KARAKTERISTIK PENDER DI RSUP Dr. WAH PERIODE ...

113
KARAKTERISTI DI RS PERI DIBAWAKAN DAL BAGIAN IL AGUS IK PENDERITA APPENDISITIS RAWAT I SUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO IODE JANUARI - DESEMBER 2012 Oleh: Muhammad Syahrir C 111 06 108 Supervisor : dr. Sri Asriyani, SpRad LAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN K N ILMU KESEHATAN MASYARAKAT- LMU KEDOTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 SKRIPSI STUS 2013 INAP KLINIK

Transcript of KARAKTERISTIK PENDER DI RSUP Dr. WAH PERIODE ...

KARAKTERISTIK PENDERITA APPENDISITIS RAWAT INAP

DI RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO

PERIODE JANUARI

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

ILMU KEDOTERAN KOMUNITAS

AGUSTUS 2013

KARAKTERISTIK PENDERITA APPENDISITIS RAWAT INAP

DI RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO

PERIODE JANUARI - DESEMBER 2012

Oleh:

Muhammad Syahrir

C 111 06 108

Supervisor :

dr. Sri Asriyani, SpRad

DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT-

ILMU KEDOTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

SKRIPSI

AGUSTUS 2013

KARAKTERISTIK PENDERITA APPENDISITIS RAWAT INAP

DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Skripsi dengan judul

RAWAT INAP DI RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO PERIODE JANUARI

DESEMBER 2012 ” telah diperiksa, disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim

Penguji Skripsi Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu

Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pada :

Hari/Tanggal :

Waktu :

Tempat :

Anggota I

(dr. Suryani Tawali, MPH

PANITIA SIDANG UJIAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Skripsi dengan judul “KARAKTERISTIK PENDERITA APPENDISITIS

RAWAT INAP DI RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO PERIODE JANUARI

telah diperiksa, disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim

Penguji Skripsi Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran

Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pada :

: Rabu, 21 Agustus 2013

: 13.00 WITA

: Ruang Seminar PB.662 IKM dan IKK FK Unhas

Ketua Tim Penguji :

(dr. Sri Asriyani, Sp.Rad)

Anggota Tim Penguji :

dr. Suryani Tawali, MPH)

Anggota II

(Dr. dr. Sri Ramadhani, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

KARAKTERISTIK PENDERITA APPENDISITIS

RAWAT INAP DI RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO PERIODE JANUARI -

telah diperiksa, disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim

Kedokteran

Ruang Seminar PB.662 IKM dan IKK FK Unhas

Dr. dr. Sri Ramadhani, M.Kes)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

“KARAKTERISTIK PENDERITA

WAHIDIN SUDIROHUSODO PERIODE JANUARI

TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Judul Skripsi :

KARAKTERISTIK PENDERITA APPENDISITIS RAWAT INAP DI RSUP Dr.

WAHIDIN SUDIROHUSODO PERIODE JANUARI - DESEMBER 2012

TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK

Makassar, Agustus 2013

Pembimbing

dr. Sri Asriyani, Sp.Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

APPENDISITIS RAWAT INAP DI RSUP Dr.

DESEMBER 2012 ”

TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Karakteristik Penderita Appendisitis Rawat Inap di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Periode Januari - Desember 2012”. Penulisan skripsi ini dilakukan

dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas

kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran

Komunitas untuk mencapai gelar Dokter Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyususnan skripsi ini, sangatlah sulit

bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan

terimaasih kepada:

(1) Dr. Sri Asriyani, SpRad, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan

waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan

skripsi ini;

(2) Kepala Bagian dan staf pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu

Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar;

(3) Kepala Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin

Sudirohusodo yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data

yang saya perlukan;

(4) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan

material dan moral; dan

(5) Teman-teman sesama koass yang telah banyak membantu saya dalam

menyelesaikan skripsi ini.

v

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa

manfaat bagi pengembangan ilmu.

Makassar, Agustus 2013

Penulis

vi

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat

dan Ilmu Kedokteran Komunitas

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Skripsi, Agustus, 2013

Muhammad Syahrir, (C 111 06 108)

dr. Sri Asriyani, SpRad

Karakteristik Penderita Appendisitis Rawat Inap di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Periode Januari - Desember 2012

(xv + 94 Halaman + 13 Tabel + 39 Gambar + 1 Skema + 8 lampiran)

ABSTRAK

Latar Belakang : Appendisitis merupakan penyakiti nflamasi pada appendiks

vermiformis. Appendisitis merupakan salah satu dari banyak bedah emergensi

yang sering, dan merupakan salah satu penyebab nyeri perut paling sering.

Appendisitis dapat terjadi pada negara maju dan negara berkembang. Insidens di

negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Mungkin karena diet di

negara berkembang lebih tinggi serat daripada diet di negara maju. Appendisitis

dapat mengenai segala usia, mulai dari bayi, anak, dewasa, dan usia lanjut; baik

laki-laki maupun perempuan.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan

desain penelitian deskriptif cross-sectional. Pengumpulan data dilakukan dalam

satu kurun waktu tertentu.yaitu periode Januari - Desember 2012 melalui

penggunaan rekam medik sebagai data penelitian. Metode pengambilan sampel

dengan menggunakan metode total sampling.

Hasil : Penelitian karakteristik penderita appendisitis didapatkan bahwa sebagian

besar penderita appendisitis berjenis kelamin laki-laki sebanyak 39 orang (57,4%),

pada kelompok umur 17 - 25 tahun dan 26 - 35 tahun, masing-masing sebanyak

16 orang (23,5%), dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi sebanyak 3 orang

(4,4%) dan tidak bekerja sebanyak 4 orang (5,9%). Sebagian besar penderita

vii

appendisitis terdapat pada klasifikasi klinis appendisitis akut sebanyak 67 orang

(98,5%), dengan gejala klinis khas sebanyak 40 orang (58,8%), dan tanda klinis

dengan ditemukan salah satu tanda klinis khas sebanyak 67 orang (98,5%). Tanda

klinis khas yang paling banyak ditemukan adalah nyeri tekan titik McBurney

sebanyak 66 orang (97,1%). Sebagian besar penderita appendisitis terdapat pada

hitung jumlah leukosit dengan hasil leukositosis sebanyak 57 orang (83,8%) dan

gambaran USG kesan appendisitis sebanyak 39 orang (57,4%), dengan skor

Alvarado 7 - 10 sebanyak 59 orang (86,8%). Sebagian besar penderita appendisitis

terdapat pada penatalaksanaan dengan appendektomi terbuka sebanyak 53 orang

(77,9%),dengan komplikasi tidak ada sebanyak 40 orang (58,8%).

Kata Kunci : Karakteristik, Appendisitis, Rawat Inap

viii

Department of Public Health

and Community Medicine

Faculty of Medicine, Hasanuddin University

Scription, August, 2013

Muhammad Syahrir, (C 111 06 108)

dr. Sri Asriyani, SpRad

Characteristics of Hospitalization Appendicitis Patient in Dr. Wahidin

Sudirohusodo Hospital Periode January - December 2012

(xv + 94 Pages + 13 Table + 39 Figure + 1 Schematic + 8 Attachment)

ABSTRACT

Background : Appendicitis is inflammatory disease of the appendix vermiformis.

Appendicitis is one of the many frequent surgical emergency, and is one of the

most frequent causes of abdominal pain. Appendicitis can occur in developed

countries and developing countries. The incidence is higher in developed

countries than in developing countries. Perhaps because of the diet in developing

countries higher fiber diet than in developed countries. Appendicitis can affect all

ages, ranging from infants, children, adults, and the elderly; both men and women.

Methods : This study was an observational study design using a descriptive cross-

sectional study. Data collection was conducted in the certain periode, is namely

the period January-December 2012 through the use of medical records as research

data. The sampling method using total sampling method.

Results : The study found that the characteristics of patients with appendicitis

most patients with appendicitis male sex as many as 39 people (57.4%), in the age

group 17-25 years and 26-35 years, respectively 16 persons (23.5 %), with the

level of university education as much as 3 person (4.4%) and did not work as

much as 4 people (5.9%). Most people with appendicitis present in the clinical

classification of acute appendicitis were 67 men (98.5%), with the typical clinical

symptoms of 40 people (58.8%), and clinical signs found one with typical clinical

ix

signs as many as 67 people (98, 5%). Typical clinical signs are most commonly

found are the McBurney point tenderness as many as 66 people (97.1%). Most

people with appendicitis present in the leukocyte count leukocytosis result as

many as 57 people (83.8%) and ultrasound picture of appendicitis suggests as

many as 39 people (57.4%), with the Alvarado score 7-10 were 59 men (86.8% ).

Most people are on the management of appendicitis with open appendectomy as

many as 53 people (77.9%), with no complications by 40 people (58.8%).

Keywords : Characteristics, Appendicitis, Hospitalization

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................. iv

ABSTRAK .................................................................................................. vi

ABSTRACT ................................................................................................ viii

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv

DAFTAR SKEMA ...................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................ 3

1.3. Tujuan Penelitian .............................................................. 3

1.4. Manfaat Penelitian ............................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 6

2.1. Appendiks Vermiformis ................................................... 6

2.2. Appendisitis ..................................................................... 13

BAB III KERANGKA KONSEP ............................................................. 40

3.1. Dasar Pemikiran Variabel ................................................. 40

3.2. Kerangka Konsep ............................................................. 45

3.3. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ........................ 46

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 54

4.1. Desain Penelitian .............................................................. 54

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................ 54

4.3. Populasi dan Sampel ......................................................... 55

4.4. Jenis Data dan Instrumen Penelitian .................................. 56

4.5. Manajemen Penelitian ...................................................... 56

xi

4.6. Etika Penelitian ................................................................ 57

BAB V GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr.

WAHIDIN SUDIROHUSODO ................................................. 58

5.1. Identitas Badan Layanan Umum RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo .................................................................... 58

5.2. Sejarah Berdirinya RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo ....... 59

5.3. Visi dan Misi RSUP Wahidin Sudirohusodo ..................... 60

BAB VI HASIL PENELITIAN ............................................................... 62

6.1. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Jenis Kelamin ................................................................... 62

6.2. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Umur ................................................................................ 63

6.3. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Tingkat Pendidikan ........................................................... 65

6.4. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Pekerjaan .......................................................................... 66

6.5. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Klasifikasi Klinis .............................................................. 67

6.6. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Gejala Klinis ..................................................................... 69

6.7. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Tanda Klinis ..................................................................... 70

6.8. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Hitung Jumlah Leukosit .................................................... 72

6.9. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Gambaran USG ................................................................ 73

6.10. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Skor Alvarado .................................................................. 74

6.11. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Penatalaksanaan ................................................................ 76

xii

6.12. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Komplikasi ....................................................................... 77

BAB VII PEMBAHASAN ........................................................................ 79

7.1. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Jenis

Kelamin ............................................................................ 79

7.2. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Umur ... 80

7.3. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Tingkat

Pendidikan ........................................................................ 81

7.4. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan

Pekerjaan .......................................................................... 82

7.5. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan

Klasifikasi Klinis .............................................................. 82

7.6. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Gejala

Klinis ................................................................................ 83

7.7. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Tanda

Klinis ................................................................................ 84

7.8. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Hitung

Jumlah Leukosit ............................................................... 85

7.9. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan

Gambaran USG ................................................................ 86

7.10. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Skor

Alvarado ........................................................................... 87

7.11. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan

Penatalaksanaan ................................................................ 88

7.12. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan

Komplikasi ....................................................................... 88

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 90

8.1. Kesimpulan ...................................................................... 90

8.2. Saran ................................................................................ 90

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 92

LAMPIRAN

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 6.1. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Jenis Kelamin ........................................................................ 62

Tabel 6.2. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Umur ..................................................................................... 64

Tabel 6.3. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Tingkat Pendidikan .............................................................. 65

Tabel 6.4. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Pekerjaan .............................................................................. 67

Tabel 6.5. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Klasifikasi Klinis .................................................................. 68

Tabel 6.6. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Gejala Klinis ......................................................................... 69

Tabel 6.7.1. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Tanda Klinis .......................................................................... 70

Tabel 6.7.2. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Tanda Klinis Khas ................................................................. 70

Tabel 6.8. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Hitung Jumlah Leukosit ........................................................ 72

Tabel 6.9. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Gambaran USG ..................................................................... 73

Tabel 6.10. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Skor Alvarado ....................................................................... 75

Tabel 6.11. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Penatalaksanaan .................................................................... 76

Tabel 6.12. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Komplikasi ............................................................................ 77

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi sistem digestif ......................................................... 6

Gambar 2 Anatomi Appendiks vermiformis .......................................... 7

Gambar 3 Variasi arteri sekalis dan appendikularis ................................ 9

Gambar 4 Vena usus halus dan colon .................................................... 10

Gambar 5 Pembuluh limfe dan kelenjar getah bening kolon .................. 11

Gambar 6 Histologi appendiks vermiformis ........................................... 12

Gambar 7 Histologi appendiks vermiformis ........................................... 13

Gambar 8 Letak appendiks vermiformis ................................................ 19

Gambar 9 Perjalanan appendisitis .......................................................... 20

Gambar 10 Nyeri yang berpindah dari regiou mbilikus keregioi liaka

kanan pada appendisitis ......................................................... 21

Gambar11 Persepsi nyeri viseral terlokalisasi di regio epigastrium,

umbilkus atau suprapubik sesuai dengan asal embriogenik

organ yang mengalami kelainan ............................................ 23

Gambar 12 Kronologi peristiwa yang terlibat dalam terjadinya demam ... 24

Gambar 13 Nyeri tekan titik McBurney pada appendisitis ....................... 25

Gambar 14 Tanda appendisitis ................................................................. 26

Gambar 15 Tanda Psoas pada appendisitis ............................................... 27

Gambar 16 Tanda Obturator pada appendisitis ........................................ 28

Gambar 17 Pemeriksaan USG pada appendisitis menunjukkan sekum dan

appendiks dengan dinding tebal yang berisi cairan ................ 29

Gambar 18 Pemeriksaan CT scan pada appendisitis menunjukkan

dinding appendiks dilatasi dan menebal ................................. 29

Gambar 19 Insisi pada appendektomi terbuka .......................................... 31

Gambar 20 Insisi Grid Iron ...................................................................... 32

Gambar 21 Insisi Rutherford Morisson .................................................... 32

Gambar 22 Insisi transversal Lanz ........................................................... 33

Gambar 23 Insisi low midline .................................................................. 34

Gambar 24 Insisi paramedian dekstra ...................................................... 34

xv

Gambar 25 Teknik appendektomi terbuka ............................................... 35

Gambar 26 Insisi pada appendektomi terbuka .......................................... 37

Gambar 27 Teknik appendektomi laparoskopi ......................................... 37

Gambar 28 Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan

jenis kelamin ......................................................................... 63

Gambar 29 Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan

kelompok umur ..................................................................... 64

Gambar 30 Diagram pie persentase penderita appendisitis berdasarkan

tingkat pendidikan ................................................................. 66

Gambar 31 Diagram pie persentase penderita appendisitis berdasarkan

pekerjaan ............................................................................... 67

Gambar 32 Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan

klasifikasi klinis .................................................................... 68

Gambar 33 Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan

gejala klinis ........................................................................... 69

Gambar 34 Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan

tanda klinis ............................................................................ 71

Gambar 35 Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan

hitung jumlah leukosit ........................................................... 72

Gambar 36 Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan

gambaran USG ....................................................................... 74

Gambar 37 Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan

skor Alvarado ........................................................................ 75

Gambar 38 Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan

penatalaksanaan .................................................................... 76

Gambar 39 Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan

komplikasi ............................................................................ 78

xvi

DAFTAR SKEMA

3.2 Kerangka Konsep ............................................................................... 45

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Penugasan Pembimbing Skripsi

Lampiran 2 Halaman Persetujuan Seminar Proposal Penelitian

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian dari Badan Koordinasi Penanaman

Modal Daerah Unit Pelaksana Teknis - Pelayanan Perizinan

Terpadu kepada Direktur RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Lampiran 4 Surat Persetujuan Izin Penelitian di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo

Lampiran 5 Halaman Persetujuan Seminar Hasil Penelitian

Lampiran 6 Riwayat Hidup Penulis

Lampiran 7 Kuesioner

Lampiran 8 Data Sekunder

xviii

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Appendisitis merupakan salah satu dari banyak bedah emergensi yang

sering, dan merupakan salah satu penyebab nyeri perut paling sering. Insidens

appendisitis di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang.

Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur. Di Amerika Serikat, 250.000

kasus appendisitis dilaporkan setiap tahun. Insidens appendisitis tiap tahun 10

kasus setiap 100.000 populasi. Appendisitis terjadi pada 7% populasi Amerika

Serikat, dengan insidens 1.1 kasus setiap 1000 orang setiap tahun.1

Di Amerika Serikat appendisitis pada anak memiliki insidens 70.000 kasus

setiap tahun. Insidens antara bayi baru lahir dan 4 tahun 1 - 2 kasus setiap 10.000

anak setiap tahun. Insidens meningkat menjadi 25 kasus setiap 10.000 anak setiap

tahun antara 10 - 17 tahun. Perbandingan laki-laki : perempuan sekitar 2 : 1.2

Di negara-negara Asia dan Afrika, insidens appendisitis akut mungkin lebih

rendah karena kebiasaan diet penduduk negara georafik ini. Insidens appendisitis

lebih rendah pada kebiasaan pola hidup dengan intak diet serat tinggi. Serat diet

diperkirakan menurunkan viskositas feses, menurunkan transit time kolon, dan

menghambat pembentukan fekalit, yang mempredisposisi seseorang mengalami

obstruksi pada lumen appendiksnya.1

Appendisitis terjadi pada semua kelompok umur tetapi jarang pada

bayi.Appendisitis paling sering pada kehidupan dekade kedua (umur 10 - 19

tahun), terjadi 23.3 kasus setiap 10.000 kasus setiap tahun. Kemudian insidens

terus menurun, walaupun appendisitis terjadi pada dewasa dan sampai usia tua.2

Insidens appendisitis meningkat secara perlahan sejak lahir, puncaknya pada

akhir belasan tahun, dan menurun secara perlahan pada usiageriatrik. Usia rata-

rata ketika appendisitis terjadi pada populasi pediatrik 6 - 10 tahun. Hiperplasia

limfoid ditemukan lebih sering diantara bayi dan dewasa dan terlibat dalam

peningkatan insidens appendisitis pada kelompok umur ini.1

2

Menurut Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006, appendisitis

menempati urutan keempat penyakit terbanyak di Indonesia setelah dispepsia,

gastritis dan duodenitis, dan penyakit sistem cerna lain dengan jumlah pasien

rawat inap sebanyak 28.040.3

Di Indonesia insidens appendisitis pada bayi, 80 - 90% appendisitis baru

diketahui setelah terjadi perforasi. Anak kurang dari 1 tahun jarang dilaporkan.

Bayi dan anak < 2 tahun1% atau kurang. Anak 2 - 3 tahun 15%. Anak 5 tahun ke

atas frekuensi mulai meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 9 - 11 tahun.

Insidens tertinggi pada kelompok umur 20 - 30 tahun. Insidens pada laki-laki dan

perempuan umumnya sama, kecuali pada kelompok umur 20 - 30 tahun, laki-laki

lebih tinggi.4,5

Diagnosis harus ditegakkan sedini mungkin dan penatalaksanaan harus

dilaksanakan secara cepat dan tepat untuk menghindari terjadinya komplikasi

berupa perforasi dengan segala akibatnya.4

Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo sejak 1

Februari sampai 30 September 2004 diperoleh 97 sampel penderita, terdiri dari 44

perempuan (45,4%) dan 53 laki-laki (54,6%), berumur 16 - 56 tahun. Kelompok

umur 16 - 30 tahun merupakan kelompok umur terbanyak (76,3%). Pada

umumnya mempunyai tingkat pendidikan SLTA ke atas dan sebagian (53,6%)

tidak bekerja.6

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo merupakan rumah sakit pendidikan bagi

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin tentunya memiliki data rekam

medik yang lengkap yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan

penelitian. Selain itu, RSUP Dr. Wahidin merupakan rumah sakit pusat rujukan

bagi Indonesia bagian Timur sehingga dapat dilakukan penelitian untuk

mengetahui distribusi penyakit yang terdapat di Indonesia bagian Timur ini. Oleh

karena itu, peneliti memilih RSUPDr. Wahidin Sudirohusodo sebagai lokasi

penelitian.

3

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Karakteristik penderita appendisitis rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari - Desember 2012”.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui distribusi penderita appendisitis rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. WahidinSudirohusodo Periode Januari - Desember 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi penderita appendisitis rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Januari - Desember

2012 berdasarkan jenis kelamin.

b. Untuk mengetahui distribusi penderita appendisitis rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Januari - Desember

2012 berdasarkan umur.

c. Untuk mengetahui distribusi penderita appendisitis rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Januari - Desember

2012 berdasarkan tingkat pendidikan.

d. Untuk mengetahui distribusi penderita appendisitis rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Januari - Desember

2012 berdasarkan pekerjaan.

e. Untuk mengetahui distribusi penderita appendisitis rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Januari - Desember

2012 berdasarkan klasifikasi klinis.

4

f. Untuk mengetahui distribusi penderita appendisitis rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Januari - Desember

2012 berdasarkan gejala klinis.

g. Untuk mengetahui distribusi penderita appendisitis rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Januari - Desember

2012 berdasarkan tanda klinis.

h. Untuk mengetahui distribusi penderita appendisitis rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Januari - Desember

2012 berdasarkan hitung jumlah leukosit.

i. Untuk mengetahui distribusi penderita appendisitis rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Januari - Desember

2012 berdasarkan gambaran USG.

j. Untuk mengetahui distribusi penderita appendisitis rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Januari - Desember

2012 berdasarkan skor Alvarado.

k. Untuk mengetahui distribusi penderita appendisitis rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Januari - Desember

2012 berdasarkan penatalaksanaan.

l. Untuk mengetahui distribusi penderita appendisitis rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Januari - Desember

2012 berdasarkan komplikasi.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti : Menambah wawasan dan pengetahuan dalam hal

appendisitis.

b. Bagi peneliti selanjutnya : Sebagai referensi, melanjutkan atau memperbaiki

penelitian yang telah dilakukan.

c. Bagi klinisi : Sebagai acuan dalam hal melakukan diagnostik dan terapeutik.

5

d. Bagi instansi terkait:

1. Fakultas Kedokteran : Sebagai pengabdian kepada masyarakat,

menambah jumlah penelitian, sebagai referensi untuk penelitian

selanjutnya.

2. Rumah Sakit : Sebagai data administrasi tahunan, meningkatkan

upaya pelayanan kesehatan dalam hal promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif.

3. Dinas Kesehatan : Sebagai data administrasi tahunan, meningkatkan

upaya pelayanan kesehatan dalam hal promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif.

e. Masyarakat : Meningkatkan upaya kesehatan dalam hal preventif sehingga

dapat mewujudkan Indonesia Sehat.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Appendiks Vermiformis

2.1.1. Anatomi Appendiks Vermiformis

Sistem pencernaan manusia (sistem digestif) terdiri atas saluran pencernaan

(saluran alimentari) dan organ digestif asesori. Saluran pencernaan dimulai dari

kavum oris, faring, esofagus, gaster, intestinum tenue (duodenum, jejunum, dan

ileum), intestinum mayor (sekum yang bersambung dengan appendiks

vermiformis, kolon asendens, kolon transversum, kolon desenden, kolon

sigmoid), rektum, dan anus. Organ digestif asesori terdiri dari gigi, lidah, kelenjar

saliva, hati, kandung empedu, pankreas.7

Gambar 1. Anatomi sistem digestif

Dikutip dari kepustakaan 7

Appendis vermiformis terletak pada permukaan posteromedial sekum.

Appendiks vermiformis memiliki bentuk seperti cacing, sehingga disebut

7

appendiks vermiformis. Tiga taenia coli bertemu pada persambungan sekum

dengan appendiks. Appendiks vermiformis memiliki ukuran bervariasi, mulai dari

yang terkecil kurang dari 1 cm sampai yang terbesar lebih dari 30 cm, tetapi

ukuran rata-ratanya sekitar 6 - 9 cm.7,8

Gambar 2. Anatomi Appendiks vermiformis

Dikutip dari kepustakaan 9

Appendiks vermiformis merupakan organ imunologik yang ikut serta dalam

sekresi immunoglobulin, terutama immunoglobulin A (IgA). Walaupun appendiks

merupakan komponen dari sistem gut-associated lymphoid tissue (GALT),

fungsinya tidak penting.8

2.1.2. Inervasi Appendiks Vermiformis

Apendiks vermiformis diinervasi oleh saraf Th. 10, sama dengan inervasi

saraf somatik pada kulit yang melingkupi umbikus. Appendiks vermiformis dan

peritoneum viseral yang menutupinya diinervasi oleh saraf simpatis dan

parasimpatis dari pleksus mesenterikus superior. Saraf afferent viseral yang

membawa sensasi distensi dan tekanan memediasi gejala nyeri yang dirasakan

selama tahap awal inflamasi appendiks vermikularis. Sama dengan struktur

lainnya yang berasal dari midgut, sensasi ini awalnya dirasakan samar-samar, dan

8

dirasakan di daerah pusat (periumbilikus) abdomen. Hal itu tidak hingga jaringan

parietal yang berbatasan dengan appendiks vermiformis menjadi terlibat dalam

setiap proses inflamasi dimana nosiseptor somatik terstimulasi, dan terdapat suatu

perubahan yang berkaitan dalam hal sifat dan lokasi nyeri.10,11

2.1.3. Vaskularisasi Appendiks Vermiformis

2.1.3.1. Arteri

Cabang arteri mesenterika superior, antara lain:12

a. Arteri pankreatikoduodenal inferior

1. Cabang anterior

2. Cabang posterior

b. Cabang jejunal dan ileal

Vasa recta

c. Arteri ileokolika

1. Cabang superior

2. Cabang inferior

3. Arteri kolika asenden

4. Arteri sekalis anterior dan posterior

5. Arteri appendikularis

6. Cabang ileal

d. Arteri kolika dekstra

1. Cabang asenden

2. Cabang desenden

e. Arteri kolika media

1. Cabang dekstra

2. Cabang sinistra

Arteri appendikularis utama, cabang dari bagian bawah arteri ileokolika,

berjalan di belakang ileum terminal dan masuk mesoappendiks jarak dekat dari

9

pangkal appendiks. Di sini memberikan cabang rekuren, yang beranastomosis

pada pangkal appendiks dengan cabang arteri sekalis posterior: anastomosis

kadang-kadang luas. Arteri appendikularis utama mendekati ujung organ, awalnya

berada di dekat, kemudian di tepi, mesoappendiks. Bagian ujung arteri berada

pada dinding appendiks dan dapat menjadi trombosis pada appendisitis, yang

berakibat gangren atau nekrosis di distal. Arteri asesoris sering didapatkan, dan

banyak orang memiliki dua atau lebih arteri yang memperdarahi appendiks

vermikularis.11

Gambar 3. Variasi arteri sekalis dan appendikularis

Dikutip dari kepustakaan 13

10

2.1.3.2. Vena

Appendiks vermiformis dialiri melalui satu atau lebih vena appendikularis

ke vena sekalis posterior atau vena ileokolika dan kemudian ke vena mesenterika

superior.11

Gambar 4. Vena usus halus dan colon

Dikutip dari kepustakaan 13

2.1.3.3. Pembuluh limfe

Pembuluh limfe pada appendiks vermiformis banyak, terdapat banyak

jaringan limfoid di dindingnya.Pada korpus dan apeks appendiks 8 - 15 pembuluh

darah berjalan ke atas pada bagian mesoappendiks, dan kadang-kadang terputus

11

oleh satu atau lebih kelenjar limfe. Pembuluh limfe tersebut bergabung

membentuk tiga atau empat pembuluh yang lebih besar yang berjalan ke dalam

pembuluh limfe yang mengaliri kolon asenden, dan berakhir di kelenjar limfe

rantai ileokolika inferior dan superior.11

Gambar 5. Pembuluh limfe dan kelenjar getah bening kolon

Dikutip dari kepustakaan 13

2.1.4. Histologi Appendiks Vermiformis

Dinding usus besar berbeda dengan usus halus.Mukosa kolon merupakan

epitel kolumnar sederhana. Karena sebagian besar makanan diabsorpsi sebelum

mencapai usus besar, tidak terdapat lipatan sirkuler, tidak ada vili, dan hampir

tidak ada sel yang mensekresi enzim pencernaan. Akan tetapi, mukosanya lebih

12

tebal, kriptenya yang banyak lebih dalam, dan terdapat jumlah sel goblet yang

banyak pada kripte. Mukus yang dihasilkan oleh sel goblet memudahkan

perjalanan feses dan melindungi dinding usus dari iritasi asam dan gas yang

dilepaskan oleh bakteri yang hidup di kolon.7

Dinding appendiks vermiformis sesuai dengan dinding kolon. Dinding

appendiks disusun oleh:7

a. Lapisan serosa

b. Lapisan otot

Lapisan otot disusun oleh lapisan otot longitudinal dan sirkuler. Pada

pangkal appendiks, otot longitudinal membuat suatu penebalan yang

berhubungan dengan semua taenia sekum.

c. Lapisan submukosa

Lapisan submukosa berisi banyak sekumpulan jaringan limfoid.

d. Lapisan mukosa

Gambar 6. Histologi appendiks vermiformis

Dikutip dari kepustakaan 7

13

Gambar 7. Histologi appendiks vermiformis

Dikutip dari kepustakaan 9

2.1.5. Fisiologi Appendiks Vermiformis

Appendiks vermiformis memiliki massa jaringan limfoid, dan sebagai

bagian dari mucosa associated lymphoid tissue (MALT). Jaringan limfoid ini

memainkan peran penting dalam imunitas tubuh. Akan tetapi, appendiks

vermiformis memiliki kelemahan struktur yang penting. Struktur melengkungnya

memungkinan suatu lokasi ideal bagi bakteri enterik untuk berakumulasi dan

bermultiplikasi.7

2.2. Appendisitis

2.2.1. Definisi

Appendisitis merupakan penyakit inflamasi pada appendiks vermiformis.

