Pengaruh Penggunaan Minyak Esensial Lavender Secara Oles untukMengurangi Nyeri Penusukan Infus

61
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Instalasi Gawat Daurat (IGD) rumah sakit adalah salah satubagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya.Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit yang tertuang dalam Kepmenkes RI No.856/ Menkes/ SK/ IX/ 2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat dirumah sakit.Pelayanan pasien gawat darurat merupakan pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalahwaktu tanggap (respons time) (Depkes RI. 2006). Salah satu tugas perawat unit gawat darurat adalah melakukan intervensi yang cepat dan tepat yang sesuai pasien butuhkan dan menetapkan area yang tepat untuk pengobatan selanjutnya, serta dibutuhkan kecakapan yang baik untuk kolaborasi dengan tenaga medis dan farmasi. Prinsipnya adalah melakukan tindakan sesegera mungkin dengan 1

Transcript of Pengaruh Penggunaan Minyak Esensial Lavender Secara Oles untukMengurangi Nyeri Penusukan Infus

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Instalasi Gawat Daurat (IGD) rumah sakit

adalah salah satubagian di rumah sakit yang

menyediakan penanganan awal bagi pasien yang

menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam

kelangsungan hidupnya.Kementerian Kesehatan telah

mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi

Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit yang tertuang

dalam Kepmenkes RI No.856/ Menkes/ SK/ IX/ 2009

untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat

darurat dirumah sakit.Pelayanan pasien gawat

darurat merupakan pelayanan yang memerlukan

pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat

untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu

indikator mutu pelayanan adalahwaktu tanggap

(respons time) (Depkes RI. 2006).

Salah satu tugas perawat unit gawat darurat

adalah melakukan intervensi yang cepat dan tepat

yang sesuai pasien butuhkan dan menetapkan area

yang tepat untuk pengobatan selanjutnya, serta

dibutuhkan kecakapan yang baik untuk kolaborasi

dengan tenaga medis dan farmasi. Prinsipnya adalah

melakukan tindakan sesegera mungkin dengan

1

meminimalisir kecacatan atau ancaman jiwa pasien

di unit gawat darurat.

Salah satu tindakan yang cepat dan tepat yang

harus segera dilakukan di unit gawat darurat pada

pasien yang membutuhkan cairan adalah tindakan

invasif pemasangan infus atau kanulasi vena

perifer. Tindakan kanulasi vena perifer

(pemasangan infus) banyak dilakukan terutama pada

pasien – pasien yang membutuhkan akses terapi

cairan dan akses pemberian obat. Tindakan invasif

pemasangan infus merupakan tugas yang dilakukan

oleh perawat berkolaborasi dengan tim medis lain

dalam mennetukan terapi yang diberikan untuk

pasien.

Tindakan pemasangan infus merupakan suatu

tindakan invasif yang didapat pertama kali oleh

pasien di unit gawat darurat yang menimbulkan

sensasi nyeri. Sensasi nyeri ini muncul akibat

adanya trauma pada ujung-ujung saraf bebas yang

mengalami kerusakan akibat tindakan invasive.

Kerusakan pada jaringan menyebabkan sintesa

prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang

akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor

nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator

nyeri seperti histamine, serotonin yang akan

menimbulkan sensasi nyeri (Daniella et al, 2010).

2

Fenomena yang terlihat selama beberapa hari

observasi di UGD RSUP Dr. Karyadi , diadapatkan

data hanpir keseluruhan pasien yang berada di UGD

memiliki indikasi rawat inap dan dilakukan

tindakan pemasangan infus untuk pemberian cairan

dan obat. Lima pasien dewasa yang diamati saat

pemasangan infus mengatakan nyeri rata-rata berada

di nilai 4 dalam rentang 1-10.

Nyeri yang disebabkan tindakan invasif

tersebut dapat diminimalisir dengan manajemen

nyeri. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan

EMLA (Euteutic Mixture of Local Anesthetic) krim efektif

untuk mengurangi nyeri pada pasien yang akan

dilakukan tindakan invasive penusukan vena. Di

Amerika sendiri, EMLA krim digunakan untuk semua

golongan umur pada pasien yang akan dilakukan

tindakan invasive penusukan vena seperti tindakan

pemasangan infus dan pengambilan darah vena. EMLA

krim mengandung bahan-bahan seperti lidocaine dan

pricolaine yang merupakan agen anastetik. EMLA

krim diaplikasikan lima menit sebelum venipuncture

dilakukan dan akan bertahan hingga empat jam

(Britt, 2005).

Selain menggunakan bahan farmakologis dalam

manajemen nyeri, terdapat juga tindakan non

farmakologis (tradisional) lainnya yaitu dengan

3

menggunakan minyak essensial lavender. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa minyak esensial

lavender efektif dalam mengurangi nyeri dengan

digunakan secara inhalasi dan atau diaplikasikan

langsung pada daerah nyeri. Penelitian yang

dilakukan oleh Nesami et al, yang berjudul “The

Effects of Lavender Aromatheraphy on Pain Following Needle

Insertion into a Fistula in Hemodialysis Patients” menunjukkan

bahwa penggunaan aromaterapi lavender efektif

untuk mengurangi nyeri penusukan pada pasien

hemodialisa. Sedangkan penelitian yang dilakukan

oleh Ghod et al (2015) menunjukkan bahwa

pengaplikasian minyak esensial lavender secara

topical dapat mengurangi nyeri yang disebabkan

oleh penusukan jarum dialysis pada pasien-pasien

yang akan dilakukan hemodialisa. Pengaplikasian

minyak lavender secara topical dapat meningkatkan

sirkulasi darah sehingga zat-zat yang menyebabkan

nyeri dapat tereliminasi (Jager et al, 2006).

B. RUMUSAN MASAL

Salah satu tindakan yang banyak dilakukan di

Unit Gawat Darurat dan harus dilakukan secara

tepat dan cepat pada pasien adalah tindakan

pemasangan infus atau kanulasi vena perifer.

Tindakan kanulasi vena perifer (pemasangan infus)

banyak dilakukan terutama pada pasien – pasien

4

yang membutuhkan akses terapi cairan dan akses

pemberian obat. Penusukan yang dilakukan saat

pemasangan infus ini menimbulkan nyeri.Sensasi

nyeri ini muncul akibat adanya trauma pada ujung-

ujung saraf bebas yang mengalami kerusakan akibat

adanya tindakan invasif. Berdasarkan observasi

penulis lebih banyak penelitian yang menunjukkan

bahwa penggunaan minyak lavender efektif dalam

mengurangi nyeri dengan menggunakan tehnik

inhalasi daripada oles. Oleh karena itu, penulis

ingin mengetahui bagaimana efektifitas penggunaan

minyak esensial lavender untuk mengurangi nyeri

terhadap tindakan prosedur pemasangan infus di

Unit Gawat Darurat RSUP Dr. Kariadi Semarang.

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari quality improvement project ini

adalah untuk mengetahui keefektifan penggunaan

minyak esensial lavender secara untuk

mengurangi nyeri pada pasien yang dilakukan

prosedur pemasangan infus di UGD RSUP Dr.

Kariadi Semarang.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah

mengidentifikasi :

5

a. Mengetahui karakteristik responden (usia,

jenis kelamin, riwayat pemasangan infus) di

ruang Unit Gawat Darurat RSUP Dr. Kariadi

Semarang

b. Mengetahui rerata skor nyeri responden yang

dilakukan pemasangan infus di Unit Gawat

Darurat RSUP Dr. Kariadi Semarang.

c. Mengetahui keefektifan penggunaan minyak

esensial lavender dalam menurunkan nyeri pada

prosedur pemasangan infus di Unit Gawat

Darurat RSUP Dr. Kariadi Semarang.

D. MANFAAT

Manfaat project ini diharapkan berguna untuk :

1. Bagi Rumah Sakit

Dapat dipakai sebagai masukan untuk

meningkatkan pelayanan kesehatan dalam

memberikan asuhan keperawatan di Unit Gawat

Darurat khususnya, penggunaan minyak lavender

tindakan terapi komplementer secara non

farmakologi khususnya pada tenaga perawat pada

prosedur pemasangan infus di UGD RSUP Dr.

Kariadi Semarang.

