Pelestarian Bangunan dan Lingkungan Kawasan Pecinan Peunayong Kota Banda Aceh Pasca Gempa dan...
-
Upload
ubrawijaya -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Pelestarian Bangunan dan Lingkungan Kawasan Pecinan Peunayong Kota Banda Aceh Pasca Gempa dan...
PPEELLEESSTTAARRIIAANN BBAANNGGUUNNAANN DDAANN LLIINNGGKKUUNNGGAANN KKAAWWAASSAANN PPEECCIINNAANN PPEEUUNNAAYYOONNGG KKOOTTAA BBAANNDDAA AACCEEHH
PPAASSCCAA GGEEMMPPAA DDAANN TTSSUUNNAAMMII
Nanda Indira Sari, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia, Telp (0341) 567886 E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik bangunan dan lingkungan pasca gempa dan tsunami, mengidentifikasi penyebab-penyebab penurunan kualitas bangunan dan lingkungan pasca gempa dan tsunami dan menentukan pelestarian sebagai upaya melindungi warisan budaya berupa bangunan dan lingkungan. Metode yang digunakan adalah deskriptif dan evaluatif. Penyebab penurunan kualitas bangunan pasca gempa dan tsunami antara lain pengubahan status kepemilikan, tingginya biaya perawatan bangunan, pengubahan fungsi bangunan dan pengaruh usia bangunan. Penyebab penurunan kualitas lingkungan pasca gempa dan tsunami antara lain kondisi/situasi politik yang labil, pembauran etnis, peran masyarakat yang rendah dan penurunan aktivitas perekonomian. Pelestarian bangunan kuno terbagi menjadi tindakan preservasi (8 bangunan), konservasi (69 bangunan), dan rehabilitasi atau rekonstruksi (6 bangunan). Pelestarian lingkungan di Kawasan Peunayong antara lain pengoptimalan keberadaan REX Peunayong sebagai daya tarik kawasan dan peningkatan aktivitas perekonomian pasca gempa dan tsunami. Kata kunci: gempa bumi, tsunami, bangunan kuno, pelestarian
ABSTRACT
The aims of this study is to identify and to analyze characteristics of building and the environment post-earthquake and tsunami, and then to identify the causes of the degradation of historical buildings and the environment quality post-earthquake and tsunami and the last to determine the recommendation of preservation as an effort to protect the cultural heritage of building and environment. The method used in this study is descriptive and evaluative method. The causes of degradation of the building quality post-earthquake and tsunami were the change of ownership, high costs of building maintenance, the change of building function and the age effect from building. The causes of degradation of the environment quality post-earthquake and tsunami were the unstable political situation, ethnic assimilation, the low level of community participation and the construction/reconstruction project after the earthquake and tsunami. The act to protect the ancient buildings are preservation (8 buildings), conservation (69 buildings), and rehabilitation or reconstruction (6 buildings). The act to protect Peunayong environment are optimation of the REX Peunayong existence as a regional attraction and increasing of economy activity after the earthquake and tsunami. Kata kunci: earthquake, tsunami, historical building, preservation Pendahuluan
Kawasan Peunayong adalah bagian dari wilayah kota tua Banda Aceh yang didesain Belanda sebagai Chinezen Kamp alias Pecinan. Kawasan pecinan ini oleh Belanda ditempatkan di bagian ujung kota (utara) yang merupakan pelabuhan untuk tempat kegiatan ekspor-impor komoditi. Komunitas Tionghoa sendiri telah berada di Aceh sejak abad ke-13, hal ini telah dituliskan dalam hikayat raja-raja Samudra Pasai (www.acehinstitute.org).
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010 77
Selain diidentikkan sebagai kawasan pusat perdagangan Kota Banda Aceh, Kawasan Peunayong juga diidentikkan sebagai kawasan dengan ciri khas kultural etnis Cina yang masih sangat kental. Hal ini ditunjukkan dari deretan bangunan berarsitektur Cina yang tersisa di kawasan tersebut (Sutrisna 2007). Kekhasan arsitektur etnis Cina tersebut terlihat pada bagian atap yang berjenis atap pelana dengan ujung yang melengkung keatas yang disebut sebagai model Ngang Shan (Handinoto 2007).
