KLIPPING HAK TANGGUNGAN AJI

23
KLIPPING HAK TANGGUNGAN AJI Jaminan dan Pengikatan Jaminan A. PENDAHULUAN Di dalam dalam pemberian kredit, Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat termasuk resiko yang harus dihadapi atas pengembalian kredit. Untuk memperoleh keyakinan sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha Debitur. Agunan merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar Bank dapat memperoleh tambahan keyakinan atas kemampuan Debitur untuk mengembalikan utangnya. Yang dimaksud dengan Jaminan dalam arti luas adalah jaminan yang bersifat materil maupun yang bersifat immateril. Jaminan yang bersifat materil misalnya bangunan, tanah, kendaraan, perhiasan, surat berharga. Sedangkan jaminan yang bersifat immateril misalnya jaminan perorangan (borgtocht). Dari sifat dan wujudnya benda menurut hukum dapat dibedakan atas benda bergerak (roerende goederen) dan benda tidak bergerak (onroerende goederen). Pendapat lain membagi benda bergerak menjadi Berwujud dan Tidak Berwujud. Berwujud artinya sifatnya sendiri menggolongkannya kedalam golongan itu yaitu segala barang yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, misalnya barang-barang inventaris kantor, kendaraan bermotor dan sebagainya. Sedangkan Tidak Berwujud adalah karena Undang-Undang menggolongkannya kedalam golongan itu, misalnya cek, wesel, saham, obligasi dan tagihan. B. JAMINAN KEBENDAAN Dalam Hukum mengenai pengikatan jaminan, penggolongan atas benda bergerak dan tidak bergerak mempunyai arti yang penting sekali. Adanya perbedaan penggolongan tersebut juga akan menentukan jenis lembaga jaminan/pengikatan jaminan mana yang dapat dibebankan atas benda

Transcript of KLIPPING HAK TANGGUNGAN AJI

KLIPPING HAK TANGGUNGAN AJI

Jaminan dan Pengikatan Jaminan

A. PENDAHULUAN

Di dalam dalam pemberian kredit, Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat termasuk resiko yang harus dihadapi atas pengembalian kredit. Untuk memperoleh keyakinan sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha Debitur. Agunan merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar Bank dapat memperoleh tambahan keyakinan atas kemampuan Debitur untuk mengembalikan utangnya.

Yang dimaksud dengan Jaminan dalam arti luas adalah jaminan yang bersifat materil maupun yang bersifat immateril. Jaminan yang bersifatmateril misalnya bangunan, tanah, kendaraan, perhiasan, surat berharga. Sedangkan jaminan yang bersifat immateril misalnya jaminan perorangan (borgtocht).

Dari sifat dan wujudnya benda menurut hukum dapat dibedakan atas bendabergerak (roerende goederen) dan benda tidak bergerak (onroerende goederen).

Pendapat lain membagi benda bergerak menjadi Berwujud dan Tidak Berwujud. Berwujud artinya sifatnya sendiri menggolongkannya kedalam golongan itu yaitu segala barang yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, misalnya barang-barang inventaris kantor, kendaraan bermotor dan sebagainya. Sedangkan Tidak Berwujud adalah karena Undang-Undang menggolongkannya kedalam golongan itu, misalnya cek, wesel, saham, obligasi dan tagihan.

 

B. JAMINAN KEBENDAAN

Dalam Hukum mengenai pengikatan jaminan, penggolongan atas benda bergerak dan tidak bergerak mempunyai arti yang penting sekali. Adanyaperbedaan penggolongan tersebut juga akan menentukan jenis lembaga jaminan/pengikatan jaminan mana yang dapat dibebankan atas benda

jaminan yang diberikan untuk menjamin pelunasan. Sifat perjanjian jaminan adalah accessoir, yaitu tergantung pada perjanjian pokoknya.

Pemberian jaminan dari Debitur kepada Kreditur menimbulkan 2 (dua) sifat hak jaminan yang dikenal secara umum, yaitu:

1. Hak jaminan yang bersifat umum, yaitu jaminan yang diberikan olehDebitur kepada Kreditur, tanpa memberikan hak saling mendahului (konkuren)  antara kreditur yang satu dengan kreditur lainnya.

2. Hak jaminan yang bersifat khusus, yaitu jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur, dengan memberikan hak mendahului dari kreditur lainnya, sehingga ia berkedudukan sebagai kreditur privillege (preferent).

Pemberian Jaminan oleh Debitur kepada Kreditur semata-mata hanya sebagai jaminan dalam pengembalian fasilitas kredit yang telah dinikmati oleh Debitur apabila Debitur wanprestasi. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengambil hasil dari penjualan barang jaminan tersebut. Sehingga konsep dasar pemberian jaminan oleh Debituradalah bukan untuk dimiliki oleh Kreditur. Namun untuk mengantisipasi praktek perbankan, dalam UU Perbankan No. 7 tahun 1992 tanggal 25 Maret 1992 (“UU Perbankan”) Pasal 12A disebutkan bahwa Bank dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilikagunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada Bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.

