KOMPARASI STRATEGI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA (BEBAS AKTIF) PADA MASA PEMERINTAHAN SOEKARNO DAN ...

57
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan waktu dan perkembangan zaman, kita tidak akan pernah melupakan peristiwa-peristiwa yang dilakukan oleh para petinggi negeri untuk berpolitik. Seperti cara-cara mereka berpolitik membela negara kita tercinta ini dengan bahasa-bahasa diplomasinya. Seperti kita ketahui bahwasannya Indonesia dapat berkembang pesat sebagai negara yang memiliki kedaulatan dan sudah mulai dianggap oleh negara-negara lain tidak terlupakan dari adanya peran- peran penting dari sistem politik luar negerinya itu sendiri. Sistem politik luar negeri Indonesia inilah sangat bermacam-macam strateginya. Seperti kita ketahui juga bahwa setiap kepala pemerintahan khususnya kepala 1

Transcript of KOMPARASI STRATEGI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA (BEBAS AKTIF) PADA MASA PEMERINTAHAN SOEKARNO DAN ...

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring perkembangan waktu dan perkembangan zaman,

kita tidak akan pernah melupakan peristiwa-peristiwa

yang dilakukan oleh para petinggi negeri untuk

berpolitik. Seperti cara-cara mereka berpolitik membela

negara kita tercinta ini dengan bahasa-bahasa

diplomasinya. Seperti kita ketahui bahwasannya

Indonesia dapat berkembang pesat sebagai negara yang

memiliki kedaulatan dan sudah mulai dianggap oleh

negara-negara lain tidak terlupakan dari adanya peran-

peran penting dari sistem politik luar negerinya itu

sendiri. Sistem politik luar negeri Indonesia inilah

sangat bermacam-macam strateginya. Seperti kita ketahui

juga bahwa setiap kepala pemerintahan khususnya kepala

1

pemerintahan Indonesia sangat berbeda dari segi

strategi politik luar negerinya.

Politik luar negeri adalah strategi dan taktik

yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya

dengan negara-negara lain. Dalam arti luas, politik

luar negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh

suatu Negara dalam hubungannya dengan negara-negara

lain. Politik luar negeri berhubungan dengan proses

pembuatan keputusan untuk mengikuti pilihan jalan

tertentu.

Pada dasarnya setiap prinsip politik luar negeri

Indonesia di buat melihat unsur penting yaitu

kepentingan nasional atau national interest. Bukan hanya

Indonesia tetapi juga negara-negara lain di dunia.

Selain komitmen pada kepentingan nasioanal (national

interest), politik luar RI juga tetap mengedepankan

perinsip dasar bangsa Indonesia yang anti kolonialisme.

Dalam memutuskan setiap kebijakan politik luar negeri

Indonesia mengedepankan nilai-nilai dan prinsip yang

2

dijunjung teguh. Politik luar negeri bebas aktif

menjadi dasar pelaksanaan setiap kebijakan yang akan

dibuat, selain melihat kondisi dalam negeri pemerintah

Indonesia juga mengedepankan prinsip-perinsip yang

telah tertera dalam pembukaan UUD 1945.

Di bidang hubungan luar negeri, sikap politik luar

negeri Indonesia yang bebas dan aktif dan selalu

diarahkan untuk mendukung terciptanya perdamaian dunia,

telah menempatkan Indonesia dalam posisi dan peranan

yang makin mantap dan dipercaya dalam percaturan

politik regional dan global. Di samping itu telah

berhasil pula ditingkatkan kerjasama bilateral dan

multilateral dengan berbagai negara sahabat dan

berbagai lembaga internasional untuk mendukung

kepentingan pembangunan nasional.

Tampak jelas bahwa ide dasar politik luar negeri

bebas aktif yang dikemukakan oleh Hatta sama sekali

bukan retorika kosong mengenai kemandirian dan

kemerdekaan, akan tetapi dilandasi pemikiran rasional

3

dan bahkan kesadaran penuh akan prinsip-prinsip

realisme dalam menghadapi dinamika politik

internasional dalam konteks dan ruang waktu yang

spesifik. Bahkan dalam pidato tahun 1948 tersebut,

Hatta dengan tegas menyatakan, percaya akan diri

sendiri dan berjuang atas kesanggupan kita sendiri

tidak berarti bahwa kita tidak akan mengambil

keuntungan daripada pergolakan politik internasional.

1.2 Fokus Masalah

Penyusun memfokuskan penyusunan makalah ini pada

masalah sistem politik luar negeri RI pada masa

pemerintahan Soekarno dan Gus Dur mengenai perbedaan-

perbedaan strategi dari sistem politik luar negerinya.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas yang telah dipaparkan,

maka peneliti merumuskan masalah penelitian tersebut

sebagai berikut :

4

“KOMPARASI STRATEGI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA (BEBAS

AKTIF)

PADA MASA PEMERINTAHAN SOEKARNO DAN GUS DUR”

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan makalah ini mencakup dua

maksud yaitu, tujuan umum dan tujuan khusus :

1.4.1 Tujuan Umum

Diharapkan dapat mengetahui perbedaan

strategi politik luar negeri Indonesia (Bebas

Aktif) pada masa pemerintahan Soekarno dan pada

masa pemerintahan Gus Dur.

1.4.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui seperti apa keberhasilan

dari strategi politik luar negeri Indonesia (Bebas

5

Aktif) dengan masing-masing presiden yang berbeda

pada era nya.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

1.5.1.1 Sebagai sumbangan bagi pengembangan

kajian tentang strategi politik luar negeri

Indonesia pada masa Soekarno dan pada masa

Gus Dur

1.5.2 Manfaat Praktis

Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi

tugas mata kuliah Politik Luar Negeri Indonesia

pada Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal

Achmad Yani.

1.6 Sistematika Penulisan

6

Penyusun membagi makalah ini kedalam lima bab yang

disesuaikan dengan penelitian ini. Adapun sistematika

penulisannya ialah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang melandasi

penyusunan penulisan yang berisi antara lain : Latar

Belakang Penelitian, Fokus Masalah, Perumusan Masalah,

Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : KERANGKA PEMIKIRAN DAN TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang kajian atau studi literatur

dalam menyusun landasan atau kerangka teori yang

relevan dengan masalah yang disusun, penyusun

menggunakan kerangka berfikir untuk membantu dalam

melakukan penelitian masalah yang dikaji. Kerangka

pemikiran itu berupa pendekatan teori yang dianggap

relevan untuk digunakan dalam menganalisis masalah yang

dikaji.

