Analisis Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 17/DSN-MUI/IX/2000 Terhadap Penentuan Denda Murâbahah...

103
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH PROGRAM PASCASARJANA SAINS MANAJEMEN Analisis Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 17/DSN-MUI/IX/2000 Terhadap Penentuan Denda Murâbahah Pada Unit Layanan Modal Mikro Syariah PT. Permodalan Nasional Madani Persero Cabang Lhokseumawe Artikel/Jurnal Sulaiman 10/7/2014 ABSTRAK: PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO) adalah Lembaga Keuangan Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) yang memberi pembiayaan murâbahah. Tujuan dalam penelitian ini adalah: Pertama, Untuk menjelaskan penyebab PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe menetapkan denda murâbahah, Kedua¸ Untuk menjelaskan analisis Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Penentuan Denda Murâbahah pada PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi dan wawancara, berdasarkan hasil penelitian dapat diambil

Transcript of Analisis Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 17/DSN-MUI/IX/2000 Terhadap Penentuan Denda Murâbahah...

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH PROGRAM PASCASARJANA SAINS MANAJEMEN

Analisis Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.17/DSN-MUI/IX/2000 Terhadap Penentuan Denda

Murâbahah Pada Unit Layanan Modal MikroSyariah PT. Permodalan Nasional Madani

Persero Cabang Lhokseumawe

Artikel/JurnalSulaiman10/7/2014

ABSTRAK: PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO) adalahLembaga Keuangan Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) yangmemberi pembiayaan murâbahah. Tujuan dalam penelitian iniadalah: Pertama, Untuk menjelaskan penyebab PT. PermodalanNasional Madani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe menetapkandenda murâbahah, Kedua¸ Untuk menjelaskan analisis FatwaDewan Syari’ah Nasional No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentangPenentuan Denda Murâbahah pada PT. Permodalan NasionalMadani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe. Penelitian inimerupakan penelitian kualitatif, metode pengumpulan datayang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi danwawancara, berdasarkan hasil penelitian dapat diambil

kesimpulan bahwa (1) Penyebab PT. Permodalan NasionalMadani (PERSERO) menetapkan denda murâbahah dalammenangani nasabah murâbahah yang lalai akan kewajibannyaadalah sebagai bentuk mekanisme PNM untuk mewaspadaikerugian pada pihak PNM. Apabila penundaan pembayarantersebut terjadi, dapat menyebabkan penurunankolektibilitas, sehingga pencadangan penghapusan aktivaproduktif akan meningkat. (2) Denda dapat dikenakan kepadanasabah-nasabah nakal, yang sanggup dan mampu untukmembayar tepat pada waktunya tetapi sengaja ditunda-tunda.Di PNM dana denda tidak diambil dan dipergunakan oleh PNMmelainkan ditampung dalam suatu pos atau rekening yaitu,dana non halal atau dana sosial yang diberikan kepadakepentingan umum, seperti kegiatan kepemudaaan, buat WC diKampung yang membutuhkan dan lain-lain. Yang jelas danadenda itu tidak di masukkan ke dalam pendapatan perusahaantetapi dihibahkan untuk membangun sarana serta prasaranakepentingan umum. Dengan ini PNM sudah mengikuti proseduratau peraturan yang ditetapkan oleh DSN MUI No. 17 Tahun2000. Saran penulis kepada PT. Permodalan Madani (PERSERO)Cabang Lhokseumawe sebaiknya menjaga hubungan baik dengannasabah dan memberi pemahaman kepada nasabah bahwatransaksi yang telah ditanda tangani oleh kedua belahpihak berhubungan dengan masalah hukum dan hukum perikatanyang telah di undang-undangkan oleh pemerintah. Jangansampai tindakan salah yang dilakukan oleh nasabah itudapat merugikan mereka sendiri.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sektor industri merupakan penopang utama

pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, sektor

industri juga menciptakan dan memperluas lapangan

pekerjaan. Artinya, sektor industri memegang peranan

penting dalam mensejahterakan masyarakat dan

mengentaskan kemiskinan. Tantangan utama sektor

industri hari ini adalah minimnya peran industri kecil

menengah (IKM) dalam menopang perekonomian Indonesia.

Pengalaman negara ini pernah dapat bangkit dari krisis

ekonomi 1998 karena struktur ekonomi kita berpegang

kepada ekonomi riil berbasis kerakyatan.1

1

Yorga Permana, Upaya Pendampingan Industri Kecil Menengah sebagaiPenopang Ekonomi Nasional, artikel:http://mti-itb.org/site/index.php/component/content/article/19-artikel-mti/44-upaya-pendampingan-industri-kecil-menengah-sebagai-penopang-ekonomi- n asional , diakses pada selasa 23 Juli 2013.

Usaha kecil dan menengah (UKM) mudah dijumpai di

sekitar kita, baik di pedesaan maupun perkotaan.

Umumnya mereka masih bersifat informal meskipun tidak

sedikit yang sudah menjalankan usahanya secara formal.

Meskipun jumlah mereka sangat banyak, mencapai puluhan

juta, tetapi posisi UKM dalam struktur perekonomian

masih sangat kecil. Kontribusinya dalam proses

pembentukan produk domestik bruto dan penguatan struktur

perekonomian masih perlu ditingkatkan.2

Kondisi ini tidak terlepas dari beberapa kendala

yang masih dihadapi oleh UKM. Meskipun ada program

pembiayaan atau kredit yang dikhususkan untuk

pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia,

namun hingga saat ini, masih banyak pelaku UKM,

terutama UKM-UKM pemula, termasuk juga industri

rumahan, yang masih mengeluhkan kesulitan dalam

2

Faisal Baasir, Pembangunan dan Krisis kritik dan solusi menujukebangkitan Indonesia, Cet. 1, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003),hal. 12.

mengakses dan memperoleh pembiayaan tersebut, yakni

pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang disalurkan

melalui perbankan pun harus mengikuti ketentuan dan

persyaratan perbankan. Sehingga dengan demikian, pelaku

UKM tidak dapat mengakses program KUR tersebut.3

Dukungan permodalan atau pembiayaan usaha bagi UKM

sangat penting. Di Indonesia lembaga keuangan yang

dapat menyediakan dana untuk membantu permodalan secara

formal adalah bank. Hanya saja bank belum mampu

menyentuh semua lapisan masyarakat, hal ini disebabkan

karena untuk mendapatkan pinjaman dari bank memerlukan

persyaratan agunan/jaminan, proses yang cukup lama dan

suku bunga pinjaman yang relatif tinggi.

Selain lembaga keuangan bank, terdapat pula

Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB). Istilah LKNB disini

dipakai untuk merujuk ke pada reksadana (investment trust),3 Berita Bisnis, UKM Terbaru dari IndoTrading.com, UKM Sulit

Akses Dana di Bank? Masih Ada Jalan Lain, http://blog.indotrading.com/ukm-sulit-akses-dana-di-bank-masih-ada-jalan-lain/, diakses padaSelasa 23 Juli 2013.

uni kredit (credit unions), masyarakat koperasi, kapitalis

ventura. dan sejumlah lembaga pengelola investasi

lainnya. Mereka akan memobilisasi tabungan melalui

penyertaan modal dan deposito mudhârabah dan

menyediakannya bagi para investor yang memiliki prospek.

Dengan demikian, lembaga-lembaga ini melakukan

peran perantara dalam membantu para pengusaha menemukan

dana untuk melakukan ekspansi bisnis mereka.4 Dana ini

yang akan digunakan untuk mengaktifkan sektor rill atau

ekonomi rakyat. Lembaga ekonomi yang dapat menjadi

mediator kebutuhan dana bagi rakyat yang ingin

mengembangkan sektor rill adalah lembaga keuangan mikro,

salah satunya Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (LKMS)

berbentuk Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah. Unit

Layanan Modal Mikro Syari’ah adalah layanan dari PT.

Permodalan Nasional Madani (PNM) yang merupakan Badan

4

M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, (Jakarta: Gema InsaniPress, 2000), hal. 124.

Usaha Milik Negara (BUMN) yang dibentuk oleh pemerintah

dengan maksud dan tujuan dalam rangka memberdayakan

usaha mikro dan kecil. Kegiatan Unit Layanan Modal

Mikro Syari’ah ini hanya bersifat lending atau

menyalurkan pembiayaan dan tidak menghimpun dana dari

masyarakat karena unit usaha ini bukan lembaga

perbankan.5

PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO) atau

disebut “PNM”, didirikan sebagai bagian dari solusi

strategis pemerintah untuk meningkatkan perekonomian

masyarakat melalui pengembangan akses permodalan dan

program peningkatan kapasitas bagi para pelaku Usaha

Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK).6

PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)

mengembangkan Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah hanya

5 Edy Sasmito, Rahasia Sukses Pengusaha Tahan Banting PengalamanPelaku Usaha Mikro Kecil, (Jakarta: PT. Permodalan Nasional Madani,2010), hal. 20.

6Profil perusahaan, http://www.pnm.co.id/read/1/Profil-Perusahaan, (online), diakses minggu, 7 Juli 2013.

ada di provinsi Aceh dan Padang.7 Sedangkan di luar

provinsi Aceh dan Padang, Unit Layanan Modal Mikro

tetap memakai pola konvensional atau bunga. Dengan kata

lain Unit Syari’ah hanya 9 persen sedangkan 91 persen

lagi unit konvensional.8

Kegiatan Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah adalah

penyaluran dana dengan prinsip jual beli dilakukan

dengan akad murâbahah, yaitu akad jual beli antara PNM

Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah dan nasabah atas

sesuatu jenis barang tertentu dengan harga yang

disepakati bersama, PNM Unit Layanan Modal Mikro

Syari’ah akan mengadakan barang yang dibutuhkan dan

menjualnya kepada nasabah dengan harga setelah ditambah

keuntungan yang disepakati.9

7PNM Ekspansi ULaMM Syari’ah, (online),

http://www.republika.co.id/berita/bisnis-syari’ah/berita/10/01/15/101008-pnm-ekspansi-ulamm-syari’ah, diakses minggu, 7 Juli 2013.

8

Laporan Tahunan 2012 PT. Permodalan Nasional Madani(PERSERO), hal. 72.

9Sulaiman bin Abdulrani, Sistem kerja ULaMM syariah,http://sulaiman.byethost13.com/sistemkerja.php, (online), diakses

Pembiayaan murâbahah adalah produk satu satunya

yang dijual di Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah.

Pembiayaan lebih bersifat produktif seperti pembiayaan

untuk penambahan barang dagangan nasabah atau

pembiayaan mesin-mesin atau alat-alat industri yang

dibutuhkan nasabah dan lain lain sebagainya. Disamping

itu Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah juga harus

menanggung risiko reputasi yang cukup berat. Karena

Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah merupakan lembaga

yang mengimplementasikan ajaran Tuhan sehingga

masyarakat memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap

kesalahan yang dilakukan Unit Layanan Modal Mikro

Syari’ah. Oleh karena itu Unit Layanan Modal Mikro

Syari’ah tidak hanya harus menjaga image

profesionalitasnya sebagai lembaga keuangan tetapi juga

image kesyari’ahannya.

minggu, 7 Juli 2013.

Ketentuan ketentuan murâbahah diatas dimaksudkan

agar penerapan prinsip murâbahah sesuai dengan aturan

syari'ah. Salah satu ketentuan murâbahah adalah

penentuan keuntungan didasarkan atas kesepakatan antara

nasabah dan pihak Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah.

Namun, dalam praktik penentuan keuntungan sudah

dibakukan oleh pihak Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah,

sehingga nasabah tidak mempunyai peran sedikit pun

didalamnya dan tidak memiliki pilihan selain

menerimanya.10

Lembaga keuangan bukanlah sebuah pabrik atau

produsen yang menghasilkan uang secara sendiri dan

kemudian membagikan atau meminjamkan kepada pihak-pihak

yang membutuhkannya.11 Unit Layanan Modal Mikro

10

Wawancara dengan Bapak Sulaiman Abdulrani Mousaa, MantanMarketing Officer Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah PT. PermodalanNasional Madani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe Periode 2011-2012,Pada Selasa 23 Juli 2013.

11

Muhammad, Bank Syari’ah Analisis Kekuatan, Kelemahan Peluang danAncaman, (Yogyakarta: Ekonisia, t.th), hal. 99.

Syari'ah merupakan lembaga keuangan yang hanya

diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan

suatu bentuk transaksi yang dijalankan berdasarkan

prinsip-prinsip syari’ah Islam. Namun, adakalanya dalam

menjalankan transaksi syari’ah, para pihak dihadapkan

pada sejumlah resiko yang bisa menyebabkan terjadinya

kerugian, resiko tersebut diantaranya bisa disebabkan

oleh adanya wanprestasi atau kelalaian nasabah dengan

menunda nunda pembayaran hal ini tentunya sangat kontra

diktif dengan syari’ah Islam yang sangat melindungi

kepentingan semua pihak yang bertransaksi, baik lembaga

keuangan syari’ah maupun nasabah, sehingga tidak boleh

ada satu pihak yang dirugikan hak-haknya.