B.1.      BENDA TETAP/TIDAK BERGERAK

 

Yang dimaksud dengan benda tetap atau barang tidak bergerak adalah suatu benda atau barang yang tidak dapat bergerak atau tidak dapat dipindahkan secara fisik, yaitu misalnya tanah dan bangunan, pekarangan dan apa yang didirikan diatasnya, pohon dan tanaman ladang,

mesin yang melekat pada tanah dimana mesin tersebut berada, kapal lautserta kapal terbang.

Tanah Yang Dapat Dijadikan Jaminan

Menurut pasal 4 Undang-undang No.4 tahun 1996 tanggal 9 April 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang berkaitan Dengan Tanah  (“UUHT”) Tanah yang dapat dijadikan jaminan adalah:

1. Tanah Hak Milik2. Tanah Hak Guna Usaha (“HGU”)3. Tanah Hak Guna Bangunan (“HGB”)4. Tanah Hak Pakai atas tanah Negara

Pengikatan jaminan atas tanah hak tersebut di atas adalah dengan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (“APHT”) yang meliputi pula seluruh bangunandan tanaman yang berada diatasnya dan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan.  Hanya apabila benar-benar diperlukan yaitu dalam hal pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir di hadapan PPAT dapat dipergunakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (“SKMHT”) yang harus diberikan langsung oleh pemberi Hak Tanggungan.  Undang-undang mengatur bahwa SKMHT juga dapat dipergunakan dalam hal hak atastanah belum bersertifikat serta khusus untuk pemberian kredit program. 

B.2.      BENDA BERGERAK

Yang dimaksud dengan benda bergerak atau barang bergerak adalah barangyang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan, yaitu misalnya kendaraan bermotor, deposito, barang-persediaan (inventory), barang-barang inventaris kantor, mesin, hewan ternak, tagihan, hak tagih atasklaim asuransi, dan sebagainya.

Benda-benda tersebut di atas dapat dijadikan jaminan atas pelunasan utang Debitur. Sedangkan pengikatan jaminan atas benda-benda tersebut di atas adalah dengan Gadai atau Fidusia.

 

JAMINAN NON KEBENDAAN

Selain jaminan kebendaan, jaminan lain yang dapat diterima sebagai jaminan kredit adalah jaminan non kebendaan, yaitu Penanggungan.

Sesuai Pasal 1820 KUH Perdata Penanggungan adalah suatu persetujuan pihak ketiga guna kepentingan Kreditur mengikatkan diri untuk membayarutang Debitur bila Debitur tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan penanggungan biasanya diberikan dalam bentuk :

Jaminan Perorangan Jaminan Perusahaan Bank Garansi Standby Letter Of Credit (“SBLC”).

Jaminan Perorangan atau Perusahaan diberikan oleh seseorang atau Perusahaan untuk menjamin hutang pihak ketiga. Jaminan Perorangan atauJaminan Perusahaan ini biasanya hanya merupakan jaminan tambahan dari jaminan pokok, artinya selain jaminan ini Bank biasanya meminta jaminan lainnya.  Demikian pula dalam melakukan eksekusi, Bank akan mendahulukan jaminan pokok dulu sebagai pelunasan hutang, apabila ternyata masih belum cukup barulah Bank melakukan eksekusi terhadap jaminan perorangan atau perusahaan.

PENGIKATAN JAMINAN

D.1.      Hak Tanggungan

1. Hak Tanggungan diatur dalam UUHT.  Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut setiap benda yang merupakan bagian dan kesatuannya, untuk pelunasan suatu utang tertentu dan memberikan kedudukan yang diutamakan/preferent kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur lain.

2. Ciri-ciri Hak Tanggungan

(i)         Memberikan kedudukan diutamakan (preferent) kepada Krediturnya;

(ii)        Selalu mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada (droit de suite);

(iii)       Memenuhi asas spesialitas dan publisitas;

(iv)       Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya;

(v)        Tidak dapat dibagi-bagi;

(vi)       Bersifat accessoir/merupakan ikatan pada perjanjian pokok yakni perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang-piutang.

1. Obyek Hak Tanggungan

(i)         Hak Milik(ii)        HGB(iii)       HGU(iv)       Hak Pakai atas Tanah Negara

Hak atas tanah sebagaimana tersebut di atas dapat dibebani Hak Tanggungan karena memenuhi 2 syarat, yaitu :

1. Terdaftar dalam buku tanah di Kantor Pertanahan (memenuhi asas publisitas); dan

2. Dapat dipindahtangankan.

 

Hak Pakai atas Tanah Negara yang diberikan kepada instansi Pemerintah,Badan Keagamaan dan Sosial dan Badan Perwakilan Negara Asing yang tidak dibatasi jangka waktunya dan diberikan selama tanahnya digunakanuntuk keperluan tertentu wajib didaftarkan, tetapi karena menurut sifatnya tidak dapat dipindah tangankan bukan merupakan obyek Hak Tanggungan, sedangkan Hak Pakai atas Tanah Negara yang diberikan kepada orang perorangan dan badan-badan hukum perdata, karena memenuhikedua persyaratan tersebut di atas, dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan.

