Manajet sebagai Pemimpin

23
qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw ertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwer tyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiop asdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas dfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdf ghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfgh jklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjkl zxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcv bnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbn mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnm qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw ertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyui MAKALAH “Leadership” Annisa Nur Salam, Rizki Dinawati, Fathya Fikri Izzudin

Transcript of Manajet sebagai Pemimpin

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq

wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw

ertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwer

tyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui

opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiop

asdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas

dfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdf

ghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfgh

jklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjkl

zxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx

cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcv

bnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbn

mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnm

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq

wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw

ertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyui

MAKALAH

“Leadership”

Annisa Nur Salam, Rizki Dinawati, Fathya Fikri Izzudin

1

I. Latar Belakang

Modernisasi kehidupan telah mendorong beberapa perusahaan untuk

bersaing ketat dalam memenuhi tuntutan konsumen yang semakin tinggi.

Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dipandang sebagai salah satu cara

dalam mengatasi persaingan tersebut. Sebab, 1manusia sebagai sumber daya

yang paling potensial dengan kemampuannya dan keterampilannya dapat

menggerakan jalannya roda peusahaan.

Di samping itu, aktivitas perusahaan salah satunya dipengaruhi oleh

pola hubungan yang terjadi di dalamnya. Maksud dari pola hubungan di sini,

yaitu hubungan karyawan dengan karyawan atau hubungan karyawan dengan

atasan. Tidak jarang dalam beberapa perusahaan, pola hubungan antara atasan

dengan karyawan menyebabkan perilaku karyawan yang kurang simpati

dengan pekerjaannya. Maka dari itu, dalam organisasi penting untuk dilakukan

perencanaan pengelolaan sumber daya manusia untuk mendapatkan orang yang

tepat dalam jabatan yang tepat.

Sasaran pengelolaan sumber daya manusia pada fungsi manajemen

organisasi salah satunya menyangkut masalah kepemimpinan. Problematika

manajemen yang semakin kompleks berimplikasi pada perlunya kualitas

seorang pemimpin yang tinggi. Karena, kualitas pemimpin yang tinggi akan

mampu mengarahkan para karyawannya dalam mencapai tujuan perusahaan.

Sampai hari ini, kepemimpinan tetap dianggap sebagai faktor yang

sangat urgent. Frost (2003)2 menekankan bahwa akibat krisis kepemimpinan,

banyak orang yang menderita, yang mengalami burn-out, yang tidak dapat

menikmati hidup dalam pekerjaannya, serta banyak biaya yang dikeluarkan

untuk mengobati sakit emosional di tempat kerja. Ada kebutuhan yang besar

saat ini untuk melakukan pendidikan kepemimpinan bagi generasi yang akan

datang, termasuk kepemimpinan di institusi pendidikan tinggi.

1

http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/10364/1005/bab1-

2.pdf?sequence=3. Diakses pada 24 Desember 2014 pukul 15:06 2

Seger, Handoyo. 2010. “Pengukuran Servant Leadership Sebagai Alternatif

Kepemimpinan Di Institusi Pendidikan Tinggi Pada Masa Perubahan Organisasi”. Makara Sosial

Humaniora, Vol. 14, No. 2, 130-140.

2

Maka dari itu, penting kiranya untuk membahas teori kepemimpinan

secara terperinci serta menyeluruh. Tulisan ini akan memaparkan terkait teori

kepemimpinan dimulai dari pengertian hingga karakteristik pemimpin di masa

modern. Harapannya, tulisan ini dapat menjadi salah satu dasar atau acuan bagi

para pemimpin atau calon pemimpin.

II. Pembahasan

A. Pengertian Pemimpin

Pemimpin adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain

dan memiliki otoritas manajerial.3

Di samping itu, Fiedler (1967)4

mendefinisikan pemipin dengan pengertian seseorang yang berada dalam

kelompok, sebagai pemberi tugas atau sebagai pengarah dan

mengkoordinasikan kegiatan kelompok yang relevan, serta sebagai

penanggung jawab utama.

Sedangkan kepemimpinan5 adalah apa yang dilakukan pemimpin.

Lebih lanjutnya, kepemimpnan merupakan proses mempimpin sebuah

kelompok dan mempengaruhi kelompok itu dalam mencapai tujuannya.

Davis (1981)6 mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk

membujuk orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara

antusias.

B. Pengertian Kepemimpinan dalam Perspektif Islam

Istilah kepemimpinan dalam Islam sering dikenal dengan imamah,

khilafah, ulul amri, amir, wali, dan ra’in. Islam mengartikan kepemimpinan

sebagai kegiatan menutun, membimbung, memandu, serta menunjukkan

jalan yang diridhai Allah SWT.7 Dalam tafsir al-Misbah

8 dipaparkan bahwa

3 Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, Manajemen Edisi Kesepuluh Jilid 2, (Yogyakarta:

Erlangga, 2010), hlm. 146. 4 Amirullah Haris Budiyono, Pengantar Manajemen, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), hlm.

244. 5 Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, Op., Cit.146.

6 Amirullah Haris Budiyono, Op., Cit. 245.

7 Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 1993), hlm. 28. 8 Muhammad Dian Supyan, “Kepemimpinan Islam dalam Tafsir al-Misbah Karya M.

Quraish Shihab”, Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tidak Dipublikasikan, 2013, hlm. 1.

3

kriteria pemimpin yang ideal yaitu adil, memegang hukum Allah SWT,

toleransi, memiliki pengetahuan, sehat jasmani dan rohani, memilki

pandangan ke depan (visioner), memiliki keberanian dan kekuatan, serta

memilki kemampuan dan wibawa.

