PENINGKATAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERPIPAAN KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN PEMODELAN DINAMIKA SISTEM
Transcript of PENINGKATAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERPIPAAN KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN PEMODELAN DINAMIKA SISTEM
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 69
PENINGKATAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERPIPAAN KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN PEMODELAN DINAMIKA SISTEM
I Gusti Ayu Andani
Program Studi Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB.
Abstrak
Seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan air bersih pun meningkat. Melalui PDAM Tirtawening Kota Bandung, pemerintah Kota Bandung berusaha
meningkatkan penyediaan air bersih perpipaan di Kota Bandung. Penyediaan air bersih perpipaan di Kota Bandung terkendala oleh sisi supply, yakni terbatasnya sumber air baku dan kehilangan air sehingga konsumsi air bersih yang merupakan sisi demand sulit dipenuhi. Oleh karena itu, tujuan
utama dari penelitian ini peningkatan penyediaan air bersih perpipaan di Kota Bandung melalui intervensi dari segi penyediaan dan permintaan terhadap air bersih. Terdapat kompleksitas hubungan yang cukup tinggi antara penyediaan dan kebutuhan air bersih dimana banyak faktor yang mempengaruhinya sehingga digunakan pemodelan dinamika sistem untuk mengungkap
keterkaitan dan perilaku faktor-faktor tersebut.
Kata-kunci : kapasitas pengolahan, model dinamika sistem, pasokan air, pelanggan pdam,
penyediaan air bersih.
Pendahuluan
Seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan
penduduk, kebutuhan akan air bersih pun
meningkat. Melalui PDAM Tirtawening Kota
Bandung, pemerintah Kota Bandung berusaha
meningkatkan penyediaan air bersih perpipaan
di Kota Bandung. Penyediaan air bersih juga
merupakan salah satu hal yang menjadi fokus
dalam Millenium Development Goals (MDGs)
atau target pembangunan millenium pada tahun
2015 dimana pada tahun itu ditetapkan target
cakupan pelayanan di Kota Bandung adalah
sebesar 80% (PDAM Kota Bandung, 2011).
Cakupan pelayanan air bersih perpipaan PDAM
Kota Bandung sendiri baru mencapai 68% yang
berarti baru melayani 1.608.000 jiwa dari total
jumlah penduduk sebesar 2.393.633 jiwa pada
tahun 2011 (PDAM Kota Bandung, 2012).
Air bersih yang layak untuk dikonsumsi
masyarakat Kota Bandung berasal dari air tanah
dan air PDAM. Pemenuhan ketersediaan air
PDAM Kota Bandung terutama diperoleh dari
sumber air di luar wilayah administratif Kota
Bandung, yaitu Kabupaten Bandung. Hal ini
dikarenakan kualitas air di Kabupaten Bandung
masih baik dan sebagian besar sungai di Kota
Bandung telah tercemar oleh industri dan rumah
tangga (ESP, 2006). Selain itu, sumber daya air
di Kota Bandung juga mengalami masalah
kelangkaan air akibat keterbatasan kawasan
resapan air dan penurunan muka air tanah
sampai dengan 65,14 meter sejak 1977
(Roekmi, 1977).
Menurunnya ketersediaan air baku
mengakibatkan sulitnya mengoptimalkan
kapasitas terpasang yang dimiliki instalasi
pengolahan PDAM Tirtawening Kota Bandung.
Selama periode 2004-2010 hanya terdapat
sekali peningkatan kapasitas produksi. Pada
tahun 2008, tingkat kehilangan air sebesar
60,18% (Nugraha, 2007) melebihi standar
toleransi menurut kriteria perencanaan air bersih
menurut BPPT sebesar 20-30%.
Penyediaan air bersih perpipaan Kota Bandung
tidak hanya terkendala dari segi penyediaan
(supply) dimana sumber air baku terbatas dan
terjadi kehilangan air yang cukup besar, namun
juga dari segi permintaan (demand). Dengan
Peningkatan Penyediaan Air Bersih Perpipaan Kota Bandung dengan Menggunakan Pemodelan Dinamika Sistem
Perlu dilakukan suatu bentuk intervensi
terhadap permintaan dan penyediaan untuk
dapat meningkatkan pelayanan penyediaan air
bersih perpipaan di Kota Bandung. Intervensi
tersebut merupakan suatu indikasi kebijakan
yang dapat digunakan sebagai upaya untuk
meningkatkan penyediaan air bersih perpipaan
di Kota Bandung. Berikut adalah kerangka
berpikir dari penelitian ini:
laju pertumbuhan penduduk dan taraf hidup
masyarakat yang meningkat, maka tingkat
konsumsi pun menjadi lebih besar. Diperlukan
suatu manajemen permintaan (demand
management) untuk meningkatkan penyediaan
air bersih bersih perpipaan di kota besar, seperti
Kota Bandung.
