Tabel (0,388).
b. Sikap
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner sikap kepada Responden.
Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner sikap ( P11,P12,P13,P14,P15 )
terhadap 26 responden menunjukkan hasil yang valid dan reliabel. Dari
tabel di atas dapat diketahui valid karena r hitungnya ( corrected item – total
68
correlation ) > r Tabel ( 0,388) dan reliable karena r Hitung ( Cronbach's
Alpha sebesar 0,935 ) > r Tabel ( 0,388 ).
c. Psikomotor
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner psikomotor kepada
Responden. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Psikomotor ( P16,
P17, P18,P19, dan P20 ) terhadap 26 responden menunjukkan hasil yang
valid dan reliabel. Dari tabel di atas dapat diketahui valid karena r hitungnya
( corrected item – total correlation ) > r Tabel ( 0,388 ) dan reliable karena r
Hitung ( Cronbach's Alpha sebesar 0,935 ) > r Tabel (0,388).
d. Lingkungan
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner lingkungan kepada
Responden. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Lingkungan ( P21,
P22, P23,P24, dan P25 ) terhadap 26 responden menunjukkan hasil yang
valid dan reliabel. Dari tabel di atas dapat diketahui valid karena r hitungnya (
corrected item – total correlation ) > r Tabel ( 0,388 ) dan reliable karena r
Hitung ( Cronbach's Alpha sebesar 0,935 ) > r Tabel (0,388).
e. Media Informasi
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner Media Informasi kepada
Responden. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Media Informasi
( P26, P27, P28,P29, dan P30 ) terhadap 26 responden menunjukkan hasil
yang valid dan reliabel. Dari tabel di atas dapat diketahui valid karena r
69
hitungnya ( corrected item – total correlation ) > r Tabel ( 0,388 ) dan
reliable karena r Hitung ( Cronbach's Alpha sebesar 0,935 ) > r Tabel (0,388).
f. Perilaku
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner Perilaku kepada Responden.
Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Perilaku ( P31,P32,P33,P34,
P35,P36Vdan P37 ) terhadap 26 responden menunjukkan hasil yang valid
dan reliabel. Dari tabel di atas dapat diketahui valid karena r hitungnya
( corrected item – total correlation ) > r Tabel ( 0,388 ) dan reliable karena r
Hitung ( Cronbach's Alpha sebesar 0,935 ) > r Tabel ( 0,388 ).
b. Instrumen setelah uji coba
Setelah dilakukan uji product moment dengan rumus alpha (reliability–scala )
didapatkan hasil alpha = 0,935 dan diketahui bahwa seluruh butir soal yang
diuji cobakan terbukti valid dan reliabel. Sehingga seluruh butir soal dapat
digunakan dalam penelitian.
Berikut ini adalah rumus product moment :
R = N ( ∑ X Y ) – ( ∑ X ∑ Y)
√ { n ∑ X2 – (∑X)2} { n∑Y2 – (∑Y2) }
Keterangan :
R = Koefisien korelasi variabel bebas dengan variabel terikat
X = Skor – skor item instrumen variabel bebas
Y = Skor – skor item instrumen variabel terikat
n = Jumlah sampel
70
G. Pengolahan Data
Pengolahan data dimulai pada saat pengumpulan data selesai, dengan menggunakan
skala ordinal. Teknik yang digunakan untuk mengolah data ini adalah teknik uji chi-
squere untuk melihat ada tidaknya hubungan variabel independen dan dependen
dengan dengan nilai kemaknaan (significance level) 95 %. Pengolahan data dengan
menggunakan skala ordinal dengan kriteria yaitu : 1 (Sangat Tidak Setuju), 2 (Tidak
Setuju), 3 (Setuju), 4 (Sangat Setuju).
Data yang telah didapatkan kemudian dilakukan pengolahan data dengan tahap –
tahap sebagai berikut :
1. Editing
Pengecekan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh adalah data bersih
yaitu data – data yang telah terisi semua, dapat dibaca, diolah dan valid.
2. Cording
Kegiatan mengklasifikasikan data yang memberi kode untuk masing – masing
nomor form sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data.
3. Entri data
Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam
master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi
sederhana atau bias juga dengan membuat tabel kontigensi.
4. Melakukan teknik analisis
Dalam melakukan analisis , khusunya terhadap data penelitian akan
menggunakan ilmu stastistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang
hendak dianalisis. Penelitian ini menggunakan diskriptif, maka akan
71
X2 =
menggunakan statistik deskriptif. Statistika deskriptif (menggambarkan) adalah
statistika yang membahas cara – cara meringkas, menyajikan dan
mendeskripsikan suatu data dengan tujuan agar mudah dimengerti dan lebih
mempunyai makna.
H. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Untuk melihat distribusi frekuensi dari data demografi responden kemudian
diinterprestasikan.
2. Analisa Bivariat
Analisa ini menggunakan uji chi-squere (X2) dengan tujuan untuk melihat
apakah hubungan variabel independen dan dependen. Jenis data yang dipakai
adalah kategorik untuk variabel dependen. Tingkat signifikannya atau derajat
kemaknaan yang dipilih dalam penelitian ini adalah 5%(0,005). Jika P value ≤
0,05 maka ada hubungan yang bermakna.
Rumus uji chi – squere (X2)
∑ (O – E )2 E
Keterangan :
X2 = Distribusi kualitas
O = Nilai observasi
E = Nilai ekspektasi (harapan)
73
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini dibahas menegnai analisa hasil penelitian yang dilakukan dua tahap yaitu
analisa univariat dan analisa bivariat. Analisa invariat adalah dengan membuat distribusi
frekuensi sedangkan analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel –
variabel penelitian dengan menggunakan uji chi-square.
A. Analisa Univariat
Analisa univariat digunakan untuk melihat gambaran tentang distribusi dan frekuensi
setiap variable penelitian ini yang meliputi ; faktor demografi responden umur,
budaya, agama, pendidikan terakhir orang tua dan pekerjaan orang tua. Untuk
variable yang berkaitan dengan perilaku antara lain pengetahuan, sikap, tindakan,
lingkungan dan media informasi.
1. Variabel demografi
b. Umur
Pada tabel 1 memperlihatkan bahwa kelompok umur responden adalah
responden yang berusia ≤ 11 th sebanyak 1 orang (1,4%), serta umur 11 – 12
th sebanyak 68 orang (94,4%) dan umur ≥ 13 sebanyak 3 orang (4,2%).