1. Hapusnya Hak Tanggungan

(i)         Hapusnya hutang sebagaimana diatur dalam pasal 1381 KUH Perdata yang dijamin dengan Hak Tanggungan;

(ii)        Dilepasnya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;

(iii)       Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;

(iv)       Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.5 tahun 1960 tertanggal 24 September 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (“UUPA”).

Namun untuk tanah HGU, HGB dan Hak Pakai yang diperpanjang sebelum tanggal jatuh tempo, Hak Tanggungan yang dibebankan atasnya tetap berlanjut/tidak gugur.

Apabila Hak Tanggungan hapus karena hutang telah dibayar lunas atau karena sebab-sebab sebagaimana telah disebut di atas, maka Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan atau roya catatan Hak Tanggungan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja atas permintaan pihak yang berkepentingan.

D.2.      SKMHT

SKMHT merupakan akta yang bersifat pemberian kuasa oleh pemilik tanah/bangunan kepada Kreditur untuk melakukan pembebanan Hak Tanggungan atas tanah/bangunan yang dijadikan jaminan utang.

Pada dasarnya SKMHT bukanlah pengikatan jaminan, tetapi hanya sekedar kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan dan karenanya Kreditur belum mendapatkan hak-hak yang seluasnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam SKMHT (pasal 15 UUHT) adalah:

1. Hanya diperkenankan dalam keadaan khusus, yakni apabila pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri di hadapan PPAT untuk membuat APHT;

2. Harus berbentuk Akta Notaril yang dibuat oleh Notaris/PPAT;

3. Isi SKMHT hanya memuat perbuatan hukum membebankan Hak Tanggungan;

4. Tidak memuat kuasa substitusi;5. Tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab

apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan ataukarena telah habis jangka waktunya;

6. Jangka waktu berlakunya:

Untuk tanah yang sudah terdaftar : 1 bulan Untuk tanah yang belum terdaftar : 3 bulan;

1. SKMHT untuk menjamin pelunasan Kredit Usaha Kecil, berlaku sampaisaat berakhirnya masa perjanjian pokok.

D.3       Gadai

Dasar Hukum

Pasal 1150 sampai dengan  pasal 1160 KUH Perdata.

 

Pengertian Gadai

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang Kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang Debitur atau oleh seseorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepadasi-Kreditur itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada Kreditur lainnya.

 

1. Syarat Gadai

Barang yang digadaikan harus berada dalam penguasaan fisik Penerima Gadai atau orang lain yang ditunjuk oleh pemegang/penerima gadai, namun tidak boleh meliputi hak untuk memakai barang tersebut dengan ancaman batal demi hukum.

 

1. Obyek Gadai

Barang bergerak seperti: kendaraan, mesin, logam mulia, surat saham, surat berharga lainnya dan lain lain.

 

1. Bentuk Pengikatan Gadai

Dapat dilakukan secara akta Otentik/Notaril atau dibawah tangan.

 

1. Sifat Gadai 1. Mempunyai hak preferent2. accessoir

D.4.      Fidusia

 

a.   Pengertian Fidusia

Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang No.42 tahun 1999 tertanggal30 September 1999 tentang  Jaminan Fidusia (“UU Fidusia”). Fidusia dahulu dikenal dengan istilah Fiduciair Eigendoms Overdracht (FEO).

 

Fidusia adalah pengalihan hak milik atas benda sebagai jaminan atas dasar kepercayaan, sedangkan bendanya sendiri tetap berada dalam tangan si-Debitur, dengan kesepakatan bahwa Kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada Debitur bilamana hutangnya telah dibayar lunas.

 

1. Obyek Fidusia

Obyek Fidusia terdiri dari:

(i)   Benda-benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud;

(ii)  Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan berdasarkan UUHT.

 

Yang dapat Memberi Fidusia

(i)   Harus Pemilik Benda

(ii)  Jika Benda tersebut milik Pihak Ketiga, maka pengikatan Jaminan Fidusia tidak boleh dengan kuasa substitusi, tetapi harus langsung oleh pemilik Benda/Pihak Ketiga yang bersangkutan.

 

Bentuk Pengikatan Fidusia

Harus dilakukan secara akta Otentik/Notaril sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU Fidusia.

 

Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu  Penerima atau kepada Kuasa atau Wakil Penerima Fidusia. Ketentuan ini dimaksudkan dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium.

