Optimalisasi Peran Zakat sebagai Alternatif Defisit APBN
Transcript of Optimalisasi Peran Zakat sebagai Alternatif Defisit APBN
OPTIMALISASI PERAN ZAKAT
SEBAGAI ALTERNATIF DALAM MENGATASI DEFISIT APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
Nama Tim:
“Sharia Economic UIN SUKIJO”
Anggota:
Annisa Nur Salam (13810025)
Hana Purti Rahmania (13810013)
Neneng Ela Fauziyyah (13810014)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
1435 H / 2014 M
LEMBAR PENGESAHAN
Paper dengan Judul :
OPTIMALISASI PERAN ZAKAT
SEBAGAI ALTERNATIF DALAM MENGATASI DEFISIT APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
Disusun oleh:
Annisa Nur Salam (13810025)
Hana Purti Rahmania (13810013)
Neneng Ela Fauziyyah (13810014)
Telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu syarat mengikuti “Call For
Sharia Economics Paper Competition 2014 (CASEP 2014)” yang diadakan oleh Sharia Economics Competition (SEC) 2014 dan Ksei Sharia Economics Student Club
IPB (SES-C IPB) pada tanggal 11-13 September 2014
Bagian Kemahasiswaan,
Dr. Misnen Ardiansyah, SE.,M.Si.,Ak.,CA
Dosen Pembimbing,
Benni Setiawan., M.S.I.
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
1435 H / 2014 M
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
RINGKASAN ................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
C. Manfaat Penulisan.............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3
BAB III METODE PENULISAN ................................................................. 13
BAB IV PEMBAHASAN
A. Eksistensi Zakat di Indonesia ........................................................... 14
B. Potensi Zakat di Indonesia ................................................................ 17
C. Peluang Zakat sebagai Anggaran Pendapatan Negara .................. 18
D. Optimalisasi Peran Zakat sebagai Alternatif dalam Mengatasi
Defisit APBN ....................................................................................... 20
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 22
B. Saran .................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 24
BIODATA PENULIS .................................................................................... 25
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Teriring puji serta syukur tidak pernah lupa kami panjatkan kepada yang
Maha Kuasa, yang senantiasa membimbing kami tetap berada di jalan-Nya dan
telah memberi ilmu dan segala kemudahan untuk dapat memahaminya. Shalawat
serta salam semoga selalu tercurah limpah kepada Nabi kita, Nabi seluruh umat,
Muhammad SAW yang senatiasa ditunggu syafaatnya di Yaumil Akhir nanti.
Karya tulis sederhana ini dibuat dengan harapan mampu memberi saran
dan masukan terhadap pemerintah baru nanti akan pentingnya zakat untuk
membantu mengatasi kemiskinan dan memperkecil defisit APBN di Indonesia.
Sehingga zakat dapat menjadi alternatif yang dijadikan sumber pendapatan resmi
Negara. Semoga dengan mengoptimalkan zakat ini, Indonesia dapat terlepas dari
utang yang berkepanjangan. Aamiin.
Karya ilmiah ini tidak lepas dari berbagai kesalahan baik yang disengaja
maupun tidak. Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan.
Yogyakarta, Juli 2014
Penulis
RINGKASAN
Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan
persoalan tahunan di Indonesia. Defisit anggaran bukan masalah biasa. Pasalnya,
hal ini berkaitan dengan eksistensi dan martabat sebuah bangsa. Oleh karena itu,
persoalan tersebut selayaknya menjadi perhatian serius agar bangsa dan negara ini
tetap berdiri sama tinggi dengan warga bangsa lain.
Sebagai negara kesatuan yang dihuni oleh lebih dari 85 persen warga
muslim, Indonesia pada dasarnya mempunyai modal untuk keluar dari jebakan
defisit anggaran. Salah satunya dengan optimalisasi potensi zakat. Potensi zakat
yang cukup besar, dipandang mampu menjadi alternatif mengurangi defisit APBN
tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulisan ini bertujuan untuk
menawarkan instrumen zakat guna dijadikan pendapatan resmi Negara. Adapun
metodologi yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif. Melalui metode
ini diperoleh kesimpulan bahwa untuk menjadikan zakat sebagai pendapatan
resmi Negara perlu adanya optimalisasi peran zakat dengan cara merevisi UU No.
23 Tahun 2011 dengan mencantumkan kebijakan baru yaitu menjadikan
instrumen zakat sebagai sumber pendapatan resmi negara serta beberapa
kebijakan pendukung lainnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap akhir tahun Negara membuat perencanaan APBN untuk satu tahun
ke depan. Penyusunan APBN ini akan sangat membantu negara dalam mengatur
dana yang ada, sehingga penyalurannya dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Selain itu, dengan adanya perencanaan APBN, Negara dapat
mengetahui berapa kekurangan dana yang dibutuhkan untuk menyejahterakan
masyarakat dan mengentaskan kemiskinan.
Sumber pendapatan negara yang nantinya masuk pada APBN berasal dari
pajak, kepabeanan dan cukai serta penerimaan negara bukan pajak dan juga
hibah.1 Sampai saat ini pajak menjadi pendapatan terbesar bagi negara terlepas
dari adanya penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh orang-orang
pajak sendiri. Di Indonesia sendiri pajak disalurkan untuk membiayai fasilitas
publik seperti pembangunan jembatan, jalan raya, penerangan jalan, fasilitas
keamanan dan lain-lain. Dengan bagusnya fasilitas publik tentu saja akan
meningkatkan mobilitas ekonomi yang implikasi akhirnya juga dapat
meningkatkan PDB.2
Dalam hal ini penyaluran pajak belum diarahkan secara langsung pada
upaya pengentasan kemiskinan masyarakat. Jadi meskipun pajak setiap tahunnya
terus meningkat, namun tidak menjadikan kemiskinan menurun. Angka
kemiskinan di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik
angka kemiskinan di Indonesia mencapai 28,07 juta jiwa pada tahun 2013. Angka
ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 0,52 %.3 Akan tetapi,
persentase penurunan yang hanya berada pada persentase di bawah 1 % tidak
1“Advertorial APBN 2014”, http://www.kemenkeu.go.id/Page/infografis-apbn-2014
Diakses pada 18 Juni 2014 pukul 14:25
2“Zakat, Potensi Pendapatan Negara yang Terabaikan”,
http://www.bppk.depkeu.go.id/bdk/makassar/index.php/component/content/article/14-artikel-
widyaiswara/491-zakat-potensi-pendapatan-negara-yang-terabaikan. Diakses tanggal 15 Juni 2014
pukul 13.14
3 Publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) 2013.
terlalu berpengaruh besar pada pengurangan penduduk miskin di Indonesia. Jika
keadaan ini terus berlanjut negara akan tetap mengalami defisit anggaran yang
berkepanjangan karena butuh lebih banyak dana untuk mengatasi kemiskinan
yang bukan berasal dari pajak.
