Menggugat Tanggungjawab Agama-agama Abrahamik bagi Perdamaian Dunia
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Menggugat Tanggungjawab Agama-agama Abrahamik bagi Perdamaian Dunia
Menggugat Tanggungjawab Agama-agama
Abrahamik bagi Perdamaian Dunia
Disusun oleh :
Hanif Abdullah
2AB Akuntansi
18238
Buku Menggugat Tanggungjawab Agama-agama Abrahamik bagi
Perdamaian Dunia berisi tenang topik-topik yang dibahas dalam
dialog Agama-agama Abrahamik yang diselenggarakan oleh
Institute for Multiculturalism and Pluralism Studies
(IMPULSE) pada tanggal 19 Februari 2009 di Yogyakarta.
Pembuatan buku ini dilatarbelakangi oleh berbagai konflik dan
peperangan di dunia, termasuk juga konflik antar-agama yang
merupakan bukti tidak adilnya kehidupan di dunia, di mana
hak-hak atas kebutuhan dasar manusia diabaikan dan
menimbulkan situasi yang jauh dari cita-cita dan misi semua
agama.
Sejauh ini upaya membangun dialog antar-agama untuk
mengakhiri konflik tanpa kekerasan malah beralih ke jalan
menuju kekerasan. Kadang upaya-upaya dalam kedua jalur
tersebut tampak saling mendukung, namun sesungguhnya keduanya
tetap tidak dapat menyembunyikan sifat dasar untuk saling
meniadakan.
Hans Kung memberikan argumentasi mengenai alasan perlunya
umat manusia memiliki pandangan hidup global yang mendukung
berdampingnya semua umat manusia dalam sebuah rumah yang
sama., yaitu:
1. ‘kein uberleben ohne weltethos’ (tidak ada
keberlangsungan hidup manusia tanpa sebuah etos
global);
2
2. ‘kein weltfriede ohne religionsfriede’ (tidaka ada
perdamaian dunia tanpa ada perdamaian di antara
agama-agama); dan
3. ‘kein religionsfriede ohne religionsdialog’ (tidak
ada perdamaian di antara agama-agama tanpa ada dialog
antar-agama.
Salah satu pendapat dari Hans Kung adalah diadakannya
dialog antar-agama, namun saat ini sering kali timbul sikap
keras yang menolak upaya-upaya dialog antar-agama yang justru
berasal dari kelompok di dalam agama itu sendiri. Oleh karena
itu tidak cukup hanya menyerukan diadakannya dialog antar-
agama, tetapi yang harus diutamakan terlebih dahulu adalah
mencanangkan dialog internal masing-masing agama. Tujuan
mencapai perdamaian harus dipupuk dahulu di dalam hati tiap
umat agar tidak muncul prasangka buruk dan kebencian yang
menyebabkan adanya kekerasan akibat pemikiran mengenai agama
mayoritas dan minoritas.
Dialog antar-agama untuk saat ini baru bisa dilangsungkan
oleh para pihak dari masing-masing agama yang tidak lagi
mempersoalkan tentang hubungan antaer-agama, namun masih
belum bisa merangkul kaum/kelompok garis keras penentang
hubungan antar-agama. Menurut Magnis, perlu ditekankan adanya
tindakan bijaksana kepada kaum garis keras tersebut melalui
pendekatan personal dan informal sebelum memasuki tahap
dialog yang formal. Melalui hubungan personal tersebut akan
lahir sifat percaya pada diri mereka untuk turut serta dalam
dialog yang lebih formal. Tanpa adanya kepercayaan, dialog
3
tidak akan menuju titik temu, seperti yang diungkapkan oleh
Amin Abdullah bahwa kelompok-kelompok garis keras,
fundamentalis, dan eksklusif hanya akan memasuki ruang dialog
dengan berpola pikir memaksakan dan/atau mempertahankan
pendapat mereka.
Keberlangsungan suatu dialog juga membutuhkan sosok
keteladanan atau tokoh dari tiap-tiap agama. Almarhum Paus
Johannes Paulus II adalah salah satu besar dialog antar-agama
yang sangat disegani dan dihormati. Beliau adalah paus
pertama dalam sejarah Gereja Katolik yang pernah berkunjung
ke dalam masjid, tepatnya Masjid Omayad di Damaskus pada
tanggal 6 Mei 2001. Ia juaga merupakan paus pertama yang
memecahkan kebekuan antara Gereja Katolik dan agama Yahudi
dengan menginjakkan kaki di synagoga di kota Roma pada tahun
1984.
Contoh tokoh lain adalah Raja Arab Saudi, Abdullah bin
Abdul Aziz. Tujuh tahun setelah peristiwa 11 September 2001
Raja Abdullah sejumlah forum dialog antara agama-agama di
dunia, termasuk melibatkan agama-agama non-abrahamik.
Tindakan berani Raja Abdullah tersebut memberikan harapan
bahwa dialog perdamaian dunia bukanlah ilusi. Raja Abdullah
juga berhasil membawa ulama-ulama Suni dan Syiah untuk
berdialog di Mekkah. Langkah ini sejalan dengan trilogi Hans
Kung yang menyatakan bahwa tidak mungkin ada dialog antar-
agama sebelum adanya dialog internal masing-masing agama.
Said Aqil Siraj berkeyakinan bahwa dalam menyebarkan
virus perdamaian harus dengan cinta karena agama cinta tak
4
terlahir dari rahim suatu agama, tetapi bermuara pada yang
tunggal. Menebar kebahagiaan, kedamaian, dan ketenteraman
sebagai tugas suci yang harus diemban. Tak ada batas agama,
suku, etnis, budaya,, dan bangsa dalam agama cinta. Sejalan
dengan sabda Rasul Muhammad, “Tidaklah sempurna iman kamu
sekalian hingga mencintai saudaranya sebagaimana mencintai
dirinya sendiri”.
Terlepas dari segala perbedaan dan wacana tentang
hubungan yang penuh ketegangan di masa lalu maupun sekarang
di antara ketiga agama Abrahamik, sesungguhnya mereka
memiliki sesuatu yang menjadi kekayaan bersama yaitu iman dan
kesadaran bahwa mereka berada di bawah tuntunan dan tuntutan
mutlak Allah. Kita sangat mengharapkan agar ketiga agama
Abrahamik itu mampu duduk bersama dan melakukan dialog
terbuka tentang berbagai dimensi kemanusiaan, tentang
penderitaan, kebahagiaan, dan sebagainya, serta melakukan
suatu tindakan bersama untuk mewujudkan rencana keselamatan
Allah untuk membebaskan umat manusia dari kebodohan,
kemiskinan, penderitaan, penindasan, dan sebagainya sebagai
jalan bersama menjadi rahmatan lil alamin (berkat untuk semua
orang).
5
Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan
tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah
mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah (wahai Muhammad: "Aku
beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku
diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Allah-lah Tuhan
kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-
amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah
mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya lah kita kembali."
6