Proses Pengeringan Teh Hitam CTC di PTPN XII Kertowono Lumajang
Transcript of Proses Pengeringan Teh Hitam CTC di PTPN XII Kertowono Lumajang
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
PROSES PENGERINGAN BUBUK TEH PADA
PENGOLAHAN TEH HITAM CTC (CRUSHING,
TEARING, CURLING) DI PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN
KERTOWONO LUMAJANG JAWA TIMUR
Oleh
Amalia Shinta Dewi
NIM 125100601111014
JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
PROSES PENGERINGAN BUBUK TEH PADA PENGOLAHAN
TEH HITAM CTC DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII
(PERSERO) KEBUN KERTOWONO LUMAJANG,
JAWA TIMUR
Nama : Amalia Shinta Dewi
NIM : 125100601111014
Jurusan : Keteknikan Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Telah disetujui oleh :
Pembimbing Lapang, Dosen Pembimbing,
Yusuf Hendrawan, STP, M.App
N. Rizka Esbahtiari, STP Life Sc., Ph.D
Asisten Teknik & Pengolahan NIP. 19810516 200312 1 002
Mengetahui:
Ketua Jurusan, Dosen Penguji,
Dr.Ir. J.Bambang Rahadi W.,MS Dr.Ir. Anang Lastriyanto,M.Si
NIP.19560205 198503 1 003 NIP.19621004 199002 1 001
iii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
PROSES PENGERINGAN BUBUK TEH PADA PENGOLAHAN
TEH HITAM CTC DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII
(PERSERO) KEBUN KERTOWONO LUMAJANG,
JAWA TIMUR
Nama : Amalia Shinta Dewi
NIM : 125100601111014
Jurusan : Keteknikan Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Telah disetujui oleh :
Mengetahui:
Ketua Jurusan, Dosen Pembimbing,
Yusuf Hendrawan,STP,M.App
Dr.Ir.J.Bambang Rahadi W.,MS Life Sc., Ph.D
NIP. 19560205 198503 1 003 NIP. 19810516 200312 1 002
Tanggal persetujuan : Tanggal persetujuan :
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktek Kerja Lapang yang berjudul “Proses Pengeringan
Bubuk Teh Pada Pengolahan Teh Hitam CTC (Crushing,
Tearing, Curling) di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero)
Kebun Kertowono Lumajang Jawa Timur” ini dengan baik. Untuk
itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. J. Bambang Rahadi W., MS selaku Ketua Jurusan
Keteknikan Pertanian Universitas Brawijaya.
2. Yusuf Hendrawan, STP, M. App. Life Sc., Ph. D selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penulisan
laporan Praktek Kerja Lapang ini.
3. Dr. Ir. Anang Lastriyanto, M.Si selaku dosen penguji yang
telah memberikan masukan untuk penulis.
4. Bapak Budi Karyono selaku manajer PTPN XII (Persero)
Kebun Kertowono Lumajang, terima kasih atas kesempatan
Praktek Kerja Lapang yang diberikan kepada penulis.
5. Ir. Agus Dwi Wahyudi selaku manajer PTPN XII (Persero)
Wilayah III Malang, terima kasih atas ijin Praktek Kerja
Lapang di PTPN XII (Persero).
6. N. Rizka Esbahtiari, STP selaku asisten teknik dan
pengolahan dan Bapak Heru selaku asisten tanaman di
PTPN XII (Persero) Kebun Kertowono sekaligus pembimbing
lapang, terima kasih atas bimbingannya selama penulis
berada di lokasi Praktek Kerja Lapang.
7. Bapak Anut Budiantono dan Bu Tina, terima kasih atas
fasilitas yang diberikan selama penulis berada di lokasi
Praktek Kerja Lapang.
8. Seluruh staf dan karyawan di Afdeling Puring dan di pabrik
pengolahan teh PTPN XII (Persero) Kebun Kertowono,
terima kasih atas bimbingannya.
v
9. Seluruh warga di lingkungan KKP 01, terima kasih atas
keramahan dan kenyamanan yang diberikan selama penulis
tinggal untuk menjalankan Praktek Kerja Lapang.
10. Teman-teman seperjuangan selama Praktek Kerja Lapang,
Rizki Ayu Febriana, Ida Laili Ichsanti, dan Linda Luvi
Nurwindi, terima kasih atas kerja sama dan
kebersamaannya.
11. Seluruh teman-teman Jurusan Keteknikan Pertanian, Teknik
Bioproses, khususnya teman-teman TBP Kelas K, terima
kasih atas kekompakannya selama ini.
12. Seluruh pihak yang terlibat dalam penulisan laporan Praktek
Kerja Lapang ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu.
Malang, Mei 2015
Penulis
vi
ABSTRAK
PROSES PENGERINGAN BUBUK TEH PADA PENGOLAHAN
TEH HITAM CTC (CRUSHING, TEARING, CURLING) DI PT.
PERKEBUNAN NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN
KERTOWONO LUMAJANG JAWATIMUR
Oleh
Amalia Shinta Dewi
NIM 125100601111014
PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) merupakan
perusahaan yang termasuk lingkup BUMN yang mengolah
berbagai macam komoditas antara lain kopi, kakao, karet, dan
teh. Salah satu perusahaan yang mengolah teh hitam secara
CTC (Crushing, Tearing, Curling) adalah PT. Perkebunan
Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono yang terletak di Desa
Gucialit Kecamatan Gucialit Lumajang Jawa Timur. Proses
pengolahan yang dilakukan antara lain pemetikan pucuk,
penerimaan pucuk, pelayuan, turun layu/giling, penggilingan,
oksidasi enzimatis, pengeringan, sortasi, pengemasan,
penyimpanan sementara dan atau pengemasan produk hilir.
Salah satu proses yang sangat penting adalah pengeringan
yang bertujuan untuk mengurangi kadar air. Pengeringan bubuk
teh dilakukan oleh mesin pengering Vibro Fluid Bed Dryer
(VFBD). Pada VFBD, suhu pemasukan (inlet) adalah sebesar
110-150oC (T6), suhu keluar (outlet) sebesar 80-90oC (T5), dan
ketebalan hamparan 40-45oC (T3). Faktor yang mempengaruhi
pengeringan yaitu suhu pengeringan, lama proses pengeringan,
volume udara, kecepatan aliran udara, dan kelembaban udara.
Kata kunci : PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun
Kertowono Lumajang, Teh Hitam CTC, Pengeringan Teh Hitam.
vii
DAFTAR ISI
SAMPUL ................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................ vii
DAFTAR TABEL ..................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................. 4
2.1 Tinjauan Umum Bahan Baku .............................................. 4
2.1.1 Tanaman Teh ................................................................... 4
2.1.2 Kandungan Teh ............................................................... 5
2.1.2.1 Fenol ............................................................................. 5
2.1.2.2 Bukan Fenol .................................................................. 6
2.1.2.3 Senyawa Aromatis ........................................................ 9
2.1.2.4 Enzim .......................................................................... 10
2.1.3 Manfaat Teh ................................................................... 10
2.2 Tinjauan Umum Pengolahan Teh ...................................... 12
2.2.1 Pengolahan Teh Secara Umum ..................................... 12
2.2.2 Klasifikasi Teh Berdasarkan Jenis Pengolahan .............. 12
2.2.3 Proses Pengolahan Teh Hitam CTC .............................. 14
2.2.4 Tinjauan Proses Pengeringan Teh Hitam CTC ............... 19
BAB III METODE PELAKSANAAN ........................................ 22
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................ 22
viii
3.2 Metode Pengumpulan Data dan Informasi ......................... 22
3.3 Materi Praktek Kerja Lapang ............................................. 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................... 24
4.1 Gambaran Umum Perusahaan .......................................... 24
4.1.1 Sejarah Umum Perusahaan ............................................ 25
4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan ............................................... 25
4.1.3 Letak Geografis Perusahaan .......................................... 27
4.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan ..................................... 28
4.1.5 Ketenagakerjaan ............................................................. 31
4.1.5.1 Klasifikasi Tenaga Kerja .............................................. 31
4.1.5.2 Hak dan Kewajiban Karyawan ..................................... 32
4.1.5.3 Kesejahteraan Karyawan ............................................. 33
4.1.5.4 Kesehatan dan Keselamatan Kerja .............................. 34
4.2 Aspek Teknologi Pertanian ................................................ 35
4.2.1 Penyediaan Bahan Baku ................................................ 35
4.2.1.1 Pembibitan ................................................................... 35
4.2.1.2 Penanaman ................................................................. 36
4.2.1.3 Pemeliharaan ............................................................... 37
4.2.1.4 Pemetikan .................................................................... 40
4.2.2 Proses Pengolahan Teh Hitam CTC ............................... 44
4.2.2.1 Penerimaan Pucuk ...................................................... 45
4.2.2.2 Pelayuan dan Turun layu/giling .................................... 47
4.2.2.3 Penggilingan ................................................................ 50
4.2.2.4 Oksidasi Enzimatis....................................................... 53
4.2.2.5 Pengeringan ................................................................ 55
4.2.2.6 Sortasi ......................................................................... 57
4.2.2.7 Uji Inderawi .................................................................. 60
4.2.2.8 Pengemasan................................................................ 62
4.3 Alat dan Mesin Pengolahan Teh Hitam CTC ...................... 65
4.3.1 Penerimaan Pucuk ......................................................... 65
4.3.1.1 Monorail Conveyor ....................................................... 65
4.3.2 Pelayuan dan Turun Layu ............................................... 67
4.3.2.1 Withering trough .......................................................... 67
ix
4.3.2.2 Green Leaf Shifter ....................................................... 68
4.3.3 Penggilingan .................................................................. 70
4.3.3.1 Rotorvane ................................................................... 70
4.3.3.2 Triplex Roll CTC .......................................................... 71
4.3.3.3 Googie ........................................................................ 73
4.3.4 Oksidasi Enzimatis ......................................................... 75
4.3.4.1 Continous Fermenting Unit .......................................... 75
4.3.4.2 Humidifier .................................................................... 77
4.3.5 Pengeringan ................................................................... 78
4.3.5.1 Vibro Fluid Bed Dryer .................................................. 78
4.3.6 Sortasi ............................................................................ 80
4.3.6.1 Vibro Jumbo Extractor ................................................. 80
4.3.6.2 Holding Tank ............................................................... 81
4.3.6.3 Midletone (Bubble tray) ............................................... 81
4.3.6.4 Trinick ......................................................................... 82
4.3.6.5 Andrew Breaker .......................................................... 84
4.3.7 Pengemasan .................................................................. 85
4.3.7.1 Peti Miring ................................................................... 85
4.3.7.2 Pre-Packer .................................................................. 85
4.3.7.3 Tea Bulker ................................................................... 86
4.3.7.4 Tea Packer .................................................................. 86
4.3.7.5 Packer Vibrator ........................................................... 87
4.4 Standard Operating Procedure (SOP) ............................... 88
4.4.1 Penerimaan Pucuk ......................................................... 88
4.4.2 Pelayuan ........................................................................ 89
4.4.3 Penggilingan dan Oksidasi Enzomatis ........................... 90
4.4.4 Pengeringan ................................................................... 91
4.4.5 Sortasi ............................................................................ 92
4.4.6 Pengemasan .................................................................. 94
4.4.7 Papersack ...................................................................... 96
4.4.8 Gudang Penyimpanan Sementara Produksi................... 97
4.4.9 Pengiriman Produksi ...................................................... 97
4.5 Sanitasi Perusahaan ......................................................... 98
4.5.1 Sanitasi Pabrik ............................................................... 98
x
4.5.2 Sanitasi Alat dan Mesin Pengolahan ............................... 99
4.5.2.1 Sanitasi Mesin dan Area Penerimaan Pucuk ............... 99
4.5.2.2 Sanitasi Mesin dan Area Pelayuan ............................ 100
4.5.2.3 Sanitasi Mesin dan Area Pengolahan Basah ............. 100
4.5.2.4 Sanitasi Mesin dan Area Pengeringan ....................... 101
4.5.2.5 Sanitasi Mesin dan Area Sortasi ................................ 102
4.5.2.6 Sanitasi Mesin dan Area Pengemasan ...................... 102
4.5.2.7 Sanitasi Gudang Penyimpanan .................................. 103
4.5.3 Sanitasi Pekerja ............................................................ 103
4.5.4 Limbah .......................................................................... 104
4.5.4.1 Limbah Padat............................................................. 104
4.5.4.2 Limbah Cair ............................................................... 104
BAB V TUGAS KHUSUS ...................................................... 106
5.1 Definisi Proses Pengeringan ............................................ 106
5.2 Tujuan Proses Pengeringan ............................................ 106
5.3 Mesin Pengering Vibro Fluid Bed Dryer ........................... 107
5.3.1 Fluidisasi Pada Vibro Fluid Bed Dryer ........................... 108
5.3.2 Bagian-bagian Mesin Vibro Fluid Bed Dryer ................. 109
5.3.3 Prinsip Kerja Mesin Vibro Fluid Bed Dryer .................... 111
5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengeringan .. 111
5.4.1 Suhu Pengeringan ........................................................ 111
5.4.2 Lama Proses Pengeringan ........................................... 112
5.4.3 Volume Udara ............................................................... 112
5.4.4 Kecepatan Aliran Udara ................................................ 112
5.4.5 Kelembaban Udara ....................................................... 113
5.5 Pengujian Kadar Air ......................................................... 113
5.6 Analisis Perhitungan ........................................................ 114
5.7 Masalah yang Terjadi Pada Proses Pengeringan ............ 115
5.8 Pengendalian Mutu Pada Hasil dari Proses Pengeringan 116
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 118
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan pengolahan teh Ortodoks dan CTC ....... 15
Tabel 2.2 Perbedaan mesin pengering ECP dan FBD ............ 20
Tabel 4.1 Klasifikasi mutu teh setelah sortasi .......................... 59
Tabel 4.2 Densitas mutu teh dan isi tiap papersack ................ 65
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pucuk daun teh ...................................................... 4
Gambar 2.2 Perkebunan teh ...................................................... 4
Gambar 4.1 Logo PTPN XII (Persero) ..................................... 24
Gambar 4.2 Pemetikan manual ............................................... 42
Gambar 4.3 Pemetikan mesin manual ..................................... 42
Gambar 4.4 Pucuk peko .......................................................... 43
Gambar 4.5 Pucuk burung dan lembaran muda ...................... 43
Gambar 4.6 Rumus petikan ..................................................... 44
Gambar 4.7 Skema proses pengolahan teh hitam CTC di PT.
Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono
Lumajang ................................................................................. 44
Gambar 4.8 Penerimaan pucuk dan penimbangan pucuk ....... 46
Gambar 4.9 Pengangkutan pucuk dengah monorail ................ 46
Gambar 4.10 Analisa pucuk..................................................... 47
Gambar 4.11 Proses pelayuan ................................................ 48
Gambar 4.12 Proses pembalikan............................................. 48
Gambar 4.13 Proses turun layu/giling ...................................... 50
Gambar 4.14 Penggilingan dari Rotorvane .............................. 51
Gambar 4.15 Proses penggilingan ........................................... 51
Gambar 4.16 Penangkapan serat oleh Googie ........................ 52
Gambar 4.17 Bubuk teh basah setelah melalui Googie (a) dan
serat yang ditangkap oleh Googie ........................................... 53
Gambar 4.18 Skema proses oksidasi enzimatis (a) dan skema
degradasi klorofil (b) ................................................................ 54
Gambar 4.19 Proses oksidasi enzimatis .................................. 55
Gambar 4.20 Proses pengeringan dengan VFBD .................... 56
Gambar 4.21 Skema proses sortasi bubuk teh ........................ 58
Gambar 4.22 Proses sortasi .................................................... 59
Gambar 4.23 Uji inderawi ........................................................ 61
Gambar 4.24 Proses pengemasan .......................................... 63
Gambar 4.25 Penyusunan chop (a) dan tumpukan chop (b) .... 64
xiii
Gambar 4.26 Monorail conveyor ............................................. 66
Gambar 4.27 Withering trough ................................................ 68
Gambar 4.28 Green Leaf Shifter ............................................. 69
Gambar 4.29 Rotorvane .......................................................... 70
Gambar 4.30 Rotorvane dan bagian-bagiannya ...................... 71
Gambar 4.31 Triplex Roll CTC Machine .................................. 72
Gambar 4.32 Roll CTC 1 (a), Roll CTC 2 (b), dan Roll CTC 3 (c)
............................................................................................... 73
Gambar 4.33 Googie .............................................................. 74
Gambar 4.34 Continous Fermenting Unit ................................ 76
Gambar 4.35 Humidifier .......................................................... 77
Gambar 4.36 Vibro Fluid Bed Dryer ........................................ 79
Gambar 4.37 Vibro Jumbo Extractor ....................................... 81
Gambar 4.38 Holding Tank ..................................................... 81
Gambar 4.39 Midleton ............................................................ 82
Gambar 4.40 Trinick 1 (a) dan Trinick 2 (b) ............................. 83
Gambar 4.41 Trinick tampak samping ..................................... 84
Gambar 4.42 Andrew Breaker ................................................. 84
Gambar 4.43 Peti miring / Tea Bin .......................................... 85
Gambar 4.44 Tea Bulker ......................................................... 86
Gambar 4.45 Tea Packer ........................................................ 87
Gambar 4.46 Packer Vibrator.................................................. 87
Gambar 5.1 Mesin Vibro Fluid Bed Dryer yang digunakan di PT.
Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kertowono .................. 107
Gambar 5.2 Gambaran fenomena fluidisasi .......................... 109
Gambar 5.3 Vibro Fluid Bed Dryer dan bagiannya ................ 110
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Layout pabrik teh Kertowono ........................... 123
Lampiran 2 Pabrik teh Kertowono tampak depan ............... 124
Lampiran 3 Perumahan karyawan ...................................... 125
Lampiran 4 Pemberian materi di kebun .............................. 126
Lampiran 5 Penimbangan pucuk di kebun .......................... 127
Lampiran 6 Foto bersama mandor petik dan pengemasan . 127
Lampiran 7 Penataan uji inderawi ...................................... 128
Lampiran 8 Kantor Afdeling Puring ..................................... 128
Lampiran 9 Foto bersama astekpol .................................... 129
Lampiran 10 Suasana pagi hari di kebun teh Kertowono ..... 129
Lampiran 11 Teh Kertowono ................................................ 130
Lampiran 12 Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Lapang ........... 131
Lampiran 13 Log sheet kegiatan PKL .................................. 132
Lampiran 14 Kartu kendali pembimbing PKL ....................... 133
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat dituntut
untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat kepada
masyarakat luas. Oleh karena itu, agar dapat terjun dan
mengkomunikasikan kepada masyarakat luas, setiap
mahasiswa dituntut untuk lebih mengenal, mengerti, dan
menguasai seluk beluk serta memiliki ketrampilan yang sesuai
dengan bidang yang ditekuni.
Seiring besarnya tuntutan dan persaingan di dunia kerja,
maka mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan baik yang
bersifat teknis maupun praktis sesuai dengan bidangnya. Maka
dari itu Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
mewajibkan para mahasiswa untuk melaksanakan program
Praktek Kerja Lapang (PKL) sebagai sarana pelatihan sekaligus
menjadi salah satu syarat dalam meraih gelar sarjana strata-1.
Dengan melakukan praktek kerja lapang diharapkan dapat
menambah wawasan mahasiswa tentang ilmu pengetahuan dan
teknologi secara aplikatif, menemukan keterkaitan antara teori
perkuliahan dengan praktek. Oleh karena itu, mahasiswa
sebagai calon tenaga kerja yang profesional diwajibkan untuk
melaksanakan Praktek Kerja Lapang sebagai sarana latihan
dalam mengaplikasikan ilmu dan keterampilan serta
membandingkannya dengan kenyataan yang dijumpai di lapang.
PT. Perkebunan Nusantara XII merupakan salah satu
perusahaan BUMN yang bergerak dalam bidang perkebunan.
Dalam hal ini PT. Perkebunan Nusantara XII membudidayakan
banyak jenis tanaman antara lain tanaman teh yang diyakini
akan memiliki daya saing yang sangat tinggi. Salah satu
perusahaan BUMN yang yang telah menerapkan teknologi
dalam pengolahan teh adalah PT. Perkebunan Nusantara XII
2
yang berada di Kertowono, Lumajang. Sebagai perusahaan
yang memproduksi teh dalam skala besar pasti memiliki
berbagai jenis proses dan sistem pemrosesan yang memiliki
kaitan dengan materi-materi yang diberikan dalam perkuliahan
di Jurusan Keteknikan Pertanian. Dengan demikian, diharapkan
bahwa Praktek Kerja Lapang di PT Perkebunan Nusantara XII
twilayah Kertowono, Lumajang akan sangat menunjang
perluasan wawasan dan pengaplikasian ilmu keteknikan
pertanian di dunia industri secara nyata.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah
sebagai berikut :
1.2.1 Tujuan Umum
1. Sebagai sarana studi banding antara ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama perkuliahan dengan teknologi yang
diterapkan di lapang.
2. Melatih mahasiswa untuk bekerja mandiri di lapang sekaligus
berlatih untuk menyesuaikan diri dengan kondisi di lapang
pekerjaan yang nantinya akan ditekuni.
3. Memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
jenjang pendidikan tingkat sarjana S1 di Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Brawijaya.
4. Menambah pengalaman dan pengetahuan mahasiswa
mengenai kondisi nyata di lingkungan kerja serta mengetahui
permasalahan-permasalahan beserta alternatif
penyelesaiannya.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui secara umum kondisi pabrik teh, dan proses
produksi di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun
Kertowono, Lumajang.
3
2. Mempelajari aspek-aspek keteknikan pertanian yang meliputi
bahan baku, proses produksi, pemasaran, serta penerapan
teknologi terutama peralatan-peralatan yang digunakan di
pabrik.
3. Mempelajari proses pengeringan dan mesin yang digunakan
untuk proses pengeringan pada pengolahan teh hitam CTC
di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun
Kertowono, Lumajang.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Bahan Baku
2.1.1 Tanaman Teh
Tanaman teh merupakan tanaman tahunan yang diberi nama
seperti : Camellia theifera, Thea sinensis, Camellia thea, dan
Camellia sinensis. Tanaman teh terdiri dari banyak spesies yang
tersebar di Asia Tenggara, India, Cina Selatan, Laos Barat Laut,
Muangthai Utara, dan Burma.
Gambar 2.1 Pucuk daun teh Gambar 2.2 Perkebunan teh
Menurut Effendi dkk (2010), sistematika tanaman teh terdiri
dari :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Dycotyledonae
Ordo : Guttiferales
Famili : Theaceae
5
Genus : Camellia
Spesies : Camellia sinensis L.
Varietas : Sinensis dan Asamika
Tanaman teh (Camellia sinensis) merupakan tanaman asli
yang berasal dari kawasan Asia Tenggara. Kini tanaman teh
telah ditanam di lebih dari 30 negara. Tanaman teh diolah pucuk
daunnya seperti pada Gambar 2.1 untuk menjadi minuman yang
sangat populer di dunia. Bahkan kepopuleran teh menduduki
peringkat kedua setelah air putih sebagai minuman di dunia
yang paling sering dikonsumsi.
Tanaman teh dapat tumbuh hingga ketinggian antara 6
hingga 9 meter. Namun untuk keperluan perkebunan (Gambar
2.2), tanaman teh hanya ditumbuhkan setinggi 1 meter dengan
cara pemangkasan secara berkala untuk memudahkan
pemetikan. Tanaman teh dapat tumbuh dengan baik pada
temperatur 10-30oC di daerah yang curah hujannya sekitar 2000
mm per tahun dengan ketinggian 600-2000 mdpl (Primanita,
2010).
2.1.2 Kandungan Teh
Kandungan senyawa kimia di dalam teh secara umum
terkandung dalam daunnya. Komposisi kimia di dalam daun teh
diklasifikasikan ke dalam empat kelompok besar yakni golongan
fenol, golongan bukan fenol, golongan senyawa aromatis, dan
enzim (Towaha, 2013). Berikut ini akan dijelaskan mengenai
empat golongan tersebut.
2.1.2.1 Fenol
Golongan fenol yang terdapat dalam daun teh ada dua, yakni
senyawa katekin dan flavanol.
a. Katekin
Katekin merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam
golongan flavonoid. Katekin memiliki sifat antioksidan karena
6
adanya dua gugus fenol dan satu gugus dihidropiran.
Senyawa ini sering juga disebut sebagai polifenol karena
memiliki lebih dari satu gugus fenol dalam strukturnya.
Katekin dalam daun teh tersusun sebagai senyawa katekin
(C), epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG), epigalokatekin
(EGC), epigalokatekin galat (EGCG), dan galokatekin (GC)
(Widyaningrum, 2013).