74
Tabel 1 Distribusi Demografi Responden Kelas VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru
Jakarta Pusat Tahun 2012 N=72
No. Nama Variabel Jumlah Persent (%)
1.
Umur :
1 = ≤ 11th
2 = 11 – 12 th
3 = ≥ 13 th
1
68
3
1,4
94,4
4,2
2.
Jenis Kelamin
1 = Laki – laki
2 = Perempuan
28
44
38,9
61,1
3. Agama
1 = Islam
72
100
4.
Pekerjaan Orang Tua
1 = Ibu Rumah Tangga
2 = Karyawan
3 = PNS
4 = Wiraswasta
4
31
6
31
5,6
43,1
8,3
43,1
5.
Pendidikan terakhir Orang Tua
1 = SD
2 = SMP
3 = SMU
4 = Perguruan Tinggi
6
17
47
2
8,3
23,6
65,3
2,8
75
c. Jenis kelamin
Penelitian ini menunjukan berdasarkan karakteristik jenis kelamin bahwa
jenis kelamin perempuan memiliki responden terbanyak dengan 44 orang
(61,1%), diikuti jenis kelamin laki - laki 28 orang (38,9%).
d. Agama
Penelitian ini menunjukkan responden terbesar beragama Islam yaitu dengan
72 orang (100%).
e. Pendidikan terakhir orang tua
Gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir orang tua
menunjukan bahwa pendidikan terbanyak adalah SMU yaitu 47 orang
(65,3%), SMP sebanyak 17 orang (23,6%), SD 6 orang (8,3%), dan
Perguruan Tinggi 2 orang (2,8%).
f. Pekerjaan orang tua
Gambaran responden berdasarkan tingkat pekerjaan orang tua menunjukkan
bahwa orang tua yang bekerja sebagai karyawan dan wiraswasta memiliki
peringkat yang sama yaitu 31 orang (43,1%) untuk karyawan dan 31 orang
(43,1%) untuk wiraswasta, untuk peringkat selanjutnya yaitu PNS sebanyak 6
orang (8,3%), dan Ibu rumah tangga sebanyak 4 orang (5,6%).
76
2. Variabel Perilaku Anak Terhadap Jajanan
a. Pengetahuan
Penelitian ini mengenai pengetahuan responden terhadap jajanan, berdasarkan
table 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 41 orang
(56,9%) menyatakan pengetahuan yang baik. Dan responden yang kurang
memiliki pengetahuan yang kurang baik sebanyak 31 orang (43,1%). Dari data
tersebut menunjukkan bahwa responden kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru
Jakarta Pusat Tahun 2012 mendapatkan pengetahuan yang baik terhadap jajanan.
b. Sikap
Hasil analisa tentang sikap terhadap jajanan menunjukkan sebagian besar
responden anak kelas VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun
2012 bahwa 54 orang (75%) memiliki sikap yang baik terhadap jajanan, dan 18
orang (25%) memiliki sikap yang kurang baik terhadap jajanan.
c. Tindakan
Dalam penelitian ini variabel tindakan menunjukkan bahwa responden memiliki
tindakan yang baik terhadap jajanan. Dibuktikan dengan 45 orang (62,5%)
responden memiliki tindakan yang baik terhadap jajanan. Dan hanya 27 orang
(37,5%) memiliki tindakan yang kurang baik terhadap jajanan.
77
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Anak Terhadap Jajanan anak
kelas VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 N = 72
No. Nama Variabel Jumlah Persent (%)
1. Pengetahuan
0 = Kurang Baik
1 = Baik
31
41
43,1
56,9
2. Sikap
0 = Kurang Baik
1 = Baik
18
54
25
75
3. Tindakan
0 = Kurang Baik
1 = Baik
27
45
37,5
62,5
4. Lingkungan
0 = Kurang Baik
1 = Baik
31
41
43,1
56,9
5. Media Informasi
0 = Kurang Baik
1 = Baik
30
42
41,7
58,3
6. Perilaku
0 = Kurang Baik
1 = Baik
28
44
38,9
61,1
78
d. Lingkungan
Lingkungan responden kelas VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat
Tahun 2012 menunjukkan bahwa 43 responden (59,7%) mempunyai lingkungan
yang baik, tetapi beberapa responden sebanyak 29 orang (40,3%) mempunyai
lingkungan yang kurang baik.
e. Media Informasi
Responden menyatakan bahwa media informasi terhadap perilaku jajanan masih
kurang baik ini dibuktikan dengan 30 orang responden (41,7%) memiliki media
informasi yang masih kurang baik dan hanya sebanyak 42 orang responden
(58,3%) memiliki media informasi terhadap perilaku jajanan yang baik.
f. Perilaku
Hasil analisa data tentang perilaku anak terhadap jajanan di kelas VI SD Negeri
17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 menyatakan bahwa sebanyak 44
orang (61,1%) memiliki perilaku yang baik terhadap perilaku jajanan, namun
sebanyak 28 responden (38,9%) belum memiliki perilaku yang baik terhadap
perilaku jajanan anak.
B. ANALISA BIVARIAT
Analisa bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi-square untuk melihat
hubungan variable perilaku yang meliputi pengetahuan, sikap, tindakan(psikomotor),
lingkungan serta media informasi dan hubunganya dengan jajanan anak kelas VI SD
Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
79
a. Hubungan antara pengetahuan anak terhadap jajanan anak kelas VI SD
Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
Antara pengetahuan anak dengan jajanan di kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar
Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 diperoleh data bahwa sebanyak 41 responden
(56,9%) berpengetahuan baik. Sedangkan diantara responden yang
berpengetahuan kurang baik yaitu 31 orang responden (43,1%). Hasil uji statistik
diperoleh nilai p = 0,030 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku jajanan anak di kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar
Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
Dari hasil OR = 3,312 artinya responden yang mempunyai pengetahuan kurang
baik berpeluang sebesar 3,312 kali untuk memiliki perilaku jajanan kurang baik
dibandingkan responden yang sudah berpengetahuam baik.
b. Hubungan antara sikap anak terhadap jajanan anak kelas VI SD Negeri 17
Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
Antara sikap anak terhadap jajanan anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru
Jakarta Pusat Tahun 2012 diperoleh data bahwa sebanyak 54 orang (75%)
memiliki sikap yang baik terhadap jajanan, dan 18 orang (25%) memiliki sikap
yang kurang baik terhadap jajanan. Hasil uji statistik di peroleh nilai p = 0,012
(p<0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan antara sikap dengan perilaku
jajanan anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
80
Dari hasil OR = 4,750 artinya responden yang bersikap kurang baik berpeluang
sebesar 4,750 kali untuk berperilaku jajanan kurang baik, dibandingkan dengan
responden yang bersikap baik.
