Hak & Kewajiban Warga Negara

40
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada sebagian masyarakat yang merasa dirinya tidak tersentuh oleh pemerintah. Dalam artian pemerintah tidak membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya, tidak memperdulikan pendidikan dirinya dan keluraganya, tidak mengobati penyakit yang dideritanya dan lain sebagainya yang menggambarkan seakan-akan pemerintah tidak melihat penderitaan yang dirasakan mereka. Dengan demikian mereka menanyakan hak-hak mereka, akankah hak-hak mereka diabaikan begitu saja, atau jangan-jangan hal semacam itu memang bukan hak mereka? kalau memang bantuan pemerintah kepada mereka itu adalah hak yang harus diterima mereka mengapa bantuan itu belum juga datang? Selain mereka yang merasa hak-haknya sebagai warga negara belum didapat, ada juga orang-orang yang benar-benar hak mereka sebagai warga negara telah didapat, akan tetapi mereka tidak mau menunaikan kewajibannya sebagai warga negara. Mereka tidak mau membela negaranya diakala hak-hak negeri ini dirampas oleh negara sebrang, mereka tidak mau tahu dikala hak paten seni-seni kebudayaan Indonesia dibajak dan diakui oleh negara lain, dan bahkan mereka mengambil dan mencuri hak-hak rakyat jelata demi kepentingan perutnya sendiri.

Transcript of Hak & Kewajiban Warga Negara

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ada sebagian masyarakat yang merasa dirinya

tidak tersentuh oleh pemerintah. Dalam artian

pemerintah tidak membantu untuk memenuhi kebutuhan

hidup sehari-harinya, tidak memperdulikan pendidikan

dirinya dan keluraganya, tidak mengobati penyakit yang

dideritanya dan lain sebagainya yang menggambarkan

seakan-akan pemerintah tidak melihat penderitaan yang

dirasakan mereka. Dengan demikian mereka menanyakan

hak-hak mereka, akankah hak-hak mereka diabaikan begitu

saja, atau jangan-jangan hal semacam itu memang bukan

hak mereka? kalau memang bantuan pemerintah kepada

mereka itu adalah hak yang harus diterima mereka

mengapa bantuan itu belum juga datang?

Selain mereka yang merasa hak-haknya sebagai

warga negara belum didapat, ada juga orang-orang yang

benar-benar hak mereka sebagai warga negara telah

didapat, akan tetapi mereka tidak mau menunaikan

kewajibannya sebagai warga negara. Mereka tidak mau

membela negaranya diakala hak-hak negeri ini dirampas

oleh negara sebrang, mereka tidak mau tahu dikala hak

paten seni-seni kebudayaan Indonesia dibajak dan diakui

oleh negara lain, dan bahkan mereka mengambil dan

mencuri hak-hak rakyat jelata demi kepentingan perutnya

sendiri.

Sungguh masih banyak sekali fenoma-fenoma yang menimpa

negeri ini. Akankan ini terjadi karena kekurang pahaman

masyarakat tentang Hak dan Kewajibannya sebagai warga

negara?

Dalam konteks Indonesia ini yang merupakan suatu

Negara yang demokratis tentunya elemen masyarakat

disini sangat berperan dalam pembangunan suatu Negara.

Negara mempunyai hak dan kewajiban bagi warga negaranya

begitu pula dengan warga negaranya juga mempunyai hak

dan kewajiban terhadap Negaranya. Seperti apakah hak

dan kewajiban tersebut yang seharusnya

dipertanggungjawabkan oleh masing-masing komponen

tersebut.

Berdasarkan dari uraian diatas, maka penulis

menyusun tentang makalah yang berjudul ”Hak dan Kewajiban

Warga Negara” guna memberikan pengetahuan dan pemecahan

masalah seputar hak dan kewajiban warga negara

Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan

masalah yang dapat ditarik dari penulisan makalah ini

adalah:

1. Apa pengertian warga negara dan kewarganegaraan?

2. Apa pengertian hak dan kewajiban?

3. Bagaimana kedudukan warga negara dalam negara?

4. Bagaimana pandangan ideologis atas hak dan

kewajiban?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian warga negara dan

kewarganegaraan

2. Untuk mengetahui pengertian hak dan kewajiban

3. Untuk mengetahui kedudukan warga negara dalam

negara

4. Menjelaskan pandangan ideologis atas hak dan

kewajiban

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Warga Negara dan Kewarganegaraan

2.1.1 Pengertian Warga Negara

Istilah warga negara merupakan terjemahan dari

citizen yang mempunyai arti sebagai berikut:

a. Warga negara

b. Petunjuk dari sebuah kota

c. Sesama warga negara; sesame penduduk; orang

setanah ait

d. Bawahan atau kawula

Pengertian warga negara menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2002) adalah penduduk sebuah negara atau

bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan

sebagainya, yang mempunyai kewajiban dan hak penuh

sebagai warga negara itu.

Sementara itu, Aristotle dalam Politics (2006, hal. 58)

mendefinisikan warga negara (citizen) sebagai berikut, “the

definition of a citizen is one who exercises certain offices, for such a one

we have defined citizen to be, it is evident, that citizen illegally created yet

continues to be citizen, but whether justly or unjustly so belongs to the

former inquiry”.

Pater Block dalam Community (2008) menjelaskan tentang

warga negara (citizen), bahwa: “a citizen is one who is willing to be

accountable for and committed to the well-being of the whole. That whole

can be a city block, a community, a nation, the earth. A citizen is one who

produces the future, someone who does not wait, beg, or dream for the

future”.

UUD 1945 pasal 26 dimaksudkan: “Warga negara

adalah Bangsa Indonesia asli dan bangsa lain

yang disahkan undang-undang sebagai warga negara”.

