EAr l',l{4. - repository civitas UGM
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of EAr l',l{4. - repository civitas UGM
Heribertus Jaka Triyana, SH., LLM., MA.Peran Dan Fungsi Badan HakAsasi ManusiaASEAN DalamPerlindungan Hrk Asasi Manusia di Asia Tenggara
Dr. Yustinus Pedo, SH., MHum.Uryensi Membangun Dunia yang Layak BagiAnak
Melalui Prcduk Hukum Daerah
X'erdinandus Ngau Lobo, SH., MH.Demokrasi dan Pendistribusian KekuasaanBerdasarkrn IIUD 1945 llasil Perubahan
Dn X'rans J. Rengka, SH., MHStrategi Penanggulangan I(asus Tindak Pidana Korupsi
dan Seni Melakukan Pledoi
Mikhael X'eka, SH., MII.Perlindungan Hukum Pidana Terhadap Korbrn Kejahatan
v-? lloor I Erl l. t4 Ituprng9Junl fl12 EAr l',l{4.
AEQUTTAS rrrRrsJURI{AL FAKUI,'TAS HUKUM
T]NTVERSITAS KATOLIK WIDYA MAI\DIRA KUPANG
Terbit dua kali setahun, Januari-Juni/Juli-Desember. Berisi hasil penelitianilmiah, analitis - kritis disiplin ilmiah hukum. Jurnal ini bertujuan untukmenyebarluaskan ide, hasil studi ilmiatr agar tercipta budaya berpikir yangsehat, [<ritis, analitis, dan membangun hidup bersama yang lebih baik.
PelindungRel<tor Universitas l(atolik Widya Mandira Kupang
Penanggung JawabDekan Fakultas Hukum LTNWIRA Kupang
Ketua PenyuntingFrumensius Mandaru, SH., MHum.
Wakil Ketua PenyuntingFerdinandus Ngau lobo, SH., MH.
Penyunting AhliDr. Karolus Kopong Medan, sH., MHum., (universitas Nusa cendana)
Erlyn Indarti, SH., MA., PhD. (Universitas Diponegoro)Dr. Yohanes S. Kotan, SH., MHum. ( Universitas Nusa Cendana)
P. Gregor Neonbasu, SVD., PhD. (Puslit Manse Nsae)Prof Dr. Johanes Usfunarl SH., MH. (Universitas Udayana)
Heribertus Jaka Triyana, SH., LLM., MA., MSc. (Universitas Gadjah Mada)
Penyunting PelalaanaDr. Yustinus Pedo, SH., MHu m., Dr. Fransiskrs Rengka, SH., MH.,
Dr. Maria Theresia Geme, sH., MHum., Fransiska owa da santo, SH., MHum.,Bernardus K. Danibao, SH., SPd., MED.
Alamat RedalsiFakultas Hukum Universitas Katolik Widya Mandira Kupang
Jl. A YaniNo. 50 -52 Krryang NTTTelp. (0380) 83339s
ILt
KATA PENGANTAR
Sejumlah tulisan dalam edisi Aequitas Iuris kali iru menyoroti beberapa aspek yang serantas:r
aktual dalam ranah hukum seperti demokrasi, FIAM dan negara hukum.
Ketiga hal di atas tak pernah kehilangan daya tariknya untuk dikaji meskipun sudah seringkah
dtfelazr/ daz dtztzj ole.2 bz,ra* dz Jai 2,--),-s; ---J-L p*.)-s- ).-;)- ); L*-
Seminar,ataupun petemuan ilmiah larnnya dr level nasional, internasronaj dant dtutas o(an o€roaEa
massmQdiacetakmaupunelektronik.Dapatlahdikatakanbahwawacanademokrasi,F{AM,dannegara hukum ibarat mata air yang senantiasa mengalirkan isu yang kontekst[al danbanyak psmlklr
yang berupaya untuk menyumbangkan pandangannya yang mutakhir'
Kendati ketiga aspek tersebut mempunyai terminologinya sendiri-sendiri, namun dalam
perkembangan dan perwuiudannya ketiga isu terssbutberkartan Satrr dengan Yang tainnYa' Kslahtran
demokrasi dan negara hukum ibarat dua sisi dari satu keping mata uang. Ada adagium yang
mengatakan "tak ada demokrasi tanpa penegakan hukum dan tak ada hukum yang tegak tanpa
pembangunan politik yang demokratrs. "Di sisi larn, perwujudan prinsip demokrasi dan negara hukum bermuara pada perlindungan
HAM. Hal iru dapat ditimba dari ciri-ciri pemerintahan demokratis menurut rule of law hasll
Konferensi para Hakim di Bangkok tahun 1965 yang antara larn memuat ' pertoma, perlindungan
konstitusion al, artnya selain menjamin hak-hak individu konstitusi harus pula menentukan cara
prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin. Kedua, badan kehakiman
yang bebas dan tidak memihak. Ketiga Pemilihan umum yang bebas' Keempat, kebebasan
menyatakan pendapat. Kelima kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi dan keenaam
P endidikan kewarganag N aafi .
Dengan demikian, perwujudan prinsip demokrasi dan negara hukum merupakan suatu langkah
strategis untuk melindungi rakyat dari kesewenang-wenangan pengUasa. Di lain pihak, pemerintah
dan penyelenggara kekuasaan lainnya Juga turut dilindungi di dalam menjalankan kekuasaannya
jikalau kekuasaan tersebut mendapat legitimasi dari masyarakat karena diperoleh melalui proses
yang demokratis dan sesuai dengan bingkai negara hukum'para penulis berupaya mengupas ketiga wacana tersebut di atas dalam beberapa perspektif
hukum yaitu Hukum Tata Negara Hukum Pidana, dalam konteks Hukum Internasional dan Hukum
Acara pidana. Di sini dapat kita lihat bahwa wacana demokrasi, HAM, dan negara hukum menjadi isu
universal yang melampaui sekat-sekat suku bangsa, agafia dan ras dan dapat ditelisik dari berbagar
arah sesuai dengan angle dan kompetensi penulisnya. Melalui ide-ide bernas tersebut diharapkan
dapat memperkaya khasanah pemikiran di dalam penegakan demokrasi, Ham dan negara hukum agar
aspek-aspek tersebut bukan hanya menjadi jargon kosong melainkan dapat benar-benar
diimplementasikan dalam praktek kenegaraan.
Editor
Ferdinandus Ngau Lobo, SH., MH-
AEQUITAS IURISJUR.}{AL FAKULTAS HUKUM
LNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA KUPANG
DAT'TAR ISI
Kata Pengantar.
Daftar Isi
Heribertus Jaka Triyana, SH., LLM., MA.
Peran Dan Fungsi Badan Hak Asasi Manusia ASEAN DalamPerlindungan Hak Asasi Manusia di Asia Tenggara
Dr. Yustinus Pedo, SH., MHum.
Urgensi Membangun Dunia yangLayakBagi Anak
Melalui Produk Hukum Daerah
Ferdinandus Ngau Lobo, SH., MH.
Demokrasi dan Pendistribusian Kekuasaan Berdasarkan UUD 1945 Hasil Perubahan . . .. .44
Dr. Frans J. Rengka, SH., MH
Strategi Penanggulangan Kasus Tindak Pidana Korupsi
dan Seni Melakukan Pledoi
Mikhael Feka, SH., MH.
Perlindungan Hukum Pidana Terhadap Korban Kejahatan . .......6g
Bio Data Penulis
39
59
,8
8rl
Peran Dan Fungsi Badan Hak Asasi Manusia ASEAII DalamPerlindungan Hak Asasi Manusia di Asia Tenggara
OlehJleribertus JakaTriyana, SH., LLM., MA.l
Abstract
This article, the role and.function of the ASEAN Intergovernmental Commission on
Human Rights aims to critically examine its mandates to disseminate and to promote
human rights in South East Asian countries where Indonesia is taken for example. It isdevided into five consecutive in depth discussions in terms of its legal base of itsauthoritative powers derived from the ASEAN Charter and from the ASEAN Humqn
Rights Declation; possible crash between normativity and facts; widening legal gaps
between national and regional human rights norms and mechanisms; possibility of legalyacuum for implementing and monitoring mechanism at the national and regionallevels; and imminent conflicts of norms on human rights norms and mechanisms.
Finally, it reveals that the role and function of the ASzuN IntergovernmentalCommission on contribute to dynamic discussion ending with imminent challanges,
problems and opportunity for further elaboration at strategic, operatiuonal and tacticallevel of implementation. Indonesia, as one of the forerunner of the ASEAN shall gain
this momentum to voice up the In&nesian national legal system for human rightsprotection as a role model in ASEAN level.
Key words : function, rote, ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights
I. LatarBelakang
Salah satu aspek kajian Hukum Hak Asasi Manusia Internasional (HAMI)2
adalah mengkaji aspek indikator, orientasi dan sifat pemenuhan, serta cakupan (area)
sebagai elemen dasar dalam menentukan dan mengukur efektivitas peran dan fungsi
pelaksana perlindungan hak asasi manusia (HAM). Kajian ini memfokuskan aspek siapa
yang bertanggung jawab (duty bearers) terhadap perlindungan HAM bagi individu atau
kelompok individu (rights holders) yang dilindungi oleh HAM oleh negara, organisasi
internasional atau pihak lain selain Negara (non state actorsNSAl3. Peran dan fungsi ini
rDosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mad4 Yogyakarta. SH (UGM, 1998); LL.M (Unimelb, 2003); MA (Rijksuniversiteit
Groningerq 2008) dan (BCbluliyg1pttrlESlhUlq 2009). Email:[email protected] Hrk Asasi Manusia adalah: (a). sepangkat ah.ran hukum yang dibenfuk baik melaui konvensi-konvensi internasional
ataupun kebiasaan internasional dengan berdasar pada perlindungan dan jamianan hak-hak dasar manusia sehingga indivrdu-
urdividu ataupun kelompok rndividu dapat berharap ataupun mengajukan tuntutan terhadap pelaksanaan ketentum tersebut.
TIAMI memiliki komponen dasar yaitu norma intemasional HAM yaitu semua kepuh.rsan yang dikeluarkan dan ditetapkan oleh
PBB serta berlakunya ditujukan kepada anggota PBB. Norma-norma tersebut berbentuk resolusi, konvensi, deklarasi dan prinstp
dasar yang dikeluarkan oleh organ PBB seperti oleh Majelis Umurrl Dewan Ekonomi dan Sosial dan Komite Hak Asasi (tAe
chartir-bised norns); (b). Konvensi dan Deklarasi adalah norma HAM internasional yang dibentuk berdasarkan pe4anlian anra
negara yang menjadi anggota Majelis Umum dan berlaku sebagai perjanjian intemasional yang berlaku mengrkat bagi neglra-
negara anggotanya (the ieaty-based norms); dan (c). Norma dan mekanisme HAM regional yang dibenh.rk dan disepakar: oleir
o"g-n-o"g-n diwrlayah tertentu yang mengikatkan dirinya pada norma dan mekanisme tersebut (the regronal-based noms ;nimechanisms). Lrhat ELSAM, B ahan Kursus ILAM untuk PengacaraAngkatan V, Iakarta 2l Mei-lJuni 2001; Hmry J. Stems acPhillip Alston, Internahonal Human Rights In Contexts: Law, Politics and Moral, Oford University Press, 2000. hhn -i-
j ' lr:JavaidRehman, lnternahonalHumanRightsLaw: APracticalApproacft,LongemanPress,2003,hlm. 13-15.
t\{r"h"lin" R, Ishay, The Httman Rights Reader: Malor Pohhcal Essays, Speeches and Doanments from -lnctent ::w :: :4presents,2eds, Roufledge, 2007, hI;. 163, 261 dan 289; dan Jack Donnetly, (Jn:ersaL Human Rrghts In Theor. :---: -r-r.-5 -'s
2nd eds, 1985, hlm. 8-l l.7
dikembangkan dari kajian terhadap ,lu;, ::-.. - * -,'- - --: - ierecf,rar dan
kesesuaian terhadap pemenuhan iiak cial kci'"-,-.-. -1 - ,r : ..<ui recull
andlegalprecision)da1amkonstruksihukumdun:i-;"..
Kedua indikator tersbeut menjadi indikai..: -'.--: - . -..'.;.rr vertfied
indicators) dan harus digunakan untuk menentukan efektri-::.i :.:': :-: .-:,rsr dari the
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) pasca lahir ::: :.: i*.-rl,a Piagam
ASEAN serta dibentuknya mekanisme Badan HAM ASE-{\ r:;* :):e .ISEAII
Intergovernmental Commission of Human Rights (AICHR) sesuai dengan keientuan
Pasal 14 Piagam ASEAN dan pasca ditandatanganinya Deklarasi HAM ASE.+- oleh l0
kepala Negara anggota ASEAN dalam Koferensi Tahunan di Phnom Penh. Kamboja
pada tanggal 18 Nove mber 2Ol2s .
Perlindungan HAM menjadi kerangka kerja dan tujuan yang hendak dicapai oleh
-\SE,\\6 Berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (4), Piagam ASEAN mulai berlaku
pada han ketiga puluh sejak tanggal penyimpanan instrumen pengesahan Negara
kesepuluh oleh Sekretaris Jenderal ASEANT. Dengan demikian, Piagam ASEAN
beriah-r etektif saat pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi(KTT) ASEAN ke-14 yang
drseien:lgarakan di Chrang Mar, Thailand, pada bulan Desember 2008.
Pena;-idatanganan Piasam \SE-{\ disandarkan pada 2 (dua) dasar pemikiran, yaitu: (1).
-\danr a kepenttnuan bersama diantara negara-negara Asia Tenggara; dan (2) Adanya
kenyataan salins keterganrungan diantara ralq.at dan Negara-Negara anggota ASEAN.
Kedua aspek inr menentukan kesaruan r isr. identitas dan komunrtas (one vision, one
idennn artd orrc comtnutiln i \ zrne saling peduli dan berbagi bagi terciptanya
kemakmuran dan kese.lahteraan bersama dalam kerja sama ASEAN8.
Penguatan -\SE-{\ juea disandarkan pada keinginan bersama untuk hidup di
kawasan vang damai. aman dan stabil, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,
nK.J. Arrow, The L:m:r: :, :"?sn;-eilons. \erl' \-orh W.W. Norton, 1979 E.G. FlamhotE, T.K. Das and A.S. Tsri, Toward anIntegratrve Framevo,; ;' ),7anr:attonal Control, Accatnttng, Organtzalion and Society, 1985, hlrn. 35-50; and Aimin Yan andBrbara Cray, 'Brgrrune Powrr. \{magement Control md Performance in United States-Cluna Joint Venture: A ComparativeSfridy",TheAcademt,:.;'.:tr:agementJumal.Volume3T,Number6,December1994,hlm. 1481.
5 Pasca penandatangmm Pregm -{SEAN, terdapat lima prioritas kegiatan untuk mempersiapkan perubahan ASEAN yaitupen)rusunan Term o1 ,e.eiirence lToR) pembentukm Permanent Representatiyes to ASEAN. penlusunm Rules and ProceduresASEAN Coordinatrng Cotnc:L dm .!SE4N Commtnttlt Councils, pen)'usunan supplementary protocols mengenat disputesettlement mechantsm, pen\usunm perjanjim baru menggantikan perjanjian pendirim Sekretanat ASEAN tahun 1976, sertapenlusunan ToR pembennrlim badan HAM ASEAN. Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Deplu, -4SE4N Selayang Pandang,2007,111rn- 41; Deklrmi H-.\\f ASEAN ini ditandatangaoi oleh 10 kepala negra anggota ASEAN pada tanggal 18 November20120 oleh Haji Hassanai Bolkrah. Samdech Akka Moha Sena Padei Techo Hun Sen, Susilo Bambang Yudhoyono, ThongsingThammavong Dalo Sri Mohd \ajib Tun Abdul Razak, U Thein Sein, Berugno S Aquino III, Lee Hsien Loong, YingluckShinawarta, Nguyen Tan Dung lang mengadopsi 9 prinsip dasar HAM, 15 hak sipil dan politik, 9 jenis hak ekonomi, sosial danbudaya, hak atas pembaagunan- ha-k atas perdamaian dm ditutup dengm kerjasama regional dan internasional dalam halpemajuan IIAM dalam Deklarasi tersebut. Lihat Phnom Penh Statement on the Adoption of the ASEAN Human fughtsDeclaration (AHRD), 18 Novembr l0 12.
6lv{arie Pangestu, "The Future of .A.SE-\\". rhe Indonesian Qttarterly, vol. )O{V, No. 4, 1997, hlm.362-365.tThailand
adalah Negara terakhir yang meratrl-rkasi Piagam ASEAN pada bulan November 2008.sASEAN, Roadz ap for ASEAN Commtmo- )009-2015,2011, hlm. 1-5.
