PENGARUH SISTEM INSENTIF DAN PELATIHAN
TERHADAP KINERJA DIMEDIASI MOTIVASI KERJA (STUDI PADA KONSULTAN INDEPENDEN
ORIFLAME FUNBIZ CLUB SURABAYA)
Disusun oleh :
HANAA’ SEPTIANA
NIM. 125020207111040
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih
Derajat Sarjana Ekonomi
BIDANG MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
This is my Second Minor Thesis, after my First
Minor Thesis for Bachelor of Politics
and I still dedicated to:
My Mom, Agustina Mochtar, who will always
be my Queen
and
My Dad, Faris Nasar Amhar Attamimi, who
will always be my King.
And now I’m officially Bachelor of Economics too.
Believe in yourself, listen to your gut, and do what you love –
Dylan Lauren
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sedalam-dalamnya saya panjatkan pada kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah selama proses
penyusunan dan penyelesaian karya ilmiah skripsi dengan judul: “Pengaruh
Sistem Insentif dan Pelatihan Terhadap Kinerja Dimediasi Motivasi Kerja (Studi
pada Konsultan Independen Oriflame Funbiz Club Surabaya)”. Skripsi ini
diselesaikan dengan tujuan untuk memenuhi syarat dalam mencapai derajat
Sarjana Ekonomi pada program studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya.
Saya menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini dapat berjalan
dengan baik karena adanya dukungan dari banyak pihak. Untuk itu, saya merasa
berkewajiban menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Nurkholis, SE., M.Bus.(Acc)., Ak., Ph.D. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
2. Ibu Dr. Siti Aisjah, SE., MS., CSRS., CFP selaku Kepala Program Studi S1
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, yang tidak
henti-hentinya memberikan semangat kepada saya untuk segera
menyelesaikan laporan akhir sebagai kewajiban untuk menyelesaikan studi.
3. Bapak Misbahuddin Azzuhri, SE., MM., CPHR., CSRS. Selaku Dosen
Pembimbing Skripsi yang sangat sabar dalam membimbing dan selalu
mendukung berbagai kegiatan yang saya lakukan.
4. Bapak Prof. Dr. Achmad Sudiro., SE., ME., CPHR. dan Bapak Agung
Nugroho Adi., SE., MM., MM.(HRM). selaku dosen penguji dalam ujian
komprehensif.
5. Kedua orang tua saya yang sangat mendukung proses studi saya selama kuliah
di dua kampus yang berbeda sampai menyelesaikan keduanya.
6. Para Dosen, karyawan, dan teman-teman saya selama menjadi mahasiswa S1
Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang
banyak memberikan saran, bantuan, dan semangat baik selama kuliah ataupun
saat penyelesaian laporan ini.
ii
7. Rekan-rekan program studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga yang tidak henti-hentinya memberi semangat selama
menyelesaikan dua studi strata-1.
8. Keluarga Center Security and Welfare Studies, FISIP Universitas Airlangga,
yang tidak hanya sekedar tempat magang, tetapi tempat diskusi yang sangat
dinamis.
9. Keluarga besar Srikana 43 A, Surabaya yang telah memberikan saya semangat
tanpa henti selama menyelesaikan dua studi strata-1.
10. Seluruh kolega organisasi maupun komunitas yang saya ikuti. Mulai dari
BEM FEB UB 2013, BEM UNAIR 2014, BEM UNAIR 2015, ISAPS,
Komunitas SAKTI, FLAC Surabaya, WYDII, SEALNet, ASP 2015, dan
Transmania Surabaya.
11. Keluarga Oriflame Funbiz Club di seluruh Indonesia, khususnya Teh Egi, Teh
Restie, Teh Reni, dan Mbak Icha yang mau urun waktu untuk membantu
penyelesaian skripsi saya. Kalian wanita-wanita super!
12. Beberapa pihak yang terlibat dalam berbagai kegiatan yang saya cantumkan
dalam laporan ini.
Akhirnya, dengan mengucap syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT,
saya berharap buah karya skripsi saya dapat membawa manfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan. Terima kasih sekali lagi saya ucapkan kepada semua pihak
yang terlibat.
Malang, 9 April 2018
Hanaa’ Septiana
iii
DAFTAR ISI
Hal.
Kata Pengantar .......................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................... iii
Daftar Tabel ............................................................................................... v
Daftar Gambar ........................................................................................... vi
Daftar Lampiran ........................................................................................ vii
Abstrak ....................................................................................................... viii
Abstract ........................................................................................................ ix
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................... 7
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................... 8
BAB II : KAJIAN TEORI
2.1. Kajian Teori ............................................................... 10
2.2. Penelitian Terdahulu .................................................. 24
2.3. Kerangka Konseptual ................................................. 26
2.4. Hipotesis Penelitian ................................................... 27
BAB III : METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian .......................................................... 31
3.2. Sifat Penelitian ........................................................... 32
3.3. Lokasi dan Periode Penelitian .................................... 32
3.4. Populasi dan Sampel .................................................. 32
3.5. Sumber Data .............................................................. 33
3.6. Metode Pengumpulan Data ........................................ 34
3.7. Definisi Operasional Variabel Penelitian .................... 35
3.8. Metode Analisis Data ................................................. 38
3.9. Uji Sobel .................................................................... 44
3.10. Uji Hipotesis .............................................................. 45
3.11. Kerangka Pikir Penelitian ........................................... 46
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................ 47
4.2. Deskripsi Karakteristik Responden ............................ 50
4.3. Deskripsi Jawaban Responden ................................... 55
4.4. Analisis Data ............................................................. 62
4.5. Pengujian Hipotesis ................................................... 74
4.6. Pembahasan Hasil Penelitian ...................................... 76
4.7. Implikasi Hasil Penelitian .......................................... 87
iv
BAB V : PENUTUP
5.1. Kesimpulan ................................................................ 93
5.2. Saran ......................................................................... 94
Daftar Pustaka ........................................................................................... 96
Lampiran .................................................................................................... 99
v
DAFTAR TABEL
No. Judul Tabel Hal
2.1. Penelitian Terdahulu 25
3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian 36
4.1. Jenjang Karir Oriflame 47
4.2. Tanggapan Responden Mengenai Sistem Insentif di Oriflame 56
4.3. Tanggapan Responden Mengenai Pelatihan di Oriflame 58
4.4. Tanggapan Responden Mengenai Kinerja di Oriflame 59
4.5. Tanggapan Responden Mengenai Motivasi Kerja di Oriflame 61
4.6. Uji Normalitas Data Penelitian 63
4.7. Uji Validitas dan Reliabilitas 64
4.8. Hasil Uji Multikolinearitas X1 & X2 terhadap Z 66
4.9. Hasil Uji Multikolinearitas X1 , X2 dan Z terhadap Y 66
4.10. Koefisien Jalur Model I 69
4.11. Koefisien Jalur Model II 70
vi
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Gambar Hal
2.1. Diagram Fungsi Manajemen 11
2.2.
3.1.
4.1.
Kerangka Konseptual Penelitian Model Analisis Jalur
Logo Oriflame
27
43
47
4.2. Logo Funbiz Club 50
4.3. Grafik Usia Responden 51
4.4. Grafik Tingkat Pendidikan Responden 52
4.5. Grafik Jenjang Karir Konsultan Oriflame Funbiz Club
Surabaya
53
4.6. Grafik Lama Bekerja Konsultan Oriflame Funbiz Club
Surabaya
54
4.7. Grafik Konsultan Independen Oriflame sebagai Pekerjaan
Utama/ Sampingan
55
4.8. Hasil Uji Heteroskedastisitas X1 , X2 terhadap Z 67
4.9. Hasil Uji Heteroskedastisitas X1 , X2 dan Z terhadap Y 68
4.10. Diagram Jalur 73
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Lampiran Hal
1. Kuesioner Penelitian 99
2. Uji Normalitas 102
3. Uji Validitas 103
4. Uji Reliabilitas 112
5. Uji Multikolinearitas 114
6. Uji Heteroskedastisitas 115
7. Analisis Jalur 116
viii
Pengaruh Sistem Insentif dan Pelatihan Terhadap Kinerja
Dimediasi Motivasi Kerja
(Studi pada Konsultan Independen Oriflame Funbiz Club
Surabaya)
Hanaa’ Septiana
Misbahuddin Azzuhri
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sistem insentif dan pelatihan secara
simultan dan parsial terhadap kinerja yang dimediasi motivasi kerja pada konsultan
independen Oriflame Funbiz Club Surabaya. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner sebagai data primer dan data arsip dari jaringan Funbiz Club Surabaya sebagai
data sekunder. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif
eksplanatif. Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis jalur. Peneliti menggunakan 60 orang responden sebagai sampel jenuh. Instrumen penelitian diuji
menggunakan uji normalitas, uji validitas dan uji reliabilitas, serta uji asumsi klasik yang
meliputi, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. Uji Hipotesis dalam penelitian
ini menggunakan uji F dan uji t. Hasil penelitian adalah sistem insentif tidak berpengaruh secara langsung terhadap kinerja konsultan, namun pelatihan dan motivasi kerja
berpengaruh secara langsung terhadap kinerja konsultan. Selain itu, sistem insentif dan
pelatihan berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja konsultan melalui motivasi
kerja pada konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.
Kata kunci : sistem insentif, pelatihan, kinerja, motivasi kerja
ix
Pengaruh Sistem Insentif dan Pelatihan Terhadap Kinerja
Dimediasi Motivasi Kerja
(Studi pada Konsultan Independen Oriflame Funbiz Club
Surabaya)
Hanaa’ Septiana
Misbahuddin Azzuhri
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
ABSTRACT
The research is aimed to analyze the influence of incentive system and training simultaneously and partially toward performance with work motivation as the mediation
on independent consultant of Oriflame Funbiz Club Surabaya. Data collection using the
questionnaire as primary data and archive data from Funbiz Club Surabaya network as
secondary data. The type of research used in this study is quantitative explanatory. the analysis in this research using path analysis. The researcher used 60 respondents as
saturated samples. The research instruments are using normality test, validity test and
reliability test, and classical assumption test which includes multicollinearity test and heteroscedasticity test. The hypothesis in this research is using F test and t-test. The
result of the research is incentive system does not directly influence consultant
performance, but training and work motivation simultaneously and partially toward consultant performance. In addition, incentive system and training indirectly influence
toward consultant performance through work motivation on the independent consultant
of Oriflame Funbiz Club Surabaya.
Keywords: incentive system, training, performance, work motivation
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumberdaya manusia merupakan salah satu elemen penting dalam
perkembangan suatu organisasi. Suatu organisasi dapat dikatakan baik jika di
dalamnya terdapat sumberdaya manusia yang mampu mengelola organisasi
tersebut dengan baik pula. Hal ini dikarenakan sumberdaya manusia dapat
menghasilkan berbagai inovasi yang kemudian dapat ditransformasikan ke dalam
sebuah dindakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Hal tersebut didukung oleh
pernyataan lima bagian utama yang menentukan kelangsungan organisasi atau
perusahaan. Kelima bagian itu biasa disebut dengan 5M (Suripto, 2014), yaitu
manpower, material, machine, money, dan yang terakhir adalah method. Kelima
bagian utama tersebut saling berkaitan dan tidak dapat terlepas satu sama lain.
Sebagai contoh, tanpa faktor sumberdaya manusia (manpower), maka keempat
‘M’ lain tidak dapat berjalan karena manusia menjadi faktor penggerak untuk
bagian lainnya.
Sumberdaya manusia menjadi salah satu potensi perusahaan yang selalu
mengalami dinamika di era globalisasi saat ini. Mengelola sumber daya manusia
bukan merupakan hal yang mudah namun perusahaan diharapkan dapat bertahan,
maju, dan berkembang dengan memaksimalkan sumber daya manusia yang
dimiliki. Salah satu cara mendukung keberhasilan perusahaan yang dapat
digunakan yaitu sumber daya manusia yang baik (Suripto, 2013). Oleh karena itu
sumberdaya manusia harus diperhatikan kebutuhannya supaya dapat membawa
keberhasilan dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan untuk mencapai tujuannya.
2
Di dalam organisasi modern, kompensasi yang diberikan akan
mempengaruhi perilaku kerja karyawan dalam menjalankan tugas. Sasaran utama
dari program insentif yang merupakan salah satu bagian dari kompensasi adalah
untuk menarik individu yang berkualitas, memotivasi karyawan agar tetap tinggal,
dan mencapai kinerja yang lebih tinggi. Usaha perubahan organisasi
membutuhkan partisipasi dari semua karyawan, hal ini akan tercapai bila juga ada
kemauan dan kemampuan dari masing-masing individu karyawan. Menurut
Handoko (2001, p.155) kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima para
karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Kompensasi merupakan hal yang
sangat penting karena kompensasi merupakan ukuran penghargaan perusahaan
kepada karyawan atas kerja mereka. Selain itu, kompensasi yang sesuai akan
meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Faktor lain untuk meningkatkan kinerja karyawan ialah pelatihan. Menurut
Bangun (2012) pelatihan dimaksudkan untuk membantu mencapai tujuan
perusahaan. Sedangkan menurut Mejia et al. (2001, p.259), pelatihan biasanya
dilakukan ketika karyawan memiliki mengalami defisit keterampilan atau ketika
sebuah organisasi merubah suatu sistem dan karyawan perlu belajar keterampilan
baru. Dengan adanya sebuah pelatihan, kemampuan karyawan diharapkan akan
meningkat dan diikuti oleh kinerja yang meningkat. Hal ini dikarenakan sebuah
pelatihan juga diberikan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kinerja
karyawan.
Pemberian kompensasi dan pelatihan merupakan faktor penting untuk
meningkatkan kinerja karyawan. Namun, kedua hal ini tidak bisa terlaksana
secara efektif apabila tidak ada faktor motivasi kerja. Dalam sebuah organisasi,
3
motivasi merupakan suatu kondisi yang mendorong orang lain untuk dapat
melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan fungsinya dalam organisasi. Beberapa
penelitian terdahulu menyatakan bahwa faktor motivasi kerja sangat penting
dalam mempengaruhi kinerja karyawan selain pemberian kompensasi dan sistem
insentif. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Riyadi (2016) tentang Pengaruh
Pelatihan Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Dengan Motivasi sebagai Mediasi
Karyawan PT. PAL Indonesia (Persero) Divisi Kapal Perang, hasil penelitiannya
disimpulkan bahwa pelatihan, kompensasi, dan motivasi berpengaruh terhadap
kinerja karyawan, sedangkan pelatihan dan kompensasi berpengaruh terhadap
motivasi karyawan. Hal ini dapat memperkuat dugaan bahwa ketiga faktor
tersebut dapat mempengaruhi kinerja karyawan di sebuah perusahaan, termasuk di
perusahaan multilevel marketing seperti Oriflame.
Oriflame adalah perusahaan kosmetika yang menawarkan produk
kosmetik dan perawatan kulit alami berkualitas tinggi melalui jaringan penjual
mandiri (independent sales force). Sistem penjualan langsung (direct selling)
memungkinkan pelanggan untuk memperoleh nasehat dan inspirasi dari
penjualnya, yang disebut konsultan independen yang mereka percayai
Sejak berada di Indonesia tahun 1986, Oriflame kini berkembang menjadi
sebuah perusahaan besar di Indonesia. Oriflame telah memiliki 12 kantor cabang
di seluruh Indonesia. Oriflame cabang Surabaya memiliki banyak komunitas
penjualan yang salah satunya adalah Funbiz Club. Funbiz Club merupakan
komunitas penjualan Oriflame yang berpusat di Surabaya dan memiliki ±350
konsultan independen di seluruh Indonesia yang aktif memasarkan produk-produk
Oriflame.
4
Keberadaan komunitas penjualan sangat menentukan keberhasilan
manajemen perusahaan direct selling seperti Oriflame karena komunitas
penjualan sangat efektif untuk mendorong kinerja tenaga penjualnya (konsultan
independen). Kinerja tenaga penjual memberikan sumbangan besar bagi suatu
perusahaan. Yossy (2007, p.249) menyatakan bahwa perusahaan dapat dikenang
dan diingat oleh konsumen karena kinerja tenaga penjualnya. Oleh karena itu
peningkatan kinerja konsultan independen Oriflame Funbiz Club sangat
diperlukan untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggan maupun untuk
kelangsungan perusahaan. Peningkatan kinerja konsultan independen Oriflame
Funbiz Club dapat dilakukan dengan pemberian pelatihan, pemberian motivasi
dan juga pemberian penjelasan tentang sistem insentif yang ditawarkan
perusahaan.
Perusahaan Oriflame menawarkan sistem kompensasi berupa insentif
melalui jenjang karir tak terbatas pada konsultan independen. Perusahaan tidak
memberikan gaji tetap melainkan bonus setiap bulannya yang dibayarkan
berdasarkan pencapaian setiap konsultan independen. Konsultan independen
mendapatkan komisi penjualan berupa insentif dari besarnya omset penjualan
setiap bulan serta komisi dari jenjang karir yang mereka raih. Oriflame tidak
memberikan gaji tetap setiap bulannya namun mereka mendapatkan kompensasi
yang layak sesuai dengan prestasi kerja dan jenjang karir yang ditentukan
perusahaan. Jenjang karir ini bersifat tetap sehingga para konsultan independen
tetap dapat manjadikan Oriflame sebagai sumber penghasilan meskipun mereka
tidak mendapat gaji tetap. Mereka akan menentukan sendiri berapa penghasilan
mereka setiap bulannya melalui jenjang karir ang mereka pilih.
5
Pada perusahaan Oriflame, pelatihan diadakan secara berkala dengan
pendekatan personal kepada setiap konsultan independen. Pelatihan ini dilakukan
oleh para leader Oriflame di komunitas Funbiz Club. Diharapkan dengan adanya
pelatihan yang berkala akan dapat meningkatkan kinerja para konsultan
independen Oriflame Funbiz Club. Sistem kompensasi yang layak dan pelatihan
secara berkala akan dapat meningkatkan kinerja konsultan independen Oriflame
Funbiz Club. Menurut Hery Simamora (2004) kinerja karyawan adalah tingkat
hasil kerja karyawan dalam pencapaian persyaratan pekerjaan yang diberikan.
Faktor motivasi juga merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan
perusahaan. Faktor motivasi ini berperan untuk selalu menjaga karyawan agar
bekerja dengan baik yang berdampak pada keberhasilan dalam pencapaian tujuan
perusahaan. Motivasi menjadi dorongan yang kuat bagi konsultan independen
Oriflame Funbiz Club untuk tetap bersedia menjalankan bisnis Oriflame sehingga
target yang ditentukan dapat tercapai.
Oriflame Funbiz Club yang menjadi salah satu komunitas penjualan
Oriflame Surabaya tidak terlepas dari faktor manajemen sumberdaya manusia
khususnya tenaga penjualnya. Tenaga penjual yang disebut konsultan independen
merupakan ujung tombak Oriflame Funbiz Club sehingga pengelolaan manajemen
sumberdaya manusianya harus dilakukan dengan baik. Pada Oriflame Funbiz
Club, sistem insentif sebagai bagian dari kompensasi bagi konsultan independen
merupakan ukuran dari perusahaan atas kemampuannya dalam menjalankan dan
mengembangkan bisnis di Oriflame. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia
pada Oriflame Funbiz Club biasanya dilakukan dengan pengadaan pelatihan yang
diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan kinerja tenaga penjual Oriflame
6
Funbiz Club. Hal ini dilakukan untuk menjaga prestasi kerja mereka agar mereka
dapat mendapat insentif sesuai yang diinginkan.
Setelah program pemberian sistem insentif yang sesuai dengan jenjang
karir serta pemberian pelatihan kepada konsultan independen, yang diharapkan
adalah umpan balik yang baik dari konsultan independen kepada jaringan bisnis
maupun perusahaan berupa kinerja yang maksimal dari para konsultan. Hal ini
sangat penting mengingat masa depan jaringan bisnis dan perusahaan Oriflame
secara keseluruhan berada pada pesat atau tidaknya perkembangan para konsultan
independen. Maka dari itu diperlukan juga pemberian motivasi kerja agar
konsultan terus merasa termotivasi ketika usahanya mendapatkan suatu
penghargaan dari perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti mencoba melakukan penelitian
mengenai ‘Pengaruh Sistem Insentif dan Pelatihan terhadap Motivasi Kerja
Dimediasi Kinerja’ yang studi kasusnya pada konsultan independen Oriflame
Funbiz Club Surabaya. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian agar pihak jaringan
bisnis maupun perusahaan Oriflame dapat memahami tanggapan dari para
konsultan independen mengenai sistem insentif dan pelatihan yang selama ini
diberikan untuk memotivasi para konsultan agar memiliki kinerja yang baik dalam
memenuhi target jaringan bisnis maupun perusahaan Oriflame secara keseluruhan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah sistem insentif berpengaruh terhadap kinerja konsultan independen
Oriflame Funbiz Club Surabaya?
7
2. Apakah sistem insentif berpengaruh terhadap motivasi kerja konsultan
independen Oriflame Funbiz Club Surabaya?
3. Apakah pelatihan berpengaruh terhadap kinerja konsultan independen
Oriflame Funbiz Club Surabaya?
4. Apakah pelatihan berpengaruh terhadap motivasi kerja konsultan independen
Oriflame Funbiz Club Surabaya?
5. Apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja konsultan independen
Oriflame Funbiz Club Surabaya?
6. Apakah sistem insentif berpengaruh terhadap kinerja melalui motivasi kerja
konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya?
7. Apakah pelatihan berpengaruh terhadap kinerja melalui motivasi kerja
konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas maka
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh sistem insentif terhadap kinerja
konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh sistem insentif terhadap
motivasi kerja konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh pelatihan terhadap kinerja
konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.
4. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh pelatihan terhadap motivasi
kerja konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.
8
5. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja
konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.
6. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh insentif terhadap kinerja
melalui motivasi kerja konsultan independen Oriflame Funbiz Club
Surabaya.
7. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh pelatihan terhadap kinerja
melalui motivasi kerja konsultan independen Oriflame Funbiz Club
Surabaya.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat-manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Bagi Jaringan Bisnis Oriflame Funbiz Club Surabaya
Penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi yang
bermanfaat bagi jaringan bisnis Oriflame Funbiz Club Surabaya agar dapat
mengusulkan sistem insentif dan program pelatihan yang sesuai. Sehingga
dapat dijadikan sebuah program yang berkaitan langsung dengan aspek-aspek
pengembangan konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya
melalui sistem insentif dan pelatihan yang lebih baik.
