PERAN INTERNATIONAL WOMEN’S COMMISSION MELALUI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN...

29
1 PERAN INTERNATIONAL WOMEN’S COMMISSION MELALUI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERDAMAIAN ISRAEL - PALESTINA PERIODE 2005-2010 Oleh: Puput Purbaningrum NIM. 0811243044 Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana peran yang di lakukan oleh International Woman's Commision melalui pemberdayaan perempuan dalam mengupayakan perdamaian di konflik Israel-Palestina pada periode 2005-2010. Dimana konflik Israel-Palestina telah banyak menimbulkan korban khususnya anak- anak dan perempuan. Peran perempuan dalam upaya perwujudan perdamaian konflik akan menjadi fokus kajian mengingat bahwa perempuan dianggap lemah dan tidak mampu tanpa diberikan tempat untuk memberdayakan dan mengembangkan kemampuannya. IWC melihat kecilnya peran perempuan dalam setiap upaya perdamaian. Periode 2005-2010 merupakan periode dimana IWC banyak melakukan upaya-upaya untuk memperjuangkan visi dan misinya terkait dengan memasukan perempuan dalam setiap aspek upaya perdamaian Israel Palestina. Disini IWC berusaha mengubah situasi dimana perempuan lebih aktif di keikutsertaan mereka dalam berbagai hal yang terkait dengan perdamaian Israel-Palestina. Penulis menganggap memang aksi yang dilakukan IWC kurang berpengaruh langsung bagi kedua negara, tetapi setidaknya aksi tersebut mampu mempengaruhi sejumlah pihak yang terlibat. IWC juga mampu menarik tanggapan positif dari pemerintah Palestina dan Israel. Melalui konsep Institution and Procedure for Resolving International Conflict dengan menjadikan IWC sebagai lembaga yang menjadi pihak ketiga antara Israel – Palestina dalam melakukan pengupayaan perdamaian melalui negosiasi dan mediasi, akan di jelaskan bagaimana jalannya politik dari IWC di periode 2005 – 2010.

Transcript of PERAN INTERNATIONAL WOMEN’S COMMISSION MELALUI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN...

1

PERAN INTERNATIONAL WOMEN’S COMMISSION MELALUI

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN

PERDAMAIAN ISRAEL - PALESTINA PERIODE 2005-2010

Oleh:

Puput Purbaningrum

NIM. 0811243044

Abstraksi

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana peran yang di lakukan oleh International Woman's Commision melalui pemberdayaan perempuan dalam mengupayakan perdamaian di konflik Israel-Palestina pada periode 2005-2010. Dimana konflik Israel-Palestina telah banyak menimbulkan korban khususnya anak-anak dan perempuan. Peran perempuan dalam upaya perwujudan perdamaian konflik akan menjadi fokus kajian mengingat bahwa perempuan dianggap lemah dan tidak mampu tanpa diberikan tempat untuk memberdayakan dan mengembangkan kemampuannya. IWC melihat kecilnya peran perempuan dalam setiap upaya perdamaian. Periode 2005-2010 merupakan periode dimana IWC banyak melakukan upaya-upaya untuk memperjuangkan visi dan misinya terkait dengan memasukan perempuan dalam setiap aspek upaya perdamaian Israel Palestina. Disini IWC berusaha mengubah situasi dimana perempuan lebih aktif di keikutsertaan mereka dalam berbagai hal yang terkait dengan perdamaian Israel-Palestina. Penulis menganggap memang aksi yang dilakukan IWC kurang berpengaruh langsung bagi kedua negara, tetapi setidaknya aksi tersebut mampu mempengaruhi sejumlah pihak yang terlibat. IWC juga mampu menarik tanggapan positif dari pemerintah Palestina dan Israel. Melalui konsep Institution and Procedure for Resolving International Conflict dengan menjadikan IWC sebagai lembaga yang menjadi pihak ketiga antara Israel – Palestina dalam melakukan pengupayaan perdamaian melalui negosiasi dan mediasi, akan di jelaskan bagaimana jalannya politik dari IWC di periode 2005 – 2010.

2

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Blakang

Isu peran perempuan dalam upaya perwujudan perdamaian konflik kemudian

menjadi fokus kajian mengingat bahwa perempuan selama ini selalu dianggap pihak

lemah yang harus dilindungi keberadaannya tanpa diberikan tempat untuk

memberdayakan dan mengembangkan kemampuan dirinya sendiri. Peran perempuan

hanya selalu menjadi pandangan kedua, perempuan dianggap tidak mampu

melindungi diri sendiri dan hanya menjadi korban perang yang digambarkan tidak

berdaya berperan sebagai yang harus dilindungi, kenyataannya perempuan

mengalami tekanan perang lebih dari yang dialami oleh laki-laki yang berperang.

Karena perempuan selalu dijadikan sebagai objek dan alat untuk mengalahkan lawan.

Salah satu konflik yang dapat menjelaskan bagaimana ketertindasan perempuan di

dalam nya adalah konflik Israel-Palestina.

Konflik perang berkepanjangan yang dialami kedua negara telah banyak

menimbulkan korban-korban jiwa termasuk perempuan. Konflik ini sudah menjadi

perhatian dunia, dimana konflik terlama yang terjadi setelah Perang Salib pada abad

dua belas. Bahkan Condoleeza Rice mantan Menlu AS pada Konferensi Timur

Tengah November 2008 lalu, menganggapnya sebagai “ pekerjaan yang cukup sulit

namun bukan berarti tidak dapat ditempuh dengan kerja keras dan pengorbanan”.

Semakin berkembangnya waktu konflik kedua Negara ini semakin menemui jalan

3

buntu ketika pada akhir tahun 2008 Israel menyerang Palestina. Secara mengejutkan

dunia Israel membombardir Jalur Gaza dan Tepi Barat di Palestina yang dianggapnya

sebagai reaksi atas serbuan roket Hamas ke wilayah Israel. Pada hari ke dua puluh

sejak dimulainya serangan pada 27 Desember 2008, korban jiwa dari Palestina

mencapai 1.025 jiwa. Lebih dari 300 korban tewas adalah rakyat sipil termasuk anak-

anak dan sekitar 90 orang adalah perempuan (Kawilarang, 2009). Dua pertiga dari

total keseluruhan korban tewas tersebut adalah warga sipil Palestina dengan jumlah

korban luka mendekati 5.000 orang. Menurut berita dari TV Al Jazeera pada saat itu

lebih dari 80.ribu warga Palestina meninggalkan rumah mereka ke daerah disekitar

Palestina yang di anggap aman dengan suasana para pengungsi yang trauma dan

putus asa.

