Penguat daya audio
Transcript of Penguat daya audio
LAPORAN PRAKTIKUM
ELEKTRONIK FISIS DASAR II
“PENGUAT DAYA AUDIO”
OLEH:
NAMA : NUR AENI
NIM : H21111002
KELOMPOK : II ( dua )ASISTEN : DJUNAIDDIN
LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN INSTRUMENTASI
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Percobaan kali ini mengenai penguat daya audio. Istilah
penguat pada dasarnya berarti membuat menjadi lebih
kuat. Dalam bidang elektronika yang diperkuat adalah
amplitudo dari sinyal yang masuk.
Penguat daya adalah penguat isyarat tegangan yang kecil
diperkuat dan dibuat agar mampu memberikan arus isyarat
yang besar, untuk menggetarkan pengeras suara,
menggerakkan motor listrik atau beban lain yang
memerlukannya. Jadi penguat daya adalah penguat yang
menguatkan tegangan dan arus dari sinyal masukan.
Penguat daya audio dirancang untuk keperluan daya kecil
tetapi bisa digunakan untuk beban loudspeaker dengan
impedansi yang cukup besar. Hal inilah yang
melatarbelakangi diadakannya percobaan ini.
I.2 Ruang Lingkup
Praktikum penguat daya audio ini menitik beratkan pada
pengukuran penguatan rangkaian dengan dan tanpa
kapasitor Bootstrap. Dimana rangkaianya dibuat dengan
menggunakan komponen-komponen elektronika seperti
Resistor, kapasitor, potensiometer, dan Transistor.
Penguatan yang terjadi diamati melalui pengamatan
karakteristik dari masukan dan keluaran yang terjadi
pada rangkaian dengan menggunakan osiloskop. Dan signal
generator sebagai pembangkit frekuensi dan catu daya
sebagai sumber tegangan.
I.3 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Menguji suatu penguat daya audio yaitu mengamati bentuk
isyarat keluaran, mengukur hambatan masukan dan respon
frekwensi.
2. Mengatur arus sisa agar distorsi cross over tepat
hilang.
3. Mengukur daya keluaran maksimum dan daya masukan
maksimum.
4. Menunjukkan pengaruh hubungan Darlington pada
transistor keluaran pada daya keluaran maksimum.
5. Menunjukkan pengaruh kapasitor Bootstrap terhadap
penguatan ( gain ) tegangan dan bentuk isyarat
keluaran.
6. Mengenal komponen-komponen yang digunakan pada suatu
penguat daya audio.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Transistor
Suatu transistor adalah suatu komponen elektronika
yang memiliki tiga sambungan. ketiga sambungan
tersebut memiliki nama kolektor, basis, dan
emitor. Sebagaimana terlihat pada gambar dibawah
ini.
Gambar II.1 Transistor
Transistor berfungsi sebagai penguat sinyal yang
dipakai sebagai penguat, sebagaipemutus dan
penyambung (switching) dan beberapa fungsi
lainnya. Prinsip kerja transistor menyerupai
[rinsip kerja kran air sehingga transistor juga
dianggap sebagai kran listrik. Dalam prktikum ini
Transistorsangat berfungsi utamanya sebagai
amplifier(penguat).
Ada dua macam transistor, yaitu transistor
dwikutub (bipolar) dan transistor efek medan.
Adapun transistor yang sering kita gunakan di
laboratorium adalah transistor dwikutub.
Transistor dwikutub terbagi atas dua jenis, yaitu
PNP dan NPN. Seperti gambar dibawah ini.
II.1.2 Transistor sebagai Penguat
Prinsip yang di gunakan dalam transistor sebagai
penguat adalah arus kecil pada basis digunakan
untuk mengontrol arus yang lebih besar yang
diberikan ke Kolektor melewati transistor
tersebut. Dari sini dapat kita lihat bahwa fungsi
dari transistor hanya sebagai penguat ketika arus
basis akan berubah. Perubahan arus kecil pada
basis mengontrol inilah yang dinamakan dengan
perubahan besar pada arus yang mengalir dari
kolektor ke emitter.