Dengan adanya permasalahan-permasalahan ekonomi yang dihadapi
Indonesia tersebut, diperlukan solusi atau alternatif yang dapat membantu
mengatasinya. Sementara itu, Islam sebagai agama yang mayoritas dianut oleh
penduduk Indonesia menawarkan solusi atau alternatif untuk membantu
mengatasi defisit APBN yaitu dengan instrumen zakat yang dijadikan sebagai
sumber pendapatan resmi negara.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana eksistensi, potensi
dan peluang zakat di Indonesia serta bagaimana langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk dapat mengoptimalkan zakat tersebut.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan paper ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui eksistensi dan perkembangan zakat di Indonesia
2. Untuk mengetahui seberapa besar potensi zakat di Indonesia
3. Untuk mengetahui peluang zakat di Indonesia sebagai pendapatan resmi negara
4. Untuk mengetahui bagaimana langkah-langkah mengoptimalisasikan zakat
untuk mengurangi defisit APBN
C. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diambil dari paper ini adalah :
1. Mengetahui eksistensi dan perkembangan zakat di Indonesia
2. Mengetahui besar potensi zakat di Indonesia
3. Mengetahui peluang zakat di Indonesia sebagai pendapatan resmi Negara.
4. Mengetahui langkah-langkah optimalisasi zakat dalam mengurangi defisit
APBN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Zakat
Menurut bahasa zakat diambil dari isim masdar dari kata zaka-yazku-
zakah. Kata dasar zakat adalah zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, baik dan
bertambah.4 Dari pengertian tersebut jelas bahwa orang yang melaksanakan zakat
adalah orang yang hati serta jiwanya akan menjadi bersih dan suci.
Menurut mazhab Maliki, secara istilah zakat adalah mengeluarkan bagian
khusus dari harta yang telah mencapai nishabnya untuk yang berhak
menerimanya.5 Maka zakat merupakan harta yang dikeluarkan oleh aghniya
(pemilik harta) kepada orang yang berhak menerimanya. Orang yang wajib
mengeluarkan zakat disebut muzaki dan orang yang berhak menerima zakat
disebut mustahiq.
B. Dasar Hukum Zakat
Zakat merupakan instrumen keempat dari rukun Islam. Perintah berzakat
(zakat mal) diwajibkan pada awal bulan syawal tahun kedua hijriyah setelah
diperintahkannya puasa ramadhan dan zakat fitrah. Zakat merupakan kewajiban
bagi orang beriman (muzaki) yang mempunyai harta yang telah mencapai (nishab)
ukuran tertentu dan (haul) waktu tertentu untuk dikeluarkan dan diberikan kepada
(mustahiq) orang yang berhak menerima zakat. Zakat hukumnya fardhu„ain bagi
setiap muslim yang telah memenuhi syarat tersebut.
Pada dasarnya perintah untuk berzakat telah tercantum di dalam Q. S. At-
Taubah (9: 103)
ن صلوتك سكن مهم وهللا س علم.خذ من أمومهم صدقة تطهره وتزلهيم با وصل علهيم إ عي
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka.
4 Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, (Malang: UIN Malang Press,
2008), hlm. 13. 5 Ibid., hlm. 17
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Q. S. at-Taubah (9 :103)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT telah memerintahkan kepada
Nabi Muhammad SAW untuk mengambil zakat dari orang yang mampu berzakat
dan diberikan kepada yang berhak menerimanya. Adapun orang-orang yang wajib
menerima zakat ialah yang tergolong kepada delapan asnaf (orang-orang fakir,
orang-orang miskin, muallaf, para amil zakat, budak, orang yang berhutang, ibnu
sabil dan fi sabililah).
C. Syarat-syarat wajib zakat
1. Orang-orang yang disepakati wajib membayar zakat
Mereka yang disepakati wajib menunaikan zakat adalah6 :
a. Orang Islam
Artinya orang yang selain Islam meskipun ia tinggal di daerah
yang dikuasai Islam (kafir dzimmy), ia tidak diwajibkan untuk
menunaikan zakat. Ia hanya akan diwajibkan untuk membayar jizyah
(pajak).
b. Merdeka
Jumhur Ulama sepakat bahwa orang yang merdeka diwajibkan
membayar zakat. Namun, para ulama berselisih pendapat mengenai harus
atau tidaknya seorang hamba sahaya membayar zakat. Mengutip dari
bukunya M. Hasbi Ash Shiddiqy bahwa kata Abu Hanifah dan Asy Syafi’i
: “Tiada wajib zakat atas budak belian, hanya wajib atas tuannya.”
Sedangkan kata Malik dan Ahmad : “Tiada wajib zakat atas budak belian
dan tiada dikeluarkan oleh tuannya.” Dan kata Abu Tsaur dan Daud :
“Wajib zakat pada harta budak, atas sendirinya.”7
c. Baligh (telah sampai umur),
d. Berakal sehat,
Baligh dan berakal sehat juga merupakan salah satu syarat wajib
zakat. Untuk orang yang masih kecil dan tidak berakal sehat (gila), M.
Hasbi Ash-Shiddiqy berpendapat bahwa setelah mendalami dalil masing-
6 M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 40
7Ibid.,hlm. 43
masing golongan nyatalah bahwa zakat itu wajib dipungut dari harta anak-
anak kecil dan orang-orang gila, karena zakat itu adalah fardlu yang
dihadapkan atas harta. Oleh karena itu, siapa pun yang memiliki harta
meskipun ia masih kecil atau sudah mukallaf, baik ia berakal sehat atau
sedang dalam keadaan gila, wajib mengeluarkan zakat. Pelaksanaanya itu
diserahkan kepada walinya. Dan harta yang dikeluarkan itu adalah harta
yang lebih dari kebutuhan sehari-hari yang pokok.8
e. Memiliki harta yang mencapai nisab dengan kepemilikan sempurna
Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya harus mencapai nisab
dengan dimiliki secara sempurna. Yang dimiliki senisab itu adalah harta
yang lebih dari keperluan hidup sehari-hari, termasuk ke dalam keperluan
sehari-hari, makan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan alat-alat
bekerja.9
2. Syarat-syarat harta yang wajib dizakati
a. Mencapai ukuran nisab
Harta yang disyaratkan mencapai nisab, jika ia sudah sampai pada
nisabnya maka wajib dikeluarkan zakatnya. Namun jika masih kurang dari
nisab, tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
b. Haul
Haul adalah waktu kepemilikan harta yaitu satu tahun penuh. Jika
harta yang disyaratkan haul telah dimiliki satu tahun penuh, maka harta
tersebut wajib dikeluarkan zakatnya.
Di antara harta yang disyaratkan cukup setahun dimiliki nisabnya
adalah :
1. Binatang ternak
2. Emas dan perak
3. Barang perniagaan
Sedangkan harta yang tidak disyaratkan haul adalah :
1. Barang yang disimpan untuk makanan yaitu sejenis tumbuh-
tumbuhan dan buah-buahan
8Ibid.
