Pelestarian Kawasan dan Bangunan Kuno Bersejarah Pusat Kota Probolinggo

13
arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014 102 PELESTARIAN KAWASAN DAN BANGUNAN KUNO BERSEJARAH PUSAT KOTA PROBOLINGGO Lukman Hadi Dharma A.W., Antariksa, Eddi Basuki Kurniawan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan M.T. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia Telp. (0341) 567886 e-mail: [email protected] ABSTRAK Kota Probolinggo merupakan salah satu kota di Indonesia yang pernah menjadi daerah pemerintahan kolonial Belanda. Kolonial Belanda merupakan pihak yang berperan penting pada terbentuknya identitas pusat Kota Probolinggo. Terdapat banyak bangunan peninggalan Belanda di pusat Kota Probolinggo. Studi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pada masa kolonial, perubahan fisik yang terjadi pada kawasan dan bangunan kuno bersejarah di serta memberikan arahan pelestarian kawasan dan bangunan kuno bersejarah di pusat Kota Probolinggo. Metode- metode yang digunakan dalam studi ini adalah deskriptif untuk mengetahui karakteristik pusat Kota Probolinggo, figure ground untuk mengetahui kepadatan masa bangunan, before-after untuk mengatahui perubahan bangunan kuno bersejarah, sinkronik-diakronik untuk mengetahui perubahan simultan kawasan, dan metode AHP untuk mengetahui prioritas makna kultural. Hasil studi adalah ada elemen substansi pada kawasan, yaitu hirarki, dan landmark perlu untuk dilestarikan. Untuk pelestarian bangunan kuno didapatkan, yaitu rehabilitasi 8 bangunan kuno, renovasi 8 bangunan kuno, adaptasi 1 bangunan kuno, konservasi 12 bangunan kuno dan preservasi 12 bangunan kuno. Kata Kunci: pelestarian, bangunan kuno bersejarah ABSTRACT Probolinggo is one of the cities in Indonesia was the Dutch colonial rule. Dutch Colonial is an important role on forming the urban Probolinggo identity. There are a lot of Dutch heritage building in urban. The purpose of this study is to identify the characteristics on the colonial era, the physical changes that occur in the area and heritage buildings, well as provide environmental conservation and heritage buildings preservation in the urban Probolinggo. The methods used in this study is a descriptive method to determine the characteristics of urban Probolinggo, figure ground to know the density of the building mass, before-after to know the heritage buildings changes, synchronic- diachronic to assess simultan changes in the region, and AHP determine priority to cultural meaning. The results of this study are the presence of environmental conservation on substantive elements, hierarchy, and landmarks. And heritage buildings preservation, namely the rehabilitation 8 heritage buildings, renovation 8 heritage buildings, adaptations 1 heritage buildings, conservation 12 heritage buildings and preservation 12 heritage buildings. Keywords: preservation, heritage buildings

Transcript of Pelestarian Kawasan dan Bangunan Kuno Bersejarah Pusat Kota Probolinggo

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014102

PELESTARIAN KAWASAN DAN BANGUNAN KUNOBERSEJARAH PUSAT KOTA PROBOLINGGO

Lukman Hadi Dharma A.W., Antariksa, Eddi Basuki KurniawanJurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Jalan M.T. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia Telp. (0341) 567886e-mail: [email protected]

ABSTRAKKota Probolinggo merupakan salah satu kota di Indonesia yang pernah menjadi daerahpemerintahan kolonial Belanda. Kolonial Belanda merupakan pihak yang berperan penting padaterbentuknya identitas pusat Kota Probolinggo. Terdapat banyak bangunan peninggalan Belanda dipusat Kota Probolinggo. Studi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pada masa kolonial,perubahan fisik yang terjadi pada kawasan dan bangunan kuno bersejarah di serta memberikanarahan pelestarian kawasan dan bangunan kuno bersejarah di pusat Kota Probolinggo. Metode-metode yang digunakan dalam studi ini adalah deskriptif untuk mengetahui karakteristik pusat KotaProbolinggo, figure ground untuk mengetahui kepadatan masa bangunan, before-after untukmengatahui perubahan bangunan kuno bersejarah, sinkronik-diakronik untuk mengetahuiperubahan simultan kawasan, dan metode AHP untuk mengetahui prioritas makna kultural. Hasilstudi adalah ada elemen substansi pada kawasan, yaitu hirarki, dan landmark perlu untukdilestarikan. Untuk pelestarian bangunan kuno didapatkan, yaitu rehabilitasi 8 bangunan kuno,renovasi 8 bangunan kuno, adaptasi 1 bangunan kuno, konservasi 12 bangunan kuno danpreservasi 12 bangunan kuno.Kata Kunci: pelestarian, bangunan kuno bersejarah

