LAPORAN PENYEMPURNAAN anti bakteri pada mukena

28
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mukena adalah peralatan ibadah untuk muslim perempuan. Mengingat kegunaannya itu maka mukena diharapkan selalu bersih, rapi dan nyaman dipakai, pada umunya bahan yang digunakan untuk mukena terbuat dari bahan kapas, nylon, dan campuran antara kapas-poliester. Namun seiring berkembangnya mode para produsen mukena saat ini banyak menggunakan bahan dari rayon, mengingat rayon mempunyai sifat nyaman dipakai yang hampir sama dengan kapas dan harga yang lebih murah. Akan tetapi serat rayon mempunyai MR (moisture regain) yang tinggi, artinya serat rayon dapat mengikat uap H 2 O dari udara lebih banyak. Terutama didaerah beriklim tropis yang memiliki kelembaban udara yang tinggi, yang dapat menyebabkan kain menjadi lembab dan mengakibatkan pertumbuhan jamur. Pada pemakaian mukena sering kali pada bagian tertentu sering terkena air, seperti pada bagian tepi wajah sehingga seringkali mengundang tumbuhnya jamur yang menyebabkan timbulnya noda dan mengurangi nilai estetika maupun nilai ibadah pemakai. Pertumbuhan jamur pada kain kapas juga dapat berakibat berkurangnya kekuatan tarik akibat enzim yang berasal dari kegiatan metabolisma jamur. Dengan kondisi diatas maka kami ingin melakukan percobaan untuk memberikan penyempurnaan anti jamur untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan dan meningkatkan ketahanan kusut dari rayon. 1.2. Identifikasi Masalah Kain rayon merupakan bahan sandang yang nyaman dipakai, sekaligus media yang baik bagi pertumbuhan jamur dan bakteri. Jamur dan bakteri merupakan parasit bagi kain karena mengganggu kenampakan dan dapat menurunkan kekuatan kain. Bagian kain yang ditumbuhi jamur dan bakteri akan meninggalkan noda yang sulit dihilangkan dengan pencucian biasa dan biasanya bersifat permanen. Berdasarkan keterangan diatas, maka kami bermaksud untuk melakukan proses penyempurnaan anti jamur dan bakteri serta anti kusut pada kain rayon, yang akan dibuat sebagai mukena. Sehingga diharapkan mukena akan lebih tahan terhadap pertumbuhan jamur dan bakteri yang merugikan, serta memiliki sifat yang lebih tahan kusut. 1.3. Pembatasan Masalah Percobaaan ini dilakukan dengan pembatasan : 1. Kain rayon viskosa

Transcript of LAPORAN PENYEMPURNAAN anti bakteri pada mukena

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Mukena adalah peralatan ibadah untuk muslim perempuan. Mengingat kegunaannya itu

maka mukena diharapkan selalu bersih, rapi dan nyaman dipakai, pada umunya bahan yang

digunakan untuk mukena terbuat dari bahan kapas, nylon, dan campuran antara kapas-poliester.

Namun seiring berkembangnya mode para produsen mukena saat ini banyak menggunakan bahan

dari rayon, mengingat rayon mempunyai sifat nyaman dipakai yang hampir sama dengan kapas

dan harga yang lebih murah.

Akan tetapi serat rayon mempunyai MR (moisture regain) yang tinggi, artinya serat rayon

dapat mengikat uap H2O dari udara lebih banyak. Terutama didaerah beriklim tropis yang

memiliki kelembaban udara yang tinggi, yang dapat menyebabkan kain menjadi lembab dan

mengakibatkan pertumbuhan jamur. Pada pemakaian mukena sering kali pada bagian tertentu

sering terkena air, seperti pada bagian tepi wajah sehingga seringkali mengundang tumbuhnya

jamur yang menyebabkan timbulnya noda dan mengurangi nilai estetika maupun nilai ibadah

pemakai. Pertumbuhan jamur pada kain kapas juga dapat berakibat berkurangnya kekuatan tarik

akibat enzim yang berasal dari kegiatan metabolisma jamur.

Dengan kondisi diatas maka kami ingin melakukan percobaan untuk memberikan

penyempurnaan anti jamur untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan

dan meningkatkan ketahanan kusut dari rayon.

1.2. Identifikasi Masalah

Kain rayon merupakan bahan sandang yang nyaman dipakai, sekaligus media yang baik

bagi pertumbuhan jamur dan bakteri. Jamur dan bakteri merupakan parasit bagi kain karena

mengganggu kenampakan dan dapat menurunkan kekuatan kain. Bagian kain yang ditumbuhi

jamur dan bakteri akan meninggalkan noda yang sulit dihilangkan dengan pencucian biasa dan

biasanya bersifat permanen.

Berdasarkan keterangan diatas, maka kami bermaksud untuk melakukan proses

penyempurnaan anti jamur dan bakteri serta anti kusut pada kain rayon, yang akan dibuat sebagai

mukena. Sehingga diharapkan mukena akan lebih tahan terhadap pertumbuhan jamur dan bakteri

yang merugikan, serta memiliki sifat yang lebih tahan kusut.

1.3. Pembatasan Masalah

Percobaaan ini dilakukan dengan pembatasan :

1. Kain rayon viskosa

2. Penyempurnaan anti bakteri golongan garam ammonium quartener ( Nikkanon NS-30N)

3. Penyempurnaan anti kusut golongan DMDHEU (stockhorest)

1.4. Maksud dan Tujuan Percobaan

1.4.1. Maksud

1. Mengetahui pengaruh proses penyempurnaan anti bakteri terhadap ketahanan bakteri

pada kain rayon.

2. Mengetahui sejauh mana pengaruh proses penyempurnaan anti kusut terhadap ketahanan

kusut serta bakteri pada kain rayon.

1.4.2. Tujuan

1. Meningkatkan ketahanan bakteri kain rayon dengan penyempurnaan kimia

2. Menentukan resep yang optimal menurut petunjuk penggunaan masing-masing zat yang

digunakan.

1.5. Kerangka Pemikiran

Sebelum dilakukan proses penyempurnaan atau finishing berupa anti amur, bakteri dan

ketahanan kusut, kain rayon melewati proses persiapan penyempurnaan yang meliputi proses

desizing ( penghilangan kanji) yang berfungsi untuk menghilangkan kanji yang terpadat pada kain

akibat proses pertenunan. Setelah itu dilanjutkan dengan proses scouring (pemasakan) yang

bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran luar seperti minyak atau oli. Kemudian

dilanjutkan dengan proses bleaching (pengelantangan) yang bertujuan untuk menghilangkan

pigmen warna alam, akan tetapi proses bleaching dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan, dimana

apabila kain akan dicelup dengan warna tua maka proses bleaching tidak perlu dikerjakan. Tetapi

apabila kain akan dicelup dengan warna muda atau tidak akan dicelup, maka kain perlu dilakukan

proses bleaching. Pada proses pencelupan dan pencapan kain rayon dapat digunakan zat warna

yang biasa digunakan untuk mencelup kain kapas, seperti zat warna reaktif, bejana dan lainnya.

