makalah pemerolehan bahasa kedua

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa merupakan bagian sentral dalam kehidupan. Manusia menggunakan bahasa tidak hanya sebatas survival layaknya binatang. Manusia menggunakan bahasa untuk berbagai segi dalam kehidupan. Oleh karena itu, manusia dibekali LAD (Language Acquisition Devicion) sehingga mampu mengembangkan diri dalam berbahasa. Penggunaan bahasa ini tidak terlepas dari proses pemerolehan bahasa yang dialami manusia dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Bahasa yang digunakan anak dari masa kanak-kanaknya dan menjadi alat yang paling banyak digunakan dalam interaksi sosialnya adalah bahasa pertamanya. Jika ada istilah pertama tentu ada istilah bahasa kedua. Bahasa pertama (B1) merupakan bahasa yang paling dikuasai dan paling sering digunakan oleh seseorang, sedangkan bahasa kedua merupakan bahasa yang diperoleh melalui pembelajaran dan cenderung dipelajari dengan sengaja. Bahasa kedua bukan berarti sebatas bahasa kedua, tetapi bahasa lain yang dipelajari oleh seseorang entah itu satu bahasa, dua, maupun lebih dari itu. 1

Transcript of makalah pemerolehan bahasa kedua

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bahasa merupakan bagian sentral dalam kehidupan.

Manusia menggunakan bahasa tidak hanya sebatas survival

layaknya binatang. Manusia menggunakan bahasa untuk

berbagai segi dalam kehidupan. Oleh karena itu, manusia

dibekali LAD (Language Acquisition Devicion) sehingga

mampu mengembangkan diri dalam berbahasa.

Penggunaan bahasa ini tidak terlepas dari proses

pemerolehan bahasa yang dialami manusia dari masa

kanak-kanak hingga dewasa. Bahasa yang digunakan anak

dari masa kanak-kanaknya dan menjadi alat yang paling

banyak digunakan dalam interaksi sosialnya adalah

bahasa pertamanya. Jika ada istilah pertama tentu ada

istilah bahasa kedua. Bahasa pertama (B1) merupakan

bahasa yang paling dikuasai dan paling sering digunakan

oleh seseorang, sedangkan bahasa kedua merupakan bahasa

yang diperoleh melalui pembelajaran dan cenderung

dipelajari dengan sengaja. Bahasa kedua bukan berarti

sebatas bahasa kedua, tetapi bahasa lain yang

dipelajari oleh seseorang entah itu satu bahasa, dua,

maupun lebih dari itu.

1

Untuk pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua,

kita tentunya harus mengetahui lebih dalam mengenai

pengenalan dan berbagai hipotesis mengenai permasalahan

tersebut. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan

dibahas mengenai hipotesis dan penjabaran mengenai

pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua (B2).

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu pemerolehan bahasa kedua?

2. Apa saja variabel yang memengaruhi pemerolehan

dan pembelajaran Bahasa kedua?

3. Di mana dan seperti apa wilayah serta

generalisasi mengenai pembelajaran bahasa

kedua?

4. Bagaimana teori dan hipotesis pembelajaran

bahasa kedua?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah

Metode Pengajaran Bahasa dan Sastra. Selain itu,

untuk memberikan informasi mengenai pemerolehan

bahasa kedua.

1.4 MANFAAT PENULISAN

Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

mengenai bagaimana pemerolehan bahasa kedua dan

memberikan informasi mengenai teori-teori yang

mendukung untuk pembelajarannya.

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 HAKIKAT PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

Sebelum membahas lebih jauh mengenai apa itu

pemerolehan bahasa kedua, ada baiknya kita memahami

lebih dulu apa itu bahasa kedua. Bahasa kedua sendiri

didefinisikan dalam pengertian-pengertian yang luas.

3

Bahasa kedua secara sederhana dianggap sebagai bahasa

yang diperoleh atau dipelajari setelah anak menguasai

bahasa pertama.1

Pengertian lain yang lebih jauh mengungkapkan

bahwa bahasa kedua merupakan bahasa resmi atau dominan

secara sosial yang biasanya dibutuhkan untuk

pendidikan, pekerjaan, dan tujuan lainnya. adapun

bahasa asing diartikan sebagai salah satu bahasa yang

tidak banyak digunakan oleh pembelajarnya dalam konteks

sosial yang mungkin dapat digunakan untuk perjalanan

masa depan atau komunikasi lintas budaya, namun tidak

terlalu diperlukan dan aplikasi praktik langsung.2

Ketika bahasa pertama dianggap sebagai bahasa yang

diperoleh tanpa upaya sadar, bahasa kedua ini memiliki

karakteristik tersendiri dalam proses dan kondisi

pemerolehannya. Terlebih, bahasa kedua tidak hanya

terbatas pada bahasa yang dipelajari oleh anak,

melainkan mencakup pemeroleh yang lebih heterogen dalam

berbagai segi.