9Ibid., hlm. 41
2. Barang logam yang baru didapat dari galian
Tegasnya harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah harta yang
sudah mencapai nisab dan harta tersebut sudah dimiliki selama satu tahun.
Kedua syarat ini harus beriringan adanya.10
D. Macam-macam Zakat
Secara garis besar terdapat dua macam jenis zakat:
1. Zakat fitrah
Menurut Yusuf Qardawi11
zakat fitrah yaitu zakat yang sebab
diwajibkannya adalah futur (berbuka puasa) pada bulan Ramadhan. Lebih
jelasnya, zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan muslim
menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadhan. Besar zakat ini setara dengan
3,5 liter (2,5 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
Wajib zakat fitrah dilatarbelakangi oleh firman Allah surat al-A‟la
(87 :14 -15)
ه فصل . قد إفلح من تزك وذلر إس رب
“Sesungguhnya telah berkemenangan orang yang mengeluarkan zakat
(fitrahnya) menyebut nama Tuhanmu (mengucap takbir, membesarkan
Allah) lalu ia mengerjakan sembahyang (hari raya Idul Fitri).”Q. S. al-
A‟la (87 :14-15)
Ayat di atas menurut riwayat ibn Khuzaimah12
, diturunkan berkenaan
dengan zakat fitrah, takbir hari raya dan sembahyang.
2. Zakat mal
Zakat mal adalah zakat atas harta yang dimiliki setelah mencapai
haul dan nisab. Adapun terkait harta yang wajib dizakati tersebut terdapat
perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Namun, para ulama mazhab
empat13
menyepakati jenis harta yang wajib dizakatkan ada lima macam,
yaitu binatang ternak (unta, sapi, kerbau, kambing/domba), emas dan
10
Ibid., hlm. 58-59 11
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Bogor: Litera Antar Nusa, 1993), hlm. 922. 12
M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, hlm. 234. 13
Asnaini, Zakat Produktif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 35.
perak, perdagangan, pertambangan dan harta temuan, serta pertanian
(gandum, korma, anggur).
Berikut merupakan pemaparan terkait penjelasan perbedaan harta
yang wajib dizakati:
a. Zakat emas dan perak
Kewajiban zakat emas dan perak didasari oleh Q.S. at-Taubah (9: 34-35) :
ون إل ين يكن مى علهيا وإل ه بعذإب أمم . يوم ي ة ولينفقونا ف سبيل هللا فبش هب وإمفض
ت لهفسك فذولوإ فتكوى با جبا ههم وجنوبم وظهوره هذإ مالن ون مالنت ت ف نر جن كن
“....Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan
emas dan perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi
mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka:
Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang akibat dari apa yang kamu simpan.” Q.S. at-Taubah
(9: 34-35)
Ayat di atas menunjukan adanya ancaman Allah dalam dua hal, yaitu
penyimpanan emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah.
Yang berarti tidak berzakat.
Emas dan perak tersebut wajib dizakati jika keduanya telah
mencapai nisab dan haul. Adapun nisab emas dan perak, sesuai Hadis yang
diriwayatkan oleh Ali dari Nabi saw.14
adalah 20 dinar (emas) dan 200
dirham (perak). Berdasarkan pendapat Yusuf Qardawi15
, 20 dinar tersebut
setara dengan 85 gram emas. Dan 200 dirham setara dengan 595 gram
perak. Ketika telah mencapai angka tersebut, maka zakat yang wajib
dikeluarkan adalah 2,5% dari nisabnya.
b. Zakat binatang ternak
14Wahbah al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1997), hlm. 129. 15
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, hlm.259.
Dasar hukum wajib zakat binatang ternak adalah Hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhary Muslim dari Abi Dzar, bahwasanya Nabi saw.
bersabda:
ى حقها إل إوت با يوم إمقمية إعظم ماتكون ما من رج نه تطؤ ل تكون ل إبل إوبقر إوغن ليؤد وإس
قض بي إمناس بأخفافها وتنطحه بقرونا كما جازت إخرإها عادت علعيه إولها حت ي
“Tiada seorang lelaki yang mempunyai unta, atau lembu, atau kambing, yang
tidak diberikan zakatnya, melainkan datanglah binatang-binatang itu pada
hari kiamat berkeadaan lebih gemuk dan lebih besar dari masa di dunia, lalu
ia menginjak-injak kakinya dengan telapak-telapaknya, dan menanduknya
dengan tanduk-tanduknya. Setiap habis binatang-bintang itu mengerjakan
yang demikian, kembali lagi mengerjakannya dan emikianlah terus menerus
hingga selesai Allah menghukum para manusia”.
Pada Hadis tersebut disebutkan bahwa hewan yang wajib dizakati adalah unta,
lembu dan kambing. Dan tidak ada perselisihan para ulama dalam hal wajib
zakat pada hewan-hewan itu.
Seseorang diwajibkan menzakati hewan ternaknya ketika
memenuhi persyaratan sebagai berikut16
:
1. Sampai nisab
Sampai nisab berarti mencapai kwantitas tertentu yang ditetapkan hukum
syara‟. Adapun kwantitas minimal untuk unta adalah 5 ekor dan untuk
domba atau kambing adalah 40 ekor. Adapun untuk sapi terdapat
perbedaan pendapat yang berkisar antara 5-30 bahkan 50 ekor.
2. Telah dimiliki satu tahun
3. Digembalakan
4. Tidak dipekerjakan
c. Zakat kekayaan dagang
Wajibnya zakat kekayaan dagang adalah firman Allah al-Baqarah (2:
267): بات مالسبت ين إمنوإ أهفقوإ من طعي ا إل ا أخرجنا مك من إلرض يأيه ومم
16
Ibid., hlm.170.
“Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah sebagian hasil usaha yang
kalian peroleh dari sebagian hasil bumi yang Kami keluarkan untuk kalian.”
Q. S. al-Baqarah (2: 267)
Kebanyakan ulama17
, diantaranya Imam Tabari, Imam Jashash, Imam Abu
Bakr Arabi dan sebagainya menafsirkan “hasil usaha kalian” adalah “hasil
perdagangan”.
Kewajiban zakat atas dagangan harus memenuhi syarat18
selain
mencapai nisab dan haul yaitu adanya niat untuk berdagang. Syarat niat
berdagang tersebut didasarkan atas Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud
dari Samrah bin Jundab.
d. Zakat tanaman dan buah-buahan
Allah berfirman dalam surat al-An‟am (6:141) yang mewajibkan
adanya zakat tanaman dan buah-buahan :
يوم حصا د وإتوإ حقه
“Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan
zakatnya)”. Q. S.al-An‟am (6:141)
Ibnu Abbas19
mengatakan bahwa lapadz haqqahu pada ayat tersebut bermakna
zakat yang diwajibkan.