7

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini memaparkan secara singkat metode

penelitian kualitatif, strategi penelitian kualitatif,

lokasi dan waktu penelitian, instrumen penelitian,

teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan

teknik pengujian keabsahan data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini dipaparkan mengenai strategi

politik luar negeri Indonesia pada masa jabatan

Soekarno dan strategi politik luar negeri Indonesia

pada masa jabatan Gus Dur.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan

hasil penelitian dan saran, baik bagi pihak-pihak

terkait, maupun bagi penelitian berikutnya.

8

BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN DAN TINJAUAN PUSTAKA

9

2.1 Kerangka Pemikiran

Dalam setiap menganalisis sebuah permasalahan,

maka diperlukan kerangka pemikiran yang sangat penting

sebagai perangkat untuk membedah, membahas, dan

menelaah setiap gejala, kejadian, peristiwa dan

fenomena dalam hubungan internasional. Kerangka

pemikiran sangat dibutuhkan untuk menganalisis sebuah

permasalahan sehingga hasil analisis akan bersifat

valid, reliabel, logis, dan objektif. Kerangka

pemikiran akan menuntun penyusun untuk terfokus,

terarah dan terpusat pada analisis yang tajam dan

ilmiah. Demikian pula dengan penelitian dalam bentuk

makalah ini yang sangat diperlukan sebuah kerangka

pemikiran.

Pada umumnya ide dasar politik luar negeri bebas

aktif yang dikemukakan oleh Hatta sama sekali bukan

retorika kosong mengenai kemandirian dan kemerdekaan,

akan tetapi dilandasi pemikiran rasional dan bahkan

10

kesadaran penuh akan prinsip-prinsip realisme dalam

menghadapi dinamika politik internasional dalam konteks

dan ruang waktu yang spesifik. Bahkan dalam pidato

tahun 1948 tersebut, Hatta dengan tegas menyatakan,

percaya akan diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan

kita sendiri tidak berarti bahwa kita tidak akan

mengambil keuntungan daripada pergolakan politik

internasional.

2.2 Tinjauan Pustaka

Tinjauan / Studi Pustaka pada dasarnya berkaitan

dengan kajian teoritis dan referensi lain yang relevan

dengan penelitian yang sedang dilakukan. Tinjauan

pustaka merupakan hasil penelusuran tentang pustaka

atau literatur yang mengupas topik yang relevan dengan

penelitian yang sedang dilakukan, baik yang mendukung

maupun yang bertentangan dengan pendapat peneliti. Hal

ini merupakan bukti pendukung bahwa topik atau materi

yang diteliti merupakan suatu permasalahan yang penting

11

karena merupakan concern banyak orang, sebagaimana

ditunjukkan oleh pustaka yang dirujuk.

Dengan demikian, diperoleh gambaran yang lengkap

tentang pokok dan duduk permasalahan yang akan

diteliti. Studi pustaka juga dapat berupa teknik,

metode, strategi atau pendekatan yang dipilih dalam

melaksanakan penelitian. Dalam kaitan ini, akan

diuraikan dua tinjauan pustaka yang ditetapkan dalam

makalah ini sehingga dapat dibedah untuk dijelaskan apa

isi atau substansinya, apa kesamaan dan perbedaannya

dengan makalah yang peneliti tetapkan.

BAB III

12

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan rencana dan prosedur

penyusunan meliputi asumsi-asumsi luas hingga metode-

metode rinci dalam mengumpulkan dan analisis data.

Rancangan tersebut melibatkan sejumlah keputusan.

Secara keseluruhan, keputusan ini melibatkan rancangan

seperti apa yang seharusnya digunakan untuk meneliti

topik tertentu.

Dalam penyusunan ini penyusun menggunakan metode

Penyusunan Kualitatif, yang merupakan metode-metode

untuk mendemakalahkan dan memahami makna yang oleh

sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap

berasal dari masalah sosial kemanusiaan. Proses

penyusunan kualitatif ini melibatkan upaya-upaya

penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan

prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari

para partisipan, menganalisis data secara induktif

mulai dari tema-tema umum, dan menafsirkan makna data.

13

Laporan akhir untuk penyusunan ini memiliki struktur

atau kerangka yang fleksibel. Siapa pun yang terlibat

dalam bentuk penyusunan ini harus menerapkan cara

pandang penyusunan yang bergaya induktif, berfokus

terhadap makna individual, dan menterjemahkan

kompleksitas suatu persoalan.1

1 John Creswell W, 2010, Research Design : Pendekatan Kualitatif,

Kuantitatif dan Campuran, fYogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 1-5.

Penyusunan kualitatif adalah penyusunan yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penyusunan misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, serta aktivitas.2

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif

analisis. Istilah deskriptif berasal dari bahasa

Inggris to describe, yang berarti memaparkan atau

menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kejadian,

peristiwa, kegiatan, dan lain-lain. Dengan demikian,

yang dimaksud dengan penyusunan deskriptif adalah

14

sebuah penyusunan yang dimaksudkan untuk menyelidiki

keadaan, kejadian, atau peristiwa tertentu, dan setelah

selesai lalu memaparkan hasilnya dalam bentuk laporan

penelitian.3

Penyusunan deskriptif yaitu penyusunan yang

berusaha mendemakalahkan suatu gejala, peristiwa yang

terjadi pada saat itu (masalah aktual). Dalam

penyusunan ini, penyusun berusaha memotret peristiwa

yang menjadi pusat perhatiannya kemudian dilukiskn

sebagaimana adanya. Masalah yang disusun adalah masalah

yang terjadi pada saat penelitian dilaksanakan,

sehingga pemanfaatan temuan penyusunan ini berlaku pada

saat itu dan belum tentu relevan jika digunakan dimasa

yang akan datang. Karena itu, penelitian deskriptif

tidak selamanya menuntut hipotesis.

2 Lexy J Moleong, 2006, Metode Penelitian Kualitatif, edisi

revisi, Bandung, hlm.10.

3 Wasilah Chaedar, 2004, Pokoknya Kualitatif, Bandung, Pustaka

Jaya Setia, hlm. 28.