Katekin pada daun teh segar berkisar antara 13,5% - 31%
(Towaha, 2013). Selain sebagai antioksidan, senyawa
katekin berperan dalam menentukan sifat pada seduhan teh
seperti warna, rasa, dan aroma karena reaksinya dengan
senyawa lain seperti kafein, protein, peptida, ion Cu, dan
siklodekstrin. Pada pengolahan teh hitam dan teh oolong,
katekin akan terurai menjadi theaflavin dan thearubigin.
Theaflavin berperan dalam memberikan warna kuning dan
thearubigin berperan memberi warna merah kecoklatan
(Damayanthi dkk, 2008).
b. Flavanol
Flavanol pada daun teh meliputi senyawa kaemferol,
kuarsetin, dan mirisetin dengan kandungan 3-4% dari berat
kering (Wiyarti, 2013). Senyawa flavanol merupakan salah
satu jenis antioksidan dalam teh yang mempunyai
kemampuan mengikat logam. Flavanol kurang disebut
sebagai penentu kualitas teh, akan tetapi flavanol memiliki
aktivitas yang dapat menguatkan dinding pembuluh darah
kapiler dan memicu pengumpulan vitamin C (Towaha, 2013).
2.1.2.2 Bukan Fenol
Golongan bukan fenol yang terdapat dalam daun teh ada
sembilan jenis, yakni karbohidrat, pektin, alkaloid, protein dan
asam-asam amino, klorofil, asam organik, resin, vitamin, dan
mineral.
a. Karbohidrat
7
Daun teh segar mengandung karbohidrat sebesar 3-5%
dari berat kering daun yang meliputi sukrosa, glukosa, dan
fruktosa (Towaha, 2013). Karbohidart berperan dalam
reaksinya dengan asam-asam amino dan katekin pada
proses pengolahan teh. Pada suhu tinggi, reaksi karbohidrat
dengan senyawa lain dalam teh akan membentuk senyawa
aldehid yang memberikan aroma karamel, bunga, madu, dan
sebagainya (Wiyarti, 2013).
b. Pektin
Pektin yang terkandung dalam daun teh berkisar antara
4,9-7,6% dari berat kering daun, yang terdiri dari pektin dan
asam pektat (Towaha, 2013). Selama proses pengolahan,
pektin akan terurai menjadi asam pektat dan metil alkohol
dan menguap ke udara. Sedangkan sebagian akan menjadi
senyawa ester sebagai pembentuk karena reaksinya dengan
asam organik. Dalam suasana asam, asam pektat akan
membentuk gel yang berfungsi mempertahankan bentuk
gulungan daun teh setelah digiling serta mengendalikan
proses oksidasi enzimatis (Prawirosentono, 2002).
c. Alkaloid
Senyawa alkaloid dalam daun teh terkandung sekitar 3-
4% dari berat kering daun teh yakni senyawa kafein,
theobromin, dan theofolin (Towaha, 2013). Alkaloid berperan
dalam menentukan kualitas teh, salah satunya adalah
tentang sifat menyegarkan dari seduhan teh yakni
kandungan kafein. Senyawa kafein tidak terurai selama
proses pengolahan, namun kafein ini bereaksi dengan
katekin dan membentuk senyawa yang menentukan
kesegaran (briskness) dari seduhan teh (Friedman dan
Jurgens, 2000).
d. Protein dan asam-asam amino
Komponen protein dalam daun teh berperan dalam
pembentukan aroma terutama pada teh hitam. Pada proses
pelayuan, protein terurai menjadi asam amino, kemudian
8
asam amino bersama dengan karbohidrat dan katekin
membentuk senyawa aromatis berupa hidrokarbon, alkohol,
aldehid, keton, dan ester. Beberapa asam amino yang
berperan dalam pembentukan senyawa aromatis antara lain
alanin, fenil alanin, valin, leusin, dan isoleusin.
Asam amino L-theanin disebut sebagai senyawa yang
mendorong terbentuknya gelombang α di dalam otak yang
dapat memberikan perasaan tenang dan menurunkan
ketegangan setelah meminumnya (Maulana, 2000). Adapun
kandungan protein dan asam amino bebas pada daun teh
berkisar antara 1,4-5% dari berat kering daun (Towaha,
2013).
e. Klorofil dan zat warna lain
Salah satu unsur penentu kualitas teh hijau adalah
warnanya, sehingga klorofil sangat berperan dalam memberi
warna hijau pada teh hijau. Kandungan zat warna dalam
daun teh sekitar 0,019% dari berat kering daun. Dalam
proses oksidasi enzimatis, klorofil yang berwarna hijau
mengalami penguraian menjadi feofitin yang berwarna hitam
sebagai warna untuk teh hitam. Adapun sebagian zat warna
karotenoid akan teroksidasi menjadi substansi yang mudah
menguap yang terdiri dari aldehid dan keton tak jenuh yang
berperan dalam aroma seduhan teh. Sedangkan sebagian
lain kerotenoid akan berperan dalam memberi warna kuning
jingga (Towaha, 2013).
f. Asam organik
Adapun kandungan asam organik dalam daun teh
berkisar antara 0,5-2% dari berat kering teh (Towaha, 2013).
Beberapa jenis asam organik yang terkandung dalam daun
teh antara lain asam malat, asam sitrat, asam suksinat, dan
asam oksalat. Pada proses pengolahan teh, asam organik
akan bereaksi dengan metil alkohol yang akan membentuk
senyawa ester yang memiliki aroma khas (Gramza et al,
2005).
9
g. Resin
Resin merupakan senyawa polimer rantai karbon, dengan
kandungan sekitar 3% dari berat kering daun teh. Peran resin
pada pengolahan teh adalah memberi kontribusi dalam
membentuk aroma teh. Selain itu, resin berperan untuk
meningkatkan daya tahan daun teh terhadap embun
(Towaha, 2013).
h. Vitamin
Beberapa jenis vitamin dalam daun teh antara lain vitamin
A, B1, B2, B3, B5, C, E, dan K. Vitamin sangat peka terhadap
proses oksidasi enzimatis dan suhu yang tinggi. Oleh karena
itu kandungan vitamin pada teh hijau lebih tinggi daripada teh
hitam. Kandungan vitamin dalam secangkir teh hijau berkisar
antara 100-200 IU dan vitamin K sekitar 300-500 IU (Towaha,
2013). Teh hijau mengandung vitamin B sepuluh kali lebih
banyak dibandingkan sayur dan serealia. Selain itu,
kandungan vitamin C dalam teh dilansir lebih tinggi daripada
buah apel dan tomat (Dulloo et al, 2000).
i. Mineral
Kandungan mineral dalam teh berkisar antara 4-5% dari
berat kering daun teh. Beberapa jenis mineral yang
terkandung antara lain K, Na, Mg, Ca, F, Zn, Mn, Cu, dan Se.
Mineral F merupakan mineral yang terjandung paling tinggi.
Mineral berfungsi untuk mempertahankan dan menguatkan
gigi agar terhindar dari karies gigi (Towaha, 2013).
2.1.2.3 Senyawa Aromatis
Salah satu sifat penting yang menentukan kualitas teh
adalah aroma. Aroma yang dimiliki oleh teh berhubungan
dengan substansi aromatis yang secara alami terkandung
maupun yang terbentuk sebagai hasil reaksi biokimia dalam
proses pengolahan teh. Substansi aromatis yang terkandung
dalam teh adalah senyawa volatile atau mudah menguap.
Senyawa aromatis yang secara alami terkandung dalam teh
10
antara lain linalool, linalool oksida, pfhenuetanol, geraniol, benzil
alkohol, metil salisilat, n-heksanal, dan cis-3-heksenol (Lee et al,
2013).
2.1.2.4 Enzim
Dalam daun teh terkandung berbagai macam enzim
diantaranya enzim invertase, amilase, β-glukosidase,
oksimetilase, protease, dan peroksidase. Enzim-enzim tersebut
berperan sebagai biokatalisator pada setiap reaksi biokimia
yang terjadi selama proses pengolahan teh (Jain and Tadakazu,
2007). Salah satu enzim yang juga penting adalah enzim
polifenol oksidase, dimana enzim ini yang mengawali terjadinya
reaksi oksidasi enzimatis yakni pada proses oksidasi katekin.
Enzim polifenol terkandung dalam kloroplas sedangkan katekin
terkandung dalam vakuola, sehingga pada proses penggilingan,
sel akan hancur, begitupun vakuola dan kloroplas hancur,
sehingga katekin dapat keluar dan bertemu dengan enzim
polifenol (Natarajan, 2009).
Enzim-enzim lainnya yang terkandung dalam daun teh yang
menentukan sifat spesifik teh hitam adalah enzim pektase dan
klorofilase. Enzim pektase berperan aktif dalam reaksi
perubahan pektin. Sedangkan enzim klorofilase berperan
penting dalam perubahan biokimia klorofil selama reaksi
oksidasi enzimatis (Milenkovic et al, 2012).
2.1.3 Manfaat Teh
Teh mengandung antioksidan yang berperan untuk
menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh. Baik
teh hitam, teh hijau, teh oolong, maupun teh putih, semuanya
memiliki manfaat yang baik untuk tubuh. Salah satunya karena
adanya kandungan kefein yang memberikan perasaan tenang
dan segar setelah meminumnya.
Teh hitam berperan sebagai immunostimulator dan
pengahambat zat karsinogenik pada rongga mulut. Hal ini
11
tampak pada perbedaan jumlah sel kanker yang mengalami
nekrosis. Di samping itu, pada perokok yang juga peminum teh,
ditemukan jumlah perubahan morfologi dysplasia sel epitel
mukosa rongga mulut yang relatif lebih sedikit jika
dibbandingkan dengan perokok yang buka peminum teh
(Hartoyo, 2003).
Menurut Syah (2006), teh hijau memiliki berbagai manfaat
yakni khasiatnya untuk mengurangi risiko kanker, antara lain
kanker perut, kanker payudara, kanker kandungan, kanker
prostat, dan kanker rongga mulut. Selain itu, beberapa khasiat
teh hijau untuk kesehatan dan kebugaran tubuh antara lain
sebagai berikut :
a. Menurunkan kadar kolesterol
b. Mencegah tekanan darah tinggi
c. Membunuh bakteri
d. Membunuh virus influenza
e. Mengurangi stres
f. Melangsingkan tubuh
g. Menurunkan kadar gula darah
h. Mencegah pengeroposan gigi
i. Meningkatkan kekebalan tubuh
j. Menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler
Selain khasiat dalam kesehatan tubuh, teh hijau memiliki
manfaat untuk kecantikan wajah. Daun teh hijau mengandung
senyawa epigalokatekin-3-galat (EGCG) paling tinggi
dibandingkan teh oolong dan teh hitam. Berdasarkan hasil
penelitian oleh Widyaningrum (2013), EGCG dalam daun teh
hijau dapat mengurangi sebum dalam kelenjar sebasea,
membunuh bakteri jerawat, dan bersifat antiinflamasi. Cara kerja
EGCG dalam mengurangi jerawat adalah dengan memodulasi
jalur sinyal AMPK-SREBP-1, mengurangi inflamasi dengan
menekan jalur NF-kB dan AP-1. Oleh karena itu, berdasarkan
cara kerja tersebut dan prinsip pengobatan jerawat, EGCG yang
12
terkandung dalam daun teh hijau dapat dijadikan sebagai
alternatif pengobatan jerawat.
2.2 Tinjauan Umum Pengolahan Teh
2.2.1 Pengolahan Teh Secara Umum
Proses pengolahan teh merupakan suatu metode yang
diterapkan pada pucuk daun teh yang melibatkan beberapa
tahapan. Dalam bentuknya yang paling umum, proses
pengolahan teh melibatkan reaksi oksidasi terhadap pucuk
daun, penghentian oksidasi, pembentukan aroma khas teh, dan
pengurangan kadar air dengan pengeringan. Dari tahapan ini,
derajat oksidasi memainkan peranan penting untuk menentukan
rasa teh (Kusumo, 2010).
Proses pengolahan teh tergantung pada jenis teh yang ingin
dihasilkan. Misalnya ingin membuat teh hitam, maka ada
serangkaian proses yang harus dilakukan, antara lain pelayuan,
penggilingan, fermentasi (oksidasi enzimatis), pengeringan,
hingga sortasi (Sukardi dan Gumilar, 2006). Sedangkan untuk
teh jenis lain, misalnya ingin menghasilkan teh oolong maka
oksidasi enzimatis dilakukan dengan selang waktu tertentu yang
lebih pendek dari pembuatan teh hitam. Bahkan pucuk teh tidak
perlu dilakukan proses oksidasi enzimatis jika ingin dihasilkan
teh hijau. Selain itu, ada juga pembuatan teh yang merupakan
kelanjutan dari hasil yang diperoleh, seperti pembuatan teh
wangi yakni teh hasil pengolahan diproses kembali dengan
penambahan bunga melati sebagai penambah aroma
(Sujayanto, 2008).
2.2.2 Klasifikasi Teh Berdasarkan Jenis Pengolahan
Produk teh dapat dibedakan berdasarkan proses
pengolahannya. Dengan cara pengolahan yang berbeda, maka
dihasilkan berbagai kualitas teh dengan manfaat dan harga
13
yang berbeda pula. Menurut Hartoyo (2003), teh diklasifikasikan
ke dalam tiga jenis yang berbeda dan tidak dapat dicampurkan
satu dengan lainnya dalam pemasarannya.
Ketiga jenis teh tersebut antara lain :
a. Teh Hijau (unfermented tea)
Teh hijau disebut juga sebagai unfermented tea, yakni teh
tanpa melalui proses fermentasi (oksidasi enzimatis). Secara
sederhana, teh hijau dapat diproduksi secara sederhana,
yakni dengan steam atau uap panas. Bahan teh hijau yakni
pucuk daun teh, sebelumnya mengalami pemanasan dengan
uap air. Pemanasan ini berguna untuk menonaktifkan enzim
dalam daun teh. Setelah dipanaskan dan menjadi layu, teh
digulung dan dikeringkan.
b. Teh Oolong (semi fermented tea)
Teh oolong disebut juga sebagai semi fermented tea.
Biasanya tanaman teh yang digunakan untuk teh oolong
adalah teh yang tumbuh di daerah semi tropis. Proses
pengolahan teh oolong sama dengan teh hitam, tetapi saat
proses oksidasi enzimatis, pucuk teh mengalami hanya
sebagian. Proses oksidasi enzimatis untuk membuat teh
oolong hanya berkisar 30-70% saja sehingga teh masih
mangandung sebagian tanin dan beberapa senyawa
turunannya. Penampilan visual teh oolong yaitu berwarna
merah tembaga di bagian tepinya sedangkan bagian lainnya
masih berwarna hijau. Oleh karena itu, teh oolong disebut
sebagai teh peralihan teh hijau dan teh hitam, dengan
aromanya khas diantara kedua teh tersebut.
c. Teh Hitam (fermented tea)
Teh hitam disebut sebagai fermented tea, yakni
mengalami oksidasi emzimatis secara maksimal. Terlebih
dahulu pucuk teh dilayukan kemudian digiling menjadi halus.
Karena proses penggilingan ini, pucuk teh hancur dan
mengeluarkan cairan sel dari daun dan mulai saat itu terjadi
oksidasi enzimatis. Proses oksidasi kemudian dioptimalkan
14
dengan menjaga kondisi lingkungan di dalam unit oksidasi
enzimatis. Dengan adanya proses ini, karakteristik teh hitam
dihasilkan, yakni ditandai dengan perubahan warna dan
aroma khas teh hitam. Setelah itu, teh hasil oksidasi
enzimatis dikeringkan pada suhu tertentu sehingga dihasilkan
teh yang sudah kering dan berwarna hitam.
Selain ketiga jenis teh tersebut, ada juga jenis teh yang unik
dan manfaatnya tidak diragukan lagi. Jenis teh tersebut adalah
teh putih (white tea). Bahan baku teh putih sedikit berbeda
dengan teh lainnya, yakni hanya pucuk pekonya saja. Teh putih
diambil hanya dari daun teh pilihan yang dipetik dan dipanen
sebelum benar-benar mekar yakni pucuk peko. Pucuk yang
diambil hanya pucuk peko yang terpilih dan yang terbaik.
Kriteria tersebut didasarkan pada pucuk peko yang diselimuti
bulu halus berwarna putih. Daun teh putih adalah daun teh yang
paling sedikit mengalami pemrosesan, serta tanpa adanya
reaksi oksidasi enzimatis. Seperti halnya teh oolong, selama ini
teh putih hanya diproduksi oleh perkebunan teh di China dan
Taiwan. Namun saat ini teh putih mulai diproduksi di Indonesia
oleh tiga perkebunan teh yaitu di Ciwidey dan Garut Jawa Barat,
serta di Wonosari Kabupaten Malang Jawa Timur (Balai
Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar, 2012).
Memang banyak yang belum mengenal teh putih, teh putih
berasal dari pucuk Camellia sinensis yang masih menggulung
dan pada saat dipetik dilindungi dari sinar matahari. Teh putih
merupakan teh yang sangat istimewa. Pucuk teh yang sangat
muda ini hanya diuapkan dan dikeringkan segera setelah dipetik
untuk mencegah oksidasi. Daun teh muda ini tidak melalui
proses oksidasi enzimatis sehingga teh putih mengandung
katekin dan kafein tertinggi (Dias et al, 2013).
2.2.3 Proses Pengolahan Teh Hitam CTC
Teknik pengolahan teh hitam dapat digolongkan menjadi dua
macam, yakni secara Ortodoks dan CTC (Crushing, Tearing,
15
Curling). Secara umum, pengolahan teh hitam CTC memerlukan
tingkat layu yang ringan dengan kadar air pucuk layu 67-70%
dengan sifat penggulungan yang keras. Sedangkan untuk teh
hitam ortodoks, derajat layu yang diperlukan adalah dengan
persentase kadar air 52-58% dengan sifat penggulungan yang
lebih ringan (Maulana, 2000). Untuk lebih jelas, perbedaan teh
Ortodoks dan CTC akan dijelaskan dalam Tabel 2.1.
Menurut Primanita (2010), secara singkat perbedaan antara
cara pengolahan teh hitam secara ortodoks dengan sistem CTC
adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Perbedaan pengolahan teh secara Ortodoks dan CTC
No Sistem Ortodoks Sistem CTC
1 Derajat layu pucuk 44-46% Derajat layu pucuk 32-35%
2 Dilakukan sortasi bubuk
basah
Tanpa dilakukan sortasi
bubuk basah
3 Tangkai atau tulang
terpisah (badag)
Bubuk basah ukuran hampir
sama
4 Diperlukan pengeringan
ECP
Pengeringan cukup dengan
FBD
5 Cita rasa air seduhan kuat Cita rasa kurang kuat, air
seduhan cepat merah
6 Tenaga listrik besar Tenaga listrik kecil
7 Tenaga kerja banyak Tenaga kerja sedikit
8 Sortasi kering kurang
sederhana
Sortasi kering sederhana
9 Fermentasi bubuk basah
selama 105-120 menit
Fermentasi bubuk basah
selama 80-85 menit
10 Waktu proses pengolahan
lebih dari 20 jam
Waktu proses pengolahan
cukup pendek (kurang dari
20 jam)
16
Pengolahan teh hitam secara CTC terdiri dari beberapa
proses. Urutan proses pengolahan teh hitam CTC adalah
meliputi penerimaan pucuk segar, pelayuan dan turun layu,
penggilingan atau perajangan, oksidasi enzimatis, pengeringan,
sortasi, dan yang terakhir pengemasan. Penjelasan masing-
masing proses menurut Putratama (2009) dijelaskan sebagai
berikut :
a. Penerimaan Bahan Baku Pucuk Teh
Pucuk teh yang halus (minimal 60%) merupakan bahan
baku pembuatan teh hitam. Pucuk segar didatangkan dari
perkebunan teh dimana pengolahan dilaksanakan.
b. Pelayuan
Pelayuan adalah tahap awal pengolahan teh hitam. Dalam
pelayuan, digunakan udara segar yang dialirkan melalui
bagian bawah palung pelayuan. Pelayuan berguna untuk
mengurangi kadar air hingga batas tertentu, membuat daun
menjadi lemas tetapi tidak mudah patah agar mudah
digulung. Dalam proses pelayuan terdapat tiga kegiatan.
Yang pertama adalah pembeberan, yakni perataan pucuk
segar di palung pelayu (trough). Pembeberan dilakukan dari
ujung yang berlawanan arah dengan fan. Setelah itu
dilakukan pembalikan untuk memindahkan posisi pucuk yang
semula di atas dipindahkan ke bagian bawah sehingga
pelayuan berlangsung sempurna.
Yang kedua adalah pelayuan, yakni untuk menurunkan
kadar air hingga 68-70% untuk proses CTC. Waktu untuk
pelayuan adalah 12-28 jam. Pelayuan dihentikan apabila
pucuk layu sudah berwarna kekuningan, tangkai daun lentur
dan tidak patah. Menurut Sukardi dkk (2009), selama proses
pelayuan akan terjadi perubahan kimia antara lain
berkurangnya kandungan zat padat, pati, dan gum. Selain itu,
terjadi perombakan protein menjadi asam amino, juga
perubahan klorofil menjadi feoforbid. Selama pelayuan,
17
senyawa katekin tidak berubah, tetapi karena kadar air
menurun maka katekin menjadi tinggi.
Yang ketiga adalah turun layu, yakni pemindahan pucuk
dari ruang pelayuan ke proses penggilingan. Pucuk yang
sudah dilayukan diangkut dengan monorail menuju Green
Leaf Shifter (GLS). Pucuk yang melalui GLS akan memasuki
lorong yang menuju ke proses penggilingan.
c. Penggulungan dan Penggilingan
Proses penggulungan dan penggilingan merupakan
proses yang sangat penting dalam pembentukan mutu teh
secara fisik maupun kimiawi. Untuk pengolahan secara CTC
(Crushing, Tearing, Curling), pucuk akan mengalami tiga aksi
yaitu perobekan atau pemotongan, pengepresan, dan
penggulungan. Tujuan dari penggilingan adalah memperkecil
ukuran pucuk teh, mengawali reaksi oksidasi enzimatis
dengan cara mengeluarkan cairan sel agar terjadi kontak
dengan oksigen, dan mengoptimalkan terbentuknya inner
quality. Selama proses penggilingan CTC, hampir seluruh
proses dipengaruhi alat yang bekerja. Pada ruang
penggilingan, suhu udara dikendalikan sebesar 18-24oC
dengan kelembaban udara 90-98%.
d. Oksidasi Enzimatis
Proses oksidasi enzimatis lebih sering disebut dengan
fermentasi. Yang disebut dengan fermentasi adalah
bercampurnya zat-zat yang terdapat dalam cairan sel yang
terperas keluar dengan oksigen dengan bantuan enzim.
Proses fermentasi teh lebih tepat disebut dengan oksidasi
enzimatis, karena reaksi yang terjadi adalah oksidasi
senyawa polifenol dengan enzim polifenol oksidase dengan
adanya oksigen. Perubahan fisik yang terjadi selama proses
oksidasi enzimatis adalah dihasilkannya panas sebagai
akibat dari reaksi oksidasi enzimatis dan kondensasi. Selain
itu juga terjadi perubahan bubuk teh dari yang berwarna hijau
menjadi berwarna merah tembaga. (Sukmawati dkk, 2013).
18
Pemeriksaan mutu hasil oksidasi enzimatis dilakukan
Green Dhool Test, yakni bertujuan untuk memberikan
penilaian bubuk teh hasil oksidasi enzimatis untuk
menentukan lamanya oksidasi enzimatis yang optimal.
Penilaiannya adalah dengan cara menyeduh dengan air
panas. Kemudian dicicipi. Kriteria penilaiannya adalah warna
air seduhan, kesegaran, kekuatan, dan warna ampas.
e. Pengeringan
Proses pengeringan merupakan proses pengaliran udara
panas pada bubuk teh basah setelah keluar dari proses
oksidasi enzimatis. Pengeringan CTC lebih lama dan
menggunakan suhu lebih tinggi daripada sistem ortodoks.
Menurut Sukmawati dkk (2013), pengeringan pada
pengolahan teh hitam memiliki tujuan yakni antara lain
menghentikan proses oksidasi enzimatis, menjaga sifat-sifat
spesifik teh, dan yang terpenting adalah menurunkan kadar
air hingga mencapai 2-3% sehingga teh memiliki daya
simpan yang lama.
Pengendalian proses pada saat proses pengeringan
adalah dengan mengendalikan suhu masuk (inlet) dan keluar
(outlet). Bubuk teh yang diharapkan setelah pengeringan
adalah yang memenuhi kriteria. Beberapa kriteria tersebut
diantaranya adalah bubuk teh kering berwarna coklat
mengkilap, partikel bubuk teh ringan dan saling terpisah.