Selanjutnya dalam pasal 1 UU Nomor 22/1958, dan

dinyatakan juga dalam UU Nomor 12/2006 tentang

Kewarganegaraan Republik Indonesia, menekankan

kepada peraturan yang menyatakan bahwa Warga

Negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang

berdasarkan perundang undangan dan atau perjanjian-

perjanjian dan atau peraturan yang berlaku sejak

proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara

Republik Indonesia.

Warga negara memiliki peran dan tanggung jawab

yang sangat penting bagi kemajuan dan bahkan

kemunduran sebuah bangsa. Oleh karena itu,

seseorang yang menjadi anggota atau warga suatu negara

haruslah ditentukan oleh Undang-undang yang dibuat

oleh negara tersebut. Sebelum negara menentukan

siapa saja yang menjadi warga negaranya, terlebih

dahulu negara harus mengakui bahwa setiap orang

berhak memilih kewarganegaraan, memilih tempat

tinggal di wilayah negara dan meningggalkannya serta

berhak kembali sebagaimana dinyatakan oleh pasal

28E ayat (1) UUD 1945. pernyataan ini mengandung

makna bahwa orang-orang yang tinggal dalam

wilayah negara dapat diklasifikasikan menjadi:

Warga Negara Indonesia, adalah orang-orang bangsa

Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain

yang disahkan dengan dengan undang-undang

sebagai warga negara.

Penduduk, yaitu orang-orang asing yang

tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai

dengan visa (surat izin untuk memasuki suatu

negara

Gambar 1. Klasifikasi Penghuni Negara

2.1.2 Pengertian Kewarganegaraan

Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang

dalam satuan politik tertentu (secara khusus: negara)

yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam

kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang

demikian disebut warga negara. Seorang warga negara

berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.

Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep

kewargaan (bahasa Inggris: citizenship). Di dalam

pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut

sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya

juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah,

kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing

satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial)

yang berbeda-beda bagi warganya.

Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan

kebangsaan (bahasa Inggris: nationality). Yang membedakan

adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada

kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi

seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan

subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa

memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga

dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi

anggota bangsa dari suatu negara.

Di bawah teori kontrak sosial, status

kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan kewajiban.

Dalam filosofi "kewarganegaraan aktif", seorang warga

negara disyaratkan untuk menyumbangkan kemampuannya

bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi ekonomi,

layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan

serupa untuk memperbaiki penghidupan masyarakatnya.

Dari dasar pemikiran ini muncul mata pelajaran

Kewarganegaraan (bahasa Inggris: Civics) yang diberikan

di sekolah-sekolah.

kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai

berikut.

1. Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan sosiologis

Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan

adanya ikatan hukum antara orang-orang dengan

negara. Misalnya akta kelahiran, surat pernyataan,

bukti kewarganegaraan, dan lain-lain.

Kewarganegaraan dalam arti sosiologis tidak

ditandai dengan ikatan hukum, tetapi ikatan

emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan,

ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan tanah

air.

2. Kewarganegaraan dalam arti formil dan materiil

Kewarganegaraan dalam arti formil menunjuk pada

tempat kewarganegaraan. Dalam sistematika hukum,

masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik.

Kewarganegaraan dalam arti materiil menunjuk pada

akibat hukum dari status kewarganegaraan, yaitu

adanya hak dan kewajiban.

2.2 Pengertian Hak dan Kewajiban

2.2.1 Pengertian Hak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak memiliki

pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik,

kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu

(karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan,

dsb), kekuasaan yg benar atas sesuatu atau untuk

menuntut sesuatu, derajat atau martabat.

Adapun Prof. Dr. Notonagoro mendefinisikannya sebagai

berikut: “Hak adalah kuasa untuk menerima atau

melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan

melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak

lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut

secara paksa olehnya.

2.2.2 Pengertian Kewajiban

Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang

semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak

tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada

prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang

berkepentingan (Prof. Dr. Notonagoro). Sedangkan

kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan,

keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan) (Kamus

Besar Bahasa Indonesia).

2.3 Hubungan Warga Negara dengan Negara

Wujud hubungan anatara warga negara dengan

negara adalah pada umumnya adalah berupa peranan (role).

Peranan pada dasarnya adalah tugas apa yang dilakukan

sesuai dengan status yang dimiliki, dalam hal ini

sebagai warga negara. Hubungan atau kedudukan warga

negara ini bersifat khusus, sebab hanya mereka yang

menjadi warga negaralah yang memiliki hubungan timbale

balik dengan negaranya. Orang-orang yang tinggal di

wilayah negara, tetapi tidak memiliki status warga

negara maka tidak memiliki hubungan timbal balik dengan

negara itu.

2.3.1 Sistem Kewarganegaraan

Sistem kewarganegaraan merupakan

ketentuan/pedoman yang digunakan dalam menentukan

kewarganegaraan seseorang. Pada dasarnya terdapat

tiga sistem yang secara umum dipergunakan untuk

menentukan kriteria siapa yang menjadi warga negara

suatu negara, yaitu kriteria yang didasarkan atas

kelahiran, perkawinan dan naturalisasi.

Gambar 2. Sistem Kewarganegaraan

1. Sistem Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran

Penentuan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran

seseorang dikenal dengan dua asas kewarganegaraan

yaitu ius soli dan ius sanguinis. Kedua istilah

tersebut berasal dari bahasa Latin. Ius berarti hukum,

dalil atau pedoman. Soli berasal dari kata solum

yang berarti negeri, tanah atau daerah, dan

sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah.

Dengan demikian ius soli berarti pedoman

kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau

daerah kelahiran, sedangkan ius sanguinis adalah pedoman

kewarganegaraan berdasarkan darah atau keturunan atau

keibubapakan.

a. Ius Sanguinis

Kewarganegaraan dari orang tua yang

menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang,

artinya kalau orang dilahirkan dari orang tua

yang berwarganegara Indonesia, ia dengan

sendirinya juga warga negara Indonesia.

