Penerapan Green Transportation di Kota Bogor

13
PENERAPAN GREEN TRANSPORTATION KOTA BOGOR PENDAHULUAN Transportasi merupakan kebutuhan semua lapisan masyarakat. Permasalahan transportasi semakin hari semakin meningkat terutama di kota-kota besar. Di Indonesia kepemilikan kendaraan bermotor dalam 5 (lima) tahun terakhir meningkat pesat yaitu sepeda motor 20 % dan mobil 22 %. Konsekuensi dari peningkatan kendaraan tersebut adalah meningkatnya konsumsi energi dan pencemaran udara. Sektor transportasi mengkonsumsi 20 % dari total energy nasional dan 97% dari total energi sektor transportasi menggunakan BBM. Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan sektor transportasi yang menggunakan BBM mencapai 23% dari total emisi nasional. Perkembangan jumlah kendaraan bermotor di perkotaan yang sangat pesat mulai era 90-an diduga terkait dengan kecenderungan terjadinya urban sprawl yang tidak diikuti dengan penyediaan sistem angkutan umum yang memadai sehingga menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi. Berbagai studi yang ada memperlihatkan bahwa transportasi yang tidak terkendali telah mengakibatkan penurunan kualitas kehidupan perkotaan, seperti menurunnya tingkat kesehatan masyarakat, buruknya kualitas udara perkotaan, meningkatnya korban kecelakaan lalu lintas, meningkatnya tekanan kejiwaan akibat kemacetan, dan berkurangnya aktivitas fisik seseorang karena lebih banyak di kendaraan. Dengan adanya permasalahan transportasi yang berdampak terhadap lingkungan, pemerintah mulai menerapkan konsep transportasi berkelanjutan ( sustainable transportation). Konsep transportasi berkelanjutan merupakan suatu konsep yang ramah lingkungan dan pemanfaatan dan penghematan sumber daya alam tanpa mengesampingkan masalah-masalah politik, sosial dan lingkungan. Sistem transportasi yang berkelanjutan harus memperhatikan setidaknya tiga komponen penting, yaitu aksesibilitas, kesetaraan dan dampak lingkungan. Salah satu upaya untuk menerapkan konsep transportasi berkelanjutan di Indonesia adalah dengan Transportasi hijau atau Green Transportation. Transportasi Hijau merupakan perangkat transportasi yang berwawasan lingkungan dan pendekatan yang digunakan untuk menciptakan transportasi yang sedikit atau tidak menghasilkan gas rumah kaca. Kota Bogor memiliki tingkat mobilitas yang cukup tinggi sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan transportasi dari tahun ke tahun. Hal ini ditandai dengan kecenderungan masyarakat dalam pencapaian proses transportasi dengan kepemilikan sarana transportasi menyebabkan jumlah kendaraan tidak terkendali sehingga menimbulkan dampak yang salah satunya adalah yaitu pencemaran udara. Pemerintah Kota Bogor mengambil tindakan untuk mengatasi pencemaran udara di Kota ini dengan mulai menerapkan green transportation. Penerapan green transportation adalah dengan menggunakan bahan bakar biodiesel dari minyak jelantah pada moda transportasi massal Kota Bogor yaitu Bus Trans Pakuan. Penulisan paper ini akan menilai penerapan konsep green transportation pada kota Bogor secara umum dan tata kelola green transportation pada Bus Trans Pakuan Kota Bogor.

Transcript of Penerapan Green Transportation di Kota Bogor

PENERAPAN GREEN TRANSPORTATION KOTA BOGOR

PENDAHULUAN

Transportasi merupakan kebutuhan semua lapisan masyarakat. Permasalahan

transportasi semakin hari semakin meningkat terutama di kota-kota besar. Di Indonesia kepemilikan kendaraan bermotor dalam 5 (lima) tahun terakhir meningkat pesat yaitu sepeda motor 20 % dan mobil 22 %. Konsekuensi dari peningkatan kendaraan tersebut adalah meningkatnya konsumsi energi dan pencemaran udara. Sektor transportasi mengkonsumsi 20 % dari total energy nasional dan 97% dari total energi sektor transportasi menggunakan BBM. Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan sektor transportasi yang menggunakan BBM mencapai 23% dari total emisi nasional.

Perkembangan jumlah kendaraan bermotor di perkotaan yang sangat pesat mulai era 90-an diduga terkait dengan kecenderungan terjadinya urban sprawl yang tidak diikuti dengan penyediaan sistem angkutan umum yang memadai sehingga menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi. Berbagai studi yang ada memperlihatkan bahwa transportasi yang tidak terkendali telah mengakibatkan penurunan kualitas kehidupan perkotaan, seperti menurunnya tingkat kesehatan masyarakat, buruknya kualitas udara perkotaan, meningkatnya korban kecelakaan lalu lintas, meningkatnya tekanan kejiwaan akibat kemacetan, dan berkurangnya aktivitas fisik seseorang karena lebih banyak di kendaraan.

