OPTIMASI EKSTRAKSI SENYAWA FENOL DARI KULIT KENTANG HITAM
(Solenostemon rotundifolius) DENGAN METODE ULTRASONIC BATH
TERHADAP RENDEMEN, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM)
SKRIPSI
Oleh :
Fitya Aidatush Shofa
NIM 155100107111032
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
OPTIMASI EKSTRAKSI SENYAWA FENOL DARI KULIT KENTANG HITAM
(Solenostemon rotundifolius) DENGAN METODE ULTRASONIC BATH
TERHADAP RENDEMEN, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM)
SKRIPSI
Oleh :
Fitya Aidatush Shofa
NIM 155100107111032
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Fitya Aidatush Shofa,
dilahirkan di Lamongan Provinsi Jawa Timur pada
tanggal 24 Januari 1998. Penulis merupakan anak
tunggal dari ayah bernama Rusnan dan ibu bernama
Fauziyah. Alamat penulis selama di Malang bertempat di
Jalan MT Haryono no. 79, Lowokwaru, Malang.
Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di MI
Muhammadiyah 03 Takerharjo, Lamongan pada ahun 2003-2009. Pada Tahun
2009 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di MTs
Muhammadiyah 07 Takerharjo, Lamongan dan tamat sekolah pada tahun 2012,
kemudian melanjutkan pendidikan lagi ke Sekolah Tingkat Atas di SMAN 2
Lamongan dan tamat sekolah pada tahun 2015. Pada Tahun 2015-2019, penulis
telah menyelesaikan pendidikan Sarjana di Universitas Brawijaya Malang,
Fakultas Teknologi Pertanian dengan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Progam
Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Judul skripsi yang telah digunakan oleh
penulis yaitu “Optimasi Ekstraksi Senyawa Fenol dari Kulit Kentang Hitam
(Solenostemon rotundifolius) dengan Metode Ultrasonik Bath terhadap
Rendemen, Total Fenol, dan Aktivitas Antioksidan Menggunakan Response
Surface Methodology (RSM)”. Pada masa perkuliahan penulis telah mengikuti
kepanitiaan OSPEK Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya
dan juga berbagai seminar di tingkat Jurusan maupun Fakultas.
vii
Fitya Aidatush Shofa. 155100107111032. Optimasi Ekstraksi Senyawa Fenol
dari Kulit Kentang Hitam (Solenostemon Rotundifolius) dengan Metode
Ultrasonic Bath terhadap Rendemen, Total Fenol, dan Aktivitas Antioksidan
Menggunakan Response Surface Methodology (RSM). SKRIPSI.
Pembimbing : Dr. Widya Dwi R. P., STP., MP.
RINGKASAN
Kentang Hitam (Solenostemon Rotundifolius) termasuk jenis sayuran
berbentuk umbi. Produktivitasnya di Indonesia baru mencapai 5-15 ton per
hektar. Kentang hitam memiliki kandungan saponin, flavonoida, dan polifenol.
Senyawa flavonoid pada kentang hitam termasuk senyawa fenolik alam yang
potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat.
Kandungan senyawa fenol pada kulit kentang hitam empat kali lebih tinggi
daripada daging umbinya. Kulit kentang hitam memiliki senyawa bioaktif yang
jauh lebih tinggi daripada kentang yang lainnya, sehingga senyawa-senyawa
tersebut dapat dipisahkan melalui proses ektraksi.
Penelitian ini menggunakan metode ultrasonik bath untuk mengesktrak
kulit kentang hitam serta bertujuan untuk mengetahui suhu dan waktu lama
ekstraksi yang optimum untuk didapatkan ekstrak kulit kentang hitam
(Solenostemon Rotundifolius) dengan rendemen, total fenol dan aktivitas
antioksidan. Rancangan penelitian ini menggunakan Response Surface
Methodoology (RSM) dengan rancangan Central Composite Design (CCD)
melalui software Design Expert 7.1.5 dengan menggunakan dua faktor. Faktor 1
(suhu yang terdiri dari 3 level yaitu, 45°C, 55°C, 65°C) dan faktor 2 (waktu
ekstraksi yang terdiri dari 3 level yaitu, 10 menit, 20 menit, 30 menit). Dengan 3
kali ulangan sehingga diperoleh 39 satuan percobaan. Hasil optimum akan
diverifikasi kembali dengan hasil uji T dimana tidak ada perbedaan signifikan
(p>0,05) dengan hasil prediksi. Hasil dari respon yang telah dioptimasi adalah
rendemen (%) 18,33 ± 0,40, total fenol (mg GAE/g) 17,57 ± 0,43 dan aktivitas
antioksidan IC50 (ppm) 37,08 ± 0,39.
Kata Kunci : Optimasi, Kulit Kentang Hitam,Fenol, Ultrasonik Bath, RSM, CCD
viii
Fitya Aidatush Shofa. 155100107111032. Extraction Optimization of Phenol
Compound from Black Potato Skin (Solenostemon Rotundifolius) by the
Ultrasonic Bath Method Against the Yields, Total Phenols, and Antioxidant
Activity Using Response Surface Methodology (RSM). Thesis. Advisor: Dr.
Widya Dwi R. P., STP., MP.
SUMMARY
The black potato (Solenostemon rotundifolius) is categorized as a type of
vegetables in the form of tubers. Its productivity in Indonesia has only reached 5-
15 tons per hectare. Black potatoes contain saponins, flavonoids and
polyphenols. Flavonoid compounds found in black potatoes include natural
phenolic compounds that have the potential as antioxidants and have bioactivity
as a drug. The total phenolic content in black potato skin is four times higher than
the flesh. Black potato skin has a much higher bioactive compound than other
types of potato skin, so that these compounds can be separated by extraction.
This study used the ultrasonic bath method to extract the black potato
skin and aims to determine the optimum temperature and extraction time to
obtain the black potato skin extract (Solenostemon rotundifolius) with yield, total
phenol and antioxidant activity. The design of this study used Response Surface
Methodology (RSM) with the design of Central Composite Design (CCD) through
Design Expert 7.1.5 software by using two factors. Factor 1 (the temperature
consists of 3 levels namely, 45°C, 55°C, 65°C) and Factor 2 (the extraction time
consists of 3 levels namely, 10 minutes, 20 minutes, 30 minutes). In order to
obtain 39 experimental units, 3 replications were used. The optimum results were
verified again with the T-test results where there was no significant difference (p>
0,05) with the prediction results. The results of the responses that have been
optimized were yield (%) 18.33 ± 0.40, total phenol (mg GAE/g) 17.57 ± 0.43 and
antioxidant activity IC50 (ppm) 37,08 ± 0.39.
Keywords: Optimization, Black Potato Skin, Phenol, Ultrasonic Bath, RSM, CCD
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
atas segala rahmat dan hidayah-Nya, hingga penyusun dapat menyelesaikan
penelitian ini yang berjudul “Optimasi Ekstraksi Senyawa Fenol dari Kulit Kentang
Hitam (Solenostemon rotudinfolius) dengan Metode Ultrasonik Bath terhadap
Rendemen, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan menggunakan Response
Surface Methodology (RSM)”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penulisan
laporan :
1. Kedua Orang tua (Ayah Rusnan dan Ibu Fauziyah) dan segenap keluarga
yang telah memberi dukungan moril
2. Dr. Widya Dwi R. P., STP., MP. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan
bimbingan bagi penulis
3. Dr. Widya Dwi R. P., STP., MP. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, Universitas Brawijaya
4. Power Ranger (Firdausa, Salma dan Ardin) terkecuali untuk Firdausa Arvyanti
selaku teman sesama dosen pembimbing dan seproyek untuk saran,
masukan, dan motivasinya
5. Intan, Fania, Izza, Ayu, Zety, Rani, Rania, dan teman-teman lainnya yang
memberikan dukungan dan semangat selama penyusunan laporan penelitian
6. Serta kepada semua pihak yang telah membantu sehingga laporan ini dapat
diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan untuk perbaikan
dikedepannya. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak yang memerlukan.
Malang, 24 Juli 2019
Fitya Aidatush Shofa
x
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………………….... ..... iii
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………………..…..iv
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ………………………………………..v
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………………………vi
RINGKASAN ..................................................................................................... vii
SUMMARY ....................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
1.5 Hipotesa ................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
2.1 Kentang Hitam.......................................................................................... 4
2.2 Radikal Bebas .......................................................................................... 7
2.3 Antioksidan ............................................................................................... 8
2.3.1 Pengertian Antioksidan ................................................................. 8
2.3.2 Klasifikasi Antioksidan ................................................................... 9
2.3.3 Jenis Antioksidan Alami .............................................................. 10
2.3.4 Mekanisme Kerja Antioksidan ………………………….....……….13
2.4 Pengujian Aktivitas Antioksidan .............................................................. 14
2.4.1 DPPH .......................................................................................... 14
2.4.2 Total Fenol .................................................................................. 15
2.5 Ekstraksi................................................................................................. 16
2.5.1 Pengertian Ekstraksi ................................................................... 16
2.5.2 Ekstraksi Metode Ultrasonic Bath................................................ 17
xi
2.5.3 Kelebihan Menggunakan Gelombang Ultrasonic ......................... 18
2.6 Pelarut yang Digunakan ......................................................................... 18
2.6.1 Etanol ......................................................................................... 18
2.6.2 Asam Sitrat ................................................................................. 20
2.7 RSM (Response Surface Methodology) ................................................. 21
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 23
3.1 Tempat dan waktu penelitian .................................................................. 23
3.1.1 Tempat Penelitian ....................................................................... 23
3.1.2 Waktu Penelitian ......................................................................... 23
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 23
3.2.1 Alat ............................................................................................. 23
3.2.2 Bahan ......................................................................................... 23
3.3 Metode Penelitian ................................................................................... 23
3.4 Verifikasi................................................................................................. 25
3.5 Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... 25
3.5.1 Penelitian Pendahuluan .............................................................. 25
3.5.2 Penelitian Utama ......................................................................... 26
3.6 Pengamatan ........................................................................................... 27
3.6.1 Pengamatan dan Analisis Bahan Baku ....................................... 27
3.6.2 Pengamatan dan Analisis Respon Optimasi ............................... 27
3.7 Analisa Data ……………………………………………………………………28
3.8 Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 29
3.8.1 Diagram alir pembuatan bubuk kulit kentang hitam ..................... 29
3.8.2 Diagram alir pembuatan ekstrak kulit kentang hitam ................... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 31
4.1 Karakteristik Bahan Baku ....................................................................... 31
4.2 Optimasi Proses Ekstraksi Senyawa Fenol dari Kulit Kentang Hitam ..... 32
4.2.1 Rendemen Ekstrak Kulit Kentang Hitam ..................................... 34
4.2.2 Total Fenol Ekstrak Kulit Kentang Hitam ..................................... 41
4.2.3 Aktivitas Antioksidan IC50 Ekstrak Kulit Kentang Hitam ............... 48
4.3 Solusi Optimasi dari Design Expert Respon Rendemen, Total Fenol
dan Aktivitas Antioksidan ........................................................................ 55
4.4 Verifikasi Titik Optimum .......................................................................... 56
xii
4.5 Karakteristik Ekstrak Kulit Kentang Hitam terhadap Senyawa Fenol
Hasil Optimasi ........................................................................................ 58
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 61
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 61
5.2 Saran ..................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kandungan kimia kentang hitam per 100 gram .................................... 5
Tabel 2.2 Nilai Konstanta Dielektrik beberapa Pelarut ……………………………20
Tabel 2.3 Sifat-sifat kimia asam sitrat ................................................................ 21
Tabel 3.1 Input numeric factors (suhu dan lama waktu ekstraksi) ...................... 24
Tabel 3.2 Input responses (Rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan) .... 24
Tabel 3.3 Jumlah Kombinasi .............................................................................. 25
Tabel 4.1 Karakteristik Bahan Baku ................................................................... 31
Tabel 4.2 Rancangan Optimasi Proses Ektraksi Senyawa Fenol Kulit Kentang
Hitam ............................................................................................... 33
Tabel 4.3 Hasil Respon Optimasi Proses Ekstraksi Kulit Kentang Hitam terhadap
Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi ....................................................... 33
Tabel 4.4 Hasil Analisa Ragam ANOVA ............................................................ 36
Tabel 4.5 Koefisien Keragaman Parameter ....................................................... 36
Tabel 4.6 Hasil Analisa Ragam ANOVA ............................................................ 43
Tabel 4.7 Koefisien Keragaman Parameter ....................................................... 43
Tabel 4.8 Analisis Ragam ANOVA ..................................................................... 50
Tabel 4.9 Koefisien Keragaman Parameter ....................................................... 50
Tabel 4. 10 Kriteria Variabel dan Respon yang Diinginkan ................................ 55
Tabel 4.11 Solusi Titik Optimum Ekstraksi terhadap Respon Rendemen, Total
Fenol dan Aktivitas Antioksidan IC50 ................................................ 56
Tabel 4.12 Point Prediction Hasil Optimum Ekstrak Kulit Kentang Hitam dengan
Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi ..................................................... 56
Tabel 4.13 Point Prediction Hasil Optimum Ekstrak Kulit Kentang Hitam terhadap
Respon Rendemen, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan IC50 ....... 57
Tabel 4.14 Hasil Verifikasi Ekstrak Kulit Kentang Hitam terhadap Respon
Rendemen, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan IC50 .................. 57
Tabel 4.15 Hasil Karakterisasi Hasil Optimasi Ekstrak Kulit Kentang Hitam
(Solenostemon Rotundifolius) terhadap Senyawa Fenol ............... 58
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kentang Hitam ................................................................................ 5
Gambar 2.2 Bunga Tanaman Kentang Hitam ...................................................... 5
Gambar 2.3 Struktur Kimia Vitamin C ............................................................... 10
Gambar 2.4 Struktur Kimia Flavonoid ............................................................... 11
Gambar 2.5 Struktur Kimia Polifenol ................................................................. 12
Gambar 2.6 Stuktur Kimia Vitamin E ................................................................. 12
Gambar 2.7 Reaksi Penghambatan Radikal DPPH .......................................... 14
Gambar 2.8 Ultrasonic Bath .............................................................................. 17
Gambar 2.9 Struktur Kimia Etanol …………………………………………………..19
Gambar 2.10 Struktur Kimia Asam Sitrat .......................................................... 20
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Bubuk Kulit Kentang Hitam ..................... 29
Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Kulit Kentang Hitam ................... 30
Gambar 4.1 Kurva Plot of Residual terhadap Respon Rendemen ..................... 38
Gambar 4.2 Grafik Contour Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu
Ekstraksi ..................................................................................... 39
Gambar 4.3 Grafik 3D Surface Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu
Ekstraksi ....................................................................................... 39
Gambar 4.4 Kurva Plot of Residual terhadap Respon Total Fenol ..................... 45
Gambar 4.5 Grafik Contour Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu
Ekstraksi ..................................................................................... 46
Gambar 4.6 Grafik 3D Surface Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu
Ekstraksi ....................................................................................... 46
Gambar 4.7 Kurva Plot of Residual terhadap Respon Aktivitas Antioksidan ...... 52
Gambar 4.8 Grafik Contour Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu
Ekstraksi ..................................................................................... 53
Gambar 4.9 Grafik 3D Surface Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu
Ekstraksi ....................................................................................... 53
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Prosedur Analisa ............................................................................. 72
Lampiran 2 Hasil Respon Berdasarkan Penelitian Pribadi ................................. 77
Lampiran 3 Hasil Analisa Data dengan RSM (Design Expert 7.1.5) ................... 79
Lampiran 4 Hasil Verifikasi dan Karakterisasi Senyawa Fenol dari Ekstrak Kulit
Kentang Hitam yang Optimum ......................................................... 89
Lampiran 5 Dokumentasi Gambar ..................................................................... 90
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kentang Hitam (Solenostemon Rotundifolius) termasuk jenis sayuran
berbentuk umbi yang potensial sebagai sumber pangan alternatif.
Produktivitasnya di Indonesia mencapai 5-15 ton per hektar (Nkansah, 2004).
Pada umumnya kentang hitam hanya dikukus untuk dikonsumsi atau terkadang
dicampur dalam sayuran sehingga terdapat bagian yang terbuang menjadi
limbah seperti kulit. Oleh karena itu, pemanfaatan kulit kentang hitam perlu
ditingkatkan karena kulit kentang hitam memiliki senyawa bioaktif yang jauh lebih
tinggi daripada kentang yang lainnya.
Kulit kentang hitam memiliki kandungan fenol dan flavonoid (Nugraheni,
2010). Senyawa fenol pada kulit kentang hitam dapat berpotensi sebagai
antioksidan yang sangat tinggi dibandingkan dengan umbinya. Menurut
Nugraheni (2013), bahwa korelasi aktivitas antioksidan selular ekstrak etanol kulit
kentang hitam dan antipoliferasi adalah 0,98 sedangkan pada umbi hanya 0,93.
Kandungan senyawa pada kulit kentang hitam empat kali lebih tinggi daripada
daging umbinya. Selain senyawa polifenol, kulit kentang hitam juga mengandung
pigmen antosianin yaitu warna ungu kehitaman sebagai sumber antioksidan.
Antosianin merupakan senyawa golongan polifenol yang berpotensi sebagai
antioksidan alami. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menetralkan
radikal bebas dengan cara menerima atau mendonorkan satu elektron untuk
menghilangkan kondisi " elektron tidak berpasangan" (Muchtadi, 2013). Fungsi
dari antioksidan alami tersebut sebagai penetral radikal bebas sehingga tubuh
terlindungi dari berbagai macam penyakit degeneratif dan kanker. Fungsi lain
dari antioksidan alami yaitu menekan proses penuaan/ antiaging (Tapan, 2005).
Dengan demikian senyawa fenol sangat dibutuhkan karena jumlah senyawa
fenol pada kulit kentang hitam lebih tinggi dibandingkan dengan kentang kuning
sebesar 1,47 mg GAE/g (Lewis, 1996).
Senyawa bioaktif dalam kulit kentang hitam dapat dipisahkan melalui proses
ektraksi. Pemilihan metode ekstraksi sangat penting dilakukan karena hasil
ekstraksi akan mencerminkan tingkat keberhasilan metode tersebut (Abubecker,
2013). Metode konvensional memiliki kekurangan karena membutuhkan waktu
ekstraksi yang lama, membutuhkan banyak pelarut serta hasil ekstrak yang
didapatkan kurang maksimal. Optimasi ekstraksi kulit kentang hitam dapat
2
dilakukan dengan metode ekstraksi ultrasonik. Metode ultrasonik menggunakan
gelombang ultrasonik yaitu gelombang akustik dengan frekuensi lebih besar dari
16-20 kHz. Salah satu kelebihan metode ekstraksi ultrasonik adalah untuk
mempercepat proses ekstraksi, dibandingkan dengan ekstraksi termal atau
ekstraksi konvensional (Zou, 2014).
Ultrasonik juga dapat menurunkan suhu ekstraksi sehingga sesuai untuk
diterapkan pada ekstraksi senyawa bioaktif yang tidak tahan panas (Zou, 2014).
Senyawa yang terdapat dalam kulit kentang hitam merupakan senyawa yang
tidak tahan panas pada suhu >60oC sehingga dapat mengalami perubahan
struktur. Menurut penelitian Razak (2009) mengenai lama waktu ekstraksi akar
gingseng dengan menggunakan ultrasonik optimum pada waktu 15 menit dan
pada penelitian Rupasinghe (2011) juga menyatakan bahwa ekstraksi buah apel
waktu optimum pada waktu 15 menit. Oleh karena itu suhu dan waktu yang
digunakan sebagai faktor untuk ekstraksi sangat sesuai dengan metode
ultrasonik.
Penelitian Handayani (2016) mengenai ekstraksi antioksidan daun sirsak
dengan menggunakan ultrasonic bath didapatkan perlakuan terbaik yaitu suhu
45oC dan waktu 20 menit dengan hasil rendemen sebesar 11,72%, kandungan
total fenol 15213.33 ppm, kadar flavonoid 45843 ppm dan aktivitas antioksidan
78,14%. Selain itu, Tambun (2016) menyatakan bahwa kadar fenol tertinggi
sekitar 4,5% diperoleh pada ekstraksi lengkuas merah dalam waktu 9 jam
dengan kondisi suhu 60⁰C. Sedangkan menurut Hartuti (2013), kondisi yang
optimum ekstraksi oleoresin jahe menggunakan ultrasonik diperoleh dengan
suhu 46oC selama 129 menit.
Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mendapatkan
suhu dan lama waktu ekstraksi yang optimum pada ekstraksi senyawa fenol dari
kulit kentang hitam dengan metode ultrasonic bath terhadap rendemen, total
fenol dan aktivitas antioksidan menggunakan response surface methodology
(RSM).
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1.2.1 Bagaimana suhu dan waktu yang optimal untuk ekstraksi senyawa fenol
dari kulit kentang hitam dengan metode ultrasonic bath terhadap
3
rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan yang terbaik menggunakan
response surface methodology (RSM) ?
1.2.2 Bagaimana karakteristik yang optimal untuk ekstraksi senyawa fenol dari
kulit kentang hitam dengan metode ultrasonic bath terhadap rendemen,
total fenol dan aktivitas antioksidan yang terbaik menggunakan response
surface methodology (RSM) ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.3.1 Untuk mendapatkan suhu dan waktu yang optimal pada ekstraksi senyawa
fenol dari kulit kentang hitam dengan metode ultrasonic bath terhadap
rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan yang terbaik menggunakan
response surface methodology (RSM)
1.3.2 Untuk mendapatkan karakteristik yang optimal pada ekstraksi senyawa
fenol dari kulit kentang hitam dengan metode ultrasonic bath terhadap
rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan yang terbaik menggunakan
response surface methodology (RSM)
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini meliputi:
1.4.1 Meningkatkan pengetahuan atau nilai tambah tentang kulit kentang hitam
sebagai sumber antioksidan alami
1.4.2 Sebagai informasi mengenai kondisi (suhu dan waktu ekstraksi) yang
optimal untuk ekstraksi senyawa fenol dari kulit kentang hitam dengan
metode ultrasonic bath terhadap rendemen, total fenol dan aktivitas
antioksidan menggunakan response surface methodology (RSM) yang
terbaik
1.5 Hipotesa
Hipotesa penelitian ini adalah:
1.5.1 Diduga suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh pada proses ekstraksi
senyawa fenol dari kulit kentang hitam dengan metode ultrasonic bath
menghasilkan rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan yang tinggi
dan yang terbaik
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kentang Hitam
Kentang hitam merupakan salah satu jenis umbi yang telah tumbuh di
Indonesia. Kentang hitam dapat ditemukan di daerah Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Nusa Tenggara dan juga Maluku (Alamendah, 2014). Tanaman
kentang hitam tumbuh subur di negara-negara beriklim tropis dan sub-tropis. Di
Indonesia, tanaman ini umumnya ditanam pada bulan basah yaitu pada awal
musim penghujan, sehingga hanya tersedia pada musim tertentu (Ardani, 2010).