Asas Ius sanguinis atau Hukum Darah (law of the

blood) atau asas genealogis (keturunan) atau asas

keibubapakan, adalah asas yang menetapkan

seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut

kewarganegaraan orang tuanya, tanpa melihat di mana

ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara yang tidak

dibatasi oleh lautan, seperti Eropa Kontinental

dan China.

b. Ius Soli

Pada awalnya, asas kewarganegaraan

berdasarkan kelahiran ini hanya satu, yakni ius

soli saja. Hal ini didasarkan pada anggapan

bahwa karena seseorang lahir di suatu wilayah

negara, maka otomatis dan logis ia menjadi warga

negara tersebut.

Asas ius soli atau asas tempat kelahiran

atau hukum tempat kelahiran (law of the soil) atau

asas teritorial adalah asas yang menetapkan

seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut tempat di

mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara-negara

imigrasi seprti USA, Australia, dan Kanada.

Tidak semua daerah tempat seseorang dilahirkan

menentukan kewarganegaraan. Misalnya, kalau orang

dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia, ia

dengan sendirinya menjadi warga negara Indonesia.

Terkecuali anggota-anggota korps diplomatik dan

anggota tentara asing yang masih dalam ikatan dinas.

Di samping dan bersama-sama dengan prinsip ius

sanguinis, prinsip ius soli ini juga berlaku di

Amerika, Inggris, Perancis, dan juga Indonesia.

Tetapi di Jepang, prinsip ius solis ini tidak

berlaku. Karena seseorang yang tidak dapat

membuktikan bahwa orang tuanya berkebangsaan Jepang,

ia tidak dapat diakui sebagai warga negara Jepang.

Untuk sementara waktu asas ius soli

menguntungkan, yaitu dengan lahirnya anak-anak

dari para imigran di negara tersebut maka

putuslah hubungan dengan negara asal. Akan tetapi

dengan semakin tingginya tingkat mobilitas

manusia, diperlukan suatu asas lain yang tidak

hanya berpatokan pada tempat kelahiran saja.

Selain itu, kebutuhan terhadap asas lain ini

juga berdasarkan realitas empirik bahwa ada orang

tua yang memiliki status kewarganegaraan yang

berbeda. Hal ini akan bermasalah jika kemudian orang

tua tersebut melahirkan anak di tempat salah satu orang

tuanya (misalnya di tempat ibunya). Jika tetap

menganut asas ius soli, maka si anak hanya akan

mendapatkan status kewarganegaraan ibunya saja,

sementara ia tidak berhak atas status

kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar itulah, maka

asas ius sanguinis dimunculkan, sehingga si anak

dapat memiliki status kewarga-negaraan bapaknya.

Dalam perjalanan banyak negara yang meninggalkan

asas ius soli, seperti

Belanda, Belgia, dan lain-lain. Selain kedua asas

tersebut, beberapa negara

yang menggabungkan keduanya misalnya Inggris dan

Indonesia.

2. Sistem Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan

Selain hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut

kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga dapat

dilihat dari sistem perkawinan. Di dalam sistem

perkawinan, terdapat dua buah asas, yaitu asas

kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.

a. Asas Kesatuan Hukum

Asas kesatuan hukum berdasarkan pada paradigma

bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga merupakan

inti masyarakat yang meniscayakan suasana

sejahtera, sehat dan tidak berpecah. Dalam

menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, suami-

istri ataupun ikatan keluarga yang baik perlu

mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.

Untuk merealisasikan terciptanya kesatuan dalam

keluarga atau suami-istri, maka semuanya harus

tunduk pada hukum yang sama. Dengan adanya

kesamaan pemahaman dan komitment menjalankan adanya

kewarganegaraan yang sama, sehingga masing-masing

tidak terdapat perbedaan yang dapat mengganggu

keutuhan dan kesejahteraan keluarga.

Menurut asas kesatuan hukum, sang istri akan

mengikuti status suami baik pada waktu perkawinan

dilangsungkan maupun kemudian setelah perkawinan

berjalan. Negara-negara yang masih mengikuti asas ini

antara lain: Belanda, Belgia, Perancis, Yunani,

Italia, Libanon, dan lainnya. Negara yang

menganut asas ini menjamin kesejahteraan para

mempelai. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan

masyarakat, melalui proses hemogenitas dan

asimilasi bangsa. Proses ini akan dicapai apabila

kewarganegaraan istri adalah sama dengan

kewarganegaraan suami. Lebih-lebih istri memiliki

tugas memelihara anak yang dilahirkan dari

perkawinan, maka akan diragukan bahwa sang ibu akan

dapat mendidik anak-anaknya menjadi warga negara yang

baik apabila kewarganegaraannya berbeda dengan sang

ayah anak-anak.

b. Asas Persamaan Derajat

Dalam asas persamaan derajat, suatu

perkawinan tidak menyebabkan perubahan status

kewarganegaraan masing-masing pihak (suami atau

istri). Baik suami ataupun istri tetap

berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain

sekalipun sudah menjadi suami-istri, mereka tetap

memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya

ketika mereka belum diikatkan menjadi suami istri.

Negara-negara yang menggunakan asas ini antara

lain: Australia, Canada, Denmark, Inggris, Jerman,

Israel, Swedia, Birma dan lainnya.

Asas ini dapat menghindari terjadinya

penyelundupan hukum. Misalnya, seseorang yang

berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status

kewarganegaraan suatu negara dengan cara atau

berpura-pura melakukan pernikahan dengan perempuan di

negara tersebut. Setelah melalui perkawinan dan orang

tersebut memperoleh kewarganegaraan yang

diinginkannya, maka selanjutnya ia menceraikan

istrinya. Untuk menghindari penyelundupan hukum

semacam ini, banyak negara yang menggunakan asas

persamaan derajat dalam peraturan kewarganegaraannya.

