MASYARAKAT MADANI

34
MASYARAKAT MADANI Ciri-ciri masyarakat Madani : 1. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik. 2. Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip- prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain. Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi : (1) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) (2) Pers yang bebas (3) Supremasi hukum (4) Perguruan Tinggi (5) Partai politik 3. Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain. 4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa. 5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya. 6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab. 7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.

Transcript of MASYARAKAT MADANI

MASYARAKAT MADANICiri-ciri masyarakat Madani :1. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik.2. Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratisdari orang lain. Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi : (1) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)                (2) Pers yang bebas                (3) Supremasi hukum                (4) Perguruan Tinggi                (5) Partai politik3. Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.

BAB IPENDAHULUAN

Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahanistilah dari konsep civil society yang pertama kali digulirkan olehDato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposiumNasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festivalistiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukanoleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa masyarakatyang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradabanmaju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yangdimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yangsubur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjaminkeseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilanmasyarakat.

Menurut Quraish Shibab, masyarakat Muslim awal disebutumat terbaik karena sifat-sifat yang menghiasi diri mereka,yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada hal-hal yang dianggapbaik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Allah(al-ma’ruf) dan mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihabmenjelaskan, kaum Muslim awal menjadi “khairu ummah” karenamereka menjalankan amar ma’ruf sejalan dengan tuntunan Allahdan rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2: 185).

Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikalmasyarakat ideal bukan pada peniruan struktur masyarakatnya,tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini.Seperti, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar yang sejalandengan petunjuk Ilahi, maupun persatuan yang kesatuan yangditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS. Ali Imran [3]: 105).Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstuiIlahi adalah dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baiksebagaimana yang tercermin dalam QS an-Nahl [16]: 125. Dalamrangka membangun “masyarakat madani modern”, meneladani Nabibukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliauperagakan saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupundengan umat lain, seperti menjaga persatuan umat Islam,

menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adilkepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya.

Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yangtidak mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat.Mereka tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan tidakmeninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka bersikap seimbang(tawassuth) dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jikasikap yang melekat pada masyarakat Madinah mampu diteladaniumat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menungguwaktu saja.

Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yangmenggambarkan maasyarakat beradab yang mengacu pada nila-inilai kebajikan dengan mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif bagi peneiptaan tatanandemokratis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

BAB IIMASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT

2.1 Konsep Masyarakat MadaniKonsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau

pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kalimengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim dandikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaancivil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsepdan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad.Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historisketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakatmuslim modern.

Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahandari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembangdari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Baratyang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalamfilsafat politiknya. Konsep civil society pertama kalidipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilahcivil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau,

John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatubangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritariankekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (LarryDiamond, 2003: 278).

Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimanayang telah dikemukakan di atas, masyarakat madani adalahistilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luarmenjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society lalumembandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yangdijadikan pembenaran atas pembentukan civil society dimasyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligusperbedaan di antara keduanya.

Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madaniadalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkanmodernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakanmasyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civilsociety mempunyai moral-transendental yang rapuh karenameninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir daridalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarifmendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakatyang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilaietik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A.Syafii Maarif, 2004: 84).

Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah:memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yangbeda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal darikata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisidari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997),masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “thesphere of voluntary activity which takes place outside ofgovernment and the market.” Merujuk pada Bahmueller (1997).

2.1.1 Pengertian Masyarakat MadaniMasyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjungtinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaanilmu pengetahuan, dan teknologi.

Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani denganfirman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15:Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediamanmereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada merekadikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu danbersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan(Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.

2.1.2 Masyarakat Madani Dalam SejarahAda dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasisebagai masyarakat madani, yaitu:

1) Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.2) Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian

Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam denganpenduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsanidari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah berisikesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong,menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagaipemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untukmemeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yangdianutnya.

2.1.3 Karakteristik Masyarakat MadaniAda beberapa karakteristik masyarakat madani,

diantaranya:1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok

ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansisosial.

2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yangmendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.

3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi olehnegara dengan program-program pembangunan yang berbasismasyarakat.

4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negarakarena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampumemberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusanpemerintah.

5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat olehrejim-rejim totaliter.

6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehinggaindividu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang laindan tidak mementingkan diri sendiri.

7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembagasosial dengan berbagai ragam perspektif.

8. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakatyang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkanhukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.

9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secaraindividu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secaraadil.

10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individulain yang dapat mengurangi kebebasannya.

11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lainyang telah diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dantidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbedatersebut.

12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut

memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkankemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.

14. Berakhlak mulia.Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa

masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimanapara anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalammenyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang

seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkanprogram-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian,masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yanghampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah onsepyang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang danperjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat dinegara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagaimasyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harusdipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanyademocratic governance (pemerintahan demokratis) yang dipilihdan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian(masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civilsecurity; civil responsibility dan civil resilience).

Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuhprasyarat masyarakat madani sbb:

1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompokdalam masyarakat.

2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial(socail capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuanmelaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaandan relasi sosial antar kelompok.

3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan;dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanansosial.

4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat danlembaga-lembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forumdimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapatdikembangkan.

5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat sertatumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dankepercayaan.

6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkanlembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secaraproduktif dan berkeadilan sosial.

7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungandan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka danterpercaya.

Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akanberhenti pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus padamasyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya denganfaham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hakazasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa rambu-rambu yangperlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani(lihat DuBois dan Milley, 1992).

Rambu-rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiringmasyarakat menjadi sebuah entitas yang bertolak belakangdengan semangat negara-bangsa:

1. Sentralisme versus lokalisme. Masyarakat pada mulanya inginmengganti prototipe pemerintahan yang sentralisme dengandesentralisme. Namun yang terjadi kemudian malah terjebak kedalam faham lokalisme yang mengagungkan mitos-mitos kedaerahantanpa memperhatikan prinsip nasionalisme, meritokrasi dankeadilan sosial.

2. Pluralisme versus rasisme. Pluralisme menunjuk pada salingpenghormatan antara berbagai kelompok dalam masyarakat danpenghormatan kaum mayoritas terhadap minoritas dan sebaliknya,yang memungkinkan mereka mengekspresikan kebudayaan merekatanpa prasangka dan permusuhan. Ketimbang berupaya untukmengeliminasi karakter etnis, pluralisme budaya berjuang untukmemelihara integritas budaya. Pluralisme menghindaripenyeragaman. Karena, seperti kata Kleden (2000:5), “…penyeragaman adalah kekerasan terhadap perbedaan, pemerkosaanterhadap bakat dan terhadap potensi manusia.”

Sebaliknya, rasisme merupakan sebuah ideologi yang membenarkandominasi satu kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya.Rasisme sering diberi legitimasi oleh suatu klaim bahwa suaturas minoritas secara genetik dan budaya lebih inferior dariras yang dominan. Diskriminasi ras memiliki tiga tingkatan:

individual, organisasional, dan struktural. Pada tingkatindividu, diskriminasi ras berwujud sikap dan perilakuprasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi ras terlihatmanakala kebijakan, aturan dan perundang-undangan hanyamenguntungkan kelompok tertentu saja. Secara struktural,diskriminasi ras dapat dilacak manakala satu lembaga sosialmemberikan pembatasan-pembatasan dan larangan-laranganterhadap lembaga lainnya.

