Masy Madani

28
Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal Oleh Dadang Respati Puguh http://www.babinrohis-nakertrans.org/artikel-islam/membangun-masyarakat-madani- berbasis-kearifan-lokal-oleh-dadang-respati-puguh Admin Mar 29 |11:12 Pengertian dan Karakteristik. Masyarakat madani merupakan istilah yang dipakai untuk mengkonseptualisasikan sebuah masyarakat ideal yang dicita- citakan. Istilah itu diterjemahkan dari bahasa Arab “Mujtama’ madani” yang diperkenalkan kali pertama oleh Naquib al-Attas, guru besar sejarah dan peradaban Islam yang juga filosof kontemporer dari Malaysia (“Masyarakat Madani…”), serta pendiri sebuah lembaga yang bernama Institute for Islamic Thought and Civilisation (ISTAC) yang disponsori oleh Anwar Ibrahim. Anwar Ibrahim yang dianggap sebagai tokoh yang memperkenalkan istilah “masyarakat madani” di Indonesia menggambarkan masyarakat madani sebagai sistem sosial yang subur yang berazaskan moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Ia juga memberikan gambaran kondisi yang bertentangan dengan masyarakat madani, yaitu adanya kemelut yang diderita oleh umat manusia seperti meluasnya keganasan, sikap melampaui batas, kemiskinan, ketidakadilan, kebejatan sosial, kejahilan, kelesuan intelektual, dan kemunduran budaya yang merupakan manifestasi masyarakat madani yang kritis. Walaupun ide-ide masyarakat madani bertolak dari konsep civil society, namun ide-ide itu juga terdapat dalam konsep yang disebut Gelner dengan “High Islam”, budaya tinggi Islam yang juga terdapat dalam sejarah Islam

Transcript of Masy Madani

Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal Oleh Dadang Respati Puguh http://www.babinrohis-nakertrans.org/artikel-islam/membangun-masyarakat-madani-berbasis-kearifan-lokal-oleh-dadang-respati-puguh

Admin Mar 29 |11:12

Pengertian dan Karakteristik.Masyarakat madani merupakan istilah yang dipakai untukmengkonseptualisasikan sebuah masyarakat ideal yang dicita-citakan. Istilah itu diterjemahkan dari bahasa Arab “Mujtama’madani” yang diperkenalkan kali pertama oleh Naquib al-Attas,guru besar sejarah dan peradaban Islam yang juga filosofkontemporer dari Malaysia (“Masyarakat Madani…”), sertapendiri sebuah lembaga yang bernama Institute for Islamic Thought andCivilisation (ISTAC) yang disponsori oleh Anwar Ibrahim.

Anwar Ibrahim yang dianggap sebagai tokoh yang memperkenalkanistilah “masyarakat madani” di Indonesia menggambarkanmasyarakat madani sebagai sistem sosial yang subur yangberazaskan moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasanperorangan dengan kestabilan masyarakat. Ia juga memberikangambaran kondisi yang bertentangan dengan masyarakat madani,yaitu adanya kemelut yang diderita oleh umat manusia sepertimeluasnya keganasan, sikap melampaui batas, kemiskinan,ketidakadilan, kebejatan sosial, kejahilan, kelesuanintelektual, dan kemunduran budaya yang merupakan manifestasimasyarakat madani yang kritis. Walaupun ide-ide masyarakatmadani bertolak dari konsep civil society, namun ide-ide itu jugaterdapat dalam konsep yang disebut Gelner dengan “High Islam”,budaya tinggi Islam yang juga terdapat dalam sejarah Islam

Asia Tenggara di kalangan Muslim Melayu Indonesia (Hidayat,2008).

Komaruddin Hidayat (1999: 267-268) menyatakan bahwa dalamwacana keislaman di Indonesia, istilah “masyarakat madani”kali pertama diperkenalkan oleh Nurcholish Madjid, yang spiritserta visinya terbakukan dalam nama yayasan yang didirikannya,yaitu Paramadinah [terdiri dari kata "para" dan "madinah", danatau "parama" dan "dina"]. Secara “semantik” artinya kira-kiraialah, sebuah agama [dina] yang excellent [paramount] yangmisinya ialah untuk membangun sebuah peradaban [madani](Sanaky, “Pembaharuan Pendidikan Islam…). Selanjutnya, iamempopulerkan istilah itu dalam wacana dan ruang lingkup yanglebih luas yang kemudian diikuti oleh para pakar yang lain.

Menurut Nurcholish Madjid (2000: 80) masyarakat madanimerupakan masyarakat yang sopan, beradab, dan teratur dalambentuk negara yang baik. Menurutnya masyarakat madani dalamsemangat moderen tidak lain dari civil society, karena kata“madani” menunjuk pada makna peradaban atau kebudayaan. Olehkarena ide-ide dasar masyarakat madani dan substansi civil societyyang berkembang di dunia Eropa sama, maka Dawam Raharjoberpendapat bahwa substansi masyarakat madani dalam duniaIslam dan civil society di dunia Barat adalah satu. Teori civil societydapat dipinjam untuk menjelaskan istilah masyarakat madaniyang digali dari khazanah sejarah Islam. Senada dengan hal iniNurcholish Madjid, tidak membedakan antara masyarakat madaniyang lahir dari khazanah sejarah dan peradaban Islam dengan civilsociety yang lahir dari sejarah Eropa atau peradaban Barat(Hidayat, 2008).

Sementara itu, Emil Salim sebagai ketua Gerakan MasyarakatMadani, pernah mengatakan bahwa masyarakat madani sebenarnyatelah ada di Indonesia. Wujud masyarakat madani sesungguhnyatelah tertanam dalam masyarakat paguyuban yang dominan di masalalu, ketika kelompok masyarakat berkedudukan sama danmengatur kehidupan bersama dengan musyawarah. Selanjutnya iamenambahkan, bahwa substansi masyarakat madani telah lama adadalam etika sosial politik masyarakat Indonesia yangberkembang dalam kultur masyarakat Indonesia. Semangategaliterianisme dan budaya sosial politik yang mengedepankanmekanisme musyawarah dalam penyelenggaraan kehidupan sosialdan politik merupakan budaya masyarakat Indonesia yang

menonjol. Dalam perspektif civil society (Barat) mekanismemusyawarah dalam menyelesaikan masalah merupakan salah satuprosedur demokrasi yang substantif (Hidayat, 2008).

Karakteristik. Bertolak dari beberapa pengertian masyarakatmadani yang telah disampaikan di atas, maka karakteristik yangmenonjol pada masyarakat madani adalah sebagai berikut.

1.   Ruang Publik yang Bebas

Adanya ruang publik yang bebas merupakan sarana dalammewujudkan masyarakat madani. Pada ruang publik yang bebaslahindividu dalam posisinya yang setara mampu melakukantransaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalamidistorsi dan kekhawatiran. Sebagai sebuah prasyarat, makauntuk mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalamsebuah tatanan masyarakat, maka ruang publik yang bebas menjadisalah satu bagian yang harus diperhatikan. Dengan menafikanruang publik yang bebas dalam tatanan masyarakat madani, makaakan terjadi pemberangusan kebebasan warga negara dalammenyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umumoleh penguasa yang tiranik dan otoriter.

 2.   Demokratis

Masyarakat madani ditandai oleh berkembangnya iklim demokrasiberupa kebebasan berpendapat dan bertindak baik secaraindividual maupun kolektif yang bertanggung jawab, sehinggatercipta keseimbangan antara implementasi kebebasan individudan kestabilan sosial, serta penyelengaraan pemerintahansecara demokratis.

