Makalah Hutan Hujan Tropis

23
MAKALAH HUTAN HUJAN TROPIS Disusun dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Lingkungan dan Ekologi Dosen : Drs. Syarifuddin, M. Sc., Ph. D Oleh: WIDYA AFRIANI WILISKAR NIM. 8146173024 PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH PASCA SARJANA

Transcript of Makalah Hutan Hujan Tropis

MAKALAH HUTAN HUJAN TROPIS

Disusun dalam rangka memenuhi tugas

Mata Kuliah Ilmu Lingkungan dan Ekologi

Dosen :

Drs. Syarifuddin, M. Sc., Ph. D

Oleh:

WIDYA AFRIANI WILISKAR

NIM. 8146173024

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2014

BA

B I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hingga saat ini permasalahan lingkungan hidup

mendapat perhatian besar dari hampir semua negara-negara

di dunia. Ini terutama terjadi dalam dasawarsa 1970-an

setelah diadakannya konferensi PBB tentang lingkungan

hidup di Stokholm pada tanggal 5 Juni 1972. Konferensi

ini kemudian dikenal dengan Konferensi Stokholm, dan pada

hari dan tanggal itulah kemudian ditetapkan sebagai hari

lingkungan hidup sedunia. Namun sayangnya hingga saat ini

-lepas dari tiga dekade kemudian- walaupun jumlah lembaga

dan aktivis environmentalisme semakin bertambah dari

tahun ke tahun, namun laju kerusakan lingkungan masih

terus berlangsung. Kegagalan tersebut banyak diakui

kalangan aktivis disebabkan karena kebijakan yang disusun

tidak secara konsisten dilaksanakan.

Di Indonesia, perhatian tentang lingkungan hidup

telah muncul di media massa sejak tahun 1960-an. Suatu

tonggak sejarah tentang lingkungan hidup di Indonesia

ialah diselenggarakannya Seminar Pengelolaan Lingkungan

Hidup dan Pembangunan Nasional oleh Universitas

Padjajaran di Bandung pada tanggal 15-18 Mei 1972.

Seminar itu merupakan seminar pertama tentang lingkungan

hidup yang diadakan di Indonesia (Otto Soemarwoto, 2001:

1). Indonesia sendiri, dalam beberapa dasawarsa terakhir,

tidak henti-hentinya dirundung berbagai bencana. Bencana

– bencana ini umumnya dikarenakan oleh ulah tangan

manusia.

Kerusakan hutan hujan tropis termasuk ke dalam

permasalahan lingkungan yang krusial. Lebih dari satu

juta hektar hutan yang sebagian besar merupakan hutan

tropis hancur setiap bulannya di dunia – setara dengan

area hutan seluas satu lapangan sepakbola hancur setiap

dua detik. Selain menyokong keanekaragaman hayati dan

masyarakat yang bergantung pada hutan, hutan dan tanahnya

menyimpan karbon dalam jumlah yang sangat besar – hampir

tiga ratus milyar ton karbon atau sekitar 40 kali jumlah

emisi yang dilepaskan ke atmosfir.

Penghancuran dan degradasi hutan berpengaruh

besar terhadap perubahan iklim dalam dua hal. Pertama,

perambahan dan pembakaran hutan melepaskan karbon

dioksida ke atmosfir. Kedua, kerusakan hutan akan

mengurangi area hutan yang menyerap karbon dioksida.

Kedua peran ini sangat penting karena jika kita

menghancurkan hutan tropis yang tersisa, maka kita telah

kalah dalam pertarungan menghadapi perubahan iklim.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk memahami betapa pentingnya anugerah dari

Allah swt ini maka penulis menyusun makalah yang berjudul

“Hutan Hujan Tropis”. Di dalamnya terdapat penjelasan

tentang karakteristik hutan hujan tropis, penyebab

kerusakan dan dampaknya bagi kehidupan manusia serta

bagaimana upaya konservasinya.