2. Bagi Konsultan Independen di Jaringan Bisnis Oriflame Funbiz Club
Surabaya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sistem
insentif dan pelatihan, motivasi kerja, dan pengaruhnya terhadap
pengembangan sumberdaya manusia pada konsultan independen agar bisa
lebih meningkatkan kinerja konsultan independen Oriflame sendiri.
9
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat membantu sebagai bahan referensi
ataupun sebagai data pembanding yang sesuai dengan bidang yang akan
diteliti oleh peneliti lain.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Proses Manajemen Sumberdaya Manusia
Unsur manusia selalu berkembang menjadi suatu bidang manajemen yang
biasa disebut manajemen sumberdaya manusia. Manajemen sumberdaya manusia
merupakan suatu bidang khusus yang mempelajari hubungan dan peranan
manusia dalam organisasi perusahaan.
Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan
organisasi karena manusia sebagai perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya
tujuan organisasi. Manajemen sumberdaya manusia memfokuskan pada kegiatan
perencanaan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan
pemberhentian tenaga kerja untuk membantu terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan, dan masyarakat.
Dessler (2007, p.58) menyatakan bahwa manajemen sumberdaya manusia
merupakan kebijakan dan praktek menentukan aspek “manusia” atau sumberdaya
manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih,
memberi penghargaan, dan penilaian. Selain itu, manajemen sumberdaya manusia
juga dapat diartikan sebagai suatu proses memperoleh, melatih, menilai, dan
memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja
mereka, kesehatan dan keamanan, serta masalah keadilan.
Pengertian lain menurut Samsudin (2009, p.117), manajemen sumberdaya
manusia adalah suatu kegiatan pengelolaan meliputi pendayagunaan,
11
pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, cara-cara mendesain sistem
perencanaan, penyusunan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja,
kompensasi karyawan, dan hubungan ketenagakerjaan.
Sedangkan menurut Nitisemito (2000, p.10), Manajemen sumberdaya
manusia adalah suatu ilmu dan seni untuk melaksanakan antara lain perencanaan,
pengorganisasian, pengawasan, sehingga efektifitas dan efisiensi personalia dapat
ditingkatkan semaksimal mungkin dalam pencapaian tujuan.
Beberapa pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa manajemen
mempunyai dua pengertian yaitu manajemen sebagai suatu proses dan manajemen
sebagai suatu seni dan sebagai ilmu pengetahuan. Sedangkan manajemen
sumberdaya manusia adalah suatu proses berupa pengelolaan sumberdaya
manusia dalam sebuah organisasi dengan menerapkan beberapa fungsi seperti
perencanaan sumberdaya manusia, rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan
pengembangan SDM, penilaian kinerja, pemberian kompensasi dan mengenai K3
(Keselamatan, Keamanan, dan Kesejahteraan).
Gambar 2.1. Diagram Fungsi Manajemen
Sumber : Pearson Education (2014)
Manajemen Sumberdaya
Manusia
Perencanaan SDM, Rekrutmen,
dan Seleksi Pengembangan SDM
Kompensasi dan Benefit
Keamanan dan Kesehatan
Karyawan dan Hubungan Industrial
Riset SDM
12
2.1.2 Insentif
Insentif termasuk salah satu bentuk dari kompensasi berupa biaya yang
harus dikeluarkan oleh perusahaan. Insentif dapat berupa penghargaan/ganjaran
yang diberikan untuk memotivasi para pekerja agar produktivitasnya tinggi,
sifatnya tidak tetap atau sewaktu-waktu. Oleh karena itu insentif sebagai bagian
dari keuntungan, terutama sekali diberikan kepada pekerja yang bekerja secara
baik atau yang berprestasi, misalnya dalam bentuk pemberian bonus seperti
barang.
Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (2002) insentif
adalah pengupahan yang memberikan imbalan yang berbeda karena memang
prestasi yang berbeda. Dua orang dengan jabatan yang sama dapat menerima
insentif yang berbeda karena bergantung pada prestasi. Insentif adalah suatu
bentuk dorongan finansial kepada karyawan sebagai balas jasa perusahaan kepada
karyawan atas prestasi karyawan tersebut. Insentif merupakan sejumlah uang yang
ditambahkan pada upah dasar yang diberikan perusahaan kepada karyawan.
Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggungjawab dan
dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin bahwa karyawan akan
mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan tujuan
utama pemberian insentif adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja individu
maupun kelompok (Panggabean, 2002, p.93). Secara lebih spesifik tujuan
pemberian Insentif dapat dibedakan dua golongan yaitu:
a. Bagi Perusahaan.
Tujuan dari pelaksanaan insentif dalam perusahaan khususnya dalam
kegiatan produksi adalah untuk meningkatkan produkstivitas kerja karyawan
13
dengan jalan mendorong/merangsang agar karyawan bekerja lebih
bersemangat dan cepat, bekerja lebih disiplin, serta bekerja lebih kreatif.
b. Bagi Karyawan
Menurut Dengan adanya pemberian insentif karyawan akan mendapat
keuntungan:
1) Standar prestasi dapat diukur secara kuantitatif.
2) Standar prestasi di atas dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas
jasa yang diukur dalam bentuk uang.
3) Karyawan harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar.
Jenis/Tipe Insentif menurut Manullang (2006), yaitu:
a. Finansial insentif
Merupakan dorongan yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi
gaji-gaji yang pantas. Tetapi juga termasuk di dalamnya kemungkinan
memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan dan soal-soal kesejahteraan
yang meliputi pemeliharaan jaminan hari tua, rekreasi, kesehatan dan lain-
lain.
b. Non finansial insentif.
Ada 2 elemen utama dari non finansial insentif, yaitu :
1) Keadaan pekerjaan yang memuaskan yang meliputi tempat kerja, jam
kerja, tugas dan rekan kerja.
2) Sikap pimpinan terhadap keinginan masing-masing karyawan seperti
jaminan pekerjaan, promosi, keluhan-keluhan, hiburan-hiburan dan
hubungan dengan atasan.
14
Menurut Gary Dessler (2007), jenis rencana insentif secara umum adalah:
a. Program insentif individual memberikan pemasukan lebih dan di atas gaji
pokok kepada karyawan individual yang memenuhi satu standar kinerja
individual spesifik. Bonus di tempat diberikan, umumnya untuk
karyawan individual, atas prestasi yang belum diukur oleh standar,
seperti contoh mengakui jam kerja yang lama yang digunakan karyawan
tersebut bulan lalu.
b. Program insentif kelompok adalah seperti rencana insentif individual
namun memberi upah lebih dan di atas gaji pokok kepada semua anggota
tim ketika kelompok atau tim secara kolektif mencapai satu standar yang
khusus kinerja, produktivitas atau perilaku sehubungan dengan kerja
lainnya.
c. Rencana pembagian laba secara umum merupakan program insentif di
seluruh organisasi yang memberikan kepada karyawan satu bagian
(share) dari laba organisasi dalam satu periode khusus.
d. Program pembagian perolehan (gain sharing) adalah rencana upah di
seluruh organisasi yang dirancang untuk memberi imbalan kepada
karyawan atas perbaikan dalam produktivitas organisasi.
Proses pemberian insentif menurut Panggabean (dalam Suripto, 2013)
dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Proses Pemberian Insentif berdasarkan perorangan
Rencana insentif individu/perorangan bertujuan untuk memberikan
penghasilan tambahan selain gaji pokok bagi individu yang dapat
mencapai standar prestasi tertentu.
15
b. Proses Pemberian Insentif berdasarkan kelompok
Insentif akan diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja
mereka juga melebihi standar yang telah ditetapkan. Pemberian insentif
terhadap kelompok dapat diberikan dengan cara:
1. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang
diterima oleh mereka yang paling tinggi prestasi kerjanya.
2. Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan
pembayaran yang diterima oleh karyawan yang paling rendah
prestasinya.
3. Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata
pembayaran yang diterima oleh kelompok.
Menurut Dessler (2007), insentif juga dapat diberikan kepada seluruh
organisasi, tidak hanya berdasarkan insentif individu atau kelompok. Rencana
insentif seluruh organisasi ini antara lain terdiri dari:
1. Profit sharing plan, yaitu suatu rencana di mana kebanyakan karyawan
berbagi laba perusahaan.
2. Rencana kepemilikan saham karyawan, yaitu insentif yang diberikan oleh
perusahaan dimana perusahaan menyumbang saham dari stocknya sendiri
kepada orang kepercayaan di mana sumbangan-sumbangan tambahan
dibuat setiap tahun. Orang kepercayaan mendistribusikan stock kepada
karyawan yang mengundurkan diri (pensiun) atau yang terpisah dari
layanan.
3. Rencana Scanlon, yaitu suatu rencana insentif yang dikembangkan pada
tahun 1937 oleh Joseph Scanlon dan dirancang untuk mendorong
kerjasama, keterlibatan dan berbagai tunjangan.
16
4. Gainsharing plan, yaitu rencana insentif yang melibatkan karyawan
dalam suatu usaha bersama untuk mencapai sasaran produktivitas dan
pembagian perolehan.
Syarat Pemberian Insentif agar mencapai tujuan dari pemberian insentif
menurut Panggabean (2002, p.92) adalah:
1. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan dapat
dimengerti.
2. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan
untuk mereka lakukan.
3. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai kesempatan yang masuk akal
untuk memperoleh sesuatu.
4. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk
menentukan rencana insentif. Program dolar akan sia-sia (dan program
evaluasi akan terhambat), jika prestasi tertentu tidak dapat dikaitkan
dengan dolar yang dibelanjakan.
Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (2002) sifat dasar
pengupahan agar proses pemberian insentif berhasil:
a. Pembayaran hendaknya sederhana sehingga dapat dimengerti dan
dihitung oleh karyawan itu sendiri.
b. Penghasilan yang diterima karyawan seharusnya langsung menaikkan
output.
c. Pembayaran dilakukan secepat mungkin.
d. Standar kerja ditentukan dengan hati-hati. Standar kerja yang terlalu
tinggi maupun rendah dapat berakibat buruk.
17
e. Besarnya upah normal dengan standar jam kerja hendaknya cukup
merangsang pekerja untuk bekerja lebih giat.
2.1.3 Pelatihan
Pelatihan (training) merupakan proses untuk mempertahankan atau
memperbaiki keterampilan karyawan untuk menghasilkan pekerjaan yang efektif,
pelatihan dimaksudkan untuk membantu mencapai tujuan perusahaan (Bangun,
2012, p.202). Menurut Mejia, et al. (2001, p.259), pelatihan biasanya dilakukan
ketika karyawan memiliki mengalami defisit keterampilan atau ketika sebuah
organisasi merubah suatu sistem dan karyawan perlu belajar keterampilan baru.
Menurut Robbins (2001, p.282), pelatihan berarti pelatihan formal yang
direncanakan sebelumnya dan memiliki format terstruktur. Ini menunjukkan
bahwa pelatihan yang dimaksudkan disini adalah pelatihan formal yang
direncanakan secara matang dan mempunyai suatu format pelatihan yang
terstruktur. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan dilaksanakan pada saat para
perusahaan ingin meningkatkan keahlian pekerja atau pada saat suatu organisasi
mengubah suatu sistem dan para perlu belajar tentang keahlian baru.
Sedangkan komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh
Mangkunegara (2005) terdiri dari :
1. Tujuan dan sasaran pelatihan harus jelas dan dapat diukur
2. Para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai
(profesional)
3. Materi pelatihan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capai
4. Peserta pelatihan (trainers) harus memenuhi persyaratan yang
ditentukan.
18
Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat
dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang
sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian
kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah
lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca
pelatihan. Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam
pelatihan meliputi :
1. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan / need assessments
2. Menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan
3. Menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya
4. Menetapkan metode pelatihan
5. Mengadakan percobaan try out dan revisi
6. Mengimplementasikan dan mengevaluasi.
Saat berbagai tahapan pelatihan telah dilaksanakan, maka perlu diketahui
berbagai indikator pelatihan untuk mengukur kebutuhan suatu pelatihan itu
sendiri. Sedangkan indikator pelatihan menurut Henry (2003, p.273) antara lain:
1. Pelatihan Pengembangan Keahlian
Karyawan sangat memerlukan pengetahuan yang luas karena proses
manajemen yang paling banyak di perlukan adalah membuat keputusan.
Oleh sebab itu karyawan perlu memiliki pengetahuan luas agar dapat
memilih secara tepat berdasarkan alternatif-alternatif yang telah ada.
Metode yang dapat digunakan adalah sekolah, kuliah atau ceramah dan
bantuan audio visual.
19
2. Pelatihan Pengembangan Pengetahuan
Tujuan pelatihan pengembangan keahlian adalah agar karyawan
mampu dan lebih terampil menjalankan peralatan atau prosedur
organisasi. Pelatihan ini dilakukan dengan lebih menekankan latihan-
latihan atau praktik-praktik. Metode-metode yang dipergunakan dalam
jenis ini adalah diskusi, studi kasus, games bisnis, studi proyek, proyek
konsultasi dan bermain peran.
3. Pelatihan Pengembangan Sikap
Pelatihan pengembangan sikap tepat diterapkan untuk pekerjaan-
pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan (public service) yang
menitik beratkan pada pengembangan sikap atau sifat serta penguasaan
emosi. Penguasaan emosi sangat penting di sini karena pekerjaan tersebut
menghadapi orang banyak.
2.1.4 Motivasi Kerja
Motivasi berasal dari kata motif (motive), yang berarti dorongan. Dengan
demikian, pengertian motivasi ialah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi
sebab seseorang melakukan sebuah perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara
sadar (Bangun, 2012, p.312). Maka jika dalam sebuah organisasi, motivasi
merupakan suatu kondisi yang mendorong orang lain untuk dapat melaksanakan
tugas-tugas sesuai dengan fungsinya dalam organisasi.
Terdapat beberapa teori tentang motivasi, salah satunya ialah teori
motivasi kebutuhan yang diungkapkan oleh ilmuwan David McClelland. David
McClelland memperkenalkan tiga jenis kebutuhan motivasi, yaitu: Motivasi untuk
20
mencapai prestasi (Need for Achievement/n-ach), motivasi untuk mendapat
kekuasaan/otoritas (Need for Power/n-pow), dan motivasi untuk bisa berafiliasi
(Need for Affiliation/n-aff).
Teori motivasi kerja McClelland ini bermanfaat bagi para pemberi kerja
dan pekerja itu sendiri. Dengan mengetahui apa yang secara hakiki memotivasi
seseorang, maka terbukalah kesempatan bagi si pribadi untuk mengembangkan
diri. Dengan mengetahui teori McClelland ini, seseorang juga akan mampu
melakukan pendekatan yang tepat untuk memotivasi rekan kerja maupun
bawahannya.
a. Teori Kebutuhan McClelland, Motivasi untuk Berprestasi (n-Ach)
Bagi sebagian orang, faktor yang mampu memacu bekerja dan bergerak
adalah dorongan untuk mencetak suatu pencapaian. Tipe seperti ini dikenal
dalam teori kebutuhan McClelland adalah tipe n-Ach. Orang yang termotivasi
dengan motivasi dan pencapaian menyukai tantangan. Orang tipe ini tidak
menyukai pekerjaan yang stagnan. Tipe n-Ach menyukai pekerjaan yang
dinamis dan menyediakan ruang untuk berkembang.
Bagi manajer atau pimpinan yang memiliki anak buah dengan tipe n-Ach
tinggi, maka perlu untuk secara aktif memberikan umpan balik. Pimpinan
perlu memberitahukan apakah orang tipe n-Ach telah mengalami suatu
progres perkembangan atau tidak. Rasa keberhasilan yang ada dalam diri
orang tipe n-Ach adalah ketika mencapai target yang telah ditetapkan
sebelumnya. Komunikasikan target ini dengan baik, sediakan ruang yang
cukup untuk berkembang, serta berikan umpan balik yang membangun, maka
anda bisa memotivasi orang-orang tipe n-Ach.
21
b. Teori Kebutuhan McClelland, Motivasi untuk Mendapat Otoritas (n-Pow)
McClelland dalam hal ini meneliti tentang sebuah kedudukan yang
mempengaruhi motivasi seseorang. Hal ini seperti diibaratkan seperti lebih
baik menjadi kepala cicak daripada menjadi buntut harimau, yang bermakna
memegang kekuasaan dan otoritas ternyata membuat seseorang tergerak dan
bersemangat untuk mencapai targetannya.
Orang dengan tipe n-Pow menginginkan kebebasan ruang untuk bergerak
dan memerintah diri. Orang tipe ini memiliki dorongan yang kuat untuk
mendapatkan pengaruh dan memberikan dampak ke sekitar. Dorongan untuk
memimpin/memerintah/menyuruh bagi orang dengan n-Pow yang tinggi
sangat besar. Mereka ingin menang. Terkadang orang dengan-Pow tinggi juga
punya keinginan untuk meningkatkan status pribadi dan prestise.
c. Teori Kebutuhan McClelland, Motivasi untuk Berafiliasi (n-Aff)
Orang dengan tipe n-Aff tinggi berusaha untuk mendapatkan penerimaan dan
diterima oleh lingkungan sekitarnya. Manusia tipe ini akan terpenuhi
kebutuhannya dan termotivasi bergerak atau tidak bergerak dikarenakan
alasan lingkungan/afiliasi. Ada kecendurangan dengan n-Aff untuk
melakukan hal yang populer. Jika di tempat kerja, orang-orang ini cocok
bekerja dalam tim.
Pada dasarnya kebanyakan orang memiliki perpaduan dari ketiga
karakteristik ini. Perpaduan tersebut mempengaruhi perilaku dan gaya kerja
mereka. Terkadang terdapat dorongan yang kuat dari salah satu karakteristik
ini atau ada yang dominan dari ketiga gaya tersebut.
Jika n-Aff dari seseorang sangat kuat, maka motivasinya haruslah
disesuaikan. Mereka punya motif untuk disukai. Orang dengan n-Pow yang
22
kuat akan menunjukan etos kerja dan komitmen pada organisasi. Selain itu,
orang dengan n-Pow tertarik pada peran kepemimpinan. Namun
kekurangannya adalah mereka mungkin tidak memiliki fleksibilitas yang
sebenarnya dibutuhkan ketika bekerja dalam tim. Untuk tipe n-Ach yang kuat
biasanya punya kecenderungan untuk menjadi pemimpin yang terbaik. Sisi
lainnya adalah ada kecenderungan permintaan terlalu banyak ke staf mereka
(demanding).
2.1.5 Kinerja
Menurut Bangun (2012, p.231), kinerja (performance) adalah hasil
pekerjaan yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan
(job requirement). Sedangkan menurut Handoko (2001, p.21) kinerja diistilahkan
dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau
menilai prestasi kerja karyawan. Menurut Dessler (2007, p.290), penilaian kinerja
adalah suatu prosedur yang mengaitkan pengaturan standar kerja, mengukur
kinerja terkini dari karyawan yang dibandingkan dengan standar dan memberi
timbal balik pada karyawan dengan tujuan untuk memotivasi karyawan dan
menghilangkan kinerja yang buruk atau melanjutkan kinerja yang sudah baik.
Kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik kinerja
baik maupun kinerja jelek. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut
Timpe (2002, p.22), yaitu :
a. Kinerja baik dipengaruhi oleh dua faktor :
1. Internal (pribadi)
a) Kemampuan tinggi
b) Kerja keras
23
2. Eksternal (lingkungan)
a) Pekerjaan mudah
b) Nasib baik
c) Bantuan dari rekan – rekan
d) Pemimpin yang baik
b. Kinerja jelek dipengaruhi dua faktor :
1. Internal (pribadi)
a) Kemampuan rendah
b) Upaya sedikit
2. Eksternal (lingkungan)
a) Pekerjaan sulit
b) Nasib buruk
c) Rekan–rekan kerja tidak produktif
d) Pemimpin yang tidak simpatik
Kinerja seseorang dapat ditingkatkan dengan berbagai cara, sedangkan
cara-cara untuk meningkatkan kinerja berdasarkan pernyataan menurut Timpe
(2002), antara lain:
1) Diagnosis
Suatu diagnosis yang berguna dapat dilakukan secara informal oleh
setiap individu yang tertarik untuk meningkatkan kemampuannya dalam
mengevaluasi dan memperbaiki kinerja. Teknik-tekniknya: refleksi,
mengobservasi kinerja, mendengarkan komentar-komentar orang lain
tentang mengapa segala sesuatu terjadi, mengevaluasi kembali dasar-
dasar keputusan masa lalu, dan mencatat atau menyimpan catatan harian
24
kerja yang dapat membantu memperluas pencarian manajer penyebab-
penyebab kinerja.
2) Pelatihan
Setelah gaya atribusional dikenali dan dipahami, pelatihan dapat
membantu manajemen bahwa pengetahuan ini digunakan dengan tepat.
3) Tindakan
Tidak ada program dan pelatihan yang dapat mencapai hasil
sepenuhnya tanpa dorongan untuk menggunakannya. Analisa atribusi
kausal harus dilakukan secara rutin sebagai bagian dari tahap – tahap
penilaian kinerja formal.
Selain itu, untuk memudahkan penilaian kinerja karyawan, standar
pekerjaan harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Suatu pekerjaan dapat
diukur melalui jumlah, kualitas, ketepatan waktu mengerjakannya, kehadiran,
kemampuan bekerja sama yang dituntut suatu pekerjaan tertentu (Bangun, 2012,
p.234).
2.2. Penelitian Terdahulu
Kajian pustaka tentang penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara penelitian yang sudah dilakukan dengan penelitian yang akan
diteliti. Berikut ini peneliti menyajikan beberapa penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian yang akan diteliti:
25
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No.