Taksonomi tanaman kentang hitam adalah sebagai berikut (Wikipedia, 2018) :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asteridae
Famili : Lamiaceae
Genus : Solenostemon
Spesies : Solenostemon Rotundifolius
Kentang hitam akan tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur serta
dengan drainase yang baik dan juga tumbuh pada ketinggian 40-1300 mdpl
(Suhardi, 2002). Kentang hitam pada dasarnya tumbuh toleran terhadap pada
suhu panas. Pada daerah dengan curah hujan 2500-33000 mm per tahun,
tanaman ini dapat bereproduksi dengan baik. Tanaman kentang hitam juga
cocok pada tanah dengan pH 4,9-5,7 (Silalahi, 2009). Umur panen dari kentang
hitam ini berkisar antara 6-7 bulan atau saat daunnya mulai menguning (Litbang
Jatim 2013).
Kentang hitam memiliki ukuran yang hanya dapat mencapai sebesar ibu
jari atau jempol kaki orang dewasa. Kentang hitam memiliki kulit yang berwarna
gelap yaitu ungu kehitaman namun daging buah memiliki warna yang putih.
Apabila dilakukan perebusan pada kentang hitam ini maka umbinya akan
berwarna kekuningan atau seperti warna cream. Daun pada kentang hitam
memiliki bentuk daun yang menyerupai daun nilam yaitu memiliki pinggiran dan
bunga yang berbentuk memanjang keatas berwarna ungu (Rahman, 2010).
5
Gambar 2.1 Kentang Hitam (Dokumentasi Pribadi, 2019)
Gambar 2.2 Bunga Tanaman Kentang Hitam (Wikipedia, 2018)
Kentang Hitam termasuk salah satu tanaman sayuran yang bermanfaat
sebagai sumber karbohidrat (Nugraheni et al., 2014). Enyiukuwu et al. (2014)
menyatakan bahwa kandungan karbohidrat dalam per 100 gram : kentang hitam
21 gram, kentang 17 gram, dan ubi jalar 20 gram. Hal ini membuktikan bahwa
kentang hitam mengandung karbohidrat yang relatif lebih tinggi sehingga dapat
dijadikan sumber pangan karbohidrat. Selain itu, Kentang Hitam juga termasuk
salah satu pangan fungsional. Kandungan kimia kentang hitam per 100 gram,
dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Kandungan kimia kentang hitam per 100 gram
Kandungan (Per 100 gram)
Energi (Kalori) 142 Air (g) 64 Protein (g) 0,9 Lemak (g) 0,4 Karbohidrat (g) 33,7 Kalsium (mg) 34 Fosfor (mg) 75 Besi (mg) 0,2 Thiamin (mg) 0,02 Vitamin C (mg) 38
Sumber : Persatuan Ahli Gizi Indonesia (2009)
6
Kentang jenis ini memiliki ketahanan terhadap hama penyakit yang lebih
baik dibandingkan dengan jenis kentang yang ditanam di dataran tinggi. Selain
sebagai sumber karbohidrat, hasil penelitian telah membuktikan bahwa umbi
kentang hitam mengandung antiproliferasi golongan triterpenic acid berupa
ursolic acid (UA) dan oleanolic acid (OA), dan paling banyak terkandung di dalam
kulitnya. Senyawa- senyawa tersebut termasuk senyawa antioksidan (Yang et
al., 2007). Ursolic acid dan oleanolic acid memiliki banyak efek farmakologis
penting yang hampir serupa karena struktur kimianya tidak jauh berbeda
(Janicsak et al., 2006). Beberapa penelitian memperlihatkan kemampuan ursolic
acid dan oleanolic acid dalam meredam radikal bebas (Ozgen et al., 2011;
Donfack et al., 2010). Ursolic acid dan oleanolic acid yang ditemukan lebih tinggi
pada kulit kentang hitam dibanding ekstrak etanol daging kentang hitam mampu
menurunkan terbentuknya SOR pada sel MCF-7 yang diinduksi PMA tergantung
pada konsentrasi ekstrak yang digunakan (Nugraheni et al., 2013). Kemampuan
menurunkan SOR diduga berkaitan dengan kandungan senyawa bioaktif dalam
kentang hitam, seperti asam ursolat dan asam oleanolat yang dapat bertindak
sebagai penangkap spesies oksigen reaktif.
Berdasarkan beberapa penelitian, kentang hitam dapat mencegah diabetes
mellitus dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh serta dapat mengatasi
berbagai penyakit (Nugraheni et al., 2014; Anbuselvi & Priya, 2013). Menurut
penelitian Moii et al (2010), menunjukkan bahwa ekstrak kentang hitam
mengandung fitosterol dan asam tripenoat (asam malsinat) dan mampu
menghambat ekspresi EBV early-antingen pada sel Raji. Asam malsinat memiliki
kemampuan untuk menekan ekspresi COX-2 dan menghambat Nf-kB dan
aktivasi AP-1 pada sel Raji (Hsum et al., 2011). Asam malsinat dan fitosterol
dapat meningkatkan aktivitas antioksidan selular baik enzimatis maupun non
enzimatis (Dekanski et al., 2009; Vivancos dan Moreno, 2006). Senyawa fenol
memiliki kemampuan untuk meningkatkan sistem pertahanan antioksidan
(Giovanni et al, 2008; Verma et al, 2009; O’Sullivan et al, 2011) sehingga mampu
mencegah oksidasi DCFH dan menurunkan pembentukan DCF fluoresen
(Salawu et al, 2011; Muanda et al, 2011).
Menurut Rahman (2010) menyatakan disamping manfaatnya sebagai
tanaman obat, kentang hitam juga memiliki prospek dan potensi untuk dijadikan
tepung. Pemilihan potensi tepung dari kentang hitam bisa diproses menjadi
bahan pangan untuk membuat mie, kue, roti, cookies, dan lain-lain. Selain itu,
7
tepung kentang hitam memiliki daya simpan yang lebih lama dibanding tepung
lainnya. Rice et al. (2011) berdasarkan penelitian hortikultur dan etnobotani dari
genus ini memungkinkan bahwa benar bila kentang hitam merupakan salah satu
plant for future.
2.2 Radikal Bebas
Radikal bebas (free radical) atau sering juga disebut reactive oxygen
species (ROS) berasal dari bahasa latin radicalis adalah bahan kimia yang dapat
berupa atom maupun molekul yang tidak memiliki elektron berpasangan pada
lapisan luarnya, termasuk dari atom hidrogen logam-logam transisi dan molekul
oksigen, dengan adanya atom yang tidak berpasangan ini menyebabkan radikal
bebas secara kimiawi menjadi sangat aktif (Halliwell, 2000). Sifat dari radikal
bebas adalah sangat reaktif dan memiliki waktu paruh yang sangat cepat.
Radikal bebas akan segera bereaksi dengan cepat dengan mengambil elektron
molekul disekitarnya.
Mekanisme terbentuknya radikal bebas dapat dimulai oleh banyak hal, baik
yang bersifat endogen maupun eksogen. Reaksi selanjutnya adalah peroksidasi
lipid membran dan sitosol yang mengakibatkan terjadinya serangkaian reduksi
asam lemak sehingga terjadi kerusakan membran dan organel sel. Peroksidasi
(autooksidasi) lipid bertanggung jawab tidak hanya pada kerusakan makanan,
tapi juga menyebabkan kerusakan jaringan in vivo karena dapat menyebabkan
kanker, penyakit inflamasi, aterosklerosis, dan penuaan. Efek merusak tersebut
akibat produksi radikal bebas (ROO•, RO•, OH•) pada proses pembentukan
peroksida dari asam lemak. Peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai yang
memberikan pasokan radikal bebas secara terus-menerus yang menginisiasi
peroksidasi lebih lanjut. Proses secara keseluruhan dapat digambarkan sebagai
berikut :
a. Inisiasi
ROOH + Logam (a) ROO• + Logam (a-1) + H+
X• + RH R• + XH
b. Propagasi
R• + O2 ROOH•
ROO• + RH ROOH + R•
c. Terminasi
ROO• + ROO• ROOR +O2
8
ROO• + R• ROOR
R• + R• RR
Dalam kimia organik, peroksida adalah suatu gugus fungsional dari sebuah
molekul organik yang mengandung ikatan tunggal oksigen-oksigen (R-O-O-R').
Jika salah satu dari R atau R' merupakan atom hidrogen, maka senyawa itu
disebut hidroperoksida (R-O-O-H).
Karena prekursor molekuler dari proses inisiasi adalah produk
hidroksiperoksida (ROOH), peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai yang
sangat berpotensi memiliki efek menghancurkan. Untuk mengontrol dan
mengurangi peroksidasi lipid, digunakan senyawa yang bersifat antioksidan.
Radikal bebas dapat dibentuk dari dalam sel oleh absorpsi tenaga radiasi
(misalnya sinar ultra violet, sinar X) atau dalam reaksi reduksi oksidasi yang
selama proses fisiologi normal atau mungkin berasal dari metabolisme enzimatik
bahan-bahan kimia eksogen. Tenaga radiasi dapat melisiskan air dan
melepaskan radikal seperti ion hidroksil dan H+. Radikal bebas lain ialah
superoksida yang berasal dari reduksi molekul oksigen. Oksigen secara normal
direduksi menjadi air, tetapi pada beberapa reaksi terutama yang menyangkut
xantin oksidase, O2 - dapat terbentuk.
Radikal bebas yang diproduksi dalam tubuh akan dinetralisir oleh
antioksidan yang ada dalam tubuh, namun jika kadar radikal bebas terlalu tinggi
maka antiokisidan tidak dapat menetralisirnya (Sharma, 2009). Radikal bebas
dapat merusak jaringan normal apabila jumlahnya terlalu banyak, akibatnya
seperti gangguan produksi DNA, lapisan lipid pada dinding sel, pembuluh darah,
produksi prostaglandin, kerusakan sel dan mengurangi kemampuan sel untuk
beradaptasi terhadap lingkungannya. Radikal bebas adalah bentuk radikal yang
sangat reaktif dan mempunyai waktu paruh yang sangat pendek. Jika radikal
bebas tidak diinaktivasi, reaktivitasnya dapat merusak seluruh tipe makromolekul
seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat.
2.3 Antioksidan
2.3.1 Pengertian Antioksidan
Antioksidan adalah suatu senyawa yang pada konsentrasi rendah secara
signifikan dapat menghambat atau mencegah oksidasi substrat dalam reaksi
rantai (Halliwell dan Whitemann, 2004; Leong dan Shui, 2002). Antioksidan dapat
melindungi sel-sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul tidak stabil yang
9
dikenal sebagai radikal bebas. Antioksidan dapat mendonorkan elektronnya
kepada molekul radikal bebas, sehingga dapat menstabilkan radikal bebas dan
menghentikan reaksi berantai. Contoh antioksidan antara lain β-karoten, likopen,
vitamin C, vitamin E (Sies, 1997).
Antioksidan dikelompokkan menjadi antioksidan enzim dan vitamin.
Antioksidan enzim meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase dan
glutathion peroxidases (GSH.Prx). Antioksidan vitamin meliputi alfa tokoferol
(vitamin E), beta karoten dan asam askorbat (vitamin C). Antioksidan vitamin
lebih populer sebagai antioksidan dibandingkan enzim. Antioksidan yang
termasuk ke dalam vitamin dan fitokimia disebut flavonoid. Flavonoid memiliki
kemampuan untuk meredam molekul tidak stabil yang disebut radikal bebas.
Para peneliti di the U.S. Department of Agriculture’s (USDA’s) Arkansas
Children’s Nutrition Center in Little Rock melakukan studi perbandingan antara
buah kiwi, anggur merah dan stroberi, hasil menunjukkan antioksidan dalam
buah kiwi adalah yang paling mudah dimetabolisme dan diserap ke dalam aliran
darah.
2.3.2 Klasifikasi Antioksidan
Antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu antioksidan
primer atau alami dan antioksidan sekunder atau sintetik
1. Antioksidan Primer atau alami
Antioksidan adalah zat yang dapat mencegah atau menghambat proses
oksidasi sehingga membentuk senyawa yang lebih stabil. Antioksidan golongan
polifenol adalah kelompok yang paling banyak terdapat dalam buah-buahan,
sayuran, tanaman polongan, biji-bijian, teh, rempah-rempah dan anggur
(Horubała 1999; Borowska, 2003). Berikut adalah pengelompokkan antioksidan
primer (Hurrell, 2003):
Antioksidan mineral adalah kofaktor antioksidan enzim. Keberadaanya
mempengaruhi metabolisme makromolekul kompleks seperti karbohidrat.
Contoh: selenium, tembaga, besi, seng dan mangan.
Antioksidan vitamin, dibutuhkan untuk fungsi metabolisme tubuh. Contoh:
vitamin C, vitamin E, vitamin B.
Fitokimia adalah senyawa fenolik, yang bukan vitamin maupun mineral.
Senyawa yang termasuk ke dalam golongan fitokimia adalah senyawa
flavonoid. Flavonoid adalah senyawa fenolik yang memberi warna pada buah,
10
biji-bijian, daun, bunga dan kulit. Sebagai contoh katekin adalah senyawa
antioksidan paling aktif pada teh hijau dan hitam, karotenoid adalah zat warna
dalam buah-buahan dan sayuran, β karoten terdapat pada wortel dapat
dikonversi menjadi vitamin A, likopen banyak terdapat dalam tomat dan
zeaxantin banyak pada bayam.
2. Antioksidan Sekunder atau Sintetik Senyawa
Antioksidan sintetik memiliki fungsi menangkap radikal bebas dan
menghentikan reaksi berantai (Hurrell, 2003), berikut adalah contoh antioksidan
sintetik: Butylated hydroxyl anisole (BHA), Butylated hydroxyrotoluene (BHT),
Propyl gallate (PG) dan metal chelating agent (EDTA), Tertiary butyl
hydroquinone (TBHQ), Nordihydro guaretic acid (NDGA). Antioksidan utama
pada saat ini digunakan dalam produk makanan adalah monohidroksi atau
polihidroksi senyawa fenol dengan berbagai substituen pada cincin (Hamid, A. et
al, 2010).
2.3.3 Jenis Antioksidan Alami
1. Vitamin C
Asam askorbat atau vitamin C adalah antioksidan monosakarida yang
ditemukan pada tumbuhan. Asam askorbat adalah komponen yang dapat
mengurangi dan menetralkan oksigen reaktif, seperti hidrogen peroksida
(Antioksidan dan Pencegahan Kanker, 2007; Ortega, 2006).
Gambar 2.3 Struktur Kimia Vitamin C (Wikipedia, 2018)
2. Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok antioksidan penting dan dibagi menjadi
13 kelas, dengan lebih dari 4000 senyawa ditemukan sampai tahun 1990
(Harborne, 1993). Flavonoid merupakan senyawaan fenol yang dimiliki oleh
sebagian besar tumbuhan hijau dan biasanya terkonsentrasi pada biji, buah, kulit
11
buah, kulit kayu, daun, dan bunga (Miller 1996). Flavonoid memiliki kontribusi
yang penting dalam kesehatan manusia. Menurut Hertog (1992) disarankan agar
setiap hari manusia mengkonsumsi beberapa gram flavonoid. Flavonoid
diketahui berfungsi sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik, selain itu
memiliki sifat sebagai antioksidan, anti peradangan, anti alergi, dan dapat
menghambat oksidasi LDL (Low Density Lipoprotein) (Rahmat, 2009). Gambar
2.4 adalah struktur flavonoid.
Gambar 2.4 Struktur Kimia Flavonoid (Wikipedia, 2018)
Senyawa flavonoid yang paling banyak terdapat di alam adalah flavonol,
flavon, flavon-3-ol, isoflavon, flavanon, antosianidin dan proantosianidin (Bravo,
1998). Kombinasi yang beragam dari gugus hidroksil, gula, oksigen, dan metil
pada struktur ini menjadi dasar pembagian golongan flavonoid menjadi flavonol,
flavanon, flavon, flavon-3-ol (katekin), antosianidin, biflavonoid, dan isoflavon
(Markham 1988; Miller 1996).
Menurut USDA Database for the Flavonoid Content of Selected Foods,
buah kiwi mengandung senyawa bioaktif flavonoid yang dibagi ke dalam kelas:
antosianidin, flavanon, flavon, flavonol dan flavon-3-ol. Penentuan kadar
flavonoid pada buah kiwi dinyatakan dengan kadar katekin dimana katekin
termasuk kedalam kelas flavon-3-ol. Senyawa katekin, memiliki gugus fungsi dari
senyawa flavon-3-ol dengan posisi R1 dan R2 diganti dengan gugus H,
sedangkan pada posisi R3 diganti dengan gugus OH.
3. Polifenol
Karakteristik antioksidan yang berasal dari bahan pangan dilihat dari
kandungan polifenol. Sampai saat ini, minat penelitian terhadap senyawa fenolik
meningkat karena kemampuan ‘scavenging’ terhadap radikal bebas. Polifenol
merupakan salah satu kelompok yang paling banyak dalam tanaman pangan,
dengan lebih dari 8000 struktur fenolik dikenal saat ini (Harborne, 1993).
Polifenol adalah produk sekunder dari metabolisme tanaman. Senyawa
12
antioksidan alami polifenol adalah multifungsional, dapat berfungsi sebagai
(Aulia, 2009):
a) Pereduksi atau donor elektron
b) Penangkap radikal bebas
c) Pengkelat logam
d) Peredam terbentuknya singlet oksigen.
Gambar 2.5 Struktur Kimia Polifenol (Wikipedia, 2018)
4. Vitamin E
Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan memiliki sifat
antioksidan, diantara vitamin E, yang paling banyak dipelajari adalah β tokoferol
karena memiliki ketersediaan hayati yang tinggi (Herrera dan Barbas, 2001).
Tokoferol dapat melindungi membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas pada
reaksi rantai peroksidasi lipid. Tokoferol dapat menghambat radikal bebas dan
mencegah tahap reaksi propagasi. Reaksi ini menghasilkan radikal tokoferosil
yang dapat diubah kembali ke bentuk kurang aktif melalui pemberian elektron
dari antioksidan lainnya, seperti askorbat dan retinol. Berikut ini pada Gambar
2.6 adalah struktur kimia dari vitamin E :
Gambar 2.6 Stuktur Kimia Vitamin E (Wikipedia, 2018)
13
2.3.4 Mekanisme Kerja Antioksidan
Radikal bebas adalah molekul yang mengandung satu atau lebih elektron
tidak berpasangan pada orbital terluarnya, radikal bebas sangat reaktif dan tidak
stabil, sebagai usaha untuk mencapai kestabilannya radikal bebas akan bereaksi
dengan atom atau molekul di sekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron.
Reaksi ini dalam tubuh dapat menimbulkan reaksi berantai yang mampu
merusak struktur sel, bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit
seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya.
Untuk meredam aktivitas radikal bebas diperlukan antioksidan. Antioksidan
adalah senyawa yang dapat mendonorkan elektronnya (pemberi atom hidrogen)
kepada radikal bebas, sehingga menghentikan reaksi berantai, dan mengubah
radikal bebas menjadi bentuk yang stabil.
Antioksidan pada makanan digunakan untuk mencegah atau menghambat
proses oksidasi yang terjadi pada produk makanan misalnya lemak, terutama
yang mengandung asam lemak tidak jenuh, dapat teroksidasi sehingga menjadi
tengik, selain itu berguna untuk mencegah reaksi browning pada buah dan
sayuran (Hamid et al., 2010).
Reaksi berantai pada radikal bebas (tanpa ada antioksidan) terdiri dari tiga tahap,
yaitu:
Tahap inisiasi : RH R• + H•
Tahap propagasi : R• + O2 ROO•
ROO• + RH ROOH +R•
Tahap terminasi : R• + R• R – R
ROO• + R• ROOR
ROO• + ROO• ROOR + O2
Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal bebas (R•) yang sangat
reaktif, karena (RH) melepaskan satu atom hidrogen, hal ini dapat disebabkan
adanya cahaya, oksigen atau panas. Pada tahap propagasi, radikal (R•) akan
bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (ROO•). Radikal peroksi
selanjutnya akan menyerang RH (misalnya pada asam lemak) menghasilkan
hidroperoksida dan radikal baru. Hidrogen peroksida yang terbentuk bersifat tidak
stabil dan akan terdegradasi menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai
pendek seperti aldehida dan keton (Nugroho, 2007).
Tanpa adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan berlanjut sampai
tahap terminasi, sehingga antar radikal bebas dapat saling bereaksi membentuk
14
senyawa yang kompleks. Dengan adanya antioksidan, antioksidan memberikan
atom hidrogen atau elektron pada radikal bebas (R•, ROO•), mengubahnya ke
bentuk yang lebih stabil RH. Sementara turunan radikal antioksidan (A*) memiliki
keadaan lebih stabil dibanding radikal semula R•. Reaksi penghambatan
antioksidan terhadap radikal lipid mengikuti persamaan reaksi sebagai berikut
(Yuswantina; Aulia, 2009) :
Inisiasi : R• + AH RH + A•
Radikal lipida
Propagasi : ROO• + AH ROOH + A•
2.4 Pengujian Aktivitas Antioksidan
2.4.1 DPPH
Metode yang umum untuk mengukur aktivitas antioksidan adalah dengan
DPPH, DPPH adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (Inggrid dan Santoso, 2014).
Pada metode ini antioksidan (AH) bereaksi dengan radikal bebas DPPH dengan
cara mendonorkan atom hidrogen, menyebabkan terjadinya perubahan warna
DPPH dari warna ungu menjadi kuning, intensitas warna diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm (Molyneux, 2004). Pada
metode ini yang diukur adalah aktivitas penghambatan radikal bebas.
+ RH + R•
(DPPH•) + R H DPPH H + R•
Ungu Kuning
Gambar 2.7 Reaksi Penghambatan Radikal DPPH (Schwarz dkk., 2001)
Metode ini tidak spesifik untuk komponen antioksidan tertentu, tetapi untuk
semua senyawa antioksidan dalam sampel. DPPH digunakan secara luas untuk
15
menguji aktivitas antioksidan makanan. Warna berubah menjadi kuning saat
radikal DPPH menjadi berpasangan dengan atom hidrogen dari antioksidan
membentuk DPPH-H (Sharma and Bhat, 2009). Aktivitas antioksidan dapat
dihitung dengan rumus berikut ini.
%Aktivitas antioksidan = x 100%
Aktivitas antioksidan dinyatakan secara kuantitatif dengan IC50. IC50 adalah
konsentrasi larutan uji yang memberikan peredaman DPPH sebesar 50%.
Semakin kecil nilai IC50 maka semakin tinggi nilai aktivitas antioksidan (Blois,
1958).
