pengaruh sistem insentif dan pelatihan terhadap kinerja ...

131
PENGARUH SISTEM INSENTIF DAN PELATIHAN TERHADAP KINERJA DIMEDIASI MOTIVASI KERJA (STUDI PADA KONSULTAN INDEPENDEN ORIFLAME FUNBIZ CLUB SURABAYA) Disusun oleh : HANAASEPTIANA NIM. 125020207111040 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi BIDANG MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018

Transcript of pengaruh sistem insentif dan pelatihan terhadap kinerja ...

PENGARUH SISTEM INSENTIF DAN PELATIHAN

TERHADAP KINERJA DIMEDIASI MOTIVASI KERJA (STUDI PADA KONSULTAN INDEPENDEN

ORIFLAME FUNBIZ CLUB SURABAYA)

Disusun oleh :

HANAA’ SEPTIANA

NIM. 125020207111040

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih

Derajat Sarjana Ekonomi

BIDANG MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018

This is my Second Minor Thesis, after my First

Minor Thesis for Bachelor of Politics

and I still dedicated to:

My Mom, Agustina Mochtar, who will always

be my Queen

and

My Dad, Faris Nasar Amhar Attamimi, who

will always be my King.

And now I’m officially Bachelor of Economics too.

Believe in yourself, listen to your gut, and do what you love –

Dylan Lauren

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sedalam-dalamnya saya panjatkan pada kehadirat Tuhan

Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah selama proses

penyusunan dan penyelesaian karya ilmiah skripsi dengan judul: “Pengaruh

Sistem Insentif dan Pelatihan Terhadap Kinerja Dimediasi Motivasi Kerja (Studi

pada Konsultan Independen Oriflame Funbiz Club Surabaya)”. Skripsi ini

diselesaikan dengan tujuan untuk memenuhi syarat dalam mencapai derajat

Sarjana Ekonomi pada program studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Brawijaya.

Saya menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini dapat berjalan

dengan baik karena adanya dukungan dari banyak pihak. Untuk itu, saya merasa

berkewajiban menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Nurkholis, SE., M.Bus.(Acc)., Ak., Ph.D. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

2. Ibu Dr. Siti Aisjah, SE., MS., CSRS., CFP selaku Kepala Program Studi S1

Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, yang tidak

henti-hentinya memberikan semangat kepada saya untuk segera

menyelesaikan laporan akhir sebagai kewajiban untuk menyelesaikan studi.

3. Bapak Misbahuddin Azzuhri, SE., MM., CPHR., CSRS. Selaku Dosen

Pembimbing Skripsi yang sangat sabar dalam membimbing dan selalu

mendukung berbagai kegiatan yang saya lakukan.

4. Bapak Prof. Dr. Achmad Sudiro., SE., ME., CPHR. dan Bapak Agung

Nugroho Adi., SE., MM., MM.(HRM). selaku dosen penguji dalam ujian

komprehensif.

5. Kedua orang tua saya yang sangat mendukung proses studi saya selama kuliah

di dua kampus yang berbeda sampai menyelesaikan keduanya.

6. Para Dosen, karyawan, dan teman-teman saya selama menjadi mahasiswa S1

Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang

banyak memberikan saran, bantuan, dan semangat baik selama kuliah ataupun

saat penyelesaian laporan ini.

ii

7. Rekan-rekan program studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Airlangga yang tidak henti-hentinya memberi semangat selama

menyelesaikan dua studi strata-1.

8. Keluarga Center Security and Welfare Studies, FISIP Universitas Airlangga,

yang tidak hanya sekedar tempat magang, tetapi tempat diskusi yang sangat

dinamis.

9. Keluarga besar Srikana 43 A, Surabaya yang telah memberikan saya semangat

tanpa henti selama menyelesaikan dua studi strata-1.

10. Seluruh kolega organisasi maupun komunitas yang saya ikuti. Mulai dari

BEM FEB UB 2013, BEM UNAIR 2014, BEM UNAIR 2015, ISAPS,

Komunitas SAKTI, FLAC Surabaya, WYDII, SEALNet, ASP 2015, dan

Transmania Surabaya.

11. Keluarga Oriflame Funbiz Club di seluruh Indonesia, khususnya Teh Egi, Teh

Restie, Teh Reni, dan Mbak Icha yang mau urun waktu untuk membantu

penyelesaian skripsi saya. Kalian wanita-wanita super!

12. Beberapa pihak yang terlibat dalam berbagai kegiatan yang saya cantumkan

dalam laporan ini.

Akhirnya, dengan mengucap syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT,

saya berharap buah karya skripsi saya dapat membawa manfaat bagi semua pihak

yang membutuhkan. Terima kasih sekali lagi saya ucapkan kepada semua pihak

yang terlibat.

Malang, 9 April 2018

Hanaa’ Septiana

iii

DAFTAR ISI

Hal.

Kata Pengantar .......................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................... iii

Daftar Tabel ............................................................................................... v

Daftar Gambar ........................................................................................... vi

Daftar Lampiran ........................................................................................ vii

Abstrak ....................................................................................................... viii

Abstract ........................................................................................................ ix

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ........................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ...................................................... 6

1.3. Tujuan Penelitian ....................................................... 7

1.4. Manfaat Penelitian ..................................................... 8

BAB II : KAJIAN TEORI

2.1. Kajian Teori ............................................................... 10

2.2. Penelitian Terdahulu .................................................. 24

2.3. Kerangka Konseptual ................................................. 26

2.4. Hipotesis Penelitian ................................................... 27

BAB III : METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian .......................................................... 31

3.2. Sifat Penelitian ........................................................... 32

3.3. Lokasi dan Periode Penelitian .................................... 32

3.4. Populasi dan Sampel .................................................. 32

3.5. Sumber Data .............................................................. 33

3.6. Metode Pengumpulan Data ........................................ 34

3.7. Definisi Operasional Variabel Penelitian .................... 35

3.8. Metode Analisis Data ................................................. 38

3.9. Uji Sobel .................................................................... 44

3.10. Uji Hipotesis .............................................................. 45

3.11. Kerangka Pikir Penelitian ........................................... 46

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................ 47

4.2. Deskripsi Karakteristik Responden ............................ 50

4.3. Deskripsi Jawaban Responden ................................... 55

4.4. Analisis Data ............................................................. 62

4.5. Pengujian Hipotesis ................................................... 74

4.6. Pembahasan Hasil Penelitian ...................................... 76

4.7. Implikasi Hasil Penelitian .......................................... 87

iv

BAB V : PENUTUP

5.1. Kesimpulan ................................................................ 93

5.2. Saran ......................................................................... 94

Daftar Pustaka ........................................................................................... 96

Lampiran .................................................................................................... 99

v

DAFTAR TABEL

No. Judul Tabel Hal

2.1. Penelitian Terdahulu 25

3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian 36

4.1. Jenjang Karir Oriflame 47

4.2. Tanggapan Responden Mengenai Sistem Insentif di Oriflame 56

4.3. Tanggapan Responden Mengenai Pelatihan di Oriflame 58

4.4. Tanggapan Responden Mengenai Kinerja di Oriflame 59

4.5. Tanggapan Responden Mengenai Motivasi Kerja di Oriflame 61

4.6. Uji Normalitas Data Penelitian 63

4.7. Uji Validitas dan Reliabilitas 64

4.8. Hasil Uji Multikolinearitas X1 & X2 terhadap Z 66

4.9. Hasil Uji Multikolinearitas X1 , X2 dan Z terhadap Y 66

4.10. Koefisien Jalur Model I 69

4.11. Koefisien Jalur Model II 70

vi

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Gambar Hal

2.1. Diagram Fungsi Manajemen 11

2.2.

3.1.

4.1.

Kerangka Konseptual Penelitian Model Analisis Jalur

Logo Oriflame

27

43

47

4.2. Logo Funbiz Club 50

4.3. Grafik Usia Responden 51

4.4. Grafik Tingkat Pendidikan Responden 52

4.5. Grafik Jenjang Karir Konsultan Oriflame Funbiz Club

Surabaya

53

4.6. Grafik Lama Bekerja Konsultan Oriflame Funbiz Club

Surabaya

54

4.7. Grafik Konsultan Independen Oriflame sebagai Pekerjaan

Utama/ Sampingan

55

4.8. Hasil Uji Heteroskedastisitas X1 , X2 terhadap Z 67

4.9. Hasil Uji Heteroskedastisitas X1 , X2 dan Z terhadap Y 68

4.10. Diagram Jalur 73

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Lampiran Hal

1. Kuesioner Penelitian 99

2. Uji Normalitas 102

3. Uji Validitas 103

4. Uji Reliabilitas 112

5. Uji Multikolinearitas 114

6. Uji Heteroskedastisitas 115

7. Analisis Jalur 116

viii

Pengaruh Sistem Insentif dan Pelatihan Terhadap Kinerja

Dimediasi Motivasi Kerja

(Studi pada Konsultan Independen Oriflame Funbiz Club

Surabaya)

Hanaa’ Septiana

Misbahuddin Azzuhri

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sistem insentif dan pelatihan secara

simultan dan parsial terhadap kinerja yang dimediasi motivasi kerja pada konsultan

independen Oriflame Funbiz Club Surabaya. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner sebagai data primer dan data arsip dari jaringan Funbiz Club Surabaya sebagai

data sekunder. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif

eksplanatif. Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis jalur. Peneliti menggunakan 60 orang responden sebagai sampel jenuh. Instrumen penelitian diuji

menggunakan uji normalitas, uji validitas dan uji reliabilitas, serta uji asumsi klasik yang

meliputi, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. Uji Hipotesis dalam penelitian

ini menggunakan uji F dan uji t. Hasil penelitian adalah sistem insentif tidak berpengaruh secara langsung terhadap kinerja konsultan, namun pelatihan dan motivasi kerja

berpengaruh secara langsung terhadap kinerja konsultan. Selain itu, sistem insentif dan

pelatihan berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja konsultan melalui motivasi

kerja pada konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.

Kata kunci : sistem insentif, pelatihan, kinerja, motivasi kerja

ix

Pengaruh Sistem Insentif dan Pelatihan Terhadap Kinerja

Dimediasi Motivasi Kerja

(Studi pada Konsultan Independen Oriflame Funbiz Club

Surabaya)

Hanaa’ Septiana

Misbahuddin Azzuhri

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

[email protected]

ABSTRACT

The research is aimed to analyze the influence of incentive system and training simultaneously and partially toward performance with work motivation as the mediation

on independent consultant of Oriflame Funbiz Club Surabaya. Data collection using the

questionnaire as primary data and archive data from Funbiz Club Surabaya network as

secondary data. The type of research used in this study is quantitative explanatory. the analysis in this research using path analysis. The researcher used 60 respondents as

saturated samples. The research instruments are using normality test, validity test and

reliability test, and classical assumption test which includes multicollinearity test and heteroscedasticity test. The hypothesis in this research is using F test and t-test. The

result of the research is incentive system does not directly influence consultant

performance, but training and work motivation simultaneously and partially toward consultant performance. In addition, incentive system and training indirectly influence

toward consultant performance through work motivation on the independent consultant

of Oriflame Funbiz Club Surabaya.

Keywords: incentive system, training, performance, work motivation

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya manusia merupakan salah satu elemen penting dalam

perkembangan suatu organisasi. Suatu organisasi dapat dikatakan baik jika di

dalamnya terdapat sumberdaya manusia yang mampu mengelola organisasi

tersebut dengan baik pula. Hal ini dikarenakan sumberdaya manusia dapat

menghasilkan berbagai inovasi yang kemudian dapat ditransformasikan ke dalam

sebuah dindakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Hal tersebut didukung oleh

pernyataan lima bagian utama yang menentukan kelangsungan organisasi atau

perusahaan. Kelima bagian itu biasa disebut dengan 5M (Suripto, 2014), yaitu

manpower, material, machine, money, dan yang terakhir adalah method. Kelima

bagian utama tersebut saling berkaitan dan tidak dapat terlepas satu sama lain.

Sebagai contoh, tanpa faktor sumberdaya manusia (manpower), maka keempat

‘M’ lain tidak dapat berjalan karena manusia menjadi faktor penggerak untuk

bagian lainnya.

Sumberdaya manusia menjadi salah satu potensi perusahaan yang selalu

mengalami dinamika di era globalisasi saat ini. Mengelola sumber daya manusia

bukan merupakan hal yang mudah namun perusahaan diharapkan dapat bertahan,

maju, dan berkembang dengan memaksimalkan sumber daya manusia yang

dimiliki. Salah satu cara mendukung keberhasilan perusahaan yang dapat

digunakan yaitu sumber daya manusia yang baik (Suripto, 2013). Oleh karena itu

sumberdaya manusia harus diperhatikan kebutuhannya supaya dapat membawa

keberhasilan dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan untuk mencapai tujuannya.

2

Di dalam organisasi modern, kompensasi yang diberikan akan

mempengaruhi perilaku kerja karyawan dalam menjalankan tugas. Sasaran utama

dari program insentif yang merupakan salah satu bagian dari kompensasi adalah

untuk menarik individu yang berkualitas, memotivasi karyawan agar tetap tinggal,

dan mencapai kinerja yang lebih tinggi. Usaha perubahan organisasi

membutuhkan partisipasi dari semua karyawan, hal ini akan tercapai bila juga ada

kemauan dan kemampuan dari masing-masing individu karyawan. Menurut

Handoko (2001, p.155) kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima para

karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Kompensasi merupakan hal yang

sangat penting karena kompensasi merupakan ukuran penghargaan perusahaan

kepada karyawan atas kerja mereka. Selain itu, kompensasi yang sesuai akan

meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

Faktor lain untuk meningkatkan kinerja karyawan ialah pelatihan. Menurut

Bangun (2012) pelatihan dimaksudkan untuk membantu mencapai tujuan

perusahaan. Sedangkan menurut Mejia et al. (2001, p.259), pelatihan biasanya

dilakukan ketika karyawan memiliki mengalami defisit keterampilan atau ketika

sebuah organisasi merubah suatu sistem dan karyawan perlu belajar keterampilan

baru. Dengan adanya sebuah pelatihan, kemampuan karyawan diharapkan akan

meningkat dan diikuti oleh kinerja yang meningkat. Hal ini dikarenakan sebuah

pelatihan juga diberikan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kinerja

karyawan.

Pemberian kompensasi dan pelatihan merupakan faktor penting untuk

meningkatkan kinerja karyawan. Namun, kedua hal ini tidak bisa terlaksana

secara efektif apabila tidak ada faktor motivasi kerja. Dalam sebuah organisasi,

3

motivasi merupakan suatu kondisi yang mendorong orang lain untuk dapat

melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan fungsinya dalam organisasi. Beberapa

penelitian terdahulu menyatakan bahwa faktor motivasi kerja sangat penting

dalam mempengaruhi kinerja karyawan selain pemberian kompensasi dan sistem

insentif. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Riyadi (2016) tentang Pengaruh

Pelatihan Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Dengan Motivasi sebagai Mediasi

Karyawan PT. PAL Indonesia (Persero) Divisi Kapal Perang, hasil penelitiannya

disimpulkan bahwa pelatihan, kompensasi, dan motivasi berpengaruh terhadap

kinerja karyawan, sedangkan pelatihan dan kompensasi berpengaruh terhadap

motivasi karyawan. Hal ini dapat memperkuat dugaan bahwa ketiga faktor

tersebut dapat mempengaruhi kinerja karyawan di sebuah perusahaan, termasuk di

perusahaan multilevel marketing seperti Oriflame.

Oriflame adalah perusahaan kosmetika yang menawarkan produk

kosmetik dan perawatan kulit alami berkualitas tinggi melalui jaringan penjual

mandiri (independent sales force). Sistem penjualan langsung (direct selling)

memungkinkan pelanggan untuk memperoleh nasehat dan inspirasi dari

penjualnya, yang disebut konsultan independen yang mereka percayai

Sejak berada di Indonesia tahun 1986, Oriflame kini berkembang menjadi

sebuah perusahaan besar di Indonesia. Oriflame telah memiliki 12 kantor cabang

di seluruh Indonesia. Oriflame cabang Surabaya memiliki banyak komunitas

penjualan yang salah satunya adalah Funbiz Club. Funbiz Club merupakan

komunitas penjualan Oriflame yang berpusat di Surabaya dan memiliki ±350

konsultan independen di seluruh Indonesia yang aktif memasarkan produk-produk

Oriflame.

4

Keberadaan komunitas penjualan sangat menentukan keberhasilan

manajemen perusahaan direct selling seperti Oriflame karena komunitas

penjualan sangat efektif untuk mendorong kinerja tenaga penjualnya (konsultan

independen). Kinerja tenaga penjual memberikan sumbangan besar bagi suatu

perusahaan. Yossy (2007, p.249) menyatakan bahwa perusahaan dapat dikenang

dan diingat oleh konsumen karena kinerja tenaga penjualnya. Oleh karena itu

peningkatan kinerja konsultan independen Oriflame Funbiz Club sangat

diperlukan untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggan maupun untuk

kelangsungan perusahaan. Peningkatan kinerja konsultan independen Oriflame

Funbiz Club dapat dilakukan dengan pemberian pelatihan, pemberian motivasi

dan juga pemberian penjelasan tentang sistem insentif yang ditawarkan

perusahaan.

Perusahaan Oriflame menawarkan sistem kompensasi berupa insentif

melalui jenjang karir tak terbatas pada konsultan independen. Perusahaan tidak

memberikan gaji tetap melainkan bonus setiap bulannya yang dibayarkan

berdasarkan pencapaian setiap konsultan independen. Konsultan independen

mendapatkan komisi penjualan berupa insentif dari besarnya omset penjualan

setiap bulan serta komisi dari jenjang karir yang mereka raih. Oriflame tidak

memberikan gaji tetap setiap bulannya namun mereka mendapatkan kompensasi

yang layak sesuai dengan prestasi kerja dan jenjang karir yang ditentukan

perusahaan. Jenjang karir ini bersifat tetap sehingga para konsultan independen

tetap dapat manjadikan Oriflame sebagai sumber penghasilan meskipun mereka

tidak mendapat gaji tetap. Mereka akan menentukan sendiri berapa penghasilan

mereka setiap bulannya melalui jenjang karir ang mereka pilih.

5

Pada perusahaan Oriflame, pelatihan diadakan secara berkala dengan

pendekatan personal kepada setiap konsultan independen. Pelatihan ini dilakukan

oleh para leader Oriflame di komunitas Funbiz Club. Diharapkan dengan adanya

pelatihan yang berkala akan dapat meningkatkan kinerja para konsultan

independen Oriflame Funbiz Club. Sistem kompensasi yang layak dan pelatihan

secara berkala akan dapat meningkatkan kinerja konsultan independen Oriflame

Funbiz Club. Menurut Hery Simamora (2004) kinerja karyawan adalah tingkat

hasil kerja karyawan dalam pencapaian persyaratan pekerjaan yang diberikan.

Faktor motivasi juga merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan

perusahaan. Faktor motivasi ini berperan untuk selalu menjaga karyawan agar

bekerja dengan baik yang berdampak pada keberhasilan dalam pencapaian tujuan

perusahaan. Motivasi menjadi dorongan yang kuat bagi konsultan independen

Oriflame Funbiz Club untuk tetap bersedia menjalankan bisnis Oriflame sehingga

target yang ditentukan dapat tercapai.

Oriflame Funbiz Club yang menjadi salah satu komunitas penjualan

Oriflame Surabaya tidak terlepas dari faktor manajemen sumberdaya manusia

khususnya tenaga penjualnya. Tenaga penjual yang disebut konsultan independen

merupakan ujung tombak Oriflame Funbiz Club sehingga pengelolaan manajemen

sumberdaya manusianya harus dilakukan dengan baik. Pada Oriflame Funbiz

Club, sistem insentif sebagai bagian dari kompensasi bagi konsultan independen

merupakan ukuran dari perusahaan atas kemampuannya dalam menjalankan dan

mengembangkan bisnis di Oriflame. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia

pada Oriflame Funbiz Club biasanya dilakukan dengan pengadaan pelatihan yang

diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan kinerja tenaga penjual Oriflame

6

Funbiz Club. Hal ini dilakukan untuk menjaga prestasi kerja mereka agar mereka

dapat mendapat insentif sesuai yang diinginkan.

Setelah program pemberian sistem insentif yang sesuai dengan jenjang

karir serta pemberian pelatihan kepada konsultan independen, yang diharapkan

adalah umpan balik yang baik dari konsultan independen kepada jaringan bisnis

maupun perusahaan berupa kinerja yang maksimal dari para konsultan. Hal ini

sangat penting mengingat masa depan jaringan bisnis dan perusahaan Oriflame

secara keseluruhan berada pada pesat atau tidaknya perkembangan para konsultan

independen. Maka dari itu diperlukan juga pemberian motivasi kerja agar

konsultan terus merasa termotivasi ketika usahanya mendapatkan suatu

penghargaan dari perusahaan.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti mencoba melakukan penelitian

mengenai ‘Pengaruh Sistem Insentif dan Pelatihan terhadap Motivasi Kerja

Dimediasi Kinerja’ yang studi kasusnya pada konsultan independen Oriflame

Funbiz Club Surabaya. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian agar pihak jaringan

bisnis maupun perusahaan Oriflame dapat memahami tanggapan dari para

konsultan independen mengenai sistem insentif dan pelatihan yang selama ini

diberikan untuk memotivasi para konsultan agar memiliki kinerja yang baik dalam

memenuhi target jaringan bisnis maupun perusahaan Oriflame secara keseluruhan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan yang dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah sistem insentif berpengaruh terhadap kinerja konsultan independen

Oriflame Funbiz Club Surabaya?

7

2. Apakah sistem insentif berpengaruh terhadap motivasi kerja konsultan

independen Oriflame Funbiz Club Surabaya?

3. Apakah pelatihan berpengaruh terhadap kinerja konsultan independen

Oriflame Funbiz Club Surabaya?

4. Apakah pelatihan berpengaruh terhadap motivasi kerja konsultan independen

Oriflame Funbiz Club Surabaya?

5. Apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja konsultan independen

Oriflame Funbiz Club Surabaya?

6. Apakah sistem insentif berpengaruh terhadap kinerja melalui motivasi kerja

konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya?

7. Apakah pelatihan berpengaruh terhadap kinerja melalui motivasi kerja

konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas maka

tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh sistem insentif terhadap kinerja

konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh sistem insentif terhadap

motivasi kerja konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh pelatihan terhadap kinerja

konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.

4. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh pelatihan terhadap motivasi

kerja konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.

8

5. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja

konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.

6. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh insentif terhadap kinerja

melalui motivasi kerja konsultan independen Oriflame Funbiz Club

Surabaya.

7. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh pelatihan terhadap kinerja

melalui motivasi kerja konsultan independen Oriflame Funbiz Club

Surabaya.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat-manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Bagi Jaringan Bisnis Oriflame Funbiz Club Surabaya

Penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi yang

bermanfaat bagi jaringan bisnis Oriflame Funbiz Club Surabaya agar dapat

mengusulkan sistem insentif dan program pelatihan yang sesuai. Sehingga

dapat dijadikan sebuah program yang berkaitan langsung dengan aspek-aspek

pengembangan konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya

melalui sistem insentif dan pelatihan yang lebih baik.

2. Bagi Konsultan Independen di Jaringan Bisnis Oriflame Funbiz Club

Surabaya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sistem

insentif dan pelatihan, motivasi kerja, dan pengaruhnya terhadap

pengembangan sumberdaya manusia pada konsultan independen agar bisa

lebih meningkatkan kinerja konsultan independen Oriflame sendiri.

9

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat membantu sebagai bahan referensi

ataupun sebagai data pembanding yang sesuai dengan bidang yang akan

diteliti oleh peneliti lain.

10

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Proses Manajemen Sumberdaya Manusia

Unsur manusia selalu berkembang menjadi suatu bidang manajemen yang

biasa disebut manajemen sumberdaya manusia. Manajemen sumberdaya manusia

merupakan suatu bidang khusus yang mempelajari hubungan dan peranan

manusia dalam organisasi perusahaan.

Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan

organisasi karena manusia sebagai perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya

tujuan organisasi. Manajemen sumberdaya manusia memfokuskan pada kegiatan

perencanaan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan

pemberhentian tenaga kerja untuk membantu terwujudnya tujuan perusahaan,

karyawan, dan masyarakat.

Dessler (2007, p.58) menyatakan bahwa manajemen sumberdaya manusia

merupakan kebijakan dan praktek menentukan aspek “manusia” atau sumberdaya

manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih,

memberi penghargaan, dan penilaian. Selain itu, manajemen sumberdaya manusia

juga dapat diartikan sebagai suatu proses memperoleh, melatih, menilai, dan

memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja

mereka, kesehatan dan keamanan, serta masalah keadilan.

Pengertian lain menurut Samsudin (2009, p.117), manajemen sumberdaya

manusia adalah suatu kegiatan pengelolaan meliputi pendayagunaan,

11

pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, cara-cara mendesain sistem

perencanaan, penyusunan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja,

kompensasi karyawan, dan hubungan ketenagakerjaan.

Sedangkan menurut Nitisemito (2000, p.10), Manajemen sumberdaya

manusia adalah suatu ilmu dan seni untuk melaksanakan antara lain perencanaan,

pengorganisasian, pengawasan, sehingga efektifitas dan efisiensi personalia dapat

ditingkatkan semaksimal mungkin dalam pencapaian tujuan.

Beberapa pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa manajemen

mempunyai dua pengertian yaitu manajemen sebagai suatu proses dan manajemen

sebagai suatu seni dan sebagai ilmu pengetahuan. Sedangkan manajemen

sumberdaya manusia adalah suatu proses berupa pengelolaan sumberdaya

manusia dalam sebuah organisasi dengan menerapkan beberapa fungsi seperti

perencanaan sumberdaya manusia, rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan

pengembangan SDM, penilaian kinerja, pemberian kompensasi dan mengenai K3

(Keselamatan, Keamanan, dan Kesejahteraan).

Gambar 2.1. Diagram Fungsi Manajemen

Sumber : Pearson Education (2014)

Manajemen Sumberdaya

Manusia

Perencanaan SDM, Rekrutmen,

dan Seleksi Pengembangan SDM

Kompensasi dan Benefit

Keamanan dan Kesehatan

Karyawan dan Hubungan Industrial

Riset SDM

12

2.1.2 Insentif

Insentif termasuk salah satu bentuk dari kompensasi berupa biaya yang

harus dikeluarkan oleh perusahaan. Insentif dapat berupa penghargaan/ganjaran

yang diberikan untuk memotivasi para pekerja agar produktivitasnya tinggi,

sifatnya tidak tetap atau sewaktu-waktu. Oleh karena itu insentif sebagai bagian

dari keuntungan, terutama sekali diberikan kepada pekerja yang bekerja secara

baik atau yang berprestasi, misalnya dalam bentuk pemberian bonus seperti

barang.

Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (2002) insentif

adalah pengupahan yang memberikan imbalan yang berbeda karena memang

prestasi yang berbeda. Dua orang dengan jabatan yang sama dapat menerima

insentif yang berbeda karena bergantung pada prestasi. Insentif adalah suatu

bentuk dorongan finansial kepada karyawan sebagai balas jasa perusahaan kepada

karyawan atas prestasi karyawan tersebut. Insentif merupakan sejumlah uang yang

ditambahkan pada upah dasar yang diberikan perusahaan kepada karyawan.

Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggungjawab dan

dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin bahwa karyawan akan

mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan tujuan

utama pemberian insentif adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja individu

maupun kelompok (Panggabean, 2002, p.93). Secara lebih spesifik tujuan

pemberian Insentif dapat dibedakan dua golongan yaitu:

a. Bagi Perusahaan.

Tujuan dari pelaksanaan insentif dalam perusahaan khususnya dalam

kegiatan produksi adalah untuk meningkatkan produkstivitas kerja karyawan

13

dengan jalan mendorong/merangsang agar karyawan bekerja lebih

bersemangat dan cepat, bekerja lebih disiplin, serta bekerja lebih kreatif.

b. Bagi Karyawan

Menurut Dengan adanya pemberian insentif karyawan akan mendapat

keuntungan:

1) Standar prestasi dapat diukur secara kuantitatif.

2) Standar prestasi di atas dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas

jasa yang diukur dalam bentuk uang.

3) Karyawan harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar.

Jenis/Tipe Insentif menurut Manullang (2006), yaitu:

a. Finansial insentif

Merupakan dorongan yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi

gaji-gaji yang pantas. Tetapi juga termasuk di dalamnya kemungkinan

memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan dan soal-soal kesejahteraan

yang meliputi pemeliharaan jaminan hari tua, rekreasi, kesehatan dan lain-

lain.

b. Non finansial insentif.

Ada 2 elemen utama dari non finansial insentif, yaitu :

1) Keadaan pekerjaan yang memuaskan yang meliputi tempat kerja, jam

kerja, tugas dan rekan kerja.

2) Sikap pimpinan terhadap keinginan masing-masing karyawan seperti

jaminan pekerjaan, promosi, keluhan-keluhan, hiburan-hiburan dan

hubungan dengan atasan.

14

Menurut Gary Dessler (2007), jenis rencana insentif secara umum adalah:

a. Program insentif individual memberikan pemasukan lebih dan di atas gaji

pokok kepada karyawan individual yang memenuhi satu standar kinerja

individual spesifik. Bonus di tempat diberikan, umumnya untuk

karyawan individual, atas prestasi yang belum diukur oleh standar,

seperti contoh mengakui jam kerja yang lama yang digunakan karyawan

tersebut bulan lalu.

b. Program insentif kelompok adalah seperti rencana insentif individual

namun memberi upah lebih dan di atas gaji pokok kepada semua anggota

tim ketika kelompok atau tim secara kolektif mencapai satu standar yang

khusus kinerja, produktivitas atau perilaku sehubungan dengan kerja

lainnya.

c. Rencana pembagian laba secara umum merupakan program insentif di

seluruh organisasi yang memberikan kepada karyawan satu bagian

(share) dari laba organisasi dalam satu periode khusus.

d. Program pembagian perolehan (gain sharing) adalah rencana upah di

seluruh organisasi yang dirancang untuk memberi imbalan kepada

karyawan atas perbaikan dalam produktivitas organisasi.

Proses pemberian insentif menurut Panggabean (dalam Suripto, 2013)

dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Proses Pemberian Insentif berdasarkan perorangan

Rencana insentif individu/perorangan bertujuan untuk memberikan

penghasilan tambahan selain gaji pokok bagi individu yang dapat

mencapai standar prestasi tertentu.

15

b. Proses Pemberian Insentif berdasarkan kelompok

Insentif akan diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja

mereka juga melebihi standar yang telah ditetapkan. Pemberian insentif

terhadap kelompok dapat diberikan dengan cara:

1. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang

diterima oleh mereka yang paling tinggi prestasi kerjanya.

2. Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan

pembayaran yang diterima oleh karyawan yang paling rendah

prestasinya.

3. Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata

pembayaran yang diterima oleh kelompok.

Menurut Dessler (2007), insentif juga dapat diberikan kepada seluruh

organisasi, tidak hanya berdasarkan insentif individu atau kelompok. Rencana

insentif seluruh organisasi ini antara lain terdiri dari:

1. Profit sharing plan, yaitu suatu rencana di mana kebanyakan karyawan

berbagi laba perusahaan.

2. Rencana kepemilikan saham karyawan, yaitu insentif yang diberikan oleh

perusahaan dimana perusahaan menyumbang saham dari stocknya sendiri

kepada orang kepercayaan di mana sumbangan-sumbangan tambahan

dibuat setiap tahun. Orang kepercayaan mendistribusikan stock kepada

karyawan yang mengundurkan diri (pensiun) atau yang terpisah dari

layanan.

3. Rencana Scanlon, yaitu suatu rencana insentif yang dikembangkan pada

tahun 1937 oleh Joseph Scanlon dan dirancang untuk mendorong

kerjasama, keterlibatan dan berbagai tunjangan.

16

4. Gainsharing plan, yaitu rencana insentif yang melibatkan karyawan

dalam suatu usaha bersama untuk mencapai sasaran produktivitas dan

pembagian perolehan.

Syarat Pemberian Insentif agar mencapai tujuan dari pemberian insentif

menurut Panggabean (2002, p.92) adalah:

1. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan dapat

dimengerti.

2. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan

untuk mereka lakukan.

3. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai kesempatan yang masuk akal

untuk memperoleh sesuatu.

4. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk

menentukan rencana insentif. Program dolar akan sia-sia (dan program

evaluasi akan terhambat), jika prestasi tertentu tidak dapat dikaitkan

dengan dolar yang dibelanjakan.

Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (2002) sifat dasar

pengupahan agar proses pemberian insentif berhasil:

a. Pembayaran hendaknya sederhana sehingga dapat dimengerti dan

dihitung oleh karyawan itu sendiri.

b. Penghasilan yang diterima karyawan seharusnya langsung menaikkan

output.

c. Pembayaran dilakukan secepat mungkin.

d. Standar kerja ditentukan dengan hati-hati. Standar kerja yang terlalu

tinggi maupun rendah dapat berakibat buruk.

17

e. Besarnya upah normal dengan standar jam kerja hendaknya cukup

merangsang pekerja untuk bekerja lebih giat.

2.1.3 Pelatihan

Pelatihan (training) merupakan proses untuk mempertahankan atau

memperbaiki keterampilan karyawan untuk menghasilkan pekerjaan yang efektif,

pelatihan dimaksudkan untuk membantu mencapai tujuan perusahaan (Bangun,

2012, p.202). Menurut Mejia, et al. (2001, p.259), pelatihan biasanya dilakukan

ketika karyawan memiliki mengalami defisit keterampilan atau ketika sebuah

organisasi merubah suatu sistem dan karyawan perlu belajar keterampilan baru.

Menurut Robbins (2001, p.282), pelatihan berarti pelatihan formal yang

direncanakan sebelumnya dan memiliki format terstruktur. Ini menunjukkan

bahwa pelatihan yang dimaksudkan disini adalah pelatihan formal yang

direncanakan secara matang dan mempunyai suatu format pelatihan yang

terstruktur. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan dilaksanakan pada saat para

perusahaan ingin meningkatkan keahlian pekerja atau pada saat suatu organisasi

mengubah suatu sistem dan para perlu belajar tentang keahlian baru.

Sedangkan komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh

Mangkunegara (2005) terdiri dari :

1. Tujuan dan sasaran pelatihan harus jelas dan dapat diukur

2. Para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai

(profesional)

3. Materi pelatihan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capai

4. Peserta pelatihan (trainers) harus memenuhi persyaratan yang

ditentukan.

18

Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat

dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang

sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian

kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah

lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca

pelatihan. Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam

pelatihan meliputi :

1. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan / need assessments

2. Menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan

3. Menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya

4. Menetapkan metode pelatihan

5. Mengadakan percobaan try out dan revisi

6. Mengimplementasikan dan mengevaluasi.

Saat berbagai tahapan pelatihan telah dilaksanakan, maka perlu diketahui

berbagai indikator pelatihan untuk mengukur kebutuhan suatu pelatihan itu

sendiri. Sedangkan indikator pelatihan menurut Henry (2003, p.273) antara lain:

1. Pelatihan Pengembangan Keahlian

Karyawan sangat memerlukan pengetahuan yang luas karena proses

manajemen yang paling banyak di perlukan adalah membuat keputusan.

Oleh sebab itu karyawan perlu memiliki pengetahuan luas agar dapat

memilih secara tepat berdasarkan alternatif-alternatif yang telah ada.

Metode yang dapat digunakan adalah sekolah, kuliah atau ceramah dan

bantuan audio visual.

19

2. Pelatihan Pengembangan Pengetahuan

Tujuan pelatihan pengembangan keahlian adalah agar karyawan

mampu dan lebih terampil menjalankan peralatan atau prosedur

organisasi. Pelatihan ini dilakukan dengan lebih menekankan latihan-

latihan atau praktik-praktik. Metode-metode yang dipergunakan dalam

jenis ini adalah diskusi, studi kasus, games bisnis, studi proyek, proyek

konsultasi dan bermain peran.

3. Pelatihan Pengembangan Sikap

Pelatihan pengembangan sikap tepat diterapkan untuk pekerjaan-

pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan (public service) yang

menitik beratkan pada pengembangan sikap atau sifat serta penguasaan

emosi. Penguasaan emosi sangat penting di sini karena pekerjaan tersebut

menghadapi orang banyak.

2.1.4 Motivasi Kerja

Motivasi berasal dari kata motif (motive), yang berarti dorongan. Dengan

demikian, pengertian motivasi ialah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi

sebab seseorang melakukan sebuah perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara

sadar (Bangun, 2012, p.312). Maka jika dalam sebuah organisasi, motivasi

merupakan suatu kondisi yang mendorong orang lain untuk dapat melaksanakan

tugas-tugas sesuai dengan fungsinya dalam organisasi.

Terdapat beberapa teori tentang motivasi, salah satunya ialah teori

motivasi kebutuhan yang diungkapkan oleh ilmuwan David McClelland. David

McClelland memperkenalkan tiga jenis kebutuhan motivasi, yaitu: Motivasi untuk

20

mencapai prestasi (Need for Achievement/n-ach), motivasi untuk mendapat

kekuasaan/otoritas (Need for Power/n-pow), dan motivasi untuk bisa berafiliasi

(Need for Affiliation/n-aff).

Teori motivasi kerja McClelland ini bermanfaat bagi para pemberi kerja

dan pekerja itu sendiri. Dengan mengetahui apa yang secara hakiki memotivasi

seseorang, maka terbukalah kesempatan bagi si pribadi untuk mengembangkan

diri. Dengan mengetahui teori McClelland ini, seseorang juga akan mampu

melakukan pendekatan yang tepat untuk memotivasi rekan kerja maupun

bawahannya.

a. Teori Kebutuhan McClelland, Motivasi untuk Berprestasi (n-Ach)

Bagi sebagian orang, faktor yang mampu memacu bekerja dan bergerak

adalah dorongan untuk mencetak suatu pencapaian. Tipe seperti ini dikenal

dalam teori kebutuhan McClelland adalah tipe n-Ach. Orang yang termotivasi

dengan motivasi dan pencapaian menyukai tantangan. Orang tipe ini tidak

menyukai pekerjaan yang stagnan. Tipe n-Ach menyukai pekerjaan yang

dinamis dan menyediakan ruang untuk berkembang.

Bagi manajer atau pimpinan yang memiliki anak buah dengan tipe n-Ach

tinggi, maka perlu untuk secara aktif memberikan umpan balik. Pimpinan

perlu memberitahukan apakah orang tipe n-Ach telah mengalami suatu

progres perkembangan atau tidak. Rasa keberhasilan yang ada dalam diri

orang tipe n-Ach adalah ketika mencapai target yang telah ditetapkan

sebelumnya. Komunikasikan target ini dengan baik, sediakan ruang yang

cukup untuk berkembang, serta berikan umpan balik yang membangun, maka

anda bisa memotivasi orang-orang tipe n-Ach.

21

b. Teori Kebutuhan McClelland, Motivasi untuk Mendapat Otoritas (n-Pow)

McClelland dalam hal ini meneliti tentang sebuah kedudukan yang

mempengaruhi motivasi seseorang. Hal ini seperti diibaratkan seperti lebih

baik menjadi kepala cicak daripada menjadi buntut harimau, yang bermakna

memegang kekuasaan dan otoritas ternyata membuat seseorang tergerak dan

bersemangat untuk mencapai targetannya.

Orang dengan tipe n-Pow menginginkan kebebasan ruang untuk bergerak

dan memerintah diri. Orang tipe ini memiliki dorongan yang kuat untuk

mendapatkan pengaruh dan memberikan dampak ke sekitar. Dorongan untuk

memimpin/memerintah/menyuruh bagi orang dengan n-Pow yang tinggi

sangat besar. Mereka ingin menang. Terkadang orang dengan-Pow tinggi juga

punya keinginan untuk meningkatkan status pribadi dan prestise.

c. Teori Kebutuhan McClelland, Motivasi untuk Berafiliasi (n-Aff)

Orang dengan tipe n-Aff tinggi berusaha untuk mendapatkan penerimaan dan

diterima oleh lingkungan sekitarnya. Manusia tipe ini akan terpenuhi

kebutuhannya dan termotivasi bergerak atau tidak bergerak dikarenakan

alasan lingkungan/afiliasi. Ada kecendurangan dengan n-Aff untuk

melakukan hal yang populer. Jika di tempat kerja, orang-orang ini cocok

bekerja dalam tim.

Pada dasarnya kebanyakan orang memiliki perpaduan dari ketiga

karakteristik ini. Perpaduan tersebut mempengaruhi perilaku dan gaya kerja

mereka. Terkadang terdapat dorongan yang kuat dari salah satu karakteristik

ini atau ada yang dominan dari ketiga gaya tersebut.

Jika n-Aff dari seseorang sangat kuat, maka motivasinya haruslah

disesuaikan. Mereka punya motif untuk disukai. Orang dengan n-Pow yang

22

kuat akan menunjukan etos kerja dan komitmen pada organisasi. Selain itu,

orang dengan n-Pow tertarik pada peran kepemimpinan. Namun

kekurangannya adalah mereka mungkin tidak memiliki fleksibilitas yang

sebenarnya dibutuhkan ketika bekerja dalam tim. Untuk tipe n-Ach yang kuat

biasanya punya kecenderungan untuk menjadi pemimpin yang terbaik. Sisi

lainnya adalah ada kecenderungan permintaan terlalu banyak ke staf mereka

(demanding).

2.1.5 Kinerja

Menurut Bangun (2012, p.231), kinerja (performance) adalah hasil

pekerjaan yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan

(job requirement). Sedangkan menurut Handoko (2001, p.21) kinerja diistilahkan

dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau

menilai prestasi kerja karyawan. Menurut Dessler (2007, p.290), penilaian kinerja

adalah suatu prosedur yang mengaitkan pengaturan standar kerja, mengukur

kinerja terkini dari karyawan yang dibandingkan dengan standar dan memberi

timbal balik pada karyawan dengan tujuan untuk memotivasi karyawan dan

menghilangkan kinerja yang buruk atau melanjutkan kinerja yang sudah baik.

Kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik kinerja

baik maupun kinerja jelek. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut

Timpe (2002, p.22), yaitu :

a. Kinerja baik dipengaruhi oleh dua faktor :

1. Internal (pribadi)

a) Kemampuan tinggi

b) Kerja keras

23

2. Eksternal (lingkungan)

a) Pekerjaan mudah

b) Nasib baik

c) Bantuan dari rekan – rekan

d) Pemimpin yang baik

b. Kinerja jelek dipengaruhi dua faktor :

1. Internal (pribadi)

a) Kemampuan rendah

b) Upaya sedikit

2. Eksternal (lingkungan)

a) Pekerjaan sulit

b) Nasib buruk

c) Rekan–rekan kerja tidak produktif

d) Pemimpin yang tidak simpatik

Kinerja seseorang dapat ditingkatkan dengan berbagai cara, sedangkan

cara-cara untuk meningkatkan kinerja berdasarkan pernyataan menurut Timpe

(2002), antara lain:

1) Diagnosis

Suatu diagnosis yang berguna dapat dilakukan secara informal oleh

setiap individu yang tertarik untuk meningkatkan kemampuannya dalam

mengevaluasi dan memperbaiki kinerja. Teknik-tekniknya: refleksi,

mengobservasi kinerja, mendengarkan komentar-komentar orang lain

tentang mengapa segala sesuatu terjadi, mengevaluasi kembali dasar-

dasar keputusan masa lalu, dan mencatat atau menyimpan catatan harian

24

kerja yang dapat membantu memperluas pencarian manajer penyebab-

penyebab kinerja.

2) Pelatihan

Setelah gaya atribusional dikenali dan dipahami, pelatihan dapat

membantu manajemen bahwa pengetahuan ini digunakan dengan tepat.

3) Tindakan

Tidak ada program dan pelatihan yang dapat mencapai hasil

sepenuhnya tanpa dorongan untuk menggunakannya. Analisa atribusi

kausal harus dilakukan secara rutin sebagai bagian dari tahap – tahap

penilaian kinerja formal.

Selain itu, untuk memudahkan penilaian kinerja karyawan, standar

pekerjaan harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Suatu pekerjaan dapat

diukur melalui jumlah, kualitas, ketepatan waktu mengerjakannya, kehadiran,

kemampuan bekerja sama yang dituntut suatu pekerjaan tertentu (Bangun, 2012,

p.234).

2.2. Penelitian Terdahulu

Kajian pustaka tentang penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara penelitian yang sudah dilakukan dengan penelitian yang akan

diteliti. Berikut ini peneliti menyajikan beberapa penelitian terdahulu yang

berkaitan dengan penelitian yang akan diteliti:

25

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No.

