Penguat daya audio

30
LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIK FISIS DASAR II “PENGUAT DAYA AUDIO” OLEH: NAMA : NUR AENI NIM : H21111002 KELOMPOK : II ( dua ) ASISTEN : DJUNAIDDIN LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN INSTRUMENTASI JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN

Transcript of Penguat daya audio

LAPORAN PRAKTIKUM

ELEKTRONIK FISIS DASAR II

“PENGUAT DAYA AUDIO”

OLEH:

NAMA : NUR AENI

NIM : H21111002

KELOMPOK : II ( dua )ASISTEN : DJUNAIDDIN

LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN INSTRUMENTASI

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Percobaan kali ini mengenai penguat daya audio. Istilah

penguat pada dasarnya berarti membuat menjadi lebih

kuat. Dalam bidang elektronika yang diperkuat adalah

amplitudo dari sinyal yang masuk.

Penguat daya adalah penguat isyarat tegangan yang kecil

diperkuat dan dibuat agar mampu memberikan arus isyarat

yang besar, untuk menggetarkan pengeras suara,

menggerakkan motor listrik atau beban lain yang

memerlukannya. Jadi penguat daya adalah penguat yang

menguatkan tegangan dan arus dari sinyal masukan.

Penguat daya audio dirancang untuk keperluan daya kecil

tetapi bisa digunakan untuk beban loudspeaker dengan

impedansi yang cukup besar. Hal inilah yang

melatarbelakangi diadakannya percobaan ini.

I.2 Ruang Lingkup

Praktikum penguat daya audio ini menitik beratkan pada

pengukuran penguatan rangkaian dengan dan tanpa

kapasitor Bootstrap. Dimana rangkaianya dibuat dengan

menggunakan komponen-komponen elektronika seperti

Resistor, kapasitor, potensiometer, dan Transistor.

Penguatan yang terjadi diamati melalui pengamatan

karakteristik dari masukan dan keluaran yang terjadi

pada rangkaian dengan menggunakan osiloskop. Dan signal

generator sebagai pembangkit frekuensi dan catu daya

sebagai sumber tegangan.

I.3 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :

1. Menguji suatu penguat daya audio yaitu mengamati bentuk

isyarat keluaran, mengukur hambatan masukan dan respon

frekwensi.

2. Mengatur arus sisa agar distorsi cross over tepat

hilang.

3. Mengukur daya keluaran maksimum dan daya masukan

maksimum.

4. Menunjukkan pengaruh hubungan Darlington pada

transistor keluaran pada daya keluaran maksimum.

5. Menunjukkan pengaruh kapasitor Bootstrap terhadap

penguatan ( gain ) tegangan dan bentuk isyarat

keluaran.

6. Mengenal komponen-komponen yang digunakan pada suatu

penguat daya audio.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Transistor

Suatu transistor adalah suatu komponen elektronika

yang memiliki tiga sambungan. ketiga sambungan

tersebut memiliki nama kolektor, basis, dan

emitor. Sebagaimana terlihat pada gambar dibawah

ini.

Gambar II.1 Transistor

Transistor berfungsi sebagai penguat sinyal yang

dipakai sebagai penguat, sebagaipemutus dan

penyambung (switching) dan beberapa fungsi

lainnya. Prinsip kerja transistor menyerupai

[rinsip kerja kran air sehingga transistor juga

dianggap sebagai kran listrik. Dalam prktikum ini

Transistorsangat berfungsi utamanya sebagai

amplifier(penguat).

Ada dua macam transistor, yaitu transistor

dwikutub (bipolar) dan transistor efek medan.

Adapun transistor yang sering kita gunakan di

laboratorium adalah transistor dwikutub.

Transistor dwikutub terbagi atas dua jenis, yaitu

PNP dan NPN. Seperti gambar dibawah ini.