Kelebihan dari transistor penguat tidak hanya
dapat menguatkan sinyal, tapi transistor ini juga
bisa di gunakan sebagai penguat arus, penguat
tegangan dan penguat daya.
II.1.3 Rangkaian Darlington
Gambar II.2 transistor jenis NPN dan PNP
Dalam rangkaian darlington dua transistor
disambungkan. Emitor dari satu transistor (Q1)
disambungkan dengan basis dari transistor lainnya
(Q2). Kolektor dari kedua transistor disambungkan.
Secara keseluruhan terdapat rangkaian yang
berfeungsi seperti satu transistor pengganti.
Kolektor dari kedua transistor merupakan C’ dari
transistor pengganti, basis dari transistor Q1
menjadi basis B’ dari transistor pengganti dan
emitor dari Q2 menjadi emitor E’ dari transistor
pengganti.
Dalam rangkaian darlington seluruh arus emitor
dari Q1 masuk kedalam basis Q2. Oleh sebab itu
penguatan arus seluruhnya didapat dari penguatan
arus transistor pertama dikalikan penguatan arus
transistor kedua.
Rangkaian darlington bisa dirangkai dengan
transistor NPN maupan dengan transistor PNP.
Rangkaian darlington yang menggabungkan antara
transistor NPN dan PNP disebut rankaian
komplementer yang memiliki penguatan setengah dari
jumlah penguatan dengan transistor sejenis.
Gambar II.3 rangkaian darlington
II.2 Penguata Daya Audio
Penguat daya audio adalah penguat dengan isyarat
tegangan yang kecil yang diperkuat dan dibuat agar
mampu memberikan arus isyarat yang besar, untuk
menggetarkan pengeras suara, menggerakkan motor listrik
atau beban lain yang memerlukannya. Jadi pada penguat
daya audio, tegangan besar dan arus isyarat juga besar.
Penguat audio (Amplifier) secara harfiah diartikan dengan
memperbesar dan menguatkan sinyal input. Tetapi
sebenarnya yang terjadi adalah, sinyal input direplika
(copied) dan kemudian di reka kembali (re-produce) menjadi
sinyal yang lebih besar dan lebih kuat. Dari sinilah
muncul istilah fidelitas (fidelity) yang berarti seberapa
mirip bentuk sinyal keluaran hasil replika terhadap
sinyal masukan. Adakalanya sinyal input dalam prosesnya
kemudian terdistorsi karena berbagai sebab, sehingga
bentuk sinyal keluarannya menjadi cacat. Sistem
[penguat dikatakan memiliki fidelitas yang tinggi (high
fidelity), jika sistem tersebut mampu menghasilkan sinyal
keluaran yang bentuknya persis sama dengan sinyal
input. Hanya level tegangan atau amplitudo saja yang
diperbesar dan dikuatkan.
II.2.1 Jenis-jenis penguat daya
1. Penguat daya kelas A
Contoh dari penguat class A adalah adalah rangkaian
dasar common emiter(CE) transistor. Penguat tipe kelas
A dibuat dengan mengatur arus bias yang sesuai di
titik tertentu yang ada pada garis bebannya.