2
kesejahteraan bersama, kemajuan sosial, serta unfuk memajukan kepentingan- cfia-crta"
dan aspirasi bersamae. Negara-negara ASEAN sepakat untuk membentuk komunitas
ASEAN sebagai langkah untuk menjamin pembangunan berkelanjutan yang bermanfaat
bagi generasi-generasi sekarang dan yang mendatang dan menempatkan kesejahteraan
dan penghidupan yang layak serta kemakmuran ruL<yat sebagai pusat proses
pembentukan komunitas ASEAN10. Keinginan bersama tersebut tetap harus
menghormatiprinsip-prinsip kedaulatan (sovereignty) dan kesetaraarr (equality) negara-
ne1ara anggota ASEAN serta mematuhiprinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi
manusia (HAM)I1.
Berdasarkan the 'Cha-am Hua Hin Declaration on the Inauguration of the
ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR), High Level
Meeting menyetujui Terms of Referenceof the AICHR (TOR AICI*.)I2. Dalam TOR
tersebut disebutkan bahwa AICHR merupakan badan antarpemerintah dan merupakan
bagian integral dari strukhrr organisasi ASEAN yang bertujuan untuk menguatkan
perlindungan HAM di Asia Tenggaral3. AICHR merupakan badan konsultatif bagi
negara-negara anggota ASEAN dalam struktur ASEAN itu sendiri,4lcHR bertujuan
untukla: (l) To promote and protect human rights and fundamental freedoms of the
peoples of ASEAN; (2) To uphold the right of the peoples of ASEAN to live in peace,
dignity and prosperity; (3). To contribute to the realization of the purposes of ASEAN as
set out in the ASEAN Charter in order to promote stability and harmony in the region,
friendship and cooperation dmong ASzuN Member States, as well as the well-being,
livelihood, welfare and participation of ASEAN peoples in the ASEAN Community
building process; @). To promote human rights within the regional context, bearing in
mind national and regional particularities and mutual respect for dffirent historical,
cultural and religious backgrounds, and taking into account the balance between rights
and responsibilities; (5) To enhance regional cooperation with a view to
nlbid,lrlm. 10-15; bandingkan dengan Sjamsumar Dm dan Riswadi, KerlasamaASEA}[: Latar Belakang, Perkembangan dan Masa
Depan,Ghalialr,dal! 1995, trlm. 15-17 dan Marie Pangestu, op.cit,r7o.5, hlm. 363.loB.ca lebih tanjut Bagian Pendahuluan Piagam ASEAN; dan ASEAN,,4 nnual Report, Implementing the Roadmap for An -4SELY
C ommunity 20 I 5, 2009, hlm. 9-12.ttPusal 2 ayat 2 Qt dan i) yang menentukan bahwa ASEAN dan Negara-negara anggotanya wajib bertindak sesuai dengan pnnsrp
prinsip beriku! yaitu: (h). Berpegang teguh pada aturan hukum, tata pemerintahan yang bailq prinsip-prinsip demokrui &np"-"iirrt"hu, yang konstitusional; dan (i). Menghormati kebebasan fundamental dan perlindungan hak asasi musia &npemajuan keadilan sosial.
t'ioR ini berisi sembilan (9) area dan cakupan norma dan mekanisme bagi pelaksanaan tugas dari AICHR yang terdin dan o:.Jueo-
prinsip, badan konsultasi antar pemerinta[ mandat darl fungsi, komposisi, modalitas, peran dm fungsi Sekretariat ]endai r'"Sekretariat ASEAN, rencma kerja dan pendanaan serta ketentuan umum dan ketentum penutup. Lihat Heribertus Jake Tnlu"Tinjauan Yuridis Tentang Badan HAM ASEAN Dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia", Jumal Mimbor Huhtm 1A '-'3't
Volume 23, Nomor 3, Oktober 2011, hlm. 612'623.rlChapter 3 of theAICHRToRyangmenyatakan bahwaAICHR is an intergovernmentalbody and an mtegrai 2c4 ;:'E :-=:'\
organizational sfructure and it is a consultalive body.
"TheAICHR ToR Chapter 1.
3
complemennng nattonal md intennntonti e-7,1r1-i -,rt iitc aromotion and protection ofitttmatt righls; ctxl (6). fo upholci itilErruuurL). ru,rn-t, r,ghts slundar(ls as prescribed
b\' the [iniversal Declaration of Humnt Rtghts. tie i-:eruw )eclarotton and Programme
of Action, and international human nghts instrumenrs ro vfuch .4SEAN Member States
ore parttes.
Peran dan fungsi Badan HAM ASEAN (selanhutnra disebut sebagai AICHR)
dalam perlindungan HAM menimbulkan permasalahan hukum llegal problems), dan
tantangan (legal challanges) pada saat ini dan pada saat mendatang" Permasalahan dan
tantangan tersebut adalah: Pertama, meskipun tujuan dari AICHR adalah "to promote
and protect human rights and fundamental freedoms of the peoples "tetapi kewenangan
tersebutterbatas pada promosi dan belum mencakup aspek proteksi HAM kepada
individu atau kelompok individu di wilayah negara-negara anggota ASEANI6.
Mudahnya, kewenangan tersebut hanya akan samp ai pada tatatan pemerintah dalam
bentuk rekomendasi atau saran perbaikan yang bersifat tidak mengikatr7. Kenyataan ini
menjadikan AICHR hanya menjalankan mekanisme perlindungan HAM di bawah
standar perlindungan yang diakui dan berlaku secara internasionall8. Padahal, ToR
AICHR menentukan bahwa mekanisme dan standar tersebut harus sesuai dengan standar
'sHerib.rtusJakaTriyan4 "PoliticsandLawofHumanRtghtsinSoutheastAsia:ACiticalLegalAnalysis",PresentedattheShortCourse on Human Rights and Democracy in Southeast Asia for the ASEAN Diplomats, 24-25 Angttst 2009, Pusat Shrdi Sosial
. , .{sra Teaggara (PSSAT UGM)-Deplu RI, Yogyakarta llm.3-7.ttriyana op. ct t, rlo. ll, ttlm. 627-623.
" \,Ii"h.lle Staggs Kelsall, "The New ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights: Toothless Tiger or Tentative FirstStepz ", E ot,-*u s t C ent er, 2009, hlm. 2 -3.
'tl-ihut se-uo ketentuan norma dan mekanisme HAM terkait dengan standar-standar internasonal yang harus dilaksnakan olehnegara dalam melindungi dan menciptakan kondisi yang kondusifbagi efektivitas perlindungannya seperti dalam Human RightsCommrttee, General Comment 3, Pasal 2, pan l, Implementahon at the nattonal level (Thileenth sessioq 1981), Compilation ofGeneral Corrrments and General Recommendations Adopted by Human Rights Treaty Bodies, UN Doc. HR1/GEN/l/Rev.l at 4(1994); Ganeral Commenl Op.Ci! No. 5; Pasal I of the European Convention for the Protection of Human Rights andFundamentaLFreedoms 1957,4November 1950, berlaku 3 September 1953;213 UNTS 221; ETS 5, 1 EYB 316; Pasal 3 dan4Conventron ReLanng b the Status of Refugees 1957,28 July 1951, berlaki22 Apnl 1954, 189 LI\ITS 150; 1954 ATS 5; 1961NZTS 2; PreambLe of the Convention on lhe PoLitical Rtghts of Women; Yrrrrsip 7 of the Declaration on the Granting ofIndependence to CoLonral Countrtes and Peoples 1960, tiNGAe 14 Desember 1960, GA Res 1514, LINGAOR 15e Sess, SupiNo- 16, UN. Docs. .d'1684 (1961); Bagan I European Social Charter 1961, 18 October 1961, berlaku 26 February 1965, 529UNTS 89, ETS 35, 9 EYB247, Pasal 2 of thelnternationalConvention on theElimination ofAll Forms of RactalDiscrimtnahonI 966; Pasal 2 of the International Covenant on Economic, Soctal and Cultural Rights I 966, berlaht 3 Jmuary 1976; 993 IJNTS3, 1966 UNfYB 170, Pasal 2 of the International Covenant on Civil and Political Rtghts 1966, llhattheAmerican Convention onHuman Rights 1969,entqed into force 18 July 1978, 1114LrNTS 123; OASTSNo.36,9ILM673; Article2 of theConventionon the Elimtnatton ofAlL Forms of Dtscnminatton agaiilst Women 1979,berlakt:3 September 1981, l24g UNTS 13, 1989 IjKTS2, 19 ILM 33 lthatAfncan Charter onHuman and Peoples'Rights 1981 @anjul Charter), berlaku 2I October 1986, 2l ILM 59(1982); Pasal 4 of the Declaratton of the Elimination ofAll Forms of Intolerance and of Discrimination based on Religion andBelief l98l,LINGA,GARes36/55,UNGAOR356Sess,Supp.No.51,UNDoc. N36l5t (1981),21 ILM205 (1982);tthattheStracttsa PrinctpLes on the Llmttation and Derogation Provisions rn the Internatronal Covenant on Ctvtl and Polittcal Rights7987, UN Doc. E/CN.4/1984/4 (28 September 1984) 7 HRQ 3 (1985), Addtttonal Protocol to the American Convention onHuman Rtghts in the Area of Economtc, Social and Culntral Rights 19s& oAsTS No. 69, 28 ILM (1989); lihat pasal seluruhnyaConvention,4gainst Torture and Other Cruel Inhuman or Degradtng Treatment or Puntshment 1984,berlakl26 Juni f987, GARes 39146, IINGAOR, 39ft Sess, Supp. No. 51, UN Doc. af:ils r ltoaS;, 23 ILM t021; bandingkan dengm the Inter-AmericanConvention to Prevent and Punish Torture 1985, berlaku 28 Februari 1987, OASTS No. 67, OAS Doc. OEA,/SER. p, AG/DOC2023/85,25 ILM 519 (1985), Intemational Convention on the Suppression and Puntshment ofthe Crime ofApartherd,30November 1973, GA Res. 3068 CC<IID (1973), 1015 LINTS 246, 28 TINGAOR Supp(No. 30), LIN. Doc.A,{Res/3068 (1973), t3ILM 50 (1e74).
4
internasional seperti yang ditentukan dalam the [Jniversal Declaration of Human &grus
1918, d:u-t lhe L'ierrru Declarctlion and Programme of Actiortle.
Kedua, mekanisme pengambilan keputusan AICHR mengunakan pendekatan
konsensus dan bukan berdasar pada pembuatan keputusan riil dan kongkrit sena
mengikat dalam konteks advokasi dan adjudikasi terhadap isu-isu perlindungan HAM
yang terjadi atau sedang te4adi di wilayah negara-neg ara anggotaASEAN20. Keputusan
ini tidak memiliki akibat hukum secara langsung terhadap pemecahan masalah yang ada
dan membutuhkan wakh: yang amat lama untuk dilaksanakan. Dilain sisi, remedy atau
perbaikan keadaan perlindungan HAM bersifat segera dan bersifat menuntaskan
permasalahan yang dilandasi dengan acuan moralitas, ketertiban sosial dan
kesejahteraan masyarak at (southeast asian values)2r .
Ketiga, kekaburan nonna dan mekanisme hukum perlindungan HAM ASEAN
telah terjadi khususnya terhadap implementasi norma dan mekanisme HAM
internasional dan nasional yang telah ada dan berlaku dan menjadi kewajiban setiap
negara anggota ASEAN untuk melaksanakantrya. Kekaburan ini terletak pada tiga aspek
hukum, yaitu. (1) Ada tidaknya jaminan kepastian hukum bahwa kewenangan
perlindungan hukum yang ada dalam Piagam ASEAN adalah sebagai pelengkap dari
sistem norma dan mekanisme hukum nasional dan internasional dan bukan sebagai
duptikasi dari norma dan mekanisme yang telah ada22; (2). Ada tidaknya suatu panduan
kerja atau rule of engagemenr (RoE) yang dimiliki oleh AICHR terkait dengan upaya
diseminasi HAM yang menjadi domain dari lembaga HAM nasional di negara-negara
anggota ASEAN (national human rights institutions)(NHRl)23, dan (3). Ada tidaknya
mekanisme konsultasi dan koordinasi yang dimiliki oleh lembaga swadaya masyarakat
(LSM) yang bergerak dibidang perlindungan HAM terhadap AICHR terhadap rpaya
konsolidasi dan penguatan partisipasi masyarakat2a. Ketiga kekaburan norma dan
teChapter t (1.6) of theAICHR ToR.
'ochopter 6' (6'l)'of the AICHR ToR menyatakan bahwa "Decision Making in the AICHR shall be based on consuLtatton and
concenslts in accordance with Arttcle 20-of the AS[llN Charter. Arttcle 20 of the ASEAN Charter merrentttkan bahwa " (l). As a
bastc principle, decision-mahng tn ASEiN shall be based on consultation and concenctts; (2). Where concena)\ cannot be
achteied, tie ASE4N Summit mf,y decide how a spectfic dectston can be made; (3). Nothing in paragraps 1 and 2 of thts artrcle
shaLl aJfect the modes of decisioi mahng as contiined in the relevant ASEAN legal instnLments; and (4). tn the case of a sertas
breaci' of the Charter on non comphence, the matter shall be reffered to the ASE4N Summtt for deciston-tt Humrn iight. Co--iUee, General Comment 3, Pasal 2, para l, Implementation at the national level (Thirteenth session, i981).
Compilation of General Comments and General Recommendations Adopted by Human Rights Treaty Bodies' UN Doc'
TIRVGEN/1,R"r.I at 4 (1994); Pasal 29 ayat 2 of the Universal Declaration of Human Rights menentukan bahwa"in the exercise
t.f hrs jleedom and rights, nu"ryonn shallie subjected to such limttation determinedby law soLelyfor thepurpose of seanng ite:ecognttion and resp-ect for ti" ,rght, and freLdom of other and lustice of morahty, pubLic order and generaL welfare o-i rze
jemocrattc society" .
-(elsall, op. ctt, no.l6, p. 4.t-Jur selengkapnya daiam Yigen, et all, National Human Rights Insttttltions: Articles and Worlang Papers' The Dan::z l:t:;--.. ,{u.oi Rigits, Wilden Plada, Denmarh trlm- 44; Mortem Kjaerurrl Narron al Human Rtghts Insnnnon ImpLemetczl '-'t-=-:;:irs. Martinus Nijhoff Publisher, 2003, hlm. 24; dan Pacific Forum Secretariat, NationaL Human Rtghts insao'ccr: l::-'': :
:' :<e Pacrfic States, Pactfic Islands Fontm Secretarial. hlm. 2-10.';-:.:sll. Dp.ctt,to.16,p.4danSAPATaskForce(FORUM-ASIA),HidtngBehtndtheLimtts'2009.h1n1-j
5
mekanisme hukum ini berimbas pada mencuatnya kekaburan atau bias hukum
perlindungan IIAM oleh ASEAN pada saat ini dan pada masa yang akan datang2s.
Keempat, kemungkinan munculnya konflik hukum dan tumpang tindihnya
aturan hukum terkait dengan mekanisme perlindungan HAM oleh AICHR. Masalah ini
disebabkan oleh dua masalah mendasar yaittt26: (1) Tingkat kesesuaian aturan atau
norma (materi atau substansi) perlindungan HAM yang terdapat di level nasional dan
yang terdapat dilevel internasionil yang harus dijadikan acvan kerja AICHR; dan (2).
Kesesuaian aturan mengenai mekanisme atau prosedur perlindungan HAM yang
terdapat di level nasional dan internasional dalam mekanisme konsultasi dan diseminasi
oleh AICHR". Aplikasi norma dan mekanisme yang terd,apatdalam charter-based d,an
treaty based norms and mechanisms2s dan eksistensi norrna dan mekanisme
perlindungan HAM regional Eropa, Amerika dan dan Afrika akan digunakan sebagai
rujukan kritis untuk melihat kemungkinan munculnya tumpang tindih aturan dan
kewenangan perlindungan HAM yang dimiliki oleh AICHR kedalam sistem hukum
perlindungan di Negar a-negara anggotaAsEAN2e.
ASEAN pada prinsipnya mengadopsi secara filosofis semua norma dan
mekanisme perlindungan HAM yang telah ada. Piagam merujuk pada kesesuian dan
ketepatan hukum tersebut dalam konteks penemuan hukum noflna dan mekanisme
HAM regional30. Munculnya pola positif dalam Piagam ASEAN berkorelasi secira
dinamis dalam meningkatnya harapan hukum (tegat expectation) oleh masyarakat di
Asia Tenggara terhadap perbaikan kondisi penghormatan dan perlindungan HAM.
Harapan hukum ini muncul dalam aspek meningkatnya budaya hukum (legal culture);
sturuktur hukum (legal structure) dan substansi hukum (legal substance) perlindungan
HAM di Asia Tenggara. Akibat hukumnya adalah daya paksa hukum norma dan
mekanisme HAM ASEAN memperoleh justifikasi dan legitimasi legal, sosial dan
politik3l. Selanjutnya, akuntabilitas dan legitimasi norma dan mekanismeini harus
diterima di dalam sistem hukum nasional suatu negara anggotaASEAN32.
