Pelestarian Gedung Pertemuan Kompleks Asrama Inggrisan Kota Banyuwangi

14
arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014 115 Pelestarian Gedung Pertemuan Kompleks Asrama Inggrisan Kota Banyuwangi Agustinha Risdyaningsih, Antariksa, Noviani Suryasari Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145 Telp. 0341-567486 email: [email protected] ABSTRAK Studi ini bertujuaan untuk menganalisis karakter bangunan yang meliputi karakter spasial dan karakter visual serta menganalisis strategi pelestarian yang sesuai untuk mempertahankan karakteristik gedung pertemuan kompleks Asrama Inggrisan Kota Banyuwangi. Bangunan ini merupakan bangunan bersejarah dalam kompleks militer Asrama Inggrisan yang dahulu berfungsi sebagai gedung pertemuan. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif- analitis, evaluatif, dan developmen. Hasil studi menunjukkan bahwa gedung pertemuan kompleks Asrama Inggrisan tersusun dari sirkulasi ruang linier, orientasi ruang mengarah pada fungsi utama bangunan dengan fungsi pendukung yang dipisah dengan fungsi utamanya. Karakter visual bangunan ditunjukkan dengan bentuk denah simetris yang dibentuk dari geometri sederhana tanpa ada elemen lengkung. Bangunan didominasi dengan pintu yang pada bangunan utama memiliki ukuran yang besar dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan pada bangunan pendukung. Fasade bangunan didominasi dengan atap bangunan yang besar dan banyak terjadi pengulangan pada kolom dan bukaan lengkung pada kolong bangunan yang memberikan kesan kokoh. Perubahan banyak terjadi pada bangunan hal ini diakibatkan karena berubahnya fungsi bangunan yang saat ini dimanfaatkan sebagai tempat tinggal. Arahan pelestarian pada bangunan ini dibagi menjadi potensi tinggi, sedang dan rendah. Elemen yang harus dilestarikan adalah denah asli, pintu, dinding, atap, kolom dan fasade. Kata kunci: pelestarian gedung, bangunan kolonial, karakter visual, karakter spasial ABSTRACT The purpose of this study to analyze the character of the building that includes the character of spatial and visual character and conservation strategies appropriate to maintain the characteristics of the building complex meeting dormitory Inggrisan in the city of Banyuwangi. This building is a historic building in the military complex formerly Inggrisan serves as a meeting hall. The method used in this study is descriptive-analytical, evaluative, and development. The study shows that the complex meeting dormitory Inggrisan conference hall complex is composed of circulation linear space, spatial orientation leads to the main function of the building with support functions separated by main function. Visual character of the building is shown with a sketch symmetric formed from simple geometry without any curved elements. The building is dominated by doors to the main building has a large size with higher numbers than on supporting the building. Building facade is dominated by a large building roof and lots of repetition in columns and arched openings on the building under which gives a solid impression. Many changes occurred in this case the building caused by the change in the function of the building which is currently used as a residence. Directive on the conservation of this building is divided into a high potential, medium and low. Elements that must be preserved is the original plan, doors, walls, roofs, columns and facade. Keyword: building conservation, colonial building, spatial character, visual character

Transcript of Pelestarian Gedung Pertemuan Kompleks Asrama Inggrisan Kota Banyuwangi

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014 115

Pelestarian Gedung Pertemuan Kompleks Asrama InggrisanKota Banyuwangi

Agustinha Risdyaningsih, Antariksa, Noviani SuryasariJurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas BrawijayaJl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145 Telp. 0341-567486

email: [email protected]