Sedemikian rupa sehingga titik Q ini berada tepat di
tengah garis beban kurva VCE-ICdari rangkaian penguat
tersebut dan sebut saja titik ini titik A. Gambar
berikut adalah contoh rangkaian common emitor dengan
transistor NPN Q1.
gambar II.4 : rangkaian dasar kelas A
Garis beban pada penguat ini ditentukan oleh resistor
Rc dan Re dari rumus VCC = VCE + IcRc + IeRe. Jika Ie =
Ic maka dapat disederhanakan menjadi VCC = VCE +
Ic (Rc+Re). Selanjutnya pembaca dapat menggambar garis
beban rangkaian ini dari rumus tersebut. Sedangkan
resistor Ra dan Rb dipasang untuk menentukan arus
bias. Pembaca dapat menentukan sendiri besar resistor-
resistor pada rangkaian tersebut dengan pertama
menetapkan berapa besar arus Ib yang memotong titik Q.
gambar II.5 : Garis beban dan titik Q kelas A
Besar arus Ib biasanya tercantum pada datasheet
transistor yang digunakan. Besar penguatan sinyal AC
dapat dihitung dengan teori analisa rangkaian sinyal
AC. Analisa rangkaian AC adalah dengan menghubung
singkat setiap komponen kapasitor C dan secara
imajiner menyambungkan VCC ke ground. Dengan cara
ini rangkaian gambar-1dapat dirangkai menjadi seperti
gambar-3. Resistor Ra dan Rc dihubungkan ke ground dan
semua kapasitor dihubung singkat.
Gambar II.6 : rangkaian imajimer analisa ac kelas A
Dengan adanya kapasitor Ce, nilai Re pada analisa
sinyal AC menjadi tidak berarti. Pembaca dapat mencari
lebih lanjut literatur yang membahas penguatan
transistor untuk mengetahui bagaimana perhitungan
nilai penguatan transistor secara detail. Penguatan
didefenisikan dengan Vout/Vin = rc / re`, dimana
rc adalah resistansi Rc paralel dengan beban RL(pada
penguat akhir, RL adalah speaker 8 Ohm) dan re` adalah
resistansi penguatan transitor. Nilai re` dapat
dihitung dari rumus re` = hfe/hie yang datanya juga ada
di datasheet transistor. Gambar-4 menunjukkan
ilustrasi penguatan sinyal input serta proyeksinya
menjadi sinyal output terhadap garis kurva x-y rumus
penguatan vout = (rc/re) Vin.
gambar II.7 : kurva penguatan kelas A
Ciri khas dari penguat kelas A, seluruh sinyal
keluarannya bekerja pada daerah aktif. Penguat tipe
class A disebut sebagai penguat yang memiliki tingkat
fidelitas yang tinggi. Asalkan sinyal masih bekerja di
daerah aktif, bentuk sinyal keluarannya akan sama
persis dengan sinyal input. Namun penguat kelas A ini
memiliki efisiensi yang rendah kira-kira hanya 25% –
50%. Ini tidak lain karena titik Q yang ada pada titik
A, sehingga walaupun tidak ada sinyal input (atau
ketika sinyal input = 0 Vac) transistor tetap bekerja
pada daerah aktif dengan arus bias konstan. Transistor
selalu aktif (ON) sehingga sebagian besar dari sumber
catu daya terbuang menjadi panas. Karena ini juga
transistor penguat kelas A perlu ditambah dengan
pendingin ekstra seperti heatsink yang lebih besar.
2. Penguat Daya kelas B
Panas yang berlebih menjadi masalah tersendiri pada
penguat kelas A. Maka dibuatlah penguat kelas B dengan
titik Q yang digeser ke titik B (pada gambar-5). Titik
B adalah satu titik pada garis beban dimana titik ini
berpotongan dengan garis arus Ib = 0. Karena letak
titik yang demikian, maka transistor hanya bekerja
aktif pada satu bagian phase gelombang saja. Oleh
sebab itu penguat kelas B selalu dibuat dengan 2 buah
transistor Q1 (NPN) dan Q2 (PNP).
Karena kedua transistor ini bekerja bergantian, maka
penguat kelas B sering dinamakan sebagai penguat Push-
Pull. Rangkaian dasar PA kelas B adalah seperti pada
gambar-6. Jika sinyalnya berupa gelombang sinus, maka
transistor Q1 aktif pada 50 % siklus pertama (phase
positif 0o-180o) dan selanjutnya giliran transistor Q2
aktif pada siklus 50 % berikutnya (phase negatif
180o – 360o). Penguat kelas B lebih efisien dibanding
dengan kelas A, sebab jika tidak ada sinyal input
( vin = 0 volt) maka arus bias Ib juga = 0 dan praktis
membuat kedua trasistor dalam keadaan OFF.