15

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk membuat

pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau

daerah tertentu. Penelitian deskriptif merupakan metode

penelitian yang berusaha menggambarkan objek atau

subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya, dengan

tujuan menggambarkan secara sistematis fakta dan

karakteristik objek yang diteliti secara tepat.4

Dari batasan di atas diketahui bahwa dalam

penelitian deskriptif, ketersediaan data secara detail

merupakan hal yang vital. Sebab, sesuai dengan

karakteristik penelitian ini yang bersifat memaparkan,

maka penelitian ini akan mengutamakan pemaparan

informasi sejelas mungkin.

Oleh sebab itu, tidak jarang dalam penyusunan

deskriptif dujumpai banyak ilustrasi menggunakan

gambar, grafik, dan ilustrasi lain yang bertujuan untuk

mendukung penjelasan yang diberikan terhadap objek yang

dikaji.5

16

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penyusunan ini, penyusun

menggunakan dua macam teknik pengumpulan data, yaitu

sebagai berikut:

4 Nasution, 1992, Metode Research, Bandung, Jemmars, hlm. 39.

5 Sudyana Nana dan Ibrahim, 1998, Penelitian dan Penilaian Pendidikan,

Bandung, Penerbit Sinar Baru, hlm. 52.

Studi Kepustakaan

Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam

bahan yang berbentuk dokumentasi. Sifat utama data ini

tidak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi

peluang kepada penyusun untuk mengetahui hal-hal yang

pernah terjadi di waktu silam.

Teknik ini dilakukan dengan mempelajari dan

menyusun dokumen yang berhubungan dengan objek yang

disusun dan diharapkan dapat memberikan dukungan

17

terhadap data yang diperoleh. Misalnya mempelajari

buku, jurnal, laporan pemerintah daerah, dokumen

pemerintah, atau data-data yang bersumber dari media

massa seperti informasi yang diakses melalui internet.

3.3 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses pengorganisasian dan

mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan

uraian dasar sedemikian rupa sehingga dapat ditekankan

tema. Ada tiga langkah cara untuk menganalisis data

kualitatif yaitu:

a. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal

yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,

dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang

telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih

jelas dan mempermudah penyusun untuk mengumpulkan data

selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.6

6 Ibid., hlm. 247.

18

a. Display Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya

adalah mendisplaykan data sehingga data

terorganisasikan, tersusun pola hubungan dan mudah

dipahami. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data

yang paling sering digunakan adalah dengan teks yang

bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan

mempermudah untuk memahami apa yang terjadi,

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang

telah dipahami tersebut.7

a. Kesimpulan dan Verifikasi Data

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif

adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan

awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan

akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat

yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.8

Kesimpulan dalam penyusunan kualitatif adalah merupakan

temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan

19

dapat berupa deskripsi, hubungan kausal/interaktif,

hipotesis atau teori.

7 Ibid., hlm. 249.

8 Ibid., hlm. 253.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan

4.1.1 Strategi Politik Luar Negeri Indonesia

Dalam mempelajari politik luar negeri, penegertian

dasar yang harus kita ketahui yaitu politik luar negeri

itu pada dasarnya merupakan “action theory”, atau

20

kebijakasanaan suatu negara yang ditujukan ke negara

lain untuk mencapai suatu kepentingan tertentu. Secara

pengertian umum, politik luar negeri (foreign policy)

merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap, arah

serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan, dan

memajukan kepentingan nasional di dalam percaturan

dunia internasional. Suatu komitmen yang pada dasarnya

merupakan strategi dasar untuk mencapai suatu tujuan

baik dalam konteks dalam negeri dan luar negeri serta

sekaligus menentukan keterlibatan suatu negara di dalam

isu-isu internasional atau lingkungan sekitarnya.9

Politik luar negeri adalah strategi dan taktik

yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya

dengan negara-negara lain. Dalam arti luas, politik

luar negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh

suatu Negara dalam hubungannya dengan negara-negara

lain.

21

9 Yanyan Mochamad Yani, Drs., MAIR., Ph.D., - , Politik Luar Negeri,

Bandung, Unpad, http://pustaka.unpad.ac.id/archives/50129/.

diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:29 WIB.

Politik luar negeri berhubungan dengan proses pembuatan

keputusan untuk mengikuti pilihan jalan tertentu.

Menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar

Negeri Republik Indonesia (1984-1988), politik luar

negeri diartikan sebagai “Suatu kebijaksanaan yang

diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan

dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan

nasional”. Melalui politik luar negeri, pemerintah

memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam

masyarakat antar bangsa”.

Dari uraian di muka sesungguhnya dapat diketahui

bahwa tujuan politik luar negeri adalah untuk

mewujudkan kepentingan nasional. Tujuan tersebut memuat

gambaran mengenai keadaan negara dimasa mendatang serta

kondisi masa depan yang diinginkan. Pelaksanaan politik

luar negeri diawali oleh penetapan kebijaksanaan dan

22

keputusan dengan mempertimbangkan hal-hal yang

didasarkan pada faktor-faktor nasional sebagai faktor

internal serta faktor-faktor internasional sebagai

faktor eksternal.

Dasar hukum pelaksanaan politik luar negeri

Republik Indonesia tergambarkan secara jelas di dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea I dan alinea

IV. Alinea I menyatakan bahwa “kemerdekaan ialah hak

segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di

atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan

peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Selanjutnya pada

alinea IV dinyatakan bahwa “ ... dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan sosial”. Dari dua kutipan di atas,

jelaslah bahwa politik luar negeri RI mempunyai

landasan atau dasar hukum yang sangat kuat, karena

diatur di dalam Pembukaan UUD 1945. Selain dalam

pembukaan terdapat juga dalam beberapa pasal contohnya

23

pasal 11 ayat 1, 2,3; pasal 13 ayat 1,2,3 dan lain-

lain.

Pasal 11

(1)  Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan

perjanjian dengan negara lain.

(2)  Presiden dalam membuat perjanjian internasional

lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar

bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban

keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau

pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(3)  Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian

internasional diatur dengan undang-undang. ***)

 

Pasal 13

(1)  Presiden mengangkat duta dan konsul.

(2)  Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan

pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*)

24

(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain

dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan

Rakyat.*).10

10 A.T. Sugeng Priyanto dkk, Buku Sekolah Elektronik, hlm. 76 -91

4.1.1.1 Pada Masa Pemerintahan Soekarno (Orde

Lama)

Kekuasaan dan politik Soekarno ketika memimpin

Indonesia, pernah mengalami berbagai pergantian sistem

pemerintahan. Pada awal pemerintahannya, Soekarno dan

Hatta menetapkan bahwa Indonesia menganut sistem

demokrasi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Namun seiring berjalannya waktu, ternyata dalam

kepemimpinannya terjadi beberapa friksi, mungkin karena

politik Indonesia masih “bayi” jadi Soekarno mudah

dipengaruhi oleh unsur luar, bahkan puncak friksi

tersebut, membuat Moh. Hatta tak lagi sejalan dengan

25

kekuasaan Soekarno, dan mengundurkan diri dari jabatan

wakil presiden.