Jadi dapat diartikan bahwa bahasa kedua adalah

bahasa yang diperoleh setelah bahasa pertama dikuasai

dan dipelajari untuk tujuan yang variatif.

1 Rod Ellis, Second Language Acquistion (New York: Oxford University Press, 2003), h. 8.2 Muriel Saville Troike, Introducing Second Language. (Cambridge: Cambridge University Press, 2006). h.4.

4

Berangkat pada hakikat pemerolehan bahasa kedua,

ada baiknya kita memahami lebih dulu apa itu

pemerolehan. Menurut Krashen, pemerolehan adalah sebuah

proses bawah sadar dan intuitif dalam pengembangan

sistem sebuah bahasa, tidak beda dengan proses seorang

anak untuk “belajar begitu saja sebuah bahasa.3

Dalam pengembangan bahasa kedua Krashen

berpendapat bahwa bahasa kedua ini diperoleh dengan dua

cara, yaitu:

(1) Pemerolehan (acquisition), merupakan proses

subconcious bawah sadar yang mengarah pada

pengembangan kompetensi dan tidak bergantung pada

kaidah gramatika.

(2) Pembelajaran (learning) mengacu pada consious

kesadaran belajar dan pengetahuan kaidah

gramatika.

Pemerolehan bahasa kedua (SLA) juga mengacu pada

pembelajaran sebuah bahasa sasaran (Target Language)

baik oleh individu maupun kelompok untuk tujuan bahasa

dan tujuan pembelajaran tertentu. Ruang lingkup SLA

mencakup pembelajaran informal B2 yang terjadi secara

naturalistik, pembelajaran formal B2 di ruang kelas,

maupun campuran dari pengaturan dan keadaan tersebut.4

3 H.Doughlas Brown. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. (Pearson Education, 2007). H. 322.4 Muriel Saville Troike. Op.Cit. H.2.

5

Sebelumnya telah disebutkan bahwa pemerolehan

bahasa kedua berbeda dengan pemerolehan bahasa pertama,

B2 melibatkan proses dan kondisi yang tentunya berbeda.

Oleh karena itu, pemerolehan ini melibatkan variabel-

variabel yang seperti digambarkan oleh Yorio, di

antaranya:5

1) Usia

Usia mencakup 3 bagian. Yaitu, kanak-kanak,

remaja, dan dewasa. Pada kanak-kanak pembelajaran

dipengaruhi oleh faktor biologis, faktor kognitif,

dan faktor sosial yang mencakup pengaruh Orang

Tua, sekolah, maupun tekanan kawan sebaya. Pada

remaja, dipengaruhi oleh faktor biologis yang

memang sedang mengalami masa kritis serta faktor

sosial yang juga dipengaruhi oleh orang tua,

sekolah dan kawan sebaya. Adapun pada tahap dewasa

faktor yang mempengaruhi adalah faktor biologis

yang mencakup masa kritis, tekanan kawan sebaya,

kontek belajar/mengajar, dan bahasa keduanya itu

sendiri.

2) Kognisi

Kognisi ini mencakup kecerdasan umum dan bakat

bahasa seseorang.

3) Bahasa Asli

5 Yorio, C. Discussion of “Explaining sequence and variation in second language acquisition.” (S

6

Bahasa asli ini mempengaruhi transfer pada bahasa

kedua bak dari segi fonologis, gramatikal, maupun

semantik.

4) Masukan

Masukan dalam hal ini berkaitan dengan

pembelajarnya sendiri. Yaitu pembelajar bebas dan

pembelajar terbimbing. Pembelajar bebas bergantung

pada konteks pengajaran yang mencakup tempat

belajar (lingkungan bahasa asing, bahasa kedua,

dwibahasa), jenis kontak bahasa, lingkungan bahasa

keluarga dan lingkungan bahasa kawan sebaya.

