ANALISIS PENGARUH SOI TERHADAP KONDISI CURAH HUJAN DI WILAYAH YOGYAKARTA
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of ANALISIS PENGARUH SOI TERHADAP KONDISI CURAH HUJAN DI WILAYAH YOGYAKARTA
LAPORAN KERJA
ANALISIS PENGARUH SOI TERHADAP KONDISICURAH HUJAN DI WILAYAH YOGYAKARTA
OLEH
KHARENDRA MUIZ13.06.1552
LAPORAN KERJA INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIANPERSYARATAN MENJADI AHLI MADYA METEOROLOGI
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III
JURUSAN METEOROLOGIAKADEMI METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
AGUSTUS, 2009PENGESAHAN
LAPORAN KERJA
ANALISIS PENGARUH SOI TERHADAP KONDISI
CURAH HUJAN DI WILAYAH YOGYAKARTA
OLEH :
KHARENDRA MUIZ13.06.1552
Penguji I
DR. Paulus Agus Winarso
NIP :195405201977091001
Penguji II
Ir. Djoko Prabowo, S.Si
NIP : 196001211982031002Tangerang, Agustus 2009
Disahkan oleh
Direktur AMG Pembimbing
Drs. Suko Prayitno Adi,
M.Si
NIP : 196303151985031001
Endarwin, S.Si, M.si
NIP : 197207121995031001
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT dan
shalawat serta salam tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad
shalallahu alaihi wassalam sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir Diploma III - Meteorologi, Akademi
Meteorologi Dan Geofisika. .
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis telah
mendapat bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak.
Penulis ingin menyampaikan penghargaan dan mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Suko Prayitno Adi, M.si, selaku Direktur
Akademi Meteorologi dan Geofisika Jakarta.
2. Ibu Ir.Boedi Setijawati, selaku Kepala Sub Bagian
Administrasi dan Ketarunaan Akademi Meteorologi dan
Geofisika Jakarta.
3. Ibunda dan Ayahanda tercinta atas doa dan restunya.
4. Bapak Endarwin, M.Si. selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan dorongan, arahan dan bimbingan
kepada penulis.
5. Ibu Nani Nuraini, selaku Dosen Bina Mental
Meteorologi angkatan 41B.
6. Seluruh Staf pegawai BMKG, AMG dan Perpustakaan AMG
yang telah membantu dalam menyediakan literature dan
data untuk penyusunan laporan kerja ini.
7. Untuk semua pihak yang mendukung terjadinya tugas
akhir ini.
Akhir kata penulis sadar bahwa tugas akhir ini masih
banyak terdapat kekurangan mengingat masih terbatasnya
pengetahuan yang ada pada penulis, maka dengan hati terbuka
penulis mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan tulisan
ini.
Tangerang, Agustus
2009
Penulis
NAMA : Kharendra MuizNPT : 13.06.1552AMG, Meteorologi
Dosen PembimbingEndarwin, S.Si, M.Si
ANALISIS PENGARUH SOI TERHADAP KONDISI CURAHHUJAN di WILAYAH YOGYAKARTA
ABSTRAK
Wilayah Yogyakarta meliputi empat (4) kabupaten :Bantul, Kulon Progo, Sleman dan Gunung Kidul. PendudukYogyakarta masih banyak yang bertani, khususnya padi sertabanyaknya daerah tadah hujan (sawah). namun El Nino kuatpada tahun 1997 menyebabkan penurunan produksi pertanianyang cukup besar. Secara umum kondisi curah hujanmempengaruhi terhadap kondisi pertanian, dimana kondisicurah hujan ini juga dipengaruhi fenomena global seperti ElNino. Tahun El Nino ditandai dengan curah hujan yang minim,sehingga penting untuk dianalisa agar dapat meminimalisirkerugian yang dapat timbul.
Dalam tulisan ini akan dilakukan analisis untukmengetahui kaitan antara SOI dan pengaruhnya terhadap curahhujan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Exceluntuk pengolahan data statistik seperti nilai korelasi danpola curah hujan tahunan. Dengan asumsi Indeks OsilasiSelatan sebagai parameter aktifnya gejala ENSO, dihitungberapa besar korelasi(r) dengan curah hujan bulanan di tigakabupaten Yogyakarta. Hasil pengolahan data selanjutnya adayang dibuat kurva. Sebagai contoh adalah kurva curah hujanbulanan dan kurva indek osilasi selatan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada jedawaktu yang cukup lama antara terjadinya ENSO dan pengaruhyang ditimbulkannya terhadap kondisi curah hujan untuk ENSOdengan kategori sangat kuat , sedangkan untuk ENSO dengankategori sedang-kuat pengaruh yang ditimbulkannyan terhadapkondisi curah hujan perlu ada jeda waktu .
Kata Kunci : El Nino, ENSO, Curah Hujan dan Southern OscillationIndex ( SOI ).
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL
DALAM..................................................
........................................
i
LEMBAR
PENGESAHAN.............................................
................................
ii
UCAPAN TERIMA
KASIH..................................................
..........................
ii
i
ABSTRAK................................................
.......................................................
iv
DAFTAR
ISI....................................................
................................................
v
DAFTAR
GAMBAR.................................................
......................................
vi
i
DAFTAR
TABEL..................................................
..........................................
vi
ii
DAFTAR
LAMPIRAN...............................................
.....................................
ix
BAB I PENDAHULUAN.................................... 1
......................................1.
1
LATAR
BELAKANG..................................
........................
1
1.
2
PERUMUSAN
MASALAH...................................
.............
2
1.
3
TUJUAN
PENELITIAN................................
......................
2
1.
4
BATASAN
MASALAH...................................
...................
2
1.
5
METODOLOGI
PENELITIAN................................
...........
3
1.
6
SISTEMATIKA
PENELITIAN................................
...........
4
BAB II LANDASAN
TEORI..........................................
...........................
5
2.
1
ENSO .....................................
..........................................
...
5
2.
2
CURAH
HUJAN.....................................
.......................
7
2.3 SOI……………………………………………………….. 9BAB DATA DAN 11
III METODE.........................................
........................3.
1
DATA…………….................................
.............................
11
3.
2
METODE....................................
.........................................
13
3.2.1 Metode Rata-
rata….....................................
.............
13
3.2.2 Metode
Grafik....................................
......................
13
3.2.3 Metode Korelasi…………………………………...
13BAB IV HASIL DAN
PEMBAHASAN………….................................
.....
15
4.
1
HASIL……………………………….........................
.........
15
4.
2
ANALISIS DAN
PEMBAHASAN................................
....
18
4.2.1 Data Curah Hujan Periode Tahun
1981-2000…......
18
4.2.1.1 ENSO Untuk Kabupaten
Bantul…………..
18
4.2.1.2 ENSO Untuk Kabupaten
Kulon Progo…….
