optimasi ekstraksi senyawa fenol dari kulit kentang hitam

107
OPTIMASI EKSTRAKSI SENYAWA FENOL DARI KULIT KENTANG HITAM (Solenostemon rotundifolius) DENGAN METODE ULTRASONIC BATH TERHADAP RENDEMEN, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM) SKRIPSI Oleh : Fitya Aidatush Shofa NIM 155100107111032 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019

Transcript of optimasi ekstraksi senyawa fenol dari kulit kentang hitam

OPTIMASI EKSTRAKSI SENYAWA FENOL DARI KULIT KENTANG HITAM

(Solenostemon rotundifolius) DENGAN METODE ULTRASONIC BATH

TERHADAP RENDEMEN, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM)

SKRIPSI

Oleh :

Fitya Aidatush Shofa

NIM 155100107111032

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019

OPTIMASI EKSTRAKSI SENYAWA FENOL DARI KULIT KENTANG HITAM

(Solenostemon rotundifolius) DENGAN METODE ULTRASONIC BATH

TERHADAP RENDEMEN, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM)

SKRIPSI

Oleh :

Fitya Aidatush Shofa

NIM 155100107111032

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pertanian

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019

iii

iv

v

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Fitya Aidatush Shofa,

dilahirkan di Lamongan Provinsi Jawa Timur pada

tanggal 24 Januari 1998. Penulis merupakan anak

tunggal dari ayah bernama Rusnan dan ibu bernama

Fauziyah. Alamat penulis selama di Malang bertempat di

Jalan MT Haryono no. 79, Lowokwaru, Malang.

Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di MI

Muhammadiyah 03 Takerharjo, Lamongan pada ahun 2003-2009. Pada Tahun

2009 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di MTs

Muhammadiyah 07 Takerharjo, Lamongan dan tamat sekolah pada tahun 2012,

kemudian melanjutkan pendidikan lagi ke Sekolah Tingkat Atas di SMAN 2

Lamongan dan tamat sekolah pada tahun 2015. Pada Tahun 2015-2019, penulis

telah menyelesaikan pendidikan Sarjana di Universitas Brawijaya Malang,

Fakultas Teknologi Pertanian dengan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Progam

Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Judul skripsi yang telah digunakan oleh

penulis yaitu “Optimasi Ekstraksi Senyawa Fenol dari Kulit Kentang Hitam

(Solenostemon rotundifolius) dengan Metode Ultrasonik Bath terhadap

Rendemen, Total Fenol, dan Aktivitas Antioksidan Menggunakan Response

Surface Methodology (RSM)”. Pada masa perkuliahan penulis telah mengikuti

kepanitiaan OSPEK Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya

dan juga berbagai seminar di tingkat Jurusan maupun Fakultas.

vii

Fitya Aidatush Shofa. 155100107111032. Optimasi Ekstraksi Senyawa Fenol

dari Kulit Kentang Hitam (Solenostemon Rotundifolius) dengan Metode

Ultrasonic Bath terhadap Rendemen, Total Fenol, dan Aktivitas Antioksidan

Menggunakan Response Surface Methodology (RSM). SKRIPSI.

Pembimbing : Dr. Widya Dwi R. P., STP., MP.

RINGKASAN

Kentang Hitam (Solenostemon Rotundifolius) termasuk jenis sayuran

berbentuk umbi. Produktivitasnya di Indonesia baru mencapai 5-15 ton per

hektar. Kentang hitam memiliki kandungan saponin, flavonoida, dan polifenol.

Senyawa flavonoid pada kentang hitam termasuk senyawa fenolik alam yang

potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat.

Kandungan senyawa fenol pada kulit kentang hitam empat kali lebih tinggi

daripada daging umbinya. Kulit kentang hitam memiliki senyawa bioaktif yang

jauh lebih tinggi daripada kentang yang lainnya, sehingga senyawa-senyawa

tersebut dapat dipisahkan melalui proses ektraksi.

Penelitian ini menggunakan metode ultrasonik bath untuk mengesktrak

kulit kentang hitam serta bertujuan untuk mengetahui suhu dan waktu lama

ekstraksi yang optimum untuk didapatkan ekstrak kulit kentang hitam

(Solenostemon Rotundifolius) dengan rendemen, total fenol dan aktivitas

antioksidan. Rancangan penelitian ini menggunakan Response Surface

Methodoology (RSM) dengan rancangan Central Composite Design (CCD)

melalui software Design Expert 7.1.5 dengan menggunakan dua faktor. Faktor 1

(suhu yang terdiri dari 3 level yaitu, 45°C, 55°C, 65°C) dan faktor 2 (waktu

ekstraksi yang terdiri dari 3 level yaitu, 10 menit, 20 menit, 30 menit). Dengan 3

kali ulangan sehingga diperoleh 39 satuan percobaan. Hasil optimum akan

diverifikasi kembali dengan hasil uji T dimana tidak ada perbedaan signifikan

(p>0,05) dengan hasil prediksi. Hasil dari respon yang telah dioptimasi adalah

rendemen (%) 18,33 ± 0,40, total fenol (mg GAE/g) 17,57 ± 0,43 dan aktivitas

antioksidan IC50 (ppm) 37,08 ± 0,39.

Kata Kunci : Optimasi, Kulit Kentang Hitam,Fenol, Ultrasonik Bath, RSM, CCD

viii

Fitya Aidatush Shofa. 155100107111032. Extraction Optimization of Phenol

Compound from Black Potato Skin (Solenostemon Rotundifolius) by the

Ultrasonic Bath Method Against the Yields, Total Phenols, and Antioxidant

Activity Using Response Surface Methodology (RSM). Thesis. Advisor: Dr.

Widya Dwi R. P., STP., MP.

SUMMARY

The black potato (Solenostemon rotundifolius) is categorized as a type of

vegetables in the form of tubers. Its productivity in Indonesia has only reached 5-

15 tons per hectare. Black potatoes contain saponins, flavonoids and

polyphenols. Flavonoid compounds found in black potatoes include natural

phenolic compounds that have the potential as antioxidants and have bioactivity

as a drug. The total phenolic content in black potato skin is four times higher than

the flesh. Black potato skin has a much higher bioactive compound than other

types of potato skin, so that these compounds can be separated by extraction.

This study used the ultrasonic bath method to extract the black potato

skin and aims to determine the optimum temperature and extraction time to

obtain the black potato skin extract (Solenostemon rotundifolius) with yield, total

phenol and antioxidant activity. The design of this study used Response Surface

Methodology (RSM) with the design of Central Composite Design (CCD) through

Design Expert 7.1.5 software by using two factors. Factor 1 (the temperature

consists of 3 levels namely, 45°C, 55°C, 65°C) and Factor 2 (the extraction time

consists of 3 levels namely, 10 minutes, 20 minutes, 30 minutes). In order to

obtain 39 experimental units, 3 replications were used. The optimum results were

verified again with the T-test results where there was no significant difference (p>

0,05) with the prediction results. The results of the responses that have been

optimized were yield (%) 18.33 ± 0.40, total phenol (mg GAE/g) 17.57 ± 0.43 and

antioxidant activity IC50 (ppm) 37,08 ± 0.39.

Keywords: Optimization, Black Potato Skin, Phenol, Ultrasonic Bath, RSM, CCD

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

atas segala rahmat dan hidayah-Nya, hingga penyusun dapat menyelesaikan

penelitian ini yang berjudul “Optimasi Ekstraksi Senyawa Fenol dari Kulit Kentang

Hitam (Solenostemon rotudinfolius) dengan Metode Ultrasonik Bath terhadap

Rendemen, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan menggunakan Response

Surface Methodology (RSM)”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu

syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-

besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penulisan

laporan :

1. Kedua Orang tua (Ayah Rusnan dan Ibu Fauziyah) dan segenap keluarga

yang telah memberi dukungan moril

2. Dr. Widya Dwi R. P., STP., MP. selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan

bimbingan bagi penulis

3. Dr. Widya Dwi R. P., STP., MP. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian, Universitas Brawijaya

4. Power Ranger (Firdausa, Salma dan Ardin) terkecuali untuk Firdausa Arvyanti

selaku teman sesama dosen pembimbing dan seproyek untuk saran,

masukan, dan motivasinya

5. Intan, Fania, Izza, Ayu, Zety, Rani, Rania, dan teman-teman lainnya yang

memberikan dukungan dan semangat selama penyusunan laporan penelitian

6. Serta kepada semua pihak yang telah membantu sehingga laporan ini dapat

diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan.

Oleh karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan untuk perbaikan

dikedepannya. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada

semua pihak yang memerlukan.

Malang, 24 Juli 2019

Fitya Aidatush Shofa

x

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………………….... ..... iii

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………………..…..iv

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ………………………………………..v

RIWAYAT HIDUP………………………………………………………………………vi

RINGKASAN ..................................................................................................... vii

SUMMARY ....................................................................................................... viii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix

DAFTAR ISI ........................................................................................................ x

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 2

1.3 Tujuan ...................................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3

1.5 Hipotesa ................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4

2.1 Kentang Hitam.......................................................................................... 4

2.2 Radikal Bebas .......................................................................................... 7

2.3 Antioksidan ............................................................................................... 8

2.3.1 Pengertian Antioksidan ................................................................. 8

2.3.2 Klasifikasi Antioksidan ................................................................... 9

2.3.3 Jenis Antioksidan Alami .............................................................. 10

2.3.4 Mekanisme Kerja Antioksidan ………………………….....……….13

2.4 Pengujian Aktivitas Antioksidan .............................................................. 14

2.4.1 DPPH .......................................................................................... 14

2.4.2 Total Fenol .................................................................................. 15

2.5 Ekstraksi................................................................................................. 16

2.5.1 Pengertian Ekstraksi ................................................................... 16

2.5.2 Ekstraksi Metode Ultrasonic Bath................................................ 17

xi

2.5.3 Kelebihan Menggunakan Gelombang Ultrasonic ......................... 18

2.6 Pelarut yang Digunakan ......................................................................... 18

2.6.1 Etanol ......................................................................................... 18

2.6.2 Asam Sitrat ................................................................................. 20

2.7 RSM (Response Surface Methodology) ................................................. 21

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 23

3.1 Tempat dan waktu penelitian .................................................................. 23

3.1.1 Tempat Penelitian ....................................................................... 23

3.1.2 Waktu Penelitian ......................................................................... 23

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 23

3.2.1 Alat ............................................................................................. 23

3.2.2 Bahan ......................................................................................... 23

3.3 Metode Penelitian ................................................................................... 23

3.4 Verifikasi................................................................................................. 25

3.5 Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... 25

3.5.1 Penelitian Pendahuluan .............................................................. 25

3.5.2 Penelitian Utama ......................................................................... 26

3.6 Pengamatan ........................................................................................... 27

3.6.1 Pengamatan dan Analisis Bahan Baku ....................................... 27

3.6.2 Pengamatan dan Analisis Respon Optimasi ............................... 27

3.7 Analisa Data ……………………………………………………………………28

3.8 Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 29

3.8.1 Diagram alir pembuatan bubuk kulit kentang hitam ..................... 29

3.8.2 Diagram alir pembuatan ekstrak kulit kentang hitam ................... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 31

4.1 Karakteristik Bahan Baku ....................................................................... 31

4.2 Optimasi Proses Ekstraksi Senyawa Fenol dari Kulit Kentang Hitam ..... 32

4.2.1 Rendemen Ekstrak Kulit Kentang Hitam ..................................... 34

4.2.2 Total Fenol Ekstrak Kulit Kentang Hitam ..................................... 41

4.2.3 Aktivitas Antioksidan IC50 Ekstrak Kulit Kentang Hitam ............... 48

4.3 Solusi Optimasi dari Design Expert Respon Rendemen, Total Fenol

dan Aktivitas Antioksidan ........................................................................ 55

4.4 Verifikasi Titik Optimum .......................................................................... 56

xii

4.5 Karakteristik Ekstrak Kulit Kentang Hitam terhadap Senyawa Fenol

Hasil Optimasi ........................................................................................ 58

BAB V PENUTUP ............................................................................................. 61

5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 61

5.2 Saran ..................................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan kimia kentang hitam per 100 gram .................................... 5

Tabel 2.2 Nilai Konstanta Dielektrik beberapa Pelarut ……………………………20

Tabel 2.3 Sifat-sifat kimia asam sitrat ................................................................ 21

Tabel 3.1 Input numeric factors (suhu dan lama waktu ekstraksi) ...................... 24

Tabel 3.2 Input responses (Rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan) .... 24

Tabel 3.3 Jumlah Kombinasi .............................................................................. 25

Tabel 4.1 Karakteristik Bahan Baku ................................................................... 31

Tabel 4.2 Rancangan Optimasi Proses Ektraksi Senyawa Fenol Kulit Kentang

Hitam ............................................................................................... 33

Tabel 4.3 Hasil Respon Optimasi Proses Ekstraksi Kulit Kentang Hitam terhadap

Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi ....................................................... 33

Tabel 4.4 Hasil Analisa Ragam ANOVA ............................................................ 36

Tabel 4.5 Koefisien Keragaman Parameter ....................................................... 36

Tabel 4.6 Hasil Analisa Ragam ANOVA ............................................................ 43

Tabel 4.7 Koefisien Keragaman Parameter ....................................................... 43

Tabel 4.8 Analisis Ragam ANOVA ..................................................................... 50

Tabel 4.9 Koefisien Keragaman Parameter ....................................................... 50

Tabel 4. 10 Kriteria Variabel dan Respon yang Diinginkan ................................ 55

Tabel 4.11 Solusi Titik Optimum Ekstraksi terhadap Respon Rendemen, Total

Fenol dan Aktivitas Antioksidan IC50 ................................................ 56

Tabel 4.12 Point Prediction Hasil Optimum Ekstrak Kulit Kentang Hitam dengan

Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi ..................................................... 56

Tabel 4.13 Point Prediction Hasil Optimum Ekstrak Kulit Kentang Hitam terhadap

Respon Rendemen, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan IC50 ....... 57

Tabel 4.14 Hasil Verifikasi Ekstrak Kulit Kentang Hitam terhadap Respon

Rendemen, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan IC50 .................. 57

Tabel 4.15 Hasil Karakterisasi Hasil Optimasi Ekstrak Kulit Kentang Hitam

(Solenostemon Rotundifolius) terhadap Senyawa Fenol ............... 58

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kentang Hitam ................................................................................ 5

Gambar 2.2 Bunga Tanaman Kentang Hitam ...................................................... 5

Gambar 2.3 Struktur Kimia Vitamin C ............................................................... 10

Gambar 2.4 Struktur Kimia Flavonoid ............................................................... 11

Gambar 2.5 Struktur Kimia Polifenol ................................................................. 12

Gambar 2.6 Stuktur Kimia Vitamin E ................................................................. 12

Gambar 2.7 Reaksi Penghambatan Radikal DPPH .......................................... 14

Gambar 2.8 Ultrasonic Bath .............................................................................. 17

Gambar 2.9 Struktur Kimia Etanol …………………………………………………..19

Gambar 2.10 Struktur Kimia Asam Sitrat .......................................................... 20

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Bubuk Kulit Kentang Hitam ..................... 29

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Kulit Kentang Hitam ................... 30

Gambar 4.1 Kurva Plot of Residual terhadap Respon Rendemen ..................... 38

Gambar 4.2 Grafik Contour Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu

Ekstraksi ..................................................................................... 39

Gambar 4.3 Grafik 3D Surface Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu

Ekstraksi ....................................................................................... 39

Gambar 4.4 Kurva Plot of Residual terhadap Respon Total Fenol ..................... 45

Gambar 4.5 Grafik Contour Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu

Ekstraksi ..................................................................................... 46

Gambar 4.6 Grafik 3D Surface Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu

Ekstraksi ....................................................................................... 46

Gambar 4.7 Kurva Plot of Residual terhadap Respon Aktivitas Antioksidan ...... 52

Gambar 4.8 Grafik Contour Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu

Ekstraksi ..................................................................................... 53

Gambar 4.9 Grafik 3D Surface Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu

Ekstraksi ....................................................................................... 53

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Prosedur Analisa ............................................................................. 72

Lampiran 2 Hasil Respon Berdasarkan Penelitian Pribadi ................................. 77

Lampiran 3 Hasil Analisa Data dengan RSM (Design Expert 7.1.5) ................... 79

Lampiran 4 Hasil Verifikasi dan Karakterisasi Senyawa Fenol dari Ekstrak Kulit

Kentang Hitam yang Optimum ......................................................... 89

Lampiran 5 Dokumentasi Gambar ..................................................................... 90

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kentang Hitam (Solenostemon Rotundifolius) termasuk jenis sayuran

berbentuk umbi yang potensial sebagai sumber pangan alternatif.

Produktivitasnya di Indonesia mencapai 5-15 ton per hektar (Nkansah, 2004).

Pada umumnya kentang hitam hanya dikukus untuk dikonsumsi atau terkadang

dicampur dalam sayuran sehingga terdapat bagian yang terbuang menjadi

limbah seperti kulit. Oleh karena itu, pemanfaatan kulit kentang hitam perlu

ditingkatkan karena kulit kentang hitam memiliki senyawa bioaktif yang jauh lebih

tinggi daripada kentang yang lainnya.

Kulit kentang hitam memiliki kandungan fenol dan flavonoid (Nugraheni,

2010). Senyawa fenol pada kulit kentang hitam dapat berpotensi sebagai

antioksidan yang sangat tinggi dibandingkan dengan umbinya. Menurut

Nugraheni (2013), bahwa korelasi aktivitas antioksidan selular ekstrak etanol kulit

kentang hitam dan antipoliferasi adalah 0,98 sedangkan pada umbi hanya 0,93.

Kandungan senyawa pada kulit kentang hitam empat kali lebih tinggi daripada

daging umbinya. Selain senyawa polifenol, kulit kentang hitam juga mengandung

pigmen antosianin yaitu warna ungu kehitaman sebagai sumber antioksidan.

Antosianin merupakan senyawa golongan polifenol yang berpotensi sebagai

antioksidan alami. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menetralkan

radikal bebas dengan cara menerima atau mendonorkan satu elektron untuk

menghilangkan kondisi " elektron tidak berpasangan" (Muchtadi, 2013). Fungsi

dari antioksidan alami tersebut sebagai penetral radikal bebas sehingga tubuh

terlindungi dari berbagai macam penyakit degeneratif dan kanker. Fungsi lain

dari antioksidan alami yaitu menekan proses penuaan/ antiaging (Tapan, 2005).

Dengan demikian senyawa fenol sangat dibutuhkan karena jumlah senyawa

fenol pada kulit kentang hitam lebih tinggi dibandingkan dengan kentang kuning

sebesar 1,47 mg GAE/g (Lewis, 1996).

Senyawa bioaktif dalam kulit kentang hitam dapat dipisahkan melalui proses

ektraksi. Pemilihan metode ekstraksi sangat penting dilakukan karena hasil

ekstraksi akan mencerminkan tingkat keberhasilan metode tersebut (Abubecker,

2013). Metode konvensional memiliki kekurangan karena membutuhkan waktu

ekstraksi yang lama, membutuhkan banyak pelarut serta hasil ekstrak yang

didapatkan kurang maksimal. Optimasi ekstraksi kulit kentang hitam dapat

2

dilakukan dengan metode ekstraksi ultrasonik. Metode ultrasonik menggunakan

gelombang ultrasonik yaitu gelombang akustik dengan frekuensi lebih besar dari

16-20 kHz. Salah satu kelebihan metode ekstraksi ultrasonik adalah untuk

mempercepat proses ekstraksi, dibandingkan dengan ekstraksi termal atau

ekstraksi konvensional (Zou, 2014).

Ultrasonik juga dapat menurunkan suhu ekstraksi sehingga sesuai untuk

diterapkan pada ekstraksi senyawa bioaktif yang tidak tahan panas (Zou, 2014).

Senyawa yang terdapat dalam kulit kentang hitam merupakan senyawa yang

tidak tahan panas pada suhu >60oC sehingga dapat mengalami perubahan

struktur. Menurut penelitian Razak (2009) mengenai lama waktu ekstraksi akar

gingseng dengan menggunakan ultrasonik optimum pada waktu 15 menit dan

pada penelitian Rupasinghe (2011) juga menyatakan bahwa ekstraksi buah apel

waktu optimum pada waktu 15 menit. Oleh karena itu suhu dan waktu yang

digunakan sebagai faktor untuk ekstraksi sangat sesuai dengan metode

ultrasonik.

Penelitian Handayani (2016) mengenai ekstraksi antioksidan daun sirsak

dengan menggunakan ultrasonic bath didapatkan perlakuan terbaik yaitu suhu

45oC dan waktu 20 menit dengan hasil rendemen sebesar 11,72%, kandungan

total fenol 15213.33 ppm, kadar flavonoid 45843 ppm dan aktivitas antioksidan

78,14%. Selain itu, Tambun (2016) menyatakan bahwa kadar fenol tertinggi

sekitar 4,5% diperoleh pada ekstraksi lengkuas merah dalam waktu 9 jam

dengan kondisi suhu 60⁰C. Sedangkan menurut Hartuti (2013), kondisi yang

optimum ekstraksi oleoresin jahe menggunakan ultrasonik diperoleh dengan

suhu 46oC selama 129 menit.

Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mendapatkan

suhu dan lama waktu ekstraksi yang optimum pada ekstraksi senyawa fenol dari

kulit kentang hitam dengan metode ultrasonic bath terhadap rendemen, total

fenol dan aktivitas antioksidan menggunakan response surface methodology

(RSM).

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1.2.1 Bagaimana suhu dan waktu yang optimal untuk ekstraksi senyawa fenol

dari kulit kentang hitam dengan metode ultrasonic bath terhadap

3

rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan yang terbaik menggunakan

response surface methodology (RSM) ?

1.2.2 Bagaimana karakteristik yang optimal untuk ekstraksi senyawa fenol dari

kulit kentang hitam dengan metode ultrasonic bath terhadap rendemen,

total fenol dan aktivitas antioksidan yang terbaik menggunakan response

surface methodology (RSM) ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1.3.1 Untuk mendapatkan suhu dan waktu yang optimal pada ekstraksi senyawa

fenol dari kulit kentang hitam dengan metode ultrasonic bath terhadap

rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan yang terbaik menggunakan

response surface methodology (RSM)

1.3.2 Untuk mendapatkan karakteristik yang optimal pada ekstraksi senyawa

fenol dari kulit kentang hitam dengan metode ultrasonic bath terhadap

rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan yang terbaik menggunakan

response surface methodology (RSM)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini meliputi:

1.4.1 Meningkatkan pengetahuan atau nilai tambah tentang kulit kentang hitam

sebagai sumber antioksidan alami

1.4.2 Sebagai informasi mengenai kondisi (suhu dan waktu ekstraksi) yang

optimal untuk ekstraksi senyawa fenol dari kulit kentang hitam dengan

metode ultrasonic bath terhadap rendemen, total fenol dan aktivitas

antioksidan menggunakan response surface methodology (RSM) yang

terbaik

1.5 Hipotesa

Hipotesa penelitian ini adalah:

1.5.1 Diduga suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh pada proses ekstraksi

senyawa fenol dari kulit kentang hitam dengan metode ultrasonic bath

menghasilkan rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan yang tinggi

dan yang terbaik

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kentang Hitam

Kentang hitam merupakan salah satu jenis umbi yang telah tumbuh di

Indonesia. Kentang hitam dapat ditemukan di daerah Sumatera, Jawa,

Kalimantan, Nusa Tenggara dan juga Maluku (Alamendah, 2014). Tanaman

kentang hitam tumbuh subur di negara-negara beriklim tropis dan sub-tropis. Di

Indonesia, tanaman ini umumnya ditanam pada bulan basah yaitu pada awal

musim penghujan, sehingga hanya tersedia pada musim tertentu (Ardani, 2010).

