Proses Pengeringan Teh Hitam CTC di PTPN XII Kertowono Lumajang

148
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG PROSES PENGERINGAN BUBUK TEH PADA PENGOLAHAN TEH HITAM CTC (CRUSHING, TEARING, CURLING) DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN KERTOWONO LUMAJANG JAWA TIMUR Oleh Amalia Shinta Dewi NIM 125100601111014 JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2015

Transcript of Proses Pengeringan Teh Hitam CTC di PTPN XII Kertowono Lumajang

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG

PROSES PENGERINGAN BUBUK TEH PADA

PENGOLAHAN TEH HITAM CTC (CRUSHING,

TEARING, CURLING) DI PT. PERKEBUNAN

NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN

KERTOWONO LUMAJANG JAWA TIMUR

Oleh

Amalia Shinta Dewi

NIM 125100601111014

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2015

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG

PROSES PENGERINGAN BUBUK TEH PADA PENGOLAHAN

TEH HITAM CTC DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII

(PERSERO) KEBUN KERTOWONO LUMAJANG,

JAWA TIMUR

Nama : Amalia Shinta Dewi

NIM : 125100601111014

Jurusan : Keteknikan Pertanian

Fakultas : Teknologi Pertanian

Telah disetujui oleh :

Pembimbing Lapang, Dosen Pembimbing,

Yusuf Hendrawan, STP, M.App

N. Rizka Esbahtiari, STP Life Sc., Ph.D

Asisten Teknik & Pengolahan NIP. 19810516 200312 1 002

Mengetahui:

Ketua Jurusan, Dosen Penguji,

Dr.Ir. J.Bambang Rahadi W.,MS Dr.Ir. Anang Lastriyanto,M.Si

NIP.19560205 198503 1 003 NIP.19621004 199002 1 001

iii

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG

PROSES PENGERINGAN BUBUK TEH PADA PENGOLAHAN

TEH HITAM CTC DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII

(PERSERO) KEBUN KERTOWONO LUMAJANG,

JAWA TIMUR

Nama : Amalia Shinta Dewi

NIM : 125100601111014

Jurusan : Keteknikan Pertanian

Fakultas : Teknologi Pertanian

Telah disetujui oleh :

Mengetahui:

Ketua Jurusan, Dosen Pembimbing,

Yusuf Hendrawan,STP,M.App

Dr.Ir.J.Bambang Rahadi W.,MS Life Sc., Ph.D

NIP. 19560205 198503 1 003 NIP. 19810516 200312 1 002

Tanggal persetujuan : Tanggal persetujuan :

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan

Praktek Kerja Lapang yang berjudul “Proses Pengeringan

Bubuk Teh Pada Pengolahan Teh Hitam CTC (Crushing,

Tearing, Curling) di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero)

Kebun Kertowono Lumajang Jawa Timur” ini dengan baik. Untuk

itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. J. Bambang Rahadi W., MS selaku Ketua Jurusan

Keteknikan Pertanian Universitas Brawijaya.

2. Yusuf Hendrawan, STP, M. App. Life Sc., Ph. D selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penulisan

laporan Praktek Kerja Lapang ini.

3. Dr. Ir. Anang Lastriyanto, M.Si selaku dosen penguji yang

telah memberikan masukan untuk penulis.

4. Bapak Budi Karyono selaku manajer PTPN XII (Persero)

Kebun Kertowono Lumajang, terima kasih atas kesempatan

Praktek Kerja Lapang yang diberikan kepada penulis.

5. Ir. Agus Dwi Wahyudi selaku manajer PTPN XII (Persero)

Wilayah III Malang, terima kasih atas ijin Praktek Kerja

Lapang di PTPN XII (Persero).

6. N. Rizka Esbahtiari, STP selaku asisten teknik dan

pengolahan dan Bapak Heru selaku asisten tanaman di

PTPN XII (Persero) Kebun Kertowono sekaligus pembimbing

lapang, terima kasih atas bimbingannya selama penulis

berada di lokasi Praktek Kerja Lapang.

7. Bapak Anut Budiantono dan Bu Tina, terima kasih atas

fasilitas yang diberikan selama penulis berada di lokasi

Praktek Kerja Lapang.

8. Seluruh staf dan karyawan di Afdeling Puring dan di pabrik

pengolahan teh PTPN XII (Persero) Kebun Kertowono,

terima kasih atas bimbingannya.

v

9. Seluruh warga di lingkungan KKP 01, terima kasih atas

keramahan dan kenyamanan yang diberikan selama penulis

tinggal untuk menjalankan Praktek Kerja Lapang.

10. Teman-teman seperjuangan selama Praktek Kerja Lapang,

Rizki Ayu Febriana, Ida Laili Ichsanti, dan Linda Luvi

Nurwindi, terima kasih atas kerja sama dan

kebersamaannya.

11. Seluruh teman-teman Jurusan Keteknikan Pertanian, Teknik

Bioproses, khususnya teman-teman TBP Kelas K, terima

kasih atas kekompakannya selama ini.

12. Seluruh pihak yang terlibat dalam penulisan laporan Praktek

Kerja Lapang ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per

satu.

Malang, Mei 2015

Penulis

vi

ABSTRAK

PROSES PENGERINGAN BUBUK TEH PADA PENGOLAHAN

TEH HITAM CTC (CRUSHING, TEARING, CURLING) DI PT.

PERKEBUNAN NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN

KERTOWONO LUMAJANG JAWATIMUR

Oleh

Amalia Shinta Dewi

NIM 125100601111014

PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) merupakan

perusahaan yang termasuk lingkup BUMN yang mengolah

berbagai macam komoditas antara lain kopi, kakao, karet, dan

teh. Salah satu perusahaan yang mengolah teh hitam secara

CTC (Crushing, Tearing, Curling) adalah PT. Perkebunan

Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono yang terletak di Desa

Gucialit Kecamatan Gucialit Lumajang Jawa Timur. Proses

pengolahan yang dilakukan antara lain pemetikan pucuk,

penerimaan pucuk, pelayuan, turun layu/giling, penggilingan,

oksidasi enzimatis, pengeringan, sortasi, pengemasan,

penyimpanan sementara dan atau pengemasan produk hilir.

Salah satu proses yang sangat penting adalah pengeringan

yang bertujuan untuk mengurangi kadar air. Pengeringan bubuk

teh dilakukan oleh mesin pengering Vibro Fluid Bed Dryer

(VFBD). Pada VFBD, suhu pemasukan (inlet) adalah sebesar

110-150oC (T6), suhu keluar (outlet) sebesar 80-90oC (T5), dan

ketebalan hamparan 40-45oC (T3). Faktor yang mempengaruhi

pengeringan yaitu suhu pengeringan, lama proses pengeringan,

volume udara, kecepatan aliran udara, dan kelembaban udara.

Kata kunci : PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun

Kertowono Lumajang, Teh Hitam CTC, Pengeringan Teh Hitam.

vii

DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................... vi

DAFTAR ISI ............................................................................ vii

DAFTAR TABEL ..................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................ xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................. 4

2.1 Tinjauan Umum Bahan Baku .............................................. 4

2.1.1 Tanaman Teh ................................................................... 4

2.1.2 Kandungan Teh ............................................................... 5

2.1.2.1 Fenol ............................................................................. 5

2.1.2.2 Bukan Fenol .................................................................. 6

2.1.2.3 Senyawa Aromatis ........................................................ 9

2.1.2.4 Enzim .......................................................................... 10

2.1.3 Manfaat Teh ................................................................... 10

2.2 Tinjauan Umum Pengolahan Teh ...................................... 12

2.2.1 Pengolahan Teh Secara Umum ..................................... 12

2.2.2 Klasifikasi Teh Berdasarkan Jenis Pengolahan .............. 12

2.2.3 Proses Pengolahan Teh Hitam CTC .............................. 14

2.2.4 Tinjauan Proses Pengeringan Teh Hitam CTC ............... 19

BAB III METODE PELAKSANAAN ........................................ 22

3.1 Waktu dan Tempat ............................................................ 22

viii

3.2 Metode Pengumpulan Data dan Informasi ......................... 22

3.3 Materi Praktek Kerja Lapang ............................................. 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................... 24

4.1 Gambaran Umum Perusahaan .......................................... 24

4.1.1 Sejarah Umum Perusahaan ............................................ 25

4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan ............................................... 25

4.1.3 Letak Geografis Perusahaan .......................................... 27

4.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan ..................................... 28

4.1.5 Ketenagakerjaan ............................................................. 31

4.1.5.1 Klasifikasi Tenaga Kerja .............................................. 31

4.1.5.2 Hak dan Kewajiban Karyawan ..................................... 32

4.1.5.3 Kesejahteraan Karyawan ............................................. 33

4.1.5.4 Kesehatan dan Keselamatan Kerja .............................. 34

4.2 Aspek Teknologi Pertanian ................................................ 35

4.2.1 Penyediaan Bahan Baku ................................................ 35

4.2.1.1 Pembibitan ................................................................... 35

4.2.1.2 Penanaman ................................................................. 36

4.2.1.3 Pemeliharaan ............................................................... 37

4.2.1.4 Pemetikan .................................................................... 40

4.2.2 Proses Pengolahan Teh Hitam CTC ............................... 44

4.2.2.1 Penerimaan Pucuk ...................................................... 45

4.2.2.2 Pelayuan dan Turun layu/giling .................................... 47

4.2.2.3 Penggilingan ................................................................ 50

4.2.2.4 Oksidasi Enzimatis....................................................... 53

4.2.2.5 Pengeringan ................................................................ 55

4.2.2.6 Sortasi ......................................................................... 57

4.2.2.7 Uji Inderawi .................................................................. 60

4.2.2.8 Pengemasan................................................................ 62

4.3 Alat dan Mesin Pengolahan Teh Hitam CTC ...................... 65

4.3.1 Penerimaan Pucuk ......................................................... 65

4.3.1.1 Monorail Conveyor ....................................................... 65

4.3.2 Pelayuan dan Turun Layu ............................................... 67

4.3.2.1 Withering trough .......................................................... 67

ix

4.3.2.2 Green Leaf Shifter ....................................................... 68

4.3.3 Penggilingan .................................................................. 70

4.3.3.1 Rotorvane ................................................................... 70

4.3.3.2 Triplex Roll CTC .......................................................... 71

4.3.3.3 Googie ........................................................................ 73

4.3.4 Oksidasi Enzimatis ......................................................... 75

4.3.4.1 Continous Fermenting Unit .......................................... 75

4.3.4.2 Humidifier .................................................................... 77

4.3.5 Pengeringan ................................................................... 78

4.3.5.1 Vibro Fluid Bed Dryer .................................................. 78

4.3.6 Sortasi ............................................................................ 80

4.3.6.1 Vibro Jumbo Extractor ................................................. 80

4.3.6.2 Holding Tank ............................................................... 81

4.3.6.3 Midletone (Bubble tray) ............................................... 81

4.3.6.4 Trinick ......................................................................... 82

4.3.6.5 Andrew Breaker .......................................................... 84

4.3.7 Pengemasan .................................................................. 85

4.3.7.1 Peti Miring ................................................................... 85

4.3.7.2 Pre-Packer .................................................................. 85

4.3.7.3 Tea Bulker ................................................................... 86

4.3.7.4 Tea Packer .................................................................. 86

4.3.7.5 Packer Vibrator ........................................................... 87

4.4 Standard Operating Procedure (SOP) ............................... 88

4.4.1 Penerimaan Pucuk ......................................................... 88

4.4.2 Pelayuan ........................................................................ 89

4.4.3 Penggilingan dan Oksidasi Enzomatis ........................... 90

4.4.4 Pengeringan ................................................................... 91

4.4.5 Sortasi ............................................................................ 92

4.4.6 Pengemasan .................................................................. 94

4.4.7 Papersack ...................................................................... 96

4.4.8 Gudang Penyimpanan Sementara Produksi................... 97

4.4.9 Pengiriman Produksi ...................................................... 97

4.5 Sanitasi Perusahaan ......................................................... 98

4.5.1 Sanitasi Pabrik ............................................................... 98

x

4.5.2 Sanitasi Alat dan Mesin Pengolahan ............................... 99

4.5.2.1 Sanitasi Mesin dan Area Penerimaan Pucuk ............... 99

4.5.2.2 Sanitasi Mesin dan Area Pelayuan ............................ 100

4.5.2.3 Sanitasi Mesin dan Area Pengolahan Basah ............. 100

4.5.2.4 Sanitasi Mesin dan Area Pengeringan ....................... 101

4.5.2.5 Sanitasi Mesin dan Area Sortasi ................................ 102

4.5.2.6 Sanitasi Mesin dan Area Pengemasan ...................... 102

4.5.2.7 Sanitasi Gudang Penyimpanan .................................. 103

4.5.3 Sanitasi Pekerja ............................................................ 103

4.5.4 Limbah .......................................................................... 104

4.5.4.1 Limbah Padat............................................................. 104

4.5.4.2 Limbah Cair ............................................................... 104

BAB V TUGAS KHUSUS ...................................................... 106

5.1 Definisi Proses Pengeringan ............................................ 106

5.2 Tujuan Proses Pengeringan ............................................ 106

5.3 Mesin Pengering Vibro Fluid Bed Dryer ........................... 107

5.3.1 Fluidisasi Pada Vibro Fluid Bed Dryer ........................... 108

5.3.2 Bagian-bagian Mesin Vibro Fluid Bed Dryer ................. 109

5.3.3 Prinsip Kerja Mesin Vibro Fluid Bed Dryer .................... 111

5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengeringan .. 111

5.4.1 Suhu Pengeringan ........................................................ 111

5.4.2 Lama Proses Pengeringan ........................................... 112

5.4.3 Volume Udara ............................................................... 112

5.4.4 Kecepatan Aliran Udara ................................................ 112

5.4.5 Kelembaban Udara ....................................................... 113

5.5 Pengujian Kadar Air ......................................................... 113

5.6 Analisis Perhitungan ........................................................ 114

5.7 Masalah yang Terjadi Pada Proses Pengeringan ............ 115

5.8 Pengendalian Mutu Pada Hasil dari Proses Pengeringan 116

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 118

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan pengolahan teh Ortodoks dan CTC ....... 15

Tabel 2.2 Perbedaan mesin pengering ECP dan FBD ............ 20

Tabel 4.1 Klasifikasi mutu teh setelah sortasi .......................... 59

Tabel 4.2 Densitas mutu teh dan isi tiap papersack ................ 65

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pucuk daun teh ...................................................... 4

Gambar 2.2 Perkebunan teh ...................................................... 4

Gambar 4.1 Logo PTPN XII (Persero) ..................................... 24

Gambar 4.2 Pemetikan manual ............................................... 42

Gambar 4.3 Pemetikan mesin manual ..................................... 42

Gambar 4.4 Pucuk peko .......................................................... 43

Gambar 4.5 Pucuk burung dan lembaran muda ...................... 43

Gambar 4.6 Rumus petikan ..................................................... 44

Gambar 4.7 Skema proses pengolahan teh hitam CTC di PT.

Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono

Lumajang ................................................................................. 44

Gambar 4.8 Penerimaan pucuk dan penimbangan pucuk ....... 46

Gambar 4.9 Pengangkutan pucuk dengah monorail ................ 46

Gambar 4.10 Analisa pucuk..................................................... 47

Gambar 4.11 Proses pelayuan ................................................ 48

Gambar 4.12 Proses pembalikan............................................. 48

Gambar 4.13 Proses turun layu/giling ...................................... 50

Gambar 4.14 Penggilingan dari Rotorvane .............................. 51

Gambar 4.15 Proses penggilingan ........................................... 51

Gambar 4.16 Penangkapan serat oleh Googie ........................ 52

Gambar 4.17 Bubuk teh basah setelah melalui Googie (a) dan

serat yang ditangkap oleh Googie ........................................... 53

Gambar 4.18 Skema proses oksidasi enzimatis (a) dan skema

degradasi klorofil (b) ................................................................ 54

Gambar 4.19 Proses oksidasi enzimatis .................................. 55

Gambar 4.20 Proses pengeringan dengan VFBD .................... 56

Gambar 4.21 Skema proses sortasi bubuk teh ........................ 58

Gambar 4.22 Proses sortasi .................................................... 59

Gambar 4.23 Uji inderawi ........................................................ 61

Gambar 4.24 Proses pengemasan .......................................... 63

Gambar 4.25 Penyusunan chop (a) dan tumpukan chop (b) .... 64

xiii

Gambar 4.26 Monorail conveyor ............................................. 66

Gambar 4.27 Withering trough ................................................ 68

Gambar 4.28 Green Leaf Shifter ............................................. 69

Gambar 4.29 Rotorvane .......................................................... 70

Gambar 4.30 Rotorvane dan bagian-bagiannya ...................... 71

Gambar 4.31 Triplex Roll CTC Machine .................................. 72

Gambar 4.32 Roll CTC 1 (a), Roll CTC 2 (b), dan Roll CTC 3 (c)

............................................................................................... 73

Gambar 4.33 Googie .............................................................. 74

Gambar 4.34 Continous Fermenting Unit ................................ 76

Gambar 4.35 Humidifier .......................................................... 77

Gambar 4.36 Vibro Fluid Bed Dryer ........................................ 79

Gambar 4.37 Vibro Jumbo Extractor ....................................... 81

Gambar 4.38 Holding Tank ..................................................... 81

Gambar 4.39 Midleton ............................................................ 82

Gambar 4.40 Trinick 1 (a) dan Trinick 2 (b) ............................. 83

Gambar 4.41 Trinick tampak samping ..................................... 84

Gambar 4.42 Andrew Breaker ................................................. 84

Gambar 4.43 Peti miring / Tea Bin .......................................... 85

Gambar 4.44 Tea Bulker ......................................................... 86

Gambar 4.45 Tea Packer ........................................................ 87

Gambar 4.46 Packer Vibrator.................................................. 87

Gambar 5.1 Mesin Vibro Fluid Bed Dryer yang digunakan di PT.

Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kertowono .................. 107

Gambar 5.2 Gambaran fenomena fluidisasi .......................... 109

Gambar 5.3 Vibro Fluid Bed Dryer dan bagiannya ................ 110

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Layout pabrik teh Kertowono ........................... 123

Lampiran 2 Pabrik teh Kertowono tampak depan ............... 124

Lampiran 3 Perumahan karyawan ...................................... 125

Lampiran 4 Pemberian materi di kebun .............................. 126

Lampiran 5 Penimbangan pucuk di kebun .......................... 127

Lampiran 6 Foto bersama mandor petik dan pengemasan . 127

Lampiran 7 Penataan uji inderawi ...................................... 128

Lampiran 8 Kantor Afdeling Puring ..................................... 128

Lampiran 9 Foto bersama astekpol .................................... 129

Lampiran 10 Suasana pagi hari di kebun teh Kertowono ..... 129

Lampiran 11 Teh Kertowono ................................................ 130

Lampiran 12 Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Lapang ........... 131

Lampiran 13 Log sheet kegiatan PKL .................................. 132

Lampiran 14 Kartu kendali pembimbing PKL ....................... 133

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat dituntut

untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat kepada

masyarakat luas. Oleh karena itu, agar dapat terjun dan

mengkomunikasikan kepada masyarakat luas, setiap

mahasiswa dituntut untuk lebih mengenal, mengerti, dan

menguasai seluk beluk serta memiliki ketrampilan yang sesuai

dengan bidang yang ditekuni.

Seiring besarnya tuntutan dan persaingan di dunia kerja,

maka mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan baik yang

bersifat teknis maupun praktis sesuai dengan bidangnya. Maka

dari itu Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

mewajibkan para mahasiswa untuk melaksanakan program

Praktek Kerja Lapang (PKL) sebagai sarana pelatihan sekaligus

menjadi salah satu syarat dalam meraih gelar sarjana strata-1.

Dengan melakukan praktek kerja lapang diharapkan dapat

menambah wawasan mahasiswa tentang ilmu pengetahuan dan

teknologi secara aplikatif, menemukan keterkaitan antara teori

perkuliahan dengan praktek. Oleh karena itu, mahasiswa

sebagai calon tenaga kerja yang profesional diwajibkan untuk

melaksanakan Praktek Kerja Lapang sebagai sarana latihan

dalam mengaplikasikan ilmu dan keterampilan serta

membandingkannya dengan kenyataan yang dijumpai di lapang.

PT. Perkebunan Nusantara XII merupakan salah satu

perusahaan BUMN yang bergerak dalam bidang perkebunan.

Dalam hal ini PT. Perkebunan Nusantara XII membudidayakan

banyak jenis tanaman antara lain tanaman teh yang diyakini

akan memiliki daya saing yang sangat tinggi. Salah satu

perusahaan BUMN yang yang telah menerapkan teknologi

dalam pengolahan teh adalah PT. Perkebunan Nusantara XII

2

yang berada di Kertowono, Lumajang. Sebagai perusahaan

yang memproduksi teh dalam skala besar pasti memiliki

berbagai jenis proses dan sistem pemrosesan yang memiliki

kaitan dengan materi-materi yang diberikan dalam perkuliahan

di Jurusan Keteknikan Pertanian. Dengan demikian, diharapkan

bahwa Praktek Kerja Lapang di PT Perkebunan Nusantara XII

twilayah Kertowono, Lumajang akan sangat menunjang

perluasan wawasan dan pengaplikasian ilmu keteknikan

pertanian di dunia industri secara nyata.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah

sebagai berikut :

1.2.1 Tujuan Umum

1. Sebagai sarana studi banding antara ilmu pengetahuan yang

diperoleh selama perkuliahan dengan teknologi yang

diterapkan di lapang.

2. Melatih mahasiswa untuk bekerja mandiri di lapang sekaligus

berlatih untuk menyesuaikan diri dengan kondisi di lapang

pekerjaan yang nantinya akan ditekuni.

3. Memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

jenjang pendidikan tingkat sarjana S1 di Fakultas Teknologi

Pertanian Universitas Brawijaya.

4. Menambah pengalaman dan pengetahuan mahasiswa

mengenai kondisi nyata di lingkungan kerja serta mengetahui

permasalahan-permasalahan beserta alternatif

penyelesaiannya.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui secara umum kondisi pabrik teh, dan proses

produksi di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun

Kertowono, Lumajang.

3

2. Mempelajari aspek-aspek keteknikan pertanian yang meliputi

bahan baku, proses produksi, pemasaran, serta penerapan

teknologi terutama peralatan-peralatan yang digunakan di

pabrik.

3. Mempelajari proses pengeringan dan mesin yang digunakan

untuk proses pengeringan pada pengolahan teh hitam CTC

di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun

Kertowono, Lumajang.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Bahan Baku

2.1.1 Tanaman Teh

Tanaman teh merupakan tanaman tahunan yang diberi nama

seperti : Camellia theifera, Thea sinensis, Camellia thea, dan

Camellia sinensis. Tanaman teh terdiri dari banyak spesies yang

tersebar di Asia Tenggara, India, Cina Selatan, Laos Barat Laut,

Muangthai Utara, dan Burma.

Gambar 2.1 Pucuk daun teh Gambar 2.2 Perkebunan teh

Menurut Effendi dkk (2010), sistematika tanaman teh terdiri

dari :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Class : Dycotyledonae

Ordo : Guttiferales

Famili : Theaceae

5

Genus : Camellia

Spesies : Camellia sinensis L.

Varietas : Sinensis dan Asamika

Tanaman teh (Camellia sinensis) merupakan tanaman asli

yang berasal dari kawasan Asia Tenggara. Kini tanaman teh

telah ditanam di lebih dari 30 negara. Tanaman teh diolah pucuk

daunnya seperti pada Gambar 2.1 untuk menjadi minuman yang

sangat populer di dunia. Bahkan kepopuleran teh menduduki

peringkat kedua setelah air putih sebagai minuman di dunia

yang paling sering dikonsumsi.

Tanaman teh dapat tumbuh hingga ketinggian antara 6

hingga 9 meter. Namun untuk keperluan perkebunan (Gambar

2.2), tanaman teh hanya ditumbuhkan setinggi 1 meter dengan

cara pemangkasan secara berkala untuk memudahkan

pemetikan. Tanaman teh dapat tumbuh dengan baik pada

temperatur 10-30oC di daerah yang curah hujannya sekitar 2000

mm per tahun dengan ketinggian 600-2000 mdpl (Primanita,

2010).

2.1.2 Kandungan Teh

Kandungan senyawa kimia di dalam teh secara umum

terkandung dalam daunnya. Komposisi kimia di dalam daun teh

diklasifikasikan ke dalam empat kelompok besar yakni golongan

fenol, golongan bukan fenol, golongan senyawa aromatis, dan

enzim (Towaha, 2013). Berikut ini akan dijelaskan mengenai

empat golongan tersebut.

2.1.2.1 Fenol

Golongan fenol yang terdapat dalam daun teh ada dua, yakni

senyawa katekin dan flavanol.

a. Katekin

Katekin merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam

golongan flavonoid. Katekin memiliki sifat antioksidan karena

6

adanya dua gugus fenol dan satu gugus dihidropiran.

