LAPORAN PENYEMPURNAAN anti bakteri pada mukena
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
7 -
download
0
Transcript of LAPORAN PENYEMPURNAAN anti bakteri pada mukena
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Mukena adalah peralatan ibadah untuk muslim perempuan. Mengingat kegunaannya itu
maka mukena diharapkan selalu bersih, rapi dan nyaman dipakai, pada umunya bahan yang
digunakan untuk mukena terbuat dari bahan kapas, nylon, dan campuran antara kapas-poliester.
Namun seiring berkembangnya mode para produsen mukena saat ini banyak menggunakan bahan
dari rayon, mengingat rayon mempunyai sifat nyaman dipakai yang hampir sama dengan kapas
dan harga yang lebih murah.
Akan tetapi serat rayon mempunyai MR (moisture regain) yang tinggi, artinya serat rayon
dapat mengikat uap H2O dari udara lebih banyak. Terutama didaerah beriklim tropis yang
memiliki kelembaban udara yang tinggi, yang dapat menyebabkan kain menjadi lembab dan
mengakibatkan pertumbuhan jamur. Pada pemakaian mukena sering kali pada bagian tertentu
sering terkena air, seperti pada bagian tepi wajah sehingga seringkali mengundang tumbuhnya
jamur yang menyebabkan timbulnya noda dan mengurangi nilai estetika maupun nilai ibadah
pemakai. Pertumbuhan jamur pada kain kapas juga dapat berakibat berkurangnya kekuatan tarik
akibat enzim yang berasal dari kegiatan metabolisma jamur.
Dengan kondisi diatas maka kami ingin melakukan percobaan untuk memberikan
penyempurnaan anti jamur untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan
dan meningkatkan ketahanan kusut dari rayon.
1.2. Identifikasi Masalah
Kain rayon merupakan bahan sandang yang nyaman dipakai, sekaligus media yang baik
bagi pertumbuhan jamur dan bakteri. Jamur dan bakteri merupakan parasit bagi kain karena
mengganggu kenampakan dan dapat menurunkan kekuatan kain. Bagian kain yang ditumbuhi
jamur dan bakteri akan meninggalkan noda yang sulit dihilangkan dengan pencucian biasa dan
biasanya bersifat permanen.
Berdasarkan keterangan diatas, maka kami bermaksud untuk melakukan proses
penyempurnaan anti jamur dan bakteri serta anti kusut pada kain rayon, yang akan dibuat sebagai
mukena. Sehingga diharapkan mukena akan lebih tahan terhadap pertumbuhan jamur dan bakteri
yang merugikan, serta memiliki sifat yang lebih tahan kusut.
1.3. Pembatasan Masalah
Percobaaan ini dilakukan dengan pembatasan :
1. Kain rayon viskosa
2. Penyempurnaan anti bakteri golongan garam ammonium quartener ( Nikkanon NS-30N)
3. Penyempurnaan anti kusut golongan DMDHEU (stockhorest)
1.4. Maksud dan Tujuan Percobaan
1.4.1. Maksud
1. Mengetahui pengaruh proses penyempurnaan anti bakteri terhadap ketahanan bakteri
pada kain rayon.
2. Mengetahui sejauh mana pengaruh proses penyempurnaan anti kusut terhadap ketahanan
kusut serta bakteri pada kain rayon.
1.4.2. Tujuan
1. Meningkatkan ketahanan bakteri kain rayon dengan penyempurnaan kimia
2. Menentukan resep yang optimal menurut petunjuk penggunaan masing-masing zat yang
digunakan.
1.5. Kerangka Pemikiran
Sebelum dilakukan proses penyempurnaan atau finishing berupa anti amur, bakteri dan
ketahanan kusut, kain rayon melewati proses persiapan penyempurnaan yang meliputi proses
desizing ( penghilangan kanji) yang berfungsi untuk menghilangkan kanji yang terpadat pada kain
akibat proses pertenunan. Setelah itu dilanjutkan dengan proses scouring (pemasakan) yang
bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran luar seperti minyak atau oli. Kemudian
dilanjutkan dengan proses bleaching (pengelantangan) yang bertujuan untuk menghilangkan
pigmen warna alam, akan tetapi proses bleaching dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan, dimana
apabila kain akan dicelup dengan warna tua maka proses bleaching tidak perlu dikerjakan. Tetapi
apabila kain akan dicelup dengan warna muda atau tidak akan dicelup, maka kain perlu dilakukan
proses bleaching. Pada proses pencelupan dan pencapan kain rayon dapat digunakan zat warna
yang biasa digunakan untuk mencelup kain kapas, seperti zat warna reaktif, bejana dan lainnya.
Mengingat serat rayon memiliki nilai MR yang cukup tinggi, maka sifat tersebut menimbulkan
kelembaban kain yang dapat mempercepat pertumbuhan jamur dan bakteri. Sehingga perlu
dilakukan penyempurnaan anti jamur. Adapun kekurangan dari kain rayon, yaitu mempunyai sifat
ketahanan kusut yang rendah. Sehingga untuk keperluan sandang pada umumnya dilakukan
proses penyempurnaan anti kusut. Resin anti kusut ini dapat membentuk ikatan dengan serat dan
membentuk lapisan film di permukaan serat (self-crosslinking). Hal ini akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur di permukaan serat, karena resin yang berikatan dengan
gugus –OH akan mengurangi MR serat sedangkan resin yang membentuk lapisan film akan
menghambat perkembangan jamur dan bakteri. Sehingga dengan dilakukannya kedua proses
penyempurnaan tersebut diharapkan dapat meningkatkan ketahanan kain rayon terhadap jamur
dan bakteri serta meningkatkan ketahanan kusut pada kain rayon
1.6. Metodologi Percobaan
Percobaan pada kain rayon, setelah dilakukan proses penghilangan kanji, pemasakan, serta
pengelantangan secara simultan. Selanjutnya dilakukan proses pencelupan menggunakan zat
warna reaktif panas. Kemudian dilakukan proses penyempurnaan anti bakteri dan penyempurnaan
tahan kusut dengan variasi konsentrasi anti bakteri 3%, 5%, 7%. Kemudian dilakukan pengujian
anti bakteri dan pengujian ketahanan kusut serta pengujian kekuatan tarik sebelum dan sesudah
proses penyempurnaan. Dari hasil pengujian tersebut dapat ditentukan kain yang menghasilkan
ketahanan jamur dan bakteri, serta ketahanan kusut terbaik.