Taksonomi tanaman kentang hitam adalah sebagai berikut (Wikipedia, 2018) :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Asteridae

Famili : Lamiaceae

Genus : Solenostemon

Spesies : Solenostemon Rotundifolius

Kentang hitam akan tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur serta

dengan drainase yang baik dan juga tumbuh pada ketinggian 40-1300 mdpl

(Suhardi, 2002). Kentang hitam pada dasarnya tumbuh toleran terhadap pada

suhu panas. Pada daerah dengan curah hujan 2500-33000 mm per tahun,

tanaman ini dapat bereproduksi dengan baik. Tanaman kentang hitam juga

cocok pada tanah dengan pH 4,9-5,7 (Silalahi, 2009). Umur panen dari kentang

hitam ini berkisar antara 6-7 bulan atau saat daunnya mulai menguning (Litbang

Jatim 2013).

Kentang hitam memiliki ukuran yang hanya dapat mencapai sebesar ibu

jari atau jempol kaki orang dewasa. Kentang hitam memiliki kulit yang berwarna

gelap yaitu ungu kehitaman namun daging buah memiliki warna yang putih.

Apabila dilakukan perebusan pada kentang hitam ini maka umbinya akan

berwarna kekuningan atau seperti warna cream. Daun pada kentang hitam

memiliki bentuk daun yang menyerupai daun nilam yaitu memiliki pinggiran dan

bunga yang berbentuk memanjang keatas berwarna ungu (Rahman, 2010).

5

Gambar 2.1 Kentang Hitam (Dokumentasi Pribadi, 2019)

Gambar 2.2 Bunga Tanaman Kentang Hitam (Wikipedia, 2018)

Kentang Hitam termasuk salah satu tanaman sayuran yang bermanfaat

sebagai sumber karbohidrat (Nugraheni et al., 2014). Enyiukuwu et al. (2014)

menyatakan bahwa kandungan karbohidrat dalam per 100 gram : kentang hitam

21 gram, kentang 17 gram, dan ubi jalar 20 gram. Hal ini membuktikan bahwa

kentang hitam mengandung karbohidrat yang relatif lebih tinggi sehingga dapat

dijadikan sumber pangan karbohidrat. Selain itu, Kentang Hitam juga termasuk

salah satu pangan fungsional. Kandungan kimia kentang hitam per 100 gram,

dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Kandungan kimia kentang hitam per 100 gram

Kandungan (Per 100 gram)

Energi (Kalori) 142 Air (g) 64 Protein (g) 0,9 Lemak (g) 0,4 Karbohidrat (g) 33,7 Kalsium (mg) 34 Fosfor (mg) 75 Besi (mg) 0,2 Thiamin (mg) 0,02 Vitamin C (mg) 38

Sumber : Persatuan Ahli Gizi Indonesia (2009)

6

Kentang jenis ini memiliki ketahanan terhadap hama penyakit yang lebih

baik dibandingkan dengan jenis kentang yang ditanam di dataran tinggi. Selain

sebagai sumber karbohidrat, hasil penelitian telah membuktikan bahwa umbi

kentang hitam mengandung antiproliferasi golongan triterpenic acid berupa

ursolic acid (UA) dan oleanolic acid (OA), dan paling banyak terkandung di dalam

kulitnya. Senyawa- senyawa tersebut termasuk senyawa antioksidan (Yang et

al., 2007). Ursolic acid dan oleanolic acid memiliki banyak efek farmakologis

penting yang hampir serupa karena struktur kimianya tidak jauh berbeda

(Janicsak et al., 2006). Beberapa penelitian memperlihatkan kemampuan ursolic

acid dan oleanolic acid dalam meredam radikal bebas (Ozgen et al., 2011;

Donfack et al., 2010). Ursolic acid dan oleanolic acid yang ditemukan lebih tinggi

pada kulit kentang hitam dibanding ekstrak etanol daging kentang hitam mampu

menurunkan terbentuknya SOR pada sel MCF-7 yang diinduksi PMA tergantung

pada konsentrasi ekstrak yang digunakan (Nugraheni et al., 2013). Kemampuan

menurunkan SOR diduga berkaitan dengan kandungan senyawa bioaktif dalam

kentang hitam, seperti asam ursolat dan asam oleanolat yang dapat bertindak

sebagai penangkap spesies oksigen reaktif.

Berdasarkan beberapa penelitian, kentang hitam dapat mencegah diabetes

mellitus dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh serta dapat mengatasi

berbagai penyakit (Nugraheni et al., 2014; Anbuselvi & Priya, 2013). Menurut

penelitian Moii et al (2010), menunjukkan bahwa ekstrak kentang hitam

mengandung fitosterol dan asam tripenoat (asam malsinat) dan mampu

menghambat ekspresi EBV early-antingen pada sel Raji. Asam malsinat memiliki

kemampuan untuk menekan ekspresi COX-2 dan menghambat Nf-kB dan

aktivasi AP-1 pada sel Raji (Hsum et al., 2011). Asam malsinat dan fitosterol

dapat meningkatkan aktivitas antioksidan selular baik enzimatis maupun non

enzimatis (Dekanski et al., 2009; Vivancos dan Moreno, 2006). Senyawa fenol

memiliki kemampuan untuk meningkatkan sistem pertahanan antioksidan

(Giovanni et al, 2008; Verma et al, 2009; O’Sullivan et al, 2011) sehingga mampu

mencegah oksidasi DCFH dan menurunkan pembentukan DCF fluoresen

(Salawu et al, 2011; Muanda et al, 2011).

Menurut Rahman (2010) menyatakan disamping manfaatnya sebagai

tanaman obat, kentang hitam juga memiliki prospek dan potensi untuk dijadikan

tepung. Pemilihan potensi tepung dari kentang hitam bisa diproses menjadi

bahan pangan untuk membuat mie, kue, roti, cookies, dan lain-lain. Selain itu,

7

tepung kentang hitam memiliki daya simpan yang lebih lama dibanding tepung

lainnya. Rice et al. (2011) berdasarkan penelitian hortikultur dan etnobotani dari

genus ini memungkinkan bahwa benar bila kentang hitam merupakan salah satu

plant for future.

2.2 Radikal Bebas

Radikal bebas (free radical) atau sering juga disebut reactive oxygen

species (ROS) berasal dari bahasa latin radicalis adalah bahan kimia yang dapat

berupa atom maupun molekul yang tidak memiliki elektron berpasangan pada

lapisan luarnya, termasuk dari atom hidrogen logam-logam transisi dan molekul

oksigen, dengan adanya atom yang tidak berpasangan ini menyebabkan radikal

bebas secara kimiawi menjadi sangat aktif (Halliwell, 2000). Sifat dari radikal

bebas adalah sangat reaktif dan memiliki waktu paruh yang sangat cepat.

Radikal bebas akan segera bereaksi dengan cepat dengan mengambil elektron

molekul disekitarnya.

Mekanisme terbentuknya radikal bebas dapat dimulai oleh banyak hal, baik

yang bersifat endogen maupun eksogen. Reaksi selanjutnya adalah peroksidasi

lipid membran dan sitosol yang mengakibatkan terjadinya serangkaian reduksi

asam lemak sehingga terjadi kerusakan membran dan organel sel. Peroksidasi

(autooksidasi) lipid bertanggung jawab tidak hanya pada kerusakan makanan,

tapi juga menyebabkan kerusakan jaringan in vivo karena dapat menyebabkan

kanker, penyakit inflamasi, aterosklerosis, dan penuaan. Efek merusak tersebut

akibat produksi radikal bebas (ROO•, RO•, OH•) pada proses pembentukan

peroksida dari asam lemak. Peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai yang

memberikan pasokan radikal bebas secara terus-menerus yang menginisiasi

peroksidasi lebih lanjut. Proses secara keseluruhan dapat digambarkan sebagai

berikut :

a. Inisiasi

ROOH + Logam (a) ROO• + Logam (a-1) + H+

X• + RH R• + XH

b. Propagasi

R• + O2 ROOH•

ROO• + RH ROOH + R•

c. Terminasi

ROO• + ROO• ROOR +O2

8

ROO• + R• ROOR

R• + R• RR

Dalam kimia organik, peroksida adalah suatu gugus fungsional dari sebuah

molekul organik yang mengandung ikatan tunggal oksigen-oksigen (R-O-O-R').

Jika salah satu dari R atau R' merupakan atom hidrogen, maka senyawa itu

disebut hidroperoksida (R-O-O-H).

Karena prekursor molekuler dari proses inisiasi adalah produk

hidroksiperoksida (ROOH), peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai yang

sangat berpotensi memiliki efek menghancurkan. Untuk mengontrol dan

mengurangi peroksidasi lipid, digunakan senyawa yang bersifat antioksidan.

Radikal bebas dapat dibentuk dari dalam sel oleh absorpsi tenaga radiasi

(misalnya sinar ultra violet, sinar X) atau dalam reaksi reduksi oksidasi yang

selama proses fisiologi normal atau mungkin berasal dari metabolisme enzimatik

bahan-bahan kimia eksogen. Tenaga radiasi dapat melisiskan air dan

melepaskan radikal seperti ion hidroksil dan H+. Radikal bebas lain ialah

superoksida yang berasal dari reduksi molekul oksigen. Oksigen secara normal

direduksi menjadi air, tetapi pada beberapa reaksi terutama yang menyangkut

xantin oksidase, O2 - dapat terbentuk.

Radikal bebas yang diproduksi dalam tubuh akan dinetralisir oleh

antioksidan yang ada dalam tubuh, namun jika kadar radikal bebas terlalu tinggi

maka antiokisidan tidak dapat menetralisirnya (Sharma, 2009). Radikal bebas

dapat merusak jaringan normal apabila jumlahnya terlalu banyak, akibatnya

seperti gangguan produksi DNA, lapisan lipid pada dinding sel, pembuluh darah,

produksi prostaglandin, kerusakan sel dan mengurangi kemampuan sel untuk

beradaptasi terhadap lingkungannya. Radikal bebas adalah bentuk radikal yang

sangat reaktif dan mempunyai waktu paruh yang sangat pendek. Jika radikal

bebas tidak diinaktivasi, reaktivitasnya dapat merusak seluruh tipe makromolekul

seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat.

2.3 Antioksidan

2.3.1 Pengertian Antioksidan

Antioksidan adalah suatu senyawa yang pada konsentrasi rendah secara

signifikan dapat menghambat atau mencegah oksidasi substrat dalam reaksi

rantai (Halliwell dan Whitemann, 2004; Leong dan Shui, 2002). Antioksidan dapat

melindungi sel-sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul tidak stabil yang

9

dikenal sebagai radikal bebas. Antioksidan dapat mendonorkan elektronnya

kepada molekul radikal bebas, sehingga dapat menstabilkan radikal bebas dan

menghentikan reaksi berantai. Contoh antioksidan antara lain β-karoten, likopen,

vitamin C, vitamin E (Sies, 1997).

Antioksidan dikelompokkan menjadi antioksidan enzim dan vitamin.

Antioksidan enzim meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase dan

glutathion peroxidases (GSH.Prx). Antioksidan vitamin meliputi alfa tokoferol

(vitamin E), beta karoten dan asam askorbat (vitamin C). Antioksidan vitamin

lebih populer sebagai antioksidan dibandingkan enzim. Antioksidan yang

termasuk ke dalam vitamin dan fitokimia disebut flavonoid. Flavonoid memiliki

kemampuan untuk meredam molekul tidak stabil yang disebut radikal bebas.

Para peneliti di the U.S. Department of Agriculture’s (USDA’s) Arkansas

Children’s Nutrition Center in Little Rock melakukan studi perbandingan antara

buah kiwi, anggur merah dan stroberi, hasil menunjukkan antioksidan dalam

buah kiwi adalah yang paling mudah dimetabolisme dan diserap ke dalam aliran

darah.

2.3.2 Klasifikasi Antioksidan

Antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu antioksidan

primer atau alami dan antioksidan sekunder atau sintetik

1. Antioksidan Primer atau alami

Antioksidan adalah zat yang dapat mencegah atau menghambat proses

oksidasi sehingga membentuk senyawa yang lebih stabil. Antioksidan golongan

polifenol adalah kelompok yang paling banyak terdapat dalam buah-buahan,

sayuran, tanaman polongan, biji-bijian, teh, rempah-rempah dan anggur

(Horubała 1999; Borowska, 2003). Berikut adalah pengelompokkan antioksidan

primer (Hurrell, 2003):

Antioksidan mineral adalah kofaktor antioksidan enzim. Keberadaanya

mempengaruhi metabolisme makromolekul kompleks seperti karbohidrat.

Contoh: selenium, tembaga, besi, seng dan mangan.

Antioksidan vitamin, dibutuhkan untuk fungsi metabolisme tubuh. Contoh:

vitamin C, vitamin E, vitamin B.

Fitokimia adalah senyawa fenolik, yang bukan vitamin maupun mineral.

Senyawa yang termasuk ke dalam golongan fitokimia adalah senyawa

flavonoid. Flavonoid adalah senyawa fenolik yang memberi warna pada buah,

10

biji-bijian, daun, bunga dan kulit. Sebagai contoh katekin adalah senyawa

antioksidan paling aktif pada teh hijau dan hitam, karotenoid adalah zat warna

dalam buah-buahan dan sayuran, β karoten terdapat pada wortel dapat

dikonversi menjadi vitamin A, likopen banyak terdapat dalam tomat dan

zeaxantin banyak pada bayam.

2. Antioksidan Sekunder atau Sintetik Senyawa

Antioksidan sintetik memiliki fungsi menangkap radikal bebas dan

menghentikan reaksi berantai (Hurrell, 2003), berikut adalah contoh antioksidan

sintetik: Butylated hydroxyl anisole (BHA), Butylated hydroxyrotoluene (BHT),

Propyl gallate (PG) dan metal chelating agent (EDTA), Tertiary butyl

hydroquinone (TBHQ), Nordihydro guaretic acid (NDGA). Antioksidan utama

pada saat ini digunakan dalam produk makanan adalah monohidroksi atau

polihidroksi senyawa fenol dengan berbagai substituen pada cincin (Hamid, A. et

al, 2010).

2.3.3 Jenis Antioksidan Alami

1. Vitamin C

Asam askorbat atau vitamin C adalah antioksidan monosakarida yang

ditemukan pada tumbuhan. Asam askorbat adalah komponen yang dapat

mengurangi dan menetralkan oksigen reaktif, seperti hidrogen peroksida

(Antioksidan dan Pencegahan Kanker, 2007; Ortega, 2006).

Gambar 2.3 Struktur Kimia Vitamin C (Wikipedia, 2018)

2. Flavonoid

Flavonoid merupakan kelompok antioksidan penting dan dibagi menjadi

13 kelas, dengan lebih dari 4000 senyawa ditemukan sampai tahun 1990

(Harborne, 1993). Flavonoid merupakan senyawaan fenol yang dimiliki oleh

sebagian besar tumbuhan hijau dan biasanya terkonsentrasi pada biji, buah, kulit

11

buah, kulit kayu, daun, dan bunga (Miller 1996). Flavonoid memiliki kontribusi

yang penting dalam kesehatan manusia. Menurut Hertog (1992) disarankan agar

setiap hari manusia mengkonsumsi beberapa gram flavonoid. Flavonoid

diketahui berfungsi sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik, selain itu

memiliki sifat sebagai antioksidan, anti peradangan, anti alergi, dan dapat

menghambat oksidasi LDL (Low Density Lipoprotein) (Rahmat, 2009). Gambar

2.4 adalah struktur flavonoid.

Gambar 2.4 Struktur Kimia Flavonoid (Wikipedia, 2018)

Senyawa flavonoid yang paling banyak terdapat di alam adalah flavonol,

flavon, flavon-3-ol, isoflavon, flavanon, antosianidin dan proantosianidin (Bravo,

1998). Kombinasi yang beragam dari gugus hidroksil, gula, oksigen, dan metil

pada struktur ini menjadi dasar pembagian golongan flavonoid menjadi flavonol,

flavanon, flavon, flavon-3-ol (katekin), antosianidin, biflavonoid, dan isoflavon

(Markham 1988; Miller 1996).

Menurut USDA Database for the Flavonoid Content of Selected Foods,

buah kiwi mengandung senyawa bioaktif flavonoid yang dibagi ke dalam kelas:

antosianidin, flavanon, flavon, flavonol dan flavon-3-ol. Penentuan kadar

flavonoid pada buah kiwi dinyatakan dengan kadar katekin dimana katekin

termasuk kedalam kelas flavon-3-ol. Senyawa katekin, memiliki gugus fungsi dari

senyawa flavon-3-ol dengan posisi R1 dan R2 diganti dengan gugus H,

sedangkan pada posisi R3 diganti dengan gugus OH.

3. Polifenol

Karakteristik antioksidan yang berasal dari bahan pangan dilihat dari

kandungan polifenol. Sampai saat ini, minat penelitian terhadap senyawa fenolik

meningkat karena kemampuan ‘scavenging’ terhadap radikal bebas. Polifenol

merupakan salah satu kelompok yang paling banyak dalam tanaman pangan,

dengan lebih dari 8000 struktur fenolik dikenal saat ini (Harborne, 1993).

Polifenol adalah produk sekunder dari metabolisme tanaman. Senyawa

12

antioksidan alami polifenol adalah multifungsional, dapat berfungsi sebagai

(Aulia, 2009):

a) Pereduksi atau donor elektron

b) Penangkap radikal bebas

c) Pengkelat logam

d) Peredam terbentuknya singlet oksigen.

Gambar 2.5 Struktur Kimia Polifenol (Wikipedia, 2018)

4. Vitamin E

Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan memiliki sifat

antioksidan, diantara vitamin E, yang paling banyak dipelajari adalah β tokoferol

karena memiliki ketersediaan hayati yang tinggi (Herrera dan Barbas, 2001).

Tokoferol dapat melindungi membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas pada

reaksi rantai peroksidasi lipid. Tokoferol dapat menghambat radikal bebas dan

mencegah tahap reaksi propagasi. Reaksi ini menghasilkan radikal tokoferosil

yang dapat diubah kembali ke bentuk kurang aktif melalui pemberian elektron

dari antioksidan lainnya, seperti askorbat dan retinol. Berikut ini pada Gambar

2.6 adalah struktur kimia dari vitamin E :

Gambar 2.6 Stuktur Kimia Vitamin E (Wikipedia, 2018)

13

2.3.4 Mekanisme Kerja Antioksidan

Radikal bebas adalah molekul yang mengandung satu atau lebih elektron

tidak berpasangan pada orbital terluarnya, radikal bebas sangat reaktif dan tidak

stabil, sebagai usaha untuk mencapai kestabilannya radikal bebas akan bereaksi

dengan atom atau molekul di sekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron.

Reaksi ini dalam tubuh dapat menimbulkan reaksi berantai yang mampu

merusak struktur sel, bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit

seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya.

Untuk meredam aktivitas radikal bebas diperlukan antioksidan. Antioksidan

adalah senyawa yang dapat mendonorkan elektronnya (pemberi atom hidrogen)

kepada radikal bebas, sehingga menghentikan reaksi berantai, dan mengubah

radikal bebas menjadi bentuk yang stabil.

Antioksidan pada makanan digunakan untuk mencegah atau menghambat

proses oksidasi yang terjadi pada produk makanan misalnya lemak, terutama

yang mengandung asam lemak tidak jenuh, dapat teroksidasi sehingga menjadi

tengik, selain itu berguna untuk mencegah reaksi browning pada buah dan

sayuran (Hamid et al., 2010).

Reaksi berantai pada radikal bebas (tanpa ada antioksidan) terdiri dari tiga tahap,

yaitu:

Tahap inisiasi : RH R• + H•

Tahap propagasi : R• + O2 ROO•

ROO• + RH ROOH +R•

Tahap terminasi : R• + R• R – R

ROO• + R• ROOR

ROO• + ROO• ROOR + O2

Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal bebas (R•) yang sangat

reaktif, karena (RH) melepaskan satu atom hidrogen, hal ini dapat disebabkan

adanya cahaya, oksigen atau panas. Pada tahap propagasi, radikal (R•) akan

bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (ROO•). Radikal peroksi

selanjutnya akan menyerang RH (misalnya pada asam lemak) menghasilkan

hidroperoksida dan radikal baru. Hidrogen peroksida yang terbentuk bersifat tidak

stabil dan akan terdegradasi menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai

pendek seperti aldehida dan keton (Nugroho, 2007).

Tanpa adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan berlanjut sampai

tahap terminasi, sehingga antar radikal bebas dapat saling bereaksi membentuk

14

senyawa yang kompleks. Dengan adanya antioksidan, antioksidan memberikan

atom hidrogen atau elektron pada radikal bebas (R•, ROO•), mengubahnya ke

bentuk yang lebih stabil RH. Sementara turunan radikal antioksidan (A*) memiliki

keadaan lebih stabil dibanding radikal semula R•. Reaksi penghambatan

antioksidan terhadap radikal lipid mengikuti persamaan reaksi sebagai berikut

(Yuswantina; Aulia, 2009) :

Inisiasi : R• + AH RH + A•

Radikal lipida

Propagasi : ROO• + AH ROOH + A•

2.4 Pengujian Aktivitas Antioksidan

2.4.1 DPPH

Metode yang umum untuk mengukur aktivitas antioksidan adalah dengan

DPPH, DPPH adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (Inggrid dan Santoso, 2014).

Pada metode ini antioksidan (AH) bereaksi dengan radikal bebas DPPH dengan

cara mendonorkan atom hidrogen, menyebabkan terjadinya perubahan warna

DPPH dari warna ungu menjadi kuning, intensitas warna diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm (Molyneux, 2004). Pada

metode ini yang diukur adalah aktivitas penghambatan radikal bebas.

+ RH + R•

(DPPH•) + R H DPPH H + R•

Ungu Kuning

Gambar 2.7 Reaksi Penghambatan Radikal DPPH (Schwarz dkk., 2001)

Metode ini tidak spesifik untuk komponen antioksidan tertentu, tetapi untuk

semua senyawa antioksidan dalam sampel. DPPH digunakan secara luas untuk

15

menguji aktivitas antioksidan makanan. Warna berubah menjadi kuning saat

radikal DPPH menjadi berpasangan dengan atom hidrogen dari antioksidan

membentuk DPPH-H (Sharma and Bhat, 2009). Aktivitas antioksidan dapat

dihitung dengan rumus berikut ini.