2.4.2 Total Fenol
Fenol adalah senyawa yang mempunyai sebuah cincin aromatik dengan
satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenol pada bahan pangan dapat berupa
asam fenolat, polimer fenolat dan flavonoid. Biasanya senyawa yang memiliki
aktivitas antioksidan merupakan senyawa fenol yang mempunyai gugus hidroksi
yang tersubstitusi pada posisi ortho dan para gugusm -OH dan –OR (Okawa,
2001).
Fenol merupakan senyawa yang bersifat polar sehingga kelarutannya
paling tinggi dalam pelarut polar. Pelarut yang bersifat polar mampu melarutkan
fenol lebih baik sehingga kadarnya dalam ekstrak menjadi tinggi. Pada penelitian
Oktaviana (2010), menyatakan bahwa senyawa fenolik yang terdapat dalam
ekstrak daun cengkeh terdiri dari berbagai jenis dengan polaritas yang luas
karena dapat larut dalam metanol dan juga etanol.
Senyawa antioksidan alami pada tumbuhan umumnya adalah senyawa
fenolik atau polifenol. Senyawa fenolik tersebut bersifat multifungsional dan
berperan sebagai antioksidan karena mempunyai kemampuan meniadakan
radikal-radikal bebas dan radikal peroksida sehingga efektif dalam menghambat
oksidasi lipida. Pereduksi, pengekelat logam, atau pengubah oksigen singlet
menjadi bentuk triplet.
Uji kandungan total fenol bertujuan untuk mengetahui jumlah fenol yang
terdapat pada sampel. Uji kandungan total fenol dilakukan dengan reagen Follin-
Ciocalteu yang absorbansinya diukur pada panjang gelombang 765 nm. Standar
asam galat dibuat dengan variasi konsentrasi (ppm) dan diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 765 nm (Rohman, 2006). Kadar total fenol ditetapkan
dengan metode spektrofotometri sinar tampak. Metode ini didasarkan pada
16
pembentukan senyawa kompleks yang berwarna biru dari fosfomolibdat-
fosfotungsat yang direduksi senyawa fenolik dalam suasana basa. Kadar total
fenol pada masing-masing ekstrak dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat atau
Gallic Acid Equivalent (GAE). Perhitungan total fenol dapat menggunakan rumus
sebagai berikut (Pourmorad, 2006) :
TPC =
Keterangan
TPC = Total Phenolic Contents
C = Konsentrasi Fenolik (nilai X )
V = Volume Ekstrak yang digunakan (ml)
Fp = Faktor Pengenceran
G = Berat Sampel yang digunakan (g)
2.5 Ekstraksi
2.5.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu
campuran homogen menggunakan pelarut cair (solven) sebagai separating
agent. Kontak antara pelarut dan bahan secara intensif dapat menyebabkan
komponen aktif pada ekstrak akan berpindah ke dalam pelarut (Gamse, 2002).
Ekstraksi merupakan proses penarikan senyawa metabolit sekunder dengan
bantuan pelarut. Ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi hal
ini dapat mengakibatkan beberapa komponen mengalami kerusakan.
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): solute dipisahkan
dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan
solven ini adalah heterogen (immiscible, tidak saling campur), jika dipisahkan
terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak).
Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solut.
Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solven.
Pemilihan solven menjadi sangat penting, dipilih solven yang memiliki sifat
antara lain:
a. Solut mempunyai kelarutan yang besar dalam solven, tetapi solven sedikit
atau tidak melarutkan diluen
b. Tidak mudah menguap pada saat ekstraksi
c. Mudah dipisahkan dari solut, sehingga dapat dipergunakan kembali
d. Tidak bersifat racun
17
e. Tidak mahal/ relatif murah
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka kemudian berdifusi kedalam pelarut. Pelarut yang nonpolar
akan mengekstrak komponen yang bersifat nonpolar dan pelarut polar juga akan
mengekstrak komponen dari bahan yang bersifat polar (Kuldikole, 2002).
2.5.2 Ekstraksi Metode Ultrasonic Bath
Ultrasonic bath merupakan alat yang berbentuk seperti bejana kosong
yang dioperasikan pada frekuensi sekitar 40 kHz dan memproduksi intensitas
yang tinggi untuk meningkatkan gelombang yang dibuat oleh refleksi dari
gelombang suara pada cairan/ permukaan udara. Ketinggian volume dari cairan
sangat penting untuk mempertahankam ketinggian intensitas dan tidak boleh
kurang dari setengahnya karena akan mempengaruhi gelombang ultrasonic
didalam cairan. Pemberian frekuensi sering digunakan untuk memproduksi lebih
banyak kavitasi (Brennan, 2006).
Ultrasonic bath memilki mesin yang mengubah energi ultrasonik yang
dihasilkan dengan mengubah energi listrik menjadi getaran mekanis dengan
menggunakan generator dan listrik piezo transduser. Komponen dari alat
ultrasonik ini yaitu sistem batch, dimana sistem batch ini terdiri dari chamber
yang berfungsi sebagai meletakkan sampel yang diisi dengan aquades serta
pengatur waktu dan suhu. Ultrasonic bath biasanya menggunakan gelombang
yang ditransmisikan sekitar 50 kHz dengan daya 600 watt (Arda et al., 2006).
Gambar 2.8 Ultrasonic Bath (Dokumentasi Pribadi, 2019)
18
Ultrasonic bath termasuk kedalam jenis power ultrasound yang memiliki
gelombang yang ditransmisikan berkisar dari 20-100 kHz. Ultrasonic bath
merupakan alat yang diaplikasikan dari ultasonik dalam kimia analitik, dimana
ultrasonic ini diaplikasikan secara tidak langsung terhadap sampel. Pertama,
gelombang alat ultrasonik ini akan melewati media cairan dalam alat ultrasonik
kemudian akan melewati dinding wadah sampel (Martinez, 2009). Kemudian
terdapat gelombang bunyi yang dihasilkan oleh tenaga listrik (lewat transduser)
yang diteruskan oleh media cairan ke medan yang dituju melalui fenomena
kavitasi (Brennan, 2006).
2.5.3 Kelebihan Menggunakan Gelombang Ultrasonic
Kelebihan menggunakan gelombang ultrasonik yaitu dapat mempermudah
proses ektraksi, transfer massa, distrupsi sel, meningkatkan efek penetrasi.
Dengan metode ultasonik mampu mempercepat proses ekstraksi, proses
ekstraksi ultrasonic senyawa organik pada tanaman dan biji-bijian dengan pelarut
organic dapat berlangsung dengan cepat. Efek mekanik dari metode ultrasonic
adalah meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam sel bahan serta meningkatkan
transfer massa. Dinding sel dari bahan dipecah dengan getaran ultrasonik
sehingga kandungan yang ada didalamnya dapat keluar dengan mudah.
Menurut Park (2006), menyebutkan bahwa ekstraksi pati sorgum
menggunakan sonikasi dapat terlihat efesiensinya dengan berkurangnya
kandungan protein di dalamnya. Hal yang berpengaruh pada perubahan
kandungan protein dan warna antara lain lama sonikasi, konsentrasi larutan,
perbedaan tipe dan konsentrasi agen pengendap protein serta kecepatan
sentrifugasi.
2.6 Pelarut yang Digunakan
2.6.1 Etanol
Etanol dalam sehari-hari biasanya disebut juga dengan alkohol. Rumus
kimia Etanol adalah C2H6O dan rumus strukturnya CH3CH2OH, namun biasanya
disingkat sebagai C2H5OH. Gugus OH merupakan gugus fungsi yang dapat
menentukan sifat alkohol.
19
Gambar 2.9 Struktur Kimia Etanol (Wikipedia, 2018)
Etanol dapat bercampur dengan air, eter dan juga klorofom. Etanol dapat
terbentuk dari hasil fermentasi suatu material biologi sperti karbohidrat. Etanol
dapat membeku pada suhu -117,3oC dengan berat molekul 46,1 dan memliki
kera
patan 0,789 pada suhu 20oC. pelarut etanol memiliki nilai kalor yaitu 7077
kal/gram, panas laten penguapan 204 kal/gram dan angka oktan 91-105
(Hambali dkk, 2008).
Etanol merupakan pelarut polar yang banyak digunakan untuk
mengestrak komponen polar suatu bahan alam dan juga dikenal sebagai pelarut
universal. Komponen polar dari suatu bahan alam dalam ekstrak etanol dapat
diambil dengan teknik ekstraksi melalui proses pemisahan (Santana, 2009).
Menurut Sudarmadji (2003) etanol dapat mengestrak senyawa aktif lebih banyak
dibandingkan dengan jenis pelarut organik lainnya. Etanol memiliki titik didih
yang rendah yaitu 79oC sehingga memerlukan panas yang lebih sedikit untuk
proses pemekatan.
Sedangkan menurut Hardiningtyas (2009), meskipun air mempunyai
konstanta dielektrikum paling besar (paling polar) namun penggunaannya
sebagai pelarut pengekstrak jarang untuk digunakan karena mempunyai
beberapa kelemahan seperti menyebabkan reaksi fermentatif (mengakibatkan
perusakan bahan aktif lebih cepat), pembekakan sel dan larutannya mudah
terkontaminasi. Semakin tinggi konstanta dielektrik suatu pelarut maka pelarut
tersebut semakin polar sedangkan semakin rendah konstanta dielektrik suatu
pelarut maka pelarut tersebut semakin non polar (Saifudin, 2014). Nilai konstanta
dielektrik dari beberapa jenis pelarut organic dapat dilihat pada Tabel 2.2
20
Tabel 2.2 Nilai Konstanta Dielektrik Beberapa Pelarut Organik
Pelarut Konstanta Dielektrik Pelarut Konstanta Dielektrik
n-heksan 1,90 Aseton 20,7 Heptan 1,92 Etanol 25,3 Benzen 2,28 Metanol 33,0
Klorofom 4,81 Asetonitril 36,6 Etil eter 5,0 Air 80,0
Perbedaan konstanta dielektrik pada tiap pelarut tersebut membuat adanya
perbedaan pula ditingkat kepolarannya sehingga akan mempengaruhi hasil
ekstraksi yang akan didapat. Prinsip dari ekstraksi yaitu mengambil komponen
pada bahan sesuai dengan dengan tingkat kepolaran pelarut yang digunakan.
Menurut Huda pada penelitian 2013 menyebutkan bahwa ekstrak etanol buah
pare mengandung senyawa metabolit yaitu flavonoid, saponin, dan polifenol.
Pada penelitian Das (2014) menyatakan bahwa ekstrak etanol mengandung
senyawa saponin, fenol dan flavonoid. Sedangkan untuk ekstrak air mengandung
senyawa alkaloid dan saponin. Pelarut etanol 96% dan air sangat efektif untuk
mendapatkan kandungan saponin, flavonoid, tannin dan alkaloid karena
keduanya mempunyai kesamaan sebagai pelarut polar (Nurhamdani, 2012).
2.6.2 Asam Sitrat
Asam sitrat merupakan salah satu asam organik yang banyak digunakan di
dalam industri gula, makanan dan minuman, disamping industri - industri lain
seperti : industri farmasi, kosmetik dan sebagainya (Kumalaningsih, 2016). Asam
sitrat merupakan senyawa organik yang mengandung gugus karboksil dalam
molekulnya. Asam sitrat memiliki struktur yaitu C6H8O7. Asam sitrat juga memiliki
sifat yang larut dalam air dan alkohol tetapi agak sulit bercampur dalam eter.
Biasanya, asam sitrat ini berupa kristal putih jernih, tidak berbau, dan berasa
asam (Prayitno,2002).
Gambar 2.10 Struktur Kimia Asam Sitrat (Wikipedia, 2018)
21
Asam sitrat mampu mengikat logam-logam berat semacam besi dan Cu,
karena sifat tersebut maka asam sitrat banyak digunakan sebagai antioksidan
untuk mengurangi reaksi oksidasi minyak atau lemak yang dikatalisa oleh logam-
logam tersebut (Kumalaningsih, 2016). Asam sitrat juga dipakai sebagai anion
dalam sediaan farmasi yang menggunakan basa sebagai bahan aktif. Asam
sitrat merupakan senyawa bersifat asidulan sehingga semakin banyak
konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan akan memberikan kondisi yang
semakin asam, maka diduga banyak membran sel yang terdegradasi sehingga
fenol mudah keluar dari dalam sel. Menurut Tensiska (2006), bahwa keadaan
yang semakin asam menyebabkan semakin banyak dinding vakuola yang pecah
maka memudah senyawa fenol keluar dari sel sehingga menghasilkan total fenol
yang semakin tinggi. Fenol juga mempunyai sifat asam (Sundari, 2008), jadi
dengan penambahan asam sitrat dapat memberikan kondisi yang sesuai untuk
ekstraksi fenol. Sifat-sifat asam sitrat dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Sifat-sifat kimia asam sitrat
Karakteristik
Rumus Kimia C6H8O7 Nama Lain Asam 2–hidroksi-1,2,3- propanatrikarboksilat Berat Molekul 192 Temperatur penguraian termal 1,665 x 103 kg/m3 PKa 8,2 x 10-4
Sumber : Hui (1992)
2.7 RSM (Response Surface Methodology)
Respon Surface Methodology (RSM) merupakan metode yang
dikembangkan oleh box dan Wilson tahun 1951 yang mengkombinasikan desain
eksperimen menggunakan teknik-teknik statistika dalam sebuah optimasi model
(Nurmaya, 2013). Metode RSM bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa
variabel kuantitatif terhadap suatu respon dan untuk optimalisasi variabel respon
tersebut. Selain itu, RSM dapat menjelaskan mengenai hubungan variabel
terhadap respon secara visual dengan contour plot dan surface plot. Aplikasi
dalam RSM, pada saat proses replikasi hanya dilakukan pada titik pusat (center
point) yang menyebabkan jumlah percobaan yang dilakukann sedikit
(Ongkowijoyo, 2016).
Keunggulan metode RSM dibandingkan dengan metode untuk proses
optimasi lainnya adalah metode RSM secara langsung tidak memperlihatkan
model first order maupun second order. Metode RSM mampu menggeser level
22
faktor yang akan diteliti sedekimian rupa ke arah optimalisasi respon, dimana
proses ini disebut sebagai steepest ascent/descent. Pergeseran level-level faktor
ke arah kondisi optimum respon ini menjadi keunggulan dalam RSM, dimana
pada metode ini level faktor tidak berhenti pada angka yang sudah ditentukan
sebagai batas bawah maupun batas atas, tetapi juga melacak titik optimum
respon di luar area level eksperimen (Hidayat, 2012).
Respon optimum yang dihasilkan RSM memiliki arti bahwa respon tersebut
maksimun atau optimum, minimum atau in range sesuai dengan tujuan dan
keinginan dari awal dari peneliti. Selain dalam bentuk kuantitatif, metode ini juga
menjelaskan hubungan antara respon dengan variable secara visual
menggunakan grafik 3 dimensi berupa contour plot dan surface plot
(Ongkowijoyo, 2016). Metode RSM memilki beberapa kegunaan antara lain
(Biorata, 2012) :
1. Menunjukkan bagaimana variable respon (y) dipengaruhi oleh variable bebas
(x) di wilayah yang secara tertentu diperhatikan
2. Menentukan pengaturan variable bebas yang paling tepat, dimana akan
memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi dari respon
3. Mengeksplorasi ruang dari variable bebas (x) untuk mendapatkan hasil terbaik
dan menentukan sifat dasar dari nilai terbaik.
23
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan waktu penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan dan
Rekayasa Proses Pangan, Laboratorium Biokimia dan Analisa Pangan,
Laboratorium Instrumen, Laboratorium Bioteknologi Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai pada bulan Januari sampai Maret 2019.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu ultrasonic bath (Elmasonic),
rotary evaporator, labu rotary evaporator, cabinet dryer automatic (B), blender,
ayakan 40 mesh, timbangan analitik, oven listrik 220 v, desikator, kertas saring
halus, beaker glass, corong kaca, color reader, botol kaca gelap, erlenmeyer,
aluminium foil, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pisau, wadah plastik, loyang
kabinet, pipet ukur, bulb, labu ukur, magnetic stirrer, spatula logam, spatula kaca,
spektrofotometer, kuvet, pH meter, sentrifugasi, tube sentrifugasi, dan alat
semprot nitrogen.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu bahan baku, bahan
ekstraksi dan bahan analisa. Bahan baku yang digunakan yaitu kentang hitam
yang berasal dari Lamongan, Jawa Timur sebesar ibu jari. Nantinya kentang
hitam akan dikupas kulitnya dan dikeringkan. Selanjutnya, bahan yang digunakan
untuk ekstraksi yaitu bubuk kulit kentang hitam, etanol 96% teknis, asam sitrat
2% dan aquades. Bahan yang digunakan untuk analisis yaitu reagen follin
ciocelteu, asam galat, Na2CO3, etanol, DPPH.
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu Response Surface Methodoology
(RSM) dengan rancangan Central Composite Design (CCD) melalui software
24
Design Expert 7.1.5. Penelitian ini menggunakan 2 faktor. Tahapan awal untuk
memasukkan data berupa perancangan variabel eksperimental (faktor) dimana
variabelnya yaitu suhu ekstraksi dengan satuan derajat celcius (oC) dan lama
waktu ekstraksi dengan satuan menit.
Proses berikutnya yaitu menentukan batas bawah dan dan batas atas pada
kedua faktor. Faktor pertama berupa suhu ekstraksi dengan batas bawah 45oC (-
1 Level) dan batas atas 65oC (+1 Level). Faktor kedua yaitu lama waktu ekstraksi
dengan batas bawah 10 menit (-1 Level) dan batas atas 30 menit (+1 Level).
Kedua faktor tersebut didapatkan setelah melakukan penelitian pendahuluan.
Input numeric factors dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Input numeric factors (suhu dan lama waktu ekstraksi)
Nama Units -1 Level +1 Level -alpha +alpha
X1 Suhu Ekstraksi oC 45 65 40,8579 69,1421 X2 Lama Waktu
Ekstraksi Menit 10 30 5,85786 34,1421
Tahapan berikutnya yaitu menentukan respon. Penelitian ini menggunakan
3 respon, respon pertama yaitu rendemen, respon kedua yaitu total fenol dan
respon ketiga yaitu aktivitas antioksidan. Input responses dapat dilihat pada
Tabel 3.2
Tabel 3.2 Input responses (Rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan)
Nama Unit
Rendemen % Total Fenol mg GAE/g
Aktivitas Antioksidan ppm
Software Design Expert 7.1.5 akan melakukan kombinasi sesuai dengan
jumlah kombinasi kedua faktor. Jumlah kombinasi yang didapat sebanyak 13
kombinasi yang dapat dilihat pada Tabel 3.3
25
Tabel 3.3 Jumlah Kombinasi
Std Run Faktor 1
suhu (oC)
Faktor 2 Waktu (menit)
Response 1
Rendemen (%)
Response 2 Total Fenol (mg
GAE/g )
Response 3 Aktivitas
antioksidan (ppm)
1 9 45,00 10,00
2 10 65,00 10,00
3 5 45,00 30,00
4 4 65,00 30,00
5 6 40,86 20,00
6 7 69,14 20,00
7 8 55,00 5,86
8 1 55,00 34,14
9 2 55,00 20,00
10 3 55,00 20,00
11 13 55,00 20,00
12 11 55,00 20,00
13 12 55,00 20,00
3.4 Verifikasi
Verifikasi merupakan proses pemeriksaan selisih hasil prediksi yang
diberikan oleh Design Expert 7.1.5 dengan hasil analisa pada titik optimum. Jika
selisih hasil antara prediksi dan validasi kurang dari 5% maka nilai tersebut
menunjukkan ketepatan model. Verifikasi dilakukan dengan membuat formulasi
suhu ekstraksi, dan waktu ekstraksi sesuai titik optimum yang ditunjukan oleh
software dan mengamati rendemen, total fenol, dan aktivitas antioksidan terbaik
dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Hasil pengamatan selanjutnya
dibandingkan dengan prediksi software.
3.5 Pelaksanaan Penelitian
3.5.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan suhu dan lama waktu
ekstraksi yang sesuai untuk proses optimasi pada kulit kentang hitam
menggunakan ultrasonik bath untuk menghasilkan rendemen yang tinggi, total
fenol tinggi dan aktivitas antioksidan yang tinggi pula. Penelitian ini
menggunakan kulit kentang hitam yang diperoleh dari Lamongan, Jawa Timur.
Jenis pelarut yang digunakan adalah etanol 96% dan penambahan asam sitrat
2%. Kentang hitam disortasi kemudian dikupas kulitnya dan dibersihkan setelah
itu dilakukan pengeringan suhu 60oC selama 8 jam berdasarkan penelitian
pendahuluan peneliti. Selanjutnya kulit kentang hitam yang sudah kering
26
dilakukan pengecilan partikel atau diblender hingga halus, setelah itu dilakukan
pengayakan menggunakan ayakan 40 mesh. Setelah proses pembubukan atau
pengecilan ukuran selesai maka akan dilakukan proses ekstraksi dengan
menggunakan ultrasonic bath. Lalu dilakukan sentrifugasi selama 10 menit 4000
rpm kemudian disaring dengan kertas saring halus. Setelah itu, ekstrak kulit
kentang yang sudah disaring akan dilakukan rotary evaporator untuk pemisahan
pelarut dengan sampel menggunakan kecepatan 35 rpm suhu 40oC hingga
pekat. Selanjutnya dilakukan penghembusan gas nitrogen (N2) hingga kental dan
konstan. Setelah dilakukan beberapa kali percobaan dengan dengan suhu dan
waktu ekstraksi yang berbeda maka didapatkan hasil yang akan diujikan pada
penelitian utama yaitu suhu 45oC, 55oC, dan 65oC dengan lama waktu ekstraksi
10, 20 dan 30 menit.
3.5.2 Penelitian Utama
Berikut ini adalah tahapan ekstraksi kulit kentang hitam dengan
menggunakan metode ultrasonic bath.
a. Persiapan bahan baku kulit kentang hitam (Modifikasi Huang et al., 2010) :
1. Kentang hitam disortasi dan dicuci untuk menghilangkan bekas-bekas
tanah kemudian ditiriskan
2. Kentang hitam dikupas, lalu kulit kentang hitam dikeringkan dengan cabinet
dryer pada suhu 60oC selama 8 jam. Kulit yang telah dikeringkan kemudian
diblender hingga halus dan diayak dengan ayakan 40 mesh. Bubuk kulit
yang telah diayak disimpan dalam toples gelap untuk digunakan
selanjutnya.
b. Proses optimasi ekstraksi kulit kentang hitam dengan metode ultrasonic bath
(Modifikasi Hadi, 2010).