Dalam agama seseorang diwajibkan untuk menghormati

dan mematuhi setiap perjanjian atau amanah yang

dipercayakan kepadanya. Apabila seseorang telah

mendapat pembiayaan dari lembaga keuangan, maka ia

telah mendapat amanah dari orang lain (pemilik modal

di Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah), jika debitur

tersebut melakukan cidera janji, maka dapat dikatakan

telah melakukan wanprestasi. Orang yang melakukan

wanprestasi bisa dikenakan tindakan atau sanksi sesuai

dengan kondisi dan alasannya. Akibatnya, lembaga

keuangan mengalami kerugian, karena dalam melakukan

penagihan tidak jarang lembaga keuangan mengeluarkan

biaya, mulai dari masalah administrasi, hingga biaya

yang besar untuk menyewa pengacara.

Fenomena ini memunculkan berbagai permintaan dari

pengelola lembaga keuangan syari’ah akan pentingnya

penanganan ganti rugi dan pengenaan sanksi, ganti rugi

atas biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penagihan

kepada nasabah yang lalai dan nakal (menunda-nunda

pembayaran hutang). Dalam hal ini Majelis Ulama

Indonesia (MUI) ikut andil untuk mengeluarkan fatwa

bagi nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran, yang

mana mereka bisa dikenakan hukuman denda (ta’zîr).12

12

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis perlu

melakukan penelitian tentang denda yang diberlakukan

Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah, dengan menganalisa

pengunaan denda yang ada di Unit Layanan Modal Mikro

Syari’ah dan fatwa Dewan Syariah Nasional terhadap

denda (ta’zîr) yang diberlakukan. Penelitian di lokasi

ini penting karena belum ada penelitian sebelumnya di

perusahaan ini, suatu hal yang menyebabkan penulis

termotivasi ingin meneliti di tempat ini karena ada

informasi dari pedagang-pedagang di kota Lhokseumawe

yang menyebutkan bahwa Unit Layanan Modal Syari’ah

mengenakan denda pada nasabah-nasabah mampu yang

menunda-nunda pembayaran sedangkan di Bank-bank syariah

di kota Lhokseumawe tidak melakukan kebijakan denda

tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 17/DSNMUI/IX/2000 tentangSanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran

dikemukakan di atas maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Apa Penyebab PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)

Cabang Lhokseumawe Menetapkan Denda Murâbahah?

2. Bagaimana Analisis Fatwa Dewan Syari’ah Nasional

No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Penentuan Denda

Murâbahah pada PT. Permodalan Nasional Madani

(PERSERO) Cabang Lhokseumawe?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu:

a. Untuk Menjelaskan Penyebab PT. Permodalan Nasional

Madani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe Menetapkan

Denda Murâbahah.

b. Untuk Menjelaskan Analisis Fatwa Dewan Syari’ah

Nasional No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Penentuan

Denda Murâbahah pada PT. Permodalan Nasional

Madani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe

Adapun kegunaan penelitian yang akan dilaksanakan

dalam penyusunan karya ilmiah ini ini diharapkan dapat

memberikan manfaat antara lain sebagai berikut:

1. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan berkaitan

dengan denda murâbahah dan sebagai sarana perbaikan

atas kinerja perusahaan.

2. Kegunaan Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi bagi perkembangan pengetahuan mengenai denda

murâbahah dan sebagai sarana untuk belajar di dalam

menganalisa suatu masalah. Dan juga sebagai sumbangan

pemikiran bagi peneliti yang mau mengambil tema yang

sama.

D. Kajian Terdahulu

Sebelum menjalankan dan membuat skripsi ini,

peneliti terlebih dahulu melakukan telaah terhadap

penelitian penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan

judul yang peneliti pilih. Berdasarkan telaah yang

sudah dilakukan penulis terhadap beberapa sumber

kepustakaan, penulis menyimpulkan bahwa apa yang

menjadi masalah pokok penelitian ini tampaknya sangat

penting. Adapun kajian pustaka dalam penelitian ini

dengan melihat beberapa penelitian skripsi sebagai

berikut:

Emi Nurhayati dalam penelitiannya yang berjudul

“Pelaksanaan pengawasan murâbahah sebagai upaya

meminimalkan pembiayaan bermasalah pada BMT Syari’ah

Pare-Kediri”, menyatakan bahwa dalam pelaksanaan

pengawasan pembiayaan pada BMT Syari’ah Pare telah

tersusun cukup baik, hal ini bisa dilihat dari kegiatan

pengawasan yang dilakukan terhadap proses pertimbangan

pra-pemberian pembiayaan murâbahah, pelaksanaan

pengawasan pasca pemenuhan pembiayaan, dan penyelesaian

pembiayaan murâbahah bermasalah.

Eko M, dalam penelitiannya yang berjudul “Sistem

Pengendalian Pembiayaan Murâbahah dan Mudhârabah Pada Bank

Syari’ah Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia Malang”,

menyatakan bahwa pembiayaan berdasarkan konsep

murâbahah dan mudhârabah lebih komplek

permasalahannya. Kelebihan sistem pengendalian pada BMI

terletak pada ikatan religius antara bank dengan nasabah

yang memungkinkan terjalinnya kerjasama yang baik

antara kedua belah pihak, kelebihan lainnya adalah

dalam segi pembinaan dan jaminan. Pembinaan tersebut

diarahkan untuk mengembangkan usaha nasabah dimana

dalam jangka panjang nasabah diharapkan akan menjadi

mitra usaha BMI.

Barida Hidayati, dalam penelitiannya yang berjudul

“An Analysis on Murâbahah Applied in Bank Tabungan Negara (BTN)

Syari’ah Malang Branch”, menyatakan bahwa: Pertama,

murâbahah dilaksanakan secara transparan di BTN

Syari’ah Cabang Malang. Kedua, terjadi masalah teknis

pada murâbahah antara lain ketidak tahuan nasabah

terhadap konsep murâbahah, ketidaksahan akad dengan

kaitannya akad wadiah.

Secara keseluruhan berdasarkan telaah yang

peneliti lakukan, belum ditemukan penelitian serupa

dengan masalah yang peneliti lakukan. Kebanyakan

penelitian terdahulu membahas tentang pengawasan dan

pengendalian pembiayaan murâbahah, sedangkan penelitian

ini meneliti tentang denda murâbahah pada Unit Layanan

Modal Mikro Syari’ah PT. Permodalan Nasional Madani

(PERSERO) Cabang Lhoksemawe ditinjau menurut Fatwa DSN.

Namun demikian peneliti dapat menjadikan penelitian

penelitian terdahulu sebagai panduan dan rujukan untuk

membuat penelitian ini.

BAB II

PERSPEKTIF TEORETIS

A. Denda

1. Definisi Denda

Pengertian denda menurut Bahasa Kamus Indonesia

Lengkap disebutkan bahwa denda adalah hukuman yang

berupa materi atau benda dikenakan dan harus dibayarkan

oleh pelanggarnya.13 Sedangkan menurut Sudarsono dalam

bukunya yang berjudul pokok-pokok hukum Islam

menjelaskan bahwa denda (diyat) adalah mengeluarkan

harta baik berupa barang maupun uang yang diwajibkan

sebab membunuh ataupun melukai orang lain.14

13

Daryanto, Bahasa Kamus Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo,1997), hal. 23.

14 Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Cet.I, (Jakarta: RinekaCipta, 1992), hal. 535.

Dalam kamus bahasa Arab, kata “ta’zîr” adalah bentuk

masdar dari kata kerja “’azzara” yang artinya menolak,15

yaitu kata ‘azzara (ر ز� adalah fi‘l (ع����� mâdhi yang terambil

dari akar kata yang terdiri atas tiga huruf, yaitu, ’ain –

zai – dan ra’  yang menunjukkan arti ar-raddu wa al-man‘u  ( د ر ال���

ع من����� menolak atau mencegah). Dari situ lahir istilah =وال�ta’zîr (ي��ر عز� ) yaitu hukuman yang tidak termasuk hadd ,(ت�� د (ح���karena tujuannya mencegah pelaku kejahatan tersebut

agar tidak mengulangi kejahatan yang telah

dilakukannya.16 Sedangkan menurut istilah hukum syara’

berarti pencegahan dan pengajaran terhadap tindak

15

Amhad Warson Munawwir, Almunawwir, (Surabaya: PustakaProgressif, 1997), hal. 925.

16

Masduki Ibnu Zeayah, ‘Azzara (mendukung), Kajian tafsir kata,diakses 19 April 2014 darihttp://prismabekasi.blogspot.com/2012/11/azzara-mendukung.html.

pidana yang tidak mempunyai hukum had, kafarat dan

qishas.17

Dalam al-Qur’an disebutkan: Ta’zîr juga berarti

hukuman yang berupa memberi pelajaran. Disebut ta’zîr

karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si

terhukum untuk tidak kembali kepada jarimah atau dengan

kata lain membuatnya jera. Para fuqaha mengartikan ta’zîr

dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh al-Qur’an dan

Hadist yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar

hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi

pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk

tidak mengulangi kejahatan serupa.18

Sebagian Fuqaha dari kalangan madzhab Maliki

membolehkan kepada debitur pengemplang19 mengganti sanksi

17

Muhammad Abdul Mujib, dkk., Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 1994), hal. 384.

18Abu Ishaq al-Syirȃzi, Al-Muhȃdzdzab, (Mesir: Isa al-Babi al-Halȃbi,t.th), hal. 289.

19Pengemplang adalah penunggak bayar kewajibanangsuran/membandel membayar utang.

pidana itu dengan denda kerugian perdata. Dasar

pandangan ini adalah bahwa denda kerugian perdata yang

dibayarkan debitur itu dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan sosial, Tetapi dalam konteks ini stresingnya

lebih kepada persoalan perdata, yakni antara pihak

penggugat (kreditur) dan tergugat (debitur). Sanksi pidana

(ta’zîr) yang dikenakan kepada debitur pengemplang itu

digantikan dengan hukuman denda dengan membayar

kerugian perdata kepada kreditur,20 bukan untuk dibayarkan

kepada bank (kreditur).21 Abdullȃh bin Mȃni’ juga

20

Maimun, Sanksi terhadap Debitur Pengemplang dalam Praktik PerbankanSyari’ah: Suatu Kajian Aplikatif Pendekatan Ushul Fiqh,http://ejournal.iainradenintan.ac.id/index.php/asas/article/view/154/115, diakses 20 Mei 2014.

21 Denda perdata yang dimanfaatkan untuk kepentingan sosialitu bukanlah perdata murni (penggantian kerugian), tetapi perluditegaskan di sini, melainkan sebagai denda pidana. Sebab, bilahal itu dipandang sebagai denda perdata murni, maka tidak adaseorang pun dari ulama klasik yang membenarkannya, karena itudinilai sebagai riba yang diharamkan. Al-Ba’li mengutip pendapatal-Sarȃkhsi dalam al-Mabsuth-nya menegaskan bahwa setiap lebihdari pinjaman pokok (ra’as al-mȃl) itu riba yang jelas diharamkanberdasarkan ijma’ ulama. Ibid., hal. 33.

berpandangan boleh dengan mensyaratkan kepada debitur

pengemplang itu melalui proses pengadilan.22

Sementara Shadiq Muhammad al-Amin melarang

mensyaratkan yang demikian kepada debitur, tetapi ia

mempunyai hak untuk kompromi mencari kesepakatan

mengganti kerugian keuntungan kreditur sesuai dengan

ketentuan perdata Islam. Dan sanksi terhadap debitur

pengemplang itu harus dipermudah berdasarkan zhahirnya

nash hadist nabi yang shahih.23 Berbeda dengan Amĭn, Ibn

Farhun mengatakan bahwa ta’zîr itu ada karena

meninggalkan kewajiban misalnya, ia meninggalkan

kewajiban membayar hutang, padahal ia mampu. Karena

itu, berdosa (dikenakan sanksi) hingga ia membayar

hutang apa yang diwajibkan kepadanya.24

Musthafa Aḫmad Zarqa’ berpendapat bahwa boleh

membebankan ganti rugi perdata kepada debitur pengemplang22

Ibid., hal. 35.23

Ibid.24

Ibid., hal. 36.

yang mampu dalam rangka mengatasi kerugian kreditur.

Dasar pandangan yang melandasi ijtihadnya adalah

pertimbangan kerugian kreditur akibat debitur mengemplang,

dan debitur sendiri tidak berusaha untuk tidak merugikan

kreditur. Sebagai argument yang dibangun Zarqa’:

Pertama, pertimbangan ekonomi dan bisnis modern,

zaman kini ditandai dengan perkembangan beragamnya

bentuk transaksi hutang yang didorong oleh kemajuan

sarana komunikasi yang memungkinkan orang melakukan

transaksi besar dari suatu negeri ke negeri lain

berdasarkan janji-janji dan kesanggupan semata.

Transaksi riel dan tunai tidak selalu dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat modern, baik bagi individu

berpenghasilan rendah maupun bagi masyarakat

berpenghasilan tinggi. Untuk mendapatkan banyak

kebutuhannya, orang zaman kini menggunakan sistem

kredit (credit card), dan para pebisnis membuat

perhitungan usahanya atas dasar tagihan-tagihan dan

kewajibannya. Dalam kondisi demikian ketepatan

pembayaran menjadi unsur pokok baginya, dan tidak

jarang dengan keterlambatan pembayaran dapat

mengakibatkan kerugian. Karena itu, menurut Zarqa perlu

dipikirkan penggantian atas kerugian yang dibebankan

kepada kreditur.25

Kedua, pertimbangan moral keagamaan yang menjadi

nilai-nilai dasar dan asas-asas umum syari’ah dalam

ayat-ayat al-Qur’an dan Hadist-hadist Nabi S.A.W. yang

menekankan keadilan, ihsan, amanah, jujur, larangan makan

harta sesama secara batil, larangan menimbulkan

kerugian, larangan berbuat zhalim, dan larangan menunda-

nunda pembayaran hutang.26 Menurut Zarqa’ yang

disebutkan terakhir ini, yakni penundaan penunaian hak

kepada pemiliknya secara sengaja dan tanpa ada alasan25

Muwȃffiquddỉn dan Syamsuddĭn Ibn Qudamah, Al-Mughnȋ wa al-Syarḫal-Kabĭr ‘alâ Matan al-Muqna’ fi Fiqh al-Imâm Aḫmad bin Hąnbal, Juz ke 5,(Bairut: Dar al-Fikr, tt.), hal. 374.

