Metode Penelitian Kuantitatif

63
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu pasti selalu mengalami persoalan, ada yang mampu melewati tetapi ada juga yang tidak mampu melewati. Pada dewasa awal atau khususnya pelajar SMA adalah fase dimana persoalan-persoalan dari sederhana sampai rumit selalu dialami. ada persoalan keluarga, sekolah, percintaan, lingkungan dan sebagainya. Terkadang persoalan tersebut berefek samping pada diri sendiri dan orang lain seperti sekolah, interaksi dengan lingkungan sekitar bahkan kepribadian. Dari persoalan yang terjadi terkadang membuat pelajar ini menjadi frustasi, stress, emosional dan sebagainya. Berdasarkan data dari SMA Tunas Bangsa Tenggarong, didapat data yang mengatakan bahwa kenakalan pelajar yang terjadi diakibatkan karena 1

Transcript of Metode Penelitian Kuantitatif

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap individu pasti selalu mengalami persoalan,

ada yang mampu melewati tetapi ada juga yang tidak

mampu melewati. Pada dewasa awal atau khususnya pelajar

SMA adalah fase dimana persoalan-persoalan dari

sederhana sampai rumit selalu dialami. ada persoalan

keluarga, sekolah, percintaan, lingkungan dan

sebagainya. Terkadang persoalan tersebut berefek

samping pada diri sendiri dan orang lain seperti

sekolah, interaksi dengan lingkungan sekitar bahkan

kepribadian.

Dari persoalan yang terjadi terkadang membuat

pelajar ini menjadi frustasi, stress, emosional dan

sebagainya. Berdasarkan data dari SMA Tunas Bangsa

Tenggarong, didapat data yang mengatakan bahwa

kenakalan pelajar yang terjadi diakibatkan karena

1

frustasi dan stress dalam mencari jalan keluar dari

persoalan mereka. Dan itu semua sebagai akibat dari

lemahnya ketahanan diri dalam menghadapi masalah.

Setiap tahunnya tercatat ada 15 sampai dengan 30

murid SMA Tunas Bangsa yang harus keluar dari sekolah.

Alasannya dikeluarkannya adalah akibat kenakalan dengan

melanggar peraturan sekolah dan ada juga yang keluar

akibat hamil diluar nikah. Kenakalan yang terjadi itu

bukan tanpa alasan melainkan ada pelajar yang nakal

akibat perceraian orangtua, masalah keluarga, masalah

pergaulan dan masalah percintaan. Bahkan tanggal 9

September 2014 yang lalu, ada pelajar yang mencoba

bunuh diri lantaran tidak mampu lagi menjalani hidup

seorang diri. Ketahanan menghadapi masalah yang

dimiliki para pelajar ini sangatlah rendah, dimana

mereka tidak mampu menguasai dirinya dan tidak mampu

bertahan dalam memecahkan masalahnya.

Ketahanan menghadapi masalah adalah kemampuan

individu dalam bertahan dan menyelesaikan keadaan yang

tidak sesuai dengan yang direncanakan (Baron, 2005).2

Kebanyakan individu menyerah dan pasrah dalam

menghadapi masalah, bahkan cenderung memiliki pikiran

yang negatif atau mereka memiliki sikap persimivitas yang

tinggi.

Sikap persimivitas adalah sikap-sikap negatif

tertentu, kecenderungan untuk menilai sesuatu dari sisi

negatif, plus dengan mengabaikan sisi-sisi positif

lainnya (Al-Uqshari, 2005). Jika sikap persimivitas lebih

tinggi maka apapun yang terpikirkan oleh pelajar akan

selalu negatif seperti yang dilihat dari kejadian yang

ada di SMA Tunas Bangsa, pelajar pun sudah berani untuk

mencoba bunuh diri akibat frustasi dan stress akibat

ketidakmampuan dalam menghadapi persoalan yang ada.

Seharusnya pelajar SMA dengan usianya sudah

sewajarnya dapat memilih dan menentukan mana yang baik

maupun yang buruk untuk dilakukan. Karena pelajar SMA

jauh lebih mengenal siapa dirinya. Mengenal diri lebih

jauh dan menentukan keputusan sesuai dengan

pertimbangan diri sendiri atau yang sering disebut

komunikasi intrapersonal. 3

Komunikasi intrapersonal adalah cara yang digunakan

individu untuk memperkenalkan diri kepada orang lain

dengan cara mengenal diri sendiri terlebih dahulu

(Hardjana, 2010). Dimana dengan sering menjalin

hubungan dengan diri sendiri maka pelajar akan lebih

mempertimbangkan setiap keputusan yang akan dipilih.

Terutama mereka akan lebih berhati-hati dalam

menentukan perilaku apalagi perilaku yang negatif.

Banyak cara lain yang dapat digunakan dalam

memperkuat ketahanan diri dalam menghadapi masalah.

Mengamati dan menilai pengalaman orang lain atau yang

disebut pengalaman vikarius. Menurut Bandura (dalam

Friedman, 2006 : 28) pengalaman vicarious atau modeling

(meniru) pengalaman keberhasilan orang lain yang

memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan

suatu tugas biasanya akan meningkatkan efikasi diri

seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama.

Pelajar dapat melihat pengalaman orang yang

sukses, karena dengan itu pengalaman orang lain dapat

memperkuat pendirian si pelajar dalam mengambil4

keputusan dalam mencapai tujuan. Sehingga

ketidakmampuan yang dialami dapat dilewati dan perilaku

yang negatif (bunuh diri, hamil diluar nikah dan

narkoba,dll) tdak terjadi pada pelajar yang seharusnya

menjadi penerus bangsa.

Berdasarkan pembahasan diatas, penulis tertarik

melakukan penelitian dengan judul hubungan antara sikap

persimivitas, komunikasi intrapersonal dan pengalaman vikarius

terhadap ketahanan menghadapi masalah pada pelajar SMA

Tunas Bangsa Tenggarong.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini, apakah ada

hubungan sikap persimivitas, komunikasi intrapersonal dan

pengalaman vikarius terhadap ketahanan menghadapi masalah pada

pelajar SMA Tunas Bangsa di Tenggarong.

C. TUJUAN PENELITIAN5

Sejalan dengan latar belakang dan rumusan masalah

yang telah diuraikan sebelumnya. Adapun tujuan dari

penelitian ini untuk mengetahui hubungan sikap persimivitas,

komunikasi intrapersonal dan pengalaman vikarius terhadap

ketahanan menghadapi masalah pada pelajar SMA Tunas Bangsa

di Tenggarong.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Sebagai sumbangan teoritis terhadap kajian ilmu

pengetahuan psikologi khususnya kajian mengenai

ketahanan menghadapi masalah bila dikaitkan dengan sikap

persimivitas, komunikasi intrapersonal dan pengalaman vikarius yang

nantinya akan bermanfaat bagi siapapun

2. Menambah wawasan tentang pentingnya ketahanan

menghadapi masalah dalam mengatasi dan memecahkan

persoalan yang menyimpang dari apa yang seharusnya

telah direncanakan, serta bagaimana seharusnya sikap

persimivitas, komunikasi intrapersonal dan pengalaman6

vikarius dalam membentuk suatu ketahanan diri didalam

setiap individu dalam menghadapi masalah

3. Sebagai bahan bagi mahasiswa untuk melakukan

penelitian yang sama ditempat yang berbeda dan

memberikan wawasan, pengetahuan serta pertimbangan

4. Sebagai gambaran bagi mahasiswa betapa pentingnya

ketahanan menghadapi masalah apabila dikaitkan dengan

sikap persimivitas, komunikasi intrapersonal dan pengalaman vikarius

pada individu untuk mampu mengatasi dan bertahan dalam

memecahkan suatu masalah

7

BAB II

KERANGKA TEORI DAN KONSEP

A. KETAHANAN MENGHADAPI MASALAH

1. Pengertian Ketahanan Menghadapi Masalah

Ketahahanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) ketahanan diri adalah perihal tahan (tetap

keadaannya). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan

atau dipecahkan (Nasional, 2011). Menurut Prajudi

Atmosudirjo, masalah adalah suatu yang menyimpang dari

apa yang diharapkan, direncanakan atau ditentukan untuk

8

dicapai sehingga merupakan rintangan menuju tercapainya

tujuan.