II.1.2 Transistor sebagai Penguat

Prinsip yang di gunakan dalam transistor sebagai

penguat adalah arus kecil pada basis digunakan

untuk mengontrol arus yang lebih besar yang

diberikan ke Kolektor melewati transistor

tersebut. Dari sini dapat kita lihat bahwa fungsi

dari transistor hanya sebagai penguat ketika arus

basis akan berubah. Perubahan arus kecil pada

basis mengontrol inilah yang dinamakan dengan

perubahan besar pada arus yang mengalir dari

kolektor ke emitter.

Kelebihan dari transistor penguat tidak hanya

dapat menguatkan sinyal, tapi transistor ini juga

bisa di gunakan sebagai penguat arus, penguat

tegangan dan penguat daya.

II.1.3 Rangkaian Darlington

Gambar II.2 transistor jenis NPN dan PNP

Dalam rangkaian darlington dua transistor

disambungkan. Emitor dari satu transistor (Q1)

disambungkan dengan basis dari transistor lainnya

(Q2). Kolektor dari kedua transistor disambungkan.

Secara keseluruhan terdapat rangkaian yang

berfeungsi seperti satu transistor pengganti.

Kolektor dari kedua transistor merupakan C’ dari

transistor pengganti, basis dari transistor Q1

menjadi basis B’ dari transistor pengganti dan

emitor dari Q2 menjadi emitor E’ dari transistor

pengganti.

Dalam rangkaian darlington seluruh arus emitor

dari Q1 masuk kedalam basis Q2. Oleh sebab itu

penguatan arus seluruhnya didapat dari penguatan

arus transistor pertama dikalikan penguatan arus

transistor kedua.

Rangkaian darlington bisa dirangkai dengan

transistor NPN maupan dengan transistor PNP.

Rangkaian darlington yang menggabungkan antara

transistor NPN dan PNP disebut rankaian

komplementer yang memiliki penguatan setengah dari

jumlah penguatan dengan transistor sejenis.

Gambar II.3 rangkaian darlington

II.2 Penguata Daya Audio

Penguat daya audio adalah penguat dengan isyarat

tegangan yang kecil yang diperkuat dan dibuat agar

mampu memberikan arus isyarat yang besar, untuk

menggetarkan pengeras suara, menggerakkan motor listrik

atau beban lain yang memerlukannya. Jadi pada penguat

daya audio, tegangan besar dan arus isyarat juga besar.

Penguat audio (Amplifier) secara harfiah diartikan dengan

memperbesar dan menguatkan sinyal input. Tetapi

sebenarnya yang terjadi adalah, sinyal input direplika

(copied) dan kemudian di reka kembali (re-produce) menjadi

sinyal yang lebih besar dan lebih kuat. Dari sinilah

muncul istilah fidelitas (fidelity) yang berarti seberapa

mirip bentuk sinyal keluaran hasil replika terhadap

sinyal masukan. Adakalanya sinyal input dalam prosesnya

kemudian terdistorsi karena berbagai sebab, sehingga

bentuk sinyal keluarannya menjadi cacat. Sistem

[penguat dikatakan memiliki fidelitas yang tinggi (high

fidelity), jika sistem tersebut mampu menghasilkan sinyal

keluaran yang bentuknya persis sama dengan sinyal

input. Hanya level tegangan atau amplitudo saja yang

diperbesar dan dikuatkan.

II.2.1 Jenis-jenis penguat daya

1. Penguat daya kelas A

Contoh dari penguat class A adalah adalah rangkaian

dasar common emiter(CE) transistor. Penguat tipe kelas

A dibuat dengan mengatur arus bias yang sesuai di

titik tertentu yang ada pada garis bebannya.