Sebagai langkah mewujudkan peran perempuan dalam upaya menciptakan

perdamaian, hampir satu dekade yang lalu telah hadir Resolusi Dewan Keamanan

PBB (The United Nations Security Council Resolution (UNSCR)) 1325 yang

menekankan pentingnya perlindungan perempuan baik saat konflik maupun paska

konflik, maka penting bagi kita selain melaksanakan upaya perlindungan terhadap

perempuan juga harus mendukung upaya-upaya terkait promosi dan partisipasi dalam

upaya perdamaian. Terbukanya peluang lembaga non-negara yang berbasis gender

untuk menangani konflik sesuai dengan Resolusi PBB 1325 merupakan salah satu hal

positif dalam perkembangan penanganan konflik dan perwujudan perdamaian.

Sebagai lembaga institusi internasional yang memiliki fokus terhadap upaya

perdamaian Israel-Palestina, IWC (International Women’s Commission) menekankan

4

upaya-upaya yang membangun dan mendukung program secara politik antara

Palestina dan Israel berdasaran kejujuran, keadilan dan kesetaraan.

Dalam proses perdamaian ini kedua belah pihak telah melaksanakannya

dengan menyertakan perspektif gender, suara dan pengalaman perempuan, Benjamin

Netanyahu telah mengumumkan akan meningkatkan peran perempuan dalam

decisionmaking Israel serta HAMAS yang telah meningkatkan kader perempuannya

guna mendukung partisipasi perempuan dalam upaya perdamaian. IWC (International

Women’s Commision) yang lahir pada 25 July 2005 di Istanbul dalam Charter of

Principles-nya yang bertujuan untuk menekankan peran penting dari perempuan

untuk mengakhiri pendudukan Israel di Palestina secara damai berdasarkan

kedaulatan masing-masing negara yang ditanda tangani pada 4 Juni 1967

(Morgantini, 2007). Dalam keanggotaannya IWC terdiri dari aktivis-aktivis feminis

Palestina, Israel dan international yang peduli terhadap konflik Israel-Palestina dan

berkeinginan untuk menciptakan perdamaian berlandaskan rasa saling menghormati.

Garis besar pergerakan IWC yang berlandaskan Resolusi 1325, menekankan

bahwa harus ada representasi yang dapat mewakili kepentingan perempuan dan cita-

cita perempuan dalam pembuatan kebijakan pemerintah tersebut. Hal ini merupakan

salah satu alternative pilihan dalam perundingan perdamaian melalui dialog sebagai

salah satu upaya mewujudkan perdamaian. Seperti yang tercakup dalam beberapa

tujuan yang ingin diraih IWC (Morgantini, 2007). Beberapa tujuan yang ingin di raih

IWC antara lain, memastikan partisipasi aktif dari berbagai elemen kewanitaan baik

itu dari masyarakat dalam pembuatan kebijakan atas Israel-Palestina termasuk

5

negosiasi, dan menjamin keseimbangan gender dalam resolusi konflik sesuai dengan

perspektif dan pengalaman perempuan. Sebagai lembaga institusi internasional yang

bergerak dibidang sosial, IWC terus membuat upaya-upaya sesuai capaian yang ingin

diraihnya yaitu, mengadvokasi dasar-dasar antar kebijakan dan keputusan kebijakan

dalam level nasional dan internasional, mencari partisipasi aktif dari perempuan

dalam segala level baik formal mauapun non formal yang terkait dengan proses ini,

serta menggabungkan rekomendasi mereka dengan pengalaman dan keahlian

international women, spesialis, aktivis perdamaian seluruh dunia dalam resolusi

konflik (Morgantini, 2007).

Perempuan dan konflik tidak akan pernah dapat dipisahkan, mereka menjadi

satu kesatuan karena akan selalu ada keterlibatan perempuan di dalam nya. Entah

keterlibatan dalam segi ikut serta memperjuangkan perlawanan, atau keterlibatan

sebagai korban dalam tidak kejahatan perang. Kerugian yang di alami oleh

perempuan baik berupa material dan psikologis perempuan akibat kehilangan suami,

anak, ataupun karena kekerasan perang membuat posisi perempuan harus mendapat

porsi yang sama dengan laki-laki dalam mencapai keputusan yang dapat mewakili

kepentingan perempuan sebagai pemegang Hak Asasi Manusia. Apabila peran

perempuan dalam perundingan perdamaian tidak diperhatikan maka kita lebih tidak

adil lagi jika tidak membandingkannya pada dua mantan Menteri Luar Negeri

Amerika Serikat yaitu Madelaine Albright yang menganjurkan penggunaan kekuatan

bersenjata dalam ekspansi NATO di Eropa Timur dan Condoleeza Rice yang

mendukung invasi Amerika Serikat pada tahun 2003 yang jelas-jelas mengepung

6

perempuan dalam konflik bersenjata (Goldstein, 2007).

Dalam rentetan agenda IWC upaya perwujudan perdamaian kedua negara

tersebut telah berjalan sejak Juli 2005 yang mana IWC membuat dasar pijakan yang

berlandaskan semangat Resolusi 1325. Pada November di tahun 2005 kedua negara

merespon dengan baik proposal yang diajukan oleh IWC, President Mahmoud Abbas

mendukung implementasi Resolusi 1325 di saat yang bersamaan pula Knesset Israel

mulai membahas agar dapat diratifikasi. Selain daripada itu, IWC dalam upayanya

menekankan kedua pihak untuk terlebih dahulu menekankan transparansi,

akuntabilitas dan menghormati aturan yang telah disepakati dalam proses perdamaian

kedua belah pihak. Peran IWC dalam permasalahan ini sukup penting lembaga ini

menaungi aktivis-aktivis yang mendukung perempuan dalam mewujudkan

perdamaian di Israel-Palestina sesuai dengan Charter of Principle International

Women’s Commission (Morgantini, 2007).

Peran IWC sendiri bertujuan memfasilitasi perempuan untuk dapat terlibat

aktif dalam upaya penciptaan perdamaian merupakan sikap memahami bahwa

sesungguhnya dalam penyelesaian konflik tidak hanya terletak pada pihak-pihak yang

terkait namun juga pihak-pihak yang menjadi korban. Di samping itu juga perhatian

secara khusus terhadap upaya menciptakan perdamaian sudah seharusnya tidak lagi

menjadi monopoli pihak-pihak pemerintah namun bisa dilakukan oleh lembaga-

lembaga swadaya masyarakat yang dalam tulisan ini berfokus pada International

Women’s Commission dan bagaimana perannya sebagai pihak ketiga dalam konflik

Israel – Palestina.