Selain itu, setelah proses pengeringan akan terbentuk aroma
yang kuat dari bubuk teh yang dihasilkan.
f. Sortasi
Sortasi merupakan proses untuk memperoleh produk teh
hitam yang seragam baik bentuk maupun beratnya.
Pelaksanaan sortasi meliputi pengecilan ukuran,
pengayakan, dan membersihkan dari kotoran. Menurut
Ningrat dan Soeria (2006), sortasi kering bertujuan untuk
mendapatkan ukuran dan warna partikel teh yang seragam
sesuai dengan standar yang diinginkan oleh konsumen. Hal
19
tersebut meliputi pemisahan teh kering menjadi beberapa
grade yang sesuai dengan standar perdagangan teh,
membersihkan teh kering dari partikel lain seperti serat,
tangkai, batu, partikel kayu, dan lainnya. Selain itu, sortasi
juga bertujuan untuk menyeragamkan bentuk, ukuran, dan
warna pada masing-masing grade.
g. Penyimpanan Sementara dan Pengemasan
Setelah bubuk teh disortasi, bubuk teh kering dimasukkan
ke dalam peti miring (tea bin). Penempatan teh harus sesuai
dengan grade bubuk teh tersebut. Penyimpanan teh di dalam
peti miring bertujuan untuk menjaga kadar air sebelum
dikemas dan untuk menjaga kualitas. Peti miring dapat
melindungi bubuk teh dari suhu dan kelembaban yang tidak
sesuai dan dapat melindungi bubuk teh dari kontaminasi
mikroba dan pengotor lainnya. Setelah disimpan sementara
dalam peti miring, bubuk teh akan dikemas sesuai dengan
grade masing-masing. Bubuk teh dikemas di dalam
papersack.
2.2.4 Tinjauan Proses Pengeringan Teh Hitam CTC
Setelah melalui tahap oksidasi, maka bubuk teh akan
mengalami proses pengeringan. Di tahap pengeringan ini,
bubuk teh akan dialiri oleh udara panas. Udara panas yang
dihasilkan merupakan udara dari steam boiler atau pemanas
lain yang dihubungkan dengan saluran dan dibantu alat
penghisap udara. Suhu udara yang diberikan pada pemasukan
adalah berkisar antara 100 hingga 130oC (Maulana, 2000).
Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air
sehingga diperoleh hasil teh yang kering dengan kisaran kadar
air 2-3% atau 3-4,5%. Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan proses oksidasi enzimatis sehingga aktivitas
enzim polifenol oksidase terhambat karena berkurangnya kadar
air. Dengan berkurangnya kadar air maka teh akan memiliki
daya simpan yang lama (Temple et al, 2001).
20
Pada proses pengeringan, jenis mesin yang umum dapat
digunakan adalah Endless Chain Pressure (ECP) dan Fluid Bed
Dryer (FBD), serta salah satu yang juga termasuk FBD yaitu
Vibro Fluid bed Dryer (VFBD). Prinsp kerja mesin FBD yakni
pergerakan bubuk teh di atas bed atau tray karena hembusan
udara panas dan tekanan tinggi, sehingga dihasilkan bubuk teh
kering. Sedangkan pada mesin ECP bubuk teh berada di atas
tray kemudian dialirkan udara panas yang arahnya berlawanan
dengan arah bubuk (counter flow). Bubuk teh pada tray akan
berjalan secara horizontal dan saat di ujung penggerak, bubuk
teh yang tadinya berada di atas akan jatuh ke bawah, begitu
seterusnya hingga bubuk teh kering keluar dari mesin (Setyarini
dan Juju, 2011). Perbedaan pengeringan bubuk teh
menggunakan ECP dan FBD menurut Kartisinghe (1995) dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Perbedaan mesin pengering ECP dan FBD
No Keterangan ECP FBD
1 Udara Tidak perlu tekanan
udara tinggi
Perlu tekanan
udara tinggi
2 Pergerakan
bubuk Diam (di atas tray)
Bergerak melayang
karena hembusan
udara (fluidisasi)
3 Kegunaan
Untuk pengeringan
bubuk teh dan
badag (tangkai)
Hanya untuk
pengeringan bubuk
teh
4 Kapasitas Rendah Tergantung
panjang mesin
5 Lama proses 20-25 menit 15-20 menit
Menurut Effendi dkk (2010), keunggulan mesin FBD antara
lain perlakuan yang seragam, kapasitas tinggi, dan tingkat
21
automatisasi yang tinggi. Selain itu, pada mesin FBD hanya
terdapat sedikit moving parts sehingga sanitasi lebih mudah.
Sedangkan menurut Setiawan dkk (2010), keunggulan
menggunakan pengering tipe ECP adalah kontak bahan dengan
udara panas lebih luas, laju perpindahan panas dan massa lebih
besar. Di samping itu, kapasitas pengeringan juga besar serta
seragamnya hamparan sehingga peristiwa case hardening pada
teh jarang terjadi, dan gesekan antar partikel teh relatif kecil.
22
BAB III METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan
selama 1 bulan yaitu pada tanggal 26 Januari – 26 Februari
2015 di PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Kertowono yang
berlokasi di Desa Gucialit Kecamatan Gucialit, Lumajang, Jawa
Timur, Indonesia.
3.2 Metode Pengumpulan Data dan Informasi
Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara
berikut ini.
1. Observasi
Teknik observasi ini dilakukan dengan cara pengamatan
dan peninjauan secara langsung terhadap obyek kegiatan
dalam manajemen produksi di lapangan, serta survey ke
lokasi fasilitas produksi, pengolahan limbah dan utilitas
setelah sebelumnya diberi penjelasan mengenai teori dan
tata tertib selama observasi berlangsung.
2. Wawancara
Teknik wawancara ini dilakukan dengan cara tanya jawab
secara langsung kepada pembimbing lapang dan karyawan
atas ijin dari perusahaan.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan dengan cara pengambilan
gambar langsung, namun atas ijin dari perusahaan. Apabila
tidak diperbolehkan, dilakukan dengan cara pengumpulan
dan pencarian dokumen yang berkaitan dengan obyek
pembahasan. Data dokumentasi dapat berupa gambar,
sejarah, struktur organisasi, skema proses, dan
ketenagakerjaan.
4. Studi Kepustakaan
23
Teknik ini dilakukan dengan cara pencarian data
tambahan dari buku, jurnal, dan laporan yang digunakan
untuk membandingkan hasil yang diperoleh selama
pelaksanaan Praktek Kerja Lapang.
5. Pengumpulan Data
a. Data Primer, yakni data yang diperoleh secara langsung
dari kegiatan perusahaan dan berupa data mengenai
perusahaan.
b. Data Sekunder, yakni data yang tidak langsung atau
diperoleh dari sumber lain dan digunakan sebagai
pendukung dalam laporan.
3.3 Materi Praktek Kerja Lapang
Hal-hal yang dipelajari selama kegiatan Praktek Kerja
Lapang adalah sebagai berikut:
1. Profil umum perusahaan
a. Sejarah singkat lembaga penelitian
b. Tujuan dan latar belakang pendirian lembaga penelitian
2. Struktur organisasi
a. Bentuk struktur organisasi
b. Tugas, fungsi dan wewenang tiap bagian organisasi
3. Letak geografis perusahaan
a. Lokasi lembaga penelitian
b. Pertimbangan pemilihan lokasi
4. Ketenagakerjaan
a. Jumlah anggota atau karyawan
b. Sistem kerja dan sistem pengupahan
5. Aspek teknologi pertanian
a. Alat dan mesin yang digunakan dalam proses pengolahan
teh hitam
b. Proses pengolahan dan pengeringan teh hitam
c. Pengendalian mutu
d. Pengolahan limbah
24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan
PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) merupakan
perusahaan yang termasuk dalam lingkup Badan Usaha Milik
Negara (BUMN). PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero)
memiliki 35 kebun yang tersebar mulai dari wilayah Ngawi
hingga Banyuwangi. Komoditas yang dibudidayakan adalah teh,
kopi, coklat (kakao), dan karet. Simbol dari PT. Perkebunan
Nusantara XII (Persero) divisualisasikan dalam sebuah logo
perusahaan seperti pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Logo PTPN XII (Persero)
Untuk perkebunan teh sendiri terdapat empat kebun yaitu
kebun Jatiroto yang meliputi tiga wilayah (Lumajang, Jember,
Banyuwangi), kebun Kertowono yang berada di Gucialit
Lumajang, kebun Wonosari di wilayah Lawang Kabupaten
Malang, serta kebun Sirah Kencong di Blitar. Selain empat
kebun tersebut, komoditas teh juga didatangkan dari
perkebunan teh lain yang masih dekat dengan wilayah
pengolahan teh atau pabrik teh.
25
4.1.1 Sejarah Umum Perusahaan
Pada tahun 1875 Kebun Kertowono dibuka oleh perusahaan
perkebunan bernama N.V. Ticdeman van Ker Chen dengan
tanaman yang dibudidayakan kala itu adalah tanaman kina yang
dikelola oleh Belanda. Seiring berjalannya waktu, dilakukan
diversifikasi tanaman yaitu dengan membudidayakan tanaman
teh (Camellia sinensis) pada tahun 1910. Pada akhirnya tahun
1957 Kebun Kertowono dialihkan kepemilikannya menjadi milik
Negara Indonesia.
Berikut ini adalah perjalanan pergantian nama Kebun
Kertowono sejak dikelola sendiri oleh Indonesia :
a. Tahun 1959-1960, bergabung dengan Perusahaan
Perkebunan Negara (PPN) IV.
b. Tahun 1961, bergabung dalam PPN Aneka Tanaman (PPN
Antan) XII.
c. Tahun 1968, Kebun Kajaran bergabung dengan Kebun
Kertowono.
d. Tahun 1972-1993, menjadi Perkebunan Terbatas
Perkebunan XXIII (Persero).
e. Tahun 1994-1996, bergabung menjadi PTP XIII (Persero)
grup Jawa Timur.
f. Tahun 1996-sekarang, berganti nama menjadi PT.
Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono.
4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan
a. Visi Perusahaan
Menjadi perusahaan agribisnis yang berdaya saing tinggi
dan mampu tumbuh kembang berkelanjutan, yaitu menjadi
perusahaan agribisnis perkebunan yang terintegrasi dan
memiliki keunggulan daya saing (competitive advantage)
melalui inovasi sehingga mampu tumbuh dan berkembang
dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan
26
untuk meningkatkan nilai bagi shareholders dan stakeholders
lain.
b. Misi Perusahaan
Untuk mewujudkan visi perusahaan tersebut maka
dilaksanakan misi sebagai berikut :
Melaksanakan reformasi bisnis, strategi, struktur dan
budaya perusahaan untuk mewujudkan profesionalisme
berdasarkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance.
Meningkatkan nilai dan daya saing perusahaan
(competitive advantage) melalui inovasi serta peningkatan
produktivitas dan efisiensi dalam penyediaan produk
berkualitas dengan harga kompetitif dan pelayanan
bermutu tinggi.
Menghasilkan profit yang dapat membawa perusahaan
tumbuh dan berkembang untuk meningkatkan nilai bagi
shareholders dan stakeholders lainnya.
Mengembangkan usaha agribisnis dengan tata kelola
yang baik serta peduli pada kelestarian alam dan
tanggung jawab sosial pada lingkungan usaha (community
development).
c. Tata Nilai Insan
Setiap insan PT. Perkebunan Nusantara XII dalam
mewujudkan visi dan misi perusahaan selalu menjunjung
tinggi dan menerapkan panduan tata nilai yang disebut
dengan akronim SPIRIT, yang terdiri atas nilai-nilai Sinergi,
Profesionalitas, Integritas, Responsibilitas, Inovasi dan
Transparansi.
Berikut ini adalah penjabaran dari SPIRIT :
Sinergi adalah selalu memadukan berbagai kekuatan yang
saling mendukung untuk mencapai hasil yang terbaik.
Profesionalitas merupakan wujud dari sikap insan PT.
Perkebunan Nusantara XII sebagai pelaku agribisnis yang
loyal kepada perusahaan dan memiliki komitmen yang
tinggi dalam menjalankan tugas dan perannya,
27
menghasilkan produk bernilai tinggi dan selalu berupaya
meningkatkan kompetensi.
Integritas adalah selalu berpegang teguh pada prinsip
kebenaran dalam menjalankan tugas dan perannya sesuai
peraturan yang berlaku secara jujur, konsisten, ikhlas dan
sepenuh hati.
Responsibilitas (tanggung jawab) berarti selalu
menggunakan logika berpikir (untuk mempertimbangkan
untung dan rugi), kesadaran diri, mengembangkan
imajinasi maupun mendengarkan suara hati dalam
mengambil setiap keputusan dan tindakan.
Inovasi merupakan kemampuan mengembangkan dan
memperbaiki diri atau keadaan secara kreatif dengan
semangat hari esok harus lebih baik dari hari ini dan
kemarin.
Transparansi adalah landasan untuk menjunjung tinggi
keterbukaan dan keadilan.
4.1.3 Letak Geografis Perusahaan
PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono
terletak di Desa Gucialit Kecamatan Gucialit Kabupaten
Lumajang, Jawa Timur. Saat ini PT. Perkebunan Nusantara XII
(Persero) Kebun Kertowono terdapat dua bagian kebun antara
lain:
a. Kebun Bagian Kertowono
Kebun bagian Kertowono terletak di Desa Gucialit,
Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang. Berjarak sekitar
17 km arah barat laut Kota Lumajang atau sekitar 156 km
dari Kota Surabaya, di sebelah timur Pegunungan Bromo.
Kebun bagian Kertowono terdiri dari 3 afdeling (bagian)
kebun, yaitu Puring, Kamar Tengah dan Kertosuko, dengan
luasan 1204,32 hektar. Setiap afdeling memiliki Kantor Induk
dan Tata Usaha. Komuditas utama kebun bagian Kertowono
adalah teh dan aneka macam tanaman kayu (Sengon,
28
Gamelina dan Balsa). Ketinggian masing-masing afdeling
berbeda, yakni afdeling Kamar Tengah memiliki ketinggian
700-900 mdpl, afdeling Kertosuko memiliki ketinggian 800-
1200 mdpl, sedangkan afdeling Puring memiliki ketinggian
700 mdpl. Di kebun bagian Kertowono terdapat satu pabrik
pengolahan teh hitam CTC (Crushing, Tearing, Curling) yang
terpusat di afdeling Puring. Gambar pabrik teh Kertowono
terdapat pada Lampiran 2.
b. Kebun Bagian Kajaran
Kebun bagian Kajaran berlokasi di Desa Bades dan
Gondoruso, Kecamatan Pasirian, Lumajang. Dengan jarak
sekitar 28 km arah barat daya Kota Lumajang dan sekitar
170 km dari kota Surabaya serta sekitar 45 km dari kebun
bagian Kertowono, dengan luasan 700 hektar. Kebun bagian
Kajaran terdiri dari 2 afdeling, yaitu Bedengan dan
Kaliwelang. Selain kedua afdeling, kebun bagian Kajaran
juga memiliki pabrik pengolahan kakao. Komoditas utama
kebun bagian Kajaran adalah kakao (edel dan bulk), gula
kelapa dan aneka tanaman kayu.
4.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan
Menurut bentuknya, struktur organisasi yang ada di PT.
Perkebunan Nusantara XII (Persero) diklasifikasikan ke dalam
bentuk organisasi garis dan staff dimana terdapat beberapa ahli
dalam bidangnya masing-masing.
Berikut ini adalah tugas pokok dan wewenang pejabat
tertinggi perkebunan :
a. Manajer
Tugas pokok :
1. Memimpin dan mengurus kebun atau unit karja sesuai
dengan tujuan perusahaan dan senantiasa berusaha
meningkatkan efisiensi dan efektivitas yang berwawasan
lingkungan.
29
2. Menguasai dan memelihara dan mengurus kekayaan
perusahaan yang berada dalam kebun atau unit kerja.
3. Menetapkan langkah-langkah strategis, rencana kerja
operasional berdasarkan RKAP, ketentuan dan
kebijakan direksi dalam upaya menjadikan kebun
sebagai profit centre.
4. Memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan
hubungan dengan masyarakat, pemerintah setempat,
dan pihak lainnya untuk kepentingan perusahaan.
5. Melakukan koordinasi baik langsung atau inspektur
wilayah antar kebun untuk keperluan bersama demi
kepentingan perusahaan.
Wewenang :
1. Mengusulkan kenaikan gaji / pangkat / jabatan, teguran /
peringatan, penurunan / degradasi, pemindahan /
mutasi, pemberhentian, pengurangan.
2. Memindahkan karyawan bulanan dan harian tetap antar
afdeling intern kebun yang sama bidang tugasnya dan
memberikan teguran serta peringatan apabila karyawan
bulanan dan harian tetap melakukan kesalahan dan
kelalaian dalam tugas pekerjaan.
3. Menandatangani cek, menerima uang dalam batas-batas
yang ditentukan oleh direksi dalam batas wewenangnya
melaksanakan pembelian atau pengadaan barang/bahan
sesuai ketentuan dan prosedur yang berlaku.
b. Wakil Manajer
Tugas pokok :
1. Melaksanakan tugas manajer yang didelegasikan
kepadanya.
2. Mengusulkan kepada manajer :
- Mutasi intern karyawan
- Pemberian penghargaan dan sanksi-sanksi terhadap
karyawan.
30
- Penyempurnaan di bidang tanaman, teknik/
pengolahan, administrasi, keuangan, kesehatan, dan
lain-lain.
c. Asisten Administrasi Keuangan (asaku)
Tugas pokok :
1. Penanggung jawab tugas administrasi keuangan.
2. Mengurus keperluan-keperluan perusahaan
3. Menyusun laporan-laporan kepada direksi, instansi luar,
dan lain-lain.
4. Penanggung jawab tata usaha gudang persediaan dan
gudang hasil.
Wewenang :
1. Melaksanakan pembinaan dan penilaian terhadap
karyawan yang berada dalam urusannya.
d. Asisten Tanaman (astan)
Tugas pokok :
1. Mengelola afdeling yang menjadi tanggung jawabnya
sesuai dengan tujuan perusahaan.
2. Memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan
hubungan dengan masyarakat, pemerintah setempat,
dan pihak-pihak lainnya untuk kepentingan perusahaan.
Wewenang :
1. Melaksanakan pembinaan dan penilaian terhadap
karyawan yang berada di afdelingnya.
2. Menandatangani daftar upah dan berita acara pekerjaan.
e. Asisten Teknik Pengolahan (astekpol)
Tugas pokok :
1. Mengelola bidang teknik dan pengolahan yang menjadi
tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan
perusahaan/ kebijakan manajer untuk memperoleh mutu
hasil yang ditetapkan.
Wewenang :
31
1. Melaksanakan pembinaan dan penilaian terhadap
karyawan yang berada di bawah afdelingnya.
2. Menandatangani daftar upah dan berita acara pekerjaan.
4.1.5 Ketenagakerjaan
Tenaga kerja merupakan elemen yang sangat penting dalam
perusahaan untuk pengembangan dan keberlanjutan suatu
perusahaan. Tenaga kerja menjadi sumber daya yang
digunakan untuk melaksanakan setiap kegiatan yang berkaitan
dengan produksi dan administrasi perusahaan. Pemilihan
tenaga kerja adalah berdasarkan keterampilan tertentu di
bidangnya. Setiap tingkatan melakukan sistem manajemen
masing-masing sesuai dengan prosedur agar mampu bekerja
dengan baik dan tercipta keselarasan perusahaan.
4.1.5.1 Klasifikasi Tenaga Kerja
Tenaga kerja atau karyawan di PT. Perkebunan Nusantara
XII (Persero) diklasifikasikan menjadi tiga yakni karyawan staf,
karyawan bulanan, dan karyawan harian.
Berikut ini adalah klasifikasinya :
a. Karyawan Staf
Karyawan staf adalah karyawan yang memiliki Nomor
Induk Pegawai dan terdaftar di PT. Perkebunan Nusantara
XII (Persero) serta memiliki jenjang tertentu antara golongan
I-IV. Ada sejumlah 7 orang karyawan staf, antara lain 2 orang
staf kantor, 4 orang staf lapangan, dan 1 orang staf pabrik.
Yang termasuk karyawan staf adalah manajer, wakil manajer,
astan, astekpol, dan asaku. Karyawan staf diberikan fasilitas
antara lain cuti tahunan, tunjangan pensiun, santunan sosial,
dan fasilitas perumahan.
b. Karyawan Bulanan
Karyawan bulanan adalah karyawan yang terdaftar antara
golongan I-IV. Ada sejumlah 102 orang karyawan bulanan,
dibagi menjadi 8 orang di kantor, 63 orang di lapangan, dan
32
31 orang di pabrik. Yang termasuk karyawan bulanan adalah
karyawan tata usaha, mandor, tukang, dan sopir. Fasilitas
yang diberikan antara lain santunan sosial, pesangon, cuti
tahunan, dan fasilitas perumahan.
c. Karyawan Harian
Karyawan harian adalah karyawan yang terdaftar di
perusahaan dan memiliki hak atas tunjangan sosial dan
pesangon. Karyawan harian dibagi menjadi dua yaitu harian
tetap dan harian lepas. Ada sejumlah 341 karyawan harian
tetap, yang dibagi menjadi 9 orang di kantor, 268 orang di
lapangan, dan 64 orang di pabrik. Sedangkan untuk
karyawan harian lepas, ada sejumlah 163 orang yang dibagi
menjadi 18 orang di kantor, 92 orang di lapangan, dan 53
orang di pabrik. Yang termasuk karyawan harian adalah
tenaga pemetik, tenaga pengolahan, dan karyawan
perkebunan yang berasal dari penduduk sekitar perkebunan.
4.1.5.2 Hak dan Kewajiban Karyawan
Seluruh karyawan memiliki hak dan kewajiban yang telah
ditetapkan oleh PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero).
Adapun hak karyawan antara lain :
a. Mendapatkan gaji sesuai pekerjaan yang telah dilaksanakan
yang meliputi gaji pokok dan tunjangan tetap.
b. Mendapatkan hari libur dan cuti kerja sesuai ketentuan yang
berlaku. Hari libur resmi adalah yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Cuti meliputi cuti tahunan, cuti panjang (30 hari,
berlaku untuk karyawan yang telah bekerja 6 tahun), cuti
hamil, cuti di luar tanggungan perusahaan, dan ijin
meninggalkan pekerjaan dengan ketentuan yang berlaku.
c. Mendapatkan promosi untuk naik jabatan.
d. Mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek).
Jaminan tersebut meliputi jaminan kecelakaan kerja (berasal
dari 0,54% gaji tiap bulan), jaminan hari tua (5,7% gaji),
33
jaminan kematian (0,30% gaji), dan jaminan pemeliharaan
kesehatan yang ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan.
Sedangkan kewajiban karyawan antara lain:
a. Mematuhi segala aturan di perusahaan.
b. Bersedia dipindahtugaskan (mutasi kerja) ke unit kerja lain
antar jabatan atau wilayah.
c. Menjaga rahasia jabatan dan perusahaan.
d. Mematuhi ketentuan hari dan jam kerja. Karyawan kantor
bekerja pada hari Senin hingga Sabtu pukul 06.00-14.00 WIB
sedangkan karyawan pabrik bekerja pada hari Selasa hingga
Minggu mulain pukul 06.00- 14.00 WIB dengan waktu
istirahat pukul 09.00-09.30 WIB.
e. Melaksanakan pekerjaan dengan sungguh-sungguh dan
penuh tanggung jawab.
f. Bersikap sopan dan loyal terhadap siapapun di dalam
maupun di luar dinas.
g. Menjaga keselamatan diri dan rekan sekerja serta
mengenakan perlengkapan keselamatan kerja.
4.1.5.3 Kesejahteraan Karyawan
Guna meningkatkan kesejahteraan karyawan dan
menunjang kelancaran produksi, serta meningkatkan motivasi
kerja para karyawan, maka PT. Perkebunan Nusantara XII
(Persero) Kebun Kertowono Lumajang menyediakan berbagai
fasilitas.
Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain :
a. Perumahan staf dan karyawan yang berada di area sekitar
pabrik dan sekitar kebun masing-masing afdeling, seperti
pada Lampiran 3.
b. Rumah ibadah masjid dan gereja di area perumahan.
c. Fasilitas pendidikan berupa Sekolah Dasar dan Taman
Kanak-kanak di area perumahan.
d. Alat transportasi berupa bus antar jemput karyawan yang
bermukim di luar area perumahan.