Pembelajar terbimbing bergantung pada konteks

pembelajaran yang mencakup tipe bimbingan (formal,

informal serta intensif/tidak intensif). Lamanya

bimbingan, materi bimbingan, dan sumber bimbingan.

5) Wilayah Afektif

Wilayah afektif ini berkenaan dengan faktor sosial

budaya, faktor egosentris, dan faktor motivasi.

6) Latar belakang pendidikan

Beberapa contoh faktor yang berkenaan dengan ini

adalah buta huruf, melek huruf serta

keprofesionalitasannya.

2.2 WILAYAH DAN GENERALISASI DALAM PENGAJARAN BAHASA

KEDUA

7

Pengajaran bahasa kedua mencakup ke dalam beberapa

ranah. Pertama, mencakup pemahaman, secara umum,

tentang apa itu bahasa, apa itu pembelajaran, dan untuk

konteks ruang kelas, apa itu pengajaran. Kedua,

pengetahuan tentang pembelajaran bahasa pertama pada

anak-anak memberikan wawasan untuk memahami SLA.

Ketiga, bagaimana, sejumlah perbedaan esensial

antara pembelajaran anak-anak dan orang dewasa dan

antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua

harus disampaikan secara hati-hati. Keempat,

pembelajaran bahasa kedua adalah bagian dari dan

mengikuti prinsipa-prinsip umum pembelajaran dan

kecerdasan manusia. Kelima, terdapat variasi besar pada

gaya kognitif di antara para pembelajara dan juga

pemilihan strategi berbeda pada setiap pembelajar.

Keenam, kepribadian, cara orang melihat dirinya

sendiri dan mengungkapkan dirinya sendiri dalam

komunikasi akan mempengaruhi kualitas maupun kuantitas

pembelajaran bahasa kedua. Ketujuh, mempelajari budaya

kedua sering bertumpang tindih dengan mempelajari

bahasa kedua. Kedelapan, pemerolehan kompetensi

komunikatif dalam banyak hal adalah sosialisasi bahasa,

dan merupakan tujan utama bagi para pembelajar saat

mereka berurusan dengan fungsi, kemampuan mencerna,

gaya, dan aspek-aspek nonverbal dari interaksi

antarmanusia dan negosiasi politik. Kesembilan yaitu

8

kontras-kontras linguistik antara bahasa asli dan

bahasa sasaran menciptakan pangkal kesulitan dalam

mempelajari bahasa kedua. Namun proses kreatif

pembentukan sistem antarbahasa mendorong pembelajar

untuk menggunakan banyak sumber dan kecakapan yang

memudahkan. Dalam proses ini, kekeliruan merupakan

aspek tak terhindarkan, namun dari sini pembelajar dan

pengajar bisa memperoleh wawasan lebih mendalam.

2.3 HIPOTESIS DAN KLAIM

Teori mengenai bahasa kedua merupakan seperangkat

hipotesis atau klaim yang saling berkaitan mengenai

bagaimana orang menjadi cakap dalam bahasa kedua.

Lightbown membuat beberapa klaim mengenai bahasa kedua.

Di antaranya:

1. Orang dewasa dan anak remaja bisa “memperoleh”

bahasa kedua.

2. Para pembelajar menciptakan antarbahasa yang

sistematis yang sering ditandai dnegan kesalahan-

kesalahan yang sama sistematisnya dengan kesalahan

kanak-kanak yang mempelajari bahasa tersebut

sebagai bahasa pertama, dan juga orang-orang lain

yang mendasarkan diri pada bahasa asli mereka

sendiri.

9

3. Ada bagian yang bisa digunakan dalam pemerolehan

sehingga struktur-struktur tertentu harus

diperoleh sebelum yang lainnya bisa dipadukan.

4. Praktek belum tentu menjadikan sempurna.

5. Mengetahui kaidah bahasa bukan berarti orang akan

bisa menggunakan bahasa itu dalam interaksi yang

komunikatif.

6. Koreksi kesalahan secara eksplisit dan terpisah

biasanya tak efektif dalam mengubah perilaku

bahasa.

7. Bagi kebanyakan pembelajar dewasa, pemerolehan

berhenti-“memfosil”- sebelum pembelajara meraih

kecakapan dalam bahasa sasaran yang mendekati

kefasihan penutur asli.

8. Orang tidak bisa mencapai pemahaman menyeluruh

pada bahasa kedua yang mendekati penutur asli

bahasa tersebut dengan satu jam sehari.