26

Muwȃffiquddỉn dan Syamsuddĭn Ibn Qudamah, Al-Mughnȋ wa al-Syarḫ...., hal. 374.

syara’ adalah suatu kezhaliman yang dilarang oleh nilai-

nilai dasar dan asas-asas syari’ah. Tindakan tersebut

jelas merugikan pemilik hak karena ia terhalang untuk

menikmati manfaat harta kekayaannya selama penundaan

tersebut. Membiarkan tindakan semacam ini berarti

menyamakan orang yang jujur dan konsisten menunaikan

kewajibannya dengan orang zhalim yang selalu merugikan

orang lain. Hal ini pada akhirnya akan mendorong orang

melakukan pengemplangan hutang, yang justru kontra diksi

dengan maqȃshid syari’ah.

Ketiga, pertimbangan yuridis formal syar’i, yang

didasarkan kepada qiyas, yaitu mengqiyaskan perbuatan

pengemplangan kepada perbuatan gasab.27 Zarqa’ berpegang

kepada doktrin madzhab Syafi’i dan Hąnbali yang memandang

manfaat suatu benda merupakan benda bernilai, sehingga

27Yaitu perbuatan melawan hukum perdata berupa penguasaanharta orang lain dengan tanpa hak. Lihat, Muwaffiquddin danSyamsuddin..., hal. 374.

bila suatu barang itu digasab28, maka pelaku gasab wajib

mengganti kerugian atas manfaat barang yang hilang

selama barang itu digasab.29 Ungkap Zarqa’ selanjutnya,

terdapat kesamaan antara debitur pengemplang dengan

perbuatan gasab, yaitu sama-sama mengakibatkan kerugian

bagi pemilik hak karena ia tidak dapat menikmati

manfaat haknya selama gasab atau pengemplangan. Karena

itu hukum gasab, wajib bagi pelaku gasab mengganti

kerugian kepada pemilik barang yang digasabnya,

diberlakukan kepada debitur pengemplang yang mampu

terhadap hutangnya, dengan alasan: (1) karena

pengemplangan itu adalah suatu kezhaliman sebagaimana

ditegaskan dalam Hadist Nabi. (2) karena piutang

tempatnya adalah di dalam tanggung jawab, dan penundaan

pembayaran hutang secara zhalim merupakan pencegahan28Secara harfiah gasab adalah mengambil sesuatu secara paksa

dengan terang-terangan.

29

Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, Cet. I, (Jakarta:RM. Book, 2007), hal. 181-183.

terhadap krediturnya untuk mendapatkannya dan merupakan

pelanggaran terhadap haknya sehingga tindakan ini sama

dengan melakukan gasab. Jadi singkat kata, penerapan

hukum kasus gasab kepada kasus debitur pengemplang

membawa konsekuensi bahwa pelaku pengemplangan harus

dikenakan sanksi atau denda sebagaimana halnya pelaku

gasab.30

Mengenai istilah ta’zîr dalam fatwa DSN MUI,

sebagian ahli hukum Islam menilai tidak tepat, karena

ranah kajiannya ta’zîr termasuk wilayah hukum pidana,

sementara akad perjanjian piutang termasuk wilayah

perdata. Mereka juga tidak sependapat dengan kebolehan

penggantian kerugian keuntungan yang diharapkan, karena

sifatnya belum pasti. Abdussami’ Ahmad Imam menegaskan

bahwa syari’at Islam tidak membolehkan mengakadkan atas

sesuatu yang akan datang, atau sesuatu yang akan

dihasilkan ke depan sebelum terwujud.31 Tapi mereka

30Ibid.,hal. 183.31

tidak menolak adanya kemungkinan penggantian atas

kerugian riel yang dirasakan kreditur akibat debitur

mengemplang, seperti ongkos perjalanan, biaya administrasi

dan lain-lain. Pendekatan ini ternyata diadopsi oleh

Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia

(No.7/46/PBI/2005), bahwa bank dapat mengenakan ganti

rugi hanya pada kerugian riel yang dapat diperhitungkan,

dan uang ganti rugi itu diakui sebagai pendapatan bank.

B. Murâbahah

1. Pengertian Murâbahah

Al-Qur’an, bagaimanapun juga, tidak pernah secara

langsung membicarakan tentang murâbahah, meski di sana

ada sejumlah acuan tentang jual beli, laba, rugi,dan

perdagangan. Demikian pula dalam hadist, tampaknya tidak

ada hadist yang memiliki rujukan langsung kepada

murâbahah. Namun murâbahah ini, meski sedikit, ada

Abdussami’ Aḫmad Imȃm, Nazharat fỉ Ushul al-Buyu’ al-Mamnu’ah,Cet.I, (Mesir: Dar al-Thiba’ah al-Muhammadiyyah, 1360 H./1941 M.),hal. 56, dan 58.

dalam pembahasan jual beli di dalam kitab-kitab fiqh,

murâbahah merupakan salah satu bentuk jual beli yang

bersifat amanah.32

Bai’ al-murâbahah sebagaimana didefinisikan oleh

ulama fiqh adalah jual beli barang pada harga asal

dengan tambahan keuntungan yang disepakati.33 Dalam bai’

al-murâbahah, penjual menyebutkan dengan jelas harga

pembelian barang kepada pembeli kemudian ia

mensyaratkan atas keuntungan (laba) dalam jumlah

tertentu. Misalnya, ada tiga pihak, yaitu A, B, dan C

dalam suatu kontrak murâbahah. A meminta B untuk

membeli beberapa barang untuk A. B tidak memiliki

32

Wahbah az-Zuhȃili dan al-Kasani mengkategorikan ketigabentuk jual beli yaitu murâbahah, tauliyah, dan wad’iyah sebagai buyu’al-amanah karena pembeli memberikan amanat kepada penjual untukmemberitahukan harga asal barang tersebut. Lihat Wahbah az-Zuhȃili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), IV:703; al-Kasȃni, Bada’i as-Sanȃ’i fi Tartib asy-Syarȃ’i, (Beirut: Dar al-Fikr,1996), IV: 331.

33

Wahbah az-Zuhȃili. Al-Fiqh al-Islami..., hal. 703, lihat juga,Abdurrahman al- Jazĭri, Kitȃb al-Fiqh ‘Ala al-Madzȃhib al-Arbȃ’ah,(Beirut:Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1990), III: 250, Ibn Rusyd, Bidȃyah al-Mujtahid wa Nihȃyah al-Muqtashid, (Beirut: Dȃr al-Fikr, tt.), II: 161.

barang-barang dimaksud tetapi ia berjanji untuk

membelikannya dari pihak ketiga yaitu C. B adalah

perantara dan kontrak murâbahah adalah antara A dan B.

Sementara itu Neil B.E. Baillie sebagaimana

disinyalir oleh Liquat Ali Khan Niazi 34 mendefinisikan, ”

Murâbahah is the resale of a thing for similar to its first price, with same

addition for profit”. Sedangkan Joseph Schacht35

mendefinisikan,“murabaha is resale with a stated surchange with

represents the profit”. Sejak awal munculnya dalam fiqh, kontrak

murâbahah ini tampaknya telah digunakan murni untuk

tujuan dagang. Murâbahah adalah suatu bentuk jual beli

dengan komisi, di mana pembeli biasanya tidak dapat

memperoleh barang yang ia inginkan kecuali lewat

seorang perantara atau ketika pembeli tidak mau susah-

susah mendapatkannya sendiri, sehingga ia mencari jasa

seorang perantara.34 Liquat Ali Khan Niazi, Islamic Law of Contract, (Lahore:

Research Cell DyalSingh Trust Library, 1990), hal. 203.35

Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, (Oxford: ClarendonPress, 1982), hal. 152.

Para ulama generasi awal, seperti Imam Malik dan

Syafi’i yang secara khusus mengatakan bahwa jual beli

murâbahah adalah halal, tidak memperkuat argumentasinya

dengan satu hadistpun. Al-Kaff, dalam karyanya “Does Islam

Assign Any Value” sebagaimana dikemukakan oleh Saeed36

menyimpulkan bahwa murâbahah adalah salah satu jenis

jual beli yang tidak dikenal pada zaman Nabi atau para

sahabatnya. Menurutnya, para tokoh ulama mulai

menyatakan pendapat mereka tentang murâbahah pada

seperempat pertama abad kedua Hijriyah, atau bahkan lebih

akhir lagi. Mengingat tidak adanya rujukan baik di

dalam al-Qur’an maupun hadist yang bisa diterima umum,

para fuqaha berupaya menetapkan hukum murâbahah dengan

dasar yang lain.

Imam Malik membenarkan keabsahannya dengan

merujuk kepada amal ahli madinah: “Ada kesepakatan pendapat di

sini (Madinah) tentang keabsahan seseorang yang membelikan pakaian

36

Ibid., hal. 77.

di kota, dan kemudian ia membawanya ke kota lain untuk menjualnya

lagi dengan sesuatu keuntungan yang disepakati”. 37

Imam Syafi’i38 berpendapat bahwa: Jika seseorang

menunjukkan suatu barang kepada seseorang dan berkata:

“belikan barang (seperti ini) untukku dan aku akan memberimu

keuntungan sekian, ” lalu orang itu pun membelinya, maka

jual beli ini adalah sah. Imam Syafi’i menamai transaksi

sejenis ini (transaksi murâbahah yang dilakukan untuk

pembelian secara pemesanan) dengan istilah al-murâbahah li

al-amĭr bi asy-syira’.

2. Pengertian Murâbahah dalam Perbankan Syari’ah

Salah satu skim fiqh yang paling populer diterapkan

oleh perbankan syari’ah adalah skim jual beli murâbahah.

Murâbahah dalam perbankan syari’ah didefinisikan sebagai

jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual

37

Ibid.,38

Asy-Syȃfi’i, Al-Umm, (Beirut: Dȃr al-Kutub al-Ilmiyyah,1993), III: 33. Lihat juga, M. Syafi’i Antonio, BankSyari’ah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: GemaInsani, 2001), hal. 102.

beli barang antara bank dan nasabah dengan cara

pembayaran angsuran. Dalam perjanjian murâbahah, bank

membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan

oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok

barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut

dengan menambahkan suatu mark-up atau margin keuntungan.

Dengan kata lain, penjualan barang oleh bank kepada

nasabah dilakukan atas dasar cost-plus profit.39

Dalam pengertian lain murâbahah adalah akad jual

beli barang dengan dengan menyatakan harga perolehan

dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual

dan pembeli.40 Murâbahah sebagaimana yang diterapkan

dalam perbankan syari’ah, pada prinsipnya didasarkan

pada 2 (dua) elemen pokok, yaitu harga beli serta biaya

39

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam TataHukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999),hal. 64.

40

Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta:IIIT Indonesia, 2003), hal. 161.

yang terkait dan kesepakatan atas mark-up. Prinsip dasar

pembiayaan murâbahah adalah sebagai berikut:41

1. Pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-

biaya terkait dan harga pokok barang dan batas

mark-up harus ditetapkan dalam bentuk persentase

dari total harga plus biaya-biayanya;

2. Apa yang dijual adalah barang atau komoditas dan

dibayar dengan uang;

3. Apa yang diperjual belikan harus ada dan dimiliki

oleh penjual dan penjual harus mampu menyerahkan

barang itu kepada pembeli;

4. Ada akad jual beli.

Bank-bank syari’ah umumnya mengadopsi murâbahah

untuk memberikan

pembiayaan jangka pendek kepada para nasabah guna

pembelian barang meskipun mungkin nasabah tidak

memiliki uang untuk membayar. Sejumlah alasan diajukan

41

Lies Ernawati, Keragaman Pemaknaan Murâbahah, Ekuitas: JurnalEkonomi dan Keuangan, ISSN 1411-0393, 2012, hal. 436.

untuk menjelaskan popularitas murâbahah dalam operasi

investasi perbankan syari’ah, antara lain:

1. Murâbahah adalah suatu mekanisme investasi jangkapendek, dan dibandingkan dengan sistem Profit and LossSharing (PLS), cukup memudahkan.42

2. Mark-up dalam murâbahah dapat diterapkan sedemikianrupa sehingga memastikan bahwa bank dapatmemperoleh keuntungan yang sebanding dengankeuntungan bank-bank berbasis bunga yang menjadisaingan bank-bank Islam.43

3. Murâbahah menjauhkan ketidak pastian yang ada padapendapatan dari bisnis-bisnis dengan sistem PLS.44

4. Murâbahah tidak memungkinkan bank-bank Islam untukmencampuri manajemen bisnis, kerana bank bukanlahmitra si nasabah, sebab hubungan mereka dalammurâbahah adalah hubungan antara kreditur dan debitur.45

3. Landasan Syari’ah

42

Muhammad, Teknik perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada BankSyariah, (Jakarta: UII Press Yogyakarta, 2004), hal. 93.43

Ibid., 44

Muhammad, Teknik perhitungan Bagi..., hal. 93.45

Ibid.,

Dalam Fatwa No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April

2000 tentang Murâbahah, sebagai landasan syari’ah transaksi

murâbahah adalah sebagai berikut:46

A. Al-Quran: Al-Baqarah [2]: 275.

B. Al-Hadist: Hadist Nabi dari Abu Said al-Khudri: Dari Abu

Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya

jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (H.R. al- Baihaqi

dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).