5Herib"rUs Jaka Triyana, op.cit. no. 11,625.
'ulbid,ht^ 639.2?Sripapha Sripraser! "The International Norms and Mechanism of Human Rights", Peper presented at the Workshop of the Asia-_
Pacific Curriqrlurq the Mahidol University, 9-12 Oktober 2009, Bangkok, htm. 7.28Henry J. Steiner and Philip Alston, op.iit, no- l, h1m 779-78O a"" Sn ut Joseph, Jenny Schultz and Melissa Castan, ZheInternational Convenant on Civil and Political Rights: Cases, Materials and Commentary, Olitrord, 2000, tlm. 66 dan74.2eSripapha
Sripras efi. op. cit, no. 26, hlm. 7 -9.
'oMertokusumo, S., 1996, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty yogyakarta hlm. 3-5."To--y Koh dan Rosario G ly{anale, The Making o/ the ASEAN Charter, World Scientifrc publishing 2009, hkn. 117; dan
ASEAN, ,4S84ff Masterplan 2020, ASEAN, 2008, hlm. 26.lzl-ihat penundukan dan pelaksanaan kewajibaa hukum intemasional kedalam sistem hukum nasional dalam F. Sugeng Istanto,
Huhtm Internasional, Penerbilan Universitas Atmajaya Yogyakartz, 1994, hlm- 45; Malcolm N. Shaw, Internationit Liw, q6ed,,
1997, hlm. 452'456; Cristopher L. Blakesley, *Extaterritorial Jurisdiction", dalam MC. Bassiouni, *International Criminal Law
6
Namun demikian, keempat kecenderungan di atas membuka peluang dan aia;
memperiemah sisiem perlindungan FIAM dalarn kerangka ASEAN, khususnya 'iiriirni
tahap implementasi atau dalam tahap pelaksanaanya'3. Pola negatif ini mereduksi secara
sistemik paham Positivist yang mengedepankan tercapainya trisula cita hukum
perlindungan HAM yaitu adanya kepastian hukum (legal rationale), kemanfaatan
hukum (legal usage) dan keadilan hukum (legat justicel3a. Pola negatif tersebut dapat
diindikasikan melalui munculnya lima kemungkinan hukum dalam implementasi
perlindungan F{AM dalam Piagam ASEAN, yaitu: (1). adanya kesenjangan antata dns
sollen dan das sein (teon dengan praktek) ditinjau dari kerangka analisis kedalaman
filosofisny a; (2). kemungkinan terjadinya kekosongan hukum (legal lacunae atau
leemten in het recht) dalam hubungannya dengan norna dan mekanisme perlindungan
HAM di level nasional; (3). kekaburan norrna hukum atau bias dan deviasi norma
hukum (vege normen) dalam hubungannya dengan norma dan mekanisme perlindungan
HAM internasional; (4) kemungkinan tumpang tindihnya aturan hukum (legal
overlapping); dan (5). munculnya konflik norma hukum (conJlict of rules)3s .
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan pokok dalam artikel ini dirumuskan
sebagai berikut, yaitu: "Apakah implementasi perlindungan HAM oleh ASEAN
mampu berperan dan berfungsi secara positif dan mendukung peningkatan budaya
hukum, struktur, dan isi hukum dari Negara-negara anggota ASEAN di Asia Tenggara
sesuai dengan tujuan dibentuknya ASEAN?". Paper ini akan mengkaji secara mendalam
dan kritis mengenai tiga aspek hukum yang menentukan peran dan fungsi ASEAN
dalam perlindungan HAM, yaitu. (1). Kedalaman kajian pada aspek filosofis terhadap
asas, tujuan dan prinsip perlindungan HAM dalam Piagam ASEAN; (2). identifikasi
faktor-faktor hukum yang menyebabkan munculnya permasalahan dan tantangan
pemajuan perlindungan HAM di Asia Tenggara sebagai dasar pijakan penyusunan
strategi advokasi dan adjudikasi perlindungan HAM kedepan; dan (3). kajian aspek
hukum mengenai langkah-langkah perbaikan atau solusi atas permasalahan dan
rantangan kedepan yang mungkin bisa dikembangkan dalam meningkatkan efektifitas
perlindungan HAM di Asia Tenggara dalam kerangka kerja Piagam ASEAN.
procedure,,, 1986, him. l; L. Henkin, R Pugb O. Schachter and H. Smith International Law tn Theory and Practice,2nd ed'
1987. hlm. 820-825.t \Ii"h"lle Staggs Ketsail, op.ctt, flo. 16, hlm. 2-3.' Uartrn Kryg;, ..Critical Legal Studies and Social Theory", OxordJournal of Legal Studtes, Volume 7, No-1, 1987, Mrgolrs ucS Laurence, ..Concepts", 'the
Stamford Ensyclopedra of PhiLosophy,2006; Mertokusumo, S, Penemuan Huhtm )::-:'?zngantar, Liberty Yogyak*t+ 1197S6; Korner,"Deductive Unifrcation and ldealisation", the British Socrety for Phia|:::-' :'lc:ince, Vohtme 63, No. 20, l96j dan Rala{o, S, Btarkan Hulatm Mengatir, Catatan Kritis Tentang Pergulatan '\'!tr^::: ::':rlzu, Penerbitan Buku Kompas, 2000.
.l:rahim R Status Hukum lnternasional dan Pedanjian Internasional di Dalam HukumNasional (Permasalahan Teon i:: ?::i'::r:
:.:pEr 2009.
7
li. Landasan Konsep Dan Teori Perlindungan IIAM
Teori Efektifitas Perlindungan HAM, Teori Fungsi Sosial HAM serta konsep
kedaulatan Negara akan digunakan sebagai landasan arggmentasi dan telaah kritis
dalam paper ini. Teori adalah analisis hubungan anl3r fa)da dan dipahami sebagai
sebuah bangunan atau sistem yang terstrukur dari sekumpulan ide, gagasan' atau
pemikiran yang berfungsi untuk menerangkan terjadinya sesuatu atau mengapa sesuatu
itu ada yang dikemukan oleh seorang atau beberapa ahli dibidangnya36 Dalam studi
hukum HAMI, teori adalah sekumpulan ide, gagasan atau pemikiran mengenai apa itu
HAM dan mengapa HAM itu ada dan perlu dipertahankan oleh masyarakat
internasional dan/atat oleh organisasi internasional3T Teori didasari oleh suatu
pernyataan-pernyataan umum tentang suatu kebenaran-kebefiaratT tertentu (konsep)
dalam hubungan antarasubyek hukum HAM dari berbagai sudut pandang pemahaman
baik realis, naturalis, positivis maupun sosiologis yang membenarkan adanya keharusan
moralitas hukum untuk berbuat (righfnous and entitlement), atau tidak berbuat dan
memberikan larangan atau perken an yafig bisa dipertahankan oleh kekuasaan eksternal
yang memaksa'8.
Dalam kaitannya dengan perlindungan HAM, fungsi aturan perlindungan HAM
dapat dipahami kontekstualitasnya melalui pengertian dalam Teori Fungsi Sosial HAM
yang dikemukakan oleh Phillip Allot (the Social Function of International Human
Rights Law Theory)3e. Teori ini memandang bahwa hukum HAMI adalah sebuah sistem
hukum yang terbentuk dan berkembang dari, ke dan untuk masyarakat internasional'
dalam suatu masy arakal internasional yang terbentuk dari masyarakat nasional tanpa
memandang perbedaan suku, agama dan ras untuk mewujudkan kepentingan bersama
umat manusia berdasarkan prinsip-prinsip dasar hukum FlAlvfla0 Untuk Negara-negara
anggora ASEA-\. Teori ini berkorelasi dan bermanfaat pada ditemukannya pola untuk
memetakan permasalahan, tantangan sekaligus kesempatan dalam upaya perlindungan
HAM kedepan+r
16 A.S. Homby,Oy'ordAdvanced Learter's Drctrcnary' Sixth Edition' 2000' hlm ll-16'r7 Humm Rights Commrttee, Genral Coment 3, Artrcle i, p*, l,' npU.entatian et the national level [lttrteenth session' 1981)'
comprlation of General comments :nd General R."o.-.nd"t'ons \dopterl b}' Human fughts Treaty Bodies' LrN Doc'
,- H#":*Y1ffi;,:,":.fut1'^?3; or rheoq, or rntemarionat Law". .\:orihves tern SchooL of Law, 2004 dan Donnellv' op crt' no 2'
,r#frrx. Allot, .,The concept of Intemationar Ltw,.. r 0 Europan Jottmai of inremarionaL Law, rggg, hlm. 31-50.
il'rjl{o"*. Jaka Triyana, "polttics and. Law or .::.man Rights m Southeast l:;c ) CrtttcaL LegaLAnalysis"' Presented at the Short
Course on Human Rights and Democracy in Soulheast isit fot the ASE-$ Drpiomats' z4-25 august 2010' Pusat Shrdi Sosial
Asra Tenggara (PSSAT UGM)-Deplu RI, Yoglal:rta8
I
i
I
t
I
)
1
I
I
I
Disamping Teori tersebut di atas, konsep Kedaulatan Negara menjadi kera;-lt:
pemaharnan untuk menemukan beberapa alasan hukum mengenai zuti pcnting FL{\i
dalam kerjasama ASEAN, yaitu: (1). alasan-alasan hukum mengapa Negara adalah
pihak utama yang memiliki kewajiban perlindungan HAM dan memi[ki supremasi
terhadap pemajuan dan perlindungan HAM terhadap masyarakatnya dibanding dengan
organisasi regional seperti ASEAN dan masyarakat internasionala2; dan (2)
persinggungan kedaulatan dalam upayaperlindungan HAM telah mengubah paradigma
kedaulatan negara dari Mashab Westphalia ke Mashab Hobessianat yung dapat
digunakan untuk menginterprestasikan cakupan, sifat dan area prinsip-prinsip
perlindungan FIAM yang adadalam Piagam ASEAN secara praktis dan implementatif.
Menurut Mashab Westhalia, kedaulatan Negara adalah kekuasaan tertinggi yang
merdeka dari pengaruh kekuasaan lain yang dimiliki oleh Negara untuk mengakui,
memajukan, melindungi dan melaksanakan ketentuan norrna HAM di wilayah
negaranya dan di yurisdiksinyaoo. Yurisdiksi adalah kekuasaan suatu negara untuk
membuat hukum tentang perlindungan HAM yang berlaku terhadap orang, benda atau
perbuatan-perbuatan (yurisdiksi legislatif); kekuasaan negara terhadap orang, perbuatan
atau benda didalam proses peradilan HAM (yurisdiksi adjudikasi); atau kekuasaan
11egara untuk memaksakan berlakunya kewajiban perlindungan HAM dan dipatuhinya
ketentuan hukum dan penghukuman bagi pelanggalrarir terhadap ketentuan-ketentuan
HAM tersebut (yurisdiksi penegakan hukum)a5.
,,Kristen Hessler, "State Soverignty as an Obstacle to International Criminal Law" dalam Larry May darl Zachaq Hoskins,
Internattonal CrtminaL Law And Philosophy, Cambridge University Press, 2010, hlm 39-57.
'3 Mashab Westphalia memandang kedaulatan Negara sebagai sebuah cikal bakal munculnya Negara karena'Negara terbentuk di
suatu wilayah atau tentori tertLtu sehingga otorit s naiional memiliki kapasitas hukum untuk membua! melaksanakm dan
memaksakan berlakgnya hukum tersebut di wilayahnya itu terhadap orang benda dan perbuatan hukum yang ada- Mashab rm
menciptakan beberapa asas dasar dalam hukum intemasional yaitu asas non intervensi dan asas kesa"maan atau kesedarajatan
dalam hubungan antar Negara yang diadopsi dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bmgsa (PBB).Mashab Wetphaiia ini muncul
ketika pada Lhun 1648 Jit""i"tu"g-i Pirlanjian P"rdamaiun Westphalia antara Kaisar Suci Roma dengar Raja Keraiam
perancis yang berisi 128 Pasal yang puda rrlinya mengakui Bahwa Kaisar memiliki kedaulatan penuh terhadap wilayalnya
sebagai sebuir konsep kadaulatan nelgara berdasrkat adigium c14us regio elus religio (Agama pengu:Na adalah agama wilayah
p"rfr^n itu). Selain itu, Mashab ini temiliki ciri bukan sebagai sebuah penjabaran atas prinsip keadilan Q:rinctples of lusttce)'
o*rr, -*pukr1 pengejawantahan darr definisi prerogatif suatu negara (penguasa) berdaulat dan bagalmana menjamrr
diplomasi diantara para pengu:uia berdaulat tersebut dalam melaksanakan kedaulatan dalam negerinya terkait dengan ormg-
prbuatan dan periiiwa trt - yu.rg muncul dalam hubungan bilateral atau multilateral. Lihat Jhon H- Jackson "Soverelgnry'-
i,{od"-, A New Approach to arOuidated Concept', 97 American Journal of International Law, 2003, hlm. 786'787 - dan -{llmBuchanann" "Rawl's Law of People: Rules for a VanishedWestphalian Wort{ 11J Ethics, 2004, hlm. 35-66; Stehpen l"rasn*
sovereignty: organrzed Hypocnsy, Princeton Umversity Press, 1999, hlm. 20. sedangkm Mashab Hobbessim vu:drkembtgkan oGn p"-iti.- Thomas Hobbes, Immuel Kmt dan Hans Kelsen memandang kedaulataa Negara sebagar sebu::
bentuk kontrol relatifdari suatu Negara berdaulat terhadap warganegar:mya dan memberikanjustifrkasi kekuasaan eksterna'l ba3:
terciptmya dan terpeliharanya terttb dan stabilitas sosial terhadap individu atau populasi yang ada di wilayah suaru \esr:berdaulat itu sendiri. Llhat Larry May, Crimes ARatnst Humamty: A NormativeAccount, Cambidge University Press- lot: j. r:9; Hms Kelsen, princrples of intemaaonaL Lai, 2"ded 1966, hlm. 180; Lyal Srnga. IndivtduaL ResponsfithN ln 'rt€.::
:tP -Law for Sertous Humai Rigits Violations,1992, hlm.140-141; lihatjuga P. Reuter, Droil InternationaL Pubhc. 1933 h1a :i: -
pritchard- "The Internationut fulitit".y Tnbunal for the Far East and Its Contemporary Resonmces", 149 Mrltan Lc'" "-':t '
-:1995, hlm. 33.
- Huala Adolf*4 spek-Aspek Negara Dalam Hlhtm Internastonal, PT Rajagrafindo Persada, Jakart41990, hlm'7
'tF il;;g Uiio, Uuku^ Inlernasional,hlm. 45; Malcolm N. Shaw, international Law,4med, 1997. h1m. 1i:--{)5' -:-'--:'rr:<Blak;slt, '.Extraterritorial Jr-risdiction", dalam MC. Bassiouni, Internattonal Cnmrnal Law Procedure- 1935 i-i= : 5 :R pugh,'O Schachter and H- Smith, Internatronal Law in Theory and Practice,2"d ed, 1987, hlm. 810-815
9
f.
t
7
I
I
:
+
Arti penting Mashab ini adalah diterimanya prinsip "the exhaustion of local
retrrctlics", yaitu prinsip dasau perlindungan IIAM oleh Negara yang mengutamakau
pengunaan noffna dan mekanisme perlindungan HAM nasional Qtrimacy) sebelum
mengunakan norma dan mekanisme yang terdapat dalam sistem perlindungan regional
dan internasionala6. Piagam ASEAN secara jelas mengadopsi Mashab kedaulatan
Negara westphalia kedalam beberapa prinsip-prinsip dasarnya, yaitu: (a)' menghormati
kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas nasional seluruh
Negara-Negara Anggota ASEAN; (b). tidak mencampuri urusan dalam negeri Negara-
Negara Anggota ASEAN, (c). menghormati hak setiap Negara Anggota untuk menjaga
eksistensi nasionalnya bebas dari campu r langan eksternal, subversi' dan paksaan; (d)
menghormati kebebasan fundamental, pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia'
dan pemajuan keadilan sosial; (e). menjunjung tinggi Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa dan hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional' yang
disetujui oleh Negara-Negara Anggota ASEAN, (0' tidak turut serta dalam kebijakan
atau kegiat an apapun, termasuk penggunaan wilayahnya, yang dilakukan oleh Negara
Anggota ASEAN atau Negara non-ASEAN atau subyek non-negara mana pun' yang
mengancam kedaulatan, integritas wilayah atau stabilitas politik dan ekonomi Negara-
Negara Anggota ASEAN47.