ABSTRAKStudi ini bertujuaan untuk menganalisis karakter bangunan yang meliputi karakter spasial dankarakter visual serta menganalisis strategi pelestarian yang sesuai untuk mempertahankankarakteristik gedung pertemuan kompleks Asrama Inggrisan Kota Banyuwangi. Bangunan inimerupakan bangunan bersejarah dalam kompleks militer Asrama Inggrisan yang dahulu berfungsisebagai gedung pertemuan. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif-analitis, evaluatif, dan developmen. Hasil studi menunjukkan bahwa gedung pertemuan kompleksAsrama Inggrisan tersusun dari sirkulasi ruang linier, orientasi ruang mengarah pada fungsi utamabangunan dengan fungsi pendukung yang dipisah dengan fungsi utamanya. Karakter visualbangunan ditunjukkan dengan bentuk denah simetris yang dibentuk dari geometri sederhana tanpaada elemen lengkung. Bangunan didominasi dengan pintu yang pada bangunan utama memilikiukuran yang besar dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan pada bangunan pendukung.Fasade bangunan didominasi dengan atap bangunan yang besar dan banyak terjadi pengulanganpada kolom dan bukaan lengkung pada kolong bangunan yang memberikan kesan kokoh.Perubahan banyak terjadi pada bangunan hal ini diakibatkan karena berubahnya fungsi bangunanyang saat ini dimanfaatkan sebagai tempat tinggal. Arahan pelestarian pada bangunan ini dibagimenjadi potensi tinggi, sedang dan rendah. Elemen yang harus dilestarikan adalah denah asli,pintu, dinding, atap, kolom dan fasade.Kata kunci: pelestarian gedung, bangunan kolonial, karakter visual, karakter spasial

ABSTRACTThe purpose of this study to analyze the character of the building that includes the character ofspatial and visual character and conservation strategies appropriate to maintain the characteristicsof the building complex meeting dormitory Inggrisan in the city of Banyuwangi. This building is ahistoric building in the military complex formerly Inggrisan serves as a meeting hall. The methodused in this study is descriptive-analytical, evaluative, and development. The study shows that thecomplex meeting dormitory Inggrisan conference hall complex is composed of circulation linearspace, spatial orientation leads to the main function of the building with support functions separatedby main function. Visual character of the building is shown with a sketch symmetric formed fromsimple geometry without any curved elements. The building is dominated by doors to the mainbuilding has a large size with higher numbers than on supporting the building. Building facade isdominated by a large building roof and lots of repetition in columns and arched openings on thebuilding under which gives a solid impression. Many changes occurred in this case the buildingcaused by the change in the function of the building which is currently used as a residence.Directive on the conservation of this building is divided into a high potential, medium and low.Elements that must be preserved is the original plan, doors, walls, roofs, columns and facade.Keyword: building conservation, colonial building, spatial character, visual character

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014116

PendahuluanKota Banyuwangi merupakan wilayah yang sudah lama menjalin kerjasama

dengan bangsa asing bahkan sejak masa kerajaan. Kompleks Asrama Inggrisanmerupakan salah satu saksi hubungan antara Kota Banyuwangi dengan negara Inggris,Belanda dan Jepang pada masa penjajahan. Bangunan ini dibangun pada tahun 1811sampai dengan tahun 1816 oleh Letnan Kolonel Meycin S.Y yang merupakan orangInggris yang menikah dengan orang Belanda. Pada tahun 1816 markas ini kemudiandiserahkan kepada pemerintah Belanda oleh pemerintah Inggris. Markas ini juga sempatdigunakan oleh Jepang sebelum digunakan oleh Batalion Macan Putih dan sekarangdigunakan sebagai Asrama KODIM yang dihuni oleh 15 Kepala Keluarga.

Gedung pertemuan pada kompleks ini merupakan bangunan dengan ukuran yangtidak terlau besar bila dibandingkan dengan bangunan lainnya. Meskipun bangunanbukan merupakan bangunan panggung seperti dua massa yang menonjol pada kompleksini, namun bangunan ini juga memiliki keunikan dengan pintu yang mengelilingi dan fungsipendukung yang terpisah.

Bangunan ini mengalami perubahan setelah kompleks digunakan sebagai AsramaKODIM. Penambahan dan penyekatan dilakukan untuk menyesuaikan denganperkembangan kebutuhan akan tempat tinggal. Karena tidak adanya peraturan yangmembatasi dan mengatur penghuni melakukan perubahan, maka penambahan bangunanmenjadi berantakan. Pemerintah juga belum melakukan tindakan pelestarian untukbangunan pada kompleks ini, padahal umur bangunan yang sudah tua mengakibatkanbangunan sulit bertahan tanpa adanya perawatan khusus.

