PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA PABRIK MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PENGELOLAAN LIMBAH SECARA TERPADU

22
MAKALAH PENGELOLAAN LIMBAH AGROINDUSTRI “PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA PABRIK MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PENGELOLAAN LIMBAH SECARA TERPADU” Disusun Oleh: NAMA NIM RENY YULIANTI 1109045013 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2013

Transcript of PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA PABRIK MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PENGELOLAAN LIMBAH SECARA TERPADU

MAKALAH PENGELOLAAN LIMBAH AGROINDUSTRI

“PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA PABRIK MINYAK

KELAPA SAWIT DENGAN PENGELOLAAN LIMBAH

SECARA TERPADU”

Disusun Oleh:

NAMA NIM

RENY YULIANTI 1109045013

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2013

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak sawit berasal dari buah pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis), suatu spesies tropis

yang berasal dari Afrika Barat, namun kini tumbuh sebagai hibrida di banyak belahan dunia,

termasuk Asia Tenggara dan Amerika Tengah. Minyak sawit menjadi minyak pangan yang

paling banyak diperdagangkan secara internasional pada tahun 2007. Minyak yang relatif

murah ini digunakan untuk berbagai tujuan. Permintaan dunia akan minyak sawit telah

melonjak dalam dua dasawarsa terakhir, pertama karena penggunaannya dalam bahan

makanan, sabun, dan produk-produk konsumen lainnya, dan belakangan ini sebagai bahan

baku mentah bahan bakar nabati. Naiknya tingkat kemakmuran di India dan Cina, kedua

negara importir terbesar di dunia, akan menambah permintaan akan minyak sawit dan minyak

sayur yang dapat dimakan lainnya untuk berbagai kegunaan. Buah sawit adalah sumber

bahan baku CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm Kernel Oil). CPO dihasilkan dari daging

buah sawit, sedangkan PKO dihasilkan dari inti buahnya.

Namun seperti dua sisi mata uang yang tidak dipisahkan, dampak positif dari perkembangan

seperti sektor agroindustri umumnya dan perkebunan kelapa sawit khususnya, juga diikuti

oleh dampak negatif terhadap lingkungan akibat dihasilkannya limbah cair, padat, dan gas

dari kegiatan kebun dan pabrik kelapa sawit (PKS). Untuk itu tindakan pencegahan dan

penanggulangan dampak negatif dari kegiatan perkebunan kelapa sawit dan PKS harus

dilakukan dan sekaligus meningkatnya dampak positifnya. Tindakan tersebut tidak cukup

dengan mengandalkan peraturan perundang-undangan saja tetapi perlu juga didukung oleh

pengaturan sendiri secara sukarela dan pendekatan instrumen-instrumen ekonomi.

Secara global timbul pemikiran-pemikiran baru untuk lebih meningkatkan kualitas

lingkungan hidup agar pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dapat

terlaksana, antara lain melalui upaya proaktif. Suatu strategi pengelolaan lingkungan yang

bersifat preventif dan terpadu perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan

daur hidup produk dengan tujuan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Dalil

dasar konsep ini menyatakan bahwa proses industri seharusnya tidak menghasilkan limbah

dalam bentuk apapun karena limbah tersebut merupakan bahan baku bagi industri lain.

Melalui penerapan konsep ini, proses-proses industri akan menciptakan lebih banyak

lapangan kerja baru serta mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Oleh karena itu, seiring dengan berkembangnya teknologi dalam pengolahan berbagai hasil

buangan dari suatu produksi muncul sebuah strategi untuk menerapkan produksi bersih

disuatu industri. Strategi produksi bersih mempunyai arti yang sangat luas karena di

dalamnya termasuk upaya pencegahan, pencemaran melalui pilihan jenis proses yang akrab

lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup, dan teknologi bersih. Dengan adanya

perkembangan dan perubahan cara pandang dalam pengelolaan limbah, konsep produksi

bersih menjadi pilihan kebijaksanaan pemerintahan untuk mewujudkan pembanguan yang

berwawasan lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Mengetahui proses produksi minyak kelapa sawit dan produksi bersih

2. Mengetahui jenis dan potensi limbah kelapa sawit.

3. Mengetahui karakteristik limbah dari hasil produksi kelapa sawit.

4. Mengetahui pemanfaatan limbah dari hasil produksi minyak kelapa sawit.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi karena

merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Produksi minyak kelapa sawit

Indonesia saat ini mencapai 6,5 juta ton pertahun dan diperkirakan pada tahun 2012 akan

meningkat menjadi 15 juta ton pertahun, kerena terjadinya pengembangan lahan.