7

II. KERANGKA KONSEPTUAL

II.1 Institutions and procedures for resolving international conflicts

Perlu dipahami bahwa suatu konflik yang pelik akan cukup sulit untuk

penyelesaianya. Didalam konsep ini akan menjelaskan bagaimana sebuah lembaga

atau institusi membantu pengupayaan penyelesaian suatu konflik. Ada tiga prosedur

yang diperlukan suatu lembaga atau institusi untuk mengatur perundingan dan

resolusi sebuah konflik melalui institusi (Holsti, 1992) yaitu Negosiasi bilateral dan

multilateral, Mediasi, serta ajudikasi. Konsep ini dapat membantu dalam

menjelaskan tentang peran International Women Commision dalam upaya perdamaian

nya di Israel Palestina. Melihat peran yang di lakukan IWC dapat di jelaskan melalui

dua prosedur dari ketiga prosedur diatas. Yaitu negosiasi dan Mediasi. Sehingga

untuk lebih jelasnya terbentuklah definisi konsep dan definisi operasional dalam

masing-masing penjelasan kedua prosedur tersebut :

Penjelasan prosedur pertama tentang negosiasi bilateral dan multilateral.

adalah dimana setiap pihak langsung ikut terlibat dalam perundingan. Dijelaskan

bahwa negosiasi ini secara langsung di ikuti oleh setiap pihak yang bersangkutan.

Dimana antara setiap pihak dari daerah konflik bertemu dan bernegosiasi. Biasanya

penawaran dari diplomat masing-masing pihak akan sama sehingga akan kuat satu

sama lain untuk memepertahankan tawaran (Holsti, 1992). Cukup sulit untuk

menemukan titik terangnya dan pada akhirnya akan di butuhkan pihak ketiga dari

8

pihak luar sebagai pemecahan masalah dan dapat membuat keputusan tawaran yang

lebih baik dikarenakan partai ketiga tidak memihak di salah satu pihak pertama dan

kedua.

Sebenarnya hal yang diperlukan dalam negoisasi, meskipun tidak cukup,

kondisi yang baik untuk keberhasilan negosiasi apapun, bagaimanapun juga, hal itu

merupakan sebuah kepentingan bersama dari pihak lawan untuk menghindari suatu

kekerasan. Apa bila tidak ada sebuah persetujuan untuk kepentingan bersama, maka

tidak akan ada kompromi untuk proses tawar menawar (Holsti, 1992). Jika negosiasi

dilakukan ketika seperti kepentingan bersama tidak ada, tujuannya bisa mengacu

untuk menipu lawan, atau dianggap sebagai suatu permainan, atau bisa juga untuk

membuat propaganda. Hal seperti ini tidak boleh diasumsikan, oleh karena itu, bahwa

semua negosiasi memiliki tujuan mencapai beberapa kesepakatan. Seperti pada

Negosiasi terlihat jelas bahwa peran IWC masuk kedalam negosisai multirateral.

Dalam negosiasi multirateral ini IWC masuk menjadi pihak ketiga dalam konflik

Israel Palestina. banyak kegiatan agenda IWC yang menjadi penengah dalam konflik

tersebut.

Kemudian penjelasan kedua mengenai mediasi yaitu, dimana pihak ketiga

dengan tidak ada ketertarikan langsung terhadap area yang berkonflik di bawah

pertentangan pendapat di dalam proses perdamaian. dimana salah satu konsekuensi

konflik internasional berpotensinya “spill-over” dari sebuah kejahatan antara dua atau

lebih dari dua pihak didalam satu wilayah teritorial (Holsti, 1992). Kita bisa

membayangkan bahwa beberapa ribu tahun yang lalu, distribusi populasi manusia

9

masih sangat jarang dimana konflik kekerasan antara dua suku, masyarakat pedesaan,

atau kota memiliki sedikit pengaruh dari daerah sekitarnya. Bukti antropologis dan

sejarah menunjukkan, bagaimanapun juga, bahkan dalam sistem politik primitif,

mediasi yang di lakukan oleh partai ketiga biasanya dilakukan untuk menengahi suatu

konflik dan mengantisipasi masuknya partai lain ke dalam konflik.

Penting dimasukan peran mediasi bagi suatu konflik yang berlarut agar tetap

tenang dan dapat menyelesaikannya dengan damai dan itu merupakan tugas seorang

mediator. Perlu di ketahui bahwa tugas dari seorang mediator itu sangatlah kompleks,

dan inisiatif strategi penawaran mediator mengambil dari berbagai macam cara dari

kasus ke kasus. Dalam konsep ini dijelaskan salah satunya cara mediasi oleh Oran

Young (Direktur Institut Studi Arktik, dan sebagai Ajun Profesor Ilmu Politik di

University of Troms di Norwegia). Beliau mengatur beberapa peran dan fungsi

dimana mediasi bermain dalam membantu memecahkan krisis dan konflik. Ada dua

macam (Holsti, 1992) :

1. Tindakan yang diambil adalah untuk membantu lawan memulai atau

melanjutkan pembicaraan bilateral, serta untuk membantu mengimplementasikan

perjanjian yang sudah tercapai. Di sini, pihak ketiga tidak terlibat dalam perundingan

penting.

A."Good Offices": Hal ini mengacu pada prosedur dimana pihak ketiga bertindak

sebagai penyalur komunikasi antara lawan, lewat pesan antara mereka. di samping

itu, pihak ketiga dapat mengusulkan lokasi untuk sesi diplomatik formal dan

mendesak antagonis untuk memulai diskusi resmi.

10

B. Data Source: Peran ini melibatkan menyediakan lawan dengan informasi yang

relevan dari suatu karakter tidak terdistorsi.

C. Interposition: Tindakan ini, digambarkan dengan pengiriman cepat dari kekuatan

negara-negara bersatu ke timur tengah setelah arab - israel perang pada tahun 1973,

dirancang untuk menempatkan basis militer antara kekuatan pihak-pihak yang sudah

menggunakan kekerasan dan mengawasi penarikan bermusuhan memaksa dari daerah

yang diperebutkan.

D. Supervision : Layanan ini muncul setelah para pihak sebagai konflik telah

merundingkan gencatan senjata awal. Pihak ketiga kemudian menentukan garis

gencatan senjata, kebijakan mereka, menangani pelanggaran sesuai dengan prosedur

yang ditetapkan, dan kadang-kadang mengelola wilayah yang diperebutkan. Sejarah

panjang Organisasi Pengawas Gencatan Senjata Amerika di Timur Tengah adalah

salah satu contohnya.

2. Penawaran oleh pihak ketiga selama negosiasi antara dua atau lebih pihak

yang berselisih. Fungsinya layanan juga mungkin terlibat, tetapi dalam situasi ini,

tugas utama dari pihak ketiga adalah untuk menggabungkan, "unsur-unsur penjaga

aturan dan mediator.