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dijawab dalam studiini adalah: bagaimana karakter spasialdan visual bangunan pada gedung pertemuankompleks Asrama Inggrisan di Kota Banyuwangi? Bagaimana strategi pelestarian yangsesuai untuk mempertahankan karakteristik bangunan pada gedung pertemuan kompleksAsrama Inggrisan di Kota Banyuwangi? Tujuan studi ini adalah menganalisis karakterspasial dan visual gedung pertemuan pada kompleks Asrama Inggrisan di KotaBanyuwangi; menganalisis strategi pelestarian yang sesuai untuk mempertahankankarakteristik gedung pertemuan pada kompleks Asrama Inggrisan di Kota Banyuwangi.

Metode PenelitianLokasi studi berada pada kompleks Asrama Inggrisan yang berada di Jalan

Diponegoro No.5 Kelurahan Kepatihan, Kabupaten Banyuwangi. Gedung pertemuanmerupakan bangunan yang terletak pada bagian belakang kompleks. (Gambar 1)

Gambar 1.Letak Kompleks Asrama Inggrisan Kota Banyuwangi (Diolah dari: wikimapia.com).

Gedung pertemuankompleks Asrama

Inggrisan

Kodim 0825Banyuwangi

Gedungwanita

Taman Blambangan

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014 117

Analisis data berupa analisis kualitatif yang menggunakan metode pendekatandeskriptif-analitis (pemaparan kondisi), metode evaluatif (pembobotan) dan metodedevelopmen.

1. Metode deskriptif-analitis digunakan untuk menjelaskan kondisi objek kajian yangdiperoleh dari hasil survei lapangan, yaitu pengamatan dan wawancara. Analisisyang dilakukan meliputi identifikasi karakteristik bangunan, kondisi bangunan, danmasalah pelestarian.

2. Metode evaluatif digunakan untuk mengetahui nilai makna kultural bangunan yangdidasarkan pada estetika, kejamakan, kelangkaan, peranan sejarah,keluarbiasaan dan karakter bangunan yang disesuaikan dengan kondisibangunan. Bobot penilaian menggunakan metode skoring pada tiap kriteria yangdibagi menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Total nilai tertinggipada enam kriteria adalah 18 dan terendah adalah 6. Pengelompokan tingkatpotensial yaitu:a. Potensi rendah : 6-10b. Potensi sedang : 11-15c. Potensi tinggi : 16-18

3. Metode ini dilakukan untuk menentukan arahan fisik pelestarian yang sesuai untukbangunan. Pada tahap ini tindakan fisik didasarkan pada hasil dari metodeevaluatif yang sebelumnya dulakukan yang kemudian diklasifiasikan berdasarkanpotensinya. (Tabel 1)

Tabel 1. Teknik Pelestarian Fisik

Potensi Arahan Pelestarian Tingkat Perubahan Fisik yangDiperbolehkan

1. Potensi Tinggi PerservasiKonservasi

Sangat kecilKecil

2. Potensi Sedang KonservasiRehabilitasi

KecilSedang-Besar

3. Potensi Rendah RehabilitasisRekonstruksi

Sedang-BesarBesar

Hasil dan Pembahasan1. Karakter spasiala. Fungsi

Bangunan ini juga memiliki ruang pendukung yang terpisah dari bangunanutamanya. Bangunan fungsi utama memiliki banyak pintu yang mengelilinginya, hal inimendukung fungsi yang ditampungnya, yaitu sebagai ruang pertemuan. Area servis yangdahulu dipisah jauh dari fungsi utama karena area servis dianggap sebagai daerah yangkotor dan bau (Hartono, 2006). Pada dunia militer area servis ini disebut sebagai the taildan fungsi utama disebut the teeth. Selain itu pemisahan dilakukan untukmengoptimalkan fungsi utama bangunan. (Gambar 2)

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014118

Gambar 2. Denah lama dengan pemisahan area servis dan fungsi utamanya.

