Jurnal Polahi

24
Kearifan Lokal Masyarakat Polahi Gorontalo Oleh: Feriyanto Madjowa dan Samsi Pomalingo Abstak: Komunitas Polahi merupakan komunitas terasing suku Gorontalo yang telah memilih untuk menetap di pegunungan sejak jaman pejajahan Belanda di Gorontalo. Potret komunitas adat kecil yang disebut Polahi, bukan hanya mempertautkan masa lalu orang Gorontalo. Keberadaan Polahi menunjukkan bagaimana sikap pembangkangan orang Gorontalo tempo dulu terhadap penjajah dan pemimpin, baik itu raja dan bangsawan. Mereka ini hingga kini masih bermukim di hutan-hutan dan pedalaman Gorontalo. Disamping itu, orang-orang Gorontalo yang kemudian disebut sebagai Polahi ini adalah sekumpulan orang yang tidak ingin terbebani oleh pembayaran pajak atau upeti oleh penjajah Hindia Belanda, sehingga mereka melarikan diri (lolahi) ke hutan dan ke puncak gunung seperti gunung Tilongkabila, dan Buliohuto. Kata kunci: Gorontalo, Polahi, Upeti, dan Penjajah. Semangat untuk menelusuri potret sosial-bidaya masyarakat terasing atau juga boleh disebut sebagai masyarakat primitif sangat memberi nilai tersendiri bagi para peneliti sosial-budaya. Ketertarikan ini cukup beralasan, misalnya; Pertama, manusia primitif hidup secara terisolir. Masyarakat pada masa sekarang lebih senang hidup di tempat yang terisolir. Pada umumnya mereka tinggal di kawasan yang jauh dari kehidupan sosial masyarakat perkotaan. Kedua, masyarakat primitif hidup berpindah-pindah. Sama halnya dengan kehidupan masyarakat saat ini. Mereka tidak hanya memiliki satu tempat tinggal tetapi beberapa tempat tinggal di kawasan yang berbeda. Ketiga, Manusia primitif hidup dalam kelompok-kelompok kecil dan terpisah dengan kelompok manusia lainnya.

Transcript of Jurnal Polahi

Kearifan Lokal Masyarakat Polahi Gorontalo

Oleh: Feriyanto Madjowa dan Samsi Pomalingo

Abstak:Komunitas Polahi merupakan komunitas terasing suku Gorontalo yang telahmemilih untuk menetap di pegunungan sejak jaman pejajahan Belanda diGorontalo. Potret komunitas adat kecil yang disebut Polahi, bukan hanyamempertautkan masa lalu orang Gorontalo. Keberadaan Polahimenunjukkan bagaimana sikap pembangkangan orang Gorontalo tempodulu terhadap penjajah dan pemimpin, baik itu raja dan bangsawan. Merekaini hingga kini masih bermukim di hutan-hutan dan pedalaman Gorontalo.Disamping itu, orang-orang Gorontalo yang kemudian disebut sebagaiPolahi ini adalah sekumpulan orang yang tidak ingin terbebani olehpembayaran pajak atau upeti oleh penjajah Hindia Belanda, sehinggamereka melarikan diri (lolahi) ke hutan dan ke puncak gunung sepertigunung Tilongkabila, dan Buliohuto.

Kata kunci: Gorontalo, Polahi, Upeti, dan Penjajah.

Semangat untuk menelusuri potret sosial-bidayamasyarakat terasing atau juga boleh disebut sebagaimasyarakat primitif sangat memberi nilai tersendiri bagipara peneliti sosial-budaya. Ketertarikan ini cukupberalasan, misalnya; Pertama, manusia primitif hidupsecara terisolir. Masyarakat pada masa sekarang lebihsenang hidup di tempat yang terisolir. Pada umumnyamereka tinggal di kawasan yang jauh dari kehidupan sosialmasyarakat perkotaan. Kedua, masyarakat primitif hidupberpindah-pindah. Sama halnya dengan kehidupan masyarakatsaat ini. Mereka tidak hanya memiliki satu tempat tinggaltetapi beberapa tempat tinggal di kawasan yang berbeda.Ketiga, Manusia primitif hidup dalam kelompok-kelompokkecil dan terpisah dengan kelompok manusia lainnya.

Mereka sengaja membuat kelompok-kelompok kecil ataukomunitas yang memiliki persamaan karakteristik, entahitu kesamaan gender, ras, suku, agama, hobi, dan statussosial. Bukti nyata lainnya bahwa manusia kembali hidupprimitif adalah sifat berburu yang menjadi salah satuciri manusia primitif dimana mereka berburu untukbertahan hidup.

Masyarakat polahi, yang diperkirakan paling sedikit110 kepala keluarga di antaranya berada di dalam disekitar hutan atau pegunungan, adalah salah satu kelompokutama penduduk negeri ini yang menjadi korban penjajahanBelanda. Di sisi lain penindasan ini pula berlanjut dijaman Orde Baru baik di bidang ekonomi, politik, hukum,maupun di bidang sosial dan budaya lainnya. Kondisi inimenjadi demikian ironis karena pada kenyataannyamasyarakat polahi merupakan elemen dalam struktur negara–bangsa (nation-state) Indonesia . Namun dalam hampir semuakeputusan politik nasional, eksistensi komunitas inibelum terakomodasikan, atau bahkan secara sistematisdisingkirkan dari proses-proses dan agenda politiknasional. Perlakuan tidak adil ini bisa dilihat dengansangat gamblang dari pengkategorian dan pendefinisiansepihak terhadap masyarakat polahi sebagai "masyarakatterasing", "peladang berpindah", "masyarakat rentan","masyarakat primitif' dan sebagainya, yang mengakibatkanpercepatan penghancuran sistem dan pola kehidupan mereka,secara ekonomi, politik, hukum maupun secara sosial dankultural.