1. Bubuk kulit kentang hitam sebanyak 15 gram, dimasukkan ke dalam
erlenmeyer, kemudian ditambahkan asam sitrat 2% dan pelarut etanol 96%
sebanyak 150 ml yang sudah larutkan terlebih dahulu
2. Erlenmeyer diletakkan di atas magnetic stirrer selama 15 menit untuk
memberi waktu penetrasi pelarut ke dalam bahan
3. Erlenmeyer kemudian dimasukkan dalam ultrasonic bath sesuai dengan
suhu ekstraksi dan waktu ekstraksi sesuai dengan rancangan percobaan
4. Setelah proses ekstraksi selesai, kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 4000 rpm selama 10 menit suhu 4oC
27
5. Supernatan yang dapat dilewatkan pada kertas saring halus sehingga
diperoleh filtrat bebas ampas
6. Filtrat dipekatkan dengan rotary evaporator suhu 35oC, tekanan 200 mBar
sehingga didapatkan konsentrat pekat
7. Konsentrat kemudian disimpan dalam botol vial dan dihembus dengan
nitrogen untuk mengusir oksigen dalam head space, botol ditutup dan
disimpan dalam lemari pendingin sampai siap dianalisa
3.6 Pengamatan
3.6.1 Pengamatan dan Analisis Bahan Baku (Lampiran 1)
- Analisis kimia pada kulit kentang hitam segar :
Kadar air metode oven (AOAC, 2005)
Total fenol (Modifikasi Sharma, 2011)
Aktivitas antioksidan metode DPPH IC50 (Molyneux, 2004 ; Pinela et
al., 2012)
- Analisis kimia pada bubuk kulit kentang hitam :
Kadar air metode oven (AOAC, 2005)
Total fenol (Modifikasi Sharma, 2011)
Aktivitas antioksidan metode DPPH IC50 (Molyneux, 2004 ; Pinela et
al., 2012)
3.6.2 Pengamatan dan Analisis Respon Optimasi (Lampiran 1)
- Respon utama :
Rendemen (Hartanti dkk, 2003)
Total fenol (Modifikasi Sharma, 2011)
Aktivitas antioksidan metode DPPH IC50 (Molyneux, 2004 ; Pinela et
al., 2012)
- Karakterisasi :
Total fenol (Modifikasi Sharma, 2011)
Aktivitas antioksidan metode DPPH IC50 (Molyneux, 2004 ; Pinela et
al., 2012)
Total Antosianin metode pH diferensial (Giusti dan Wrolstad,2001)
28
3.7 Analisa Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Software Design Expert 7.1.5
dengan rancangan Central Composite Design (CCD) Respons Surface
Methodology. Terdiri dari 2 faktor yang digunakan dalam penelitian ini yaitu suhu
ekstraksi (faktor 1) dengan range suhu 45oC, 55oC, dan 65oC dan lama waktu
ekstraksi (faktor 2) denga lama waktu 10 menit, 20 menit, 30 menit dengan
menggunakan ultrasonic bath. Respon utama yang akan diamati adalah
rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan. Data yang diperoleh akan melalui
tiga tahap pemilihan model. Pertama yaitu pemilihan berdasarkan jumlah kuadrat
dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares) dengan nilai P kurang dari
5%. Kedua yaitu pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model
(Lack of Fit) dengan nilai P lebih dari 5%. Ketiga yaitu pemilihan model
berdasarkan ringkasan model statistik (Summary of Statistic) dengan nilai R2
mendekati 1,00 untuk mendapatkan titik optimum. Setelah titik optimum
diversifikasi dengan tingkat kesalahan kurang dari 5%. Data analisis bahan baku
kulit kentang hitam dan verifikasi rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan
hasil optimasi akan diuji dengan Uji T untuk melihat adanya perbedaan yang
signifikan atau tidak signifikan dengan pembanding. Uji ini menggunakan aplikasi
Minitab 17.
29
3.8 Diagram Alir Penelitian
3.8.1 Diagram alir pembuatan bubuk kulit kentang hitam
Disortasi dan dicuci
Dikeringkan dalam cabinet dryer selama 8 jam suhu 60oC
Diblender dan diayak 40 mesh
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Bubuk Kulit Kentang Hitam
(Modifikasi Agung, 2013)
Kulit kentang hitam segar
Bubuk kulit kentang hitam
Analisa:
- Kadar air
- Total Fenol
- Aktivitas
Antioksidan IC50
-
Analisa:
- Kadar air
- Total Fenol
- Rendemen
- Aktivitas
Antioksidan IC50
30
3.8.2 Diagram alir pembuatan ekstrak kulit kentang hitam
Ditimbang 10 gram
Dimasukkan dalam erlenmeyer
Diaduk dengan magnetic stirrer selama 15 menit
Optimasi ekstraksi dengan titik tengah
suhu ekstraksi 55 ± 10oC dengan waktu ekstraksi 20±10 menit
Disentrifugasi 4000 rpm selama 10 menit suhu 4oC
Disaring dengan kertas saring halus
Dievaporasi dengan rotary vacuum evaporator suhu 35oC 200 mBar
Dihembuskan dengan gas nitrogen
Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Kulit Kentang Hitam
(Modifikasi Winnie, 2014)
Ekstrak kulit kentang hitam
Analisa :
- Rendemen
- Total Fenol
- Aktivitas
antioksidan IC50
Bubuk kulit kentang hitam
Filtrat
Pelarut etanol 96% 100 ml
dan asam sitrat 2% (1:10)
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit kentang hitam
yang kemudian dikeringkan dalam cabinet dryer dengan menggunakan suhu
60°C selama 8 jam, selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran menjadi bubuk kulit
kentang hitam dengan menggunakan blender dan ayakan berukuran 40 mesh.
Hasil analisa bahan baku meliputi komposisi kimia ditunjukkan pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Karakteristik Bahan Baku
Parameter Kulit kentang hitam segar Bubuk kulit kentang hitam
Hasil Analisa Literatur Hasil Analisa Literatur
Kadar air (%) 77,51 ± 0,11 75,40a 6,46 ± 1,08 7,76a
Total Fenol (mg GAE/ g) 1,81 ± 0,15 0,12c 1,53 ± 0,23 0,13c
Aktivitas Antioksidan IC50 (ppm)
240,33 ± 1,47 344,65b 257,04 ± 0,75 323,12b
Keterangan : a Agung (2013) b Winnie (2014) c Latifa (2012)
Hasil analisa karakteristik bahan baku pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa
kadar air kulit kentang hitam segar sebesar 77,52 ± 0,11 % lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar air bubuk kulit kentang hitam sebesar 6,46 ± 1,08 %.
Perbedaan kadar air kulit kentang hitam segar dengan bubuk kulit kentang hitam
sangat jauh karena pada bubuk kulit kentang hitam telah mengalami proses
pengeringan dan pengecilan ukuran yang menyebabkan kadar air pada kulit
kentang hitam menurun. Perlakuan pendahuluan pada kulit kentang hitam dapat
mempermudah proses selanjutnya yaitu ekstraksi, dimana pengecilan ukuran
akan menyebabkan gelombang mikro akan terserap dengan baik (Mandal, 2007).
Pada penelitian Agung (2013) menunjukkan bahwa kulit ubi jalar ungu memiliki
kadar air sebesar 75,40% dan bubuk kulit ubi ungu sebesar 7,76%, hal tersebut
memiliki perbedaan dengan hasil kulit kentang hitam disebabkan oleh beberapa
alasan seperti perbedaan bahan baku dan metode pengeringan yang digunakan
sehingga standart bahan baku yang digunakan juga berbeda.
Kulit kentang hitam mengandung senyawa fenol yang tinggi diantaranya
adalah senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid merupakan kelompok senyawa
fenol terbesar yang ditemukan di alam. Pada penelitian analisa kulit kentang
hitam didapatkan hasil total fenol sebesar 1,81± 0,15 mg GAE/g dan untuk bubuk
32
kulit kentang hitam dihasilkan sebesar 1,53 ± 0,23 mg GAE/g. Pada penelitian ini,
untuk kulit segar dan bubuk kulit kentang hitam belum ditemukan pustaka
mengenai total fenol yang terkandung didalamnya, Sebagai pembanding dalam
total fenol ini yang digunakan adalah daun sirsak basah dan bubuk daun sirsak
dengan total fenol sebesar 0,12 dan 0,13 (Aulia, 2012). Perbedaan ini
dikarenakan perbedaan varietas atau jenis bahan yang digunakan. Total fenol
untuk kulit kentang hitam segar memilki nilai yang lebih besar dibandingkan
dengan bubuk kulit kentang hitam, hal tersebut dikarenakan dalam bubuk kulit
kentang hitam telah mengalami pemanasan saat proses pengeringan dan juga
pengecilan ukuran (saat diblender) sehingga bahan terkena panas dan
kandungan total fenol didalamnya bisa menurun. Menurut Tsalitsati (2016)
mengemukakan bahwa pada kulit dapat mengandung cukup tinggi senyawa fenol
dan juga bagian bawah kulit ari memilki senyawa fenol lebih tinggi dibandingkan
bagian lapisan umbi lainnya (Kumalaningsih, 2012).
Aktivitas antioksidan IC50 pada kulit kentang hitam dihasilkan sebesar 240,33
± 1,47 ppm, sedangkan untuk bubuk kulit kentang hitam dihasilkan sebesar
257,04 ± 0,75 ppm. Aktivitas antioksidan IC50 pada kulit kentang hitam segar
lebih kecil daripada bubuk kulit kentang hitam. Nilai IC50, jika semakin kecil maka
senyawa antioksidan didalamnya semakin tinggi (Sabathani, 2017). Maka dari
itu, pada penelitian ini kulit kentang hitam aktivitas antioksidannya lebih tinggi
dibandingkan dengan bubuk kulit kentang hitam, karena bubuk kulit kentang
hitam telah mengalami pemanasan saat proses sehingga aktivitas
antioksidannya menurun. Penelitian kulit dan bubuk kulit kentang hitam ini belum
ditemukan pustaka mengenai aktivitas antioksidan didalamya. Meskipun belum
ditemukan pustaka namun sebagai pembanding dalam aktivitas antioksidan
menggunakan bahan yaitu murbei. Dimana aktivitas antioksidan dari murbei
segar dengan bubuk murbei yaitu sebesar 344,65 dan 323,12 ppm (Winnie,
2014). Hal tersebut berbeda cukup besar dengan aktivitas antioksidan kulit segar
dan bubuk kulit kentang hitam dikarenakan jenis bahan baku yang digunakanpun
berbeda.
4.2 Optimasi Proses Ekstraksi Senyawa Fenol dari Kulit Kentang Hitam
Optimasi proses ekstraksi rendemen pada kulit kentang hitam menggunakan
rancangan Central Composite Design (CCD) dengan metode Response Surface
Methodology (RSM). Faktor yang digunakan yaitu suhu dengan kisaran 45°C -
33
65°C dan lama waktu ekstraksi dengan kisaran 10- 20 menit. Penetapan titik
tengah/titik pusat (center point) pada penelitian ini berdasarkan penelitian
pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti. Respon yang dioptimasi adalah
rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan. Rancangan optimasi dan hasil
respon optimasi proses ekstraksi total fenol kulit kentang hitam dengan
menggunakan metode Response Surface Methodology (RSM) rancangan
Central Composite Design (CCD) dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3
Tabel 4.2 Rancangan Optimasi Proses Ektraksi Senyawa Fenol Kulit Kentang
Hitam
Tabel 4.3 Hasil Respon Optimasi Proses Ekstraksi Kulit Kentang Hitam terhadap
Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi
Std Run Faktor 1 A : suhu
oC
Faktor 2 B : Waktu
menit
Rendemen %
Total Fenol mg GAE/ g
Aktivitas Antioksidan IC50
Ppm
1 9 45,00 10,00 12,96 ± 0,18 14,38 ± 0,54 46,73 ± 0,87
2 10 65,00 10,00 13,67 ± 0,15 16,04 ± 0,58 43,07 ± 0,16
3 5 45,00 30,00 12,70 ± 0,20 14,11 ± 0,44 48,18 ± 0,21
4 4 65,00 30,00 12,63 ± 0,32 16,06 ± 0,57 43,00 ± 0,47
5 6 40,86 20,00 11,83 ± 0,15 13,81 ± 0,98 59,59 ± 0,04
6 7 69,14 20,00 12,42 ± 0,38 13,95 ± 0,75 50,41 ± 0,07
7 8 55,00 5,86 15,47 ± 0,15 16,35 ± 0,36 44,28 ± 0,11
8 1 55,00 34,14 14,10 ± 0,26 15,27 ± 0,71 44,55 ± 0,11
9 2 55,00 20,00 17,90 ± 0,23 16,87 ± 0,84 36,81 ± 0,38
10 3 55,00 20,00 18,23 ± 0,23 18,82 ± 1,27 35,57 ± 0,29
11 13 55,00 20,00 17,01 ± 0,50 16,86 ± 0,06 38,04 ± 0,15
12 11 55,00 20,00 17,11 ± 0,13 16,26 ± 0,42 39,00 ± 0,31
13 12 55,00 20,00 17,45 ± 0,15 16,20 ± 0,23 40,18 ± 0,05
Berdasarkan Tabel 4.2 yaitu rancangan optimasi proses ekstraksi total
fenol dari kulit kentang hitam menggunakan dua faktor yaitu faktor suhu (X1)
dengan satuan °C dan faktor lama waktu ekstraksi (X2) dengan satuan menit.
Faktor terkode digunakan untuk mempermudah proses perhitungan dan faktor
sebenarnya akan dikodekan menurut interval yang biasa digunakan yaitu dengan
-1 dan +1, nilai titik tengah dari rancangan akan dikodekan dengan 0
Nama Units -1 Level +1 Level -alpha +alpha
X1 Suhu Ekstraksi oC 45 65 40,8579 69,1421 X2 Lama Waktu
Ekstraksi Menit 10 30 5,85786 34,1421
34
(Montgomery,2005). Respon optimum analisa permukaan untuk faktor suhu
dengan level -1 suhu 45°C dan level +1 suhu 65°C, sedangkan untuk faktor lama
waktu ekstraksi level -1 10 menit dan level +1 30 menit. Proses optimasi
menggunakan metode permukaan respon memilki tujuan untuk menentukan
komposisi taraf perlakuan berdasarkan faktor yang terbaik untuk mendapatkan
hasil respon yang optimum (Ningsih, 2017).
Pada Tabel 4.3 yaitu hasil respon optimasi proses ekstraksi kulit kentang
hitam terhadap suhu dan lama waktu ekstraksi mendapatkan 13 kombinasi
terhadap respon rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan IC50. Ekstraksi
kulit kentang hitam dengan perlakuan suhu 55°C dan lama waktu ekstraksi
selama 20 menit mendapatkan nilai yang cenderung tinggi dengan respon
rendemen sebesar 18,23 ± 0,23%, total fenol sebesar 18,82 ± 1,27 mg GAE/g
dan aktivitas antioksidan IC50 sebesar 35,57 ± 0,29 ppm. Hal ini dikarenakan
ekstraksi suhu 55°C dan waktu ekstraksi 20 menit memberikan suhu dan waktu
yang cukup banyak bagi pelarut untuk menembus dinding sel dan menarik keluar
senyawa-senyawa yang terkandung dalam bahan, sehingga dihasilkan
rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan dengan hasil yang tinggi
(Wahyuni, 2015). Semakin lama waktu ekstraksi yang dilakukan maka akan
semakin meningkat pula rendemen yang telah dihasilkan karena semakin lama
ekstraksi maka semakin lama pula kontak antara bahan dengan pelarut (Nuh,
2017).
4.2.1 Rendemen Ekstrak Kulit Kentang Hitam
4.2.1.1 Pemilihan Model terhadap Respon Rendemen
Pemilihan model yang optimum terhadap respon rendemen ekstrak kulit
kentang hitam dapat dilihat berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model
(Sequential Model Sum of Squares), pengujian ketidaktepatan (Lack of Fit Test)
dan ringkasan model statistik (Model Summary Statistic). Hasil analisa pemilihan
model terhadap respon rendemen dengan menggunakan suhu dan lama waktu
ekstraksi berdasarkan Sequential Model Sum of Squares dapat dilihat pada
Lampiran 3.3.
Hasil analisa berdasarkan Sequential Model Sum of Squares (Lampiran
3.3) menunjukkan bahwa model yang disarankan adalah model kuadratik,
dimana pada model tersebut memiliki nilai p <0,0001 yang berarti <0,05
(signifikan). Hal tersebut menunjukkan bahwa model kuadratik adalah model
35
yang sesuai/signifikan dan berpengaruh besar terhadap respon rendemen
dibandingakan dengan model lainnya.
Pemilihan model kedua adalah berdasarkan pengujian ketidaktepatan
model fungsi (Lack of fit test). Model akan dianggap tepat apabila uji simpangan
dari model bersifat tidak nyata atau tidak signifikan secara statistik pada taraf
alpha tertentu (Aulia, 2012). Pemilihan model berdasarkan analisis Lack of Fit
Test dapat dilihat pada Lampiran 3.4.
Hasil analisis dari pengujian ketidaktepatan (Lack of Fit Test) (Lampiran
3.4) menunjukkan model yang disarankan adalah model kuadratik dimana nilai p
yang didapat sebesar 0,6469 yang berarti >0,05. Hal tersebut berarti model
kuadratik tidak signifikan terhadap ketidaktepatan model. Nilai dari analisa Lack
of Fit Test yang tidak signifikan mennadakan nilai tersebut tidak berpengaruh
terhadap pure error. Nilai tersebut dianggap untuk menunjukkan adanya
kesesuaian data respon dengan model (Melati, 2012).
Pemilihan model yang ketiga adalah Model Summary Statistic yaitu model
analisis perhitungan kesimpulan dari perhitungan sebelumnya. Pemilihan Model
Summary Statistic terhadap respon rendemen dapat dilihat pada Lampiran 3.5.
Berdasarkan Model Summary Statistic pada Lampiran 3.5, yaitu analisis
model summary statistic dengan pilihan model kuadratik memiliki standar deviasi
sebesar 0,47. Hal tersebut menujukkan bahwa standar deviasi yang dimiliki
model kuadratik lebih rendah dibandingkan dengan model lainnya seperti model
linear,2FI dan cubic. Untuk nilai R2 model kuadratik memiliki nilai sebesar 0,9769,
hal tersebut berarti faktor suhu dan waktu berpengaruh terhadap keragaman
respon rendemen ekstrak kulit kentang hitam. Hasil adjusted R2 dan predicted R2
memiliki nilai tertinggi sebesar 0,9603 dan 0,9239. Regresi model yang memiliki
nilai R2 >0,8000 menyatakan korelasi yang tinggi (Rahulan, 2009). Pada model
kuadratik memiliki nilai PRESS yang paling kecil yaitu 5,16, sehingga model
kuadratik disarankan pada analisis Model Summary Statistic dan model yang
tidak disarankan adalah model cubic.
Berdasarkan ketiga metode pemilihan model, maka model yang terpilih
untuk menjelaskan hubungan antara faktor suhu dan lama waktu ekstraksi
terhadap respon rendemen adalah model kuadratik.
36
4.2.2.1 Analisis Ragam ANOVA terhadap Respon Rendemen
Analisa ragam ANOVA digunakan untuk mengetahui respon rendemen
yang dihasilkan dapat merespon perlakuan yang telah diberikan seperti dengan
menggunakan suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang hitam. Hasil analisa
ragam ANOVA dapat dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Hasil Analisa Ragam ANOVA
Sumber Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Rata-rata Kuadrat
F Hitung
Nilai P Prob > F
Model 66,17 5 13,23 59,09 <0,0001 Significant A-SUHU 0,27 1 0,27 1,21 0,3071 B-WAKTU 1,31 1 1,31 5,85 0,0462 AB 0,15 1 0,15 0,68 0,4370 A2 55,47 1 55,47 247,69 <0,0001 B2 15,52 1 15,52 69,31 <0,0001 Residual 1,57 7 0,22 Lack of Fit 0,49 3 0,16 0,60 0,6469 Not
Significant Pure Error 1,08 4 0,27 Cor Total 67,73 12
Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai F hitung = 59,09 dan nilai P =
<0,0001 lebih kecil dari nilai signifikansi yaitu 0,05 (lebih kecil dari nilai alpha
5%). Hal tersebut menunjukkan bahwa rendemen yang dihasilkan terdapat
perbedaan dan perbedaan yang dihasilkan merupakan respon terhadap
perlakuan yang telah diberikan yaitu suhu dan lama waktu ekstraksi.
Berdasarkan uji parsial untuk variabel diatas terlihat bahwa perlakuan yang nyata
atau yang memberi pengaruh secara signifikan adalah suhu dan lama waktu
ekstraksi. Suhu yang rendah dapat menyebabkan perpindahan sebuah masa
terjadi secara lambat sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk
membuat sebuah komponen itu keluar dari bahan tersebut (Scher et al, 2015).
Sehingga semakin lama waktu ekstraksi, kesempatan bahan untuk kontak
dengan pelarut semakin besar dan hasilnya juga akan bertambah sampai titik
jenuh larutan (Handayani, 2016). Koefisien keragaman sebuah parameter dapat
dilihat pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Koefisien Keragaman Parameter
Std. Dev. 0,47 R-Squared 0,9769
Mean 14,88 Adj R-Squared 0,9603
C.V.% 3,18 Pred R- Squared 0,9239
PRESS 5,16 Adeq Precision 18,377
37
Nilai R-Squared yang terdapat pada model kuadratik memiliki jumlah yang
cukup besar yaitu 0,9769 atau 97,69%. Hal ini menujukkan keragaman
rendemen dapat dipengaruhi oleh suhu dan lama waktu ekstraksi, untuk 2,31%
sisanya kemungkinan dapat dipengaruhi faktor lain dan kurang teliti selama
proses penelitian berlangsung. Pada nilai Adeq Precision memilki jumlah sebesar
18,37, nilai Adeq Precision merupakan besarnya sinyal terhadap noise ratio atau
suatu ukuran rentang untuk nilai respon prediksi yang dihubungkan dengan error
sehingga nilai ini menunjukkan presisi sebuah data (Subangkit, 2012). Nilai
koefisien keragaman diperoleh sebesar 3,18%, dimana model yang baik memliki
koefisien keragaman yang kecil yaitu <25%.
Dari program Design Expert telah diperoleh persamaan regeresi model
ordo kedua dalam bentuk variabel sebenarnya (Actual), yaitu :
Y = - 76,202 + 3,163X1 + 0,664X2 – 1,950X1X2 -0,028X12 – 0,014X22
Dimana : Y = Variabel respon rendemen
X1 = Faktor suhu
X2 = Faktor waktu
Persamaan model diatas merupakan yang digunakan untuk menentukan
nilai respon yang didapat dari nilai variabel bebas tertentu. Dari model
persamaan tersebut menunjukkan bahwa koefisien X12 dan X22 memiliki nilai
yang negatif. Nilai negatif pada model kuadratik dapat mengindikasikan adanya
titik stationer yang maksimal pada kurva respon dan juga mampu menujukkan
bahwa kurva respon yang terbentuk adalah kurva parabola dengan bentuk
terbuka ke bawah (Budiandari dan Widjanarko, 2014). Titik stationer yang
maksimal tersebut menggambarkan bahwa variabel respon yang diberikan telah
mencapai titik yang maksimal sehingga mendapatkan hasil yang maksimal pula.