2. Bagi Penelitian Berikutnya

Sebagai bahan pertimbangan dan masukan lebih

lanjut dalam penggunaan minyak lavender sebagai

6

terapi nonfarmakologis manajemen nyeri dalam

prosedur pemasangan infus di UGD RSUP Dr.

Kariadi Semarang.

3. Bagi peneliti

Untuk menambah ilmu pengetahuan, serta

pengalaman bagi peneliti sendiri tentang

penggunaan minyak lavender sebagai terapi anti

nyeri non farmakologis setelah prosedur

pemasangan infus di UGD RSUP Dr. Kariadi

Semarang.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. NYERI

1. Pengertian Nyeri

Nyeri pada dasarnya merupakan reaksi fisiologis

untuk menghindari suatu stimulus yang membahayakan

tubuh. Nyeri merupakan suatu sensasi yang tidak

menyenangkan baik secara sensori maupun emosional

yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan

jaringan atau faktor lain, sehingga individu

merasa tersiksa, menderita dan akhirnya dapat

mengganggu aktivitas sehari-hari dan psikologi

(Asmadi,2008). Nyeri merupakan segala sesuatu

yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut

dan terjadi kapan saja seseoarang mengatakan bahwa

ia merasa nyeri (McCaffery & Pasero, 2010). Dari

definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa nyeri

merupakan suatu sensasi subjektif yang membuat

seseorang kurang merasa nyaman yang terjadi akibat

adanya suatu stimulus tertentu yang berhubungan

dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor

lain.

2. Mekanisme Nyeri

1

Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat proses,

yaitu:

1. Transduksi

Transduksi adalah adalah proses dari stimulasi

nyeri dikonfersi kebentuk yang dapat diakses

oleh otak. Proses transduksi dimulai ketika

nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk

menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi

reseptor ini (nociceptors) merupakan sebagai

bentuk respon terhadap stimulus yang datang

seperti kerusakan jaringan.

2. Transmisi

Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian

neural yang membawa impuls listrik melalui

sistem saraf ke area otak. Proses transmisi

melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari

serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta

yang berdiameter besar. Saraf aferen akan ber-

axon pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya

transmisi ini dilanjutkan melalui sistem

contralateral spinalthalamic melalui ventral

lateral dari thalamus menuju cortex serebral.

3. Modulasi

2

Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural

dalam upaya mengontrol jalur transmisi

nociceptor tersebut. Proses modulasi melibatkan

sistem neural yang komplek. Ketika impuls nyeri

sampai di pusat saraf, transmisi impuls nyeri

ini akan dikontrol oleh system saraf pusat dan

mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain

dari system saraf seperti bagian cortex.

Selanjutnya impuls nyeri ini akan

ditransmisikan melalui saraf-saraf descenden ke

tulang belakang untuk memodulasi efektor.

4. Persepsi

Persepsi adalah proses yang subjektif. Proses

persepsi ini tidak hanya berkaitan dengan

proses fisiologis atau proses anatomis saja,

akan tetapi juga meliputi cognition

(pengenalan) dan memori. Oleh karena itu,

faktor psikologis, emosional, dan berhavioral

(perilaku) juga muncul sebagai respon dalam

mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut.

3. Klasifikasi Nyeri

Secara umum, nyeri dibagi menjadi dua yaitu :

a. Nyeri akut

Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang

berlangsung beberapa detik hingga enam

bulan.Secara fisiologis terjadi perubahan

3

denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah,

aliran darah perifer, regangan otot, keringat

pada telapak tangan dan perubahan ukuran

pupil.Nyeri akut datang tiba-tiba, umumnya

berkaitan dengan cidera spesifik.Jika kerusakan

tidak lama terjadi dan tidak adanya penyakit

sistemik, nyeri akut biasanya menurut sejalan

dengan penyembuhan.

b. Nyeri kronis

Nyeri kronis sering didefinisikan sebagai

nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau

lebih.Nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti

berbagai macam gangguan, terjadi lambat dan

meningkat secara perlahan setelahnya, dimulai

setelah detik pertama dan meningkat perlahan

sampai beberapa detik atau menit.Nyeri ini

berhubungan dengan kerusakan jaringan, ini

bersifat terus-menerus atau intermitten. Nyeri

kronis dapat tidak mempunyai awitan yang

ditetapkan dan sering sulit untuk diobati

karena biasanya nyeri ini tidak memberikan

respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada

penyebabnya (Asmadi,2008)

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri adalah :

a. Usia

4

Usia adalah variabel penting yang

mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang

dewasa. Perbedaan perkembangan yang ditemukan

antara kedua kelompok umur ini dapat

mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa

bereaksi terhadap nyeri. Menurut Potter &

Perry (2006), terdapat hubungan nyeri dengan

seiring bertambahnya usia., yaitu pada tingkat

perkembangan. Perbedaan tingkat perkembangan

yang ditemukan diantara kelompok anak-anak,

dewasa dan lansia dapat mempengaruhi bagaimana

cara bereaksi terhadap nyeri. Orang dewasa akan

mengalami perubahan neurofisiologis dan mungkin

mengalami penurunan persepsi sensorik stimulus

serta peningkatan ambang nyeri.

b. Jenis kelamin

Laki-laki dan wanita tidak mempunyai

perbedaan secara signifikan mengenai respon

mereka terhadap nyeri.Masih diragukan bahwa

jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri

sendiri dalam ekspresi nyeri.Misalnya anak

laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis

dimana seorang wanita dapat menangis dalam

waktu yang sama.

c. Budaya

5

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi

cara individu mengatasi nyeri. Individu

mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang

diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini

meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri

d. Ansietas

Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas

akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak

seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset

tidak memperlihatkan suatu hubungan yang

konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak

memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan

stres praoperatif menurunkan nyeri saat

pascaoperatif.Namun, ansietas yang relevan atau

berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan

persepsi pasien terhadap nyeri.Ansietas yang

tidak berhubungan dengan nyeri dapat

mendistraksi pasien dan secara aktual dapat

menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara

yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah

dengan mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang

ansietas.

e. Pengalaman masa lalu dengan nyeri

Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah

akibat dari banyak kejadian nyeri selama

rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang,

6

nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak

terselesaikan, seperti pada nyeri

berkepanjangan atau kronis dan persisten. Efek

yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari

pengalaman sebelumnya menunjukkan pentingnya

perawat untuk waspada terhadap pengalaman masa

lalu pasien dengan nyeri.Jika nyerinya teratasi

dengan tepat dan adekuat, individu mungkin

lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri dimasa

mendatang dan mampu mentoleransi nyeri dengan

baik.

f. Efek plasebo

Efek plasebo terjadi ketika seseorang

berespon terhadap pengobatan atau tindakan lain

karena sesuatu harapan bahwa pengobatan

tersebut benar benar bekerja. Menerima

pengobatan atau tindakan saja sudah merupakan

efek positif.

Harapan positif pasien tentang pengobatan

dapat meningkatkan keefektifan medikasi atau

intervensi lainnya.Seringkali makin banyak

petunjuk yang diterima pasien tentang

keefektifan intervensi, makin efektif

intervensi tersebut nantinya. Individu yang

7

diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan

dapat meredakan nyeri hampir pasti akan

mengalami peredaan nyeri dibanding dengan

pasien yang diberitahu bahwa medikasi yang

didapatnya tidak mempunyai efek apapun.

Hubungan pasien – perawat yang positif dapat

juga menjadi peran yang amat penting dalam

meningkatkan efek plasebo.

g. Keluarga dan Support Sosial

Faktor lain yang juga mempengaruhi respon

terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang

terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan

nyeri sering bergantung pada keluarga untuk

mensupport, membantu atau melindungi.

Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat

mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah.

Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang

penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri.

h. Pola koping

Ketika seseorang mengalami nyeri dan

menjalani perawatan di rumah sakit adalah hal

yang sangat tak tertahankan.Secara terus-

menerus klien kehilangan kontrol dan tidak

mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk

nyeri.Klien sering menemukan jalan untuk

mengatasi efek nyeri baik fisik maupun

8

psikologis.Penting untuk mengerti sumber koping

individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini

seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan

dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana

untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri

klien (Dedi Ardinata, 2007)

5. Penilaian Nyeri

Penilaian nyeri berdasarkan tiga komponen

penting yaitu : kognitif (self report), tingkah

laku (behavioral) dan fisiologi. Komponen

kognitif bisasanya diukur dengan cara

kuesioner, wawancara, skala deskriptif

kualitatif ataupun kuantitatif yang dibuat

untuk mengetahui intensitas nyeri. Komponen

tingkah laku diukur dengan melihat tingkah laku

yang dijumpai sewaktu seseorang mengalami rasa

nyeri , misal menangis, menyeringai dan

memberontak. Komponen fisiologis diukur dengan

cara menilai frekuensi denyut jantung,

frekuensi pernafasan, kadar oksigen, kadar

kortisol dan endorphin dalam darah (Tadio et

al., 2010)

Berbagai skala pengukuran nyeri telah

dikembangkan.Salah satu skala nyeri yang telah

teruji validitasnya dan sering digunakan dalam

Quality Improvement Project adalah numeric rating

9

scale (NRS).NRS terdiri dari segmen-segmen

numerik (dari angka 0-10) dimana pasien diminta

untuk menilai derajat nyeri yang dirasakan dari

angka 0 hingga angka 10.Skala ini hanya dapat

digunakan pada pasien yang mampu diajak

berkomunikasi secara verbal. Skor 0

menunjukkan pasien tidak merasa nyeri dan angka

10 menunjukkan nyeri sangat berat (Hawker et

al.,2011)

6. Nyeri Penusukan Akibat Tindakan Pemasangan Infus

Pemasangan infus adalah salah satu cara atau

bagian dari pengobatan untuk memasukkan obat atau

vitamin ke dalam tubuh pasien (Darmawan, 2008).

Sedangkan menurut Wahit (2007), tindakan

pemasangan infus adalah memasukkan jarum atau

kanula ke dalam vena (pembuluh balik) untuk

dilewati cairan infus / pengobatan, dengan tujuan

10

agar sejumlah cairan atau obat dapat masuk ke

dalam tubuh melalui vena dalam jangka waktu

tertentu. Tindakan ini merupakan tindakan life saving

seperti pada kehilangan cairan yang banyak,

dehidrasi dan syok.

Menurut Potter dan Pery (2005), tempat atau

lokasi vena perifer yang sering digunakan pada

pemasangan infus adalah vena supervisila atau

perifer kutan yang terletak di dalam fasia

subcutan dan merupakan akses yang paling mudah

untuk terapi intravena. Daerah tempat penusukan

infus yang memungkinkan adalah permukaan dorsal

tangan (vena superfisial dorsalis, vena basalika,

vena sefalika), lengan bagian dalam (vena

basalika, vena sefalika, vena kubital median, vena

median lengan bawah, dan vena radialis), permukaan

dorsal (vena safena magna , ramus dorsalis).

Penusukan yang dilakukan saat pemasangan infus ini

menimbulkan nyeri.Sensasi nyeri ini muncul akibat

adanya trauma pada ujung-ujung saraf bebas yang

mengalami kerusakan akibat adanya tindakan

invasif. Kerusakan jaringan akibat penusukan

menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana

prostaglandin inilah yang akan menyebabkan

sensitisasi dari reseptor nosiseptif fan

dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti

11

histamine, serotonin yang akan menimbulkan sensasi

nyeri (Daniella et al, 2010). Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh

pemasangan infus berkaitan erat dengan

terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.Serabut

saraf ini terletak dan tersebar pada lapisan kulit

dan pada jaringan-jaringan tertentu yang terletak

lebih dalam.

7. Terapi Farmakologis dan Non Farmakologis untuk

Mengurangi Nyeri Saat Pemasangan Infus

a. Terapi Farmakologis

1) Krim EMLA (Eutectic Mixxture of Local Anesthetics)

Krim Eutectic Mixxture of Local Anesthetics (EMLA)

adalah campuran eutetik anestesi local

(lidokain dan prilokain). EMLA didalamnya

mengandung lidokain 2,5% dan prilokain 2,5%.

Indikasi pemakaian EMLA adalah menghasil

anestesi local jika diberikan pada kulit yang

normal. EMLA mengahsilkan anestesi local

dengan menghambat transport ion melewati

membrane neuronal, sehingga dapat mencegah

inisiasi dan konduksi impuls saraf normal.

EMLA digunakan sebagai satu sistem yang

terdiri dari krim yang dioleskan di bawah

12

balutan oklusif. Obat secara aktif dilepas ke

lapisan kulit dermal dan epidermal yang

mengalibatkan akumulasi anestetik local pada

region reseptor nyeri dan ujung saraf (Deglin

dan Vallerand, 2004). EMLA dapat menembus dan

mencapai serabut saraf nyeri di dermis dengan

cara difusi. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa EMLA terbukti efektif dalam

menghilangkan atau mengurangi nyeri akibat

prosedur yang berhubungan dengan venipuncture.

(Britt, 2005)

2) Vapocoolant Spray

Vapocoolant Spray merupakan kombinasi dari

15% dichlorodifluoromethane dan 85%

trichloromonofluoromethane. Kedua zat ini

prinsipnya adalah sama yaitu memberikan

sensasi dingin pada area yang disemprotkan,

dan memiliki efek anastesi. Penelitian yang

dilakukan oleh Sharon Mace (2013) yang

berjudul Effect of Vapocoolant Spray on Pain from

Venipuncture in Adults : A Randomized, Blinden, Placebo-

Controlled Trial menunjukkan bahwa pada kelompok

kontrol yang hanya disemprotkan Natrium

Saline sebelum dilakukan tindakan venipuncture

skor nyerinya lebih tinggi (4,72)

dibandingkan dengan kelompok intervensi yang

13

diberikan tindakan penyemprotan Vapocoolant

Spray (1,76).

b. Terapi Non Farmakologis

1) Kompres dingin

Kompres dingin adalah suatu tindakan

memberikan sensasi dingin pada kulit baik

basah maupun kering. Kompres dingin kering

diberikan untuk mendapatkan efek local dengan

menggunakan kantong es, kolar, sarung tangan

es dan kemasan pendingin disposibel. Kompres

basah diberikan pada bagian tubuh untuk

memberikan efek pendinginan sistemik. Manfaat

kompres dingin adalah menurunkan berbagai

kondisi nyeri, termasuk nyeri akut (Lewis,

Dirksen, Heitkemper, Bucher & Camera, 2011).

Kompres dingin dapat meurunkan nyeri

karena dapat menyebabkan perubahan

fisiologis. Secara fisiologis ketika respetor

dingin terpajan suhu yang tiba-tiba rendah,

pada awalnya reseptor terstimulasi dengan

kuat. Stimulasi yang kuat ini menurun dengan

cepat selama beberapa detik pertama dan

kemudian menjadi lebih lambat selama setengah

jam berikutnya atau lebh reseptor beradaptasi

dengan suhu yang baru. Terdapat suatu

fenomena mendapatkan efek terapeutik maksimal

14

pada kompres dingin atau disebut dengan

fenomena rebound, maksudnya kompres dingin

akan membuat vasokontriksi maksimum ketika

kulit dikompres dibawah suhu 150 C (Berman,

Synder, Kozier & Erb, 2002). Hasil dari

beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan

terdapat perbedaan yang signifikan respon

fisiologis nyeri antara sebelum dan sesudah

diberikan kompres dingin pada anak dengan

prosedur pungsi vena. Respon perilaku dan

respon subjektif selama dan setelah prosedur

pada kelompok intervensi lebih rendah

daripada kelompok kontrol.

2) Minyak Esensial Lavender

Minyak esensial levander merupakan

minyak hasil dari destilasi uap bunga dari

tanaman Lavandula agustifolia P. Milier (suku

Lamiaceae). Beberapa penelitian menyebutkan

behwa minyak esesnsial lavender efektif untuk

mengurangi nyeri. Penggunaan minyak lavender

untuk mengurangi nyeri bisa diberikan

langsung pada tempat yang nyeri atau juga

bisa diberikan dengan cara inhalasi.

Kemampuan lavender untuk mengurangi nyeri

15

menurut beberapa penelitian sebelumnya

dikarenakan lavender mengandung zat analgesic

yaitu linalyl dan linalool asetat.

