Jurnal Cendekia UGM

186

Transcript of Jurnal Cendekia UGM

N

o. 1

Vo

lum

e 1

De

sem

be

r-Ju

ni 2

01

3

Jurn

al

Ce

nd

ek

ia

P

en

eli

tia

n d

an

Ka

jia

n I

nte

rdis

ipli

ne

r M

ah

asi

swa

Jurnal Cendekia merupakan jurnal yang memuat laporan

penelitian, artikel ilmiah, sinopsis buku serta catatan

lapangan yang dikaji berdasarkan pendekatan

interdisipliner oleh mahasiswa. Jurnal Cendekia

diharapkan dapat berperan sebagai media berbagi

pengetahuan dan pengalaman tentang berbagai penelitian

berbasis interdisipliner yang efektif dan inovatif. Jurnal

Cendekia adalah jurnal berkala yang terbit dua kali setiap

tahun periode Juli dan Desember. Hak cipta @Gama

Cendekia Universitas Gadjah Mada. Dilarang

menggandakan isi tulisan dalam bentuk apapun selain

dengan ijin penerbit. Alamat redaksi: Gelanggang

Mahasiswa Jl. Pancasila No. 1 Bulaksumur Yogyakarta.

Website: http//gc.ukm.ugm.ac.id

Pemimpin Redaksi

Azizatul Ulfa

Dewan Redaksi

Denis Febta Dianingratri

Wulan Fatimah Rohman

Lusi Nur Rahmawati

Mulia Ela

Redaktur Pelaksana

Lilis Sulistyaningsih

Mukhammad Faisol Amir

Yuni Arum Sari

Ridwan

Distribusi

Abdul Afif Almuflih

Mitra Bestari

Rachman Sudiyo, M.T,, Ph.D (Universitas Gadjah Mada)

Waziz Wildan, M.T (Universitas Gadjah Mada)

Dr. Murwantoko (Universitas Gadjah Mada)

Moh. Abdul Hakim, MA (Universitas Sebelas Maret)

Alam Firmansyah M.Sc (Universitas Achmad Dahlan)

Daftar Isi

Isolasi α-pinene pada menara distilasi bahan isian untuk mengurangi laju

deforastasi hutan Indonesia 1- 8

Ibrahim Ats-Tsauri, Rahmat Alfathi, Erlina Nur Arifani

Facile Hydrothermal Synthesis of Various Nanostructured 9- 18

Erni Astuti, Yateman Arryanto, Indriana Kartini

Komanglawit (kompor berbahan bakar cangkang kelapa sawit) sebagai

solusi alternatif pengganti kompor minyak 19-28

Lestari Wevriandini

Animal waste integrated processing system (Aniwasin Prosys): Energi

ramah lingkungan dalam upaya peningkatan pendapatan peternak Dusun

Kalipucang, Kasihan-Bantul, Yogyakarta 29-36

M. Faishol Amir, Ershalat Tahta Nabhanudin, Dwi Abdul Mufi

“AISOC” Animal Incubator with Automatic Colostrum System 36-40

Dwi Kristanto, Fivien Fidiyanti, Saprindo Harun Prabantara,

Agus Wigiardi, Birrul Qodriyyah, Irkham Widiyono

“Curcumax” Reagen Praktis Penguji Kandungan Boraks Pada Bakso 41-45

Muhammad Arifin, Aris Eka Wijaya, Andyta Septi K,

Rina Irmayanti L, Erna Dwi Astuti

Peningkatan Fertilitas Telur Persilangan Ayam Isa brown

dan Ayam Bangkok Dengan Metode Inseminasi Buatan 46-58

Rizki F, Fivien Fidiyanti, Melisa Ekaningrum, Triatun, Dani A.S

“Balet” Belalang Nugget Berprotein Tinggi, Sebagai Alternatif

Pemenuhan Protein Hewani Masyarakat 59-63

Ridho Andika Putra, Anti Ahsati, Azizatul Ulfa, Muhammad

Rizki Adrian, Muhammad Fikri

Analisis Potensi Kombinasi Stimulasi Akupuntur dengan Bee Venom pada

Titik Akupuntur ST36 Sebagai Pendekatan Preventif Komplikasi Vaskuler

Pada Diabetes Mellitus Tipe II 64-75

Gamal

Benalu Teh (Scrurrula atropurpurea) Sebagai Herbal Alternatif Antibakteri

untuk Pengobatan Infeksi Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus

(MRSA) 76-83

Novra Arya Sansi, Siti Isrina Oktavia Salasia

Seleksi Populasi F2 Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) Berdasarkan

Sifat Buah 84-99

Imam Wibisono, Taryono, Nasrullah

Peta Flash Interaktif Sebagai Penunjang Pariwisata Pulau Maratua 100-110

Agung Widcha Aulia Rachman

Nilai Filosofi Upacara Adat Mappaci pada Pernikahan Suku Bugis

di Sulawesi Selatan 111-123

Nasharuddin, Wahyuddin, Irwanto, Abd. Rahman Rahim

SRAWUNG: Strategi Advokasi Masyarakat Sedulur Sikep Terhadap

Rencana Pabrik Semen 124-150

Lutfi Untung Angga Laksana

Reaksi Pasar Modal Terhadap Peristiwa Kenaikan Harga Bahan Bakar

Minyak Tanggal 22 Juni 2013 150-200

Ali Sulas Hidayat

ISSN: 2354-6778

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

1

ISOLASI α-pinene PADA MENARA DISTILASI BAHAN ISIAN UNTUK

MENGURANGI LAJU DEFORASTASI HUTAN INDONESIA

Ibrahim Ats-Tsauri1, Rahmat Alfathi

2, Erlina Nur Arifani

3

1Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

2Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada

3Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

The objectives of this research are toproduce high purity α-pinene in a continuous two-packed-

distillation-column and also to studythe effect of operating pressure variation on MD II and feed

plate variationon MD I to the purity of α-pinene product.Turpentine is an ideal system which

does not form azeotrope so can be separated up to the purity of 100%. Isolation of α-pinene was

done ina continuous two-packed-distillation-column. The distillation process was being carried

out in vacuum pressure to prevent product damage due to high temperature decomposition.

Pressure variations shows that the increase in vacuum pressure will increase the purity of MD II

α-pinene with the range of 87.80-89.01% purity. Feed plate variationson MD I shows that the

decrease in feed plate location will reduce the purity of α-pinene with the range of 89.52-

87.10% purity.Results of ASPEN Plus 7.1 simulations indicated that the average relative error

of simulation results against experimental results for pressure variations on MD II is 0.2128%

and for feed plate variations on MD I is 0.5428%. The relative error of the simulation

experiment is small enough so that the ASPEN simulation can be used to estimate the

characteristics of the separation in the continuous distillation column.

Keywords: α-pinene, continuous vacuum distillation, turpentine

PENDAHULUAN

Indonesia termasuk negara yang mengalami laju deforestasi hutan tropis paling cepat di

dunia. FWI pada tahun 2001 menyebutkan bahwa laju deforestasi Indonesia adalah sekitar 6,2

juta are per tahun dan terus bertambah. Salah satu penyebab besarnya laju deforestasi ini

karena lebih dari setengah hutan di Indonesia dialokasikan untuk pengelolaan hasil hutan

berbasis produk kayu. Produk kayu adalah hasil hutan berupa kayu yang dapat dimanfaatkan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

2

langsung dalam bentuk kayu non-olahan ataupun melalui proses olahan secara mekanis seperti

kayu bulat tropis, kayu gergajian, kayu lapis, serta pulp untuk pembuatan kertas.

Upaya untuk mengurangi laju deforestasi adalah mengurangi pengelolaan hutan berbasis

produk kayu dan menggantinya menjadi pengelolaan hutan berbasis produk non-kayu. Contoh

produk hutan non-kayu adalah rotan, madu, dan resin. Indonesia memiliki hutan pinus yang

luas dan tersebar di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera. Pohon pinus menghasilkan getah yang

dapat diambil tanpa harus menebang pohonnya. Getah pinus bila diolah akan menghasilkan

gum dan turpentine yang dapat menjadi hasil hutan non-kayu andalan (Coppen dan Hone,

1995).

Kegunaan utama dari turpentine semula adalah sebagai solven cat, namun pada

perkembangannya menjadi bahan dasar yang sangat penting bagi industri kimia. Komponen

utama dalam turpentine, α-pinene, merupakan bahan kimia antara untuk sintesis banyak

produk fine chemical dan industri farmasi seperti parfum, aroma, dan resin politerpen

(Eggersdorfer, 1999). Selain itu α–pinene juga dapat diolah secara langsung menjadi perfume-

grade α-terpineol (Muller and Lamparsky, 1994). Agar dapat digunakan sebagai bahan kimia

antara, α–pinene perlu diisolasi agar kemurniannya tinggi (Thompson, 2000).

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh α-pinene dengan kemurnian tinggi,

mengetahui pengaruh tekanan terhadap kemurnian α-pinene pada kolom distilasi, serta

mengetahui pengaruh plat pemasukan umpan pada kolom distilasi primer terhadap kemurnian

α-pinene.

MATERI DAN METODE

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Turpentine berupa cairan bening yang

diperoleh dari PT. Perhutani Anugerah Kimia dengan komposisi sebagai berikut:

Tabel 2.Komposisi Turpentine

Senyawa Kimia Fraksi Mol,%

α-Pinene 75.16

3-carene 14.82

β-Pinene 3.52

Camphene 3.5

Limonene 3

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

3

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua kolom bahan isian kontinyu yang

masing-masing dilengkapi kondenser pada bagian atas dan reboiler pada bagian bawah.

Rangkaian alat dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3.Rangkaian Alat Distilasi

Metode Penelitian

Pengambilan data dilaksanakan melalui percobaan secara kontinyu dengan skala

laboratorium. Tahapan percobaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Start-up MD I dan MD II sampai MD I mencapai kondisi steady state.

b. Pengumpulan distilat MDI.

c. Rekayasa kondisi operasi MD II sampai MD II mencapai kondisi steady state.

d. Variasi tekanan pada MD II.

e. Variasi feedplate pada MD I.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Distilat MD I

Kemurnian α-pinene yang diperoleh dari hasil uji tersebut berturut-turut adalah

82,03%, 82,69% dan 82,46%. Dari ketiga hasil uji MD I tersebut dihasilkan kemurnian α-

pinene yang relatif sama, sehingga kondisi operasi dengan tekanan vakum 13 in Hg dan refluks

rasio 0 dipakai untuk percobaan selanjutnya.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

4

Variasi Tekanan Operasi MD II

Hubungan refluks rasio dengan kemurnian α-pinene hasil percobaan dan simulasi

ditampilkan pada Gambar 3. Peningkatan tekanan vakum (penurunan tekanan operasi) akan

menyebabkan kenaikan kemurnian α-pinene pada distilat MD II. Semakin rendah tekanan

operasi, semakin cepat laju uap yang naik dari bagian bawah MD ke puncak MD sehingga

turpentine akan mulai menguap pada temperatur yang lebih rendah. Jika beban pemanasan

reboiler dan pemanas samping dijaga tetap, maka untuk tekanan operasi yang semakin rendah

turpentine akan semakin mudah menguap.

Gambar 3. Pengaruh Tekanan Operasi Pada MD II Terhadap Kemurnian α-Pinene

Tekanan operasi 11.9 in Hg merupakan tekanan operasi yang optimum, karena

penurunan tekanan operasi lebih lanjut tidak disertai dengan kemurnian α-pinene yang

signifikan. Kesalahan relatif rata-rata hasil penelitian terhadap hasil simulasi ASPEN untuk

variasi tekanan MD II adalah 0,2128 %. Kesalahan relatif tersebut cukup rendah sehingga

simulasi ASPEN dapat digunakan untuk memperkirakan karakteristik hasil separasi pada

menara distilasi.

Variasi feedplate MD I

Hubungan feed platedengan kemurnian α-pinene hasil percobaan dan simulasi

ditampilkan pada Gambar 4. Dapat diamati bahwa pada posisi feedplate mempengaruhi

kemurnian α-pinene yang dihasilkan pada produk. Pada posisi feedplate ke-2 kemurnian α-

pinene yang diperoleh adalah kemurnian yang optimum yaitu sebesar 0.8938.

0.8750

0.8800

0.8850

0.8900

0.8950

0.9000

12 13 14 15 16 17

Ke

mu

rnia

n α

pin

en

(X

d)

Tekanan Operasi (P), in Hg

Grafik Pengaruh Tekanan Operasi pada MD II terhadap Kemurnian α-pinene

Hasil Penelitian

Simulasi Aspen

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

5

Gambar 4. Pengaruh Refluks Rasio terhadap Kemurnian Alpha Pinene

Posisi feedplate yang komposisi cairannya relatif sama dengan komposisi cairan pada

umpan akan menghasilkan kemurnian distilat yang optimum pada kondisi operasi yang sama.

Sebabnya adalah karena setiap stage pada menara kolom distilasi mengalami kesetimbangan

uap-cair. Komponen-komponen yang ada pada stage tersebut memiliki profil kesetimbangan

tertentu di setiap stage menara distilasi. Untuk mengetahui profil kesetimbangan perlu

dilakukan perhitungan plate-to-plate. Pada penelitian ini digunakan simulasi ASPEN untuk

melakukan perhitungan plate-to-plate di setiap stage karena dapat menggambarkan profil

konsentrasi α-pinene di setiap stage MD II.

Simulasi menunjukkan bahwa posisi feedplate yang optimum merupakan posisi

feedplate ke-2 karena perbedaan komposisi antara umpan relatif sama dengan komposisi pada

plate ke-2 jika dibandingkan dengan posisi feedplate ke-3 atau feedplate ke-5.

Bila umpan dimasukkan pada posisi feedplate ke-3 atau ke-5 yang profil komposisinya

masih jauh berbeda, perbedaan profil komposisi ini akan membuat terjadinya olakan di setiap

stage menara distilasi dan tentu saja hal tersebut akan memperbesar gangguan transfer massa

sehingga kesetimbangan yang ingin dicapai tidak sempurna. Grafik profil komposisi α-pinene

di setiap plate MD I untuk variasi lokasi feed plate dapat dilihat pada Gambar 5.

0.865

0.87

0.875

0.88

0.885

0.89

0.895

0.9

2 3 4 5Kem

urn

ian

α p

inen

(X

d)

Lokasi feed plate MD I

Grafik Pengaruh Refluks Rasio terhadap Kemurnian Alpha Pinene

Hasil Penelitian

simulasi aspen

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

6

Gambar 5. Grafik Profil Komposisi α-pinene di Setiap Plate MD I pada Variasi Lokasi FeedPlate

Dari Gambar 5, dapat diamati profil komposisi α-pinene di setiap plate MD I untuk

variasi posisi feedplate masing-masing pada posisi ke-2, ke-3 dan ke-5. Dapat dilihat pula

komposisi umpan (fraksi mol α-pinene = 0,7515). Dari ketiga gambar tersebut profil komposisi

yang pergerakannya paling linear dan menghasilkan kemurnian α-pinene paling tinggi

ditunjukkan oleh umpanyang masuk pada feed plate ke-2. Hal ini menunjukkan posisi

feedplate yang optimum merupakan posisi feedplate ke-2. Sebabnya adalah karena komposisi

α-pinene umpan lebih mendekati komposisi α-pinene pada plate ke-2 daripada komposisi pada

feedplate ke-2 maupun feedplate ke-3.

Bila umpan dimasukkan pada posisi feedplate ke-2 maka gangguan transfer massa

yang terjadi di setiap stage menara distilasi menjadi lebih kecil sehingga proses kesetimbangan

di setiap plate menjadi lebih sempurna dan menghasilkan kemurnian distilat yang lebih

optimum. Tentu saja hal ini akan menghasilkan hal yang berbeda jika umpan dimasukkan pada

posisi feedplate ke-2 atau ke-3, dimana perbedaan komposisi umpan dengan komposisi plate

ke-2 ataupun plate ke-3, masih jauh berbeda. Hal ini akan membuat terjadinya olakan

komposisi di setiap stage menara distilasi dan tentu saja hal tersebut akan memperbesar

gangguan transfer massa sehingga kesetimbangan yang ingin dicapai tidak sempurna.

Galat relatif antara hasil simulasi (kondisi ideal) dengan penelitian (kondisi sebenarnya)

disebabkan oleh:

1. Tekanan operasi tidak dapat konstan sepanjang waktu.

2. Kran pengatur refluks rasio yang sulit dikontrol sehingga refluks rasio tidak bisa konstan

sepanjang waktu.

3. Aliran umpan dan distilat terus berubah-ubah pada distilasi vakum.

1

2

3

4

5

6

0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85

Stag

e M

DI

Fraksi Mol α-Pinene

Grafik Profil Komposisi α-pinene di Setiap Plate MD I padaVariasi Lokasi Feed Plate

Feed Stage ke-2

Feed Stage ke-3

Feed Stage ke-5

Fraksi mol α-pinene

pada umpan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

7

4. Adanya kebocoran pada alat sehingga ada α-pinene yang hilang ke udara.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah, Isolasi α-pinene dari

turpentine untuk memperoleh α-pinene kemurnian tinggi cocok dilakukan dengan dua kolom

distilasi bahan isian. Penurunan tekanan operasi atau peningkatan tekanan vakum akan sedikit

meningkatkan kemurnian α-pinene di distilat. Posisi feed plate yang optimum untuk pada

distilasi kontinyu ini terletak pada plate dengan profil konsentrasi yang sesuai dengan

konsentrasi feed, yaitu terletak pada feed plate ke-2.

Daftar Notasi

B = Aliran massa di bottom, gram

D = Aliran massa distilat, gram

F = Aliran massa di feed, gram

L = Aliran massa dari kondensor yang dikembalikan ke menara, gram

R =Refluks Rasio

Po = Tekanan uap murni

Pt = Tekanan pada menara distilasi

V = Aliran massa meninggalkan kondensor, gram

x = Fraksi mol cair

XD = Fraksi massa komponen di distilat

XF = Fraksi massa komponen pada umpan

y = Fraksi mol gas

ρ = Massa jenis, gram/cm3

DAFTAR PUSTAKA

Coppen, J.J.W., and Hone, G.A., 1995, “Non-wood forest products 2/ Gum Naval Stores:

Turpentine and Rosin from Pine Resin” , FAO, Rome.

Eggersdorfer, M, 1999, “An Ullmann‟s Encyclopedia-Industrial Organic Chemicals-Starting

Materials and Intermediates”, vol 8, Wyley-vch, Deutschland.

FWI, 2001, “Keadaan Hutan Indonesia”, Forest Watch Indonesia, Bogor.

Jajat, H dan Hansen, C.P., 2001, “Informasi Singkat Benih”, Indonesia Forest Seed Project,

Bandung.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

8

Landolt, H. and Bornstein, R., 1999, “ Vapor Pressure of Chemicals: Vapor Pressure and

Antoine Constant for Hydrocarbons, and Sulfur, Selenium, Tellurium, and Halogen

Containing Organic Compounds”, Springer Verlag, Heidelberg.

Langenheim, J. H., 2003, “Plant resins: chemistry, evolution, ecology, and ethnobotany”, pp.

306-325, Timber Press, Inc., Oregon.

Muller, F. M., and Lamparsky, D., 1994, “Perfumes: Art, Science, and Technology”, 4ed., 412,

Chapman and Hall, Glasgow.

Pocius, A. V, Dillard, D. A., and Chaudury, M. K., 2002, “The Mechanics of Adhesion”, p.

610, Elsevier Science B.V., Amsterdam.

Riegel, E. R. and Kent, J. A., 2003, “Riegel‟s Handbook of Industrial Chemistry”, 10 ed., p

237, Plenum Publishers, New York.

Santos,F.G., and Morgado, A.F., “Alfa-terpineol Production From Refined Sulphate

Turpentine”, 2nd

Mercosur Congress on Chemical Engineering.

Scheiwetzer, 1979, “Handbook of Separation Techniques for Chemical Engineers”, p. 186,

McGraw-Hill Book Company, Inc., New York.

Thompson, K. L., 2000, “Arizona Chemical: Converting Papermaking and Citrus Byproducts

to Performance Chemicals and Materials”, Savannah Technology Center, Savannah.

Treybal, R., E., 1984, Mass Transfer Operation, 3ed., pp. 342-460, McGraw-Hill International

Book Company, Tokyo.

Wiyono, B., Tachibana, S., and Tinambunan D., 2006, “Chemical Composition of Indonesian

Pinus Merkusii Turpentine Oils, Gum Oleoresins, and Rosins from Sumatra and Java”,

Pakistan Journal of Biological Sciences, 9, 7-14.

Zinkel, D. F. and Russel, J., 1989, “Naval Stores: Production, Chemistry, and Utilization”,

Pulp Chemicals Association, New York.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

9

FACILE HYDROTHERMAL SYNTHESIS OF VARIOUS NANOSTRUCTURED

TITANIA

Erni Astuti1, Yateman Arryanto

2, Indriana Kartini

1,2

1 Functional Coating Materials Research Division, Department of Chemistry, Universitas Gadjah Mada

2Department of Chemistry, Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

Different types of nanostructured TiO2 has been synthesized under hydrothermal condition at

180 °C for 18 hours. TiO2 P25 (Degussa) was used as titanium precursor with mixed solvent

of 10 M NaOH aqueous solution and glycerol. Various volume ratio of NaOH to glycerol

induced different nanostructure types. The volume ratios studied of NaOH:glycerol was 1:0,

2:1 ,1:1, and 1:2. The resulting white precipitates were washed with 0.1 M HCl and deionized

water several times until the filtrate pH was 7. Then, the precipitates were calcined at 350 °C

for 4 hours. X-Ray Diffraction (XRD) patterns show that all TiO2 contain anatase as the

dominant crystalline phase. The one resulted at solvent volume ratio 1:2 has the highest

crystalinity. The bandgap energy of the resulted TiO2 was around 2.73- 3.08 eV promising as

efficient photocatalyst with various nanostructures.

Keywords: nanostructured titania, glycerol, hydrothermal

INTRODUCTION

Titanium dioxide, TiO2, has been widely used in different applications because of its

specific properties, such as photocatalytic activity,photovoltaic effect, medium dielectric

permittivity, high chemical stability, and low toxicity. Photocatalytic and

photovoltaicproperties are influenced by surface area, crystallite size, phasecomposition,

nature and concentration of lattice defects, andimpurities (Gratzel, 2001). TiO2 exists in four

mineral forms (Gianluca et al., 2008), viz: anatase, rutile, brookite and titanium dioxide (B) or

TiO2(B). Anatase type TiO2 has a crystalline structure that corresponds to the tetragonal

system (with dipyramidal habit) and is used mainly as a photocatalyst under UV irradiation.

Rutile type TiO2 also has a tetragonal crystal structure (with prismatic habit). This type of

titania is mainly used as white pigment in paint. Brookite type TiO2 has an orthorhombic

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

10

crystalline structure. While, TiO2(B) is a monoclinic mineral and is a relatively newcomer to

the titania family.

Recently one dimensional nanostructured TiO2, such as nanotube and nanowire have

attracted intensive research interest because of their size and dimensionality-dependent,

physicochemical properties and potensial applications for solar cells/batteries, self-cleaning

coatings, electroluminescent hybrid devices, and photocatalysis (Armstrong et al., 2004).

Therefore, synthesis of one-dimensionalnanostructured TiO2is very important to

study.Considerable efforts have recently beenemphasised on exploring various synthetic

methods. In particular, it has been found that reaction between different TiO2precursors and

concentrated NaOH solution under moderate hydrothermal conditions isan effective approach

to prepare nanotubes and nanowiresbased on titania (Kolen et al., 2006 ; Lan et al.,

2005).Strategiesto control the structure and morphology are more concentrated on varying the

reaction temperature and reaction timeduring hydrothermal treatment. The effect of solvent, as

an important experimental parameter, has scarcely been controlled to result in nanostructures.

Therefore, in this study we aimed at evaluating the effect of volume ratio of NaOH and

glycerol (co-solvent) to the morphology and band gap of the resulted TiO2 under

hydrothermal condition.

MATERIAL AND METHOD

TiO2were synthesized bydispersing 0.67 gram of TiO2(P25 Degussa, which consists of

about 30% of rutile, 70% of anatase, has particle size of about 20 nm) ina 20 mL mixed

solvent of 10 M NaOH aqueous solution and glycerol. The method of TiO2 synthesis was

adapted from Wang et al. (2006), but at various volume ratios of mixed solvent. The volume

ratio of NaOH aqueous solution to theglycerol was 1:0, 2:1, 1:1 and 1:2. After stirring for 1

hour, the suspension were transferred into a Teflon-lined stainless-steelautoclave. The

autoclave was maintained at 180°C for 18 hours andthen cooled to room temperature

naturally. The resulted whiteprecipitate was washed with 0.1M HCl solution and deionized

water several times until the pHwas 7, and finally the precipitate was calcined at 350°C for 4

hours.

X-ray diffraction (XRD) analysis was performed usingXRD-6000 Shimadzu X-ray

diffractometer withmonochromatized Cu-Kα (1.54060 Å). The 2θ range used in the

measurements was from 5o to 70°. The bandgap energy was calculated from Specular-

Reflectancespectra of the TiO2 pellet scanned by UV-Visspectrophotometer (Pharmaspec).

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

11

RESULTS AND DISCUSSION

In this study, nanostructured TiO2was synthesized usinghydrothermalmethodby

controlling the reactionbetween the TiO2precursor powder and various ratio of mixed solvent

of 10 M NaOH aqueous solution and glycerol followed by acid washing and calcination

at350°C. Percent yields of the resulted powders are tabulated in Table 1. It is shown that

when the amount of glycerol increased, the yield decreased. This indicates that the solvent

ratios affect the rate of reactions involved in TiO2 production, particularly hydrolysis and

condensation. It can be seen that the formation of crystalline phases TiO2 was obstructed by

the presence of NaOH. Thus, amorphous phase is the prominent product. The presence of

large amount amorphous solids in the synthesis of metal oxide may contribute to the high

reaction yield.

Table 1. Properties of TiO2powders synthesized at various volume ratio of solvents

NaOH :

glycerol (v/v)

Powder

Yield

(%)

Crystalline

phase

Crystallite

size (nm),

D101

TChkl at highest

value

(> 1)

Eg (eV)

1 : 0 86.00 Amorphous N/A N/A 3.03

2 : 1 82.00 Anatase,

Amorphous

6.57 TC112 (2.45) 2.97

1 : 1 36.00 Anatase 24.88 TC004 (1.31) 2.73

1 : 2 28.35 Anatase 29.55 TC220 (1.99) and

TC004 (1.96)

3.08

Figure 1 shows the XRD patterns of the synthesized TiO2 powders. It can be seen that the

diffraction pattern shows amorphous feature at higher NaOH contents (Fig. 1 (a) and (b))

indicating that solvent system with less glycerol cannot fully achieve the anatase

crystallization. At only in NaOH as the reaction solvent, the formation of an amorphous phase

of titania is indicated by the presence of low intensity broad feature in the range of 2 of 10-

20o and 20

o to 30

o of the corresponding XRD pattern (Fig. 1(a)). The latter peak of this broad

feature shows the averaged distance of Ti atom to other Ti atom (radial distribution function)

of the amorphous titania, which is around 2.3 – 4.5 Å (Williams and Carter, 2006). Figure 1

also demonstrates that all diffraction patterns are dominated with anatase phase. Anatase

crystalinity increases when the amount of glycerol increases. The increasing crystallite size

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

12

(D101) of the synthesized TiO2 at higher content of glycerol (Table 1) also provides strong

indication for increasing crystalinity of anatase TiO2. Yan et al.(2010) reported a facile

ethanol induced hydrothermal synthesis of rutile TiO2 nanotubes without the need of molds or

templates for replication. The synthesis was carried out in ethanol/water solution using the

TiO2 particles with mixed anatase and rutile phase as precursor. The phase transformation

from anatase to rutile was promoted through the chelating role of ethanol to the TiO6

octahedra. They found that the water-ethanol ratio and the type of alcohol have important

influence on the shape and phase structure of the products. In our case, glycerol is predicted to

act similarly as ethanol. However, glycerol did not induce the rutile formation at the assigned

calcination temperature. It may be due to the presence of NaOH as the co-solvent.

Morphological structure of synthesized TiO2 can be predicted from their XRD patterns

by using textural coefficient (TC). Park et al. (2009) has employed the calculation for oriented

ZnO nanorod synthesis. The highest TC value can be an indicator of the product

morphology.Randomly oriented nanoparticles are characterized by TChkl around 1 (Park et al.,

2008). From Fig. 1(a) and (b), the TC cannot be determined since it contains amorphous

phase. TiO2 synthesized at higher glycerol content (Fig. 1(d)) is predicted to have a mixed

morphology of unordered orientation and oriented morphology because it has bimodalhigh TC

value at dhkl (220) and (004). Whereas, Fig. 1(c) has the highest TC value at dhkl

(004)indicating crystalline growth along c-axis, so presented oriented structure that will be

advantageous for device application such as solar cells. Wang et al. (2006) has obtained

nanotubes TiO2 synthesized at NaOH to glycerol volume ratio of 1:1. Polarity and

coordinating ability of a co-solvent may affect strongly on the reactivity behavior of the

reactant, thus influencing the morphology of the resulting products. The nanostructured of

TiO2 synthesized at volume ratio of NaOH to glycerol of 2:1 may display spherical

nanostructures due to its highest TC at dhkl of (112).

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

13

Figure 1 XRD patterns of the synthesized TiO2 at NaOH to glycerol ratios of: (a) 1:0, (b) 2:1,

(c) 1:1, (d) 1:2

(a) TiO2 NaOH:glycerol 1:0 (b) TiO2 NaOH:glycerol 2:1

(c) TiO2 NaOH:glycerol 1:1 (d) TiO2 NaOH:glycerol 1:2

Figure 2 Band gap energy (Eg) of the synthesized TiO2 powders at various solvent volume

ratios

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

14

Figure 2 shows the graphs function for calculating band gap energy from specular reflectance

data. It can be seen that the band gap varies with the solvent ratios. All synthesized TiO2

shows response at visible range of electromagnetic radiation, in the range of 402 to 454 nm.

TiO2 resulted from solvent ratio 1:1 which has predicted nanotube morphology has the highest

visible response. This results pave a way to prepare visible-responsif TiO2 photocatalyst by

using facile hydrothermal methode at various mixed solvent.

CONCLUSION

The synthesized TiO2powders prepared at various mixed solvent of NaOH and

glycerol contain anatase as the dominant crystalline phase. The one resulted at solvent volume

ratio 1:2 has the highest crystalinity and band gap similar as bulk rutile phase TiO2 with

predicted mixed nanostructure morphologies of nanotube and spherical nanoparticles. While,

the one synthesized at solvent volume ratio 1:1 displayed XRD pattern of predicted oriented

nanostructure of nanotube TiO2 with the narrowest band gap. The bandgap energy of the

resulted TiO2 was around 2.73- 3.08 eV promising as efficient visible-responsive

photocatalyst with various nanostructures.

ACKNOWLEDGMENTS

This work was financially supported by research grants from IFS Sweden (F/4089-2)

and Universitas Gadjah Mada under LPPM-UGM/1290/LIT/2013 of Undergraduate Research

Incentives (IPM) 2013.

REFERENCES

Armstrong, A.R.; Armstrong, G.; Canales, J.; Bruce, P.G., 2004, TiO2-B Nanowires,

Angew.Chem., Int. Ed. 43, 2286.

Gianluca, L.P., Bono, A., Krishnaiah, D., Collin, J.G., 2000, Preparation of titanium dioxide

photocatalyst loaded onto activated carbon support using chemical vapor

decomposition: a review paper, J. Hazard. Mater. 157 (2–3). 209–219.

Gratzel, 2001, Photoelectrochemical cells, Nature, 414, 338.

Kolen ´ ko, Y.V.; Kovnir, K.A.; Gavrilov, A.I.; Garshev, A.V.; Frantti, J.; Lebedev, O.I.;

Churagulov, B.R.; Van Tendeloo, G.; Yoshimura, M.J., 2006, Hydrothermal synthesis

and characterization of nanorods of various titanates and titanium dioxide, Phys.

Chem. B. 110, 4030.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

15

Lan, Y.; Gao, X.P.; Zhu, H.Y.; Zheng, Z.F.; Yan, T.Y.; Wu, F.; Ringer, S.P.; Song, D.Y.,

2005. Titanate nanotubes and nanorods prepared from rutile powder. Adv. Funct.

Mater. 15, 1310.

Park,J.H., Lee, T.W., Kang, M.G., 2008,Growth, detachment and transfer of highly-ordered

TiO2 nanotube arrays: use in dye-sensitized solar cells, Chem. Commun., 2867-2869.

Park, J.H., Muralidharan, P., and Kim, D.K., 2009, Solvothermally Grown ZnO Nanorod

Arrays on (101) and (002) Single-and Poly-Crystaline Zn Metal Substrates, Mater.

Lett., 63,1019-1022

Wang, Q., Wen, Z., Li, J., 2006, Solvent-controlled synthesis and electrochemical Lithium

storage of one-dimensional TiO2 nanostructures, Inorg. Chem., 45(17), 6944.

Williams, D.B., Carter, C.B., 1996, Transmission Electron Microscopy: A Textbook for

Materials Science. New York: Plenum Press.

Yan, J., Feng, S, Lu, H., Wang, J., Zheng, J., Zhao, J., Li, L., Zhu, Z., 2010, Alcohol induced

liquid-phase synthesis of rutile titania nanotubes,Mater. Sci. Eng. B, 172(2),114.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

16

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

17

KOMANGLAWIT (KOMPOR BERBAHAN BAKAR CANGKANG KELAPA SAWIT)

SEBAGAI SOLUSI ALTERNATIF PENGGANTI KOMPOR MINYAK

Lestari Wevriandini

Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

Produksi minyak nabati berbahan dasar kelapa sawit menghasilkan limbah berupa cangkang

kelapa sawit. Limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti

minyak tanah. Naiknya harga BBM sejak tahun 2005 turut mengakibatkan naiknya harga

minyak tanah. Meskipun pemerintah telah membuat kebijakan konversi minyak tanah ke gas,

sebagian masyarakat pedesaan masih enggan menggunakan gas karena belum terbiasa dan

kekhawatiran dari aspek keamanan. Komanglawit (Kompor berbahan bakar cangkang kelapa

sawit) merupakan inovasi untuk memanfaatkan cangkang kelapa sawit sebagai bahan bakar

alternatif. Komanglawit didesain dengan sirkulasi udara yang baik sehingga menghasilkan

nyala api yang berkualitas baik. mempengaruhi nyala api yang dihasilkan. Hasil pengujian

menunjukkan penggunaan Komanglawit lebih efisien dibanding kompor minyak. Untuk

memanskan empat liter air dengan Komanglawit dibutuhkan waktu 13 menit 47 detik,

sementara dengan kompor minyak dibuthkan 24 menit 25 detik.Jenis penelitian yang

digunakan merupakan jenis penelitian hipotesis masalah dalam masyarakat dengan

menggunakan metode eksplorasi yang mana dilakukan alternatif penyelesain masalah terkait

dengan limbah kelapa sawit dengan hubungannya dengan kelangkaan dan kenaikan bahan

bakar minyak. Selanjutnya dilakukan desain dan modifikasi kompor sedemikian rupa agar

daya guna kompor semakin banyak.

Keywords : cangkang kelapa sawit, limbah kelapa sawit, bahan bakar alternatif

PENDAHULUAN

Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sejak Oktober 2005 memberikan efek

yang besar bagi masyarakat kalangan bawah. Kenaikan harga minyak mulai dari minyak

tanah, bensin dan solar sangat membebani masyarakat miskin, kenaikan harga BBM juga

mengakibatkan berbagai harga barang kebutuhan pokok lainnya ikut naik (Anonim, 2012).

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

18

Kenaikan Bahan Bakar Minyak ini membuat berbagai kalangan mencari berbagai alternatif

pengganti Bahan Bakar Minyak salah satunya limbah cangkang dari tanaman kelapa sawit.

Kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq) adalah komoditas penghasil minyak utama di

Indonesia. Banyaknya lahan kelapa sawit di Indonesia seluas 6,7 juta hektar pada 2007,

menjadi 7,4 juta hektar pada 2008 dan tahun ini mencapai 8,2 hektar. Saat ini, produksi kelapa

sawit mencapai 25 ton per tahun (Kurniati, 2008). Hal tersebut menyebabkan banyaknya

produksi kelapa sawit yang menghasilkan banyak limbah yang salah satunya adalah limbah

cangkang kelapa sawit. Limbah cangkang kelapa sawit kurang dapat dimanfaatkan secara

optimal apabila penggunaannya kurang tepat. Salah satu cara untuk memanfaatkan limbah

cangkang tersebut adalah dengan membuatnya menjadi salah satu bahan bakar alternatif. Agar

hasil yang didapat lebih optimal, maka diperlukan sebuah kompor khusus yang menggunakan

limbah cangkang kelapa sawit sebagai bahan bakarnya. Dengan dibuatnya KOMANGLAWIT

(kompor khusus berbahan bakar cangkang kelapa sawit) diharapkan dapat meminimalisasi

penggunaan bahan bakar minyak untuk kebutuhan memasak rumah tangga sehari-hari dan

juga memaksimalkan daya guna limbah cangkang kelapa sawit, sehingga dapat mengurangi

pencemaran lingkungan akibat kurangnya pengolahan limbah.

MATERI DAN METODE

Pembuatan KOMANGLAWIT ditujukan sebagai upaya pengelolaan limbah kelapa

sawit, khususnya cangkang kelapa sawit terutama oleh masyarakat di sekitar perkebunan,

perusahaan atau pabrik kelapa sawit. Pelaksanaan program ini menggunakan metode

eksplorasi, yaitu dengan dilakukan penyelidikan ataupun pencarian mengenai pembuatan dan

desain kompor yang paling tepat berbahan bakar cangkang kelapa sawit. Pelaksanaan

memakan waktu lima bulan dimana metode eksplorasi yang digunakan dibagi menjadi 2

tahap, yaitu tahap persiapan dan pelaksanaan sebagai berikut;

1. Pada tahap persiapan dilakukan koordinasi anggota untuk pembagian tugas dalam

pembelian alat dan bahan serta strategi yang dapat dilakukan agar kegiatan dapat berjalan

dengan baik. Setelah dilakukan koordinasi, dilakukan survei tenaga ahli yang akan

membantu pelaksanaan pembuatan KOMANGLAWIT. Selain koordinasi dan survei

tenaga ahli, dilakukan pengadaan alat dan bahan yang diperlukan, seperti limbah cangkang

kelapa sawit akan didapat melalui salah satu masyarakat yang bekerja di perkebunan

kelapa sawit di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, plat besi ketebalan

3mm; pipa besi dan lain-lain.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

19

2. Pada tahap pelaksanaan dilakukan perakitan hingga pembuatan KOMANGLAWIT. Tahap

pelaksanaan akan dilakukan di Dusun Sembungan, Desa Bangun Jiwo, Bantul, Yogyakarta.

Tahap ini dimulai dengan desain ulang KOMANGLAWIT dengan tenaga ahli yang akan

menjadi dasar pembuatan KOMANGLAWIT, kemudian pembuatan kerangka

KOMANGLAWIT, dilanjutkan pemasangan kerangka, pengujian awal KOMANGLAWIT

(nyala api), pembuatan prototype, pengujian akhir kompor (perbandingan dengan kompor

minyak) dan tahap pengecatan (finalisasi). Berikut adalah diagram alir tahap pelaksanaan

progrram pembuatan KOMANGLAWIT;

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kenaikan harga BBM memberikan dampak meningkatnya harga bahan-bahan pokok.

Dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak maka masyarakat berupaya

mencari berbagai solusi alternatif untuk menanggulangi masalah kenaikan harga tersebut

dengan bahan bakar alternatif. Salah satu sumber bahan bakar alternatif yang mulai banyak

digunakan adalah biomassa, salah satunya limbah dari perkebunan kelapa sawit. Menurut Ma

etal. (2004), produk samping dari pengolahan kelapa sawit adalah cangkang sawit yang

asalnya dari tempurung kelapa sawit. Cangkang sawit merupakan bagian paling keras pada

komponen yang terdapat pada kelapa sawit. Saat ini pemanfaatan cangkang sawit di berbagai

industri pengolahan minyak CPO belum begitu maksimal. Peningkatan Nilai Tambah dari

Limbah Kelapa Sawit dimana cangkang kelapa sawit merupakan salah satu limbah dari

pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 30% dari produksi

minyak. Senyawanya terdiri dari konstituen selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kelebihan dari

cangkang sawit dibandingkan batubara adalah cangkang sawit lebih ramah bagi lingkungan

dan orang sekitar. Unsur batubara mengandung sulfur dan nitrogen sehingga pembuangan uap

dari boiler akan mengganggu kesehatan masyarakat. Cangkang sawit merupakan bagian

paling keras pada komponen yang terdapat pada kelapa sawit. Dalam hasil penelitian, besar

kalori cangkang kelapa sawit mencapai 20000 KJ/Kg. Saat ini pemanfaatan cangkang sawit di

berbagai industri pengolahan minyak CPO masih belum dipergunakan sepenuhnya, sehingga

masih meninggalkan residu, yang akhirnya cangkang ini dijual mentah ke pasaran. Apabila

dibandingkan dengan tempurung kelapa biasa, cangkang kelapa sawit memiliki banyak

kemiripan. Perbedaan yang mencolok yaitu pada kadar abu yang biasanya mempengaruhi

kualitas produk yang dihasilkan oleh cangkang kelapa sawit.

KOMANGLAWIT merupakan kompor yang bahan bakarnya menggunakan limbah

kelapa sawit, yaitu cangkang kelapa sawit. Seperti telah dijelaskan sebelumnya cangkang

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

20

kelapa sawit memiliki potensi sumber energi yang cukup banyak termasuk gas atau asap yang

dihasilkan yang ramah lingkungan. Arang yang terbuat dari cangkang sawit selain memiliki

nilai kalori yang tinggi, juga mengandung sulfur dan abu rendah Gas CO2 yang dihasilkan

dari pembakaran arang dan bukan termasuk kategori Gas Rumah Kaca (GRK). Pembuatan

kompor yang berbahan bakar cangkang kelapa sawit memiliki banyak keunggulan, selain

memanfaatkan limbah, energi yang dibutuhkan pada proses persiapan hingga pembakaran

cangkang lebih sedikit dibandingkan jika cangkang dibuat menjadi briket terlebih dahulu.

Pelaksanaan program pembuatan KOMANGLAWIT diawali dengan desain kompor

yang sebenarnya dasar pembuatan desain menyerupai kompor tungku dari tanah liat yang

telah banyak digunakan oleh masyarakat, namun pada desain KOMANGLAWIT mengalami

berbagai tambahan agar kompor yang dihasilkan memiliki nilai tambah (unggul) dibanding

kompor lain. Hasil yang dicapai selama kurang lebih lima bulan pelaksanaan adalah telah

dibuat sebuah kompor berbahan bakar alternatif yaitu cangkang kelapa sawit dengan bahan

dasar plat besi ketebalan 3 mm. Plat besi yang digunakan bertujuan menambah ketahanan

kompor terhadap panas yang akan dihasilkan oleh bahan bakar. Selain itu, dibuat beberapa

lubang pada bagian pipa besi dan dinding kompor yang bertujuan mengatur sirkulasi udara

(Gambar.1) yang akan berpengaruh terhadap nyala api.

Gambar.1. Sirkulasi udara di dalam KOMANGLAWIT

Desain KOMANGLAWIT awal berbeda dengan desain acuan pada saat pembuatan

karena selain metode yang digunakan adalah metode eksplorasi, pergantian desain

(modifikasi) dilakukan bertujuan untuk menambah kegunaan dari KOMANGLAWIT. Adapun

beberapa modifikasi yang dilakukan, antara lain penambahan lubang sirkulasi udara

(Gambar.1), dudukan panci fleksibel yang bisa diatur sesuai dengan ukuran panci, pegangan

kompor sehingga kompor bisa dibawa/dipindahkan dengan mudah, terdapat tempat khusus

abu yang dapat menampung abu hasil pembakaran, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pupuk

dan lain-lain. Modifikasi yang dilakukan seperti yang telah disebutkan secara teknis memakan

waktu yang paling lama dibanding dengan tahapan yang lain. Hal ini dilakukan karena tujuan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

21

utama dari program adalah membuat sebuah kompor, sehingga dalam hal pengujian dan

lainnya hanya dijadikan sebagai nilai tambah pelaksanaan program yang bisa dikembangkan

kedepannya. Berikut adalah desain awal dan setelah modifikasi KOMANGLAWIT;

Gambar 2. Desain awal KOMANGLAWIT sebelum modifikasi

Gambar 3. Desain KOMANGLAWIT setelah modifikasi

Setelah desain dilakukan maka dilakukan uji coba KOMANGLAWIT untuk melihat

nyala api yang dihasilkan dan efisiensi kompor bila dibandingkan dengan kompor berbahan

bakar minyak. Nyala api yang dihasilkan pada KOMANGLAWIT belum menghasilkan api

biru yang dimungkinkan cangkang sawit masih dalam kondisi lembab dan masih terdapat

campuran sersah tanaman lain yang menempel pada cangkang. Selain uji coba nyala api

dilakukan juga uji coba untuk membandingkan efisiensi KOMANGLAWIT dalam memasak.

Hasil yang didapatkan dari uji coba, yaitu KOMANGLAWIT dapat memanaskan air hingga

mendidih (100° C) selama 13 menit 47 detik dengan keadaan bahan bakar cangkang

memenuhi kompor (tempat bahan bakar). Sedangkan, pada kompor berbahan bakar minyak

dengan nyala api sedang dapat memanaskan air hingga mendidih (100° C) selama 24 menit

25 detik. Hal ini dapat membuktikan bahwa efisiensi KOMANGLAWIT dalam memasak

cukup baik. Hasil yang cukup baik dilanjutkan dengan pembuatan prototype (Gambar

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

22

4.)KOMANGLAWIT yang bertujuan agar dapat lebih mudah dilihat desainnya serta

mengenalkan KOMANGLAWIT pada masyarakat.

Gambar 4. Desain 3D KOMANGLAWIT dan prototype KOMANGLAWIT

Kompor berbahan bakar alternatif terutama limbah sawit telah mulai banyak

dikembangkan, contohnya kompor Gasifikasi PP-Plus yang dusung oleh Joel, dkk (2012)

yang berbahan bakar limbah sawit baik tandan kosong kelapa sawit maupun cangkang kelapa

sawit. Penelitian yang dilakukan memiliki keakuratan yang cukup tinggi dimana dilakukan

secara mendetail ukuran cangkang, berat cangkang hingga densitas cangkang sehingga dapat

diukur nyala api yang benar-benar akurat. Menurut Joel, dkk (2012), cangkang sawit yang

akan digunakan divariasikan dengan ukuran <0.5 cm dan 0.5-1 cm. Cangkang dengan ukuran

<0.5 cm menghasilkan densitas unggun sekitar 0.4 gram/cm3. Kedepannya akan terus

dilakukan pengembangan terhadap KOMANGLAWIT dan peningkatan keakuratan penelitian,

sehingga akan menambah keunggulan dari KOMANGLAWIT dan meningkatkan minat

masyarakat untuk menggunakan KOMANGLAWIT. Hal utama yang ingin dilakukan kedepan

adalah uji coba nyala api hingga dihasilkan api yang bewarna biru, sehingga pembakaran

cangkang di dalam kompor terjadi dengan sempurna yang akan semakin meminimalisir gas

berbahaya yang dihasilkan selama proses pembakaran. Nyala api biru akan sangat mungkin

dicapai berdasarkan penelitian Nurhuda (2011) salah satu dosen jurusan FMIPA Universitas

Brawijaya menerangkan bahwa kelebihan kompor yang berbahan bakar cangkang kelapa

sawit adalah menerapkan empat teknologi, yakni pre-heating, counter flow, diffuse

combustion dan regulation. Dengan harga terjangkau, kompor berbahan bakar cangkang

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

23

kelapa sawit memiliki kelebihan diantaranya tidak berasap, efisiensi hingga 40-50% serta

nyala api yang lebih biru dan bersih. Cangkang kelapa sawit memberikan nyala api lebih biru

dan bersih dibanding bahan bakar lain seperti kayu dan seresah daun.