3. Elitisme dan communalisme. Elitisme merujuk pada pemujaan yangberlebihan terhadap strata atau kelas sosial berdasarkankekayaan, kekuasaan dan prestise. Seseorang atau sekelompokorang yang memiliki kelas sosial tinggi kemudian dianggapberhak menentukan potensi-potensi orang lain dalam menjangkausumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang adadalam masyarakat.

Konsep Masyarakat Madani semula dimunculkan sebagaijawaban atas usulan untuk meletakkan peran agama ke dalamsuatu masyarakat Multikultural. Multikultural merupakan produkdari proses demokratisasi di negeri ini yang sedangberlangsung terus menerus yang kemudian memunculkan idepluralistik dan implikasinya kesetaraan hak individual. Perlukita pahami, perbincangan seputar Masyarakat Madani sudah adasejak tahun 1990-an, akan tetapi sampai saat ini, masyarakatMadani lebih diterjemahkan sebagai masyarakat sipil olehbeberapa pakar Sosiologi. Untuk lebih jelasnya, kita perlumenganalisa secara historis kemunculan masyarakat Madani dankemunculan istilah masyarakat Sipil, agar lebih akuratmembahas tentang peran agama dalam membangun masyarakatbangsa.

Masyarakat Sipil adalah terjemahan dari istilah InggrisCivil Society yang mengambil dari bahasa Latin civilassocietas. Secara historis karya Adam Ferguson merupakan salahsatu titik asal penggunaan ungkapan masyarakat sipil (civilsociety), yang kemudian diterjemahkan sebagai masyarakatMadani. Gagasan masyarakat sipil merupakan tujuan utama dalam

membongkar masyarakat Marxis. Masyarakat sipil menampilkandirinya sebagai daerah kepentingan diri individual danpemenuhan maksud-maksud pribadi secara bebas, dan merupakanbagian dari masyarakat yang menentang struktur politik (dalamkonteks tatanan sosial) atau berbeda dari negara. Masyarakatsipil, memiliki dua bidang yang berlainan yaitu bidang politik(juga moral) dan bidang sosial ekonomi yang secara moralnetral dan instumental (lih. Gellner:1996).

Seperti Durkheim, pusat perhatian Ferguson adalahpembagian kerja dalam masyarakat, dia melihat bahwakonsekuensi sosio-politis dari pembagian kerja jauh lebihpenting dibanding konsekuensi ekonominya. Ferguson melupakankemakmuran sebagai landasan berpartisipasi. Dia juga tidakmempertimbangkan peranan agama ketika menguraikan salingmempengaruhi antara dua partisipan tersebut (masyarakatkomersial dan masyarakat perang), padahal dia memasukankebajikan di dalam konsep masyarakatnya. Masyarakat sipildalam pengertian yang lebih sempit ialah bagian darimasyarakat yang menentang struktur politik dalam kontekstatanan sosial di mana pemisahan seperti ini telah terjadi danmungkin.

Selanjutnya sebagai pembanding, Ferguson mengambilmasyarakat feodal, dimana perbandingan di antara keduanyaadalah, pada masyarakat feodal strata politik dan ekonomijelas terlihat bahkan dijamin secara hukum dan ritual, tidakada pemisahan hanya ada satu tatanan sosial, politik danekonomi yang saling memperkuat satu sama lain. Posisi sepertiini tidak mungkin lagi terjadi pada masyarakat komersial.Kekhawatiran Ferguson selanjutnya adalah apabila masyarakatperang digantikan dengan masyarakat komersial, maka negaramenjadi lemah dari serangan musuh. Secara tidak disadariFerguson menggemakan ahli teori peradaban, yaitu Ibnu Khaldunyang mengemukakan spesialisme mengatomisasi mereka danmenghalangi kesatupaduan yang merupakan syarat bagi efektifnyapolitik dan militer. Di dalam masyarakat Ibnu Khaldun militermasih memiliki peran dan berfungsi sebagai penjaga keamanan

negara, maka tidak pernah ada dan tidak mungkin ada bagidunianya, masyarakat sipil.

Pada kenyataannya, apabila kita konsekuen denganmenggunakan masyarakat Madani sebagai padanan dari MasyarakatSipil, maka secara historis kita lebih mudah secara langsungme-refer kepada “masyarakat”nya Ibnu Khaldun. Deskripsimasyarakatnya justru banyak mengandung muatan-muatan moral-spiritual dan mengunakan agama sebagai landasan analisisnya.Pada kenyataannya masyarakat sipil tidak sama denganmasyarakat Madani. Masyarakat Madani merujuk kepada sebuahmasyarakat dan negara yang diatur oleh hukum agama, sedangkanmasyarakat sipil merujuk kepada komponen di luar negara. SyedFarid Alatas seorang sosiolog sepakat dengan Syed M. Al NaquibAl Attas (berbeda dengan para sosiolog umumnya), menyatakanbahwa faham masyarakat Madani tidak sama dengan fahammasyarakat Sipil. Istilah Madani, Madinah (kota) dan din(diterjemahkan sebagai agama) semuanya didasarkan dari akarkata dyn. Kenyataan bahwa nama kota Yathrib berubah menjadiMedinah bermakna di sanalah din berlaku (lih. Alatas, 2001:7).Secara historispun masyarakat Sipil dan masyarakat Madanitidak memiliki hubungan sama sekali. Masyarakat Madani bermuladari perjuangan Nabi Muhammad SAW menghadapi kondisijahiliyyah masyarakat Arab Quraisy di Mekkah. Beliaumemperjuangkan kedaulatan, agar ummatnya leluasa menjalankansyari’at agama di bawah suatu perlindungan hukum.

Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusifdan dipandang sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yangsenantiasa hidup dan dapat berkembang dalam setiap ruang danwaktu. Mengingat landasan dan motivasi utama dalam masyarakatmadani adalah Alquran.

Meski Alquran tidak menyebutkan secara langsung bentukmasyarakat yang ideal namun tetap memberikan arahan ataupetunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar dan pilar-pilar yangterkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual,sebagai cerminan masyarakat yang ideal kita dapat meneladani

perjuangan rasulullah mendirikan dan menumbuhkembangkan konsepmasyarakat madani di Madinah.

Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejakhijrahnya Nabi Muhammad Saw. beserta para pengikutnya dariMakah ke Yatsrib. Hal tersebut terlihat dari tujuan hijrahsebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah dan sebuahsikap optimisme dalam mewujudkan cita-cita membentuk yangmadaniyyah (beradab).

Selang dua tahun pascahijrah atau tepatnya 624 M, setelahRasulullah mempelajari karakteristik dan struktur masyarakatdi Madinah yang cukup plural, beliau kemudian melakukanbeberapa perubahan sosial. Salah satu di antaranya adalahmengikat perjanjian solidaritas untuk membangun danmempertahankan sistem sosial yang baru. Sebuah ikatanperjanjian antara berbagai suku, ras, dan etnis seperti BaniQainuqa, Bani Auf, Bani al-Najjar dan lainnya yang beragamsaat itu, juga termasuk Yahudi dan Nasrani.