B. PENGGUNAAN MINYAK LAVENDER DALAM MENANGANI NYERI

1. Pengertian Minyak Essential Lavender

Minyak lavender merupakan minyak yang

merupakan hasil ekstraksi dengan destilasi uap

bunga dari tanaman Lavandula agustifolia P. Milier

(suku Lamiaceae).Minyak lavender berwarna jernih

sampai kuning pucat dengan bau wangi yang sangat

khas (SweetmanSC, 2002). Penelitian menunjukkan

bahwa minyak lavender memiliki efek analgesik,

penyembuhan luka, anti bakteri, anti jamur,

sedative, antidepresan serta efektf dalam

menyembuhkan luka bakar dan gigitan serangga

(Ghods, 2015)

2. Komposisi Kimia dari Minyak Essential Lavender

Minyak lavender memiliki banyak manfaat

karena terdiri atas beberapa kandungan.

Berdasarkan penelitian, dalam 100 grambunga

lavender terdiri dari beberapa kandungan seperti :

minyak essential (1-3%), alpha-pinene (0,22%),

camphene (0,06%), beta-myrcene (5,33%), p-cymene

(0,3%), limonene (1,06%), cineol (0,51%), linalool

(26,12%), borneol (1,21%), terpinen-4-ol (4,64%),

16

linalyl acetate (26,32%), geranyl acetate (2,14%)

dan caryophyllene (7,55%). Berdasarkan data

diatas dapat disimpulkan bahwa kandungan utama

dari minyal lavender adalah linalyl asetat dan

linalool.

Linalil asetat merupakan golongan grup fungsi

ester.Grup ester ini dibentuk dari gabungan antara

asam organik dengan alkohol.Sifat dari ester

organik ini adalah dapat larut dalam air karena

memiliki ikatan polar tetapi tidak terlalu larut.

Hal ini disebabkan karena struktur yang seharusnya

polar dinetralkan oleh struktur lain dua ikatan

karbon yang non polar yang merupakan bagian yang

terbesar. Daya menguap dari struktur ini hampir

sama dengan grup fungsi pada alkohol karena memang

merupakan ekuivalen dari alkohol. Struktur linalil

asetat ini merupakan asam organik maka sangat

mudah dimetabolisme oleh tubuh dan bisa

dieksresikan melalui urine (Bowels, 2003)

Kandungan terbesar lainnya adalah linalool

yang memiliki struktur monoterpenol yang memiliki

struktrur alkohol dengan cirinya memiliki rantai

hidroksil (-OH) yang berikatan dengan struktur

terpen.Struktur alkohol ini sangat baik sebagai

tonik untuk system saraf dan dapat menstimulasi

respon imnuitas tubuh.Struktur alkohol yang

17

seperti ini membuat minyak atsirinya memiliki

sifat kurang menguap dibandingkan dengan grup

monoterpene (Bowels, 2003, Price, 2007).Susunan

kimia lainnya yang termasuk dalam grup alkohol

adalah geraniol.Sifat kerja dari grup alkohol ini

adalah sebagai antiseptic (bakterisid, antivirus

dan stimulansia).

3. Pengaruh Minyak Essential Lavender untuk

Mengurangi Nyeri Penusukan

Penelitian yang dilakukan oleh Ghod et al

(2015), menunjukkan bahwa pengaplikasian secara

topikal minyak esensial lavender dapat mengurangi

nyeri yang disebabkan oleh penusukan jarum

dialisis pada pasien hemodialisa. Pasien yang saat

dilakukan penusukan jarum diberikan minyak

esensial levander melaporkan kejadian nyeri lebih

sedikit daripada pasien yang tidak diberikan

intervensi serta pasien yang hanya dioleskan air

saja. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata,

intensitas nyeri berkurang 1,68 setelah pemberian

minyak lavender dibandingkan dengan kelompok

kontrol (p=<0,001), sedangkan untuk intervensi

plasebo berkurang 0,41 dibandingkan dengan

kelompok kontrol (p=0,025), dan intensitas nyeri

berkurang 1,27 setelah pemberian minyak lavender

18

dibandingkan dengan pemberian intervensi plasebo

(p <0,001).

Hampir serupa dengan penelitian sebelumnya,

Beghari-Nesami et al juga membuktikan bahwa selain

diberikan secara oles, minyak esensial lavender

juga dapat diberikan sebagai aromaterapi untuk

mengurangi nyeri. Hasil penelitiannya menunjukkan

pemberian minyak esensial lavender efektif untuk

mengurangi nyeri pada pasien hemodialisa yang

dilakukan pensukan jarum. Skor nyeri pada kelompok

kontrol adalah 3,78 sedangkan skor nyeri pada

kelompok intervensi adalah 2,36. Hal ini

menunjukkan penurunan skor nyeri pada kelompok

kontrol dan intervensi. Pada kelompok intervensi,

responden dalam penelitian diminta untuk menghirup

aromaterapi minyak esensial lavender selama lima

menit , dan penelitian dilakukan selama tiga kali

hemodialisa.

Selain itu penelitian lainnya adalah

penelitian Ghannadi et al mengenai pemberian

minyak esensial lavender dan minyak rosemary yang

dibuat dalam bentuk krim untuk mengobati pasien

dengan nyeri sendi lutut. Hasil penelitian ini

menunujukkan penurunan nyeri dan perbaikan fungsi

fisik pada pasien di minggu keempat, kedelapan dan

19

kedua belas setelah pemberian krim selama 3 bulan

pada pasien dengan nyeri sendi lutut.

Pada berbagai penelitian tersebut dijelaskan

bahwa penurunan nyeri pada daerah yang dioleskan

minyak lavender disebabkan karena sebagian besar

kandungan minyak lavender adalah linalil asetat dan

linalool, dimana kedua zat ini memiliki efek

analgesik. Penurunan nyeri yang dirasakan

berhubungan dengan aktifitas antimuskarinik atau

channel blocking (Ca2+, NA). Sebagai blok, natrium

menghambat transmisi nyeri pada serabut saraf

sehingga menghilangkan rasa nyeri (Cavanagh HM et

al, 2002). Kandungan linalyl asetat dan linalool

pada minyak lavender dapat diasorbsi pada kulit

setelah kurang lebih lima menit.Penyerapan senyawa

linalyl asetat dan linalool berlangsung ketika

senyawa ini melewati lapisan epidermis kulit dan

masuk ke dalam saluran limfe serta darah, kelenjar

keringat, saraf, serta masuk ke dalam aliran darah

dan menuju ke setiap sel tubuh untuk

bereaksi.Pengaplikasian minyak lavender secara

topikal juga meningkatkan sirkulasi darah sehingga

zat-zat yang menyebabkan nyeri dapat tereliminasi

(Jager et al, 2006)

20

BAB III

METODOLOGI

A. Rancangan Quality Improvement Project

Jenis quality improvement project yang digunakan

adalah quasi eksperiment dengan jenis nonequivalent

control group, after only design. Quality improvement project

quasi eksperiment adalah quality improvement project yang

menguji coba suatu intervensi pada kelompok subjek

dengan kelompok pembanding. Desain quality

improvement project yang digunakan adalah jenis

nonequivalent control group, after only design dimana

pemilihan kelompok intervensi dan kelompok kontrol

tidak diacak (Dharma, 2011).Quality improvement project

ini disebut after only design karena quality improvement

project ini tidak melakukan pengukuran sebelum

intervensi.Pengukuran hanya dilakukan setelah

diberikan intervensi.Quality improvement project ini

melibatkan dua kelompok yaitu kelompok intervensi

yaitu kelompok responden yang diberikan minyak

lavender sebelum tindakan penusukan jarum infus

dan kelompok kontrol yaitu kelompok yang tidak

diberikan intervensi.

B. Karakteristik Responden

21

Teknik pengambilan sampel yang digunakan

dalam quality improvement project ini adalah consecutive

sampling, dimana semua subyek yang datang secara

berurutan dan memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi (Sastroasmoro & Ismael 2011). Kriteria

inklusi merupakan persyaratan yang harus dipenuhi

agar subyek dapat ikut serta dalam quality

improvement project , sedangkan kriteria eksklusi

adalah suatu kondisi dimana subyek yang telah

memenuhi kriteria inklusi, namun harus dikeluarkan

dalam quality improvement project karena berbagai sebab.