Appendisitis dapat mengenai segala usia, mulai dari bayi, anak, dewasa, dan usia

lanjut; baik laki-laki maupun perempuan.1,2,10

14

2.2.2. Epidemiologi

Appendisitis merupakan penyakit inflamasi pada appendiks vermiformis.

Appendisitis ini dapat menyerang siapa saja. Insidens appendisitis di negara maju

lebih tinggi daripada di negara berkembang. Appendisitis merupakan salah satu

dari banyak bedah emergensi yang sering, dan merupakan salah satu penyebab

nyeri perut paling sering.1

Di Amerika Serikat, 250.000 kasus appendisitis dilaporkan setiap tahun.

Insidens appendisitis tiap tahun 10 kasus setiap 100.000 populasi. Appendisitis

terjadi pada 7% populasi Amerika Serikat, dengan insidens 1.1 kasus setiap 1000

orang setiap tahun.1

Sedangkan di negara-negara Asia dan Afrika, insidens appendisitis akut

mungkin lebih rendah karena kebiasaan diet penduduk negara georafik ini.

Insidens appendisitis lebih rendah pada kebiasaan pola hidup dengan intak diet

serat tinggi. Serat diet diperkirakan menurunkan viskositas feses, menurunkan

transit time kolon, dan menghambat pembentukan fekalit, yang mempredisposisi

seseorang mengalami obstruksi pada lumen appendiksnya.1

Appendisitis dapat mengenai laki-laki dan perempuan. Insidens pada laki-

laki dan perempuan umumnya sama, kecuali pada kelompok umur 20 - 30 tahun,

laki-laki lebih tinggi.4,5

Di Indonesia insidens appendisitis pada bayi, 80 - 90% appendisitis baru

diketahui setelah terjadi perforasi. Anak kurang dari 1 tahun jarang dilaporkan.

Bayi dan anak < 2 tahun1% atau kurang.2 - 3 tahun 15%. 5 tahun ke atas

frekuensi mulai meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 9 - 11 tahun.

Insidens tertinggi pada kelompok umur 20 - 30 tahun. Morbiditas dan mortalitas

appendisitis sesuai dengan umur. Semakin tinggi umur seseorang maka morbiditas

dan mortalitasnya meningkat.4,5

Tingkat pendidikan dapat menggambarkan seberapa besar pengetahuan dan

perhatian seseorang dalam menjaga kesehatannya. Hal ini dapat menggambarkan

cepat lambatnya seseorang untuk memeriksakan diri ke tempat pelayanan

kesehatan jika mendapatkan adanya gejala dan tanda penyakit pada tubuhnya.5

15

Pekerjaan mempengaruhi pola hidup seseorang setiap hari, termasuk pola

makan. Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan pola kebiasaan makan

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis.5

Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo sejak 1

Februari sampai 30 September 2004 diperoleh 97 sampel penderita, terdiri dari 44

perempuan (45,4%) dan 53 laki-laki (54,6%), berumur 16 - 56 tahun. Kelompok

umur 16 - 30 tahun merupakan kelompok umur terbanyak (76,3%). Pada

umumnya mempunyai tingkat pendidikan SLTA ke atas dan sebagian (53,6%)

tidak bekerja.5,6

Appendisitis dapat terjadi berupa appendisitis akut maupun kronik.

Appendisitis kronik jarang terjadi. Keberadaan appendisitis kronik sebagai suatu

kumpulan penyakit yang benar ada telah dipertanyakan selama beberapa tahun.

Meskipun data klinis yang terbaru membuktikan keberadaan penyakit yang jarang

ini. Pada appendisitis kronik, beberapa pasien mengalami nyeri perut persisten.

pasien tidak mengalami gejala khas apendisitis akut. Justru, pasien mengalami

nyeri perut kanan bawah selama mingguan sampai tahunan. dan mungkin telah

mendapatkan berbagai pengobatan. Diagnosis dapat sulit, karena pemeriksaan

laboratorium dan radiologi secara khas normal. Karena diagnosis preoperatif

sering tidak jelas, maka laparoskopi dapat menjadi peralatan berguna untuk

memungkinkan eksplorasi abdomen.8,14

Appendisitis dapat menimbulkan gejala yang bervariasi. Gejala klinis khas

dari appendisitis adalah adanya nyeri di daerah umbilikus yang bersifat samar dan

tumpul. Kemudian beberapa jam nyeri berpindah ke kuadaran kanan bawah,

tepatnya titik McBurney. Sifatnya nyerinya menjadi jelas dan tajam. Ini terjadi

pada 66% pasien appendisitis. Anoreksia merupakan gejala awal sebelum timbul

nyeri perut pada 95% pasien appendisitis. Muntah terjadi pada 75% pasien

appendisitis.5,8,15

Kadang appendisitis tidak menimbulkan gejala nyeri perut kuadran kanan

bawah yang didahului nyeri umbilikus, tetapi timbul dengan gejala konstipasi.Hal

ini sering menjadikan dokter untuk memberikan obat pencahar. tindakan ini

16

berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi appendiks dengan

segala konsekuensinya.5

Appendisitis dapat menimbulkan tanda yang bervariasi. Tanda klinis khas

dari appendisitis adalah nyeri tekan titik McBurney, nyeri ketok titik McBurney,

tanda Rovsing, tanda Blumberg, tanda Psoas, dan tanda Obturator. Tanda klinis

dari appendisitis tergantung dari letak appendiks yang meradang. Letak

appendiks, antara lain pelvik 21%, preileal 1%, postileal 5%, subsekal 1,5%,

retrosekal 74%, parasekal 2%. Ini menunjukkan bahwa tanda psoas lebih sering

didapatkan dalam praktek sehari-hari.5,16

Appendisitis dapat menunjukkan hitung jumlah leukosit normal atau

meningkat. Pasien appendisitis umumnya mengalami leukositosis, yaitu jumlah

leukosit > 10.000/mm3. Peningkatan leukosit dalam darah menunjukkan adanya

proses infeksi dalam tubuh. Pada appendisitis, leukosit akan bermigrasi dari

lumen pembuluh darah ke tempat yang mengalami peradangan untuk memfagosit

agen-agen infeksi. Penelitian yang dilakukan oleh Kamran10 di Pakistan,

menyimpulkan bahwa jumlah leukosit dapat membantu dokter dalam

mendiagnosis apendisitis. Penelitian yang dilakukan oleh Krishnan 11 di Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, menunjukan terdapat leukositosis

pada 73,7% pasien apendisitis.3,8,10

Appendisitis dapat menunjukkan gambaran USG spesifik seperti dinding

appendiks yang dilatasi dan menebal, dan tidak spesifik. Diagnosis appendisitis

melalui pemeriksaan USG dilaporkan memiliki sensitivitas 55 sampai 96% dan

spesifisitas 85 sampai 98%. Hasil negatif palsu dapat terjadi jika appendisitis

terbatas pada ujung appendiks, lokasi appendiks retrosekal, appendiks membesar

dan dikira usus halus, atau jika appendiks perforasi dan sebab itu appendiks yang

meradang dapat dikempiskan.8

Diagnosis appendisitis akut tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan

gambaran klinis. Keadaan ini menghasilkan angka appendektomi negatif sebesar

20% dan angka perforasi sebesar 20-30%. Salah satu upaya meningkatkan

kuantitas dan kualitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah

banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi appendektomi negatif,

17

salah satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah

sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat, dan kurang

invasif. Morbiditas dan mortalitas appendisitis akut masih cukup tinggi. Hal ini

disebabkan keterlambatan diagnosis dan penanganan pembedahan.17

Penatalaksanaan appendisitis dapat berupa konservatif atau bedah. Bedah

dapat dilakukan dengan appendektomi terbuka atau appendektomi laparoskopi.

Sejak era post-antibiotik, Coldrey mempresentasikan penelitian retrospektifnya

pada 471 pasien dengan appendisitis yang diobati dengan antibiotik. Pengobatan

ini gagal pada sekurang-kurangnya 57 pasien, dengan 48 membutuhkan

appendektomi dan 9 membutuhkan drainase akibat abses appendiks.14

Komplikasi appendisitis dapat berupa perforasi atau abses appendiks.

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi

dengan atau tanpa adanya walling off. Walling off terbentuk dari appendiks,

sekum, usus halus dan omentum. Perforasi juga bisa disertai atau tanpa disertai

dengan peritonitis generalisata.5

Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan

keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya

perforasi appendiks. Massa appendiks terjadi bila appendisitis gangrenosa atau

mikroperforasi tertutupi atau terbungkus oleh omentum dan atau lekuk usus

halus.5

2.2.3. Etiologi

Appendisitis terjadi akibat dari sumbatan (sering akibat feses) yang

membawa bakteri infeksius ke dalam lumen appendiks vermiformis. Karena

appendiks tidak dapat mengosongkan isi lumennnya, maka appendiks

membengak, menekan drainase pembuluh darah vena, yang dapat menyebabkan

iskemia dan nekrosis appendiks. Jika appendiks ruptur, feses yang berisi bakteri

menyemprot ke permukaan isi abdomen, menyebabkan peritonitis.7

18

a. Obstruksi

Obstruksi lumen sebanyak 70% disebabkan oleh fekalit, korpus alienum,

tumor appendiks atau tumor sekum, parasit, atau fibrous band.10

b. Infeksi

Infeksi bakteri pada appendiks vermiformis, antara lain:8

Aerobik dan Fakultatif Anaerobik

Gram-negative bacilli

E. coli

Pseudomonas aeruginosa

Klebsiella species

Gram-positive cocci

Streptococcus anginosus

Streptococcus species

Enterococcus species

Gram-negative bacilli

Bacteroides fragilis

Bacteroides species

Fusobacterium species

Gram-positive cocci

Peptostreptococcus species

Gram-positive bacilli

Clostridium species

2.2.4. Klasifikasi

Klasifikasi appendisitis, antara lain:

a. Berdasarkan letak appendiks, antara lain:17

1) Anterior: pelvik, preileal, postileal

2) Posterior: subsekal, retrosekal, parasekal

19

Gambar 8. Letak appendiks vermiformis

Dikutip dari kepustakaan 18

b. Berdasarkan klinis, antara lain:8

1) Appendisitis akut

2) Appendisitis kronik

Syarat-syarat penegakan diagnosis appendisitis kronik, antara lain:5

1. Riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu

2. Radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik

Kriteria mikroskopik:

a. Fibrosis dinding appendiks secara menyeluruh.

b. Sumbatan lumen appendiks parsial atau total.

c. Adanya jaringan parut dan ulkus lama pada mukosa

appendiks.

d. Infiltrasi sel inflamasi kronik.

3. Keluhan menghilang setelah dilakukan appendektomi.

20

Appendisitis akut kataralis

Appendisitis akut supuratif

Appendisitis akut gangrenosa

Appendisitis akut perforasi

Walling off (-) Walling off (+)

Infiltrat periappendikuler

Sembuh Appendisitis kronik Perforasi

Disertai dengan peritonitis generalisata Tanpa disertai dengan peritonitis generalisata

2.2.5. Patofisiologi

Gambar 9. Perjalanan

appendisitis

21

2.2.6. Diagnosis

2.2.6.1. Anamnesis

Gejala

Gejala appendisitis akut tergantung dari letak appendix vermiformis. Nyeri

perut berawal dirasakan di umbilikus atau periumbilikus (peritoneum viseral),

kemudian 4 - 8 jam atau 1 - 12 jam berpindah ke perut kuadran kanan bawah

(peritoneum parietal) (titik McBurney’s). Nyeri seluruh perut jika terjadi

peritonitis generalisata. Nyeri perut bertambah jika bergerak.8,10

a. Nyeri perut kanan bawah

Nyeri perut kanan bawah didahului nyeri periumbilikus.Nyeri periumbilkus

menandakan adanya inflamasi pada peritoneum viseral. Setelah inflamasi

mencapai peritoneum parietal maka nyeri dirasakan di perut kuadran kanan

bawah.4

Gambar 10. Nyeri yang berpindah dari regio umbilikus ke regio iliaka kanan pada appendisitis

22

Mekanisme nyeri perut secara umum, antara lain:15

a. Inflamasi peritoneum parietal

Nyeri pada inflamasi peritoneum parietal sifatnya terus menerus dan nyeri

dan lokasinya langsung berada di atas daerah yang mengalami inflamasi.

daerahnya sesuai daerah inflamasi karena ditransmisikan oleh saraf somatik

yang menginervasi peritoneum parietal.

Nyeri pada inflamasi peritoneum diperberat tanpa kecuali oleh tekanan atau

perubahan tegangan peritoneum, apakah ditimbulkan oleh palpasi atau

pergerakan.Misalnya batu dan bersin.

b. Obstruksi lumen organ visera

Nyeri pada obstruksi lumen visera abdomen digambarkan secara khas

sebagai nyeri yang intermiten, atau kolik.Nyeri kolik pada obstruksi kolon

intensitasnya kurang dibandingkan nyeri kolik pada obstruksi usus halus dan

sering berlokasi di daerah infraumbilikal. Penjalaran nyeri ke daerah lumbal

sering pada obstruksi kolon.

c. Gangguan vaskuler

Nyeri yang berhubungan dengan gangguan vaskuler intraabdominal bersifat

tiba-tiba dan katastropik. Nyeri pada gangguan vaskuler bersifat difus dan

berat.

d. Dinding abdomen

Nyeri yang timbul pada dinding abdomen biasanya konstan dan nyeri.

Pergerakan, berdiri yang lama, dan tekanan menimbulkan rasa tidak nyaman

dan spasme otot.

23

Gambar 11.Persepsi nyeri viseral terlokalisasi di regio epigastrium, umbilkus atau suprapubik

sesuai dengan asal embriogenik organ yang mengalami kelainan.

Dikutip dari kepustakaan 19

b. Demam

Demam merupakan suatu peningkatan suhu badan yang melebihi variasi

suhu harian normal. Demam terjadi dalam kaitannya dengan peningkatan pada set

point hipotalamus.15

Patogenesis demam secara umum, antara lain:

a. Pirogen

Pirogen merupakan suatu substansi yang menyebabkan demam. Pirogen

eksogen berasal dari luar tubuh manusia. Sebagian besar merupakan hasil

mikroba, toksin mikroba, atau semua tubuh mikroorganisme.15

b. Sitokin pirogen

Sitokin merupakan protein kecil (massa molekuler, berat 10.000 - 20.000

Da) yang mengatur proses imun, inflamasi, dan hematopoiesis. Beberapa

sitokin menyebabkan demam, dahulu disebut pirogen endogen, sekarang

disebut sitokin pirogen. Sitokin pirogen termasuk IL-1, IL-6, tumor necrosis

factor (TNF), ciliary neurotropic factor (CTNF), dan interferon (IFN) α.