Di samping itu, Islam memandang bahwa setiap individu adalah

pemimpin. Hal tersebut berdasarkan penggalan suatu hadis yang

diriwayatkan Abu Daud9, dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rosulullah

SAW bersabda, “Ketahuilah setiap dari kalian adalah pemimpin yang akan

dimintai pertanggungjawabannya......”.

Dari hadis di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setiap

individu perlu memiliki sikap kepemimpinan yang efektif meskipun profesi

individu tersebut bukan lah seorang pemimpin dalam organisasi atau

perusahaan. Karena setiap individu merupakan pemimpin bagi dirinya

sendiri.

C. Teori-teori Awal Kepemimpinan

Kepemimpinan pada dasarnya adalah sebuah subjek yang melekat

pada sebuah objek yang bernama pemimpin, kepemimpinan pada intinya

ingin mencoba mengklasifikasi cara seseorang mempengaruhi orang lain

serta memanfaatkan otoritas manajerialnya. Tidak hanya di era globalisasi

saja kajian–kajian tentang hal ini marak, namun sudah dimulai dari tahun

1920-an dengan munculnya sebuah teori awal tentang kepemimpinan yaitu

teori sifat. Lalu pada tahun 1960-an muncul sebuah teori baru yaitu teori

perilaku. Dua teori ini memang masih dianggap cukup kental dan dekat

dengan efek sosial, budaya, dan lain-lain di masanya masing–masing.

Namun, dua teori ini hingga kini masih dijadikan rujukan sebagai pengantar

dalam kajian kepemimpinan era modern.

Teori sifat merupakan teori tertua dalam kepemimpinan, riset tentang

ini sudah dimulai sejak tahun 1920-an yang menitikberatkan pada sifat yang

9 https://haditsdantafsir.wordpress.com/2012/12/19/setiap-kita-adalah-pemimpin/ Diakses

pada 30 Desember 2014 pukul 15:04.

4

membedakan seorang pemimpin dan bukan pemimpin. Teori ini

menyimpulkan ada tujuh kelas sifat dalam diri seorang pemimpin yang

semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan, dan jika semua disatukan

akan menjadi sebuah satu kesatuan yang sempurna. Ketujuh kelas10

itu

adalah:

1. Penggerak

2. Hasrat untuk memimpin

3. Kejujuran dan integritas

4. Kepercayaan diri

5. Kecerdasan

6. Pengetahuan yang relevan mengenai pekerjaan

7. Extraversion

Ketujuh kelas sifat ini merupakan hasil dari teori sifat yang tidak

cukup kuat untuk dipegang secara ilmu pengetahuan karena sifat merupakan

sesuatu hal yang dimiliki seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan serta

dapat berubah sewaktu–waktu tanpa perlu diketahui khalayak ramai

sehingga pada tahun 1960-an dibuat beberapa riset di beberapa tempat yang

menghasilkan teori perilaku. Sebuah teori yang mengklasifikan pemimpin

bukan berdasarkan sifatnya lagi namun berdasarkan cara dia berhubungan

dengan orang lain. Namun, karena tidak ditemukan kesepakatan tentang

jenis-jenis klasifikasinya, maka beredar banyak versi klasifikasi di mana-

mana. Empat yang paling terkenal adalah hasil dari penelitian dari

Universitas Lowa, penelitian di Negara bagian Ohio, penelitian di

Universitas Michigan, serta konsep grid manajerial. Penelitian Universitas

Lowa menghasilkan tiga klasifikasi11

tentang perilaku seorang pemimpin

dalam memimpin sesuatu hal yaitu :

1. Gaya demokrasi (melibatkan karyawan, mendelegasikan kewenangan,

mendorong partisipasi).

2. Gaya autokrasi (mendikte, membuat keputusan sepihak, membatasi

partisipasi).

10

Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, Op., Cit.148. 11

Ibid., 149.

5

3. Gaya laissez-faire (membebaskan sebebas-bebasnya).

Dari ketiga klasifikasi tersebut, penelitian ini menyimpulkan bahwa

gaya demokrasi adalah gaya yang paling efektif karena menurut mereka

dengan gaya demokrasi kita harus mengendurkan sedikit autokrasi dan

mengencangkan sedikit laissez–faire karena terlalu melepas juga dianggap

tidak baik. Penelitian yang ke dua adalah penelitian di Negara bagian Ohio

yang menghasilkan dua klasifikasi12

perilaku pemimpin, yaitu :

1. Konsiderasi (memperhatikan ide dan perasaan anggota grup).

2. Inisasi struktur (membuat struktur kerja dan hubungan kerja demi

mencapai tujuan).

Dalam penelitian ini menyimpulkan sesuatu hal yang berbeda dari

penelitian pertama. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa kedua hal ini

merupakan indikator yang harus saling melengkapi dan seorang pemimpin

yang memiliki dua hal ini dengan baik dikategorikan high–high leader dan

sebaliknya. Penelitian ketiga tentang perilaku ini adalah penelitian yang di

lakukan oleh Universitas Michigan yang menghasilkan dua klasifikasi13

yaitu:

1. Orientasi pada karyawan

2. Orientasi pada produksi

Dalam hal ini pemimpin yang berorientasi pada karyawan memiliki

kecenderungan produktivitas kelompok dan kepuasan kerja yang tinggi

namun sebalikanya seorang pemimpin yang berorientasi pada produksi

dapat di kategorikan lebih efisien dari yang lainnya. Penelitian selanjutnya

adalah konsep grid manajerial yaitu:

12

Ibid.,150. 13

Ibid.,

6

Gambar 1. Model indikator grid manajerian

1,9 9,9

5,5

1,1 9,1

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sumber : Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2010)

Seorang pemimpin memiliki kecenderungan berperilaku yang

dapat digambarkan dalam angka–angka pada model grid manajerial

tersebut. Grid manejerial ini diciptakan oleh Robert R., Blake, Jane S.,

Moutun, Louis B., Barnes dan Larry E. pada Desember 1964. Terdapat

beberapa kecenderungan yang biasa terjadi yang dapat disimpulkan dalam

tabel ini. Sebagai contoh, pada angka 1.1 menggambarkan

impoverished/lemah dalam hal manajerial. Sedangkan pada titik 9,9 disebut

sebagai manajemen tim yang sangat efisien karena berorientasi pada

pegawai dan produksi.