b. Organisasi ruangBangunan tediri dari sebuah ruangan besar pada bangunan utama yang dikelilingi

teras. Ruangan ini dapat diakses dari setiap sisinya sehingga menjadikan ruangan inimemiliki organisasi yang terpusat dan ruang pada bangunan utama menjadi pusatnya,Hal ini mendukung fungsi bangunan sebagai ruang pertemuan yang biasanya mudahdiakses dari berbagai sisi. Setelah mengalami perubahan organisasi ruang padabangunan utama juga berubah menjadi klaster. (Gambar 3)

Gambar 3. Organisasi ruang (a). Denah lama (b). Denah baru.

c. SirkulasiSirkulasi bangunan linier dan terdapat teras sebagai jalur sirkulasi mengelilingi

bangunan utama, bangunan pendukung di belakangnya juga menggunakan sirkulasilinier. Tidak terjadi perubahan konfigurasi tetapi terjadi perubahan pada teras karenaperubahan fungsi. (Gambar 4)

Gambar 4. (a). Denah lama (b). Denah baru.

Bangunan rusak dan tidakdigunakan lagi karena

letaknya terlalu jauh dankurang sesuai dengan fungsi

hunian modern yang areaservisnya berada di dalamatau dekat dengan tempat

tinggal

Perubahan fungsi bangunansebagai tempat tinggal

menyebabkan penambahan areaservis karena kebutuhan ruang

servis yang dekat denganhunian

“the tail” yaitu ruangpendukung yang dipisah dengan

bangunan utamaSeperti pada bangunan gaya

Belanda Indische Empire(Handinoto, 1994)

Organisasi ruang terpusatdengan ruang utamasebagai pusat yang

menunjukkan fungsinyasebagai ruang bersama

Organisasi ruang bagianbelakang linier dengan sirkulasi

pada bagian depannyaDua bentuk ruang yang sama

menunjukkan fungsi yang sama

Penambahan bangunanmengakibatkan organisasi

ruang menjadi klaster karenapenambahan bangunan padabagian belakang ruang utamayang menghilangkan aksesdari belakang luar menuju

ruang ini

Konfigurasi sirkulasi linierdengan sirkulasi berupateras yang mengelilingi

bangunan

Perubahan yang terjadi tidakmengubah konfigurasi

sirkulasi yang liniermeskipun bentuk sirkulasi

berubah dan sudah tidak adalagi sirkulasi keliling pada

bangunan utama karenasirkulasi tersebut tidak cocok

diterapkan pada tempattinggal

Sirkulasi rusak

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014 119

d. Orientasi ruangOrientasi ruang berpusat pada ruang utama yang dikelilingi oleh teras hal ini

sesuai dengan fungsi utama bangunan. Setelah mengalami perubahan fungsi sebagairumah tinggal, orientasi ruang mengarah pada ruang bersama pada masing-masing unithunian. (Gambar 5)

Gambar 5. Orientasi ruang (a). Denah lama (a). Denah baru.

2. Karakter visuala. Bentuk denah

Ruang utama merupakan sebuah ruang persegi panjang dan bangunanpendukungnya menyelaraskan pada bagian belakangnya. Bentuk yang sederhana untukmemenuhi fungsi sebagai gedung pertemuan kecil yang juga dapat digunakan sebagaitempat berkumpul atau pesta kecil. Perubahan mengakibatkan bentuk bangunan tidakteratur dan tidak dimanfaatkannya bangunan pendukung. (Gambar 6)

Gambar 6. Bentuk (a). Denah lama (b). Denah baru.

b. JendelaPada bangunan ini terdapat tujuh jenis jendela. Pada bangunan pendukung

terdapat juga dua jendela tetapi karena kondisi bangunan yang sudah rusak parah makatidak dapat diketahui bentuk aslinya, hanya terlihat bingkai dari dinding yang membentuklubang jendela dengan bagian lengkung di atasnya seperti yang terdapat pada bangunanpendukung pada massa lain di kompleks ini. (Gambar 7 dan Gambar 8)

Pusat Orientasi ruangpada masing-masing unit

hunian namun karenapintu masih tetap berada

di sekeliling ruangansehingga orientasi terlihatseperti aslinya namun ada

pembatas pada bagiandalam ruang yang

membagi ruang menjaditiga.