Peneliti dan
Tahun
Penelitian
Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Enggar
Puspitasari
Suripto (2013)
Pengaruh Sistem
Kompensasi Insentif dan
Pelatihan Terhadap Motivasi Dan Kinerja
Karyawan Independent
Beauty Consultant Oriflame SPO 857 Jember
kompensasi (X1) dan pelatihan
(X2) berpengaruh signifikan dan
positif terhadap kinerja karyawan (Y), melalui motivasi sebagai
variabel intervening (Z)
2. Ridho
Mahfudz
Riyadi (2016)
Pengaruh Pelatihan Dan
Kompensasi Terhadap
Kinerja Dengan Motivasi sebagai Mediasi Karyawan
PT. PAL Indonesia
(Persero) Divisi Kapal Perang
pelatihan (X1), kompensasi (X2),
dan motivasi (Z) berpengaruh
terhadap kinerja karyawan, sedangkan pelatihan (X1) dan
kompensasi (X2) berpengaruh
terhadap motivasi karyawan
3. Lia Fauziah
(2013)
Pengaruh Motivasi,
Pelatihan, dan Kompensasi
terhadap Kinerja Karyawan PT. Nadira Prima Semarang
motivasi (X1), pelatihan (X2), dan
kompensasi (X3) dan berpengaruh
signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan (Y)
4. Zahra Idrees,
et al. (2015)
Pengaruh Kompensasi,
Pelatihan, dan Motivasi terhadap Kinerja Tenaga
Pengajar Perguruan Tinggi
di Islamabad dan
Rawalpindi
kompensasi (X1), pelatihan (X2),
dan motivasi (X3) berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga
pengajar (Y), di sini variabel
kompensasi lebih berpengaruh
dibandingkan variabel pelatihan dan motivasi
5. Masood
Asim (2013)
Pengaruh Motivasi terhadap
Kinerja Karyawan Dimediasi dengan Pelatihan
pada Sektor Pendidikan di
Pakistan
motivasi (X) berpengaruh
signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan (Y), serta
pelatihan (Z) dapat meningkatkan
kinerja karyawan (Y)
6. Haminati Sharikha
Dinahaji
(2012)
Pengaruh Pemberian Insentif Terhadap Kinerja
Pustakawan di
Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Pemberian insentif (X) tidak berpengaruh signifikan terhadap
kinerja pustakawan (Y)
7. Renny
Indrawati, et
al. (2015)
Peningkatan Efektivitas
Sistem Insentif Pegawai
Divisi Retail Banking pada Bank XYZ
Insentif (X) mempunyai peranan
kecil dalam meningkatkan kinerja
(Y) staf divisi retail banking Bank XYZ. Insentif (X) mempengaruhi
kinerja pegawai (Y) divisi retail
banking melalui motivasi (Z), nilai pengaruh tidak langsung melalui
motivasi (Z) lebih besar
dibandingkan pengaruh langsung
terhadap kinerja (Y).
Sumber: Arsip Penulis, 2017
26
2.3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual ini digunakan secara sistematik untuk membantu
menjelaskan pokok permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan gambar
kerangka konseptual ini dapat dilihat hubungan pengaruh antar variabel insentif
dan pelatihan terhadap kinerja karyawan dimediasi dengan motivasi pada
konsultan independent beauty Oriflame Funbiz Club Srabaya. Kerangka
konseptual ini secara keseluruhan menggambarkan antara variabel bebas (X)
terhadap variabel penghubung (Z) dan variabel terikat (Y).
Insentif memiliki andil dalam menyejahterakan karyawan agar lebih
tenang dan fokus untuk meningkatkan kinerjanya terhadap perusahaan. Pelatihan
adalah sebuah proses untuk memperbaiki kinerja karyawan berupa mengajarkan
keterampilan baru dan wawasan baru. Dengan bekal pemahaman yang cukup
maka kinerja seorang karyawan akan meningkat. Hubungan antara bawahan serta
atasan yang baik akan memiliki dampak positif bagi karyawan agar lebih
termotivasi untuk membuktikan kapasitasnya dalam bekerja kepada atasan.
Insentif yang diberikan kepada karyawan baik itu kompensasi berupa dana
maupun fasilitas yang baik akan berdampak pada motivasi karyawan. Sikap
mental positif yang ditunjukkan oleh karyawan akan berdampak baik terhadap
motivasi karyawan dalam bekerja dan akan berbanding lurus terhadap kinerja
karyawan.
Kerangka konseptual dalam penelitian ini akan disajikan pada gambar 2.1.
berikut ini:
27
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual Penelitian
Sumber: arsip peneliti, 2017
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka
konseptual maka dapat dikemukakan hipotesis yang digunakan dalam penelitian
ini, yaitu sebagai berikut:
1. Pengaruh Sistem Insentif terhadap Kinerja
Tujuan utama pemberian insentif adalah untuk meningkatkan
produktivitas kerja individu maupun kelompok (Panggabean, 2002, p.93),
sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maziah (2016)
dapat diketahui bahwa pemberian insentif memberikan pengaruh terhadap
kinerja karyawan pada PT. BNI Syariah Makassar.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Sistem insentif berpengaruh signifikan terhadap kinerja konsultan
independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.
H1
H2
H3
H4
H5
Sistem Insentif
(X1)
Motivasi Kerja
(Z)
Pelatihan
(X2)
Kinerja
(Y)
28
2. Pengaruh Sistem Insentif terhadap Motivasi Kerja
Hasibuan (2006, p.125) menyatakan bahwa kompensasi yang diterapkan
dengan baik akan memberikan motivasi kerja bagi karyawan. Kompensasi
diketahui terdiri dari kompensasi langsung dan tidak langsung. Jika
perbandingan kedua kompensasi ditetapkan sedemikian rupa maka motivasi
karyawan akan lebih baik. Sedangkan berdasar hasil penelitian dari Zahra
Idrees, et al. (2015) menyatakan bahwa kompensasi berpengaruh signifikan
terhadap motivasi kerja pada tenaga pengajar perguruan tinggi di Islamabad dan
Rawalpindi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H2 : Sistem insentif berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja
konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.
3. Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja
Dessler dalam Suwatno (2011, p.118) menyatakan bahwa pelatihan kerja
merupakan proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang,
keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan
mereka. Dengan adanya keterampilan yang cukup maka kinerja yang
dihasilkan oleh karyawan akan lebih baik sehingga akan berdampak positif
bagi perkembangan dan kemajuan perusahaan tersebut. Sedangkan berdasar
hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Ridho Mahfudz Riyadi (2016)
diketahui bahwa variabel pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan PT. PAL Indonesia (PERSERO) divisi Kapal Perang.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
29
H3 : Pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja konsultan
independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.
4. Pengaruh Pelatihan terhadap Motivasi Kerja
Motivasi ialah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab
seseorang melakukan sebuah perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara
sadar (Bangun, 2012, p.312). Sedangkan berdasar hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ridho Mahfudz Riyadi (2016), pelatihan berpengaruh
signifikan terhadap motivasi Karyawan PT. PAL Indonesia (Persero) Divisi Kapal
Perang.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H4 : Pelatihan berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja konsultan
independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.
5. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja
Menurut Bangun (2012) motivasi merupakan suatu kondisi yang
mendorong orang lain untuk dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan
fungsinya dalam organisasi. Sedangkan berdasar hasil penelitian dari Masood
Asim (2013) dinyatakan bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap
kinerja pada sektor pendidikan di Pakistan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H5 : Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja konsultan
independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.
30
6. Pengaruh Sistem insentif terhadap kinerja konsultan melalui motivasi kerja
konsultan.
Menurut Panggabean (2002), fungsi utama dari insentif adalah untuk
memberikan tanggungjawab dan dorongan kepada karyawan. Insentif
menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai
tujuan organisasi. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian dari Enggar
Puspitasari Suripto (2013) dinyatakan bahwa Kompensasi Insentif
berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja konsultan melalui
motivasi kerja konsultan Independent Beauty Consultant Oriflame SPO 857
Jember.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H6 : Sistem insentif berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja
konsultan melalui motivasi kerja konsultan.
7. Pelatihan terhadap kinerja konsultan melalui motivasi kerja konsultan.
Menurut Bangun (2012), pelatihan (training) merupakan proses untuk
mempertahankan atau memperbaiki keterampilan karyawan untuk
menghasilkan pekerjaan yang efektif, pelatihan dimaksudkan untuk
membantu mencapai tujuan perusahaan. Sedangkan berdasarkan hasil
penelitian dari Ridho Mahfudz Riyadi (2016) dinyatakan bahwa Pelatihan
berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja konsultan melalui
motivasi kerja Karyawan PT. PAL Indonesia (Persero) Divisi Kapal Perang.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H7 : Pelatihan berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja
konsultan melalui motivasi kerja konsultan.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara
pencatatan dan penganalisaan data hasil penelitian secara eksak dengan
menggunakan perhitungan statistik. Menurut Izaak Latanussa (dalam Sudjana,
2004, p.40) “Penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menggunakan metode
bilangan untuk mendeskripsikan observasi suatu objek atau variabel dimana
bilangan menjadi bagian dari pengukuran”.
Pendekatan kuantitatif merupakan upaya mengukur variabel-variabel yang
ada dalam penelitian (variabel X dan variabel Y) untuk kemudian dicari hubungan
antara variabel tersebut. Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-
variabel sebagai objek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus
didefinisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Reliabilitas
dan validitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan
pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni explanatory research,
yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausalitas dan menguji keterkaitan
antara beberapa variabel melalui pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan
(Singarimbun dan Effendi, 2005, p.256). Penelitian ini akan menjelaskan
pengaruh insentif dan pelatihan terhadap kinerja karyawan melalui motivasi pada
konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya.
32
3.2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat replikasi atau penelitian yang menanggapi
penelitian-penelitian sebelumnya yang berupaya menjawab masalah penelitian
yang sama dengan tujuan memberikan bukti yang lebih valid. Penelitian replikasi
merupakan penelitian yang dilakukan dengan mengadopsi variabel, indikator,
objek penelitian, atau alat analisis yang sama dengan penelitian sebelumnya.
Beberapa penelitian sebelumnya yang terdapat kesamaan tersebut telah peneliti
cantumkan dalam sub bab penelitian terdahulu.
3.3. Lokasi dan Periode Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Surabaya sebagai pusat jaringan
Oriflame Funbiz Club, tepatnya di Kantor Cabang Oriflame Surabaya yang berada
di Jalan Kombes Pol. M. Duryat. Penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu
dua bulan yaitu 15 Desember 2017 hingga 15 Februari 2018.
3.4. Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2012, p.90) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi penelitian ini adalah pada konsultan independen Oriflame Funbiz Club
Surabaya yang telah direkognisi (diberi pengakuan) sebagai konsultan pada
jenjang karir mulai tingkat manager. Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2012, p.91). Dalam
penelitian ini, konsultan yang telah mendapat insentif tetap dan berhak bergabung
33
dalam pimpinan jaringan yaitu konsultan yang mencapai jenjang karir tingkat
manager ke atas. Pada jaringan Oriflame Funbiz Club Surabaya, jumlah konsultan
yang telah memenuhi persyaratan untuk rekognisi tersebut sebanyak 60 orang,
maka dari itu peneliti menggunakan metode sampling jenuh.
Sugiyono (2001, p.61) menyatakan bahwa metode sampling jenuh adalah
teknik penentuan sampel apabila semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel pertimbangan tertentu. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana
semua anggota populasi dijadikan sampel. Dengan metode pengambilan sampel
ini diharapkan hasilnya dapat cenderung lebih mendekati nilai sesungguhnya dan
diharapkan dapat memperkecil pula terjadinya kesalahan/penyimpangan terhadap
nilai populasi (Usman dan Akbar, 2008).
3.5. Sumber Data
Salah satu pertimbangan dalam memilih masalah penelitian adalah
ketersediaan sumber data. Data merupakan sejumlah informasi yang dapat
memberikan gambaran tentang suatu keadaan. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini termasuk ke dalam jenis data kuantitatif. Sumber data dalam
penelitian ini adalah:
a. Data primer
Data penelitian berupa jawaban responden atas pernyataan yang telah
dibuat peneliti. Data primer dalam penelitian ini berupa tanggapan responden
melalui penyebaran kuesioner pada konsultan independen Oriflame Funbiz
Club Surabaya.
34
b. Data Sekunder
Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi,
sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain. Data sekunder dalam
penelitian ini berupa sejarah dan gambaran umum Oriflame FunBiz Club
Surabaya.
3.6. Metode Pengumpulan Data
Terdapat dua cara untuk mengumpulkan data yang akan diperlukan untuk
melakukan analisis dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik kuesioner. Menurut Nitasari (2012), kuesioner adalah
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu
dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan
dari responden.
2. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data yang bersifat
dokumenter, misalnya sejarah dan gambaran umum Oriflame Funbiz Club
Surabaya.
35
3.7. Definisi Operasional Variabel Penelitian
3.7.1. Identifikasi Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ada 3 macam:
1. Variabel Independen (X)
Menurut Indriantoro dan Supomo (1999, p.63) Variabel independen
merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya atau
berubahnya variabel dependen. Dalam penelitian ini yang merupakan
variabel independennya adalah sistem insentif (X1) dan pelatihan (X2).
2. Variabel Terikat (Y)
Indriantoro dan Supomo (1999, p.63) menyatakan bahwa variabel
dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
karena adanya variabel independen Dalam penelitian ini yang merupakan
variabel terikatnya adalah kinerja konsultan independen Oriflame Funbiz
Club Surabaya.
3. Variabel Intervening (Z)
Variabel intervening yaitu variabel perantara yang secara konkrit
pengaruhnya tidak tampak, tetapi secara teoritis dapat memengaruhi
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang sedang diteliti.
Variabel intervening dalam penelitian ini adalah motivasi kerja.
3.7.2. Definisi Operasional Variabel
Secara keseluruhan, penentuan atribut dan indikator serta definisi
operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel
berikut:
36
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian
No. Variabel Indikator Item Sumber
1. Independen:
Sistem Insentif (X1)
X1.1 Gaji 1. Kesesuaian jumlah gaji
yang diberikan pada konsultan dengan level
konsultan
2. Rentang waktu pemberian gaji (ada/tidaknya
keterlambatan)
Bangun, 2012
X1.2 Bonus 1. Besarnya jumlah bonus
yang diberikan pada konsultan
2. Kualitas bonus yang
diberikan
Bangun, 2012
X1.3 Kompesasi 1. Kuantitas kompensasi (liburan) yang diberikan
2. Kualitas kompensasi
(liburan) yang diberikan
Bangun, 2012
2. Independen:
Pelatihan (X2)
X2.1 Materi
Pelatihan
1. Pembekalan materi tentang
perusahaan bagi konsultan 2. Pembekalan materi tentang
produk bagi konsultan
3. Pembekalan materi bagi konsultan untuk
meningkatkan pengejaran
target
Mangkunegara,
2005
X2.2 Metode / Tempat Pelatihan
1. Pelatihan Offline 2. Pelatihan Online
Bangun, 2012
X2.3 Pelatih 1. Kemampuan pelatih
menyampaikan materi 2. Kemampuan pelatih
menguasai materi
3. Kepribadian pelatih
Mangkunegar,
2005
3. Dependen: Kinerja
Karyawan (Y)
Y1. Jumlah Pekerjaan
1. Kemampuan menyelesaikan target
pekerjaan konsultan
2. Kemampuan menyelesaikan beberapa
pekerjaan konsultan
(penjualan dan perekrutan)
Bangun, 2012
Y2. Kualitas
Pekerjaan
1. Promosi dan penjualan
produk yang konsisten
dan meningkat
2. Perekrutan yang
konsisten dan meningkat
3. Konsisten dan rutin
dalam pengerjaan tugas
konsultan
Bangun, 2012
37
Lanjutan Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Y3. Ketepatan
Waktu
1. Menyelesaikan
pekerjaan tepat pada
waktunya
2. Tidak menunda-nunda
pekerjaan
3. Memiliki kedisiplinan
kerja
Bangun, 2012
Y4. Kemampuan
Kerjasama
1. Kemampuan mengajak
upline (atasan) untuk
bekerjasama
2. Kemampuan mengajak
downline (bawahan)
untuk bekerjasama
Bangun, 2012
4. Intervening:
Motivasi Kerja
(Z)
Z1. Prestasi atau
keberhasilan
1. Dorongan untuk
meningkatkan prestasi
2. Dorongan untuk
memberikan hasil yang
berkualitas
Bangun, 2012
Z2. Pengakuan 1. Dorongan dari atasan
untuk diakui atas
keberhasilan pekerjaan
2. Dorongan dari
lingkungan sekitar untuk
diakui atas keberhasilan
pekerjaan
Bangun, 2012
Z3.
Tanggungjawab
1. Dorongan untuk
melaksanakan dan
menyelesaikan tugas
tepat waktu
2. Dorongan untuk
meningkatkan level
(tingkatan) dalam
oriflamme success
business plan
Bangun, 2012
Z4.
Pengembangan
diri
1. Dorongan untuk
meningkatkan karier ke
level yang lebih tinggi
2. Dorongan untuk
meningkatkan
pengetahuan
Bangun, 2012
Sumber : Arsip peneliti, 2017
38
3.8. Metode Analisis Data
3.8.1. Skala Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel X1 (Pelatihan), X2 (Kompensasi), variabel Y (Kinerja
Karyawan), dan variabel Z (Motivasi) dalam penelitian ini menggunakan skala
likert. Menurut Sugiono (2007, p.15) skala likert digunakan untuk mengukur
sikap dan pendapat seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.
Skala interval merupakan skala pengukuran yang menyatakan kategori, peringkat
dan jarak kontruk. Sedangkan menurut Indriantoro (2002, p.99) skala menentukan
perbedaan, urutan, dan kesamaan besaran perbedaan dalam variabel sehingga
skala interval lebih kuat disbanding skala nominal dan ordinal. Skala ini
digunakan untuk respon beragam item yang mengukur suatu interval bisa
dihasilkan dengan skala lima atau tujuh point dan contohnya adalah skala likert.
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial Sugiyono (2012,
p.132). Pada penelitian ini digunakan 5 (lima) alternatif jawaban, yaitu angka 1
sampai dengan 5, yang menggambarkan persepsi negatif hingga positif.
Persepsi negatif persepsi positif
1 2 3 4 5
Skala tersebut menjelaskan bahwa semakin kecil nominal angka yang
dipilih menyatakan persepsi jawaban negatif dari responden, dan sebaliknya jika
semakin besar nominal angka yang dipilih berarti menunjukkan persepsi jawaban
positif dari responden.
39
3.8.2. Uji Instrumen
Menurut Sanusi (2014, p.76) instrumen penelitian merupakan alat yang
digunakan untuk mengumpulkan data. Agar data diperoleh memiliki tingkat
akurasi dan konsisten yang tinggi, maka instrumen penelitian yang dilakukan
harus valid dan reliabel. Dalam penelitian ini digunakan uji normalitas, uji
validitas, dan uji reliabilitas untuk menguji instrumen penelitian.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah sebaran data yang akan dianalisis, untuk melihat
apakah asumsi normalitas dapat terpenuhi sehingga dapat diolah lanjut untuk
permodelan analisis regresi linier berganda. Uji normalitas yang dilakukan
terhadap sampel dilakukan dengan menggunakan kolmogrov-smirnov test
dengan menetapkan taraf signifikansi (α) sebesar 5% atau 0,05. Menurut
Prayitno (2010, p.71) uji ini dilakukan pada setiap variabel dengan ketentuan
bahwa jika secara individual masing-masing variabel memenuhi asumsi
normalitas maka secara simultan variabel-variabel tersebut juga bisa
dinyatakan memenuhi asumsi normalitas. Kriteria pengujian dengan melihat
besaran kolmogorov smirnov test adalah sebagai berikut:
1) Jika taraf signifikansi (α) > 0,05 maka data berdistribusi normal.
2) Jika taraf signifikansi (α) < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.
b. Uji Validitas
Menurut Ghozali (2007, p.45) uji validitas digunakan untuk mengukur
sah atau tidaknya suatu kuesioner. Oleh sebab itu, uji validitas dilakukan
untuk mengetahui sejauh validitas data yang diperoleh dari penyebaran
kuesioner. Uji validitas berfungsi untuk mengetahui apakah ada pertanyaan-
40
pertanyaan pada kuesioner yang harus dihapus atau diganti karena dianggap
tidak relevan.
Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan metode pearson
product moment melalui aplikasi SPSS. Dalam penelitian ini digunakan
asumsi bahwa nilai korelasi dengan metode pearson product moment tinggi
maka dinyatakan valid. Suatu variabel dikatakan valid, apabila variabel
tersebut memberikan nilai signifikasi < 5%.
c. Uji Reliabilitas
Pengukuran reliabilitas memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat
keandalan instrumen. Menurut Sugiono (2002, p.116) uji reliabilitas adalah
derajat ketepatan, ketelitian atau keakuratan yang ditunjukkan oleh instrumen
pengukuran apabila dilakukan dua kali atau lebih. Uji ini dilakukan pada
pertanyaan yang sudah memiliki validitas (Rahayu, 2005, p.273). Pada
penelitian ini pengujian menggunakan metode cronbach alpha melalui
aplikasi SPSS.
3.8.3. Uji Asumsi Klasik
Setelah mendapatkan model regresi linier berganda dan sebelum
melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu harus dilakukan pengujian
terjadinya penyimpangan terhadap asumsi klasik. Dalam asumsi klasik terdapat
beberapa pengujian yang wajib dilakukan, yaitu:
a) Uji Multikolinieritas
Menurut Ghozali (2007, p.91) tujuan uji multikoliniearitas adalah untuk
menguji apakah model regresi ditemukan adalanya korelasi antara variabel
41
independen atau variabel bebas. Jika terjadi korelasi antara independen
pedoman suatu model regresi yang bebas multikoliniearitas yaitu sebagai
berikut:
1. Mempunyai nilai VIF (Variance Inflation Factor) disekitar angka Satu
2. Mempunyai angka TOLERANCE mendekati angka 1 (satu)
Pengujian ini dilakukan dengan cara menganalisis matriks korelasi
variabel-variabel independen. Jika variabel-variabel independen saling
berkorelasi (diatas 0,9) dan nilai (R kuadrat) yang dihasilkan oleh estimasi
model regresi empiris sangat tinggi, dan nilai tolerance < 0,10 atau sama
dengan nilai VIF >10 maka mengindikasikan adanya multikoliniearitas
(Ghozali, 2007, p.92). Uji multikolinearitas ini ditetapkan pada persamaan
yang memasukan beberapa variabel bebas secara bersama-sama. Persamaan
tersebut adalah persamaan yang menguji variabel pelatihan, kompensasi,
motivasi, dan kinerja.
b) Uji Heteroskedastisitas
Menurut Hanke dan Reittsch dalam Kuncoro (2007, p.96)
heterokedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang
diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi
lainnya, artinya setiap observasi mempunyai reliabilitas yang berbeda akibat
perubahan dalam kondisi yang melatar belakangi tidak terangkum dalam
spesifikasi model. Masalah ini muncul bersumber dari variasi data cross
section yang digunakan. Syifa (2009) mengungkapkan bahwa metode uji
heteroskedastisitas dengan korelasi spearman’s rho yaitu mengkorelasikan
variabel independen dengan nilai unstandardized residual. Pengujian
42
menggunakan tingkat signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi. Jika korelasi antara
variabel independen dengan residual didapat signifikansi lebih dari 0,05 maka
dapat dikatakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.8.4. Analisis Jalur (Path Analysis)
Menurut Sarwono (2006, p.147) analisis jalur (path analysis) merupakan
bagian dari analisis regresi yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar
variabel, dimana variabel-variabel bebas memengaruhi variabel terikat baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui satu atau lebih perantara. Path analysis
digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara variabel dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel
bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen). Melalui analisis jalur ini
akan dapat ditemukan jalur mana yang paling tepat dan singkat suatu variabel
eksogen menuju variabel endogen yang terikat.