Senyawa ini sering juga disebut sebagai polifenol karena

memiliki lebih dari satu gugus fenol dalam strukturnya.

Katekin dalam daun teh tersusun sebagai senyawa katekin

(C), epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG), epigalokatekin

(EGC), epigalokatekin galat (EGCG), dan galokatekin (GC)

(Widyaningrum, 2013).

Katekin pada daun teh segar berkisar antara 13,5% - 31%

(Towaha, 2013). Selain sebagai antioksidan, senyawa

katekin berperan dalam menentukan sifat pada seduhan teh

seperti warna, rasa, dan aroma karena reaksinya dengan

senyawa lain seperti kafein, protein, peptida, ion Cu, dan

siklodekstrin. Pada pengolahan teh hitam dan teh oolong,

katekin akan terurai menjadi theaflavin dan thearubigin.

Theaflavin berperan dalam memberikan warna kuning dan

thearubigin berperan memberi warna merah kecoklatan

(Damayanthi dkk, 2008).

b. Flavanol

Flavanol pada daun teh meliputi senyawa kaemferol,

kuarsetin, dan mirisetin dengan kandungan 3-4% dari berat

kering (Wiyarti, 2013). Senyawa flavanol merupakan salah

satu jenis antioksidan dalam teh yang mempunyai

kemampuan mengikat logam. Flavanol kurang disebut

sebagai penentu kualitas teh, akan tetapi flavanol memiliki

aktivitas yang dapat menguatkan dinding pembuluh darah

kapiler dan memicu pengumpulan vitamin C (Towaha, 2013).

2.1.2.2 Bukan Fenol

Golongan bukan fenol yang terdapat dalam daun teh ada

sembilan jenis, yakni karbohidrat, pektin, alkaloid, protein dan

asam-asam amino, klorofil, asam organik, resin, vitamin, dan

mineral.

a. Karbohidrat

7

Daun teh segar mengandung karbohidrat sebesar 3-5%

dari berat kering daun yang meliputi sukrosa, glukosa, dan

fruktosa (Towaha, 2013). Karbohidart berperan dalam

reaksinya dengan asam-asam amino dan katekin pada

proses pengolahan teh. Pada suhu tinggi, reaksi karbohidrat

dengan senyawa lain dalam teh akan membentuk senyawa

aldehid yang memberikan aroma karamel, bunga, madu, dan

sebagainya (Wiyarti, 2013).

b. Pektin

Pektin yang terkandung dalam daun teh berkisar antara

4,9-7,6% dari berat kering daun, yang terdiri dari pektin dan

asam pektat (Towaha, 2013). Selama proses pengolahan,

pektin akan terurai menjadi asam pektat dan metil alkohol

dan menguap ke udara. Sedangkan sebagian akan menjadi

senyawa ester sebagai pembentuk karena reaksinya dengan

asam organik. Dalam suasana asam, asam pektat akan

membentuk gel yang berfungsi mempertahankan bentuk

gulungan daun teh setelah digiling serta mengendalikan

proses oksidasi enzimatis (Prawirosentono, 2002).

c. Alkaloid

Senyawa alkaloid dalam daun teh terkandung sekitar 3-

4% dari berat kering daun teh yakni senyawa kafein,

theobromin, dan theofolin (Towaha, 2013). Alkaloid berperan

dalam menentukan kualitas teh, salah satunya adalah

tentang sifat menyegarkan dari seduhan teh yakni

kandungan kafein. Senyawa kafein tidak terurai selama

proses pengolahan, namun kafein ini bereaksi dengan

katekin dan membentuk senyawa yang menentukan

kesegaran (briskness) dari seduhan teh (Friedman dan

Jurgens, 2000).

d. Protein dan asam-asam amino

Komponen protein dalam daun teh berperan dalam

pembentukan aroma terutama pada teh hitam. Pada proses

pelayuan, protein terurai menjadi asam amino, kemudian

8

asam amino bersama dengan karbohidrat dan katekin

membentuk senyawa aromatis berupa hidrokarbon, alkohol,

aldehid, keton, dan ester. Beberapa asam amino yang

berperan dalam pembentukan senyawa aromatis antara lain

alanin, fenil alanin, valin, leusin, dan isoleusin.

Asam amino L-theanin disebut sebagai senyawa yang

mendorong terbentuknya gelombang α di dalam otak yang

dapat memberikan perasaan tenang dan menurunkan

ketegangan setelah meminumnya (Maulana, 2000). Adapun

kandungan protein dan asam amino bebas pada daun teh

berkisar antara 1,4-5% dari berat kering daun (Towaha,

2013).

e. Klorofil dan zat warna lain

Salah satu unsur penentu kualitas teh hijau adalah

warnanya, sehingga klorofil sangat berperan dalam memberi

warna hijau pada teh hijau. Kandungan zat warna dalam

daun teh sekitar 0,019% dari berat kering daun. Dalam

proses oksidasi enzimatis, klorofil yang berwarna hijau

mengalami penguraian menjadi feofitin yang berwarna hitam

sebagai warna untuk teh hitam. Adapun sebagian zat warna

karotenoid akan teroksidasi menjadi substansi yang mudah

menguap yang terdiri dari aldehid dan keton tak jenuh yang

berperan dalam aroma seduhan teh. Sedangkan sebagian

lain kerotenoid akan berperan dalam memberi warna kuning

jingga (Towaha, 2013).

f. Asam organik

Adapun kandungan asam organik dalam daun teh

berkisar antara 0,5-2% dari berat kering teh (Towaha, 2013).

Beberapa jenis asam organik yang terkandung dalam daun

teh antara lain asam malat, asam sitrat, asam suksinat, dan

asam oksalat. Pada proses pengolahan teh, asam organik

akan bereaksi dengan metil alkohol yang akan membentuk

senyawa ester yang memiliki aroma khas (Gramza et al,

2005).

9

g. Resin

Resin merupakan senyawa polimer rantai karbon, dengan

kandungan sekitar 3% dari berat kering daun teh. Peran resin

pada pengolahan teh adalah memberi kontribusi dalam

membentuk aroma teh. Selain itu, resin berperan untuk

meningkatkan daya tahan daun teh terhadap embun

(Towaha, 2013).

h. Vitamin

Beberapa jenis vitamin dalam daun teh antara lain vitamin

A, B1, B2, B3, B5, C, E, dan K. Vitamin sangat peka terhadap

proses oksidasi enzimatis dan suhu yang tinggi. Oleh karena

itu kandungan vitamin pada teh hijau lebih tinggi daripada teh

hitam. Kandungan vitamin dalam secangkir teh hijau berkisar

antara 100-200 IU dan vitamin K sekitar 300-500 IU (Towaha,

2013). Teh hijau mengandung vitamin B sepuluh kali lebih

banyak dibandingkan sayur dan serealia. Selain itu,

kandungan vitamin C dalam teh dilansir lebih tinggi daripada

buah apel dan tomat (Dulloo et al, 2000).

i. Mineral

Kandungan mineral dalam teh berkisar antara 4-5% dari

berat kering daun teh. Beberapa jenis mineral yang

terkandung antara lain K, Na, Mg, Ca, F, Zn, Mn, Cu, dan Se.

Mineral F merupakan mineral yang terjandung paling tinggi.

Mineral berfungsi untuk mempertahankan dan menguatkan

gigi agar terhindar dari karies gigi (Towaha, 2013).

2.1.2.3 Senyawa Aromatis

Salah satu sifat penting yang menentukan kualitas teh

adalah aroma. Aroma yang dimiliki oleh teh berhubungan

dengan substansi aromatis yang secara alami terkandung

maupun yang terbentuk sebagai hasil reaksi biokimia dalam

proses pengolahan teh. Substansi aromatis yang terkandung

dalam teh adalah senyawa volatile atau mudah menguap.

Senyawa aromatis yang secara alami terkandung dalam teh

10

antara lain linalool, linalool oksida, pfhenuetanol, geraniol, benzil

alkohol, metil salisilat, n-heksanal, dan cis-3-heksenol (Lee et al,

2013).

2.1.2.4 Enzim

Dalam daun teh terkandung berbagai macam enzim

diantaranya enzim invertase, amilase, β-glukosidase,

oksimetilase, protease, dan peroksidase. Enzim-enzim tersebut

berperan sebagai biokatalisator pada setiap reaksi biokimia

yang terjadi selama proses pengolahan teh (Jain and Tadakazu,

2007). Salah satu enzim yang juga penting adalah enzim

polifenol oksidase, dimana enzim ini yang mengawali terjadinya

reaksi oksidasi enzimatis yakni pada proses oksidasi katekin.

Enzim polifenol terkandung dalam kloroplas sedangkan katekin

terkandung dalam vakuola, sehingga pada proses penggilingan,

sel akan hancur, begitupun vakuola dan kloroplas hancur,

sehingga katekin dapat keluar dan bertemu dengan enzim

polifenol (Natarajan, 2009).

Enzim-enzim lainnya yang terkandung dalam daun teh yang

menentukan sifat spesifik teh hitam adalah enzim pektase dan

klorofilase. Enzim pektase berperan aktif dalam reaksi

perubahan pektin. Sedangkan enzim klorofilase berperan

penting dalam perubahan biokimia klorofil selama reaksi

oksidasi enzimatis (Milenkovic et al, 2012).

2.1.3 Manfaat Teh

Teh mengandung antioksidan yang berperan untuk

menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh. Baik

teh hitam, teh hijau, teh oolong, maupun teh putih, semuanya

memiliki manfaat yang baik untuk tubuh. Salah satunya karena

adanya kandungan kefein yang memberikan perasaan tenang

dan segar setelah meminumnya.

Teh hitam berperan sebagai immunostimulator dan

pengahambat zat karsinogenik pada rongga mulut. Hal ini

11

tampak pada perbedaan jumlah sel kanker yang mengalami

nekrosis. Di samping itu, pada perokok yang juga peminum teh,

ditemukan jumlah perubahan morfologi dysplasia sel epitel

mukosa rongga mulut yang relatif lebih sedikit jika

dibbandingkan dengan perokok yang buka peminum teh

(Hartoyo, 2003).

Menurut Syah (2006), teh hijau memiliki berbagai manfaat

yakni khasiatnya untuk mengurangi risiko kanker, antara lain

kanker perut, kanker payudara, kanker kandungan, kanker

prostat, dan kanker rongga mulut. Selain itu, beberapa khasiat

teh hijau untuk kesehatan dan kebugaran tubuh antara lain

sebagai berikut :

a. Menurunkan kadar kolesterol

b. Mencegah tekanan darah tinggi

c. Membunuh bakteri

d. Membunuh virus influenza

e. Mengurangi stres

f. Melangsingkan tubuh

g. Menurunkan kadar gula darah

h. Mencegah pengeroposan gigi

i. Meningkatkan kekebalan tubuh

j. Menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler

Selain khasiat dalam kesehatan tubuh, teh hijau memiliki

manfaat untuk kecantikan wajah. Daun teh hijau mengandung

senyawa epigalokatekin-3-galat (EGCG) paling tinggi

dibandingkan teh oolong dan teh hitam. Berdasarkan hasil

penelitian oleh Widyaningrum (2013), EGCG dalam daun teh

hijau dapat mengurangi sebum dalam kelenjar sebasea,

membunuh bakteri jerawat, dan bersifat antiinflamasi. Cara kerja

EGCG dalam mengurangi jerawat adalah dengan memodulasi

jalur sinyal AMPK-SREBP-1, mengurangi inflamasi dengan

menekan jalur NF-kB dan AP-1. Oleh karena itu, berdasarkan

cara kerja tersebut dan prinsip pengobatan jerawat, EGCG yang

12

terkandung dalam daun teh hijau dapat dijadikan sebagai

alternatif pengobatan jerawat.

2.2 Tinjauan Umum Pengolahan Teh

2.2.1 Pengolahan Teh Secara Umum

Proses pengolahan teh merupakan suatu metode yang

diterapkan pada pucuk daun teh yang melibatkan beberapa

tahapan. Dalam bentuknya yang paling umum, proses

pengolahan teh melibatkan reaksi oksidasi terhadap pucuk

daun, penghentian oksidasi, pembentukan aroma khas teh, dan

pengurangan kadar air dengan pengeringan. Dari tahapan ini,

derajat oksidasi memainkan peranan penting untuk menentukan

rasa teh (Kusumo, 2010).

Proses pengolahan teh tergantung pada jenis teh yang ingin

dihasilkan. Misalnya ingin membuat teh hitam, maka ada

serangkaian proses yang harus dilakukan, antara lain pelayuan,

penggilingan, fermentasi (oksidasi enzimatis), pengeringan,

hingga sortasi (Sukardi dan Gumilar, 2006). Sedangkan untuk

teh jenis lain, misalnya ingin menghasilkan teh oolong maka

oksidasi enzimatis dilakukan dengan selang waktu tertentu yang

lebih pendek dari pembuatan teh hitam. Bahkan pucuk teh tidak

perlu dilakukan proses oksidasi enzimatis jika ingin dihasilkan

teh hijau. Selain itu, ada juga pembuatan teh yang merupakan

kelanjutan dari hasil yang diperoleh, seperti pembuatan teh

wangi yakni teh hasil pengolahan diproses kembali dengan

penambahan bunga melati sebagai penambah aroma

(Sujayanto, 2008).

2.2.2 Klasifikasi Teh Berdasarkan Jenis Pengolahan

Produk teh dapat dibedakan berdasarkan proses

pengolahannya. Dengan cara pengolahan yang berbeda, maka

dihasilkan berbagai kualitas teh dengan manfaat dan harga

13

yang berbeda pula. Menurut Hartoyo (2003), teh diklasifikasikan

ke dalam tiga jenis yang berbeda dan tidak dapat dicampurkan

satu dengan lainnya dalam pemasarannya.

Ketiga jenis teh tersebut antara lain :

a. Teh Hijau (unfermented tea)

Teh hijau disebut juga sebagai unfermented tea, yakni teh

tanpa melalui proses fermentasi (oksidasi enzimatis). Secara

sederhana, teh hijau dapat diproduksi secara sederhana,

yakni dengan steam atau uap panas. Bahan teh hijau yakni

pucuk daun teh, sebelumnya mengalami pemanasan dengan

uap air. Pemanasan ini berguna untuk menonaktifkan enzim

dalam daun teh. Setelah dipanaskan dan menjadi layu, teh

digulung dan dikeringkan.

b. Teh Oolong (semi fermented tea)

Teh oolong disebut juga sebagai semi fermented tea.

Biasanya tanaman teh yang digunakan untuk teh oolong

adalah teh yang tumbuh di daerah semi tropis. Proses

pengolahan teh oolong sama dengan teh hitam, tetapi saat

proses oksidasi enzimatis, pucuk teh mengalami hanya

sebagian. Proses oksidasi enzimatis untuk membuat teh

oolong hanya berkisar 30-70% saja sehingga teh masih

mangandung sebagian tanin dan beberapa senyawa

turunannya. Penampilan visual teh oolong yaitu berwarna

merah tembaga di bagian tepinya sedangkan bagian lainnya

masih berwarna hijau. Oleh karena itu, teh oolong disebut

sebagai teh peralihan teh hijau dan teh hitam, dengan

aromanya khas diantara kedua teh tersebut.

c. Teh Hitam (fermented tea)

Teh hitam disebut sebagai fermented tea, yakni

mengalami oksidasi emzimatis secara maksimal. Terlebih

dahulu pucuk teh dilayukan kemudian digiling menjadi halus.

Karena proses penggilingan ini, pucuk teh hancur dan

mengeluarkan cairan sel dari daun dan mulai saat itu terjadi

oksidasi enzimatis. Proses oksidasi kemudian dioptimalkan

14

dengan menjaga kondisi lingkungan di dalam unit oksidasi

enzimatis. Dengan adanya proses ini, karakteristik teh hitam

dihasilkan, yakni ditandai dengan perubahan warna dan

aroma khas teh hitam. Setelah itu, teh hasil oksidasi

enzimatis dikeringkan pada suhu tertentu sehingga dihasilkan

teh yang sudah kering dan berwarna hitam.

Selain ketiga jenis teh tersebut, ada juga jenis teh yang unik

dan manfaatnya tidak diragukan lagi. Jenis teh tersebut adalah

teh putih (white tea). Bahan baku teh putih sedikit berbeda

dengan teh lainnya, yakni hanya pucuk pekonya saja. Teh putih

diambil hanya dari daun teh pilihan yang dipetik dan dipanen

sebelum benar-benar mekar yakni pucuk peko. Pucuk yang

diambil hanya pucuk peko yang terpilih dan yang terbaik.

Kriteria tersebut didasarkan pada pucuk peko yang diselimuti

bulu halus berwarna putih. Daun teh putih adalah daun teh yang

paling sedikit mengalami pemrosesan, serta tanpa adanya

reaksi oksidasi enzimatis. Seperti halnya teh oolong, selama ini

teh putih hanya diproduksi oleh perkebunan teh di China dan

Taiwan. Namun saat ini teh putih mulai diproduksi di Indonesia

oleh tiga perkebunan teh yaitu di Ciwidey dan Garut Jawa Barat,

serta di Wonosari Kabupaten Malang Jawa Timur (Balai

Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar, 2012).

Memang banyak yang belum mengenal teh putih, teh putih

berasal dari pucuk Camellia sinensis yang masih menggulung

dan pada saat dipetik dilindungi dari sinar matahari. Teh putih

merupakan teh yang sangat istimewa. Pucuk teh yang sangat

muda ini hanya diuapkan dan dikeringkan segera setelah dipetik

untuk mencegah oksidasi. Daun teh muda ini tidak melalui

proses oksidasi enzimatis sehingga teh putih mengandung

katekin dan kafein tertinggi (Dias et al, 2013).

2.2.3 Proses Pengolahan Teh Hitam CTC

Teknik pengolahan teh hitam dapat digolongkan menjadi dua

macam, yakni secara Ortodoks dan CTC (Crushing, Tearing,

15

Curling). Secara umum, pengolahan teh hitam CTC memerlukan

tingkat layu yang ringan dengan kadar air pucuk layu 67-70%

dengan sifat penggulungan yang keras. Sedangkan untuk teh

hitam ortodoks, derajat layu yang diperlukan adalah dengan

persentase kadar air 52-58% dengan sifat penggulungan yang

lebih ringan (Maulana, 2000). Untuk lebih jelas, perbedaan teh

Ortodoks dan CTC akan dijelaskan dalam Tabel 2.1.

Menurut Primanita (2010), secara singkat perbedaan antara

cara pengolahan teh hitam secara ortodoks dengan sistem CTC

adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Perbedaan pengolahan teh secara Ortodoks dan CTC

No Sistem Ortodoks Sistem CTC

1 Derajat layu pucuk 44-46% Derajat layu pucuk 32-35%

2 Dilakukan sortasi bubuk

basah

Tanpa dilakukan sortasi

bubuk basah

3 Tangkai atau tulang

terpisah (badag)

Bubuk basah ukuran hampir

sama

4 Diperlukan pengeringan

ECP

Pengeringan cukup dengan

FBD

5 Cita rasa air seduhan kuat Cita rasa kurang kuat, air

seduhan cepat merah

6 Tenaga listrik besar Tenaga listrik kecil

7 Tenaga kerja banyak Tenaga kerja sedikit

8 Sortasi kering kurang

sederhana

Sortasi kering sederhana

9 Fermentasi bubuk basah

selama 105-120 menit

Fermentasi bubuk basah

selama 80-85 menit

10 Waktu proses pengolahan

lebih dari 20 jam

Waktu proses pengolahan

cukup pendek (kurang dari

20 jam)

16

Pengolahan teh hitam secara CTC terdiri dari beberapa

proses. Urutan proses pengolahan teh hitam CTC adalah

meliputi penerimaan pucuk segar, pelayuan dan turun layu,

penggilingan atau perajangan, oksidasi enzimatis, pengeringan,

sortasi, dan yang terakhir pengemasan. Penjelasan masing-

masing proses menurut Putratama (2009) dijelaskan sebagai

berikut :

a. Penerimaan Bahan Baku Pucuk Teh

Pucuk teh yang halus (minimal 60%) merupakan bahan

baku pembuatan teh hitam. Pucuk segar didatangkan dari

perkebunan teh dimana pengolahan dilaksanakan.

b. Pelayuan

Pelayuan adalah tahap awal pengolahan teh hitam. Dalam

pelayuan, digunakan udara segar yang dialirkan melalui

bagian bawah palung pelayuan. Pelayuan berguna untuk

mengurangi kadar air hingga batas tertentu, membuat daun

menjadi lemas tetapi tidak mudah patah agar mudah

digulung. Dalam proses pelayuan terdapat tiga kegiatan.

Yang pertama adalah pembeberan, yakni perataan pucuk

segar di palung pelayu (trough). Pembeberan dilakukan dari

ujung yang berlawanan arah dengan fan. Setelah itu

dilakukan pembalikan untuk memindahkan posisi pucuk yang

semula di atas dipindahkan ke bagian bawah sehingga

pelayuan berlangsung sempurna.

Yang kedua adalah pelayuan, yakni untuk menurunkan

kadar air hingga 68-70% untuk proses CTC. Waktu untuk

pelayuan adalah 12-28 jam. Pelayuan dihentikan apabila

pucuk layu sudah berwarna kekuningan, tangkai daun lentur

dan tidak patah. Menurut Sukardi dkk (2009), selama proses

pelayuan akan terjadi perubahan kimia antara lain

berkurangnya kandungan zat padat, pati, dan gum. Selain itu,

terjadi perombakan protein menjadi asam amino, juga

perubahan klorofil menjadi feoforbid. Selama pelayuan,

17

senyawa katekin tidak berubah, tetapi karena kadar air

menurun maka katekin menjadi tinggi.

Yang ketiga adalah turun layu, yakni pemindahan pucuk

dari ruang pelayuan ke proses penggilingan. Pucuk yang

sudah dilayukan diangkut dengan monorail menuju Green

Leaf Shifter (GLS). Pucuk yang melalui GLS akan memasuki

lorong yang menuju ke proses penggilingan.

c. Penggulungan dan Penggilingan

Proses penggulungan dan penggilingan merupakan

proses yang sangat penting dalam pembentukan mutu teh

secara fisik maupun kimiawi. Untuk pengolahan secara CTC

(Crushing, Tearing, Curling), pucuk akan mengalami tiga aksi

yaitu perobekan atau pemotongan, pengepresan, dan

penggulungan. Tujuan dari penggilingan adalah memperkecil

ukuran pucuk teh, mengawali reaksi oksidasi enzimatis

dengan cara mengeluarkan cairan sel agar terjadi kontak

dengan oksigen, dan mengoptimalkan terbentuknya inner

quality. Selama proses penggilingan CTC, hampir seluruh

proses dipengaruhi alat yang bekerja. Pada ruang

penggilingan, suhu udara dikendalikan sebesar 18-24oC

dengan kelembaban udara 90-98%.

d. Oksidasi Enzimatis

Proses oksidasi enzimatis lebih sering disebut dengan

fermentasi. Yang disebut dengan fermentasi adalah

bercampurnya zat-zat yang terdapat dalam cairan sel yang

terperas keluar dengan oksigen dengan bantuan enzim.

Proses fermentasi teh lebih tepat disebut dengan oksidasi

enzimatis, karena reaksi yang terjadi adalah oksidasi

senyawa polifenol dengan enzim polifenol oksidase dengan

adanya oksigen. Perubahan fisik yang terjadi selama proses

oksidasi enzimatis adalah dihasilkannya panas sebagai

akibat dari reaksi oksidasi enzimatis dan kondensasi. Selain

itu juga terjadi perubahan bubuk teh dari yang berwarna hijau

menjadi berwarna merah tembaga. (Sukmawati dkk, 2013).

18

Pemeriksaan mutu hasil oksidasi enzimatis dilakukan

Green Dhool Test, yakni bertujuan untuk memberikan

penilaian bubuk teh hasil oksidasi enzimatis untuk

menentukan lamanya oksidasi enzimatis yang optimal.

Penilaiannya adalah dengan cara menyeduh dengan air

panas. Kemudian dicicipi. Kriteria penilaiannya adalah warna

air seduhan, kesegaran, kekuatan, dan warna ampas.

e. Pengeringan

Proses pengeringan merupakan proses pengaliran udara

panas pada bubuk teh basah setelah keluar dari proses

oksidasi enzimatis. Pengeringan CTC lebih lama dan

menggunakan suhu lebih tinggi daripada sistem ortodoks.

Menurut Sukmawati dkk (2013), pengeringan pada

pengolahan teh hitam memiliki tujuan yakni antara lain

menghentikan proses oksidasi enzimatis, menjaga sifat-sifat

spesifik teh, dan yang terpenting adalah menurunkan kadar

air hingga mencapai 2-3% sehingga teh memiliki daya

simpan yang lama.