9. Pembelajar memikul beban berat karena bahasa

sangat kompleks

10. Kemampuan seorang pembelajar untuk memahami

makna bahasa menurut konteksnya memperluas

kemampuannya untuk memahami bahasa yang dilepaskan

dari konteks dan untuk memproduksi bhasa yng

kompleksitas dan akurasinya setara.6

6 Patsy LightBown, Great Expectations: Second-Language Acquisition Research and Classroom Teaching. (Oxford: Applied Linguistics, 1985).hh. 176-180.

10

Adapun pernyataan lain yang dibuat oleh LightBown

dan Spada mengenai bahasa kedua ini. Di antaranya:

1. Pada umumnya, bahasa dipelajari melalui peniruan

2. Biasanya orang tua mengoreksi kanak-kanak ketika

mereka membuat kesalahan

3. Orang dengan IQ tinggi adalah pembelajar bahasa

yang baik

4. Semakin dini bahasa kedua diperkenalkan di

sekolah, semain besar kemungkinan berhasilnya

dalam pembelajaran

5. Kesalahan terbanyak yang dibuat oleh para

pembelajar bahasa kedua adisebabkan oleh tumpang

tindihnya dengan bahasa pertama

6. Kekeliruan-kekeliruan pembelajara seharusnya

dikoreksi saat itu juga demi menghindarkan

terbentuknya kebiasaan buruk.7

2.4 TEORI KOMPLEKSITAS

Untuk menggiring pada pengetahuan mengenai

komponen-komponen jitu bagi teori bahasa kedua, dapat

dikaitkan dengan teori kompleksitas yang dijabarkan

oleh Diana Larsen-Freeman yang memaparkan mengenai

kesamaan antara teori khaos dan bahasa kedua. Bahasa

kedua dianggap sebagai sistem yang dinamis, kompleks,

dan tak linier, tak beda dengan fisika, biologi, dan

ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Jalur-jalur yang7 Patsy Lightbown and Nina Spada. How Languages Are Learned. (USA: Oxford University Press, 2013). Hh.11-116.

11

ditempuh oleh para pembelajar untuk meraih keberhasilan

adalah berbeda dan terkadang amat berbeda satu sama

lain. 8

Brown kemudian membuat ikhtisar dari paparan Diane

Larsen Freeman mengenai rancangan teori bahasa kedua

yang berhubungan dengan teori kompleksitas.

1. Hati-hatilah terhadap dikotomi-dikotomi yang

menyesatkan. Cari hubungan antarbagian

(complementarity), keterjangkauan

(inclusiveness), dan ruang bersama (antarmuka,

interface).

2. Hati-hatilah terhadap pendekatan sebab-akibat

linier yang digunakan dalam membangun teori.

3. Hati-hatilah terhadap generalisasi yang

berlebihan. Perhatikan detail. Faktor-faktor

terkecil yang kelihatannya remeh bisa menjadi

faktor penting dalam mempelajari bahasa kedua.

4. Sebaliknya, hati-hatilah terhadap pemikiran

yang terlalu menyederhanakan. Dengan sistem

yang kompleks dan kacau, niscaya sangat

menggiurkan untuk membuat penyederhanaan dengan

memngambil beberapa bagian kecil dan

mengeluarkannya dar keseluruhan sistem.9

8 Diane Larsen Freeman. Chaos/Complexity Science and Second Language Acquisition. (Oxford: Apllied Linguistics)h.142.9 H.Douglas Brown. Op.Cit. h.318.

12

2.5 PEMBELAJARAN EKSPLISIT DAN IMPLISIT

Pembelajaran eksplisit dalam SLA (Second Language

Acquisition) melibatkan kesadaran dan niat yang

disengaja. Pembelajaran eksplisit diartikan sebagai

pemrosesan masukan untuk menemukan apakah informasi

mengandung keteraturan dan, jika demikian, untuk

menyusun konsep dan kaidan yang dengannya keteraturan-

keteraturan bisa ditangkap.

Pembelajaran implisit diartikan sebagai

pembelajaran tana perhatian sengaja atau kesadaran.

Pembelajaran implisit dan eksplisit ini juga

berhubungan dengan pembelajaran intensional dan

insidental yang saling berkaitan.10

2.6 PEMBELAJARAN SADAR DAN BAWAH SADAR

Topik panas lain yang terkait dalam SIA adalah

sampai sejauh mana kemahfuman merupakan

faktorsignifikan yang punya andil untuk pemerolehan.