Spektrum luas hasil bakteri dan jamur menginduksi sintesis dan pelepasan

sitokin pirogen, begitu juga virus. Akan tetapi, demam dapat menjadi

manifestasi penyakit tanpa adanya infeksi mikroba, seperti pada proses

inflamasi, trauma, kematian jaringan, dan kompleks antigen-antibodi.15

24

c. Peningkatan set point hipotalamus akibat sitokin

Selama demam, kadar prostaglandin E2 (PGE2) meningkat pada jaringan

hipotalamus dan ventrikel otak ketiga. Konsentrasi prostaglandin E2 (PGE2)

lebih tinggi dekat organ vaskuler sirkumventrikuler (organum vasculosum

lamina terminalis) (jaringan kapiler yang melebar sekeliling pusat regulasi

hipotalamus).15

Gambar 12.Kronologi peristiwa yang terlibat dalam terjadinya demam.

AMP, adenosine 5'-monophosphate; IFN, interferon; IL, interleukin;

PGE2, prostaglandin E2; TNF, tumor necrosis factor.

Dikutip dari kepustakaan 15

c. Anoreksia, mual, dan muntah

Anoreksia hampir selalu menyertai appendisitis. Meskipun muntah terjadi

pada hampir 75% pasien appendisitis, muntah terjadi tidak sering atau tidak lama

25

dan sebagian besar pasien appendisitis muntah hanya sekali atau dua kali. Muntah

dapat terjadi karena stimulasi saraf dan adanya ileus.8

2.2.6.2. Pemeriksaan Fisis

a. Nyeri tekan titik McBurney

Keluhan appendisitis berawal dari nyeri periumbilikus yang bersifat samar-

samar dan tumpul (nyeri viseral). Kemudian beberapa jam nyeri berpindah ke

kuadran kanan bawah di titik McBurney yang bersifat jelas dan tajam (nyeri

somatik). Pada saat ini didapatkan nyeri tekan dan ketok pada titik McBurney.5

Pemeriksaan dilakukan dengan menekan titik McBurney. Pemeriksaan

positif jika dirasakan nyeri pada titik McBurney. 5

Gambar 13.Nyeri tekan titik McBurney pada appendisitis

b. Nyeri ketok titik McBurney

Keluhan appendisitis berawal dari nyeri periumbilikus yang bersifat samar-

samar dan tumpul (nyeri viseral). Kemudian beberapa jam nyeri berpindah ke

26

kuadran kanan bawah di titik McBurney yang bersifat jelas dan tajam (nyeri

somatik). Pada saat ini didapatkan nyeri tekan dan ketok pada titik McBurney.5

Pemeriksaan dilakukan dengan mengetok titik McBurney. Pemeriksaan

positif jika dirasakan nyeri pada titik McBurney. 5

c. Tanda Rovsing

Pemeriksaan dilakukan dengan menekan regio iliaka sinistra. Pemeriksaan

positif jika dirasakan nyeri pada titik McBurney. 5

d. Tanda Blumberg

Pemeriksaan dilakukan dengan menekan regio iliaka sinistra kemudian

melepaskannya secara tiba-tiba. Pemeriksaan positif jika dirasakan nyeri pada titik

McBurney.5

Gambar 14. Tanda appendisitis

A. Tanda Rovsing

B. Tanda Blumberg

27

e. Tanda Psoas

Tanda psoas dapat dilakukan dengan 3 cara, antara lain:

1. Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan hiperekstensi pada sendi panggul

kanan. Pemeriksaan positif jika dirasakan nyeri pada titik McBurney.5

2. Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan hiperfleksi pada sendi panggul

kanan. Pemeriksaan positif jika dirasakan nyeri pada titik McBurney.5

3. Pemeriksaan dilakukan dengan menempatkan tangan di atas paha setengah

distal kemudian pasien memfleksikan paha secara aktif pada sendi panggul

melawan tahanan. Pemeriksaan positif jika dirasakan nyeri pada titik

McBurney.5,20

Ketiga pemeriksaan menandakan peradangan pada appendiks letak

retrosekal.5,20

Gambar 15. Tanda Psoas pada appendisitis

Dikutip dari kepustakaan 20

28

f. Tanda Obturator

Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan rotasi internal pada sendi

panggul kanan. Pemeriksaan positif jika dirasakan nyeri pada titik McBurney. Ini

menandakan peradangan pada appendiks letak pelvik.5,10

Gambar 16. Tanda Obturator pada appendisitis

Dikutip dari kepustakaan 20

2.2.6.3. Pemeriksaan Penunjang

2.2.6.3.1. Pemeriksaan Laboratorium

Pada appendisitis, leukosit dapat normal atau meningkat. Kadar leukosit

normal (4 - 10).103/mm

3.8,10

2.2.6.3.2. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan USG pada appendisitis memiliki sensitivitas 55 - 96 persen

dan spesifisitas 85 - 98 persen.8

29

Gambar 17. Pemeriksaan USG pada appendisitis

menunjukkan sekum dan appendiks dengan dinding tebal yang berisi cairan.

Dikutip dari kepustakaan 10

Pemeriksaan CT scan juga digunakan untuk menegakkan diagnosis

appendisitis. Pada CT scan appendiks yang mengalami inflamasi menunjukkan

dinding dilatasi dan menebal.8

Gambar 18. Pemeriksaan CT scan pada appendisitis

menunjukkan dinding appendiks dilatasi dan menebal.

Dikutip dari kepustakaan 21

30

Skor Alvarado untuk diagnosis Appendisitis8,17

Manifestasi Nilai

Gejala Nyeri perut periumbilikal berpindah ke iliaka

kanan 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda Nyeri tekan 2

Nyeri lepas 1

Demam 1

Laboratorium Leukositosis ( leukosit > 10.000/mm3) 2

Neutrofil bergeser ke kiri (neutrophil > 75%) 1

Total nilai 10

Interpretasi:

1. 1 - 4 : Bukan appendisitis

2. 5 - 6 : Suspek appendisitis

3. 7 - 10 : Appendisitis

2.2.7. Penatalaksanaan

2.2.7.1. Konservatif

Penatalaksanaan konservatif diberikan pada pasien yang datang terlambat

dengan massa appendiks. Cairan intravena, obat antibiotik, dan observasi klinis

teratur dilakukan. Akan tetapi, jika kondisi pasien berubah, bedah darurat akan

diperlukan. Drainase abses secara radilogis merupakan pilihan bagi pasien dengan

risiko operasi buruk, dan appendektomi tertunda dapat dilakukan beberapa bulan

kemudian.22

Penatalaksanaan konservatif, antara lain:

a. Pasang jalur intravena sesuai kondisi pasien.8

b. Antibiotik spektrum luas.8

- Nonperforasi: 24 - 48 jam

31

- Perforasi: 7 - 10 hari

Antibiotik diberikan sampai hitung leukosit normal dan pasien tidak demam

selama 24 jam.

Antibiotik yang diberikan berupa antibiotik intravena, yaitu Cefuroxime dan

Metronidazol.22

2.2.7.2. Bedah

2.2.7.2.1. Appendektomi terbuka10

Gambar 19. Insisi pada appendektomi terbuka

Dikutip dari kepustakaan 10

Macam-macam teknik appendektomi terbuka, antara lain:

1. Insisi small oblique (insisi McBurney, insisi Lanz, insisi Grid Iron)

Insisi Grid Iron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot

oblikus eksternal, melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang

menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dan umbilikus.22,23

Insisi Grid Iron dilakukan jika diagnosis appendisitis sudah pasti.10

2. Insisi suprainguinal (insisi Rutherford Morisson)

Merupakan insisi perluasan dari

Morisson dilakukan jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan

terfiksir.24

3. Insisi transversal Lanz

Insisi dilakukan pada 2 cm di baw

midklavikula-midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari

pada insisi Grid Iron.10,16

32

Gambar 20. Insisi Grid Iron

Dikutip dari kepustakaan 23

Insisi suprainguinal (insisi Rutherford Morisson)

Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Insisi Rutherford

Morisson dilakukan jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan

Gambar 21. Insisi Rutherford Morisson

Dikutip dari kepustakaan 16

Insisi transversal Lanz

Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis

midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari

10,16

insisi McBurney. Insisi Rutherford

Morisson dilakukan jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan

ah pusat, insisi transversal pada garis

midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari

Insisi transversal Lanz dapat dilakukan pada diagnosis appendisitis yang

sudah pasti dan belum pasti.

3. Insisi low midline

Insisi low midline dilakukan jika diagnosis appendisitis belum pasti. Insisi

low midline dilakukan untuk memberikan pemeriksaan kavum peritoneum lebih

luas. Ini terutama dilakukan pada orang tua dengan kem

divertikulitis. Insisi low midline juga dilakukan jika sudah terjadi perforasi dan

peritonitis generalisata.8,10,24

33

Insisi transversal Lanz dapat dilakukan pada diagnosis appendisitis yang

sudah pasti dan belum pasti.10

Gambar 22. Insisi transversal Lanz

Dikutip dari kepustakaan 16

Insisi low midline dilakukan jika diagnosis appendisitis belum pasti. Insisi

low midline dilakukan untuk memberikan pemeriksaan kavum peritoneum lebih

ma dilakukan pada orang tua dengan kemungkinan keganasan atau

ulitis. Insisi low midline juga dilakukan jika sudah terjadi perforasi dan

8,10,24

Insisi transversal Lanz dapat dilakukan pada diagnosis appendisitis yang

Insisi low midline dilakukan jika diagnosis appendisitis belum pasti. Insisi

low midline dilakukan untuk memberikan pemeriksaan kavum peritoneum lebih

ungkinan keganasan atau

ulitis. Insisi low midline juga dilakukan jika sudah terjadi perforasi dan

34

Gambar 23. Insisi low midline

Dikutip dari kepustakaan 24

4. Insisi paramedian dekstra

Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus sampai di

atas pubis.24

Gambar 24. Insisi paramedian dekstra

Dikutip dari kepustakaan 24

35

Insisi paramedian dekstra dilakukan jika diagnosis appendisitis belum pasti.9

a b

c d

Gambar 25.Teknik appendektomi terbuka.

Abdomen dibuka melalui insisi oblik atau transversal yang dipusatkan pada titik McBurney’s.

a. Appendiks dijepit kemudian ditarik, dan arteri appendikuler dipotong diantara dua ligasi.

b. Appendiks didiseksi pada pangkalnya.

c. Pada tempat appendiks diligasi, dipotong di bagian distalnya, dan dilepaskan.

d. Puntung appendiks diinversi ke dalam sekum dengan menggunakan jahitan pursestring.

Dikutip dari kepustakaan 10

2.2.7.2.2. Appendektomi laparoskopi

Laparoskopi sebaiknya dilakukan pada perempuan usia subur untuk

mengkonfirmasi diagnosis.22

Appendektomi laparoskopi dilakukan dengan anestesi umum. Nasogastric

tube dan kateter urin dilakukan sebelum membuat pneumoperitoneum.

Appendektomi laparoskopi biasanya membutuhkan penggunaan tiga port. Empat

36

port kadang-kadang dapat menjadi penting untuk memobilisasi appendiks letak

retrosekal. Dokter bedah biasanya berdiri di sebelah kiri pasien. Satu asisten

dibutuhkan untuk mengoperasikan kamera. Satu trokar ditempatkan pada

umbilikus (10 mm), dengan trokar kedua ditempatkan pada posisi suprapubik.

Beberapa dokter bedah akan menempatkan port kedua ini pada kuadran kiri

bawah. Trokar suprapubik berukuran 10 atau 12 mm, bergantung pada apakah

stapler linear yang akan digunakan. Penempatan trokar ketiga (5 mm) bervariasi

dan biasanya pada kuadran kiri bawah, epigastrium, atau kuadran kanan

atas.Penempatan berdasarkan lokasi appendiks dan keinginan dokter bedah.

Awalnya, abdomen dieksplorasi secara keseluruhan untuk mengeliminasi patologi

(penyakit) lain. Appendiks diidentifikasi dengan menelusuri taenia anterior

sampai pangkalnya.Diseksi pada pangkal appendiks memungkinkan dokter bedah

membuat suatu celah antara mesenterium dan pangkal appendiks. Mesenterium

dan pangkal appendiks kemudian dilindungi dan dipotong secara terpisah. Ketika

mesoappendiks terlibat dalam proses inflamasi, sering lebih baik memotong

appendiks lebih dulu dengan stapler linier, dan kemudian memotong

mesoappendiks yang berdekatan dengan appendiks dengan klip, elektrokauter,

skalpel Harmonik, atau staples. Pangkal appendiks tidak diinversi.Appendiks

dilepas dari kavum abdomen melalui tempat trokar atau dalam kantong

retrieval.Pangkal appendiks dan mesoappendiks seharusnya dievaluasi untuk hal

hemostasis.Kuadran kanan bawah seharusnya diirigasi. Trokar dilepas dibawah

pengamatan langsung.8

37

Gambar 26. Insisi pada appendektomi terbuka

Dikutip dari kepustakaan 10

Gambar 27.Teknik appendektomi laparoskopi.

A. Sebuah celah dibuat di mesoappendiks dekat pangkal appendiks.

B. Stapler linier kemudian digunakan untuk memotong appendiks pada pangkalnya.

C. Akhirnya mesoappendiks dapat dengan mudah dipotong dengan menggunakan stapler linier

Dikutip dari kepustakaan 8

38

2.2.8. Diagnosis Banding

Diagnosis banding appendisitis, antara lain:16

a. Anak-anak: gastroenteritis akut, limfadenitis mesenterika, divertikulitis

Meckel, intussusepsi, purpura Henoch-Schonlein, pneumonia lobaris dan

pleurisy.

b. Dewasa laki-laki: ileitis terminalis, kolik ureter, pielonefritis dekstra akut,

perforasi ulkus peptik, torsio testis, pankreatitis akut, hematom otor rektus.

c. Dewasa perempuan: salpingitis, mittelschmerz, torsio/perdarahan kista

ovarium, kehamilan ektopik.

d. Usia lanjut: divertikulitis sigmoid, obstruksi intestinal, karsinoma sekum,

nyeri preherpetik saraf dorsal 10 dan 11 dekstra.

2.2.9. Komplikasi

Komplikasi appendisitis dapat berupa perforasi atau abses appendiks.

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi

dengan atau tanpa adanya walling off. Walling off terbentuk dari appendiks,

sekum, usus halus dan omentum.5

1. Perforasi

Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan

keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya

perforasi appendiks. Perforasi bisa disertai atau tanpa disertai dengan peritonitis

generalisata.5,18

39

2. Abses appendiks (periappendikuler infiltrat = infiltrat periappendikuler =

infiltrat appendiks = massa appendiks)

Massa appendiks terjadi bila appendisitis gangrenosa atau mikroperforasi

tertutupi atau terbungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Abses

appendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila peritonitis

generalisata tidak terjadi. Abses appendiks lebih sering dijumpai pada pasien

berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan

baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses

radang.4,5,18

2.2.10. Prognosis

Angka morbiditas sesuai dengan angka mortalitas. Faktor yang terlibat

dalam morbiditas dan mortalitas yaitu usia pasien dan ada tidaknya komplikasi

yang terjadi.8

40

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian

a. Jenis kelamin

Appendisitis dapat mengenai laki-laki dan perempuan. Insidens pada laki-

laki dan perempuan umumnya sama, kecuali pada kelompok umur 20 - 30 tahun,

laki-laki lebih tinggi.

b. Umur

Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur. Di Indonesia insidens

appendisitis pada bayi, 80 - 90% appendisitis baru diketahui setelah terjadi

perforasi. Anak kurang dari 1 tahun jarang dilaporkan. Bayi dan anak < 2

tahun1% atau kurang.2 - 3 tahun 15%. 5 tahun ke atas frekuensi mulai meningkat

dan mencapai puncaknya pada usia 9 - 11 tahun. Insidens tertinggi pada kelompok

umur 20 - 30 tahun. Morbiditas dan mortalitas appendisitis sesuai dengan umur.