Pengendalian proses pada saat proses pengeringan

adalah dengan mengendalikan suhu masuk (inlet) dan keluar

(outlet). Bubuk teh yang diharapkan setelah pengeringan

adalah yang memenuhi kriteria. Beberapa kriteria tersebut

diantaranya adalah bubuk teh kering berwarna coklat

mengkilap, partikel bubuk teh ringan dan saling terpisah.

Selain itu, setelah proses pengeringan akan terbentuk aroma

yang kuat dari bubuk teh yang dihasilkan.

f. Sortasi

Sortasi merupakan proses untuk memperoleh produk teh

hitam yang seragam baik bentuk maupun beratnya.

Pelaksanaan sortasi meliputi pengecilan ukuran,

pengayakan, dan membersihkan dari kotoran. Menurut

Ningrat dan Soeria (2006), sortasi kering bertujuan untuk

mendapatkan ukuran dan warna partikel teh yang seragam

sesuai dengan standar yang diinginkan oleh konsumen. Hal

19

tersebut meliputi pemisahan teh kering menjadi beberapa

grade yang sesuai dengan standar perdagangan teh,

membersihkan teh kering dari partikel lain seperti serat,

tangkai, batu, partikel kayu, dan lainnya. Selain itu, sortasi

juga bertujuan untuk menyeragamkan bentuk, ukuran, dan

warna pada masing-masing grade.

g. Penyimpanan Sementara dan Pengemasan

Setelah bubuk teh disortasi, bubuk teh kering dimasukkan

ke dalam peti miring (tea bin). Penempatan teh harus sesuai

dengan grade bubuk teh tersebut. Penyimpanan teh di dalam

peti miring bertujuan untuk menjaga kadar air sebelum

dikemas dan untuk menjaga kualitas. Peti miring dapat

melindungi bubuk teh dari suhu dan kelembaban yang tidak

sesuai dan dapat melindungi bubuk teh dari kontaminasi

mikroba dan pengotor lainnya. Setelah disimpan sementara

dalam peti miring, bubuk teh akan dikemas sesuai dengan

grade masing-masing. Bubuk teh dikemas di dalam

papersack.

2.2.4 Tinjauan Proses Pengeringan Teh Hitam CTC

Setelah melalui tahap oksidasi, maka bubuk teh akan

mengalami proses pengeringan. Di tahap pengeringan ini,

bubuk teh akan dialiri oleh udara panas. Udara panas yang

dihasilkan merupakan udara dari steam boiler atau pemanas

lain yang dihubungkan dengan saluran dan dibantu alat

penghisap udara. Suhu udara yang diberikan pada pemasukan

adalah berkisar antara 100 hingga 130oC (Maulana, 2000).

Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air

sehingga diperoleh hasil teh yang kering dengan kisaran kadar

air 2-3% atau 3-4,5%. Pengeringan dilakukan untuk

menghentikan proses oksidasi enzimatis sehingga aktivitas

enzim polifenol oksidase terhambat karena berkurangnya kadar

air. Dengan berkurangnya kadar air maka teh akan memiliki

daya simpan yang lama (Temple et al, 2001).

20

Pada proses pengeringan, jenis mesin yang umum dapat

digunakan adalah Endless Chain Pressure (ECP) dan Fluid Bed

Dryer (FBD), serta salah satu yang juga termasuk FBD yaitu

Vibro Fluid bed Dryer (VFBD). Prinsp kerja mesin FBD yakni

pergerakan bubuk teh di atas bed atau tray karena hembusan

udara panas dan tekanan tinggi, sehingga dihasilkan bubuk teh

kering. Sedangkan pada mesin ECP bubuk teh berada di atas

tray kemudian dialirkan udara panas yang arahnya berlawanan

dengan arah bubuk (counter flow). Bubuk teh pada tray akan

berjalan secara horizontal dan saat di ujung penggerak, bubuk

teh yang tadinya berada di atas akan jatuh ke bawah, begitu

seterusnya hingga bubuk teh kering keluar dari mesin (Setyarini

dan Juju, 2011). Perbedaan pengeringan bubuk teh

menggunakan ECP dan FBD menurut Kartisinghe (1995) dapat

dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Perbedaan mesin pengering ECP dan FBD

No Keterangan ECP FBD

1 Udara Tidak perlu tekanan

udara tinggi

Perlu tekanan

udara tinggi

2 Pergerakan

bubuk Diam (di atas tray)

Bergerak melayang

karena hembusan

udara (fluidisasi)

3 Kegunaan

Untuk pengeringan

bubuk teh dan

badag (tangkai)

Hanya untuk

pengeringan bubuk

teh

4 Kapasitas Rendah Tergantung

panjang mesin

5 Lama proses 20-25 menit 15-20 menit

Menurut Effendi dkk (2010), keunggulan mesin FBD antara

lain perlakuan yang seragam, kapasitas tinggi, dan tingkat

21

automatisasi yang tinggi. Selain itu, pada mesin FBD hanya

terdapat sedikit moving parts sehingga sanitasi lebih mudah.

Sedangkan menurut Setiawan dkk (2010), keunggulan

menggunakan pengering tipe ECP adalah kontak bahan dengan

udara panas lebih luas, laju perpindahan panas dan massa lebih

besar. Di samping itu, kapasitas pengeringan juga besar serta

seragamnya hamparan sehingga peristiwa case hardening pada

teh jarang terjadi, dan gesekan antar partikel teh relatif kecil.

22

BAB III METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan

selama 1 bulan yaitu pada tanggal 26 Januari – 26 Februari

2015 di PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Kertowono yang

berlokasi di Desa Gucialit Kecamatan Gucialit, Lumajang, Jawa

Timur, Indonesia.

3.2 Metode Pengumpulan Data dan Informasi

Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara

berikut ini.

1. Observasi

Teknik observasi ini dilakukan dengan cara pengamatan

dan peninjauan secara langsung terhadap obyek kegiatan

dalam manajemen produksi di lapangan, serta survey ke

lokasi fasilitas produksi, pengolahan limbah dan utilitas

setelah sebelumnya diberi penjelasan mengenai teori dan

tata tertib selama observasi berlangsung.

2. Wawancara

Teknik wawancara ini dilakukan dengan cara tanya jawab

secara langsung kepada pembimbing lapang dan karyawan

atas ijin dari perusahaan.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dilakukan dengan cara pengambilan

gambar langsung, namun atas ijin dari perusahaan. Apabila

tidak diperbolehkan, dilakukan dengan cara pengumpulan

dan pencarian dokumen yang berkaitan dengan obyek

pembahasan. Data dokumentasi dapat berupa gambar,

sejarah, struktur organisasi, skema proses, dan

ketenagakerjaan.

4. Studi Kepustakaan

23

Teknik ini dilakukan dengan cara pencarian data

tambahan dari buku, jurnal, dan laporan yang digunakan

untuk membandingkan hasil yang diperoleh selama

pelaksanaan Praktek Kerja Lapang.

5. Pengumpulan Data

a. Data Primer, yakni data yang diperoleh secara langsung

dari kegiatan perusahaan dan berupa data mengenai

perusahaan.

b. Data Sekunder, yakni data yang tidak langsung atau

diperoleh dari sumber lain dan digunakan sebagai

pendukung dalam laporan.

3.3 Materi Praktek Kerja Lapang

Hal-hal yang dipelajari selama kegiatan Praktek Kerja

Lapang adalah sebagai berikut:

1. Profil umum perusahaan

a. Sejarah singkat lembaga penelitian

b. Tujuan dan latar belakang pendirian lembaga penelitian

2. Struktur organisasi

a. Bentuk struktur organisasi

b. Tugas, fungsi dan wewenang tiap bagian organisasi

3. Letak geografis perusahaan

a. Lokasi lembaga penelitian

b. Pertimbangan pemilihan lokasi

4. Ketenagakerjaan

a. Jumlah anggota atau karyawan

b. Sistem kerja dan sistem pengupahan

5. Aspek teknologi pertanian

a. Alat dan mesin yang digunakan dalam proses pengolahan

teh hitam

b. Proses pengolahan dan pengeringan teh hitam

c. Pengendalian mutu

d. Pengolahan limbah

24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) merupakan

perusahaan yang termasuk dalam lingkup Badan Usaha Milik

Negara (BUMN). PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero)

memiliki 35 kebun yang tersebar mulai dari wilayah Ngawi

hingga Banyuwangi. Komoditas yang dibudidayakan adalah teh,

kopi, coklat (kakao), dan karet. Simbol dari PT. Perkebunan

Nusantara XII (Persero) divisualisasikan dalam sebuah logo

perusahaan seperti pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Logo PTPN XII (Persero)

Untuk perkebunan teh sendiri terdapat empat kebun yaitu

kebun Jatiroto yang meliputi tiga wilayah (Lumajang, Jember,

Banyuwangi), kebun Kertowono yang berada di Gucialit

Lumajang, kebun Wonosari di wilayah Lawang Kabupaten

Malang, serta kebun Sirah Kencong di Blitar. Selain empat

kebun tersebut, komoditas teh juga didatangkan dari

perkebunan teh lain yang masih dekat dengan wilayah

pengolahan teh atau pabrik teh.

25

4.1.1 Sejarah Umum Perusahaan

Pada tahun 1875 Kebun Kertowono dibuka oleh perusahaan

perkebunan bernama N.V. Ticdeman van Ker Chen dengan

tanaman yang dibudidayakan kala itu adalah tanaman kina yang

dikelola oleh Belanda. Seiring berjalannya waktu, dilakukan

diversifikasi tanaman yaitu dengan membudidayakan tanaman

teh (Camellia sinensis) pada tahun 1910. Pada akhirnya tahun

1957 Kebun Kertowono dialihkan kepemilikannya menjadi milik

Negara Indonesia.

Berikut ini adalah perjalanan pergantian nama Kebun

Kertowono sejak dikelola sendiri oleh Indonesia :

a. Tahun 1959-1960, bergabung dengan Perusahaan

Perkebunan Negara (PPN) IV.

b. Tahun 1961, bergabung dalam PPN Aneka Tanaman (PPN

Antan) XII.

c. Tahun 1968, Kebun Kajaran bergabung dengan Kebun

Kertowono.

d. Tahun 1972-1993, menjadi Perkebunan Terbatas

Perkebunan XXIII (Persero).

e. Tahun 1994-1996, bergabung menjadi PTP XIII (Persero)

grup Jawa Timur.

f. Tahun 1996-sekarang, berganti nama menjadi PT.

Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono.

4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan

a. Visi Perusahaan

Menjadi perusahaan agribisnis yang berdaya saing tinggi

dan mampu tumbuh kembang berkelanjutan, yaitu menjadi

perusahaan agribisnis perkebunan yang terintegrasi dan

memiliki keunggulan daya saing (competitive advantage)

melalui inovasi sehingga mampu tumbuh dan berkembang

dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate

Governance dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan

26

untuk meningkatkan nilai bagi shareholders dan stakeholders

lain.

b. Misi Perusahaan

Untuk mewujudkan visi perusahaan tersebut maka

dilaksanakan misi sebagai berikut :

Melaksanakan reformasi bisnis, strategi, struktur dan

budaya perusahaan untuk mewujudkan profesionalisme

berdasarkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance.

Meningkatkan nilai dan daya saing perusahaan

(competitive advantage) melalui inovasi serta peningkatan

produktivitas dan efisiensi dalam penyediaan produk

berkualitas dengan harga kompetitif dan pelayanan

bermutu tinggi.

Menghasilkan profit yang dapat membawa perusahaan

tumbuh dan berkembang untuk meningkatkan nilai bagi

shareholders dan stakeholders lainnya.

Mengembangkan usaha agribisnis dengan tata kelola

yang baik serta peduli pada kelestarian alam dan

tanggung jawab sosial pada lingkungan usaha (community

development).

c. Tata Nilai Insan

Setiap insan PT. Perkebunan Nusantara XII dalam

mewujudkan visi dan misi perusahaan selalu menjunjung

tinggi dan menerapkan panduan tata nilai yang disebut

dengan akronim SPIRIT, yang terdiri atas nilai-nilai Sinergi,

Profesionalitas, Integritas, Responsibilitas, Inovasi dan

Transparansi.

Berikut ini adalah penjabaran dari SPIRIT :

Sinergi adalah selalu memadukan berbagai kekuatan yang

saling mendukung untuk mencapai hasil yang terbaik.

Profesionalitas merupakan wujud dari sikap insan PT.

Perkebunan Nusantara XII sebagai pelaku agribisnis yang

loyal kepada perusahaan dan memiliki komitmen yang

tinggi dalam menjalankan tugas dan perannya,

27

menghasilkan produk bernilai tinggi dan selalu berupaya

meningkatkan kompetensi.

Integritas adalah selalu berpegang teguh pada prinsip

kebenaran dalam menjalankan tugas dan perannya sesuai

peraturan yang berlaku secara jujur, konsisten, ikhlas dan

sepenuh hati.

Responsibilitas (tanggung jawab) berarti selalu

menggunakan logika berpikir (untuk mempertimbangkan

untung dan rugi), kesadaran diri, mengembangkan

imajinasi maupun mendengarkan suara hati dalam

mengambil setiap keputusan dan tindakan.

Inovasi merupakan kemampuan mengembangkan dan

memperbaiki diri atau keadaan secara kreatif dengan

semangat hari esok harus lebih baik dari hari ini dan

kemarin.

Transparansi adalah landasan untuk menjunjung tinggi

keterbukaan dan keadilan.

4.1.3 Letak Geografis Perusahaan

PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono

terletak di Desa Gucialit Kecamatan Gucialit Kabupaten

Lumajang, Jawa Timur. Saat ini PT. Perkebunan Nusantara XII

(Persero) Kebun Kertowono terdapat dua bagian kebun antara

lain:

a. Kebun Bagian Kertowono

Kebun bagian Kertowono terletak di Desa Gucialit,

Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang. Berjarak sekitar

17 km arah barat laut Kota Lumajang atau sekitar 156 km

dari Kota Surabaya, di sebelah timur Pegunungan Bromo.

Kebun bagian Kertowono terdiri dari 3 afdeling (bagian)

kebun, yaitu Puring, Kamar Tengah dan Kertosuko, dengan

luasan 1204,32 hektar. Setiap afdeling memiliki Kantor Induk

dan Tata Usaha. Komuditas utama kebun bagian Kertowono

adalah teh dan aneka macam tanaman kayu (Sengon,

28

Gamelina dan Balsa). Ketinggian masing-masing afdeling

berbeda, yakni afdeling Kamar Tengah memiliki ketinggian

700-900 mdpl, afdeling Kertosuko memiliki ketinggian 800-

1200 mdpl, sedangkan afdeling Puring memiliki ketinggian

700 mdpl. Di kebun bagian Kertowono terdapat satu pabrik

pengolahan teh hitam CTC (Crushing, Tearing, Curling) yang

terpusat di afdeling Puring. Gambar pabrik teh Kertowono

terdapat pada Lampiran 2.

b. Kebun Bagian Kajaran

Kebun bagian Kajaran berlokasi di Desa Bades dan

Gondoruso, Kecamatan Pasirian, Lumajang. Dengan jarak

sekitar 28 km arah barat daya Kota Lumajang dan sekitar

170 km dari kota Surabaya serta sekitar 45 km dari kebun

bagian Kertowono, dengan luasan 700 hektar. Kebun bagian

Kajaran terdiri dari 2 afdeling, yaitu Bedengan dan

Kaliwelang. Selain kedua afdeling, kebun bagian Kajaran

juga memiliki pabrik pengolahan kakao. Komoditas utama

kebun bagian Kajaran adalah kakao (edel dan bulk), gula

kelapa dan aneka tanaman kayu.

4.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan

Menurut bentuknya, struktur organisasi yang ada di PT.

Perkebunan Nusantara XII (Persero) diklasifikasikan ke dalam

bentuk organisasi garis dan staff dimana terdapat beberapa ahli

dalam bidangnya masing-masing.

Berikut ini adalah tugas pokok dan wewenang pejabat

tertinggi perkebunan :

a. Manajer

Tugas pokok :

1. Memimpin dan mengurus kebun atau unit karja sesuai

dengan tujuan perusahaan dan senantiasa berusaha

meningkatkan efisiensi dan efektivitas yang berwawasan

lingkungan.

29

2. Menguasai dan memelihara dan mengurus kekayaan

perusahaan yang berada dalam kebun atau unit kerja.

3. Menetapkan langkah-langkah strategis, rencana kerja

operasional berdasarkan RKAP, ketentuan dan

kebijakan direksi dalam upaya menjadikan kebun

sebagai profit centre.

4. Memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan

hubungan dengan masyarakat, pemerintah setempat,

dan pihak lainnya untuk kepentingan perusahaan.

5. Melakukan koordinasi baik langsung atau inspektur

wilayah antar kebun untuk keperluan bersama demi

kepentingan perusahaan.

Wewenang :

1. Mengusulkan kenaikan gaji / pangkat / jabatan, teguran /

peringatan, penurunan / degradasi, pemindahan /

mutasi, pemberhentian, pengurangan.

2. Memindahkan karyawan bulanan dan harian tetap antar

afdeling intern kebun yang sama bidang tugasnya dan

memberikan teguran serta peringatan apabila karyawan

bulanan dan harian tetap melakukan kesalahan dan

kelalaian dalam tugas pekerjaan.

3. Menandatangani cek, menerima uang dalam batas-batas

yang ditentukan oleh direksi dalam batas wewenangnya

melaksanakan pembelian atau pengadaan barang/bahan

sesuai ketentuan dan prosedur yang berlaku.

b. Wakil Manajer

Tugas pokok :

1. Melaksanakan tugas manajer yang didelegasikan

kepadanya.

2. Mengusulkan kepada manajer :

- Mutasi intern karyawan

- Pemberian penghargaan dan sanksi-sanksi terhadap

karyawan.

30

- Penyempurnaan di bidang tanaman, teknik/

pengolahan, administrasi, keuangan, kesehatan, dan

lain-lain.

c. Asisten Administrasi Keuangan (asaku)

Tugas pokok :

1. Penanggung jawab tugas administrasi keuangan.

2. Mengurus keperluan-keperluan perusahaan

3. Menyusun laporan-laporan kepada direksi, instansi luar,

dan lain-lain.

4. Penanggung jawab tata usaha gudang persediaan dan

gudang hasil.

Wewenang :

1. Melaksanakan pembinaan dan penilaian terhadap

karyawan yang berada dalam urusannya.

d. Asisten Tanaman (astan)

Tugas pokok :

1. Mengelola afdeling yang menjadi tanggung jawabnya

sesuai dengan tujuan perusahaan.

2. Memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan

hubungan dengan masyarakat, pemerintah setempat,

dan pihak-pihak lainnya untuk kepentingan perusahaan.

Wewenang :

1. Melaksanakan pembinaan dan penilaian terhadap

karyawan yang berada di afdelingnya.

2. Menandatangani daftar upah dan berita acara pekerjaan.

e. Asisten Teknik Pengolahan (astekpol)

Tugas pokok :

1. Mengelola bidang teknik dan pengolahan yang menjadi

tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan

perusahaan/ kebijakan manajer untuk memperoleh mutu

hasil yang ditetapkan.

Wewenang :

31

1. Melaksanakan pembinaan dan penilaian terhadap

karyawan yang berada di bawah afdelingnya.

2. Menandatangani daftar upah dan berita acara pekerjaan.

4.1.5 Ketenagakerjaan

Tenaga kerja merupakan elemen yang sangat penting dalam

perusahaan untuk pengembangan dan keberlanjutan suatu

perusahaan. Tenaga kerja menjadi sumber daya yang

digunakan untuk melaksanakan setiap kegiatan yang berkaitan

dengan produksi dan administrasi perusahaan. Pemilihan

tenaga kerja adalah berdasarkan keterampilan tertentu di

bidangnya. Setiap tingkatan melakukan sistem manajemen

masing-masing sesuai dengan prosedur agar mampu bekerja

dengan baik dan tercipta keselarasan perusahaan.

4.1.5.1 Klasifikasi Tenaga Kerja

Tenaga kerja atau karyawan di PT. Perkebunan Nusantara

XII (Persero) diklasifikasikan menjadi tiga yakni karyawan staf,

karyawan bulanan, dan karyawan harian.

Berikut ini adalah klasifikasinya :

a. Karyawan Staf

Karyawan staf adalah karyawan yang memiliki Nomor

Induk Pegawai dan terdaftar di PT. Perkebunan Nusantara

XII (Persero) serta memiliki jenjang tertentu antara golongan

I-IV. Ada sejumlah 7 orang karyawan staf, antara lain 2 orang

staf kantor, 4 orang staf lapangan, dan 1 orang staf pabrik.

Yang termasuk karyawan staf adalah manajer, wakil manajer,

astan, astekpol, dan asaku. Karyawan staf diberikan fasilitas

antara lain cuti tahunan, tunjangan pensiun, santunan sosial,

dan fasilitas perumahan.

b. Karyawan Bulanan

Karyawan bulanan adalah karyawan yang terdaftar antara

golongan I-IV. Ada sejumlah 102 orang karyawan bulanan,

dibagi menjadi 8 orang di kantor, 63 orang di lapangan, dan

32

31 orang di pabrik. Yang termasuk karyawan bulanan adalah

karyawan tata usaha, mandor, tukang, dan sopir. Fasilitas

yang diberikan antara lain santunan sosial, pesangon, cuti

tahunan, dan fasilitas perumahan.

c. Karyawan Harian

Karyawan harian adalah karyawan yang terdaftar di

perusahaan dan memiliki hak atas tunjangan sosial dan

pesangon. Karyawan harian dibagi menjadi dua yaitu harian

tetap dan harian lepas. Ada sejumlah 341 karyawan harian

tetap, yang dibagi menjadi 9 orang di kantor, 268 orang di

lapangan, dan 64 orang di pabrik. Sedangkan untuk

karyawan harian lepas, ada sejumlah 163 orang yang dibagi

menjadi 18 orang di kantor, 92 orang di lapangan, dan 53

orang di pabrik. Yang termasuk karyawan harian adalah

tenaga pemetik, tenaga pengolahan, dan karyawan

perkebunan yang berasal dari penduduk sekitar perkebunan.

4.1.5.2 Hak dan Kewajiban Karyawan

Seluruh karyawan memiliki hak dan kewajiban yang telah

ditetapkan oleh PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero).

Adapun hak karyawan antara lain :

a. Mendapatkan gaji sesuai pekerjaan yang telah dilaksanakan

yang meliputi gaji pokok dan tunjangan tetap.

b. Mendapatkan hari libur dan cuti kerja sesuai ketentuan yang

berlaku. Hari libur resmi adalah yang telah ditetapkan oleh

pemerintah. Cuti meliputi cuti tahunan, cuti panjang (30 hari,

berlaku untuk karyawan yang telah bekerja 6 tahun), cuti

hamil, cuti di luar tanggungan perusahaan, dan ijin

meninggalkan pekerjaan dengan ketentuan yang berlaku.

c. Mendapatkan promosi untuk naik jabatan.

d. Mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek).

Jaminan tersebut meliputi jaminan kecelakaan kerja (berasal

dari 0,54% gaji tiap bulan), jaminan hari tua (5,7% gaji),

33

jaminan kematian (0,30% gaji), dan jaminan pemeliharaan

kesehatan yang ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan.

Sedangkan kewajiban karyawan antara lain:

a. Mematuhi segala aturan di perusahaan.

b. Bersedia dipindahtugaskan (mutasi kerja) ke unit kerja lain

antar jabatan atau wilayah.

c. Menjaga rahasia jabatan dan perusahaan.

d. Mematuhi ketentuan hari dan jam kerja. Karyawan kantor

bekerja pada hari Senin hingga Sabtu pukul 06.00-14.00 WIB

sedangkan karyawan pabrik bekerja pada hari Selasa hingga

Minggu mulain pukul 06.00- 14.00 WIB dengan waktu

istirahat pukul 09.00-09.30 WIB.

e. Melaksanakan pekerjaan dengan sungguh-sungguh dan

penuh tanggung jawab.

f. Bersikap sopan dan loyal terhadap siapapun di dalam

maupun di luar dinas.

g. Menjaga keselamatan diri dan rekan sekerja serta

mengenakan perlengkapan keselamatan kerja.

4.1.5.3 Kesejahteraan Karyawan

Guna meningkatkan kesejahteraan karyawan dan

menunjang kelancaran produksi, serta meningkatkan motivasi

kerja para karyawan, maka PT. Perkebunan Nusantara XII

(Persero) Kebun Kertowono Lumajang menyediakan berbagai

fasilitas.

Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain :

a. Perumahan staf dan karyawan yang berada di area sekitar

pabrik dan sekitar kebun masing-masing afdeling, seperti

pada Lampiran 3.

b. Rumah ibadah masjid dan gereja di area perumahan.

c. Fasilitas pendidikan berupa Sekolah Dasar dan Taman

Kanak-kanak di area perumahan.

d. Alat transportasi berupa bus antar jemput karyawan yang

bermukim di luar area perumahan.