1.3 Tujuan

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan

makalah ini adalah sebagai bahan informasi bagi penulis

tentang urgensi pelestarian hutan hujan tropis sekaligus

sebagai informasi tambahan dalam mata kuliah ilmu

lingkungan dan ekologi.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Karakteristik dan Persebaran Hutan Hujan Tropis

Menurut Whitmore, istilah hutan hujan tropis

mulai dipakai pada tahun 1898 dalam buku Plant Geography

diperkenalkan oleh A. F. W. Schimper, dan istilah ini

tetap dipakai sampai sekarang. Hutan hujan tropis

merupakan hutan daun lebar yang selalu hijau dengan

tingkat kerapatan pohon yang tinggi dan selalu basah atau

lembap. Terdapat di wilayah tropis di sekitar garis

khatulistiwa, di daerah 180 di sebelah atas khatulistiwa

dan di daerah 180 di sebelah bawah khatulistiwa meliputi

Amerika Selatan (Brasil, Peru, Bolivia, dll), Afrika

(Tanzania, Kenya, dll) serta daerah Asia Pasific

(Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea), Australia bagian

utara.

Gambar Persebaran Hutan Hujan Tropis

Dunia

Jumlah total area hutan Indonesia adalah 187,9

juta hektar. Jumlah ini menyusut menjadi 144 juta hektar

pada akhir 1960. Pada tahun 1982 luas hutan Indonesia

adalah 133.300.543,98 ha dan menyusut lagi menjadi 120,55

juta hektar di tahun 2005.

Gambar penurunan persentase hutan

Kalimantan

Ini mencakup kawasan suaka alam, hutan lindung,

dan hutan produksi. Provinsi dengan luas hutan terbesar

adalah gabungan provinsi Papua dan Papua Barat dengan

40,5 juta ha. Disusul oleh provinsi Kalimantan Tengah

(15,3 juta ha), dan Kalimantan Timur (14,6 juta ha).

Sedangkan provinsi di Indonesia dengan luas hutan

tersempit adalah DKI Jakarta (475 ha). Data luas hutan

Indonesia ini merupakan data SK Penunjukan Kawasan Hutan

dan Perairan Provinsi yang dikeluarkan oleh Menteri

Kehutanan (Buku Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan

Tahun 2010; Direktorat Jendral Planologi Kehutanan,

Kementerian Kehutanan; November 2010). Berdasarkan

literatur lain luas hutan hujan tropis Indonesia sekitar

109 juta hektar (WWF 2003), Indonesia adalah pemilik

hutan hujan tropis terluas ke-3 di dunia, setelah Brasil

dan Kongo. Tapi dari luasan hutan yang tersisa itu,

hampir setengahnya terdegradasi. Namun tak banyak yang

menyadari bahwa kekayaan hutan Indonesia tidaklah sebatas

kayu. Di dalamnya terdapat keanekaragaman flora fauna

yang sangat bermanfaat, diantaranya bagi industri

farmasi/kerajinan, pariwisata, dan ilmu pengetahuan.

Disamping itu, hutan juga menjaga fungsi tata air,

penyerap dan penyimpan karbondioksida, serta sumber air

bagi kebutuhan makhluk hidup.

Formasi hutan ini dikenal sebagai lowland equatorial

evergreen rainforest, tropical lowland evergreen rainforest, atau

secara ringkas disebut tropical rainforest. Hutan hujan tropika

merupakan rumah untuk setengah spesies flora dan fauna di

seluruh dunia. Hutan hujan tropis juga dijuluki sebagai

"farmasi terbesar dunia" karena hampir 1/4 obat modern

berasal dari tumbuhan di hutan hujan ini.

Hutan ini terdapat pada daerah-daerah yang

suhunya tinggi sepanjang tahun, dengan curah hujan yang

tinggi sekurang-kurangnya 1800-2000 mm per tahun dan

tersebar merata. Pada hutan hujan tropis dicirikan dengan

adanya tingkat kelembaban yang selalu tinggi, biasanya

80% atau lebih. Struktur hutan hujan tropis terdiri dari

tajuk yang berlapis-lapis. Lapis tajuk yang paling atas

terdiri dari pohon-pohon yang muncul di antara lapis

tajuk di bawahnya (kedua) dengan tinggi antara 45 – 60 m.

Pohon pada lapis teratas umumnya mempunyai tajuk yang

kecil dan tidak teratur dengan sedikit susunan cabang.