19
4.2.1.2 ENSO Untuk Kabupaten
Sleman………….
20
4.2.2 Korelasi Curah Hujan Dengan SOI
Pada Tahun- Tahun El Nino (1981-2000)
……………………….
21
4.2.2.1 El Nino Tahun
1982…………………….…
21
4.2.2.2 El Nino Tahun
1986…………………….…
22
4.2.2.3 El Nino Tahun
1991…………………….…
22
4.2.2.4 El Nino Tahun
1994…………………….…
22
4.2.2.4 El Nino Tahun
1997…………………….…
23
BAB V KESIMPULAN DAN
SARAN..........................................
............
25
5.1
KESIMPULAN.....................................
................................
25
5.2
SARAN..........................................
.......................................
25
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 26LAMPIRAN...............................................
......................................................
27
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Wilayah Asal Usul EL
Nino...............................................
5
Gambar 2.2 Sirkulasi Walker Saat Terjadi EL Nino
………………...
6
Gambar 2.3 Pola curah hujan di
Indonesia.................………………...
8
Gambar 2.4 Darwin - Tahiti Wilayah yang dijadikan
sebagai Perhitungan
SOI................................................
................
9
Gambar 3.1 Peta lokasi 12
stasiun ...........................................
..................Gambar 4.1 Grafik curah hujan tahunan Barongan
Jetis dan Pundong (1981-
2000)..............................................
..........................
15
Gambar 4.2 Grafik curah hujan tahunan Samigaluh dan
Panjatan (1981-
2000)..............................................
.......................... 15Gambar 4.3 Grafik curah hujan tahunan Tambak dan
Wijilan (1981-
2000)..............................................
.......................... 16Gambar 4.4 Grafik curah hujan tahunan Adi Sucipto
dan Ngipiksari (1981-
2000)..............................................
.......................... 16Gambar 4.6 Grafik curah hujan tahunan Sendang Pintu
dan UGM (1981-
2000)..............................................
.......................... 16Gambar 4.6 Grafik curah hujan tahunan Wonocatur
(1981-2000)…… 16Gambar 4.7 Indek Osilasi Selatan Tahun (1981- 18
2000)..........................
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Stasiun penakar hujan di
Yogyakarta .......................................
11
Tabel 3.2 Kelengkapan data pada stasiun penakar
hujan..........................
12
Tabel 3.3 Interpretasi koefisien korelasi nilai
r.........................................
14
Tabel 4.1 Nilai Korelasi curah hujan dan nilai
SOI tahun El Nino..........
17
Table 4.2 Nilai korelasi dan pengaruhnya terhadap curah hujan pada El Nino 1982…………………………………………………. 21Table 4.3 Nilai korelasi dan pengaruhnya terhadap curah hujan pada El Nino 1986…………………………………………………. 22
Table 4.4 Nilai korelasi dan pengaruhnya terhadap curah hujan pada El Nino 1991…………………………………………………. 22Table 4.5 Nilai korelasi dan pengaruhnya terhadap curah hujan pada El Nino 1994…………………………………………………. 23Table 4.2 Nilai korelasi dan pengaruhnya terhadap curah hujan pada El Nino 1997…………………………………………………. 23
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data curah hujan bulanan stasiun Barongan
Jetis ....................
27
BAB IPENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di wilayah Indonesia banyak terdapat sentra-sentra
pertanian yang berperan menjadi pusat penghasil atau
lumbung hasil-hasil pertanian seperti padi, palawija,
coklat, karet, kopra, tembakau, dsb. Adanya sentra-
sentra pertanian tersebut tentunya sangat bermanfaat
bagi daerah sentra tersebut khususnya dan umumnya bagi
daerah-daerah lainnya yang masih membutuhkan bantuan
suplai hasil pertanian.
Pada umumnya penduduk wilayah Yogyakarta bertani,
namun El Nino kuat pada tahun 1997 menyebabkan
penurunan produksi pertanian yang cukup besar
[Syahbuddin dkk, 2004]. Kondisi curah hujan dari suatu
daerah berkaitan dengan tingkat ketersediaan air, baik
bagi manusia, hewan, tumbuhan, khususnya tanaman pangan
[Swarinoto & Basuki, 2004]. Produksi pangan ini yang
membuat manusia harus menangani dan mengatur tentang
masalah air.
Salah satu jenis pertanian di Yogyakarta adalah
padi, dimana jenis ini sangat bergantung pada kondisi
curah hujan. Curah hujan yang minim akan sangat
berpengaruh terhadap tingkat produksi padi oleh
karenanya sangat perlu untuk diperhatikan masa-masa
akan terjadinya curah hujan yang minim tersebut untuk
meminimalisir kerugian yang dapat timbul.
Secara klimatologis kondisi curah hujan yang pada
akhirnya dapat berpengaruh terhadap kondisi pertanian
kadang dipengaruhi oleh fenomena global seperti ENSO.
Dimana ENSO adalah sebuah fenomena interaksi laut
atmosfer yang berpusat di wilayah ekuatorial Samudra
Pasifik [Philander, 1990] . Oleh karena pada kesempatan
ini akan dilakukan penelitian (analisis) terkait dengan
adanya fenomena ENSO tersebut dan pengaruhnya terhadap
kondisi curah hujan khususnya di beberapa kabupaten di
wilayah Yogyakarta.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Seperti telah diketahui bahwa kemarau panjang yang
terjadi di Indonesia akibat adanya El-Nino tahun
1996/1997 sangat merugikan [Sribimawati dkk, 1997].
Kemarau panjang ini mengakibatkan kekeringan di
berbagai tempat seperti Kalimantan, Sulawesi, Sumatera,
Jawa, dan Nusa Tenggara Timur.
Kondisi curah hujan di beberapa kabupaten
Yogyakarta diduga kuat dipengaruhi (terkait) oleh
fenomena ENSO. Namun demikian untuk mengetahui pengaruh
EL Nino terhadap kondisi curah hujan secara lebih
spesifik di beberapa kabupaten wilayah Yogyakarta pada
saat terjadi ENSO, maka perlu dilakukan pengolahan
data.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah :
Mengetahui pola curah hujan di beberapa kabupaten
Yogyakarta.
Mengetahui masa-masa terjadinya ENSO.
Mengetahui pengaruh ENSO terhadap kondisi curah
hujan di beberapa kabupaten di Yogyakarta.
Mengetahui tingkat korelasi antara SOI terhadap
curah hujan.
1.4 BATASAN MASALAH
Batasan dari penelitian ini adalah :
Peneltian dilakukan di beberapa kabupaten di
wilayah Yogyakarta yakni studi diambil di
kabupaten bantul, kulon progo dan sleman
Waktu peneltian dilakukan selama 20 tahun dari
tahun 1981 - 2000
Data yang digunakan adalah data jumlah curah hujan
bulanan di beberapa kabupaten di Yogyakarta dan
SOI
1.5 METODOLOGI PENELITIAN
1. Menentukan daerah studi yakni tiga wilayah
kabupaten, masing-masing bantul, kulon progo dan
sleman. Dalam hal ini 11 penakar hujan di tiga
kabupaten yogyakarta dianggap representatif untuk
mewakili kondisi cuaca yang terjadi di wilayah
yogyakarta.
