PENINGKATAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERPIPAAN KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN PEMODELAN DINAMIKA SISTEM

10
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 69 PENINGKATAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERPIPAAN KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN PEMODELAN DINAMIKA SISTEM I Gusti Ayu Andani Program Studi Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB. Abstrak Seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan air bersih pun meningkat. Melalui PDAM Tirtawening Kota Bandung, pemerintah Kota Bandung berusaha meningkatkan penyediaan air bersih perpipaan di Kota Bandung. Penyediaan air bersih perpipaan di Kota Bandung terkendala oleh sisi supply, yakni terbatasnya sumber air baku dan kehilangan air sehingga konsumsi air bersih yang merupakan sisi demand sulit dipenuhi. Oleh karena itu, tujuan utama dari penelitian ini peningkatan penyediaan air bersih perpipaan di Kota Bandung melalui intervensi dari segi penyediaan dan permintaan terhadap air bersih. Terdapat kompleksitas hubungan yang cukup tinggi antara penyediaan dan kebutuhan air bersih dimana banyak faktor yang mempengaruhinya sehingga digunakan pemodelan dinamika sistem untuk mengungkap keterkaitan dan perilaku faktor-faktor tersebut. Kata-kunci : kapasitas pengolahan, model dinamika sistem, pasokan air, pelanggan pdam, penyediaan air bersih. Pendahuluan Seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan air bersih pun meningkat. Melalui PDAM Tirtawening Kota Bandung, pemerintah Kota Bandung berusaha meningkatkan penyediaan air bersih perpipaan di Kota Bandung. Penyediaan air bersih juga merupakan salah satu hal yang menjadi fokus dalam Millenium Development Goals (MDGs) atau target pembangunan millenium pada tahun 2015 dimana pada tahun itu ditetapkan target cakupan pelayanan di Kota Bandung adalah sebesar 80% (PDAM Kota Bandung, 2011). Cakupan pelayanan air bersih perpipaan PDAM Kota Bandung sendiri baru mencapai 68% yang berarti baru melayani 1.608.000 jiwa dari total jumlah penduduk sebesar 2.393.633 jiwa pada tahun 2011 (PDAM Kota Bandung, 2012). Air bersih yang layak untuk dikonsumsi masyarakat Kota Bandung berasal dari air tanah dan air PDAM. Pemenuhan ketersediaan air PDAM Kota Bandung terutama diperoleh dari sumber air di luar wilayah administratif Kota Bandung, yaitu Kabupaten Bandung. Hal ini dikarenakan kualitas air di Kabupaten Bandung masih baik dan sebagian besar sungai di Kota Bandung telah tercemar oleh industri dan rumah tangga (ESP, 2006). Selain itu, sumber daya air di Kota Bandung juga mengalami masalah kelangkaan air akibat keterbatasan kawasan resapan air dan penurunan muka air tanah sampai dengan 65,14 meter sejak 1977 (Roekmi, 1977). Menurunnya ketersediaan air baku mengakibatkan sulitnya mengoptimalkan kapasitas terpasang yang dimiliki instalasi pengolahan PDAM Tirtawening Kota Bandung. Selama periode 2004-2010 hanya terdapat sekali peningkatan kapasitas produksi. Pada tahun 2008, tingkat kehilangan air sebesar 60,18% (Nugraha, 2007) melebihi standar toleransi menurut kriteria perencanaan air bersih menurut BPPT sebesar 20-30%. Penyediaan air bersih perpipaan Kota Bandung tidak hanya terkendala dari segi penyediaan (supply) dimana sumber air baku terbatas dan terjadi kehilangan air yang cukup besar, namun juga dari segi permintaan (demand). Dengan

Transcript of PENINGKATAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERPIPAAN KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN PEMODELAN DINAMIKA SISTEM

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 69

PENINGKATAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERPIPAAN KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN PEMODELAN DINAMIKA SISTEM

I Gusti Ayu Andani

Program Studi Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB.

Abstrak

Seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan air bersih pun meningkat. Melalui PDAM Tirtawening Kota Bandung, pemerintah Kota Bandung berusaha

meningkatkan penyediaan air bersih perpipaan di Kota Bandung. Penyediaan air bersih perpipaan di Kota Bandung terkendala oleh sisi supply, yakni terbatasnya sumber air baku dan kehilangan air sehingga konsumsi air bersih yang merupakan sisi demand sulit dipenuhi. Oleh karena itu, tujuan

utama dari penelitian ini peningkatan penyediaan air bersih perpipaan di Kota Bandung melalui intervensi dari segi penyediaan dan permintaan terhadap air bersih. Terdapat kompleksitas hubungan yang cukup tinggi antara penyediaan dan kebutuhan air bersih dimana banyak faktor yang mempengaruhinya sehingga digunakan pemodelan dinamika sistem untuk mengungkap

keterkaitan dan perilaku faktor-faktor tersebut.

Kata-kunci : kapasitas pengolahan, model dinamika sistem, pasokan air, pelanggan pdam,

penyediaan air bersih.