Deretan rumah toko bergaya arsitektur Cina di Kawasan Peunayong banyak terdapat di Jalan A. Yani, Jalan WR. Supratman, Jalan RA. Kartini dan selebihnya tersebar di beberapa daerah di sekitarnya. Unit bangunan lain yang menjadi ciri khas kawasan pecinan adalah wihara. Wihara di Kawasan Peunayong berlokasi di Jalan T. Panglima Polem tepatnya berada di bagian tengah deretan ruko-ruko. Bangunan lain yang mencirikhaskan kawasan ini, yaitu Pasar Peunayong yang merupakan salah satu pasar utama kebutuhan primer warga Banda Aceh.
Kawasan Peunayong adalah salah satu kawasan di Kota Banda Aceh yang mengalami kerusakan sangat parah pasca gempa bumi dan tsunami terjadi tahun 2004 silam. Banyak di antara bangunan-bangunan kuno etnis Cina di Kawasan Peunayong yang rusak bahkan hancur, selain itu juga banyak di antara pemilik/pengelola bangunan yang mayoritas adalah warga etnis Cina meninggal. Kerusakan bangunan dan lingkungan akibat bencana gempa bumi dan tsunami tersebut mempengaruhi memudarnya kekhasan etnis Cina yang telah melekat erat pada Kawasan Peunayong. Timbulnya beberapa permasalahan seperti proyek pembangunan/rekonstruksi oleh pemerintah yang tidak mempertimbangkan aspek historis dan budaya memudarkan image yang sebelumnya telah melekat pada Kawasan Peunayong.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka dibutuhkan suatu kajian mengenai penyebab-penyebab penurunan kualitas bangunan dan lingkungan pasca gempa dan tsunami di Kawasan Peunayong Banda Aceh, sehingga diperoleh suatu tindakan pelestarian bagi bangunan kuno dan lingkungan di Kawasan Peunayong yang didasarkan pada perbaikan penurunan kualitas bangunan dan lingkungan. Studi ini membahas antara lain, karakteristik fisik dan non fisik bangunan kuno dan lingkungan pasca gempa dan tsunami, penyebab-penyebab penurunan kualitas fisik dan non fisik bangunan dan lingkungan pasca gempa dan tsunami dan menentukan pelestarian pada bangunan dan lingkungan pasca gempa bumi dan tsunami. Maka dapat dirumuskan tujuan dari studi ini, yakni mengidentifikasi karakteristik bangunan dan lingkungan, menganalisis penyebab penurunan kualitas bangunan dan lingkungan pasca gempa dan tsunami serta menentukan tindakan pelestarian pada bangunan dan lingkungan di Kawasan Peunayong.
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam studi merupakan perpaduan antara metode
deskriptif dan evaluatif. Jumlah sampel bangunan kuno dalam studi ini berjumlah 83 bangunan dengan teknik pengambilan sampel menggunakan sampel bertujuan (purposive sampling). Penentuan pengambilan sampel bangunan tersebut disesuaikan dengan kriteria pengambilan sampel antara lain (Gambar 1):
• Bangunan yang berusia minimal 50 tahun atau minimal dibangun pada periode tahun 1957 (terhitung mulai 2007);
• Bangunan yang memiliki gaya atau ciri arsitektur khas Cina maupun campuran antara Cina dan kolonial.
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010 78
Kru
eng
Ace
h
Jl. M. Yamin
Jl. W.R. Supratman
Jl. KH. Anwar
Jl. A
hmad
Yan
i
Jl. K
artin
i
Jl. T
. Pan
glim
a P
olem
Jl. Ratu Safiatuddin
Jl. T
. Dau
d S
yah
Jl. Pembangunan
Jl. T
. Dau
d S
yah
Jl. Jambi
Jl. T
. Dau
d S
yah
Jl. T
. Pan
glim
a P
olem
Hancur
Hancur
Hancur
Hancur
Hancur
Hancur
Jl. Teluk Betung
Jl. Sultan Hotel
1234567
89
1011
121314
15161718
1920
22232425
2627282930313233
3536
373839
4041
3445
4647
4849
50
5152
5354
55
67
68
69
70
71
72
73 74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
424344
565860626466
5759616365
21
UTARA
A. Metode analMengidentifikprimer dan s(struktur/matekepemilikan, pembentuk fibangunan, spendukung.
B. Metode analMenilai tingkpengamtan kkualitas lingksesudah gempenyebab pedengan analvariabel fisik
Bangunan s
p
Lingkungan •
•
arsitektur e-
Legenda : Batas Wilayah Studi Jalan Sungai Bangunan kuno asli
Bangunan kuno berubah sebagian
Gambar 1. Wilayah studi.