Kadar zakat tanaman dan buah-buahan salah satunya tertera dalam
Hadis yang diriwayatkan oleh Umar20
bahwa Nabi saw. bersabda, “Yang diairi
oleh air hujan, mata air, atau air tanah, zakatnya 10%, sedangkan yang diairi
penyiraman, zakatnya 5%.”
Adapun untuk jenis tanaman dan buah-buahan yang wajib dizakati,
terdapat perbedaan pandangan para ulama.21
Ibnu Umar dan segolongan ulama
salaf berpendapat bahwa tanaman yang wajib dizakati adalah gandum dan
sejenis gandum lain (syair). Sedangkan buah-buahannya adalah kurma dan
anggur.
e. Zakat pertambangan dan barang temuan
17
Ibid., hlm.300. 18
Febrianti, Praktek Pengelolaan Zakat , hlm. 38. 19
Wahbah al-Zuhayly, Zakat Kajian, hlm. 181. 20
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat , hlm. 331. 21
Ibid., 332.
Terdapat perbedaan pandangan22
antara para ulama terkait jenis barang
tambang yang wajib dizakati. Pendapat Syafi‟i adalah hanya emas dan perak
saja yang wajib dizakati. Sedangkan menurut Abu Hanifah, setiap barang
tambang yang diolah dengan menggunakan api maka harus dizakati. Berbeda
dengan Hanbali yang mengatakan bahwa tambang yang wajib dizakati adalah
semua pemberian bumi yang terbentuk dari unsur lain tetapi berharga.Terkait
kadar zakat barang tambang pula terdapat perbedaan23
, ada yang berpendapat
20% dan ada pula yang berpendapat 2.5%.
Adapun kadar zakat untuk barang temuan (rikaz) adalah 1/5 atau 20%.
Tidak ada syarat haul dalam zakat rikaz, semua ulama menyepakati waktu
mengeluarkan zakat rikaz ialah setelah ditempa dan dibersihkan.24
Pembahasan di atas adalah objek zakat mal yang disepakati 4 imam
mazhab. Adapun pada zaman modern sekarang, Yusuf Qardawi mewajibkan zakat
terhadap profesi, saham, obligasi dan sebagainya. Terlepas dari perbedaan itu, ada
kebenaran yang tidak mungkin diragukan adalah terkait objek zakat yang tertera
dalam al-Qur‟an.
E. Fungsi dan Tujuan Zakat
Dengan disyaria‟tkannya suatu hukum tidak akan pernah lepas dari
hikmah dan manfaat yang akan diperoleh darinya. Termasuk zakat yang
merupakan ibadah mahdloh sekaligus ibadah ghoer mahdloh memiliki manfaat
serta hikmah yang sangat besar jika dilaksanakan sesuai dengan aturan yang ada.
Selain untuk mendapatkan ridlo Allah SWT dan penyucian jiwa serta harta yang
dititipkan Allah kepada kita, zakat juga memiliki efek sosial yang dapat
memperbaiki kondisi masyarakat sekitar.
Febrianti, dalam skripsinya mengutip pendapat Abdurrahman Qadir yang
mencatat 5 hikmah zakat25
, yaitu :
22
Ibid., 415 23
Ibid., 417. 24
Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, hlm. 149. 25
Febrianti, Praktek Pengelolaan Zakat. hlm. 30-31.
1. Manifestasi rasa syukur atas nikmat Allah SWT. Karena harta kekayaan yang
diperoleh seseorang adalah atas karunia-Nya. Dengan bersyukur, harta dan
nikmat itu akan berlipat ganda.
2. Melaksanakan pertanggungjawaban sosial, karena harta kekayaan yang
diperoleh orang kaya, tidak terlepas dari adanya andil dan bantuan orang lain
baik langsung maupun tidak langsung.
3. Dengan mengeluarkan zakat, golongan ekonomi lemah dan orang yang tidak
mampu merasa terbantu. Dengan demikian akan tumbuh rasa persaudaraan dan
kedamaian dalam masyarakat.
4. Mendidik dan membiasakan orang menjadi pemurah dan terpuji dan
menjauhkan diri dari sifat bakhil yang tercela.
5. Mengantisipasi dan ikut mengurangi kerawanan dan penyakit sosial seperti :
pencurian, perampokan, dan berbagai tindakan kriminal yang ditimbulkan
akibat kemiskinan dan kesenjangan sosial.
Dari tujuan dan hikmah yang dikemukakan oleh Abdurrahman Qadir dapat
diambil kesimpulan bahwa zakat merupakan ibadah yang mempunyai efek sosial
dalam kehidupan masyarakat terutama mengangkat garis kemiskinan,
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat. Jadi bukan hanya
sebatas kewajiban umat Islam sebagai rukun Islam saja.26
F. Zakat Perspektif Abu Ubaid
Abu Ubaid merupakan Ekonom Muslim yang memberikan kontribusi
pemikirannya terkait zakat. Dalam kitabnya yaitu al-Amwal, Abu Ubaid
memaparkan tentang zakat sebagai sumber pendapatan publik yang merupakan
analisis berdasarkan al-Qur‟an dan Hadis tanpa berpegang pada suatu mazhab
mana pun.
Berikut merupakan pemikiran Abu Ubaid tentang zakat27
:
Pertama, pemerintah harus bertanggungjawab atas segala hal yang menyangkut
masyarakat. Termasuk keuangan publik, salah satunya pengelolaan zakat.
26
Ibid 27
“Efectivity of Zakat in Indonesian Regulatory; Overview on Abu Ubaid Perspective”, http://andalusia.or.id/www/index.php?page=content&&ide=26 Di akses tanggal 15 Juni
2014, pukul 13.26
Kedua, zakat dijadikan sebagai sebagai institusi khusus keuangan publik yang
potensial untuk mengatasi pengeluaran publik bagi kaum Muslim bahkan untuk
kaum non-Muslim jika pendapatan Negara dari sumber selain pajak tidak mampu
memenuhi kebutuhan publik secara umum. Yang berarti zakat bersifat obligatary
(wajib/memaksa).
Ketiga, pengelolaan zakat dilakukan oleh setiap amil daerah dan distribusi dana
zakat tersebut diatur oleh amil setempat yang diutus oleh pemerintah. Namun,
tetap terkoordinasi dengan pemerintah pusat.
Keempat, pemerintah menggaji amil sebagaimana gubernur dan pegawai
pemerintah lainnya.
Kelima, Negara memiliki kekuatan politis untuk mengumpulkan zakat barang-
barang yang tampak dari masyarakat secara memaksa. Namun, tidak untuk barang
yang tersembunyi, masyarakat Muslim memiliki kebebasan untuk menunaikannya
sesuai kesadaran masing-masing, karena hal ini sudah memasuki ranah antara
umat Islam dengan Allah.
Keenam, memasukkan kaum non-muslim sebagai penerima zakat jika pendapatan
negara selain zakat tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat secara umum.