D. Teori Kontingensi Kepemimpinan

1. Model Fiedler

Model kontingensi ini dikembangkan oleh Fred Fiedler. Model ini

menjelaskan bahwa kinerja kelompok yang efektif tergantung pada

kesesuaian antara gaya kepemimpinan dan banyaknya kendali serta

pengawasan terhadap situasi ini. Model ini berlandaskan premis bahwa

gaya kepemimpinan tertentu akan lebih efektif jika digunkaan dalam

situasi yang berbeda. Fiedler juga menyatakan bahwa untuk mencapai

kesuksesan bergantung pada dasar gaya kepemimpinan seseorang,

9

8

7

6

5

4

3

2

1

7

apakah berorientasi pada pekerjaan atau berorientasi pada hubungan

antar personal.

Untuk dapat mengetahui apakah seorang manajer memiliki gaya

kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan ataukah berorientasi

pada hubungan antar personal, Fiedler mengembangkan kuesioner rekan

kerja yang paling tidak disukai. Kuesioner tersebut berisi 18 pasang kata

sifat, seperti menyenangkan-tidak menyenangkan, dingin-hangat,

membosankan-menarik, dan lain sebagainya. Sistem penilaian dari

kuesioner ini adalah diberi skala antara 1-8 pada masing-masing pasang

kata sifat, yang mana nilai 1 menunjukkan kata sifat yang negatif dan

angka 8 menunjukkan kata sifat yang positif. Para pemimpin harus

meenentukan salah satu rekan kerja yang paling tidak disukai, kemudian

menjawab kuesioner tersebut. Jika nilai kumulatif dari pengisian

kuesioner tinggi (64 atau lebih), hal itu menunjukkan bahwa manajer

tersebut lebih tertarik membina relasi antar pribadi dengan baik dan

memiliki gaya kepemimpinan yang berorientasi pada relasi (hubungan

antarpersonal). Sebaliknya, jika hasil kuesioner tersebut menunjukkan

nilai yang rendah (57 atau lebih rendah), maka pemimpin atau manajer

tersebut lebih tertarik pada produktivitas dan terselesaikannya pekerjaan,

maka gaya kepemimpinan yang dihasilkan adalah gaya yang beroientasi

pada tugas atau pekerjaan.

Setelah gaya kepemimpinan diketahui, langkah selanjutnya adalah

mengevaluasi situasi agar dapat menyesuaikan pemimpin dengan

situasinya. Fiedler juga melakukan penelitian yang mengungkapkan 3

dimensi yang menentukan faktor-faktor kunci situasional terhadap

efektivitas pemimpin.

a. Relasi pemimpin-anggota, yaitu salah satu kontingensi situasi Fiedler

yang menjelaskan tentang tingkat keyakinan diri, kepercayaan, dan

rasa hormat karyawan terhadap pemimpinnya, dinilai baik atau tidak

baik.

8

b. Struktur tugas, merupakan salah satu kontingensi situasi Fiedler yang

menjelaskan di mana tugas pekerjaan distrukturisasi dan diformulasi,

dinilai sebagai tinggi atau rendah.

c. Posisi kekuatan, yaitu salah satu kontingensi situasi Fiedler yang

menjelaskan tentang tingkat kewenangan seorang pemimpin atas

aktivitas seperti, perekrutan, pemecatan, pendisiplinan, promosi, dan

peningkatan gaji, dinilai sebagai kuat atau lemah.

Menurut Fiedler, gaya kepemimpinan sesorang tidak dapat

dirubah (tetap). Oleh karena itu, hanya ada dua cara untuk memperbaiki

efektivitas pemimpin. Pertama, Anda dapat mengusulkan pemimpin baru

yang sekiranya memiliki gaya kepemimpinan yang lebih sesuai dengan

situasi. Contohnya, jika situasi kelompok sedang sangat tidak

menguntungkan, namun dipimpin oleh pemimpin yang berorientasi pada

relasi, kinerja kelompok dapat diperbaiki dengan mengganti pemimpin

yang berorientasi pada tugas. Cara kedua adalah mengganti situasi yang

sesuai dengan pemimpin. Hal ini dapat dilakukan dengan mengatur

kembali pekerjaan, yaitu dengan meningkatkan atau menurunkan

kewenangan yang dimiliki pemimpin atas beberapa faktor seperti;

meningkatkan gaji, promosi dan tindakan disipliner, atau dengan

memperbaiki hubungan antara pemimpin dan anggotanya.

2. Teori Kepemimpinan Situasi Hersey dan Blanchard

Model ini dikembangkan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard

yang disebut dengan teori kepemimpinan situasi (Situasional Leadership

Theory/ SLT), yaitu teori kontingensi yang berfokus pada kesiapan

pengikutnya (karyawannya)14

. Alasan teori ini menekankan pada aspek

pengikutnya adalah karena dalam efektivitas kepemimpinan pada

kenyataannya pengikutlah yang menerima atau menolak pemimpinnya.