Mengingat serat rayon memiliki nilai MR yang cukup tinggi, maka sifat tersebut menimbulkan

kelembaban kain yang dapat mempercepat pertumbuhan jamur dan bakteri. Sehingga perlu

dilakukan penyempurnaan anti jamur. Adapun kekurangan dari kain rayon, yaitu mempunyai sifat

ketahanan kusut yang rendah. Sehingga untuk keperluan sandang pada umumnya dilakukan

proses penyempurnaan anti kusut. Resin anti kusut ini dapat membentuk ikatan dengan serat dan

membentuk lapisan film di permukaan serat (self-crosslinking). Hal ini akan berpengaruh

terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur di permukaan serat, karena resin yang berikatan dengan

gugus –OH akan mengurangi MR serat sedangkan resin yang membentuk lapisan film akan

menghambat perkembangan jamur dan bakteri. Sehingga dengan dilakukannya kedua proses

penyempurnaan tersebut diharapkan dapat meningkatkan ketahanan kain rayon terhadap jamur

dan bakteri serta meningkatkan ketahanan kusut pada kain rayon

1.6. Metodologi Percobaan

Percobaan pada kain rayon, setelah dilakukan proses penghilangan kanji, pemasakan, serta

pengelantangan secara simultan. Selanjutnya dilakukan proses pencelupan menggunakan zat

warna reaktif panas. Kemudian dilakukan proses penyempurnaan anti bakteri dan penyempurnaan

tahan kusut dengan variasi konsentrasi anti bakteri 3%, 5%, 7%. Kemudian dilakukan pengujian

anti bakteri dan pengujian ketahanan kusut serta pengujian kekuatan tarik sebelum dan sesudah

proses penyempurnaan. Dari hasil pengujian tersebut dapat ditentukan kain yang menghasilkan

ketahanan jamur dan bakteri, serta ketahanan kusut terbaik.

BAB II

PENDEKATAN TEORI

2.1. Rayon Viskosa

Pembuatan rayon viskosa ditemukan oleh C.F.Cross dan E.J.Bevand pada tahun 1891.

Produksi rayon viskosa pertama dilakukan oleh Courtlands Ltd dan kemudian berkembang pesat

keseluruh dunia. Pada saat ini pabrik yang pertama memproduksi rayon viskosa seperti Dupont,

dan pabrik Teijin di Jepang telah berhenti berproduksi.

Rayon viskosa adalah serat selulosa yang dilarutkan, dimurnikan, kemudian secara kimia

dikembalikan kebentuk selulosa. Atau diregenerasi sehingga strukturnya sama dengan serat

selulosa lainnya, tapi mempunyai derajat polimerisasi yang lebih rendah karena terjadinya

degradasi rantai polimer selulosa selama pembuatan seratnya.

Bahan dasar rayon viskosa adalah selulosa yang dapat berasal dari kayu, atau serat selulosa

lainnya, dengan NaOH diubah menjadi selulosa alkali, kemudian dengan karbon disulfide,

diubah menjadi natriumselulosaxantat dan selanjutnya dilarutkan dalam larutan NaOH encer,

larutan ini kemudian diperam dan akhirnya dipintal dengan cara pemintalan basah.

Serat rayon banyak digunakan untuk bahan tekstil sandang karena sifatnya yang menyerap

keringat, sehingga nyaman dipakai. Oleh karena sifat rayon viskosa yang menyerap air, maka

rayon viskosa merupakan tempat yang subur bagi tumbuh dan berkembangnya berbagai macam

mikroorganisme. Serat rayon viskosa termasuk serat dengan kilau yang tinggi, tetapi mempunyai

tahan kusut yang rendah.

Serat rayon berkembang dengan pesatnya, diciptakan berbagai jenis rayon yang

mempunyai sifat kimia dan fisika yang lebih baik, seperti high wet modulus rayon, rayon

kuproamonium, polinosik dan sebagainya. Seiring dengan pesatnya perkembangan serat rayon,

ditemukan pula serat buatan lainnya, seperti nilon, poliester dan akrilat.

2.1.1. Morfologi Rayon

Bentuk memanjang serat rayon viskosa seperti silinder bergaris dan penampang

melintangnya bergerigi.

Gambar 1

Penampang membujur dan melintang serat rayon

Sumber : ( Tim fakultas tehnik..mengidentifikasi serat Tekstil/pdf.Universitas negeri

Surabaya.direktorat pendidikan menengah kejuruan. Jakarta.2001.

2.1.3. Sifat-sifat Rayon

1. Kekuatan dan Mulur

Kekuatan rayon viskosa kira-kira 2,6 gram denier dalam keadaan kering dan kekuatan

basahnya kira-kira 1,4 gram perdenier, mulurnya kira-kira 15% dalamkeadaan kering dan

kira-kira 25% dalam keadaan basah ( berbeda dengan serat kapas yang lebih rendah

mulurnya yaitu rata-rata 7% )

2. Moisture

Moisture regain serat rayon viskosa dalam kondisi standar adalah 12-13%.

3. Elastisitas

Elastisitasnya jelek. Apabila dalam pertenunan benangnya mendapat suatu tarikan

mendadakkemungkinan benangnya tetapmulur dan tidak mudah kembali lagi,akibatnya

dalam pencelupan akan menghasilkan celupan yang tidak rata dan kelihatan seperti garis-

garis yang lebih berkilau.

4. Berat Jenis

Berat jenis rayon viskosa adalah 1,52.

5. Sifat Listrik

Dalam keadaan kering rayon viskosa merupakan isolator listrik yang baik tetapi uap air

yang diserap oleh rayon akan mengurangi daya isolasinya.

6. Sinar

Dalam penyinaran kekuatannya berkurang. Berkurangnya kekuatan lebih sedikit

dibandingkan dengan sutera tetapi lebih tinggi dari asetat.

7. Panas

Rayon viskosa tahan terhadap penyetrikaan tetapi pemanasan dalam waktu lama

menyebabkan rayon berubah menjadi kuning.