Buah sawit merupakan buah yang paling produktif dalam produksi minyak sayur di dunia,

dengan hasil minyak per hektar yang lebih besar dari komoditas biji minyak utama yang lain.

Produksi minyak per satuan luas lahan dari kelapa sawit yang dipelihara dengan baik jauh

lebih besar dari produksi minyak dari rapeseed dan kedelai yang ditanam secara komersial,

yaitu dua bahan baku bahan bakar nabati yang saat ini paling banyak digunakan. Kondisi ini

menguntungkan bagi minyak sawit sebagai alternatif energi bahan bakar nabati terbarukan

utama dalam waktu dekat, sampai teknologi selulosa telah mengalami kemajuan hingga

tingkat yang dapat dioperasikan.

Buah sawit yang dikenal dengan bermacam jenis, mempunyai pola panen yang kita kenal

sebagai tingkat kematangan. Kematangan buah sangat menentukan hasil rendemen minyak

yang dihasilkan. Berbagai standart baku mutu buah tentunya akan menjadi tolak ukur dalam

perancangan pengolahan Pabrik Minyak Kelapa Sawit Skala kecil (mikro). Dengan melihat

pola panen yang sesuai akan mendongkrak tingkat mutu buah. Buah yang telah dipanen

selayaknya secepatnya diidstribusikan ke pabrik pengolahan agar tidak teroksidasi oleh enzim

dan udara yang meningkatkan nilai keasaman (salah satu parameter produk). Sistem

distribusi, pola panen dan tidak tersedianya kapasitas pabrik pengolahan yang memadai

mengakibatkan terjadinya buah restant (waste fruit) dan buah gugur (berondolan).

Pengembangan Pabrik Kelapa Sawit Skala kecil ini lebih ditekankan dalam hal pemanfaatan

buah restan dan buah berondolan yang kualitasnya tidak memenuhi standar bahan baku CPO

standar bahan pangan. Buah sawit restan dan berondolan memiliki kandungan Asam lemak

bebas lebih dari 6%. Hal ini akibat dari berlangsungnya proses oksidasi secara alami akibat

lamanya buah diolah di Pabrik ataupun logistik dan transportasi yang tidak memadai di

lapangan. Sebagaimana standar pengolahan buah adalah 24-48 jam pasca panen. Dengan

kondisi asam lemak bebas yang tinggi ini tentu tidak memenuhi standar kualitas pangan yang

disyaratkan.

Selain faktor asam lemak bebas yang tinggi, secara kualitas kadar minyak yang ada pada

buah restan dan berondolan tidak jauh berbeda dibanding buah segar yang diolah untuk bahan

pangan, hal ini berbeda jika buah restan dan berondolan yang ada merupakan buah mentah

atau belum memenuhi syarat fisiologis untuk panen.

Tandan Buah Segar (TBS) dengan mutu yang baik akan menghasilkan :

1. Minyak sebanyak 20-25%

2. Inti (kernel) sebanyak 4-6%

3. Cangkang 5-9%

4. Tandan kosong (empty fruit bunch) 20-22%

5. Serat (fiber) 12-14%

Sedangkan Buah Berondolan akan menghasilkan:

1. Minyak sebanyak 30-34%

2. Nut (biji) 15-17%

3. Serat (fiber) 14-30%

4. Sampah 2-10%

2.2 Kegiatan Pengolahan Kelapa Sawit

Secara sederhana, proses pengolahan yang ada pada pabrik berondolan lebih sederhana di

banding dengan proses yang ada pada pabrik kelapa sawit besar. adalah sebagai berikut:

Proses perebusan buah dapat dilakukan dengan dua cara, continious process dengan Boiler

pembangkit stem, atau Batch process dengan menggunakan gasifikasi fiber sebagai bahan

bakar (direbus langsung mengguankan rendaman air di vessel rebusan dengan menggunakan

api langsung dari bawah biasanya rebusan ini juga disebut Boiling chamber.