Peneliti dan

Tahun

Penelitian

Judul Penelitian Hasil Penelitian

1. Enggar

Puspitasari

Suripto (2013)

Pengaruh Sistem

Kompensasi Insentif dan

Pelatihan Terhadap Motivasi Dan Kinerja

Karyawan Independent

Beauty Consultant Oriflame SPO 857 Jember

kompensasi (X1) dan pelatihan

(X2) berpengaruh signifikan dan

positif terhadap kinerja karyawan (Y), melalui motivasi sebagai

variabel intervening (Z)

2. Ridho

Mahfudz

Riyadi (2016)

Pengaruh Pelatihan Dan

Kompensasi Terhadap

Kinerja Dengan Motivasi sebagai Mediasi Karyawan

PT. PAL Indonesia

(Persero) Divisi Kapal Perang

pelatihan (X1), kompensasi (X2),

dan motivasi (Z) berpengaruh

terhadap kinerja karyawan, sedangkan pelatihan (X1) dan

kompensasi (X2) berpengaruh

terhadap motivasi karyawan

3. Lia Fauziah

(2013)

Pengaruh Motivasi,

Pelatihan, dan Kompensasi

terhadap Kinerja Karyawan PT. Nadira Prima Semarang

motivasi (X1), pelatihan (X2), dan

kompensasi (X3) dan berpengaruh

signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan (Y)

4. Zahra Idrees,

et al. (2015)

Pengaruh Kompensasi,

Pelatihan, dan Motivasi terhadap Kinerja Tenaga

Pengajar Perguruan Tinggi

di Islamabad dan

Rawalpindi

kompensasi (X1), pelatihan (X2),

dan motivasi (X3) berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga

pengajar (Y), di sini variabel

kompensasi lebih berpengaruh

dibandingkan variabel pelatihan dan motivasi

5. Masood

Asim (2013)

Pengaruh Motivasi terhadap

Kinerja Karyawan Dimediasi dengan Pelatihan

pada Sektor Pendidikan di

Pakistan

motivasi (X) berpengaruh

signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan (Y), serta

pelatihan (Z) dapat meningkatkan

kinerja karyawan (Y)

6. Haminati Sharikha

Dinahaji

(2012)

Pengaruh Pemberian Insentif Terhadap Kinerja

Pustakawan di

Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah

Pemberian insentif (X) tidak berpengaruh signifikan terhadap

kinerja pustakawan (Y)

7. Renny

Indrawati, et

al. (2015)

Peningkatan Efektivitas

Sistem Insentif Pegawai

Divisi Retail Banking pada Bank XYZ

Insentif (X) mempunyai peranan

kecil dalam meningkatkan kinerja

(Y) staf divisi retail banking Bank XYZ. Insentif (X) mempengaruhi

kinerja pegawai (Y) divisi retail

banking melalui motivasi (Z), nilai pengaruh tidak langsung melalui

motivasi (Z) lebih besar

dibandingkan pengaruh langsung

terhadap kinerja (Y).

Sumber: Arsip Penulis, 2017

26

2.3. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual ini digunakan secara sistematik untuk membantu

menjelaskan pokok permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan gambar

kerangka konseptual ini dapat dilihat hubungan pengaruh antar variabel insentif

dan pelatihan terhadap kinerja karyawan dimediasi dengan motivasi pada

konsultan independent beauty Oriflame Funbiz Club Srabaya. Kerangka

konseptual ini secara keseluruhan menggambarkan antara variabel bebas (X)

terhadap variabel penghubung (Z) dan variabel terikat (Y).

Insentif memiliki andil dalam menyejahterakan karyawan agar lebih

tenang dan fokus untuk meningkatkan kinerjanya terhadap perusahaan. Pelatihan

adalah sebuah proses untuk memperbaiki kinerja karyawan berupa mengajarkan

keterampilan baru dan wawasan baru. Dengan bekal pemahaman yang cukup

maka kinerja seorang karyawan akan meningkat. Hubungan antara bawahan serta

atasan yang baik akan memiliki dampak positif bagi karyawan agar lebih

termotivasi untuk membuktikan kapasitasnya dalam bekerja kepada atasan.

Insentif yang diberikan kepada karyawan baik itu kompensasi berupa dana

maupun fasilitas yang baik akan berdampak pada motivasi karyawan. Sikap

mental positif yang ditunjukkan oleh karyawan akan berdampak baik terhadap

motivasi karyawan dalam bekerja dan akan berbanding lurus terhadap kinerja

karyawan.

Kerangka konseptual dalam penelitian ini akan disajikan pada gambar 2.1.

berikut ini:

27

Gambar 2.2

Kerangka Konseptual Penelitian

Sumber: arsip peneliti, 2017

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka

konseptual maka dapat dikemukakan hipotesis yang digunakan dalam penelitian

ini, yaitu sebagai berikut:

1. Pengaruh Sistem Insentif terhadap Kinerja

Tujuan utama pemberian insentif adalah untuk meningkatkan

produktivitas kerja individu maupun kelompok (Panggabean, 2002, p.93),

sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maziah (2016)

dapat diketahui bahwa pemberian insentif memberikan pengaruh terhadap

kinerja karyawan pada PT. BNI Syariah Makassar.

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Sistem insentif berpengaruh signifikan terhadap kinerja konsultan

independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.

H1

H2

H3

H4

H5

Sistem Insentif

(X1)

Motivasi Kerja

(Z)

Pelatihan

(X2)

Kinerja

(Y)

28

2. Pengaruh Sistem Insentif terhadap Motivasi Kerja

Hasibuan (2006, p.125) menyatakan bahwa kompensasi yang diterapkan

dengan baik akan memberikan motivasi kerja bagi karyawan. Kompensasi

diketahui terdiri dari kompensasi langsung dan tidak langsung. Jika

perbandingan kedua kompensasi ditetapkan sedemikian rupa maka motivasi

karyawan akan lebih baik. Sedangkan berdasar hasil penelitian dari Zahra

Idrees, et al. (2015) menyatakan bahwa kompensasi berpengaruh signifikan

terhadap motivasi kerja pada tenaga pengajar perguruan tinggi di Islamabad dan

Rawalpindi.

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

H2 : Sistem insentif berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja

konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.

3. Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja

Dessler dalam Suwatno (2011, p.118) menyatakan bahwa pelatihan kerja

merupakan proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang,

keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan

mereka. Dengan adanya keterampilan yang cukup maka kinerja yang

dihasilkan oleh karyawan akan lebih baik sehingga akan berdampak positif

bagi perkembangan dan kemajuan perusahaan tersebut. Sedangkan berdasar

hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Ridho Mahfudz Riyadi (2016)

diketahui bahwa variabel pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja

karyawan PT. PAL Indonesia (PERSERO) divisi Kapal Perang.

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

29

H3 : Pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja konsultan

independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.

4. Pengaruh Pelatihan terhadap Motivasi Kerja

Motivasi ialah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab

seseorang melakukan sebuah perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara

sadar (Bangun, 2012, p.312). Sedangkan berdasar hasil penelitian yang

dilakukan oleh Ridho Mahfudz Riyadi (2016), pelatihan berpengaruh

signifikan terhadap motivasi Karyawan PT. PAL Indonesia (Persero) Divisi Kapal

Perang.

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

H4 : Pelatihan berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja konsultan

independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.

5. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja

Menurut Bangun (2012) motivasi merupakan suatu kondisi yang

mendorong orang lain untuk dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan

fungsinya dalam organisasi. Sedangkan berdasar hasil penelitian dari Masood

Asim (2013) dinyatakan bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap

kinerja pada sektor pendidikan di Pakistan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

H5 : Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja konsultan

independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.

30

6. Pengaruh Sistem insentif terhadap kinerja konsultan melalui motivasi kerja

konsultan.

Menurut Panggabean (2002), fungsi utama dari insentif adalah untuk

memberikan tanggungjawab dan dorongan kepada karyawan. Insentif

menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai

tujuan organisasi. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian dari Enggar

Puspitasari Suripto (2013) dinyatakan bahwa Kompensasi Insentif

berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja konsultan melalui

motivasi kerja konsultan Independent Beauty Consultant Oriflame SPO 857

Jember.

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

H6 : Sistem insentif berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja

konsultan melalui motivasi kerja konsultan.

7. Pelatihan terhadap kinerja konsultan melalui motivasi kerja konsultan.

Menurut Bangun (2012), pelatihan (training) merupakan proses untuk

mempertahankan atau memperbaiki keterampilan karyawan untuk

menghasilkan pekerjaan yang efektif, pelatihan dimaksudkan untuk

membantu mencapai tujuan perusahaan. Sedangkan berdasarkan hasil

penelitian dari Ridho Mahfudz Riyadi (2016) dinyatakan bahwa Pelatihan

berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja konsultan melalui

motivasi kerja Karyawan PT. PAL Indonesia (Persero) Divisi Kapal Perang.

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

H7 : Pelatihan berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja

konsultan melalui motivasi kerja konsultan.

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara

pencatatan dan penganalisaan data hasil penelitian secara eksak dengan

menggunakan perhitungan statistik. Menurut Izaak Latanussa (dalam Sudjana,

2004, p.40) “Penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menggunakan metode

bilangan untuk mendeskripsikan observasi suatu objek atau variabel dimana

bilangan menjadi bagian dari pengukuran”.

Pendekatan kuantitatif merupakan upaya mengukur variabel-variabel yang

ada dalam penelitian (variabel X dan variabel Y) untuk kemudian dicari hubungan

antara variabel tersebut. Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-

variabel sebagai objek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus

didefinisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Reliabilitas

dan validitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan

pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas penelitian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni explanatory research,

yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausalitas dan menguji keterkaitan

antara beberapa variabel melalui pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan

(Singarimbun dan Effendi, 2005, p.256). Penelitian ini akan menjelaskan

pengaruh insentif dan pelatihan terhadap kinerja karyawan melalui motivasi pada

konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.

32

3.2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat replikasi atau penelitian yang menanggapi

penelitian-penelitian sebelumnya yang berupaya menjawab masalah penelitian

yang sama dengan tujuan memberikan bukti yang lebih valid. Penelitian replikasi

merupakan penelitian yang dilakukan dengan mengadopsi variabel, indikator,

objek penelitian, atau alat analisis yang sama dengan penelitian sebelumnya.

Beberapa penelitian sebelumnya yang terdapat kesamaan tersebut telah peneliti

cantumkan dalam sub bab penelitian terdahulu.

3.3. Lokasi dan Periode Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Surabaya sebagai pusat jaringan

Oriflame Funbiz Club, tepatnya di Kantor Cabang Oriflame Surabaya yang berada

di Jalan Kombes Pol. M. Duryat. Penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu

dua bulan yaitu 15 Desember 2017 hingga 15 Februari 2018.

3.4. Populasi dan Sampel

Menurut Sugiyono (2012, p.90) populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi penelitian ini adalah pada konsultan independen Oriflame Funbiz Club

Surabaya yang telah direkognisi (diberi pengakuan) sebagai konsultan pada

jenjang karir mulai tingkat manager. Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2012, p.91). Dalam

penelitian ini, konsultan yang telah mendapat insentif tetap dan berhak bergabung

33

dalam pimpinan jaringan yaitu konsultan yang mencapai jenjang karir tingkat

manager ke atas. Pada jaringan Oriflame Funbiz Club Surabaya, jumlah konsultan

yang telah memenuhi persyaratan untuk rekognisi tersebut sebanyak 60 orang,

maka dari itu peneliti menggunakan metode sampling jenuh.

Sugiyono (2001, p.61) menyatakan bahwa metode sampling jenuh adalah

teknik penentuan sampel apabila semua anggota populasi digunakan sebagai

sampel pertimbangan tertentu. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana

semua anggota populasi dijadikan sampel. Dengan metode pengambilan sampel

ini diharapkan hasilnya dapat cenderung lebih mendekati nilai sesungguhnya dan

diharapkan dapat memperkecil pula terjadinya kesalahan/penyimpangan terhadap

nilai populasi (Usman dan Akbar, 2008).

3.5. Sumber Data

Salah satu pertimbangan dalam memilih masalah penelitian adalah

ketersediaan sumber data. Data merupakan sejumlah informasi yang dapat

memberikan gambaran tentang suatu keadaan. Jenis data yang digunakan dalam

penelitian ini termasuk ke dalam jenis data kuantitatif. Sumber data dalam

penelitian ini adalah:

a. Data primer

Data penelitian berupa jawaban responden atas pernyataan yang telah

dibuat peneliti. Data primer dalam penelitian ini berupa tanggapan responden

melalui penyebaran kuesioner pada konsultan independen Oriflame Funbiz

Club Surabaya.

34

b. Data Sekunder

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi,

sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain. Data sekunder dalam

penelitian ini berupa sejarah dan gambaran umum Oriflame FunBiz Club

Surabaya.

3.6. Metode Pengumpulan Data

Terdapat dua cara untuk mengumpulkan data yang akan diperlukan untuk

melakukan analisis dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik kuesioner. Menurut Nitasari (2012), kuesioner adalah

teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu

dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan

dari responden.

2. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data yang bersifat

dokumenter, misalnya sejarah dan gambaran umum Oriflame Funbiz Club

Surabaya.

35

3.7. Definisi Operasional Variabel Penelitian

3.7.1. Identifikasi Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ada 3 macam:

1. Variabel Independen (X)

Menurut Indriantoro dan Supomo (1999, p.63) Variabel independen

merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya atau

berubahnya variabel dependen. Dalam penelitian ini yang merupakan

variabel independennya adalah sistem insentif (X1) dan pelatihan (X2).

2. Variabel Terikat (Y)

Indriantoro dan Supomo (1999, p.63) menyatakan bahwa variabel

dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat

karena adanya variabel independen Dalam penelitian ini yang merupakan

variabel terikatnya adalah kinerja konsultan independen Oriflame Funbiz

Club Surabaya.

3. Variabel Intervening (Z)

Variabel intervening yaitu variabel perantara yang secara konkrit

pengaruhnya tidak tampak, tetapi secara teoritis dapat memengaruhi

hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang sedang diteliti.

Variabel intervening dalam penelitian ini adalah motivasi kerja.

3.7.2. Definisi Operasional Variabel

Secara keseluruhan, penentuan atribut dan indikator serta definisi

operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel

berikut:

36

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel Penelitian

No. Variabel Indikator Item Sumber

1. Independen:

Sistem Insentif (X1)

X1.1 Gaji 1. Kesesuaian jumlah gaji

yang diberikan pada konsultan dengan level

konsultan

2. Rentang waktu pemberian gaji (ada/tidaknya

keterlambatan)

Bangun, 2012

X1.2 Bonus 1. Besarnya jumlah bonus

yang diberikan pada konsultan

2. Kualitas bonus yang

diberikan

Bangun, 2012

X1.3 Kompesasi 1. Kuantitas kompensasi (liburan) yang diberikan

2. Kualitas kompensasi

(liburan) yang diberikan

Bangun, 2012

2. Independen:

Pelatihan (X2)

X2.1 Materi

Pelatihan

1. Pembekalan materi tentang

perusahaan bagi konsultan 2. Pembekalan materi tentang

produk bagi konsultan

3. Pembekalan materi bagi konsultan untuk

meningkatkan pengejaran

target

Mangkunegara,

2005

X2.2 Metode / Tempat Pelatihan

1. Pelatihan Offline 2. Pelatihan Online

Bangun, 2012

X2.3 Pelatih 1. Kemampuan pelatih

menyampaikan materi 2. Kemampuan pelatih

menguasai materi

3. Kepribadian pelatih

Mangkunegar,

2005

3. Dependen: Kinerja

Karyawan (Y)

Y1. Jumlah Pekerjaan

1. Kemampuan menyelesaikan target

pekerjaan konsultan

2. Kemampuan menyelesaikan beberapa

pekerjaan konsultan

(penjualan dan perekrutan)

Bangun, 2012

Y2. Kualitas

Pekerjaan

1. Promosi dan penjualan

produk yang konsisten

dan meningkat

2. Perekrutan yang

konsisten dan meningkat

3. Konsisten dan rutin

dalam pengerjaan tugas

konsultan

Bangun, 2012

37

Lanjutan Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Y3. Ketepatan

Waktu

1. Menyelesaikan

pekerjaan tepat pada

waktunya

2. Tidak menunda-nunda

pekerjaan

3. Memiliki kedisiplinan

kerja

Bangun, 2012

Y4. Kemampuan

Kerjasama

1. Kemampuan mengajak

upline (atasan) untuk

bekerjasama

2. Kemampuan mengajak

downline (bawahan)

untuk bekerjasama

Bangun, 2012

4. Intervening:

Motivasi Kerja

(Z)

Z1. Prestasi atau

keberhasilan

1. Dorongan untuk

meningkatkan prestasi

2. Dorongan untuk

memberikan hasil yang

berkualitas

Bangun, 2012

Z2. Pengakuan 1. Dorongan dari atasan

untuk diakui atas

keberhasilan pekerjaan

2. Dorongan dari

lingkungan sekitar untuk

diakui atas keberhasilan

pekerjaan

Bangun, 2012

Z3.

Tanggungjawab

1. Dorongan untuk

melaksanakan dan

menyelesaikan tugas

tepat waktu

2. Dorongan untuk

meningkatkan level

(tingkatan) dalam

oriflamme success

business plan

Bangun, 2012

Z4.

Pengembangan

diri

1. Dorongan untuk

meningkatkan karier ke

level yang lebih tinggi

2. Dorongan untuk

meningkatkan

pengetahuan

Bangun, 2012

Sumber : Arsip peneliti, 2017

38

3.8. Metode Analisis Data

3.8.1. Skala Pengukuran Variabel

Pengukuran variabel X1 (Pelatihan), X2 (Kompensasi), variabel Y (Kinerja

Karyawan), dan variabel Z (Motivasi) dalam penelitian ini menggunakan skala

likert. Menurut Sugiono (2007, p.15) skala likert digunakan untuk mengukur

sikap dan pendapat seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.

Skala interval merupakan skala pengukuran yang menyatakan kategori, peringkat

dan jarak kontruk. Sedangkan menurut Indriantoro (2002, p.99) skala menentukan

perbedaan, urutan, dan kesamaan besaran perbedaan dalam variabel sehingga

skala interval lebih kuat disbanding skala nominal dan ordinal. Skala ini

digunakan untuk respon beragam item yang mengukur suatu interval bisa

dihasilkan dengan skala lima atau tujuh point dan contohnya adalah skala likert.

Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial Sugiyono (2012,

p.132). Pada penelitian ini digunakan 5 (lima) alternatif jawaban, yaitu angka 1

sampai dengan 5, yang menggambarkan persepsi negatif hingga positif.

Persepsi negatif persepsi positif

1 2 3 4 5

Skala tersebut menjelaskan bahwa semakin kecil nominal angka yang

dipilih menyatakan persepsi jawaban negatif dari responden, dan sebaliknya jika

semakin besar nominal angka yang dipilih berarti menunjukkan persepsi jawaban

positif dari responden.

39

3.8.2. Uji Instrumen

Menurut Sanusi (2014, p.76) instrumen penelitian merupakan alat yang

digunakan untuk mengumpulkan data. Agar data diperoleh memiliki tingkat

akurasi dan konsisten yang tinggi, maka instrumen penelitian yang dilakukan

harus valid dan reliabel. Dalam penelitian ini digunakan uji normalitas, uji

validitas, dan uji reliabilitas untuk menguji instrumen penelitian.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah sebaran data yang akan dianalisis, untuk melihat

apakah asumsi normalitas dapat terpenuhi sehingga dapat diolah lanjut untuk

permodelan analisis regresi linier berganda. Uji normalitas yang dilakukan

terhadap sampel dilakukan dengan menggunakan kolmogrov-smirnov test

dengan menetapkan taraf signifikansi (α) sebesar 5% atau 0,05. Menurut

Prayitno (2010, p.71) uji ini dilakukan pada setiap variabel dengan ketentuan

bahwa jika secara individual masing-masing variabel memenuhi asumsi

normalitas maka secara simultan variabel-variabel tersebut juga bisa

dinyatakan memenuhi asumsi normalitas. Kriteria pengujian dengan melihat

besaran kolmogorov smirnov test adalah sebagai berikut:

1) Jika taraf signifikansi (α) > 0,05 maka data berdistribusi normal.

2) Jika taraf signifikansi (α) < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.

b. Uji Validitas

Menurut Ghozali (2007, p.45) uji validitas digunakan untuk mengukur

sah atau tidaknya suatu kuesioner. Oleh sebab itu, uji validitas dilakukan

untuk mengetahui sejauh validitas data yang diperoleh dari penyebaran

kuesioner. Uji validitas berfungsi untuk mengetahui apakah ada pertanyaan-

40

pertanyaan pada kuesioner yang harus dihapus atau diganti karena dianggap

tidak relevan.

Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan metode pearson

product moment melalui aplikasi SPSS. Dalam penelitian ini digunakan

asumsi bahwa nilai korelasi dengan metode pearson product moment tinggi

maka dinyatakan valid. Suatu variabel dikatakan valid, apabila variabel

tersebut memberikan nilai signifikasi < 5%.

c. Uji Reliabilitas

Pengukuran reliabilitas memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat

keandalan instrumen. Menurut Sugiono (2002, p.116) uji reliabilitas adalah

derajat ketepatan, ketelitian atau keakuratan yang ditunjukkan oleh instrumen

pengukuran apabila dilakukan dua kali atau lebih. Uji ini dilakukan pada

pertanyaan yang sudah memiliki validitas (Rahayu, 2005, p.273). Pada

penelitian ini pengujian menggunakan metode cronbach alpha melalui

aplikasi SPSS.

