PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR : 4 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA...

24
PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR : 4 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU Menimbang : a. Bahwa keadaan alam, flora dan fauna, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah serta seni dan budaya yang dimiliki masyarakat di Daerah Riau merupakan sumber daya dan model yang besar artinya bagi usaha pengembangan dan peningkatan kepariwisataan daerah; b. Bahwa kepariwisataab Provinsi Riau harus dibina dan dikembangkan guna menunjang pembangunan daerah pada umumnya dan pembangunan kepariwisataan daerah pada khususnya yang tidak hanya mengutamakan segi-segi ekonominya saja, melainkan juga segi-segi budaya, pendidikan, lingkungan hidup serta pertahanan dan keamanan; c. Bahwa dalam rangka pengembangan dan peningkatan potensi kepariwisataan daerah yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Riau diperlukan langkah-langkah pengaturan yang mampu mewujudkan keterpaduan dalam kegiatan penyelenggaraan kepariwisataan, serta memelihara kelestarian dan mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan hidup serta Objek daya tarik wisata; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 61 Tahun 18958 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Sumatra Barat, Jambi dan Riau (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 112; Tambahan Lembaran Negara Nomor 1646); 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ; 3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990

Transcript of PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR : 4 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA...

PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAUNOMOR : 4 TAHUN 2004

TENTANGRENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH RIAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAGUBERNUR RIAU

Menimbang : a. Bahwa keadaan alam, flora dan fauna,peninggalan purbakala, peninggalan sejarahserta seni dan budaya yang dimilikimasyarakat di Daerah Riau merupakan sumberdaya dan model yang besar artinya bagiusaha pengembangan dan peningkatankepariwisataan daerah;

b. Bahwa kepariwisataab Provinsi Riau harusdibina dan dikembangkan guna menunjangpembangunan daerah pada umumnya danpembangunan kepariwisataan daerah padakhususnya yang tidak hanya mengutamakansegi-segi ekonominya saja, melainkan jugasegi-segi budaya, pendidikan, lingkunganhidup serta pertahanan dan keamanan;

c. Bahwa dalam rangka pengembangan danpeningkatan potensi kepariwisataan daerahyang tersebar di seluruh wilayah ProvinsiRiau diperlukan langkah-langkah pengaturanyang mampu mewujudkan keterpaduan dalamkegiatan penyelenggaraan kepariwisataan,serta memelihara kelestarian dan mendorongupaya peningkatan mutu lingkungan hidupserta Objek daya tarik wisata;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 61 Tahun 18958tentang Pembentukan Daerah SwatantraTingkat I Sumatra Barat, Jambi dan Riau(Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 112;Tambahan Lembaran Negara Nomor 1646);

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentangKonservasi Sumber Daya Alam Hayati danEkosistemnya ;

3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentangKepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990

Nomor 78; Tambahan Lembaran Negara Nomor3427);

4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentangPenataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992Nomor 115; Tambahan Lembaran Negara Nomor3501);

5. Undang-undangNomor 23 Tahun 1997 tentangPengelolaan Lingkungan Hidup (LembaranNegara Tahun 1997 Nomor 68, TambahanNegara Nomor 3699);.

6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun1999 Nomor 60; Tambahan Lembaran NegaraNomor 3839);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajibanserta Bentuk dan Tata cara Peran sertaMasyarakat Dalam Penataan Ruang (LembaranNegara Tahun 1996 Nomor 104 TambahanLembaran Negara Nomor 3660);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59;Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000tentang Kewenangan Pemerintah DanKewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 62,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4095);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001tengang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 77,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4016);

12. Keputusan Presiden Republik IndonesiaNomor 30 Tahun 1969 tentang PengembanganKepariwisataan Nasional;

13. Keputusan Presiden Republik IndonesiaNomor 15 Tahun 1983 tentang KebijaksanaanPengembangan Kepariwisataan;

14. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999tentang Teknik Penyusunan PeraturanPerundang-Undangan Dan Bentuk RancanganUndang-Undang, Rancangan PeraturanPemerintah dan Rancangan KeputusanPresiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor70);

15. Keputusan Menteri Pariwisata Pos danTelekomunikasi Nomor KM. 59/PW.202/MPPT-85tahun 1985 tentang Peraturan Usaha KawasanPariwisata;

16. Keputusan Bersama Menteri Kehutanan danMenteri Pariwisata, Pos dan TelekomunikasiNomor 24/KPTS-II/89, tentang PeningkatanKoordinasi dalam Pemanfaatan Objek WisataAlam, dikawasan hutan dan taman wisatabahari;

17. Keputusan Bersama Menteri Pertania danMenteri Pariwisata, Pos dan TelekomunikasiNomor 204/KPTS/HK/050/4/1989 dan NomorKM.47/PW.004/MPPT-89, tentang KoordinasiPengembanmgan Wisata Agro;

18. Peaturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 8Tahun 1998 tentang PenyelenggaraanPenataan Ruang Di Daerah;

19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9tahun 1998 tentang Tata cara Peran SertaMasyarakat Dalam Proses Perencanaan TataRuang Di Daerah;

20. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10Tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata RuangProvinsi Daeah Tingkat I Riau (LembaranDaerah tahun 1994 Nomor 07);

21. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 36Tahun 2001 Tentang Pola Dasar PembangunanDaerah Provinsi Riau Tahun 2001-2005(Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 40);.22.Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 3Tahun 2002 tentang Program Pembangunan

Daerah (Propeda), Provinsi Riau (LembaranDaerah Tahun 2002 Nomor 5);

Dengan PersetujuanDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI RIAU

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU TENTANGRENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAHRIAU.