34

e. Poliklinik di dekat lokasi pabrik dilengkapi layanan Keluarga

Berencana dan Posyandu.

f. Koperasi karyawan yang menyediakan keperluan sehari-hari.

g. Tunjangan pensiun

h. Program Jamsostek

4.1.5.4 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kesehatan dan keselamatan kerja karyawan merupakan

suatu keadaan di tempat kerja yang menjamin secara optimal

mengenai keselamatan orang-orang di dalamnya. PT.

Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono

menerapkan sistem yakni Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3) sebagai pedoman tata laksana

pekerjaan. Tujuan dari SMK3 adalah mengurangi potensi

bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan serta

memelihara lingkungan kerja perusahaan.

Usaha dalam rangka pencegahan terjadinya kecelakaan

kerja di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun

Kertowono antara lain :

a. Penyuluhan

Menanamkan pengertian dan kesadaran tentang K3 pada

karyawan.

b. Pelatihan

Melakukan pelatihan mengenai K3. Untuk pekerja yang

menggunakan mesin-mesin berat dilakukan pelatihan

penggunaan mesin secara baik dan benar.

c. Asuransi

Asuransi untuk kematian, sakit, kecelakaan, dan adanya

tunjangan-tunjangan hamil, melahirkan, hari raya, uang

stimulant dan akses istri dan 3 anak.

d. APD (Alat Pelindung Diri)

APD (Alat Pelindung Diri) disediakan oleh PT. Perkebunan

Nusantara XII (Persero) Kertowono misalnya adalah masker,

35

tutup kepala, dan untuk bagian kebun berupa sarung tangan,

topi, baju anti air, dan sepatu boat.

e. Ventilasi

Pengadaan ventilasi alam dan buatan untuk masing-masing

ruangan.

f. Pencahayaan

Penerangan buatan berupa lampu dan jendela untuk

penerangan pada siang hari.

4.2 Aspek Teknologi Pertanian

Secara umum pengolahan teh hitam terdiri dari dua macam

yaitu secara Orthodoks dan CTC (Crushing, Tearing, Curling).

Di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono

Lumajang sendiri melaksanakan proses pengolahan teh

menggunakan metode CTC. Aspek teknologi pertanian yang

akan dibahas meliputi dari awal penyediaan bahan baku hingga

proses akhir pengolahan.

4.2.1 Penyediaan Bahan Baku

Bahan baku untuk pengolahan yaitu pucuk teh. Bahan baku

tersebut diperoleh dari pemetikan dari kebun teh Kertowono

sendiri, yakni dari afdeling Puring, Kamar Tengah, dan

Kertosuko. Selain dari kebuh teh Kertowono sendiri, bahan baku

juga didatangkan dari perkebunan teh di luar Kertowono antara

lain dari kebun Gunung Gambir dan Lawang Kedaton.

4.2.1.1 Pembibitan

Langkah yang dilakukan untuk mendapatkan pucuk teh

adalah dengan pembibitan tanaman teh. Dalam rangka

budidaya tanaman teh, bahan tanaman dapat berasal dari biji

maupun stek. Saat ini di PT. Perkebunan Nusantara XII

(Persero) Kebun Kertowono, penyediaan bibit tanaman berasal

dari budidaya dengan stek. Alasan dipilihnya budidaya dengan

cara stek adalah karena stek dianggap sebagai cara paling

36

cepat untuk memenuhi kebutuhan bibit tanaman teh dalam

jumlah banyak. Selain itu, jenis klon yang dibutuhkan dipastikan

akan bersifat sama unggulnya dengan pohon induknya. Klon

unggul yang digunakan sebagai bibit saat ini adalah klon

gambung 1 sampai 11.

Ranting stek diambil 4 bulan setelah dipangkas. Stek diambil

dari ranting stek sepanjang 1 ruas dan memiliki 1 helai daun.

Stek yang dipakai adalah bagian tengah ranting stek berwarna

hijau tua. Sebelum diletakkan di polybag, terlebih dahulu stek

yang akan ditanam dicelupkan atau direndam selama 3 hingga

5 menit di dalam larutan fungisida untuk menghindari penyakit

pada tanaman teh.

Setelah stek siap, maka selanjutnya dilakukan persemaian.

Dalam persemaian dilakukan pembuatan bedengan dengan

panjang maksimal 15 meter dan jarak antar bedengan sekitar 60

cm. Polybag yang berisi stek disusun di bedengan, kemudian

dibuatkan sungkup dari bambu dan ditutup plastik selama 3-4

bulan agar tidak terkena air hujan dan menghindari fluktuasi.

Penyiraman stek disesuaikan dengan keadaan tanah.

Penyiraman pertama dilakukan 3-4 minggu, selanjutnya diatur

sesuai kebutuhan.

Selanjutnya pembukaan sungkup dilakukan setelah stek

berakar dan pertumbuhan tunas sudah merata sekitar 15 cm.

Pembukaan sungkup dilakukan bertahap selama 2 jam pada

minggu 1 dan 2, dan selanjutnya bertahap 4,6,8 dan 12 jam

hingga tanpa sungkup. Bibit yang sudah diperoleh kemudian

dilakukan seleksi sebelum ditanam.

4.2.1.2 Penanaman

Kriteria bibit siap tanam antara lain berumur 9-12 bulan,

tinggi tanaman minimal 25 cm, sehat, berdaun normal dengan

jumlah daun lebih dari 5 helai, dan jumlah akar primer 2 buah.

Selain itu, sistem perakaran juga harus baik. Akar merupakan

akar tunggang seumur atau minimal dua buah serta tidak ada

37

pembengkakan halus. Hal ini dapat dilihat dari dengan

mencabut beberapa bibit yang pertumbuhannya kurang baik.

4.2.1.3 Pemeliharaan

Dalam rangka pengelolaan teh, maka perlu dilakukan

berbagai persiapan dan pemeliharaan, antara lain budidaya

tanaman teh, pemangkasan, perlakuan pasca pangkas, dan

penyiangan.

a. Budidaya Tanaman Teh

Tanaman Tahun Akan Datang (TTAD)

Tanaman Tahun Ini (TTI)

TTI merupakan perencanaan tanaman. Misalkan akan

dilakukan penanaman tahun 2015, maka persemaian

dilakukan pada tahun 2013. Dalam TTI dilakukan pemilihan

klon unggul, yakni klon tanaman teh yang tahan hama dan

penyakit serta tahan terhadap kekeringan. Lahan TTI terdiri

dari lahan baru da lahan lama. Untuk lahan lama, tanaman

teh terlebih dahulu diambil hingga ke akar-akarnya. Setelah

itu dilakukan penggemburan tanah dan penambahan

belerang untuk membuat tanah agar menjadi asam, serta

pembuatan jarak tanam. Setelah tanaman berumur satu

tahun, maka dilakukan bending yakni mengarahkan

tanaman primer dan dilakukan pemberian pupuk jika

diperlukan. Perawatan pada TTI adalah dengan penyiangan

manual, dan setelah tiga hingga empat bulan baru kembali

diberi pupuk.

Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

TBM dilakukan untuk persiapan pemetikan mesin.

Setelah TBM berumur enam bulan, maka dilakukan bending

atau merundukkan cabang-cabang primer yang bertujuan

untuk memperoleh cabang primer yang lebih banyak.

Selanjutnya dilakukan centering untuk tujuan perataan

bidang petik. Langkah terakhir adalah pengendalian hama

dan penyakit seperti hama implaska yang menyebabkan

38

urat daun berwarna merah, hama helopeltis yang

menyababkan bercak-bercak pada daun, serta hama mythe

yang menyebabkan permukaan daun terdapat guratan

merah. Sedangkan penyakit yang biasanya menyerang

tanaman teh adalah cacar daun akibat fungi.

Tanaman Menghasilkan (TM)

TM disiapkan untuk pemetikan manual. Perlakuan pada

TM antara lain penyiangan manual dan kimiawi

pengendalian hama, dan pemupukan. Tanaman yang siap

panen biasanya akan menghasilkan pucuk muda yang

paling banyak.

b. Pemangkasan

Pemangkasan dibagi menjadi empat macam yaitu:

Pangkas produksi

Pangkas produksi merupakan pemangkasan 55 cm dari

tanah. Keuntungan dari pangkas produksi ini adalah cabang

dapat tumbuh normal sesuai standar, sedangkan

kerugiannya adalah adanya cabang yang tersisa yang

besarnya kurang lebih sebesar pensil.

Pangkas preparasi

Pangkas preparasi merupakan pemangkasan yang

dilakukan 55 cm dari tanah dengan cara membuang cabang

yang sebesar pensil atau cabang kering.

Pangkas jambul

Pangkas jambul merupakan pemangkasan 55 cm dari

tanah, namun dilaksanakan saat musim kemarau yang

bertujuan untuk menahan respirasi. Keuntungan pangkas

jambul adalah tanaman bersih dari benda asing.

Sedangkan kerugiannya yaitu pengerjaannya lambat dan

membutuhkan waktu yang lama untuk tumbuh.

Pangkas dempul

Pangkas dempul merupakan teknik pemangkasan

dengan membuang cabang di bawah pentolan atau

istilahnya kepala kambing dengan ketinggian 45 hingga 50

39

cm. Keuntungan yang didapatkan dari pemangkasan ini

adalah dapat tumbuh cabang yang lebih besar sedangkan

kerugiannya adalah produksi menjadi terhambat sampai

dengan enam bulan.

Pangkas kepris

Pangkas kepris merupakan pemangkasan yang

dilakukan pada ketinggian 60 hingga 70 cm dan masih

menyisakan daun penyangga. Keuntungan pangkas kepris

adalah pertumbuhan daun menjadi lebih cepat sedangkan

kerugiannya adalah menyebabkan tumbuhnya cabang-

cabang yang kecil dan pertumbuhan tanaman menjadi

kurang sehat.

c. Pasca Pangkas

Setelah dilakukan pemangkasan, tiga bulan setelahnya

dilakukan penjendangan. Syarat dilakukannya penjendangan

adalah jika pucuk yang dihasilkan sudah mencapai 60%.

Penjendangan dilakukan dengan menyisakan tiga helai daun

penyangga. Peralatan yang dilakukan untuk penjendangan

adalah bambu salib yang berguna untuk perataan bidang

petik sesuai kemiringan lahan. Penjendangan normal

dilakukan 5 hingga 6 kali dengan rentang waktu dari

penjendangan pertama ke penjendangan selanjutnya adalah

10 hari. Setelah usia tanaman masuk bulan 5 ke 6, barulah

digolongkan sebagai petik produksi fase A1.

Macam-macam fase produksi antara lain :

Fase A1 atau tahun pangkas 1, yakni pemangkasan

berumur satu tahun hingga satu setengah tahun atau 18

bulan.

Fase 2 atau tahun pangkas 2, yakni pemangkasan yang

berumur satu tahun dari fase A1. Dari fase A1 ke fase A2,

tanaman bertambah tinggi sekitar 15 hingga 20 cm.

Fase B, yakni pemangkasan yang berumur satu tahun dari

fase A2. Dari fase A2 ke fase B, tanaman bertambah tinggi

sekitar 20 cm.

40

d. Penyiangan

Ada dua jenis penyiangan yaitu :

Penyiangan Manual

Penyiangan manual adalah penyiangan yang dilakukan

dengan menggunakan sabit. Hasil penyiangan ini berkisar

0,1 hektar per ohk (orang harian kerja). Penyiangan ini

dilakukan setiap bulan pada lain blok dengan siklus tiga

bulan sekali.

Penyiangan Kimiawi

Penyiangan kimiawi adalah penyiangan yang dilakukan

menggunakan alat semprot. Merk alat semprot yang

digunakan adalah Swan dan Solo. Bahan kimia yang

digunakan adalah herbisida yang mengandung bahan aktif

glifosat 60 cc per liter. Tujuannya adalah untuk

memberantas hama dan penyakit serta gulma yang

berdaun sempit. Untuk serangan ringan, dosis yang

digunakan adalah 1,5 liter per hektar sedangkan untuk

serangan sedang dosisnya adalah 1 liter per hektar.

4.2.1.4 Pemetikan

Setelah tanaman teh tumbuh besar, pucuk teh diambil

sebagai bahan baku utama dalam proses pengolahan teh.

Pemetikan dilakukan oleh para pemetik di kebun teh. Pemetikan

dimulai pada pukul 06.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. Teknik

pemetikan teh yang digunakan di Kebun Kertowono antara lain

pemetikan manual dan pemetikan mesin manual.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai teknik pemetikan

manual dan mesin manual :

a. Pemetikan Manual

Pemetikan manual merupakan teknik yang paling

sederhana yakni menggunakan tangan seperti pada Gambar

4.2. Teknik ini memiliki ketelitian cukup tinggi dengan

menghasilkan pucuk yang paling baik. Dalam satu hari, tiap

41

satu orang pemetik dapat memetik pucuk pada luasan

berkisar 0,08-0,1 hektar.

b. Pemetikan Mesin Manual

Teknik pemetikan yang kedua adalah teknik pemetikan

mesin manual. Pemetikan ini dilakukan menggunakan mesin

namun harus dioperasikan oleh tiga orang operator (Gambar

4.3). Dua orang operator bertugas memegang dua sisi

samping mesin sedangkan satu orang bertugas memegang

kantong tempat pucuk teh yang otomatis keluar dari output

mesin petik. Teknik ini menghasilkan petikan pucuk yang

paling banyak dalam waktu singkat namun menghasilkan MS

paling rendah. Setiap harinya kapasitas petikan dapat

mencapai 0,5 hektar.

Selain terdapat teknik pemetikan, ada juga jenis pemetikan

teh yang dilakukan di PT Perkebunan Nusantara XII (Persero)

ini, yakni sebagai berikut :

a. Pemetikan Jendangan

Pemetikan jendangan adalah pemetikan yang dilakukan

setelah pemangkasan. Tujuan dari pemetikan jendangan

adalah supaya didapatkan bidang petik yang lebar dan rata

dengan ranting-ranting yang melebar ke samping sehingga

didapatkan pucuk teh yang banyak.

b. Pemetikan Produksi

Pemetikan produksi adalah pemetikan yang dilakukan

setelah pemetikan jendangan saat sebagian tunas sekunder

yang berkisar 60% dapat dipetik menurut daur petik. Tujuan

dilakukannya pemetika produksi adalah untuk mengambil

semua pucuk teh segar yang sudah memenuhi syarat untuk

dipetik dan memenuhi syarat mutu pengolahan.

c. Pemetikan Gondesan

Pemetikan gondesan adalah pemetikan yang dilakukan

menjelang pemangkasan untuk memetik semua pucuk teh

tanpa memperhatikan rumus petikan.

42

Gambar 4.2 Pemetikan manual

Gambar 4.3 Pemetikan mesin manual

Dalam proses pemetikan, terdapat ketentuan-ketentuan atau

kriteria pucuk teh yang boleh dipetik. Bagian tanaman teh yang

dipetik adalah bagian pucuk, karena pada bagian ini kadar

katekin tinggi, dimana katekin ini merupakan senyawa utama

yang akan dioksidasi secara enzimatis. Terdapat dua jenis

pucuk teh yang boleh dipetik yakni sebagai berikut :

a. Pucuk peko, yakni merupakan kuncup berupa tunas aktif

yang berbentuk runcing di ujung pucuk tanaman teh. Bentuk

pucuk peko terlihat pada Gambar 4.4.

b. Pucuk burung, yakni merupakan kuncup berupa tunas tidak

aktif yang membentuk satu titik di ujung pucuk tanaman teh,

43

dapat dilihat pada Gambar 4.5. Jika pucuk burung ini tidak

segera dipetik maka ia akan menjadi tua dan kualitasnya

menurun.

Kriteria pemetikan yang baik adalah berdasarkan rumus

petikan (Gambar 4.6). Rumus petikan tesebut adalah sebagai

berikut :

a. Petikan halus, yakni pucuk teh yang terdiri dari pucuk peko

dengan satu daun muda (P+1M) dan pucuk burung dengan

satu daun muda (B+1M).

b. Petikan medium, yakni petikan yang terdiri dari pucuk peko

dengan dua daun muda (P+2M) hingga tiga daun muda

(P+3M) serta pucuk burung dengan dua daun muda (B+2M)

hingga tiga daun muda (B+3M). Petikan medium ini

merupakan petikan yang paling bagus untuk diolah menjadi

teh hitam CTC.

c. Petikan kasar, yakni petikan yang terdiri dari pucuk peko

dengan empat atau lebih daun (P+4 atau lebih) dan pucuk

burung dengan dua atau lebih daun tua (B+2T atau lebih).

Gambar 4.4 Pucuk peko Gambar 4.5 Pucuk burung dan

lembaran muda

44

Gambar 4.6 Rumus petikan

4.2.2 Proses Pengolahan Teh Hitam CTC

Skema proses pengolahan teh hitam CTC terdapat pada

Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Skema proses pengolahan teh hitam CTC di PTPN XII

(Persero) Kebun Kertowono Lumajang

Penerimaan

pucuk

Angkutan ke

pabrik Petik pucuk

Pelayuan Turun giling/layu Penggilingan

Oksidasi

enzimatis

Pengeringan

VFBD Sortasi bubuk

Pengendalian

mutu Pengemasan Pengiriman

produksi /

Pengemasan

produk hilir

45

4.2.2.1 Penerimaan Pucuk

Proses masuknya daun teh ke pabrik diawali dari

penerimaan pucuk. Pucuk teh tersebut datang dari perkebunan

teh Kertowono yang terdiri dari 3 afdeling yaitu afdeling puring,

afdeling kamar tengah dan afdeling kertosuko. Selain itu, ada

juga pucuk teh yang dikirim dari perkebunan lawang kedaton

dan gunung gambir yang diangkut ke pabrik menggunakan truk.

Penerimaan pucuk diawali sekitar pukul 13.00 hingga selesai

tergantung banyak sedikitnya jumlah pucuk yang datang dari

tiap wilayah kebun. Adapun untuk membedakan setiap jenis

pemetikan, maka pada tiap ronde, diberi tanda papan kecil

berwarna orange yang digantung pada awal monorail untuk

petik mesin dan warna putih untuk petik manual.

Tahapan yang harus dilakukan segera setelah pucuk datang

ke pabrik antara lain:

1. Pembongkaran

Pucuk dalam rajutan-rajutan yang berada dalam truk

segera dikeluarkan untuk menghindari turunnya kualitas

pucuk segar. Pembongkaran ini dilakukan dengan hati-hati

dengan tidak menumpuknya kembali.

2. Penimbangan

Pucuk yang telah dibongkar selanjutnya ditimbang, seperti

pada Gambar 4.8. Timbangan yang digunakan adalah

timbangan duduk. Masing-masing rajutan berisi kurang lebih

15 kg pucuk dan bertuliskan nama mandor kebun dimana

pucuk tersebut dihasilkan. Tujuan dari proses penimbangan

antara lain untuk mengetahui massa bahan baku dari kebun

hari itu, mengetahui target produksi selanjutnya, serta untuk

mengetahui rendemen bahan baku. Pada proses

penimbangan, rajutan diletakkan dalam timbangan maksimal

empat rajutan dalam sekali timbang dengan berat maksimal

kurang lebih 80 kg. Setelah ditimbang, monorail dijalankan

untuk mengangkut pucuk yang sudah ditimbang menuju

46

withering trough dengan kapasitas tiap monorail maksimal

dua rajutan (Gambar 4.9).

Gambar 4.8 Penerimaan dan penimbangan pucuk

Gambar 4.9 Pengangkutan pucuk dengan monorail

Pucuk yang sudah diangkut oleh monorail selanjutnya

dilakukan pembeberan di dalam withering trough. Setelah pucuk

dibeber, perlakuan selanjutnya adalah analisa pucuk. Analisa

pucuk bertujuan untuk mengetahui persen MS dan TMS dari

pucuk yang berguna untuk mengontrol mutu pucuk teh yang

sampai ke pabrik.

47

Gambar 4.10 Analisa pucuk

Dalam analisa pucuk, pertama-tama diambil sampel pucuk

teh sebanyak 250 gram dari withering trough secara acak.

Pengambilan sampel dilakukan per mandor, dalam satu trough

terdiri dari 2-3 mandor tergantung dari hasil petikan. Setelah

sampel diambil dilakukan pemisahan dengan kategori yang

halus dan kasar seperti pada Gambar 4.10. Kategori kasar

meliputi memar, rusak, dan tangkai atau hasil potesan,

sedangkan kategori halus adalah pucuk medium. Masing-

masing kategori ditimbang untuk menentukan persen.

Persentase jumlah memar, rusak, dan tangkai disebut

dengan persen TMS. Persentase pucuk medium disebut dengan

persen MS. Jika persentase MS bernilai lebih dari atau sama

dengan 60% maka mutu pucuk bagus atau memenuhi standar.

Komponen dari MS adalah P+3M, B+2M, dan lembaran muda.

Sedangkan komponen TMS adalah lembaran daun yang rusak

atau memar, daun tua, tangkai, dan daun yang tidak bisa

dipotes.

4.2.2.2 Pelayuan dan Turun Layu/giling

Proses lanjutan dari pembeberan pucuk adalah pelayuan.

Setelah pucuk dibeber pada withering trough, dilakukan

pelayuan seperti pada Gambar 4.11 yang bertujuan untuk

48

mengurangi kadar air pucuk agar mencapai kadar air 70%

sebelum memasuki pengolahan selanjutnya. Pelayuan berguna

untuk memperoleh kondisi pucuk yang baik untuk proses

penggilingan. Pada proses pelayuan, dilakukan pula proses

pembalikan (Gambar 4.12), yaitu membalik pucuk yang berada

di dasar trough dengan pucuk yang berada paling atas agar

pelayuan merata. Pembalikan dapat dilakukan satu kali atau

dua kali. Jika cuaca cukup terang maka pembalikan dapat

dilakukan satu kali saja, sedangkan jika cuaca hujan maka perlu

dilakukan pembalikan dua kali.

Gambar 4.11 Proses pelayuan

Gambar 4.12 Proses pembalikan

49

Lama proses pelayuan kurang lebih sekitar 6 hingga 8 jam

tanpa bantuan pemanas jika cuaca terang. Jika cuaca hujan

maka pelayuan dapat berlangsung selama 12 jam dengan

bantuan pemanas. Kriteria hasil pelayuan pucuk yang baik

antara lain pucuk layu tetap berwarna hijau, pucuk layu tidak

mudah patah ketika dipotes, dan pucuk layu tidak berbau asam.

Selama proses pelayuan terjadi pengurangan air pada daun,

perubahan tekstur pada pucuk dan tangkai daun. Daun yang

awalnya segar, setelah proses pelayuan menjadi lebih fleksibel

tidak mudah robek. Tekstur tangkai daun tidak mudah dipotes

karena lebih lentur. Pengurangan massa pada pucuk teh

dikarenakan adanya pengurangan kadar air selama proses

penguapan. Daun menjadi berwarna hijau layu karena sebagian

klorofil berubah menjadi feoforbil.

Perubahan kimia selama proses pelayuan diantaranya

terbongkarnya struktur protein menjadi asam amino alanin,

leusin, isoleusin, dan valin. Di samping itu, adanya kandungan

karbohidrat yang dapat larut menjadi senyawa gula yang lebih

sederhana yaitu sukrosa dan glukosa meningkat. Selain itu, juga

terjadi kenaikan aktivitas enzim dan meningkatnya persentase

kafein namun massanya tetap, dan terbentuknya asam organik

dari unsur C, H, dan O.

Setelah proses pelayuan selesai, maka dilanjutkan dengan

proses turun layu yang terdapat pada Gambar 4.13. Proses

turun layu ini dilakukan setelah pucuk teh dari withering trough

ditimbang kemudian dibawa ke mesin turun layu Green Leaf

Shifter. Mesin ini berfungsi sebagai detector logam karena

terdapat bagian berupa magnet. Mesin bekerja dengan cara

bergetar naik turun sehingga batang atau kotoran dapat terpisah

serta logam yang mungkin tercampur dalam pucuk akan

menempel pada magnet yang terletak di bagian atas conveyor.

Hal ini perlu dilakukan karena jika terdapat logam yang terikut

masuk ke proses penggilingan maka akan dapat menyebabkan

kerusakan pada gigi atau pisau pemotong.

50

Gambar 4.13 Proses turun layu/giling

4.2.2.3 Penggilingan

Proses penggilingan merupakan proses yang penting dalam

mengubah sifat teh. Perubahannya meliputi perubahan fisik

yakni hancurnya struktur teh menjadi lebih kecil akibat

pemotongan pucuk teh di dalam mesin penggilingan. Setelah

melalui Green Leaf Shifter pada turun layu, pucuk layu akan

terbebas dari kotoran, pasir, maupun logam, kemudian masuk

ke dalam Rotorvane untuk digiling. Pucuk layu akan mengalami

perubahan bentuk menjadi bubuk teh kasar setelah melaui

penggilingan.

Selain perubahan fisik, terjadi juga perubahan kimiawi.