Pendahuluan

Seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan

penduduk, kebutuhan akan air bersih pun

meningkat. Melalui PDAM Tirtawening Kota

Bandung, pemerintah Kota Bandung berusaha

meningkatkan penyediaan air bersih perpipaan

di Kota Bandung. Penyediaan air bersih juga

merupakan salah satu hal yang menjadi fokus

dalam Millenium Development Goals (MDGs)

atau target pembangunan millenium pada tahun

2015 dimana pada tahun itu ditetapkan target

cakupan pelayanan di Kota Bandung adalah

sebesar 80% (PDAM Kota Bandung, 2011).

Cakupan pelayanan air bersih perpipaan PDAM

Kota Bandung sendiri baru mencapai 68% yang

berarti baru melayani 1.608.000 jiwa dari total

jumlah penduduk sebesar 2.393.633 jiwa pada

tahun 2011 (PDAM Kota Bandung, 2012).

Air bersih yang layak untuk dikonsumsi

masyarakat Kota Bandung berasal dari air tanah

dan air PDAM. Pemenuhan ketersediaan air

PDAM Kota Bandung terutama diperoleh dari

sumber air di luar wilayah administratif Kota

Bandung, yaitu Kabupaten Bandung. Hal ini

dikarenakan kualitas air di Kabupaten Bandung

masih baik dan sebagian besar sungai di Kota

Bandung telah tercemar oleh industri dan rumah

tangga (ESP, 2006). Selain itu, sumber daya air

di Kota Bandung juga mengalami masalah

kelangkaan air akibat keterbatasan kawasan

resapan air dan penurunan muka air tanah

sampai dengan 65,14 meter sejak 1977

(Roekmi, 1977).

Menurunnya ketersediaan air baku

mengakibatkan sulitnya mengoptimalkan

kapasitas terpasang yang dimiliki instalasi

pengolahan PDAM Tirtawening Kota Bandung.

Selama periode 2004-2010 hanya terdapat

sekali peningkatan kapasitas produksi. Pada

tahun 2008, tingkat kehilangan air sebesar

60,18% (Nugraha, 2007) melebihi standar

toleransi menurut kriteria perencanaan air bersih

menurut BPPT sebesar 20-30%.

Penyediaan air bersih perpipaan Kota Bandung

tidak hanya terkendala dari segi penyediaan

(supply) dimana sumber air baku terbatas dan

terjadi kehilangan air yang cukup besar, namun

juga dari segi permintaan (demand). Dengan

Peningkatan Penyediaan Air Bersih Perpipaan Kota Bandung dengan Menggunakan Pemodelan Dinamika Sistem

Perlu dilakukan suatu bentuk intervensi

terhadap permintaan dan penyediaan untuk

dapat meningkatkan pelayanan penyediaan air

bersih perpipaan di Kota Bandung. Intervensi

tersebut merupakan suatu indikasi kebijakan

yang dapat digunakan sebagai upaya untuk

meningkatkan penyediaan air bersih perpipaan

di Kota Bandung. Berikut adalah kerangka

berpikir dari penelitian ini:

laju pertumbuhan penduduk dan taraf hidup

masyarakat yang meningkat, maka tingkat

konsumsi pun menjadi lebih besar. Diperlukan

suatu manajemen permintaan (demand

management) untuk meningkatkan penyediaan

air bersih bersih perpipaan di kota besar, seperti

Kota Bandung.

Sejauh ini belum ada kajian mengenai intervensi

terhadap penyediaan (supply) dan permintaan (demand) akan air bersih dari PDAM Tirtawening Kota Bandung untuk meningkatkan penyediaan

air bersih perpipaan di Kota Bandung. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan utama, yaitu peningkatan penyediaan air bersih perpipaan di Kota Bandung melalui intervensi

dari segi penyediaan dan permintaan terhadap air bersih. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menetapkan beberapa

sasaran secara spesifik, antara lain: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi

penyediaan air bersih perpipaan Kota

Bandung.

2. Keterkaitan antarfaktor yang

mempengaruhi penyediaan air bersih

perpipaan di Kota Bandung

Kerangka Berpikir

Penyediaan air bersih pada dasarnya merupakan

suatu sistem dengan kompleksitas yang cukup

tinggi dimana banyak faktor yang

mempengaruhinya. Meningkatkan pertumbuhan

penduduk akan meningkatkan kebutuhan akan

air bersih sehingga penyediaan air bersih

merupakan isu yang sangat penting di kota-kota

besar dengan pertumbuhan penduduk yang

cukup tinggi. Isu penyediaan air bersih

perpipaan di Kota Bandung sendiri erat

kaitannya dengan terbatasnya sumber air baku

dan tingginya tingkat kehilangan air serta

tingginya konsumsi akan air bersih.

Indikasi Kebijakan

Demand:

Konsumsi air cukup besar

Supply:

- keterbatasan sumber air baku

- kehilangan air tinggi

Kendala penyediaan air bersih

perpipaan PDAM Kota

Bandung

Intervensi terhadap

penyediaan dan permintaan

air bersih perpipaan

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Metodologi Penelitian

Penyediaan dan kebutuhan akan air bersih merupakan unsur pembentuk sistem penyediaan

air bersih yang terdiri dari berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Dalam melakukan studi terhadap peningkatan penyediaan air bersih

perpipaan ini, dilakukan pendekatan kuantitatif melalui pemodelan dinamika sistem sehingga hubungan dan perilaku antarfaktor tersebut

daapat diketahui. Tahapan pemodelan dinamika sistem adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi dan mendefinisikan

permasalahan dinamika penyediaan air bersih perpipaan di Kota Bandung.