ABSTRACTProbolinggo is one of the cities in Indonesia was the Dutch colonial rule. Dutch Colonial is animportant role on forming the urban Probolinggo identity. There are a lot of Dutch heritage buildingin urban. The purpose of this study is to identify the characteristics on the colonial era, the physicalchanges that occur in the area and heritage buildings, well as provide environmental conservationand heritage buildings preservation in the urban Probolinggo. The methods used in this study is adescriptive method to determine the characteristics of urban Probolinggo, figure ground to know thedensity of the building mass, before-after to know the heritage buildings changes, synchronic-diachronic to assess simultan changes in the region, and AHP determine priority to culturalmeaning. The results of this study are the presence of environmental conservation on substantiveelements, hierarchy, and landmarks. And heritage buildings preservation, namely the rehabilitation8 heritage buildings, renovation 8 heritage buildings, adaptations 1 heritage buildings, conservation12 heritage buildings and preservation 12 heritage buildings.Keywords: preservation, heritage buildings

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014 103

PendahuluanKota Probolinggo mulai dikenal setelah pada kependudukan kolonial Belanda pada

tahun 1743. Letak Probolinggo yang strategis menjadi daya tarik Belanda untukmenduduki Probolinggi. Terletak di antara pesisir dan dataran tinggi yang subur,Probolinggo memiliki sumber daya alam yang melimpah. Pada masa kolonial,pemerintahan dibagi menjadi dua, yaitu pemerintahan kolonial dan pemerintahan pribumi.Pemerintahan kolonial berpusat di rumah karesidenan, sedangkan pemerintahan pribumiberada di pendopo kabupaten di selatan alun-alun.

Pada masa kolonial pusat Kota Probolinggo mengalami empat tahap (Handinoto2010). Pada tahap-tahap inilah terbentuk 5 elemen citra kawasan yang mencerminkanidentitas kawasan, yaitu boundary, pattern, substance, hierarchy, dan landmarks (Clerici1997). Pusat Kota Probolinggo pada masa kolonial merupakan pusat pemerintahan danpermukiman orang Belanda dan Eropa. Hal tersebut dapat dilihat dengan banyak terdapatbangunan bergaya Eropa yang terdapat pada pusat Kota Probolinggo. Pada masasekarang berdasarkan RTRW Kota Probolinggo tahun 2009-2028 pusat Kota Probolinggomerupakan kawasan yang memiliki fungsi pemerintahan, perkantoran, perdagangan danjasa. Terjadi banyak perubahan karakteristik fisik pada kawasan pusat Kota Probolinggoseperti perubahan fungsi bangunan menjadi perkantoran dan perdangan jasa sehinggamemacu perubahan gaya bangunan menjadi lebih modern.Studi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pada masa pemerintahan kolonialBelanda; mengetahui perubahan fisik yang terjadi pada kawasan dan bangunan kunobersejarah akibat perkembangan kawasan pusat; dan memberikan arahan pelestariankawasan dan bangunan kuno bersejarah di pusat Kota Probolinggo.

Metode PenelitianMetode pengumpulan data dalam studi ini digunakan sumber data primer

(observasi lapangan, dokumentasi, dan wawancara pihak terkait) dan sekunder (peta,foto, dokumen pemerintahan terkait sejarah kawasan dan literatur mengenai gayabangunan kuno).

Populasi bangunan kuno berjumlah 41 bangunan yang berdasarkan Undang-Undang no. 11 tahun 2010 tentang cagar budaya yaitu:

- Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; dan- Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun.