BAB II
PENDEKATAN TEORI
2.1. Rayon Viskosa
Pembuatan rayon viskosa ditemukan oleh C.F.Cross dan E.J.Bevand pada tahun 1891.
Produksi rayon viskosa pertama dilakukan oleh Courtlands Ltd dan kemudian berkembang pesat
keseluruh dunia. Pada saat ini pabrik yang pertama memproduksi rayon viskosa seperti Dupont,
dan pabrik Teijin di Jepang telah berhenti berproduksi.
Rayon viskosa adalah serat selulosa yang dilarutkan, dimurnikan, kemudian secara kimia
dikembalikan kebentuk selulosa. Atau diregenerasi sehingga strukturnya sama dengan serat
selulosa lainnya, tapi mempunyai derajat polimerisasi yang lebih rendah karena terjadinya
degradasi rantai polimer selulosa selama pembuatan seratnya.
Bahan dasar rayon viskosa adalah selulosa yang dapat berasal dari kayu, atau serat selulosa
lainnya, dengan NaOH diubah menjadi selulosa alkali, kemudian dengan karbon disulfide,
diubah menjadi natriumselulosaxantat dan selanjutnya dilarutkan dalam larutan NaOH encer,
larutan ini kemudian diperam dan akhirnya dipintal dengan cara pemintalan basah.
Serat rayon banyak digunakan untuk bahan tekstil sandang karena sifatnya yang menyerap
keringat, sehingga nyaman dipakai. Oleh karena sifat rayon viskosa yang menyerap air, maka
rayon viskosa merupakan tempat yang subur bagi tumbuh dan berkembangnya berbagai macam
mikroorganisme. Serat rayon viskosa termasuk serat dengan kilau yang tinggi, tetapi mempunyai
tahan kusut yang rendah.
Serat rayon berkembang dengan pesatnya, diciptakan berbagai jenis rayon yang
mempunyai sifat kimia dan fisika yang lebih baik, seperti high wet modulus rayon, rayon
kuproamonium, polinosik dan sebagainya. Seiring dengan pesatnya perkembangan serat rayon,
ditemukan pula serat buatan lainnya, seperti nilon, poliester dan akrilat.
2.1.1. Morfologi Rayon
Bentuk memanjang serat rayon viskosa seperti silinder bergaris dan penampang
melintangnya bergerigi.
Gambar 1
Penampang membujur dan melintang serat rayon
Sumber : ( Tim fakultas tehnik..mengidentifikasi serat Tekstil/pdf.Universitas negeri
Surabaya.direktorat pendidikan menengah kejuruan. Jakarta.2001.
2.1.3. Sifat-sifat Rayon
1. Kekuatan dan Mulur
Kekuatan rayon viskosa kira-kira 2,6 gram denier dalam keadaan kering dan kekuatan
basahnya kira-kira 1,4 gram perdenier, mulurnya kira-kira 15% dalamkeadaan kering dan
kira-kira 25% dalam keadaan basah ( berbeda dengan serat kapas yang lebih rendah
mulurnya yaitu rata-rata 7% )
2. Moisture
Moisture regain serat rayon viskosa dalam kondisi standar adalah 12-13%.
3. Elastisitas
Elastisitasnya jelek. Apabila dalam pertenunan benangnya mendapat suatu tarikan
mendadakkemungkinan benangnya tetapmulur dan tidak mudah kembali lagi,akibatnya
dalam pencelupan akan menghasilkan celupan yang tidak rata dan kelihatan seperti garis-
garis yang lebih berkilau.
4. Berat Jenis
Berat jenis rayon viskosa adalah 1,52.
5. Sifat Listrik
Dalam keadaan kering rayon viskosa merupakan isolator listrik yang baik tetapi uap air
yang diserap oleh rayon akan mengurangi daya isolasinya.
6. Sinar
Dalam penyinaran kekuatannya berkurang. Berkurangnya kekuatan lebih sedikit
dibandingkan dengan sutera tetapi lebih tinggi dari asetat.
7. Panas
Rayon viskosa tahan terhadap penyetrikaan tetapi pemanasan dalam waktu lama
menyebabkan rayon berubah menjadi kuning.
8. Sifat Kimia
Rayon viskosa lebih cepat rusak oleh asam dibandingkan dengan kapas terutama dalam
keadaan panas. Pengerjaan dengan asam encer dingin dalam waktu singkat biasanya
tidak berpengaruh tetapi pada suhu tinggi akan merusak serat rayon viskosa, rayon
viskosa tahan pelarut-pelarut untuk pencucian kering.
9. Sifat Biologi
Jamur akan menyebabkan rayon viskosa berkurang kekuatannya serta berwarna.
Biasanya jamur mula-mula tumbuh pada kanji yang menempel pada benang. Apabila
kanjinya telah dihilangkan kemungkinan diserang jamur berkurang.
10. Morfologi
Bentuk memanjang serat rayon viskosa seperti silinder bergaris dan penampang
lintangnya bergerigi sepertin terlihat pada gambar 1.
2.2. Mikrobiologi
2.2.1. Bakteri
Berdasarkan Alcamo (2001), bakteri yang berasal dari kata Latin bacterium (jamak,
bacteria) adalah kelompok raksasa dari organisme hidup, sangat kecil (mikroskopik) dan
kebanyakan uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa
nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel lain seperti mitokondria dan kloroplas. Bakteri
memiliki jumlah yang paling melimpahan dari semua organisme. Bakteri dapat berada di
tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak patogen merupakan bakteri.
Bakteri biasanya hanya berukuran 0,5 – 5 μm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm
dalam diameter (Thiomargarita). Seperti prokariota (organisme yang tidak memiliki selaput
inti) pada umumnya, semua bakteri memiliki struktur sel yang relatif sederhana. Struktur
bakteri yang paling penting adalah dinding sel. Bakteri dapat digolongkan menjadi dua
kelompok yaitu Gram positif dan Gram negatif didasarkan pada perbedaan struktur dinding
sel. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang terdiri atas lapisan peptidoglikan yang
tebal dan asam teichoic. Sementara bakteri Gram negatif memiliki lapisan luar,
lipopolisakarida yang terdiri atas membrane dan lapisan peptidoglikan tipis terletak pada
periplasma (di antara lapisan luar dan membran sitoplasmik).