3. Sistem Kewarganegaraan Berdasarkan Naturalisasi

Walaupun tidak dapat memenuhi status

kewarganegaraan melalui sistem kelahiran maupun

perkawinan, seseorang masih dapat mendapatkan

status kewarganegaraan melalui proses

pewarganegaraan atau naturalisasi. Syarat syarat

dan prosedur pewarganegaraan ini di berbagai

negara sedikit-banyak dapat berlainan, menurut

kebutuhan yang dibawakan oleh kondisi dan situasi

negara masing-masing.

Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif

ada pula yang pasif. Dalam pewarganegaraan aktif,

seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih

atau mengajukan kehendak menjadi warga negara

dari suatu negara. Sedangkan dalam pewarganegaraan

pasif, seseorang yang tidak mau diwarganegarakan

oleh sesuatu negara atau tidak mau diberi atau

dijadikan warga negara suatu negara, maka yang

bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi, yaitu

hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan

tersebut (Kartasapoetra. 1993: 216-7).

2.3.2 Warga Negara Indonesia

Negara Indonesia telah menentukan siapa – siapa

yang menjadi warga negara. Ketentuan tersebut tercantum

dalam Pasal 26 UUD 1945 sebagai berikut :

1. Oang yang menjadi warga negara ialah orang – orang

bangsa Indonesia asli dan orang – orang bangsa

lain yang disahkan dengan undang – undang sebagai

warga negara.

2. Penduduk ialah warga negara Indonesia dan Orang

asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

3. Hal –hal mengenai warga negara dan penduduk diatur

oleh undang – undang.

Bedasarkan hal diatas, kita mengetahui bahwa

orang yang dapat menjadi warga negara indonesia

adalah :

a. Orang – orang bangsa Indonesia asli.

b. Orang – orang bangsa lain yang disah kan undang –

undang menjadi warga negara.

Bedasarkan Pasal 26 ayat 2 UUD 1945, penduduk

negara indonesia terdiri atas dua yaitu warga negara

dan orang asing. Ketentuan ini merupakan hal baru dan

sebagai hasil amandemen atas UUD 1945. sebelumnya

ppenduduk Indonesia bedasarkan Staatregling 1927 pasal 63

dibagi menjadi tiga. Yaitu :

a. Golongan Eropa :

1. Bangsa Belanda.

2. Bukan Bangsa Belanda tetapi dari Eropa.

3. Orang golongan lain yang hukum keluarganya

sama dengan Eropa.

b. Golongan Timur Asing :

1. Golonga Tionghoa.

2. Golongan Timur Asing bukan China.

c. Golongan Bumiputra atau Pribumi :

1. Orang Indonesia asli dan keturunannya.

2. Orang lain yang menyesuaikan diri denga

pertama.

Dengan adanya ketentuan baru tentang penduduk

indonesia, diharapkan tak ada lagi pembedaan dan

penamaan penduduk atas indonesia golongan pribumi dan

keturunan yang dapat memicu konflik antar penduduk

Indonesia.

Orang – orang bangsa lain adalah orang – orang

peranakan sepeeti peranakan Tionghoa, Belanda dan Arab

yang bertempat tinggal di Indonesia, yang mengakui

Indonesia sebagai Tumpah darahnya dan bersikap setia

kepada Negara Republik Indonesia dengan cara

naturalisasi atau pewarganegaraan. Cara memperoleh

kewarganegaraan Indonesia diatur dengan Undang –

Undang. Adapun undang – undang yang mengatur tentang

warga negara adalah Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2006

tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

2.3.3 Ketentuan Undang-undang Mengenai WNI

Perihal Warga Negara Indonesia diantur dengan

undang – undang sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

sampai saat ini. Undang – undang yang mengatur perihl

kewarganegaraan adalah sebagai berikut :

a. Undang – Undang No. 3 Tahun 1946 tentang Warga

Negara dan Penduduk Negara.

b. Undang – undang No. 6 tahun 1947 tentang perubahan

Undang – Undang No. 3 Tahun 1946 tentang Warga

Negara dan Penduduk Negara.

c. Undang – Undang No. 8 Tahun 1947 tentang

Memperpanjang Wktu untuk Mengajukan Pernyataan

Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia.

d. Undang – Undang No. 11 Tahun 1948 tentang

Memperpanjang Waktu Lagi untuk Mengajukan Pernyataan

Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia.

e. Undang – Undang No. 62 Tahun 1958 tentang

Kewarganegaraan Republik Indonesia.

f. Undang – Undang No. 3 1976 tentang Perubahan atas

Pasal 18 Undang – Undang No. 62 Tahun 1958 tentang

Kewarganegaraan Republik Indonesia.

g. Undang – Undang No. 12 Tahun 2006 tentang

Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Undang – undang yang mengatur tentang

Kewarganegaraan Indonesia atau undang – undang sebagai

pelaksana dari pasal 26 UUD 1945yang berlaku sekarang

ini adalah Undang – Undang No. 12 Tahun 2006 tentang

Kewarganegaraan Republik Indonesia yang diundangkan

pada tanga 1 Agustus 2006. Undang – Undang ini

menggantikan Undang – Undang Kewarganegaraan lama,

yaitu Undang – Undang No. 62 Tahun 1958 tentang

Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Pokok materi yang diatur dalam Undang – Undang ini

adalah :

a. Siapa yang menjadi warga negara Indonesia.

b. Syarat dan tata cara memperoleh Kewarganegaraan

Republik Indonesia.

c. Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia.

d. Syarat dan tata cara memperoleh kembali

Kewarganegaraan Republik Indonesia.

e. Ketentuan Pidana.

Beberapa ketentuan yang diatur dalam Undang –

Undang No.12 tahun 2006 antara lain sebagai berikut :

a. Tentang siapa yang menjadi warga negara

Indonesia:

1. Setiap orang yang bedasarkan peraturan perundang –

undangan dan atau bedasarkan perjanjian Pemerintah

Republik Indonesia dengan Negara lain sebelum undang

– undang ini berlaku sudah menjadi warga negara

indonesia.