Langkah-langkah dalam menggunakan analisis jalur menurut Sarwono
(2006, p.174) adalah sebagai berikut:
a. Menentukan model diagram jalurnya berdasarkan penelitian anda
b. Membuat diagram jalur dengan strukturalnya
c. Menganalisis dengan menggunakan SPSS yang terdiri dari dua langkah,
pertama analisis untuk substruktur 1 dan kedua untuk substruktur 2.
Koefisien jalur dihitung dengan menggunakan dua persamaan struktural
yakni persamaan regresi yang menunjukkan hubungan. Berikut ini adalah
model analisis jalur pada gambar 3.1.
43
Gambar 3.1.
Model Analisis Jalur
Sumber : Arsip peneliti, 2017
Dimana :
βYX1 = koefisien jalur pengaruh langsung X1 terhadap Y
βYX2 = koefisien jalur pengaruh langsung X2 terhadap Y
βZ1 = koefisien jalur pengaruh langsung X1 terhadap Z
βZX2 = koefisien jalur pengaruh langsung X2 terhadap Z
βYZ = koefisien jalur pengaruh Z terhadap Y
Secara sistematis analisis jalur (path analysis) mengikuti pola model
struktural, sehingga langkah awal untuk mengerjakan atau penerapan model
analisis ini yaitu dengan merumuskan struktural dan diagram jalur. Persamaan
strukturalnya adalah sebagai berikut:
Z = βZX1+ βZX2+ 𝜀1 .................... (persamaan 1)
Y = βYX1+ βYX2+ + 𝜀2 ........ (persamaan 2)
Dimana :
X1 : Pelatihan
Sistem Insentif
(X1)
Motivasi Kerja
(Z)
Pelatihan
(X2)
Kinerja Konsultan (Y)
YX1
ZX1
ZY
ZX2
YX2
44
X2 : Kompensasi
Y : Kinerja
Z : Motivasi
β : koefisien variabel bebas
𝜀1 , 𝜀2 : Variabel pengganggu
3.9. Uji Sobel
Selain analisis jalur, untuk lebih mengetahui signifikansi pengaruh tidak
langsung antar variabel, digunakan uji Sobel pada strategi Product of Coeffiecient.
Strategi ini dinilai lebih mempunyai kekuatan secara statistik daripada metode
formal lainnya termasuk pendekatan Baron dan Kenny (Preacher dan Hayes,
2004, p.719). Secara lebih lengkap, berikut ini adalah rumusnya:
𝑆𝑎𝑏 = √𝑏2𝑆𝑎2 + 𝑎 − 𝑆𝑏2 + 𝑆𝑎2𝑆𝑏2
Dimana:
a : koefisien direct effect kualitas pesan terhadap tingkat pengetahuan
b : koefisien direct effect tingkat pengetahuan terhadap tingkat preferensi
Sa : standar error dari koefisien a
Sb : standar error dari koefisien b
Untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung dari variabel
independen terhadap variabel dependen, maka perlu menghitung nilai z dari
koefisien ab dengan rumus sebagai berikut:
𝑧 = 𝑎𝑏
𝑆𝑎𝑏
Jika nilai z > 1.96 (nilai z mutlak) , maka secara signifikan ada pengaruh
tidak langsung dari kedua variabel tersebut.
45
3.10. Uji Hipotesis
Uji hipotesis berhubungan dengan pengambangan aturan atau prosedur
untuk memutuskan kita harus menerima atau menolak hipotesis nol (Firdaus,
2004, p.61). Secara garis besar, pengujian ini adalah suatu prosedur di mana hasil
sampel digunakan untuk menguji benar atau tidaknya suatu hipotesis nol.
Keputusan menerima atau menolak Ho dibuat atas dasar nilai statistik uji yang
diperolah dari data yang dimiliki. Berikut ini adalah salah satu tahapan untuk
pengujian hipotesis menggunakan uji t:
a. Merumuskan hipotesis
Ho : β1, β2, β3,........βn = 0 (berarti variabel-variabel bebas secara parsial
tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat).
Ha : β1, β2, β3,........βn ≠ 0 (berarti variabel-variabel bebas secara parsial
mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat).
b. Menentukan tingkat signifikan
Tingkat signifikansi yang diharapkan adalah α = 5% atau confidence
interval sebesar 95%.
c. Membandingkan nilai t hitung dengan t tabel
Untuk menentukan apakah hipotesis nol diterima atau ditolak dibuat
ketentuan sebagai berikut:
1) Apabila t hitung > t tabel : Ho ditolak dan Ha diterima
Hal ini berarti ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel
terikatnya.
2) Apabila t hitung < t tabel : Ho diterima dan Ha ditolak
Hal ini berarti tidak ada pengaruh antara variabel bebas terhadap
variabel terikatnya.
46
Tidak Signifikan Signifikan
3.11. Kerangka Pikir Penelitian
Pengumpulan Data
Uji Instrumen:
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Uji Asumsi Klasik: 1) Uji Multikolinearitas 4)Uji Normalitas
2) Uji Autokorelasi 5)Uji Linearitas
3) Uji Heteroskedastisitas
Analisis Data
Uji Hipotesis
Perhitungan Pengaruh
Langsung
Uji
Sobel
Hasil dan Implikasi
Penelitian
Analisis Jalur
Landasan Teori :
1. Proses Sumberdaya Manusia
(Dessler, 2007)
2. Insentif (Panggabean, 2002) 3. Pelatihan (Robbins, 2001)
4. Motivasi (McClelland, 2010)
5. Kinerja (Timpe, 2002)
Penelitian Terdahulu:
1. Pengaruh Sistem Kompensasi
Insentif dan Pelatihan Terhadap
Motivasi Dan Kinerja... (Suripto,
2013)
2. Pengaruh Pelatihan Dan
Kompensasi Terhadap Kinerja
Dengan Motivasi sebagai
Mediasi…(Riyadi, 2016)
3. Pengaruh Motivasi, Pelatihan, dan Kompensasi…(Fauziah, 2013)
4. Pengaruh Kompensasi, Pelatihan,
dan Motivasi terhadap
Kinerja…(Idrees, et al, 2015)
5. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja
Karyawan Dimediasi dengan
Pelatihan…(Asim, 2013)
6. Pengaruh Pemberian Insentif
Terhadap Kinerja…(Dinahaji, 2012)
7. Peningkatan Efektivitas Sistem
Insentif …(Indrawati, et al, 2015)
Kesimpulan dan Saran
Variabel Bebas:
Sistem Insentif (X1); Pelatihan (X2)
Variabel Terikat:
Kinerja (Y)
Variabel
Intervening
Motivasi Kerja
(Z)
- Oriflame merupakan perusahaan
kosmetika dengan sistem
penjualan langsung no.1 di Indonesia.
- Sumberdaya manusia merupakan
salah satu elemen penting dalam
perkembangan suatu organisasi. - Insentif, pelatihan, serta
motivasi kerja meningkatkan
kemampuan konsultan dan diikuti oleh kinerja yang
meningkat.
- Pencantuman kebutuhan penelitian terdahulu.
- Pengumpulan data melalui
kuesioner dan wawancara
terhadap konsultan Oriflame Funbiz Club Surabaya
Fenomena yang terjadi adalah di mana peneliti berusaha untuk mengetahui adakah pengaruh sistem insentif
dan pelatihan terhadap kinerja melalui motivasi kerja pada Konsultan Independen Oriflame Funbiz Club
Surabaya yang merupakan salah satu jaringan bisnis di perusahaan multilevel marketing, Oriflame.
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Oriflame didirikan pada tahun 1967 di Swedia oleh dua orang bersaudara
yaitu Robert af Jochnick dan Jonas af Jochnick. Oriflame merupakan perusahaan
kecantikan internasional dengan sistem penjualan langsung (direct selling)
melalui jaringan penjual mandiri (independent sales force) yang berbeda dengan
sistem retail (sistem menjual eceran) pada umumnya. Hingga saat ini sistem
penjualan yang diterapkan Oriflame telah beroperasi di 63 negara di seluruh
dunia. Sistem penjualan Saat ini produk-produk Oriflame telah dipasarkan melalui
3,6 juta konsultan independen Oriflame di seluruh dunia, serta mencapai
penjualan tahunan melebihi €1.5 miliar (oriflame.co.id). Berikut adalah logo
perusahaan Oriflame.
Gambar 4.1
Logo Oriflame
Sumber : Oriflame, 2017
Oriflame merupakan salah satu perusahaan multilevel marketing yang
terdaftar pada Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) dengan nama
perusahaan di Indonesia yaitu PT Orindo Alam Ayu, bergerak pada bidang
kosmetik yang memproduksi berbagai produk kosmetik untuk perawatan tubuh
maupun kecantikan. Produk yang diproduksi Oriflame antara lain adalah
48
toiletries, perawatan kulit, tata rias, wewangian, dan perawatan untuk anak-anak.
Saat ini Oriflame memiliki sekitar 1000 jenis produk yang diproduksi sendiri di 5
pabrik Oriflame yang terletak di Swedia, Polandia, India, Cina dan Rusia. Saat ini,
Oriflame juga merupakan perusahaan kosmetika dengan sistem penjualan
langsung no.1 di Indonesia (Oriflame, 2017).
Oriflame merupakan perusahaan penjualan langsung yang bergantung
pada distributor yang berperan sebagai tenaga penjual dimana merupakan ujung
tombak perusahaan dalam memasarkan dan menjual produknya. Distributor
Oriflame, disebut juga konsultan independen yang memanfaatkan kegiatan
personal selling dengan melakukan pendekatan-pendekatan yaitu presentasi dan
demonstrasi produk serta kesaksian tentang manfaat produk sehingga diharapkan
konsumen akan tertarik dan akhirnya membeli produk tersebut. Personal selling
didukung oleh peran tenaga penjual dan peran tersebut sangat penting dalam
peningkatan volume penjualan Oriflame. Konsultan independen bukan merupakan
karyawan tetap perusahaan Oriflame, melainkan sebagai mitra kerja dan terlepas
dari kegiatan manajemen perusahaan Oriflame, tetapi perusahaan Oriflame
memiliki aturan-aturan yang jelas yang disebut kode etik sehingga tetap
menjunjung tinggi etika bisnis (Suripto, 2014).
Sebagai seorang konsultan di Oriflame, pilihan untuk menjadi pengguna
(user), penjual (seller), atau menjalani bisnis secara keseluruhan (business
opportunity) menjadi pilihan terbuka bagi semua konsultan, sehingga pilihan
tersebut merupakan sebuah hak bagi seorang konsultan untuk alasannya
bergabung di Oriflame. Jika seorang konsultan ingin memiliki jenjang karir di
Oriflame sehingga bisa mendapat insentif, seperti bonus dan gaji bulanan maka
49
konsultan harus mengembangkan bisnisnya melalui program tutup poin,
rekrutmen dan pembinaan melalui upline-downline. Berikut ini adalah rangkuman
jenjang karir di Oriflame.
Tabel 4.1
Jenjang Karir Oriflame Jenjang Karir Business Points (BP) Penghasilan Cash Award Car Reward Travelling Reward
Consultan 3% 200 BP 30-80rb
Consultan 6% 600 BP 150-200rb
Consultan 9% 1.200 BP 300-500rb
Consultan 12% 2.400 BP 800-1jt
Consultan 15% 4.000BP 1,5-2jt
Consultan 18% 6.600 BP 2-3jt
Senior Manager 21% 10.000 BP 4-7jt/bln
Director 6x SM 5-7jt/bln 7jt
Senior Director Have 1 Director 7-8jt/bln 10jt
Gold Director Have 2 Director 8-11jt/bln 14jt 1kali/th
Senior Gold Director Have 3 Director 12-22jt/bln 21jt 1kali/th
Sapphire Director Have 4 Director 18-22jt/bln 28jt 1kali/th
Diamond Director Have 6 Director 30-40jt/bln 42jt Honda CR-V 2kali/th
Senior Diamond Director Have 8 Director 45-50jt/bln 56jt 2kali/th
Double Diamond Director Have 10 Director 55-60jt/bln 70jt 2kali/th
Executive Director Have 12 Director 1,060M/th 168jt BMW 320 3kali/th
Gold Executive Director Have 15 Director 1,440M/th 210jt 3kali/th
Sapphire Executive Director Have 18 Director 1,8M/th 252jt 3kali/th
Diamond Executive Director Have 21 Director 2,354M/th 294jt 3kali/th
President Director Have 24 Director 2,880/th 700jt MercedesBenzC280 4kali/th
Senior President Director 21%x24 (6 Diamonds) 3,6M/th 1,4M 4kali/th
Gold President Director 21%x24 (12 Diamonds) 4,450M/th 2,1M MercedesBenzE200 4kali/th
Sapphire President Director 21%x24 (18 Diamonds) 5,480M/th 2,8M MercedesBenzML350 4kali/th
Diamond President Director 21%x24 (24 Diamonds) 6,670M/th 7M
Sumber : Oriflame, 2017
Sejak berada di Indonesia tahun 1986, Oriflame kini berkembang menjadi
sebuah perusahaan besar di Indonesia yang terdiri dari jaringan-jaringan konsultan
independent beauty. Oriflame telah memiliki 12 kantor cabang di seluruh
Indonesia. Salah satu jaringan terbesar konsultan independent beauty Oriflame
Indonesia adalah jaringan Funbiz Club yang berpusat di Kota Surabaya. Jaringan
ini didirikan oleh Reni Oktafiani dan Nur Izatur Rokhmaniah. Funbiz Club
memiliki visi misi membantu banyak orang untuk mandiri dan sukses di usia
sedini mungkin. Hingga saat ini, konsultan independent beauty aktif yang
terdaftar jaringan Funbiz Club mencapai ±350 orang konsultan, yang terdiri dari
konsultan 0% hingga konsultan yang mencapai titel sapphire director. Berikut ini
adalah logo Funbiz Club.
50
Gambar 4.2.
Logo Funbiz Club
Sumber : Arsip Funbiz Club, 2017
4.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah seluruh konsultan Oriflame
jaringan Funbiz Club Surabaya yang telah direkognisi (diberi pengakuan) sebagai
konsultan pada jenjang karir tingkat manager hingga jenjang yang paling tinggi
dicapai oleh konsultan pada jaringan ini, yaitu tingkat sapphire director. Dalam
penelitian ini, peneliti mengelompokkan profil responden berdasarkan usia, jenis
kelamin, tingkat jenjang karir di Oriflame, latar belakang pendidikan dan lama
bergabung di jaringan Oriflame Funbiz Club. Berikut ini adalah hasil
pengelompokan profil responden.
4.2.1. Profil Responden Berdasarkan Usia
Dalam penelitian ini, total responden berjumlah 60 orang, dengan rentang
usia responden yang mencapai titel manager ke atas di jaringan Funbiz Club
Surabaya adalah 20 – 32 tahun. Perlu diketahui bahwa untuk menjadi konsultan di
Oriflame diharuskan telah memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP)
51
dan berusia 17 tahun ke atas. Berikut adalah distribusi frekuensi responden
berdasarkan usia:
Gambar 4.3.
Grafik Usia Responden
Sumber : Data primer diolah, 2018
Berdasarkan grafik tersebut, sebagian besar responden yang terlibat dalam
data ini berusia sekitar 24-27 tahun yaitu sebanyak 68% dari total responden.
Selanjutnya adalah responden yang berusia 20-23 tahun yaitu sebanyak 18% dari
total responden, menyusul setelah itu adalah responden yang berusia 28-31 tahun
yaitu sebanyak 12% dari total responden, dan terakhir adalah responden yang
berusia 32-35 tahun yaitu sebanyak 2% dari total responden.
4.2.2. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Dalam penelitian ini, dari jumlah responden sebanyak 60, semua
responden berjenis kelamin perempuan. Data ini menunjukkan bahwa yang
memperoleh titel manager ke atas di jaringan Funbiz Club berjenis kelamin
perempuan.
18%
68%
12%
2%
20 - 23 tahun
24 - 27 tahun
28 - 31 tahun
32 - 35 tahun
52
4.2.3. Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir
Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang pernah ditempuh oleh
responden sebanyak 60 orang, data ini dikelompokkan menjadi tiga bagian,
sebagai berikut:
Gambar 4.4.
Grafik Tingkat Pendidikan Responden
Sumber : Data primer diolah, 2018
Berdasarkan grafik tersebut, sebagian besar responden memiliki latar
belakang pendidikan D3/D4/S1 yaitu sebanyak 75% dari total responden.
Selanjutnya responden yang memiliki latar belakang pendidikan
SD/SMP/SMA/SMK yaitu sebanyak 22% dari total responden, serta responden
yang memiliki latar belakang pendidikan S2/S3 yaitu sebanyak 3% dari total
responden.
4.2.4. Profil Responden Berdasarkan Tingkat Jenjang Karir di Oriflame
Tingkat jenjang karir yang dipilih peneliti untuk dijadikan sampel adalah
konsultan yang memiliki titel manager ke atas. Berdasar data yang diperoleh
peneliti, tingkat jenjang karir yang dapat diperoleh konsultan jaringan Funbiz
22%
75%
3%
SD/SMP/SMA/SMK
D3/D4/S1
S2/S3
53
Club dalam penelitian ini adalah sapphire director. Berikut adalah data grafik
distribusi frekuensinya:
Gambar 4.5
Grafik Jenjang Karir Konsultan Oriflame Funbiz Club Surabaya
Sumber : Data primer diolah, 2018
Berdasarkan grafik tersebut responden Funbiz Club yang memiliki jenjang
karir tingkat manager ke atas adalah sebanyak 60 orang yang terdiri dari 22 orang
manager, 14 orang senior manager, 13 orang director, 5 orang senior director, 1
orang gold director, 2 orang senior gold director, dan 3 orang sapphire director.
Titel tersebut terurut dari titel terendah hingga tertinggi dari jaringan Funbiz Club
Surabaya.
4.2.5. Profil Responden Berdasarkan Lama Bekerja sebagai Konsultan
Independen di Oriflame
Sebagaimana yang diketahui bahwa jenjang karir yang bisa diraih di
Oriflame tidak terikat dengan lama waktu bekerja, namun data masa waktu
bekerja sebagai konsultan independen di Oriflame dapat digunakan untuk
mengetahui seberapa besar loyalitas konsultan tersebut dengan aktivitasnya
sebagai konsultan serta mengetahui apakah motivasi dan kinerjanya juga
dipengaruhi oleh lama bekerja tersebut. Berikut adalah sebaran distribusi lama
bekerja konsultan:
2214 13
51 2 3
Manager Senior
Manager
Director Senior
Director
Gold
Director
Senior
Gold
Director
Sapphire
Director
Jenjang Karir
54
Gambar 4.6
Grafik Lama Bekerja Konsultan Oriflame Funbiz Club Surabaya
Sumber : Data primer diolah, 2018
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden telah
bekerja menjadi konsultan di Oriflame selama 2-3 tahun yaitu sebanyak 32% dari
total responden. Urutan kedua adalah responden yang telah bekerja selama 1-2
tahun yaitu sebanyak 27% dari total responden. Selanjutnya, responden yang
bekerja selama 3-4 tahun sebanyak 22% dari total responden, setelah itu terdapat
responden yang bekerja selama 4-5 tahun dan > 5 tahun yang masing-masing
terdapat 5 responden dengan prosentase 5% dari total responden, terakhir adalah
responden yang bekerja selama ≤ 1 tahun sebanyak 3% dari total responden.
4.2.6. Profil Responden Berdasarkan Pilihan Pekerjaan Utama sebagai
Konsultan Independen Oriflame
Oriflame membuka peluang bagi siapa saja untuk bergabung menjadi
konsultan independen, maka dari itu banyak dari konsultan tersebut yang
menjadikan Oriflame sebagai pekerjaan sampingan atau bukan pekerjaan utama
3%
27%
32%
22%
8%
8%
≤ 1 tahun 1-2 tahun 2-3 tahun 3-4 tahun 4-5 tahun > 5 tahun
55
bagi mereka, namun banyak yang memilih untuk menjadikannya sebagai
pekerjaan utama karena berbagai alasan. Berikut adalah sebaran distribusi
frekuensi responden penelitian:
Gambar 4.7
Grafik Konsultan Independen Oriflame sebagai Pekerjaan Utama/ Sampingan
Sumber : Data primer diolah, 2018
Berdasarkan grafik tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas
responden menjadikan Konsultan Oriflame sebagai pekerjaan sampingan yaitu
sebanyak 65% dari total responden. Sedangkan 35% dari total responden
menjadikan Oriflame sebagai pekerjaan utama mereka atau.
Setelah melihat karakteristik responden di atas dapat disimpulkan bahwa
mayoritas responden yang terlibat dalam penelitian ini berusia 24-27 tahun,
berjenis kelamin perempuan, berlatar belakang pendidikan D3/D4/S1, bertitel
manager di jenjang karir Oriflame, dengan mayoritas lama bekerja selama 2-3
tahun, serta menjadikan Oriflame sebagai pekerjaan sampingan.
4.3. Deskripsi Jawaban Responden
Pada penelitian ini responden diberikan kuesioner untuk menjawab
berbagai pernyataan dari keempat variabel yang terdapat dalam penelitian ini.