8. Sifat Kimia

Rayon viskosa lebih cepat rusak oleh asam dibandingkan dengan kapas terutama dalam

keadaan panas. Pengerjaan dengan asam encer dingin dalam waktu singkat biasanya

tidak berpengaruh tetapi pada suhu tinggi akan merusak serat rayon viskosa, rayon

viskosa tahan pelarut-pelarut untuk pencucian kering.

9. Sifat Biologi

Jamur akan menyebabkan rayon viskosa berkurang kekuatannya serta berwarna.

Biasanya jamur mula-mula tumbuh pada kanji yang menempel pada benang. Apabila

kanjinya telah dihilangkan kemungkinan diserang jamur berkurang.

10. Morfologi

Bentuk memanjang serat rayon viskosa seperti silinder bergaris dan penampang

lintangnya bergerigi sepertin terlihat pada gambar 1.

2.2. Mikrobiologi

2.2.1. Bakteri

Berdasarkan Alcamo (2001), bakteri yang berasal dari kata Latin bacterium (jamak,

bacteria) adalah kelompok raksasa dari organisme hidup, sangat kecil (mikroskopik) dan

kebanyakan uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa

nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel lain seperti mitokondria dan kloroplas. Bakteri

memiliki jumlah yang paling melimpahan dari semua organisme. Bakteri dapat berada di

tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak patogen merupakan bakteri.

Bakteri biasanya hanya berukuran 0,5 – 5 μm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm

dalam diameter (Thiomargarita). Seperti prokariota (organisme yang tidak memiliki selaput

inti) pada umumnya, semua bakteri memiliki struktur sel yang relatif sederhana. Struktur

bakteri yang paling penting adalah dinding sel. Bakteri dapat digolongkan menjadi dua

kelompok yaitu Gram positif dan Gram negatif didasarkan pada perbedaan struktur dinding

sel. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang terdiri atas lapisan peptidoglikan yang

tebal dan asam teichoic. Sementara bakteri Gram negatif memiliki lapisan luar,

lipopolisakarida yang terdiri atas membrane dan lapisan peptidoglikan tipis terletak pada

periplasma (di antara lapisan luar dan membran sitoplasmik).

Banyak bakteri memiliki struktur di luar sel lainnya seperti flagela dan fimbria yang

digunakan untuk bergerak, melekat dan konjugasi. Beberapa bakteri juga memiliki kapsul

atau lapisan lendir yang membantu pelekatan bakteri pada suatu permukaan dan biofilm

formation. Bakteri juga memiliki kromosom, ribosom dan beberapa spesies lainnya memiliki

granula makanan, vakuola gas dan magnetosom. Beberapa bakteri mampu membentuk

endospora yang membuat mereka mampu bertahan hidup pada lingkungan ekstrim.

2.2.2. Staphylococcus aureus

Pada pengujian ini, bakteri Staphylococcus aureus dipilih untuk mewakili bakteri

gram positif karena merupakan salah satu bakteri yang paling banyak ditemukan dan

merupakan salah satu penyebab utama pada infeksi penyakit kulit manusia. Serta acuan

berdasarkan standar pengujian AATCC 147-2004, yaitu Staphylococcus aureus No. 6538

sebagai gram positif. Selain itu salah satu strain dari Staphylococcus aureus, yaitu MRSA

(methicillin-resistant Staphylococcus aureus), telah mengembangkan resistensi terhadap

penisilin dan antibiotik mirip penisilin lainnya. Staphylococcus aureus merupakan bekteri

kelompok gram positif, berbentuk bola, tidak bergerak dan biasanya ditemukan satu-satu atau

berpasangan. Tumbuh baik pada suhu 30 – 37oC pada pH optimum 7,0 – 7,5 dan tumbuh baik

dalam NaCl 15%. Bakteri ini membentuk pigmen warna kuning emas, bersifat fakultatif

anaerob. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi pada kulit, jaringan subkutan dan luka (Funke,

2004).

Gambar 2. Staphylococcus aureus

2.2.3. Antibakteri

Antimikroba atau antibakteri dapat didefinisikan sebagai zat yang dapat menghambat

pertumbuhan mikroba, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi pada

manusia. Antibakteri adalah antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

Berdasarkan cara kerja antibakteri dapat dibedakan menjadi bakteriostatik dan bakterisida.

Antibakteri bakteriostatik bekerja dengan menghambat pertumbuhan populasi bakteri tanpa

mematikannya, sedangkan antibakteri bakterisida bekerja dengan cara membunuh bakteri.

Pada senyawa antibakteri tertentu, jika dosis yang digunakan terlalu tinggi, bakteriostatik

dapat berubah menjadi bakterisida. Berdasarkan efektivitas kerjanya, senyawa antibakteri

dikelompokkan menjadi dua, yakni antibakteri berspektrum luas yang efektif terhadap

berbagai jenis mikroorganisme dan antibakteri berspektrum sempit, hanya efektif terhadap

mikroorganisme tertentu (Widiyarti, 2007).

2.2.4. Uji Antibakteri

Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan beberapa metode. Dari

berbagai metode, pada umumnya metode difusi yang paling banyak digunakan untuk uji

antibakteri. Metode difusi dapat dibedakan menjadi 3 cara yakni: metode silinder, metode

perforasi, dan metode difusi cakram. Pada metode silinder, silinder steril dengan diameter

tertentu ditetesi dengan larutan uji dan ditempatkan pada permukaan agar yang telah ditanami

bakteri uji, dimana daerah bening disekeliling silinder merupakan daerah hambatan yang

terbentuk. Pada metide perforasi, media agar yang telah ditanami bakteri uji dibuat

lubang/sumur dengan diameter tertentu menggunakan perforator dan di dalamnya diisi larutan

uji dengan konsentrasi tertentu, daerah bening yang terlihat disekitar lubang merupakan

daerah hambatan yang terbentuk. Pada metode difusi cakram, sejumlah bakteri uji

diinokulasikan pada media agar dan cakram yang mengandung larutan antibakteri tertentu

diletakkan pada permukaan media agar yang memadat. Setelah diinkubasikan akan terlihat

akan terlihat daerah bening sebagai daerah hambatan yang tidak ditumbuhi bakteri

disekeliling cakram. Metode difusi cakram ini dikenal dengan metode Kirby – Bauer dan

paling banyak digunakan. Selain itu, metode ini dapat digunakan untuk menentukan bakteri

tersebut tergolong sensitif, intermediet, atau resisten terhadap senyawa uji antibakteri. Potensi

antibakteri ditentukan dengan membandingkan diameter hambatan larutan sampel senyawa uji

dengan diameter hambatan larutan standar, pada dosis sama pada biakan bakteri uji yang peka

dan sesuai. (Widiyarti, 2007).