Periode Orde Lama dimulai ketika Soekarno

menyatakan dekrit 1959 yang berisi tentang pemberlakuan

kembali UUD 1945 sebagai konstitusi negara dan

menghapus UUD RIS. Akan tetapi secara teknis, Soekarno

memimpin era ini semenjak kemerdekaan Indonesia pada

tahun 1945. Dengan demikian, ulasan mengenai politik

luar negeri RI pada era Orde Lama tidak bisa hanya

dipantau semenjak tahun 1959 semata, melainkan ditarik

semenjak awal kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun

1945.

Dalam memimpin, Soekarno dipandang sebagai sosok

yang sangat kontroversial namun populer. Sejarahnya

yang penuh dengan orasi kebangsaan yang mampu membakar

semangat segenap pemuda bangsa menunjukkan bahwa ia

seorang yang penuh percaya diri dan daya tarik. Di

masanya, Soekarno merupakan sosok pemimpin yang penuh

inisiatif dan inovatif. Kekayaannya akan ide dan

26

gagasan baru didukung dengan keberanian dalam mengambil

keputusan yang saat itu dinilai tidak biasa. Salah satu

tindakan Soekarno yang drastis dan populer pasca

kemerdekaan ialah nasionalisasi aset- aset negara yang

dulu dimiliki Belanda juga Jepang, serta melakukan

sosialisasi kedaulatan Republik Indonesia sebagai

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari Sabang

sampai Merauke kepada dunia internasional.11 Hal ini

menjadi agenda utama kebijakan luar negeri Soekarno

yang dilandasi dengan prinsip- prinsip pancasila

sebagai ideologi negara dan amanat UUD 1945 sebagai

tolak ukur pembangunan pasca kemerdekaan yang anti

terhadap imperialisme Barat.

Sikap anti Soekarno terhadap imperialisme Barat

semakin kental pada tindakannya yang menyeru negara-

negara di dunia untuk tidak tunduk terhadap blok- blok

yang saling berseteru di kala itu sehingga kemudian

lahir Gerakan Non-Blok yang diinisiasi dari Konferensi

Tingkat Tinggi (KTT) Non Blok di Bandung pada tahun

27

1955.12 Indonesia kemudian menjadi inisiator Gerakan

Non- Blok yang banyak mendorong kemerdekaan di negara-

negara Asia- Afrika pada masa itu. Banyaknya inisiatif

yang muncul dari kebijakan luar negeri Indonesia pada

masa itu menunjukkan bahwa

11 http://umum.kompasiana.com/2010/01/31/sang-presiden-%E2%80%93-

kebijakan-politik-luar-dan-dalam-negeri-sambungan-menyerah-tanpa-

syarat/ diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:36 WIB.

12 http://politik.kompasiana.com/2011/01/16/periodisasi-politik-

luar-negeri-indonesia-dari-masa-orde-lama-hingga-masa-reformasi-

335055.html diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:41WIB.

Soekarno secara serius mengagendakan pengakuan

eksistensi Indonesia di mata internasional dan

pembentukan aliansi anti kolonialisme serta imperialism

Barat dalam setiap kebijakan luar negeri Indonesia. Hal

ini selaras dengan prinsip politik luar negeri bebas

aktif yang dianut Indonesia. Prinsip ini dicetuskan

oleh Muhammad Hatta melalui pidatonya di depan Komite

28

Nasional Indonesia Pusat pada tanggal 2 September 1948

yang berisikan pernyataan bahwa Indonesia tidak boleh

memihak baik ke Blok Barat maupun Blok Timur dalam

politik internasional demi tercapainya cita- cita

Indonesia Merdeka. Pidato yang kemudian dikenal dengan

judul “Mendayung Di Antara Dua Karang” ini meskipun

esensinya tidak lantas langsung dimasukkan ke dalam

konstitusi negara, namun ia kemudian menjadi landasan

moral yang membentuk politik luar negeri Indonesia pada

masa itu.

Meskipun demikian, sejarah perjuangan Soekarno

dalam merebut kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme

Barat telah membentuk pandangan Soekarno menjadi anti

terhadap Barat. Sehingga secara sikap politik pun,

Soekarno nampak cenderung pro terhadap ideologi kiri

atau timur. Kedekatan ini ditunjukan dengan

keberpihakan Soekarno terhadap Partai Komunis Indonesia

(PKI) yang kemudian membawa Soekarno terhadap peristiwa

pidato penyampaian pidato manifesto politik (manipol)

29

yang mengidentifikasikan imperialis barat sebagai musuh

nasional.13

13 http://rofiuddarojat.wordpress.com/2011/11/03/284/ diakses pada

2 Januari 2014 pukul 22:44 WIB.

Hal ini ditunjukkan secara gamblang dalam ketidaksukaan

Soekarno terhadap keberadaan Belanda di Irian Barat.

Tindakan militer kemudian diambil untuk mengambil alih

kembali Irian Barat ketika diplomasi dianggap gagal

membuat Belanda angkat kaki dari Irian Barat. Dukungan

Amerika Serikat yang kemudian didapatkan Soekarno

muncul sebagai akibat konfrontasi kedekatan Jakarta

dengan Moskow.

Taktik yang konfrontatif ini kemudian digunakan

kembali oleh Soekarno ketika terjadi konfrontasi antara

Indonesia dan Malaysia akibat pembentukan negara

federasi Malaysia yang dianggap Indonesia pro terhadap

imperialisme Barat. Hal ini dianggap mengancam

keberkembangan Nefos (New Emerging Forces) oleh Oldefos

(Old Established Forces), yakni dua kategorisasi negara

30

yang dibentuk oleh Soekarno. Berbagai kebijakan luar

negeri kemudian muncul dengan landasan kepentingan

nasional yang berorientasi pada penguatan eksistensi

Indonesia dan Nefos. Salah satu tindakan yang paling

terkenal ialah pembentukan poros Jakarta-Peking dimana

Indonesia pada saat itu menjadi sangat dekat dengan

China. Tidak hanya sampai di situ,Jakarta pada era

tersebut digambarkan sebagai pusat pemerintahan yang

akrab dengan Moskow, Beijing dan Hanoi serta garang

terhadap Washington dan sekutu Barat.14

14 http://www.scribd.com/doc/24673774/Politik-Luar-Negeri-

Indonesia-Kebebasaktifan-Yang-Oportunis diakses pada 2 Januari

2014 pukul 22:47 WIB.