KESIMPULAN

Cangkang kelapa sawit merupakan limbah yang cukup berpotensi untuk dijadikan

sumber energi alternatif bahan bakar minyak. KOMANGLAWIT merupakan salah satu alat

berupa kompor yang dapat memaksimalkan penggunaan limbah cangkang kelapa sawit.

KOMANGLAWIT memiliki beberapa keunggulan, diantaranya efisien dalam penggunaan

bahan bakar minyak dan waktu, mudah dibawa dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Anoim. 2012. Proyeksi Dampak Kenaikan BBM April 2012.

<http://politik.kompasiana.com/2012/03/12/proyeksi-dampak-kenaikan-bbm-april-

2012/>.Diakses tanggal 15 Oktober 2012.

Azharuddin. 2009. Kompor Bahan Bakar Batok Kelapa. Jurnal Politeknik Negeri Sriwijaya,

Palembang

Bunie, I. S. 2012. Cangkang Diburu Banyak Negara.

<http://www.infosawit.com/index.php?option=com_content&view=article&id=148:ca

ngkang-diburu-banyak-negara&catid=52:tren-komoditas>. Diakses tanggal 13

Oktober 2012.

Fauzi,A. P., M. Salleh, M. Shahwahid, A. Rahim, N. A. Noor dan A.G.M. Farid. 2002. Cost

of Harvesting Operations in Compliance with ITTO Guidelines, In N. Abdul Rahim

(ed.) : A model projectfor cost analysis to achieve sustainable forest management 2 :

63-84.

Husin, Andriarti Amir. 2006. Pemanfaatan Limbah untuk Bahan Bangunan. Departemen

Pekerjaan Umum, Bandung.

Joel, S.M., Zulfansyah dan M. I. Fermi. 2012. Kinerja Kompor Gasifikasi PP-Plus Berbahan

Bakar Limbah Sawit. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia dan Musyawarah

Nasional APTEKINDO. Universitas Indonesia, Jakarta.

Kuncoro, H. dan L. Damanik. 2005. Kompor Briket Batubara. Penebar Swadaya, Jakarta.

Kurniati, E. 2008. Pemanfaatan cangkang kelapa sawit sebagai arang aktif. Jurnal Penelitian

Ilmu Teknik VIII 2 : 96-103.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

24

Reksohadiprodjo. 1998. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi edisi kedua. BPFE,

Yogyakarta.

Sopian, T. 2011. Potensi Alternatif Energi Pengganti BBM.

<http://www.alpensteel.com/article/56-110-energi-sampah--pltsa/2582--potensi-

alternatif-energi-pengganti-bbm>. Diakses tanggal 28 Juli 2013.

Suryo, W.P dan R. Armando. 2009. Membuat Kompor tanpa BBM. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Walker, L. P. 2008. Invited participant in the joint workshop of the U.S. Dept. of

Energy/Office of Science and the U.S. Dept. of Agriculture, “Sustainability of Biofuels.

State of the Science and Future Directions, Bethesda, MD.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

25

„ANIMAL WASTE INTEGRATED PROCESSING SYSTEM‟ (ANIWASIN PROSYS):

ENERGI RAMAH LINGKUNGAN DALAM UPAYA PENINGKATAN

PENDAPATAN PETERNAK DUSUN KALIPUCANG, KASIHAN-BANTUL,

YOGYAKARTA

M. Faisol Amir1, Ershalat Tahta Nabhanudin

2, Dwi Abdul Mufi

2

1 Jurusan Pengembangan Sosial dan Kesejahteraan, FISIPOL UGM

2 Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

Industri peternakan menyumbang 18 persen gas efek rumah kaca (PBB, 2008). Komponen gas

buangan yang dihasilkan berupa karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitro oksida

(N2O). Prosentase tersebut lebih besar dibandingkan gas rumah kaca yang dihasilkan dari

seluruh moda transportasi di dunia yaitu 13,5 persen. Sementara itu,penggunaan lahan dunia

tidak proporsional. 15 juta km2 lahan pertanian untuk pangan, sedangkan 30 juta km

2 untuk

ternak (FAO, 2011). Gas metana (CH4) dari produk feses ternak memiliki dampak 21 kali

lebih tinggi dibandingkan gas kabondioksida (CO2) dalam menimbulkan pemanasan global

(Wahyuni, 2011). Penanganan limbah yang biasa dilakukan oleh petani dan peternak adalah

dengan menampung di kolam terbuka, sehingga proses fermentasi aerobik dan degradasi

sennyawa organik berlangsung sangat lambat (Kinney, 1962).Animal Waste Integrated

Processing System (Aniwasin Prosys) merupakan program untuk meningkatkan pendapatan

peternak dengan memanfaatkan limbah peternakan dan mengurangi dampak gas metanyang

dapat menimbulkan global warming.Limbah organik peternakan diolah menjadi energi

terbarukan (biogas dan listrik), pupuk organik, dan media ternak cacing.Prosesnya, feses

diolah menjadi biogas, kemudian limbah biogas dimanfaatkan sebagai media ternak cacing.

Pihak yang terkait untuk membantu mengimplementasikan program ini di antaranya peternak,

akademis, dan pemerintah. Hasil yang diharapkan dari program ini yaitu meningkatkan

produktivitas peternakan, meningkatkan pendapatan peternak, dan mengurangi penyebab

terjadinya global warming dari limbah peternakan.

Keywords : Aniwasin, Prosys, Alternatif, Peningkatan, Peternak

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

26

PENDAHULUAN

Kalipucang merupakan salah satu dukuh dari 19 dukuh yang terdapat di Bangunjiwo,

Kecamatan Kasihan, Bantul. Dukuh ini berjarak sekitar 50 kilometer dari Kota Yogyakarta

atau sekitar 45 menit perjalanan jika menggunakan kendaraan bermotor.Dukuh ini dikenal

sebagai salah satu dukuh pengerajin gerabah.Banyak di antara masyarakatnya yang membuat

gerabah, baik sebagai pemilik kerajinan gerabah atau sebagai buruh pengrajin gerabah.

Meskipun demikian, bertani dan beternak masih menjadi mata pencaharian warga. Di

Kalipucang sendiri telah terbentuk kelompok ternak sapi yang diberi nama „Andini Makmur‟.

Dari 40 kandang yang ada, sapi yang diternakkan beragam jenisnya, di antarnaya sapi jenis

PO, angus, simpo, dan limpo. Usia sapi dewasa di kelompok ternak rata-rata ini 2,5 tahun.

Ternak sapi tersebut berfungsi sebagai tabungan bagi pemiliknya.

Setiap harinya seekor sapi bisa menghasilkan limbah feses sebanyak 29 kilogram

untuk sapi potong dan 50 kilogram untuk sapi perah (Wahyuni, 2009). Jenis sapi yang

diternakkan rata-rata adalah sapi potong. Jika dilkalkulasikan, setiap hari peternakan tersebut

mampu menghasilkan limbah feses mencapai 1.160 kilogram. Laporan Perserikatan Bangsa-

Bangsa berjudul Livestock‟s Long Shadow yang disusul Kick the Habit pada tahun 2008

menyebut industri peternakan menyumbang 18 persen gas efek rumah kaca. Komponen gas

buangan yang dihasilkan berupa karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitro oksida

(N2O). Hal ini jauh lebih besar dibandingkan sumbangan gas rumah kaca (karbondioksida)

dari seluruh moda transportasi di dunia yang „hanya‟ 13,5 persen. Feses sapi merupakan

produk utama penghasil gas metan (CH4), karbondioksida (CO2), dsb. Feses sapi memiliki

rasio C/N yang cukup tinggi, yaitu 24. Rasio C/N yang tinggi tersebut menyebabkan limbah

ternak sapi sangat potensial untuk diolah sebagai sumber energi alternatif.

Potensi lembah ternak sapi kelompok ternak Andini Makmur selama ini belum digunakan

secara maksimal. Peternak biasanya hanya menggunakannya langsung sebagai pupuk untuk

lahan pertanian. Belum ada pengelolaan limbah ternak secara terpadu. Melihat potensi limbah

ternak tersebut, diperlukan pengelolaan limbah ternak secara terpadu dari hulu ke hilir untuk

memberikan nilai tambah terhadap limbah ternak. Salah satualternatif potensial untuk

dikembangkan adalah pengelolaan biogas. Selanjutnya, limbah biogas tersebut dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk cair dan padat, penghasil tenaga listrik, serta

sebagai media ternak cacing. Pengelolaan limbah peternakan ini menjadi bagian dari usaha

untuk meningkatkan pendapatan petani dan peternak dengan sistem pertanian yang

berwawasan ekologis, ekonomis dan berkesinambungan. Sistem ini sering juga

disebut sustainable mix farming atau mix farming. Sistem mix-Farming, diarahkan pada upaya

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

27

memperpanjang siklus biologis dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian

dan peternakan atau hasil ikutannya, di mana setiap mata rantai siklus menghasilkan produk

baru yang memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga dengan sistem ini diharapkan dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat kalipucang.

METODE

Penulisan karya tulis ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif melalui studi

literatur dan observasi lapangan. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data primer

dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi lapangan dan wawancara. Sementara,

data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari berbagai penelitian yang berkaitan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Senyawa organik berlangsung sangat lambat (Kinney, 1962). Hal ini jelas kurang

sedap untuk di pandang dan berbau busuk yang menyengat hidung (terutama pada musim

hujan), dan dapat menjadi sumber polutan utama yang dianggap sebagai permasalahan sosial

(Widarto, 1995). Lebih-lebih bila limbah tersebut di buang ke sungai tentu akan mencemarkan

air sungai yang sangat berbahaya bagi masyarakat pengguna air sungai untuk keperluan

sehari-hari. Walaupun perairan secara alamiah memiliki daya purifikasi tersendiri yang

mampu mengubah bahan-bahan organik tersebut akan terurai atau menjadi hancur, tetapi jika

pencemarannya terlalu tinggi tentu akan sangat membahayakan dan dapat mengganggu

kesehatan masyarakat sekitar (Widarto, 1995). Pada awalnya populasi bakteri pengurai limbah

tersebut jumlahnya cukup besar sejalan dengan meningkatnya polutan, akan tetapi pada suatu

tingkatan tertentu cenderung menurunkan aktivitasnya sejalan dengan semakin terbatasnya

oksigen (O2) yang tersedia dalam perairan tersebut. Hal yang terjadi selanjutnya adalah

timbulnya gas beracun yang berasal dari feses ternak dan dari proses pembusukannya.

Beberapa gas dan senyawa kimia pada feses yang dalam jumlah tertentu akan mengganggu

kesehatan antara lain H2S, metan (CH4), gas-gas lain, amina, merkaptan, sulfida, dan disulfida

(Suryanta, 1995).

Limbah peternakan yang berupa feses memerlukan penanganan secara khusus.

sehingga perlu adanya sistem pengolahan limbah peternakan secara keseluruhan dan

terintegrasi. Program Animal Waste Integrated Processing System (Aniwasin Prosys) adalah

program yang dilakukan dengan mengintegrasikan pemanfaatan feses yang dibuat menjadi

biogas, kemudian limbah biogas dimanfaatkan menjadi media ternak cacing.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

28

Penanganan Lembah Peternakan

Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak

tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain

(unidentified subtances). Limbah tersebut dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak,

pupuk organik, energi dan media pelbagai tujuan (Sihombing, 2002).

a. Pemanfaatan Untuk Gasbio

Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan

memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu bentuk

pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai bahan

masukan untuk menghasilkan bahan bakar gasbio. Kotoran ternak ruminansia sangat baik

untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Ternak ruminansia mempunyai

sistem pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem

pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau

hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi

mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh

bahwa tinja sapi mengandung 22.59 persen sellulosa, 18.32 persen hemi-sellulosa, 10.20

persen lignin, 34.72 persen total karbon organik, 1.26 persen total nitrogen, 27.56:1 ratio

C:N, 0.73 persen P, dan 0.68 persen K .

Gasbio adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan

hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob. Gas yang dominan adalah gas

metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2) (Simamora, 1989). Gasbio memiliki nilai

kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas metan murni (100

persen) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3. Produksi gasbio sebanyak 1275-4318 I dapat

digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan mejalankan lemari es untuk

keluarga yang berjumlah lima orang per hari.

Pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob yang meliputi

tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada tahap

hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan

organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi

bentuk monomer. Pada tahap pengasaman, komponen monomer (gula sederhana) yang

terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk

asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat,

propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan

amoniak.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

29

Model pemroses gasbio yang banyak digunakan adalah model yang dikenal

sebagai fixed-dome. Model ini banyak digunakan karena usia pakainya yang lama dan

daya tampungnya yang cukup besar, meskipun biaya pembuatannya juga cukup besar.

Untuk mengatasi mahalnya pembangunan pemroses biogas dengan model fixed-

dome, sebuah perusahaan di Jawa Tengah bekerja sama dengan Balai Pengkajian dan

Penerapan Teknolgi Ungaran mengembangkan model yang lebih kecil untuk 4-5 ekor

ternak, yang siap pakai dan lebih murah karena berbahan plastik yang dipendam di dalam

tanah.

Di pedesaan, gasbio dapat digunakan untuk keperluan penerangan dan memasak

sehingga dapat mengurangi ketergantungan kepada minyak tanah ataupun listrik dan kayu

bakar. Bahkan jika dimodifikasi dengan peralatan yang memadai, biogas juga dapat untuk

menggerakkan mesin.

b. Pemanfaatan Untuk Pakan dan Media Ternak Cacing Tanah

Sebagai pakan ternak, limbah ternak kaya akan nutrien seperti protein, lemak

BETN, vitamin, mineral, mikroba dan zat lainnya. Ternak membutuhkan sekitar 46 zat

makanan esensial agar dapat hidup sehat. Limbah feses mengandung 77 zat atau senyawa,

namun di dalamnya terdapat senyawa toksik untuk ternak. Untuk itu, pemanfaatan limbah

ternak sebagai makanan ternak memerlukan pengolahan lebih lanjut. Tinja ruminansia

juga telah banyak diteliti sebagai bahan pakan termasuk penelitian limbah ternak yang

difermentasi secara anaerob.

Penggunaan feses sapi untuk media hidupnya cacing tanah telah diteliti

menghasilkan biomassa tertinggi dibandingkan campuran feces yang ditambah bahan

organik lain, seperti feses 50 persen + jerami padi 50 persen, feses 50 persen + limbah

organik pasar 50 persen, maupun feses 50 persen + isi rumen 50 persen (Farida, 2000).

c. Pemanfaatan Sebagai Pupuk Organik

Kotoran ternak juga banyak dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Penggunaan

pupuk kandang (manure) selain dapat meningkatkan unsur hara pada tanah juga dapat

meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah dan memperbaiki struktur tanah

tersebut.Kandungan Nitrogen, Posphat, dan Kalium sebagai unsur makro yang diperlukan

tanaman tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 1. Kadar N, P dan K dalam Pupuk Kandang dari Beberapa Jenis Ternak

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

30

Jenis Pupuk

Kandang

Kandungan ( persen)

N P2O5 K2O

Kotoran Sapi

Kotoran Kuda

Kotoran Kambing

Kotoran Ayam

Kotoran Itik

0.6

0.4

0.5

1.6

1.0

0.3

0.3

0.3

0.5

1.4

0.1

0.3

0.2

0.2

0.6

Sumber: Nurhasanah, Widodo, Asari, dan Rahmarestia (2006)

Kotoran ternak dapat juga dicampur dengan bahan organik lain untuk

mempercepat proses pengomposan serta untuk meningkatkan kualitas kompos.

d. Pemanfaatan Lainnya

Selain dimanfaatkan untuk pupuk, bahan pakan, atau gasbio, kotoran ternak juga

dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan mengubahnya menjadi briket dan

kemudian dijemur atau dikeringkan. Briket ini telah dipraktikkan di India dan dapat

mengurangi kebutuhan akan kayu bakar. Pemanfaatan lain adalah penggunaan urin dari

ternak untuk campuran dalam pembuatan pupuk cair maupun penggunaan lainnya.

Peningkatan Pendapatan Peternak

Melalui pemanfaatan limbah peternakan yang terintegrasi, pternak diharapkan mampu

meningkatkan nilai jual limbah yang selama ini kurang dimanfaatkan. Peningkatan nilai jual

limbah peternakan yang seperti dijelaskan di atas merupakan role model paling ideal yang

bisa diterapkan. Melalui Aniwasin Prosys, nilai tambah limbah mampu memberikan

kontribusi pendapatan yang cukup signifikan bagi peternak, sehingga kesejahteraan peternak

dapat meningkat secara berkala.

KESIMPULAN

Limbah usaha peternakan berpeluang mencemari lingkungan jika tidak dimanfaatkan.

Dari komposisinya, kotoran ternak masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan, media

pertumbuhan cacing, pupuk organik, gas bio, dan briket energi. Pemanfaatan limbah ternak

akan mengurangi tingkat pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah, maupun udara.

Pemanfaatan tersebut juga menghasilkan nilai tambah yang bernilai ekonomis . Pengelolan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

31

limbah peternakan dengan menggunakan sistem pertanian yang berwawasan ekologis,

ekonomis dan berkesinambungan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Sistem ini juga

ramah lingkungan. Dengan demikian, permaslahan limbah peternakan dapat diatasi dengan

sisitem pengelolahan yang ramah lingkungan serta dapat menciptakan lingkungan yang

kondusif dan meningkatkan pendapatan peternak masyarakat kalipucang.

DAFTAR PUSTAKA

Farida E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik Lain

Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah Eisenia

foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB, Bogor.

Sofyadi Cahyan, 2003. Konsep Pembangunan Pertanian dan Peternakan Masa Depan. Badan

Litbang Departemen Pertanian. Bogor.

Sihombing D T H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat

Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor

Soehadji, 1992. Kebijakan Pemerintah dalam Industri Peternakan dan Penanganan Limbah

Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta.

Junus, Mohammad. 1987. Teknik Membuat dan Memanfaatkan Unit Gas Bio. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

32

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

33

“AISOC”ANIMAL INCUBATOR WITH AUTOMATICCOLOSTRUM SYSTEM

Dwi Kristanto1, Fivien Fidiyanti

2, Saprindo Harun Prabantara

3, Agus Wigiardi

4, Birrul

Qodriyyah5, Dr. drh. Irkham Widiyono

1

1Faculty of Veterinary Medicine Gadjah Mada University

2 Faculty of VocationalAnimal Health Sciences Gadjah Mada University

3Faculty of Engineering Gadjah Mada University

4Faculty of Sciences Gadjah Mada University

5Faculty of Medicine Gadjah Mada University

ABSTRACT

Bacground: The most problem that faced by Etawa farm is high rates of mortality in the pre-

weaning period (37,5%) which is the critical phases of growth in goats. These conditions

decreased the productivity of goats and making disadvantages in farm business. It can be

prevents by proper management that supported with adequate nutritional intake. So, it needs

an innovation of tools with special design “automatic colostrum” to avoid death in pre-

weaning period and increasing the goat productivity. Methods: Experimental design is using

in this research. Some literature supported with discussions with some veterinary and

engineering experts tool design, manufacture and test the effectiveness of the tool. Result: The

creation of specialized tools such as incubators for pre-weaning goat with colostrum

automated system. Consists of three main subsystems, there are temperature control, humidity

control, and automatic colostrum, supported with mechanical subsystems to create an

effective and efficient equipment in reducing the number of death in the pre-weaning phase.

Goats which getting a with AISOC have the resilience and better health conditions compared

with goats that do not get a treatment using AISOC. Conclutions: AISOC is an incubator with

nutrients control system especially in colostrum automated with temperature and humidity

control that supported in accordance with the needs of goats. This tool is equipped with

alarms to ensure the security and safety of goats. This tool is highly recommended for the

treatment of animals on large or small farms during pre-weaning phase to improve

productivity and reduce the risk of death in animals.

Keywords: Animal Incubator, automatic colostrum, AISOC, pre-weaning phase,

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

34

PENDAHULUAN

Kambing merupakan ruminansia dengan populasi terbesar di Indonesia yang

jumlahnya mencapai sekitar 17.905 (Direktorat Jendral Peternakan, 2013). Usaha ternak

kambing mempunyai peran yang sangat strategis dan prospek yang baik sebagai pemasok

protein hewani maupun sumber devisa. Namun demikian, usaha peternakan pada

kenyataannya masih menghadapi berbagai permasalahan. Salah satunya adalah tingginya

kematian kambing yang hampir seluruhnya (93,9%) terjadi pada periode pra sapih (Widiyono

cit Rangkuti, 2003).

Berdasarkan beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa kematian anak pra sapih pada

kambing lokal di Indonesia berkisar10-50% (Haryanto, 1997). Sutama et al. (1995)

melaporkan kematian anak kambing Peranakan Etawah (PE) periode pra-sapih pada

penelitiannya mencapai 37,5 %. Angka ini sebanding dengan laporan Setiadi dan Sitorus

(1984) yang menyatakan bahwa tingkat kematian anak kambing Peranakan Etawah (PE)

periode pra-sapih pada penelitiannya mencapai 34,2%. Hal ini juga sesuai dengan penelitian

Rook et al.(1990) yang menyebutkan bahwa pola kematian kambing meningkat pada usia pra

sapih.

Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kematian kambing usia pra sapih adalah

dengan memanajemen penyebab kematian tersebut. Ehrhardt(2013) research showthat

benchmarks for success vary according to production level and management sys-tem.

Penyebab kematian anak kambing pra-sapih diantaranya adalah induk kesulitan melahirkan

(dystocia), pengaruh iklim, sifat keindukan, faktor genetik, jumlah anak dilahirkan,

tatalaksana pemberian pakan, bobot lahir anak, perawatan dan infeksi penyakit (Widyaningsih

cit Puslitbangnak, 2000). Hasil penelitian Chniter et al. (2012) menunjukkan bahwa kambing

yang lahir kembar 3 dan kembar 4 memiliki ukuran berat badan, suhu rektal, serta kadar

plasma metabolit lebih rendah dibandingkan dengan kelahiran kembar 2 selama 3 hari

pertama sejak kelahiran, sehingga memperkecil peluang domba untuk dapat bertahan hidup.

Alexander on Simms (1971) reported that small lambs resulting from twin births, or single

births from ewes receiving a sub-standard gestation ration exhibited a more pronounced

postnatal temperature decrease than individuals of heavier birth weights. Consequently

the level of heat losses in twins, which had lower birth weight, would be higher because of the

presumably larger body surface (Mullerand McCutcheon, 1991).

Permasalahan yang ada hingga saat ini adalah belum ditemukanan alat kedokteran hewan

yang dapat membantu mengatasi permasalahan tersebut. Perawatan yang dilakukan hingga

saat ini masih menggunakan cara konvensional dengan memanipulasi suhu dan keadaan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

35

lingkungan sebagai upaya untuk mencegah kematian kambing. Although, animal production

is not related to a single trait or characteristic, but includes adaptation to the environment,

disease and parasite resistance, nutritional parameters, production and body indices as well

as reproductive traits, among others (Manus, 2011).

Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan alat dengan desain khusus berupa Animal

Incubator With Automatic Colostrum System yang diharapkan dapat menjadi solusi bagi dunia

kedokteran hewan maupun peternak kambing dalam menekan angka kematian kambing,

sehingga peternak terhindar dari kerugian dan dapat meningkatkan pendapatan dari usaha

ternaknya.

MATERI DAN METODE

Pengujian alat yang dilakukan meliputi uji mekanik dan uji fungsional elektronis

hardware alat. Uji mekanik dilakukan untuk mengetahui tingkat ketahanan alat dalam

menahan beban, sedangkan uji fungsional alat dilakukan untuk mengetahui efektifitas kinerja

fungsional alat dalam mengatur kelembaban dan suhu pada ruang inkubator AISOC.

Pengujian dilakukan selama tiga hari, yaitu pada tanggal 29, 30, dan 31 Juli 2013. Alat ukur

yang digunakan dalam pengujian meliputi termometer ruangan, termohigro (humidity

measurement), serta jangka sorong untuk mengukur kelengkungan plat terhadap tahanan

beban.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Alat

Melalui perancangan alat, sistem inkubator akan didesain dengan dua sistem kategori

besar. Kategori pertama adalah sistem mekanik dan kategori kedua meliputi sistem hardware

elektronik serta program kendali.

Sistem Mekanik

Kategori sistem mekanik akan dibangun dengan tiga subsistem yang meliputi subsistem

pemilihan bahan, subsistem pengerjaan, dan subsistem kerja.

1. Pemilihan bahan

Setelah mempertimbangkan beberapa variabel meliputi: kemampuan menahan berat beban

dan pergerakan anak kambing, ketahanan terhadap kondisi di dalam inkubator (suhu dan

kelembaban), serta daya tahan terhadap keasaman yang ditimbulkan dari air seni maupun

kotoran kambing, maka bahan yang dipilih adalah besi. Pemilihan besi sebagai alternatif

bahan dikarenakan besi memiliki kekuatan yang mampu menopang beban dinamis dari anak

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

36

kambing serta pengerjaan besi cenderung lebih mudah karena dapat dilakukan dengan

pengelasan. Besi terlebih dahulu dilapisi dengan meni (lapisan dasar sebelum pengecatan) dan

dicat untuk menghindarkan sifat korosif apabila terkena asam serta tidak membahayakan

kesehatan kambing yang berada di dalam inkubator.

2. Pengerjaan

Besi yang digunakan sebagai bahan dasar kerangka berukuran 3cmx3cm dan dikerjakan

dengan sistem pengelasan. Las dipilih sebagai metode dalam pengerjaan karena tingkat

kekuatannya bagus dan aman untuk menahan beban, serta pengerjaannya paling mudah

dibandingkan dengan sistem keling atau refet. Selain itu, las memiliki kelebihan berupa

tingkat presisi yang tinggi sehingga diharapkan hasil akhir kerangka sesuai dengan design

autodesk inventor pada software.

3. Sistem kerja

Mekanik inkubator dioperasionalkan menggunakan prinsip kerja manual dengan bagian

penting meliputi:(1)Ruang utama, yaitu ruang inkubasi tempat kambing diberikan perawatan

dan perlakuan khusus. Ukurannya130 cm (panjang), 75 cm (lebar), dan 100 cm (tinggi).

Ukuran dirancang cukup besar agar anak kambing dapat bergerak aktif serta berada dalam

posisi berdiri. Ruangan dibatasi enam sisi. Bagian depan, samping kanan, dan atas dari bahan

acrilic setebal 5 mm. Sementara bagian belakang, samping kanan, dan bawah dengan bahan

plat besi yang dicat setebal 0,5 mm; (2) Ruang A1 merupakan area kompartemen elektronis

yang terdiri dari tiga bagian utama. Pada area ini, terdapat pintu kecil dengan sistem membuka

ke samping untuk memudahkan akses pengguna pada area elektronis kompartemen;(3) Ruang

A2 merupakan ruang sistem pemisah urin serta kotoran kambing (padat dan cair) yang terdiri

dari: 1) Pintu yang merangkap fungsi sebagai bak penampung urin, dioperasionalkan dengan

ditarik untuk membuang dan membersihkan urin serta kotoran kambing; 2) Slorokan

berfungsi sebagai penampung kotoran padat dioperasionalkan dengan ditarik ke luar. Slorokan

terbuat dari plat besi berlapis meni dan cat untuk menghindari terjadinya karat. Pengguna

dapat rutin membersihkan slorokan dengan disemprot dan diberi antioksidan; (4) Ruang A3

merupakan kompartemen area penyimpanan perkakas perawatan kambing yang digunakan

selama kambing berada dakam inkubator. Terdapat pintu penutup yang berfungsi menutup

ruang A1 dan A2. Pintu berbahan acrilic dengan ketebalan 3x3 mm, dioperasionalkan dengan

dibuka kebawah dan tertutup rapat dengan kancing pengunci sehingga seluruh uap air yang

dihasilkan akan masuk ke dalam ruang bakar secara sempurna.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

37

Sistem Hardware Elektronik

Sistem ini terdiri dari 3 subsistem, meliputi subsistem kendali suhu, subsistem kendali

kelembaban udara, dan subsistem kendali suhu colostrum. Adanya subsistem kendali suhu

dan kendali kelembapan udara bertujuan untuk mengadaptasikan hewan yang diinkubasi pada

kondisi lingkungan (suhu dan kelembapan udara) yang terjaga dan sesuai dengan kebutuhan

dan kondisi hewan. Pada hewan-hewan pasca kelahiran terutama anak kambing, masa tersebut

sangatlah rawan mengingat kondisi dari hewan berada pada titik lemah. Dengan adanya

kendali pada dua parameter tersebut diharapkan kondisi hewan dapat dijaga dengan baik.

Selain dua subsistem tersebut, terdapat subsistem kendali suhu colostrum yang bertujuan

untuk memertahankan suhu colostrum di area penyimpanan agar tetap sehat untuk dikonsumsi

kambing. Colostrum pada area penyimpanan akan dijaga pada suhu dingin, selanjutnya akan

melalui proses pemanasan pada alat sebelum diberikan pada hewan.

Dari diagram blok tersebut terdapat lima blok besar yang mewakili urutan kontrol

proses di dalamnya. Pertama, blok input dimana elemen-elemen di dalamnya merupakan

variabel yang perlu diukur. Variabel tersebut antara lain (sesuai dengan tiga subsistem yang

dirancang) suhu ruangan inkubator (°C), kelembapan udara ruangan inkubator (%RH), dan

suhu kolostrum (°C). Ketiga nilai dari variabel tersebut diukur menggunakan sensor yang

sesuai dalam hal ini digital sensor SHT15 dan DHT11 untuk mengukur suhu serta kelembapan

udara di dalam ruangan inkubator, sedangkan digital sensor DS18B02 digunakan untuk

mengukur suhu dari colostrum. Sensor DS18B02 sendiri merupakan sensor suhu yang

waterproof dan RoHS compliment sehingga aman digunakan pada cairan konsumsi. Ketiga

sensor ditempatkan sedemikian rupa agar dapat men-sensing variabel yang diukur dengan

baik. Blok kedua adalah blok summing circuit. Blok ini merupakan bagian yang digunakan

untuk pembanding antara nilai set point dengan variabel element terukur. Blok ini juga yang

digunakan untuk menerima nilai dari set poin untuk masing-masing value dari variabel yang

akan dimanipulasi. Nilai dari blok input dan blok summing circuit diumpankan menuju blok

kontroler untuk selanjutnya dilakukan pengendalian.

Blok ketiga merupakan blok kontroler yang digunakan untuk melakukan kendali

penyesuaian nilai variabel termanipulasi menggunakan beberapa algoritma kendali. Algoritma

yang digunakan antara lain kontroler PI dan PID yang diterapkan pada kendali suhu dan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

38

kelembapan udara ruangan inkubator. Kendali sederhana on-off digunakan untuk mengontrol

beberapa perangkat bersumber daya AC seperti mist maker, pompa, dan heat filament.

Hardware kontroler yang digunakan pada sistem ini memanfaatkan mikrokontroller ATMega

2560 dengan detak terpasang pada 16 MHz. Kontroler ini dipilih dengan mempertimbangkan

fitur seperti jumlah I/O pin dan banyaknya jalur komunikasi serta biaya implementasi yang

perlu dikeluarkan. Sensor-sensor yang digunakan ketiganya menggunakan jalur komunikasi

i2c dan telah didukung dengan baik oleh kontroler ini dengan menambahkan rangkaian pull-

up. Perangkat input dan visualisasi yang memanfaatkan komponen keypad, tombol, serta LCD

membutuhkan jumlah pin yang cukup banyak dan teraktualisasi dengan baik. Detak yang

terpasang juga dapat mengakomodir kebutuhan kecepatan dari implementasi sistem.

Aktuator-aktuator yang telah disebutkan tadi ditambah dengan aktuator fan merupakan

bagian dari blok keempat. Blok keempat tersebut merupakan bagian dari elemen-elemen

aktuator yang menerima perintah dari blok kontroller untuk men-generate aksi agar nilai dari

variabel yang termanipulasi dapat meraih nilai dari nilai variabel yang diinginkan. Aktuator

mist maker digunakan untuk menghasilkan uap air dengan cara menembak air dengan

gelombang ultrasonik. Uap air yang dihasilkan digunakan untuk memanipulasi variabel

kelembapan udara. Perangkat ini diletakkan di dalam kompartemen air yang ditempatkan pada

bagian kiri dari ruangan utama inkubator dan dialirkan lewat tunnel khusus. Untuk membantu

kerja dari aktuator mist maker digunakan aktuator fan untuk membuat sirkulasi udara di dalam

ruangan inkubator berputar dan keluar dengan baik. Fan yang digunakan berjumlah dua, satu

fan ditempatkan di bagian dinding samping berfungsi untuk menarik udara dari luar ke dalam.

Sedangkan satu fan lagi ditempatkan di bagian atas dinding inkubator dan berfungsi

mengalirkan udara di dalam inkubator keluar. Dengan mekanisme seperti ini maka aliran

udara di dalam inkubator dapat terus-menerus disirkulasikan. Dua fan ini dikendalikan

menggunakan kontroller PID dengan memanipulasi kecepatan dari kedua fan. Untuk dapat

menggerakkan kedua fan digunakan rangkaian kontroller tambahan berupa driver motor.

Aktuator heat filament diimplementasikan menggunakan filamen lampu pijar. Aktuator ini

ditempatkan di bagian langit-langit dalam dari ruangan inkubator di bagian belakang dari

aktuator fan. Filamen ini digunakan untuk memanipulasi variabel suhu ruang. Aktuator ini

terhubung langsung dengan sumber daya AC sehingga kontrol yang diterapkan adalah kontrol

on-off. Aktuator yang terakhir adalah logam peltier yang digunakan untuk memanipulasi suhu

dari colostrum. Seperti diketahui bahwa colostrum disimpan dalam suhu dingin dan kemudian

dipanaskan ketika akan diberikan ke hewan. Proses mendinginkan dan memanaskan ini

menggunakan logam peltier, sebuah logam yang apabila dialiri listrik maka satu sisinya akan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

39

dingin dan satu sisi lagi akan panas. Aktuator ini bekerja dengan sumber daya AC dan

dikontrol menggunakan kontroler on-off.

Aksi yang dilakukan oleh aktuator akan mempengaruhi proses yang berlangsung

dalam sistem, yang merupakan bagian dari blok kelima. Blok kelima ini memiliki input

berupa nilai dari variabel yang termanipulasi. Dan output dari blok ini adalah nilai dari

variabel yang terkontrol. Nilai dari variabel yang terkontrol ini kemudian masuk kembali pada

summing circuit untuk selanjutnya dibandingkan kembali dengan nilai dari set poin yang telah

dimasukkan pengguna. Proses kendali akan terus dilakukan secara sekuensial sampai nilai

dari set point variabel yang ingin dikontrol tercapai dan ditunjukkan sebagai jalur feedback.

Setelah diagram blok konsep sistem selesai dirancang, desain sistem diterapkan dalam

konsep desain hardware elektronik dan program sesuai dengan spesifikasi sistem inkubator

AISOC. Hardware yang didesain dan diimplementasikan antara lain adalah sistem minimum

dari kontroler, kemudian rangkaian pewaktu real time, rangkaian input keypad dan tombol,

rangkaian media LCD, rangkaian sensor, rangkaian driver motor, serta rangkaian smart relay.

B. Pengujian Alat

Uji Mekanik Alat

Uji mekanik dilakukan untuk mengetahui tingkat kekuatan alat dalam menahan

beban. Selanjutnya, hasil uji mekanik ini digunakan untuk memprediksikan berat beban

kambing yang mampu ditahan oleh inkubator. Uji mekanik dilakukan dengan memberikan

beban pada ruangan dalam inkubator dengan vareasi beban yang ditambahkan terus

meningkat dengan interval 1 kg. Pengujian dilakukan pada beberapa area penting yang

menjadi titik kekuatan mekanik alat, meliputi bagian tengah, bagian pojok kanan atas serta

bagian pojok kiri bawah. Alat dianggap sudah tidak mampu menahan beban (beban tahanan

maksimal), saat ditemukan lengkungan pada alat. Digunakan jangka sorong dengan ketelitian

0,02 mm untuk mengukur kelengkungan pada alat. Jangka sorong dipilih karena memiliki

tingkat ketelitian yang tinggi dalam mengukur kelengkungan logam.

Dari uji mekanik tersebut diketahui bahwa tidak terjadi kelengkungan logam pada alat

ketika diberikan beban sebanyak 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg hingga 8 kg. Hasil pengukuran

tersebut dapat diestimasikan jumlah beban anakan kambing yang dapat dimasukkan ke dalam

inkubator.

Berdasarkan penelitian Widiyono et.al., (2003) yang dilakukan pada 45 ekor kambing

jenis Ettawa usia 1-90 hari, rata-rata berat badan anakan kambing adalah 3, 52 kg dan

memiliki tren meningkat sekitar 1 kg setiap minggunya. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

40

Simms pada 48 Pleven black head (PBH) lambs, 41 Bulgarian fine wool breed x East-Friesian

(FC) crosses-F2 and 48 Bulgarian fine wool breed (BFW) lambs dengan hasil rata-rata berat

badan normal twins lamb adalah 3,8 kg. Menurut penelitian tersebut, the twins had in all

occasions significantly lower birth weight compared with single lambs. Penelitian Chniter et

al., (2012) menunjukkan bahwa kambing yang lahir kembar 3 dan kembar 4 memiliki ukuran

berat badan lebih rendah dari pada single lamb atau twin lambs.

Dengan demikian berat kambing yang dapat ditahan oleh alat adalah sekitar 8 kg. Jika

kambing dengan berat badan normal yang dimasukkan, maka sekitar 3-4 ekor kambing dapat

ditahan oleh inkubator. Jumlah tersebut akan meningkat apabila anakan kambing yang

dimasukkan ke dalam inkubator tergolong dalam prematur atau underweight.

Uji Elektronis Hardware Alat

Uji fungsional alat dilakukan untuk mengetahui beberapa hal, yaitu: 1) Lama waktu yang

diperlukan untuk menghasilkan suhu dan kelembaban sesuai input suhu serta kelembaban

yang diinginkan; 2) Uji automatisasi alarm pada alat apabila terjadi overheating pada ruangan

inkubator; 3) Sinkronisasi vareasi suhu dan kelembaban yang dihasilkan dari data yang

diinputkan.

1. Respon alarm terhadap vareasi suhu yang diinputkan

Pengguna alat dapat menyetting suhu maksimal pada alat sesuai dengan rentang suhu

yang dibutuhkan oleh goat lamb dalam inkubator. Selanjutnya keadaan suhu dalam inkubator

akan ditunjukkan dalam layar LCD. Sistem alarm disetting secara otomatis sebagai petunjuk

tanda bahaya apabila terdapat gangguan pada alat yang menyebabkan suhu di dalam

inkubator melebihi standar suhu maksimal yang telah disetting oleh pengguna. Respon alarm

ini ditunjukkan dengan menyalanya layar LCD dan LED. Dengan adanya alarm ini, user dapat

dengan mudah mengetahui apabila ada bahaya tanpa harus terus menerus mengontrol

inkubator.

Suhu paling maksimal yang diujikan pada alat adalah 39oC. Hal ini mengacu pada

beberapa penelitian sebelumnya seperti Widiyono et al.,(2003) yang menemukan bahwa

temperatur tubuh selama 3 bulan pertama kehidupan kambing berada pada level yang sama,

yaitu sekitar 39oC. Penelitian Aleksinev, et al, (2007) pada tiga jenis peranakan kambing

selama 24 jam pasca kelahiran meyimpulkan bahwa fluktusi suhu rektal pada 24 jam pertama

setelah lahir pada semua kelompok domba sejenis tanpa dipengaruhi vareasi suhu lingkungan,

jenis kelamin dan tipe kelahiran, yaitu berkisar antara 39-40oC dan cenderung mengalami

penurunan seiring bertambahnya jam pasca kelahiran. Whittier menambahkan bahwa

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

41

temperatur suhu dalam ruang penghangat untuk goat lamb with hypotermi tidak boleh

melebihi suhu 103oF. Panas terlalu tinggi diatas suhu tersebut dapat membahayakan anak

kambing.

Hasil ujimenunjukkan hasil respon alarm terhadap vareasi pengaturan suhu maksimal

yang diberikan. Suhu ditingkatkan secara bertahap dengan interval 2oC dengan mendekatkan

filamen panas pada sensor suhu. Hasil uji menunjukkan bahwa alarm dapat berfungsi dengan

baik pada seluruh rentang suhu dengan interval 2oC, ditandai dengan menyalanya LCD dan

LED sebagai petunjuk overheating telah terjadi pada ruang inkubator.

2. Respon alarm terhadap vareasi kelembaban udara yang diinputkan

Selain faktor suhu lingkungan dalam inkubator, kelembaban menjadi faktor penting yang

menunjang stabilitas suhu dalam tubuh kambing. Goats rely on evaporative cooling from the

respiratory tract. Consequently, high humidity associated with high temperatures is stressful to

the animals as it interferes with their ability to regulate body temperature. If indoor

temperatures rise above 30°C (85°F), a comfortable environment can be maintained by

keeping the relative air humidity below 60%.

Respon alarm terhadap setting kelembaban udara diuji dalam rentang 50-75% RH

dengan interval kelembaban 5% RH. Pengujian kelembaban dilakukan dengan cara

menghembuskan nafas dengan berbagai intensitas aensor kelembaban. Hasil uji menunjukkan

bahwa alarm dapat bekerja dengan baik sesuai dengan tingkat kelembaban maksimal yang

diinputkan oleh user. Seperti halnya pada respon alarm suhu, LCD dan LED menyala pada

saat tingkat kelembaban berada di atas kelembaban maksimal yang telah ditetapkan oleh user.

Dalam pengujian tersebut, alarm aktif pada setiap interval rentang kelembaban % RH yang

diujikan oleh peneliti.

3. Respon kendali alat terhadap vareasi suhu dan kelembaban

Pengujian dilakukan untuk mengetahui respon set suhu dan kelembaban terhadap suhu

serta kelembaban aktual yang ditimbulkan dalam ruang inkubator serta lama waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai suhu yang diinputkan oleh user. Pengujian suhu dilakukan

dengan interval suhu 1oC agar dapat diketahui secara jelas selisih suhu aktual beserta waktu

yang diperlukan pada setiap perbedaan nilai suhu yang diinputkan. Uji terhadap kelembaban

dilakukan dengan interval 0,5% RH dengan rentang kelembaban 60-65% RH.

Dari hasil pengujian suhu yaitu terdapat selisih antara suhu yang diinputkan dengan suhu

aktual pada ruang inkubator. Rata-rata perbedaan tersebut adalah 1, 92oC dari suhu yang

diinputkan. Sedangkan rata-rata lama waktu yang dibutuhkan hingga ruangan inkubator

memiliki suhu sesuai dengan suhu yang diinputkan adalah 325 seconds (5 minutes and 25

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

42

seconds). Input suhu 27 o

C paling sesuai dan mendapatkan respon paling cepat dibandingkan

dengan suhu yang lainnya. Adanya selisih suhu tersebut diperkirakan akibat ada beberapa area

ruang inkubator yang belum tertutup dengan rapat, sehingga dimungkinkan masih ada udara

ataupun pengaruh dari lingkungan luar yang masuk ke dalam ruang inkubator. Hal tersebut

akan memengaruhi kinerja inkubator.

Hasil uji kelembaban dengan konstantan KP (11) dan KD (40) menunjukkan rata-rata

selisih antara kelembaban yang diinputkan dengan kelembaban aktual adalah 2,11% RH

dengan rataan lama waktu untuk mencapaia kelembaban yang diinginkan adalah 259,8 sekon.

Sedangkan uji kelembaban dengan konstantan KP (9) dan KD (27) menunjukkan rata-rata

waktu lebih lama untuk mencapaia kelembaban yang diinginkan, yaitu 436, 33 sekon.

Berdasarkan The results of Aleksinev research (2007) suggest that under prevailing

management system and specific conditions in the barn the newborn lambs of the studied

breeds were able to maintain successfully their body temperature at a range of ambient

temperature 0.0 – 8.0 °C without any incidence of hypothermia. So, inkubator ini sangat

menolong untuk anakan kambing dengan kondisi kritis dan membutuhkan penanganan

khusus.

KESIMPULAN

AISOC is an incubator with nutrients saving system especially in colostrum with

temperature and humidity control that supported in accordance with the needs of goats. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa alat AISOC memiliki ketahanan mekanik 10 kg, serta

dapat mengatur suhu dalam ruang inkubator sesuai dengan suhu yang diinputkan oleh user

dengan waktu capaian suhu dan kelembaban kurang dari 5 menit . Terdapat sedikit perbedaan

antara input dengan hasil aktual yang kemingkinan disebabkan karena ada area ruang

inkubator yang belum tertutup rapat. Setting alarm tanda over heat pada alat dapat berfungsi

dengan baik. This tool is highly recommended for the treatment of animals on large or small

farms during pre-weaning phase to improve productivity and reduce the risk of death in

animals.

DAFTAR PUSTAKA

Aleksiev, Y., D. Gudev And G. Dimov. 2007. Thermal status in three breeds of newborn

lambs during the first 24 hours of postnatal life. Bulgarian Journal of Agricultural

Science., 13: 563-573.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

43

Alexander G.1962.Temperature regulation in the new-born lambIV. The effect of wind and

evaporation of water from the coat on metabolic rate and body temperature.

Australian Journal of Agricultural Research 13(1) 82 - 99

Alexander G. 1974. Heat Loss from Animals and Man Monteith JL and Mount LE (eds).

London: Butterworth.

Boujenane. 2012. Productivity of Sardi, D‟man and their crossbred ewes mated to

terminal sires respectively. Small Ruminant Research Journal. Morocco :

Department of Animal Production and Biotechnology, Institut Agronomique.

Chniter, Mohamed, et. al,. 2012. Aspects of neonatal physiology have an influence on lambs‟

early growth and survival in prolific D‟man sheep. Small Ruminant Research The

Official Journal of the International Goat Association. Accessed on July, 30 pukul

14:24WIB.

Choliq, C. 1992. Studi gambaran kimia darah dan hemogram sederhana dari anak sapi

penderita diare. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Donkin, E.F. and P.A. Boyazoglu. 2004. Diseases and mortality of goat kids in South

Africa milk goat herd. South Africa. J. Anim. Sci. 34 (suppl.) 258- 261.

Ehrhardt, Richard. 2013. Small Ruminant Extension Specialist. US: American Sheep

Industry Association.

Evelyn Pearce, 1991, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Ginting,S.P. 2009. Pedoman Teknis Pemeliharaan Induk dan Anak Kambing Masa Pra –

Sapih. Sumatera Utara: Loka Penelitian Kambing Potong Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan.

Hinch, Geoff N and Justin J. Lynch. 1993. Comfortable Quarters for Sheep and Goats.

Australia: University Of New England.

Manus, Concepta Mc. 2011. The challenge of sheep farming in the tropics: aspects related

to heattolerance. Revista Brasileira de Zootecnia.,v.40, p.107-120.

Rook JS, Scholman G, Wing-Proctor S and Shea M. 1990. Diagnosis and control of

neonatal losses in sheep. Veterinary Clinics of North America: Food Animal Practice

6: 531-652.

Simms, R. H. Respiration Rate and Rectal Temperature in the Newborn Lamb. Journal of

Animal Science. 1971, 32:296-300. J ANIM SCI.

Smith, J. B. & S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan

Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

44

Whittier, Dee. Keys to Successful Lambing Season. Blacksburg: Departement of large

animal clinical sciences. VA 2401-0442

Widiyono, Irkham, et al,. 2003. Frekuensi Nafas, Pulsus, dan Gerak Rumen serta Suhu

Tubuh pada Kambing Peranakan Ettawa selama 3 bulan Pertama Kehidupan Pasca

Lahir. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada.