2.3. Penyempurnaan Anti Bakteri

2.3.1. Sifat Dan Struktur Kimia ZAP Garam Ammonium

Senyawa ammonium quartener mengandung nitrogen dengan valensi 3 atau 5, misalnya

ammonia (NH3) dan ammonium hidroksida (NH4OH). Senyawa ammonium quartener yang

dibentuk dari garam yang bersifat stabil dan larut atau didispersikan dalam air. Struktur garam

ammonium quatener dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.

Struktur Garam Ammonium Quartener

Garam ammonium quartener adalah surfaktan yang bersifat kationik. Mekanisme

garam ammonium sebagai zat anti bakteri yaitu, kation dari garam ammonium akan menarik

bakteri sehingga membrane sel akan bocor dan pada akhirnya menghalangi pembelahan sel

bakteri. Secara umum mekanisme antibakteri oleh zat anti bakteri adalah menghalangi

pembentukan dinding sel dan membrane sel, menghalangi reproduksi DNA, metabolism

energy dan enzim dan menghalangi pembelahan sel.

R2

R1 N R3 X

R4

+

-

2.3.2. Zat Anti Bakteri yang Digunakan (Nikkanon NS-30 N)

Nikkanon NS-30 N merupakan zat anti bakteri yang dikembangkan oleh PT. INKALI

(Indonesia NIKKA Chemichals) yang merupakan merek dagang dari garam ammonium

quartener. Zat anti bakteri ini memiliki kestabilan di larutan yang sangat baik. Nikkanon NS-

30 N memiliki sifat dan karakteristik :

- Baik sebagai antimikroba

- Ramah lingkungan

- Mengandung sedikit busa

- Surfaktan Anionik

- Dapat digunakan cara padding maupun exhaust

- Berwujud cairan transparan dan sedikit kekuningan

- Kelarutan dalam air baik

- pH pengerjaan 6,5

- Memberikan ketahanan yang baik meskipun tanpa adanya ikatan silang senyawa

formaldehid

- Tidak menimbulkan kekuningan pada bahan

Aplikasi penggunaan :

a. Cara Padding

Padding (1 dip 1 nip) Nipping (WPU 70%) Dry (120oCx2’) Curing

(150oCx1’)

b. Cara Exhaust

Konsentrasi 3-4% Exhaust (40-50oC x 15-20’) Peras Dry

2.4. Penyempurnaan Anti Kusut

Serat rayon viskosa mempunyai ketahanan kusut yang rendah dan stabilitas dimensi yang

kurang baik, pada umumnya dilakukan penyempurnaan dengan menggunakan resin anti kusut.

Resin anti kusut yang paling banyak digunakan adalah resin golongan DMDHEU, karena resin

ini dapat bekerja dengan efektif untuk menaikkan ketahanan kusut dan kestabilan dimensi kain.

Kekurangan dari penggunaan resin reaktan DMDHEU ini adalah terjadinya penurunan

kekuatan tarik yang cukup besar. Serat rayon memiliki kekuatan tarik yang rendah dibandingkan

dengan serat buatan lainnya tapi merupakan kain yang mudah kusut dengan dilakukannya

penyempurnaan tahan kusut ini diharapkan diperoleh kain yang tidak mudah kusut dengan

penurunan kekuatan yang relative rendah.

Penyempurnaan anti kusut khususnya dilakukan untuk memperbaiki kekurangan dari kain

yang memiliki sifat yang mudah kusut, misalnya serat selulosa. Dengan penyempurnaan anti

kusut, dapat diperoleh sifat tahan kusut, kestabilan dimensi, dan mengkeret yang lebih kecil.

Prakondensat yang biasa digunakan dalam pengerjaan penyempurnaan anti kusut adalah

derivate N-Metilol, yang terbagi menjadi 4 golongan, yaitu : Metilolurea, Metilolmelamin,

Metiloletilenurea, dan Metiloltriazon

Berdasarkan jenis ikatannya dibagi dua, menjadi : resin self-crosslinking dan reactan, yang

pada umumnya memiliki dua gugus hidroksil sehingga dapat berikatan silang dengan selulosa.

Golongan resin self-crosslinking akan berpolimerisasi sendiri dan mengisi ruang antar molekul

selulosa dan sedikit membentuk ikatan silang, contohnya Dimetilol-Urea (DMU), sedangkan

golongan reaktan akan membentuk iaktan silang dengan molekul selulosa, contohnya Dimetilol-

Etilena-Urea (DMDEU) dan Dimetilol-Dihidroksi-Etilena-Urea (DMDHEU).

2.4.1. Mekanisme Kerja Penyempurnaan Anti Kusut Golongan DMDHEU pada Kain Rayon

Polimerisasi terjadi diantara celah-celah bagian amorf serat selulosa pada proses

pemanas awetan dengan suasana asam. Monomer yang telah masuk membentuk ikatan silang

dengan selulosa dan membentuk polimer dengan ikatan yang kuat.

Reaksi polimerisai tersebut terjadi karena terbentuknya ikatan Metilen dan Eter dari

gugus aktif monomer disertai pembebasan air dan formaldehid. Reaksi yang terjadi sebagai

berikut :

1. Pembentukan jembatan Metilen

N-CH2-OH + H-N-CH2OH N-CH2-N-CH2OH + H2O

2. Pembentukan jembatan Eter

N-CH2-OH + HO-CH2N N-CH2-o-CH2N + H2O

3. Pembentukan jembatan eter dan metilen dengan pembebasan air dan formaldehid.

N-CH2-OH + HO-CH2N N-CH2-N + H2O + CH2O

Pada saat terjadi polimerisai, gugus aktif dari monomer ini akan mengikat gugus –OH

dari rantai molekul selulosa yang berdekatan, sehingga terjadi ikatan silang antara molekul

selulosa melalui jembatan polimer. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

2 Sel-OH + HO-CH2-Polimer-CH2-N Sel-O-H2C-Polimer-CH2-O-Sel + H2O

Monomer yang masuk kedalam serat akan berpolimerisasi menghasilkan molekul

polimer yang kompleks dengan membentuk ikatan silang sehingga polimer tidak lagi dapat

bermigrasi keluar serat.

Pada waktu pembentukan polimer dari monomernya diperlukan suasana asam, suasana

asam pada pemanas awetan ini teerjadi karena penggunaan katalis. Katalis ini adalah garam

dari asam yang akan melepaskan asam pad saaat terjadi pemanasan. Contoh garam yang

digunakan sebagai katalisator dalam pembentukan polimer adalah MgCl. Reaksi yang terjadi

pada pemnas awetan adalah sebagai berikut :

MgCl + H2O MgOH + HCl

Efek tahan kusut dapat terjadi karena polimer ini kan mengikat susunan bagian serat satu

sama lain, sehingga mengurangi kemungkinan rantai molekul serat selulosa untuk saling

menggelincir akibat tekanan mekanik yang diberikan.