Kriteria inklusi pada sampel quality improvement project

ini adalah :

1. Pasien dengan usia lebih dari 18 tahun

2. Pasien yang mendapat tindakan pemasangan infus

3. Pasien sadar dan mampu berkomunikasi secara

verbal dan nonverbal

4. Pasien tidak menggunakan obat-obatan sedative

atau analgesik

5. Pasien bersedia menjadi responden

Kriteria eksklusi dalam quality improvement project ini

adalah :

a. Kondisi pasien sangat lemah dan mengalami

gangguan kesadaran

b. Pasien tidak kooperatif

22

c. Pasien menderita penyakit kronis seperti

neuropati diabetic

C. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan dilakukan di ruang IGD RSUP.Dr.Karyadi

yang dimulai dengan penyusunan proposal dari

tanggal 11 Mei sampai 17 Mei 2015, kemudian

dilanjutkan dengan pengambilan data dari tanggal

18 - 31 Mei 2015.

D. Definisi Operasional, Variabel Quality Improvement

Project dan Skala Pengukuran

1. Variabel Quality Improvement Project

a. Variabel bebas (Independent Variable)

Variabel bebas pada quality improvement project ini

adalah tindakan pemberian minyak lavender

yang dilakukan sebelum tindakan invasive

pemasangan infus dan kelompok kontrol yang

tidak mendapatkan intervensi.

b. Variabel terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat (dependent) adalah variabel

yang berubah akibat perubahan variabel bebas,

Variabel terikat quality improvement project ini

yaitu skor nyeri.

23

c. Variabel perancu (Confounding Variable)

Variabel perancu (confounding) adalah jenis

variabel yang berhubungan dengan variabel

bebas (independent) dan variabel terikat

(dependent). Beberapa hal yang termasuk

variabel confounding dalam quality improvement

project ini adalah usia, jenis kelamin dan

riwayat infus sebelumnya.

Hubungan antar variabel dapat dilihat pada

skema 3.1 :

Skema 3.1 Kerangka Konsep

24

Variabel Variabel

Kelompokkontrol: Tidakmendapatkan

Skornyeri

Variabelperancu:

a. Usiab. Jenis

kelamin

Kelompokintervensi:Mendapatkan

2. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

Tabel 2.1 Definisi Operasional dan Skala

Pengukuran

Variabel DefinisiOperasional

CaraUkur

Hasil Ukur Skala

Variabel independenTindakanpemberianminyaklavender

Tindakanpemberian minyaklavendersecaratopicalpadaareapenusukan

Observasi

0= hanyadiberikanalkohol swabsaja1 = dioleskanminyaklavender padaareapenusukan

Nominal

Variabel terikatSkornyeri

Skornyeriyangdirasakanresponden akibattindakan

SkalanyeriNRSterdiridariangka 0-10 :

Nilai skalanyeriberkisardari:0 : tidaknyeri1-3 : nyeriringan

Interval

25

invasivesetelahpemasangan infusyangdiungkapkansecaraverbalolehresponden

4-6 : nyerisedang7-10 : nyeriberat

Variabel perancuUsia Usia

respondendihitungdaritanggallahirsampaidenganbulandilakukanpenelitian. Umurdihitungdalamtahun

Kuesioner

1: 20 40tahun2 : 41-65tahun3: > 65 tahun

Nominal

Jeniskelamin

Jenissex :laki-laki danperempuan

Kuesioner

1 : laki-laki2: perempuan

Nominal

Variabel DefinisiOperasio

nal

CaraUkur

Hasil Ukur Skala

26

Riwayatinfus

Pengalamanresponden yangpernahdipasanginfus

Kuesioner

1: sudahpernahdiinfussebelumnya2: pertamakali diinfus

Nominal

E. Instrumen Pengukuran

Nyeri diukur dengan menggunakan Numeric Rating

Scale (NRS).NRS terdiri dari segmen-segmen numerik

(dari angka 0-10) dimana pasien diminta untuk

menilai derajat nyeri yang dirasakan dari angka 0

hingga angka 10. Angka 0 menunjukkan pasien tidak

merasa nyeri, angka 1-3 menunjukkan nyeri ringan,

angka 4-6 menunjukkan nyeri sedang dan angka 7-10

menunjukkan nyeri berat. Penilaian skor nyeri

dilakukan dengan bertanya langsung pada pasien

setelah dilakukan prosedur pemasangan infus

(Hawker et al.,2011)

F. Langkah-langkah Pelaksanaan

1. Persiapan

Pada tahap persiapan quality improvement project,

mahasiswa terlebih dahulu melakukan sosialisasi

rencana quality improvement project ke kepala ruang,

pembimbing klinik, pembimbing akademik dan

perawat yang bertugas di tempat quality improvement

27

project. Sosialisasi ini bertujuan untuk

menjelaskan tujuan, prosedur pelaksanaan dan

manfaat dari quality improvement project yang akan

dilaksanakan. Mahasiswa menjelaskan proses

pemberian minyak lavender, jumlah minyak

lavender yang diberikan dan bagaimana cara

pemberiannya kepada perawat ruangan.

2. Pelaksanaan

a. Mahasiswa dan perawat ruangan memilih

responden yang memenuhi kriteria inklusi

untuk dijadikan responden. Calon responden

diberikan penjelasan tentang maksud, tujuan,

manfaat, dan prosedur dari tindakan yang akan

dilakukan. Bagi calon responden yang

bersedia, diminta untuk menandatangai lembar

persetujuan

b. Mahasiswa melakukan pengambilan data dengan

mengisi lembar kuesioner karakteristik

responden dengan merujuk pada catatan medis

responden

c. Mahasiswa menggunakan minyak esensial

levaneder “Breathe Essential Oil” dengan nomor ijin

KEMENKES RI PKD 20601210248

d. Pada kelompok intervensi , sebelum dilakukan

penusukan, mahasiswa / perawat menyemprotkan

minyak lavender sebanyak 0,3 cc pada area

28

tempat penusukan dan dibiarkan selama 5 menit

agar minyak terabsorbsi dalam kulit. Setelah

lima menit, kemudian dilakukan disinfeksi

pada area tempat yang akan dilakukan

penusukan, dan kemudian jarum infus

dimasukkan ke dalam pembuluh darah.

e. Sedangkan pada kelompok kontrol,

mahasiswa/perawat tidak memberikan intervensi

apapun sebelum dilakukan tindakan pemasangan

infus. Pemasangan infus dilakukan sesuai

dengan kebiasaan yang sudah ada di rumah

sakit yaitu dengan hanya melakukan disinfeksi

pada area tempat penusukan dengan menggunakan

alkohol swab

f. Setelah penusukan mahasiswa / perawat

mengukur nyeri pada kelompok intervensi dan

kontrol dengan skala nyeri Numeric Rating

Scale(NRS)

g. Mahasiswa mengucapkan terima kasih pada

responden dari kelompok kontrol dan kelompok

intervensi atas keterlibatannya dalam quality

improvement project

G. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

29

1. Pengolahan data

Pengolahan data dan analisa dilakukan dengan

menggunakan computer. Proses pengolahan data

melalui tahapan editing, coding, tabulating, entry dan

cleaning (Notoatmodjo, 2010)

a. Editing

Editing data dilakukan untuk memastikan bahwa

data yang diperoleh sudah lengkap. Proses

editing dilakukan sesaat setelah pengambilan

data dan dilakukan di tempat quality improvement

project berlangsung.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan dimana mahasiswa

memberikan kode pada setiap variabel untuk

mempermudah peneliti melakukan analisa data

yaitu dengan memberikan kode untuk nama

responden, kelompok kontrol dengan kode 0 dan

kelompok intervensi dengan kode 1.

c. Entry

Entry merupakan kegiatan memasukkan data ke

dalam komputer untuk selanjutnya dilakukan

analisa data dengan menggunakan program

statistik computer. Data dimasukkan sesuai

nomor responden dan jawaban responden

dimasukkan ke dalam komputer dalam bentuk

30

angka sesuai dengan skor jawaban yang telah

ditentukan saat melakukan koding.

d. Cleaning

Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali

data yang sudah dimasukkan untuk melihat

kemungkinan adanya kesalahan kode atau

ketidaklengkapan data. Mahasiswa melakukan

cleaning dengan cara membuat distribusi

frekuensi masing-masing variabel untuk

mengetahui data yang hilang.