Para pendiri negara-bangsa (nation-state) Indonesiasejak semula sudah menyadari bahwa negara ini adalahnegara kepulauan yang majemuk sistem politik, sistemhukum dan sosial-budaya dan agamanya. Semboyan "BhinnekaTunggal Ika" secara filosofis menunjukkan penghormatanbangsa Indonesia atas kemajemukan atau keragaman sosial,budaya, politik dan agama. Hanya saja bangunan "negara-bangsa" yang majemuk sebagaimana digagas oleh Para

Pendiri Bangsa (founding fathers) ini telah dihianati begitusaja oleh para penerusnya, yaitu dengan merampas secarasistematis hak-hak masyarakat terasing yang merupakanstruktur dasar "negara-bangsa" yang majemuk. Denganberbagai kebijakan dan produk hukum yang dikeluarkan olehpemerintah, negara secara tidak adil dan tidak demokratistelah mengambil-alih hak asal usul, hak atas wilayah, hakuntuk menegakkan sistem nilai, ideologi dan adatistiadat, hak ekonomi, dan yang paling utama adalah hakpolitik masyarakat terasing. Perangkat-perangkatkebijakan dan hukum diproduksi untuk memaksakanuniformitas dalam semua bidang kehidupan. Kedaulatannegara ditegakkan secara represif dengan mengabaikankedaulatan masyarakat terasng untuk mengatur danmengembangkan kemandirian kultural dan politik di dalamtatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Di sektor kehutanan, misalnya, ditemukan berbagaikebijakan dan hukum yang secara sepihak yang lebihmementingkan kelompok kapital dengan mengeluarkan danmenerapkan UU No. 5 Tahun 1967 tentang Pokok-PokokKehutanan, yang kemudian diganti dengan UU No. 41 Tahun1999 tentang Kehutanan, secara sepihak telah menempatkanHUTAN sebagai HUTAN NEGARA. Dalam hal ini HUKUM telahDISALAH-GUNAKAN menjadi hanya instrumen untuk mengambil-alih sumber-sumber ekonomi yang dikuasai masyarakattearsing dan kemudian pengusahaannya diserahkan secarakolusif dan nepotistik kepada perusahaan-perusahaanswasta yang dimiliki oleh segelintir elit politik dankroni-kroninya.

Kebijakan ekonomi, khususnya dalam alokasi danpengelolaan kawasan hutan yang hanya memihak kepentinganmodal ini, nyata-nyata telah berdampak sangat luasterhadap kerusakan alam dan kehancuran ekologis. Korbanpertama dan yang utama dari kehancuran ini adalahmasyarakat tearsing yang hidup di dalam dan sekitarhutan. Kebijakan kehutanan yang ekstraktif seperti saat

ini tidak memberi kesempatan bagi kearifan adat lokaluntuk mengelola hutan secara berkelanjutan, sebagaimanayang telah dipraktekkan selama ratusan atau bahkan ribuantahun. Pengetahuan dan kearifan lokal dalam mengelolaalam sudah tidak mendapat tempat yang layak dalam usahaproduksi, atau bahkan dalam kurikulum pendidikan formalkehutanan. Sampai saat ini, sangat sedikit sekali daripara ekonom dan praktisi pembangunan kehutanan yang maumengakui bahwa sebagian besar masyarakat tearsing diIndonesia telah menjadi korban pembangunan. Kelompok inimasih sulit menerima bahwa kemiskinan dan ketertindasanmasyarakat adat yang ada saat ini justru bersumber dariproyek-proyek pembangunan seperti HPH dan HTI, bukankarena mereka malas atau tidak rasional.

Asal Mula Masyarakat Polahi Gorontalo

Polahi dalam bahasa Gorontalo berarti orang-orangpelarian. Sebutan Polahi ini bukan berasal dari komunitasPolahi. Suku Polahi yang telah beranak pinak di pedalamanhutan ini hidup jauh dari peradaban kapitalisme modernatau neoliberalisme. Mereka sudah ada sejak masa VOChingga ke pemerintahan Hindia Belanda menguasai Gorontalodengan berbagai cara,1 dan masa pendudukan Jepang.

1 ? Di pegungungan Toribulu, Sulawesi Tengah, terdapat jugapenduduk yang menyingkir ke gunung karena tak mau berhubungan denganBelanda. Orang Kaili menyebut penduduk ini Taijo yang berarti oranggunung. Ada juga yang menyebut orang Toribulu. Penduduk asli dipegunungan Toribulu menyebut dirinya orang Tompo. Jauh sebelumnya,di abad 13, istilah pelarian-pelarian politik juga sudah dikenal diTernate, Maluku Utara. Akibat tindakan represif di masa kerajaanJailolo di Halmahera, muncul pelarian-pelarian politik yang terpaksamengungsi untuk menyelamatkan diri ke Pulau Ternate. Sejak itu,muncul kerajaan Ternate.

Menurut penuturan2 Mukhtar Uno seorang pemerhatibudaya, asal mula masyarakat Polahi Gorontalo itu terjadidi dua zaman kerajaan Gorontalo yaitu Raja Eyato dan RajaBiya.

1. Perlawanan Raja Eyato (1673-1679)

Perlawanan Raja Eyato pertama kali terjadi padatahun 1674, melawan Ternate dan kompeni Belanda, untukmelaepaskan diri dari penjajah Belanda yangbersama/membantu Ternate. Perlawanan Raja Eyato yangkedua kali terjadi terhadap kompeni Belanda pada tahun1677, yaitu usaha Raja Eyato untuk menghalang-halangiutusan Belanda ke Gorontalo dan Dumoga (Dumoga: banyakemas). Rakyat membakar dan melarikan perahu-perahukompeni Belanda yang berada di pantai, tidak mengizinkanawak kapal turun ke darat untuk mengambil air minum danmengancam membunuh para awak kapal kompeni Belanda.Rakyat membuat kubu pertahanan di muara Sungai Bone.Kompeni Belanda merubah siasat dengan cara mengajak RajaEyato berunding di atas kapal kompeni Belanda dandisitulah Raja Eyato ditangkap (1679) dan diasingkan keCeylon sampai wafat disana. Raja Eyato digelari TatoCelongi atau yang di Ceylonkan.

2. Perlawanan Raja Biya (1677-1679)

Raja Biya masih sempat memerintah Kerajaan Gorontalobersama Raja Eyato (Raja Eyato di utara-Totilayo dan RajaBiya di selatan, Kerajaan Gorontalo diperintah oleh 2

2 ? Sejarah kebudayaan Gorontalo banyak diperoleh melalui budayawulito (tutur), karena hampir semua aspek kebudayaan yang diwariskanoleh para pelaku budaya saat itu tidak meninggalkan manuskrip yangdapat dijadikan sebagai sumber sejarah masa lalu kebudayaanGorontalo.