Sebagai dampak, ruang gerak Indonesia di forum

internasional menjadi terbatas pada seputar negar-

31

negara komunis semata. Hal ini pun mencederai prinsip

politik luar negeri Indonesia yang bebas- aktif.

Munculnya kebijakan Dwikora pada 3 Mei 1964

menunjukkan bahwa Soekarno secara serius ingin

menyingkirkan Barat dari seputar Indonesia karena

dinilai dapat memojokkan Indonesia. Kebijakan Dwikora

tersebut berisi tentang  perintah untuk memperhebat

ketahanan revolusi Indonesia dan untuk membantu

perjuangan rakyat Malaysia membebaskan diri dari

neokolonialisme Inggris. Hal ini lantas disusul dengan

pencetusan Politik Mercusuar yang mendorong Indonesia

untuk tampil megah agar terlihat sebagai pemimpin Nefos

yang mampu menerangi jalan baru bagi negara- negara

Nefos lainnya. Puncak sikap kontra Soekarno terhadap

Barat ditunjukkan dengan keluarnya Indonesia dari PBB

pada tanggal 7 Januari 1965 sebagai bentuk

ketidaksukaan Indonesia terhadap pengangkatan Malaysia

yang dinilai pro Barat sebagai anggota tidak tetap

Dewan Keamanan PBB.

32

Namun sayangnya kebijakan- kebijakan luar negeri

yang diinisiasi Soekarno untuk Indonesia rupanya kurang

memperhatikan sektor domestic. Di kala Soekarno dengan

gencar melancarkan politik luar negeri yang garang,

aktif dan militant, kondisi perekonomian dalam negeri

tampak morat-marit akibat inflasi yang terjadi secara

terus- menerus, penghasilan negara merosot sedangkan

pengeluaran untuk proyek- proyek Politik Mercusuar

seperti GANEFO (Games of The New Emerging Forces) dan

CONEFO (Conference of The New Emerging Forces) terus

membengkak. Belum lagi kecamuk politik dalam negeri

yang diwarnai dengan bentrok antara militer dan PKI

membuat situasi di Indonesia pada saat itu semakin

carut marut. Puncak kecarut- marutan ini ialah

terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang

kemudian membuat kepemimpinan Soekarno di Indonesia

melemah dan bahkan terpojok. Tahun 1968 menjadi akhir

dari kepemimpinan Soekarno di Indonesia yang dengan

demikian mengakhiri pula era Orde Lama di Indonesia.

33

Secara umum, kepentingan nasional yang terus

menjadi agenda utama Indonesia di era Orde Lama ialah

kepentingan untuk menjaga kesatuan dan persatuan NKRI,

mempromosikan Indonesia sebagai negara berkekuatan yang

baru merdeka, menunjukkan eksistensi Indonesia di dunia

internasional dan menunjukkan sikap pro-perdamaian yang

anti-kolonialisme Barat. Metode yang ditempuh Soekarno

untuk memenuhi kepentingan nasional ini sangat beragam,

mulai dari cara negosiasi, pengerahan kekuatan militer,

containment, politik berdikari hingga mengundang bantuan

asing. Karakter utama yang banyak ditunjukkan politik

luar negeri Indonesia pada masa ini ialah karakter high

profile yang tegas namun masih belum terarah.15

15

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/01/change_and_co

ntinuity_in_indonesia_for eign_policy.pdf diakses pada 2 Januari

2014 pukul 22:51 WIB.

34

Meskipun banyak penyimpangan yang terjadi pada

masa ini di mana prinsip moral bebas-aktif politik luar

negeri Indonesia justru dilangkahi oleh kedekatan

Indonesia terhadap blok Timur, namun tidak dipungkiri

banyak keberhasilan yang dicapai pada masa Orde Lama

yang hingga kini imbas baiknya masih dapat dirasakan.

Sejumlah keberhasilan politik luar negeri pada masa

Soekarno atau pada era Orde Lama antara lain:

1. Indonesia berhasil merebut kembali Irian Barat dari

Belanda melalui jalur diplomasi dan militer

2. Indonesia berhasil menginisiasi berdirinya Gerakan

Non- Blok melalui KTT Asia- Afrika di Bandung pada

tahun 1955

3. Indonesia berhasil menunjukkan eksistensi yang patut

diperhitungkan oleh kedua blok raksaksa dunia pada masa

itu

Sejumlah halangan yang banyak mengusik keberlangsungan

politik luar negeri Indonesia pada era Orde Lama yaitu:

35

1. Baru terbentuknya NKRI sehingga masih banyak ancaman

disintegrasi nasional

2. Instabilitas politik dan perekonomian domestik

3. Situasi Perang Dingin dan terbentuknya dua blok

raksaksa dunia yang saling berusaha mendominasi

4. Infrastruktur yang baru dibangun tidak sesuai dengan

ambisi Soekarno untuk segera membuat Indonesia menjadi

negara adidaya

4.1.1.2 Pada Masa Pemerintahan Gus Dur

(Reformasi)

Semasa reformasi pemerintah Indonesia dianggap

tidak memiliki seperangkat formula kebijakan luar

negeri yang tepat dan tegas dalam menunjukan citra

negara Indonesia. Pemerintah semasa reformasi dari

kepemimpinan Gus Dur, Megawati hingga Susilo Bambang

Yudhoyono mengklaim bahwa pemerintahannya tetap

menerapkan politik luar negeri yang bebas dan aktif.

36

Menelaah kembali semasa pemerintahan presiden Gus

Dur, dimana Indonesia baru memasuki tahapan baru dalam

pemerintahannya. Setelah menggulingkan rezim presiden

Soeharto yang dianggap rezim yang diktator, Indonesia

memasuki tahapan dimana Demokrasi lebih ditegakkan.