Dengan adanya permasalahan transportasi yang berdampak terhadap lingkungan, pemerintah mulai menerapkan konsep transportasi berkelanjutan ( sustainable transportation). Konsep transportasi berkelanjutan merupakan suatu konsep yang ramah lingkungan dan pemanfaatan dan penghematan sumber daya alam tanpa mengesampingkan masalah-masalah politik, sosial dan lingkungan. Sistem transportasi yang berkelanjutan harus memperhatikan setidaknya tiga komponen penting, yaitu aksesibilitas, kesetaraan dan dampak lingkungan. Salah satu upaya untuk menerapkan konsep transportasi berkelanjutan di Indonesia adalah dengan Transportasi hijau atau Green Transportation. Transportasi Hijau merupakan perangkat transportasi yang berwawasan lingkungan dan pendekatan yang digunakan untuk menciptakan transportasi yang sedikit atau tidak menghasilkan gas rumah kaca.

Kota Bogor memiliki tingkat mobilitas yang cukup tinggi sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan transportasi dari tahun ke tahun. Hal ini ditandai dengan kecenderungan masyarakat dalam pencapaian proses transportasi dengan kepemilikan sarana transportasi menyebabkan jumlah kendaraan tidak terkendali sehingga menimbulkan dampak yang salah satunya adalah yaitu pencemaran udara. Pemerintah Kota Bogor mengambil tindakan untuk mengatasi pencemaran udara di Kota ini dengan mulai menerapkan green transportation. Penerapan green transportation adalah dengan menggunakan bahan bakar biodiesel dari minyak jelantah pada moda transportasi massal Kota Bogor yaitu Bus Trans Pakuan. Penulisan paper ini akan menilai penerapan konsep green transportation pada kota Bogor secara umum dan tata kelola green transportation pada Bus Trans Pakuan Kota Bogor.

KAJIAN LITERATUR

A. Transportasi Berkelanjutan

Transportasi berkelanjutan adalah pelayanan transportasi yang mencerminkan

keseluruhan biaya sosial dan lingkungan dalam penyediaannya; mempertimbangkan daya dukung; menyeimbangkan kebutuhan mobilitas dan keselamatan dengan kebutuhan akses, kualitas lingkungan, dan livability kawasan (Jordan & Horan 1997). Organization for Economic Co- Operation & Development (1994) juga mengeluarkan definisi yang sedikit berbeda yaitu: Transportasi berkelanjutan merupakan suatu transportasi yang tidak menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan masyarakat atau ekosistem dan dapat memenuhi kebutuhan mobilitas yang ada secara konsisten dengan beberapa hal sebagai berikut: (a) penggunaan sumberdaya energi yang terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat regenerasinya; dan (b) penggunaan sumber daya tidak terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat pengembangan sumberdaya alternatif yang terbarukan (Widiantono, 2009). Transportasi merupakan kebutuhan publik yang berpengaruh pada perkembangan wilayah, maka satu hal yang perlu diperbaiki serta dikembangkan ialah faktor pelayanan dari transportasi tersebut.

Indikator dari sustainable transportation adalah : 1. Keamanan perjalanan bagi pengemudi dan penumpang 2. Penggunaan energy oleh moda transportasi 3. Emisi CO2 oleh moda transportasi 4. Pengaruh transportasi trehadap lingkungan sekitar 5. Emisi dari bahan beracun dan bahan kimia berbahaya, polusi udara dikarenakan moda

transportasi 6. Guna lahan bagi moda transportasi seperti lahan parkir 7. Gangguan terhadap wilayah alami oleh moda transportasi 8. Polusi suara oleh moda transportasi.

Dalam penerapan transportasi terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan

untuk menuju negara yang ramah lingkungan yaitu : 1. Mengurangi kemacetan ; Strategi untuk mengurangi kemacetan dapat dilakukan dengan

informasi transportasi dan manajemen ; manajemen mobilitas, pembatasan akses, promosi angkutan umum, distribusi barang dan logistic, manajemen parkir, road pricing

2. Menurunkan penggunaan energi dan emisi gas buang ; dalam menurunkan penggunaan energi dan emisi gas buang dapat dilakukan dengan manajemen mobilitas, promosi penggunaan sepeda dan kendaraan tidak bermotor, car pooling, Bahan bakar yang bersih dan berwawasan lingkungan seperti penggunaan bahan bakar nabati, bahan bakar gas, kendaraan listrik serta kendaraan yg bersih lainnya seperti hibrida ; Promosi angkutan umum yang lebih gencar agar pemakai kendaraan pribadi mau beralih ke angkutan umum; dan Penerapan retribusi pengendalian lalu lintas serta berbagai kebijakan tarif dan fiskal.

3. Penurunan emisi lokal dan peningkatan kualitas hidup dipusat kota dapat dilakukan dengan ; pembatasan akses, distribusi barang dan logistic, manajemen parkir

4. Peningkatan efisiensi transportasi dapat dilakukan dengan : integrasi angkutan multi modal, manajemen mobilitas, promosi penggunaan sepeda, car pooling, pembatasan akses, promosi penggunaan angkutan umum, road pricing

5. Meningkatkan daya saing angkutan umum terhadap kendaraan pribadi dengan cara : sistem informasi transportasi, integrasi angkutan multi moda, manajemen mobilitas, car pooling, pembatasan akses, promosi penggunaan angkutan umum, road pricing

6. Mengurangi tekanan parkir dapat dilakukan dengan : mendorong penggunaan sepeda, car pooling, manajemen mobilitas, manajemen parkir.