2) Merumuskan konseptualisasi sistem.

Dengan menyusun konseptualisasi sistem,dapat dilihat pola perilaku sistem yangdihasilkan seiring dengan berjalannya waktu.

Sistem digambarkan dengan diagram sebabakibat (causal loop).

3) Merumuskan model dinamika penyediaan airbersih perpipaan di Kota Bandung

Pada tahap ini, dilakukan perumusan modeldengan mengubah konsep sistem ataustruktur model yang telah disusun ke dalam

bentuk-bentuk persamaan atau bahasakomputer.

4) Membuat alternatif skenario peningkatan

penyediaan air bersih berdasarkan modelyang telah lulus uji verifikasiPada tahap ini dilakukan pengujian model

untuk menegakkan keyakinan terhadap

kesahihan model dan juga

mengembangkannya agar lebih dekat

dengan sistem nyata. Setelah itu, diuji

berbagai alternatif intervensi yang dapat

diterapkan dalam sistem dengan melihat

70 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1

I Gusti Ayu Andani

kemungkinan dampak dari intervensi

tersebut.

Analisis

Pelayanan air bersih di kota besar ditentukan

oleh banyak variabel yang berasal dari berbagai

aspek yang saling berkaitan satu sama lain,

mulai dari variabel yang berasal dari aspek

sosial-kependudukan, fisik, hingga lingkungan.

Hubungan antarvariabel ini sangat kompleks dan

dinamis sehingga tidak bisa dipandang sebagai

hubungan linier yang mudah untuk dimanipulasi.

Untuk mampu mengidentifikasi dan

mendefinisikan persoalan yang ada, maka

dibutuhkan suatu hipotesis mengenai perilaku

persoalan yang terjadi di dunia nyata.

Hipotesis dalam penelitian ini sendiri adalah

penyediaan air bersih perpipaan Kota Bandung

dapat ditingkatkan dengan mempertimbangkan

ketersediaan air baku dan penurunan tingkat

kehilangan air PDAM yang mempengaruhi

supply air bersih dan demand air bersih yang

ditunjukkan oleh jumlah konsumsi air bersih.

Konseptualisasi Sistem

Untuk mempermudah perumusan model, penulis

membatasi model dengan cara membatasi

variabel yang digunakan secara umum menjadi

aspek pelanggan, kapasitas pengolahan, dan

pasokan air berdasarkan hasil penetapan

variabel sebelumnya. Ketiga aspek inilah yang

akan membentuk subsistem-subsistem tersendiri

yang memiliki hubungan timbal balik antar satu

variabel dengan variabel lainnya.

Dapat dilihat pada Gambar 1 bahwa diagram

umpan balik memiliki banyak umpan balik

(feedback loop) yang bernilai negatif. Hal ini

menandakan bahwa model secara umum

memiliki sifat seimbang dalam proses

pencapaian tujuan. Apabila sistem tidak

seimbang, maka akan berakibat pada satu atau

lebih variabel yang terus meningkat atau

menurun tanpa ada batasnya.

Gambar 1. Diagram Sebab Akibar Model Penyediaan Air Bersih Perpipaan Kota Bandung

Model Dinamis, Simulasi, dan Uji Validasi

Pemodelan dinamika sistem penyediaan air

bersih terbagi ke dalam submodel pelanggan,

kapasitas pengolahan, dan pasokan air.

Submodel pelanggan disusun oleh variabel penduduk yang akan mempengaruhi jumlah

pelanggan. Penambahan jumlah pelanggan dikaji dengan memperhitungkan ketersediaan air

bersih dan kemauan untuk membayar tarif air bersih yang ditentukan. Tarif air bersih yang digunakan dalam model adalah tarif air

berdasarkan perhitungan biaya dasar dan tingkat keuntungan dan tarif nyata yang merupakan penetapan air oleh pihak berwenang

penduduk potensipelanggan

pelanggan

cakupanpelayanan

jumlah airbaku diambil

+

+

lahan terbuka

sumber airbaku

konsumsi airbersih

-

kapasitasproduksi

biaya usaha

biaya dasar

debit airtersalur

tarif air

TINGKATKETERSEDIAAN

AIR

kehilanganair

konversilahan

terbuka

koefisienrunoff

limpasanpermukaan

infiltrasi

++

Loop 2(-)

+

++

+

+

+

+

+

+

+

+

+

-

-

Loop 4(-)

-

-

- -

-

pendudukterlayani

+

-

+

Loop 1(-)

Loop 3(-)

kapasitas_terpasang

-

++

Loop 5(+)

Loop 6(-)

-

-

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 71

Peningkatan Penyediaan Air Bersih Perpipaan Kota Bandung dengan Menggunakan Pemodelan Dinamika Sistem

dengan proporsi tertentu dari tarif air bersih berdasarkan perhitungan. Tarif air bersih dapat

mempengaruhi konsumsi air dimana konsumsi air ini akan mempengaruhi tingkat ketersediaan air. Dalam penelitian ini, variabel tingkat

ketersediaan air adalah variabel utama yang menunjukkan penyediaan air bersih perpipaan.