 3.   Toleran

Toleran merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakatmadani untuk menunjukan sikap saling menghargai danmenghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.

 4. Pluralisme dan Multikulturalisme

Pluralisme menunjuk pada keragaman/ kemajemukan, yakni kondisidalam suatu masyarakat yang secara faktual berbeda-beda.Sementara itu multikultralisme lebih mengacu pada sikap warga

masyarakat terhadap perbedaan-perbedaan baik yang ada dalammasyarakat yang bersangkutan maupun  dalam masyarakat lain.Sikap itu dibentuk dengan melibatkan seperangkat nilai yangdidasarkan pada minat untuk mempelajari dan memahami(understanding) dan pada penghormatan (respect) serta penghargaaan(valuation) kepada kebudayaan masyarakat lain. Walaupun tidakselalu diikuti dengan kesetujuan dan kesepakatan terhadap apayang ada dalam kebudayaan lain, tetapi yang ditekankan dalammultikulturalisme adalah pemahaman, penghormatan, danpenghargaan (Blum, 2001: 19; lihat juga Ahimsa-Putra, 2009: 2-4).

 5. Menjunjung Tinggi Hak Azasi Manusia dan Keadilan Sosial

Karakteristik ini ditandai dengan adanya keseimbangan danpembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiapwarga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan (Mawardi,2008; Hidayat, 2008; Sanaky, “Pembaharuan Pendidikan Islam…);  “Masyarakat Madani…”).

Signifikansi Kearifan Lokal dalam Pembangunan MasyarakatMadani. Kearifan lokal adalah “pandangan hidup dan ilmupengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujudaktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawabberbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka”. Istilahini dalam bahasa Inggris dikonsepsikan sebagai local wisdom(kebijakan setempat) atau local knowledge (pengetahuan setempat) atau localgenious (kecerdasan setempat). Sistem pemenuhan kebutuhan merekameliputi seluruh unsur kehidupan: agama, ilmu pengetahuan,ekonomi, teknologi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi,serta kesenian. Mereka mempunyai pemahaman, program, kegiatan,pelaksanaan terkait untuk mempertahankan, memperbaiki,mengembangkan unsur kebutuhan mereka, dengan memperhatikanlingkungan dan sumber daya manusia yang terdapat pada wargamereka (“Memberdayakan Kearifan Lokal…”). Bertolak daridefinisi itu, maka kearifan lokal merupakan sesuatu yangberkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu (budayalokal) dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu(masyarakat lokal). Dengan kata lain, kearifan lokalbersemayam pada budaya lokal (local culture).

Budaya lokal (juga sering disebut budaya daerah[3]) merupakanistilah yang biasanya digunakan untuk membedakan suatu budaya

dari budaya nasional (Indonesia) dan budaya global. Budayalokal adalah budaya yang dimiliki oleh masyarakat yangmenempati lokalitas atau daerah tertentu yang berbeda daribudaya yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di tempatyang lain. Permendagri Nomor 39 Tahun 2007 pasal 1mendefinisikan budaya daerah sebagai “suatu sistem nilai yangdianut oleh komunitas/ kelompok masyarakat tertentu di daerah,yang diyakini akan dapat memenuhi harapan-harapan wargamasyarakatnya dan di dalamnya terdapat nilai-nilai, sikaptatacara masyarakat yang diyakini dapat memenuhi kehidupanwarga masyarakatnya” (Dirjen Kesbangpol Depdagri, 2007: 5).

Di Indonesia istilah budaya lokal juga sering disepadankandengan budaya etnik/ subetnik. Setiap bangsa, etnik, dan subetnik memiliki kebudayaan yang mencakup tujuh unsur, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistemperalatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistemreligi, dan kesenian (Koentjaraningrat, 1986: 203-204). Namundemikian, sifat-sifat khas kebudayaan hanya dapatdimanifestasikan dalam unsur-unsur terbatas,  terutama melaluibahasa, kesenian, dan upacara. Unsur-unsur yang lain sulituntuk menonjolkan sifat-sifat khas kebudayaan suatu bangsaatau suku bangsa (Koentjaraningrat, 1984: 109).

Apa arti penting kearifan lokal (yang terdapat dalam budayalokal) dalam pembangunan masyarakat madani? Di dalam budayalokal terdapat gagasan-gagasan (ideas, cultural system), perilaku-perilaku (activities, social system), dan artifak-artifak (artifacts,material culture) yang mengandung nilai-nilai yang berguna danrelevan bagi pembangunan masyarakat madani. Di setiap unsurkebudayaan yang telah disebutkan beserta sub-subunsurnya dapatdipastikan mengandung nilai-nilai yang relevan dan bergunabagi pembangunan masyarakat madani. Relevansi dan kebergunaanitu terdapat misalnya dalam hal-hal sebagai berikut:

1.    Bentuk-bentuk seni tradisi yang berkembang dalam suatukebudayaan tidak semata-mata diciptakan untuk memenuhikebutuhan estetis, tetapi untuk memenuhi kepentingan-kepentingan yang didasarkan pada alasan religius, mitos, matapencaharian, dan integrasi sosial.

2.   Nilai budaya dan norma dalam kebudayaan tertentu tetapdianggap sebagai pemandu perilaku yang menentukan keberadaban,

seperti kebajikan, kesantunan, kejujuran, tenggang rasa, dantepa salira.

3.    Teknologi beserta teknik-tekniknya dalam praktikdianggap merupakan keunggulan yang dapat dipersandingkan dandipersaingkan dengan teknologi yang dikenal dalam kebudayaanlain.

4.    Suatu rangkaian tindakan upacara tradisi tetap dianggapmempunyai makna simbolik yang dapat diterima meskipun sistemkepercayaan telah berubah. Upacara tradisi juga berfungsisebagai media integrasi sosial.

5.    Permainan tradisional dan berbagai ekspresi folklor lainmempunyai daya kreasi yang sehat, nilai-nilai kebersamaan, danpesan-pesan simbolik keutamaan kehidupan (Sedyawati, 2008:280).

Upaya-upaya Membangun Masyarakat Madani Berbasis KearifanLokal

Beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai ukurantercapainya kondisi madani, yaitu: 1) terpeliharanyaeksistensi agama atau ajaran-ajaran yang ada dalam masyarakat;2) terpelihara dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dankeselamatan; 3) tegaknya kebebasan berpikir yang jernih dansehat; 4) terbangunnya eksistensi kekeluargaan yang tenang dantenteram dengan penuh toleransi dan tenggang rasa; 5)terbangunnya kondisi daerah yang demokratis, santun, beradabserta bermoral tinggi; 6) terbangunnya profesionalismeaparatur yang tinggi untuk mewujudkan tata pemerintahan yangbaik, bersih berwibawa dan bertanggung jawab yang mampumendukung pembangunan daerah.

Pencapaian visi pembangunan itu antara lain ditempuh melaluimisi mewujudkan pengamalan nilai-nilai agama dan kearifanlokal. Dalam misi itu dijelaskan bahwa “masyarakat yangmemiliki basis agama dan nilai-nilai budaya yang kuatmembentuk manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan,berakhlak mulia, bermoral, beretika, yang akhirnya mampuberpikir, bersikap, dan bertindak sebagai manusia yangtangguh, kompetitif, berbudi luhur, bertoleransi, bergotong-royong, berjiwa patriotik, menjunjung nilai-nilai luhur budaya

bangsa, mengedepankan kearifan lokal, dan selalu berkembangsecara dinamis”.