Kemahfuman untuk beberapa waktu, mungkin dianggap

analog pembelajaran sadar (vs. bawah sadar), di mana

pembelajar secara sengaja mengontrol perhatian mereka

kepada sejumlah aspek masukan atau keluaran. Gagasan

pikiran sadar ini bermasalah karena sulitnya membuat

definisi berkenaan dengan kompleksitas akar sejarahnya

pada k Freud, Jung, dan psikologpsikolog lain era

mereka. Sebagian karena permasalahan pendefinisian ini,

10 Ibid., h.320

13

Mclaughlin (1978) dan para psikolog kognitif lain

(Slavin, 2003, misalnya) menghindar dari isu pikiran

sadar ini dan lebih menekankan perhatian pusat dan

periferal atau pinggiran. Dalam usulan Schmidt (1990)

tentang hipotesis menyimak, dibahas singkat di bab

sebelumnya, ia mengendalikan peran utama bagi perhatian

pusat, yang berawal dari kemafhuman, supaya seorang

pembelajar menyimal masukan bahasa.11 Menurur Schmidt

dan yang lainnya (Robinson, 2003; Ellis, 1997; Leo,

2000), menyimak, atau memperhatikan sungguh-sungguh

kepada sebuah unsur linguistik dalam sebuah masukan

pembelajar, mungkin merupakan prasyarat esensial bagi

kemampuan pembelajar untuk mengubah masukan menjadi

asupan (intake), terutama masukan yang diniatkan

sebagai umpan balik atas bentuk. (lihat bagian berikut

untuk definisi dan diskusi masukan vs. asupan.)

Kemafhuman sekarang sudah menjadi nama sebuah jurnal

profesional, Language Awareness, dan topik ini terus

menarik perhatian peneliti (Williams, 2005; Rosa & Leow

& 2004; simard & Wong, 2004; Leow, 2000).

Seperti topik sebelumnya, debat mengenai tingkat

kemafhuman yang dipersyaratkan dalam SLA adalah hal

yang kompleks, dan menurut kecermatan menetapkan

kondisi-kondisi sebelum kesimpulan diajukan. Timbul

11 R. Scmidt , 1990. The Role of consciousness in Second Language Learning. Applied Linguistics,11: h. 129-158

14

tenggelam di sepanjang sejarah pengajaran bahasa yang

berubah-ubah, orang memproklamasikan bahwa bahasa

seharusnya jangan pernah diperajari di bawah kondisi

kemafhuman yang disadari (terhadap bentuk-benruk

bahasa, misalnya)- Krashen dekat dengan klaim semacam

itu dan mereka yang tetap berkeras tentang betapa

pentingnya kemafhuman (akan bentul-bentuk) dalam SLA.

Tugas anda, sebagai kreator teori Anda sendiri tentang

SLA adalah menetapkan konteks secara cermat dan

kemudian mengambil tindakan pedagosis yang sejalan.

Agaknya sangat bermanfaat bagi para pembelajar untuk

menjadi mafhum akan kekuatan dan kelemahan mereka

sendiri dan secara sadar terlibat dalam bentuk-bentuk

bahasa sasaran, sampai tingkatan bahwa kemafhuman

terhadap jalinan bentuk tersebut menghalangi kemampun

mereka untuk fokus pada makna. Kita akan menyimak

konsep pembelajaran sadar dan bawah sadar dalam

pembahasan selanjutnya tentang model Mclaughlin.

Masukan dan Keluaran

Suatu topik yang pernah kontroversial, tetapi kian

berkurang kadarnya, adalah hubungan antara masukan dan

keluaran dalam SLA. Masukan tak lain adalah proses

memahami bahasa (mendengar dan membaca) dan keluaran

adalah produksi (bicara dan menulis). Sekalipun tidak

selaiu, sekarang tampak jelas bahwa baik

15

masukan :laupun keluaran merupakan proses yang penting

pada tingkatnya masing.masing dalam perjalanan

linguistik pembelajar bahasa. Tetapi seperti yang akan

kita lihat di bagian selanjurnya, proporsi oprimal dari

setiap moda sudah mendapat berbagai rekomendasi. Lebih

lanjut, masih ada pcrdebatan sengit mengenai apa yang

disebut kualitas optimal masukan dan keluaran.