Pada submodel kapasitas pengolahan akan

dikaji keterkaitan antara unsur yang berada

dalam infrastruktur air bersih. Variabel tersebut

antara lain kapasitas terpasang, kapasitas

produksi, debit air tersalur, dan tingkat

kehilangan air. Submodel ini akan terhubung

dengan submodel pelanggan melalui konsumsi

air dimana penambahan kapasitas terpasang

akan dipengaruhi oleh tingkat konsumsi air.

Submodel pasokan air akan menjelaskan kondisi

ketersediaan air baku yang terdapat di Kawasan

Cekungan Bandung dengan mempertimbangkan

ketersediaan air tanah dan limpasan air

permukaan. Submodel ini juga menjelaskan

bagaimana laju konversi lahan terbuka

mempengaruhi ketersediaan air tanah. Limpasan

permukaan yang menjadi sumber air baku pun

dibatasi oleh kapasitas sungai maksimum karena

apabila limpasan permukaan berlebihan, maka

akan mengakibatkan terjadinya banjir.

Ketersediaan air baku, baik oleh air permukaan

maupun air tanah akan mempengaruhi pasokan

air baku untuk PDAM.

Gambar 2. Model Dinamika Penyediaan Air Bersih Perpipaan

penduduk

laju_pertumbuhan_penduduk

cakupan_pelayanan

potensi_penambahan_SL

potensi_pelanggan target_waktu_memenuhi_potensi_pelanggan

pelanggan

efek_ketersediaan_air

tingkat_ketersediaan_air

kapasitas_terpasang

penambahan_kapasitas_terpasang

pelanggan_baru

persentase_pelanggan_berhenti

pertumbuhan_penduduk

konsumsi_air_bersih

konsumsi_per_penduduk_terlayani

jumlah_air_baku_diambil

penduduk_terlayani

pelanggan

penduduk belumterlayani

pend_terlayani_perSL

pend_terlayani_perSLkonsumsi_per_SL

kehilangan_air

tk_kehilangan_air

tarif_air_ideal

kesediaan_membayar_tarif

penambahan SL

kapasitas_produksi

debit_air_tersalur debit_air_tersalur

debit_air_tersalur

tk_keuntungan_wajar

biaya_usaha

penambahan_biaya_usaha

biaya_produksi_1literdetik_per_tahun

keuntungan_wajarbiaya_dasar

ketersediaan_air_baku

perubahan_sediaan_air_baku

curah_hujan_rata_rata

limpasan_permukaan

koef_runoff

infiltrasi

koef_infiltrasi

ketersediaan_air_tanah

waktu_pengisian_air_tanah

lahan_terbuka

konversi_lahan_terbuka

angka_konversi

faktor_skala_lahan

rasio_lahan_terbuka

lahan_terbangun

luas_wilayah

kapasitas_produksi

pelanggan_berhenti

depresiasi

laju_depresiasi

fraksi_aliran_transmisi_air_baku

pertumbuhan_penduduk

kebutuhan_ruang

laju_konversi_lahan_KCB

sumber_air_baku_permukaan

kapasitas_sungai_maksimum

pertambahan_tarif

fraksi_penetapan_tarif

perubahan_konsumsi

pengurangan_konsumsi

tarif_nyata

WTP

kapasitas_terpasang

konsumsi_air_bersih

72 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1

I Gusti Ayu Andani

Simulasi model dilakukan selama 20 tahun,

yakni 2005-2025. Simulasi model yang

menggambarkan perilaku model dinamis

tersebut akan ditampilkan dalam grafik waktu

yang akan dijelaskan sebagai berikut.

1) Submodel Pelanggan

Pertambahan pelanggan terjadi apabila

ketersediaan air bersih mampu memenuhi

minimal 20% kebutuhan akan air bersih dan

tarif yang ditetapkan masih dalam batas

kemauan membayar tarif masyarakat sebesar

Rp 3,6 per liternya. Grafik di bawah

menunjukkan bahwa jumlah pelanggan terus

bertambah hingga tahun simulasi 2025.

Gambar 3. Grafik Waktu Simulasi Pelanggan

Berdasarkan hasil uji verifikasi, diperoleh RMSPE

untuk variabel ini adalah sebesar 0,042 dan nilai

MAPE sebesar 2,9%, serta nilai koefisien

korelasi (r) dari variabel ini adalah 0,998.

Dengan demikian tingkat keabsahan model ini

untuk meramalkan variabel jumlah pelanggan

sangat tinggi.

Bertambah jumlah pelanggan akan

meningkatkan konsumsi air, seperti pada

Gambar 4. Apabila tidak diiringi dengan

peningkatan penyaluran air bersih, maka tingkat

ketersediaan air bersih akan terus berkurang.

Gambar 4. Grafik Waktu Simulasi Konsumsi Air Bersih

Gambar 5. Grafik Waktu Simulasi Tingkat Ketersediaan Air

2) Submodel Kapasitas Pengolahan

Submodel kapasitas pengolahan ini

menjelaskan sistem penyediaan air bersih dari

pengambilan air baku hingga pendistribusian air

bersih ke pelanggan. Submodel ini menjelaskan

kondisi yang terjadi pada infrastruktur air

bersih milik PDAM Tirtawening Kota Bandung.