2. Data yang dipergunakan untuk penelitian adalah data
bulanan Southern Oscillation Index (SOI) serta data
curah hujan bulanan periode 1981 – 2000 di 11
penakar hujan di tiga kabupaten yogyakarta.
3. Series data yang digunakan dalam pengolahan data
adalah data curah hujan periode serta data indek
osilasi selatan tahun 1981 – 2000.
4. Data yang diperoleh dari berbagai sumber selanjutnya
diolah menggunakan metode korelasi sederhana.
5. Alat bantu untuk pengolahan data dalam hal ini
digunakan perangkat lunak (Microsoft Excel) yang
berbasis ilmu statistik. Utamanya data diolah secara
kuantitatif.
6. Hasil akhir dari pengolahan data selanjutnya dibuat
grafik, kurva dan histogram. Sebagai contoh adalah
kurva curah hujan bulanan dan kurva SOI.
7. Gambar dan kurva tersebut dibuat untuk memperjelas
secara visual tentang perubahan curah hujan di
daerah studi.
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika pada penulisan ini adalah
sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan, membahas mengenai latar belakang,
perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan
masalah, metodologi penelitian dan sistematika
penelitian.
2. Bab II Landasan Teori, membahas tentang teori-teoriumum dan teori – teori dasar yang berhubungan dengan
topik yang dikaji seperti mengenai ENSO,curah hujan dan
Indek Osilasi Selatan.
3. Bab III Data Dan Metode, membahas tentang keadaan
data dan metode yang digunakan.
4. Bab IV Hasil Dan Pembahasan, membahas mengenai hasil
analisis data.
5. Bab V Penutup, mencakup kesimpulan dan saran.
2.1 ENSO (El Nino Southern Oscillation)
El Nino, menurut sejarahnya adalah sebuah fenomena
yang teramati oleh para penduduk atau nelayan Peru dan
Ekuador yang tinggal di pantai sekitar Samudera Pasifik
bagian timur menjelang hari natal (Desember).
Fenomena yang teramati adalah meningkatnya suhu
permukaan laut yang biasanya dingin. Fenomena ini
mengakibatkan perairan yang tadinya subur dan kaya akan
ikan (akibat adanya upwelling atau arus naik permukaan
yang membawa banyak nutrien dari dasar) menjadi
sebaliknya. Pemberian nama El-Nino pada fenomena ini
disebabkan oleh karena kejadian ini seringkali terjadi
pada bulan Desember. El-Nino (bahasa Spanyol) sendiri
dapat diartikan sebagai “anak laki-laki”.
Gambar 2.1. Wilayah asal usul El Nino
(sumber : http:// www.bom.gov.au )
El Nino adalah gejala di lautan yaitu naiknya suhumuka laut, sementara Osilasi Selatan adalah gejalaatmosfer berkenaan dengan adanya osilasi tekanan diBelahan Bumi Selatan. Keterkaitan antara kedua gejalatersebut secara keseluruhan akan mempengaruhiparameter-parameter laut dan atmosfer lainnya. Karenaketerkaitan yang yang sangat erat antara keduanya,sehingga kedua gejala tersebut dikenal dengan istilahENSO (El Nino Southern Oscillaton). El Nino yang diikuti dengantercapainya nilai SOI sebesar negatif 10 atau lebihkecil disebut ENSO (El Nino Southern Oscillation). JadiENSO merupakan interaksi/gejala lautan (Suhu PermukaanLaut) dan atmosfer (perbedaan tekanan yang dinyatakandalam SOI) yang merupakan dua aspek dalam satu. Sejaktahun 1981 - 2000, kejadian El-Nino telah beberapa kalimuncul, seperti yang terjadi pada tahun 1982, 1987,1991, 1994, 1997. Dan menurut BOM 1982 dan 1997merupakan El Nino sangat kuat serta1987,1991 dan 1994merupakan El Nino sedang-kuat[http://www.bom.gov.au].
Orang yang pertama kali membawa kita kepada
pemahaman El Nino dan gejala Osilasi Selatan adalah
Sir Gilbert Walker, yang pada awal tahun 1900-an
menemukan dan menamai gejala Osilasi Selatan. Saat itu
Walker berusaha memprakirakan tahun-tahun dimana hujan
monsun tahunan telah gagal terjadi di India, dan dalam
proses tersebut berupaya mencari adanya korelasi-
korelasi antara tekanan pada muka laut dengan variabel-
variabel lain dalam skala global.
Dalam kondisi normal, wilayah Indonesia menerima
jumlah curah hujan sangat tinggi dengan jumlah hari
hujan cukup sepanjang tahun. Sebaliknya di Pacific
Tengah dan Timur aktifitas konveksi sangat rendah
bahkan menjadi daerah divergensi atau daerah tempat
turunnya (sinking) massa udara dari atas yang bersifat
kering. Sebagai akibatnya, wilayah tersebut menerima
jumlah curah hujan tidak terlalu tinggi sepanjang
tahun.
Gambar 2.2 Sirkulasi Walker saat terjadi El-Nino.
(sumber : http:// www.bom.gov.au )
Sebaliknya waktu fenomena El Nino terjadi, suhu
muka laut yang hangat menyebar ke seluruh lautan
Pacific sepanjang equator sampai ke Pacific Timur.
Angin Pasat melemah karena daerah konvergensi bergeser
ke sebelah timur bahkan hampir ke pantai timur laut
Pacific.
Selama episode El Nino wilayah Pacific Barat
sampai ke wilayah Indonesia menjadi daerah divergensi
dan merupakan daerah singking massa udara dari atas
yang bersifat kering. Sebagai akibatnya, wilayah
Indonesia menerima jumlah curah hujan yang sangat
rendah, sementara di wilayah Pacific Tengah dan Timur
jumlah curah hujannya meningkat sangat tajam.
Dampak fenomena El Nino di Indonesia menyebabkan
penurunan jumlah curah hujan musim hujan,musim kemarau,
awal musim lebih cepat dan awal musim hujan menjadi
lebih lambat. Curah hujan untuk wilayah pulau Jawa dan
Nusa Tenggara mengalami penurunan jumlah curah hujan
mencapai 60% dari rata-rata curah hujan normalnya
[Irianto dkk, 2003].