Kiranya pemikiran-pemikiran Abu Ubaid di atas dapat dipertimbangkan
sebagai analisa dalam kebijakan zakat di era modern ini. Termasuk di Indonesia
yang mayoritas penduduknya adalah muslim.
BAB II
METODE PENULISAN
1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan paper ini, penulis menggunakan jenis penelitian library
research, di mana permasalahan digambarkan dengan didasari pada data-data
yang terdapat dalam literatur atau dokumen. Kemudian dianalisis lebih lanjut
untuk diambil suatu kesimpulan.
2. Jenis Data
a. Data primer
Yaitu data utama yang bersumber dari data-data serta informasi-informasi
yang diperoleh dari sumbernya secara langsung.
b. Data sekunder
Yaitu data yang bersumber dari studi kepustakaan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan teknik studi dokumentasi.
Yaitu mengumpulkan data berdasarkan data-data yang berkaitan dengan
masalah penulisan.
4. Teknik Analisis
Dalam menganalisi data, penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat
deskriptif, di mana data atau informasi digambarkan berdasarkan fakta-fakta
yang diperoleh.
5. Pedoman Penulisan
Penulisan karya tulis ini mengacu pada sistematika penulisan yang ditentukan
oleh panitia “Call For Sharia Economics Paper Competition 2014 (CASEP
2014)”.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Eksistensi Zakat di Indonesia
Instrumen zakat di Indonesia pada saat ini berlandaskan pada UU No. 23
Tahun 2011. Adapun UU tersebut merupakan hasil revisi dari UU zakat
sebelumnya, yaitu UU No. 38 Tahun 1999. Revisi tersebut dilatarbelakangi oleh
kelemahan UU No. 38 Tahun 1999 yang dipandang belum bisa mengakomodir
pelaksanaan zakat terhadap masyarakat. Kelemahan lainnya adalah terkait
sosialisasi dan implementasi dari UU yang masih terbatas sehingga kurangnya
pemahaman dan edukasi untuk daerah-daerah pelosok di Nusantara.
Maka dari itu, UU No. 23 Tahun 2011 akhirnya disahkan di Jakarta pada
tanggal 25 November 2011 oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang
Yudhoyono dan Amir Syamsudin selaku Menteri Hukum dan HAM. Hingga saat
ini UU tersebut telah dijadikan landasan atas kinerja pelaksanaan zakat di
Indonesia. Mengingat bahwa Indonesia bukanlah negara muslim, hanya saja
mayoritas penduduknya yang muslim, maka dengan terciptanya UU baru tersebut
pemerintah harus lebih efektif dalam melakukan pengawasan dan bertanggung
jawab atas amanah mengenai pengelolaan zakat di Indonesia.
Hal ini sebagaimana termaktub dalam UU No. 23 Tahun 2011 pada BAB
II tentang Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) pasal 5 (ayat 1) berbunyi
“untuk melaksanakan pengelolaan zakat, pemerintah membentuk BAZNAS”
kemudian disambung (pasal 3) “BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan
bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama”.28
Perlu diketahui juga bahwa antara Undang-undang No. 38 tahun 1999
dengan UU No. 23 tahun 2011 ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan. di
dalam Undang-undang no 23 tahun 2011 keanggotaan BAZNAS hanya terdiri dari
delapan orang pengurus, hal ini tercantum pada bagian keanggotaan pasal 8 ayat
(1) yang menyebutkan “BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota”.
28
Salinan resmi UU No. 23 tahun 2011
Dengan perincian oleh ayat (2) “Keanggotaan BAZNAS Sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga)
orang dari unsur Pemerintah”. Sedangkan di era tahun 1999, bahwa BAZNAS
itu terdiri dari 50 anggota yang belum signifikan dalam perincian keanggotaannya.
Selain itu juga dalam Undang-undang yang baru masa kerja anggota
BAZNAS selama 5 tahun, namun bisa dipilih kembali dengan hanya satu kali
masa jabatan. Pasal 9 “Masa Kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima)
tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan”.
Mengingat minimnya kesadaran dan sosialisasi tentang zakat, untuk
sekarang ini Pemerintah Indonesia telah mencanangkan dan meng-
implementasikan sedikit demi sedikit pasal-pasal yang tercantum di dalam UU
No. 23 tahun 2011. Pemerintah sedang berupaya mewujudkan Pasal 2 (f)
mengenai asas pengelolaan zakat bahwa adanya pengelolaan zakat yang
terintegrasi. Maksud terintergrasi disini bahwasannya pengelolaan zakat harus
dilakukan secara integrasi dalam upaya meningkatkan pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaannya dan ini berbeda dengan sentralisasi.
Maksud terintegrasi menurut UU, zakat yang terkumpul disalurkan
berdasarkan prinsip pemerataan, keadilan dan kewilayahan. Melalui intergrasi
pengelolaan zakat, dipastikan potensi dan pengumpulan zakat dari seluruh daerah
serta manfaatan zakat untuk mengentaskan kemiskinan akan lebih terukur
berdasarkan data dan juga akan lebih terpantau dalam sisi kinerja lembaga
pengelolannya.29
Dengan demikian, dari keseluruhan pasal-pasal dalam UU No.
23 Tahun 2011 diharapkan memberi jaminan untuk terwujudnya suatu
pengelolaan zakat yang amanah, profesional, trasparan dan akuntabel.
Selain itu juga pengelola zakat harus memahami betul atas lahirnya UU
No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Bahwasanya UU ini bertujuan
untuk melakukan penataan terhadap pengelolaan zakat yang lebih baik.
Maksudnya, penataan tersebut tidak terlepas dari kepentingan ingin
29
“Integrasi Pengelolaan Zakat dalam UU No.23 Tahun 2011”,
http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/integrasi-pengelolaan-zakat-dalam-uu-no-23-
tahun-2011/ , Diakses tanggal 29 Juni 2014, pukul 09.33
menjadikannya amil zakat yang profesional. Yaitu memiliki legalitas formal dan
dapat mempertanggungjawabkannya kepada pemerintah dan masyarakat.
Dalam hal ini diharapkan BAZNAS dan LAZ dapat berkerjasama, yaitu
memiliki tujuan besar yang sama, mengoptimalkan pengumpulan, pendistribusian
dan pendayagunaan zakat untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama, demi
tercapainya pengelolaan zakat yang terintergrasi. Selain itu, mengingat kesadaran
masyarakat Indonesia dalam berzakat masih cukup rendah, yang dibuktikan
dengan masih banyaknya masyarakat Indonesia yang tergolong fakir dan miskin,
maka zakat harus dimanfaatkan secara maksimal.
Namun pada saat ini pemerintah Indonesia telah berupaya merealisasikan
kembali UU pasal 2 (g) tentang asas pengelolaan zakat yang berkutat pada
pengelolaan zakat secara akuntabel. Maksudnya, pemerintah atau Badan
Pengelolaan Zakat yang terpusat dan lembaga zakat dibawah naungan pemerintah,
harus melakukan pendataan administratif yang tertib guna meningkatkan
efektifitas dan efisien dalam mengelola zakat.