Grafik di bawah ini kapasitas produksi

menunjukkan terjadinya peningkatan produksi,

namun di akhir tahun terjadi penurunan akibat

tidak adanya penambahan kapasitas terpasang.

Kapasitas terpasang sendiri terus menurun dari

besaran awalnya, 3220 liter/detik akibat

depresiasi. Kecenderungan yang terjadi pada

kapasitas produksi ini terjadi pula pada variabel

kehilangan air dan debit air yang tersalur

mengingat keterkaitannya yang sangat dekat

Gambar 6. Grafik Waktu Simulasi Kapasitas Produksi

Gambar 7. Grafik Waktu Simulasi Kapasitas

Terpasang

Berdasarkan hasil uji verifikasi, diperoleh

RMSPE untuk variabel ini adalah sebesar 0,036

dan nilai MAPE sebesar 3,12%. Sementara nilai

koefisien korelasi (r) dari variabel ini adalah

0,9985. Dengan demikian tingkat kesamaan

atau kesesuaian antara nilai yang dihasilkan

model dengan data historis sangat besar

Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025

140,000

150,000

160,000

170,000

180,000

SL

pelanggan

Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025

2,700

3,000

3,300

liter/detik

konsumsi_air_bersih

Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025

0.32

0.34

0.36

0.38

0.40

tingkat_ketersediaan

_air

Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025

2,400

2,450

2,500

liter/detik

kapasitas_produksi

Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025

2,700

3,000

liter/detik

kapasitas_terpasan

g

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 73

Peningkatan Penyediaan Air Bersih Perpipaan Kota Bandung dengan Menggunakan Pemodelan Dinamika Sistem

sehingga tingkat keabsahan model ini untuk

meramalkan variabel jumlah pelanggan sangat

tinggi.

3) Submodel Pasokan Air

Diagram alir submodel pasokan air ini

menggambarkan ketersediaan air baku yang

berada di alam yang selanjutnya akan diambil

dan diolah menjadi air bersih oleh PDAM dan

didistribusikan ke pelanggan. Jumlah air diambil

yang akan diolah menjadi air bersih sangat

bergantung pada ketersediaan sumber air

baku. Sumber air baku sendiri merupakan

bagian dari siklus hidrologis yang tidak akan

terhenti. Sumber air baku berasal dari hujan

yang turun ke bumi yang kemudian melimpas

di atas permukaan atau terserap ke dalam

tanah.

Pada grafik di bawah ini dapat dilihat bahwa

limpasan permukaan dan ketersediaan air

tanah terus menurun. Hasil simulasi debit

limpasan permukaan sendiri tidak semuanya

dipergunakan sebagai sumber air baku karena

daerah aliran sungai di Kawasan Cekungan

Bandung memiliki kapasitas maksimum, yakni

394.000 liter/detik. Penurunan ketersediaan air

tanah diakibatkan oleh meningkatnya laju

konversi lahan terbuka menjadi lahan

terbangun. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar

4.10 dimana lahan terbuka semakin berkurang

dan lahan terbangun semakin bertambah.

Gambar 8. Grafik Waktu Simulasi Sumber Air Baku

Gambar 9. Grafik Waktu Simulasi Lahan

Grafik di bawah ini memperlihatkan terlihat

jumlah air baku diambil memiliki kapasitas

produksi yang berada dalam submodel

kapasitas pengolahan. Hal ini terjadi karena

jumlah air baku yang diambil juga dibatasi oleh

kapasitas terpasang sehingga pengambilan air

baku tidak bisa dioptimalkan. Jumlah air baku

merupakan input terhadap kapasitas produksi

sehingga validasi model terhadap pasokan air

baku dapat ditinjau sekaligus dengan kapasitas

produksi.

Gambar 10. Grafik Waktu Simulasi Jumlah Air Baku yang Diambil

Alternatif Skenario Peningkatan Penyediaan Air

Bersih Perpipaan di Kota Bandung

Sesuai dengan identifikasi dan definisi masalah

pada awal proses pembuatan model yang

merupakan permasalahan pada penelitian ini

ialah kurang optimalnya penyediaan (supply)

air bersih karena keterbatasan sumber air baku

dan tingginya tingkat kehilangan air sehingga

tidak mampu memenuhi permintaan (demand)

akan air bersih yang cukup besar di kota besar,

seperti Kota Bandung. Oleh karena itu, dalam

skenario intervensi ini akan dilakukan suatu

bentuk intervensi terhadap sisi supply dan

demand dari air bersih. Intervensi terhadap

supply dan demand ini diharapkan dapat

meningkatkan penyediaan air bersih perpipaan

dengan target mencapai Millenium

Development Goals pada tahun 2015. Skenario

tersebut, antara lain:

Skenario dasar yang akan digunakan sebagai

pembanding dan acuan dari setiap

perubahan kebijakan yang dilakukan.

Skenario pertama adalah penataan dan

pengawasan RTH Kawasan Cekungan

Bandung. Hal ini ditujukan agar nilai dari laju

infiltrasi menjadi semakin meningkat.