Terlepas dari apa yang dilakukan pemimpin, efektivitas kelompok

tergantung dari tindakan para pengikutnya. Selain berfokus pada

pengikutnya, teori ini juga menekankan kesiapan. Adapun kesiapan

14

Ibid., 154

9

menurut Hersey dan Blanchard adalah ketika orang memiliki

kemampuan dan kemauan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu.

Teori ini juga menggunkaan dimensi kepemimpinan yang sama

dengan Fiedler, yaitu perilaku tugas dan relasi. Tetapi, Hersey dan

Blanchard selangkah lebih maju dengan mempertimbangkan masing-

masing perilaku tersebut sebagai tinggi atau rendah dan menggabungkan

dengan 4 gaya kepemimpinan sebagai berikut:

a. Telling (pekerjaan tinggi-relasi rendah), yaitu gaya kepemimpinan

dimana pemimpin menentukan peranan karyawan dan mengatur apa,

kapan, bagaimana, dan di mana karyawan melaksanakan tugasnya

b. Selling (pekerjaan tinggi-relasi tinggi), adalah gaya kepemimpinan

dimana pemimpin menunjukkan perilaku yang mengarahkan dan

mendukung.

c. Participating (pekerjaan rendah-relasi tinggi), yaitu gaya

kepemimpinan dimana pemimpin dan pengikutnya bersama-sama

membuat keputusan, pemimpin memiliki peranan sebagai fasilitator

dan komunikator.

d. Delegating (pekerjaan rendah-relasi rendah), adalah gaya

kepemimpinan dimana pemimpin kurang memberikan pengarahan

atau dukungan.

Adapun komponen terakhir dari model SLT adalah 4 tahap

kesiapan pengikut, yaitu:

a. R1, adalah kondisi atau situasi dimana orang yang tidak mampu dan

tidak memiliki keinginan untuk bertanggung jawab dalam melakukan

suatu pekerjaan. Pengikut tidak kompeten atau tidak percaya diri.

Dalam situasi seperti ini, pemimpin dapat menggunakan gaya

kepemimpinan telling dan memberikan pengarahan yang spesifik dan

sejelas-jelasnya.

b. R2, adalah situasi dimana orang yang tidak mampu, namun memiliki

keinginan untuk melakukan pekerjaan tertentu. Pengikut memiliki

motivasi, namun kurang memiliki keahlian yang sesuai. Dalam situasi

seperti ini, pemimpin harus menggunakan gaya kepemimpinan selling

10

dan menunjukkan orientasi yang tinggi pada pekerjaan sebagai

kompensasi atas kemampuan pengikut yang kurang dan orientasi yang

tinggi pada relasi agar pengikut mau mengikuti keinginan pemimpin.

c. R3, adalah situasi dimana orang yang mampu, tetapi tidak memiliki

keinginan untuk memenuhi keinginan pemimpinnya. Pengikut

kompeten, namun tidak memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu.

Jika pengikut berada dalam situasi seperti ini, maka pemimpin harus

menggunakan gaya kepemimpinan participating agar memperoleh

dukungan dari pengikutnya.

d. R4, adalah kondisi dimana orang yang mampu dan memiliki keinginan

untuk melakukan pekerjaan yang diminta. Jika pengikut berada dalam

situasi ini, maka pemimpin sebaiknya tidak melakukan apa-apa dan

sebaiknya menggunakan gaya kepemimpinan delegating.

Pada intinya, untuk menerapkan model Hersey dan Blanchard,

pemimpin harus mengecek tingkat kesiapan pengikut dan mengadopsi

gaya kepemimpinan yang sesuai.

3. Teori Jalur-Tujuan

Pendekatan ini sering dijadikan rujukan dalam memahami

kepemimpinan. Teori jalur-tujuan menyatakan bahwa tugas pemimpin

adalah membantu pengikutnya mencapai tujuan dan mengarahkan atau

memberikan dukungan sesuai kebutuhan untuk memastikan bahwa tujuan

mereka sama atau sejalan dengan tujuan organisasi atau organisasi. Teori

ini dikembangkan oleh Robert House. Adanya istilah jalur-tujuan berasal

dari adanya keyakinan bahwa pemimpin yang efektif akan menjelaskan

sebuah jalur untuk mebantu pengikutnya melangkah dari posisi mereka

sekarang menuju tujuan kerja yang ingin mereka capai dan membuat

perjalanan sepanjang jalur itu menjadi mudah dengan mengurangi

hambatan-hambatan.

Menurut House ada 4 perilaku kepemimpinan, yaitu:

a. Pemimpin yang mengarahkan (directive leader), yaitu pemimpin

memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan organisasi dari

mereka, jadwal pekerjaan yang harus diselesaikan, serta memberikan

11

bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan

tugas.

b. Pemimpin yang mendukung (supportive leader), yaitu pemimpin

menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan pengikutnya dan bersifat

ramah.

c. Pemimpin yang partisipatif (participative leader), pemimpin

partisipatif berkonsultasi dengan anggota kelompok dan menggunakan

saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil keputusan.

d. Pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented leader),

yaitu pemimpin menetapkan sekumpulan tujuan yang menantang dan

mengharapkan bawahannya untuk berprestasi semaksimal mungkin.