 Larangan melakukan Fidusia Ulang terhadap Benda Obyek Jaminan Fidusiayang sudah terdaftar

(i)   Apabila benda obyek jaminan Fidusia sudah terdaftar, berarti menurut hukum Obyek Jaminan Fidusia telah beralih kepada Penerima Fidusia;

(ii)  Sehingga pemberian Fidusia Ulang merugikan kepentingan Penerima Fidusia.

 

Sifat Fidusia

(i)   Asas Droit De Suite :

Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi Obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada.

(ii)  Asas Hak Preferent:

1. Dengan didaftarkannya Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia, memberikan kedudukan HAK YANG DIDAHULUKAN kepada Penerima Fidusia (Kreditur) terhadap Kreditur lainnya.

2. Kualitas HAK DIDAHULUKAN Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya Kepailitan dan atau Likuidasi.

D.5.      Hipotek

 

1. Dasar Hukum

Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata

           

1. Pengertian

Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak yang diperoleh oleh penagih untuk mengambil  penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan dan yang dianggap sebagai jaminan atas utangyang dipinjamkannya kepada pemilik benda tersebut.  Hipotek menyebabkan penagih mempunyai hak pembayaran uang yang didahulukan dari pada pelunasan atau pembayaran hutang orang lain.

 

1. Syarat Hipotek

(i)   Atas benda tetap

(ii)  Dengan akta Notaris

(iii) Didaftarkan di Kantor Balik Nama (Kodester)

 

1. Sifat  Umum Hipotek

(i)         Hipotek adalah hak kebendaan, yang bersifat absolut, hak itu mengikat bendanya dan memberi wewenang yang luas kepada si pemilikbenda serta jangka waktu hak yang tidak terbatas.

(ii)        Merupakan perjanjian Accessoir.

(iii)       Droit de Preference atau hak yang didahulukan dari piutang lainnya.

(iv)       Mudah dieksekusi.

(v)        Objeknya benda tetap, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.

(vi)       Hanya berisi hak untuk melunasi hutang, dan tidak memberi hak untuk menguasai bendanya.

(vii)    Dibebankan atas benda milik orang lain.

(viii)   Pinjaman Hipotek tak dapat di bagi-bagi.

(ix)       Openbaar atau bersifat terbuka.

(x)        Specialitas.

 

 

D.6.      Penanggungan

 

a.   Dasar Hukum

Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata

 

1. Pengertian

Penanggungan adalah suatu persetujuan pihak ketiga guna kepentingan Kreditur mengikatkan diri untuk membayar utang Debitur bila Debitur tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan penanggungan biasanya diberikan dalam bentuk: Jaminan Perorangan, Jaminan Perusahaan, Bank Garansi, SBLC.

 

1. Sifat Penanggungan

(i)   Sifat Umum

Bersifat Accessoir. Bentuk umumnya tertulis, dapat di bawah tangan / Notaril. Pelepasan hak-hak istimewa yang diberikan oleh seorang penanggung

sebagaimana diatur dalam pasal 1832 KUH Perdata.

(ii)  Sifat penanggungan secara Personal Guarantee/Borgtocht

Perorangan Harus disertai Persetujuan Suami/Istri dari Debitur/Penjamin Penanggungan berpindah kepada ahli warisnya

(iii) Sifat penanggungan secara Company Guarantee

Suatu perjanjian dimana suatu badan hukum, guna kepentingan si Debitur (berhutang), mengikatkan diri untuk memenuhi kewajiban siDebitur manakala si Debitur tersebut wanprestasi.

Harta kekayaan  badan hukum tersebut yang dijadikan jaminan. Para pihak yang berwenang sesuai dengan AD Perseroan.

Persetujuan Komisaris perseroan (apabila disyaratkan dalam AD Perseroan)

 

1. Pelepasan Hak-hak Istimewa

Beberapa hak istimewa dari penjamin yang diberikan oleh undang-undang,adalah:

1. Meminta agar harta benda Debitur disita dan dilelang terlebih dahulu (Pasal 1831 KUH Perdata). Sita dan lelang terhadap harta kekayaan penjamin akan tiba gilirannya apabila hasil lelang terhadap harta kekayaan Debitur belum mencukupi untuk melunasi seluruh kewajibannya kepada Bank, yang dengan demikian hak ini akan menimbulkan kewajiban bagi penjamin untuk menunjukkan harta kekayaan Debitur yang akan dikenakan sita atau dilelang;

2. Meminta pemecahan utang (Pasal 1837 KUH Perdata). Dalam hal penjamin terdiri dari beberapa subyek hukum untuk satu Debitur dan untuk satu utang, maka masing-masing penjamin dapat bertangung jawab secara proporsional;