Pada proses pengepressan buah perlakuannya hampir sama dengan yang ada pada pabrik

kelapa sawit skala besar, pada pabrik berbahan baku buah berondolan ini biasanya hanya

sampai pemisahan biji (nut) dengan serat (fiber). Biji (nut) tidak dipisahkan dari cangkangnya

dan langsung dijual, karena hanya sangat sedikit jumlahnya apabila dipisahkan dengan inti

(karnel).

Pada proses pemurnian minyak hanya menggunakan continius settling tank. Peralatan seperti

centrifuge, decanter tidak digunakan, apalagi dengan batch process.

Blended (lumpur daging buah) sebelum dilepaskan ke kolam limbah beserta air, maka akan

dipanaskan terlebih dahulu untuk menangkap minyak yang masih tersisa kira-kira 0,5 – 1 %.

Juga akan diendapkan dibak Fat Fit dengan waktu tinggal kira-kira 24 jam, biasanya minyak

akan muncul dipermukaan dan akan diambil secara manual untuk kembali di masukkan ke

tangki purifier.

Unit Pengolahan limbah yang beruba bak-bak tanah atau juga di sebut kolam limbah

seterusnya akan menampung blended (lumpur) ini, secara bertahap mengalir dari satu kolam

ke kolam yang lain sesuai dengan pertambahan volume dengan waktu tinggal lebih kurang 72

jam, yang didukung dengan perpipaan T dengan pola aliran yang dibawah terlebih dahulu

mengalir. Apabila minyak pada kolam satu terlihat muncul dipermukaan maka akan bisa

dipisahkan secara manual tidak akan terikut pada kolam berikutnya dan sangat mungkin

diambil secara manual untuk dimasukkan kembali ke tangki purifier. Minyak yang berasal

dari kolam limbah kembali jika dimasukkan ke tangki purifier tidak akan merusak kualitas

minyak yang telah ada pada tangki purifier, karena kita juga akan menghasilkan minyak asam

tinggi bukan untuk bahan makanan.

Dengan pola ini maka minyak yang dihasilkan akan dapat diambil keseluruhan dengan, hal

inilah yang dapat kita katakan bahwa pabrik kecil ini dapat berjalan dengan limbah nol.

Pada Pabrik besar Tandan Buah Segar biasanya menggunakan lory-lori dan horizontal

sterilizer yang sangat tinggi biaya perawatannya. Proses pemurnian minyak juga

menggunakan banyak peralatan seperti terlihat pada skema berikut ini:

2.3 Komponen pada Proses Produksi Kelapa Sawit

a) Sterilizer (Rebusan)

Untuk bahan baku yang berbasis buah tandanan maka untuk mematangkan buah dikenal

dengan Sterilizer atau rebusan yang bertekanan. Dengan temperature operasi 130oC dan

tekanan 3 bar g, buah sawit akan matang dalam waktu sekitar 45 menit. Dengan asumsi

waktu yang dipergunakan untuk bongkar-muat boiling chamber adalah 45 menit, maka untuk

memasak 1 batch buah sawit dibutuhkan waktu total 1.5 jam.

Agar feeding kedalam digester dan screw press terjaga kontinyu, rebusan harus mampu

memasak 7.5 ton tiap batch (=1.5 jam x 5 ton/jam). Dengan asumsi bulk density buah sawit

brondolan adalah 0.5 ton/m3 maka, dibutuhkan boiling chamber sebesar 15 m3. Boiler

dirancang bekerja kontinyu agar tekanan steam terjaga tetap 4 bar g. Kettle dirancang sebagai

kettle pipa api, dimana api dan flue gas berada dalam tube (pipa), sedangkan air berada dalam

shell. Steam yang dibangkitkan kettle, selain untuk memasak buah sawit, juga dipergunakan

untuk memanaskan CPO dalam purifier dan mempertahankan temperature tangki

penyimpanan hasil CPO tetap 90oC.

b) Boiling Chamber (Rebusan)

Untuk bahan baku yang berbasis waste fruit atau yang lebih dikenal dengan buah berondolan,

maka untuk mematangkan buah dikenal dengan Sterilizer atau rebusan yang bertekanan

dengan temperatur operasi 130oC dan tekanan 3 bar g, buah sawit akan matang dalam waktu

sekitar 45 menit. Dengan asumsi waktu yang dipergunakan untuk bongkar-muat boiling

chamber adalah 45 menit, maka untuk memasak 1 batch buah sawit dibutuhkan waktu total

1.5 jam. Agar feeding kedalam digester dan screw press terjaga kontinyu, rebusan harus

mampu memasak 3 ton tiap batch (=1.5 jam x 2 ton/jam). Dengan asumsi bulk density buah

sawit brondolan adalah 0.75 ton/m3 maka, dibutuhkan boiling chamber sebesar 4 m3. Dengan

faktor koreksi 50 %, boiling chamber dirancang sebesar 8 m3.