A. Persuasion : Persuasi melibatkan upaya untuk menjaga negosiasi berjalan dan

untuk membujuk lawan untuk membuat kemajuan. untuk contoh, sekretaris jenderal

PBB dan stafnya sering membuat dirinya avaible selama krisis untuk menunjukkan

kepada pihak konsekuensi berbahaya dari tindakan ruam dan untuk menekankan

kepentingan umum dan tumpang tindih lawan.

11

B. Enunciation: Tugas ini melibatkan klarifikasi isu seputar konflik. menurut young,

mediator mengucapkan pemahaman mereka tentang isu-isu yang terlibat dan

menyarankan pronciples dasar, prosedur, atau mekanisme yang mungkin digunakan

dalam bargainin formal. mereka juga dapat bekerja pada kedua belah pihak untuk

mendapatkan pemahaman umum setidaknya beberapa isu kritis.

C. Elaboration and Initiation : Dalam hal ini, mediator terlibat aktif dalam

perundingan dengan membantu untuk merumuskan kepentingan bersama dan

membuat, atas inisiatif mereka sendiri, proposal substantif untuk menyelesaikan

konflik. jika tidak ada single sebelumnya daerah masalah atau fokus, mediator dapat

membuatnya dengan kekuasaan mereka untuk membuat saran dramatis. jika mereka

berhasil memulai proposal sebagai dasar untuk diskusi, mereka kemudian harus terus

fokus negosiasi sekitar proposal ini daripada membiarkan liga Bangsa dan upaya

PBB di pemukiman pasific telah didirikan prosedur untuk perundingan bilateral,

organisasi ini juga telah menguraikan prinsip-prinsip yang mendasari kesepakatan

akhir (misalnya, resolusi Dewan Keamanan tahun 1967 menguraikan prinsip-prinsip

perdamaian antara Israel dan negara Arab) atau proposal perdamaian dimulai pada

pertemuan pribadi yang melibatkan mediator.

D. Participation: mediator di sini benar-benar menjadi salah satu partai utama untuk

tawar-menawar. Tidak hanya menunjukkan bidang minat kebersamaan, memecah

stereotip dan citra berdasarkan informasi palsu, dan memulai rencana atau

mengajukan proposal, tetapi mereka akan membuat upaya untuk mendapatkan pihak

untuk menyetujui proposal mereka. Pada saat ini ada tiga cara dalam tawar menawar

12

dan, dalam beberapa kasus, mediator hampir mendominasi negosiasi. PBB menjadi

mediasi gencatan senjata Palestina tahun 1948, solusi dari masalah Irian barat, dan

cerita panjang dan bingung dari pihak ketiga Kongo yang terlibat yang aktif tdalam

perundingan dan memberikan tekanan yang cukup pada protagonis untuk menerima

proposal PBB.

Dan pada Mediasi, peran IWC lebih mampu di jelaskan pergerakan dalam

pengupayaan perdamaian di Israel – Palestina pada Mediasi persuasion, Mediasi

enunciation, Mediasi Elaboration, Mediasi Participation. Menarik contoh-contoh

beberapa mediasi yang dilakukan oleh ainternasional salah satunya yaitu

Perserikatan Bangsa-Bangsa yang juga turut campur dalam konflik Israel-Palestina

dengan mengikuti berbagai macam prosedur mediasi, salah satunya dengan adanya

UNSCR (United Nation Security Council) yang menjadi sebuah pedoman atau

sebagai surat mandat bagi PBB yang menjadi salah satu bentuk prosedur mediasi

untuk menangani kasus Israel dan Palestina ini. PBB memiliki organisasi bergender

perempuan yaitu, UN Women yang beranggotakan dominan perempuan dan

mempunyai sebuah tujuan yakni, mengupayakan hak-hak perempuan didaerah

konflik internasional. Dari organisasi PBB ini lahirlah UNIFEM yang merupakan sub

dari UN Women, dan IWC sendiri merupakan salah satu organisasi bentukan dari

UNIFEM itu sendiri.

Penjelasan prosedur yang ketiga yaitu ajudikasi, dimana pihak ketiga yang

bebas menentukan tempat tinggal melewati beberapa keputusan. Dalam prosedur

yang ketiga ini mulai mengambil tindakan dimana partai ketiga sudah mengangkat

13

konflik antara partai pertama dan kedua masuk dalam sebuah pengadilan

internasional. Dan lebih mempunyai kekuasaan mengatur jalan nya proses penentuan

penawaran Prosedur paling akhir dalam pencapaian sebuah institusi resolusi konflik

internasional adalah dengan mengadakannya sebuah ajudikasi dan arbitrasi. Dalam

prosedur ketiga ini tidak terlalu terlihat bawa IWC dapat di jelaskan dalam pengertian

dan beberapa penjelasan nya.

Dari penjelasan panjang tentang konsep, bahwa International Women

Commision lebih mengarah ke aspek prosedur negosiasi dan mediasi. Dalam unsur-

unsurnya pun IWC tidak memenuhi ke segala aspek. Seperti pada Negosiasi terlihat

jelas bahwa peran IWC masuk kedalam negosisai multirateral. Dalam negosiasi

multirateral ini IWC masuk menjadi pihak ketiga dalam konflik Israel Palestina.

banyak kegiatan agenda IWC yang menjadi penengah dalam konflik tersebut. Dan

pada Mediasi, peran IWC lebih mampu di jelaskan pergerakan dalam pengupayaan

perdamaian di Israel – Palestina pada Mediasi persuasion, Mediasi enunciation,

Mediasi Elaboration, Mediasi Participation.

14

III. PEMBAHASAN

III.1 International Women’s Commission

"The IWC is an important place of struggle that brings together

Palestinian and Israeli women to end the Israeli occupation and to reach a

peaceful settlement. The IWC uses political analysis and position papers and

at the formal international level to reach the White House and the European

Union. We are focusing on two issues: the right of return and the inclusion of

women in negotiations. Another contribution of the IWC is to create a space

for feminist political analysis and networking with international

organizations" (Tuma, Nazareth 2009).

International Women’s Commission atau Komisi Perempuan Internasional

untuk Perdamaian Israel-Palestina yang Adil dan Berkelanjutan didirikan sebagai

badan organisasi internasional yang sebagian anggotanya terdiri dari Palestina, tokoh

perempuan Israel dan Internasional. IWC berkomitmen untuk dapat memajukan

perdamaian yang adil dan berkelanjutan antara Israel dan Palestina. International

Women Commisiion adalah salah satu lembaga institusi internacional yang bergerak

atas dasar semangat resolusi 1325 yang mengingatkan pentingnya dimasukkannya

perempuan dalam usaha dan upaya perdamaian konflik di dunia. IWC bergerak atas

dasar kemanusiaan dan pemuliaan terhadap hak asasi manusia. Dalam kasus

penelitian ini IWC telah berfokus pada kasus Israel-Palestina dimana IWC berusaha

untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan (UN Women, 2010). IWC

15

menekankan bahwa pendekatan yang harus berbau ketegasan dengan militer adalah

batu sandungan besar dalam proses perdamaian tersebut.