Sedemikian rupa sehingga titik Q ini berada tepat di

tengah garis beban kurva VCE-ICdari rangkaian penguat

tersebut dan sebut saja titik ini titik A. Gambar

berikut adalah contoh rangkaian common emitor dengan

transistor NPN Q1.

gambar II.4 : rangkaian dasar kelas A

Garis beban pada penguat ini ditentukan oleh resistor

Rc dan Re dari rumus VCC = VCE + IcRc + IeRe. Jika Ie =

Ic maka dapat disederhanakan menjadi VCC = VCE +

Ic (Rc+Re). Selanjutnya pembaca dapat menggambar garis

beban rangkaian ini dari rumus tersebut. Sedangkan

resistor Ra dan Rb dipasang untuk menentukan arus

bias. Pembaca dapat menentukan sendiri besar resistor-

resistor pada rangkaian tersebut dengan pertama

menetapkan berapa besar arus Ib yang memotong titik Q.

gambar II.5 : Garis beban dan titik Q kelas A

Besar arus Ib biasanya tercantum pada datasheet

transistor yang digunakan. Besar penguatan sinyal AC

dapat dihitung dengan teori analisa rangkaian sinyal

AC. Analisa rangkaian AC adalah dengan menghubung

singkat setiap komponen kapasitor C dan secara

imajiner menyambungkan VCC ke ground. Dengan  cara 

ini rangkaian gambar-1dapat dirangkai menjadi seperti

gambar-3. Resistor Ra dan Rc dihubungkan ke ground dan

semua kapasitor dihubung singkat.

Gambar II.6 : rangkaian imajimer analisa ac kelas A

Dengan adanya kapasitor Ce, nilai Re pada analisa

sinyal AC menjadi tidak berarti. Pembaca dapat mencari

lebih lanjut literatur yang membahas penguatan

transistor untuk mengetahui bagaimana perhitungan

nilai penguatan transistor secara detail.  Penguatan

didefenisikan dengan Vout/Vin = rc / re`, dimana

rc adalah resistansi Rc paralel dengan beban RL(pada

penguat akhir, RL adalah speaker 8 Ohm) dan re` adalah

resistansi penguatan transitor. Nilai re` dapat

dihitung dari rumus re` = hfe/hie yang datanya juga ada

di datasheet transistor.  Gambar-4 menunjukkan

ilustrasi penguatan sinyal input serta proyeksinya

menjadi sinyal output terhadap garis kurva x-y rumus

penguatan vout = (rc/re) Vin.

gambar II.7 : kurva penguatan kelas A

Ciri khas dari penguat kelas A, seluruh sinyal

keluarannya bekerja pada daerah aktif. Penguat tipe

class A disebut sebagai penguat yang memiliki tingkat

fidelitas yang tinggi. Asalkan sinyal masih bekerja di

daerah aktif, bentuk sinyal keluarannya akan sama

persis dengan sinyal input. Namun penguat kelas A ini

memiliki efisiensi yang rendah kira-kira hanya 25% –

50%. Ini tidak lain karena titik Q yang ada pada titik

A, sehingga walaupun tidak ada sinyal input (atau

ketika sinyal input = 0 Vac) transistor tetap bekerja

pada daerah aktif dengan arus bias konstan. Transistor

selalu aktif (ON) sehingga sebagian besar dari sumber

catu daya terbuang menjadi panas. Karena ini juga

transistor penguat kelas A perlu ditambah dengan

pendingin ekstra seperti heatsink yang lebih besar.

2. Penguat Daya kelas B

Panas yang berlebih menjadi masalah tersendiri pada

penguat kelas A. Maka dibuatlah penguat kelas B dengan

titik Q yang digeser ke titik B (pada gambar-5). Titik

B adalah satu titik pada garis beban dimana titik ini

berpotongan dengan garis arus Ib = 0. Karena letak

titik yang demikian, maka transistor hanya bekerja

aktif pada satu bagian phase gelombang saja. Oleh

sebab itu penguat kelas B selalu dibuat dengan 2 buah

transistor Q1 (NPN) dan Q2 (PNP).