C. Ijma’ (Ibnu Rusyd, Bidayah al Mujtahid, II/161; al-Kasani,

Bada’i as Sana’i V/220-222).

D. Kaidah Fikih: “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh

dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.

4. Mekanisme Murâbahah

1) Ketentuan Umum Murâbahah

a. Jaminan dalam murâbahah47

46

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional,edisi ke-2, (Jakarta: MUI, 2003), hal. 22-25.

47

M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta:Gema Insani, 2001), hal. 105.

b. Uang muka

c. Sanksi/denda

2) Aspek Penilaian pada Pembiayaan

Aspek yang dinilai sebelum melakukan analisa

pembiayaan adalah sebagai berikut:

a. Kemampuan memperoleh keuntungan.

b. Sisa pembiayaan dengan pihak lain (kalau ada).

c. Bebas rutin di luar kegiatan usaha.48

3) Prinsip-prinsip Pemberian Pembiayaan

Dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan

bank syari’ah bagian marketing harus memperhatikan

beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi

secara keseluruhan calon nasabah. Di dunia perbankan

syari’ah prinsip penilaian dikenal dengan 5 C + 1 S ,

yaitu:

a. CharacterYaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadiancalon penerima pembiayaan dengan tujuan untuk

48

BPRS PNM Al-Ma’soem, Kebijakan Manajemen Pembiayaan Bank Syariah,(Bandung: BPRS PNM Al-Ma’soem. 2004), hal. 5.

memperkirakan kemungkinan bahwa penerimapembiayaan dapat memenuhi kewajibannya. 49

b. CapacityYaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuanpenerima pembiayaan untuk melakukan pembayaran.Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerimapembiayaan di masa lalu yang didukung denganpengamatan di lapangan atas sarana usahanyaseperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik sertametode kegiatan.50

c. CapitalYaitu penilaian terhadap kemampuan modal yangdimiliki oleh calon penerima pembiayaan yangdiukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhanyang ditujukan oleh rasio finansial dan penekanan padakomposisi modalnya.51

d. CollateralYaitu jaminan yang dimiliki calon penerimapembiayaan. Penilaian ini bertujuan untuk lebihmeyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalanpembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapatdipakai sebagai pengganti dari kewajiban.52

e. ConditionBank syari’ah harus melihat kondisi ekonomi yangterjadi di masyarakat secara spesifik melihat adanyaketerkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan olehcalon penerima pembiayaan. Hal tersebut karena

49

Veithzal Rivai, Islamic Financial Management, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 3.

50

Ibid.,

51 Ibid.,

52 Ibid.,

kondisi eksternal berperan besar dalam prosesberjalannya usaha calon penerima pembiayaan.53

f. Syari’ahPenilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwausaha yang akan dibiayai benar-benar usaha yangtidak melanggar syari’ah sesuai dengan fatwaDSN.54

4) Tujuan Pembiayaan

Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah

adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan

kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh

sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang

industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang

kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi

barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi

kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.55

53

Ibid.,

54 Ibid.,

55

5) Fungsi pembiayaan

Keberadaan bank syari’ah yang menjalankan

pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah bukan hanya

untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis

perbankan di Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan

lingkungan bisnis yang aman, diantaranya: 56

a. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syari’ah yang

menerapkan sistem bagi hasil yang tidak

memberatkan debitur.

b. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank

konvensional karena tidak mampu memenuhi

persyaratan yang ditetapkan oleh bank

konvensional. Membantu masyarakat ekonomi lemah

yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan

membantu melalui pendanaan untuk usaha yang

dilakukan.

Ayus Ahmad Yusuf dan Abul Aziz, Manajemen operasional BankSyariah, (Cirebon:  STAIN Press. 2009), hal. 68.

56

Ibid.,

6) Sektor Usaha yang diberi Pembiayaan

a. Pembiayaan Sektor Perdagangan (contoh: pasar, toko

kelontong, warung sembako dan lain-lain.)

b. Pembiayaan Sektor Industri (contoh: home industri;

konfeksi, sepatu)

c. Pembiayaan konsumtif, kepemilikan kendaraan bermotor

(contoh : motor, mobil dan lain-lain)57

7) Prosedur Analisis Pembiayaan

Aspek-aspek penting dalam analisis pembiayaan yang

perlu dipahami oleh pengelola bank syari’ah adalah

sebagai berikut:

a. Berkas pencatatan

b. Data pokok dan analisis pendahuluan

a) Realisasi pembelian, produksi dan penjualan

b) Rencana pembelian, produksi dan penjualan

c) Jaminan

d) Laporan keuangan

57

BPRS PNM Al-Ma’soem, Kebijakan Manajemen Pembiayaan …, hal. 3.

e) Data kualitatif dari calon debitur

c. Penelitian data

d. Penelitian atas realisasi usaha

e. Penelitian atas rencana usaha

f. Penelitian dan penilaian barang jaminan

g. Laporan keuangan dan penelitiannya.58

8) Keputusan Permohonan Pembiayaan

Adapun keputusan terkabul atau tidaknya permohonan

pembiayaan sangat ditentukan oleh:

a. Badan pertimbangan pengambilan keputusan

b. Wewenang pengambilan keputusan59

9) Aspek-Aspek Penilaian Pembiayaan

Setelah mengetahui secara jelas titik kritis dari

suatu usaha calon nasabah pembiayaan, maka berikutnya

adalah melakukan analisa setiap aspek yang berkaitan

58

Muhammad, Manajemen Bank Syariah..., hal. 305.

59Ibid, 306.

dengan usaha calon nasabah pembiayaan sebagai

berikut:60

a. Aspek Yuridis

a) Kapasitas untuk mengadakan perjanjian

b) Status badan sesuai dengan ketentuan hukum berlaku

b. Aspek Pemasaran

a) Siklus hidup produk

b) Produk subtitusi

c) Perusahaan pesaing

d) Daya beli masyarakat

e) Program promosi

f) Daerah pemasaran

g) Faktor musim

h) Manajemen pemasaran

i) Kontrak penjualan

c. Aspek Teknis

a) Lokasi Usaha

60BPRS PNM Al-Ma’soem, Kebijakan Manajemen Pembiayaan..., hal. 10.

Memiliki Surat Keterangan Domisili, dekat pasar,

bahan baku, tenaga kerja, suply peralatan,

transportasi, dan lain-lain.

b) Fasilitas gedung tempat usaha

IMB, SHM / HGB / Surat Sewa, daya tampung,

persyaratan teknis seperti Amdal, dan lain-lain.

c) Mesin-mesin yang dipakai

Kapasitas, konfigurasi mesin, merk, reparasi,

fleksibilitas

d) Proses produksi

Efesiensi proses, standar proses, desain dan

rencana produksi.

d. Aspek Keuangan

a) Kemampuan memperoleh keuntungan

b) Sisa pembiayaan dengan pihak lain

c) Beban rutin di luar kegiatan usaha

d) Arus kas

e.  Aspek Jaminan

a) Syarat ekonomi

b) Syarat  yuridis

10) Rumusan Hasil Analisis Pembiayaan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

perumusan hasil analisis pembiayaan sebagai berikut:61

Identitas pemohon Umur calon antara 22 – 50 Alamat rumah jelas, jika kontrak: masih berapa

tahun calon kontrak Tempat calon usaha berada di dekat wilayah kerja

bank syari’ah yang bersangkutan Identitas usaha Pengalaman usaha minimal 2 tahun Lokasi usaha strategis Status usaha bukan sambilan Status tempat usaha diprioritaskan milik sendiri Aspek pasar Barang yang diproduksi/ dijual tidak terlalu

banyak pesaing dan memang dibutuhkan banyak orang.Upaya kreatif dan inovatif perlu dimiliki agar dapatmelihat peluang-peluang pasar yang dapat dimasukisekaligus memperoleh keuntungan.

Sumber bahan baku Sumber bahan baku mudah diperoleh, cukup murah,

jika memungkinkan dapat di daur ulang. Aspek pengelola Mempunyai perencanaan usaha ke depan yang detail. Mempunyai pengalaman dan tenaga terampil.

61

Antonius, Pedoman Pengelolaan Bank Syariah, (Jakarta : LPPBS,1993), hal. 58.

Mempunyai catatan usaha, seperti : buku jurnal,laporan transaksi, catatan laba/rugi, dan lain-lain.

Aspek ekonomi Produk yang diproduksi dan dijual tidak merusak

lingkungan, baik barang jadi maupun limbahnya Produk yang dibuat tidak dilarang oleh agama

maupun negara Permodalan Peminjam harus mempunyai modal minimal 30% dari

pembiayaan yang diajukan ke bank syari’ah Data keuangan Korelasi prosentase kemampuan membayar anggota

pembiayaan harus 30% dari kemampuan menabungnya.

11) Rekomendasi Analisis Pembiayaan

Rekomendasi analisis adalah gambaran kesimpulan

rekomendasi analisis pembiayaan yang terdapat di dalam

bank syari’ah, apakah nasabah tersebut memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan oleh bank syari’ah

untuk mendapatkan pembiayaan atau tidak.62

5. Risiko pada Instrumen Bank Syari’ah mengenai

Murâbahah

a. Credit Risk

62

Antonius, Pedoman Pengelolaan Bank..., hal. 58.

Bank syari’ah mengalami credit risk yang sama dengan

bank konvensional lainnya, yaitu dalam risiko

kerugian dimana terjadinya penurunan kapasitas

nasabah dalam pembayaran. Penilaian terhadap credit

risk hampir sama dengan perbankan konvensional,

dimana terdapat dua metode yang digunakan: (1)

pendekatan tradisional, yang merupakan pendekatan

dalam menetapkan nilai ataupun peringkat resiko

untuk setiap kategori yang berkaitan dengan adanya

kemungkinan kesalahan yang terjadi; (2) Value-at-risk

(VaR), merupakan pendekatan yang paling baik.

Kedua pendekatan tersebut merupakan dasar dari

penilaian ataupun pengukuran terhadap adanya

kemungkinan kerugian pinjaman atau kredit dan juga

gambaran mengenai kerugian yang tak terduga. Bagi

kemungkinan kerugian pinjaman, perbankan

memerlukan sebuah ketetapan yang merupakan

pengurangan dari pendapatan sebagai biaya dan

kerugian tidak terduga yang akan diperhitungkan

dan diambil melalui modal.63

b. Market Risk

Bank syari’ah mengalami market risk yang diakibatkan

oleh murâbahah dan MPO yang tidak terikat. Risiko

ini timbul dalam dua tipe kontrak saat nasabah

membatalkan persetujuan untuk membeli dan bank

syari’ah ingin menjual aset-aset, karena dapat

menimbulkan kerugian jika harga pasar lebih rendah

dari harga yang sebenarnya. Sebagai tambahan, bank

syari’ah dapat menanggung biaya tambahan untuk

pemasaran dengan menghapus biaya yang terkait

(seperti asuransi).64

c. Operational Risk

Terdapat dua tipe utama dari operational risk yang

berhubungan dengan murâbahah:63

Amr Mohamed El Tiby, “Islamic Banking, How to Manage Risk andImprove Profitability”, (United States: Willey Finance, 2011), hal. 48.

64 Ibid.,

Penerimaan dan toleransi murâbahah pada yuridiksi

yang berbeda. Sebagai contoh, mungkin perlu

adanya penyesuaian sistem informatika untuk hukum

khusus menghadapi sistem yang digunakan oleh

yuridiksi yang berbeda.65

Transaksi perbankan secara alamiah, termasuk

kebutuhan untuk benar-benar membeli aset sebelum

dijual pada nasabah, menimbulkan adanya

komplikasi pada hukum dan persyaratan yang ada.66

C. Studi Hukum Islam Kontemporer

Dalam melakukan perjanjian (akad, kontrak),

misalnya, ditentukan unsur-unsur yang harus ada beserta

syarat sahnya agar kepentingan semua pihak terlindungi.

Di antara syarat bagi keabsahan suatu perjanjian bisnis

adalah tidak mengandung riba.67 Dalam hukum Islam

65

Amr Mohamed El Tiby, “Islamic Banking, How..., hal. 48-49.66

Ibid.,67

istilah kontrak tidak dibedakan dengan perjanjian,

keduanya identik dan disebut akad. Sehingga dalam hal

ini akad didefinisikan sebagai pertemuan ijab yang

dinyatakan oleh salah satu pihak dengan kabul dari

pihak lain secara sah menurut syarak yang tampak akibat

hukumnya pada obyeknya.68

Syamsul Anwar memberikan definisi akad dengan

pertemuan ijab dan kabul sebagai pernyataan kehendak

dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat

hukum pada objeknya.69 Dari definisi akad tersebut

diperlihatkan hal-hal berikut: Pertama akad merupakan

Syamsul Anwar, “Teori Kausa dalam Hukum Perjanjian Islam (Suatu KajianAsas Hukum)”, laporan penelitian tidak diterbitkan, (Yogyakarta:Proyek Perguruan Tinggi Agama IAIN Sunan Kalijaga, 2000), hal. 65-66., dalam Jamal Abdul Aziz, Riba dan Etika Bisnis Islam (Telaah atas KonsepRiba ‘Kontemporer’ Muhammad Syahrur), Jurnal P3M STAIN Purwokerto,Ibda`, Vol. 2, No. 1, Jan-Jun 2004, diakses pada Minggu, 06 Juli2014.