34
e. Poliklinik di dekat lokasi pabrik dilengkapi layanan Keluarga
Berencana dan Posyandu.
f. Koperasi karyawan yang menyediakan keperluan sehari-hari.
g. Tunjangan pensiun
h. Program Jamsostek
4.1.5.4 Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kesehatan dan keselamatan kerja karyawan merupakan
suatu keadaan di tempat kerja yang menjamin secara optimal
mengenai keselamatan orang-orang di dalamnya. PT.
Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono
menerapkan sistem yakni Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) sebagai pedoman tata laksana
pekerjaan. Tujuan dari SMK3 adalah mengurangi potensi
bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan serta
memelihara lingkungan kerja perusahaan.
Usaha dalam rangka pencegahan terjadinya kecelakaan
kerja di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun
Kertowono antara lain :
a. Penyuluhan
Menanamkan pengertian dan kesadaran tentang K3 pada
karyawan.
b. Pelatihan
Melakukan pelatihan mengenai K3. Untuk pekerja yang
menggunakan mesin-mesin berat dilakukan pelatihan
penggunaan mesin secara baik dan benar.
c. Asuransi
Asuransi untuk kematian, sakit, kecelakaan, dan adanya
tunjangan-tunjangan hamil, melahirkan, hari raya, uang
stimulant dan akses istri dan 3 anak.
d. APD (Alat Pelindung Diri)
APD (Alat Pelindung Diri) disediakan oleh PT. Perkebunan
Nusantara XII (Persero) Kertowono misalnya adalah masker,
35
tutup kepala, dan untuk bagian kebun berupa sarung tangan,
topi, baju anti air, dan sepatu boat.
e. Ventilasi
Pengadaan ventilasi alam dan buatan untuk masing-masing
ruangan.
f. Pencahayaan
Penerangan buatan berupa lampu dan jendela untuk
penerangan pada siang hari.
4.2 Aspek Teknologi Pertanian
Secara umum pengolahan teh hitam terdiri dari dua macam
yaitu secara Orthodoks dan CTC (Crushing, Tearing, Curling).
Di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono
Lumajang sendiri melaksanakan proses pengolahan teh
menggunakan metode CTC. Aspek teknologi pertanian yang
akan dibahas meliputi dari awal penyediaan bahan baku hingga
proses akhir pengolahan.
4.2.1 Penyediaan Bahan Baku
Bahan baku untuk pengolahan yaitu pucuk teh. Bahan baku
tersebut diperoleh dari pemetikan dari kebun teh Kertowono
sendiri, yakni dari afdeling Puring, Kamar Tengah, dan
Kertosuko. Selain dari kebuh teh Kertowono sendiri, bahan baku
juga didatangkan dari perkebunan teh di luar Kertowono antara
lain dari kebun Gunung Gambir dan Lawang Kedaton.
4.2.1.1 Pembibitan
Langkah yang dilakukan untuk mendapatkan pucuk teh
adalah dengan pembibitan tanaman teh. Dalam rangka
budidaya tanaman teh, bahan tanaman dapat berasal dari biji
maupun stek. Saat ini di PT. Perkebunan Nusantara XII
(Persero) Kebun Kertowono, penyediaan bibit tanaman berasal
dari budidaya dengan stek. Alasan dipilihnya budidaya dengan
cara stek adalah karena stek dianggap sebagai cara paling
36
cepat untuk memenuhi kebutuhan bibit tanaman teh dalam
jumlah banyak. Selain itu, jenis klon yang dibutuhkan dipastikan
akan bersifat sama unggulnya dengan pohon induknya. Klon
unggul yang digunakan sebagai bibit saat ini adalah klon
gambung 1 sampai 11.
Ranting stek diambil 4 bulan setelah dipangkas. Stek diambil
dari ranting stek sepanjang 1 ruas dan memiliki 1 helai daun.
Stek yang dipakai adalah bagian tengah ranting stek berwarna
hijau tua. Sebelum diletakkan di polybag, terlebih dahulu stek
yang akan ditanam dicelupkan atau direndam selama 3 hingga
5 menit di dalam larutan fungisida untuk menghindari penyakit
pada tanaman teh.
Setelah stek siap, maka selanjutnya dilakukan persemaian.
Dalam persemaian dilakukan pembuatan bedengan dengan
panjang maksimal 15 meter dan jarak antar bedengan sekitar 60
cm. Polybag yang berisi stek disusun di bedengan, kemudian
dibuatkan sungkup dari bambu dan ditutup plastik selama 3-4
bulan agar tidak terkena air hujan dan menghindari fluktuasi.
Penyiraman stek disesuaikan dengan keadaan tanah.
Penyiraman pertama dilakukan 3-4 minggu, selanjutnya diatur
sesuai kebutuhan.
Selanjutnya pembukaan sungkup dilakukan setelah stek
berakar dan pertumbuhan tunas sudah merata sekitar 15 cm.
Pembukaan sungkup dilakukan bertahap selama 2 jam pada
minggu 1 dan 2, dan selanjutnya bertahap 4,6,8 dan 12 jam
hingga tanpa sungkup. Bibit yang sudah diperoleh kemudian
dilakukan seleksi sebelum ditanam.
4.2.1.2 Penanaman
Kriteria bibit siap tanam antara lain berumur 9-12 bulan,
tinggi tanaman minimal 25 cm, sehat, berdaun normal dengan
jumlah daun lebih dari 5 helai, dan jumlah akar primer 2 buah.
Selain itu, sistem perakaran juga harus baik. Akar merupakan
akar tunggang seumur atau minimal dua buah serta tidak ada
37
pembengkakan halus. Hal ini dapat dilihat dari dengan
mencabut beberapa bibit yang pertumbuhannya kurang baik.
4.2.1.3 Pemeliharaan
Dalam rangka pengelolaan teh, maka perlu dilakukan
berbagai persiapan dan pemeliharaan, antara lain budidaya
tanaman teh, pemangkasan, perlakuan pasca pangkas, dan
penyiangan.
a. Budidaya Tanaman Teh
Tanaman Tahun Akan Datang (TTAD)
Tanaman Tahun Ini (TTI)
TTI merupakan perencanaan tanaman. Misalkan akan
dilakukan penanaman tahun 2015, maka persemaian
dilakukan pada tahun 2013. Dalam TTI dilakukan pemilihan
klon unggul, yakni klon tanaman teh yang tahan hama dan
penyakit serta tahan terhadap kekeringan. Lahan TTI terdiri
dari lahan baru da lahan lama. Untuk lahan lama, tanaman
teh terlebih dahulu diambil hingga ke akar-akarnya. Setelah
itu dilakukan penggemburan tanah dan penambahan
belerang untuk membuat tanah agar menjadi asam, serta
pembuatan jarak tanam. Setelah tanaman berumur satu
tahun, maka dilakukan bending yakni mengarahkan
tanaman primer dan dilakukan pemberian pupuk jika
diperlukan. Perawatan pada TTI adalah dengan penyiangan
manual, dan setelah tiga hingga empat bulan baru kembali
diberi pupuk.
Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
TBM dilakukan untuk persiapan pemetikan mesin.
Setelah TBM berumur enam bulan, maka dilakukan bending
atau merundukkan cabang-cabang primer yang bertujuan
untuk memperoleh cabang primer yang lebih banyak.
Selanjutnya dilakukan centering untuk tujuan perataan
bidang petik. Langkah terakhir adalah pengendalian hama
dan penyakit seperti hama implaska yang menyebabkan
38
urat daun berwarna merah, hama helopeltis yang
menyababkan bercak-bercak pada daun, serta hama mythe
yang menyebabkan permukaan daun terdapat guratan
merah. Sedangkan penyakit yang biasanya menyerang
tanaman teh adalah cacar daun akibat fungi.
Tanaman Menghasilkan (TM)
TM disiapkan untuk pemetikan manual. Perlakuan pada
TM antara lain penyiangan manual dan kimiawi
pengendalian hama, dan pemupukan. Tanaman yang siap
panen biasanya akan menghasilkan pucuk muda yang
paling banyak.
b. Pemangkasan
Pemangkasan dibagi menjadi empat macam yaitu:
Pangkas produksi
Pangkas produksi merupakan pemangkasan 55 cm dari
tanah. Keuntungan dari pangkas produksi ini adalah cabang
dapat tumbuh normal sesuai standar, sedangkan
kerugiannya adalah adanya cabang yang tersisa yang
besarnya kurang lebih sebesar pensil.
Pangkas preparasi
Pangkas preparasi merupakan pemangkasan yang
dilakukan 55 cm dari tanah dengan cara membuang cabang
yang sebesar pensil atau cabang kering.
Pangkas jambul
Pangkas jambul merupakan pemangkasan 55 cm dari
tanah, namun dilaksanakan saat musim kemarau yang
bertujuan untuk menahan respirasi. Keuntungan pangkas
jambul adalah tanaman bersih dari benda asing.
Sedangkan kerugiannya yaitu pengerjaannya lambat dan
membutuhkan waktu yang lama untuk tumbuh.
Pangkas dempul
Pangkas dempul merupakan teknik pemangkasan
dengan membuang cabang di bawah pentolan atau
istilahnya kepala kambing dengan ketinggian 45 hingga 50
39
cm. Keuntungan yang didapatkan dari pemangkasan ini
adalah dapat tumbuh cabang yang lebih besar sedangkan
kerugiannya adalah produksi menjadi terhambat sampai
dengan enam bulan.
Pangkas kepris
Pangkas kepris merupakan pemangkasan yang
dilakukan pada ketinggian 60 hingga 70 cm dan masih
menyisakan daun penyangga. Keuntungan pangkas kepris
adalah pertumbuhan daun menjadi lebih cepat sedangkan
kerugiannya adalah menyebabkan tumbuhnya cabang-
cabang yang kecil dan pertumbuhan tanaman menjadi
kurang sehat.
c. Pasca Pangkas
Setelah dilakukan pemangkasan, tiga bulan setelahnya
dilakukan penjendangan. Syarat dilakukannya penjendangan
adalah jika pucuk yang dihasilkan sudah mencapai 60%.
Penjendangan dilakukan dengan menyisakan tiga helai daun
penyangga. Peralatan yang dilakukan untuk penjendangan
adalah bambu salib yang berguna untuk perataan bidang
petik sesuai kemiringan lahan. Penjendangan normal
dilakukan 5 hingga 6 kali dengan rentang waktu dari
penjendangan pertama ke penjendangan selanjutnya adalah
10 hari. Setelah usia tanaman masuk bulan 5 ke 6, barulah
digolongkan sebagai petik produksi fase A1.
Macam-macam fase produksi antara lain :
Fase A1 atau tahun pangkas 1, yakni pemangkasan
berumur satu tahun hingga satu setengah tahun atau 18
bulan.
Fase 2 atau tahun pangkas 2, yakni pemangkasan yang
berumur satu tahun dari fase A1. Dari fase A1 ke fase A2,
tanaman bertambah tinggi sekitar 15 hingga 20 cm.
Fase B, yakni pemangkasan yang berumur satu tahun dari
fase A2. Dari fase A2 ke fase B, tanaman bertambah tinggi
sekitar 20 cm.
40
d. Penyiangan
Ada dua jenis penyiangan yaitu :
Penyiangan Manual
Penyiangan manual adalah penyiangan yang dilakukan
dengan menggunakan sabit. Hasil penyiangan ini berkisar
0,1 hektar per ohk (orang harian kerja). Penyiangan ini
dilakukan setiap bulan pada lain blok dengan siklus tiga
bulan sekali.
Penyiangan Kimiawi
Penyiangan kimiawi adalah penyiangan yang dilakukan
menggunakan alat semprot. Merk alat semprot yang
digunakan adalah Swan dan Solo. Bahan kimia yang
digunakan adalah herbisida yang mengandung bahan aktif
glifosat 60 cc per liter. Tujuannya adalah untuk
memberantas hama dan penyakit serta gulma yang
berdaun sempit. Untuk serangan ringan, dosis yang
digunakan adalah 1,5 liter per hektar sedangkan untuk
serangan sedang dosisnya adalah 1 liter per hektar.
4.2.1.4 Pemetikan
Setelah tanaman teh tumbuh besar, pucuk teh diambil
sebagai bahan baku utama dalam proses pengolahan teh.
Pemetikan dilakukan oleh para pemetik di kebun teh. Pemetikan
dimulai pada pukul 06.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. Teknik
pemetikan teh yang digunakan di Kebun Kertowono antara lain
pemetikan manual dan pemetikan mesin manual.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai teknik pemetikan
manual dan mesin manual :
a. Pemetikan Manual
Pemetikan manual merupakan teknik yang paling
sederhana yakni menggunakan tangan seperti pada Gambar
4.2. Teknik ini memiliki ketelitian cukup tinggi dengan
menghasilkan pucuk yang paling baik. Dalam satu hari, tiap
41
satu orang pemetik dapat memetik pucuk pada luasan
berkisar 0,08-0,1 hektar.
b. Pemetikan Mesin Manual
Teknik pemetikan yang kedua adalah teknik pemetikan
mesin manual. Pemetikan ini dilakukan menggunakan mesin
namun harus dioperasikan oleh tiga orang operator (Gambar
4.3). Dua orang operator bertugas memegang dua sisi
samping mesin sedangkan satu orang bertugas memegang
kantong tempat pucuk teh yang otomatis keluar dari output
mesin petik. Teknik ini menghasilkan petikan pucuk yang
paling banyak dalam waktu singkat namun menghasilkan MS
paling rendah. Setiap harinya kapasitas petikan dapat
mencapai 0,5 hektar.
Selain terdapat teknik pemetikan, ada juga jenis pemetikan
teh yang dilakukan di PT Perkebunan Nusantara XII (Persero)
ini, yakni sebagai berikut :
a. Pemetikan Jendangan
Pemetikan jendangan adalah pemetikan yang dilakukan
setelah pemangkasan. Tujuan dari pemetikan jendangan
adalah supaya didapatkan bidang petik yang lebar dan rata
dengan ranting-ranting yang melebar ke samping sehingga
didapatkan pucuk teh yang banyak.
b. Pemetikan Produksi
Pemetikan produksi adalah pemetikan yang dilakukan
setelah pemetikan jendangan saat sebagian tunas sekunder
yang berkisar 60% dapat dipetik menurut daur petik. Tujuan
dilakukannya pemetika produksi adalah untuk mengambil
semua pucuk teh segar yang sudah memenuhi syarat untuk
dipetik dan memenuhi syarat mutu pengolahan.
c. Pemetikan Gondesan
Pemetikan gondesan adalah pemetikan yang dilakukan
menjelang pemangkasan untuk memetik semua pucuk teh
tanpa memperhatikan rumus petikan.
42
Gambar 4.2 Pemetikan manual
Gambar 4.3 Pemetikan mesin manual
Dalam proses pemetikan, terdapat ketentuan-ketentuan atau
kriteria pucuk teh yang boleh dipetik. Bagian tanaman teh yang
dipetik adalah bagian pucuk, karena pada bagian ini kadar
katekin tinggi, dimana katekin ini merupakan senyawa utama
yang akan dioksidasi secara enzimatis. Terdapat dua jenis
pucuk teh yang boleh dipetik yakni sebagai berikut :
a. Pucuk peko, yakni merupakan kuncup berupa tunas aktif
yang berbentuk runcing di ujung pucuk tanaman teh. Bentuk
pucuk peko terlihat pada Gambar 4.4.
b. Pucuk burung, yakni merupakan kuncup berupa tunas tidak
aktif yang membentuk satu titik di ujung pucuk tanaman teh,
43
dapat dilihat pada Gambar 4.5. Jika pucuk burung ini tidak
segera dipetik maka ia akan menjadi tua dan kualitasnya
menurun.
Kriteria pemetikan yang baik adalah berdasarkan rumus
petikan (Gambar 4.6). Rumus petikan tesebut adalah sebagai
berikut :
a. Petikan halus, yakni pucuk teh yang terdiri dari pucuk peko
dengan satu daun muda (P+1M) dan pucuk burung dengan
satu daun muda (B+1M).
b. Petikan medium, yakni petikan yang terdiri dari pucuk peko
dengan dua daun muda (P+2M) hingga tiga daun muda
(P+3M) serta pucuk burung dengan dua daun muda (B+2M)
hingga tiga daun muda (B+3M). Petikan medium ini
merupakan petikan yang paling bagus untuk diolah menjadi
teh hitam CTC.
c. Petikan kasar, yakni petikan yang terdiri dari pucuk peko
dengan empat atau lebih daun (P+4 atau lebih) dan pucuk
burung dengan dua atau lebih daun tua (B+2T atau lebih).
Gambar 4.4 Pucuk peko Gambar 4.5 Pucuk burung dan
lembaran muda
44
Gambar 4.6 Rumus petikan
4.2.2 Proses Pengolahan Teh Hitam CTC
Skema proses pengolahan teh hitam CTC terdapat pada
Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Skema proses pengolahan teh hitam CTC di PTPN XII
(Persero) Kebun Kertowono Lumajang
Penerimaan
pucuk
Angkutan ke
pabrik Petik pucuk
Pelayuan Turun giling/layu Penggilingan
Oksidasi
enzimatis
Pengeringan
VFBD Sortasi bubuk
Pengendalian
mutu Pengemasan Pengiriman
produksi /
Pengemasan
produk hilir
45
4.2.2.1 Penerimaan Pucuk
Proses masuknya daun teh ke pabrik diawali dari
penerimaan pucuk. Pucuk teh tersebut datang dari perkebunan
teh Kertowono yang terdiri dari 3 afdeling yaitu afdeling puring,
afdeling kamar tengah dan afdeling kertosuko. Selain itu, ada
juga pucuk teh yang dikirim dari perkebunan lawang kedaton
dan gunung gambir yang diangkut ke pabrik menggunakan truk.
Penerimaan pucuk diawali sekitar pukul 13.00 hingga selesai
tergantung banyak sedikitnya jumlah pucuk yang datang dari
tiap wilayah kebun. Adapun untuk membedakan setiap jenis
pemetikan, maka pada tiap ronde, diberi tanda papan kecil
berwarna orange yang digantung pada awal monorail untuk
petik mesin dan warna putih untuk petik manual.
Tahapan yang harus dilakukan segera setelah pucuk datang
ke pabrik antara lain:
1. Pembongkaran
Pucuk dalam rajutan-rajutan yang berada dalam truk
segera dikeluarkan untuk menghindari turunnya kualitas
pucuk segar. Pembongkaran ini dilakukan dengan hati-hati
dengan tidak menumpuknya kembali.
2. Penimbangan
Pucuk yang telah dibongkar selanjutnya ditimbang, seperti
pada Gambar 4.8. Timbangan yang digunakan adalah
timbangan duduk. Masing-masing rajutan berisi kurang lebih
15 kg pucuk dan bertuliskan nama mandor kebun dimana
pucuk tersebut dihasilkan. Tujuan dari proses penimbangan
antara lain untuk mengetahui massa bahan baku dari kebun
hari itu, mengetahui target produksi selanjutnya, serta untuk
mengetahui rendemen bahan baku. Pada proses
penimbangan, rajutan diletakkan dalam timbangan maksimal
empat rajutan dalam sekali timbang dengan berat maksimal
kurang lebih 80 kg. Setelah ditimbang, monorail dijalankan
untuk mengangkut pucuk yang sudah ditimbang menuju
46
withering trough dengan kapasitas tiap monorail maksimal
dua rajutan (Gambar 4.9).
Gambar 4.8 Penerimaan dan penimbangan pucuk
Gambar 4.9 Pengangkutan pucuk dengan monorail
Pucuk yang sudah diangkut oleh monorail selanjutnya
dilakukan pembeberan di dalam withering trough. Setelah pucuk
dibeber, perlakuan selanjutnya adalah analisa pucuk. Analisa
pucuk bertujuan untuk mengetahui persen MS dan TMS dari
pucuk yang berguna untuk mengontrol mutu pucuk teh yang
sampai ke pabrik.
47
Gambar 4.10 Analisa pucuk
Dalam analisa pucuk, pertama-tama diambil sampel pucuk
teh sebanyak 250 gram dari withering trough secara acak.
Pengambilan sampel dilakukan per mandor, dalam satu trough
terdiri dari 2-3 mandor tergantung dari hasil petikan. Setelah
sampel diambil dilakukan pemisahan dengan kategori yang
halus dan kasar seperti pada Gambar 4.10. Kategori kasar
meliputi memar, rusak, dan tangkai atau hasil potesan,
sedangkan kategori halus adalah pucuk medium. Masing-
masing kategori ditimbang untuk menentukan persen.
Persentase jumlah memar, rusak, dan tangkai disebut
dengan persen TMS. Persentase pucuk medium disebut dengan
persen MS. Jika persentase MS bernilai lebih dari atau sama
dengan 60% maka mutu pucuk bagus atau memenuhi standar.
Komponen dari MS adalah P+3M, B+2M, dan lembaran muda.
Sedangkan komponen TMS adalah lembaran daun yang rusak
atau memar, daun tua, tangkai, dan daun yang tidak bisa
dipotes.
4.2.2.2 Pelayuan dan Turun Layu/giling
Proses lanjutan dari pembeberan pucuk adalah pelayuan.
Setelah pucuk dibeber pada withering trough, dilakukan
pelayuan seperti pada Gambar 4.11 yang bertujuan untuk
48
mengurangi kadar air pucuk agar mencapai kadar air 70%
sebelum memasuki pengolahan selanjutnya. Pelayuan berguna
untuk memperoleh kondisi pucuk yang baik untuk proses
penggilingan. Pada proses pelayuan, dilakukan pula proses
pembalikan (Gambar 4.12), yaitu membalik pucuk yang berada
di dasar trough dengan pucuk yang berada paling atas agar
pelayuan merata. Pembalikan dapat dilakukan satu kali atau
dua kali. Jika cuaca cukup terang maka pembalikan dapat
dilakukan satu kali saja, sedangkan jika cuaca hujan maka perlu
dilakukan pembalikan dua kali.
Gambar 4.11 Proses pelayuan
Gambar 4.12 Proses pembalikan
49
Lama proses pelayuan kurang lebih sekitar 6 hingga 8 jam
tanpa bantuan pemanas jika cuaca terang. Jika cuaca hujan
maka pelayuan dapat berlangsung selama 12 jam dengan
bantuan pemanas. Kriteria hasil pelayuan pucuk yang baik
antara lain pucuk layu tetap berwarna hijau, pucuk layu tidak
mudah patah ketika dipotes, dan pucuk layu tidak berbau asam.
Selama proses pelayuan terjadi pengurangan air pada daun,
perubahan tekstur pada pucuk dan tangkai daun. Daun yang
awalnya segar, setelah proses pelayuan menjadi lebih fleksibel
tidak mudah robek. Tekstur tangkai daun tidak mudah dipotes
karena lebih lentur. Pengurangan massa pada pucuk teh
dikarenakan adanya pengurangan kadar air selama proses
penguapan. Daun menjadi berwarna hijau layu karena sebagian
klorofil berubah menjadi feoforbil.
Perubahan kimia selama proses pelayuan diantaranya
terbongkarnya struktur protein menjadi asam amino alanin,
leusin, isoleusin, dan valin. Di samping itu, adanya kandungan
karbohidrat yang dapat larut menjadi senyawa gula yang lebih
sederhana yaitu sukrosa dan glukosa meningkat. Selain itu, juga
terjadi kenaikan aktivitas enzim dan meningkatnya persentase
kafein namun massanya tetap, dan terbentuknya asam organik
dari unsur C, H, dan O.
Setelah proses pelayuan selesai, maka dilanjutkan dengan
proses turun layu yang terdapat pada Gambar 4.13. Proses
turun layu ini dilakukan setelah pucuk teh dari withering trough
ditimbang kemudian dibawa ke mesin turun layu Green Leaf
Shifter. Mesin ini berfungsi sebagai detector logam karena
terdapat bagian berupa magnet. Mesin bekerja dengan cara
bergetar naik turun sehingga batang atau kotoran dapat terpisah
serta logam yang mungkin tercampur dalam pucuk akan
menempel pada magnet yang terletak di bagian atas conveyor.
Hal ini perlu dilakukan karena jika terdapat logam yang terikut
masuk ke proses penggilingan maka akan dapat menyebabkan
kerusakan pada gigi atau pisau pemotong.
50
Gambar 4.13 Proses turun layu/giling
4.2.2.3 Penggilingan
Proses penggilingan merupakan proses yang penting dalam
mengubah sifat teh. Perubahannya meliputi perubahan fisik
yakni hancurnya struktur teh menjadi lebih kecil akibat
pemotongan pucuk teh di dalam mesin penggilingan. Setelah
melalui Green Leaf Shifter pada turun layu, pucuk layu akan
terbebas dari kotoran, pasir, maupun logam, kemudian masuk
ke dalam Rotorvane untuk digiling. Pucuk layu akan mengalami
perubahan bentuk menjadi bubuk teh kasar setelah melaui
penggilingan.