Dalam pandangan saya, setidaknya ada tiga karakteristikdasar dalam masyarakat madani. Pertama, diakuinya semangatpluralisme. Artinya, pluralitas telah menjadi sebuahkeniscayaan yang tidak dapat dielakkan sehingga mau tidak mau,pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang abadi dalampandangan Alquran. Pluralitas juga pada dasarnya merupakanketentuan Allah SWT (sunnatullah), sebagaimana tertuang dalamAlquran surat Al-Hujurat (49) ayat 13.

Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yangkodrati (given) dalam kehidupan. Dalam ajaran Islam, pluralismemerupakan karunia Allah yang bertujuan mencerdaskan umatmelalui perbedaan konstruktif dan dinamis. Ia (pluralitas)juga merupakan sumber dan motivator terwujudnya vividitaskreativitas (penggambaran yang hidup) yang terancamkeberadaannya jika tidak terdapat perbedaan (MuhammadImarah:1999).

Satu hal yang menjadi catatan penting bagi kita adalahsebuah peradaban yang kosmopolit akan tercipta manakala umat

Islam memiliki sikap inklusif dan mempunyai kemampuan (ability)menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Namun, dengancatatan identitas sejati atas parameter-parameter autentikagama tetap terjaga.

Kedua, adalah tingginya sikap toleransi (tasamuh). Baikterhadap saudara sesama Muslim maupun terhadap saudara non-Muslim. Secara sederhana toleransi dapat diartikan sebagaisikap suka mendengar dan menghargai pendapat dan pendirianorang lain.

Senada dengan hal itu, Quraish Shihab (2000) menyatakanbahwa tujuan Islam tidak semata-mata mempertahankankelestariannya sebagai sebuah agama. Namun juga mengakuieksistensi agama lain dengan memberinya hak hidup,berdampingan seiring dan saling menghormati satu sama lain.Sebagaimana hal itu pernah dicontohkan Rasulullah Saw. diMadinah. Setidaknya landasan normatif dari sikap toleransidapat kita tilik dalam firman Allah yang termaktub dalam suratAl-An’am ayat 108.

Ketiga, adalah tegaknya prinsip demokrasi atau dalam duniaIslam lebih dikenal dengan istilah musyawarah. Terlepas dariperdebatan mengenai perbedaan konsep demokrasi denganmusyawarah, saya memandang dalam arti membatasi hanya padawilayah terminologi saja, tidak lebih. Mengingat di dalamAlquran juga terdapat nilai-nilai demokrasi (surat As-Syura:38, surat Al-Mujadilah:11).

Ketiga prinsip dasar setidaknya menjadi refleksi bagi kitayang menginginkan terwujudnya sebuah tatanan sosial masyarakatmadani dalam konteks hari ini. Paling tidak hal tersebutmenjadi modal dasar untuk mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan.

2.2 Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat MadaniDalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau

potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masaitu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupanseperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi,

politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadikelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besardunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imamal-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.

2.2.1 Kualitas SDM Umat IslamDalam Q.S. Ali Imran ayat 110

Artinya:Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepadayang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara merekaada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakanbahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompokmanusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umatIslam itu adalah keunggulan kualitas SDMnyadibanding umat nonIslam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.

2.2.2 Posisi Umat IslamSDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas

yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalambidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan danteknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan.Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karenakualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikanperan yang proporsional. Hukum positif yang berlaku dinegeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik danekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkantokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.

2.3 Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan UmatMenurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk

kegiatan sosial dan ekonomi haruslah berlandaskan tauhid(keesaan Allah). Setiap ikatan atau hubungan antara seseorangdengan orang lain dan penghasilannya yang tidak sesuai denganajaran tauhid adalah ikatan atau hubungan yang tidak Islami.Dengan demikian realitas dari adanya hak milik mutlak tidakdapat diterima dalam Islam, sebab hal ini berarti mengingkaritauhid. Manurut ajaran Islam hak milik mutlak hanya ada pada

Allah saja. Hal ini berarti hak milik yang ada pada manusiahanyalah hak milik nisbi atau relatif. Islam mengakui setiapindividu sebagai pemilik apa yang diperolehnya melalui bekerjadalam pengertian yang seluas-luasnya, dan manusia berhak untukmempertukarkan haknya itu dalam batas-batas yang telahditentukan secara khusus dalam hukum Islam. Pernyataan-pernyataan dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengankodrat manusia itu sendiri, yaitu dengan sistem keadilan dansesuai dengan hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Di dalam ajaran Islam terdapat dua prinsip utama, yaknipertama, tidak seorangpun atau sekelompok orangpun yang berhakmengeksploitasi orang lain; dan kedua, tidak ada sekelompokorangpun boleh memisahkan diri dari orang lain dengan tujuanuntuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan merekasaja. Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga, makasetiap manusia adalah sama derajatnya di mata Allah dan didepan hukum yang diwahyukannya. Konsep persaudaraan danperlakuan yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat dimuka hukum tidaklah ada artinya kalau tidak disertai dengankeadilan ekonomi yang memungkinkan setiap orang memperoleh hakatas sumbangan terhadap masyarakat.Allah melarang hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalamQ.S. al-Syu’ara ayat 183:Artinya:Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamumerajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan;

Dalam komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadappersaudaraan, keadilan ekonomi dan sosial, maka ketidakadilandalam pendapatan dan kekayaan bertentangan dengan Islam. Akantetapi, konsep Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaanserta konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah menuntutbahwa semua orang harus mendapat upah yang sama tanpamemandang kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransiketidaksamaan pendapatan sampai tingkat tertentu, akrenasetiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan pelayanannyadalam masyarakat.

Dalam Q.S. An-Nahl ayat 71 disebutkan:Artinya:Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki,tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezkimereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan)rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.

Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmatipenghasilannya sesuai dengan kebutuhannya. Kelebihanpenghasilan atau kekayaannya. Kelebihan penghasilan ataukekayaannya harus dibelanjakan sebagai sedekah karena Alah.Banyak ayat-ayat Allah yang mendorong manusia untukmengamalkan sedekah, antara lain Q.S. An-nisa ayat 114:Artinya:Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuatma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yangberbuat demikian Karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak kami memberikepadanya pahala yang besar.

Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yangharus dipelihara, yaitu hubungan manusia dengan Allah danhubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat. Keduahubungan itu harus berjalan dengan serentak. Denganmelaksanakan kedua hungan itu hidup manusia akan sejahtrerabaik di dunia maupun di akhirat kelak.

2.4 Manajemen Zakat2.4.1 Pengertian dan Dasar Hukum Zakat

Zakat adalah memberikan harta yang telah mencapai nisabdan haul kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Nisab adalah ukuran tertentu dari harta yangdimiliki yang mewajibkan dikeluarkannya zakat, sedangkan hauladalah berjalan genap satu tahun. Zakat juga berartikebersihan, setiap pemeluk Islam yang mempunyai harta cukupbanyaknya menurut ketentuan (nisab) zakat, wajiblahmembersihkan hartanya itu dengan mengeluarkan zakatnya.

Dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka”yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Segala sesuatu

yang bertambah disebut zakat. Menurut istilah fikih zakatberarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untukdiserahkan kepada yang berhak. Orang yang wajib zakat disebut“muzakki”,sedangkan orang yang berhak menerima zakat disebut”mustahiq” .Zakat merupakan pengikat solidaritas dalammasyarakat dan mendidik jiwa untuk mengalahkan kelemahan danmempraktikan pengorbanan diri serta kemurahan hati.