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :1. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah

adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesiayang terdiri dari Presiden beserta para Menteri;

2. Daerah adalah Provinsi Riau sebagai Daerah Otonom;3. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Riau;4. Gubernur adalah Gubernur Riau;5. Daerah Kabupaten/Kota adalah Daeah Kabupaten/Kotayang berada di Riau;6. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah

Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Riau7. Bupati adalah Bupati yang berada di Provinsi Riau;8. Walikota adalahWalikota yang berada di ProvinsiRiau;9. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut

DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riaudan/atau Dewan Perwakilan Rakyat DaerahKabupaten/Kota di Provinsi Riau;

10. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungandengan wisata, termasuk pengusaha objek dan dayatarik wisata sertausaha-usaha yang terkait di bidangtersebut;

11. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian darikegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarelaserta bersifat sementara untuk menikmati Objek danDaya Tarik Wisata;

12. Wisatawan adalah oang yang melakukan wisata;

13. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yangberhubungan dengan penyelenggaaan pariwisata;

14. Objek dan Daya Tarik wisata adalah segala sesuatuyang menjadi sasaran wisata;

15. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luastertentu yang dibangun atau disediakan untukmemenuhi kebutuhan pariwisata;.

16. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah yangselanjutnya disingkat RIPPDA adalah pokok-pokokkebijaksanaan dan pengembangan yang merupakanperwujudan, pemanfaatan dan perencanaan pembangunanpariwisata yang di dalamnya meliputi masalah TataRuang, Tata Guna Tanah dan Rencana Fisik sertapenetapan wilayah yang mendapat prioritas untukdikembangkan sesuai dengan karakteristiknya sebagaiarah dan pedoman pelaksanaan pembangunan,pengendalian dan pengawasan pengembangankepariwisataan Daerah;

17. Rencana pengembangan Kawasan Wisata yang selanjutnyadisingkat RPKW adalah rencana pemanfaatan potensipariwisata di kawasan pariwisata, rencana strukturtingkat pelayanan dan sistem jaringan transportasi,serta rencana distribusi unit kawasan wisata dalamkawasan wisata;

18. Rencana Detail Pengembangan Unit Kawasan yangsebelumnya disingkat RDPUKW adalah rencana-rencanapokok arahan distribusi dan penentuan fasilitaspelayanan pariwisata pada objek dan daya tarikwisata;

19. Rencana Induk Pembangunan Objek dan Daya TarikWisata selanjutnya disingkat RIPOW adalah rencanastruktur tata ruang serta distribusi bangunanfasilitas pelayanan wisata, mencakup arahan skalapelayanan dan daya tampung bangunan fasilitaspariwisata yang terdiri dari sarana pariwisata sertapelestarian lingkungan hidup di objek wisata;

BAB IIAZAS, TUJUAN, SASARAN DAN FUNGSI

Bagian PertamaAzas

Pasal 2

Rencana Induk Pengembangan Pariwisaa Daerah merupakanbagian intergral dari pengembangan pariwisata nasionalyang berazaskan:a. Azas Manfaat yaitu setiap perencanaan dan

pengembangan pariwisata daerah haruslah ditujukanuntuk memberi manfaat yang maksimal bagi masyarakatsecara keseluruhan, baik manfaat yang bernilaiekonomi maupun sosial budaya serta sedapat mungkinmenghindari dampak negatif.

b. Azas berwawasan lingkungan yaitu setiap perencanaandan pengembangan kepariwisataan harus memperhatikanlingkungan hidup, baik yang mempunyai dampak padakehidupan sosial budaya maupun lingkungan alam.Kegiatan kepariwisataan dalam banyak hal dibangun diatas areal yang luas sehingga perlu direncanakansecara cermat dengan memperhatikan semua aspek dantidak terbatas pada aspek ekonomi belaka.

c. Azas Pelestarian yaitu setiap perencanaan danpengembangan kepariwisataan harus meletakkankebijakan agar budaya, tradisi, adat istiadat,nilai-nilai agama, nilai-nilai luhu lainnya darimasyarakat Riau terbuka peluang untuk terus menerushidup dan tetap mengakar dalam kehidupan masyarakatmodern.

d. Azas Keterpaduan yaitu setiap perencanaan danpengembangan kepariwisataan harus merupakankebijakan yang terpadu dengan memperhatikan semuakepentingan masyarakat Riau, baik masyarakat umum,masyarakat pengusaha (produsen), masyarakat.penggunajasa (konsumen) maupun para penyelenggara negara.Asas keterpaduan juga harus diperhatikan antarasektor domestik dan sektor international (lintasnegara)

e. Azas Keseinambungan yaitu penyusunan perencanaan danpembangunan kepariwisataan dimaksudkan sebagai suaturangkaian yang sambung menyambung, dari satu periodeke periode selanjutnya.