Raja di utara dan di selatan). Agar Raja Biya tidakmengikuti sikap Raja Eyato maka tahun 1678 beliaudipanggil Gubernur Belanda di Ternate. Dalam pertemuandengan Gubernur Belanda yang bernama R.. Padtbrudggediajukan 4 hal yang harus diterima oleh Raja Biya yaitu:

1. Raja Biya harus mengakui kekuasaan kompeni Belandadi Gorontalo.

2. Rakyat bersama kompeni Belanda akan mengusir Spanyolyang masih bercokol di Sangir Talaud.

3. Rakyat harus tunduk pada agama yang ditawarkankompeni Belanda. 4. Raja Biya harus mengikuti dan menganut agama bangsapenjajah.

Sebagai siasat perjuangan, Raja Biya menerima apayang diajukan oleh Gubernur Belanda di Ternate, namunsesampainya di Gorontalo, Raja Biya malah berusahamemperkuat Kerajaan dengan suatu kubu pertahanan padajalan yang dilalui kompeni Belanda menuju Dumoga di desaPadengo (di Kecamatan Kabila + 6 mil dari Pusat KerajaanGorontalo.

Pada saat Gubernur kompeni Belanda ke Gorontalotahun 1681 bersama puluhan serdadu kompeni Belanda,kompeni Belanda bertemu dengan pasukan yang dipimpin olehKapitan Laut (Apitalau) dan singkatnya Gubernurmenyampaikan hormat kepada Raja Limboto dan Gorontalo danagar kedua Raja tersebut bertemu dengan Gubernur.

Gubernur menyampaikan utusan kepada Raja Biya untukbertemu dan sebelum Gubernur turun ke darat, Raja Biyasudah harus diatas kapal (istilahnya Raja Biya menjemputGubernur diatas kapal), namun Raja Biya tidak pernahmenjemput Gubernur diatas kapal, maka akhirnya terjadilahpertempuran yang disebut pertempuran Padengo. Beberapaorang serdadu Belanda tewas dan yang lain melarikan diri,namun Kapitan Krijs De Ronde bersama sebagian anak

buahnya bertempur satu lawan satu. Setelah kompenimenyerang beberapa kali barulah mereka mendapatkemenangan.

Dalam pertempuran ini yang dipimpin oleh Raja Biya,Jogugu Gorontalo dan Limboto, Ilato dan Isnaeni sertaApitalau. Dalam pertempuran ini, di kubu pertahananPadengo (Gorontalo) dua belas orang gugur termasukpembesar Kerajaan Gorontalo dan Limboto. TuntutanGubernur R. Padtbrudgge agar Raja Biya dan kawan-kawannyamenyerah, namun tidak mendapat sambutan. Akhirnya setelahsekian lama menentang Belanda Raja Biya bersama anakbuahnya tertangkap Belanda pada tahun 1690. Raja Biyadiasingkan ke Ceylon dan Isnaeni ke Tanjung Pengharapan(Afrika Selatan). Sedangkan Apitalau dan Ilato menghilangentah kemana, menurut Taufik Polapa mereka inilah besertaanak buahnya yang melarikan diri ke hutan yang kemudianmenjadi cikal bakal Polahi. Kalau mereka ini adalah cikalbakal Polahi.3

Penuturan Mukhta Uno dan Taufik Polapa berbedadengan apa yang dikemukakan oleh Feriyanto Madjowaseorang jurnalis yang berhasil merekam potret kebudayaanmasyarakat Polahi pada tahun 1997 yang mengatakan bahwayang pertama kali tercatat sebagai pelarian di hutanGorontalo adalah Hemuto. Alasannya setelah Hemuto kalahdalam pertarungan dengan Limuno, Hemuto malu danmelarikan diri ke dalam hutan. Setelah itu tak lagidiketahui dimana tempat tinggal dan kapan Hemutomeninggal dan dimana ia dimakamkan.4

Mengenai asal muasal masyarakat Polahi sangatberagam, misalnya ada responden mengatakan bahwa merekaitu adalah para pencari rotan dan damar di masakolonialisme yang kemudian memilih dan menetap di hutan

3

?http://www.mailarchive.com/[email protected]/msg03688.html4 ? Feriyanto Madjowa, Reportase Masyarakat Polahi, tahun 1997

dan kemudian tidak lagi kembali ke kampung halaman merekasampai setelah Gorontalo merdeka pada tahun 1942. namunmenurut Hasanudin seorang peneliti dari Balai Pelestariansejarah dan Nilai Tradisional Manado mengemukakan bahwamasyarakat Polahi adalah mereka yang melarikan diri kehutan dan pegunungan karena mereka tidak ingin disiksadan menjadi korban para penjajah Belanda dan kakitangannya, pendudukan Jepang serta para residivis.5

Pendapat para responden ini sangat beralasan jika kitamelihat bagaimana nasib rakyat Gorntalo dimasa perangPanipi (seorang putra raja Batudaa) melawan penjajahanHindia Belanda pada abad 19.:

Di masa penjajahan Belanda, rakyat di Gorontalomenderita, miskin dan selalu ditindas. Rakyat dipaksabekerja untuk kepentingan penjajah. Bagi yang memilikikebun, sawah, ternak, penjajah merampas sebagian hasilnyadengan alasan untuk pajak. Masa yang sulit ini bukanhanya dialami rakyat. Tapi, juga raja dan keluarganya.Penindasan ini juga dilakukan orang Gorontalo yangmenjadi kaki tangan Belanda. Inilah yang sangatmenyakitkan hati. Mereka yang bermuka dua, berpura-puramembela rakyat, tapi menjilat kepada penjajah. Kehidupanrakyat kian sulit ini. Badan menjadi kurus. Ada yang matikelaparan. Sebagian lagi lari ke hutan-hutan dan kepuncak gunung Tilongkabila dan Buliohuto. Mereka inilahyang disebut polahi atau pelarian.6

Menurut Madjowa, campur tangan langsung kompenitidak lepas dari peran kesultanan Ternate yang dianggaptak mampu menguasai Limo lo Pohalaa. Di tahun 1673,tercatat seorang utusan Gorontalo dikirim ke Manado untukmenghadap pimpinan VOC. Maksud pertemuan itu untuk