Boiler dirancang bekerja kontinyu agar tekanan steam terjaga tetap 4 bar g. Kettle dirancang

sebagai kettle pipa api, dimana api dan flue gas berada dalam tube (pipa), sedangkan air

berada dalam shell. Steam yang dibangkitkan kettle, selain untuk memasak buah sawit, juga

dipergunakan untuk memanaskan CPO dalam purifier dan mempertahankan temperature

tangki penyimpanan hasil CPO tetap 90oC.

Bahan bakar Kettle direncanakan akan memanfaatkan sabut hasil screw press yang

diumpankan dengan menggunakan blower. Gas buang hasil pembakaran sabut, diisap dengan

ex-house fan yang dilengkapi cyclone untuk menangkap abu sisa pembakaran.

c) Thresher (Bantingan)

Thresher dipakai untuk melepaskan biji sawit dari tandan setelah dikeluarkan dari Sterilizer.

Thresher berupa silinder horizontal berlubang, dengan poros pemutar, berpenggerak motor.

Setelah dipisah dari tandan, biji sawit selanjutnya diumpankan ke digester.

d) Digester dan Screw Press

Digester dirancang sebesar 1 m3, berbentuk silinder dilengkapi agitator propeller, dengan

kecepatan putaran 100 rpm, berfungsi untuk melumatkan daging buah. Keluar dari digester,

daging sawit yang sudah lumat ini langsung masuk ke screw press untuk diperas. Screw press

meliputi dua batang screw (ulir) yang berputar saling berlawanan. Bubur sawit akan

terdorong dan ditekan, sehingga menyebabkan sawit terperas. Pulp hasil perasan keluar lewat

perforated strainer, dan selanjutnya ditampung dalam bak, sebelum dipompakan ke bak

purifier/CST.

Sabut akan keluar bersama klatak pada ujung screw press, yang kemudian dipisahkan antara

klatak dan sabut secara manual. Klatak dikumpulkan untuk dijual, sedangkan sabut

diumpankan kedalam tungku kettle sebagai bahan bakar. Purifier (Continuous Separation

Tank/CST). Purifier adalah 5 buah tangki yang dipasang secara seri, dan masing masing

dilengkapi dengan steam coil. Purifier dirancang cukup untuk menampung hasil proses

selama 5 jam kerja (25 ton). Setelah dilakukan settling selama lebih kurang 5 jam, CPO

murni dipompakan kedalam tangki penyimpanan. Pulp yang tertinggal adalah berupa

butiran/serat sabut kecil, kotoran, dan air selanjutnya disebut blended. Blended ini

selanjutnya dialirkan ke bak penampung limbah.

Volume dari tangki settling yang pertama harus sebesar 5 kali kapasitas pengolahan per jam

agar dapat waktu tinggal yang cukup untuk memisahkan minyak, air dan Lumpur

berdasarkan berat jenis dengan pemanasan. Minyak dengan berat jeni (BJ) yang lebih kecil

akan berada diatas, kemudian blended dan air. Trap dimaksudkan disini dilengkapi dengan

filter untuk mencegah masuknya bleded yang ringan terikut beserta minyak.

e) Bak Penampung Limbah (Waste Water Treatment Plant / WWTP)

Blended tidak boleh dibuang langsung karena selain mengganggu lingkungan, blended masih

bisa diambil manfaatnya. Untuk itu, penampung limbah dibuat bersekat sekat sebanyak 4

bak. Sekatan pertama dibuat untuk menormalkan temperature buangan, sesuai dengan

temperatur lingkungan. Selain itu, dari bak ini diharapkan masih dapat diambil minyaknya.