Untuk menentukan sampel masyarakat menggunakan rumus Slovin sehinggadapat diketahui 99 responden pemilik bangunan non kuno dan ditambah dengan 41responden pemilik bangunan kuno (Gambar 1).

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif, evaluatif dandevelopment. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik kawasan danbangunan kuno antara lain sejarah kawasan pusat kota, karakter elemen citra kawasan,karakter bangunan kuno. Metode evaluatif digunakan untuk mengetahui perubahankawasan dan bangunan kuno, yaitu dengan menggunakan analisis sinkronik-diakronikuntuk perubahan kawasan dan analisis before-after untuk perubahan bangunan kuno.

Untuk menentukan arahan pelestarian menggunakan metode development.Arahan pelestarian kawasan dapat diketahui dari analisis sinkronik-diakronik elemen citrakawasan, arahan pelestarian bangunan kuno didapat dari analisis AHP denganpembobotan nilai makna kultural, serta tingkat perubahan fisik bangunan kuno bersejarah.

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014104

Hasil dan PembahasanA. Karakteristik pusat Kota Probolinggo

Karakteristik pusat Kota Probolinggo meliputi sejarah kawasan, karakteristikkawasan, dan karakteristik bangunan kuno.

1. Sejarah kawasanPusat Kota Probolinggo terbentuk sejak masih dalam masa pemerintahan

Karesidenan Pasuruan dan berkembang pesat setelah dipegang oleh pemerintahanBelanda. Pada masa kolonial pusat Kota Probolinggo mengalami empat tahap, yaitua) Tahap I (sebelum tahun 1743)

Pada awal pemerintahannya, Belanda hanya menempatkan benteng di daerahpesisir yang digunakan sebagai pos dagang. Struktur kota masih menganut strukturperkotaan Jawa, yaitu berpusat di alun-alun dan dikelilingi oleh masjid, penjara danpendopo kabupaten. Sebelah timur pusat kota sudah dihuni oleh pendatang pecinan.b) Tahap II (1743 – 1850)

Pada tahap kedua, pemerintah Belanda mengambil penuh kekuasaan terhadapProbolinggo. Selain itu didudkung dengan kerja paksa pembuatan Jalan Raya Pos(jalan dari Anyer hingga Panarukan) yang pada masa ini sampai di Probolinggo.Pemerintah Belanda membuat pusat pemerintahan sendiri dengan mambangun rumahresiden (sekarang KODIM) dengan gaya Indische Empire Stijl di Jalan Raya Pos. Padatahun 1830-an mulai terbentuk jalan antara pos dagang – alun-alun – rumah residendan berkembang dengan dibuat dua jalan yang mengapit di sisi Timur dan Barat.c) Tahap III (1851 – 1880-an)

Perkembangan pesat terjadi pada tahap ketiga, yaitu dengan penambahan blok-blok permukiman di sisi Timur sebagai kawasan pecinan, di sisi Selatan sebagai blokpembatas untuk pribumi, dan di sisi Barat sebagai pemukiman Arab dan Melayu. Padamasa ini terbentuk pola morfologi kota yang baku, yaitu pola grid yang simetris.

Gambar 1. Peta wilayah studi.

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014 105

d) Tahap IV (1880-an - 1945)

Pada masa ini struktur pusat kota tidak mengalami perubahan yang signifikan.Praktis hanya penambahan blok permukiman di sisi Timur yang dimaksudkan sebagaibatas peredam dan keamanan bagi masyarakat kolonial, serta pembangunan relkereta api yang diteruskan dari Pasuruan menuju daerah Selatan Probolinggo sepertiLumajang, Situbondo dan Jember.

2. Karakteristik KawasanPerkotaan dibagi menjadi empat komponen (Clerici, 1997), yaitu boundary,

pattern, substance, dan hierarchy. Selain itu juga didukung dengan landmark yangmenjadi salah satu identitas suatu kawasan.

A. BoundaryBoundary merupakan sebuah batas dari sebuah wilayah atau kawasan. Batas

dalam hal ini bias berupa fisik seperti jalan, rel kereta api, sungai dan sebagainya.Wilayah studi merupakan pusat pemerintahan masa kolonial dan lokasi permukimanpenduduk Eropa dan kolonial. Untuk di luar wilayah studi bukan kawasan pusatkolonial, tetapi merupakan kawasan permukiman pendatang, seperti KampungArab, Kampung Melayu dan Pecinan.