5 ? Hasanudin, Gorontalo, Strategi dan Kebijakan Sosial, Politik,Ekonomi Hindia Belanda, Balai Pelestrarian Sejarah dan Nilai Tradisonal Manado, 2004. 6 ? Dr Nani Tuloli, 1993, Cerita Kepahlawanan Gorontalo

meminta bantuan dalam usaha melepaskan diri darikekuasaan Ternate. Tentu saja permintaan ini tidaklangsung diterima VOC. Sebab, kekuasaan kesultananTernate di Limo lo Pohalaa adalah pemberian kompenisetelah menaklukkan Gowa. Namun, sejak itu kompeni mulaimempersiapkan pengambil-alihan Limo lo Pohalaa.Di masaBabullah, wilayah kekuasaan kesultanan Ternate dari utarameliputi: Mindanao, Luzon, Sulu, Zamboanga (di Filipina),di bagian selatan Bima, Nova Guinea dan di barat sebagianSulawesi.7 Untuk menangkal masuknya Spanyol, Ternatemenjalin kerjasama dengan Belanda. Begitu juga dilakukanMinahasa, di Sulawesi Utara. Persahabatan Belanda denganTernate mulai tahun 1607.

Dalam upaya mengikat persahabatan tersebut GubernurBelanda pertama van Caerden (1608-1612) ditempatkan diTernate. Ada pun di Minahasa, untuk mencegah Spanyolberkuasa, tahun 1654 orang Minahasa mengirim utusan kewakil VOC di Ternate. Belanda lalu mengirim gubernur diMaluku, Simon Cos (1656-1662) ke Manado. Penguasaankoloni Belanda di wilayah Sulawesi bagian utara mulaidari Gorontalo hingga ke Nusa Utara (Kepulauan Sangihedan Talaud) terjadi di masa Padtbrugge sebagai GubernurBelanda (1677-1682). Perjalanan dan ekspansi dilakukanPadtbrugge mulai dari Nusa Utara (Sangihe dan Talaud).Ekspansi ini telah membentuk teritorial kolonial ataulandstreek van Manado.4 Kontrak perjanjian VOC denganraja-raja di Nusa Utara, menurut Adrian B. Lapian, padabulan November-Desember tahun 1677.

Di Gorontalo VOC secara langsung mulai menancapkankekuasaannya ketika Gorontalo dipimpin raja Eyato (1673-1679). Raja Eyato menolak kehadiran VOC. Tapi, tahun1678, Padtbrugge berhasil mengelabui raja Bia yang beradadi Selatan Gorontalo. Kedua raja ini, kemudian ditangkapdan dibuang kompeni di Ceylon dan Tanjung Harapan.7 ? Lihat Abdul Hamid Hasan, Sejarah Perkembangan Pemerintah Kerajaan Ternate. 1998

Sebaran Masyarakat Polahi

Polahi sering diidentikkan dengan hal-hal yangberbau mistik. Kaum pelarian ini sejak ratusan tahun lalutelah bermukim di hutan dan gunung-gunung di wilayahProvinsi Gorontalo, Pulau Sulawesi. Kaum Polahi hidupdalam komunitas kecil, jauh dari kehidupan modern. Merekaberkelompok dengan jumlah puluhan orang. Namun, ada jugayang memilih menyendiri, berkelana di hutan-hutan. Hidupdari berburu dan meramu sagu (Metroxylon rumphii). Berkebunmerupakan ciri Polahi di hutan dan lereng gunung diGorontalo.

Nama Polahi adalah pemberian orang-orang yangmengenal mereka secara dekat. Mereka hidup di hutan danpegunungan di Gorontalo. Polahi tersebar di sekitarGunung Boliohuto dengan ketinggian 2065 dan Tilongkabiladan di batas kawasan Taman Nasional Bogani NaniWartabone. Postur tubuh Polahi, seperti lazimnya orangGorontalo. Cuma, fisiknya lebih kekar. Berkulit sawomatang, mata agak sipit dan rambut panjang berombak.Lantaran tak melakukan kontak yang intensif dengan orangGorontalo lainnya, mereka telah memiliki tradisi, kulturdan cara hidup sendiri. Sebagai misal, dalam perkawinanatau hubungan seks. Perilaku inses dilakoni komunitasini. Antara kakak beradik kawin-mawin. Dalamberkomunikasi, Polahi menggunakan bahasa Gorontalo asli.Komunitas ini tak mengenal sama sekali bahasa melayu atauIndonesia. Salah satu komunitas ini berada di sekitarDesa Molohu dan Mohiyolo. Mereka ini berkelompok 5, 8, 9dan 18 orang. Ada Polahi yang sudah diajak tinggal dipemukiman, seperti warga kebanyakan. Mereka ini diasuhbeberapa keluarga. Disamping itu pemukimannya berpindah-pindah dari bukit Sakulati dan mengembara ke tempat lain.Keberadaan tempat tinggal masyarakat Polahi berada dilereng Gunung Dianga, masuk kawasan hutan Pangahu. Untuk

menelusuri kehidupan Polahi ini harus melalui SungaiPangahu dan jalan setapak pencati rotan.

Komunitas lainnya, dapat ditemukan melalui DesaPolohungo. Dari Polohungo, ke pemukiman Polahi ini harusmenyeberangi Sungai Bongo. Komunitas Polahi di tempatini, masih mengenal sistem kerajaan. Mereka menyebutolongia untuk seorang raja.

Di masa penjajahan Belanda, rakyat di Gorontalomenderita, miskin dan selalu ditindas. Rakyat dipaksabekerja untuk kepentingan penjajah. Bagi yang memilikikebun, sawah, ternak, penjajah merampas sebagian hasilnyadengan alasan untuk pajak. Masa yang sulit ini bukanhanya dialami rakyat. Tapi, juga raja dan keluarganya.Penindasan ini juga dilakukan orang Gorontalo yangmenjadi kaki tangan Belanda. Inilah yang sangatmenyakitkan hati. Mereka yang bermuka dua, berpura-puramembela rakyat, tapi menjilat kepada penjajah. Kehidupanrakyat kian sulit. Badan menjadi kurus. Ada yang matikelaparan. Sebagian lagi lari ke hutan-hutan dan kepuncak gunung Tilongkabila dan Buliohuto. Mereka inilahyang disebut polahi atau pelarian. Salah satu perlawananterhadap penjajah dilakukan Panipi, seorang pemuda anak

Salah satu rumah Polahi yang terdapat di gunung Mohioolo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo

raja Batudaa. Panipi menentang perlawanan penjajahBelanda dan kaki tangannya. Tercatat perang panipiterjadi tahun 1872.