Berikut adalah beberapa prediksi dari teori jalur-tujuan:

a. Kepemimpinan yang mengarahkan menghasilkan tingkat kepuasan

tinggi saat pekerjaan bersifat tidak pasti atau tingkat tekanannya tinggi

daripada pekerjaan yang terstruktur dan teratur. Bawahan tidak tahu

apa yang harus dilakukan sehingga pemimpin harus mengarahkan

mereka.

b. Kepemimpinan yang mendukung menghasilkan tingkat kepuasan yang

tinggi ketika bawahan mengerjakan pekerjaan terstruktur. Dalam

situasi ini, pemimpin hanya perlu mendukung bawahannya, bukan

memerintahkan apa yang harus dilakukan.

c. Kepemimpinan yang mengarahkan tidak cocok jika dihadapkan

dengan bawahan yang memiliki tingkat pemahaman yang tinggi atau

yang memiliki pengalaman cukup luas. Bawahan dengan kriteria

tersebut sudah cukup mampu, sehingga mereka tidak membutuhkan

pemimpin untuk memerintahkan apa yang harus dilakukan.

E. Kepemimpinan Kontemporer

1. Kepemimpinan Transformasi-Transaksi

Teori-teori awal kepemimpinan pada awalnya memandang para

pemimpin sebagai pemimpin transaksi, yaitu pemimpin yang memimpin

dengan menggunakan pertukaran sosial (atau transaksi). Pemimpin

12

transaksi mengarahkan atau memotivasi bawahannya untuk bekerja

mencapai tujuan dengan memberikan penghargaan atas produktivitas

mereka. Selain pemimpin transaksi, ada tipe pemimpin lainnya yaitu

pemimpin transformasi. Pemimpin transformasi adalah pemimpin yang

menstimulasi dan menginspirasi bawahan untuk mencapai hasil yang bisa

dikatakan sempurna. Kepemimpinan transformasi berkembang dari hasil

kepemimpinan transaksi, kepemimpinan transformasi juga bersifat lebih

dari karisma, karena pemimpin transformasi berusaha menanamkan

kepada bawahannya kemampuan mempertanyakan pandangan yang telah

ada serta pandangan yang dimiliki oleh pemimpin.

2. Pemimpin Karismatik-Visioner

Pemimpin karismatik adalah pemimpin yang antusias dan percaya

diri, yang kepribadian dan tindakannya dapat mempengaruhi orang untuk

berperilaku dengan cara tertentu. Sebenarnya, pemimpin karismatik tidak

selalu dibutuhkan untuk mencapai tingkat kinerja karyawan yang tinggi.

Kepemimpinan karismatik dapat dikatakan paling tepat ketika pekerjaan

bawahan memiliki tujuan ideologis atau lingkungannya menimbulkan

tekanan dan ketidakpastian yang tinggi. Adapun dampak pemimpin

karismatik biasanya muncul setelah15

:

a. Menyatakan visi mulia yang didasarkan oleh semua karyawan

b. Menampilkan kemampuan memahami dan berempati terhadap

pengikut

c. Memberdayakan dan mempercayai bawahan untuk mencapai hasil

Sedangkan kepemimpinan visioner adalah pemimpin yang

memiliki kemampuan untuk menciptakan dan mengartikulasi sebuah visi

masa depan yang realistis, dapat dipercaya, dan menarik sehingga dapat

memperbaiki situasi saat ini. Jika visi ini diimplementasikan dengan

tepat, maka akan menghasilkan tenaga luar biasa sehingga dapat

“melompat” jauh ke masa depan serta membutuhkan keahlian, bakat, dan

sumber daya untuk mewujudkannya.

3. Kepemimpinan Tim

15

Richard, L. Draft, Era Baru Manajemen (Jakarta: Salemba Empat, 2012), hlm. 347

13

Peran pemimpin tim berbeda dengan peran kepemimpinan

tradisional. Tantangan bagi para manajer adalah mempelajari bagaimana

menjadi pemimpin tim yang efektif. Para manajer tersebut harus

mempelajari berbagai keahlian seperti membagi informasi dengan sabar,

mampu mempercayai orang lain dan memberikan wewenang, serta dapat

memahami kapan untuk ikut campur. Pemimpin tim yang efektif harus

dapat menyeimbangkan antara waktu yang tepat untuk membiarkan

timnya bekerja dan waktunya ikut campur. Tugas seorang pemimpin

efektif adalah focus pada dua prioritas, yaitu: mengatur batasan-batasan

eksternal tim, dan memfasilitasi proses tim. Sedangkan peranan

pemimpin tim adalah: manajer konflik, pelatih, hubungan dengan

konstitusi eksternal, pemecahan masalah.

F. Isu Kepemimpinan Abad Ke-21

Pada abad ke-21 yang serba modern ini terdapat para pemimpin

berhadapan dengan beberapa isu kepemimpinan16

yang akan dipaparkan

sebagai berikut :

1. Mengelola Kekuatan

Sebagai orang utama yang mengelola sebuah organisasi,

pemimpin memiliki kekuasaan sebagai berikut :

a. Kekuasaan sah, sama dengan otoritas. Kekuasaan sah ini timbul

karena posisinya sebagai pemimpin di dalam organisasi.

b. Kekuasaan paksaan, merupakan kekuasaan pemimpin dalam

menghukum atau mengendalikan. Kekuasaan paksaan ini

diaplikasikan jika terdapat bawahan yang tidak mematuhi peraturan

organisasi. Bentuk dari kekuasaan paksaan misalnya menunda atau

menurunkan pangkat karyawan atau menugaskan pekerjaan yang tidak

menyenangkan.

c. Kekuasaan imbalan, adalah kekuasaan untuk memberikan upah yang

positif dalam bentuk uang, penilaian pekerjaan, tugas yang menarik,

16

Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, Op., Cit .hlm.163.