Pada sisi timur wilayah studi dapat dilihat sebuah peralihan antara pusat kotakolonial dengan Kawasan Pecinan. Gaya bangunan pada deretan bangunan padaJalan Dr. Sutomo yang menghadap arah barat merupakan gaya bangunan kolonial,tetapi memiliki kerapatan bangunan yang relatif rapat. Batas atau boundary padawilayah studi merupakan batas antara wilayah studi yang merupakan wilayah pusatkota kolonial dengan kawasan pendatang yang memiliki karakteristik gayabangunan dan massa bangunan yang berbeda.

B. PatternPattern (pola), pola merupakan tata letak jalur atau jalan dari sebuah

komponen. Paths merupakan salah satu bagian dari pattern atau pola. Pola dalamwilayah studi adalah morfologi Pusat Kota Probolinggo, yaitu pola grid yangterstruktur dan simetris sangat terlihat jelas pada pusat Kota Probolinggo, yaitukomposisi blok-blok kawasan yang dibagi oleh jalan yang membujur dan melintang.Bentuk atau pola grid hanya berkembang pada masa pemerintahan Belanda, yaituhingga tahun 1940-an. Setelah berlalunya masa penjajahan kolonial, perkembanganpola Kota Probolinggo tidak lagi menggunakan pola grid yang simetris, tetapicenderung tidak teratur.

C. SubstanceSubstansi merupakan elemen fisik yang membangun sebuah kawasan.

Perbedaan substansi antar kawasan ataupun kawasan tunggal harus bisa diterimatanpa mempengaruhi integritas kawasan tersebut. Subtansi pada wilayah studiterdiri dari perbandingan massa terbangun dan non terbangun (figure ground), KDB,KLB, ketinggian bangunan serta guna lahan.

Substansi pada wilayah studi yang memiliki peran penting dan membedakandengan kawasan lain adalah adanya ruang terbuka hijau berupa alun-alun danpusat pemerintahan berupa perkantoran pemerintah kota, serta adanya pendopoKabupaten Probolinggo. Wilayah studi merupakan pusat kota pada masapemerintahan pribumi dan pemerintahan kolonial. Hal ini dapat dilihat denganadanya alun-alun dan pendopo kabupaten yang merupakan karakteristikpemerintahan Jawa. Dibangunnya rumah karesidenan dan bangunan-bangunanpenting lainnya pada masa kolonial di pusat kota, memberikan penilaian bahwapusat kota memiliki arti penting dalam pemerintahan kolonial. Pada wilayah di luarwilayah studi hanya merupakan kawasan permukiman yang tidak memilikibangunan-bangunan penting untuk pemerintahan.

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014106

Karakteristik massa bangunan pada wilayah studi juga berbeda dengankarakteristik massa bangunan di luar wilayah studi. Pada wilayah studi, massabangunan masih didominasi dengan lahan tak terbangun, yaitu persentase KDBkurang dari 70%, kavling bangunan yang luas dan jarak antar bangunan tidakberhimpitan, masih dipisahkan oleh kavling bangunan yang belum terbangun. Untukmassa bangunan di luar wilayah studi merupakan kawasan permukiman pendatangyang memiliki kavling kecil dan jarak antar rumah relatif rapat. Kawasan pusat KotaProbolinggo didominasi guna lahan perumahan 32,85 %, perdagangan jas 17,5 %,perkantoran 11,01 %. Hal ini menyebabkan wilayah studi memiliki KDB 91-100 %sebanyak 88,3 % dan KLB 71-100 % sebesar 81 % (Gambar 2).

Gambar 2. Peta tata guna lahan.

A. HierarchyHirarki memberikan rasa dalam sebuah tata ruang. Hirarki memberikan rasa

dari sebuah tempat dengan organisasi hubungan. Hirarki mengatur batas(boundary), pola (pattern) dan juga substansi (substance). Sebaliknya batas, pola,dan substansi mengintepretasikan hirarki.