3. (i) Menuntut pembayaran kembali dari Debitur atas jumlah yang telah dibayarnya kepada Kreditur (Pasal 1839 KUH Pedata), dan lebih dari itu memungkinkan penjamin untuk (ii) menerima pengalihan hakdari Kreditur  (subrogasi) atas seluruh hak Kreditur (Pasal 1840 KUH Perdata), seperti hak Kreditur atas hak tanggungan atau fidusia, mengingat apabila penjamin telah melakukan pembayaran atau telah memenuhi kewajibannya maka secara hukum hak Kreditur berupa pelunasan utang dari Debitur beralih kepada penjamin;

4. Menuntut Debitur untuk mengganti kerugian atau dibebaskan dari penanggungan sebelum penjamin membayar kewajibannya (Pasal 1843 KUH Perdata), karena sebab-sebab: (i) apabila penjamin digugat di pengadilan untuk membayar, (ii) Debitur berjanji membebaskan penjamin pada waktu tertentu, (iii) utang sudah dapat ditagih karena lewatnya waktu yang ditetapkan untuk penjaminannya, atau (iv) jangka waktu penjaminan lebih dari 10 tahun, dalam hal perjanjian pokok tidak menetapkan batas waktu pengakhiran perjanjian. Menurut hemat kami, Pasal ini masih dapat

diperdebatkan, mengingat sebelum penjamin melakukan pembayaran apapun, maka: (i) akan sulit untuk meminta ganti kerugian kepada Debitur, dan (ii) permintaan penjamin untuk dibebaskan dari penangungan hendaknya dimintakan kepada Kreditur (bukan kepada Debitur), mengingat Kreditur adalah pihak yang menerima penanggungan;

5. Mengajukan keberatan menyangkut penanggungan yang diberikannya (Pasal 1847 KUH Perdata), dan bukan keberatan menyangkut keadaan Debitur. Sebagai contoh, penjamin tidak diperkenankan mengajukan keberatan sehubungan dengan adanya perubahan susunan pengurus dari Debitur;

6. Meminta kepada Kreditur untuk dibebaskan dari kewajibannya, apabila (i) Kreditur telah menghilangkan hak-hak istimewa dari Kreditur (Pasal 1848 KUH Perdata), seperti hak yang timbul dari hak tanggungan, atau (ii) Kreditur secara sukarela menerima kekayaan Debitur sebagai pembayaran utang Debitur (Pasal 1849 KUH Perdata).

 

Pelepasan beberapa hak istimewa dari penjamin, yang disepakati oleh penjamin dan Bank dalam perjanjian penanggungan, mengandung akibat-akibat sebagai berikut:

a.       Pelepasan Pasal 1831 KUH Perdata. Dalam hal Debitur lalai memenuhi kewajibannya, maka Kreditur dapat langsung meminta penjamin untuk memenuhi kewajiban dari Debitur, dan apabila penjamin tidak memenuhi kewajiban yang diminta Kreditur maka Kreditur dapat mengajukan permohonan sita dan lelang langsung terhadap harta kekayaanpenjamin.

 

b.      Pelepasan Pasal 1837 KUH Perdata. Dalam hal penjamin terdiri dari beberapa subyek hukum, maka masing-masing penjamin terikat untuk seluruh utang (tidak proporsional) dan apabila terdapat penjamin lain yang tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka penjamin lain akan menjadi penjamin atas porsi kewajiban dari penjamin yang tidak mampu tersebut.

 

c.       Pelepasan Pasal 1430 KUH Perdata. Penjamin untuk mengurangi besarnya penanggungan atau besarnya kewajiban yang harus dibayarnya, dapat meminta antara Kreditur dengan Debitur memperjumpakan utangnya (set-off) terlebih dahulu, dalam hal Kreditur ternyata memiliki kewajiban kepada Debitur. Dengan dilepaskannya hak ini, tentunya penjamin tidak diperkenankan untuk meminta perjumpaan utang antara Kreditur dan Debitur.

 

d.      Pelepasan Pasal 1843 KUH Perdata. Penjamin tidak diperkenankanmenuntut ganti kerugian atau meminta kepada Debitur untuk dibebaskan dari perikatan penanggungan, dengan alasan-alasan yang diuraikan dalambutir 2.4 di atas.

 

e.      Pelepasan Pasal 1848 dan 1849 KUH Perdata. Apabila harta kekayaan Debitur, yang nantinya akan menjadi jaminan untuk penjamin, telah dialihkan oleh Debitur karena Kreditur sebelumnya telah melepaskan haknya terhadap harta kekayaan dimaksud atau bahkan harta kekayaan dimaksud telah diterima oleh Kreditur sebagai pembayaran kewajiban Debitur, maka penjamin akan kehilangan (kesempatan terhadap)harta kekayaan Debitur yang akan/dapat menjadi jaminan atau sumber pelunasan kewajiban Debitur kepada penjamin nantinya.