2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari

seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia.

3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari

seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga

negara asing.

4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari

seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara

Indonesia.

5. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari

seorang ibu Warga Negara Indonesia tetapi ayahnya

tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara

asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan pada

anak tersebut.

6. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari

setelah ayahnya meninggal dari perkawinan yang sah

dan ayahnya Warga Negara Indonesia.

7. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari

seorang ibu Warga Negara Indonesia.

8. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari

seorang ibu Warga Negara Asing yang diakui oleh

seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya

dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut

berusia 18 tahun dan / atau belum kawin.

9. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia

yang pada waktu lahir tidak jelas status

kewarganegaraan ayah dan ibunya.

10. Anak yang baru lahir yang di

temukan diwilayah Negara Republik Indonesia selama

ayah dan ibunya tidak diketahui.

11. Anak yang lahir diwilayah Negara

Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak

mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui

keberadaanya.

12. Anak yang dilahirkan diluar

wilayah Negara Republik Indonesia apabila dari

seorang ayah dan ibu warga Negara Indonesia yang

karna ketentuan dari negara tempat anak tersebut

dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak

yang bersangkutan.

13. Anak dari seorang ayah atau ibu

yang telah di kabulkan permohonan kewarganegaraanya,

kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum

mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

14. Anak warga Negara Indonesia yang

lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18

tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh

ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui

sebagai Warga Negara Indonesia.

15. Anak warga Negara Indonesia yang

belum berusia 5 tahun diangkat secara sah sebagai

anak oleh warga negara asing bedasarkan penetapan

pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara

Indonesia.

Tentang Pewarganegaraan :

Pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing

untuk memperolah kewarganegaraan Republik Indonesia

melalui permohonan. Dalm undang – undan dinyatakan

bahwa kewaraganegaraan Republik Indonesia juga

diperoleh melalui Pewarganegaraan.

Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh

pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Telah berusia 18 tahun atau sudah kawin.

b. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat

tinggal diwilayah Negara Republik Indonesia paling

singkat 5 tahun berturut –turut atau paling singkat

10 tahun tidak berturut – turut.

c. Sehat jasmani dan rohani.

d. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar

negara Pancasila san Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945.

e. Tidak pernah di jatuhi pidana karna melakukan tindak

pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun

atau lebih.

f. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik

Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda.

g. Mempunyai pekerjaan dan / atau berpenghasilan tetap.

h. Membayar uang kewarganegaraan ke kas negara.

Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia

oleh pemohon secara tertulis dalam bahasa Indonesia,

diatas kertas ber-materai cukup kepada Presiden melalui

Menteri. Menteri yang dimaksud Menteri yang lingkup

tugas san tanggung jawabnya di bidang kerwarganegaraan

Republik Indonesia, dalm hal ini Menteri Hukun dan HAM.

Menteri meneruskan permohonan sebagainana

dimaksud disertai dengan pertimbangan kepada Presiden

dalam waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak

permohonan di terima. Selanjutny Presiden berwenang

mengabulakan atau menolak permohonan pewarganegaraan.

Pengabulan permohonan pewarganegaraan sebagaimana

dimaksud ditetapkan dengan keputusan Presiden.

Warga negara asing yang kawin secara sah dengan

Warga Negara Indonesia dapat memperoleh kewarganegaraan

Republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan

menjadi warga negara dihadapan pejabat berwenang.

Pernyataan sebagaimana dimaksud dilakukan

apabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal

diwilayah Negara Republik Indonesia paling singkat 5

tahun berturut –turut atau paling singkat 10 tahun

tidak berturut – turut, kecuali dengan perolehan

kewarganegaraan tersebut mengakibatkan

berkewarganegaraan ganda.

Orang asing yang telah berjasa kepada Republik

Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara dapat

pula diberi kewarganegaraan Republik Indonesia oleh

Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan

pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang

bersangkuatan berkewarganegaraan ganda.

b. Tentang Kehilangan Kewarganegaraan:

1. Memperoleh kewarnegaraan lain atas kemauannya

sendiri

2. Tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain,

sedangkan orang yang bersangkutan mendapat

kesempatan untuk itu.

3. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh presiden

atas permohonannya sendiri, yang bersangkutamn sudah

berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal

diluar negeri, dan dengan dinyatakan hilang

Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi

tanpa kewarganegaraan.

4. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa ijin terlebih

dahulu dari Presiden.

5. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang

jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya

dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia

6. Secara sukarela mengangkat sumpah atau

menyatakanjanji setia kepada negara asing atau

bagian dari negara asing tersebut.

7. Tidak diwajibkan tetapi turutserta dalam pemilihan

sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu

negara asing.

8. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor

dari negara asing atau surat yang dapat diartikan

sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku

dari negara lain atas namanya.

9. Bertempat tinggal di wilayah Negara Republik

Indonesia selama 5 tahun terus-menerus bukan dalam

rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan

dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk

tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka

waktu 5 tahun itu berakhir, dan setiap 5 tahun

berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan

pernyataan ingintetap menjadi Warga Negara Indonesia

kepada perwakilan Republik Indonesia yangwilayah

kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan

padahal wilayah Republik Indonesia tersebut telah

memberikan secara tertulis kepada yang bersangkutan

sepanjang yang bersangkutan itu tidak menjadi tanpa

berkewarganegaraan.

10. Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan

laki-laki Warga Neagara Asing kehilangan

kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut

hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri

mengikuti kewarganegaraan suami akibat perkawinan

tersebut.

11. Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan

perempuan Warga Negara Asing kehilangan

kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut

hukum negara asal istrinya, kewarganegaraan suami

mengikuti kewarganegaraan istri senagai akibat

perkawinan tersebut. Atau jika ingin tetap menjadi

Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat

pernyataan mengenai keinginannya kepada pejabat atau

perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya

meliputi tempat tinggal perempuan atau laki laki

tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan

kewargenagaraan ganda. Surat pernyataan dapat

diajukan oleh perempuan setelah 3 tahun sejak

tanggal perkawinn berlangsung

12. Setiap orang yang memperoleh Kewarganegaraan

Republik Indonesia berdasaarkan keterangan yang

kemudian hari dinyatakan palsu atau dipalsukan,

tidak benar atau terjadi kekeliruan mengenai

orangnya oleh instansi yang berwenang, dinyatakan

batal kewarganegaraannya. Menteri mengumumkan nama

orang yang kehilangan kewarganegaraan Republik

Indonesia dalam Berita Negara Republik Indonesia.

2.3.4 Hak dan Kewajiban Warga Negara

Hak dan kewajiban warga negara tercantum pada

Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 UUD 1945.

1. Hak atas pekerjaan dan peghidupan yang layak. Pasal

27 ayat 2 UUD 1945.

2. Hak membela negara. Pasal 27 ayat 2 UUD 1945.

3. Hak berpendapat. Pasal 28 UUD 1945.

4. Hak kemerdekaan memeluk agama. Pasal 29 ayat 1 dan 2

UUD 1945.

5. Hak dan kewajiban dalam membela negara pasal 30 ayat

1 UUD 1945

6. Hak untuk mendapatkan pengajaran. Pasal 31 ayat 1

UUD 1945.

7. Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan

nasional Indonesia. Pasal 32 ayat 1 UUD 1945.

8. Hak ekonomi atau hak mendapatkan kesejahteraan

sosial. Pasal 33 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5 UUD 1945.

9. Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial. Pasal 34

UUD 1945.

Kewajiban warga negara terhadap Negara Indonesia:

a. Kewajiban mentaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27

ayat 1 UUD 1945.

b. Kewajiabn membela negara. Pasal 27 ayat 3 UUD 1945.

c. Kewajiban dalam upaya mempertahankan negara. Pasal

30 ayat 1 UUD 1945.

Disamping adanya hak dan kewajiban warga negara

terhadap negara, dalam UUD 1945 perubahan pertam telah

dicantumkan adanya Hak Asasi Manusia. Ketentuan

mengenai Hak Asasi Manusia tertuang pada pasal 28 A

sampai J UUD 1945.

Selanjutnya hak-hak warga negara yang tertuang

dalam UUD 1945 sebagai konstitusi negara dinamakan hak

konstitusional. Setiap warga negara memiliki hak-hak

konstitusional sebagaimana yang ada dalam UUD 1945.

Hak dan kewajiban warga negara Indonesia

tercantum dalam Pasal 27 sampai pasal 34 UUD 1945.

Bebarapa hak warga negara Indonesia antara lain sebagai

berikut:

1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

2. Hak membela negara

3. Hak berpendapat

4. Hak kemerdekaan memeluk agama

5. Hak mendapatkan pengajaran

6. Hak utuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan

nasional Indonesia

7. Hak ekonomi untuk mendapatkan kesejahteraan sosial

8. Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial

Sedangkan kewajiban warga negara Indonesia terhadap

negara Indonesia adalah:

1. Kewajiban mentaati hukum dan pemerintahan

2. Kewajiban membela negara

3. Kewajiban dalam upaya pertahanan Negara

Berdasarkan pemaparan di atas, berikut dapat

diuraikan hak dan kewajiban dari WNI dan WNA :

1. Menjunjung tinggi dan menaati perundang-undangan

yang berlaku

2. Membayar pajak, bea, dan cukai yang dibebankan

Negara kepadanya

3. Membela Negara dari segala bentuk ancaman, baik yang

dating dari dalam maupun yang datang dari luar

negeri

4. Menyukseskan Pemilu, baik sebagai peserta maupun

sebagai penyelenggara

5. Mendahulukan kepentingan Negara atau umum daripada

kepentingan pribadi

6. Melaksanakan tugas dan kewajiban yang dibebankan

bangsa dan Negara

7. Kewajiban menjaga dan memelihara keamanan dan

ketertiban nasional

8. Hak untuk mendapatkan perlindungan atas diri dan

harta benda

9. Hak untuk mendapatkan dan menikmati kesejahtearaan

Negara

10. Hak untuk mendapatkan dan menikmati hasil-hasil

pembangunan

11. Hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilu

12. Hak untuk mengembangkan minat dan kemampuan

pribadi tanpa mengganggu kepentingan umum dsb.

Hak dan Kewajiban Warga Negara Asing (WNA)

Menurut UU No. 62 Tahun 1958, kewarganegaraan

Indonesia dapat diperoleh dengan kelahiran,

pengangkatan, dikabulkan permohonan, pewarganegaraan,

perkawinan, perkawinan, keturunan, dan pernyataan

Di Indonesia orang asing tidak punya hak-hak

tertentu. Misalnya menjadi pegawai negeri, menjadi

anggota TNI, menjadi anggota partai, hak pilih dan

memilih.