isis deskriptif asi karakteristik bangunan dan lingkungan berdasarkan hasil survey ekunder. Karakteristik bangunan meliputi bagian-bagian fisik bangunan rial, ornamen, atap, lantai, pintu, jendela dan façade), usia, status fungsi dan biaya perawatan. Karakteristik lingkungan meliputi elemen sik lingkungan (Shirvani, 1985) antara lain penggunaan lahan, intensitas irkulasi dan parkir, jalur pedestrian, elemen tata informasi dan aktivitas
isis evaluatif at penurunan kualitas bangunan dengan metode pembobotan melalui erusakan pada bagian-bagian fisik bangunan, menilai tingkat penurunan ungan dengan melakukan perbandingan before-after (sebelum dan pa dan tsunami) pada elemen-elemen Good City Form dan menentukan nurunan kualitas bangunan dan lingkungan pasca gempa dan tsunami isis statistika Crosstab Chi-Square dengan melihat hubungan antara dan non fisik (Tabel 1).
Tabel 1. Variabel Fisik dan Non Fisik Fisik Non Fisik
truktur/material, ornamen, atap, lantai, intu, jendela dan façade
• Usia bangunan • Status kepemilikan • Fungsi bangunan • Biaya perawatan
Proyek Pembangunan/ Rekonstruksi Pasca Gempa Bumi dan Tsunami
Jalur Pedestrian yang tidak memadai
• Kondisi/situasi politik • Pembauran etnis • Peran serta masyarakat • Penurunan aktivitas
perekonomian
Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010 79
C. Metode analisis developmen Penentuan kegiatan pelestarian bangunan kuno dilakukan dengan penilaian makna kultural pada masing-masing sampel bangunan kuno.
Hasil dan Pembahasan A. Karakteristik bangunan
Deretan bangunan kuno di Kawasan Peunayong memiliki gaya arsitektur etnis Cina dengan bentuk atap, jendela dan ornamen yang khas. Namun pasca bencana gempa bumi dan tsunami, bagian-bagian bangunan tersebut rusak bahkan ada sebagian yang hancur, hal ini menunjukkan adanya penurunan kualitas bangunan kuno. Bagian-bagian fisik bangunan yang mengalami kerusakan antara lain konstruksi (material bangunan), ornamen, lantai, atap, pintu, jendela dan façade.
Usia bangunan kuno di Kawasan Peunayong umumnya >50 tahun, hal ini mempengaruhi kekuatan konstruksi bangunan dari ancaman bencana gempa bumi dan tsunami. Pasca bencana juga banyak terjadi pengubahan status kepemilikan yang awalnya berupa bangunan dengan hak milik pribadi menjadi bangunan dengan hak sewa. Hal ini disebabkan sebagian pemilik/pengelola bangunan kuno tersebut menjadi korban dari bencana gempa dan tsunami dan sebagian lagi di antaranya memilih meninggalkan Kota Banda Aceh.
Untuk fungsi bangunan kuno di Kawasan Peunayong umumnya memiliki fungsi ganda, yakni hunian dan usaha yang merupakan penyesuaian terhadap pekerjaan pemilik/pengelola bangunan sebagai pedagang. Namun pasca bencana gempa dan tsunami, terdapat beberapa bangunan yang mengalami perubahan fungsi yang disebabkan oleh keinginan pemilik bangunan baru untuk mendapatkan keuntungan ekonomis. (Gambar 2)
Gambar 2. Bangunan kuno Kawasan Peunayong.