Banyak bakteri memiliki struktur di luar sel lainnya seperti flagela dan fimbria yang
digunakan untuk bergerak, melekat dan konjugasi. Beberapa bakteri juga memiliki kapsul
atau lapisan lendir yang membantu pelekatan bakteri pada suatu permukaan dan biofilm
formation. Bakteri juga memiliki kromosom, ribosom dan beberapa spesies lainnya memiliki
granula makanan, vakuola gas dan magnetosom. Beberapa bakteri mampu membentuk
endospora yang membuat mereka mampu bertahan hidup pada lingkungan ekstrim.
2.2.2. Staphylococcus aureus
Pada pengujian ini, bakteri Staphylococcus aureus dipilih untuk mewakili bakteri
gram positif karena merupakan salah satu bakteri yang paling banyak ditemukan dan
merupakan salah satu penyebab utama pada infeksi penyakit kulit manusia. Serta acuan
berdasarkan standar pengujian AATCC 147-2004, yaitu Staphylococcus aureus No. 6538
sebagai gram positif. Selain itu salah satu strain dari Staphylococcus aureus, yaitu MRSA
(methicillin-resistant Staphylococcus aureus), telah mengembangkan resistensi terhadap
penisilin dan antibiotik mirip penisilin lainnya. Staphylococcus aureus merupakan bekteri
kelompok gram positif, berbentuk bola, tidak bergerak dan biasanya ditemukan satu-satu atau
berpasangan. Tumbuh baik pada suhu 30 – 37oC pada pH optimum 7,0 – 7,5 dan tumbuh baik
dalam NaCl 15%. Bakteri ini membentuk pigmen warna kuning emas, bersifat fakultatif
anaerob. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi pada kulit, jaringan subkutan dan luka (Funke,
2004).
Gambar 2. Staphylococcus aureus
2.2.3. Antibakteri
Antimikroba atau antibakteri dapat didefinisikan sebagai zat yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi pada
manusia. Antibakteri adalah antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Berdasarkan cara kerja antibakteri dapat dibedakan menjadi bakteriostatik dan bakterisida.
Antibakteri bakteriostatik bekerja dengan menghambat pertumbuhan populasi bakteri tanpa
mematikannya, sedangkan antibakteri bakterisida bekerja dengan cara membunuh bakteri.
Pada senyawa antibakteri tertentu, jika dosis yang digunakan terlalu tinggi, bakteriostatik
dapat berubah menjadi bakterisida. Berdasarkan efektivitas kerjanya, senyawa antibakteri
dikelompokkan menjadi dua, yakni antibakteri berspektrum luas yang efektif terhadap
berbagai jenis mikroorganisme dan antibakteri berspektrum sempit, hanya efektif terhadap
mikroorganisme tertentu (Widiyarti, 2007).
2.2.4. Uji Antibakteri
Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan beberapa metode. Dari
berbagai metode, pada umumnya metode difusi yang paling banyak digunakan untuk uji
antibakteri. Metode difusi dapat dibedakan menjadi 3 cara yakni: metode silinder, metode
perforasi, dan metode difusi cakram. Pada metode silinder, silinder steril dengan diameter
tertentu ditetesi dengan larutan uji dan ditempatkan pada permukaan agar yang telah ditanami
bakteri uji, dimana daerah bening disekeliling silinder merupakan daerah hambatan yang
terbentuk. Pada metide perforasi, media agar yang telah ditanami bakteri uji dibuat
lubang/sumur dengan diameter tertentu menggunakan perforator dan di dalamnya diisi larutan
uji dengan konsentrasi tertentu, daerah bening yang terlihat disekitar lubang merupakan
daerah hambatan yang terbentuk. Pada metode difusi cakram, sejumlah bakteri uji
diinokulasikan pada media agar dan cakram yang mengandung larutan antibakteri tertentu
diletakkan pada permukaan media agar yang memadat. Setelah diinkubasikan akan terlihat
akan terlihat daerah bening sebagai daerah hambatan yang tidak ditumbuhi bakteri
disekeliling cakram. Metode difusi cakram ini dikenal dengan metode Kirby – Bauer dan
paling banyak digunakan. Selain itu, metode ini dapat digunakan untuk menentukan bakteri
tersebut tergolong sensitif, intermediet, atau resisten terhadap senyawa uji antibakteri. Potensi
antibakteri ditentukan dengan membandingkan diameter hambatan larutan sampel senyawa uji
dengan diameter hambatan larutan standar, pada dosis sama pada biakan bakteri uji yang peka
dan sesuai. (Widiyarti, 2007).
2.3. Penyempurnaan Anti Bakteri
2.3.1. Sifat Dan Struktur Kimia ZAP Garam Ammonium
Senyawa ammonium quartener mengandung nitrogen dengan valensi 3 atau 5, misalnya
ammonia (NH3) dan ammonium hidroksida (NH4OH). Senyawa ammonium quartener yang
dibentuk dari garam yang bersifat stabil dan larut atau didispersikan dalam air. Struktur garam
ammonium quatener dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.
Struktur Garam Ammonium Quartener
Garam ammonium quartener adalah surfaktan yang bersifat kationik. Mekanisme
garam ammonium sebagai zat anti bakteri yaitu, kation dari garam ammonium akan menarik
bakteri sehingga membrane sel akan bocor dan pada akhirnya menghalangi pembelahan sel
bakteri. Secara umum mekanisme antibakteri oleh zat anti bakteri adalah menghalangi
pembentukan dinding sel dan membrane sel, menghalangi reproduksi DNA, metabolism
energy dan enzim dan menghalangi pembelahan sel.