Widyaningsih dan Yuni Nurdiani. 2000. Kiat Menekan Kematian Anak Kambing dan

Domba Periode Pra Sapih. Bogor : Balai Penelitian Ternak.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

45

”CURCUMAX” REAGEN PRAKTIS PENGUJI KANDUNGAN BORAKS PADA

BAKSO

Muhammad Arifin, Aris EkaWijaya, Andyta Septi K, Rina Irmayanti L, Erna Dwi

Astuti

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

One of food safety requirements is should be free from hazardous materials. However, there

was a lot of abuse of dangerous chemicals such as borax as a preservative or to improve food

texture. Borax can cause several problems such as impaired concentration, emotional,

aggravate autistic symptoms, nausea, vomiting, and cancer if it taken for long period. The

absence of rapid detection for borax that applicable in the field led the use of borax in food

still difficult to be controlled. Thereby, food field needs practical borax testing equipment,

easy to use, and has high sensitivity to directly detect the presence of boron.Preliminary

studies conducted to find the right combination of reagents. Reagents were HCl, polyinyl

alcohol (PVA), and turmeric solution. The reagents referred to as "Curcumax". Having found

the exact composition, reagents tested in meatballs containing borax. Borax concentration

were in meatballs are 0.25%, 0.375%, 0.5%, 0.75%, 0.875%, and 1%. Five grams of

meatballs was extracted with 10 ml of ethanol. After that, 1 ml of extract was taken and then

etched with 1 ml "Curcumax" reagent. This reagent was also compared with existing tests that

used turmeric paper.Data analysis showed no significant difference (P <0.05) between the

test used "Curcumax" with turmeric paper. However, the "Curcumax" has several advantages

compared to turmeric paper such as more easily to use with simplified procedure. The

"Curcumax" reagent do not use concentrated HCl as a hazardous material. As results, testing

could be performed directly on the field and the interpretation of testing with "Curcumax"

faster than with turmeric paper. The interpretation have already seen in less than 3 seconds,

while tumeric paper takes about 2 minutes.

Keywords: Curcumax, turmeric paper, borax test, HCl, polyvinyl alcohol (PVA), turmeric

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

46

PENDAHULUAN

Makanan yang baik harus mengandung semua zat yang diperlukan oleh tubuh dan

memenuhi syarat keamanan. Keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang

diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, benda-benda

lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Salah satu

masalah keamanan pangan di Indonesia adalah masih rendahnya pengetahuan, keterampilan,

dan tanggung jawab produsen pangan tentang mutu dan keamanan pangan, terutama pada

industri kecil atau industri rumah tangga (Sugiyatmi, 2006; Rahayu, 2008).

Penelitian yang dilakukan suatu lembaga studi di daerah Jakarta Timur

mengungkapkan bahwa jenis jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak-anak sekolah adalah

lontong, otak-otak, tahu goreng, mie bakso dengan saus, ketan uli, es sirop, dan cilok.

Berdasarkan uji laboratorium, pada otak-otak dan bakso ditemukan senyawa boraks

(Judarwanto, 2006).

Boraks atau yang lazim disebut asam borat (boric acid) adalah senyawa kimia turunan

dari logam berat boron (B). Boraks diperdagangkan dalam bentuk balok padat, kristal, tepung

berwarna putih kekuningan atau cairan tidak berwarna (Sugiyatmi, 2006). Boraks sudah

digunakan orang sejak lama sebagai zat pembersih, zat pengawet makanan, dan untuk

penyamak kulit. Boraks juga dapat digunakan sebagai antiseptik dan pembunuh kuman

sehingga banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan bahan antiseptik

pada kosmetik. Boraks juga digunakan sebagai insektisida dengan mencampurkannya dalam

gula untuk membunuh semut, kecoa, dan lalat (Sugiyatmi, 2006).

Boraks dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam

jangka panjang dapat menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker, tumor, gangguan tidur,

gangguan konsentrasi, gangguan emosi, hiperaktif dan memperberat gejala pada penderita

autism pada manusia. Pengaruh jangka pendek penggunaan boraks dalam makanan dapat

menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau

bahkan kesulitan buang air besar (Judarwanto, 2006, Rahayu, 2008). Boraks juga

menyebabkan iritasi pada kulit dan saluran pernapasan (Pongsavee, 2009).

Belum adanya alat pendeteksi boraks yang cepat dan praktis membuat kontrol

terhadap produk pangan masih terbatas. Deteksi boraks dengan kertas kunyit yang ada

sekarang belum praktis karena membutuhkan prosedur laboratorium yang cukup rumit

(Anonim, 2009). Kondisi tersebut membutuhkan usaha pengembangan alat pendeteksi yang

mudah digunakan, praktis, dan cepat untuk mengetahui adanya kandungan boraks dalam

produk pangan.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

47

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan alat pendeteksi boraks pada bakso yang

praktis dan mudah digunakan serta memiliki sensitivitas yang tinggi. Alat pendeteksi ini dapat

meningkatkan jaminan keamanan konsumen dan kesehatan masyarakat terkait keamanan

produk pangan. Selain itu, dapat menjadi artikel atau publikasi ilmiah.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini merupakan modifikasi dari pengujian boraks sebelumnya yang

menggunakan kertas kunyit sebagai medianya. Pengujian boraks dengan kertas kunyit harus

melalui prosedur yang cukup rumit dan menggunakan bahan yang berbahaya yaitu HCl pekat

sehingga kurang praktis dan aplikatif.

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menemukan kombinasi reagen yang tepat.

Reagen yang digunakan adalah HCL, polyinyl alcohol (PVA), dan larutan kunyit. Reagen

tersebut selanjutnya disebut dengan reagen “Curcumax”. Setelah ditemukan komposisi yang

tepat, reagen kemudian diujikan pada bakso yang mengandung boraks. Konsentrasi boraks

dalam bakso yang digunakan adalah 0, 0,25%, 0,375%, 0,5%, 0,75%, 0,875%, dan 1%. Lima

gram bakso diekstrak dengan 10 ml etanol. Setelah itu, diambil 1 ml ekstrak kemudian ditetesi

1 ml reagen “Curcumax”.

Tahap I: Mencari komposisi “Curcumax”.

Pada tahap ini dilakukan pencarian komposisi kandungan reagen yang tepat. Reagen

terdiri dari HCl, PVA, dan larutan kunyit.

Tahap II: Pengujian kepekaan atau sensitivitas reagen.

1. Rancangan percobaan ini menggunakan pola faktorial dengan dua perlakuan konsentrasi

boraks dan alat uji. Rancangan yang digunakan secara lengkap seperti terlihat dalam tabel

di bawah.

Konsentrasi

Boraks Ulangan

Hasil Uji (%)

Curcumax Kertas Kunyit

0 ppm

I

II

III

2500 ppm I

II

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

48

III

Dst...

10000 ppm I

II

III

2. Setiap ulangan terdiri dari 5 butir bakso yang dibuat dari 1 adonan.

3. Pengujian kandungan boraks

a. Sebanyak 5 gram bakso dicincang dan dihaluskan kemudian diekstrak dengan 10

ml etanol.

b. Sebanyak 1 ml ekstrak bakso ditetesi reagen “Curcumax” 1 ml kemudian dilihat

perubahan warna yang terjadi. Pada bakso boraks akan memperlihatkan warna

ekstak kemerahan dan pada bakso nonboraks warna ekstrak tetap kuning.

c. Pengujian dengan kertas kunyit dilakukan dengan mengekstrak 25 gram bakso

dengan 50 ml aquadest. Ekstrak tersebut ditambah dengan HCl pekat 0,7 ml

kemudian divortex. Setelah itu, kertas kunyit dimasukkan kemudian diangkat dan

dikeringkan. Setelah kering dilihat perubahan warnanya. Pada bakso boraks, kertas

kunyit akan berubah warna menjadi kemerahan sedangkan pada bakso nonboraks

kertas kunyit tetap berwarna kuning.

d. Jumlah hasil pengujian setiap ulangan dinyatakan dalam % dan dicatat untuk

dianalisis.

4. Analisis data dilakukan menggunakan software SPSS dan bila terdapat perbedaan

dilanjutkan dengan Tukey test.

5.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi “Curcumax”

Dari beberapa percobaan yang dilakukan didapatkan komposisi reagen yang paling

sensitif yaitu HCl:PVA:Larutan kunyit = 1:7:2. Perbandingan ini merupakan perbandingan

reagen yang paling sensitif dibanding yang lain. Komposisi dengan perbandingan ini

merupakan penemuan baru sehingga berpotensi mendapatkan hak paten.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

49

Gambar 1. Beberapa hasil percobaan dengan beberapa perbandingan komposisi reagen

Dari hasi percobaan diketahui bahwa perbandingan HCl:PVA:Larutan kunyit = 1:7:2

menghasilkan interpretasi yang paling jelas yaitu berwarna lebih merah dengan yang disertai

dengan jendalan. Oleh karena itu, komposisi reagen dengan perbandingan inilah yang kami

gunakan.

Pengujian Sensitivitas Reagen

Hasil pengujian berdasarkan interpretasi perubahan warna yang terjadi. Analisis data

menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P<0,05) antara pengujian dengan reagen

”Curcumax” dengan kertas kunyit. Hal ini menunjukkan bahwa reagen “Curcumax” layak

disejajarkan dengan pengujian boraks yang lain slah satunya pengujian dengan kertas kunyit.

Walaupun begitu, reagen ”Curcumax” memiliki kelebihan dibanding kertas kunyit.

Keunggulan yang pertama, pengujian dengan reagen ”Curcumax” lebih mudah dilakukan

dengan prosedur yang lebih sederhana seperti dijelaskan dalam metode penelitian di atas.

Yang kedua, reagen ”Curcumax” tidak menggunakan HCl pekat sehingga pengujian dapat

langsung dilakukan di lapangan tanpa harus dibawa ke laboratorium terlebih dahulu.

Penggunaan HCl di lapangan sangat berbahaya. HCl merupakan bahan kimia yang berbahaya

dan bersifat membakar sehingga penggunaannya memelukan prosedur khusus. Gas yang

menguap dari HCl juga berbahaya bila mengenai mata atau terhirup. Yang ketiga, interpretasi

pengujian dengan reagen ”Curcumax” lebih cepat dibandingkan dengan kertas kunyit. Dalam

waktu kurang lebih 3 detik interpretasi sudah dapat terlihat. Berbeda dengan kertas kunyit

yang membutuhkan waktu kurang lebih 2 menit untuk melihat hasil interpretasinya. Berikut

tabel sensitivitas pengujian kandungan boraks dalam bakso.

Tabel perbandingan presentase hasil uji positif (%) kandungan boraks dalam bakso

menggunakan “Curcumax” dan kertas kunyit.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

50

Konsentrasi

Boraks dalam Bakso

(%)

Persentase Hasil Uji Positif (%)

Curcumax Kertas Kunyit

0 0 0

0,25 0,67 0,67

0,375 0,2 0,67

0,5 0,53 0,87

0,75 0,87 0,8

0,875 1 0,73

1 1 1

Pembahasan

Curcumin adalah pigmen alami yang berwarna kuning yang ditemukan di akar spesies

curcuma. Rosocyanine dapat terbentuk ketika terjadi reaksi antara curcumin dan boraks

sehingga menyebabkan warna coklat kemerahan pada produk pangan yang mengandung

boraks. PVA akan bereaksi dengan boraks yang ada dalam produk pangan dan membentuk

massa yang liat. PVA juga dapat mencegah kerusakan kunyit (curcumin) oleh HCl.

Gambar 3. Merupakan struktur kimia PVA setelah bereaksi dengan boraks. Crosslinked

polyvinyl alcohol gel (Katz, 2005).

Asam klorida merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk menguraikan senyawa

organik. Dalam uji boraks dalam bakso, HCl berfungsi untuk memisahkan senyawa boraks

dan bahan-bahan organik di dalam ekstrak daging. Saat boraks terpisah dengan ekstrak

daging, boraks akan segera teridentifikasi oleh kombinasi PVA dan kurkumin.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

51

KESIMPULAN

Curcumax dapat digunakan sebagai reagen penguji kandungan boraks dalam bakso yang

praktis, mudah digunakan di lapangan. Reagen “Curcumax” dapat mendeteksi kandungan

boraks pada bakso sampai 25 ppm,

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Rosocyanine. http://en.wikipedia.org/w/index.php. Diakses tanggal 22

September 2011.

Brockman, R. P., Audette, R. J., and Gray, M. 1985. Borax Toxicity. Can Vet J 1985, 147.

CHM107-Lab. 2004. Experiment #14: Polymers.

http://www.chemistryland.com/CHM107Lab/Lab7/Slime/Lab7Slime.htm. Diakses

tanggal 9 Oktober 2011.

Gormley, P. 2010. Polyvinyl Alcohol Slime. http://chem.lapeer.org/Chem1Docs/

SlimeDemo.html. Diakses tanggal 9 Oktober 2011.

Judarwanto, W. 2006. Perilaku Makan Anak Sekolah. Jakarta. halm 2-3

Katz, D. A. 2005. PVA Slime. www.chymist.com/PVA%20Slime.pdf

Murray, F. J. 1995. A Human Health Risk Assesssment of Boron (Boric Acid and Borax) in

Drinking Water. Regul Toxicol Pharmacol 1995, 22:221-230.

Pongsavee, M. 2009. Effect of Borax on Immune Cell Proliferation and Sister Chromatid

Exchange in Human Chromosome. Journal of Occupational Medicine and Toxicology

2009, 4: 27.

Rahayu, S. N. 2008. Profil Food Safety Knowlede And Practice Unit-Unit Rumah Tangga

Dikabupaten Sleman. jurnal penelitian halmn 2-5. Yogyakarta.

Sugiyatmi. S. 2006. Analisis Faktor-Faktor Risiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks Dan

Pewarna Pada Makanan Jajanan Tradisional Yang Dijual Di Pasar-Pasar Kota

Semarang Tahun 2006. thesis. Undip. Semarang.

The Nuffield Foundation and Royal Society of Chemistry. 2011. PVA polymer

slime.http://www.practicalchemistry.org/experiments/pva-polymer-slime,153,EX.html.

Diakses tanggal 9 Oktober 2011.

Winneke, O. 2007. Makanan Sehat, Bebas Formalin dan Boraks,

http://www.detikfood.com/read/2006/01/05/075028/512862/291/makanan-sehat-

bebas-formalin-dan-borax. Diakses tanggal 9 Oktober 2011.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

52

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

53

PENINGKATAN FERTILITAS TELUR PERSILANGAN AYAM ISA BROWN Dan

AYAM BANGKOKDENGAN METODE INSEMINASI BUATAN

F. Rizki; Fidiyanti; F. Ekaningrum; M. Triatun; A. S. Dani

Prodi Kesehatan Hewan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Field work on improving the day old chick production of local super strain crossing Isa brown

and Bangkok with artificial insemination method has obtaining that quality of DOC can be

shorten the productive. Prior to artificial insemination, Isa Brown chickens were selected first

and Bangkok, Bangkok to use chicken that has been aged for 6 months and Isa Brown chickens

aged 17 weeks. Then the sperm retrieval done by two people with the sort order on the wing

and tail of the sperm to be collected in a test tube. At a practice for 7 rooster sperm produced

as many as 3 ml. Before the first cement is used diluted with physiological saline in the ratio

1:6. Injecting the sperm on Isa brown chickens by intra utherine done by opening the cloaca

and the sperm is injected deep as 2 cm with the ends spliced SPET with a small hose as much

as 0,1 cc. Artificial inseminated hens as many as 177 head of 13 cages with the sum / average

home-rata10-16chickens.Eggs produced perday 112 grains of the fertile eggs pengandlingan

reached 93 eggs, if fertile eggs that made the percentage has reached 83%.

Keywordss : artificial insemination, Bangkok chicken, Isa brown chicken

PENDAHULUAN

Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor

pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

terus meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan rata-rata pendapatan

penduduk, dan penciptaan lapangan pekerjaan. Besarnya potensi sumberdaya alam yang

dimiliki, Indonesia memungkinkan pengembangan sub sektor peternakan menjadi sumber

pertumbuhan baru perekonomian Indonesia.

Ayam Isa brown merupakan strain ayam ras yang diciptakan di Inggris pada tahun

1972. Strain ini diciptakan untuk memenuhi keunggulan standar yang diinginkan para

konsumen yang meliputi faktor-faktor: produktivitas dan bobot telur tinggi, konversi pakan

rendah, kekebalan dan daya hidup tinggi dan masa bertelur panjang (long lay). Namun dari

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

54

semua kriteria tadi ayam Isa brown dapat memenuhi faktor memproduksi telur yang cukup

tinggi dan harga afkirannya pun lumayan (Sudarmono, 2003).

Sudah sejak lama Ayam Bangkok dikenal dan digemari orang terutama pecinta ayam

di Indonesia. Ayam Bangkok dikenal sebagai ayam aduan yang gagah berani. Memang ayam

bangkok bukan berasal dari Indonesia, melainkan berasal dari Bangkok, Thailand. Ayam-

ayam Bangkok yang beredar di Indonesia merupakan blasteran antara ayam kampung lokal

unggul dengan Bangkok murni .Ayam Bangkok dikembangbiakan memerlukan suatu

kreativitas dan ketekunan. Apalagi bila hendak menyilangkan antara ayam Bangkok dengan

berbagai jenis ayam unggul untuk bisa mendapatkan jenis ayam baru dari hasil persilangan itu

(Agus Irawan, 1996).

Berdasarkan data dari Statistik Peternakan tahun 2007 dan data Tim P2SDS Ditjen

Peternakan kebutuhan akan telur dari Ayam ras petelur meningkat dari tahun 2008 hingga

2010. Jumlah peningkatan kebutuhan telur tersebut dapat dilihat berdasar table berikut:

Kebutuhan Telur

(Ribu Ton

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010

Ayam Ras Petelur 934,3

1.009,2 1.076

(Ditjennak,2008)

Semakin meningkatnya kebutuhan akan telur dari ayam ras diperlukan teknologi usaha

peternakan yang tepat guna untuk petani salah satu diantaranya dengan metode Inseminasi

Buatan. Cara ini mampu meningkatkan tingkat fertilisasi pada telur sehingga akan

meningkatkan produksi Ayam DOC(Deptan, 1998) .

Perkawinan ayam dapat dilakukan dengan sistem alami (Intra vagina) dan sistem

inseminasi buatan (Intra utherina). Pada perkawinan dengan sistem inseminasi buatan

biasanya dilakukan untuk ayam-ayam yang dipelihara dengan kandang sistem baterai/cage.

Pada prinsipnya, teknik inseminasi buatan pada ayam adalah usaha memasukkan semen ke

dalam saluran reproduksi ayam betina dengan bantuan manusia untuk menghasilkan telur

tetas. Berikut komparasi penerapan inseminasi buatan dengan kawin alami pada ayam.

Sistem Inseminasi Buatan Sistem Kawin Alami

1 ekor pejantan bias untuk 25 ekor betina 1 ekor pejantan untuk 1 ekor betina

Dapat dilakukan pada ayam yang

dikandangkan dengan sistem baterai sehingga

menghemat tempat

Dilakukan pada tempat yang luas

Mudah mengafkir ayam betina/jantan bibit Sulit mengafkir ayam betina/jantan bibit yang

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

55

yang tidak potensial.

tidak potensial

(Santosa,1999).

MATERI DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ayam Isa brown, Ayam Bangkok,

NaCl Fisiologis, dan es batu. Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, tabung ependorft,

spuit tanpa jarum dan termos es, selang, syringe dan mikropipet.

Tahap persiapan

Dilakukan untuk memilah ayam pejantan dan betina serta sanitasi alat dan bahan yang

digunakan untuk melakukan inseminasi buatan. Kriteria untuk ayam jantan harus sehat dan

berumur lebih dari 6 bulan sedang untuk ayam betina pada umur 17 minggu karena pada umur

tersebut ia telah mencapai kedewasaan kelamin.

Cara pengambilan Sperma/Semen

Satu pelaksana teknis duduk memegang ayam dan kedua pahanya mengempit kedua

kaki ayam. Pemijatan dilakukan dari arah punggung ke bagian ekor ayam untuk merangsang

ayam jantan. Pemencetan pada daerah kloaka dan penekanan bagian perut ayam bagian bawah

kloaka akan mengeluarkan semen ayam jantan (Titik S,1999). Pelaksana teknis yang lain

memegang tabung reaksi dan secepatnya menyorongkan tabung tadi di kloaka sewaktu kloaka

dipencet orang pertama. Ayam jantan yang sering diambil spermanya akan semakin terlatih

dan semakin mudah untuk dirangsang dalam mengeluarkan sperma. Frekuensi pengambilan

sperma 1 minggu 5 kali (3 hari berturut-turut kemudian selang 1 hari tidak diambil).

Gambar1.Pengambilan sperma

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

56

Penyimpanan Semen/ Sperma

Semen yang diperoleh dari pengumpulan dapat langsung diinseminasikan pada ayam

betina. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, sebaiknya semen tidak lebih dari 30 menit

sejak pengumpulan sampai dengan diinseminasikan (semen ditampung dalam termos es

dengan suhu kurang lebih 15 °C supaya daya hidupnya tetap tinggi). Namun untuk kasus-

kasus tertentu bila tidak langsung diinseminasikan ke ayam betina, maka semen disimpan dulu

beberapa hari pada suhu 10 °C. Semen yang akan digunakan maka diencerkan terlebih dahulu

dengan NaCl 1,025 % pada pH 7,0-8,0 ditambahkan antibiotik streptomisin 200-400 mg/ml.

Perbandingan antara semen dengan NaCl 1:3. Penambahan fruktosa tepat sebelum inseminasi

dengan perbandingan fruktosa\semen 1:1 akan mempertahankan hidup sperma.(Hari

Santosa,1999).

Gambar2. Pengenceran sperma

Inseminasi pada Ayam Betina

Inseminasi buatan pada ayam betina sebaiknya dilakukan oleh dua orang. Pelaksana

teknis menjepit ayam di bawah ketiak tangan kanan sambil memegang kedua kaki ayam.

Tangan kirinya memegang ekor ayam sambil menariknya ke arah atas sehingga kloaka akan

tampak jelas. Pelaksana teknis yang lain menekan bagian perut yang lunak di bawah kloaka

dengan tangan kirinya sehingga saluran semakin mudah menonjol ke luar. Kemudian dengan

syringe (alat suntik dari plastik tanpa jarum) yang kapasitasnya 0,5 cc (kecil,panjang), semen

sebanyak 0,1 cc dimasukkan ke dalam saluran telur sedalam kurang lebih 2 cm. Inseminasi

ulangan dapat dilakukan dengan interval 1 minggu atau sebanyak 0,05 cc semen dimasukkan

dengan interval AI (artificial insemination) ulangan 3 hari. Inseminasi buatan paling baik

dikerjakan pada sore hari yaitu 4 jam sebelum ayam betina melepaskan kuning telurnya atau 1

jam sesudah bertelur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada pengambilan sperma pada ayam Bangkok didapatkan 3 ml sperma dari 7 ekor.

Tapi hasil ini tidak selalu konstan tergantung produksi sperma pada ayam masing-masing

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

57

perharinya. Produksi sperma dapat dipengaruhi oleh beberapa hal meliputi:

umur,ransum,pakan, suhu lingkungan dan strain ayam pejantan. Sperma yang diambil bersih

tanpa ada campuran darah dan kotoran ayam. Lalu sperma yang telah ditampung dapat

disimpan terlebih dahulu pada termos es agar semen tetap hidup.

Gambar 3. Cara pengambilan sperma pada Ayam Bangkok

Sebelum diinseminasikan sperma diencerkan terlebih dahulu agar kualitasnya tidak

berkurang, 3 ml sperma diencerkan dengan NaCl fisiologis sebanyak 18 ml, sehingga didapat

21 ml semen yang siap digunakan. Pengenceran disini dimaksudkan untuk dapat

mempertahankan keadaan sperma agar kualitasnya tidak berkurang bukan untuk

memperbanyak volume dari semen itu sendiri. Pencampuran semen dengan NaCl fisiologis

dilakukan dengan membentuk angka 8 agar tidak terdapat buih. Lalu semen ditaruh dalam

termos es agar agar sperma tidak mati. Sperma yang telah diencerkan tadi dimasukkan dalam

tabung ependorf sehingga mudah untuk menggambilnya, 1 tabung ependorf dapat digunakan

untuk 1 kandang dengan jumlah ayam 10 ekor.

Semen-semen tadi disuntikan pada ayam betina yang berjumlah 179 ekor. Untuk

perekornya disuntikkan 0,1 cc semen sedalam 2 cm. Untuk melakukan inseminasi ini

dilakukan waktu sekitar 1 jam. Inseminasi dilakukan setiap hari Senin kemudian inseminasi

pengulangan dilakukan pada hari Kamis.

Gambar 4. Penyuntikan sperma pada Ayam Isa brown

Perbandingan produksi ayam yang dilakukan inseminasi buatan dengan yang tidak

dilakukan inseminasi dapat diliat berdasar grafik berikut

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

58

Gambar 5. Grafik perbandingan produksi ayam yang di IB dan tidak dilakukan IB

Berdasarkan grafik umur ayam pada waktu produktif (umur 18 minggu) tampak pada

ayam yang dilakukan inseminasi buatan dapat menghasilkan telur yang lebih tinggi sampai

pada umur 30 minggu dibanding ayam yang tidak dilakukan inseminasi buatan. Setelah lebih

dari umur 30 minggu produksi telur yang dihasilkan akan konstan sampai umur 50 minggu,

baik pada ayam yang diberi perlakuan atau tidak tapi produksi tetap lebih tinggi pada ayam

yang diinseminasi buatan.

Berikut grafik jumlah ayam dan telur yang dihasilkan perkandang di Farm

Gambar 6.Grafik jumlah ayam dan telur yang dihasilkan perkandang

Dari 179 ekor betina yang diinseminasikan rata-rata telur yang dihasilkan perkandang

berjumlah 8-9 butir telur/hari. Kemudian untuk mengetahui telur yang fertil dilakukan dengan

proses candling/peneropongan pada kamar gelap dengan box yang telah diberi lampu atau

dengan cara lain yaitu pada hari pertama telur dipecah lalu dilihat secara visual ada bentukan

seperti bintik putih. Telur fertil merupakan telur yang telah terbuahi. Dari 112 butir telur yang

dihasilkan sebanyak 93 telur mengalami fertilisasi, jika dibuat presentase sebanyak 83 % telur

telah fertil . Telur yang fertil tadi siap dimasukkan dalam mesin pengeraman untuk ditetaskan

menjadi Ayam DOC Kampung Super.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 3 5 7 9 1113U

mu

r ay

am d

alam

min

ggu

Ayam yang di IB Umur

Ayam yang di IB Produksi

Ayam yang tidak di IB Umur

0

50

1 3 5 7 9 11 13

Kandang

Jumlah ayam

Rata-rata telur /hari

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

59

KESIMPULAN

Berdasarkan dari praktek lapangan yang telah dilakukan ini, dapat disimpulkan bahwa

untuk dapat memproduksi DOC Ayam Kampung Super yang tinggi dapat dilakukan dengan

inseminasi buatan. Terbukti dari 112 butir telur yang dihasilkan sebanyak 93 butir telur fertil

dan siap dieramkan untuk menjadi DOC Ayam Kampung Super. Diharapkan hasil dari

praktek lapangan yang telah dilakukan ini mampu mensejahterakan peternak maupun petani

dan bagi mahasiswa untuk terus mengembangkan ide-ide lain mengenai bab ini. sehingga

dapat mencapai wasembada pangan sehat melalui telur.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 2005. SNI 01-4868.2-2005. Bibit niaga (final stock) ayam ras

tipe petelur umur sehari (kuri/doc). Badan Standardisasi Nasional Jakarta

Departemen Peternakan.1998.Inseminasi Pada Ayam Buras. Jakarta:Pustaka Litbang

Direktorat Jenderal Pertanian dan Peternakan.2008.Road Map Perbibitan Ternak.Dijernak,

Jakarta

Irawan, Agus. 1996. Budidaya Ayam-ayam Unggulan. Solo: Cv Aneka. Hlm 28,35

Santosa,Haridan Sudaryani.1999. Pembibitan Ayam Buras. Jakarta:Penebar Swadaya.Hlm 50-

59

Sastrodihardjo, S. & H. Resnawati. 1999. Inseminasi Ayam Buras Meningkatkan Produksi

Telur Mendukung Pengadaan DOC Unggul. Jakarta :Penebar Swadaya

Sudarmono, Drs.AS.2003.Pedoman Pembibitan Ayam Ras Petelur.Yogyakarta: Penerbit

Kanisius.Hlm 10,13-14,20

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

60

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

61

„BALET‟ (BELALANG NUGGET BERPROTEIN TINGGI) SEBAGAI ALTERNATIF

PEMENUHAN PROTEIN HEWANI MASYARAKAT

Ridho Andika Putra1, Anti Ahsanti

2, Muhammad Rizki Adrian

2, Muhammad Fikri

2,

Azizatul Ulfa3

1Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

2Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

3Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

ABSTRACT

Berdasarkan data United NationsDevelopment Programme (UNDP), tahun 2009 Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia naik tipis dari 0,728 di tahun 2007 menjadi 0,734.

Angka di tahun 2007 tersebut menempatkan Indonesia pada ranking ke 111 dari 182 negara

yang terdata. Indonesia masih tertinggal dari negara-negara di Asia Tenggara lainnya seperti

Singapura (23), Brunei Darussalam (30), Malaysia (66),Thailand (87), dan Filipina (105).

Pola konsumsi atau keseimbangan kontribusi di antara jenis pangan yang dikonsumsi menjadi

salah satu faktor penting yang mempengaruhi kualitas SDM. Dalam jangka panjang,

kekurangan konsumsi pangan dari sisi kuantitas dan kualitas(terutama pada anak balita) akan

memberi dampak negatif terhadap kualitas SDM. Kecukupan energi dan protein dapat

digunakan sebagai indikator untuk melihat kondisi gizi masyarakat serta keberhasilan

pemerintah dalam pembangunan pangan,pertanian, kesehatan, dan sosial ekonomi masyarakat

secara terintegrasi. Derajat ketahanan pangan rumah tangga secara sederhana dapat ditentukan

dengan mengevaluasi asupan energi dan protein rumah tangga tersebut.Jumlah penduduk

Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan pada bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta

(14,15 persen). Belalang nugget merupakan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah pada

belalang menjadi produk olahan kaya protein sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan protein

hewani masyarakat. Selain itu, belalang nugget dapat mengembangkan potensi lokal di

Indonesia.

Keywords: Balet, Belalang, Protein

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

62

PENDAHULUAN

Sampai saat ini Indonesia dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa, masih dihadapkan pada

masalah kualitas SDM yang rendah, yang tercermin dari rendahnya Indeks Pembangunan

Manusia (IPM). Berdasarkan United Nations Development Programme (UNDP) IPM

Indonesia di Tahun 2009 indonesia naik tipis dari 0,728 tahun 2007 menjadi 0,734 pada 2009.

IPM yang dibuat dengan mengacu data-data pembangunan manusia tahun 2007 itu

menempatkan Indonesia pada ranking ke 111 dari 182 negara yang terdata. Hal ini berada

jauh di bawah negara-negara di Asia tenggara lain seperti Singapura yang berada di peringkat

23,Brunei Darussalam (30), Malaysia (66), Thailand (87), dan Filipina yang berada di

peringkat 105 bahkan Srilanka (102) (Anonim, 2009).

Pangan dan gizi terkait sangat erat dengan upaya peningkatan sumber daya manusia.

Ketersediaan pangan yang cukup untuk seluruh penduduk di suatu wilayah belum dapat

digunakan sebagai jaminan akan terhindarnya penduduk dari masalah pangan dan gizi. Hal

tersebut dikarenakan aspek pola konsumsi atau keseimbangan kontribusi di antara jenis

pangan yang dikonsumsi juga diperhatikan. Dalam jangka panjang kekurangan konsumsi

pangan dari sisi jumlah dan kualitas (terutama pada anak balita ) akan berpengaruh terhadap

kualitas SDM. Dalam hal ini, kecukupan energi dan protein dapat digunakan sebagai indikator

untuk melihat kondisi gizi masyarakat, dan juga keberhasilan pemerintah dalam pembangunan

pangan, pertanian, kesehatan,dan sosial ekonomi secara terintegrasi. Derajat ketahanan

pangan rumah tangga secara sederhana dapat ditentukan dengan mengevaluasi asupan energi

dan protein rumah tangga tersebut.

Fakta menunjukkan jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis

kemiskinan di Indonesia) pada tahun 2011 sebesar 30,018 juta (12,49 persen) (Anonim,

2012). Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dan sebagian besar (15.72%

menurut data BPS 2012) penduduk miskin, dapat mengindikasikan bahwa pola makan

masyarakat dalam memenuhi kebutuhan gizi, terutama protein masih sangat rendah, ditambah

lagi dengan lemahnya daya beli masyarakat terhadap produk pangan hewani karena

ketidakmampuan kondisi ekonomi. Produk pangan hewani kita yaitu daging, susu, telur, dan

ikan, belum menggembirakan. Padahal pemerintah menargetkan swasembada daging pada

tahun 2010. Mahalnya harga sapi import dan rendahnya daya beli masyarakat menjadi

penyebab tidak berkembangnya usaha ternak. Padahal, jika hanya mengandalkan produksi

peternakan rakyat, sulit bagi kita untuk swasembada on trend dengan tingkat impor 8,5%.

Saat ini 28% daging sapi masih impor. Kondisi seperti ini akan memperparah pemenuhan

asupan protein masyarakat terutama masyarakat yang berada dalam garis kemiskinan.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

63

Oleh karena itu peningkatan konsumsi protein perlu digalakkan untuk dapat

mencukupi asupan protein masyarakat miskin, salah satunya melalui penganekaragaman

pangan berprotein tinggi. Penganekaragaman pangan berprotein tinggi dapat dikembangkan

dengan menggali potensi lokal yang ada di Indonesia, yaitu dengan pengolahan belalang.

Sebagian masyarakat Indonesia tentu tidak asing lagi dengan makanan ini, di Gunungkidul

misalnya, masyarakat memenuhi kebutuhan proteinnya dengan mengkonsumsi belalang.

Selain harganya terjangkau, belalang sangat mudah didapatkan pada musim-musim tertentu.

Salah satu produk olahan yang dapat dikembangakan dengan bahan dasar belalang adalah

belalang nugget.

MATERI DAN METODE

Belalang memiliki komposisi gizi per 100 gram bagian tubuh yang dapat dimakan antara lain:

Energy Kandungan air Protein Lemak Karbohidrat Serat

Belalang

mentah

170 kkal 62,7 % 26.8% 3.8% 5.5% 2.4 %

Belalang

kering

420 kkal 7.0 % 62.2 % 10.4 % 15.8% 2.4 %

Kompenen ini jauh lebih besar bila dibandingkan dengan daging ayam broiler.

Berdasarkan data dari Balai Besar Industri Hasil Pertanian (1983) daging ayam broiler

mengandung protein sebesar 23,40%, lemak sebesar 1,90% dan 73,70 % air.

Berikut ini merupakan tabel kebutuhan protein per hari yang dianjurkan:

Tabel 1. Kebutuhan protein per hari

Kelompok Umur Kebutuhan protein

(g/kg berat badan)

Bayi 0 – 6 bulan

6 – 12 bulan

2,2

2,0

Anak-anak 1 – 3 tahun

4 – 6 tahun

7 – 10 tahun

1,8

1,5

1,2

Remaja 11 – 14 tahun

15 – 18 tahun

1,0

0,9

Dewasa lebih dari 19 tahun 0,9

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

64

Seiring dengan peningkatan konsumsi protein dan pengolahan belalang yang belum

berkembang, maka penyajian produk belalang dalam bentuk baru merupakan strategi untuk

meningkatkan nilai jual dari belalang.

Pokok permasalahan yang akan diselesaikan dalam momentum rencana bisnis ini

adalah pembentukan sebuah unit usaha produksi kecil dan menengah untuk produk walang

nugget. Proses pembentukan awal selalu menjadi kendala bagi pembentukan unit usaha kecil

dan menengah sehingga besar harapan kami agar program kami dapat terealisasi pada

momentum rencana bisnis ini.

Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahapan untuk mendapatkan bahan utama, bahan

tambahan serta alat yang digunakan untuk menentukan tahapan proses pembuatan belalang

nugget. Dari orientasi yang telah dilakukan diperoleh formula tepat untuk produk belalang

nugget yaitu : Alat. Alat yang digunakan dalam pembuatan belalang nugget adalah: Pisau,

Telenan, Mixer, Penggiling daging, Paci pengukus, Panci, Kompor, Penggoreng, Wadah,

Pencetak nugget. Bahan. Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan nugget belalang di

antaranya adalah bahan utama, bahan pendukung, dan bahan analisis. Bahan Utama Bahan

utamanya adalah belalang kayu. Bahan Pendukung. Bahan pendukungnya adalah bumbu

dapur, air dan tepung tapioka, tepung panir, dan telur.

Tahap Orientasi

Pengolahanbelalang nugget di laboratorium dilakukanuntuk menentukan perlakuan

bentuk awal yang paling tepat sehingga formula awal tersebut tepat untuk diolah. Penentuan

formula untuk memperoleh standardisasi bahan sebelum diolah. Selain itu, dilakukan

observasi untuk menentukan suhu dan tekanan optimal dalam pemasakan.

Pembuatan Belalang Nugget

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembuatan nugget belalang ini adalah

belalang dibersihkan kemudian dikukus setengah matang. Belalang yang telah dikukus

setengah matang digiling kasar dan dilakukan pencampuran dengan bumbu yang telah

dihaluskan yaitu (bawang putih, lada garam dan penyedap rasa), tepung sagu, air, dan telur.

Kemudian dicetak dalam loyang dan dikukus selama 15 menit. Setelah 15 menit, lalu

ditiriskan dan dilakukan pemotongan berbentuk segi empat, lalu dilapisi dengan putih telur

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

65

dan tepung panir atau disebut breading, setelah itu digoreng dan jadilah produk belalang

nugget.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Uji Pasar

Untuk mengetahui dampak kegiatan, kami melakukan evaluasi produk melaui uji pasar.

Dan produk “Balet” Belalang Nugget kami telah mengalami uji kelayakan produk dengan

pemberian tester gratis kepada konsumen. Setelah dicoba “Balet” Belalang Nugget dapat

diterima oleh konsumen tersebut.

Produk dan Penjualan Produk

“Balet” Belalang Nugget pertama kali diproduksi yang satu bungkusnya berisi 5

potong Nugget Belalang seharga Rp. 10.000,00. Dan satu bungkusnya jika langsung digoreng

seharga Rp. 2.500,00. Kemudian terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak yang

mengakibatkan naiknya harga – harga bahan, hal ini membuat harga belalang nugget menjadi

naik dengan satu bungkusnya seharga Rp. 12.500,00 dan jika langsung digoreng dijual dengan

harga Rp. 3.000,00. Berikut adalah penjualan produk “Balet” Belalang Nugget

No Tanggal Lokasi Jumlah Harga (Rp) Total

1 21 Mei 2013 Fakultas Teknologi Pertanian UGM 10 Rp.10.000 Rp. 100.000

2 22 Mei 2013 Fakultas Teknologi Pertanian UGM 10 Rp.10.000 Rp. 100.000

2 25 Mei 2013 Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta

5 Rp. 10.000 Rp. 50.000

3 2 Juni 2013 Sunday Morning UGM 80 Rp. 2.500 Rp. 200.000

4 18 Juni 2013 Direktorat Akademik UGM 180 Rp. 2.500 Rp. 450.000

5 19 Juni 2013 Direktorat Akademik UGM 1 Rp. 10.000 Rp. 10.000

6 30 Juni 2013 Sunday Morning UGM 20 Rp. 3.000 Rp. 60.000

7 9 Juli 2013 Plaza Agro Gadjah Mada UGN 10 Rp. 12.500 Rp. 125.000

8 11 Juli 2013 Giripurwo Gunung Kidul 40 Rp. 12.500 Rp. 500.000

Total 1.595.000

Sosialisasi dan Pemasaran “Balet” Belalang Nugget

Media Promosi yang dijalankan yaitu melalui media online dan offline. Media online

terdiri dari Blog “Balet” Belalang Nugget http://belalangnugget.blogspot.com/. Grup

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

66

Facebook “Balet” Belalang Nugget, twitter @nuggetbelalang, e-mail

[email protected]. Sedangkan pemasaran offline dilakukan dengan menggunakan

leaflet dan poster. Belalang Nugget sudah dipasarkan di beberapa tempat pada bulan

Mei,antara lain:

1. Pameran PKM Expo Agritech Study Club FTP UGM tanggal 22 – 23 Mei 2013.

2. Rumah Nugget Pak Lazib Jalan Jogokaryan

3. Pameran Di acara Tetavarium Permateta UGM tanggal 25 Mei 2013.

4. Stand langsung di Direktorat Administrasi dan Akademika UGM tanggal 18 Juni

2013.

5. Pameran di Stand Agritech Study Club tanggal 19 Juni 2013

6. Bazar Sunday Morning UGM tanggal 10 Juni, 24 Juni dan 30 Juni 2013.

7. Asrama Mahasiswa Putri tanggal 2 Juli 2013

8. Asrama Putra PPSDMS Regional 3 Yogyakarta jalan Kaliurang KM. 8

9. Pembelian secara online dan langsung kepada konsumen.

10. Plaza Agro Gadjah Mada UGM

KESIMPULAN

Dari Program ini telah tercipta produk “Balet” Belalang Nugget berbahan baku

belalang sebagai pangan lokal fungsional. Produk ini telah berhasil memberikan peluang pasar

baru dalam rangka penganekaragaman sumber protein sebagai asupan gizi masyarakat dengan

harga yang cukup bersaing.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar dan Sri Usmiyati.2007. Teknologi Pengolahan Daging. Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor

Anonim. 2009. Belalang. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Belalang. diakses pada tanggal

27 September 2012 pukul 13. 34 WIB

Anonim. 2012. Jumlah Penduduk Miskin Pada Bulan Maret 2009 Sebesar 30,018 Juta (12,49

Persen). Dalam http ://www.bps.go.id. diakses pada tanggal 27 September 2012

pukul 16.34 WIB

Anonim.2009. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Naik. Dalam

http://www.mediaindonesia.com/read/2009/10/10/98674/92/14/Indeks-

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

67

Pembangunan-Manusia-Indonesia-Naik. Diakses tanggal 27 September 2012 pukul

11.16 WIB

Kusmaryani. 2005. Protein Belalang Lebih Tinggi Dari Udang. Dalam http://www.smallcrab.com/kesehatan/25-

healthy/292-protein-belalang-lebih-tinggi-dari-udang. diakses pada tanggal 27 september 2012 pukul 13.25

WIB

Kramlich, W.E., (1973), Sausage Product, dalam J.F. Price dan B.S. Schewiger (eds), The Science of Meat and Meat Product, W.H. Freeman and Co. San Fransisco.

Muchtadi, Deddy. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Muchtadi, Deddy. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor.IPB. Sudarmadji, Slamet dkk. Analisa Bahan Makanana dan Pertanian. PAU pangan dan gizi UGM dengan

LIBERTY,Yogyakarta.

Tanikawa., (1963), dalam Hilma Y, (1999), Pengaruh Perbandingan Penambahan Ampas Tahu dan Ikan Tongkol, UNPAS, Bandung.

Winarno, F.G.1987. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia,Jakarta.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

68

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

69

ANALISIS POTENSI KOMBINASI STIMULASI AKUPUNTUR DENGAN BEE

VENOMPADA TITIK AKUPUNTUR ST36 SEBAGAI PENDEKATAN PREVENTIF

KOMPLIKASI VASKULER PADA DIABETES MELLITUS TIPE II

Gamal1

1Universitas Brawijaya, Malang

ABSTRACT

Patients with DM have a risk two until four times higher than normal population for the

occurrence of vascular complications. This complication are responsible for the increased

mortality rate reaches 75% of deaths from DM. Vascular complications caused by Diabetes

Mellitus Type 2 (DMT2) initially began with the occurrence of insulin resistance. Insulin

resistance causes increased levels of leptin, this increase will directly increase ROS

generation due to binding of leptin to Ob-R in endothelial. Hyperglycemia also contribute to

increased production of ROS and also caused the occurrence of glycosylation reactions that

generate AGEs. Increased ROS and AGEs in DMT2 capable of damaging lipids, proteins,

DNA, and also able to stimulate activation of NF-κB. NF-κB activation would lead to

transcription of inflammatory gene in the nucleus of endothelial cells and lead to the

occurrence of vascular complications. ST36 Point or Zusanli points is acupuncture point

located at 3 inches below the edge of the inferior patella and 1 inch laterally adjacent to the

anterior crest of the tibia. Bee Venom Acupuncture at point ST36 increase antioxidants,

reducing free radicals, and reduce NF-κB. The existence of barriers against ROS by Bee

Venom Acupuncture causes downs ROS in stimulating IKK activity, thereby NF-κB activation

can be suppressed. Bee Venom Acupuncture is not only able to inhibit ROS, but also able to

inhibit the activity of MAPK and NF-κB directly, by inhibition of ROS, MAPK, and NF-κB,

the NF-κB activity on target genes will experience a down-regulation, sothat the occurrence

of complications vasculature can be inhibited.

Keywords: Vascular Complication, DM, bee-venom-acupuncture,

PENDAHULUAN

Diabetes merupakan salah satu penyakit degeneratif tidak menular yang semakin

meningkat jumlahnya1. Data statistik WHO (2008) menyatakan bahwa penderita diabetes di

Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000,

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

70

menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Peningkatan ini seiring dengan peningkatan faktor

risiko yaitu obesitas, kurang aktivitas fisik, merokok, dan hiperkolesterol2. Pada tahun 2005

diketahui bahwa 1,1 juta jiwa meninggal akibat diabetes dan hampir 80% kematian dijumpai

pada negara-negara berkembang terutama di usia 45-64 tahun3.

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik terjadinya

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,

disfungsi, atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan

pembuluh darah3. Diebetes mellitus tipe 2 (DMT2) merupakan 90% dari kasus DM yang ada

dan mempunyai pola familial yang kuat4,5

.

Angka kejadian dan prevalensi penyakit Diabetes Mellitus (DM), semakin lama

semakin meningkat.DM berkaitan erat dengan kelainan kardiovaskuler seperti hipertensi,

sklerosis pembuluh darah, maupun kelainan pembuluh darah mikro. Penderita DM

mempunyai risiko dua sampai empat kali lebih tinggi dibanding populasi normal untuk

timbulnya penyakit kardiovaskuler ataupun komplikasi mikro dan makro angiopati6.

Komplikasi tersebut sangat terkait dengan beratnya keadaan hiperglikemi yang ada dan ikut

bertanggung jawab terhadap peningkatan angka mortalitas yang mencapai 75% dari kematian

akibat DM7.

Terapi akupuntur merupakan salah satu bagian dari pengobatan komplementer dan

alternatif yang telah dipercaya secara ilmiah sebagai komponen yang berguna pada praktik

klinik di Asia timur. Pada praktiknya, terapi akupuntur digunakan untuk menyembuhkan

penyakit dan mempertahankan kesehatan. WHO sudah mendata lebih dari 40 indikasi

pengobatan untuk akupuntur dan National Institutes of Health telah menerima validitasdari

pengobatan akupuntur. Penelitian yang dilakukah Sam-Woong Rho menyatakan bahwa

stimulasi akupuntur berpengaruh pada aktivitas seluler, ekspresi gen, dan aktivitas

metabolisme. Studi fMRI lain pada hewan juga menunjukkan bahwa akupuntur dapat secara

langsung meningkatkan aktivitas otak, khususnya pada daerah hipotalamus (HT) 68

.

Titik ST36 adalah titik akupuntur yang disebut Zusanli. Titik ini terdapat di kaki di

bagian depan dan sedikit di bawah lutut yang biasa disebut Stomach Meridian Point #36 atau

ST36. Pengobatan akupuntur pada titik ini diketahui memperbaiki gangguan pencernaan,

anemia, kelelahan, dan kelemahan. Studi Functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI)

menunjukkan bahwa akupuntur pada titik ST36 yang merupakan titik akupuntur utama pada

kaki memodulasi aktivitas neural dari CNS manusia70

.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

71

"All things are poison and nothing is without poison, only the dose permits something

not to be poisonous" Paracelsus (1493-1541). Pada penemuan terbaru Bee venom

mengandung Melittin. Melittin yang sudah di buktikan dapat mensupresi NF-κB pada

proliferasi vascular smooth muscle cell (VSCM) 78

. Oleh karena itu, tujuan dari karya tulis ini

adalah untuk mengetahui potensi kombinasi stimulasi akupunturdengan Bee Venom pada titik

ST36 sebagai penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner pada penderita DMT2.