B. Transportasi Ramah Lingkungan

Secara umum pengertian Transportasi Ramah Lingkungan (TRL) oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam Onogawa (2007:1) adalah pemenuhan kebutuhan transportasi dimasa sekarang tanpa merugikan generasi dimasa yang akan datang dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Walaupun sebenarnya tidak ada sebuah definisi yang khusus dalam TRL, namun yang terpenting dari TRL adalah system transportasi dan aktifitas transportasi dimana lingkungan dan manusia (anak anak, ibu dan wanita, orang cacat, orang tua jompo, masyarakat miskin dan masyarakat umum) dapat berjalan selaras dan bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi dan kegiatan lainnya.

Konsep dan Unsur Transportasi Ramah Lingkungan

Transportasi Ramah Lingkungan dapat juga berarti kumpulan dari bentuk

transportasi dengan model yang lebih berkelanjutan menuju perkembangan lingkungan yang dapat diterima oleh masyarakat perkotaan dengan ciri khas akan meningkatkan produktifitas dan keuntungan dari penerapan model yang dimaksud. Selanjutnya menurut Onogawa (2007:4) Transportasi Ramah Lingkungan dapat juga berarti pencegahan (mitigasi) dimana usaha pencegahan dianggap sebagai usaha yang lebih ringan dan murah daripada usaha untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang sudah rusak. Sebagai contoh kepeloporan Transportasi Ramah Lingkungan yang diterapkan dalam berbagai bentuk dan kondisi di Bogota, Curtiba dan Seoul.

Pengelolaan aspek

Gangguan kebisingan

suara

Penguatan pengetahuandasar, penelitian danpenjagaan kesehatan

masyarakat

Penilaian dan monitoring

kualitas udara dari

kegiatan jalan raya

Penggunaan Bahan

bakar rendah polusi

Pelaksanaan uji

emisi (pemeriksaan

dan Perawatan)

Strategi TRL yangberkesinambungan

Pengelolaanjalan raya gunakeselamatan

pengguna jalan

Perencanaantata ruang

transportasi

Kendaraan tidakbermotor, perencanaan

dan pemilihan jenispelayanan transportasi

umum

Transportasi yang dapatditerima masyarakat dan

lingkungan sertainfrastruktur yang baik

Upaya pintas

pemenuhan

kesejahteraan

sosial dan

jaminan

keamanan

bagi kaum

hawa di jalan

raya

C. Green Transportation Konsep Green Transportation adalah konsep yang dimaksudkan agar moda

transportasi bisa lebih ramah lingkungan, hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan perangkat transportasi yang berwawasan lingkungan (Putra, 2011). Transportasi hijau merupakan pendekatan yang digunakanuntuk menciptakan transportasi yang sedikit (reduce transportation) atau tidak menghasilkan gasrumah kaca (zero transportation). Gas rumah kaca merupakan salah satu penyebab global warming selama ini, dan gas rumah kaca yang berasal dari transportasi berada pada kisaran 15 - 25 %. Menurut Williams (2012), beberapa indikator Green Transportation adalah tingkat kepemilikan mobil pribadi, tingkat penggunaan bahan bakar minyak, waktu dan jarak perjalanan, tingkat penggunaan angkutan umum, transportasi massal, fasilitas untuk bersepeda dan berjalan, dan smart transportation management systems. Dalam rangka untuk mencapai sistem transportasi rendah karbon, lebih banyak penelitian dan praktek yang dibutuhkan untuk menggabungkan indikator-indikator ini.

Unsur-unsur dalam Green Transportation yaitu bahan bakar yang dibentuk dari bahan bakar ramah lingkungan agar emisi yang dikeluarkan dari kendaraan lebih rendah. Bahan bakar ramah lingkungan yang bisa digunakan dalam transportasi meliputi beberapa bagian, yaitu :

1. Listrik merupakan bahan bakar penghasil emisi gas rumah kaca yang sangat minim, apalagi bila menggunakan sumber daritenaga air, angin, sel surya ataupun nuklir. Listrik ideal digunakan untuk transportasi yang melalui jalur tetap seperti Bus Listrik, Kereta rel listrik (KRL). Selain itu, saat ini sudah diperkenalkan mobil / motor yang digerakkan dengan listrik yang disimpan dalam baterai.