2.4.2. Karakteristik Penyempurnaan Anti Kusut Golongan DMDHEU pada Kain Rayon

Resin DMDHEU termasuk golongan siklik dan meruapakan derivate dari

Metiloletilenaurea. Resin ini paling banyak digunakan karena tidak menmbah kekakuan kain -

kain menjadi kaku karena terjadi polimerisasi membentuk lapisan film di permukaan kain–

sehingga kain memiliki pegangan yang sama seperti sebelum dilakukan proses

penyempurnaan.

Keuntungan penggunaan resin DMDHEU antara lain :

1. Ekonomis, karena lebih banyak berikatan silang dengan selulosa daripada berikatan

dengan sesame monomernya sendiri.

2. Ketahanan terhadap klor lebih baiik karena tidak mengandung gugus amino bebas

3. Ikatan cincinya sngat stabil menyebabkan resin sukar pecah sehingga tidak membentuk

lapisan film dipermukaan

4. Penyempurnaan dengan DMDHEU tahan terhadap pencucian berulang

Penyempurnaan dengan DMDHEU mempunyai efek samping pembentukan

formaldehid bebas (CH2O). Pada konsentrasi yang tinggi, lebih dari 300 ppm, formaldehid

bebas akan mengganggu kesehatan manusia karena akan menyerang selaput kelenjar dan

menyebabkan iritasi pada kulit, hidung, tenggorokan, dan mata serta diperkirakan dapat

menyebabkan kanker.

Pada penggunaan resin N-Metilol akan membentuk formaldehid bebas saat terjadi

polimerisasi. Pembentukan formaldehid bebas ini tergantung pada jenis resin, jenis dan

jumlah katalis yang digunakan serta kondisi pengeringan. Banyaknya formaldehid bebas yang

terbentuk menunjukkan reaksi polimerisasi yang kurang sempurna karena suhu pemanas

awetan kurang tinggi atau waktunya terlalu singkat.

BAB III

PERCOBAAN

3.1. Lokasi Percobaan

Percobaan penyempurnaan anti bakteri dan anti kusut pada kain rayon dilakukan di

Laboratorium Penyempurnaan STTTekstil yang beralamat di Jl Jakarta no 31 Bandung.

Pengujian anti bakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi SMKN 7 Bandung yang

beralamat di Jl. Soekarno-Hatta No. 596 Bandung.

3.2. Bahan yang digunakan

- Kain Rayon 4 x 1.15 m

- NaOH 38oBe

- H2O2

- Teepol

- Zat warna reaktif panas (Drimarene Yellow X-4RN dan Genetive Blue RFC)

- Na2CO3

- NaCl

- Nikkanon NS 30N

- Stockhorest

- Silicone

3.3. Alat yang digunakan

- Bejana

- Gelas ukur

- Pengaduk

- Neraca digital

- Kertas pH

- Pipet

- Mesin Padder

- Mesin Stenter

- Mesin Cuci

3.4. Resep dan Fungsi Zat

Resep Pre Treatment

NaOH 38oBe : pH 11

H2O2 : 30 cc/l

Teepol : 1 cc/l

Vlot : 1:20

Suhu : 95oC

Waktu : 60 menit

Resep Pencelupan

ZW Reaktif Panas : 0.75 %

Pembasah : 1ml/l

Na2CO3 : 10gr/l

NaCl : 40 gr/l

Vlot : 1 : 20

Suhu : 70-80oC

Waktu : 45 menit

Resep Pencucian

Teepol : 1 cc/l

Na2CO3 : 1gr/l

Vlot : 1 : 20

Suhu : 80oC

Waktu :15 menit

Resep Penyempurnaan Anti Bakteri

Niccanon NS-30 N : 3-5-7 %

pH : 6.5

Suhu : 40-60 oC

Waktu : 30 menit

Resep Penyempurnaan Anti Kusut

Stockhorest : 30 g/L

Resin Pelemas : 20 g/L

WPU : 80%

Drying :100oC, 2 menit

Curing : 160oC, 2 menit

Fungsi Zat

- NaOH 38oBe untuk menghilangkan kanji pada proses penghilangan kanji;

menghilangkan kotoran-kotoran pada proses pemasakan.

- H2O2 sebagai zat pengelantang pada proses pengelantangan.

- Teepol untuk menurunkan tegangan kain sehingga membuat proses pembasahan lebih

cepat.

- Zat warna reaktif panas untuk mewarnai kain rayon yang akan digunakan untuk kain

mukena.

- Na2CO3 untuk memberikan suasana alkali dan membantu proses fiksasi zat warna reaktif

panas pada proses pencelupan; untuk mereduksi zat warna reaktif yang tidak terfiksasi

pada proses penyabunan.

- NaCl untuk membantu proses penyerapan dan mendorong zat warna reaktif pada kain

rayon.

- Niccanon NS 30N sebagai zat anti bakteri pada kain rayon.

- Stockhorest sebagai zat anti kusut pada kain rayon.

- Silicone sebagai zat pelemas pada kain rayon

3.5. Diagram Alir

Proses Penyempurnaan Anti Kusut

Stockhorest : 30 g/L

Silicone : 20 g/L

WPU : 80%

Drying : 100oC, 2 menit

Curing : 160oC, 2 menit

Kain Grey

Proses Persiapan Penyempurnaan Secara Simultan

NaOH 38oBe : pH 11

H2O2 : 30 cc/l

Teepol : 1 cc/l

Vlot : 1:20

Suhu : 95oC

Waktu : 60 menit

Proses Pencelupan Menggunakan Zat

Warna Reaktif Panas

Resep:

Zat warna reaktif panas : 1 %

Pembasah : 1ml/l

Na2CO3 : 10 gr/l

NaCl : 40 gr/l

Vlot : 1 : 20

Suhu : 70-80C

Waktu : 45 menit

Proses Penyempurnaan Anti Bakteri

Niccanon NS-30 N : 3-5-7 %

pH : 6.5

Suhu : 40oC

Waktu : 30 menit

Pencucian Dry 100oC x 2 menit Pengujian

Proses Pencuciaan

Resep:

Sabun : 1 gr/l

Na2CO3 : 1gr/l

Vlot : 1 : 20

Suhu : 80oC

Waktu :15 menit

Dry 100oC x 2 menit

3.6. Prosedur Percobaan

Proses Pre-Treatment (Simultan)

1. Alat dan bahan disiapkan sesuai kebutuhan yang sudah dihitung.

2. Kain grey diproses pre-treatment secara simultan dengan suhu 95oC selama 60 menit.

3. Kain yang telah diproses dicuci dan dikeringkan.

Proses Pencelupan

1. Alat dan bahan disiapkan sesuai kebutuhan yang sudah dihitung.

2. Kain hasil pre-treatment dilakukan proses pencelupan dengan zat warna reaktif panas

dengan suhu 70-80oC selama 45 menit.