MATERI DAN METODE

Hiperglikemia dan resistensi insulin merupakan faktor penting dari patomekanisme

DM. Keadaan hiperglikemia pada DM akan menyebabkan peningkatan autoksidasi glukosa,

glikosilasi protein, dan jalur sorbitol (poliol) yang berpengaruh pada peningkatan

pembentukan AGEs dan ROS8. Sedangkan peningkatan produksi ROS akan menginduksi

aktivasi NF-κB akibat pelepasan IκB9. Resistensi insulin pada DM berpengaruh pada

peningkatan kadar leptin dan penurunan adiponektin serum. Adanya Ob-R pada sel endothel

menyebabkan induksi tidak langsung disfungsi endothel melalui aktivasi NF-κB akibat

stimulasi MAPK10

. Peningkatan aktivasi NF-κB baik akibat induksi leptin maupun ROS akan

menyebabkan meningkatnya respon proinflamasi dan adhesion molecules yang bertindak

dalam patomekanisme terjadinya komplikasi vaskuler pada DMT29,10

.

Pada DMT2 yang menjadi fokus permasalahan dalam terjadinya komplikasi vaskuler

adalah ROS yang bekerja sebagai perusak membran lipid sel, protein, maupun DNA. Bee

venom mengandung zat yang bernama melittin. Melittin sudah di buktikan dapat mensupresi

NF-κB pada proliferasi vascular smoothmuscle cell(VSCM). Dengan adanya supresi NF-κB

maka secara otomatis ekspresi molekul adhesi dan ekspresi enzim inflamasi pun akan

terhambat. Dengan demikian akan mencegah terjadinya komplikasi vaskuler pada DMT2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketidakseimbangan Oksidan dan AntioksidanAkibat Hiperglikemi pada DMT2

Berdasarkan data yang terkumpul diketahui bahwa pada DMT2 resistensi insulin

merupakan faktor dominan yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Selain itu, resistensi

insulin juga menimbulkan peningkatan kadar leptin pada plasma. Adanya Ob-R pada endothel

pembuluh darah, secara langsung akan meningkatkan ikatan antara leptin dan Ob-R yang

mampu mengaktivasi MAPK. Dalam proses selanjunya aktivasi ini akan menyebabkan

peningkatan ROS di mitokondria.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

72

Keadaan hiperglikemia juga menginduksi pembentukan ROS di mitokondria dan

memicu oksidasi glukosa. Terjadinya peningkatan glikosilasi protein pada DMT2 bersama

dengan oksidasi glukosa secara bersama-sama akan menyebabkan terjadinya reaksi Maillard

(glication). Dalam reaksi ini glukosa dan protein akan saling melekat tanpa bantuan

enzimatik dan menghasilkan amodory product (1-amino, 1-deoksi, 2-ketose) sebagai produk

utama pembentuk AGEs.

Produk awal dari reaksi ini disebut Schiff base yang secara spontan akan mengalami

pembentukan kembali menjadi Amadori product. Reaksi inisial ini bersifat reversible,

tergantung pada konsentrasi dari reaktannya. Menurunnya konsentrasi glukosa akan

melepaskan ikatan glukosa dari asam amino yang diikatnya. Sedangkan tingginya konsentrasi

glukosa akan memberikan efek sebaliknya. AGEs merupakan produk yang bersifat

irreversibel. Produksi AGEs yang meningkat pada DMT2 meningkatkan risiko terjadinya

komplikasi pada DMT2.

Karakteristik dari AGEs adalah kemampuannya membentuk ikatan kovalen antar

protein, yang berakibat pada berubahnya struktur dan fungsi protein, seperti pada matriks

seluler, membran dasar, dan komponen dinding pembuluh darah. Disamping itu, AGEs

memiliki interaksi dengan cell-surface AGE-binding receptors yang berakibat pada aktivasi

molekul – molekul proinflamasi dan radikal bebas. AGEs selanjunya akan memfasilitasi

pembentukan ROS melalui perubahan struktural dan fungsi protein dari membran sel maupun

pembuluh darah. Hal ini dikarenakan terdapat hubungan saling mempengaruhi antara produk

glikasi lanjut dengan pembentukan ROS, begitu pula sebaliknya.

Glukosa yang tinggi dalam plasma akan direduksi oleh aldose reductase (AR) menjadi

sorbitol. Sorbitol selanjutnya dioksidasi menjadi fruktosa dengan mereduksi NAD+ menjadi

NADH oleh sorbitol dehidrogenase (SDH). Peningkatan aktivasi jalur ini menyebabkan

meningkatnya turn over NADPH, diikuti dengan menurunnya rasio NADPH sitosol bebas

terhadap NADP+. Hal ini sangat penting karena NADPH sitosoloik juga berperan sebagai

defense antioksidan. Penurunan availability dari NADPH sitosolik berpengaruh pada

penurunan aktivitas glutathione reductase (GRD). Akibatnya terjadi kompetisi antara AR

dengan GRD yang memicu deplesi GSH, sehingga menurunkan aktivitas antioksidan endogen

dan meningkatkan produksi okigen radikal.

Resistensi insulin maupun keadaan hiperglikemia pada DMT2 pada dasarnya bersama-

sama meningkatkan produksi ROS. ROS yang berlebih dalam tubuh menimbulkan

ketidakseimbangan antara oksidan den pertahanan antioksidan endogen. Akibatnya ROS akan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

73

menyerang membran lipid, protein maupun DNA yang mengarah pada kerusakan sel dan

jaringan di dalam tubuh.

Komplikasi Vaskuler sebagai Akibat Ketidakseimbangan Oksidan dan Antioksidan

pada DMT2

Efek nagatif dari ROS tidak berakhir sampai disitu, ROS bersama-sama dengan MAPK

juga berperan sebagai stimulus pengaktivasi IKK yang memicu fosforilasi subunit IκB dari

kompleks NF-κB p50/p65 heterodimer melalui ubiquitin-proteosome system. Akibatnya,

terjadi degradasi subunit IκB oleh proteosome dan terjadi aktivasi NF-κB. NF-κB yang aktif

dengan mudah akan melakukan translokasi dari sitoplasma ke nukleus. Di dalam nukleus NF-

κB akan berikatan dengan κB-binding site pada promoter gen target dan menginduksi

terjadinya transkripsi menjadi mRNA yang selanjutnya meningkatkan ekspresi faktor-faktor

inflamasi dan molekul adhesi, seperti TNF-α, TNF- β, ICAM-1, VCAM, MCP-1, dll.

Peningkatan regulasi terhadap faktor inflamasi dan molekul adhesi akibat peningkatan

aktivitas NF-κB berhubungan dengan disfungsi endothel dan proses terjadinya inflamasi.

Kerusakan endothel menyababkan terjadinya aterosklerosis. Ini disebabakan karena endothel

yang terlepas dalam sirkulasi akan bergabung dengan platelet dan makrofag akibat stimulasi

molekul adhesi dan memicu terjadinya trombosis. Keadaan yang demikian meningkatkan

risiko terjadinya CHD sebagai komplikasi utama penyebab kematian pada DMT2.

Peningkatan Antioksidan dan Penurunan Radikal Bebas Akibat Akupuntur pada Titik

ST36

Studi melalui functional magnetic resonance imaging (fMRI) menunjukkan bahwa

akupuntur pada ST36 mampu mengubah aktivitas transkripsi dan memodulasi aktivitas neural

dari CNS manusia75

. Studi fMRI pada hewan juga menunjukkan bahwa akupuntur secara

langsung meningkatkan aktivitas otak, terutama pada bagian hipotalamus75

.Penemuan ini

menunjukkan bahwa akupuntur memodulasi berbagai fungsi otak pada hipotalamus, yang

mana hipotalamus merupakan pusat control nyeri desenden dan modulasi endokrin terhadap

imunitas.

Penelitian Liu et al dengan pengobatan akupuntur terhadap otak tikus menunjukkan

bahwa stimulasi akupuntur meningkatkan aktivitas superoxide dismutase (SOD) dan

glutathioneperoxidase (GPx), serta menurunkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS)

pada hippocampus. Peningkatan aktivitas SOD pada HT sesuai dengan peningkatan regulasi

transkripsi gen SOD1. Untuk memastikan bahwa stimulasi akupuntur benar-benar

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

74

menurunkan produksi ROS Liu et al mengukur ROS pada LV. Ternyata ROS mengalami

penurunan secara signifikan dengan stimulasi akupuntur pada titik ST36, yaitu sebesar 28,2%

dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun ternyata stimulasi akupuntur di luar titik

ST36 tidak mengakibatkan penurunan ROS. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa

stimulasi akupuntur pada titik sembarang di tubuh tidak mengakibatkan efek yang sama

dibandingkan stimulasi pada titik spesifik ST36(Kim et al., 2005b; 2006).

Mekanisme Neuroimun Akupuntur dalam Mencegah Komplikasi Vaskuler

Aksi anti-inflamasi dari akupuntur di mediasi dari refleks inhibisi sentral dari sistem

imun innate. Bukti klinis dan laboratoris telah menunjukkan negative feedback loop antara

sistem saraf otonom dan sistem imun innate. Stimulasi akupuntur dari nervus vagus

menghambat aktivasi makrofag dan produksi sitokin pro-inflamasi seperti TNF, IL-1β, IL-6,

IL-18.

Akupuntur mengakibatkan aktivasi nervus vagus eferen dan deaktivasi inflamasi

makrofag. Penggunaan akupuntur sebagai terapi adjuvant terhadap terapi konvensional

berpotensi untuk menyembuhkan penyakit inflamasi kronis dan penyakit autoimun.

Gambar1. Modulasi neural dari sistem imun innate yang melibatkan proinflamasi dan anti-

inflamasi68

Eksperimen Matthay dan Ware telah menunjukkan bahwa otak dan sistem imun innate

memiliki 2 jalur, yaitu jalur humoral dan neural. Dalam hal ini, sistem imun berperan sebagai

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

75

organ sensoris untuk menginformasikan ke otak tentang terjadinya inflamasi dan kerusakan

jaringan, sedangkan otak berperan dalam membatasi dan melokalisasi respon inflamasi.

Proses ini diawali ketika unmyelinated sensory C fibers yang terdapat pada semua

organ dan jaringan melepaskan substance P dan proinflamasi lain sebagai respon terhadap

stimulus. Respon ini mengakibatkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler, dan

leukosit marginasi.

Terjadinya inflamasi pada perifer memberikan sinyal yang dibawa lewat jalur

transmisi cepat pada nervus vagus aferen ke traktus nucleus viscerosensory pada batang otak

dan lewat jalur transmisi lambat yang melibatkan sitokin. Hal ini mengakibatkan respon akut

stress dari system nervus simpatis yang dimediasi secara langsung oleh interaksi saraf ke sel

imun atau secara tidak langsung melalui axis neuroendokrin-adrenal. Ikatan katekolamin ke

reseptor 2-adrenergic mengakibatkan menurunnya agen proinflamasi (TNF, IL-1, IL-6,

and IL-18) dan meningkatnya agen anti-inflamasi (IL-10), sehingga akan mengontrol respon

inflamasi. Signal ini juga menstimulus hipotalamus dan kompleks vagal dorsal untuk

menstimulasi pelepasan ACTH sehingga mengaktivasi jalur anti-inflamasi humoral.

Gambar 2. Aktivitas eferen pada nervus vagus68

Meskipun demikian, bukti klinik dan laboratoris menunjukkan bahwa sistem nervus

parasimpatis memainkan peran utama pada penurunan regulasi dari sintesis sitokin. Jalur

vagus yang mengintervensi system reticuloendothelial telah diketahui mampu menjaga

resting heart rate 60-80 bpm dan mengontrol aktivitas digestif dan pencernaan.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

76

Matthay dan Ware juag telah mengidentifikasi ekspresi 7 nicotinic acetylcholine

receptor (7nAChR) pada jaringan makrofag dimana acetylcholine (ACh) berikatan dengan

sistem monosit-makrofag untuk menghambat sintesis pro-inflamasi. Mereka telah melaporkan

bahwa konsentrasi nanomolar dari asetilkolin cukup untuk menghambat produksi dari sitokin

pro-inflamasi pada kultur makrofag manusia yang mendapatkan lipopolysaccharide.

Mekanisme molekuler dari efek anti-inflamasi melibatkan jalur dari tyrosine kinase Jak2 dan

faktor transkripsi STAT3.

Perubahan Mikrosirkulasi sebagai Efek Akupuntur

Stimulasi akupuntur dilaporkan mampu meningkatkan mikrosirkulasi. Stimulasi

akupuntur secara langsung mampu meningkatkan diameter dan kecepatan aliran darah pada

arteriol perifer yang diakibatkan oleh stimulasi fisik, sehingga dapat berperan sebagai

pengobatan suportif untuk penyakit yang berkaitan dengan rendahnya aliran darah perifer.

Gambar 3. Perubahan diameter arteriol92.

Pada gambar 3diameter arteriol meningkat secara signifikan pada akupuntur, yaitu

131%±14%, Diameter arteriol mencapai nilai maksimal pada 20 menit setelah stimulasi

akupuntur berakhir.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

77

Gambar 4. Perubahan kecepatan aliran darah92

Pada gambar 4 kecepatan aliran darah meningkat secara signifikan menjadi

131%±14% dan 220%±66% pada akupuntur. Kecepatan aliran darah memperlihatkan

kecenderungan perubahan yang sama seperti perubahan diameter arteriol. Studi ini

menunjukkan bahwa aliran darah arteriol mulai meningkat setelah 10 menit akupuntur

dimulai, meningkat secara maksimal setelah 20 menit akupuntur berakhir, dan Efek akupuntur

bertahan 40 – 50 menit setelah stimulasi berakhir.

Gambar 5. Fotografi dari observasi pembuluh darah mikro92

Gambar5 adalah gambaran mikroskopis dari observasi pembuluh darah mikro dengan

menggunakan metode REC. Banyak penelitian yang membuktikan efek akupuntur pada

perubahan aliran dan pembuluh darah, antara lain: Maeda et al. melaporkan bahwa stimulasi

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

78

akupuntur menurunkan konsentrasi plasma endotelin 1 sehingga menyebabkan vasodilatasi

dan peningkatan temperatur kulit85

. Litscher et al menemukan bahwa akupuntur

meningkatkan stimulasi aliran darah pada arteri serebral media86

. Lie et al juga melaporkan

bahwa stimulasi elektrik dari nervus medianus memperbaiki ischemia myocardial lokal pada

kucing yang dianestesi87

. Boutouyrie et al memperlihatkan bahwa stimulasi akupuntur

menyebabkan vasodilatasi dari arteri radialis88

. Hsieh et al menemukan bahwa aliran darah

dari hipotalamus, midbrain, dan cerebellum meningkat setelah stimulasi akupuntur89

. Uchida

et al. juga menunjukan bahwa stimulasi akupuntur meningkatkan aliran darah serebrum yang

diukur dengan menggunakan flowmeter laser Doppler pada tikus yang dianestesi90

.

Loaize et al melaporkan bahwa diameter arteriol pada kapsul sendi lutut meningkat

sekitar 25% setelah stimulasi akupuntur pada otot quadriceps tikus yang dianestesi Untuk

memeriksan mekanisme dari vasodilatasi, dia mempelajari efek NO yang merupakan

vasodilator yang dilepaskan dari sel endotel dan saraf. Ternyata vasodilatasi tidak terjadi

setelah pmberian inhibitor NO, yaitu L-NAME (N-nitro-l-arginine). Penelitian ini

mengindikasikan Nitric Oxide berperan pada vasodilatasi yang disebabkan oleh stimulasi

akupuntur(Loaize at al, 2004). Tsuchiya et al mempelajari efek akupuntur terhadap kadar NO.

Kadar NO pada plasma dari lengan yang diberi akupuntur secara signifikan meningkat pada

menit ke-5 dan ke-60 setalah akupuntur. Aliran darah dari Jaringan subkutan palmar pada

lengan yang mengalami akupuntur juga meningkat. Berbagai bukti penelitian tersebut

merupakan indikasi yang kuat bahwa akupuntur mampu memperbaiki fungsi vaskuler.

Mekanisme Bee Venom dalam Mensupresi NF-κB pada DMT2

NF-κBmemicutranskripsi gen yang berhubungan dengan aterosklerosis(VCAM-1,

MCP-1, Tumor Necrosis Factor (TNF), Metaloproteinase Matriks(MMP) -9 dan faktor

jaringan procoagulant). Serangkaian kejadian ini menyebabkan akumulasi makrofag pada

dinding arteri yang yang kemudian akan membentuk foam cell. Di sisi lain NF-κB juga

meningkatakan enzim-enzim inflamasi yang juga berperan pada proses pembentukan plak

aterosklerosis.

Bee venom mengandung zat yang bernama melittin. Melittin sudah di buktikan dapat

mensupresi NF-κB pada proliferasi vascular smoothmuscle cell(VSCM). Dengan adanya

supresi NF-κB maka secara otomatis ekspresi molekul adhesi dan ekspresi enzim inflamasi

pun akan terhambat. Dengan demikian akan mencegah terjadinya komplikasi vaskuler pada

DMT2.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

79

Mekanisme Kerja Akupunturdengan Bee Venompada Titik ST36 (Zusanli) dalam

Mencegah Komplikas Vaskuler pada DMT2

Pada DMT2 yang menjadi fokus permasalahan dalam terjadinya komplikasi vaskuler

adalah ROS. ROS bekerja sebagai sebagai perusak membran lipid sel, protein, maupun DNA.

Diketahui bahwa, kombinasi akupuntur dan bee venompada titik akupuntur ST36mampu

mengakibatkan perubahan ekspresi gen di hipotalamus dan perubahan aktivitas enzim

antioksidatif. Titik ST36 atau titik Zusanli terletak pada 3 inci di bawah tepi inferior patella

dan 1 inci disebelah lateral anterior crest dari tibia(Teruo Matsumoto, 2004). Bee venom

akupunturpada titik ST36 mampu meningkatkan aktivitas superoxide dismutase, Glutatione

Peroxidase, dan menurunkan ROS.

Apabila induksi akupunturdengan bee venomtelah menghambat peningkatan ROS

pada DMT2, maka diduga bahwa terjadinya kerusakan protein dan DNA dapat dihambat.

Tidak hanya itu, dengan dihambatnya ROS melalui bee venomakupuntur, pembentukan AGEs

juga akan dapat ditekan sehingga dapat menurunkan amplifikasi pembentukan ROS oleh

AGEs.

Adanya hambatan terhadap ROS oleh akupuntur menyebabkan turunya aktivitas ROS

dalam menstimulasi IKK, dengan demikian aktivasi NF-κB dapat ditekan. Bee venom

akupunturtidak hanya mampu mengahambat ROS, namun juga mampu menghambat aktivitas

MAPK dan NF-κB secara langsung, sehingga kerja akupuntur menjadi lebih kompleks yaitu

pada radikal bebas yang terbentuk pada DMT2 dan secara genomik. Dengan hambatan pada

ROS, MAPK, dan NF-κB maka aktivitas NF-κB pada gen target akan mengalami down-

regulation dalam menghasilkan enzim inflamasi, molekul adhesi, sitokin, maupun kemokin

yang berperan terhadap disfungsi endothel dan komplikasi vaskuler.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

80

Gambar 6. Skema Usulan analisis potensi bee venom akupuntur sebagai preventif komplikasi vaskuler

pada DMT2 melalui kajian biomolekuler

KESIMPULAN

Resistensi insulin maupun keadaan hiperglikemia pada DMT2 bersama-sama

akan meningkatkan produksi ROS dan MAPK. ROS bersama-sama dengan MAPK akan

mengaktivasi NF-κB yang meningkatkan ekspresi faktor-faktor inflamasi dan molekul

adhesi, sehingga berakibat pada terjadinya komplikasi vaskuler

Akupuntur dan toksin lebah pada titik ST36dapat mencegah komplikasi vaskuler

pada Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan meningkatkan SOD, GP, dan menurunkan radikal

bebas, serta menurunkan NF-κB. Hambatan pada ROS dan NF-κB akanmengakibatkan

down-regulation enzim inflamasi, molekul adhesi, sitokin, maupun kemokin yang

berperan terhadap disfungsi endothel dan vaskuler, sehingga komplikasi vaskuler dapat

dicegah.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

81

Akupuntur dilakukan 2x seminggu selama dua bulan dengan menggunakan

jarum akupuntur yang steril dan terbuat dari stainlesssteel dengan ukuran 0,25 x 30 mm.

Jarum ditusukkan tegak lurus sedalam 2-3 mm pada ST 36 kanan dan kiri lalu diputar

sekitar 360° sebanyak 60 kali per menit selama 20 detik. Proses tersebut dimanipulasi

setiap 5 menit dan ditarik setelah 20 menit. Toksin lebah sebanyak 0,1 ml disuntikkan

pada titik akupunktur ST 36 bersamaan dengan penusukan akupuntur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono, Slamet. (2007). “Patofisiologi Diabetes Melitus” dalam Penatalaksanaan

Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Dr.

Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Yusharmen, I Nyoman Kandun, Hariadi Wibisono, Endang R Sedyaningsih,

Widarso. 2005. New England Journal of Medicine, 355(21) : 2186-94.

3. WHO. 2008. Diabetes. (Online) (http://www.who.int/diabetes/facts/

world_figures/en/, diakses 18 September 2010)

4. Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta: Media

Aesculapius.

5. Price, S.A. and Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit (Volume 2 Edisi 6). Jakarta : EGC.

6. Beckman JA, Creager MA, Libby P. Diabetes and atherosclerosis: epidemiology,

pathophysiology, and management. JAMA, 287:2570-81, 2002

7. Gutterman D. Vascular dysfunction in hyperglycemia. Is Protein Kinase-C the

culprit. Circ Res. 90:5-7, 2002

8. Ahmed, S., E. Nawata, M. Hosokawa, Y. Domae, and T. Sakuratani. 2002.

Alterations in photosynthesis and some antioxidant enzymatic activities of

mungbean subjected to waterlogging. Plant Sci. 163: 117-123.

9. Shutenko Z, Henry Y, Pinard E, et al. 2009. Influence of antioxidant quercetin in

vivo on the level of nitric oxide determined by electron paramagnetic resonance in

rat brain during global ischemia and reperfusion. Biochem Pharmacol;57:199-208.

10. Van Acker SA, Tromp MN, Haenen GR, etal. 2005. Flavonoids as scavengers of

nitric oxide radical. Biochem Biophys Res Commun ;214:755-9.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

82

11. Guyton dan Hall. 2004. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

12. Cines, D.B., Pollak, E.S., Buck, C.A., Loscalzo, J., Zimmerman, G.A., McEver,

R.P., Pober, J.S., Wick, T.M., Konkle, B.A., Schwartz, B.S., Barnathan, E.S.,

McCrae, K.R., Hug, B.A.Schmidt, A., and Stern, D.M. 2008. Endothelial Cells in

Physiology of Vascular Disorders. The Journal of The American Society of

Hematology, Volume 91, No. 10.

13. Noer, M.S., Waspadji, S., Rachman, A.M., Lesmana, L.A., Widodo D., Isbagio, H.,

Alwi, I. dan Husodo, U.B. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI.

14. Velazquez, E., Winocour, P.H., Kesteven, P., Alberti, K.G., and Laker, M.F. 2005.

Relation of lipid peroxides to macrovascular disease in type 2

diabetes.DiabeticMedicine8, 752-758.

15. Collier, A., Rumley, A., Rumley, A.G., Paterson, J.R., Leach, J.P., Lowe, G.D., and

Small, M. 2002. Free radical activity and hemostatic factors in NIDDM patients

with and without microalbuminuria.Diabetes41, 909-913.

16. MacRury, S.M., Gordon, D., Wilson, R., Bradley, H., Gemmell, C.G., Paterson,

J.R., Rumley, A.G., and MacCuish, A.C. 2003. A comparison of different methods

of assessing free radical activity in type 2 diabetes and peripheral vascular disease.

DiabeticMedicine10, 331-335.

17. Griesmacher, A., Kindhauser, M., Andert, S.E., Schreiner, W., Toma, C., Knoebl,

P., Pietschmann, P., Prager, R., Schnack, C., and Schernthaner, G. 2005. Enhanced

serum levels of thiobarbituric-acid-reactive substancesin diabetes mellitus. Am. J.

Med. 98, 469-475.

18. Santini, S.A., Marra, G., Giardina, B., Cotroneo, P., Mordente, A., Martorana, G.E.,

Manto, A., and Ghirlanda, G. 2007. Defective plasma antioxidant defenses and

enhanced susceptibility to lipid peroxidation in uncomplicated IDDM. Diabetes46,

1853-1858.

19. Robertson, R.P. 2004. Chronic oxidative stress as a central mechanism for glucose

toxicity in pancreatic islet beta cells in diabetes, J. Biol. Chem. 279(41), 42351–

42354.

20. West, I.C., 2005. Radicals and oxidative stress in diabetes. Diabetic Med. 17, 171–

180.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

83

21. Hiramatsu, K, S. Arimori, 2008. Increased superoxide production by mononuclear

cells of patients with hypertryglycerdemia and diabetes,Diabetes37, 832–837.

22. Koh, et al. 2003. Peroxisome Proliferator-Activated Receptor (PPAR)- Activation

Prevents Diabetes in OLETF Rats. (Online)

(http://diabetes.diabetesjournals.org/cgi/content/full/52/9/2331?maxtoshow=&HITS

=&hits=&RESULTFORMAT=&fulltext=Diabetes+PPAR&andorexactfulltext=and

&searchid=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=HWCIT, diakses 18 September

2010)

23. Bastaa, G., Ann Marie Schmidtb, and Raffaele De Caterina. 2004. Advanced

glycation end products and vascular inflammation: implications for accelerated

atherosclerosis in diabetes. Cardiovascular Research, 63: 582– 592

24. Kanthryn C.B., Tan, Wing-Sun Chow, Victor, H.G. AI, Christine Metz, Richard

Bucala, and Karen S.L. Lam. 2002. Advanced Glycation End Products and

Endothelial Dysfunction in Type 2 Diabetes. Diabetes Care, 25:1055–1059, 2002

25. Aragno, M., E. Tamagno, V. Gato, E. Brignardello, S. Parola, O. Danni, G.

Boccuzzi. 2009. Dehydroepiandrosterone protects tissues of streptozotocin-treated

rats against oxidative stress. Free Radic. Biol. Med. 26(11/12), 1467–1474.

26. Sato, Y., Hotta, N., Sakamoto, N., Matsuoka, S., Ohishi, N., and Yagi, K. 2009.

Lipid peroxide level in the plasma of diabetic patients. Biochemical Medicineand

Metabolic Biology21(1),104-107.

27. Velazquez, E., Winocour, P.H., Kesteven, P., Alberti, K.G., and Laker, M.F. 2005.

Relation of lipid peroxides to macrovascular disease in type 2

diabetes.DiabeticMedicine8, 752-758.

28. Collier, A., Rumley, A., Rumley, A.G., Paterson, J.R., Leach, J.P., Lowe, G.D., and

Small, M. 2002. Free radical activity and hemostatic factors in NIDDM patients

with and without microalbuminuria.Diabetes41, 909-913.

29. MacRury, S.M., Gordon, D., Wilson, R., Bradley, H., Gemmell, C.G., Paterson,

J.R., Rumley, A.G., and MacCuish, A.C. 2003. A comparison of different methods

of assessing free radical activity in type 2 diabetes and peripheral vascular disease.

DiabeticMedicine10, 331-335.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

84

30. Neri, S., Bruno, C.M., Raciti, C., Dangelo, G., Damico, R., and Cristaldi, R. 2004.

Alteration of oxide reductive and haemostatic factors in type 2 diabetics. Journalof

Internal Medicine236, 495-500.

31. Griesmacher, A., Kindhauser, M., Andert, S.E., Schreiner, W., Toma, C., Knoebl,

P., Pietschmann, P., Prager, R., Schnack, C., and Schernthaner, G. 2005. Enhanced

serum levels of thiobarbituric-acid-reactive substancesin diabetes mellitus. Am. J.

Med. 98, 469-475.

32. Niskanen, L.K., Salonen, J.T., Nyyssonen, K., and Uusitupa, M.I. 2005. Plasma

lipid peroxidation and hyperglycaemia: a connection through

hyperinsulinaemia?Diabetic Medicine12, 802-808.

33. Santini, S.A., Marra, G., Giardina, B., Cotroneo, P., Mordente, A., Martorana, G.E.,

Manto, A., and Ghirlanda, G. 2007. Defective plasma antioxidant defenses and

enhanced susceptibility to lipid peroxidation in uncomplicated IDDM. Diabetes46,

1853-1858.

34. Cederberg, J., Basu, S., and Eriksson, U.J. 2001. Increased rate of lipid

peroxidation and protein carbonylation in experimental diabetic pregnancy.

Diabetologia44, 766-774.

35. Wautier, J. L., M. P. Wautier., A.M. Schmidt., G. M. Anderson., H. Rif, C.

Zoukourian., L. Capron., Chappey, S.D., Yan, J., Breyf, P.J., Guillausseauii, and

D. SterniI. 2004. Advanced glycation end products (AGEs) on the surface of

diabetic erythrocytes bind to the vessel wall via a specific receptor inducing oxidant

stress in the vasculature: A link between surface associated AGEs and diabetic

complications. Proc. Natl. Acad. Sci, Vol. 91, pp. 7742-7746.

36. Robertson, R.P. 2004. Chronic oxidative stress as a central mechanism for glucose

toxicity in pancreatic islet beta cells in diabetes, J. Biol. Chem. 279(41), 42351–

42354.

37. West, I.C., 2005. Radicals and oxidative stress in diabetes. Diabetic Med. 17, 171–

180.

38. Lenzen, S., J. 2006. Drinkgern, M. Tiedge, Low antioxidant enzyme gene expression

in pancreatic islets compared with various other mouse tissues, Free Radic. Biol.

Med., 20, 463–466.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

85

39. Lyons, T.J. 2001. Oxidized low density lipoproteins: a role in the pathogenesis of

atherosclerosis in diabetes?Diabet Med. 8, 411– 419.

40. Steiner, G. 2005. Atherosclerosis, the major complication of diabetes, Adv. Exp.

Med. Biol.189, 277–297.

41. Hiramatsu, K, S. Arimori, 2008. Increased superoxide production by mononuclear

cells of patients with hypertryglycerdemia and diabetes,Diabetes37, 832–837.

42. Wautier, J.L. and P.J. Guillausseau. 2001. Advanced Glycation End Products, Their

Receptors and Diabetic Angiopathy. Diabetes Metab, 27: 535-542

43. Mohamed, A.K., A. Bierhaus, S. Schiekofer, H. Tritschler, R. Ziegler, P.P.

Nawroth, 2009. The role of oxidative stress and NF-Kappa B activation in late

diabetic complications, Biofactors, 10, 157–167.

44. Nyunai, N., Njifutie, Njikam., Catherine, M and Philippe Pastoureau. 2006. Blood

Glucose Lowering Effect of Aqueous Leaf Extracts of Ageratum conyzoides in

Rats. African Journal of Traditional, Complementary and Alternative Medicines,

Vol. 3, No. 3, pp. 76-79

45. Halliwel, B and Gutteridge, J. M. 2009. Free Radicals. In Biology and Medicine.

Third Edition. Oxford Science Publications.

46. Cerellio, A, N. Bortolotti, M. Pirisi, et al. 2007. Total plasma antioxidant capacity

predicts thrombosis-prone status in NIDDM patients,Diabetes Care. 20, 1589– 93.

47. Baldwin, A. S., Jr. 2006. The NF-kappa B and I kappa B proteins: new discoveries

and insights. Annu Rev Immunol 14:649-83.

48. Ghosh, G., G. van Duyne, S. Ghosh, and P. B. Sigler. 2005. Structure of NF-kappa

B p50 homodimer bound to a kappa B site. Nature 373:303-10.

49. Hayden, M. S., A. P. West, and S. Ghosh. 2006. NF-kappaB and the immune

response. Oncogene 25:6758-80.

50. Ghosh, G., G. van Duyne, S. Ghosh, and P. B. Sigler. 2005. Structure of NF-kappa

B p50 homodimer bound to a kappa B site. Nature 373:303-10.

51. Cramer, P., C. J. Larson, G. L. Verdine, and C. W. Muller. 2007. Structure of the

human NF-kappaB p52 homodimer-DNA complex at 2.1 A resolution. Embo J

16:7078-90.

52. Malek, S., Y. Chen, T. Huxford, and G. Ghosh. 2001. IkappaBbeta, but not

IkappaBalpha, functions as a classical cytoplasmic inhibitor of NF-kappaB dimers

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

86

by masking both NF-kappaB nuclear localization sequences in resting cells. J Biol

Chem276:45225-35.

53. Courtois, G., and T. D. Gilmore. 2006. Mutations in the NF-kappaB signaling

pathway: implications for human disease. Oncogene 25:6831-43.

54. Pahl, H. L. 2009. Activators and target genes of Rel/NF-kappaB transcription

factors. Oncogene 18:6853-66.

55. Weil, R., S. T. Whiteside, and A. Israel. 2007. Control of NF-kappa B activity by the

I kappa B beta inhibitor. Immunobiology 198:14-23.

56. Bonizzi, G., and M. Karin. 2004. The two NF-kappaB activation pathways and their

role in innate and adaptive immunity. Trends Immunol 25:280-8.

57. Dejardin, E. 2006. The alternative NF-[kappa]B pathway from biochemistry to

biology: Pitfalls and promises for future drug development. Biochemical

Pharmacology 72:1161-1179.

58. Hoffmann, A., G. Natoli, and G. Ghosh. 2006. Transcriptional regulation via the

NFkappaB signaling module. Oncogene 25:6706-16.

59. Boulanger CM, Vanhoute PM. The endothelium: a pivotal role in health and

cardiovascular disease. Servier International. France, 2004

60. Beckman JA, Creager MA, Libby P. Diabetes and atherosclerosis: epidemiology,

pathophysiology, and management. JAMA, 287:2570-81, 2002

61. Creager MA, Luscher TF, Consentino F, Beckman JA. Diabetes and vascular

disease. Pathophysiology, clinical consequences, and medical therapy: Part I.

Circulation. 108:1527-32, 2003

62. Mc Veigh GE, Brennan GM, Johnston GD, et al. Impaired endothelium dependent

and independent vasodelation in patient with type-2 diabetes mellitus. Diabetologia.

35:771-76, 2002

63. Beckman JA, Goldfine AB, Gordon MB, et al. Ascorbate restores endothelium

dependent vasodilation impaired by acute hyperglycemia in humans. Circulation.

103:1618-23, 2001

64. Hink U, Li H, Mollnau H, et al. Mechanisms underlying endothelial dysfunction in

diabetes mellitus. Circ Res. 88:E14-E22.,2001

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

87

65. Hempel A, Maasch C, Heintze U, Lindschau C, Dietz R, Luft FC, Haller H. High

glucose concentration increase endothelial cell permeability via activation of protein

kinase-C alpha. Circulation Res. 81:363-71, 2007

66. Esper, R., Vilariño, J., Machado, R., and Paragano A. 2008.Endothelial Dysfunction

in Normal and Abnormal Glucose Metabolism. Adv Cardiol. Basel, Karger, vol. 45,

pp 17-43

67. Sofia, D. 2003. Antioksidan dan Radikal Bebas. (Online) (http://www.chem-is-

try.org/?sect=artikel&ext=81, diakses 23 September 2010)

68. Culliton BJ. Neuroimmunie basis of acupuncture. Nat Med 3: 1307, 2007.

69. Lock MM. East Asian Medicine in Urban Japan: Varieties of Medical Experience

(ComparativeStudies of Health Systems & Medical Care).Los Angeles: University

of California Press , 2001.

70. Cho ZH, Chung SC, Jones JP, Park JB, Park HJ, Lee HJ, Wong EK, Min BI. New

findings of the correlation between acupoints and corresponding brain cortices using

functional MRI. Proc NatlAcad Sci USA 95: 2670-2673, 2008.

71. Murase K, Kawakita K. Diffuse noxious inhibitory controls in anti-nociception

produced byacupuncture and moxibustion on trigeminal caudalis neurons in rats.

Jpn J Physiol 50: 133-140,2001.

72. Uchida S, Kagitani F, Suzuki A, Aikawa Y. Effect of acupuncture-like stimulation

on corticalcerebral blood flow in anesthetized rats. Jpn J Physiol 50: 495-507,

2000.Acupuncture. NIH Consensus Statement 15: 1-34, 2007.

73. Chung SH, Dickenson A. Pain, enkephalin and acupuncture. Nature 283: 243-244,

2005.

74. Niimi H, Yuwono HS. Asian traditional medicine: from molecular biology to organ

circulation. Clin Hemorheol Microcirc 23: 123-125, 2005.

75. Gongwang L, Hyodo A. Fundamentals of Acpuncture and Moxibustion. Tianjin,

China: Tianjin Science and Technology Translation and Publishing Corp., 2004.

76. Billingham, M.E., J. Morley, J.M. Hanson, R.A. Shipolini and C.A. Vernon. Letter;

an anti-inflammatory peptide from bee venom. Nature 245: 163–164, 2006.

77. Kwon, Y.B., J.D. Lee, H.J. Lee, H.J. Han, W.C. Mar, S.K. Kang, A.J. Beitz and J.H.

Lee. Bee venom injection into an acupuncture point reduces arthritis associated

edema and nociceptive responses. Pain 90: 271–280, 2007.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

88

78. Kang, S.S., C.C. Pak and S.H. Choi. The effect of Shole bee venom on arthritis. Am.

J. Chin. Med.30(1): 73–80, 2002.

79. Lariviere WR, Melzack R. 2006. The bee venom test: a new tonic-pain test. Pain

66:271–277.

80. Lariviere WR, Wilson SG, Laughlin TM, Kokayeff A, West EE, Adhikari SM, Wan

Y, Mogil JS. 2002. Heritability of nociception. III. Genetic relationships among

commonly used assays of nociception and hypersensitivity. Pain 97:75–86.

81. Chen HS, Chen J. 2004. Secondary heat, but not mechanical, hyperalgesia induced

by subcutaneous injection of bee venom in the conscious rat: effect of systemic MK-

801, a non-competitive NMDA receptor antagonist. Eur J Pain 4:389–401.

82. Chen J. 2003. The bee venom test: a novel useful animal model for study of spinal

coding and processing of pathological pain information. In: Experimental

pathological pain: from molecules to brain functions (Chen J, Chen CAN, Han JS,

Willis WD, eds), pp 77–110. Beijing: Science Press.

83. Lee JH, Kwon YB, Han HJ, Mar WC, Lee HJ, Yang IS, Beitz AJ, Kang SK. 2001.

Bee venom pretreatment has both an antinociceptive and anti-inflammatory effect

on carrageenan-induced inflammation.J Vet Med Sci 63:251–259.

84. Tu AT. 2007. Venoms: Chemistry and molecular biology. Toronto: John Wiley.

85. Maeda M, Kachi H, Ichihashi N, Oyama Z, Kitajima Y. The effect of electrical

acupuncture-stimulation therapy using thermoguraphy and plasma endothelin (ET-

1) levels in patients with progressive systemic sclerosis (PSS). J Dermatol Sci

2008;17:151–5

86. Litscher G, Schwarz G, Sandner-Kiesling A, Hadolt I. Robotic transcranial Doppler

sonography probes and acupuncture. Intern J Neuroscience 2008;95:1–15

87. Lie P, Pitsillides KF, Rendig SV, Pan H-L, Longhurst JC. Reversal of reflex-

induced myocardial ischemia by median nerve stimulation: a feline model of

electroacupuncture. Circulation 2008;97:1186–94

88. Boutouyrie P, Corvisier R, Azizi M, Lemoine D, Laloux B, Hallouin M-H, Laurent

S. Effects of acupuncture on radial artery hemodynamics: controlled trials in

sensitized and naïve subjects. Am J Physiol Heart Circ Physiol 2001;280:H628–

H633

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

89

89. Hsieh J-C, Tu C-H, Chen F-P, Chen MC, Yeh TC, Cheng H-C, Wu Y-T, Liu R-S,

Ho L-T. Activation of the hypothalamus characterizes the acupuncture stimulation

at the analgesic point in human: a positron emission tomography study. Neurosci

Lett 2001;107:105–8

90. Uchida S, Kagitani F, Suzuki A, Aikawa Y. Effect of acupuncture-like stimulation

on cortical cerebral blood flow in anesthetized rats. Jpn J Physiol 2005;50:495–507

91. Loaiza LA, Yamaguchi S, Ito M, Ohshima N. Electroacupuncture stimulation to

muscle afferents in anesthetized rats modulates the blood flow to the knee joint

through autonomic reflexes and nitric oxide. Auton Neurosci 2002;97:103–9

92. Makiko Komori, Katsumi Takada. Microcirculatory Responses to Acupuncture

Stimulation and Phototherapy.Anesth Analg 2009;104:308–11

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

90

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

91

BENALU TEH (SCRURRULA ATROPURPUREA) SEBAGAI HERBAL

ALTERNATIF ANTIBAKTERI UNTUK PENGOBATAN INFEKSI

METHICHILLIN-RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS (MRSA)

Novra Arya Sandi, Siti Isrina Oktavia Salasia

Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

Parasite tea (Scurrula atropurpurea) is a plant commonly used as traditional medicine.

It contains active substancessuch as flavonoids that are potential for

antibacterial. Recently,bacterial resistance to various antibiotics has beenincreased. It

takes an effort to find a medicinal plant with a potential as a proper and safe

antibiotic. The study explored the alternativeantibiotic from parasite tea for the

treatment of mastitis due to Staphylococcus aureus that is resistance to several

antibiotics. The study was aimed to the antibacterial activity of parasite tea compounds

against S. aureusantibiotics multiresistant. Based on sensitivity test of various

antibiotics previously, it was known that the majority of S. aureus was resistant to

oxacilin (87.5%), erythromycin (71.97%) and some isolates were also resistant to

tetracycline (37.46%), ampicillin (25%) and gentamicin (21.87%). The results of

previous studies also showed that S. aureuswere resistance to tetracycline, gentamicin,

erythromycin, oxacilin, ampicilin and penicillin G. Staphylococcus aureus also has a

meditative (intermediate) character of the carious antibiotics which tend toward

resistance to tetracycline, gentamicin, erythromycin, ampicillin and penicillin G. An

alternativeto solve the resistance of S. aureus to several antibiotics wasto utilize active

substance contained in parasit tea to kill the bacteria. The active compounds contained

in parasit tea plantssuch as tannins, phenols, saponins, alcaloids, flavonoids and

triterpene steroide have potential antibacterial activity, especially against S.aureus. The

potential antibacterial activities of the active substances varies depending on the

solvent,extraction and concentration of plant extracts.

Keywords: Parasit tea, mastitis, Stapylococcus aureus, herbal medicine, alternative

antibiotic

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

92

PENDAHULUAN

Mastitis merupakan radang ambingyang disebabkan oleh infeksi Staphylococcus

aureus (S. aureus), dapat terjadi secara klinis, namun seringkali terjadi secara subklinis

dan kronis (Bannerman dan Wall, 2005). Mastitis sering terjadi pada sapi perah dan

menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi peternakan sapi perah di

seluruh dunia (Quinn et al., 2002). Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh mastitis,

terutama mastitis subklinis, meliputi penurunan produksi dan mutu susu, peningkatan

biaya perawatan dan pengobatan, pengafkiran ternak lebih awal serta pembelian sapi

perah baru (Subronto, 2003). Staphylococcus aureusdapat menginfeksi manusia atau

bersifat zoonosis (Warsa,1994; Bannerman dan Wall, 2005) dan dapat menyebabkan

keracunan makanan karena mampu menghasilkan dua jenis toksin yang mempunyai

akifitas sebagai superantigen yaitu enterotoksin dan Toxic Shock Syndrom (TSS)

toxin(Anonim, 1997; Clements, 1997) .

Menurut Gur et al. (2006),bakteri mempunyai potensi resistensi tehadap

berbagai macam antibiotik akibat pemberian antibiotika secara sembarangan dan tidak

mengikuti aturan. Hal ini menyebabkan permasalahan dalam pengobatan penyakit-

penyakit infeksius. Resistensi bakteri terhadap antibiotik telah menjadi perhatian dunia

secara global (Westh et al.,2004). Sejak resistensi bakteri terhadap antibiotik meningkat,

mulai muncul perhatian untuk menemukan obat alami sebagai antimikrobial. Usaha

untuk menemukan antimikrobial alternatif sangat penting dan sangat dibutuhkan untuk

mengobati penyakit infeksi bakteri termasuk mastitis pada sapi perah.

Salah satu penyebab resistensi bakteri adalah penghentian antibiotik sebelum

penyakit sembuh, dan pemberian obat di bawah dosis standar. Berdasarkan uji

sensitivitas terhadap berbagai antibiotik, diketahui bahwa sebagian besar S. aureus telah

resisten terhadap oksasilin (87,5%), eritromisin (71,97%) dan ada beberapa isolat yang

juga resisten terhadap tetrasiklin (37,46%), ampisillin (25%) dan gentamisin

(21,87%)(Salasia,2005). Berdasar penelitian yang dilakukan Waranurastuti (2009),

Staphylococcus aureustelah resisten terhadap tetrasiklin, gentamisin, eritromisin,

oksasilin, ampisilin dan penisilin G.Selain itu,Staphylococcus aureus juga memiliki

sifat intermedier terhadap berbagai antibiotika yang cenderung ke arah resisten terhadap

tetrasiklin, gentamisin, eritromisin, ampisilin dan penisilin G.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

93

Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten terhadap berbagai antibiotik

memerlukan penanganan dengan obat baru yang memiliki potensi tinggi terhadap

infeksi.Pengkajian zat yang berkhasiat sebagai antibakteri perlu dilakukan untuk

menemukan produk antimikroba yang berpotensi untuk menghambat atau membunuh

bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh

adalah memanfaatkan zat aktif pembunuh bakteri yang terkandung dalam tanaman obat.

Penggunaan obat tradisional telah lama berkembang di Indonesia sebagai salah satu

alternatif untuk menunjang program kesehatan masyarakat (Hembing, 1996).

Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai antibiotika herbal adalah

benalu teh Scurrula atropurpureadengan potensi sebagai antibakteri,antiviral,

antiinflamasi, antialergi, antimutagenik, antitrombotik, dan aktivitas vasodilatasikarena

mengandung flavonoid (Larbier dan Leclerco 1992; Miller, 1996). Sampai saat ini

belum banyak penelitian mengenai senyawa aktif dalam benalu teh, di antaranya

senyawa yang berkhasiat sebagai antitoksin dan antioksidan. Gusvianiet al.,(2002)

melaporkan bahwa benalu teh mengandung kuersitrin yang salah satu aktivitasnya

adalah meningkatkan aktivitas fagositosis, meningkatkan jumlah lekosit total,

mempunyai kemampuan menstimulasi respon imun spesifik, seluler dan respon imun

humoral.

METODE

Penyusunan karya tulis ini bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan

kualitatif melalui studi literatur terhadap hasil penelitian-penelitian sebelumnya.

Tanaman Benalu teh

Benalu teh merupakan tanaman parasit obligat dengan batang menggantung,

berkayu, silindris, berbintik-bintik, coklat,memiliki daun tunggal, berhadapan,

berbentuk lonjong, ujung agak meruncing, pangkal membulat, tepi rata, panjang 5-9 cm,

lebar 2-4 cm, dengan permukaan atas daun berwarna hijau sedangkan permukaan bawah

berwarna coklat. Bunga Benalu teh tergolong bunga majemuk, berbentuk payung,

terdiri dari 4-6 bunga, terdapat diketiak daun atau di ruas batang, tangkai pendek,

kelopak berbentuk kerucut terbalik dengan panjang ± 3 mm, bergigi empat, panjang

benang sari 2-3mm,kepala putik berbentuk tombol, dengan panjang tabung mahkota 1-2

cm, taju mahkota melengkung ke dalam dan berwarna merah. Buah Benalu teh

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

94

berbentuk kerucut terbalik, dengan panjang ± 8 mm, berwarna coklat. Akar Benalu teh

menempel pada pohon inang, berwarna kuning kecoklatan dan berfungsi sebagai

penghisap (Departemen Kesehatan RI, 1997).