2. Analisa data

a. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap

karakteristik responden, variabel bebas dan

variabel terikat. Hasil analisis data berupa

distribusi frekuensi dan persentase dari

masing-masing variabel termasuk mean, median

dan standar deviasi. Analisis univariate

digunakan untuk menggambarkan karakteristik

usia, jenis kelamin, riwayat responden

dipasang infus, tindakan pemberian minyak

lavender yang diberikan serta skor nyeri

responden. Pada analisis univariate ,

disajikan dalam distribusi frekuensi dan

prosentase.

b. Analisis bivariat

31

Analisis bivariat dilakukan untuk

membuktikan apakah ada perbedaan rata-rata

skor nyeri antara pasien dengan yang diberi

minyak lavender (kelompok intervensi) dengan

yang diberi air (kelompok kontrol) serta

apakah ada selisih perbedaan skor nyeri yang

bermakna terhadap kedua kelompok tersebut.

Analisis bivariat dilakukan untuk

mengetahui perbedaan antar kedua variabel.Uji

bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan

skor nyeri pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol. Uji yang digunakan adalah

uji beda dua mean independen (Mann whitney

test), yaitu uji statistik untuk mengetahui

beda mean pada dua kelompok data independen

dimana data terdistribusi tidak normal

(Hastono, 2007). Sebelumnya, peneliti

melakukan test of normality untuk mengetahui

distribusi data pada skala nyeri, hasilya

menunjukkan distribusi data tidak normal

dengan nilai p= 0,000, kemudian setelah itu

baru melakukan analisis bivariat dengan

menggunakan Mann whitney test.

Table 2.2 Uji Statsitik

Variabelindepende

Skala Variabeldependen

Skala UjiStatistik

32

nPemberianminyak

Nominal Skornyeri

Numerik MannWhitney Test

H. Etika Pelaksanaan

1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk kesepakatan

antara peneliti dan responden yang tertuang

dalam lembar persetujuan. Mahasiswa

menginformasikan secara lengkap kepada

responden tentang tujuan dan manfaat Quality

Improvement Project. Pasien yang bersedia menjadi

responden diminta untuk menandatangani lembar

persetujuan (Hidayat, 2008).

2. Anonimity

Anonimity merupakan jaminan yang diberikan

peneliti kepada responden untuk tidak

mencantumkan nama asli responden dan

menuliskannya dalam bentuk inisial guna menjaga

kerahasiaan subjek. Mahasiswa tidak

mencantumkan nama asli responden dan hanya

menuliskan kode (Hidayat, 2008).

3. Confidentially

Confidentially merupakan jaminan yang diberikan

peneliti terhadap informasi yang telah

diberikan responden. Semua informasi yang

33

diberikan oleh responden dijamin kerahasiannya

oleh peneliti (Hidayat, 2008)

BAB IV

HASIL

Quality Improvement Project ini menggunakan sampel untuk

setiap kelompok masing-masing adalah 15 responden dan

selama pengumpulan data, mahasiswa mendapatkan

responden sesuai dengan jumlah yang ditetapkan.Selama

project mahasiswa memberikan perlakuan berupa pemberian

minyak lavender terhadap kelompok intervensi dan tidak

memberikan perlakuan kepada kelompok kontrol. Hasil

project ini disajikan dalam bentuk tabel didasarkan pada

analisa univariat dan bivariat.

34

1. Analisa univariat

Hasil analisis univariat menggambarkan karakteristik

responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan

riwayat dipasang infus serta menggambarkan rata-rata

median, standar deviasi, nilai terendah dan

tertinggi tingkat nyeri kelompok kontrol dan

intervensi.

a. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam project ini meliputi

usia, jenis kelamin, dan riwayat dipasang infus

sebelumnya, dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut

ini:

Tabel 4.1.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia,Jenis Kelamin dan Riwayat infus di ruang IGD RSUP

Dr. Karyadi 18 – 31 Mei 2015 (n=30)

Variabel Kontrol(n=15)

Intervensi(n=15)

Total

F % F % F %Usia

20-40 tahun41-65 tahun>65 tahun

3111

2073,3

6,7

4101

26,766,76,7

7212

23,3706,7

Jenis KelaminLaki-lakiPerempuan

69

4060

105

66,733,3

1614

53,346,7

Riwayat infusSudah pernah diinfusPertama kali diinfus

78

46,7

53,3

78

46,753,3

1416

46,753,3

35

Tabel 4.1. menunjukkan bahwa total responden

berjumlah 30 orang dengan karakteristik responden

yang didapatkan dalam penelitian ini adalah 70%

dari total responden berusia dewasa madya (middle

aged) dengan rentang umur 41-65 tahun. Jumlah

responden yang berjenis kelamin laki-laki adalah

sebanyak 66,7%, lebih banyak daripada responden

perempuan. Sedangkan untuk riwayat pemasangan

infus sebagian besar responden (53,3%) baru

pertama kali dilakukan pemasangan infus

b. Rata-rata Skor Nyeri pada Kelompok Intervensi dan

Kelompok Kontrol

Skor nyeri responden yang dinilai dengan skala

nyeri Numeric Rating Scale (NRS) ditunjukkan pada

tabel 4.2. berikut ini:

Tabel 4.2Distribusi Frekuesni Skor Nyeri pada Kelompok

Intervensi dan Kelompok Kontrol di ruang IGD RSUPDr.Karyadi 18 – 31 Mei 2015 (n=30)

Variabel

Kelompok

Mean Median

n Standar

deviasi

Min Max

SkorNyeri

Intervensi

2,3 2 15 0,48 2 3

Kontrol 4 4 15 0,84 3 6Tabel 4.2 menunjukkan rata-rata skor nyeri pada

kelompok intervensi adalah 2, dengan skor nyeri

36

terendah adalah 2 dan skor tertinggi adalah 3.

Sedangkan rata-rata skor nyeri pada kelompok

kontrol adalah 4 dengan skor nyeri terendah adalah

3 dan skor nyeri tertinggi adalah 6.

2. Analisa bivariat.

a. Perbedaan Rata-Rata Skor Nyeri pada Kelompok

Intervensi dan Kelompok Kontrol

Perbedaan rata-rata skor nyeri responden antara

kelompok intervensi dan kelompok kontrol di IGD

RSUP Dr. Karyadi, Semarang dapat dilihat pada

tabel 4.3

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Perbedaan Rata-Rata Skor Nyeriantara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol diruang IGD RSUP Dr. Karyadi 18-31 Mei 2015 (n=30)Variabel

Kelompok Mean

Median SD n Pvalue

SkorNyeri

Intervensi

2,3 2 0,48 150,000Kontrol 4 4 0,84 15

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa rata-rata skor nyeri

kelompok intervensi adalah 2 dengan standar deviasi

0,48 dan rata-rata skor nyeri kelompok kontrol sebesar

4 dengan standar deviasi 0,84 (p value 0,000). Hasil

menunjukkan rata-rata skor nyeri kelompok intervensi

37

lebih rendah daripada rata-rata kelompok kontrol. Hasil

uji statistik disimpulkan bahwa ada perbedaan yang

signifikan rata-rata skor nyeri pada kelompok

intervensi dan rata-rata skor nyeri pada kelompok

kontrol saat prosedur pemasangan infus, p value 0,000

dengan α< 0,05

38

BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil dan pemabahasan

mengenai karakteristik responden yang meliputi jenis

kelamin, usia, riwayat diinfus, tingkat nyeri pada

kelompok kontrol dan intervensi serta perbedaan

rerata skor nyeri pada kelompok kontrol dan

intervensi :

A. Karakteristik Responden yang Mengalami Nyeri saat

Penusukan infus

1. Usia

Hasil quality improvement project ini menunjukkan

bahwa sebagian besar responden di kelompok

kontrol sebanyak 73,3% kategori usia 41-65

tahun , begitu juga dengan kelompok intervensi

yang sebagian besar responden sebanyak 66,7%

kategori usia 41-65 tahun juga. Dari total

keseluruhan populasi, hasil menunjukkan rentang

usia responden yang paling banyak adalah di

rentang usia 41-65 tahun.