Di dalam Alquran Allah telah berfirman sebagai berikut:Al-Baqarah: 110Artinya:“Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamuusahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah.Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan”.At-Taubah: 60Artinya:“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamusanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang denganpersiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orangselain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apasaja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukupkepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.At-Taubah: 103Artinya:“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamumembersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka.Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan AllahMaha mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Adapun hadist yang dipergunakan dasar hukum diwajibkannyazakat antara lain adalah hadis yang diriwayatkan oleh IbnuAbbas berikut:

Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW ketika mengutusMu’az ke Yaman, ia bersabda: “Sesungguhnya engkau akan datang ke satukaum dari Ahli Kitab, oleh karena itu ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidakada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Kemudian jikamereka taat kepadamu untuk ajakan itu, maka beritahukannlah kepada mereka,bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka atas mereka salat lima kali seharisemalam; lalu jika mereka mentaatimu untuk ajakan itu, maka beritahukanlah

kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan zakat atas mereka, yang diambildari orang-orang kaya mereka; kemudian jika mereka taat kepadamu untuk ajakanitu, maka berhati-hatilah kamu terhadap kehormatan harta-harta mereka, dantakutlah terhadap doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya antara doa itudan Allah tidak hijab (pembatas)”.

Adapun harta-harta yang wajib dizakati itu adalah sebagaiberikut:

1. Harta yang berharga, seperti emas dan perak.2. Hasil tanaman dan tumbuh-tumbuhan, seperti padi, gandum,

kurma, anggur.3. Binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, dan domba.4. Harta perdagangan.5. Harta galian termasuk juga harta rikaz.

Adapun orang yang berhak menerima zakat adalah:1. Fakir, ialah orang yang tidak mempunyai dan tidak pula

berusaha.2. Miskin, ialah orang yang tidak cukup penghidupannya dengan

pendapatannya sehingga ia selalu dalam keadaan kekurangan.3. Amil, ialah orang yang pekerjaannya mengurus dan mengumpulkan

zakat untuk dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya.4. Muallaf, ialah orang yang baru masuk Islam yang masih lemah

imannya, diberi zakat agar menambah kekuatan hatinya dan tetapmempelajari agama Islam.

5. Riqab, ialah hamba sahaya atau budak belian yang diberikebebasan berusaha untuk menebus dirinya agar menjadi orangmerdeka.

6. Gharim, ialah orang yang berhutang yang tidak ada kesanggupanmembayarnya.

7. Fi sabilillah, ialah orang yang berjuang di jalan Allah demimenegakkan Islam.

8. Ibnussabil, ialah orang yang kehabisan biaya atau perbekalandalam perjalanan yang bermaksud baik (bukan untuk maksiat).

2.4.2 Sejarah Pelaksanaan Zakat di IndonesiaSejak Islam memsuki Indonesia, zakat, infak, dan sedekah

merupakan sumber sumber dana untuk pengembangan ajaranIslam dan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahanBelanda. Pemerintah Belanda khawatir dana tersebut akandigunakan untuk melawan mereka jika masalah zakat tidakdiatur. Pada tanggal 4 Agustus 1938 pemerintah Belandamengeluarkan kebijakan pemerintah untuk mengawasi pelaksanaanzakat dan fitrah yang dilakukan oleh penghulu atau naibsepanjang tidak terjadi penyelewengan keuangan. Untukmelemahkan kekuatan rakyat yang bersumber dari zakat itu,pemerintah Belanda melarang semua pegawai dan priyai pribumiikut serta membantu pelaksanaan zakat. Larangan itu memberikandampak yang sangat negatif bagi pelakasanaan zakat di kalanganumat Islam, karena dengan sendirinya penerimaan zakat menurunsehingga dana rakyat untuk melawan tidak memadai. Hal inilahyang tampaknya diinginkan Pemerintah Kolonial Belanda.

Setelah Indonesia merdeka, di Aceh satu-satunya badanresmi yang mengurus masalah zakat. Pada masa orde baru barulahperhatian pemerintah terfokus pada masalah zakat, yang berawaldari anjuran Presiden Soeharto untuk melaksanakan zakat secaraefektif dan efisien serta mengembangkannya dengan cara-carayang lebih luas dengan pengarahan yang lebih tepat. Anjuranpresiden inilah yang mendorong dibentuknya badan amil diberbagai propinsi.2.4.3 Manajemen Pengelolaan Zakat Produktif

Sehubungan pengelolaan zakat yang kurang optimal, sebagianmasyarakat yang tergerak hatinya untuk memikirkan pengelolaanzakat secara produktif, sehingga mampu meningkatkankesejahteraan umat Islam pada umumnya dan masyarakat padaumumnya. Oleh karena itu, pada tahun 1990-an, beberapaperusahaan dan masyarakat membentuk Baitul Mal atau lembagayang bertugas mengelola dan zakat, infak dan sedekah darikaryawan perusahaan yang bersangkutan dan masyarakat.Sementara pemerintah juga membentuk Badan Amil Zakat Nasional.

Dalam pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antaralain:1. Pengelolaan harus berlandasakn Alquran dan Assunnah.

2. Keterbukaan. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadaplembaga amil zakat, pihak pengelola harus menerapkan manajemenyang terbuka.

3. Menggunakan manajemen dan administrasi modern.4. Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah zakat

dengan sebaik-baiknya.Selain itu amil juga harus berpegang teguh pada tujuan

pengelolaan zakat, antara lain:1. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya

keluar dari kesulitan dan penderitaan.2. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik3. Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu

masyarakat.4. Meningkatkan syiar Islam5. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.6. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.

2.4.4 Hikmah Ibadah ZakatApabila prinsip-prinsip pengelolaan dan tujuan pengelolaan

zakat dilaksanakan dipegang oleh amil zakat baik itu berupabadan atau lembaga, dan zakat, infak, dan sedekah dikeloladengan manajemen modern dengan tetap menerapkan empat fungsistandar manajemen, tampaknya sasaran zakat, infak maupunsedekah akan tercapai.

Zakat memiliki hikmah yang besar, bagi muzakki, mustahik,maupun bagi masyarakat muslim pada umumnya. Bagi muzakki zakatberarti mendidik jiwa manusia untuk suka berkorban danmembersihkan jiwa dari sifat kikir, sombong dan angkuh yangbiasanya menyertai pemilikan harta yang banyak dan berlebih.

Bagi mustahik, zakat memberikan harapan akan adanyaperubahan nasib dan sekaligus menghilangkan sifat iri, dengkidan suudzan terhadap orang-orang kaya, sehingga jurang pemisahantara si kaya dan si miskin dapat dihilangkan.

Bagi masyarakat muslim, melalui zakat akan terdapatpemerataan pendapatan dan pemilikan harta di kalangan umatIslam. Sedangkan dalam tata masyarakat muslim tidak terjadimonopoli, melainkan sistim ekonomi yang menekankan kepadamekanisme kerja sama dan tolong-menolong.