2.2 CURAH HUJAN
Hujan adalah suatu bentuk presipitasi uap air yang
berasal dari awan yang terdapat di atmosfer hingga
mencapai permukaan tanah, berupa tetes air dengan
diameter lebih dari 0,5 mm dan intensitasnya lebih dari
1,25 mm/jam. Hujan yang sampai ke permukaan tanah dapat
diukur dengan jalan mengukur tinggi air hujan tersebut
dengan cara tertentu. Hasil dari pengukuran tersebut
dinamakan dengan Curah hujan. Curah hujan merupakan
salah satu unsur cuaca yang datanya diperoleh dengan
cara mengukurnya dengan menggunakan alat penakar hujan,
sehingga dapat diketahui jumlahnya dalam satuan
millimeter (mm). 1 mm curah hujan berarti tinggi air
hujan setinggi 1mm (jika pada luasan 1 m2 sama dengan 1
liter) dengan anggapan bahwa air tersebut tidak ada
yang menguap, meresap ataupun mengalir [Tjasyono,
1999].
Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan dahulu
inti kondensasi,seperti paartikel-partikel garam dari
laut yang dihasilkan oleh evaporasi dan deburan-deburan
air laut, hasil pembakaran (asap), debu yang
berterbangan dari tanah dan gunung berapi, ammonia, dan
asam belerang. Inti kondensasi ini mempunyai sifat
higroskopis karena dapat menarik dan menyerap uap air
dari udara.
Secara umum terdapat tiga tipe hujan bulanan, yaitu :
Monsunal, Ekuatorial dan Lokal [Tjasyono, 1999].
Masing-masing tipe curah hujan bulanan ini memiliki
ciri tersendiri.
Tipe Monsunal
Tipe hujan di daerah Monsun ditandai dengan
adanya satu puncak dan satu lembah curah hujan
sepanjang tahun, memiliki pola menyerupai huruf
“U” atau “V”, dimana jumlah curah hujan minimum
terjadi pada sekitar bulan Juni, Juli, dan
Agustus.
Tipe Ekuatorial
Tipe hujan ini memiliki dua puncak curah
hujan sepanjang tahun. Tempat di daerah ekuator
seperti Pontianak dan Padang mempunyai pola curah
hujan jenis ekuator.
Tipe Lokal
Distribusi curah hujan bulanannya
kebalikan dari pola monsunal dimana curah hujan
maksimum terjadi pada pertengahan tahun. Pola curah
hujannya lebih banyak dipengaruhi oleh sifat local.
Gambar 2.3 Pola curah hujan di Indonesia
(sumber : Soeroso Hadiyanto dari BMG )
2.3 INDEKS OSILASI SELATAN
Indeks Osilasi Selatan atau SOI (Southern Oscillation
Indeks) merupakan indikator yang dapat digunakan untuk
mengetahui episode El-Nino dan La-Nina. Southern
Oscillation adalah suatu embutan tidak teratur,
interannual dan berskala global yang merupakan
pertukaran massa udara antara Indonesia – Australia
dengan pusat tekanan tinggi di Pasifik Selatan. Untuk
keperluan analisis, ukuran kekuatan untuk
mengkuantifikasi driving force pergerakan barat – timur
atau sebaliknya dinyatakan dengan suatu indek yang
dikenal sebagai indek osilasi selatan. Indek ini secara
sederhana merupakan perbedaan tekanan udara permukaan
di daerah Pacifik Timur yang diamati di Tahiti, dengan
tekanan udara permukaan di daerah Pacifik Barat yang
diamati di Darwin.
Gambar 2.4 Darwin - Tahiti Wilayah yang dijadikan sebagai
penghitungan SOI
(sumber :http:// www.creseo.uscb.edu ).
Dibawah ini adalah metode yang digunakan oleh
Australia Bureau of Meteorology (BOM) untuk menghitung
indeks SOI :
SOI = PA(Tahiti) – PA(Darwin)
x 10 .................(2.1)
SD
Dengan :
PA (Tahiti) = Anomali tekanan udara di Tahiti.
PA (Darwin) = Anomali tekanan udara di Darwin.
SD = Standar Deviasi.
Jika nilai rata- rata Indek Osilasi Selatan
ini mulai mencapai nilai lebih kecil atau sama dengan -
10, maka episode El Nino akan menampakkan diri, artinya
tekanan udara permukaan Darwin lebih besar dibandingkan
tekanan udara permukaan di Tahiti [http://www.bom.gov.au].
Sebaliknya gejala La-Nina akan terjadi bila nilai
Indeks Osilasi Selatan berharga positif lebih dari 10,
artinya tekanan udara di Darwin lebih rendah dibanding
Tahiti.
Nilai negatif SOI sering mengindikasikan
terjadinya El Nino, karena dihubungkan dengan
memanasnya suhu muka laut di Pasifik Timur. Kondisi
angin pasat (trade wind) melemah, keadaan ini akan
membuat curah hujan berkurang di kawasan Indonesia dan
Australia bagian utara. Nilai positif SOI diasumsikan
dengan menguatnya angin pasat, dan memanasnya suhu muka
laut di kawasan Samudera Hindia sebelah utara
Australia. Keadaan ini dikenal dengan episode La nina,
suhu muka laut di Pasifik akan lebih dingin dalam waktu
yang bersamaan. Kawasan Indonesia dan Australia bagian
utara akan mendapat curah hujan yang umumnya di atas
normal.
BAB III
DATA DAN METODE PENELITIAN
3.1. DATA
Wilayah studi untuk penelitian ini adalah
kabupaten bantul, kulon progo dan sleman. Data curah
hujan di peroleh dari kantor BMKG pusat, yang meliputi
11 penakar hujan di tiga kabupaten yogyakarta
yaitu :Adi Sucipto, Barongan Jetis, Ngipiksari,
Panjatan, Pundong, Samugaluh, Sendang Pintu, Tambak,
UGM, Wijilan, dan Wonocatur yang dianggap representatif
untuk mewakili kondisi cuaca yang terjadi di wilayah
yogyakarta.
Sedangkan waktu penelitian untuk pengkajian
fenomena ENSO diambil tahun 1981 sampai tahun 2000.
Faktor penyebab yang ditinjau keterkaitannya dengan
sifat curah hujan pada tulisan ini adalah Southern
Oscillation Index (SOI). Data Southern Oscillation
Index (SOI) diambil dari Bureau of Meteorology Australia
yang dipublikasikan lewat situs hppt://www.bom.gov.au/.
Data SOI yang diambil mulai tahun 1981 sampai 2000.
Data curah hujan yang dianalisis adalah data curah
hujan bulanan atau total hujan dalam satu bulan. Untuk
SOI akan di tentukan tingkat korelasinya dengan curah
hujan bulanan.