68

Syamsul Anwar, Kontrak dalam Islam, makalah disampaikan padaPelatihan Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah di PengadilanAgama. (Yogyakarta: Kerjasama Mahkamah Agung RI Dan ProgramPascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum UII, 2006), hal.7.

69

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syari’ah, (Jakarta: RajawaliPress, 2007), hal. 68

keterikatan atau pertemuan ijab dan kabul yang

berakibat timbulnya akibat hukum. Kedua, akad merupakan

tindakan dua pihak karena akad adalah pertemuan ijab

yang mempresentasikan kehendak dari satu pihak dan

kabul yang menyatakan kehendak dari pihak lain. Ketiga,

Tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat

hukum.70 Norma hukum Islam menghendaki pemberlakuan

hukum oleh setiap pemeluknya. Masalah bagaimana cara

pemberlakukannya, hal itu kembali kepada metode

pendekatannya, karena metode inilah yang akan

membedakan antara satu ilmu dengan yang lainnya,

meskipun obyeknya sama.71 Sebuah kepercayaan akan

ditinggalkan oleh para pengikutnya jika tidak mampu

menjawab problematikanya. Ijtihad akan melahirkan

dinamisasi dalam ber-hujjah. 70 Ibid, hal. 68-69.

71 Syamsul Anwar, Pengembangan Metode Penelitian Hukum Islam”dalam Ainurrofiq, “Mazhab” Jogja, Mengagas Paradigma Usul Fiqh Kontemporer.Cet. 1, (Yogyakarta: ar-Ruzz Press, 2002), hal.152. Diakses padaMinggu, 06 Juli 2014.

Oleh karena itu, ia mampu menjawab setiap

keperluan masyarakat yang selalu berkembang. Institusi

utama yang dianggap menjawab keperluan masyarakat ini

adalah institusi fatwa yang diambil dari jalur

ijtihad.72 Aplikasi sebuah pembaruan pemikiran dan

efektifitasnya tidak dapat dilihat secara empiris.73 Di

sepanjang sejarah Islam, ada dua perkataan yang

berpengaruh besar terhadap kehidupan umat Islam. Kedua-

dua perkataan ini adalah ijtihad dan jihad, yang

berasal dari kata dasar jâhada, membawa arti;

mencurahkan kemampuan ataupun menanggung kesulitan.

Ijtihad bersasaran untuk mengenali petunjuk dan agama

Allah yang dibawa oleh rasulnya, sedangkan jihad pula

72

Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: RMBooks, 2007), hal. 297-298.

73 Hamid Fahmi Zarkasyi, “Kritik terhadap Gagasan“Pembaharuan” Pemikiran Islam di Indonesia (Merujuk kepadaPemikiran Nurcholish Majid)”, diakses dari http://anawinta.wordpress.com/2007/03/30/kritik-terhadap-gagasan-pembaharuan-pemikiran-islam-di-indonesia.

untuk menjaga agama dan mempertahankannya.74 Hasil

pemikiran ijtihad akan hilang apabila tidak ada orang

yang mendukungnya, begitu juga dengan hasil jihad akan

musnah apabila tidak ada orang berilmu yang menyokong

hasil jihad ini.75

Diskursus seputar permasalahan pemikiran hukum

Islam berupa fatwa76 yang merupakan hasil ijtihad selalu

menarik dan aktual untuk dikaji, karena ia dinamis dan

fleksibel. Ijtihad dalam hukum Islam pada hakikatnya

sebagai manifestasi kehendak pencipta hukum (al-Syari’)

dalam realitas kehidupan manusia menuntut terjadinya

modifikasi, revitalisasi, rekonstruksi dan inovasi-

inovasi baru dalam tataran aplikasinya, karena hukum

74 Hasani Ahmad Syamsuri, Ijtihad dan sekularisasi: telisikatas tradisi keilmuan Islam dan barat, Al-‘Adalah Vol. X, No. 2Juli 2011, diakses pada 13 Juli 2014, hal. 22275

Rahimin Affandi Abdul Rahim, “Ijtihad: Suatu AnalisisPerbandingan”, dalam Jurnal Syariah, Vol. 1, No. 2, (1993), hal. 153-161.

76

Yûsuf al-Qardhawi, al-Fatâwa Bayn al-Inzibat wa al-Tasyayyub, terj.Agus Suyadi Raharusun (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hal. 11.

Islam (syari’ah) diciptakan tujuannya adalah untuk

kemaslahatan manusia di dunia dan kelak di akhirat.77

Karakteristik hukum Islam yang bersifat fleksibel

dan universal perlu ditransformasikan dalam realitas

kehidupan sehingga mampu menjawab berbagai persoalan

kehidupan dan tantangan zaman kini dan yang akan

datang. Karena itu hukum Islam mesti dipahami secara

kontekstual dengan menetapan langkah-langkah strategis

dan metodologis. Dalam teori hukum Islam (ushûl al-fiqh),

hukum Islam menurut Zakiy al-Din Sya’ban terbentuk atas

empat landasan yaitu Alquran, Sunnah, ijma’ dan

qiyas.78 Menurut Fazlur Rahman yang betul-betul landasan

atau sumber meteri adalah Alquran dan Sunnah. Sedangkan

ijma’ merupakan dasar formal dan qiyas adalah sebagai

77

Abû Ishaq al-Syâtibi, al-Muwâfaqat fî Ushûl al-Ahkam, (Bayût: Dâral-Fikr, t.t.), h. 2.

78

Zakiy al-Din Sya’ban, Ushul al-Fiqh al-Islamî, (Mesir: Dâr al-Ta’lif, 1964), h. 27. Joseph Schacht, The Origin of Muhammadan Law,(London: Oxford University Press, 1971), h. 1; Muhammad Idrîs al-Syâfi’î, al-Risâlah (T.t.: Dâr al-Fikr, t.th.), hal. 87.

aktifitas penyimpulan analogi yang efisien.79 Pendapat

serupa juga dikemukakan oleh Said Ramadhan dan Ibrahim

Husen.80 Sejalan dengan itu pula para teoritisi hukum

Islam (ushuliyyûn) berpendapat bahwa sumber ajaran Islam

adalah Alquran, Sunnah, dan ra’yu.81

Ijtihad mempunyai peranan yang sangat strategis

dalam memecahkan pelbagai masalah hukum Islam

kontemporer. Di Indonesia perkembangan ijtihad telah

mentradisi sejak dahulu. Pada umumnya ijtihad dilakukan

ketika muncul suatu permasalahan dalam masyarakat,

kemudian masalah itu diajukan kepada para ulama dan

79 Fazlur Rahman, Islam, terj. Senoadji Saleh, (Jakarta: BinaAksara, 1987), hal. 106.

80 Said Ramadhan, Islamic Law: Its Scoup and Equity (Kuala Lumpur:Muslim Youth Movement of Malaysia, 1987), h. 16. IbrahimHusen, Bunga Rampai dan Percikan Filsafat Hukum Islam (Jakarta: YayasanIIQ, 1997), hal. 8.81

Abu Dawud Sulaiman bin Asy’as, Sunan Abî Dawud, juz ke 3(Kairo: Dâr al-Hadis, 1988), h. 303; Abu Ali Muhammad Abd al-Rahman bin ‘Abd al-Rahman, Tuhfah al-Ahwadzy bi Syarh Jami’ al-Tirmîdzi,juz ke 4, (Tnp.: Dâr al-Fikr, 1979), h. 557-558; Musnad al-ImâmAhmâd ibn Hanbal, juz ke 5, (Bayrut: Maktabah al-Islami, 1985),h. 236.

direspon dalam bentuk fatwa. Dengan semakin majunya

masyarakat yang berimplikasi pada semakin kompleksnya

problematika yang dihadapi, para ulama menyadari

perlunya ijtihad kolektif (ijtihad jama’i) secara

interdisipliner agar setiap permasalahan yang dihadapi

terpecahkan dan dapat diberikan jawaban yang

komprehensif. Oleh karena demikian, tanpaknya masih

relevan model pemikiran ijtihad yang dibutuhkan dan

ditawarkan oleh Yûsuf al-Qardhawi, yaitu ijtihad intiqa’i, dan

ijtihad insya’i.82

Ijtihad intiqa’i sebutan lain ijtihad tarjihi (eklektik-

selektif). Dimakudkan dengan ijtihad intiqa’i adalah

pemikiran ijtihad untuk memilih salah satu pendapat

terkuat dari beberapa pendapat yang ada yang dilakukan

secara selektif dengan mengkritisi argumentasi-

argumentasi masing-masing pendapat, yang pada akhirnya

kita bisa memilih pendapat terkuat itu sesuai dengan

82

Yûsuf al-Qaradhawi, Ijtihad dalam Syariat Islam, terj. AhmadSyathori, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 150.

standardisasi alat ukur yang digunakan dalam mentarjih.

Secara teknis, ijtihad ini dapat dilaksanakan secara

kolektif oleh para ulama yang berkompeten dengan tanpa

adanya pengaruh politik dan tekanan dari manapun.

Mereka harus independen, dan masyarakat boleh mengikuti

dan mengamalkannya dari hasil-hasil pemikiran ijtihad

mereka.83

Al-Qaradhawi menyebutkan bahwa standarisasi alat

pengukur tarjih ini paling tidak: (1) Pendapat itu

lebih cocok dengan orang zaman sekarang, (2) Pendapat

itu lebih banyak mencerminkan rahmah kepada manusia,

(3) Pendapat itu lebih dekat dengan kemudahan yang

diberikan oleh syara’, (4) Pendapat itu lebih utama

dalam merealisasikan maksud-maksud syara’, maslahat

manusia, dan usaha untuk menghindari kerusakan dari

manusia.84 83

Ibid¸ hal. 150.84

Hasani Ahmad Syamsuri, Ijtihad dan sekularisasi: telisikatas tradisi keilmuan Islam dan barat, Al-‘Adalah Vol. X, No. 2Juli 2011, diakses pada 13 Juli 2014, hal. 228.

Sebagai contoh, ketika partai PDIP memenangkan

pemilu tahun 1999 muncul pandangan di kalangan ulama

(kiyai) Indonesia, sebagian ulama mengatakan bahwa

seorang perempuan tidak boleh menjadi kepala negara

(Presiden), dan sebagian ulama yang lain mengatakan

boleh perempuan menjadi kepala negara.85

Kedua pandangan ini sebenarnya sama-sama memahami

teks hadis shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari, Ahmad

bin Hanbal, Nasa’i dan Turmudzi dari Abu Bakrah bahwa

ketika Rasulullah mendengar informasi penduduk Persia

mengangkat puteri Maharaja Kisra (Chursu) menjadi

pemimpin tertinggi menggantikan ayahnya yang terbunuh

di tangan para demonstran negeri itu, beliau bersabda:

Suatu kaum tidak akan sukses apabila urusannya dipimpin

oleh perempuan (lay yuflih qaumun wallau amrahum imra’ah).

Kasus ini sesungguhnya menggugat para pemikir

(mujtahid) untuk mampu melakukan ijtihad secara intiqa’i

85

Ibid.,

atau tarjihi, pendapat yang mana yang dipandang lebih

kontekstual, lebih cocok dengan tuntutan kondisi zaman

saat ini.86

Maksud dari ijtihad insya’i (ijtihad kreatif-inovatif)

ialah mengambil konklusi pemikiran hukum baru dalam

suatu permasalahan, di mana permasalahan itu belum

pernah dikemukakan oleh ulama (mujtahid) terdahulu, baik

masalah itu baru atau lama. Dengan kata lain, pemikiran

ijtihad kreatif-inovatif ini bisa mencakup permasalahan

lama (klasik) yang belum pernah didapatkan ketentuan

hukum dari para ulama dahulu (salaf) kemudian oleh

mujtahid kontemporer ditetapkan ketentuan hukumnya

dengan pendapat yang baru.

Kedua ijtihad di atas untuk lebih mempertajam lagi

pelaksanaan pemikiran ijtihad secara maksimal, maka

dapat dilakukan penggabungan kedua ijtihad tersebut.

86

Maimun, “Reorientasi Pemikiran Ijtihad Kontemporer (SebuahRenungan dalam Perspektif Pemikiran Hukum Islam)”, MakalahDisampaikan pada Diskusi Himpunan Ilmuwan dan Sarjana SyariahIndonesia (HISSI) Provinsi Lampung, tanggal 1 Maret 2011.