Gambar II.8 : rangkaian dasar penguat kelas B
Efisiensi penguat kelas B kira-kira sebesar 75%. Namun
bukan berarti masalah sudah selesai, sebab transistor
memiliki ke-tidak ideal-an. Pada kenyataanya ada
tegangan jepit Vbe kira-kira sebesar 0.7 volt yang
menyebabkan transistor masih dalam keadaan OFF
walaupun arus Ib telah lebih besar beberapa mA dari 0.
Ini yang menyebabkan masalah cross-over pada saat
transisi dari transistor Q1 menjadi transistor Q2 yang
bergantian menjadi aktif. Gambar-7 menunjukkan
masalah cross-over ini yang penyebabnya adalah adanya
dead zone transistor Q1 dan Q2 pada saat transisi.
Pada penguat akhir, salah satu cara mengatasi
masalah cross-overadalah dengan menambah filter cross-
over (filter pasif L dan C) pada masukan speaker.
Gambar II.9 : kurva penguatan kelas B
3. Penguat daya kelas AB
Cara lain untuk mengatasi cross-over adalah dengan
menggeser sedikit titik Q pada garis beban dari titik
B ke titik AB (gambar-5). Ini tujuannya tidak lain
adalah agar pada saat transisi sinyal dari phase
positif ke phase negatif dan sebaliknya, terjadi
overlap diantara transistor Q1 dan Q2. Pada saat itu,
transistor Q1 masih aktif sementara transistor Q2
mulai aktif dan demikian juga pada phase sebaliknya.
Penguat kelas AB merupakan kompromi antara efesiensi
(sekitar 50% – 75%) dengan mempertahankan fidelitas
sinyal keluaran.
Gambar II.10 : overlaping sinyal keluaran penguat
kelas AB
Ada beberapa teknik yang sering dipakai untuk
menggeser titik Q sedikit di atas daerah cut-off. Salah
satu contohnya adalah seperti gambar-9 berikut ini.
Resistor R2 di sini berfungsi untuk memberi tegangan
jepit antara base transistor Q1 dan Q2. Pembaca dapat
menentukan berapa nilai R2 ini untuk memberikan arus
bias tertentu bagi kedua transistor. Tegangan jepit
pada R2 dihitung dari pembagi tegangan R1, R2 dan
R3 dengan rumus VR2 = (2VCC) R2/(R1+R2+R3). Lalu tentukan
arus base dan lihat relasinya dengan arus Ic dan Ie
sehingga dapat dihitung relasiny dengan tegangan jepit
R2 dari rumus VR2 = 2×0.7 + Ie(Re1 + Re2). Penguat kelas
AB ternyata punya masalah dengan teknik ini, sebab
akan terjadi peng-gemukan sinyal pada kedua
transistornya aktif ketika saat transisi. Masalah ini
disebut dengan gumming.
Gambar II.11 : rangkaian dasar penguat kelas AB
Untuk menghindari masalah gumming ini,maka dibuatlah
teknik yang hanya mengaktifkan salah satu transistor
saja pada saat transisi. Caranya adalah dengan membuat
salah satu transistornya bekerja pada kelas AB dan
satu lainnya bekerja pada kelas B. Teknik ini bisa
dengan memberi bias konstan pada salah satu
transistornya yang bekerja pada kelas AB (biasanya
selalu yang PNP). Caranya dengan menganjal base
transistor tersebut menggunakan deretan dioda atau
susunan satu transistor aktif. Maka kadang penguat
seperti ini disebut juga dengan penguat kelas AB plus
B atau bisa saja diklaim sebagai kelas AB saja atau
kelas B karena dasarnya adalah PA kelas B. Penyebutan
ini tergantung dari bagaimana produk amplifier anda
mau diiklankan. Karena penguat kelas AB terlanjur
memiliki konotasi lebih baik dari kelas A dan B. Namun
yang penting adalah dengan teknik-teknik ini tujuan
untuk mendapatkan efisiensi dan fidelitas yang lebih
baik dapat terpenuhi.