R2
R1 N R3 X
R4
+
-
2.3.2. Zat Anti Bakteri yang Digunakan (Nikkanon NS-30 N)
Nikkanon NS-30 N merupakan zat anti bakteri yang dikembangkan oleh PT. INKALI
(Indonesia NIKKA Chemichals) yang merupakan merek dagang dari garam ammonium
quartener. Zat anti bakteri ini memiliki kestabilan di larutan yang sangat baik. Nikkanon NS-
30 N memiliki sifat dan karakteristik :
- Baik sebagai antimikroba
- Ramah lingkungan
- Mengandung sedikit busa
- Surfaktan Anionik
- Dapat digunakan cara padding maupun exhaust
- Berwujud cairan transparan dan sedikit kekuningan
- Kelarutan dalam air baik
- pH pengerjaan 6,5
- Memberikan ketahanan yang baik meskipun tanpa adanya ikatan silang senyawa
formaldehid
- Tidak menimbulkan kekuningan pada bahan
Aplikasi penggunaan :
a. Cara Padding
Padding (1 dip 1 nip) Nipping (WPU 70%) Dry (120oCx2’) Curing
(150oCx1’)
b. Cara Exhaust
Konsentrasi 3-4% Exhaust (40-50oC x 15-20’) Peras Dry
2.4. Penyempurnaan Anti Kusut
Serat rayon viskosa mempunyai ketahanan kusut yang rendah dan stabilitas dimensi yang
kurang baik, pada umumnya dilakukan penyempurnaan dengan menggunakan resin anti kusut.
Resin anti kusut yang paling banyak digunakan adalah resin golongan DMDHEU, karena resin
ini dapat bekerja dengan efektif untuk menaikkan ketahanan kusut dan kestabilan dimensi kain.
Kekurangan dari penggunaan resin reaktan DMDHEU ini adalah terjadinya penurunan
kekuatan tarik yang cukup besar. Serat rayon memiliki kekuatan tarik yang rendah dibandingkan
dengan serat buatan lainnya tapi merupakan kain yang mudah kusut dengan dilakukannya
penyempurnaan tahan kusut ini diharapkan diperoleh kain yang tidak mudah kusut dengan
penurunan kekuatan yang relative rendah.
Penyempurnaan anti kusut khususnya dilakukan untuk memperbaiki kekurangan dari kain
yang memiliki sifat yang mudah kusut, misalnya serat selulosa. Dengan penyempurnaan anti
kusut, dapat diperoleh sifat tahan kusut, kestabilan dimensi, dan mengkeret yang lebih kecil.
Prakondensat yang biasa digunakan dalam pengerjaan penyempurnaan anti kusut adalah
derivate N-Metilol, yang terbagi menjadi 4 golongan, yaitu : Metilolurea, Metilolmelamin,
Metiloletilenurea, dan Metiloltriazon
Berdasarkan jenis ikatannya dibagi dua, menjadi : resin self-crosslinking dan reactan, yang
pada umumnya memiliki dua gugus hidroksil sehingga dapat berikatan silang dengan selulosa.
Golongan resin self-crosslinking akan berpolimerisasi sendiri dan mengisi ruang antar molekul
selulosa dan sedikit membentuk ikatan silang, contohnya Dimetilol-Urea (DMU), sedangkan
golongan reaktan akan membentuk iaktan silang dengan molekul selulosa, contohnya Dimetilol-
Etilena-Urea (DMDEU) dan Dimetilol-Dihidroksi-Etilena-Urea (DMDHEU).
2.4.1. Mekanisme Kerja Penyempurnaan Anti Kusut Golongan DMDHEU pada Kain Rayon
Polimerisasi terjadi diantara celah-celah bagian amorf serat selulosa pada proses
pemanas awetan dengan suasana asam. Monomer yang telah masuk membentuk ikatan silang
dengan selulosa dan membentuk polimer dengan ikatan yang kuat.
Reaksi polimerisai tersebut terjadi karena terbentuknya ikatan Metilen dan Eter dari
gugus aktif monomer disertai pembebasan air dan formaldehid. Reaksi yang terjadi sebagai
berikut :
1. Pembentukan jembatan Metilen
N-CH2-OH + H-N-CH2OH N-CH2-N-CH2OH + H2O
2. Pembentukan jembatan Eter
N-CH2-OH + HO-CH2N N-CH2-o-CH2N + H2O
3. Pembentukan jembatan eter dan metilen dengan pembebasan air dan formaldehid.
N-CH2-OH + HO-CH2N N-CH2-N + H2O + CH2O
Pada saat terjadi polimerisai, gugus aktif dari monomer ini akan mengikat gugus –OH
dari rantai molekul selulosa yang berdekatan, sehingga terjadi ikatan silang antara molekul
selulosa melalui jembatan polimer. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
2 Sel-OH + HO-CH2-Polimer-CH2-N Sel-O-H2C-Polimer-CH2-O-Sel + H2O
Monomer yang masuk kedalam serat akan berpolimerisasi menghasilkan molekul
polimer yang kompleks dengan membentuk ikatan silang sehingga polimer tidak lagi dapat
bermigrasi keluar serat.
Pada waktu pembentukan polimer dari monomernya diperlukan suasana asam, suasana
asam pada pemanas awetan ini teerjadi karena penggunaan katalis. Katalis ini adalah garam
dari asam yang akan melepaskan asam pad saaat terjadi pemanasan. Contoh garam yang
digunakan sebagai katalisator dalam pembentukan polimer adalah MgCl. Reaksi yang terjadi
pada pemnas awetan adalah sebagai berikut :
MgCl + H2O MgOH + HCl
Efek tahan kusut dapat terjadi karena polimer ini kan mengikat susunan bagian serat satu
sama lain, sehingga mengurangi kemungkinan rantai molekul serat selulosa untuk saling
menggelincir akibat tekanan mekanik yang diberikan.
2.4.2. Karakteristik Penyempurnaan Anti Kusut Golongan DMDHEU pada Kain Rayon
Resin DMDHEU termasuk golongan siklik dan meruapakan derivate dari
Metiloletilenaurea. Resin ini paling banyak digunakan karena tidak menmbah kekakuan kain -
kain menjadi kaku karena terjadi polimerisasi membentuk lapisan film di permukaan kain–
sehingga kain memiliki pegangan yang sama seperti sebelum dilakukan proses
penyempurnaan.
Keuntungan penggunaan resin DMDHEU antara lain :
1. Ekonomis, karena lebih banyak berikatan silang dengan selulosa daripada berikatan
dengan sesame monomernya sendiri.