Perubahan secara kimiawi tersebut, yakni setelah digiling,

pucuk teh rusak dan mengeluarkan cairan sel sehingga terjadi

kontak antara senyawa polifenol dengan enzim polifenol

oksidase dan oksigen. Hal ini merupakan awal dari reaksi

oksidasi enzimatis.

Setelah keluar dari Rotorvane (Gambar 4.14), bubuk teh

kasar melewati ball breaker, dan kemudian ke dalam mesin

penggilingan mengalami perobekan, pengepresan, dan

penggulungan. Proses tersebut dilakukan oleh mesin roll CTC

51

seperti pada Gambar 4.15. Mesin roll CTC melakukan proses

Crushing, Tearing, dan Curling. Proses crushing merupakan

proses menggiling atau menghancurkan, tearing merupakan

proses untuk menyobek pucuk teh, serta curling yang

merupakan proses penggulungan pucuk teh. Mesin roll CTC

terdiri dari tiga buah mesin sehingga disebut Triplex Roll CTC.

Setiap roll memiliki jumlah gigi yang berbeda. Roll CTC 1

memiliki 8 TPI (tooth per inch), sedangkan roll CTC 2 dan 3

memiliki 10 TPI.

Gambar 4.14 Penggilingan dari Rotorvane

Gambar 4.15 Proses penggilingan

52

Pada proses penggilingan, keadaan lingkungan di ruang

penggilingan dijaga. Kelembaban udara yang digunakan adalah

berkisar 90-95% dengan suhu ruangan 22-27oC. Jika

kelembaban >90% dan suhu ruangan <27oC, maka digunakan

Humidifier, yakni suatu alat yang digunakan untuk menghasilkan

kelembaban.

Setiap bubuk teh yang keluar dan masuk diangkut dengan

conveyor berjalan. Setiap mesin CTC terhubung oleh conveyor

yang mengangkut bubuk teh basah. Setelah bubuk teh melewati

serangkaian proses pada roll CTC, maka conveyor akan

membawa bubuk teh basah memasuki Googie. Alat ini

berbentuk silinder berongga yang diameter kanan kirnya

berbeda sehingga menyerupai bentuk kerucut yang dipotong

ujungnya. Googie berfungsi untuk menangkap serat dari bubuk

teh basah sehingga terpisah antara bubuk teh halus (Gambar

4.17 (a)) dengan seratnya (Gambar 4.17(b)). Penangkapan

serat ini menggunakan prinsip listrik statis yang dihasilkan

akibat perputaran Googie seperti pada Gambar 4.16 sehingga

serat menempel pada dinding dalam Googie. Pembersihan

serat di dalam Googie dibersihkan secara manual dengan

tongkat sikat pembersih.

Gambar 4.16 Penangkapan serat oleh Googie

53

(a) (b)

Gambar 4.17 Bubuk teh basah setelah melalui Googie (a) dan

serat yang ditangkap oleh Googie (b)

4.2.2.4 Oksidasi Enzimatis

Bubuk teh basah yang keluar dari Googie akan dibawa oleh

conveyor menuju proses oksidasi enzimatis. Di PT. Perkebunan

Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono, proses oksidasi

enzimatis ini berlangsung di suatu alat yang bernama Continous

Fermenting Unit. Oksidasi enzimatis merupakan tahapan yang

paling penting dalam pengolahan teh hitam karena proses inilah

yang menjadi dasar perbedaan antara teh satu dengan teh

lainnya. Di dalam proses oksidasi enzimatis akan terjadi

perubahan secara kimiawi antara lain perubahan warna, aroma,

dan rasa yang kuat akan dihasilkan setelah melaui proses

oksidasi enzimatis (Gambar 4.19).

Proses oksidasi enzimatis terjadi dengan mengkondisikan

lingkungan untuk mengoptimalkan terjadinya proses biokimia

dalam bubuk teh. Proses oksidasi ini tidak berbeda dengan

peristiwa biokimia lainnya yang ditentukan oleh beberapa faktor

yakni air, suhu, kadar enzim dan substrat. Di antara faktor

tersebut yang dapat dikendalikan adalah suhu dan kelembaban

(%RH). Di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero), faktor yang

dikendalikan adalah suhu ruang, RH, dan lama proses oksidasi

54

enzimatis. Suhu yang dikendalikan adalah suhu ruang yang

besarnya dijaga agar bersuhu 20-25oC. Besarnya RH dijaga

agar bernilai ≥90%, hal tersebut dilakukan untuk mencegah

terjadinya penguapan selama proses oksidasi berlangsung.

Sedangkan lama prosesnya adalah selama 65-75 menit, yang

merupakan waktu optimal untuk oksidasi teh hitam dan dihitung

dari awal proses penggilingan karena sudah terjadi proses

perusakan sel pada pucuk sehingga senyawa polifenol telah

bertemu dengan enzim polifenol oksidase (Gambar 4.18 (a)).

Berikut ini adalah skema dalam proses oksidasi enzimatis :

(a) (b)

Gambar 4.18 Skema proses oksidasi enzimatis (a) dan skema

degradasi klorofil (b)

Akhir proses oksidasi ditandai dengan perubahan warna

yang semula hijau menjadi merah tembaga dan tekstur bubuk

teh tidak menggumpal, serta perubahan aroma dari berbau

Polifenol

Orthoquinon

Bisflavanol

Theaflavin

Thearubigin

Bahan tak larut air

dimerisasi

kondensasi

kondensasi

pengendapan

protein

Klorofil

Feofitin

(warna hitam)

oksidasi

enzimatis Hilangnya

Mg+ PPO + O2

55

langu menjadi aroma khas teh. Perubahan warna bubuk teh

menjadi merah tembaga diakibatkan oleh adanya degradasi

klorofil menjadi feofitin yang dijelaskan dalam skema pada

Gambar 4.18 (b). Feofitin inilah yang berperan penting dalam

menentukan warna teh hitam.

Gambar 4.19 Proses oksidasi enzimatis

Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

proses oksidasi enzimatis :

a. Suhu ruangan

b. Kelembaban udara (%RH)

c. Lama proses oksidasi enzimatis

d. Ketebalan hamparan bubuk teh

e. Suhu hamparan bubuk teh

f. Sanitasi alat

4.2.2.5 Pengeringan

Proses pengeringan merupakan proses pengurangan kadar

air dari bubuk teh basah menjadi bubuk teh kering. Pengeringan

bertujuan untuk menghentikan reaksi oksidasi enzimatis dari

56

proses sebelumnya yakni dengan pemberian udara panas.

Terhentinya reaksi oksidasi enzimatis dikarenakan denaturasi

senyawa polifenol akibat panas yang digunakan selama proses

pengeringan.

Di PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kertowono,

pengeringan bubuk teh dilakukan dengan menggunakan mesin

pengering Vibro Fluid Bed Dryer (VFBD) seperti pada Gambar

4.20. Prinsip kerja VFBD adalah mengeringkan bubuk teh basah

pada bed (tray) di dalam VFBD dimana bubuk teh tersebut

digetarkan dan terpapar oleh udara panas dari tungku pemanas

atau heater yang dihembuskan oleh main fan. Udara panas

tersebut mengalir melalui lorong yang berada di bawah VFBD

dan masuk melalui lubang-lubang pada bed sehingga terjadi

penguapan air dari bubuk teh basah. Uap air hasil pengeringan

kemudian dihisap oleh cyclone untuk dibuang keluar dari VFBD.

Gambar 4.20 Proses pengeringan dengan VFBD

Bubuk teh basah yang keluar dari Continous Fermenting Unit

dibawa oleh conveyor masuk ke dalam inlet VFBD dan

diratakan oleh spreader. Di dalam VFBD, bubuk teh terhampar

di atas bed yang bergetar sehingga bubuk teh dapat berjalan

57

menuju outlet VFBD. Getaran pada VFBD dihasilkan oleh motor

vibro (eksentrik). Suhu inlet (masuk) yang digunakan untuk

mengeringkan bubuk teh basah adalah sebesar 110-150oC,

disebut dengan T6. Suhu outlet (keluar) yang didapatkan

sebesar 80-90oC, disebut dengan T5. Selain T6 dan T5, pada

proses pengeringan terdapat standar ketebalan bubuk teh

basah yang masuk ke dalam VFBD yang dinyatakan dalam

satuan suhu (T3) yakni 40-45oC.

Mesin pengering VFBD memiliki kapasitas kering sebanyak

280-300 kilogram bubuk teh kering per jam. Bahan bakar yang

digunakan sebagai penghasil panas (heater) adalah kayu yang

dibakar di dalam tungku sebanyak 4-4,5 m3 kayu per ton kering

teh. Suhu yang dicapai di dalam tungku adalah sebesar 110-150

derajat celcius. Panas yang dihasilkan oleh pemanas tersebut

dihisap oleh main fan menuju ke VFBD sebagai suhu inlet (T6).

Udara panas berjalan dari bawah dan dihembuskan ke

hamparan bubuk teh basah melalui lubang-lubang kecil pada

bed di dalam VFBD sehingga terjadi penguapan air dari bubuk

teh basah berkadar air 68-70% menjadi bubuk teh kering

berkadar air 2,8-3,8%.

Pengendalian mutu bubuk teh hasil pengeringan dilakukan

dengan cup test setiap 20 menit sekali. Cup test dilakukan

dengan menyeduh bubuk teh. Hal ini dilakukan untuk

mengantisipasi adanya penyimpangan dalam proses

pengeringan. Penyimpangan yang terjadi misalnya bubuk teh

yang dihasilkan kurang matang maupun terlalu matang atau

gosong. Penyimpangan tersebut diketahui dari uji kenampakan,

uji aroma, dan uji rasa teh.

4.2.2.6 Sortasi

Proses sortasi merupakan tahap dimana bubuk teh kering

dipisahkan berdasarkan ukurannya. Selain untuk memisahkan

berdasarkan ukuran partikel, sortasi dilakukan untuk

mengelompokkan bubuk teh sesuai mutunya. Di dalam proses

58

sortasi pula akan dipisahkan serat kasar yang masih terdapat

pada bubuk teh kering.

Bubuk teh kering setelah dikeringkan akan masuk ke proses

sortasi. Mesin sortasi yang digunakan di PT. Perkebunan

Nusantara XII Kebun Kertowono cukup banyak. Mesin sortasi

yang digunakan antara lain Vibro Jumbo Extractor, Holding

Tank, Middletone, Trinick 1 dan Trinick 2, serta Andrew Breaker.

Skema proses sortasi bubuk teh kering dapat dilihat pada

Gambar 4.21 berikut.

Gambar 4.21 Skema proses sortasi bubuk teh

Proses diawali dengan masuknya bubuk teh ke dalam Vibro

Jumbo Extractor untuk pemisahan serat kering dari bubuk teh,

Produk Produk

TW TW

Vibro Jumbo

Extractor

Holding tank

Bubuk teh

Midletone

Trinick 2 Trinick 1

59

kemudian masuk ke dalam Holding Tank untuk ditampung

sementara. Selanjutnya bubuk teh mengalami pemisahan awal

berdasarkan ukuran partikel di Midlletone, dilanjutkan dengan

pemisahan berdasarkan ukuran mesh pada Trinick 1 dan Trinick

2 sehingga didapatkan produk akhir dan produk samping berupa

tea waste / TW (Gambar 4.22). TW dapat disortasi kembali

apabila masih memiliki kenampakan yang bagus dengan

melakukan proses penghancuran di mesin Andrew Breaker,

kemudian disortasi langsung di Trinick 1 dan Trinick 2. Hasil

sortasi TW akan dijadikan mutu 2 atau bisa juga masuk mutu 1

apabila memenuhi standar. Klasifikasi mutu teh setelah melalui

serangkaian proses sortasi dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Gambar 4.22 Proses sortasi

Tabel 4.1 Klasifikasi mutu teh setelah sortasi

Ukuran (mesh) Mutu 1 Mutu 2

10 BP 1 -

12 BP 1 -

16 PF Fann

20 PD Fann

24 PD D 2

30 D 1 D 2

50 D 1 dan D 2 -

60

*Keterangan : BP = Broken Pecco D = Dust

PF = Pecco Fanning Fann = Fanning

PD = Pecco Dust

4.2.2.7 Uji Inderawi

Uji inderawi merupakan pengujian mutu berdasarkan bentuk,

ukuran, warna, rasa dan aroma. Setelah teh hitam kering

melalui berbagai proses, perlu dilakukan pengujian mutu, seperti

di Gambar 4.23. Pengujian mutu yang dilakukan adalah

pengujian keseragaman partikel dan uji kenampakan.

Pengujian keseragaman partikel merupakan pengujian yang

dilakukan dengan membandingkan hasil sortasi dari setiap jenis

partikel. Jenis-jenis partikel tersebut adalah BP (Broken Pecco),

PF (Pecco Fanning), PD (Pecco Dust), dan Dust. Dalam

pengujian keseragaman, harus diuji densitas. Pengujian

densitas merupakan pengujian untuk mengetahui ukuran

partikel teh kering sebelum dilakukan pengemasan. Pengujian

densitas dilakukan dengan cara memasukkan bubuk teh ke

dalam gelas ukur sebanyak 100 gram, kemudian dilihat

volumenya.

Berikut ini adalah penjelasan dari tiap mutu teh yang

dilakukan uji inderawi :

a. BP merupakan jenis partikel teh yang membentuk butiran

dengan ukuran paling besar, namun massanya paling rendah

sehingga volumenya paling tinggi.

b. PF merupakan jenis partikel teh yang membentuk butiran

dengan ukuran sedikit lebih kecil dari BP. Massanya sedikit

lebih berat dari BP, namun volumenya lebih rendah dari BP.

c. PD merupakan jenis partikel teh yang membentuk butiran

kecil mendekati halus. Massanya sedikit lebih berat,

sehingga volumenya rendah.

d. Dust merupakan jenis partikel teh yang membentuk butiran paling kecil dan paling halus menyerupai butiran debu. Massanya sedikit lebih berat, sehingga volumenya rendah.

61

Standar volume tiap jenis partikel per 100 gram adalah

sebagai berikut :

a. BP = 300 – 330 ml

b. PF = 250 – 295 ml

c. PD = 250 - 280 ml

d. Dust = 235 – 245 ml

Setelah diuji keseragaman partikelnya, bedasarkan jenis-

jenis teh yang telah dipisahkan dapat dilihat kenampakannya

yang meliputi bentuk, warna, rasa dan aroma. Teh yang bagus,

kenampakan warnanya hitam, bentuknya granular dan tidak

terdapat serat. Setelah dilihat warna dan bentuk pada teh

kering, dilakukan pengujian rasa dan aroma melalui seduhan.

Cara pengujiannya adalah sebagai berikut :

Teh hitam kering ditimbang sebanyak 5,6 gr kemudian

dimasukkan dalam cangkir penyeduh.

Air dididihkan dan dituangkan ke dalam cangkir penyeduh.

Biarkan selama 5 menit, kemudian saring dan tuangkan

airnya ke dalam mangkuk/cangkir.

Setelah seduhan teh dibiarkan sebentar lalu dilakukan

pengujian. Penataan uji inderawi terdapat pada Lampiran 7.

Gambar 4.23 Uji inderawi

62

Pengujian mutu teh meliputi beberapa aspek antara lain :

a. Kenampakan (appearance)

Kenampakan dinilai dari bentuk dan warna partikel teh

kering, serta warna seduhan teh. Teh kering yang bagus

berwarna kehitaman dengan bentuk granular. Terdapat lima

skala yang digunakan yakni :

A = Sangat bagus D = Kurang bagus

B = Bagus E = Jelek

C = Sedang

b. Rasa (liquor)

Seduhan teh yang baik adalah yang memiliki aroma yang

khas dan enak serta teh rasa yang kuat. Terdapat lima skala

yang digunakan yakni :

A = Sangat enak D = Kurang enak

B = Enak E = Tidak enak

C = Sedang

c. Ampas (infused leaf)

Selain kenampakan bubuk teh kering dan warna seduhan,

diuji pula kenampakan ampas sisa seduhan teh. Ampas yang

tertinggal di cangkir dipindahkan dan ditekan hingga keluar

airnya, kemudian dinilai kenampakannya. Terdapat lima

skala yang digunakan yakni :

A = Sangat cerah dan berwarna tembaga

B = Cerah dan berwarna tembaga

C = Agak cerah

D = Kehijauan

E = Suram/gelap

4.2.2.8 Pengemasan

Proses pengemasan merupakan upaya untuk menjaga atau

mempertahankan kualitas produk teh. Pengemasan bertujuan

untuk mewadahi bubuk teh kering agar terhindar dari kerusakan

dan memudahkan pengangkutan dari produsen ke konsumen.

Setelah proses sortasi kering selesai, bubuk teh kering

63

dimasukkan ke dalam peti miring untuk ditampung sesuai

dengan jenisnya. Peti miring yang sudah terisi penuh kemudian

dibuka klep di bawahnya agar teh keluar dan dijalankan oleh

conveyor menuju ke Prepacker dengan tujuan untuk

membersihkan serat yang mungkin masih terikut.

Setelah melalui Pre-Packer bubuk teh diangkut oleh

conveyor menuju Tea Bulker untuk dilakukan atau blending

bubuk teh sejenis. Selanjutnya bubuk teh berjalan menuju Tea

Packer sesuai standar isi papersack per jenis mutunya (Gambar

4.24). Setelah papersack terisi oleh bubuk teh selanjutnya

ditimbang dan diratakan isinya dengan getaran menggunakan

alat Packer Vibrator.

Gambar 4.24 Proses pengemasan

Papersack yang digunakan untuk mengemas merupakan

papersack berwarna coklat yang memiliki empat lapis, yakni tiga

lapis kertas di bagian luar dan lapisan aluminium foil di bagian

dalam. Papersack tersebut bertuliskan informasi mengenai label

nama produk, alamat pabrik, grade, gross, netto, dan nomor

chop. Papersack dikhususkan untuk mengemas teh mutu

64

ekspor I, yaitu BP1, PF1, PD dan D1, juga untuk mengemas

mutu II ekspor, yaitu Fann dan D2. Sedangkan pengemas yang

digunakan untuk mutu lokal adalah karung dengan isi sebanyak

40 kilogram. Merk dagang teh hitam CTC yang digunakan PT.

Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono adalah

merk „Kamar Tengah‟. Harga teh hitam yang diekspor adalah

1,84 USD.

Setelah dilakukan pengemasan dalam papersack, teh

dibawa menuju ke tempat penyimpanan sementara dalam

pabrik. Di dalam penyimpanan teh disusun menjadi per chop

atau kavling. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.25,

setiap chop terdiri atas 20 tumpukan papersack teh dan dialasi

dengan bidang pallet dari kayu setinggi 15 cm serta kemudian

diikat dan diberi sungkup plastik. Tinggi per chop adalah 220

cm. Di dalam ruang penyimpanan pabrik, kelembaban dijaga

sekitar 75% dengan suhu ruang 22-30oC. Lama penyimpanan di

pabrik maksimal tiga hari, lalu diangkut ke gudang penyimpanan

di Surabaya dengan lama penyimpanan dua hingga tiga bulan.

(a) (b)

Gambar 4.25 Penyusunan chop (a) dan tumpukan chop (b)

65

Teh kering yang dikemas memiliki densitas standar yang

harus dipenuhi. Setiap kategori mutu teh harus dikemas

sesuai dengan ketentuan atau standar yang telah ditetapkan.

Densitas mutu teh dan isi tiap papersack terdapat pada Tabel

4.2.

Tabel 4.2 Densitas mutu teh dan isi tiap papersack

Mutu 100 gr Free Fall (cc) Isi papersack (kg)

BP 1 300 - 330 52

PF 1 250 - 295 55

PD 250 - 280 60

D 1 240 - 260 65

D 2 235 - 245 65

Fann 290 - 310 53

4.3 Alat dan Mesin Pengolahan Teh Hitam CTC

Setiap proses yang dilaksanakan dalam pengolahan teh

hitam CTC tidak luput dari peran alat dan mesin pengolahan

yang ada. Di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) kebun

Kertowono terdapat beberapa alat dan mesin pengolahan yang

digunakan mulai dari penerimaan pucuk hingga di proses

pengemasan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai alat dan

mesin pengolahan teh hitam CTC di PT. Perkebunan Nusantara

XII (Persero) Kebun Kertowono antara lain nama alat, fungsi,

prinsip kerja, serta spesifikasinya.

4.3.1 Penerimaan Pucuk

4.3.1.1 Monorail Conveyor

Pada penerimaan pucuk, alat yang digunakan antara lain

timbangan duduk dan monorail conveyor seperti Gambar 4.26.

Timbangan duduk digunakan untuk mengukur massa pucuk teh

66

yang dikeluarkan dari truk pengangkut. Monorail conveyor

berfungsi untuk membawa atau menghantarkan pucuk teh ke

withering trough. Prinsip kerja monorail conveyor yakni monorail

digerakkan menggunakan motor listrik dengan jalur yang dibuat

untuk menjangkau seluruh withering trough di ruang pelayuan.

Pucuk teh dalam rajutan diletakkan dalam monorail dan

dihantarkan ke withering trough untuk dilakukan proses

selanjutnya.

Gambar 4.26 Monorail conveyor

67

Spesifikasi monorail conveyor adalah sebagai berikut :

- Tinggi : 0.9 m

- Lebar : 0.65 m

- Jarak antar troli : 1.5 m

- Panjang lintasan : 300 m

- Kapasitas : 30 kg per troli

- Tenaga motor : 10 HP

- Tegangan : 380/660 Volt

4.3.2 Pelayuan dan Turun Layu

4.3.2.1 Withering Trough

Mesin dan peralatan yang digunakan pada proses pelayuan

adalah Withering Trough. Withering Trough disebut juga palung

pelayuan yang berfungsi sebagai bak penampung pucuk teh

basah untuk dilayukan hingga tercapai persentase layu tertentu

(68 – 76 %). Prinsip kerjanya adalah blower menghisap dan

mengalirkan udara panas ke Withering Trough. Udara panas ini

akan menguapkan sebagian air dari daun teh karena adanya

perbedaan RH antara udara luar dengan udara palung pelayuan

dengan waktu pelayuan 12-18 jam. Bentuk dari Withering

Trough dapat dilihat pada Gambar 4.27.

Withering Trough dilengkapi beberapa komponen, antara lain

sebagai berikut :

a. Leaf bed : tempat menghamparkan pucuk teh

b. Blower : menarik udara untuk dihembuskan ke palung

c. Heater : menghasilkan udara panas yang digunakan

untuk pelayuan jika suhu udara luar 21-27oC atau suhu udara

kering dengan udara basah ≤2oC.

d. Termometer: mengukur suhu pemanasan pada palung

pelayuan.

68

Gambar 4.27 Withering trough

Spesifikasi dari Withering Trough adalah sebagai berikut :

- Nama : Withering Trough

- Tipe : Trough

- Panjang : 15.1 meter

- Lebar : 1.67 meter

- Tinggi : 1.03 meter

- Kapasitas : 500 - 750 kg pucuk basah

- Operasi : Batch

4.3.2.2 Green Leaf Shifter

Green Leaf Shifter (GLS) digunakan pada saat proses turun

layu/giling. GLS berfungsi untuk memisahkan kotoran-kotoran

yang terikat pada pucuk teh seperti logam, pasir dan ranting

agar penggilingan tidak terhambat. Prinsip kerja adalah GLS

merupakan ayakan yang digerakan dengan motor listrik dan

dilengkapi magnet. Gerakan maju mundur yang ditimbulkan

akan memisahkan kontaminan yang terikat diantara daun-daun

teh. Sedangkan magnet akan memisahkan dan menarik

69

kontaminan logam. Mesin Green Leaf Shifter dapat dlihat pada

Gambar 4.28.

Gambar 4.28 Green Leaf Shifter

Spesifikasi dari Green Leaf Shifter adalah sebagai berikut :

- Panjang : 3.5 m

- Lebar : 1.7 m

- Kapasitas : 1000 - 1100 kg pucuk layu per jam.

70

4.3.3 Penggilingan

4.3.3.1 Rotorvane

Rotorvane berfungsi untuk melumatkan / penggilingan pucuk

teh layu menjadi bubuk teh kasar seperti pada Gambar 4.29.

Prinsip kerja rotorvane yaitu pucuk teh yang sudah layu

dimasukkan ke dalam rotorvane yang dihubungkan dengan

motor listrik sehingga diperoleh gerakan memutar. Gerakan

memutar tersebut berasal dari sirip yang terdapat pada poros

dan reward yang terpasang statis pada dinding silinder bekerja

sama dalam menggiling teh. Gerakan memutar reward berseling

dengan reward sedemikian rupa menghasilkan gaya memotong,

menyobek, dan selajutnya mendorong daun-daun yang hancur

keluar dari silinder. Bagian-bagian dari Rotorvane dapat dilihat

pada Gambar 4.30.