Menurut Potter & Perry (2006), terdapat

hubungan nyeri dengan seiring bertambahnya

usia., yaitu pada tingkat perkembangan.

Perbedaan tingkat perkembangan yang ditemukan

diantara kelompok anak-anak, dewasa dan lansia

39

dapat mempengaruhi bagaimana cara bereaksi

terhadap nyeri. Orang dewasa akan mengalami

perubahan neurofisiologis dan mungkin mengalami

penurunan persepsi sensorik stimulus serta

peningkatan ambang nyeri. Penjelasan tersebut

memberikan gambaran dalam penelitian bahwa

persepsi dan respons nyeri yang dipengaruhi

umur merupakan akibat dari perubahan

neurofisiologis dan akibat dari kejadian nyeri

selama rentang kehidupannya.

2. Jenis Kelamin

Hasil quality improvement project ini menunjukkan

bahwa sebagian besar responden dalam kelompok

kontrol 60% adalah perempuan, sedangkan pada

kelompok intervensi adalah 66,7% adalah laki-

laki. Dari total sampel secara keseluruhan

diperoleh bahwa responden dengan jenis kelamin

laki-laki jumlahnya lebih banyak dari

perempuan.

Beberapa penelitian dilakukan untuk

membandingkan intensitas nyeri, sensasi yang

mengganggu kenyamanan dan nyeri yang

dihubungkan dengan emosi (depresi, kecemasan,

frustasi, takut dan marah). Penelitian tersebut

melibatkan responden pria dan wanita. Dalam

penelitian tersebut mereka ditanya tentang

40

pengalaman mereka mengalami nyeri. Hasil

penelitian tersebut memberikan gambaran yang

berbeda-beda. Pada penelitian terbaru

mengungkapkan bahwa wanita merasakan nyeri

dengan intensitas yang lebih tinggi dibanding

dengan pria, namun saat dievaluasi tentang

respon kecemasan mereka terkait nyeri, hasil

penelitian tidak menunjukkan perbedaan pada

pria dan wanita (Smeltzer, 2008).

3. Riwayat Infus

Hasil quality improvement project ini menunjukkan

bahwa jumlah responden antara kelompok kontrol

dan intervensi yang memiliki pengalaman

dilakukan tindakan pemasangan infus antar dua

kelompok adalah sama. Hasil menunjukkan bahwa

46,7% pada kelompok kontrol dan intervensi

sudah pernah diinfus dan 53,3% pada kelompok

kontrol dan intervensi baru pertama kali

diinfus. Dari total sampel secara keseluruhan

diperoleh bahwa 16 responden (53,3%) baru

pertama kali diinfus.

Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian

besar responden belum pernah memiliki

pengalaman nyeri penusukan, mahasiswa

mengasumsikan hal ini berhubungan dengan usia

responden dimana sebagian besar responden

41

berada pada rentang usia dewasa madya (middle

aged). Usia tersebut merupakan rentang usia yang

dihadapkan pada masalah kesehatan untuk pertama

kalinya (Santrock, 2013). Smetlzer dan Bare

menyatakan bahwa pengalaman sebelumnya dapat

berpengaruh terhadap persepsi seseorang tentang

nyeri , dimana pengalaman individu dengan nyeri

yang dialaminya sebelumnya akan menyebabkan

perasaan takut pada individu ketika menghadapi

peristiwa menyakitkan berikutnya.

B. Tingkat Nyeri dan Rerata Skor Nyeri Responden yang

Dilakukan Pemasangan Infus di Unit Gawat Darurat

RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Hasil quality improvement project ini menunjukkan

bahwa rata-rata skor nyeri kelompok intervensi

adalah sebesar 2 dengan standar deviasi 0,48 dan

rata-rata skor nyeri kelompok kontrol sebesar 4

dengan standar deviasi 0,84. Hasil menunjukkan

rata-rata skor nyeri kelompok intervensi lebih

rendah daripada rata-rata kelompok kontrol.

Sebagian besar responden (73,3%) di kelompok

kontrol melaporkan nyeri sedang pada saat

penusukan, sedangkan 14 responden di kelompok

intervensi (93,3%) mengalami nyeri ringan pada

42

saat penusukan setelah diberikan intervensi minyak

lavender secara oles.

Hasil quality improvement project ini menunjukkan

semua responden merasakan nyeri akibat penusukan

hanya saja tingkat nyeri antar kelompok kontrol

dengan kelompok intervensi berbeda. Pada kelompok

intervensi memiliki tingkat nyeri yang lebih

rendah daripada kelompok kontrol. Hal ini

disebabkan karena pada kelompok intervensi

peneliti memang memberikan agen anastetik yang

bertujuan untuk mengurangi nyeri. Nyeri penusukan

saat pemasangan infus diakibatkan karena adanya

trauma pada ujung-ujung saraf bebas yang mengalami

kerusakan akibat adanya tindakan invasif.

Kerusakan jaringan akibat penusukan menyebabkan

sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah

yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor

nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator

nyeri seperti histamine, serotonin yang akan

menimbulkan sensasi nyeri (Daniella et al, 2010).

Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan

beberapa agen anastetik memang efektif dalam

mengurangi nyeri penusukan (venipuncture).

Penelitian yang dilakukan oleh Sharon Mace (2013)

yang berjudul Effect of Vapocoolant Spray on Pain from

Venipuncture in Adults : A Randomized, Blinden, Placebo-

43

Controlled Trial menunjukkan bahwa pada kelompok

kontrol yang hanya disemprotkan Natrium Saline

sebelum dilakukan tindakan venipuncture skor

nyerinya lebih tinggi (4,72) dibandingkan dengan

kelompok intervensi yang diberikan tindakan

penyemprotan Vapocoolant Spray (1,76) dengan p<0,001.

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa terdapat

penurunan nyeri hingga tiga , pada kelompok

kontrol dan kelompok intervensi. Penelitian ini

juga menggunakan alat pengukuran yang sama dengan

yang digunakan pada quality improvement project ini

yaitu dengan menggunakan skala Numeric Rating Scale

(NRS) .

C. Keefektifan Penggunaan Minyak Esensial Lavender

dalam Menurunkan Nyeri pada Prosedur Pemasangan

infus di Unit Gawat Darurat RSUP Dr. Kariadi

Semarang

Hasil quality improvement project ini menunjukkan

terdapat perbedaan rata-rata skor nyeri antara

kelompok kontrol dan intervensi pada saat prosedur

pemasangan infus dengan nilai p value 0,000 (α<

0,05). Hasilnya menunjukkan efek yang bagus

terhadap pengaaplikasian minyak lavender secara

topical dalam mengurangi nyeri penusukan pada

pasien yang dilakukan pemasangan infus.

44

Hasil ini didukung oleh beberapa penelitian

sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Ghod et

al (2015), membuktikan bahwa pengaplikasian secara

topikal minyak esensial lavender dapat mengurangi

nyeri yang disebabkan oleh penusukan jarum untuk

dialisis pada pasien yang menjalani hemodialisa.

Pada penelitian ini pasien dikondisikan dalam tiga

hal yaitu tidak diberi intervensi apapun sebelum

penusukan, diberi intervensi plasebo (air) sebelum

penusukan serta dioleskan minyak lavender sebelum

penusukan. Pasien yang saat dilakukan penusukan

jarum diberikan minyak esensial levander

melaporkan kejadian nyeri lebih sedikit daripada

pasien yang tidak diberikan intervensi serta

pasien yang hanya dioleskan air saja. Hal ini juga

sama dengan penelitian ini dimana pada kelompok

intervensi para responden melaporkan tingkat nyeri

yang lebih rendah (nyeri ringan) jika dibandingkan

dengan kelompok kontrol yang lebih banyak

melaporkan nyeri sedang.

Selain itu penelitian lainnya adalah

penelitian Ghannadi et al mengenai pemberian

minyak esensial lavender dan minyak rosemary yang

dibuat dalam bentuk krim untuk mengobati pasien

dengan nyeri sendi lutut. Hasil penelitian ini

menunujukkan penurunan nyeri dan perbaikan fungsi

45

fisik pada pasien di minggu keempat, kedelapan dan

kedua belas setelah pemberian krim minyak esensial

oil dan lavender selama tiga bulan pada pasien

dengan nyeri sendi lutut.