Karena kedua transistor ini bekerja bergantian, maka

penguat kelas B sering dinamakan sebagai penguat Push-

Pull. Rangkaian dasar PA kelas B adalah seperti pada

gambar-6. Jika sinyalnya berupa gelombang sinus, maka

transistor Q1 aktif pada 50 % siklus pertama (phase

positif 0o-180o) dan selanjutnya giliran transistor Q2

aktif pada siklus 50 % berikutnya (phase negatif

180o – 360o). Penguat kelas B lebih efisien dibanding

dengan kelas A, sebab jika tidak ada sinyal input

( vin = 0 volt) maka arus bias Ib juga = 0 dan praktis

membuat kedua trasistor dalam keadaan OFF.

Gambar II.8 : rangkaian dasar penguat kelas B

Efisiensi penguat kelas B kira-kira sebesar 75%. Namun

bukan berarti masalah sudah selesai, sebab transistor

memiliki ke-tidak ideal-an. Pada kenyataanya ada

tegangan jepit Vbe kira-kira sebesar 0.7 volt yang

menyebabkan transistor masih dalam keadaan OFF

walaupun arus Ib telah lebih besar beberapa mA dari 0.

Ini yang menyebabkan masalah cross-over pada saat

transisi dari transistor Q1 menjadi transistor Q2 yang

bergantian menjadi aktif. Gambar-7 menunjukkan

masalah cross-over ini yang penyebabnya adalah adanya

dead zone transistor Q1 dan Q2 pada saat transisi.

Pada penguat akhir, salah satu cara mengatasi

masalah cross-overadalah dengan menambah filter cross-

over (filter pasif L dan C) pada masukan speaker.

Gambar II.9 : kurva penguatan kelas B

3. Penguat daya kelas AB

Cara lain untuk mengatasi cross-over adalah dengan

menggeser sedikit titik Q pada garis beban dari titik

B ke titik AB (gambar-5). Ini tujuannya tidak lain

adalah agar pada saat transisi sinyal dari phase

positif ke phase negatif dan sebaliknya, terjadi

overlap diantara transistor Q1 dan Q2. Pada saat itu,

transistor Q1 masih aktif sementara transistor Q2

mulai aktif dan demikian juga pada phase sebaliknya.

Penguat kelas AB merupakan kompromi antara efesiensi

(sekitar 50% – 75%) dengan mempertahankan fidelitas

sinyal keluaran.

Gambar II.10 : overlaping sinyal keluaran penguat

kelas AB

Ada beberapa teknik yang sering dipakai untuk

menggeser titik Q sedikit di atas daerah cut-off.  Salah

satu contohnya adalah seperti gambar-9 berikut ini.

Resistor R2 di sini berfungsi untuk memberi tegangan

jepit antara base transistor Q1 dan Q2. Pembaca dapat

menentukan berapa nilai R2 ini untuk memberikan arus

bias tertentu bagi kedua transistor. Tegangan jepit

pada R2 dihitung dari pembagi tegangan R1, R2 dan

R3 dengan rumus VR2 = (2VCC) R2/(R1+R2+R3). Lalu tentukan

arus base dan lihat relasinya dengan arus Ic dan Ie

sehingga dapat dihitung relasiny dengan tegangan jepit

R2 dari rumus VR2 = 2×0.7 + Ie(Re1 + Re2). Penguat kelas

AB ternyata punya masalah dengan teknik ini, sebab

akan terjadi peng-gemukan sinyal pada kedua

transistornya aktif ketika saat transisi. Masalah ini

disebut dengan gumming.

Gambar II.11 : rangkaian dasar penguat kelas AB

Untuk menghindari masalah gumming ini,maka dibuatlah

teknik yang hanya mengaktifkan salah satu transistor

saja pada saat transisi. Caranya adalah dengan membuat

salah satu transistornya bekerja pada kelas AB dan

satu lainnya bekerja pada kelas B. Teknik ini bisa

dengan memberi bias konstan pada salah satu

transistornya yang bekerja pada kelas AB (biasanya

selalu yang PNP). Caranya dengan menganjal base

transistor tersebut menggunakan deretan dioda atau

susunan satu transistor aktif. Maka kadang penguat

seperti ini disebut juga dengan penguat kelas AB plus

B atau bisa saja diklaim sebagai kelas AB saja atau

kelas B karena dasarnya adalah PA kelas B. Penyebutan

ini tergantung dari bagaimana produk amplifier anda

mau diiklankan. Karena penguat kelas AB terlanjur

memiliki konotasi lebih baik dari kelas A dan B. Namun

yang penting adalah dengan teknik-teknik ini tujuan

untuk mendapatkan efisiensi dan fidelitas yang lebih

baik dapat terpenuhi.