Keempat variabel itu adalah sistem insentif sebagai variabel bebas pertama (X1),
35%
65%
Pekerjaan Utama Pekerjaan Sampingan
56
pelatihan sebagai variabel bebas kedua (X2), Kinerja sebagai variabel terikat (Y),
serta motivasi kerja sebagai variabel mediasi (Z). Dalam hal ini, responden
diberikan lima alternatif jawaban untuk menanggapi pernyataan, yaitu angka 1
sampai dengan 5, yang menggambarkan persepsi negatif hingga positif dari
jawaban responden, hal ini merupakan skala likert yang digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena sosial Sugiyono (2012, p.132).
Persepsi negatif persepsi positif
1 2 3 4 5
Semakin kecil nominal angka yang dipilih menyatakan persepsi jawaban
negatif dari responden, dan sebaliknya jika semakin besar nominal angka yang
dipilih berarti menunjukkan persepsi jawaban positif dari responden. Berikut
adalah jawaban responden terhadap keempat variabel tersebut.
4.3.1. Deskripsi Jawaban terhadap Variabel Sistem Insentif (X1)
Dalam penelitian ini terdapat enam pernyataan denga lima alternatif
tanggapan terhadap sistem insentif sebagai variabel bebas pertama (X1). Berikut
tabel dan deskripsi jawaban masing-masing responden.
Tabel 4.2.
Tanggapan Responden Mengenai Sistem Insentif di Oriflame
No. Pernyataan
Tingkat Jawaban Responden Tot
al 1 2 3 4 5
F % F % F % F % F %
1. Besarnya gaji yang
diberikan per level
konsultan sudah sesuai dengan level yang dicapai
seorang konsultan
1 1.67 0 0 4 6.67 12 20 43 71.67 60
2. Rentang waktu pemberian
gaji tiap konsultan selalu
tepat waktu dan sesuai
1 1.67 1 1.67 2 3.33 15 25 41 68.33 60
57
Lanjutan Tabel 4.2. Tanggapan Responden Mengenai Sistem Insentif di Oriflame
No. Pernyataan
Tingkat Jawaban Responden Tot
al 1 2 3 4 5
F % F % F % F % F %
3. Besarnya jumlah bonus
(Produk-produk oriflame secara gratis, cash award/
bonus lainnya) yang
diberikan pada konsultan
sudah sesuai dengan kriteria
dan level yang dicapai
seorang konsultan
1 1.67 0 0 1 1.67 12 20 46 76.67 60
4. Kualitas bonus (Produk-
produk oriflame secara
gratis, cash award/bonus
lainnya) yang diberikan
sudah sesuai dengan kriteria
dan level yang dicapai seorang konsultan
1 1.67 0 0 0 0 14 23.33 45 75 60
5. Kuantitas kompensasi (ex.
Director Seminar, liburan ke
luar negeri dll) yang
diberikan sudah sesuai
dengan kriteria dan level
yang dicapai seorang
konsultan
1 1.67 0 0 1 1.67 15 25 43 71.67 60
6. Kualitas kompensasi (ex.
Director Seminar, liburan ke
luar negeri dll) yang
diberikan sudah sesuai
dengan kriteria dan level
yang dicapai seorang konsultan
1 1.67 0 0 1 1.67 10 16.67 48 80 60
6 1 9 78 266 360
Sumber : Data primer diolah, 2018
Berdasarkan Tabel 4.2. di atas dapat dijelaskan bahwa mayoritas
responden, yaitu rata-rata sebanyak > 70% responden menyatakan kecenderungan
persepsi postifnya pada 6 pernyataan sebagai indikator variabel sistem insentif
yang diberlakukan di Oriflame, yaitu pada angka 4 dan 5. Hanya < 2% responden,
yang cenderung menyatakan persepsi negatifnya terhadap variabel tersebut.
Sedangkan lainnya berada di antara persepsi negatif dan positif, hal ini berarti
mayoritas responden menyatakan bahwa sistem insentif yang diberlakukan
Oriflame sudah baik.
58
4.3.2. Deskripsi Jawaban terhadap Variabel Pelatihan (X2)
Dalam penelitian ini terdapat delapan pernyataan denga lima alternatif
tanggapan terhadap pelatihan sebagai variabel bebas kedua (X2). Berikut tabel
dan deskripsi jawaban masing-masing responden.
Tabel 4.3
Tanggapan Responden Mengenai Pelatihan di Oriflame
No. Pernyataan
Tingkat Jawaban Responden
Total 1 2 3 4 5
F % F % F % F % F %
1. Pembekalan materi tentang
perusahaan (oriflame) bagi
konsultan secara
keseluruhan sudah baik
1 1.67 0 0 2 3.33 16 26.67 41 68.33 60
2. Pembekalan materi tentang
produk oriflame bagi
konsultan secara
keseluruhan sudah baik
1 1.67 0 0 4 6.67 17 28.33 38 63.33 60
3. Pembekalan materi tentang pengingkatan pengejaran
target (penjualan,
rekrutmen, kejar bonus dll)
bagi konsultan sudah baik
1 1.67 0 0 3 5 14 23.33 42 70 60
4. Pembekalan materi via
offline (seminar, dll) secara
keseluruhan sudah baik
1 1.67 1 1.67 8 13.33 20 33.33 30 50 60
5. Pembekalan materi via
online (webinar, sosmed,
dll) sudah baik
1 1.67 0 0 2 3.33 16 26.67 41 68.33 60
6. Kemampuan pemateri/
narasumber dalam
menyampaikan materi sudah
baik
1 1.67 0 0 4 6.67 24 40 31 51.67 60
7. Kemampuan pemateri/ narasumber menguasai
materi sudah baik
1 1.67 0 0 4 6.67 26 43.33 29 48.33 60
8. Kepribadian pelatih secara
umum sudah baik 1 1.67 0 0 3 5 28 46.67 28 46.67 60
6 1 30 161 280 480
Sumber : Data primer diolah, 2018
Berdasarkan Tabel 4.3. di atas dapat dijelaskan bahwa mayoritas
responden, yaitu rata-rata sebanyak > 60% responden menyatakan kecenderungan
persepsi postifnya pada 6 pernyataan sebagai indikator variabel pelatihan yang
diterapkan di Oriflame, yaitu pada angka 4 dan 5. Hanya < 2% responden, yang
cenderung menyatakan persepsi negatifnya terhadap variabel tersebut. Sedangkan
59
lainnya berada di antara persepsi negatif dan positif, hal ini berarti mayoritas
responden menyatakan bahwa pelatihan yang diberikan Oriflame sudah baik.
4.3.3. Deskripsi Jawaban terhadap Variabel Kinerja (Y)
Dalam penelitian ini terdapat sepuluh pernyataan denga lima alternatif
tanggapan terhadap kinerja sebagai variabel terikat (Y). Berikut tabel dan
deskripsi jawaban masing-masing responden.
Tabel 4.4.
Tanggapan Responden Mengenai Kinerja di Oriflame
No. Pernyataan
Tingkat Jawaban Responden Tot
al 1 2 3 4 5
F % F % F % F % F %
1. Menurut anda sebagai
seorang konsultan,
kemampuan anda dalam
menyelesaikan target
pekerjaan sudah baik
0 0 2 3.33 8 13.33 29 48.33 21 35 60
2. Menurut anda sebagai
seorang konsultan,
kemampuan anda dalam
menyelesaikan beberapa
pekerjaan konsultan
(penjualan dan perekrutan)
sudah baik
0 0 3 5 5 8.33 31 51.67 21 35 60
3. Menurut anda sebagai seorang konsultan, promosi
dan penjualan yang telah
anda lakukan untuk produk
oriflame selalu konsisten
1 1.67 1 1.67 4 6.67 29 48.33 25 41.67 60
4. Menurut anda sebagai
seorang konsultan,
perekrutan konsultan yang
telah anda lakukan sampai
saat ini selalu konsisten
1 1.67 2 3.33 9 15 23 38.33 25 41.67 60
5. Menurut anda sebagai
seorang konsultan, anda
selalu konsisten dan rutin
dalam memenuhi target-target tertentu
1 1.67 2 3.33 8 13.33 29 48.33 20 33.33 60
6. Anda selalu menyelesaikan
pekerjaan tepat pada
waktunya (on time dengan
deadline)
1 1.67 2 3.33 14 23.33 28 46.67 15 25 60
7. Anda tidak pernah
menunda-nunda pekerjaan 0 0 6 10 17 28.33 20 33.33 17 28.33 60
60
Lanjutan Tabel 4.4. Tanggapan Responden Mengenai Kinerja di Oriflame
No. Pernyataan
Tingkat Jawaban Responden Tot
al 1 2 3 4 5
F % F % F % F % F %
8. Anda memiliki kedisiplinan
kerja yang baik 0 0 1 1.67 21 35 19 31.67 19 31.67 60
9. Anda selalu mampu untuk mengajak upline (atasan)
untuk bekerjasama
1 1.67 2 3.33 7 11.67 23 38.33 27 45 60
10. Anda selalu mampu
mengajak downline
(bawahan) untuk
bekerjasama
0 0 1 1.67 8 13.33 25 41.67 26 43.33 60
5 600
Sumber : Data primer diolah, 2018
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas dapat dijelaskan bahwa mayoritas
responden, yaitu rata-rata sebanyak > 60% responden menyatakan kecenderungan
persepsi positifnya pada 10 pernyataan sebagai indikator variabel kinerja
konsultan, yaitu pada angka 4 dan 5. Hanya < 2% responden, yang cenderung
menyatakan persepsi negatifnya terhadap variabel tersebut. Sedangkan lainnya
berada di antara persepsi negatif dan positif, hal ini berarti mayoritas responden
menyatakan bahwa kinerja mereka selama menjadi konsultan independen di
jaringan bisnis Oriflame sudah baik.
4.3.4. Deskripsi Jawaban terhadap Variabel Motivasi Kerja (Z)
Dalam penelitian ini terdapat delapan pernyataan denga lima alternatif
tanggapan terhadap motivasi kerja sebagai variabel intervening (Z). Berikut tabel
dan deskripsi jawaban masing-masing responden.
61
Tabel 4.5.
Tanggapan Responden Mengenai Motivasi Kerja di Oriflame
No. Pernyataan
Tingkat Jawaban Responden
Total 1 2 3 4 5
F % F % F % F % F %
1. Sampai saat ini anda merasa
ada dorongan untuk
meningkatkan prestasi di
oriflamme
1 1.67 0 0 2 3.33 10 16.67 47 78.33 60
2. Sampai saat ini anda merasa
ada dorongan untuk
memberikan hasil yang
berkualitas di Oriflame
1 1.67 0 0 0 0 14 23.33 45 75 60
3. Sampai saat ini anda merasa
ada dorongan dari atasan
untuk diakui atas
keberhasilan pekerjaan
(recognisi, dll)
1 1.67 0 0 2 3.33 15 25 42 70 60
4. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan dari
lingkungan sekitar untuk
diakui atas keberhasilan
pekerjaan
1 1.67 0 0 0 0 22 36.67 37 61.67 60
5. Sampai saat ini anda merasa
ada dorongan untuk
melaksanakan dan
menyelesaikan tugas tepat
waktu
0 0 1 1.67 4 6.67 21 35 34 56.67 60
6. Sampai saat ini anda merasa
ada dorongan untuk
meningkatkan level
(tingkatan) dalam oriflame
business success plan
1 1.67 0 0 1 1.67 8 13.33 50 83.33 60
7. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan untuk
meningkatkan karier ke
level yang lebih tinggi
1 1.67 0 0 1 1.67 5 8.33 53 88.33 60
8. Sampai saat ini anda merasa
ada dorongan untuk
meningkatkan pengetahuan
tentang Oriflame
1 1.67 0 0 0 0 14 23.33 45 75 60
480
Sumber : Data primer diolah, 2018
Berdasarkan Tabel 4.5. di atas dapat dijelaskan bahwa mayoritas
responden, yaitu rata-rata sebanyak > 60% responden menyatakan kecenderungan
persepsi postifnya pada 6 pernyataan sebagai indikator variabel motivasi kerja
yang diberlakukan di Oriflame, yaitu pada angka 4 dan 5. Hanya < 2% responden,
yang cenderung menyatakan persepsi negatifnya terhadap variabel tersebut.
62
Sedangkan lainnya berada di antara persepsi negatif dan positif, hal ini berarti
mayoritas responden menyatakan bahwa mereka telah memiliki motivasi kerja
yang sudah baik.
4.4. Analisis Data
Sub bab analisis data berisi tentang uji instrumen penelitian dan analisis
statistik yang digunakan dalam penelitian ini. Uji instrumen yang digunakan
antara lain ialah uji normalitas, serta uji validitas dan reliabilitas, uji asumsi
klasik, sedangkan analisis statistik yang digunakan ialah analisis jalur (path
analysis).
4.4.1. Uji Instrumen
a. Uji Normalitas
Uji normalitas yang dilakukan terhadap sampel dilakukan dengan
menggunakan kolmogrov-smirnov test dengan menetapkan taraf signifikansi
(α) sebesar 5%. Kolmogorov-smirnov digunakan dalam penelitian ini karena
responden lebih dari 50. Menurut Prayitno (2010, p.71) uji ini dilakukan pada
setiap variabel dengan ketentuan bahwa jika secara individual masing-masing
variabel memenuhi asumsi normalitas maka secara simultan variabel-variabel
tersebut juga bisa dinyatakan memenuhi asumsi normalitas. Berikut ini adalah
hasil uji kolmogorov-smirnov terhadap instrumen penelitian.
63
Tabel 4.6
Uji Normalitas Data Penelitian
Unstandardized Residual
N
Normal Parameters Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences Absolute
Positive
Negative Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
60
.00000000 2.17952942
.152
.073
-.152 1.180
.123
Sumber: Data primer diolah, 2018
Dari hasil uji kolmogorov-smirnov tersebut didapatkan nilai signifikansi
sebesar 0.123 dan lebih besar (>) dari 0,05. Hal ini berarti data dalam
penelitian berdistribusi normal.
b. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas menunjukkan sejauh mana kuesioner mengukur apa yang
ingin diukur. Sedangkan uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu hasil
pengukuran melalui kuisioner relatif konsisten dalam pengulangan
pengukuran yang berbeda. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada
pertanyaan yang sifatnya tertutup yakni pada variabel preferensi responden
yang dalam penelitian ini terdiri dari 32 pertanyaan.
Proses uji validitas dan reabilitas dengan menggunakan uji measures of
sampling adequacy (MSA) dan Cronbach’s alpha, dimana dilakukan pada pra
penelitian terhadap 20 responden. Tujuan dilakukannya uji validitas dan
reliabilitas adalah untuk mengetahui kasahihan dan konsistensi jawaban
responden terhadap seluruh indikator yang diberikan. Berikut adalah hasil uji
validitas dan reliabilitas dari masing-masing variabel.
64
Tabel 4.7
Uji Validitas dan Reliabilitas
Variabel Item Pearson
Correlation Signifikan Keterangan Alpha Keterangan
Sistem
Insentif
(X1)
X1.1 0,795 0,000 Valid
0,832
Reliabel
X1.2 0,685 0,001 Valid Reliabel
X1.3 0,934 0,000 Valid Reliabel
X1.4 0,655 0,002 Valid Reliabel
X1.5 0,814 0,000 Valid Reliabel
X1.6 0,771 0,000 Valid Reliabel
Pelatihan
(X2)
X2.1 0,881 0,000 Valid
0,952
Reliabel
X2.2 0,833 0,000 Valid Reliabel
X2.3 0,831 0,000 Valid Reliabel
X2.4 0,839 0,000 Valid Reliabel
X2.5 0,866 0,000 Valid Reliabel
X2.6 0,909 0,000 Valid Reliabel
X2.7 0,909 0,000 Valid Reliabel
X2.8 0,886 0,000 Valid Reliabel
Kinerja
(Y)
Y1 0,650 0,002 Valid
0,911
Reliabel
Y2 0,736 0,000 Valid Reliabel
Y3 0,692 0,001 Valid Reliabel
Y4 0,865 0,000 Valid Reliabel
Y5 0,856 0,000 Valid Reliabel
Y6 0,882 0,000 Valid Reliabel
Y7 0,899 0,000 Valid Reliabel
Y8 0,804 0,000 Valid Reliabel
Y9 0,529 0,016 Valid Reliabel
Y10 0,529 0,016 Valid Reliabel
Motivasi
(Z)
Z1 0,824 0,000 Valid
0,886
Reliabel
Z2 0,644 0,002 Valid Reliabel
Z3 0,699 0,001 Valid Reliabel
Z4 0,810 0,000 Valid Reliabel
Z5 0,817 0,000 Valid Reliabel
Z6 0,840 0,000 Valid Reliabel
Z7 0,766 0,000 Valid Reliabel
Z8 0,707 0,000 Valid Reliabel
Sumber : Data primer diolah, 2018
Untuk pengujian validitas digunakan dengan uji measures of sampling
adequacy (MSA) dengan ketentuan bahwa nilai MSA masing-masing
variable harus lebih besar dari 0,5. Melihat Tabel 4.7, pernyataan-pernyataan
yang terdapat pada semua variabel semuanya diatas 0,5. Berdasarkan hal ini,
maka pernyataan-pernyataan tersebut adalah valid. Hasil signifikasi (sig)/nilai
65
probabilitas hasil korelasi juga menunjukan semua instrumen lebih kecil (<)
dari 0,05, maka dari itu juga dapat disimpulkan bahwa pernyataan-pernyataan
tersebut valid.
Analisis reliabilitas menunjukkan pada pengertian apakah instrumen
dapat mengukur suatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu.
Ukuran dikatakan reliabel jika ukuran tersebut memberikan hasil yang
konsisten. Reliabilitas diukur dengan menggunakan metode cronbach alpha.
Rumus Cronbach alpha ialah dikatakan reliabel apabila nilai cronbach alpha
lebih besar (>) dari 0,60 (Ghozali, 2005, p.42). Berdasarkan Tabel 4.7 di
atas maka dapat dilihat bahwa semua pernyataan adalah reliabel, sehingga
penelitian ini dapat dilanjutkan.
4.4.2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Menurut Supranto dalam Suripto (2013), multikolinearitas menunjukkan
adanya lebih dari satu hubungan linear yang sempurna. Pengujian
multikolinieritas dilakukan dengan menggunakan nilai korelasi antar variabel.
Suatu variabel menunjukkan gejala multikolinieritas bisa dilihat dari nilai VIF
pada masing-masing variabel dalam model regresi. Berikut ini adalah hasil
SPSS dari pengujian multikolinearitas terhadap pengaruh variabel sistem
insentif (X1), pelatihan (X2) terhadap motivasi kerja (Z).
66
Tabel 4.8.
Hasil Uji Multikolinearitas X1 & X2 terhadap Z
Model Sig
Colinerity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
Sistem Insentif
Pelatihan Konsultan
.099
.000
.000
.475
.475
2.107
2.107
Sumber : Data primer diolah, 2018
Dari hasil uji multikolinearitas variabel sistem insentif dan variabel
pelatihan terhadap kinerja konsultan melalui SPSS didapatkan nilai
TOLERANCE sebesar 0,475 (mendekati angka 1), serta nilai VIF sebesar
2,107 (di sekitar angka 1), hal ini berarti dalam penelitian ini tidak terjadi
multikolinearitas.
Selanjutnya, untuk hasil SPSS dari pengujian multikolinearitas terhadap
pengaruh variabel sistem insentif (X1), pelatihan (X2) dan motivasi kerja (Z)
terhadap kinerja konsultan (Y) akan ditunjukkan pada gambar berikut.
Tabel 4.9.
Hasil Uji Multikolinearitas X1 , X2 dan Z terhadap Y
Model Sig
Colinerity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
Sistem Insentif
Pelatihan Konsultan
Motivasi Kerja
.003
.768
.000
.000
.327
.311
.219
3.061
3.218
4.560
Sumber : Data primer diolah, 2018
Dari hasil uji multikolinearitas variabel sistem insentif dan variabel
pelatihan terhadap kinerja konsultan melalui SPSS masing-masing didapatkan
nilai TOLERANCE mendekati angka 1, serta nilai VIF sebesar di sekitar
angka 1, hal ini berarti dalam penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas.
67
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dimaksudkan untuk menguji apakah variabel
kesalahan pengganggu tidak konstan untuk semua nilai variabel independen
(Gujarati, 2003, p.177). Pengujian dilakukan dengan uji grafik scatterplot dan
hasil pengujiannya tidak terdapat pola yang jelas serta ada titik melebar di
atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Untuk mengetahui uji
heterokedastisitas dapat diketahui dari grafik scatterplot dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu berikut ini.
Gambar 4.8.
Hasil Uji Heteroskedastisitas X1 , X2 terhadap Z
Sumber : Data primer diolah, 2018
Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa sebaran data menyebar dan
tidak mengumpul dan berada di sekitar angka 0, sehingga disimpulkan bahwa
dalam persamaan regresi model yang pertama tidak terjadi penyimpangan
heterokedastisitas.
Selanjutnya, untuk hasil SPSS dari pengujian heteroskedastisitas
terhadap pengaruh variabel sistem insentif (X1), pelatihan (X2) dan motivasi
kerja (Z) terhadap kinerja konsultan (Y) akan ditunjukkan pada gambar
berikut.
68
Gambar 4.9
Hasil Uji Heteroskedastisitas X1 , X2 dan Z terhadap Y
Sumber : Data primer diolah, 2018
Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa sebaran data menyebar dan
tidak mengumpul dan berada di sekitar angka 0, sehingga disimpulkan bahwa
dalam persamaan regresi model yang pertama tidak terjadi penyimpangan
heterokedastisitas.
4.4.2. Analisis Jalur (Path Analysis)
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab III tentang metodologi
penelitian, penelitian ini akan membahas mengenai hubungan sistem insentif,
pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja konsultan independen pada Oriflame
Funbiz Club Surabaya dengan menggunakan analisis jalur (path analysis).
Adapun tujuan penggunaan analisis jalur ini adalah untuk mengetahui pengaruh
langsung dan tidak langsung dari variabel sistem insentif, pelatihan dan motivasi
kerja terhadap kinerja konsultan independen.
Setelah membentuk model berdasarkan teori maka didapatlah model
analisis jalur sehingga dapat dibangun diagram jalur (path diagram). Diagram
69
jalur ini sangat memudahkan untuk melihat hubungan kausalitas yang akan diuji.
Bentuk diagram jalur berdasarkan hubungan antar variabel, secara teoritis dibuat
model dalam bentuk diagram jalur seperti yang telah dijelaskan dan digambarkan
pada bab II tentang kerangka konseptual penelitian.