Tabel 3.1 Stasiun penakar hujan di YogyakartaNo.Stasiun Nama Stasiun
Tinggi (meter) Lintang Bujur
50G Adi Sucipto 120 -7.770 110.38059 Barongan Jetis 45 -7.920 110.42015A Ngipiksari 775 -7.600 110.42074A Panjatan 7 -7.840 110.10062 Pundong 16 -7.850 110.2901C Samugaluh 515 -7.670 110.18013B Sendang Pintu 520 -7.750 110.25040E Tambak 49 -7.900 110.20053B UGM 97 -7.720 110.35014C Wijilan 50 -7.750 110.22052 Wonocatur 120 -7.800 110.400
Lokasi dari data stasiun penakar hujan di Yogyakarta :
Gambar 3.1 peta lokasi stasiun
Data curah hujan yang digunakan pada periode dari
tahun 1981 sampai tahun 2000. Namun data hujan
bervariasi (lihat tabel 3.2)
Tabel 3.2 Kelengkapan data pada stasiun penakar hujan
No.Stasiun Nama Stasiun
keterangan data tidak ada (tahun)
50G Adi Sucipto lengkap59 Barongan Jetis 1981-198515A Ngipiksari lengkap74A Panjatan 1982-198362 Pundong 1981-19841C Samugaluh 1998-200013B Sendang Pintu 1980-198340E Tambak Lengkap
53B UGM Lengkap14C Wijilan Lengkap52 Wonocatur Lengkap
3.2 METODE
Data yang diperoleh dari berbagai macam sumber
tersebut selanjutnya diolah. Alat bantu untuk
pengolahan data dalam hal ini digunakan perangkat lunak
yang berbasis ilmu statistik. Dengan asumsi Indeks
Osilasi Selatan sebagai parameter aktifnya gejala ENSO,
dihitung berapa besar korelasi (r soi) dengan besarnya
curah hujan bulanan di tiga kabupaten Yogyakarta.
Adapun perangkat lunak yang digunakan dalam pengolahan
gambar pada tulisan ini adalah Microsoft Excel untuk
pengolahan data statistik
Metode Analisis
Metode yang diterapkan dalam analisis ini adalah metode
statistik antara lain :
3.3.1 Metode Rata – rata
Metode rata-rata yang digunakan adalah metode
rata-rata hitung. Rumus yang digunakan dalam
perhitungan harga rata – rata bulanan adalah sebagai
berikut :
Rata-rata = ..................(3.1)
dimana : x = besar data
n = jumlah data
3.3.2 Metode Grafik
Metode ini dapat digunakan untuk menampilkan
dalam bentuk grafik hubungan antar variasi.
3.2.3 Metode Korelasi
Dalam analisis ini digunakan uji Pearson
Product Moment atau analisis korelasi. Analisis ini
untuk mencari hubungan variable bebas (x) dengan
variable terikat (y) dan data berbentuk interval dan
ratio. Dengan x adalah data SOI dan y adalah data
curah hujan bulanan.
…………………..(3.2)
dengan :
r adalah harga koefisien korelasi dengan nilai r
tidak lebih dari harga ( -1 ≤ r ≤ 1 ). Apabila
r = - 1 menandakan bahwa korelasi negatif sempurna
(berbanding terbalik antara dua variabel tersebut), r =
0 menandakan tidak ada korelasi dan r = 1 menandakan
korelasi sempurna positif sangat kuat (berbanding lurus
antara dua variabel tersebut)[Santoso, 2006]. Dalam
penulisan ini, nilai korelasi dihitung dengan
menggunakan Program Microsoft Excel.
Harga r akan dikonsultasikan dengan tabel
interpretasi nilai r sebagai berikut :
INTERPRETASI KOEFISIEN
KORELASI NILAI r
Tabel 3.3 Interpretasi koefisien korelasi nilai r
[sumber : Riduwan, 1997 ].
Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0.00 – 0.199 Sangat rendah0.20 – 0.399 Rendah0.40 – 0.599 Cukup0.60 – 0.799 Tinggi0.80 – 1.000 Sangat tinggi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh El Nino di kabupaten-kabupaten yogyakarta
sangat terasa dampaknya. Hal ini dapat diketahui dari
adanya perubahan intensitas curah hujan yang memberikan
ciri spesifik yang berbeda dari keadaan normal pada
saat datangnya El Nino. Kondisi curah hujan dan SOI di
kabupaten-kabupaten bantul, kolon progo dan sleman
dapat dilihat sebagai berikut :
4.1 HASIL
Gbr 4.1. Grafik curah hujan tahunan Barongan Jetis dan
Pundong (1981-2000)
(Sumber : Pengolahan Data)
Gbr 4.2. Grafik curah hujan tahunan Samigaluh dan Panjatan
(1981-2000)
(Sumber : Pengolahan Data)
Gbr 4.3. Grafik curah hujan tahunan Tambak dan Wijilan
(1981-2000)
(Sumber : Pengolahan Data)
Gbr 4.4. Grafik curah hujan tahunan Adi Sucipto dan
Ngipiksari (1981-2000)
(Sumber : Pengolahan Data)
Gbr 4.5. Grafik curah hujan tahunan Sendang Pintu dan UGM
(1981-2000)
(Sumber : Pengolahan Data)
Gbr 4.6. Grafik curah hujan tahunan Wonocatur (1981-2000)
(Sumber : Pengolahan Data)
Tabel 4.1 Nilai Korelasi curah hujan dan nilai SOI tahun El
Nino
No. TempatTahun ElNino Nlai korelasi
kab bantul bulanH H+1 H+2 H+3
1barongan jetis 1982
1987
19910.6274
340.6521
830.5782
690.4996
62
19940.5018
260.8682
030.6376
620.1552
95
19970.8313
370.4776
020.2544
230.1699
172 Pundong 1982
1987
19910.6240
170.5963
050.3857
290.3595
41
19940.6454
360.8956
860.6614
330.1006
18
19970.7782
690.5368
020.2505
560.1249
29
kulon progo
1 Panjatan 1982
19870.6022
850.8367
450.7023
010.3885
73
19910.5879
220.4550
890.3797
470.5013
34
19940.6570
240.8076
550.5279
74-
0.0535 1997 0.7810 0.6942 0.1829 -
09 11 460.1177
9
2 Samigaluh 19820.5692
650.1680
370.0182
62
-0.3253
7
19870.5348
420.8048
780.8012
170.5549
54
19910.5045
70.5159
850.1112
420.1278
22
19940.4896
220.8131
10.6600
450.2057
41
19970.6682
570.3799
330.1093
2
-0.1555
9
3 Tambak 19820.3631
870.1050
140.0560
13-
0.2595
19870.5515
850.7558
870.6726
390.3877
56
19910.4407
990.2436
280.1578
250.4470
93
19940.5253
950.7944
910.7977
080.4836
24 1997
4 Wijilan 19820.5827
340.2441
880.0669
52
-0.1390
4
19870.5312
580.7744
960.7708
870.4402
32
19910.4972
760.6024
730.4059
060.3038
92
19940.6452
620.8595
360.7008
840.2205
9
19970.8994
060.6297
060.2960
5
-0.0254
2 Sleman
1adi sucipto 1982
0.582734
0.244188
0.066952
-0.1390
4
19870.5312
580.7744
960.7708
870.4402
32
19910.4972
760.6024
730.4059
060.3038
92
19940.6452
620.8595
360.7008
840.2205
9
19970.8994
060.6297
060.2960
5
-0.0254
2
2 Ngipiksari 19820.7658
640.3999
640.3565
83
-0.0238
7
19870.5085
350.8215
690.8513
190.4954
66
19910.2448
980.2691
840.2692
760.3361
75
19940.4819
480.8087
740.6097
990.0906
43
19970.8290
60.4635
020.1552
960.0107
22
3sendang pintu 1982
19870.5361
330.7722
670.7237
740.4662
94
19910.3733
20.5394
160.4256
170.2530
57
19940.5331
110.8524
980.7077
460.3546
33
19970.8501
550.4967
760.3468
880.3730
67
4 UGM 19820.7418
260.4037
130.2429
20.0821
47
1987 0.42620.6904
60.7635
30.3950
4
19910.4728
740.5177
80.2105
340.1813
57
19940.4980
230.8826
770.6273
960.0734
95
19970.7792
170.5572
810.8497
380.5649
41
5 Wonocatur 19820.6381
610.3861
710.1408
340.0561
82
19870.4438
680.7514
760.7687
440.5242
84
19910.5134
90.5856
610.2462
830.0857
28
19940.6396
290.8737
630.5585
1-
0.0658
19970.7482
180.5659
780.8479
730.6187
17
Ket : H = korelasi antara SOI dan curah hujan pada
bulan yang sama.