Pola dan substansi mengintepretasikan hirarki melalui bentuk fisik seperti lebarjalan, ketinggian bangunan, pemandangan, bentuk arsitektur, lansekap, penandaan,bahkan sebuah karya seni. Titik strategis pada wilayah studi terdapat pada alun-alun yang di sekitarnya terdapat pedagang kaki lima yang ramai dikunjungi saatistirahat siang dan malam hari. Selain itu Jalan Dr. Sutomo juga menjadi pusatkeramaian karena merupakan pusat perdagangan Kota Probolinggo (Gambar 3).

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014 107

Gambar 3. Peta hierarchy.

A. LandmarkBoundary, pattern dan substance hanya mengintepretasikan fisik dari sebuah

kawasan. Dalam hal ini landmark berfungsi sebagai pembangkit imajinasimasyarakat terhadap sebuah nilai dan makna sebuah bangunan atau kawasan.

Landmark pada wilayah studi antara lain gereja merah, museum, dan KODIM.Gereja merah dengan warna merah mencolok dan gaya bangunan Ghotic akanmenjadi pemandangan tersendiri bagi orang yang melewati Jalan Suroyo. Museumyang merupakan tempat koleksi barang-barang bersejarah dan bangunannya punjuga bersejarah, juga dijadikan sebagai tempat berkumpul bagi masyarakatProbolinggo, sehingga Museum Probolinggo sangat mudah dikenal dalam ingatanmasyarakat. Kantor KODIM merupakan bangunan besar dengan pilar-pilar padamuka bangunan yang terlihat megah. Letak bangunan yang berada di ujung selatanJalan Suroyo memudahkan bagi orang untuk melihat bangunan bekas rumahkaresidenan ini (Gambar 4).

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014108

(a) (b) (c)

Gambar 4. Landmark pusat Kota Probolinggo.

Keterangan:(a) Gereja Merah(b) Musem Probolinggo(c) KODIM 0820

3. Karakteristik bangunan kunoKarakteristik bangunan kuno dapat dilihat dari usia, fungsi, status kepemilikan, dan

tipologi bangunan. Berikut penjelasan mengenai tiap-tiap karakteristik bangunan kuno:A. Usia bangunan

Berdasarkan kriteria bangunan cagar budaya yang tercantum dalam UU CagarBudaya No. 11 tahun 2010, terdapat 41 bangunan kuno yang dapat dikategorikansebagai bangunan cagar budaya dengan klasifikasi sebagai berikut (Tabel 1):

Tabel 1. Karakteristik Usia Bangunan KunoNo. Usia Jumlah Presentase1 50 – 60 1 2,4 %2 61 – 70 16 39 %3 71 – 80 8 19,5 %4 81 – 90 9 22 %5 91 – 100 2 4,9 %6 > 100 5 12,2 %

Jumlah 41 100

B. Fungsi bangunanPada masa kolonial fungsi bangunan kuno didominasi oleh fungsi perumahan.

Seiring perkembangan jaman dan bertambahnya usia bangunan mengakibatkanperubahan fungsi bangunan kuno. Terdapat 17 bangunan kuno yang mendominasisebagai fungsi perumahan dan terdapat 7 bangunan kuno yang tidak ditempatidigunakan sebagi gudang (Tabel 2).

Tabel 2. Karakteristik Fungsi Bangunan KunoNo. Fungsi Jumlah Presentase1 Perumahan 17 41,46 %2 Perkantoran 4 9,76 %3 Perdagangan dan jasa 5 12,20 %4 Pendidikan 5 12,20 %5 Kebudayaan 1 2,44 %6 Peribadatan 1 2,44 %7 Keamanan 1 2,44 %8 Gudang 7 17,07 %

Jumlah 41 100

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014 109

C. Status kepemilikan bangunanSebesar 56,09 % bangunan kuno merupakan milik pribadi dikarenakan

didominasi fungsi bangunan perumahan. Bangunan kuno lainnya dimiliki oleh pihakpemerintah, swasta, Polri/TNI/Polisi Militer, yayasan dan swasta. Bangunan kunodengan hak sewa merupakan kantor jasa belajar menyetir dan bangunan kuno milikswasta adalah stasiun kereta api milik PJKAI (Tabel 3).