Penghijauan ini dilakukan dengan cara

melaksanakan program reboisasi pada lahan

terbuka yang ada serta menerapkan

Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025226,000,000

227,000,000

228,000,000

229,000,000

230,000,000

231,000,000

232,000,000

liter/detik

ketersediaan_air_ta

nah

Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025

4,200,000

4,250,000

4,300,000

liter/detik

limpasan_permukaa

n

Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025430,000

435,000

440,000

ha

lahan_terbuka

Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025

40,000

45,000

50,000

55,000

ha

lahan_terbangun

Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025

2,400

2,450

2,500

liter/detik

jumlah_air_baku_di

ambil

74 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1

I Gusti Ayu Andani

peraturan zonasi agar pemanfaatan ruang

terbuka hijau untuk kegiatan yang

bertentangan dengan peruntukkan dapat

diminimalisir. Adanya program ini

mengakibatkan koefisien infiltrasi lahan

terbuka bertambah menjadi 0,7 dari semula

0,6 dan koefisien run-off menurun menjadi

0,3 dari semula 0,4. Laju konversi lahan

terbuka di Kawasan Cekungan Bandung pun

dapat ditekan menjadi setengahnya, yakni

sekitar 3.189,61 hektar/tahun.

Skenario yang kedua adalah menurunkan

tingkat kebocoran pipa, baik transmisi air

baku maupun distribusi air bersih PDAM

Tirtawening Kota Bandung serta peningkatan

kapasitas terpasang melalui penindakan

terhadap pencurian air, pemeriksaan rutin,

dan pemasangan meteran induk.

Dampaknya, pada tahun 2010, PDAM Kota

Bandung berhasil menurunkan laju

kehilangan air menjadi 40%. Tiga tahun

kemudian, yakni tahun 2013, tingkat

kehilangan air dapat ditekan menjadi 30%.

Pada tahun 2015, tingkat kehilangan air

mampu mencapai standar optimal, yaitu

20% dan kebocoran pipa transmisi air baku

pun dapat ditekan sehingga aliran pipa

transmisi air baku dapat dimanfaatkan

seluruhnya. Di tahun yang sama dibangun

instalasi pengolahan air bersih baru dengan

kapasitas terpasang sebesar 250 liter/detik.

Skenario ketiga adalah skenario peningkatan

tarif air bersih melalui prinsip pemulihan

biaya penuh. Pada tahun 2015, fraksi

penetapan tarif sebesar 0,85 yang

merupakan langkah penyesuaian tarif

sehingga kenaikan yang terjadi tidak terlalu

besar. Pada tahun 2020, fraksi penetapan

tarif sebesar 1.

Skenario keempat adalah skenario gabungan

dari tiga skenario sebelumnya.

Hasil simulasi dari beberapa skenario atas

intervensi dari masing-masing variabel ini

tercermin dari pergeseran perilaku tingkat

ketersediaan air. Variabel tersebut dianggap

dapat mewakili dinamika penyediaan air bersih

perpipaan karena merupakan hasil dari

perbandingan antara penyediaan dan

permintaan akan air bersih. Berikut adalah grafik

simulasi skenario terhadap perilaku tingkat

ketersediaan air yang disertai dengan laju

pertumbuhan variabel ini dari setiap skenario.

Gambar 11. Grafik Simulasi Skenario terhadap Tingkat Ketersediaan Air

Tabel 1. Laju Pertumbuhan Tingkat Ketersediaan Air dari Setiap Skenario

Skenario Dasar

Skenario I Skenario II Skenario III Skenario IV

Penataan dan

Pengendalian Pemanfaatan

RTH Kawasan Cekungan Bandung

Penurunan Tingkat

Kebocoran Pipa dan

Peningkatan Kapasitas Terpasang

Peningkatan Tarif Air Bersih

Gabungan Skenario I, II, dan III

-22.702% -22.702% 46.84865% 15.94564% 47.30347%

Pada dasarnya keempat skenario ini

berpengaruh kepada tingkat ketersediaan air,

namun skenario I melalui program penataan

dan pengendalian pemanfaatan ruang terbuka

hijau Kawasan Cekungan Bandung kurang

begitu berpengaruh terhadap peningkatan

ketersediaan air. Skenario yang cukup

berpengaruh terhadap peningkatan ketersediaan

air bersih perpipaan adalah skenario II, III, dan

IV, yakni dengan menurunkan tingkat kebocoran

pipa transmisi dan distribusi air baku dan

meningkatkan kapasitas terpasang, peningkatan

tarif air bersih, serta menggabungkan tiga

skenario sebelumnya.

Skenario IV merupakan skenario yang paling

berpengaruh dalam meningkatkan ketersediaan

air yang mampu meningkatkan laju

pertumbuhan variabel tingkat ketersediaan air

menjadi 47,3% dan skenario II adalah yang

paling signifikan setelah skenario IV yang

mampu meningkatkan laju pertumbuhan

variabel tingkat ketersediaan air menjadi

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 75

Peningkatan Penyediaan Air Bersih Perpipaan Kota Bandung dengan Menggunakan Pemodelan Dinamika Sistem

46,84% dari laju pertumbuhan pada kondisi

dasar sebesar -22,7%.