4. Penguat Daya kelas C

Kalau penguat kelas B perlu 2 transistor untuk bekerja

dengan baik, maka ada penguat yang disebut kelas C

yang hanya perlu 1 transistor. Ada beberapa aplikasi

yang memang hanya memerlukan 1 phase  positif saja.

Contohnya adalah pendeteksi dan penguat frekuensi

pilot, rangkaian penguat tuner RF dan sebagainya.

Transistor penguat kelas C bekerja aktif hanya pada

phase positif saja, bahkan jika perlu cukup sempit

hanya pada puncak-puncaknya saja dikuatkan. Sisa

sinyalnya bisa direplika oleh rangkaian resonansi L

dan C. Tipikal dari rangkaian penguat kelas C adalah

seperti pada rangkaian berikut ini.

Gambar II.12 : rangkaian dasar penguat kelas C

Rangkaian ini juga tidak perlu dibuatkan bias, karena

transistor memang sengaja dibuat bekerja pada daerah

saturasi. Rangkaian L C pada rangkaian tersebut akan

ber-resonansi dan ikut berperan penting dalam me-

replika kembali sinyal input menjadi sinyal output

dengan frekuensi yang sama. Rangkaian ini jika diberi

umpanbalik dapat menjadi rangkaian osilator RF yang

sering digunakan pada pemancar. Penguat kelas C

memiliki efisiensi yang tinggi bahkan sampai 100%,

namun tingkat fidelitasnya memang lebih rendah. Tetapi

sebenarnya fidelitas yang tinggi bukan menjadi tujuan

dari penguat jenis ini.

5. Penguat daya kelas D

Penguat kelas D menggunakan teknik PWM (pulse width

modulation), dimana lebar dari pulsa ini proporsioal

terhadap amplituda sinyal input. Pada tingkat akhir,

sinyal PWM men-drive transistor switching ON dan OFF

sesuai dengan lebar pulsanya. Transistor switching yang

digunakan biasanya adalah transistor jenis FET. Konsep

penguat kelas D ditunjukkan pada gambar-11.

Teknik sampling pada sistem penguat kelas D memerlukan

sebuah generator gelombang segitiga dan komparator

untuk menghasilkan sinyal PWM yang proporsional

terhadap amplituda sinyal input. Pola sinyal PWM hasil

dari teknik sampling ini seperti digambarkan pada

gambar-12. Paling akhir diperlukan filter untuk

meningkatkan fidelitas.

Gambar II.13 : konsep penguat kelas D

6. Penguat daya kelas E

Penguat kelas E pertama kali dipublikasikan oleh

pasangan ayah dan anak Nathan D dan Alan D Sokal tahun

1972. Dengan struktur yang mirip seperti penguat kelas

C, penguat kelas E memerlukan rangkaian resonansi L/C

dengan transistor yang hanya bekerja kurang dari

setengah duty cycle. Bedanya, transistor kelas C bekerja

di daerah aktif (linier). Sedangkan pada penguat kelas

E, transistor bekerja sebagai switching transistor

seperti pada penguat kelas D. Biasanya transistor yang

digunakan adalah transistor jenis FET. Karena

menggunakan transistor jenis FET (MOSFET/CMOS),

penguat ini menjadi efisien dan cocok untuk aplikasi

yang memerlukan drive arus yang besar namun dengan

arus input yang sangat kecil. Bahkan dengan level arus

dan tegangan logik pun sudah bisa membuat transitor

switching tersebut  bekerja. Karena dikenal efisien

dan dapat dibuat dalam satu chip IC serta dengan

disipasi panas yang relatif kecil, penguat kelas E

banyak diaplikasikan pada peralatan transmisi mobile

semisal telepon genggam. Di sini antena adalah bagian

dari rangkaian resonansinya.