Konvergensi ijtihad intiqa’i dan insya’i, yaitu menyatukan

kedua pemikiran ijtihad dimaksud dengan cara menyeleksi

pendapat-pendapat mujtahid terdahulu yang dipandang

lebih cocok dan lebih kuat, kemudian menambahkan dalam

pendapat itu unsur-unsur pemikiran ijtihad baru, atau

baru sama sekali. Sebagai contoh, Q.s. al-Nisâ’ [4]: 3,

dalam perspektif mayoritas ulama dan ahli fikih sepakat

bahwa boleh menikahi wanita lebih dari satu (2, 3, 4

orang wanita) dengan persyaratan tertentu, lebih dari

itu haram hukumnya. Kecuali ahli pemikiran

“kontroversial” (Syi’ah Rafidhah dan ahli Zhahir) yang

membolehkan menikahi wanita sampai 9 orang wanita,

dengan argumentasinya bahwa wawu pada ayat itu

menunjukkan al-wawu li al-jama’, yang berarti: 2+3+4= 9.87

Namun demikian yang menjadi pemikiran bahwa batas

sampai 4 itu apakah bersifat abadi atau

87

Hasani Ahmad Syamsuri, Ijtihad dan sekularisasi: telisikatas tradisi keilmuan Islam dan barat, Al-‘Adalah Vol. X, No. 2Juli 2011, diakses pada 13 Juli 2014, hal. 228.

kondisional/temporal, Jika ayat tentang hukum kewarisan

saja (al-Nisâ’ [4]: 11) perlu dipertimbangkan dalam

tataran praktisnya agar rasa keadilan dapat diwujudkan,

sebagaimana yang digugat oleh Munawir Syadzali dalam

reaktualisasinya, maka bagaimana dengan ayat 3 surah

al-Nisâ’. Sementara di sisi lain dihadapkan pada

kondisi jumlah penduduk sebuah negara ternyata wanita

lebih banyak dari pada pria, misalnya 1: 10.88

Di sisi lain pula fakta menunjukkan bahwa KH.

Basurat dari Sumenep Madura mempunyai 10 orang isteri

sekaligus, ditempatkan di satu rumah yang memiliki

kamar 104 kamar, dan luas tanah 14 Ha. Selain itu apa

sebenarnya yang membedakan antara ketentuan-ketentuan

bidang ibadah mahdhah, dan bidang ibadah mu’amalah. Bila

kita telusuri ternyata tidak ditemukan satu ayat-pun

yang membedakan antara keduanya. Bahkan hanya Allah

memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk berhukum

88

Ibid.,

kepada ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-Nya.89 Untuk

itu, ayat-ayat yang terkualifikasi bersifat kondisional

/temporal, maka sangat memungkinkan untuk menjadi

lapangan (maziyah) pemikiran ijtihad dalam upaya

menggali, menemukan, menetapkan dan mengembangkan

pemikiran hukum Islam di Indonesia.

89

Muhammad ‘Ali al-Shabunî, Rawa’i al-Bayân Tafsîr Ayat al-Ahkâm min al-Qur’ân, jil. II, (Makkah: Dâr al-Fikr, t.th.), hal. 426-431.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di PT. Permodalan

Nasional Madani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe Jalan

Darusssalam No. 2C, Kelurahan Lancang Garam, Kecamatan

Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, 24352 Provinsi Aceh, No.

Telepon 0645-630217. Penelitian ini dilaksanakan mulai

tanggal 17 Desember 2013 Sampai 03 Juli 2014.

B. Sumber Data

Dalam suatu penelitian diperlukan data-data yang

akan membantu penulis untuk sampai pada suatu

kesimpulan tertentu, sekaligus data tersebut akan

memperkuat kesimpulan yang dibuat. Adapun yang dimaksud

sumber data itu adalah subyek dari mana data itu

diperoleh.90 Dalam penelitian ini sumber data dibedakan

menjadi:

1) Sumber data primer yaitu data yang diwawancara

langsung kepada responden melalui daftar pertanyaan

yang tersebut dalam pedoman wawancara (terlampir).

Wawancara dilakukan terhadap Cluster dan Unit

Manajer Layanan Modal Mikro Syari’ah PT.

Permodalan Nasional Madani (PERSERO) Cabang

Lhokseumawe untuk mengetahui penyebab PT.

Permodalan Nasional Madani (PERSERO) Cabang

Lhokseumawe menerapkan denda murâbahah bagi

nasabah yang telat bayar angsurannya maupun

penggunaan dana denda murâbahah tersebut.

Disamping itu penulis ingin mengetahui jumlah

maksimal pembiayaan yang bisa diberikan kepada

calon debitur beserta marginnya dan juga ingin

90

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek,Edisi Revisi V. (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 107.

mengetahui seberapa besar nilai nominal denda yang

ditetapkan PT. Permodalan Nasional Madani

(PERSERO) menurut jumlah plafon91 yang diambil oleh

nasabah. Setelah data-data tersebut diperoleh

penulis akan mengutip Fatwa Dewan Syari’ah

Nasional No: 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi atas

Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran untuk

dianalisis dan penulis juga membaca buku buku dan

jurnal-jurnal mengenai murâbahah untuk melengkapi

teori yang dibahas.

2) Sumber Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh di

pustaka dengan cara membaca, melihat dan menelaah.

Data sekunder terdiri dari hasil laporan, data

yang diterbitkan oleh Unit Layanan Modal Mikro

Syari’ah PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)

Cabang Lhokseumawe yang bersangkutan.91

Plafon adalah ceiling yaitu pagu pembiayaan/kredit (sesuaidengan Kamus BI) dan sebagaimana juga disebutkan dalam BukuPedoman SID, plafon merupakan jumlah maksimum fasilitas yangditerima oleh debitur sebagaimana tercantum dalam surat perjanjianakad/ kredit.

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis

dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.92

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah:

1. Dokumentasi

Dokumentasi, adalah mencari data mengenai hal-hal

atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,

surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger,

agenda dan sebagainya.93 Dokumen tersebut di antaranya

mengenai profil Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah PT.

Permodalan Nasional Madani (PERSERO) Cabang

Lhokseumawe, dokumen-dokumen dan penelitian-penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan denda murâbahah.

2. Wawancara (interview)92

M. Nasir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indah, 1985),hal. 211.

93

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, edisiRevisi IV, Cet. XIII, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 231.

Wawancara, yaitu suatu teknik pengumpulan data

untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber

data langsung melalui percakapan atau tanya jawab,94

proses memperoleh data yang diperlukan dengan tanya

jawab sambil bertatap muka antara penanya dengan

responden, dengan menggunakan alat yang dinamakan

interview guide (panduan wawancara).

D. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data, data yang diperoleh

bersifat kualitatif. Metode analisis data yang digunakan

adalah metode deskriptif analisis yaitu:

a. Reduksi data, yaitu proses pemilihan data,

menggolongkan data, mengarahkan, membuangkan yang

tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara

sedemikian rupa sehingga kesimpulan dan verifikasi.

94

Djama’an Satori & Aan Komariah, Metode Penelitian Kualitatif,(Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 130.

b. Penyajian data, dalam alur ini seluruh data

dilapangan yang berupa dokumen. Hasil wawancara

dan observasi akan dianalisis sehingga dapat

memunculkan deskripsi tentang analisis fatwa Dewan

Syari’ah Nasional terhadap penentuan denda

pembiayaan murâbahah pada Unit Layanan Modal Mikro

PT. Permodalan Nasional Madani Cabang Lhokseumawe.

c. Penarikan kesimpulan hasil akhir dari proses

analisis data, dimana penulis akan

menginterpretasikan data.95

95

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,2000), hal. 65.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Biografi Singkat PT. Permodalan Nasional Madani

(PERSERO)

Perjalanan sejarah perkembangan ekonomi di

Indonesia, termasuk terjadinya krisis ekonomi pada

tahun 1997, telah membangkitkan kesadaran akan kekuatan

sektor usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dan

prospek potensinya di masa depan. Nilai strategis

tersebut kemudian diwujudkan pemerintah dengan

mendirikan PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)

pada 1 Juni 1999, sebagai BUMN yang mengemban tugas

khusus memberdayakan usaha Mikro, Kecil, Menengah dan

Koperasi (UMKMK).

Tugas pemberdayaan tersebut dilakukan melalui

penyelengaraan jasa pembiayaan dan jasa manajemen,

sebagai bagian dari penerapan strategi pemerintah untuk

memajukan UMKMK, khususnya merupakan kontribusi

terhadap sektor riil, guna menunjang pertumbuhan

pengusaha-pengusaha baru yang mempunyai prospek usaha

dan mampu menciptakan lapangan kerja.

PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO), atau

“PNM”, didirikan sebagai pelaksanaan dari Tap XVI

MPR/1998 dan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI

No.38/1999 tanggal 29 Mei 1999, dengan modal dasar Rp.

1,2 triliun dan modal disetor Rp. 300 miliar. Beberapa

bulan kemudian, melalui Kep. Menkeu No. 487 KMK 017

tanggal 15 Oktober 1999, sebagai pelaksanaan dari

Undang-undang No.23 tahun 1999, PNM ditunjuk menjadi

salah satu BUMN Koordinator untuk menyalurkan dan

mengelola 12 skim kredit program.

Setelah sebelas tahun beroperasi, seiring dengan

meningkatnya kepercayaan masyarakat dan dunia usaha

kepada perusahaan. Hingga kini, perusahaan ini tetap

fokus menyalurkan pembiayaan UMKMK kepada masyarakat

yang hasilnya dinikmati oleh lebih dari satu juta

kepala keluarga dan 1.500 lembaga keuangan mikro di

seluruh penjuru tanah air.

Berikut dijelaskan Visi dan Misi PT. Permodalan

Nasional Madani (PERSERO) yaitu:

a. Visi

Dalam menjalankan aktifitas usahanya, PNM menuju

kepada suatu visi yang menjadi penentu arah

pencapaian kinerja terbaik perusahaan. Visi

tersebut adalah: Menjadi lembaga pembiayaan terkemuka

dalam meningkatkan nilai tambah secara berkelanjutan bagi

Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) yang

berlandaskan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).

b. Misi

Dalam upaya mewujudkan visi tersebut, perusahaan

mengemban misi sebagai berikut:

1) Menjalankan berbagai upaya, yang terkait dengan

operasional perusahaan, untuk meningkatkan

kelayakan usaha dan kemampuan wirausaha para

pelaku bisnis UMKMK.

2) Membantu pelaku UMKMK untuk mendapatkan dan

kemudian meningkatkan akses pembiayaan UMKMK

kepada lembaga keuangan baik bank maupun non-

bank yang pada akhirnya akan meningkatkan

kontribusi mereka dalam perluasan lapangan

kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

3) Meningkatkan kreatifitas dan produktivitas

karyawan untuk mencapai kinerja terbaik dalam

usaha pengembangan sektor UMKMK.

Adapun Struktur Organisasi PT. Permodalan Nasional

Madani (PERSERO) dapat dilihat pada gambar 4.1 dibawah

ini:

Gambar 4.1. Struktur Organisasi PT. Permodalan NasionalMadani (PERSERO)

Sedangkan Kegiatan Usaha PNM dapat lihat pada

gambar 4.2 sebagai berikut:

Gambar 4.2 Kegiatan Usaha Permodalan Nasional Madani(PERSERO)

Madani Mikro Murâbahah (M3) merupakan produk

pembiayaan syari’ah kepada pelaku usaha mikro dan kecil

dengan pola pinjaman jual beli (murâbahah) terkait

dengan jual beli barang yang dilakukan pengusaha mikro

dan kecil untuk memenuhi atau menambah / meningkatkan

volume usahanya. sedangkan kata “Madani” dimaksudkan

untuk memposisikan PT. PNM (PERSERO) sebagai lembaga

UKM / LKM. Madani Mikro Murâbahah (M3) untuk Usaha

Mikro dan Kecil dari Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp.

200.000.000,- .

Maksimal pembiayaan yang bisa diajukan ke ULaMM

besaran nilainya mulai dari 1 juta sampai dengan 200

juta (tergantung dari kebutuhan dan skala usaha calon

nasabah) dengan skema/pola pembiayaan syari’ah. 

Prosesnya dimulai dari kunjungan on the spot Marketing

Officer ULaMM ke lokasi calon nasabah, pada tahap ini

Officer ULaMM melihat kondisi usaha calon debitur untuk

kemudian dibuat ringkasan hasil pengamatan usaha calon

debitur sekaligus menilai kelayakan pemberian pinjaman

pembiayaan yang akan diberikan. 

Syarat lain yang diminta tentu identitas lengkap

calon debitur berupa KTP, KK, dan lain-lain, serta

dibutuhkan juga jaminan berupa aktiva bergerak atau aktiva

tetap seperti Kendaraan, gedung, rumah dan tanah.

Setelah persyaratan yang dipenuhi dan kelayakan usaha

dinilai prospektif maka kantor ULaMM segera mencairkan

pembiayaan dalam waktu singkat yaitu 3 hari kerja

setelah dokumen lengkap. 

Sistem pembayaran angsuranpun mudah, bisa harian,

mingguan dan bulanan. Cara pembayaran angsurannya bisa

dijemput melalui petugas ULaMM (Kolektor), bisa juga

langsung ke Kasir di Kantor ULaMM.