Potret sosial-budaya Masyarakat Polahi

Potret sosial-budaya masyarakat Polahi ataumasyarakat terasing di Gorontalo, mungkin hampir samadengan potret sosial-budaya masyarakat terasing lainnyadi belahan bumi Indonesia. Tradisi ini telah berlangsunglama sejak masyarakatnya membentuk komunitas budaya.Beragam kebiasaan atau tradisi hingga sampai saat inidiwarisi oleh para generasi penerusnya. Adapun tradisisosial-budaya masyarakat Polahi menurut Madjowadiantaranya: kawin sumbang, Kontak dengan pencari rotan,tidur di dekat perapian, takut kematian, setelahmelahirkan langsung bekerja, berteriak di hutan, menjagaharmonisasi alam8, dan bercocok tanam.

1. Kawin Sumbang

Hal yang unik dalam perkawinan masyarakat Polahiadalah berkembang melalui perkawinan kakak beradik.Hampir semua budaya di bumi ini melarang kawin sumbang(incest). Secara genetik, larangan ini berkaitan dengannilai biologis. Sebab, kawin sumbang berbahaya secaragenetik. Namun, demikian ada masanya kawin sumbang justrudianut di kalangan paling atas dalam masyarakat tertentu.Segera setelah penaklukkan Iskandar Agung, menurut DonaldB. Calne, raja Mesir yang berkebangsaan Yunanimenceraikan istrinya untuk kawin dengan adiknya yangperempuan. Hal ini rupanya jadi mode, karena tujuh dari8 ? Feriyanto Madjowa. loc.cit

sebelas raja Mesir berkebangsaan Yunani melakukan halyang sama. Ketika Roma menaklukkan Mesir, diadakansensus, dan didalamnya terungkap bahwa sedikitnya 15persen dari jumlah perkawinan yang tercatat bersifatsumbang. Perilaku kawin sumbang seperti ini sudah lamadan berkembang dalam komunitas adat kecil suku Polahi dipedalaman hutan-hutan Gorontalo.

Komunitas Polahi tidak mengenal masa pacaran.Intinya: saudara sekandung yang perempuan dan laki-laki,bila sudah akil baliq dapat melakukan persetubuhan(momeku). Untuk bersetubuh dilakukan di dalam rumah, baiksiang atau malam hari. Biasanya, yang dituakan dalamkomunitas ini, bila melihat ada pasangan yang salingtertarik akan memanggil keduanya. Lalu, pasangan itudimandikan di sungai. Saat memandikan pasangan, adamantera-mantera yang diucapkan. Di dalam keluarga, baikistri dan suami memiliki kedudukan yang sama. Suamisetiap hari bekerja di kebun atau berburu. Kegiatan inidibantu anak-anaknya. Ibu memasak dan bekerja di kebun.Sesekali istri ikut berburu. Setiap keluarga Polahimempunyai dua sampai enam anak. Tapi, ada juga yang tidakmempunyai anak. Kalau dalam beberapa waktu, pasangan takmemiliki anak, suami dan istri akan bertukar pasangandengan yang lain. Dalam satu keluarga, bila mempunyai duaanak laki-laki dan satu wanita, maka yang sulung akanmenikah dengan perempuan ini. “Bila pasangan laki-lakitidak ingin bersama lagi, adiknya bisa mengganti menjadisuami,” kata Bakiki Mani, seorang tabib

Babuta, seorang warga Polahi menyunting gadis desa. Pernikahannya pun terbilang sensasi. Selain digelar secara adat Gorontalo, juga disaksikan dua bupati, bupati Gorontalo dan Bupati Boalemo.

2. Kontak dengan Pencari Rotan

Kontak sosial masyarakat polahi juga berlangsungdengan para pencari rotan dan pemburu disamping dengankomunitas mereka sendiri. Biasanya para pencari rotanatau pemburu datang dan bertemu Polahi dengan membawagaram dapur, gula, pakaian dan barang keperluan lainnya.Barang itu lalu diberikan ke Polahi. Pencari rotan akanmendapatkan informasi tempat rotan atau hewan buruan.Untuk bertemu dengan komunitas ini, dapat dilakukanmelalui Desa Mohiolo. Sebagai orang yang hidup di dalamhutan, kontak Polahi dengan dunia luar terus dilakukanmelalui pencari rotan yang memasuki kawasan mereka.Mulanya, ada kelompok Polahi yang tidak mau diganggukehidupannya. Tapi, karena pencari rotan ini membawakeperluan seperti garam dan bumbu untuk keperluan dapur,lambat laun hubungan baik ini terus dijalin. Pencarirotan membawa keperluan hidup sehari-hari dan Polahimemberikan informasi lokasi rotan. Polahi menyebutpencari rotan ini dengan dahangi (pedagang). Jadi, takperlu heran bila melihat Polahi sudah ada yang mengenakanpakaian. Pakaian ini selain hasil barter, juga pemberianpenduduk di sekitar pemukiman mereka. Orang kampungbiasanya membujuk mereka untuk hidup bersama dan takkembali lagi ke hutan. Tapi, mereka tak mampu hidup lamadi pemukiman yang jauh dari hutan. Apalagi, bila tak adapohon yang ridang. Polahi ini akan jatuh sakit.

Menurut seorang Antropolog Alex John Ulaen adakebiasaan yang tak bisa ditolak saat bertemu dengankomunitas ini. Bila mereka menginginkan sesuatu, sepatumisalnya, akan langsung diambil. Mereka akan tersinggungbila itu tidak diberikan. Apa saja yang dibawa dandiinginkan mereka harus diserahkan. Kalau alasan kuat,sepatu itu tidak diberikan, dianggap tak mau bersahabat

dengan mereka.9 Setelah melakukan kontak yang intensdengan pencari rotan dan penduduk di kampung, mereka punmulai mengenal sabun mandi, cuci, hand body, samphoobahkan minyak rambut. Bahan-bahan ini juga yang digunakanpencari rotan untuk melakukan barter dan memperlancarkontak. Kebiasaan yang lain, kalau memberikan sesuatu takboleh hanya untuk satu orang saja. Semua anggota keluargaharus pula mendapatkan, meski itu dalam jumlah kecil.Bila hanya seorang saja mendapat sesuatu dari pendatang,tak akan ada keakraban dengan mereka.