7. Penguat Daya kelas T

Penguat kelas T bisa jadi disebut sebagai penguat

digital. Tripath Technology membuat desain digital

amplifier dengan metode yang mereka namakan Digital Power

Processing (DPP). Mungkin terinspirasi  dari PA kelas D,

rangkaian akhirnya menggunakan konsep modulasi PWM

dengan switching transistor serta filter. Pada penguat

kelas D, proses dibelakangnnya adalah proses analog.

Sedangkan pada penguat kelas T, proses sebelumnya

adalah manipulasi bit-bit digital. Di dalamnya ada

audio prosesor dengan proses umpanbalik yang juga

digital untuk koreksi timing delay dan phase.

8. Penguat Daya kelas G

Kelas G tergolong penguat analog yang tujuannya untuk

memperbaiki efesiensi dari penguat kelas B/AB. Pada

kelas B/AB, tegangan supply hanya ada satu pasang yang

sering dinotasikan sebagai +VCC dan –VEE misalnya +12V

dan –12V (atau ditulis dengan +/-12volt). Pada penguat

kelas G, tegangan supply-nya dibuat bertingkat.

Terutama untuk aplikasi yang membutuhkan power dengan

tegangan yang tinggi, agar efisien tegangan supplynya

ada 2 atau 3 pasang yang berbeda. Misalnya ada

tegangan supply +/-70 volt, +/-50 volt dan +/-20 volt.

Konsep ranagkaian PA kelas G seperti pada gambar-13.

Sebagai contoh, untuk alunan suara yang lembut dan

rendah, yang aktif adalah pasangan tegangan supply +/-

20 volt. Kemudian jika diperlukan untuk men-drive

suara yang keras, tegangan supply dapat di-switch ke

pasangan tegangan supply maksimum +/-70 voltBAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan mengenai “Penguat Daya Audio” di laksanakan

pada hari Rabu, tanggal 30 April 2014 pukul 13:00-16:00

WITA. Bertempat di Laboratorium Elektronika dan

Instrumen Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar.

III.2 Alat dan Bahan

III.2.1 Alat beserta fungsi dan gambarnya

Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

a. Multimeter, berfungsi untuk mengukur tegangan, arus,

dan hambatan pada rangkaian.

b. Catu daya, berfungsi sebagai sumber tegangan dalam

rangkaian.

c. Osiloskop , berfungsi mengamati sinyal output yang

dihasilkan oleh rangkaian setelah diberikan frekuensi

tertentu.

d. Signal generator, berfungsi sebagai pembangkit sinyal

pada rangkaian dan pengatur frekuensi.

e. Kit praktikum , berfungsi sebagai tempat merangakai

rangkaian percobaan.

f. Kabel jumper, berfungsi sebagai penghubung rangkaian.

III.1.2 Bahan beserta Fungsi dan Gambarnya

Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini

adalah :

a. Resistor, berfungsi sebagai penghambat arus listrik.

b. Kapasitor, berfungsi menyimpan muatan listrik dalam

bentuk medan listrik.

c. Transistor, berfungsi sebagai penguat tegangan dan

penguat arus.

d. Potensiometer, sebagai hambatan namun besar

hambatan dapat diatur dengan memutar

III. 2 Prosedur Percobaan

Adapun prosedur percobaan yang dilakukan pada praktikum

ini yaitu:

1. Menyiapkan alat beserta komponennya

2. Mengkalibrasi alat yang akan digunakan

3. Merangkai komponen penguat daya audio seperti

gambar

4. Melepaskan kapasitor bootstrap C2 dari rangkaian.

Sehingga penguat audio kita menjadi penguat tanpa

boostrap

5. Menghubungkan dengan catu daya melalui suatu meter

arus DC yang dipasang seri dengan catu daya,

nyalakan catu daya danperhatikan arus yang

mengalir.