Lapis tajuk kedua merupakan kanopi utama yang umumnya

terdiri dari jenis-jenis pohon yang ramping dengan tinggi

antara 30-40 m. Lapisan tajuk di bawahnya terdiri dari

jenis-jenis pohon yang sangat toleran, dengan batang yang

ramping, tinggi dan tajuk yang kecil, terdapat banyak

epifit pada cabang yang tinggi. Pada lantai hutan banyak

terdapat jenis-jenis tumbuhan bawah seperti palem kecil,

jenis-jenis bambu, rotan, paku-pakuan dan jenis-jenis

lainnya, atau mungkin hampir tanpa tumbuhan bawah.

Hutan hujan tropis dikenal juga mempunyai

tingkat keranekaragaman yang tinggi, banyak jenis yang

belum diketahui dan mempunyai nilai komersil. Apabila

terjadi penebangan maka permudaan secara alami oleh

jenis-jenis yang berbeda dengan jenis-jenis penyusun

hutan asli.

Gambar Hutan Hujan Tropis

Indonesia

1. Degradasi dan Deforestasi Hutan Hujan Tropis

Gambar sebagian kecil dari pengrusakan hutan di Kalimantan yangdilakukan oleh perusahaan industri

Sejak tahun 1970 penggundulan hutan mulai marak

di Indonesia. Dalam jangka waktu hanya 1-2 dekade, sifat

dari perusakan hutan tropis telah berubah. Tidak lagi

didominasi oleh petani desa, kini penggundulan hutan

secara substansial digerakkan oleh industri besar dan

globalisasi ekonomi, melalui pengumpulan kayu,

penambangan minyak, pengembangan minyak dan gas,

pertanian skala bear, dan perkebunan pepohonan eksotis

yang menjadi sebab-sebab paling sering dari hilangnya

hutanSaat ini diperkirakan luas hutan alam yang tersisa

hanya 28%. Jika tidak segera dihentikan, maka hutan yang

tersisa akan segera musnah.

Gambar deforestasi wilayah Sumatera

Angka resmi Depertemen Kehutanan mencatat laju

kerusakan hutan 2,8 juta hektar per tahun, dengan laju

penurunan tertinggi terjadi di Sumatera, diikuti oleh

Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Gambaran

sederhananya, dalam sehari, 51 km persegi hutan

dihancurkan. Ini rekor tercepat dalam hal penghancuran

hutan.

Menurut data State of the World’s Forests 2007’

yang dikeluarkan the UN Food & Agriculture Organization’s

(FAO), angka deforestasi Indonesia 2000-2005 1,8 juta

hektar/tahun. Sedangkan Brazil dalam kurun waktu yang

sama 3,1 juta hektar/tahun dengan gelar kawasan

deforestasi terbesar di dunia. Namun karena luas kawasan

hutan totalIndonesia jauh lebih kecil daripada Brasil,

maka laju deforestasiIndonesia menjadi jauh lebih besar.

Laju deforestasi Indonesia adalah 2% per tahun,

dibandingkan dengan Brasil yang hanya 0.6%.

Tingginya angka deforestasi ini, juga terlihat di

Jambi, berdasarkan analisis peta citra satelit yang

dilakukan KKI Warsi dan Birdlife Indonesia, dalam kurun

10 tahun Jambi kehilangan 1 juta hektar hutannya.

penyebabnya ketidak mampuan aparat penegah hukum untuk

mengegakkan aturan untuk menghentikan aksi-aksi destruktive

logging. Padahal segala dampak nyata akibat kerusakan

hutan telah dirasakan, banjir, kekeringan, erosi,

longsor, sedimentasi dan sebagainya.

Dampak lainnya yang juga kini mengancam manusia

akibat laju kerusakan hutan adalah berkembangnya berbagai

virus yang mematikan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh

Prof. Dr. Hadi S Alikodra, Guru Besar Fakultas Kehutanan

IPB Bogor. Menurutnya perkembangan virus flu burung yang

telah merenggut puluhan jiwa Orang Indonesia sejak dua

tahun belakangan ini tidak lepas dari deforestasi yang

tinggi di negeri ini.

Jumlah mikroba yang hidup di alam seimbang dengan

ekosistemnya sehingga tidak sampai menyerang manusia.

Manusialah yang merusak ekologi mikroba tersebut.