%Aktivitas antioksidan = x 100%

Aktivitas antioksidan dinyatakan secara kuantitatif dengan IC50. IC50 adalah

konsentrasi larutan uji yang memberikan peredaman DPPH sebesar 50%.

Semakin kecil nilai IC50 maka semakin tinggi nilai aktivitas antioksidan (Blois,

1958).

2.4.2 Total Fenol

Fenol adalah senyawa yang mempunyai sebuah cincin aromatik dengan

satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenol pada bahan pangan dapat berupa

asam fenolat, polimer fenolat dan flavonoid. Biasanya senyawa yang memiliki

aktivitas antioksidan merupakan senyawa fenol yang mempunyai gugus hidroksi

yang tersubstitusi pada posisi ortho dan para gugusm -OH dan –OR (Okawa,

2001).

Fenol merupakan senyawa yang bersifat polar sehingga kelarutannya

paling tinggi dalam pelarut polar. Pelarut yang bersifat polar mampu melarutkan

fenol lebih baik sehingga kadarnya dalam ekstrak menjadi tinggi. Pada penelitian

Oktaviana (2010), menyatakan bahwa senyawa fenolik yang terdapat dalam

ekstrak daun cengkeh terdiri dari berbagai jenis dengan polaritas yang luas

karena dapat larut dalam metanol dan juga etanol.

Senyawa antioksidan alami pada tumbuhan umumnya adalah senyawa

fenolik atau polifenol. Senyawa fenolik tersebut bersifat multifungsional dan

berperan sebagai antioksidan karena mempunyai kemampuan meniadakan

radikal-radikal bebas dan radikal peroksida sehingga efektif dalam menghambat

oksidasi lipida. Pereduksi, pengekelat logam, atau pengubah oksigen singlet

menjadi bentuk triplet.

Uji kandungan total fenol bertujuan untuk mengetahui jumlah fenol yang

terdapat pada sampel. Uji kandungan total fenol dilakukan dengan reagen Follin-

Ciocalteu yang absorbansinya diukur pada panjang gelombang 765 nm. Standar

asam galat dibuat dengan variasi konsentrasi (ppm) dan diukur absorbansinya

pada panjang gelombang 765 nm (Rohman, 2006). Kadar total fenol ditetapkan

dengan metode spektrofotometri sinar tampak. Metode ini didasarkan pada

16

pembentukan senyawa kompleks yang berwarna biru dari fosfomolibdat-

fosfotungsat yang direduksi senyawa fenolik dalam suasana basa. Kadar total

fenol pada masing-masing ekstrak dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat atau

Gallic Acid Equivalent (GAE). Perhitungan total fenol dapat menggunakan rumus

sebagai berikut (Pourmorad, 2006) :

TPC =

Keterangan

TPC = Total Phenolic Contents

C = Konsentrasi Fenolik (nilai X )

V = Volume Ekstrak yang digunakan (ml)

Fp = Faktor Pengenceran

G = Berat Sampel yang digunakan (g)

2.5 Ekstraksi

2.5.1 Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu

campuran homogen menggunakan pelarut cair (solven) sebagai separating

agent. Kontak antara pelarut dan bahan secara intensif dapat menyebabkan

komponen aktif pada ekstrak akan berpindah ke dalam pelarut (Gamse, 2002).

Ekstraksi merupakan proses penarikan senyawa metabolit sekunder dengan

bantuan pelarut. Ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi hal

ini dapat mengakibatkan beberapa komponen mengalami kerusakan.

Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): solute dipisahkan

dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan

solven ini adalah heterogen (immiscible, tidak saling campur), jika dipisahkan

terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak).

Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solut.

Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solven.

Pemilihan solven menjadi sangat penting, dipilih solven yang memiliki sifat

antara lain:

a. Solut mempunyai kelarutan yang besar dalam solven, tetapi solven sedikit

atau tidak melarutkan diluen

b. Tidak mudah menguap pada saat ekstraksi

c. Mudah dipisahkan dari solut, sehingga dapat dipergunakan kembali

d. Tidak bersifat racun

17

e. Tidak mahal/ relatif murah

Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang

terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan

massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada

lapisan antar muka kemudian berdifusi kedalam pelarut. Pelarut yang nonpolar

akan mengekstrak komponen yang bersifat nonpolar dan pelarut polar juga akan

mengekstrak komponen dari bahan yang bersifat polar (Kuldikole, 2002).

2.5.2 Ekstraksi Metode Ultrasonic Bath

Ultrasonic bath merupakan alat yang berbentuk seperti bejana kosong

yang dioperasikan pada frekuensi sekitar 40 kHz dan memproduksi intensitas

yang tinggi untuk meningkatkan gelombang yang dibuat oleh refleksi dari

gelombang suara pada cairan/ permukaan udara. Ketinggian volume dari cairan

sangat penting untuk mempertahankam ketinggian intensitas dan tidak boleh

kurang dari setengahnya karena akan mempengaruhi gelombang ultrasonic

didalam cairan. Pemberian frekuensi sering digunakan untuk memproduksi lebih

banyak kavitasi (Brennan, 2006).

Ultrasonic bath memilki mesin yang mengubah energi ultrasonik yang

dihasilkan dengan mengubah energi listrik menjadi getaran mekanis dengan

menggunakan generator dan listrik piezo transduser. Komponen dari alat

ultrasonik ini yaitu sistem batch, dimana sistem batch ini terdiri dari chamber

yang berfungsi sebagai meletakkan sampel yang diisi dengan aquades serta

pengatur waktu dan suhu. Ultrasonic bath biasanya menggunakan gelombang

yang ditransmisikan sekitar 50 kHz dengan daya 600 watt (Arda et al., 2006).

Gambar 2.8 Ultrasonic Bath (Dokumentasi Pribadi, 2019)

18

Ultrasonic bath termasuk kedalam jenis power ultrasound yang memiliki

gelombang yang ditransmisikan berkisar dari 20-100 kHz. Ultrasonic bath

merupakan alat yang diaplikasikan dari ultasonik dalam kimia analitik, dimana

ultrasonic ini diaplikasikan secara tidak langsung terhadap sampel. Pertama,

gelombang alat ultrasonik ini akan melewati media cairan dalam alat ultrasonik

kemudian akan melewati dinding wadah sampel (Martinez, 2009). Kemudian

terdapat gelombang bunyi yang dihasilkan oleh tenaga listrik (lewat transduser)

yang diteruskan oleh media cairan ke medan yang dituju melalui fenomena

kavitasi (Brennan, 2006).

2.5.3 Kelebihan Menggunakan Gelombang Ultrasonic

Kelebihan menggunakan gelombang ultrasonik yaitu dapat mempermudah

proses ektraksi, transfer massa, distrupsi sel, meningkatkan efek penetrasi.

Dengan metode ultasonik mampu mempercepat proses ekstraksi, proses

ekstraksi ultrasonic senyawa organik pada tanaman dan biji-bijian dengan pelarut

organic dapat berlangsung dengan cepat. Efek mekanik dari metode ultrasonic

adalah meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam sel bahan serta meningkatkan

transfer massa. Dinding sel dari bahan dipecah dengan getaran ultrasonik

sehingga kandungan yang ada didalamnya dapat keluar dengan mudah.

Menurut Park (2006), menyebutkan bahwa ekstraksi pati sorgum

menggunakan sonikasi dapat terlihat efesiensinya dengan berkurangnya

kandungan protein di dalamnya. Hal yang berpengaruh pada perubahan

kandungan protein dan warna antara lain lama sonikasi, konsentrasi larutan,

perbedaan tipe dan konsentrasi agen pengendap protein serta kecepatan

sentrifugasi.

2.6 Pelarut yang Digunakan

2.6.1 Etanol

Etanol dalam sehari-hari biasanya disebut juga dengan alkohol. Rumus

kimia Etanol adalah C2H6O dan rumus strukturnya CH3CH2OH, namun biasanya

disingkat sebagai C2H5OH. Gugus OH merupakan gugus fungsi yang dapat

menentukan sifat alkohol.

19

Gambar 2.9 Struktur Kimia Etanol (Wikipedia, 2018)

Etanol dapat bercampur dengan air, eter dan juga klorofom. Etanol dapat

terbentuk dari hasil fermentasi suatu material biologi sperti karbohidrat. Etanol

dapat membeku pada suhu -117,3oC dengan berat molekul 46,1 dan memliki

kera

patan 0,789 pada suhu 20oC. pelarut etanol memiliki nilai kalor yaitu 7077

kal/gram, panas laten penguapan 204 kal/gram dan angka oktan 91-105

(Hambali dkk, 2008).

Etanol merupakan pelarut polar yang banyak digunakan untuk

mengestrak komponen polar suatu bahan alam dan juga dikenal sebagai pelarut

universal. Komponen polar dari suatu bahan alam dalam ekstrak etanol dapat

diambil dengan teknik ekstraksi melalui proses pemisahan (Santana, 2009).

Menurut Sudarmadji (2003) etanol dapat mengestrak senyawa aktif lebih banyak

dibandingkan dengan jenis pelarut organik lainnya. Etanol memiliki titik didih

yang rendah yaitu 79oC sehingga memerlukan panas yang lebih sedikit untuk

proses pemekatan.

Sedangkan menurut Hardiningtyas (2009), meskipun air mempunyai

konstanta dielektrikum paling besar (paling polar) namun penggunaannya

sebagai pelarut pengekstrak jarang untuk digunakan karena mempunyai

beberapa kelemahan seperti menyebabkan reaksi fermentatif (mengakibatkan

perusakan bahan aktif lebih cepat), pembekakan sel dan larutannya mudah

terkontaminasi. Semakin tinggi konstanta dielektrik suatu pelarut maka pelarut

tersebut semakin polar sedangkan semakin rendah konstanta dielektrik suatu

pelarut maka pelarut tersebut semakin non polar (Saifudin, 2014). Nilai konstanta

dielektrik dari beberapa jenis pelarut organic dapat dilihat pada Tabel 2.2

20

Tabel 2.2 Nilai Konstanta Dielektrik Beberapa Pelarut Organik

Pelarut Konstanta Dielektrik Pelarut Konstanta Dielektrik

n-heksan 1,90 Aseton 20,7 Heptan 1,92 Etanol 25,3 Benzen 2,28 Metanol 33,0

Klorofom 4,81 Asetonitril 36,6 Etil eter 5,0 Air 80,0

Perbedaan konstanta dielektrik pada tiap pelarut tersebut membuat adanya

perbedaan pula ditingkat kepolarannya sehingga akan mempengaruhi hasil

ekstraksi yang akan didapat. Prinsip dari ekstraksi yaitu mengambil komponen

pada bahan sesuai dengan dengan tingkat kepolaran pelarut yang digunakan.

Menurut Huda pada penelitian 2013 menyebutkan bahwa ekstrak etanol buah

pare mengandung senyawa metabolit yaitu flavonoid, saponin, dan polifenol.

Pada penelitian Das (2014) menyatakan bahwa ekstrak etanol mengandung

senyawa saponin, fenol dan flavonoid. Sedangkan untuk ekstrak air mengandung

senyawa alkaloid dan saponin. Pelarut etanol 96% dan air sangat efektif untuk

mendapatkan kandungan saponin, flavonoid, tannin dan alkaloid karena

keduanya mempunyai kesamaan sebagai pelarut polar (Nurhamdani, 2012).

2.6.2 Asam Sitrat

Asam sitrat merupakan salah satu asam organik yang banyak digunakan di

dalam industri gula, makanan dan minuman, disamping industri - industri lain

seperti : industri farmasi, kosmetik dan sebagainya (Kumalaningsih, 2016). Asam

sitrat merupakan senyawa organik yang mengandung gugus karboksil dalam

molekulnya. Asam sitrat memiliki struktur yaitu C6H8O7. Asam sitrat juga memiliki

sifat yang larut dalam air dan alkohol tetapi agak sulit bercampur dalam eter.

Biasanya, asam sitrat ini berupa kristal putih jernih, tidak berbau, dan berasa

asam (Prayitno,2002).

Gambar 2.10 Struktur Kimia Asam Sitrat (Wikipedia, 2018)

21

Asam sitrat mampu mengikat logam-logam berat semacam besi dan Cu,

karena sifat tersebut maka asam sitrat banyak digunakan sebagai antioksidan

untuk mengurangi reaksi oksidasi minyak atau lemak yang dikatalisa oleh logam-

logam tersebut (Kumalaningsih, 2016). Asam sitrat juga dipakai sebagai anion

dalam sediaan farmasi yang menggunakan basa sebagai bahan aktif. Asam

sitrat merupakan senyawa bersifat asidulan sehingga semakin banyak

konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan akan memberikan kondisi yang

semakin asam, maka diduga banyak membran sel yang terdegradasi sehingga

fenol mudah keluar dari dalam sel. Menurut Tensiska (2006), bahwa keadaan

yang semakin asam menyebabkan semakin banyak dinding vakuola yang pecah

maka memudah senyawa fenol keluar dari sel sehingga menghasilkan total fenol

yang semakin tinggi. Fenol juga mempunyai sifat asam (Sundari, 2008), jadi

dengan penambahan asam sitrat dapat memberikan kondisi yang sesuai untuk

ekstraksi fenol. Sifat-sifat asam sitrat dapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Sifat-sifat kimia asam sitrat

Karakteristik

Rumus Kimia C6H8O7 Nama Lain Asam 2–hidroksi-1,2,3- propanatrikarboksilat Berat Molekul 192 Temperatur penguraian termal 1,665 x 103 kg/m3 PKa 8,2 x 10-4

Sumber : Hui (1992)

2.7 RSM (Response Surface Methodology)

Respon Surface Methodology (RSM) merupakan metode yang

dikembangkan oleh box dan Wilson tahun 1951 yang mengkombinasikan desain

eksperimen menggunakan teknik-teknik statistika dalam sebuah optimasi model

(Nurmaya, 2013). Metode RSM bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa

variabel kuantitatif terhadap suatu respon dan untuk optimalisasi variabel respon

tersebut. Selain itu, RSM dapat menjelaskan mengenai hubungan variabel

terhadap respon secara visual dengan contour plot dan surface plot. Aplikasi

dalam RSM, pada saat proses replikasi hanya dilakukan pada titik pusat (center

point) yang menyebabkan jumlah percobaan yang dilakukann sedikit

(Ongkowijoyo, 2016).

Keunggulan metode RSM dibandingkan dengan metode untuk proses

optimasi lainnya adalah metode RSM secara langsung tidak memperlihatkan

model first order maupun second order. Metode RSM mampu menggeser level

22

faktor yang akan diteliti sedekimian rupa ke arah optimalisasi respon, dimana

proses ini disebut sebagai steepest ascent/descent. Pergeseran level-level faktor

ke arah kondisi optimum respon ini menjadi keunggulan dalam RSM, dimana

pada metode ini level faktor tidak berhenti pada angka yang sudah ditentukan

sebagai batas bawah maupun batas atas, tetapi juga melacak titik optimum

respon di luar area level eksperimen (Hidayat, 2012).

Respon optimum yang dihasilkan RSM memiliki arti bahwa respon tersebut

maksimun atau optimum, minimum atau in range sesuai dengan tujuan dan

keinginan dari awal dari peneliti. Selain dalam bentuk kuantitatif, metode ini juga

menjelaskan hubungan antara respon dengan variable secara visual

menggunakan grafik 3 dimensi berupa contour plot dan surface plot

(Ongkowijoyo, 2016). Metode RSM memilki beberapa kegunaan antara lain

(Biorata, 2012) :

1. Menunjukkan bagaimana variable respon (y) dipengaruhi oleh variable bebas

(x) di wilayah yang secara tertentu diperhatikan

2. Menentukan pengaturan variable bebas yang paling tepat, dimana akan

memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi dari respon

3. Mengeksplorasi ruang dari variable bebas (x) untuk mendapatkan hasil terbaik

dan menentukan sifat dasar dari nilai terbaik.

23

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan dan

Rekayasa Proses Pangan, Laboratorium Biokimia dan Analisa Pangan,

Laboratorium Instrumen, Laboratorium Bioteknologi Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai pada bulan Januari sampai Maret 2019.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu ultrasonic bath (Elmasonic),

rotary evaporator, labu rotary evaporator, cabinet dryer automatic (B), blender,

ayakan 40 mesh, timbangan analitik, oven listrik 220 v, desikator, kertas saring

halus, beaker glass, corong kaca, color reader, botol kaca gelap, erlenmeyer,

aluminium foil, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pisau, wadah plastik, loyang

kabinet, pipet ukur, bulb, labu ukur, magnetic stirrer, spatula logam, spatula kaca,

spektrofotometer, kuvet, pH meter, sentrifugasi, tube sentrifugasi, dan alat

semprot nitrogen.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu bahan baku, bahan

ekstraksi dan bahan analisa. Bahan baku yang digunakan yaitu kentang hitam

yang berasal dari Lamongan, Jawa Timur sebesar ibu jari. Nantinya kentang

hitam akan dikupas kulitnya dan dikeringkan. Selanjutnya, bahan yang digunakan

untuk ekstraksi yaitu bubuk kulit kentang hitam, etanol 96% teknis, asam sitrat

2% dan aquades. Bahan yang digunakan untuk analisis yaitu reagen follin

ciocelteu, asam galat, Na2CO3, etanol, DPPH.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu Response Surface Methodoology

(RSM) dengan rancangan Central Composite Design (CCD) melalui software

24

Design Expert 7.1.5. Penelitian ini menggunakan 2 faktor. Tahapan awal untuk

memasukkan data berupa perancangan variabel eksperimental (faktor) dimana

variabelnya yaitu suhu ekstraksi dengan satuan derajat celcius (oC) dan lama

waktu ekstraksi dengan satuan menit.

Proses berikutnya yaitu menentukan batas bawah dan dan batas atas pada

kedua faktor. Faktor pertama berupa suhu ekstraksi dengan batas bawah 45oC (-

1 Level) dan batas atas 65oC (+1 Level). Faktor kedua yaitu lama waktu ekstraksi

dengan batas bawah 10 menit (-1 Level) dan batas atas 30 menit (+1 Level).

Kedua faktor tersebut didapatkan setelah melakukan penelitian pendahuluan.

Input numeric factors dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Input numeric factors (suhu dan lama waktu ekstraksi)

Nama Units -1 Level +1 Level -alpha +alpha

X1 Suhu Ekstraksi oC 45 65 40,8579 69,1421 X2 Lama Waktu

Ekstraksi Menit 10 30 5,85786 34,1421

Tahapan berikutnya yaitu menentukan respon. Penelitian ini menggunakan

3 respon, respon pertama yaitu rendemen, respon kedua yaitu total fenol dan

respon ketiga yaitu aktivitas antioksidan. Input responses dapat dilihat pada

Tabel 3.2

Tabel 3.2 Input responses (Rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan)

Nama Unit

Rendemen % Total Fenol mg GAE/g

Aktivitas Antioksidan ppm

Software Design Expert 7.1.5 akan melakukan kombinasi sesuai dengan

jumlah kombinasi kedua faktor. Jumlah kombinasi yang didapat sebanyak 13

kombinasi yang dapat dilihat pada Tabel 3.3

25

Tabel 3.3 Jumlah Kombinasi

Std Run Faktor 1

suhu (oC)

Faktor 2 Waktu (menit)

Response 1

Rendemen (%)

Response 2 Total Fenol (mg

GAE/g )

Response 3 Aktivitas

antioksidan (ppm)

1 9 45,00 10,00

2 10 65,00 10,00

3 5 45,00 30,00

4 4 65,00 30,00

5 6 40,86 20,00

6 7 69,14 20,00

7 8 55,00 5,86

8 1 55,00 34,14

9 2 55,00 20,00

10 3 55,00 20,00

11 13 55,00 20,00

12 11 55,00 20,00

13 12 55,00 20,00

3.4 Verifikasi

Verifikasi merupakan proses pemeriksaan selisih hasil prediksi yang

diberikan oleh Design Expert 7.1.5 dengan hasil analisa pada titik optimum. Jika

selisih hasil antara prediksi dan validasi kurang dari 5% maka nilai tersebut

menunjukkan ketepatan model. Verifikasi dilakukan dengan membuat formulasi

suhu ekstraksi, dan waktu ekstraksi sesuai titik optimum yang ditunjukan oleh

software dan mengamati rendemen, total fenol, dan aktivitas antioksidan terbaik

dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Hasil pengamatan selanjutnya

dibandingkan dengan prediksi software.

3.5 Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan suhu dan lama waktu

ekstraksi yang sesuai untuk proses optimasi pada kulit kentang hitam

menggunakan ultrasonik bath untuk menghasilkan rendemen yang tinggi, total

fenol tinggi dan aktivitas antioksidan yang tinggi pula. Penelitian ini

menggunakan kulit kentang hitam yang diperoleh dari Lamongan, Jawa Timur.

Jenis pelarut yang digunakan adalah etanol 96% dan penambahan asam sitrat

2%. Kentang hitam disortasi kemudian dikupas kulitnya dan dibersihkan setelah

itu dilakukan pengeringan suhu 60oC selama 8 jam berdasarkan penelitian

pendahuluan peneliti. Selanjutnya kulit kentang hitam yang sudah kering

26

dilakukan pengecilan partikel atau diblender hingga halus, setelah itu dilakukan

pengayakan menggunakan ayakan 40 mesh. Setelah proses pembubukan atau

pengecilan ukuran selesai maka akan dilakukan proses ekstraksi dengan

menggunakan ultrasonic bath. Lalu dilakukan sentrifugasi selama 10 menit 4000

rpm kemudian disaring dengan kertas saring halus. Setelah itu, ekstrak kulit

kentang yang sudah disaring akan dilakukan rotary evaporator untuk pemisahan

pelarut dengan sampel menggunakan kecepatan 35 rpm suhu 40oC hingga

pekat. Selanjutnya dilakukan penghembusan gas nitrogen (N2) hingga kental dan

konstan. Setelah dilakukan beberapa kali percobaan dengan dengan suhu dan

waktu ekstraksi yang berbeda maka didapatkan hasil yang akan diujikan pada

penelitian utama yaitu suhu 45oC, 55oC, dan 65oC dengan lama waktu ekstraksi

10, 20 dan 30 menit.

3.5.2 Penelitian Utama

Berikut ini adalah tahapan ekstraksi kulit kentang hitam dengan

menggunakan metode ultrasonic bath.

a. Persiapan bahan baku kulit kentang hitam (Modifikasi Huang et al., 2010) :

1. Kentang hitam disortasi dan dicuci untuk menghilangkan bekas-bekas

tanah kemudian ditiriskan

2. Kentang hitam dikupas, lalu kulit kentang hitam dikeringkan dengan cabinet

dryer pada suhu 60oC selama 8 jam. Kulit yang telah dikeringkan kemudian

diblender hingga halus dan diayak dengan ayakan 40 mesh. Bubuk kulit

yang telah diayak disimpan dalam toples gelap untuk digunakan

selanjutnya.

b. Proses optimasi ekstraksi kulit kentang hitam dengan metode ultrasonic bath

(Modifikasi Hadi, 2010).