Semakin tinggi umur seseorang maka morbiditas dan mortalitasnya meningkat.

c. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan dapat menggambarkan seberapa besar pengetahuandan

perhatian seseorang dalam menjaga kesehatannya. Hal ini dapat menggambarkan

cepat lambatnya seseorang untuk memeriksakan diri ke tempat pelayanan

kesehatan jika mendapatkan adanya gejala dan tanda penyakit pada tubuhnya.

Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo sejak 1

Februari sampai 30 September 2004 diperoleh 97 sampel penderita, terdiri dari 44

perempuan (45,4%) dan 53 laki-laki (54,6%), berumur 16 - 56 tahun. Dari 97

41

sampel penderita didapatkan 52 sampel tidak bekerja (53,6%), 22 sampel pegawai

negeri (22,7%), 23 sampel pegawai swasta (23,7%).

d. Pekerjaan

Pekerjaan mempengaruhi pola hidup seseorang setiap hari, termasuk pola

makan. Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan pola kebiasaan makan

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis.

Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo sejak 1

Februari sampai 30 September 2004 diperoleh 97 sampel penderita, terdiri dari 44

perempuan (45,4%) dan 53 laki-laki (54,6%), berumur 16 - 56 tahun. Dari 97

sampel penderita didapatkan 52 sampel tidak bekerja (53,6%), 22 sampel pegawai

negeri (22,7%), 23 sampel pegawai swasta (23,7%).

e. Klasifikasi klinis

Appendisitis dapat terjadi berupa appendisitis akut maupun kronik.

Appendisitis kronik jarang terjadi. Keberadaan appendisitis kronik sebagai suatu

kumpulan penyakit yang benar ada telah dipertanyakan selama beberapa tahun.

Meskipun data klinis yang terbaru membuktikan keberadaan penyakit yang jarang

ini.Pada appendisitis kronik, beberapa pasien mengalami nyeri perut persisten.

pasien tidak mengalami gejala khas apendisitis akut. Justru, pasien mengalami

nyeri perut kanan bawah selama mingguan sampai tahunan.dan mungkin telah

mendapatkan berbagai pengobatan. Diagnosis dapat sulit, karena pemeriksaan

laboratorium dan radiologi secara khas normal. Karena diagnosis preoperatif

sering tidak jelas, maka laparoskopi dapat menjadi peralatan berguna untuk

memungkinkan eksplorasi abdomen.

42

f. Gejala klinis

Appendisitis dapat menimbulkan gejala yang bervariasi. Gejala klinis khas

dari appendisitis adalah adanya nyeri di daerah umbilikus yang bersifat samar dan

tumpul. Kemudian beberapa jam nyeri berpindah ke kuadaran kanan bawah,

tepatnya titik McBurney. Sifatnya nyerinya menjadi jelas dan tajam.

Kadang appendisitis tidak menimbulkan gejala nyeri perut kuadaran kanan

bawah yang didahului nyeri umbilikus, tetapi timbul dengan gejala konstipasi. Hal

ini sering menjadikan dokter untuk memberikan obat pencahar. tindakan ini

berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi appendiks dengan

segala konsekuensinya.

g. Tanda klinis

Appendisitis dapat menimbulkan tanda yang bervariasi. Tanda klinis khas

ari appendisitis adalah nyeri tekan titik McBurney, nyeri ketok titik McBurney,

tanda Rovsing, tanda Blumberg, tanda Psoas, dan tanda Obturator. Tanda klinis

dari appendisitis tergantung dari letak appendiks yang meradang.

h. Hitung jumlah leukosit

Appendisitis dapat menunjukkan hitung jumlah leukosit normal atau

meningkat. Pasien appendisitis umumnya mengalami leukositosis, yaitu jumlah

leukosit > 10.000/mm3. Peningkatan leukosit dalam darah menunjukkan adanya

proses infeksi dalam tubuh. Pada appendisitis, leukosit akan bermigrasi dari

lumen pembuluh darah ke tempat yang mengalami peradangan untuk memfagosit

agen-agen infeksi.

43

i. Gambaran USG

Appendisitis dapat menunjukkan gambaran USG spesifik seperti dinding

appendiks yang dilatasi dan menebal, dan tidak spesifik. Diagnosis appendisitis

melalui pemeriksaan USG dilaporkan memiliki sensitivitas 55 sampai 96% dan

spesifisitas 85 sampai 98%. Hasil negatif palsu dapat terjadi jika appendisitis

terbatas pada ujung appendiks, lokasi appendiks retrosekal, appendiks membesar

dan dikira usus halus, atau jika appendiks perforasi dan sebab itu appendiks yang

meradang dapat dikempiskan.

j. Skor Alvarado

Diagnosis appendisitis akut tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan

gambaran klinis. Keadaan ini menghasilkan angka appendektomi negatif sebesar

20% dan angka perforasi sebesar 20-30%. Salah satu upaya meningkatkan kualitas

dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak

dikemukakan caraa untuk menurunkan insidensi appendektomi negatif, salah

satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem

skoring sederhana yang bisa dialkauakn dengan mudah, cepat, dan kurang invasif.

Morbiditas dan mortalitas appendisitis akut masih cukup tinggi. Hal ini

disebabkan keterlambatan diagnosis dan penanganan pembedahan.

k. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan appendisitis dapat berupa konservatif atau bedah. Bedah

dapat dilakukan dengan appendektomi terbuka atau appendektomi laparoskopi.

Sejak era post-antibiotik, Coldrey mempresentasikan penelitian retrospektifnya

pada 471 pasien dengan appendisitis yang diobati dengan antibiotik. Pengobatan

ini gagal pada sekurang-kurangnya 57 pasien, dengan 48 membutuhkan

appendektomi dan 9 membutuhkan drainase akibat abses appendiks.

44

l. Komplikasi

Komplikasi appendisitis dapat berupa perforasi atau abses appendiks.

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi

dengan atau tanpa adanya walling off. Walling off terbentuk dari appendiks,

sekum, usus halus dan omentum. Perforasi juga bisa disertai atau tanpa disertai

dengan peritonitis generalisata.

Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan

keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya

perforasi appendiks. Massa appendiks terjadi bila appendisitis gangrenosa atau

mikroperforasi tertutupi atau terbungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus.

45

3.2. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Jenis Kelamin

Umur

Tingkat Pendidikan

Hitung Jumlah Leukosit

Gambaran USG

Skor Alvarado

Pekerjaan

Klasifikasi Klinis

Gejala Klinis

Tanda Klinis

Penatalaksanaan

Komplikasi

Appendisitis

46

3.3. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

3.3.1. Variabel Dependen

Appendisitis

Definisi:

Appendisitis merupakan peradangan pada appendiks vermiformis.

3.3.2. Variabel Independen

3.3.2.1. Jenis Kelamin

a. Definisi :

Suatu akibat dari dismorfisme seksual (perbedaan sistematik tampakan dari

luar antar individu yang mempunyai perbedaan jenis kelamin dalam spesies

yang sama) sesuai dengan yang tercantum pada rekam medik.

b. Alat ukur :

Kuesioner

c. Cara ukur :

Dengan mencatat variabel jenis kelamin sesuai dengan yang tercantum pada

rekam medik.

d. Kriteria Objektif :

1. Laki-laki

2. Perempuan

47

3.3.2.2. Umur

a. Definisi :

Satuan waktu yang mengukur lamanya seseorang hidup mulai dari saat lahir

sampai usianya pada saat masuk RSUP Wahidin Sudirohusodo yang

dinyatakan dalam tahun seperti yang tercatat dalam rekam medik.

b. Alat ukur :

Kuesioner

c. Cara ukur :

Dengan mencatat variabel umur sesuai dengan yang tercantum pada rekam

medik.

d. Kriteria Objektif :

Kategori umur menurut Depkes RI (2009)

1. 0 - 5 tahun (masa balita)

2. 5 - 11 tahun (masa kanak-kanak)

3. 12 - 16 tahun (masa remaja awal)

4. 17 - 25 tahun (masa remaja akhir)

5. 26 - 35 tahun (masa dewasa awal)

6. 36 - 45 tahun (masa dewasa akhir)

7. 46 - 55 tahun (masa lansia awal)

8. 56 - 65 tahun (masa dewasa akhir)

9. > 65 tahun (masa manula)

3.3.2.3. Tingkat Pendidikan

a. Definisi :

Suatu kondisi jenjang pendidikan yang dimiliki oleh seseorang melalui

pendidikan formal yang dipakai oleh pemerintah serta disahkan oleh

departemen pendidikan.

b. Alat ukur :

Kuesioner

48

c. Cara ukur :

Dengan mencatat variabel tingkat pendidikan sesuai dengan yang tercantum

pada rekam medik.

d. Kriteria Objektif :

1. Belum/tidak pernah sekolah

2. SD

3. SLTP/sederajat

4. SLTA/sederajat

5. Perguruan Tinggi

3.3.2.4. Pekerjaan

a. Definisi :

Usaha (mata pencaharian) yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapat

biaya penghidupan.

b. Alat ukur :

Kuesioner

c. Cara ukur :

Dengan mencatat variabel umur sesuai dengan yang tercantum pada rekam

medik.

d. Kriteria Objektif :

1. Tidak bekerja

2. Pegawai negeri

3. Pegawai swasta

3.3.2.5. Klasifikasi Klinis

a. Definisi :

Klasifikasi appendisitis berdasarkan gejala dan tanda klinis yang ditemukan.

b. Alat ukur :

Kuesioner

49

c. Cara ukur :

Dengan mencatat variabel klasifikasiberdasarkan klinis sesuai dengan yang

tercantum pada rekam medik.

d. Kriteria Objektif :

1. Appendisitis akut

2. Appendisitis kronik

3.3.2.6. Gejala Klinis

a. Definisi :

Data subyektif berupa keluhan pada tubuh pasien yang timbul akibat

penyakit yang diderita yang diperoleh melalui anamnesis.

b. Alat ukur :

Kuesioner

c. Cara ukur :

Dengan mencatat variabel gejala klinis sesuai dengan yang tercantum pada

rekam medik.

d. Kriteria Objektif :

1. Gejala klinis khas

2. Gejala klinis tidak khas

Gejala klinis khas:

Nyeri perut periumbilikus kemudian berpindah ke perut kuadran kanan

bawah

3.3.2.7. Tanda Klinis

a. Definisi :

Data obyektif berupa kelainan pada tubuh pasien yang timbul akibat

penyakit yang diderita yang diperoleh melalui pemeriksaan fisis.

b. Alat ukur :

Kuesioner

50

c. Cara ukur :

Dengan mencatat variabel tanda klinis sesuai dengan yang tercantum pada

rekam medik.

d. Kriteria Objektif :

1. Ditemukan salah satu tanda klinis

2. Tidak ditemukan salah satu tanda klinis

Tanda klinis:

a. Nyeri tekan titik McBurney

b. Nyeri ketok titik McBurney

c. Tanda Rovsing

d. Tanda Blumberg

e. Tanda Psoas

f. Tanda Obturator

3.3.2.8. Hitung Jumlah Leukosit

a. Definisi :

Data obyektif berupa jumlah leukosit pada tubuh pasien yang timbul akibat

penyakit yang diderita yang diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium.

b. Alat ukur :

Kuesioner

c. Cara ukur :

Dengan mencatat variabel hitung jumlah leukosit sesuai dengan yang

tercantum pada rekam medik.

d. Kriteria Objektif :

1. Normal (4.000 - 10.000/mm3)

2. Leukositosis (> 10.000/mm3)

51

3.3.2.9. Gambaran USG

a. Definisi :

Data obyektif berupa gambaran hasil USG pada tubuh pasien yang timbul

akibat penyakit yang diderita yang diperoleh melalui pemeriksaan USG.

b. Alat ukur :

Kuesioner

c. Cara ukur :

Dengan mencatat variabel gambaran USG sesuai dengan yang tercantum

pada rekam medik.

d. Kriteria Objektif :

1. Mendukung diagnosis appendisitis

a. Kesan appendisitis

b. Kesan suspek appendisitis

2. Tidak mendukung diagnosis appendisitis

3.3.2.10. Skor Alvarado

a. Definisi :

Skor yang digunakan untuk menilai derajat appendisitis dan menentukan

tindak lanjut.

b. Alat ukur :

Kuesioner

c. Cara ukur :

Dengan mencatat variabel skor Alvarado sesuai dengan yang tercantum

pada rekam medik.

52

d. Kriteria Objektif :

Skor Alvarado

Manifestasi Nilai

Gejala Nyeri perut periumbilikal berpindah ke

iliaka kanan 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda Nyeri tekan 2

Nyeri lepas 1

Demam 1

Laboratorium Leukositosis ( leukosit > 10.000/mm3) 2

Neutrofil bergeser ke kiri (neutrophil > 75%) 1

Total nilai

10

Interpretasi:

1. 1 - 4 : Bukan appendisitis

2. 5 - 6 : Suspek appendisitis

3. 7 - 10 : Appendisitis

3.3.2.11. Penatalaksanaan

a. Definisi :

Segala upaya yang akan dilaksanakan untuk menghilangkan atau

mengurangi gejala dan tanda penyakit yang diderita pasien.

b. Alat ukur :

Kuesioner

c. Cara ukur :

Dengan mencatat variabel penatalaksanaan sesuai dengan yang tercantum

pada rekam medik.

53

d. Kriteria Objektif :

1. Konservatif

2. Bedah

a. Appendektomi terbuka

b. Appendektomi laparoskopi

3.3.2.12. Komplikasi

a. Definisi :

Segala hal yang diakibatkan oleh penyakit yang diderita pasien sebagai

akibat perjalanan penyakitnya.

b. Alat ukur :

Kuesioner

c. Cara ukur :

Dengan mencatat variabel komplikasi sesuai dengan yang tercantum pada

rekam medik.

d. Kriteria Objektif :

1. Komplikasi ada

2. Komplikasi tidak ada

Komplikasi

a. Perforasi disertai dengan peritonitis generalisata

b. Perforasi tanpa disertai dengan peritonitis generalisata

c. Abses appendiks

54

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan

desain penelitian deskriptif cross-sectional, yaitu pengumpulan data dilakukan

dalam satu kurun waktu tertentu. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan

dengan pengukuran semua variabel dilakukan pada saat tertentu yang sama,

periode Januari - Desember 2012, untuk mengetahui karakteristik penderita

appendisitis yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo melalui

penggunaan rekam medik sebagai data penelitian.

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

4.2.1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini direncanakan dilakukan pada tanggal 1 Juli sampai 12

Juli 2013.

4.2.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini direncanakan dilakukan di Bagian Rekam Medik

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

55

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita appendisitis yang dirawat di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo mulai dari bulan Januari sampai bulan

Desember 2012.

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah penderita appendisitis yang dirawat di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo mulai dari bulan Januari sampai bulan

Desember 2012.