Hasilnya, keseimbangan hidup mikroba pun berubah. Dan

perubahan itu menyebabkan mikroba mengalami transformasi

dalam kehidupannya. Mikroba transformatif itulah yang

akhirnya menyerang manusia.

Flu burung merupakan penyakit yang menular lewat

pernafasan. Berdasarkan penelitiannya di Cina, penyebab

kedua penyakit tersebut adalah polusi udara dan

penebangan hutan yang sewenang-wenang. Polusi udara di

Cina saat ini sudah mencapai tahap yang sangat berbahaya.

Kondisi tersebut ditambah lagi dengan minimnya suplai

oksigen (O2) yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

Seperti diketahui, suplai oksigen terbesar

berasal dari hutan. Jika hutan itu rusak, maka suplai

oksigen pun berkurang. Dampaknya luar biasa: mikroba akan

tumbuh subur dan perkembangbiakannya tak terkendali.

Sebab, oksigen – yang bila terkena sinar ultraviolet dari

matahari berubah menjadi ozon (O3) dan O nascend – adalah

pembunuh mikroba dan virus yang amat efektif.

Hilangnya hutan berkaitan erat juga dengan

runtutan bencana yang terjadi. Kekeringan mata air, kabut

asap, banjir dan longsor telah menyengsarakan masyarakat

disertai dengan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Dari

pembalakan liar saja negara dirugikan Rp. 30 triliun

dengan total kayu curian 70 juta meter kubik per tahun.

Pembalakan liar di hutan Indonesia memang sulit

dikendalikan. Hal ini terkait dengan keterlibatan oknum

instansi terkait seperti Departemen dan Dinas Kehutanan,

Kepolisian, TNI, hakim dan jaksa. Pelaku yang dijerat

masih pada level operator, sementara cukong-cukong besar

bebas melenggang. Undang-undang dan Surat Keputusan yang

mengatur Pengelolaan Hutan dan Tata Niaga Kayu belum

sepenuhnya dapat menjerat pelaku di balik layar, terutama

pemodal. Yang dijerat kebanyakan pelaku kelas teri

seperti nahkoda kapal, supir truk atau penebang.

Hukumannya pun ringan bahkan banyak yang divonis bebas.

Berdasarkan data tahun 2005, kasus penebangan liar di

hutan konservasi berjumlah 276 kasus, namun hanya 15

kasus yang divonis. Keterlibatan oknum aparat dalam

kegiatan kayu ilegal juga merambah sektor bisnis. Data

dari Telapak Indonesia, 80% perusahaan kayu di Surabaya

menampung kayu ilegal. Kabarnya, diantara perusahaan itu

banyak yang dimodali Primkopad dan Primkopal.

Selain itu, pencurian kayu telah menjadi bagian

dari jaringan sindikat internasional yang rapi dan solid.

Vietnam, Malaysia, China, Hongkong dan Uni Eropa

cenderung melegalkan perdagangan kayu ilegal dari hutan

tropis. Sebagai contoh, di tahun 1999, Uni Eropa

mengimpor 10 juta meter kubik kayu, dimana nyaris

setengahnya berasal dari tiga negara – Indonesia, Brazil,

dan Kamerun – yang disinyalir liar, senilai US$ 1,5

miliar per tahun. (Timber Traficking, TELAPAK/EIA, 2001).

Dari negara anggota Uni Eropa, Inggris merupakan

pengimpor kayu liar terbesar ( 1,6 juta meter di tahun

1999 ), 60 persen kayu yang diimpor ke Inggris merupakan

kayu liar senilai US$ 200 juta. Pengimpor terbesar

berikutnya adalah Perancis, Belgia, Jerman, dan Belanda.

Konsumsi kayu Uni Eropa yang tak mengindahkan asal-usul

kayu membuat mereka secara langsung ikut bertanggung

jawab atas kerusakan hutan di negara-negara tropis.

Sampai saat ini belum ada payung hukum yang melarang

negara anggota Uni Eropa untuk mengkonsumsi kayu ilegal

yang jauh lebih murah dari harga pasar internasional.

Konsumsi kayu tropis Uni Eropa setara dengan penebangan

hutan seluas 700 ribu hektar setiap tahunnya.(Lisa

Suroso/SUARA BARU).