1. Bubuk kulit kentang hitam sebanyak 15 gram, dimasukkan ke dalam

erlenmeyer, kemudian ditambahkan asam sitrat 2% dan pelarut etanol 96%

sebanyak 150 ml yang sudah larutkan terlebih dahulu

2. Erlenmeyer diletakkan di atas magnetic stirrer selama 15 menit untuk

memberi waktu penetrasi pelarut ke dalam bahan

3. Erlenmeyer kemudian dimasukkan dalam ultrasonic bath sesuai dengan

suhu ekstraksi dan waktu ekstraksi sesuai dengan rancangan percobaan

4. Setelah proses ekstraksi selesai, kemudian disentrifugasi dengan

kecepatan 4000 rpm selama 10 menit suhu 4oC

27

5. Supernatan yang dapat dilewatkan pada kertas saring halus sehingga

diperoleh filtrat bebas ampas

6. Filtrat dipekatkan dengan rotary evaporator suhu 35oC, tekanan 200 mBar

sehingga didapatkan konsentrat pekat

7. Konsentrat kemudian disimpan dalam botol vial dan dihembus dengan

nitrogen untuk mengusir oksigen dalam head space, botol ditutup dan

disimpan dalam lemari pendingin sampai siap dianalisa

3.6 Pengamatan

3.6.1 Pengamatan dan Analisis Bahan Baku (Lampiran 1)

- Analisis kimia pada kulit kentang hitam segar :

Kadar air metode oven (AOAC, 2005)

Total fenol (Modifikasi Sharma, 2011)

Aktivitas antioksidan metode DPPH IC50 (Molyneux, 2004 ; Pinela et

al., 2012)

- Analisis kimia pada bubuk kulit kentang hitam :

Kadar air metode oven (AOAC, 2005)

Total fenol (Modifikasi Sharma, 2011)

Aktivitas antioksidan metode DPPH IC50 (Molyneux, 2004 ; Pinela et

al., 2012)

3.6.2 Pengamatan dan Analisis Respon Optimasi (Lampiran 1)

- Respon utama :

Rendemen (Hartanti dkk, 2003)

Total fenol (Modifikasi Sharma, 2011)

Aktivitas antioksidan metode DPPH IC50 (Molyneux, 2004 ; Pinela et

al., 2012)

- Karakterisasi :

Total fenol (Modifikasi Sharma, 2011)

Aktivitas antioksidan metode DPPH IC50 (Molyneux, 2004 ; Pinela et

al., 2012)

Total Antosianin metode pH diferensial (Giusti dan Wrolstad,2001)

28

3.7 Analisa Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Software Design Expert 7.1.5

dengan rancangan Central Composite Design (CCD) Respons Surface

Methodology. Terdiri dari 2 faktor yang digunakan dalam penelitian ini yaitu suhu

ekstraksi (faktor 1) dengan range suhu 45oC, 55oC, dan 65oC dan lama waktu

ekstraksi (faktor 2) denga lama waktu 10 menit, 20 menit, 30 menit dengan

menggunakan ultrasonic bath. Respon utama yang akan diamati adalah

rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan. Data yang diperoleh akan melalui

tiga tahap pemilihan model. Pertama yaitu pemilihan berdasarkan jumlah kuadrat

dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares) dengan nilai P kurang dari

5%. Kedua yaitu pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model

(Lack of Fit) dengan nilai P lebih dari 5%. Ketiga yaitu pemilihan model

berdasarkan ringkasan model statistik (Summary of Statistic) dengan nilai R2

mendekati 1,00 untuk mendapatkan titik optimum. Setelah titik optimum

diversifikasi dengan tingkat kesalahan kurang dari 5%. Data analisis bahan baku

kulit kentang hitam dan verifikasi rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan

hasil optimasi akan diuji dengan Uji T untuk melihat adanya perbedaan yang

signifikan atau tidak signifikan dengan pembanding. Uji ini menggunakan aplikasi

Minitab 17.

29

3.8 Diagram Alir Penelitian

3.8.1 Diagram alir pembuatan bubuk kulit kentang hitam

Disortasi dan dicuci

Dikeringkan dalam cabinet dryer selama 8 jam suhu 60oC

Diblender dan diayak 40 mesh

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Bubuk Kulit Kentang Hitam

(Modifikasi Agung, 2013)

Kulit kentang hitam segar

Bubuk kulit kentang hitam

Analisa:

- Kadar air

- Total Fenol

- Aktivitas

Antioksidan IC50

-

Analisa:

- Kadar air

- Total Fenol

- Rendemen

- Aktivitas

Antioksidan IC50

30

3.8.2 Diagram alir pembuatan ekstrak kulit kentang hitam

Ditimbang 10 gram

Dimasukkan dalam erlenmeyer

Diaduk dengan magnetic stirrer selama 15 menit

Optimasi ekstraksi dengan titik tengah

suhu ekstraksi 55 ± 10oC dengan waktu ekstraksi 20±10 menit

Disentrifugasi 4000 rpm selama 10 menit suhu 4oC

Disaring dengan kertas saring halus

Dievaporasi dengan rotary vacuum evaporator suhu 35oC 200 mBar

Dihembuskan dengan gas nitrogen

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Kulit Kentang Hitam

(Modifikasi Winnie, 2014)

Ekstrak kulit kentang hitam

Analisa :

- Rendemen

- Total Fenol

- Aktivitas

antioksidan IC50

Bubuk kulit kentang hitam

Filtrat

Pelarut etanol 96% 100 ml

dan asam sitrat 2% (1:10)

31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit kentang hitam

yang kemudian dikeringkan dalam cabinet dryer dengan menggunakan suhu

60°C selama 8 jam, selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran menjadi bubuk kulit

kentang hitam dengan menggunakan blender dan ayakan berukuran 40 mesh.

Hasil analisa bahan baku meliputi komposisi kimia ditunjukkan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Karakteristik Bahan Baku

Parameter Kulit kentang hitam segar Bubuk kulit kentang hitam

Hasil Analisa Literatur Hasil Analisa Literatur

Kadar air (%) 77,51 ± 0,11 75,40a 6,46 ± 1,08 7,76a

Total Fenol (mg GAE/ g) 1,81 ± 0,15 0,12c 1,53 ± 0,23 0,13c

Aktivitas Antioksidan IC50 (ppm)

240,33 ± 1,47 344,65b 257,04 ± 0,75 323,12b

Keterangan : a Agung (2013) b Winnie (2014) c Latifa (2012)

Hasil analisa karakteristik bahan baku pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa

kadar air kulit kentang hitam segar sebesar 77,52 ± 0,11 % lebih tinggi

dibandingkan dengan kadar air bubuk kulit kentang hitam sebesar 6,46 ± 1,08 %.

Perbedaan kadar air kulit kentang hitam segar dengan bubuk kulit kentang hitam

sangat jauh karena pada bubuk kulit kentang hitam telah mengalami proses

pengeringan dan pengecilan ukuran yang menyebabkan kadar air pada kulit

kentang hitam menurun. Perlakuan pendahuluan pada kulit kentang hitam dapat

mempermudah proses selanjutnya yaitu ekstraksi, dimana pengecilan ukuran

akan menyebabkan gelombang mikro akan terserap dengan baik (Mandal, 2007).

Pada penelitian Agung (2013) menunjukkan bahwa kulit ubi jalar ungu memiliki

kadar air sebesar 75,40% dan bubuk kulit ubi ungu sebesar 7,76%, hal tersebut

memiliki perbedaan dengan hasil kulit kentang hitam disebabkan oleh beberapa

alasan seperti perbedaan bahan baku dan metode pengeringan yang digunakan

sehingga standart bahan baku yang digunakan juga berbeda.

Kulit kentang hitam mengandung senyawa fenol yang tinggi diantaranya

adalah senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid merupakan kelompok senyawa

fenol terbesar yang ditemukan di alam. Pada penelitian analisa kulit kentang

hitam didapatkan hasil total fenol sebesar 1,81± 0,15 mg GAE/g dan untuk bubuk

32

kulit kentang hitam dihasilkan sebesar 1,53 ± 0,23 mg GAE/g. Pada penelitian ini,

untuk kulit segar dan bubuk kulit kentang hitam belum ditemukan pustaka

mengenai total fenol yang terkandung didalamnya, Sebagai pembanding dalam

total fenol ini yang digunakan adalah daun sirsak basah dan bubuk daun sirsak

dengan total fenol sebesar 0,12 dan 0,13 (Aulia, 2012). Perbedaan ini

dikarenakan perbedaan varietas atau jenis bahan yang digunakan. Total fenol

untuk kulit kentang hitam segar memilki nilai yang lebih besar dibandingkan

dengan bubuk kulit kentang hitam, hal tersebut dikarenakan dalam bubuk kulit

kentang hitam telah mengalami pemanasan saat proses pengeringan dan juga

pengecilan ukuran (saat diblender) sehingga bahan terkena panas dan

kandungan total fenol didalamnya bisa menurun. Menurut Tsalitsati (2016)

mengemukakan bahwa pada kulit dapat mengandung cukup tinggi senyawa fenol

dan juga bagian bawah kulit ari memilki senyawa fenol lebih tinggi dibandingkan

bagian lapisan umbi lainnya (Kumalaningsih, 2012).

Aktivitas antioksidan IC50 pada kulit kentang hitam dihasilkan sebesar 240,33

± 1,47 ppm, sedangkan untuk bubuk kulit kentang hitam dihasilkan sebesar

257,04 ± 0,75 ppm. Aktivitas antioksidan IC50 pada kulit kentang hitam segar

lebih kecil daripada bubuk kulit kentang hitam. Nilai IC50, jika semakin kecil maka

senyawa antioksidan didalamnya semakin tinggi (Sabathani, 2017). Maka dari

itu, pada penelitian ini kulit kentang hitam aktivitas antioksidannya lebih tinggi

dibandingkan dengan bubuk kulit kentang hitam, karena bubuk kulit kentang

hitam telah mengalami pemanasan saat proses sehingga aktivitas

antioksidannya menurun. Penelitian kulit dan bubuk kulit kentang hitam ini belum

ditemukan pustaka mengenai aktivitas antioksidan didalamya. Meskipun belum

ditemukan pustaka namun sebagai pembanding dalam aktivitas antioksidan

menggunakan bahan yaitu murbei. Dimana aktivitas antioksidan dari murbei

segar dengan bubuk murbei yaitu sebesar 344,65 dan 323,12 ppm (Winnie,

2014). Hal tersebut berbeda cukup besar dengan aktivitas antioksidan kulit segar

dan bubuk kulit kentang hitam dikarenakan jenis bahan baku yang digunakanpun

berbeda.

4.2 Optimasi Proses Ekstraksi Senyawa Fenol dari Kulit Kentang Hitam

Optimasi proses ekstraksi rendemen pada kulit kentang hitam menggunakan

rancangan Central Composite Design (CCD) dengan metode Response Surface

Methodology (RSM). Faktor yang digunakan yaitu suhu dengan kisaran 45°C -

33

65°C dan lama waktu ekstraksi dengan kisaran 10- 20 menit. Penetapan titik

tengah/titik pusat (center point) pada penelitian ini berdasarkan penelitian

pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti. Respon yang dioptimasi adalah

rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan. Rancangan optimasi dan hasil

respon optimasi proses ekstraksi total fenol kulit kentang hitam dengan

menggunakan metode Response Surface Methodology (RSM) rancangan

Central Composite Design (CCD) dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3

Tabel 4.2 Rancangan Optimasi Proses Ektraksi Senyawa Fenol Kulit Kentang

Hitam

Tabel 4.3 Hasil Respon Optimasi Proses Ekstraksi Kulit Kentang Hitam terhadap

Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi

Std Run Faktor 1 A : suhu

oC

Faktor 2 B : Waktu

menit

Rendemen %

Total Fenol mg GAE/ g

Aktivitas Antioksidan IC50

Ppm

1 9 45,00 10,00 12,96 ± 0,18 14,38 ± 0,54 46,73 ± 0,87

2 10 65,00 10,00 13,67 ± 0,15 16,04 ± 0,58 43,07 ± 0,16

3 5 45,00 30,00 12,70 ± 0,20 14,11 ± 0,44 48,18 ± 0,21

4 4 65,00 30,00 12,63 ± 0,32 16,06 ± 0,57 43,00 ± 0,47

5 6 40,86 20,00 11,83 ± 0,15 13,81 ± 0,98 59,59 ± 0,04

6 7 69,14 20,00 12,42 ± 0,38 13,95 ± 0,75 50,41 ± 0,07

7 8 55,00 5,86 15,47 ± 0,15 16,35 ± 0,36 44,28 ± 0,11

8 1 55,00 34,14 14,10 ± 0,26 15,27 ± 0,71 44,55 ± 0,11

9 2 55,00 20,00 17,90 ± 0,23 16,87 ± 0,84 36,81 ± 0,38

10 3 55,00 20,00 18,23 ± 0,23 18,82 ± 1,27 35,57 ± 0,29

11 13 55,00 20,00 17,01 ± 0,50 16,86 ± 0,06 38,04 ± 0,15

12 11 55,00 20,00 17,11 ± 0,13 16,26 ± 0,42 39,00 ± 0,31

13 12 55,00 20,00 17,45 ± 0,15 16,20 ± 0,23 40,18 ± 0,05

Berdasarkan Tabel 4.2 yaitu rancangan optimasi proses ekstraksi total

fenol dari kulit kentang hitam menggunakan dua faktor yaitu faktor suhu (X1)

dengan satuan °C dan faktor lama waktu ekstraksi (X2) dengan satuan menit.

Faktor terkode digunakan untuk mempermudah proses perhitungan dan faktor

sebenarnya akan dikodekan menurut interval yang biasa digunakan yaitu dengan

-1 dan +1, nilai titik tengah dari rancangan akan dikodekan dengan 0

Nama Units -1 Level +1 Level -alpha +alpha

X1 Suhu Ekstraksi oC 45 65 40,8579 69,1421 X2 Lama Waktu

Ekstraksi Menit 10 30 5,85786 34,1421

34

(Montgomery,2005). Respon optimum analisa permukaan untuk faktor suhu

dengan level -1 suhu 45°C dan level +1 suhu 65°C, sedangkan untuk faktor lama

waktu ekstraksi level -1 10 menit dan level +1 30 menit. Proses optimasi

menggunakan metode permukaan respon memilki tujuan untuk menentukan

komposisi taraf perlakuan berdasarkan faktor yang terbaik untuk mendapatkan

hasil respon yang optimum (Ningsih, 2017).

Pada Tabel 4.3 yaitu hasil respon optimasi proses ekstraksi kulit kentang

hitam terhadap suhu dan lama waktu ekstraksi mendapatkan 13 kombinasi

terhadap respon rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan IC50. Ekstraksi

kulit kentang hitam dengan perlakuan suhu 55°C dan lama waktu ekstraksi

selama 20 menit mendapatkan nilai yang cenderung tinggi dengan respon

rendemen sebesar 18,23 ± 0,23%, total fenol sebesar 18,82 ± 1,27 mg GAE/g

dan aktivitas antioksidan IC50 sebesar 35,57 ± 0,29 ppm. Hal ini dikarenakan

ekstraksi suhu 55°C dan waktu ekstraksi 20 menit memberikan suhu dan waktu

yang cukup banyak bagi pelarut untuk menembus dinding sel dan menarik keluar

senyawa-senyawa yang terkandung dalam bahan, sehingga dihasilkan

rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan dengan hasil yang tinggi

(Wahyuni, 2015). Semakin lama waktu ekstraksi yang dilakukan maka akan

semakin meningkat pula rendemen yang telah dihasilkan karena semakin lama

ekstraksi maka semakin lama pula kontak antara bahan dengan pelarut (Nuh,

2017).

4.2.1 Rendemen Ekstrak Kulit Kentang Hitam

4.2.1.1 Pemilihan Model terhadap Respon Rendemen

Pemilihan model yang optimum terhadap respon rendemen ekstrak kulit

kentang hitam dapat dilihat berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model

(Sequential Model Sum of Squares), pengujian ketidaktepatan (Lack of Fit Test)

dan ringkasan model statistik (Model Summary Statistic). Hasil analisa pemilihan

model terhadap respon rendemen dengan menggunakan suhu dan lama waktu

ekstraksi berdasarkan Sequential Model Sum of Squares dapat dilihat pada

Lampiran 3.3.

Hasil analisa berdasarkan Sequential Model Sum of Squares (Lampiran

3.3) menunjukkan bahwa model yang disarankan adalah model kuadratik,

dimana pada model tersebut memiliki nilai p <0,0001 yang berarti <0,05

(signifikan). Hal tersebut menunjukkan bahwa model kuadratik adalah model

35

yang sesuai/signifikan dan berpengaruh besar terhadap respon rendemen

dibandingakan dengan model lainnya.

Pemilihan model kedua adalah berdasarkan pengujian ketidaktepatan

model fungsi (Lack of fit test). Model akan dianggap tepat apabila uji simpangan

dari model bersifat tidak nyata atau tidak signifikan secara statistik pada taraf

alpha tertentu (Aulia, 2012). Pemilihan model berdasarkan analisis Lack of Fit

Test dapat dilihat pada Lampiran 3.4.

Hasil analisis dari pengujian ketidaktepatan (Lack of Fit Test) (Lampiran

3.4) menunjukkan model yang disarankan adalah model kuadratik dimana nilai p

yang didapat sebesar 0,6469 yang berarti >0,05. Hal tersebut berarti model

kuadratik tidak signifikan terhadap ketidaktepatan model. Nilai dari analisa Lack

of Fit Test yang tidak signifikan mennadakan nilai tersebut tidak berpengaruh

terhadap pure error. Nilai tersebut dianggap untuk menunjukkan adanya

kesesuaian data respon dengan model (Melati, 2012).

Pemilihan model yang ketiga adalah Model Summary Statistic yaitu model

analisis perhitungan kesimpulan dari perhitungan sebelumnya. Pemilihan Model

Summary Statistic terhadap respon rendemen dapat dilihat pada Lampiran 3.5.

Berdasarkan Model Summary Statistic pada Lampiran 3.5, yaitu analisis

model summary statistic dengan pilihan model kuadratik memiliki standar deviasi

sebesar 0,47. Hal tersebut menujukkan bahwa standar deviasi yang dimiliki

model kuadratik lebih rendah dibandingkan dengan model lainnya seperti model

linear,2FI dan cubic. Untuk nilai R2 model kuadratik memiliki nilai sebesar 0,9769,

hal tersebut berarti faktor suhu dan waktu berpengaruh terhadap keragaman

respon rendemen ekstrak kulit kentang hitam. Hasil adjusted R2 dan predicted R2

memiliki nilai tertinggi sebesar 0,9603 dan 0,9239. Regresi model yang memiliki

nilai R2 >0,8000 menyatakan korelasi yang tinggi (Rahulan, 2009). Pada model

kuadratik memiliki nilai PRESS yang paling kecil yaitu 5,16, sehingga model

kuadratik disarankan pada analisis Model Summary Statistic dan model yang

tidak disarankan adalah model cubic.

Berdasarkan ketiga metode pemilihan model, maka model yang terpilih

untuk menjelaskan hubungan antara faktor suhu dan lama waktu ekstraksi

terhadap respon rendemen adalah model kuadratik.

36

4.2.2.1 Analisis Ragam ANOVA terhadap Respon Rendemen

Analisa ragam ANOVA digunakan untuk mengetahui respon rendemen

yang dihasilkan dapat merespon perlakuan yang telah diberikan seperti dengan

menggunakan suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang hitam. Hasil analisa

ragam ANOVA dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Hasil Analisa Ragam ANOVA

Sumber Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Rata-rata Kuadrat

F Hitung

Nilai P Prob > F

Model 66,17 5 13,23 59,09 <0,0001 Significant A-SUHU 0,27 1 0,27 1,21 0,3071 B-WAKTU 1,31 1 1,31 5,85 0,0462 AB 0,15 1 0,15 0,68 0,4370 A2 55,47 1 55,47 247,69 <0,0001 B2 15,52 1 15,52 69,31 <0,0001 Residual 1,57 7 0,22 Lack of Fit 0,49 3 0,16 0,60 0,6469 Not

Significant Pure Error 1,08 4 0,27 Cor Total 67,73 12

Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai F hitung = 59,09 dan nilai P =

<0,0001 lebih kecil dari nilai signifikansi yaitu 0,05 (lebih kecil dari nilai alpha

5%). Hal tersebut menunjukkan bahwa rendemen yang dihasilkan terdapat

perbedaan dan perbedaan yang dihasilkan merupakan respon terhadap

perlakuan yang telah diberikan yaitu suhu dan lama waktu ekstraksi.

Berdasarkan uji parsial untuk variabel diatas terlihat bahwa perlakuan yang nyata

atau yang memberi pengaruh secara signifikan adalah suhu dan lama waktu

ekstraksi. Suhu yang rendah dapat menyebabkan perpindahan sebuah masa

terjadi secara lambat sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk

membuat sebuah komponen itu keluar dari bahan tersebut (Scher et al, 2015).

Sehingga semakin lama waktu ekstraksi, kesempatan bahan untuk kontak

dengan pelarut semakin besar dan hasilnya juga akan bertambah sampai titik

jenuh larutan (Handayani, 2016). Koefisien keragaman sebuah parameter dapat

dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Koefisien Keragaman Parameter

Std. Dev. 0,47 R-Squared 0,9769

Mean 14,88 Adj R-Squared 0,9603

C.V.% 3,18 Pred R- Squared 0,9239

PRESS 5,16 Adeq Precision 18,377

37

Nilai R-Squared yang terdapat pada model kuadratik memiliki jumlah yang

cukup besar yaitu 0,9769 atau 97,69%. Hal ini menujukkan keragaman

rendemen dapat dipengaruhi oleh suhu dan lama waktu ekstraksi, untuk 2,31%

sisanya kemungkinan dapat dipengaruhi faktor lain dan kurang teliti selama

proses penelitian berlangsung. Pada nilai Adeq Precision memilki jumlah sebesar

18,37, nilai Adeq Precision merupakan besarnya sinyal terhadap noise ratio atau

suatu ukuran rentang untuk nilai respon prediksi yang dihubungkan dengan error

sehingga nilai ini menunjukkan presisi sebuah data (Subangkit, 2012). Nilai

koefisien keragaman diperoleh sebesar 3,18%, dimana model yang baik memliki

koefisien keragaman yang kecil yaitu <25%.

Dari program Design Expert telah diperoleh persamaan regeresi model

ordo kedua dalam bentuk variabel sebenarnya (Actual), yaitu :

Y = - 76,202 + 3,163X1 + 0,664X2 – 1,950X1X2 -0,028X12 – 0,014X22

Dimana : Y = Variabel respon rendemen

X1 = Faktor suhu

X2 = Faktor waktu

Persamaan model diatas merupakan yang digunakan untuk menentukan

nilai respon yang didapat dari nilai variabel bebas tertentu. Dari model

persamaan tersebut menunjukkan bahwa koefisien X12 dan X22 memiliki nilai

yang negatif. Nilai negatif pada model kuadratik dapat mengindikasikan adanya

titik stationer yang maksimal pada kurva respon dan juga mampu menujukkan

bahwa kurva respon yang terbentuk adalah kurva parabola dengan bentuk

terbuka ke bawah (Budiandari dan Widjanarko, 2014). Titik stationer yang

maksimal tersebut menggambarkan bahwa variabel respon yang diberikan telah

mencapai titik yang maksimal sehingga mendapatkan hasil yang maksimal pula.