Sejauh ini pemerintah juga telah menegaskan kepada para amil untuk
menyeleksi siapa yang wajib menunaikan zakat dan siapa yang wajib
menerimanya. Hal tersebut dilakukan agar orang yang dipunguti zakat tidak
merasa terdzalimi, misalnya seorang pegawai yang gaji nya pas-pasan lebih baik
tidak harus dipunguti zakatnya.
Keberadaan zakat di Indonesia saat ini mulai mengalami peningkatan, hal
ini terbukti dengan terealisasinya UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan
zakat. Pemerintah dengan lembaga zakat lainnya juga mulai dapat bekerjasama
untuk meningkatkan kesadaran dan kualitas zakat kepada masyarakat Indonesia.
Saat ini amil zakat (sebagai pemegang amanah) mulai menyadari bahwa untuk
mengentaskan kemiskinan di Indonesia tidak bisa bekerja sendiri untuk mengatasi
masalah tersebut, sekalipun atau sebesar apapun lembaga dan dana yang
dikelolanya.
Di samping usaha yang sedang dilakukan pemerintah ini, masyarakat
Indonesia masih mengalami krisis kepercayaan terhadan Badan Amil zakat, hal ini
dibuktikan dengan kedudukan zakat sendiri di Indonesia masih bersifat sukarela.
Artinya tidak ada kewajiban/memaksa dari pemerintah untuk melaksanakan zakat
secara merata. Ketika zakat bersifat sukarela maka biasanya masyarakat akan
enggan untuk mengeluarkan zakat.
Keberadaan zakat di Indonesia juga menyoroti terhadap gaji yang
diberikan kepada para amil zakat, bahwasannya gaji para amil tidaklah terpusat,
maksudnya pemerintah tidak menggaji para amil zakat sebagaimana menggaji
gubernur dan pegawai pemerintah lainnya. Akan tetapi pemerintah
mempercayakan lembaga zakat yang bersangkutan dalam menggaji amilnya.
B. Potensi Zakat di Indonesia
Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam30
tentu sangat berpotensi dalam penghimpunan dana zakat. Potensi zakat di
Indonesia dengan jumlah yang sangat besar bukan hanya wacana semata, hal
tersebut telah dibuktikan secara empiris oleh beberapa badan yang melakukan
riset atau penelitian serta pengkajian lebih dalam terhadap hal tersebut. Salah
satunya penelitian yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) Institut Pertanian
Bogor (IPB) dan Bank Pembangunan Islam (IDB)31
dengan menggunakan data
yang diolah dari Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS serta data
relevan lainnya seperti dari Bank Indonesia. Dalam penelitiannya, potensi zakat
nasional diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu potensi zakat rumah
tangga, industri dan BUMN. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa
potensi zakat rumah tangga sebesar Rp 82,7 triliun atau sama dengan 1,30 persen
dari total PDB. Potensi zakat industri mencapai Rp 114,89 triliun dan potensi
zakat BUMN sebesar Rp 2,4 triliun. Adapun potensi zakat tabungan adalah
sebesar Rp 17 triliun. Sehingga jika dikalkulasikan, jumlah potensi zakat tahun
2013 secara nasional sebesar Rp 217 triliun atau 3,40 persen dari total PDB.
Jumlah tersebut tentu akan semakin meningkat jika jumlah PDB terus meningkat.
30
Data BPS (2010) menunjukkan 207.176.162 atau 87,18% dari total pendudukIndonesia
adalah Muslim. 31
“Hasil Riset BAZNAS Potensi Zakat Rumah Tangga”,
http://www.eramuslim.com/berita/foto/hasil-riset-baznas-potensi-zakat-rumah-
tangga.htm#.U6uzc6Mxi_I Diakses pada 3 Juni 2014 pukul 7:14 WIB
Sebagaimana salah satu tujuan dari zakat adalah untuk pemerataan
penghasilan atau kekayaan, angka potensi zakat di atas perlu dipertanyakan.
Mengingat jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 28.07 juta jiwa32
,
dapat dikatakan bahwa penghimpunan atau penyaluran dana zakat di Indonesia
belum optimal. Karena, jika sudah optimal dalam penghimpunan ataupun
penyalurannya, tentu jumlah penduduk miskin tidak akan sebanyak angka di atas.
Selain itu, dalam faktanya dana yang terhimpun masih jauh dari potensi
yang ada, sebagaimana yang dilaporkan BAZNAS33
bahwa potensi zakat yang
terserap pada tahun 2013 baru mencapai Rp 2,73 triliun atau hanya sekitar 1
persennya saja. Diperkirakan terdapat beberapa faktor mengenai tidak optimalnya
potensi zakat di Indonesia, salah satunya yaitu belum adanya regulasi yang
mengikat terhadap wajib zakat. Padahal, jika semua potensi zakat dapat
dioptimalkan, maka akan berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia.
C. Peluang Zakat sebagai Anggaran Pendapatan Negara
Dalam Islam dikenal istilah zakat yang sejak zaman Nabi Muhammad
SAW dijadikan sebagai kebijakan fiskal untuk menopang dana yang dibutuhkan
pemerintahan Islam dahulu. Perintah zakat ini diterima Nabi SAW setelah beliau
hijrah ke Madinah. Hal ini seiring dengan upaya pembinaan tatanan sosial yang
baru dibangun Nabi SAW di Madinah.34
Setelah Nabi SAW wafat, kebijakan zakat ini tetap diteruskan oleh
pemimpin pemerintahan yang selanjutnya. Mereka benar-benar menjalankannya
dengan baik, fungsional dan prosedural, serta dikelola oleh lembaga amilin yang
benar-benar profesional, transparan, dan amanah. Sehingga, zakat sebagai salah
satu sumber ekonomi umat dapat dioptimalkan dan mampu mensejahterakan umat
Islam dan masyarakat pada waktu itu.35
Sementara itu Indonesia merupakan negara dengan mayoritas
penduduknya beragama Islam. Dengan realitas seperti itu, secara otomatis zakat
32
Data BPS 2013 33
”Baznas Baru Serap Potensi Zakat Nasional Sebesar 1%”,
http://muslimdaily.net/berita/ekonomi/baznas-baru-serap-potensi-zakat-nasional-sebesar-
1.html#.U7gI3PldVdw Dikses pada 7 Juni 2014 pukul 14: 22 WIB. 34
M. Amin Suma, Zakat dan Peran Negara, (Jakarta: Forum Zakat (FOZ), 2006), hlm. 3 35
Ibid., hlm. 14
yang merupakan salah satu sumber pendapatan ekonomi umat Islam sejak dahulu,
dapat dijadikan sumber pendapatan resmi Indonesia juga. Argumentasi ini
didasarkan pada besarnya potensi zakat di Indonesia yaitu sekitar 217 triliun36
,
sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya.