Kewajiban dan kewenangan warga Negara asing adalah

sebagai berikut :

1. Memperoleh surat izin masuk dengan hak tinggal

selama waktu tertentu dan tinggal tetap di Indonesia

2. Mempunyai hak-hak selaku penduduk seperti yang

tercantum dalam Pasal 27, 28,29 UUD 1945

3. Wajib tunduk dan taat pata ketentuan yang berlaku

bagi warga Negara asing

4. Wajib membayar pajak bagi orang asing, bead an cukai

kecuali untuk anggota perwakilan diplomatik

5. Wajib menghormati segala ketentuan hokum yang

berlaku di Negara RI dengan tidak melanggar

ketentuan tsb

Selain itu ditentuakan pula hak dan kewajiban

negara terhadap warga negara. Hak dan kewajiban negara

terhadap warga negara pada dasarnya merupakan hak dan

kewajiban warga negara terhadap negara. Beberapa

ketentuan tersebut, antara lain sebagai berikut:

1. Hak negara untuk ditaati hukum dan pemerintah

2. Hak negara untuk dibela

3. Hak negara untuk menguasai bumi, air , dan kekayaan

untuk kepentingan rakyat

4. Kewajiban negara untuk menajamin sistem hukum yang

adil

5. Kewajiban negara untuk menjamin hak asasi warga

negara

6. Kewajiban negara mengembangkan sistem pendidikan

nasional untuk rakyat

7. Kewajiban negara meberi jaminan sosial

8. Kewajiban negara memberi kebebasan beribadah

2.4 Pandangan Ideologis Hak atas Kewjiban

2.4.1 Idiologi Negara RI

Berdasarkan pertanyaan diatas tentu sebuah hak

dan kewajiban warga negara tidak lepas dari idiologi

yang dianut oleh sistem kenegaraan. Landasan utama

bangsa indonesia adalah Pancasila. Tentu saja

Pancasila sebagai landasan warga negara Indonesia

dalam bertingkah laku, termsuk segala mekanisme

pemerintahan pemerintahan.

Pancasila, menurut Soekarno (2006) sebagai

penggali dijelaskan bahwa Pancasila telah mampu

mempersatukan bangsa Indonesia. Tidak terlepas pada

revolusi melawan imperialisme di bumi nusantara untuk

menyatakan kemerdekaan, Pancasila sebagai filsafat

cita-cita dan harapan segenap bagsa Indonesia. Bahkan

pada sila ke tiga disebutkan “ Persatuan Indonesia “.

Hal inilah yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia

memiliki semangat bersatu dari beragam suku bangsa

yang berbeda. Perbedaan itu lenyap ketika mereka

menyadari arti persamaan sebagai bangsa Indonesia.

Terlebih semangat persatuan bangsa Indonesia

telah dikumandangkangkan pada sumpah pemuda. Para

pemuda bersumpah berbangsa satu, bertanah air satu dan

menjunjung bahasa persatuan.

Bukti-bukti yang telah diuraikan ini menunjukan

negara Indonesia didirikan atas pondasi persatuan.

Negara yang terdiri dari beragam identitas mampu

disatukan atas nama persatruan. Dengan demikian

bersarkan teori yang dinyatakan Geovanni Gentle

(Syahrian:2003) bahwa negara kesatuan Republik

Indonesia adalah negara nasionalis.

2.4.2 Kewajiban Nasionalisme

Menurut Gentle melalui idealisme murni yang

terpengaruh dialektika Hegel, pada dasarnya individu

memiliki kehendak atau ego. Pada tataran subjektif

individu mengenal hubungan antara manusia yang satu

dan lainnya. Setelah individu mecapai tahapan roh

objektif, maka terciptalah komunitas. Melalui

komunitas beragam ego individu melebur menjadi

sejarah, kebudayaan, bangsa atau peradaban. Inilah

yang disebut kesadaran mutlak individu.

Didasarkan tujuan kehidupan bersama dibentuklah

negara. Beragam kepentingan individu dengan meninjau

pada teori Gentle, tentu melebur menjadi kepentingan

bersama. Negara tidak mungkin memberikan kepuasan atas

setiap kepentingn individu dan beragam kehendak yang

saling bersebragan. Maka demi tujuan utama dibentuknya

suatu negara harus terdapat otoritas negara menentukan

pilihan atas beragam kehendak.Dan melalui negara

kepentingan-kepentingan individu telah melebur menjadi

kepentingan bersama.

Negara ibarat masa depan nasib bersama. Kepentingan

individu adalah kepentingan egois yang menitik

beratkan pada kebutuhan pribadi. Tidak mungkin tanpa

ototritas yag kuat sebuah negara mampu mnetukan

pilihan yang terbaik bagi masa depan suatu bangsa.

Bila masih terdapat kepentingan-kepentingan

egoisme tentu pembelotan dari tujuan dibentuknya

negara. Pada kondisi yang seperti ini harus terdapat

persamaan persepsi atas seluruh warga negara. Warga

negara harus rela memberikan loyalitasnya kepada

negara diatas kepentingan pribadi. Karena negara

memiliki nilai-nilai kearifan sebagai pelayan,

pelindung dan pengayom bangsanya.

2.4.3 Hak Warga

Sebagai warga negara yang baik harus memahami

bahwa segala kehendak warga negara yang melebur dalam

lembaga negara adalah kehendak rakyat. Kehendak yang

dimulai dari kehendak individu, berinteraksi dengan

konsekuensi identitas mahluk sosial. Maka terbentuklah

nilai komunalitas yang disebut kesadaran objektif,

hingga merambah pada kesadaran mutlak.

Artinya hak individu tidak diperbolehkan egois

mempengaruhi kepentingan tatanan hidup bersama atas

kepentingan pribadi. Hal ini adalah kenyataan yang tak

dapat diingkari.

Termasuk pada kenyataan kebijakan pemerintah

adalah hasil representasi kepentingan-kepentingan yang

berjalan melalui tatanan sehingga diambil keputusan

terbaik. Bukan saja terbatas kepentingan individu,

akan tetapi hasil dari kepentingan banyak individu

yang terakumulasi hubungan mahluk sosial.

(Gentile:1928).

2.4.4 Permasalahan Kebebasan

Gagasan yang telah disampaikan oleh Lipman

(1922) menjelaskan bahwa opini publik adalah ini dari

pembahasan kebijakan. Hal ini menandakan era

keterbukaan. Keberadaan opini publik berfungsi sebagi

beragam pihak untuk ikut serta dalam proses pengambilan

keputusan. Melalui jalur non strukturalis, beragam

pihak mampu mempengaruhi pemerintahan. Melalui ruang

publik seseorang maupun kelompok memiliki kekuasaan di

luar wewenang untuk ikut serta mempengaruhi kestabilan

negara.