f. Azas adil dan merata yaitu hasil-hasil materiil danspritull yang dicapai dalam perencanaan danpengembangan kepariwisataan haruslah dapat dinikmatisecara adil dan merata oleh seluruh lapisanmasyarakat, dan setiap anggota masyarakat berhak

ikut menikmati hasil-hasil pembangunan sesuai dengannilai amal bakti pengabdiannya.

g. Azas Kerakyatan yaitu perencanaan dan pengambangankepariwisataan harus mengambil kebijakan untukseluas mungkin membuka peluang agar lapisanrakyatbanyak mengambil peran serta dan mendorongbangkitnya usaha rakyat banyak yang masuk di sektorpariwisata.

Bagian KeduaTujuan RIPPDA

Pasal 3Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah bertujuan :a. Tujuang Khusus adalah memberikan arahan agar upaya

pengembangan kepariwisataan dapat menjadi sektorandalah bagi Daerah Riau, sehingga seluruh lapisanmasyarakat memperoleh manfaat baik ekonomi maupunsosial budaya.

b. Tujuan Umum adalah memberikan arahan bagipengembangan ekonomi dan social budaya Daerah Riau,dalam menjawab tantangan zaman sehingga dapatmengantarkan Provinsi Riau menjadi pusat pertumbuhanekonomi dan kebudayaan melayu sesuai dengan VisiRiau 2020.

Bagian KetigaSasaran RIPPDA

Pasal 4Sasaran RIPPDA adalah terwujudnya pengembangan kegiatankepariwisataan di daerah secara terarah, terpadu danterkendai dengan memanfaatkan potensi daerah, baik sumberdaya manusia maupun sumber daya alam, sehingga mampumenjadi Daerah Riau sebagia daerah tujuan wisataterdepan.

Bagian KeempatFungsi RIPPDA

Pasal 5RIPPDA berfungsi sebagai pedoman dan pegangan bagipembangunan pengambangan dan penyelenggaraan pariwisatadi daerah, baik yang dilakukan oleh Pemerintah/PemerintahProvinsi/Pemerintah Kabupaten/Kota maunpun pihak swasta..

Bagian KelimaKedudukan RIPPDA

Pasal 6Kedudukan RIPPDA adalah :a. Sebagai dasar hukum dan dasar pertimbangan didalam

menyusun Program Pembangunan Daerah (Propeda) SektorPariwisata

b. Sebagai dasar penyusunan Rencana Detail PembangunanPariwisata Daerah Kabupaten/Kota

BAB IIISTRATEGI PENGEMBANGAN

Bagian PertamaArah Pengembangan

Pasal 7Pengembangan Pariwisata Daerah Riau diarahkan untuk :a. Menjadikan s ektor kepariwisataan sebagai andalan,

disamping sektor lainnya yang telah lebih dahulumenjadi andalah daerah.

b. Pemanfaatan potensi wisata budaya dengan dukunganwisata alam, wisata agro dan wisata minat khusus.

c. Membina kekuatan sendiri dan memperjelas jati diridaerah dalam rangka terciptanya konservasi budayadaerah.

d. Membina pertumbuhan dan peningkatan kualitas hidupmasyarakat, baik dalam aspek materiil maupunspiritual, terutama pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

Bagian KeduaKebijakan

Pasal 8Kebijakan yang ditempuh dalam pengembangan kepariwisataanadalah :a. Diarahkan pada pengembangan sektor kepariwisataan

yang secara ekonomis membawa manfaat dan kemakmurandengan tetap menghindari dampak negatif bagimasyarakat dan lingkungan hidup.

b. Memberikan motivasi bagi perkembangan kehidupan dankreativitas masyarakat mempertebal keyakinan akankebenaran dan keutamaan jati diri dari suatumasyarkat yang bermarwah.

c. Memperhatikan keamanan dan keselamatan umum sesuaidengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

d. Keterpaduan program pengembangan antar Instansi baikpusat maupun Provinsi, Kabupaten/Kota, masyarakatdan swasta.

e. Tersediaanya sarana dan prasarana pariwisata yangdidukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas

Bagian KetigaKegiatan

Pasal 9(1) Kegiatan usaha pariwisata merupakan usaha jasa

pariwisata yang dapat dipasarkan secara ekonomi,baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

(2) Usaha Pariwisata digolongkan kedalam :a. Usaha Jasa Pariwisatab. Pengusahaan Objek dan Daya Tarik Wisatac. Usaha Sarana Pariwisata

Pasal 10Usaha Jasa Pariwisata dapat berupa jenis-jenis usaha :a. Jasa biro perjalanan wisatab. Jasa agen perjalanan wisatac. Jasa pamuwisatad. Jasa konvensi, perjalanan insentif dan pamerane. Jasa impresariatf. Jasa konsultasn pariwisatag. Jasa informasi pariwisata

Pasal 11Pengusaha Objek dan daya tarik wisata dikelompokkan kedalam :a. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alamb. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budayac. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus

Pasal 12Usaha sarana pariwisata dapat berupa jenis-jenis usaha :a. Penyediaan akomodasib. Penyediaan makan dan minimumc. Penyediaan angkutan wisatad. Penyediaan sarana wisata tirta

e. Kawasan pariwisata

Bagian KeempatPendekatan Pengembangan

Pasal 13Pendekatan pengembangan kepariwisataan Daerah Riaumeliputi pendekatan ekonomis, sparsial infrastruktur,Holistik intersktoral dan berkelanjutan.