Dipandu oleh Piagam prinsip politik yang diadopsi pada pertemuan

pendiriannya di Istanbul 2005 IWC yang menekankan pemenuhan semua resolusi

PBB yang relevan dengan konflik, termasuk Dewan Keamanan PBB, dan inti dari

kerja IWC menganggap perannya sebagai unit dalam memperkenalkan perspektif hak

perempuan untuk analisis politik arus utama dan tindakan politik, yang sering tidak

ikut menyertakan diri dari upaya negosiasi perdamaian yang sedang berlangsung.

Anggota IWC terlibat pada tingkat politik tertinggi di dalam dan di luar negeri,

tergambar pada suara dan wawasan perempuan yang mengalami dampak dari konflik

dalam kehidupan sehari-hari mereka (UN Women, 2010). Dalam hal ini akan lebih

dijelaskan bagaimana implikasi peran IWC terkait pemberdayaan perempuan untuk

pengupayaan perdamaian di konflik Israel-Palestina. Sebagai lembaga yang memiliki

fokus terhadap upaya perdamaiana Israel-Palestina, IWC menekankan upaya-upaya

yang membangun guna mendukung program secara politik antara Palestina dan Israel

berdasaran kejujuran, keadilan dan kesetaraan. Serta akan dijelaskan pula berbagai

peran dan kegiatan serta upaya-upaya yang dilakukan oleh IWC demi mewujudkan

peran pemberdayaan perempuan dalam terwujudnya perdamaian di Israel-Palestina

dari kurun waktu 2005-2010.

16

Banyak Negara yang sejak dulu terkenal sebagai Negara agresif melakukan

perang untuk mendapatkan keinginannya. Israel dalam kasus ini, menggunakan cara-

cara kekerasan dan banyak ancaman untuk melakukan pendudukan di wilayah

Palestina. Akar masalah ini memang muncul sejak jaman kolonial Inggris yang

membagi wilayahnya tanpa menghormati hak. Dalam pandangan K.J. Holsti sumber

dan penyebab perang pada abad ke 20 bukan lagi tentang permasalahan kebijakan

luar negeri, keamanan, kehormatan namun perang tersebut berkaitan tentang status

negara bagian, pemerintahan dan peran serta status bangsa dan komunitas di dalam

negara (Holsti, 1996).

Sebagai konflik sosial yang berkepanjangan, konflik Israel-Palestina menurut

Azar (1991) memiliki faktor kritis yang merepresentasikan perjuangan

berkepanjangan yang seringkali penuh kekerasan oleh kelompok komunal untuk

keperluan dasar seperti keamanan, pengakuan dan penerimaan, akses yang adil bagi

institusi politk dan partisipasi ekonomi. Masalah tersebut merupakan bias dari

pemahaman tradisional tentang kenegaraan, yang mengaburkan dinamika dalam

konflik ini, kelalaian negara untuk melindungi hak-hak warga negara yang seringkali

membuat konflik ini berjalan terus menerus. Azar kemudian menyimpulkan bahwa

peran negara (sebagaiman juga hubungannya dengan negara lain ) dapat memuaskan

atau mengecewakan kebutuhan dasar komunal, dan karenanya dapat mencegah atau

justru menimbulkan konflik (Azar, 1991).

Selama 60 tahun, laki-laki dari berbagai pihak seperti politisi, jurnalis, dan

17

lain-lain telah menulis cerita tentang perebutan kekuasaan ini secara terus-menerus

sejak konflik ini muncul. Rudal, bom bunuh diri, kamp pengungsi, dan sensor adalah

material-material telah mengambil peran penting dalam pertempuran atas wilayah dan

kesalahan sejarah. Tetapi, suara perempuan di kedua sisi belum terdengar. Namun, di

balik itu, perempuan berfungsi sebagai perekat budaya dan sebagai penyembuh.

Mereka adalah pendidik, dokter, politisi, seniman, dan pemimpin organisasi.

Perempuan dari masing-masing pihak telah ditempa pengalaman diri mereka

sendiri dari keadaan yang mereka alami. Mereka tahu apa yang dibutuhkan di

lapangan, dan bekerja secara kreatif dan dapat menjadi kuat mental atau fisik. Mereka

memahami nilai pengampunan untuk sebuah kemajuan. Mereka juga dididik,

mengartikulasikan, dan bekerja secara profesional . Meskipun dengan adanya semua

ini, pada kenyataan nya masih sedikit perempuan telah meningkatkan kemampuan

diri yang tinggi untuk terlibat dalam proses negosiasi perdamaian.

Pada akhirnya muncul sebuah tokoh perempuan yaitu Hillary

Clintonmengatakan bahwa keterlibatan perempuan dalam perundingan perdamaian

adalah suatu keharusan. Hillary Clinton melengkapi pernyataannya bahwa Resolsui

PBB 1325 menginginkan terbukanya peluang perempuan untuk dapat berpartisipasi

aktif dalam perundingan perdamaian. Becheir, Sekjen UN Women menambahkan

juga bahwa peranan perempuan dalam perdamaian telah banyak mengalami

peningkatan tercatat bahwa sudah banyak pasukan perdamaian di daerah-daerah

konflik yang merupakan perempuan.

Berbekal pengalaman pribadi, Clinton harus mendorong dilibatkannya

18

perempuan dan masyarakat sipil dalam proses perdamaian Timur Tengah dengan:

meminta dimasukkannya agenda negosiasi dari masyarakat sipil dan perempuan;

mengadakan konsultasi publik dengan organisasi-organisasi perempuan dan

masyarakat sipil untuk mendengar perspektif mereka tentang isu-isu pokok;

menciptakan mekanisme konsultasi formal bagi kelompok-kelompok masyarakat

sipil untuk memberi masukan secara tidak langsung pada negosiasi; menunjuk para

penasihat jender atau penghubung masyarakat sipil untuk membantu delegasi resmi;

dan menawarkan pada tim negosiasi tambahan kursi dalam perundingan jika

perempuan hendak diikutkan. Prospek tersebut semakin meningkat ketika Hamas

sebagai kelompok yang sangat berpengaruh dalam perjalanan perundingan

perdamaian di Palestina membuka peluang besar bagi perempuan sebagai kadernya

dan bukan tidak mungkin nanti akan menjadi negosiator perundingan perdamaian

kedua Negara tersebut.