Peningkatan atau penurunan dari variabel respon atau variabel bebas akan

diikuti oleh peningkatan atau penurunan nilai dari variabel terikat (X1 dan X2)

(Sugiyono, 2012).

4.2.3.1 Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Kulit Kentang Hitam terhadap

Rendemen

Pemilihan model dari Design Expert untuk respon rendemen yang telah

dianalisis dan model yang disarankan yaitu model kuadratik. Hasil kurva Normal

38

Plot of Residuals dari model yang telah disarankan terhadap respon rendemen

dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Kurva Plot of Residual terhadap Respon Rendemen

Pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa titik residual tidak berada tepat

disepanjang garis tengah atau garis merah, namun titik residual tersebut masih

tersebar disepanjang garis tengah atau garis merah antara persen normal

probability dengan residual. Semakin dekat titik data dengan garis kenormalan

maka data menyebar dengan normal, hal tersebut menunjukkan bahwa hasil

aktual akan mendekati hasil yang telah diprediksikan oleh program (Kumari,

2008).

Hubungan antara faktor suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang

hitam terhadap respon rendemen telah digambarkan pada grafik Contour dan

grafik 3D surface Gambar 4.2 dan Gambar 4.3. Pada grafik Contour, sumbu x

dengan kode A menunjukkan faktor suhu dan sumbu y dengan kode B sebagai

lama waktu ekstraksi. Contour yang muncul tersebut menujukkan perwakilan nilai

spesifik yang tinggi pada permukaan respon dan grafik sebagai gambaran

pengaruh dari interaksi dari setiap faktor yang telah digunakan.

39

Gambar 4.2 Grafik Contour Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu

Ekstraksi

Gambar 4.3 Grafik 3D Surface Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu

Ekstraksi

Pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 menujukkan bahwa pengaruh dari

interaksi faktor suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang hitam terhadap

respon rendemen. Grafik tersebut memiliki warna yang berbeda, sehingga hal

tersebut menunjukkan perbedaan nilai respon rendemen. Dimana warna biru

menunjukkan nilai hasil rendemen rendah dan warna merah menujukkan nilai

hasil rendemen tinggi.

Berdasarkan Gambar 4.2 garis yang melingkar menunjukkan hasil respon

yang telah diamati dan hasil optimum terletak pada bagian tengah serta ditandai

40

dengan adanya titik merah. Maka dari itu dapat diketahui dari gambar

bahwasanya titik optimum terletak diarea warna merah.

Gambar 4.3 memperlihatkan bentuk permukaan kurva berbentuk

parabola terbuka ke bawah. Hal tersebut menujukkan bahwa nilai rendemen

maksimum dihasilkan berkisar suhu dan lama waktu ekstraksi pada titik optimum

yang telah ditentukan. Perbedaan dari ketinggian bentuk permukaan dikarenakan

nilai yang berbeda setiap kombinasi faktor yang telah dilakukan. Bentuk

permukaan yang memiliki daerah tinggi menunjukkan jika rendemen yang

dihasilkan juga tinggi atau besar dan jika daerah permukaan tersebut rendah

maka hasil rendemen yang didapat kecil.

Peningkatan rendemen dapat disebabkan oleh besarnya zat ester difusi

solute (antioksidan) dari matriks padat ke permukaan, laju perpindahan massa

solute meningkatkan kelarutan solute di dalam pelarut (Inggrid dan Santoso,

2014). Tinggi dan rendahnya suatu rendemen dari bahan pangan sangat

dipengaruhi oleh kandungan air suatu bahan pangan. Suhu adalah salah satu

faktor penentu dalam proses pemanasan, selain sifat bahan yang dipanaskan

seperti kadar air awal dan ukuran produk akan mempengaruhi proses

pemanasan (Sukma dkk, 2017). Kenaikan suhu mampu melunakkan jaringan

sebuah tanaman, mampu meningkatkan koefisien ekstraksi meningkatkan laju

difusi dan memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi (Maran, 2014).

Lama waktu ekstraksi dapat menentukan jumlah rendemen yang dapat

diesktrak dari bahan. Berdasarkan penelitian Kodri (2014) menyatakan bahwa

ekstraksi menggunakan ultrasonik dengan waktu 30 menit dengan pelarut

heksan menghasilkan total rendemen 4%. Maka semakin lama ekstraksi akan

memberikan kesempatan bahan untuk kontak dengan pelarut lebih lama,

sehingga rendemen yang dihasilkan semakin besar. Waktu ekstraksi yang sesuai

dan tepat akan menghasilkan jumlah rendemen yang maksimal pula. Jumlah

rendemen yang terekstrak akan bergantung pada sifat alamiah senyawa, metode

ekstraksi, ukuran partikel, kondisi, suhu dan waktu, perbandingan sampel juga

jenis pelarut yang digunakan (Mujipradhana dkk, 2018).

Selain suhu dan lama waktu ekstraksi hasil rendemen yang diperoleh

tersebut meningkat dikarenakan adanya metode sonikasi. Hal itu terjadi kavitasi

saat diberi perlakuan gelombang ultrasonik untuk memecah dinding sel sebuah

bahan (Sabathani, 2017). Kavitasi merupakan pembentukan gelembung-

gelembung mikro karena meningkatkanya tekanan saat ekstraksi sebagai akibat

41

adanya gelombang ultrasonik (Manasika, 2013). Pecahnya gelembung dengan

mudah diakibatkan kondisi tidak stabil saat gelembung sudah mencapai volume

yang tidak cukup lagi menyerap energi.

Setelah mengalami kondisi yang optimum maka rendemen tersebut juga

akan perlahan menurun jumlahnya atau bisa dikatakan hasil rendemen tetap.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan jika perlakuan suhu dan lama

waktu yang optimum berpengaruh, karena semakin tinggi suhu dan lama waktu

berkontak dengan pelarut maka pelarut tersebut juga akan jenuh. Pelarut yang

telah jenuh mengakibatkan proses ekstraksi yang kurang baik karena gaya

pendorong (driving force) semakin lama akan semakin kecil (Perina dkk, 2007).

Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu ekstraksi, maka akan merusak

senyawa biokatif dan komponen lain seperti karbohidrat, protein, proksimat dan

lain-lain akan mengalami degradasi atau rusak sehingga rendemen yang didapat

juga akan semakin menurun.

4.2.2 Total Fenol Ekstrak Kulit Kentang Hitam

4.2.2.1 Pemilihan Model terhadap Respon Total Fenol

Pemilihan model yang optimum terhadap respon total fenol ekstrak kulit

kentang hitam dapat dilihat berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model

(Sequential Model Sum of Squares), pengujian ketidaktepatan (Lack of Fit Test)

dan ringkasan model statistik (Model Summary Statistic). Hasil analisa pemilihan

model terhadap respon total fenol dengan menggunakan suhu dan lama waktu

ekstraksi berdasarkan Sequential Model Sum of Squares dapat dilihat pada

Lampiran 3.10.

Hasil analisa Sequential Model Sum of Squares pada lampiran 3.10

menunjukkan bahwa model yang disarankan adalah model kuadratik, dimana

pada model tersebut memiliki nilai p = 0,0120 yang berarti <0,05 (signifikan). Hal

tersebut menunjukkan bahwa model kuadratik adalah model yang

sesuai/signifikan dan berpengaruh besar terhadap respon total fenol

dibandingkan dengan model lainnya.

Selanjutnya untuk pemilihan model kedua adalah berdasarkan pengujian

ketidaktepatan model fungsi (Lack of fit test). Model akan dianggap tepat apabila

uji simpangan dari model bersifat tidak nyata atau tidak signifikan secara statistik

pada taraf alpha tertentu (Aulia, 2012). Pemilihan model berdasarkan analisis

Lack of Fit Test dapat dilihat pada Lampiran 3.11.

42

Pada lampiran 3.11 yaitu uji Lack of Fit menunjukkan model yang

disarankan adalah model kuadratik dimana nilai p yang didapat sebesar 0,6789

yang berarti >0,05. Hal tersebut berarti model kuadratik tidak signifikan terhadap

ketidaktepatan model. Nilai dari analisa Lack of Fit Test yang tidak signifikan

menandakan nilai tersebut tidak berpengaruh terhadap pure error. Nilai tersebut

dianggap untuk menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model

(Melati, 2012).

Pemilihan model yang ketiga adalah Model Summary Statistic yaitu model

analisis perhitungan kesimpulan dari perhitungan sebelumnya. Pada model ini

penentuannya berdasarkan nilai R2 dan membandingkan antara adjusted R2 dan

predicted R2 yang paling maksimal (Montgomery, 2001). Pemilihan Model

Summary Statistic terhadap respon total fenol dapat dilihat pada Lampiran 3.12.

Berdasarkan lampiran 3.12 tersebut, yaitu analisis model summary

statistic dengan pilihan model kuadratik memiliki standar deviasi sebesar 0,95.

Hal tersebut menujukkan bahwa standar deviasi yang dimiliki model kuadratik

lebih rendah dibandingkan dengan model lainnya seperti model linear,2FI dan

cubic. Untuk nilai R2 model kuadratik memiliki nilai sebesar 0,7425, hal tersebut

berarti faktor suhu dan waktu berpengaruh terhadap keragaman respon total

fenol ekstrak kulit kentang hitam. Nilai R2 memiliki angka berkisar 0 sampai 1

yang mampu mengindikasi besarnya variasi total dalam variabel terikat yang

dijelaskan oleh variabel bebas, semakin mendekati angka 1 maka semakin baik

(Agung, 2019). Hasil adjusted R2 dan predicted R2 memiliki nilai sebesar 0,5586

dan 0,1848. Pada model kuadratik memiliki nilai PRESS yaitu 20,18, sehingga

model kuadratik disarankan pada analisis Model Summary Statistic dan model

yang tidak disarankan adalah model cubic.

Maka, berdasarkan ketiga metode pemilihan model, model yang terpilih

untuk menjelaskan hubungan antara faktor suhu dan lama waktu ekstraksi

terhadap respon total fenol adalah model kuadratik.

4.2.2.2 Analisis Ragam ANOVA terhadap Respon Total Fenol

Analisa ragam ANOVA digunakan untuk mengetahui respon total fenol

yang dihasilkan dapat merespon perlakuan yang telah diberikan seperti dengan

menggunakan suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang hitam. Hasil analisa

ragam ANOVA dapat dilihat pada Tabel 4.6

43

Tabel 4.6 Hasil Analisa Ragam ANOVA

Sumber Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Rata-rata Kuadrat

F Hitung

Nilai P Prob >

F

Model 18,38 5 3,68 4,04 0,0481 Significant A-SUHU 1,81 1 1,81 1,99 0,2011 B-WAKTU 0,39 1 0,39 0,43 0,5312 AB 0,021 1 0,021 0,023 0,8835 A2 15,39 1 15,39 16,90 0,0045 B2 1,90 1 1,90 2,08 0,1920 Residual 6,37 7 0,91 Lack of Fit 1,84 3 0,61 0,54 0,6789 Not Significant Pure Error 4,53 4 1,13 Cor Total 24,73 12

Pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai F hitung = 4,04 dan nilai P =

0,0481 atau jika dibulatkan jadi 0,05 yaitu sama dengan nilai signifikansi yaitu

0,05 (nilai alpha 5%). Hal tersebut menunjukkan bahwa total fenol yang

dihasilkan terdapat perbedaan dan perbedaan yang dihasilkan merupakan

respon terhadap perlakuan yang telah diberikan yaitu suhu dan lama waktu

ekstraksi. Senyawa fenol memiliki sifat yang mudah teroksidasi dan sensitif

terhadap perlakuan panas (Ramma et al, 2002). Menurut Vatai et al (2009),

senyawa fenolik juga sangat mudah terdegradasi karena sifatnya yang sensitif

dan juga tidak stabil. Faktor utama yang mampu mendegradasi senyawa fenolik

yaitu suhu, lama waktu ekstraksi, kandungan oksigen dan cahaya. Koefisien

keragaman sebuah parameter dapat dilihat pada Tabel 4.7

Tabel 4.7 Koefisien Keragaman Parameter

Std. Dev. 0,95 R-Squared 0,7425 Mean 15,77 Adj R-Squared 0,5586 C.V.% 6,08 Pred R- Squared 0,1848 PRESS 20,18 Adeq Precision 5,627

Berdasarkan Tabel 4.7, nilai R-Squared yang terdapat pada model

kuadratik memiliki jumlah yang cukup besar yaitu 0,7425 atau 74,25%. Hal ini

menujukkan keragaman total fenol dapat dipengaruhi oleh suhu dan lama waktu

ekstraksi, untuk 25,75% sisanya kemungkinan dapat dipengaruhi faktor lain dan

kurang teliti selama proses. Pada nilai Adeq Precision memilki jumlah sebesar

5,627. Nilai koefisien keragaman diperoleh sebesar 6,08%, dimana model yang

baik memliki koefisien keragaman yang kecil yaitu <25%.

Dari program Design Expert telah diperoleh persamaan regeresi model

ordo kedua dalam bentuk variabel sebenarnya (Actual), yaitu :

44

Y = - 31,452 + 1,669X1 + 0,146X2 + 7,250X1X2 - 0,014X12 - 5,223X22

Dimana : Y = Variabel respon total fenol

X1 = Faktor suhu

X2 = Faktor waktu

Persamaan model diatas merupakan yang digunakan untuk menentukan

nilai respon yang didapat dari nilai variabel bebas tertentu. Dari model

persamaan tersebut menunjukkan bahwa koefisien X12 dan X22 memiliki nilai

yang negatif. Menurut Budiandri dan Widjanarko (2014) bahwa nilai negatif pada

suatu model kuadratik dapat mengindikasikan adanya titik stationer yang

maksimal pada kurva respon dan juga mampu menujukkan bahwa kurva respon

yang terbentuk adalah kurva parabola dengan bentuk terbuka ke bawah. Indikasi

titik stationer yang maksimal menunjukkan bahwa variabel respon yang telah

diberikan telah mencapai titik optimumnya. Dimana, jika nilai koefisien X1 dan X2

bernilai positif maka Y meningkat dan juga apabila nilai X1 dan X2 bernilai negatif

maka Y menurun. Nilai positif atau negatif tersebut menandakan kesesuaian

antara peningkatan dan penurunan faktor (suhu dan waktu ekstraksi) dengan

respon yang telah dihasilkan (Rucitra, 2014).

4.2.2.3 Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Kulit Kentang Hitam terhadap

Total Fenol

Pemilihan model dari Design Expert untuk respon total fenol yang telah

dianalisis dan model yang disarankan yaitu model kuadratik. Hasil kurva Normal

Plot of Residuals dari model yang telah disarankan terhadap respon total fenol

dapat dilihat pada Gambar 4.4

45

Gambar 4.4 Kurva Plot of Residual terhadap Respon Total Fenol

Pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa titik residual tidak berada tepat

disepanjang garis tengah atau garis merah, namun titik residual tersebut masih

tersebar disepanjang garis tengah atau garis merah antara persen normal

probability dengan residual. Menurut Trihaditia (2016) data yang mendekati garis

normal plot dianggap data tersebut normal dan juga memiliiki sebaran yang

merata. Semakin dekat titik data dengan garis kenormalan maka data menyebar

dengan normal.

Hubungan antara faktor suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang

hitam terhadap respon total fenol telah digambarkan pada grafik Contour dan

grafik 3D surface Gambar 4.5 dan Gambar 4.6. Pada grafik Contour, sumbu x

dengan kode A menunjukkan faktor suhu dan sumbu y dengan kode B sebagai

lama waktu ekstraksi. Contour yang muncul tersebut menujukkan perwakilan nilai

spesifik yang tinggi pada permukaan respon dan grafik sebagai gambaran

pengaruh dari interaksi dari setiap faktor yang telah digunakan.

46

Gambar 4.5 Grafik Contour Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu

Ekstraksi

Gambar 4.6 Grafik 3D Surface Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu

Ekstraksi

Pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 diatas menujukkan bahwa pengaruh

dari interaksi faktor suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang hitam terhadap

respon total fenol. Grafik tersebut memiliki warna yang berbeda, sehingga hal

tersebut menunjukkan perbedaan nilai respon total fenol. Berdasarkan Gambar

4.5 garis yang melingkar menunjukkan hasil respon yang telah diamati dan hasil

optimum terletak pada bagian tengah serta ditandai dengan adanya titik merah.

Maka dari itu dapat diketahui dari gambar bahwa titik optimum terletak diarea

warna hijau.

47

Gambar 4.6 memperlihatkan bentuk permukaan kurva berbentuk

parabola terbuka ke bawah. Hal tersebut menujukkan bahwa nilai total fenol

maksimum dihasilkan berkisar suhu dan lama waktu ekstraksi pada titik optimum

yang telah ditentukan. Perbedaan dari ketinggian bentuk permukaan dikarenakan

nilai yang berbeda setiap kombinasi faktor yang telah dilakukan. Bentuk

permukaan yang memiliki daerah tinggi menunjukkan jika total fenol yang

dihasilkan juga tinggi atau besar dan jika daerah permukaan tersebut rendah

maka hasil total fenol yang didapat kecil. Semakin tinggi waktu dan suhu, maka

total fenol juga akan semakin tinggi pula. Namun, pada titik tertentu aktivitas

fenol akan mencapai titik optimum, sehingga akan mengalami penurunan

konsentrasi fenol. Hal ini dikarenakan fenol akan mengalami kerusakan seiring

dengan peningkatan suhu dan waktu ekstraksi. Bertambahnya waktu dan suhu

tersebut mampu meningkatkan paparan fenol dengan panas, sehingga fenol

akan mengalami kerusakan (Grafianita, 2011).

Suhu yang tinggi akan menyebabkan kelarutan senyawa fenol dalam

pelarut semakin besar. Dengan meningkatkan suhu, difusi yang terjadi juga

semakin besar, sehingga proses ekstraksi juga akan berjalan lebih cepat. Akan

tetapi dalam meningkatkan suhu operasi juga perlu diperhatikan, karena suhu

yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada bahan yang sedang

diproses (Ibrahim, 2015).

Menurut Darwis (2000) bahwa pengaturan waktu pada proses ekstraksi

mampu mempengaruhi hasil dari ekstraksi itu sendiri, dimana semakin lama

waktu yang digunakan semakin meningkatkan total fenol yang diperoleh (Yuswi,

2017). Setelah kondisi optimum, total fenol akan mengalami kerusakan atau

penurunan karena paparan suhu tinggi dalam waktu rentang yang lama dapat

merusak gugus aktif dari senyawa fenol (Mai et al, 2011). Pada penelitian

Rangsriwong (2009) yaitu ekstrak manggis menyatakan bahwa suhu yang

meningkat mampu meningkatkan aktivitas fenolat, karena peningkatan suhu

mampu meningkatkan penurunan polaritas dari air.

Total fenol yang telah mengalami kondisi optimum maka total fenol yang

dihasilkan cenderung menurun karena semakin adanya lama pemanasan. Hal ini

dikarenakan senyawa fenol tidak stabil dalam panas. Kandungan fenol akan

mengalami kerusakan saat pada suhu 60°C dan 80°C (Teixeira et al, 2017).

Senyawa fenol merupakan senyawa yang bersifat antioksidan dan sifat

antioksidan tersebut akan teroksidasi dengan adanya cahaya, panas dan oksigen

48

(Widiyanti, 2006). Fenol mempunyai sifat asam, mudah dioksidasi, mudah

menguap, sensitif terhadap cahaya dan oksigen, serta bersifat antiseptik

(Grafianita, 2011). Kadar fenol tersebut akan menurun antara lain dengan

perlakuan pencucian, perebusan, dan proses pengolahan lebih lanjut untuk

dijadikan produk yang siap dikonsumsi. Dengan adanya paparan suhu yang

tinggi dengan waktu yang lama mampu membuat senyawa fenol tersebut

terdegradasi secara termal atau rusak sehingga kadar fenol yang diperoleh

semakin menurun.

4.2.3 Aktivitas Antioksidan IC50 Ekstrak Kulit Kentang Hitam

4.2.3.1 Pemilihan Model terhadap Respon Aktivitas Antioksidan IC50

Pemilihan model yang optimum terhadap respon aktivitas antioksidan

ekstrak kulit kentang hitam dapat dilihat berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan

model (Sequential Model Sum of Squares), pengujian ketidaktepatan (Lack of Fit

Test) dan ringkasan model statistic (Model Summary Statistic). Hasil analisa

pemilihan model terhadap respon aktivitas antioksidan dengan menggunakan

suhu dan lama waktu ekstraksi berdasarkan Sequential Model Sum of Squares

dapat dilihat pada Lampiran 3.17.

Hasil analisa dari lampiran 3.17 (Sequential Model Sum of Squares)

menunjukkan bahwa model yang disarankan adalah model kuadratik, dimana

pada model tersebut memiliki nilai p = 0,0007 yang berarti <0,05 (signifikan). Hal

tersebut menunjukkan bahwa model kuadratik adalah model yang

sesuai/signifikan dan berpengaruh besar terhadap respon aktivitas antioksidan

dibandingakan dengan model lainnya.

Setelah itu, pemilihan model kedua adalah berdasarkan pengujian

ketidaktepatan model fungsi (Lack of fit test). Model akan dianggap tepat apabila

uji simpangan dari model bersifat tidak nyata atau tidak signifikan secara statistik

pada taraf alpha tertentu (Aulia, 2012). Pemilihan model berdasarkan analisis

Lack of Fit Test dapat dilihat pada Lampiran 3.18.

Pada uji Lack of Fit (Lampiran 3.18) menunjukkan model yang disarankan

adalah model kuadratik dimana nilai p yang didapat sebesar 0,0962 yang berarti

>0,05. Hal tersebut berarti model kuadratik tidak signifikan terhadap

ketidaktepatan model. Nilai dari analisa Lack of Fit Test yang tidak signifikan

menandakan nilai tersebut tidak berpengaruh terhadap pure error. Nilai tersebut

49

dianggap untuk menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model

(Melati, 2012).

Pemilihan model Model Summary Statistic yaitu model analisis

perhitungan kesimpulan dari perhitungan sebelumnya. Pada model ini

penentuannya berdasarkan nilai R2 dan membandingkan antara adjusted R2 dan

predicted R2 yang paling maksimal (Montgomery, 2001). Pemilihan Model

Summary Statistic terhadap respon aktivitas antioksidan dapat dilihat pada

Lampiran 3.19.

Berdasarkan Model Summary Statistic (Lampiran 3.19), yaitu analisis

Model Summary Statistic dengan pilihan model kuadratik memiliki standar deviasi

sebesar 2,81. Hal tersebut menujukkan bahwa standar deviasi yang dimiliki

model kuadratik lebih rendah dibandingkan dengan model lainnya seperti model

linear,2FI dan cubic. Untuk nilai R2 model kuadratik memiliki nilai sebesar 0,8916,

hal tersebut berarti faktor suhu dan waktu berpengaruh terhadap keragaman

respon aktivitas antioksidan ekstrak kulit kentang hitam. Hasil adjusted R2 dan

predicted R2 memiliki nilai tertinggi sebesar 0,8142 dan 0,3714. Regresi model

yang memiliki nilai R2 >0,8000 menyatakan korelasi yang tinggi (Rahulan, 2009).