Pernyataan terkait zakat dijadikan sebagai sumber pendapatan resmi
tersebut bukanlah sesuatu yang tanpa landasan. Hal tersebut dapat ditinjau dari
beberapa peluang37
yang akan dipaparkan sebagai berikut :
Pertama, adanya pandangan umat Islam yang membedakan antara konsep zakat
dan pajak. Konsep zakat dipandang sebagai kewajiban agama yang diperintahkan
oleh Allah SWT melalui al-Qur‟an, sedangkan wajib pajak diperintahkan oleh
pemerintah yang diatur dalam UU. Dengan adanya pandangan tersebut, bagi umat
Islam yang telah membayar pajak tidak otomatis dianggap telah membayar zakat
atau sebaliknya.
Kedua, kepercayaan umat Islam terhadap Negara sebagai lembaga/organisasi.
Kepercayaan tersebut ditunjukkan adanya dukungan umat Islam terhadap Negara
Republik Indonesia.
Ketiga, Indonesia sebagai Negara demokrasi berkewajiban untuk memenuhi
kebutuhan warga Negaranya. Atas hal tersebut, seharusnya pemerintah
bertanggungjawab terhadap fasilitas dan pelayanan zakat umat Islam sebagai
warga Negara. Sebagaimana fasilitas dan layanan haji yang telah disediakan oleh
pemerintah.
Keempat, keberadaan APBN Indonesia yang selalu mengalami defisit. Berikut
adalah data yang menunjukan nominal utang Pemerintah :
36
Hasil penelitian Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Fakultas Ekonomi dan
Manajemen (FEM) IPB.
37 “Zakat, Potensi Pendapatan Negara yang Terabaikan”,
http://www.bppk.depkeu.go.id/bdk/makassar/index.php/component/content/article/14-artikel-widyaiswara/491-zakat-potensi-pendapatan-negara-yang-terabaikan. Diakses tanggal 15 Juni
2014 pukul 13.14
Gambar. 1. Outstanding Utang Negara Indonesia
Sumber : Publikasi Kementerian Keuangan38
Keadaan tersebut menggambarkan bahwa pemerintah mengalami kas yang
defisit. Defisit yang berturut-turut mengandung arti bahwa kebijakan yang
telah diterapkan tidaklah aplikatif atau tidak mampu menyelesaikan masalah.
Di sisi lain, zakat merupakan instrumen yang berpengaruh positif terhadap
perekonomian. Oleh karena itu, jika potensi zakat dioptimalkan dan dijadikan
instrumen pendapatan Negara, maka Indonesia akan keluar dari permasalahan
defisit APBN.
D. Optimalisasi Peran Zakat sebagai Alternatif Mengatasi Definisi APBN
Setelah melihat peluang zakat di Indonesia yang telah dipaparkan di atas,
langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan instrumen zakat
agar dapat dijadikan sebagai pendapatan resmi negara adalah :
Pertama, merevisi UU No. 23 tahun 2011 dengan mencantumkan kebijakan baru,
menjadikan instrumen zakat sebagai sumber pendapatan resmi negara. Hal ini
karena, dalam UU baru tersebut, ternyata belum ada kebijakan pemerintah yang
memperlihatkan bahwa zakat akan dijadikan sebagai salah satu sumber
pendapatan resmi negara yang masuk pada APBN.
Kedua, mencantumkan pula dalam revisi UU tersebut, diwajibkan zakat kepada
para muzakki sehingga dapat memaksa mayarakat untuk menunaikan zakat
hartanya.
38
http://www.kemenkeu.go.id/Page/infografis-apbn-2014 Diakses pada 18 Juni 2014
pukul 14:25
1.636 1.591 1.682 1.809 1.975 2.198 2.384
0
2
4
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Outstanding Utang (Triliun Rupiah)
2008
2009
2010
2011
Katiga, sosialisasi dari pemerintah terhadap umat muslim tentang kewajiban zakat
dalam Islam serta bagaimana pentingnya zakat dalam membantu meningkatkan
perekonomian negara. Karena, kurangnya kesadaran mereka dalam membayar
zakat bisa jadi disebabkan masih awamnya keagamaan mereka dan ketidaktahuan
mereka mengenai hakikat zakat dalam Islam.
Keempat, adanya sentralisasi pengumpulan zakat yang berada pada satu payung
yang memiliki perpanjangan tangan hingga ke daerah pelosok.39
Sebab, belum
semua lembaga amil zakat melaporkan penghimpunan dana zakatnya pada
pemerintah pusat secara transparan, bahkan banyak di antara mereka yang sulit
diakses laporannya.40
Kelima, menyeleksi amil-amil yang amanah untuk mengumpulkan zakat agar
dapat memupuk kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengumpul zakat.41
Keenam, menjadikan profesi amil zakat sebagai pekerjaan tetap dan gajinya
ditentukan dengan presentase yang sama secara nasional oleh pemerintah.
Presentase tersebut sesuai dengan besarnya dana zakat yang diperoleh. Jika hal ini
diterapkan, akan mendorong semangat para amilin dalam menghimpun dana zakat
dari masyarakat dan juga akan meningkatkan kinerja mereka dalam mengelola
dana zakat tersebut.
Ketujuh, memberikan sanksi administratif kepada amil zakat yang tidak
memberikan bukti setoran zakat atau pendistribusian kepada pemerintah pusat dan
juga kepada amil yang tidak mendayagunakan dana zakat sesuai syari‟ah. Serta
sanksi pidana apabila para amil zakat melakukan tindakan melawan hukum yang
terdapat di dalam pasal-pasal UU tentang pengelolaan zakat. Tindakan melawan
hukum disini yaitu apabila pengelola zakat melakukan tindakan memiliki,
menghibahkan, menjual bahkan mengalihkan dana zakat yang diperoleh dari
muzaki.42
39
“Efectivity of Zakat in Indonesian Regulatory; Overview on Abu Ubaid Perspective”, http://andalusia.or.id/www/index.php?page=content&&ide=26
40 Noor Aflah, Arsitektur Zakat Indonesia, (Jakarta: UI Press, 2009), hlm. 26
41“Efectivity of Zakat in Indonesian Regulatory; Overview on Abu Ubaid Perspective”,
http://andalusia.or.id/www/index.php?page=content&&ide=26 42
Berita Artikel Resmi BAZNAS, Akuntabilitas Pengelolaan Zakat dalam Prespektif
Hukum Islam dan Keuangan. Di akses 28 juli 2014. Pukul 7.10 a.m
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semangat berzakat di Indonesia saat ini telah mengalami perubahan terus-
menerus, sejak diberlakukannya UU No. 23 tahun 2011 yang merupakan hasil
revisi dari UU sebelumnya yaitu UU No. 38 tahun 1999 telah melahirkan sebuah
semangat baru terhadap pengelolaan zakat di Indonesia.