Mashab Hobbesian berperan besar dalam meredefinisi ulang kedaulatan Negara
sebagai sebuah relativitas sosial dalam kehidupan bersama umat manusia' Ia berperan
sebagai dasar munculnya doktrin intervensi kemanusi aan (humanitarian intervention)48 '
penerimaan pelanggaran HAM berat sebagai sebuah bentuk ancaman terhadap
keamanan dan perdamaian internasionalae, berkembangnya asas responsibility to protect
(R2p),0 dan diterimanya paham kedaulatan Negara sebagai sebuah tanggung jawab
(sovereignn as responsibilityl5t dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM
Mashab ini .1uga digunakan dan diambil sebagai salah satu prinsip dasar ASEAN
khususnya sebagai prinsip dasar terpenting AICHR sebagai badan yang memiliki
'u The United Nations Human fughts' Office for the Fligh Commissioner on Human
Rights Strategic Management PLan )008-2009' hlm l-5'fughts, Ihe Hrgh Commissioner on Human
i{ti:,:;n"#ifl; "
Keohane, :ittmanttartan lnterventton, EthtcaL, Legat and PoLtrtcaL DtLLemas, cambridge Universitv
Press, 2003.*' SC R"s, op.cit, no- 31 dan SC Res, op crl' no 32 tentang pembenh:kur ICTY dan ICTR'
,o The Asin pacific center fbr R2p, The Rz",onsbililt t'o protect m Southeast '4sra, Januul' 2009, hlm 6 yang dielaborasikan
dengm beberapa p"*rtoo. a-, e. Cheng Custom: ,,,"i"*t" "f C"neral State Practice m Di'ded Wortd" dalam R. Macdonald
dm D. Johnston (editor), lhe S*ttcturelnd ?'ccess of InternatmtonaL Law. Essay n LegaL Philosophy' Doctrine and Theory'
Dordrecht, Marttnus NrjhoffPublisher, 198i hlm : lltt:ittotrgrlf" and Robert o Keohane, op'at' na 1- hlm -15-67
10
yurisdiksi pelengkap dari yurisdiksi hukum nasional negara-negara anggota ASEAN
dalam menjalankan peran dan fungsinya52.
Dengan demikian, adopsi dan eksistensi prinsip kedaulatan negara dalam
Piagam ASEAN merupakan bukti empiris yang pertama kali dalam sebuah kawasan
negara-negara dan menjadi jalan tengah atau mashab baru tentang Paham kedaulatan
Negara di Asia Tenggara. Adopsi ini membuat Mashab baru yaitu Mashab Quasi
Westhpalia dan Hobessian dalam studi hukum internasional (HI) umumnya dan FIAMI
pada khususnya. Mashab ini menekankan arti penting yurisdiksi negara berdaulat
sebagai forum utama (primary forum) perlindungan HAM.Jika forum utama tersebut
secara nyata tidak mau dan tidak mampu serta secara nyata dan sungguh-sungguh
menciptakan peluang perlindungan HAM yang efektif, maka yurisdiksi regional
ASEAN dan internasional berlaku terhadap proses tersebut (the last resort forum)s3 .
Pandangan ini merubah paradigma kemutlakan kedaulatan negara menjadi
keutamaan kedaulatan Negara berdasarkan pada rasio pencapaian ketertiban masyarakat
rnternasional dan pencegahan terhadap kerusakan terhadap nilai kemanusian itu
sendiri.Dengan demikian, paham ini memiliki orientasi koordinatif dan bukan
subordinatif antara masyarakat internasional dengan Kedaulatan suatu Negara Akibat
hukumnya adalah prinsip kedaulatan negara dalam Piagam ASEAN harus dimaknai
sebagai sebuah prinsip yang menpengisi kekosongan hukum (filler gqps) antara
kedaulatan negara dengan kedaulatan masyarakat internasional dalam perlindungan
I{AM54.
III. Cakupan, Sifat, dan Eksistensi Asas dan Prinsip Dasar Perlindungan HAM
dalam Piagam ASEAN Sebagai Dasar Hukum Perlindangan HAM
Upaya perlindungan HAM mencakup tiga elemen utama bagi eksistensi manusia
dalam konteks bernegara dan bermasyarakat yaitu adanya jaminan dan perlindungan
hukum atas integritas manusi a (human integrity), kebebasan (freedom) dan kesamaan
(equality)ss. Negara adalah pihak utama dalam upaya tersebut, khususnya untuk
mengakui, mengatur, menghormati, memajukan dan melindungi HAM diseluruh sendi-
t'The AICHR ToR, Chapter I (1.5) .rzn4 meneourkan bahwa "ro enhance regional cooperation with a view to complementinq
national and interilational eforts on the promofion and protection of human rights"; and Chapter 2 (2.3) yang menentukan
bahwa "recognition that the pimary resrynsbilty to promote and protect human rights and fundamental /leedoms rests with
each Member State".t'Moham"d El Zetdy, The Princrple of Compizmentanty in International Criminal Law, Origtns, Deleopment and Practice,
Martinus NijhoffPublisher, 269$, hlm 5-152to Jann K. Kleffner, "The Impact of Conrplementanty on Natronal Implementation of Substantive International Criminal l-aw,
J ournal of Internati onal Criminal Ju stt ce, rbL. 1 . 20O ;, hlm t 07- 1 I 055M Santos Pais, "A Human Rights Concepo:al Framework for Children's R.rght.", WICEF Innovative Essay No.9,hkn-12.
11
Sendi penyelenggaraan n"ga.utu. Sebagai sebuah contoh, dalam sistem hukum nasional
Ildonesia, Pasal 71 Undang-Unclang Nomor 39 tarhun 1999 lentang Hak Asasi Manusia
mewajibkan negara untuk melaksanakan kewajiban hukum yang timbul dalam
perlindungan HAM sesuai dengan tiga elemen hukum tersebut secara efektif dan
efisien5T.
Terpenuhinya ketersediaan (availibility), kesempatan memperoleh
(accessability) yang meningkatkan penerimaan (acceptability) dan penyesuaian
(adaptability) masyarakat terhadap upaya perlindungan HAM berdasarkan kondisi
negara senyatanya5s adalah pengejawantahan rasio kesesuaian dan ketepatan
perlindungan HAM itu sendiri. Rasio ini dapat digunakan untuk mengukur efektivitas
implementasi hukum mengenai asas dan prinsip dasar perlindungan HAM yang ada
dalam piagam ASEAN Selain itu, efektifitas tersebut tentu ditujukan pada
implementasi oleh negara-neg ara anggota ASEAN itu sendiri. Dasarnya adalah pada
"...comiltment to act in accordance with the obiect and purpose of the human rights
norms achieving visible and meaningful results and creating a cultural and social
context where human rights can be respected and experienced"se.Penghormatan
masyarakat ASEAN terhadap HAM dalam theASEAN Charter terlihat dari pembukaan
dan beberapa Pasal di dalamny a yang memmuskan Asas Pelengkap ASEAN sebagai
asas utama terhadap pengutaaam yuridiksi nasional (the complementarity norm) dan
prinsip kedaulatan negara (State Sovereignty) sebagai prinsip dasar dalam hubungan
arfiara sesama anggota ASEAN60.
Secara umum, eksistensi Asas Pelengkap ASEAN masih menimbulkan
perdebatan baik dikalangan akademisi maupun praktisi dalam perdebatan klasik dalam
ranah studi I{AMI dan hukum pidana internasional (}PDu' Eksistensi Asas ini
bermuara pada ketidakjelasan status hukumnya, apakah ia merupakan salah satu prinsip
hukum umum yang diterima sebagai salah satu sumber hukum internasional sehingga
56., r r rtDta ntfr:1.5'H"rib"rhrs Jaka Tn1'ana- -'\oma Jm \{ekmsme H-{\{
Banten, Banten, 5-8 September lull. h1m 1 l-llstcommitte. on Economrc- Socril md Culturel fughts
Elc.l2ll999ll0, CESCR. 8 December 1999- pra I
di Indonesia". Bahan Penataran Pelatihm HAM bagi Guru se Provinsi
General Comment 13, The Right to EdtLcatton (A'rt l3), 08112199,
sePais,op.ctt, no.54, hlm. 2L6opembukam,4SE4 N Charter mencantumkm pengakuan asas pelengkap dan prisnip kedaulataa negara dalam beberapa ketentuan
seperti pada bagian Mukadimah )arg -.r"rtrkl bahsqa: ';adheing to thi principles of democracy, the rule of law and good
goyernance, respect Jbr and prot'ecttJn oi human rtghts and ftmdamental freedoms'; Pasal I butir ke-7 yang menentukan salah
iatu tujuan ASEAN, yaitu: "/o strengthen democracy, enhanie good govemanve and the rule of law, and to promote' and protect
human rrghts andfundamentaLJieedoms. wtth due regard to thJrrghttrnd responsibtLtties of theMember States of ASEAN":Pasal
Z ayat2 (l)yai1t.. "respect for ftndamentat Jreedomi, the promotin and protection of httman rights' and the ptomotion of social
justice". Pasal 14 menetapkan bahwa "rn conformrty ,rih th" pr,rporni and prinaples of the ASEAN Charter relating to the
promotion and protectton ofhuman rtghrs and liLnda^entoL ile"iomi, ASEAN shaLl establish an ASE4N human rtghts body'
u, Sabthai Rossme, ..poor Dr"aftrng andLpertnct Organizatiln: Flaws to Overcome in the Rome Statute ", 11 Vrrgrnia Journal of
Internattonal Law,2ooO,hlrn. 164-185 dan \1. )iewton, "Comprati.ve Complementarity: Domestic Jurisdiction Consistent w1th
the Rome statute of the International criminal Corrt". 167 Military Law Revtew, 2000, hlm. 20-70'
72
I
I
i
I
s
a
a
a
5
tl
n
m
ri
n
n
bisa menjadi salah satu sumber hukum utama bagi HAiv{I dan F{PI ataukah :;'13''*'-
pertanyaan inilah yang inenyebabka[ Asas ini masih belurn jelas diaplikasikan uici'
negara-negara, khususnya terhadap pengutamaan (primacy) yurisdiksi hukum nasio nal
dalam perlindungan HAM63. Namun demikian, banyak kalangan dan praktek keyakinan
Negara seperti Cina menilai bahwa asas ini merupakan salah satu asas pedoman dasar
yang paling penting (the most important guiding principle) dalam implementasi
penegakkan hukum HAM seperti yang terdapat dalam Statuta Roma6o' Seyampang
dalam pelaksanaannya, Broomhall dan Kleffner juga berargumentasi bahwa Asas
pelengkap ini merupakan penghubung kebuntu an (filter gaps) arflara dua sistem hukum'
yaitu sistem HAMI regional dan internasional dengan sistem hukum I{AM nasional'
Sebagai sebuah penghubung kebuntuan, Asas iniberperan dalam membentuk
pengutamaan sistem penegakkan hukum dilevel nasional yang harus dilaksanakan
sesuai dengan standar-standar dalam HPI dan ketentuan HAMI65.
Black mendefinisikan asas hukum sebagai "'a fundamental truth or doctrine' as
of taw; a comprehensive rule or doctrine which furnishes a basis or origin for others; a
settled rule of action, procedure, or legal determination" atat- suatu kaidah kebenaran
pokok atau sebagai sebuah norrna hukum; keseluruhan aturan atau norma yang menjadi
dasar pembenar terhadap pembentukan norma atau kaidah yang lainnya; sebuah
peraturan yang pasti untuk melakukan perbuatan hukum, tata cata atau pencapaian
terhadap suatu tujuan-tujuan hukum66. Dengan demikian, asas hukum berfungsi sebagai
dasar pembenar terhadap proses pembentukan dan pelaksanaan suatu ketentuan hukum
yang berlaku dalam masayarakat internasional dan pada masyarakat di suatu negara
yang berd atlat67. Asas hukum memiliki dimensi luas dalam artian sebagai sebuah
CourtversustheICC,,,dalamAltonroCassesse,PaulaGaetaaldJ,Jones(Eds)'The
Rome Statute oy the Iniematrinal Criminal C^r,t, i-io*^)ntary' oxlord University Press' 2002' hlm 667-686 dan Ruth B'
phillips, "The lnternatronJ cri-rr"t Court Statute: J,risdiction ani Admissibilrty"' l0 C,mmaL Law Forum' 1999' hlm 79'
u.Kleffn"r, op.ctt, lo.s:, hr-.s6 dun pasul 3g statuta rrr"r,t""rrtr Internasional. The Court whose functions is to decide cases shall
use, i.e, international conventions, international ."""--tii"*, g"ne'al pnnciples of law practice by Nations lihat dalam Ilias
Bantekas and Susan Nash , InternattonaL CrtmtnaL Law,rrr,.a girtio", Routladge-cavendish 2003'h1m 5-6'
* statuta Roma- Rone statute of the IntemationaL Crrminal Court, opened for signahre l7 July 1998, 37 ILM 999' berlaku efektif
mulai tanggal I Juri zooi aui ut ut ulasm mendalam dalam Kirs&, Phillip' "Keynote Address"' i 2 Cornell lnternatronaL Law
1999, padaedisi ini CILJ mendedikasikan tulisarmya *-*g""- t"g"ln *p"k nl"'gtnt tCC termasuk pnnsip-pnnsip dasar yang
berlaku dalam Stah-rta Roma; Lihat pernyataa, dr. H.t.ili*g dr*grryr. Kepia Delegasi cina pada Konferensi Roma dan
Wakil Meneteri Luar Negeri Cina ymg -"ryrt t* buh*a; "*.
Seba-gai salah satu p"dloma' prinsip utama" asas pelengkap
Mahkamah harus direfleksikm dalam semua substansi aturan hukum dalam Stahrta. Mahkamah juga harus menjalankan tugas dan
fungsinya sesuai dengan ketenhran asas ini secra 1;;; d*, tegas. Mahkamah, harus menjalankan yurisdiksinya berdasarkan
kesepakatan negara-negara yallg terkena p"rurtut n M"a*rkumuh i- Mahkamah harus menghindari yurisdiksinya ketika Negara
tersebut sedang atau t;lah melakukaa upaya penyelidikan dan penuntutan atau negara larn tetah melakuknnya' Dalam Lijun
yang, Lijun V-g, "tfo the Principte oiComplementanty in the Rome Stan-rte oithe Intemational Criminal Cotrt"' Chinese
,,#:k.t:;':,:;;:::"\\:"1:"il;)ir'#"it#"13i,r,, "rhe rnternatronar criminar court: A checkrist ror Nationar
lmplementatron,, dalam M.c. Bassiouni -a g.ooJdl, icc'Ratification md National Implementrng Legislation' I 3 Nauvelles
Etud.es Penales,1999, trlm 67-68'
'--Black., H.C., Black's fat b'""onory'6e ed ' St Paul: West Publishing Co' 1990'
t- .\ulis Aroro, E ssay on Docrrtnal Study of Laws' Spnnger' 'o
t 'i_l-'
I 19-121'
n
n
li
p
a
tn
'dh
LI
zl
e
,h
presklipsi hukum: baik sebagai sebuah perintah, larangan atau perkenan, kompetensi
hukum cian sebuah definisi hukumo* sehingga prinsip hukum adalah salah satu
pengertian dari asas hukum tersebut6e.
Dalam studi HI, HAMI dan HPI, ketentuan Pasal 38 Paragraph (t) (c) Statuta
Mahkamah Internasional (MI) menentukan bahwa asas-asas hukum umum yang diakui
oleh masyarakat adalah salah satu sumber hukum internasional. Asas tersebutdigunakan
untuk menyelesaikan konflik drantaxa subyek hukum internasional, justifikasi
pembenar (legal lusttfication), sarana interprestasi hukum (tegal tools of interpretation)
dan alasan hukum (legal reasoning)'0. Asus-asas tersebut supaya dapat digunakan
sebagai salah satu sumber hukum internasional harus memenuhi beberapa
kriteriahukum sebagai berikut, yaitu7l. (1). Asas-asas tersebut adalah bagian dari hukum
internasional itu sendiri; (2). Keberadaannya adalah mandiri; (3) Mereka membantu
hakim untuk berkreasi dalam menemukan hukum; (4). Keberadaanya sangatlah penting
dalam sistem hukum yang bersangkutan; (5). Aspek filosofisnya merupakan cakupan
dasar dalam asas tersebut; dan (6). Mereka memiliki fungsi dasar sebagar "re'sertoir"
atau tempat diketemukannya rasionalitas suatu aturan hukumT2
Asas pelengkap Piagam ASEAN secara substantif memenuhi keenam kriteria
hukum tersebut di atas, yaitu: (1). Asas tersebut adalahbagian dari hukum internasional
itu sendiri yang telah dipraktekkan dalam hukum internasionall3; (2)' Keberadaanya
adalah mandiri karena Asas ini telah diatur dalam ketentuan-ketentuan khusus yang
menjadi dasar hukum dalam perjanjian internasional HAM seperti termaktup dalam the
London Agreement'|, Tolq,o Charrer1s, Statute of the International Criminal tribunal for
Former yugoslavia (ICTY)76 dan Statut a the International Criminal tribunal for
Rwanda (ICTR)77; (3). Asas Pelengkap ini membantu hakim untuk berkreasi dan
menemukan hukum khususnya terhadap aplikasi keaslian penuntutan pelaku
urIb,d,hlm. 122.u'1Drd; bundingkar dengm Sprnezi, Mri4 AncrLla 1uns,2007, htm. 66 dan Mochtar Mochtr Kusumatmadja' Pengantar Hukum
InternastonaL, Alumru, Bmdung, 2003, hlm.148; dm Sam Suhaedi Atmawiia' Pengantar Hulatm Internasronal' A\tm]Ilt'
Bandung, 1968, hlm.58.,o Im Brownl,ie, PrtnctpLes of' Pubhc InternattonaL Law, 46 ed,1990, hlm. 3; Malcholm N Shaw. InternattonaL Law' 3'd e4 1991'
hlm59;GMDanilenko, Lawmakng-MakingrnthelnternattonalCommuntty(1993).hlm.'79,g8-l}2,MartinDixon,TextbookonInterntional Law, hlm2I-28, Martin Dixon and Robert McCorquodale, Cai's and Matenal on InternattonaL Law' 2il ed' 1991'
11m26-43 dan D,Amato, ..Thrashing Customary Interntional Law", 8] Amertcan JoutnaL of International Law'1981, hlm- 101
,,Ur.lu Spi.r"ri, op.cit, no.68, hlm. 69-dm Massimo La Torre, Law and Institutrors, Springer, 2009' hlm 6lT2spinezi, tbtd, blm 67.,. Mohamed El Zeidy, The pnncipLe of CompLementarity in IntemationaL Cnmtnal Law, ortgrns, Deleopment and Ptactrce'
Martinus NijhoffPublisher, 2008, trlm. 5-152,oThe NtLremberg Charter: Charter of Internatronal Mihtary TrtbtLnaL, 32 LNTS 279. Voi 82. (entered into force 8 Augrst 1945)
(London 8 August 1945).i5The International MiLttary TribunaL for the Far East, Proclaimed at Tok.vo, l9 January 1946, TLAS i589 (entered rnto force with
respect to United States 26 Aprll 1946-
'uSC Rr, 8 27 lMay 2 5, I 99 3 ), t'D't D oc S/ 2 5 7 04 (M av 3, I 99 3 ), 3 II-\\''I I I 5 9.