Di pagi hari anak-anak sudah bangun dari tidurnya.Air dingin yang ada di rumah langsung diminum. Lalumereka pergi ke kebun dan memberi makan ayam peliharaan.Tanah yang akan digunakan untuk menanam jagung,digemburkan. Bibit jagung dipilih untuk ditanam. Anak-anak ini kemudian melanjutkan kegiatannya dengan mencarikayu bakar. Beberapa pencari rotan, menawarkan agar anak-anak itu disekolahkan di kampung. Tapi, mereka tak maudisekolahkan. “Kalau mereka sekolah, tak ada lagi yangmembantu kami bekerja,” ucap Bakiki Mani.

3. Tidur Didekat Perapian

Matahari baru saja kembali ke peraduan. Setelahmakan singkong rebus, tanpa banyak bicara, anak-anakkomunitas Polahi menuju tempat tidur. Jangan membayangkanmereka ini tidur di kasur yang empuk. Tak ada bantalguling. Yang menjadi alas tidur hanyalah kayu nibong yangsudah dibelah dan diletakkan berderet. Anak-anak initidur didekat perapian yang juga merangkap sebagai tempatair, mencuci, peralatan makan dan memasak. Kebiasaan iniberlangsung sampai dewasa dan mempunyai pasangan.

9 ? Lihat Alex J Ulaen, 2003, Nusa Utara dari Lintasan Niaga ke Daerah Perbatasan. Salah seorang perempuan

Polahi yang sedang merapikan pakaian di

rumahnya. Adapun ukuran rumahnya yaitu 2x2.

Dengan jarak yang hanya sejengkal dari kaki anak-anak Polahi yang sudah tidur, tampak asap yang mengepul.Beberapa kawat yang digantung untuk tempat memasak,kelihatan hitam pekat. Kawat itu dikaitkan pada sebatangkayu besar. Selain itu, terdapat tempat memasak.Komunitas ini telah mengenal belanga untuk memasak. Untukberkebun mereka menggunakan parang, pacul dan linggis.Alat-alat ini diperoleh dari dari kampung atau barterdengan pencari rotan.

Anak-anak Polahi hidup tanpa pakaian dan rambutsebahu. Ketika tim dari Departemen Sosial dan UniversitasSam Ratulangi melakukan penelitian tahun 1995 lalu,komunitas ini sudah mengenakan pakaian. Sebelummengenakan pakaian, untuk menutup tubuh, mereka memakaitombito. Hanya lokasi mereka bermukim saja yang sudahberpindah.

4. Takut Kematian

Banyak orang Gorontalo percaya Polahi memilikikekuatan dan kesaktian. Tapi, komunitas yang percayasetan (bukan Tuhan) ini sangat takut dengan kematian.Orang-orang pelarian berkeyakinan bahwa hutan belantarapenuh dengan makhluk gaib. Setan sebagai penguasa hutan,mendatangkan rezeki dan bencana. Segala kegiatan

komunitas ini tergantung pada setan yang disebut lati. Latiyang tertinggi kedudukannya, yakni pulohuta atau rajasetan. Makhluk halus inilah yang dianggap menguasaimanusia. Inti ajaran komunitas ini, tergantung pada mimpiorang yang dituakan (pemimpin atau olongia). Selain itu,orang yang diyakini kebenarannya. Karena itu, bila dimalam hari ada yang bermimpi buruk, sebagai misal,melihat setan yang sedang marah, maka kegiatan esok hariditiadakan. Tak ada yang pergi berburu, meramu sagu, danbepergian. Begitu pula di malam hari. Kalau bermimpisetan yang sedang ramah dan bercakap-cakap dengan baik,maka kegiatan akan terus dilakukan. Niat mereka untukbekerja atau suatu ada rencana berburu terus dilakukan.Mimpi pulalah yang membawa mereka akan menerima tamu atautidak. Bila dalam mimpi, tampak murka setan, orang yangdatang tidak akan diterima dengan baik. Bahkan akandicelakai. Sebab, pendatang ini dianggap akanmendatangkan bencana bagi kehidupan komunitas. Selainmimpi, Polahi percaya dengan tanda-tanda alam. Suaraburung hantu (maluo maluwola) diyakini akan mengabarkanyang baik dan buruk. Suara burung akan membawa pertandatamu yang datang itu beritikad baik atau tidak.

Burung hantu (Manguni) menjadi perlambang bagibanyak etnis di Sulawesi, antara lain kultur Gorontalodan Minahasa. Bahkan orang Eropa menganggap burung inisebagai lambang kebijaksanaan. Sebab, burung ini menjadipenunjuk keberuntungan dan kesialan.

Peran olongia sangatlah mempengaruhi kehidupankomunitas ini. Olongia dipilih karena kekuatan, baik fisikdan spiritual yang dimilikinya. Pranata sosial daninteraksi komunitas ini sama sekali belum mengikuti hukumnasional. Kesaktian yang dimiliki olongia diperolehturun-temurun. Dalam mengatur suksesi kepemimpinan, siapayang memiliki kepandaian ilmu gaib, dianggap olongia.Seorang ayah yang olongia, akan menurunkan kepandaiannyakepada anaknya.

Kematian seperti inilah yang paling ditakuti Polahi.Ketakutan akan kematian menghinggapi semua komunitas ini.Menurut bakiki Mani salah seorang polahi yang dituwakanbahwa “Kematian anggota kami pertanda bencana,” Kalauada yang meninggal, mereka akan memilih tempat bermukimyang baru. Sebab, kematian dianggap suatu kehidupan yangburuk. Biasanya, olongia akan mengurus kematian. Polahiyang meninggal, sebelum dikuburkan akan dimandikan. Laludibungkus dengan tikar (lomuli) atau dedaunan. Lokasipemakaman akan ditandai dengan dua batu. Setelah prosesipemakaman, komunitas ini akan memilih tempat bermukimyang baru, masih di dalam hutan. Melalui jalan setapakdari Desa Molohu, komunitas ini dapat ditemukan dipunggung gunung Bitua. Menuju Bitua harus melewati sungaiberkali-kali. Berangkat dengan berjalan kaki pukul 04.00dini hari, akan tiba di lokasi komunitas ini pukul 17.00sore. Sebelum bermukim di Bitua, mereka tinggal di Puloliatau Gunung Pangga. Siklus tempat bermukim ini, sangattergantung dengan kematian. Lokasi lainnya yang pernahmereka diami, antara lain, punggung Gunung Sakulati,Langge, Limu, Oile dan Tumba.