B. Karakteristik lingkungan Kawasan Peunayong didominasi oleh guna lahan perdagangan dan jasa.
Penetapan Kawasan Peunayong sebagai pusat perdagangan dan jasa serta pusat kota tidak mempengaruhi morfologi perkotaan, karena fasilitas perdagangan di Kota Banda Aceh umumnya berada pada koridor jalan utama atau blok-blok tertentu dan hal tersebut telah sesuai dengan arahan pada RTRW Kota Banda Aceh tahun 2009-2029. (Gambar 3)
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010 80
Jl. T
. Dau
d Sy
ah
Jl. T
. Pan
glim
a P
olem
Hancur
Hancur
Hancur
Hancur
Jl. T
. Dau
d S
yah
J l. Pembangunan
Jl. T
. Dau
d Sy
ah
Jl. Jambi
Jl. Teluk Betung
Hancur
Hancur
Kru
eng
Ace
h
Jl. M. Yamin
Jl. W.R. Supratman
Jl. KH. Anwar
Jl. A
hmad
Yan
i
Jl. K
artin
i
Jl. T
. Pan
glim
a P
olem
Jl. Ratu Safiatuddin
Gambar 3. Penggunaan lahan Kawasan Peunayong.
Legenda : Perdagangan Permukiman Perkantoran Kesehatan Peribadatan Pergudangan Jasa
UTARA
Kawasan Peunayong sebagai kawasan pecinan yang terkenal dengan kawasan
berkepadatan tinggi, didominasi dengan KDB yang berkisar antara 95-100 %. Hal tersebut menjadi ciri khas dari kawasan pecinan, untuk mengatasi minimnya sirkulasi udara dan pencahayaan maka pada setiap bangunan dilengkapi lubang angin dan jendela. Selain kepadatan yang tinggi, Kawasan Peunayong juga terkenal dengan gang-gang sempitnya. Menurut perhitungan skala ruang, ruang-ruang yang terbentuk umumnya agak sempit namun berdasarkan hasil wawancara masyarakat yang berada di Kawasan Peunayong tetap merasa nyaman berada dalam kawasan dengan ruang yang sempit tersebut. Kerusakan yang terjadi pada tampilan muka bangunan juga mempengaruhi penurunan kualitas lingkungan, hal ini dikarenakan tampilan muka bangunan memberikan kesan khas arsitektur Cina pada setiap orang yang berada dalam Kawasan Peunayong (Gambar 4).
Bangunan kuno asli yang bertahan
Lantai 2 bangunan yang hancur akibat gempa dan tsunami
Tampilan muka bangunan kuno yang tertutup reklame
Keselarasan gaya arsitektur Cina
Gambar 4. Fasade Jalan A. Yani segmen 1.
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010 81
Sirkulasi satu arah yang diterapkan pada jalan-jalan utama di Kawasan Peunayong secara fungsional sangat membantu dalam memperlihatkan keberadaan bangunan-bangunan kuno etnis Cina yang selama ini keberadaannya tidak diperhatikan. Untuk Sistem parkir di Kawasan Peunayong terdiri dari parkir on street dan off street. Fasilitas perdagangan dan jasa umumnya menggunakan badan jalan (on street) sebagai tempat parkir, terkecuali untuk kawasan perkantoran dan hotel yang telah mempunyai tempat parkir sendiri (off street).
Berdasarkan hasil survey primer, terdapat beberapa jalan di Kawasan Peunayong yang belum dilengkapi fasilitas pedestrian ways bagi pejalan kaki, yaitu Jalan A. Yani dan Jalan Teluk Betung. Para pejalan kaki memanfaatkan emperan pertokoan untuk bergerak saat berada dalam Kawasan Peunayong. Hal ini mempengaruhi kenyamanan pejalan kaki yang berada dalam Kawasan Peunayong (Gambar 5). Elemen tata informasi yang terdapat di Kawasan Peunayong antara lain berupa marka jalan sebagai public signage dan reklame sebagai private signage. Terdapat beberapa papan reklame yang menutupi façade bangunan, sehingga menutupi bentuk dan ornamen bangunan kuno yang khas (Gambar 6).
Pasca gempa dan tsunami, dibangun sebuah aktivitas pendukung berupa public space yang dijadikan area komersil, tempat jajanan makanan dengan nama REX Peunayong yang bertujuan untuk menarik pengunjung ke Kawasan Peunayong. Fasilitas ini hanya beraktivitas pada saat malam hari. (Gambar 5 dan Gambar 6)
Gambar 5. Pedestrian
Ways.Gambar 6. Reklame yang menutupi façade.