4.4.2.1. Perhitungan Koefisien Jalur
Perhitungan koefisien jalur pada penelitian ini menggunakan analisis
regresi linier berganda dengan melihat pengaruh secara parsial maupun simultan
pada masing-masing persamaan dengan menggunakan software SPSS 16 dengan
hasil sebagai berikut:
1. Sistem Insentif (X1) dan Pelatihan (X2) terhadap Motivasi Kerja (Z)
Tabel 4.10
Koefisien Jalur Model I
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .884a .781 .773 2.21744
a. Predictors: (Constant), Pelatihan Konsultan, Sistem Insentif
Coefficientsa
Model
Standardized Coefficients
t Sig. Beta
1 (Constant) 1.678 .099
Sistem Insentif .458 5.082 .000
Pelatihan Konsultan .494 5.485 .000
a. Dependent Variable: Motivasi Kerja
Sumber: Data primer diolah, 2018
Secara simultan variabel sistem insentif (X1) dan pelatihan (X2) memiliki
kontribusi sebesar 78,1% dalam menjelaskan perubahan yang terjadi pada
variabel motivasi kerja (Z) sedangkan sisanya sebesar 21,9% dijelaskan oleh
variabel lain di luar model. Sementara itu untuk nilai 𝜀1 dapat dicari dengan
rumus 𝜀1 = √ (1 – 0,781) = 0,468.
70
Pada bagian Anova (uji F) terlihat bahwa secara simultan variabel-
variabel bebas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel motivasi
kerja (Z) yang ditunjukkan dari nilai Sig. 0,000 < Alpha 5%.
Pada Coefficients, uji t/parsial terlihat bahwa variabel sistem insentif (X1)
dan pelatihan (X2) secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap variabel motivasi kerja (Z) yang ditunjukkan oleh nilai Sig masing-
masing lebih kecil dari Alpha 5% yaitu 0,000 dan 0,000. Sehingga, jika
dilihat dari hasil Standardized Beta , didapatkan persamaan struktural sebagai
berikut:
Z = 0,458X1 + 0,494X2 + 𝜀 1
Dari tanda nilai koefisien (+), variabel sistem insentif (X1) dan pelatihan
(X2) memiliki pengaruh yang positif terhadap variabel motivasi kerja (Z).
Interpretasi variabel X1: Peningkatan sebesar 1 satuan variabel X1 akan
meningkatkan variabel Z sebesar 0,458 satuan dengan asumsi variabel bebas
lain dianggap konstan.
Interpretasi variabel X2: Peningkatan sebesar 1 satuan variabel X2 akan
meningkatkan variabel Z sebesar 0,494 satuan dengan asumsi variabel bebas
lain dianggap konstan.
2. Sistem Insentif (X1), Pelatihan (X2), Motivasi Kerja (Z) terhadap Kinerja (Y)
Tabel 4.11
Koefisien Jalur Model II
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .896a .804 .793 2.37740
a. Predictors: (Constant), Motivasi Kerja, Sistem Insentif, Pelatihan Konsultan
71
Coefficientsa
Model
Standardized
Coefficients
t Sig. Beta
1 (Constant) 3.099 .003
Sistem Insentif .031 .296 .768
Pelatihan Konsultan .413 3.885 .000
Motivasi Kerja .499 3.945 .000
a. Dependent Variable: Kinerja Konsultan
Sumber : Data primer diolah, 2018
Secara simultan variabel sistem insentif (X1), pelatihan (X2), serta
motivasi kerja (Z) memiliki kontribusi sebesar 80,4% dalam menjelaskan
perubahan yang terjadi pada variabel kinerja konsultan (Y) sedangkan sisanya
sebesar 19,6% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Sementara itu
untuk nilai 𝜀 2 dapat dicari dengan rumus 𝜀 2 = √ (1 – 0,804) = 0,443.
Pada bagian Anova (uji F) terlihat bahwa secara simultan variabel-
variabel bebas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel kinerja
konsultan (Y) yang ditunjukkan dari nilai Sig. 0,000 < Alpha 5%, kecuali
pada variabel sistem insentif terhadap variabel kinerja konsultan.
Pada Coefficients, uji t/parsial terlihat bahwa variabel pelatihan (X2) dan
motivasi kerja (Z) secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
variabel kinerja konsultan (Y) yang ditunjukkan oleh nilai Sig masing-masing
lebih kecil dari Alpha 5% yaitu 0,000 dan 0,000. Variabel sistem insentif (X1)
secara statistik tidak signifikan memengaruhi variabel kinerja konsultan (Y)
yang terlihat dari nilai Sig. sebesar 0,768 > Alpha 5%. Maka, jika dilihat dari
hasil Standardized Beta didapatkan persamaan struktural sebagai berikut:
Y = 0,413X2 + 0,499Z + 𝜀 2
72
Dari tanda nilai koefisien (+), variabel pelatihan (X2) dan motivasi kerja
(Z) memiliki pengaruh yang positif terhadap variabel kinerja konsultan (Y).
Interpretasi variabel X2: Peningkatan sebesar 1 satuan variabel X2 akan
meningkatkan variabel Y sebesar 0,413 satuan dengan asumsi variabel bebas
lain dianggap konstan.
Interpretasi variabel Z: Peningkatan sebesar 1 satuan variabel Z akan
meningkatkan variabel Y sebesar 0,499 satuan dengan asumsi variabel bebas
lain dianggap konstan.
4.4.3. Uji Sobel
Selain analisis jalur, untuk lebih mengetahui signifikansi pengaruh tidak
langsung variabel sistem insentif (X1) terhadap variabel kinerja (Y), digunakan uji
Sobel pada strategi Product of Coeffiecient. Strategi ini dinilai lebih mempunyai
kekuatan secara statistik daripada metode formal lainnya termasuk pendekatan
Baron dan Kenny (Preacher dan Hayes, 2004: 719). Secara lebih lengkap, berikut
ini adalah perhitungan dari uji sobel:
Sab = √𝑏2𝑆𝑎2 + 𝑎 − 𝑆𝑏2 + 𝑆𝑎2𝑆𝑏2
= √(0,5602 𝑥 0,1612) + (0,048 − 0,1422) + (0,1612 𝑥 0,1422)
= √0,00813 + 0,027836 + 0,000522671
= √0,046607671
= 0,216
Untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung dari variabel
independen terhadap variabel dependen, maka perlu menghitung nilai z dari
koefisien ab dengan rumus sebagai berikut:
73
Sig=0,494
Sig =0,458
Sig=0,413
Sig=0,499
𝜀 1 =0,468 𝜀 2 =0,443
𝑧 = 𝑎𝑏
𝑆𝑎𝑏=
0,048 𝑥 0,161
0,216= 0,0357
Nilai z (0,0357) < 1.96 (nilai z mutlak) sehingga tidak ada pengaruh tidak
langsung dari kualitas sistem insentif terhadap tingkat kinerja konsultan.
Setelah koefisien jalur dihitung menggunakan SPSS versi 16 dan
dilakukan perhitungan melalui Uji Sobel, maka didapatlah model analisis jalur
sehingga dapat dibangun diagram jalur. Adapun bentuk diagram jalur hasil olahan
data lewat SPSS versi 16 dan uji sobel didapatkan hasil sebagai berikut :
Gambar 4.10 Diagram Jalur
Sumber : Data primer diolah, 2018
Keterangan:
TS : Pengaruh tidak signifikan
Sig : Pengaruh signifikan
Berdasarkan gambar diagram jalur di atas, dapat disimpulkan bahwa
variabel sistem insentif (X1) ternyata tidak memiliki pengaruh langsung terhadap
variabel kinerja konsultan (Y) secara statistik karena saat pengujian variabel X1
tidak signifikan memengaruhi variabel Y. Pengaruh tidak langsung variabel X1
terhadap Y dapat terlihat melalui variabel mediasi (intervening), yaitu motivasi
kerja (Z), hal ini terlihat saat pengujian sub struktural pertama (Z sebagai variabel
dependen), terlihat bahwa variabel X1 mempunyai pengaruh yang signifikan
Sistem Insentif
(X1)
Motivasi Kerja
(Z)
Pelatihan
(X2)
Kinerja Konsultan
(Y)
Sig=0,494
Sig =0,458
Sig=0,413
Sig=0,499
𝜀 1 =0,468 𝜀 2 =0,443
Sistem Insentif
(X1)
Motivasi Kerja
(Z)
Pelatihan
(X2)
Kinerja Konsultan
(Y)
TS
74
terhadap variabel Z sebesar 0,458. Sedangkan untuk pengaruh tidak langsung X1
terhadap Y melalui Z adalah perkalian antara nilai beta X1 terhadap Z dengan nilai
beta Z terhadap Y, yaitu 0,458 x 0,499 = 0,228542 atau 0,23.
Pengaruh langsung variabel pelatihan (X2) terhadap variabel Y sebesar
0,413. Sedangkan pengaruh tidak langsung variabel X2 terhadap variabel Y yang
melalui variabel mediasi/perantara, yaitu Z adalah sebesar 0,494 x 0,499 =
0,246506 atau 0,25. Jadi, untuk total pengaruh (total effect) variabel X2 terhadap Y
adalah pengaruh langsung ditambah pengaruh tidak langsung, yaitu 0,413 + 0,25
= 0,663.
4.5. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesa dilakukan dengan menganalisis signifikansi besaran
regression weight. Analisis ini dilakukan untuk menunjukan besaran dari efek
menyeluruh, efek langsung serta efek tidak langsung dari satu variabel terhadap
variabel lainnya. Adapun yang dijadikan dasar pengambilan keputusan uji
signifikansi atas regression weight adalah :
a. Jika p-value < alpha 0,05 maka hipotesa menjadi nol (0) dan H0 ditolak
artinya ada pengaruh antara dua variabel secara statistik.
b. Jika p-value > alpha 0,05 maka hipotesa menjadi nol (0) dan H0 diterima
artinya tidak ada pengaruh antara dua variabel secara statistik.
Berdasarkan hasil uji strategi causal step dan product of coefficient di atas,
maka hasil hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis (1) : Sistem Insentif tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja
konsultan.
Berdasarkan hasil analisis pengaruh sistem insentif (X1) terhadap kinerja
konsultan (Y) diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,768 < 0,05 dari hasil
75
analisis jalur dan 0,0357 < 1,96 dari uji sobel. Sehingga H0 diterima dan H1
ditolak yang berarti X1 secara langsung tidak terdapat pengaruh signifikan
terhadap Y.
2. Hipotesis (2) : Sistem insentif berpengaruh langsung dan signifikan terhadap
motivasi kerja konsultan.
Berdasarkan hasil analisis pengaruh sistem insentif (X1) terhadap
motivasi kerja konsultan (Z) diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05
dari hasil analisis jalur. Sehingga H0 ditolak dan H2 diterima yang berarti X1
secara langsung dan signifikan berpengaruh terhadap Z.
3. Hipotesis (3) : Pelatihan berpengaruh langsung dan signifikan terhadap
kinerja konsultan.
Berdasarkan hasil analisis pengaruh pelatihan (X2) terhadap kinerja
konsultan (Y) diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 dari hasil
analisis jalur. Sehingga H0 ditolak dan H3 diterima yang berarti X2 secara
langsung dan signifikan berpengaruh terhadap Y.
4. Hipotesis (4) : Pelatihan berpengaruh langsung dan signifikan terhadap
motivasi kerja konsultan.
Berdasarkan hasil analisis pengaruh pelatihan (X2) terhadap motivasi kerja
konsultan (Z) diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 dari hasil
analisis jalur. Sehingga H0 ditolak dan H4 diterima yang berarti X2 secara
langsung dan signifikan berpengaruh terhadap Z.
5. Hipotesis (5) : Motivasi kerja konsultan berpengaruh langsung dan signifikan
terhadap kinerja konsultan.
Berdasarkan hasil analisis pengaruh motivasi kerja konsultan (Z)
terhadap kinerja konsultan (Y) diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 <
76
0,05 dari hasil analisis jalur. Sehingga H0 ditolak dan H5 diterima yang berarti
Z secara langsung dan signifikan berpengaruh terhadap Y.
6. Hipotesis (6) : Sistem insentif berpengaruh secara tidak langsung terhadap
kinerja konsultan melalui motivasi kerja konsultan.
Berdasarkan hasil perhitungan pengaruh tidak langsung sistem insentif
(X1) terhadap kinerja konsultan (Y) melalui motivasi kerja konsultan (Z)
diperoleh nilai sebesar 0,23 dari hasil analisis jalur. Sehingga H0 ditolak dan
H6 diterima yang berarti X1 secara tidak langsung berpengaruh terhadap Y
melalui Z.
7. Hipotesis (7) : Pelatihan berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja
konsultan melalui motivasi kerja konsultan.
Berdasarkan hasil perhitungan pengaruh tidak langsung pelatihan (X2)
terhadap kinerja konsultan (Y) melalui motivasi kerja konsultan (Z) diperoleh
nilai sebesar 0,25 dari hasil analisis jalur, nilai ini lebih kecil daripada
pengaruh langsung pelatihan terhadap kinerja konsultan yaitu sebesar 0,413.
Sehingga H0 ditolak dan H7 diterima yang berarti X2 secara tidak langsung
berpengaruh signifikan terhadap Y melalui Z.
4.6. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan pengujian hipotesis dan uraian analisis diketahui bahwa
hampir semua variabel yang diteliti baik variabel eksogen maupun variabel
endogen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja konsultan
independen, dengan signifikansi pengaruh itu ditunjukkan dengan nilai p-value
0,000. Namun, satu variabel lainnya, yaitu sistem insentif (X1) tidak memiliki
77
pengaruh langsung yang signifikan dengan variabel kinerja konsultan (Y), yang
ditunjukkan dengan nilai p-value 0,768 dan nilai z sebesar 0,0357. Berikut adalah
pembahasan secara lengkap mengenai hipotesis yang telah dibahas di poin 4.5.
4.6.1. Pengaruh Sistem Insentif terhadap Kinerja Konsultan Independen
Oriflame Funbiz Club
Berdasarkan analisis jalur pada penelitian ini, variabel sistem insentif
hanya berkontribusi sebesar 3,1% terhadap kinerja konsultan independen secara
langsung. Selain itu, uji sobel yang dilakukan terhadap hubungan kedua variabel
ini pun tidak dapat menunjukkan pengaruh yang signifikan. Hal ini menunjukkan
bahwa adanya sistem insentif tidak dapat mempengaruhi peningkatan kinerja
konsultan secara langsung dan signifikan. Meskipun sistem insentif dan kinerja
konsultan menunjukkan hasil yang baik, itu artinya konsultan masih
melaksanakan tanggung jawabnya atas sistem insentif yang diberikan.
Menurut salah satu konsultan independen di jaringan bisnis Oriflame
Funbiz Club yang telah mencapai level manager, yaitu Restie Julianie, ia mengaku
bahwa dalam kurun waktu satu tahun ini jenjang karirnya berhenti di salah satu
tingkatan karena ia telah memperoleh pekerjaan yang lebih menjanjikan secara
finansial daripada yang ia kerjakan di Oriflame. Restie mengaku bahwa satu tahun
lalu ia hanya mempunyai pekerjaan utama sebagai konsultan independen di
Oriflame, lalu setelah mendapat pekerjaan baru, ia tidak meninggalkan statusnya
sebagai konsultan independen, namun ia lebih fokus pada pekerjaan baru nya
tersebut.
Regina Rahman, sebagai atasan (upline) dari Restie mengonfirmasi
pernyataan dari Restie tersebut, Regina menambahkan bahwa banyak konsultan di
78
bawah jaringannya (downline) tidak mempedulikan jenjang karirnya di Oriflame
kembali karena telah memperoleh pekerjaan sampingan dan kembali hanya
menjadi pengguna dan penjual saja tanpa mengejar karir seperti merekrut dan
melakukan pembinaan. Regina menambahkan bahwa memang konsultan
independen di Oriflame Funbiz Club mayoritas memang bekerja dengan passion
atau sesuatu yang disenangi, rata-rata mereka memang menyukai hal-hal yang
berhubungan dengan kecantikan, dan/ perawatan wajah/tubuh, jadi para konsultan
mengerjakan bisnis Oriflame memang tidak terlalu mengharap bonus yang besar
untuk pekerjaan ini. Selain itu, mengingat untuk dapat naik ke jenjang karir
Oriflame di atas senior manager, butuh usaha enam kali lipat lebih banyak
daripada jenjang karir sebelumnya, jadi mereka merasa sudah cukup dengan gaji
dan bonus yang mereka dapatkan selama ini, terutama yang telah mencapai gaji
sebesar 6-7 juta, karena jumlah tersebut dianggap sudah cukup besar untuk
setingkat konsultan independen.
Reni Oktafiani sebagai salah satu co-founder (pendiri) dan pimpinan
jaringan bisnis ini pun mengakui banyaknya konsultan yang mempunyai alasan
seperti yang telah disebutkan Regina sebelumnya, bahkan Reni menambahkan
bahwa konsultan independen yang tidak ada gairah untuk naik ke jenjang karir
yang lebih tinggi bukan hanya di tingkat manager saja, bahkan tingkat director ke
atas pun ada beberapa konsultan yang memiliki alasan yang sama seperti yang
telah disebutkan oleh Regina sebelumnya. Hal ini memang merupakan masalah
umum yang dihadapi oleh seluruh jaringan bisnis multilevel marketing seperti
Oriflame, karena rata-rata konsultannya bekerja sesuai passion dan tidak ada kata
diberhentikan atau pecat ketika mereka tidak memiliki kinerja yang baik, terutama
untuk naik ke jenjang karir yang lebih tinggi.
79
4.6.2. Pengaruh Sistem Insentif terhadap Motivasi Kerja Konsultan
Independen Oriflame Funbiz Club
Pengujian hipotesis kedua menguji pengaruh sistem insentif terhadap
motivasi kerja konsultan, dimana analisis jalur menunjukan bahwa sistem insentif
berkontribusi sebesar 45,8% terhadap motivasi kerja, artinya adanya sistem
insentif dapat mempengaruhi motivasi kerja konsultan independen secara
langsung dan signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa seorang konsultan
independen akan lebih termotivasi dalam bekerja melalui sistem insentif yang ada
dalam jenjang karir Oriflame.
Reni Oktafiani, salah satu pimpinan di jaringan bisnis ini memberikan
beberapa contoh bahwa memang motivasi kerja konsultan independen di jaringan
Funbiz Club Oriflame Surabaya rata-rata meningkat ketika mereka melihat dan
merasakan insentif dari Oriflame. Sistem Insentif yang berjenjang dan sangat
dinamis tersebut membuat mereka termotivasi, karena semakin tinggi jenjang
karirnya, semakin banyak dan beragam apa yang akan mereka dapatkan. Misalnya
ketika di tingkat manager hingga senior manager hanya mendapatkan gaji, bonus,
hadiah produk, dan manager seminar gratis tiap region bisnis, namun ketika naik
ke jenjang director ke atas mereka akan mendapat tambahan fasilitas director
seminar skala nasional serta kesempatan mengikuti leader meeting di luar negeri,
selain penambahan jumlah gaji dan bonus bulanan. Hal ini diakui Reni karena
ketika mereka mendapat insentif tersebut, atasan (upline), keluarga dan
lingkungan sekitar mereka rata-rata ikut senang ketika mendapatkan manfaat
seperti ini. Reni, sebagai pimpinan jaringan dan atasan mengaku bahwa ia dan
atasan-atasan di jaringan bisnis ini berusaha meningkatkan motivasi kerja mereka
80
dengan menggunakan strategi sistem insentif yang dimiliki jaringan sendiri di luar
bonus yang diberikan Oriflame, misalnya dengan memberikan bonus-bonus
tambahan, yang diberikan Reni secara pribadi ketika konsultan independen di
bawahnya telah berhasil untuk mencapai target tertentu, misalnya bonus produk
Oriflame ketika konsultan independen telah mampu mencapai target 100 business
point (bp) dalam jangka waktu hanya 15 hari. Metode ini diakui oleh Reni dapat
menjadikan konsultan independen jauh lebih termotivasi untuk mencapai target-
target jaringan bisnis.
4.6.3. Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja Konsultan Independen
Oriflame Funbiz Club
Pengujian hipotesis ketiga yaitu menguji pengaruh pelatihan terhadap
kinerja konsultan, dimana hasil analisis jalur menunjukan bahwa variabel
pelatihan berkontribusi sebesar 41,3% terhadap kinerja konsultan, artinya adanya
pelatihan dapat mempengaruhi kinerja konsultan independen secara langsung dan
signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa seorang konsultan independen akan
lebih meningkatkan kinerjanya jika diberi suatu pelatihan seperti yang terdapat di
jaringan Funbiz Club Oriflame, yaitu melalui pelatihan online dan offline.
Hampir semua konsultan di jaringan bisnis Oriflame Funbiz Club
Surabaya mengakui bahwa bentuk pelatihan yang diberikan oleh jaringan maupun
Oriflame sendiri semakin beragam, fleksibel, tidak mengeluarkan banyak uang
dan tidak membosakan. Hal ini karena pelatihan yang diberikan tidak hanya
bersifat bertemu di tempat tertentu (offline) tapi juga melalui dunia maya (online).
Selain itu, pelatihan yang diberikan hampir semua tidak dipungut biaya atau
81
gratis, hal ini mejadikan konsultan independen semangat untuk mengikuti
pelatihan. Restie, salah satu konsultan independen yang berada di jenjang senior
manager mengaku telah memiliki kemampuan merias wajah sejak bergabung
dengan jaringan bisnis Oriflame, pelatihan yang diikuti tidak hanya untuk
mengejar target penjualan, perekrutan, atau pembinaan saja, namun juga pelatihan
tentan informasi berbagai produk di Oriflame serta pelatihan teknik merias wajah,
semua itu ia dapatkan dengan cuma-cuma atau gratis. Restie mengaku hal ini jauh
lebih bisa meningkatkan kinerjanya di Oriflame, karena semakin banyak
pengetahuan tentang Oriflame, maka semakin banyak produk yang bisa dijual dan
semakin banyak pula orang yang dapat diajak untuk mengikuti bisnis ini.