Persoalannya adalah bagaimana mengimplementasikan kearifanlokal untuk membangun masyarakat madani? Walaupun kearifanlokal terdapat dalam kebudayaan lokal yang dijiwai olehmasyarakatnya, namun sejalan dengan perubahan sosial kulturalyang demikian cepat kebudayaan lokal yang menyimpan kearifanlokal sebagaimana sinyalemen para ahli sebagian telah tergerusoleh kebudayaan global (Smiers, 2008: 383). Oleh karena itu,perlu ada revitalisasi budaya lokal (kearifan lokal) yangrelevan untuk membangun masyarakat madani. Untukmerevitalisasi budaya lokal diperlukan adanya strategi politikkebudayaan dan rekayasa sosial dengan pembuatan danimplementasi kebijakan yang jelas. Salah satu di antaranyaadalah adanya peraturan daerah tentang pelestarian,pengembangan, dan pemanfaatan budaya lokal yang dapat menjadipayung hukum dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan budaya oleh dinas-dinas atau lembaga-lembaga terkait.

Ada beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan untukmerevitalisasi budaya lokal untuk membangun masyarakat madaniberbasis kearifan lokal:

1.   Inventarisasi dan Pengkajian Kearifan Lokal

Tidak semua kearifan lokal yang terdapat dalam budaya lokaltelah diketahui oleh masyarakat. Oleh karena itu, dalammembangun masyarakat madani berbasis kearifan lokal perludilakukan inventarisasi, dokumentasi, dan pengkajian terhadapbudaya lokal untuk menemukan kearifan lokal. Sebagai contohmelalui  pengkajian terhadap cerita rakyat dapat ditemukankearifan lokal yang relevan untuk membangun masyarakat madani,seperti: sikap-sikap antikejahatan, suka menolong, dan giatmembangun (Nasirun, Cikal Bakal Desa Tanggungsari); nilai-nilaipatriotisme dan memperjuangkan nasib rakyat; nilai-nilaikepemimpinan yang bertanggung jawab dan menepati janji; nilaikepemimpinan  yang peduli pada daerah dan rakyatnya; nilaidemokrasi dengan cara pemilihan kepala desa yang demokratisdan transparan, nilai kejujuran, keikhlasan, dan tanpa pamrih.Selanjutnya, kearifan lokal yang relevan dengan pembangunanmasyarakat madani perlu disosialisasikan dandiinternalisasikan kepada masyarakat.  

2.   Pengetahuan Budaya Lokal  sebagai Muatan Lokal

Sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal untuk membangunmasyarakat madani dapat dilakukan melalui jalur pendidikanformal dalam bentuk muatan lokal. Namun demikian, gagasanuntuk memberikan muatan lokal yang berupa pengetahuan budaya(yang di dalamnya terdapat kearifan lokal) dalam pendidikanumum dalam kenyataannya menghadapi kendala yang berkaitandengan kurikulum dan tenaga pengajarnya. Untuk mengatasipermasalahan ini baik dalam penyediaan bahan pelajaran maupuntenaga pengajarnya dapat diupayakan dan dilegalkan denganpenggunaan tenaga-tenaga nonguru dalam masyarakat yangmempunyai keahlian-keahlian yang khas mengenai berbagai aspekkehidupan yang khas di daerah. Pengetahuan budaya lokal dapatdipilah ke dalam pengetahuan dan ketrampilan bahasa sertapengetahuan dan ketrampilan seni. Selain itu dapat ditambahkanpengetahuan tentang adat-istiadat/ sistem budaya (cultural system)yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya nasional(Sedyawati, 2007: 5), khususnya tentang kearifan lokal yangrelevan dengan pembangunan masyarakat madani.

3.   Forum Komunikasi Pemikiran Budaya

Pemerintah daerah tidak harus menyelenggarakan sendiri segalaupaya pembangunan masyarakat madani berbasis kearifan lokal.Berbagai elemen masyarakat juga memiliki tugas dalam kegiatantersebut. Demi tercapainya cita-cita luhur yang harmonisdiperlukan berbagai forum dialog. Prakarsa untuk memulai forumini dapat dilakukan  oleh pemerintah dengan melibatkan elemen-elemen di luar birokrasi pemerintahan seperti lembaga-lembagakebudayaan dan penyelenggara media massa swasta meliputiradio, televisi, majalah, dan surat kabar. Dalam forum dialogitu perlu dibahas masalah-masalah aktual di bidang kebudayaanyang berkembang di masyarakat,  seperti budaya (lokal) yangmenghambat terbentuknya masyarakat madani, pembentukan warganegara Indonesia yang dwibudayawan (lokal dan nasional),mempersiapkan eksekutif yang mampu menghayati nilai-nilaibudaya yang luhur, dan lain-lain (Sedyawati, 2007: 6-7).

4.   Festival Budaya Lokal

Unsur-unsur budaya lokal yang berpotensi untuk membangunmasyarakat madani dapat dipergelarkan dalam bentuk festival

budaya. Sebagai contoh festival seni tradisi, upacara tradisi,dan permainan (dolanan) tradisional anak-anak dapat dijadikansebagai wahana untuk membangun kesadaran pluralisme, membangunintegrasi sosial dalam masyarakat, dan tumbuhnyamultikulturalisme.

Langkah-langkah strategis sebagaimana telah diuraikan di atasdiharapkan akan membentuk suatu kesadaran kultural(Kartodirdjo, 1994a dan 1994b) yang pada gilirannya akanmembentuk ketahanan kultural pada masyarakat. Kesadaran danketahanan kultural  menjadi pilar yang sangat kuat untukmembangun masyarakat madani yang berbasis kearifan lokal.     

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kearifanlokal yang terdapat dalam budaya lokal mengandung nilai-nilaiyang relevan dan berguna bagi pembangunan masyarakat madani.Pembangunan masyarakat madani berbasis kearifan lokal dapatdilakukan dengan merevitalisasi budaya lokal. Untuk mewujudkanmasyarakat madani berbasis kearifan lokal memerlukan adanyapengertian, pemahaman, kesadaran, kerja sama, dan partisipasiseluruh elemen masyarakat. Drs. Dhanang Respati Puguh, M.Hum.

DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2009. “Dari Plural ke Multikultural:Tafsir Antropologi atas Budaya Masyarakat Indonesia”, makalahdisampaikan dalam Lokakarya Multikulturalisme dalamPembangunan di Indonesia, diselenggarakan oleh KementrianKebudayaan dan Pariwisata di Yogyakarta pada 12 Agustus 2009.

Blum, Lawrence A.. 2001. “Antirasisme, Multikulturalisme, danKomunitas Antar-Ras” Tiga Nilai yang Bersifat Mendidik bagiSebuah Masyarakat Multikultural”, dalam L. May, S. Collins-Chobanian, dan K. Wong, editor, Etika Terapan I: Sebuah PendekatanMultikultural. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik DepartemenDalam Negeri. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2007tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan,Keraton, dan Lembaga Adat dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah.

Hidayat, Mansur. 2008. “Ormas Keagamaan dalam PemberdayaanPolitik Masyarakat Madani: Telaah Teoritik-Historis”, dalamKomunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Volume 4, Nomor 1, Juni 2008melaluihttp://komunitas.wikispaces.com/file/view/ORMAS+KEAGAMAAN+DALAM+PEMBERDAYAAN+POLITIK+MASYARAKAT+MADANI.pdf (dikunjungi 31Desember 2009).

Kartodirdjo, Sartono. 1994a. Kebudayaan Pembangunan dalam PerspektifSejarah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kartodirdjo, Sartono. 1994b. Pembangunan Bangsa tentangNasionalisme, Kesadaran dan Kebudayaan Nasional. Yogyakarta: AdityaMedia.

Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan.Cetakan ke-11. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat, 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke-6.Jakarta: Aksara Baru.

Legenda dan Kumpulan Cerita Rakyat Kabupaten Brebes, 1988. Panitia HariJadi Kabupaten Brebes.

“Masyarakat Madani (Civil Society) dan Pluralitas Agama diIndonesia” http://islamkuno.com/2008/01/16/masyarakat-madani-civil-society-dan-pluralitas-agama-di-indonesia/ (Dikunjungi31 Desember 2009).

Mawardi J., M.. 2008. Strategi Pemberdayaan MasyarakatMadani”, dalam Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Volume 4,Nomor 1, Juni 2008 melaluihttp://komunitas.wikispaces.com/file/view/strategi+pengembangan+masyarakat+madani.pdf  (31 Desember 2009).

“Memberdayakan Kearifan Lokal bagi Komunitas Adat Terpencil”,

http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=328 (dikun-jungi 11 Januari 2010).

Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3 Tahun 2009 tentang RencanaPembangunan Jangka Panjang Kabupaten Brebes Tahun 2005-2005.

Sanaky, Hujair AH, Pembaharuan Pendidikan Islam MenujuMasyarakat Madani (Tinjauan Filosofis)”,http://www.sanaky.com/materi/PENDIDIKAN ISLAM MENUJUMASYARAKAT MADANI.pdf (31 Desember 2009).

Sedyawati, Edi. 2007. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 1 KebutuhanMembangun Bangsa yang Kuat. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Sedyawati, Edi. 2008. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 2 Dialog BudayaNasional dan Etnik, Peranan Industri Budaya dan Media Massa, Warisan Budayadan Pelestarian Dinamis. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Smiers, Joost. 2009. Arts under Pressure: MemperjuangkanKeanekaragaman Budaya di Era Globalisasi. Terjemahan Umi Haryati.Yogyakarta: Insistpress.

[1]Makalah Disampaikan dalam Sarasehan Peringatan Hari Jadike-332 Kabupaten Brebes Tahun 2010 di Pendapa KabupatenBrebes, 13 Januari 2010, dan sebagian telah diterbitkan denganjudul “Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal”,Radar Tegal, 13 Januari 2010.

[2]Dosen Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya dan SekretarisProgram Magister Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro.Komunikasi dan korespondensi dapat dilakukan melalui HP dengannomor: 081390794224 dan email: [email protected].

[3]Edi Sedyawati (2007 dan 2008: vi) menyatakan bahwapenggunaan istilah budaya daerah untuk menyebut budaya suku-suku bangsa di Indonesia adalah tidak tepat, karena kata“daerah” mengesankan lawan dari “pusat”. Padahal di sini yangdiperbedakan adalah budaya bangsa (= nasional) dan budaya sukubangsa. Budaya  nasional tentunya tidak dapat disamaartikandengan budaya pusat, karena ia juga merupakan budaya seluruhbangsa Indonesia, baik di pusat maupun di daerah. Lagi pulasuatu budaya suku bangsa tidak dapat dikaitkan secara mutlakdengan satuan daerah administratif, karena ada sejumlah sukubangsa  yang tinggal menyebar melintasi batas-batasadministratif.  

Menuju Masyarakat Madani

oleh: Nurcholish Madjid

Sudah menjadi kewajiban kita semua untuk ikut serta ambil peran dalam usaha bersama bangsa kita untuk mewujudkan masyrakat berperadaban, masyarakat madani, civil society, dinegara kita tercinta, Republik Indonesia. Karena terbentuknya masyarakat madani adalah bagian mutlak dari wujud cita-cita kenegaraan, yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Adalah Nabi Muhammad Rasulullah sendiri yang memberi teladan kepada umat manusia ke arah pembentukan masyarakat peradaban. Setelah belasan tahun berjuang di kota Mekkah tanpa hasil yangterlalu menggembirakan, Allah memberikan petunjuk untuk hijrakke Yastrib, kota wahah atau oase yang subur sekitar 400 km sebelah utara Mekkah. Sesampai di Yastrib, setelah perjalanan berhari-hari yang amat melelahkan dan penuh kerahasiaan, Nabi disambut oleh penduduk kota itu, dan para gadisnya menyanyikanlagu Thala'a al-badru 'alaina (Bulan Purnama telah menyingsingdi atas kita), untaian syair dan lagu yang kelak menjadi amat terkenal di seluruh dunia. Kemudian setelah mapan dalam kota hijrah itu, Nabi mengubah nama Yastrib menjadi al-Madinat al-nabiy (kota nabi).

Secara konvensional, perkataan "madinah" memang diartikan sebagai "kota". Tetapi secara ilmu kebahasaan, perkataan itu mengandung makna "peradaban". Dalam bahasa Arab, "peradaban" memang dinyatakan dalam kata-kata "madaniyah" atau "tamaddun",selain dalam kata-kata "hadharah". Karena itu tindakan Nabi mengubah nama Yastrib menjadi Madinah, pada hakikatnya adalah sebuah pernyataan niat, atau proklamasi, bahwa beliau bersama para pendukungnya yang terdiri dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar hendak mendirikan dan membangun mansyarakat beradab.

Tak lama setelah menetap di Madinah itulah, Nabi bersama semuapenduduk Madinah secara konkret meletakkan dasar-dasar masyarakat madani, dengan menggariskan ketentuan hidup bersamadalam suatu dokumen yang dikenal sebagai piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah). Dalam dokumen itulah umat manusia untuk pertama kalinya diperkenalkan, antara lain, kepada wawasan kebebasan, terutama di bidang agama dan politik, khususnya

pertahanan, secara bersama-sama. Dan di Madinah itu pula, sebagai pembelaan terhadap masyarakat madani, Nabi dan kaum beriman diizinkan mengangkat senjata, perang membela diri dan menghadapi musuh-musuh peradaban.

Jika kita telaah secara mendalam firman Allah yang merupakan deklarasi izin perang kepada Nabi dan kaum beriman itu, kita akan dapat menangkap apa sebenarnya inti tatanan sosial yang ditegakkan Nabi atas petunjuk Tuhan.

***

Diizinkan berperang bagi orang-prang yang diperangi, karena mereka sesungguhnya telah dianiaya, dan sesungguhnya Allah amat berkuasa untuk menolong mereka.

Yaitu mereka yang diusir dari kampung halaman mereka secara tidak benar, hanya karena mereka berkata: "Tuhan kami ialah Allah". Dan kalaulah Allah tidak menolak (mengimbangi) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya runtuhlah gereja-gereja, sinagog-sinagog, dann masjid-masjid yang disitubanyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah akan menolong siapa saja yang menolong-NYA (membela kebenaran dan keadilan).

Yaitu mereka, yang jika kami berikan kedudukan di bumu, menegakkan sembahyang serta menunaikan zakat, dan mereke a menuruh berbuat kebaikan serta melarang berbuat kejahatan, danmereka mennyuruh berbuat kebaikan serta melarang berbuat kejahatan. Dan bagi Allah jualah segala kesudahan semua perkara. (Q.S. Al-Hajj-39-41).

***

Dari firman deklarasi izin perang kepada nabi dan kaum berimanitu, bahwa perang dalam masyarakat madani dilakukan karena keperluan harus mempertahankan diri, melawan dan mengalahkan kezaliman. Perang itu juga dibenarkan dalam rangka membela agama dan sistem keyakinan, yang intinya ialah kebebasan menjalankan ibadat kepada Tuhan. Lebih jauh, perang yang diizinkan Tuhan itu adalah untuk melindungi lembaga-lembaga keagamaan seperti biara, gereja, sinagog, dan mesjid (yang dalam lingkungan Asia dapat ditambah dengan kuil, candi, kelenteng, dan seterusnya) dari kehancuran.