Peningkatan atau penurunan dari variabel respon atau variabel bebas akan
diikuti oleh peningkatan atau penurunan nilai dari variabel terikat (X1 dan X2)
(Sugiyono, 2012).
4.2.3.1 Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Kulit Kentang Hitam terhadap
Rendemen
Pemilihan model dari Design Expert untuk respon rendemen yang telah
dianalisis dan model yang disarankan yaitu model kuadratik. Hasil kurva Normal
38
Plot of Residuals dari model yang telah disarankan terhadap respon rendemen
dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Kurva Plot of Residual terhadap Respon Rendemen
Pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa titik residual tidak berada tepat
disepanjang garis tengah atau garis merah, namun titik residual tersebut masih
tersebar disepanjang garis tengah atau garis merah antara persen normal
probability dengan residual. Semakin dekat titik data dengan garis kenormalan
maka data menyebar dengan normal, hal tersebut menunjukkan bahwa hasil
aktual akan mendekati hasil yang telah diprediksikan oleh program (Kumari,
2008).
Hubungan antara faktor suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang
hitam terhadap respon rendemen telah digambarkan pada grafik Contour dan
grafik 3D surface Gambar 4.2 dan Gambar 4.3. Pada grafik Contour, sumbu x
dengan kode A menunjukkan faktor suhu dan sumbu y dengan kode B sebagai
lama waktu ekstraksi. Contour yang muncul tersebut menujukkan perwakilan nilai
spesifik yang tinggi pada permukaan respon dan grafik sebagai gambaran
pengaruh dari interaksi dari setiap faktor yang telah digunakan.
39
Gambar 4.2 Grafik Contour Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu
Ekstraksi
Gambar 4.3 Grafik 3D Surface Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu
Ekstraksi
Pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 menujukkan bahwa pengaruh dari
interaksi faktor suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang hitam terhadap
respon rendemen. Grafik tersebut memiliki warna yang berbeda, sehingga hal
tersebut menunjukkan perbedaan nilai respon rendemen. Dimana warna biru
menunjukkan nilai hasil rendemen rendah dan warna merah menujukkan nilai
hasil rendemen tinggi.
Berdasarkan Gambar 4.2 garis yang melingkar menunjukkan hasil respon
yang telah diamati dan hasil optimum terletak pada bagian tengah serta ditandai
40
dengan adanya titik merah. Maka dari itu dapat diketahui dari gambar
bahwasanya titik optimum terletak diarea warna merah.
Gambar 4.3 memperlihatkan bentuk permukaan kurva berbentuk
parabola terbuka ke bawah. Hal tersebut menujukkan bahwa nilai rendemen
maksimum dihasilkan berkisar suhu dan lama waktu ekstraksi pada titik optimum
yang telah ditentukan. Perbedaan dari ketinggian bentuk permukaan dikarenakan
nilai yang berbeda setiap kombinasi faktor yang telah dilakukan. Bentuk
permukaan yang memiliki daerah tinggi menunjukkan jika rendemen yang
dihasilkan juga tinggi atau besar dan jika daerah permukaan tersebut rendah
maka hasil rendemen yang didapat kecil.
Peningkatan rendemen dapat disebabkan oleh besarnya zat ester difusi
solute (antioksidan) dari matriks padat ke permukaan, laju perpindahan massa
solute meningkatkan kelarutan solute di dalam pelarut (Inggrid dan Santoso,
2014). Tinggi dan rendahnya suatu rendemen dari bahan pangan sangat
dipengaruhi oleh kandungan air suatu bahan pangan. Suhu adalah salah satu
faktor penentu dalam proses pemanasan, selain sifat bahan yang dipanaskan
seperti kadar air awal dan ukuran produk akan mempengaruhi proses
pemanasan (Sukma dkk, 2017). Kenaikan suhu mampu melunakkan jaringan
sebuah tanaman, mampu meningkatkan koefisien ekstraksi meningkatkan laju
difusi dan memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi (Maran, 2014).
Lama waktu ekstraksi dapat menentukan jumlah rendemen yang dapat
diesktrak dari bahan. Berdasarkan penelitian Kodri (2014) menyatakan bahwa
ekstraksi menggunakan ultrasonik dengan waktu 30 menit dengan pelarut
heksan menghasilkan total rendemen 4%. Maka semakin lama ekstraksi akan
memberikan kesempatan bahan untuk kontak dengan pelarut lebih lama,
sehingga rendemen yang dihasilkan semakin besar. Waktu ekstraksi yang sesuai
dan tepat akan menghasilkan jumlah rendemen yang maksimal pula. Jumlah
rendemen yang terekstrak akan bergantung pada sifat alamiah senyawa, metode
ekstraksi, ukuran partikel, kondisi, suhu dan waktu, perbandingan sampel juga
jenis pelarut yang digunakan (Mujipradhana dkk, 2018).
Selain suhu dan lama waktu ekstraksi hasil rendemen yang diperoleh
tersebut meningkat dikarenakan adanya metode sonikasi. Hal itu terjadi kavitasi
saat diberi perlakuan gelombang ultrasonik untuk memecah dinding sel sebuah
bahan (Sabathani, 2017). Kavitasi merupakan pembentukan gelembung-
gelembung mikro karena meningkatkanya tekanan saat ekstraksi sebagai akibat
41
adanya gelombang ultrasonik (Manasika, 2013). Pecahnya gelembung dengan
mudah diakibatkan kondisi tidak stabil saat gelembung sudah mencapai volume
yang tidak cukup lagi menyerap energi.
Setelah mengalami kondisi yang optimum maka rendemen tersebut juga
akan perlahan menurun jumlahnya atau bisa dikatakan hasil rendemen tetap.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan jika perlakuan suhu dan lama
waktu yang optimum berpengaruh, karena semakin tinggi suhu dan lama waktu
berkontak dengan pelarut maka pelarut tersebut juga akan jenuh. Pelarut yang
telah jenuh mengakibatkan proses ekstraksi yang kurang baik karena gaya
pendorong (driving force) semakin lama akan semakin kecil (Perina dkk, 2007).
Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu ekstraksi, maka akan merusak
senyawa biokatif dan komponen lain seperti karbohidrat, protein, proksimat dan
lain-lain akan mengalami degradasi atau rusak sehingga rendemen yang didapat
juga akan semakin menurun.
4.2.2 Total Fenol Ekstrak Kulit Kentang Hitam
4.2.2.1 Pemilihan Model terhadap Respon Total Fenol
Pemilihan model yang optimum terhadap respon total fenol ekstrak kulit
kentang hitam dapat dilihat berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model
(Sequential Model Sum of Squares), pengujian ketidaktepatan (Lack of Fit Test)
dan ringkasan model statistik (Model Summary Statistic). Hasil analisa pemilihan
model terhadap respon total fenol dengan menggunakan suhu dan lama waktu
ekstraksi berdasarkan Sequential Model Sum of Squares dapat dilihat pada
Lampiran 3.10.
Hasil analisa Sequential Model Sum of Squares pada lampiran 3.10
menunjukkan bahwa model yang disarankan adalah model kuadratik, dimana
pada model tersebut memiliki nilai p = 0,0120 yang berarti <0,05 (signifikan). Hal
tersebut menunjukkan bahwa model kuadratik adalah model yang
sesuai/signifikan dan berpengaruh besar terhadap respon total fenol
dibandingkan dengan model lainnya.
Selanjutnya untuk pemilihan model kedua adalah berdasarkan pengujian
ketidaktepatan model fungsi (Lack of fit test). Model akan dianggap tepat apabila
uji simpangan dari model bersifat tidak nyata atau tidak signifikan secara statistik
pada taraf alpha tertentu (Aulia, 2012). Pemilihan model berdasarkan analisis
Lack of Fit Test dapat dilihat pada Lampiran 3.11.
42
Pada lampiran 3.11 yaitu uji Lack of Fit menunjukkan model yang
disarankan adalah model kuadratik dimana nilai p yang didapat sebesar 0,6789
yang berarti >0,05. Hal tersebut berarti model kuadratik tidak signifikan terhadap
ketidaktepatan model. Nilai dari analisa Lack of Fit Test yang tidak signifikan
menandakan nilai tersebut tidak berpengaruh terhadap pure error. Nilai tersebut
dianggap untuk menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model
(Melati, 2012).
Pemilihan model yang ketiga adalah Model Summary Statistic yaitu model
analisis perhitungan kesimpulan dari perhitungan sebelumnya. Pada model ini
penentuannya berdasarkan nilai R2 dan membandingkan antara adjusted R2 dan
predicted R2 yang paling maksimal (Montgomery, 2001). Pemilihan Model
Summary Statistic terhadap respon total fenol dapat dilihat pada Lampiran 3.12.
Berdasarkan lampiran 3.12 tersebut, yaitu analisis model summary
statistic dengan pilihan model kuadratik memiliki standar deviasi sebesar 0,95.
Hal tersebut menujukkan bahwa standar deviasi yang dimiliki model kuadratik
lebih rendah dibandingkan dengan model lainnya seperti model linear,2FI dan
cubic. Untuk nilai R2 model kuadratik memiliki nilai sebesar 0,7425, hal tersebut
berarti faktor suhu dan waktu berpengaruh terhadap keragaman respon total
fenol ekstrak kulit kentang hitam. Nilai R2 memiliki angka berkisar 0 sampai 1
yang mampu mengindikasi besarnya variasi total dalam variabel terikat yang
dijelaskan oleh variabel bebas, semakin mendekati angka 1 maka semakin baik
(Agung, 2019). Hasil adjusted R2 dan predicted R2 memiliki nilai sebesar 0,5586
dan 0,1848. Pada model kuadratik memiliki nilai PRESS yaitu 20,18, sehingga
model kuadratik disarankan pada analisis Model Summary Statistic dan model
yang tidak disarankan adalah model cubic.
Maka, berdasarkan ketiga metode pemilihan model, model yang terpilih
untuk menjelaskan hubungan antara faktor suhu dan lama waktu ekstraksi
terhadap respon total fenol adalah model kuadratik.
4.2.2.2 Analisis Ragam ANOVA terhadap Respon Total Fenol
Analisa ragam ANOVA digunakan untuk mengetahui respon total fenol
yang dihasilkan dapat merespon perlakuan yang telah diberikan seperti dengan
menggunakan suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang hitam. Hasil analisa
ragam ANOVA dapat dilihat pada Tabel 4.6
43
Tabel 4.6 Hasil Analisa Ragam ANOVA
Sumber Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Rata-rata Kuadrat
F Hitung
Nilai P Prob >
F
Model 18,38 5 3,68 4,04 0,0481 Significant A-SUHU 1,81 1 1,81 1,99 0,2011 B-WAKTU 0,39 1 0,39 0,43 0,5312 AB 0,021 1 0,021 0,023 0,8835 A2 15,39 1 15,39 16,90 0,0045 B2 1,90 1 1,90 2,08 0,1920 Residual 6,37 7 0,91 Lack of Fit 1,84 3 0,61 0,54 0,6789 Not Significant Pure Error 4,53 4 1,13 Cor Total 24,73 12
Pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai F hitung = 4,04 dan nilai P =
0,0481 atau jika dibulatkan jadi 0,05 yaitu sama dengan nilai signifikansi yaitu
0,05 (nilai alpha 5%). Hal tersebut menunjukkan bahwa total fenol yang
dihasilkan terdapat perbedaan dan perbedaan yang dihasilkan merupakan
respon terhadap perlakuan yang telah diberikan yaitu suhu dan lama waktu
ekstraksi. Senyawa fenol memiliki sifat yang mudah teroksidasi dan sensitif
terhadap perlakuan panas (Ramma et al, 2002). Menurut Vatai et al (2009),
senyawa fenolik juga sangat mudah terdegradasi karena sifatnya yang sensitif
dan juga tidak stabil. Faktor utama yang mampu mendegradasi senyawa fenolik
yaitu suhu, lama waktu ekstraksi, kandungan oksigen dan cahaya. Koefisien
keragaman sebuah parameter dapat dilihat pada Tabel 4.7
Tabel 4.7 Koefisien Keragaman Parameter
Std. Dev. 0,95 R-Squared 0,7425 Mean 15,77 Adj R-Squared 0,5586 C.V.% 6,08 Pred R- Squared 0,1848 PRESS 20,18 Adeq Precision 5,627
Berdasarkan Tabel 4.7, nilai R-Squared yang terdapat pada model
kuadratik memiliki jumlah yang cukup besar yaitu 0,7425 atau 74,25%. Hal ini
menujukkan keragaman total fenol dapat dipengaruhi oleh suhu dan lama waktu
ekstraksi, untuk 25,75% sisanya kemungkinan dapat dipengaruhi faktor lain dan
kurang teliti selama proses. Pada nilai Adeq Precision memilki jumlah sebesar
5,627. Nilai koefisien keragaman diperoleh sebesar 6,08%, dimana model yang
baik memliki koefisien keragaman yang kecil yaitu <25%.
Dari program Design Expert telah diperoleh persamaan regeresi model
ordo kedua dalam bentuk variabel sebenarnya (Actual), yaitu :
44
Y = - 31,452 + 1,669X1 + 0,146X2 + 7,250X1X2 - 0,014X12 - 5,223X22
Dimana : Y = Variabel respon total fenol
X1 = Faktor suhu
X2 = Faktor waktu
Persamaan model diatas merupakan yang digunakan untuk menentukan
nilai respon yang didapat dari nilai variabel bebas tertentu. Dari model
persamaan tersebut menunjukkan bahwa koefisien X12 dan X22 memiliki nilai
yang negatif. Menurut Budiandri dan Widjanarko (2014) bahwa nilai negatif pada
suatu model kuadratik dapat mengindikasikan adanya titik stationer yang
maksimal pada kurva respon dan juga mampu menujukkan bahwa kurva respon
yang terbentuk adalah kurva parabola dengan bentuk terbuka ke bawah. Indikasi
titik stationer yang maksimal menunjukkan bahwa variabel respon yang telah
diberikan telah mencapai titik optimumnya. Dimana, jika nilai koefisien X1 dan X2
bernilai positif maka Y meningkat dan juga apabila nilai X1 dan X2 bernilai negatif
maka Y menurun. Nilai positif atau negatif tersebut menandakan kesesuaian
antara peningkatan dan penurunan faktor (suhu dan waktu ekstraksi) dengan
respon yang telah dihasilkan (Rucitra, 2014).
4.2.2.3 Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Kulit Kentang Hitam terhadap
Total Fenol
Pemilihan model dari Design Expert untuk respon total fenol yang telah
dianalisis dan model yang disarankan yaitu model kuadratik. Hasil kurva Normal
Plot of Residuals dari model yang telah disarankan terhadap respon total fenol
dapat dilihat pada Gambar 4.4
45
Gambar 4.4 Kurva Plot of Residual terhadap Respon Total Fenol
Pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa titik residual tidak berada tepat
disepanjang garis tengah atau garis merah, namun titik residual tersebut masih
tersebar disepanjang garis tengah atau garis merah antara persen normal
probability dengan residual. Menurut Trihaditia (2016) data yang mendekati garis
normal plot dianggap data tersebut normal dan juga memiliiki sebaran yang
merata. Semakin dekat titik data dengan garis kenormalan maka data menyebar
dengan normal.
Hubungan antara faktor suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang
hitam terhadap respon total fenol telah digambarkan pada grafik Contour dan
grafik 3D surface Gambar 4.5 dan Gambar 4.6. Pada grafik Contour, sumbu x
dengan kode A menunjukkan faktor suhu dan sumbu y dengan kode B sebagai
lama waktu ekstraksi. Contour yang muncul tersebut menujukkan perwakilan nilai
spesifik yang tinggi pada permukaan respon dan grafik sebagai gambaran
pengaruh dari interaksi dari setiap faktor yang telah digunakan.
46
Gambar 4.5 Grafik Contour Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu
Ekstraksi
Gambar 4.6 Grafik 3D Surface Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu
Ekstraksi
Pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 diatas menujukkan bahwa pengaruh
dari interaksi faktor suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang hitam terhadap
respon total fenol. Grafik tersebut memiliki warna yang berbeda, sehingga hal
tersebut menunjukkan perbedaan nilai respon total fenol. Berdasarkan Gambar
4.5 garis yang melingkar menunjukkan hasil respon yang telah diamati dan hasil
optimum terletak pada bagian tengah serta ditandai dengan adanya titik merah.
Maka dari itu dapat diketahui dari gambar bahwa titik optimum terletak diarea
warna hijau.
47
Gambar 4.6 memperlihatkan bentuk permukaan kurva berbentuk
parabola terbuka ke bawah. Hal tersebut menujukkan bahwa nilai total fenol
maksimum dihasilkan berkisar suhu dan lama waktu ekstraksi pada titik optimum
yang telah ditentukan. Perbedaan dari ketinggian bentuk permukaan dikarenakan
nilai yang berbeda setiap kombinasi faktor yang telah dilakukan. Bentuk
permukaan yang memiliki daerah tinggi menunjukkan jika total fenol yang
dihasilkan juga tinggi atau besar dan jika daerah permukaan tersebut rendah
maka hasil total fenol yang didapat kecil. Semakin tinggi waktu dan suhu, maka
total fenol juga akan semakin tinggi pula. Namun, pada titik tertentu aktivitas
fenol akan mencapai titik optimum, sehingga akan mengalami penurunan
konsentrasi fenol. Hal ini dikarenakan fenol akan mengalami kerusakan seiring
dengan peningkatan suhu dan waktu ekstraksi. Bertambahnya waktu dan suhu
tersebut mampu meningkatkan paparan fenol dengan panas, sehingga fenol
akan mengalami kerusakan (Grafianita, 2011).
Suhu yang tinggi akan menyebabkan kelarutan senyawa fenol dalam
pelarut semakin besar. Dengan meningkatkan suhu, difusi yang terjadi juga
semakin besar, sehingga proses ekstraksi juga akan berjalan lebih cepat. Akan
tetapi dalam meningkatkan suhu operasi juga perlu diperhatikan, karena suhu
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada bahan yang sedang
diproses (Ibrahim, 2015).
Menurut Darwis (2000) bahwa pengaturan waktu pada proses ekstraksi
mampu mempengaruhi hasil dari ekstraksi itu sendiri, dimana semakin lama
waktu yang digunakan semakin meningkatkan total fenol yang diperoleh (Yuswi,
2017). Setelah kondisi optimum, total fenol akan mengalami kerusakan atau
penurunan karena paparan suhu tinggi dalam waktu rentang yang lama dapat
merusak gugus aktif dari senyawa fenol (Mai et al, 2011). Pada penelitian
Rangsriwong (2009) yaitu ekstrak manggis menyatakan bahwa suhu yang
meningkat mampu meningkatkan aktivitas fenolat, karena peningkatan suhu
mampu meningkatkan penurunan polaritas dari air.
Total fenol yang telah mengalami kondisi optimum maka total fenol yang
dihasilkan cenderung menurun karena semakin adanya lama pemanasan. Hal ini
dikarenakan senyawa fenol tidak stabil dalam panas. Kandungan fenol akan
mengalami kerusakan saat pada suhu 60°C dan 80°C (Teixeira et al, 2017).
Senyawa fenol merupakan senyawa yang bersifat antioksidan dan sifat
antioksidan tersebut akan teroksidasi dengan adanya cahaya, panas dan oksigen
48
(Widiyanti, 2006). Fenol mempunyai sifat asam, mudah dioksidasi, mudah
menguap, sensitif terhadap cahaya dan oksigen, serta bersifat antiseptik
(Grafianita, 2011). Kadar fenol tersebut akan menurun antara lain dengan
perlakuan pencucian, perebusan, dan proses pengolahan lebih lanjut untuk
dijadikan produk yang siap dikonsumsi. Dengan adanya paparan suhu yang
tinggi dengan waktu yang lama mampu membuat senyawa fenol tersebut
terdegradasi secara termal atau rusak sehingga kadar fenol yang diperoleh
semakin menurun.
4.2.3 Aktivitas Antioksidan IC50 Ekstrak Kulit Kentang Hitam
4.2.3.1 Pemilihan Model terhadap Respon Aktivitas Antioksidan IC50
Pemilihan model yang optimum terhadap respon aktivitas antioksidan
ekstrak kulit kentang hitam dapat dilihat berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan
model (Sequential Model Sum of Squares), pengujian ketidaktepatan (Lack of Fit
Test) dan ringkasan model statistic (Model Summary Statistic). Hasil analisa
pemilihan model terhadap respon aktivitas antioksidan dengan menggunakan
suhu dan lama waktu ekstraksi berdasarkan Sequential Model Sum of Squares
dapat dilihat pada Lampiran 3.17.
Hasil analisa dari lampiran 3.17 (Sequential Model Sum of Squares)
menunjukkan bahwa model yang disarankan adalah model kuadratik, dimana
pada model tersebut memiliki nilai p = 0,0007 yang berarti <0,05 (signifikan). Hal
tersebut menunjukkan bahwa model kuadratik adalah model yang
sesuai/signifikan dan berpengaruh besar terhadap respon aktivitas antioksidan
dibandingakan dengan model lainnya.
Setelah itu, pemilihan model kedua adalah berdasarkan pengujian
ketidaktepatan model fungsi (Lack of fit test). Model akan dianggap tepat apabila
uji simpangan dari model bersifat tidak nyata atau tidak signifikan secara statistik
pada taraf alpha tertentu (Aulia, 2012). Pemilihan model berdasarkan analisis
Lack of Fit Test dapat dilihat pada Lampiran 3.18.
Pada uji Lack of Fit (Lampiran 3.18) menunjukkan model yang disarankan
adalah model kuadratik dimana nilai p yang didapat sebesar 0,0962 yang berarti
>0,05. Hal tersebut berarti model kuadratik tidak signifikan terhadap
ketidaktepatan model. Nilai dari analisa Lack of Fit Test yang tidak signifikan
menandakan nilai tersebut tidak berpengaruh terhadap pure error. Nilai tersebut
49
dianggap untuk menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model
(Melati, 2012).
Pemilihan model Model Summary Statistic yaitu model analisis
perhitungan kesimpulan dari perhitungan sebelumnya. Pada model ini
penentuannya berdasarkan nilai R2 dan membandingkan antara adjusted R2 dan
predicted R2 yang paling maksimal (Montgomery, 2001). Pemilihan Model
Summary Statistic terhadap respon aktivitas antioksidan dapat dilihat pada
Lampiran 3.19.
Berdasarkan Model Summary Statistic (Lampiran 3.19), yaitu analisis
Model Summary Statistic dengan pilihan model kuadratik memiliki standar deviasi
sebesar 2,81. Hal tersebut menujukkan bahwa standar deviasi yang dimiliki
model kuadratik lebih rendah dibandingkan dengan model lainnya seperti model
linear,2FI dan cubic. Untuk nilai R2 model kuadratik memiliki nilai sebesar 0,8916,
hal tersebut berarti faktor suhu dan waktu berpengaruh terhadap keragaman
respon aktivitas antioksidan ekstrak kulit kentang hitam. Hasil adjusted R2 dan
predicted R2 memiliki nilai tertinggi sebesar 0,8142 dan 0,3714. Regresi model
yang memiliki nilai R2 >0,8000 menyatakan korelasi yang tinggi (Rahulan, 2009).