Keluaran dari bak pertama diatur sedemikian rupa sehingga hanya blended dan air yang

masuk ke bak kedua. Di bak kedua juga diharapkan masih bisa mengambil kandungan

minyaknya. Keluaran dari bak kedua juga diatur sedemikian hingga hanya air dan blended

yang masuk ke bak ketiga. Sedemikian seterusnya, hingga keluaran dari bak ke empat hanya

air yang keluar ke parit pembuangan. Blended diharapkan tetap tertinggal di keempat bak ini,

dan setelah penuh, bak dikuras dengan mengangkat semua blended. Blended selanjutnya

dikeringkan dengan dijemur. Blended kering kaya akan unsur hara dan sangat bagus untuk

dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk kebun sawit itu sendiri. Selain itu, blended kering

juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar rebusan.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Produksi Pengolahan Kelapa Sawit dengan Produksi Bersih

Tandan buah segar (TBS) yang telah dipanen dikebun diangkut ke lokasi pabrik minyak sawit

dengan menggunakan truk. Sebelum dimasukan kedalam Loading Ramp, tandan buah segar

tersebut harus ditimbang terlebih dahulu pada jembatan penimbangan (weighing brigae).

Secara garis besar diagram alir dari proses pengolahan kelapa sawit dan neraca material

balance pengolahan kelapa sawit disajikan pada gambar dibawah ini:

Skema material balance Proses Pengolahan Minyak Sawit

Produksi bersih adalah suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan

terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup

dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Produksi bersih

diperlukan sebagai cara untuk mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan hidup

dengan kegiatan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu upaya untuk

menghasilkan produksi bersih sama dengan penerapan pembangunan berkelanjutan karena

penerapan produksi bersih dapat:

a. Memberikan peluang keuntungan ekonomi, sebab di dalam produksi bersih terdapat

strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction dan in-process

recycling) yaitu mencegah terbentuknya limbah secara dini yang dapat mengurangi

biaya investasi untuk pengolahan dan pembuangan limbah.

b. Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui pengurangan

limbah, daur ulang, pengolahan, dan pembuangan yang aman.

c. Memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang melalui

penerapan produksi dan penggunaan bahan baku dan energi yang lebih efisien.

d. Mencegah atau memperlambat terjadinya degradasi lingkungan dan memanfaatkan

sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah di dalam proses.

Kegiatan perkebunan dan pengolahan kelapa sawit merupakan kegiatan yang sangat

memungkinkan untuk menerapkan konsep zero emissions, karena hampir semua limbah yang

dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali. Oleh karena itu, pemerintah dewasa ini sangat

memperhitungkan dan memprioritaskan penerapan produksi bersih pada komoditi kelapa

sawit. Karena dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat dunia tentang pelestarian

lingkungan hidup serta adanya persaingan pada pasar global, maka mutu produk tidak hanya

dilihat dari aspek fisik dan kimianya saja, tetapi juga aspek lingkungannya.

3.2 Jenis dan Potensi Limbah Kelapa Sawit

Jenis limbah kelapa sawit pada generasi pertama adalah limbah padat yang terdiri dari tandan

kosong, pelepah, cangkang dan lain-lain. Sedangkan limbah cair yang terjadi pada in house

keeping. Limbah padat dan limbah cair pada generasi berikutnya dapat dilihat pada gambar

dibawah ini:

Pada tabel dibawah ini, disajikan potensi dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit:

Dalam upaya pemanfaatan limbah kelapa sawit secara optimal untuk setiap kasus, perlu

dikaji beberapa aspek teknis, ekonomis, sosial dan lingkungan seperti berikut:

1. Jumlah, waktu pengadaan dan lokasi limbah maupun fluktuasinya sepanjang tahun

atau musim.

2. Pemanfaatan di lapangan, jumlah biomassa, kebutuhan tenaga kerja, peralatan,

kondisi jalan, bahaya, resiko kerusakan atau pelapukan

3. Transportasi, volume limbah, jarak sampai ditujuan, kondisi jalan.

4. Struktur fisik dan komposisi kimia maupun kandungan energi (nilai kalor bakar)

bahan limbah.

5. Berbagai alternatif pemanfaatan limbah, teknologi yang tersedia, biaya dan nilai

produk yang dihasilkan.

6. Tingkat pencemaran lingkungan dan teknologi penanganan untuk kelestarian

lingkungan hidup.

Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas, maka pemanfaatan limbah dapat

dilakukan secara optimal.