3. Kain yang telah diproses cuci sabun dan dikeringkan.

Proses Penyempurnaan Antibakteri

1. Alat dan bahan disiapkan sesuai kebutuhan yang sudah dihitung.

2. Kain hasil pencelupan diproses penyempurnaan anti bakteri dengan cara exhaust pada

suhu 45-60oC selama 15-20 menit.

3. Kain yang telah diproses lalu dikeringkan.

Proses Penyempurnaan Anti Kusut

Kain

Rayon

Grey

Proses

Pre-Treatment

(Simultan)

Proses

Pencelupan

Proses

Pencucian

Proses

Pengeringan

Proses

Penyempurnaan

Anti Bakteri

Proses

Penyempurnaan

Anti Kusut

Proses Pencucian Proses

Pengeringan Pengujian

Kain

Mukena

Anti

Bakteri

1. Alat dan bahan disiapkan sesuai kebutuhan yang sudah dihitung.

2. Kain hasil proses penyempurnaan anti bakteri diproses penyempurnaan anti kusut

dengan WPU 80%, dengan suhu curing 160oc selama 2 menit.

3.7. Pengujian

3.7.1. Pengujian Anti Bakteri

AATCC Test Method 147-2004 Aktivitas Antibakteri pada Bahan Tekstil : Metode Beruntun

Paralel

Metode kualitatif cepat untuk menentukan aktivitas antibakteri dari bahan tekstil yang

disempurnakan terhadap Gram-positif dan Gram-negatif bakteri. Material yang

disempurnakan ditempatkan dalam agar bernutrien yang bergaris dengan bakteri uji.

Pertumbuhan bakteri ditentukan secara visual setelah inkubasi. Aktivitas antibakteri ini

ditunjukkan oleh zona inhibisi pada dan di sekitar tekstil.

3.7.1.1. Alat dan Bahan yang digunakan

Alat :

- Cawan Petri

- Beaker Glass

- Gelas Ukur

- Botol Timbang

- Pengaduk

- Spatula

- Bunsen, Kaki Tiga, dan Kasa

- Neraca

- Incubator

- Plastik Zipper

Bahan :

- Tripton, hasil penguraian kasein secara

pankreatik

- Soya peptone, hasil penguraian kedelai oleh

papain

- Natrium klorida (NaCl)

- Agar-agar

- Air

- Biakan bakteri Staphylococcus aureus

(ATCC No. 6538 P)

- Contoh uji (kain antibakteri)

3.7.1.2. Cara Kerja

Persiapan Contoh Uji

1. Contoh uji disiapkan

2. Contoh uji dipotong dengan ukuran 8 mm x 4 mm

Persiapan Media Kultur TSA (Tryptone Soya Agar)

1. Bahan-bahan untuk pembuatan media ditimbang sesuai kebutuhan

2. Dimasukkan kedalam beaker glass, lalu ditambahkan air sesuai kebutuhan

3. Dipanaskan sampai homogen

Uji Aktivitas Bakteri

1. Disiapkan cawan petri, media TSA, bunsen, dan biakan bakteri Staphylococcus

aerous dan kain contoh uji yang sudah dikerjakan penyempurnaan anti bakteri.

2. Pipet biakan bakteri Staphylococcus aerous kedalam cawan petri ± 0,5-1 ml

3. Media TSA dimasukkan kedalam cawan petri yang berisi biakan bakteri sebanyak

15-20 ml.

4. Bakar pinset agar steril, diamkan sebentar agar dingin

5. Kemudian setelah media hampir padat celupkan kain contoh uji diatas media

dengan ditekan pelan.

6. Setalah media hampir padat simpan kain contoh uji di atas agar-agar.

7. Cawan yang berisi biakan bakteri, media TSA, dan contoh uji dipanaskan diatas

bunsen agar steril.

8. kemudian diinkubasi pada temperatur 37oC selama 24 jam

3.7.1.3. Evaluasi

Diamati dan diukur diameter hambatnya menggunakan penggaris kemudian ditulis datanya

dan dihitung dengan rumus di bawah ini.

W = (T – D) / 2

W = Zona hambat bakteri (mm)

T = Total zona bening (mm)

D = Diameter contoh uji (mm)

3.7.2. Pengujian Kekuatan Tarik (SNI 0276:2009)

3.7.2.1. Tujuan dan Ruang Lingkup

Pengujian kekuatan tarik ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik dan mulur

dari kain rayon yang diuji.

Standar ini menetapkan cara uji kekuatan tarik dan mulur kain tenun. Standar ini

berlaku untuk uji kekuatan tarik dan mulur kain cara pita tiras (reveled strip), pita potong

(cut strip) dan cekau (grab). Standar ini tidak berlaku untuk kain rajut atau kain yang

memiliki mulur (stretch) lebih dari 11 %. Standar ini berlaku untuk jenis kain tenun yang

terbuat dari semua jenis serat dan campurannya

3.7.2.2. Alat

- Dinamometer, alat uji kekuatan tipe laju mulur tetap (Constant Rate of

Extension/CRE), laju tarik tetap (Constant Rate of Traverse/CRT) atau pendulum

- Gunting

- Pensil / ballpoint

- Penggaris

- Pola ukuran contoh uji

- Jarum

3.7.2.3. Cara Kerja

1. Ambil contoh uji dari kain yang tidak terlipat. 1/10 lebar kain dari pinggir kain tidak

boleh dipakai untuk contoh uji.

2. Ambil contoh uji pada tempat-tempat yang tidak mengandung benang lusi dan pakan

yang sama (Gambar 1.1).

3. Atur alat uji tarik sebagai berikut :

- Jarak jepit (75 ± 1) mm.

- Waktu putus (20 ± 3) detik sejak penarikan, kecepatan diatur mengikuti waktu

putus atau kecepatan (305 ± 10) mm/menit.

- Ukuran penjepit untuk cara pita tiras dan pita potong, lebar 37,5 mm (minimum)

dan tinggi 25 mm (minimum) baik untuk pasangan penjepit atas maupun bawah.