Sejauh ini belum ada kajian mengenai intervensi
terhadap penyediaan (supply) dan permintaan (demand) akan air bersih dari PDAM Tirtawening Kota Bandung untuk meningkatkan penyediaan
air bersih perpipaan di Kota Bandung. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan utama, yaitu peningkatan penyediaan air bersih perpipaan di Kota Bandung melalui intervensi
dari segi penyediaan dan permintaan terhadap air bersih. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menetapkan beberapa
sasaran secara spesifik, antara lain: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penyediaan air bersih perpipaan Kota
Bandung.
2. Keterkaitan antarfaktor yang
mempengaruhi penyediaan air bersih
perpipaan di Kota Bandung
Kerangka Berpikir
Penyediaan air bersih pada dasarnya merupakan
suatu sistem dengan kompleksitas yang cukup
tinggi dimana banyak faktor yang
mempengaruhinya. Meningkatkan pertumbuhan
penduduk akan meningkatkan kebutuhan akan
air bersih sehingga penyediaan air bersih
merupakan isu yang sangat penting di kota-kota
besar dengan pertumbuhan penduduk yang
cukup tinggi. Isu penyediaan air bersih
perpipaan di Kota Bandung sendiri erat
kaitannya dengan terbatasnya sumber air baku
dan tingginya tingkat kehilangan air serta
tingginya konsumsi akan air bersih.
Indikasi Kebijakan
Demand:
Konsumsi air cukup besar
Supply:
- keterbatasan sumber air baku
- kehilangan air tinggi
Kendala penyediaan air bersih
perpipaan PDAM Kota
Bandung
Intervensi terhadap
penyediaan dan permintaan
air bersih perpipaan
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Metodologi Penelitian
Penyediaan dan kebutuhan akan air bersih merupakan unsur pembentuk sistem penyediaan
air bersih yang terdiri dari berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Dalam melakukan studi terhadap peningkatan penyediaan air bersih
perpipaan ini, dilakukan pendekatan kuantitatif melalui pemodelan dinamika sistem sehingga hubungan dan perilaku antarfaktor tersebut
daapat diketahui. Tahapan pemodelan dinamika sistem adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi dan mendefinisikan
permasalahan dinamika penyediaan air bersih perpipaan di Kota Bandung.
2) Merumuskan konseptualisasi sistem.
Dengan menyusun konseptualisasi sistem,dapat dilihat pola perilaku sistem yangdihasilkan seiring dengan berjalannya waktu.
Sistem digambarkan dengan diagram sebabakibat (causal loop).
3) Merumuskan model dinamika penyediaan airbersih perpipaan di Kota Bandung
Pada tahap ini, dilakukan perumusan modeldengan mengubah konsep sistem ataustruktur model yang telah disusun ke dalam
bentuk-bentuk persamaan atau bahasakomputer.
4) Membuat alternatif skenario peningkatan
penyediaan air bersih berdasarkan modelyang telah lulus uji verifikasiPada tahap ini dilakukan pengujian model
untuk menegakkan keyakinan terhadap
kesahihan model dan juga
mengembangkannya agar lebih dekat
dengan sistem nyata. Setelah itu, diuji
berbagai alternatif intervensi yang dapat
diterapkan dalam sistem dengan melihat
70 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1
I Gusti Ayu Andani
kemungkinan dampak dari intervensi
tersebut.
Analisis
Pelayanan air bersih di kota besar ditentukan
oleh banyak variabel yang berasal dari berbagai
aspek yang saling berkaitan satu sama lain,
mulai dari variabel yang berasal dari aspek
sosial-kependudukan, fisik, hingga lingkungan.
Hubungan antarvariabel ini sangat kompleks dan
dinamis sehingga tidak bisa dipandang sebagai
hubungan linier yang mudah untuk dimanipulasi.
Untuk mampu mengidentifikasi dan
mendefinisikan persoalan yang ada, maka
dibutuhkan suatu hipotesis mengenai perilaku
persoalan yang terjadi di dunia nyata.
Hipotesis dalam penelitian ini sendiri adalah
penyediaan air bersih perpipaan Kota Bandung
dapat ditingkatkan dengan mempertimbangkan
ketersediaan air baku dan penurunan tingkat
kehilangan air PDAM yang mempengaruhi
supply air bersih dan demand air bersih yang
ditunjukkan oleh jumlah konsumsi air bersih.
Konseptualisasi Sistem
Untuk mempermudah perumusan model, penulis
membatasi model dengan cara membatasi
variabel yang digunakan secara umum menjadi
aspek pelanggan, kapasitas pengolahan, dan
pasokan air berdasarkan hasil penetapan
variabel sebelumnya. Ketiga aspek inilah yang
akan membentuk subsistem-subsistem tersendiri
yang memiliki hubungan timbal balik antar satu
variabel dengan variabel lainnya.