4.6.4. Pengaruh Pelatihan terhadap Motivasi Kerja Konsultan Independen
Oriflame Funbiz Club
Pengujian hipotesis keempat menguji pengaruh pelatihan terhadap
motivasi kerja konsultan, dimana hasil analisis jalur menunjukan bahwa variabel
pelatihan berkontribusi sebesar 42,7% terhadap motivasi kerja konsultan, artinya
adanya pelatihan dapat mempengaruhi motivasi kerja konsultan independen
secara langsung dan signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa motivasi kerja
seorang konsultan independen dapat meningkat jika diberi suatu pelatihan seperti
yang terdapat di jaringan Funbiz Club Oriflame, yaitu melalui pelatihan online
dan offline.
Mayoritas konsultan independen di Oriflame mengaku bahwa dengan
adanya pelatihan yang diberikan jaringan Funbiz Club Surabaya maupun Oriflame
sendiri dapat meningkatkan motivasi mereka untuk bekerja dan meraih jenjang
82
karir yang tinggi di Oriflame. Adanya pelatihan yang beragam mulai dari bentuk
pelatihan, materi pelatihan, serta pelatih yang sangat mumpuni di bidangnya
masing-masing, membuat para konsultan independen menjadi lebih semangat
untuk berkarir di Oriflame.
4.6.5. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Konsultan Independen
Oriflame Funbiz Club
Pengujian hipotesis kelima menguji pengaruh motivasi kerja konsultan
terhadap kinerja konsultan, dimana hasil analisis jalur menunjukan bahwa variabel
motivasi kerja berkontribusi sebesar 49,9% terhadap kinerja konsultan, artinya
dengan adanya motivasi kerja maka kinerja konsultan akan dapat mempengaruhi
kinerja konsultan independen secara langsung dan signifikan. Hal ini
mengindikasikan bahwa seorang konsultan independen akan lebih meningkatkan
kinerjanya jika ada motivasi kerja dalam dirinya yang dapat timbul melalui diri
sendiri, rekan kerja, maupun faktor lingkungan lainnya.
Seluruh pimpinan jaringan Funbiz Club Surabaya sangat sepakat dengan
pernyataan ini, motivasi kerja yang dapat timbul dari berbagai elemen, seperti diri
sendiri, lingkungan kerja bisnis seperti atasan dan bawahan, keluarga maupun
lingkungan pertemanan sangat mempengaruhi kinerja konsultan. Nur Izzatur
Rokhmaniah (Icha), sebagai salah satu pimpinan dan pendiri jaringan Oriflame
Funbiz Club Surabaya menyatakan bahwa motivasi kerja adalah faktor yang
paling penting, karena banyak konsultan independen yang memiliki kinerja yang
baik, yang telah menduduki level yang tinggi di jaringan seperti dirinya mengaku
mendapat motivasi dari semua elemen lingkungan luaar selain motivasi yang
83
timbul dari diri sendiri. Dukungan dari keluarga, teman, bahkan bawahan
(downline) telah membuat Icha merasa harus meningkatkan kinerjanya, terutama
setelah ia memiliki anak, ia merasa ada tanggungjawab lebih yang harus dipenuhi
tanpa harus mengandalkan penghasilan dari suaminya.
Salah satu fakta menarik lainnya adalah beberapa konsultan independen
Oriflame berhenti di suatu tingkatan karir atau bahkan berhenti berbisnis Oriflame
karena ketiadaan motivasi kerja dari diri sendiri maupun lingkungan. Hal ini
dikonfirmasi oleh Icha yang selama ini sering menghadapi konsultan independen
di bawahnya yang tidak ada dukungan dari lingkungannya, sehingga ketika akan
mengembangkan bisnisnya tapi tidak mempunyai dukungan moral, kinerjanya
pun tidak akan maksimal, seperti kendala pengaruh lingkungan masyarakat yang
hingga saat ini masih memandang/memberi stigma negatif terhadap bisnis
multilevel marketing, hal ini diakui Icha sebagai tantangan terbesar jaringan bisnis
seperti Oriflame.
4.6.6. Pengaruh Sistem Insentif terhadap Kinerja Konsultan yang Dimediasi
oleh Motivasi Kerja Konsultan Independen Oriflame Funbiz Club
Pengujian hipotesis keenam menguji pengaruh sistem insentif terhadap
kinerja konsultan yang dimediasi oleh motivasi kerja, dimana berdasarkan hasil
perhitungan pengaruh tidak langsung sistem insentif terhadap kinerja konsultan
melalui motivasi kerja konsultan diperoleh nilai sebesar 0,23 dari hasil analisis
jalur. Jumlah ini menujukkan bahwa variabel sistem insentif berkontribusi sebesar
23% melalui variabel motivasi kerja terhadap kinerja konsultan. Sehingga H0
ditolak dan H1 diterima yang berarti sistem insentif secara tidak langsung
84
berpengaruh terhadap kinerja konsultan melalui motivasi kerja. Hal ini
mengindikasikan bahwa seorang konsultan independen akan lebih meningkatkan
kinerjanya jika ada motivasi kerja yang timbul karena adanya sistem insentif dari
jenjang karir Oriflame.
Menurut salah seorang pemimpin jaringan bisnis Funbiz Club, yaitu Reni
Oktafiani yang telah meraih level Diamond Director di Oriflame, konsultan
independen di Oriflame Funbiz Club memang seringkali berhenti/macet di salah
satu tingkatan jenjang karir di Oriflame, terutama untuk tingkat manager dan
senior manager. Dua tingkatan karir tersebut merupakan tingkatan karir dengan
jumlah terbanyak di jaringan bisnis ini, fakta ini menurut Reni menunjukkan
bahwa mayoritas konsultan merasa telah cukup dan tidak lagi mengharap insentif
yang lebih lagi untuk berkarir di Oriflame. Hal ini merupakan suatu hal yang sulit
untuk dicari solusinya menurut Reni, padahal jenjang karir di Oriflame
sebenarnya mudah untuk dicapai ketika serius dalam bekerja. Sistem insentif yang
sangat transparan dan terbuka di jaringan bisnis Funbiz Club dan di Oriflame
sendiri menunjukkan bahwa bisnis ini sangat dinamis yang berarti konsultan dapat
mencapai jenjang karir yang tinggi karena prestasi yang diraih.
Namun, Reni mengakui bahwa berkurang atau bahkan tidak adanya
motivasi kerja dari diri sendiri maupun lingkungan tidak akan berarti apa-apa
hanya dengan mengandalkan sistem insentif yang baik. Seringkali Reni
menemukan konsultan independen Oriflame berhenti di suatu jenjang karir atau
bahkan tidak melanjutkan bisnis Oriflame kembali karena ketiadaan motivasi
kerja, seperti telah menikah dan tidak didukung suami/istrinya, dilarang keluarga
atau bahkan atasan dan bawahan yang acuh terhadap karir konsultan. Maka dari
85
itu, Reni dan pimpinan jaringan Oriflame Funbiz Club Surabaya lainnya sangat
memperhatikan jika ada konsultan di bawahnya merasa tidak ingin melanjutkan
ke jenjang karir yang lebih tinggi kembali. Setelah itu, mulailah Reni dan
pimpinan jaringan menyusun strategi motivasi kerja untuk meyakinkan
konsultannya tersebut. Pemberian motivasi kerja umumnya diberikan secara
langsung kepada konsultan yang dituju, seperti pemberian rekognisi (papan
pencapaian jenjang karir) di media sosial, pemberian katalog Oriflame secara
gratis maupun bertemu dan menghabiskan waktu bersama konsultan. Hal ini
diterapkan Reni dan pimpinan jaringan lainnya karena di Oriflame, jaringan bisa
hidup dan berkembang karena faktor semakin banyaknya konsultan yang
mencapai karir yang tinggi di jenjang karir Orilame. Oleh karena itu, kinerja
konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya sangat bergantung terhadap
sistem insentif yang diberikan jaringan bisnis maupun dari Oriflame sendiri
melalui motivasi kerja yang berasal dari diri sendiri maupun lingkungannya.
4.6.7. Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja Konsultan yang Dimediasi oleh
Motivasi Kerja Konsultan Independen Oriflame Funbiz Club
Pengujian hipotesis ketujuh menguji pengaruh pelatihan terhadap kinerja
konsultan yang dimediasi oleh motivasi kerja, dimana berdasarkan hasil
perhitungan pengaruh tidak langsung sistem insentif terhadap kinerja konsultan
melalui motivasi kerja konsultan diperoleh nilai sebesar 0,25 dari hasil analisis
jalur. Jumlah ini menujukkan bahwa variabel pelatihan berkontribusi sebesar 25%
melalui variabel motivasi kerja terhadap kinerja konsultan. Sehingga H0 ditolak
dan H1 diterima yang berarti pelatihan secara tidak langsung berpengaruh terhadap
86
kinerja konsultan melalui motivasi kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa seorang
konsultan independen akan lebih meningkatkan kinerjanya jika ada motivasi kerja
yang timbul karena adanya pelatihan yang diberikan oleh jaringan Funbiz Club
Oriflame.
Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya tentang pengaruh
sistem insentif terhadap kinerja konsultan independen melalui motivasi kerja,
pelatihan yang diberikan jaringan bisnis Funbiz Club Surabaya maupun Oriflame
sendiri dapat dipengaruhi oleh motivasi kerja yang berasal dari diri sendiri
maupun lingkungan untuk bisa menghasilkan kinerja yang maksimal dalam
menjalankan bisnis ini.
Pimpinan jaringan bisnis Oriflame Funbiz Club Surabaya, yaitu Reni dan
Icha seringkali merencanakan segala bentuk pelatihan yang disisipi dengan
pemberian motivasi. Segala bentuk pencapaian yang telah diraih oleh konsultan
biasanya diberikan rekognisi ketika ada pelatihan, baik offline maupun online.
Pimpinan jaringan pun membuat peraturan bahwa yang memberikan pelatihan
tentang perusahaan maupun produk-produk Oriflame minimal harus mencapai
level director, hal ini diterapkan untuk membuat para konsultan menjadi lebih
termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.
Perusahaan Oriflame sendiri juga telah menyelenggarakan berbagai
pelatihan yang diselingi oleh seminar atau webinar motivasi. Biasanya pelatih atau
pembicara yang mengisi pelatihan adalah bagian dari TOP 10 Leader Oriflame di
skala regional maupun nasional. Hal ini merupakan salah satu strategi bisnis
Oriflame yang diterapkan untuk meningkatkan kinerja konsultan yang telah
tergabung. Ayu Dewi, sebagai salah seorang Area Sales Manager Oriflame
87
Surabaya mengaku dengan adanya pelatihan seperti ini, para konsultan akan lebih
termotivasi dan meningkat kinerjanya, pelatihan ini pun biasanya para pimpinan
jaringan bisnis dan atasan yang mengajak konsultan untuk turut serta, maka dari
itu Ayu menambahkan bahwa peran jaringan bisnis sangat besar terhadap
kemajuan bisnis multilevel marketing seperti Oriflame.
4.7. Implikasi Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, peningkatan kinerja seseorang dipengaruhi
berbagai variabel, hal ini terdapat dalam hasil penelitian yang telah dijelaskan
sebelumnya, sehingga apabila suatu jaringan bisnis multilevel marketing seperti
Oriflame hendak mempertahankan dan meningkatkan terus kinerja konsultan
independen saat bekerja, maka perusahaan perlu memperhatikan unsur-unsur
sistem insentif, pelatihan, serta motivasi kerja terlebih dahulu untuk meningkatkan
kinerja mereka, khususnya pada konsultan pada level manager ke atas. Terutama
pada unsur motivasi kerja, karena unsur motivasi kerja tersebut memiliki
pengaruh yang signifikan dalam hubungan langsung maupun tidak langsung
bersama sistem insentif dan pelatihan terhadap kinerja konsultan independen,
dibandingkan dengan pengaruh langsung yang diberikan pelatihan. Berikut ini
akan dipaparkan mengenai implikasi hasil penelitian sebagai konsekuensi hasil
penelitian dengan perspektif akademis maupun praktis.
4.7.1. Akademis
Sistem insentif berkontribusi secara positif namun tidak signifikan untuk
dapat meningkatkan kinerja konsultan independen. Namun pada unsur ini
diperoleh hasil bahwa sistem insentif dapat mempengaruhi motivasi kerja secara
88
positif dan signifikan, sehingga dapat meningkatkan kinerja konsultan
independen. Sedangkan pelatihan berkontribusi secara positif dan signifikan untuk
dapat meningkatkan kinerja konsultan independen baik secara langsung maupun
melalui motivasi kerja. Sementara itu dari hasil estimasi juga diketahui bahwa
hampir semua variabel yang diteliti memiliki pengaruh langsung terhadap variabel
kinerja pegawai. Namun yang memiliki pengaruh langsung yang paling besar
adalah variabel motivasi kerja (motivasi kerja kinerja konsultan) yaitu 49,9%.
Temuan data hasil penelitian melalui analisis jalur maupun uji sobel
menunjukkan bahwa variabel sistem insentif tidak memiliki pengaruh langsung
dan tidak signifikan terhadap variabel kinerja konsultan. Nilai kontribusi variabel
sistem insentif yang hanya sebesar 3,1%, nilai sigma sebesar 0,768 > 0,05, serta
hasil uji sobel z (0,0357) < 1.96 terhadap variabel kinerja konsultan menunjukkan
variabel ini tidak bisa memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja konsultan.
Hal ini sebenarnya bertentangan dengan beberapa konsep yang menjelaskan
bahwa tujuan utama pemberian insentif adalah untuk meningkatkan produktivitas
kerja individu maupun kelompok (Panggabean, 2002, p.93). Tetapi, beberapa
penelitian terdahulu mendukung pernyataan dalam hasil penelitian ini, beberapa di
antaranya adalah penelitian dari Dinahaji (2012) yang meneliti tentang Pengaruh
Pemberian Insentif Terhadap Kinerja Pustakawan di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa
Tengah, di dalam penelitiannya disimpulkan bahwa pemberian insentif tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja pustakawan. Selain itu terdapat penelitian
dari Indrawati, et al. (2015) tentang Peningkatan Efektivitas Sistem Pegawai
Divisi Retail Banking pada Bank XYZ yang hasil penelitiannya disimpulkan
bahwa variabel sistem insentif mempunyai peranan kecil terhadap peningkatan
89
kinerja staf divisi retail banking. Kedua penelitian ini menyatakan bahwa sistem
insentif tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karena rata-rata karyawan
lebih menginginkan sebuah pengakuan dari lingkungan untuk mengaktualisasikan
diri.
Namun, pengaruh secara tidak langsung variabel sistem insentif terhadap
kinerja konsultan dapat diperoleh melalui variabel mediasi, yaitu motivasi kerja.
Hasil analisis jalur menunjukkan variabel sistem insentif berkontribusi sebesar
23% melalui variabel motivasi kerja terhadap kinerja konsultan. Hal ini sesuai
dengan konsep bahwa fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan
tanggungjawab dan dorongan kepada karyawan.
Sedangkan variabel pelatihan berkontribusi secara positif dan signifikan
terhadap variabel motivasi kerja secara langsung dan kinerja konsultan secara
langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara tidak langsung antar variabel
menempatkan variabel pelatihan melalui motivasi kerja terhadap kinerja konsultan
independen dengan jumlah 25%, sedangkan pengaruh langsung variabel pelatihan
terhadap kinerja mencapai angka 41,3%. Sehingga dengan demikian hipotesis
adanya hubungan positif antara pelatihan dengan kinerja konsultan independen
menjadi terbukti. Variabel pelatihan dan variabel motivasi secara langsung dan
tidak langsung memiliki hubungan dengan kinerja konsultan independen.
Dari implikasi hasil penelitian secara akademis dapat dinyatakan bahwa
variabel intervening motivasi kerja sangat berperan penting untuk meningkatkan
pengaruh terhadap variabel terikat, yaitu kinerja konsultan baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan variabel sistem insentif dan variabel pelatihan
sebagai variabel bebas karena pengaruhnya positif dan signifikan.
90
4.7.2. Praktis
Berdasarkan hasil penelitian, peningkatan kinerja seseorang dipengaruhi
oleh berbagai variabel, hal ini terdapat dalam hasil penelitian yang telah
dijelaskan sebelumnya, sehingga apabila suatu jaringan bisnis multilevel
marketing seperti Oriflame hendak mempertahankan dan meningkatkan terus
kinerja konsultan independen saat bekerja, maka perusahaan perlu memperhatikan
unsur-unsur sistem insentif, pelatihan, serta motivasi kerja terlebih dahulu untuk
meningkatkan kinerja mereka, khususnya pada konsultan pada level manager ke
atas. Terutama pada unsur motivasi kerja, karena unsur motivasi kerja tersebut
memiliki pengaruh yang signifikan dalam hubungan langsung maupun tidak
langsung bersama sistem insentif dan pelatihan terhadap kinerja konsultan
independen, dibandingkan dengan pengaruh langsung yang diberikan pelatihan.
Hasil penelitian menunjukkan hampir semua variabel berkontribusi secara
positif dan signifikan baik langsung maupun melalui mediasi oleh variabel
motivasi. Sehingga, jaringan harus memperhatikan dengan baik hal apa yang
dapat meningkatkan motivasi kerja konsultan independen tersebut agar konsultan
tetap bertanggung jawab dan bekerja dengan baik atas sistem insentif dan
pelatihan yang diberikan kepada konsultan independen.
Namun untuk sistem insentif yang secara spesifik tidak berkontribusi
banyak terhadap variabel kinerja konsultan sehingga bertentangan dengan konsep
insentif dan beberapa penelitian terdahulu, maka peneliti melakukan wawancara
terhadap empat orang responden yang sebelumnya terpilih untuk mengkuti
penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan jawaban atas
ketidakadaan pengaruh langsung sistem insentif yang ada di Oriflame terhadap
peningkatan kinerja konsultannya.
91
Hasil wawancara dengan keempat konsultan tersebut akhirnya
diketengahkan dengan analisis bahwa konsultan independen di jaringan Oriflame
Funbiz Club rata-rata memilih bekerja dengan Oriflame karena passion yang
dimiliki mereka terhadap produk yang ditawarkan Oriflame dan mayoritas
meletakkan Oriflame sebagai pekerjaan sampingan. Banyak konsultan yang
memilih berhenti di satu tingkatan karir hanya karena tidak lagi termotivasi untuk
meningkatkan penghasilannya karena merasa telah berkecukupan dan tidak
adanya dukungan dari lingkungan sekitar. Hal ini membuat pimpinan-pimpinan di
jaringan Funbiz Club mencari berbagai cara untuk memotivasi mereka. Sehingga
dapat diartikan bahwa motivasi kerja sangat penting untuk meningkatkan kinerja
konsultan di jaringan Oriflame Funbiz Club Surabaya.
Hal menarik lainnya yang didapatkan peneliti saat proses pengumpulan
data melalui kuesioner dan wawancara ialah fakta bahwa mayoritas konsultan
independen Funbiz Club Surabaya memutuskan untuk bergabung dengan jaringan
bisnis ini berawal dari tuntutan ekonomi, terutama bagi mereka yang hanya
bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ketika orang terdekat mereka, seperti suami
tidak memperbolehkan mereka bekerja di sektor formal tetapi tuntutan ekonomi
melanda seiring berjalannya waktu, maka mereka memutuskan untuk bergabung
dengan jaringan bisnis ini untuk menunjang kebutuhan ekonomi keluarga yang
semakin meningkat.
Selain itu, beberapa konsultan independen yang awalnya hanya berprofesi
sebagai ibu rumah tangga mengakui bahwa mereka sangat menginginkan sebuah
pengakuan. Mereka yang tidak diperbolehkan oleh suaminya bekerja di sektor
formal tetap ingin produktif. Maka dari itu mereka melihat bisnis Oriflame
92
sebagai suatu peluang untuk mencapai hal tersebut. Mayoritas konsultan
independen mengaku hal inilah yang sesungguhnya memotivasi kinerja mereka di
jaringan bisnis Oriflame, bukan hanya tergiur akan sistem insentif yang bisa
dicapai. Fakta ini juga akhirnya mendukung pernyataan bahwa sistem insentif
tidak berpengaruh terhadap peningkatan kinerja seorang konsultan independen.
Motivasi untuk bekerja dan keinginan untuk mendapatkan pengakuan yang
menjadikan konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya yang
semuanya berjenis kelamin perempuan inilah yang menjadikan mereka akhirnya
memiliki kinerja yang baik di jaringan bisnis ini. Hal ini juga berarti kesetaraan
gender sebagai bagian dari motivasi kerja pun juga ikut andil dalam peningkatan
kinerja konsultan independen Funbiz Club Surabaya.
93
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sistem insentif tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja konsultan. Hal
ini menunjukkan bahwa adanya sistem insentif di jaringan bisnis Oriflame
tidak dapat mempengaruhi peningkatan kinerja konsultan independen
Oriflame Funbiz Club Surabaya secara langsung.
2. Sistem insentif berpengaruh langsung terhadap motivasi kerja. Hal ini
menunjukkan bahwa seorang konsultan independen Oriflame Funbiz Club
Surabaya akan lebih termotivasi dalam bekerja melalui sistem insentif yang
ada dalam jenjang karir Oriflame.
3. Pelatihan berpengaruh langsung terhadap kinerja konsultan. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian pelatihan yang baik terhadap konsultan
independen Oriflame Funbiz Club Surabaya dapat meningkatkan kinerja
konsultan independen.
4. Pelatihan berpengaruh langsung terhadap motivasi kerja konsultan
independen Oriflame Funbiz Club Surabaya. Hal ini menunjukkan bahwa
seorang konsultan independen Oriflame Funbiz Club Surabaya akan lebih
termotivasi dalam bekerja melalui pemberian pelatihan yang ada dalam
jaringan kerja Oriflame Funbiz Club Surabaya.
94
5. Motivasi kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja konsultan. Hal ini
mengindikasikan bahwa seorang konsultan independen Oriflame Funbiz Club
Surabaya akan lebih meningkatkan kinerjanya jika ada motivasi kerja dalam
dirinya yang dapat timbul melalui diri sendiri, rekan kerja, maupun faktor
lingkungan lainnya.
6. Sistem insentif berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja konsultan
melalui motivasi kerja. Hal ini menunjukkan bahwa seorang konsultan
independen Oriflame Funbiz Club Surabaya dapat meningkatkan kinerjanya
jika ada motivasi kerja yang timbul karena adanya sistem insentif dari jenjang
karir Oriflame.