Perang sebagai suatu keterpaksaan yang diizinkan Allah itu merupakan bagian dari mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang diciptakan Allah untuk menjaga kelestarian hidup manusia.

Seperti dunia sekarang ini yang selamat dari "kiamat nuklir" karena perimbangan kekuatan nuklir antara negara-negara besar,khususnya Amerika dan Rusia (yang kemudian masing-masing tidakberani menggunakan senjata nuklirnya—yang disebut "kemacetan nuklir"), masyarakat pun berjalan mulus dan terhindar dari bencana jika di dalamnya terdapat mekanisme pengawasan dan pengimbangan secara mantap dan terbuka (renungkan QS Al-Baqarah:152). Dengan memahami prinsip-prinsip itu, kita juga akan dapat memahami masyarakat madani yang dibangun nabi di Madinah.

Membangun masyarakat peradaban itulah yang dilakukan Nabi selama sepuluh tahun di Madinah. Beliau membangun masyarakat yang adil, terbuka, dan demokratis, dengan landasan takwa kepada Allah dan taat kepada ajaran-NYA. Taqwa kepada Allah dalam arti semangat ketuhanan Yang Maha Esa, yang dalam peristilahan Kitab Suci juga disebut semangat Rabbaniyah (QS Alu Imran:79) atau ribbiyah (QS Alu Imran:146). Inilah hablun mim Allah, tali hubungan dengan Allah, dimensi vertikal hidup manusia, salah satu jaminan untuk manusia agar tidak jatuh hina dan nista.

Semangat Rabbaniyah atau ribbiyah itu, jika cukup tulus dan sejati, akan memancar dalam semangat perikemanusiaan, yaitu semangat insaniyah, atau basyariyah, dimensi horisontal hidup manusia, hablun min al-nas. Kemudian pada urutannya, semangat perikemanusiian itu sendiri memancar dalam berbagai bentuk hubungan pergaulan manusia yang penuh budi luhur. Maka tak heran jika Nabi dalam sebuah hadisnya menegaskan bahwa inti sari tugas suci beliau adalah untuk "menyempurnakan berbagai keluhuran budi".

Masyarakat berbudi luhur atau berakhlak mulia itulah, masyarakat berperadaban, masyarakat madani, "civil society". Masyarakat Madani yang dibangun nabi itu, oleh Robert N. Bellah, seorang sosiologi agama terkemuka disebut sebagai masyarakat yang untuk zaman dan tempatnya sangat modern, bahkan terlalu modern, sehingga setelah nabi sendiri wafat tidak bertahan lama. Timur tengah dan umat manusia saat itu belum siap dengan prasarana sosial yang diperlukan untuk menopang suatu tatanan sosial yang modern seperti dirintis Nabi (RN Bellah Ed. Beyond Belief {New York : Harper & Row, edisi paperback, 1976} hh. 150-151).

Setelah Nabi wafat, masyarakat madani warisan Nabi itu, yang antara lain bercirikan egaliterisme, penghargaan kepada orang

berdasarkan prestasi (bukan prestise seperti keturunan, kesukuan, ras, dan lain-lain), keterbukaan partisipasi seluruhanggota masyarakat, dan penentuan kepemimpinan melalui pemilihan, bukan berdasarkan keturunan, hanya berlangsung selama tiga puluh tahunan masa khulafur rasyidin. Sesudah itu,sistem sosial madani dengan sistem yang lebih banyak diilhami oleh semangat kesukuan atau tribalisme Arab pra-Islam, yang kemudian dikukuhkan dengan sistem dinasti keturunan atau geneologis itu sebagai "Hirqaliyah" atau "Hirakliusisme", mengacu kepada kaisar Heraklius, penguasa Yunani saat itu, seorang tokoh sistem dinasti geneologis.

Begitu keadaan dunia Islam, terus-menerus hanya mengenal sistem dinasti geneologis, sampai datangnya zaman modern sekarang. Sebagian negara muslim menerapkan konsep negara republik, dengan presiden dan pimpinan lainnya yang dipilih. Karena itu, justru dalam zaman modern inilah, prasarana sosialdan kultural masyarakat madani yang dahulu tidak ada pada bangsa manaoun di dunia, termasuk bangsa Arab, mungkin akan terwujud. Maka kesempatan membangun masyarakat madani menuurutteladan nabi, justru mungkin lebih besar pada masa sekarang ini.

Berpangkal dari pandangan hidup bersemangat ketuhanan dengan konsekuensi tindakan kebaikan kepada sesama manusia (QS Fushshilat:33), masyarakat madani tegak berdiri di atas landasan keadilan, yang antara lain bersendikan keteguhan berpegang kepada hukum. Menegakkan hukum adalah amanat Tuhan Yang Maha Esa, yang diperintahkan untuk dilaksanakan kepada yang berhak (QS Al-Nisa:58). Dan Nabi telah memberi telaadan kepada kita. Secara amat setia beliau laksanakan perintah Tuhan itu. Apalagi Al-Qur'an juga menegaskan bahwa tugas suci semua Nabi ialah menegakkan keadilan di antara manusia (QS Yunus:47).

Juga ditegakkan bahwa para rasul yang dikirim Allah ke tengah umat manusia dibekali dengan kitab suci dan ajaran keadilan, agar manusia tegak dengan keadilan itu (QS al-Hadid:25). Keadilan harus ditegakkan, tanpa memandang siapa yang akan terkena akibatnya. Keadilan juga harus ditegakkan, meskipun mengenai diri sendiri, kedua orang tua, atau sanak keluarga (QS A-'Nisa:135). Bahkan terhadap orang yang membenci kita pun, kita harus tetap berlaku adil, meskipun sepintas lalu keadilan itu akan merugikan kita sendiri (QS Al-Ma'idah:8).

Atas pertimbangan ajaran itulah, dan dalam rangka menegakkan masyarakat madani, Nabi tidak pernah membedakan anatara "orangatas", "orang bawah", ataupun keluaarga sendiri. Beliau pernahmenegaskan bahwa hancurnya bangsa-bangsa di masa lalu adalah karena jika "orang atas" melakukan kejahatan dibiarkan, tetapijika "orang bawah" melakukannya pasti dihukum. Karena itu Nabijuga menegaskan, seandainya Fatimah pun, puteri kesayangan beliau, melakukan kejahatan, maka beliau akan menghukumnya sesuai ketentuan yang berlaku.

Masyarakat berperadaban tak akan terwujud jika hukum tidak ditegakkan dengan adil, yang dimulai dengan ketulusan komitmenpribadi. Masyarakat berperadaban memerlukan adanya pribadi-pribadi yang dengan tulus mengikatkan jiwanya kepasda wawasan keadilan. Ketulusan ikatan jiwa itu terwujud hanya jika orang bersangkutan ber-iman, percaya dan mempercayai, dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan, dalam suatu keimanan etis, artinya keimanan bahwa Tuhan menghendaki kebaikan dan menuntut tindakan kebaikan manusia kepada sesamanya. Dan tindakan kebaikan kepada sesama manusia harus didahului dengan diri sendiri menempuh hidup kebaikan, seperti dipesankan Allah kepada para Rasul (QS Al-Mu'minun:51), agar mereka "makan dariyang baik-baik dan berbuat kebajikan."