Tabel 3. Karakteristik Status Kepemilikan Bangunan KunoNo. Status Kepemilikan Jumlah Presentase1 Pribadi 23 56,09 %2 Pemerintah 5 12,20 %3 Swasta 1 2,44 %4 TNI / Polri/ Polisi Militer 6 14,63 %5 Yayasan 5 12,20 %6 Sewa 1 2,44 %

Jumlah 41 100

D. Tipologi bangunanTerdapat 8 macam gaya bangunan kuno yang terdapat pada wilayah studi,

antara lain Indische Empire Stijl, NA 1900, Voor 1900, Romantiek, Gothic, BaroqueRococo, De Stijl, dan Amsterdam School. Gaya bangunan kuno didominasi olehgaya NA 1900 dan Indische Empire Stijl, yaitu masing-masing sebesar 39,03 % dan34,15 %, sedangkan Gereja Merah dengan gaya Ghotic dan Stasiun KA Bayuanggadengan gaya Baroque Rococo merupakan bangunan kuno dengan gaya bangunanyang langka dengan hanya terdapat 1 bangunan saja (Tabel 4 dan Gambar 5).

Tabel 4. Karakteristik Tipologi Bangunan KunoNo. Gaya Bangunan Jumlah

Bangunan Presentase

1 Indische Empire Stijl 14 34,15 %2 NA 1900 16 39,03 %3 Voor 1900 3 7,32 %4 Romantiek 2 4,88 %5 Gothic 1 2,44 %6 Baroque Rococo 1 2,44 %7 De Stijl 2 4,88 %8 Amsterdam School 2 4,88 %

Jumlah 41 100 %

Gambar 5.Gaya bangunan kuno di pusat Kota Probolinggo.

Keterangan :

(h)

(a) (b) (c) (d)

(e) (f) (g)

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014110

a. Indische Empire Stijl e. Romantiekb. NA 1900 f. Ghoticc. Voor 1900 g. Baroque Rococod. Amsterdam School h. De Stijl

B. Perubahan kawasan dan bangunan kunoPerubahan kawasan pada wilayah studi dapat diketahui dengan analisis sinkronik-

diakronik terhadap elemen citra kawasan. Perubahan bangunan kuno dapat dilihat dariperubahan bangunan dari elemen fisik seperti gaya bangunan, kosntruksi, lantai, dinding,pintu, jendela, dan atap dan juga elemen non fisik pada perubahan fungsi bangunan.

1. Perubahan kawasanBerdasarkan analisis sinkronik-diakronik elemen boundary dan pattern tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Batas pusat kota masih dibatasi oleh Jalan Dr.Saleh, Suroyo, dan Dr. Sutomo. Pola morfologi pusat kota masih tetap menggunakanpola grid simetris. Perubahan banyak terjadi pada substance kawasan, yaituperubahan massa bangunan, gaya bangunan, serta KDB-KLB bangunan. Perubahanfungsi dan gaya bangunan sangat berpengaruh terhadap hirarki sebuah kawasan.Dominasi fungsi bangunan pada perkantoran dan perdagangan jasa membuatkawasan pusat Kota Probolinggo sedikit kehilangan karaktersitik sejarahnya. Landmarkpada kawasan ini berupa Gereja Merah, Museum Probolinggo, dan KODIM 0820masih kokoh berdiri sebagai pembangkit imajinasi masyarakat terhadap nilai sejarahKota Probolinggo.2. Kerusakan bangunan kuno

Kerusakan bangunan kuno dapat dilihat pada penurunan kualitas elemen fisikbangunan kuno. Elemen fisik yang dapat diperhatikan adalah tap, dinding, jendela,pintu dan lantai bangunan. Tiap elemen fisik bangunan memiliki tingkat kerusakan,sehingga jika dijumlahkan akan mendapatkan tingkat kerusakan bangunan kuno.Kerusakan bangunan kuno dibagi menjadi 4 klasifikasi, yaitu tidak mengalamikerusakan, kerusakan rendah, sedang dan kerusakan tinggi. Terdapat 14 bangunankuno pada wilayah studi mengalami kerusakan tingkat rendah, sedangkan 27bangunan kuno sisanya tidak mengalami kerusakan.