2. Bahan Bakar Nabati merupakan merupakan bahan bakar yang diolah dari bahan-bahan nabati, dapat diperoleh dari minyak nabati, ataupun alkohol, ataupun dalam bentuk padat. Minyak nabati seperti minyak jarak, minyak kelapa sawit dapat digunakan untuk campuran minyak diesel yang diberi nama Biodiesel, sedangkan alcohol yang berasal dari hidrat arang dari tetes tebu ataupun lainnya dicampurkan ke bahan bakar premium/pertamax yang diberi nama Biopertamax di Indonesia

3. Sel bahan bakar, merupakan konsep baru yang dikembangkan dimana prosesnya adalah penggunaan gas H2 yang direaksikan dengan O2 yang menghasilkan air dan listrik, listrik yang dihasilkan digunakan untuk menggerakkankendaraan. Selain gas H2 juga bisa digunakan gas methan. Permasalahan yang ditemukan pada kendaraan yang berbahan bakar H2 adalah belum adanya jaringan stasiun pengisian bahan bakar gas hidrogen;

4. Bahan bakar gas, dapat berupa LPG (Liquefied Petroleum Gas) ataupun CNG (Compressed Natural Gas) yang saat ini sudah digunakan untuk angkutan bus TransJakarta di Jakarta,sumber gasnya terdapat dibeberapa daerah di Indonesia yang ditransportasi melalui pipa dan tangki bertekanan.

Green Transportation adalah sarana dan prasarana untuk menunjang Intelligent Transport System. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk menghemat bahan bakar adalah menggunakan infrastruktur cerdas yang dikenal sebagai Intelligent Transport System dimana semua pengaturan lalu lintas dilakukan dengan cerdas dengan menggunakan paket program transportasi dan lalu lintas yang bisa mengoptimalkan penggunaan infrastruktur. Perbaikan Intelligent Transportation System ini diperkitakan dapat mengurangi emisi GRK hingga 30% (TNA Sektor Transportasi, 2009). Sistem ini selain dapat menghemat penggunaan bahan bakar juga akan menurunkan angka kecelakaan termasuk menurunkan stres pengemudi. Unsur Green Transportation yang terakhir adalah penggunaan angkutan umum massal yang berbanding lurus dengan efisiensi penurunan penggunaan kendaraan pribadi dan bersinergi dengan penurunan tingkat buangan emisi gas rumah kaca.

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Di Indonesia, konsep green transportation telah diterapkan di Kota Bogor. Jumlah penduduk kota Bogor tahun 2013 berdasarkan data BPS adalah 1.013.019 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk, peningkatan jumlah kendaraan baik kendaraan umum maupun kendaraan pribadi, infrastruktur jalan terbatas menjadi salah satu permasalahan transportasi di kota Bogor. Jenis moda transportasi berdasarkan data Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Kota Bogor adalah:

1. Angkutan Kota (angkot) merupakan jumlah yang terbanyak digunakan di Kota Bogor. Mulai November 2014, sekitar 50 angkot berbahan bakar gas (BBG) mulai dioperasikan di kota ini. Penggunaan angkot BBG ini dinilai lebih hemat bahan bakar, efisien dan ramah lingkungan. Angkot BBG tersebut merupakan bagian dari program corporate social responsibility (CSR) dari Perusahaan Gas Negara (PGN) untuk Pemkot Bogor.

2. Angkutan Antar Kota dalam Provinsi ; merupakan angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antar daerah Kabupaten / kota dalam satu daerah Provinsi dengan menggunakan bus umum. Ini juga merupakan angkutan yang banyak digunakan di Kota Bogor.

3. Bus Rapid Trans ; Bus Trans Pakuan merupakan bus rapid trans kota Bogor yang diresmikan pada tanggal 3 Juni 2007 melayani koridor Baranangsiang - Terminal Bubulak sejauh 14 Km dalam waktu kurang lebih 45 menit, terdapat sekitar 16 halte di jalur ini. Bus ini diharapkan menjadi solusi kemacetan di Kota Bogor. Bus Trans Pakuan ini merupakan bus yang sudah menggunakan bahan bakar biodiesel. Sepuluh dari 30 bus Trans Pakuan ini menggunakan biodiesel jelantah (baru 4 ton/bulan dari kebutuhan 12 ton/bulan) Berikut ini adalah gambar Bus Trans Pakuan yang sudah menggunakan biodiesel.

4. Kereta Api ; kereta api merupakan salah satu moda yang paling banyak digunakan

masyarakat Kota Bogor dalam melakukan perjalanan terutama menuju kota Jakarta, Depok dan Sukabumi. Terdapat 2(dua) jenis moda di Kota Bogor yaitu Kereta Api Listrik (KRL) dan Kereta Api Diesel (KRD).

5. Angkutan Umum non Motor yaitu becak

Beberapa indikator Green Transportation menurut Williams (2012) yang ada di Kota Bogor adalah :

1. Tingkat kepemilikan mobil pribadi Tingkat kepemilikan mobil pribadi terdiri dari 2 (dua) yaitu angkutan umum dan angkutan pribadi. Tingkat kepemilikan mobil pribadi tahun 2013 di Kota Bogor menurut data BPS tahun 2014 adalah :

Jenis Bukan Umum (unit) Umum (unit)

Sedan 9220 -

Jeep 4446 -

Mini Bus 45.781 5258

Bus 287 444

Truk 11.390 277

Total 71.124 5979

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah kepemilikan mobil pribadi di kota Bogor lebih besar daripada kendaraan umum. Sangat sulit untuk menurunkan jumlah kendaraan bermotor karena belum didukung oleh angkutan umum yang memadai.