Pusat Orientasi ruang karenabangunan utama hanya terdiri

dari satu ruangan yangdimaksudkan untuk menjadi

pusat aktifitas

Denah tersusun dari bentukruang persegi panjang yang

mendominasi karenaukurannya yang besar untukmendukung fungsinya yangmenampung banyak orang

Bentuk denah tidak teratursetelah dilakukan

penambahan ruang padabagian belakang mengikuti

perubahan fungsi

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014120

Material jendela menggunakan kayu, pada J.11 bagian tengahnya menggunakankaca. Bentuk lengkung hanya terlihat pada jendela bangunan pendukung yang terdiri darisebuah jendela pada masing-masing ruang. Jendela pada bangunan utama berbentukkaku dan ditata dengan J.17 yang tinggi pada bagian tengah menyesuaikan dengangevel, sedangkan J.13 difungsikan sebagai penghawaaan bangunan utama. Materialyang digunakan merupakan kayu dengan beberapa bagian juga memanfaatkan kacaseperti pada bangunan militer pada masa peralihan di Jawa (Handinoto, 2008)

c. VentilasiPada massa ini ventilasi hanya terdapat pada bangunan pendukung seperti juga

yang pada massa sebelumnya karena fungsi penghawaan sudah dapat dipenuhi olehjendela atas pada bangunan utama. Ventilasi berbentuk lingkaran sederhana. (Gambar 9)

Gambar 9. Letak dan jenis ventilasi pada.

d. PintuPada bangunan ini hanya terdapat satu jenis pintu pada bangunan utamanya yang

merupakan pintu dengan ukuran besar yang terdapat di sekeliling ruang utama sehinggaruang dapat diakses melalui semua sisi, mendukung fungsinya sebagai tempat pertemuanbanyak orang ke luar dan masuk bangunan pada saat-saat tertentu. Pintu dengan duadaun lebih fleksibel karena dapat dibuka sesuai dengan kebutuhan saat itu. (Gambar 10)

Gambar 7. Letak Jendela. Gambar 8. Jenis jendela pada.

Jendela tidak ada lagi, tinggalbingkai jendela berbentuk persegi

panjang dengan lengkung padabagian atasnya menunjukkan

fungsi ruang yang lebih pentingdaripada gudang

Ventilasi berada di antara ruangdan bagian belakang. Keadaanventilasi masih baik meskipun

bagian atas bangunan, pintu danjendela sudah tidak ada lagi

ventilasi dibuat dengan ukurankecil karena pada ruangan sudahterdapat jendela dan pintu yang

bertugas mengatur sirkulasi udara

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014 121

Gambar 10. Letak dan jenis pintu pada.

e. LantaiBangunan menggunakan lantai plester untuk semua bangunannya baik bangunan

utama maupun bangunan pendukung. (Gambar 11)

Gambar 11. Jenis lantai pada.

f. DindingDinding asli merupakan dinding bata 25 cm. (Gambar 12)

Gambar 12. Dinding pada bangunan.

g. AtapPada bangunan utamanya atap seperti bertumpuk dimana bagian bawah

merupakan atap perisai dan bagian atasnya merupakan atap pelana. Pada gevel terdapattiga jendela dan ornamen sederhana sebagai elemen estetika namun gevel pada

Pintu sudah rusak sepenuhnyahanya tersisa bingkai pintu

dengan lengkungan di bagianatasnya. Ukuran pintu kecil

karena bukan merupakan fungsiutama

Bagian atas pintu ditutup dengankasa atau triplek untuk menghalangi

masuknya nyamuk dan seranggalain

Lantai plester mengalamikerusakan parah terutama

pada sirkulasi menujubangunan pendukung

Bangunan yang tidakmenggunakan lantaikayu maupun lantai

yang ditinggikanmengatasi iklim

dengan keberadaanteras keliling yang

melindungibangunan dari panasmatahari langsung

dan tempias air hujan

Dinding asli bangunanmerupakan dinding bata 25

cm, dinding bagian belakangmasih baik meskipun

keadaan bangunan rusakkarena bangunan tidak

terlalu difungsikan

Penambahan bangunanpada bagian belakang dan

samping yangmemangfaatkan daerah

teras karena terasmerupakan bagian yangpaling mudah digunakan

serta tidak terlalumembutuhkan biayakarena teras sudah

memiliki lantai plesterdan atap

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014122

bangunan ini berbeda dengan pada bangunan kolonial Belanda yang biasanya berada dibagian depan bangunan. (Gambar 13 dan Gambar 14)