Dalam semangat Resolusi 1325 untuk memajukan peran perempuan dalam

resolusi konflik sangat penting untuk memahami perempuan. Dalam beberapa kasus

perempuan lebih jarang untuk menggunakan kekerasan dan pasukan untuk

memecahkan masalah koflik Terbukanya peluang lembaga non negara yang berbasis

gender untuk menangani konflik sesuai dengan Resolusi PBB 1325 merupakan salah

satu hal positif dalam perkembangan penanganan konflik dan perwujudan

perdamaian. Sebagai NGO yang memiliki fokus terhadap upaya perdamaiana Israel-

Palestina, IWC menekankan upaya-upaya yang membangun guna mendukung

program secara politik antara Palestina dan Israel berdasaran kejujuran, keadilan dan

19

kesetaraan. Menyertakan suara dan pengalaman perempuan dalam proses perdamaian

telah dilaksanakan kedua belah pihak, Benjamin Netanyahu selaku anggota IWC

telah mengumumkan akan meningkatkan peran perempuan dalam decisionmaking

Israel serta HAMAS yang telah meningkatkan kader perempuannya guna mendukung

partisipasi perempuan dalam upaya perdamaian. Berikut berbagai upayaIWC yang di

jelaskan melalui konsep yang sudah di tentukan sehingga mamapu mengetahui

bagaimana perpolitikan IWC sebagai pihak ketiga anatara Israel dan Palestina demi

mewujudkan peran pemberdayaan perempuan dalam terwujudnya perdamaian di

Israel-Palestina dari kurun waktu 2005-2010.

III.2 Negosiasi dan Mediasi International Women’s Commission dalam Upaya

Perdamaian pada Konflik Israel-Palestina Periode 2005-2010

Pada akhirnya Dengan digunakan suatu konsep Institutions and Procedures

for Resolving International Conflicts.Akan mampu menjelaskan bagaimana peran

serta aksi perpolitikan yang di lakukan oleh IWC sebagai pihak ketiga dalam konflik

Israel dan Plaestina melalui pemberdayaan perempuan dalam pengupayaan

perdamaian di Israel-Palestina. Terdapat beberapa peran yang dilakukan IWC terkait

konflik Israel-Palestina melalai negosiasi dan mediasi. Berikut berbagai fungsi dan

perannya. Pertama, IWC bertindak dalam negosiasi multirateral, dimana IWC

menyelenggarakan acara-acara Internasional terkait perdamian di Irak-Palestina dan

20

merekomendasi pembentukan mekanisme konsultasi yang memungkinkan bagi

masyarakat sipil dan perempuan Israel-Palestina terkait perdamaian. Sehingga

terbentuklah komunikasi yang baik bagi kedua belah pihak yang akhirnya dapat

menciptakan peluang perdamaian.

Kedua, IWC bertindak dalam Mediasi. Dalam hal ini ada beberapa bentuk

mediasi yang di lakukan oleh IWC antara lain : Mediasi Persuasion, dalam bentuk

mediasi ini IWC mencari beberapa aktor penting individu, organisasi, atau Negara

yang bersangkutan, dan berusaha memproduksi atau merubah struktur dan

menyebarluaskan serta membawa pengaruh ke ruang publik terkait aksi perdamaian

Israel-Palestina, melalui beberapa organisasi atau agen yang mendukung. Dengan

keikutsertaan IWC pada seminar Tingkat Tinggi IWC yang berada di Madrid bersama

dengan Resolusi 1325, Presidensi Spanyol Dewan Uni Eropa, perwakilan Israel dan

Palestina, dan UNIFEM.

Mediasi Enunciation, dalam mediasi ini IWC melakukan agendanya

menyerukan kepada para pemimpin Israel, Palestina dan masyarakat internasional,

sesuai dengan Resolusi DK PBB 1325, pada tangal 13 Mei 2007, untuk memasukkan

perempuan ke negosiasi dan mempertimbangkan perspektif untuk menjamin

tercapainya perdamaian substantif, komprehensif, dan abadi.

Mediasi Elaboration and Initiation, dalam mediasi ini IWC pengajukan

proposal perdamaian kepada Israel dan Plaestina. Dalam rentetan agenda IWC upaya

21

perwujudan perdamaian kedua negara tersebut telah berjalan sejak Juli 2005 yang

mana IWC membuat dasar pijakan yang berlandaskan semangat Resolusi 1325. Pada

November di tahun 2005 kedua negara merespon dengan baik proposal perdamaian

yang diajukan oleh IWC.

Mediasi Participation, dimana IWC dengan kemampuan yang dimiliki

mampu mempengaruhi ruang publik, sehingga pemerintahan ikut mendukung aksi

terkait upaya perdamain Israel-Palestina dan IWC mampu membuat strategi nasional

untuk melawan kekerasan gender di Israel-Palestina.

Dengan melihat beberapa peran negosiasi dan mediasi yang di lakukan oleh

IWC diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa peran IWC sebagai pihak ketiga dalam

pengupayaan perdamaian melalui pemberdayaan perempuan berpengaruh atas

berjalan nya tawar menawar antara Palestina dan Israel. Tingginya kritikan terhadap

rendahnya pemerintah dan regulasi global mengenai hak dan kewajiban perempuan di

wilayah konflik merupakan pemicu tingginya juga upaya dari perempuan baik yang

bergabung dengan lembaga maupun tidak. IWC sebagai lembaga yang fokus dalam

isu Israel-Palestina menekankan bahwa isu perempuan dalam konflik dan keamanan

adalah penting. Dan oleh sebab itu, perspektiv dan suara perempuan harus menjadi

salah satu faktor yang penting dalam upaya mewujudkan perdamaian tersebut.

22

VI. KESIMPULAN

Satu dekade setelah terbitnya resolusi PBB UNSCR 1325, yang

memungkinkan perempuan untuk memiliki hak dalam konflik maupun pasca konflik

membawa pengaruh baru dalam upaya melaksanakan perdamaian. Peran negara yang

tidak meninggalkan konsep tradisionalnya meninggalkan tradisi yang kaku sehingga

membuat perundingan perdamaian selalu buntu. Era baru dengan hadirnya aktor non

negara yang dapat berperan aktif dalam proses perdamaian merupakan buah-buah

dari resolusi tersebut. Sebagai lembaga yang memiliki fokus terhadap upaya

perdamaiana Israel-Palestina, IWC menekankan upaya-upaya yang membangun guna

mendukung program secara politik antara Palestina dan Israel berdasaran kejujuran,

keadilan dan kesetaraan.