4. Penguat Daya kelas C
Kalau penguat kelas B perlu 2 transistor untuk bekerja
dengan baik, maka ada penguat yang disebut kelas C
yang hanya perlu 1 transistor. Ada beberapa aplikasi
yang memang hanya memerlukan 1 phase positif saja.
Contohnya adalah pendeteksi dan penguat frekuensi
pilot, rangkaian penguat tuner RF dan sebagainya.
Transistor penguat kelas C bekerja aktif hanya pada
phase positif saja, bahkan jika perlu cukup sempit
hanya pada puncak-puncaknya saja dikuatkan. Sisa
sinyalnya bisa direplika oleh rangkaian resonansi L
dan C. Tipikal dari rangkaian penguat kelas C adalah
seperti pada rangkaian berikut ini.
Gambar II.12 : rangkaian dasar penguat kelas C
Rangkaian ini juga tidak perlu dibuatkan bias, karena
transistor memang sengaja dibuat bekerja pada daerah
saturasi. Rangkaian L C pada rangkaian tersebut akan
ber-resonansi dan ikut berperan penting dalam me-
replika kembali sinyal input menjadi sinyal output
dengan frekuensi yang sama. Rangkaian ini jika diberi
umpanbalik dapat menjadi rangkaian osilator RF yang
sering digunakan pada pemancar. Penguat kelas C
memiliki efisiensi yang tinggi bahkan sampai 100%,
namun tingkat fidelitasnya memang lebih rendah. Tetapi
sebenarnya fidelitas yang tinggi bukan menjadi tujuan
dari penguat jenis ini.
5. Penguat daya kelas D
Penguat kelas D menggunakan teknik PWM (pulse width
modulation), dimana lebar dari pulsa ini proporsioal
terhadap amplituda sinyal input. Pada tingkat akhir,
sinyal PWM men-drive transistor switching ON dan OFF
sesuai dengan lebar pulsanya. Transistor switching yang
digunakan biasanya adalah transistor jenis FET. Konsep
penguat kelas D ditunjukkan pada gambar-11.
Teknik sampling pada sistem penguat kelas D memerlukan
sebuah generator gelombang segitiga dan komparator
untuk menghasilkan sinyal PWM yang proporsional
terhadap amplituda sinyal input. Pola sinyal PWM hasil
dari teknik sampling ini seperti digambarkan pada
gambar-12. Paling akhir diperlukan filter untuk
meningkatkan fidelitas.
Gambar II.13 : konsep penguat kelas D
6. Penguat daya kelas E
Penguat kelas E pertama kali dipublikasikan oleh
pasangan ayah dan anak Nathan D dan Alan D Sokal tahun
1972. Dengan struktur yang mirip seperti penguat kelas
C, penguat kelas E memerlukan rangkaian resonansi L/C
dengan transistor yang hanya bekerja kurang dari
setengah duty cycle. Bedanya, transistor kelas C bekerja
di daerah aktif (linier). Sedangkan pada penguat kelas
E, transistor bekerja sebagai switching transistor
seperti pada penguat kelas D. Biasanya transistor yang
digunakan adalah transistor jenis FET. Karena
menggunakan transistor jenis FET (MOSFET/CMOS),
penguat ini menjadi efisien dan cocok untuk aplikasi
yang memerlukan drive arus yang besar namun dengan
arus input yang sangat kecil. Bahkan dengan level arus
dan tegangan logik pun sudah bisa membuat transitor
switching tersebut bekerja. Karena dikenal efisien
dan dapat dibuat dalam satu chip IC serta dengan
disipasi panas yang relatif kecil, penguat kelas E
banyak diaplikasikan pada peralatan transmisi mobile
semisal telepon genggam. Di sini antena adalah bagian
dari rangkaian resonansinya.