Selain perubahan fisik, terjadi juga perubahan kimiawi.
Perubahan secara kimiawi tersebut, yakni setelah digiling,
pucuk teh rusak dan mengeluarkan cairan sel sehingga terjadi
kontak antara senyawa polifenol dengan enzim polifenol
oksidase dan oksigen. Hal ini merupakan awal dari reaksi
oksidasi enzimatis.
Setelah keluar dari Rotorvane (Gambar 4.14), bubuk teh
kasar melewati ball breaker, dan kemudian ke dalam mesin
penggilingan mengalami perobekan, pengepresan, dan
penggulungan. Proses tersebut dilakukan oleh mesin roll CTC
51
seperti pada Gambar 4.15. Mesin roll CTC melakukan proses
Crushing, Tearing, dan Curling. Proses crushing merupakan
proses menggiling atau menghancurkan, tearing merupakan
proses untuk menyobek pucuk teh, serta curling yang
merupakan proses penggulungan pucuk teh. Mesin roll CTC
terdiri dari tiga buah mesin sehingga disebut Triplex Roll CTC.
Setiap roll memiliki jumlah gigi yang berbeda. Roll CTC 1
memiliki 8 TPI (tooth per inch), sedangkan roll CTC 2 dan 3
memiliki 10 TPI.
Gambar 4.14 Penggilingan dari Rotorvane
Gambar 4.15 Proses penggilingan
52
Pada proses penggilingan, keadaan lingkungan di ruang
penggilingan dijaga. Kelembaban udara yang digunakan adalah
berkisar 90-95% dengan suhu ruangan 22-27oC. Jika
kelembaban >90% dan suhu ruangan <27oC, maka digunakan
Humidifier, yakni suatu alat yang digunakan untuk menghasilkan
kelembaban.
Setiap bubuk teh yang keluar dan masuk diangkut dengan
conveyor berjalan. Setiap mesin CTC terhubung oleh conveyor
yang mengangkut bubuk teh basah. Setelah bubuk teh melewati
serangkaian proses pada roll CTC, maka conveyor akan
membawa bubuk teh basah memasuki Googie. Alat ini
berbentuk silinder berongga yang diameter kanan kirnya
berbeda sehingga menyerupai bentuk kerucut yang dipotong
ujungnya. Googie berfungsi untuk menangkap serat dari bubuk
teh basah sehingga terpisah antara bubuk teh halus (Gambar
4.17 (a)) dengan seratnya (Gambar 4.17(b)). Penangkapan
serat ini menggunakan prinsip listrik statis yang dihasilkan
akibat perputaran Googie seperti pada Gambar 4.16 sehingga
serat menempel pada dinding dalam Googie. Pembersihan
serat di dalam Googie dibersihkan secara manual dengan
tongkat sikat pembersih.
Gambar 4.16 Penangkapan serat oleh Googie
53
(a) (b)
Gambar 4.17 Bubuk teh basah setelah melalui Googie (a) dan
serat yang ditangkap oleh Googie (b)
4.2.2.4 Oksidasi Enzimatis
Bubuk teh basah yang keluar dari Googie akan dibawa oleh
conveyor menuju proses oksidasi enzimatis. Di PT. Perkebunan
Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono, proses oksidasi
enzimatis ini berlangsung di suatu alat yang bernama Continous
Fermenting Unit. Oksidasi enzimatis merupakan tahapan yang
paling penting dalam pengolahan teh hitam karena proses inilah
yang menjadi dasar perbedaan antara teh satu dengan teh
lainnya. Di dalam proses oksidasi enzimatis akan terjadi
perubahan secara kimiawi antara lain perubahan warna, aroma,
dan rasa yang kuat akan dihasilkan setelah melaui proses
oksidasi enzimatis (Gambar 4.19).
Proses oksidasi enzimatis terjadi dengan mengkondisikan
lingkungan untuk mengoptimalkan terjadinya proses biokimia
dalam bubuk teh. Proses oksidasi ini tidak berbeda dengan
peristiwa biokimia lainnya yang ditentukan oleh beberapa faktor
yakni air, suhu, kadar enzim dan substrat. Di antara faktor
tersebut yang dapat dikendalikan adalah suhu dan kelembaban
(%RH). Di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero), faktor yang
dikendalikan adalah suhu ruang, RH, dan lama proses oksidasi
54
enzimatis. Suhu yang dikendalikan adalah suhu ruang yang
besarnya dijaga agar bersuhu 20-25oC. Besarnya RH dijaga
agar bernilai ≥90%, hal tersebut dilakukan untuk mencegah
terjadinya penguapan selama proses oksidasi berlangsung.
Sedangkan lama prosesnya adalah selama 65-75 menit, yang
merupakan waktu optimal untuk oksidasi teh hitam dan dihitung
dari awal proses penggilingan karena sudah terjadi proses
perusakan sel pada pucuk sehingga senyawa polifenol telah
bertemu dengan enzim polifenol oksidase (Gambar 4.18 (a)).
Berikut ini adalah skema dalam proses oksidasi enzimatis :
(a) (b)
Gambar 4.18 Skema proses oksidasi enzimatis (a) dan skema
degradasi klorofil (b)
Akhir proses oksidasi ditandai dengan perubahan warna
yang semula hijau menjadi merah tembaga dan tekstur bubuk
teh tidak menggumpal, serta perubahan aroma dari berbau
Polifenol
Orthoquinon
Bisflavanol
Theaflavin
Thearubigin
Bahan tak larut air
dimerisasi
kondensasi
kondensasi
pengendapan
protein
Klorofil
Feofitin
(warna hitam)
oksidasi
enzimatis Hilangnya
Mg+ PPO + O2
55
langu menjadi aroma khas teh. Perubahan warna bubuk teh
menjadi merah tembaga diakibatkan oleh adanya degradasi
klorofil menjadi feofitin yang dijelaskan dalam skema pada
Gambar 4.18 (b). Feofitin inilah yang berperan penting dalam
menentukan warna teh hitam.
Gambar 4.19 Proses oksidasi enzimatis
Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
proses oksidasi enzimatis :
a. Suhu ruangan
b. Kelembaban udara (%RH)
c. Lama proses oksidasi enzimatis
d. Ketebalan hamparan bubuk teh
e. Suhu hamparan bubuk teh
f. Sanitasi alat
4.2.2.5 Pengeringan
Proses pengeringan merupakan proses pengurangan kadar
air dari bubuk teh basah menjadi bubuk teh kering. Pengeringan
bertujuan untuk menghentikan reaksi oksidasi enzimatis dari
56
proses sebelumnya yakni dengan pemberian udara panas.
Terhentinya reaksi oksidasi enzimatis dikarenakan denaturasi
senyawa polifenol akibat panas yang digunakan selama proses
pengeringan.
Di PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kertowono,
pengeringan bubuk teh dilakukan dengan menggunakan mesin
pengering Vibro Fluid Bed Dryer (VFBD) seperti pada Gambar
4.20. Prinsip kerja VFBD adalah mengeringkan bubuk teh basah
pada bed (tray) di dalam VFBD dimana bubuk teh tersebut
digetarkan dan terpapar oleh udara panas dari tungku pemanas
atau heater yang dihembuskan oleh main fan. Udara panas
tersebut mengalir melalui lorong yang berada di bawah VFBD
dan masuk melalui lubang-lubang pada bed sehingga terjadi
penguapan air dari bubuk teh basah. Uap air hasil pengeringan
kemudian dihisap oleh cyclone untuk dibuang keluar dari VFBD.
Gambar 4.20 Proses pengeringan dengan VFBD
Bubuk teh basah yang keluar dari Continous Fermenting Unit
dibawa oleh conveyor masuk ke dalam inlet VFBD dan
diratakan oleh spreader. Di dalam VFBD, bubuk teh terhampar
di atas bed yang bergetar sehingga bubuk teh dapat berjalan
57
menuju outlet VFBD. Getaran pada VFBD dihasilkan oleh motor
vibro (eksentrik). Suhu inlet (masuk) yang digunakan untuk
mengeringkan bubuk teh basah adalah sebesar 110-150oC,
disebut dengan T6. Suhu outlet (keluar) yang didapatkan
sebesar 80-90oC, disebut dengan T5. Selain T6 dan T5, pada
proses pengeringan terdapat standar ketebalan bubuk teh
basah yang masuk ke dalam VFBD yang dinyatakan dalam
satuan suhu (T3) yakni 40-45oC.
Mesin pengering VFBD memiliki kapasitas kering sebanyak
280-300 kilogram bubuk teh kering per jam. Bahan bakar yang
digunakan sebagai penghasil panas (heater) adalah kayu yang
dibakar di dalam tungku sebanyak 4-4,5 m3 kayu per ton kering
teh. Suhu yang dicapai di dalam tungku adalah sebesar 110-150
derajat celcius. Panas yang dihasilkan oleh pemanas tersebut
dihisap oleh main fan menuju ke VFBD sebagai suhu inlet (T6).
Udara panas berjalan dari bawah dan dihembuskan ke
hamparan bubuk teh basah melalui lubang-lubang kecil pada
bed di dalam VFBD sehingga terjadi penguapan air dari bubuk
teh basah berkadar air 68-70% menjadi bubuk teh kering
berkadar air 2,8-3,8%.
Pengendalian mutu bubuk teh hasil pengeringan dilakukan
dengan cup test setiap 20 menit sekali. Cup test dilakukan
dengan menyeduh bubuk teh. Hal ini dilakukan untuk
mengantisipasi adanya penyimpangan dalam proses
pengeringan. Penyimpangan yang terjadi misalnya bubuk teh
yang dihasilkan kurang matang maupun terlalu matang atau
gosong. Penyimpangan tersebut diketahui dari uji kenampakan,
uji aroma, dan uji rasa teh.
4.2.2.6 Sortasi
Proses sortasi merupakan tahap dimana bubuk teh kering
dipisahkan berdasarkan ukurannya. Selain untuk memisahkan
berdasarkan ukuran partikel, sortasi dilakukan untuk
mengelompokkan bubuk teh sesuai mutunya. Di dalam proses
58
sortasi pula akan dipisahkan serat kasar yang masih terdapat
pada bubuk teh kering.
Bubuk teh kering setelah dikeringkan akan masuk ke proses
sortasi. Mesin sortasi yang digunakan di PT. Perkebunan
Nusantara XII Kebun Kertowono cukup banyak. Mesin sortasi
yang digunakan antara lain Vibro Jumbo Extractor, Holding
Tank, Middletone, Trinick 1 dan Trinick 2, serta Andrew Breaker.
Skema proses sortasi bubuk teh kering dapat dilihat pada
Gambar 4.21 berikut.
Gambar 4.21 Skema proses sortasi bubuk teh
Proses diawali dengan masuknya bubuk teh ke dalam Vibro
Jumbo Extractor untuk pemisahan serat kering dari bubuk teh,
Produk Produk
TW TW
Vibro Jumbo
Extractor
Holding tank
Bubuk teh
Midletone
Trinick 2 Trinick 1
59
kemudian masuk ke dalam Holding Tank untuk ditampung
sementara. Selanjutnya bubuk teh mengalami pemisahan awal
berdasarkan ukuran partikel di Midlletone, dilanjutkan dengan
pemisahan berdasarkan ukuran mesh pada Trinick 1 dan Trinick
2 sehingga didapatkan produk akhir dan produk samping berupa
tea waste / TW (Gambar 4.22). TW dapat disortasi kembali
apabila masih memiliki kenampakan yang bagus dengan
melakukan proses penghancuran di mesin Andrew Breaker,
kemudian disortasi langsung di Trinick 1 dan Trinick 2. Hasil
sortasi TW akan dijadikan mutu 2 atau bisa juga masuk mutu 1
apabila memenuhi standar. Klasifikasi mutu teh setelah melalui
serangkaian proses sortasi dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Gambar 4.22 Proses sortasi
Tabel 4.1 Klasifikasi mutu teh setelah sortasi
Ukuran (mesh) Mutu 1 Mutu 2
10 BP 1 -
12 BP 1 -
16 PF Fann
20 PD Fann
24 PD D 2
30 D 1 D 2
50 D 1 dan D 2 -
60
*Keterangan : BP = Broken Pecco D = Dust
PF = Pecco Fanning Fann = Fanning
PD = Pecco Dust
4.2.2.7 Uji Inderawi
Uji inderawi merupakan pengujian mutu berdasarkan bentuk,
ukuran, warna, rasa dan aroma. Setelah teh hitam kering
melalui berbagai proses, perlu dilakukan pengujian mutu, seperti
di Gambar 4.23. Pengujian mutu yang dilakukan adalah
pengujian keseragaman partikel dan uji kenampakan.
Pengujian keseragaman partikel merupakan pengujian yang
dilakukan dengan membandingkan hasil sortasi dari setiap jenis
partikel. Jenis-jenis partikel tersebut adalah BP (Broken Pecco),
PF (Pecco Fanning), PD (Pecco Dust), dan Dust. Dalam
pengujian keseragaman, harus diuji densitas. Pengujian
densitas merupakan pengujian untuk mengetahui ukuran
partikel teh kering sebelum dilakukan pengemasan. Pengujian
densitas dilakukan dengan cara memasukkan bubuk teh ke
dalam gelas ukur sebanyak 100 gram, kemudian dilihat
volumenya.
Berikut ini adalah penjelasan dari tiap mutu teh yang
dilakukan uji inderawi :
a. BP merupakan jenis partikel teh yang membentuk butiran
dengan ukuran paling besar, namun massanya paling rendah
sehingga volumenya paling tinggi.
b. PF merupakan jenis partikel teh yang membentuk butiran
dengan ukuran sedikit lebih kecil dari BP. Massanya sedikit
lebih berat dari BP, namun volumenya lebih rendah dari BP.
c. PD merupakan jenis partikel teh yang membentuk butiran
kecil mendekati halus. Massanya sedikit lebih berat,
sehingga volumenya rendah.
d. Dust merupakan jenis partikel teh yang membentuk butiran paling kecil dan paling halus menyerupai butiran debu. Massanya sedikit lebih berat, sehingga volumenya rendah.
61
Standar volume tiap jenis partikel per 100 gram adalah
sebagai berikut :
a. BP = 300 – 330 ml
b. PF = 250 – 295 ml
c. PD = 250 - 280 ml
d. Dust = 235 – 245 ml
Setelah diuji keseragaman partikelnya, bedasarkan jenis-
jenis teh yang telah dipisahkan dapat dilihat kenampakannya
yang meliputi bentuk, warna, rasa dan aroma. Teh yang bagus,
kenampakan warnanya hitam, bentuknya granular dan tidak
terdapat serat. Setelah dilihat warna dan bentuk pada teh
kering, dilakukan pengujian rasa dan aroma melalui seduhan.
Cara pengujiannya adalah sebagai berikut :
Teh hitam kering ditimbang sebanyak 5,6 gr kemudian
dimasukkan dalam cangkir penyeduh.
Air dididihkan dan dituangkan ke dalam cangkir penyeduh.
Biarkan selama 5 menit, kemudian saring dan tuangkan
airnya ke dalam mangkuk/cangkir.
Setelah seduhan teh dibiarkan sebentar lalu dilakukan
pengujian. Penataan uji inderawi terdapat pada Lampiran 7.
Gambar 4.23 Uji inderawi
62
Pengujian mutu teh meliputi beberapa aspek antara lain :
a. Kenampakan (appearance)
Kenampakan dinilai dari bentuk dan warna partikel teh
kering, serta warna seduhan teh. Teh kering yang bagus
berwarna kehitaman dengan bentuk granular. Terdapat lima
skala yang digunakan yakni :
A = Sangat bagus D = Kurang bagus
B = Bagus E = Jelek
C = Sedang
b. Rasa (liquor)
Seduhan teh yang baik adalah yang memiliki aroma yang
khas dan enak serta teh rasa yang kuat. Terdapat lima skala
yang digunakan yakni :
A = Sangat enak D = Kurang enak
B = Enak E = Tidak enak
C = Sedang
c. Ampas (infused leaf)
Selain kenampakan bubuk teh kering dan warna seduhan,
diuji pula kenampakan ampas sisa seduhan teh. Ampas yang
tertinggal di cangkir dipindahkan dan ditekan hingga keluar
airnya, kemudian dinilai kenampakannya. Terdapat lima
skala yang digunakan yakni :
A = Sangat cerah dan berwarna tembaga
B = Cerah dan berwarna tembaga
C = Agak cerah
D = Kehijauan
E = Suram/gelap
4.2.2.8 Pengemasan
Proses pengemasan merupakan upaya untuk menjaga atau
mempertahankan kualitas produk teh. Pengemasan bertujuan
untuk mewadahi bubuk teh kering agar terhindar dari kerusakan
dan memudahkan pengangkutan dari produsen ke konsumen.
Setelah proses sortasi kering selesai, bubuk teh kering
63
dimasukkan ke dalam peti miring untuk ditampung sesuai
dengan jenisnya. Peti miring yang sudah terisi penuh kemudian
dibuka klep di bawahnya agar teh keluar dan dijalankan oleh
conveyor menuju ke Prepacker dengan tujuan untuk
membersihkan serat yang mungkin masih terikut.
Setelah melalui Pre-Packer bubuk teh diangkut oleh
conveyor menuju Tea Bulker untuk dilakukan atau blending
bubuk teh sejenis. Selanjutnya bubuk teh berjalan menuju Tea
Packer sesuai standar isi papersack per jenis mutunya (Gambar
4.24). Setelah papersack terisi oleh bubuk teh selanjutnya
ditimbang dan diratakan isinya dengan getaran menggunakan
alat Packer Vibrator.
Gambar 4.24 Proses pengemasan
Papersack yang digunakan untuk mengemas merupakan
papersack berwarna coklat yang memiliki empat lapis, yakni tiga
lapis kertas di bagian luar dan lapisan aluminium foil di bagian
dalam. Papersack tersebut bertuliskan informasi mengenai label
nama produk, alamat pabrik, grade, gross, netto, dan nomor
chop. Papersack dikhususkan untuk mengemas teh mutu
64
ekspor I, yaitu BP1, PF1, PD dan D1, juga untuk mengemas
mutu II ekspor, yaitu Fann dan D2. Sedangkan pengemas yang
digunakan untuk mutu lokal adalah karung dengan isi sebanyak
40 kilogram. Merk dagang teh hitam CTC yang digunakan PT.
Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono adalah
merk „Kamar Tengah‟. Harga teh hitam yang diekspor adalah
1,84 USD.
Setelah dilakukan pengemasan dalam papersack, teh
dibawa menuju ke tempat penyimpanan sementara dalam
pabrik. Di dalam penyimpanan teh disusun menjadi per chop
atau kavling. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.25,
setiap chop terdiri atas 20 tumpukan papersack teh dan dialasi
dengan bidang pallet dari kayu setinggi 15 cm serta kemudian
diikat dan diberi sungkup plastik. Tinggi per chop adalah 220
cm. Di dalam ruang penyimpanan pabrik, kelembaban dijaga
sekitar 75% dengan suhu ruang 22-30oC. Lama penyimpanan di
pabrik maksimal tiga hari, lalu diangkut ke gudang penyimpanan
di Surabaya dengan lama penyimpanan dua hingga tiga bulan.
(a) (b)
Gambar 4.25 Penyusunan chop (a) dan tumpukan chop (b)
65
Teh kering yang dikemas memiliki densitas standar yang
harus dipenuhi. Setiap kategori mutu teh harus dikemas
sesuai dengan ketentuan atau standar yang telah ditetapkan.
Densitas mutu teh dan isi tiap papersack terdapat pada Tabel
4.2.
Tabel 4.2 Densitas mutu teh dan isi tiap papersack
Mutu 100 gr Free Fall (cc) Isi papersack (kg)
BP 1 300 - 330 52
PF 1 250 - 295 55
PD 250 - 280 60
D 1 240 - 260 65
D 2 235 - 245 65
Fann 290 - 310 53
4.3 Alat dan Mesin Pengolahan Teh Hitam CTC
Setiap proses yang dilaksanakan dalam pengolahan teh
hitam CTC tidak luput dari peran alat dan mesin pengolahan
yang ada. Di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) kebun
Kertowono terdapat beberapa alat dan mesin pengolahan yang
digunakan mulai dari penerimaan pucuk hingga di proses
pengemasan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai alat dan
mesin pengolahan teh hitam CTC di PT. Perkebunan Nusantara
XII (Persero) Kebun Kertowono antara lain nama alat, fungsi,
prinsip kerja, serta spesifikasinya.
4.3.1 Penerimaan Pucuk
4.3.1.1 Monorail Conveyor
Pada penerimaan pucuk, alat yang digunakan antara lain
timbangan duduk dan monorail conveyor seperti Gambar 4.26.
Timbangan duduk digunakan untuk mengukur massa pucuk teh
66
yang dikeluarkan dari truk pengangkut. Monorail conveyor
berfungsi untuk membawa atau menghantarkan pucuk teh ke
withering trough. Prinsip kerja monorail conveyor yakni monorail
digerakkan menggunakan motor listrik dengan jalur yang dibuat
untuk menjangkau seluruh withering trough di ruang pelayuan.
Pucuk teh dalam rajutan diletakkan dalam monorail dan
dihantarkan ke withering trough untuk dilakukan proses
selanjutnya.
Gambar 4.26 Monorail conveyor
67
Spesifikasi monorail conveyor adalah sebagai berikut :
- Tinggi : 0.9 m
- Lebar : 0.65 m
- Jarak antar troli : 1.5 m
- Panjang lintasan : 300 m
- Kapasitas : 30 kg per troli
- Tenaga motor : 10 HP
- Tegangan : 380/660 Volt
4.3.2 Pelayuan dan Turun Layu
4.3.2.1 Withering Trough
Mesin dan peralatan yang digunakan pada proses pelayuan
adalah Withering Trough. Withering Trough disebut juga palung
pelayuan yang berfungsi sebagai bak penampung pucuk teh
basah untuk dilayukan hingga tercapai persentase layu tertentu
(68 – 76 %). Prinsip kerjanya adalah blower menghisap dan
mengalirkan udara panas ke Withering Trough. Udara panas ini
akan menguapkan sebagian air dari daun teh karena adanya
perbedaan RH antara udara luar dengan udara palung pelayuan
dengan waktu pelayuan 12-18 jam. Bentuk dari Withering
Trough dapat dilihat pada Gambar 4.27.
Withering Trough dilengkapi beberapa komponen, antara lain
sebagai berikut :
a. Leaf bed : tempat menghamparkan pucuk teh
b. Blower : menarik udara untuk dihembuskan ke palung
c. Heater : menghasilkan udara panas yang digunakan
untuk pelayuan jika suhu udara luar 21-27oC atau suhu udara
kering dengan udara basah ≤2oC.
d. Termometer: mengukur suhu pemanasan pada palung
pelayuan.
68
Gambar 4.27 Withering trough
Spesifikasi dari Withering Trough adalah sebagai berikut :
- Nama : Withering Trough
- Tipe : Trough
- Panjang : 15.1 meter
- Lebar : 1.67 meter
- Tinggi : 1.03 meter
- Kapasitas : 500 - 750 kg pucuk basah
- Operasi : Batch
4.3.2.2 Green Leaf Shifter
Green Leaf Shifter (GLS) digunakan pada saat proses turun
layu/giling. GLS berfungsi untuk memisahkan kotoran-kotoran
yang terikat pada pucuk teh seperti logam, pasir dan ranting
agar penggilingan tidak terhambat. Prinsip kerja adalah GLS
merupakan ayakan yang digerakan dengan motor listrik dan
dilengkapi magnet. Gerakan maju mundur yang ditimbulkan
akan memisahkan kontaminan yang terikat diantara daun-daun
teh. Sedangkan magnet akan memisahkan dan menarik
69
kontaminan logam. Mesin Green Leaf Shifter dapat dlihat pada
Gambar 4.28.
Gambar 4.28 Green Leaf Shifter
Spesifikasi dari Green Leaf Shifter adalah sebagai berikut :
- Panjang : 3.5 m
- Lebar : 1.7 m
- Kapasitas : 1000 - 1100 kg pucuk layu per jam.
70
4.3.3 Penggilingan
4.3.3.1 Rotorvane
Rotorvane berfungsi untuk melumatkan / penggilingan pucuk
teh layu menjadi bubuk teh kasar seperti pada Gambar 4.29.
Prinsip kerja rotorvane yaitu pucuk teh yang sudah layu
dimasukkan ke dalam rotorvane yang dihubungkan dengan
motor listrik sehingga diperoleh gerakan memutar. Gerakan
memutar tersebut berasal dari sirip yang terdapat pada poros
dan reward yang terpasang statis pada dinding silinder bekerja
sama dalam menggiling teh. Gerakan memutar reward berseling
dengan reward sedemikian rupa menghasilkan gaya memotong,
menyobek, dan selajutnya mendorong daun-daun yang hancur
keluar dari silinder. Bagian-bagian dari Rotorvane dapat dilihat
pada Gambar 4.30.