Walaupun skenario II dan IV adalah skenario

yang paling optimal untuk meningkatkan

penyediaan air bersih, namun seperti dapat

dilihat pada Gambar 11, tingkat ketersediaan air

pada kedua skenario ini akan mengalami

penurunan pada tahun tahun 2016. Hal ini

dikarenakan laju peningkatan produksi air bersih

tidak mampu mengikuti laju peningkatan

konsumsi. Skenario III yang merupakan

intervensi dari sisi demand memiliki

kecenderungan untuk terus meningkat

ketersediaan air bersih dan mampu

meningkatkan laju tingkat ketersediaan air

bersih hingga 15%. Selain itu, skenario ini juga

lebih mudah diterapkan karena tidak

memerlukan dana yang banyak. Untuk

meningkatkan penyediaan air bersih, diperlukan

intervensi dari sisi supply dan demand secara

bersamaan.

Terkait dengan pencapaian target Millenium

Development Goals pada tahun 2015, melalui

penerapan skenario IV, maka debit air yang

tersalur dapat ditingkatkan menjadi 2.506

liter/detik pada tahun 2015. Di lain pihak,

tingkat konsumsi harus ditekan menjadi 103,42

liter/orang/hari yang dapat dilakukan dengan

meningkatkan tarif air bersih menjadi Rp.

3.280,00. Dengan demikian cakupan pelayanan

air bersih sebesar 80% dapat dicapai. Untuk

meningkatkan penyediaan air bersih perpipaan

secara berkelanjutan di Kota Bandung,

diperlukan intervensi baik dari sisi supply

maupun demand terhadap air bersih.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh temuan

sebagai berikut:

1. Permasalahan penyediaan air bersih di Kota

Bandung adalah terbatasnya ketersediaan air

baku dan tingginya tingkat kehilangan air,

sedangkan konsumsi air bersih cukup besar

sehingga menimbulkan gap pemenuhan

kebutuhan akan air bersih yang cukup besar.

Ketiga faktor ini dinilai sangat berpengaruh

dalam penyediaan air bersih perpipaan di

Kota Bandung. Selain ketiga faktor tersebut,

terdapat banyak faktor lain yang

mempengaruhi penyediaan air bersih

perpipaan di Kota Bandung sehingga

digunakan pemodelan dinamika sistem untuk

mempermudah analisis. Model dinamika

penyediaan air bersih perpipaan ini disusun

dari tiga aspek, yakni aspek pelanggan,

kapasitas pengolahan PDAM, dan pasokan

air.

2. Berdasarkan hasil uji perilaku, pasokan air

berpengaruh terhadap peningkatan produksi

air bersih PDAM. Ketersediaan air tanah dan

sumber air baku permukaan merupakan

potensi ketersediaan air baku dimana air

yang diambil dari air baku ini nantinya

digunakan untuk memproduksi air bersih.

Produksi air bersih sendiri akan

mempengaruhi tingkat ketersediaan air

melalui air yang disalurkan dimana

kehilangan air akan mengurangi debit air

yang tersalur tersebut. Semakin besar

produksi air bersih, maka semakin besar

kehilangan air yang terjadi. Apabila

ketersediaan air bersih yang merupakan

kapabilitas air bersih yang disalurkan untuk

memenuhi konsumsi air masyarakat mampu

memenuhi setidaknya kebutuhan dasar

pelanggan, maka pertambahan pelanggan

akan terus terjadi. Pertambahan pelanggan

ini menunjukkan pertambahan jumlah

penduduk yang terlayani yang mana akan

meningkatkan cakupan pelayanan air bersih

perpipaan. Dengan demikian ketiga

submodel ini terhubung satu sama lain.

3. Ada empat skenario yang dapat diterapkan

terkait dengan upaya peningkatan

penyediaan air bersih perpipaan di Kota

Bandung, yaitu skenario penataan dan

pengendalian pemanfaatan RTH Kawasan

Cekungan Bandung; skenario menurunkan

tingkat kebocoran pipa, baik transmisi air

baku maupun distribusi air bersih PDAM

Tirtawening Kota Bandung serta peningkatan

kapasitas terpasang melalui penindakan

terhadap pencurian air, pemeriksaan rutin,

dan pemasangan meteran induk; skenario

peningkatan tarif air bersih melalui prinsip

pemulihan biaya penuh; dan gabungan tiga

skenario sebelumnya.

76 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1

I Gusti Ayu Andani

Setelah keempat skenario itu disimulasikan,

maka dapat disimpulkan:

1. Intervensi dari sisi supply jauh lebih efektifdan efisien untuk dilakukan. Intervensi dari

sisi demand tidak berdampak besar,seperti dampak yang ditimbulkan olehintervensi dari sisi supply, namun

intervensi dari sisi demand merupakanlangkah yang paling mudah untukdilakukan. Untuk meningkatkan

penyediaan air bersih perpipaan secaraberkelanjutan di Kota Bandung, diperlukanintervensi baik dari sisi supply maupundemand terhadap air bersih.