Masalah adalah ketidaksesuaian antara yang

diharapkan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai

tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang dan adapula yang

mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan.

Masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya,

menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri maupun orang

lain (Baron, 2005).

Berdasarkan penjelasan diatas, didapat bahwa

ketahanan menghadapi masalah adalah bagaimana individu

mempertahankan sesuatu yang menyimpang dari apa yang

diharapkan, direncanakan atau ditentukan untuk mencapai

suatu tujuan.

2. Faktor-faktor Ketahanan Menghadapi Masalah

Setiap individu memiliki ketahanan dalam

menghadapi masalah. Kuat atau tidaknya ketahanan

tersebut tergantung dari pribadi individu serta tingkat

masalah yang dihadapinya. Menurut Roger Kaufman (dalam

E.Taylor & dkk, 2009), masalah dibagi menjadi dua jenis9

yaitu masalah sederhana dan masalah rumit. Dari tingkat

masalah tersebut dibagi menjadi faktor yang

mempengaruhi terjadinya ketahanan, antara lain :

a. Masalah sederhana (Simple Problem), yaitu masalah yang

memiliki kaitan erat dengan masalah lain (tidak berdiri

sendiri), berskala besar (jarang terjadi), mengandung

konsekuensi besar dan pemecahannya memerlukan pemikiran

yang tajam serta analitis. Pemecahan masalah sederhana

dilakukan secara kelompok yang melibatkan pemimpin dan

anggota lain.

Ketahanan yang dibutuhkan sangatlah kuat karena

masalah yang terjadi bersifat skala besar dan

membutuhkan jangka waktu yang panjang untuk diteliti.

Hal tersebut sebagai akibat adanya dorongan atau

bantuan dari pihak lain yang terkadang malah

mempersulit terpecahkannya masalah maupun tercapainya

tujuan yang diinginkan.

Sehingga individu yang mengalami jenis masalah ini

harus memiliki ketahanan yang kuat dalam melewati

proses pemecahan masalah. Contohnya masalah hilangnya10

dokumen keuangan dikepolisian yang tidak diketahui

siapa pelakunya, sehingga diadakannya rapat untuk

mencari pemecahan masalah tersebut.

b. Masalah rumit (Complex Problems), yaitu masalah yang

faktor penyebabnya jelas, bersifat rutin dan biasanya

timbul berulang kali dan pemecahan masalah dilakukan

dengan teknik pengambilan keputusan yang bersifat

rutin, repetitive serta dibakukan. Pengambilan

keputusan relatif lebih mudah atau cepat karena adanya

penyusunan metode/prosedur/program tetap (SOP).

Ketahanan yang dibutuhkan dalam menghadapi masalah

rumit ini bisa dimasukan dalam kategori yang sedang

karena masalah tersebut terjadi sacara rutin atau

berulang kali sehingga individu sudah memiliki strategi

dalam pemecahan masalah. Contohnya kebiasaan murid yang

sering terlambat datang kesekolah sehingga pihak

sekolah menetapkan suatu ketentuan atau sanksi terhadap

murid yang melanggar.

Berdasarkan penjelasan beberapa faktor di atas,

penulis fokus pada penjelasan bahwa masalah sederhana11

(simple problem) dan masalah rumit (complex problem)

dapat menentukan tingkat ketahanan yang dibutuhkan

individu dalam menghadapi masalah.

3. Aspek-aspek ketahanan menghadapi masalah

Dalam menghadapi masalah dibutuhkan ketahanan di

setiap individunya. Tanpa disadari bahwa setiap

individu memiliki mekanisme pertahanan diri, yang

merupakan cara-cara untuk melarikan diri atau mengelak

dari ancaman maupun masalah (Locke,1975). Sedangkan

menurut Coleman (1976), mekanisme pertahanan diri

adalah sarana-sarana untuk melindungi dan meningkatkan

diri.

Sigmund Freud mengatakan bahwa mekanisme

pertahanan diri adalah upaya yang tak disadari untuk

menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang tidak

menyenangkan atau tidak dapat diterima (Vika

Muradriarini, 2006). Dari mekanisme pertahanan diri

tersebut memiliki jenis-jenis yang antara lain :

a. Represi, merupakan mekanisme pertahanan dengan

sebentuk upaya pembuang setiap bentuk impuls, ingatan12

atau pengalaman yang menyakitkan atau memalukan dan

menimbulkan kecemasan tingkat tinggi.

b. Proyeksi, merupakan suatu mekanisme pertahanan

yang mengalihkan dorongan, sikap atau tingkah laku yang

menimbulkan kecemasan kepada orang lain.

c. Reaksi Kompromi (Displacement), merupakan

pengungkapan dorongan yang menimbulkan kecemasan kepada

objek atau individu yang kurang berbahaya atau kurang

mengancam dibandingkan dengan objek atau individu yang

semula.

d. Rasionalisasi, yaitu suatu mekanisme pertahanan

dengan mana individu berusaha untuk membenarkan

tindakan-tindakan individu itu sendiri maupun orang

lain.

e. Fiksasi dan Regresi, yaitu terhentinya perkembangan

normal pada tahap perkembangan tertentu karena

perkembangan lanjutannya sangat sukar sehingga

menimbulkan frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

suatu individu memiliki ketahanan diri yang baik dalam13

menghadapi masalah apabila individu tersebut memiliki

mekanisme pertahanan diri yang sehat dan baik. Karena

didalam setiap individu tanpa disadari pasti memiliki

cara atau upaya dalam menghindari suatu ide-ide atau

hal-hal yang menyimpang.

B. SIKAP PERSIMIVITAS

1. Pengertian Sikap Persimivitas

Sikap persimivitas diambil dari kata “pesimisme”

yang artinya semacam dorongan jiwa yang bercokol dalam

otak sebagai akibat dari rasa tak percaya diri yang

cenderung selalu melihat sesuatu dari sisi negatifnya

saja. Individu yang memilik sifat ini, cenderung

menanggapi satu permasalahan dengan bentuk penafsiran

yang negatif. Dalam arti alain, rasa pesimis tercemin

dalam sikap-sikap negatif tertentu, kecenderungan untuk

menilai sesuatu dari sisi negatif, plus dengan

14

mengabaikan sisi-sisi positif lainnya (Al-Uqshari,

2005).

Sikap persimivitas adalah ketidakyakinan diri

terhadap suatu hal (miskin harapan). Karena miskin

harapan, maka ia tidak banyak melakukan apa-apa. Jika

melakukan individu akan mudah menyerah jika ada

halangan dan rintangan yang menghadangnya (Akbar,

2013).

Individu pesimistis adalah seorang individu yang

punya watak selalu menampakkan sikap pesimis yang

berlebihan dalam menghadapi setiap situasi yang terjadi

serta dalam setiap kesempatan dan masalah yang

menghadangnya. Individu yang memiliki sikap ini

cenderung tidak bisa menghargai dengan baik jati diri

yang dimilikinya, karena pada kenyataannya ia tidak

mengenal dengan baik karakter dirinya.