C. Karakteristik sosial budaya masyarakat
Kawasan Peunayong sebagai kawasan Pecinan Kota Banda Aceh ini dihuni oleh warga Tionghoa dari Suku Khe, Tio Chiu, Kong Hu, Hokkian, dan subetnis lainnya. Namun pasca bencana gempa bumi dan tsunami, banyak di antara masyarakat etnis tersebut yang meninggalkan Kota Banda Aceh. Akibatnya, karakter kawasan sebagai kawasan pecinan memudar. Selain pengaruh gempa dan tsunami, dikeluarkannya (Inpres) No. 14/1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat-Istiadat Cina yang melarang dilakukannya perayaan-perayaan khas cina di tempat umum. Hal ini mengakibatkan, kurangnya pengetahuan para keturunan warga etnis Cina tentang kebudayaan mereka.
D. Identitas pembentuk citra kawasan
Identifikasi pembentuk citra kawasan pada studi ini berdasarkan konsep Good City Form. Konsep Good City Form, memiliki 5 elemen pembentuk, yaitu Vitality, Sense, Fit, Access dan Control. Kelima elemen kualitatif tersebut dikuantitatifkan ke dalam 2 meta-kriteria, yakni efficiency dan justice.
Elemen vitality di Kawasan Peunayong diidentifikasi antara lain aktivitas perdagangan yang menyediakan segala jenis barang dan jasa yang sesuai dengan kemampuan (daya beli) masyarakat Kota Banda Aceh, faktor keselamatan setiap orang saat berada dalam kawasan dari bahaya atau ancaman kebakaran dan bencana-bencana
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010 82
alam lainnya dan keberadaan anchor tenant/store (magnet kawasan) berupa REX Peunayong di Jalan A. Yani dan Pasar Peunayong di Jalan R.A Kartini (Gambar 7).
Gambar 7. Elemen vitality di Kawasan Peunayong.
Elemen sense yang diidentifikasi, yakni tingkat kebersihan dan keamanan yang tercipta dalam lingkungan serta tradisi/adat kebudayaan etnis Cina yang melekat di Kawasan Peunayong. Elemen fit memiliki arti yang hampir sama dengan elemen sense, yakni menggambarkan kondisi nyaman dan puas bagi ukuran fisik individu untuk bergerak, bertindak, bertingkah laku pada ruang individu itu berada. Elemen fit yang diidentifikasi, yakni skala ruang yang terkesan agak sempit dan kesesuaian jarak jangkau fasilitas umum dengan kemampuan masyarakat.
Elemen access di Kawasan Peunayong yakni ketersediaan jalur mitigasi bencana dan jalur pedestrian untuk menjamin keselamatan seseorang saat beraktivitas dalam kawasan serta tersedianya angkutan umum sebagai tranportasi publik memudahkan aksesibilitas masyarakat untuk keluar masuk kawasan. Elemen control berarti menata dan menjaga serta mengawasi warga dan kegiatan di lingkungannya. Masyarakat di Kawasan Peunayong dan pemerintah telah menerapkan elemen kontrol dengan adanya Rencana Pengembangan Desa (Village Planning) Gampong Peunayong.
E. Pengukuran kualitas bangunan dan lingkungan
Pengukuran kualitas bangunan kuno ditinjau berdasarkan kerusakan dan perubahan yang terjadi pada bagian fisik bangunan. Berdasarkan hasil pembobotan, bangunan kuno yang mengalami kerusakan tidak ada/sangat kecil sebanyak 17 bangunan (21 %), bangunan yang mengalami kerusakan kecil/sedang sebanyak 60 bangunan (72 %) dan bangunan yang mengalami kerusakan besar sebanyak 6 bangunan (7 %). (Gambar 8, Gambar 9, dan Gambar 10)
Bagian pintu dan atap bangunan yang rusak dan belum diperbaiki
Lantai 2 bangunan yang hancur akibat gempa dan tsunami
Gambar 9. Bangunan dengan tingkat kerusakan kecil/sedang.
Gambar 8. Bangunan dengan tingkat kerusakan besar.
Gambar 10. Bangunan dengan tingkat kerusakan tidak ada/sangat kecil.
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010 83
Penilaian kualitas lingkungan ditinjau berdasarkan konsep Good City Form dengan membandingkan kondisi lingkungan pada saat sebelum dan sesudah terjadi peristiwa gempa dan tsunami dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan pada studi ini (Tabel 2).