Spesifikasi dari Rotorvane adalah sebagai berikut :
- Nama : Rotorvane
- Diameter : 15”
- Kapasitas / putaran : 1100-1400 kg bubuk teh kasar
- Putaran baling – baling : 40 rpm
- Tenaga motor : 25 HP
- Operasi : Kontinyu
Gambar 4.29 Rotorvane
71
Gambar 4.30 Rotorvane dan bagian-bagiannya
Keterangan :
1. Elektromotor 6. Silinder
2. Gear box 7. Spiral
3. Corong pemasukan 8. Kipas
4. Rotor 9. Kaki
5. Sudu (resistor)
4.3.3.2 Triplex Roll CTC
Mesin Roll CTC (Crushing, Tearing, Curling) berfungsi untuk
memotong, merobek dan menggulung bubuk teh basah menjadi
bentuk granular atau partikel bubuk yang kecil dan seragam.
Prinsip kerja Roll CTC yaitu yang berputar dengan kecepatan
berbeda akan memotong, merobek bubuk teh kasar dari
Rotorvane dan menggulung menjadi butiran bubuk teh. Mesin
Roll CTC dapat dilihat pada Gambar 4.31.
Ada tiga jenis Roll CTC yakni Roll CTC 1, Roll CTC 2, dan
Roll CTC 3. Roll CTC 1 (Gambar 4.32 (a)) merupakan mesin
penggiling yang terletak setelah Rotorvane. Alat ini berfungsi
untuk melumatkan teh yang hancur secara kasar pada
Rotorvane. Roll CTC 2 (Gambar 4.32 (b)) berukuran 8 TPI
(Tooth Per Inch) yang setiap satu inci terdapat 8 gigi atau pisau.
Suhu yang digunakan adalah 26-28⁰C. Selanjutnya adalah Roll
CTC 2, yang merupakan mesin penggiling yang terletak setelah
72
Roll CTC 1. Alat ini berfungsi untuk merobek teh yang telah
dilumatkan pada Roll CTC 1 dan menghaluskan. Roll CTC 2
berukuran 10 TPI (Tooth Per Inch) yang setiap satu inci terdapat
10 gigi atau pisau. Suhu yang digunakan adalah 28-30⁰C. Yang
terakhir adalah Roll CTC 3 (Gambar 4.32 (b)), yang merupakan
mesin penggiling yang terletak setelah Roll CTC 2. Alat ini
berfungsi untuk membentuk/menggulung teh yang telah dirobek
secara halus pada Roll CTC 2. Roll CTC 3 berukuran 10 TPI
yang setiap satu inci terdapat sepuluh gigi atau pisau.
Berdasarkan perbedaan jenis Roll CTC diatas, dapat
diketahui bahwa hasil penggilingan CTC 1 lebih besar
ukurannya bila dibanding CTC 2 dan 3. Hal ini dikarenakan
ukuran roll mempengaruhi besarnya ukuran partikel teh yang
dihasilkan, dimana semakin besar ukuran roll maka semakin
kecil partikel teh yang dihasilkan. Ketiga roll tersebut diberikan
tekanan dengan ketentuan yang dinyatakan dalam arus listrik
dalam satuan ampere (A) sebesar 15-20 A. Tekanan yang besar
akan menghasilkan bubuk yang semakin halus dengan suhu
yang lebih tinggi. Kondisi ini akan menyebabkan pembentukan
partikel akan lebih kompak tetapi dapat berefek pada terjadinya
proses oksidasi enzimatis lebih dini dan perubahan warna teh.
Gambar 4.31 Triplex Roll CTC Machine
73
Spesifikasi dari Triplex Roll CTC adalah sebagai berikut :
- Jumlah roll : 3 buah
- Diameter / panjang roll : 209,5 mm / 762 mm
- Motor per cutting 3 unit : 20 / 20 / 15 HP
- Kapasitas : 2000 kg pucuk layu / jam
(a) (b)
(c)
Gambar 4.32 Roll CTC 1 (a), Roll CTC 2 (b),
dan Roll CTC 3 (c)
4.3.3.3 Googie
Googie berfungsi untuk menangkap serat dan membentuk
granula bubuk teh. Prinsip kerja Googie yaitu poros engkol
berputar karena adanya tenaga penggerak dari motor listrik.
74
Putaran poros engkol mengakibatkan perputaran tabung silinder
yang searah dengan jarum jam. Bubuk teh yang dimasukan ke
dalamnya akan terbentuk lebih seragam sedangkan serat akan
terpisah dan melekat pada dinding alat. Semakin layu (pucuk
teh), maka semakin sedikit serat yang menempel pada dinding
Googie. Googie berbentuk silinder berongga seperti yang
terlihat pada Gambar 4.33 yang berfungsi untuk membentuk
granula serta menangkap serat dari bubuk teh. Mesin ini bekerja
dengan prinsip listrik statis yang dihasilkan dari putaran silinder
berongga, sehingga serat akan menempel di dinding silinder
kemudian dibersihkan.
Gambar 4.33 Googie
1
2 3
4
5
6
75
Keterangan :
1. Conveyor input 4. Lintasan Googie
2. Silinder Googie 5. Conveyor output
3. Kerangka luar 6. Elektromotor
Spesifikasi dari Googie adalah sebagai berikut :
- Panjang : 307 cm
- Tinggi : 220 cm
- Tebal plat aluminium : 3 mm
- Diameter muka : 184 cm
- Diameter belakang : 138 cm
- Putaran : 14 – 15 rpm / menit
- Tenaga motor listrik : 3 HP
- Tegangan : 220 volt – 380 volt
4.3.4 Oksidasi Enzimatis
4.3.4.1 Continous Fermenting Unit
Pada proses oksidasi enzimatis digunakan Continous
Fermenting Unit. Alat tersebut berfungsi sebagai tempat bubuk
teh basah untuk berlangsungnya proses oksidasi enzimatis.
Setelah bubuk teh terpisah dari serat basah, bubuk teh akan
berjalan dengan conveyor menuju Continous Fermenting Unit
untuk dioksidasi. Continous Fermenting Unit yang digunakan
memiliki tiga tingkatan seperti pada Gambar 4.34. Tingkatan
pertama berada paling atas, lapisan kedua berada di tengah,
dan lapisan ketiga berada di paling bawah. Bubuk teh berjalan
di atas conveyor mulai dari paling atas, kemudian turun ke
tengah, dan terakhir berada di bawah sebelum masuk ke proses
pengeringan.
Bubuk teh basah berasal dari Googie dan dibawa oleh
conveyor dan diratakan dengan spreader kemudian menuju ke
tingkatan Continous Fermenting Unit pertama. Bubuk teh yang
dihampar di tingkatan pertama memiliki suhu sekitar 32oC.
76
Setelah melewati tingkatan pertama bubuk teh turun ke
tingkatan kedua. Pada tingkatan kedua ini teh melakukan
oksidasi enzimatis paling optimal yakni pada suhu sekitar
26,7oC. Selanjutnya bubuk teh turun menuju tingkatan ketiga
yang merupakan proses akhir oksidasi enzimatis. Pada
tingkatan ketiga ini bubuk teh memiliki suhu sekitar 28-30oC.
Gambar 4.34 Continous Fermenting Unit
Keterangan :
1. Conveyor input
2. Roda pemutar
77
Spesifikasi dari Continous Fermenting Unit adalah sebagai
berikut :
- Jumlah tingkat : 3 tingkat
- Lebar bed conveyor : 1,45 meter
- Jarak antara drum : 9,5 meter
4.3.4.2 Humidifier
Pada area ruang penggilingan hingga oksidasi enzimatis
terdapat sebuah alat yang dipasang agak tinggi. Alat tersebut
adalah Humidifier yang berfungsi untuk menjaga kelembaban
dalam ruang giling dan ruang oksidasi enzimatis dengan kisaran
kelembaban (RH) 90-95 %. Prinsip kerja Humidifier adalah
dengan penyaringan air melalui filter, kemudian dikabutkan oleh
nozzle dalam piringan (disc) dan dihembuskan oleh kipas yang
berada di belakang piringan (Gambar 4.35).
Gambar 4.35 Humidifier
1
2
3
4
5
6
7
78
Keterangan :
1. Piringan (disc)
2. Penutup
3. Kipas
4. Filter
5. Penampung air‟
6. Kran air masuk
7. Saluran pembuangan air
4.3.5 Pengeringan
4.3.5.1 Vibro Fluid Bed Dryer
Mesin Vibro Fluid Bed Dryer (VFBD) merupakan salah satu
jenis mesin pengering teh yang banyak digunakan saat ini.
VFBD berfungsi untuk menghentikan proses oksidasi enzimatis
dan menurunkan kadar air sampai dengan 2,8-3,8%
menggunakan panas yang dihasilkan dari heater. Prinsip kerja
VFBD yakni menggunakan getaran yang dihasilkan oleh motor
eksentrik sehingga bubuk teh yang berjalan di atas bed akan
bergetar. Bubuk teh yang berjalan di atas bed akan terpapar
udara panas yang dihembuskan dari lubang kecil pada bed.
Udara panas berasal dari tungku pemanasan yang kemudian
dihembuskan oleh main fan dan mengalir melalui lorong udara
di bawah VFBD. Uap air yang menguap dari bubuk teh akan
dihisap oleh cyclone untuk dikeluarkan dari VFBD. Mesin VFBD
dapat dilihat pada Gambar 4.36.
Bagian-bagian mesin Vibro Fluid Bed Dryer antara lain :
1. Motor vibro (eksentrik), berfungsi untuk menggerakkan bed
dengan getaran.
2. Cyclone atau dustractor, berfungsi untuk menghisap udara
lembab dari proses pengeringan dan menarik partikel yang
ringan untuk dikeluarkan dari VFBD kemudian ditampung
sebagai limbah dari proses pengeringan.
79
3. Heater, berfungsi sebagai penghasil panas untuk proses
pengeringan.
4. Heat Exchanger, panas yang dihasilkan dari ruang
pembakaran disalurkan melalui pipa api dan terjadi
pertukaran panas dengan udara yang masuk ke dalam pipa
api. Udara panas yang dihasilkan tersebut disalurkan ke
mixing chamber dengan menggunakan main fan.
5. Main fan, berfungsi sebagai fan yang mengalirkan udara
panas dari pemanas menuju VFBD.
6. Cold air blower, berfungsi untuk menarik udara segar ke
dalam VFBD dan mengeluarkan udara panas jika suhu inlet
terlalu panas.
Mesin pengering VFBD memiliki kapasitas kering sebanyak
280-300 kilogram bubuk teh kering per jam. Bahan bakar yang
digunakan sebagai penghasil panas (heater) adalah kayu yang
dibakar di dalam tungku sebanyak 4-4,5 m3 kayu per ton kering
teh. Suhu yang dicapai di dalam tungku adalah sebesar 110-150
derajat celcius.
80
Gambar 4.36 Vibro Fluid Bed Dryer
Spesifikasi dari mesin Vibro Fluid Bed Dryer adalah sebagai
berikut :
- Panjang : 5 m
- Lebar : 2,5 m
- Tinggi : 3 m
- Operasi : Kontinyu
4.3.6 Sortasi
4.3.6.1 Vibro Jumbo Extractor
Setelah bubuk teh kering keluar dari pengeringan,
selanjutnya bubuk teh kering menuju ke ruang proses sortasi.
Proses sortasi diawali dengan pengayakan oleh mesin Vibro
Jumbo Extractor (Gambar 4.37). Vibro Jumbo Extractor
berfungsi untuk memisahkan bubuk teh dari serat yang
tercampur di dalamnya. Alat ini memiliki kapasitas 400-600
kg/jam. Prinsip kerja dari Vibro Jumbo Extractor yakni adanya
gesekan antara roll ebonit dan woll yang menghasilkan listrik
statis sehingga serat kering akan terpisah.
81
Gambar 4.37 Vibro Jumbo Extractor
4.3.6.2 Holding Tank
Setelah keluar dari Vibro Jumbo Extractor, bubuk teh akan
berjalan menuju Holding Tank seperti pada Gambar 4.38.
Holding Tank merupakan alat yang terletak setelah Vibro Jumbo
Extractor dan berfungsi untuk menampung bubuk teh sebelum
ke proses selanjutnya.
Gambar 4.38 Holding Tank
82
Spesifikasi dari Holding Tank adalah sebagai berikut :
- Panjang : 2,5 meter
- Lebar : 2 meter
- Tinggi : 2,7 meter
4.3.6.3 Midletone (Bubble Tray)
Setelah bubuk teh ditampung oleh Holding Tank, selanjutnya
bubuk teh berjalan menuju Midletone. Midletone merupakan alat
yang terletak setelah Holding Tank dan berfungsi sebagai
pemisah awal bubuk teh berdasarkan ukuran partikelnya. Alat
ini terdiri dari dua jenis ayakan yang memiliki diameter lubang
yang berbeda yakni ayakan atas memiliki diameter 4,7 mm dan
diameter lubang ayakan bawah sebesar 3,7 mm.
Prinsip kerja Midletone yakni pergerakan maju mundur
ayakan. Terdapat dua bagian Midletone yakni atas dan bawah,
seperti yang terlihat pada Gambar 4.39. Bubuk teh yang lolos
pada ayakan atas akan dilanjutkan menuju Trinick 1 sedangkan
yang tidak lolos akan turun ke bagian bawah. Bubuk teh yang
lolos ayakan bawah akan dilanjutkan menuju Trinick 2
sedangkan yang tidak lolos adalah yang termasuk bubuk teh
kasar dan akan dihancurkan dengan Andrew Breaker.
Gambar 4.39 Midleton
83
4.3.6.4 Trinick
Trinick merupakan mesin utama yang digunakan untuk
pengayakan. Pengayakan dengan Trinick berfungsi untuk
memisahkan bubuk teh berdasarkan ukuran partikelnya. Hal ini
pula yang menjadi dasar pengelompokan mutu teh. Prinsip kerja
dari Trinick adalah getaran yang menyebabkan bubuk teh
bergerak dan melewati ayakan dengan ukuran mesh yang
berbeda-beda.
Ada dua jenis Trinick (Gambar 4.40).. Trinick 1 merupakan
alat yang terletak setelah Midletone yang berada di sisi kiri dan
berfungsi memisahkan bubuk berdasarkan ukuran partikel. Alat
ini memiliki kapasitas sebesar 400-450 kg/jam dan terdiri dari 6
ayakan yang memiliki ukuran mesh berbeda. Ayakan paling
ujung yang dekat dengan Midletone (ayakan 1) hingga ayakan
terjauh (ayakan 6) masing-masing besar ukuran meshnya
adalah 50, 30, 24, 20, 16, dan 12 mesh. Lalu ada Trinick 2, yang
memiliki 6 ayakan yang masing-masing ukuran meshnya adalah
30, 24, 20, 16, 12, dan 10 mesh (Gambar 4.41).
(a) (b)
Gambar 4.40 Trinick 1 (a), dan Trinick 2 (b)
84
Gambar 4.41 Trinick tampak samping
4.3.6.5 Andrew Breaker
Andrew Breaker atau Ball Breaker (Gambar 4.42)
merupakan alat yang berfungsi untuk memotong bubuk teh yang
tidak masuk kualifikasi mutu I yang berasal dari ex-roll Vibro
Jumbo Extractor dan Trinick 2 untuk diproses kembali
menggunakan Trinick 1 menjadi bubuk teh mutu 2.
Gambar 4.42 Andrew Breaker
85
4.3.7 Pengemasan
4.3.7.1 Peti Miring
Peti miring atau Tea Bin digunakan sebagai tempet
penampungan teh sementara selepas dari proses sortasi. Di
bawah peti miring terdapat klep buka tutup untuk mengeluarkan
bubuk teh yang akan dikemas dengan cara dilewatkan di atas
conveyor berjalan. Bubuk teh di dalam peti miring akan
dikeluarkan apabila stok bubuk teh di dalam peti miring telah
mencapai satu chop atau lebih. Terdapat beberapa peti miring
yang digunakan. Setiap mutu dibedakan peti miringnya, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 4.43 berikut.
Gambar 4.43 Peti miring / Tea Bin
4.3.7.2 Pre-Packer
Pre-Packer digunakan untuk memisahkan bubuk teh dari
serat dan tulang daun yang masih turut dalam bubuk teh.
Prinsip kerja Pre-Packer yakni sama seperti Trinick, motor listrik
akan menghasilkan gesekan sehingga menghasilkan listrik
statis yang mengangkat serat dan partikel ringan lainnya yang
86
mungkin tertinggal. Terdapat penyaring untuk menyaring debu
sehingga teh yang akan dikemas bersih dan homogen.
4.3.7.3 Tea Bulker
Tea bulker digunakan sebagai pencampur (blending) bubuk
teh hasil sortasi pada grade yang sama namun waktu produksi
berbeda sehingga bisa homogen. Tea bulker memiliki delapan
ruang di dalamnya (Gambar 4.44). Ketika corong pengeluaran
dibuka maka bubuk teh dari delapan ruang tersebut keluar
bersamaan. Bubuk teh yang keluar akan diangkut oleh conveyor
menuju Tea Packer untuk dikemas.
Gambar 4.44 Tea Bulker
4.3.7.4 Tea Packer
Tea packer digunakan sebagai alat untuk mengisikan bubuk
teh siap kemas ke dalam papersack. Tea packer memiliki
saluran khusus untuk proses pengeluaran bubuk teh. Papersack
yang telah terisi oleh bubuk teh selanjutnya ditimbang sesuai
dengan standar kapasitasnya. Terdapat 4 saluran pengeluaran
bubuk teh dengan fungsi yang sama (Gambar 4.45).
87
Gambar 4.45 Tea Packer
4.3.7.5 Packer Vibrator
Packer vibrator digunakan sebagai alat untuk meratakan isi
bubuk teh di dalam papersack. Packer vibrator (Gambar 4.46)
menggunakan getaran yang menyebabkan bubuk teh dalam
papersack bergerak dan menjadi mampat sehingga tidak ada
udara kosong di dalam papersack.
Gambar 4.46 Packer Vibrator
88
4.4 Standard Operating Procedure (SOP)
Di seluruh pabrik PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero)
bidang pengolahan teh hitam, terdapat syarat kelayakan proses
yang harus dipatuhi. Syarat-syarat tersebut dijelaskan pada
Standard Operating Procedure (SOP). SOP tersebut wajib
dimengerti oleh semua elemen karyawan yang bekerja di bidang
pengolahan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai SOP yang
berlaku di bidang pengolahan teh hitam PT. Perkebunan
Nusantara XII (Persero).
4.4.1 Penerimaan Pucuk
Tujuan : Mengetahui hasil produksi basah dan mutu pucuk
dari Afdeling.
Ruang Lingkup : Pembongkaran, penimbangan, pengisian
Withering Trough, analisa pucuk.
Tahapan Kegiatan :
a. Yakinkan alat timbang berfungsi dengan baik dan benar.
b. Yakinkan mesin Monorail dalam kondisi baik dan siap
pakai.
c. Yakinkan Withering Trough dalam kondisi bersih dan
berfungsi dengan baik.
d. Pucuk diturunkan satu per satu dan setiap penimbangan
maksimal 4 rajut.
e. Jalankan Monorail dan naikkan pucuk ke kursi Monorail
maksimal 2 rajut.
f. Pemberian tanda/keplek pada kursi Monorail untuk
menentukan batas isian Withering Trough.
g. Hidupkan Fan Trough selama ± 1 menit sebelum pucuk
diturunkan ke Withering Trough untuk menghilangkan bau
udara bekas dalam Trough.
h. Pucuk diturunkan ke Withering Trough langsung diunggar
dan diratakan.
i. Isian Withering Trough 25 s/d 35 kg/m2.
89
j. Pemisahan pucuk normal dan pucuk jendangan pada
Withering Trough yang berbeda.
k. Pengambilan contoh pucuk sebanyak 250 gram secara
acak di Withering Trough setiap mandor per afdeling untuk
bahan analisa pucuk. Selanjutnya dilakukan analisa pucuk
secara potes pada batas kegetasan pucuk MS ≥ 55%.
l. Menghidupkan Fan Trough.
m. Pencatatan data isian di masing-masing Withering Trough.
n. Pengisian laporan penerimaan pucuk per hari pada form :
SOP – PBR – HACCP – 01
4.4.2 Pelayuan
Tujuan : Menurunkan kadar air dan melemaskan pucuk segar
secara merata agar dapat digiling dengan baik.
Ruang Lingkup : Mengalirkan udara, pembalikan, dan
penurunan pucuk layu.
Tahapan Kegiatan :
a. Pengamatan suhu dan kelembaban udara menggunakan
termometer kering dan basah (dry and wet) pada masing-
masing Withering Trough setiap 2 jam.
b. Pemberian udara panas apabila selisih suhu kering dan
basah < 2oC.
c. Temperatur udara di dalam Withering Trough maksimal
27oC.
d. Pembalikan pucuk 6 jam setelah pengunggaran, secara
disisir/dikirap supaya rata dan tidak menggumpal searah
arah angin Fan Trough.
e. Matikan Fan selama proses pembalikan dan hidupkan
kembali setelah pembalikan pucuk selesai.
f. Yakinkan hamparan pucuk sudah rata dengan mengontrol
hembusan udara menggunakan kain tipis atau sapu
tangan.
90
g. Lama pelayuan 8-18 jam, dalam cuaca panas dan kering
bisa kurang dari 8 jam. Lama pelayuan >18 jam dalam
cuaca basah.
h. Pemberian suhu udara panas awal setelah 30 menit.
i. Kriteria hasil pelayuan yang baik
- Pucuk layu tetap berwarna hijau dan bila diremas
menggumpal.
- Pucuk tidak mudah dipatahkan, lemas, dan lentur.
- Pucuk mempunyai aroma segar dan tidak berbau asap.
j. Matikan Fan Trough sebelum pucuk layu dibongkar.
k. Menimbang pucuk sebelum masuk ke GLS pucuk layu
ditimbang untuk menentukan kapasitas giling.
l. Pastikan tidak terdapat kontaminasi fisik pada pelayuan.
m. Pengisian laporan pelayuan setiap hari pada form : SOP –
PBR – HACCP – 02.1, SOP – PBR – HACCP – 02.2
4.4.3 Penggilingan dan Oksidasi Enzimatis
Tujuan : Membentuk partikel dan kualitas teh yang baik.
Ruang Lingkup : Memisahkan pucuk layu dari kontaminan,
menggiling, dan oksidasi enzimatis.
Tahapan Kegiatan :
a. Yakinkan GLS dalam kondisi siap pakai dengan kalibrasi
magnet.
b. Yakinkan Rotorvane 15” dalam kondisi siap pakai.
c. Yakinkan CTC Triplek dalam kondisi siap pakai dan jam
putar Roll < 90 jam.
d. Yakinkan “Fermenting machine” dalam kondisi siap pakai.
e. Yakinkan “Humidifier” dalam kondisi siap pakai.
f. Yakinkan “Thermohygrometer” dalam kondisi siap pakai.
g. Yakinkan kelembaban udara ruang giling sudah mencapai
> 90%.
h. Menghidupkan “Humidifier” apabila kelembaban udara <
90%.
91
i. Memasukkan pucuk layu ke GLS untuk memisahkan dari
kontaminan.
j. Melaksanakan penggilingan pucuk layu pada Rotorvane
15”.
k. Melanjutkan penggilingan pucuk ke mesin CTC dengan
pengaturan ketebalan bubuk secara rata dan kekuatan
tekanan Roll I : 20-25 Amp, Roll II : 15-20 Amp, Roll III :
15-20 Amp.
l. Mengendalikan suhu bubuk pada Rotorvane : 26-28oC,
Roll CTC I : 26-29oC, Roll CTC II : 28-31oC, Roll CTC III :
30-33oC.
m. Pengaturan kecepatan “Fermenting machine” antara 60-
75 menit yang disesuaikan dengan waktu reaksi oksidasi
enzimatis, melakukan pengamatan suhu bubuk pada saat
awal dan akhir proses oksidasi enzimatis di fermenting
machine antara 31-33oC.
n. Pastikan tidak terdapat kontaminasi fisik pada proses
penggilingan dan oksidasi enzimatis.
o. Pengisian laporan penggilingan dan oksidasi enzimatis
setiap hari pada form : SOP – PBR – HACCP – 03.
4.4.4 Pengeringan
Tujuan : Menghentikan reaksi oksidasi enzimatis dan
menurunkan kadar air.
Ruang Lingkup : Pemanasan heater, pengaturan udara
panas, dan proses pengeringan.