Spesifikasi dari Rotorvane adalah sebagai berikut :

- Nama : Rotorvane

- Diameter : 15”

- Kapasitas / putaran : 1100-1400 kg bubuk teh kasar

- Putaran baling – baling : 40 rpm

- Tenaga motor : 25 HP

- Operasi : Kontinyu

Gambar 4.29 Rotorvane

71

Gambar 4.30 Rotorvane dan bagian-bagiannya

Keterangan :

1. Elektromotor 6. Silinder

2. Gear box 7. Spiral

3. Corong pemasukan 8. Kipas

4. Rotor 9. Kaki

5. Sudu (resistor)

4.3.3.2 Triplex Roll CTC

Mesin Roll CTC (Crushing, Tearing, Curling) berfungsi untuk

memotong, merobek dan menggulung bubuk teh basah menjadi

bentuk granular atau partikel bubuk yang kecil dan seragam.

Prinsip kerja Roll CTC yaitu yang berputar dengan kecepatan

berbeda akan memotong, merobek bubuk teh kasar dari

Rotorvane dan menggulung menjadi butiran bubuk teh. Mesin

Roll CTC dapat dilihat pada Gambar 4.31.

Ada tiga jenis Roll CTC yakni Roll CTC 1, Roll CTC 2, dan

Roll CTC 3. Roll CTC 1 (Gambar 4.32 (a)) merupakan mesin

penggiling yang terletak setelah Rotorvane. Alat ini berfungsi

untuk melumatkan teh yang hancur secara kasar pada

Rotorvane. Roll CTC 2 (Gambar 4.32 (b)) berukuran 8 TPI

(Tooth Per Inch) yang setiap satu inci terdapat 8 gigi atau pisau.

Suhu yang digunakan adalah 26-28⁰C. Selanjutnya adalah Roll

CTC 2, yang merupakan mesin penggiling yang terletak setelah

72

Roll CTC 1. Alat ini berfungsi untuk merobek teh yang telah

dilumatkan pada Roll CTC 1 dan menghaluskan. Roll CTC 2

berukuran 10 TPI (Tooth Per Inch) yang setiap satu inci terdapat

10 gigi atau pisau. Suhu yang digunakan adalah 28-30⁰C. Yang

terakhir adalah Roll CTC 3 (Gambar 4.32 (b)), yang merupakan

mesin penggiling yang terletak setelah Roll CTC 2. Alat ini

berfungsi untuk membentuk/menggulung teh yang telah dirobek

secara halus pada Roll CTC 2. Roll CTC 3 berukuran 10 TPI

yang setiap satu inci terdapat sepuluh gigi atau pisau.

Berdasarkan perbedaan jenis Roll CTC diatas, dapat

diketahui bahwa hasil penggilingan CTC 1 lebih besar

ukurannya bila dibanding CTC 2 dan 3. Hal ini dikarenakan

ukuran roll mempengaruhi besarnya ukuran partikel teh yang

dihasilkan, dimana semakin besar ukuran roll maka semakin

kecil partikel teh yang dihasilkan. Ketiga roll tersebut diberikan

tekanan dengan ketentuan yang dinyatakan dalam arus listrik

dalam satuan ampere (A) sebesar 15-20 A. Tekanan yang besar

akan menghasilkan bubuk yang semakin halus dengan suhu

yang lebih tinggi. Kondisi ini akan menyebabkan pembentukan

partikel akan lebih kompak tetapi dapat berefek pada terjadinya

proses oksidasi enzimatis lebih dini dan perubahan warna teh.

Gambar 4.31 Triplex Roll CTC Machine

73

Spesifikasi dari Triplex Roll CTC adalah sebagai berikut :

- Jumlah roll : 3 buah

- Diameter / panjang roll : 209,5 mm / 762 mm

- Motor per cutting 3 unit : 20 / 20 / 15 HP

- Kapasitas : 2000 kg pucuk layu / jam

(a) (b)

(c)

Gambar 4.32 Roll CTC 1 (a), Roll CTC 2 (b),

dan Roll CTC 3 (c)

4.3.3.3 Googie

Googie berfungsi untuk menangkap serat dan membentuk

granula bubuk teh. Prinsip kerja Googie yaitu poros engkol

berputar karena adanya tenaga penggerak dari motor listrik.

74

Putaran poros engkol mengakibatkan perputaran tabung silinder

yang searah dengan jarum jam. Bubuk teh yang dimasukan ke

dalamnya akan terbentuk lebih seragam sedangkan serat akan

terpisah dan melekat pada dinding alat. Semakin layu (pucuk

teh), maka semakin sedikit serat yang menempel pada dinding

Googie. Googie berbentuk silinder berongga seperti yang

terlihat pada Gambar 4.33 yang berfungsi untuk membentuk

granula serta menangkap serat dari bubuk teh. Mesin ini bekerja

dengan prinsip listrik statis yang dihasilkan dari putaran silinder

berongga, sehingga serat akan menempel di dinding silinder

kemudian dibersihkan.

Gambar 4.33 Googie

1

2 3

4

5

6

75

Keterangan :

1. Conveyor input 4. Lintasan Googie

2. Silinder Googie 5. Conveyor output

3. Kerangka luar 6. Elektromotor

Spesifikasi dari Googie adalah sebagai berikut :

- Panjang : 307 cm

- Tinggi : 220 cm

- Tebal plat aluminium : 3 mm

- Diameter muka : 184 cm

- Diameter belakang : 138 cm

- Putaran : 14 – 15 rpm / menit

- Tenaga motor listrik : 3 HP

- Tegangan : 220 volt – 380 volt

4.3.4 Oksidasi Enzimatis

4.3.4.1 Continous Fermenting Unit

Pada proses oksidasi enzimatis digunakan Continous

Fermenting Unit. Alat tersebut berfungsi sebagai tempat bubuk

teh basah untuk berlangsungnya proses oksidasi enzimatis.

Setelah bubuk teh terpisah dari serat basah, bubuk teh akan

berjalan dengan conveyor menuju Continous Fermenting Unit

untuk dioksidasi. Continous Fermenting Unit yang digunakan

memiliki tiga tingkatan seperti pada Gambar 4.34. Tingkatan

pertama berada paling atas, lapisan kedua berada di tengah,

dan lapisan ketiga berada di paling bawah. Bubuk teh berjalan

di atas conveyor mulai dari paling atas, kemudian turun ke

tengah, dan terakhir berada di bawah sebelum masuk ke proses

pengeringan.

Bubuk teh basah berasal dari Googie dan dibawa oleh

conveyor dan diratakan dengan spreader kemudian menuju ke

tingkatan Continous Fermenting Unit pertama. Bubuk teh yang

dihampar di tingkatan pertama memiliki suhu sekitar 32oC.

76

Setelah melewati tingkatan pertama bubuk teh turun ke

tingkatan kedua. Pada tingkatan kedua ini teh melakukan

oksidasi enzimatis paling optimal yakni pada suhu sekitar

26,7oC. Selanjutnya bubuk teh turun menuju tingkatan ketiga

yang merupakan proses akhir oksidasi enzimatis. Pada

tingkatan ketiga ini bubuk teh memiliki suhu sekitar 28-30oC.

Gambar 4.34 Continous Fermenting Unit

Keterangan :

1. Conveyor input

2. Roda pemutar

77

Spesifikasi dari Continous Fermenting Unit adalah sebagai

berikut :

- Jumlah tingkat : 3 tingkat

- Lebar bed conveyor : 1,45 meter

- Jarak antara drum : 9,5 meter

4.3.4.2 Humidifier

Pada area ruang penggilingan hingga oksidasi enzimatis

terdapat sebuah alat yang dipasang agak tinggi. Alat tersebut

adalah Humidifier yang berfungsi untuk menjaga kelembaban

dalam ruang giling dan ruang oksidasi enzimatis dengan kisaran

kelembaban (RH) 90-95 %. Prinsip kerja Humidifier adalah

dengan penyaringan air melalui filter, kemudian dikabutkan oleh

nozzle dalam piringan (disc) dan dihembuskan oleh kipas yang

berada di belakang piringan (Gambar 4.35).

Gambar 4.35 Humidifier

1

2

3

4

5

6

7

78

Keterangan :

1. Piringan (disc)

2. Penutup

3. Kipas

4. Filter

5. Penampung air‟

6. Kran air masuk

7. Saluran pembuangan air

4.3.5 Pengeringan

4.3.5.1 Vibro Fluid Bed Dryer

Mesin Vibro Fluid Bed Dryer (VFBD) merupakan salah satu

jenis mesin pengering teh yang banyak digunakan saat ini.

VFBD berfungsi untuk menghentikan proses oksidasi enzimatis

dan menurunkan kadar air sampai dengan 2,8-3,8%

menggunakan panas yang dihasilkan dari heater. Prinsip kerja

VFBD yakni menggunakan getaran yang dihasilkan oleh motor

eksentrik sehingga bubuk teh yang berjalan di atas bed akan

bergetar. Bubuk teh yang berjalan di atas bed akan terpapar

udara panas yang dihembuskan dari lubang kecil pada bed.

Udara panas berasal dari tungku pemanasan yang kemudian

dihembuskan oleh main fan dan mengalir melalui lorong udara

di bawah VFBD. Uap air yang menguap dari bubuk teh akan

dihisap oleh cyclone untuk dikeluarkan dari VFBD. Mesin VFBD

dapat dilihat pada Gambar 4.36.

Bagian-bagian mesin Vibro Fluid Bed Dryer antara lain :

1. Motor vibro (eksentrik), berfungsi untuk menggerakkan bed

dengan getaran.

2. Cyclone atau dustractor, berfungsi untuk menghisap udara

lembab dari proses pengeringan dan menarik partikel yang

ringan untuk dikeluarkan dari VFBD kemudian ditampung

sebagai limbah dari proses pengeringan.

79

3. Heater, berfungsi sebagai penghasil panas untuk proses

pengeringan.

4. Heat Exchanger, panas yang dihasilkan dari ruang

pembakaran disalurkan melalui pipa api dan terjadi

pertukaran panas dengan udara yang masuk ke dalam pipa

api. Udara panas yang dihasilkan tersebut disalurkan ke

mixing chamber dengan menggunakan main fan.

5. Main fan, berfungsi sebagai fan yang mengalirkan udara

panas dari pemanas menuju VFBD.

6. Cold air blower, berfungsi untuk menarik udara segar ke

dalam VFBD dan mengeluarkan udara panas jika suhu inlet

terlalu panas.

Mesin pengering VFBD memiliki kapasitas kering sebanyak

280-300 kilogram bubuk teh kering per jam. Bahan bakar yang

digunakan sebagai penghasil panas (heater) adalah kayu yang

dibakar di dalam tungku sebanyak 4-4,5 m3 kayu per ton kering

teh. Suhu yang dicapai di dalam tungku adalah sebesar 110-150

derajat celcius.

80

Gambar 4.36 Vibro Fluid Bed Dryer

Spesifikasi dari mesin Vibro Fluid Bed Dryer adalah sebagai

berikut :

- Panjang : 5 m

- Lebar : 2,5 m

- Tinggi : 3 m

- Operasi : Kontinyu

4.3.6 Sortasi

4.3.6.1 Vibro Jumbo Extractor

Setelah bubuk teh kering keluar dari pengeringan,

selanjutnya bubuk teh kering menuju ke ruang proses sortasi.

Proses sortasi diawali dengan pengayakan oleh mesin Vibro

Jumbo Extractor (Gambar 4.37). Vibro Jumbo Extractor

berfungsi untuk memisahkan bubuk teh dari serat yang

tercampur di dalamnya. Alat ini memiliki kapasitas 400-600

kg/jam. Prinsip kerja dari Vibro Jumbo Extractor yakni adanya

gesekan antara roll ebonit dan woll yang menghasilkan listrik

statis sehingga serat kering akan terpisah.

81

Gambar 4.37 Vibro Jumbo Extractor

4.3.6.2 Holding Tank

Setelah keluar dari Vibro Jumbo Extractor, bubuk teh akan

berjalan menuju Holding Tank seperti pada Gambar 4.38.

Holding Tank merupakan alat yang terletak setelah Vibro Jumbo

Extractor dan berfungsi untuk menampung bubuk teh sebelum

ke proses selanjutnya.

Gambar 4.38 Holding Tank

82

Spesifikasi dari Holding Tank adalah sebagai berikut :

- Panjang : 2,5 meter

- Lebar : 2 meter

- Tinggi : 2,7 meter

4.3.6.3 Midletone (Bubble Tray)

Setelah bubuk teh ditampung oleh Holding Tank, selanjutnya

bubuk teh berjalan menuju Midletone. Midletone merupakan alat

yang terletak setelah Holding Tank dan berfungsi sebagai

pemisah awal bubuk teh berdasarkan ukuran partikelnya. Alat

ini terdiri dari dua jenis ayakan yang memiliki diameter lubang

yang berbeda yakni ayakan atas memiliki diameter 4,7 mm dan

diameter lubang ayakan bawah sebesar 3,7 mm.

Prinsip kerja Midletone yakni pergerakan maju mundur

ayakan. Terdapat dua bagian Midletone yakni atas dan bawah,

seperti yang terlihat pada Gambar 4.39. Bubuk teh yang lolos

pada ayakan atas akan dilanjutkan menuju Trinick 1 sedangkan

yang tidak lolos akan turun ke bagian bawah. Bubuk teh yang

lolos ayakan bawah akan dilanjutkan menuju Trinick 2

sedangkan yang tidak lolos adalah yang termasuk bubuk teh

kasar dan akan dihancurkan dengan Andrew Breaker.

Gambar 4.39 Midleton

83

4.3.6.4 Trinick

Trinick merupakan mesin utama yang digunakan untuk

pengayakan. Pengayakan dengan Trinick berfungsi untuk

memisahkan bubuk teh berdasarkan ukuran partikelnya. Hal ini

pula yang menjadi dasar pengelompokan mutu teh. Prinsip kerja

dari Trinick adalah getaran yang menyebabkan bubuk teh

bergerak dan melewati ayakan dengan ukuran mesh yang

berbeda-beda.

Ada dua jenis Trinick (Gambar 4.40).. Trinick 1 merupakan

alat yang terletak setelah Midletone yang berada di sisi kiri dan

berfungsi memisahkan bubuk berdasarkan ukuran partikel. Alat

ini memiliki kapasitas sebesar 400-450 kg/jam dan terdiri dari 6

ayakan yang memiliki ukuran mesh berbeda. Ayakan paling

ujung yang dekat dengan Midletone (ayakan 1) hingga ayakan

terjauh (ayakan 6) masing-masing besar ukuran meshnya

adalah 50, 30, 24, 20, 16, dan 12 mesh. Lalu ada Trinick 2, yang

memiliki 6 ayakan yang masing-masing ukuran meshnya adalah

30, 24, 20, 16, 12, dan 10 mesh (Gambar 4.41).

(a) (b)

Gambar 4.40 Trinick 1 (a), dan Trinick 2 (b)

84

Gambar 4.41 Trinick tampak samping

4.3.6.5 Andrew Breaker

Andrew Breaker atau Ball Breaker (Gambar 4.42)

merupakan alat yang berfungsi untuk memotong bubuk teh yang

tidak masuk kualifikasi mutu I yang berasal dari ex-roll Vibro

Jumbo Extractor dan Trinick 2 untuk diproses kembali

menggunakan Trinick 1 menjadi bubuk teh mutu 2.

Gambar 4.42 Andrew Breaker

85

4.3.7 Pengemasan

4.3.7.1 Peti Miring

Peti miring atau Tea Bin digunakan sebagai tempet

penampungan teh sementara selepas dari proses sortasi. Di

bawah peti miring terdapat klep buka tutup untuk mengeluarkan

bubuk teh yang akan dikemas dengan cara dilewatkan di atas

conveyor berjalan. Bubuk teh di dalam peti miring akan

dikeluarkan apabila stok bubuk teh di dalam peti miring telah

mencapai satu chop atau lebih. Terdapat beberapa peti miring

yang digunakan. Setiap mutu dibedakan peti miringnya, seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 4.43 berikut.

Gambar 4.43 Peti miring / Tea Bin

4.3.7.2 Pre-Packer

Pre-Packer digunakan untuk memisahkan bubuk teh dari

serat dan tulang daun yang masih turut dalam bubuk teh.

Prinsip kerja Pre-Packer yakni sama seperti Trinick, motor listrik

akan menghasilkan gesekan sehingga menghasilkan listrik

statis yang mengangkat serat dan partikel ringan lainnya yang

86

mungkin tertinggal. Terdapat penyaring untuk menyaring debu

sehingga teh yang akan dikemas bersih dan homogen.

4.3.7.3 Tea Bulker

Tea bulker digunakan sebagai pencampur (blending) bubuk

teh hasil sortasi pada grade yang sama namun waktu produksi

berbeda sehingga bisa homogen. Tea bulker memiliki delapan

ruang di dalamnya (Gambar 4.44). Ketika corong pengeluaran

dibuka maka bubuk teh dari delapan ruang tersebut keluar

bersamaan. Bubuk teh yang keluar akan diangkut oleh conveyor

menuju Tea Packer untuk dikemas.

Gambar 4.44 Tea Bulker

4.3.7.4 Tea Packer

Tea packer digunakan sebagai alat untuk mengisikan bubuk

teh siap kemas ke dalam papersack. Tea packer memiliki

saluran khusus untuk proses pengeluaran bubuk teh. Papersack

yang telah terisi oleh bubuk teh selanjutnya ditimbang sesuai

dengan standar kapasitasnya. Terdapat 4 saluran pengeluaran

bubuk teh dengan fungsi yang sama (Gambar 4.45).

87

Gambar 4.45 Tea Packer

4.3.7.5 Packer Vibrator

Packer vibrator digunakan sebagai alat untuk meratakan isi

bubuk teh di dalam papersack. Packer vibrator (Gambar 4.46)

menggunakan getaran yang menyebabkan bubuk teh dalam

papersack bergerak dan menjadi mampat sehingga tidak ada

udara kosong di dalam papersack.

Gambar 4.46 Packer Vibrator

88

4.4 Standard Operating Procedure (SOP)

Di seluruh pabrik PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero)

bidang pengolahan teh hitam, terdapat syarat kelayakan proses

yang harus dipatuhi. Syarat-syarat tersebut dijelaskan pada

Standard Operating Procedure (SOP). SOP tersebut wajib

dimengerti oleh semua elemen karyawan yang bekerja di bidang

pengolahan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai SOP yang

berlaku di bidang pengolahan teh hitam PT. Perkebunan

Nusantara XII (Persero).

4.4.1 Penerimaan Pucuk

Tujuan : Mengetahui hasil produksi basah dan mutu pucuk

dari Afdeling.

Ruang Lingkup : Pembongkaran, penimbangan, pengisian

Withering Trough, analisa pucuk.

Tahapan Kegiatan :

a. Yakinkan alat timbang berfungsi dengan baik dan benar.

b. Yakinkan mesin Monorail dalam kondisi baik dan siap

pakai.

c. Yakinkan Withering Trough dalam kondisi bersih dan

berfungsi dengan baik.

d. Pucuk diturunkan satu per satu dan setiap penimbangan

maksimal 4 rajut.

e. Jalankan Monorail dan naikkan pucuk ke kursi Monorail

maksimal 2 rajut.

f. Pemberian tanda/keplek pada kursi Monorail untuk

menentukan batas isian Withering Trough.

g. Hidupkan Fan Trough selama ± 1 menit sebelum pucuk

diturunkan ke Withering Trough untuk menghilangkan bau

udara bekas dalam Trough.

h. Pucuk diturunkan ke Withering Trough langsung diunggar

dan diratakan.

i. Isian Withering Trough 25 s/d 35 kg/m2.

89

j. Pemisahan pucuk normal dan pucuk jendangan pada

Withering Trough yang berbeda.

k. Pengambilan contoh pucuk sebanyak 250 gram secara

acak di Withering Trough setiap mandor per afdeling untuk

bahan analisa pucuk. Selanjutnya dilakukan analisa pucuk

secara potes pada batas kegetasan pucuk MS ≥ 55%.

l. Menghidupkan Fan Trough.

m. Pencatatan data isian di masing-masing Withering Trough.

n. Pengisian laporan penerimaan pucuk per hari pada form :

SOP – PBR – HACCP – 01

4.4.2 Pelayuan

Tujuan : Menurunkan kadar air dan melemaskan pucuk segar

secara merata agar dapat digiling dengan baik.

Ruang Lingkup : Mengalirkan udara, pembalikan, dan

penurunan pucuk layu.

Tahapan Kegiatan :

a. Pengamatan suhu dan kelembaban udara menggunakan

termometer kering dan basah (dry and wet) pada masing-

masing Withering Trough setiap 2 jam.

b. Pemberian udara panas apabila selisih suhu kering dan

basah < 2oC.

c. Temperatur udara di dalam Withering Trough maksimal

27oC.

d. Pembalikan pucuk 6 jam setelah pengunggaran, secara

disisir/dikirap supaya rata dan tidak menggumpal searah

arah angin Fan Trough.

e. Matikan Fan selama proses pembalikan dan hidupkan

kembali setelah pembalikan pucuk selesai.

f. Yakinkan hamparan pucuk sudah rata dengan mengontrol

hembusan udara menggunakan kain tipis atau sapu

tangan.

90

g. Lama pelayuan 8-18 jam, dalam cuaca panas dan kering

bisa kurang dari 8 jam. Lama pelayuan >18 jam dalam

cuaca basah.

h. Pemberian suhu udara panas awal setelah 30 menit.

i. Kriteria hasil pelayuan yang baik

- Pucuk layu tetap berwarna hijau dan bila diremas

menggumpal.

- Pucuk tidak mudah dipatahkan, lemas, dan lentur.

- Pucuk mempunyai aroma segar dan tidak berbau asap.

j. Matikan Fan Trough sebelum pucuk layu dibongkar.

k. Menimbang pucuk sebelum masuk ke GLS pucuk layu

ditimbang untuk menentukan kapasitas giling.

l. Pastikan tidak terdapat kontaminasi fisik pada pelayuan.

m. Pengisian laporan pelayuan setiap hari pada form : SOP –

PBR – HACCP – 02.1, SOP – PBR – HACCP – 02.2

4.4.3 Penggilingan dan Oksidasi Enzimatis

Tujuan : Membentuk partikel dan kualitas teh yang baik.

Ruang Lingkup : Memisahkan pucuk layu dari kontaminan,

menggiling, dan oksidasi enzimatis.

Tahapan Kegiatan :

a. Yakinkan GLS dalam kondisi siap pakai dengan kalibrasi

magnet.

b. Yakinkan Rotorvane 15” dalam kondisi siap pakai.

c. Yakinkan CTC Triplek dalam kondisi siap pakai dan jam

putar Roll < 90 jam.

d. Yakinkan “Fermenting machine” dalam kondisi siap pakai.

e. Yakinkan “Humidifier” dalam kondisi siap pakai.

f. Yakinkan “Thermohygrometer” dalam kondisi siap pakai.

g. Yakinkan kelembaban udara ruang giling sudah mencapai

> 90%.

h. Menghidupkan “Humidifier” apabila kelembaban udara <

90%.

91

i. Memasukkan pucuk layu ke GLS untuk memisahkan dari

kontaminan.

j. Melaksanakan penggilingan pucuk layu pada Rotorvane

15”.

k. Melanjutkan penggilingan pucuk ke mesin CTC dengan

pengaturan ketebalan bubuk secara rata dan kekuatan

tekanan Roll I : 20-25 Amp, Roll II : 15-20 Amp, Roll III :

15-20 Amp.

l. Mengendalikan suhu bubuk pada Rotorvane : 26-28oC,

Roll CTC I : 26-29oC, Roll CTC II : 28-31oC, Roll CTC III :

30-33oC.

m. Pengaturan kecepatan “Fermenting machine” antara 60-

75 menit yang disesuaikan dengan waktu reaksi oksidasi

enzimatis, melakukan pengamatan suhu bubuk pada saat

awal dan akhir proses oksidasi enzimatis di fermenting

machine antara 31-33oC.

n. Pastikan tidak terdapat kontaminasi fisik pada proses

penggilingan dan oksidasi enzimatis.

o. Pengisian laporan penggilingan dan oksidasi enzimatis

setiap hari pada form : SOP – PBR – HACCP – 03.

4.4.4 Pengeringan

Tujuan : Menghentikan reaksi oksidasi enzimatis dan

menurunkan kadar air.

Ruang Lingkup : Pemanasan heater, pengaturan udara

panas, dan proses pengeringan.

Tahapan Kegiatan :

a. Lakukan pengujian kebocoran heater, yakinkan heater

dalam kondisi siap pakai.

b. Yakinkan drier dalam kondisi siap pakai.

c. Pastikan termometer berfungsi denga baik.

d. Pastikan bahan bakar tersedia sesuai kebutuhan bahan

yang akan diolah.