Tabel 2. Penilaian Kualitas Lingkungan di Kawasan Peunayong Penilaian Kualitas Lingkungan (Per Jalan) No. Dimensi
Kriteria A. Yani R.A Kartini WR. Supratman T. Daudsyah Teluk Betung 1. Vitality *** ** ** * ** 2. Sense ** ** ** ** ** 3. Fit ** ** ** ** ** 4. Access ** *** ** ** ** 5. Control *** *** *** *** *** Ket :
* : kualitas lingkungan menurun ** : kualitas lingkungan stabil *** : kualitas lingkungan meningkat
F. Penyebab penurunan kualitas bangunan dan lingkungan Penyebab penurunan kualitas fisik bangunan kuno di Kawasan Peunayong antara
lain konstruksi bangunan yang telah lapuk, pengubahan ornamen, pintu dan jendela, pengubahan atap, pengurangan/penambahan lantai dan pengubahan tampilan muka bangunan. Penyebab penurunan kualitas non fisik bangunan kuno di Kawasan Peunayong berdasarkan hasil perhitungan Crosstab Chi-Square terdiri dari pengubahan status kepemilikan, mahalnya biaya perawatan, pengubahan fungsi bangunan dan pengaruh usia bangunan.
Penyebab penurunan kualitas fisik lingkungan di Kawasan Peunayong antara lain proyek rekonstruksi pasca gempa bumi dan tsunami serta ketidaktersediaan jalur pedestrian yang memadai. Penyebab penurunan kualitas non fisik lingkungan di Kawasan Peunayong berdasarkan hasil perhitungan Crosstab Chi-Square terdiri dari kondisi/situasi politik, pembauran etnis, rendahnya peran serta masyarakat dan penurunan aktivitas perekonomian.
G. Pelestarian bangunan dan lingkungan 1. Pelestarian bangunan kuno
Tindakan pelestarian bangunan kuno diperoleh dari penilaian dengan menggunakan kriteria makna kultural yang terdiri dari estetika, kejamakan, kelangkaan, peranan sejarah, keluarbiasaan dan memperkuat karakter kawasan. Metode yang digunakan dalam penetapan makna kultural adalah dengan metode pembobotan atau scoring pada variabel-variabel kriteria objek pelestarian. Dari penilaian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut (Tabel 3).
Tabel 3. Tindakan Pelestarian Bangunan Kuno di Kawasan Peunayong Tindakan
Pelestarian Bangunan Potensial Jumlah Bangunan Contoh Bangunan
Preservasi 2,10,11,13,17,37,40,41 8
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010 84
Tindakan Pelestarian Bangunan Potensial Jumlah
Bangunan Contoh Bangunan
Konservasi 1,3,4,5,6,7,12,14,15,16,18,19, 20,21,22,23,24,26,27,28,29, 30,31,32,33,34,35,36,38,39, 42,43,44,45,46,47,48,49,51, 52,53,54,55,56,57,58,59,60, 61,62,63,64,65,66,67,68,69, 70,71,72,73,74,75,76,79,80,
81,82,83
69
Rehabilitasi/ rekonstruksi
8,9,25,50,77,78 6
2. Pelestarian lingkungan Potensi pelestarian lingkungan di Kawasan Peunayong didasarkan pada
pengukuran kualitas lingkungan dengan kriteria Good City Form. Maka dari analisis tersebut, didapatkan peningkatan kualitas lingkungan pasca gempa bumi dan tsunami yang berpotensi untuk dilestarikan, yakni keberadaan REX Peunayong sebagai aktivitas pendukung di Kawasan Peunayong dan menjadi daya tarik bagi pengunjung di Kawasan Peunayong terutama pada malam hari. Keberadaan REX di Kawasan Peunayong dapat meningkatkan vitalitas kawasan pada malam hari, sehingga kawasan yang dahulunya sepi oleh pengunjung saat ini menjadi ramai.