Dengan digunakan suatu konsep Institutions and Procedures for Resolving

International Conflicts, akan mampu menjelaskan bagaimana peran serta aksi

perpolitikan yang di lakukan oleh IWC sebagai pihak ketiga dalam konflik Israel dan

Plaestina melalui pemberdayaan perempuan dalam pengupayaan perdamaian di

Israel-Palestina. Terdapat tiga prosedur yang di jelaskan di dalamnya yang membantu

memberi gambaran bagaimanakah peran IWC sebagai suatu lembaga interasional.

Prosedur yang pertama yaitu negosiasi bilateral dan multilateral. Negosiasi bilateral

adalah negosiasi yang dilakukan oleh kedua belah piak yang bersangkutan dalam

kasus ini adalah pihak Israel dan pihak Palestina. Sedangkan negosiasi multilateral

adalah, negosiasi yang mengikutsertakan pihak ketiga yaitu IWC sebagai negosiator

23

antara Israel dan Palestina. Terdapat beberapa peran yang dilakukan IWC terkait

konflik Israel – Palestina melalui negosiasi multirateral, dimana IWC

menyelenggarakan acara-acara Internasional terkait perdamian di Irak-Palestina dan

merekomendasi pembentukan mekanisme konsultasi yang memungkinkan bagi

masyarakat sipil dan perempuan terkait perdamaian di Israel-Palestina. Seperti pada

saat IWC mengadakan sebuah acara internasional di Yerusalem pada 13-14 Mei 2007

yang berjudul: A Place at the Table: Perempuan dan Resolusi Konflik Palestina-

Israel. Acara ini akan mempertemukan para tokoh Palestina, Israel dan anggota

internasional IWC, bersama dengan wakil-wakil dari organisasi-organisasi

masyarakat sipil, aktivis politik dan anggota publik yang lebih luas di Palestina dan

Israel.

Prosedur yang kedua yaitu Mediasi, mediasi adalah dimana pihak ketiga

dengan tidak ada ketertarikan langsung terhadap area yang berkonflik di bawah

pertentangan pendapat di dalam proses perdamaian. Dan ada beberapa macam yang

di jelaskan tentang mediasi. Dan masuk ke dalam pergerakan dari IWC bertindak

dalam Mediasi, dalam hal ini ada beberapa mendiasi yang di lakukan oleh IWC

antara lain :

Mediasi Persuasion, dalam bentuk mediasi ini IWC mencari beberapa aktor

penting individu, organisasi, atau Negara yang bersangkutan, dan berusaha

memproduksi atau merubah struktur dan menyebarluaskan serta membawa pengaruh

ke ruang publik terkait aksi perdamaian Israel-Palestina, melalui beberapa organisasi

24

atau agen yang mendukung. Dengan keikusertaan IWC pada seminar Tingkat Tinggi

IWC yang berada di Madrid bersama dengan Resolusi 1325, Presidensi Spanyol

Dewan Uni Eropa, perwakilan Israel dan Palestina, dan UNIFEM.

Mediasi Enunciation, dalam mediasi ini IWC melakukan agendanya

menyerukan kepada para pemimpin Israel, Palestina dan masyarakat internasional,

sesuai dengan Resolusi DK PBB 1325, pada tangal 13 Mei 2007, untuk memasukkan

perempuan ke negosiasi dan mempertimbangkan perspektif untuk menjamin

tercapainya perdamaian substantif, komprehensif, dan abadi.

Mediasi Elaboration and Initiation, dalam mediasi ini IWC pengajukan

proposal perdamaian kepada Israel dan Plaestina. Dalam rentetan agenda IWC upaya

perwujudan perdamaian kedua negara tersebut telah berjalan sejak Juli 2005 yang

mana IWC membuat dasar pijakan yang berlandaskan semangat Resolusi 1325. Pada

November di tahun 2005 kedua negara merespon dengan baik proposal perdamaian

yang diajukan oleh IWC.

Mediasi Participation, dimana IWC dengan kemampuan yang dimiliki

mampu mempengaruhi ruang publik, sehingga pemerintahan ikut mendukung aksi

terkait upaya perdamain Israel-Palestina dan IWC mampu membuat strategi nasional

untuk melawan kekerasan gender di Israel-Palestina. Terbukti dengan pencapaian

penting dari kementerian urusan perempuan, IWC dan Presiden Abbas telah

menandatangani dan ratifikasi CEDAW sesuai dengan ketentuan Undang-Undang

25

Dasar Palestina diproses setelah proposal perdamaian yang di ajukan IWC diterima

oleh pemerinta Palestina.

Dengan melihat beberapa peran negosiasi dan mediasi yang di lakukan oleh

IWC diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa peran IWC sebagai pihak ketiga dalam

pengupayaan perdamaian melalui pemberdayaan perempuan ikut berpengaruh atas

berjalan nya tawar menawar antara Palestina adan Israel. Tingginya kritikan terhadap

rendahnya pemerintah dan regulasi global mengenai hak dan kewajiban perempuan di

wilayah konflik merupakan pemicu tingginya juga upaya dari perempuan baik yang

bergabung dengan lembaga maupun tidak. IWC sebagai lembaga yang fokus dalam

isu Israel-Palestina menekankan bahwa isu perempuan dalam konflik dan keamanan

adalah penting. Dan oleh sebab itu, perspektiv dan suara perempuan harus menjadi

salah satu faktor yang penting dalam upaya mewujudkan perdamaian tersebut.

Melihat peran IWC terhadap pemberdayaan perempuan dalam pengupayaan

perdamaian di konflik Israel-Palestina, dalam aktivitasnya selalu menempatkan

perempuan agar mampu menjadi agen perdamaian dan salah satu decisionmaking

dalam perumusan kebijakan kedua negara. Upaya yang dilakukan IWC selalu di

dukung oleh banyak pihak luar atau pihak internasional. Pencapaian IWC sudah

mampu dikatakan mempengaruhi kedua negara yang berkonflik dengan adanya

pembuktian seperti terlibatnya presiden Palestina yang telah menandatangani dan

ratifikasi CEDAW sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Palestina. Dan

26

tentunya meningkatkan beberapa aktor perwakilan perempuan di Israel. Adapun

memang aksi yang dilakukan IWC kurang berpengaruh langsung bagi kedua negara,

setidaknya aksi tersebut mampu mempengaruhi sejumlah pihak yang terlibat. Serta

mampu menarik tanggapan positif dari pemerintah Palestina dan Israel dan

berpeluang dalam perwujudan perdamaian.

27

DAFTAR PUSTAKA

Buku Azar, Edward E. (1991). The analysis and management of protracted social conflict,

in The Psychodynamics of International Relationships. Lexington: Lexington Books.