Pada model kuadratik memiliki nilai PRESS yang paling kecil yaitu 319,74,
sehingga model kuadratik disarankan pada analisis Model Summary Statistic dan
model yang tidak disarankan adalah model cubic.
Maka dari ketiga metode pemilihan model, model yang terpilih untuk
menjelaskan hubungan antara faktor suhu dan lama waktu ekstraksi terhadap
respon aktivitas antioksidan adalah model kuadratik.
4.2.3.2 Analisis Ragam ANOVA terhadap Respon Aktivitas Antioksidan IC50
Analisa ragam ANOVA digunakan untuk mengetahui respon aktivitas
antioksidan yang dihasilkan dapat merespon perlakuan yang telah diberikan
seperti dengan menggunakan suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang hitam.
Hasil analisa ragam ANOVA dapat dilihat pada Tabel 4.8
50
Tabel 4.8 Analisis Ragam ANOVA
Sumber Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Rata-rata Kuadrat
F Hitung
Nilai P Prob > F
Model 453,53 5 90,71 11,51 0,0029 Significant A-SUHU 59,53 1 59,53 7,56 0,0285 B-WAKTU 0,39 1 0,39 0,049 0,8307 AB 0,58 1 0,58 0,073 0,7944 A2 383,45 1 383,45 48,68 0,0002 B2 31,62 1 31,62 4,01 0,0852 Residual 55,14 7 7,88 Lack of Fit 42,10 3 14,03 4,30 0,0962 Not
Significant Pure Error 13,04 4 3,26 Cor Total 508,67 12
Pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai F hitung = 11,51 dan nilai P =
0,0029 lebih kecil dari nilai signifikansi yaitu 0,05 (lebih kecil dari nilai alpha 5%).
Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan yang dihasilkan terdapat
perbedaan dan perbedaan yang dihasilkan merupakan respon terhadap
perlakuan yang telah diberikan yaitu suhu dan lama waktu ekstraksi. Panas yang
berlebihan menyebabkan suhu ekstraksi mencapai titik labil senyawa target dan
mengakibatkan rusaknya senyawa target secara termal, sehingga dimungkinkan
terjadinya peningkatan konsentrasi ekstrak yang tidak terlalu tajam, bahkan
penurunan hasil ekstrak hingga bahan tidak dapat terekstrak lagi. Waktu yang
lama pun dapat mengakibatkan penurunan hasil senyawa yang terekstrak karena
terkena paparan panas. Koefisien keragaman sebuah parameter dapat dilihat
pada Tabel 4.9
Tabel 4.9 Koefisien Keragaman Parameter
Std.Dev. 2,81 R-Squared 0,8916 Mean 43,80 Adj R-Squared 0,8142 C.V.% 6,41 Pred R- Squared 0,3714 PRESS 319,74 Adeq Precision 9,811
Nilai R-Squared yang terdapat pada model kuadratik memiliki jumlah yang
cukup besar yaitu 0,8916 atau 89,16%. Hal ini menujukkan keragaman aktivitas
antioksidan dapat dipengaruhi oleh suhu dan lama waktu ekstraksi, untuk
10,84% sisanya kemungkinan dapat dipengaruhi faktor lain dan kurang teliti
selama proses penelitian berlangsung. Pada nilai Adeq Precision memilki jumlah
sebesar 9,811. Nilai koefisien keragaman diperoleh sebesar 6,41%, dimana
model yang baik memliki koefisien keragaman yang kecil yaitu <25%.
51
Dari program Design Expert telah diperoleh persamaan regeresi model
ordo kedua dalam bentuk variabel sebenarnya (Actual), yaitu :
Y = +281,417 – 8,363X1 - 0,621X2 – 3,800X1X2 + 0,074X12 + 0,021X22
Dimana : Y = Variabel respon aktivitas antioksidan IC50 X1 = Faktor suhu X2 = Faktor waktu
Persamaan model diatas merupakan yang digunakan untuk menentukan
nilai respon yang didapat dari nilai variabel bebas tertentu. Nilai negatif pada
model kuadratik dapat mengindikasikan adanya titik stationer yang maksimal
pada kurva respon dan juga mampu menujukkan bahwa kurva respon yang
terbentuk adalah kurva parabola dengan bentuk terbuka ke bawah (Budiandari
dan Widjanarko, 2014). Titik stasioner yang maksimal pada kurva merupakan
gambaran jika faktor yang telah diberikan telah mencapai titik optimum dan
berpengaruh terhadap respon sehingga didapatkan hasil yang maksimal.
Koefisien dari X1 (Suhu) dan X2 (Waktu) mampu mempengaruhi Y atau respon,
yakni dengan nilai positif atau negatif (Rucitra, 2014). Dari model persamaan
tersebut menunjukkan bahwa koefisien X12 dan X22 memiliki nilai yang positif.
Dalam respon aktivitas antioksidan IC50 memiliki titik minimum yang berarti
bahwa aktivitas antioksidannya optimum (Sabathani, 2017).
4.2.3.3 Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Kulit Kentang Hitam terhadap
Aktivitas Antioksidan IC50
Pemilihan model dari Design Expert untuk respon aktivitas antioksidan
yang telah dianalisis dan model yang disarankan yaitu model kuadratik. Hasil
kurva Normal Plot of Residuals dari model yang telah disarankan terhadap
respon aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Gambar 4.7
52
Gambar 4.7 Kurva Plot of Residual terhadap Respon Aktivitas Antioksidan IC50
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa titik residual tidak berada tepat
disepanjang garis tengah atau garis merah, namun titik residual tersebut masih
tersebar disepanjang garis tengah atau garis merah antara persen normal
probability dengan residual. Menurut Trihaditia (2016) data yang mendekati garis
normal plot dianggap data tersebut normal dan juga memiliiki sebaran yang
merata.
Hubungan antara faktor suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang
hitam terhadap respon aktivitas antioksidan telah digambarkan pada grafik
Contour dan grafik 3D surface Gambar 4.8 dan Gambar 4.9. Pada grafik
Contour, sumbu x dengan kode A menunjukkan faktor suhu dan sumbu y dengan
kode B sebagai lama waktu ekstraksi, Contour yang muncul tersebut menujukkan
perwakilan nilai spesifik yang tinggi pada permukaan respon dan grafik sebagai
gambaran pengaruh dari interaksi dari setiap faktor yang telah digunakan.
53
Gambar 4.8 Grafik Contour Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama Waktu
Ekstraksi
Gambar 4.9 Grafik 3D Surface Interaksi antara Faktor Suhu dan Lama
Waktu Ekstraksi
Gambar 4.8 dan Gambar 4.9 menujukkan bahwa pengaruh dari interaksi
faktor suhu dan lama waktu ekstraksi kulit kentang hitam terhadap respon
aktivitas antioksidan. Grafik tersebut memiliki warna yang berbeda, sehingga hal
tersebut menunjukkan perbedaan nilai respon aktivitas antioksidan. Dimana
warna biru menunjukkan nilai hasil aktivitas antioksidan rendah dan warna merah
menujukkan nilai hasil aktivitas antioksidan tinggi. Berdasarkan Gambar 4.8 garis
yang melingkar menunjukkan hasil respon yang telah diamati dan hasil optimum
terletak pada bagian tengah serta ditandai dengan adanya titik merah.
54
Gambar 4.9 memperlihatkan bentuk permukaan kurva berbentuk
parabola terbuka ke atas. Hal tersebut menujukkan bahwa nilai aktivitas
antioksidan maksimum dihasilkan berkisar suhu dan lama waktu ekstraksi pada
titik optimum yang telah ditentukan. Dalam gambar tersebut menunjukan bahwa
aktivitas antioksidan IC50 memilki titik minimum yang berarti bahwa aktivitas
antioksidannya adalah optimum. Perbedaan dari ketinggian bentuk permukaan
dikarenakan nilai yang berbeda setiap kombinasi faktor yang telah dilakukan.
Bentuk permukaan yang memiliki daerah tinggi menunjukkan jika aktivitas
antioksidan yang dihasilkan juga tinggi atau besar dan jika daerah permukaan
tersebut rendah maka hasil aktivitas antioksdian yang didapat kecil. Namun,
untuk perhitungan IC50 semakin rendah permukaan maka aktivitas antioksidan
yang didapat semakin tinggi.
Suhu ekstraksi yang rendah menyebabkan laju proses ekstraksi berjalan
lebih lama. Dengan meningkatkan suhu, difusi yang terjadi juga semakin besar,
sehingga proses ekstraksi juga akan berjalan lebih cepat (Ibrahim, 2015).
Lamanya proses pemanasan akan mengakibatkan kerusakan senyawa-senyawa
yang memiliki aktivitas antioksidan, diantaranya polifenol, Stabilitas fenol
terganggu dengan panas yang tinggi.
Pengaruh waktu dalam ekstraksi yaitu semakin lama ekstraksi maka
semakin banyak pula karotenoid yang terekstrak sehingga aktivitas antioksidan
IC50 yang dihasilkan semakin turun (Wahyuni, 2015). Diantika et al, (2014)
menyatakan bahwa waktu ekstraksi yang semakin lama menyebabkan efek
pemanasan yang lebih lama terhadap bahan serta kesempatan pelarut
bersentuhan dengan bahan makin besar sehingga hasilnya akan bertambah
sampai titik jenuh. Sedangkan menurut Jayanudin et al, (2014) menambahkan
efek pemanasan ini akan memperbesar pori bahan, sehingga pelarut dapat
masuk melalui pori-pori dan melarutkan komponen yang terjerat kemudian zat
terlarut berdifusi keluar permukaan dinding sel, Sama halnya dengan fenol
dimana aktivitas antioksidan memilki titik jenuh. Apabila sudah dalam kondisi
optimum, total fenol akan mengalami kerusakan atau penurunan karena paparan
suhu tinggi dalam waktu rentang yang lama dapat merusak gugus aktif dari
senyawa fenol (Mai et al, 2011). Hasil penelitian ini berbanding lurus dengan
hasil penelitian total fenol, dimana semakin tinggi total fenol maka semakin tinggi
pula kadar aktivitas antioksidannya (Trissanthi dkk, 2016). Senyawa fenol
memiliki kemampuan sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam reaksi
55
redoks yang memungkinkan senyawa tersebut mampu bertindak sebagai agen
pereduksi, donor hidrogen, penangkap radikal bebas. Beberapa jenis fenolik
dapat memiliki aktivitas antioksidan yang berbeda tergantung pada strukturnya
(Prabawati, 2017).
4.3 Solusi Optimasi dari Design Expert Respon Rendemen, Total Fenol dan
Aktivitas Antioksidan
Solusi optimasi dari Design Expert 7.1.5 terhadap respon rendemen, total
fenol dan aktivitas antioksidan diperoleh dengan menentukan kriteria faktor dan
respon yang ditentukan. Kriteria faktor suhu dan lama waktu ekstraksi yang
dipilih yaitu in range karena diharapkan proses ekstraksi dilakukan pada suhu
dan lama waktu ekstraksi mendekati titik tengah atau titik optimum, sehingga
diharapkan agar faktor yang diberikan (in range) maka akan mendapat
rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidannya mendapat hasil tertinggi dan
proses ekstraksi yang optimal, Kriteria yang kedua yaitu respon yang maximum,
karena nilai ketiga respon diharapkan nilai yang tertinggi yaitu yang mendekati
nilai batas atas setiap respon, Namun untuk nilai antioksidan yang
tertinggi/maximum memiliki nilai IC50 yang minimum.
Tabel 4. 10 Kriteria Variabel dan Respon yang Diinginkan
Nama Variabel Tujuan Batas Bawah
Batas Atas
Bobot Atas
Bobot Bawah
Kepentingan
Suhu In range 45 65 1 1 3 Waktu In range 10 30 1 1 3 Rendemen Maximize 11,83 18,23 1 1 3 Total Fenol Maximize 13,81 18,82 1 1 3 Aktivitas Antioksidan IC50
Minimize 35,57 59,59 1 1 3
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa pada penelitian ini suhu yang ditetapkan
kisaran 45°C sampai 65°C merupakan komponen yang dioptimalkan dengan
tujuan in range serta kepentingan yang didapat adalah 3. Pada lama waktu
kisaran yang ditetapkan yaitu 10 sampai 30 menit merupakan komponen yang
dioptimalkan dengan tujuan in range serta kepentingannya adalah 3. Hasil
respon rendemen menghasilkan kisaran 11,83% sampai 18,23%, total fenol
berkisar 13,81 mg GAE/g sampai 18,82 mg GAE/g dengan tujuan maximize serta
kepentingan sebesar 3. Kemudian untuk aktivitas antioksidan dengan tujuan
minimize bervkisar antara 35,57 ppm sampai 59,59 ppm dengan kepentingan
56
sebesar 3. Pembobotan atau kepentingan (Importence) dipilih mulai 1 hingga 5,
semakin banyak tingkat kepentingannya maka semakin tinggi nilai variabel
responnya (Sabathani, 2017).
Hasil solusi dari kondisi optimum ekstrak senyawa fenol dari kulit kentang
hitam yang telah disarankan oleh Design Expert 7.1.5 dapat dilihat pada Tabel
4.11
Tabel 4.11 Solusi Titik Optimum Ekstraksi terhadap Respon Rendemen, Total
Fenol dan Aktivitas Antioksidan IC50
No Suhu Waktu Rendemen Total Fenol
Aktivitas Antioksidan IC50
Desirability
1 56,18 18,79 17,55 17,06 37,72 0,808
Pada Tabel 4.11 menujukkan bahwa suhu yang disarankan adalah suhu
56,18°C dan lama waktu ekstraksi 18,79 menit akan mendapatkan hasil
rendemen 17,55%, total fenol 17,06 mg GAE/g dan aktivitas antioksidan IC50
(minimum) 37,72 ppm dengan nilai desirability sebesar 0,808 atau tingkat
ketepatan 80%, nilai desirability yaitu nilai fungsi dari tujuan optimasi yang
menunjukkan kemampuan program untuk memenuhi keinginan berdasarkan
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan pada produk akhir (Raissi dan Farzani,
2009). Jika nilai dari desirability tersebut mendekati 1 maka dapat diartikan jika
pengaruh faktor yang telah diberikan terhadap respon telah mendekati nilai target
sesuai optimasi.
4.4 Verifikasi Titik Optimum
Verifikasi titik optimum bertujuan untuk membuktikan terhadap prediksi dari
nilai respon solusi kondisi optimum yang telah disarankan oleh Design Expert
7.1.5. Perhitungan penyimpangan dilakukan dengan membandingkan data yaitu
selisih dari data hasil optimum yang disarankan oleh Design Expert dengan data
hasil verifikasi. Hasil verifikasi yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 dapat
dilihat pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13
Tabel 4.12 Point Prediction Hasil Optimum Ekstrak Kulit Kentang Hitam dengan
Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi
Faktor Nama Batas Batas Bawah
Batas Atas
Std. Dev.
Coding
A Suhu 56,18 45,00 65,00 0,000 Actual B Lama waktu ekstraksi 18,79 10,00 30,00 0,000 Actual
57
Tabel 4.13 Point Prediction Hasil Optimum Ekstrak Kulit Kentang Hitam terhadap
Respon Rendemen, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan IC50
Response Prediction SE
Mean 95%
CI low 95% CI
high SE
Pred 95%
PI low 95% PI high
Rendemen 17,55 0,21 17,06 18,05 0,52 16,33 18,78 Total Fenol 17,06 0,42 16,06 18,06 1,04 14,59 19,53 Aktivitas Antioksidan IC50
37,72 1,25 34,77 40,67 3,07 30,46 44,98
Pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13 diatas dapat menunjukkan bahwa hasil
optimum yang telah disarankan oleh Design Expert 7.1.5. selanjutnya akan
dilakukan penelitian yang sesuai dengan nilai optimum yang telah disarankan
untuk membuktikan hasil verifikasi sudah sesuai apa belum dengan prediksi
Design Expert tersebut. Pada Tabel 4.14 dapat dilihat hasil analisis verifikasi,
Tabel 4.14 Hasil Verifikasi Ekstrak Kulit Kentang Hitam terhadap Respon
Rendemen, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan IC50
Keterangan : *Hasil Prediksi Design Expert 7.1.5 ** Hasil Verifikasi penelitian actual merupakan rerata dari ulangan ± standar
deviasi NS = Not Significant
Berdasarkan Tabel 4.14 menunujukkan hasil rerata verifikasi hasil ekstrak
kulit kentang hitam terhadap respon rendemen, total fenol dan aktivitas
antioksidan adalah 18,33 ± 0,40 %, 17,57 ± 0,43 mg GAE/g dan 37,08 ± 0,39
ppm. Pada prediksi yang telah disarankan respon rendemen, total fenol dan
aktivitas antioksidan didapat sebesar 17,55%, 17,06 mg GAE/g dan 37,72 ppm.
Setelah dilakukan verifikasi kemudian akan dilakukan uji T dengan menggunakan
Minitab 17 untuk menentukan kesesuaian hasil verifikasi dan hasil prediksi. Pada
Tabel 4.14 menunjukkan jika hasil uji T (p-value) dari ketiga respon yaitu 0,077,
0,182 dan 0,109, hal tersebut berarti bahwa ketiga respon memiliki nilai lebih dari
5% atau >0,05. Hal ini dapat diindikasikan bahwa jika nilai lebih dari 5% atau
>0,05 merupakan nilai yang dihasilkan tidak berbeda nyata/ tidak signifikan,
Variabel Bebas Respon
Suhu
Ekstraksi Lama Waktu
Ekstraksi Rendemen
(%) Total Fenol (mg GAE/g)
Aktivitas Antioksidan IC50
(ppm)
Prediksi* 56,18 18,79 17,55 17,06 37,72 Verifikasi** 56,18 18,79 18,33 ± 0,40 17,57 ± 0,43 37,08 ± 0,39 Hasil Uji T (P Value)
0,077 (NS) 0,182 (NS) 0,109 (NS)
58
Maka dengan demikian model yang telah digunakan sudah sesuai dan solusi
variabel bebas yang telah diberikan software dapat diterima.
4.5 Karakteristik Ekstrak Kulit Kentang Hitam terhadap Senyawa Fenol
Hasil Optimasi
Karakterisasi terhadap senyawa fenol hasil optimasi dari ekstrak kulit
kentang hitam diperoleh dengan suhu 56,18°C dan lama waktu ekstraksi 18,79
menit. Karakteristik ekstrak kulit kentang hitam terhadap senyawa fenol dilakukan
untuk mengetahui karakteristik total fenol dari ekstrak kulit kentang hitam hasil
optimasi dengan meliputi total fenol, aktivitas antioksidan dan kadar antosianin.
Karakteristik ekstrak kulit kentang hitam terhadap senyawa fenol hasil optimasi
akan dibandingkan dengan literature. Hasil karakterisasi senyawa fenol hasil
optimasi ekstrak kulit kentang hitam dapat dilihat pada Tabel 4.15
Tabel 4.15 Hasil Karakterisasi Hasil Optimasi Ekstrak Kulit Kentang Hitam
(Solenostemon Rotundifolius) terhadap Senyawa Fenol
Parameter Hasil optimasi Literatur
Total Fenol (mg GAE/g) 17,57 ± 0,43 1,47a Aktivitas Antioksidan IC50 (ppm) 37,08 ± 0,39 82,18b Kadar Antosianin (ppm) 94,070 ± 3,48 63,68a
Keterangan : 1. Data Karakterisasi Ekstrak Kulit Kentang Hitam terhadap Senyawa Fenol Hasil Optimasi Rerata dari 3 Kali Ulangan
2. Nilai atau angka setelah ± adalah standar deviasi 3. a Lewis (1996) 4. b Angela (2012)
Pada Tabel 4.15 menunjukkan hasil karakterisasi total fenol dari hasil
optimasi dibandingakn dengan literatur. Pada tabel tersebut menujukkan bahwa
hasil optimasi total fenol ekstrak kulit kentang hitam dengan menggunakan
metode ultrasonic bath memiliki total fenol sebesar 17,57 ± 0,43 mg GAE/g lebih
tinggi dibandingkan dengan literatur yaitu sebesar 1,47 mg GAE/g. Menurut
Lewis (1996) literatur yang digunakan untuk perbandingan total fenol
menyatakan ekstrak kentang (Solanum tuberosum L.) diekstraksi menggunakan
asam asetat 15% dalam metanol serta metode analisisnya menggunakan HPLC.
Perbedaan hasil optimasi peneliti dan literatur dikarenakan pada literatur
menggunakan jenis kentang yang berbeda. Varietas yang berbeda dapat
mempengaruhi hasil yang terkandung didalam sebuah bahan. Faktor yang
mampu mempengaruhi kandungan fenol antara lain varietas bahan baku yang
digunakan, cara penanaman, bagian bahan baku (daging, kulit, daun dan lain-
59
lain), musim tumbuh, kondisi lingkungan, kondisi penyimpanan pascapanen dan
prosedur pemrosesan (Rahmawati, 2009). Perbedaan lainnya yaitu seperti jenis
pelarut dan juga metode yang digunakan saat proses ekstraksi maupun uji
mampu mempengaruhi hasil dari suatu bahan (Zuhud, 2011). Disamping itu,
metode analisis menggunakan HLPC merupakan suatu metode yang digunakan
untuk mengukur suatu senyawa tertentu yang lebih spesifik dari suatu bahan
seperti phenolic acids, sehingga hasil yang diperoleh juga lebih sedikit. Namun,
hal tersebut bukan berarti metode analisis HPLC tidak bagus karena hasil yang
diperoleh hanya sedikit tetapi hanya karena metode tersebut pengukurannya
lebih spesifik/tertentu. Dalam pengukuran total fenol yang diukur bukan hanya
phenolic acids saja namun ada flavonoid dan juga senyawa fenol-fenol lainnya.
Kandungan fenol dan flavonoid merupakan kandungan yang cenderung besar
yang ada pada kulit kentang hitam (Nugraheni, 2010).
Aktivitas antioksidan IC50 hasil optimasi pada ekstrak kulit kentang hitam
didapat sebesar 37,08 ± 0,39 ppm lebih rendah dari literatur yaitu sebesar 82,18
ppm. Nilai aktivitas antioksidan IC50 jika semakin rendah maka menunjukkan
bahwa nilai dari aktivitas antioksidan tersebut semakin tinggi. Menurut Angela
(2012) menyatakan ekstrak kentang kuning (Solanum tuberosum L,)
menggunakan natrium metabisulfit dengan metode maserasi. Hal tersebut
dikarenakan pada literatur menggunakan jenis kentang yang berbeda. Zuhud
(2011) menyatakan perbedaan jenis bahan, tempat tumbuh, bagian yang diambil
dan juga perlakuan yang diberikan seperti pelarut dan metode yang digunakan
mampu mempengaruhi aktivitas antioksidan didalam bahan. Perbedaan nilai
antioksidan pada sebuah bahan bisa dikarenakan aktivitas dalam menangkap
radikal bebas DPPH dipengaruhi oleh polaritas dari medium reaksi, struktur kimia
dari penangkap radikal dan pH campuran reaksi (Sharma dan Bath, 2009).