Ketulusan ikatan jiwa, juga memerlukan sikap yang yakin kepadaadanya tujuan hidup yang lebih tinggi daripada pengalaman hidup sehari-hari di dunia ini. Ketulusan ikatan jiwa perlu kepada keyakinan bahwa makna dan hakikat hidup manusia pasti akan menjadi kenyataan dalam kehidupan abadi, kehidupan setelah mati, dalam pengalaman bahagia atau sengsara. Karena itu, ketulusan ikatan jiwa kepada keadilan mengharuskan orang memandang hidup jauh di depan, tidak menjadi tawanan keadaan di waktu sekarang dan di tempat ini (dunia) (QS Al-'Araf:169).

Tetapi, tegaknya hukum dan keadilan tak hanya perlu kepada komitmen-komeitmen pribadi. Komitmen pribadi yang menyatakan diri dalam bentuk "itikad baik", memang mutlak diperlukan sebagai pijakan moral dan etika dalam masyarakat. Sebab, bukankah masyarakat adalah jumlah keseluruhan pribadi para anggotanya? Apalagi tentang para pemimpin masyarakat atau publicfigure, maka kebaikan itikad itu lebih-lebih lagi dituntut, dengan menelusuri masa lalu sang calon pemimpin, baik bagi dirinya sendiri maupun mungkin keluarganya. Karena itu, di banyak negara, seorang calon pemimpin formal harus mempunyai catatan perjalanan hidup yang baik melalui pengujian, bukan

oleh perorangan atau kelembagaan, tetapi oleh masyarakat luas,dalam suasana kebebasan yang menjamin kejujuran.

Namun sesungguhnya, seperti halnya dengan keimanan yang bersifat amat pribadi, itikad baik bukanlah suatu perkara yangdapat diawasi dari diri luar orang bersangkutan. IA dapat bersifat sangat subjektif, dibuktikan oleh hampir mustahilnya ada orang yang tidak mengaku beritikad baik. Kecuali dapat diterka melalui gejala lahir belaka, suatu itikad baik tak dapat dibuktikan, karena menjadi bagian dari bunyi hati sanubari orang bersangkutan yang paling rahasia dan mendalam.

Oleh sebab itu, iitikad pribadi saj atidak cukup untuk mewujudkan masyarakat berperadaban. Itikad baik yang merupakanbuah keimanan itu harus diterjemahkan menjadi tindakan kebaikan yang nyata dalam masyarakat, berupa "amal saleh", yang secara takrif adalah tindakan membawa kebaikan untuk sesama manusia. Tindakan kebaikan bukanlah untuk kepentingan Tuhan, sebab Tuhan adalah Maha Kaya, tidak perlu kepada apapundari manusia. Siapa pun yang melakukan kebaikan, maka dia sendirilah --melalui hidup kemasyarakatannya-- yang akan memetik dan merasakan kebaikan dan kebahagiaan. Begitu pula sebaiknya, siapapun yang melakukan kejahatan, maka dia sendiriyang kan mewnanggung akibat kerugian dan kejahatannya. (QS Fushilat:46, Al-Jatsiyah:15).

Jika kita perhatikan apa yang terjadi dalam kenyataan sehari-hari, jelas sekali bahwa nilai-nilai kemasyarakatan yang terbaik sebagian besar dapat terwujud hanya dalam tatanan hidup kolektif yang memberi peluang kepada adanya pengawasan sosial. Tegaknya hukum dan keadilan, mutlak emmerlukan suatu bentuk interaksi sosial yang memberi peluang bagi adanya pengawasan itu. Pengawasan sosial adalah konsekuensi langsung dari itikad baik yang diwujudkan dalam ttindakan kebaikan.

Selanjutnya, pengawasan sosial tidak mungkin terselenggara dalam suatu tatanan sosial yang tertutup. Amal soleh ataupun kegiatan "demi kebaikan", dengan sendirinya berdimensi kemanusiaan, karena berlangsung dalam suatu kerangka hubungan sosial, dan menyangkut orang banyak. Suatu klaim berbuat baik untuk masyarakat, apalagi jika pebuatan atau tindakan itudilakukan melaluipenggunaan kekuasaan, tidak dapat dibiarkan berlangsung denan mengabaikan masyarakat, apalagi jika perbuatan atau tindakan dilakukan melalui penggunaan kekuasaan. tidak dapat dibiarkan berlangsung dengan

mengabaikan masyarakat itu sendiri dengan berbagai pandangan, penilaian dan pendapat yang ada.

Dengan demikian, masyarakat madani akan terwujud hanya jika terdapat cukup semangat keterbukaan dalam masyrakat. Keterbukaan adalah konsekuensi dari kemanusiaan, suatu pandangan yang melihat sesama manusia secara optimis dan positif. Yaitu pandangan bahwa manusia pada dasarnya adalah baik (QS Al-'araf: 172, Al-Rum:30), sebelum terbukti sebaliknya. Kejahatan pribadi manusia bukanlah sesuatu hal yang alami berasal dari dalam kediriannya. Kejahatan terjadi sebagai akibat pengaruh dari luar, dari pola budaya yang salah, yang diteruskan terutama oelh seorang tua kepada anaknya. Karena itu, seperti ditegaskan dalam sebuah hadist Nabi, setiap anak dilahirkan dlam kesucian asal, namun orangtuanyalah yang membuatnya menyimpang dari kesucian asal itu.

Ajaran kemanusiaan yang suci itu membawa konsekuensi bahwa kita harus melihat sesama manusia secara optimis dan positif, sdengan menerapkan prasangka baik (husn al-zhan), bukan prasangka buruk (su' al-zhan), kecuali untuk keperluan kewaspadaan seeprlunya dalam keadaan tertentu. Tali persaudaraan sesama manusia akan terbina antara lain jika dalam masyarakat tidak terlalu banyak prasangka buruk akibat pandangan yang pesimis dan negatif kepada manusia (QS al-Hujurat:12).

Berdasarkan pandangan kemanusiaan yang optimis-positif itu, kita harus memandang bahwa setiap orang mempunyai potensi untuk benar dan baik. Karena itu, setiap orang mempunyai potensi untuk menaytakan pendapat dan untuk didengar. Dari pihak yang mndengar, kesediaan untuk mendengar itu sendiri memerlukan dasar moral yang amat penting, yaitu sikap rendah hati, berupa kesiapan mental untuk menyadari dan mengakui dirisendiri selalu berpotensi untuk membuat kekeliruan. Kekeliruanatau kekhilafan terjadi karena manusia adalah makhluk lemah (QS Al-Nisa': 28). Keterbukaan adalah kerendahan hati untuk tidak merasa selalu benar, kemudian kesediaan mendengar pendapat orang lain untuk diambil dan diikuti mana yang terbaik. Keterbukaaan serupa itu dalam kitab suci disebutkan sebagai tanda adanya hidayah dari Allah, dan membuat yang bersangkutan tergolong orang-orang yang berpikiran mendalam (ulu' al-bab), yang sangat beruntung (QS al-Zumar:17-18).

Musyawarah pada hakikatnya tak lain adalah interaksi positif berbagai individu dalam masyarakat yang saling memberi hak untuk menyatakan pendapat, dan saling mengakui adanya kewajiban mendengar pendapat itu. Dalam bahasa lain, musyawarah ialah hubungan interaktif untuk saling mewngingatkan tentang kebenaran dan kebaikan serta ketabahan dalam mencari penyelesaian masalah bersama, dalam suasana persamaan hak dan kewajiban antara warga masyarakat (QS al-'Ashar).