Sistematika Benalu teh menurut sumber Departemen Kesehatan RI (1997),

adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Santalales

Suku : Loranthaceae

Marga : Scurrula

Jenis :Scurrula artopurpurea (BI). Dans.

Daun dan batang Benalu teh mengandung saponin dan tanin. Daun Benalu teh

juga mengandung alkaloid dan flavonoid (Departemen Kesehatan RI, 1997). Sementara

itu, menurut Winarno et al.(2000) daun dan batang tanaman ini mengandung senyawa

alkaloid, flavonoid, glikosida,triterpen,saponin, dan tanin.

Flavonoid yang terkandung di dalam Benalu teh berguna sebagai antioksidan

dan kemampuannya mengurangi aktivitas radikal hidroksi, anion superoksida, dan

radikal peroksida lemak yang menjadikan flavonoid berperan penting serta sangat erat

kaitannya dengan proses dan epidemiologi penyakit (Larbier dan Leclerco 1992;

Miller,1996). Selain itu, potensi lain dari flavonoid adalah sebagai antibakteri,antiviral,

antiinflamasi, antialergi, antimutagenik, antitrombotik, dan aktivitas vasodilatasi

(Larbier dan Leclerco 1992; Miller, 1996).

Ekstrak benalu teh spesies Scurrula atropurpurea mengandung 16 bahan

bioaktif yang terdiri atas dari enam senyawa asam lemak, dua santin, dua

glikosidaflavonol, satu glikosidamonoterpen, satu glikosida lignan, dan empat flavon

(Ohashi et al.,2003). Berdasarkan dugaan bahwa asam glukuronat terdapat dalam the,

maka kemungkinan juga terdapat dalam benalu teh karena adanya penyerapan unsur

hara dari tanaman inangnya sehingga memiliki kemiripan kandungan senyawa kimia.

Benalu teh mengandung glikosida (Chairul et al.,1998) yang merupakan asam organik

hasil metabolit sekunder yang dapat mengikat racun dan membuatnya tidak beracun

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

95

(detoksin). Berdasarkan penelitian dari hasil analisis kadar senyawa katehin dari

beberapa benalu the, adanya kadar katehin yang tinggi dapat mendukung keefektifan

suatu tanaman untuk digunakan sebagai obat karena memiliki manfaat yang sangat

banyak (Tambunan et al., 2003; Simanjuntak et al., 2004).

Senyawa aktif yang terdapat didalam tanaman benalu teh seperti tannin, fenol,

saponin, alkaloid, flavanoid dan steroida triterpen memiliki potensi sebagai antibakteri

terutama terhadap 3 bakteri patoghen E. coli, S. aureus dan C. albicans. Potensi yang

dimilki oleh zat-zat aktif tersebut bervariasi tergantung pada solven dan ekstraksi serta

konsentrasi dari ekstrak tanaman (Okigbo et al., 2009; Eyob et al., 2008; Jagtap et al.,

2009; Elazavazhagan dan Arucanalam, 2010).

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus adalah mikroorganisme berbentuk coccus (bulat)yang

biasanya tersusun berkelompok seperti buah anggur, berpasangan dan rantai pendek

(Merchant dan Parker, 1961). Staphylococcus aureus memiliki sifat tidak membentuk

spora, tidak bergerak, gram positif, fakultatif anaerob, memfermentasi karbohidrat,

mencairkan gelatin, katalase positif (Merchant dan Parker, 1961;Todar, 2005). Bakteri

ini mudah tumbuh pada berbagai media perbenihan, menghasilkan pigmen yang

bervariasi dari putih sampai kuning tua.Staphylococcus aureus patogen dapat melisiskan

darah dan mengkoagulasi plasma (Jawezt et al., 1986).

Staphylococcus terdistribusi luas di seluruh dunia dan merupakan flora normal

pada kulit dan membran mukosa manusia dan hewan (Merchant dan Parker,1961). S.

aureus berbentuk bulat dan biasanya begerombol tidak beraturan, uji katalase positif,

memfermentasi glukosa dalam keadaaan anaerobik fakultatif dan membentuk asam

manitol secara anaerobik (Foster,2004; Tarverna et al., 2007). Ukuran diameter bakteri

tersebut 0,7-12 μm, pada kultur muda 1 μm (Jawetz et al,. 2001;Sherris, 1984).

Staphylococccus aureus dapat tumbuh pada kondisi aerob atau anaerob fakultatif

dengan suhu optimumnya 37°C, namun pembentukan pigmen yang terbaik adalah pada

temperatur kamar (20-35°C). Batas suhu untuk pertumbuhannya adalah 15°C dan 40°C

dengan pH optimum 7,4(Warsa, 1994).

Staphylococcus aureus mengandung polisakarida dan protein yang bersifat

antigenik dan merupakan substansi yang penting dalam struktur dinding sel.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

96

Staphylococcus aureus memiliki kapsul yang diselubungi oleh polisakarida dan

merupakan lapisan terluar dari dinding sel Staphylococcus(Tarverna et al., 2007).

Kapsul polisakarida merupakan salah satu komponen permukaan yang berperan dalam

patogenesitas mastitis. Kapsul S.aureus berfungsi mencegah fagosit dari interaksi

dengan determinan subkapsular bakteri, sehingga tidak terjadi penelanan oleh

fagosit(Roth, 1988). Kapsul polisakarida sebagai antifagositosis beperan melindungi

bakteri selama terjadinya proses infeksi. Bakteri yang memiliki kapsul lebih virulen

dibanding bakteri yang tidak memilki kapsul (Buzzola et al., 2007).

Dinding sel S. aureus tersusun atas 3 komponen utama yaitu peptidoglikan,

asam teikoat dan protein A. Berbagai komponen S. aureus yang berperan dalam

mekanisme infeksi atau sebagai determinan virulen adalah polisakarida dan protein

yang merupakan substansi penting dalam dinding sel, seperti protein adesin

hemaglutinin dan glicoprotein fibronectin (Nelson et al., 1991). Protein permukaan ini

berperan dalam proses kolonisasi bakteri di dalam jaringan inang. Invasin berperan

dalam penyebaran bakteri di dalalm jaringan, midalnya leukocidin, kinase,

hyaluronidase, kapsul dan protein A yang dapat menghambat fagositosis oleh leukosit

polimorfonuklear. Substansi biokimia, seperti karotenoid dan produk katalase, dapat

membuat bakteri bertahan hidup dalam fagosit. Protein A, koagulase dan clumping

factor berperan untuk menghindarkan diri dari respon imun inang(Haraldsson dan

Jonsson, 1984).Produksi enzim koagulase merupakan faktor patogenitas utama dari S.

aureus yang membedakan S. aureus dari Staphylococcus lainnya (Levinson danJawetz,

2003; Bello danQahtani, 2005).

Selama beberapa tahun terakhir dilaporkan terjadi peningkatan infeksi

Staphylococcus koagulase negatif sebagai penyebab mastitis di seluruh dunia yang

dapat menyebabkan penurunan produksi susu sebesar 8,7% dalam satu masa laktasi.

Dalam suatu peternakan pernah dilaporkan dapat diisolasi Staphlococcus koagulase

negatif sebesar 67,4% yang seringkali dapat diisolasi bersamaan dengan bakteri

penyebab environmental mastitis(Oliver, 2000).

Penanganan Infeksi Bakteri

Penanganan terhadap infeksi yang ditimbulkan oleh S. aureus saat ini umumnya

menggunakan terapi antibiotik dengan jenis dan spektrum yang berbeda-beda. Secara

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

97

umum menurut Mills et al. (1987) berdasarkan ditemukannya kuman penyebab infeksi

atau tidak, maka terapi antibiotika dapat dibagi menjadi dua, yaitu terapi secara empiris

dan terapi definitif.Terapi secara empiris, pada banyak keadaan infeksi, kuman

penyebab infeksi belum dapat diketahui atau dipastikan pada saat terapi antibiotika

dimulai. Pemilihan jenis antibiotika diberikan berdasarkan perkiraan kemungkinan

kuman penyebabnya, berdasarkan pada pengalaman yang layak atau pada pola

epidemiologi kuman setempat. Pertimbangan utama dari terapi empiris adalah

pengobatan infeksi sedini mungkin akan memperkecil resiko komplikasi atau

perkembangan lebih lanjut dari infeksinya, misalnya dalam menghadapi kasus-kasus

infeksi berat, infeksi pada pasien dengan kondisi depresi imunologik. Kekurangan dari

terapi empirik antara lain meliputi perkiraan seandainya pasien tidak menderita infeksi

atau kepastian kuman penyebab tidak dapat diperoleh kemudian karena sebab-sebab

tertentu, maka terapi antibiotika seolah-olah dilakukan secara sembarangan. Karena itu,

dari metode terapi ini akan timbul berbagai macam kerugian seperti resistensi bakteri

serta tidak tercapainya manfaat klinik yang diinginkan. Terapi secara definitifdilakukan

berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis yang sudah pasti, jenis kuman maupun

spektrum kepekaannya terhadap antibiotika. Dalam praktik sehari-hari,terapi antibiotika

umumnya dilakukan secara empiris. Setelah hasil pemeriksaan mikrobiologis

menunjukkan ketidakcocokan dalam pemilihan antibiotika, maka antibiotika dapat

diganti kemudian dengan jenis yang sesuai. Metode terapi ini lebih akurat dan dapat

mengatasi penyakit infeksi serta tercapainya manfaat klinik yang diinginkan.

Pemilihan antibiotika juga sangat berpengaruh dalam terapi penyakit infeksi

akibat bakteri, khususnya S. aureus penyebab utama mastitis pada sapi perah. Dalam

menentukan pilihan terhadap antibiotik yang akan digunakan harus menggunakan

prinsip-prinsip tertentu yang dapat mengurangi dan mengatasi penyakit infeksi tersebut.

Grahame-Smith dan Aronson (1985) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip proses

keputusan pemilihan dan pemakaian antibiotika secara ringkas mencakup langkah-

langkah berikut:

1. Melakukan diagnosis terhadap infeksi. Hal ini bisa dikerjakan secara klinis ataupun

pemeriksaan-pemeriksaan tambahan lain yang diperlukan.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

98

2. Menentukan Kemungkinan kuman penyebab infeksi, dipertimbangkan dengan

perkiraan ilmiah berdasarkan pengalaman setempat yang layak dipercaya atau

epidemiologi setempat atau dari informasi-informasi ilmiah lain.

3. Menentukan apakah pemberian antibiotika benar-benar diperlukan karena pada

sebagian infeksi tidak memerlukan terapi antibiotika seperti infeksi virus saluran

pernafasan atas, keracunan makanan karena kontaminasi kuman-kuman enterik.

4. Apabila diperlukan antibiotika, maka pemilihan antibiotika yang sesuai harus

berdasarkan kondisi hewan ternak (pasien), spektrum antikuman, pola

sensitifitas,sifat farmakokinetika,ada tidaknya kontra indikasi pada pasien,ada

tidaknya interaksi yang merugikan,bukti akan adanya manfaat klinik dari masing-

masing antibiotika untuk infeksi yang bersangkutan berdasarkan informasi ilmiah

yang terpercaya.

5. Menentukan dosis, cara pemberian,serta lama pemberian berdasarkan sifat-sifat

kinetika masing-masing antibiotika dan fungsi fisiologis sistem tubuh seperti fungsi

ginjal, fungsi hepar dan fungsi sistem tubuh lainnya.

6 Mengevaluasi efek obat seperti manfaat obat, menentukan kapan harus diganti

dengan obat lain atau dihentikan serta adakah efek samping yang terjadi akibat

pemberian obat tersebut.

Dampak negatif pemakaian antibiotika secara irasional menurut Grahame-Smith

dan Aronson (1985), mencakup terjadinya resistensi kuman, timbulnya strain-strain

kuman yang resisten, terjadinya peningkatan efek samping dan toksisitas antibiotika,

yang terjadi secara langsung karena pengaruh antibiotika yang bersangkutan atau karena

terjadinya superinfeksi, terjadinya pemborosan biaya karena pemakaian antibiotika yang

berlebihan pada kasus-kasus yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik, dan tidak

tercapainya manfaat klinik optimal dalam pencegahan maupun pengobatan penyakit

infeksi.

Apabila tetap terjadi resistensi bakteri terhadap antibiotik yang diberikan dengan

metode terapi yang benar, maka salah satu cara untuk menanggulangi hal ini adalah

dengan menemukan alternatif antibiotik dari tanaman obat yang memiliki potensi

sebagai antibakteri. Penggunaan antibiotik dari tumbuhan juga diharapkan memiliki

nilai ekonomis dari segi mudah dan murah untuk serta memiliki residu yang tidak

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

99

berbahaya bagi produk sehingga dapat meningkatkan keuntungan dalam pengendalian

bidang hewan produksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil kajian penelitian yang dilakukan oleh Salasia et al. (2005) pada sapi perah

di daerah Yogyakarta, Boyolali dan Baturaden (Jawa tengah) diketahui bahwa S.aureus

telah resisten terhadap beberapa antibiotik yang dirangkum dalam Tabel 1. Berdasarkan

tabel tersebut, uji sensitifitas terhadap berbagai antibiotik diketahui bahwa sebagian

besar S. aureus telah resisten terhadap oksasilin (87,5%), eritromisin (71,97%) dan ada

beberapa isolat yang juga resisten terhadap tetrasiklin (37,46%), ampisillin (25%) dan

gentamisin (21,87%).

Tabel 1. Persentase resistensi 32 isolat S.aureus isolat sapi perah terhadap berbagai

antibiotika

Sumber: Salasia et al. (2005)

Berdasarkan kajian penelitian yang dilakukan oleh Padli (2010) terhadap

aktifitas antibakteri terhadap S. aureus dari benalu teh dengan konsentrasi ekstrak

metanol benalu teh (Scrulla atropurpurea) 2%, 1% , 0,5%, 0,25%, dan 0,125%,

menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan senyawa aktif benalu teh mempunyai aktivitas

antibakteri terhadap S. aureus dengan KBM (kadar bunuh minimal) 1%.

Mastitis merupakan penyakit yang dapat menimbulkan kerugian besar dalam

bidang pangan dan kesehatan serta perekonomian. Kejadian mastitis pada sapi perah di

Indonesia sangat tinggi (95-98%) dan menimbulkan banyak kerugian

(Sudarwanto,1999). Staphylococcus aureus yang dapat diisolasi dari berbagai pangan

olahan asal hewan kemungkinan karena adanya pencemaran yang berasal dari

lingkungan baik yang berasal dari hewan, manusia maupun alat-alat yang digunakan

No Jenis Antibiotika Sensitif Intermediet Resisten

1 Ampisilin 24 (75%) 0 (0%) 8 (25%)

2 Eritromisin 4 (12,50%) 5 (15,57%) 23 (71,97%)

3 Gentamisin 0 (0 %) 25 (78,13%) 7 (21,87%)

4 Oksasilin 4 (12,5%) 0 (0%) 28 (87,5%)

5 Tetrasiklin 1 (3,16%) 19 (59,38%) 12 (37,46%)

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

100

dalam proses pembuatan makanan. Kondisi penyimpanan makanan yang tidak sesuai

kemungkinan besar menyebabkan terjadinya pertumbuhan S. aureus. Penyakit-penyakit

akibat keracunan pangan (food-borne diseases) merupakan masalah utama yang

berdampak pada kesehatan masyarakat. Di Amerika setiap tahun hampir 6-80 juta orang

terkena keracunan pangan dan menyebabkan kematiansekitar 9.000 orang dengan biaya

penanganankasus tersebut sekitar 5 Miliar dolar (Balabandan Rasooly, 2000; LeLoir et

al.,2003). Penyebabkeracunan yang paling sering adalah akibatenterotoksin yang

dihasilkan oleh S.aureus.

Selama beberapa tahun terakhir dilaporkan terjadinya peningkatan infeksi oleh

Staphylococcus koagulase negatif sebagai penyebab mastitis di seluruh dunia yang

dapat menyebabkan penurunan produksi susu sebesar 8,7% dalam satu masa laktasi.

Oliver (2000) juga mengemukakan bahwa dalam suatu peternakan dapat diisolasi

Staphlococcus koagulase negatif sebesar 67,4% yang seringkali dapat diisolasi

bersamaan dengan bakteri penyebab environmental mastitis.

Penanggulangan infeksi oleh mikroorganisme memerlukan obat-obat yang

mempunyai daya kerja optimal dan efek samping kecil. Dewasa ini, penggunaan

antibiotik sangat banyak terutama dalam pengobatan yang berhubungan dengan infeksi.

Kenyataan menunjukkan bahwa masalah penyakit infeksi terus berlanjut. Hal tersebut

terjadi akibat resistensi bakteri terhadap antibiotik, sehingga diperlukan usaha

pengembangan obat tradisional untuk menunjang peningkatan kesehatan masyarakat.

Selama ini penanganan mastitis dilakukan dengan pemakaian antibiotika.

Pemakaian antibiotika yang tidak tepat dapat meninggalkan residu di dalam susu,

menimbulkan alergi, resistensi bakteri serta mempengaruhi proses pengolahan hasil

susu. Untuk menghindari masalah tersebut dibutuhkan strategi baru dalam penanganan

mastitis. Berdasar kajian penelitian S. aureus penyebab mastitis telah resiten terhadap

berbagai antibiotik seperti tetrasiklin, gentamisin, eritromisin, oksasiklin, ampisilin dan

penisilin G (Waranustuti, 2009). Penelitian oleh Salasia et al. (2005) uji sensitifitas

terhadap berbagai antibiotik diketahui bahwa sebagian besar S. aureus telah resisten

terhadap oksasiklin (87,5%), eritromisin (71,97%) dan ada beberapa isolat yang juga

resisten terhadap tetrasiklin (37,46%), ampisillin (25%) dan gentamisin

(21,87%).Berdasar data tersebut, dibutuhkan alternatif pengobatan mastitis yang efektif

untuk mengatasi bakteri yang resisten dengan residu yang tidak tertinggal pada produk

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

101

susu. Secara umum obat yang berasal dari tumbuhan memiliki residu yang lebih sedikit

dibanding antibiotik yang tidak berasal dari tanaman serta cenderung membutuhkan

biaya yang lebih murah.

Pada kasus mastitis dibutuhkan penanganan yang serius karena berdampak pada

kesehatan manusia.Salah satu penanganan yang dibutuhkan adalah pengobatan sapi

perah dengan menggunakan obat yang aman bagi ternak tersebut serta tidak

meninggalkan residu yang berbahaya pada susu. Salah satu alternatif yang dapat

ditempuh adalah memanfaatkan zat aktif pembunuh bakteri yang terkandung dalam

tanaman obat. Penggunaan obat tradisional merupakan salah satu alternatif dan telah

lama berkembang di Indonesia dan hampir di seluruh dunia. Pengobatan dengan

pemberdayaan obat tradisional merupakan salah satu komponen program pelayanan

kesehatan dasar yang digunakan sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan

kesehatan penduduk (Hembing, 1996).

Manfaat dari penggunaaan antibiotik alternatif dapat diharapkan mengurangi

risiko residu yang tertinggal pada susu serta menekan biaya pembelian antibiotik yang

terlalu mahal. Selain itu, manfaat lain dari penggunaan komponen materi antibakteri

yang berasal dari tanaman obat antara lain lebih sedikit efek samping, toleransi pasien

lebih baik, tidak terlalu mahal, dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang

serta dapat diperbaharui di alam (Gur et al.,2006).

Berbagai macam penelitian telah dillakukan untuk mengidentifikasi komponen

di dalam tanaman obat yang berguna sebagai antibiotik yang efektif.Pengobatan

tradisional di seluruh dunia yang menggunakan herbal dapat digunakan sebagai sumber

informasi penting untuk menemukan alternatif antibiotik (Samy dan

Gopalakhrisnakone, 2008). Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai antibiotik

adalah benalu teh. Benalu teh (Scrulla atropurpurea) dengan konsentrasi 1%

mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus (Padli, 2010). Daya bunuh benalu

teh terhadap S. aureus tersebut kemungkinan karena mengandung zat aktif tannin, fenol,

saponin, alkaloid, flavanoid dan steroida triterpen. Senyawa aktif tersebut yang terdapat

di dalam benalu teh memiliki potensi sebagai antibakteri terutama terhadap 3 bakteri

patogen E. coli, S. aureus dan C. Albicans (Okigbo et al., 2009).

Selain itu, menurut hasil penelitian Gusvianiet al.(2002), benalu teh

mengandung kuersitrin yang salah satu aktivitasnya adalah meningkatkan aktivitas

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

102

fagositosis, meningkatkan jumlah leukosit total, menstimulasi respon imun seluler

maupun humoral. Potensi yang ada pada benalu teh kemungkinan dapat meningkatkan

imunitas hewan terhadap infeksi S. aureus.

Potensi yang dimilki oleh zat-zat aktif benalu teh bervariasi tergantung pada

solven dan ekstraksi serta konsentrasi dari ekstrak tanaman (Okigbo et al., 2009; Eyob

et al., 2008; Jagtap et al., 2009; Elazavazhagan dan Arucanalam, 2010). Oleh karena

pemanfaatan potensi benalu tehsebagai antibakterial perlu dikembangkan melalui

penelitian lebih lanjut, melalui pembuktian secara in vivo dengan menggunakan hewan

percobaan. Hasil penelitian lanjut diperlukan untuk memperoleh bukti secara biologis

bahwa benalu teh dapat digunakan untuk mengatasi infeksi S. aureus yang diketahui

bersifat multiresisten terhadap berbagai antibiotika, untuk dapat diterapkan pada dunia

peternakan skala kecil maupun industri.

KESIMPULAN

Benalu teh merupakan tanaman yang memiliki potensi sebagai antibiotik

alternatif untuk pengobatan infeksi bakteri S. aureus karena mengandung beberapa zat

aktif seperti, fenol, saponin, alkaloid, flavanoid dan steroida triterpen. Potensi yang

dimilki oleh zat-zat aktif tersebut bervariasi tergantung pada solven dan ekstraksi serta

konsentrasi dari ekstrak tanaman sehingga dapat memberikan efek yang efektif.

Penggunaan antibiotik alternatif dari tumbuhan benalu teh diharapkan dapat membantu

mengatasi penyakit mastitis yang disebabkan S. aureus multiresisten antibiotik secara

tepat dan aman bagi kesehatan manusia dan hewan. Potensi benalu teh sebagai

antibiotika herbal perlu dikaji lebih lanjut melalui percobaan secara in vivo untuk dapat

diterapkan pada dunia peternakan skala kecil maupun industri.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,1997. Bacterial Toxins: Staphylococcal Enterotoxins; Toxic Shock Syndrome

Toxin and StreptococccalPyrogenicExotoxins.

http://www.urmc.rochester.edu/SMD/mbi.bactox/sthent.htm

Balaban, N. and Rasooly, A., 2000. Review staphylococcal enterotoxins. J.

FoodMicrobiol.61, 1-10.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

103

Bannerman, D. D. and Wall, R. J,. 2005. A Novel Strategy for the Prevention of

Staphylococcus aureus-Induced Mastitis in Dairy Cows. Information Systems

for Biotechnology News Report. Virginia Tech University. USA. 1 - 4.

Bello, C. S. and Qahtani, A., 2005. Pitfalls in the Routine Diagnosis of Staphylococcus

aureus. African J. Biotech. 4 (1): 83 - 86.

BuzzolaF. R., Alvarez, L. P., Tuchscherr, L. P. N., Barbagelata, M. S., Latta S. M.,

Clvinho, L., Sordelli D. O., 2007. Differential Abilities of Capsuled and non

Capsulated Staphylococcus aureus Isolates from diverse agr group to

mammary Epithelial Cells. American Society for microbiology.

Chairul, Erlinda, M., Handoyo, S., dan Chairul, S .M., 1998.Skrining Fitokimia dan

analisis komponen kimia ekstra batang benalu teh, Scurrula atropurpurea,

Warta Tumbuhan Obat Indonesia, Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat

Indonesia, Jakarta, 4, 5-8.

Clements, J. D., 1997. Medical microbiology lecture Notes-food Poisoning.Tulane

University Medical School.

<http//www.mcl.tulane.edu/clementslab/page/lecture/badfood/html>

Departemen Kesehatan RI., 1997. Farmakope Indonesia.Jakarta,

Elavazhagan, T., and Arunachalam, K. D., 2010. Phytochemical and Antibacterial

Studies of Seed Extracts of MemecylonEdule. Inter. J. Engin. Sci. Technol.,

2(4): 498-503.http://www.ijest.info/docs/IJEST10-02-04-25.pdf [1.

Eyob, S., Martinsen, B. K., Tsegaye, A., Appelgren, M., and Skrede, G., 2008.

Antioxidant and Antimicrobial activities of Extract and Essential Oil of

Korarima (Aframomum corrorima (Braun) P. C. M. Jansen). Afr.

J.Biotechnol.,7:2585-

2592.htpp://www.academicjournals.org/AJB/abstracts/abs2008/4Aug/Eyob%2

0et%20al.htm.

Foster, T. J., 2004. Staphylococcus. Medmicro, Chapter 12.

Grahame-Smith, D.G. and Aronson, J.K., 1985.Oxford Textbook of Clinical

Pharmacology and Drug Therapy. Oxford University Press, Oxford.

Gur, S, Turgut-Balik, D., Gur, N., 2006. Antimicrobial Activities and SomeFatty Acids

of Turmeric, Ginger Root and Linseed Used in theTreatment of Infectious

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

104

Diseases. World J. Agric. Sci., 2(4), 439-

442.http://www.idosi.org/wjas/wjas2(4)/12.pdf.

Gusviani, W., Gana, A., dan Sukrasno, 2002.Kandungan Kuersitrin pada Beberapa

Jenis Benalu. Skripsi, ITB, Bandung

Haraldson, I., and Jonsson, O. 1984. Histopathology and Pathogenesis of Mouse

Mastitis Induced with Staphylococcus aureus Mutans. J. Comp. Path., 94, 183-

189.

Hembing, W.H.M., 1996. Tanaman Obat Berkhasiat Indonesia.Jilid 1. Pustaka Kartini,

Jakarta, 1-2.

Jagtap, N. S., Khadabadi, S. S., Ghorpade, D. S., Banarase, N. B., Naphade, S. S., 2009.

Antimicrobial and Antifungal Activity of Centella asiatica (L.)Urban,

Umbiliferaceae. Research J. Pharm. Tech., 2(2), 328-

330.http://rjptonline.org/RJPT_2(2)%202009/23-237.pdf.

Jawetz, E., Melnick, J. L. and Adelberg, E. A., 1986. Review of Medical Microbiology (

Mikrobiologi untuk profesi Kesehatan, alih bahasa : Bonang, G dan Tony, H).

Edisi Ke 16. Cetakan IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 239-244.

Jawetz, E., Melnick, J.L.,and Adelberg, E.A.,2001.Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20.

Penebit Buku Kedokteran EGC.Jakarta

Larbrier, M.and Loeclerco, B., 1992. Nutrition and Feeding Poultry.Nottingham

University Press.

LeLoir, Y., Baron, F., and Gautier, M., 2003. Staphylococcus aureus and food

poisoning. Gene. Mol. Res.2(1), 63-76.

Levinson, W., and Jawetz, E., 2003. Medical Microbiology & Immunology:

Examination & Board Review. 7th ed. McGraw-Hill Companies Inc.

Singapore. 91 - 95, 437.

Merchant, I.A.and Parker, R. A., 1961.Veterinary Bacteriology dan Virology.The Iowa

State University Press, Ames, Iowa, United States of America.306-308.

Miller, A. L., 1996. Antioxidant Flavonoids: Structure, Function and Clinical Usage.

Mills, J., Barriere, S.L., and Jawetz, E., 1987. Vaccines, Immunoglobulins &Other

Complex Biologic products, dalam B.G. Katzung (ed.): Basic and Clinical

Pharmacology. Appleton & Lange, Norwalk, 3rd

. ed. 590-601.

Nelson, W. and Nickerson, S., 1991. Mastitis Counter Attack. Babson Bros.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

105

Ohashi, K, et al., 2003.Cancer Cell Invasion Inhibitory Effects of Chemical

Constituentsin the parasitic Plant Scurrula

artopurpurea(Lorantaceae).Chem.Pharm.Bull.51(3), 343-345.

Okigbo, R. N., Anuagasi, C.L., Amadi, J. E., Ukpabi, U. J., 2009. Potentialinhibitory

effects of some African tuberous plant extracts onEscherichia coli,

Staphylococcus aureus and Candida albicans. Inter.J. Integr. Biol., 6, 91-98.

Oliver, S. P., 2000. Mastitis in Heifers: Prevalence, Strategy for Control during the

Periparturient Period, and Economic Implications. Proceeding British Mastitis

Conference. Institute for Animal Health/Milk Development Council. 1 - 13.

Padli,2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Benalu Teh (Scurrula

Atropurpurea (Bi) Dans.) Terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus

aureus Serta Uji Toksisitas Terhadap Artemia Salina Leach. Thesis,

Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Quinn, P. J., Markey, B. K., Carter, M. E., Donnelly, W. J. and Leonard, F. C., 2002.

Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Blackwell Publishing. USA.

43 - 46, 465 - 475.

Roth, J.A., 1988. Virulence Mechanism of Bacterial Pathogens. American Society of

Microbiology. Washington, D. C. 99.

Salasia, S. I. O, Wibowo, M. H., and Khusnan, Z. 2005.KarakterisasiFenotipeIsolat

Staphylococcus aureusdari Sampel SusuSapiPerah Mastitis Subklinis. J. Sain

Vet., 23, 72-77. htpp://jvs.ugm.ac.id/pdf/vol232/Isrina.pdf.

Samy, R. P., and Gopalakrishnakone, P., 2008. Therapeutic Potential of Plants as Anti-

microbials for Drug Discovery. eCAM, 1-12.

htpp://ecam.oxfordjournals.org/cgi/reprint/nen036v1.

Schroeder, J. W., 1997. Mastitis Control Programs: Bovine Mastitis and Milking

Management. North Dakota State University Agriculture and University

Extension. USA.

Sherris, J., 1984. Staphylococcus in Medical Microbiology and Introduction. Sherris, J.

C., Ryan, K. J., Roy, C. G., Plorde, J., Coray, L., Spizizen, J. (Editors).

Elsevvir Science Publishing Co., Inc. New York.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

106

Simanjuntak, P., Parwati, T., Lenny, L. E., Tamat, S., dan Murwani, R., 2004. Isolasi

dani Identifikasi senyawa antioksi dan dari ekstrak benalu teh, Scurrula

oortiana(Korth) danser (Lorantaceae).J Ilmu Kefarmasian Indonesia. 2. 1, 6-9.

Subronto., 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Edisi Kedua. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta. 309 - 351.

Sudarwanto, M., 1999. Usaha Peningkatan Produksi Susu Melalui Program

Pengendalian Mastitis Subklinis. Orasi Besar Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu

Kesehatan Masyarakat Veteriner. FKH IPB. Bogor

Tambunan, R. M., Bustanussalam, P., Simanjuntak, dan Muwarni, R., 2003. Isolasi dan

identifikasi kafein dalam ekstrak air daun benalu teh, Scurrula junghunii,

Loranthaceae. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia vol. 1 (2), 16-19.

Tarverna, F., Armando, Renata, N., Alfonso, Z., Simona, N., Severino, R., and Gabriela,

T., 2007. Characterization of Cell Wall Assosiated Protein of A

Staphylococcus aureus Isolated from Bovine Mastitis Case by a Proteomic

Approach. J. Vet. Microbiol.119, 240-247.

Todar, K., 2005. Bacteriology. Staphylococcus. 330Homepage lecture topics.

http://www.bact.wisc.edu/bact3330/lecturestaph

Waranustuti, V., 2009. Resistensi Staphylococcus aureus Asal Manusia, Susu Sapi

Perah dan Susu Kemasan Terhadap Berbagai Antibiotika. Skripsi Sarjana

Kedokteran Hewan, FKH, UGM.

Warsa, C. U., 1994. Kokus Positif Gram Dalam Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa

Aksara. Jakarta. 103-111.

Westh, H., Zinn, C. S., Rosdahl, V. T., 2004. An International MulticenterStudy of

Antimicrobial Consumption and Resistance in Staphylococcus aureus Isolates

from 15 Hospitals in 14 Countries.Microbial Drug Resistance., 10: 169-

176.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15256033

Winarno, M. W., Sundari, D., dan Nurtami, B. 2000. Penelitian Aktivitas Biologik Infus

Benalu.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

107

SELEKSI POPULASI F2 TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.)

BERDASARKAN SIFAT BUAH

Imam Wibisono1, Taryono

2, Nasrullah

2

1 Mahasiswa Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian UGM

2 Staf Pengajar Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian UGM

ABSTRACT

Cocoa is a perrenial cross pollinated crop with self incompatible characteristic.

Cocoa population propagated generatively consequently showed heterogenity and

therefore breeding activity could be carried out using such segregating population. The

selection product further could be used both as breeding and vegetatively propagation

materials.

Three hundred outstanding F2 cocoa trees of unknown parents noted by field

worker as well as five trees each of cocoa clones i.e. RCC 70, RCC 71, RCC 73, and

KKM 4 located in Segayung Utara unit of PT Pagilaran were used in the study.

Following company practice, pod – if available – were picked from each tree for six

times at 14-day interval. Records on pod and seed characteristics were taken on a

random sample of single pod at each harvest.

Repeated measure analysis showed that despite the three hundred F2 cocoa trees

have been selected already, the variability wass still larger than that among trees

clonally propagated ones. It indicated that selection is still possible to be practiced with

repeatability ranged from medium to high depending on the characteristics.

Independent culling selection with respect to pod length, pod diameter, thick of rind,

pod fresh weight, seed number per pod, and dry weight of individual seed, with their

mean of clone characteristicss minimum value of the first four, and 40 seeds of 1 g each

per pod as threshold level yielded five outstanding trees.

Keyword : Cocoa (Theobroma cacao L.), Selection, Repeatability

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

108

PENDAHULUAN

Kakao merupakan salah satu komoditas utama program revitalisasi perkebunan

di Indonesia. Target pengembangannya hingga tahun 2010 mencapai 200 ribu ha

dengan rincian program peremajaan 54 ribu ha, rehabilitasi tanaman tua 36 ribu ha, dan

perluasan areal 110 ribu ha. Pada tahun 2010,Indonesia menjadi negara dengan produksi

kakao terbesar kedua di dunia dengan produksi mencapai 844.626 ton.Produksi kakao

Indonesia ini masih di bawahproduksi kakao Pantai Gading yang mencapai 1.380.000

ton.

Tanaman kakao di Indonesia sebagian besar berasal dari bibit asal biji yang telah

tua umurnya.Rata-rata tanaman kakao berusia di atas 20 tahun.Kondisi tanaman yang

berasal dari biji menyebabkan hasil yang didapatkan beragam karena kakao bersifat

menyerbuk silang (Hafid et al., 2009).Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan

penyelesaian cepat dengan melakukan intensifikasi melalui penanaman kultivar unggul

baru yang memiliki produktivitas tinggi, berkualitas biji baik dan tahan terhadap OPT

utama, serta menerapkan teknik budidaya pertanian berkelanjutan.

Pada tanaman tahunan seperti kakao kegiatan pemuliaan tanaman untuk

mendapatkan tanaman kakao yang memiliki sifat genetis unggul melalui persilangan

dan perbanyakan generatif relatif sulit dan memerlukan waktu yang sangat lama. Suatu

individu kakao yang berasal dari biji baru akan berbuah saat memasuki tahun ke-3

sampai ke-5.

Metode seleksi pohon induk asal biji menjadi salah satu tahap pemuliaan

tanaman kakao yang direkomendasikan untuk menghasilkan klon unggul baru tanaman

kakao.Hasil seleksi ini nantinya dapat diperbanyak menggunakan metode sambung,

okulasi, ataupun untuk menghasilkan bibit embriogenesis somatik yang siap tanam.

PT. Pagilaran milik Yayasan Fakultas Pertanian UGM memiliki kebun yang

cukup luas yang sebagian lahannya yaitu Kebun Segayung digunakan untuk

membudidayakan berbagai kultivar kakao asal biji dan klon unggul (Anonim,

2011c).Penelitian ini mencoba melakukan seleksi pohon induk asal biji menggunakan

klon kakao unggul asal sambung pucuk sebagai pembanding.

Tujuan

Mengetahui hasil individu kakao yang potensial digunakan sebagai induk

perbanyakan vegetatif maupun bahan persilangan.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

109

Hipotesis

Terdapat tanaman-tanaman asal biji yang memiliki kualitas dan kuantitas hasil

yang sama atau lebih baik dari tanaman asal klon sehingga potensial untuk

dikembangkan sebagai induk perbanyakan vegetatif maupun bahan persilangan.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di PT Pagilaran unit produksi segayung utara pada bulan

Oktober 2011 – Januari 2012. Bahan yang digunakan adalah tanaman kakao identitas

biji tidak diketahui tetuanya (asal biji F2) sebanyak 300 nomor dan tanaman kakao asal

sambung pucuk sebanyak 4 klon (RCC 70, RCC 71, RCC 73, KKM 4) sebanyak

masing-masing 5 pohon .

Pengamatan dilakukan terhadap sifatbuah pada masing-masing individu yang

dipanen selama 6 kali sesuai daur pemanenan di PT. Pagilaran dengan jarak panen 14

hari sekali. Pada setiap pohon masing-masing diambil satu buah kakao untuk diamati.

Waktu pemanenan digunakan sebagai ulangan. Pada individu yang pemanenan buahnya

kurang dari 6 kali, jumlah ulangan dalam penelitian disesuaikan dengan jumlah waktu

pemanenan buah.Sifat kuantitatif yang diamati meliputi panjang buah, diameter buah,

tebal kulit buah, bobot segar buah, bobot segar dan bobot kering polong, jumlah biji per

buah, bobot segar biji per buah, bobot kering biji per buah, dan bobot kering biji per

butir. Sifat kualitatif meliputi warna buah dan bentuk buah.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak sempurna dengan model analisisYijk

= µ + i + βij+ eijkuntuk populasi tanaman asal klon dengan Yijk= nilai sifat klon ke-i

pada pohon ke-j, dan waktu panen ke-k; µ= rerata umum; i = pengaruh klon ke-i; βij =

pengaruh pohon ke-j dari klon ke-i; dan eijk= pengaruh waktu panen ke-k dari pohon ke-

j dari klon ke-i. Pada populasi tanaman asal biji model analisis yang digunakan adalah

Yik = µ + βi + eik, dengan Yijk= nilai sifat pohon ke-i dan waktu panen ke-k; µ = rerata

umum; βi= pengaruh pohon ke-i; dan eik= pengaruh waktu panen ke-k dari pohon ke-i.

Dengan asumsi kedua lahan memberikan hasil yang homogen, dapat dilakukan

pendugaan komponen varian genotipe (𝜎𝑔2) dan varian fenotip (𝜎𝑃

2) penyusun populasi

asal biji melalui varian lingkungan tumbuh (𝜎𝑒𝑔2 ) klon dan varian lingkungan umum

(𝜎𝑒𝑠 2

(t)). Pada penelitian dilakukan pendugaan terhadap nilai keberulangan (R), nilai

heritabilitas (H), serta seleksi menggunakan independent culling level.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

110

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Varian

Analisis varian terhadap sifat panjang buah, diameter buah, tebal kulit buah,

bobot segar buah, bobot segar polong, jumlah biji, bobot segar biji per polong, bobot

kering biji per polong, serta bobot kering biji per butir antar klon menunjukkan terdapat

perbedaan nyata.

Tabel 1.Sifat buah kakao asal klon

Klon Panjang

buah (cm)

Diameter

Buah (cm)

Tebal kulit

buah (cm)

Bobot

segarbuah (g)

Bobot segar

Polong (g)

Bobot kering

Polong (g)

RCC 70 18,20 ± 0,79

b 7,82 ± 0,51 b

1,40 ±

0,22a 474,86 ± 4,01c

435,46 ± 3,86

b

42,29 ± 1,21

d

RCC 71 18,03± 0,23

b 9,10 ± 0,13 a

1,41 ± 0,22

a

683,19 ± 25,49

a

584,47 ± 29,43

a

68,93 ± 0,54

a

RCC 73 20,04± 0,35

a 7,97 ± 0,12b

1,24 ±

0,02b

525,20 ± 17,26

b

412,14 ±

17,02b

58,90 ± 1,46

b

KKM 4 15,67± 0,10

c 8,68 ± 0,05a

1,49 ± 0,04

a

500,59 ±

8,43bc 421,60± 8,25 b

52,52 ± 0,64

c

Keterangan :Angka-angka yang disertai huruf yang sama menunjukkan tidak terdapat

beda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %

Hasil uji DMRT menunjukkan bahwa klon RCC memiliki ukuran buah yang

paling panjang yaitu 20,04 cm, akan tetapi ukuran diameter buah dan tebal kulitnya

lebih kecil jika dibandingkan dengan klon lainnya. Buah dengan ukuran diameter buah

terbesar ditunjukkan oleh klon RCC 71 yaitu 9,096 cm dan KKM 4 yaitu 8,68 cm.Klon

KKM 4 juga memiliki nilai kulit buah tertinggi yaitu 1,49 cm.RCC 71 menunjukkan

bobot segar buah tertinggi yaitu 683,19 gram serta bobot segar polong tertinggi yaitu

584,47 gram. Bobot segar buah dan bobot segar polong yang tinggi menunjukkan

bahwa klon RCC 71 memiliki kandungan biomassa dan air pada buah yang tinggi.

Buah kakao memiliki bentuk yang beragam dan erat kaitannya dengan jumlah

biji serta ukuran biji yang dihasilkan. Buah kakao yang matang dapat diketahui dari biji

yang telah lepas dari polongnya dengan cara menggoyang buah. Dalam setiap buah

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

111

biasanya terdapat 30-50 biji bergantung pada jenis klonnya. Beberapa jenis kakao

menghasilkan jumlah buah yang banyak akan tetapi bijinya kecil (Siregar et al. 2007).

Tabel2.Jumlah biji, bobot segar dan bobot kering biji per polong, dan bobot kering biji per

butir kakao asal klon.

Klon Jumlah

biji/polong

Bobot segar

Biji/polong

(gr)

Bobot kering

Biji/polong (g)

Bobot kering

biji/butir (g)

RCC 70 45,57 ± 1,23 a 39,40 ± 1,07 d 33,17 ± 0,94 c 0,72 ± 0,14 d

RCC 71 44,44 ±0,94 a 98,71 ± 5,66 b 49,59 ± 1,83 a 1,11 ± 0,03 a

RCC 73 40,53±0,82 b 113,06 ± 2,83a 33,57 ± 0,77 c 0,84 ± 0,02 c

KKM 4 40,00±0,61 b 78,96 ± 4,78 c 36,24 ± 1,13 b 0,91± 0,03 b

Keterangan : Angka-angka yang disertai huruf yang sama menunjukkan tidak terdapat

beda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %.

Jumlah biji merupakan kriteria penting yang diperhatikan dalam memilih klon

kakao unggul. Tabel 2 menunjukkan bahwa klon RCC 70 dan RCC 71 memiliki jumlah

biji terbanyak yaitu 45 dan 44 biji per polong.Bobot segar biji per polong tertinggi

ditunjukkan oleh klon RCC 73 yaitu 113,06 cm. Bobot segar biji yang tinggi ini

disebabkan terdapat banyak kandungan pulpa dan air yang melapisi permukaan

biji.Kakao dengan bobot kering per polong tertinggi ditunjukkan oleh klon RCC 71

yaitu 49,59 gram per polong, begitu juga dengan bobot kering biji per butir yaitu 1,11

gram per butir. Biji kakao yang besar diduga memiliki kandungan lemak yang tinggi.

Kandungan lemak yang tinggi ini yang menjadi pertimbangan dalam pengolahan kakao

sebagai bahan baku industri seperti kosmetik, makanan, dan minuman. Dari pengamatan

ini klon RCC 71 dapat dikategorikan sebagai individu superior berdasarkan Monteiro

(2009) karena memiliki jumlah biji 40 butir per polong atau lebih dan bobot kering per

butir gram atau lebih.

Pada petak asal biji, hasil anova terhadap panjang buah, diameter buah, tebal

kulit buah, bobot segar buah, bobot segar polong, bobot kering polong, jumlah biji per

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

112

polong, bobot biji segar per polong, bobot biji kering per polong, dan bobot biji kering

per butir antar pohonmenunjukkan terdapat perbedaan nyata (Pr< 0,0001).

Tabel 3.Jumlah kuadrat dan kuadrat tengah tanaman kakao asal biji

Sumber Keragaman Jumlah kuadrat Kuadrat tengah

Pr > F Pohon Sesatan Pohon Sesatan

Panjang 7938,69 11411 26,55 8,71 <,0001

Diameter 633,52 522,07 2,12 0,39 <,0001

Tebalkulit 111,62 331,07 0,37 0,25 <,0001

Bobot segarbuah 15835542 17369618 52961,68 13259,25 <,0001

Bobot segar polong 13239935 15355842 44280,72 11722,02 <,0001

Bobot keringpolong 325267 228585 1087,85 174,4924 <,0001

Jumlahbiji 24466 55558 81,83 42,41 <,0001

Bobot segar

biji/polong 372090 697218 1244,45 532,23 <,0001

Bobot

keringbiji/polong 80321 125899 268,63 96,11 <,0001

Bobot kering biji/butir 38,17 54,94 0,13 0,04 <,0001

db pohon = 299, db error = 1310

Perbedaan nyata yang terdapat pada populasi tanaman asal biji dipengaruhi oleh

keragaman sifat yang tinggi antara pohon yang satu dengan pohon yang

lainnya.Keragaman fenotipe merupakan keragaman yang timbul akibat adanya

keragaman genotipe dan interaksinya dengan lingkungan.

Pada sifat-sifat yang keragamannya tinggididuga terdapat individu-individu

yang memiliki potensi hasil lebih tinggi dibandingkan tanaman kakao asal klon.Dengan

melihat besar peran interaksi genotipe dan lingkungan mikro yang berpengaruh terhadap

keragaan buah, dapat dipertimbangkan peluang kemunculan sifat yang sama di masa

yang akan datang pada pohon-pohon asal biji yang nantinya potensial terpilih.

B. Keberulangan

Keberulangan dapat digunakan untuk menduga berulangnya kemunculan sifat

tertentu suatu tanaman pada masa hidupnya.Karena genotipe pada individu tanaman

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

113

tahunan tidak berubah selama hidupnya, maka dalam pengamatan berulang pengaruh

genotipe yang sama berlaku, sedang perubahan keragaman yang timbul antara beberapa

pengamatan disebabkan oleh perubahan dalam pengaruh faktor lingkungan yang

berbeda.

Menurut Simmonds (1981) dalam konteks pemuliaan tanaman, ripitabilitas lebih

dekat hubungannya dengan heritabilitas dalam arti luas dari sifat antar grup seperti klon

atau lini murni.Heritabilitas dalam arti luas hanya dapat menjelaskan berapa bagian

antar keragaman fenotipe yang disebabkan oleh pengaruh genetik dan bagian pengaruh

faktor lingkungan, namun tidak dapat menjelaskan proporsi keragaman fenotipe pada

tetua yang dapat diwariskan pada turunannya.

Pada kondisi lingkungan yang sama, komponen varian penyusun populasi yaitu

varian lingkungan permanen (𝜎𝑒𝑔2 ), varian lingkungan sementara (𝜎𝑒𝑠

2(t)), varian genotipe

(𝜎𝑔2), varian fenotipe (𝜎𝑝

2) dapat diketahui dengan menggabungkan nilai varian pada

tanaman kakao asal biji dengan nilai varian pada tanaman kakao asal klon dengan

asumsi varian lingkungan sama.