5. Setelah Melahirkan Langsung Bekerja

Bagi komunitas Polahi yang sakit, biasanyadimandikan di sungai. Saat memandikan yang sakit, adamantera yang diucapkan. Selain itu, yang sakit diberiramuan dari tumbuh-tumbuhan. Seorang perempuan Polahi,meski dalam keadaan hamil tua tetap melakukan kegiatan,antara lain, bekerja di kebun atau memasak. Merekaberhenti bekerja saat melahirkan.

Biasanya, perempuan yang akan melahirkan ini dibuatkanbandayo (pondok kecil) didekat sumber air. Dedaunan jugadisiapkan sebagai alas ditempat tidur. Untuk memotongtali pusar, dengan menggunakan dunito (kulit bambu yang

disayat). Setelah bayi lahir, tali pusar langsungdipotong dengan dunito. Bekas pusar yang dipotong diberialawahu (kunyit). Hanya dalam beberapa saat, bekas lukadipusar akan sembuh. Ada pun yiliala atau dodome akandikuburkan didekat bandayo tempat melahirkan.

Perempuan yang baru melahirkan ini akan langsungbekerja. Tak ada masa istirahat atau memulihkan tenaga.Mereka bekerja seperti hari sebelumnya. Saat adakelahiran atau kematian, Polahi tak mengadakan upacaraatau kegiatan istimewa. Pengucapan syukur hanya dilakukansaat panen besar. Ini dilakukan semua anggota komunitasdengan membuat semacam sesajian hasil panenan.

Sajian itu sebagai ungkapan syukur dan diletakkan dipohon atau dekat batu besar. Yang memimpin acara, selainolongia juga ada yang disebut sanggamau. Tidak adalarangan bagi anggota komunitas yang tak ikut acaratersebut. Tapi, mereka percaya bagi yang tak ikutkegiatan tersebut akan mendapat petaka.

6. Berteriak di Hutan

Jangan berteriak di dalam hutan. Sebab, bila adayang berteriak di dalam hutan, itu sebagai penanda harusmenerima murka setan. Komunitas Polahi percaya bila adaorang yang berteriak di hutan akan mendatangkan kemarahansetan. Petaka yang akan menimpa, yakni terserang penyakitdan angin topan yang disertai hujan deras. Komunitas inijuga menabukan bila ada yang membuang kotoran. Mereka inimelarang yang membuang air besar dan kecil di sungaididekat tempat bermukim.

Kemana air mengalir bukan persoalan komunitas ini.Cuma, jangan sembarangan membuang kotoran di sungai.Sebab, air sungai merupakan sumber kehidupan bagikomunitas ini. Polahi meminum langsung air sungai, tanpaharus memasaknya lebih dulu. Selain itu, air sungai

menjadi tempat penyembuhan penyakit. Dengan memandikanseseorang di sungai, itu artinya yang jahat didalam tubuhbisa hilang. Bagi yang melanggar pantangan denganmembuang kotoran di sungai, akan ditimpa bencana:penyakit dan yang merugikan untuk kehidupan. Yangditakuti komunitas ini kalau ada yang membuang kotoranadalah sanksi dari pulohuta. Komunitas ini juga masihtakut dengan penjajah Belanda. Mereka tak bisa melihatorang berkulit putih. Ada ketakutan bila melihat yangberkulit putih. Mereka juga takut dengan tentara. ”Kamitakut pada Walanda (Belanda), mereka suka menyiksa danmemotong kepala. Kami takut yang berkulit putih,” tuturTimey Halima alias Bapu, tetua di komunitas Polahi.

7. Menjaga Harmonisasi Alam

Hutan menjadi tumpuan kehidupan komunitas Polahi.Merusak hutan berarti menyingkirkan mereka darikehidupannya. Pilihan tinggal di hutan (oayua) lantaranmereka tak bisa hidup tampa pohon yang rindang dan besar.Ada beberapa alasan kenapa komunitas ini tak ingin hidupdi kampung. Di kampung tak ada pohon besar dan sering adakematian. Tapi, masuknya HPH (Hak Pengusahaan Hutan) danpenebang pohon lainnya praktis telah mengganggu kehidupanPolahi. Di hutan, polahi selalu memelihara dan menjagaharmonisasi (selaras) dengan alam sebagai tempatberpijak. Alam sekitar, terutama sungai dan hutan sangatdipertahankan komunitas ini. Upaya pelestarian alam inidilakukan karena hal ini menjadi tumpuan menjalanikehidupan. ”Kami takut kalau orang-orang datang menggangukehidupan dan merusak alam tempat kami hidup,” kataBakiki Mani.

Semua binatang burung, antara lain, babi hutan, babirusa, anoa, rusa dan ular yang tertangkap, dipotong dulusebelum dimasak. Saat memotong buruan, sembari membaca:

”moiyadi, samadi, ahmadi, sidiki, silula.” apa maksudnya?

8. Molohidu

Aaa eeei ei oooAaa haa eiYio ulaito malongoitoAaa eei ei o….. u mongohi dadataAaa eei eei u mongohi upotunggulo

Aaa eeei ei oOtabi IlangataMongohi dadataOtabi to ta MonanoMongohi MotoliangoAaa eeei ei o

Syair di atas menggambarkan ungkapan kasih sayangkomunitas Polahi. Kasih sayang ini dihaturkan buat siapasaja yang memberikan bantuan dan bermanfaat bagi mereka.Bantuan ini berupa makanan, pakaian dan peralatanlainnya. Alunan vokal pertama yang disuarakandipengaruhi alam sekitar “aaa eei ei ooo.” Dialek yangdigunakan dalam pantun, juga menjadi bahasa utama Polahi.Logat ini berakar dari bahasa Gorontalo. Namun, tarikanvokalnya mirip dengan lolong anjing hutan atau burung.