Berdasarkan Tabel 4.15 didapat hasil optimasi kadar antosianin sebesar
94,070 ± 3,48 ppm lebih tinggi dibandingkan dengan literatur yang telah didapat
sebesar 63,68 ppm. Pada literatur yang digunakan untuk perbandingan kadar
antosianin menyatakan ekstrak kentang (Solanum tuberosum L,) diekstraksi
menggunakan asam asetat 15% dalam metanol serta metode analisisnya
menggunakan HPLC (Lewis, 1996). Hal tersebut dikarenakan pada literatur
menggunakan jenis kentang yang berbeda. Varietas yang berbeda dapat
mempengaruhi hasil yang terkandung didalam sebuah bahan. Perbedaan yang
cukup besar dapat disebabkan berbagai faktor seperti perbedaan jenis varietas,
60
tempat tumbuh, faktor iklim, cuaca tempat penanaman dan pelarut (Luqman,
2013 ; Zuhud, 2011). Metode analisis menggunakan HPLC merupakan metode
analisis yang lebih spesifik, sehingga mendapatkan hasil yang spesifik pula.
Untuk kulit kentang hitam ini memiliki kadar antosianin yang lebih tinggi daripada
kentang biasanya.
Perbedaan metode penelitian juga merupakan hal yang berpengaruh terhadap
hasil yang diperoleh saat ekstraksi bahan. Penggunaan ekstraksi ultrasonik bath
dengan menggunakan gelombang ultrasonik, merupakan ekstraksi dengan
perambatan energi melalui gelombang, menggunakan cairan sebagai media
perambatan yang dapat meningkatkan intensitas perpindahan energi sehingga
proses ektraksi lebih maksimal, lebih aman, lebih singkat dan sesuai untuk
ekstraksi senyawa bioaktif yang tidak tahan panas (Handayani, 2015).
Sedangkan ekstraksi konvensional pada umumnya membutuhkan waktu yang
lama, kurang ramah lingkungan, dan berpotensi memicu kerusakan senyawa,
membutuhkan banyak pelarut serta hasil ekstrak yang didapatkan kurang
maksimal (Sasongko dkk, 2018).
Ekstrak kulit dan daging kentang hitam memilki potensi sebagai antioksidan
alami dan antipoliferasi sel kanker in vitro, sehingga kulit atau umbi kentang
hitam tersebut mampu dikembangkan sebagai makanan fungsional berbasis
sumber daya lokal untuk alternatif pencengahan penyakit akibat stres oksidatif
seperti kanker payudara (Nugraheni, 2013). Selain itu mampu dimanfaatkan
sebagai suplemen dikarenakan dalam ekstrak kentang hitam mengandung asam
ursolat dan asam oleanolat dan senyawa bioaktif diantaranya asam maslinat, dan
fitosterol, seperti stigmasterol, beta-sitosterol, kampesterol, dan senyawa fenol
(Mooi et al., 2010) yang baik untuk tubuh. Ekstrak kulit kentang hitam bisa juga
digunakan sebagai pewarna makanan yang alami karena telah mengandung
antosianin didalamnya.
61
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan yaitu optimasi
ekstraksi senyawa fenol dari ekstrak kulit kentang hitam menggunakan metode
Ultrasonic Bath dengan methodology Response Surface Methodology (RSM)
didapat model yang disarankan adalah model kuadratik. Persamaan yang
didapatkan untuk respon rendemen adalah Y = - 76,202 + 3,163X1 + 0,664X2 –
1,950X1X2 – 10,028X12 – 0,014X22, untuk respon total fenol adalah Y = - 31,452
+ 1,669X1 + 0,146X2 +7,250X1X2 – 0,014X12 – 5,223X22 dan untuk respon
aktivitas antioksidan IC50 didapatkan persamaan Y = +281,417 – 8,363X1 –
0,621X2 – 3,800X1X2 + 0,074X12 + 0,021X22. Kondisi optimum proses ekstraksi
didapatkan dengan suhu 56,18°C dan lama waktu ekstraksi 18,79 menit dengan
menghasilkan respon rendemen sebesar (%) 18,33 ± 0,40, respon total fenol (mg
GAE/g) sebesar 17,57± 0,43 dan aktivitas antioksidan IC50 (ppm) sebesar 37,08
± 0,39.
Hasil Karakterisasi ekstrak kulit kentang hitam terhadap senyawa fenol dari
kulit kentang hitam memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan dengan literatur, hal
tersebut meliputi respon total fenol, aktivitas antioksidan IC50 dan kadar
antosianin yaitu berturut-turut sebesar 17,57± 0,43 mg GAE/g, 37,08 ± 0,39 ppm
dan 94,070 ± 3,48. Perbedaan tersebut disebabkan karena perbedaan Jenis
varietas bahan, pelarut dan metode analisa yang digunakan proses ekstraksi
pada penelitian ini dibandingkan dengan literatur sehingga didapatkan hasil yang
berbeda.
5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat direkomendasikan, antara lain :
1. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan faktor-faktor dan
metode berbeda untuk ekstraksi kulit kentang hitam.
2. Perlu juga adanya aplikasi pada produk pangan sehingga mampu
meningkatkan nilai dari produk tersebut.
3. Perlu adanya pre-treatment pada bahan penelitian untuk meminimalisir
kemungkinan adanya pestisida yang tertinggal.
62
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of
Analysis. Washington D.C: AOAC International
Abubecker. M.N. and T. Deepalakshami. 2013. In Vitro Antifungal Potentials of
Bioactive Compound Methyl Ester of Hexadecanonic Acid Isolated from
Annona muricata Linn. Leaves. Biosciences Biotechnology Research Asia
10:2. 879-884
Agung. 2019. Perbedaan R square. R Square Adjusted Dan R Square Predicted.
Dilihat pada 1 april 2019. https://agungbudisantoso.com
Agung. Luqman. 2013. Ekstraksi antosianin dari limbah kulit ubi jalar ungu
metode microwave assisted extraction (Kajian waktu ekstraksi dan rasio
bahan : pelarut). Skripsi. Universitas Brawijaya: Fakultas Teknologi
Pertanian
Alamendah. 2014. Kentang Jawa (Hitam) Sumber Pangan yang Terlupakan.
Diakses melalui alamendah.org pada September 2018
Ambarsari, I., Sarjana. dan A. Choliq. 2009. Rekomendasi dalam penetapan
standar mutu tepung ubi jalar. Jurnal standarisasi 11 (3) : 212-219
Angela, Lasmida. 2012. Aktivitas Antioksidsn dan Stabilitas Fisik Gel Anti-Aging
yang Mengandung Ekstrak Air Kentang Kuning (Solanum Tuberosum L.).
Skripsi. Jakarta. Universitas Indonesia : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam
Ardani, Marisya., dkk. 2010. Efek Campuran Minyak Atsiri Daun Cengkeh dan
Kulit Batang Kayu Manis sebagai Antiplak Gigi. Majalah Farmasi Indonesia.
21(3): 33-38
Aulia, I. 2009. Peningkatan Sensitivitas Pemeriksaan Mikroskopis Entamoeba
Histolytica dengan Metode Konsentrasi. Skripsi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran. Universitas Indonesia
Aulia, Latifa Putri. 2012. Optimasi Proses Ekstraksi Daun Sirsak (Annona
Muricata L.) Metode MAE (Microwave Assisted Extraction) dengan Respon
Aktivitas Antioksidan dan Totral Fenol. Skripsi. Malang. Universitas
Brawijaya : Fakultas Teknologi Pertanian
Biorata, A. M. 2012. Optimasi Produksi Selulase dari Bachillus sp BPPT CC RK 2
Menggunakan Metode Respon Permukaan dengan Variasi Rasio C/N dan
Waktu Fermentasi. Skripsi. Depok : FT UI
63
Blois, M.S. 1958. Antioxidant determination by the use of a stable. Free radical.
Nature 181:1199- 1200
Bravo, J. 1998. Polyphenols: chemistry, dietary sources, metabolism and
nutritional significance. Nutrition Reviews; 56(11):317- 333
Brennan. JG. 2006. Food Processing Handbook. Weinheim: Wiley- VCH
Budiandari, Rahmah Utami, Simon B.W. 2014. Optimasi Proses Pembuatan
Lempeng Buah Lindur (Bruguiera Gymnorrhiza) sebagai Alternatif Pangan
Masyarakat Pesisir. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No. 3 p. 10-18.
Malang. Universitas Brawijaya : Fakultas Teknologi Pertanian
Diantika F, Sutan SM, Yulianingsih R. 2014. Pengaruh Lama Ekstraksi dan
Konsentrasi Pelarut Etanol terhadap Ekstraksi Antioksidan Biji Kakao
(Theobroma cacao L.). Jurnal Teknologi Pertanian. 15(3): 159-164
Draper, N. R.. and Smith. H. 1998. Aplied Regression Analysis. 3rd Edition. Wiley
Press
Gamse. T. 2002. Liquid-liquid Extraction and Solid-Liquid Extraction. Austria :
Institute of Thermal Process and Environmental Engineering Graz
University of Technology
Giusti, M. and R.E. Wrolstad. 2001. Characterization and Measurement of
Anthocyanins by UV-Visible Spectroscopy. Di dalam Wrolstad, Ronald E,
Terry E. Acree, Eric A. Decker, Michael H. Penner, David S. Reid, Steven
J. Schwartz, C. F. Shoemaker, Denise Smith, Peter Sporns (eds). 2005.
Current Protocols in Food Analytical Chemistry. John Wiley & Sons: New
Jersey
Gogate, P.R., R.K. Tayal dan A.B. Pandit. 2006. Cavitation: A Technology
on The Horizon. Current Science. Vol. 91. No. 1
Grafianita. 2011. Kadar Kurkumnoid, Total Fenol Dan Aktivitas Antioksidan
Simlisia Temulawak Pada Berbagai Teknik Pengeringan. Skripsi.
Universitas Sebelas Maret : Fakultas Pertanian
Halliwell. B and Gutteridge. J.M.C. 2000. Free Radical in Biology and Medicine.
New York : Oxford University Press
Hambali, E., Mujdalipah, S., Tambunan, AH., Pratiwi, AW., Hendroko, R. 2008.
Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agro Media
Hamid, et all. 2010. Antioxidants: Its medicinal and pharmacological
Applications. African Journal of Pure and Applied Chemistry Vol. 4(8). pp.
142-151
64
Handayani. dkk. 2016. Ekstraksi Antioksidan Daun Sirsak Metode Ultrasonic
Bath. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.262-272
Hardiningtyas, S., D. 2009. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Karang Lunak
Sarcophyton sp. yang Difragmentasi dan Tidak Difragmentasi Di Perairan
Pulau Pramuka. Kepulauan Seribu. Skripsi. FMIPA. IPB
Hartanti, S., S. Rohmah dan Tamtarini. 2003. Kombinasi Penambahan CMC dan
Desktrin pada Pengolahan Bubuk Mangga dengan Pengeringan Surya.
Yogyakarta : Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan PATPI
Hartuti, Sri Supardan dan Muhammad Dani. 2013. Optimasi Ekstraksi
Gelombang Ultrasonik Untuk Produksi Oleoresin Jahe (Zingiber Officinale
Roscoe) Menggunakan Response Surface Methodology. Banda Aceh
Darussalam. Universitas Syiah Kuala : Fakultas Pertanian.
Hertog, M. G., Freskens. E. J., & Kromhout. D. 1992. Antioxidant flavonols and
coronary heart disease risk. The Lancet. 349(9053). 699
Hidayat, M.A. 2012. Response Surface dan Taguchi : Sebuah Alternatif atau
Kompetensi dalam Optimasi Secara Praktis. Skripsi. Surabaya : Jurusan
Teknik Industri. Universitas Surabaya
Hsum, Y.W., Yew. W.T., Hong. P.L.V., Soo. K. K., Hoon. L. S., Chieng. Y. C., and
Mooi. L. Y. 2011. Cancer Chemopreventive Activity of Asam Maslinat :
Suppressio of COX-02 Expresseion an Inhibition ogf NF-kB and AP-1
Activation in Raji Cells. Planta Medical 77: 152-157
Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Hui, Y.H. 1992. Encyclopedia of food science. New York : John Willeyand Sons.
Vol IV
Hurrell, R. F. 2003..How to Ensure Adequate Iron Absorption from Iron-Fortified
Food. Nutrition Review 60 : S7-S15
Ibrahim, Agus M., Yunianta, Feronika H.S. 2015. Pengaruh Suhu dan Lama
Waktu Ekstraksi terhadap Sifat Kimia dan Fisik pada Pembuatan
Minuman Sari Jahe Merah (Zingiber Officinale Var. Rubrum) dengan
Kombinasi Penambahan Madu sebagai Pemanis. Jurnal Pangan dan
Agroindustri Vol. 3 No. 3 p.530-541. Malang. Universitas Brawijaya :
Fakultas Teknologi Pertanian
65
Inggrid, Maria dan Santoso Herry. 2014. Ekstraksi Antioksidan dan Senyawa
Aktif dari Buah Kiwi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat : Universitas Katolik Parahyangan
Jayanudin, Lestari AZ, Nurbayanti F. 2014. Pengaruh Suhu dan Rasio Pelarut
Ekstraksi terhadap Rendemen dan Viskositas Natrium Alginat dari
Rumput Laut Cokelat (Sargassum sp.). Jurnal Integrasi Proses. 5(1): 51-
55
Kuldikole, J. 2002. Effect of Ultrasound, Temperature and Pressure Treatments
on Enzym Activity and Quality Indicators of Fruit and Vegetables Juices.
Berlin : Dissetation der Techischen University Berlin
Kumalaningsih, Sri. 2016. Rekayasa Komoditas Pengolahan Pangan. Malang :
UB Press
Kumari, K.S., Babu. I.S. and Rao. G.H. 2008. Process optimizing for citric acid
production from raw glycerol using response surface methodology. Indian
Journal of Biotechnology pp. 496-501
Leong L.P. and Shui. 2002. An investigation of antioxidant capacity of fruits in
Singapore markets. Food Chemistry. 102:732-737
Lewis, C.E. 1996. Anthocyanins and Related Compounds in Potatoes (Solanum
tuberosum L.). Thesis. New Zealand: University of Canterbury
Lisdawati, V., dkk. 2006. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Dari Berbagai Fraksi
Ekstrak Daging Buah Dan Kulit Biji Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa).
Vol 34. No 3: 111-118
Litbang, Jatim. 2013. Ekspedisi 7 Makanan Purba Kentang Hitam Di Negeri Besi
Kuning. Diakses melalui jatim.litbang.pertanian.go.id pada 10 November
2018 pukul 15.00 WIB
Mai, D. S. V. T. Tong and N. L. Hong. 2011. Survey of Betacyanin Extraction
from The Skin of Vietnamese Dragon Fruit. Vietnam. Hoi Chi Minh City
University of Industry
Mandal, V., Yogesh Mohan Y, and Hemalatha S. 2007. Microwave assisted
extraction –An innovative and promising extraction tool for medicinal plant
research. Pharmacognosy review. Vol. 1 No. 1 p. 7-18
Maran, Thirugna N.B.K.,V. Sivakumar. 2014. Process Optimization and Analysis
of Microwave Assisted Extraction of Pectin from Dragon Peels Fruit.Int.
Journal Carbohidrate Polymer 112 . p. 622-626
66
Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB. 15
Martinez, JLC. 2009. Ultrasound in Chemistry: Analytical Applications.
Weimheim: Wiley-VCH
Melati, R. R. 2012. Kamus Kimia. Surakarta : Aksara Sinergi Media
Miller, A.L. 1996. Antioxidant Flavonoid: Structure, Function and Clinical Usage.
Alt Med Rev. 1 (2). 103-111
Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicryl-hydrazyl
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci. Technol.
26(2): 211-219
Montgomery, D. C. 2001. Design and analysis of experiments. Second edition.
New York. John wileys and sons. Inc
Montgomery, D. C. 2005. Design and analysis of experiments 5th Edition. New
York. John wileys and sons. Inc
Muchtadi, Deddy. 2013. Antioksidan dan Kiat Sehat di Usia Produktif. Bandung :
Alfabeta
Mujipradhana, Vidhiya N., Defny S.W., Edi Suryanto. 2018. Aktivitas Antimikroba
dari Ekstrak Acidin Herdmania Momus pada Mikroba Patogen Manusia.
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol.7 No.3. Manado. UNSRAT : FMIPA
Ningsih, B. 2017. Optimasi proses sakarifikasi dan fermentasi serentak dalam
pembuatan bioetanol dari batang kelapa sawit dengan metode respon
permukaan. Skripsi. Bandar Lampung : Universitas Lampung
Nugraheni, M. 2010. Kajian Kentang Hitam (Coleus Tuberosus) seabagai
Sumber Antioksidan Alami dan Resistant Starch yang Berpotensi sebagai
Makanan Fungsional. Yogyakarta : LPPM (Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat)
Nugraheni, M., Santoso, U. dan Windawarti. 2013. Potensi Kentang Hitam Dalam
Mereduksi Stress Oksidatif dan Menghambat Proliferasi Sel Kanker
Payudara MCF-7. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 24(2): 138-146
Nugraheni, M., Santoso, U. dan Windawarti. 2014. Effect of Comsumption of
Coleus Tuberosus on The Lipid Profile of Allxan-induced Diabetic Rats.
Journal Food Science and Technology 6(2) : 159-166
Nugroho, Eko. 2007. Pengenalan Teori Warna. Yogyakarta : Penerbit ANDI
Nuh, M. 2017.Pengaruh Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Mutu Pektin
Kulit Pisang Kepok. Jurnal Wahana dan Inovasi: 6(2). UISU
67
Nurhayati, N., Maryanto. M., Tafrikhah. R. 2016. Ekstraksi Pektin dari Kulit dan
Tandan Pisang dengan Variasi Suhu dan Metode. Agritech 36 (3)
Nurmaya. 2013. Fungsi Koordinasi Dalam Sebuah Organisasi. Diakses pada
Tanggal 20 November 2018 Pukul 14.00 WIB :
http://www.kompasiana.com/nur_maya/fungsi-koordinasi-dalam-sebuah
organisasi_551f984b813311f0379df203
O’Sullivan, A.M., O’Callaghan, O’Grady, M.N., Quequineur, B., Hanniffy, D., Troy,
D.J., Kerry, J.P., and O’ Brien. N.M. 2011. In Vitro and Cellular Antioxidant
Activities of Seaweed Extract Prepared from Five Brown Seaweeds
Harvested in Spring from the West Coast of Ireland. Food Chemistry
126:1064-1070
Okawa M. J., Kinjo, T., Nohara dan M. Ono. 2001. DPPH (1.1-diphenyl-2-
picrylhydrazyl) Radical Scavenging Activity of Flavonoids Obtained from
Some Medicinal Plants. Biology Pharmacy Journal. 24(10): 1202- 1205
Ongkowijoyo, S., Mulyana, J., Mulyono. J. 2016. Penentuan Parameter Setting
Mesin Pada Proses Corrugating. Media Teknika Jurnal Teknologi Vol. 11
No. 1
Park. E.J., Kim. E.Y., and Forney. J.C. 2006. A Structural Model of Fashion-
0riented Impulse Buying Behavior. Journal of Fashion Marketing and
Management. Vol. 10 No. 4. pp. 433-446
Perina, Irene, Satiruani, Felycia Edi Soetaredjo, Herman Hindarso. 2007.
Ekstraksi Pektin Dari Berbagai Macam Kulit Jeruk. Jurnal Teknik.
Surabaya: Vol. 6 No. 1 (1-10)
Persatuan Ahli Gizi Indonesia. (2009). Tabel Komposisi Pangan Indonesia.
Jakarta : PT Elex Media Komputindo
Pourmorad, F., Hosseinimehr SJ., Shahabimajd N. 2006. Antioxidant Activity.
Phenol and Flavonoid Content of Some Selected Iranian Medicinal Plants.
Journal of Biotechnolgy 5 (11): 1142-1145. Tersedia pada:
http://www.academic journals.org/AJB
Prabawati, Erni. 2017. Optimasi Formula Tinggi Antioksidan Ekstrak Daun Kelor,
Daun Pandan Wangi dan Jahe Merah dengan Penyalut Kitosan sebagai
Suplemen Anti-Hiperurisemiadan Anti-Inflamasi. Tesis. Malang.
Universitas Brawijaya: Fakultas Teknologi Pertanian
68
Prasetiyo, Panji, Wahono Hadi Susanto, dan Sudarma Dita Wijayanti. 2016.
Pengaruh Kondisi Penyimpanan Tebu Pragiling pada Kualitas Nira. Jurnal
Pangan dan Agroindustri Vol. 4 Np. Hal 137-147
Prayitno, Sukim. 2002. Aneka Olahan Terung. Yogyakarta : Kanisius
Rahma, S. 2010. Formulasi Tepung Kentang Hitam (Solonostemon
Rotundifolius) Dan Tepung Terigu Terhadap Beberapa Komponen Mutu
Roti Tawar. Skripsi. Mataram. Universitas Mataram
Rahmat, H. 2009. Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran Indigenous
Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Rahmawati, Anita. 2009. Kandungan Fenol Total Ekstrak Buah Mengkudu.
Skripsi. Jakarta. Universitas Indonesia : Fakultas Kedokteran
Rahulan. R., Nampothiri. K. M., Szakacs. G., Nagy. V., and Pandey. A. 2009.
Statistical Optimization of L-Leucine Amino Peptidase Production from
Streptomyces Gedanensis IFO 13427 under Submerged Fermentation
using Respon Surface Methodology. Biochemical engineering J. 43 ; 64 -
71
Raissi. S. and Farzani. R. E. 2009. Statistical Process Optimization Through
Multi-Response Surface Methodology. World academy of science.
Engginerring and technology. 51. pp. 267-271
Ramma, L., Bahorun, Soobratte, Aroum. 2002. Antioxidant Activities of Phenolic,
Proanthocyanindin, and Falvonoid Componentsin Extracts of Cassia
Fistula. Journal Agritech . Food Chemistry, 50 (18) : 5042-5047
Rangsriwong. P., N. Rangkadilok., J. Satayavivad. M. Goto. and A. Shotipruk.
2009. Subcritical Water Extraction of Polyphenolic Compounds from
Terminalia Chebula Retz. Fruit. Separ : Purif. Technol. 66:51-56
Razak, M. S. A. 2009. Ultrasonic Extraction of Antioxidant Compound from Red
Pitaya. Faculty of Chemical and Natural Resources Engineering University
Malaysia Pahang. Hal 24
Rohman, A. dan Mursyidi. A. 2006. Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri
Dan Gravimetri. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Rucitra, Ratna. 2014. Aplikasi Response Surface Method untuk Optimasi Kondisi
Proses Produksi Biodiesel Jarak Pagar Melalui Transesterifikasi In Situ.