Pemerintahan Gus Dur dianggap yang paling

kontroversial, beliau ingin membuka hubungan diplomatik

dengan Israel namun menuai begitu banyak tentangan dari

dalam negeri. Politik luar negeri yang dijalankannya

masih menggunakan formula lama yaitu politik luar

negeri bebas aktif

Mengingat situasi internasional selalu berkembang,

politik luar negeri suatu negara kerap mengalami

perubahan. Indikator dari perubahan itu di antaranya

dalam hal gaya pelaksanaan, dari low profile menjadi high

profile atau mungkin sebaliknya; dalam hal titik berat,

dari titik berat di bidang politik ke bidang ekonomi

atau dari bidang ekonomi ke militer atau mungkin

sebaliknya; atau dalam hal arah hubungan, dari yang

37

berorientasi ke salah satu negara adikuasa ke Dunia

Ketiga atau sebaliknya.

Bagaimana pun situasi internasional merupakan

salah satu faktor yang harus diantisipasi dan

diperhitungkan secara matang oleh setiap negara dalam

rangka pembuatan kebijakan luar negerinya. Alasannya,

karena situasi internasional tidak statis, melainkan

selalu berkembang secara dinamis.

Dari pemaparan secara umum di atas mengenai

politik luar negeri masing-masing presiden, tampak

perubahan-perubahan gaya pelaksanaan politik luar

negeri Indonesia yang pada masa Soekarno (1945-1965),

politik luar negeri Indonesia bersifat high profile,

flomboyan dan heroik, yang diwarnai sikap anti-

imperialisme dan kolonialisme serta konfrontasi, begitu

juga Gus Dur masih bergaya High Profile, namun hingga masa

presiden-presiden berikutnya menjadi semakin Low profile.

38

Sisi lain dari kepemimpinan Gus Dur sebagai

presiden adalah dominasinya dalam pelaksanaan politik

luar negeri. Dominasi itu ditunjukkan ”tur keliling

dunia” yang menghabiskan 23 dari 40 hari pertama masa

pemerintahannya, rekor baru yang fantastis dalam

sejarah kepresidenan.

Wajar Ketua MPR Amien Rais dan Ketua DPR Akbar

Tandjung mengkritik Gus Dur jangan terlalu sering

melawat karena banyak persoalan domestik yang harus

diselesaikan, seperti konflik Aceh. Namun Gus Dur

menjawab, tujuan tur mengembalikan nama baik Indonesia,

berharap investor menanamkan modal lagi, dan mencari

dukungan internasional terhadap keutuhan Aceh sebagai

bagian dari kita.

Dominasi Gus Dur bukan penyimpangan politik luar

negeri. Bung Karno dan Pak Harto juga merupakan figur

dominan dengan gaya berbeda. Bagi mereka bertiga,

menteri luar negeri merupakan pembantu aktif yang

39

menjalankan diplomasi dan wajib mengikuti panduan

kepala negara.

Ada beda sedikit: Pak Harto lebih bersikap pasif

menyerahkan otoritas kepada para menlu, sedangkan Bung

Karno dan Gus Dur jauh lebih aktif bukan cuma

menentukan arah, tetapi juga nuansa-nuansanya.

Peranan kepala negara vital karena posisi politis

dan geografis Indonesia yang amat strategis. Negara-

negara Asia dan Afrika mengandalkan kepemimpinan

Indonesia di Gerakan Non blok, Asia Tenggara

menempatkan kita sebagai saka guru ASEAN.

Saat Perang Dingin berkecamuk, Indonesia menjadi

rebutan Blok Barat dan Timur. Barat menjalankan

kebijakan subversif agar Indonesia tidak jatuh ke

tangan komunis, China dan Uni Soviet ingin menjadikan

kita sebagai satelit.

Dominasi Bung Karno tampak dari peranannya

menggalang Konferensi Asia-Afrika, Gerakan Nonblok, dan

40

Conference of New Emerging Forces (Conefo). Bung Karno

bahkan memerintahkan Perwakilan Tetap RI di New York

memutuskan Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsa-

Bangsa.

Di tingkat regional, Bung Karno menggagas

pembentukan poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Beijing-

Pyongyang yang cenderung berkiblat ke Blok Timur. Sikap

agresif Bung Karno ditunjukkan pula melalui politik

konfrontasi terhadap Malaysia.

Dominasi Pak Harto tecermin dari perubahan

orientasi politik luar negeri yang pro-Barat dan

”diabdikan untuk pembangunan ekonomi”. Bantuan dana

untuk Orde Baru berdatangan dari negara-negara Barat

berkat politik luar negeri yang antikomunis. Pak Harto

memutuskan hubungan diplomatik dengan China.

Politik luar negeri Pak Harto berhasil menjaga

kesinambungan kepemimpinan Indonesia di Asia Tenggara

dengan melanjutkan gagasan Bung Karno mengenai kerja

41

sama regional melalui pembentukan ASEAN lewat Deklarasi

Bangkok 8 Mei 1967. Ini tindak lanjut dari cita-cita

Bung Karno membentuk Association of Asian States (ASA)

31 Juli 1961 dan Maphilindo (5 Agustus 1963).

Pada masa Orde Baru pemerintah Indonesia

menerapkan politik luar negeri bebas aktif secara

efektif. Peranan Indonesia pada masa Orde Baru terlihat

jelas dengan peran aktif dalam acara-acara tingkat

dunia. Kerjasama diperluas dalam berbagai sektor

terutama sektor perekonomian, Indonesia juga secara

cepat memberikan tanggapan akan isu-isu yang muncul

dalam dunia internasional. Politik Luar negeri

Indonesia yang bebas aktif pada masa Orde Baru dapat

membawa Indonesia baik di mata dunia. Namun beberapa

pihak menilai bahwa pada masa presiden Soeharto yang

jelas anti komunisme hubungan dengan negara-negara

komunis tidak terlalu baik. Kecenderungan hubungan

Indonesia pada masa Orde Baru adalah mengarah kepada

42

negara-negara Barat yang pada masa presiden Soekarno

terabaikan.

Parlemen Orde Lama dan Orde Baru tidak terlalu

mempersoalkan dominasi kepala negara kecuali untuk isu-

isu kontroversial. Keterlibatan aktor-aktor masyarakat

terbatas karena tak begitu peduli dengan proses

pengambilan keputusan politik luar negeri yang elitis.

Namun, saat Gus Dur memimpin, asumsi itu berubah.

Globalisasi memaksa rakyat dan parlemen giat mengikuti

perkembangan internasional dan regional yang

berpengaruh terhadap situasi domestik. di era

pemerintahan Abdurrahman Wahid sebagai presiden ke-4

Republik Indonesia, mulai menapaki terminologi dari

sebuah Demokratisasi yang baru. George Kahin dalam

bukunya Indonesian Foreign Policy and the Dilemma of Dependence

(1976), menyebutkan bahwa politik luar negeri Indonesia

senantiasa sangat dipengaruhi oleh politik domestik.