Keluarnya Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2008

tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari

Penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan Pembangunan di

luar Kegiatan Kehutanan tertanggal 4 Februari 2008,

mengindikasikan bahwa akan banyak lagi kawasan hutan yang

hanya akan tinggal nama. Secara sederhana, PP tersebut

mengizinkan pembukaan hutan lindung dan hutan produksi

untuk kegiatan tambang, infrastruktur telekomunikasi, dan

jalan tol. Tarif sewanya tidak kira-kira, Rp 120 untuk

hutan produksi dan Rp 300 per meter persegi per tahun.

Hutan seakan diobral untuk kepentingan pasar

semata. Padahal jika dihitung-hitung, negara malah

mengalami kerugian akibat kehilangan fungsi hutan

lindung. Nominal sebesar Rp. 70 triliun per tahun lenyap

dengan kerugian akibat hilangnya fungsi hutan lindung.

Jika angka ini dibandingkan dengan potensi pajak yang

masuk, maka akan memunculkan ketimpangan yang sungguh

nyata. Potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hanya

sebesar Rp. 2,78 triliun yang diperoleh melalui PP

tersebut. Jadi, negara masih harus menanggung rugi akibat

penyewaan hutan tersebut sekira lebih dari Rp. 60

triliun. Hal tersebut baru seputar kerugian nominal.

Kemudian, pembukaan tambang di hutan jelas akan

menimbukan kerusakan permanen. Aktivitas pertambangan

membuat sekira dua juta hektare lahan hutan Indonesia

dalam kondisi kritis. Areal bekas tambang yang tidak

diikuti usaha rehabilitasi akan menjadi lahan yang tidak

produktif, kesuburan dan produktivitas akan terus menurun

dan pada akhirnya sama sekali tidak produktif. Untuk itu,

perlu peyelamatan lingkungan dari berbagai pihak,

khususnya perusahaan tambang bersama masyarakat.

Perusahaan yang melakukan usahanya di kawasan hutan harus

dapat memulihkan kembali lahan yang mereka gunakan.

Caranya bisa melalui penanaman pohon kembali dalam rangka

menjaga keseimbangan ekosistem.

Pada dasarnya adanya pembalakan liar (illegal

loging) adalah karena permintaan pasar (market demand).

Artinya adalah bahwa ada semacam tuntutan pasar akan

kebutuhan hasil hutan. Seperti diketahui bahwa manfaat

dari kayu sangatlah banyak, sedangkan bahan produksi

serba terbatas. Hal tersebut akan memicu perusahaan atau

pihak-pihak yang bergulat dalam bidang pengelolaan hasil

hutan untuk terus memproduksi tanpa berpikir bagaimana

cara mendapatkan bahan untuk produksi. Pola seperti itu,

jika terjadi terus menerus, pada akhirnya akan membentuk

perilaku untuk membalak (illegal loging).

Harus proporsionalnya pembagian antara hutan

sebagai komoditas pasar (Hutan Tanaman Industri) dengan

hutan sebagai tempat hidup (HPH) adalah solusi

pemecahannya. Jika porsinya tidak seimbang (hutan hanya

dipandang sebagai pasar), maka keanekaragaman hayati atau

bahkan kehidupan manusia akan gampang musnah. Bencana

alam seperti banjir dan tanah longsor akan dating

menghantui ketika bumi tidak lagi hijau. Selain itu,

pembagian lahan untuk HTI dan HPH pun harus dilakukan

dengan teliti. Pertimbangan aspek kebersihan, kesehatan

lingkungan, serta kehidupan masyarakat setempat harus

menjadi prioritas utamanya.