14

rekan yang ramah, dan tugas giliran yang lebih baik atau wilayah

penjualan.

d. Kekuasaan ahli, merupakan kekuasaan yang diberikan oleh pemimpin

kepada bawahannya yang memiliki keahlian, keterampilan istimewa

atau pengetahuan.

e. Kekuasaan rujukan, timbul akibat sumber atau sifat pribadi seseorang

yang diinginkan. Kekuasaan rujukan pula diakibatkan karena

kekaguman terhadap orang lain dan keinginan untuk menjadi seperti

orang tersebut.

Pada umumnya, para pemimpin yang efektif menggunakan

beberapa jenis kekuasaan di atas untuk mempengaruhi kinerja dan

perilaku bawahannya. Ke lima sumber kekuasaan di atas yang

dikemukakan oleh French dan Raven17

dapat pula dibagi menjadi dua

bagian, yaitu kekuasaan memaksa dan kekuasaan imbalan berkaitan

dengan ototitas posisi. Dan kekuasaan sah, kekuasaan ahli serta

kekuasaan rujukan berkaitan dengan otoritas pribadi.

2. Mengembangkan Rasa percaya

Zaman modern yang serba tidak pasti seperti saat ini, para

pemimpin perlu mempertimbangkan rasa percaya dan kredibilitas dalam

organisasinya. Adapun komponen kredibilitas18

adalah :

1. Kejujuran, menurut survei kejujuran merupakan karakteristik no satu

dari pemimpin yang paling dikagumi. Pentingnya kejujuran dalam

kepemimpinan adalah untuk meyakinkan para bawahannya bahwa

siapa yang mereka ikuti adalah sosok pemimpin yang dapat dipercaya.

2. Kompeten, pemimpin yang kompeten akan menciptakan suatu

kepemimpinan yang lebih efektif.

3. Kemampuan menginspirasi, pemimpin harus mampu menyampaikan

keyakinan dan antusiasme mereka secara efektif.

Konsep kredibilitas erat kaitannya dengan rasa percaya, bahkan

ke duanya sering kali bertukar fungsi. Definisi rasa percaya adalah

17

Siswanto, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 162. 18

Ibid., hlm. 164.

15

keyakinan di dalam integritas, karakter dan kemampuan seorang

pemimpin. Seorang bawahan yang mempercayai pemimpinnya, biasanya

selalu mentaati apa yang diperintahkan pemimpinnya, karena ia yakin

bahwa hak dan kepentingannya tidak akan disalah gunakan.

Berdasarkan penelitian, terdapat lima dimensi sebagai berikut

yang menjadi konsep dasar rasa percaya19

:

1. Integritas, kejujuran dan kebenaran.

2. Kompetensi, pengetahuan dan keahlian teknis serta keahlian

interpersonal.

3. Konsistensi, dapat diandalkan, dapat diprediksi, dan penilaian yang

baik dalam menangani situasi.

4. Loyalitas, kemauan untuk melindungi seseorang, baik secara fisik

maupun emosi.

5. Keterbukaan, kemauan untuk berbagi ide dan informasi.

Kemampuan untuk membentuk rasa percaya dengan cepat dan

mempertahankan kepercayaan itu sangat penting untuk kesuksesan

sebuah relasi. Adanya rasa percaya dalam sebuah kepemimpinan akan

berimplikasi positif terhadap hasil kerja, kinerja, perilaku anggota

organisasi, kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi.

Adapun rasa percaya tersebut dapat dibangun dengan

mengaplikasikan point-point berikut ini:

1. Mempraktikkan keterbukaan

2. Adil

3. Katakan apa yang Anda rasakan

4. Jujur

5. Menunjukkan konsistensi

6. Menepati janji

7. Menjaga kepercayaan diri

8. Menunjukkan kompetensi

Keefektifan manajerial dan kepemimpinan tergantung pada

kemampuan untuk memperoleh kepercayaan bawahan. Kepercayaan

19

Ibid., hlm. 165.

16

kepemimpinan biasanya berkurang karena beberapa hal seperti

perampingan perusahaan, kesalahan intepretasi finansial dan peningkatan

penggunaan karyawan tidak tetap. Oleh karena itu, pemimpin saat ini

perlu membangun kembali dan memperbaiki rasa percaya karyawan serta

pemangku kepentingan lainnya.

4. Memberdayakan Karyawan

Pemberdayaan adalah melibatkan peningkatan keleluasaan

karyawan dalam mengambil keputusan. Bentuk pemberdayaan karyawan

dapat melalui pembuatan anggaran, jadwal jumlah kerja, pengendalian

persediaan barang, pemecahan masalah tentang kualitas, dan pelaksanaan

aktivitas yang biasanya menjadi tugas seorang manajer.

Alasan dari pemberdayaan karyawan adalah adanya kebutuhan

terhadap pengambilan keputusan yang cepat oleh orang yang paling

mengetahui permasalahannya. Selain itu, alasan lainnya adalah

perampingan di dalam organisasi akan menciptakan rentang kendali yang

lebih lebar bagi manajer. Pemberdayaan karyawan ini, sangat bermanfaat

apabila diperuntukkan bagi karyawan yang memiliki pengetahuan,

kemampuan dan pengalaman untuk melaksanakan tugas mereka dengan

baik.

5. Memimpin di Berbagai Budaya

Pemimpin yang efektif mangatur berbagai jenis gaya

kepemimpinan dalam situasi yang berbeda. Variabel situasi yang paling

penting dalam menentukan gaya kepemimpinan yang paling efektif

adalah budaya Nasional.