H+1= korelasi antara SOI dan curah hujan pada selang 1
bulan .
H+2= korelasi antara SOI dan curah hujan pada selang 2
bulan.
H+3= korelasi antara SOI dan curah hujan pada selang 3
bulan.
Gbr 4.7 Grafik Indek Osilasi Selatan Tahun (1981-2000)
4.2 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dari analisis diatas terlihat bahwa pengaruh El
Nino terhadap besarnya curah hujan di 11 stasiun
penakar hujan yang tersebar di tiga kabupaten wilayah
Yogyakarta bervariasi dari tahun ke tahun. Untuk lebih
jelasnya kondisi curah hujan, nilai korelasi tahun-
tahun El Nino dan SOI di kabupaten-kabupaten Bantul,
Kulon Progo dan Sleman dapat dilihat sebagai berikut :
4.2.1 DATA CURAH HUJAN PERIODE TAHUN 1981 - 2000
1.ENSO Untuk Kabupaten Bantul
Dari data yang ada kabupaten Bantul memiliki 2
stasiun penakar hujan antara lain Barongan Jetis dan
Pundong. Berdasarkan pada data hasil olahan kabupaten
Bantul tampak bahwa untuk stasiun Barongan Jetis dalam
tahun 1997 (El Nino) curah hujan tahunan hanya mencapai
906 mm. sementara itu dalam tahun berikutnya 1998 (La
Nina) curah hujan tahunan mencapai 1.738 mm. Tahun
sebelumnya 1996 (Normal) curah hujan tahunan mencapai
1.567 mm dan tahun sesudahnya 1999 (Normal) curah hujan
tahunan mencapai 2.095 mm. Sedangkan dalam tahun El
Nino lainya, curah hujan tahunan untuk stasiun Barongan
jetis tercatat 1.815 mm pada tahun 1987, 1.119 mm pada
tahun 1991, dan 1.589 mm pada tahun 1994.
Untuk stasiun Pundong dalam tahun El Nino
tercatat 1.744 mm pada tahun 1991, 1.614 pada tahun
1994, dan 902 mm pada tahun 1997. Sementara itu pada
tahun 1998 (La Nina) mencapai 2.569 mm dan 1996
(Normal) mencapai 1.735 mm [Gambar 4.1].
2.ENSO Untuk Kabupaten Kulon Progo
Dari data yang ada kabupaten Kulon Progo memiliki
4 stasiun penakar hujan antara lain Panjatan,
Samigaluh, Tambak dan Wijilan. Berdasarkan pada data
hasil olahan kabupaten Kulon Progo tampak bahwa untuk
stasiun Panjatan pada tahun El Nino tercatat 1.748 mm
pada tahun 1987, 1.346 mm pada tahun 1991, 1.072 mm
pada tahun 1994 dan 352 mm pada tahun 1997. Sementara
itu dalam tahun 1998 (La Nina) curah hujan mencapai
1.614 mm dan 1996 (Normal) mencapai 1.365 mm.
Untuk stasiun Samigaluh dalam tahun El Nino
tercatat 1.953 mm pada tahun 1982, 2.398 mm pada tahun
1991, 2.022 mm pada tahun 1994 dan 773 mm pada tahun
1997. Sementara itu dalam tahun 1996 (Normal) mencapai
1.331 mm [Gambar 4.2]
Untuk stasiun Tambak dalam dalam tahun-tahun El
Nino tercatat 1.295 mm pada tahun 1982, 2.264 mm pada
tahun 1987, 1.881 mm pada tahun 1991, 1.640 mm mm pada
tahun 1994 dan 712 mm pada tahun 1997. Sementara itu
dalam tahun 1998 (La Nina) curah hujan tahunan mencapai
2.273 mm dan 1996 (Normal) mencapai 1.169 mm
Dan untuk stasiun Wijilan dalam tahun –tahun El
Nino tercatat 1.432 mm pada tahun 1982, 1.433 mm pada
tahun 1987, 1.189 mm pada tahun 1991, 967 mm pada tahun
1994 dan 470 mm pada tahun 1997. Sementara itu dalam
tahun 1998(La Nina) curah hujan tahunan mencapai 1.339
mm dan 1996 (Normal) mencapai 1.422 mm [Gambar 4.3].
3.ENSO Untuk Kabupaten Sleman
Dari data yang ada kabupaten Sleman memiliki 5
stasiun penakar hujan antara lain Adi Sucipto,
Ngipiksari, Sendang Pintu, UGM dan Wonocatur.
Berdasarkan pada data hasil olahan kabupaten Sleman
tampak bahwa untuk stasiun Adi Sucipto pada tahun El
Nino tercatat 1.453 mm pada tahun 1982, 2.085 mm pada
tahun 1987, 1.876 mm pada tahun 1991, 2.093 mm pada
tahun 1994 dan 1.097 mm pada tahun 1997. Sementara itu
dalam tahun 1998 (La Nina) curah hujan tahunan mencapai
2.740 mm dan 1996 (Normal) mencapai 1.745 mm.
Untuk stasiun Ngipiksari pada tahun-tahun El Nino
tercatat 2.677 mm pada tahun 1982, 3.643 mm pada tahun
1987, 3.821 mm pada tahun 1991, 2.842 mm pada tahun
1994 dan 1.625 mm pada tahun 1997. Sementara itu dalam
tahun 1998 (La Nina) curah hujan tahunan mencapai 3.898
mm dan 1996 (Normal) mencapai 2.979 mm [Gambar 4.4].