2. Ketahanan terhadap klor lebih baiik karena tidak mengandung gugus amino bebas
3. Ikatan cincinya sngat stabil menyebabkan resin sukar pecah sehingga tidak membentuk
lapisan film dipermukaan
4. Penyempurnaan dengan DMDHEU tahan terhadap pencucian berulang
Penyempurnaan dengan DMDHEU mempunyai efek samping pembentukan
formaldehid bebas (CH2O). Pada konsentrasi yang tinggi, lebih dari 300 ppm, formaldehid
bebas akan mengganggu kesehatan manusia karena akan menyerang selaput kelenjar dan
menyebabkan iritasi pada kulit, hidung, tenggorokan, dan mata serta diperkirakan dapat
menyebabkan kanker.
Pada penggunaan resin N-Metilol akan membentuk formaldehid bebas saat terjadi
polimerisasi. Pembentukan formaldehid bebas ini tergantung pada jenis resin, jenis dan
jumlah katalis yang digunakan serta kondisi pengeringan. Banyaknya formaldehid bebas yang
terbentuk menunjukkan reaksi polimerisasi yang kurang sempurna karena suhu pemanas
awetan kurang tinggi atau waktunya terlalu singkat.
BAB III
PERCOBAAN
3.1. Lokasi Percobaan
Percobaan penyempurnaan anti bakteri dan anti kusut pada kain rayon dilakukan di
Laboratorium Penyempurnaan STTTekstil yang beralamat di Jl Jakarta no 31 Bandung.
Pengujian anti bakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi SMKN 7 Bandung yang
beralamat di Jl. Soekarno-Hatta No. 596 Bandung.
3.2. Bahan yang digunakan
- Kain Rayon 4 x 1.15 m
- NaOH 38oBe
- H2O2
- Teepol
- Zat warna reaktif panas (Drimarene Yellow X-4RN dan Genetive Blue RFC)
- Na2CO3
- NaCl
- Nikkanon NS 30N
- Stockhorest
- Silicone
3.3. Alat yang digunakan
- Bejana
- Gelas ukur
- Pengaduk
- Neraca digital
- Kertas pH
- Pipet
- Mesin Padder
- Mesin Stenter
- Mesin Cuci
3.4. Resep dan Fungsi Zat
Resep Pre Treatment
NaOH 38oBe : pH 11
H2O2 : 30 cc/l
Teepol : 1 cc/l
Vlot : 1:20
Suhu : 95oC
Waktu : 60 menit
Resep Pencelupan
ZW Reaktif Panas : 0.75 %
Pembasah : 1ml/l
Na2CO3 : 10gr/l
NaCl : 40 gr/l
Vlot : 1 : 20
Suhu : 70-80oC
Waktu : 45 menit
Resep Pencucian
Teepol : 1 cc/l
Na2CO3 : 1gr/l
Vlot : 1 : 20
Suhu : 80oC
Waktu :15 menit
Resep Penyempurnaan Anti Bakteri
Niccanon NS-30 N : 3-5-7 %
pH : 6.5
Suhu : 40-60 oC
Waktu : 30 menit
Resep Penyempurnaan Anti Kusut
Stockhorest : 30 g/L
Resin Pelemas : 20 g/L
WPU : 80%
Drying :100oC, 2 menit
Curing : 160oC, 2 menit
Fungsi Zat
- NaOH 38oBe untuk menghilangkan kanji pada proses penghilangan kanji;
menghilangkan kotoran-kotoran pada proses pemasakan.
- H2O2 sebagai zat pengelantang pada proses pengelantangan.
- Teepol untuk menurunkan tegangan kain sehingga membuat proses pembasahan lebih
cepat.
- Zat warna reaktif panas untuk mewarnai kain rayon yang akan digunakan untuk kain
mukena.
- Na2CO3 untuk memberikan suasana alkali dan membantu proses fiksasi zat warna reaktif
panas pada proses pencelupan; untuk mereduksi zat warna reaktif yang tidak terfiksasi
pada proses penyabunan.
- NaCl untuk membantu proses penyerapan dan mendorong zat warna reaktif pada kain
rayon.
- Niccanon NS 30N sebagai zat anti bakteri pada kain rayon.
- Stockhorest sebagai zat anti kusut pada kain rayon.
- Silicone sebagai zat pelemas pada kain rayon
3.5. Diagram Alir
Proses Penyempurnaan Anti Kusut
Stockhorest : 30 g/L
Silicone : 20 g/L
WPU : 80%
Drying : 100oC, 2 menit
Curing : 160oC, 2 menit
Kain Grey
Proses Persiapan Penyempurnaan Secara Simultan
NaOH 38oBe : pH 11
H2O2 : 30 cc/l
Teepol : 1 cc/l
Vlot : 1:20
Suhu : 95oC
Waktu : 60 menit
Proses Pencelupan Menggunakan Zat
Warna Reaktif Panas
Resep:
Zat warna reaktif panas : 1 %
Pembasah : 1ml/l
Na2CO3 : 10 gr/l
NaCl : 40 gr/l
Vlot : 1 : 20
Suhu : 70-80C
Waktu : 45 menit
Proses Penyempurnaan Anti Bakteri
Niccanon NS-30 N : 3-5-7 %
pH : 6.5
Suhu : 40oC
Waktu : 30 menit
Pencucian Dry 100oC x 2 menit Pengujian
Proses Pencuciaan
Resep:
Sabun : 1 gr/l
Na2CO3 : 1gr/l
Vlot : 1 : 20
Suhu : 80oC
Waktu :15 menit
Dry 100oC x 2 menit
3.6. Prosedur Percobaan
Proses Pre-Treatment (Simultan)
1. Alat dan bahan disiapkan sesuai kebutuhan yang sudah dihitung.
2. Kain grey diproses pre-treatment secara simultan dengan suhu 95oC selama 60 menit.
3. Kain yang telah diproses dicuci dan dikeringkan.
Proses Pencelupan
1. Alat dan bahan disiapkan sesuai kebutuhan yang sudah dihitung.
2. Kain hasil pre-treatment dilakukan proses pencelupan dengan zat warna reaktif panas
dengan suhu 70-80oC selama 45 menit.
3. Kain yang telah diproses cuci sabun dan dikeringkan.
Proses Penyempurnaan Antibakteri
1. Alat dan bahan disiapkan sesuai kebutuhan yang sudah dihitung.
2. Kain hasil pencelupan diproses penyempurnaan anti bakteri dengan cara exhaust pada
suhu 45-60oC selama 15-20 menit.