7. Penguat Daya kelas T
Penguat kelas T bisa jadi disebut sebagai penguat
digital. Tripath Technology membuat desain digital
amplifier dengan metode yang mereka namakan Digital Power
Processing (DPP). Mungkin terinspirasi dari PA kelas D,
rangkaian akhirnya menggunakan konsep modulasi PWM
dengan switching transistor serta filter. Pada penguat
kelas D, proses dibelakangnnya adalah proses analog.
Sedangkan pada penguat kelas T, proses sebelumnya
adalah manipulasi bit-bit digital. Di dalamnya ada
audio prosesor dengan proses umpanbalik yang juga
digital untuk koreksi timing delay dan phase.
8. Penguat Daya kelas G
Kelas G tergolong penguat analog yang tujuannya untuk
memperbaiki efesiensi dari penguat kelas B/AB. Pada
kelas B/AB, tegangan supply hanya ada satu pasang yang
sering dinotasikan sebagai +VCC dan –VEE misalnya +12V
dan –12V (atau ditulis dengan +/-12volt). Pada penguat
kelas G, tegangan supply-nya dibuat bertingkat.
Terutama untuk aplikasi yang membutuhkan power dengan
tegangan yang tinggi, agar efisien tegangan supplynya
ada 2 atau 3 pasang yang berbeda. Misalnya ada
tegangan supply +/-70 volt, +/-50 volt dan +/-20 volt.
Konsep ranagkaian PA kelas G seperti pada gambar-13.
Sebagai contoh, untuk alunan suara yang lembut dan
rendah, yang aktif adalah pasangan tegangan supply +/-
20 volt. Kemudian jika diperlukan untuk men-drive
suara yang keras, tegangan supply dapat di-switch ke
pasangan tegangan supply maksimum +/-70 voltBAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan mengenai “Penguat Daya Audio” di laksanakan
pada hari Rabu, tanggal 30 April 2014 pukul 13:00-16:00
WITA. Bertempat di Laboratorium Elektronika dan
Instrumen Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar.
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat beserta fungsi dan gambarnya
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a. Multimeter, berfungsi untuk mengukur tegangan, arus,
dan hambatan pada rangkaian.
b. Catu daya, berfungsi sebagai sumber tegangan dalam
rangkaian.
c. Osiloskop , berfungsi mengamati sinyal output yang
dihasilkan oleh rangkaian setelah diberikan frekuensi
tertentu.
d. Signal generator, berfungsi sebagai pembangkit sinyal
pada rangkaian dan pengatur frekuensi.
e. Kit praktikum , berfungsi sebagai tempat merangakai
rangkaian percobaan.
f. Kabel jumper, berfungsi sebagai penghubung rangkaian.
III.1.2 Bahan beserta Fungsi dan Gambarnya
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini
adalah :
a. Resistor, berfungsi sebagai penghambat arus listrik.
b. Kapasitor, berfungsi menyimpan muatan listrik dalam
bentuk medan listrik.
c. Transistor, berfungsi sebagai penguat tegangan dan
penguat arus.
d. Potensiometer, sebagai hambatan namun besar
hambatan dapat diatur dengan memutar
III. 2 Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan yang dilakukan pada praktikum
ini yaitu:
1. Menyiapkan alat beserta komponennya
2. Mengkalibrasi alat yang akan digunakan
3. Merangkai komponen penguat daya audio seperti
gambar
4. Melepaskan kapasitor bootstrap C2 dari rangkaian.
Sehingga penguat audio kita menjadi penguat tanpa
boostrap
5. Menghubungkan dengan catu daya melalui suatu meter
arus DC yang dipasang seri dengan catu daya,
nyalakan catu daya danperhatikan arus yang
mengalir.