Untuk stasiun Sendang Pintu pada tahun-tahun El
Nino tercatat 2.213 mm pada tahun 1987, 2.141 mm pada
tahun 1991, 1872 mm pada tahun 1994 dan 1.095 mm pada
tahun 1997. Sementara itu dalam tahun 1988(La Nina)
curah hujan tahunan mencapai 2.824 mm dan 1996 (Normal)
mencapai 1.862 mm.
Untuk stasiun UGM pada tahun-tahun El Nino
tercatat 1.368 mm pada tahun 1982, 2.010 mm pada tahun
1987, 2.126 mm pada tahun 1991, 1.819 mm pada tahun
1994 dan 784 mm pada tahun 1997. Sementara itu dalam
tahun 1998 (La Nina) curah hujan tahunan mencapai 2.297
mm dan 1996 (Normal) mencapai 2.169 mm [Gambar 4.5].Dan untuk stasiun Wonocatur pada tahun-tahun El Nino
tercatat 1.113 mm pada tahun 1982, 2.049 mm pada tahun
1987, 2.080 mm pada tahun 1991, 2.400 mm pada tahun
1994 dan 986 mm pada tahun 1997. Sementara itu dalam
tahun 1998 (La Nina) curah hujan tahunan mencapai 2.669
mm dan 1996 (Normal) mencapai 1.872 mm [Gambar 4.6].
4.2.2 KORELASI CURAH HUJAN DENGAN SOI PADA TAHUN-TAHUN
EL NINO (1981 - 2000)
Berdasarkan pada analisis di atas terlihat bahwa
pengaruh nilai Southern Oscillation Indek (SOI)
terhadap besarmya curah hujan di 11 stasiun penakar
hujan yang tersebar di tiga kabupaten wilayah
Yogyakarta bervariasi dari tahun ke tahun. Untuk itu
dibuat korelasi pada tahun-tahun El Nino dengan
menentukan nilai korelasi antara data SOI dengan curah
hujan. Korelasi ditentukan untuk waktu yang bersamaan,
selang 1 bulan hingga 3 bulan.
Penentuan korelasi untuk selang waktu yang berbeda
bertujuan untuk mengetahui waktu efektif yang sangat
dipengaruhi oleh terjadinya ENSO. Analisis yang didapt
adalah sebagai berikut :
1. El Nino Tahun 1982
Berdasarkan perhitungan dan analisis statistik, diperoleh korelasi curah hujan dan SOI bulanan :Table 4.2 Nilai korelasi dan pengaruhnya terhadap curah hujan pada El Nino 1982
Nama Stasiun Nilai korelasi Pengaruhnya terhadap kondisi curah hujan terjadi pada :Adi Sucipto 0.5827337 bulan yang samaBarongan JetisNgipiksari 0.7658635 bulan yang samaPanjatanPundongSamugaluh 0.569265 bulan yang samaSendang PintuTambak 0.3631869 bulan yang samaUGM 0.7418255 bulan yang samaW ijilan 0.5827337 bulan yang samaW onocatur 0.6381608 bulan yang sama
nilai tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara dua
variabel mulai dari tingkat korelasi cukup sampai
tinggi dan hubungannya searah.
2. El Nino Tahun 1987
Berdasarkan perhitungan dan analisis statistik, diperoleh korelasi curah hujan dan SOI bulanan :Table 4.3 Nilai korelasi dan pengaruhnya terhadap curah hujan pada El Nino 1986
Nama Stasiun Nilai korelasi Pengaruhnya terhadap kondisi curah hujan terjadi pada :Adi Sucipto 0.774496 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)Barongan JetisNgipiksari 0.851319 dua bulan berikutnya (selang 2 bulan)Panjatan 0.836745 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)PundongSamugaluh 0.804878 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)Sendang Pintu 0.772267 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)Tambak 0.755887 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)UGM 0.76353 dua bulan berikutnya (selang 2 bulan)W ijilan 0.774496 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)W onocatur 0.768744 dua bulan berikutnya (selang 2 bulan)
nilai tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara dua
variabel mulai dari tingkat korelasi tinggi sampai
sangat tinggi dan hubungannya searah.
3. El Nino Tahun 1991
Berdasarkan perhitungan dan analisis statistik, diperoleh korelasi curah hujan dan SOI bulanan :Table 4.4 Nilai korelasi dan pengaruhnya terhadap curah hujan pada El Nino 1991Nama Stasiun Nilai korelasi Pengaruhnya terhadap kondisi curah hujan terjadi pada :Adi Sucipto 0.602473 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)Barongan Jetis 0.652183 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)Ngipiksari 0.336175 tiga bulan berikutnya (selang 3 bulan)Panjatan 0.587922 bulan yang samaPundong 0.624017 bulan yang samaSamugaluh 0.515985 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)Sendang Pintu 0.539416 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)Tambak 0.447093 tiga bulan berikutnya (selang 3 bulan)UGM 0.51778 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)W ijilan 0.602473 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)W onocatur 0.585661 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)
nilai tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara dua
variabel mulai dari tingkat korelasi rendah sampai
tinggi dan hubungannya searah.
4. El Nino Tahun 1994
Berdasarkan perhitungan dan analisis statistik, diperoleh korelasi curah hujan dan SOI bulanan :Table 4.5 Nilai korelasi dan pengaruhnya terhadap curah hujan pada El Nino 1994Nama Stasiun Nilai korelasi Pengaruhnya terhadap kondisi curah hujan terjadi pada :Adi Sucipto 0.859536 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)Barongan Jetis 0.868203 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)Ngipiksari 0.808774 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)Panjatan 0.807655 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)Pundong 0.895686 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)Samugaluh 0.81311 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)Sendang Pintu 0.852498 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)Tambak 0.797708 dua bulan berikutnya (selang 2 bulan)UGM 0.882677 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)W ijilan 0.859536 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)W onocatur 0.873763 satu bulan berikutnya (selang 1 bulan)
nilai tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara dua
variabel mulai dari tingkat korelasi tinggi sampai
sangat tinggi dan hubungannya searah.
5. El Nino Tahun 1997
Berdasarkan perhitungan dan analisis statistik, diperoleh korelasi curah hujan dan SOI bulanan :Table 4.6 Nilai korelasi dan pengaruhnya terhadap curah hujan pada El Nino 1997Nama Stasiun Nilai korelasi Pengaruhnya terhadap kondisi curah hujan terjadi pada :Adi Sucipto 0.8994055 bulan yang samaBarongan Jetis 0.8313365 bulan yang samaNgipiksari 0.82906 bulan yang samaPanjatan 0.7810093 bulan yang samaPundong 0.778269 bulan yang samaSamugaluh 0.6682569 bulan yang samaSendang Pintu 0.8501553 bulan yang samaTambak bulan yang samaUGM 0.849738 bulan yang samaW ijilan 0.8994055 bulan yang samaW onocatur 0.847973 dua bulan berikutnya (selang 2 bulan)
nilai tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara dua
variabel mulai dari tingkat korelasi tinggi sampai
sangat tinggi dan hubungannya searah.