"SC R"s 955 ({ovember 8, 1994), t}N Doc S/1991/140'
14
pelanggaran HAM berat seperti dalam praktek Mahkamah Pidana Internsional IVPI)berdasarkan Pasal 18 dan 19 Statuta Roma, (4). Keberadaannya sangatlah pentinB daianr
sistem hukum yang bersangkutan.Hal ini terbukti bahwa Asas Pelengkap dicantumkan
dalam ToR AICHR sebagai bagian integral struktur ASEAN dan telah dipraktekkan
dalam sistem FIPI dalam bagian Mukadimah Statuta Roma78; (S).Aspek filosofisnya
tercakup dalam Asas tersebut yaitu memberikan pengutamaan kepada yuridiksi nasional
suatu NegaraTe; dan (6).Asas Pelengkap ini menjadi reservoir atat tempat
diketemukannya aturan hukum terkait dengan pengutamaan yurisdiksi nasional terhadap
upaya perlindungan HAM dalam implementasinya di negara-n egara anggota ASEAN8o.
Dapat disimpulkan bahwa Asas Pelengkap dalam ToR AICHR merupakan asas
hukum umum (general principle of law) per definisi Pasal 38 Statuta \zfl8l.Status asas
hukum umum ini berasal dari praktek internasional sehingga Asas Pelengkap dalam
ToR AlCCHRmerupakan salah satu asas hukum internasional umum (general principle
of international law)8'.Dengan demikian, Asas Pelengkap ini merupakan salah satu
sumber hukum utama dalam hukum internasional (HI) dan HAMI pada khususnyatt.
Sebagai salah satu sumber hukum HAI\fl, Asas Pelengkap ini dapat digunakan
menjadi rujukan atau penempatan rasio hukum yang hendak dicapai yaitu rasio
ketepatan (legal precision) dan rasio kesesuaian (legal recall) terhadap pemenuhan hak
dan kewajiban hukum yang timbul dalam pengutamaan yurisdiksi nasional suatu Negara
dalam upaya perlindungan HAM8a. Selain itu, Asas Pelengkap memiliki lima (5) fungsi
hukum, yaitu. (1). Menghindari adanya kesenjangan antara dns sollen dan dns sein
'*Timothy LH MacCormack and Sue Robertsorl "Jurisdictional Aspects of the Rome Statute for the New International CriminalCourt", 2j Melboume University Law Review, 1999, hlm. 652-660 dan Geoftey Watson, "The Humanitarian Law of theYugoslavia War Crimes Tribunal: Jurisdiction in Prosecutor v Tadic", j6 Virginia Journal of International Law, 1997,hlm.7l7
"Liju., Yurrg "On the Principle of Complementarity in the Rome Statute of the International Criminal Court", Chinese JournaL ofInternational Law, Vol.4, No. 1,2005,h1m. 122.
*o Rogers S. Clarlq "The Influence of the Nuremberg Trial on the Development of lnternational Law", dalam G. Ginsburgs and \DiKudriatsev (eds), The Nuremberg Trial and International Law, 1990, hlm. 260.tt Lihat elaborasi secara umum dalam karya-karya MC Bassiouni, *A Functual Approach to General Principle of InternationalLavt", 1 I Michtgan Journal of International Law (1990), hal. 768 MC Bassiouni, Crimes against Humanity in InternationalCriminal La'w, 1992, hlm.87-146; fuchard R. Baxter, "Multilateral Treaties as Evidence of Customary Intemational Law",4lBntish Yearbook of International Law, 1968, hlm. 275; C. Greenwood, "Customary Law Status of the 1977 AdditionalProtocols", dalam Delisen and Tanja (eds), Humanitarian Law ofArmed ConJlict, ChallengeAhead,1991, hlm. 119-126;Theodore Meror\ Human Rights and Humanitarian Norms as Customary Law, 1989, hlm.263; Theodore Meron, "The ContinuingRole of Custom in the formation of Humanitarian L,a'vt", 90 Amencan Joumal of International Law, L996, h1m.238-249',Theodore Meron, "The Geneva Conventions as Customary Law", 81 Amencan Journal ofInternational Law, 1987, hlm.349; E.
Bello,African Customary Humanitarian Law, 1980, hhn- 158; Antonio Cassese, "The Spanish Civil War and the Development ofCustomary International Concerning Internal Armed Conflict", dalam Antonio Cassese (ed), Current Problems oflnternationalLaw,1975, h1m.287-318
ttlirs Bantekas and Susan Nash Internattonal Criminal Law, Third Edition, Routladge-Cavendisll 2003, hkn. 6 dan Cristopher LBlakesley, "Jurisdictiorl Definition of Crimes and Triggering Mechanism", 25 Denver Journal International Law and Polic.v^.
1997, hlm. 254 and Diane F. Orentlicher, "Settling Account: The Duty to Prosecute Human Rights Violations of a Prior Regime".100 YaIe Law Journal,1991,h1lll^.2537 dan 2589.
ttBantekus dan Nash, rbrd.
*K.J. Arrow, The Limits of Organizations, New York, 1974; W.W. Norton; E.G. Flamholtz, T.K. Das and A.S. 'Isui, Toward eIntegrative Framework of Organtzational Control, Accounting, Organizahon and Soctety, 1985, hlm. 35-50; and Aimin Yan radBarbara Gray, "Bargaining Power, Management Control and Performance in United States-China Joint Venture: A Comparer:r:Study", The Acaderny of Management Journal, Volume 37, Number 6, December 1994, hlm. 1481.
15
(teori dengan praktek); (Z) Mereduksi kemungkinan terjadinya kekosongan hukum
(legal lacurrue atat leemlen in hei rechl), (3). Mencegah kekaburan norilla hukum atau
bias dan deviasi norma hukum (vege normefi; @). Mencegah kemungkinan tumpang
tindihnya aturan hukum (legal overlapping). (5). Mencegah munculnya konflik norma
hukum arrtarahukum nasional dengan hukum internasion al (conflict of rules)8s -
Arti pentin g (existance) Asas Pelengkap dalam ToR AICHR ASEAN dan sifat
kebaruan Qqenuine) Asas ini terletak pada justifikasi filosofisnya. Justifikasi tersebut
terletak pada penerimaan moralitas Negara-negara anggota ASEAN untuk mencegah,
melakukan penuntutan dan mengembalikan rasa keadilan terhadap ancaman
pelanggaran HAM yang menyebabkan rusaknya rasa kemanusiaan itu sendiri melalui
norma dan mekanisme HAM regional ASEAN86. Asas ini terbentuk sebagai sebuah
perpaduan nyata atau riil terhadap pertentangan antata Mashab Westhpalia dengan
Mashab Hobessian dalam konteks akademis dan praktis yang diterima oleh seluruh
anggotaASEAN ketika Piagam ASEAN dibentuksT.Dalam interprestasinya, perpaduan
ini sesungguhnya merupakan bukti bahwa secara empiris kedua Mashab Kedaulatan
tersebut tidak berlaku secara mutlak dan berdiri sendiri dalam sistem hukum nasional
suatu Negara dalam hubungannya dengan negara-negara lainnya dalam kerangka
kerjasama ASEAN di wilayah Asia Tenggarass.
Cakupan kedua dari Asas Pelengkap dalam ToR AICHR adalah keberlakuan
Asas ini kepada Negara-negara anggota ASEAN secara langsung8e'Dasar
keberlakuannya ad,alah penerimaan (consent to be bound) oleh Negara-negara
tersebut.Negara anggota ASEAN menerima kewajiban yang ada dalam Piagam ASEAN
berdasarkan aplikasi asas perjanjian internasional yari) Pacta Tertiis Nec Nocent Nec
proyott sesuai dengan Pasal 34 Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional
(the l-iernn Cont.erttion on the Lmt of Treanes)eo Menurut ketentuan Pasal ini, hanya
Nagara anggota atau Negara peserta saja yang terikat dan tunduk untuk melaksanakan
,t Ibrnhim R, Strrus Hukum lotemasronal dan Perjanjian lnternasional di Dalam Hukum Nasional (Permasalahan Teori dan
praktek), papr (1009 t: drkembangkm dan beberapa karya ilmiah para ahli hukum pidana internasional' seperti dalam karya Leila
Sadat Waxler, ..Commr(ee R.poJ o, Jurisdiction- Defirotion of Cnmes md Complementartty", 25 Denver Journal,Internattonal
Law and policy. 1997. htm. zie : Shrtt i Rosenne, Yearbook of Internatronal Humanrtartan Law, 1999' hlm' 134-5 md Herman
von Hebel md Darry1 Robrnson, "Crimes Within the Court", tire Internattonal Criminal Court, the Mahng of the Rome Statute'
Roy S. Lee editor, 1999. hlm. 90-92.,uAndrew A1tman md Chnstopher Heath Wellman, A Ltberal Theory of Internatronal Justice, ofrord University Press' 2009,
trlm.69, 71 dan 75.trTommy Kot, ap.cit, rro.30 dan Allen Buchanann, "Rawl's Law of People: Rules for a Vanished Westphalian World, I I 5 Ethrcs'
2004,tilttr.35-66; Stehpen Krasner, Sovereignty: Organized Hypocrtry, Pnnceton University Press, 1999' hlm 20; dm Jhon H'
Jackson, ..Sovereignty-Modern: A New Approach to an outdated Concept', 97 Amertcan Jottrnal of International Law,2003'
blm.786-787.*ASEAN, op.ctt,no.30, hlm- 13 dm bandingkan dengan Michael Reismann, "sovereignty and Human fughts in Contemporary
lnternational latrt ,
, 84 Amertcan i anrnaL of International Law, 1990, hlm. 876 dan 879 dan dikembangkan dari pendapat Louis
Henkrn dalam Louis Henkin" Intemanonal Law: Polittcs and Values, Dordrecht: Martinus NijhoffPublishers, 1995, hlm 9-11'
t'Kl"ffner, op.ctt, flo. 53, hlm. 1 12.
'oBrownlie; Shaw dan Danileko, op.crt no.69.
16
I
iI
t
isi dan tujuan dari perjanjian internasional tersebut dan iaberlaku sebagai hukum -r-ang
mengikat bagi mereka.
Area hukum Asas Pelengkap dalam ToR AICHR ini mencakup orientasi
kegunaannya, yaitu orientasi pada penguatan proses dan orientasi pencapaian hasil
dengan mengabungkan pengutamaar sistem hukum FIAM nasional dengan sistem
hukum HAM regional dan internasional secara koordinatif dan konkuren". Menurut
Lijun Yang, Asas Pelengkap ini merupakan sebuah pendekatan "penguatan"
(encouragement) dan "penghukuman" Qtunishment) ata:u sebuah pendekatan
"kesopanan pertama kah" (courtesy first) dan "penghukuman" Qtunishment second)
yang kedu a kallez . Penguatan dan kesopanan terletak pada pengutamaan yurisdiksi
nasional untuk melakukan penyelidikan dan penuntutan sedangkan penghukuman
terletak pada sistem hukum HAMI regional ASEAN jika sistem hukum nasional negara
tersebut benar-benar tidak mau dan tidak mampu melaksanak annyat' .
Sebagai sebuah pendekatan dalam tataran normatif ilmiah seperti tersebut di
atas, Asas Pelengkap ini telah menjelma menjadi sebuah pendekatan politik praktis
tingkat tinggi yaitu pendekatan "Asas Pelengkap Proaktif' dalam khasanah HAMI yang
sekiranya belum digunakan dalam konteks hubungan kerjasama ASEANe4. Pendekatan
"Asas Pelengkap Proaktif ini mendasarkan suatu pemahaman bahwa penguatan
kapasitas hukum pada sistem hukum nasional suatu Negra yang sesuai dengan isi,
maksud dan tujuan HAMI dan FIPI harus dilaksanakan dahulu sebelum mengunakan
mekanisme HAM regional dan internasionales. Inilah tugas sebenaffryadari mekanisme
HAM menurut ketentuan Piagam ASEAN.
Selaras dengan pendekatan iri, ToR AICHR tidak secara jelas dan spesifik
memberikan kewenangan kepada komisioner AICHR untuk melakukan diplomasi aktif
bagi penciptaan kondisi ideal dan pro terhadap upaya perlindungan HAM yang harus
dilaksanakan oleh Negara-negara anggota ASEAN. Ketidakcermatan interprestasi atas
eksistensi asas pelengkap ini telah menempatkan AICHR dan ASEAN pada posisi pasif
dan tidak dalam posisi pro aktif dalam upaya perlindungan HAM di negara-negra
anggota ASEAN, khususnya dalam penguatan kapasitas dan akuntabilitas norma dan
"Arr.1a Siebert-Fohr, "The Relevance of the Rome Statute of the International Criminal Court for Amnesfy and Truth Commissron-'.Max Planck Yearbook of the United Nations Law, Volume 7,2003,hkn. 533-542.
ezY ang, op.cit, rro. 78, hlm. 127 .
"Willinm W, Burke-White, "Proactive Complementarity: The International Criminal Court and National Court in the Rome Sr:c.em
of International Justice", Haward International l-aw Journal, Vol. 49, Number 1, Winter 2008, hlm. 54-55.*K"lsall, op.cit, no. 16, hlm. 6-7.tslbid,hlm.59.
17
mekanisme HAM mereka'6. Hal ini diperparah dengan penerapan model advokasi
transaksional dari pada aplikasi modei advokasi transformasional dalam pembangunan
kapasitas hukum yang selamaini dilakukan oleh AICHR kepada negara-negara anggota
ASEAN97.
Selain itu, penilaian kesesuaian penerapan standar HAM internasional di level
nasional tidak bisa secara matematis ditentukan baik dan buruknya, namun
pertimbangan partikularitas dan upaya-upaya pemajuan harus digunakan sebagai faktor
penilaian dan ini belum dilaksanakan". Atribusi advokasi AICHR terhadap negara
dengan kondisi perlindungan HAM paling memprihatinkan, seperti pada Myanmar akan
menentukan roadmap dan implementasi asas pelengkap bagi pedoman kerja AICHR
yang sampai saat ini belum ditentukan karena besarnya deviasi norrna dan mekanisme
HAM drantara anggota-anggota ASEAN terkait dengan isu politik dalam negeri suatu
99negara
ToR AICHR tidak menentukan secara eksplisit tentang peran AICHR itu sendiri
apakah sebagai subyek, fasilitator ataukah penyedia sarana (resource provider) dalam
upaya perlindungan HAM. Dalam konstruksi hukum duty bearer vs. right holders yang
menempatkan negara vis a vis dengan warga tregarafiya, AICHR seharusnya berada
dalam peran sebagai fasilitator dan kolaborator antarafiegara dengan warga negaranya.
Sebagai fasilitator, AICHR lehih cenderung memiliki peran konsultatif dengan
pemerintah secara langsung daripada kepada individu atau kelompok individu.