Tabel 3 Hubungan antara perilaku anak terhadap jajanan di kelas VI SD Negeri 17 Pagi
Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
No.
Variabel
Perilaku Anak
Terhadap Jajanan
Jumlah
(%)
O.R
(95%CI)
P.Value
Kurang
Baik (%)
Baik
(%)
1. Pengetahuan
0 = Kurang
Baik
1 = Baik
17 (54,8)
11 (26,8)
14(45,2)
30(72,3)
31(100)
41(100)
3,312
(1,232-8,901)
0,030
2. Sikap
0 = Kurang
Baik
1 = Baik
12 (66,7)
16(29,6)
6 (33,3)
38(70,4)
18 (100)
54 (100)
4,750
(1,518-14,86)
0,012
3. Tindakan
0 = Kurang
Baik
1 = Baik
16 (59,3)
12 (26,7)
11 (40,7)
33 (73,3)
27 (100)
45(100)
4,000
(1,453-11,01)
0,13
4. Lingkungan
0 = Kurang
Baik
1 = Baik
17 (58,6)
11 (25,6)
12 (41,4)
32 (74,4)
29 (100)
43(100)
4,121
(1505-11,28)
0,010
5. Media
Informasi
0 = Kurang
Baik
1 = Baik
17 (56,7)
11(26,2)
13(43,3)
31(73,8)
30(100)
42(100)
3,685
(1,359-9,991)
0,018
81
c. Hubungan antara tindakan (psikomotor) anak terhadap jajanan anak kelas
VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
Antara tindakan (psikomotor) terhadap jajanan anak kelas VI sebanyak SD Negeri
17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 diperoleh data bahwa 45 orang
(62,5%) responden memiliki tindakan yang baik terhadap jajanan. Dan hanya 27
orang (37,5%) memiliki tindakan yang kurang baik terhadap jajanan. Hasil uji
statistik di peroleh nilai p = 0,013 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada
hubungan antara tindakan (psikomotor) anak terhadap jajanan anak kelas VI SD
Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
Dari hasil OR = 4,000 artinya responden yang tindakannya kurang baik terhadap
jajanan berpeluang 4,000 kali untuk bertindakan kurang baik terhadap jajanan,
dibandingkan dengan responden yang bersikap baik.
d. Hubungan antara lingkungan terhadap jajanan anak kelas VI SD Negeri 17
Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
Antara lingkungan terhadap jajanan anak kelas VI sebanyak SD Negeri 17 Pagi
Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 diperoleh data bahwa 43 responden (59,7%)
mempunyai lingkungan yang baik, tetapi beberapa responden sebanyak 29 orang
(40,3%) mempunyai lingkungan yang kurang baik. Hasil uji statistik di peroleh
nilai p = 0,010 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan antara lingkungan
terhadap jajanan anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun
2012.
82
Dari hasil OR = 4,121 artinya responden dengan lingkungan kurang baik
berpeluang 4,121 kali untuk memiliki perilaku jajanan kurang baik, dibandingkan
dengan responden yang memiliki lingkungan baik terhadap jajanan.
e. Hubungan antara media informasi terhadap jajanan anak kelas VI SD Negeri
17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
Antara media informasi terhadap jajanan anak kelas VI sebanyak SD Negeri 17
Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 diperoleh data bahwa 30 orang
responden (41,7%) memiliki media informasi yang masih kurang baik dan hanya
sebanyak 42 orang responden (58,3%) memiliki media informasi terhadap
perilaku jajanan yang baik. Hasil uji statistik di peroleh nilai p = 0,018 (p<0,05),
maka dapat disimpulkan ada hubungan antara media informasi terhadap jajanan
anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
Dari hasil OR = 3,685 artinya responden yang mendapatkan informasi dari media
kurang baik berpeluang 3,685 kali untuk berperilaku jajanan kurang baik,
dibandingkan dengan responden yang mendapatkan informasi dari media dengan
baik terhadap jajanan.
83
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas lebih rinci penelitian tentang studi perilaku anak terhadap
jajanan di kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat.
A. KETERBATASAN PENELITIAN
Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain :
1. Penelitian ini dirancang dengan metode deskriptif dengan pendekatan
crossectional dimana variabel berhubungan dengan pengaruh maupun terpengaruh
diamati dalam satu titik waktu yang sama sehingga hubungan kausalitas
dimungkinkan masih banyak kelemahan.
2. Secara teoritis ada beberapa variabel penelitian yang berhubungan dengan perilaku
anak terhadap jajanan, namun dalam penelitian ini hanya dibatasi pada area
kerangka konsep yang berkaitan dengan teori Blum.
3. Alat ukur yang digunakan untuk memperoleh gambaran variabel – variabel
penelitian disusun oleh peneliti sendiri karena belum ada standard baku yang
mengukur variabel perilaku anak terhadap jajanan. Namun demikian alat ukur
telah melalui uji validitas dan realiabilitas untuk menunjukkan hasil yang baik.
4. Masih terbatasnya hasil studi yang menelaah tentang perilaku anak terhadap
jajanan sehingga pembahasan dalam penelitian ini belum dapat dilaksanakan
secara maksimal.
84
B. VARIABEL DEMOGRAFI
1. Umur
Sesuai ketentuan Badan Kesehatan Dunia (WHO), batasan umur sekolah 6 sampai
12 tahun. Pada usia tersebut anak sedang mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang cukup penting, terutama saat menjelang remaja. Istilah
pertumbuhan sendiri mengacu pada proses bertambahnya ukuran fisik dan struktur
tubuh karena terjadinya pertambahan ukuran dan jumlah sel pada jaringan tubuh.