Berdasarkan penjelasan diatas, sikap persimivitas

adalah dorongan jiwa sebagai akibat ketidakyakinan diri

terhadap kemampuan yang dipunya sehingga cenderung

selalu menanggapi suatu masalah dari sisi negatif. 15

2. Ciri-ciri Sikap Persimivitas

Rasa pesimis adalah sebuah aklamasi perang melawan

diri sendiri dan orang lain yang memiliki ciri-ciri

sebagai berikut :

a. cepat ragu dan gusar

b. selalu melihat kesulitan atau kesusahan dalam setiap

kesempatan

c. selalu cepat berkata “tidak tahu”, “tidak bisa” dan

“tidak mungkin”

d. selalu merasa berduka, luka dan prahara dirasakan

selalu hadir setiap saat dan mengira bahwa hidup hanya

berbalut rasa sakit

e. kurang percaya diri karena hanya menghitung “hal

yang tidak menyenangkan”

f. mudah kecewa, mudah merasa langkahnya salah, lebih

banyak keluhan dan mudah menyerah atau pasrah

g. mencari keuntungan untuk diri sendiri

h. penuh curiga

i. suka membesar-besarkan masalah16

j. suka menunda pekerjaan dan tidak memiliki motivasi

Individu yang memiliki sikap pesimivitas cenderung

memilki kebiasaan atau pandangan yang berbeda (Al-

Uqshari, 2005). Ciri-cirinya antara lain :

a. berupaya sekuat tenaga untuk pamer bahwa dirinya

seolah-olah orang besar

b. cenderung menempatkan dirinya tidak pada posisi yang

sewajarnya

c. tidak paham sama sekali seluk-beluk kehidupan dan

tabiat alami manusia

d. kecenderungan memandang orang lain dangan kacamata

kebencian atau terbiasa tidak mau bersikap adil

e. cenderung menyalahkan orang lain tanpa terlebih

dahulu memahami kondisi mereka

f. tidak bisa menghargai perilaku-perilaku baik maupun

sifat-sifat terpuji yang diperagakan orang lain dan

yang selalu menjadi pusat perhatianya hanyalah

perilaku-perilakunegatif yang dilakukan oleh orang lain

g. menafsirkan kata-kata oran lain sesuai yang ia

maksud dan tidak sesuai yang dimaksud oleh orang lain17

h. menganggap dirinya sebagai korban kejahatan orang

lain dan zaman (waktu) lain

i. merasa kecewa dan tidak puas terhadap dirinya serta

terhadap diri orang

j. selalu mengeluh dari gangguan dan kendala yang

sering kali dihadapinya atau mengeluh pada takdir dan

selalu berpikir bahwa nasibnya malang

Berdasarkan penjelasan di atas sikap pesimis

memiliki ciri-ciri anatar lain ragu/gusar, selalu

berkata tidak bisa, merasa berduka, kurang percaya

diri, mudah kecewa, mencari keuntungan sendiri, curiga,

suka membesar-besarkan masalah dan suka menunda

pekerjaan serta tidak memiliki motivasi.

3. Jenis-jenis Sikap Persimivitas

Sikap Persimivitas memiliki lima jenis (Al-

Uqshari, 2005), sebagai berikut :

a. sikap pesimis terhadap diri sendiri, artinya

individu berpikir bahwa dirinya tidak mampu melakukan

dan tidak akan bisa menyelesaikan semua masalah

18

b. sikap pesimis terhadap keluarga, artinya individu

yang berpikir bahwa masalah yang selalu hadir didalam

keluarga adalah takdir yang tidak bisa diubah

c. sikap pesimis terhadap kedudukan, yaitu individu

yang berpikir bahwa posisi atau kedudukan dirinya

dimata masyarakat sangatlah rendah dan tidak mampu

menyeimbangi kedudukan yang orang lain

d. sikap pesimis terhadap harta kekayaan, artinya

individu yang berpikir bahwa hidupnya akan serba pas-

pasan dan tidak mampu memiliki kekayaan seperti orang

lain

e. sikap pesimis pada penghinaan, artinya individu yang

berpikir bahwa judge/pandangan terhadap dirinya yang

negatif pantas untuk dirinya

Berdasarkan penjelasan diatas jenis-jenis sikap

persimivitas antara lain sikap pesimis terhadap diri

sendiri, sikap pesimis terhadap keluarga, sikap pesimis

terhadap kedudukan, sikap pesimis terhadap harta

kekayaan dan sikap pesimis terhadap penghinaan.

19

C. KOMUNIKASI INTRAPERSONAL

1. Pengertian Komunikasi Intrapersonal

Komunikasi berasal dari kata latin “cum” yaitu

kata depan yang berarti dengan, bersama dengan dan “unu”

yaitu kata bilangan yang berarti satu. Dari kedua kata

itu terbentuk kata benda “cummunio” yang dalam bahasa

Inggris menjadi “communion” yang berarti kebersamaan,

persatuan, gabungan, pergaulan, hubungan. Berdasarkan berbagai

arti kata “communicare” yang menjadi asal kata

“komunikasi”, maka secara harafiah komunikasi adalah

pemberitahuan, pembicaraan, percakapan, pertukaran

pikiran atau hubungan (Hardjana, 2010).

Komunikasi tidak hanya dapat dilakukan dengan

orang lain, namun juga dapat dilakukan dengan diri

sendiri yaitu “komunikasi intrapersonal”. Komunikasi

intrpersonal diperlukan sebagai sarana bagi individu

untuk lebih mengenal dan akrab dengan diri dan pribadi

individu tersebut. Karena komunikasi intrapersonal

adalah cara yang digunakan individu untuk

memperkenalkan diri kepada orang lain dengan cara20

mengenal diri sendiri terlebih dahulu (Hardjana,

2010).

Bahwa apa yang mereka pikirkan, rasakan, nilai-

nilai yang dianut, reaksi, khayalan, mimpi dan lain-

lain merupakan dimensi dari intrapersonal. Bagaimana

tanggapan individu terhadap simbol dan bagaimana

individu membuat keputusan, menyimpan dan mengolah data

dalam pikiran (Gail E. Myers dan Michelle Tolela Myers,

2007).

Sementara itu dalam buku Trans-Per Understanding Human

Communications, 2004 mengatakan bahwa komunikasi

intrapersonal adalah proses dimana individu menciptakan

pengertian (Uchayana, 2005). Di lain pihak mengatakan,

komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang

berlangsung dalam diri individu sendiri yang meliputi

kegiatan-kegiatan kepada diri sendiri dan kegiatan-

kegiatan mengamati dan memberikan makna (intelektual

dan emosional) kepada lingkungan sekitarnya (Applbaum,

2004).

21

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan

bahwa komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang

berlangsung dalam diri individu , dimana individu

berperan sebagai komunikator maupun sebagai komunikan

karena individu berbicara sendiri, berdialog dengan

diri sendiri dan dijawab oleh dirinya sendiri atau

dalam arti lain individu mengambil keputusan dari hasil

diskusinya dengan diri sendiri.