4.3.2.1. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampeldengan menggunakan metode total sampling,

yaitu semua populasi dijadikan sampel.

4.3.2.2. Kriteria Seleksi

a. Kriteria Inklusi

Memiliki data rekam medik

b. Kriteria Eksklusi

Terdapat data yang tidak lengkap dari rekam medik dari salah satu data

berikut:

1) Pemeriksaan laboratorium

2) Pemeriksaan USG

3) Menolak tindakan medis

4) Pulang atas permintaan sendiri

56

4.4. Jenis Data dan Instrumen Penelitian

4.4.1. Jenis Data Penelitian

Jenis data penelitian dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang

diperoleh dari rekam medik sebagai subyek penelitian.

4.4.2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lembar

kuesioner yang berisi tabel-tabel tertentu untuk mencatat data yang dibutuhkan

dari rekam medik.

4.5. Manajemen Penelitian

4.5.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo. Kemudian nomor rekam medik penderita appendisitis

dalam periode yang telah ditentukan dikumpulkan di bagian Rekam Medik RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo.Setelah itu, dilakukan pengamatan dan pencatatan

langsung ke dalam kuesioner yang telah disediakan.

4.5.2. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah pencatatan data rekam medik yang

dibutuhkan ke dalam kuesioner dengan menggunakan program SPSS 17.0 dan

Microsoft Excell untuk memperoleh hasil statistik deskriptif yang diharapkan.

57

4.5.3. Penyajian Data

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram untuk

menggambarkan karakteristik penderita appendisitis yang dirawat inap di RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo terhitung sejak Januari - Desember 2012.

4.6. Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian ini, antara lain:

a. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak Rumah Sakit

setempat sebagai permohonan izin untuk melakukan kegiatan.

b. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada rekam

medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas

penelitian yang dilakukan.

c. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak

yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan

sebelumnya.

58

BAB V

GAMBARAN UMUM

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO

5.1. Identitas Badan Layanan Umum RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo merupakan rumah

sakit kelas A pendidikan dengan status Badan Layanan Umum Rumah Sakit

berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23Tahun 2005,

Kesehatan RI Nomor : 1243/MenKes/SK/VII/2005, dan Surat Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor : 1677/MenKes/Per/XII/2005, dengan identitas sebagai

berikut:

1. Nama Rumah Sakit : RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

2. Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 11, Tamalanrea

Makassar (90245)

3. Telepon : Kantor (0411) 584675, (0411) 584677, Rumah

Sakit (0411) 583333, 584888

4. Fax : (0411) 587676

5. Pemilikan : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki luas gedung 33.372 m2,dengan

batas-batas sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Menuju Daya, terdapat kantor dan asrama Kodam VII

dan jalan poros Makassar-Pare-pare.

b. Sebelah Timur : Terdapat kantor Dians Departemen Kesehatan

Propinsi Sulawesi Selatan.

c. Sebelah Selatan : Terdapat tanah milik dan bangunan Lembaga

Penelitian Unhas yang diantarai DAM buatan.

d. Sebelah Barat : Terdapat perkuliahan dan perkantoran Unhas.

Merujuk pada peraturan tersebut Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

akan mengembangkan unggulan Pelayanan, Pendidikan, dan Penelitian di bidang

59

Kegawat Daruratan, Urologi, Kanker, Jantung, Lipid, dan Endokrin beserta

pelayanan penunjangnya.

5.2. Sejarah Berdirinya RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Pada tahun 1947 didirikan Rumah Sakit dengan meminjam 2 (dua) bangsal

Rumah Sakit Jiwa yang telah berdiri sejak tahun 1942 sebagai bangsal bedah dan

penyakit dalam yang merupakan cikal bakal berdirinya Rumah Sakit Umum

(RSU) Dadi.

Pada tahun 1957 RSU Dadi yang berlokasi di jalan Lanto Dg. Pasewang No.

43 Makassar sebagai Rumah Sakit Pemda Tingkat I Sulawesi Selatan dan pada

tahun 1993 menjadi Rumah Sakit dengan klasifikasi B. Pengembangan RSU

dipindahkan ke Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 11 Makassar, berdekatan dengan

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Pada tahun 1994 RSU Dadi berubah menjadi Rumah Sakit vertikal milik

Departemen Kesehatan dengan nama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.

Wahidin Sudirohusodo berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No.

540/SK/VI/1994 sebagai Rumah Sakit kelas A dan sebagai Rumah Sakit

Pendidikan serta sebagai Rumah Sakit Rujukan tertinggi di Kawasan Timur

Indonesia.

Pada tanggal 10 Desember 1995 RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

ditetapkan menjadi Rumah Sakit unit Swadana dan pada tahun 1998 dikeluarkan

Undang-undang No. 30 tahun 1997 berubah menjadi Unit Pengguna Pendapatan

Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dengan terbitnya peraturan Pemerintah R.I. No. 125 tahun 2000, RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo beralih status kelembagaan menjadi Perusahaan Jawatan

(Perjan), yang berlangsung selama lima tahun dan berakhir pada tahun 2005.

Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 tentang

pengelolaaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU), Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor : 1243/MenKes/SK/VII/2005 tanggal 11 agustus 2005

tentang penetapan 13 Eks Rumah Sakit PERJAN menjadi UPT DEPKES dengan

60

penerapan pola PPK-BLU, dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :

1677/MenKes/Per/XII/2005 tentang Organisasi dan tata kerja RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar, maka sejak tahun Januari tahun 2006 kelembagaan

RSWS berubah menjadi Unit Pelaksana Teknis Depkes dengan Pola Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum.

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki fasilitas dan kemampuan

menyelenggarakan hampir semua jenis pelayanan kedokteran baik spesialis

maupun subspesialis, sehingga layak menjadi pusat layanan rujukan di kawasan

timur Indonesia. Luas lahan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo adalah 8,4 HA

serta luas bangunan 39.246 m2.

Kapasitas tempat tidur berjumlah 659 buah terdiri dari kelas utama 50 buah,

kelas I 63 buah, kelas II 164 buah, dan kelas III 299 buah, serta 50 tempat tidur

dialokasikan di pelayanan lainnya seperti Intensif 43 buah, Intermediate 30 buah,

dan kamar isolasi sebanyak 10 buah tempat tidur.

Pada tahun 2009 RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo membangun Private

Care Centre (PCC) yang merupakan pengembangan pelayanan kelas VIP dari

Ruang Paviliun Palem dan Paviliun Sawit. Daya tampung 2 Ruang VIP tersebut

sangat terbatas yakni hanya menampung 50 tempat tidur, di gedung PCC

bertambah menjadi 90 tempat tidur. Selain PCC juga melakukan pengembangan 5

centre unggulan lainnya, yaitu: Cardiac Centre, Gastroenterohepatologi Centre,

Intensive Care Centre, Infection Centre, dan Mother and Child Centre.

5.3. Visi dan Misi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

5.3.1. Visi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

"Menjadi Rumah Sakit dengan layanan berstandar Internasional".

61

5.3.2. Misi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan berkualitas yang terintegrasi,

holistik dan professional.

b. Menumbuhkembangkan sistem kerja yang aman, nyaman dan produktif

c. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian yang menunjang dan

terintegrasi dengan pelayanan

62

BAB VI

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo, mulai tanggal 8 - 9 Juli 2013. Proses pengumpulan data dilakukan

dengan mencatat Rekam Medik sebagai data sekunder penderita appendisitis yang

teregistrasi sebagai penderitas rawat inap pada periode Januari - Desember 2012.

Data yang diperoleh dari Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo sebanyak 79 penderita appendisitis yang dirawat inap di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo pada periode Januari - Desember 2012. Dari 79 sampel, 68

memenuhi kriteria inklusi dan kemudian diolah dengan menggunakan program

SPSS 17.0 dan Microsoft Excell dengan hasil sebagai berikut.

6.1. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Jenis

Kelamin

Karakteristik yang diperoleh dari kuisioner yaitu jenis kelamin. Adapun

distribusinya dapat dilihat pada tabel 6.1.

Tabel 6.1. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Jenis

Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki

Perempuan

39

29

57,4

42,6

Total 68 100

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2012

63

Gambar 28. Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan tabel 6.1. dapat dilihat bahwa penderita appendisitis rawat inap

di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tertinggi pada laki-laki sebanyak 39 orang

(57,4%) dibandingkan dengan perempuan sebanyak 29 orang (42,6%).

6.2. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Umur

Karakteristik yang diperoleh dari kuisioner yaitu umur.Adapun distribusinya

dapat dilihat pada tabel 6.2.

64

Tabel 6.2. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Umur

Umur (Tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)

0 - 5

6 – 11

12 – 16

17 – 25

26 – 35

36 – 45

46 – 55

56 – 65

> 65

1

5

12

16

16

8

5

4

1

1,5

7,4

17,6

23,5

23,5

11,8

7,4

5,9

1,5

Total 68 100

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2012

Gambar 29. Diagram bar frekuensi penderita appendisitis berdasarkan kelompok umur

Berdasarkan tabel 6.2. dapat dilihat bahwa penderita appendisitis rawat inap

di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tertinggi pada kelompok umur 17 - 25 tahun

65

dan 26 - 35 tahun, masing - masing sebanyak 16 orang (23,5%); dan terendah

pada kelompok umur 0 - 5 tahun dan > 65 tahun, masing-masing sebanyak 1

orang (1,5%) .

6.3. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

Karakteristik yang diperoleh dari kuisioner yaitu tingkat pendidikan.Adapun

distribusinya dapat dilihat pada tabel 6.3.

Tabel 6.3. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)

Belum/Tidak Pernah Sekolah

SD

SLTP/Sederajat

SLTA/Sederajat

Perguruan Tinggi

1

1

0

1

3

1,5

1,5

0

1,5

4,4

Total 6 8,9

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2012

66

Gambar 30. Diagram pie persentase penderita appendisitis berdasarkan tingkat pendidikan

Berdasarkan tabel 6.3. dapat dilihat bahwa penderita appendisitis rawat inap

di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tertinggi pada tingkat pendidikan Perguruan

Tinggi sebanyak 3 orang (4,4%), dan terendah pada tingkat pendidikan

belum/tidak pernah sekolah, SD, dan SLTA/sederajat, masing-masing sebanyak 1

orang (1,5%). Dari 68 sampel, hanya 6 sampel yang memiliki data mengenai

tingkat pendidikan dan 62 sampel yang tidak memiliki data mengenai tingkat

pendidikan.

6.4. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Pekerjaan

Karakteristik yang diperoleh dari kuisioner yaitu pekerjaan.Adapun

distribusinya dapat dilihat pada tabel 6.4.

67

Tabel 6.4. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi (f) Persentase (%)

Tidak Bekerja

Pegawai Negeri

Pegawai Swasta

4

1

0

5,9

1,5

0

Total 5 7,4

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2012

Gambar 31. Diagram pie persentase penderita appendisitis berdasarkan pekerjaan

Berdasarkan tabel 6.4.dapat dilihat bahwa penderita appendisitis rawat inap

di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tertinggi pada penderita yang tidak bekerja

sebanyak 4 orang (5,9%), dan terendah pada penderita dengan pekerjaan pegawai

negeri sebanyak 1 orang (1,5%). Dari 68 sampel, hanya 5 sampel yang memiliki

data mengenai pekerjaan dan 63 sampel yang tidak memiliki data mengenai

pekerjaan.

6.5. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Klasifikasi

Klinis

Karakteristik yang diperoleh dari kuisioner yaitu klasifikasi klinis.Adapun

distribusinya dapat dilihat pada tabel 6.5.

68

Tabel 6.5. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Klasifikasi

Klinis

Klasifikasi Klinis Frekuensi (f) Persentase (%)

Appendisitis akut

Appendisitis kronik

67

1

98,5

1,5

Total 68 100

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2012

Gambar 32. Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan klasifikasi klinis

Berdasarkan tabel 6.5. dapat dilihat bahwa penderita appendisitis rawat inap

di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tertinggi pada klasifikasi klinis appendisitis

akut sebanyak 67 orang (98,5%) dibandingkan dengan klasifikasi klinis

appendisitis kronik sebanyak 1 orang (1,5%).

69

6.6. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Gejala Klinis

Karakteristik yang diperoleh dari kuisioner yaitu gejala klinis.Adapun

distribusinya dapat dilihat pada tabel 6.6.

Tabel 6.6. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Gejala Klinis

Gejala Klinis Frekuensi (f) Persentase (%)

Gejala klinis khas

Gejala klinis tidak khas

40

28

58,8

41,2

Total 68 100

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2012

Gambar 33. Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan gejala klinis

70

Berdasarkan tabel 6.6. dapat dilihat bahwa penderita appendisitis rawat inap

di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tertinggi pada gejala klinis khas sebanyak 40

orang (58,8%) dibandingkan dengan gejala klinis tidak khas sebanyak 28 orang

(41,2%).

6.7. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Tanda Klinis

Karakteristik yang diperoleh dari kuisioner yaitu tanda klinis.Adapun

distribusinya dapat dilihat pada tabel 6.7.

Tabel 6.7.1. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Tanda

Klinis

Tanda Klinis Khas Frekuensi (f) Persentase (%)

Ditemukan 67 98,5

Tidak ditemukan 1 1,5

Total 68 100

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2012

Tabel 6.7.2. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Tanda

Klinis Khas

Tanda Klinis Frekuensi (f) Persentase (%)

Nyeri tekan titik McBurney

Nyeri ketok titik McBurney

Tanda Rovsing

Tanda Blumberg

Tanda Psoas

Tanda Obturator

66

17

46

31

7

2

97,1

25

67,6

45,5

10,2

2,9

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2012

71

Gambar 34. Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan tanda klinis

Berdasarkan tabel 6.7.1. dapat dilihat bahwa penderita appendisitis rawat

inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tertinggi pada tanda klinis dengan

ditemukan salah satu tanda klinis khas sebanyak 67 orang (98,5%) dibandingkan

dengan tanda klinis dengan tidak ditemukan salah satu tanda klinis khas sebanyak

1 orang (1,5%).

Berdasarkan tabel 6.7.2. dapat dilihat bahwa penderita appendisitis rawat

inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tertinggi pada tanda klinis khas dengan

nyeri tekan titik McBurney sebanyak 66 orang (97,1%), terendah pada tanda kilnis

khas dengan tanda Obturator sebanyak 2 orang (2,9%).

72

6.8. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Hitung

Jumlah Leukosit

Karakteristik yang diperoleh dari kuisioner yaitu hitung jumlah

leukosit.Adapun distribusinya dapat dilihat pada tabel 6.8.

Tabel 6.8. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Hitung

Jumlah Leukosit

Hitung Jumlah Leukosit Frekuensi (f) Persentase (%)

Normal

Leukositosis

11

57

16,2

83,8

Total 68 100

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2012

Gambar 35. Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan hitung jumlah leukosit

73

Berdasarkan tabel 6.8. dapat dilihat bahwa penderita appendisitis rawat inap

di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tertinggi pada hitung jumlah leukosit dengan

hasil leukositosis sebanyak 57 orang (83,8%) dibandingkan dengan hitung jumlah

leukosit dengan hasil normal sebanyak 11 orang (16,2%).