Berdasarkan analisis penulis. penurunan nyeri

pada daerah yang dioleskan minyak lavender

disebabkan karena sebagian besar kandungan minyak

lavender adalah linalil asetat dan linalool, dimana kedua

zat ini memiliki efek analgesik. Penurunan nyeri

yang dirasakan berhubungan dengan aktifitas

antimuskarinik atau channel blocking (Ca2+, NA).

Sebagai blok, natrium menghambat transmisi nyeri

pada serabut saraf sehingga menghilangkan rasa

nyeri (Cavanagh HM et al, 2002). Kandungan linalyl

asetat dan linalool pada minyak lavender dapat

diabsorbsi pada kulit setelah kurang lebih lima

menit. Pengaplikasian minyak lavender secara

topikal juga meningkatkan sirkulasi darah sehingga

zat-zat yang menyebabkan nyeri dapat tereliminasi

(Jager et al, 2006).

D. Keterbatasan Quality Improvement Project

Dalam melaksanakan project ini kami sebagai

penulis mengalami beberapa kendala dalam proses

project ini seperti keterbatasan waktu, dan tidak

semua calon responden dapat dilakukan implementasi

46

minyak lavender disebabkan beberapa pasien yang

datang di IGD butuh terapi cairan dan obat secara

cepat, sedangkan implementasi ini dibutuhkan waktu

5 menit sebelum melakukan penusukan. Penulis juga

belum menemukan kandungan dari minyak lavender

yang digunakan karena beberapa laboratorium di

Semarang banyak yang tidak memiliki alat untuk

mengecek kandungan dalam minyak esensial lavender

tersebut, namun minyak lavender yang digunakan

terdapat ijin resmi dari Kemenkes untuk penggunaan

luar.

47

BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil project yang telah

diimplementasikan di UGD RSUP Dr. Kariadi Semarang

dengan mengambil sampel 30 responden mengenai

efektifitas minyak esensial lavender secara oles

terhadap penurunan nyeri pada area penusukan

infus, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan karaketristik responden yang

dipasang infus di UGD RSUP Dr. Kariadi

Semarang berdasarkan usia 41-65 tahun sejumlah

11 orang dengan prosentase 73,3% pada kelompok

kontrol tidak jauh berbeda dengan kelompok

intervensi sejumlah 10 orang dengan prosentase

48

66,7% ; berdasarkan jenis kelamin pada kelompok

kontrol 9 responden perempuan dengan prosntase

60% sedangkan pada kelompok intervensi 66,7%

berjenis kelamin laki-laki sejumlah 10 orang ;

berdasarkan riwayat penusukan sebelumnya

terdapat 8 orang dengan 53,3% baru pertama kali

mengalami penusukan infus pada kelompok kontrol

dan kelompok intervensi.

2. Gambaran perbedaan skor nyeri menunjukkan rata-

rata skor nyeri pada kelompok intervensi adalah

2. Sedangkan rata-rata skor nyeri pada kelompok

kontrol adalah 4. Dilihat terdapat perbedaan

yang cukup signifikan skor nyeri yang dengan

diberikan minyak lavender secara oles lebih

rendah.

3. Hasil dari project ini menyatakan ada perbedaan

rerata skor nyeri pada kelompok kontrol dan

kelompok intervensi dengan ditunjukkan nilai p

value 0,000 dimana minyak lavender yang

diberikan secara oles pada area penusukan lebih

efektif mengurangi nyeri pada saat penusukan

infus.

B. SARAN

1. Rumah Sakit

49

Kepada instansi pelayanan kesehatan seperti

rumah sakit khususnya, minyak lavender yang

diberikan secara oles dapat diterapkan untuk

mengurangi nyeri saat penusukan infus sebagai

terapi komplementer pada asuhan keperawatan.

2. Untuk project berikutnya disarankan agar dapat

melakukan penelitian dengan melihat respon

psikologis pasien seperti kecemasan yang dapat

merespon skor nyeri yang tinggi pada saat

dilakukan penusukan.

50

DAFTAR PUSTAKA

A.A.Ghods,Abrofosh, Ghorbani dan Asgari. (2015). The

Effect of Topical Application of Lavender Essential Oil on the

Intensity of Pain Caused by the Insertion of Dialysis Needles in

Hemodialysis Patients : A Randomized Clinical Trial. Journal

Complemnetary Therapies in Medicine, 1-6

Ardinata, Dedi. (2007). Multidimensional Nyeri. Jurnal

Keperawatan Rufaidah Sumatra Utara, Volume 2 Nomor 2.

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan

Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika

Berman, A., Synder, S., Kozier, B., & Erb, G.

(2002). Kozier and Erb’s techniques in clinical nursing.

(5theditio ). Eni Aulia, dkk, penerjemah. Jakarta :

EGC

Bowels, E Joy. (2003). The Chemistry of Aromatherapeutic Oils

3rd edition, Adelaide, Australia : Griffin Press

Cavanagh HM, Wilkinson JM. (2002). Biological Activities of

Lavender Essential Oil. Phytoter Res 2002: 16 (4): 301-8

Darmawan. (2008). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:

Salemba Medika

Daniella,M.,Clarisa, N.,Virgil,V.,Elisabeta, &

Schneider. F. (2010). Physiology of Pain-General

Mechanisms and Individual Differences. Jurnal Medical

Aradean, 8(4), 19-23

51

Dharma, K .(2011). Metodologi PenelitianKeperawatan :

Pedoman Melaksankan Menrapkan Hasil Quality Improvement

Project. Jakarta : Trans Info Media

Gillian A. Hawker, Samra Mian, Tetyana Kendzerska

dan Melissa French. (2011). Measures of Adult Pain.

Journal Arthritis Care & Research Vol.63, No S11,

page S240-S252

Hidayat, Alimul Aziz. (2008). Riset Keperawatan dan Teknik

Penulisan Ilmiah.Jakarta : Salemba Medika

Jager W,Bchbauer G, Jirovetz L, Fritzer M. (2006).

Percutaneous Absorption of Lavender Oil From a Massage Oil. J

Soc Cosmet Chem Vol 43 (1), page 49-54

Lewis.S.L.,Dirksen, S.R.,Heitkemper, M.M.,Bucher,L.

& Camera,I.M. (2011). Medical surgical nursing : Assesment

and management of clinical problem. 8th edition. St.Louis :

Mosby

McCaffrey,D., & Pasero, R. (2010). Pain Assesment and

Management in Children and Adolescent. Pediatrics, 108

(3), 793-797. Diunduh tanggal 14 Mei

2015.http://pediatrics.aappublications/org/content

Noor. (2008). Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo,Soekidjo. (2010). Metodologi Quality

Improvement Project Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta

Potter, P.A, Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental

Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4.Volume

2.Jakarta : EGC

52

Price, Shirley. (2007). Aromatheraphy for Health

Professionals. Philadephia : Elsevier Science

Santrock, John W. (2013). Life Span Development. 8th Ed.

New York : McGraw-Hill Companies Inc

Sastroasmoro, S., & Ismael,S. (2011). Dasar-dasar

Metodologi Quality Improvement Project Klinis, Edisi

4.Jakarta : Agung Seto

Mace, Sharon. (2013). Effect of Vapocoolant Spray om Pain

from Venipunvture in Adults : A Randomized , Blinded, Placebo-

Controlled Trial. Diakses di

http://www.shmabstracts.com/ pada tanggal 9 Juni

2015 pukul 11.30

Sheikhan et al. (2012). Episiotomy Pain Relief : Use of

Lavender Oil Essence in Primiparous Iranian Women. Journal

Complementary Trherapies in Clinical Practice 18,

66-70

Smetlzer, S.C., & Bare,B.G. (2001). Buku Ajar

Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Sweetman SC. (2002).The Complete Drug Reference.

Pharmautical Press : London

Taddio, A.,Appleton,M.,Bortolussi,R.Chambers,

C.,Dubey,V.,Halperin,S.,etal. (2010). Reducing the

Pain of Childhood Vaccination : an Evidence-Based Clinical Practice

Guideline. CMAJ, 182(8), 843-855

Tamsuri, A. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri.

Jakarta : EGC

53

Tyo. (2011). Pengambilan Darah Arteri dan Tools. Stikes

Karya Husada: Semarang

Wahit, N. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia : Teori

dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta : EGC

54