Tahapan Kegiatan :
a. Lakukan pengujian kebocoran heater, yakinkan heater
dalam kondisi siap pakai.
b. Yakinkan drier dalam kondisi siap pakai.
c. Pastikan termometer berfungsi denga baik.
d. Pastikan bahan bakar tersedia sesuai kebutuhan bahan
yang akan diolah.
92
e. Masukkan bubuk setelah suhu inlet (T6) mencapai 110-
150oC.
f. Mengontrol kemasakan bubuk dengan mengendalikan
suhu outlet (T5) 80-90oC.
g. Pengaturan ketebalan bubuk dengan mengamati (T3) suhu
40-45oC.
h. Pengambilan contoh bubuk hasil pengeringan 20 menit
pertama untuk uji kadar air dan uji inderawi awal,
selanjutnya uji kadar air dan uji inderawi dilakukan setiap
jam. Setiap satu jam di vibro diambil dan diuji inderawi.
i. Pastikan kadar air bubuk teh 2,8-3,8oC.
j. Bubuk hasil pengeringan yang cacat rasa dipisahkan
untuk dijadikan mutu lokal.
k. Bubuk hasil pengeringan yang tidak cacat rasa ditampung
di holding tank melalui vibro jumbo.
l. Setelah bubuk terakhir keluar dari drier, secara
bersamaan matikan tungku api, conveyor, blower cyclone,
dan dust extractor.
m. Setelah suhu inlet kurang dari 70oC, matikan main fan.
n. Matikan blower asap setelah suhu blower asap kurang
dari 50oC.
o. Pastikan tidak terdapat kontaminasi fisik pada
pengeringan.
p. Pengisian laporan pengeringan setiap hari pada form :
SOP – PBR – HACCP – 04.1, SOP – PBR – HACCP –
04.2
4.4.5 Sortasi
Tujuan : Pengelompokan jenis mutu berdasarkan ukuran
partikel sesuai permintaan pasar.
Ruang Lingkup : Pengayakan, pembersihan serat dan
“penyiliran”.
Tahapan Kegiatan :
a. Yakinkan kondisi semua mesin siap pakai.
93
b. Pastikan magnet di setiap conveyor berfungsi dengan
baik.
c. Glass Wool pada roll ebonit terpasang dengan baik.
d. Hidupkan mesin Vibro Jumbo.
e. Melakukan uji inderawi bubuk hasil vibro jumbo setiap jam
untuk menjamin kualitas hasil sortasi setiap seri.
f. Partikel bubuk yang lolos mesh 8 masuk ke Holding Tank.
g. Teh kering yang tertampung dalam holding tank diayak
melalui Midleton dengan menghasilkan bubuk halus dari
ayakan Ø 4 mm, bubuk sedang dari ayakan Ø 5 mm dan
bubuk kasar tidak lolos dari ayakan Ø 4 mm dan Ø 5 mm.
h. Partikel teh yang berukuran halus, diayak pada mesin
Trinick 1 dengan ukuran sebagai berikut :
- Corong II mesh 30 : D 2
- Corong III mesh 24 : D 1
- Corong IV mesh 20 : PD
- Corong V mesh 16 : PF 1
- Corong VI mesh 14 : PF 1
i. Teh ukuran sedang masuk ke Trinick 2 dengan ukuran
sebagai berikut :
- Corong I mesh 30 : D 2
- Corong II mesh 24 : D 1
- Corong III mesh 20 : PD
- Corong IV mesh 16 : PF 1
- Corong V mesh 12 : BP 1
- Corong VI mesh 10 : BP 1
j. Teh yang tidak lolos Trinick 1 dan Trinick 2 diproses ke
Andrew (Ball) Breaker selanjutnya ke Trinick 2 untuk
memperoleh mutu II dengan ukuran sebagai berikut :
- Corong I mesh 30 : D 2
- Corong II mesh 24 : D 2
- Corong III mesh 20 : Fann
- Corong IV mesh 16 : Fann
- Corong V mesh 12 : -
94
- Corong VI mesh 10 : -
k. Ex roll Trinick 1 dan Trinick 2 menjadi mutu lokal (TW).
l. Hasil sortasi per jenis mutu diambil contohnya untuk
dilakukan iji density dan uji kadar air (Ka 3-4,5%).
m. Teh yang memenuhi syarat jenis mutunya ditimbang ke
dalam peti miring (Tea Bin) sesuai jenis mutunya.
n. Sedangkan teh yang tidak memenuhi syarat, dilakukan
sortasi ulang.
o. Setelah selesai proses sortasi, mesin dimatikan.
p. Pastikan tidak terdapat kontaminasi fisik pada proses
sortasi.
q. Pengisian laporan pengeringan setiap hari pada form :
SOP – PBR – HACCP – 05.2
Pada poin h, i, dan j, pemberian nomor corong dilakukan dari
corong bagian ujung Trinick (dari mesh yang paling banyak; I-II-
III-IV-V-VI). Namun, jalannya bubuk teh adalah dari nomor
corong yang paling besar (VI-V-IV-III-II-I).
4.4.6 Pengemasan
Tujuan : mempertahankan kadar air, mempermudah
penyimpanan dan pengangkutan.
Ruang Lingkup : Finishing mutu, pengemasan, dan
penyimpanan.
Tahapan Kegiatan :
a. Yakinkan kondisi semua mesin siap pakai.
b. Pastikan magnet di setiap conveyor berfungsi dengan
baik.
c. Yakinkan isi Tea Bin mencukupi untuk 1 chop.
d. Yakinkan papersack sudah disablon/dimerk sesuai jenis
mutu yang akan dikemas.
e. Yakinkan ukuran ayakan pada prepacker sudah sesuai
dengan jenis mutu yang akan dikemas.
f. Hidupkan mesin conveyor, waterfall, prepacker, dan
exhouse fan.
95
g. Membuka pintu Tea Bin untuk proses finishing melalui
waterfall untuk membersihkan debu yang mungkin terikut
dan prepacker untuk membersihkan fluff / serat yang
terikut dan sebelum dinaikkan ke Tea Bulking.
h. Pastikan pengisian bubuk teh ke Tea Bulking dilakukan
secara bergilir section per section untuk membuat teh
homogen.
i. Keluarkan bubuk teh dari Tea Bulking dan masukkan ke
mesin Tea Packer sesuai standar isi papersack per jenis
mutunya, yaitu :
- BP 1 : 52 kg
- PF 1 : 55 kg
- PD : 60 kg
- D 1 : 65 kg
- Fann : 53 kg
- D 2 : 65 kg
j. Pengambilan contoh setiap papersack dilakukan 2 kali
yaitu sewaktu setengah pengisian pertama dan sewaktu
papersack penuh untuk dikirimkan ke pembeli.
k. Apabila ditemukan ada logam pada magnet akhir
pengemasan di ujung keluar Tea Bulking, bubuk teh harus
dilakukan re-finishing.
l. Tutup lubang pengisian papersack dengan plak band.
m. Papersack yang telah diisi, digetar dengan Tea Packer.
n. Pastikan papersack distapel :
- Sesuai jenis mutunya.
- Jumlah 1 chop terdiri dari 20 papersack.
- Tinggi maksimal 220 cm, lebar maksimal 117 cm.
o. Pastikan selama penyimpanan, stapelan papersack
terbungkus dengan plastik sheet.
p. Pastikan seal label dan keutuhan kemasan dalam
keadaan baik.
q. Pastikan tidak terdapat kontaminasi fisik pada
pengemasan.
96
r. Pengisian laporan pengeringan setiap hari pada form :
SOP – PBR – HACCP – 06.1, SOP – PBR – HACCP –
06.2
4.4.7 Papersack
Tujuan : Untuk mengemas produk teh siap export
Ruang Lingkup : Spesifikasi, pengambilan sampel, printing,
dan kondisi papersack.
Tahapan kegiatan :
a. Pastikan pada penerimaan papersack sudah diambil
sampel 5%secara acak. Jika dari sampel terdapat cacat
5% maka akan dikembalikan ke Bagian Pengadaan.
b. Pastikan spesifikasi papersack sudah sesuai standard
yang ditentukan :
- Ukuran : 1120 x 720 x 180 mm (tebal = 5 mm)
- Bahan kertas : PS warna coklat terdiri dari 4 lapis (ply)
Outer ply 80 gsm HWS kraft.
Middle plics 2 x 80 x / 80 gsm brown sack kraft.
Liner ply 100 gsm aluminium foil laminated kraft.
c. Pastikan printing sesuai ketentuan :
- Pada sisi kanan dan kiri ditulis : PRODUCE OF
INDONESIA PTPN XII PERSERO
Di sebelah kanan ada tanda lingkaran O
- Pada kedua ujung ditulis : GRADE : GROSS : Kg
INV. NO : NETTO : Kg
CHOP : NO
- Di atas gambar logo warna hitam ditulis TEA
- Besar huruf : PRODUCE OF INDONESIA dan PTPN XII
(PERSERO)
Tinggi : 50 mm, lebar : 25 mm, tebal huruf : 7 mm, jarak
huruf : 4 mm, lingkaran luar diameter : 65 mm.
- Besar huruf : GRADE, INV, CHOP, NO, GROSS,
NETTO, NO, Kg, Kg
97
Tinggi : 28 mm, lebar : 17 mm, tebal : 7 mm, jarak huruf :
4 mm
- Besar huruf TEA : Tinggi : 90 mm, lebar : 50 mm, tebal :
17 mm, jarak : 10 mm.
- Logo N XII : ukuran logo 180 mm, di dalam logo PTPN
XII terdapat tulisan N-XII.
d. Pastikan kondisi papersack baik, tidak rusak, tidak bocor
e. Pengisian pemeriksaan papersack pada form SOP – PBR
– HACCP - 07
4.4.8 Gudang Penyimpanan Sementara Produksi
Tujuan : Mempertahankan kadar air, mempermudah
penyimpanan dan pengangkutan.
Ruang Lingkup : Gudang penyimpanan produk.
Tahapan Kegiatan :
a. Pastikan pintu gudang dalam keadaan tertutup.
b. Pastikan suhu ruang gudang 21oC – 25oC dengan
kelembaban 70% - 75%.
c. Pastikan papersack sudah tertata dengan baik sesuai
jenis mutu yang dikemas, dalam 1 chop terdiri dari 20
papersack, tingi maksimum 220 cm, lebar 117 cm.
d. Pastikan pallet dalam kondisi bersih.
e. Pastikan letak stapel papersack telah diatur dan berjarak
dari tembok 50 cm dan jarak antara stapel papersack ± 50
cm.
f. Pastikan selama penyimpanan stapel papersack
terbungkus dengan plastik sheet.
g. Lakukan pengisian laporan gudang penyimpanan setiap
hari pada form : SOP – PBR – HACCP – 08
4.4.9 Pengiriman Produksi
Tujuan : Sesuai permintaan produksi
Ruang Lingkup : Pengiriman produksi
Tahapan Kegiatan :
98
a. Pastikan alat pengangkutan (bak truk) bersih dari :
- Pasir, batu, kerikil, dan debu
- Minal dan air
b. Pastikan alat angkutan dilengkapi dengan terpal dan
penutup bak belakang.
c. Pastikan lantai bak truk tidak berlubang dan dalam
keadaan baik.
d. Pastikan alat pengangkutan tidak berbau asing.
e. Pastikan dokumen pengiriman produksi sudah lengkap
dan benar.
f. Pastikan dokumen pengiriman pada form berita acara
pemeriksaan transportir : SOP – PBR – HACCP - 09
4.5 Sanitasi Perusahaan
4.5.1 Sanitasi Pabrik
Untuk hal sanitasi atau kebersihan area pabrik, PT.
Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono
menerapkan prosedur sanitasi. Prosedur sanitasi tersebut
dinamakan Standard Sanitation Operation Procedure (SSOP).
Beberapa SSOP yang diterapkan antara lain :
a. Memastikan saluran air dalam keadaan baik, bersih, dan
lancar.
b. Memastikan halaman pabrik bersih, bebas dari genannagn
air, dan bebas dari binatang liar.
c. Memastikan tanaman di area pabrik dirawat setiap hari.
d. Memastikan atap dalam keadaan tidak bocor dan bersih.
e. Memastikan toilet yang digunakan oleh karyawan dalam
keadaan bersih.
f. Mengisi laporan kebersihan lingkungan area pabrik pada
form SOP – PBR – HACCP – 09
Sanitasi di area pabrik dilengkapi dengan sarana penunjang
kebersihan. Sarana tersebut antara lain wastafel yang
diletakkan di depan ruangan uji inderawi dan di sekitar area
99
penggilingan. Selain itu, terdapat tempat untuk meletakkan
sepatu sebelum memasuki ruang tunggu pabrik dan sebelum
memasuki kantor pabrik. Lampu-lampu yang digunakan di ruang
pengolahan dibungkus dengan tabung mika dengan tujuan agar
kotoran tidak mudah menempel pada lampu, serta sebagai
upaya antisipasi jika lampu pecah dan terjatuh agar tidak
mengkontaminasi teh hitam dan tidak mengganggu proses
pengolahan. Selain itu, di area pabrik disediakan pula peralatan
pendukung kebersihan antara lain sapu, tempat sampah, dan
juga compressor untuk membersihkan debu sisa pengolahan.
4.5.2 Sanitasi Alat dan Mesin Pengolahan
Sanitasi alat dan mesin pengolahan merupakan hal yang
sangat penting, karena seluruh proses pengolahan melibatkan
alat-alat sehingga kebersihan harus dijaga untuk menghindari
kontaminasi. Mesin pengolahan di PT. Perkebunan Nusantara
XII (Persero) Kebun Kertowono adalah berbahan stainless steel
sehingga tahan karat dan mudah dibersihkan.
Sanitasi untuk alat dan mesin pengolahan di PT. Perkebunan
Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono juga harus
menerapkan SSOP. SSOP tersebut meliputi sanitasi untuk
penerimaan bahan baku hingga penyimpanan produk, yang
dijelaskan berikutnya di bawah ini.
4.5.2.1 Sanitasi Mesin dan Area Penerimaan Pucuk
Tujuannya adalah menghindari kontaminasi secara fisik
maupun mikrobiologis dengan memastikan :
a. Termometer ruangan bersih berfungsi dengan baik.
b. Suhu ruangan memenuhi standar.
c. Jarak penempatan stapel papersack 50 cm dari dinding.
d. Lantai bersih dari debu, kerikil, dan benda asing lainnya.
e. Dinding ruangan bersih dan dibersihkan berkala.
f. Lampu dan mika pembungkus bersih.
g. Pengaman kasa pada ventilasi terpasang dengan baik.
100
h. Ventilasi udara lancar dan tidak terhalang.
i. Jendela kaca bersih.
j. Mengisi laporan kebersihan gudang penyimpanan teh hitam
pada form : SNT – PBR – HACCP – 08
4.5.2.2 Sanitasi Mesin dan Area Pelayuan
Tujuannya adalah menghindari kontaminasi secara fisik
maupun mikrobiologis dengan memastikan :
a. Lorong, Waring, dan lantai Withering trough bersih sebelum
dan sesudah digunakan.
b. Termometer bersih dan berfungsi dengan baik.
c. Main Kamer dalam keadaan bersih.
d. Pucuk yang tercecer dibuang ke tempat sampah.
e. Tempat sampah dalam kondisi bersih.
f. Lantai bersih dari debu, kerikil, dan benda asing lainnya.
g. Dinding ruangan bersih dan dibersihkan berkala.
h. Langit-langit bersih dan dibersihkan berkala.
i. Lampu dan mika pengaman bersih.
j. Pengaman kasa pada ventilasi terpasang dengan baik.
k. Pintu dan jendela bersih.
l. Tirai plastik bersih.
m. Mengisi laporan kebersihan lantai dan Withering trough pada
form : SNT – PBR – HACCP – 03
4.5.2.3 Sanitasi Mesin dan Area Pengolahan Basah
Tujuannya adalah menghindari kontaminasi secara fisik,
kimia, maupun mikrobiologis dengan memastikan :
a. Mesin pengolahan bersih sebelum dan sesudah pemakaian
(Green Leaf Shifter, Rotorvane, Triplex CTC, Fermenting
Machine).
b. Humidifier bersih dan berfungsi dengan baik.
c. Termometer bersih dan berfungsi dengan baik.
d. Saluran drainase lancar dan tidak tergenang.
e. Bubuk teh yang terjatuh dibuang ke tempat sampah.
101
f. Tempat sampah bersih.
g. Alat-alat (sapu, sekop plastik) bersih dan diletakkan di
tempatnya.
h. Lantai bersih dan dibersihkan setiap hari.
i. Dinding ruangan bersih dan dibersihkan berkala.
j. Dinding ruangan bersih dan dibersihkan berkala.
k. Langit-langit bersih dan dibersihkan berkala.
l. Lampu dan mika pengaman bersih.
m. Pengaman kasa pada ventilasi terpasang dengan baik.
n. Pintu dan jendela bersih.
o. Tirai plastik bersih.
p. Mengisi laporan kebersihan lantai dan mesin pengolahan
pada form : SNT – PBR – HACCP – 04
4.5.2.4 Sanitasi Mesin dan Area Pengeringan
Tujuannya adalah menghindari kontaminasi secara fisik
maupun mikrobiologis dengan memastikan :
a. Mesin pengeringan VFBD dalam keadaan bersih.
b. Belt conveyor pengeringan bersih.
c. Termometer bersih dan berfungsi dengan baik.
d. Bubuk teh (blow out) yang tercecer di lantai dibuang ke
tempat sampah.
e. Lubang dryer tidak tersumbat dan dibersihkan berkala.
f. Tempat sampah bersih.
g. Alat-alat (sapu, sekop plastik) bersih dan diletakkan di
tempatnya.
h. Lantai bersih dan dibersihkan setiap hari.
i. Dinding ruangan bersih dan dibersihkan berkala.
j. Dinding ruangan bersih dan dibersihkan berkala.
k. Langit-langit bersih dan dibersihkan berkala.
l. Lampu dan mika pengaman bersih.
m. Pengaman kasa pada ventilasi terpasang dengan baik.
n. Jendela kaca bersih.
102
o. Mengisi laporan kebersihan lantai dan mesin pengering pada
form : SNT – PBR – HACCP – 05
4.4.2.5 Sanitasi Mesin dan Area Sortasi
Tujuannya adalah menghindari kontaminasi secara fisik
maupun mikrobiologis dengan memastikan :
a. Saluran Exhaust fan bersih.
b. Mesin Compressor bersih.
c. Mesin-mesin sortasi bersih (Vibro Jumbo Extractor, Holding
Tank, Midleton, Trinick) sebelum dan sesudah digunakan.
d. Alat-alat (sapu, sekop plastik) bersih dan diletakkan di
tempatnya.
e. Lantai bersih, bebas debu, kerikil dan benda asing..
f. Ruangan bersih dan dibersihkan setiap hari.
g. Langit-langit bersih dan dibersihkan berkala.
h. Lampu dan mika pengaman bersih.
i. Pengaman kasa pada ventilasi terpasang dengan baik.
j. Jendela kaca bersih.
k. Tong penampung bubuk teh sementara bersih.
l. Mengisi laporan kebersihan lantai dan mesin sortasi pada
form : SNT – PBR – HACCP – 06
4.4.2.6 Sanitasi Mesin dan Area Pengemasan
Tujuannya adalah menghindari kontaminasi secara fisik
maupun mikrobiologis dengan memastikan :
a. Mesin pengemasan bersih sebelum dan sesudah digunakan
(Prepacker, Tea bulker, Tea packer, Waterfall, Exhaust fan).
b. Bubuk teh yang dikemas dalam papersack sudah
ditempatkan di atas pallet sementara.
c. Alat pendukung pengambil contoh dalam keadaan baik.
d. Mika penutup conveyor dalam keadaan baik.
e. Alat-alat (sapu, sekop plastik) bersih dan diletakkan di
tempatnya.
f. Langit-langit bersih dan dibersihkan berkala.
g. Lampu dan mika pengaman bersih.
103
h. Pengaman kasa pada ventilasi terpasang dengan baik.
i. Mengisi laporan kebersihan lantai dan mesin pengemasan
pada form : SNT – PBR – HACCP – 07
4.4.2.7 Sanitasi Gudang Penyimpanan
Tujuannya adalah menghindari kontaminasi secara fisik
maupun mikrobiologis dengan memastikan :
a. Termometer bersih dan berfungsi dengan baik.
b. Suhu ruangan memenuhi standar.
c. Jarak penempatan stapel papersack 50 cm dari dinding.
d. Langit-langit bersih dan dibersihkan berkala.
e. Lampu dan mika pengaman bersih.
f. Pengaman kasa pada ventilasi terpasang dengan baik.
g. Ventilasi udara lancar dan tidak terhalang.
h. Mengisi laporan kebersihan lantai dan gudang penyimpanan
pada form : SNT – PBR – HACCP – 08
4.5.3 Sanitasi Pekerja
Seperti halnya sanitasi sebelumnya, prosedur sanitasi juga
harus diterapkan kepada para pekerja di PT. Perkebunan
Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono. Tujuannya adalh
untuk menghindari kontaminasi fisik, kimia, maupun
mikrobiologis dengan memastikan :
a. Karyawan dalam keadaan bersih sebelum memasuki pabrik.
b. Karyawan mencuci tangan dan kaki sebelum memasuki area
pabrik.
c. Kelengkapan pakaian kerja karyawan.
d. Karyawan sudah mengenakan seragam kerja yang
disediakan.
e. Karyawan telah memerikasakan kesehatan secara berkala.
f. Mengisi laporan kebersihan dan kelengkapan seregam kerja
pada form : SNT – PBR – HACCP - 01
104
4.5.4 Limbah
4.5.4.1 Limbah Padat
Limbah yang dihasilkan di PT. Perkebunan Nusantara XII
(Persero) Kebun Kertowono dapat berupa limbah padat dan
limbah cair. Limbah padat dapat berasal dari proses pengolahan
teh hitam. Limbah padat yang dihasilkan dari proses
pengolahan ini adalah limbah dari proses sortasi dan limbah dari
proses pembakaran kayu dari tungku pemanas (heater).
Limbah padat yang merupakan hasil samping proses sortasi
disebut dengan fluff, yakni berupa serat atau tangkai berwarna
kemerahan dan sangat ringan. Tidak semua fluff akan disebut
limbah. Fluff yang terikut di tong penampung akan dijadikan
mutu lokal. Sedangkan fluff yang terjatuh dan berserakan di
lantai akan dikumpulkan dan akan dijadikan pupuk.
Sedangkan limbah padat dari tungku pemanas adalah
berupa sisa pembakaran kayu bakar. Sisa pembakaran ini
disebut dengan abu. Limbah abu ini akan dikumpulkan dan
dibuang ke tanah dan akan mengompos sehingga dapat
digunakan sebagai pupuk untuk tanaman teh.
4.5.4.2 Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan oleh proses pengolahan teh
hitam di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun
Kertowono berasal dari air sisa pencucian. Setelah mesin
digunakan, maka mesin akan dibersihkan dengan air dengan
penyemprotan. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa
bubuk teh yang menempel atau menyangkut di mesin.
Untuk mesin penggilingan, pembersihan mesin dilakukan
dengan menyemprot air panas. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan pembersihan bubuk teh basah yang masih
menempel serta menghindari kontaminasi untuk pengolahan
selanjutnya. Limbah cair dari mesin penggilingan ini berwarna
coklat kemerahan. Limbah cair ini akan disapu agar masuk ke
105
selokan dan masuk ke bak penampungan. Di sana limbah cair
akan diendapkan. Endapan yang dihasilkan akan diambil dan
dihamparkan ke tanah hingga menjadi kering kemudian dapat
digunakan sebagai pupuk untuk tanaman teh.
106
BAB V TUGAS KHUSUS
Proses Pengeringan Bubuk Teh Pada Pengolahan Teh
Hitam CTC (Crushing, Tearing, Curling) di PT. Perkebunan
Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono Lumajang
Jawa Timur
5.1 Definisi Proses Pengeringan
Proses pengeringan merupakan proses pengurangan kadar
air dari bubuk teh basah menjadi bubuk teh kering. Pengeringan
adalah proses untuk menghentikan reaksi oksidasi enzimatis
dari proses sebelumnya yakni dengan pemberian udara panas.
Terhentinya reaksi oksidasi enzimatis dikarenakan denaturasi
senyawa polifenol akibat panas yang digunakan selama proses
pengeringan.
5.2 Tujuan Proses Pengeringan
Proses pengeringan secara umum bertujuan untuk
mengurangi kadar air bahan sesuai kadar air yang dikehendaki.