2. Proses-proses Terjadinya Komunikasi

Intrapersonal

Stenley B. Cunningham dalam tulisannya

“Intrapersonal Communication, A Review and Critique”

mengatakan bahwa proses komunikasi intrapersonal yang

terjadi pada diri individu berlangsung sebagai

berikut :

a. Berbicara pada diri sendiri, yaitu terjadi komunikasi

dalam diri sendiri atau terjadi percakapan dengan diri

sendiri

b. Terjadi dialog, yaitu suatu proses pertukaran

pesan dan pemrosesan makna dalam diri individu antara I22

dan Me. I mewakili bagian bagian diri pribadi manusia

itu sendiri, sedangkan Me mewakili produk sosial

(pengamatan)

c. Jalannya proses tersebut berdasarkan perundingan manusia

dengan lingkungan. Disini terjadi proses yang menggunakan

stimulus (rangsangan) dari dalam diri individu

d. Persepsi, yaitu individu menerima, menyimpan dan

menggambarkan secara ringkas simbol (stimulus)

e. Proses saling mempengaruhi antara “raw data” persepsi dan

diberi pengertian. Data mentah dari persepsi diproses untuk

dimengerti

f. Prose data, yaitu fungsi penggambaran secara baik

dari persepsi dan proses saling mempengaruhi

g. Feed back, yaitu terjadi umpan balik dan ini

sangat tergantung dari jalannya proses data

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

komunikasi intrapersonal tidaklah terjadi begitu saja,

melainkan melalui proses tertentu antara lain : 1.

Berbicara pada diri sendiri, 2. Dialog dalam diri, 3.

Adaptasi dengan lingkungan, 4. Persepsi, 5. Proses23

mempengaruhi dan diberi pengertian, 6. Proses data dan

7. Feed back yang pada akhirnya menimbulkan kesimpulan

dalam diri individu tersebut.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya

Komunikasi Intrapersonal

Jalaluddin Rahmat dalam bukunya Psikologi

Komunikasi edisi ke empat, bahwa proses pengolahan

informasi intrapersonal terjadi akibat adanya sensasi,

persepsi, memori dan berpikir.

a. Sensasi adalah proses menangkap diri manusia

(internal stimulus) dan dari luar diri individu

(eksternal stimulus) atau kata lainnya tahap awal

penerimaan pesan atau informasi yang diteima oleh

sensor atau alat indra manusia. Ada beberapa macam

sumber informasi yang diterima oleh indra, antara lain:

1.) Eksteroseptor, yaitu indera yang menerima informasi

dari luar misalnya telinga, mata, kulit, hidung, dan

sebagainya.

24

2.) Interoseptor, yaitu indera yang menerima informasi

dari dalam misalnya sistem peredaran darah, sistem

ekskresi keringat, dan sebagainya.

3.) Proprioseptor, yaitu indera dari gerakan tubuh

individu sendiri misalnya otot.

b. Persepsi merupakan pengalaman tentang obyek,

peristiwa, hubungan-hubungan yang diperoleh dari

menyimpulkan informasi-informasi dan menafsirkan pesan

yang diterima. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

persepsi antara lain :

1.) Perhatian : a.) faktor eksternal atau faktor dari

luar individu

b.) faktor internal atau faktor dari dalam

individu

2.) Faktor Fungsional

3.) Faktor Struktural

c. Memori yaitu sistem yang berstruktur yang

menyebabkan organisme sanggup merekam fakta dengan

menggunakan pengetahuan untuk membimbing perilakunya.

Ada beberapa macam memori, antara lain:25

1.) Recall, yaitu menghasilkan kembali fakta dan

informasi

2.) Recognition, yaitu mengenal kembali sejumlah fakta

dan informasi

3.) Relearning, yaitu menguasai kembali sejumlah fakta

dan informasi yang pernah diterima

4.) Redintegrasi, yaitu merekonstruksi seluruh materi

(fakta dan informasi) dengan petunjuk memori kecil.

c. Berpikir, adalah proses dalam pengambilan

kesimpulan. Pada proses ini melibatkan sensasi,

persepsi dan memori. Ada tiga macam berpikir, yaitu :

1.) Deduktif, yaitu mengambil kesimpulan umum ke khusus

2.) Induktif, yaitu mengambil kesimpulan dari hal yang

khusus digeneralisir

3.) Evaluatif, yaitu menilai baik buruknya maupun tepat

atau tidaknya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

komunikasi intrapersonal terjadi akibat adanya beberapa

faktor yang masuk dalam individu yaitu sensasi,

persepsi, memori dan berpikir. Hal tersebut menyebabkan26

individu melakukan komunikasi intrapersonal untuk

mengolah terlebih dahulu informasi yang didapat sebelum

mengambil keputusan yang terbaik bagi individu itu

sendiri maupun orang lain.

4. Aspek-aspek Komunikasi Intrapersonal

Ada beberapa teori yang menjelasakan tentang

aspek-aspek yang mendukung dalam komunikasi

intrapersonal (Prof. Dr. H.M.Burhan Bungin, 2009),

antara lain:

a. Teori-teori Behavioral dan Cognitive

Teori-teori behavioral dan kognitid berkembang dari

psikologi dan ilmu-ilmu pengetahuan behavioralis

lainnya, yang memusatkan pengamatannya pada diri

manusia secara individual. Menurut teori ini komunikasi

dianggap sebagai manifestasi dari tingkah laku, proses

berpikir dan fungsi ‘bio-neural’ dari individu. Oleh

karena variable-variabel penentu yang memegang peranan

penting terhadap kognisi seseorang (termasuk bahasa)

biasanya berada diluar kontrol dan kesadaran orang27

tersebut. Maka diperlukan komunikasi intrapersonal

untuk mengkontrol hal-hal tersebut.

b. Teori-teori Kritis dan Interpretatif

Ada dua karakteristik umum dalam teori-teori kritis dan

interpretatif. Pertama, penekanan terhadap peran

subjektivitas yang didasarkan pada pengalaman

individual. Kedua, makna atau meaning merupakan konsep

kunci teori ini. Dengan memahami makna dari suatu

pengalaman, seseorang menjadi sadar akan kehidupan.

Individu akan belajar memahami orang lain dengan

memulai belajar dengan memahami diri sendiri melalui

komunikasi intrapersonal yang dilakukan.

c. Teori-teori Diri dan Orang Lain

Pribadi adalah individu yang berbeda satu dengan

lainnya, perbedaan tersebut menyebabkan orang mengenal

individu secara khas dan membedakannya dengan individu

lainnya. Kualitas individu menentukan kekhasannya dalam

hubungannya dengan individu lain dan kekhasan tersebut

akan menentukan kualitas komunikasinya. Yang memiliki

model komunikasi seperti :28

1.) persepsi terhadap diri pribadi (self perception),

yaitu mengungkapkan siapa dan apa kita ini serta

sesungguhnya menyadari siapa diri kita.

2.) kesadaran pribadi (self awareness), yaitu menyadari

dan memahami serta memberikan ciri khas dari setiap

individunya.

3.) pengungkapan diri (self disclosure), yaitu individu

harus mempertimbangkan terlebih dahulu keputusan yang

akan diambil, melalui komunikasi intrapersonal dapat

membantu individu.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan

bahwa teori yang mendukung terjadinya komunikasi

intrapersonal antara lain teori-teori behavioral dan

cognitive, teori-teori kritis dan interpretative dan

teori-teori diri dan orang lain.

D. PENGALAMAN VIKARIOUS29

1. Pengalaman Vikariou

Menurut Bandura (dalam Friedman, 2006 : 28)

pengalaman vicarious atau modeling (meniru) pengalaman

keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan

individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan

meningkatkan efikasi diri seseorang dalam mengerjakan

tugas yang sama. Efikasi tersebut didapat dari model

sosial yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang

kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga

melakukan modeling.