3.8.3. Uji Asumsi Klasik

Setelah mendapatkan model regresi linier berganda dan sebelum

melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu harus dilakukan pengujian

terjadinya penyimpangan terhadap asumsi klasik. Dalam asumsi klasik terdapat

beberapa pengujian yang wajib dilakukan, yaitu:

a) Uji Multikolinieritas

Menurut Ghozali (2007, p.91) tujuan uji multikoliniearitas adalah untuk

menguji apakah model regresi ditemukan adalanya korelasi antara variabel

41

independen atau variabel bebas. Jika terjadi korelasi antara independen

pedoman suatu model regresi yang bebas multikoliniearitas yaitu sebagai

berikut:

1. Mempunyai nilai VIF (Variance Inflation Factor) disekitar angka Satu

2. Mempunyai angka TOLERANCE mendekati angka 1 (satu)

Pengujian ini dilakukan dengan cara menganalisis matriks korelasi

variabel-variabel independen. Jika variabel-variabel independen saling

berkorelasi (diatas 0,9) dan nilai (R kuadrat) yang dihasilkan oleh estimasi

model regresi empiris sangat tinggi, dan nilai tolerance < 0,10 atau sama

dengan nilai VIF >10 maka mengindikasikan adanya multikoliniearitas

(Ghozali, 2007, p.92). Uji multikolinearitas ini ditetapkan pada persamaan

yang memasukan beberapa variabel bebas secara bersama-sama. Persamaan

tersebut adalah persamaan yang menguji variabel pelatihan, kompensasi,

motivasi, dan kinerja.

b) Uji Heteroskedastisitas

Menurut Hanke dan Reittsch dalam Kuncoro (2007, p.96)

heterokedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang

diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi

lainnya, artinya setiap observasi mempunyai reliabilitas yang berbeda akibat

perubahan dalam kondisi yang melatar belakangi tidak terangkum dalam

spesifikasi model. Masalah ini muncul bersumber dari variasi data cross

section yang digunakan. Syifa (2009) mengungkapkan bahwa metode uji

heteroskedastisitas dengan korelasi spearman’s rho yaitu mengkorelasikan

variabel independen dengan nilai unstandardized residual. Pengujian

42

menggunakan tingkat signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi. Jika korelasi antara

variabel independen dengan residual didapat signifikansi lebih dari 0,05 maka

dapat dikatakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.

3.8.4. Analisis Jalur (Path Analysis)

Menurut Sarwono (2006, p.147) analisis jalur (path analysis) merupakan

bagian dari analisis regresi yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar

variabel, dimana variabel-variabel bebas memengaruhi variabel terikat baik secara

langsung maupun tidak langsung melalui satu atau lebih perantara. Path analysis

digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara variabel dengan tujuan untuk

mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel

bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen). Melalui analisis jalur ini

akan dapat ditemukan jalur mana yang paling tepat dan singkat suatu variabel

eksogen menuju variabel endogen yang terikat.

Langkah-langkah dalam menggunakan analisis jalur menurut Sarwono

(2006, p.174) adalah sebagai berikut:

a. Menentukan model diagram jalurnya berdasarkan penelitian anda

b. Membuat diagram jalur dengan strukturalnya

c. Menganalisis dengan menggunakan SPSS yang terdiri dari dua langkah,

pertama analisis untuk substruktur 1 dan kedua untuk substruktur 2.

Koefisien jalur dihitung dengan menggunakan dua persamaan struktural

yakni persamaan regresi yang menunjukkan hubungan. Berikut ini adalah

model analisis jalur pada gambar 3.1.

43

Gambar 3.1.

Model Analisis Jalur

Sumber : Arsip peneliti, 2017

Dimana :

βYX1 = koefisien jalur pengaruh langsung X1 terhadap Y

βYX2 = koefisien jalur pengaruh langsung X2 terhadap Y

βZ1 = koefisien jalur pengaruh langsung X1 terhadap Z

βZX2 = koefisien jalur pengaruh langsung X2 terhadap Z

βYZ = koefisien jalur pengaruh Z terhadap Y

Secara sistematis analisis jalur (path analysis) mengikuti pola model

struktural, sehingga langkah awal untuk mengerjakan atau penerapan model

analisis ini yaitu dengan merumuskan struktural dan diagram jalur. Persamaan

strukturalnya adalah sebagai berikut:

Z = βZX1+ βZX2+ 𝜀1 .................... (persamaan 1)

Y = βYX1+ βYX2+ + 𝜀2 ........ (persamaan 2)

Dimana :

X1 : Pelatihan

Sistem Insentif

(X1)

Motivasi Kerja

(Z)

Pelatihan

(X2)

Kinerja Konsultan (Y)

YX1

ZX1

ZY

ZX2

YX2

44

X2 : Kompensasi

Y : Kinerja

Z : Motivasi

β : koefisien variabel bebas

𝜀1 , 𝜀2 : Variabel pengganggu

3.9. Uji Sobel

Selain analisis jalur, untuk lebih mengetahui signifikansi pengaruh tidak

langsung antar variabel, digunakan uji Sobel pada strategi Product of Coeffiecient.

Strategi ini dinilai lebih mempunyai kekuatan secara statistik daripada metode

formal lainnya termasuk pendekatan Baron dan Kenny (Preacher dan Hayes,

2004, p.719). Secara lebih lengkap, berikut ini adalah rumusnya:

𝑆𝑎𝑏 = √𝑏2𝑆𝑎2 + 𝑎 − 𝑆𝑏2 + 𝑆𝑎2𝑆𝑏2

Dimana:

a : koefisien direct effect kualitas pesan terhadap tingkat pengetahuan

b : koefisien direct effect tingkat pengetahuan terhadap tingkat preferensi

Sa : standar error dari koefisien a

Sb : standar error dari koefisien b

Untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung dari variabel

independen terhadap variabel dependen, maka perlu menghitung nilai z dari

koefisien ab dengan rumus sebagai berikut:

𝑧 = 𝑎𝑏

𝑆𝑎𝑏

Jika nilai z > 1.96 (nilai z mutlak) , maka secara signifikan ada pengaruh

tidak langsung dari kedua variabel tersebut.

45

3.10. Uji Hipotesis

Uji hipotesis berhubungan dengan pengambangan aturan atau prosedur

untuk memutuskan kita harus menerima atau menolak hipotesis nol (Firdaus,

2004, p.61). Secara garis besar, pengujian ini adalah suatu prosedur di mana hasil

sampel digunakan untuk menguji benar atau tidaknya suatu hipotesis nol.

Keputusan menerima atau menolak Ho dibuat atas dasar nilai statistik uji yang

diperolah dari data yang dimiliki. Berikut ini adalah salah satu tahapan untuk

pengujian hipotesis menggunakan uji t:

a. Merumuskan hipotesis

Ho : β1, β2, β3,........βn = 0 (berarti variabel-variabel bebas secara parsial

tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat).

Ha : β1, β2, β3,........βn ≠ 0 (berarti variabel-variabel bebas secara parsial

mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat).

b. Menentukan tingkat signifikan

Tingkat signifikansi yang diharapkan adalah α = 5% atau confidence

interval sebesar 95%.

c. Membandingkan nilai t hitung dengan t tabel

Untuk menentukan apakah hipotesis nol diterima atau ditolak dibuat

ketentuan sebagai berikut:

1) Apabila t hitung > t tabel : Ho ditolak dan Ha diterima

Hal ini berarti ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel

terikatnya.

2) Apabila t hitung < t tabel : Ho diterima dan Ha ditolak

Hal ini berarti tidak ada pengaruh antara variabel bebas terhadap

variabel terikatnya.

46

Tidak Signifikan Signifikan

3.11. Kerangka Pikir Penelitian

Pengumpulan Data

Uji Instrumen:

Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Uji Asumsi Klasik: 1) Uji Multikolinearitas 4)Uji Normalitas

2) Uji Autokorelasi 5)Uji Linearitas

3) Uji Heteroskedastisitas

Analisis Data

Uji Hipotesis

Perhitungan Pengaruh

Langsung

Uji

Sobel

Hasil dan Implikasi

Penelitian

Analisis Jalur

Landasan Teori :

1. Proses Sumberdaya Manusia

(Dessler, 2007)

2. Insentif (Panggabean, 2002) 3. Pelatihan (Robbins, 2001)

4. Motivasi (McClelland, 2010)

5. Kinerja (Timpe, 2002)

Penelitian Terdahulu:

1. Pengaruh Sistem Kompensasi

Insentif dan Pelatihan Terhadap

Motivasi Dan Kinerja... (Suripto,

2013)

2. Pengaruh Pelatihan Dan

Kompensasi Terhadap Kinerja

Dengan Motivasi sebagai

Mediasi…(Riyadi, 2016)

3. Pengaruh Motivasi, Pelatihan, dan Kompensasi…(Fauziah, 2013)

4. Pengaruh Kompensasi, Pelatihan,

dan Motivasi terhadap

Kinerja…(Idrees, et al, 2015)

5. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja

Karyawan Dimediasi dengan

Pelatihan…(Asim, 2013)

6. Pengaruh Pemberian Insentif

Terhadap Kinerja…(Dinahaji, 2012)

7. Peningkatan Efektivitas Sistem

Insentif …(Indrawati, et al, 2015)

Kesimpulan dan Saran

Variabel Bebas:

Sistem Insentif (X1); Pelatihan (X2)

Variabel Terikat:

Kinerja (Y)

Variabel

Intervening

Motivasi Kerja

(Z)

- Oriflame merupakan perusahaan

kosmetika dengan sistem

penjualan langsung no.1 di Indonesia.

- Sumberdaya manusia merupakan

salah satu elemen penting dalam

perkembangan suatu organisasi. - Insentif, pelatihan, serta

motivasi kerja meningkatkan

kemampuan konsultan dan diikuti oleh kinerja yang

meningkat.

- Pencantuman kebutuhan penelitian terdahulu.

- Pengumpulan data melalui

kuesioner dan wawancara

terhadap konsultan Oriflame Funbiz Club Surabaya

Fenomena yang terjadi adalah di mana peneliti berusaha untuk mengetahui adakah pengaruh sistem insentif

dan pelatihan terhadap kinerja melalui motivasi kerja pada Konsultan Independen Oriflame Funbiz Club

Surabaya yang merupakan salah satu jaringan bisnis di perusahaan multilevel marketing, Oriflame.

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Oriflame didirikan pada tahun 1967 di Swedia oleh dua orang bersaudara

yaitu Robert af Jochnick dan Jonas af Jochnick. Oriflame merupakan perusahaan

kecantikan internasional dengan sistem penjualan langsung (direct selling)

melalui jaringan penjual mandiri (independent sales force) yang berbeda dengan

sistem retail (sistem menjual eceran) pada umumnya. Hingga saat ini sistem

penjualan yang diterapkan Oriflame telah beroperasi di 63 negara di seluruh

dunia. Sistem penjualan Saat ini produk-produk Oriflame telah dipasarkan melalui

3,6 juta konsultan independen Oriflame di seluruh dunia, serta mencapai

penjualan tahunan melebihi €1.5 miliar (oriflame.co.id). Berikut adalah logo

perusahaan Oriflame.

Gambar 4.1

Logo Oriflame

Sumber : Oriflame, 2017

Oriflame merupakan salah satu perusahaan multilevel marketing yang

terdaftar pada Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) dengan nama

perusahaan di Indonesia yaitu PT Orindo Alam Ayu, bergerak pada bidang

kosmetik yang memproduksi berbagai produk kosmetik untuk perawatan tubuh

maupun kecantikan. Produk yang diproduksi Oriflame antara lain adalah

48

toiletries, perawatan kulit, tata rias, wewangian, dan perawatan untuk anak-anak.

Saat ini Oriflame memiliki sekitar 1000 jenis produk yang diproduksi sendiri di 5

pabrik Oriflame yang terletak di Swedia, Polandia, India, Cina dan Rusia. Saat ini,

Oriflame juga merupakan perusahaan kosmetika dengan sistem penjualan

langsung no.1 di Indonesia (Oriflame, 2017).

Oriflame merupakan perusahaan penjualan langsung yang bergantung

pada distributor yang berperan sebagai tenaga penjual dimana merupakan ujung

tombak perusahaan dalam memasarkan dan menjual produknya. Distributor

Oriflame, disebut juga konsultan independen yang memanfaatkan kegiatan

personal selling dengan melakukan pendekatan-pendekatan yaitu presentasi dan

demonstrasi produk serta kesaksian tentang manfaat produk sehingga diharapkan

konsumen akan tertarik dan akhirnya membeli produk tersebut. Personal selling

didukung oleh peran tenaga penjual dan peran tersebut sangat penting dalam

peningkatan volume penjualan Oriflame. Konsultan independen bukan merupakan

karyawan tetap perusahaan Oriflame, melainkan sebagai mitra kerja dan terlepas

dari kegiatan manajemen perusahaan Oriflame, tetapi perusahaan Oriflame

memiliki aturan-aturan yang jelas yang disebut kode etik sehingga tetap

menjunjung tinggi etika bisnis (Suripto, 2014).

Sebagai seorang konsultan di Oriflame, pilihan untuk menjadi pengguna

(user), penjual (seller), atau menjalani bisnis secara keseluruhan (business

opportunity) menjadi pilihan terbuka bagi semua konsultan, sehingga pilihan

tersebut merupakan sebuah hak bagi seorang konsultan untuk alasannya

bergabung di Oriflame. Jika seorang konsultan ingin memiliki jenjang karir di

Oriflame sehingga bisa mendapat insentif, seperti bonus dan gaji bulanan maka

49

konsultan harus mengembangkan bisnisnya melalui program tutup poin,

rekrutmen dan pembinaan melalui upline-downline. Berikut ini adalah rangkuman

jenjang karir di Oriflame.

Tabel 4.1

Jenjang Karir Oriflame Jenjang Karir Business Points (BP) Penghasilan Cash Award Car Reward Travelling Reward

Consultan 3% 200 BP 30-80rb

Consultan 6% 600 BP 150-200rb

Consultan 9% 1.200 BP 300-500rb

Consultan 12% 2.400 BP 800-1jt

Consultan 15% 4.000BP 1,5-2jt

Consultan 18% 6.600 BP 2-3jt

Senior Manager 21% 10.000 BP 4-7jt/bln

Director 6x SM 5-7jt/bln 7jt

Senior Director Have 1 Director 7-8jt/bln 10jt

Gold Director Have 2 Director 8-11jt/bln 14jt 1kali/th

Senior Gold Director Have 3 Director 12-22jt/bln 21jt 1kali/th

Sapphire Director Have 4 Director 18-22jt/bln 28jt 1kali/th

Diamond Director Have 6 Director 30-40jt/bln 42jt Honda CR-V 2kali/th

Senior Diamond Director Have 8 Director 45-50jt/bln 56jt 2kali/th

Double Diamond Director Have 10 Director 55-60jt/bln 70jt 2kali/th

Executive Director Have 12 Director 1,060M/th 168jt BMW 320 3kali/th

Gold Executive Director Have 15 Director 1,440M/th 210jt 3kali/th

Sapphire Executive Director Have 18 Director 1,8M/th 252jt 3kali/th

Diamond Executive Director Have 21 Director 2,354M/th 294jt 3kali/th

President Director Have 24 Director 2,880/th 700jt MercedesBenzC280 4kali/th

Senior President Director 21%x24 (6 Diamonds) 3,6M/th 1,4M 4kali/th

Gold President Director 21%x24 (12 Diamonds) 4,450M/th 2,1M MercedesBenzE200 4kali/th

Sapphire President Director 21%x24 (18 Diamonds) 5,480M/th 2,8M MercedesBenzML350 4kali/th

Diamond President Director 21%x24 (24 Diamonds) 6,670M/th 7M

Sumber : Oriflame, 2017

Sejak berada di Indonesia tahun 1986, Oriflame kini berkembang menjadi

sebuah perusahaan besar di Indonesia yang terdiri dari jaringan-jaringan konsultan

independent beauty. Oriflame telah memiliki 12 kantor cabang di seluruh

Indonesia. Salah satu jaringan terbesar konsultan independent beauty Oriflame

Indonesia adalah jaringan Funbiz Club yang berpusat di Kota Surabaya. Jaringan

ini didirikan oleh Reni Oktafiani dan Nur Izatur Rokhmaniah. Funbiz Club

memiliki visi misi membantu banyak orang untuk mandiri dan sukses di usia

sedini mungkin. Hingga saat ini, konsultan independent beauty aktif yang

terdaftar jaringan Funbiz Club mencapai ±350 orang konsultan, yang terdiri dari

konsultan 0% hingga konsultan yang mencapai titel sapphire director. Berikut ini

adalah logo Funbiz Club.

50

Gambar 4.2.

Logo Funbiz Club

Sumber : Arsip Funbiz Club, 2017

4.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah seluruh konsultan Oriflame

jaringan Funbiz Club Surabaya yang telah direkognisi (diberi pengakuan) sebagai

konsultan pada jenjang karir tingkat manager hingga jenjang yang paling tinggi

dicapai oleh konsultan pada jaringan ini, yaitu tingkat sapphire director. Dalam

penelitian ini, peneliti mengelompokkan profil responden berdasarkan usia, jenis

kelamin, tingkat jenjang karir di Oriflame, latar belakang pendidikan dan lama

bergabung di jaringan Oriflame Funbiz Club. Berikut ini adalah hasil

pengelompokan profil responden.

4.2.1. Profil Responden Berdasarkan Usia

Dalam penelitian ini, total responden berjumlah 60 orang, dengan rentang

usia responden yang mencapai titel manager ke atas di jaringan Funbiz Club

Surabaya adalah 20 – 32 tahun. Perlu diketahui bahwa untuk menjadi konsultan di

Oriflame diharuskan telah memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP)

51

dan berusia 17 tahun ke atas. Berikut adalah distribusi frekuensi responden

berdasarkan usia:

Gambar 4.3.

Grafik Usia Responden

Sumber : Data primer diolah, 2018

Berdasarkan grafik tersebut, sebagian besar responden yang terlibat dalam

data ini berusia sekitar 24-27 tahun yaitu sebanyak 68% dari total responden.

Selanjutnya adalah responden yang berusia 20-23 tahun yaitu sebanyak 18% dari

total responden, menyusul setelah itu adalah responden yang berusia 28-31 tahun

yaitu sebanyak 12% dari total responden, dan terakhir adalah responden yang

berusia 32-35 tahun yaitu sebanyak 2% dari total responden.

4.2.2. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Dalam penelitian ini, dari jumlah responden sebanyak 60, semua

responden berjenis kelamin perempuan. Data ini menunjukkan bahwa yang

memperoleh titel manager ke atas di jaringan Funbiz Club berjenis kelamin

perempuan.

18%

68%

12%

2%

20 - 23 tahun

24 - 27 tahun

28 - 31 tahun

32 - 35 tahun

52

4.2.3. Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir

Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang pernah ditempuh oleh

responden sebanyak 60 orang, data ini dikelompokkan menjadi tiga bagian,

sebagai berikut:

Gambar 4.4.

Grafik Tingkat Pendidikan Responden

Sumber : Data primer diolah, 2018

Berdasarkan grafik tersebut, sebagian besar responden memiliki latar

belakang pendidikan D3/D4/S1 yaitu sebanyak 75% dari total responden.

Selanjutnya responden yang memiliki latar belakang pendidikan

SD/SMP/SMA/SMK yaitu sebanyak 22% dari total responden, serta responden

yang memiliki latar belakang pendidikan S2/S3 yaitu sebanyak 3% dari total

responden.

4.2.4. Profil Responden Berdasarkan Tingkat Jenjang Karir di Oriflame

Tingkat jenjang karir yang dipilih peneliti untuk dijadikan sampel adalah

konsultan yang memiliki titel manager ke atas. Berdasar data yang diperoleh

peneliti, tingkat jenjang karir yang dapat diperoleh konsultan jaringan Funbiz

22%

75%

3%

SD/SMP/SMA/SMK

D3/D4/S1

S2/S3

53

Club dalam penelitian ini adalah sapphire director. Berikut adalah data grafik

distribusi frekuensinya:

Gambar 4.5

Grafik Jenjang Karir Konsultan Oriflame Funbiz Club Surabaya

Sumber : Data primer diolah, 2018

Berdasarkan grafik tersebut responden Funbiz Club yang memiliki jenjang

karir tingkat manager ke atas adalah sebanyak 60 orang yang terdiri dari 22 orang

manager, 14 orang senior manager, 13 orang director, 5 orang senior director, 1

orang gold director, 2 orang senior gold director, dan 3 orang sapphire director.

Titel tersebut terurut dari titel terendah hingga tertinggi dari jaringan Funbiz Club

Surabaya.

4.2.5. Profil Responden Berdasarkan Lama Bekerja sebagai Konsultan

Independen di Oriflame

Sebagaimana yang diketahui bahwa jenjang karir yang bisa diraih di

Oriflame tidak terikat dengan lama waktu bekerja, namun data masa waktu

bekerja sebagai konsultan independen di Oriflame dapat digunakan untuk

mengetahui seberapa besar loyalitas konsultan tersebut dengan aktivitasnya

sebagai konsultan serta mengetahui apakah motivasi dan kinerjanya juga

dipengaruhi oleh lama bekerja tersebut. Berikut adalah sebaran distribusi lama

bekerja konsultan:

2214 13

51 2 3

Manager Senior

Manager

Director Senior

Director

Gold

Director

Senior

Gold

Director

Sapphire

Director

Jenjang Karir

54

Gambar 4.6

Grafik Lama Bekerja Konsultan Oriflame Funbiz Club Surabaya

Sumber : Data primer diolah, 2018

Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden telah

bekerja menjadi konsultan di Oriflame selama 2-3 tahun yaitu sebanyak 32% dari

total responden. Urutan kedua adalah responden yang telah bekerja selama 1-2

tahun yaitu sebanyak 27% dari total responden. Selanjutnya, responden yang

bekerja selama 3-4 tahun sebanyak 22% dari total responden, setelah itu terdapat

responden yang bekerja selama 4-5 tahun dan > 5 tahun yang masing-masing

terdapat 5 responden dengan prosentase 5% dari total responden, terakhir adalah

responden yang bekerja selama ≤ 1 tahun sebanyak 3% dari total responden.

4.2.6. Profil Responden Berdasarkan Pilihan Pekerjaan Utama sebagai

Konsultan Independen Oriflame

Oriflame membuka peluang bagi siapa saja untuk bergabung menjadi

konsultan independen, maka dari itu banyak dari konsultan tersebut yang

menjadikan Oriflame sebagai pekerjaan sampingan atau bukan pekerjaan utama

3%

27%

32%

22%

8%

8%

≤ 1 tahun 1-2 tahun 2-3 tahun 3-4 tahun 4-5 tahun > 5 tahun

55

bagi mereka, namun banyak yang memilih untuk menjadikannya sebagai

pekerjaan utama karena berbagai alasan. Berikut adalah sebaran distribusi

frekuensi responden penelitian:

Gambar 4.7

Grafik Konsultan Independen Oriflame sebagai Pekerjaan Utama/ Sampingan

Sumber : Data primer diolah, 2018

Berdasarkan grafik tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas

responden menjadikan Konsultan Oriflame sebagai pekerjaan sampingan yaitu

sebanyak 65% dari total responden. Sedangkan 35% dari total responden

menjadikan Oriflame sebagai pekerjaan utama mereka atau.

Setelah melihat karakteristik responden di atas dapat disimpulkan bahwa

mayoritas responden yang terlibat dalam penelitian ini berusia 24-27 tahun,

berjenis kelamin perempuan, berlatar belakang pendidikan D3/D4/S1, bertitel

manager di jenjang karir Oriflame, dengan mayoritas lama bekerja selama 2-3

tahun, serta menjadikan Oriflame sebagai pekerjaan sampingan.