 

D.7.      SBLC

 

1. Pengertian

SBLC atau sering disebut Clean L/C merupakan pernyataan janji bayar dari Bank penerbit untuk membayar saat diminta oleh Bank penerima berkenaan dengan:

(i)   Kewajiban pemohon sebagai debitur

(ii)  Kewajiban pemonohon sebagai garantor

(iii) Kewajiban lainnya dari pemohon

 

1. Pedoman SBLC

(i)   Uniform Customs And Practice For Documentary Credits 500 (“UCP”)

 

1. Karakteristrik SBLC

(i)   Irrevocable, yaitu tidak dapat dibatalkan.

(ii)  Primary Obligatoir, yaitu penerbit tidak dapat meminta pemohon untuk memenuhi kewajibannya terlebih dahulu.

(iii) bersifat tidak accessoir.

(iv) Saat klaim diajukan dapat mensyaratkan dokumen atau tidak.

SBLC tidak accessoir dengan perjanjian pokoknya, karena dalam UCP 500 pasal 3 disebutkan bahwa SBLC adalah transaksi yang terpisah dari perjajian lainnya yang menjadi dasar penerbitan SBLC.

                                   

1. Syarat Formal SBLC

(i)         Jenis SBLC (yang diterima dan diterbitkan hanya Irrevocable SBLC)

(ii)        Mata uang dan jumlah uang jaminan

(iii)       Jangka waktu berlakunya penjaminan

(iv)       Transaksi yang dijamin

(v)        Cara pembayaran bila SBLC diklaim

(vi)       Ketentuan yang mengatur SBLC

(vii)    Tempat pembayaran klaim SBLC

                                               

Pembahasan mengenai SBLC secara umum juga dibahas dalam BAB VII mengenai Letter of Credit.

TANYA JAWAB

Pertanyaan :

Salam sejahtera, saya memiliki permasalahan dengan pihak bank, dimana sebelumnya saya memiliki fasilitas kredit modal usaha dengan jaminan SHM. Selanjutnya fasilitas tersebut telah saya lunasi pertanggal 14/11/2013. Sebagai bukti pelunasan, yang saya terima adalah: kwitansi penyetoran pelunasan, surat roya pertanggal 14/11/2013, dan surat keterangan pengambilan jaminan yang ditandatangani oleh Unit manager. Sedangkan berkas jaminan saya berupa SHM dan SHT belum diserahkan hingga saat ini tanggal 21/11/2013 dengan alasan bahwa pihak yang berwenang yaitu Unit manager tidak di tempat. Mohon petunjuk, langkah hukum apa yang dapat saya tempuh agar hak saya dapat dikembalikan secepatnya? Atas jawaban dan perhatiannya kami ucapkan terima kasih.  

Jawaban :

Anda mengatakan bahwa yang dijadikan jaminan adalah SHM.Kami beranggapan bahwaSHM yang Anda maksud adalah sertifikat hak atas tanah yaitu Sertifikat HakMilik yang dijaminkan dengan hak tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 1angka 1 jo. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU HakTanggungan”).

 

Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU Hak Tanggungan, hak tanggungan hapus karenahal-hal sebagai berikut:

a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;

b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;

c.   pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh KetuaPengadilan Negeri;

d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. 

Melihat pada ketentuan di atas, hak tanggungan tersebut hapus karena Andasudah melunasi utang Anda.

Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) UU Hak Tanggungan, setelah hak tanggungan hapus,Kantor Pertanahan mencoret catatan hak tanggungan pada buku tanah hak atastanah dan sertifikatnya. Dengan hapusnya hak tanggungan, sertifikat haktanggungan tersebut akan ditarik dan bersama-sama buku tanah hak tanggungandinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan (Pasal 22 ayat (2) UU HakTanggungan).

Jika sertifikat hak tanggungan karena sesuatu sebab tidak dikembalikan kepadaKantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku tanah hak tanggungan (Pasal22 ayat (3) UU Hak Tanggungan).

Permohonan pencoretan hak tanggungan diajukan oleh pihak yang berkepentingandengan melampirkan sertifikat hak tanggungan yang telah diberi catatan olehkreditor bahwa hak tanggungan hapus. Baik karena piutang yang dijaminpelunasannya dengan hak tanggungan itu sudah lunas, atau ada pernyataantertulis dari kreditor bahwa hak tanggungan telah hapus karena piutang yangdijamin pelunasannya dengan hak tanggungan itu telah lunas atau karenakreditor melepaskan hak tanggungan yang bersangkutan (Pasal 22 ayat (4) UU HakTanggungan).

Dalam perkara ini, Anda sebagai pihak yang berkepentingan, dapat melakukanpermohonan pencoretan hak tanggungan dengan melampirkan sertifikat haktanggungan dan surat pernyataan dari kreditor bahwa utang Anda telah lunas.

Dengan dicoretnya hak tanggungan, Anda sebagai pemilik tanah tersebut akanmendapatkan kembali hak atas tanah Anda sepenuhnya tanpa ada beban di atastanah tersebut.