Dapat dilihat pada Gambar 1 bahwa diagram
umpan balik memiliki banyak umpan balik
(feedback loop) yang bernilai negatif. Hal ini
menandakan bahwa model secara umum
memiliki sifat seimbang dalam proses
pencapaian tujuan. Apabila sistem tidak
seimbang, maka akan berakibat pada satu atau
lebih variabel yang terus meningkat atau
menurun tanpa ada batasnya.
Gambar 1. Diagram Sebab Akibar Model Penyediaan Air Bersih Perpipaan Kota Bandung
Model Dinamis, Simulasi, dan Uji Validasi
Pemodelan dinamika sistem penyediaan air
bersih terbagi ke dalam submodel pelanggan,
kapasitas pengolahan, dan pasokan air.
Submodel pelanggan disusun oleh variabel penduduk yang akan mempengaruhi jumlah
pelanggan. Penambahan jumlah pelanggan dikaji dengan memperhitungkan ketersediaan air
bersih dan kemauan untuk membayar tarif air bersih yang ditentukan. Tarif air bersih yang digunakan dalam model adalah tarif air
berdasarkan perhitungan biaya dasar dan tingkat keuntungan dan tarif nyata yang merupakan penetapan air oleh pihak berwenang
penduduk potensipelanggan
pelanggan
cakupanpelayanan
jumlah airbaku diambil
+
+
lahan terbuka
sumber airbaku
konsumsi airbersih
-
kapasitasproduksi
biaya usaha
biaya dasar
debit airtersalur
tarif air
TINGKATKETERSEDIAAN
AIR
kehilanganair
konversilahan
terbuka
koefisienrunoff
limpasanpermukaan
infiltrasi
++
Loop 2(-)
+
++
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
-
Loop 4(-)
-
-
- -
-
pendudukterlayani
+
-
+
Loop 1(-)
Loop 3(-)
kapasitas_terpasang
-
++
Loop 5(+)
Loop 6(-)
-
-
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 71
Peningkatan Penyediaan Air Bersih Perpipaan Kota Bandung dengan Menggunakan Pemodelan Dinamika Sistem
dengan proporsi tertentu dari tarif air bersih berdasarkan perhitungan. Tarif air bersih dapat
mempengaruhi konsumsi air dimana konsumsi air ini akan mempengaruhi tingkat ketersediaan air. Dalam penelitian ini, variabel tingkat
ketersediaan air adalah variabel utama yang menunjukkan penyediaan air bersih perpipaan.
Pada submodel kapasitas pengolahan akan
dikaji keterkaitan antara unsur yang berada
dalam infrastruktur air bersih. Variabel tersebut
antara lain kapasitas terpasang, kapasitas
produksi, debit air tersalur, dan tingkat
kehilangan air. Submodel ini akan terhubung
dengan submodel pelanggan melalui konsumsi
air dimana penambahan kapasitas terpasang
akan dipengaruhi oleh tingkat konsumsi air.
Submodel pasokan air akan menjelaskan kondisi
ketersediaan air baku yang terdapat di Kawasan
Cekungan Bandung dengan mempertimbangkan
ketersediaan air tanah dan limpasan air
permukaan. Submodel ini juga menjelaskan
bagaimana laju konversi lahan terbuka
mempengaruhi ketersediaan air tanah. Limpasan
permukaan yang menjadi sumber air baku pun
dibatasi oleh kapasitas sungai maksimum karena
apabila limpasan permukaan berlebihan, maka
akan mengakibatkan terjadinya banjir.
Ketersediaan air baku, baik oleh air permukaan
maupun air tanah akan mempengaruhi pasokan
air baku untuk PDAM.