Pada model kuadratik memiliki nilai PRESS yang paling kecil yaitu 319,74,

sehingga model kuadratik disarankan pada analisis Model Summary Statistic dan

model yang tidak disarankan adalah model cubic.

Maka dari ketiga metode pemilihan model, model yang terpilih untuk

menjelaskan hubungan antara faktor suhu dan lama waktu ekstraksi terhadap

respon aktivitas antioksidan adalah model kuadratik.

4.2.3.2 Analisis Ragam ANOVA terhadap Respon Aktivitas Antioksidan IC50

Analisa ragam ANOVA digunakan untuk mengetahui respon aktivitas

antioksidan yang dihasilkan dapat merespon perlakuan yang telah diberikan

seperti dengan menggunakan suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang hitam.

Hasil analisa ragam ANOVA dapat dilihat pada Tabel 4.8

50

Tabel 4.8 Analisis Ragam ANOVA

Sumber Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Rata-rata Kuadrat

F Hitung

Nilai P Prob > F

Model 453,53 5 90,71 11,51 0,0029 Significant A-SUHU 59,53 1 59,53 7,56 0,0285 B-WAKTU 0,39 1 0,39 0,049 0,8307 AB 0,58 1 0,58 0,073 0,7944 A2 383,45 1 383,45 48,68 0,0002 B2 31,62 1 31,62 4,01 0,0852 Residual 55,14 7 7,88 Lack of Fit 42,10 3 14,03 4,30 0,0962 Not

Significant Pure Error 13,04 4 3,26 Cor Total 508,67 12

Pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai F hitung = 11,51 dan nilai P =

0,0029 lebih kecil dari nilai signifikansi yaitu 0,05 (lebih kecil dari nilai alpha 5%).

Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan yang dihasilkan terdapat

perbedaan dan perbedaan yang dihasilkan merupakan respon terhadap

perlakuan yang telah diberikan yaitu suhu dan lama waktu ekstraksi. Panas yang

berlebihan menyebabkan suhu ekstraksi mencapai titik labil senyawa target dan

mengakibatkan rusaknya senyawa target secara termal, sehingga dimungkinkan

terjadinya peningkatan konsentrasi ekstrak yang tidak terlalu tajam, bahkan

penurunan hasil ekstrak hingga bahan tidak dapat terekstrak lagi. Waktu yang

lama pun dapat mengakibatkan penurunan hasil senyawa yang terekstrak karena

terkena paparan panas. Koefisien keragaman sebuah parameter dapat dilihat

pada Tabel 4.9

Tabel 4.9 Koefisien Keragaman Parameter

Std.Dev. 2,81 R-Squared 0,8916 Mean 43,80 Adj R-Squared 0,8142 C.V.% 6,41 Pred R- Squared 0,3714 PRESS 319,74 Adeq Precision 9,811

Nilai R-Squared yang terdapat pada model kuadratik memiliki jumlah yang

cukup besar yaitu 0,8916 atau 89,16%. Hal ini menujukkan keragaman aktivitas

antioksidan dapat dipengaruhi oleh suhu dan lama waktu ekstraksi, untuk

10,84% sisanya kemungkinan dapat dipengaruhi faktor lain dan kurang teliti

selama proses penelitian berlangsung. Pada nilai Adeq Precision memilki jumlah

sebesar 9,811. Nilai koefisien keragaman diperoleh sebesar 6,41%, dimana

model yang baik memliki koefisien keragaman yang kecil yaitu <25%.

51

Dari program Design Expert telah diperoleh persamaan regeresi model

ordo kedua dalam bentuk variabel sebenarnya (Actual), yaitu :

Y = +281,417 – 8,363X1 - 0,621X2 – 3,800X1X2 + 0,074X12 + 0,021X22

Dimana : Y = Variabel respon aktivitas antioksidan IC50 X1 = Faktor suhu X2 = Faktor waktu

Persamaan model diatas merupakan yang digunakan untuk menentukan

nilai respon yang didapat dari nilai variabel bebas tertentu. Nilai negatif pada

model kuadratik dapat mengindikasikan adanya titik stationer yang maksimal

pada kurva respon dan juga mampu menujukkan bahwa kurva respon yang

terbentuk adalah kurva parabola dengan bentuk terbuka ke bawah (Budiandari

dan Widjanarko, 2014). Titik stasioner yang maksimal pada kurva merupakan

gambaran jika faktor yang telah diberikan telah mencapai titik optimum dan

berpengaruh terhadap respon sehingga didapatkan hasil yang maksimal.

Koefisien dari X1 (Suhu) dan X2 (Waktu) mampu mempengaruhi Y atau respon,

yakni dengan nilai positif atau negatif (Rucitra, 2014). Dari model persamaan

tersebut menunjukkan bahwa koefisien X12 dan X22 memiliki nilai yang positif.

Dalam respon aktivitas antioksidan IC50 memiliki titik minimum yang berarti

bahwa aktivitas antioksidannya optimum (Sabathani, 2017).

4.2.3.3 Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Kulit Kentang Hitam terhadap

Aktivitas Antioksidan IC50

Pemilihan model dari Design Expert untuk respon aktivitas antioksidan

yang telah dianalisis dan model yang disarankan yaitu model kuadratik. Hasil

kurva Normal Plot of Residuals dari model yang telah disarankan terhadap

respon aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Gambar 4.7

52

Gambar 4.7 Kurva Plot of Residual terhadap Respon Aktivitas Antioksidan IC50

Gambar 4.7 menunjukkan bahwa titik residual tidak berada tepat

disepanjang garis tengah atau garis merah, namun titik residual tersebut masih

tersebar disepanjang garis tengah atau garis merah antara persen normal

probability dengan residual. Menurut Trihaditia (2016) data yang mendekati garis

normal plot dianggap data tersebut normal dan juga memiliiki sebaran yang

merata.

Hubungan antara faktor suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang

hitam terhadap respon aktivitas antioksidan telah digambarkan pada grafik

Contour dan grafik 3D surface Gambar 4.8 dan Gambar 4.9. Pada grafik

Contour, sumbu x dengan kode A menunjukkan faktor suhu dan sumbu y dengan

kode B sebagai lama waktu ekstraksi, Contour yang muncul tersebut menujukkan

perwakilan nilai spesifik yang tinggi pada permukaan respon dan grafik sebagai

gambaran pengaruh dari interaksi dari setiap faktor yang telah digunakan.

53

Gambar 4.8 Grafik Contour Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu

Ekstraksi

Gambar 4.9 Grafik 3D Surface Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama

Waktu Ekstraksi

Gambar 4.8 dan Gambar 4.9 menujukkan bahwa pengaruh dari interaksi

faktor suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang hitam terhadap respon

aktivitas antioksidan. Grafik tersebut memiliki warna yang berbeda, sehingga hal

tersebut menunjukkan perbedaan nilai respon aktivitas antioksidan. Dimana

warna biru menunjukkan nilai hasil aktivitas antioksidan rendah dan warna merah

menujukkan nilai hasil aktivitas antioksidan tinggi. Berdasarkan Gambar 4.8 garis

yang melingkar menunjukkan hasil respon yang telah diamati dan hasil optimum

terletak pada bagian tengah serta ditandai dengan adanya titik merah.

54

Gambar 4.9 memperlihatkan bentuk permukaan kurva berbentuk

parabola terbuka ke atas. Hal tersebut menujukkan bahwa nilai aktivitas

antioksidan maksimum dihasilkan berkisar suhu dan lama waktu ekstraksi pada

titik optimum yang telah ditentukan. Dalam gambar tersebut menunjukan bahwa

aktivitas antioksidan IC50 memilki titik minimum yang berarti bahwa aktivitas

antioksidannya adalah optimum. Perbedaan dari ketinggian bentuk permukaan

dikarenakan nilai yang berbeda setiap kombinasi faktor yang telah dilakukan.

Bentuk permukaan yang memiliki daerah tinggi menunjukkan jika aktivitas

antioksidan yang dihasilkan juga tinggi atau besar dan jika daerah permukaan

tersebut rendah maka hasil aktivitas antioksdian yang didapat kecil. Namun,

untuk perhitungan IC50 semakin rendah permukaan maka aktivitas antioksidan

yang didapat semakin tinggi.

Suhu ekstraksi yang rendah menyebabkan laju proses ekstraksi berjalan

lebih lama. Dengan meningkatkan suhu, difusi yang terjadi juga semakin besar,

sehingga proses ekstraksi juga akan berjalan lebih cepat (Ibrahim, 2015).

Lamanya proses pemanasan akan mengakibatkan kerusakan senyawa-senyawa

yang memiliki aktivitas antioksidan, diantaranya polifenol, Stabilitas fenol

terganggu dengan panas yang tinggi.

Pengaruh waktu dalam ekstraksi yaitu semakin lama ekstraksi maka

semakin banyak pula karotenoid yang terekstrak sehingga aktivitas antioksidan

IC50 yang dihasilkan semakin turun (Wahyuni, 2015). Diantika et al, (2014)

menyatakan bahwa waktu ekstraksi yang semakin lama menyebabkan efek

pemanasan yang lebih lama terhadap bahan serta kesempatan pelarut

bersentuhan dengan bahan makin besar sehingga hasilnya akan bertambah

sampai titik jenuh. Sedangkan menurut Jayanudin et al, (2014) menambahkan

efek pemanasan ini akan memperbesar pori bahan, sehingga pelarut dapat

masuk melalui pori-pori dan melarutkan komponen yang terjerat kemudian zat

terlarut berdifusi keluar permukaan dinding sel, Sama halnya dengan fenol

dimana aktivitas antioksidan memilki titik jenuh. Apabila sudah dalam kondisi

optimum, total fenol akan mengalami kerusakan atau penurunan karena paparan

suhu tinggi dalam waktu rentang yang lama dapat merusak gugus aktif dari

senyawa fenol (Mai et al, 2011). Hasil penelitian ini berbanding lurus dengan

hasil penelitian total fenol, dimana semakin tinggi total fenol maka semakin tinggi

pula kadar aktivitas antioksidannya (Trissanthi dkk, 2016). Senyawa fenol

memiliki kemampuan sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam reaksi

55

redoks yang memungkinkan senyawa tersebut mampu bertindak sebagai agen

pereduksi, donor hidrogen, penangkap radikal bebas. Beberapa jenis fenolik

dapat memiliki aktivitas antioksidan yang berbeda tergantung pada strukturnya

(Prabawati, 2017).

4.3 Solusi Optimasi dari Design Expert Respon Rendemen, Total Fenol dan

Aktivitas Antioksidan

Solusi optimasi dari Design Expert 7.1.5 terhadap respon rendemen, total

fenol dan aktivitas antioksidan diperoleh dengan menentukan kriteria faktor dan

respon yang ditentukan. Kriteria faktor suhu dan lama waktu ekstraksi yang

dipilih yaitu in range karena diharapkan proses ekstraksi dilakukan pada suhu

dan lama waktu ekstraksi mendekati titik tengah atau titik optimum, sehingga

diharapkan agar faktor yang diberikan (in range) maka akan mendapat

rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidannya mendapat hasil tertinggi dan

proses ekstraksi yang optimal, Kriteria yang kedua yaitu respon yang maximum,

karena nilai ketiga respon diharapkan nilai yang tertinggi yaitu yang mendekati

nilai batas atas setiap respon, Namun untuk nilai antioksidan yang

tertinggi/maximum memiliki nilai IC50 yang minimum.

Tabel 4. 10 Kriteria Variabel dan Respon yang Diinginkan

Nama Variabel Tujuan Batas Bawah

Batas Atas

Bobot Atas

Bobot Bawah

Kepentingan

Suhu In range 45 65 1 1 3 Waktu In range 10 30 1 1 3 Rendemen Maximize 11,83 18,23 1 1 3 Total Fenol Maximize 13,81 18,82 1 1 3 Aktivitas Antioksidan IC50

Minimize 35,57 59,59 1 1 3

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa pada penelitian ini suhu yang ditetapkan

kisaran 45°C sampai 65°C merupakan komponen yang dioptimalkan dengan

tujuan in range serta kepentingan yang didapat adalah 3. Pada lama waktu

kisaran yang ditetapkan yaitu 10 sampai 30 menit merupakan komponen yang

dioptimalkan dengan tujuan in range serta kepentingannya adalah 3. Hasil

respon rendemen menghasilkan kisaran 11,83% sampai 18,23%, total fenol

berkisar 13,81 mg GAE/g sampai 18,82 mg GAE/g dengan tujuan maximize serta

kepentingan sebesar 3. Kemudian untuk aktivitas antioksidan dengan tujuan

minimize bervkisar antara 35,57 ppm sampai 59,59 ppm dengan kepentingan

56

sebesar 3. Pembobotan atau kepentingan (Importence) dipilih mulai 1 hingga 5,

semakin banyak tingkat kepentingannya maka semakin tinggi nilai variabel

responnya (Sabathani, 2017).

Hasil solusi dari kondisi optimum ekstrak senyawa fenol dari kulit kentang

hitam yang telah disarankan oleh Design Expert 7.1.5 dapat dilihat pada Tabel

4.11

Tabel 4.11 Solusi Titik Optimum Ekstraksi terhadap Respon Rendemen, Total

Fenol dan Aktivitas Antioksidan IC50

No Suhu Waktu Rendemen Total Fenol

Aktivitas Antioksidan IC50

Desirability

1 56,18 18,79 17,55 17,06 37,72 0,808

Pada Tabel 4.11 menujukkan bahwa suhu yang disarankan adalah suhu

56,18°C dan lama waktu ekstraksi 18,79 menit akan mendapatkan hasil

rendemen 17,55%, total fenol 17,06 mg GAE/g dan aktivitas antioksidan IC50

(minimum) 37,72 ppm dengan nilai desirability sebesar 0,808 atau tingkat

ketepatan 80%, nilai desirability yaitu nilai fungsi dari tujuan optimasi yang

menunjukkan kemampuan program untuk memenuhi keinginan berdasarkan

kriteria-kriteria yang telah ditetapkan pada produk akhir (Raissi dan Farzani,

2009). Jika nilai dari desirability tersebut mendekati 1 maka dapat diartikan jika

pengaruh faktor yang telah diberikan terhadap respon telah mendekati nilai target

sesuai optimasi.

4.4 Verifikasi Titik Optimum

Verifikasi titik optimum bertujuan untuk membuktikan terhadap prediksi dari

nilai respon solusi kondisi optimum yang telah disarankan oleh Design Expert

7.1.5. Perhitungan penyimpangan dilakukan dengan membandingkan data yaitu

selisih dari data hasil optimum yang disarankan oleh Design Expert dengan data

hasil verifikasi. Hasil verifikasi yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 dapat

dilihat pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13

Tabel 4.12 Point Prediction Hasil Optimum Ekstrak Kulit Kentang Hitam dengan

Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi

Faktor Nama Batas Batas Bawah

Batas Atas

Std. Dev.

Coding

A Suhu 56,18 45,00 65,00 0,000 Actual B Lama waktu ekstraksi 18,79 10,00 30,00 0,000 Actual

57

Tabel 4.13 Point Prediction Hasil Optimum Ekstrak Kulit Kentang Hitam terhadap

Respon Rendemen, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan IC50

Response Prediction SE

Mean 95%

CI low 95% CI

high SE

Pred 95%

PI low 95% PI high

Rendemen 17,55 0,21 17,06 18,05 0,52 16,33 18,78 Total Fenol 17,06 0,42 16,06 18,06 1,04 14,59 19,53 Aktivitas Antioksidan IC50

37,72 1,25 34,77 40,67 3,07 30,46 44,98

Pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13 diatas dapat menunjukkan bahwa hasil

optimum yang telah disarankan oleh Design Expert 7.1.5. selanjutnya akan

dilakukan penelitian yang sesuai dengan nilai optimum yang telah disarankan

untuk membuktikan hasil verifikasi sudah sesuai apa belum dengan prediksi

Design Expert tersebut. Pada Tabel 4.14 dapat dilihat hasil analisis verifikasi,

Tabel 4.14 Hasil Verifikasi Ekstrak Kulit Kentang Hitam terhadap Respon

Rendemen, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan IC50

Keterangan : *Hasil Prediksi Design Expert 7.1.5 ** Hasil Verifikasi penelitian actual merupakan rerata dari ulangan ± standar

deviasi NS = Not Significant

Berdasarkan Tabel 4.14 menunujukkan hasil rerata verifikasi hasil ekstrak

kulit kentang hitam terhadap respon rendemen, total fenol dan aktivitas

antioksidan adalah 18,33 ± 0,40 %, 17,57 ± 0,43 mg GAE/g dan 37,08 ± 0,39

ppm. Pada prediksi yang telah disarankan respon rendemen, total fenol dan

aktivitas antioksidan didapat sebesar 17,55%, 17,06 mg GAE/g dan 37,72 ppm.

Setelah dilakukan verifikasi kemudian akan dilakukan uji T dengan menggunakan

Minitab 17 untuk menentukan kesesuaian hasil verifikasi dan hasil prediksi. Pada

Tabel 4.14 menunjukkan jika hasil uji T (p-value) dari ketiga respon yaitu 0,077,

0,182 dan 0,109, hal tersebut berarti bahwa ketiga respon memiliki nilai lebih dari

5% atau >0,05. Hal ini dapat diindikasikan bahwa jika nilai lebih dari 5% atau

>0,05 merupakan nilai yang dihasilkan tidak berbeda nyata/ tidak signifikan,

Variabel Bebas Respon

Suhu

Ekstraksi Lama Waktu

Ekstraksi Rendemen

(%) Total Fenol (mg GAE/g)

Aktivitas Antioksidan IC50

(ppm)

Prediksi* 56,18 18,79 17,55 17,06 37,72 Verifikasi** 56,18 18,79 18,33 ± 0,40 17,57 ± 0,43 37,08 ± 0,39 Hasil Uji T (P Value)

0,077 (NS) 0,182 (NS) 0,109 (NS)

58

Maka dengan demikian model yang telah digunakan sudah sesuai dan solusi

variabel bebas yang telah diberikan software dapat diterima.

4.5 Karakteristik Ekstrak Kulit Kentang Hitam terhadap Senyawa Fenol

Hasil Optimasi

Karakterisasi terhadap senyawa fenol hasil optimasi dari ekstrak kulit

kentang hitam diperoleh dengan suhu 56,18°C dan lama waktu ekstraksi 18,79

menit. Karakteristik ekstrak kulit kentang hitam terhadap senyawa fenol dilakukan

untuk mengetahui karakteristik total fenol dari ekstrak kulit kentang hitam hasil

optimasi dengan meliputi total fenol, aktivitas antioksidan dan kadar antosianin.

Karakteristik ekstrak kulit kentang hitam terhadap senyawa fenol hasil optimasi

akan dibandingkan dengan literature. Hasil karakterisasi senyawa fenol hasil

optimasi ekstrak kulit kentang hitam dapat dilihat pada Tabel 4.15

Tabel 4.15 Hasil Karakterisasi Hasil Optimasi Ekstrak Kulit Kentang Hitam

(Solenostemon Rotundifolius) terhadap Senyawa Fenol

Parameter Hasil optimasi Literatur

Total Fenol (mg GAE/g) 17,57 ± 0,43 1,47a Aktivitas Antioksidan IC50 (ppm) 37,08 ± 0,39 82,18b Kadar Antosianin (ppm) 94,070 ± 3,48 63,68a

Keterangan : 1. Data Karakterisasi Ekstrak Kulit Kentang Hitam terhadap Senyawa Fenol Hasil Optimasi Rerata dari 3 Kali Ulangan

2. Nilai atau angka setelah ± adalah standar deviasi 3. a Lewis (1996) 4. b Angela (2012)

Pada Tabel 4.15 menunjukkan hasil karakterisasi total fenol dari hasil

optimasi dibandingakn dengan literatur. Pada tabel tersebut menujukkan bahwa

hasil optimasi total fenol ekstrak kulit kentang hitam dengan menggunakan

metode ultrasonic bath memiliki total fenol sebesar 17,57 ± 0,43 mg GAE/g lebih

tinggi dibandingkan dengan literatur yaitu sebesar 1,47 mg GAE/g. Menurut

Lewis (1996) literatur yang digunakan untuk perbandingan total fenol

menyatakan ekstrak kentang (Solanum tuberosum L.) diekstraksi menggunakan

asam asetat 15% dalam metanol serta metode analisisnya menggunakan HPLC.

Perbedaan hasil optimasi peneliti dan literatur dikarenakan pada literatur

menggunakan jenis kentang yang berbeda. Varietas yang berbeda dapat

mempengaruhi hasil yang terkandung didalam sebuah bahan. Faktor yang

mampu mempengaruhi kandungan fenol antara lain varietas bahan baku yang

digunakan, cara penanaman, bagian bahan baku (daging, kulit, daun dan lain-

59

lain), musim tumbuh, kondisi lingkungan, kondisi penyimpanan pascapanen dan

prosedur pemrosesan (Rahmawati, 2009). Perbedaan lainnya yaitu seperti jenis

pelarut dan juga metode yang digunakan saat proses ekstraksi maupun uji

mampu mempengaruhi hasil dari suatu bahan (Zuhud, 2011). Disamping itu,

metode analisis menggunakan HLPC merupakan suatu metode yang digunakan

untuk mengukur suatu senyawa tertentu yang lebih spesifik dari suatu bahan

seperti phenolic acids, sehingga hasil yang diperoleh juga lebih sedikit. Namun,

hal tersebut bukan berarti metode analisis HPLC tidak bagus karena hasil yang

diperoleh hanya sedikit tetapi hanya karena metode tersebut pengukurannya

lebih spesifik/tertentu. Dalam pengukuran total fenol yang diukur bukan hanya

phenolic acids saja namun ada flavonoid dan juga senyawa fenol-fenol lainnya.

Kandungan fenol dan flavonoid merupakan kandungan yang cenderung besar

yang ada pada kulit kentang hitam (Nugraheni, 2010).

Aktivitas antioksidan IC50 hasil optimasi pada ekstrak kulit kentang hitam

didapat sebesar 37,08 ± 0,39 ppm lebih rendah dari literatur yaitu sebesar 82,18

ppm. Nilai aktivitas antioksidan IC50 jika semakin rendah maka menunjukkan

bahwa nilai dari aktivitas antioksidan tersebut semakin tinggi. Menurut Angela

(2012) menyatakan ekstrak kentang kuning (Solanum tuberosum L,)

menggunakan natrium metabisulfit dengan metode maserasi. Hal tersebut

dikarenakan pada literatur menggunakan jenis kentang yang berbeda. Zuhud

(2011) menyatakan perbedaan jenis bahan, tempat tumbuh, bagian yang diambil

dan juga perlakuan yang diberikan seperti pelarut dan metode yang digunakan

mampu mempengaruhi aktivitas antioksidan didalam bahan. Perbedaan nilai

antioksidan pada sebuah bahan bisa dikarenakan aktivitas dalam menangkap

radikal bebas DPPH dipengaruhi oleh polaritas dari medium reaksi, struktur kimia

dari penangkap radikal dan pH campuran reaksi (Sharma dan Bath, 2009).