4.3. Deskripsi Jawaban Responden

Pada penelitian ini responden diberikan kuesioner untuk menjawab

berbagai pernyataan dari keempat variabel yang terdapat dalam penelitian ini.

Keempat variabel itu adalah sistem insentif sebagai variabel bebas pertama (X1),

35%

65%

Pekerjaan Utama Pekerjaan Sampingan

56

pelatihan sebagai variabel bebas kedua (X2), Kinerja sebagai variabel terikat (Y),

serta motivasi kerja sebagai variabel mediasi (Z). Dalam hal ini, responden

diberikan lima alternatif jawaban untuk menanggapi pernyataan, yaitu angka 1

sampai dengan 5, yang menggambarkan persepsi negatif hingga positif dari

jawaban responden, hal ini merupakan skala likert yang digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang

fenomena sosial Sugiyono (2012, p.132).

Persepsi negatif persepsi positif

1 2 3 4 5

Semakin kecil nominal angka yang dipilih menyatakan persepsi jawaban

negatif dari responden, dan sebaliknya jika semakin besar nominal angka yang

dipilih berarti menunjukkan persepsi jawaban positif dari responden. Berikut

adalah jawaban responden terhadap keempat variabel tersebut.

4.3.1. Deskripsi Jawaban terhadap Variabel Sistem Insentif (X1)

Dalam penelitian ini terdapat enam pernyataan denga lima alternatif

tanggapan terhadap sistem insentif sebagai variabel bebas pertama (X1). Berikut

tabel dan deskripsi jawaban masing-masing responden.

Tabel 4.2.

Tanggapan Responden Mengenai Sistem Insentif di Oriflame

No. Pernyataan

Tingkat Jawaban Responden Tot

al 1 2 3 4 5

F % F % F % F % F %

1. Besarnya gaji yang

diberikan per level

konsultan sudah sesuai dengan level yang dicapai

seorang konsultan

1 1.67 0 0 4 6.67 12 20 43 71.67 60

2. Rentang waktu pemberian

gaji tiap konsultan selalu

tepat waktu dan sesuai

1 1.67 1 1.67 2 3.33 15 25 41 68.33 60

57

Lanjutan Tabel 4.2. Tanggapan Responden Mengenai Sistem Insentif di Oriflame

No. Pernyataan

Tingkat Jawaban Responden Tot

al 1 2 3 4 5

F % F % F % F % F %

3. Besarnya jumlah bonus

(Produk-produk oriflame secara gratis, cash award/

bonus lainnya) yang

diberikan pada konsultan

sudah sesuai dengan kriteria

dan level yang dicapai

seorang konsultan

1 1.67 0 0 1 1.67 12 20 46 76.67 60

4. Kualitas bonus (Produk-

produk oriflame secara

gratis, cash award/bonus

lainnya) yang diberikan

sudah sesuai dengan kriteria

dan level yang dicapai seorang konsultan

1 1.67 0 0 0 0 14 23.33 45 75 60

5. Kuantitas kompensasi (ex.

Director Seminar, liburan ke

luar negeri dll) yang

diberikan sudah sesuai

dengan kriteria dan level

yang dicapai seorang

konsultan

1 1.67 0 0 1 1.67 15 25 43 71.67 60

6. Kualitas kompensasi (ex.

Director Seminar, liburan ke

luar negeri dll) yang

diberikan sudah sesuai

dengan kriteria dan level

yang dicapai seorang konsultan

1 1.67 0 0 1 1.67 10 16.67 48 80 60

6 1 9 78 266 360

Sumber : Data primer diolah, 2018

Berdasarkan Tabel 4.2. di atas dapat dijelaskan bahwa mayoritas

responden, yaitu rata-rata sebanyak > 70% responden menyatakan kecenderungan

persepsi postifnya pada 6 pernyataan sebagai indikator variabel sistem insentif

yang diberlakukan di Oriflame, yaitu pada angka 4 dan 5. Hanya < 2% responden,

yang cenderung menyatakan persepsi negatifnya terhadap variabel tersebut.

Sedangkan lainnya berada di antara persepsi negatif dan positif, hal ini berarti

mayoritas responden menyatakan bahwa sistem insentif yang diberlakukan

Oriflame sudah baik.

58

4.3.2. Deskripsi Jawaban terhadap Variabel Pelatihan (X2)

Dalam penelitian ini terdapat delapan pernyataan denga lima alternatif

tanggapan terhadap pelatihan sebagai variabel bebas kedua (X2). Berikut tabel

dan deskripsi jawaban masing-masing responden.

Tabel 4.3

Tanggapan Responden Mengenai Pelatihan di Oriflame

No. Pernyataan

Tingkat Jawaban Responden

Total 1 2 3 4 5

F % F % F % F % F %

1. Pembekalan materi tentang

perusahaan (oriflame) bagi

konsultan secara

keseluruhan sudah baik

1 1.67 0 0 2 3.33 16 26.67 41 68.33 60

2. Pembekalan materi tentang

produk oriflame bagi

konsultan secara

keseluruhan sudah baik

1 1.67 0 0 4 6.67 17 28.33 38 63.33 60

3. Pembekalan materi tentang pengingkatan pengejaran

target (penjualan,

rekrutmen, kejar bonus dll)

bagi konsultan sudah baik

1 1.67 0 0 3 5 14 23.33 42 70 60

4. Pembekalan materi via

offline (seminar, dll) secara

keseluruhan sudah baik

1 1.67 1 1.67 8 13.33 20 33.33 30 50 60

5. Pembekalan materi via

online (webinar, sosmed,

dll) sudah baik

1 1.67 0 0 2 3.33 16 26.67 41 68.33 60

6. Kemampuan pemateri/

narasumber dalam

menyampaikan materi sudah

baik

1 1.67 0 0 4 6.67 24 40 31 51.67 60

7. Kemampuan pemateri/ narasumber menguasai

materi sudah baik

1 1.67 0 0 4 6.67 26 43.33 29 48.33 60

8. Kepribadian pelatih secara

umum sudah baik 1 1.67 0 0 3 5 28 46.67 28 46.67 60

6 1 30 161 280 480

Sumber : Data primer diolah, 2018

Berdasarkan Tabel 4.3. di atas dapat dijelaskan bahwa mayoritas

responden, yaitu rata-rata sebanyak > 60% responden menyatakan kecenderungan

persepsi postifnya pada 6 pernyataan sebagai indikator variabel pelatihan yang

diterapkan di Oriflame, yaitu pada angka 4 dan 5. Hanya < 2% responden, yang

cenderung menyatakan persepsi negatifnya terhadap variabel tersebut. Sedangkan

59

lainnya berada di antara persepsi negatif dan positif, hal ini berarti mayoritas

responden menyatakan bahwa pelatihan yang diberikan Oriflame sudah baik.

4.3.3. Deskripsi Jawaban terhadap Variabel Kinerja (Y)

Dalam penelitian ini terdapat sepuluh pernyataan denga lima alternatif

tanggapan terhadap kinerja sebagai variabel terikat (Y). Berikut tabel dan

deskripsi jawaban masing-masing responden.

Tabel 4.4.

Tanggapan Responden Mengenai Kinerja di Oriflame

No. Pernyataan

Tingkat Jawaban Responden Tot

al 1 2 3 4 5

F % F % F % F % F %

1. Menurut anda sebagai

seorang konsultan,

kemampuan anda dalam

menyelesaikan target

pekerjaan sudah baik

0 0 2 3.33 8 13.33 29 48.33 21 35 60

2. Menurut anda sebagai

seorang konsultan,

kemampuan anda dalam

menyelesaikan beberapa

pekerjaan konsultan

(penjualan dan perekrutan)

sudah baik

0 0 3 5 5 8.33 31 51.67 21 35 60

3. Menurut anda sebagai seorang konsultan, promosi

dan penjualan yang telah

anda lakukan untuk produk

oriflame selalu konsisten

1 1.67 1 1.67 4 6.67 29 48.33 25 41.67 60

4. Menurut anda sebagai

seorang konsultan,

perekrutan konsultan yang

telah anda lakukan sampai

saat ini selalu konsisten

1 1.67 2 3.33 9 15 23 38.33 25 41.67 60

5. Menurut anda sebagai

seorang konsultan, anda

selalu konsisten dan rutin

dalam memenuhi target-target tertentu

1 1.67 2 3.33 8 13.33 29 48.33 20 33.33 60

6. Anda selalu menyelesaikan

pekerjaan tepat pada

waktunya (on time dengan

deadline)

1 1.67 2 3.33 14 23.33 28 46.67 15 25 60

7. Anda tidak pernah

menunda-nunda pekerjaan 0 0 6 10 17 28.33 20 33.33 17 28.33 60

60

Lanjutan Tabel 4.4. Tanggapan Responden Mengenai Kinerja di Oriflame

No. Pernyataan

Tingkat Jawaban Responden Tot

al 1 2 3 4 5

F % F % F % F % F %

8. Anda memiliki kedisiplinan

kerja yang baik 0 0 1 1.67 21 35 19 31.67 19 31.67 60

9. Anda selalu mampu untuk mengajak upline (atasan)

untuk bekerjasama

1 1.67 2 3.33 7 11.67 23 38.33 27 45 60

10. Anda selalu mampu

mengajak downline

(bawahan) untuk

bekerjasama

0 0 1 1.67 8 13.33 25 41.67 26 43.33 60

5 600

Sumber : Data primer diolah, 2018

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas dapat dijelaskan bahwa mayoritas

responden, yaitu rata-rata sebanyak > 60% responden menyatakan kecenderungan

persepsi positifnya pada 10 pernyataan sebagai indikator variabel kinerja

konsultan, yaitu pada angka 4 dan 5. Hanya < 2% responden, yang cenderung

menyatakan persepsi negatifnya terhadap variabel tersebut. Sedangkan lainnya

berada di antara persepsi negatif dan positif, hal ini berarti mayoritas responden

menyatakan bahwa kinerja mereka selama menjadi konsultan independen di

jaringan bisnis Oriflame sudah baik.

4.3.4. Deskripsi Jawaban terhadap Variabel Motivasi Kerja (Z)

Dalam penelitian ini terdapat delapan pernyataan denga lima alternatif

tanggapan terhadap motivasi kerja sebagai variabel intervening (Z). Berikut tabel

dan deskripsi jawaban masing-masing responden.

61

Tabel 4.5.

Tanggapan Responden Mengenai Motivasi Kerja di Oriflame

No. Pernyataan

Tingkat Jawaban Responden

Total 1 2 3 4 5

F % F % F % F % F %

1. Sampai saat ini anda merasa

ada dorongan untuk

meningkatkan prestasi di

oriflamme

1 1.67 0 0 2 3.33 10 16.67 47 78.33 60

2. Sampai saat ini anda merasa

ada dorongan untuk

memberikan hasil yang

berkualitas di Oriflame

1 1.67 0 0 0 0 14 23.33 45 75 60

3. Sampai saat ini anda merasa

ada dorongan dari atasan

untuk diakui atas

keberhasilan pekerjaan

(recognisi, dll)

1 1.67 0 0 2 3.33 15 25 42 70 60

4. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan dari

lingkungan sekitar untuk

diakui atas keberhasilan

pekerjaan

1 1.67 0 0 0 0 22 36.67 37 61.67 60

5. Sampai saat ini anda merasa

ada dorongan untuk

melaksanakan dan

menyelesaikan tugas tepat

waktu

0 0 1 1.67 4 6.67 21 35 34 56.67 60

6. Sampai saat ini anda merasa

ada dorongan untuk

meningkatkan level

(tingkatan) dalam oriflame

business success plan

1 1.67 0 0 1 1.67 8 13.33 50 83.33 60

7. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan untuk

meningkatkan karier ke

level yang lebih tinggi

1 1.67 0 0 1 1.67 5 8.33 53 88.33 60

8. Sampai saat ini anda merasa

ada dorongan untuk

meningkatkan pengetahuan

tentang Oriflame

1 1.67 0 0 0 0 14 23.33 45 75 60

480

Sumber : Data primer diolah, 2018

Berdasarkan Tabel 4.5. di atas dapat dijelaskan bahwa mayoritas

responden, yaitu rata-rata sebanyak > 60% responden menyatakan kecenderungan

persepsi postifnya pada 6 pernyataan sebagai indikator variabel motivasi kerja

yang diberlakukan di Oriflame, yaitu pada angka 4 dan 5. Hanya < 2% responden,

yang cenderung menyatakan persepsi negatifnya terhadap variabel tersebut.

62

Sedangkan lainnya berada di antara persepsi negatif dan positif, hal ini berarti

mayoritas responden menyatakan bahwa mereka telah memiliki motivasi kerja

yang sudah baik.

4.4. Analisis Data

Sub bab analisis data berisi tentang uji instrumen penelitian dan analisis

statistik yang digunakan dalam penelitian ini. Uji instrumen yang digunakan

antara lain ialah uji normalitas, serta uji validitas dan reliabilitas, uji asumsi

klasik, sedangkan analisis statistik yang digunakan ialah analisis jalur (path

analysis).

4.4.1. Uji Instrumen

a. Uji Normalitas

Uji normalitas yang dilakukan terhadap sampel dilakukan dengan

menggunakan kolmogrov-smirnov test dengan menetapkan taraf signifikansi

(α) sebesar 5%. Kolmogorov-smirnov digunakan dalam penelitian ini karena

responden lebih dari 50. Menurut Prayitno (2010, p.71) uji ini dilakukan pada

setiap variabel dengan ketentuan bahwa jika secara individual masing-masing

variabel memenuhi asumsi normalitas maka secara simultan variabel-variabel

tersebut juga bisa dinyatakan memenuhi asumsi normalitas. Berikut ini adalah

hasil uji kolmogorov-smirnov terhadap instrumen penelitian.

63

Tabel 4.6

Uji Normalitas Data Penelitian

Unstandardized Residual

N

Normal Parameters Mean Std. Deviation

Most Extreme Differences Absolute

Positive

Negative Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

60

.00000000 2.17952942

.152

.073

-.152 1.180

.123

Sumber: Data primer diolah, 2018

Dari hasil uji kolmogorov-smirnov tersebut didapatkan nilai signifikansi

sebesar 0.123 dan lebih besar (>) dari 0,05. Hal ini berarti data dalam

penelitian berdistribusi normal.

b. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas menunjukkan sejauh mana kuesioner mengukur apa yang

ingin diukur. Sedangkan uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu hasil

pengukuran melalui kuisioner relatif konsisten dalam pengulangan

pengukuran yang berbeda. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada

pertanyaan yang sifatnya tertutup yakni pada variabel preferensi responden

yang dalam penelitian ini terdiri dari 32 pertanyaan.

Proses uji validitas dan reabilitas dengan menggunakan uji measures of

sampling adequacy (MSA) dan Cronbach’s alpha, dimana dilakukan pada pra

penelitian terhadap 20 responden. Tujuan dilakukannya uji validitas dan

reliabilitas adalah untuk mengetahui kasahihan dan konsistensi jawaban

responden terhadap seluruh indikator yang diberikan. Berikut adalah hasil uji

validitas dan reliabilitas dari masing-masing variabel.

64

Tabel 4.7

Uji Validitas dan Reliabilitas

Variabel Item Pearson

Correlation Signifikan Keterangan Alpha Keterangan

Sistem

Insentif

(X1)

X1.1 0,795 0,000 Valid

0,832

Reliabel

X1.2 0,685 0,001 Valid Reliabel

X1.3 0,934 0,000 Valid Reliabel

X1.4 0,655 0,002 Valid Reliabel

X1.5 0,814 0,000 Valid Reliabel

X1.6 0,771 0,000 Valid Reliabel

Pelatihan

(X2)

X2.1 0,881 0,000 Valid

0,952

Reliabel

X2.2 0,833 0,000 Valid Reliabel

X2.3 0,831 0,000 Valid Reliabel

X2.4 0,839 0,000 Valid Reliabel

X2.5 0,866 0,000 Valid Reliabel

X2.6 0,909 0,000 Valid Reliabel

X2.7 0,909 0,000 Valid Reliabel

X2.8 0,886 0,000 Valid Reliabel

Kinerja

(Y)

Y1 0,650 0,002 Valid

0,911

Reliabel

Y2 0,736 0,000 Valid Reliabel

Y3 0,692 0,001 Valid Reliabel

Y4 0,865 0,000 Valid Reliabel

Y5 0,856 0,000 Valid Reliabel

Y6 0,882 0,000 Valid Reliabel

Y7 0,899 0,000 Valid Reliabel

Y8 0,804 0,000 Valid Reliabel

Y9 0,529 0,016 Valid Reliabel

Y10 0,529 0,016 Valid Reliabel

Motivasi

(Z)

Z1 0,824 0,000 Valid

0,886

Reliabel

Z2 0,644 0,002 Valid Reliabel

Z3 0,699 0,001 Valid Reliabel

Z4 0,810 0,000 Valid Reliabel

Z5 0,817 0,000 Valid Reliabel

Z6 0,840 0,000 Valid Reliabel

Z7 0,766 0,000 Valid Reliabel

Z8 0,707 0,000 Valid Reliabel

Sumber : Data primer diolah, 2018

Untuk pengujian validitas digunakan dengan uji measures of sampling

adequacy (MSA) dengan ketentuan bahwa nilai MSA masing-masing

variable harus lebih besar dari 0,5. Melihat Tabel 4.7, pernyataan-pernyataan

yang terdapat pada semua variabel semuanya diatas 0,5. Berdasarkan hal ini,

maka pernyataan-pernyataan tersebut adalah valid. Hasil signifikasi (sig)/nilai

65

probabilitas hasil korelasi juga menunjukan semua instrumen lebih kecil (<)

dari 0,05, maka dari itu juga dapat disimpulkan bahwa pernyataan-pernyataan

tersebut valid.

Analisis reliabilitas menunjukkan pada pengertian apakah instrumen

dapat mengukur suatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu.

Ukuran dikatakan reliabel jika ukuran tersebut memberikan hasil yang

konsisten. Reliabilitas diukur dengan menggunakan metode cronbach alpha.

Rumus Cronbach alpha ialah dikatakan reliabel apabila nilai cronbach alpha

lebih besar (>) dari 0,60 (Ghozali, 2005, p.42). Berdasarkan Tabel 4.7 di

atas maka dapat dilihat bahwa semua pernyataan adalah reliabel, sehingga

penelitian ini dapat dilanjutkan.

4.4.2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Multikolinearitas

Menurut Supranto dalam Suripto (2013), multikolinearitas menunjukkan

adanya lebih dari satu hubungan linear yang sempurna. Pengujian

multikolinieritas dilakukan dengan menggunakan nilai korelasi antar variabel.

Suatu variabel menunjukkan gejala multikolinieritas bisa dilihat dari nilai VIF

pada masing-masing variabel dalam model regresi. Berikut ini adalah hasil

SPSS dari pengujian multikolinearitas terhadap pengaruh variabel sistem

insentif (X1), pelatihan (X2) terhadap motivasi kerja (Z).

66

Tabel 4.8.

Hasil Uji Multikolinearitas X1 & X2 terhadap Z

Model Sig

Colinerity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

Sistem Insentif

Pelatihan Konsultan

.099

.000

.000

.475

.475

2.107

2.107

Sumber : Data primer diolah, 2018

Dari hasil uji multikolinearitas variabel sistem insentif dan variabel

pelatihan terhadap kinerja konsultan melalui SPSS didapatkan nilai

TOLERANCE sebesar 0,475 (mendekati angka 1), serta nilai VIF sebesar

2,107 (di sekitar angka 1), hal ini berarti dalam penelitian ini tidak terjadi

multikolinearitas.

Selanjutnya, untuk hasil SPSS dari pengujian multikolinearitas terhadap

pengaruh variabel sistem insentif (X1), pelatihan (X2) dan motivasi kerja (Z)

terhadap kinerja konsultan (Y) akan ditunjukkan pada gambar berikut.

Tabel 4.9.

Hasil Uji Multikolinearitas X1 , X2 dan Z terhadap Y

Model Sig

Colinerity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

Sistem Insentif

Pelatihan Konsultan

Motivasi Kerja

.003

.768

.000

.000

.327

.311

.219

3.061

3.218

4.560

Sumber : Data primer diolah, 2018

Dari hasil uji multikolinearitas variabel sistem insentif dan variabel

pelatihan terhadap kinerja konsultan melalui SPSS masing-masing didapatkan

nilai TOLERANCE mendekati angka 1, serta nilai VIF sebesar di sekitar

angka 1, hal ini berarti dalam penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas.

67

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dimaksudkan untuk menguji apakah variabel

kesalahan pengganggu tidak konstan untuk semua nilai variabel independen

(Gujarati, 2003, p.177). Pengujian dilakukan dengan uji grafik scatterplot dan

hasil pengujiannya tidak terdapat pola yang jelas serta ada titik melebar di

atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Untuk mengetahui uji

heterokedastisitas dapat diketahui dari grafik scatterplot dengan melihat ada

tidaknya pola tertentu berikut ini.

Gambar 4.8.

Hasil Uji Heteroskedastisitas X1 , X2 terhadap Z

Sumber : Data primer diolah, 2018

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa sebaran data menyebar dan

tidak mengumpul dan berada di sekitar angka 0, sehingga disimpulkan bahwa

dalam persamaan regresi model yang pertama tidak terjadi penyimpangan

heterokedastisitas.

Selanjutnya, untuk hasil SPSS dari pengujian heteroskedastisitas

terhadap pengaruh variabel sistem insentif (X1), pelatihan (X2) dan motivasi

kerja (Z) terhadap kinerja konsultan (Y) akan ditunjukkan pada gambar

berikut.

68

Gambar 4.9

Hasil Uji Heteroskedastisitas X1 , X2 dan Z terhadap Y

Sumber : Data primer diolah, 2018

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa sebaran data menyebar dan

tidak mengumpul dan berada di sekitar angka 0, sehingga disimpulkan bahwa

dalam persamaan regresi model yang pertama tidak terjadi penyimpangan

heterokedastisitas.

4.4.2. Analisis Jalur (Path Analysis)

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab III tentang metodologi

penelitian, penelitian ini akan membahas mengenai hubungan sistem insentif,

pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja konsultan independen pada Oriflame

Funbiz Club Surabaya dengan menggunakan analisis jalur (path analysis).

Adapun tujuan penggunaan analisis jalur ini adalah untuk mengetahui pengaruh

langsung dan tidak langsung dari variabel sistem insentif, pelatihan dan motivasi

kerja terhadap kinerja konsultan independen.