2. Tingkat penggunaan bahan bakar minyak Dari data DLLAJ 2013 Kota Bogor tercermin peningkatan BBM sebesar 418.821 lt dari tahun 2006-2009 dengan perbandingan konsumsi BBM dan jarak 0,02 liter/km. Peningkatan konsumsi BBM meningkat sebesar 722.874 lt (2006), 1.141.695 (2009), dan 1.835.267 lt (2012). dan emisi yang dikeluarkan semakin meningkat pula sebesar 990.99 ton/jam (2006), meningkat 33,64% menjadi 1324.37 ton/jam (2009), dan meningkat 30,35% menjadi 1627.99 ton/jam (2012). Tingkat ini meningkat secara terus menerus yang menyebabkan pencemaran udara juga meningkat.

3. Waktu dan jarak perjalanan Frekuensi angkutan kota di Kota Bogor rata-rata sangat tinggi sehingga penumpang tidak harus menunggu lama untuk mendapatkan angkutan. Frekuensi tertinggi pada trayek 01 A ( Terminal Baranangsiang-Ciawi) dengan frekwensi rata-rata 152 kend/jam dan frekwensi terendah pada trayek 04 (Warung Nangka-Ramayana) sebesar 13 kendaraan /jam.

4. Tingkat penggunaan angkutan umum Pada tahun 2012 yaitu sebanyak 23% dari jumlah penduduk di Kota Bogor. Masih sekitar 75% dari jumlah penduduk di kota Bogor masih menggunakan angkutan pribadi yang terdiri dari mobil pribadi dan motor. Minimnya sarana dan prasarana dari angkutan umum menyebabkan masyarakat kurang menggunakan angkutan umum.

5. Transportasi massal Jumlah angkutan kota saat ini yang ada di Bogor saat ini sekitar 3.421 unit dengan luas wilayah Bogor yang hanya 118.5km. Ini berarti jumlah yang cukup banyak untuk luas wilayah kota Bogor. Oleh sebab itu sebagian akan dikonversi ke transportasi massal, yaitu Bus Trans Pakuan. Pada tahun 2009 lalu jumlah penumpang Bus Trans Pakuan mencapai 1.102.075 penumpang yang memanfaatkan layanan pada jalur Cidangiang – Bubulak dan Cidangiang – Harjasari. Jumlah armada Bus Trans Pakuan saat ini hanya 30 unit. Pemerintah berencana untuk menambah jumlah armada 150-200 unit untuk mengurangi kemacetan kota Bogor.

6. Fasilitas untuk bersepeda dan berjalan Kota Bogor sudah menerapkan untuk Car Free Day (CFD) setiap hari minggu pukul 06.00-09.00. CFD ini sudah diterapkan sejak Desember 2009. CFD ini diterapkan di sekitar Jalan Jalak Harupat, Jl Salak, dengan pusatnya Lapangan Sempur. Hanya sepeda yang boleh dilalui di area ini. Sehingga, warga bebas untuk berjalan kaki dan polusi juga berkurang. Namun, pada hari kerja, belum terdapat jalur khusus sepeda di sepanjang jalan kota Bogor ini. Kota Bogor telah memiliki beberapa pedestrian jalan untuk fasilitas pejalan kaki. Jalan Nyi Raja Permas dan Jalan Kapten Muslihat telah dibangun fasilitas pedestrian yang sangat baik, pembangunan ini mempertimbangkan jalan tersebut merupakan akses

jalan masyarakat Kota Bogor menuju Stasiun Kota Bogor yang merupakan salah satu pusat bangkitan dan tarikan terbesar di Kota Bogor.

7. Smart transportation management systems.(STMS)

Manajemen sistem transportasi yang sudah ada di kota Bogor adalah :

Pengujian Kendaraan Bermotor yang optimal

Penggunaan ruang lalu lintas dan menyediakan simpul transportasi untuk mengantisipasi dan merespon secara positif mobilitas lalu lintas.

Pengujian emisi gas buang didalam pelaksanaan pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor dan sosialisasi di dalam penggunaan bahan bakar berpolutan rendah melalui Program Langit Biru

Pelayanan yang optimal ditinjau dari aspek kualitas pelayanan, aksesbilitas trayek angkutan umum dan tarif yang terjangkau.