3. Kain yang telah diproses lalu dikeringkan.
Proses Penyempurnaan Anti Kusut
Kain
Rayon
Grey
Proses
Pre-Treatment
(Simultan)
Proses
Pencelupan
Proses
Pencucian
Proses
Pengeringan
Proses
Penyempurnaan
Anti Bakteri
Proses
Penyempurnaan
Anti Kusut
Proses Pencucian Proses
Pengeringan Pengujian
Kain
Mukena
Anti
Bakteri
1. Alat dan bahan disiapkan sesuai kebutuhan yang sudah dihitung.
2. Kain hasil proses penyempurnaan anti bakteri diproses penyempurnaan anti kusut
dengan WPU 80%, dengan suhu curing 160oc selama 2 menit.
3.7. Pengujian
3.7.1. Pengujian Anti Bakteri
AATCC Test Method 147-2004 Aktivitas Antibakteri pada Bahan Tekstil : Metode Beruntun
Paralel
Metode kualitatif cepat untuk menentukan aktivitas antibakteri dari bahan tekstil yang
disempurnakan terhadap Gram-positif dan Gram-negatif bakteri. Material yang
disempurnakan ditempatkan dalam agar bernutrien yang bergaris dengan bakteri uji.
Pertumbuhan bakteri ditentukan secara visual setelah inkubasi. Aktivitas antibakteri ini
ditunjukkan oleh zona inhibisi pada dan di sekitar tekstil.
3.7.1.1. Alat dan Bahan yang digunakan
Alat :
- Cawan Petri
- Beaker Glass
- Gelas Ukur
- Botol Timbang
- Pengaduk
- Spatula
- Bunsen, Kaki Tiga, dan Kasa
- Neraca
- Incubator
- Plastik Zipper
Bahan :
- Tripton, hasil penguraian kasein secara
pankreatik
- Soya peptone, hasil penguraian kedelai oleh
papain
- Natrium klorida (NaCl)
- Agar-agar
- Air
- Biakan bakteri Staphylococcus aureus
(ATCC No. 6538 P)
- Contoh uji (kain antibakteri)
3.7.1.2. Cara Kerja
Persiapan Contoh Uji
1. Contoh uji disiapkan
2. Contoh uji dipotong dengan ukuran 8 mm x 4 mm
Persiapan Media Kultur TSA (Tryptone Soya Agar)
1. Bahan-bahan untuk pembuatan media ditimbang sesuai kebutuhan
2. Dimasukkan kedalam beaker glass, lalu ditambahkan air sesuai kebutuhan
3. Dipanaskan sampai homogen
Uji Aktivitas Bakteri
1. Disiapkan cawan petri, media TSA, bunsen, dan biakan bakteri Staphylococcus
aerous dan kain contoh uji yang sudah dikerjakan penyempurnaan anti bakteri.
2. Pipet biakan bakteri Staphylococcus aerous kedalam cawan petri ± 0,5-1 ml
3. Media TSA dimasukkan kedalam cawan petri yang berisi biakan bakteri sebanyak
15-20 ml.
4. Bakar pinset agar steril, diamkan sebentar agar dingin
5. Kemudian setelah media hampir padat celupkan kain contoh uji diatas media
dengan ditekan pelan.
6. Setalah media hampir padat simpan kain contoh uji di atas agar-agar.
7. Cawan yang berisi biakan bakteri, media TSA, dan contoh uji dipanaskan diatas
bunsen agar steril.
8. kemudian diinkubasi pada temperatur 37oC selama 24 jam
3.7.1.3. Evaluasi
Diamati dan diukur diameter hambatnya menggunakan penggaris kemudian ditulis datanya
dan dihitung dengan rumus di bawah ini.
W = (T – D) / 2
W = Zona hambat bakteri (mm)
T = Total zona bening (mm)
D = Diameter contoh uji (mm)
3.7.2. Pengujian Kekuatan Tarik (SNI 0276:2009)
3.7.2.1. Tujuan dan Ruang Lingkup
Pengujian kekuatan tarik ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik dan mulur
dari kain rayon yang diuji.
Standar ini menetapkan cara uji kekuatan tarik dan mulur kain tenun. Standar ini
berlaku untuk uji kekuatan tarik dan mulur kain cara pita tiras (reveled strip), pita potong
(cut strip) dan cekau (grab). Standar ini tidak berlaku untuk kain rajut atau kain yang
memiliki mulur (stretch) lebih dari 11 %. Standar ini berlaku untuk jenis kain tenun yang
terbuat dari semua jenis serat dan campurannya
3.7.2.2. Alat
- Dinamometer, alat uji kekuatan tipe laju mulur tetap (Constant Rate of
Extension/CRE), laju tarik tetap (Constant Rate of Traverse/CRT) atau pendulum
- Gunting
- Pensil / ballpoint
- Penggaris
- Pola ukuran contoh uji
- Jarum
3.7.2.3. Cara Kerja
1. Ambil contoh uji dari kain yang tidak terlipat. 1/10 lebar kain dari pinggir kain tidak
boleh dipakai untuk contoh uji.
2. Ambil contoh uji pada tempat-tempat yang tidak mengandung benang lusi dan pakan
yang sama (Gambar 1.1).
3. Atur alat uji tarik sebagai berikut :
- Jarak jepit (75 ± 1) mm.
- Waktu putus (20 ± 3) detik sejak penarikan, kecepatan diatur mengikuti waktu
putus atau kecepatan (305 ± 10) mm/menit.
- Ukuran penjepit untuk cara pita tiras dan pita potong, lebar 37,5 mm (minimum)
dan tinggi 25 mm (minimum) baik untuk pasangan penjepit atas maupun bawah.
Atau lebar pasangan penjepit sekurang-kurangnya 10 mm lebih besar dari pada
lebar contoh uji.
4. Pastikan baik pasangan penjepit atas maupun penjepit bawah kondisinya sejajar, rata
dan tidak tajam.
5. Jepit contoh uji dengan simetris pada pasangan penjepit atas dengan arah bagian yang
panjang searah dengan arah tarikan.
6. Beri tegangan awal pada ujung bawah contoh uji tidak lebih 0,5% dari kekuatan tarik
maksimum contoh uji.