Mengenai kreditor yang tidak juga memberikan sertifikat hak milik Anda dansertifikat hak tanggungan, J. Satrio dalam bukunya Hukum Jaminan, Hak JaminanKebendaan, Hak Tanggungan (Buku 2) (hal. 298) mengatakan bahwa dalam hal sertifikathak tanggungan tidak disertakan bersama-sama dengan permohonan roya, maka yangdemikian itu tidak menghalangi pelaksanaan roya; dan hal itu cukup dicatatsaja pada buku tanah hak tanggungan. Ini juga sesuai dengan pengaturan dalamPasal 22 ayat (3) UU Hak Tanggungan.

Sedangkan mengenai pengembalian sertifikat hak atas tanah (SHM) kepadadebitor, berdasarkan UU Hak Tanggungan, SHM tidak dibutuhkan untuk mencorethak tanggungan. Akan tetapi, J. Satrio masih dalam buku yang sama mengatakanbahwa sekalipun tidak disebutkan dalam Pasal 22 ayat (4) UU Hak Tanggungan,tentunya juga dilampirkan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Inikarena sertifikat hak atas tanah (yang merupakan salinan buku tanah) harusdisesuaikan dengan buku tanah sebagai induknya.

Karena pada dasarnya dalam UU Hak Tanggungan tidak diatur mengenai keharusanmelampirkan sertifikat hak atas tanah, maka tidak ada ketentuan yang mengaturdalam hal kreditor tidak mau bekerja sama memberikan sertifikat atas tanahkepada debitor untuk melakukan pencoretan hak tanggungan.

Dalam UU Hak Tanggungan diatur jika kreditor tidak bersedia memberikanpernyataan tertulis bahwa hak tanggungan telah hapus karena utang sudah lunas,debitor (yang berkepentingan) dapat mengajukan permohonan perintah pencoretankepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat haktanggungan yang bersangkutan didaftar (Pasal 22 ayat (5) UU Hak Tanggungan).

Hal serupa juga dikatakan oleh Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja dalambukunya yang berjudul Hak Tanggungan (hal. 272-273), sebagaimanapernah dikutipdalam artikel Arti Istilah Roya, yang mengatakan bahwa untuk keperluanpencoretan hak tanggungan, pemberi hak tanggungan diperbolehkan untukmempergunakan semua sarana hukum yang diperbolehkan (termasuk permohonanperintah pencoretan kepada Ketua Pengadilan Negeri), dan karenanya jugamempergunakan semua alat bukti yang diperkenankan yang membuktikan telahhapusnya hak tanggungan tersebut. 

Jika kreditor tetap tidak mengembalikan sertifikat hak atas tanah Anda (SHMAnda), Anda dapat mencoba meminta dengan cara kekeluargaan. Akan tetapi jikacara tersebut tetap tidak berhasil, Anda dapat melakukan gugatan perdata atasdasar perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

Sebagaimana dikatakan dalam artikel yang berjudul Hukum Menahan Surat BerhargaMilik Karyawan yang Sudah Berhenti Bekerja, perbuatan melawan hukum adalah

apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum pada umumnya. Hukum bukan sajaberupa ketentuan-ketentuan undang-undang, tetapi juga aturan-aturan hukumtidak tertulis, yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat. Kerugian yangditimbulkan itu harus disebabkan karena perbuatan yang melawan hukum itu; danperbuatan itu harus ada hubungannya yang langsung; kerugian itu disebabkankarena kesalahan pembuat. Kesalahan adalah apabila pada pelaku ada kesengajaanatau kealpaan (kelalaian). Lebih jauh, simak Perbuatan Melawan Hukum danWanprestasi.

Pertanyaan :

Apabila terjadi kemacetan kredit, apakah jaminan bisa dilelang sebelum selesai masa kreditnya?

Jawaban :

Sebelumnya, kami asumsikan dulu bahwa jaminan yang Anda maksudkan adalahjaminan berupa benda atau yang biasa disebut dengan jaminan kebendaan. Kamikurang jelas dengan apa yang Anda maksud dengan “selesai masa kreditnya”. Kamiasumsikan bahwa yang dimaksud “selesai masa kreditnya” adalah jatuh temponyakredit tersebut atau jangka waktu pembayaran kredit yang diperjanjikan.

Pada dasarnya, kreditur pemegang jaminan kebendaan memiliki hak untukmengeksekusi barang jaminan untuk dijual secara lelang guna pembayaran utangdebitur jika debitur lalai melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjiankredit atau biasa disebut dengan wanprestasi. Pemberian hak kepada kredituruntuk mengeksekusi jaminan kebendaan yang diberikan oleh debitur dapat kitalihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata  (“KUHPer”) serta beberapaperaturan perundang-undangan berikut ini:

1.    Pasal 1155 KUHPer: Kreditur sebagai penerima benda gadai berhak untukmenjual barang gadai, setelah lewatnya jangka waktu yang ditentukan, atausetelah dilakukannya peringatan untuk pemenuhan perjanjian dalam hal tidakada ketentuan jangka waktu yang pasti.