92

e. Masukkan bubuk setelah suhu inlet (T6) mencapai 110-

150oC.

f. Mengontrol kemasakan bubuk dengan mengendalikan

suhu outlet (T5) 80-90oC.

g. Pengaturan ketebalan bubuk dengan mengamati (T3) suhu

40-45oC.

h. Pengambilan contoh bubuk hasil pengeringan 20 menit

pertama untuk uji kadar air dan uji inderawi awal,

selanjutnya uji kadar air dan uji inderawi dilakukan setiap

jam. Setiap satu jam di vibro diambil dan diuji inderawi.

i. Pastikan kadar air bubuk teh 2,8-3,8oC.

j. Bubuk hasil pengeringan yang cacat rasa dipisahkan

untuk dijadikan mutu lokal.

k. Bubuk hasil pengeringan yang tidak cacat rasa ditampung

di holding tank melalui vibro jumbo.

l. Setelah bubuk terakhir keluar dari drier, secara

bersamaan matikan tungku api, conveyor, blower cyclone,

dan dust extractor.

m. Setelah suhu inlet kurang dari 70oC, matikan main fan.

n. Matikan blower asap setelah suhu blower asap kurang

dari 50oC.

o. Pastikan tidak terdapat kontaminasi fisik pada

pengeringan.

p. Pengisian laporan pengeringan setiap hari pada form :

SOP – PBR – HACCP – 04.1, SOP – PBR – HACCP –

04.2

4.4.5 Sortasi

Tujuan : Pengelompokan jenis mutu berdasarkan ukuran

partikel sesuai permintaan pasar.

Ruang Lingkup : Pengayakan, pembersihan serat dan

“penyiliran”.

Tahapan Kegiatan :

a. Yakinkan kondisi semua mesin siap pakai.

93

b. Pastikan magnet di setiap conveyor berfungsi dengan

baik.

c. Glass Wool pada roll ebonit terpasang dengan baik.

d. Hidupkan mesin Vibro Jumbo.

e. Melakukan uji inderawi bubuk hasil vibro jumbo setiap jam

untuk menjamin kualitas hasil sortasi setiap seri.

f. Partikel bubuk yang lolos mesh 8 masuk ke Holding Tank.

g. Teh kering yang tertampung dalam holding tank diayak

melalui Midleton dengan menghasilkan bubuk halus dari

ayakan Ø 4 mm, bubuk sedang dari ayakan Ø 5 mm dan

bubuk kasar tidak lolos dari ayakan Ø 4 mm dan Ø 5 mm.

h. Partikel teh yang berukuran halus, diayak pada mesin

Trinick 1 dengan ukuran sebagai berikut :

- Corong II mesh 30 : D 2

- Corong III mesh 24 : D 1

- Corong IV mesh 20 : PD

- Corong V mesh 16 : PF 1

- Corong VI mesh 14 : PF 1

i. Teh ukuran sedang masuk ke Trinick 2 dengan ukuran

sebagai berikut :

- Corong I mesh 30 : D 2

- Corong II mesh 24 : D 1

- Corong III mesh 20 : PD

- Corong IV mesh 16 : PF 1

- Corong V mesh 12 : BP 1

- Corong VI mesh 10 : BP 1

j. Teh yang tidak lolos Trinick 1 dan Trinick 2 diproses ke

Andrew (Ball) Breaker selanjutnya ke Trinick 2 untuk

memperoleh mutu II dengan ukuran sebagai berikut :

- Corong I mesh 30 : D 2

- Corong II mesh 24 : D 2

- Corong III mesh 20 : Fann

- Corong IV mesh 16 : Fann

- Corong V mesh 12 : -

94

- Corong VI mesh 10 : -

k. Ex roll Trinick 1 dan Trinick 2 menjadi mutu lokal (TW).

l. Hasil sortasi per jenis mutu diambil contohnya untuk

dilakukan iji density dan uji kadar air (Ka 3-4,5%).

m. Teh yang memenuhi syarat jenis mutunya ditimbang ke

dalam peti miring (Tea Bin) sesuai jenis mutunya.

n. Sedangkan teh yang tidak memenuhi syarat, dilakukan

sortasi ulang.

o. Setelah selesai proses sortasi, mesin dimatikan.

p. Pastikan tidak terdapat kontaminasi fisik pada proses

sortasi.

q. Pengisian laporan pengeringan setiap hari pada form :

SOP – PBR – HACCP – 05.2

Pada poin h, i, dan j, pemberian nomor corong dilakukan dari

corong bagian ujung Trinick (dari mesh yang paling banyak; I-II-

III-IV-V-VI). Namun, jalannya bubuk teh adalah dari nomor

corong yang paling besar (VI-V-IV-III-II-I).

4.4.6 Pengemasan

Tujuan : mempertahankan kadar air, mempermudah

penyimpanan dan pengangkutan.

Ruang Lingkup : Finishing mutu, pengemasan, dan

penyimpanan.

Tahapan Kegiatan :

a. Yakinkan kondisi semua mesin siap pakai.

b. Pastikan magnet di setiap conveyor berfungsi dengan

baik.

c. Yakinkan isi Tea Bin mencukupi untuk 1 chop.

d. Yakinkan papersack sudah disablon/dimerk sesuai jenis

mutu yang akan dikemas.

e. Yakinkan ukuran ayakan pada prepacker sudah sesuai

dengan jenis mutu yang akan dikemas.

f. Hidupkan mesin conveyor, waterfall, prepacker, dan

exhouse fan.

95

g. Membuka pintu Tea Bin untuk proses finishing melalui

waterfall untuk membersihkan debu yang mungkin terikut

dan prepacker untuk membersihkan fluff / serat yang

terikut dan sebelum dinaikkan ke Tea Bulking.

h. Pastikan pengisian bubuk teh ke Tea Bulking dilakukan

secara bergilir section per section untuk membuat teh

homogen.

i. Keluarkan bubuk teh dari Tea Bulking dan masukkan ke

mesin Tea Packer sesuai standar isi papersack per jenis

mutunya, yaitu :

- BP 1 : 52 kg

- PF 1 : 55 kg

- PD : 60 kg

- D 1 : 65 kg

- Fann : 53 kg

- D 2 : 65 kg

j. Pengambilan contoh setiap papersack dilakukan 2 kali

yaitu sewaktu setengah pengisian pertama dan sewaktu

papersack penuh untuk dikirimkan ke pembeli.

k. Apabila ditemukan ada logam pada magnet akhir

pengemasan di ujung keluar Tea Bulking, bubuk teh harus

dilakukan re-finishing.

l. Tutup lubang pengisian papersack dengan plak band.

m. Papersack yang telah diisi, digetar dengan Tea Packer.

n. Pastikan papersack distapel :

- Sesuai jenis mutunya.

- Jumlah 1 chop terdiri dari 20 papersack.

- Tinggi maksimal 220 cm, lebar maksimal 117 cm.

o. Pastikan selama penyimpanan, stapelan papersack

terbungkus dengan plastik sheet.

p. Pastikan seal label dan keutuhan kemasan dalam

keadaan baik.

q. Pastikan tidak terdapat kontaminasi fisik pada

pengemasan.

96

r. Pengisian laporan pengeringan setiap hari pada form :

SOP – PBR – HACCP – 06.1, SOP – PBR – HACCP –

06.2

4.4.7 Papersack

Tujuan : Untuk mengemas produk teh siap export

Ruang Lingkup : Spesifikasi, pengambilan sampel, printing,

dan kondisi papersack.

Tahapan kegiatan :

a. Pastikan pada penerimaan papersack sudah diambil

sampel 5%secara acak. Jika dari sampel terdapat cacat

5% maka akan dikembalikan ke Bagian Pengadaan.

b. Pastikan spesifikasi papersack sudah sesuai standard

yang ditentukan :

- Ukuran : 1120 x 720 x 180 mm (tebal = 5 mm)

- Bahan kertas : PS warna coklat terdiri dari 4 lapis (ply)

Outer ply 80 gsm HWS kraft.

Middle plics 2 x 80 x / 80 gsm brown sack kraft.

Liner ply 100 gsm aluminium foil laminated kraft.

c. Pastikan printing sesuai ketentuan :

- Pada sisi kanan dan kiri ditulis : PRODUCE OF

INDONESIA PTPN XII PERSERO

Di sebelah kanan ada tanda lingkaran O

- Pada kedua ujung ditulis : GRADE : GROSS : Kg

INV. NO : NETTO : Kg

CHOP : NO

- Di atas gambar logo warna hitam ditulis TEA

- Besar huruf : PRODUCE OF INDONESIA dan PTPN XII

(PERSERO)

Tinggi : 50 mm, lebar : 25 mm, tebal huruf : 7 mm, jarak

huruf : 4 mm, lingkaran luar diameter : 65 mm.

- Besar huruf : GRADE, INV, CHOP, NO, GROSS,

NETTO, NO, Kg, Kg

97

Tinggi : 28 mm, lebar : 17 mm, tebal : 7 mm, jarak huruf :

4 mm

- Besar huruf TEA : Tinggi : 90 mm, lebar : 50 mm, tebal :

17 mm, jarak : 10 mm.

- Logo N XII : ukuran logo 180 mm, di dalam logo PTPN

XII terdapat tulisan N-XII.

d. Pastikan kondisi papersack baik, tidak rusak, tidak bocor

e. Pengisian pemeriksaan papersack pada form SOP – PBR

– HACCP - 07

4.4.8 Gudang Penyimpanan Sementara Produksi

Tujuan : Mempertahankan kadar air, mempermudah

penyimpanan dan pengangkutan.

Ruang Lingkup : Gudang penyimpanan produk.

Tahapan Kegiatan :

a. Pastikan pintu gudang dalam keadaan tertutup.

b. Pastikan suhu ruang gudang 21oC – 25oC dengan

kelembaban 70% - 75%.

c. Pastikan papersack sudah tertata dengan baik sesuai

jenis mutu yang dikemas, dalam 1 chop terdiri dari 20

papersack, tingi maksimum 220 cm, lebar 117 cm.

d. Pastikan pallet dalam kondisi bersih.

e. Pastikan letak stapel papersack telah diatur dan berjarak

dari tembok 50 cm dan jarak antara stapel papersack ± 50

cm.

f. Pastikan selama penyimpanan stapel papersack

terbungkus dengan plastik sheet.

g. Lakukan pengisian laporan gudang penyimpanan setiap

hari pada form : SOP – PBR – HACCP – 08

4.4.9 Pengiriman Produksi

Tujuan : Sesuai permintaan produksi

Ruang Lingkup : Pengiriman produksi

Tahapan Kegiatan :

98

a. Pastikan alat pengangkutan (bak truk) bersih dari :

- Pasir, batu, kerikil, dan debu

- Minal dan air

b. Pastikan alat angkutan dilengkapi dengan terpal dan

penutup bak belakang.

c. Pastikan lantai bak truk tidak berlubang dan dalam

keadaan baik.

d. Pastikan alat pengangkutan tidak berbau asing.

e. Pastikan dokumen pengiriman produksi sudah lengkap

dan benar.

f. Pastikan dokumen pengiriman pada form berita acara

pemeriksaan transportir : SOP – PBR – HACCP - 09

4.5 Sanitasi Perusahaan

4.5.1 Sanitasi Pabrik

Untuk hal sanitasi atau kebersihan area pabrik, PT.

Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono

menerapkan prosedur sanitasi. Prosedur sanitasi tersebut

dinamakan Standard Sanitation Operation Procedure (SSOP).

Beberapa SSOP yang diterapkan antara lain :

a. Memastikan saluran air dalam keadaan baik, bersih, dan

lancar.

b. Memastikan halaman pabrik bersih, bebas dari genannagn

air, dan bebas dari binatang liar.

c. Memastikan tanaman di area pabrik dirawat setiap hari.

d. Memastikan atap dalam keadaan tidak bocor dan bersih.

e. Memastikan toilet yang digunakan oleh karyawan dalam

keadaan bersih.

f. Mengisi laporan kebersihan lingkungan area pabrik pada

form SOP – PBR – HACCP – 09

Sanitasi di area pabrik dilengkapi dengan sarana penunjang

kebersihan. Sarana tersebut antara lain wastafel yang

diletakkan di depan ruangan uji inderawi dan di sekitar area

99

penggilingan. Selain itu, terdapat tempat untuk meletakkan

sepatu sebelum memasuki ruang tunggu pabrik dan sebelum

memasuki kantor pabrik. Lampu-lampu yang digunakan di ruang

pengolahan dibungkus dengan tabung mika dengan tujuan agar

kotoran tidak mudah menempel pada lampu, serta sebagai

upaya antisipasi jika lampu pecah dan terjatuh agar tidak

mengkontaminasi teh hitam dan tidak mengganggu proses

pengolahan. Selain itu, di area pabrik disediakan pula peralatan

pendukung kebersihan antara lain sapu, tempat sampah, dan

juga compressor untuk membersihkan debu sisa pengolahan.

4.5.2 Sanitasi Alat dan Mesin Pengolahan

Sanitasi alat dan mesin pengolahan merupakan hal yang

sangat penting, karena seluruh proses pengolahan melibatkan

alat-alat sehingga kebersihan harus dijaga untuk menghindari

kontaminasi. Mesin pengolahan di PT. Perkebunan Nusantara

XII (Persero) Kebun Kertowono adalah berbahan stainless steel

sehingga tahan karat dan mudah dibersihkan.

Sanitasi untuk alat dan mesin pengolahan di PT. Perkebunan

Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono juga harus

menerapkan SSOP. SSOP tersebut meliputi sanitasi untuk

penerimaan bahan baku hingga penyimpanan produk, yang

dijelaskan berikutnya di bawah ini.

4.5.2.1 Sanitasi Mesin dan Area Penerimaan Pucuk

Tujuannya adalah menghindari kontaminasi secara fisik

maupun mikrobiologis dengan memastikan :

a. Termometer ruangan bersih berfungsi dengan baik.

b. Suhu ruangan memenuhi standar.

c. Jarak penempatan stapel papersack 50 cm dari dinding.

d. Lantai bersih dari debu, kerikil, dan benda asing lainnya.

e. Dinding ruangan bersih dan dibersihkan berkala.

f. Lampu dan mika pembungkus bersih.

g. Pengaman kasa pada ventilasi terpasang dengan baik.

100

h. Ventilasi udara lancar dan tidak terhalang.

i. Jendela kaca bersih.

j. Mengisi laporan kebersihan gudang penyimpanan teh hitam

pada form : SNT – PBR – HACCP – 08

4.5.2.2 Sanitasi Mesin dan Area Pelayuan

Tujuannya adalah menghindari kontaminasi secara fisik

maupun mikrobiologis dengan memastikan :

a. Lorong, Waring, dan lantai Withering trough bersih sebelum

dan sesudah digunakan.

b. Termometer bersih dan berfungsi dengan baik.

c. Main Kamer dalam keadaan bersih.

d. Pucuk yang tercecer dibuang ke tempat sampah.

e. Tempat sampah dalam kondisi bersih.

f. Lantai bersih dari debu, kerikil, dan benda asing lainnya.

g. Dinding ruangan bersih dan dibersihkan berkala.

h. Langit-langit bersih dan dibersihkan berkala.

i. Lampu dan mika pengaman bersih.

j. Pengaman kasa pada ventilasi terpasang dengan baik.

k. Pintu dan jendela bersih.

l. Tirai plastik bersih.

m. Mengisi laporan kebersihan lantai dan Withering trough pada

form : SNT – PBR – HACCP – 03

4.5.2.3 Sanitasi Mesin dan Area Pengolahan Basah

Tujuannya adalah menghindari kontaminasi secara fisik,

kimia, maupun mikrobiologis dengan memastikan :

a. Mesin pengolahan bersih sebelum dan sesudah pemakaian

(Green Leaf Shifter, Rotorvane, Triplex CTC, Fermenting

Machine).

b. Humidifier bersih dan berfungsi dengan baik.

c. Termometer bersih dan berfungsi dengan baik.

d. Saluran drainase lancar dan tidak tergenang.

e. Bubuk teh yang terjatuh dibuang ke tempat sampah.

101

f. Tempat sampah bersih.

g. Alat-alat (sapu, sekop plastik) bersih dan diletakkan di

tempatnya.

h. Lantai bersih dan dibersihkan setiap hari.

i. Dinding ruangan bersih dan dibersihkan berkala.

j. Dinding ruangan bersih dan dibersihkan berkala.

k. Langit-langit bersih dan dibersihkan berkala.

l. Lampu dan mika pengaman bersih.

m. Pengaman kasa pada ventilasi terpasang dengan baik.

n. Pintu dan jendela bersih.

o. Tirai plastik bersih.

p. Mengisi laporan kebersihan lantai dan mesin pengolahan

pada form : SNT – PBR – HACCP – 04

4.5.2.4 Sanitasi Mesin dan Area Pengeringan

Tujuannya adalah menghindari kontaminasi secara fisik

maupun mikrobiologis dengan memastikan :

a. Mesin pengeringan VFBD dalam keadaan bersih.

b. Belt conveyor pengeringan bersih.

c. Termometer bersih dan berfungsi dengan baik.

d. Bubuk teh (blow out) yang tercecer di lantai dibuang ke

tempat sampah.

e. Lubang dryer tidak tersumbat dan dibersihkan berkala.

f. Tempat sampah bersih.

g. Alat-alat (sapu, sekop plastik) bersih dan diletakkan di

tempatnya.

h. Lantai bersih dan dibersihkan setiap hari.

i. Dinding ruangan bersih dan dibersihkan berkala.

j. Dinding ruangan bersih dan dibersihkan berkala.

k. Langit-langit bersih dan dibersihkan berkala.

l. Lampu dan mika pengaman bersih.

m. Pengaman kasa pada ventilasi terpasang dengan baik.

n. Jendela kaca bersih.

102

o. Mengisi laporan kebersihan lantai dan mesin pengering pada

form : SNT – PBR – HACCP – 05

4.4.2.5 Sanitasi Mesin dan Area Sortasi

Tujuannya adalah menghindari kontaminasi secara fisik

maupun mikrobiologis dengan memastikan :

a. Saluran Exhaust fan bersih.

b. Mesin Compressor bersih.

c. Mesin-mesin sortasi bersih (Vibro Jumbo Extractor, Holding

Tank, Midleton, Trinick) sebelum dan sesudah digunakan.

d. Alat-alat (sapu, sekop plastik) bersih dan diletakkan di

tempatnya.

e. Lantai bersih, bebas debu, kerikil dan benda asing..

f. Ruangan bersih dan dibersihkan setiap hari.

g. Langit-langit bersih dan dibersihkan berkala.

h. Lampu dan mika pengaman bersih.

i. Pengaman kasa pada ventilasi terpasang dengan baik.

j. Jendela kaca bersih.

k. Tong penampung bubuk teh sementara bersih.

l. Mengisi laporan kebersihan lantai dan mesin sortasi pada

form : SNT – PBR – HACCP – 06

4.4.2.6 Sanitasi Mesin dan Area Pengemasan

Tujuannya adalah menghindari kontaminasi secara fisik

maupun mikrobiologis dengan memastikan :

a. Mesin pengemasan bersih sebelum dan sesudah digunakan

(Prepacker, Tea bulker, Tea packer, Waterfall, Exhaust fan).

b. Bubuk teh yang dikemas dalam papersack sudah

ditempatkan di atas pallet sementara.

c. Alat pendukung pengambil contoh dalam keadaan baik.

d. Mika penutup conveyor dalam keadaan baik.

e. Alat-alat (sapu, sekop plastik) bersih dan diletakkan di

tempatnya.

f. Langit-langit bersih dan dibersihkan berkala.

g. Lampu dan mika pengaman bersih.

103

h. Pengaman kasa pada ventilasi terpasang dengan baik.

i. Mengisi laporan kebersihan lantai dan mesin pengemasan

pada form : SNT – PBR – HACCP – 07

4.4.2.7 Sanitasi Gudang Penyimpanan

Tujuannya adalah menghindari kontaminasi secara fisik

maupun mikrobiologis dengan memastikan :

a. Termometer bersih dan berfungsi dengan baik.

b. Suhu ruangan memenuhi standar.

c. Jarak penempatan stapel papersack 50 cm dari dinding.

d. Langit-langit bersih dan dibersihkan berkala.

e. Lampu dan mika pengaman bersih.

f. Pengaman kasa pada ventilasi terpasang dengan baik.

g. Ventilasi udara lancar dan tidak terhalang.

h. Mengisi laporan kebersihan lantai dan gudang penyimpanan

pada form : SNT – PBR – HACCP – 08

4.5.3 Sanitasi Pekerja

Seperti halnya sanitasi sebelumnya, prosedur sanitasi juga

harus diterapkan kepada para pekerja di PT. Perkebunan

Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono. Tujuannya adalh

untuk menghindari kontaminasi fisik, kimia, maupun

mikrobiologis dengan memastikan :

a. Karyawan dalam keadaan bersih sebelum memasuki pabrik.

b. Karyawan mencuci tangan dan kaki sebelum memasuki area

pabrik.

c. Kelengkapan pakaian kerja karyawan.

d. Karyawan sudah mengenakan seragam kerja yang

disediakan.

e. Karyawan telah memerikasakan kesehatan secara berkala.

f. Mengisi laporan kebersihan dan kelengkapan seregam kerja

pada form : SNT – PBR – HACCP - 01

104

4.5.4 Limbah

4.5.4.1 Limbah Padat

Limbah yang dihasilkan di PT. Perkebunan Nusantara XII

(Persero) Kebun Kertowono dapat berupa limbah padat dan

limbah cair. Limbah padat dapat berasal dari proses pengolahan

teh hitam. Limbah padat yang dihasilkan dari proses

pengolahan ini adalah limbah dari proses sortasi dan limbah dari

proses pembakaran kayu dari tungku pemanas (heater).

Limbah padat yang merupakan hasil samping proses sortasi

disebut dengan fluff, yakni berupa serat atau tangkai berwarna

kemerahan dan sangat ringan. Tidak semua fluff akan disebut

limbah. Fluff yang terikut di tong penampung akan dijadikan

mutu lokal. Sedangkan fluff yang terjatuh dan berserakan di

lantai akan dikumpulkan dan akan dijadikan pupuk.

Sedangkan limbah padat dari tungku pemanas adalah

berupa sisa pembakaran kayu bakar. Sisa pembakaran ini

disebut dengan abu. Limbah abu ini akan dikumpulkan dan

dibuang ke tanah dan akan mengompos sehingga dapat

digunakan sebagai pupuk untuk tanaman teh.

4.5.4.2 Limbah Cair

Limbah cair yang dihasilkan oleh proses pengolahan teh

hitam di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun

Kertowono berasal dari air sisa pencucian. Setelah mesin

digunakan, maka mesin akan dibersihkan dengan air dengan

penyemprotan. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa

bubuk teh yang menempel atau menyangkut di mesin.

Untuk mesin penggilingan, pembersihan mesin dilakukan

dengan menyemprot air panas. Hal ini dilakukan untuk

memudahkan pembersihan bubuk teh basah yang masih

menempel serta menghindari kontaminasi untuk pengolahan

selanjutnya. Limbah cair dari mesin penggilingan ini berwarna

coklat kemerahan. Limbah cair ini akan disapu agar masuk ke

105

selokan dan masuk ke bak penampungan. Di sana limbah cair

akan diendapkan. Endapan yang dihasilkan akan diambil dan

dihamparkan ke tanah hingga menjadi kering kemudian dapat

digunakan sebagai pupuk untuk tanaman teh.

106

BAB V TUGAS KHUSUS

Proses Pengeringan Bubuk Teh Pada Pengolahan Teh

Hitam CTC (Crushing, Tearing, Curling) di PT. Perkebunan

Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono Lumajang

Jawa Timur

5.1 Definisi Proses Pengeringan

Proses pengeringan merupakan proses pengurangan kadar

air dari bubuk teh basah menjadi bubuk teh kering. Pengeringan

adalah proses untuk menghentikan reaksi oksidasi enzimatis

dari proses sebelumnya yakni dengan pemberian udara panas.

Terhentinya reaksi oksidasi enzimatis dikarenakan denaturasi

senyawa polifenol akibat panas yang digunakan selama proses

pengeringan.

5.2 Tujuan Proses Pengeringan

Proses pengeringan secara umum bertujuan untuk

mengurangi kadar air bahan sesuai kadar air yang dikehendaki.

Pada proses pengolahan teh, proses pengeringan ditujukan

untuk mengurangi kadar air bubuk teh dari kadar air sebesar 68-

70% menjadi kadar air 2,8-3,8%. Selain itu, pengeringan

bertujuan untuk menghentikan proses oksidasi enzimatis

setelah keluar dari Continous Fermenting Unit dan juga dapat

membunuh mikrobia yang mungkin terdapat pada bubuk teh,

serta menjaga sifat-sifat spesifik teh pada saat teh mencapai

kualitas optimum.

Bubuk teh yang keluar dari proses pengeringan akan

mengalami perubahan secara fisik maupun kimia. Perubahan

fisik tersebut antara lain perubahan warna bubuk teh menjadi

lebih berwarna merah tembaga dan pembentukan aroma khas

bubuk teh kering, serta rentan rapuh jika diremas karena teh

sudah kering dan berbentuk partikel keras. Sedangkan

perubahan secara kimia yang terjadi adalah karena terhentinya

107

oksidasi enzimatis akibat pemberian panas sehingga enzim

polifenol telah terdenaturasi.