Setelah membentuk model berdasarkan teori maka didapatlah model

analisis jalur sehingga dapat dibangun diagram jalur (path diagram). Diagram

69

jalur ini sangat memudahkan untuk melihat hubungan kausalitas yang akan diuji.

Bentuk diagram jalur berdasarkan hubungan antar variabel, secara teoritis dibuat

model dalam bentuk diagram jalur seperti yang telah dijelaskan dan digambarkan

pada bab II tentang kerangka konseptual penelitian.

4.4.2.1. Perhitungan Koefisien Jalur

Perhitungan koefisien jalur pada penelitian ini menggunakan analisis

regresi linier berganda dengan melihat pengaruh secara parsial maupun simultan

pada masing-masing persamaan dengan menggunakan software SPSS 16 dengan

hasil sebagai berikut:

1. Sistem Insentif (X1) dan Pelatihan (X2) terhadap Motivasi Kerja (Z)

Tabel 4.10

Koefisien Jalur Model I

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .884a .781 .773 2.21744

a. Predictors: (Constant), Pelatihan Konsultan, Sistem Insentif

Coefficientsa

Model

Standardized Coefficients

t Sig. Beta

1 (Constant) 1.678 .099

Sistem Insentif .458 5.082 .000

Pelatihan Konsultan .494 5.485 .000

a. Dependent Variable: Motivasi Kerja

Sumber: Data primer diolah, 2018

Secara simultan variabel sistem insentif (X1) dan pelatihan (X2) memiliki

kontribusi sebesar 78,1% dalam menjelaskan perubahan yang terjadi pada

variabel motivasi kerja (Z) sedangkan sisanya sebesar 21,9% dijelaskan oleh

variabel lain di luar model. Sementara itu untuk nilai 𝜀1 dapat dicari dengan

rumus 𝜀1 = √ (1 – 0,781) = 0,468.

70

Pada bagian Anova (uji F) terlihat bahwa secara simultan variabel-

variabel bebas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel motivasi

kerja (Z) yang ditunjukkan dari nilai Sig. 0,000 < Alpha 5%.

Pada Coefficients, uji t/parsial terlihat bahwa variabel sistem insentif (X1)

dan pelatihan (X2) secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap variabel motivasi kerja (Z) yang ditunjukkan oleh nilai Sig masing-

masing lebih kecil dari Alpha 5% yaitu 0,000 dan 0,000. Sehingga, jika

dilihat dari hasil Standardized Beta , didapatkan persamaan struktural sebagai

berikut:

Z = 0,458X1 + 0,494X2 + 𝜀 1

Dari tanda nilai koefisien (+), variabel sistem insentif (X1) dan pelatihan

(X2) memiliki pengaruh yang positif terhadap variabel motivasi kerja (Z).

Interpretasi variabel X1: Peningkatan sebesar 1 satuan variabel X1 akan

meningkatkan variabel Z sebesar 0,458 satuan dengan asumsi variabel bebas

lain dianggap konstan.

Interpretasi variabel X2: Peningkatan sebesar 1 satuan variabel X2 akan

meningkatkan variabel Z sebesar 0,494 satuan dengan asumsi variabel bebas

lain dianggap konstan.

2. Sistem Insentif (X1), Pelatihan (X2), Motivasi Kerja (Z) terhadap Kinerja (Y)

Tabel 4.11

Koefisien Jalur Model II

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .896a .804 .793 2.37740

a. Predictors: (Constant), Motivasi Kerja, Sistem Insentif, Pelatihan Konsultan

71

Coefficientsa

Model

Standardized

Coefficients

t Sig. Beta

1 (Constant) 3.099 .003

Sistem Insentif .031 .296 .768

Pelatihan Konsultan .413 3.885 .000

Motivasi Kerja .499 3.945 .000

a. Dependent Variable: Kinerja Konsultan

Sumber : Data primer diolah, 2018

Secara simultan variabel sistem insentif (X1), pelatihan (X2), serta

motivasi kerja (Z) memiliki kontribusi sebesar 80,4% dalam menjelaskan

perubahan yang terjadi pada variabel kinerja konsultan (Y) sedangkan sisanya

sebesar 19,6% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Sementara itu

untuk nilai 𝜀 2 dapat dicari dengan rumus 𝜀 2 = √ (1 – 0,804) = 0,443.

Pada bagian Anova (uji F) terlihat bahwa secara simultan variabel-

variabel bebas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel kinerja

konsultan (Y) yang ditunjukkan dari nilai Sig. 0,000 < Alpha 5%, kecuali

pada variabel sistem insentif terhadap variabel kinerja konsultan.

Pada Coefficients, uji t/parsial terlihat bahwa variabel pelatihan (X2) dan

motivasi kerja (Z) secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

variabel kinerja konsultan (Y) yang ditunjukkan oleh nilai Sig masing-masing

lebih kecil dari Alpha 5% yaitu 0,000 dan 0,000. Variabel sistem insentif (X1)

secara statistik tidak signifikan memengaruhi variabel kinerja konsultan (Y)

yang terlihat dari nilai Sig. sebesar 0,768 > Alpha 5%. Maka, jika dilihat dari

hasil Standardized Beta didapatkan persamaan struktural sebagai berikut:

Y = 0,413X2 + 0,499Z + 𝜀 2

72

Dari tanda nilai koefisien (+), variabel pelatihan (X2) dan motivasi kerja

(Z) memiliki pengaruh yang positif terhadap variabel kinerja konsultan (Y).

Interpretasi variabel X2: Peningkatan sebesar 1 satuan variabel X2 akan

meningkatkan variabel Y sebesar 0,413 satuan dengan asumsi variabel bebas

lain dianggap konstan.

Interpretasi variabel Z: Peningkatan sebesar 1 satuan variabel Z akan

meningkatkan variabel Y sebesar 0,499 satuan dengan asumsi variabel bebas

lain dianggap konstan.

4.4.3. Uji Sobel

Selain analisis jalur, untuk lebih mengetahui signifikansi pengaruh tidak

langsung variabel sistem insentif (X1) terhadap variabel kinerja (Y), digunakan uji

Sobel pada strategi Product of Coeffiecient. Strategi ini dinilai lebih mempunyai

kekuatan secara statistik daripada metode formal lainnya termasuk pendekatan

Baron dan Kenny (Preacher dan Hayes, 2004: 719). Secara lebih lengkap, berikut

ini adalah perhitungan dari uji sobel:

Sab = √𝑏2𝑆𝑎2 + 𝑎 − 𝑆𝑏2 + 𝑆𝑎2𝑆𝑏2

= √(0,5602 𝑥 0,1612) + (0,048 − 0,1422) + (0,1612 𝑥 0,1422)

= √0,00813 + 0,027836 + 0,000522671

= √0,046607671

= 0,216

Untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung dari variabel

independen terhadap variabel dependen, maka perlu menghitung nilai z dari

koefisien ab dengan rumus sebagai berikut:

73

Sig=0,494

Sig =0,458

Sig=0,413

Sig=0,499

𝜀 1 =0,468 𝜀 2 =0,443

𝑧 = 𝑎𝑏

𝑆𝑎𝑏=

0,048 𝑥 0,161

0,216= 0,0357

Nilai z (0,0357) < 1.96 (nilai z mutlak) sehingga tidak ada pengaruh tidak

langsung dari kualitas sistem insentif terhadap tingkat kinerja konsultan.

Setelah koefisien jalur dihitung menggunakan SPSS versi 16 dan

dilakukan perhitungan melalui Uji Sobel, maka didapatlah model analisis jalur

sehingga dapat dibangun diagram jalur. Adapun bentuk diagram jalur hasil olahan

data lewat SPSS versi 16 dan uji sobel didapatkan hasil sebagai berikut :

Gambar 4.10 Diagram Jalur

Sumber : Data primer diolah, 2018

Keterangan:

TS : Pengaruh tidak signifikan

Sig : Pengaruh signifikan

Berdasarkan gambar diagram jalur di atas, dapat disimpulkan bahwa

variabel sistem insentif (X1) ternyata tidak memiliki pengaruh langsung terhadap

variabel kinerja konsultan (Y) secara statistik karena saat pengujian variabel X1

tidak signifikan memengaruhi variabel Y. Pengaruh tidak langsung variabel X1

terhadap Y dapat terlihat melalui variabel mediasi (intervening), yaitu motivasi

kerja (Z), hal ini terlihat saat pengujian sub struktural pertama (Z sebagai variabel

dependen), terlihat bahwa variabel X1 mempunyai pengaruh yang signifikan

Sistem Insentif

(X1)

Motivasi Kerja

(Z)

Pelatihan

(X2)

Kinerja Konsultan

(Y)

Sig=0,494

Sig =0,458

Sig=0,413

Sig=0,499

𝜀 1 =0,468 𝜀 2 =0,443

Sistem Insentif

(X1)

Motivasi Kerja

(Z)

Pelatihan

(X2)

Kinerja Konsultan

(Y)

TS

74

terhadap variabel Z sebesar 0,458. Sedangkan untuk pengaruh tidak langsung X1

terhadap Y melalui Z adalah perkalian antara nilai beta X1 terhadap Z dengan nilai

beta Z terhadap Y, yaitu 0,458 x 0,499 = 0,228542 atau 0,23.

Pengaruh langsung variabel pelatihan (X2) terhadap variabel Y sebesar

0,413. Sedangkan pengaruh tidak langsung variabel X2 terhadap variabel Y yang

melalui variabel mediasi/perantara, yaitu Z adalah sebesar 0,494 x 0,499 =

0,246506 atau 0,25. Jadi, untuk total pengaruh (total effect) variabel X2 terhadap Y

adalah pengaruh langsung ditambah pengaruh tidak langsung, yaitu 0,413 + 0,25

= 0,663.

4.5. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesa dilakukan dengan menganalisis signifikansi besaran

regression weight. Analisis ini dilakukan untuk menunjukan besaran dari efek

menyeluruh, efek langsung serta efek tidak langsung dari satu variabel terhadap

variabel lainnya. Adapun yang dijadikan dasar pengambilan keputusan uji

signifikansi atas regression weight adalah :

a. Jika p-value < alpha 0,05 maka hipotesa menjadi nol (0) dan H0 ditolak

artinya ada pengaruh antara dua variabel secara statistik.

b. Jika p-value > alpha 0,05 maka hipotesa menjadi nol (0) dan H0 diterima

artinya tidak ada pengaruh antara dua variabel secara statistik.

Berdasarkan hasil uji strategi causal step dan product of coefficient di atas,

maka hasil hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis (1) : Sistem Insentif tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja

konsultan.

Berdasarkan hasil analisis pengaruh sistem insentif (X1) terhadap kinerja

konsultan (Y) diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,768 < 0,05 dari hasil

75

analisis jalur dan 0,0357 < 1,96 dari uji sobel. Sehingga H0 diterima dan H1

ditolak yang berarti X1 secara langsung tidak terdapat pengaruh signifikan

terhadap Y.

2. Hipotesis (2) : Sistem insentif berpengaruh langsung dan signifikan terhadap

motivasi kerja konsultan.

Berdasarkan hasil analisis pengaruh sistem insentif (X1) terhadap

motivasi kerja konsultan (Z) diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05

dari hasil analisis jalur. Sehingga H0 ditolak dan H2 diterima yang berarti X1

secara langsung dan signifikan berpengaruh terhadap Z.

3. Hipotesis (3) : Pelatihan berpengaruh langsung dan signifikan terhadap

kinerja konsultan.

Berdasarkan hasil analisis pengaruh pelatihan (X2) terhadap kinerja

konsultan (Y) diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 dari hasil

analisis jalur. Sehingga H0 ditolak dan H3 diterima yang berarti X2 secara

langsung dan signifikan berpengaruh terhadap Y.

4. Hipotesis (4) : Pelatihan berpengaruh langsung dan signifikan terhadap

motivasi kerja konsultan.

Berdasarkan hasil analisis pengaruh pelatihan (X2) terhadap motivasi kerja

konsultan (Z) diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 dari hasil

analisis jalur. Sehingga H0 ditolak dan H4 diterima yang berarti X2 secara

langsung dan signifikan berpengaruh terhadap Z.

5. Hipotesis (5) : Motivasi kerja konsultan berpengaruh langsung dan signifikan

terhadap kinerja konsultan.

Berdasarkan hasil analisis pengaruh motivasi kerja konsultan (Z)

terhadap kinerja konsultan (Y) diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 <

76

0,05 dari hasil analisis jalur. Sehingga H0 ditolak dan H5 diterima yang berarti

Z secara langsung dan signifikan berpengaruh terhadap Y.

6. Hipotesis (6) : Sistem insentif berpengaruh secara tidak langsung terhadap

kinerja konsultan melalui motivasi kerja konsultan.

Berdasarkan hasil perhitungan pengaruh tidak langsung sistem insentif

(X1) terhadap kinerja konsultan (Y) melalui motivasi kerja konsultan (Z)

diperoleh nilai sebesar 0,23 dari hasil analisis jalur. Sehingga H0 ditolak dan

H6 diterima yang berarti X1 secara tidak langsung berpengaruh terhadap Y

melalui Z.

7. Hipotesis (7) : Pelatihan berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja

konsultan melalui motivasi kerja konsultan.

Berdasarkan hasil perhitungan pengaruh tidak langsung pelatihan (X2)

terhadap kinerja konsultan (Y) melalui motivasi kerja konsultan (Z) diperoleh

nilai sebesar 0,25 dari hasil analisis jalur, nilai ini lebih kecil daripada

pengaruh langsung pelatihan terhadap kinerja konsultan yaitu sebesar 0,413.

Sehingga H0 ditolak dan H7 diterima yang berarti X2 secara tidak langsung

berpengaruh signifikan terhadap Y melalui Z.

4.6. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan pengujian hipotesis dan uraian analisis diketahui bahwa

hampir semua variabel yang diteliti baik variabel eksogen maupun variabel

endogen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja konsultan

independen, dengan signifikansi pengaruh itu ditunjukkan dengan nilai p-value

0,000. Namun, satu variabel lainnya, yaitu sistem insentif (X1) tidak memiliki

77

pengaruh langsung yang signifikan dengan variabel kinerja konsultan (Y), yang

ditunjukkan dengan nilai p-value 0,768 dan nilai z sebesar 0,0357. Berikut adalah

pembahasan secara lengkap mengenai hipotesis yang telah dibahas di poin 4.5.

4.6.1. Pengaruh Sistem Insentif terhadap Kinerja Konsultan Independen

Oriflame Funbiz Club

Berdasarkan analisis jalur pada penelitian ini, variabel sistem insentif

hanya berkontribusi sebesar 3,1% terhadap kinerja konsultan independen secara

langsung. Selain itu, uji sobel yang dilakukan terhadap hubungan kedua variabel

ini pun tidak dapat menunjukkan pengaruh yang signifikan. Hal ini menunjukkan

bahwa adanya sistem insentif tidak dapat mempengaruhi peningkatan kinerja

konsultan secara langsung dan signifikan. Meskipun sistem insentif dan kinerja

konsultan menunjukkan hasil yang baik, itu artinya konsultan masih

melaksanakan tanggung jawabnya atas sistem insentif yang diberikan.

Menurut salah satu konsultan independen di jaringan bisnis Oriflame

Funbiz Club yang telah mencapai level manager, yaitu Restie Julianie, ia mengaku

bahwa dalam kurun waktu satu tahun ini jenjang karirnya berhenti di salah satu

tingkatan karena ia telah memperoleh pekerjaan yang lebih menjanjikan secara

finansial daripada yang ia kerjakan di Oriflame. Restie mengaku bahwa satu tahun

lalu ia hanya mempunyai pekerjaan utama sebagai konsultan independen di

Oriflame, lalu setelah mendapat pekerjaan baru, ia tidak meninggalkan statusnya

sebagai konsultan independen, namun ia lebih fokus pada pekerjaan baru nya

tersebut.

Regina Rahman, sebagai atasan (upline) dari Restie mengonfirmasi

pernyataan dari Restie tersebut, Regina menambahkan bahwa banyak konsultan di

78

bawah jaringannya (downline) tidak mempedulikan jenjang karirnya di Oriflame

kembali karena telah memperoleh pekerjaan sampingan dan kembali hanya

menjadi pengguna dan penjual saja tanpa mengejar karir seperti merekrut dan

melakukan pembinaan. Regina menambahkan bahwa memang konsultan

independen di Oriflame Funbiz Club mayoritas memang bekerja dengan passion

atau sesuatu yang disenangi, rata-rata mereka memang menyukai hal-hal yang

berhubungan dengan kecantikan, dan/ perawatan wajah/tubuh, jadi para konsultan

mengerjakan bisnis Oriflame memang tidak terlalu mengharap bonus yang besar

untuk pekerjaan ini. Selain itu, mengingat untuk dapat naik ke jenjang karir

Oriflame di atas senior manager, butuh usaha enam kali lipat lebih banyak

daripada jenjang karir sebelumnya, jadi mereka merasa sudah cukup dengan gaji

dan bonus yang mereka dapatkan selama ini, terutama yang telah mencapai gaji

sebesar 6-7 juta, karena jumlah tersebut dianggap sudah cukup besar untuk

setingkat konsultan independen.

Reni Oktafiani sebagai salah satu co-founder (pendiri) dan pimpinan

jaringan bisnis ini pun mengakui banyaknya konsultan yang mempunyai alasan

seperti yang telah disebutkan Regina sebelumnya, bahkan Reni menambahkan

bahwa konsultan independen yang tidak ada gairah untuk naik ke jenjang karir

yang lebih tinggi bukan hanya di tingkat manager saja, bahkan tingkat director ke

atas pun ada beberapa konsultan yang memiliki alasan yang sama seperti yang

telah disebutkan oleh Regina sebelumnya. Hal ini memang merupakan masalah

umum yang dihadapi oleh seluruh jaringan bisnis multilevel marketing seperti

Oriflame, karena rata-rata konsultannya bekerja sesuai passion dan tidak ada kata

diberhentikan atau pecat ketika mereka tidak memiliki kinerja yang baik, terutama

untuk naik ke jenjang karir yang lebih tinggi.

79

4.6.2. Pengaruh Sistem Insentif terhadap Motivasi Kerja Konsultan

Independen Oriflame Funbiz Club

Pengujian hipotesis kedua menguji pengaruh sistem insentif terhadap

motivasi kerja konsultan, dimana analisis jalur menunjukan bahwa sistem insentif

berkontribusi sebesar 45,8% terhadap motivasi kerja, artinya adanya sistem

insentif dapat mempengaruhi motivasi kerja konsultan independen secara

langsung dan signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa seorang konsultan

independen akan lebih termotivasi dalam bekerja melalui sistem insentif yang ada

dalam jenjang karir Oriflame.

Reni Oktafiani, salah satu pimpinan di jaringan bisnis ini memberikan

beberapa contoh bahwa memang motivasi kerja konsultan independen di jaringan

Funbiz Club Oriflame Surabaya rata-rata meningkat ketika mereka melihat dan

merasakan insentif dari Oriflame. Sistem Insentif yang berjenjang dan sangat

dinamis tersebut membuat mereka termotivasi, karena semakin tinggi jenjang

karirnya, semakin banyak dan beragam apa yang akan mereka dapatkan. Misalnya

ketika di tingkat manager hingga senior manager hanya mendapatkan gaji, bonus,

hadiah produk, dan manager seminar gratis tiap region bisnis, namun ketika naik

ke jenjang director ke atas mereka akan mendapat tambahan fasilitas director

seminar skala nasional serta kesempatan mengikuti leader meeting di luar negeri,

selain penambahan jumlah gaji dan bonus bulanan. Hal ini diakui Reni karena

ketika mereka mendapat insentif tersebut, atasan (upline), keluarga dan

lingkungan sekitar mereka rata-rata ikut senang ketika mendapatkan manfaat

seperti ini. Reni, sebagai pimpinan jaringan dan atasan mengaku bahwa ia dan

atasan-atasan di jaringan bisnis ini berusaha meningkatkan motivasi kerja mereka

80

dengan menggunakan strategi sistem insentif yang dimiliki jaringan sendiri di luar

bonus yang diberikan Oriflame, misalnya dengan memberikan bonus-bonus

tambahan, yang diberikan Reni secara pribadi ketika konsultan independen di

bawahnya telah berhasil untuk mencapai target tertentu, misalnya bonus produk

Oriflame ketika konsultan independen telah mampu mencapai target 100 business

point (bp) dalam jangka waktu hanya 15 hari. Metode ini diakui oleh Reni dapat

menjadikan konsultan independen jauh lebih termotivasi untuk mencapai target-

target jaringan bisnis.

4.6.3. Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja Konsultan Independen

Oriflame Funbiz Club

Pengujian hipotesis ketiga yaitu menguji pengaruh pelatihan terhadap

kinerja konsultan, dimana hasil analisis jalur menunjukan bahwa variabel

pelatihan berkontribusi sebesar 41,3% terhadap kinerja konsultan, artinya adanya

pelatihan dapat mempengaruhi kinerja konsultan independen secara langsung dan

signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa seorang konsultan independen akan

lebih meningkatkan kinerjanya jika diberi suatu pelatihan seperti yang terdapat di

jaringan Funbiz Club Oriflame, yaitu melalui pelatihan online dan offline.

Hampir semua konsultan di jaringan bisnis Oriflame Funbiz Club

Surabaya mengakui bahwa bentuk pelatihan yang diberikan oleh jaringan maupun

Oriflame sendiri semakin beragam, fleksibel, tidak mengeluarkan banyak uang

dan tidak membosakan. Hal ini karena pelatihan yang diberikan tidak hanya

bersifat bertemu di tempat tertentu (offline) tapi juga melalui dunia maya (online).

Selain itu, pelatihan yang diberikan hampir semua tidak dipungut biaya atau

81

gratis, hal ini mejadikan konsultan independen semangat untuk mengikuti

pelatihan. Restie, salah satu konsultan independen yang berada di jenjang senior

manager mengaku telah memiliki kemampuan merias wajah sejak bergabung

dengan jaringan bisnis Oriflame, pelatihan yang diikuti tidak hanya untuk

mengejar target penjualan, perekrutan, atau pembinaan saja, namun juga pelatihan

tentan informasi berbagai produk di Oriflame serta pelatihan teknik merias wajah,

semua itu ia dapatkan dengan cuma-cuma atau gratis. Restie mengaku hal ini jauh

lebih bisa meningkatkan kinerjanya di Oriflame, karena semakin banyak

pengetahuan tentang Oriflame, maka semakin banyak produk yang bisa dijual dan

semakin banyak pula orang yang dapat diajak untuk mengikuti bisnis ini.