2.    Pasal 15 ayat (3) jo. Pasal 29 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentangJaminan Fidusia (“UU Jaminan Fidusia”): yang memberikan hak kepada kredituruntuk mengeksekusi benda jaminan fidusia jika debitur cidera janji(wanprestasi).

3.    Pasal 6 jo. Pasal 20 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang HakTanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah: yang

memberikan hak kepada kreditur untuk mengeksekusi benda jaminan fidusiajika debitur cidera janji (wanprestasi).

Mengenai apa yang dimaksud dengan wanprestasi sendiri, kita dapat mellihatpada Penjelasan Pasal 21 UU Jaminan Fidusia, yaitu yang dimaksud dengan"cidera janji" (wanprestasi) adalah tidak memenuhi prestasi, baik yangberdasarkan perjanjian pokok, perjanjian Jaminan Fidusia, maupun perjanjianjaminan lainnya.

Mengenai apa itu prestasi, berdasarkan Pasal 1234 KUHPer, ada 3 macam bentukprestasi, yaitu:

1.    Untuk memberikan sesuatu;

2.    Untuk berbuat sesuatu; dan

3.    Untuk tidak berbuat sesuatu.

Melihat pada bentuk-bentuk prestasi pada Pasal 1234 KUHPer serta pendapat J.Satrio dalam bukunya yang berjudul Hukum Perikatan (hal. 122), dapat kita lihatbahwa wujud wanprestasi bisa berupa:

1.    Debitur sama sekali tidak berprestasi;

2.    Debitur keliru berprestasi;

3.    Debitur terlambat berprestasi.

Apabila kredit macet tersebut terjadi karena debitur tidak melaksanakanprestasinya sebagaimana terdapat dalam perjanjian kredit, maka sebelummelakukan eksekusi barang jaminan, debitur harus terlebih dahulu dinyatakanwanprestasi, yang dilakukan melalui putusan pengadilan. Untuk itu krediturharus menggugat debitur atas dasar wanprestasi. Akan tetapi sebelum menggugatdebitur, kreditur harus melakukan somasi terlebih dahulu yang isinya agardebitur memenuhi prestasinya. Apabila debitur tidak juga memenuhi prestasinya,maka kreditur dapat menggugat debitur atas dasar wanpretasi, dengan manaapabila pengadilan memutuskan bahwa debitur telah wanprestasi, maka krediturdapat melakukan eksekusi atas barang jaminan yang diberikan oleh debitur.

Jadi, dapat atau tidaknya barang jaminan dieksekusi tidak hanya bergantungpada apakah jangka waktu pembayaran kredit telah lewat atau tidak. Akantetapi, apabila debitur melakukan prestasi yang tidak sesuai dengan yangdiperjanjikan, itu juga merupakan bentuk wanprestasi (keliru berprestasi ataumelakukan tidak sebagaimana yang diperjanjikan) dan dapat membuat krediturberhak untuk melaksanakan haknya mengeksekusi barang jaminan.

Namun, biasanya sebelum membawa perkara kredit yang bermasalah ke jalur hukum,dilakukan upaya-upaya secara administrasi terlebih dahulu. Drs. MuhamadDjumhana, S.H., dalam bukunya yang berjudul Hukum Perbankan di Indonesia (hal.553-573), sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa mengenai kreditbermasalah dapat dilakukan penyelesaian secara administrasi perkreditan, danterhadap kredit yang sudah pada tahap kualitas macet maka penanganannya lebihditekankan melalui beberapa upaya yang lebih bersifat pemakaian kelembagaanhukum (penyelesaian melalui jalur hukum). 

Menurut Djumhana, penyelesaian secara administrasi perkreditan antara lainsebagai berikut:

1.    Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yangmenyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang,baik meliputi perubahan besarnya angsuran maupun tidak;

2.    Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruhsyarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran,jangka waktu, dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkutperubahan maksimum saldo kredit dan konversi seluruh atau sebagian daripinjaman menjadi penyertaan bank;

3.    Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kreditberupa penambahan dana bank; dan/atau konversi seluruh atau sebagiantunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan/atau konversi seluruh atausebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan.

 Sedangkan, penyelesaian melalui jalur hukum antara lain:

1.    Melalui Panitia Urusan Piutang Negara;

2.    Melalui badan peradilan;

3.    Melalui arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Oleh karena itu, memang barang jaminan dapat dilelang sebelum lewat jangkawaktu pembayaran kredit dalam hal debitur melakukan tindakan wanprestasilainnya. Meski demikian, ada baiknya ditempuh upaya-upaya secara administrasiterlebih dahulu untuk menyelesaikan kredit yang bermasalah sebelum melakukangugatan ke pengadilan dan mengeksekusi barang jaminan.