Pasal 14Dalam rangka pengembangan dan promosi pariwisata ProvinsiRiau, Gubernur dapat membentuk lembaga koordinasi yangtugasnya memfasilitasi dan koordinasi.

BAB IVKERJASAMA ANTAR DAERAH PENYERAHAN KEWENANGAN

Bagian PertamaKerjasama Antar Pemerintah Daerah

Pasal 15(1) Dalam rangka pengembagan kepariwisataan Daeah Riau,

dapat dilakukan kerjasama sesasma PemerintahKabupaten/Kota, antar beberapa PemerintahKabupaten/Kota dengan Pemerintah Provinsi.

(2) Kerjasama pengembangan kepariwisataan sebagaimanayang dimaksud pada ayat (1), diwujudkan dengan tetapberpegang pada ruang lingkup kewenangan yangdipunyaioleh masing-masing Pemerintah.

(3) Insiatif kerjasama dalam mengembangankankepariwisataan dapat dimulai oleh PemerintahProvinsi Riau atau Pemerintah Kabupaten/Kota.

(4) Jangka waktu kerjasama dilaksanakan sekurang-kurangnya untuk masa 5 (lima) tahun dan selanjutnyadapat diperpanjang untuk sautu masa waktu tertentuyang di tentukan dalam perjanjian kerjsama.

(5) Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota untuk melakukankerjasama yang membawa dampak memberikan beban padamasyarakat dan daerah hanya dapat dilaksanakansetelah mendapat persetujuan DPRD.

Bagian KeduaPenyerahan Kewenangan

Pasal 16

(1) Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota yang belum mampudalam menangani bidang kepariwisataan, makaPemerintah Kabupaten/Kota dapat menyerahkankewenangan kepada Pemerintah Provinsi.

(2) Penyerahan kewenangan bidang kepariwisataan dariPemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Provinsiyang harus mebyebutkan bidang kepariwisataan yangdiserahkan secara jelas.

(3) Penyerahan kewenangan bidang kepariwisataansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2), dapatditentukan untuk jangka waktu tertentu yaitusekurang-kurnagnya untuk jangka waktu 10 (sepuluh)Tahun.

(4) Keputusan Bupati/Walikota untuk menyerahkankewenangan bidang kepariwisataan kepada Gubernur,harus dengan persetujuan DPRD..(5) Bupati/Walikotamenyammpaikan keputusan tentang penyerahankewenangan bidang kepariwisataan kepada Gubernur danPresiden Ri dengan tembusan Dewan PertimbanganOtonomi Daerah.

(6) Pemerintah Provinsi hanya dapat menerima penyerahankewenangan bidang kepariwisataan dari PemerintahKabupaten/Kota, bilamana Presiden Ri telahmenyetujui penyerahan itu atau dalam jangka waktu 1(satu) bulan Presiden tidak memberi tanggapan, makapenyerahan kewenangan tersebut dianggap disetujui.

Pasal 17Dalam hal Pemerintah Provinsi tidak mempunyai kemampuanuntuk melaksanakan kewenangan bidang kepariwisataan yangdiserahkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, makapemerintah Provinsi harus segera menyatakan tentang halitu dan menyerahkan kepada pemerintah, dengan mekanismeyang sama sebagaimana tercantum dalam pasal 16.

Pasal 18Dalam hal Pemerintah Kabupaten/Kota telah mampu untukmelaksanakan kewenangan di bidang kepariwisataan, makahal itu harus dinyatakan secara tegas melalui KeputusanBupati/Walikota dengan persetujuan DPRD kepada Gubernurdan Presiden dengan tembusan Dewan Pertimbangan OtonomiDaerah.

Pasal 19Pemerintah/Pemerintah Provinsi setalah menerima KeputusanBupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam pasal 18mempunyai kewajiban untuk menyerahkan kembali kewenanganbidang kepariwisataan kepada PemerintahKabupaten/Walikota tanpa persetujuan Presiden RI.

Pasal 20Masa Peralihan penyerahan kembali kewenangan bidangkepariwisataan kepada Pemerintah Kabupaten/Kotasebagaimana diatur dalam pasal 19 paling lama 2 (dua)tahun.

Pasal 21Pelaksanaan dari penyerahan kembali kewenangan bidangkepariwisataan ini, tetap berpedoman pada pasal 16 ayat(3) yang mengatur masalah jangka waktu penyerahankewenangan, kecuali bilamana Pemerintah Provinsiberpendapat lain.