Gambar 2. Model Dinamika Penyediaan Air Bersih Perpipaan
penduduk
laju_pertumbuhan_penduduk
cakupan_pelayanan
potensi_penambahan_SL
potensi_pelanggan target_waktu_memenuhi_potensi_pelanggan
pelanggan
efek_ketersediaan_air
tingkat_ketersediaan_air
kapasitas_terpasang
penambahan_kapasitas_terpasang
pelanggan_baru
persentase_pelanggan_berhenti
pertumbuhan_penduduk
konsumsi_air_bersih
konsumsi_per_penduduk_terlayani
jumlah_air_baku_diambil
penduduk_terlayani
pelanggan
penduduk belumterlayani
pend_terlayani_perSL
pend_terlayani_perSLkonsumsi_per_SL
kehilangan_air
tk_kehilangan_air
tarif_air_ideal
kesediaan_membayar_tarif
penambahan SL
kapasitas_produksi
debit_air_tersalur debit_air_tersalur
debit_air_tersalur
tk_keuntungan_wajar
biaya_usaha
penambahan_biaya_usaha
biaya_produksi_1literdetik_per_tahun
keuntungan_wajarbiaya_dasar
ketersediaan_air_baku
perubahan_sediaan_air_baku
curah_hujan_rata_rata
limpasan_permukaan
koef_runoff
infiltrasi
koef_infiltrasi
ketersediaan_air_tanah
waktu_pengisian_air_tanah
lahan_terbuka
konversi_lahan_terbuka
angka_konversi
faktor_skala_lahan
rasio_lahan_terbuka
lahan_terbangun
luas_wilayah
kapasitas_produksi
pelanggan_berhenti
depresiasi
laju_depresiasi
fraksi_aliran_transmisi_air_baku
pertumbuhan_penduduk
kebutuhan_ruang
laju_konversi_lahan_KCB
sumber_air_baku_permukaan
kapasitas_sungai_maksimum
pertambahan_tarif
fraksi_penetapan_tarif
perubahan_konsumsi
pengurangan_konsumsi
tarif_nyata
WTP
kapasitas_terpasang
konsumsi_air_bersih
72 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1
I Gusti Ayu Andani
Simulasi model dilakukan selama 20 tahun,
yakni 2005-2025. Simulasi model yang
menggambarkan perilaku model dinamis
tersebut akan ditampilkan dalam grafik waktu
yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1) Submodel Pelanggan
Pertambahan pelanggan terjadi apabila
ketersediaan air bersih mampu memenuhi
minimal 20% kebutuhan akan air bersih dan
tarif yang ditetapkan masih dalam batas
kemauan membayar tarif masyarakat sebesar
Rp 3,6 per liternya. Grafik di bawah
menunjukkan bahwa jumlah pelanggan terus
bertambah hingga tahun simulasi 2025.
Gambar 3. Grafik Waktu Simulasi Pelanggan
Berdasarkan hasil uji verifikasi, diperoleh RMSPE
untuk variabel ini adalah sebesar 0,042 dan nilai
MAPE sebesar 2,9%, serta nilai koefisien
korelasi (r) dari variabel ini adalah 0,998.
Dengan demikian tingkat keabsahan model ini
untuk meramalkan variabel jumlah pelanggan
sangat tinggi.
Bertambah jumlah pelanggan akan
meningkatkan konsumsi air, seperti pada
Gambar 4. Apabila tidak diiringi dengan
peningkatan penyaluran air bersih, maka tingkat
ketersediaan air bersih akan terus berkurang.
Gambar 4. Grafik Waktu Simulasi Konsumsi Air Bersih
Gambar 5. Grafik Waktu Simulasi Tingkat Ketersediaan Air
2) Submodel Kapasitas Pengolahan
Submodel kapasitas pengolahan ini
menjelaskan sistem penyediaan air bersih dari
pengambilan air baku hingga pendistribusian air
bersih ke pelanggan. Submodel ini menjelaskan
kondisi yang terjadi pada infrastruktur air
bersih milik PDAM Tirtawening Kota Bandung.
Grafik di bawah ini kapasitas produksi
menunjukkan terjadinya peningkatan produksi,
namun di akhir tahun terjadi penurunan akibat
tidak adanya penambahan kapasitas terpasang.
Kapasitas terpasang sendiri terus menurun dari
besaran awalnya, 3220 liter/detik akibat
depresiasi. Kecenderungan yang terjadi pada
kapasitas produksi ini terjadi pula pada variabel
kehilangan air dan debit air yang tersalur
mengingat keterkaitannya yang sangat dekat
Gambar 6. Grafik Waktu Simulasi Kapasitas Produksi
Gambar 7. Grafik Waktu Simulasi Kapasitas
Terpasang
Berdasarkan hasil uji verifikasi, diperoleh
RMSPE untuk variabel ini adalah sebesar 0,036
dan nilai MAPE sebesar 3,12%. Sementara nilai
koefisien korelasi (r) dari variabel ini adalah
0,9985. Dengan demikian tingkat kesamaan
atau kesesuaian antara nilai yang dihasilkan
model dengan data historis sangat besar
Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025
140,000
150,000
160,000
170,000
180,000
SL
pelanggan
Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025
2,700
3,000
3,300
liter/detik
konsumsi_air_bersih
Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025
0.32
0.34
0.36
0.38
0.40
tingkat_ketersediaan
_air
Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025
2,400
2,450
2,500
liter/detik
kapasitas_produksi
Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025
2,700
3,000
liter/detik
kapasitas_terpasan
g
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 73
Peningkatan Penyediaan Air Bersih Perpipaan Kota Bandung dengan Menggunakan Pemodelan Dinamika Sistem
sehingga tingkat keabsahan model ini untuk
meramalkan variabel jumlah pelanggan sangat
tinggi.