3.3 Karakteristik Limbah Kelapa Sawit

Hampir disetiap buangan PKS mengandung bahan organik yang dapat mengalami degradasi.

Oleh karenanya dalam pengelolaan limbah perlu diketahui karakteristiknya, yakni:

1. Dari balance sheet ekstraksi miyak kelapa sawit diketahui bahwa jumlah air limbah

yang dihasilkan dari 1 ton CPO yang diproduksi adalah 2,50 ton.

2. Berdasarkan hasil penelitian terhadap beberapa PKS diketahui bahwa kualitas limbah

cair (Inlet) yang dihasilkan berpotensi mencemari badan air penerima limbah.

3. Kandungan hara spesifik dari limbah sawit secara keseluruhan dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

4. Kandungan hara dalam abu hasil pembakaran tandan kosong dan serat serta cangkang

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

5. Dengan teknologi terkini, kayu sawit yang memiliki sifat dasar kualitas

penggunaannya yang rendah dibandingkan dengan kayu biasa ternyata dapat menjadi

bahan baku mebel yang potensial. Kepala Badan Litbang Hutan pun mengatakan

bahwa produk tersebut selama ini banyak dicari pembeli dari luar negeri, karena

selain corak kayunya yang unik juga memiliki kekuatan yang cukup bagus.

6. Diketahui dari uji panjang serat dan diameter serat metode Franklin dari sifat fisik dan

morfologi serat, serat janjang kosong termasuk serat pendek <1 mm. Kadar selulose

45,19%, menunjukkan bahwa janjang kosong cukup baik untuk dibuat pulp.

Rendemen 45%, derajat putih 82%, derajat giling 33-43oSR dengan kondiisi

optimum, indeks retak, tarik, cukup tinggi, indeks sobek masih dalam batas yang

diijinkan.

3.4 Pemanfaatan Limbah dari Hasil Produksi Minyak Kelapa Sawit

Berdasarkan karakteristik limbah seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa limbah pabrik

minyak kelapa sawit (PMKS) mengandung bahan organik dan mineral. Limbah tersebut

dapat dimanfaatkan dengan melakukan pengolahan lebih lanjut sehingga mempunyai nilai

ekonomis yang tinggi. Pengolahan limbah akan bermanfaat bukan hanya untuk mencegah

pencemaran terhadap lingkungan tetapi dapat juga untuk meningkatkan pendapatan usaha

perkebunan kelapa sawit. Hal ini sekaligus untuk mewujudkan industri PMKS dengan zero

waste. Beberapa contoh pemanfaatan limbah PMKS yaitu:

1. Sebagai bahan pembuatan kompos

Pengomposan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai hara dan menurunkan

volume TKS (tandan kosong segar). Dengan demikian biaya transportasi perunit hara yang

tinggi pada aplikasi TKS secara langsung dapat dikurangi. Disamping itu pemanfaatan TKS

sebagai bahan baku kompos dapat mengurangi permasalahan akibat menumpuknya TKS

dipabrik, memberi tambahan keuntungan pada PMKS dari penjualan kompos dan

penggunaan pupuk organ.

2. Limbah padat Sebagai bahan bakar PLTU dan boiler pada pabrik

Limbah padat kelapa sawit (serabut fiber) kelapa sawit dan cangkang kelapa sawit yang

dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler pada pabrik pengolahan kelapa sawit dapat

manfaatkan juga sebagai bahan bahar pusat listrik tenaga uap (PLTU). Dari pengujian yang

dilakukan terbukti bahwa nilai kalor yang dihasilkan dari bahan uji/sampel setelah

karbonisasi lebih besar dari pada sebelum karbonisasi, peningkatannya mencapai 14% pada

batubara, 65% pada (serabut fiber) kelapa sawit dan 34% pada cangkang kelapa sawit.

Analisa pengujian bahan/sampel yang diaplikasikan pada pusat listrik tenaga uap (PLTU)

dengan asumsi daya yang dihasilkan 10 MWh menujukkan bahwa yang memiliki efektifitas

tinggi yang pertama adalah solar (791,256 kg atau setara dengan 648,82 liter), yang kedua

adalah cangkang kelapa sawit (1,2 ton), yang ketiga adalah batubara (1,3 ton) dan yang

keempat adalah serabut (fiber) kelapa sawit (1,4 ton). Cangkang dan serabut (fiber) kelapa

sawit sangat efektif untuk bahan bakar alternatif pada PLTU, karena biaya yang murah,

dampak lingkungan yang cukup kecil jika dibandingkan dengan batubara, dalam

ketersediaannya kelapa sawit cukup memenuhi karena jumlah perkebunan kelapa sawit di

Indonesia pada tahun 2012 yang lebih dari 8 juta ha.