Berdasarkan Tabel 4.15 didapat hasil optimasi kadar antosianin sebesar

94,070 ± 3,48 ppm lebih tinggi dibandingkan dengan literatur yang telah didapat

sebesar 63,68 ppm. Pada literatur yang digunakan untuk perbandingan kadar

antosianin menyatakan ekstrak kentang (Solanum tuberosum L,) diekstraksi

menggunakan asam asetat 15% dalam metanol serta metode analisisnya

menggunakan HPLC (Lewis, 1996). Hal tersebut dikarenakan pada literatur

menggunakan jenis kentang yang berbeda. Varietas yang berbeda dapat

mempengaruhi hasil yang terkandung didalam sebuah bahan. Perbedaan yang

cukup besar dapat disebabkan berbagai faktor seperti perbedaan jenis varietas,

60

tempat tumbuh, faktor iklim, cuaca tempat penanaman dan pelarut (Luqman,

2013 ; Zuhud, 2011). Metode analisis menggunakan HPLC merupakan metode

analisis yang lebih spesifik, sehingga mendapatkan hasil yang spesifik pula.

Untuk kulit kentang hitam ini memiliki kadar antosianin yang lebih tinggi daripada

kentang biasanya.

Perbedaan metode penelitian juga merupakan hal yang berpengaruh terhadap

hasil yang diperoleh saat ekstraksi bahan. Penggunaan ekstraksi ultrasonik bath

dengan menggunakan gelombang ultrasonik, merupakan ekstraksi dengan

perambatan energi melalui gelombang, menggunakan cairan sebagai media

perambatan yang dapat meningkatkan intensitas perpindahan energi sehingga

proses ektraksi lebih maksimal, lebih aman, lebih singkat dan sesuai untuk

ekstraksi senyawa bioaktif yang tidak tahan panas (Handayani, 2015).

Sedangkan ekstraksi konvensional pada umumnya membutuhkan waktu yang

lama, kurang ramah lingkungan, dan berpotensi memicu kerusakan senyawa,

membutuhkan banyak pelarut serta hasil ekstrak yang didapatkan kurang

maksimal (Sasongko dkk, 2018).

Ekstrak kulit dan daging kentang hitam memilki potensi sebagai antioksidan

alami dan antipoliferasi sel kanker in vitro, sehingga kulit atau umbi kentang

hitam tersebut mampu dikembangkan sebagai makanan fungsional berbasis

sumber daya lokal untuk alternatif pencengahan penyakit akibat stres oksidatif

seperti kanker payudara (Nugraheni, 2013). Selain itu mampu dimanfaatkan

sebagai suplemen dikarenakan dalam ekstrak kentang hitam mengandung asam

ursolat dan asam oleanolat dan senyawa bioaktif diantaranya asam maslinat, dan

fitosterol, seperti stigmasterol, beta-sitosterol, kampesterol, dan senyawa fenol

(Mooi et al., 2010) yang baik untuk tubuh. Ekstrak kulit kentang hitam bisa juga

digunakan sebagai pewarna makanan yang alami karena telah mengandung

antosianin didalamnya.

61

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan yaitu optimasi

ekstraksi senyawa fenol dari ekstrak kulit kentang hitam menggunakan metode

Ultrasonic Bath dengan methodology Response Surface Methodology (RSM)

didapat model yang disarankan adalah model kuadratik. Persamaan yang

didapatkan untuk respon rendemen adalah Y = - 76,202 + 3,163X1 + 0,664X2 –

1,950X1X2 – 10,028X12 – 0,014X22, untuk respon total fenol adalah Y = - 31,452

+ 1,669X1 + 0,146X2 +7,250X1X2 – 0,014X12 – 5,223X22 dan untuk respon

aktivitas antioksidan IC50 didapatkan persamaan Y = +281,417 – 8,363X1 –

0,621X2 – 3,800X1X2 + 0,074X12 + 0,021X22. Kondisi optimum proses ekstraksi

didapatkan dengan suhu 56,18°C dan lama waktu ekstraksi 18,79 menit dengan

menghasilkan respon rendemen sebesar (%) 18,33 ± 0,40, respon total fenol (mg

GAE/g) sebesar 17,57± 0,43 dan aktivitas antioksidan IC50 (ppm) sebesar 37,08

± 0,39.

Hasil Karakterisasi ekstrak kulit kentang hitam terhadap senyawa fenol dari

kulit kentang hitam memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan dengan literatur, hal

tersebut meliputi respon total fenol, aktivitas antioksidan IC50 dan kadar

antosianin yaitu berturut-turut sebesar 17,57± 0,43 mg GAE/g, 37,08 ± 0,39 ppm

dan 94,070 ± 3,48. Perbedaan tersebut disebabkan karena perbedaan Jenis

varietas bahan, pelarut dan metode analisa yang digunakan proses ekstraksi

pada penelitian ini dibandingkan dengan literatur sehingga didapatkan hasil yang

berbeda.

5.2 Saran

Beberapa saran yang dapat direkomendasikan, antara lain :

1. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan faktor-faktor dan

metode berbeda untuk ekstraksi kulit kentang hitam.

2. Perlu juga adanya aplikasi pada produk pangan sehingga mampu

meningkatkan nilai dari produk tersebut.

3. Perlu adanya pre-treatment pada bahan penelitian untuk meminimalisir

kemungkinan adanya pestisida yang tertinggal.

62

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of

Analysis. Washington D.C: AOAC International

Abubecker. M.N. and T. Deepalakshami. 2013. In Vitro Antifungal Potentials of

Bioactive Compound Methyl Ester of Hexadecanonic Acid Isolated from

Annona muricata Linn. Leaves. Biosciences Biotechnology Research Asia

10:2. 879-884

Agung. 2019. Perbedaan R square. R Square Adjusted Dan R Square Predicted.

Dilihat pada 1 april 2019. https://agungbudisantoso.com

Agung. Luqman. 2013. Ekstraksi antosianin dari limbah kulit ubi jalar ungu

metode microwave assisted extraction (Kajian waktu ekstraksi dan rasio

bahan : pelarut). Skripsi. Universitas Brawijaya: Fakultas Teknologi

Pertanian

Alamendah. 2014. Kentang Jawa (Hitam) Sumber Pangan yang Terlupakan.

Diakses melalui alamendah.org pada September 2018

Ambarsari, I., Sarjana. dan A. Choliq. 2009. Rekomendasi dalam penetapan

standar mutu tepung ubi jalar. Jurnal standarisasi 11 (3) : 212-219

Angela, Lasmida. 2012. Aktivitas Antioksidsn dan Stabilitas Fisik Gel Anti-Aging

yang Mengandung Ekstrak Air Kentang Kuning (Solanum Tuberosum L.).

Skripsi. Jakarta. Universitas Indonesia : Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam

Ardani, Marisya., dkk. 2010. Efek Campuran Minyak Atsiri Daun Cengkeh dan

Kulit Batang Kayu Manis sebagai Antiplak Gigi. Majalah Farmasi Indonesia.

21(3): 33-38

Aulia, I. 2009. Peningkatan Sensitivitas Pemeriksaan Mikroskopis Entamoeba

Histolytica dengan Metode Konsentrasi. Skripsi. Jakarta: Fakultas

Kedokteran. Universitas Indonesia

Aulia, Latifa Putri. 2012. Optimasi Proses Ekstraksi Daun Sirsak (Annona

Muricata L.) Metode MAE (Microwave Assisted Extraction) dengan Respon

Aktivitas Antioksidan dan Totral Fenol. Skripsi. Malang. Universitas

Brawijaya : Fakultas Teknologi Pertanian

Biorata, A. M. 2012. Optimasi Produksi Selulase dari Bachillus sp BPPT CC RK 2

Menggunakan Metode Respon Permukaan dengan Variasi Rasio C/N dan

Waktu Fermentasi. Skripsi. Depok : FT UI

63

Blois, M.S. 1958. Antioxidant determination by the use of a stable. Free radical.

Nature 181:1199- 1200

Bravo, J. 1998. Polyphenols: chemistry, dietary sources, metabolism and

nutritional significance. Nutrition Reviews; 56(11):317- 333

Brennan. JG. 2006. Food Processing Handbook. Weinheim: Wiley- VCH

Budiandari, Rahmah Utami, Simon B.W. 2014. Optimasi Proses Pembuatan

Lempeng Buah Lindur (Bruguiera Gymnorrhiza) sebagai Alternatif Pangan

Masyarakat Pesisir. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No. 3 p. 10-18.

Malang. Universitas Brawijaya : Fakultas Teknologi Pertanian

Diantika F, Sutan SM, Yulianingsih R. 2014. Pengaruh Lama Ekstraksi dan

Konsentrasi Pelarut Etanol terhadap Ekstraksi Antioksidan Biji Kakao

(Theobroma cacao L.). Jurnal Teknologi Pertanian. 15(3): 159-164

Draper, N. R.. and Smith. H. 1998. Aplied Regression Analysis. 3rd Edition. Wiley

Press

Gamse. T. 2002. Liquid-liquid Extraction and Solid-Liquid Extraction. Austria :

Institute of Thermal Process and Environmental Engineering Graz

University of Technology

Giusti, M. and R.E. Wrolstad. 2001. Characterization and Measurement of

Anthocyanins by UV-Visible Spectroscopy. Di dalam Wrolstad, Ronald E,

Terry E. Acree, Eric A. Decker, Michael H. Penner, David S. Reid, Steven

J. Schwartz, C. F. Shoemaker, Denise Smith, Peter Sporns (eds). 2005.

Current Protocols in Food Analytical Chemistry. John Wiley & Sons: New

Jersey

Gogate, P.R., R.K. Tayal dan A.B. Pandit. 2006. Cavitation: A Technology

on The Horizon. Current Science. Vol. 91. No. 1

Grafianita. 2011. Kadar Kurkumnoid, Total Fenol Dan Aktivitas Antioksidan

Simlisia Temulawak Pada Berbagai Teknik Pengeringan. Skripsi.

Universitas Sebelas Maret : Fakultas Pertanian

Halliwell. B and Gutteridge. J.M.C. 2000. Free Radical in Biology and Medicine.

New York : Oxford University Press

Hambali, E., Mujdalipah, S., Tambunan, AH., Pratiwi, AW., Hendroko, R. 2008.

Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agro Media

Hamid, et all. 2010. Antioxidants: Its medicinal and pharmacological

Applications. African Journal of Pure and Applied Chemistry Vol. 4(8). pp.

142-151

64

Handayani. dkk. 2016. Ekstraksi Antioksidan Daun Sirsak Metode Ultrasonic

Bath. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.262-272

Hardiningtyas, S., D. 2009. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Karang Lunak

Sarcophyton sp. yang Difragmentasi dan Tidak Difragmentasi Di Perairan

Pulau Pramuka. Kepulauan Seribu. Skripsi. FMIPA. IPB

Hartanti, S., S. Rohmah dan Tamtarini. 2003. Kombinasi Penambahan CMC dan

Desktrin pada Pengolahan Bubuk Mangga dengan Pengeringan Surya.

Yogyakarta : Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan PATPI

Hartuti, Sri Supardan dan Muhammad Dani. 2013. Optimasi Ekstraksi

Gelombang Ultrasonik Untuk Produksi Oleoresin Jahe (Zingiber Officinale

Roscoe) Menggunakan Response Surface Methodology. Banda Aceh

Darussalam. Universitas Syiah Kuala : Fakultas Pertanian.

Hertog, M. G., Freskens. E. J., & Kromhout. D. 1992. Antioxidant flavonols and

coronary heart disease risk. The Lancet. 349(9053). 699

Hidayat, M.A. 2012. Response Surface dan Taguchi : Sebuah Alternatif atau

Kompetensi dalam Optimasi Secara Praktis. Skripsi. Surabaya : Jurusan

Teknik Industri. Universitas Surabaya

Hsum, Y.W., Yew. W.T., Hong. P.L.V., Soo. K. K., Hoon. L. S., Chieng. Y. C., and

Mooi. L. Y. 2011. Cancer Chemopreventive Activity of Asam Maslinat :

Suppressio of COX-02 Expresseion an Inhibition ogf NF-kB and AP-1

Activation in Raji Cells. Planta Medical 77: 152-157

Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

Hui, Y.H. 1992. Encyclopedia of food science. New York : John Willeyand Sons.

Vol IV

Hurrell, R. F. 2003..How to Ensure Adequate Iron Absorption from Iron-Fortified

Food. Nutrition Review 60 : S7-S15

Ibrahim, Agus M., Yunianta, Feronika H.S. 2015. Pengaruh Suhu dan Lama

Waktu Ekstraksi terhadap Sifat Kimia dan Fisik pada Pembuatan

Minuman Sari Jahe Merah (Zingiber Officinale Var. Rubrum) dengan

Kombinasi Penambahan Madu sebagai Pemanis. Jurnal Pangan dan

Agroindustri Vol. 3 No. 3 p.530-541. Malang. Universitas Brawijaya :

Fakultas Teknologi Pertanian

65

Inggrid, Maria dan Santoso Herry. 2014. Ekstraksi Antioksidan dan Senyawa

Aktif dari Buah Kiwi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada

Masyarakat : Universitas Katolik Parahyangan

Jayanudin, Lestari AZ, Nurbayanti F. 2014. Pengaruh Suhu dan Rasio Pelarut

Ekstraksi terhadap Rendemen dan Viskositas Natrium Alginat dari

Rumput Laut Cokelat (Sargassum sp.). Jurnal Integrasi Proses. 5(1): 51-

55

Kuldikole, J. 2002. Effect of Ultrasound, Temperature and Pressure Treatments

on Enzym Activity and Quality Indicators of Fruit and Vegetables Juices.

Berlin : Dissetation der Techischen University Berlin

Kumalaningsih, Sri. 2016. Rekayasa Komoditas Pengolahan Pangan. Malang :

UB Press

Kumari, K.S., Babu. I.S. and Rao. G.H. 2008. Process optimizing for citric acid

production from raw glycerol using response surface methodology. Indian

Journal of Biotechnology pp. 496-501

Leong L.P. and Shui. 2002. An investigation of antioxidant capacity of fruits in

Singapore markets. Food Chemistry. 102:732-737

Lewis, C.E. 1996. Anthocyanins and Related Compounds in Potatoes (Solanum

tuberosum L.). Thesis. New Zealand: University of Canterbury

Lisdawati, V., dkk. 2006. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Dari Berbagai Fraksi

Ekstrak Daging Buah Dan Kulit Biji Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa).

Vol 34. No 3: 111-118

Litbang, Jatim. 2013. Ekspedisi 7 Makanan Purba Kentang Hitam Di Negeri Besi

Kuning. Diakses melalui jatim.litbang.pertanian.go.id pada 10 November

2018 pukul 15.00 WIB

Mai, D. S. V. T. Tong and N. L. Hong. 2011. Survey of Betacyanin Extraction

from The Skin of Vietnamese Dragon Fruit. Vietnam. Hoi Chi Minh City

University of Industry

Mandal, V., Yogesh Mohan Y, and Hemalatha S. 2007. Microwave assisted

extraction –An innovative and promising extraction tool for medicinal plant

research. Pharmacognosy review. Vol. 1 No. 1 p. 7-18

Maran, Thirugna N.B.K.,V. Sivakumar. 2014. Process Optimization and Analysis

of Microwave Assisted Extraction of Pectin from Dragon Peels Fruit.Int.

Journal Carbohidrate Polymer 112 . p. 622-626

66

Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. diterjemahkan oleh

Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB. 15

Martinez, JLC. 2009. Ultrasound in Chemistry: Analytical Applications.

Weimheim: Wiley-VCH

Melati, R. R. 2012. Kamus Kimia. Surakarta : Aksara Sinergi Media

Miller, A.L. 1996. Antioxidant Flavonoid: Structure, Function and Clinical Usage.

Alt Med Rev. 1 (2). 103-111

Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicryl-hydrazyl

(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci. Technol.

26(2): 211-219

Montgomery, D. C. 2001. Design and analysis of experiments. Second edition.

New York. John wileys and sons. Inc

Montgomery, D. C. 2005. Design and analysis of experiments 5th Edition. New

York. John wileys and sons. Inc

Muchtadi, Deddy. 2013. Antioksidan dan Kiat Sehat di Usia Produktif. Bandung :

Alfabeta

Mujipradhana, Vidhiya N., Defny S.W., Edi Suryanto. 2018. Aktivitas Antimikroba

dari Ekstrak Acidin Herdmania Momus pada Mikroba Patogen Manusia.

Jurnal Ilmiah Farmasi Vol.7 No.3. Manado. UNSRAT : FMIPA

Ningsih, B. 2017. Optimasi proses sakarifikasi dan fermentasi serentak dalam

pembuatan bioetanol dari batang kelapa sawit dengan metode respon

permukaan. Skripsi. Bandar Lampung : Universitas Lampung

Nugraheni, M. 2010. Kajian Kentang Hitam (Coleus Tuberosus) seabagai

Sumber Antioksidan Alami dan Resistant Starch yang Berpotensi sebagai

Makanan Fungsional. Yogyakarta : LPPM (Lembaga Penelitian dan

Pengabdian kepada Masyarakat)

Nugraheni, M., Santoso, U. dan Windawarti. 2013. Potensi Kentang Hitam Dalam

Mereduksi Stress Oksidatif dan Menghambat Proliferasi Sel Kanker

Payudara MCF-7. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 24(2): 138-146

Nugraheni, M., Santoso, U. dan Windawarti. 2014. Effect of Comsumption of

Coleus Tuberosus on The Lipid Profile of Allxan-induced Diabetic Rats.

Journal Food Science and Technology 6(2) : 159-166

Nugroho, Eko. 2007. Pengenalan Teori Warna. Yogyakarta : Penerbit ANDI

Nuh, M. 2017.Pengaruh Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Mutu Pektin

Kulit Pisang Kepok. Jurnal Wahana dan Inovasi: 6(2). UISU

67

Nurhayati, N., Maryanto. M., Tafrikhah. R. 2016. Ekstraksi Pektin dari Kulit dan

Tandan Pisang dengan Variasi Suhu dan Metode. Agritech 36 (3)

Nurmaya. 2013. Fungsi Koordinasi Dalam Sebuah Organisasi. Diakses pada

Tanggal 20 November 2018 Pukul 14.00 WIB :

http://www.kompasiana.com/nur_maya/fungsi-koordinasi-dalam-sebuah

organisasi_551f984b813311f0379df203

O’Sullivan, A.M., O’Callaghan, O’Grady, M.N., Quequineur, B., Hanniffy, D., Troy,

D.J., Kerry, J.P., and O’ Brien. N.M. 2011. In Vitro and Cellular Antioxidant

Activities of Seaweed Extract Prepared from Five Brown Seaweeds

Harvested in Spring from the West Coast of Ireland. Food Chemistry

126:1064-1070

Okawa M. J., Kinjo, T., Nohara dan M. Ono. 2001. DPPH (1.1-diphenyl-2-

picrylhydrazyl) Radical Scavenging Activity of Flavonoids Obtained from

Some Medicinal Plants. Biology Pharmacy Journal. 24(10): 1202- 1205

Ongkowijoyo, S., Mulyana, J., Mulyono. J. 2016. Penentuan Parameter Setting

Mesin Pada Proses Corrugating. Media Teknika Jurnal Teknologi Vol. 11

No. 1

Park. E.J., Kim. E.Y., and Forney. J.C. 2006. A Structural Model of Fashion-

0riented Impulse Buying Behavior. Journal of Fashion Marketing and

Management. Vol. 10 No. 4. pp. 433-446

Perina, Irene, Satiruani, Felycia Edi Soetaredjo, Herman Hindarso. 2007.

Ekstraksi Pektin Dari Berbagai Macam Kulit Jeruk. Jurnal Teknik.

Surabaya: Vol. 6 No. 1 (1-10)

Persatuan Ahli Gizi Indonesia. (2009). Tabel Komposisi Pangan Indonesia.

Jakarta : PT Elex Media Komputindo

Pourmorad, F., Hosseinimehr SJ., Shahabimajd N. 2006. Antioxidant Activity.

Phenol and Flavonoid Content of Some Selected Iranian Medicinal Plants.

Journal of Biotechnolgy 5 (11): 1142-1145. Tersedia pada:

http://www.academic journals.org/AJB

Prabawati, Erni. 2017. Optimasi Formula Tinggi Antioksidan Ekstrak Daun Kelor,

Daun Pandan Wangi dan Jahe Merah dengan Penyalut Kitosan sebagai

Suplemen Anti-Hiperurisemiadan Anti-Inflamasi. Tesis. Malang.

Universitas Brawijaya: Fakultas Teknologi Pertanian

68

Prasetiyo, Panji, Wahono Hadi Susanto, dan Sudarma Dita Wijayanti. 2016.

Pengaruh Kondisi Penyimpanan Tebu Pragiling pada Kualitas Nira. Jurnal

Pangan dan Agroindustri Vol. 4 Np. Hal 137-147

Prayitno, Sukim. 2002. Aneka Olahan Terung. Yogyakarta : Kanisius

Rahma, S. 2010. Formulasi Tepung Kentang Hitam (Solonostemon

Rotundifolius) Dan Tepung Terigu Terhadap Beberapa Komponen Mutu

Roti Tawar. Skripsi. Mataram. Universitas Mataram

Rahmat, H. 2009. Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran Indigenous

Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Bogor

Rahmawati, Anita. 2009. Kandungan Fenol Total Ekstrak Buah Mengkudu.

Skripsi. Jakarta. Universitas Indonesia : Fakultas Kedokteran

Rahulan. R., Nampothiri. K. M., Szakacs. G., Nagy. V., and Pandey. A. 2009.

Statistical Optimization of L-Leucine Amino Peptidase Production from

Streptomyces Gedanensis IFO 13427 under Submerged Fermentation

using Respon Surface Methodology. Biochemical engineering J. 43 ; 64 -

71

Raissi. S. and Farzani. R. E. 2009. Statistical Process Optimization Through

Multi-Response Surface Methodology. World academy of science.

Engginerring and technology. 51. pp. 267-271

Ramma, L., Bahorun, Soobratte, Aroum. 2002. Antioxidant Activities of Phenolic,

Proanthocyanindin, and Falvonoid Componentsin Extracts of Cassia

Fistula. Journal Agritech . Food Chemistry, 50 (18) : 5042-5047

Rangsriwong. P., N. Rangkadilok., J. Satayavivad. M. Goto. and A. Shotipruk.

2009. Subcritical Water Extraction of Polyphenolic Compounds from

Terminalia Chebula Retz. Fruit. Separ : Purif. Technol. 66:51-56

Razak, M. S. A. 2009. Ultrasonic Extraction of Antioxidant Compound from Red

Pitaya. Faculty of Chemical and Natural Resources Engineering University

Malaysia Pahang. Hal 24

Rohman, A. dan Mursyidi. A. 2006. Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri

Dan Gravimetri. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Rucitra, Ratna. 2014. Aplikasi Response Surface Method untuk Optimasi Kondisi

Proses Produksi Biodiesel Jarak Pagar Melalui Transesterifikasi In Situ.