Berbagai upaya yang telah dilakukan Pemerintah dan Masyarakat khususnya
BAZNAS dan LAZ telah mengubah paradigma masyarakat terutama muzaki
untuk gemar mengeluarkan zakatnya. Meskipun usaha kerjasama yang telah
dilakukan BAZNAS dan LAZ ini belum mencapai maksimal, sebagaimana yang
diharapkan namun keberadaan zakat di Indonesia saat ini setidaknya telah diakui
dan difahami oleh orang-orang yang menginginkan kesejahteraan di Negara
Indonesia.
Mengingat besarnya potensi zakat di Indonesia, maka Riset dan kajian
terkait potensi zakat di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa lembaga. Dan
menghasilkan suatu kesimpulan bahwa Indonesia selaku negara yang mayoritas
penduduknya Muslim berpotensi besar terhadap penghimpunan dana zakat. Akan
tetapi, fakta dana zakat yang terhimpun masih jauh dari besarnya potensi tersebut.
Sementara itu, Indonesia selama bertahun-tahun selalu mengalami defisit
APBN. Padahal jika pemerintah serius terkait pelunasan utang negara, istrumen
zakat dengan potensinya yang besar mampu dijadikan sebagai pendapatan Negara.
Mengingat akan besarnya potensi zakat di Indonesia maka langkah-langkah
yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan instrumen zakat agar dapat dijadikan
sebagai pendapatan resmi negara adalah :
Pertama, merevisi UU No. 23 tahun 2011 dengan mencantumkan kebijakan baru,
menjadikan instrumen zakat sebagai sumber pendapatan resmi negara.
Kedua, diwajibkan zakat kepada para muzakki sehingga dapat memaksa
mayarakat untuk menunaikan zakat hartanya.
Ketiga, sosialisasi dari pemerintah terhadap umat muslim tentang kewajiban zakat
dalam Islam serta bagaimana pentingnya zakat dalam membantu meningkatkan
perekonomian negara.
Keempat, sentralisasi pengumpulan zakat yang berada pada satu payung yang
memiliki perpanjangan tangan hingga ke daerah pelosok
Kelima, menyeleksi amil-amil yang amanah untuk mengumpulkan zakat
Keenam, menjadikan profesi amil zakat sebagai pekerjaan tetap dan gajinya
ditentukan
Ketujuh, memberikan sanksi administratif dan sanksi pidana kepada para amil
zakat yang melanggar.
B. SARAN
Paper ini tidak terlepas dari kekurangan, namun diharapkan dengan adanya
paper ini mampu memberi masukan kepada pemerintah terutama pemerintahan
selanjutnya yaitu periode 2014-2020. Selain itu agar paper ini dapat diaplikasikan
dan dijadikan alternatif bagi negara untuk mengatasi defisit anggaran, yaitu
melalui instrumen zakat yang dijadikan sumber pendapatan resmi negara.
Implikasi lebih jauh dengan zakat dijadikan sebagai sumber pendapatan resmi
adalah dapat dialokasikan pada bidang-bidang yang berpotensi besar di Indonesia
dengan diawasi oleh pemerintah. Karena negara Indonesia termasuk negara yang
agraris maka alokasi zakat juga dapat dimaksimalkan pada bidang pertanian.
Misalnya dengan memberikan modal untuk memulai bercocok tanam bagi petani-
petani yang tidak mempunyai dana yang cukup dan ini diambil dari dana zakat
yang sudah terkumpul.
DAFTAR PUSTAKA
Aflah, Noor. 2009. Arsitektur Zakat Indonesia. Jakarta: UI Press.
Al-Zuhayly,Wahbah. 1997. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Ash Shiddieqy, M. Hasbi. 1991. Pedoman Zakat. Jakarta: Bulan Bintang.
Asnaini. 2008. Zakat Produktif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamidiyah, Emmy. 2006. Zakat dan Peran Negara. Jakarta: Forum Zakat (FOZ).
Fakhruddin. 2008. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia.
Qardawi,Yusuf. 1993. Hukum Zakat. Bogor: Litera Antar Nusa.
Suma,M. Amin. 2006. Zakat dan Peran Negara. Jakarta: Forum Zakat (FOZ).
http://www.kemenkeu.go.id/Page/infografis-apbn-2014
http://andalusia.or.id/www/index.php?page=content&&ide=26
http://www.bppk.depkeu.go.id/bdk/makassar/index.php/component/content/article
/14-artikel-widyaiswara/491-zakat-potensi-pendapatan-negara-yang-
terabaikan
http://www.eramuslim.com/berita/foto/hasil-riset-baznas-potensi-zakat-rumah-
tangga.htm#.U6uzc6Mxi_I
http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/integrasi-pengelolaan-zakat-dalam-uu-no-
23-tahun-2011/
Febrianti. 2011. Praktek Pengelolaan Zakat di Negara Muslim (Studi pada Negara
Brunei Darussalam). Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Tidak Dipublikasikan.
UU No. 23 tahun 2011
Publikasi BPS. Beberapa Tahun Penerbitan
BIODATA PENULIS
Annisa Nur Salam lahir di Sumedang tanggal 1 Januari
1995. Lulusan RA Nurul Mubin (2001), SDN Cileuweung
(2007), MTs N Sumedang (2010), MAN 1 Sumedang
(2013). Mahasiswi semester II Ekonomi Syari‟ah di UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta dan aktif di KSEI ForSEI UIN
Sunan Kalijaga. Bercita-cita menjadi penulis. Hobi
menulis dan membaca. Motto: “Mencoba lebih baik dari
pada tidak sama sekali” .
Hana Purti Rahmania lahir di Cilacap Jawa Tengah pada
tanggal 17 Nopember 1994. Merupakan lulusan TK Masitoh
Majenang (2001), SDN Sindangsari 01 Majenang (2007),
MTs Darussalam Ciamis (2010), MAN Darussalam Ciamis
(2013). Dan sekarang merupakan Mahasiswi semester II di
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan bercita-cita ingin menjadi pengusaha atau
dosen. Hobi memancing dan jalan-jalan. Motto “jadilah diri sendiri jangan
merendah terhadap yang lain”.
Neneng Ela Fauziyyah yang lahir di Ciamis Jawa Barat
merupakan lulusan dari RA. Miftahussalam (1999), RA. Al-
Fadliliyah Darussalam (2001), MI Al-Fadliliyah
Darussalam (2007), MTs Al-Fadliliyah Darussalam (2010),
MAN Darussalam Ciamis (2013) dan sekarang menjadi
mahasiswi semester 2 di Jurusan Ekonomi Syari‟ah FEBI
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang aktif di UKM
SPBA (Studi Pengembangan Bahasa Asing) UIN SUKA dan menjadi
pembimbing di Ponpes Pangeran Diponegoro Maguwoharjo Depok Sleman.
Bercita-cita menjadi dosen yang produktif. Hobi membaca. Motto hidup
“Senatiasa Berusaha Istiqomah dalam Kebaikan”.