Chenoy, Anuradha Mitra and Achin Vanaik. Promoting Peace, Security and Conflict

Resolution: Gender Balance in Decisionmaking. Dalam e-book Gender, Peace and Conflict (Inger Skjelsbaek and Dan Smith)

Goldstein, Joshua S. dan Jon C (2005). Pevehouse dalam International relations edisi

ke 7. 2007 pada halaman 115. Holsti, K.J. (1996). The State, War and the State of War. Cambridge: Cambridge

University Press. Kumpulainen, Heidi Marja Kaarina. (2008). Bat Shalom and Jerusalem center for

Women as Organizations. Dalam e-book KEEPING ALIVE THE SYMBOL A Case Study of the Israeli and Palestinian Women of the Jerusalem Link. Irlandia: University of Helsinski.

Mas’oed,Mochtar (1994). ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL; Disiplin dan

Metodologi. LP3ES. Jakarta. Holsti, K.J. (1992). International Politics a Framework for analisys sixth edition.

Prentice-Hall International Edition. E-source Alami, Atiqah Nur. (2010). Gender dalam Praktek Ekonomi Politik Internasional dan Keamanan Global (Bagian 2 dari 3 tulisan). Tersedia di

http://www.politik.lipi.go.id/index.php/en/columns/181-gender-dalam praktek-ekonomi-politik-internasional-dan-keamanan-global-bagian-2-dari-3-tulisan- di akses pada tanggal 23 Juli 2012.

Al-Kassim, Mohammad. (2010). Middle East: Israel and Palestinian Women Together for Peace. Tersedia di www.visionews.net. Diakses dari http://www.visionews.net/middle-east-israel-and-palestinian-women-together-for-peace/ pada tanggal 6 Maret 2013.

Gimon, Charles A. (1996-2001). 1940 to 1945: Perang Dunia II (the Second World

War). Tersedia di http://www.gimonca.com/sejarah/sejarah07.shtml di akses pada tanggal 17 Juli 2012.

28

International Women’s Commission. (2007). IWC international event: Promoting

inclusive peacemaking. Tersedia di www.daniella.ben-attar.com. Diakses dari http://www.daniella.ben-attar.com/downloads/IWC%20Conference%20Summary.pdf pada tanggal 5 Maret 2013.

Jews For Justice in the Middle East. (2000). The Origin of the Palestine-Israel Conflict. Tersedia di www.ifamericansknew.org. Diakses dari http://www.ifamericansknew.org/download/origin_booklet.pdf pada tanggal 19 Maret 2013.

Kawilarang, Renne R.A. (2009). Jumlah Korban Tewas Kini Lebih dari 1000 Jiwa.

Tersedia di http://dunia.vivanews.com/news/read/22045jumlah_korban_tewas_kini_lebih_dari_1000_jiwa diakses pada tanggal 18 Juli 2012.

Kevorkian, Nadera Shalhoub. (2010). The United Nations Security Council

Resolution 1325 Implementation in Palestine and Israel 2000-2009. Tersedia di https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:i_RZRM_KIIAJ:www.kirkensnodhjelp.no/Documents/Kirkens%2520N%25C3%25B8dhjelp/Geografiske%2520filer/Midt%25C3%25B8sten/UNSCR-1325_Implementation-in-Israel-and-Palestine-2000-2009.doc+UNSCR-1325_Implementation-in-Israel-and-Palestine-2000-2009&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESh0Lci7gYZRPxwTJvwTy1KOcAojrS3VekWtRX287UrPr1-0zZXa4Yw-i3aFKZNlRTp-YZFGbrO2FDExbaXv6mDnyteI7_4OiL2gFziEsImnygKQL_QYku25XAZBPig8edKTBUmx&sig=AHIEtbQoj3ZdzB91WqRLG1orni3EYp2vKQ diakses pada tanggal 19 Maret 2013.

Koppell, Carla., Miller, Rebecca. (2010). Proses Perdamaian Israel-Palestina harus

Melibatkan Perempuan. Tersedia di hminews.com. Diakses dari http://hminews.com/news/proses-perdamaian-israel-palestina-harus-melibatkan-perempuan/ pada tanggal 2 April 2011.

Krause, Suzanne. (2009). Women for Women, Bantuan bagi Perempuan Sorban

Perang. Tersedia di http://www.dw-world.de/dw/article/0,,4921038,00.html diakses pada tanggal 19 Juli 2012.

Memoire, Aide. (2010). A Colloquium supported by the Government of Spain during

its Presidency of the EU co-sponsored with UNIFEM and the International Women’s Commission for a Just and Sustainable Palestinian-Israeli Peace

29

(IWC). Tersedia di unispal.un.org Diakses dari http://unispal.un.org/UNISPAL.NSF/0/BDB76830578DFB0C8525773700685943 pada tanggal 5 Maret 2013.

Morgantini, Luisa. (2007). Charter of Principles. Tersedia di

https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:m2DMOAITK9sJ:luisamorgantini.net/files/04-Dossier-IWC_english.doc+04-Dossier-IWC_english&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjZTi-QCibHeSSpXTonUZxyV6UjiYYqtrA1UwXRxqOlV6tR1rMnHgkSXrpwNNO1aaWFVzDkd5viztuSf7Ysn7BhinAtnepbja8DE__-0m_nNiOzbTcmIacKq6wV7OQdeZZO-Ts-&sig=AHIEtbTg36tJNcSAigWpct9MgfbdG_VNlA diakses pada tanggal 12 November 2012.

Pambudy, Nunuk M. (2011). Memutus Rantai Impunitas. Tersedia di

http://regional.kompas.com/read/2011/01/21/03363727/Memutus.Rantai.Impunitas diakses pada tanggal 19 Juli 2012

UN women. (2010). Coordinator: International Women's Commission For a Just and

Sustainable Israeli-Palestinan Peace. Tersedia di www.undp.org. Diakses dari https://jobs.undp.org/cj_view_job.cfm?cur_job_id=19138 pada tanggal 12 Desember 2012.

Winkler, Heinrich August. (Oktober 2012). 1914–1918: Perang Dunia Pertama.

Tersedia di http://www.tatsachen-ueber-deutschland.de/id/geschichte/main-content-03/1914-1918-perang-dunia-pertama.html diakses pada tanggal 17 Juli 2012.

Yahya, Harin (2001). Dibalik Perang Dunia. Tersedia di

http://www.dibalikperangdunia.com/index2.html diakses pada tanggal 17 Juli 2012.

_________. (2010). Proses Perdamaian Israel-Palestina harus

MelibatkanPerempuan. Tersedia di www.inclusivesecurity.org. diakses dari http://hminews.com/news/proses-perdamaian-israel-palestina-harumelibatkan-perempuan/ pada tanggal 23 Juli 2012.