Hal ini terbukti ketika dimulainya masa pemerintahan

presiden Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa “Gus

43

Dur” ini. Jika dilihat kembali beberapa karakteristik

cara diplomasi yang dilakukan oleh Soekarno hingga

Habibie yang cenderung melakukan diplomasi yang

multilateral, dalam pemerintahan Gus Dur ketika

memimpin Republik Indonesia ini, lebih mengedepankan

diplomasi secara Bilateral. Gus Dur selalu menampakan

moment-moment pertemuan antar negara dengan sikap yang

bisa dikatakan fun. Fun disini berarti bahwa ketika Gus

Dur melakukan kunjungan kenegaraan, suasana yang bisa

dibilang “formal” bisa dibuat menjadi terkesan lucu

atau dapat mencairkan suasana yang memanas. Teori fun

yang dilakukan untuk mencairkan suasana ini dapat

memudahkan transaksi kepentingan dan bahkan mempermulus

pertarungan strategis, dan juga bisa meningkatkan

bargaining position terhadap posisi Indonesia yang saat

itu sedang melemah.

Memang benar, posisi Indonesia ketika dipimpin

oleh presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 1999 ini

mengalami depresi yang teramat berat. Ketika Indonesia

44

dihadapkan dengan tragedi kerusuhan Mei 1998, kemudian

Negara Timur Leste yang memerdekakan diri, dan beberapa

kasus-kasus lainnya, mengakibatkan bahwa Gus Dur harus

mampu memulihkan citra positif dari Indonesia. Hal ini

dibuktikan, ketika Gus Dur melakukan lawatan atau

kunjungan ke Luar Negeri lebih sering, tercatat bahwa

Gus Dur pernah melakukan kunjungan ke 10 Negara Eropa –

Asia hanya dalam waktu 17 hari saja. Walaupun hal ini

terkesan sebagai sebuah Tour presiden, namun lebih

menekankan bahwa kunjungan kenegaraan ini digunakan

untuk menghadirkan citra positif bagi bangsa Indonesia

dan kemudian dapat terbentuknya lagi bantuan

perekenomian dari negara-negara Eropa maupun Asia. Tak

mudah menilai sukses tur keliling dunia Gus Dur karena

usia pemerintahannya yang pendek.

Pernyataan politik luar negeri perdana Gus Dur

mengumumkan rencana pembukaan hubungan dagang dengan

Israel. Ada dua alasan: pertama, menggairahkan hubungan

dengan lobi Yahudi. Indonesia paling tidak bisa minta

45

tokoh Yahudi, George Soros, tak mengacaukan pasar

uang/modal untuk menghindari krisis moneter. Kedua,

meningkatkan posisi tawar Indonesia menghadapi Timur

Tengah yang tak pernah membantu Indonesia mengatasi

krisis moneter.

Melalui Menlu Alwi Shihab, Gus Dur memperkenalkan

tiga elemen politik luar negeri. Pertama, menjaga jarak

sama dengan semua negara, kedua hidup bertetangga baik,

dan ketiga ”kebajikan universal”.

Seperti Bung Karno, Gus Dur berambisi mewujudkan

”poros kekuatan” di Asia. Ia sempat memulai prakarsa

tersebut dengan menggagas Forum Pasifik Barat yang

terdiri dari Indonesia, Timor Timur, Papua Niugini,

Australia, dan Selandia Baru yang sempat disuarakan ke

sembilan negara ASEAN.

Masih segar dalam ingatan, Gus Dur membujuk

Singapura menyetujui pembentukan Forum Pasifik Barat

dalam KTT ASEAN di Singapura, November 2000. Menteri

46

Senior Lee Kuan Yew menolak permintaan itu. Wajar jika

Gus Dur langsung ngamuk, membuat Singapura gempar.

”Pada dasarnya orang Singapura melecehkan Melayu. Kita

dianggap tak ada. Lee Kuan Yew menganggap saya sebentar

lagi turun (dari jabatan presiden). Singapura mau

enaknya sendiri, cari untungnya saja,” kata Gus Dur.

Sebelum itu Gus Dur mengemukakan pembentukan poros

(axis) Indonesia-China-India. Tak lama kemudian ia

memprakarsai pula poros ekonomi Indonesia, Singapura,

China, Jepang, dan India. Sayang, sejumlah negara Barat

dan beberapa sekutu mereka di kawasan ini—merasa

khawatir dengan fenomena ”kebangkitan Asia” ala Doktrin

Wahid ini.

Gus Dur minta bantuan Mensesneg Bondan Gunawan dan

sejumlah teman untuk merumuskan pembentukan organisasi

Dewan Keamanan Nasional. Sebagai presiden, Gus Dur juga

menampakkan ketegasannya seperti ia berkeinginan setiap

sarapan sudah di-brief tentang perkembangan politik dan

keamanan regional/internasional yang mutakhir dan apa

47

yang harus dilakukan pemerintah.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

48

Seperti yang dipaparkan di atas mengenai strategi

dan gaya diplomasi dalam politik luar negerinya masing-

masing, presiden atau kepala pemerintahan pada masa itu

cenderung berbeda, adapun perbedaan itu yakni strategi

dan gaya diplomasinya. Soekarno merupakan sosok

pemimpin yang penuh inisiatif dan inovatif. Kekayaannya

akan ide dan gagasan baru didukung dengan keberanian

dalam mengambil keputusan yang saat itu dinilai tidak

biasa menjadi tolak ukur keberhasilan strategi politik

luar negeri Indonesia pada masa itu. Soekarno pada

masanya cenderung melakukan strategi atau gaya

diplomasi yang multilateral. Sedangkan Gus Dur lebih

menekankan strategi atau gaya diplomasi bilateral. Gus

Dur selalu menampakan moment-moment pertemuan antar

negara dengan sikap yang bisa dikatakan fun. Fun disini

berarti bahwa ketika Gus Dur melakukan kunjungan

kenegaraan, suasana yang bisa dibilang “formal” bisa

dibuat menjadi terkesan lucu atau dapat mencairkan

suasana yang memanas. Teori fun yang dilakukan untuk

mencairkan suasana ini dapat memudahkan transaksi

49

kepentingan dan bahkan mempermulus pertarungan

strategis, dan juga bisa meningkatkan bargaining

position terhadap posisi Indonesia yang saat itu sedang

melemah.