BAB VKAWASAN WISATABagian Pertama

Pengembangan Wilayah PariwisataPasal 22

(1) Daerah Riau dibagi menjadi 3 (tiga) UnitPengembangan Wilayah Pariwisata (UPWP) meliputi :.a. UPWP Ab. UPWP Bc. UPWP C

(2) Tiap Unit Pengembangan Wilayah Pariwisata (UPWP)tidak terikat oleh wilayah administrasi yaitu :a. UPWP A meliputi daerah-daerah Kabupaten/Kota :

Pekanbaru, Kampar, Rokan Hulu, Pelalawan.b. UPWP B meliputi daerah-daerah Kabupaten/Kota :

Bengkalis, Siak, Dumai, dan Rokan Hilir.c. UPWP C meliputi daerah-daerah Kabupaten/Kota :

Kuantan Singinggi, Indragiri Hulu dan IndragiriHilir.

(3) Perwilayahan ini digambarkan dalam peta-petaterlampir.

Pasal 23Tiap Unit Pengembangan Wilayah Pariwisata memilikbeberapa objek dan daya tarik wisata, yang terikat olehjaringan transportasi, hubungan sejarah maupun ragam dayatarik.

Bagian KeduaUnit Kawasan Wisata

Pasal 24(1) Tiap Unit Kawasan Wisata (UKW) perlu disusun Rencana

Pengembangan Kawasan Wisata (RPKW) dan RencanaDetail Pengembangan Kawasan Wisata (RDPKW).

(2) Tiap Objek dan Daya Tarik Wisata perlu disusunRencana Pembangunan Objek dan Daya Tarik Wisata(RPOW).

(3) Rencana Pengembangan Kawasan Wisata (RPKW) danRencana Pengembangan. Objek dan Daya Tarik Wisata(RPOW) sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan (2)ditetapkan dengan keputusan Gubernur.

Bagian KetigaPotensi Objek dan daya Tarik Wisata

Pasal 25(1) Potensi objek dan daya tarik wisata budaya terdiri

dari peningggalan budaya, adat istiadat daerah,musik tradisional hasil karya seni suara, senilukis, pahat yang dapat memberikan daya tarikwisatawan.

(2) Potensi objek dan daya tarik wisata alam terdiridari segala keindahan alam meliputi gunung, hutan,pantai, gua, dan panorama yang lain.

(3) Potensi Objek dan daya tarik wisata minat khususterdiri dari segala sesuatu yang dapat menarikwisatawan berkunjung ke suatu tempat.

Bagian KeempatPengembangan dan Pemanfaatan Objek

Pasal 26Pengembangan objek dan daya tarik wisata dilakukanberdasarkan unit-unit kawasan wisata.

Pasal 27Tiap Unit Pengembangan Wilayah Pariwisata (UPWP),sebagaimana dimaksud Pasal 22, diarahkan pengembangannyasebagai berikut :a. Unit Pengembangan Wilayah Pariwisata A

pengembangannya diarahkan untuk:1. Pekanbaru diarahkan untuk, Pengembangan wisata

budaya, sejarah, alam buatan dan rekreasi kota.2. Kampar diarahkan untuk pengembangan wisata

budaya, sejarah dan alam buatan.3. Rokan Hula diarahkan untuk pengembangan wisata

budaya, sejarah dan alam.4. Kabupaten Pelalawan, diarahkan untuk

pengembangan wisata budaya. sejarah, perairan,alam dan bahari.

b. Unit Pengembangan Wilayah Pariwisata B,pengembangannya diarahkan pada:1. Bengkalis diarahkan untuk pengembangan wisata

rekreasi kota, alam, buatan, bahari dan budaya.2. Siak diarahkan untuk Pengembangan wisata

sejarah, budaya, alam dan perairan.3. Dumai diarahkan untuk Pengembangan wisata

budaya, alam, rekreasi kota, bahari dan alambuatan.

4. Rokan Hilir diarahkan untuk pengembangan wisatabudaya, alam dan bahari.

c. Unit Pengembangan Wilayah Pariwisata C,pengembangannya diarahkan pada:1. Kuantan Singingi diarahkan untuk Pengembangan

Wisata sejarah, Budaya, alam.2. Indragiri Hulu diarahkan untuk Pengembangan

wisata cagar alam, budaya, alam, sejarah,petualangan.

3. Indragiri Hilir diarahkan untuk Pengembanganwisata budaya, alam, sejarah dan bahari.

Pasal 28Potensi Objek dan daya tarik wisata dimanfaatkansebaiknya-baiknya untuk pembangunan daerah sesuai dengankarakteristik Objek wisata.

BAB VI

STRUKTUR PELAYANAN WISATABagian Pertama

Fasilitas Pelayanan Umum PariwisataPasal 29

Fasilitas pelayanan umum pariwisata meliputi Hotel,Mandala Wisata, Penginapan, Pondok Wisata, Restoran,Rumah makan, gerai cenderamata, Tempat penukaran uangserta tempat Rekreasi dan hiburan.

Pasal 30(1) Pihak Swasta diberikan kesempatan untuk

menyelenggarakan fasilitas pelayanan umumpariwisata.