Pantun atau molohidu ini biasanya dilantunkan saatmeramu sagu. Setelah meramu sagu dan beraktivitas disiang hari, pantun kembali dilantunkan di malam senyap.Syair-syair ini tentang keadaan kehidupan dan perasaankomunitas Polahi. Ciri utama yang membedakan vokal pantunini dengan bahasa Gorontalo pada aksen dan vokalnya.

Saat berbicara, Polahi mengucapkan satu kata dengantekanan kata yang lambat dengan nada yang panjang. BahasaGorontalo asli ini campuran dengan dialek Suwawa dan

logat Boalemo. Kata-kata yang diucapkan tak mengandunghuruf “R”.

Untuk memanggil rekan mereka yang jauh di dalamhutan, yang diucapkan mirip suara burung. Dalampercakapan sehari-hari, antara yang tua dan muda tak adatingkatannya. Baik yang muda dan tua, mengucapkan katayang sama. Tak ada sebutan khusus untuk yang dituakan.Untuk panggilan laki-laki dengan menambahkan kata “te”atau “timey”. Panggilan buat perempuan dengan menambahkankata “ti” atau “tiley”. Sebagai misal, “te Halima” ,“timey halima” atau “ti Halima” , “tiley Halima”.

Komunitas Polahi tak mengenal musik, tari, patung,lukis, arsitektur atau desain busana. Hanya saja, untukkerajinan tangan dalam keperluan sehari-hari komunitasini membuat lomuli (tikar), tomula (tempat menapis), tolaubu(tempat beras) dan kalandi lomaluo (kurungan ayam).

Komunitas ini juga tak mengenal perhiasan. Bila adaPolahi yang mengenakan gelang, biasanya orang beranggapanitu mengandung unsur magic. Gelang ini terbuat dari rotanatau besi putih yang telah “diisi” dengan kekuatan gaib.Gelang selalu dipakai, terutama, bagi Polahi yang sukaturun gunung atau berkelana sendirian di hutan.

9. Bercocok tanam

Masyarakat polahi, sebagaimana masyarakat padaumumnya memiliki mata pencaharian yaitu bercocok tanamatau berkebun. Untuk berkebun mereka menggunakan parang,pacul dan linggis. Alat-alat ini diperoleh dari darikampung atau barter dengan pencari rotan. Adapun yangmereka tanami adalah tanaman yang mereka butuhkan untukmakanan setiap hari, misalnya singkong, jagung, keteladan lain-lain. Disamping itu juga mereka menanam cabe,tomat dan sayur-sayuran. Sebagian masyarakat Polahimenualnya di pasar-pasar perkampungan. Hal yang aneh yangdapat ditemukan dalam perilaku jual beli masyarakat

polahi adalah tidak mau ada tawar menawar dalam pembelianhasil perkebunan. Misalnya kalau harganya Rp. 5.000 tidakboleh ditawar menjadi Rp. 4.500, atau Rp. 4.000. Demikianpula, kalau hasil tanaman mereka harganya Rp. 10.000,jika pembeli ingin membeli dengan harga tinggi misalnyaRp. 15.000 mereka tidak mengijinkannya. Alasannya adalahcukup sederhana, dimana masyarakat Polahi tidak mengenalpecahan uang, yang mereka tau hanyalah angka atau jumlahuang misalnya Rp. 5.000, 10.000, 20.000, 50.000 dan100.000.

9. Kondisi Terkini

Menurut Madjowa, pada tahun 2006 telah banyakperubahan di dalam komunitas adat Polahi. Khususnya didekat pemukiman Desa Polohungo, Polahi setempat sudahberpindah ke Gunung Tumba, dekat dengan pemukimanTamaila. Sebelumnya, mereka ini tinggal di punggunggunung Bitua. Gunung Tumba adalah salah satu lokasirotasi pemukiman Polahi. Sebelum bermukim di Tumba danBitua, mereka tinggal di Puloli atau Gunung Pangga,Gunung Sakulati, Langge, Limu, Oile.10 Menurut Kepala DesaPolohungo Iqbal Maku, ada beberapa keturunan Polahi yangsudah membaur dengan warga Polohungo (Polohungosebelumnya adalah salah satu dusun dari Desa Molohu). Diantaranya ada yang sudah menikah dengan warga setempat.Selain itu, beberapa komunitas Polahi juga sudah mulaibekerja sebagai pencari rotan. Sebelumnya, Polahi hanyasebagai penunjuk di mana saja lokasi-lokasi di dalamhutan yang ditumbuhi rotan. Bila sebelumnya, komunitasini tak memiliki peralatan elektronik. Kini ada yangsudah memiliki radio. Ada pula Polahi yang sudah memilikigergaji mesin.

10 Feriyanto Madjowa, loc.cit

Catatan Akhir

1 Di pegungungan Toribulu, Sulawesi Tengah, terdapat jugapenduduk yang menyingkir ke gunung karena tak mauberhubungan dengan Belanda. Orang Kaili menyebut pendudukini Taijo yang berarti orang gunung. Ada juga yangmenyebut orang Toribulu. Penduduk asli di pegununganToribulu menyebut dirinya orang Tompo. Jauh sebelumnya,di abad 13, istilah pelarian-pelarian politik juga sudahdikenal di Ternate, Maluku Utara. Akibat tindakanrepresif di masa kerajaan Jailolo di Halmahera, munculpelarian-pelarian politik yang terpaksa mengungsi untukmenyelamatkan diri ke Pulau Ternate. Sejak itu, munculkerajaan Ternate.

2 Dr Nani Tuloli, 1993, Cerita Kepahlawanan Gorontalo. 3 Lihat Abdul Hamid Hasan, 1998, Sejarah PerkembanganPemerintah Kerajaan Ternate.4 Lihat Alex J Ulaen, 2003, Nusa Utara dari LintasanNiaga ke Daerah Perbatasan.5 Ibidhttp://www.mailarchive.com/[email protected]/msg03688.html

Sejarah kebudayaan Gorontalo banyak diperoleh melalui budaya wulito(tutur), karena hampir semua aspek kebudayaan yang diwariskan olehpara pelaku budaya saat itu tidak meninggalkan manuskrip yang dapatdijadikan sebagai sumber sejarah masa lalu kebudayaan Gorontalo.