3) Submodel Pasokan Air
Diagram alir submodel pasokan air ini
menggambarkan ketersediaan air baku yang
berada di alam yang selanjutnya akan diambil
dan diolah menjadi air bersih oleh PDAM dan
didistribusikan ke pelanggan. Jumlah air diambil
yang akan diolah menjadi air bersih sangat
bergantung pada ketersediaan sumber air
baku. Sumber air baku sendiri merupakan
bagian dari siklus hidrologis yang tidak akan
terhenti. Sumber air baku berasal dari hujan
yang turun ke bumi yang kemudian melimpas
di atas permukaan atau terserap ke dalam
tanah.
Pada grafik di bawah ini dapat dilihat bahwa
limpasan permukaan dan ketersediaan air
tanah terus menurun. Hasil simulasi debit
limpasan permukaan sendiri tidak semuanya
dipergunakan sebagai sumber air baku karena
daerah aliran sungai di Kawasan Cekungan
Bandung memiliki kapasitas maksimum, yakni
394.000 liter/detik. Penurunan ketersediaan air
tanah diakibatkan oleh meningkatnya laju
konversi lahan terbuka menjadi lahan
terbangun. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar
4.10 dimana lahan terbuka semakin berkurang
dan lahan terbangun semakin bertambah.
Gambar 8. Grafik Waktu Simulasi Sumber Air Baku
Gambar 9. Grafik Waktu Simulasi Lahan
Grafik di bawah ini memperlihatkan terlihat
jumlah air baku diambil memiliki kapasitas
produksi yang berada dalam submodel
kapasitas pengolahan. Hal ini terjadi karena
jumlah air baku yang diambil juga dibatasi oleh
kapasitas terpasang sehingga pengambilan air
baku tidak bisa dioptimalkan. Jumlah air baku
merupakan input terhadap kapasitas produksi
sehingga validasi model terhadap pasokan air
baku dapat ditinjau sekaligus dengan kapasitas
produksi.
Gambar 10. Grafik Waktu Simulasi Jumlah Air Baku yang Diambil
Alternatif Skenario Peningkatan Penyediaan Air
Bersih Perpipaan di Kota Bandung
Sesuai dengan identifikasi dan definisi masalah
pada awal proses pembuatan model yang
merupakan permasalahan pada penelitian ini
ialah kurang optimalnya penyediaan (supply)
air bersih karena keterbatasan sumber air baku
dan tingginya tingkat kehilangan air sehingga
tidak mampu memenuhi permintaan (demand)
akan air bersih yang cukup besar di kota besar,
seperti Kota Bandung. Oleh karena itu, dalam
skenario intervensi ini akan dilakukan suatu
bentuk intervensi terhadap sisi supply dan
demand dari air bersih. Intervensi terhadap
supply dan demand ini diharapkan dapat
meningkatkan penyediaan air bersih perpipaan
dengan target mencapai Millenium
Development Goals pada tahun 2015. Skenario
tersebut, antara lain:
Skenario dasar yang akan digunakan sebagai
pembanding dan acuan dari setiap
perubahan kebijakan yang dilakukan.
Skenario pertama adalah penataan dan
pengawasan RTH Kawasan Cekungan
Bandung. Hal ini ditujukan agar nilai dari laju
infiltrasi menjadi semakin meningkat.
Penghijauan ini dilakukan dengan cara
melaksanakan program reboisasi pada lahan
terbuka yang ada serta menerapkan
Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025226,000,000
227,000,000
228,000,000
229,000,000
230,000,000
231,000,000
232,000,000
liter/detik
ketersediaan_air_ta
nah
Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025
4,200,000
4,250,000
4,300,000
liter/detik
limpasan_permukaa
n
Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025430,000
435,000
440,000
ha
lahan_terbuka
Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025
40,000
45,000
50,000
55,000
ha
lahan_terbangun
Jan 01, 2005 Jan 01, 2015 Jan 01, 2025
2,400
2,450
2,500
liter/detik
jumlah_air_baku_di
ambil
74 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1
I Gusti Ayu Andani
peraturan zonasi agar pemanfaatan ruang
terbuka hijau untuk kegiatan yang
bertentangan dengan peruntukkan dapat
diminimalisir. Adanya program ini
mengakibatkan koefisien infiltrasi lahan
terbuka bertambah menjadi 0,7 dari semula
0,6 dan koefisien run-off menurun menjadi
0,3 dari semula 0,4. Laju konversi lahan
terbuka di Kawasan Cekungan Bandung pun
dapat ditekan menjadi setengahnya, yakni
sekitar 3.189,61 hektar/tahun.
Skenario yang kedua adalah menurunkan
tingkat kebocoran pipa, baik transmisi air
baku maupun distribusi air bersih PDAM
Tirtawening Kota Bandung serta peningkatan
kapasitas terpasang melalui penindakan
terhadap pencurian air, pemeriksaan rutin,
dan pemasangan meteran induk.