Gambar 13. Atap (c). Tampak depan (b). Tampak Belakang (c) (d). Tampak samping.

h. KolomPada bangunan utama kolom dipasang secara diagonal pada ruang utamanya.

Keunikan yang menunjukkan kekhususan bangunan ini. Bangunan pendukungmenggunakan kolom tipe II. (Gambar 14)

Gambar 14. Posisi dan tipe kolom.

i. FasadePada massa ini fasade mencakup perulangan pada pintu dan pagar pemisah

teras, yang menjadi elemen vertikal dan horisontal fasade. Keseimbangan fasade tampaksimetris pada bangunan utamanya. Pintu tengah di antara lima pintu pada fasade menjadipusat keseimbangan fasade massa ini. Proporsi perbandingan antara atap dan badanbangunan adalah 3:1 pada fasade. Atap menutupi lebih dari setengah bangunan. Pintudan kolom diulang dan membentuk irama a-b-c-d-c-b-a. (Gambar 15 dan Tabel 2)

Gambar 15. (a). Fasade bangunan (b). Keseimbangan fasade bangunan.

Atap sudah rusak parah. Bagian inikemudian dibiarkan begitu saja

Gevel dengan 3 jendela danornamen sederhana yang

berbeda dengan gevel padabangunan kolonial Belanda

Atap pada bangunanpendukung merupakan

atap pelana yangmenunjukkan bahwabangunan tersebutmenampung fungsi

pendukung

Kolom pada bangunan pendukungdan sirkulasinya rusak total, yang

tersisa hanya umpak bagian bawahkolom saja hal ini menyebabkankerusakan pada atap karena tidak

ada penopangnya lagi

Kolom yang tertutupbangunan tambahansebagai pemenuhan

terhadap fungsi baru,sebagian masih terlihat

karena materialdinding yang

digunakan adalah kayudan anyaman bambu

a –b – c – d – c – b – a

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014 123

Tabel 2. Rekapitulasi Nilai Makna KulturalNo

.Variabel Amatan Nilai Makna Kultural Total

Nilaie k ps kl kj kb

1.

2.3.4.5.6.7.

8.9.

10.

11.

12.13.14.15.

16.

Gaya bangunan

Karakter SpasialFungsi RuangHubungan RuangOrganisasi RuangSirkulasiOrientasi RuangOrientasi bangunan

Karakter VisualDenahJendela

J.11J.12J.13

VentilasiV.1

PintuP.5

LantaiDindingAtapKolomTipe IITipe IIIFasade

1

111112

1

122

3

2111

222

3

221221

3

333

1

3233

233

3

323333

3

333

2

3333

333

3

321221

3

222

1

3133

133

3

221321

3

222

1

3233

133

3

312322

3

333

2

3233

233

16

14109141210

16

141515

10

18111616

111717

Jumlah Total Nilai Makna Kultural Massa II 241Potensial rendah (6-10) : 4Potensial sedang (11-15): 6Potensial tinggi (16-18) : 17

3. Arahan pelestarian bangunan (Tabel 3)

Tabel 3. Arahan Pelestarian BangunanNo. Variabel Metode Pelestarian

POTENSI TINGGI1. Denah Mempertahankan:

1.Teras keliling bangunan2. Bentuk denah asli yang masih tersisa

Menghilangkan:1.Menghilangkan bangunan tambahan pada

bagian belakang bangunan

Pengembangan:1.Penambahan/perubahan bangunan tidak

diperkenankan sehingga tidak merusakbentuk denah asli bangunan.