Namun efikasi diri yang didapat tidak akan

berpengaruh bila model yang diamati tidak memiliki

kemiripan atau berbeda dengan model. Ekspektasi

effikasi dapat berubah setelah mengamati orang lain dan

melihat konsekuensi positif dan negatif dari perilaku

orang lain tersebut. Menurut Bandura (dalam Rahardjo,

2005) pengalaman vicarious adalah pengalaman yang

didapat ketika individu melihat keberhasilan orang lain

dalam mengerjakan tugas dengan baik.

30

Dengan melihat keberhasilan orang lain, individu

dapat meyakinkan dirinya bahwa ia juga bisa untuk

mencapai hal yang sama dengan orang yang individu itu

amati. Individu juga meyakinkan dirinya bahwa jika

orang lain bisa melakukannya, ia harus dapat

melakukannya. Namun, jika seseorang melihat bahwa orang

lain yang memiliki kemampuan yang sama ternyata gagal

meskipun ia telah berusaha dengan keras, dapat

menurunkan penilainnya terhadap kemampuan individu itu

sendiri dan juga akan mengurangi usaha yang akan

dilakukan (Markum, Juni 2009).

Berdasarkan penjelasan diatas, pengalaman

viakarius adalah pengalaman yang didapat ketika

individu melihat orang lain berhasil dalam mengerjakan

tugas dengan baik, pengamatan terhadap modeling atau

orang lain tersebut membantu individu dalam mengasah

keterampilan, strategi dan dapat melihat serta

mempertimbangkan terlebih dahulu konsekuensi yang akan

diambil baik positif maupun negatif dalam bertindak.

31

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengalaman

Vikarius

Pengalaman vicarious adalah pengalaman yang

diperoleh dengan mengobservasi tindakan oleh orang

lain. Hal tersebut dapat memiliki pengaruh yang kuat

jika pengamat memiliki kesamaan karakteristik yang

dekat dengan model yang diamatinya. Berikut beberapa

faktor yang mempengaruhinya, antara lain :

a. Proses Mengatur Pengaruh Modeling pada Efikasi Diri.

Terdapat beberapa proses dimana modeling menggunakan

pengaruhnya pada efikasi diri. Model mengekspresikan

kepercayaan diri mereka dalam menghadapi kesulitan akan

membangkitkan efikasi diri yang tinggi dan preservasi

pada orang lain dibandingkan dengan model yang

meragukan dirinya sendiri pada saat mereka menghadapi

masalah.

b. Macam-macam Pengaruh Modeling, artinya pengaruh

modeling memiliki bentuk berbeda dan menyajikan fungsi

berbeda bergantung pada kepada informasi yang

disampaikan.32

c. Tampilan yang “sama”, artinya salah satu cara

individu menilai kemampuannya dengan membandingkannya

tampilan individu tersebut dengan tampilan orang lain.

Persamaaan dengan model adalah faktor yang meningkatkan

penampilan individu sehingga menjadi informasi yang

mampu meningkatkan efikasi diri individu.

d. Kesamaan Sifat, artinya individu mengembangkan

konsep tentang kemampuannya dalam tampilan tertentu

dihubungkan dengan umur, jenis kelamin, pendidikan dan

keadaan sosial ekonomi, bangsa dan suku bangsa.

e. Perbedaan dan Keberagaman Modelling, artinya

keberhasilan dan kegagalan terhadap masing-masing

individu tidak dapat disamakan, akan tetapi pencapaian

yang serupa dapat menjadi dorongan yang meyakinkan,

yang dapat memperbesar pengaruh dari pengamatan.

f. Kemampuan Model, artinya model yang kompetan akan

mentransmisikan pengetahuan dalam mengajarkan kepada

pengamat tentang keterampilan dan strategi yang efektif

untuk mengatasi berbagai tuntutan lingkungan.

33

Berdasarkan penjelasan diatas, didapat beberapa

faktor yang mempengaruhi terjadinya pengalaman vikarius

yang diantaranya a. proses mengatur pengeruh modeling

pada efikasi diri b. macam-macam pengaruh modeling c.

tampilan yang sama d. kesamaan sifat e. perbedaan dan

bereragaman modeling f. kemampuan model.

3. Teori yang membentuk pengalaman vikarius

Menurut Bandura ada teori yang mendasari

terbentuknya pengalaman vikarius pada individu yaitu

teori kognitif sosial yang menyebutkan bahwa pertemuan yang

kebetulan dan kejadian yang tak terduga mampu mengubah

jalan hidup individu. Cara individu bereaksi terhadap

pertemuan atau kejadian itulah yang biasanya berperan

lebih kuat dibandingkan peristiwa itu sendiri.

Pada awalnya teori kognitif sosial didasari oeh

suatu teori yaitu “Teori Pembelajaran (Learning

Theory)” yang berasumsi bahwa manusia cukup fleksibel

dan sanggup mempelajari beragam kecakapan bersikap

maupun berperilaku, bahwa titik pembelajaran terbaik

dari itu semua adalah adanya pengalaman-pengalaman tak34

terduga atau pengalaman vikarius (vicarious

experiences) (FIP-UPI, 2007).

Teori pembelajaran sosial kognitif atau teori

pembelajaran melalui peniruan yang digagas oleh Bandura

memiliki tiga asumsi, yaitu: (FIP-UPI, 2007)

1.) individu melakukan pembelajaran dengan meniru

apa yang ada dilingkungannya, terutama perilaku-

perilaku orang lain.

2.) terdapat keterkaitan yang erat antara pelajar

dengan lingkungan, perilaku dan faktor-faktor pribadi.

3.) hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku

visual dan verbal yang diwujudkan dalam perilaku

sehari-hari.

Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa teori yang

mendukung terbentuknya pengalaman vikarius ada dua,

yaitu “Teori Kognitif Sosial” atau “Teori Pembelajaran” yang

memiliki tiga asumsi, yaitu: 1.) individu melakukan

pembelajaran dengan meniru apa yang ada

dilingkungannya, terutama perilaku-perilaku orang lain;

2.) terdapat keterkaitan yang erat antara pelajaran35

dengan lingkungan, perilaku dan faktor-faktor pribadi;

3) hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku

visual dan verbal yang diwujudkan dalam perilaku

sehari-hari.

E. KERANGKA BERPIKIR

Setiap individu memiliki kemampuan daya tahan diri

atau yang sering sebut “ketahanan diri” dan setiap

individu juga pernah mengalami ketidaksesuaian kondisi

seperti yang diharapkan atau yang disebut “masalah”.

Pada dasar, daya tahan (kemampuan) individu dalam

menghadapi ketidaksesuaian kondisi atau keadaan yang

menyimpang dari apa yang telah diharapkan dan

direncanakan oleh setiap individu yang sering disebut “

ketahanan menghadapi masalah” sangatlah berbeda-beda

karena ada individu yang mampu bertahan dan bangkit

tetapi ada juga yang pasrah.

Individu yang memiliki ketahanan menghadapi

masalah yang baik atau sehat apabila individu tersebut

memiliki kepribadian yang baik dan didukung dengan36

adanya penolakan terhadap sikap persimivitas, memiliki

komunikasi intrapersonal, pengalaman vikarius yang baik

dan mampu bertahan serta bangkit dari setiap masalah.

Ketahanan menghadapi masalah akan lebih kuat

apabila individu tidak sikap persimivitas atau jiwa

yang bercokol dalam otak sebagai akibat dari rasa

kurang percaya diri yang cenderung selalu melihat

masalah dari sisi negatif saja. Karena apabila individu

mempunyai sikap persimivitas maka individu ini akan

cenderung menanggapi permasalahan dengan bentuk

penafsiran yang negatif.