6.9. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Gambaran

USG

Karakteristik yang diperoleh dari kuisioner yaitu gambaran USG.Adapun

distribusinya dapat dilihat pada tabel 6.9.

Tabel 6.9. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Gambaran

USG

Gambaran USG Frekuensi

(f)

Persentase

(%)

Mendukung diagnosis

appendisitis

Kesan appendisitis 39 57,4

Kesan suspek

appendisitis 9 13,2

Tidak mendukung diagnosis appendisitis 20 29,4

Total 68 100

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2012

74

Gambar 36. Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan gambaran USG

Berdasarkan tabel 6.9. dapat dilihat bahwa penderita appendisitis rawat inap

di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tertinggi pada gambaran USG kesan

appendisitis sebanyak 39 orang (57,4%), kemudian gambaran USG tidak

mendukung diagnosis appendisitis sebanyak 20 orang (29,4%), dan terendah pada

gambaran USG kesan suspek appendisitis sebanyak 9 orang (13,2%).

6.10. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Skor

Alvarado

Karakteristik yang diperoleh dari kuisioner yaitu skor Alvarado.Adapun

distribusinya dapat dilihat pada tabel 6.10.

75

Tabel 6.10. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Skor

Alvarado

Skor Alvarado Frekuensi (f) Persentase (%)

1 – 4 (bukan appendisitis)

5 - 6 (suspek appendisitis)

7 - 10 (appendisitis)

3

6

59

4,4

8,8

86,8

Total 68 100

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2012

Gambar 37. Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan skor Alvarado

Berdasarkan tabel 6.10. dapat dilihat bahwa penderita appendisitis rawat

inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tertinggi pada skor Alvarado 7 - 10

sebanyak 59 orang (86,8%), kemudian skor Alvarado 5 - 6 sebanyak 6 orang

(8,8%), dan terendah pada skor Alvarado 1 - 4 sebanyak 3 orang (4,4%).

76

6.11. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Distribusi

Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Penatalaksanaan

Karakteristik yang diperoleh dari kuisioner yaitu penatalaksanaan.Adapun

distribusinya dapat dilihat pada tabel 6.11.

Tabel 6.11. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Frekuensi

(f)

Persentase

(%)

Konservatif 13 19,1

Bedah

Appendektomi terbuka 53 77,9

Appendektomi

laparoskopi 2 2,9

Total 68 100

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2012

Gambar 38. Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan penatalaksanaan

77

Berdasarkan tabel 6.11. dapat dilihat bahwa penderita appendisitis rawat

inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tertinggi pada penatalaksanaan dengan

appendektomi terbuka sebanyak 53 orang (77,9%), kemudian penatalaksanaan

dengan konservatif sebanyak 13 orang (19,1%), dan terendah pada

penatalaksanaan dengan appendektomi laparoskopi sebanyak 2 orang (2,9%).

6.12. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Komplikasi

Karakteristik yang diperoleh dari kuisioner yaitu komplikasi.Adapun

distribusinya dapat dilihat pada tabel 6.12.

Tabel 6.12. Distribusi Frekuensi Penderita Appendisitis Berdasarkan Komplikasi

Komplikasi Frekuensi

(f)

Persentase

(%)

Komplikasi ada Perforasi

Disertai dengan

peritonitis generalisata 5 7,4

Tanpa disertai dengan

peritonitis generalisata 7 10,3

Abses appendiks 16 23,5

Komplikasi tidak ada 40 58,8

Total 68 100

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2012

78

Gambar 39. Diagram bar persentase penderita appendisitis berdasarkan komplikasi

Berdasarkan tabel 6.12. dapat dilihat bahwa penderita appendisitis rawat

inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tertinggi pada komplikasi tidak ada

sebanyak 40 orang (58,8%), kemudian komplikasi dengan abses appendiks

sebanyak 16 orang (23,5%), kemudian komplikasi dengan perforasi tanpa disertai

dengan peritonitis generalisata sebanyak 7 orang (10,3%) dan terendah pada

komplikasi dengan perforasi disertai dengan peritonitis generalisata sebanyak 5

orang (7,4%).

79

BAB VII

PEMBAHASAN

7.1. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan data di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo didapatkan 68 penderita appendisitis. Sebagian besar penderita

appendisitis berjenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan berjenis kelamin

perempuan.

Hasil penelitian yang sama didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh

Adityawarman di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2004 dengan jumlah

penderita appendisitis 97 orang dengan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 53

orang (54,6%) lebih banyak dibandingkan dengan berjenis kelamin perempuan

sebanyak 44 orang (45,4%).6

Hasil penelitian yang berbeda didapatkan pada penelitian yang dilakukan

oleh Anggi di RSU Dokter Soedarso Pontianak tahun 2011 dengan jumlah

penderita appendisitis 100 orang dengan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 46

orang (46%) lebih sedikit dibandingkan dengan berjenis kelamin perempuan

sebanyak 54 orang (54%). Hasil penelitian lain yang berbeda juga didapatkan

pada penelitian yang dilakukan oleh Mangema di RS Pendidikan FK USU Medan

tahun 2008 dengan jumlah penderita appendisitis 51 orang dengan berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 23 orang (45,1%) lebih sedikit dibandingkan dengan

berjenis kelamin perempuan sebanyak 28 orang (54,9%).3,16

Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan pola kebiasaan makan

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis.

Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang mengakibatkan timbulnya

sumbatan fungsional appendiks dan mengakibatkan pertumbuhan kuman flora

kolon. Hal ini akan memudahkan timbulnya appendisitis. Appendisitis lebih

sering mengenai laki-laki dibandingkan perempuan mungkin akibat laki-laki

memiliki pola makan dengan rendah serat dibandingkan perempuan. Sedangkan

80

perempuan memiliki pola makan dengan tinggi serat untuk menjaga berat badan

ideal.5

Sedangkan pada penelitian dengan hasil perempuan lebih banyak

dibandingkan laki-laki diperkirakan karena adanya beberapa penyakit yang

dialami wanita yang memberikan gejala menyerupai appendisitis seperti penyakit

infeksi pada pelvis (Pelvic Inflamatory Disease) dan proses menstruasi. Gejala

klinik appendisitis pada wanita hamil juga dapat menyebabkan terjadinya salah

diagnosis, sehingga terlihat angka kejadian appendisitis pada perempuan lebih

tinggi bila dibandingkan dengan laki-laki.3

7.2. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Umur

Berdasarkan data di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo didapatkan 68 penderita appendisitis. Sebagian besar penderita

appendisitis terdapat pada kelompok umur 17 - 25 tahun dan 26 - 35 tahun,

kemudian kelompok umur 12 - 16 tahun.

Hasil penelitian yang sama didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh

Anggi di RSU Dokter Soedarso Pontianak tahun 2011 dengan jumlah penderita

appendisitis 100 orang dengan kelompok umur 15 - 21 tahun sebanyak 32 orang

(32%), kemudian kelompok umur 22 - 28 tahun sebanyak 20 orang (20%).3

Hasil penelitian yang sama didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh

Adityawarman di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2004 dengan jumlah

penderita appendisitis 97 orang dengan kelompok umur 16 - 30 tahun sebanyak 74

orang (76,3%), kemudian kelompok umur 31 - 45 tahun sebanyak 20 orang

(20,6%), dan kemudian kelompok umur 46 - 60 tahun sebanyak 3 orang (3,1%).6

Hasil penelitian yang sama juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan

oleh M. Safaei, L. Moeinei, dan M. Rasti dalam Journal of Research in Medical

Science tahun 2004 dengan jumlah penderita appendisitis 18 orang dengan

kelompok umur > 25 tahun sebanyak 9 orang (50%), kemudian kelompok umur

15 - 25 tahun sebanyak 6 orang (31,25%), dan kemudian kelompok umur < 15

tahun sebanyak 3 orang (18,75%).25

81

Usia 20 - 40 tahun bisa dikategorikan sebagai usia produktif, dimana orang

yang berada pada usia tersebut melakukan banyak sekali kegiatan, walaupun hal

ini tidak terjadi pada semua orang. Hal ini menyebabkan orang tersebut

mengabaikan nutrisi makanan yang dikonsumsinya. Kebanyakan orang memakan

makanan cepat saji agar tidak mengganggu waktunya,padahal makanan-makanan

cepat saji itu tidak mengandung serat yang cukup. Akibatnya terjadi kesulitan

buang air besar yang akan menyebabkan peningkatan tekanan pada rongga usus

dan pada akhinya menyebabkan sumbatan pada saluran apendiks.3

Gejala appendisitis pada anak tidak khas. Gejala awalnya sering hanya

rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak dapat menggambarkan rasa

nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak

menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas ini, appendisitis sering

diketahui setelah terjadi perforasi. Sedangkan pada usia lanjut, appendisitis agak

sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani dengan cepat dan tepat sehingga tejadi

komplikasi.5

7.3. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan data di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo didapatkan 68 penderita appendisitis. Dari 68 sampel, hanya 6

sampel yang memiliki data mengenai tingkat pendidikan dan 62 sampel yang

tidak memiliki data mengenai tingkat pendidikan. Sebagian besar penderita

appendisitis terdapat pada tingkat pendidikan Perguruan Tinggi, kemudian tingkat

pendidikan SD dan SLTA/sederajat.

Hasil penelitian yang berbeda didapatkan pada penelitian yang dilakukan

oleh Adityawarman di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2004 dengan

jumlah penderita appendisitis 97 orang dengan tingkat pendidikan SLTA

sebanyak 69 orang (71,1%), kemudian tingkat pendidikan AK/PT sebanyak 24

orang (24,7%), dan kemudian tingkat pendidikan SD dan SLTP, masing-masing

sebanyak 2 orang (2,1%).6

82

Tingkat pengetahuan seseorang mempengaruhi perilaku hidup sehat

seseorang. Orang dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki perilaku hidup

sehat dan sangat memperhatikan kesehatannya sehingga jika mengalami gejala

penyakit cepat ke tempat pelayanan kesehatan untuk memperoleh penanganan.

7.4. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan data di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo didapatkan 68 penderita appendisitis. Dari 68 sampel, hanya 5

sampel yang memiliki data mengenai pekerjaan dan 63 sampel yang tidak

memiliki data mengenai pekerjaan. Sebagian besar penderita appendisitis terdapat

pada penderita yang tidak bekerja, kemudian penderita dengan pekerjaan pegawai

negeri.

Hasil penelitian yang sama didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh

Adityawarman di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2004 dengan jumlah

penderita appendisitis 97 orang dengan penderita yang tidak bekerja sebanyak 52

orang (53,6%), kemudian penderita dengan pekerjaan pegawai swasta sebanyak

23 orang (23,7%), dan kemudian penderita dengan pekerjaan pegawai negeri

sebanyak 22 orang (22,7%).6

Pekerjaan mempengaruhi pola hidup seseorang setiap hari, termasuk pola

makan. Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan pola kebiasaan makan

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis.5

7.5. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Klasifikasi Klinis

Berdasarkan data di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo didapatkan 68 penderita appendisitis. Sebagian besar penderita

appendisitis terdapat pada klasifikasi klinis appendisitis akut dibandingkan dengan

klasifikasi klinis appendisitis kronik.

Hasil penelitian yang sama didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh

Fatih, Sabriye, Muzaffar, dan Huseyin dalam Turk J Med Science tahun 2002

83

dengan jumlah penderita appendisitis 72 orang dengan klasifikasi klinis

appendisitis akut sebanyak 64 orang (88,9%), kemudian klasifikasi klinis

appendisitis kronik sebanyak 3 orang (4,2%), dan kemudian appendiks normal

sebanyak 5 orang (6,9%).26

Appendisitis dapat terjadi berupa appendisitis akut maupun kronik.

Appendisitis kronik jarang terjadi. Keberadaan appendisitis kronik sebagai suatu

kumpulan penyakit yang benar ada telah dipertanyakan selama beberapa tahun.

Meskipun data klinis yang terbaru membuktikan keberadaan penyakit yang jarang

ini. Pada appendisitis kronik, beberapa pasien mengalami nyeri perut persisten.

pasien tidak mengalami gejala khas appendisitis akut. Justru, pasien mengalami

nyeri perut kanan bawah selama mingguan sampai tahunan.dan mungkin telah

mendapatkan berbagai pengobatan. Diagnosis dapat sulit, karena pemeriksaan

laboratorium dan radiologi secara khas normal. Karena diagnosis preoperatif

sering tidak jelas, maka laparoskopi dapat menjadi peralatan berguna untuk

memungkinkan eksplorasi abdomen.8,14

7.6. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Gejala Klinis

Berdasarkan data di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo didapatkan 68 penderita appendisitis. Sebagian besar penderita

appendisitis terdapat pada gejala klinis khas dibandingkan dengan gejala klinis

tidak khas.

Hasil penelitian yang sama didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh

Mangema di RS Pendidikan FK USU Medan tahun 2008 dengan jumlah penderita

appendisitis 51 orang dengan gejala klinis khas sebanyak 39 orang (76,5%) lebih

banyak dibandingkan dengan gejala klinis tidak khas sebanyak 12 orang

(23,5%).16

Appendisitis dapat menimbulkan gejala yang bervariasi. Gejala klinis khas

dari appendisitis adalah adanya nyeri di daerah umbilikus yang bersifat samar dan

tumpul. Ini terjadi ketika appendisitis akut stadium kataralis. Kemudian beberapa

jam nyeri berpindah ke kuadran kanan bawah, tepatnya titik McBurney ketika

84

terjadi appendisitis akut stadium supuratif. Sifatnya nyerinya menjadi jelas dan

tajam. Ini terjadi pada 66% pasien appendisitis.Anoreksia merupakan gejala awal

sebelum timbul nyeri perut pada 95% pasien appendisitis. Muntah terjadi pada

75% pasien appendisitis.5,8,15

Kadang appendisitis tidak menimbulkan gejala nyeri perut kuadran kanan

bawah yang didahului nyeri umbilikus, tetapi timbul dengan gejala konstipasi.Hal

ini sering menjadikan dokter untuk memberikan obat pencahar.tindakan ini

berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi appendiks dengan

segala konsekuensinya.5

Gejala appendisitis pada anak tidak khas. Gejala awalnya sering hanya

rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak dapat menggambarkan rasa

nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak

menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas ini, appendisitis sering

diketahui setelah terjadi perforasi. Sedangkan pada usia lanjut, appendisitis agak

sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani dengan cepat dan tepat sehingga tejadi

komplikasi.5

7.7. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Tanda Klinis

Berdasarkan data di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo didapatkan 68 penderita appendisitis. Sebagian besar penderita

appendisitis terdapat pada tanda klinis dengan ditemukan salah satu tanda klinis

khas dibandingkan dengan tanda klinis dengan tidak ditemukan salah satu tanda

klinis khas.

Tanda klinis khas yang paling banyak ditemukan, yaitu nyeri tekan titik

McBurney sebanyak 66 orang (97,1%), kemudian tanda Rovsing sebanyak 46

orang (67,6%), kemudian tanda Blumberg sebanyak 31 orang (45,5 %), kemudian

nyeri ketok titik McBurney sebanyak 17 orang (25%), kemudian tanda Psoas

sebanyak 7 orang (10,2%), dan kemudian tanda klinis khas yang paling sedikit

ditemukan, yaitu tanda Obturator sebanyak 2 orang (2,9 orang).