2.7 Frekuensi

Tak akan pas mendaftar topil-topik panas dalam SLA

tanpa meninjau ulang frekuensi, atau berapa kali kata,

struktur, atau unsur bahasa lain yang spesifik menarik

perhatian seorang pembelajar. maka cukup dikatakan di

sini bahwa para peneliti telah membangkitkan kembali

isu ini (N. Ellis, 2002), dan memberi kita pengertian

bahwa frekuensi mungkin lebih penting daripada yang

semula kita pikir. Meskipun saliensi (saliency)

pentingnya masukan yang dipahami dan sampai sejauh mana

seorang pembelajar menyimak masukan masih tampak lebih

kuat sebagai prediktor ketimbang frekuensi para guru

tak bisa mengabaikan begitu saja kemungkinan bahwa yang

disebut belakangan itu boleh ladl adalah faktor

penyebab pemerolehan. 12

2.8 HIPOTESIS MASUKAN KRASHEN

12 R. Ellis, 1997. SLA research ang Language Taching. Oxford University Press.

16

Salah satu perspektif teoretis paling

kontroversial dalam SLA pada 25 tahun terakhir abad

kedua puluh disodorkan oleh Stephen Krashen (1977,1981,

1982, 1985, 1992, 1997) dalam sebuah himpunan artikel

dan buku. Hipotesis Krashen mempunyai nama-nama yang

berbeda. Dalam tahun-tahun awal, “Model Monitor” dan

“Hipotesis Pemerolehan-Pembelajaran” adalah nama-nama

yang lebih popular; dalam tahun-tahun terakhir

“Hipotesis Masukan” digunakan untuk menyebut satu set

yang terdiri atas lima hipotesis yang saling berkait.

Masing-masing dirangkur di bawah

Lima Hipotesis

1. Hipotesis Pemerolehan-Pembelajaran. Krashen

menyatakan bahwa pembelajaran bahasa kedua dewasa

punya dua cara untuk menyerap bahasa sasaran.

Pertama adalah “pemerolehan”, sebuah proses bawah

sadar dan intuitif dalam pengembangan sistem

sebuah bahasa, tidak beda dengan proses seorang

anak untuk “belajar begitu saja” sebuah bahasa.

Cara kedua adalah sebuah proses "pembelajaran"

sadar di mana pembelajar memperhatikan bentuk,

memahami aturan, dan secara umum mafhum akan

proses mereka sendiri. Menurut Krashen, "kecakapan

dalam performa bahasa kedua seiring dengan apa

yang sudah kita peroleh, bukan apa yang kita

17

pelajari". Oleh karenanya, orang dewasa harus

memperoleh sebanyak mungkin agar bisa mencapai

kecakapan komunikatif; bila tidak, mereka akan

berhenti pada pembelajaran aturan dan terlalu

memperhatikan secara sadar bentuk bahasa dan

terlalu mengawasi kemajuan mereka sendiri. Lebih

lanjut, Proses pembelajaran sadar kita dan proses

pemerolehan bawah sadar kita berdiri sendiri-

sendiri: pembelajar tak bisa "menjadi"

pemerolehan. Klaim mengenai "tak adanya titik

singgung antara pemerolehan dan pembelajaran ini

dipakai untuk memperkuat argument bagi

perekomendasian dosis yang lebih besar aktivitas

pemerolehan di ruang kelas, dengan sedikit saja

peran keil untuk pembelajaran.13

2. Model Monitor "Monitor" ada dalam pembelajaran,

bukan pemerolehan. Ia adalah alat untuk "memantau"

keluaran seseorang, untuk menyunting dan membuat

perubahan atau mengoreksi ketika keluaran-keluaran

itu dipikiran secara sadar. Pembelajaran yang

eksplisit dan intensional semacam itu, menurut

Krashen, harus dihindari jauh-jauh, karena

dianggap merintangi pemerolehan. Hanya begitu

kecakapan mapan, barulah pemantauan atau

penyuntingan yang cukup digunakan. Hipotesis mengenai13 S. Kreshen. 1982. Principles and practice in second Language acquisition. Oxford: Pergamon Press. h. 10-11

18

pemantau(monitor) pembelajaran berfungsi sebagai

pemantau. Pembelajaran tampil untuk menggantikan

bentuk ujaran sesudah ujaran dapat diproduksi

berupa sistem. Penerapan pemantau dapat

menghasilkan efektifitas jika pemakai B2

memusatkan perhatian pada bentuk yang benar.

Mc.Laughlin menyatakan bahwa monitor jarang

dipakai dalam kondisi normal pemakaian dan dalam

pemerolehan B2 dan monitor secara teoritis

merupakan konsep yang tak berguna.