Atau lebar pasangan penjepit sekurang-kurangnya 10 mm lebih besar dari pada

lebar contoh uji.

4. Pastikan baik pasangan penjepit atas maupun penjepit bawah kondisinya sejajar, rata

dan tidak tajam.

5. Jepit contoh uji dengan simetris pada pasangan penjepit atas dengan arah bagian yang

panjang searah dengan arah tarikan.

6. Beri tegangan awal pada ujung bawah contoh uji tidak lebih 0,5% dari kekuatan tarik

maksimum contoh uji.

7. Jepit contoh uji dengan simetris pada pasangan penjepit bawah.

8. Jalankan mesin dan contoh uji mengalami tarikan hingga kain putus.

9. Hentikan mesin dan catat besarnya kekuatan tarik dan mulur yang terbaca pada skala,

grafik atau display monitor.

10. Ulangi pengujian apabila terjadi putus pada ujung penjepit atau terjadi selip.

11. Ganti contoh uji untuk pengujian selanjutnya sehingga jumlah contoh uji untuk arah

lusi dan pakan masing-masing minimum 5 buah

3.7.3. Pengujian Ketahanan Kusut

3.7.3.1. Tujuan

Pengujian ketahanan kusut ini bertujuan untuk menentukan nilai dari kemampuan

kain untuk kembali dari kekusutan.

3.7.3.2. Alat

- AATCC Recovery Tester, yang dilengkapi dengan

Beban Penekan 500 gram

Piringan dan busur derajat yang dipasang seporos pada penyangga vertikal

sehingga keduanya dapat berputar bebas pada sumbu horizontal. Pusat piringan

busur derajat ditandai dengan garis vertikal pada penyangga dari pusat dasar.

Piringan transfaran mempunyai titik nol yang menunjukan pada busur derajat

besarnya sudut yang dibentuk oleh contoh uji apabila dipasang pada penjepit..

Penjepit yang ditempatkan pada piringan untuk menyangga pemegang contoh uji.

- Gunting

- Pinset

- Mistar

3.7.3.3. Cara Kerja

1. Harus dicegah supaya contoh uji tidak dipegang didekat daerah pelipatan meskipun

menggunakan penjepit. Pada bagian ini tidak bolah ada pelipatan atau penekanan tetapi

harus ada dalam keadaan melengkung.

2. Buka plastik penekan dengan tangan kanan kemudian pemegang dan contoh uji

dimasukan kedalam plastik penekan sedemikian sehingga lempeng plastik yang

mempunyai tempelan plastik menempel dan sejajar dengan lemepeng panjang dan

pemegang contoh. Bagian yang lebih tebal dari lempeng plastik diatur sehingga tepat

berada diatas contoh uji. Ujung lempeng plastik penekan ditutup perlahan-lahan, asal

cukup untuk memegang contoh uji sehingga garis pada lempeng pendek, pemegang

contoh uji, ujung bebas contoh uji dan ujung plastik penekan terletak satu garis. Cara

ini harus membentuk lipatan kira-kira 1 mm dari ujung lempeng logam.

3. Letakan penekan bersama-sama contoh uji diatas dan dengan perlahan-lahan pemberat

500 gram diletakan diatas bagian yang tebal. Setelah 5 menit ± 5 detik pemberat

diambil pemegang bersama penekan diambil bersama-sama, ujung pemegang contoh

dimasukan pada penjepit yang terpasang pada permukaan piringan alat uji. Plastik

penekan segera dilepaskan. Ujung contoh uji dijaga supaya tidak tergulung dan letak

pemegang contoh uji diatur dengan baik.

4. Lipatan harus tepat terletak pada titik tengah piringan dan bagian contoh uji yang

tergantung harus segaris dengan garis penunjuk vertikal. Pengerjaan-pengerjaan ini

harus dilakukan dengan hati-hati supaya tidak menyentuh atau meniup bagian contoh

uji yang tergantung atau menempelkannya pada permukaan piringan dengan menekan

pemegang contoh uji kebelakang dan pengerjaan tersebut harus dilakukan secepat

mungkin.

5. Untuk menghilangkan pengaruh gaya tarik bumi, bagian contoh uji yang tergantung

dibiarkan segaris dengan garis penunjuk vertikal selama 5 menit waktu kembali.

Apabila diperlukan hasil yang lebih teliti maka pengaturan setiap 15 detik pada menit

pertama dan selanjutnya setiap 1 menit.

6. Setelah 5 menit ± 5 detik dari pengambilan beban (10 menit dari pembebanan) bagian

contoh uji yang tergantung diatur lagi segaris dengan garis vertikal untuk yang terakhir,

dan baca besarnya sudut kembali sampai derajat terdekat dari busur derajat.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengujian Anti Bakteri

No variasi Zona Bening (mm) Total (mm) W (mm)

1 Blanko 0 0 0

2 3% 40,20,40,15,45,47,45 252 123.5

3 5% 13,10,0,10,25,20,25 103 49

4 7% 3,15,5,18,15,20,20 96 45.5

Keterangan :

W = (T – D) / 2

Diameter contoh uji 5mm

Berdasarkan hasil pengujian anti bakteri diatas, yang memiliki nilai zona hambat yang besar

adalah kain dengan konsentrasi zat anti bakteri sebanyak 3%. Pada saat dilakukan pengujian

praktikan tidak menghitung banyaknya jumlah koloni bakteri yang terdapat pada masing-

masing cawan. Hal ini mungkin dapat memberikan hasil yang berbeda pada tiap cawan. Dapat

dilihat dengan penambahan konsentrasi yang semakin tinggi nilai zona hambat yang didapat

menjadi semakin kecil, hal ini juga dapat disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah bakteri.

Selain itu karena pada proses pengerjaannya dilakukan secara exhaust maka kemungkinan

difusi zat anti bakteri terhadap bahan berbeda, yang menyebabkan ketahanan kain terhadap

bakteri berbeda.

Selain itu, pada konsentrasi 3% zat anti bakteri didapat dari gugus formaldehid dari zat anti

kusut yang digunakan, karena gugus formaldehid dapat berfungsi ganda selain untuk

mengurangi kekusutan dapat juga berfungsi sebagai zat anti bakteri.