3. Penggunaan limbah sabut kelapa sawit sebagai bahan untuk mengolah limbah cair

Pemakaian sabut kelapa sawit dapat digunakan sebagai mediator pertumbuhan mikrobiologi,

dimana mikrobiologi yang sangat berperan aktif dalam penurunan kadar BOD, COD dan TSS

pada limbah kelapa sawit adalah bakteri hidrolik. Waktu kontak yang paling optimal

digunakan adalah pada waktu kontak 6 haru agar mendapatkan presentase penurunan BOD,

COD dan TSS yang maksimal. Semakin berat/tebal sabut kelapa sawit yang digunakan maka

semakin tiunggi prosentasi penurunan kandungan BOD, COD dan TSS pada limbah cair

pabrik kelapa sawit. Pencapaian penurunan kandungan konsentrasi BOD, COD dan TSS yang

maksimal didapatkan pada proses perlakuan yang diawali dengan pencucian sabut kelapa

sawit terlebih dahulu, karena pada proses ini kandungan lemak yang ada dalam sabut kelapa

sawit sudah berkurang.

4. Pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai komposit untuk meubel

Limbah padat kelapa sawit seperti tandan kosong dan serabut kelapa sawit dapat

dimanfaatkan seratnya untuk pembuatan komposit. Berdasarkan hasil penelitian yang terbaik

adalah menggunakan media air panas. Dalam pembuatan komposit yang menggunakan

matriksnya polypropilene dan penguatnya adalah serat, yang terbaik adalah serat yang berasal

dari serabut kelapa sawit. Kandungan serat pada formulasi sebesar 3%. Pemanfaatan limbah

kelapa sawit untuk pembuatan komposit, dapat memenuhi spesifikasi untuk bahan pembuatan

meubel, berdasarkan kuat impack dan kekerasan serta daya tekan. Peranan komposit untuk

pembuatan meubel adalah sebagai pengganti kayu. Peningkatan kuat impack komposit dapat

ditambahkan plastisizer jenis gliserol. Penambahan gliserol yang terbaik adalah untuk

kandungan serat 12%, dengan penambahan 0,5 %, sedangkan kandungan serabut 3% adalah

1.0%.

5. Pemanfaatan limbah gas (fly ash)

Limbah udara berasal dari pembakaran solar dari generating set dan pembakaran janjang

kosong dan cangkang di incinerator. Gas buangan ini dibuang ke udara terbuka. Umumnya

limbah debu dan abu pembakaran janjang kosong dan cangkang sebelum dibuang bebas ke

udara dikendalikan dengan pemasangan dust collector untuk menangkap debu ikutan dalam

sisa gas pembakaran, kemudian dialirkan melalui cerobong asap. Debu dari dust collector

secara reguler ditanggung dan dibuang ke lapangan untuk daerah rendahan sekitar kebun.

Selain itu limbah fly ash dapat dimanfaatkan juga sebagai filler substitusi untuk material

karet alam termoset yang nantinya digunakan sebagai bahan pembuatan ban.

6. Pemanfaatan limbah Cair Sebagai Bahan Pembuatan Biogas

Limbah cair PMKS dapat dimanfaat sebagai bahan baku untuk membuat bahan baku untuk

membuat gas bahan bakar. Secara alami limbah cair yang ditampung pada bak penampungan

limbah cair PMKS menghasilkan biogas metan (CH4) akibat proses fermentasi bakteri

penghasil metan. Gas metan yang terbentuk masuk ke lingkungan sebagai gas efek rumah

kaca (ERK). Agar gas yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan maka limbah cair PMKS

dialirkan ke dalam suatu bioreaktor tempat terjadinya fermentasi. Gas metan yang dihasilkan

dialirkan kerumah penduduk sesuai dengan pemanfaatannya. Potensi biogas yang dihasilkan

dari 600-700 kg limbah cair PMKS dapat diproduksi sekitar 20 m3 gas metan. Karena limbah

cair PMKS di Indonesia mencapai 28,7 juta ton/tahun dan limbah padat 15,2 juta ton/ tahun.