Selain peningkatan kualitas lingkungan, juga terdapat penurunan kualitas lingkungan, yakni penurunan aktivitas perekonomian. Pasca gempa bumi dan tsunami, terdapat beberapa toko di Kawasan Peunayong yang tidak beraktivitas lagi yang disebabkan oleh banyaknya pemilik bangunan yang menjadi korban bencana gempa dan tsunami dan beberapa pemilik bangunan yang lebih memilih meninggalkan Kota Banda Aceh. Hal tersebut perlu mendapatkan penanganan khusus mengingat fungsi Kawasan peunayong dalam RTRW Kota Banda Aceh tahun 2009-2029 adalah sebagai pusat perdagangan dan jasa.
Kesimpulan Penurunan kualitas bangunan kuno di Kawasan Peunayong pasca gempa dan
tsunami terlihat dari tingkat kerusakan pada bagian fisik bangunan yang mempengaruhi karakter citra Kawasan Peunayong sebagai kawasan pecinan di Kota Banda Aceh. Penyebab penurunan kualitas fisik bangunan kuno di Kawasan Peunayong antara lain konstruksi bangunan yang telah lapuk, pengubahan ornamen, pintu dan jendela, pengubahan atap, pengurangan/penambahan lantai dan pengubahan tampilan muka bangunan. Penyebab penurunan kualitas non fisik bangunan kuno di Kawasan Peunayong berdasarkan hasil perhitungan Crosstab Chi-Square terdiri dari pengubahan status kepemilikan, mahalnya biaya perawatan, pengubahan fungsi bangunan dan pengaruh usia bangunan.
Penurunan kualitas lingkungan di Kawasan Peunayong pasca gempa dan tsunami terlihat dari memudarnya karakter kawasan yang ditinjau berdasarkan konsep Good City Form. Penyebab penurunan kualitas fisik lingkungan di Kawasan Peunayong antara lain proyek rekonstruksi pasca gempa bumi dan tsunami serta ketidaktersediaan jalur pedestrian yang memadai. Penyebab penurunan kualitas non fisik lingkungan di Kawasan Peunayong berdasarkan hasil perhitungan Crosstab Chi-Square terdiri dari kondisi/situasi
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010 85
politik, pembauran etnis, rendahnya peran serta masyarakat dan penurunan aktivitas perekonomian.
Tindakan pelestarian bangunan kuno di Kawasan Peunayong terbagi menjadi 3 jenis, yaitu tindakan preservasi sebanyak 8 unit bangunan, tindakan konservasi sebanyak 69 unit bangunan dan tindakan rehabilitasi atau rekonstruksi sebanyak 6 unit bangunan. Pelestarian lingkungan di Kawasan Peunayong dilakukan pada elemen-elemen fisik lingkungan yang mengalami peningkatan atau penurunan kualitas berdasarkan hasil pengukuran kualitas lingkungan dengn kriteria Good City Form. Potensi pelestarian pada lingkungan di Kawasan Peunayong antara lain pada REX Peunayong sebagai daya tarik kawasan dan beberapa pertokoan yang tidak beraktivitas kembali pasca gempa dan tsunami. Saran
Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai panduan teknis pada bangunan kuno dan lingkungan di Kawasan Peunayong terhadap ancaman bencana gempa bumi dan tsunami sebagai usaha peringatan dini lokal. Diperlukan studi mengenai penataan bangunan dan lingkungan di Kawasan Peunayong sebagai kawasan pusat kota lama Kota Banda Aceh dengan kepadatan yang tinggi. Diperlukan panduan rancang kota (urban design guidelines) yang mengatur keselarasan desain bangunan yang ada pada Kawasan Peunayong sekaligus sebagai upaya pengendalian pembangunan dan menerapakan strategi pelestarian. Daftar Pustaka Handinoto. 2007. Perkembangan Bangunan Etnis Tionghoa di Indonesia (Akhir Abad ke
19 sampai tahun 1960 an), Jurnal Dimensi Arsitektur 24 (7): Lynch, K. 1981. Good City Form. The.M.I.T.Press Golden Horde dalam http://www.acehinstitute.org diakses tanggal 8 Oktober 2009 pada
pukul 09:29:09. Shyrvani, H. 1985. Urban Design Process. New York: Van Nostrand Reinhold Company,
Inc, 1985. Sutrisna, D. 2007. Peunayong, Kampung Lama Etnis Cina di Kota Banda Aceh. Banda
Aceh: Balai Arkeologi Medan
Copyright © 2010 by Antariksa
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010 86