Sementara itu, kata perkembangan merupakan proses bertambahnya kemampuan
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Pada umur sekolah terjadi sejumlah
perkembangan, diantaranya perkembangan fisik yang sangat prima, lebih cepat
dibanding pada usia balita, perkembangan intelektual yang mulai nyata, diaman
sudah terlihat adanya keinginan atau kemauan untuk berbuat sesuatu yang bersifat
keterampilan, seperti menggambar, membaca, menyanyi, berolahraga dan
sebagianya, juga perkembangan emosi serta sosial. (Hindah, 2008).
Dari penelitian yang dilakukan pada 27 Februari 2012 di Kelas VI Sekolah Dasar
Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat dengan jumlah responden 72 orang,
didapatkan hasil bahwa jumlah responden adalah responden yang berusia ≤ 11 th
sebanyak 1 orang (1,4%), serta umur 11 – 12 th sebanyak 68 orang (94,4%) dan
umur ≥ 13 sebanyak 3 orang (4,2%). Berkaitan dengan berbagai perkembangan
diatas, pada umur tersebut anak sekolah sangat memerlukan kecukupan gizi. Tugas
sebagai orang tua untuk menyusun gizi yang seimbang bagi mereka. Untuk itu,
perlu terlebih dahulu mengenal bahan – bahan yang digunakan untuk menyusun
menu sehingga sesuai dengan ajaran kecukupan gizi.
85
2. Jenis Kelamin
Sebanyak 89 % laki - laki mengatakan mengemil sedikitnya sekali tiap hari, hampir
1/3 melakukannya dua-tiga kali sehari. Perempuan melaporkan mereka memakan
camilan 2-4 kali atau lebih setiap hari. Hanya 12 % dari keseluruhan responden
mengatakan tak pernah mengemil. Memasuki usia sekolah, ada perbedaan
kebutuhan energi dan zat – zat gizi antara anak laki – laki dan perempuan ini karena
kebutuhan energi laki – laki lebih banyak aktifitas fisik, sehingga ia lebih
membutuhkan kalori banyak dibandingkan dengan anak – anak perempuan.
Sementara, anak – anak perempuan usia ini umumnya sudah mengalami menstruasi
sehingga mereka membutuhkan lebih banyak protein dan zat besi. (Diana, 2009).
Dalam penelitian ini menunjukan berdasarkan jumlah karakteristik jenis kelamin
bahwa jenis kelamin perempuan memiliki responden terbanyak dengan 44 orang
(61,1%), diikuti jenis kelamin laki - laki 28 orang (38,9%).
3. Agama
Penelitian ini menunjukkan responden terbesar beragama Islam yaitu dengan 72
orang (100%). Dalam suatu agama termasuk di antara keluasan dan kemudahan
dalam syari’at Islam, Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalalkan semua makanan,
yang mengandung maslahat dan manfaat, baik yang kembalinya kepada ruh maupun
jasad, baik kepada individu maupun masyarakat. Demikian pula sebaliknya Allah
mengharamkan semua makanan yang memudhorotkan atau yang mudhorotnya lebih
besar daripada manfaatnya. Hal ini tidak lain untuk menjaga kesucian dan kebaikan
86
hati, akal, ruh, dan jasad, yang mana baik atau buruknya keempat perkara ini sangat
ditentukan setelah hidayah dari Alloh SWT dengan makanan yang masuk ke dalam
tubuh manusia yang kemudian akan berubah menjadi darah dan daging sebagai
unsur penyusun hati dan jasadnya.
4. Pendidikan Terakhir Orang Tua
Gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir orang tua
menunjukan bahwa pendidikan terbanyak adalah SMU yaitu 47 orang (65,3%),
SMP sebanyak 17 orang (23,6%), SD 6 orang (8,3%), dan Perguruan Tinggi 2 orang
(2,8%).
Pendidikan orang tua memiliki hubungan dengan perbaikan pola konsumsi pangan
keluarga. Dengan semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua dan pengetahuan
yang dimiliki maka diharapkan akan terjadi perbaikan kebiasaan makan, serta
perhatian pada kesehatan dan makanan yang bergizi juga bertambah (Rahayu,2011).
Pada penelitian ini pendidikan SMU yang terbanyak, dimana orang tua sudah
mempunyai cukup pengetahuan tentang makanan jajanan yang terbaik untuk
anaknya. Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membina
kepribadiannya agar sesuai dengan norma-norma atau aturan di dalam masyaratakat.
Setiap orang dewasa di dalam masyarakat dapat menjadi pendidik, sebab pendidikan
merupakan suatu perbuatan sosial yang mendasar untuk petumbuhan atau
perkembangan anak menjadi manusia yang mampu berpikir dewasa dan bijak.
Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai
87
lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan.
Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan
keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar
kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak
diterima anak adalah dalam keluarga.
5. Pekerjaan Orang Tua
Gambaran responden berdasarkan tingkat pekerjaan orang tua menunjukkan bahwa
orang tua yang bekerja sebagai karyawan dan wiraswasta memiliki peringkat yang
sama yaitu 31 orang (43,1%) untuk karyawan dan 31 orang (43,1%) untuk
wiraswasta, untuk peringkat selanjutnya yaitu PNS sebanyak 6 orang (8,3%), dan
Ibu rumah tangga sebanyak 4 orang (5,6%).
Penelitian ini Orang tua bekerja pasti untuk memberikan yang terbaik untuk
anaknya. Penghasilan yang diterima orang tua setelah bekerja akan diterima anak
bentuk uang jajan. Dalam memberi uang jajan kepada anak, orangtua sudah pasti
harus bijak. Berikan penjalasan kepada anak tentang cara-cara yang baik dalam
menggunakan uang jajan. Dan ketika memberi uang jajan, berilah secukupnya,
jangan terlalu banyak. Lebih baik lagi jika orangtua bisa mengarahkan anaknya
belajar menabung sendiri dari uang jajan atau uang sakunya. Tentu hal ini akan
sangat berguna baginya nanti. Sementara itu, untuk mengajarkan sikap disiplin
kepada anak, uang jajan atau uang saku baiknya diberikan dengan teratur atau
dengan kata lain dalam waktu yang terjadwal. Bisa setiap hari, atau seminggu
sekali. Kemudian, bimbing anak untuk merencanakan pengeluarannya.