Tabel 4. Komponen varian, nilai keberulangan, dan nilai keterwarisan dalam arti luas

sifat tanaman kakao asal biji

Sifat 𝜎𝑒𝑔2 𝜎𝑒𝑠

2(t) 𝜎𝑔

2 𝜎𝑝2

Keberulangan

(R)

Keterwarisan

(H) dalam

arti luas

Panjang -

0,0048 8,27 3,325 11,595 28,67% 28,67%

Diameter 0,0332 0,398 0,287 0,718 44,60% 39,98%

Tebal Kulit 0,0051 0,237 0,017 0,26 8,64% 6,67%

Bobot segar

buah

-

1226,2 12983,2 7398,6 20381,8 36,30% 36,30%

Bobot segar

polong

-

1500,6 11633,3 6067,4 17700,7 34,28% 34,28%

Bobot kering

polong

-

3,5133 164,998 170,206 335,204 50,78% 50,78%

Jumlah biji 2,873 39,042 4,472 46,387 15,84% 9,64%

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

114

Bobot segar

biji /polong

-

72,167 530,49 132,724 663,214 20,01% 20,01%

Bobot kering

biji/polong -6,449 93,336 32,151 125,487 25,62% 25,62%

Bobot kering

biji/butir

-

0,0018 0,0407 0,0159 0,0566 28,21% 28,21%

*jika nilai varian minus (-) dianggap = 0

Pada sifat panjang buah, keberulangan dan keterwarisan dalam arti luas kakao

bernilai sama yaitu 28,67 % yang termasuk kategori sedang, demikian juga dengan sifat

bobot segar buah (36,30%), bobot segar polong (34,28%), bobot segar biji (20,01%),

bobot kering biji per buah (25,62 %), serta bobot kering biji per butir (28,21%). Pada

sifat bobot kering polong kakao, nilai keberulangan dan keterwarisan dalam arti

luastermasuk kategori tinggi yaitu 50,78 %.

Pada sifat diameter buah, nilai keterwarisan dalam arti luas kakao termasuk

kategori sedang yaitu 39,98 %, sedangkan nilai keberulangannya termasuk kategori

tinggi yaitu 44,6 %. Sifat tebal kulit buah menunjukkan nilai keterwarisan dalam arti

luas yang rendah yaitu 6,67 %, demikian juga dengan nilai keberulangannya 8,64 %.

Sifat jumlah biji juga memiliki nilai keterwarisan dalam arti luas dan keberulangan yang

rendah yaitu 9,64% dan 15, 84 %.

Nilai heritabilitas atau keterwarisan selalu lebih rendah daripada nilai

keberulangan karena nilai keberulangan merupakan batas atas dari nilai heritabilitas, hal

ini sesuai dengan pendapat Falconer (1960) dalam Dakhlan et. al. (2008). Beberapa sifat

seperti panjang buah, bobot segar buah, bobot segar polong, bobot kering polong, bobot

segar biji per buah, bobot kering biji per buah, dan bobot kering biji per butir memiliki

nilai heritabilitas dan nilai keberulangan yang sama dikarenakan penduga varian

lingkungan permanennya 𝜎𝑒𝑔2 minus (-).

Pada sifat-sifat kakao dengan nilai varian lingkungan permanen 𝜎𝑒𝑔2 yang minus

(-), nilai keberulangan sama dengan nilai heritabilitas dalam arti luas𝜎𝑔2 𝜎𝑝

2 karena

varian 𝜎𝑒𝑔2 dianggap = 0. Artinya, untuk sifat yang diamati tersebut, keragaman yang

terjadi lebih diakibatkan oleh faktor lingkungan sementara atau varian karena perbedaan

waktu pemanenan daripada faktor lingkungan permanen atau varian karena perbedaan

titik tanam.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

115

Nilai keberulangan yang tinggi menggambarkan besarnya kemungkinan

berulangnya nilai sifat yang samapada waktu yang berbeda dari individu yang sama

sepanjang hidupnya. Sebaliknya nilai keberulangan yang rendah menggambarkan kecil

kemungkinan munculnya sifat yang sama pada waktu yang berbeda dari individu

tersebut.

Pada sifat tebal kulit buah dan jumlah biji nilai keberulangan tergolong kategori

rendah, hal ini menunjukkan bahwanilai kedua sifat tersebut beragam antar periode

pemanenan, sehingga kecil kemungkinan untuk mendapatkan kakao dengan jumlah biji

dan tebal kulit buahyang sama pada tiap pemanenan. Berdasarkan pengamatan kualitatif

di lapangan, faktor lingkungan sementara yang dicurigai memberikan pengaruh

terhadap keragaman jumlah biji ini diantaranya adalah adanya kegagalan pembentukan

biji pada saat perkembangan buah maupun kerusakan biji akibat serangan hama PBK

pada beberapa buah kakao. Sedangkan faktor lingkungan sementara yang dicurigai

memberikan pengaruh terhadap tebal kulit buah adalah perubahan kadar air di

lingkungan pada saat pengukuran. Pada saat kondisi kadar air normal, pengukuran tebal

kulit buah dapat dilakukan secara optimal. Namun, pada kondisi lingkungan kering

terjadi transpirasi pada buah sehingga ukuran kulit buah menyusut, akibatnya

pengukuran yang dilakukan tidak tepat.

Pada sifat bobot kering polong dan diameter buah, nilai keberulangan tergolong

dalam kategori tinggi, Hal ini menunjukkan bahwa nilai pada kedua sifat tersebut

seragam antar periode pemanenan, sehingga besar kemungkinan untuk mendapatkan

kakao dengan diameter buah dan bobot kering polong yang sama pada setiap

pemanenan. Sifat diameter buah penting diperhatikan karena diduga berpengaruh

terhadap besarnya biji yang dihasilkan, sedangkan sifat bobot kering polong kurang

begitu penting karena tidak berhubungan langsung dengan hasil biji.

C. Seleksi Tanaman Kakao Asal Biji

Seleksi menggunakan independent culling level dilakukan berurutan terhadap

enam sifat penting yaitu panjang buah, diameter buah, tebal kulit buah, bobot segar

buah, jumlah biji, dan bobot kering biji per butir. Sifat-sifat tersebut digunakan dalam

seleksiindependent culling level karena diduga memiliki peran penting terhadap

lahirnya buah kakao unggul.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

116

Batas pemenggalan terhadap sifat panjang buah, diameter buah, tebal kulit buah,

bobot segar buah kakao terpilih berdasarkan nilai sifat minimum pada klon, sedangkan

sifat jumlah biji dan bobot kering biji per butir sesuai kriteria biji superior oleh

Monteiro (2009) yaitu 40 butir per polong dan bobot kering biji 1 gram per butir.

Pemilihan pertama dilakukan terhadap sifat panjang buah kakao dengan batas

pemenggalan 15,67 cm setara dengan rerata panjang buah dari klon KKM 4. Dari

pemilihan ini diperoleh 60 pohon kakao. Selanjutnya dari populasi terpilih dilakukan

pemilihan kembali terhadap sifat diameter buah dengan batas pemenggalan 7,82 cm

atau setara dengan rerata diameter buah RCC 70. Dari pemilihan kedua ini diperoleh 37

individu kakao.

Pemilihan dilanjutkan pada tahap ketiga terhadap sifat tebal kulit buah dengan

batas pemenggalan 1,24 cm setara dengan tebal kulit klon RCC 73, dari pemilihan ini

diperoleh 17 individu kakao. Tahap keempat terhadap sifat bobot segar buah dengan

batas penggal 474,86 gram atau setara rerata bobot segar klon RCC 70 menunjukkan

terdapat 10 pohon asal biji yang terpilih memiliki bobot segar lebih > klon yang

diamati.

Pemilihan kelima dilakukan terhadap sifat jumlah biji kakao sesuai dengan

kriteria biji superior Monteiro et al. (2009) yaitu batas pemenggalan 40 biji per buah.

Pada penelitian ini, semua kakao yang telah terpilih di tahap sebelumnya ternyata

memiliki jumlah bijisama dengan 40 atau lebih. Tahap berikutnya adalah pemilihan

berdasarkan bobot kering biji per butirnya, batas penggal ditentukan sesuai kriteria biji

superior yaitu lebih daripada 1 gram.

Tabel 5. Pohon terpilihasal biji berdasarkan independentculling level

No. Pohon Panjang

buah (cm)

Diameter

buah (cm)

Tebal kulit

(cm)

Bobot segar

biji (g)

Jumlah

biji

Bobot kering

biji/butir (g)

ph96 21,28 8,22 1,37 651,00 44,17 1,16

ph50 17,62 9,66 1,38 654,80 40,17 1,13

ph28 17,47 8,82 1,37 596,00 43,67 1,04

ph172 16,74 8,34 1,28 475,33 40,83 1,03

ph279 15,96 9,02 1,24 521,50 43,00 1,22

Batas

penggal 15, 67 7,82 1,24 474,86 40 1,00

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

117

Rerata

terpilih 17,81 8,81 1,33 579,73 42,37 1,12

Rerata awal 15,10 7,67 1,06 403,27 39,56 0,92

Dari pemilihan yang terakhir diperoleh lima nomor pohon kakao yang memiliki

keunggulan dalam sifat-sifat tersebut. Kakao yang terpilih memiliki panjang buah yang

ukurannya berkisar antara 15,96 – 21,28 cm, diameter buah yang berkisar 8,22 – 9,66

cm, serta tebal kulit buah berkisar antara 1,24 - 1,38 cm.

Pohon kakao dengan nomor pohon 96 memiliki rerata jumlah biji terbanyak

yaitu 44 biji/buah, sedangkan kakao dengan rerata bobot kering biji per butir terbesar

ditunjukkan oleh kakao dengan nomor pohon 279 yaitu 1,22 g/butir. Kakao dengan

nomor pohon 50 memiliki diameter buah, tebal kulit, dan bobot segar buah yang paling

tinggi berturut-turut 9,66 cm, 1,38 cm, dan 654,8 g/buah. Kakao yang memiliki panjang

buah terbesar ditunjukkan oleh kakao dengan nomor pohon 96 yaitu 21,28 cm.

Rerata populasi meningkat karena pada populasi tanaman yang telah diseleksi

yang tersisa hanya tanaman-tanaman terpilih yang memiliki sifat unggul diatas rerata

populasi awalnya.Sedangkan varian populasi berkurang karena populasi yang terpilih

keragamannya terbatas dari individu-individu yang memiliki sifat unggul saja.

Penggunaan batas penggal yang setara dengan nilai klon tidak akan mengubah

hasil dari pohon-pohon yang terpilih meskipun tahapan seleksinya diubah susunannya.

Sedangkan apabila menggunakan persentase sifat di setiap seleksi, hasil tanaman

terpilih dapat berbeda jika pemberian persentase batas penggalnya diubah, atau tahapan

seleksinya diubah susunannya.

Penampilan suatu pohon yang rendah mungkin bukan dikarenakan pohon

tersebut berkemampuan rendah, tetapi karena faktor lingkunganlah yang membuat

pohon tersebut berkemampuan lebih rendah dari pohon lainnya. Hal ini menunjukkan

bahwa tanggapan fenotipe terhadap perubahan lingkungan tidak sama untuk semua

genotipe karena disebabkan adanya interaksi genotipe dengan lingkungan (Soemartono,

et al., 1992).

D. Morfologi Buah Tanaman Kakao Terpilih

Berdasarkan panduan pencanderaan buah yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian

Kopi dan Kakao Jember, tanaman kakao asal biji yang terpilih sebagian besar memiliki

warna hijau.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

118

Tabe 6. Morfologi buah tanaman kakao asal biji terpilih

Nomor

Pohon Warna

Morfologi Buah

Bentuk

buah Leher botol Ujung buah Alur

Tekstur

buah

ph96 Hijau jorong Sedang lancip dalam kasar

ph50 Hijau jorong Sedang tumpul dangkal kasar

ph28 Hijau jorong Sedang tumpul dangkal kasar

ph172 Hijau jorong Sedang tumpul dangkal licin

ph279 Hijau jorong Samar tumpul dangkal kasar

Laode (2004) menjelaskan bahwa tanaman yang memiliki bentuk buah yang

bulat, lonjong, atau jorong, pangkal buah tumpul, kulit buah yang licin, alur buah

dangkal, dengan rata-rata kulit buah yang tebal dan rapat massa sklerokarp yang tinggi

tidak disukai oleh hama PBK karena hama tersebut kesulitan untuk meletakkan

telurnya. Meskipun hama PBK berhasil meletakkan telurnya pada buah yang licin dan

beralur dangkal tersebut, maka telurnya akan lebih mudah jatuh dengan sendirinya atau

terkena hujan. Berbeda dengan buah yang kasar dan beralur dalam akan lebih mudah

dihinggapi hama PBK dan ditempati untuk meletakkan telurnya.

Ph 96

Ph 50

Ph 28

Ph 172

Ph 279

Gambar 4.1 Buah kakao terpilih hasil independent culling level

Jika mengacu pada penelitian Laode (2004), pohon terpilih yang diduga

memiliki ketahanan terhadap PBK berdasarkan karakter morfologinya adalah buah

dengan nomor pohon 172, karna memiliki alur yang dangkal, dan tekstur buah yang

licin. Akan tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai seberapa besar

ketahanan buah kakao terhadap serangan PBK agar data yang didapatkan lebih akurat.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

119

Dalam penelitian belum dilakukan pengukuran terhadap serangan PBK sehingga

tidak diketahui dengan pasti berapa besar kerusakan yang diakibatkan oleh PBK pada

masing-masing pohon. Pada penelitian ini hanya dilakukan pencatatan buah mana yang

terserang PBK pada setiap pemanenan.

KESIMPULAN

1. Nilai keberulangan sifat diameter buah dan bobot kering polong termasuk kategori

tinggi;nilai keberulangan sifat panjang buah, bobot segar buah, bobot segar polong,

bobot segar biji, bobot kering biji per buah, dan rerata bobot kering biji per butir

termasuk kategori sedang;dannilai keberulangan sifat tebal kulit buah dan jumlah biji

termasuk kategori rendah.

2. Pohon kakao asal biji yang memiliki potensi digunakan sebagai induk perbanyakan

vegetatif maupun bahan persilangan berdasarkan independent culling level adalah

sebanyak 5 individu pohon kakao, yaitu dengan nomor 96, 50, 28, 172, dan 279.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-nya, penulis dapat

menyelesaikan makalah `SELEKSI POPULASI F2 TANAMAN KAKAO (Theobroma

cacao L.) BERDASARKAN SIFAT BUAH`. Penulis berharap semoga makalah ini

bermanfaat bagi banyak pihak. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada :

1. Dr. Ir. Taryono M.Sc. dan Dr. Ir. Nasrullah. M.Sc. selaku dosen pembimbing yang

telah banyak membimbing penulis dari awal sampai dengan selesai.

2. Keluarga yang senantiasa memberikan dukungan moril maupun materil sehingga

penulis selalu bersemangat untuk menyelesaikan proses perkuliahan.

3. Teman-teman yang senantiasa memberikan motivasi dan inspirasi setiap saat.

DAFTAR PUSTAKA

Hafid, H., Lapomi, Z., Branford, R.B., Badcock, S. and Matlick, B.K. 2009. Panduan

AMARTA Untuk Keberlanjutan Kakao, Evaluasi Kebun, Rehabilitasi, dan

Peremajaan. USA. USAID.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

120

Falconer, D.S. 1960.Introduction to Quantitative genetics. The Ronald Press Co.New

York.

Laode, A. 2004.Seleksi dan Karakterisasi Morfologi Tanaman Kakao Harapan Tahan

Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snell.). Jurnal Sains dan

Teknologi: 109-122.

Mangoendijojo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius.Yogyakarta.

Monteiro, W.R., Lopez, U.V., Clement, D. 2009. Genetic improvement in

cocoa.Dalam”Breeding Plantation Tree Crops (Jain &Priyadarshan). Springer

science : 589 – 626.

Sastrosupadi, A. 1999. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian.

Kanisius.Yogyakarta.

Soemartono, Nasrullah, Hartiko, H. 1992. Genetika Kuantitatif dan Bioteknologi

Tanaman. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

Siregar, T.H.S., Riyadi, S., Nuraeni, L. 2007. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran

Coklat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

121

PETA FLASH INTERAKTIF SEBAGAI PENUNJANG PARIWISATAPULAU

MARATUA

Agung Widcha Aulia Rachman

Jurusan Teknik Geodesi, Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

Maratua Island is one of the outer islands in the Indonesian region. Located at the east

end of East Borneo. The remoteness and difficult access to remote cause Maratua

Island. but it also makes Maratua awake the nature. The reefs of the island Maratua

very famous among foreign diver. Diver within homegrown while rarely anyone knows.

In addition to the beautiful coral reefs there is treasure that exists only in Maratua

Island. Ie brackish water lake in which there were jellyfish didn‟t sting. And on the

Maratua island there are 3 lakes such Kakaban lake, Hajibuang lake and Tano Bamban

lake. While outside Indoneisa only one piece of the lake as it is on the lake palau pacific

archipelago in Micronesia, but the lake there has been damaged by uncontrolled tourist

traffic. To appreciate the beauty of the island to the outside world Maratua then be

made based interktife flash map an attractive and easy to use. The data used were alos

satellite imagery as a base map, and survey data directly to a location using gps

navigation. For spatial processing used softwere arcgis10 and to interactively display

used adobe flash cs4. Later interactive map created to highlight tourism island Maratua

and gives easy to understand information about the destination tourists who want to

visit

Keywords: interactive flash map, maratua island, maratua tourism.

PENDAHULUAN

Pulau Maratua terletak di sebelah timur Kalimantan Timur, tidak jauh dari

Malaysia dan Filipina. Pulau maratua sendiri merupakan sebuah kecamatan yang baru

berdiri, terdiri dari empat kampung. Kampung Teluk alulu, kampung, Bohe Bukut,

Kampung Payung payung, dan Kampung Bohe Silian. Sebelumnya maratua merupakan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

122

bagian dari kecamatan Pulau Derawan. Pulau maratua memiliki berbagai destinasi

wisata alam baik di darat maupun di laut. Bahkan keindahan kedalaman lautnya sudah

sangat terkenal di kalangan penyelam mancanegara. Sementara potensi wisata di darat

belum banyak dikenal oleh orang di luar pulau Maratua. Sedangkan pendapatan

penduduk maratua dari wisata laut kurang dapat dinikmati. Karena kebanyakan

wisatawan hanya mengunjungi perairan di Maratua sedangkan untuk akomodasinya

mereka mendapatkannya di Pulau Derawan. Oleh karena itu untuk dapat menjadi pelaku

wisata, diperlukan pengembangan pariwisata di darat. Sehingga banyak wisatawan yang

menghabiskan waktu di pulau maratua. Oleh karena itu peningkatan infrastruktur

sebagai penunjang pariwisata di Maratua perlu di sediakan. Hal sudah mulai dirintis

oleh pihak pemerintahan profinsi Kalimantan Timur salah satunya dengan akan

dibangunnya dermaga dan bandara perintis di sana. Selain itu diperlukan sistem

informasi pariwisata yang dapat dengan mudah dimengerti oleh wisatawan. Dan dapat

menunjukan lokasi tiap destinasi wisata yang menarik. Dalam penelitian ini digunakan

softwerearcgis10 melakukan pemrosesan data yang telah dikumpulkan dengan survey

langsung di lapangan. Agar tampilan menarik dan dapat dimengerti oleh orang yang

masih awam, maka digunakanlah softwere adobe flash cs4.

Batasan Masalah

Proses untuk mendata obyek – obyek pariwisata baik wisata alam maupun

budaya yang tersebar di Kabupaten Manggarai Barat. Penerapan GIS unutk mendukung

pendataan potensi pariwisata alam dan budaya yang belum dikembangkan secara

optimal di Kabupaten Manggarai Barat.

Permususan Masalah

Wilayah studi hanya mencakup kecamatan Maratua dan destinasi wisata yang

berada di darat. Peta yang digunakan merupakan hasil digitasi citra satelit ALOS karena

pihak Bakosurtanal tidak memiliki peta Maratua baik yang skala 1 : 25000 maupun 1

:100000. Analisa pengolahan data meliputi lokasi wisata, infrastruktur yang ada dan

rute menuju destinasi wisata yang ada. Hasil dari penelitian adalah berupa peta flash

interaktif pariwisata dan infrastruktur pulau Maratua yang dapat di jalankan di berbagai

platform komputer

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

123

Gambar 1 : citra ALOS sebagai peta dasar

Tujuan

Mengidentifikasi dan menganalisa obyek – obyek wisata di kecamatan Maratua

khusunya wisata alam , menyajikan informasi daerah wisata baik informasi spasial dan

non spasial, membuat analisa jalur jalur yang dapat membantu para wisatawan untuk

mencapai daerah tujuan wisata, membuat Sistem Informasi Geografis yang bertujuan

untuk menginfentarisasi informasi tentang obyek – obyek wisata di kecamatan Maratua.

Manfaat

Member informasi mengenai kawasan wisata alam di kecamatan Maratua yang

dapat dimanfaatkan oleh wisatawan, pemerintah setempat maupun pengelola tempat

wisata untuk kepentingan bersama.

MATERI DAN METODE

Lokasi penelitian diwilayah Kecamatan Maratua Kabupaten Berau Kalimantan

Timur

Peralatan:

1) Laptop

2) GPS Navigasi

3) Kamera Digital

4) OS Windows 7

5) ArcGIS 10

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

124

6) Microsoft Word 2007

7) Microsoft Excell 2007

8) Adobe Flash CS4

Bahan:

1) Citra satelit ALOS.

2) Data lokasi dan posisi objek - objek wisata

3) Data deskripsi obyek wisata pulau Maratua

Tahap Penelitian

Gambar 2. Diagram alir tahap penelitian (Albertus D Senda Nobe, 2011

Identifikasi masalah, permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana

memperoleh data - data yang diperlukan baik data spasial maupun data non spasial yang

digunakan dalam penelitian pembuatan system informasi geografis untuk

pengembangan pariwisata di kecamatan Maratua.Studi Literatur , bertujuan untuk

mendapat kanreferensi yang berhubungan dengan Penginderaan Jauh, SIG, Potensi

Pariwisata, Dokumentasi dan literature lain yang mendukung baik dari buku, jurnal,

majalah, koran, internet danlain-lain.Pengumpulan data, dilakukan dengan ijin dan

kerjasama dengan beberapa dinas terkait di Kecamatan Maratua. Pengumpulan data,

pada tahapan ini dilakukan pengolahan dari data - data yang telah diambil dari lapangan

dan data penunjang lainnya untuk selanjutnya dilakukan analisa.Tahap analisa, data

yang telah diolah kemudian dianalisa sedemikian rupa sehingga didapatkan suatu hasil

dan kesimpulan yang nantinya digunakan untuk menyusun jurnal.Penyusunan laporan

merupakan tahap akhir dari penelitian yang dilaksanakan di Kecamatan Maratua dan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

125

disajikan dalam bentuk jurnal dan peta interaktif.

Tahap Pengolahan Data

Gambar 3. Diagram alir tahap pengolahan data.

Input data

1) Citra ALOS dengan system koordinat yang

2) Data posisi lokasi – lokasi objek – objek pariwisata yang diperoleh dari

pengukuran dengan GPS Handheld.

3) Data lokasi dan deskripsi sebaran tempat wisata Maratua

4) Dokumentasi obyek – obyek wisata yang diperoleh dari penelitian pribadi.

Pengolahan dan Analisis

Digitasi Citra ALOS

Lang Melakukan import citra ALOS,

kemudian lakukan digitasi dengan softwere Arcgis10

Gambar 4. Hasil digitasi Citra ALOS

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

126

Perancangan SIG

Pembuatan database didalam software

ArcGIS 10 yang berisi tentang infrastruktur dan

lokasi pariwisata Maratua.

Gambar 5. Perancangan GIS

Pembuatan Aplikasi GIS

Setelah perancangan GIS Wisata

Alam kecamatan MaratuaArcMap 10

selesai dibuat maka tahapan selanjutnya

adalah membuat aplikasi interface

kedalam program Adobe Flash CS4 agar

user dapat mengakses dengan mudah dan

dapat digunakan oleh banyak pihak sesuai

dengan kepentingannya masing - masing.

Gambar 6. Penyusunan Aplikasi Interface

Output

Sistem Informasi Geografis Panduan Wisatawa. Hasil akhir dari penelitian ini adalah

GIS mengenai pariwisata alam Kecamatan Maratua dapat digunakan untuk berbagai

kalangan baik masyarakat sekitar, wisatawan domestic maupun pemerintah setempat.

Peta interakktif wisata ini berisi tentang deskripsi, akses perjalanan, fasilitas dan

keterangan lain mengenai berbagai obyek – obyek wisata alam yang tersebar di

Kecamatan Maratua. Peta dapat di download secara online

melalui<http://www.mediafire.com/?g56le8364b314ci>atau

<http://maratuaisland.blogspot.com/2012/10/peta-interaktif-maratua.html>

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

127

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum objek – objek di Kabupaten Manggarai Barat dibagi menjadi tiga jenis,

antaralain :

1) WisataDanau

2) WisataGoa

3) WisataUnggulan

Berikut ini adalah Klasifikasi objek – objek wisata berdasarkan jenisnya.

Danau Haji Buang

Danau ini dinamakan sesuai dengan nama penemunya, yakni Haji Buang. Akses

menuju danau ini adalah menembus rimbunnya hutan dan kebun kelapa yang menjulang

tinggi dengan berjalan kaki selama kurang lebih 20 menit. Selain berjalan kaki, akses

menuju danau ini juga dapat menggunakan perahu dari arah Lawang-lawang, Bohe

Bukut. Perjalanan yang dimulai dengan bukit berbatu yang sedikit menegangkan,

burung terbang dan hinggap di dahan pepohonan sekitar jalan setapak, kepiting kenari

yang bersembunyi di antara tumpukan batok kelapa akan semakin membuat anda

bertanya-tanya bahkan menunggu-nunggu keistimewaan danau ini. Selain

pemandangannya yang masih asri dan udara yang menyegarkan, danau Haji Buang juga

menyimpan kekayaan flora dan fauna dalam air. Tersedia perahu kecil bagi anda yang

ingin menikmati pemandangan di sekitar danau. Dari atas perahu anda akan melihat

puluhan ubur-ubur muncul ke permukaan, karena ubur-ubur yang terdapat di danau ini

tidak menyengat anda pun dapat leluasa menyentuh dan memegangnya. Tenangnya air,

rimbunnya pepohonan sekitar danau, dan

langit biru yang terbentang luas membuat anda

betah berlama-lama menikmati keindahan

danau Haji Buang, salah satu suguhan wisata

alam Maratua yang eksotis.

Gambar 7. Danau Haji Buang

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

128

Danau Tana Bamban

Danau Tana Bamban merupakan salah satu

danau air payau yang ada di pulau maratua. danau

Tana Bamban mempunyai pemandangan yang

indah dengan air danau yang tenang, sehingga

sangat cocok untuk dikunjungi dengan dua spesies

ubur-ubur di dalamnya.

Gambar 8. Danau Tano Bamban

Goa sembat

Goa Sembat terletak di desa bohe silihan, kecamatan maratua. Goa ini termasuk

pada kawasan karst Maratua. Perjalanan menuju mulut goa dapat ditempuh dengan

berjalan kaki selama kurang lebih 20 menit dengan jarak sekitar 2 km dari pusat desa.

Secara fisik, Letak mulut goa berada pada bagian sisi bukit dengan ukuran diameter goa

x m. kondisi sekitar goa masih alami dengan tutupan lahan berupa hutan lebat dan

semak belukar. Beberapa biota yang ada dalam goa yang dapat ditemukan berupa

kelelawar dan burung wallet.goa Sembat termasuk dalam tipe goa horizontal dan berair.

Gambar 9. Goa Sembat

Goa tangkapa

Goa tangkapa terletak pada perbatasan antara desa bohe silian dengan desa

payung-payung. Goa ini dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor dan dilanjutkan

dengan berjalan kaki. Jarak tempuh perjalanan sekitar 15 menit dari pusat desa.Secara

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

129

fisik, letak mulut goa berada pada daerah cekungan. Kondisi sekitar goa masih sangat

alami dengan kondisi tutupan lahan berupa

hutan lebat dan semak belukar. Biota yang

ditemukan didalam goa berupa kelelawar,

wallet dan ambipigi.Goa tangkapa merupakan

goa horizontal dengan tipe crack (patahan)

sehingga dalam pengamatan dapat dijumpai

beberapa runtuhan batu dalam goa berupa batu

maupun boulder.

Gambar10 . Goa Tangkapa

Goa angkal-angkal

Terletak didesa payung-payung, kecamatan maratua. Lokasi goa sekitar 2 Km

dari pusat desa payung-payung. Goa ini dapat ditempuh dengan menggunakan

kendaraan bermotor dan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Goa ini merupakan goa

horizontal yang memiliki lorong yang panjang dengan banyak cabang didalamnya.

Didalam goa ini memiliki banyak daya tarik wisata yang cukup tinggi , diantaranya

adalah adanya runtuhan atap goa pada bagian tengahnya sehingga ditengah perjalanan

penelusuran goa dapat terlihat sinar matahari yang masuk kedalam serta ornamentasi

yang terdapat didalamnya juga bervariasi yaitu stalaktit, stalaknit, sodastro,

microgordam, macrogordam, pilar, dll.

Gambar11 . Goa Angkal angkal

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

130

Goa penggunting

Terletak di desa payung-payung, kecamatan maratua. Lokasi goa sekitar 1 km

dari desa dengan jarak tempuh sekitar 10 menit dengan menggunakan motor. Salah satu

keunikan dari goa ini merupakan tempat kepiting kenari bersarang. sehingga warga

sering masuk ke goa ini untuk berburu mencari kepiting kenari. Goa ini merupakan goa

horizontal yang hanya mempunyai lorong yang pendek namun didalamnya juga

mempunyai beberapa cabang. Salah satu cabang dari lorong goa penggunting

mempunyai ruangan yang cukup lebar. Di dalam lorong ini menyuguhkan keindahan

yang sangat menarik. Misalnya beberapa ornament goa seperti stalagtit, stalagmite,

pilar, maupun microgourdam dapat ditemukan pada ruangan ini. Sisi menarik yang lain

dari goa ini adalah dari kehidupan makhluk hidup dalam goa. Didalam goa kita dapat

menemukan beberapa spesies misalnya adalah laba-laba, ambipigi, lipan, jangkrik gua,

wallet, kepiting kenari, dan kelelawar. Beberapa dari spesies tersebut telah kehilangan

daya pengelihatannya karena lingkungan goa yang gelap. Sehingga ketika kita dekati

mereka tidak melakukan gerak refleks.

Gambar12 . Goa Penggunting

Goa Pogah

Terletak di desa bohe bukut kecamatan maratua. Jarak dari desa sekitar 2 Km

dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor dilanjutkan dengan berjalan

kaki. Waktu tempuh menuju goa ini sekitar 20 menit. Selama perjalanan kita disuguhi

pemandangan hutan maratua yang masih alami. Ditambah dengan beberapa formasi

batuan hasil dari proses tenaga endogen yaitu berupa pengangkatan. Sehingga ketika

diperjalanan kita dapat melihat bentukan batuan hasil dari proses patahan (crack). Goa

hapit merupakan goa vertikal yang secara proses terbentuk hasil dari runtuhan. sisi

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

131

menarik dari goa ini adalah mulut goa yang langsung menghadap ke dasar goa.

Sehingga ketika matahari bersinar, akan

tampak terlihat biasan sinar matahari masuk

ke dalam goa. Disamping itu, beberapa

ornamen goa seperti stalagtit, stalagmit,

flowstone, dan gorden tampak begitu indah.

Goa hapit merupakan goa berair dan bersifat

payau. Beberapa makhluk hidup yang

ditemukan adalah udang air payau, kelelawar,

dan walet.

Gambar13 . Goa Pogah

Goa hapit pogah

Terletak di desa bohe bukut, kecamatan maratua. Posisi mulut tidak jauh dari

goa pogah sekitar 100 meter. Goa ini merupakan goa vertikal dengan kedalaman sekitr

10 meter. Untuk memasuki goa ini diperlukan teknik khusus dan peralatan tersendiri

dalam menuruni goa tersebut. Daya tarik dari goa ini adalah ornamen goa yang cukup

indah seperti stalagtit, stalagmit, pilar, dan flowstone. Dasar goa ini berair dengan

ruangan yang cukup luas. Sehingga kita dapat berenang didalamnya. Di dalam gua ini

terdapat makhluk hidup yang ditemukan adalaah jangkrik, dan kelelawar.

Gambar1 . Goa Hapit Pogah

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

132

Tanjung Siku

Tanjung Siku merupakan pantai yang terdapat di utara desa Bohe Bukut. Karena

letaknya yang berada di ujung desa maka pantai ini biasa juga disebut pantai Ujung.

Nama Tanjung Siku diambil dari kondisi geografis tebing dan pantainya yang

membentuk seperti siku. Terdapat dua jalan yang

bisa digunakan dari dermaga Bohe Bukut menuju

pantai Tanjung Siku, yakni dengan cara menyusuri

pantai atau melewati jalan setapak di tengah kebun

kelapa penduduk setempat. Anda akan mendapati

pantai yang bersih dengan tebing yang di atasnya

terdapat tiga rawa kecil. Di dalam rawa kecil itulah

hidup spesies kecil udang merah.

Gambar15 . Pantai Tanjung Siku

Lawang-lawang

Dermaga lawang-lawang merupakan salah satu akses untuk masuk ke kampung

Bohe Bukut. Dermaga ini juga sering digunakan sebagai tempat pemberhentian kapal-

kapal warga. Pemandangan yang tampak dari dermaga ini ialah kampung Teluk Alulu,

Tanjung Bahaba, serta pulau-pulau kecil

di seberang pulau maratua seperti pulau

Panabahan, pulau Bakungan, pulau Abu-

abu, dan pulau Blingisan. Dermaga ini

merupakan jalur yang biasa digunakan

para nelayan untuk keluar masuk dari

perairan dalam.

Gambar16 . Dermaga Lawang lawang

Batu Payung

Batu karang besar ini terletak di tepi garis pantai di ujung kampung Payung-

payung, bagian atas batu yang menjorok ke arah laut membentuk payung membuatnya

terlihat unik. Karena batu inilah maka kampung ini disebut Payung-payung.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

133

Pemandangan di sekitar batu payung akan terlihat eksotis di saat matahari mulai

terbenam. Pasir putih yang lembut memanjakan

kaki, gerak-gerik lucu kerang klomang yang

berkejaran, ombak pantai dengan lembut menyapa,

jernihnya air mengajak anda untuk turut merasakan

kesegarannya, disaat mentari senja memantulkan

sinarnya di lautan lepas membuat diri terhanyut

dalam suasana tenang dan nyaman, sungguh senja

yang tak terlupakan.

Gambar17 . Batu Payung

Teluk Pea

Jika anda berjalan mengikuti jalan setapak selama kurang lebih 10 menit dari

arah batu Payung, maka anda akan menemukan garis pantai yang menjorok ke arah

daratan dan dipenuhi dengan tempurung kelapa, itulah Teluk Pea. Dalam bahasa bajau

pea berarti tempurung atau batok kelapa. Konon di teluk ini terdapat sebuah pabrik kecil

pengolah buah kelapa dan limbah tempurungnya bertumpuk di pantai teluk, karena

itulah ia dinamakan teluk Pea. Teluk Pea menjadi

obyek wisata kampung Payung-payung yang

kesekian bagi anda jika ingin menikmati keindahan

pantai dari sebuah teluk. Selain itu akan anda akan

menjumpai segerombolan penyu hijau yang akan

keluar masuk di Teluk Pea ini. Sehingga anda dapat

mengamati dengan bebas tingkah laku dari penyu

hijau.

Gambar18 . Teluk Pea

Dermaga Payung-payung

Dermaga yang masih aktif digunakan oleh masyarakat kampung Payung-payung

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

134

ini rupanya juga menjadi obyek wisata yang cukup menarik. Ketika berjalan memasuki

dermaga ini anda akan disambut dengan jernihnya air laut yang biru kehijauan, semakin

jauh berjalan anda akan melihat beberapa ekor penyu berenang dan mencari makan. Di

sekitar ujung dermaga anda akan dibuat kagum dengan terbentang luasnya terumbu

karang dan ikan-ikan berwarna-warni berenang bebas. Ketika laut surut, pemandangan

pantai sekitar dermaga akan membuat anda terpancing untuk turut menyusuri pantai

menikmati keindahan terumbu karang yang memikat. Ketika laut pasang, anda bisa

berenang di sekitar dermaga bersama penyu-penyu dan ikan-ikan dengan berbagai

bentuk dengan warna-warni yang indah. Pemandangan lain yang tak kalah indahnya

adalah terbenamnya matahari. Telah

diakui oleh masyarakat setempat dan

wisatawan yang pernah berkunjung

bahwa pemandangan sunset terlihat

berbeda setiap harinya. Semilir angin

senja, langit yang berwarna merah saga,

merah jambu dan keungu-unguan

membuat anda berdecak kagum dan

terasa dimanjakan oleh alam Maratua.

Gambar19 . Dermaga Payung payung

KESIMPULAN

1) Setiap objek – objek wisata memiliki informasi spasial dan non spasial. Informasi

tersebut Kemudian digunakan untuk membangun sebuah Sistem Informasi

Geografis Kepariwisataan di Kecamatan Maratua

2) Pembuatan Sistem Informasi Geografis yang bertujuan untuk membantu para

wisatawan dalam melakukan kegiatan pariwisata di Kecamatan Maratua

3) Pembuatan Sistem Informasi Geografis sangat didukung oleh masyarakat sekitar hal

ini dibuktikan dengan kerjasama masyarakat dan penulis dalam melakukan akuisisi

data di Kecamatan Maratua

DAFTAR PUSTAKA

Denny, C,danAgtrisari, I.,2003.Desain dan Aplikasi GIS, Geographic Information

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

135

System. . P.T. Gramedia: Jakarta.

Departemen, Kehutanan.,1993. Pedoman Analisis Daerah Operasi Obyek Wisata Alam.

Bogor.

Hadinoto, K., 1996. Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata.UI-Press :

Jakarta.

Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi Geografis. Edisi Revisi, Cetakan Kedua.

C.V.Informatika: Bandung.

Rosit Setiawan 2012, PEMANFAATAN GIS UNTUK INVENTARISASI DAN

PENGEMBANGAN DAERAH WISATA DIKABUPATEN MANGGARAI BARAT.

Jurusan Teknik Geodesi UGM : Yogyakarta

Senda, Albertus D. 2011. PEMANFAATAN GIS UNTUK INVENTARISASI DAN

PENGEMBANGAN DAERAH WISATA DIKABUPATEN MANGGARAI BARAT.

Jurusan Teknik Geomatika ITS : Surabaya .

Rigaux, P., 2002. Spatial Databases With Application to GIS. Morgan Kaufman : San

Francisco.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

136

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

137

NILAI FILOSOFI DALAM UPACARA ADATMAPPACCI PADA

PERNIKAHAN SUKU BUGISDI SULAWESI SELATAN

(Valueof Philosophy in Marriage Ceremony in Indigenous Mappacci Bugis Parts in South

Sulawesi)

Nasharuddin1, Wahyuddin

2, Irwanto

3& Abd. Rahman Rahim

3

1Pendidikan Fisika, Universitas Muhammadiyah Makassar

2Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Muhammadiyah Makassar

3Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Muhammadiyah Makassar

ABSTRACT

Culture in Indonesia is a property that must continue to be preserved. Every

island in Indonesia has a story about the local culture itself. For example the Bugis

culture located in South Sulawesi province. Bugis tribe is a tribe that upholds the self-

esteem and dignity.The purpose of this study was to determine the socio- cultural

philosophy of values contained in the wedding ceremony mappacci Bugis community in

Bone regency. And benefits of this research is expected to add insight about the values

contained in the culture of the society in particular mappacci culture mappacci Bone so

it can be known what the true purpose. Mappacci traditional ceremony held at

„tudampenni‟, ahead of the marriage ceremony ceremony the next day.Mappacci

ceremony is one of the Bugis traditional ceremony in which the implementation using

henna leaves (Lawsania alba), or Pacci. Prior to this activity is usually done event

mappanré temme (khatam Al - Quran) and barazanji. Pacci leaf is associated with

paccing said that food is the cleanliness and purity.

Keywords: Bugis; Social and Cultural Value of Mappacci; Marriage

PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia kaya akan keanekaragaman suku, agama, dan bahasa yang

memungkinkan diadakannya penelitian bidang folklor. Folklor adalah cerita rakyat pada

masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang

beraneka ragam, mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

138

bangsa. Legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan

peristiwa sejarah. Pengetahuan dan penelitian folklor diperuntukkan sebagai

inventarisasi, dokumentasi, dan referensi.

Membahas kebudayaan yang ada di Indonesia, pasti tidak akan selesai karena

setiap pulau di Indonesia memiliki cerita kebudayaan tersendiri. Salah satunya

kebudayaan bugis yang terletak di daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Sistem nilai

budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup dalam

masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai

apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup. Sistem nilai budaya ini

menjadi pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang manifestasi

konkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap

secara abstrak akan tercermin dalam cara berpikir dan secara konkrit terlihat dalam

bentuk pola perilaku anggota suatu masyarakat.

Bone merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang

beribukota di Watampone (4o13-5

o06 LS dan 119

o42 -120

o40 BT). Bone menpunyai

gaya bahasa yang sangat khas, terkenal sangat halus di kalangan suku Bugis. Suku

Bugis adalah suku yang sangat menjunjung tinggi harga diri dan martabat. Suku ini

sangat menghindari tindakan-tindakan yang mengakibatkan turunnya harga diri atau

martabat seseorang. Jika seorang anggota keluarga melakukan tindakan yang membuat

malu keluarga, maka ia akan diusir atau dibunuh. Namun, adat ini sudah luntur di

zaman sekarang ini. Tidak ada lagi keluarga yang tega membunuh anggota keluarganya

hanya karena tidak ingin menanggung malu dan tentunya melanggar hukum. Sedangkan

adat malu masih dijunjung oleh masyarakat Bugis kebanyakan. Walaupun tidak seketat

dulu, tapi setidaknya masih diingat dan dipatuhi.

Pernikahan merupakan salah satu cara untuk melanjutkan keturunan. Pernikahan

juga dapat mempererat hubungan antar keluarga suku. Menurut kebudayaan

Bugis,sebelum menikah ada syarat-syarat yang harus dilakukan oleh mempelai pria,

yaitu mengelilingi dapur sebanyak tujuh kali. Bila dia mampu memenuhi kebutuhan

sehari-hari maka dia boleh menikah.

Salah satu rangkaian kegiatan pernikahan suku bugis adalah upacara adat

mappacci yang harus dilakukan dengan penggunaan simbol-simbol yang sarat makna

filosofi. Di antaranya untuk menjaga keutuhan keluarga dan memelihara kasih sayang

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

139

dalam rumah tangga. Mappacci berasal dari kata “pacci”, yaitu daun yang dihaluskan

untuk penghias kuku, mirip bunyinya dengan kata “paccing” artinya bersih atau suci.

Melambangkan kesucian hati calon pengantin menghadapi hari esok, khususnya

memasuki bahtera rumah tangga meninggalkan masa gadis sekaligus merupakan malam

yang berisi doa.

Upacara adat mappacci dilaksanakan pada waktu tudampenni, menjelang acara

ijab kabul keesokan harinya. Upacara mappacci adalah salah satu upacara adat Bugis

yang dalam pelaksanaannya menggunakan daun pacar (Lawsania Alba). Sebelum

kegiatan ini dilaksanakan biasanya dilakukan dulu dengan mappanré temme (khatam

Al-Quran) dan barazanji. Daun pacci ini dikaitkan dengan kata paccing yang

makananya adalah kebersihan dan kesucian. Dengan demikian, pelaksanaan mappacci

mengandung makna kebersihan raga dan kesucian jiwa. Oleh karena itu, penelitian ini

ditujukan untuk mengetahui dan mendeskripsikan nilai-nilai sosial yang terkandung

dalam Budaya Upacara Adat Mappacci pada pernikahan adat masyarakat suku Bugis di

Kabupaten Bone, Sulawesi selatan.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Data yang digunakan merupakan data

primer dan hasil studi literatur. Data primer diperoleh melalui observasi secara langsung

dan wawancara terhadap suku Bugis di Bone. Studi literatur menggunakan buku-buku

dan sumber bacaan yang relevan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TataCara Pelaksanaan Mapacci

Sebelum mappacci dimulai, dilakukan padduppa (penjemputan) mempelai.

Protokol atau juru bicara keluarga mempersilakan calon mempelai menuju pelaminan

dengan mengucapkan:

Patarakkai mai bélo tudangeng

Naripatudang siapi siata

Taué silélé uttu patudangeng

Padattudang mappacci siléo-leo

Riwenni tudang mpenni kuaritu

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

140

Paccingi sia datu bélo tudangeng

Ripatajang mai bottinngngé

Naripattéru cokkong ri lamming lakko ulaweng

Para mempelai duduk berdekatan di sisi para pendamping. Mereka duduk

bersuka ria di malam tudampenni, mappacci pada sang raja atau ratu mempelai nan

rupawan. Tuntunlah dan bimbinglah sang raja/ratu menuju pelaminan yang bertahtakan

emas.

Orang-orang yang diminta untuk meletakkan pacci pada calon mempelai

biasanya adalah orang-orang yang mempunyai kedudukan sosial yang baik dan punya

kehidupan rumah tangga yang bahagia. Semua ini mengandung makna agar calon

mempelai di kemudian hari dapat hidup bahagia seperti mereka yang meletakkan pacci

di atas tangannya.

Jumlah orang yang meletakkan pacci ke tangan calon mempelai biasanya

disesuaikan dengan strata sosial calon mempelai itu sendiri. Untuk golongan bangsawan

tertinggi jumlahnya 2x9 orang atau dalam istilah Bugis “duakkaséra”. Untuk golongan

bangsawan menengah sebanyak 2x7 orang atau “duappitu”. Sedangkan untuk golongan

di bawahnya bisa 1x9 atau 1x7 orang.

Adapun cara memberi pacci kepada calon mempelai adalah sebagai berikut:

1. Diambil sedikit daun pacci yang telah dihaluskan (telah dibentuk bulat supaya

praktis), lalu diletakkan daun dan diusap ke tangan calon mempelai. Pertama, ke

telapak tangan kanan, kemudian telapak tangan kiri, lalu disertai dengan do‟a

semoga calon mempelai kelak dapat hidup bahagia. Kemudian kepada orang yang

telah memberikan pacci diserahkan rokok sebagai penghormatan. Dahulu

disuguhi sirih yang telah dilipat-lipat lengkap dengan segala isinya. Tetapi karena

sekarang ini sudah jarang orang yang memakan sirih, maka diganti dengan rokok.

2. Sekali-kali indo‟botting menghamburkan wenno kepada calon mempelai atau

mereka yang meletakkan daun pacar tadi dapat pula menghamburkan wenno yang

disertai dengan doa. Biasanya upacara mappacci didahului dengan pembacaan

barazanji sebagai pernyataan syukur kepada Allah SWT dan sanjungan kepada

Nabi Muhammad SAW atas nikmat islam. Setelah semua selesai meletakkan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

141

pacci ke telapak tangan calon mempelai, maka para tamu disuguhi kue-kue

tradisional yang diletakkan dalam bosara.

Makna Filosofi Simbol dalam Mappacci

1. Angkangulung (Bantal)

a) Bantal terbuat dari kapas dan kapuk, suatu perlambang “kemakmuran” dalam

bahasa bugis disebut “Asalewangeng”.

b) Bantal sebagai pengalas kepala, di mana kepala adalah bagian paling mulia bagi

manusia. Dengan demikian, bantal melambangkan kehormatan, kemuliaan atau

martabat. Dalam bahasa bugis disebut “Alebbireng”. Dengan demikian

diharapkan calon mempelai senantiasa menjaga harkat dan martabatnya dan

saling menghormati.

2. Lipa‟ pitullampa (Sarung 7 lembar)

a) Sarung sebagai penutup tubuh. Tentunya kita akan merasa malu apabila tubuh

kita tidak tertutup. Dalam bahasa bugis disebut “Mabbelang/mallosulosu”.

Dengan demikian diartikan sebagai harga diri (merasa malu). Dalam bahasa

bugis disebut “Masiri/malongko” sehingga diharapkan agar calon mempelai

senantiasa menjaga harga dirinya. Dalam bahasa bugis “Sini nalitutuwi sirina”.

b) Sedang sebanyak 7 lembar tersebut, dalam bahasa bugis kata tujuh erat

kaitannya dengan kata patuju/tujui yang artinya benar, berguna, atau manfaat.

Sehingga diharapkan agar calon mempelai senantiasa berbuat, melakukan atau

mengerjakan sesuatu yang benar, berguna atau bermanfaat. Selalu benar.