3. Perubahan bangunan kunoPerubahan bangunan kuno disebabkan oleh beberapa aspek, yaitu usia bangunan,

selera pemilik bangunan, fungsi bangunan, serta peraturan pemerintah. Terdapat 15bangunan kuno mengalami perubahan dikarenakan selera pemilik bangunan itusendiri, sedangkan 17 bangunan kuno tidak mengalami perubahan. Bangunan kunodengan faktor perubahan karena peraturan pemerintah merupakan bekas rumah Dr.Saleh yang memiliki peran penting pada pejuang kemerdekaan, sehingga pemerintahmengambil hak milik bangunan tersebut untuk dikelola (Tabel 5).

Tabel 5. Penyebab Perubahan Bangunan KunoNo. Faktor Perubahan Jumlah

Bangunan Persentase

1. Usia bangunan 4 9,76 %2. Selera pemilik 15 36,59 %3. Fungsi bangunan 5 12,20 %4. Peraturan pemerintah 1 2,44 %5. Tidak mengalami perubahan 16 39,05

Jumlah 41 100 %

Tingkat perubahan bangunan kuno pada wilayah studi dibagi menjadi 4 golongan,yaitu perubahan besar, sedang, kecil, dan tidak mengalami perubahan. Sebanyak 16

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014 111

bangunan tidak mengalami perubahan, 21 bangunan kuno mengalami perubahan kecil,4 bangunan kuno mengalami perubahan sedang, dan tidak ada bangunan kuno yangmengalami perubahan besar. Dari 25 bangunan kuno yang mengalami perubahan,sebanyak 15 bangunan kuno mengalami perubahan karena selera pemilik bangunankuno itu sendiri (Tabel 6).

Tabel 6. Perubahan Bangunan KunoNo. Tingkat Perubahan Jumlah

Bangunan Persentase

1. Tidak mengalami perubahan 16 39,02 %2. Perubahan kecil 21 51,22 %3. Perubahan sedang 4 9,76 %4. Perubahan besar 0 0 %

Jumlah 41 100 %

4. Penilaian makna kulturalTerdapat tiga kriteria hirarki makna kultural, yaitu arsitektural, historis, dan fungsi

kawasan. Hirarki arsitektural terdiri dari 3 sub variabel, yaitu estetika, keaslian, danketerawatan. Hirarki historis terdiri dari 2 sub variabel, yaitu kelangkaan dankeluarbiasaan, sedangkan hirarki fungsi kawasan terdiri dari 1 sub variable, yaitu citrakawasan (Nurmala, 2003).

C. Pelestarian kawasan dan bangunan kuno1. Arahan pelestarian kawasan

Batas wilayah dan pola morfologi Kota Probolinggo tidak mengalami perubahansignifikan dikarenakan sudah tidak bisa dikembangkan. Perlu mendapat perhatiankhusus dalam pelestarian kawasan adalah aspek substance, hierarchy dan landmarkkawasan. Perkembangan jaman mempengaruhi masa bangunan, gaya bangunan sertaguna lahan. Perubahan guna lahan mempengaruhi gaya bangunan kolonial menjadigaya bangunan yang lebih modern serta masa bangunan yang lebih padat. Landmarkkawasan juga harus dijaga dan dilestarikan agar tetap menunjukkan nilai sejarah danbudya. Oleh karena itu harus ada tindakan pelestarian terhadap aspek substance,hierarchy dan landmark kawasan demi menjaga identitas kawasan Pusat KotaProbolinggo sebagai kawasan bersejarah dengan gaya kolonial (Gambar 6).

Gambar 6. Arahan pelestarian kawasan.

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014112

2. Arahan pelestarian bangunan kunoArahan pelestarian bangunan kuno juga berpengaruh terhadap pelestarian

kawasan. Selain gaya bangunan yang mencitrakan sebuah landmark pada sebuahkawasan, intensitas bangunan kuno juga berpengaruh terhadap identitas kawasanpada aspek substance. Presentase KDB, yaitu antara 60-80 % dengan bangunan satulantai merupakan karakter bangunan kuno pada wilayah studi, sehingga intensitasbangunan kuno perlu dipertahankan dan dilestarikan. Selain itu bangunan kuno yangmemiliki kriteria keluarbiasaan juga harus dilestarikan agar tetap menjaga citrakawasan berupa landmark kawasan.