Itulah masyarakat demokratis, yang berpangkal dari keteguhan wawasan etis dan moral berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Masyarakat demokratis tidak mungkin tanpa masyarakat berperadaban, masyarakat madani. Berada di lubuk paling dalam dari masyarakat madani adalah jiwa madaniyah, civility, yaitu keadaban itu sendiri. Yaitu sikap kejiwaaan pribadi dan sosialyang bersedia melihat diri sendiri tidak selamanya benar, dan tidak ada suatu jawaban yang selamanya benar atas suatu masalah. Dari keadaan lahir sikap yang tulus untuk menghargai sesama manusia, betappaun seorang individu atau suatu kelompokberbeda dengan diri sendiri dan kelompok sendiri. Karena itu, keadaban atau civility menuntut setiap orang dan kelompok masyarakat untuk menghindar dari kebiasaan merendahkan orang atau kelompok lain, sebab "Kalau-kalau mereka yang direndahkanitu lebih baik daripada mereka yang direndahkan" (QS al-Hujurat:11).

Tegaknya nilai-nilai hubungan sosial yang luhur, seperti toleransi dan pluralisme, adalah kelanjutan dari tegaknya nilai-nilai keadaban itu. Sebab toleransi dan pluralisme tak lain adalah wujud dari "ikatan keadaban" (bond of civility), daolam sarti, sebagaimana telah dikemukakan, bahwa masing-masing pribadi atau kelompok, dalam suatu lingkungan interaksi sosialyang lebih luas, memiliki kesediaan memandang yang lain denganpenghargaan, betappaun perbedaan yang ada, tanpa saling memaksakan kehendak, pendapat, atau pandangan sendiri.

Bangsa Indonesia memiliki semua perlengkapan yang diperlukan untuk nmenegakkan masyarakat madani. Dan kita semua sangat berpengharapan bahwa masyarakat madani akan segera tumbuh semakain kuat di amsa dekat ini. Kemajuan besar yang telah dicapai oleh Orde Baru dala m meningkatkan taraf hidup rakyat dan kecerdasan umum, adalah alasan utam akita untuk berpengaharapan itu. Kita wajib bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berterima kasih kepada para pemimpin bangsa, bahwa keadaaan kita sekarang ini, hampir di segala bidang,

jauh lebih baik, sangat jauh lebih baik, daripada dua-tiga dasawarsa yang lalu.

Tetapi, sejalan dengan suatu cara Nabi bersyukur kepada Allah,yaitu dengan memohon ampun kepada-Nya, kita pun bersyukur kepada-Nya dengan menyadari dan mengakui berbagai kekurangan kita. Dan kita semua tidak mau menjadi korban keberhasilan kita sendiri, misalnya karena kurang mampu melakukan antisipasi terhadap tuntutan masyarakat yang semakin berkecukupan dan berpendidikan. Terkiaskan denagn makna ungkapan "revolusi sering memakan anaknya sendirinya sendiri",kita semua harus berusaha mencegah jangan sampai "keberhasilanmemakan anaknya sendiri" pula. 

STRATEGI MENUJU KOTA MADANI

ANALISIS VISI – MISI KOTA TERNATE

OLEH Drs. H.SYAMSIR ANDILI

http://www.kota-ternate.go.id/Artikel%201.htm

Prinsip-Prinsip Dasar Masyarakat Madani

Untuk memahami dan menentukan sumber dan vasilidasi pandangan-pandangan social politik yang relevan dengan agenda reformasi sekarang ini tentu akan sangat berfaedah jika kita menyempatkan diri mendalami lebih jauh pengertian prinsipil tentang masyarakat madani . Bukanlah suatu kebetulan bahwa wujud nyata masyarakat madani mulai dikenal dari hijrah Rasulullah dari Makkahke Madinah 13 tahun setelah Nabi Muhammad membangun landasan tauhid sebagai fondasi dasar masyarakat (Komunitas Mekkah) menuju ke Yastrib dan mengubah nama menjadi kota Madinah yang diambil kota Madaniyah yang berarti peradaban .

Masyarakat Madani , Drs. Hi. Syamsir Andili Implementasi Otonomi Daerah , Drs. Fachry Ammari Peran Pembangunan , Drs. Iskandar M. Djae

 

 

 

 

 

Perubahan nama Yatsrib menjadi Madinah pada hakekatnya sebuah pernyataan niat atau proklamasi, yang berkehendak mendirikan dan membangun masyarakat yang

beradab sebagai tantangan terhadap masyarakat jahilia dan di Mekkah.

Dalam sejarah perjalanan Islam membangun sebuah peradaban ditandai dengan dua dokumen penting yaitu :

Perjanjian yang disebut Mitsaq Al-Madinah atau PiagamMadinah yang berisi 50 keputusan bersama sebagai sebuah dokumen politik pertama dalam sejarah ummat manusia yang meletakkan dasar-dasar pluralisme.

Piagam Aelia ( Mitsaq Aeliya) yang dibuat oleh Khalifah Umar dengan Patriak Yerussalem, Sophronius setelah kota suci 3 agama itu dibebaskan oleh kaum muslim .

Piagam Madinah dan Piagam Aelia dalam terminology politik adalah wujud konkrit dari terbentuknya Civil Sociaty. Dalam konteks ini, membentuk masyarakat madaniadalah suatu cikal bakal penyaluran demokratisasi.

Masyarakat madani yang dibangun Nabi Muhammad dan dicontohkan oleh Umar Bin Khattab ini adalah cermin dari membangun sebuah kota demokratis yang mengharga pluralitas dengan prinsp-prinsi dasar seperti keadilan,supremasi hukum, egalitarianisasi dan toleransi.

Maka tidak berlebihan, jika sosiologi terkemuka Robert N. Bellah mengakui masyarakat Madinah dimasa Nabi adalah suatu masyarakat yang sangat modern dizamannya. Sayangnya, tatanan masyarakat ini hanya dapat diteladani oleh para sahabatnya ( Al-Khulafa’ al Rasyidin ) karena setelah masa itu bangun dasar masyarakat madani hancur dengan diterapkanya system geneologis ( Dinasti ) .

Kini masyarakat madani adalah tidak sekedar Imagined Sociaty tetapi suatu kebutuhan social yang memerlukan Graes Roat terhadap nilai-nilai madani yang dapat teraktualisasi secara nyata dalam masyarakat kota .

Arah dan Prospek Menuju Masyarakat Madani

Masyarakat madani merupakan sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang demokratis, pluralistis,transparan dan partisipatif dimana peran infra dan supra struktur berada dalam keseimbangan yang dinamis.

Berbagai perubahan –perubahan sosial-politik yang cukupsignifikan terjadi oleh sementara orang dipandang sebagai pendorong proses demokratisasi dan perkembanganmasyarakat madani namun, sebagian pendapat mengatakan prospek masyarakat madani dalam tahun-tahun mendatang kelihatannya belum serba pasti . Ada perkembangan tertentu yang menggembirakan kondusif , dan mendukung bagi pencipta masyarakat madani, tetapi pada saat yang sama ada juga perkembangan dan indikasi tertentu (social confliet) yang kurang menggembirakan yang pada gilirannya dapat menjadi Constraints bagi perkembangan masyarakat madani .

Bahkan sebagai pengamat melihat terjadi pergeseran nilai-nilai sosial politik dalam tatanan masyarakat sebagai siklus perubahan di mana kita tengah berada pada titik memulai kembali pembentukan masyarakat madani dengan menyatukan kembali perbedaan-perbedaan menjadi sebuah pengakuan atas pruralitas yang stabil dan dinamis, yang didalamnya masyarakat madani yang memiliki ruang untuk bernapas dengan komitmen kemanusiaan dan keadilan.