Untuk menjadi mitra ULaMM cukup mudah, asalkan

calon debitur sudah punya usaha yang prospektif minimal 2

tahun, usahanya bisa di bidang perdagangan, maupun

usaha lain yang bersifat komersil baik untuk modal kerja

atau investasi. Adapun syarat untuk mengajukan

pembiayaan murâbahah di ULaMM sebagai berikut:

Berdomisili di Kota Lhokseumawe / Kabupaten Aceh

Utara

Object jual beli/sewa adalah barang halal

Pembayaran investasi antara lain untuk pengadaan

aktiva tetap, mesin-mesin dan barang-barang modal

lainnya

Sudah punya usaha yang perspektif minimal dua tahun

Mengisi Formulir Daftar Barang yang hendak dibeli

yang tersedia di ULaMM Syari'ah

Usia debitur (pemohon) minimal 21 tahun atau sudah

menikah

Selain itu, menyertakan dokumen-dokumen rangkap 2

(dua) sebagai berikut:

1. Foto copy KTP Suami Istri

2. Foto copy Kartu Keluarga (KK)

3. Foto copy Buku Nikah

4. Foto copy Agunan (Surat Tanah. BPKB Kendaraan

Bermotor)

5. Pas photo Suami Istri

6. Surat Izin Usaha/Surat Keterangan Usaha

7. Catatan/pembukuan usaha 6 bulan terakhir

(Bon/Faktur)

8. Foto copy bukti sewa rumah/tempat usaha jika masih

sewa

9. Denah tempat tinggal/tempat usaha (untuk keperluan

survei)

B. Alasan Penentuan Denda Murâbahah Pada PT.

Permodalan Nasional Madani (PERSERO)

1. Alasan Penetapan Denda Murâbahah Pada PT. Permodalan

Nasional Madani (PERSERO)

Dalam menangani nasabah murâbahah yang lalai akan

kewajibannya, PNM memberikan sanksi denda sebagai bentuk

mekanisme PNM untuk mewaspadai kerugian pada pihak

ULaMM. Apabila penundaan pembayaran tersebut terjadi,

dapat menyebabkan penurunan kolektibilitas, sehingga

pencadangan penghapusan aktiva produktif akan meningkat.

Hal ini dapat mengurangi perhitungan keuntungan bagi

lembaga keuangan syari’ah. Oleh karenanya, tepat sekali

jika lembaga keuangan syari’ah memberlakukan sanksi

bagi nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran,

karena dapat memberikan mudarat bagi semua pihak.

Seorang nasabah yang memiliki kemampuan, tidak

dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. Bila seorang

nasabah menunda penyelesaian hutang tersebut, PNM dapat

mengambil tindakan melalui prosedur hukum untuk

mendapatkan kembali hutangnya, atau dengan cara

mengklaim kerugian financial yang terjadi akibat

penundaan.

Dengan adanya Fatwa DSN MUI Nomor 17 yang

membolehkan pengenaan denda bagi nasabah mampu, PNM

memberlakukan pemberian sanksi bagi nasabah lalai dalam

pembayaran pembiayaan, yang mana bisa dikenakan ta’zîr

(denda).

Adapun besaran denda ditetapkan dengan nilai

nominal sebagai berikut:96

Madani Mikro Murâbahah (M3) 1 juta s.d 10 jutadendanya telat 1 s.d 30 hari sebesar Rp. 20.0000,-

Madani Mikro Murâbahah (M3) 11 juta s.d 25 jutadendanya telat 1 s.d 30 hari sebesar Rp. 20.0000,-

Madani Mikro Murâbahah (M3) 26 juta s.d 50 jutadendanya telat 1 s.d 30 hari sebesar Rp. 20.0000,-

Madani Mikro Murâbahah (M3) 51 juta s.d 100 jutadendanya telat 1 s.d 30 hari sebesar Rp. 50.0000,-

Madani Mikro Murâbahah (M3) 101 juta s.d 200 jutadendanya telat 1 s.d 30 hari sebesar Rp. 50.0000,-

Di PNM dana denda tidak diambil dan dipergunakan

oleh PNM melainkan ditampung dalam suatu pos atau

96

Wawancara dengan Cluster PNM Aceh Bagian Lhokseumawe, BapakIvan Supriadi, S.E., pada Jumat 24 Januari 2014.

rekening yaitu, dana non halal atau dana sosial yang

diberikan kepada kepentingan umum, seperti kegiatan

kepemudaaan, buat WC di Kampung yang membutuhkan dan

lain-lain. Yang jelas dana denda itu tidak di masukkan

ke dalam pendapatan perusahaan tetapi dihibahkan untuk

membangun sarana serta prasarana kepentingan umum.97

Dalam menangani kasus yang berkaitan dengan

keterlambatan pembayaran dari nasabah. PNM menetapkan

tata cara pembayaran denda, yaitu denda keterlambatan

dapat dibayarkan bersamaan dengan uang penyetoran

angsuran bulanan tunggakan. Dilihat dari teknik

pengumpulan denda murâbahah, PNM melakukan penagihan

pada nasabah saat telat bayar atau lewat tanggal.98

Beberapa faktor yang mendukung pelaksanaan

penagihan denda murâbahah, yaitu:99

a. Pendekatan yang baik dengan nasabah97

Ibid.,98

Wawancara dengan Cluster PNM....,

99 Ibid.,

b. Transparansi perhitungan denda

Adapun faktor penghambat penagihan denda

murâbahah, yaitu:100

a. Nasabah mengetahui denda yang mereka bayar akan

dialokasikan sebagai dana kebajikan.

b. Denda bisa dibayar tangguh hari paling lambat 30

hari.

2. Penetapan Denda Murâbahah pada PT. Permodalan

Nasional Madani (PERSERO)

Karakter atau watak calon debitur/nasabah merupakan

salah satu pertimbangan yang terpenting dalam

memutuskan pemberian pembiayaan. Dalam prakteknya untuk

sampai pada pengetahuan bahwa debitur/nasabah tersebut

mempunyai watak yang baik atau tidak, tidaklah semudah

yang diduga. Ini merupakan faktor luar PT. PNM

(PERSERO) yang sulit dihindari, karena tergantung pada

100

Ibid,

pribadi masing-masing debitur/nasabah. Kepercayaan pada

debitur tidak selamannya berlaku dengan baik, terkadang

disalahgunakan debitur. Seorang debitur yang jujur tidak

mudah menyimpang dari ketentuan perjanjian pembiayaan,

sedangkan debitur yang tidak jujur/berwatak buruk akan

berkembang menjadi pembiayaan bermasalah dan merugikan

PT. PNM (PERSERO). Mengingat pada saat ini PT. PNM

(PERSERO) Cabang Lhokseumawe sedang mengalami

pembiayaan bermasalah (NPF) sebesar 7% dari total

jumlah pembiayaan murȃbahah yang telah disalurkan.101

Karakter nasabah sangat mempengaruhi dalam

memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran kepada

PT. PNM (PERSERO). Adapun kriteria nasabah dapat

diklasifikasi menjadi empat karakter yaitu:102

a. Nasabah yang mau dan mampu 101

Wawancara dengan Bapak Reyhansyah, Manajer Unit Layanan Modal Mikro Syari’ah PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe, pada 03 Juli 2014.

102

Wawancara dengan Bapak Reyhansyah, Manajer Unit LayananModal Mikro Syari’ah PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)Cabang Lhokseumawe, pada 02 Juni 2014.

yaitu nasabah yang lancar dalam melakukan

pelunasan pembiayaan sesuai perjanjian. Nasabah

yang membayar kewajiban angsuran tepat waktu, mau

menyetor uang angsuran bulanan ke PT. Permodalan

Nasional Madani (PERSERO), tanpa harus Collector

menyemput uang angsuran tersebut ke tempat

nasabah. Jika pun nasabah tidak bisa ke PT.

Permodalan Nasional Madani (PERSERO), nasabah ini

akan menghubungi Collector untuk menjemput uang

setoran angsurannya ke rumah atau tempat usahanya

tersebut.

b. Nasabah mau tetapi tidak mampu

yaitu nasabah yang mau melunasi cicilan pembiayaan

pada PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)

tetapi tidak mampu membayar tepat waktu. Nasabah

ini mau bertanggung jawab. Jenis nasabah ini yang

biasanya mengalami kebangkrutan usaha, atau

mengalami musibah seperti ditipu pelanggannya.

Namun tidak pernah menghindar dari Collector pada

saat penagihan. Biasanya pembayaran angsurannya

bisa ditunaikan lewat tanggal jatuh tempo dengan

meminta tangguh beberapa hari.

c. Nasabah mampu tetapi tidak mau

yaitu nasabah yang memiliki kemampuan untuk

melunasi pembiayaannya tetapi tidak membayar

cicilan pembiayaan secara tepat waktu atau bahkan

terkadang macet dan jika didatangi pihak PT. PNM

(PERSERO) selalu menghindar. Ini nasabah yang

paling nakal, usahanya dalam kondisi baik dan

berpenghasilan bahkan sedang maju. Namun, karena

nasabah ini selalu mengumbar bermacam-macam alasan

saat ditagih seperti alasan: uangnya sedang

diputar untuk menambah belanja usahanya sehingga

menunda-nuda pembayaran angsuran bulanannya pada

lembaga PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO).

Nasabah ini pada saat di datangi Collector waktu

penagihan dilayani dengan berbagai alasan-alasan

yang tidak masuk akal, seperti: lupa, uang sudah

dipinjamkan kepada orang lain, uang sudah

dibelanjakan, Collector telat datang dan lain-lain.

Bahkan kadang-kadang berkonflik dengan Collector

karena marah sebab didatangi Collector ke tempat

usahanya dengan alasan malu dan sibuk. Nasabah ini

tidak pernah bisa di pegang kata-katanya dan tidak

mengindahkan janji atau tanggung jawabnya.

Karakter nasabah macam ini yang layak dikenakan

denda sebagaimana tersebut dalam fatwa Dewan

Syari’ah Nasional No.17/DSN-MUI/IX/2000.

Contoh Kasus:

Pak Imran memiliki kebijaksanaan memelihara

tingkat persediaan barang selama 1 bulan. Berapa

dana tambahan yang dibutuhkan bila Pak Imran

bermaksud meningkatkan penjualannya sebesar

Rp.10.000,- per bulan tahun depan? Diketahui bahwa

harga pokok penjualan adalah 80% dan seluruh

penjualan dilakukan secara tunai.

Penyelesaian:

Apabila Pak Imran memelihara tingkat

persediaan selama 1 bulan, peningkatan penjualan

sebesar Rp.1.000,- per bulan akan mengakibatkan

penambahan persediaan sebesar 80% x Rp.1.000,-

yaitu Rp.80,- Persediaan ini akan terus dipelihara

karena bila di bawah tingkat tersebut, maka

perputaran persediaan Pak Imran akan berkurang

menjadi dibawah 1 bulan.

Apabila kita bermaksud memberikan pembiayaan

sebesar Rp.800,- dengan margin keuntungan setara

20% p.a apakah Pak Imran layak menerima pembiayaan

tersebut, bila diketahui biaya operasionalnya

adalah 5% dari penjualan.

Untuk itu kita perlu melakukan proyeksi

perhitungan laba rugi sebagai berikut:

Penjualan per tahun = 12 xRp.1.000,-

=Rp.12.000,-

Harga Pokok Penjualan = 80% x Rp12.000,-

=9.600,-

Laba Kotor 2.400,-

Biaya Operasional = 5% x Rp12.000,-

=600,-

Laba bersih sebelummargin dan pajak

=1.800,-

Biaya Margin = 20% xRp.800,-

=160,-

Laba Bersih sebelum pajak =Rp.1.640,-

Perhitungan di atas hanya memperhatikan hasil

dari peningkatan penjualannya saja. Disini

terlihat bahwa Pak Imran akan sanggup membayar

margin dengan baik. Dengan memperhatikan hal

tersebut maka pembiayaan sebesar Rp.800,- dapat

diberikan. Adapun yang menjadi masalah ialah

ketika Pak Imran tidak mau membayar kewajiban

angsurannya.

d. Nasabah yang tidak mau dan tidak mampu

yaitu nasabah tidak memiliki kemampuan untuk

membayar tetapi juga tidak berusaha untuk melunasi

pembiayaan yang dilakukan pada PT. PNM (PERSERO).

Nasabah ini adalah nasabah yang sudah putus asa

karena usahanya bermasalah seperti kena tipu dari

mitranya, terlilit utang banyak dari pihak lain.

Nasabah ini rela dijual jaminannya, bahkan tidak

mau menerima tawaran pihak PT. Permodalan Nasional

Madani (PERSERO) untuk menambah pembiayaan dengan

margin rendah.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada bab ini berisi intisari yang diambil dari

bab-bab sebelumnya, oleh karena itu penulis

berkesimpulan bahwa:

1. Penyebab PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)

menetapkan denda murâbahah dalam menangani nasabah

murâbahah yang lalai akan kewajibannya adalah

sebagai bentuk mekanisme PNM untuk mewaspadai

kerugian pada pihak PNM. Apabila penundaan

pembayaran tersebut terjadi, dapat menyebabkan

penurunan kolektibilitas, sehingga pencadangan

penghapusan aktiva produktif akan meningkat. Hal ini

dapat mengurangi perhitungan keuntungan bagi PNM.

Oleh karenanya, tepat sekali jika PNM

memberlakukan sanksi bagi nasabah mampu yang

menunda-nunda pembayaran, karena dapat memberikan

mudarat bagi semua pihak.