Dampaknya, pada tahun 2010, PDAM Kota
Bandung berhasil menurunkan laju
kehilangan air menjadi 40%. Tiga tahun
kemudian, yakni tahun 2013, tingkat
kehilangan air dapat ditekan menjadi 30%.
Pada tahun 2015, tingkat kehilangan air
mampu mencapai standar optimal, yaitu
20% dan kebocoran pipa transmisi air baku
pun dapat ditekan sehingga aliran pipa
transmisi air baku dapat dimanfaatkan
seluruhnya. Di tahun yang sama dibangun
instalasi pengolahan air bersih baru dengan
kapasitas terpasang sebesar 250 liter/detik.
Skenario ketiga adalah skenario peningkatan
tarif air bersih melalui prinsip pemulihan
biaya penuh. Pada tahun 2015, fraksi
penetapan tarif sebesar 0,85 yang
merupakan langkah penyesuaian tarif
sehingga kenaikan yang terjadi tidak terlalu
besar. Pada tahun 2020, fraksi penetapan
tarif sebesar 1.
Skenario keempat adalah skenario gabungan
dari tiga skenario sebelumnya.
Hasil simulasi dari beberapa skenario atas
intervensi dari masing-masing variabel ini
tercermin dari pergeseran perilaku tingkat
ketersediaan air. Variabel tersebut dianggap
dapat mewakili dinamika penyediaan air bersih
perpipaan karena merupakan hasil dari
perbandingan antara penyediaan dan
permintaan akan air bersih. Berikut adalah grafik
simulasi skenario terhadap perilaku tingkat
ketersediaan air yang disertai dengan laju
pertumbuhan variabel ini dari setiap skenario.
Gambar 11. Grafik Simulasi Skenario terhadap Tingkat Ketersediaan Air
Tabel 1. Laju Pertumbuhan Tingkat Ketersediaan Air dari Setiap Skenario
Skenario Dasar
Skenario I Skenario II Skenario III Skenario IV
Penataan dan
Pengendalian Pemanfaatan
RTH Kawasan Cekungan Bandung
Penurunan Tingkat
Kebocoran Pipa dan
Peningkatan Kapasitas Terpasang
Peningkatan Tarif Air Bersih
Gabungan Skenario I, II, dan III
-22.702% -22.702% 46.84865% 15.94564% 47.30347%
Pada dasarnya keempat skenario ini
berpengaruh kepada tingkat ketersediaan air,
namun skenario I melalui program penataan
dan pengendalian pemanfaatan ruang terbuka
hijau Kawasan Cekungan Bandung kurang
begitu berpengaruh terhadap peningkatan
ketersediaan air. Skenario yang cukup
berpengaruh terhadap peningkatan ketersediaan
air bersih perpipaan adalah skenario II, III, dan
IV, yakni dengan menurunkan tingkat kebocoran
pipa transmisi dan distribusi air baku dan
meningkatkan kapasitas terpasang, peningkatan
tarif air bersih, serta menggabungkan tiga
skenario sebelumnya.
Skenario IV merupakan skenario yang paling
berpengaruh dalam meningkatkan ketersediaan
air yang mampu meningkatkan laju
pertumbuhan variabel tingkat ketersediaan air
menjadi 47,3% dan skenario II adalah yang
paling signifikan setelah skenario IV yang
mampu meningkatkan laju pertumbuhan
variabel tingkat ketersediaan air menjadi
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 75
Peningkatan Penyediaan Air Bersih Perpipaan Kota Bandung dengan Menggunakan Pemodelan Dinamika Sistem
46,84% dari laju pertumbuhan pada kondisi
dasar sebesar -22,7%.
Walaupun skenario II dan IV adalah skenario
yang paling optimal untuk meningkatkan
penyediaan air bersih, namun seperti dapat
dilihat pada Gambar 11, tingkat ketersediaan air
pada kedua skenario ini akan mengalami
penurunan pada tahun tahun 2016. Hal ini
dikarenakan laju peningkatan produksi air bersih
tidak mampu mengikuti laju peningkatan
konsumsi. Skenario III yang merupakan
intervensi dari sisi demand memiliki
kecenderungan untuk terus meningkat
ketersediaan air bersih dan mampu
meningkatkan laju tingkat ketersediaan air
bersih hingga 15%. Selain itu, skenario ini juga
lebih mudah diterapkan karena tidak
memerlukan dana yang banyak. Untuk
meningkatkan penyediaan air bersih, diperlukan
intervensi dari sisi supply dan demand secara
bersamaan.
Terkait dengan pencapaian target Millenium
Development Goals pada tahun 2015, melalui
penerapan skenario IV, maka debit air yang
tersalur dapat ditingkatkan menjadi 2.506
liter/detik pada tahun 2015. Di lain pihak,
tingkat konsumsi harus ditekan menjadi 103,42
liter/orang/hari yang dapat dilakukan dengan
meningkatkan tarif air bersih menjadi Rp.