Berdasarkan analisis data diatas maka dapat
diketahui bahwa respon setiap daerah terhadap ENSO
pada tahun-tahun El Nino sangat beragam jika ditinjau
dari indikator SOI yang dihubungkan dengan curah
hujannya. Hubungan atau korelasi antara SOI dan curah
hujan bulanan mulai dari tingkat rendah sampai sangat
tinggi dan hubungannyasearah (berbanding lurus antara
dua variabel tersebut / kenaikan atau penurunan curah
hujan diikuti kenaikan atau penurunan harga SOI pula).
Dari tabel diatas terlihat bahwa pengaruh SOI
terhadap curah hujan sangat beragam. Untuk tahun 1982
pengaruhnya 100% terjadi pada bulan yang sama. Unuk
tahun 1987 pengaruhnya 66% terjadi pada bulan
berikutnya (selang 1 bulan) dan 33% terjadi pada dua
bulan berikutnya (selang 2 bulan). Untuk tahun 1991
pengaruhnya 18% terjadi pada bulan yang sama, 64%
terjadi pada satu bulan berikutnya (selang 1 bulan) dan
18% terjadi pada tiga bulan berikutnya (selang 3
bulan). Untuk tahun 1994 pengaruhnya 81% terjadi pada
satu bulan berikutya (selang 1 bulan) dan 9% dua bulan
berikutnya (selang 2 bulan). Untuk tahun 1992
pengaruhnya 90% terjadi pada bulan yang sama dan 10%
terjadi pada dua bulan berikutnnya ( selang 2 bulan).
Fenomena ENSO berpengaruh sangat signifikan terhadap
kondisi curah hujan khususnya fenomena yang terjadi
pada tahun 1997.
Keterkaitan nilai SOI dengan besar curah hujan
bulanan pada tahun-tahun ENSO mulai dari tingkat
korelasi cukup sampai sangat tinggi dan hubungannya
searah.
Tidak ada jeda waktu yang cukup lama (hampir
bersamaan) antara terjadinya ENSO dan pengaruh yang
ditimbulkannya terhadap kondisi curah hujan untuk
ENSO dengan kategori sangat kuat (1997 dan 1982),
sedangkan untuk ENSO dengan kategori sedang-kuat
(1994, 1991, dan 1987) pengaruh yang ditimbulkannyan
terhadap kondisi curah hujan perlu ada jeda waktu
(satu ataub dua bulan).
Seluruh wilayah penelitian pola curah hujan Monsunal
yang sangat dipengaruhi oleh fenomena ENSO.
5.1 KETERBATASAN PENELITIAN
Perlunya data curah hujan yang lebih lengkap
sehingga diharapkan mendapatkan hasil yang lebih
baik.
Mengkaji lebih lanjut kaitan antara kondisi curah
hujan di daerah penelitian dengan fenomena sekala
global lain seperti Indian Ocean Dipola Mode.
Mengkaji lebih lanjut kaitannya dengan faktor lokal
daraeh penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, A. dan J., Arifin. 2001. Mengupas TuntasMicrosoft Excel 2002. Penerbit PT. Elex MediaKomputindo, Jakarta, 340p.
Hadiyanto, S. 2009. Prakiraan Musim kemarau DiIndonesia. Jakarta : Dalam Power Point RapatPerkiraan Produksi dan Musim Panen Raya GaramTahun 2009.
Irianto , 2003. Penyebab variabilitas curah hujan di Indonesia.
Jakarta : Balai Penelitian Agroklimat danHidrologi
Philander.S.G.H., 1990. El-Nino,La-Nina,and SouthernOscillation. Academic Press, San Diego,293 pp.
Riduwan. 2003. Dasar – dasar Statistika. Bandung. Alfabeta.
Santoso, S. 2006. Menguasai StatistikDi EraInformasi Dengan SPSS 14, Penerbit PT Elex MediaKomputindo Kelompok Gramedia, Jakarta
Soepangkat, 1994. Pengantar Meteorologi. Jakarta :Balai Pendidikan dan Latihan Meteorologi &Geofisika.
Sribimawati, T. J., Hamada., dan D.Yusmen. 1997Dampak El Nino Southern Oscillation Terhadap Varibilitas Iklim DiIndonesia. Jakarta : Jurnal Iptek iklim dan cuaca,No. 1, Tahun 1.
Swarinoto, YS. & Basuki. 2004. Kaitan Curah HujanMusiman dan Produksi Tananman Pangan di PropinsiJawa Timur. Bul. Met. Geo., No. 2 Juni 2007, hal110-117.
Syahbuddin, Haris., Manabu D. Yamanaka, and Eleonora
Runtunuwu. 2004. Impact of Climate Change to Dry
Land Water Budget in Indonesia.
Diakses 12 Mei 2009 dari inovasi onlinehttp://io.ppi-jepang.org/cetak.php?id=81
Tjasyono, B. 1999. Klimatologi Umum . Bandung :
Penerbit ITB , Bandung.
http://www.bom.gov.au/climate/glossary/soi.shtml akses tanggal 12 Mei 2009http://www.creseo.uscb.edu/geos/13.html akses tanggal 27 Mei 2009http://www.bps.go.id akses tanggal 23 Juni 2009
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data curah hujan bulanan stasiun Barongan
Jetis
Tahun Bulan JAN FEB M AR APR M AY JUN JUL AUG SEP O CT NO V DEC198119821983198419851986 591 200 355 48 2 157 1 1 62 16 292 1321987 841 150 86 25 17 23 8 0 0 3 146 5161988 222 481 380 0 0 0 0 0 0 169 1561989 136 375 170 64 45 169 173 83 92 2051990 301 288 184 111 54 72 3051991 335 439 121 102 32 0 0 0 0 0 43 471992 189 331 144 22 91 0 0 159 55 110 186 2201993 316 135 266 100 2521994 294 366 590 137 8 0 0 0 0 0 41 1531995 295 707 242 77 16 93 20 0 13 53 417 6201996 132 283 161 141 0 17 0 24 2 170 167 4701997 365 256 34 73 19 0 0 0 0 0 1591998 142 316 144 223 47 194 111 17 52 246 141 1051999 340 472 413 187 110 0 0 0 0 112 191 2702000 241 514 243 175 44 0 0 13 0 78 329 305
Jum lah 4740 5313 3533 1485 431 653 313 214 184 925 2286 3915rata-rata 316 354.2 235.5333 99 33.15385 50.23077 24.07692 19.45455 15.33333 66.07143 175.8462 261