Gus Dur memperkenalkan tiga elemen politik luar negeri.

Pertama, menjaga jarak sama dengan semua negara, kedua

hidup bertetangga baik, dan ketiga ”kebajikan

universal”.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penyusunan ini

yakni keberhasilan dari strategi politik luar negeri

Indonesia pada masa pemerintahan Soekarno (Orde Lama)

yakni sejumlah keberhasilan politik luar negeri pada

masa Soekarno atau pada era Orde Lama antara lain:

1. Indonesia berhasil merebut kembali Irian Barat dari

Belanda melalui jalur diplomasi dan militer

2. Indonesia berhasil menginisiasi berdirinya Gerakan

Non- Blok melalui KTT Asia- Afrika di Bandung pada

tahun 1955

50

3. Indonesia berhasil menunjukkan eksistensi yang patut

diperhitungkan oleh kedua blok raksaksa dunia pada masa

itu

Sejumlah halangan yang banyak mengusik keberlangsungan

politik luar negeri Indonesia pada era Orde Lama yaitu:

1. Baru terbentuknya NKRI sehingga masih banyak ancaman

disintegrasi nasional

2. Instabilitas politik dan perekonomian domestik

3. Situasi Perang Dingin dan terbentuknya dua blok

raksaksa dunia yang saling berusaha mendominasi

4. Infrastruktur yang baru dibangun tidak sesuai dengan

ambisi Soekarno untuk segera membuat Indonesia menjadi

negara adidaya.

Sedangkan sejumlah keberhasilan politik luar

negeri pada masa Gus Dur atau pada era Reformasi ialah

perbaikan citra Indonesia sehingga investasi asing pun

dapat mengalir membantu perekonomian Indonesia yang

51

masih terseok akibat krisis. Kebanyakan keberhasilan

Gus Dur lebih berpusat pada pengelolaan konflik melalui

agregasi kepentingan yang baik. Namun dengan

kepemimpinan yang banyak dianggap menyimpang, Gus Dur

tidak sempat menghasilkan catatan keberhasilan lebih

banyak dari apa yang telah direncanakan.

Berikut sejumlah hambatan yang muncul pada era

kepemimpinan Gus Dur:

1. Transisi demokrasi menyebabkan ketidakstabilan

politik

2. Perekonomian masih belum bangkit dari krisis

3. Konflik horizontal dan vertical semakin bermunculan

dan mengancam keamanan nasional

4. Kurangnya kepercayaan internasional terhadap citra

Indonesia yang memburuk

5. Kurangnya dukungan dari dalam negeri terhadap

kebijakan yang diambil Gus Dur

52

6. Transisi politik dan demokrasi menyebabkan

kepercayaan terhadap pemerintah dari rakyat masih

minim.

5.2 Saran

Saran untuk kajian ini, yakni saya berharap

pemerintah sekarang atau pemerintah yang menjabat lebih

mempertimbangkan lagi setiap pengambilan kebijakan

politik luar negeri Indonesia dengan harus berlandaskan

alasan atau disesuaikan dengan kepentingan negaranya

itu sendiri, bukan malah menjerumuskan negaranya.

Maksud dari menjerumuskan disini yakni pemerintah

Indonesia harus bisa membagi tugas untuk menyelesaikan

permasalahan dalam negeri dan luar negeri tanpa

melupakan permasalahan lain yang lebih penting seperti

kemiskinan atau krisis ekonomi di dalam negeri, seperti

kita ketahui tadi saat Gus Dur sedang intim-intimnya

memperjuangkan nama baik negara atau citra negara di

percaturan internasional namun rakyatnya sendiri

malahan memiliki masalah kemiskinan atau krisis

53

ekonomi. Mungkin masalah citra lebih baik namun masalah

lain muncul yakni krisis ekonomi mulai melanda. Jadi

yang saya inginkan pemerintah lebih bijak dalam membagi

tugas (permasalahan luar negeri / International Issue dan

permasalahan dalam negeri / Domestic Issue).

DAFTAR PUSTAKA

W, John Creswell, 2010, Research Design : Pendekatan

Kualitatif, Kuantitatif dan jjjjjjjjjjjjCampuran,

Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

54

Moleong , Lexy J, 2006, Metode Penelitian Kualitatif,

edisi revisi, Bandung.

Chaedar, Wasilah, 2004, Pokoknya Kualitatif, Bandung,

Pustaka Jaya Setia.

Nasution, 1992, Metode Research, Bandung, Jemmars.

Sudyana Nana dan Ibrahim, 1998, Penelitian dan

Penilaian Pendidikan, Bandung, jjjjjjjjjjjjPenerbit

Sinar Baru.

Ikrar Nusa Bhakti. Reinterpretasi Politik Luar Negeri

Indonesia dan Kemandirian Regional Asia Tenggara

(Studia Politika 2). Jakarta:1998.

Ananda, Azwar dan Junaidi Indrawati (2008) Hubungan

Internasional konsep dan teori. UNP Press: Padang

MacDonald, David B., Robert G. Patman and Betty Mason-

Parker (2007) THE ETHICS OF FOREIGN POLICY. Ashgate

Publishing Company: Burlington USA

55

http://pustaka.unpad.ac.id/archives/50129/. diakses

pada 2 Januari 2014 pukul 22:29 WIB.

A.T. Sugeng Priyanto dkk, Buku Sekolah Elektronik, hlm. 76 -

91

http://umum.kompasiana.com/2010/01/31/sang-presiden-

%E2%80%93- kebijakan-politik-luar-dan-dalam-negeri-

sambungan-menyerah-tanpa- syarat/ diakses pada 2

Januari 2014 pukul 22:36 WIB.

http://politik.kompasiana.com/2011/01/16/periodisasi-

politik-luar-negeri- indonesia-dari-masa-orde-lama-

hingga-masa-reformasi-335055.html diakses pada 2

Januari 2014 pukul 22:41WIB.

http://rofiuddarojat.wordpress.com/2011/11/03/284/

diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:44 WIB.

http://www.scribd.com/doc/24673774/Politik-Luar-Negeri-

Indonesia- Kebebasaktifan-Yang-Oportunis diakses

pada 2 Januari 2014 pukul 22:47 WIB.

56

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/01/

change_and_continuity_in _indonesia_for eign_policy.pdf

diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:51 WIB.

57