2.5 Manajemen WakafWakaf adalah salah satu bentuk dari lembaga ekonomi Islam.

Ia merupakan lembaga Islam yang satu sisi berfungsi sebagaiibadah kepada Allah, sedangkan di sisi lain wakaf jugaberfungsi sosial. Wakf muncul dari satu pernyataan danperasaan iman yang mantap dan solidaritas yang tinggi antarasesama manusia. Dalam fungsinya sebagai ibadah ia diharapkanakan menjadi bekal bagi si wakif di kemudian hari, karena iamerupakan suatu bentuk amalan yang pahalanya akan terusmenerus mengalir selama harta wakaf itu dimanfaatkan.Sedangkan dalam fungsi sosialnya, wakaf merupakan aset amatbernilai dalam pembangunan umat.2.5.1 Pengertian Wakaf

Istilah wakaf beradal dari “waqb” artinya menahan. MenurutH. Moh. Anwar disebutkan bahwa wakaf ialah menahan sesuatubarang daripada dijual-belikan atau diberikan atau dipinjamkanoleh yang empunya, guna dijadikan manfaat untuk kepentingansesuatu yang diperbolehkan oleh Syara’ serta tetap bentuknyadan boleh dipergunakan diambil manfaatnya oleh orang yangditentukan (yang meneriman wakafan), perorangan atau umum.Adapun ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist yang menerangkan tentangwakaf ini ialah:Al-Baqarah ayat 267:Artinya:Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasilusahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumiuntuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu

menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnyamelainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa AllahMaha Kaya lagi Maha Terpuji.Al-Hajj ayat 77Artinya:Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlahTuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.Abu Hurairah r.a. menceritakan, bahwa Rasullullah SAW bersabda, “Jika seorangmanusia meninggal dunia, maka terputuslah masa ia melanjutkan amal, kecualimengenai tiga hal, yaitu: Sedekah jariyah (waqafnya) selama masih dipergunakan,ilmunya yang dimanfaatkan masyarakat, dan anak salehnya yang mendo’akannya.”(Riwayat Muslim).Abu Hurairah r.a. menceritakan bahwa Rasullullah SAW mengutus Umar untukmemungut zakat…… di dalam hadist itu terdapat pula Khalid mewakafkan baju besidan perabot perangnya di jalan Allah.2.5.2 Rukun WakafAdapun beberapa rukun wakaf ialah:

1) Yang berwakaf, syaratnya:- Berhak berbuat kebaikan walau bukan Isalam sekalipun- Kehendak sendiri, ridak sah karena dipaksa

2) Sesuatu yang diwakafkan, syaratnya:- Kekal zakatnya, berarti bila diambil manfaatnya, barangnya

tidak rusak.- Kepunyaan yang mewakafkan walaupun musya (bercampur dan tidak

dapat dipisahkan dari yang lain).3) Tempat berwakaf (yang berhak menerima hasil wakaf itu).4) Lafadz wakaf, seperti: “saya wakafkan ini kepada orang-orang

miskin dan sebagainya.2.5.3 Syarat WakafSyarat wakaf ada tiga, yaitu:

1) Ta’bid, yaitu untuk selama-lamanya/tidak terbatas waktunya.2) Tanjiz, yaitu diberikan waktu ijab kabul.3) Imkan-Tamlik, yaitu dapat diserahkan waktu itu juga

2.5.4 Hukum Wakaf1) Pemberian tanah wakaf tidak dapat ditarik kembali sesudah

diamalkannya karena Allah.

2) Pemberian harta wakaf yang ikhlas karena Allah akanmendapatkan ganjaran terus-menerus selagi benda itu dapatdimanfaatkan oleh umum dan walaupun bentuk bendanya ditukardengan yang lain dan masih bermanfaat.

3) seseorang tidak boleh dipaksa untuk berwakaf karena bisamenimbulkan perasaan tidak ikhlas bagi pemberiannya.

BAB IIIKESIMPULAN

Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agarterciptanya kesejahteraan umat maka kita sebagai generasipenerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan.Selain itu, kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apayang sedang terjadi di masyarakat sekarang ini. Agar di dalamkehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita. Adapunbeberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasanmateri yang ada di bab II ialah bahwa di dalam mewujudkanmasyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah berpacu padaAl-Qur’an dan As-Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullahkepada kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harusmengetahui dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat madani itudan bagaimana cara menciptakan suasana pada masyarakat madanitersebut, serta ciri-ciri apa saja yang terdapat padamasyarakat madani sebelum kita yakni pada zaman Rasullullah.

Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harusmelihat pada potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnyadi Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri manusia sangatmendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karenasemakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalammembangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya.Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensiyang kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya puntidak akan memuaskan. Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihanspiritual dan praktek-praktek di masyarakat.

Adapun di dalam Islam mengenal yang namanya zakat, zakatmemiliki dua fungsi baik untuk yang menunaikan zakat maupunyang menerimanya. Dengan zakat ini kita dapat meningkatkan

taraf hidup masyarakat higga mencapai derajat yang disebutmasyarakat madani. Selain zakat, ada pula yang namanya wakaf.Wakaf selain untuk beribadah kepada Allah juga dapat berfungsisebagai pengikat jalinan antara seorang muslim dengan muslimlainnya. Jadi wakaf mempunyai dua fungsi yakni fungsi ibadahdan fungsi sosial.

Maka diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupunyang muda agar dapat mewujudkan masyarakat madani di negerikita yang tercinta ini yaitu Indonesia. Yakni melaluipeningkatan kualiatas sumber daya manusia, potensi, perbaikansistem ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak, dansedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam denganbaik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa inisecara perlahan. Demikianlah makalah rangkuman materi yangdapat kami sampaikan pada kesempatan kali ini semoga di dalampenulisan ini dapat dimengerti kata-katanya sehingga tidakmenimbulkan kesalahpahaman di masa yang akan datang.Wassalamu’alaiku wr.wrb.

DAFTAR PUSTAKASuito, Deny. 2006. Membangun Masyarakat Madani. Centre For Moderate

Muslim Indonesia: Jakarta.Mansur, Hamdan. 2004. Materi Instrusional Pendidikan Agama Islam. Depag

RI: Jakarta.Suharto, Edi. 2002. Masyarakat Madani: Aktualisasi Profesionalisme Community

Workers Dalam Mewujudkan Masyarakat Yang Berkeadilan. STKS Bandung:Bandung.

Sosrosoediro, Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion.MUI: Jakarta.

Sutianto, Anen. 2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan.Pikiran Rakyat: Bandung.

Suryana, A. Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Tiga Mutiara:Bandung

Sudarsono. 1992. Pokok-pokok Hukum Islam. Rineka Cipta: Jakarta.

Tim Icce UIN Jakarta. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan MasyarakatMadani. Prenada Media: Jakarta.

I.     MASYARAKAT MADANI DALAM PANDANGAN ISLAMDalam perspektif Islam, civil society lebih mengacu kepada

penciptaan peradaban. Kata al-din, yang umumnyaditerjemahkan sebagai agama, berkaitan dengan terma al-tamaddun atau peradaban. Keduanya menyatu ke dalampengertian al-madinah yang arti harfiahnya adalah kota. Dengandemikian, masyarakat madani mengandung tiga hal, yakni:agama,peradaban, dan perkotaan. Dari konsep ini tercermin bahwaagama merupakan sumbernya, peradaban sebagai prosesnya, danmasyarakat kota adalah hasilnya.