2. Berdasarkan analisis Fatwa Dewan Syari’ah Nasional

No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Penentuan Denda

Pembiayaan Murâbahah pada PT. Permodalan Nasional

Madani (PERSERO) yang selanjutnya disebut PNM,

penulis berkesimpulan bahwa denda dapat dikenakan

kepada nasabah-nasabah nakal, yang sanggup dan

mampu untuk membayar tepat pada waktunya tetapi

sengaja ditunda-tunda. Di PNM dana denda tidak

diambil dan dipergunakan oleh PNM melainkan

ditampung dalam suatu pos atau rekening yaitu,

dana non halal atau dana sosial yang diberikan

kepada kepentingan umum, seperti kegiatan

kepemudaaan, buat WC di Kampung yang membutuhkan

dan lain-lain. Yang jelas dana denda itu tidak di

masukkan ke dalam pendapatan perusahaan tetapi

dihibahkan untuk membangun sarana serta prasarana

kepentingan umum. Dengan ini PNM sudah mengikuti

prosedur atau peraturan yang ditetapkan oleh DSN

MUI No. 17 Tahun 2000.

B. Saran

Saran penulis kepada PT. Permodalan Madani

(PERSERO) Cabang Lhokseumawe sebaiknya menjaga hubungan

baik dengan nasabah dan memberi pemahaman kepada

nasabah bahwa transaksi yang telah ditanda tangani oleh

kedua belah pihak berhubungan dengan masalah hukum dan

telah di undang-undangkan oleh pemerintah. Jangan

sampai tindakan salah yang dilakukan oleh nasabah itu

dapat merugikan mereka sendiri.

Saran penulis kepada nasabah jika ada hal-hal yang

kurang berkenan dengan PT. Permodalan Nasional Madani

(PERSERO) Cabang Lhokseumawe sebaiknya di sampaikan

kepada PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO) Cabang

Lhokseumawe, jangan mengambil sikap yang tidak

bijaksana seperti tidak menunaikan kewajiban karena

dapat merugikan diri sendiri. Karena zaman sekarang

yang bisa bantu pengusaha dengan utang bisa cair dalam

sehari cuma bank dan lembaga keuangan bukan individu,

karena individu takut meminjamkan uang, jika nama baik

tercoreng di lembaga-lebaga keuangan tersebut kemana

lagi tempat yang harus memohon bantuan. Oleh karena

demikian, karena hidup kita saling membutuhkan

sebaiknya jaga hubungan baik.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdurrahman al- Jazĭri, Kitȃb al-Fiqh ‘Ala al-Madzȃhib al-Arbȃ’ah,Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1990.

Abdussami’ Aḫmad Imȃm, Nazharat fỉ Ushul al-Buyu’ al-Mamnu’ah,Cet.I, Mesir: Dar al-Thiba’ah al-Muhammadiyyah,1360 H./1941 M

Abu Ali Muhammad Abd al-Rahman bin ‘Abd al-Rahman,Tuhfah al-Ahwadzy bi Syarh Jami’ al-Tirmîdzi, juz ke 4, Tnp.:Dâr al-Fikr, 1979.

Abu Dawud Sulaiman bin Asy’as, Sunan Abî Dawud, juz ke 3,Kairo: Dâr al-Hadis, 1988.

Abû Ishaq al-Syâtibi, al-Muwâfaqat fî Ushûl al-Ahkam, Bayût:Dâr al-Fikr, t.t.

Abu Ishaq al-Syirȃzi, Al-Muhȃdzdzab, Mesir: Isa al-Babial-Halȃbi,t.th.

Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan,Jakarta: IIIT Indonesia, 2003.

Amhad Warson Munawwir, Almunawwir, Surabaya: PustakaProgressif, 1997.

Amr Mohamed El Tiby, “Islamic Banking, How to Manage Risk andImprove Profitability”, United States: Willey Finance,2011.

Antonius, Pedoman Pengelolaan Bank Syariah, Jakarta: LPPBS,1993.

Asy-Syȃfi’i, Al-Umm, Beirut: Dȃr al-Kutub al-Ilmiyyah,1993.

Ayus Ahmad Yusuf dan Abul Aziz, Manajemen operasional BankSyariah, Cirebon: STAIN Press. 2009.

Berita Bisnis, UKM Terbaru dari IndoTrading.com, UKMSulit Akses Dana di Bank? Masih Ada Jalan Lain,http://blog.indotrading.com/ukm-sulit-akses-dana-di-bank-masih-ada-jalan-lain/, diakses pada Selasa23 Juli 2013.

BPRS PNM Al-Ma’soem, Kebijakan Manajemen Pembiayaan BankSyariah, Bandung: BPRS PNM Al-Ma’soem. 2004

Daryanto, Bahasa Kamus Indonesia Lengkap, Surabaya: Apollo,1997.

Djama’an Satori & Aan Komariah, Metode Penelitian Kualitatif,Bandung: Alfabeta, 2010.

Edy Sasmito, Rahasia Sukses Pengusaha Tahan Banting PengalamanPelaku Usaha Mikro Kecil, Jakarta: Permodalan NasionalMadani, 2010.

Faisal Baasir, Pembangunan dan Krisis kritik dan solusi menujukebangkitan Indonesia, Cet. 1, Jakarta: Pustaka SinarHarapan, 2003.

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 17/DSNMUI/IX/2000tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran.

Fazlur Rahman, Islam, terj. Senoadji Saleh, Jakarta:Bina Aksara, 1987.

Hamid Fahmi Zarkasyi, Kritik terhadap Gagasan “Pembaharuan”Pemikiran Islam di Indonesia Merujuk kepada PemikiranNurcholish Majid”, diakses dari http://anawinta.wordpress.com/2007/03/30/kritik-terhadap-gagasan-pembaharuan-pemikiran-islam-di-indonesia.

Hasani Ahmad Syamsuri, Ijtihad dan sekularisasi: telisik atas tradisikeilmuan Islam dan barat, Al-‘Adalah Vol. X, No. 2Juli 2011, diakses pada 13 Juli 2014.

Ibn Rusyd, Bidȃyah al-Mujtahid wa Nihȃyah al-Muqtashid, Beirut:Dȃr al-Fikr, tt.

Ibrahim Husen, Bunga Rampai dan Percikan Filsafat Hukum Islam,Jakarta: Yayasan IIQ, 1997.

Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, Oxford:Clarendon Press, 1982.

Joseph Schacht, The Origin of Muhammadan Law, London:Oxford University Press, 1971, Muhammad Idrîs al-Syâfi’î, al-Risâlah, t.t.: Dâr al-Fikr, t.th.

Laporan Tahunan 2012 PT. Permodalan Nasional MadaniPERSERO.

Lies Ernawati, Keragaman Pemaknaan Murâbahah, Ekuitas: JurnalEkonomi dan Keuangan, ISSN 1411-0393, 2012.

Liquat Ali Khan Niazi, Islamic Law of Contract, Lahore:Research Cell DyalSingh Trust Library, 1990.

M. Nasir, Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalia Indah,1985.

M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek,Jakarta: GemaInsani, 2001.

M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, Jakarta: Gema InsaniPress, 2000.

Maimun, Reorientasi Pemikiran Ijtihad Kontemporer Sebuah Renungandalam Perspektif Pemikiran Hukum Islam, MakalahDisampaikan pada Diskusi Himpunan Ilmuwan danSarjana Syariah Indonesia (HISSI) ProvinsiLampung, tanggal 1 Maret 2011.

Maimun, Sanksi terhadap Debitur Pengemplang dalam PraktikPerbankan Syari’ah: Suatu Kajian Aplikatif Pendekatan Ushul Fiqh,http://ejournal.iainradenintan.ac.id/index.php/asas/article/view/154/115, diakses 20 Mei 2014.

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan SyariahNasional, edisi ke-2, Jakarta: MUI, 2003.

Masduki Ibnu Zeayah, ‘Azzara, Kajian tafsir kata, diakses 19April 2014 darihttp://prismabekasi.blogspot.com/2012/11/azzara-mendukung.html.

Muhammad ‘Ali al-Shabunî, Rawa’i al-Bayân Tafsîr Ayat al-Ahkâmmin al-Qur’ân, jil. II, Makkah: Dâr al-Fikr, t.th.

Muhammad Abdul Mujib, dkk., Kamus Istilah Fiqih, Jakarta:Pustaka Firdaus, 1994.

Muhammad, Bank Syari’ah Analisis Kekuatan, Kelemahan Peluang danAncaman, Yogyakarta: Ekonisia, t.th.

Muhammad, Teknik perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada BankSyariah, Jakarta: UII Press Yogyakarta, 2004.

Musnad al-Imâm Ahmâd ibn Hanbal, juz ke 5, Bayrut:Maktabah al-Islami, 1985.

Muwȃffiquddỉn dan Syamsuddĭn Ibn Qudamah, Al-Mughnȋ wa al-Syarḫ al-Kabĭr ‘alâ Matan al-Muqna’ fi Fiqh al-Imâm Aḫmad binHąnbal, Juz ke 5, Bairut: Dar al-Fikr, tt.

PNM Ekspansi ULaMM Syari’ah, (online),http://www.republika.co.id/berita/bisnis-syari’ah/berita/10/01/15/101008-pnm-ekspansi-ulamm-syari’ah, diakses minggu, 7 Juli 2013.

Profil perusahaan, http://www.pnm.co.id/read/1/Profil-Perusahaan, online, diakses minggu, 7 Juli 2013.

Rahimin Affandi Abdul Rahim, Ijtihad: Suatu AnalisisPerbandingan, dalam Jurnal Syariah, Vol. 1, No. 2,1993.

Said Ramadhan, Islamic Law: Its Scoup and Equity, Kuala Lumpur:Muslim Youth Movement of Malaysia, 1987.

Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Cet.I, Jakarta: RinekaCipta, 1992.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta,2000.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu PendekatanPraktek, edisi Revisi IV, Cet. XIII, Jakarta:Rineka Cipta, 2006.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu PendekatanPraktek, Edisi Revisi V, Jakarta: Rineka Cipta,2002.

Sulaiman bin Abdulrani, Sistem kerja ULaMM syariah,http://sulaiman.byethost13.com/sistemkerja.php,(online), diakses minggu, 7 Juli 2013.

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalamTata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: Pustaka UtamaGrafiti, 1999.

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syari’ah, Jakarta: RajawaliPress, 2007.

Syamsul Anwar, Kontrak dalam Islam, makalah disampaikanpada Pelatihan Penyelesaian Sengketa EkonomiSyari’ah di Pengadilan Agama, Yogyakarta:Kerjasama Mahkamah Agung RI Dan ProgramPascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum UII, 2006.

Syamsul Anwar, Pengembangan Metode Penelitian Hukum Islam,dalam Ainurrofiq, “Mazhab” Jogja, Mengagas Paradigma

Usul Fiqh Kontemporer. Cet. 1, Yogyakarta: ar-RuzzPress, 2002, Diakses pada Minggu, 06 Juli 2014.

Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, Cet. I,Jakarta: RM. Book, 2007.

Syamsul Anwar, Teori Kausa dalam Hukum Perjanjian Islam SuatuKajian Asas Hukum, laporan penelitian tidakditerbitkan, Yogyakarta: Proyek Perguruan TinggiAgama IAIN Sunan Kalijaga, 2000, dalam Jamal AbdulAziz, Riba dan Etika Bisnis Islam Telaah atas Konsep Riba‘Kontemporer’ Muhammad Syahrur, Jurnal P3M STAINPurwokerto, Ibda`, Vol. 2, No. 1, Jan-Jun 2004,diakses pada Minggu, 06 Juli 2014.

Veithzal Rivai, Islamic Financial Management, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2008.

Wahbah az-Zuhȃili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Beirut: Daral-Fikr, 1989, IV: 703; al-Kasȃni, Bada’i as-Sanȃ’i fi Tartib asy-Syarȃ’i, Beirut: Dar al-Fikr,1996.

Wawancara dengan Bapak Reyhansyah, Manajer Unit LayananModal Mikro Syari’ah PT. Permodalan NasionalMadani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe, pada 03 Juli2014.

Wawancara dengan Bapak Reyhansyah, Manajer Unit LayananModal Mikro Syari’ah PT. Permodalan NasionalMadani (PERSERO) Cabang Lhokseumawe, pada 02 Juni2014.

Wawancara dengan Bapak Sulaiman Abdulrani Mousaa,Mantan Marketing Officer Unit Layanan Modal Mikro

Syari’ah PT. Permodalan Nasional Madani (PERSERO)Cabang Lhokseumawe Periode 2011-2012, Pada Selasa23 Juli 2013.

Wawancara dengan Cluster PNM Aceh Bagian Lhokseumawe,Bapak Ivan Supriadi pada Jumat 24 Januari 2014.

Yorga Permana, Upaya Pendampingan Industri Kecil Menengahsebagai Penopang Ekonomi Nasional, artikel: http://mti-itb.org/site/index.php/component/content/article/19-artikel-mti/44-upaya-pendampingan-industri-kecil-menengah-sebagai-penopang-ekonomi-nasional,diakses pada selasa 23 Juli 2013.

Yûsuf al-Qaradhawi, Ijtihad dalam Syariat Islam, terj. AhmadSyathori, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.

Yûsuf al-Qardhawi, al-Fatâwa Bayn al-Inzibat wa al-Tasyayyub,terj. Agus Suyadi Raharusun, Bandung: PustakaSetia, 2006.

Zakiy al-Din Sya’ban, Ushul al-Fiqh al-Islamî, Mesir: Dâr al-Ta’lif, 1964.