7. Pelatihan berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja konsultan
melalui motivasi kerja. Hal ini menunjukkan bahwa seorang konsultan
independen Oriflame Funbiz Club Surabaya dapat meningkatkan kinerjanya
jika ada motivasi kerja yang timbul karena adanya pelatihan dari jaringan
Oriflame Funbiz Club Surabaya.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti memberikan beberapa saran
yang diharapkan bermanfaat bagi kepentingan berbagai pihak.
5.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya
1. Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya kuisioner yang disebar dikemas lebih
menarik agar responden semakin tertarik untuk berpartisipasi dalam mengisi
kuisioner penelitian.
95
2. Bagi peneliti selanjutnya untuk menggunakan metode analisis kualitatif untuk
melakukan penelitian sejenis.
5.2.2. Bagi Perusahaan
1. Oriflame hendaknya memperhatikan sistem insentif yang diberikan kepada
konsultan independen agar dapat meningkatkan kinerja konsultannya.
2. Oriflame dan jaringan bisnisnya hendaknya lebih banyak memberikan
pelatihan terhadap konsultan independen karena telah terbukti akan
meningkatkan kinerja konsultan independen tersebut.
96
DAFTAR PUSTAKA
Asim, M., 2013. ‘Impact of Motivation on Employee Performance with Effect of
Training: Specific to Education Sector of Pakistan’, International Journal
of Scientific and Research Publications, vol.3, no.9, pp.1-9.
Bangun, W., 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.
D’BC Network, Tentang Oriflame, diakses 5 Januari 2018, < http://dbcn-
biz.weebly.com/tentang-oriflame.html>.
Dessler, G., 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 2, Ed.10. Jakarta:
Prenhalindo.
Dinahaji, HS., 2012. ‘Pengaruh Pemberian Insentif Terhadap Kinerja Pustakawan
di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah’, Skripsi. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Elizabeth, M., 2015. Berbisnis Bersama Funbiz Club, diakses 5 Januari 2018, <
http://monicaelizabeth.net/2015/11/11/berbisnis-bersama-funbiz-club/>.
Fauziah, L., 2013. ‘Pengaruh Motivasi, Pelatihan, dan Kompensasi terhadap
Kinerja Karyawan PT. Nadira Prima Semarang’. Universitas Dian
Nuswantoro, Semarang.
Ghozali, I., 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Ed.3.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Henry, S., 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed.3. Yogyakarta: STIE
YKP.
Idress, Z, Xinping, X, Shafi, K, Hua, L, Nazeer, A., 2015. ‘Effect of salary,
training and motivation on job performance of employees’, American
Journal of Business, Economics and Management, vol. 3, no.2, pp. 55-58.
Indrawati, R, Hutagaol, P, Affandi, J., 2015. ‘Peningkatan Efektivitas Sistem
Insentif Pegawai Divisi Retail Banking pada Bank XYZ’, Manajemen
IKM, vol. 10, no. 2, pp. 112-122.
Indriantoro, N & Supomo, B., 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi & Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Kuncoro, M., 2014. Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi, Ed.4. Jakarta:
Erlangga.
Mangkunegara, A.P., 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
97
Manullang, M., 2006. Manajemen Personalia. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Mathis RL & Jackson JH., 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Salemba Empat.
Nitisemito, A.S., 2000. Manajemen Personalia: Manajemen Sumberdaya
Manusia, Ed. 3. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Oriflame, Tentang Oriflame, diakses 2 Januari 2018, <
https://id.oriflame.com/about/our-story>.
Oriflame Cosmetics SA., 2016. Oriflame Succes Plan: Leaders Edition, diakses 8
Agustus 2017, <http://oriflame.co.id>.
Panggabean, MS., 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed.2. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Priyatno, D., 2012. Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS. Yogyakarta:
Andi.
Ranupandojo, H & Suad H., 2002. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE.
Riyadi, RM., 2016. ‘Pengaruh Pelatihan dan Kompensasi terhadap Kinerja dengan
Motivasi sebagai Mediasi Karyawan PT. PAL Indonesia (Persero) Divisi
Kapal Perang’, Skripsi. Universitas Jember, Jember.
Robbins, SP., 2001. Perilaku Organisasi, Edisi 8. Jakarta: Prentice Hall.
Samsudin, S., 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Surakarta: Pustaka Setia.
Sanusi, A., 2011. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Sarwono, J., 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: BP
STIE YKPN.
Sarwono, J. & Herlina B., 2012. Statistik Terapan: Aplikasi untuk Riset Skripsi,
Tesis, dan Disertasi (Menggunakan SPSS, AMOS, dan EXCEL). Jakarta:
PT. Elex Komputindo.
Simamora, H., 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed.3. Yogyakarta: STIE
YKPN.
Singarimbun, M & Sofian E., 2008. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Sugiyono., 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
98
Sugiyono., 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suripto, EP., 2013. ‘Pengaruh Sistem Kompensasi Insentif dan Pelatihan
Terhadap Motivasi Dan Kinerja Karyawan Independent Beauty Consultant
Oriflame SPO 857 Jember’. Universitas Jember, Jember.
Timpe, AD., 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Umar, H., Metode Penelitian Untuk Tesis dan Bisnis, Ed.2. Rajawali Pers: Jakarta.
99
Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN
PENGARUH SISTEM INSENTIF DAN PELATIHAN TERHADAP KINERJA
DIMEDIASI MOTIVASI KERJA PADA KONSULTAN INDEPENDEN
ORIFLAME FUNBIZ CLUB SURABAYA
1. PETUNJUK PENGISIAN:
a. Harap untuk menanggapi seluruh pernyataan yang ada dengan jujur dan
sebenarnya.
b. Ada 5 (lima) alternatif tanggapan, yaitu angka 1 sampai dengan 5, yang
menggambarkan persepsi negative hingga positif.
Persepsi negatif persepsi positif
1 2 3 4 5
Semakin kecil nominal angka yang dipilih menyatakan persepsi
jawaban negatif dari responden, dan sebaliknya jika semakin besar
nominal angka yang dipilih berarti menunjukkan persepsi jawaban
positif dari responden.
2. KARAKTERISTIK/IDENTITAS RESPONDEN:
a. Usia : ……………. tahun
b. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
c. Pendidikan Terakhir :………
d. Level pencapaian di Oriflame : ……
e. Lama bergabung di Oriflame Funbiz Club : ……Tahun….Bulan
f. Konsultan independen sebagai : pekerjaan utama / pekerjaan sampingan
3. PERNYATAAN
3.1 Variabel Sistem Insentif (X1)
No. Pernyataan Tanggapan
1 2 3 4 5
1. Besarnya gaji yang diberikan per level konsultan
sudah sesuai dengan level yang dicapai seorang
konsultan
2. Rentang waktu pemberian gaji tiap konsultan
selalu tepat waktu dan sesuai (tidak pernah
terlambat)
3. Besarnya jumlah bonus (Produk-produk oriflame
secara gratis, cash award/bonus lainnya) yang
diberikan pada konsultan sudah sesuai dengan
kriteria dan level yang dicapai seorang konsultan
4. Kualitas bonus (Produk-produk oriflame secara
gratis, cash award/bonus lainnya) yang diberikan
sudah sesuai dengan kriteria dan level yang
dicapai seorang konsultan
5. Kuantitas kompensasi (ex. Director Seminar,
liburan ke luar negeri dll) yang diberikan sudah
sesuai dengan kriteria dan level yang dicapai
seorang konsultan
100
No. Pernyataan Tanggapan
1 2 3 4 5
6. Kualitas kompensasi (ex. Director Seminar,
liburan ke luar negeri dll) yang diberikan sudah
sesuai dengan kriteria dan level yang dicapai
seorang konsultan
3.2.Variabel pelatihan (X2)
No. Pernyataan Tanggapan
1 2 3 4 5
1. Pembekalan materi tentang perusahaan
(oriflame) bagi konsultan secara keseluruhan
sudah baik
2. Pembekalan materi tentang produk oriflame bagi
konsultan secara keseluruhan sudah baik
3. Pembekalan materi tentang pengingkatan
pengejaran target (penjualan, rekrutmen, kejar
bonus dll) bagi konsultan sudah baik
4. Pembekalan materi via offline (seminar, dll)
sudah baik
5. Pembekalan materi via online (webinar, sosmed,
dll) sudah baik
6. Kemampuan pemateri/narasumber dalam
menyampaikan materi sudah baik
7. Kemampuan pemateri/narasumber menguasai
materi sudah baik
8. Kepribadian pelatih secara umum sudah baik
3.3.Kinerja Konsultan (Y)
No. Pernyataan Tanggapan
1 2 3 4 5
1. Menurut anda sebagai seorang konsultan,
kemampuan anda dalam menyelesaikan target
pekerjaan sudah baik sampai saat ini
2. Menurut anda sebagai seorang konsultan,
kemampuan anda dalam menyelesaikan
beberapa pekerjaan konsultan (penjualan dan
perekrutan) sudah baik sampai saat ini
3. Menurut anda sebagai seorang konsultan,
promosi dan penjualan yang telah anda lakukan
untuk produk oriflame selalu konsisten
4. Menurut anda sebagai seorang konsultan,
perekrutan konsultan yang telah anda lakukan
sampai saat ini selalu konsisten
101
No. Pernyataan Tanggapan
1 2 3 4 5
5. Menurut anda sebagai seorang konsultan, anda
selalu konsisten dalam memenuhi target-target
tertentu
6. Anda selalu menyelesaikan pekerjaan tepat pada
waktunya
7. Anda tidak pernah menunda-nunda pekerjaan
8. Anda memiliki kedisiplinan kerja yang baik
9. Anda selalu mampu untuk mengajak upline
(atasan) untuk bekerjasama
10. Anda selalu mampu mengajak downline
(bawahan) untuk bekerjasama
3.4. Motivasi Kerja (Z)
No. Pernyataan Tanggapan
1 2 3 4 5
1. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan untuk
meningkatkan prestasi di Oriflame
2. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan untuk
memberikan hasil yang berkualitas di Oriflame
3. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan dari
atasan untuk diakui atas keberhasilan pekerjaan
(recognisi, dll)
4. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan dari
lingkungan sekitar untuk diakui atas
keberhasilan pekerjaan
5. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan untuk
melaksanakan dan menyelesaikan tugas tepat
waktu
6. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan untuk
meningkatkan level (tingkatan karir) dalam
Oriflame business success plan
7. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan untuk
meningkatkan jenjang karir Oriflame ke level
yang lebih tinggi
8. Sampai saat ini anda merasa ada dorongan untuk
meningkatkan pengetahuan tentang Oriflame
103
Lampiran 3
Uji Validitas
1. Sistem Insentif (X1)
Correlations
Kesesuaian besarnya gaji yang diterima
dengan level konsultan
Rentang waktu
pemberian gaji
Kesesuaian jumlah
bonus yang diterima
konsultan
Kualitas Bonus yang
diterima konsultan
Kuantitas Kompensasi
Kualitas kompensasi
Sistem Insentif
Kesesuaian besarnya gaji yang diterima dengan level konsultan
Pearson Correlation
1 .262 .801** .459* .742** .459* .795**
Sig. (2-tailed) .264 .000 .042 .000 .042 .000
N 20 20 20 20 20 20 20
Rentang waktu pemberian gaji
Pearson Correlation
.262 1 .608** .235 .280 .409 .685**
Sig. (2-tailed) .264 .004 .319 .232 .073 .001
N 20 20 20 20 20 20 20
Kesesuaian jumlah bonus yang diterima konsultan
Pearson Correlation
.801** .608** 1 .588** .699** .588** .934**
Sig. (2-tailed) .000 .004 .006 .001 .006 .000
N 20 20 20 20 20 20 20
Kualitas Bonus yang diterima konsultan
Pearson Correlation
.459* .235 .588** 1 .490* .608** .655**
Sig. (2-tailed) .042 .319 .006 .028 .004 .002
N 20 20 20 20 20 20 20
103
104
Kuantitas Kompensasi
Pearson Correlation
.742** .280 .699** .490* 1 .840** .814**
Sig. (2-tailed) .000 .232 .001 .028 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20
Kualitas kompensasi Pearson Correlation
.459* .409 .588** .608** .840** 1 .771**
Sig. (2-tailed) .042 .073 .006 .004 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20
Sistem Insentif Pearson Correlation
.795** .685** .934** .655** .814** .771** 1
Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .002 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
104
105
2. Pelatihan (X2)
Correlations
Pembekalan materi tentang oriflame
Pembekalan materi tentang produk
Pembekalan materi
tentang kejar target
Pembekalan offline
Pembekalan online
Kemampuan pemateri
menyampaikan materi
Kemampuan pemateri
menguasai materi
Kepribadian pemateri Pelatihan
Pembekalan materi tentang oriflame
Pearson Correlation
1 .670** .830** .695** .669** .729** .729** .817** .881**
Sig. (2-tailed) .001 .000 .001 .001 .000 .000 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Pembekalan materi tentang produk
Pearson Correlation
.670** 1 .711** .691** .756** .632** .632** .655** .833**
Sig. (2-tailed) .001 .000 .001 .000 .003 .003 .002 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Pembekalan materi tentang kejar target
Pearson Correlation
.830** .711** 1 .618** .721** .636** .636** .631** .831**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .004 .000 .003 .003 .003 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Pembekalan offline Pearson Correlation
.695** .691** .618** 1 .641** .720** .720** .699** .839**
Sig. (2-tailed) .001 .001 .004 .002 .000 .000 .001 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Pembekalan online Pearson Correlation
.669** .756** .721** .641** 1 .782** .782** .676** .866**
Sig. (2-tailed) .001 .000 .000 .002 .000 .000 .001 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
105
106
Kemampuan pemateri menyampaikan materi
Pearson Correlation
.729** .632** .636** .720** .782** 1 1.000** .852** .909**
Sig. (2-tailed) .000 .003 .003 .000 .000 .000 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Kemampuan pemateri menguasai materi
Pearson Correlation
.729** .632** .636** .720** .782** 1.000** 1 .852** .909**
Sig. (2-tailed) .000 .003 .003 .000 .000 .000 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Kepribadian pemateri Pearson Correlation
.817** .655** .631** .699** .676** .852** .852** 1 .886**
Sig. (2-tailed) .000 .002 .003 .001 .001 .000 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Pelatihan Pearson Correlation
.881** .833** .831** .839** .866** .909** .909** .886** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
106
107
3. Kinerja Konsultan (Y) Correlations
Kemampuan dalam
menyelesaikan target
Kemampuan dalam
menyelesaikan beberapa pekerjaan sekaligus
Promosi dan
penjualan meningka
t
Perekrutan
meningkat
Kekonsistenan dalam
memenuhi target-target
tertentu
Pekerjaan selesai
tepat waktu
Tidak menunda-nunda
pekerjaan
Kedisiplinan kerja
yang baik
Mengajak upline
bekerjasama
Mengajak downline
bekerjasama
Kinerja Konsulta
n
Kemampuan dalam menyelesaikan target
Pearson Correlation
1 .775** .584** .454* .488* .523* .681** .476* .000 .000 .650**
Sig. (2-tailed)
.000 .007 .044 .029 .018 .001 .034 1.000 1.000 .002
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Kemampuan dalam menyelesaikan beberapa pekerjaan sekaligus
Pearson Correlation
.775** 1 .724** .703** .661** .608** .615** .461* .000 .000 .736**
Sig. (2-tailed)
.000 .000 .001 .001 .004 .004 .041 1.000 1.000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Promosi dan penjualan meningkat
Pearson Correlation
.584** .724** 1 .581** .530* .596** .581** .376 .097 .097 .692**
Sig. (2-tailed)
.007 .000 .007 .016 .006 .007 .102 .684 .684 .001
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Perekrutan meningkat
Pearson Correlation
.454* .703** .581** 1 .897** .779** .653** .628** .355 .355 .865**
Sig. (2-tailed)
.044 .001 .007 .000 .000 .002 .003 .125 .125 .000
107
108
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Kekonsistenan dalam memenuhi target-target tertentu
Pearson Correlation
.488* .661** .530* .897** 1 .861** .731** .697** .239 .239 .856**
Sig. (2-tailed)
.029 .001 .016 .000 .000 .000 .001 .310 .310 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Pekerjaan selesai tepat waktu
Pearson Correlation
.523* .608** .596** .779** .861** 1 .823** .631** .370 .370 .882**
Sig. (2-tailed)
.018 .004 .006 .000 .000 .000 .003 .109 .109 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Tidak menunda-nunda pekerjaan
Pearson Correlation
.681** .615** .581** .653** .731** .823** 1 .831** .398 .398 .899**
Sig. (2-tailed)
.001 .004 .007 .002 .000 .000 .000 .082 .082 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Kedisiplinan kerja yang baik
Pearson Correlation
.476* .461* .376 .628** .697** .631** .831** 1 .427 .427 .804**
Sig. (2-tailed)
.034 .041 .102 .003 .001 .003 .000 .061 .061 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Mengajak upline bekerjasama
Pearson Correlation
.000 .000 .097 .355 .239 .370 .398 .427 1 1.000** .529*
Sig. (2-tailed)
1.000 1.000 .684 .125 .310 .109 .082 .061 .000 .016
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
108
109
Mengajak downline bekerjasama
Pearson Correlation
.000 .000 .097 .355 .239 .370 .398 .427 1.000** 1 .529*
Sig. (2-tailed)
1.000 1.000 .684 .125 .310 .109 .082 .061 .000 .016
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Kinerja Konsultan
Pearson Correlation
.650** .736** .692** .865** .856** .882** .899** .804** .529* .529* 1
Sig. (2-tailed)
.002 .000 .001 .000 .000 .000 .000 .000 .016 .016
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
109
110
4. Motivasi Kerja (Z) Correlations
Dorongan untuk meningkatkan
prestasi di Oriflame
Dorongan untuk
memberikan hasil yang
berkualitas di Oriflame
Dorongan dari upline
Dorongan dari
lingkungan sekitar
Dorongan menyelesaikan
tugas tepat waktu
Dorongan meningkatkan
level
Dorongan untuk meningkatkan
karier ke level yg lebih tinggi
Dorongan untuk meningkatkan
pengetahuan ttg Oriflame
Motivasi Kerja
Dorongan untuk meningkatkan prestasi di Oriflame
Pearson Correlation
1 .588** .251 .509* .626** .933** .777** .466* .824**
Sig. (2-tailed)
.006 .285 .022 .003 .000 .000 .038 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Dorongan untuk memberikan hasil yang berkualitas di Oriflame
Pearson Correlation
.588** 1 .528* .336 .313 .840** .327 .140 .644**
Sig. (2-tailed)
.006 .017 .147 .179 .000 .160 .556 .002
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Dorongan dari upline
Pearson Correlation
.251 .528* 1 .823** .402 .404 .419 .404 .699**
Sig. (2-tailed)
.285 .017 .000 .079 .077 .066 .077 .001
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Dorongan dari lingkungan sekitar
Pearson Correlation
.509* .336 .823** 1 .651** .491* .509* .491* .810**
Sig. (2-tailed)
.022 .147 .000 .002 .028 .022 .028 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Dorongan menyelesaikan
Pearson Correlation
.626** .313 .402 .651** 1 .559* .497* .745** .817**
110
111
tugas tepat waktu Sig. (2-tailed)
.003 .179 .079 .002 .010 .026 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Dorongan meningkatkan level
Pearson Correlation
.933** .840** .404 .491* .559* 1 .667** .375 .840**
Sig. (2-tailed)
.000 .000 .077 .028 .010 .001 .103 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Dorongan untuk meningkatkan karier ke level yg lebih tinggi
Pearson Correlation
.777** .327 .419 .509* .497* .667** 1 .667** .766**
Sig. (2-tailed)
.000 .160 .066 .022 .026 .001 .001 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Dorongan untuk meningkatkan pengetahuan ttg Oriflame
Pearson Correlation
.466* .140 .404 .491* .745** .375 .667** 1 .707**
Sig. (2-tailed)
.038 .556 .077 .028 .000 .103 .001 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Motivasi Kerja Pearson Correlation
.824** .644** .699** .810** .817** .840** .766** .707** 1
Sig. (2-tailed)
.000 .002 .001 .000 .000 .000 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
111
112
Lampiran 4
Uji Reliabilitas (Cronbach’s Alpha)
1. Sistem Insentif (X1)
2. Pelatihan (X2)
3. Kinerja (Y)
114
Lampiran 5
Uji Multikolinearitas
1. Sistem Insentif (X1) dan Pelatihan (X2) terhadap Motivasi Kerja (Z)
2. Sistem Insentif (X1) , Pelatihan (X2) dan Motivasi Kerja (Z) terhadap
Kinerja Konsultan (Y)
115
Lampiran 6
Uji Heteroskedastisitas
1. Sistem Insentif (X1) dan Pelatihan (X2) terhadap Motivasi Kerja (Z)
2. Sistem Insentif (X1) , Pelatihan (X2) dan Motivasi Kerja (Z) terhadap
Kinerja Konsultan (Y)
116
Lampiran 7
Analisis Jalur
1. Sistem Insentif (X1) dan Pelatihan (X2) terhadap Motivasi Kerja (Z)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .884a .781 .773 2.21744
a. Predictors: (Constant), Pelatihan Konsultan, Sistem Insentif
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 997.663 2 498.831 101.450 .000a
Residual 280.271 57 4.917
Total 1277.933 59
a. Predictors: (Constant), Pelatihan Konsultan, Sistem Insentif
b. Dependent Variable: Motivasi Kerja
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 4.107 2.448 1.678 .099
Sistem Insentif .632 .124 .458 5.082 .000
Pelatihan Konsultan .432 .079 .494 5.485 .000
a. Dependent Variable: Motivasi Kerja
117
2. Sistem Insentif (X1) , Pelatihan (X2) dan Motivasi Kerja (Z) terhadap
Kinerja Konsultan (Y)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .896a .804 .793 2.37740
a. Predictors: (Constant), Motivasi Kerja, Sistem Insentif, Pelatihan
Konsultan
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1294.886 3 431.629 76.367 .000a
Residual 316.514 56 5.652
Total 1611.400 59
a. Predictors: (Constant), Motivasi Kerja, Sistem Insentif, Pelatihan Konsultan
b. Dependent Variable: Kinerja Konsultan
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 8.333 2.689 3.099 .003
Sistem Insentif .048 .161 .031 .296 .768
Pelatihan Konsultan .406 .104 .413 3.885 .000
Motivasi Kerja .560 .142 .499 3.945 .000
a. Dependent Variable: Kinerja Konsultan
Top Related