2. Terkait dengan pencapaian target MDGsdiperluka pula intervensi baik dari sisisupply maupun demand. Melalui

penerapan skenario IV, maka debit airyang tersalur dapat ditingkatkan menjadi2.506 liter/detik pada tahun 2015. Di lain

pihak, tingkat konsumsi harus ditekanmenjadi 103,42 liter/orang/hari yang dapatdilakukan dengan meningkatkan tarif air

bersih menjadi Rp. 3.280,00. Dengandemikian cakupan pelayanan air bersihsebesar 80% dapat dicapai.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil analisis, maka terdapat beberapa indikasi kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah Kawasan Cekungan

Bandung, khususnya PDAM Tirtawening Kota Bandung selaku badan penyedia air bersih di Kota Bandung. Indikasi kebijakan tersebut,

antara lain: Pencapaian target Millenium Development

Goals dapat dicapai pada tahun 2015

apabila dilakukan upaya peningkatanpenyediaan air bersih perpipaan KotaBandung melalui intervensi pada supply dan demand terhadap air bersih secarabersamaan. Jika tingkat kehilangan airmampu ditekan menjadi 20% dan tingkat

konsumsi mampu dikurangi menjadi103,24 liter/orang/hari atau denganpenurunan kontinuitas pengaliran air

bersih menjadi 16,5 jam melalui peningkatan tarif sebesar Rp. 3.280,00.

Intervensi pada supply dan demand terhadap

air bersih tersebut dapat dilakukan dengan cara: Menjaga kelestarian hutan dan

mengoptimalkan ruang terbuka hijau yangada, serta menerapkan peraturan zonasi

dan berbagai perangkat pengendalian

pemanfaatan ruang lainnya, seperti insentif/disinsentif maupun sanksi untuk mengendalikan laju konversi lahan terbuka

menjadi terbangun. Peningkatan ruang terbuka hijau dapat dilakukan dengan mengubah lahan kosong menjadi ruang

terbuka hijau. Penurunan laju konversi lahan menjadi setengahnya diindikasikan dapat meningkatkan ketersediaan air baku

sebesar 0,38%. Meningkatkan kualitas jaringan yang,

termasuk jaringan di dalam IPA, diantaraIPA dan jaringan, hingga jaringan di dalamrumah pelanggan. Kualitas jaringantersebut termasuk bagaimana peletakan

jaringan jika dikaitkan dengan rencana tataruang yang ada dan umur jaringan dimanaharus dilakukan perawatan dan rehabilitasi

jaringan serta infrastruktur di dalamjaringan. Hal ini dilakukan untuk mencegahterjadinya kehilangan air akibat terjadinya

kebocoran pipa, baik pipa transmisi airbaku maupun pipa distribusi air bersih.Selain itu, penekanan kehilangan air dapat

pula dilakukan dengan menindak pencurianair, menertibkan pelanggan yangmenunggan, serta memasang meteran

induk di setiap jaringan distribusi. Apabilatindakan ini dapat meningkatkan aliranpasokan air baku menjadi 100% dan

mengurangi tingkat kehilangan air menjadi20% sesuai dengan standar kehilangan airmenurut Instruksi Menteri Dalam NegeriNo. 690-149 tentang Usaha Mengurangi

Kehilangan Air dalam Pengelolaan AirMinum di PDAM, maka meningkatkanpenyaluran air bersih ke pelanggan

sebesar 92,68% sehingga kemampuanpenyaluran air bersih dalam memenuhikebutuhan pelanggan dapat ditingkatkan

menjadi 69,55%. Penyesuaian tarif secara berkala dengan

mempertimbangkan biaya usaha yangdikeluarkan dan tingkat konsumsimasyarakat dimana dapat dilakukandengan asumsi peningkatan tarif sebesar

20%, maka konsumsi air dapat ditekansebesar 5 liter/orang/hari. Dengan asumsitersebut, maka peningkatan tarif rata-rata

golongan non-niaga menjadi Rp. 3.290/m3

dapat menekan konsumsi air menjadi 100liter/orang/hari.

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 77

Peningkatan Penyediaan Air Bersih Perpipaan Kota Bandung dengan Menggunakan Pemodelan Dinamika Sistem

Ucapan Terimakasih

Artikel ini merupakan laporan perancangan

Tugas Akhir Program Studi Sarjana Perencanaan

Wilayah dan Kota SAPPK ITB. Ucapan

terimakasih diberikan kepada dosen

pembimbing, Dr. Sri Maryati, ST., MIP., serta

penguji Dr. Ir. Iwan P. Kusumantoro, MT dan

Dr. Ir. Dewi Sawitri Tjokropandojo, MT.

Daftar Pustaka

Erwin Nugraha. Tilikan Peluang Peningkatan Cakupan Layanan Air Minum atas Dasar Kebijakan Penghapusan Utang Bersyarat

Berdasarkan Kelayakan Finansial. Bandung: ITB.

I Gusti Ayu Andani (2012). Peningkatan

Penyediaan Air Bersih Perpipaan Kota Bandung dengan Pendekatan Pemodelan Dinamika Sistem. Bandung: ITB.

Muhammad Tasrif . Analisis Kebijakan Menggunakan Model System Dinamics (Buku I). Bandung: Program Magister

Studi Pembangunan ITB. Novi Rindani (2011). Kajian Penyediaan Air

Bersih Perdesaan Secara Berkelanjutan dengan Pendekatan System Dinamics

(Studi Kasus: Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung). Bandung: ITB.

Robert J Kodoatie (2005). Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Bandung: Penerbit ANDI.

Reka Masa (2010). Pemodelan Dinamika Perkembangan Perkotaan dan Daya Dukung Sumber Daya Air di Kawasan

Cekungan Bandung. Bandung: ITB. Sri Maryati (2009). Keterkaitan Variabel

Lingkungan Terhadap Biaya Penyediaan

Air Minum. Bandung: ITB.

78 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1