2. Pintu P.5P.5:

1. Pembersihan secara mekanis denganmenggunakan alat pembersih

2. Menyelaraskan penutup pada bagian ataspintu, penggantian material triplek dengankasa.

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014124

3. Memberi perlindungan pada kayu denganpengecatan.

3.

Dinding1. Mempertahankan dinding asli bangunan

yang memiliki ketebalan 25 cm.2. Dilakukan penambalan pada dinding yang

rusak.3. Menghilangkan dan merapikan dinding-

dinding baru yang kurang berfungsi.

4.

Atap1. Mempertahankan bentuk atap2.Memperbaiki rangka kayu terutama pada

atap bangunan pendukung yang rusaktotal

3.Memperbaiki bagian-bagian yang rusakmeliputi material penutup atap berupagenteng

5.

Kolom tipe III1. Pembersihan kolom dengan cara

mekanis2. Penambalan bagian-bagian yang rusak3. Kolom dicat putih dengan setengah

meter dari bawah berwarna hitam.4. Penambahan bangunan baru tidak boleh

menutupi kolom.

9.

FasadeMempertahankan:

1. Bentuk atap termasuk gevel2. Substansi yang sudah ada seperti pagar

dan kolom serta memperbaiki bagianyang rusak.

3. Pengecatan kembali material kayu dandinding

Dinding asli denganketebalan 25

Kolom tipe III

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014 125

No. Variabel Metode Pelestarian

1.

POTENSI SEDANGFungsi ruang Fungsi tempat tinggal dapat tetap

diwadahi dengan pemanfaatan moduldinding yang sudah ada sehinggapenambahan area servis dapatdihilangkan.

Namun sebaiknya bangunandifungsikan sebagai ruang bersama agarlebih sesuai dengan fungsi awal bangunanselain itu fungsi tempat tinggal kurangsesuai untuk massa ini.

2.

Sirkulasi1. Mempertahankan sirkulasi linier yang ada2. Memperbaiki kondisi sirkulasi menuju

bangunan pendukung yang rusak.3. Penambahan ruang atau bangunan baru

maupun perubahan bangunan diusahakanmenggunakan sirkulasi linier

3.

Orientasi ruang

1. Mempertahankan orientasi ruang berpusatpada ruang bersama.

2. Penambahan ruang atau bangunan barudiharapkan menggunakan orientasi ruangyang berpusat pada ruang bersama

4.

Jendela Tipe J.11, J.12, dan J.13J.11:

1. Pembersihan secara mekanis denganmenggunakan alat pembersih

2. Mengganti material kaca yang rusak3. Memberi perlindungan pada kayu dengan

pengecatan kembali.

J.11:4. Pembersihan secara mekanis5. Memberi perlindungan pada kayu dengan

pengecatan kembali.

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014126

No. Variabel Metode Pelestarian6. Pintu Tipe P

P:Bentuk asli pintu sulit diketahui

bentuk awalnya yang hanya diketahui darilengkung bingkai, sehingga digunakanbentuk yang paling sesuai dengan pintutersebut yaitu pintu jenis P.4 yang terdapatpada bangunan pendukung di massa I danII.

Kemudian dilakukan rekonstruksipintu dengan menggunakan material serupadengan bentuk seperti P.4.

7. Lantai bagian bawah

1. Perawatan dengan pembersihan lantaisecara mekanis

2. Penambalan pada bagian-bagian yangrusak terutama pada sirkulasi danbangunan pendukung

3. Material lantai dapat diganti biladiperlukan

8. Kolom tipe II

1. Pembersihan kolom secara mekanispada umpak dan kayu

2. Penambalan bagian-bagian yang rusakterutama pada bagian umpak kolomdengan menggunakan campuran yanglebih tahan, penggunaan krikil sepertipada kolom aslinya kurang kuat untukmenyangga kolom

3. Pengecatan kayu kolom

1.