4.6.4. Pengaruh Pelatihan terhadap Motivasi Kerja Konsultan Independen

Oriflame Funbiz Club

Pengujian hipotesis keempat menguji pengaruh pelatihan terhadap

motivasi kerja konsultan, dimana hasil analisis jalur menunjukan bahwa variabel

pelatihan berkontribusi sebesar 42,7% terhadap motivasi kerja konsultan, artinya

adanya pelatihan dapat mempengaruhi motivasi kerja konsultan independen

secara langsung dan signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa motivasi kerja

seorang konsultan independen dapat meningkat jika diberi suatu pelatihan seperti

yang terdapat di jaringan Funbiz Club Oriflame, yaitu melalui pelatihan online

dan offline.

Mayoritas konsultan independen di Oriflame mengaku bahwa dengan

adanya pelatihan yang diberikan jaringan Funbiz Club Surabaya maupun Oriflame

sendiri dapat meningkatkan motivasi mereka untuk bekerja dan meraih jenjang

82

karir yang tinggi di Oriflame. Adanya pelatihan yang beragam mulai dari bentuk

pelatihan, materi pelatihan, serta pelatih yang sangat mumpuni di bidangnya

masing-masing, membuat para konsultan independen menjadi lebih semangat

untuk berkarir di Oriflame.

4.6.5. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Konsultan Independen

Oriflame Funbiz Club

Pengujian hipotesis kelima menguji pengaruh motivasi kerja konsultan

terhadap kinerja konsultan, dimana hasil analisis jalur menunjukan bahwa variabel

motivasi kerja berkontribusi sebesar 49,9% terhadap kinerja konsultan, artinya

dengan adanya motivasi kerja maka kinerja konsultan akan dapat mempengaruhi

kinerja konsultan independen secara langsung dan signifikan. Hal ini

mengindikasikan bahwa seorang konsultan independen akan lebih meningkatkan

kinerjanya jika ada motivasi kerja dalam dirinya yang dapat timbul melalui diri

sendiri, rekan kerja, maupun faktor lingkungan lainnya.

Seluruh pimpinan jaringan Funbiz Club Surabaya sangat sepakat dengan

pernyataan ini, motivasi kerja yang dapat timbul dari berbagai elemen, seperti diri

sendiri, lingkungan kerja bisnis seperti atasan dan bawahan, keluarga maupun

lingkungan pertemanan sangat mempengaruhi kinerja konsultan. Nur Izzatur

Rokhmaniah (Icha), sebagai salah satu pimpinan dan pendiri jaringan Oriflame

Funbiz Club Surabaya menyatakan bahwa motivasi kerja adalah faktor yang

paling penting, karena banyak konsultan independen yang memiliki kinerja yang

baik, yang telah menduduki level yang tinggi di jaringan seperti dirinya mengaku

mendapat motivasi dari semua elemen lingkungan luaar selain motivasi yang

83

timbul dari diri sendiri. Dukungan dari keluarga, teman, bahkan bawahan

(downline) telah membuat Icha merasa harus meningkatkan kinerjanya, terutama

setelah ia memiliki anak, ia merasa ada tanggungjawab lebih yang harus dipenuhi

tanpa harus mengandalkan penghasilan dari suaminya.

Salah satu fakta menarik lainnya adalah beberapa konsultan independen

Oriflame berhenti di suatu tingkatan karir atau bahkan berhenti berbisnis Oriflame

karena ketiadaan motivasi kerja dari diri sendiri maupun lingkungan. Hal ini

dikonfirmasi oleh Icha yang selama ini sering menghadapi konsultan independen

di bawahnya yang tidak ada dukungan dari lingkungannya, sehingga ketika akan

mengembangkan bisnisnya tapi tidak mempunyai dukungan moral, kinerjanya

pun tidak akan maksimal, seperti kendala pengaruh lingkungan masyarakat yang

hingga saat ini masih memandang/memberi stigma negatif terhadap bisnis

multilevel marketing, hal ini diakui Icha sebagai tantangan terbesar jaringan bisnis

seperti Oriflame.

4.6.6. Pengaruh Sistem Insentif terhadap Kinerja Konsultan yang Dimediasi

oleh Motivasi Kerja Konsultan Independen Oriflame Funbiz Club

Pengujian hipotesis keenam menguji pengaruh sistem insentif terhadap

kinerja konsultan yang dimediasi oleh motivasi kerja, dimana berdasarkan hasil

perhitungan pengaruh tidak langsung sistem insentif terhadap kinerja konsultan

melalui motivasi kerja konsultan diperoleh nilai sebesar 0,23 dari hasil analisis

jalur. Jumlah ini menujukkan bahwa variabel sistem insentif berkontribusi sebesar

23% melalui variabel motivasi kerja terhadap kinerja konsultan. Sehingga H0

ditolak dan H1 diterima yang berarti sistem insentif secara tidak langsung

84

berpengaruh terhadap kinerja konsultan melalui motivasi kerja. Hal ini

mengindikasikan bahwa seorang konsultan independen akan lebih meningkatkan

kinerjanya jika ada motivasi kerja yang timbul karena adanya sistem insentif dari

jenjang karir Oriflame.

Menurut salah seorang pemimpin jaringan bisnis Funbiz Club, yaitu Reni

Oktafiani yang telah meraih level Diamond Director di Oriflame, konsultan

independen di Oriflame Funbiz Club memang seringkali berhenti/macet di salah

satu tingkatan jenjang karir di Oriflame, terutama untuk tingkat manager dan

senior manager. Dua tingkatan karir tersebut merupakan tingkatan karir dengan

jumlah terbanyak di jaringan bisnis ini, fakta ini menurut Reni menunjukkan

bahwa mayoritas konsultan merasa telah cukup dan tidak lagi mengharap insentif

yang lebih lagi untuk berkarir di Oriflame. Hal ini merupakan suatu hal yang sulit

untuk dicari solusinya menurut Reni, padahal jenjang karir di Oriflame

sebenarnya mudah untuk dicapai ketika serius dalam bekerja. Sistem insentif yang

sangat transparan dan terbuka di jaringan bisnis Funbiz Club dan di Oriflame

sendiri menunjukkan bahwa bisnis ini sangat dinamis yang berarti konsultan dapat

mencapai jenjang karir yang tinggi karena prestasi yang diraih.

Namun, Reni mengakui bahwa berkurang atau bahkan tidak adanya

motivasi kerja dari diri sendiri maupun lingkungan tidak akan berarti apa-apa

hanya dengan mengandalkan sistem insentif yang baik. Seringkali Reni

menemukan konsultan independen Oriflame berhenti di suatu jenjang karir atau

bahkan tidak melanjutkan bisnis Oriflame kembali karena ketiadaan motivasi

kerja, seperti telah menikah dan tidak didukung suami/istrinya, dilarang keluarga

atau bahkan atasan dan bawahan yang acuh terhadap karir konsultan. Maka dari

85

itu, Reni dan pimpinan jaringan Oriflame Funbiz Club Surabaya lainnya sangat

memperhatikan jika ada konsultan di bawahnya merasa tidak ingin melanjutkan

ke jenjang karir yang lebih tinggi kembali. Setelah itu, mulailah Reni dan

pimpinan jaringan menyusun strategi motivasi kerja untuk meyakinkan

konsultannya tersebut. Pemberian motivasi kerja umumnya diberikan secara

langsung kepada konsultan yang dituju, seperti pemberian rekognisi (papan

pencapaian jenjang karir) di media sosial, pemberian katalog Oriflame secara

gratis maupun bertemu dan menghabiskan waktu bersama konsultan. Hal ini

diterapkan Reni dan pimpinan jaringan lainnya karena di Oriflame, jaringan bisa

hidup dan berkembang karena faktor semakin banyaknya konsultan yang

mencapai karir yang tinggi di jenjang karir Orilame. Oleh karena itu, kinerja

konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya sangat bergantung terhadap

sistem insentif yang diberikan jaringan bisnis maupun dari Oriflame sendiri

melalui motivasi kerja yang berasal dari diri sendiri maupun lingkungannya.

4.6.7. Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja Konsultan yang Dimediasi oleh

Motivasi Kerja Konsultan Independen Oriflame Funbiz Club

Pengujian hipotesis ketujuh menguji pengaruh pelatihan terhadap kinerja

konsultan yang dimediasi oleh motivasi kerja, dimana berdasarkan hasil

perhitungan pengaruh tidak langsung sistem insentif terhadap kinerja konsultan

melalui motivasi kerja konsultan diperoleh nilai sebesar 0,25 dari hasil analisis

jalur. Jumlah ini menujukkan bahwa variabel pelatihan berkontribusi sebesar 25%

melalui variabel motivasi kerja terhadap kinerja konsultan. Sehingga H0 ditolak

dan H1 diterima yang berarti pelatihan secara tidak langsung berpengaruh terhadap

86

kinerja konsultan melalui motivasi kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa seorang

konsultan independen akan lebih meningkatkan kinerjanya jika ada motivasi kerja

yang timbul karena adanya pelatihan yang diberikan oleh jaringan Funbiz Club

Oriflame.

Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya tentang pengaruh

sistem insentif terhadap kinerja konsultan independen melalui motivasi kerja,

pelatihan yang diberikan jaringan bisnis Funbiz Club Surabaya maupun Oriflame

sendiri dapat dipengaruhi oleh motivasi kerja yang berasal dari diri sendiri

maupun lingkungan untuk bisa menghasilkan kinerja yang maksimal dalam

menjalankan bisnis ini.

Pimpinan jaringan bisnis Oriflame Funbiz Club Surabaya, yaitu Reni dan

Icha seringkali merencanakan segala bentuk pelatihan yang disisipi dengan

pemberian motivasi. Segala bentuk pencapaian yang telah diraih oleh konsultan

biasanya diberikan rekognisi ketika ada pelatihan, baik offline maupun online.

Pimpinan jaringan pun membuat peraturan bahwa yang memberikan pelatihan

tentang perusahaan maupun produk-produk Oriflame minimal harus mencapai

level director, hal ini diterapkan untuk membuat para konsultan menjadi lebih

termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.

Perusahaan Oriflame sendiri juga telah menyelenggarakan berbagai

pelatihan yang diselingi oleh seminar atau webinar motivasi. Biasanya pelatih atau

pembicara yang mengisi pelatihan adalah bagian dari TOP 10 Leader Oriflame di

skala regional maupun nasional. Hal ini merupakan salah satu strategi bisnis

Oriflame yang diterapkan untuk meningkatkan kinerja konsultan yang telah

tergabung. Ayu Dewi, sebagai salah seorang Area Sales Manager Oriflame

87

Surabaya mengaku dengan adanya pelatihan seperti ini, para konsultan akan lebih

termotivasi dan meningkat kinerjanya, pelatihan ini pun biasanya para pimpinan

jaringan bisnis dan atasan yang mengajak konsultan untuk turut serta, maka dari

itu Ayu menambahkan bahwa peran jaringan bisnis sangat besar terhadap

kemajuan bisnis multilevel marketing seperti Oriflame.

4.7. Implikasi Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, peningkatan kinerja seseorang dipengaruhi

berbagai variabel, hal ini terdapat dalam hasil penelitian yang telah dijelaskan

sebelumnya, sehingga apabila suatu jaringan bisnis multilevel marketing seperti

Oriflame hendak mempertahankan dan meningkatkan terus kinerja konsultan

independen saat bekerja, maka perusahaan perlu memperhatikan unsur-unsur

sistem insentif, pelatihan, serta motivasi kerja terlebih dahulu untuk meningkatkan

kinerja mereka, khususnya pada konsultan pada level manager ke atas. Terutama

pada unsur motivasi kerja, karena unsur motivasi kerja tersebut memiliki

pengaruh yang signifikan dalam hubungan langsung maupun tidak langsung

bersama sistem insentif dan pelatihan terhadap kinerja konsultan independen,

dibandingkan dengan pengaruh langsung yang diberikan pelatihan. Berikut ini

akan dipaparkan mengenai implikasi hasil penelitian sebagai konsekuensi hasil

penelitian dengan perspektif akademis maupun praktis.

4.7.1. Akademis

Sistem insentif berkontribusi secara positif namun tidak signifikan untuk

dapat meningkatkan kinerja konsultan independen. Namun pada unsur ini

diperoleh hasil bahwa sistem insentif dapat mempengaruhi motivasi kerja secara

88

positif dan signifikan, sehingga dapat meningkatkan kinerja konsultan

independen. Sedangkan pelatihan berkontribusi secara positif dan signifikan untuk

dapat meningkatkan kinerja konsultan independen baik secara langsung maupun

melalui motivasi kerja. Sementara itu dari hasil estimasi juga diketahui bahwa

hampir semua variabel yang diteliti memiliki pengaruh langsung terhadap variabel

kinerja pegawai. Namun yang memiliki pengaruh langsung yang paling besar

adalah variabel motivasi kerja (motivasi kerja kinerja konsultan) yaitu 49,9%.

Temuan data hasil penelitian melalui analisis jalur maupun uji sobel

menunjukkan bahwa variabel sistem insentif tidak memiliki pengaruh langsung

dan tidak signifikan terhadap variabel kinerja konsultan. Nilai kontribusi variabel

sistem insentif yang hanya sebesar 3,1%, nilai sigma sebesar 0,768 > 0,05, serta

hasil uji sobel z (0,0357) < 1.96 terhadap variabel kinerja konsultan menunjukkan

variabel ini tidak bisa memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja konsultan.

Hal ini sebenarnya bertentangan dengan beberapa konsep yang menjelaskan

bahwa tujuan utama pemberian insentif adalah untuk meningkatkan produktivitas

kerja individu maupun kelompok (Panggabean, 2002, p.93). Tetapi, beberapa

penelitian terdahulu mendukung pernyataan dalam hasil penelitian ini, beberapa di

antaranya adalah penelitian dari Dinahaji (2012) yang meneliti tentang Pengaruh

Pemberian Insentif Terhadap Kinerja Pustakawan di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa

Tengah, di dalam penelitiannya disimpulkan bahwa pemberian insentif tidak

berpengaruh signifikan terhadap kinerja pustakawan. Selain itu terdapat penelitian

dari Indrawati, et al. (2015) tentang Peningkatan Efektivitas Sistem Pegawai

Divisi Retail Banking pada Bank XYZ yang hasil penelitiannya disimpulkan

bahwa variabel sistem insentif mempunyai peranan kecil terhadap peningkatan

89

kinerja staf divisi retail banking. Kedua penelitian ini menyatakan bahwa sistem

insentif tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karena rata-rata karyawan

lebih menginginkan sebuah pengakuan dari lingkungan untuk mengaktualisasikan

diri.

Namun, pengaruh secara tidak langsung variabel sistem insentif terhadap

kinerja konsultan dapat diperoleh melalui variabel mediasi, yaitu motivasi kerja.

Hasil analisis jalur menunjukkan variabel sistem insentif berkontribusi sebesar

23% melalui variabel motivasi kerja terhadap kinerja konsultan. Hal ini sesuai

dengan konsep bahwa fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan

tanggungjawab dan dorongan kepada karyawan.

Sedangkan variabel pelatihan berkontribusi secara positif dan signifikan

terhadap variabel motivasi kerja secara langsung dan kinerja konsultan secara

langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara tidak langsung antar variabel

menempatkan variabel pelatihan melalui motivasi kerja terhadap kinerja konsultan

independen dengan jumlah 25%, sedangkan pengaruh langsung variabel pelatihan

terhadap kinerja mencapai angka 41,3%. Sehingga dengan demikian hipotesis

adanya hubungan positif antara pelatihan dengan kinerja konsultan independen

menjadi terbukti. Variabel pelatihan dan variabel motivasi secara langsung dan

tidak langsung memiliki hubungan dengan kinerja konsultan independen.

Dari implikasi hasil penelitian secara akademis dapat dinyatakan bahwa

variabel intervening motivasi kerja sangat berperan penting untuk meningkatkan

pengaruh terhadap variabel terikat, yaitu kinerja konsultan baik secara langsung

maupun tidak langsung dengan variabel sistem insentif dan variabel pelatihan

sebagai variabel bebas karena pengaruhnya positif dan signifikan.

90

4.7.2. Praktis

Berdasarkan hasil penelitian, peningkatan kinerja seseorang dipengaruhi

oleh berbagai variabel, hal ini terdapat dalam hasil penelitian yang telah

dijelaskan sebelumnya, sehingga apabila suatu jaringan bisnis multilevel

marketing seperti Oriflame hendak mempertahankan dan meningkatkan terus

kinerja konsultan independen saat bekerja, maka perusahaan perlu memperhatikan

unsur-unsur sistem insentif, pelatihan, serta motivasi kerja terlebih dahulu untuk

meningkatkan kinerja mereka, khususnya pada konsultan pada level manager ke

atas. Terutama pada unsur motivasi kerja, karena unsur motivasi kerja tersebut

memiliki pengaruh yang signifikan dalam hubungan langsung maupun tidak

langsung bersama sistem insentif dan pelatihan terhadap kinerja konsultan

independen, dibandingkan dengan pengaruh langsung yang diberikan pelatihan.

Hasil penelitian menunjukkan hampir semua variabel berkontribusi secara

positif dan signifikan baik langsung maupun melalui mediasi oleh variabel

motivasi. Sehingga, jaringan harus memperhatikan dengan baik hal apa yang

dapat meningkatkan motivasi kerja konsultan independen tersebut agar konsultan

tetap bertanggung jawab dan bekerja dengan baik atas sistem insentif dan

pelatihan yang diberikan kepada konsultan independen.

Namun untuk sistem insentif yang secara spesifik tidak berkontribusi

banyak terhadap variabel kinerja konsultan sehingga bertentangan dengan konsep

insentif dan beberapa penelitian terdahulu, maka peneliti melakukan wawancara

terhadap empat orang responden yang sebelumnya terpilih untuk mengkuti

penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan jawaban atas

ketidakadaan pengaruh langsung sistem insentif yang ada di Oriflame terhadap

peningkatan kinerja konsultannya.

91

Hasil wawancara dengan keempat konsultan tersebut akhirnya

diketengahkan dengan analisis bahwa konsultan independen di jaringan Oriflame

Funbiz Club rata-rata memilih bekerja dengan Oriflame karena passion yang

dimiliki mereka terhadap produk yang ditawarkan Oriflame dan mayoritas

meletakkan Oriflame sebagai pekerjaan sampingan. Banyak konsultan yang

memilih berhenti di satu tingkatan karir hanya karena tidak lagi termotivasi untuk

meningkatkan penghasilannya karena merasa telah berkecukupan dan tidak

adanya dukungan dari lingkungan sekitar. Hal ini membuat pimpinan-pimpinan di

jaringan Funbiz Club mencari berbagai cara untuk memotivasi mereka. Sehingga

dapat diartikan bahwa motivasi kerja sangat penting untuk meningkatkan kinerja

konsultan di jaringan Oriflame Funbiz Club Surabaya.

Hal menarik lainnya yang didapatkan peneliti saat proses pengumpulan

data melalui kuesioner dan wawancara ialah fakta bahwa mayoritas konsultan

independen Funbiz Club Surabaya memutuskan untuk bergabung dengan jaringan

bisnis ini berawal dari tuntutan ekonomi, terutama bagi mereka yang hanya

bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ketika orang terdekat mereka, seperti suami

tidak memperbolehkan mereka bekerja di sektor formal tetapi tuntutan ekonomi

melanda seiring berjalannya waktu, maka mereka memutuskan untuk bergabung

dengan jaringan bisnis ini untuk menunjang kebutuhan ekonomi keluarga yang

semakin meningkat.

Selain itu, beberapa konsultan independen yang awalnya hanya berprofesi

sebagai ibu rumah tangga mengakui bahwa mereka sangat menginginkan sebuah

pengakuan. Mereka yang tidak diperbolehkan oleh suaminya bekerja di sektor

formal tetap ingin produktif. Maka dari itu mereka melihat bisnis Oriflame

92

sebagai suatu peluang untuk mencapai hal tersebut. Mayoritas konsultan

independen mengaku hal inilah yang sesungguhnya memotivasi kinerja mereka di

jaringan bisnis Oriflame, bukan hanya tergiur akan sistem insentif yang bisa

dicapai. Fakta ini juga akhirnya mendukung pernyataan bahwa sistem insentif

tidak berpengaruh terhadap peningkatan kinerja seorang konsultan independen.

Motivasi untuk bekerja dan keinginan untuk mendapatkan pengakuan yang

menjadikan konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya yang

semuanya berjenis kelamin perempuan inilah yang menjadikan mereka akhirnya

memiliki kinerja yang baik di jaringan bisnis ini. Hal ini juga berarti kesetaraan

gender sebagai bagian dari motivasi kerja pun juga ikut andil dalam peningkatan

kinerja konsultan independen Funbiz Club Surabaya.

93

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Sistem insentif tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja konsultan. Hal

ini menunjukkan bahwa adanya sistem insentif di jaringan bisnis Oriflame

tidak dapat mempengaruhi peningkatan kinerja konsultan independen

Oriflame Funbiz Club Surabaya secara langsung.

2. Sistem insentif berpengaruh langsung terhadap motivasi kerja. Hal ini

menunjukkan bahwa seorang konsultan independen Oriflame Funbiz Club

Surabaya akan lebih termotivasi dalam bekerja melalui sistem insentif yang

ada dalam jenjang karir Oriflame.

3. Pelatihan berpengaruh langsung terhadap kinerja konsultan. Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian pelatihan yang baik terhadap konsultan

independen Oriflame Funbiz Club Surabaya dapat meningkatkan kinerja

konsultan independen.

4. Pelatihan berpengaruh langsung terhadap motivasi kerja konsultan

independen Oriflame Funbiz Club Surabaya. Hal ini menunjukkan bahwa

seorang konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya akan lebih

termotivasi dalam bekerja melalui pemberian pelatihan yang ada dalam

jaringan kerja Oriflame Funbiz Club Surabaya.

94

5. Motivasi kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja konsultan. Hal ini

mengindikasikan bahwa seorang konsultan independen Oriflame Funbiz Club

Surabaya akan lebih meningkatkan kinerjanya jika ada motivasi kerja dalam

dirinya yang dapat timbul melalui diri sendiri, rekan kerja, maupun faktor

lingkungan lainnya.

6. Sistem insentif berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja konsultan

melalui motivasi kerja. Hal ini menunjukkan bahwa seorang konsultan

independen Oriflame Funbiz Club Surabaya dapat meningkatkan kinerjanya

jika ada motivasi kerja yang timbul karena adanya sistem insentif dari jenjang

karir Oriflame.