(2) Persyaratan penyelenggaraan fasilitas pelayanan umumpariwisata diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian KeduaFasilitas Angkutan dan Perjalanan Wisata

Pasal 31Fasilitas angkutan pariwisata berupa kendaraan wisataantara lain pesawat udara, bus, taksi, kapal laut, ferry,speedboat, dan angkutan tradisional yang mendukungpariwisata di daerah.

Pasal 32Pengaturan perjalanan dan paket wisata dilaksanakan olehusaha perjalanan wisata.

Pasal 33(1) Pihak swasta diberikan kesempatan untuk

menyelenggarakan usaha perjalanan wisata.(2) Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan dalam

bidang kepariwisataan, termasuk di dalamnyapengaturan di bidang perizinan usaha perjalananwisata yang bersifat lintas kabupaten dan kota

(3) Persyaratan penyelenggaraan usaha perjalanan wisatadiatur sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku.

Bagian KetigaFasilitas Informasi Pariwisata

Pasal 34Pusat Informasi Pariwisata (PIP) merupakan pusatpelayanan informasi di bidangkepariwisataan.

Pasal 35(1) Pihak swasta diberikan kesempatan untukmenyelenggaraka PIP.(2) Persyaratan penyelenggaraan PIP ditentukan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.(3) Di setiap Kabupaten/ Kota sekurang-kurangya harus

diadakan satu buah PIP.

Bagian KeempatJasa Pramuwisata dan pengatur Pariwisata

Pasal 36(1) Pramuwisata dan pengatur panwisata memberikan

pelayanan kepariwisataan menurut profesinya.(2) Persyaratan sebagai Pramuwisata dan pengatur

Pariwisata ditentukan sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku.

Bagian KelimaFasilitas Umum

Pasal 37Untuk meninakatkan kualitas daya tarik dan sistempelayanan wisata, di setiap Objek wisata dilengkapiberbagai fasilitas yang memadai antara lain Mushollah,jalan, listrik, telepon, air bersih, pos keamanan danlain-lain.

BAB VIISISTEM TRANSPORTASI

Bagian PertamaSistem Transportasi Wisata

Pasal 38Sistem transportasi wisata meliputi transportasi internaldan eksternal:a. Transportasi internal merupakan sistem transportasi

di daerah yang mengatur distribusi wisatawan/paketwisata dari penginapan sampai ke objek wisata dansebaliknya.

b. Transportasi eksternal merupakan sistem transportasiyang mengatur arus wisatawan dari tempat asal baikdari luar provinsi maupun dari luar negeri.

Bagian KeduaPengembangan Transportasi

Pasal 39(1) Pengembangan transportasi internal merupakari

peningkatan jalur dan kualitas keamanan,kenyamaan dan keselamatan angkutan umum maupun angkutantradisional dan penetapanjalur pengangkutan orang untuk keperluan pariwisataditetapkan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing.(2) Pengembangan transportasi eksternal dengan

peningkatan kualitas dan kuantitas sarana,prasarana dan jalur transportasi udara, transportasibahan, transportasi sungai dan darat..

Bagian KetigaJalur Transportasi

Pasal 40Arah dan jalur transportasi wisata, merupakan kewenangandari Pemerintah Provinsi dan ditetapkan dengan KeputusanGubernur.

Pasal 41Untuk meningkatkan kelancaran transportasi wisata perludilengkapi dengan rambu-rambu dan papan petunjuk wisata.

Bagian KeempatPengelolaan Kepariwisataan

Pasal 42Pembangunan kepariwisataan di daerah dilaksanakan olehPemerintah, Pemerintah Provinsi/Pemerintah Kabupaten/Kota, swasta dan masyarakat.

Pasal 43(1) Pemerintah, Pemerintah Provinsi/ Pemerintah

Kabupaten/Kota berperan dalam pembinaan, pengawasandari pengamanan dalam kegiatan kepariwisataan.

(2) Pihak swasta berperan membuka dan menyelenggarakanusaha Objek dan daya tarik wisata serta fasilitaspelayanan wisata.

(3) Masyarakat berperan serta di dalam menciptakan sadarwisata yang berlandaskan Sapta Pesona.

BAB VIIIPENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN LINGKUNGAN HIDUP

Bagian PertamaPengembangan Sumber Daya Manusia

Pasal 44Pengembangan kepariwisataan diikuti dengan peningkatankualitas sumber daya manusia dan kondisi lingkunganhidup.

Pasal 45(1) Tenaga kerja yang bergerak di bidang kepariwisataan

dituntut memiliki profesionalisme.(2) Syarat-syarat tentang standar profesionalisme di

bidang kepariwisataan diatur dan ditentukan olehPemerintah Provinsi dan ditetapkan dengan keputusanGubernur.

Bagian. KeduaPengembangan Lingkungan Hidup

Pasal 46Usaha sarana wisata diwajibkan memelihara lingkunganhidup dan atau analisis dampak lingkungan.

Pasal 47Setiap bangunan sarana dan prasarana wisata diwajibkanuntuk dilengkapi dengan lahan pertamanan dan lahanpenghijauan.