88
C. PERILAKU ANAK TERHADAP JAJANAN DI KELAS VI SEKOLAH
DASAR NEGERI 17 PAGI JOHAR BARU JAKARTA PUSAT
1. Pengetahuan
Penelitian ini mengenai pengetahuan responden terhadap jajanan, menunjukkan
bahwa sebagian besar responden sebanyak 41 orang (56,9%) menyatakan
pengetahuan yang baik. Dan responden yang kurang memiliki pengetahuan yang
kurang baik sebanyak 31 orang (43,1%). Dari data tersebut menunjukkan bahwa
responden kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012
mendapatkan pengetahuan yang baik terhadap jajanan.
Hasil penelitian ini berdasarkan teori Blum bahwa pengetahuan adalah hasil
penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera
yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada
waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar
pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera
penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas
atau tingkat yang berbeda – beda.
Secara garis besarnya dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan yaitu tahu (know),
Memahami (Comprehesion), Aplikasi (Application), Analisis (Analysis), Sintesis
( Synthesis), dan Evaluasi (Evaluation). Pada anak kelas VI di SD Negeri 17 Pagi
Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 mempunyai intensitas pengetahuan pada
tingkat tahu (know) ini dikarenakan anak hanya dapat mengingat suatu materi yang
89
telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima sebelumnya. Tahu (know)
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan dan menyatakan.
Pada perkembangan kognitif anak berusia antara 7 dan 11 tahun berada dalam
tahap konkret operasional, karakteristik spesifik tahap ini antara lain transisi dari
egosentris ke pemikiran objektif, berfokus pada kenyataan fisik saat ini disertai
ketidakmampuan melihat untuk melebihi kondisi saat ini, kesulitan menghadapai
masalah yang jauh, masa depan atau hipotesis dan .
Tahu ( Know ) diartikan hanya sebagai memanggil (recall) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya : tahu bahwa jajanan atau snack
yang mengandung pewarna seperti saos berbahaya bagi kesehatan. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p = 0,030 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan
antara pengetahuan dengan perilaku jajanan anak dan hanya responden yang
mempunyai pengetahuan kurang baik sebesar 3,312 kali untuk memiliki perilaku
jajanan kurang baik dibandingkan responden yang sudah berpengetahuam baik.
2. Sikap
Hasil analisa tentang sikap terhadap jajanan menunjukkan sebagian besar
responden anak kelas VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun
2012 bahwa 54 orang (75%) memiliki sikap yang baik terhadap jajanan, dan 18
90
orang (25%) memiliki sikap yang kurang baik terhadap jajanan. Hasil uji statistik
dapat disimpulkan ada hubungan antara sikap dengan perilaku jajanan anak kelas
VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
Hasil penelitian menunjukkan sikap anak yang mendukung lebih banyak yang
berperilaku baik. Hal ini disebabkan anak yang mempunyai sikap mendukung
terpengaruh oleh lingkungan sikapnya mendukung dalam perilaku jajanan. Sikap
belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Sikap yang baik belum tentu memunculkan tindakan atau membentuk perilaku
yang baik (Notoatmodjo, 2010).
Pada variabel penelitian ini sama seperti pengetahuan, sikap juga mempunyai
tingkat – tingkat berdasarkan intensitasnya. Tingkat – tingkat berdasarkan
intensitasnya yaitu menerima (Receiving), menanggapi (Responding), menghargai
(Valuing), dan bertanggung jawab (Responsible). Pada anak kelas VI di SD Negeri
17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012 tingkat intensitasnya hanya
menerima (Receiving), dan menanggapi (Responding) ini dikarenakan anak hanya
mau menerima stimulus yang diberikan (objek), dan memberikan jawaban atau
tanggapi terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Belum sampai pada
tingkat intensitas menghargai (Valuing) dan bertanggung Jawab (Responsible)
karena anak belum memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus,
dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau
91
mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons serta belum bertanggung
jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Hasil uji statistik di peroleh nilai p =
0,012 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan antara sikap dengan
perilaku jajanan anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun
2012. Dari hasil OR = 4,750 artinya responden yang bersikap kurang baik
berpeluang sebesar 4,750 kali untuk berperilaku jajanan kurang baik,
dibandingkan dengan responden yang bersikap baik.
3. Tindakan
Dalam penelitian ini variabel tindakan menunjukkan bahwa responden memiliki
tindakan yang baik terhadap jajanan. Dibuktikan dengan 45 orang (62,5%)
responden memiliki tindakan yang baik terhadap jajanan. Dan hanya 27 orang
(37,5%) memiliki tindakan yang kurang baik terhadap jajanan. Hasil uji statistik
maka dapat disimpulkan ada hubungan antara tindakan (psikomotor) anak
terhadap jajanan anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun
2012.
Seperti telah disebutkan penjelasan sebelumnya tentang penelitian ini praktik atau
tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu :
praktik terpimpinan (guided respons), praktik secara mekanisme( mechanism) dan
adopsi (adoption). Pada anak kelas VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta
Pusat Tahun 2012 terjadi praktik terpimpinan (guided respons) apabila subjek atau
seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau
menggunakan panduan.
92
Ini dikarena anak masih perlu bimbingan dari orang tua dan guru. Menurut
Erikson menyatakan krisis psikososial yang dihadapi anak pada usia 6 sampai 12
tahun sebagai “industri versus inferioritas” masa Sekolah (School Age) ditandai
adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan
tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada
di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap
lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan
kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran,
hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan
anak merasa rendah diri.
Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia
sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan
dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras
dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini
area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke
sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu
mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya,
dan lain sebagainya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Notoatmodjo(2010)
bahwa pada situasi tertentu, stimulus dapat langsung menimbulkan tindakan,
artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih
dulu makna stimulus yang diterimanya, sehingga tindakan seseorang tidak harus
93
didasari oleh pengetahuan atau sikap. Kepercayaan, tradisi, keterjangkauan
fasilitas, adanya pengaruh orang lain yang disegani, dapat menjadi faktor-faktor
yang mendukung terbentuknya perilaku yang baik.
4. Lingkungan
Lingkungan responden kelas VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat
Tahun 2012 menunjukkan bahwa 43 responden (59,7%) mempunyai lingkungan
yang baik, tetapi beberapa responden sebanyak 29 orang (40,3%) mempunyai
lingkungan yang kurang baik. Hasil uji statistik dapat disimpulkan ada hubungan
antara lingkungan terhadap jajanan anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru
Jakarta Pusat Tahun 2012.