3.280,00. Dengan demikian cakupan pelayanan
air bersih sebesar 80% dapat dicapai. Untuk
meningkatkan penyediaan air bersih perpipaan
secara berkelanjutan di Kota Bandung,
diperlukan intervensi baik dari sisi supply
maupun demand terhadap air bersih.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh temuan
sebagai berikut:
1. Permasalahan penyediaan air bersih di Kota
Bandung adalah terbatasnya ketersediaan air
baku dan tingginya tingkat kehilangan air,
sedangkan konsumsi air bersih cukup besar
sehingga menimbulkan gap pemenuhan
kebutuhan akan air bersih yang cukup besar.
Ketiga faktor ini dinilai sangat berpengaruh
dalam penyediaan air bersih perpipaan di
Kota Bandung. Selain ketiga faktor tersebut,
terdapat banyak faktor lain yang
mempengaruhi penyediaan air bersih
perpipaan di Kota Bandung sehingga
digunakan pemodelan dinamika sistem untuk
mempermudah analisis. Model dinamika
penyediaan air bersih perpipaan ini disusun
dari tiga aspek, yakni aspek pelanggan,
kapasitas pengolahan PDAM, dan pasokan
air.
2. Berdasarkan hasil uji perilaku, pasokan air
berpengaruh terhadap peningkatan produksi
air bersih PDAM. Ketersediaan air tanah dan
sumber air baku permukaan merupakan
potensi ketersediaan air baku dimana air
yang diambil dari air baku ini nantinya
digunakan untuk memproduksi air bersih.
Produksi air bersih sendiri akan
mempengaruhi tingkat ketersediaan air
melalui air yang disalurkan dimana
kehilangan air akan mengurangi debit air
yang tersalur tersebut. Semakin besar
produksi air bersih, maka semakin besar
kehilangan air yang terjadi. Apabila
ketersediaan air bersih yang merupakan
kapabilitas air bersih yang disalurkan untuk
memenuhi konsumsi air masyarakat mampu
memenuhi setidaknya kebutuhan dasar
pelanggan, maka pertambahan pelanggan
akan terus terjadi. Pertambahan pelanggan
ini menunjukkan pertambahan jumlah
penduduk yang terlayani yang mana akan
meningkatkan cakupan pelayanan air bersih
perpipaan. Dengan demikian ketiga
submodel ini terhubung satu sama lain.
3. Ada empat skenario yang dapat diterapkan
terkait dengan upaya peningkatan
penyediaan air bersih perpipaan di Kota
Bandung, yaitu skenario penataan dan
pengendalian pemanfaatan RTH Kawasan
Cekungan Bandung; skenario menurunkan
tingkat kebocoran pipa, baik transmisi air
baku maupun distribusi air bersih PDAM
Tirtawening Kota Bandung serta peningkatan
kapasitas terpasang melalui penindakan
terhadap pencurian air, pemeriksaan rutin,
dan pemasangan meteran induk; skenario
peningkatan tarif air bersih melalui prinsip
pemulihan biaya penuh; dan gabungan tiga
skenario sebelumnya.
76 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1
I Gusti Ayu Andani
Setelah keempat skenario itu disimulasikan,
maka dapat disimpulkan:
1. Intervensi dari sisi supply jauh lebih efektifdan efisien untuk dilakukan. Intervensi dari
sisi demand tidak berdampak besar,seperti dampak yang ditimbulkan olehintervensi dari sisi supply, namun
intervensi dari sisi demand merupakanlangkah yang paling mudah untukdilakukan. Untuk meningkatkan
penyediaan air bersih perpipaan secaraberkelanjutan di Kota Bandung, diperlukanintervensi baik dari sisi supply maupundemand terhadap air bersih.
2. Terkait dengan pencapaian target MDGsdiperluka pula intervensi baik dari sisisupply maupun demand. Melalui
penerapan skenario IV, maka debit airyang tersalur dapat ditingkatkan menjadi2.506 liter/detik pada tahun 2015. Di lain
pihak, tingkat konsumsi harus ditekanmenjadi 103,42 liter/orang/hari yang dapatdilakukan dengan meningkatkan tarif air
bersih menjadi Rp. 3.280,00. Dengandemikian cakupan pelayanan air bersihsebesar 80% dapat dicapai.
Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis, maka terdapat beberapa indikasi kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah Kawasan Cekungan
Bandung, khususnya PDAM Tirtawening Kota Bandung selaku badan penyedia air bersih di Kota Bandung. Indikasi kebijakan tersebut,
antara lain: Pencapaian target Millenium Development
Goals dapat dicapai pada tahun 2015
apabila dilakukan upaya peningkatanpenyediaan air bersih perpipaan KotaBandung melalui intervensi pada supply dan demand terhadap air bersih secarabersamaan. Jika tingkat kehilangan airmampu ditekan menjadi 20% dan tingkat
konsumsi mampu dikurangi menjadi103,24 liter/orang/hari atau denganpenurunan kontinuitas pengaliran air
bersih menjadi 16,5 jam melalui peningkatan tarif sebesar Rp. 3.280,00.