Mudahnya, ASEAN yang seharusnya berperan sebagai penghubung kebuntuan antara
flegara dengan 'warganegara dalam upaya perlindungan HAM menjadi penasihat negara
dan memiliki jarak dengan individu atau kelompok individu yang harusnya memperoleh
perlindungan HAM maksimal dalam kerangka I{AM ASEANrOO. Menurut asas
pelengkap dalam ToR AICHR, ASEAN harus berperan sebagai penghubung kebuntuan
namun kenvataannya ia selama hampir 5 tahun ini berperan sebagai penguat kebuntuan
(gapsfitter) dalam kontsruksi duty bearer vs. rights holdersrjr.
nulbid dal SAPA Task Force, op.crf, no. 26, hlm. 12.
"SEARCH, SouthEastAvaRegionalCooperattonandHumanDercLopment,FactSheet20ii,hlm.3.e8Donald E Whetherbee, InternationaL ReLations rn Santh East Asta Countrtes,2nd eds, Rowman md Litllefiled Publisher, 2009,
blm.233-242."SEARCH, op.cit, r,o. 96, hlm. 4-5.to\ilawancuru dengan HE. Bagas Hapsoro, Deputy Secretary General of the ASEAN Comunity md Corporate Affais, Jakarta, 5-
6 November 2012.to'Heriberhrs Jaka Triyana. "secunty Issues in Southeast Asian Counkies". Regronal Consultatton of the lnternattonaL Commisston
ofJurists, Bmgkolq 3-6 Oktober 2012.
18
451
l.Ill
)ta
IV. Identilikasi Permasalahan dan Tantangan Perlindungan E{-\I di -{sir
Tenggara Sebagai Dasar Pijakan Penyusunan Strategi Advokasi Perlindungan
IIAM
Pelaksanaan asas pelengkap dan prinsip kedaulatan negra dalam Piagam
ASEAN tersebut di atas belum secara efektif berlaku selama hampir 5 tahun ini102. Asas
dan Prinsip penerapan perlindungan HAM ASEAN ini secara praktis dan efeklif
tereduksi secara sistemik oleh lima (5) faktor penentu pelaksanaannya dilevel nasional
yaitu: (1). adanya kesenjangan antara dss sollen dan dns sein (teoi dengan praktek);
(2). kemungkinan terjadinya kekosongan hukum (legal lacunae atau leemten in het
recht); (3) kekaburan no(na hukum atau bias dan deviasi norma hukum (vege normen);
(4). kemungkinan tumpang tindihnya aturan hukum (legal overlapping) dan munculnya
konflik noffna hukum (conJtict of rules)tl3. Elaborasi keempat faktor tersebut diuraikan
di bawah ini:
A. Kesenjangan antara. das sollen d.an das sein Perlindungan HAM
Kesenjangan antara dns sollen dengan das sein dalam perlindungan HAM oleh
Badan HAM ASEAN dapat diformulasikan dalam tiga bentuk kecenderungan negatif
berikut, yaitu: (1) Adanya limitasi legal personality komisioner AICHR dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya (2) Menguatnya reduksi efektivitas legal personality
karena kegamangan mandat dan realisasi pencapaian tujuan perlindungan FIAM oleh
AICHR; dan (3). Melemahnya komitmen (low politics) dalam penegakkan perlindungan
HAM yang belum menjadi orientasi utama kerjasama ASEAN dalam kurun waktu awal
berlakunya Piagam ASEAN. Ketiga kecenderungan tersebut dielaborasikan di bawah
ini.
Pertama, transformasi mendasar yang dilakukan oleh Piagam ASEAN adalah
memberikan legal personality kepada ASEAN dan organ bentukannnya yaitu AICHR
dalam menjalankan fungsi yaitu dimilikinya status kekebalan dan keistimewaan hukum
di wilayah negara-negara anggota ASEAN114. Legal personality yang dimiliki oleh
AICHR adalah kewenangan hukum untuk bertindak yang dijamin oleh hukum
"Wawancara, op. ctt, no. 99.ttKajia, akademis Ibrahim yang dicoba dielaborasikan dalam tataran praktis, Heribertus Jaka Triyana, op.ctt, no. 1 1, hlm. 5 l j -: l -*.{SEAN, Agreement on Priveleges and Immttntttes of ASEAN, ASEAN Secretarial 2010. Pasal 2 Agreement ini mem*:::-.bahwa.(l).AsaIegalperson'ASEANshallhavethefollowngcapaCitleSunderdomesttclaws:(l).Toenter1nlocor?;::To acqurre and dispose ofmoveable and tmmoveableproperty; and (3). To tnstihtte and defend rtselfrn legaL procee::t1: .' ';zxeruse of these capacities, ASELN shall be represented by the Secretary General ofASEAll. (2). In exercts;n? ,:: ::::: : ;-:
tnder intemational law, including the power to conclude agreements underArticLe 4l (7) of theASEL\'| 9116772' .1--l: " ;-;-.tct throLtgh its representatives authorized by member States.
19
rel
un
lor
Ira
an
IR
Ie
fu
iri
,m
rg
la
a
m
t.
'a
a
h
S
I
I
internasionallo5. AICffi. bisa beraktivitas dan membuat perjanjian atas namanya dan
dapat pula menuntut dan dituntut secara hukuml06. BadaLn HAM ASEAN tersebut
bertugas merumuskan upaya pemajuan dan perlindungan HAM di kawasan melalui
upaya edukasi, pemantauan, diseminasi nilai-nilai dan standar HAM internasional
sebagaimana diamanatkan oleh Deklarasi Universal tentang HAM, Deklarasi Wina dan
instrumen HAM lainnyar0T. Tugas AICHR hampir sama dengan komisi HAM yang
dimiliki PBB yang kini telah berganti nama menjadi Dewan HAM PBB. Namun sejauh
ini peran AICHR masih lebih banyak berupa promosi dilevel strategis dan bukan
proteksi atas upaya perlindungan HAM di level operasional dan taktis yang menyangkut
isu perlindungan HAM terhadap individu atau kelompok individu, seperti kaum rentan,
kaum penyandang cacat, kaum marginal dan kelompok minoritas di wilayah negara-
negara anggota ASEANIOs
Promosi perlindungan HAM yang belum sampai pada kewenangan proteksi
HAM di wilayah suatu negara anggota adil,ah perbedaan mendasar antara dns sollen
dengan dns sein yang dimiliki oleh Badan HAM ASEAN tersebut ketika dibandingkan
dengan kewenangan badan-badan HAM lainnyalOe. Inilah yang disebut sebagai limitasi
dan reduksi atas legal personality yang dimilikinya dalam konteks kewenangan
bertindaknyatto. Ia tidak memiliki kewenangan penegakan hukum perlindungan HAM
di negara-negara anggota (independent enforcement power) selain hanya bisa berperan
sebagai badan penasehat, koordinasi dan konsultasi (low politics matters) didalam
perlindungan HAM di ASEAN itu sendiri. Kewenangan itu tidak sampai pada level
taktis di wilayah negara anggota ASEAN berupa upaya advokasi dan adjudikasilll.
Akibat hukumnya adalah kewenangan hukum tersebut hanya akan efektif
berjalan di level strategis (antar pemerintah) dalam konteks pembuatan atau perumusan
kebijakan perlindungan HAM flamun kewenangan tersebut tidak akan efektif dalam
pelaksanaan.ryatt'. Pelaksanaan perlindungan HAM tidak akan sampai pada level
operasional dan taktis yang berupa upaya-upaya penegakan hukum yang berupa
advokasi dan adjudikasi di negara-negra anggota ASEAN kerena aplikasi Pasal 2
tot Sh.w, Malcolm N, Internattonal Lau, 5fr Edition, Cambridge, London, 2006, trlm. 115-178.
'oulbid.,hlm. l7g.toTToR AICHR, chapter l.to'H"ppy Ratna" 2009, AICHR dan Penguatan PerLtndtLngan ILAM di ASEAN, http://news.antara.coJdtberita/l256362459luchr-
dan-penguatan-perlindun gan-ham-di-asean.to'ICJ und Libertas, Regional Consulattion on Security Laws Operating rn ASEAN md Possible Advocacy Work Conceming
Access to Justice Mechanisms, 4-6 October 2012, Bangkok,
"oshr*, op.ctt, no.l04,hlm- 177.rrrKalsall, op.ctt, no. 16, hlm- 2.tt'Lihat argum"ntasi mendalam dalam Michael Wesley,
Changes, Palgrave McMilan, 2oo3,blm. 40-51.The Regional Organizatton rn Asta Pactfic, Exploring Institutional
20
I
t
i
l
ASEAN Charter. Pasal ini melarang campur tangan urusan dalam negeri pada setiap
Anggota ASEANIr3. Jika dibandingkan dengan ketentuan dalam Piagam PBts,
ketentuan non intervensi bisa disimpangi ketika Bab VII Piagam PBB digunakan oleh
Dewan Keamanan PBB untuk melakukan tindakan-tindakan hukum yang diperlukan
terhadap pelanggaran berat HAM (gross violations of human rights) yang masuk dalam
kategori mengancam keamanan dan perdamaian internasional yang terjadi di wilayah
negara anggota PBB114. Jika kita cermati ketentuan dalam Piagam ASEAN khususnya
Pasal 2, ketentuan ini tidak mengatur adanya penafsiran tentang kemungkinan
pengecualian terhadap aplikasi prinsip ini khususnya terkait dengan perlindungan HAM
yang terjadi di Negara anggotaAsEANll5. Asumsinya adalah ketika pelanggaran berat
HAM terjadi seperti terjadinya penyiksaan, kejahatan terhadap kemanusiaan, kerja
paksa dan pemusnahan penduduk atas dasar perbedaan ras, agama, suku, jenis kelamin
dan lain sebagainya, Badan HAM ASEAN tidak mungkin bisa melakukan upaya-upaya
hukum untuk mencegah dan/atau melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu sebagai
akibat pelaksanaan ketentuan Pasal inil16. Hal ini adalah akibat hukum dari reduksi dan
limitasi ketentuan legal personality dari Badan HAM ASEAN terhadap upaya
perlindungan HAM di wilayah negara-negara anggota oleh Badan HAM ASEAN
sehingga sollen dengan sein akan sangat berbeda dalam pelaksanaannya kedepan,
terutama terkait dengan isu keamanan manusia secara menyeluruh (comprehensive
security in Southeast Asia countries)rr7 .
Kedua, motivasi pembentukan ASEAN adalah didasarkan pada keinginan untuk
meningkatkan kerjasama dibidang ekonomi dan peningkatan kemakmuran bagi semua
anggotal18. Motivasi ini lebih didasarkan pada pendekatan pemenuhan kebutuhan (need-
based opproach) daripada motivasi pemenuhan perlindungan HAM yang seharusnya
menjadi landasan kerja sama regional berdasarkan pendekatan berbasis hak asasi
rranusia (human rights-based approach)tre. Pendekatan kerjasama regional yang
menjunjung nilai-nilai HAM (human rights), demokrasi (democrac), dan pemerintahan
,,'ang baik t6ood governance) bukanlah menjadi motivasi utama dalam kerjasama
'Charter of the ASEAN, ratified by the ASEAN on 30 November 2008."]ane Orenlichter, " Setlling Accounts: The Duty to Prosecute Human Rights Violations of a Prior Regime", 100 YaLe Lc-"
.- n maL (19 9 l), hkr.. 2537 -25 42Tr'esley, op.ctt, \o. 1 1 1, trlm 47.*{el,ull,
op. ci t, no.l6, hlm.3.-:ro Katsumata ,qiUN't Cooeperative Security Enterprise, Norms and Interests tn the ASEAN RegronaL Foruz- Prz-rr:
r.{;\filan, 2009, hlm. 3 dall.49.
' =.i.dge, phrllip J, The Pohtrcs ofHuman Rights rn SaLtheastAsra, Routladge, London, 2002,h1m.32-33
:,{ua-Gabriela-Mmea, "Human Rights and the Inter Regional Dialogue Between Asia md Europe: -A.SE-{\-EU P': rrs u'::r l.SE\{", The Pactfic Revtew 21,Lssue3,2O08,p.376-
21
l,
ll
n
n
ri
F
in
o
,l
I
I
t
l
regional ASEAN120. Dengan demikian, kewenangan bertindak dalam perlindungan
F{AM oleh Badan FIAM ASEAN sejatinya kurang memiliki dasar filosofis, sosiologis
dan legal yang utama sebagai sebuah "a common shared-governance values" karena hal
tersebut di atasr2l Kewenangan yang dimiliki oleh Badan HAM ASEAN bisa
ditempatkan hanya didasarkan pada derivasi sekunder atau bahkan tersier dari motivasi
peningkatan pembangunan berdasarkan motivasi ekonomi dan kesejahteraant" lHra)
inilah yang menjadikan low politics commitment terhadap kewenangan bertindak dalam
perlindungan hukum oleh Badan HAM ASEAN yang terjadi saat ini dan kelak
dikemudian hariL23.Untuk mengatasi ketimpangan antara ketentuan nomatif dan
pelaksanaannya, Badan HAM ASEAN sebaiknya menindaklanjult Terms of Reference
kedalam sebuah panduan dialog dan keterlibatan secara kontruktif dalam hal koordinasi,
komunikasi dan supervisil2a. Penetapan agenda pembahasan perlindungan HAM harus
segera dibentuk dan dikonsolidasikan sebagai sebuah proposal bersama bagi
perlindungan HAM di level strategis, operasional dan taktis125.
Bagaimana usulan ini memiliki konteks dan perspektif Indonesia sebagai salah
satu negara yang telah memiliki norma dan mekanisme perlindungan FIAM yang
terlengkapL'6? Advokasi yang berupa pembentukan panduan dialog dan keterlibatan
kontruktif oleh civil society dalam hal koordinasi, komunikasi dan supervisi dapat
dilakukan di Sekretariat ASEAN yang terletak di lakarta. Penjabaran agenda,
rekomendasi serta rencana aksi perlindungan HAM, aturan dan tata cata (rules and
procedures) pengambilan keputusan oleh Badan HAM ASEAN yang mengarah pada
pembentukan sebuah kerangka kerja sama perlindungan HAM dalam bentuk-bentuk
Konvensi HAM ASEAN dan instrumen HAM yang berisi pembakuan norma dan
mekanismenya perlu segera diinisiasikanr2T. Agenda mengenai perlindungan HAM
dalam situasi konflik bersenjata internal dan pemajuan perlindungan hak-hak anak
berdasarkan Convention on the Rights of Child (CRC) 1989 yang telah diratifikasi oleh
semua negara anggota ASEAN kiranya bisa menjadi isu pemersatu (agenda) dalam
perlindungan HAM di negara-negaftanggota ASEAN128. Agenda ini dapat dijadtkan.a
lr0il ,lD ta.
t2l r, ,lDtA.t"Chrl"*palrnupap, Termsak, "Promoting and Protecting Human Rights in ASEAN ", The Nations, l8 December 2008' hlm. 2-5,', Cn1noyirrg Lunrngrung G. "Establishrng anASE4N HtLman Rrghts Mechanism: Development and Prospects",Insights, Issue
No. l. March 2005, hlm. 2-6.
I DtA.ll5'1 ,
I D1A.t'uHerib"rhrs Jaka Triyana dm Ammoto, "Implemenlasi Standar Intemasional IIAM bidmg Ekonomi, Sosial dm Budaya dalam
Sistem Hukum Nasional Indonesi u", Pen"iitran didanai oleh lJntt Penehttan dan Pengembangan trH UGM tahun 20O9,tlrn 2'
6.tzlpasal 4.2. Terms of Refence ofASEAN IntergovernmentaL Commtsston on Human Rtghts, TOR dr www.aseansec-org.t'"Alan Colli.s, SeaLnty DtLemmaof SaLtheast Asra,Palgrave McMilan" 2000, hlm 89
22
n
is
rl
a
si
il
n
k
m
ie
,i,
IS
gi
h
io,b
lll
tt
t,
d
a
k
I
t
I
I
shared-common governmental yahte" dalam upaya perlindungan HAM kedepan oleh
Badan HAM ASEAN terkait dengan tantangan terhadap ancaman keamanan dan
instabilitas kawasan yang disebabkan karena perbedaan sistem pemerintahan, ideologi,
transisi masyarakat dan dinamisasi internal dari masing-masing negara anggota
ASEAN129.