Bogor. IPB : Fakultas Teknologi Pertanian
69
Rupasinghe HPV, Balasuriya BWN. 2011. Plant Flavonoids as Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitors in Regulation of Hypertension. Functional
Foods in Health and Disease 5:172-188
Sabathani, Anniversary. 2017. Optimasi Ekstrak Daun Papaya terhadap Lama
Waktu dan Rasio Bahan terhadap Total Fenol, Aktivitas Antioksidan dan
Uji Aktivitas Antibakteri menggunakan Teknik Ultrasonic dengan Respon
Surface Methodology. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas
Brawijaya
Saifudin, A. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder: Teori. Konsep dan Teknik
Pemurnian. Yogyakarta : Deepublish
Salawu. S.O., Akindahunsi, A.A., Sanni, D. M., Decorti, G., Cvorovic, J., Tramer,
F., Passamonti, S. and Mulinacci, N. 2011. Cellular Antioxidant Activities
and Cytotoxic Properties of Ethanolic Extract of Four Tropical Green Leafy
Vegetables. Africa Journal Food Science 5: 267-275
Sasongko, Ashadi, dkk. 2018. Aplikasi Metode Konvensional pada Ekstraksi
Bawang Dayak. Jurnal Telnologi Terpadu Vol. 6 No. 1. Balikpapan. Institut
Teknologi Kalimantan
Scher, F. C., Brandell, A., and Norena, C. Z. 2015. Yacon inulin leaching during
hot water blanching. Cienc agrotec lavras vol. 39 No. 5 p: 523-529
Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fischer JE, Galloway AC. 2001.
Principles of Surgery. United States of America : McGraw-Hill companies
Sharma, GN. 2011. Phytochemical Screening and Estimation of Total Phenolic
Content in Aegle Marmelos Seeds. International Journal of Pharmaceutical
and Clinical Resrearch. 2(3): 27-29
Sharma. OP., dan Bhat. TK. 2009. Analytical methods dpph antioxidant assay
revisited. Food Chemistry. 113: 1202–1205
Silalahi, Ulbert. 2009. Studi Tentang Ilmu Administrasi. Bandung : Sinar Baru.
Subangkit, N. 2012. Optimasi Penggunaan Tepung Komposit Jagung dan Ubi
Jalar dalam Pembuatan Kukis. Skripsi. Bogor: IPB
Sudarmadji, I.B., Slamet. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian (Edisi ke
2 ed.. Vol. III). DIY. Indonesia: Liberty Yogyakarta
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung :
Alfabeta
Suhardi, dkk. 2002. Hutan dan Kebun Sebagai Sumber Pangan Nasional.
Jakarta : Kanisius
70
Sukma, I, W. A., Bambang, A. H., dan I Wayan, A. 2017. Pengaruh Suhu dan
Lama Pemanasan Ekstraksi terhadap Rendemen dan Mutu Alginat dari
Rumput Laut ( Sargassum sp.). Jurnal Rekayasa dan Manajemen
Agroindustri Vol. 5 No. 1 (71-80). UNUD : Fakultas Teknologi Pertanian
Sundari, Tri. 2008. Potensi Asap Cair Tempurung Kelapa sebagai Alternatif
Pengganti Hidrogen Peroksida (H2O2) dalam Pengawetan Ikan Tongkol
(Euthynnus affinis). Surakarta. Universitas Negeri Surakarta
Tambun, Rondang, dkk. 2016. Pengaruh Ukuran Partikel. Waktu Dan Suhu Pada
Ekstraksi Fenol Dari Lengkuas Merah. Medan. Fakultas Teknik. Universitas
Sumatera Utara
Tapan, Erik. 2005. Kanker, Antioksidan dan Terapi Komplementer. Jakarta : PT
Elex Media Komputindo
Teixeira, T.S., Vale, R.C., Almeida, R.R., Ferreira, T.P. dan Guimaraes, L.G.L.
2017. Antioxidants Potential and It's Correlation with the Contents of
Phenolic Compounds and Flavonoids of Methanolic Extracts from Different
Medicinal Plants. Revista Virtual de Quimica. Col 9 No. 4 p. 1546 - 1559
Tersiska, E Sukarminah dan D. Natalia. 2006. Ekstraksi Pewarna Alami dari
Buah Arben (Rubus idaeus (Linn.)) dan Aplikasinya pada Sistem Pangan.
Malang. Universitas Muhammadiyah Malang
Vatai T, Skerget M, Knez Z. 2009. Extraction of Phenolic Compounds from Elder
Berry and Different Grape Marc Varieties Using Organic Solvents and/or
Supercritical Carbon Dioxide. Journal Food Engineering, 90 : 246-254
Vivancos, M. and Moreno. J.J. 2008. Effect of Resveratrol. Tyrosol and beta
Sitosterol on Oxidised Low- Density Lipoprotein- Stimulated Oxidative
Stress. Arachidonic Acid Release and Prostaglandin E2 Shynthesis by
RAW 264.7 Macrophages. British Journal Nutrition 99: 1199-1207
Wahyuni, Tri Dyah, Simon B.W. 2015. Pengaruh Jenis Pelarut dan Lama
Ekstraksi terhadap Ekstrak Karetenoid Labu Kuning dengan Metode
Gelombang Ultrasonik. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.3 No. 2 p.390-
401. Universitas Brawijaya: Fakultas Teknologi Pertanian
Widiyanti, Ratna. 2006. Analisis Kandungan Antioksidan dan Fenol pada Jahe.
Jakarta : Universitas Indonesia
Wikipedia. 2018. Kentang Hitam. Diakses melalui www.wikipedia.org pada 15
November 2018 pukul 14.00 WIB
71
Wikipedia. 2018. Struktur Asam Sitrat. Diakses melalui www.wikipedia.org pada
17 November 2018 pukul 12.15 WIB
Wikipedia. 2018. Struktur Etanol. Diakses melalui www.wikipedia.org pada 17
November 2018 pukul 12.10 WIB
Wikipedia. 2018. Struktur Polifenol. Diakses melalui www.wikipedia.org pada 15
November 2018 pukul 14.05 WIB
Wikipedia. 2018. Struktur Vitamin C. Diakses melalui www.wikipedia.org pada 15
November 2018 pukul 14.03 WIB
Wikipedia. 2018. Struktur Vitamin E. Diakses melalui www.wikipedia.org pada 15
November 2018 pukul 14.07 WIB
Winnie, Enesty. 2014. Ekstraksi Antosianin dari Buah Murbei Metode Ultrasonic
Bath (Kajian Lama Waktu Ekstraksidan Rasio Bahan : Pelarut). Skripsi.
Universitas Brawijaya: Fakultas Teknologi Pertanian
Yang, M., Wang, X., Guan, S. dan Xia, J. 2007. Analysis of Triterpenoids in
Ganoderma Lucidum Using Liquid Chromatography Coupled with
Electrospray Ionization Mass Spectrometry. American Society for Mass
Spectrometry 18(5) : 927-939
Yusron, Farid Nur. 2017. Pemanfaatan Umbi Kentang Hitam sebagai Media
Altrenatif untuk Pertumbuhan Bibit F0 Jamur Tiram dan Jamur Merang.
Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta : Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan
Yuswi, Nusa. C. R. 2017. Ekstraksi Antioksidan Bawang Dayak (Eleutherine
Palmifolla) dengan Metode Ultarsonik Bath (Kajian Jenis Pelarut dan
Lama Ekstraksi). Skripsi. Universitas Brawijaya : Fakultas Teknologi
Pertanian
Zou TB, En-Qin Xia, Tai-Ping He, Ming-Yuan Huang, Qing Jia and Hua-Wen Li.
2014. Ultrasound-Assisted Extraction of Mangeferin from Mango Leaves
Using Response Surface Methodology. Molecules 19. 1411-1421
Zuhud, A. M. 2011. Bukti Kedahsyatan Sirsak Menumpas Kanker. Jakarta
Selatan : PT Agromedia Pustaka
72
Lampiran 1 Prosedur Analisa
1.1 Kadar Air dengan Metode Oven (AOAC. 2005)
Cawan petri ditimbang dalam oven 105°C selama 24 jam kemudian
dimasukkan desikator selama 0.5 jam lalu ditimbang beratnya (X)
Sampel yang sudah diayak ditimbang sebanyak 2-5 gram (Y) kemudian
dimasukkan dalam cawan petri. lalu ditimbang
Dimasukkan ke dalam oven selama 5 jam pada suhu 105°C lalu
didinginkan dalam desikator selama 0.5 jam. kemudian ditimbang
Masukkan kembali bahan tersebut ke dalam oven sampai tercapai berat
yang konstan (Z). Selisih antara penimbangan berturut-turut ≤ 0.2 gram
Kehilangan berat tersebut dihitung sebagai presentase kadar air dan
dihitung dengan rumus :
Kadar air =
1.2 Analisa Rendemen (Hartanti. dkk. 2003)
Hasil ekstraksi ditimbang dalam wadah yang sudah diketahui beratnya
Rendemen dihitung berdasarkan berat kering bahan
Rendemen = x 100%
1.3 Analisa Aktivitas Antioksidan Metode DPPH IC50 (Molyneux. 2004 ;
Pinela et al.. 2012)
Pertama yang dilakukan yaitu menguji absorbansi larutan blanko yaitu
dengan tahapan :
Diambil 3 ml pelarut methanol kemudian direaksikan dengan 1 ml larutan
DPPH 0.2 mM dalam methanol
Divortex hingga homogeny
Didiamkan selama 30 menit pada ruangan gelap
Diukur absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 517 nm.
Prosedur analisa aktivitas antioksidan metode DPPH IC50 adalah :
Sampel di timbang sebanyak 0.005 gram
Dilarutkan dengan akuades sampai volume mencapai 10 ml
Diencerkan hingga mencapai konsentrasi 100. 200. 300. 400. dan 500 ppm
73
Diambil 3 ml sampel pada tiap konsentrasi kemudian direaksikan dengan 1
ml larutan DPPH 0.2 mM dalam methanol
Divortex hingga homogen
Didiamkan selama 30 menit pada ruangan gelap
Diukur absorbansi menggunakan spektofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 517 nm. Aktivitas antioksidan masing-masing sampel pada tiap
pengenceran dinyatakan dengan presentase penghambatan radikal bebas
yang dihitung dengan rumus :
%Antikosidan = x 100%
Keterangan :
%Antioksidan = Kemampuan antioksidan meredam radikal bebas (%)
Absorbansi blanko = Nilai absorbansi larutan blanko
Absorbansi sampel = nilai absorbansi larutan sampel
Kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi sampel (x) dan %
aktivitas antioksidan (y). Selanjutnya dihitung persamaan regresi dan R2. Akan
diperoleh persamaan y = ax + b. dimana :
Y = 50 (Ketepatan)
X = IC50 (mg/ml)
1.4 Analisa Total Fenol (Modifikasi Sharma, 2011)
Pertama yang dilakukan adalah membuat kurva standar asam galat.
Prosedur pembuatan kurva standar asam galat adalah :
Dibuat larutan asam galam stok 100 ppm
Diencerkan hingga diperoleh larutan asam galat 0. 2. 4. 6. 8. 10. 20. 40 (0
ppm digunakan sebagai blanko)
Diambil 0.5 ml tiap konsentrasi larutan asam galat. dimasukkan kedalam
tabung reaksi
Ditambahkan 2.5 ml reagen Follin Ciocelteau kemudian diinkubasi 5 menit
Ditambahkan 2 ml larutan Na2CO3 7.5 % dan divortex
Diinkubasi selama 30 menit suhu ruang dalam kondisi gelap
Diukur absorbansi pada panjang gelombang (ʎ) 765 nm
74
Dibuat kurva standar asam galat dengan x = konsentrasi larutan asam galat
dan y = absorbansi. kemudian dihitung persamaan regresi dan R2
Selanjutnya dilakukan analisa total fenol pada sampel. Prosedur analisa total
fenol adalah :
Ditimbang 0.025 gram sampel kemudian dilarutkan dengan pelarut pada labu
ukur 5 ml
Diambil 0.5 ml sampel. dimasukkan kedalam tabung reaksi
Ditambahkan 2.5 ml reagen Follin Ciocelteau kemudian diinkubasi 5 menit
Ditambahkan 2 ml larutan Na2CO3 7.5% dan divortex
Diinkubasi selama 30 menit suhu ruang dalam kondisi gelap
Diukur absorbansi pada panjang gelombang (ʎ) 765 nm
Dikalibrasikan dengan kurva standar asam galat untuk didapatkan total fenol
dalam µg GAE/g
Dihitung total fenol dalam µg GAE/g dengan persamaan
C =
Keterangan :
C = Kadar total fenol (µg/g)
CGAE = Kadar total fenol dalam bentuk ekuivalen asam galat (µg/ml)
V = Volume ekstrak yang dihasilkan (ml)
G = Massa bahan (g)
1.5 Total Antosianin Metode pH Diferensial (Giusti dan Wrolstad, 2001)
a. Pembuatan larutan buffer pH 1,0 dan pH 4,5
Untuk membuat larutan buffer pH 1,0 digunakan KCl 0,2 M sebanyak 14,9
g dicampur dengan 1000 ml air suling (akuades) sebagai larutan A.
Selanjutnya, digunakan HCl 0,2 M sebagai larutan B. Kemudian diambil
50 ml larutan A dan diambil 97 ml larutan B yang selanjutnya diencerkan
sampai 200 ml. Hasil dari larutan tersebut diatur pHnya hingga
mencapai 1 dengan menggunakan HCl pekat.
Untuk larutan buffer pH 4,5 digunakan asam asetat 0,2 M sebanyak 11,55
ml dicampur dengan 1000 ml air suling (akuades) sebagai larutan A.
Selanjutnya digunakan CH3CO2Na.3H2O 0,2 M sebanyak 16,49 g
dicampur dengan 1000 ml air suling (akuades) sebagai larutan B.
75
Kemudian diambil 28 ml larutan A dan diambil dari larutan tersebut
diatur pHnya hingga mencapai 4,5 dengan menggunakan HCL pekat.
b. Pengukuran dan perhitungan konsentrasi antosianin total
Sampel dihancurkan dan ditimbang 20 g lalu dimasukkan labu ukur 100
ml, diekstrak dengan menambahkan pelarut HCl 1% dalam methanol
sampai tanda batas. Setelah dihomogenkan, didiamkan selama 4 jam
dan disaring dengan kertas saring halus sampai dihasilkan filtrat. Filtrat
disentrifuse 10 menit pada 3850 rpm.
Hasil filtrat dipipet sebanyak 1 ml lalu dimasukkan labu ukur 10 ml.
Kemudian diencerkan dengan larutan buffer pH 1,0 sampai tanda batas.
Diukur absorbansi dari setiap larutan panjang gelombang maksimal dan
700 nm diukur dengan akuades sebagai blankonya. Faktor pengenceran
yang tepat untuk sampel harus ditentukan terlebih dahulu dengan cara
melarutkan sampel dengan buffer Kcl pH 1 hingga diperoleh absorbansi
yang tepat pada panjang gelombang maksimal yang diperoleh.
Selanjutnya, diambil 1 ml larutan hasil preparasi yang dimasukkan dalam
labu ukur 10 ml dan diencerkan dengan larutan buffer pH 4,5 sampai
tanda batas. Absorbansi dari setiap larutan pada panjang gelombang
maksimal dan 700 nm diukur dengan akuades sebagai blankonya.
Panjang gelombang maksimal adalah panjang gelombang maksimum
untuk sianidin-3-glukosida sedangkan panjang gelombang 700 nm untuk
mengkoreksi endapan yang masih terdapat pada sampel. Jika sampel
benar-benar jernih maka absorbansi pada 700 nm adalah 0.
Absorbansi dari sampel yang telah dilarutkan (A) ditentukan dengan
rumus :
A = [(Amaks – A700) pH 1,0 – (Amaks – A700)pH 4,5]
Kandungan pigmen antosianin pada sampel dihitung dengan rumus :
Kandungan antosianin (mg/100g) = (A x MW x DF x 1000) / (ε x 1)
Keterangan :
A = Absorbansi
MW = Berat molekul (dinyatakan sebagai cyanidin-3-glucoside) 449,2
DF = Faktor Pengenceran
77
Lampiran 2 Hasil Respon Berdasarkan Penelitian Pribadi
Lampiran 2.1 Data Ulangan Respon Rendemen
Lampiran 2.2 Data Ulangan Respon Total Fenol
Sampel Total Fenol Rerata STDEV CV
1 2 3
45° 10” 14,57 13,77 14,79 14,38 0,54 3,73
65° 10” 15,90 15,53 16,66 16,04 0,58 3,59
45° 30” 14,04 14,58 13,70 14,11 0,44 3,15
65° 30” 15,98 15,53 16,66 16,06 0,57 3,54
40° 20” 13,24 14,94 13,25 13,81 0,98 7,09
70° 20” 13,92 13,22 14,71 13,95 0,75 5,34
55° 5” 15,95 16,46 16,64 16,35 0,36 2,19
55° 35” 15,19 14,60 16,02 15,27 0,71 4,67
55° 20” (1) 16,67 16,15 17,80 16,87 0,84 4,99
55° 20” (2) 19,77 19,31 17,37 18,82 1,27 6,77
55° 20” (3) 16,79 16,90 16,90 16,86 0,06 0,38
55° 20” (4) 15,81 16,64 16,32 16,26 0,42 2,57
55° 20” (5) 16,05 16,35 15,88 16,20 0,23 1,45
Sampel Rendemen
Rerata STDEV CV 1 2 3
45° 10” 13,15 13,00 12,80 12,96 0,18 1,35
65° 10” 13,80 13,70 13,50 13,67 0,15 1,12
45° 30” 12,70 12,50 12,90 12,70 0,20 1,57
65° 30” 12,40 12,50 13,00 12,63 0,32 2,54
40° 20” 11,80 11,70 12,00 11,83 0,15 1,29
70° 20” 12,80 12,40 12,05 12,42 0,38 3,02
55° 5” 15,60 15,50 15,30 15,47 0,15 0,99
55° 35” 14,30 14,20 13,80 14,10 026 1,88
55° 20” (1) 17,70 17,85 18,15 17,90 0,23 1,28
55° 20” (2) 18,45 18,00 18,25 18,23 0,23 1,24
55° 20” (3) 17,05 16,50 17,50 17,01 0,50 2,94
55° 20” (4) 17,10 17,25 17,00 17,11 0,13 0,74
55° 20” (5) 17,30 17,60 17,45 17,45 0,15 0,86
78
Lampiran 2.3 Data Ulangan Respon Aktivitas Antioksidan IC50
Sampel Aktivitas Antioksidan Rerata STDEV CV
1 2 3
45° 10” 47,28 45,72 47,18 46,73 0,87 1,87
65° 10” 42,90 43,22 43,09 43,07 0,16 0,37
45° 30” 47,99 48,16 48,40 48,18 0,21 0,43
65° 30” 42,57 43,50 42,93 43,00 0,47 1,09
40° 20” 59,60 59,55 59,62 59,59 0,04 0,06
70° 20” 50,48 50,34 50,42 50,41 0,07 0,14
55° 5” 44,17 44,39 44,27 44,28 0,11 0,24
55° 35” 44,42 44,64 44,58 44,55 0,11 0,25
55° 20” (1) 37,13 36,39 36,93 36,81 0,38 1,04
55° 20” (2) 35,32 35,88 35,49 35,57 0,29 0,80
55° 20” (3) 37,90 38,20 38,01 38,04 0,15 0,39
55° 20” (4) 38,72 39,34 38,95 39,00 0,31 0,80
55° 20” (5) 40,12 40,20 40,22 40,18 0,05 0,13
79
Lampiran 3 Hasil Analisa Data dengan RSM (Design Expert 7.1.5)
Lampiran 3.1 Input Data pada RSM
Lampiran 3.2 Design Summary
80
Lampiran 3.3 Fit Summary Analysis (Sequential Model Sum of Squares)
terhadap Respon Rendemen
Lampiran 3.4 Fit Summary Analysis (Lack of Fit Test) terhadap Respon
Rendemen
Lampiran 3.5 Fit Summary Analysis (Model Summary Statistic) terhadap
Respon Rendemen
81
Lampiran 3.6 Analisa Ragam ANOVA terhadap Respon Rendemen
Lampiran 3.7 Final Equation In Term terhadap Respon Rendemen
Lampiran 3.8 Diagnostics Normal Plot Residual terhadap Respon
Rendemen
83
Lampiran 3.10 Fit Summary Analysis (Sequential Model Sum of Squares)
terhadap Respon Total Fenol
Lampiran 3.11 Fit Summary Analysis (Lack of Fit Test) terhadap Respon
Total Fenol
Lampiran 3.12 Fit Summary Analysis (Model Summary Statistic) terhadap
Respon Total Fenol
84
Lampiran 3.13 Analisa Ragam ANOVA terhadap Respon Total Fenol
Lampiran 3.14 Final Equation In Terms terhadap Respon Total Fenol
Lampiran 3.15 Diagnostics Normal Plot Residual terhadap Respon Total
Fenol
86
Lampiran 3.17 Fit Summary Analysis (Sequential Model Sum of Squares)
terhadap Respon Aktivitas Antioksidan
Lampiran 3.18 Fit Summary Analysis (Lack of Fit Test) terhadap Respon
Aktivitas Antioksidan
Lampiran 3.19 Fit Summary Analysis (Model Summary Statistic) terhadap
Respon Aktivitas Antioksidan
87
Lampiran 3.20 Analisa Ragam ANOVA terhadap Respon Aktivitas
Antioksidan IC50
Lampiran 3.21 Final Equation In Terms terhadap Respon Aktivitas
Antioksidan IC50
Lampiran 3.22 Diagnostics Normal Plot Residual terhadap Respon Aktivitas
Antioksidan IC50
89
Lampiran 4 Hasil Verifikasi dan Karakterisasi Senyawa Fenol dari Ekstrak
Kulit Kentang Hitam yang Optimum
Lampiran 4.1 Hasil Verifikasi Rendemen
SAMPEL
ULANGAN 1 18,30
ULANGAN 2 17,95
ULANGAN 3 18,75
RATA-RATA 18,33
STDEV 0,404
CV 2,187
Lampiran 4.2 Hasil Verifikasi Total Fenol
SAMPEL
ULANGAN 1 17.67
ULANGAN 2 17.95
ULANGAN 3 17.09
RATA-RATA 17.57
STDEV 0,438
CV 2,496
Lampiran 4.3 Hasil Verifikasi Aktivitas Antioksidan IC50
SAMPEL
ULANGAN 1 37.54
ULANGAN 2 36.82
ULANGAN 3 36.89
RATA-RATA 37.08
STDEV 0,397
CV 1,070
Top Related