Dari limbah tersebut dapat menghasilkan biogas 90 juta m3, yang setara dengan 187,5 milyar

ton gas elpiji. Jumlah biogas ini dapat memenuhi kebutuhan gas satu milyar KK (kepala

keluarga) selama setahun.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

a. Kegiatan perkebunan dan pengolahan kelapa sawit merupakan kegiatan yang sangat

memungkinkan untuk menerapkan konsep zero emissions (produksi bersih), karena

hampir semua limbah yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali. Oleh karena itu,

disetiap pabrik kelapa sawit sangat memperhitungkan dan memprioritaskan

penerapan produksi bersih pada komoditi kelapa sawit. Karena dengan semakin

tingginya kesadaran masyarakat dunia tentang pelestarian lingkungan hidup serta

adanya persaingan pada pasar global, maka mutu produk tidak hanya dilihat dari

aspek fisik dan kimianya saja, tetapi juga aspek lingkungannya. Limbah–limbah dari

hasil produksi minyak kelapa sawit dihasilkan dari kegiatan-kegiatan produksi

minyak kelapa sawit, misalnya limbah padat tandan kosong sawit dihasilkan dari

kegiatan perontokan (threser)

b. Jenis limbah kelapa sawit pada generasi pertama adalah limbah padat yang terdiri dari

tandan kosong, pelepah, cangkang dan lain-lain. Sedangkan limbah cair terjadi pada

in house keeping. Berbagai macam limbah hasil dari produksi minyak kelapa sawit

dapat dimanfaatkan untuk menjadi sesuatu yang dapat dimanfaatkan kembali sesuai

jumlah limbah yang dihasilkan dari suatu pabrik.

c. Salah satu karakteristik dari limbah pabrik kelapa sawit adalah dari batang pohon

sawit, yakni kayu sawit yang memiliki sifat dasar kualitas penggunaannya yang

rendah dibandingkan dengan kayu biasa ternyata dapat menjadi bahan baku mebel

yang potensial. Kepala Badan Litbang Hutan pun mengatakan bahwa produk tersebut

selama ini banyak dicari pembeli dari luar negeri, karena selain corak kayunya yang

unik juga memiliki kekuatan yang cukup bagus.

d. Berdasarkan karakteristiklimbah pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) mengandung

bahan organik dan mineral. Limbah tersebut dapat dimanfaatkan dengan melakukan

pengolahan lebih lanjut sehingga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Siti dkk. -. Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit Sebagai Komposit Untuk Meubel.

Balai Besar Kimia dan Kemasan.

Bahruddin, dkk. 2012. Pemanfaatan Limbah Fly Ash Pabrik Kelapa sawit Sebagai Filler

Substitusi Untuk Material Karet Alam Termoset: Pengaruh Nisbah Fly Ash/ Carbon

Black dan Kadar Coupling Agent Meleated Natural Rubber. Lembaga Penelitian

Universitas Riau dan Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Fricke, Thomas B. 2009. Buku Panduan Pabrik Kelapa Sawit Skala Kecil Untuk Produksi

Bahan Baku Bahan Bakar Nabati (BBN). Environmental Services Program DAI

Project Number: 5300201.

Kasnawati. 2011. Penggunaan Limbah Sabut Kelapa Sawit Sebagai Bahan Untuk Mengolah

Limbah Cair. Dosen Sekolah Tinggi Teknik Darma Yadi (STITEK).

Manurung, Hotman. 2011. Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) Berwawasan Lingkungan

melalui Pemanfaatan Limbah. Prosiding Seminar Nasional Kimia 2011. Program

Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian Universitas HKBP

Nommensen, Medan.

Syafriuddin, dkk. 2012. Perbandingan penggunaan energi alternatif bahan bakar serabut

(fiber) dan cangkang kelapa sawit terhadapa bahan bakar batubara dan solar pada

pembangkit listrik. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Industri, Institut Sains dan

Teknologi. AKPRIND yogyakarta.

DITJEN PPHP. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit. SUBDIT

Pengelolaan Lingkungan, Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, DITJEN PPHP,

Departemen Pertanian: Jakarta.