B. Kemungkinan kekosongan hukum (legal lacunae ataaleemlen in het techt).
Kekosongan hukum impelementasi perlindungan HAM dalam mekanisme HAM
ASEAN dengan sistem hukum nasional dapat terjadi karena pengutamaan prinsip
kedaulatan negara dan misinterprestasi implementasi asas pelengkap dalam ToR
AICHR. Hal ini disebabkan oleh dua (2) kondisi pengutamaan kedaulatan yang
disebabkan oleh perbedaan sistem politik yang diatur dalam konstitusi masing-masing
negara dan menguatnya sentimen nilai-nilai F{AM partikularistik berdasarkan konsepsi
nilai-nilai Asia (Asian values)L30. Redefinisi ini terletak pada masih kuatnya persepsi
pemerintah dan masyarakat Asia Tenggara bahwa HAM adalah nilai individualistis
yang sarat dengan budaya Barat yang bertentangan dengan nilai kemasyarakatan sosial
di Asia Tenggara (individualism vs. communitarianism)l3r. Disamping itu, nilai-nilai
partikularistik yang berdasarkan pada ideologi berbasis agama juga menyebabkan
kemungkinan kekosongan hukum implementasi perlindungan HAM oleh AICHR jika
AICHR tidak memperhatikan letak kekhususan pada aspek ini dalam hubungannya
dengan Malaysia, Brunei Darussalam dan Indonesials2
Sebagai contoh adalah dinamisasi hubungan hukum antata sistem hukum
nasional Indonesia dengan Piagam ASEAN dalam upaya peningkatan perlindungan
FIAM. Dalam kaitan ini, kesesuaian materi pengaturan dalam Piagam ASEAN dengan
Undang-Undang Dasar 1945 sedang mendapat kajian hukum secara lugas dan kritis. Hal
ini terjadi ketika Lembaga Aliansi untuk Keadilan Global mengajukan iudicial review
terhadap pembatalan Undang-Undang Nomor 38 tentang Pengesahan Charter of the
Association of Southeasr Asian Nations ke Mahkamah Konstitusi (MK) Republik
Indonesial33. Aliansi berpendapat bahwa dengan diratifikasinya Piagam ASEAN yang
L2eIbid,LILrr'78.
t,0SEARCH, op.cit, 11o. 96, tr]m. l-2 dan Joseph Chinyong Liow and Ralph Emere, Order and Seanrity rn Southeast -lsra'
Routledge, 2005, hlm. 78 dan Kenneth Christi" *d Denny Roy, The PoLrttcs of Human Rights tn East Asta, Pluto Press-
Londor! hlm. 10-15.lttChristi" and Roy, ,6,d, htm 8.
"'Ibtd,hlm. ll-12.t,rlihat: ..UU Ratifrkasi Piagam ASEAN Diuji ke MK" Hukum Online, 5 \tei :tt- 'htto./,Irrk -oo1ir"."o*rb".it
rbn"rrlt4d"2"f078ur3"/rrr-.rtifft*i-rin*ro-o."rr-dioii-k"--k. 17 Mei 2011. (Sampai sar paPer :Oitrti., ltf b"Lr- -".rg"lrr-k- k"p,rtrr- <lan banyak kalangan ymg sekptis dan pesimis trhadap langkah tnfltm -'wawarcara dengan HE Bagas Hapsoro, op.cit, no.99)
23
l
memberlakukan perdagangan bebas akan merugikan industri dan perdagangan nasional
karena Indonesia tunduk pada segala keputusan yang diuambil di tingkat ASEANr3a.
Dalam sistem hukum Indonesia, judicial review terhadap Undang-undang atau
Perpres yang digunakan untuk meratifikasi suatu ketentuan perjanjian internasional
dimungkinkan berdasarkan kententuan Pasal 11 dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2OO4 tentang Kekuasaan Kehakiman. Intinya kedua Pasal tersebut mengatur
kewenangan MK dan MA untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang dan peraturan perundang-
undangan dibawah undang-undang terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.Ada dua kemungkinan hukum terhadap judicial review yang
diajukan ke MK tersebut di atas, yaitu: (1). MK menerima untuk membatalkan
instrumen ratifikasi Piagam ASEAN tersebut; atau (2). MK tidak menerima pembatalan
instrumen ratifikasi tersebut.
Jika kemungkinan pertama yang akan terjadi seperti ketika MK membatalkan
Undang-Undang Pengesahan Perjanjian WTO, maka kekosongan hukum (legal lacunae
atau leemten in het recht) terhadap upaya perlindungan HAM akan terjadi di Indonesia.
Kekosongan hukum tersebut dapat dilihat dari dua varian hukum, yaitu: (1). Jika MK
membatalkan Undang-Undang tersebut, konsekwensinya adalah Indonesia harus keluar
dari ASEAN termasuk keluar dari segala kewajiban hukum yang ada, dan (2) Jika MK
membatalkan salah satu pasal dalam ratifikasi tersebut, maka Indonesia dapat dianggap
tidak melaksanakan kewajiban yang terkandung dalam Piagam ASEAN. Kedua varian
hukum ini menimbulkan kerumitan hukum tersediri karena Piagam ASEAN tidak
mengatur tentang pengunduran diri (withdrawal), apalagi Indonsia adalah tokoh utama
berdirinya ASEAN (founding father)t35 .
Mudahnya, uji materi tersebut memberikan ruang interprestasi hukum dilevel
nasinonal mengenai efektifitas perlindungan HAM di Indonesia dan di negara-negara
anggota ASEAN lainnya dengan norma dan mekanisme di ASEAN kedepanr36.
Supremasi pengaturan dan pelaksanaun penegakan FIAM yang telah diatur dan diakui
pengaturannya dalam Konstitusi dan peraturan perundangan-undangan di Indonesia bisa
menjadi alasan hukum untuk menonatifkan norrna dan mekanisme perlindungan HAM
dalam sistem ASEAN ketika alasan kepentingan dan kedaulatan nasional Indonesia,
norma serta mekanisme HAM nasional lebih rigid dan lengkap mengaturnya digunakan
tDtat'swawancarr, op-ctt, tto. 99.Ir6Camoying op.ctt, no. 122, btm. 7
24
u
II
4
r0a
t-,
k
E
n
n
e
t.
K
u
K
untuk menguji materi di MK atau MA.Jika kemungkinan kedua yang akan terjadi -v-zuru
MK menoiak dan/atau tidak menerima pernbatalan tersebut maka upaya-upaya hukurn
apakah yang harus dilaksanakan untuk. (1) Mengkaji keselarasan perjanjian
internasional; dan (2) Proses untuk memastikan keselarasan suatu perjanjian
internasional dengan UIID 1945137 perlu mendapat perhatian yang serius. Kedepan,
kedua aspek hukum ini perlu mendapatkan kajian secara seksama untuk mensinkronkan
muatan materi pengaturan perlindungan HAM dalam sistem nasional Indonesia terkait
dengan isu kepentingan nasional dan kedaulatan dalam kerangka pemajuan
perlindungan hukum HAM dalam kerangka ASEANI38.
Dalam sistem hukum Thailand, isu konsultasi dan diseminasi perlindungan
HAM oleh AICHR pasti tidak akan menyentuh isu-isu keadaan darurat yang terjadi di
wilayah Thailand Selatan terkait dengan bentrokan masyarkat Muslim dengan
Pemerintah Thailandl3e. Kekosongan advokasi hukum oleh ASEAN (AICHR) telah
terjadi selama ini. AICHR belum pernah mengeluarkan rekomendasi atau saran
perbaikan kondisi pelanggaran FIAM yang ditujukan kepada Pemerintah Thailand
akibat diberlakukannya 3 aturan mengenai keamanan nasional Thailand secara ofensif,
yaitu: (l).Martial Law 1914; (2). Emergency Decree 2005; dan (3). Internal Security
Act 2008140. Keberadaan ketiga aturan tersebut merupakan cerminan kedaulatan mutlak
dari Negara Thailand untuk melaksanakan yurisdiksinya sehingga membatasi dan
membuat mekanisme perlindungan ASEAN tidak bisa menyentuh perubahan
kebijakan, program dan kegiatan militer Thailand dalam menangani pemberontakan
tersebutlal.
Keadaan di Thailand ini sama dengan kondisi di Philipina terkait dengan isu
pelanggaran HAM di wilayah Philipina Selatan terkait dengan isu keamanan dan
pergerakan pembebasan Bangsa Morolo'. Perbedaan versi tindakan hukum antara
gerakan pembebasan dengan justifikasi terorisme menjadi konflik berkepanjangan yang
sarat dengan pelanggaran HAM143. Kekosongan hukum dalam bidang advokasi
tt'Hik-nhanto Juwana, "Kewajiban Memastikm Keselarasan Pe{anjian Intemasional Dengan Konstitusi", Paper dipresentasikan.l"lam Seminar Upgrading Hukum Intemasional FH UNDIP, 20-21 Mei 2011, hlm. 6-8.
tttKlfi{, "Arti Penting AICHR dalam Penguatan Sistem Hukum Perlindungan HAM dr Indonesia", Iaporan Penelifian 2010.tt'CrCF dan MAC, Thailand Compilation of Report: Recommendation to the Judiciary Concerning the Administration of Justice in
the Seatrity Related Cases in the Southern Border Province, Cross Culhrral Foundation and Muslim Attorney Commission,
2010, hkn. 5-9.t4olc!, op.cit, no. l\sMartial Law Act dan Emergency Decree Law metcakup Provinsi Pattani, Yala" dan Narathivat sedangkan the
lnternal Security Act mencakup diskict Chana, Thepa" Nathwawae dm Sabayoy di Songkhla. Ketiga ahtran hukum ini terkaitdengan dakwaan terhadap pemberontakm yang diadili dargan mengunakan darurat militer yang ditujukan kepada penduduk
sipil sehingga banyak te4adi pelanggum IIAM dalam proses peradilm bagi mereka yang disangka terlibat dalam grakmpemberontakan.
'ttCrCF d^n MAC, op.cit, hIm.139.r'2Koran Tempo, " P e mb e n tu kan B an g s a M or o ", 1 0 Oktober 20 12, hlm. B.2.rar-Wawancara dengan Atty. Roberto Cadiz, pada tanggal 6 Oklober di Bangkok
25
p
n
(
I
I
t
perlindungan HAM oleh AICHR terbentur oleh implementasi the Human Security Act
Philipina tahun 2007 yang memberikan legitimasi kepada Pemerintah Filipina untuk
mengambil langkah-langkah militer untuk melindungi kepentingan nasionallo'. Kedua
preseden ini juga memperburuk reputasi AICHR dalam melaksanakan fungsi konsultasi
dengan pemerintah Myanmar terkait dengan isu pelanggaran HAM atas etnis
Rohingyala5. Sampai saat ini, langkah-langkah perbaikan atau remedies yang bisa
digunakan untuk memperbaiki kondisi perlindungan HAM belum pernah diinisiasikan
oleh AICHR karena terbentur dengan aturan hukum yang ada dan kebijakan pemerintah
terkait dengan isu atau masalah keamanan dalam negeri yang sarat dengan pelanggaran
HAM, seperti penahanan penduduk sipil oleh militer dan diadili di pengadilan militer,
masa penahanan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana, dan tidak
adanya rehabilitasi dan kompensasi Io6.
C. Kekaburan norma dan mekanisme hukum (vege normen)
Kekaburan noffna dan mekanisme hukum perlindungan HAM ASEAN oleh
AICHR muncul pada tiga hal, yaitu: (1). Ada tidaknya jaminan kepastian hukum bahwa
kewenangan perlindungan hukum yang dimilikinya adalah sebagai pelengkap dari
sistem norma dan mekanisme hukum nasional dan internasional dan bukan sebagai
duplikasi dari norma dan mekanisme yang telah ada'o'; (2). Ada tidaknya suatu
pedoman bertindak atatrule of engagemenl (RoE) yang dimiliki oleh AICHR terkait
dengan upaya diseminasi HAM yang menjadi domain dari lembaga HAM nasional di
negara-neg ara anggota ASEAN (national human rights institutions (NHRI)148, dan (3).
Ada tidaknya mekanisme konsultasi dan koordinasi yang dimiliki oleh lembaga
swadaya masyarakat (LSIO yang bergerak dibidang perlindungan HAM terhadap
AICIfi.i4e. Ketiga kekaburan noffna dan mekanisme hukum perlindungan HAM
tersebut akan berimbas pada dua kecenderungan kekaburan atau bias hukum yang akan
menimbulkan masalah dan tantangan sekaligus kedepan, khususnya dalam sistem
perlindungan HAM di negara-negara anggota ASEAN, seperti misalnya pada masalah
human and children trffichng di kawasan Asia Tengg-u''0.
talC!, op.ctt, no.l08.'aiWawancara dengan Dith Vin Tinth, Senior Lawyer on Human fughts Protectron rn \Iymar, 5 Oktober di Bangkolq Thailand.ta6lCl, op.ctt, no. 108-tn'Kelsall, op.ctt, no.l6,lim. 4.rasl-ihat selengkapnya dalam Yigm, et all, Nattonal Human Rtghts inst;tur.ans -;rncles and Worbing Papers, The Danish Center
For Humm Rights, Wilden Ptada" Demark, hlm. 44, Kjaerurn \(onem- )i:t:onai i{uman Rrghts Instihttion Implementing Human
Rrgftls, Martinus NijhoffPubtisha, 2003, hlm. 2-4; dan Pacific Forum Se,-rer.enat. .\-atronal Human Rights Instttutions Pathways
of the Pactfic Stales, Pacific Islands Forum Seretariat, trlm. 2-10t"Kelsrll, op.ctt, no. 16, hlm. 4 dan S.A.PA Tmk Force (FORU\(--{SI-{ r. .:;i: rg Sehtnd the Lrmrts, 2009, hlm.l -5.t50ASEAN,,4SE/-M Handbook on IntemafionaLCooperattons m lrc.rIccxg :n ?ersons, -A,SEAN Public Affairs Services, 2010, hkn.
3 1-35.
26
ET
Ik
la
EI
is
h
in
rh
ln
i,k
tt
la
I!,
r,ttIt
ll
)
a
P
T
t
I
Pertama,jika dicermati secara kontekstual, formulasi kewenangan perlindungan
hukum oleh AICHR tersebut lebih menekankan pada tindakan perlindungan hukum
yang kuratif atas sebuah perbuatan-perbuatan atau kejadian hukum pelanggaran F{AM
yang telah terjadil5l. Konsekwensi logisnya adalah intervensinya cenderung bersifat
maskulin karena jika dilihat alur reparasinya berh:mpu pada tindakan tanggap darurat
yang menekankan pada aspek rekonstruksi dan rehabilitasi atas suatu pelanggaran
ditingkat pemerintah dan bukan langsung kepada stakeholder utama perlindungan
HAM152. Reaktif dan insidental adalah sifat yang mereduksi sifat konsultasi dan
koordinasi dalam perlindungan HAM yang seharusnya dilakukan secara kontinu dan
terus menerus yang diupayakan melalui upaya-upaya mitigasi atau penyiapan dalam
ranah preventif atas pelan1garan HAMI53. Rantai birokasi antar pemerintah akan
menjadi simbol koordinasi vertikal dalam penyelesaian masalah-masalah pelanggaran
HAM sehingga kewenangan AICHR akan vis a vis berhadapan dengan birokrasi
pemerintahtto. Rartui birokrasi ini menjadi simbol intervensi efektif dalam advokasi dan
adjudikasi perlindungan HAM oleh AICHR selamanya jika para komisioner tidak
mengambil pendekatan asas pelangkap proaktif dalam prinsip kerjanya kepada
pemerintah negara-negara anggota ASEAN155.
Dengan demikian, upaya meminimalisasi dampak kekaburan norma dan
mekanisme perlindungan HAM harus diletakkan pada upaya peningkatan kesadaran
hukum perlindungan HAM seperti edukasi, pemberdayaan masyarakat, inventarisasi
dan pemetaan permasalahan perlindungan HAM di negara-negara anggota ASEAN, dan
peringatan dini akan kemungkinan pelanggaran I{AM156. Dari rumusan normatif
tersebut di atas, tipe dan strategi perlindungan HAM oleh badan HAM ASEAN harus
lebih menekankan pada prose s Qrocess) dari pada hasll (goals)ts7 .
Kedua, perlindungan HAM oleh Badan HAM ASEAN cenderung bersifat pasif
lg:en) dari sebuah premis aktif atas peran dan fungsi Badan F{AM ASEAN menurut
Pasal 14 Piagam ASEAN. Dengan konstruksi hukum demikian, perlindungan hukum
FIAM lebih cenderung menguatkan danlatat mengedepankan peran dan fungsi otoritas
kekuasaan (authoritative-based approach) untuk pencapaian hasll (obligotion of results)
' Kelsall, op.ctt,tro. 16, hlm. 20.'t- oRAICHR, hlm.1.4.' : 'otd, blm. 2.4.
'' l:d,tlm. 4.4.
':Camoying op.cit, r:ri .122, hlm. 8.
\elsall, op. cit, no.16, hlm. 5.
SE.{RCH, op.cit, r.o. 129, hlm. 6.
27
atas perlindungan HAM sehingga trdak a}<an :reri.l1udkan rujuannyar5s. Upaya
perlindungan berdasarkan pendekatan ini nrcrupakdrr upa\ d-upirya konstruktif yang
tidak lagi populer dan mulai ditinggalkan dalam prakrek negara demokrasi sebagai
sebuah pengakuan tiga pllar utama eksistensi dasar hak asasi manusia yatu integritas
manusia (human integrity), kebebasan (freedom) dan kesamaan (.eEnlity). Dengankata
lain konstruksi ini melalaikan pendekatan perlindungan HAM sebagai sebuah
konstruksi aktif (rights-based approach) dalam hal eksistensi perlindungan HAM itu
sendiri (bottom up) berdasarkan atas asas ketersediaan (availibility), kesempatan
memperoleh (accessability), asas penerimaan (acceptability) dan asas penyesuaian
(adaptabilifz) berdasarkan kondisi masyarakat madani yang demokratisl5e. Partsipasi
aktif dari orang perorang dan kelompok orang dalam sebuah fungsionalitas sosial dan
peran aktif dari serikat sosial adalah dasar dari sebuah konstruksi alr.:;if (rights-based
approach) yang telah menjadi komitmen bersama dalam penyelenggaran good
governance dan pemberdayaan masyarakat madani (civil society) menladi kurang
terwadahi dalam sistem perlindungan F{AM oleh AICHR160.