3. Hipotesis Urutan Alamiah. Menyusul studi-studi

awal urutan morfem dari Dulay dan Burt (1974b,

1976) dan yang lainnya, Krashen menyatakan bahwa

kita memperoleh kaidah-kaidah bahasa dalam sebuah

urutan yang bisa diprediksi atau "alamiah".

4. Hipotesis Masukan. Menurut Krashen masukan yang

bisa dipahami adalah “satu-satunya alasan bagi

pemerolehan bahasa kedua.14 “Hipotesis Masukan

menyatakan bahwa “kondisi bagi terwujudnya

pemerolehan bahasa adalah ketika si pembelajar

memahami (melalui mendengarkan atau membaca)

masukan yang strukturnya mengandung hal yang

“sedikit merampaui” tingkat kompetensinya saat

ini.... Jika pembelajar berada di tingkat i,

14 S. Kreshen. 1984. Immersion: Why it Work and what it has taught us. Languege and society, h. 61

19

masukan yang ia pahami seharusnya berisi i +

1" .15 Dengan kata lain bahasa yang dipaparkan

kepada para pembelajar semestinya sedikit di atas

kompetensi mereka dan masih bisa mereka pahami,

tetapi tetap menantang mereka untuk berkembang.

yang harus diperhatikan adalah bahwa masukan ini

tidak boleh terlalu jauh di luar jangkauan

sehingga mereka kewalahan (misalnya saja i + 2)

atau terlalu dekat dengan tingkat mereka saat ini

yang menyebabkan mereka ddak tertantang sama sekah

(i + 0).

Bagian penting dari Hipotesis Masukan ini adalah

rekomendasi Krashen bahwa percakapan jangan

diajarkan langsung atau terlalu dini di ruang

kelas. Kecakapan wicara akan "muncul" ketika

pembelajar telah mengembangkan pemahaman yang

memadai terhadap masukan (i + 1), sebagaimana kita

lihat dalam Bab 3 dalam pembahasan tenrang

Pendekatan Alamiah.

5. Hipotesis Saringan Afektif. Krashen lebih lanjut

menyatakan bahwa pemerolehan terbaik akan terjadi

dalam lingkungan yang tingkar kecemasannya rendah

dan tidak ada sikap defensil arau, daiam istilah

Krashen, dalam konteks di mana “filter afekti”

rendah.15 S. Kreshen. 1984.Second Language acquisition and second language learning. oxford: Pragamon Press, h. 100

20

BAB III

KESIMPULAN

Pemerolehan bahasa kedua beriringan dengan

pembelajaran bahasa kedua. Keefektifan pembelajaran

bahasa kedua dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti

faktor usia, juga termasuk sosial dan kultural.

Terdapat banyak hipotesis mengenai bagaimana seharusnya

pembelajaran bahasa kedua, dimulai dari generalisasi

LightBown mengenai keharusan dan kenyataan SLA dalam

pandangannya, perumpaan/analogi Larsen teori chaos

dengan pembelajaran SLA, serta beberapa pandangan

pembelajaran dari sudut kesadaran, pusat perhatian,

hingga pada konstruktivisme sosial. Semua sudut pandang

tersebut dikembalikan lagi pada hakikat ketergantungan

gaya dan rancangan pembelajaran untuk pemerolehan

bahasa kedua.

21

DAFTAR PUSTAKA

Ellis, Rod. Second Language Acquistion. New York: Oxford

University Press, 2003.

Freeman, Diane Larsen. Chaos/Complexity Science and Second Language

Acquisition. (Oxford: Apllied Linguistics. 1997.

H.Doughlas Brown. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa.Pearson

Education.2007.

Kreshen, S. Principles and practice in second Language acquisition.

Oxford: Pergamon Press. 1982.

_________. Second Language acquisition and second language learning.

oxford: Pragamon Press. 1984.

LightBown, Patsy . Great Expectations: Second-Language Acquisition

Research and Classroom Teaching.Oxford: Applied Linguistics.

1985.

22

Lightbown, Patsy and Nina Spada. How Languages Are Learned. USA:

Oxford University Press, 2013.

Scmidt , R.. The Role of consciousness in Second Language Learning.

Applied Linguistics 1990.

Troike, Muriel Saville. Introducing Second Language. (Cambridge:

Cambridge University Press, 2006.

23