Beberapa Kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam menerapkan green transportation yaitu :

1. Peraturan Daerah RTRW Kota Bogor tahun 2011 - 2031 Bagian Ketiga tentang Rencana Pengembangan Jaringan Gas, pada paragraf kedua Rencana Sistem Jaringan Prasarana Kota pasal 39 poin b disebutkan mengenai rencana pengembangan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas untuk kendaraan bermotor dan pada poin c disebutkan rencana pengembangan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji. Hal ini merupakan realisasi untuk pelaksanaan 50 Angkot BBG yang sudah mulai beroperasi bulan November 2015

2. RTRW Kota Bogor Tahun 2011 – 2031 Bab 6 mengenai Rencana struktur ruang wilayah, pada bagian tiga rencana pengembangan sistem jaringan, paragraph 1 rencana jaringan Transportasi pasal 18 ayat (4) huruf a disebutkan rencana peningkatan pelayanan angkutan umum massal. Realisasi dari huruf (a) ini adalah

Angkutan umum massal Trans Pakuan untuk pelayanan dalam kota serta angkutan umum masal antar kota seperti kereta api dan pengumpan angkutan umum masal Trans Jakarta

Pengembangan jalur angkutan umum masal dalam kota yang menghubungkan rencana terminal Ciawi-Cidangiang-rencana Terminal Dramaga, rencana Terminal Ciawi-rencana Terminal Dramaga melalui Bogor Inner Ring Road Selatan, rencana Terminal Dramaga-rencana Terminal Tanah Baru-Sentul, rencana Terminal Tanah Baru-rencana Terminal Cibinong, rencana pengembangan jalur tengah kota melalui Stasiun Kereta Api Bogor

Pengembangan sarana dan prasarana pendukung sistem angkutan umum masal seperti halte, sarana parkir untuk peralihan moda, rambu lalu lintas, dan pengembangan jalur bus;

3. RTRW Kota Bogor Tahun 2011 – 2031 Bab 6 huruf (c) disebutkan Rencana penyediaan angkutan umum yang ramah lingkungan. Realisasi dari huruf (c) ini adalah Bus Trans Pakuan

B. Proses Pengolahan Minyak Jelantah dari Biodiesel pada Bus Trans Pakuan Saat ini yang moda transportasi yang berbahan bakar biodiesel sudah lama

diterapkan di Kota Bogor adalah Bus Trans Pakuan. Biodiesel adalah BBM ramah lingkungan dan sangat signifikan mengurangi pencemaran udara dan menyebarkan aroma harum minyak tumbuhan sehingga ikut mengharumkan kota. Penggunaan biodiesel oleh kendaraan bermesin diesel dapat membersihkan ruang bakar mesin

sehingga mesin diesel dapat menjadi lebih awet. Berikut adalah gambar proses pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel

Proses awal dari pengolahan ini adalah minyak jelantah dikumpulkan ke dalam drum penyaringan. Disitu minyak jelantah dipisahkan dari kotoran sisa penggorengan makanan dan water content. Selanjutnya jelantah yang telah bersih dialirkan dengan menggunakan pipa-pipa memasuki drum atau tangki proses. Di tangki itu, jelantah dicampur dengan katalis berupa metanol dan hidroksida (NaOH), sambil terus diaduk-aduk memakai peralatan khusus selama 30 menit sampai larutan tercampur dengan baik. Selanjutnya larutan diendapkan. Hingga terbetuk pemisahan antara cairan berwarna gelap yang disebut crude gliserin dibagian bawah dan cairan bening yang disebut dengan crude biodiesel bagian atas. Sesuai dengan mekanisme tangki proses, maka cairan yang telah terpisah tersebut akan mengalir ketangki masing-masing.

Crude biodiesel yang telah dipisahkan dari crude gliserin kemudian cuci dengan air di drum berikutnya. Setelah pencucian tersebut air dipisahkan dari crude biodiesel dengan melakukan penguapan (pengeringan) dengan suhu 110-120 derajat celcius. Crude biodiesel yang telah dipisahkan dari crude gliserin kemudian cuci dengan air di drum berikutnya. Setelah pencucian tersebut air dipisahkan dari crude biodiesel dengan melakukan penguapan (pengeringan) dengan suhu 110-120°C. Selanjutnya biodiesel yang telah jadi dimasukkan kedalam tangki khusus hasil produksi. Sementara limbah dari proses industri ini akan dialiri ke tangki lain. Dari keseluruhan bahan baku (minyak jelantah) setelah di proses akan menghasilkan 80 % biodiesel dan 20 persen lagi limbah cair yang bisa dimanfaatkan lagi. Limbah dari proses pengolahan diesel yang berbentuk cairan dapat dijadikan sabun khusus untuk mesin dan dapat menjadikan tanaman menjadi semakin subur jika disiramkan.

C. Tata Kelola Green Transportation pada Bus Trans Pakuan Kota Bogor

Pengelolaan Biodiesel dari minyak jelantah untuk Bus Trans Pakuan di Kota Bogor diatur oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor dengan bekerjasama dengan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Provinsi Kota Bogor, PT Bumi Energi Equatorial (BEE) atau nama lain Mekanika Elektrika Egra (MEE) dan Perusahaan Daerah Jasa Transportasi kota Bogor.