7. Pelatihan berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja konsultan

melalui motivasi kerja. Hal ini menunjukkan bahwa seorang konsultan

independen Oriflame Funbiz Club Surabaya dapat meningkatkan kinerjanya

jika ada motivasi kerja yang timbul karena adanya pelatihan dari jaringan

Oriflame Funbiz Club Surabaya.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti memberikan beberapa saran

yang diharapkan bermanfaat bagi kepentingan berbagai pihak.

5.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya

1. Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya kuisioner yang disebar dikemas lebih

menarik agar responden semakin tertarik untuk berpartisipasi dalam mengisi

kuisioner penelitian.

95

2. Bagi peneliti selanjutnya untuk menggunakan metode analisis kualitatif untuk

melakukan penelitian sejenis.

5.2.2. Bagi Perusahaan

1. Oriflame hendaknya memperhatikan sistem insentif yang diberikan kepada

konsultan independen agar dapat meningkatkan kinerja konsultannya.

2. Oriflame dan jaringan bisnisnya hendaknya lebih banyak memberikan

pelatihan terhadap konsultan independen karena telah terbukti akan

meningkatkan kinerja konsultan independen tersebut.

96

DAFTAR PUSTAKA

Asim, M., 2013. ‘Impact of Motivation on Employee Performance with Effect of

Training: Specific to Education Sector of Pakistan’, International Journal

of Scientific and Research Publications, vol.3, no.9, pp.1-9.

Bangun, W., 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.

D’BC Network, Tentang Oriflame, diakses 5 Januari 2018, < http://dbcn-

biz.weebly.com/tentang-oriflame.html>.

Dessler, G., 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 2, Ed.10. Jakarta:

Prenhalindo.

Dinahaji, HS., 2012. ‘Pengaruh Pemberian Insentif Terhadap Kinerja Pustakawan

di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah’, Skripsi. Universitas

Diponegoro, Semarang.

Elizabeth, M., 2015. Berbisnis Bersama Funbiz Club, diakses 5 Januari 2018, <

http://monicaelizabeth.net/2015/11/11/berbisnis-bersama-funbiz-club/>.

Fauziah, L., 2013. ‘Pengaruh Motivasi, Pelatihan, dan Kompensasi terhadap

Kinerja Karyawan PT. Nadira Prima Semarang’. Universitas Dian

Nuswantoro, Semarang.

Ghozali, I., 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Ed.3.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Henry, S., 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed.3. Yogyakarta: STIE

YKP.

Idress, Z, Xinping, X, Shafi, K, Hua, L, Nazeer, A., 2015. ‘Effect of salary,

training and motivation on job performance of employees’, American

Journal of Business, Economics and Management, vol. 3, no.2, pp. 55-58.

Indrawati, R, Hutagaol, P, Affandi, J., 2015. ‘Peningkatan Efektivitas Sistem

Insentif Pegawai Divisi Retail Banking pada Bank XYZ’, Manajemen

IKM, vol. 10, no. 2, pp. 112-122.

Indriantoro, N & Supomo, B., 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk

Akuntansi & Manajemen. Yogyakarta: BPFE.

Kuncoro, M., 2014. Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi, Ed.4. Jakarta:

Erlangga.

Mangkunegara, A.P., 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

97

Manullang, M., 2006. Manajemen Personalia. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Mathis RL & Jackson JH., 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:

Salemba Empat.

Nitisemito, A.S., 2000. Manajemen Personalia: Manajemen Sumberdaya

Manusia, Ed. 3. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Oriflame, Tentang Oriflame, diakses 2 Januari 2018, <

https://id.oriflame.com/about/our-story>.

Oriflame Cosmetics SA., 2016. Oriflame Succes Plan: Leaders Edition, diakses 8

Agustus 2017, <http://oriflame.co.id>.

Panggabean, MS., 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed.2. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Priyatno, D., 2012. Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS. Yogyakarta:

Andi.

Ranupandojo, H & Suad H., 2002. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE.

Riyadi, RM., 2016. ‘Pengaruh Pelatihan dan Kompensasi terhadap Kinerja dengan

Motivasi sebagai Mediasi Karyawan PT. PAL Indonesia (Persero) Divisi

Kapal Perang’, Skripsi. Universitas Jember, Jember.

Robbins, SP., 2001. Perilaku Organisasi, Edisi 8. Jakarta: Prentice Hall.

Samsudin, S., 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Surakarta: Pustaka Setia.

Sanusi, A., 2011. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Sarwono, J., 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: BP

STIE YKPN.

Sarwono, J. & Herlina B., 2012. Statistik Terapan: Aplikasi untuk Riset Skripsi,

Tesis, dan Disertasi (Menggunakan SPSS, AMOS, dan EXCEL). Jakarta:

PT. Elex Komputindo.

Simamora, H., 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed.3. Yogyakarta: STIE

YKPN.

Singarimbun, M & Sofian E., 2008. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Sugiyono., 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

98

Sugiyono., 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Suripto, EP., 2013. ‘Pengaruh Sistem Kompensasi Insentif dan Pelatihan

Terhadap Motivasi Dan Kinerja Karyawan Independent Beauty Consultant

Oriflame SPO 857 Jember’. Universitas Jember, Jember.

Timpe, AD., 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Elex Media

Komputindo.

Umar, H., Metode Penelitian Untuk Tesis dan Bisnis, Ed.2. Rajawali Pers: Jakarta.

99

Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

PENGARUH SISTEM INSENTIF DAN PELATIHAN TERHADAP KINERJA

DIMEDIASI MOTIVASI KERJA PADA KONSULTAN INDEPENDEN

ORIFLAME FUNBIZ CLUB SURABAYA

1. PETUNJUK PENGISIAN:

a. Harap untuk menanggapi seluruh pernyataan yang ada dengan jujur dan

sebenarnya.

b. Ada 5 (lima) alternatif tanggapan, yaitu angka 1 sampai dengan 5, yang

menggambarkan persepsi negative hingga positif.

Persepsi negatif persepsi positif

1 2 3 4 5

Semakin kecil nominal angka yang dipilih menyatakan persepsi

jawaban negatif dari responden, dan sebaliknya jika semakin besar

nominal angka yang dipilih berarti menunjukkan persepsi jawaban

positif dari responden.

2. KARAKTERISTIK/IDENTITAS RESPONDEN:

a. Usia : ……………. tahun

b. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

c. Pendidikan Terakhir :………

d. Level pencapaian di Oriflame : ……

e. Lama bergabung di Oriflame Funbiz Club : ……Tahun….Bulan

f. Konsultan independen sebagai : pekerjaan utama / pekerjaan sampingan

3. PERNYATAAN

3.1 Variabel Sistem Insentif (X1)

No. Pernyataan Tanggapan

1 2 3 4 5

1. Besarnya gaji yang diberikan per level konsultan

sudah sesuai dengan level yang dicapai seorang

konsultan

2. Rentang waktu pemberian gaji tiap konsultan

selalu tepat waktu dan sesuai (tidak pernah

terlambat)

3. Besarnya jumlah bonus (Produk-produk oriflame

secara gratis, cash award/bonus lainnya) yang

diberikan pada konsultan sudah sesuai dengan

kriteria dan level yang dicapai seorang konsultan

4. Kualitas bonus (Produk-produk oriflame secara

gratis, cash award/bonus lainnya) yang diberikan

sudah sesuai dengan kriteria dan level yang

dicapai seorang konsultan

5. Kuantitas kompensasi (ex. Director Seminar,

liburan ke luar negeri dll) yang diberikan sudah

sesuai dengan kriteria dan level yang dicapai

seorang konsultan

100

No. Pernyataan Tanggapan

1 2 3 4 5

6. Kualitas kompensasi (ex. Director Seminar,

liburan ke luar negeri dll) yang diberikan sudah

sesuai dengan kriteria dan level yang dicapai

seorang konsultan

3.2.Variabel pelatihan (X2)

No. Pernyataan Tanggapan

1 2 3 4 5

1. Pembekalan materi tentang perusahaan

(oriflame) bagi konsultan secara keseluruhan

sudah baik

2. Pembekalan materi tentang produk oriflame bagi

konsultan secara keseluruhan sudah baik

3. Pembekalan materi tentang pengingkatan

pengejaran target (penjualan, rekrutmen, kejar

bonus dll) bagi konsultan sudah baik

4. Pembekalan materi via offline (seminar, dll)

sudah baik

5. Pembekalan materi via online (webinar, sosmed,

dll) sudah baik

6. Kemampuan pemateri/narasumber dalam

menyampaikan materi sudah baik

7. Kemampuan pemateri/narasumber menguasai

materi sudah baik

8. Kepribadian pelatih secara umum sudah baik

3.3.Kinerja Konsultan (Y)

No. Pernyataan Tanggapan

1 2 3 4 5

1. Menurut anda sebagai seorang konsultan,

kemampuan anda dalam menyelesaikan target

pekerjaan sudah baik sampai saat ini

2. Menurut anda sebagai seorang konsultan,

kemampuan anda dalam menyelesaikan

beberapa pekerjaan konsultan (penjualan dan

perekrutan) sudah baik sampai saat ini

3. Menurut anda sebagai seorang konsultan,

promosi dan penjualan yang telah anda lakukan

untuk produk oriflame selalu konsisten

4. Menurut anda sebagai seorang konsultan,

perekrutan konsultan yang telah anda lakukan

sampai saat ini selalu konsisten

101

No. Pernyataan Tanggapan

1 2 3 4 5

5. Menurut anda sebagai seorang konsultan, anda

selalu konsisten dalam memenuhi target-target

tertentu

6. Anda selalu menyelesaikan pekerjaan tepat pada

waktunya

7. Anda tidak pernah menunda-nunda pekerjaan

8. Anda memiliki kedisiplinan kerja yang baik

9. Anda selalu mampu untuk mengajak upline

(atasan) untuk bekerjasama

10. Anda selalu mampu mengajak downline

(bawahan) untuk bekerjasama

3.4. Motivasi Kerja (Z)

No. Pernyataan Tanggapan

1 2 3 4 5

1. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan untuk

meningkatkan prestasi di Oriflame

2. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan untuk

memberikan hasil yang berkualitas di Oriflame

3. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan dari

atasan untuk diakui atas keberhasilan pekerjaan

(recognisi, dll)

4. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan dari

lingkungan sekitar untuk diakui atas

keberhasilan pekerjaan

5. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan untuk

melaksanakan dan menyelesaikan tugas tepat

waktu

6. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan untuk

meningkatkan level (tingkatan karir) dalam

Oriflame business success plan

7. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan untuk

meningkatkan jenjang karir Oriflame ke level

yang lebih tinggi

8. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan untuk

meningkatkan pengetahuan tentang Oriflame

102

Lampiran 2

Uji Normalitas (Kolmogorov-smirnov Test)

103

Lampiran 3

Uji Validitas

1. Sistem Insentif (X1)

Correlations

Kesesuaian besarnya gaji yang diterima

dengan level konsultan

Rentang waktu

pemberian gaji

Kesesuaian jumlah

bonus yang diterima

konsultan

Kualitas Bonus yang

diterima konsultan

Kuantitas Kompensasi

Kualitas kompensasi

Sistem Insentif

Kesesuaian besarnya gaji yang diterima dengan level konsultan

Pearson Correlation

1 .262 .801** .459* .742** .459* .795**

Sig. (2-tailed) .264 .000 .042 .000 .042 .000

N 20 20 20 20 20 20 20

Rentang waktu pemberian gaji

Pearson Correlation

.262 1 .608** .235 .280 .409 .685**

Sig. (2-tailed) .264 .004 .319 .232 .073 .001

N 20 20 20 20 20 20 20

Kesesuaian jumlah bonus yang diterima konsultan

Pearson Correlation

.801** .608** 1 .588** .699** .588** .934**

Sig. (2-tailed) .000 .004 .006 .001 .006 .000

N 20 20 20 20 20 20 20

Kualitas Bonus yang diterima konsultan

Pearson Correlation

.459* .235 .588** 1 .490* .608** .655**

Sig. (2-tailed) .042 .319 .006 .028 .004 .002

N 20 20 20 20 20 20 20

103

104

Kuantitas Kompensasi

Pearson Correlation

.742** .280 .699** .490* 1 .840** .814**

Sig. (2-tailed) .000 .232 .001 .028 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20

Kualitas kompensasi Pearson Correlation

.459* .409 .588** .608** .840** 1 .771**

Sig. (2-tailed) .042 .073 .006 .004 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20

Sistem Insentif Pearson Correlation

.795** .685** .934** .655** .814** .771** 1

Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .002 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

104

105

2. Pelatihan (X2)

Correlations

Pembekalan materi tentang oriflame

Pembekalan materi tentang produk

Pembekalan materi

tentang kejar target

Pembekalan offline

Pembekalan online

Kemampuan pemateri

menyampaikan materi

Kemampuan pemateri

menguasai materi

Kepribadian pemateri Pelatihan

Pembekalan materi tentang oriflame

Pearson Correlation

1 .670** .830** .695** .669** .729** .729** .817** .881**

Sig. (2-tailed) .001 .000 .001 .001 .000 .000 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Pembekalan materi tentang produk

Pearson Correlation

.670** 1 .711** .691** .756** .632** .632** .655** .833**

Sig. (2-tailed) .001 .000 .001 .000 .003 .003 .002 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Pembekalan materi tentang kejar target

Pearson Correlation

.830** .711** 1 .618** .721** .636** .636** .631** .831**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .004 .000 .003 .003 .003 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Pembekalan offline Pearson Correlation

.695** .691** .618** 1 .641** .720** .720** .699** .839**

Sig. (2-tailed) .001 .001 .004 .002 .000 .000 .001 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Pembekalan online Pearson Correlation

.669** .756** .721** .641** 1 .782** .782** .676** .866**

Sig. (2-tailed) .001 .000 .000 .002 .000 .000 .001 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

105

106

Kemampuan pemateri menyampaikan materi

Pearson Correlation

.729** .632** .636** .720** .782** 1 1.000** .852** .909**

Sig. (2-tailed) .000 .003 .003 .000 .000 .000 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kemampuan pemateri menguasai materi

Pearson Correlation

.729** .632** .636** .720** .782** 1.000** 1 .852** .909**

Sig. (2-tailed) .000 .003 .003 .000 .000 .000 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kepribadian pemateri Pearson Correlation

.817** .655** .631** .699** .676** .852** .852** 1 .886**

Sig. (2-tailed) .000 .002 .003 .001 .001 .000 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Pelatihan Pearson Correlation

.881** .833** .831** .839** .866** .909** .909** .886** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

106

107

3. Kinerja Konsultan (Y) Correlations

Kemampuan dalam

menyelesaikan target

Kemampuan dalam

menyelesaikan beberapa pekerjaan sekaligus

Promosi dan

penjualan meningka

t

Perekrutan

meningkat

Kekonsistenan dalam

memenuhi target-target

tertentu

Pekerjaan selesai

tepat waktu

Tidak menunda-nunda

pekerjaan

Kedisiplinan kerja

yang baik

Mengajak upline

bekerjasama

Mengajak downline

bekerjasama

Kinerja Konsulta

n

Kemampuan dalam menyelesaikan target

Pearson Correlation

1 .775** .584** .454* .488* .523* .681** .476* .000 .000 .650**

Sig. (2-tailed)

.000 .007 .044 .029 .018 .001 .034 1.000 1.000 .002

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kemampuan dalam menyelesaikan beberapa pekerjaan sekaligus

Pearson Correlation

.775** 1 .724** .703** .661** .608** .615** .461* .000 .000 .736**

Sig. (2-tailed)

.000 .000 .001 .001 .004 .004 .041 1.000 1.000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Promosi dan penjualan meningkat

Pearson Correlation

.584** .724** 1 .581** .530* .596** .581** .376 .097 .097 .692**

Sig. (2-tailed)

.007 .000 .007 .016 .006 .007 .102 .684 .684 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Perekrutan meningkat

Pearson Correlation

.454* .703** .581** 1 .897** .779** .653** .628** .355 .355 .865**

Sig. (2-tailed)

.044 .001 .007 .000 .000 .002 .003 .125 .125 .000

107

108

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kekonsistenan dalam memenuhi target-target tertentu

Pearson Correlation

.488* .661** .530* .897** 1 .861** .731** .697** .239 .239 .856**

Sig. (2-tailed)

.029 .001 .016 .000 .000 .000 .001 .310 .310 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Pekerjaan selesai tepat waktu

Pearson Correlation

.523* .608** .596** .779** .861** 1 .823** .631** .370 .370 .882**

Sig. (2-tailed)

.018 .004 .006 .000 .000 .000 .003 .109 .109 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Tidak menunda-nunda pekerjaan

Pearson Correlation

.681** .615** .581** .653** .731** .823** 1 .831** .398 .398 .899**

Sig. (2-tailed)

.001 .004 .007 .002 .000 .000 .000 .082 .082 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kedisiplinan kerja yang baik

Pearson Correlation

.476* .461* .376 .628** .697** .631** .831** 1 .427 .427 .804**

Sig. (2-tailed)

.034 .041 .102 .003 .001 .003 .000 .061 .061 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Mengajak upline bekerjasama

Pearson Correlation

.000 .000 .097 .355 .239 .370 .398 .427 1 1.000** .529*

Sig. (2-tailed)

1.000 1.000 .684 .125 .310 .109 .082 .061 .000 .016

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

108

109

Mengajak downline bekerjasama

Pearson Correlation

.000 .000 .097 .355 .239 .370 .398 .427 1.000** 1 .529*

Sig. (2-tailed)

1.000 1.000 .684 .125 .310 .109 .082 .061 .000 .016

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kinerja Konsultan

Pearson Correlation

.650** .736** .692** .865** .856** .882** .899** .804** .529* .529* 1

Sig. (2-tailed)

.002 .000 .001 .000 .000 .000 .000 .000 .016 .016

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

109

110

4. Motivasi Kerja (Z) Correlations

Dorongan untuk meningkatkan

prestasi di Oriflame

Dorongan untuk

memberikan hasil yang

berkualitas di Oriflame

Dorongan dari upline

Dorongan dari

lingkungan sekitar

Dorongan menyelesaikan

tugas tepat waktu

Dorongan meningkatkan

level

Dorongan untuk meningkatkan

karier ke level yg lebih tinggi

Dorongan untuk meningkatkan

pengetahuan ttg Oriflame

Motivasi Kerja

Dorongan untuk meningkatkan prestasi di Oriflame

Pearson Correlation

1 .588** .251 .509* .626** .933** .777** .466* .824**

Sig. (2-tailed)

.006 .285 .022 .003 .000 .000 .038 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Dorongan untuk memberikan hasil yang berkualitas di Oriflame

Pearson Correlation

.588** 1 .528* .336 .313 .840** .327 .140 .644**

Sig. (2-tailed)

.006 .017 .147 .179 .000 .160 .556 .002

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Dorongan dari upline

Pearson Correlation

.251 .528* 1 .823** .402 .404 .419 .404 .699**

Sig. (2-tailed)

.285 .017 .000 .079 .077 .066 .077 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Dorongan dari lingkungan sekitar

Pearson Correlation

.509* .336 .823** 1 .651** .491* .509* .491* .810**

Sig. (2-tailed)

.022 .147 .000 .002 .028 .022 .028 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Dorongan menyelesaikan

Pearson Correlation

.626** .313 .402 .651** 1 .559* .497* .745** .817**

110

111

tugas tepat waktu Sig. (2-tailed)

.003 .179 .079 .002 .010 .026 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Dorongan meningkatkan level

Pearson Correlation

.933** .840** .404 .491* .559* 1 .667** .375 .840**

Sig. (2-tailed)

.000 .000 .077 .028 .010 .001 .103 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Dorongan untuk meningkatkan karier ke level yg lebih tinggi

Pearson Correlation

.777** .327 .419 .509* .497* .667** 1 .667** .766**

Sig. (2-tailed)

.000 .160 .066 .022 .026 .001 .001 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Dorongan untuk meningkatkan pengetahuan ttg Oriflame

Pearson Correlation

.466* .140 .404 .491* .745** .375 .667** 1 .707**

Sig. (2-tailed)

.038 .556 .077 .028 .000 .103 .001 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Motivasi Kerja Pearson Correlation

.824** .644** .699** .810** .817** .840** .766** .707** 1

Sig. (2-tailed)

.000 .002 .001 .000 .000 .000 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

111

112

Lampiran 4

Uji Reliabilitas (Cronbach’s Alpha)

1. Sistem Insentif (X1)

2. Pelatihan (X2)

3. Kinerja (Y)

113

4. Motivasi Kerja (Z)

114

Lampiran 5

Uji Multikolinearitas

1. Sistem Insentif (X1) dan Pelatihan (X2) terhadap Motivasi Kerja (Z)

2. Sistem Insentif (X1) , Pelatihan (X2) dan Motivasi Kerja (Z) terhadap

Kinerja Konsultan (Y)

115

Lampiran 6

Uji Heteroskedastisitas

1. Sistem Insentif (X1) dan Pelatihan (X2) terhadap Motivasi Kerja (Z)

2. Sistem Insentif (X1) , Pelatihan (X2) dan Motivasi Kerja (Z) terhadap

Kinerja Konsultan (Y)

116

Lampiran 7

Analisis Jalur

1. Sistem Insentif (X1) dan Pelatihan (X2) terhadap Motivasi Kerja (Z)

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .884a .781 .773 2.21744

a. Predictors: (Constant), Pelatihan Konsultan, Sistem Insentif

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 997.663 2 498.831 101.450 .000a

Residual 280.271 57 4.917

Total 1277.933 59

a. Predictors: (Constant), Pelatihan Konsultan, Sistem Insentif

b. Dependent Variable: Motivasi Kerja

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 4.107 2.448 1.678 .099

Sistem Insentif .632 .124 .458 5.082 .000

Pelatihan Konsultan .432 .079 .494 5.485 .000

a. Dependent Variable: Motivasi Kerja

117

2. Sistem Insentif (X1) , Pelatihan (X2) dan Motivasi Kerja (Z) terhadap

Kinerja Konsultan (Y)

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .896a .804 .793 2.37740

a. Predictors: (Constant), Motivasi Kerja, Sistem Insentif, Pelatihan

Konsultan

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1294.886 3 431.629 76.367 .000a

Residual 316.514 56 5.652

Total 1611.400 59

a. Predictors: (Constant), Motivasi Kerja, Sistem Insentif, Pelatihan Konsultan

b. Dependent Variable: Kinerja Konsultan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 8.333 2.689 3.099 .003

Sistem Insentif .048 .161 .031 .296 .768

Pelatihan Konsultan .406 .104 .413 3.885 .000

Motivasi Kerja .560 .142 .499 3.945 .000

a. Dependent Variable: Kinerja Konsultan