5.3 Mesin Pengering Vibro Fluid Bed Dryer

Proses pengeringan berada di ruang pengeringan yang ada

di sebelah utara ruang penggilingan basah seperti yang

ditunjukkan pada layout pabrik di Lampiran 1. Vibro Fluid Bed

Dryer merupakan jenis mesin yang digunakan untuk proses

pengeringan. PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun

Kertowono menggunakan Vibro Fluid Bed Dryer sebagai mesin

penggoreng atau pengering bubuk teh. Mesin Vibro Fluid Bed

Dryer bekerja secara kontinyu dengan kapasitas sebanyak 280-

300 kilogram bubuk teh kering per jam. Bahan bakar yang

digunakan sebagai pemanas adalah kayu yang dibakar di dalam

tungku pemanas. Jumlah bahan bakar kayu yang dibutuhkan

adalah sebanyak 4-4,5 m3 kayu per ton kering teh.

Gambar 5.1 Mesin Vibro Fluid Bed Dryer yang digunakan di PT.

Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kertowono

108

Mesin Vibro Fluid Bed Dryer memiliki spesifikasi antara lain

panjang sebesar 5 meter, lebar mesin 2,5 meter, serta tinggi 3

meter. Metode operasi pengeringan yang digunakan pada Vibro

Fluid Bed Dryer adalah perpindahan panas secara kontak

langsung dengan jenis konveksi, karena termasuk dalam

pengeringan fluidized bed drying. Fluidized bed drying terjadi

karena udara panas dihembuskan dengan kecepatan yang lebih

tinggi dari kecepatan terminal benda padat. Pengeringan benda

padat terjadi dalam keadaan melayang.

5.3.1 Fluidisasi Pada Vibro Fluid Bed Dryer

Fluidisasi disebut dengan suatu metode kontak yang terjadi

antara fluida dengan padatan dalam suatu kolom yang di

dalamnya berisi sejumlah partikel padat dengan mengalirkan

fluida dari bawah ke atas (Widayati, 2010). Pada proses

pengeringan teh, dengan cara fluidisasi, yang berlaku sebagai

zat padat adalah bubuk teh sedangkan fluidanya adalah udara

yang dialirkan.

Fenomena fluidisasi yang terjadi pada proses pengeringan

teh menggunakan VFBD antara lain:

a. Pada aliran udara rendah, partikel teh nyaris tidak bergerak

karena daya angkat udara belum cukup untuk mengangkat

pertikel teh. Udara akan mengalir melalui celah diantara

partikel teh dengan resistensi paling rendah.

b. Pada aliran udara yang cukup besar, akan terjadi

keseimbangan antara daya angkat udara dengan berat

pertikel teh, hingga terlihat adanya gerakan partikel teh

seperti melayang. Bila aliran udara ditingkatkan, maka

gerakan teh akan mengikuti arah gerakan fluida (udara).

Gerakan partikel teh akan terlihat seperti gerakan agitasi tak

beraturan.

109

Gambar 5.2 Gambaran fenomena fluidisasi

5.3.2 Bagian-bagian Mesin Vibro Fluid Bed Dryer

Vibro Fluid Bed Dryer (VFBD) memiliki beberapa bagian atau

komponen antara lain:

a. Motor vibro (eksentrik), berfungsi untuk menggerakkan bed

dengan getaran. Getaran yang dihasilkan eksentrik tersebut

adalah sebanyak 264 getaran per menit.

b. Ball breaker, berfungsi untuk memecah gumpalan teh.

c. Cyclone atau dustractor, berfungsi untuk menghisap udara

lembab dari proses pengeringan dan menarik partikel yang

ringan untuk dikeluarkan dari VFBD kemudian ditampung

sebagai limbah dari proses pengeringan.

110

d. Heater, berfungsi sebagai penghasil panas untuk proses

pengeringan. Pemanas yang digunakan adalah tungku

pemanas dengan bahan bakar kayu.

e. Heat Exchanger, panas yang dihasilkan dari ruang

pembakaran disalurkan melalui pipa api dan terjadi

pertukaran panas dengan udara yang masuk ke dalam pipa

api. Udara panas yang dihasilkan tersebut disalurkan ke

mixing chamber dengan menggunakan main fan.

f. Main fan, berfungsi sebagai fan yang mengalirkan udara

panas dari pemanas menuju VFBD.

g. Cold air blower, berfungsi untuk menarik udara segar ke

dalam VFBD dan mengeluarkan udara panas jika suhu inlet

terlalu panas.

Gambar 5.3 Vibro Fluid Bed Dryer dan bagiannya

111

5.3.3 Prinsip Kerja Mesin Vibro Fluid Bed Dryer

Prinsip kerja Vibro Fluid Bed Dryer (VFBD) adalah

mengeringkan bubuk teh basah pada bed (tray) di dalam VFBD

dimana bubuk teh tersebut digetarkan dan terpapar oleh udara

panas dari tungku pemanas atau heater yang dihembuskan oleh

main fan. Udara panas tersebut mengalir melalui lorong yang

berada di bawah VFBD dan masuk melalui lubang-lubang pada

bed sehingga terjadi penguapan air dari bubuk teh basah. Uap

air hasil pengeringan kemudian dihisap oleh cyclone untuk

dibuang keluar dari VFBD.

Bubuk teh basah yang keluar dari Continous Fermenting Unit

dibawa oleh conveyor masuk ke dalam inlet VFBD dan

diratakan oleh spreader. Di dalam VFBD bubuk teh terhampar di

atas bed yang bergetar sehingga bubuk teh dapat berjalan

menuju outlet VFBD. Getaran pada VFBD dihasilkan oleh motor

vibro (eksentrik). Suhu inlet (masuk) yang digunakan untuk

mengeringkan bubuk teh basah adalah sebesar 110-150oC,

disebut dengan T6. Suhu outlet (keluar) yang didapatkan

sebesar 80-90oC, disebut dengan T5. Selain T6 dan T5, pada

proses pengeringan terdapat standar ketebalan bubuk teh

basah yang masuk ke dalam VFBD yang dinyatakan dalam

satuan suhu (T3) yakni 40-45oC.

5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengeringan

5.4.1 Suhu Pengeringan

Suhu termasuk faktor terpenting yang harus diperhatikan

dalam pengeringan. Apabila suhu masak terlalu tinggi dapat

menyebabkan kadar sari teh rendah dan teh menjadi overfired.

Sedangkan apabila suhu terlalu rendah dapat mengakibatkan

bubuk teh tidak dapat kering sempurna yang nantinya bubuk teh

masih berkadar air tinggi sehingga bubuk teh mudah ditumbuhi

jamur serta dapat menyebabkan oksidasi enzimatis berlanjut

pada bubuk teh yang telah dikeringkan.

112

5.4.2 Lama Proses Pengeringan

Waktu pengeringan disesuaikan hingga bubuk teh mencapai

kadar air yang diinginkan, yakni selama 18-20 menit. Apabila

waktu pengeringan terlalu lama dapat menyebabkan bubuk teh

cepat rapuh dan bisa gosong. Sedangkan waktu pengeringan

yang terlalu cepat dapat menyebabkan bubuk teh tidak cukup

kering sehingga tidak dapat mencapai kadar air yang diinginkan.

5.4.3 Volume Udara

Volume udara untuk pengeringan tergantung pada dua

faktor, yakni kelembaban dan suhu yang dipilih. Jika volume

udara berada di bawah kebutuhan normal, suhu harus

ditingkatkan untuk menghasilkan jumlah panas yang sama.

Karena partkel teh pada tahap awal proses pengeringan adalah

basah, aliran udara di ujung pemasukan harus lebih besar

daripada ujung pengeluaran.

Volume udara yang rendah akan mengakibatkan fluidisasi

yang kurang baik (under-fluidized atau packed), dimana gerakan

partikel teh terlihat seperti aliran lumpur dengan kecepatan yang

relatif rendah. Selain akibat rendahnya aliran volume udara,

under-fluidized dapat juga disebabkan oleh pemasukan teh

fermen dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Peristiwa

tersebut sering terjadi pada tahapa awal pengeringan dan dapat

menyebabkan stewing, karena teh terpapar udara panas untuk

waktu yang cukup lama tanpa terjadinya penguapan dari dalam

sel daun.

5.4.4 Kecepatan Aliran Udara

Udara yang bergerak atau bersirkulasi akan lebih cepat

mengambil uap air dibandingkan dengan udara diam. Pada

proses pergerakan udara, uap air dari bubuk teh akan diambil

dan terjadi mobilitas yang menyebabkan udara akan

memperlambat proses pengeringan. Jenis aliran udara yang

113

terjadi pada proses pengeringan bubuk teh dalam VFBD adalah

cross flow drying.

5.4.5 Kelembaban Udara

Apabila udara digunakan sebagai medium pengering atau

bahan pangan dikeringkan udara, semakin kering udara

tersebut (kelembaban semakin rendah) kecepatan pengeringan

semakin tinggi. Udara kering memiliki konsentrasi uap air yang

belum mencapai titik jenuh, sedangkan udara lembab hampir

jenuh dengan uap air. Oleh karena itu, udara yang kering lebih

cepat mengambil uap air sehingga kecepatan pengeringan lebih

tinggi.

Kelembaban udara juga menentukan kadar air bubuk teh

kering. Bubuk teh yang telah dikeringkan bersifat higroskopis

yang dapat menyerap air dari udara di sekitarnya. Jika udara di

sekitar bubuk teh kering tersebut mengandung uap air tinggi

atau lembab, maka kecepatan penyerapan uap air oleh bubuk

teh tersebut akan semakin cepat.

5.5 Pengujian Kadar Air

Pengujian kadar air dilakukan mulai dari pucuk segar hingga

menjadi teh yang telah dikeringkan. Uji kadar air kali ini adalah

menggunakan metode gravimetri dengan oven bersuhu 150oC.

Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar air dengan

metode gravimetri yaitu :

Berikut ini adalah perhitungan kadar air :

a. Pucuk Segar

Massa awal : 10 gram

Oven 10 menit I : 2,2 gram

10 menit II : 1,9 gram

114

10 menit III : 1,8 gram

10 menit IV : 1,8 gram

Kadar air =

x 100 % = 82%

b. Bubuk Basah

Massa awal : 10 gram

Oven 10 menit I : 3,3 gram

10 menit II : 3,2 gram

10 menit III : 3,2 gram

Kadar air =

x 100 % = 68%

c. Bubuk Kering

Massa awal : 10 gram

Oven 10 menit I : 9,8 gram

10 menit II : 9,7 gram

10 menit III : 9,7 gram

Kadar air =

x 100 % = 3%

5.6 Analisis Perhitungan

a. Kadar air bubuk basah : 68%

Kadar air bubuk kering : 3%

Misal bubuk teh yang dikeringkan : 100 kg

b. Massa air dalam 100 kg bubuk basah

= 68% x 100 kg

= 68 kg

c. Massa padatan dalam 100 kg bubuk basah

= 100 kg – 68 kg

= 32 kg

d. Kadar air padatan dalam teh kering

115

= 100% - 3%

= 97%

e. Massa teh kering dari 100 kg bubuk basah

= 32 kg x (100% / 97%)

= 32,98 kg

f. Massa air dalam teh kering

= 3% x 32,98 kg

= 0,9894 kg

g. Jumlah air yang diuapkan dari 100 kg bubuk teh basah

= 68 kg – 0,9894 kg

= 67,01 kg air

Proses pengeringan di PT. Perkebunan Nusantara XII

(Persero) Kebun Kertowono berlangsung kurang lebih selama 8

jam per hari produksi. Dengan kapasitas 300 kg teh kering yang

dihasilkan per 20 menit, maka dapat dilakukan perhitungan

sebagai berikut.

8 jam produksi = 8 x 60 menit = 480 menit

Kapasitas per hari

=

x 300 kg = 7200 kg

Jadi, bubuk teh yang dihasilkan mesin pengeringan adalah

berkisar 7200 kg teh kering per hari produksi. Jumlah tersebut

merupakan jumlah bubuk teh sebelum disortasi yakni masih ada

partikel teh lain seperti fluff. Setelah disortasi, akan dilakukan

proses lebih lanjut yaitu seleksi bubuk teh sehingga akan

dipisahkan antara partikel teh yang baik dengan tea waste.

5.7 Masalah yang Terjadi Pada Proses Pengeringan

Beberapa masalah yang terjadi pada proses pengeringan teh

hitam CTC antara lain:

a. Case hardening, yaitu bagian luar partikel teh yang telah

kering tetapi bagian dalamnya masih basah. Teh akan terasa

116

soft dan cepat berjamur. Hal seperti ini disebabkan suhu

outlet terlalu tinggi terutama jika layuannya kurang.

b. Bakey, burnt, over fired (terbakar, gosong) disebabkan suhu

inlet yang terlalu tinggi.

c. Smokey (bau asap), disebabkan adanya kebocoran pada

bagian alat pemanas.

d. Teh kering kurang masak, hal ini dapat diketahui dengan

cara dicium dan diraba. Hal ini disebabkan terlalu tebalnya

pengisian dan terlalu pendeknya waktu pengeringan.

e. Banyak blow out, banyak bubuk teh yang jatuh di lantai luar

mesin. Hal ini disebabkan oleh terlalu besarnya volume

udara, berasal dari pucuk kasar, rusak, dan layuan yang

terlalu berat.

5.8 Pengendalian Mutu Pada Hasil dari Proses Pengeringan

Pengendalian mutu bubuk teh hasil pengeringan dilakukan

dengan uji cup test setiap 20 menit sekali. Hal ini dilakukan

untuk mengantisipasi adanya penyimpangan dalam proses

pengeringan. Penyimpangan yang terjadi misalnya bubuk teh

yang dihasilkan kurang matang maupun terlalu matang atau

gosong dan berbau asap. Penyimpangan tersebut diketahui dari

uji kenampakan, uji aroma, dan uji rasa teh.

Proses pengendalian mutu ini penting agar dapat dihasilkan

teh hitam dengan standar kualitas ekspor yang baik. Selain

dikemas untuk ekspor, teh hitam CTC ini juga dikemas secara

hilir di koperasi lokal PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero)

Kertowono dengan yang diberi merk dagang Teh Gajah

Kertowono, seperti terlihat pada Lampiran 11. Produk tersebut

dijual di koperasi-koperasi PT. Perkebunan Nusantara XII

(Persero).

117

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil kegiatan Praktek Kerja Lapang di PT.

Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono

Lumajang, dapat disimpulkan :

1. PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono

terletak di Desa Gucialit Kecamatan Gucialit Lumajang Jawa

Timur dengan hasil perkebunan terbesar adalah teh.

2. Jenis teh yang diproduksi oleh PT. Perkebunan Nusantara

XII (Persero) Kebun Kertowono adalah teh hitam dengan

sistem pengolahan secara CTC (Crushing, Tearing, Curling).

Proses pengolahan teh hitam CTC meliputi penerimaan

pucuk, pelayuan, turun layu/giling, penggilingan, oksidasi

enzimatis, pengeringan, sortasi, dan pengemasan.

3. Terdapat tiga jenis mutu teh yang diperoleh dari hasil

pengolahan yakni mutu I (BP1, PF1, PD1, dan D1), mutu II

(Fann, dan D2), serta mutu lokal (TW dan Fluff).

4. Proses pengeringan bubuk teh di PT. Perkebunan Nusantara

XII (Persero) dilakukan dengan mesin Vibro Fluid Bed Dryer

(VFBD). Kadar air yang dicapai pada proses pengeringan

adalah sebesar 2,8-3%. Berdasarkan hasil observasi, kadar

air pucuk segar adalah sebesar 82%, bubuk teh basah

sebesar 68%, dan bubuk teh kering sebesar 3%.

6.2 Saran

Pada saat penerimaan pucuk harus lebih ditingkatkan kehati-

hatiannya karena banyak pucuk memar sebelum masuk dalam

pelayuan dan analisa pucuk. Sanitasi alat maupun pekerja

hendaknya lebih diperhatikan di setiap proses pengolahan agar

sesuai dengan SOP yang ditentukan.

118

DAFTAR PUSTAKA

Alcazar. 2007. Differentiation Of Green, White, Black,

Oolong, and Pu-Erh Teas According to Their Free

Amino Acids Content. Journal of Agricultural and

Food Chemistry, v.55, n. 15, p. 5960-5. Available from

http://dx.doi.org /10.1021/jf070601a.

Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. 2012.

Mengenal 4 Macam Jenis Teh.

www.balitri.litbang.pertanian.go.id diakses 27 April

2015 16.34 WIB.

Damayanthi, Evi, C.M. Kusharto, R. Suprihatini, dan D.

Rohdiana. 2008. Studi Kandungan Katekin dan

Turunannya Sebagai Antioksidan Alami Serta

Karakteristik Organoleptik Produk Teh Murbei dan

Teh Camellia-Murbei. Media Gizi dan Keluarga, 32 (1):

95-103

Dias, T. R., Tomas, G., Teixeira, N. F., Alves, M. G., Oliveira, P.

F., & Silva, B. M. 2013. White Tea (Camellia Sinensis

(L.)): Antioxidant Properties and Beneficial Health

Effects.

Dulloo A.G., Seydoux J., Girardier L., Chantre P.,

Vandermander J. 2000. Green Tea and

Thermogenesis: Interactions Between Catechin-

Polyphenols, Caffeine and Sympathetic Activity. Int.

J. Obes. Relat. Metab. Disord., 24, 252–258.

119

Effendi, D.S., M. Syakir, M. Yusron, dan Wiratno. 2010.

Budidaya dan Pascapanen Teh. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perkebunan.

Friedman M., Jurgens H.S. 2000. Effect of pH on the Stability

of Plant Phenolic Compounds. J. Agric. Food Chem.,

48, 2101–2110.

Gramza, A., K. Pawlak-Lemañska, J. Korczak, E. Wsowicz, and

M. Rudzinska. 2005. Tea Extracts as Free Radical

Scavengers. Polish Journal of Environmental Studies

Vol. 14 No. 6: 861-867.

Hartoyo, Arif. 2003. Teh dan Khasiatnya Bagi Kesehatan:

Sebagai Tinjauan Ilmiah. Penerbit Kanisius.

Yogyakarta.

Jain, Jinesh C., and Tadakazu Takeo. 2007. A Review The

Enzyme Of Tea And Their Role In Tea Making.

Journal of Biochemistry, 8 (4): 243-279.

Kartisinghe, D. 1995. The Tri-CCC Fluid-Bed Tea Drier

Developed In Sri Lanka. The Research Institute of Sri

Lanka, Talawakele, Sri Lanka.

Kusumo, Yusuf P.J. 2010. Laporan Magang Industri

Pengolahan Teh Hitam di PT. Pagilaran (Quality

Control). Universitsa Sbelas Maret Surakarta.

Lee, Jeehyun, D.H. Chambers, E. Chambers., K. Adhikari., and

Y. Yoon. 2013. Volatile Aroma Compounds In

Various Brewed Green Teas. Molecules, 18, 10024-

10041.

120

Maulana, Mohamad. 2000. Identifikasi Permasalahan

Pengelolaan Mutu Teh Do Unit Usaha Perkebunan

Malabar PT Nusantara VIII Jawa Barat.

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/%2810%29%20soca

maulana- pengelln%20mutu%20teh%281%29.pdf pada

Rabu, 3 Maret 2010.

Milenkovic, Sanja M., J.B. Zvezdanovic, T.D. Andelkovic, and

D.Z. Markovic. 2012. The Identificaton Of Chlorophyll

and Its Derivatives In The Pigment Mixtures: HPLC-

Chromatography, Visible And Mass Spectroscopy

Studies. Advanced Technologies 1 (1): 16-24.

Natarajan, Kannan. 2009. Tannase: A tool instantaneous tea.

Current Biotica, 3 (1): 96-103

Ningrat, R.G.S. Soeria Danoe. 2006. Teknologi Pengolahan

Teh Hitam. ITB Press. Bandung.

Prawirosentono, Sulyadi. 2002. Filosofi Baru Tentang

Management Mutu Terpadu Total Quality

Management. Bumi Aksara. Jakarta.

Primanita, Asri Y. 2010. Laporan Magang Industri

Pengolahan Teh Tambi di PT. Perkebunan Teh

Tambi Wonosobo. Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Putratama, Muhammad S.W. 2009. Pengolahan Teh Hitam

Secara CTC di PT. Perkebunan Nusantara VIII,

Kebun Kertamanah Pangalengan – Bandung.

Laporan Kerja Praktek Program Studi Teknologi

Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta.

121

Setiawan, J. Dharma, Yulianto, M. Endy and F. Aifan.

2007. Model Perpindahan Panas Dan Massa Pada

Pengering Endless Chain Pressure (ECP) Untuk

Inaktivasi Enzim Polifenol Oksidase. Dokumentasi

Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Setyarini, L., dan Juju Juariah. 2013. Abstrak Hasil Penelitian

Pertanian Pascapanen Tanaman Perkebunan. Pusat

Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian.

Sujayanto, G., 2008. Khasiat Teh Untuk Kesehatan dan

Kecantikan. Flona Serial Oktober (I) : hal 34-38.

Sukardi dan Wahyu Gumilar. 2006. Kajian Kapasitas Lini

Pengolahan Industri Teh Hitam Ortodoks di PT.

Perkebunan Nusantara VIII Kebun Pasir Nangka

Cianjur. Jurnal Teknik Industri Pertanian, 20 (2): 110-

121.

Sukardi, M.H. Pulungan, dan K. Kurniawan. 2009. Perencanaan

Produksi Teh Instan Dengan Flavor Pepermin Skala

Rumah Tangga. Jurnal Teknologi Pertanian, 10 (2):

106-114.

Sukmawati, Pande P.A., Y. Ramona, dan N.P.E Leliqia. 2013.

Penetapan Aktivitas Antioksidan yang Optimal

Pada Teh Hitam Kombucha Lokal di Bali dengan

Variasi Waktu Fermentasi. Jurnal Universitas

Udayana: 25-29.

Syah, A., 2006, Taklukan Penyakit dengan Teh Hjau, Cet.1,

Agromedia Pustaka, Jakarta.

122

Temple, S.J., C.M. Temple, A.J.B van Boxtel, and M.N. Clifford.

2001. The Effect Of Drying On Black Tea Quality.

Journal of Science of Food and Agriculture, 81 (8): 764-

772.

Towaha, Juniaty. 2013. Kandungan Senyawa Kimia Pada

Daun Teh (Camellia sinensis). Warta Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Industri. 19 (3): 12-16.

Widayati. 2010. Fenomena dan Kecepatan Minimum (Umf)

Fluidisasi. Jurnal EKSERGI 10 (2) : 42-46.

Widyaningrum, Naniek. 2013. Epigallocatechin-3-Gallate Pada

Daun Teh Hijau Sebagai Anti Jerawat. Majalah

Faemasi dan Farmakologi 17 (3) : 95-98.

Wiyarti, Daru. 2013. Aktivitas Antibakteri Fraksi Metanol

Ekstrak Etanol Daun Teh Hijau (Camellia sinensis

(L.,) O.K) Terhadap Streptococcus mutans dan

Lactobacillus acidophilus Serta Bioautografinya.

Naskah Publikasi Fakultas Farmasi Universitas

Muhammadyah Surakarta.

LAMPIRAN

123

Lampiran 1. Layout pabrik teh Kebun Kertowono

W a

t

e

r

C h i l l e

r

Up

R .

Asah

Roll

OKSIDASI E

R .

PENGERINGAN

R . PENGGILINGAN

R . PENGEMASAN

PENYIMPANAN GUDANG

R . Ganti Pakaian

R .

SORTASI

KEBUN KERTOWONO

LAY OUT PABRIK TEH

124

Lampiran 2. Pabrik teh Kertowono tampak depan

125

Lampiran 3. Perumahan karyawan

126

Lampiran 4. Pemberian materi di kebun

127

Lampiran 5. Penimbangan pucuk di kebun

Lampiran 6. Foto bersama mandor petik dan pengemasan

128

Lampiran 7. Penataan uji inderawi

Lampiran 8. Kantor Afdeling Puring

129

Lampiran 9. Foto bersama astekpol

Lampiran 10. Suasana pagi hari kebun teh Kertowono

130

Lampiran 11. Teh Kertowono

No Kegiatan Bulan/Minggu ke-

Desember Januari Februari Maret April Mei

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penulisan dan konsultasi proposal

2 Penyerahan dan persetujuan proposal

3 Aktivitas lapang

a. Kondisi umum

b. Organisasi dan tenaga kerja

c. Proses produksi

d. Tugas khusus

4 Penulisan dan konsultasi laporan

5 Ujian

6 Revisi

7 Pengumpulan laporan

131

132

Lampiran 13. Log sheet kegiatan PKL

133

Lampiran 14. Kartu kendali pembimbing PKL