6. Membuat dan membaca hasil keluaran melalui
osiloskop.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1 Tabel Pengamatan
a. Tanpa Boostrap dan Darlington
No Vi(Volt) Vout
(Volt)
I ( A) Pin Pout
1 2 40 0,4 0,8 16
b. Dengan Boostrap dan Darlington
No Vi
(Volt)
Vo
(Volt)
I(A) Pin Pout
1 1 30 12,8 12,8 384
c. Tanpa dan Dengan Boostrap dan Darlington
No Vi
(Volt)
Vo
(Volt)
I(A) Pin Pout
1 1 20 0,1 0,1 2
IV.1.2 Pengolahan Data
a. Tanpa Boostrap dan Darlington
Pin = VxI Pout = V x I
= 2 x 0,4 = 40 x 0,4
=0,8 Watt = 16 Watt
b. Dengan Boostrap dan Darlington
Pin = VxI Pout = V x I
= 1 x 12,8 = 30 x
12,8
=12,8 Watt = 384
Watt
c. Tanpa dan Dengan Boostrap dan Darlington
Pin = VxI Pout = V x I
= 1 x 0,1 = 20 x 0,1
=0,1 Watt = 2 Watt
IV.2 Pembahasan
Pada percobaan kali ini diamati perbedaan pada
rangkaian penguat audio yang tersambung dan penguat
audio yang terputus dilihat dari tegangan keluaran dan
masukannya, dimana pada saat C2 (kapasitor bootstrap)
tidak dihubungkan dengan rangkaian maka pada saat
tegangan masukannya akan menghasilkan tegangan
keluaran. Sedangkan pada saat C2 dipasang tegangan
masukannya akan menghasilkan tegangan dan saat penguat
1 dihubungkan dengan rangkaian penguat 2 maka tegangan
masukannya akan menghasilkan tegangan.
Isyarat keluaran yang terbaca pada osiloskop berupa
gelombang sinusoida. Ketika dua penguat disambungkan
seharusnya isyarat keluarannya semakin besar, namun
pada percobaan ini isyarat keluaran yang terjadi
semakin kecil, hal ini terjadi mungkin karena alat yang
digunakan ada yang tidak berfungsi dengan baik.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
setelah melakukan percobaan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
a. Bentuk isyarat keluaran rangkaian penguat daya
audio mengalami penguatan.
b. Hubungan darlington (penguat II) memberikan
penguatan pada daya keluaran maksimum.
c. Kapasitor bootstrap (C2) melemahkan isyarat
masukan sehingga perbandingan antara keluaran dan
masukan besar (terjadi penguatan pada keluaran).
d. Komponen-komponen yang digunakan dalam rangkaian
penguat daya audio adalah Resistor, kapasitor,
transistor, dan potensiometer serta kabel-kabel
penghubung (kabel jumper).
V. 2 Saran
V.2.1 Laboratorium
Sebaiknya alat yang ada di laboratorium yang telah
rusak dan tua di ganti dengan alat yang baru dan layak
pakai agar kegiatan praktikum berjalan dengan lancar.
V.2.2 Asisten
Cara menjelaskan sudah bagus, penguasaan materi juga
sudah bagus tapi masih perlu di tingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Muh. 2010. Penguat daya audio. Diakses pada tanggal 15april 2013. http://www.dediakbar.com/2010/04
Arena, Muh. 2012. Rangkaian darlington. Diakses pada tanggal 15
April 2013.http://www.
arenasmart.blogspot.com/2012/02
Cahyanto,nur. 2011. Jenis-jenis penguat daya . Diakses padatanggal 12 November 2012.https://nurcahyanto88.wordpress.com/2011/04/06
Muljono, Prof.Dr. 2004. Dasar Elektonika. Penerbit Andi.
Bandung