Selain itu juga, dilakukannya pembagian secara

adil kawasan hutan tersebut adalah dalam upayanya mencoba

membatasi illegal loging yang semakin marak akhir-akhir

ini. Tak dapat dipungkiri, pembalakan liar kini bukan

hanya dilakukan oleh para bandar besar, masyarakat kecil

pun ikut latah terjun dalam mencuri hutan. Sekali lagi,

hal tersebut terjadi karena ketidaktahuan masyarakat akan

pentingnya arti hutan bagi kehidupan. Untuk itu, perlu

juga pemerintah memberikan kehidupan yang layak kepada

rakyatnya. Jangan salah bahwa kebijakan pemerintah untuk

menaikkan harga BBM juga dapat menjadi pemicu perilaku

membalak. Sebagai contoh, masyarakat di Kalimantan Timur

untuk memenuhi kebutuhan energinya sebagian warga

terpaksa menggunakan kayu-kayu bekas atau tak jarang

memotong pepohonan demi memenuhi energi untuk memasak

(Tribun Kaltim, 2007). Tidak ada minyak, kayu pun jadi.

2. Upaya Konservasi Hutan Hujan Tropis

Kehidupan di bumi sebagai bagian dari keteraturan

alam jagad raya dengan hukumnya yang ajeg. Untuk menjaga

dan memelihara kelangsungan kehidupan di bumi dengan

segala keanekaragaman hayati, Tuhan menfasilitasi bumi

ini dengan sirkulasi musim, hujan, gumpalan awan berarak

dan angin secara apik (QS. al-Fathir: 9,27-28, Yasin: 33-

34, Rum: 48, Qaf: 9). Semua itu hanyalah diperuntukkan

bagi kenikmatan manusia di bumi. Namun harus diingat oleh

manusia bahwa daya dukung alam juga ada batasnya. Karena

itu manusia harus memperlakukan alam ini dengan baik dan

benar. Hal ini menyangkut etika dengan lingkungan alam

salah satunya. Bagaimana manusia membangun sikap

proporsional ketika berhadapan dengan lingkungan.

Sehingga lingkungan dapat terpelihara dan terjaga

kelestariannya sepanjang generasi umat manusia. Kerusakanhutan itu bukan hanya tanggungjawab individu tetapi

merupakan tanggungjawab kita bersama masyarakat,

pengusaha, legislatif dan pemerintah.

Menurut Prof.DR. Mujiyono Abdillah, MA Direktur LPER

(Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, 2006), kerusakan hutan

itu penyebabnya macama-macam, tapi satu diantaranya yang

paling serius adalah karena masalah ekonomi. Ekonomi disini

bisa jadi karena adanya faktor kemiskinan, jadi siapapun atau

masyarakat bahwa merusak hutan itu karena terdesak oleh

kondisi ekonomi yang miskin, istilah lainnya adalah merusak

lingkungan itu karena faktor perut. Dalam keadaan darurat

lebih penting lingkungannya atau lebih penting perutnya, kita

tahu bahwa di Indonesia ini justru mayoritas masyarakatnya

miskin jadi perusakan lingkungan ini bisa jadi karena faktor

kemiskinan. Misalnya masyarakat petani yang memiliki lahan

yang sangat terbatas otomatis mereka kemudian menggunakan

lahan yang terbatas itu secara maksimal, kalau mereka tinggal

di daerah pegunungan, maka hutan lindung yang mengitarinya

bisa dipastikan dibabat habis untuk kepentingan lahan

pertanian, tepian sungai yang seharusnya tidak boleh ditanami

dengan tanaman-tanaman semusim, mereka terpaksa menggarap

lahan-lahan tepi sungai itu. Maka solusinya dengan

pemberdayaan ekonomi oleh pemerintah kepada mereka supaya

tidak miskin dan tidak merusak lingkungan.

Salah satu masalah yang akut, khususnya

menyangkut lingkungan hidup di Indonesia adalah ketidak-

pastian hukum. Kenyataannya, sering orang mangadu tentang

oknum pelaku pembalakan hutan baik melalui HPH aspal dan

serupa, maupun para oknum bos pabrik yang memalsukan

surat Amdal dan lainnya divonis bersalah oleh hukum “yang

tidak pasti itu” dan dijebloskan ke dalam penjara. Sedang

aktivitasnya bebas berkeliaran dan meneruskan pengrusakan

lingkungan seenaknya. Jadi, kalau aparat penegak hukum

masih bisa dibeli dengan uang receh hasil perusakan

lingkungan semacam itu, maka jangan pernah bermimpi

lingkungan hidup -terutama hutan tropis Indonesia yang

menjadi paru-paru dunia, akan lestari.