7. Jepit contoh uji dengan simetris pada pasangan penjepit bawah.
8. Jalankan mesin dan contoh uji mengalami tarikan hingga kain putus.
9. Hentikan mesin dan catat besarnya kekuatan tarik dan mulur yang terbaca pada skala,
grafik atau display monitor.
10. Ulangi pengujian apabila terjadi putus pada ujung penjepit atau terjadi selip.
11. Ganti contoh uji untuk pengujian selanjutnya sehingga jumlah contoh uji untuk arah
lusi dan pakan masing-masing minimum 5 buah
3.7.3. Pengujian Ketahanan Kusut
3.7.3.1. Tujuan
Pengujian ketahanan kusut ini bertujuan untuk menentukan nilai dari kemampuan
kain untuk kembali dari kekusutan.
3.7.3.2. Alat
- AATCC Recovery Tester, yang dilengkapi dengan
Beban Penekan 500 gram
Piringan dan busur derajat yang dipasang seporos pada penyangga vertikal
sehingga keduanya dapat berputar bebas pada sumbu horizontal. Pusat piringan
busur derajat ditandai dengan garis vertikal pada penyangga dari pusat dasar.
Piringan transfaran mempunyai titik nol yang menunjukan pada busur derajat
besarnya sudut yang dibentuk oleh contoh uji apabila dipasang pada penjepit..
Penjepit yang ditempatkan pada piringan untuk menyangga pemegang contoh uji.
- Gunting
- Pinset
- Mistar
3.7.3.3. Cara Kerja
1. Harus dicegah supaya contoh uji tidak dipegang didekat daerah pelipatan meskipun
menggunakan penjepit. Pada bagian ini tidak bolah ada pelipatan atau penekanan tetapi
harus ada dalam keadaan melengkung.
2. Buka plastik penekan dengan tangan kanan kemudian pemegang dan contoh uji
dimasukan kedalam plastik penekan sedemikian sehingga lempeng plastik yang
mempunyai tempelan plastik menempel dan sejajar dengan lemepeng panjang dan
pemegang contoh. Bagian yang lebih tebal dari lempeng plastik diatur sehingga tepat
berada diatas contoh uji. Ujung lempeng plastik penekan ditutup perlahan-lahan, asal
cukup untuk memegang contoh uji sehingga garis pada lempeng pendek, pemegang
contoh uji, ujung bebas contoh uji dan ujung plastik penekan terletak satu garis. Cara
ini harus membentuk lipatan kira-kira 1 mm dari ujung lempeng logam.
3. Letakan penekan bersama-sama contoh uji diatas dan dengan perlahan-lahan pemberat
500 gram diletakan diatas bagian yang tebal. Setelah 5 menit ± 5 detik pemberat
diambil pemegang bersama penekan diambil bersama-sama, ujung pemegang contoh
dimasukan pada penjepit yang terpasang pada permukaan piringan alat uji. Plastik
penekan segera dilepaskan. Ujung contoh uji dijaga supaya tidak tergulung dan letak
pemegang contoh uji diatur dengan baik.
4. Lipatan harus tepat terletak pada titik tengah piringan dan bagian contoh uji yang
tergantung harus segaris dengan garis penunjuk vertikal. Pengerjaan-pengerjaan ini
harus dilakukan dengan hati-hati supaya tidak menyentuh atau meniup bagian contoh
uji yang tergantung atau menempelkannya pada permukaan piringan dengan menekan
pemegang contoh uji kebelakang dan pengerjaan tersebut harus dilakukan secepat
mungkin.
5. Untuk menghilangkan pengaruh gaya tarik bumi, bagian contoh uji yang tergantung
dibiarkan segaris dengan garis penunjuk vertikal selama 5 menit waktu kembali.
Apabila diperlukan hasil yang lebih teliti maka pengaturan setiap 15 detik pada menit
pertama dan selanjutnya setiap 1 menit.
6. Setelah 5 menit ± 5 detik dari pengambilan beban (10 menit dari pembebanan) bagian
contoh uji yang tergantung diatur lagi segaris dengan garis vertikal untuk yang terakhir,
dan baca besarnya sudut kembali sampai derajat terdekat dari busur derajat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Anti Bakteri
No variasi Zona Bening (mm) Total (mm) W (mm)
1 Blanko 0 0 0
2 3% 40,20,40,15,45,47,45 252 123.5
3 5% 13,10,0,10,25,20,25 103 49
4 7% 3,15,5,18,15,20,20 96 45.5
Keterangan :
W = (T – D) / 2
Diameter contoh uji 5mm
Berdasarkan hasil pengujian anti bakteri diatas, yang memiliki nilai zona hambat yang besar
adalah kain dengan konsentrasi zat anti bakteri sebanyak 3%. Pada saat dilakukan pengujian
praktikan tidak menghitung banyaknya jumlah koloni bakteri yang terdapat pada masing-
masing cawan. Hal ini mungkin dapat memberikan hasil yang berbeda pada tiap cawan. Dapat
dilihat dengan penambahan konsentrasi yang semakin tinggi nilai zona hambat yang didapat
menjadi semakin kecil, hal ini juga dapat disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah bakteri.
Selain itu karena pada proses pengerjaannya dilakukan secara exhaust maka kemungkinan
difusi zat anti bakteri terhadap bahan berbeda, yang menyebabkan ketahanan kain terhadap
bakteri berbeda.
Selain itu, pada konsentrasi 3% zat anti bakteri didapat dari gugus formaldehid dari zat anti
kusut yang digunakan, karena gugus formaldehid dapat berfungsi ganda selain untuk
mengurangi kekusutan dapat juga berfungsi sebagai zat anti bakteri.