Akan tetapi harus diakui, membangun sebuah masyarakat yang berperadaban, maju dan bermartabat dalam ikatan persamaan dan persaudaraan sejati memerlukan kerangka dan pendekatan yang lebih bersifat evolusioner dari pada revolusioner . Pada saat yang sama kerangka dan pendekatan ini secara implisir menawarkan ongkos sosial minimal sebaliknya pendekatan revolusioner dalam masyarakat madani, tidak saja akan meminta biaya social

mahal, tetapi bahkan dapat menghancurkan ketertiban dan keteraturan masyarakat yang merupakan esensi masyarakatmadani itu sendiri. Dari pemahaman tersebut diatas, arah dan prospek menuju masyarakat madani sangat membutuhkan waktu.

Niat baik pemerintah kota membangun masyarakat madani tidak cukup dan sulit terealisir jika masyarakat tidak mempersiapkan diri dengan matang dan sabar. Adalah mustahil untuk menegakkan sebuah pluralistis yang berakar dari kesamaan dan persaudaraan sejati jika penghormatan pada martabat dan nilai kemanusiaan masih jauh di depan mata.

Intinya membangun sebuah masyarakat madani memerlukan komitmen bersama semua pihak .

Strategi Menuju Masyarakat madani

Berawal dari arti dan pemahaman kata "Madani" yang merupakan strategi yang ditawarkan untuk penulisan topik makalah ini, maka saya mencoba menelaah kehidupankota dari pandangan seorang Arsitektur John Eber- hand yang melihat kota secara biologis mewujudkan suatu system utuh terdiri atas dua sub sistem, yaitu City’s Hardware dan City’s Software (jasmani kota dan rohani kota).

Kota dipandang sebagai jasad yang hidup dimana suatu jaringan organisme untuk kedua sub sistem (jasmani/rohani) memiliki ketergantungan yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Gejala metabolisme (pencernaan), kandiovaskuler (peredaran darah.) merumus (persyaratan) merumus (petualangan) merupakan sub sistem "jasmani kota" yang sehari-harinya memfungsikan jaringan yang menjamin pemenuhan kebutuhansecara fisik.

Maka kota yang sehat "hard ware"nya juga memerlukan keseimbangan "soft ware" atau rohani kota yang mencakup berbagai aspirasi kehidupan kota secara ekonomis, politik, administrasi, edukatif, social, kultual dan religius karena rohani kota dan jasmani kota bertalian sangat erat . Ciri-ciri positif yang dikejar kita semuadalam menyusun strategi sebuah kota mendambakan kota yang sehat jasmani dan rohani . Visi biologis dari JohnEberhand ini dalam bukunya Technology for the City (New york, 1966) menjamin dimanakah keseimbangan kota secara multidimensional.

Pandangan terhadap kota sebagai organisme atau jasad hidup dengan proses keutuhan dan keseimbangan City’s hard ware dan City soft ware sebagaimana diungkapkan diatas, maka lebih diperkaya dan dipertajam dengan pengamatan dan kecenderungan penyusunan ruang kota gunamenangkal kemungkinan hilangnya potensi prilaku (budaya) sebagai jati diri.

Kita sadar sudah terlalu lama bidang perencanaan kota didominasi dan dilihat dari aspek fisik dan keruanagn seperti untuk ukuran dan besar kota, jalan-jalan, kepadatan dan stuktur sosialnya sementara kebijakan yang diambil kurang berdaya untuk memecahkan masalah yang lebih mendasar yang menjadi "jiwa" dari kota itu berkembang.

Bila kita berpaling pada sejarah kota Ternate, maka mozaik kota hampir selalu merupakan pergelaran seni social yang terbentuk dari berbagai rencana ragam perorangan, masyarakat dan kelembagaan. Semua luluh jadi satu. Keterlibatan aktif segenap pihak termasuk penghuni kota akan membuahkan hasil penampilan kota unik, berpribadi dan mengesahkan sesuai visi dan misi kota ini. Penampilan yang saya maksudkan tidak sekedar dalam konotasi keindahan fisual belaka, melainkan

menyentuh juga kesejahteraan ekonomi dan kegairahan budaya nya.

Dengan demikian, sesuai dengan Visi dan Misi saya Membangun Kota ini (Ternate ) ; strategi perkembangan Kota Ternate ke depan yang nantinya tertuang dalam tataruang kota dengan berbagai hierarki yang terwujud dalambentuk peta-peta alokasi spasial dari aneka kegiatan masyarakatnya pada akhirnya harus dilandasi dengan analisa social ekonomi dan budaya yang tajam dan terarah. Beberapa factor yang menjadi pertimbangan bagikita semua dalam menterjemahkan "Visi dan Misi" kota ini kedepan sebagai strategi dasar menuju masyarakat maju danbermartabat sebagai pemaknaan masyarakat yang madani.

Mengamati perkembangan global, karakter kota Ternate, kultur masyarakat dengan sejumlah permasalahan pokok dan actual maka dirumuskan "Visi dan Misi membangun Kota Ternate " sebagai berikut

V I S I : Menjadikan Ternate sebagai kota budaya menuju masyarakat madani .

M I S I : Membangun Ternate menuju Kota Budaya KotaPerdagangan dan Wisata dan Kota Pantai

Sebuah kota harus memiliki "jati diri" sehingga jati diri itulah dapat diketahui kearah mana kota itu dikembangkan. Kota Ternate adalah bagian dari sejarah masa lalu yang mengalami perjalanan panjang kolonialisme sejak abad XV dan kota inipun sejak abad VII dan VIII masehi telah tersentuh dengan peradaban dunia .

Membangun kota budaya , bukan sekedar merevitalisasikan adab dan tradisi masyarakat local, tetapi lebih dari itu adalah membangun masyarakat yang berbudaya agamis sesuai keyakinan indifidu, masyarakat berbudaya yang saling cinta dan kasih yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan .

Sedangkan "Masyarakat Madani" yang diidamkan bukan semata-mata milik suatu komunitas tertentu, tetapi itu merupakan pemaknaan dari sebuah pemahaman tentang "civil society". Terbangunnya "kota budaya" dengan nilai-nilai interensiknya akan merupakan jalan lapang menuju "masyarakat madani" yaitu masyarakat berperadaban yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat yang demokratis dan masyarakat sejahtera yang cinta damai .

Strategi program pembangunan Ternate sebagai kota Budaya diarahkan upaya mengintegrasikan pembangunan fisik dan non fisik yang mengakarpada nilai dan keagamaan serta tradisi dan budaya masyarakat.

Strategi program –strategi program pembangunan kota perdagangan dan wisata diarahkanpada upaya untuk lebih meningkatkan produktifitas, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kota secara keseluruhan. Oleh karena itu dibutuhkan penyediaan lahan perkotaaan dan penyiapan infra struktur perdgangan dan pariwisata yangmemadai

Strategi Program pembangunan kota pantai/kota pulau diarahkan pada upaya meningkatkan dan mengimbangkan kota Ternate dalam suatu sistem wilayah kepulauan melalui peningkatan infra struktur perkotaan, sumber daya alam, sumber daya manusia dalam kerangka pengembangan ekonomi rakyat .

Penutup

Demikianlah materi ceramah yang dapat saya sampaikan dalam forum ini semoga dapat menyatukan persepsi kita dalam upaya mewujudkan pembentukan menuju masyarakat Madani disertai beberapa strategi pembangunan visi Kotaternate ke depan untuk membangun Ternate sebagai Kota Budaya , Kota Perdagangan / Parawisata dan Kota Pulau/Pantai