Intervensi pada supply dan demand terhadap
air bersih tersebut dapat dilakukan dengan cara: Menjaga kelestarian hutan dan
mengoptimalkan ruang terbuka hijau yangada, serta menerapkan peraturan zonasi
dan berbagai perangkat pengendalian
pemanfaatan ruang lainnya, seperti insentif/disinsentif maupun sanksi untuk mengendalikan laju konversi lahan terbuka
menjadi terbangun. Peningkatan ruang terbuka hijau dapat dilakukan dengan mengubah lahan kosong menjadi ruang
terbuka hijau. Penurunan laju konversi lahan menjadi setengahnya diindikasikan dapat meningkatkan ketersediaan air baku
sebesar 0,38%. Meningkatkan kualitas jaringan yang,
termasuk jaringan di dalam IPA, diantaraIPA dan jaringan, hingga jaringan di dalamrumah pelanggan. Kualitas jaringantersebut termasuk bagaimana peletakan
jaringan jika dikaitkan dengan rencana tataruang yang ada dan umur jaringan dimanaharus dilakukan perawatan dan rehabilitasi
jaringan serta infrastruktur di dalamjaringan. Hal ini dilakukan untuk mencegahterjadinya kehilangan air akibat terjadinya
kebocoran pipa, baik pipa transmisi airbaku maupun pipa distribusi air bersih.Selain itu, penekanan kehilangan air dapat
pula dilakukan dengan menindak pencurianair, menertibkan pelanggan yangmenunggan, serta memasang meteran
induk di setiap jaringan distribusi. Apabilatindakan ini dapat meningkatkan aliranpasokan air baku menjadi 100% dan
mengurangi tingkat kehilangan air menjadi20% sesuai dengan standar kehilangan airmenurut Instruksi Menteri Dalam NegeriNo. 690-149 tentang Usaha Mengurangi
Kehilangan Air dalam Pengelolaan AirMinum di PDAM, maka meningkatkanpenyaluran air bersih ke pelanggan
sebesar 92,68% sehingga kemampuanpenyaluran air bersih dalam memenuhikebutuhan pelanggan dapat ditingkatkan
menjadi 69,55%. Penyesuaian tarif secara berkala dengan
mempertimbangkan biaya usaha yangdikeluarkan dan tingkat konsumsimasyarakat dimana dapat dilakukandengan asumsi peningkatan tarif sebesar
20%, maka konsumsi air dapat ditekansebesar 5 liter/orang/hari. Dengan asumsitersebut, maka peningkatan tarif rata-rata
golongan non-niaga menjadi Rp. 3.290/m3
dapat menekan konsumsi air menjadi 100liter/orang/hari.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 | 77
Peningkatan Penyediaan Air Bersih Perpipaan Kota Bandung dengan Menggunakan Pemodelan Dinamika Sistem
Ucapan Terimakasih
Artikel ini merupakan laporan perancangan
Tugas Akhir Program Studi Sarjana Perencanaan
Wilayah dan Kota SAPPK ITB. Ucapan
terimakasih diberikan kepada dosen
pembimbing, Dr. Sri Maryati, ST., MIP., serta
penguji Dr. Ir. Iwan P. Kusumantoro, MT dan
Dr. Ir. Dewi Sawitri Tjokropandojo, MT.
Daftar Pustaka
Erwin Nugraha. Tilikan Peluang Peningkatan Cakupan Layanan Air Minum atas Dasar Kebijakan Penghapusan Utang Bersyarat
Berdasarkan Kelayakan Finansial. Bandung: ITB.
I Gusti Ayu Andani (2012). Peningkatan
Penyediaan Air Bersih Perpipaan Kota Bandung dengan Pendekatan Pemodelan Dinamika Sistem. Bandung: ITB.
Muhammad Tasrif . Analisis Kebijakan Menggunakan Model System Dinamics (Buku I). Bandung: Program Magister
Studi Pembangunan ITB. Novi Rindani (2011). Kajian Penyediaan Air
Bersih Perdesaan Secara Berkelanjutan dengan Pendekatan System Dinamics
(Studi Kasus: Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung). Bandung: ITB.
Robert J Kodoatie (2005). Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Bandung: Penerbit ANDI.
Reka Masa (2010). Pemodelan Dinamika Perkembangan Perkotaan dan Daya Dukung Sumber Daya Air di Kawasan
Cekungan Bandung. Bandung: ITB. Sri Maryati (2009). Keterkaitan Variabel
Lingkungan Terhadap Biaya Penyediaan
Air Minum. Bandung: ITB.
78 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1