Adapun bilangan 7 yang dalam bahasa bugis dikatakan “Pitu”, bermakna akan

jumlah atau banyaknya hari yang ada. Dimana tanggung jawab dan kewajiban

timbal balik antara suami dan istri harus dipenuhi setiap harinya.

3. Colli‟ daung utti (Pucuk daun pisang)

Daun pisang yang tua, belum kering, sudah muncul pula daun mudanya untuk

meneruskan kehidupannya dalam bahasa bugis disebut “Maccoli-maddaung”.

Melambangkan kehidupan sambung menyambung (berkesinambungan). Artinya

jangan berhenti berupaya, berusaha keras demi mendapatkan hasil yang

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

142

diharapkan. Sebagaimana kehidupan pisang, nanti berhenti berpucuk setelah

sudah berubah.

4. Daun Panasa (Daun Nangka)

a) Kata “Panasa” mirip dengan kata “Menasa” yang berarti “Cita-cita luhur”

berlambang doa dan harapan mulia. Dalam bahasa Bugis disebut “Mammenasa

ri Decengnge” artinya senantiasa bercita-cita akan kebaikan atau kebajikan.

b) Bunga Nangka disebut “Lempu” dikaitkan dengan kata “Lempu” (dalam

bahasa Bugis) yang artinya kejujuran dan dipercaya. Sebagaimana salah satu

ungkapan atau syair Bugis, yakni : Duami Riala Sappo, Unganna Panasae,

Belona Kanukue artinya hanya ada dua yang menjadi perisai hidup dalam

kehidupan dunia yang fana ini, yaitu Unganna Panasae (Lempu) yakni

kejujuran, dan Belo Kanuakue(Paccing) yang artinya kebersihan atau

kesucian. Dengan demikian diharapkan kiranya calon mempelai memiliki

kejujuran dan kesucian. Daun Nangka sebanya Sembilan lembar. Adapun arti

sembilan lembar yaitu semangat hidup atau kemenangan. Dalam bahasa Bugis

disebut Tepui Pennoi Atau Maggendingngi. Dalam arti kata rejekinya

melimpah ruah.

5. Wenno atau Benno (Jagung Melati/Beras Melati)

Yaitu jagung/beras yang digoreng/disangrai hingga mekar berkembang

dengan baik. Dalam bahasa Bugis disebut Penno Riale artinya mekar dengan

sendirinya. Sehingga diharapkan agar calon mempelai dapat mandiri dalam

membina rumah tangga.

6. Taibani/Patti (Lilin)

Taibani atau Patti berasal dari lebah yang dijadikan lilin sebagai suluh atau

pelita yang dapat menerangi kegelapan yang berarti panutan atau teladan.

Sehingga diharapkan calon mempelai dapat menjadi penerang, penuntun,

suritauladan dalam kehidupan bermasyarakat. Lebah yaitu senantiasa hidup rukun,

tenteram, damai, rajin dan tidak saling mengganggu satu sama lain. Selain

daripada itu lebah menghasilkan suatu obat yang sangat berguna bagi manusia

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

143

yaitu “Madu” dalam bahasa Bugis disebut “Cani‟ yang dikaitkan dengan kata

“Cenning” yang artinya manis. Sehingga diharapkan agar calon mempelai

senantiasa memiliki hati yang manis, sifat, perilaku dan tutur kata yang manis

untuk menjalin kebersamaan dan keharmonisan.

7. Pacci (Daun Pacar)

Daun pacar atau pacci sebagai simbol dari kebersihan dan kesucian.

Penggunaan pacci ini menandakan bahwa calon mempelai telah bersih dan suci

hatinya untuk menempuh akad nikah keesokan harinya dan kehidupan selanjutnya

sebagai sepasang suami istri hingga ajal menjemput. Daun pacar atau pacci yang

telah dihaluskan ini disimpan dalam wadah bekkeng sebagai permaknaan dari

kesatuan jiwa atau kerukunan dalam kehidupan keluarga dan kehidupan

masayarakat.

8. Capparu‟ Bekkeng (Tempat Pacci/Wadah yang terbuat dari Logam)

Antara Capparu‟ dan Pacci melambangkan dua insan yang menyatu dalam

suatu ikatan yang kokoh. Semoga pasangan suami isteri tetap menyatu, bersama

mereguk nikmatnya cinta dan kasih sayang yang sudah dijalin oleh dua rumpun

keluarga.

KESIMPULAN

Upacara adat mappacci adalah salah satu rangkaian acara dalam pernikahan

suku Bugis yang dalam pelaksanaannya menggunakan daun pacar (Lawsania alba), atau

Pacci. Kegiatan ini dilakukan pada malam menjelang akad nikah keesokan harinya,

sebelum dilaksankan terlebih dahulu diadakan dengan mappenre temme (khatam Al-

Qur‟an) dan barazanji. Daun pacci ini dikaitkan dengan kata paccing yang maknanya

adalah kebersihan dan kesucian. Dengan demikian pelaksanaan mappacci mengandung

makna akan kebersihan raga dan kesucian jiwa. Selain itu semua perangkat dan kegiatan

dalam prosesi mappacci memiliki makna sosial yang dalam serta merupakan doa bagi

mempelai.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

144

DAFTAR PUSTAKA

Makkulau, Andi. 2008. Budaya Mappacci Masyarakat Sulawesi Selatan,

(http//www.tradisimappacci.com diakses tanggal 28 Mei 2013).

Muhtamar Syaff. 2004. Masa Depan Warisan luhur Kebudayaan Sulawesi

Selatan.Makassar: CV Adi perkasa

Najamuddin, Andi. 2010. Tata cara perkawinan adat Bone

(Online).(http://www.telukbone.blogspot.com diakses 25 November 2012)

Nurrofiq. 2010. Sejarah Berdirijnya Suku Bugis di Indonesia

(Online),http://www.Sejarah Berdirijnya Suku Bugis di Indonesia.htm (diakses 20

April 2012)

Palloge A, 1990. Sejarah Tanah Bone. Makassar: Yayasan Al-Muallim

Sanusi, Ahmad. 2001. Tradisi Masyarakat Islam di Sulawesi

Selatan.Makassar:Lamacca Press

Syaff, Muhtamar. 2004. Masa Depan Warisan Luhur Kebudayaan Sulawesi Selatan.

Makassar: CV Adi Perkasa

Uzey. 2009. Ilmu Budaya Dasar, Bahan Bacaan Pengajar. .

(http://www.pembagiannilai.com diakses 10 Juli 2013).

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

145

SRAWUNG : AN SEDULUR SIKEP ADVOCACY STRATEGY OF CHEMENT

FACTORY ESTABLISHMENT

Lutfi Untung Angga Laksana

Jurusan Ilmu Administrasi Negara, FISIPOL, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

This paper show conflict and advocacy stategy of publik policy in Sedulur Sikep‟s ways

of chement factory establishment in Sukolilo-Pati. This establishment initiated by

provincial goverment of Central Java and local goverment of Kabupaten Pati, also PT.

Semen Gresik as a capitalist. The purpose of this research are to know the conflict on

chement factory establishment process and explore local wisdom on Sedulur Sikep

Community wich is the transformation of srawung as an advocacy strategic of chement

factory establisment. This research used qualitative method with case study and content

analysis approachment. This research used enviromental ethics theory

(anthropocentrism, ecocentrism, and ecofeminism) and public policy advocacy theory.

The result of this reseacrh show that the conflict causes of two different prespectives,

interest-based prespeective and valu-based prespective. Goverment should admit and

accomodate Sedulur Sikep‟s rights so that the policy will be more aspirational and

democratic.

Keywords : Srawung, Sedulur Sikep. Conflict, Chement Factory Establishment

PENDAHULUAN

Kabupaten Pati yang terletak di daerah pantai utara Pulau Jawa dan di bagian

timur Propinsi Jawa Tengah memiliki potensi kawasan bentang alam karst atau lebih

dikenal dengan sebutan Pegunungan Kendeng Utara.Sumber daya alam yang dapat

ditemukan di Pegunungan Kendeng, salah satunya adalah batuan gamping dan sumber

daya air. Batuan gamping inilah yang menjadi primadona bagi perusahaan semen di

Indonesia, seperti PT. Semen Gresik1, PT. Indocement, dan PT. Holcim. Alasannya

1 Pada tahun 2012 PT. Semen Gresik berubah nama menjadi PT. Semen Indonesia

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

146

batuan gamping merupakan unsur utama dalam pembuatan semen, selain pasir besi dan

tanah liat. Selaian batuan gamping, Pegunungan Kendeng juga merupakan tandon air

raksasa bagi resapan air hujan dan mata air, walaupun tampak kering di atasnya.

Pegunungan Kendeng, khususnya di Kecamatan Sukolilo merupakan hunian

bagi masyarakat adat Sedulur Sikep, atau yang dahulu akrab ditelinga dengan sebutan

“suku samin”. Sejarah Sedulur Sikep/Samin sendiri telah dimulai pada masa kolonial

Belanda, tepatnya pada tahun 1890.

Permasalahan terjadi ketika pada tahun 2005 PT. Semen Gresik menawarkan

investasi modal sebesar Rp. 3,5 Triliun kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Pati

untuk mendiriakan pabrik semen baru di wilayah Jawa Tengah. Rencana pendirian

pabrik semen tersebut, secara administratif meliputi 4 kecamatan, yaitu Sukolilo,

Kayen, Gabus dan Margorejo, yang tarbagi dalam 14 desa dengan total luas kebutuhan

lahan 1.350 hektar. Lahan seluas 1.350 hektar tersebut nantinya akan digunakan oleh

PT. Semen Gresik sebagai lahan penambangan batu kapur (700 hektar), lahan

penambangan tanah liat (250 hektar), pabrik untuk produksi semen (85 hektar) dan

infrastruktur transportasi/jalan (85 hektar) serta penunjang kegiatan (230 hektar).2

Rencana pendirian pabrik semen tersebut bertentangan dengan kearifan lokal. Ini

berkaitan dengan keinginan masyarakat Sedulur Sikep agar yang ada selama ini ada

tidak berubah (keseimbangan ekologis, red) termasuk pola hidup sederhana yang sudah

turun-temurun terjaga. Bagi masyarakat Sedulur Sikep, pabrik semen akan

menimbulkan dampak lingkungan yang mengancam kawasan Pegunungan Kendeng

yang selama ini menjadi sumber ekologi (air, gua, hewan, tanaman) serta kearifan lokal

masyarakat Sedulur Sikep dalam menjaga alam (dimanifestasikan sebagai kegiatan

bertani untuk merawat tanah, red). Tanah bagi masyarakat Sedulur Sikep merupakan

sumber kehidupan. Tanah adalah ibu yang memberi hidup dan memancarkan

kehidupan. Seperti dikatakan Vandana Shiva (dalam Keraf, 2010: 367), tanah bukan

sekedar rahim bagi reproduksi kehidupan biologis, melainkan juga reproduksi

kehidupan budaya dan spiritual.

Kearifan lokal masyarakat Sedulur Sikep yang hidup selaras dengan alam

(ekosentrisme), menjadi sumber utama resistensi penolakan rencana pendirian pabrik

2Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) Pembangunan Pabrik Semen PT. Semen Gresik di

Kabupaten Pati, Jawa Tengah 2008

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

147

semen di Sukolilo, Pati. Resistensi penolakan tersebut diwujudkan dengan kearifan

lokal masyarakat Sedulur Sikep yang khas yaitu dengan cara srawung.Srawungadalah

sebuah istilah Jawa yang mengandung arti kumpul atau pertemuan yang dilakukan lebih

dari satu orang atau kelompok. Menurut Gunretno, dalam srawung, masyarakat bisa

saling ngudoroso. Tidak hanya apa yang ada dalam pikiran, apa yang ada dalam

perasaan pun semua bisa diungkapkan. Srawung juga merupakan pengalaman-

pengalaman batin (esoterik) yang kadang sulit dibahasakan, tapi terasa di hati.3Dengan

adanya srawung semua permasalahan dalam realitas kehidupan mampu diselesaikan

secara bersama. Srawung dilakukan oleh masyarakat Sedulur Sikep sebagai kearifan

lokal untuk mencari solusi konstruktif dalam memecahkan suatu masalah yang sedang

dihadapi.

Srawung inilah yang kemudian menjadi strategi penolakan (advokasi kebijakan

publik, red) masyarakat Sedulur Sikep terhadap kebijakan rencana pendirian pabrik

semen di wilayah Sukolilo. Advokasi sendiri merupakan aksi strategis yang ditujukan

untuk menciptakan kebijakan publik yang bermanfaat bagi masyarakat atau mencegah

munculnya kebijakan yang diperkirakan merugikan masyarakat (Socorro Reyes,Local

Legislative Advocacy Manual, Philippines: TheCenter for Legislative Development,

1997). Strategi advokasi yang dilakukan masyarakat Sedulur Sikep terhadap rencana

pendirian pabrik semen di wilayah Sukolilo sangat unik. Keunikan tersebut karena

aktivitas srawung yang dilakukan masyarakat Sedulur Sikep tidak disadari telah

mengalami transformasi4. Transformasi srawung diantaranya adalah pembentukan

organisasi lokal, menciptakan jaringan sosial, dan mengembangkan ruang publikatau

dalam masyarakat Sedulur Sikep ditandai dengan acara Wungon Rebo Pon.

MATERI DAN METODE

Prespektif penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan

kualitatif digunakan agar mendapatkan hasil analisis yang lebih dalam dan

detail.Sejalan dengan perspektif yang digunakan, maka untuk menjawab rumusan

masalah digunakan metode studi kasus dan analisis isi:Pertama, Studi kasus pada

intinya adalah meneliti kehidupan satu atau beberapa komunitas, organisasi atau

3 Anononim. 2012. Srawung dalam Komunitas Sedulur Sikep. Diperoleh dari http://kabupatenpati.com/srawung-

dalam-komunitas-sedulur-sikep/ Pada 21 Mei 2012

4 Data diperoleh dari kompilasi hasil pra-penelitian lapangan pada September 2012

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

148

perorangan yang dijadikan unit analisis, dengan menggunakan pendekatan kualitatif

(Yin, 2006).Kedua, berhubungan dengan fokus kajian merupakan peristiwa antar

waktu/time series, yaitu terjadi pada tahun 2005-2010, maka metode kedua yang

digunakan adalah metode analisis isi (content analysis).Analisis isi digunakan sebagai

“pisau” analisis untuk memahami polemik rencana pendirian pabrik semen yang

berlangsung dalam kurun waktu tahun 2005-2010 dan perjalanan perlawanan

masyarakat Sedulur Sikep terhadap rencana pendirian pabrik semen Sukolilo, Pati.

Dengan begitu, maka analisis isi dapat digunakan untuk merangkai peristiwa

berdasarkan antar waktu.

Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah jenis data yang sifatnya

primer dan sekunder. Jenis data primer yang dimaksud adalah data yang diperoleh

secara langsung melalui wawancara secara mendalam.Wawancara mendalam dilakukan

dengan cara tanya jawab melalui tatap muka dengan key informan: 1) Gunretno sebagai

ketua Sedulur Sikep di Sukolilo yang berhubungan langsung dengan proses

transformasi srawung dan advokasi kebijakan publik, sekaligus sebagai ketua Jaringan

Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK); 2) Joko Santoso sebagai

Koordinator JM-PPK yang mengetahui banyak tentang perjalanan advokasi kebijakan

publik rencana pendirian pabrik semen di Sukolilo, Pati; 3) Mbah Rasno dan Mbah

Jarmin sebagai masyarakat kontra semen. Hal ini dilakukan untuk mendukung

pencarian jawaban atas rumusan permasalahan penelitian.

Data sekunder yang dimaksud adalah data atau informasi yang diperoleh dari

berbagai sumber non wawancara, baik dari laporan riset, buku, majalah, koran, buletin,

internet, dan jurnal serta tulisan ilmiah yang berkaitan dengan perspektif analisis

penelitian.Selain wawancara mendalam terhadap informan untuk mendapatkan data,

pengumpulan data juga dilakukan dalam bentuk studi dokumentasi.Data yang

dikumpulkan melalui dokumentasi adalah dokumen yang terkait dengan fokus

penelitian, baik dari laporan riset, buku, majalah, koran, buletin, internet, dan jurnal

serta tulisan ilmiah yang berkaitan dengan perspektif analisis penelitian.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

149

Pegunungan Kendengdi

Kabupaten Pati seluas

2.262,55 Ha, menyebar di tiga

kecamatan, yakni di wilayah

Sukolilo 1.682 Ha, Kayen

569,50 Ha, dan Tambakromo

11,05 Ha.

Lahirnya polemik rencana

pendirian pabrik semen

yang terjadi di Sukolilo, Pati

dalam kurun waktu tahun

2005-2010, akibat dari

adanya 2 (dua) cara

pandang yang berbeda

Analisis data dilakukan dengan teknik analisis interaktif Miles dan Huberman

(dalam Moleong, 2002). Miles dan Huberman menawarkan teknik analisis yang lazim

disebut interactive model. Teknik analisis ini terdiri dari tiga komponen, yaitu: reduksi

data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan

(drawing conclusions).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Terjadinya Polemik Antara Pemerintah, Pemodal, dan Masyarakat

Kawasan Karst Sukolilo atau lebih dikenal sebagai Pegunungan Kendeng

Utara,merupakan “harta karun” bagi masyarakat dan

Pemerintah Daerah Kabupaten Pati. Pasalnya, dalam tubuh

Pegunungan Kendeng mengandung banyak sekali sumber

daya alam, seperti sumber daya air dan batuan gamping

akibat dari proses karstifikasi. Melihat “harta karun” yang

berlimpah, PT. Semen Gresik melirik Pegunungan Kendeng sebagai calon

pertambangan baru untuk bahan baku semen.

Rencana ini pula mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Propinsi Jawa

Tengah dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pati. Berbeda dengan masyarakat Sedulur

Sikep, adanya pabrik semen akan mengacam

kelestarian lingkungan di Pegunungan

Kendeng.Perbedaan cara pandang itu lah yang

kemudian menjadi pemantik lahirnya kepentingan

dari pelbagai pihak.Akibatnya terjadi benturan

kepentingan yang melibatkan multiaktor, antara

pemerintah, pemodal, dan masyarakat. Dari benturan ini, maka nantinya akan lahir

polemik rencana pendirian pabrik semen di Sukolilo, Pati.

Pemetaan persepsi rencana pendirian pabrik semen dapat dijelaskan oleh konsep

Paul Wehr mengenai analisis pemetaan konflik. Menurut Paul Wehr (dalam Lambang

Trijono, 2006),analisis pemetaan konflik merupakan langkah awal untuk ikut campur

dalam mengelola suatu konflik.Berdasarkan pada faktor-faktor utama yang

memunculkannya, Paul Wehr mengatakan ada dua isu yang dapat dilihat sebagai isu

berbasis kepentingan (interest-based issue) dan isu berbasis nilai (values-based issue)

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

150

Masyarakat yang pro

semen setuju karena jika

adanya pabrik semen di

Sukolilo, maka akan

membuka kesempatan

kerja dan mengurangi

arus urbanisasi

(Paul Wehr dalam Lambang Trijono, 2006). Dengan melihat konsep Paul Wehr

tersebut, pembahasan pada bab ini nantinya akan difokuskuan pada kedua cara pandang

yang memicu terjadinya polemik rencana pendirian pabrik semen yang terjadi di

Sukolilo, Pati.

Pegunungan Kendeng Dilihat dari Cara Pandang Berbasis Kepentingan

(Interest-Based Issue). Pihak pertama adalah Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan

Pemerintah Daerah Kabupaten Pati, yang melihat peluang jika didirikan pabrik semen di

Sukolilo, maka hal tersebut akan menambah pendapatan asli daerah (PAD) dari

penerimaan pajak. Dari penerimaan pajak, nantinya pertumbuhan ekonomi akan

meningkat seiring dengan perkembangan pabrik yang didirikan. Dengan pertumbuhan

ekonomi yang pesat dan peningkatan pendapatan daerah, maka pembangunan sarana-

prasarana publik dan bidang lain di daerah Pati diharapkan juga akan meningkat.

Pertimbangan ini didasarkan dari best practice Kabupaten Tuban5, Jawa Timur yang

90% APBD berasal dari pajak pabrik semen.

Pihak kedua adalah pemilik modal atau PT. Semen Gresik. Sebagai perusahaan

semen terbesar di Indonesia, PT. Semen Gresik berkepentingan untuk semakin memacu

produksinya agar dominasinya di pasar semen nasional tetap terjaga dan meningkat.

Menurut analisis Komisi Pengawas Persaingan Usaha melihat adanya indikasi praktek

persaingan usaha tidak sehat dalam industri semen.Persaingan tersebut terjadi antara

perusahaan semen dalam negeri seperti PT. Semen Gresik dengan perusahaan-

perusahaan lain yang sebagiannya merupakan milik asing seperti PT. Holcim dan PT.

Indocement Tunggal Perkasa (Tempo, 16 April 2009).

Pihak ketiga adalah masyarakat pro-tambang semen.

Menurut Bambang Susilo (Ketua Wakil Cabang Nahdatul

Ulama Sukolilo), adanya pabrik semen di Sukolilo menjadi

kesempatan warga untuk mendapatkan pekerjaan baru dan lahan

pendapatan baru. Selain itu pendirian pabrik semen juga

berpotensi mengurangi arus urbanisasi yang selama ini terjadi di

5 Realitas kehadiran Semen Gresik di Tuban berdampak signifikan bagi peningkatan pendapatan asli

daerah (PAD) setempat. Tingkat PAD Tuban saat pertama kali pabrik semen beroperasi di daerah itu

mencapai Rp 19.113.349.440 (1992/1993). Pada Tahun Anggaran 2010, PAD Tuban menyentuh angka

Rp. 106.369.268.224 (Suara Merdeka, 4 Agustus 2012)

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

151

Gunretno: Manusia tidak dapat

hidup tanpa dukungan dari alam,

tetapi alam tetap dapat menghidupi

dirinya sendiri, dan tidak

bergantung kepada manusia. Tanpa

bantuan manusia, alam dapat

menopang dirinya sendiri

Sukolilo.6 Pernyataan ini dikuatkan oleh Sutrisno warga Desa Kedumulyo ketua Forum

Masyarakat Peduli Pati Selatan (FMPPS), menurutnya pabrik semen akan menciptakan

kesempatan kerja, karena masih banyak pemuda yang mengganggur.Selain itu hasil

pertanian sudah tidak bisa digantungkan untuk kehidupann. Akibat banyaknya yang

menganggur, pemuda di desalebih memilih untuk merantau keluar daerah atau ke luar

negeri untuk mencari nafkah(Suara Merdeka, 2 Desember 2008).

Pegunungan Kendeng Dilihat Dari Cara Pandang Berbasis Nilai (Values-Based

Issue). Cara pandang berbasis nilai lahir dari etika ekosentrisme dan ekofeminisme.

masyarakat Sedulur Sikep dalam menjaga keseimbangan ekologi melalui bertani. Bagi

masyarakat Sedulur Sikep, hidup adalah bertani dan mencangkul, dan ajaran ini lah

yang turun-temurun diajarkan oleh sesepuh Sedulur Sikep hingga sekarang ini. Dengan

bertani, masyarakat Sedulur Sikep mengajarkan anak-anaknya atau turunnya untuk

hidup. Sawah bagi masyarakat Sedulur Sikep diinterprestasikan sebagai guru,

sedangkan cangkul sebagai alat tulisnya. Tidak hanya semata-mata bertani dan

mencangkul untuk memenuhi kebutuhan, melainkan upaya untuk merawat tanah.

Menurut Gunretno, dalam kesehariannya, masyarakat Sedulur Sikep selalu merawat

tanah dengan bertani. Tidak hanya menanam, masayarakat Sedulur Sikep juga merawat

tanah dengan baik. “Bertani itu berhubungan dengan (tanah) yang dipijak, merawat

(tanah) yang dipijak”, ungkap Gunretno (Suara Merdeka, 5 Agustus 2012).

Masyarakat Sedulur Sikep percaya, jika alam tidak seimbang, maka alam lah

yang akan menyeimbangkannya sendiri. Maka dari itu, untuk menyeimbangkan alam,

bumi (tanah, red) harus dijaga dan dirawat, caranya adalah menjadi seorang petani.

Penolakan rencana pendirian pabrik semen di Sukolilo, bagi masyarakat Sedulur Sikep

adalah bagian dari menjaga keseimbangan

alam dengan “perbuatan”. Masyarakat

Sedulur Sikep mempunyai pemikiran,

manusia semakin lama semakin bertambah

dan tentu saja butuh bahan makanan.

Bahan makanan yang umum bagi orang Jawa adalah beras dari kegiatan pertanian.

Jikalau tidak ada petani dan tidak ada yang menanam beras lagi, maka kehidupan tidak

akan seimbang. Gunretno (Wawancara pada 6 Mei 2013) mengatakan semua yang

6Ibid... Mia. 2009. Jalan Terjal Eksploitasi Pati. Hlm. 6

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

152

Ukuran kesejahteraan bagi

masyarakat Sedulur Sikep

bukan karena memiliki

banyak harta dan benda,

namun kesejahteraan

adalah ketenangan

menjalani hidup

berada di alam sudah ada yang mengatur, di Jawa Timur dan Jawa Barat sudah menjadi

kawasan industri, seharusnya Jawa Tengah adalah titik penyeimbang, yaitu pertanian.

Selain itu, rencana pembangunan pabrik semen menyimpan resiko yang cukup

besarberupa kemunculan kerusakan lingkungan yang parah dan hilangnya

produktivitaspertanian di wilayah-wilayah sekitar Pegunungan Kendeng, terutama

KecamatanSukolilo dan Kecamatan Kayen. Apalagi sering terjadi bencana banjir dan

angin puting beliung di Sukolilokarena pegunungan Kendeng pada kurun waktu tahun

2005-2010(Wawancara dengan Gunretno pada 6 Mei 2013).Dampak lain yang ditakuti

masyarakat Sedulur Sikep adalah akan menimbulkan dampak sosial

masyarakat.“Dampak sosiale gede lo mas, antarane tonggo teparo dadi pecah belah,

pro-kontra koyok ngono kuwi yo dak ngrugeni, paseduluran sing maune rukun dadi ora

rukun. Disek sak durunge pabrik semen kan gak ono konflik sosial, dadi kudu

tanggungjawabe piye kuwi?, pabrike ora sido malah sak iki do neng-nengan”. Tambah

Gunretno (Wawancara pada 6 Mei 2013). (Dampak sosialnya besar mas, antara tetangga

dekat jadi pecah belah, pro-kontra itu ya merugikan, persaudaraan yang tadinya rukun

jadi tidak rukun. Dahulu sebelum adanya rencana pabrik semen kan tidak ada konflik

sosial, jadi tanggungjawabnya gimana?, pabriknya tidak jadi malah sekarang musuhan).

“Sak durunge PT. Semen Gresik mbangun pabrik semen, kuwi kudu iso jelaske

hakikat makmur, mergo kene ngroso nek sak iki kene wes makmur tanpo ono pabrik”,

ungkap Gunretno (Wawancara pada 6 Mei 2013). (Sebelum PT. Semen Gresik

membangun pabrik semen, mereka harus bisa menjelaskan dulu hakikat kesejahteraan,

karena kami merasa saat ini sudah sejahtera tanpa ada pabrik).

Ukuran kesejahteraan bagi masyarakat Sedulur Sikep adalah

Ketenangan. Bagi masyarakat Sedulur Sikep, kesejahteraan

tidak bisa diukur dengan menggunakan uang saja. Masyarakat

Sedulur Sikep meyakini, kesejahteraan yang benar-benar

sejahtera adalah ketika manusia memperoleh ketenangan dalam hidup. “Kesejahteraan”

yang dijanjikan PT. Semen Gresik dalam pandangan masyarakat Sedulur Sikep tidak

sebanding dengan manfaat yang diperoleh dari alam ketika dirawat (bertani, red).

Selain masyarakat Sedulur Sikep, sikap penolakan juga ditunjukkan oleh

masyarakat kontra semen.Masyarakat kontra semen sebagai informan selain masyarakat

Sedulur Sikep adalah warga dari Desa Purwokerto, Kecamatan Kayen, Pati, yang

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

153

bernama Mbah Rasno (80) dan Mbah Jarmin (75). Menurut pandangan Mbah Rasno,

jika pabrik semen jadi didirikan, maka akan mengancam hilangnya sumber daya air di

Pegunungan Kendeng.Ketakutan Mbah Rasno mengenai hilangnya sumber mata air

juga dirasakan oleh masyarakat Sedulur Sikep yang berada di Sukolilo.“Masalah semen

ngrugekno rakyat terkait sumber mata air, rakyat yo rugi, opo neh pertanian, mengko

nek ono semen mata air yo lenyap”, ujar Mbah Rasno (Wawancara pada 4 Mei 2013).

(masalah semen akan merugikan masyarakat terkait sumber mata air, masyarakat ya

rugi, apalagi pertanian, nanti kalau ada semen mata air akan lenyap).

Berbeda dengan Mbah Rasno, Mbah Jarmin menceritakan apa yang dahulunya

pernah diceritakan kakeknya mengenai pegunungan Kendeng. Atas dasar tersebut,

Mbah Jarmin menolak dengan tegas terhadap rencana pabrik semen. Menurut Mbah

Jarmin, cerita dari kakeknya jaman dahulu, pada masa penjajahan Belanda, Belanda

berencana akan membuat jalur rel kereta api. Jalur tersebut rencananya akan

menghubungkan Pati dengan Purwodadi7, dan akan menembus Pegunungan Kendeng

Utara. Dalam ceritanya Mbah Jarmin, untuk menembus Pegunungan Kendeng, Belanda

akan membuat trowongan yang nantinya akan menghubungkan Pati-Purwodadi.

Kemudian Belanda melakukan penginderaan jauh terhadap Pegunungan Kendeng,

hasilnya Belanda tidak berani dan membatalkan rencananya. Ketidakberanian Belanda

untuk membuat terowongan yang akan menghubungkan Pati-Purwodadi dengan alasan

di dalam perut Pegunungan Kendeng menyimpan kandungan sumber mata air yang

berlimpah ruah. Jika rencana tersebut jadi dilaksanakan, maka air tersebut akan keluar

terus menerus Pati-Purwodadi akan menjadi lautan.8

Dengan demikian dapat dikatakan, penolakan masyarakat Sedulur Sikep dan

masyarakat kontra semen terhadap rencana pendirian pabrik semen terjadi karena

beberapa faktor antara lain: Kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan kawasan

karst di Pegunungan Kendeng; Hilangnya sumber mata air dan sungai bawah tanah

Pegunungan Kendeng untuk penghidupan dan kehidupan pertanian masyarakat;

Hilangnya habitat flora maupun fauna yang dilindungi; Pertanggungjawaban kepada

anak cucu ketika alam rusak; Potensi pemicu dampak sosial di masyarakat Sukolilo;

7 Purwodadi sekarang menjadi Kabupaten Grobogan 8Wawancara dengan mbah Jarmin pada 4 Mei 2013

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

154

Penurunan tingkat kesehatan masyarakat; dan Potensi bencana alam seperti banjir akan

menjadi lebih besar karena hilangnya fungsi penyerap air Pegunungan Kendeng.

Advokasi Kebijakan Publik Masyarakat Sedulur Sikep

Isu strategis yang diusung masyarakat Sedulur Sikep dan masyarakat kontra,

diantaranya adalah; Legitimasi yang dikeluarkan pemerintah bertentangan dengan

undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan kajian ilmiah; Adanya

kontroversi Amdal PT. Semen Gresik yang sarat dengan penyimpangan prosedural dan

klaim hasil kajian speleologi dan hidrogeologijauh dari kenyataan;Sosialisasi yang

dilakukan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, Pemerintah Daerah Kabupaten Pati, dan

PT. Semen Gresik sangat ekslusif tanpa melibatkan masyarakat kontra semen, sehingga

memicu timbulnya pro dan kontra;dan Kesewenangan Pemerintah dan PT. Semen

Grseik dalam aktivitas pembebasan lahan yang menimbulkan konflik horizontal dan

vertikal.

Pengambilan surat keputusan rencana pendirian pabrik semen di Sukolilo, Pati

tanpa adanya keterlibatan masyarakat, khususnya masyarakat Sukolilo yang

diproyeksikan akan terkena dampak. “Pengambilan keputusan izin pabrik semen di

Kabupaten Pati, masyarakat Kendeng tidak pernah diajak ikut berpartisipasi, diundang

pun tidak”, Joko (wawancara pada 2 Mei 2013). Selain itu, surat keputusan juga banyak

penyimpangan prosedural dan kelaikan. Sebagai contohnya adalah Surat Pernyataan

Bupati Pati No. 131/1814/2008 tentang Surat Pernyataan Kesesuaian Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) dan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 128 Tahun 2008

tentang Penetapan Kawasan Karst Lindung Sukolilo yang sudah jelas melanggar

Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional.

Kebohongan yang ditunjukkan oleh PT. Semen Gresik adalahklaim kajian

speleologi dan hidrogeologi di dalam Amdal. Kebohongan inilah yang menjadi pemicu

lahirnya perlawanan di masyarakat Sedulur Sikep. Kajian speleologi mengklaim

menemukan 19 gua dengan dua kriteria yaitu berair dan tidak berair. Ada 8 gua yang

dinyatakan berair dan ada 11 gua yang dinyatakan tidak berair. Sementara untuk kajian

hidrogeolgi PT. Semen Gresik menemukan50 sumber mata air dan gua dengan aliran air

di dalamnya di dua Kecamatan, yaitu Sukolilo dan Kayen. Di Desa Sukolilo terdapat 19

mata air, Desa Gadudero terdapat 3 mata air, Desa Tompegunung terdapat 21 mata air,

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

155

Desa Kayen terdapat 4 mata air, Desa Kedumulyo terdapat 1 mata air, Desa

Sumbersuko terdapat 24 mata air. Di Kecamatan Sukolilo, sumber mata air memiliki

debit aliran bervariasi dari 1 liter/detik hingga 178,9 liter/detik. Mata air terbesar di

Kecamatan Sukolilo adalah Sumber Lawang yang terletak di dusun Tengahan dengan

debit aliran di musim kemarau mencapai 178,9 liter/detik.

Permasalahan pelik yang menjadi isu trategis advokasi masyarakat kontra

semen, khususnya masyarakat Sedulur Sikep salah satunya adalah kegagalan

pemerintah maupun pemodal dalam melakukan komunikasi publik. Mulai dari

Konsultasi publik rencana pendirian semen; Konsultasi KA-Amdal; Sosialisasi hasil

Amdal; dan Sosialisasipendirian pabrik semen. Dari kegagalan inilah maka timbul 2

kutub di masyarakat Sukolilo, yaitu masyarakat pro semen dan masyarakat kontra

semen. Waktu masih dalam tahapan KA Amdal ada banyak sekali kritikan yang

dilontarkan, khususnya JM-PPK, sehingga kesepakatannya harus ada pembenahan.

Akan tetapi, kenyataan berkata lain, KA Amdal yang belum dibenahi tiba-tiba Amdal

sudah jadi dan akan dipresentasikan pada tanggal 1 Desember 2008.9“Opo meneh

sosialisasi KA Amdal sing ditindaki pabrik semen karo pemerintahmung kanggo pantes-

pantesan formalitas. Nanging nek sosialisasi secara utuh biso dipahami pihak

masyarakat opo ora kan perlu bukti”, ungkap Gunretno (wawancara pada 6 Mei 2013).

Setelah PT. Semen Gresik mendapatkan „doa restu‟ dari Pemerintah Kabupaten

Daerah Pati melalui Keputusan Kepala Kantor PelayananPerizinan Terpadu Kabupaten

Pati Nomor: 591/001/2008 tentang Izin Lokasi Eksploitasi Daerah Pati, selanjutnya

melakukan pembebasan lahan10

. Dalam pembebasan lahan inilah Pemerintah dan PT.

Semen Gresik ditengarai melakukan intimidasi dan kesewenangan hingga memunculkan

konflik horizontal dan vertikal. Contoh kesewenangan yang nyata adalah tanpa adanya

kesepakatan, PT. Semen Gresik, dibantu perangkat desa dan masyarakat pro semen

memasang patok di tanah-tanah warga di Dusun Curug, Desa Kedumulyo, Kecamatan

Sukolilo yang diproyeksikan untuk penambangan bahan baku semen.

Dalam membangun opini dan fakta sebagai pendukung advokasi yang berbasis

bukti, masyarakat Sedulur Sikep melakukan beberapa hal, diantaranya; Opini yang

dibangun masyarakat Sedulur Sikep adalah melakukan srawung ke 14 Desa yang

9 Wawancara dengan Joko Sanoto pada 2 Mei 2013 10 PT. Semen Gresik mematok harga beli Rp. 7.000/m2 untuk tanah darat dan Rp. 13.500/m2 untuk tegalan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

156

diproyeksikan menjadi calon lokasi berdirinya pabrik semen (terkait isu strategis);

Mendirikan posko lingkungan untuk memberikan informasi mengenai kemanfaatan

Pegunungan Kendeng; dan Mengikuti/menyelenggarakan diskusi dan seminar publik

terkait rencana pendirian pabrik semen. Sedangkan faktanya, masyarakat Sedulur Sikep

mengadakan studi banding ke Tuban, Jawa Timur untuk mengungkapkan fakta di

lapangan dan Bekerja sama dengan berbagai akademisi, organisasi lingkungan, dan

LSM untuk membuktikan klaim hasil kajian speleologi dan hidrogeologi Amdal PT.

Semen Gresik.

Dalam mengumpulkan fakta, masyarakat Sedulur Sikep mematahkan klaim

Amdal PT. Semen Grseik yang dibuat oleh PPLH Undip. Pada kenyataannya, kajian

speleologi dan hidrogeologi hasil PPLH Undip berbeda jauh dengan hasil kajian

masyarakat Sedulur Sikep. Hasil Amdal yang dilakukan oleh PPLH Undip menemukan

19 gua dengan dua kriteria yaitu berair dan tidak berair. Ada 8 gua yang dinyatakan

berair dan ada 11 gua dinyatakan tidak berair, sedangkan dari penelusuran yang

dilakukan oleh Pusat Studi Manajemen Bencana UPN “Veteran” Yogyakarta dan

Acintyacunyata Speleological Club (ASC) Yogyakarta beserta Jaringan Masyarakat

Peduli Pegunungan Kendeng dan masyarakat Sedulur Sikep, menemukan 24 gua yaitu

16 gua dinyatakan berair, 4 gua dinyatakan tidak berair, dan 4 tidak ada keterangan.

Untuk penelusuran sumber mata air, PPLH Undip menemukan50 sumber mata

air dan gua dengan aliran air di dalamnya di dua Kecamatan, yaitu Sukolilo dan Kayen.

Sedangkan tim Pusat Studi Manajemen Bencana UPN “Veteran” Yogyakarta dan

Acintyacunyata Speleological Club (ASC) Yogyakarta beserta Jaringan Masyarakat

Peduli Pegunungan Kendeng dan masyarakat Sedulur Sikep menemukan lebih dari 50

mata air yaitu 79 sumber mata air yang mengelilingi Kawasan Karst Sukolilo Pati

(Kendeng utara) di Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Kayen. Perbandingannya

adalah 19 gua berbanding 24 gua dan 50 sumber mata air berbanding 79 sumber mata

air.

Sebagai masyarakat adat, tentunya masyarakat Sedulur Sikep mempunyai

standar sendiri dalam memahami sistem kebijakan, standar yang dipakai dalam

memahami rencana pendirian pabrik semen adalah dengan falsafah kejujuran. Banyak

legitimasi yang dikeluarkan adalah hasil dari ketidakjujuran pemerintah, karena tanpa

adanya musyawarah dengan masyarakat yang diproyeksikan menjadi “korban” rencana

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

157

pendirian pabrik semen, sebagai contohnya adalah pada Surat Pernyataan Bupati Pati

No. 131/1814/2008 tentang Surat Pernyataan Kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) dan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 128 Tahun 2008 tentang

Penetapan Kawasan Karst Lindung Sukolilo, kawasan yang semula pertanian dan

pariwisata dialihfungsikan sebagai kawasan pertambangan dan industri.

Berikut adalah tabel dan penjelasan mengenai kontradiksi legitimasi rencana

pendirian pabrik semen PT. Semen Gresik dengan peraturan pemerintah maupun hasil

kajian ilmiah:

Kontradiksi Legitimasi Rencana Pendirian Pabrik Semen

Peraturan Rencana Pendirian Pabrik

Semen Bertentangan dengan

Surat Pernyataan Bupati Pati No.

131/1814/2008 tentang Surat

Pernyataan Kesesuaian Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW)

Peraturan Pemerintah nomor

26 tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional

Kearifan

Lokal M

asyarak

at Sed

ulu

r Sik

ep

Undan

g-U

nd

ang D

asar Neg

ara Rep

ublik

Indonesia T

ahun 1

945, P

asal 18 B

ayat (2

)

Peraturan Bupati Pati Nomor 21 Tahun

2008 tentang RTRW 2008-2027

Keputusan Kepala Kantor Pelayanan

Perijinan Terpadu Kabupaten Pati

Nomor 591/058/2008 tentang Ijin

Lokasi eksploitasi daerah Pati;

Keputusan Kepala Kantor Pelayanan

Perijinan Terpadu Kabupaten Pati

Nomor 540/052/2008 tentang Lokasi

Penambangan Batu Kapur;

Keputusan Kepala Kantor Pelayanan

Perijinan Terpadu Kabupaten Pati

Nomor 541/052/2008 tentang Lokasi

Penambangan Tanah Liat;

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

158

Peraturan Gubernur Jawa Tengah

Nomor 128 Tahun 2008 tentang

Penetapan Kawasan Karst Lindung

Sukolilo;

Keputusan Menteri Energi

dan Sumber Daya Mineral

Nomor:1456.K/20/MEM/200

0 tentang Pedoman

Pengelolaan Kawasan Kars

Menteri Energi dan Sumber

Daya Mineral

Surat Keputusan Gubernur Jawa

Tengah Nomor: 660.1/27/2008 Tentang

Persetujuan Kelayakan Lingkungan

Hidup Pembangunan Pabrik Semen PT.

Semen Gresikdi Kabupaten Pati.

Kajian Pusat Studi

Manajemen Bencana UPN

“Veteran” Yogyakarta beserta

Acintyacunyata Speleological

Club (ASC) Yogyakarta,

mengenai Pegunungan

Kendeng Utara

Sumber: Hasil analisis temuan di lapangan

Alasan mengapa bertentangan, dikarenakan legitimasi rencana pendirian pabrik

semen di Sukolilo, Pati berkontradiksi terhadap: Kearifan lokal masyarakat Sedulur

Sikep tentang etika lingkungan yang diakui dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18 B ayat (2) menyatakan, “Negara mengakui

dan menghormatikesatuan-kesatuanmasyarakat hukum adat besertahak-hak

tradisionalnya sepanjangmasih hidup dan sesuaidengan perkembangan masyarakatdan

prinsip Negara KesatuanRepublik Indonesia”. Dalam pasal tersebut mempunyai

makna, seharusnya pemerintah mengakui dan menghormati masyarakat adat yang masih

memegang teguh pada kearifan lokalnya. Implikasinya, masyarakat adat memperoleh

hak atas sumber daya alam.

Peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pati sangat

bertentangan dengan Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional. Alasannya, ada perubahan fungsi lahan dan tata ruang yang

semestinya difungsikan sebagai pertanian dan pariwisata dirubah menjadi industri dan

pertambangan. Pengalihfungsian tersebut tepatnya di Pegunungan Kendeng, sehingga

kontradiktif dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional tahun 2008. Berikut

penjelasannya; Pasal 51 huruf (e) Salah satu kawasan lindung nasional adalah Kawasan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

159

Lindung Geologi→ Pasal 52 ayat (5) Kawasan Lindung Geologi terdiri atas: (a)

Kawasan cagar alam geologi; (b) Kawasan rawan bencana alam geologi; (c) Kawasan

yang memberikan perlindungan terhadap air tanah→ Pasal 53 angka (1) Kawasan cagar

alam geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (5) huruf (a) terdiri atas: (a)

Kawasan keunikan batuan dan fosil; (b) Kawasan keunikan bentang alam; (c) Kawasan

keunikan proses geologi→ Pasal 60 ayat (2) huruf (f) Kawasan cagar alam geologi

sebagaimana dimaksud dalamPasal 52 ayat (5) huruf (a) ditetapkan dengan kriteria

Memiliki Bentang Alam Karst.

Berdasarkan kajian Pegunungan Kendeng Utara yang dilakukan oleh Pusat Studi

Manajemen Bencana UPN “Veteran” Yogyakarta dan Acintyacunyata Speleological

Club (ASC) Yogyakarta, hasilnya menyimpulkan Pegunungan Kendeng Utara adalah

Kawasan Karst Kelas I. Jika melihatKeputusan Menteri Energi dan Sumber Daya

Mineral Nomor: 1456.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, pasal 12 dan pasal 14, tentunya Peraturan

Gubernur Jawa Tengah Nomor 128 Tahun 2008 tentang Penetapan Kawasan Karst

Lindung Sukolilo dan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor: 660.1/27/2008

Tentang Persetujuan Kelayakan Lingkungan Hidup Pembangunan Pabrik Semen PT.

Semen Gresikdi Kabupaten Pati menyalahi aturan.

Pembangunan koalisi dilakukan masyarakat Sedulur Sikep dengan cara kearifan

lokalnya yang khas yaitu dengan transformasi srawung. Bentuk dari transformasi

srawung tersebut adalah organisasi lokal, jaringan sosial, dan Wungon Rebo Pon/Ruang

Publik. Melalui organisasi lokal yang dibentuk, SPP, FMPL, JM-PPK dan KPPL

Simber Wareh, masyarakat Sedulur Sikep mampu mengorganisir seluruh kalangan

masyarakat yang berada di wilayah Pegunungan Kendeng, kususnya Kecamatan

Sukolilo, Kayen, dan Tambakromo untuk memperkuat basis gerakan dan mempunyai

bargaining posisition yang kuat. Tidak hanya itu, untuk menguatkan advokasi kebijakan

publik berbasis data, masyarakat Sedulur Sikep mampu menciptakan jaringan sosial dari

pelbagai kalangan. Jaringan yang tercipta tidak hanya masyarakat yang kontra semen

saja, akan tetapi meliputi Budayawan, Seniman, Akademisi, Birokrat, Politisi Lokal,

Kelompok Aliran Agama, dan LSM. Sementara untuk memperkuat ikatan esoterik dan

menyadarkan masyarakat, masyarakat Sedulur Sikep mengadakan wungon rebo

pon/ruang publiksebagai media untuk srawung. Kesadaran yang ingin dibangkitkan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

160

dalam acara wungon rebo pon adalah kesadaran mengenai masyarakat akan

kemanfaatan Pegunungan Kendeng dalam kehidupan ekologis dan dampak

keterancaman lingkungan.

Dalam merancang sasaran dan strategi, masyarakat Sedulur Sikep sudah

merencanakan dengan matang. Sasaran advokasi yang akan dituju adalah Pemerintah

Propinsi Jawa Tengah, Pemerintah Daerah Kabupaten Pati, PT. Semen Gresik.

Sementara strategi aksi demo dan kampanye dengan Press Releases; Melakukan Lobby

dan Negosiasi; dan mengajukan Legal StandingUntuk mengimplementasikan strategi

advokasi kebijakan publik, masyarakat Sedulur Sikep melakukan banyak cara antara

lain: Melakukan Aksi Demo dan Kampanye penolakan rencana pendirian pabrik semen

dengan Press Release sebagai dasar penolakan rencana pendirian pabrik semen; dan

Melakukan Lobby dan Negosiasi terhadap pemangku kebijakan dari Pemerintah

Propinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pati; Legal Standing terhadap

Keputusan Kepala Kantor PelayananPerizinan Terpadu Kabupaten Pati Nomor

540/052/2008 tentang Lokasi Penambangan Batu Kapur dan Peraturan Gubernur Jawa

Tengah Nomor 128 Tahun 2008 tentang Penetapan Kawasan Karst Lindung Sukolilo.