Menurut Akbar (2013), sikap persimivitas merupakan

ketidakyakinan diri terhadap suatu hal (miskin

harapan). Karena miskin harapan, maka individu tersebut

tidak banyak melakuka apa-apa. Jika pun melakukan

individu akan mudah menyerah. Sebab ketahanan

menghadapi masalah akan jauh lebih baik dan kuat apa

bila individu yang mengalami masalah/tantangan mampu

berusaha, bertahan, pantang menyerah dan yakin bahwa

37

individu mampu melewati ketidaksesuaian keadaan yang

menyimpang tersebut.

Ketahanan menghadapi masalah juga dapat diperkuat

dengan ditanamkannya pada individu untuk menjalin

komunikasi intrapersonal yang baik. Karena dalam

memecahkan masalah terkadang individu membutuhkan

ketenangan dan pertimbangan dalam mengambil keputusan

serta saran-saran yang ada dari sekitar. Oleh karena

itu, komunikasi intrapersonal sangatlah membantu

individu untuk lebih mengenal dirinya dalam menemukan

pemecahan masalah.

Menurut Prof. Dr. H.M.Burhan Bungin (2009) bahwa

komunikasi intrapersonal adalah berdiskusi dengan diri

sendiri untuk menghasilkan keputusan yang baik. Karena

komunikasi intrapersonal didukung oleh beberapa teori

yaitu teori-teori behavioral dan cognitive; teori-teori

kritis dan interpretative; teori-teori diri dan orang

lain yang dimana masing-masing teori tersebut

menekankan bahwa segala perilaku dan tindakan dalam

menghadapi masalah dikontrol oleh individu itu sendiri.38

Selain itu, ketahanan menghadapi masalah yang kuat

juga dapat didukung oleh adanya pengalaman vikarius

dari individu itu sendiri. Dimana individu belajar

menyelesaikan masalah dari mengamati orang lain yang

dianggap orang lain tersebut memiliki kemampuan dan

kesamaan dengan individu tersebut. Karena dengan cara

itu individu bisa menggunakan pengalaman orang lain

sebagai motivasi untuk bertahan dan berusaha dalam

menghadapi masalah. Didalam teori pembelajaran

mengatakan bahwa manusia cukup fleksibel dan sanggup

mempelajari beragam kecakapan bersikap maupun

berperilaku, bahwa titik pembelajaran terbaik dari itu

semua adalah adanya pengalaman-pengalaman tak terduga

atau pengalaman vikarius.

Berdasarkan dari penjelasan diatas, maka dapat

disimpulkan kerangka berpikir pada penelitian ini

adalah sebagai berikut :

39

Sikap Persimivitas

- Diri sendiri

- Keluarga

- Kedudukan

- Harta Kekayaan

- Penghinaan

PengalamanVikarius

- Lingkungan

- Perilaku

- Faktor Pribadi

KomunikasiIntrapersonal

- Sensasi

- Persepsi

- Memori

- Berpikir

Ketahanan Menghadapi masalah

- Masalah Sederhana

- Masalah Rumit

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

F. HIPOTESIS

Hipotesis awal dari penelitian ini adalah :

1. Hi = Ada hubungan antara sikap persimivitas,

komunikasi intrapersonal dan

pengalaman vikarius dengan ketahanan menghadapi

masalah

Ho = Tidak ada hubungan antara sikap persimivitas,

komunikasi intrapersonal

40

dan pengalaman vikarius dengan ketahanan

menghadapi masalah

2. Hi = Ada hubungan antara sikap persimivitas dengan

ketahanan menghadapi

masalah

Ho= Tidak ada hubungan antara sikap persimivitas

dengan ketahanan

menghadapi masalah

3. Hi = Ada hubungan antara komunikasi intrapersonal

dengan ketahanan

menghadapi masalah

Ho = Tidak ada hubungan antara komunikasi

intrapersonal dengan ketahanan

menghadapi masalah

4. Hi = Ada hubungan antara pengalaman vikarius

dengan ketahanan

menghadapi masalah

Ho = Tidak ada hubungan antara pengalaman

vikarius dengan ketahanan

menghadapi masalah41

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kuantitatif berjenis korelasi. Metode penelitian

kuantitatif merupakan penelitian yang banyak

menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data,

penafsiran terhadap data serta penampilan dari hasinya

(Arikunto, 2005). Penelitian kuantitatif adalah

penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-

bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya

(Sarwono, 2006).

Pada dasarnya, penelitian kuantitatis dilakukan

pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian

hipotesis) dan menyadarkan kesimpulan hasilnya pada

suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil.

Dengan metode kuantitatif akan diperoleh signifikansi

perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar

42

variable yang diteliti. Pada umumnya penelitian

kuantitatif merupakan penelitian sampel besar.

Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk

penelitian regresional. Penelitian regresional adalah

suatu penelitian yang bertujuan menyelidiki sejauh mana

variasi atau pengaruh pada suatu variabel berkaitan

dengan variasi variabel lain, sedangkan berdasarkan

penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan

penelitian deskriptif dan regresional.Penelitian

deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk

menjelaskan atau menerangkan suatu peristiwa

berdasarkan data (Arikunto, 2005), sedangkan penelitian

regresi digunakan untuk mencari data ada tidaknya

hubungan antara variabel dan apabila ada beberapa

eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan

itu.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL

Identifikasi variable merupakan bagian dari

langkah penelitian yang dilakukan peneliti dengan cara43

menentukan variable-variabel yang ada dalam

penelitiannya. Variable-variabel dalam penelitian ini

terdiri dari satu variable terikat dan dua variable

bebas, yaitu :

1. Variabel terikat : ketahanan menghadapi masalah

2. Variabel bebas : a. sikap persimivitas

b. komunikasi intrapersonal

c. pengalaman vikarius

C. DEFINISI KONSEPSIONAL

Definisi konsepsional adalah abstrak mengenai

fenomena yang dirumuskan atas generalisasi dari

sejumlah karakteristik kejadian keadaan kelompok atau

individu tertentu. Definisi konsepsional memberikan

kejelasan tentang istilah-istilah yang berhubungan

dengan penelitian sehingga timbul kesamaan pengertian

istilah yang tertera dalam penulisan ini. Agar peneliti

ini jelas dan mudah dipahami, maka perlu konsep-konsep

yang harus dijelaskan oleh penulis. Definisi

44

konsepsional yang dikemukakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Ketahanan menghadapi Masalah

Ketahanan menghadapi masalah dapat disimpulkan

kemampuan individu dalam mempertahankan sesuatu yang

menyimpang dari apa yang diharapkan, direncanakan atau

ditentukan untuk mencapai suatu tujuan.

2. Sikap Persimivitas

Sikap persimivitas adalah dorongan jiwa sebagai

akibat ketidakyakinan diri terhadap kemampuan yang

dipunya sehingga cenderung selalu menanggapi suatu

masalah dari sisi negatif.

3. Komunikasi Intrapersonal

Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang

berlangsung dalam diri individu yang membantu untuk

lebih mengenal dirinya dalam mengambil keputusan.

4. Pengalaman Vikarius

45

Pengalaman viakarius adalah pengalaman yang

didapat ketika individu melihat orang lain berhasil

dalam mengerjakan tugas dengan baik.

D. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional adalah penegasan arti dari

konstruk atau variabel yang digunakan dengan cara-cara

tertentu untuk mengukurnya, sehingga pada akhirnya akan

menghindari salah pengertian dan menafsirkan yang

berbeda dalam penelitian ini. Definisi operasional

memiliki arti tunggal dan diterima secara objektif,

bilamana indikator variabel yang bersangkutan tersebut

tampak (Azwar, 2004). Oleh karena itu dalam penelitian

ini dikemukakan definisi operasional veriabel

penelitian sebagai berikut:

1. Ketahanan menghadapi Masalah

Menjelaskan bahwa setiap individu memiliki daya

tahan yang berbeda dalam menghadapi ketidaksesuaian

atau keadaan yang menyimpang. Ada yang memiliki daya

tahan yang kuat dan ada juga yang lemah. Aspek-aspek46

yang terdapat dalam ketahanan menghadapi masalah adalah

dengan adanya mekanisme pertahanan diri yang baik yang

diantaranya meliputi represi, proyeksi, reaksi kompromi,

rasionalisasi, fikasasi dan regresi.

2. Sikap Persimivitas

Sikap persimivitas adalah pemahaman tentang

perilaku individu yang mudah menyerah dan putus asa,

selalu berpikir negatif, takut gagal dan lain

sebagainya. Dan faktor yang menjadi penyebab timbulnya

sikap persimivitas karena pengalaman yang diperoleh

baik individu itu sendiri maupun orang lain. Dimana

pengalaman tersebut meninggalkan persepsi atau

pandangan bahwa individu tersebut akan selalu gagal

bahkan segala sesuatu yang terjadi baginya adalah

takdir kehidupan tanpa harus dilewati.

3. Komunikasi Intrapersonal

Menjelaskan bahwa individu yang sehat adalah

individu yang juga selalu menggunakan komunikasi dengan

dirinya sendiri. Karena dengan itu, individu akan lebih

memahami dirinya dan mampu mengolah segala informasi47

dengan baik terlebih dahulu sebelum akhirnya mengambil

keputusan. Aspek-aspek yang ada didalam komunikasi

intrapersonal adalah adanya teori behavioral dan kognitif, teori

kritis dan interpretative serta teori diri dan orang lain yang mana

didalam teori ini menekankan pentingnya keputusan

individualisme.

4. Pengalaman Vikarius

Menjelaskan bahwa individu juga perlu belajar dari

pengalaman orang yang sukses dengan cara mengamatinya.

Karena dengan itu individu akan terbiasa mengkonsepkan

tujuan hidupnya dan lebih siap dalam menghadapi

masalah. Aspek-aspek dalam pengalaman vikarius adalah

adanya teori sosial-kognitif atau teori pembelajaran yang mana

didalam teori menekankan pengalaman tak terduga atau

pengalaman vikarius adalah modal yang baik dalam

ketahanan menghadapi masalah.

E. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

48

Populasi penelitian merupakan serumpun yang

merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian

yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuhan, gejala,

nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya sehingga

objek-objek penelitian dapat menjadi sumber data

penelitian (Bungin, 2005). Populasi adalah jumlah

keseluruhan dari satuan-satuan atau individu-individu

yang karakteristiknya hendak diduga (diselidiki,

mempunyai sifat atau cirri yang sama dan subjek

penelitian yang hendak digeneralisasikan).

Mengeneralisasikan adalah mengangkat kesimpulan

penelitian sebagai sesuatu yang berlaku bagi populasi.

Populasi penelitian ini yaitu pelajar SMA di Tenggarong

2. Sampel

Sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang

dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga

diharapkan dapat mewakili populasinya. Jenis populasi

yang digunakan untuk penelitian purposive sample yaitu

pengambilan sampel atau subjek yang didasarkan atas49

cirri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang

mempunyai sangkut paut dengan sifat-sifat yang telah

diketahui. Selain itu sampel yang dipakai dalam

penelitian menggunakan rancangan sampel probabilitas

yang artinya penarikan sampel didasarkan atas pemikiran

bahwa keseluruhan unit populasi memiliki kesempatan

yang sama untuk dijadikan sampel (Bungin, 2005). Sampel

dalam penelitian ini adalah :

- Pelajar SMA Tunas Bangsa

F. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data adalah metode yang

digunakan peneliti untuk memperoleh data yang teliti.

Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dipakai

oleh peneliti untuk memperoleh data yang akan diteliti.

Kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengambilan

data dan alat ukurnya. Metode pengumpulan data ini

menggunakan skala likert dan akan digunakan pada empat

variabel yaitu:

1. Skala Ketahanan menghadapi Masalah50

Skala ini disusun berdasarkan lima aspek yang

dikemukakan menurut Vika Muradriarini (2006) meliputi

represi, proyeksi, reaksi kompromi, rasionalisasi, fiksasi dan regresi.

Skala ketahanan menghadapi masalah ini terdiri

atas empat pilihan jawaban, yaitu SS (sangat setuju), S

(setuju), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju).

Skor setiap butir pernyataan berkisar dari 0 sampai 3.

Pemberian skor untuk setiap pernyataan favorable adalah 3

untuk pilihan jawaban SS (sangat setuju), 2 untuk S

(setuju), 1 untuk TS (tidak setuju), 0 untuk STS

(sangat tidak setuju). Bobot yang diberikan untuk item

unfavorable yaitu 0 pilihan jawaban sangat setuju (SS), 1

pilihan jawaban yang sesuai (S), 2 pilihan jawaban yang

tidak sesuai (TS), 3 untuk pilihan jawaban sangat tidak

sesuai (STS). Semakin tinggi skor yang diperoleh

subjek, maka semakin tinggi pula tingkat ketahanan

menghadapi masalah yang dimiliki subjek. Begitu

sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh oleh

subjek, maka semakin rendah pula tingkat ketahanan

menghadapi masalah yang dimiliki subjek. 51

Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Ketahanan Menghadapi

Masalah

No.

Aspek-aspek

Ketahanan

menghadapi

Masalah

Nomor Item

JumlahFavourable

Unfavorabl

e

1. Represi

2. Proyeksi

3.Reaksi

Kompromi

4. Rasionalisasi

5.Fiksasi dan

Regresi

Total

2. Skala Sikap Persimivitas

Alat ukur sikap persimivitas yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan empat aspek yang

diantaranya diri sendiri, keluarga, kedudukan, hatra kekayaan.

52

Skala sikap persimivitas ini terdiri atas empat

pilihan jawaban, yaitu SS (sangat setuju), S (setuju),

TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju). Skor

setiap butir pernyataan berkisar dari 0 sampai 3.

Pemberian skor untuk setiap pernyataan favorable adalah 3

untuk pilihan jawaban SS (sangat setuju), 2 untuk S

(setuju), 1 untuk TS (tidak setuju), 0 untuk STS

(sangat tidak setuju). Bobot yang diberikan untuk aitem

unfavorable yaitu 0 pilihan jawaban sangat setuju (SS), 1

pilihan jawaban yang sesuai (S), 2 pilihan jawaban yang

tidak sesuai (TS), 3 untuk pilihan jawaban sangat tidak

sesuai (STS). Semakin tinggi skor yang diperoleh

subjek, maka semakin rendah pula tingkat sikap

persimivitasnya yang dimiliki subjek. Begitu sebaliknya,

semakin rendah skor yang diperoleh oleh subjek, maka

semakin tinggi pula tingkat sikap persimivitasnya yang

dimiliki subjek.

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Sikap Persimivitas

No. Aspek-aspek Sikap Nomor Item Jumlah

Favourable Unfavorabl53

Persimivitase

1. Diri Sendiri

2. Keluarga

3. Kedudukan

4. Harta Kekayaan

Total

3. Skala Komunikasi Intrapersonal

Alat ukur komunikasi intrapersonal yang digunakan

dalam penelitian ini menggunakan empat aspek yaitu

sensasi, persepsi, memori, berpikir.