Pada proses pengolahan teh, proses pengeringan ditujukan
untuk mengurangi kadar air bubuk teh dari kadar air sebesar 68-
70% menjadi kadar air 2,8-3,8%. Selain itu, pengeringan
bertujuan untuk menghentikan proses oksidasi enzimatis
setelah keluar dari Continous Fermenting Unit dan juga dapat
membunuh mikrobia yang mungkin terdapat pada bubuk teh,
serta menjaga sifat-sifat spesifik teh pada saat teh mencapai
kualitas optimum.
Bubuk teh yang keluar dari proses pengeringan akan
mengalami perubahan secara fisik maupun kimia. Perubahan
fisik tersebut antara lain perubahan warna bubuk teh menjadi
lebih berwarna merah tembaga dan pembentukan aroma khas
bubuk teh kering, serta rentan rapuh jika diremas karena teh
sudah kering dan berbentuk partikel keras. Sedangkan
perubahan secara kimia yang terjadi adalah karena terhentinya
107
oksidasi enzimatis akibat pemberian panas sehingga enzim
polifenol telah terdenaturasi.
5.3 Mesin Pengering Vibro Fluid Bed Dryer
Proses pengeringan berada di ruang pengeringan yang ada
di sebelah utara ruang penggilingan basah seperti yang
ditunjukkan pada layout pabrik di Lampiran 1. Vibro Fluid Bed
Dryer merupakan jenis mesin yang digunakan untuk proses
pengeringan. PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun
Kertowono menggunakan Vibro Fluid Bed Dryer sebagai mesin
penggoreng atau pengering bubuk teh. Mesin Vibro Fluid Bed
Dryer bekerja secara kontinyu dengan kapasitas sebanyak 280-
300 kilogram bubuk teh kering per jam. Bahan bakar yang
digunakan sebagai pemanas adalah kayu yang dibakar di dalam
tungku pemanas. Jumlah bahan bakar kayu yang dibutuhkan
adalah sebanyak 4-4,5 m3 kayu per ton kering teh.
Gambar 5.1 Mesin Vibro Fluid Bed Dryer yang digunakan di PT.
Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kertowono
108
Mesin Vibro Fluid Bed Dryer memiliki spesifikasi antara lain
panjang sebesar 5 meter, lebar mesin 2,5 meter, serta tinggi 3
meter. Metode operasi pengeringan yang digunakan pada Vibro
Fluid Bed Dryer adalah perpindahan panas secara kontak
langsung dengan jenis konveksi, karena termasuk dalam
pengeringan fluidized bed drying. Fluidized bed drying terjadi
karena udara panas dihembuskan dengan kecepatan yang lebih
tinggi dari kecepatan terminal benda padat. Pengeringan benda
padat terjadi dalam keadaan melayang.
5.3.1 Fluidisasi Pada Vibro Fluid Bed Dryer
Fluidisasi disebut dengan suatu metode kontak yang terjadi
antara fluida dengan padatan dalam suatu kolom yang di
dalamnya berisi sejumlah partikel padat dengan mengalirkan
fluida dari bawah ke atas (Widayati, 2010). Pada proses
pengeringan teh, dengan cara fluidisasi, yang berlaku sebagai
zat padat adalah bubuk teh sedangkan fluidanya adalah udara
yang dialirkan.
Fenomena fluidisasi yang terjadi pada proses pengeringan
teh menggunakan VFBD antara lain:
a. Pada aliran udara rendah, partikel teh nyaris tidak bergerak
karena daya angkat udara belum cukup untuk mengangkat
pertikel teh. Udara akan mengalir melalui celah diantara
partikel teh dengan resistensi paling rendah.
b. Pada aliran udara yang cukup besar, akan terjadi
keseimbangan antara daya angkat udara dengan berat
pertikel teh, hingga terlihat adanya gerakan partikel teh
seperti melayang. Bila aliran udara ditingkatkan, maka
gerakan teh akan mengikuti arah gerakan fluida (udara).
Gerakan partikel teh akan terlihat seperti gerakan agitasi tak
beraturan.
109
Gambar 5.2 Gambaran fenomena fluidisasi
5.3.2 Bagian-bagian Mesin Vibro Fluid Bed Dryer
Vibro Fluid Bed Dryer (VFBD) memiliki beberapa bagian atau
komponen antara lain:
a. Motor vibro (eksentrik), berfungsi untuk menggerakkan bed
dengan getaran. Getaran yang dihasilkan eksentrik tersebut
adalah sebanyak 264 getaran per menit.
b. Ball breaker, berfungsi untuk memecah gumpalan teh.
c. Cyclone atau dustractor, berfungsi untuk menghisap udara
lembab dari proses pengeringan dan menarik partikel yang
ringan untuk dikeluarkan dari VFBD kemudian ditampung
sebagai limbah dari proses pengeringan.
110
d. Heater, berfungsi sebagai penghasil panas untuk proses
pengeringan. Pemanas yang digunakan adalah tungku
pemanas dengan bahan bakar kayu.
e. Heat Exchanger, panas yang dihasilkan dari ruang
pembakaran disalurkan melalui pipa api dan terjadi
pertukaran panas dengan udara yang masuk ke dalam pipa
api. Udara panas yang dihasilkan tersebut disalurkan ke
mixing chamber dengan menggunakan main fan.
f. Main fan, berfungsi sebagai fan yang mengalirkan udara
panas dari pemanas menuju VFBD.
g. Cold air blower, berfungsi untuk menarik udara segar ke
dalam VFBD dan mengeluarkan udara panas jika suhu inlet
terlalu panas.
Gambar 5.3 Vibro Fluid Bed Dryer dan bagiannya
111
5.3.3 Prinsip Kerja Mesin Vibro Fluid Bed Dryer
Prinsip kerja Vibro Fluid Bed Dryer (VFBD) adalah
mengeringkan bubuk teh basah pada bed (tray) di dalam VFBD
dimana bubuk teh tersebut digetarkan dan terpapar oleh udara
panas dari tungku pemanas atau heater yang dihembuskan oleh
main fan. Udara panas tersebut mengalir melalui lorong yang
berada di bawah VFBD dan masuk melalui lubang-lubang pada
bed sehingga terjadi penguapan air dari bubuk teh basah. Uap
air hasil pengeringan kemudian dihisap oleh cyclone untuk
dibuang keluar dari VFBD.
Bubuk teh basah yang keluar dari Continous Fermenting Unit
dibawa oleh conveyor masuk ke dalam inlet VFBD dan
diratakan oleh spreader. Di dalam VFBD bubuk teh terhampar di
atas bed yang bergetar sehingga bubuk teh dapat berjalan
menuju outlet VFBD. Getaran pada VFBD dihasilkan oleh motor
vibro (eksentrik). Suhu inlet (masuk) yang digunakan untuk
mengeringkan bubuk teh basah adalah sebesar 110-150oC,
disebut dengan T6. Suhu outlet (keluar) yang didapatkan
sebesar 80-90oC, disebut dengan T5. Selain T6 dan T5, pada
proses pengeringan terdapat standar ketebalan bubuk teh
basah yang masuk ke dalam VFBD yang dinyatakan dalam
satuan suhu (T3) yakni 40-45oC.
5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengeringan
5.4.1 Suhu Pengeringan
Suhu termasuk faktor terpenting yang harus diperhatikan
dalam pengeringan. Apabila suhu masak terlalu tinggi dapat
menyebabkan kadar sari teh rendah dan teh menjadi overfired.
Sedangkan apabila suhu terlalu rendah dapat mengakibatkan
bubuk teh tidak dapat kering sempurna yang nantinya bubuk teh
masih berkadar air tinggi sehingga bubuk teh mudah ditumbuhi
jamur serta dapat menyebabkan oksidasi enzimatis berlanjut
pada bubuk teh yang telah dikeringkan.
112
5.4.2 Lama Proses Pengeringan
Waktu pengeringan disesuaikan hingga bubuk teh mencapai
kadar air yang diinginkan, yakni selama 18-20 menit. Apabila
waktu pengeringan terlalu lama dapat menyebabkan bubuk teh
cepat rapuh dan bisa gosong. Sedangkan waktu pengeringan
yang terlalu cepat dapat menyebabkan bubuk teh tidak cukup
kering sehingga tidak dapat mencapai kadar air yang diinginkan.
5.4.3 Volume Udara
Volume udara untuk pengeringan tergantung pada dua
faktor, yakni kelembaban dan suhu yang dipilih. Jika volume
udara berada di bawah kebutuhan normal, suhu harus
ditingkatkan untuk menghasilkan jumlah panas yang sama.
Karena partkel teh pada tahap awal proses pengeringan adalah
basah, aliran udara di ujung pemasukan harus lebih besar
daripada ujung pengeluaran.
Volume udara yang rendah akan mengakibatkan fluidisasi
yang kurang baik (under-fluidized atau packed), dimana gerakan
partikel teh terlihat seperti aliran lumpur dengan kecepatan yang
relatif rendah. Selain akibat rendahnya aliran volume udara,
under-fluidized dapat juga disebabkan oleh pemasukan teh
fermen dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Peristiwa
tersebut sering terjadi pada tahapa awal pengeringan dan dapat
menyebabkan stewing, karena teh terpapar udara panas untuk
waktu yang cukup lama tanpa terjadinya penguapan dari dalam
sel daun.
5.4.4 Kecepatan Aliran Udara
Udara yang bergerak atau bersirkulasi akan lebih cepat
mengambil uap air dibandingkan dengan udara diam. Pada
proses pergerakan udara, uap air dari bubuk teh akan diambil
dan terjadi mobilitas yang menyebabkan udara akan
memperlambat proses pengeringan. Jenis aliran udara yang
113
terjadi pada proses pengeringan bubuk teh dalam VFBD adalah
cross flow drying.
5.4.5 Kelembaban Udara
Apabila udara digunakan sebagai medium pengering atau
bahan pangan dikeringkan udara, semakin kering udara
tersebut (kelembaban semakin rendah) kecepatan pengeringan
semakin tinggi. Udara kering memiliki konsentrasi uap air yang
belum mencapai titik jenuh, sedangkan udara lembab hampir
jenuh dengan uap air. Oleh karena itu, udara yang kering lebih
cepat mengambil uap air sehingga kecepatan pengeringan lebih
tinggi.
Kelembaban udara juga menentukan kadar air bubuk teh
kering. Bubuk teh yang telah dikeringkan bersifat higroskopis
yang dapat menyerap air dari udara di sekitarnya. Jika udara di
sekitar bubuk teh kering tersebut mengandung uap air tinggi
atau lembab, maka kecepatan penyerapan uap air oleh bubuk
teh tersebut akan semakin cepat.
5.5 Pengujian Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan mulai dari pucuk segar hingga
menjadi teh yang telah dikeringkan. Uji kadar air kali ini adalah
menggunakan metode gravimetri dengan oven bersuhu 150oC.
Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar air dengan
metode gravimetri yaitu :
Berikut ini adalah perhitungan kadar air :
a. Pucuk Segar
Massa awal : 10 gram
Oven 10 menit I : 2,2 gram
10 menit II : 1,9 gram
114
10 menit III : 1,8 gram
10 menit IV : 1,8 gram
Kadar air =
x 100 % = 82%
b. Bubuk Basah
Massa awal : 10 gram
Oven 10 menit I : 3,3 gram
10 menit II : 3,2 gram
10 menit III : 3,2 gram
Kadar air =
x 100 % = 68%
c. Bubuk Kering
Massa awal : 10 gram
Oven 10 menit I : 9,8 gram
10 menit II : 9,7 gram
10 menit III : 9,7 gram
Kadar air =
x 100 % = 3%
5.6 Analisis Perhitungan
a. Kadar air bubuk basah : 68%
Kadar air bubuk kering : 3%
Misal bubuk teh yang dikeringkan : 100 kg
b. Massa air dalam 100 kg bubuk basah
= 68% x 100 kg
= 68 kg
c. Massa padatan dalam 100 kg bubuk basah
= 100 kg – 68 kg
= 32 kg
d. Kadar air padatan dalam teh kering
115
= 100% - 3%
= 97%
e. Massa teh kering dari 100 kg bubuk basah
= 32 kg x (100% / 97%)
= 32,98 kg
f. Massa air dalam teh kering
= 3% x 32,98 kg
= 0,9894 kg
g. Jumlah air yang diuapkan dari 100 kg bubuk teh basah
= 68 kg – 0,9894 kg
= 67,01 kg air
Proses pengeringan di PT. Perkebunan Nusantara XII
(Persero) Kebun Kertowono berlangsung kurang lebih selama 8
jam per hari produksi. Dengan kapasitas 300 kg teh kering yang
dihasilkan per 20 menit, maka dapat dilakukan perhitungan
sebagai berikut.
8 jam produksi = 8 x 60 menit = 480 menit
Kapasitas per hari
=
x 300 kg = 7200 kg
Jadi, bubuk teh yang dihasilkan mesin pengeringan adalah
berkisar 7200 kg teh kering per hari produksi. Jumlah tersebut
merupakan jumlah bubuk teh sebelum disortasi yakni masih ada
partikel teh lain seperti fluff. Setelah disortasi, akan dilakukan
proses lebih lanjut yaitu seleksi bubuk teh sehingga akan
dipisahkan antara partikel teh yang baik dengan tea waste.
5.7 Masalah yang Terjadi Pada Proses Pengeringan
Beberapa masalah yang terjadi pada proses pengeringan teh
hitam CTC antara lain:
a. Case hardening, yaitu bagian luar partikel teh yang telah
kering tetapi bagian dalamnya masih basah. Teh akan terasa
116
soft dan cepat berjamur. Hal seperti ini disebabkan suhu
outlet terlalu tinggi terutama jika layuannya kurang.
b. Bakey, burnt, over fired (terbakar, gosong) disebabkan suhu
inlet yang terlalu tinggi.
c. Smokey (bau asap), disebabkan adanya kebocoran pada
bagian alat pemanas.
d. Teh kering kurang masak, hal ini dapat diketahui dengan
cara dicium dan diraba. Hal ini disebabkan terlalu tebalnya
pengisian dan terlalu pendeknya waktu pengeringan.
e. Banyak blow out, banyak bubuk teh yang jatuh di lantai luar
mesin. Hal ini disebabkan oleh terlalu besarnya volume
udara, berasal dari pucuk kasar, rusak, dan layuan yang
terlalu berat.
5.8 Pengendalian Mutu Pada Hasil dari Proses Pengeringan
Pengendalian mutu bubuk teh hasil pengeringan dilakukan
dengan uji cup test setiap 20 menit sekali. Hal ini dilakukan
untuk mengantisipasi adanya penyimpangan dalam proses
pengeringan. Penyimpangan yang terjadi misalnya bubuk teh
yang dihasilkan kurang matang maupun terlalu matang atau
gosong dan berbau asap. Penyimpangan tersebut diketahui dari
uji kenampakan, uji aroma, dan uji rasa teh.
Proses pengendalian mutu ini penting agar dapat dihasilkan
teh hitam dengan standar kualitas ekspor yang baik. Selain
dikemas untuk ekspor, teh hitam CTC ini juga dikemas secara
hilir di koperasi lokal PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero)
Kertowono dengan yang diberi merk dagang Teh Gajah
Kertowono, seperti terlihat pada Lampiran 11. Produk tersebut
dijual di koperasi-koperasi PT. Perkebunan Nusantara XII
(Persero).
117
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan Praktek Kerja Lapang di PT.
Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono
Lumajang, dapat disimpulkan :
1. PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kertowono
terletak di Desa Gucialit Kecamatan Gucialit Lumajang Jawa
Timur dengan hasil perkebunan terbesar adalah teh.
2. Jenis teh yang diproduksi oleh PT. Perkebunan Nusantara
XII (Persero) Kebun Kertowono adalah teh hitam dengan
sistem pengolahan secara CTC (Crushing, Tearing, Curling).
Proses pengolahan teh hitam CTC meliputi penerimaan
pucuk, pelayuan, turun layu/giling, penggilingan, oksidasi
enzimatis, pengeringan, sortasi, dan pengemasan.
3. Terdapat tiga jenis mutu teh yang diperoleh dari hasil
pengolahan yakni mutu I (BP1, PF1, PD1, dan D1), mutu II
(Fann, dan D2), serta mutu lokal (TW dan Fluff).
4. Proses pengeringan bubuk teh di PT. Perkebunan Nusantara
XII (Persero) dilakukan dengan mesin Vibro Fluid Bed Dryer
(VFBD). Kadar air yang dicapai pada proses pengeringan
adalah sebesar 2,8-3%. Berdasarkan hasil observasi, kadar
air pucuk segar adalah sebesar 82%, bubuk teh basah
sebesar 68%, dan bubuk teh kering sebesar 3%.
6.2 Saran
Pada saat penerimaan pucuk harus lebih ditingkatkan kehati-
hatiannya karena banyak pucuk memar sebelum masuk dalam
pelayuan dan analisa pucuk. Sanitasi alat maupun pekerja
hendaknya lebih diperhatikan di setiap proses pengolahan agar
sesuai dengan SOP yang ditentukan.
118
DAFTAR PUSTAKA
Alcazar. 2007. Differentiation Of Green, White, Black,
Oolong, and Pu-Erh Teas According to Their Free
Amino Acids Content. Journal of Agricultural and
Food Chemistry, v.55, n. 15, p. 5960-5. Available from
http://dx.doi.org /10.1021/jf070601a.
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. 2012.
Mengenal 4 Macam Jenis Teh.
www.balitri.litbang.pertanian.go.id diakses 27 April
2015 16.34 WIB.
Damayanthi, Evi, C.M. Kusharto, R. Suprihatini, dan D.
Rohdiana. 2008. Studi Kandungan Katekin dan
Turunannya Sebagai Antioksidan Alami Serta
Karakteristik Organoleptik Produk Teh Murbei dan
Teh Camellia-Murbei. Media Gizi dan Keluarga, 32 (1):
95-103
Dias, T. R., Tomas, G., Teixeira, N. F., Alves, M. G., Oliveira, P.
F., & Silva, B. M. 2013. White Tea (Camellia Sinensis
(L.)): Antioxidant Properties and Beneficial Health
Effects.
Dulloo A.G., Seydoux J., Girardier L., Chantre P.,
Vandermander J. 2000. Green Tea and
Thermogenesis: Interactions Between Catechin-
Polyphenols, Caffeine and Sympathetic Activity. Int.
J. Obes. Relat. Metab. Disord., 24, 252–258.
119
Effendi, D.S., M. Syakir, M. Yusron, dan Wiratno. 2010.
Budidaya dan Pascapanen Teh. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan.
Friedman M., Jurgens H.S. 2000. Effect of pH on the Stability
of Plant Phenolic Compounds. J. Agric. Food Chem.,
48, 2101–2110.
Gramza, A., K. Pawlak-Lemañska, J. Korczak, E. Wsowicz, and
M. Rudzinska. 2005. Tea Extracts as Free Radical
Scavengers. Polish Journal of Environmental Studies
Vol. 14 No. 6: 861-867.
Hartoyo, Arif. 2003. Teh dan Khasiatnya Bagi Kesehatan:
Sebagai Tinjauan Ilmiah. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Jain, Jinesh C., and Tadakazu Takeo. 2007. A Review The
Enzyme Of Tea And Their Role In Tea Making.
Journal of Biochemistry, 8 (4): 243-279.
Kartisinghe, D. 1995. The Tri-CCC Fluid-Bed Tea Drier
Developed In Sri Lanka. The Research Institute of Sri
Lanka, Talawakele, Sri Lanka.
Kusumo, Yusuf P.J. 2010. Laporan Magang Industri
Pengolahan Teh Hitam di PT. Pagilaran (Quality
Control). Universitsa Sbelas Maret Surakarta.
Lee, Jeehyun, D.H. Chambers, E. Chambers., K. Adhikari., and
Y. Yoon. 2013. Volatile Aroma Compounds In
Various Brewed Green Teas. Molecules, 18, 10024-
10041.
120
Maulana, Mohamad. 2000. Identifikasi Permasalahan
Pengelolaan Mutu Teh Do Unit Usaha Perkebunan
Malabar PT Nusantara VIII Jawa Barat.
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/%2810%29%20soca
maulana- pengelln%20mutu%20teh%281%29.pdf pada
Rabu, 3 Maret 2010.
Milenkovic, Sanja M., J.B. Zvezdanovic, T.D. Andelkovic, and
D.Z. Markovic. 2012. The Identificaton Of Chlorophyll
and Its Derivatives In The Pigment Mixtures: HPLC-
Chromatography, Visible And Mass Spectroscopy
Studies. Advanced Technologies 1 (1): 16-24.
Natarajan, Kannan. 2009. Tannase: A tool instantaneous tea.
Current Biotica, 3 (1): 96-103
Ningrat, R.G.S. Soeria Danoe. 2006. Teknologi Pengolahan
Teh Hitam. ITB Press. Bandung.
Prawirosentono, Sulyadi. 2002. Filosofi Baru Tentang
Management Mutu Terpadu Total Quality
Management. Bumi Aksara. Jakarta.
Primanita, Asri Y. 2010. Laporan Magang Industri
Pengolahan Teh Tambi di PT. Perkebunan Teh
Tambi Wonosobo. Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Putratama, Muhammad S.W. 2009. Pengolahan Teh Hitam
Secara CTC di PT. Perkebunan Nusantara VIII,
Kebun Kertamanah Pangalengan – Bandung.
Laporan Kerja Praktek Program Studi Teknologi
Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
121
Setiawan, J. Dharma, Yulianto, M. Endy and F. Aifan.
2007. Model Perpindahan Panas Dan Massa Pada
Pengering Endless Chain Pressure (ECP) Untuk
Inaktivasi Enzim Polifenol Oksidase. Dokumentasi
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Setyarini, L., dan Juju Juariah. 2013. Abstrak Hasil Penelitian
Pertanian Pascapanen Tanaman Perkebunan. Pusat
Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian.
Sujayanto, G., 2008. Khasiat Teh Untuk Kesehatan dan
Kecantikan. Flona Serial Oktober (I) : hal 34-38.
Sukardi dan Wahyu Gumilar. 2006. Kajian Kapasitas Lini
Pengolahan Industri Teh Hitam Ortodoks di PT.
Perkebunan Nusantara VIII Kebun Pasir Nangka
Cianjur. Jurnal Teknik Industri Pertanian, 20 (2): 110-
121.
Sukardi, M.H. Pulungan, dan K. Kurniawan. 2009. Perencanaan
Produksi Teh Instan Dengan Flavor Pepermin Skala
Rumah Tangga. Jurnal Teknologi Pertanian, 10 (2):
106-114.
Sukmawati, Pande P.A., Y. Ramona, dan N.P.E Leliqia. 2013.
Penetapan Aktivitas Antioksidan yang Optimal
Pada Teh Hitam Kombucha Lokal di Bali dengan
Variasi Waktu Fermentasi. Jurnal Universitas
Udayana: 25-29.
Syah, A., 2006, Taklukan Penyakit dengan Teh Hjau, Cet.1,
Agromedia Pustaka, Jakarta.
122
Temple, S.J., C.M. Temple, A.J.B van Boxtel, and M.N. Clifford.
2001. The Effect Of Drying On Black Tea Quality.
Journal of Science of Food and Agriculture, 81 (8): 764-
772.
Towaha, Juniaty. 2013. Kandungan Senyawa Kimia Pada
Daun Teh (Camellia sinensis). Warta Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri. 19 (3): 12-16.
Widayati. 2010. Fenomena dan Kecepatan Minimum (Umf)
Fluidisasi. Jurnal EKSERGI 10 (2) : 42-46.
Widyaningrum, Naniek. 2013. Epigallocatechin-3-Gallate Pada
Daun Teh Hijau Sebagai Anti Jerawat. Majalah
Faemasi dan Farmakologi 17 (3) : 95-98.
Wiyarti, Daru. 2013. Aktivitas Antibakteri Fraksi Metanol
Ekstrak Etanol Daun Teh Hijau (Camellia sinensis
(L.,) O.K) Terhadap Streptococcus mutans dan
Lactobacillus acidophilus Serta Bioautografinya.
Naskah Publikasi Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadyah Surakarta.
123
Lampiran 1. Layout pabrik teh Kebun Kertowono
W a
t
e
r
C h i l l e
r
Up
R .
Asah
Roll
OKSIDASI E
R .
PENGERINGAN
R . PENGGILINGAN
R . PENGEMASAN
PENYIMPANAN GUDANG
R . Ganti Pakaian
R .
SORTASI
KEBUN KERTOWONO
LAY OUT PABRIK TEH
No Kegiatan Bulan/Minggu ke-
Desember Januari Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penulisan dan konsultasi proposal
2 Penyerahan dan persetujuan proposal
3 Aktivitas lapang
a. Kondisi umum
b. Organisasi dan tenaga kerja
c. Proses produksi
d. Tugas khusus
4 Penulisan dan konsultasi laporan
5 Ujian
6 Revisi
7 Pengumpulan laporan
131