Budaya Nasional mempengaruhi gaya kepemimpinan karena

budaya mempengaruhi bagaimana pengikutnya memberikan respons.

Seorang pemimpin tidak dapat memilih gaya kepemimpinannya secara

acak, karena mereka dibatasi oleh kondisi budaya sebelumnya yang

berlaku dalam organisasi tersebut.

Karena perbedaan budaya pada tiap-tiap Negara, maka gaya

kepemimpinan suatu organisasi pada tiap-tiap Negara berbeda pula.

Namun menurut penelitian GLOBE, terdapat beberapa aspek universal

17

dalam kepemimpinan. Yang mana aspek-aspek ini berlaku pada

kepemimpinan di semua Negara. Aspek tersebut meliputi visi yang kuat

dan proaktif untuk membimbing perusahaan menuju masa depan,

memiliki keterampilan dalam memotivasi semua karyawan untuk

menepati visi, dan kemampuan perencanaan yang baik untuk membantu

dalam implementasi visi tersebut.

Adanya aspek universal yang berlaku di tiap Negara ini

dilatarbelakangi oleh tekanan terhadap teknologi dan praktik manajemen

umum, akibat persaingan global dan pengaruh multinasional.

6. Memahami Perbedaan Gender dan Kepemimpinan

Berdasarkan penelitian yang fokus pada gender dan gaya

kepemimpinan menyimpulkan bahwa pria dan wanita memakai cara yang

berbeda dalam kepemimpinan. Wanita akan cenderung memakai cara

yang demokratis atau partisipatif , akan lebih mendorong partisipasi,

berbagai kekuasaan dan informasi, dan berusaha untuk meningkatkan

harga diri pengikutnya. Wanita memimpin dengan penyertaan dan

mengandalkan karisma, keahlian, hubungan, dan keterampilan

interpersonal untuk mempengaruhi orang lain. Wanita cenderung

menggunakan kepemimpinan transformasi, memotivasi orang lain

dengan mentransformasi minat diri mereka menjadi tujuan organisasi.

Sedangkan kepemimpian pria lebih cenderung memakai gaya

langsung, serta perintah dan kendali. Pria mengandalkan otoritas posisi

resmi untuk berpengaruh. Pria memakai kepemimpinan transaksi,

memberikan penghargaan untuk kerja yang baik dan menghukum yang

tidak baik.

Menurut Natalie Porter dan Jessica Henderson Daniel (2007)20

,

banyak kualitas yang diperlukan untuk memiliki kepemimpinan

organisasi yang efektif pada situasi sekarang ini, yakni berkualitas dan

umumnya diasosiasikan dengan para pemimpin wanita (Applebaun,

Audet, Miller, 2002).

20

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-nahiyah-jaidi-

mpd/kepemimpinan-perempuan.pdf Dikases pada 24 Desember 2014 pukul 14:58.

18

Pernyataan di atas didukung pula dengan penelitian dalam

keefektifan memimpin, bahwa wanita lebih dominan dari pada pria. Hal

tersebut merupakan hasil dari penelitian dengan kategori penilaian

sebagai berikut :

Gambar 2. Penelitian : Manajer Wanita Lebih Baik

Kemampuan Nilai Pria Nilai Wanita

Memotivasi yang lain - 5

Mengembangkan komunikasi - 5

Menghasilkan kualitas kerja tinggi - 5

Perencanaan strategis 2 3

Mendengarkan yang lain - 5

Meneliti permasalahan 2 3

Sumber : Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2010)

Penilaian wanita lebih baik dari pada pria dalam hal

kepemimpinan, diperkirakan akibat dari kondisi perusahaan saat ini

fleksibilitas, tim kerja dan kemitraan, kepercayaan dan berbagai

informasi telah mengganti struktur yang kaku, kompetisi individu,

kendali, dan kerahasiaan. Di lingkungan kerja saat ini, manajer yang

dibutuhkan adalah dia yang mampu menerapkan perilaku sosial dan

interpersonal, mampu mendengar, memotivasi, dan memberi dukungan

untuk karyawan mereka. Dan semua karakteristik tersebut dominan

dimiliki wanita pada umumnya dibandingkan dengan pria.

Namun tetap saja kita tidak bisa menyimpulkan bahwa gaya

kepeimpinan yang paling baik dimiliki oleh pemimpin wanita. Karena

pada dasarnya kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada

situasinya.

7. Menjapadi Pemimpin yang Efektif

Berikut merupakan dua isi yang berkaitan untuk menjadi

pemimpin yang efektif21

:

21

Ibid., hlm. 170.

19

1. Pelatihan pemimpin

Biasanya modal yang digunakan untuk pelatihan kepemimpinan

tidak lah sedikit. Namun, keberhasilan dari pelatihan tersebut masih

diragukan. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan

manajer untuk mndapat efek maksimal dari pelatihan kepemimpinan

tersebut.

Tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menjadi

pemimpin. Pelatihan kepemimpinan akan lebih sukses dengan

individu yang memiliki tingkat monitor diri yang tinggi dibandingkan

yang rendah. Karena individu yang seperti itu akan fleksibel dalam

menyesuaikan perilakunaya pada situasi yang berbeda.

Hal yang perlu dipelajari oleh individu agar mampu menjadi

pemimpin yang efektif adalah kemampuan implementasi. Seseorang

dapat diajarkan untuk membangun kepercayaan dan mentoring, serta

menganalisis situasi.

2. Substitusi kepemimpinan

Dalam beberapa situasi dapat meniadakan pengaruh

pemimpinnya. Dengan kata lain, individu, pekerjaan, dan variabel

organisasi tertentu dapat bertindak sebagai substitusi kepemimpinan.