Arahan pelestarian bangunan kuno pada kawasan pusat Kota Probolinggo didapatdari tingkat potensial pelestarian bangunan kuno dan tingkat perubahan bangunankuno. Dari kedua faktor tersebut dapat diketahui arahan pelesatarian bangunan kuno,yaitu rehabilitasi, renovasi, adaptasi, konservasi, dan preservasi (Tabel 7, Gambar 7,dan Gambar 8).

Tabel 7. Arahan Pelestarian Bangunan KunoNo. Arahan

PelestarianJumlah

Bangunan Presentase

1. Rehabilitasi 8 19,51 %2. Renovasi 8 19,51 %3. Adaptasi 1 2,44 %4. Konservasi 12 29,27 %5. Preservasi 12 29,27 %

Jumlah 41 100 %

Gambar 7. Arahan pelestarian bangunan kuno.

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014 113

Gambar 8.Bangunan kuno dengan arahan pelestarian.Keterangan :

a. Preservasi d. Renovasib. Konservasi e. Rehabilitasic. Adaptasi

KesimpulanKota Probolinggo merupakan kota yang dibentuk dengan rencana yang matang,

bukan terbentuk secara tidak sengaja. Pola grid simetris sengaja dibentuk olehpemerintah Belanda dengan tujuan untuk kepentingan ekonomi karena letak Probolinggoyang strategis. Penataan blok permukiman bagi orang Eropa, Kampung Arab, KampungMelayu, Pecinan dan pribumi membentuk sebuah hirarki kota yang tertata. Pusat kotamemiliki identitas tersendiri dengan karakter masa bangunan yang kurang dari 70% dangaya bangunan Eropa. Selain itu pusat Kota Probolinggo merupakan pusat aktivitasdengan (Heerenstraat) Jalan Suroyo sebagai porosnya.

Pada masa sekarang banyak perubahan yang terjadi pada kawasan pusat KotaProbolinggo. Perubahan kawasan dapat dilihat pada perubahan substansi kawasan, yaituperubahan masa bangunan dan guna lahan. Hal ini disebabkan karena pusat kota secaratidak langsung menjadi lahan yang rentan terhadap kepentingan ekonomi. Untukperubahan bangunan kuno dapat dilihat dengan banyaknya bangunan kuno yangmengalami perubahan, baik karena lapuk usia bangunan maupun sengaja dirubah olehpemilik bangunan kuno itu sendiri.

Untuk melestarikan identitas kawasan dan bangunan kuno, maka perlu dilakukanpelestarian terhadap masa bangunan, guna lahan bangunan serta gaya bangunan kunodemi menjaga nilai sejarah dan budaya pusat Kota Probolinggo. Terdapat 8 bangunandengan pelestarian rehabilitasi, renovasi 8 bangunan, adaptasi 1 bangunan, konservasi12 bangunan, dan perservasi 12 bangunan.

Daftar PustakaBudiharjo, E. 1997. Tata Ruang Perkotaan. Bandung: Alumni.Catanese, A. J. dan Snyder, J. C. 1979. Pengantar Perencanaan Kota. Jakarta: Erlangga.Handinoto. 2010. Arsitektur Dan Kota-kota di Jawa Pada Masa Kolonial. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

(a) (b) (c)

(d) (e)

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014114

Clerici, A. dan Mironowicz, I. Landmarks And Urban Change .http://www.cityfutures2009.com/PDF/69_Clerici_Anthon.pdf. (diakses pada 23April 2012)

Nurmala. 2003. Panduan Pelestarian Bangunan Tua Atau Bersejarah di KawasanPecinan Pasar Baru Bandung. Bandung. Bandung: Laboratorium PerancanganKota Departemen Teknologi Planologi ITB.

Zahnd, M. 1999. Perancangan Kota Secara Terpadu. Yogyakarta: Kanisius.

Antariksa © 2014