6. Membuat dan membaca hasil keluaran melalui

osiloskop.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

IV.1.1 Tabel Pengamatan

a. Tanpa Boostrap dan Darlington

No Vi(Volt) Vout

(Volt)

I ( A) Pin Pout

1 2 40 0,4 0,8 16

b. Dengan Boostrap dan Darlington

No Vi

(Volt)

Vo

(Volt)

I(A) Pin Pout

1 1 30 12,8 12,8 384

c. Tanpa dan Dengan Boostrap dan Darlington

No Vi

(Volt)

Vo

(Volt)

I(A) Pin Pout

1 1 20 0,1 0,1 2

IV.1.2 Pengolahan Data

a. Tanpa Boostrap dan Darlington

Pin = VxI Pout = V x I

= 2 x 0,4 = 40 x 0,4

=0,8 Watt = 16 Watt

b. Dengan Boostrap dan Darlington

Pin = VxI Pout = V x I

= 1 x 12,8 = 30 x

12,8

=12,8 Watt = 384

Watt

c. Tanpa dan Dengan Boostrap dan Darlington

Pin = VxI Pout = V x I

= 1 x 0,1 = 20 x 0,1

=0,1 Watt = 2 Watt

IV.2 Pembahasan

Pada percobaan kali ini diamati perbedaan pada

rangkaian penguat audio yang tersambung dan penguat

audio yang terputus dilihat dari tegangan keluaran dan

masukannya, dimana pada saat C2 (kapasitor bootstrap)

tidak dihubungkan dengan rangkaian maka pada saat

tegangan masukannya akan menghasilkan tegangan

keluaran. Sedangkan pada saat C2 dipasang tegangan

masukannya akan menghasilkan tegangan dan saat penguat

1 dihubungkan dengan rangkaian penguat 2 maka tegangan

masukannya akan menghasilkan tegangan.

Isyarat keluaran yang terbaca pada osiloskop berupa

gelombang sinusoida. Ketika dua penguat disambungkan

seharusnya isyarat keluarannya semakin besar, namun

pada percobaan ini isyarat keluaran yang terjadi

semakin kecil, hal ini terjadi mungkin karena alat yang

digunakan ada yang tidak berfungsi dengan baik.

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

setelah melakukan percobaan, maka dapat disimpulkan

bahwa :

a. Bentuk isyarat keluaran rangkaian penguat daya

audio mengalami penguatan.

b. Hubungan darlington (penguat II) memberikan

penguatan pada daya keluaran maksimum.

c. Kapasitor bootstrap (C2) melemahkan isyarat

masukan sehingga perbandingan antara keluaran dan

masukan besar (terjadi penguatan pada keluaran).

d. Komponen-komponen yang digunakan dalam rangkaian

penguat daya audio adalah Resistor, kapasitor,

transistor, dan potensiometer serta kabel-kabel

penghubung (kabel jumper).

V. 2 Saran

V.2.1 Laboratorium

Sebaiknya alat yang ada di laboratorium yang telah

rusak dan tua di ganti dengan alat yang baru dan layak

pakai agar kegiatan praktikum berjalan dengan lancar.

V.2.2 Asisten

Cara menjelaskan sudah bagus, penguasaan materi juga

sudah bagus tapi masih perlu di tingkatkan lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Muh. 2010. Penguat daya audio. Diakses pada tanggal 15april 2013. http://www.dediakbar.com/2010/04

Arena, Muh. 2012. Rangkaian darlington. Diakses pada tanggal 15

April 2013.http://www.

arenasmart.blogspot.com/2012/02

Cahyanto,nur. 2011. Jenis-jenis penguat daya . Diakses padatanggal 12 November 2012.https://nurcahyanto88.wordpress.com/2011/04/06

Muljono, Prof.Dr. 2004. Dasar Elektonika. Penerbit Andi.

Bandung

Sutrisno.1986. Elektronika Teori dan Penerapannya. Penerbit ITB.

Bandung