Kemenangan yang diraih masyarakat kontra semen yang berada di wilayah

Pegunungan Kendeng, terutama masyarakat Sedulur Sikep adalah perjuangan panjang

dan berliku.Upaya legal standing yang dilakukan masyarakat Sedulur Sikep dengan

bantuan dari Walhi Jawa Tengah dan BLH Semarang mau tidak mau harus keluar

masuk persidangan. Persidangan pertama yang dilakukan di PTUN Semarang, gugatan

Walhi dikabulkan sepenuhnya, implikasinya Keputusan Kepala Kantor

PelayananPerizinan Terpadu Kabupaten Pati Nomor 540/052/2008 tentang Lokasi

Penambangan Batu Kapur dicabut. Tidak berhenti disitu saja, upaya banding yang

dilakukan oleh pihak PT. Semen Gresik atas putusan PTUN Semarang, juga dikabulkan

oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Surabaya. Tanpa henti masyarakat

Sedulur Sikep dan Walhi melakukan perlawanan, hingga pada akhirnya kasasi yang

diajukan Walhi kepada Mahkamah Agung (MA) dikabulkan.

Dalam Putusan MA yang menyebutkan daerah kawasan karst, yaituKawasan

Perbukitan Batu Gamping yang terletak di Kecamatan Sukolilo,Kecamatan Kayen,

Kecamatan Tambakromo, di Kabupaten Pati danKecamatan Brati, Kecamatan

Grobogan, Kecamatan Tawangharjo, KecamatanWirosari, Kecamatan Ngaringan di

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

161

Kabupaten Grobogan sertaKecamatan Todanan, di Kabupaten Blora, Provinsi Jawa

Tengah sebagaikawasan kars Sukolilo. Evaluasi yang dilakukan pada akhirnya adalah

dicabutnya Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Pati

Nomor 540/052/2008 tentang Lokasi Penambangan Batu Kapur di PTUN Semarang

pada 6 Agustus 2012 dan pencabutan ini diperkuat oleh keputusan kasasi Mahkamah

Agung (MA) pada 27 Mei 2010. Dengan dicabutnya surat izin PT. Semen Gresik, maka

Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Pati Nomor

591/058/2008 tentang Izin Lokasi eksploitasi daerah Pati dan Keputusan Kepala Kantor

Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Pati Nomor 541/052/2008 tentang Lokasi

Penambangan Tanah Liat juga ikut tercabut.

KESIMPULAN

Kemenangan yang diraih masyarakat kontra semen terhadap PT. Semen Gresik,

tidak terlepas dari peran penting masyarakat Sedulur Sikep dalam menyuarakan

penolakannya. Penolakan yang didasari atas kearifan lokal terhadap lingkungan, telah

melahirkan suatu pergerakan perjuangan melawan keterancaman lingkungan. Ajaran

hidup sebagai petani telah memberikan kesadaran kepada masyarakat Sedulur Sikep

untuk bersahabat dengan alam. Keintiman dengan alam inilah yang mendasari eratnya

hubungan masyarakat Sedulur Sikep dengan lingkungan, khususnya Pegunungan

Kendeng. Dengan begitu, maka rencana Pemerintah Daerah Kabupaten Pati bekerja

sama dengan PT. Semen Gresik yang akan membangun pabrik semen baru di Sukolilo

dipahami masyarakat Sedulur Sikep akan merusak alam dan lingkungan.

Pada dasarnya polemik yang terjadi atas rencana pendirian pabrik semen di

Sukolilo, Pati merupakan pertarungan 2 perspektif. Pihak pertamayang mengusung

perspektif berbasis kepentingan (interest-based issue)adalah Pemerintah (Pemerintah

Propinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Pati), swasta (PT. Semen Gresik), dan

masyarakat Sukolilo pro-tambang semen. pemerintah berpandangan potensi sumber

daya alam yang melimpah seharusnya didayagunakan untuk tujuan meningkatkan

kemajuan dan pertumbuhan ekonomi. Bagi masyarakat pro semen, adanya pabrik semen

di Pati, maka akan mengurangi arus urbanisasi dan dapat menciptakan kesempatan kerja

bagi masyarakat Sukolilo pada khususnya. Sementara bagi pemodal, berkepentingan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

162

untuk semakin memacu produksinya agar dominasinya di pasar semen nasional tetap

terjaga. Aktor

Berbanding 180o

dengan pihak kedua yang menggunakan perspektif berbasis

nilai (values-based issue) yaitu masyarakat yang kontra terhadap rencana pendirian

pabrik semen. Pihak yang terdiri dari masyarakat Sedulur Sikep, dan masyarakat kontra

yang tergabung dalam JM-PPK dan KPPLSimbar Wareh memiliki cara pandang lain.

Adanya pabrik semen akan mengganggu keseimbangan alam, terutama sumber mata air

yang digunakan masyarakat sehari-hari untuk penghidupan dan kehidupan. Selain itu,

resiko yang ditimbulkan dari adanya pabrik semen adalah kekhawatiran terhadap resiko

dampak sosial di masyarakat.

Melihat polemik yang terus berkepanjangan dan kenyataan keterancaman

lingkungan, terutama sumber daya air dan eksistensi masyarakat Sedulur Sikep yang

notabene sebagai petani, para tokoh Sedulur Sikep berinisiatif menyadarkan masyarakat

di sekitar Pegunungan Kendeng. Melalui kearifan lokal, masyarakat Sedulur Sikep

melakukan srawung dari satu rumah ke rumah, dari desa ke desa, dari kecamatan ke

kecamatan, hingga dari kabupaten ke kabupaten. Dalam srawung tersebut, masyarakat

Sedulur Sikep menjelaskan kepada warga akan kemanfaatan Pegunungan Kendeng dan

ancaman lingkungan jika pabrik semen berdiri di Pegunungan Kendeng.

Transformasi srawung inilah yang kemudian menjadi strategi advokasi

kebijakan publik masyarakat Sedulur Sikep terhadap rencana pendirian pabrik semen di

Sukolilo, Pati. Konsep advokasi kebijakan publik Socorro Reyes,Local Legislative

Advocacy Manual, Philippines: TheCenter for Legislative Development,

(1997)sepenuhnya bisa menjelaskan kasus pada penelitian ini. Secara ideal tujuan dari

kerja advokasi adalah untuk mendorong terwujudnya perubahan atas sebuah kondisi

yang tidak atau belum ideal sesuai dengan yang diharapkan. Advokasi kebijakan publik

yang dilakukan oleh masyarakat Sedulur Sikep merupakan upaya untukmenciptakan

kebijakan publik yang bermanfaat bagi masyarakat dan mencegah munculnya kebijakan

yang merugikan bagi masyarakat. Konsep kerangka kerja advokasi kebijakan publik,

sangat relevan dengan penemuan kasus yang terjadi di lapangan.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

163

DAFTAR PUSTAKA

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) Pembangunan Pabrik Semen

PT. Semen Gresik di Kabupaten Pati, Jawa Tengah 2008.

Anonim. 2008. Kelompok Pro Pabrik Semen Kerahkan Masa. Suara Merdeka, 2

Desember 2008. Diperoleh dari

<http://www.suaramerdeka.com/v2/index.php/read/cetak/2008/12/02/41706/Kel

ompok-Pro-Pabrik-Semen-Kerahka n-Massa Pada 20 Juni 2013>

Anonim. 2012. Srawung dalam Komunitas Sedulur Sikep. Diperoleh dari

http://kabupatenpati.com/srawung-dalam-komunitas-sedulur-sikep/ Pada 21 Mei

2012

Callicot, J. Baird dan Robert Frodeman. 2010.Encyclopedia of Enviromental Ethics and

Philosophy. New York: Gale Encage Learning.

Kelana, Setiawan Hendra. 2012. Belajar dari Kegagalan di Pati, Perkuat Program

Pantau Lingkungan. Suara Merdeka, 4 Agustus 2012. Diperoleh dari

<http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/layar/2012/08/04/945/Belajar

-dari-Kegagalan-di-PatiPerkuat-Program-Pantau-Lingkungan pada 23 Juni

2013>

Keraf, Sonny. 2010. Etika Lingkungan hidup. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.

Kompilasi slide presentasi kuliah Advokasi Kebijakan Publik oleh Ambar

Widaningrum/Budi Wahyuni, FISIPOL UGM.

Moleong, lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara.

Suyami. 2007. Kearifan lokal di lingkungan masyarakat samin kabupaten blora, jawa

tengah. Yogyakarta: kantor pariwisata dan kebudayaan kabupaten blora.

Diperoleh dari Website resmi Pemkab blora, Sejarah Samin,

http://www.blorakab.go.id/03samin.php Pada Pada 21 Mei 2012

Tobing, Sorta. 2009. “Tiga Produsen Semen Diduga Lakukan Monopoli”. Tempo, 16

April 2009. Diperoleh dari http://www.tempo.co/read/news/2009/04

/16/090170705/Tiga-Produsen-Semen-Diduga-Lakukan-Monopoli diakses pada

28 April 2013.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

164

Trijono, Lambang. 2002. Pemetaan dan Penjelasan Konflik. Makalah Disajikan pada

Workshop Konsolidasi Jaringan dan Pemetaan Potensi Konflik di Yogyakarta-

Jateng, Lembaga Lintas Sara Yogyakarta. Yogyakarta.

Yin, Robert K. 2006. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta:Raja Grafindo Persada .

Susanto, Gunawan Budi. 2012. Gunretno: Pada Tanah Pun Kita harus Jujur. Suara

Merdeka, 5 Agustus 2012. Diperoleh dari epaper.suaramerdeka.com/..

./02EM05H12MGU.pdf‎

Wibisono, Sony. 2008. Menolak sebagai Bentuk Peduli Lingkungan. Suara Merdeka, 26

April 2008. Diperoleh dari

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2008/04/26/1096

9/Menolak-sebagai-Bentuk-Peduli-Lingkungan

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

165

INDONESIA CAPITAL MARKET REACTION TO THE OIL PRICE

INCREASE POLICY 22 JUNE 2013

(Event study on LQ-45 Index, manufacturing sector, and mining sector)

Ali Sulas Hidayat

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

This research was event study with the objectives to investigate whether fuel price

increase policy announced by Indonesian government contain any informational value

to Indonesian Stock Exchange (IDX). The reaction was determined by the occurrence of

Average Abnormal Return which is different to zero during event period.This research

was using samples of 37 Index LQ-45 companies list, 98 manufacturing companies, and

30 mining companies. The samples selection method is purposive sampling. Data used

in this research was daily price of shares on closing and market index (IHSG and LQ-

45). Observation period was divided in to two periods, estimation period 100 days and

event period 21 days (10 days before, 1 day event date, 10 days after).The result of this

research indicate that abnormal return received by investor is significant in the days

surrounding the event date for LQ-45, manufacturing sector, and mining sector. This

result mean that the fuel price increase announcement possess important information to

the stock market which lead changes in the stock price of Index LQ-45, manufacturing

sector, and mining sector. The result of paired sample t-test show that Average

Abnormal Return before and after the event not significantly different for Index LQ-45,

manufacturing sector, and mining sector.

Keywords: Event study, Abnormal return, Fuel Price Increase Policy

PENDAHULUAN

Pasar modal di Indonesia dalam perkembangannya telah menunjukkan sebagai

bagian dari instrumen perekonomian yang memiliki peran cukup penting. Komitmen

pemerintah Indonesia terhadap peran Pasar Modal tercermin di dalam Undang-Undang

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

166

Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, dimana dinyatakan

bahwa Pasar Modal mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional,

sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi

masyarakat. Sebagai suatu instrumen ekonomi, pasar modal tidak bisa lepas dari

berbagai pengaruh lingkungan di sekitarnya, baik berupa kebijakan pemerintah,

peristiwa perekonomian atau politik, kerusuhan sosial, bencana alam, dan lain

sebagainya.

Demikian pula kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga bahan bakar

minyak (BBM), pada akhirnya juga akan mempengaruhi pasar modal. Hal ini

dikarenakan bahan bakar minyak memiliki peranan yang sangat penting sebagai bahan

bakar untuk menggerakkan perekonomian. Pasokan minyak bumi merupakan input

penting dalam proses produksi industri, terutama untuk menghasilkan listrik,

menjalankan mesin produksi, dan mengangkut bahan baku atau mengirim hasil produksi

ke pasar.

Perubahan harga BBM akan berdampak pada perubahan-perubahan biaya

operasional perusahaan. Selain itu, kenaikan harga BBM juga akan berimbas pada

tuntutan karyawan untuk menaikkan upah. Di sisi lain, kenaikan harga BBM akan

menurunkan daya beli masyarakat. Terjadinya hubungan timbal balik antara naiknya

biaya produksi dan turunnya daya beli masyarakat berarti memperlemah perputaran

roda ekonomi secara keseluruhan. Kondisi ini dapat mempengaruhi iklim investasi baik

dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Studi peristiwa (event study) merupakan studi yang mempelajari reaksi pasar

modal terhadap suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu

pengumuman (Jogiyanto, 2010). Metode studi peristiwa sudah banyak digunakan dalam

penelitian untuk menguji reaksi pasar terhadap suatu peristiwa, baik peristiwa ekonomi

yang berkaitan langsung dengan emiten atau peristiwa non-ekonomi (misalnya peristiwa

politik, kerusuhan sosial, atau kebijakan pemerintah).

Event study dapat digunakan untuk menguji kandungan informasi (information

content) dari suatu peristiwa dan dapat juga digunakan untuk menguji efisiensi pasar

bentuk setengah kuat(Jogiyanto, 2010). Pengujian kandungan informasi dimaksudkan

untuk melihat reaksi dari suatu pengumuman. Jika pengumuman tersebut mengandung

informasi, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

167

diterima oleh pasar. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dari

sekuritas bersangkutan. Reaksi ini dapat diukur dengan menggunakan return sebagai

nilai perubahan harga atau dengan menggunakan abnormal return. Pengumuman yang

mempunyai kandungan informasi akan memberikan abnormal return kepada pasar.

Sebaliknya, pengumuman yang tidak mengandung informasi tidak akan memberikan

abnormal return kepada pasar.

Karena kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga bahan bakar minyak

(BBM) merupakan isu penting dan dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian secara

nasional, maka penelitian mengenai pengaruh kebijakan tersebut perlu dilakukan.

Penelitian ini menguji kandungan informasi dari peristiwa kenaikan harga BBM tanggal

22 Juni 2013 dengan melihat reaksi pasar modal terhadap peristiwa tersebut. Pendekatan

yang digunakan adalah event study dengan mengamati abnormal return untuk

mengukur reaksi tersebut.

Penelitian ini menggunakan sampel saham Indeks LQ-45 untuk melihat reaksi

pasar secara keseluruhan. Selain menggunakan Indeks LQ-45, penelitian ini juga

menggunakan saham sektor manufaktur dan saham sektor pertambangan. Alasan

peneliti menggunakan sampel saham sektor manufaktur karena aktivitas sektor ini

berkaitan erat bahan bakar minyak, mulai dari pembelian bahan baku, proses

pengolahan bahan, hingga distribusi atau penjualan produk. Proses produksi tersebut

sangat terpengaruh oleh kenaikan harga bahan bakar minyak. Alasan peneliti

menggunakan sampel perusahaan sektor pertambangan adalah karena kenaikan harga

BBM tidak terlepas dari pengaruh kenaikan harga minyak dunia. Kenaikan harga

minyak dunia ini pada akhirnya juga akan mempengaruhi harga komoditas-komoditas

energi dan pertambangan.

Masalah yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah peristiwa kenaikan harga BBM tanggal 22 Juni 2013 menghasilkan

abnormal return pada saham Indeks LQ-45, saham sektor manufaktur, dan saham

sektor pertambangan?

2. Apakahrata-rata abnormal return selama 10 hari sebelum peristiwa berbeda dengan

rata-rata abnormal return selama 10 hari setelah peristiwa kenaikan BBM tanggal

22 Juni 2013 pada saham Indeks LQ-45, saham sektor manufaktur, dan saham

sektor pertambangan?

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

168

MATERI DAN METODE

Identifikasi Peristiwa

Pada hari Senin tanggal 17 Juni 2013, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI

memutuskan untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang mengenai perubahan

Undang-Undang Nomor 19 tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) tahun 2013. Undang-undang tersebut menjadi dasar pemerintah untuk

menaikkan harga BBM. Namun setelah usulan kenaikan BBM di setujui oleh DPR pada

tanggal 17 Juni, pemerintah tidak langsung memberlakukan kenaikan harga BBM

tersebut. Penundaan pemberlakuan kenaikan harga BBM ini membuat pasar modal

mengalami kondisi ketidakpastian dan kepanikan. Pada tanggal 21 Juni 2013 pukul

23:00 WIB, pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

mengumumkan berita resmi mengenai pemberlakuan harga BBM yang baru.

Dalam penelitian ini tanggal 24 Juni 2013 dipilih sebagai event date (t0).

Pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM pada tanggal 21 Juni 2013, dan secara

resmi mulai memberlakukan harga baru tersebut pada tanggal 22 Juni 2013. Karena

tanggal 22 Juni 2013 adalah hari Sabtu dan pasar saham sedang libur, maka event date

pada penelitian ini menggunakan hari perdagangan aktif terdekat, yakni pada hari Senin

tanggal 24 Juni 2013.

Periode Waktu Penelitian

Gambar 3.1 Periode Waktu Penelitian (Estimation and Event Periods)

A D C B

EstimationPeriod EventPeriod

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

169

Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu

periode estimasi (estimation period) dan periode kejadian (event period). Periode

estimasi (estimation period) yang digunakan adalah selama 100 hari, yakni dari t-110

hingga -t-11 sebelum event day (tanggal 14 Januari 2013 - 7 Juni 2013). 10 hari event

period sebelum event date (10 Juni 2013 - 21 Juni 2013), 1 hari event date (24 Juni

2013), dan 10 hari event period setelah event date (25 Juni 2013 - 8 Juli 2013). Gambar

3.1. menunjukkan pembagian time horizon penelitian.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitianini adalah seluruh emiten yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia. Menurut laporan IDX Fact Book 2013, jumlah keseluruhan emiten yang

terdaftar di pasar modal Indonesia adalah sebanyak 472 perusahaan. Dari keseluruhan

populasi tersebut kemudian diambil beberapa emiten untuk dijadikan sampel. Sampel

dalam penelitian ini terdiri dari perusahaan yang masuk dalam daftar Indeks LQ-45

pada periode Februari-Juli 2013, saham sektor manufaktur, dan saham sektor

pertambangan. Pemilihansampeldilakukandenganmetodepurposivesampling, dengan

kriteria sebagai berikut:

1) Perusahaan tercatat sebagai emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode

penelitian.

2) Perusahaan memiliki informasi harga penutupan harian (closing price) dan aktif

diperdagangkan selama periode penelitian

3) Perusahaan tidak melakukan aksi korporasi (corporate action) selama periode

penelitian, seperti: stock split, right issue,merger, dan akuisisi. Hal ini untuk

menghindari bias hasil penelitian, karena aksi korporasi juga akan menimbulkan

reaksi investor.

Metode Pengumpulan dan Sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

bersumber dari Bursa Efek Indonesia, Indonesian Capital Market Directory (ICMD),

BNI Sekuritas FEB UGM, dan Yahoo Finance. Data sekunder yang digunakan adalah

harga saham penutupan. Data mengenai aksi perusahaan (corporate action) diperoleh

dari Bursa Efek Indonesia dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

170

Penelitian ini menggunakan pengumuman-pengumuman resmi dari pemerintah

untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan kenaikan harga BBM. Selain itu,

Penelitian ini juga menggunakan berita-berita dari berbagai media massa nasional untuk

mendapatkan informasi terkait kenaikan harga BBM.

Pengujian Hipotesis I

a) Menghitung return realisasian (actual return) harian saham sampel penelitian:

, , 1

,

, 1

i t i t

i t

i t

P PR

P

b) Menghitung return pasar (market return)

Dalam penelitian ini, untuk menghitung return market saham sektor

manufaktur dan pertambangan digunakan harga penutupan IHSG. Sedangkan untuk

menghitung return market saham Indeks LQ-45 menggunakan Indeks LQ-45.

1

1

IHSG IHSGR

IHSG

t tMt

t

dan

1

1

Indeks LQ45 Indek LQ45R

Indek LQ45

t tMt

t

c) Menghitung return ekspektasian (expected return).

Dalam penelitian ini, expected return dihitung dengan menggunakan Single

Index Market Model, sebagai berikut:

i i Mt( ) .E(R )itE R

Koefisien α dan β diperoleh dari perhitungan persamaan regresi runtut waktu

antara return saham ( itR ) dengan return pasar ( MtR ). Dari koefisien α dan β tersebut

dapat dihitung expected return tiap-tiap saham ( )itE R.

d) Menghitung return taknormal (Abnormal Return)

, ,i t i t itRTN R E R

e) Menghitung Akumulasi Return Taknormal (Cumulative Abnormal Return)

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

171

10

, ,

10

 ARTN  RTNt

i t i t

t

f) Menghitung Rata-rata return taknormal (Average Abnormal Return) saham pada

hari ke t.

,a1 RTN

 RRTN

k

iit

n

g) Menghitung akumulasi rata-rata return taknormal portofolio (ARRTN) atau

Cumulative Average Abnormal Return (CAAR).

10

,

10

 ARRTN RRTN  t

t i t

t

h) Menghitung signifikansi Abnormal Return dan Cumulative Abnormal Return.

,t

,

i,t

 RTN RTNS

KSE

i

i t

KSE adalah kesalahan standard estimasi (standard error of the estimate)

untuk saham i selama periode T yang dihitung dengan menggunakan formula:

22

, ,

1

( ( ))

1 2

t

i j i t

j t

i

R E R

KSET

i) Menghitung Standardized Cumulative Abnormal Return (SCAR):

10

1 n

Nn

t

SCAR SARk

k = n- (-10) +1

Signifikansi yang dimaksud adalah bahwa abnormal return tersebut secara

statistik signifikan tidak sama dengan nol (yaitu bernilai positif untuk kabar baik dan

bernilai negatif untuk kabar buruk). Uji t-statistic akan menunjukkan hasil bahwa

abnormal return bersifat signifikan bila t-hitung > t-tabel.

Pengujian Hipotesis II

Langkah-langkah untuk menghitung hipotesis kedua adalah:

a) Menghitung Average Abnormal Return:

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

172

1

,

10

 

 

t

before t

tbefore

AR

ARn

dan

10

,

1

 

 

t

after t

tafter

A

n

R

AR

b) Menghitung deviasi standar rata-rata return sebelum dan sesudah peristiwa:

12

10

(AR  AR )

1

t

beforebefore

t

beforen

dan

102

1

(AR  AR )

1

t

afterafter

t

aftern

c) Menghitung Uji statistik t (pada tingkat signifikansi α = 5 %)

2 2

 AR  ARafter before

after before

t

n n

d) Menentukan kriteria pengujian hipotesis

H0 ditolak jika

thitung> ttabel

H0 diterima jika

thitung< ttabel

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Sampel Penelitian

Dari 45 saham Indeks-LQ-45, sebanyak 8 perusahaan dikeluarkan dari sampel

penelitian karena tidak memenuhi kriteria pemilihan sampel. Jumlah perusahaan sektor

manufaktur adalah sebanyak 137 perusahaan. Dari total sebanyak 137 perusahaan

tersebut, sebanyak 39 saham dikeluarkan karena tidak memenuhi kriteria. Jumlah

perusahaan sektor sektor pertambangan adalah sebanyak 36 perusahaan. Dari total

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

173

sebanyak 36 perusahaan tersebut, sebanyak 6 perusahaan dikeluarkan dari sampel

karena tidak memenuhi kriteria penentuan sampel. Ringkasan penyeleksian sampel

dalam penelitian ini disajikan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Seleksi Sampel Penelitian

Kriteria LQ-45 Sektor Pertambangan Sektor Manufaktur

Emiten terdaftar di BEI 45 36 137

Emiten Yang melakukan

Corporate Action 8 4 27

Emiten tidak aktif

diperdagangkan 0 2 10

Emiten Delisting/Belum Listing

2

Emiten yang dijadikan sampel

Penelitian 37 30 98

HASIL PENGUJIAN

Hasil Pengujian Hipotesis I

Saham Indeks LQ 45

Gambar 4.1. Rata-rata Return Taknormal dan Akumulasi Rata-rata Return Taknormal

Saham Indeks LQ-45

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

174

Dari gambar 4.1. dapat dilihat bahwa rata-rata abnormal return mengalami

pergerakan positif dan negatif. Akumulasi rata-rata return taknormal (cumulative

Average Abnormal Return) mengalami pergerakan fluktuatif, tetapi pergerakan tersebut

selalu berada di angka negatif. Akumulasi rata-rata return taknormal negatif pada

periode kejadian ini menunjukkan bahwa pasar bereaksi negatif terhadap peristiwa

kenaikan harga BBM tanggal 22 Juni 2013. Informasi kenaikan harga BBM tahun 2013

dapat dikategorikan sebagai bad news bagi investor.

Tabel 4.3. Rata-rata Return Taknormal dan Akumulasi Rata-rata Return

Taknormal Saham Indeks LQ-45

Keterangan: * signifikan pada α = 5% (t>1.688 untuk pengujian dua sisi dengan k

besar)

Tabel 4.3. menunjukkan nilai rata-rata return tak normal untuk saham Indeks

LQ-45 dan pengujian signifikansi di hari-hari periode peristiwa. Dari pengamatan

terhadap abnormal return saham Indeks LQ-45 didapatkan hasil bahwa terdapat

sembilan hari bursa yang menghasilkan abnormal return signifikan bagi pemegang

saham. Pada 10 hari sebelum peristiwa, abnormal return yang signifikan terjadi pada t-

Hari ke TglRRTN

(Average AR)

RTNS

(SAR)

ARRTN

(CAAR)SCAR

-10 10-Jun-13 -0.007347293 -1.741784485 * -0.007347293 -0.251404935

-9 11-Jun-13 -0.010758883 -3.082301607 * -0.018106175 -0.696296851

-8 12-Jun-13 -0.009239102 -2.440071768 * -0.027345277 -1.048490874

-7 13-Jun-13 -0.00922992 -2.332460834 * -0.036575198 -1.385152596

-6 14-Jun-13 0.006304793 1.690137274 * -0.030270405 -1.141202294

-5 17-Jun-13 0.003818749 0.920793805 -0.026451656 -1.008297156

-4 18-Jun-13 0.005817439 1.297206289 -0.020634216 -0.821061556

-3 19-Jun-13 -0.00305385 -0.52407343 -0.023688067 -0.89670504

-2 20-Jun-13 -0.002196728 -0.612485409 -0.025884795 -0.985109694

-1 21-Jun-13 -0.007911119 -2.858492447 * -0.033795914 -1.39769754

0 24-Jun-13 -0.006146279 -1.520175072 -0.039942193 -1.617115912

1 25-Jun-13 0.00990492 2.779627655 * -0.030037273 -1.215911218

2 26-Jun-13 -0.001335442 -0.375832036 -0.031372715 -1.2701579

3 27-Jun-13 -0.003076597 -1.039356501 -0.034449312 -1.420176089

4 28-Jun-13 -0.00566756 -1.056956309 -0.040116872 -1.572734591

5 1-Jul-13 0.005677433 1.685197613 -0.034439439 -1.329497267

6 2-Jul-13 -0.002399123 -0.644688416 -0.036838563 -1.422550025

7 3-Jul-13 -0.007484396 -2.264523085 * -0.044322959 -1.749405778 *

8 4-Jul-13 -0.002920561 -0.765560043 -0.04724352 -1.859904852 *

9 5-Jul-13 -0.003517267 -0.789196143 -0.050760788 -1.973815504 *

10 8-Jul-13 -0.006811972 -2.207237605 * -0.057572759 -2.29240281 *

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

175

10,t-9, t-8, t-7, t-1 (negatif) dan t-6 (positif). Pada 10 hari setelah peristiwa, abnormal

return yang signifikan terjadi pada t+7, t+10 (negatif), dan t+1 (positif).

Tanda abnormal return yang tidak konsisten sebelum peristiwa menunjukkan

bahwa pasar modal Indonesia mengalami kondisi ketidakpastian. Hal ini dikarenakan

kepastian pemerintah untuk memberlakukan harga BBM yang baru belum diketahui.

Nilai abnormal return positif signifikan sehari setelah peristiwa (t+1) menunjukkan

bahwa investor merespon positif kejelasan kebijakan pemerintah dalam menaikkan

harga BBM ini. Namun respon positif tersebut tidak bertahan lama, abnormal return

yang signifikan kembali negatif pada t+7 dan t+10. Sebagian besar abnormal return

yang signifikan pada periode peristiwa adalah negatif. Hal ini menunjukkan bahwa

peristiwa kenaikan harga BBM tanggal 22 Juni 2013 dianggap oleh pasar secara

keseluruhan sebagai bad news dan investor meresponnya secara negatif.

Saham Sektor Manufaktur

Gambar 4.2. Rata-rata Return Taknormal dan Akumulasi Rata-rata Return Taknormal

Saham Sektor Manufaktur

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

176

Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa Rata-rata return abnormal return saham

sektor manufaktur mengalami pergerakan positif dan negatif. Akumulasi rata-rata return

taknormal (ARRTN) pada sepuluh hari sebelum peristiwa berfluktuasi, sedangkan pada

sepuluh hari setelah peristiwa cenderung mengalami penurunan. Tren akumulasi rata-

rata abnormal yang terus menurun dan bernilai negatif pada periode kejadian ini

menunjukkan bahwa pasar bereaksi negatif terhadap peristiwa kenaikan harga BBM

tahun 2013.

Tabel 4.4. Rata-rata Return Taknormal dan Akumulasi Rata-rata Return

Taknormal Saham Sektor Manufaktur

Keterangan: * signifikan pada α=5% (t>1,66 untuk pengujian dua sisi dengan k besar)

Tabel 4.4 menunjukkan nilai abnormal saham sektor manufaktur dan

signifikansinya. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebelum peristiwa kenaikan

BBM, terdapat 4 hari bursa yang menghasilkan abnormal return signifikan (negatif

pada t-9, t-3, dan positif pada t-4, t-2). Pada saat event date (t0) abnormal return negatif

signifikan. Setelah peristiwa kenaikan BBM, terdapat 4 hari bursa yang menghasilkan

abnormal return signifikan dan tandanya konsisten negatif (t+3, t+4, t+9 dan t+10).

Hari ke TglRRTN

(Average AR)

RTNS

(SAR)

ARRTN

(CAAR)SCAR

-10 10-Jun-13 -0.003996763 -0.916659598 -0.003996763 -0.087800066

-9 11-Jun-13 -0.022037903 -6.700668577 * -0.026034666 -0.729607715

-8 12-Jun-13 0.000577214 -0.81018435 -0.025457452 -0.807209302

-7 13-Jun-13 -0.003150574 -1.430412842 -0.028608026 -0.944218003

-6 14-Jun-13 0.002377422 0.944488273 -0.026230604 -0.853752434

-5 17-Jun-13 0.003476652 1.102451006 -0.022753952 -0.748156779

-4 18-Jun-13 0.005332507 2.040436707 * -0.017421445 -0.552718388

-3 19-Jun-13 -0.004717884 -1.918789569 * -0.022139329 -0.736505096

-2 20-Jun-13 0.00336326 2.806016556 * -0.018776069 -0.467737455

-1 21-Jun-13 -0.000717148 -0.67238792 -0.019493217 -0.532140537

0 24-Jun-13 -0.007157413 -1.765392258 * -0.02665063 -0.701234448

1 25-Jun-13 -0.001665548 -0.400817664 -0.028316178 -0.739625818

2 26-Jun-13 -0.000334409 0.473566754 -0.028650587 -0.694266349

3 27-Jun-13 -0.007345969 -2.327206265 * -0.035996556 -0.917172282

4 28-Jun-13 -0.006052952 -2.771220784 * -0.042049508 -1.182607093

5 1-Jul-13 0.002439828 0.576740715 -0.039609681 -1.127365351

6 2-Jul-13 0.000258458 0.369205729 -0.039351223 -1.092001856

7 3-Jul-13 -0.006482512 -1.441470252 -0.045833735 -1.230069666

8 4-Jul-13 -0.003458929 -0.914048319 -0.049292664 -1.317619616

9 5-Jul-13 -0.007195988 -2.917715274 * -0.056488651 -1.597086055

10 8-Jul-13 -0.005358154 -1.915131549 * -0.061846806 -1.780522388 *

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

177

Bahan bakar minyak memiliki peran penting pada perusahaan sektor

manufaktur, sehingga kenaikan harga BBM akan berdampak juga pada perusahaan

tersebut. Tanda abnormal return yang tidak konsisten sebelum peristiwa menunjukkan

bahwa saham sektor manufaktur mengalami kondisi ketidakpastian. Hal ini terjadi

karena belum ada kepastian mengenai kapan pemberlakuan kenaikan harga BBM,

sehingga membuat investor saham sektor manufaktur sulit mengategorikan peristiwa ini

(apakah peristiwa yang dapat diantisipasi atau tidak dapat diantisipasi). Pada saat event

date (t0) dan beberapa hari setelah event date, abnormal return yang signifikan

konsisten negatif. Hal ini berarti bahwa setelah adanya kejelasan kenaikan harga BBM,

investor saham sektor manufaktur meresponnya secara negatif karena menganggap

kenaikan harga BBM akan berdampak buruk pada saham sektor manufaktur.

Saham Sektor Pertambangan

Gambar 4.3. Rata-rata Return Taknormal dan Akumulasi Rata-rata Return Taknormal

Saham Sektor Pertambangan

Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa rata-rata return taknormal mengalami

fluktuasi naik dan turun. Secara umum trend akumulasi rata-rata return taknormal

mengalami fluktuasi naik dan turun. Meskipun akumulasi return taknormal

menunjukkan fluktuasi naik dan turun, tetapi nilainya masih berada pada wilayah

negatif (kecuali pada hari ke 10 sebelum peristiwa). Tren akumulasi rata-rata abnormal

bernilai negatif pada periode kejadian ini menunjukkan bahwa pasar bereaksi negatif

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

178

terhadap peristiwa kenaikan harga BBM tahun 2013. Informasi kenaikan harga BBM

tahun 2013 dapat dikategorikan sebagai bad news bagi investor.

Tabel 4.5. Rata-rata Return Taknormal dan Akumulasi Rata-rata Return

Taknormal Saham Sektor Pertambangan

Keterangan: * signifikan pada α=5% (t>1.699 untuk pengujian dua sisi dengan k

besar)

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa hanya ada tiga hari bursa yang menghasilkan

abnormal return yang signifikan bagi para pemegang saham sektor pertambangan (t-9,

t-8 dan t+2). Abnormal return yang signifikan bagi para pemegang saham adalah

negatif. Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa kenaikan harga BBM tanggal 22 Juni

2013 dianggap oleh pasar investor pemegang saham sektor pertambangan sebagai berita

buruk (bad news) dan investor meresponnya secara negatif.

Pengujian Hipotesis II

Hipotesis kedua dari penelitian ini menyangkut perbedaan rata-ratareturn

taknormal (abnormal return)sebelum dan setelah peristiwa.Untuk menguji hipotesis

Hari ke TglRRTN

(Average AR)

RTNS

(SAR)

ARRTN

(CAAR)SCAR

-10 10-Jun-13 0.002150303 0.833300223 0.002150303 0.130139631

-9 11-Jun-13 -0.007590335 -1.894510793 * -0.005440032 -0.165733247

-8 12-Jun-13 -0.015955571 -3.276445005 * -0.021395603 -0.677427989

-7 13-Jun-13 0.004563081 0.996195806 -0.016832521 -0.521848342

-6 14-Jun-13 -0.001743171 -0.775052123 -0.018575692 -0.642891148

-5 17-Jun-13 -0.001046965 0.012273625 -0.019622658 -0.64097433

-4 18-Jun-13 -0.005226829 -1.152772514 -0.024849487 -0.82100715

-3 19-Jun-13 0.001423968 0.084291769 -0.023425519 -0.807842988

-2 20-Jun-13 -0.002450495 -0.157815792 -0.025876014 -0.832489673

-1 21-Jun-13 0.000435993 -0.625468157 -0.025440021 -0.930171388

0 24-Jun-13 0.007015918 0.95803482 -0.018424103 -0.780551487

1 25-Jun-13 -1.27559E-06 0.602242346 -0.018425379 -0.686497034

2 26-Jun-13 -0.011808724 -2.010385649 * -0.030234103 -1.000466524

3 27-Jun-13 -0.002256336 -0.223504916 -0.032490438 -1.035372127

4 28-Jun-13 0.001122855 0.720610172 -0.031367583 -0.922831726

5 1-Jul-13 -0.002423064 -0.524594099 -0.033790648 -1.00475956

6 2-Jul-13 0.001362229 0.282877943 -0.032428418 -0.960581447

7 3-Jul-13 -0.001859785 -0.146010402 -0.034288203 -0.983384441

8 4-Jul-13 0.002961239 0.93817795 -0.031326963 -0.836865661

9 5-Jul-13 -0.000991494 0.582895249 -0.032318458 -0.745832717

10 8-Jul-13 -0.00207104 -0.773098771 -0.034389497 -0.86657046

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

179

kedua tersebut, dilakukan uji beda antara abnormal return sebelum dan setelah

peristiwa. Uji beda dilakukan dengan menggunakan metode paired sampel t-test.

Tabel 4.6. Hasil Uji Beda Dua Rata-rata Abnormal return Saham yang

masuk dalam Indeks LQ-45 Sebelum dan Setelah Peristiwa

Dari hasil uji beda abnormal return saham indeks LQ-45 sebelum peristiwa

dengan setelah peristiwa, didapatkan nilai t-hitung sebesar -0,611. Karena nilai t-hitung

(-0,611) lebih kecil dari nilai t-tabel (1,833), maka Ha ditolak. Nilai signifikansi (p-

value) adalah 0,556 lebih besar dari 0,05, maka Ha ditolak. Dari hasil uji beda tersebut

maka dapat simpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara abnormal

return sebelum peristiwa dengan abnormal return setelah peristiwa.

Hari ke RRTN Hari ke RRTN

-10 -0,007347293 1 0,00990492

-9 -0,010758883 2 -0,001335442

-8 -0,009239102 3 -0,003076597

-7 -0,00922992 4 -0,00566756

-6 0,006304793 5 0,005677433

-5 0,003818749 6 -0,002399123

-4 0,005817439 7 -0,007484396

-3 -0,00305385 8 -0,002920561

-2 -0,002196728 9 -0,003517267

-1 -0,007911119 10 -0,006811972

Rata-rata -0,0034 Rata-rata -0,0018

Std. Dev 0,00659 Std. Dev 0,00549

Beda rata-rata

t-hitung

Signifikansi

Sebelum Setelah

-0,00162

-0,611

0,556

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

180

Tabel 4.7. Hasil Uji Beda Dua Rata-rata Abnormal return Saham

Sektor Manufaktur Sebelum dan Setelah Peristiwa

Dari hasil uji beda abnormal return saham sektor manufaktur sebelum

peristiwa dengan setelah peristiwa, didapatkan nilai t-hitung sebesar 0,524. Karena

nilai t-hitung (0,524) lebih kecil dari nilai t-tabel (2,62), maka hipotesis penelitian (Ha)

ditolak. Nilai p-value (0,613) > lebih besar dari 0,05, maka Ha ditolak. Dari hasil uji

beda rata-rata abnormal return saham sektor manufaktur, maka dapat disimpulkan

bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara abnormal return sebelum peristiwa

dengan return setelah peristiwa.

Hari ke RRTN Hari ke RRTN

-10 -0,003996763 1 -0,001665548

-9 -0,022037903 2 -0,000334409

-8 0,000577214 3 -0,007345969

-7 -0,003150574 4 -0,006052952

-6 0,002377422 5 0,002439828

-5 0,003476652 6 0,000258458

-4 0,005332507 7 -0,006482512

-3 -0,004717884 8 -0,003458929

-2 0,00336326 9 -0,007195988

-1 -0,000717148 10 -0,005358154

Rata-rata -0,0019 Rata-rata -0,0035

Std. Dev 0,00785 Std. Dev 0,00350

Beda rata-rata

t-hitung

Signifikansi

Sebelum Setelah

0,00157

0,524

0,613

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

181

Tabel 4.8. Hasil Uji Beda Dua Rata-rata Abnormal return Saham Sektor

Pertambangan Sebelum dan Setelah Peristiwa

Dari hasil uji beda abnormal return saham sektor manufaktur sebelum

peristiwa dengan setelah peristiwa, didapatkan nilai t-hitung -0,579 (lebih kecil dari t-

tabel).Nilai p-value (0,577) > 0,05, maka Ho diterima. Dari hasil beda tersebut, maka

dapat disimpulkan bahwa rata-rata abnormal return saham sebelum peristiwa secara

signifikan tidak berbeda dengan rata-rata abnormal return saham setelah peristiwa.

KESIMPULAN

Dari hasil tersebut diatas, maka dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa

peristiwa kenaikan harga BBM tanggal 22 Juni 2013 mengakibatkan timbulnya

abnormal return bagi para pemegang saham di Bursa Efek Indonesia secara

keseluruhan (yang dilihat dari sampel saham Indeks LQ-45). Peristiwa kenaikan harga

BBM tanggal 22 Juni 2013 juga mengakibatkan timbulnya abnormal return bagi para

dan pemegang saham sektor manufaktur dan sektor pertambangan. Hasil analisis uji

beda dua rata-rata menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat perbedaan

signifikan antara variabel harga saham sebelum dan setelah peristiwa, baik untuk saham

Indeks LQ-45, saham sektor manufaktur dan saham sektor pertambangan. Hal ini

menunjukkan bahwa harga saham (yang dicerminkan oleh rata-rata return yang diterima

Hari ke RRTN Hari ke RRTN

-10 0,002150303 1 -1,275593255

-9 -0,007590335 2 -0,011808724

-8 -0,015955571 3 -0,002256336

-7 0,004563081 4 0,001122855

-6 -0,001743171 5 -0,002423064

-5 -0,001046965 6 0,001362229

-4 -0,005226829 7 -0,001859785

-3 0,001423968 8 0,002961239

-2 -0,002450495 9 -0,000991494

-1 0,000435993 10 -0,00207104

Rata-rata -0,0025 Rata-rata -0,0016

Std. Dev 0,00589 Std. Dev 0,00402

Beda rata-rata

t-hitung

Signifikansi

Sebelum Setelah

-0,00095

-0,579

0,577

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

182

investor) secara cepat menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi, sehingga tidak

terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata return sebelum dan setelah peristiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Untung dan Siddharta Utama. (1998). Uji Efisiensi Bentuk Setengah Kuat pada

Bursa Efek Jakarta. Usahawan, No.03 (Maret), hal. 42-47.

Asri, Marwan. (1996). U.S. Multinational's Stock Price Reaction to Host Country's

Govermental Change: The Case of Prime Minister Takeshita's Resignation.

Kelola, Vol. 5, No. 11.

Bursa Efek Indonesia. (2010). Buku Panduan Indeks Harga Saham Bursa Efek

Indonesia: Indonesia Stock Exchange.

Bursa Efek Indonesia. (2013). IDX Fact Book 2013: Indonesia Stock Exchange.

Cong, Rong-Gang., Yi-Ming Wei., Jian-Lin Jiao., Ying Fan. (2008). Relationships

Between Oil Price Shocks and Stock Market: An Empirical Analysis From

China. Energy Policy 36, 3544– 3553.

Faff, R.W., Brailsford, T.J. (1999). Oil Price Risk and The Australian Stock Market.

Journal of Energy and Finance Development, 69–87.

Fama, E. F. (1970). Efficient Capital Markets: A Review of Theory and Empirical

Work. Journal of Finance 25.

Hall, S G. dan Kenjegaliev A. (2009). Effect of Oil Price Changes on The Price of

Russian and Chinese Oil Shares. https://lra.le.ac.uk/handle/2381/7605

Harto, Prayogo P. (2000). Reaksi Harga Saham Dalam Peristiwa Politik Indonesia

(Studi pada Sidang Tahunan MPR tahun 2000). Jurnal Bisnis Strategi, Vol.5,

hal.84-94.

Hartono, Jogiyanto. (2010). Teori Portofolio dan Analisis Investasi (Edisi 7 ed.).

Yogyakarta: BPFE.

Husnan, Suad., Mamduh M. Hanafi., dan Amin Wibowo. (1996). Dampak

Pengumuman Laporan Keuangan Terhadap Kegiatan Perdagangan Saham dan

Variabilitas Tingkat Keuntungan. Kelola, Vol.5 No.11 hal.110-125.

Jogiyanto, HM. (2010). Studi Peristiwa: Menguji Reaksi Pasar Modal Akibat Suatu

Peristiwa. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

183

Jones, C.M., Gautam, K. (1996). Oil and the Stock Markets. Journal of Finance, Vol. 51

No.2, 463-491.

Kalra, Rajiv., Glenn V. Henderson Jr., dan Gary A. Raines (1993). Effect of The

Chernobyl Nuclear Accident on Utility Share Prices. Quarterly Journal of

Business and Economics, Spring Vol.32 No.2 hal.52-77.

Kompas. (2013, Juni 17). Inilah Hasil “Voting” Rapat Paripurna BBM, Kompas Online.

http://nasional.kompas.com/read/2013/06/17/22152226/Inilah.Hasil.Voting.Pari

purna.BBM. Diakses tanggal 3 Juli 2013.

Kritzman, Mark P. (1994). What Practitioners Need To Know About Event Studies.

Financial Analyst Journal, November-December, hal.17-20.

MacKinley, A. Craig. (1997). Event Studies in Economics and Finance. Journal of

Economic Literature, Vol. XXXV (March 1997) hal.13-39.

Mansur, Iqbal., Stephen J. Cochran., dan Gregory L. Froiro. (1989). The Relationship

between the Equity Return Levels of Airline Companies and Unanticipated

Events: The Case of the 1979 DC-10 Grounding. Logistics and Transportation

Review, December, hal.355-365.

Oberndorfer, U dan Ziegler, A. (2006). Environmentally Oriented Energy Policy and

Stock Returns: An Empirical Analysis. Center Of European Economic

Research. http://ideas.repec.org/p/zbw/zewdip/5472.html. Diakses tanggal 23

Agustus 2013.

Park, J., Ratti, R.A. (2008). Oil price shocks and stock markets in the US and 13

European countries. Energy Economics 30.

Republik Indonesia, DPR. (2012). RUU RI No.19 Tahun 2012 Tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013.

Republik Indonesia, Kementrian ESDM. (2013a). Peraturan Menteri ESDM Nomor 1

Tahun 2013 tanggal 2 Januari 2013. Jakarta.

Republik Indonesia, Kementrian ESDM. (2013b). Peraturan Menteri ESDM Nomor 18

Tahun 2013 Tentang Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu

Untuk Konsumen Pengguna Tertentu. Jakarta.

Republik Indonesia, Presiden. (2013a). Instruksi Presiden Republik Indonesia No.5

Tahun 2013 Tentang Sosialisasi Kebijakan Penyesuaian Subsidi Bahan bakar

Minyak. Jakarta: Sekretariat Kabinet RI.

Jurnal Cendekia Vol. 1, Desember 2013. ISSN: 2354-6778

184

Republik Indonesia, Presiden. (2013b). Undang-Undang Republik Indonesia No.15

Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.19 Tahun 2012

Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013.

Republik Indonesia, Sekretariat Wakil Presiden. (2013). Buku Pegangan Sosialisasi

dan Implementasi Program-Program Kompensasi Kebijakan Penyesuaian

Subsidi Bahan Bakar Minyak 2013 Tim Sosialisasi Penyesuaian Subsidi Bahan

Bakar Minyak.

Robert, Ang. (1997). Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Mediasoft

Sadorsky, P. (2001). Risk factors in stock returns of Canadian oil and gas companies.

Energy Economics 23, 17–28.

Suryawijaya, Marwan Asri., dan Faizal Arief Setiawan (1998). Reaksi Pasar Modal

Indonesia Terhadap Peristiwa Politik Dalam Negeri (Event Study pada Peristiwa

27 Juli 1996). Kelola, Vol.VII No.18, hal.137-153.

Susiyanto, Muhammad Fendi. (1999). The Impact of Bank Restructuring

Announcement on The Banking Stock Prices: The Cases of Indonesia‟s Banking

Reforms on March 13 1999 and The Issuance of Government Bonds on May 28

1999. Gadjah Mada International Journal of Business, Vol.1 No.2, hal.37-61.