POTENSI RENDAHHubungan ruang

1. Mempertahankan hubungan ruang yangada yaitu ruang-ruang yangbersebelahan.

2. Penambahan ruang atau bangunan barudiharapkan menggunakan hubunganruang serupa.

3. Menghilangkan bangunan atau ruangtambahan yang tidak sesuai denganhubungan ruang asli atau merapikansehingga hubungan ruang dapat sesuai.

Lantai plester

Kolom tipe II

Kerusakan pada lantaibangunan pendukung

dan sirkulasi

Menghilangkan ataumerapikan bangunantambahan yang tidak

sesuai denganhubungan ruang asli

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014 127

No. Variabel Metode Pelestarian2. Organisasi ruang

1. Mempertahankan organisasi ruang linieryang masih terlihat

2. Merapikan bangunan tambahan yangtidak sesuai dengan organisasi ruangawal

3. Penambahan ruang atau bangunan barudiharapkan dilakukan pada bagiansamping bangunan sehingga tidakmerubah organisasi bangunan.

3. Jendela Tipe JJ:Bentuk asli jendela sulit diketahui

bentuk awalnya yang hanya diketahui darilengkung bingkai, sehingga digunakanbentuk yang paling sesuai dengan jendelatersebut yaitu pintu jenis J.4 yang terdapatpada bangunan pendukung di massa I.

Kemudian dilakukan rekonstruksijendela dengan menggunakan materialserupa yaitu bingkai kayu dan kaca padadun jendela dengan bentuk seperti J.4.

4. Ventilasi Tipe V.1

Mempertahankan bentuk dan letakventilasi.

KesimpulanKarakter spasial pada gedung pertemuan kompleks Asrama Inggrisan tersusun

dari sirkulasi ruang linier, orientasi ruang mengarah pada fungsi utama bangunan denganfungsi pendukung yang dipisah dengan fungsi utamanya. Karakter visual bangunanditunjukkan dengan bentuk denah simetris yang dibentuk dari geometri sederhana tanpaada elemen lengkung. Bangunan didominasi dengan pintu yang pada bangunan utamamemiliki ukuran yang besar dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan padabangunan pendukung. Fasade bangunan didominasi dengan atap bangunan yang besardan banyak terjadi pengulangan pada kolom dan bukaan lengkung pada kolong bangunanyang memberikan kesan kokoh pada bangunan ini. Perubahan banyak terjadi padabangunan yang kebanyakan merupakan akibat dari berubahnya fungsi bangunan yangsekarang dimanfaatkan sebagai tempat tinggal. Fungsi rumah tinggal kurang sesuai untukbangunan ini dan sebaiknya bangunan dikembalikan ke fungsi awalnya sebagai gedungpertemuan untuk menjaga keasian bangunan. Arahan pelestarian pada bangunan inidibagi menjadi potensi tinggi, sedang dan rendah. Elemen yang harus dilestarikan adalahdenah asli, pintu, dinding, atap, kolom dan fasade.

Menghilangkan atau merapikanbangunan tambahan yang tidak

sesuai dengan organisasi ruang asli

arsitektur e-Journal, Volume 7 Nomor 2, November 2014128

Daftar PustakaHartono, S. & Handinoto. 2006. Arsitektur Transisi di Nusantara dari Akhir Abad 19 ke

Awal Abad 20 (Studi Kasus Komplek Bangunan Militer di Jawa pada Peralihan Abad19 ke 20). Teknik Arsitektur Universitas Petra: Dimensi Teknik Arsitektur. XXXIV (2):81-92.

Handinoto. 1994. “Indische Empire Style” Gaya Arsitektur “Tempo Doeloe” YangSekarang Sudah Mulai Punah. Teknik Arsitektur Universitas Petra: Dimensi TeknikArsitektur. XX: 1-14

Nas, P.J. 2009. Masa Lalu dalam Masa Kini Arsitektur di Indonesia. Jakarta: GramediaPustaka Utama.

Hartono, S. & Handinoto. 2006. Arsitektur Transisi di Nusantara dari Akhir Abad 19 keAwal Abad 20 (Studi Kasus Komplek Bangunan Militer di Jawa pada Peralihan Abad19 ke 20). Dimensi Teknik Arsitektur. XXXIV (2): 81-92.

Antariksa © 2014