Secara etimologis, madinah adalah derivasi dari kosakataArab yang mempunyai dua pengertian. Pertama, madinah berartikota atau disebut dengan "masyarakat kota”. Kedua, “masyarakatberperadaban” karena madinah adalah juga derivasi darikata tamaddun ataumadaniyah yang berarti “peradaban”, yangdalam bahasa Inggris dikenal sebagai civility dancivilization. Katasifat dari kata madinah adalah madani (Sanaky, 2002:30).

Adapun secara terminologis, masyarakat madani adalahkomunitas Muslim pertama di kota Madinah yang dipimpinlangsung oleh Rasul Allah SAW dan diikuti oleh keempat al-Khulafa al-Rasyidun. Masyarakat madani yang dibangun padazaman Nabi Muhammad SAW tersebut identik dengan civil society,karena secara sosio-kultural mengandung substansi keadabanatau civility. Model masyarakat ini sering dijadikan modelmasyarakat modern, sebagaimana yang diakui oleh seorangsosiolog Barat, Robert N. Bellah, dalambukunya The Beyond of Belief (1976). Bellah,dalam laporan penelitiannya terhadap agama-agama besar didunia, mengakui bahwa masyarakat yang dipimpin RasulAllah SAW itu merupakan masyarakat yang sangat modern untukzaman dan tempatnya, karena masyarakat Islam kala itu telahmelakukan lompatan jauh ke depan dengan kecanggihan tatasosial dan pembangunan sistem politiknya (Hatta, 2001:1).

Nabi Muhammad SAW melakukan penataan negara tersebut,dengan cara: pertama,membangun infrastruktur negara denganmasjid sebagai simbol dan perangkat utamanya.Kedua, menciptakan

kohesi sosial melalui proses persaudaraan antara dua komunitasyang berbeda, yaitu Quraisy dan Yatsrib, sertakomunitas Muhajirin dan Anshar dalam bingkaisolidaritas keagamaan. Ketiga, membuat nota kesepakatan untukhidup berdampingan dengan komunitas lain, sebagai sebuahmasyarakat pluralistik yang mendiami wilayah yang sama,melalui Piagam Madinah. Keempat, merancang sistem negaramelalui konsep jihad fi sabilillah (berjuang di jalan Allah).

Dengan dasar ini, negara dan masyarakat Madinah yangdibangun oleh NabiMuhammad SAW merupakan negara dan masyarakatyang kuat dan solid. Peristiwa hijrah telah menciptakankeberagaman penduduk Madinah. Penduduk Madinah tidak terdiridari Suku Aus, Khazraj dan Yahudi saja, tetapijuga Muhajirin Quraisy dan suku-suku Arablain.Nabi SAW menghadapi realitas pluralitas, karena dalamstruktur masyarakat Madinah yang baru dibangun terdapatberagam agama, yaitu: Islam, Yahudi, Kristen, Sabi’in, danMajusi—ditambah ada pula yang tidak beragama (atheis) danbertuhan banyak (polytheis). Struktur masyarakat yang pluralistikini dibangun oleh Nabi SAW di atas pondasi ikatan iman danakidah yang nilainya lebih tinggi dari solidaritas kesukuan(ashabiyah) dan afiliasi-afiliasilainnya.

Selain itu, masyarakat pada saat itu terbagi ke dalambeberapa kelompok yang didasarkan atas ikatan keimanan,yaitu: mu'minun, munafiqun, kuffar, musyrikun, dan Yahudi. Dengan katalain, masyarakat Madinah pada saat itu merupakan bagian darikomunitas masyarakat yang majemuk atau plural. Kemajemukanmasyarakat Madinah diawali dengan membanjirnyakaum Muhajirin dari Makkah, hingga kemudian mengakibatkanmunculnya persoalan-persoalan ekonomi dan kemasyarakatan yangharus diantisipasi dengan baik. Dalam konteks itu, sosialisasisistem persaudaraan menjadi kebutuhan mendesak yang harusdiwujudkan.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, Nabi Muhammad SAWbersama semua unsur penduduk madinah secara konkret meletakkandasar-dasar masyarakat Madinah yang mengatur kehidupan danhubungan antarkomunitas, yang merupakan komponen masyarakatmajemuk di Madinah. Kesepakatan hidup bersama yang dituangkandalam suatu dokumen yang dikenal sebagai “Piagam Madinah”(Mitsaq al-Madinah) dianggap sebagai konstitusi tertulis pertamadalam sejarah manusia. Piagam ini tidak hanya sangat maju pada

masanya, tetapi juga menjadi satu-satunya dokumen pentingdalam perkembangan konstitusional dan hukum di dunia.

Dalam dokumen itulah umat manusia untuk pertama kalinyadiperkenalkan, antara lain, kepada wawasan kebebasan, terutamadi bidang agama dan ekonomi, serta tanggung jawab sosial danpolitik, khususnya pertahanan secara bersama. Dalam piagamtersebut juga ditempatkan hak-hak individu, yaitu kebebasanmemeluk agama, persatuan dan kesatuan, persaudaraan (al-ukhuwwah) antaragama, perdamaian, toleransi, keadilan(al-'adalah), tidak membeda-bedakan (anti diskriminasi), danmenghargai kemajemukan.

Dengan kemajemukan tersebut, Nabi Muhammad SAW mampumempersatukan mereka. Fakta ini didasarkan pada: pertama,mereka hidup dalam wilayah Madinah sebagai tempat untuk hidupdan bekerja bersama. Kedua, mereka bersedia dipersatukan dalamsatu umat untuk mewujudkan kerukunan dan kemaslahatan secarabersama-sama. Ketiga, mereka menerima Muhammad SAW sebagaipemimpin tertinggi dan pemegang otoritas politik yang legaldalam kehidupan. Otoritas tersebut juga dilengkapi denganinstitusi peraturan yang disebut Piagam Madinah yang berlakuatas  seluruh individu dan setiap kelompok.

Dalam konstitusi Piagam Madinah, secara umum masyarakatberada dalam satu ikatan yang disebut ummah. Yaitu suatumasyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok sosial yangdisatukan dengan ikatan sosial dan kemanusiaan yang membuatmereka bersatu menjadiummah wahidah. Oleh karena itu, perbedaanagama bukan merupakan penghambat dalam mencipatakan suasanapersaudaraan dan damai dalam masyarakat plural.

Muhammad Abduh dalam tafsirnya, al-Manar, mengakui bahwaagama bukanlah satu-satunya faktor ikatan sosial dalam suatuumat, melainkan ada faktor universalyang dapatmendukung terwujudnya suatu umat, yaitu unsurkemanusiaan. Karenanya unsur kemanusiaan sangat dominan dalamkehidupan manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk politik.Demikian juga Muhammad Imarah, dalam karyanya berjudul Mafhumal-Ummah fi Hadharat al-Islam, menyatakan bahwa umat yang dibentukoleh Nabi Muhammad SAW di Madinah merupakanumat yang sekaligus bersifat agama dan politik (Bahri, 2001).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa umat yang dibentukNabi Muhammad SAW di kota Madinah bersifat terbuka, karenaNabi mampu menghimpun semua komunitas atau golongan penduduk

Madinah, baik golongan yang menerima risalah tauhid beliaumaupun yang menolak.