Skala komunikasi intrapersonal ini terdiri atas

empat pilihan jawaban, yaitu SS (sangat setuju), S

(setuju), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju).

Skor setiap butir pernyataan berkisar dari 0 sampai 3.

Pemberian skor untuk setiap pernyataan favorable adalah 3

untuk pilihan jawaban SS (sangat setuju), 2 untuk S

(setuju), 1 untuk TS (tidak setuju), 0 untuk STS

(sangat tidak setuju). Bobot yang diberikan untuk aitem

unfavorable yaitu 0 pilihan jawaban sangat setuju (SS), 1

pilihan jawaban yang sesuai (S), 2 pilihan jawaban yang

54

tidak sesuai (TS), 3 untuk pilihan jawaban sangat tidak

sesuai (STS). Semakin tinggi skor yang diperoleh

subjek, maka semakin tinggi pula tingkat komunikasi

intrapersonal yang dimiliki subjek. Begitu sebaliknya,

semakin rendah skor yang diperoleh oleh subjek, maka

semakin rendah pula tingkat komunikasi intrapersonal

yang dimiliki subjek.

Tabel 3. Distribusi Aitem Komunikasi Intrapersonal

No.Aspek-aspek Sikap

Persimivitas

Nomor Item

JumlahFavourable

Unfavorabl

e

1. Sensasi

2. Persepsi

3. Memori

4. Berpikir

Total

4. Skala Pengalaman Vikarius

Alat ukur pengalaman vikarius yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan aspek sosial kognitif dan

pembelajaran.

55

Skala pengalaman vikarius ini terdiri atas empat

pilihan jawaban, yaitu SS (sangat setuju), S (setuju),

TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju). Skor

setiap butir pernyataan berkisar dari 0 sampai 3.

Pemberian skor untuk setiap pernyataan favorable adalah 3

untuk pilihan jawaban SS (sangat setuju), 2 untuk S

(setuju), 1 untuk TS (tidak setuju), 0 untuk STS

(sangat tidak setuju). Bobot yang diberikan untuk aitem

unfavorable yaitu 0 pilihan jawaban sangat setuju (SS), 1

pilihan jawaban yang sesuai (S), 2 pilihan jawaban yang

tidak sesuai (TS), 3 untuk pilihan jawaban sangat tidak

sesuai (STS). Semakin tinggi skor yang diperoleh

subjek, maka semakin tinggi pula tingkat pengalaman

vikarius yang dimiliki subjek. Begitu sebaliknya,

semakin rendah skor yang diperoleh oleh subjek, maka

semakin rendah pula tingkat pengalaman vikarius yang

dimiliki subjek.

Tabel 3. Distribusi Aitem Pengalaman Vikarius

No. Aspek-aspek Sikap Nomor Item Jumlah

Favourable Unfavorabl56

Persimivitase

1.Sosial

Kognitif

2. Pembelajaran

Total

G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS

1. Validitas

Azwar (2004) mengatakan bahwa uji validitas alat

ukur bertujuan untuk menggetahui sejauh mana skala yang

digunakan mampu menghasilkan data yang akurat sesuai

dengan tujuannya. Uji validitas yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah validitas isi (content validity),

validitas butir, dan validitas konstruksi teoritis

(construct validity). Menurut Azwar (2004), validitas isi

ditentukan melalui pendapat professional dalam telaah

aitem dengan menggunakan spesifikasi yang telah ada.

Validitas butir bertujuan untuk mengetahui apakah butir57

atau aitem yang digunakan baik atau tidak, yang

dilakukan dengan mengkorelasikan skor butir soal.

Sedangkan validitas konstruksi teoritis yang mendasari

penyusunan alat ukur.

2. Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan konsistensi atau

keterpercayaan hasil penngukuran suatu alat ukur. Hal

ini ditunjukkan konsistensi skor yang diperboleh subjek

yang diukur dengan alat yang sama (Azwar, 2004).

Reliabilitas ini dinyatakan dalam koefisien

reliabilitas, dengan angka antara 0 sampai 1,00.

Semakin tinggi koefisien mendekati angka 1,00 berarti

realibilitas alat ukur semakin tinggi. Sebaliknya alat

ukur yang rendah ditandai dengan koefisien reliabilitas

yang mendekati angka 0 (Azwar, 2004).

H. TEKNIK ANALISA DATA

58

Analisis data yang dilakukan untuk pengolahan data

penelitian adalah dengan menggunkan analisis regresi

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dan kemampuan

prediksi ketiga variabel bebas (sikap persimivitas, komunikasi

intrapersonal dan pengalaman vikarius) terhadap variabel

tergantung (ketahanan menghadapi masalah). Analisis

regresi digunakan untuk mencari korelasi antara satu

variabel bebas (X) atau lebih dengan sebuah variabel

terikat (Y). Sebelum dilakukan analisis data, terlebih

dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi normalitas

sebaran linearitas hubungan antara variabel bebas

dengan variabel tergantung. Keseluruhan teknik analisis

data menggunakan SPSS versi 17.

59

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, E. (2013, November 10). Sikap Pesimis dan Optimis.

Bandung: Prezi.

Al-Uqshari, Y. (2005). Percaya Diri Pasti . Jakarta: Gema

Insani.

Applbaum, R. L. (2004). Fundamental Concept in Human

Communication. USA: Inc.

Arikunto, S. 2005. Prosedur Penelitian Suatu Pndekatan. Jakarta

: Rineka Cipta.

Azwar, S. 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar Offset.

60

Azwar, S. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka

Belajar.

Azwar, S. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pelajar

Offset

Bandura, A. (n.d.). Self-Efficacy: The Exercise of Control. Worth

Publisher.

Baron, R. (2005). Problem Solving. Jakarta: Gramedia

Pustaka.

Bungin, B. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta :

Prenada Media.

E.Taylor, S., & dkk. (2009). Psikologi Sosial Edisi kedua belas.

Jakarta: Kencana.

FIP-UPI, T. P. (2007). ILMU APLIKASI & PENDIDIKAN. Bandung:

PT. IMPERIAL BHAKTI UTAMA.

61

Gail E. Myers dan Michelle Tolela Myers. (2007). The

Dynamics of Human Communication a Laboratory Approach.

United State Of America: Mc. Graw-Hill.

Hardjana, A. M. (2010). Komunikasi Intrapersonal &

Interpersonal. Yogyakarta: Penerbit Kansius.

Markum, M. E. (Juni 2009). Psibuana. Pengetasan Kemiskinan

dan Pendekatan Psikologi Sosial, 1-72.

Mazdalifah. (2004). Komunikasi Intrapersonal Ditinjau

Dari Sudut Pandang Psikologi Komunikasi. Jurnal

Pemberdayaan Komunitas, 123-127.

Nasional, D. P. (2011). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Edisi ke empat. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Prof. Dr. H.M.Burhan Bungin, S. M. (2009). Sosiologi

Komunikasi Edisi 1. Jakarta: Kencana ( Prenada Media

Group).

Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

62

Severin, & dkk. (2005). Teori Komunikasi,Sejarah,Metode dan

Terapan di Dalam Media Massa. Jakarta: Prenada Media.

Suryabrata, S. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada.

Sztompka, P. (2004). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta:

Prenada Media.

Uchayana. (2005). Trans-Per-Understanding Human

Communication. USA: Houghton Miffin Company.

Vika Muradriarini, N. W. (2006). Hubungan Antara

Kemampuan Visual Imagery dengan Kreativitas pada

Anak Usia Sekolah Dasar . Jurnal Provitae, 33-35.

63