Lingkungan menurut Blum yang dikutip Machfoedz (2005), menegaskan bahwa
tidak hanya perilaku yang mempengaruhi sehat atau tidaknya seseorang. Ada
faktor – faktor lain yakni faktor keturunan, faktor lingkungan, faktor pelayanan
kesehatan dan barulah faktor perilaku. Faktor perilaku hanyalah sebagian dari
masalah yang harus kita upayakan untuk menjadikan individu dan masyarakat
menjadi sehat.
Dalam penelitian ini lingkungan tidak bisa dipisahkan dengan model yang
mempunyai 3 faktor yang sangat berperan, yaitu faktor host (manusia), faktor
agent (penyebab penyakit), dan faktor enviroment (lingkungan). Pada anak kelas
VI di SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012. Tidak terjadi
gangguan keseimbangan interaksi diantara ketiganya tetapi hal dapat terjadi
94
sebaliknya jika faktor lingkungan memberikan kesempatan kepada agent untuk
berkembang sehingga akan merugikan atau menggangu kesehatan host. Karena
didapatkan data dari hasil OR = 4,121 artinya responden dengan lingkungan
kurang baik berpeluang 4,121 kali untuk memiliki perilaku jajanan kurang baik,
dibandingkan dengan responden yang memiliki lingkungan baik terhadap jajanan.
5. Media Informasi
Responden menyatakan bahwa media informasi terhadap perilaku jajanan masih
kurang baik ini dibuktikan dengan 30 orang responden (41,7%) memiliki media
informasi yang masih kurang baik dan hanya sebanyak 42 orang responden
(58,3%) memiliki media informasi terhadap perilaku jajanan yang baik. Hasil uji
statistik dapat disimpulkan ada hubungan antara media informasi terhadap
jajanan anak kelas VI SD Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2012.
Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan
perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sasaran dan prasarana.
Dalam penelitian ini yang menjadi fasilitas atau sasaran dan prasarana adalah
media informasi. Jenis informasi yang dipilih untuk menjadi penelitian kali ini
adalah media audio visiual. media audio visiual adalah suatu alat bantu
komunikasi yang dapat memancarkan suara disertai tulisan dan atau gambar,
sehingga memungkinkan komunikasi dapat ditangkap melalui saluran
pendengaran dan penglihatan. Contonya televisi, film, video dll.
95
Dipilihnya media audio visual karena menurut survei Yayasan Kesejateraan
Anak Indonesia dilakukan April 2002 pada 5 SD di Jakarta Timur menunjukkan
anak – anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. Sementara survei
tahun 1994 mencatat lamanya anak menonton TV selama seminggu hanya 20 –
25 jam. Kebanyakan anak-anak melihat sampai 5 jam sehari dengan antusias,
jarang sekali tertekan atau stres seperti saat menghadapi ulangan.
Berdasarkan hasil penelitian responden yang mendapatkan informasi dari media
kurang baik berpeluang 3,685 kali untuk berperilaku jajanan kurang baik,
dibandingkan dengan responden yang mendapatkan informasi dari media dengan
baik terhadap jajanan. Dengan survei ini peneliti membenarkan yang dilakukan
Bensley,2008 yang dikutip di buku Metode Pendidikan Kesehatan Masyarakat.
Bahwa bentuk intervensi media informasi menekankan pada kesenjangan
informasi atau kesenjangan motivasi yang menekankan bahwa masalah
kesehatan disebabkan oleh individu dan masalah atau masalah yang berisiko
yang ada itu adalah kurangnya infomasi atau kemauan yang cukup untuk
berperilaku lebih sehat. Pendidikan kesehatan kemudian berupaya memberikan
informasi untuk mengisi kesenjangan ini. Apabila masyarakat memiliki
informasi dan mengetahui faktanya, maka dapat diumumkan bahwa mereka akan
menerapkan sikap positif menuju perilaku sehat dan bertindak sesuai tujuannya,
dan masalah pun akan teratasi.
96
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Penelitian menyimpulkan bahwa pengetahuan, sikap, praktik, lingkungan dan media
informasi menunjukkan hubungan yang bermakna dengan perilaku anak terhadap
jajanan. Secara rinci penelitian ini menyimpulkan bahwa :
5. Variabel demografi umur memperlihatkan bahwa kelompok umur responden
adalah responden yang berusia ≤ 11 th sebanyak 1 orang (1,4%), serta umur 11 –
12 th sebanyak 68 orang (94,4%) dan umur ≥ 13 sebanyak 3 orang (4,2%).
6. Variabel demografi jenis kelamin memperilihatkan bahwa karakteristik jenis
kelamin bahwa jenis kelamin perempuan memiliki responden terbanyak dengan
44 orang (61,1%), diikuti jenis kelamin laki - laki 28 orang (38,9%).
7. Variabel demografi agama memperilihatkan bahwa penelitian ini menunjukkan
responden terbesar beragama Islam yaitu dengan 72 orang (100%).
8. Variabel demografi pendidikan terakhir orang tua memperilihatkan bahwa
gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir orang tua
menunjukan bahwa pendidikan terbanyak adalah SMU yaitu 47 orang (65,3%),
SMP sebanyak 17 orang (23,6%), SD 6 orang (8,3%), dan Perguruan Tinggi 2
orang (2,8%).
97
9. Variabel demografi pekerjaan orang tua memperilihatkan bahwa gambaran
responden berdasarkan tingkat pekerjaan orang tua menunjukkan bahwa orang
tua yang bekerja sebagai karyawan dan wiraswasta memiliki peringkat yang
sama yaitu 31 orang (43,1%) untuk karyawan dan 31 orang (43,1%) untuk
wiraswasta, untuk peringkat selanjutnya yaitu PNS sebanyak 6 orang (8,3%), dan
Ibu rumah tangga sebanyak 4 orang (5,6%).
10. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan anak dengan perilaku
jajanan, dimana p value - 0,030.
11. Terdapat hubungan yang bermakna antara sikap anak dengan perilaku jajanan,
diman p value - 0,012.
12. Terdapat hubungan yang bermakna antara pratik anak dengan perilaku jajanan,
dimana p value - 0,013.
13. Terdapat hubungan yang bermakna antara lingkungan anak dengan perilaku
jajanan, dimana p value - 0,010.
14. Terdapat hubungan yang bermakna antara media informasi anak dengan perilaku
jajanan, dimana p value - 0,018.