Perbedaan akidah atau agama di antara mereka tidak menjadialasan untuk tidak bersatu-padu dalam kehidupan bermasyarakatdan bernegara. Oleh karena itu, gagasan dan praktik membentuksatu umat dari berbagai golongan dan unsur sosial pada masaitu merupakan sesuatu yang baru, yang belum pernah dilakukanoleh kelompok masyarakat manapun sehingga seorang penulisBarat, Thomas W Arnold menganggapnya sebagai awal darikehidupan berbangsa dalam Islam, atau merupakan kesatuanpolitik dalam bentuk baru yang disatukan oleh Piagam Madinah(Mitsaq al-Madinah).

Konstitusi Piagam Madinah, yang berjumIah 47 pasal itu(Sukardja, 1995:47-57), secara formal mengatur hubungan sosialantarkomponen dalam masyarakat. Pertama, antarsesama Muslim.Bahwa sesama Muslim itu satu umat walaupun mereka berbedasuku. Kedua, hubungan antara komunitas Muslim dengan non-Muslimdidasarkan pada prinsip bertetangga yang baik, saling membantudalam menghadapi musuh bersama, membela mereka yang teraniaya,saling menasihati, dan menghormati kebebasan beragama. DariPiagam Madinah ini, setidaknya ada dua nilai dasar yangtertuang sebagai dasar atau fundamental dalam mendirikan danmembangun negara Madinah. Pertama, prinsip kesederajatan dankeadilan (al-musawah wa al-’adalah). Kedua, inklusivisme atauketerbukaan. Kedua prinsip ini, ditanamkan dalam bentukbeberapa nilai humanis universal lainnya, sepertikonsistensi (iltizam), seimbang (tawazun), moderat (tawassut), dantoleransi (tasamuh). Kesemuanya menjadi landasan idealsekaligus operasional dalam menjalin hubungan sosial-kemasyarakatan yang mencakup semua aspek kehidupan, baikpolitik, ekonomi maupun hukum.

Pada masa awal Nabi SAW membangun Madinah, peran kelompok-kelompok masyarakat cukup besar dalam pengambilan keputusan,sebagaimana tercermin dalam Piagam Madinah. Tetapi seiringdengan semakin banyaknya wahyu yang turun, sistem negaraMadinah masa Nabi kemudian berkembang menjadi “sistemteokrasi”. Negara, dalam hal ini dimanifestasikan dalam figurNabi SAW yang memiliki kekuasaan amat besar, baik kekuasaaneksekutif, legislatif maupun yudikatif. Segala sesuatu padadasarnya dikembalikan kepada Nabi SAW, dan ketaatan umatkepada Nabi SAW pun semakin mutlak sehingga tidak adakemandirian lembaga masyarakat berhadapan dengan negara.

Meskipun demikian, berbeda dengan umumnya penguasa dengankekuasaan besaryang cenderung despotik (sewenang-wenang),Nabi SAW justru meletakkan nilai-nilai dan norma-normakeadilan, persamaan, persaudaraan, dan kemajemukan yangmenjadi dasar dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, disamping mendukung keterlibatan masyarakat (sahabat) dalampengambilan keputusan secara musyawarah.

Pada masa al-Khulafa’ al-Rasyidun, sistem negara tidak lagiberbentuk teokrasi melainkan “nomokrasi”, yaitu prinsipketuhanan yang diwujudkan dalam bentuk supremasi syariat.Namun peran masyarakat menjadi lebih besar, di mana halitu mengindikasikan mulaiterbangunnya masyarakat madani.Mereka melakukan kontrol terhadap pemerintah, dan rekrutmenkepemimpinan pun yang didasarkan pada kapasitas individual.Tetapi, setelah masaal-Khulafa’ al-Rasyidun, situasi mulai berubah,peran masyarakat mengalami penyusutan, rekrutmen pimpinantidak lagi berdasarkan pilihan rakyat (umat), melainkan atasdasar keturunan. Lembaga keulamaan merupakan satu-satunyalembaga masyarakat madani yang masih relatif independen. Padamasa kekhilafahan, yakni dari masa al-Khulafa’ al-Rasyidunsampaimenjelang runtuhnya Dinasti Ustmani akhir abad ke-19, umatIslam telah memiliki struktur religio-politik (politikberbasis agama) yang mapan, yakni lembaga legislatif dipegangoleh ulama. Mereka memiliki kemandirian dalamberijtihad dan menetapkan hukum.

Dari pandangan ini, tercermin bahwa sebenarnya masyarakatmadani yang bernilai peradaban itu dibangun setelah NabiMuhammad SAW melakukan reformasi dan transformasi padaindividu yang berdimensi akidah, ibadah, dan akhlak. Dalampraktiknya, iman dan moralitaslah yang menjadi landasan dasarbagi Piagam Madinah. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai tersebutmenjadi dasar bagi semua aspek kehidupan, baik politik,ekonomi, dan hukum pada masa Nabi SAW.

Posisi Piagam Madinah adalah sebagai kontrak sosial antaraNabi Muhammad SAW dengan penduduk Madinah yang terdiridari pendatang Quraisy, kaum lokal Yastrib, dan orang-orangyang menyatakan siap berjuang bersama mereka. PosisiRasul SAW adalah sebagai pimpinan yang mereka akuibersama, dan telah meletakkan Islam sebagai landasanbermasyarakat dan bernegara. Itulah sebabnya penjanjiantersebut, dalam konteks teori politik, disebut sebagai PiagamMadinah atau Konstitusi Madinah. Di dalamnya, terdapat pasal-

pasal yang menjadi hukum dasar sebuah negarakota yang kemudian disebut Madinah (al-Madinah al-Munawarah atau Madinah al-Nabi). Nilai-nilai yang tercermin dalammasyarakat Madinah saat itu pastilah nilai-nilai Islami yangtertuang di dalam Piagam Madinah.

Kontrak sosial yang dilakukan Nabi SAW itu dinilai identikdengan teori Social Contract dari Thomas Hobbes, berupa perjanjianmasyarakat yang menyatakan sumber kekuasaan pemerintah adalahperjanjian masyarakat. Pemerintah memiliki kekuasaan, karenaadanya perjanjian masyarakat untuk mengurus mereka. Teori SocialContract J.J. Rousseau bahwa otoritas rakyat dan perjanjianpolitik harus dilaksanakan untuk menentukan masa depan rakyatserta menghancurkan monopoli yang dilakukan oleh kaum eliteyang berkuasa atas nama kepentingan rakyat, juga identikdengan teori Nabi Muhammad SAW ketika membangun ekonomi denganmembebaskan masyarakat dari cengkeraman kaum kapitalis.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masyarakat Madinahyang dibangun NabiSAW itu sebenarnya identik dengan civil society,karena secara sosio-kultural mengandung substansi keadabanatau peradaban. Nabi SAW menjadikan masyarakat Madinah padasaat itu sebagai classless society (masyarakat tanpa kelas), yaknitidak membedakan antara sikaya dan si miskin,pimpinan dan bawahan—di mana seluruhnya sama dansejajar di hadapanhukum.

Dari uraian di atas, secara terminologis masyarakat madaniyang berkembang dalamkonteks Indonesia setidaknya berada dalamdua pandangan, yakni: masyarakat Madinah dan masyarakat sipil(civil society). Keduanya tampak berbeda, tetapi sama.Berbeda, karena memang secara historis keduanya mewakilibudaya yang berbeda, yakni masyarakat Madinah yang mewakilihistoris peradaban Islam. Sedangkan masyarakat sipil adalahhasil dari peradaban Barat, seperti telah dipaparkan di atas.Perbedaan lainnya, masyarakat Madinah menjadi tipe ideal yangsangat sempurna, karena komunitas masyarakat dipimpin langsungoleh Nabi Muhammad SAW.