BAB IXPELAKSANAAN, PENGENDALIAN DAN PENERTIBAN

Bagian PertamaPelaksanaan

Pasal 48(1) Pelaksanaan RIPPDA merupakan perwujudan program

pembangunan pariwisata baik berupa program

Pemerintah, Pemerintah Provinsi/ PemerintahKabupaten/ Kota, swasta, maupun masyarakat.

(2) RIPPDA ditinjau kembali setiap lima tahun denganmaksud untuk mengevaluasi dan penyempurnaanpelaksanaan RIPPDA.

Bagian KeduaPengendalian dan Penertiban

Pasal 49(1) Pengendalian pelaksanaan RIPPDA diselenggarakan

dalam bentuk izin, pemantauan, evaluasi danpelaporan.

(2) Pengendalian sebagaimana dimaksud ayat (1)dilaksanakan oleh Gubernur/ Bupati/Walikota sesuaikewenangan masing-masing dan dalam hal inidilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan Kesenian danPariwisata Provinsi/ Kabupaten/ Kota.

Pasal 50(1) Penertiban pelaksanaan RIPPDA diselenggarakan dalam

bentuk pengenaan sanksi, baik sanksi administrasi,pidana maupun sanksi lainnya menurut peraturanperundang-undangan yang berlaku.

(2) Penertiban sebagaimana dimaksud Ayat (1)dilaksanakan oleh instansi yang berwenang baik dalamtingkatan daerah provinsi maupun daerahKabupaten/Kota.

BAB XKETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 51Apabila terjadi pemekaran wilayah Provinsi Riau,Peraturan Daerah ini tetap berlaku dan Unit PengembanganWilayah Pariwisata (UPWP) disesuaikan dengan pemekaranwilayah tersebut.

BAB XIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 52Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka PeraturanDaerah Provinsi Daerah Tingkat I Riau Nomor 8 Tahun 1996tentang RIPPDA Provinsi Daerah Tingkat I Riau dan

ketentuan lainnya yang bertentangan dinyatakan tidakberlaku lagi

Pasal 53Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjangmengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut denganKeputusan Gubernur.

Pasal 54Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannyadalam Lembaran Daerah Propinsi Riau.

Ditetapkan di PekanbaruPada Tanggal 6

September 2004 GUBERNUR RIAU

H. M. RUSLIZAINALDiundangkan di PekanbaruPada Tanggal 7 September 2004SEKRETARIS DAERAH PROVINSI RIAU

H. R. MAMBANG MIT Pembina Utama Madya NIP. 070004045

LEMBARAN DAERAH PROVINSI RIAU TAHUN 2004 NOMOR 18 SERI E.

PENJELASANATAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI RiauNOMOR 4 TAHUN 2004

TENTANGRENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH RIAU

I. PENJELASAN UMUM1. Pembangunan kepariwisataan di Provinsi Riau

merupakan bagian integral dengan pembangunan daerah

serta merupakan bagian yang tak terpisahkan denganpembangunan kepariwisataan Nasional. Sumber-sumberpotensi kepariwisataan baik berupa Objek dan dayatarik wisata, kekayaan budaya, alam dan lainnya,sumber daya manusia, serta usaha jasa pariwisatamerupakan modal dasar bagi pembangunaankepariwisataan daerah. Modal tersebut perludimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkanpendapatan daerah, meningkatkan kesejahteraan dankemakmuran rakyat, memperluas kesempatan usaha danlapangan kerja, mendorong pembangunan daerah sertamemupuk rasa cinta budaya, bangsa dan tanah air.

2. Guna mewujudkan hasil pembangunan yang optimal,diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansipemerintah, pihak swasta dan masyarakat secaraterpadu. Didalam pembangunan kepariwisataan didaerah perlu tetap melestarikan nilai-nilai budayadan mendorong upaya peningkatan kualitas lingkunganhidup, memperkukuh jati diri, serta tetapmemperhatikan derajat kemanusiaan dan kesusilaan.Peran serta masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya memmiliki peranan penting dalam terciptanyapeningkatan jumlah dan lama tinggal wisatawan didaerah. Untuk pembangunan kepariwisataan di Provinsi Riauperlu disusun pedoman dalam bentuk pengaturan,pembinaan dan pengawasan yakni Rencana IndukPengembangan Pariwisata Daerah yang disingkat RIPPDAProvinsi Riau.

3. Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 TentanqPemerintahan Daerah, menggantikan Undang-UndangNomor 5 Tahun 1974, sebagai jawaban atas tuntutanreformasi di segala bidang, khususnya di bidanghukum ketatanegaraan, dan lebih khusus lagi dibidang hukum Pemerintahan daerah, telah membukalembaran baru dalam menata kembali pola hubunganantara Pemerintahan Nasional (pusat) dengan daerah-daerah (daerah otonom).Dalam paradigma baru yang dianut oleh Undang-UndangNomor 22 Tahun 1999, telah menempatkan daerahkabupaten/ kota sebagai daerah yang mempunyai