B. SARAN
Beberapa saran yang peneliti ajukan adalah :
1. Kepada siswa – siswi dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap bahaya yang
dapat terkandung dalam jajanan, maka siswa – siswi lebih dapat memilih makanan
Jajanan yang aman bagi dirinya dan bagi lingkungannya. Kondisi ini dapat
memotivasi siswa - siswi untuk berperan serta menciptakan perdagangan makanan
98
jajanan yang aman. Peran serta siswa – siswi dapat menjadi alat kontrol yang efektif
bagi pedagang untuk selalu berusaha memproduksi pangan yang aman.
2. Kepada orang tua, untuk menghindarkan anak mereka dari bahaya keamanan pangan
dengan cara meningkatkan pengetahuan tentang jenis dan pengaruh bahan kimia
berbahaya serta pengetahuan tentang sanitasi dan higienitas sehingga dapat memilih
panagan yang aman dan terhindar dari risiko bahaya kesehatan bagi keluarganya
karena pangan yang tidak aman, membiasakan anak sarapan dirumah dan
membawakan bekal agar anak tidak terlalu banyak jajanyang berisiko terhadap
kesehatan dan membimbing anak agar dapat memilih jajanan yang aman dan
menghindari jajan ditempat yang kotor.
3. Kepada guru dan sekolah, ikut menjaga mutu dan keamanan jajanan yang dijual
dikantin sekoalah maupun disekitar sekolah guna memperkecil jumlah gangguan
kesehatan pada anak didik serta memberikan contoh untuk tidak jajan sembarangan,
melakukan sosialisai dan penyuluhan keamanan jajanan kepada anak sekolah dengan
lebih intensif serta lebih aktif dalam melaksanakan perannya sebagai pendidik karena
masih banyak anak sekolah yang tidak melaksanakan anjuran guru untuk tidak jajan
sembarangan.
4. Kepada peneliti lain, perlu dikembangakan penelitian lebih lanjut tentang perilaku
anak terhadap jajanan disekolah, dan beberapa faktor lain yang mempengaruhi
perilaku anak dalam memilih makanan jajanan.
99
5. Kepada perawat/petugas kesehatan, agar memberikan informasi kepada siswa
mengenai makanan jajanan yang berbahaya yang terdapat dalam makanan yang
mereka konsumsi, dan mengaktifkan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) untuk
meningkatkan kondisi lingkungan sekolah agar lebih sehat, bersih dan mengurangi
risiko makanan jajanan yang tidak aman dan memberikan lebel warna kepada para
pedagang sebagai reinforcement dan punisment. Serta bekerjasam dengan BPOM
untuk pengecekkan berkala jajanan yang disediakan para pedagang.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Mia Siti. dkk. (2009). Bahan – Bahan Berbahaya Dalam Kehidupan Kenali
Produk Sebelum Membeli. Bandung : Salamadani
Barata, Atep Adya. (2003). Dasar - Dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Elex Media
Komputindo
Budiarto, Eko. (2002). Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat
Cetakan I. Jakarta : EGC.
Damayanti, Diana (2009). Makanan Anak Usia Sekolah ; Tips Memberi Makan Anak
Usia Sekolah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Efendi Ferry, Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik
Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Friedman, Marilyn M.,dkk. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori dan
Praktik Edisi 5. Jakarta : EGC.
Hidayat, A.Aziz Alimul. (2008). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta : Salemba Medika.
Hidayat,A.Aziz Alimul. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.
Machfoedz, Irfcham. (2005). Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi Kesehatan
Masyarakat. Yogyakarta : Fitramaya.
Mahayoni, dkk. (2008). Anak VS Media Kuasailah Media Sebelum Anak Anda
Dikuasainya. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Maulana, Heri D.J (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC.
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi.
Jakarta : Salemba Medika.
Muscari, Mary E. (2005). Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.
Muaris, Hindah. (2008). 30 Menu Bekal Anak Sekolah ala Bento. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Myrnawati. (2003). Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka
Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan
Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
Rahayu, Winiati P. (2011). Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. Bogor : IPB Press
Sarwono, Solita, (2004). Sosiologi Kesehatan : Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Shimp. (2005). Manajemen Pemasaran. Jakarta : Indeks.
Wong, Donna L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
http://koran.republika.co.id/koran/0/148626/MENGEREM_JAJAN_SISWA dikutip tgl.
2 November 2011 Jam 20.15 WIB.
http://kosmo.vivanews.com/news/read/65672 ubah_kebiasaan_anak_jajan_sembarangan
Dikutip 6 Desember 2011 Jam 21.15 WIB
http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2011/02/16/bahaya-jajanan-sekolah-
yang-selalu-mengancam/ Dikutip Tgl. 4 Desemeber 2011 Jam 09.30 WIB.
http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2010/11/08/puluhan-siswa-sd-keracunan-
jajanan-sekolah Dikutip Tgl.4 Desember 2011 Jam 10.00 WIB.
http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2011/02/16/bahaya-jajanan-sekolah-
yang-selalu-mengancam/ dikutip Tgl 10 Desember 2011 Pkl. 21.59 WIB.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/320399104.pdf dikutip Tgl. 6 Desember 2011 Pkl.
21.13 WIB.
http://www.kemenperin.go.id/artikel/567/ Dikutip pada tanggal 11 Januari 2012 (UU RI
No.23 Tahun 1977
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, telah diminta dan bersedia ikut berpartisipasi
menjadi salah satu responden dalam penelitian “Studi Perilaku Anak Terhadap
Jajanan Di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar Baru Jakarta Pusat
Tahun 2012” yang diberikan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Nama : Hardiyanti
NPM : 2010727050
Alamat : Serdang Baru IV No. 18 Kemayoran Jakarta Pusat
Tanda tangan saya dibawah ini menunjukkan bahwa saya telah diberikan informasi oleh
peneliti dan saya memahami bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi
saya. Segala informasi yang saya berikan akan dijamin kerahasiannya oleh peneliti.
Berdasarkan semua penjelasan diatas, maka dengan ini saya menyatakan secara sukarela
bersedia menjadi responden dan akan berpartisipasi dalam penelitian ini.