4.2. Hasil Pengujian Kekuatan Tarik
Kekuatan tarik dan mulur cara Pita Tiras
Tabel 1. Kekuatan Tarik Arah Lusi
Variasi No Kekuatan Tarik
Rata-rata (N) ( xx )2 SD CV (%)
kg Newton
Blanko
1 18 176,4
143,73
1067,33
40,8
0 28,39
2 10 98 2091,23
3 16 156,8 170,82
∑ 431,2 3329,38
3 %
1 18 176,4
186,2
96,04
9,8 5,26 2 20 196 96,04
3 19 186,2 0
∑ 558,6 192,08
5 %
1 16 156,8
169,86
170,56
15 8,83 2 19 186,2 267
3 17 166,6 10,62
∑ 509,6 448,18
7 %
1 21 205,8
189,46
267
28,3 14,94 2 21 205,8 267
3 16 156,8 1066,7
∑ 568,4 1600,7
Tabel 2. Mulur Kain Arah Lusi
Variasi No Mulur
Rata-rata (%) ( xx )2 SD CV (%)
Cm %
Blanko
1 4,1 54,6
56,4
3,24
1,55 2,75 2 4,3 57,3 0,81
3 4,3 57,3 0,81
∑ 169,2 4,86
3 %
1 3,5 46,6
46,6
0
0,36 0,77 2 3,6 48 1,96
3 3,4 45,3 1,69
∑ 139,9 0,27
5 %
1 3,4 45,3
47,96
7,07
2,64 5,5 2 3,8 50,6 6,96
3 3,6 48 0,0016
∑ 143,9 14,03
7 %
1 4 53,3
48,86
19,71
4,66 9,53 2 3,7 49,3 0,19
3 3,3 44 23,61
∑ 146,6 43,51
Tabel 3. Kekuatan Tarik Arah Pakan
Variasi No Kekuatan Tarik
Rata-rata (N) ( xx )2 SD CV (%)
kg Newton
Blanko
1 12 117,6
127,4
96,04
16,9
7 13,32
2 15 147 384,16
3 12 117,6 96,04
∑ 382,2 576,24
3 %
1 17 166,6
160,06
42,77
11,3
1 7,06
2 17 166,6 42,77
3 15 147 170,56
∑ 480,2 256,1
5 %
1 15 151
145,06
35,28
7,1 4,89 2 14 137,2 61,78
3 15 147 3,76
∑ 435,2 100,82
7 %
1 11 107,8
114,33
42,64 11,3
1 9,9 2 13 127,4 170,82
3 11 107,8 42,64
∑ 343 256,1
Tabel 4. Mulur Kain Arah Pakan
Variasi No Mulur
Rata-rata (%) ( xx )2 SD CV (%)
Cm %
Blanko
1 3,5 46,6
45,73
0,75
1,5 3,28 2 3,3 44 3
3 3,5 46,6 0,75
∑ 137,2 4,5
3 %
1 3,7 49,3
46,63
7,12
2,64 5,66 2 3,5 46,6 0,0009
3 3,3 44 6,91
∑ 139,9 14,03
5 %
1 3,4 45,3
45,3
0
0 0 2 3,4 45,3 0
3 3,4 45,3 0
∑ 135,9 0
7 %
1 3,5 46,6
43,96
6,96
3,5 7,96 2 3,4 45,3 1,8
3 3 40 15,68
∑ 131,9 24,44
Keterangan :
1-n
(SD
2)xx
%100
x
SDCV
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Blanko 3% 5% 7%
Kek
uat
an T
arik
(N
)
Variasi Konsentrasi
Pengaruh Zat Antibakteri terhadap Kekuatan Tarik
Lusi
Pakan
Pembahasan
Dari grafik diatas dapat dilihat penambahan konsentrasi zat anti bakteri memberikan nilai
kekuatan tarik yang cukup tinggi, karena zat anti bakteri yang digunakan dapat melakuikan
ikan silang dengan kain tanpa adanya gugus formaldehid, adapun penggunaan zat anti
kusut yang mengandung gugus formaldehid tidak akan banyak berpengaruh terhadap
kekuatan tarik dari kain.
4.3. Hasil Pengujian Ketahanan Kusut
Waktu : 3 menit
Beban : 500 gr
Tabel 5. Data Percobaan Ketahanan Kusut
Variasi Sudut kembali
(± 0,5)O
Rata-
rata ( xx )
2 SD CV (%)
Blanko
Lusi
1 90
85
25
4,08 4,8
2 85 0
3 80 25
4 85 0
∑ 340 50
Pakan
1 90
86,25
14,06
4,7 5,4
2 90 14,06
3 80 39,06
4 85 1,56
∑ 345 68,74
0
10
20
30
40
50
60
Blanko 3% 5% 7%
Mu
lur
Kai
n (
%)
Variasi Konsentrasi
Pengaruh Zat Antibakteri terhadap Mulur Kain
Lusi
Pakan
3 %
Lusi
1 105
105,5
0,25
1 0,95
2 107 2,25
3 105 0,25
4 105 0,25
∑ 422 3
Pakan
1 116
110,75
27,56
4,5 4,06
2 105 33,06
3 110 0,56
4 112 1,56
∑ 443 62,74
5 %
Lusi
1 110
108,25
1,75
3,3 3,04
2 110 1,75
3 103 27,56
4 110 1,75
∑ 433 32,81
Pakan
1 114
110,75
10,56
4,3 3,8
2 107 14,06
3 115 18,06
4 107 14,06
∑ 443 56,74
7 %
Lusi
1 110
108,75
1,56
2,5 2,3
2 110 1,56
3 110 1,56
4 105 14,06
∑ 435 18,74
Pakan
1 110
109,25
0,56
2,2 2,0
2 111 3,06
3 110 0,56
4 106 10,56
∑ 437 14,74
Keterangan :
1-n
(SD
2)xx
%100
x
SDCV
Pembahasan
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa katahanan kusut yang paling baik terdapat pada zat
anti bakteri dengan konsentrasi 3%, hal tersebut dikarenakan oleh zat anti bakteri yang
berikatan dengan kain tidak sebanyak seperti pada kain sampel dengan konsentrasi 5 dan
7% sehingga masih terdapat ruang kosong pada kain yang dapat diisi oleh zat anti kusut.
0
20
40
60
80
100
120
Blanko 3% 5% 7%
Ket
ahan
an K
usu
t
Variasi Konsentrasi
Pengaruh Zat Antibakteri terhadap Ketahanan Kusut
Lusi
Pakan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pengujian yang dilakukan didapat hasil yang terbaik adalah penggunaan zat anti
bakteri dengan konsentrasi 3%.
5.2. Saran
Dari hasil produk jadi mukena terdapat beberapa saran, yaitu Pemberian bahan baku
diharapkan sesuai dengan kebutuhan, diharapkan dapat dilakukan pengujian secara
kuantitatif, dan Sarana prasaranan yang ada harap ditingkatkan.