Apabila masyarakat madani diasosiasikan sebagai penguatperan masyarakat sipil, maka masyarakat madani hanya bertahandi era empat al-Khulafa’ al-Rasyidun. Setelah itu,masyarakat Islamkembali kepada masa monarki, di mana penguasaan negara (statepower) kembali menjadi besar, dan peran masyarakat (societyparticipation) menjadi kecil. Oleh sebab itu, ketiga prinsip yangdikemukakan di atas, dapat dikatakan sebagai elemen penting

terbentuknya “masyarakat madani”, yaitu masyarakat yangmemegang teguh ideologi yang benar, berakhlak mulia, bersifatmandiri secara kultural-politik-ekonomi, memiliki pemerintahansipil, memiliki prinsip kesederajatan dan keadilan, sertaprinsip keterbukaan.

Timbul pertanyaan, nilai substansial seperti apakah yangdapat mewakili kecenderungan masyarakat Madinah? Apabiladikaji secara umum, setidaknya nilai subtansial dari semangatIslam dalam pemberdayaan masyarakat mencakup tiga pilar utama,yakni: musyawarah (syura), keadilan (‘adl), dan persaudaraan(ukhuwwah). Sedangkan masyarakat sipil (civil society) bermula darisemangat dan pergumulan pemikiran masyarakat Barat untukmengurangi peranan negara (state) dalam kehidupan masyarakat.

Seperti diketahui bahwa pada abad pertengahan masyarakatBarat dikuasai oleh dua kekuatan yang sangat dominan, yaknigereja dan kerajaan-kerajaan. Sehingga para sejarahwan Baratmenyebutnya sebagai Abad Kegelapan (the Dark Ages). Selanjutnya,muncul gerakan perlawanan dari para ilmuwan yang menghadirkangerakan sekularisme dan humanisme, di mana mereka menyatakanlepas dari keyakinan gereja, dan manusia dianggap sebagaipusat segalanya (antrophosentris).

Dengan demikian, ada konsep baru yang ditawarkanNabi SAW bahwa negara itu melampaui batas-batas wilayahgeografis. Negara itu lebih cocok dengan nilai-nilai dasarkemanusiaan (basic values of humanity), sebab yang menjadi dasarutama kewarganegaraannya bukan nasionalisme, suku, ras ataupertalian darah. Tetapi manusia dapat memilih konsep hiduptertentu atau akidah tertentu. Manusia secara bebas danmerdeka menentukan pilihan akidahnya, tanpa ada tekanan danpaksaan dari pihak mana pun dan oleh siapa pun. Negara baruyang dibangun Nabi SAW adalah negara ideologi yang didasarkanpada asas kemanusiaan yang terbuka, sesuai dengan firmanAllah SWT dalam Q.S. al-Baqarah:256.

د ق�� ن ي�� ي� ال�د راه ف� ك� ي�ن لا ا� ب� ي� ت�! غ� ن ال� د م� ش�' ال�ر“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelasjalan yang benar dari jalan yang sesat.”

Dengan demikian, konsep negara yang ditawarkan Nabi SAWbenar-benar baru dan orisinil, karena negara menjunjung tinggi

harkat dan martabat manusia. Di dalam Q.S. al-Saba’:15, AllahSWT mengilustrasikan profil masyarakat ideal sebagai berikut:

ور ف� ة� ورب� غ�� ب� �ي لده� ط� ب��"Sebuah negeri yang aman sentosa dan masyarakatnya terampuni dosanya."

                                                                                                                                 

PENUTUPBanyak faktor yang turut menentukan dalam

pemberdayaan masyarakat madani, gambaran masyarakat berdaya yang diidamkan sangat menentukan dalam perencanaan strategis dan operasionalnya. Oleh sebab itu, seluruh sektor masyarakat terutama gerakan, kelompok, dan individu-individu independen yang concered dan committed padademokratisasi dan masyarakat madani seyogyanya mengambil strategi yang lebih stabil, lebih halus, bukan mengambil jalan konfrontasi langsung yang tidak mustahil akan mengorbankan aktor-aktor masyarakat madaniitu sendiri.

DAFTAR RUJUKANDin Syamsuddin. 1999. Etika Agama dalam membangun

Masyarakat Madani. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Hatta, Ahmad. 2001. Peradaban yang Bagaimana? Rincian Misi Negara Tauhid

Madinah. http: // rully-indrawan.tripod.com pada tanggal 14 Februari 2012.

Rahardjo,M. Dawam. 1996. Masyarakat Madani: Agama , Kelas Menengah dan Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES. 1999. cet. ke.1.

Sanaky, Hujair A.H. 2002. Paradigma Pendidikan Islam : Membangun Masyarakat Madani Indonesia. Yogyakarta: Safiria Insani Press.

Kholidah, Nur, dkk. 2011. Aktualisasi Pendidikan Islam. Respons Terhadap Problematika Kontemporer. Malang: Hilal Pustaka.

Yusuf, Y.1998. Azas-azas Teologi dan filosofis Masyarakat Madani, Makalah Seminar Pembanguan Akhlak Bangsa dalam Reformasi Menuju Masyarakat Madani.Padang: 28-29 November 1998.

MASYARAKAT MADANI DALAM SEJARAH

Ada dua masyarakat dalam sejarah yang terdokumentasisebagai masyarakt madani, yaitu :

a.     Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.Nama Saba’ yang terdapat dalam Al Qur’an itu bahkan dijadikannama salah satu surat Al Qur’an, yaitu surat ke-34. Keadaanmasyarakat Saba’ yang dikisahkan dalam Al Qur’an itu mendiaminegeri yang baik, yang subur dan nyaman. Di tempat ituterdapat kebun dengan tanamannya yang subur, yang menyediakanrizki, memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya. Negeri yangindah itu merupakan wujud dari kasih sayang Allah yangdisediakan bagi masyarakat Saba’. Allah juga Maha Pengampunapabila terjadi kealpaan pada masyarakat tersebut. Karena itu,Allah memerintahkan masyarakat Saba’ untuk bersyukur kepadaAllah yang telah menyediakan kebutuhan hidup mereka. Kisahkeadaan masyarakat Saba’ ini sangat populer dengan ungkapan AlQur’an Baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafuur.

b.     Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjianRasulullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yangberagama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus danKhazraj. Madinah adalah nama kota di Negara Arab Saudi ,tempat yanag didiami Rasulullah SAW sampai akhir hayat beliausesudah hijrah. Kota itu sangat populer, karena menjadi pusatlahir dan berkembangnya agama Islam setelah Mekkah. Di kotaitu pertama kali Rasulullah SAW membangun masjid yang dikenaldengan nama masjid Nabawi.

Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ke tiga unsuremasyarakat untuk saling tolong-menolong, menciptakan kedamaiandalam kehidupan sosial, menjadikan Al Qur’an sebagaikonstitusi, menjadikan Rasulullah SAW sebagai pemimpin denganketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikankebebasan kepada penduduknya untuk memeluk agama sertaberibadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. 

http://danianggara73.blogspot.com/2013/11/makalah-masyarakat-madani_8789.html