4.2. Hasil Pengujian Kekuatan Tarik

Kekuatan tarik dan mulur cara Pita Tiras

Tabel 1. Kekuatan Tarik Arah Lusi

Variasi No Kekuatan Tarik

Rata-rata (N) ( xx )2 SD CV (%)

kg Newton

Blanko

1 18 176,4

143,73

1067,33

40,8

0 28,39

2 10 98 2091,23

3 16 156,8 170,82

∑ 431,2 3329,38

3 %

1 18 176,4

186,2

96,04

9,8 5,26 2 20 196 96,04

3 19 186,2 0

∑ 558,6 192,08

5 %

1 16 156,8

169,86

170,56

15 8,83 2 19 186,2 267

3 17 166,6 10,62

∑ 509,6 448,18

7 %

1 21 205,8

189,46

267

28,3 14,94 2 21 205,8 267

3 16 156,8 1066,7

∑ 568,4 1600,7

Tabel 2. Mulur Kain Arah Lusi

Variasi No Mulur

Rata-rata (%) ( xx )2 SD CV (%)

Cm %

Blanko

1 4,1 54,6

56,4

3,24

1,55 2,75 2 4,3 57,3 0,81

3 4,3 57,3 0,81

∑ 169,2 4,86

3 %

1 3,5 46,6

46,6

0

0,36 0,77 2 3,6 48 1,96

3 3,4 45,3 1,69

∑ 139,9 0,27

5 %

1 3,4 45,3

47,96

7,07

2,64 5,5 2 3,8 50,6 6,96

3 3,6 48 0,0016

∑ 143,9 14,03

7 %

1 4 53,3

48,86

19,71

4,66 9,53 2 3,7 49,3 0,19

3 3,3 44 23,61

∑ 146,6 43,51

Tabel 3. Kekuatan Tarik Arah Pakan

Variasi No Kekuatan Tarik

Rata-rata (N) ( xx )2 SD CV (%)

kg Newton

Blanko

1 12 117,6

127,4

96,04

16,9

7 13,32

2 15 147 384,16

3 12 117,6 96,04

∑ 382,2 576,24

3 %

1 17 166,6

160,06

42,77

11,3

1 7,06

2 17 166,6 42,77

3 15 147 170,56

∑ 480,2 256,1

5 %

1 15 151

145,06

35,28

7,1 4,89 2 14 137,2 61,78

3 15 147 3,76

∑ 435,2 100,82

7 %

1 11 107,8

114,33

42,64 11,3

1 9,9 2 13 127,4 170,82

3 11 107,8 42,64

∑ 343 256,1

Tabel 4. Mulur Kain Arah Pakan

Variasi No Mulur

Rata-rata (%) ( xx )2 SD CV (%)

Cm %

Blanko

1 3,5 46,6

45,73

0,75

1,5 3,28 2 3,3 44 3

3 3,5 46,6 0,75

∑ 137,2 4,5

3 %

1 3,7 49,3

46,63

7,12

2,64 5,66 2 3,5 46,6 0,0009

3 3,3 44 6,91

∑ 139,9 14,03

5 %

1 3,4 45,3

45,3

0

0 0 2 3,4 45,3 0

3 3,4 45,3 0

∑ 135,9 0

7 %

1 3,5 46,6

43,96

6,96

3,5 7,96 2 3,4 45,3 1,8

3 3 40 15,68

∑ 131,9 24,44

Keterangan :

1-n

(SD

2)xx

%100

x

SDCV

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

Blanko 3% 5% 7%

Kek

uat

an T

arik

(N

)

Variasi Konsentrasi

Pengaruh Zat Antibakteri terhadap Kekuatan Tarik

Lusi

Pakan

Pembahasan

Dari grafik diatas dapat dilihat penambahan konsentrasi zat anti bakteri memberikan nilai

kekuatan tarik yang cukup tinggi, karena zat anti bakteri yang digunakan dapat melakuikan

ikan silang dengan kain tanpa adanya gugus formaldehid, adapun penggunaan zat anti

kusut yang mengandung gugus formaldehid tidak akan banyak berpengaruh terhadap

kekuatan tarik dari kain.

4.3. Hasil Pengujian Ketahanan Kusut

Waktu : 3 menit

Beban : 500 gr

Tabel 5. Data Percobaan Ketahanan Kusut

Variasi Sudut kembali

(± 0,5)O

Rata-

rata ( xx )

2 SD CV (%)

Blanko

Lusi

1 90

85

25

4,08 4,8

2 85 0

3 80 25

4 85 0

∑ 340 50

Pakan

1 90

86,25

14,06

4,7 5,4

2 90 14,06

3 80 39,06

4 85 1,56

∑ 345 68,74

0

10

20

30

40

50

60

Blanko 3% 5% 7%

Mu

lur

Kai

n (

%)

Variasi Konsentrasi

Pengaruh Zat Antibakteri terhadap Mulur Kain

Lusi

Pakan

3 %

Lusi

1 105

105,5

0,25

1 0,95

2 107 2,25

3 105 0,25

4 105 0,25

∑ 422 3

Pakan

1 116

110,75

27,56

4,5 4,06

2 105 33,06

3 110 0,56

4 112 1,56

∑ 443 62,74

5 %

Lusi

1 110

108,25

1,75

3,3 3,04

2 110 1,75

3 103 27,56

4 110 1,75

∑ 433 32,81

Pakan

1 114

110,75

10,56

4,3 3,8

2 107 14,06

3 115 18,06

4 107 14,06

∑ 443 56,74

7 %

Lusi

1 110

108,75

1,56

2,5 2,3

2 110 1,56

3 110 1,56

4 105 14,06

∑ 435 18,74

Pakan

1 110

109,25

0,56

2,2 2,0

2 111 3,06

3 110 0,56

4 106 10,56

∑ 437 14,74

Keterangan :

1-n

(SD

2)xx

%100

x

SDCV

Pembahasan

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa katahanan kusut yang paling baik terdapat pada zat

anti bakteri dengan konsentrasi 3%, hal tersebut dikarenakan oleh zat anti bakteri yang

berikatan dengan kain tidak sebanyak seperti pada kain sampel dengan konsentrasi 5 dan

7% sehingga masih terdapat ruang kosong pada kain yang dapat diisi oleh zat anti kusut.

0

20

40

60

80

100

120

Blanko 3% 5% 7%

Ket

ahan

an K

usu

t

Variasi Konsentrasi

Pengaruh Zat Antibakteri terhadap Ketahanan Kusut

Lusi

Pakan

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pengujian yang dilakukan didapat hasil yang terbaik adalah penggunaan zat anti

bakteri dengan konsentrasi 3%.

5.2. Saran

Dari hasil produk jadi mukena terdapat beberapa saran, yaitu Pemberian bahan baku

diharapkan sesuai dengan kebutuhan, diharapkan dapat dilakukan pengujian secara

kuantitatif, dan Sarana prasaranan yang ada harap ditingkatkan.