Bogor. IPB : Fakultas Teknologi Pertanian

69

Rupasinghe HPV, Balasuriya BWN. 2011. Plant Flavonoids as Angiotensin

Converting Enzyme Inhibitors in Regulation of Hypertension. Functional

Foods in Health and Disease 5:172-188

Sabathani, Anniversary. 2017. Optimasi Ekstrak Daun Papaya terhadap Lama

Waktu dan Rasio Bahan terhadap Total Fenol, Aktivitas Antioksidan dan

Uji Aktivitas Antibakteri menggunakan Teknik Ultrasonic dengan Respon

Surface Methodology. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas

Brawijaya

Saifudin, A. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder: Teori. Konsep dan Teknik

Pemurnian. Yogyakarta : Deepublish

Salawu. S.O., Akindahunsi, A.A., Sanni, D. M., Decorti, G., Cvorovic, J., Tramer,

F., Passamonti, S. and Mulinacci, N. 2011. Cellular Antioxidant Activities

and Cytotoxic Properties of Ethanolic Extract of Four Tropical Green Leafy

Vegetables. Africa Journal Food Science 5: 267-275

Sasongko, Ashadi, dkk. 2018. Aplikasi Metode Konvensional pada Ekstraksi

Bawang Dayak. Jurnal Telnologi Terpadu Vol. 6 No. 1. Balikpapan. Institut

Teknologi Kalimantan

Scher, F. C., Brandell, A., and Norena, C. Z. 2015. Yacon inulin leaching during

hot water blanching. Cienc agrotec lavras vol. 39 No. 5 p: 523-529

Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fischer JE, Galloway AC. 2001.

Principles of Surgery. United States of America : McGraw-Hill companies

Sharma, GN. 2011. Phytochemical Screening and Estimation of Total Phenolic

Content in Aegle Marmelos Seeds. International Journal of Pharmaceutical

and Clinical Resrearch. 2(3): 27-29

Sharma. OP., dan Bhat. TK. 2009. Analytical methods dpph antioxidant assay

revisited. Food Chemistry. 113: 1202–1205

Silalahi, Ulbert. 2009. Studi Tentang Ilmu Administrasi. Bandung : Sinar Baru.

Subangkit, N. 2012. Optimasi Penggunaan Tepung Komposit Jagung dan Ubi

Jalar dalam Pembuatan Kukis. Skripsi. Bogor: IPB

Sudarmadji, I.B., Slamet. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian (Edisi ke

2 ed.. Vol. III). DIY. Indonesia: Liberty Yogyakarta

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung :

Alfabeta

Suhardi, dkk. 2002. Hutan dan Kebun Sebagai Sumber Pangan Nasional.

Jakarta : Kanisius

70

Sukma, I, W. A., Bambang, A. H., dan I Wayan, A. 2017. Pengaruh Suhu dan

Lama Pemanasan Ekstraksi terhadap Rendemen dan Mutu Alginat dari

Rumput Laut ( Sargassum sp.). Jurnal Rekayasa dan Manajemen

Agroindustri Vol. 5 No. 1 (71-80). UNUD : Fakultas Teknologi Pertanian

Sundari, Tri. 2008. Potensi Asap Cair Tempurung Kelapa sebagai Alternatif

Pengganti Hidrogen Peroksida (H2O2) dalam Pengawetan Ikan Tongkol

(Euthynnus affinis). Surakarta. Universitas Negeri Surakarta

Tambun, Rondang, dkk. 2016. Pengaruh Ukuran Partikel. Waktu Dan Suhu Pada

Ekstraksi Fenol Dari Lengkuas Merah. Medan. Fakultas Teknik. Universitas

Sumatera Utara

Tapan, Erik. 2005. Kanker, Antioksidan dan Terapi Komplementer. Jakarta : PT

Elex Media Komputindo

Teixeira, T.S., Vale, R.C., Almeida, R.R., Ferreira, T.P. dan Guimaraes, L.G.L.

2017. Antioxidants Potential and It's Correlation with the Contents of

Phenolic Compounds and Flavonoids of Methanolic Extracts from Different

Medicinal Plants. Revista Virtual de Quimica. Col 9 No. 4 p. 1546 - 1559

Tersiska, E Sukarminah dan D. Natalia. 2006. Ekstraksi Pewarna Alami dari

Buah Arben (Rubus idaeus (Linn.)) dan Aplikasinya pada Sistem Pangan.

Malang. Universitas Muhammadiyah Malang

Vatai T, Skerget M, Knez Z. 2009. Extraction of Phenolic Compounds from Elder

Berry and Different Grape Marc Varieties Using Organic Solvents and/or

Supercritical Carbon Dioxide. Journal Food Engineering, 90 : 246-254

Vivancos, M. and Moreno. J.J. 2008. Effect of Resveratrol. Tyrosol and beta

Sitosterol on Oxidised Low- Density Lipoprotein- Stimulated Oxidative

Stress. Arachidonic Acid Release and Prostaglandin E2 Shynthesis by

RAW 264.7 Macrophages. British Journal Nutrition 99: 1199-1207

Wahyuni, Tri Dyah, Simon B.W. 2015. Pengaruh Jenis Pelarut dan Lama

Ekstraksi terhadap Ekstrak Karetenoid Labu Kuning dengan Metode

Gelombang Ultrasonik. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.3 No. 2 p.390-

401. Universitas Brawijaya: Fakultas Teknologi Pertanian

Widiyanti, Ratna. 2006. Analisis Kandungan Antioksidan dan Fenol pada Jahe.

Jakarta : Universitas Indonesia

Wikipedia. 2018. Kentang Hitam. Diakses melalui www.wikipedia.org pada 15

November 2018 pukul 14.00 WIB

71

Wikipedia. 2018. Struktur Asam Sitrat. Diakses melalui www.wikipedia.org pada

17 November 2018 pukul 12.15 WIB

Wikipedia. 2018. Struktur Etanol. Diakses melalui www.wikipedia.org pada 17

November 2018 pukul 12.10 WIB

Wikipedia. 2018. Struktur Polifenol. Diakses melalui www.wikipedia.org pada 15

November 2018 pukul 14.05 WIB

Wikipedia. 2018. Struktur Vitamin C. Diakses melalui www.wikipedia.org pada 15

November 2018 pukul 14.03 WIB

Wikipedia. 2018. Struktur Vitamin E. Diakses melalui www.wikipedia.org pada 15

November 2018 pukul 14.07 WIB

Winnie, Enesty. 2014. Ekstraksi Antosianin dari Buah Murbei Metode Ultrasonic

Bath (Kajian Lama Waktu Ekstraksidan Rasio Bahan : Pelarut). Skripsi.

Universitas Brawijaya: Fakultas Teknologi Pertanian

Yang, M., Wang, X., Guan, S. dan Xia, J. 2007. Analysis of Triterpenoids in

Ganoderma Lucidum Using Liquid Chromatography Coupled with

Electrospray Ionization Mass Spectrometry. American Society for Mass

Spectrometry 18(5) : 927-939

Yusron, Farid Nur. 2017. Pemanfaatan Umbi Kentang Hitam sebagai Media

Altrenatif untuk Pertumbuhan Bibit F0 Jamur Tiram dan Jamur Merang.

Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta : Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan

Yuswi, Nusa. C. R. 2017. Ekstraksi Antioksidan Bawang Dayak (Eleutherine

Palmifolla) dengan Metode Ultarsonik Bath (Kajian Jenis Pelarut dan

Lama Ekstraksi). Skripsi. Universitas Brawijaya : Fakultas Teknologi

Pertanian

Zou TB, En-Qin Xia, Tai-Ping He, Ming-Yuan Huang, Qing Jia and Hua-Wen Li.

2014. Ultrasound-Assisted Extraction of Mangeferin from Mango Leaves

Using Response Surface Methodology. Molecules 19. 1411-1421

Zuhud, A. M. 2011. Bukti Kedahsyatan Sirsak Menumpas Kanker. Jakarta

Selatan : PT Agromedia Pustaka

72

Lampiran 1 Prosedur Analisa

1.1 Kadar Air dengan Metode Oven (AOAC. 2005)

Cawan petri ditimbang dalam oven 105°C selama 24 jam kemudian

dimasukkan desikator selama 0.5 jam lalu ditimbang beratnya (X)

Sampel yang sudah diayak ditimbang sebanyak 2-5 gram (Y) kemudian

dimasukkan dalam cawan petri. lalu ditimbang

Dimasukkan ke dalam oven selama 5 jam pada suhu 105°C lalu

didinginkan dalam desikator selama 0.5 jam. kemudian ditimbang

Masukkan kembali bahan tersebut ke dalam oven sampai tercapai berat

yang konstan (Z). Selisih antara penimbangan berturut-turut ≤ 0.2 gram

Kehilangan berat tersebut dihitung sebagai presentase kadar air dan

dihitung dengan rumus :

Kadar air =

1.2 Analisa Rendemen (Hartanti. dkk. 2003)

Hasil ekstraksi ditimbang dalam wadah yang sudah diketahui beratnya

Rendemen dihitung berdasarkan berat kering bahan

Rendemen = x 100%

1.3 Analisa Aktivitas Antioksidan Metode DPPH IC50 (Molyneux. 2004 ;

Pinela et al.. 2012)

Pertama yang dilakukan yaitu menguji absorbansi larutan blanko yaitu

dengan tahapan :

Diambil 3 ml pelarut methanol kemudian direaksikan dengan 1 ml larutan

DPPH 0.2 mM dalam methanol

Divortex hingga homogeny

Didiamkan selama 30 menit pada ruangan gelap

Diukur absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang 517 nm.

Prosedur analisa aktivitas antioksidan metode DPPH IC50 adalah :

Sampel di timbang sebanyak 0.005 gram

Dilarutkan dengan akuades sampai volume mencapai 10 ml

Diencerkan hingga mencapai konsentrasi 100. 200. 300. 400. dan 500 ppm

73

Diambil 3 ml sampel pada tiap konsentrasi kemudian direaksikan dengan 1

ml larutan DPPH 0.2 mM dalam methanol

Divortex hingga homogen

Didiamkan selama 30 menit pada ruangan gelap

Diukur absorbansi menggunakan spektofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang 517 nm. Aktivitas antioksidan masing-masing sampel pada tiap

pengenceran dinyatakan dengan presentase penghambatan radikal bebas

yang dihitung dengan rumus :

%Antikosidan = x 100%

Keterangan :

%Antioksidan = Kemampuan antioksidan meredam radikal bebas (%)

Absorbansi blanko = Nilai absorbansi larutan blanko

Absorbansi sampel = nilai absorbansi larutan sampel

Kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi sampel (x) dan %

aktivitas antioksidan (y). Selanjutnya dihitung persamaan regresi dan R2. Akan

diperoleh persamaan y = ax + b. dimana :

Y = 50 (Ketepatan)

X = IC50 (mg/ml)

1.4 Analisa Total Fenol (Modifikasi Sharma, 2011)

Pertama yang dilakukan adalah membuat kurva standar asam galat.

Prosedur pembuatan kurva standar asam galat adalah :

Dibuat larutan asam galam stok 100 ppm

Diencerkan hingga diperoleh larutan asam galat 0. 2. 4. 6. 8. 10. 20. 40 (0

ppm digunakan sebagai blanko)

Diambil 0.5 ml tiap konsentrasi larutan asam galat. dimasukkan kedalam

tabung reaksi

Ditambahkan 2.5 ml reagen Follin Ciocelteau kemudian diinkubasi 5 menit

Ditambahkan 2 ml larutan Na2CO3 7.5 % dan divortex

Diinkubasi selama 30 menit suhu ruang dalam kondisi gelap

Diukur absorbansi pada panjang gelombang (ʎ) 765 nm

74

Dibuat kurva standar asam galat dengan x = konsentrasi larutan asam galat

dan y = absorbansi. kemudian dihitung persamaan regresi dan R2

Selanjutnya dilakukan analisa total fenol pada sampel. Prosedur analisa total

fenol adalah :

Ditimbang 0.025 gram sampel kemudian dilarutkan dengan pelarut pada labu

ukur 5 ml

Diambil 0.5 ml sampel. dimasukkan kedalam tabung reaksi

Ditambahkan 2.5 ml reagen Follin Ciocelteau kemudian diinkubasi 5 menit

Ditambahkan 2 ml larutan Na2CO3 7.5% dan divortex

Diinkubasi selama 30 menit suhu ruang dalam kondisi gelap

Diukur absorbansi pada panjang gelombang (ʎ) 765 nm

Dikalibrasikan dengan kurva standar asam galat untuk didapatkan total fenol

dalam µg GAE/g

Dihitung total fenol dalam µg GAE/g dengan persamaan

C =

Keterangan :

C = Kadar total fenol (µg/g)

CGAE = Kadar total fenol dalam bentuk ekuivalen asam galat (µg/ml)

V = Volume ekstrak yang dihasilkan (ml)

G = Massa bahan (g)

1.5 Total Antosianin Metode pH Diferensial (Giusti dan Wrolstad, 2001)

a. Pembuatan larutan buffer pH 1,0 dan pH 4,5

Untuk membuat larutan buffer pH 1,0 digunakan KCl 0,2 M sebanyak 14,9

g dicampur dengan 1000 ml air suling (akuades) sebagai larutan A.

Selanjutnya, digunakan HCl 0,2 M sebagai larutan B. Kemudian diambil

50 ml larutan A dan diambil 97 ml larutan B yang selanjutnya diencerkan

sampai 200 ml. Hasil dari larutan tersebut diatur pHnya hingga

mencapai 1 dengan menggunakan HCl pekat.

Untuk larutan buffer pH 4,5 digunakan asam asetat 0,2 M sebanyak 11,55

ml dicampur dengan 1000 ml air suling (akuades) sebagai larutan A.

Selanjutnya digunakan CH3CO2Na.3H2O 0,2 M sebanyak 16,49 g

dicampur dengan 1000 ml air suling (akuades) sebagai larutan B.

75

Kemudian diambil 28 ml larutan A dan diambil dari larutan tersebut

diatur pHnya hingga mencapai 4,5 dengan menggunakan HCL pekat.

b. Pengukuran dan perhitungan konsentrasi antosianin total

Sampel dihancurkan dan ditimbang 20 g lalu dimasukkan labu ukur 100

ml, diekstrak dengan menambahkan pelarut HCl 1% dalam methanol

sampai tanda batas. Setelah dihomogenkan, didiamkan selama 4 jam

dan disaring dengan kertas saring halus sampai dihasilkan filtrat. Filtrat

disentrifuse 10 menit pada 3850 rpm.

Hasil filtrat dipipet sebanyak 1 ml lalu dimasukkan labu ukur 10 ml.

Kemudian diencerkan dengan larutan buffer pH 1,0 sampai tanda batas.

Diukur absorbansi dari setiap larutan panjang gelombang maksimal dan

700 nm diukur dengan akuades sebagai blankonya. Faktor pengenceran

yang tepat untuk sampel harus ditentukan terlebih dahulu dengan cara

melarutkan sampel dengan buffer Kcl pH 1 hingga diperoleh absorbansi

yang tepat pada panjang gelombang maksimal yang diperoleh.

Selanjutnya, diambil 1 ml larutan hasil preparasi yang dimasukkan dalam

labu ukur 10 ml dan diencerkan dengan larutan buffer pH 4,5 sampai

tanda batas. Absorbansi dari setiap larutan pada panjang gelombang

maksimal dan 700 nm diukur dengan akuades sebagai blankonya.

Panjang gelombang maksimal adalah panjang gelombang maksimum

untuk sianidin-3-glukosida sedangkan panjang gelombang 700 nm untuk

mengkoreksi endapan yang masih terdapat pada sampel. Jika sampel

benar-benar jernih maka absorbansi pada 700 nm adalah 0.

Absorbansi dari sampel yang telah dilarutkan (A) ditentukan dengan

rumus :

A = [(Amaks – A700) pH 1,0 – (Amaks – A700)pH 4,5]

Kandungan pigmen antosianin pada sampel dihitung dengan rumus :

Kandungan antosianin (mg/100g) = (A x MW x DF x 1000) / (ε x 1)

Keterangan :

A = Absorbansi

MW = Berat molekul (dinyatakan sebagai cyanidin-3-glucoside) 449,2

DF = Faktor Pengenceran

76

ε = Koefisien absorptivitas molar = 26900 (dinyatakan sebagai

cyanidin-3glucoside)

77

Lampiran 2 Hasil Respon Berdasarkan Penelitian Pribadi

Lampiran 2.1 Data Ulangan Respon Rendemen

Lampiran 2.2 Data Ulangan Respon Total Fenol

Sampel Total Fenol Rerata STDEV CV

1 2 3

45° 10” 14,57 13,77 14,79 14,38 0,54 3,73

65° 10” 15,90 15,53 16,66 16,04 0,58 3,59

45° 30” 14,04 14,58 13,70 14,11 0,44 3,15

65° 30” 15,98 15,53 16,66 16,06 0,57 3,54

40° 20” 13,24 14,94 13,25 13,81 0,98 7,09

70° 20” 13,92 13,22 14,71 13,95 0,75 5,34

55° 5” 15,95 16,46 16,64 16,35 0,36 2,19

55° 35” 15,19 14,60 16,02 15,27 0,71 4,67

55° 20” (1) 16,67 16,15 17,80 16,87 0,84 4,99

55° 20” (2) 19,77 19,31 17,37 18,82 1,27 6,77

55° 20” (3) 16,79 16,90 16,90 16,86 0,06 0,38

55° 20” (4) 15,81 16,64 16,32 16,26 0,42 2,57

55° 20” (5) 16,05 16,35 15,88 16,20 0,23 1,45

Sampel Rendemen

Rerata STDEV CV 1 2 3

45° 10” 13,15 13,00 12,80 12,96 0,18 1,35

65° 10” 13,80 13,70 13,50 13,67 0,15 1,12

45° 30” 12,70 12,50 12,90 12,70 0,20 1,57

65° 30” 12,40 12,50 13,00 12,63 0,32 2,54

40° 20” 11,80 11,70 12,00 11,83 0,15 1,29

70° 20” 12,80 12,40 12,05 12,42 0,38 3,02

55° 5” 15,60 15,50 15,30 15,47 0,15 0,99

55° 35” 14,30 14,20 13,80 14,10 026 1,88

55° 20” (1) 17,70 17,85 18,15 17,90 0,23 1,28

55° 20” (2) 18,45 18,00 18,25 18,23 0,23 1,24

55° 20” (3) 17,05 16,50 17,50 17,01 0,50 2,94

55° 20” (4) 17,10 17,25 17,00 17,11 0,13 0,74

55° 20” (5) 17,30 17,60 17,45 17,45 0,15 0,86

78

Lampiran 2.3 Data Ulangan Respon Aktivitas Antioksidan IC50

Sampel Aktivitas Antioksidan Rerata STDEV CV

1 2 3

45° 10” 47,28 45,72 47,18 46,73 0,87 1,87

65° 10” 42,90 43,22 43,09 43,07 0,16 0,37

45° 30” 47,99 48,16 48,40 48,18 0,21 0,43

65° 30” 42,57 43,50 42,93 43,00 0,47 1,09

40° 20” 59,60 59,55 59,62 59,59 0,04 0,06

70° 20” 50,48 50,34 50,42 50,41 0,07 0,14

55° 5” 44,17 44,39 44,27 44,28 0,11 0,24

55° 35” 44,42 44,64 44,58 44,55 0,11 0,25

55° 20” (1) 37,13 36,39 36,93 36,81 0,38 1,04

55° 20” (2) 35,32 35,88 35,49 35,57 0,29 0,80

55° 20” (3) 37,90 38,20 38,01 38,04 0,15 0,39

55° 20” (4) 38,72 39,34 38,95 39,00 0,31 0,80

55° 20” (5) 40,12 40,20 40,22 40,18 0,05 0,13

79

Lampiran 3 Hasil Analisa Data dengan RSM (Design Expert 7.1.5)

Lampiran 3.1 Input Data pada RSM

Lampiran 3.2 Design Summary

80

Lampiran 3.3 Fit Summary Analysis (Sequential Model Sum of Squares)

terhadap Respon Rendemen

Lampiran 3.4 Fit Summary Analysis (Lack of Fit Test) terhadap Respon

Rendemen

Lampiran 3.5 Fit Summary Analysis (Model Summary Statistic) terhadap

Respon Rendemen

81

Lampiran 3.6 Analisa Ragam ANOVA terhadap Respon Rendemen

Lampiran 3.7 Final Equation In Term terhadap Respon Rendemen

Lampiran 3.8 Diagnostics Normal Plot Residual terhadap Respon

Rendemen

82

Lampiran 3.9 Model Graph terhadap Respon Rendemen

83

Lampiran 3.10 Fit Summary Analysis (Sequential Model Sum of Squares)

terhadap Respon Total Fenol

Lampiran 3.11 Fit Summary Analysis (Lack of Fit Test) terhadap Respon

Total Fenol

Lampiran 3.12 Fit Summary Analysis (Model Summary Statistic) terhadap

Respon Total Fenol

84

Lampiran 3.13 Analisa Ragam ANOVA terhadap Respon Total Fenol

Lampiran 3.14 Final Equation In Terms terhadap Respon Total Fenol

Lampiran 3.15 Diagnostics Normal Plot Residual terhadap Respon Total

Fenol

85

Lampiran 3.16 Model Graph terhadap Respon Total Fenol

86

Lampiran 3.17 Fit Summary Analysis (Sequential Model Sum of Squares)

terhadap Respon Aktivitas Antioksidan

Lampiran 3.18 Fit Summary Analysis (Lack of Fit Test) terhadap Respon

Aktivitas Antioksidan

Lampiran 3.19 Fit Summary Analysis (Model Summary Statistic) terhadap

Respon Aktivitas Antioksidan

87

Lampiran 3.20 Analisa Ragam ANOVA terhadap Respon Aktivitas

Antioksidan IC50

Lampiran 3.21 Final Equation In Terms terhadap Respon Aktivitas

Antioksidan IC50

Lampiran 3.22 Diagnostics Normal Plot Residual terhadap Respon Aktivitas

Antioksidan IC50

88

Lampiran 3.23 Model Graph terhadap Respon Aktivitas Antioksidan IC50

89

Lampiran 4 Hasil Verifikasi dan Karakterisasi Senyawa Fenol dari Ekstrak

Kulit Kentang Hitam yang Optimum

Lampiran 4.1 Hasil Verifikasi Rendemen

SAMPEL

ULANGAN 1 18,30

ULANGAN 2 17,95

ULANGAN 3 18,75

RATA-RATA 18,33

STDEV 0,404

CV 2,187

Lampiran 4.2 Hasil Verifikasi Total Fenol

SAMPEL

ULANGAN 1 17.67

ULANGAN 2 17.95

ULANGAN 3 17.09

RATA-RATA 17.57

STDEV 0,438

CV 2,496

Lampiran 4.3 Hasil Verifikasi Aktivitas Antioksidan IC50

SAMPEL

ULANGAN 1 37.54

ULANGAN 2 36.82

ULANGAN 3 36.89

RATA-RATA 37.08

STDEV 0,397

CV 1,070

90

Lampiran 5 Dokumentasi Gambar

91

92