Substitusi kepemimpinan biasa terjadi dalam bentuk pengalaman,

pelatihan, profesional, aturan prosedur yang kaku dan kelompok kerja

yang kompak.

III. Kesimpulan

1. Pemimpin adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain dan

memiliki otoritas manajerial.

2. Kepemimpnan merupakan proses mempimpin sebuah kelompok dan

mempengaruhi kelompok itu dalam mencapai tujuannya.

3. Berdasrakan pandangan Islam, kriteria pemimpin yang ideal yaitu adil,

memegang hukum Allah SWT, toleransi, memiliki pengetahuan, sehat

jasmani dan rohani, memilki pandangan ke depan (visioner), memiliki

keberanian dan kekuatan, serta memilki kemampuan dan wibawa.

20

4. Terdapat 7 sifat yang berkaitan dengan kepemimpinan, yaitu penggerak,

hasrat untuk memimpin, kejujuran dan integritas, kepercayaan diri,

kecerdasan, pengetahuan yang relevan mengenai pekerjaan, extraversion.

5. Menurut penelitian:

a. anggota kelompok lebih puas dengan gaya kepemimpinan demokratis.

b. terdapat dua dimensi perilaku pemimpin, yaitu inisiasi struktur dan

konsiderasi.

c. para pemimpin yang berorientasi karyawan dapat mencapai

produktivitas dan kepuasan anggota kelompok yang tinggi.

d. grid manajerial menyarankan bahwa pemimpin terbaik adalah yang

memiliki perhatian yang tinggi terhadap produki dan karyawan.

e. Sifat perilaku pemimpin yaitu fokus terhadap pekerjaan dan fokus

terhadap karyawan.

6. Model Fiedler mencoba mencoba mendefinisikan gaya terbaik yang dapat

digunakan dalam situasi tertentu. Fiedler berasumsi bahwa gaya seorang

pemimpin akan tetap. Ia mengukur tiga kontingensi: hubungan antar

pemimpin dan anggota, struktur tugas dan posisi kekuasaan. Model

menyarankan bahwa pemeimpin yang berorientasi tugas memiliki

performa terbaik di dalam situasi yang sangat menguntungkan dan tidak

menguntungkan. Dan pemimpin yang berorientasi hubungan memiliki

performa terbaik di dalam situasi yang sedikit menguntungkan.

7. Teori kepemipinan situsional (SLT) fokus pada kesiapan keryawan. Teori

ini mencakup 4 gaya kepemimpinan, yaitu telling, selling, participating,

dan delegating. SLT juga fokus mengidentifikasi empat tahap kesiapan:

tidak mampu dan tidak mau (menggunakan gaya telling), tidak mampu

tapi mau (menggunakan gaya selling), mampu tapi tidak mau

(menggunakan gaya participating), mampu dan mau (menggunakan gaya

delegating).

8. Model jalur-tujuan mengidentifikasi empat perilaku kepemimpinan:

bersifat pengarah, pendukung, partisipatif dan berorientasi prestasi.

Menurut model ini, pemimpin harus membuat jalur sehingga karyawan

dapat meraih tujuan.

21

9. Pemimpin transaksi menukar penghargaan untuk produktivitas. Sedangkan

pemimpin transformasi, membangkitkan dan mendorong karyawan untuk

mencapai tujuan.

10. Pemimpin karismatik adalah pemimpin yang antusias dan percaya diri yng

tindakan dan kepribadiannya mempengaruhi orang untuk berperilaku

dalam cara-cara tertentu. Sedangkan pemimpin visioner adalah dia yang

mampu menciptakan dan mengartikulasikan visi masa depan yang

realistis, dapat dipercaya dan menarik.

11. Pemimpin tim memiliki dua prioritas: mengatur batas eksternal dan

memfasilitasi proses tim.

12. Lima sumber kekuasaan pemimpin : kekuasaan sah, kekuasaan imbalan,

kekuasaan paksaan, kekuasaan ahli, dan kekuasaan tujuan.

13. Pada masa moder, seorang pemimpin menghadapi berbagai isu berikut :

mengelola kekuasaan, mengembangkan kepercayaan, memberdayakan

karyawan, memimpin diberbagai budaya, memahami perbedaan gender di

kepemimpinan, dan menjadi pemimpin yang efektif.

22

Daftar Pustaka

Budiyono, Amirullah Haris. 2004. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Nawawi, Hadari. 1993. Kepemimpinan Menurut Islam. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Richard, L.Draft. 2012. Era Baru Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.

Robbins, Stephen P. dan Mary Coulter. 2010. Manajemen Edisi Kesepuluh Jilid 2.

Jakarta: Erlangga.

Siswanto. 2007. Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Seger, Handoyo. 2010. “Pengukuran Servant Leadership Sebagai Alternatif

Kepemimpinan Di Institusi Pendidikan Tinggi Pada Masa Perubahan

Organisasi”. Makara Sosial Humaniora, Vol. 14, No. 2, 130-140.

Supyan, Muhammad Dian, 2013. “Kepemimpinan Islam dalam Tafsir al-Misbah

Karya M. Quraish Shihab”, Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tidak

Dipublikasikan.

http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/10364/1005/bab1-

2.pdf?sequence=3. Diakses pada 24 Desember 2014 pukul 15:06.

https://haditsdantafsir.wordpress.com/2012/12/19/setiap-kita-adalah-pemimpin/

Diakses pada 30 Desember 2014 pukul 15:04.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-nahiyah-jaidi-

mpd/kepemimpinan-perempuan.pdf Diakses pada 24 Desember 2014 pukul

14:58.