85

Hasil penelitian yang sama didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh

Marisa di RSUD Sleman tahun 2008 - 2009 dengan jumlah penderita appendisitis

186 orang dengan tanda klinis nyeri tekan titik McBurney sebanyak 68 orang

(36,50%), kemudian tanda Psoas sebanyak 33 orang (17,70%), kemudian tanda

Obturator sebanyak 24 orang (12,90%),kemudian tanda Rovsing sebanyak 16

orang (8,60%),kemudian nyeri lepas tekan sebanyak 6 orang (3,20%), dan

kemudian tidak ada gejala sebanyak 2 orang (1,00%).27

Appendisitis dapat menimbulkan tanda yang bervariasi. Tanda klinis khas

dari appendisitis adalah nyeri tekan titik McBurney, nyeri ketok titik McBurney,

tanda Rovsing, tanda Blumberg, tanda Psoas, dan tanda Obturator. Tanda klinis

dari appendisitis tergantung dari letak appendiks yang meradang. Letak

appendiks, antara lain anterior dan posterior. Letak appendiks anterior terdiri dari

letak pelvik, preileal, dan postileal. Sedangkan letak appendiks posterior terdiri

dari letak subsekal, retrosekal, dan parasekal.5,10,16

Nyeri tekan dan nyeri ketok titik McBurney menandakan appendiks letak

anterior. Tanda Rovsing menandakan appendiks letak pelvik. Tanda Blumberg

menandakan appendiks letak pelvik. Tanda Psoas menandakan appendiks letak

retrosekal. Tanda Obturator menandakan appendiks letak pelvik.5,10,16

Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar penderita appendisitis

mengalami nyeri tekan titik McBurney yang menunjukkan bahwa sebagian besar

penderita memiliki appendiks letak anterior.

7.8. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Hitung Jumlah

Leukosit

Berdasarkan data di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo didapatkan 68 penderita appendisitis. Sebagian besar penderita

appendisitis terdapat pada hitung jumlah leukosit dengan hasil leukositosis

dibandingkan dengan hitung jumlah leukosit dengan hasil normal.

Hasil penelitian yang sama didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh

Anggi di RSU Dokter Soedarso Pontianak tahun 2011 dengan jumlah penderita

86

appendisitis 100 orang dengan hitung jumlah leukosit dengan hasil leukosit

10.000 - 18.000 sel/mm3 sebanyak 54 orang (54%), kemudian hitung jumlah

leukosit dengan hasil leukosit 5.000 - 10.000 sel/mm3 sebanyak 27 orang (27%),

dan kemudian hitung jumlah leukosit dengan hasil leukosit > 18.000 sel/mm3

sebanyak 19 orang (19%). Sehingga sebagian besar penderita appendisitis terdapat

pada hitung jumlah leukosit dengan hasil leukositosis sebanyak 73 orang (73%),

lebih banyak dibandingkan dengan hitung jumlah leukosit dengan hasil normal

sebanyak 27 orang (27%).3

Appendisitis dapat menunjukkan hitung jumlah leukosit normal atau

meningkat.Pasien appendisitis umumnya mengalami leukositosis, yaitu jumlah

leukosit > 10.000/mm3. Peningkatan leukosit dalam darah menunjukkan adanya

proses infeksi dalam tubuh. Pada appendisitis, leukosit akan bermigrasi dari

lumen pembuluh darah ke tempat yang mengalami peradangan untuk memfagosit

agen-agen infeksi. Penelitian yang dilakukan oleh Kamran10 di Pakistan,

menyimpulkan bahwa jumlah leukosit dapat membantu dokter dalam

mendiagnosis apendisitis. Penelitian yang dilakukan oleh Krishnan 11 di Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, menunjukan terdapat leukositosis

pada 73,7% pasien apendisitis.3,8,10

7.9. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Gambaran USG

Berdasarkan data di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo didapatkan 68 penderita appendisitis. Sebagian besar penderita

appendisitis terdapat pada gambaran USG kesan appendisitis, kemudian gambaran

USG tidak mendukung diagnosis appendisitis, dan kemudian gambaran USG

kesan suspek appendisistis.

Hasil penelitian yang sama didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh

Adityawarman di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2004 dengan jumlah

penderita appendisitis 97 orang dengan gambaran USG appendisitis akut sebanyak

89 orang (91,8%), kemudian gambaran USG bukan appendisitis akut sebanyak 8

orang (8,2%).6

87

Sebagai salah satu pemeriksaan penunjang yang dianjurkan untuk

membantu menegakkan diagnosis appendisitis akut, USG diharapkan dapat

membantu menurunkan angka appendekomi negatif.6

Appendisitis dapat menunjukkan gambaran USG spesifik seperti dinding

appendiks yang dilatasi dan menebal, dan tidak spesifik. Diagnosis appendisitis

melalui pemeriksaan USG dilaporkan memiliki sensitivitas 55 sampai 96% dan

spesifisitas 85 sampai 98%. Hasil negatif palsu dapat terjadi jika appendisitis

terbatas pada ujung appendiks, lokasi appendiks retrosekal, appendiks membesar

dan dikira usus halus, atau jika appendiks perforasi dan sebab itu appendiks yang

meradang dapat dikempiskan.8

7.10. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Skor Alvarado

Berdasarkan data di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo didapatkan 68 penderita appendisitis. Sebagian besar penderita

appendisitis terdapat pada skor Alvarado 7 - 10, kemudian skor Alvarado 5 - 6,

dan kemudian skor Alvarado 1 - 4.

Hasil penelitian yang sama didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh

Mangema di RS Pendidikan FK USU Medan tahun 2008 dengan jumlah penderita

appendisitis 51 orang dengan skor Alvarado 7 - 10 sebanyak 48 orang (94,2%),

kemudian skor Alvarado 5 - 6 sebanyak 3 orang (5,8%).16

Diagnosis appendisitis akut tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan

gambaran klinis. Keadaan ini menghasilkan angka appendektomi negatif sebesar

20% dan angka perforasi sebesar 20-30%. Salah satu upaya meningkatkan

kuantitas dan kualitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah

banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi appendektomi negatif,

salah satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah

sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat, dan kurang

invasif.Morbiditas dan mortalitas appendisitis akut masih cukup tinggi. Hal ini

disebabkan keterlambatan diagnosis dan penanganan pembedahan.17

88

Sebenarnya masih ada skor diagnosis yang lain untuk menegakkan

diagnosis appendisitis, yaitu skor Labbeda, skor Kalesaran. Pada penelitian ini

didapatkan sebagian besar penderita appendisitis memiliki skor Alvarado 7 – 10,

yang berarti mengalami appendisitis. Hal ini menunjukkan bahwa skor Alvarado

dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis appendisitis secara praktis.

7.11. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Penatalaksanaan

Berdasarkan data di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo didapatkan 68 penderita appendisitis. Sebagian besar penderita

appendisitis terdapat pada penatalaksanaan dengan appendektomi terbuka,

kemudian penatalaksanaan dengan konservatif, dan kemudian penatalaksanaan

dengan appendektomi laparoskopi.

Penatalaksanaan appendisitis dapat berupa konservatif atau bedah.Bedah

dapat dilakukan dengan appendektomi terbuka atau appendektomi laparoskopi.

Sejak era post-antibiotik, Coldrey mempresentasikan penelitian retrospektifnya

pada 471 pasien dengan appendisitis yang diobati dengan antibiotik. Pengobatan

ini gagal pada sekurang-kurangnya 57 pasien, dengan 48 membutuhkan

appendektomi dan 9 membutuhkan drainase akibat abses appendiks.14

Komplikasi appendisitis dapat berupa periappendikuler infiltrat. Pada

penderita dengan periappendikuler infiltrat ditangani dengan cara konservatif

terlebih dahulu dengan pemberian antibiotik dan observasi terhadap suhu tubuh,

ukuran massa, dan luasnya peritonitis. Setelah penderita tidak mengalami demam,

periappendikuler infiltrat mereda, dan hitung jumlah leukosit normal, maka

penderita boleh dipulangkan dan appendektomi elektif dilakukan 2 - 3 bulan

kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.5

7.12. Karakteristik Penderita Appendisitis Berdasarkan Komplikasi

Berdasarkan data di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo didapatkan 68 penderita appendisitis. Sebagian besar penderita

89

appendisitis terdapat pada komplikasi tidak ada, kemudian komplikasi dengan

abses appendiks, kemudian komplikasi dengan perforasi tanpa disertai dengan

peritonitis generalisata, dan kemudian komplikasi dengan perforasi disertai

dengan peritonitis generalisata.

Komplikasi appendisitis dapat berupa perforasi atau abses

appendiks.Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

perforasi dengan atau tanpa adanya walling off. Walling off terbentuk dari

appendiks, sekum, usus halus dan omentum. Perforasi juga bisa disertai atau tanpa

disertai dengan peritonitis generalisata.5

Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan

keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya

perforasi appendiks. Massa appendiks terjadi bila appendisitis gangrenosa atau

mikroperforasi tertutupi atau terbungkus oleh omentum dan atau lekuk usus

halus.5

90

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian mengenai karakteristik penderita appendisitis

rawat inap di RSUP Dr. Wahididn Sudirohusodo Periode Januari - Desember

2012, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

Sebagian besar penderita appendisitis berjenis kelamin laki-laki, pada

kelompok umur 17 - 25 tahun dan 26 - 35 tahun, dengan tingkat pendidikan

Perguruan Tinggi dan tidak bekerja. Sebagian besar penderita appendisitis

terdapat pada klasifikasi klinis appendisitis akut, dengan gejala klinis khas, dan

tanda klinis dengan ditemukan salah satu tanda klinis khas. Tanda klinis khas

yang paling banyak ditemukan adalah nyeri tekan titik McBurney. Sebagian besar

penderita appendisitis terdapat pada hitung jumlah leukosit dengan hasil

leukositosis dan gambaran USG kesan appendisitis, dengan skor Alvarado 7 - 10.

Sebagian besar penderita appendisitis terdapat pada penatalaksanaan dengan

appendektomi terbuka, dengan komplikasi tidak ada.

8.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka saran-

saran yang diajukan adalah sebagai berikut.

1. Semua Rumah Sakit, baik pendidikan maupun non pendidikan sebaiknya

memiliki data rekam medik yang lengkap sehingga dapat dijadikan data

penelitian untuk meningkatkan pengetahuan dalam bidang kesehatan dan

kedokteran.

2. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan agar faktor risiko dan penyebab

appendisitis dapat diketahui sehingga angka morbiditas dan mortalitas

appendisitis dapat diturunkan.

91

3. Penegakan diagnosis yang lebih akurat dibutuhkan, melalui anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yang tepat.

4. Penatalaksaan sesuai protap yang berlaku.

92

DAFTAR PUSTAKA

1. Craig S. 2012, Appendicitis, [on line]. Dari: http:www.emedicine.com [16

Juni 2013]

2. Minkes RK. 2013, Pediatric Appendicitis, [on line]. Dari:

http:www.emedicine.com [16 Juni 2013]

3. Nasution AP. Hubungan Antara Jumlah Leukosit dengan Appendisitis Akut

dan Appendisitis Perforasi di RSU Doker Soedarso Pontianak tahun 2011

[Naskah Publikasi]. Pontianak: Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran Universitas Tanjungpura; 2013.

4. Pusponegoro AD, Kartono D, Hutagalung EU, Sumardi R, Luthfia C, Ramli

M, dkk. Editor: Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:

Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah

Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo; 1995.

5. De Jong W, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ke-2. Jakarta:

EGC; 2005.

6. Adityawarman. Peranan Ultrasonografi Dalam Membantu Menegakkan

Diagnosis Appendisitis Akut. Makassar: Program Pendidikan Dokter

Spesialis I Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar; 2004.

7. Marieb EN, Hoen K. Chapter 23. The Digestive System. Human Anatomy

and Physiology. 7th Edition. New York: Pearson Education, Inc; 2007

8. Brunicardi, FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock

RE, Editors. Chapter 29. The Appendix. Schwartz’s Principles of Surgery.

8th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies; 2007.

9. Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas of Human Anatomy. Volume 2 Trunk,

Viscera, Lower Limb. 14th Edition. Germany: Elsevier; 2006.

10. Debas HT. Chapter 9. Appendix. Gastrointestinal Surgery Pathophysiology

and Management. New York: Springer; 2004

11. Susan, Standring. Gray’s Anatomy The Anatomical Basis of Clinical

Practice. 39th Edition. New York: Elsevier Churchill Livingstone; 2008.

93

12. Uflacker, Renan. Atlas of Vascular Anatomy: An Angiographic Approach.

2nd Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2007.

13. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 5th Edition. Saunders

14. Zinner MJ, Ashley SW. Chapter 21. Appendix and Appendectomy.

Maingot’s Abdominal Operations. 11th Edition. McGraw-Hill’s Access

Surgery.

15. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, dkk. Part 2. Cardinal

Manifestations and Presentation of Diseases. Harrison’s Principles of

Internal Medicine. 17th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies;

2008.

16. Juniar M. Hubungan Antara Skor Alvarado dan Temuan Operasi

Appendisitis Akut di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara. [Tesis]. Medan: Departemen Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2009.

17. Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ. Sleisenger, Fordtran’s. Chapter 113.

Appendicitis. Gastrointestinal and Liver Disease

Pathophysiology/Diagnosis/management. 8th Edition. Philadelphia:

Saunders; 2006

18. Epstein O, Perkin GD. Clinical Examination. 2nd Edition. London: Mosby;

1997.

19. Berg D, Worzala K. Atlas of Adult Physical Diagnosis. 1st Edition.

California: Lippincott Williams and Wilkins; 2006.

20. Brant WE, Helms CA. Fundamentals of Diagnostic Radiology. 2nd Edition.

California: Lippincott William and Wilkins; 2007.

21. Lim E, Loke YK, Thompson A. Section 4.8. Diseases of The Small Intestine

and Appendix. Medicine and Surgery An Integrated Textbook. New York:

Elsevier Churchill Livingstone; 2008.

22. Skandalaki JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. Chapter 17.

Appendix. Skandalakis’ Surgical Anatomy. New York: McGraw-Hill’s

Access Surgery; 2004.

94

23. Patnalk VG, Singla RK, Bansal VK. Surgical Incisions-Their Anatomical

Basis. J Anatomy Society India 50 (2) 170 - 178 (2001).

24. Russell RCG, Williams NS, Bulstrode CJK. Editors. Bailey and Love’s

Short Practice of Surgery. 24th Edition. London: Arnold; 2004.

25. Safaei M, Moeinei L, dan Rasti M. Recurrent Abdominal Pain and Chronic

Appendicitis. Journal of Research in Medical Science 2004; 1: 11 - 4

26. Andiran F, Dayi S, Caydere M, dan Oston H. Chronic Recurrent

Appendicitis in Children: An Insidious and Neglected Cause of Surgical

Abdomen. Turk Journal Medicine Science 32 (2002) 351 - 4

27. Sahara M. Karakteristik Appendisitis Akut di RSUD Sleman Periode

Januari 2008 - Desember 2009. Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Indonesia.

95

LAMPIRAN