kewenangan di semua bidang pemerintahan kecuali yangmenjadi kewenangan pemerintahan pusat.Daerah Provinsi menempati posisi yang khas,mempunyai kewenangan yang mencakup kewenangan dalambidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupatendan kota, kewenangan yang tidak atau belum dapatdilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sertakewenangan dalam bidang pemerintahan tertentulainnya.Walaupun demikian, dalam rumusan undang-undang itudinyatakan bahwa daerah provinsi bukanlah merupakanaatasan dari daerah kabupaten dan kota, antarakeduanya.tidaklah berada dalam posisi yang hirarkis.Hal ini hanya menyatakan bahwa letak otonomimenurut undang-undang ini terletak di daerahKabupaten/ Kota.Bidang kepariwisataan, merupakan bidang pemerintahanyang mempunyai sifat lintas Daerah Kabupaten/ Kota.Dalam membangun Provinsi Riau, khususnya dalammewujudkan Visi Riau 2020, menjadikan Riau sebagaipusat pertumbuhan ekonomi dan kebudayaan Melayu,memerlukan keterpaduan di semua sektor pembangunan,tidak terkecuali di sector kepariwisataan.Sektor kepariwisataan membutuhkan kerjasama diantarasemua pelaku pembangunan, baik aparatur pemerintah,masyarakat, swasta, baik pernerintah pusat,pemerintah daerah Provinsi maupun pemerintah daerahKabupaten/ Kota.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan peluangdiadakannya kerjasama antar daerah provinsi dengandaerah kabupaten/ kota, antara sesama daerahkabupaten/kota, serta juga membuka peluang untukmenyerahkan suatu bidang pemerintahan yang tidakatau belum mampu dilaksanakan oleh Kabupaten/Kotauntuk diserahkan kepada daerah provinsi untuksementara waktu.Termasuk didalam pengertian bidang pemerintahan ituadalah bidang kepariwisataan.Masalah kerjasama antar daerah ini, perlu dirumuskan

dalam RIPPDA, karenakarakteristik yang dipunyai bidang kepariwitataanyang lintas kabupaten/kota dengan tetap menjaga

sedemikian rupa kewenangan yang memang dipunyai olehmasing-masing Kabupaten/Kota.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASALPasai 1 s/d 7 : Cukup JelasPasal 8 huruf a : Dampak negatif yang dimaksud adalah

hal-hal yang merusak nilai-nilai luhuryang ada dan tumbuh berkembang dalammasyarakat serta mengganggu kualitaslingkungan hidup antara lain sepertiprostitusi, perjudian, penebangan kayuliar, pembuangan limbah yang mengakibatkanpencemaran lingkungan dan lain-lain.

Pasai 8 huruf b s/d d : Cukup jelasPasal 8 huruf c : Sumber Daya manusia yang berkualitas

adalah yang mempunyai Kualitas sehinggasanggup menjawab permasalahan/ tantanganmasa kini. Kualitas disini juga mencakuppengertian professional, keahlian,terdidik, berkarakter dan berbudaya.

Pasal 9 Ayat 1 : Cukup jelasAyat 2 : Penggolongan usaha pariwisata ini

berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun1990 tentang Kepariwisataan.

Pasal 10 : Yang dimaksud dengan usaha jasa pariwisataserta jenis-jenisnya adalah sebagaimanadiatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun1990 tentang Kepariwisataan

Pasal 11 : Yang dimaksud dengan pengusahaan Objek danDaya tarik wisata serta kelompoknya adalahsebagaimana diatur dalam Undang-UndangNomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.

Pasal 12 : Yang dimaksud dengan usaha saranaPariwisata serta jenis-jenisnya adalahsebagaimana diatur dalam Undang-undangNornor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan

Pasal 13 : Sparsial Infrastruktural adalah sifatkegiatan ke pariwisataan yang menyangkutprasarana dan kewilayahan. Holistik.Intersektoral adalah sifat kegiatankepariwisataan yang menyeluruh danmerupakan kegiatan yang berkaitan antarsektor.

Pasal 14 : Untuk membantu Pemerintah Provinsi Riaudalam pengembangan dan promosi pariwisatamaka Gubernur dapat membentuk LembagaKoordinasi seperti Riau Tourism Board danlain-lain yang tugasnya memfasilitasi dankoordinasi antara sesama pelaku usahabidang pariwisata dan memfasilitasi antaraPemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota denganpelaku usaha bidang pariwisata.

Pasal 15 : Cukup jelasPasal 16 s/d 17 : Penyerahan Kewenangan sesuai denganPeraturan Pemerintah

Nomor 25 Tahun 2000 tentang KewenanganPemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagaiDaerah Otonom.

Pasal 18 : Cukup JelasPasal 19 : Penyerahan Kembali kewenangan sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun2000 tertang Kewenangan Pemerintah danKewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.

Pasal 20 s/d 27 : Cukup jelasPasai 28 : Karakteristik Objek adalah situasi dan

kondisi Objek wisata. Tiap Objek dan dayatarik memiliki karakteristik yang tertentudan berbeda-beda satu sama lainnya.

Pasal 29 : Yang dimaksud dengan Mandala Wisata adalahrurnah tinggal (Home Stay).

Pasal 30 : Cukup jelasPasal 31 : Yang dimaksud angkutan tradisional berupa

becak, andong, perahu dan alat angkutansungai lain.

Pasal 32 s/d 54 : Cukup jelas