Bentuk-bentuk lain keberadaan pihak diluar

wewenang yang mampu mempengaruhi negara adalah para

borjuis. Melalui ruang publik maupun beragam proses

kekuasaan, kapitalis mampu mempegaruhi keberadaan para

pejabat untuk berkonspirasi mencari keuntungan. Proses

pemerintahan yang tidak sehat dan dianggap sebagai

rahasia umum ini menunjukkan kuatnya aktor-aktor yang

non legitimasi untuk bergentayangan mendominasi sebagai

tuan-tuan kelompok penekan.(Westergard dan Resler,

1976).

Walaupun tidak dapat disangkal bahwa kapitalis

atau pasar sebagai faktor signifikan mempengaruhi

kebijakan, akan tetapi perlu terdapat pembatasan yang

jelas antara kepentingan perseorangan sebagai saudagar

dan pelaku birokrat.

Permasalahan mendasar pada negara yang

memberikan era keterbukaan ini mewariskan permasalahan

mekanisme birokrasi yang tidak lepas dari nilai-nilai

kapitalis. Hal yang banyak terjadi, keberadaan pejabat

maupun birokrat tidak lepas dari modal awal untuk

memasuki ranah bagian penyelenggara pemerintahan.

Konsekuensi yang terjadi persepsi tugas kepercayaan

negara sebagai harapan masa depan bangsa, menjadi

kesempatan berbisnis mencari keuntungan maksimal. Pada

posisi inilah terjadi tumpang tindih antara identitas

birokrat dengan pedagang.

Solusi yang diberikan pada kasus ini adalah

profesionalisme status. Tidak dibenarkan adanya

kekuasaan yang tidak diimbangi wewenang. Seperti hal

yang telah disampaikan oleh negarawan Jerman Adolf

Hitler (2008) dalam bukunya Mein Kamf; seseorang yang

terkuatlah yang pantas menjadi pemimpin. Ini

menafsirkan bahwa keberadaan aktor-aktor yang memiliki

kekuasan menjadikan permasalahan baru. Aktor-aktor

tersebut mampu menjadikan kondisi negara tidak sehat.

Idealisme para birokrat tercemari oleh proses yang

legal maupun ilegal.

Wabah kapitalis terjadi melalui beragam

aktifitas kebebasan beragam pihak melalui ruang publik.

Maka tindakan-tindakan aktor-aktor tersebut menjadikan

provokasi yang berlanjut kepada distabilitas dan

intgrasi. Hal lain yang terjadi dari kebebasan tersebut

adalah beragam kelompok kepentingan yang terakumulasi

dalam beragam kalangan; baik kapitalis NGO, CSO dan

birokratis terjadi persaingan dalam rangka kepentingan

pribadi atau kelompok.

Akibat dari sistem yang terjaga ini menjadikan

rakyat sebagai korban kapitalis. Tujuan negara sebagai

lembaga yang menaungi rakyat menjadi ajang persaingan

kepentingan. Tentu berakibat pada lepasnya kewajiban

sebagai warga negara yang baik, yang memberikan

pengabdiannya kepada negara.

BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Pengertian Hak dan Kewajiban.

*Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu

yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh

pihak tertentu dan tidak dapat dilakukan oleh pihak

lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut

secara paksa olehnya.

*Kewajiban adalah beban untuk memberikan sesuatu yang

semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak

tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada

prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang

berkepentingan.

2. Seseorang Yang Berhak Menjadi Warga Negara

*Seseorang berhak menjadi warga negara Indonesia

didasarkan adanya asas-asas pribumi asli dan tanah

kelahiran. Sedangkangkan ketetapan hukumnya mengacu

pada 26 UUD 1945.

3. Hubungan warga Negara dengan Negara

*Hubungan institusi pemerintahan yang mengatasnamakan

negara dengan warga negara memiliki timbal balik. Baik

negara maupun warga negara memiliki hak dan kewajiban

untuk saling memberikan konstribusi.

4. Pandangan Ideologis Antara Hak atas Kewajiban

Negara sebagai wadah bagi bangsanya dalam menuju

kehidupan yang di amanatkan melalui Undang-undang.

Dalam rangka penyeimbangan antara kedudukan antara

warga negara dengan negara maka dibuatlah hak dan

kewajiban.

3.2 Saran

Dengan adanya penjelasan pada makalah ini

diharapkan kita semua dapat memahami betul hak dan

kewajiban sebagai warga Indonesia sehingga kita lebih

menyadari tentang itu semua. Kita seyogyanya

menjalankan kewajiban-kewajiban kita sebagai warga

negara, baru menuntut hak kita.

Daftar Pustaka

Gentile, Giovanni.1928.The Philosophy of The Modern State.

Translated by H.W.Schneider. Oxford:New York.

Syahrian, Ery.2003.Fasisme Terorisme Negara. Pondok

Edukasi: Solo.

Hitler, Adolf. 2008. Mein Kamf. Translated by Ribut

Wahyudi and Sekar Palupi. Narasi: Yogyakarta.

Soekarno. 2006. Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno.Media

Presindo: Yogyakarta.

Westergarad, J. and Resler, H.1976. Class in Capitalist Society.

Penguin, Harmondswort: Middx.

Lippman, W. 1922. Public Opinion. Macmilan: New York.

James Artur., dkk. 2001. Citizenship through Secondary History.

Routledge Farmer: London and Newyork

Bellamy, Richard. 2008. Citizenship. A Very Short Introduction.

Database right Oxford University Press: Oxford

Aristotle. 2006. Politics. (PDF).

Pater Block. 2008. Community. (PDF)Saputro, Jati. Hak dan Kewajiban Warga Negara. (Online). (http://jatiseputro.blogspot.com diakses pada 12 Oktober 2011.Hak dan Kewajiban Warga Negara. (PDF). Politeknik TelkomUUD 1945