Suatu keniscayaan, hukum itu harus mendapatkan

supremasinya di Indonesia dan diperlakukan sama terhadap

semua orang. Siapapun yang merusak lingkungan, misalnya,

pelaku ilegal logging harus ditindak sesuai hukum secara

adil, pasti dan transparan tanpa pertimbangan siapa,

darimana, dan apa posisi sipelaku itu. Jika hukum tidak

bisa ditegakkan, maka jangan pernah salahkan Tuhan kalau

musibah demi musibah, bencana demi bencana akan menimpa

kita. Karenanya bila bencana itu ditimpakan, tidak akan

mengenal siapa yang bersalah telah merusak lingkungan

(alam) atau siapa yang tidak. Tragedi banjir bandang

Krueng Seuruwei, Aceh Tamiang (tahun 2006), di Bahorok

(tahun 2001), di Aceh Tenggara, dan lainnya, begitu

banyak menelan korban. Ironisnya rakyat kecil dan miskin

terus menjadi tumbal. Padahal mereka tidak bersalah dan

tidak menerima apa-apa dari exploitasi alam di sekitar

mereka itu.

Bila ditelaah atas kenyataan alam tersebut, perlu

adanya sanksi tegas bagi para perusak hutan berupa denda,

hukuman (hukum perdata dan pidana) seperti dicambuk,

dipermalukan di depan umum, dipenjara dan sebagainya.

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Hutan hujan tropis merupakan nikmat dari Allah

SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang harus disyukuri. Kalau kita

bersyukur maka Ia akan menambahkan nikmat-Nya namun jika

kita tidak bersyukur maka Ia akan mengganti kenikmatan

tersebut dengan malapetaka yang mengancam kehidupan kita

di dunia ini. Kekayaan flora dan fauna serta barang

tambang yang terkandung di dalamnya dikelola untuk

kebutuhan masyarakat, bukan untuk kepentingan para

pengusaha yang memperkaya dirinya sendiri apalagi untuk

kepentingan asing. Betapa makmur dan sejahteranya rakyat

di Indonesia jika kekayaan alamnya dapat dikelola dengan

sebaik-baiknya. Hasil dari pengelolaan sumber hutan hujan

tropis Indonesia akan mampu menyelesaikan masalah

kemiskinan, kebodohan, dan berbagai problematika

masyarakat lainnya. Inilah esensi penciptaan alam yang

sebenarnya, tercantum di dalam Kitab Suci Al Qur’an bahwa

alam diciptakan untuk kepentingan manusia (QS. Luqman/31:

20). Kita perlu memperjuangkan politik hijau (green

politic), sebuah gerakan mendampingi pembangunan agar

berperspektif ekologis. Kebijakan-kebijakan politik yang

anti-ekologi, mekanistik, dan materialistik diarahkan

menuju kebijakan politik yang sadar lingkungan

(ecological politic). Hal ini penting karena kerusakan

alam yang sedemikian parah perlu pendekatan yang

komprehensif. Mulai dari agama, ekonomi, politik, budaya,

dan sosial bersatu padu menangani krisis ekologis ini.

Bagi para pelanggar diberika sanksi yang tegas.

DAFTAR PUSTAKA

http://alamendah.org/2011/01/05/luas-hutan-indonesia-di-

tiap-provinsi/

http://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-

dasar/fiqih-lingkungan/

http://basecamppetualang.blogspot.com/2013/03/papua-

benteng-terakhir-hutan-tropis_11.html

http://klosetide.wordpress.com/2011/01/16/mengembalikan-

potensi-hutan-negeri/

http://lisasuroso.wordpress.com/2007/12/04/hutan-hilang-bencana-datang/65/

http://ridhanu.wordpress.com/2010/08/02/foto-terbaru-

hutan-tropis-indonesia/

http://syafieh.blogspot.com/2013/03/islam-dan-kelestarian-lingkungan-studi.html#ixzz3DD9wTcc8

http://www.greenpeace.org/seasia/id/Global/seasia/report/2010/4/hutan-tropis-indonesia-krisi-iklim.pdf

http://www.mongabay.co.id/2012/08/30/deforestasi-

melambat-tapi-hutan-tropis-sumatera-kini-telanjur-musnah/

http://www.wwf.or.id/?10741/Deforestasi