Sejak Tahun 2007 Kota Bogor sudah menjadi anggota dari International Council for Local Environment (ICLEI), yaitu asosiasi dari kurang lebih 600 kota sedunia yang berkomitmen untuk melestarikan lingkungan hidup dengan mengendalikan pemanasan global, melalui Program Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, yang salah satunya berasal dari emisi kendaraan bermotor. Bertitik tolak dari hal tersebut, sejak tahun 2007 pula Pemerintah Kota Bogor melaksanakan kegiatan pengolahan limbah minyak

jelantah menjadi bahan bakar (biodiesel), dimana biodiesel yang dihasilkan dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar alat transportasi ramah lingkungan (Bus Trans Pakuan). Dinas yang pertama kali mengusulkan inisiatif tersebut adalah Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor. Alasan pemerintah Kota Bogor memilih minyak jelantah sebagai bahan bakar biodiesel dikarenakan minyak jelantah merupakan minyak goreng sisa / bekas penggorengan yang tidak dapat lagi digunakan berulang kali yang pada umumnya terbuat dari kelapa sawit. Minyak sisa penggorengan apabila digunakan lebih dari 2-3x dapat menyebabkan kanker. Sehingga pada umumnya minyak jelantah ini akan dibuang setelah digunakan.

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Bagian Kedua Pasal 43 diatur mengenai Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor. Pada ayat 4 (empat) yaitu dalam rangka mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor secara terus menerus, tidak menimbulkan dampak lanjutan terhadap kesehatan dan terciptanya ramah lingkungan dalam daerah, serta tercapainya program langit biru, secara bertahap setiap kendaraan bermotor harus menggunakan Bahan Bakar alternatif.

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2014 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 49 huruf I bagian penjelasan ditegaskan bahwa Setiap badan yang kegiatan usahanya menghasilkan minyak jelantah wajib menyerahkan minyak jelantah hasil kegiatan usahanya kepada Pemerintah Daerah. Minyak Jelantah diolah menjadi biodiesel yang digunakan untuk bahan bakar alternatif ramah lingkungan. Walikota Bandung juga membuat peraturan terhadap pemilik-pemilik restoran agar menyerahkan minyak jelantah kepada pemerintah. Jika pemilik restoran tidak menyerahkan maka akan dikenakan sanksi berupa pencabutan izin restoran di Kota Bogor. Hingga saat ini sekitar 400 liter/ bulan yang diterima BPLH Provinsi Kota Bogor dari pemilik restoran.

Dari sejumlah peraturan Pemerintah Kota Bogor di atas dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Kota Bogor sudah menegaskan keseriusan dan pentingnya bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Salah satunya dalam menerapkan peraturan minyak jelantah sebagai bahan bakar biodiesel, sehingga setiap usaha yang menghasilkan biodiesel wajib menyerahkan kepada Pemerintah Daerah.

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup membangun sejumlah kemitraan dalam pengumpulan minyak jelantah. Kerjasama ini melibatkan pihak-pihak sebagai berikut :

No. Pihak yang bekerja sama Keuntungan

1 Chevron Geothermal Salak Meningkatkan proper perusahaan

2 PT.Carrefour Indonesia Meningkatkan proper perusahaan

3 PT.Fast Food Indonesia Meningkatkan proper perusahaan

4 Perkumpulan Gereja Mendukung program lingkungan di gereja

5 Koperasi Pasar di Kota Bogor Mendukung program lingkungan pemerintah

6 Sekolah-sekolah di Kota Bogor Mendukung program sekolah adiwiyata

Selain itu ada minyak jelantah yang berasal dari masyarakat kota Bogor ada sekitar 800 liter / bulan. Untuk minyak jelantah yang diterima dari masyarakat, telah dilakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat akan bahan minyak jelantah. Pengumpulan minyak jelantah ini dilakukan secara rutin setiap bulan di kelurahan,

kecamatan dan sekolah se-kota Bogor. BPLH juga menyediakan anggaran untuk penggantian minyak jelantah kepada masyarakat yaitu sebesar Rp 3.000/liter. Minyak jelantah yang terkumpul kemudian disalurkan ke pihak pengolah minyak jelantah menjadi biodiesel. Dalam hal pengolahan menjadi biodiesel ini, Pemerintah Kota Bogor bekerja sama dengan pihak swasta yaitu PT Bumi Energi Equatorial (BEE). Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral no. 51 tahun 2006 yaitu pihak swasta diizinkan untuk melakukan kegiatan usaha niaga bahan bakar nabati (Biofuel) seperti biodiesel.

PT. BEE adalah perusahaan pembuat biodiesel dari jelantah. PT. BEE Biodiesel hanya mampu menyediakan sebanyak 400 liter per hari. Jumlah tersebut merupakan 20 persen dari kebutuhan biodiesel Bus Trans Pakuan yang mampu dipenuhi. Proses pengolahan dari minyak jelantah menjadi Biodiesel membutuhkan waktu sekitar dua jam. Dari 100 persen minyak jelantah plus metoksida 10 persen, setelah diolah menjadi 90 persen biodiesel dan 10 persen gliserin (limbah). Hasil olahan tersebut akan dibeli oleh Perusahaan Daerah Jasa Transportasi untuk bahan bakar Bus Trans Pakuan dengan kombinasi dengan bahan bakar solar dengan komposisi biodiesel : solar = 20 : 80. Berikut ini adalah data pengumpulan minyak jelantah yang diolah menjadi biodiesel.

D. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengumpulan minyak jelantah.

Tujuan Umum dari pengembangan kegiatan minyak jelantah menjadi biodiesel ini di Kota Bogor adalah untuk menurunkan tingkat pencemaran air dan tanah akibat pembuangan minyak jelantah dan mengurangi polusi udara dengan menggunakan bahan bakar biodiesel yang berasal dari limbah minyak jelantah. Penggunaan biodiesel B20 mampu menurunkan kadar CO gas buang sebesar 21.53% dibandingkan dengan menggunakan solar. Adapun kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan antara lain :

Kendala teknis berupa masih kurangnya koordinasi pada tahap pengumpulan jelantah

Belum mandirinya kegiatan ini karena masih menggantungkan anggaran dari Pemerintah Kota. Mulai Tahun 2008-2013 jumlah anggaran dari pengumpulan minyak dari APBD kota Bogor adalah Rp. 1.100.000.000

Belum meratanya informasi mengenai pengumpulan minyak jelantah

Belum adanya gudang penyimpanan yang memenuhi syarat

Belum menyebarnya tempat penampungan minyak di tingkat masyarakat

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Green Transportation merupakan salah satu wujud pelaksanaan pemerintah untuk menciptakan moda yang ramah lingkungan demi mengurangi dampak pencemaran dari tingginya tingkat penggunaan kendaraan bermotor di suatu negara. Pengelolaan green transportation pada Kota Bogor saat ini hanya memenuhi beberapa indikator menurut Williams (2012) yaitu tersedianya jalur pejalan kaki, di beberapa titik lokasi, penggunaan bahan bakar ramah lingkungan yaitu Bus Trans Pakuan, adanya transportasi massal di Kota ini.

Pengelolaan Bus Trans Pakuan di Kota Bogor diatur oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor dengan bekerjasama dengan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Provinsi Kota Bogor, PT Bumi Energi Equatorial (BEE) atau nama lain Mekanika Elektrika Egra (MEE) dan Perusahaan Daerah Jasa Transportasi kota Bogor. BPLH Kota Bogor melakukan koordinasi dengan sejumlah kemitraan untuk memperoleh minyak jelantah sebagai bahan bakar biodiesel.

B. Saran Dalam hal pembuatan bahan bakar biodiesel ini, Badan Pengelolaan Lingkungan

Hidup masih kekurangan bahan baku, sehingga hanya 1/3 (sepertiga) dari total armada Bus Trans Pakuan yang menggunakan bahan bakar biodiesel. Untuk mengatasi berbagai kendala dalam pengumpulan minyak jelantah ini maka Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor perlu melakukan peningkatan koordinasi dengan sejumlah kemitraan hingga kecamatan untuk dapat memperoleh bahan baku (minyak jelantah) sehingga mencukupi untuk seluruh armada Bus Trans Pakuan. Untuk mendukung peningkatan tersebut, dibutuhkan pembentukan tim pengumpulan minyak jelantah.

Selain itu, BPLH Kota Bogor dan Dinas Kesehatan harus menambah jumlah wilayah untuk tingkat sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya minyak goreng bekas pada masyarakat, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat turut berpartisipasi untuk memberikan minyak goreng bekas pada pemerintah melalui kecamatan dan kabupaten setempat. Penyebaran informasi yang luas juga dapat dilakukan melalui brosur, leaflet dan iklah di televisi. BPLH juga perlu menambah wadah tampungan sebagai wadah minyak jelantah.

DAFTAR PUSTAKA

Gusnita, Dessy. 2010. Green Transport : Transportasi Ramah Lingkungan dan Kontribusinya dalam Mengurangi Polusi Udara. Volume II, No.2 Juni 2010,66-71, Berita Dirgantara,Indonesia.

Pramono, Agus. 2008. Pengelolaan Transportasi Ramah Lingkungan di Kota Mataram. Semarang.Universitas Diponegoro.”Tesis”

Pratama, Adiyatna, dkk. 2013.Kajian Kompabilitas Green Transportation Untuk Kota Bogor.www.academia.edu., diakses tanggal 9 Desember 2014

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor : 3 Tahun 2013.Penyelenggaraan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor : 1 Tahun 2014.Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor : 18 Tahun 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun 2011-2031.

____________,2010. Green Transport sebagai konsep : www.punyaesapa.blogspot.com/2010/11/green-transport-sebagai-konsep.html, diakses 10 desember 2014

____________,2011.Save Earth Mengenal Pembuatan Biodiesel. www.greenstudentjournalists.blogspot.com/2011/02/save-earth-mengenal-pembuatan-biodiesel.html, diakses 10 Desember 2014

___________,2014. Pemanfaatan Limbah Minyak Jelantah menjadi Biodiesel Kota Bogor. http://www.yipd.or.id/en/environment/pemanfaatan-limbah-minyak-jelantah-menjadi-biodiesel-di-kota-bogor, diakses tanggal 11 Desember 2014

____________,2014. Kota Bogor dalam Angka. www.bps.go.id, diakses 10 Desember 2014