Jakarta, Januari 2012
(Responden)
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN
Kepada Yth,
Calon Responden
Di - Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Hardiyanti
NIM : 2010727050
Adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang akan melakukan penelitian “Studi
Perilaku Anak Terhadap Jajanan Di Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 17 Pagi Johar
Baru Jakarta Pusat Tahun 2012”. Penelitian ini tidak akan merugikan responden.
Saya selaku peneliti akan merahasiakan identitas dan jawaban saudara untuk menjadi
responden dalam penelitian yang saya lakukan.
Atas perhatian dan kesediannya saya ucapkan terima kasih.
Jakarta, Februari 2012
Hardiyanti
Lampiran : 3
KUESIONER STUDI PERILAKU ANAK TERHADAP JAJANAN
DI KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI 17 PAGI JOHAR BARU
JAKARTA PUSAT TAHUN 2012.
Petunjuk Pengisian
Jawablah setiap pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda check list (√) pada kolom
yang tersedia. Apabila ada kesulitan dalam menjawab bisa bertanya pada peneliti.
A. Data Demografi
1. Kode Responden :
2. Umur : Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki - laki
Perempuan
4. Agama : Islam Katolik Lain – lain
Kristen Budha
5. Pekerjaan Orang Tua : Ibu Rumah Tangga Karyawan
PNS Wiraswasta
6. Pendidikan terakhir : SD SMU
Orang Tua SMP Perguruan Tinggi
B. Data Perilaku Anak terhadap Jajan di sekolah
Beri tanggapan terhadap pertanyaan ulang paling sesuai menurut adik dengan cara
memberikan tanda check list (√) pada salah satu kolom.
Keterangan :
SS : Sangat Setuju = 4
S : Setuju = 3
TS : Tidak Setuju = 2
STS : Sangat Tidak Setuju = 1
No. Pertanyaan SS
4 S 3
TS 2
STS 1 Pengetahuan
1 Makanan jajanan adalah makanan atau minuman yang dibeli dalam bentuk siap dikonsumsi tanpa harus diolah lagi
2 Jajanan yang bersih dan tertutup aman untuk dimakan
3 Jajanan yang mengandung vetsin atau penyedap rasa dan terlalu gurih baik untuk dimakan karena rasanya enak
4 Jajanan atau snack yang mengandung pewarna seperti saos berbahaya bagi kesehatan
5 Minuman jajanan yang menggunakan sakarin atau pemanis buatan adalah minuman yang menyehatkan
6 Sarapan dengan menu lengkap (ada nasi, sayur, lauk, susu) lebih bergizi daripada membeli jajan di sekolah
7 Jajanan yang sudah bau atau busuk tidak aman untuk dimakan
8 Makanan yang mengandung zat gizi dapat meningkatkan kecerdasan anak
9 Memilih jajanan yang dijual disekitar sekolah yang penting enak dan harganya murah
10 Jajanan yang dibungkus lebih terjamin kebersihannya
No Pertanyaan
SS 4
S 3
TS 2
STS 1
Sikap 11 Dalam memilih makanan jajanan sebaiknya
yang tertutup dan tidak dikerubungi lalat.
12 Setiap membeli jajanan sebaiknya memilih ditempat yang bersih dan dibungkus
13 Memilih jajanan sebaiknya yang berwarna – warni mencolok
14 Sebaiknya membiasakan makan dengan menu yang lengkap (nasi, sayur, lauk, buah)
15 Makanan yang sehat dapat meningkatkan konsentrasi belajar
NO. Pertanyaan SS
4 S 3
TS 2
STS 1 Tindakan
16 Apakah adik sering jajan
17 Dalam sehari adik jajan lebih dari 3 kali
18 Uang saku adik dalam sehari lebih dari Rp.5.000,-
19 Adik biasa jajan pada saat istirahat sekolah
20 Adik biasa jajan di warung/lingkungan sekolah
No. Pertanyaan SS
4 S 3
TS 2
STS 1 Lingkungan
21
Pedagang jajanan yang harus mengolah dulu jajanannya harus memperhatikan kebersihan alat.
22 Jajanan yang digoreng lebih berlemak daripada yang direbus atau dikukus
23 Sebagian besar makanan jajanan yang dijual di lingkungan dalam sekolah aman dikonsumsi.
24 Tempat jajanan yang tidak tertutup dan dihinggapi lalat dapat penyebabkan penyakit
25
Banyaknya jajanan diluar lingkungan sekolah membuat adik lebih tertarik daripada jajanan didalam lingkungan sekolah
No Pertanyaan SS
4 S 3
TS 2
STS 1 Media Informasi
26 Adik mengetahui jajanan dari iklan di televisi
27 Adik pernah mengetahui bahaya jajanan yang tidak sehat dari televisi
28 Adik tertarik untuk membeli jajanan yang iiklankan di televisi
29 Setiap ada iklan baru di televisi adik langsung membeli jajanan tersebut
30 Guru sekolah hendaknya memberikan pendidikan tentang bahaya jajanan bagi kesehatan.
No Pertanyaan SS
4 S 3
TS 2
STS 1 Perilaku
31 Apakah kamu selalu memilih makanan yang bersih dan tertutup untuk dimakan?
32 Apakah kamu lebih memilih makanan yang mengandung banyak zat gizi?
33 Apakah kamu menyukai makanan yang banyak mengandung zat gizi seperti tahu, tempe, telur, daging, sayur dan buah?
34 Apakah terlalu banyak jajanan dapat menurunkan konsentrasi belajar ?
35 Apakah kamu terbiasa sarapan di rumah ?
36 Apakah kamu suka jajanan yang tidak sehat ?
37 Apakah kamu terbiasa makan makanan yang bergizi dirumah?
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Hardiyanti
Umur : 22 Tahun
Tempat tanggal lahir : Jakarta, 5 April 1989
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Jl. Serdang baru IV Rt.017 Rw.004 Kemayoran Jakarta Pusat
Pendidikan : 1. SDN 05 Pagi Serdang Jakarta lulus tahun 2000
2. SMP Negeri 228 Jakarta lulus tahun 2003
3. SMA Negeri 5 Jakarta lulus tahun 2006
4. Akper RS Husada Jakarta lulus tahun 2009
5. Saat ini sedang menyelesaikan pendidikan S1 Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Pekerjaan : 1. RS Menteng Mitra Afia (2010)
1. Puskesmas Kecamatan Sawah Besar (2010)
2. Puskesmas Kelurahan Johar Baru III (2011 – Sekarang)