Sebaiknya, formulasi perlindungan HAM oleh Badan HAM ASEAN tersebut
diarahkan pada pemb erdayaan masyarakat dengan meredefinisikan perannya sebagai
koordinator dan fasilitator sehingga keampuhan (resilience) dan ketahanan
(independence) masyarakat sipil yang didukung oleh lembaga-lembaga masyarakat akan
menjadi solid dan saling melengkapi. Dengan demikan, pendekatan rights-based
approach harus diletakkan sebagai kerangka dasar perlindungan HAM oleh Badan
HAM ASEAN dalam tatarun strategis, operasional dan taktisl61.
D. Kemungkinan tumpang tindihnya aturan hukum (legal overlapping) dan
Konflik Hukum Perlindungan HAM (Legal ConJlict).
Kemungkinan konflik hukum dan tumpang tindihnya aturan hukum terkait
dengan perlindungan HAM oleh AICHR terletak pada dua masalah mendasar yaitu. (1).
Kesesuaian atlrran atau norma perlindungan HAM yang terdapat di level nasional dan
yang terdapat dilevel internasional, dan (2). Kesesuaian aturan mengenai mekanisme
atau prosedur perlindungan HAM yang terdapat di level nasional dan internasional.
rs8David Martin Jones and lvtlR SmrtiL -,15-E4-V and East Asran InternatronaL Relafions; Regronal Dtlluston. Edward ElgarFublisher, 2006, blm. 225
t5'Tnyana, H.J., Komentar Hukum atas Punrsan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 12,?UU-IIV2005 Mengenai Pengujian UUNo. 36 Talun 2004 Tentang Anggrm Pendapatan dan Belanja" Jumal Hukum dan HAM Bidang Pendidikar! Volume 3 Nomor 2,Desember 2005.
tuoAmit v Arcay4 Constructtng Seanty Community in SotLth East Asia, ASL4N and ProbLem of Regtonal Order, Routledge, 2003,hlm. 15.
'u'Ibtd,blm. 14-16.
28
l
N
i
s
a
h
I
n
n
ii
n
d
d
g
lt
ri
rl
n
d
n
Aplikasi norma dan mekanisme yang terdapat dalam charter-based dan treaN baset''
dan eksistensi norma dan mekanisme perlindungan HAM regional Eropa, Arnerika dzur
dan Afrika akan digunakan sebagai rujukan kritis untuk melihat kemungkinan
munculnya tumpang tindih aturan dan kewenangan perlindungan HAM yang dimiliki
oleh AICHR kedalam sistem hukum perlindungan HAM di Indonesia dan negara
anggota lainnyal63.
Pertama, model konsultasi dan koordinasi yang seperti apakah yang harus
dikembangkan dan dibuat oleh AICHR terkait dengan eksistensi nonna perlindungan
HAM yang diatur dalam instrumen-instrumen dasar HAM supaya tidak terjadi tumpang
tindih substansi aturan terkait dengan adanya treaty-based norms yang berlaku secara
internasional dan/atau telah diratifikasi oleh negara-tegara ASEAN. Contoh treaQ-
based norms tersebut adalah the Internnational Covenant on Civil and Political Rights
l7660CCPR|u', th, International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
(ICESCR)165, the Convention on the Ellimination of All Forms of Racial Discrimination
(CERD)166, the Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading
Treatment or Punishment 1984 (CAT)167; the Convention on the Ellimination of All
Forms of Discrimination against Women (CEDAW)168; dan the Conventron on the
Rights of the Child (CRC)'ut.Penentuan model konsultasi dan koordinasi ini penting
karena adanyavariasi atau bisa dikatan sebagai deviasi keanggotaan dari masing-masing
negara anggota ASEAN terhadap keenam instrumen pokok HAM tersebut di atas.
Kesemua negara anggota ASEAN adalahparty States kepada CERD dan CRC.
Namun, banyak Negara anggota ASEAN bukan dan/atau belum menjadi party
Sratus terhadap ICCPR, ICESCR CAT dan CEDAW. Indonesia adalah pengecualian
karena Indonesia adalah anggota dari keenam instrumen pokok I{AM tersebut. Dampak
dari perbedaan keanggotaan tersebut adalah mencuatnya perbedaan pemenuhan
kewajiban berdasarkan konvensi-konvensi tersebut, yaitu: (a). d"ty to respect; (b). D"a
ro protect; dan (c). Duty tofuffiillT0.Disparitas keanggotaan terhadap keenam instrumen
HAM pokok tersebut juga akan berimbas pada model komunikasi dan konsultasi seperti
tu'Henry J. Steiner and Philip Alstor, Internattonal Human Rights tn Context, Law Politics and Morals,2000, hlm-. 779'780'tutsripapha Sripraser! "The Internatronal Norms and Mechanism of Human Rights ", Peper presented at the Workshop of the Asra
Pacific Curriculurrl Mahidol University, Bangkoh hlm. 1-8.lilBerlaku pada tanggal 23 Maret 1976,993 LINTS 171, 1966 i,I]\{fYB 193; 1977 UKTS 6, anggota Komite adalah 18 orang.r65Berlaku pada tanggal 3 January 1976;993I-INTS 3; 1966 TNIYB 170, anggota Komite adalah 18 Orang.l66Berlaku pada tanggal a Januari 1969, GA Res. 2106 A QOO 21 December 1965, anggota Komite Adalah 18 ormg.l6TBerlaku tanggal 26 Juni 1987, GA Res. 39146, 10 December 1984, anggota Komite adalah I0 orang.r6sBerlaku tanggal 3 September 1981, GA Res 341180, l8 Desember 1979, ar,ggota Komite adalah 23 Orang.t*-g".irk" pr& t""gg"f 2 September 1990, GA Fres. 44125 (Annex), UNGAOR, 44* S".s., Supp. No- 49, at 166 L\ fc":
NRESl44l49 (1990),30 ILM 1448 (1989), anggota Komite adalah 10 orang'tto LINICEF,.4 Hu^on Right, Approach to WICET Progromming for Children and Women: What It ts, And Some Chcnge: ': i' -'
Bring, lTAprlltsSSdo.rbandingkandenganTheWorldCo;erenceonHumanfughts: ViennaDeclrationmdPr:g::'Action, UN Doc. A/CONF.157123,Pattl, para5
29
apayangharus dikembangkan oleh AICHR terkait dengan pemenuhan ketiga kewajiban
tersebut di level kerjasama ASEAN. Skala priotitas belum ditentukan Euna
mengeliminasi ketimpangan hukum pemenuhan kewajiban internasional dan membuat
pemenuhan kewajiban tersebut koheren atau senyampang dengan tujuan ASEAN171'
Disamping itu, kekhususan political wilt pemenuhan kewajiban tersebut sangat
beranekaragam. Singapura menentukan bahwa pemenuhan kewajiban internasional
tersebut tidak boleh bertentangan dengan Konstitusinya, dan Malaysia dan Brunei
Darussalam menentukan bahwa pemenuhan kewajiban internasional tersebut tidak
boleh bertentangan dengan Islam dan hukum nasionalnyal". Pendekatan partikularistik
norma dan mekanisme HAM oleh negara menjadi penghambat bagi kerja ArCHR yang
sarat dengan konflik hukum.
Keda a, koordinasi dan konsultasi kewenangan perlindungan HAM antara Badan
HAM ASEAN terhadap lembaga bentukan dari keenam instrumen HAM pokok tersebut
seperti lembaga Human Rights Committee, Committee on Economic and Social kghts'
Committee on the Ellimination on Racial Discrimination, Committee against Torture'
Committee for the Ellimination of Discrimination against Women, dnn Committee on
the Rights of the Chitd akan tumpang tindih dan cenderung tidak pasti karena belum
adanyamatriks pemetaan koordinasi antataAICHR dengan lembaga-lembaga tersebut'
Hal ini terkait dengan mekanisme perelindungan hukum yang dimiliki oleh mereka dan
tidak dimiliki oleh AICHR seperti kewenangan mekanisme pelaporan pelaksanaan
Konvensi dari negara peserta (reports), penerimaan pengaduan individu (individual
complaints), pengadua n arfiaf flega1a (interstate comploints) dan mekanisme lainnya
seperti pemeriksaan lapangan (on site investigation) uiukICCPR" CEDAW dan CAT'
serta langkah-langkah yang penting dan segera diujudkan (urgent action' early warning
and interim measures) dalam ICCP& CEDAW dan CERD173'
Jawaban dasar dalam konteks kemungkinan munculnya tumpang tindih
kewenangan hukum terletak pada ketidakjelasan mengenai dasar hukum pembentukan
agenda koordinasi dan konsultasinya oleh AICHR terhadap keenam instrumen pokok
I{AM tersebut di atas, yaitu: (a). apakah Badan tersebut akan membatasi peran dan
fungsi koordinasi terhadap upaya promosi dan perlindungan hukum HAM bagi kedua
instrumen pokok HAM yang telah diratiflkasi oleh semua anggota ASEAN; atau (b)'
Tidak hanya terbatas pada peran dan fungsi koordinasi terhadap upaya promosi dan
"tToR, AICHR, op.ctt,h7m. 4-9.
l;:[ffi[g;3;"-l';,t;J.-,41 rccpR. pasal 16 rcESC& pasal 18 cEDAw, pasal 44 cRC. pasal e, 1r dan 14 CER-D dan
Pasal 19,21 dan22CAT.30
m
Ia
,at
71.
iat
la1
lei
ak
tik
ng
ln
ut
[s,
,e,
)n
LM
tt.
tn
1n
tlta
[,
o6
h
n
k
1
t
Iperlindungan hukum E{AM bagi keenam instrumen pokok HAM tersebut. Ja*'aban dan
pcrmasaiahan pertama akan terkait dengan dispersitas reservasi pada kedua instrumen
itu sendiri, dan jawaban terhadap permasalahan hukum kedua akan tertuju pada ada
tidaknya basis penentuan upaya koordinasi dan pemenuhan terhadap kewajiban-
kewajiban hukum yang timbul oleh AICHR kepada negara-negara ang1ofi-eASEAN.
Selama hampir lima (5) tahun, AICHR masih memfokuskan kerjanya dalam
menyusun tematis kegiatan advokasi melalui tema-tema tertentu yang menonjol di
kawasan Asia Tenggara dan belum memfokuskan garapan kerjanya seturut dengan
norma dan mekanisme perlindungan HAM yang telah ada dilevel internasional dan
dilevel regional seperti yang telah dilakukan di kawasan Eropa danLatin Amerika-
\. lnisiasi Langkah-Langkah letba\\an Sr\rrn \5pr1t ttngutttn Rtr\in(uSgtn
HAM dalam Kerangka Kerjasama ASEAN di Asia Tenggara
Sintesis dari kajian terhadap peran dan fungsi perlindungan FIAM oleh ASEAN
memang menghasilkan jawaban bahwa kerangka kerja ASEAN belum dapat
dilaksanakan secara efektif di negara-negara anggota ASEAN bagi upaya perlindungan
HAM. Dengan demikian, usulan atau rekomendasi perbaikan diperlukan supaya AICHR
lebih aktif dan proaktif dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Paper ini
merekomendasikan enam (6) usulan perbaikan, yaitu:
1. Mereformulasikan peran dan fungsi AICHR sebagai fasilitator dan kolaborator dan
bukan sebagai subyek atau obyek perlindungan F{AM sehingga AICHR memilki
posisi ditengah-tengah antara pemerintah dengan warga flegara dalam konstruksi
duty bearer vs. rights holder. Hal ini penting ditegaskan kembali supaya AICHR
memiliki kewenangan hukum yang tidak menduplikasi kewenagan dari lembaga
perlindungan HAM internasional bentukan treaty-based organs dan lembaga-
lembaga perlindungan F{AM nasional suatu negara;
2. Meredefinisikan pendekatan konsultasi dan diseminasi perlindungan HAM yang
memberdayakan individu dan kelompok individu dengan diarahkan dan mulai
dikembangkan pada tataran proses yang terus menerus (transformasi) atau
transformational development dan bukan menekankan pendekatan transkasional
sebagai sebuah proyek tahunan atau lima tahunan diranah advokasi aktit
3. Mengaplikasikan model konsultasi dan koordinasi berdasarkan bottom up s)'sem
berdasarkan partisipasi dari para pelaku perlindungan HAM dilevel nasiona.
31
4
berdasarkan rights-based approach sebagar amanat konstitusional yang mengacu
pada aplikasi prinsip kedaulatan negara sebagai sebuah tanggung jawab untuk
melindungi HAM bagi setiap individu atau kelompok individu dan mengacu pada
asas pelengkap sebagai sebuah pendekatan proaktifyang ditujukan langsung kepada
negara untuk perbaikan sistem ata|- mekanisme perlindungan HAM di level
nasional;
Mendorong pembentukan agenda yang menjadi skala prioritas advokasi dan
adjudikasi pada level pemerintah didalam mekanisme pengambilan keputusan
ASEAN berdasarkan pada Pasal 20 Piagam ASEAN;
Penyebarluasaan noffna dan mekanisme perlindungan HAM tertentu
Qturposivemassive education and dissemnination) yang harus didasarkan pada
persamaan dan perbedaan keterkaitan dengan instrumen pokok FIAM yang ada dan
yang telah diratifikasi oleh anggota ASEAN. Langkah ini perlu ditindaklanjuti
dengan komunikasi aktif dan terus menerus dengan institusi nasional perlindungan
HAM dan kelompok masyarakat madani atau LSM sehingga dihasilkan sebuah blue
print perbaikan perlindungan HAM yatrg disepakati oleh semua pengiat
perlindungan HAM di Asia Tenggara;
Terus mengembangkan rasio-rasio atau indikator pelaksanaan kebijakan atatt
program (objectively verified indicators) bagi pelaksanaan perlindungan HAM di
Asia Tenggara, khususnya oleh AICHR
VI. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam Bab-Bab terdahulu maka paper ini menyimpulkan dua
kesimpulan utama, yaitu:
(1) perlindungan HAM oleh ASEAN yang dilaksanakan oleh AICHRsampai
saat ini belum mampu berperan dan berfungsi secara efektif dalam mendukung
peningkatan budaya hukum, struktur, dan isi hukum dalam sistem hukum nasional
negara-negara anggota ASEAN. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan peran dan
fungsi AICHR lebih banyak mengarah pada pola hubungan negatif dengan norma dan
mekanisme perlindungan HAM yang telah ada baik dilevel nasional dan internasional'
Identifikasi pola negatif tersebut dapat dibuktikan dengan mencuatnya lima
kecenderungan hubungan hukum yang mengeliminasi aspek ketepatan dan kesesuaian
hukum perlindungan HAM, yaitu: (1). timbulnya kesenjangan antara das sollen dan das
sein (teon dengan praktek); (2). terjadinya kekosongan hukum (legal lacunae atau
32
EN
BN
cu
uk
da
da
rel
fau
di
leemten in het recht); (3). kekaburan noffna hukum atau bias dan deviasi norma hu-lrum
(vege normen), (4). kemungkinan tumpang tindihnya aturan hukum (legal overlapltitrgl.
dan (5). munculnya konflik nonna hukum (conflict of rules) dalam perlindungan FLA,]I
dalam Piagam ASEAN didalam sistem hukum nasional negara-negara anggola ASEA-\
(2) Langkah-langkah hukum perbaikan perlu segera dilakukan dengan
menentukan secara jelas agenda perlindungan HAM dengan meredefinisikan kembali
prinsip dan asas dasar perlindungan HAM dalam Piagam ASEAN, yaitu asas pelengkap
dan prinsip kedaulatan rregara sebagai sebuah bentuk tanggung jawab perlindungan
HAM oleh negara kepada warga negaranya secara aktif sehingga langkah-langkah
advokasi proaktif menjadi dasar pelaksanaan kewajiban hukum sebagai anggota
ASEAN di wilayah Asia Tenggara.
Daftar Pustaka
-----------"IJ[J Ratifikasi Piagam ASEAN Diuji ke MK," Hukum Online, 5 Mei 2011,http://hukumonline. com/berita/bacallt4dc2cfO78aa3 e/uu-ratifikasi-piagam-asean-diuji-ke-mk, 17 Mei 20ll
Andrew Altman and Christopher Heath Wellman, A Liberal Theory of InternationalJustice, Oxford University Press, 2009;
Anja Siebert-Fohr, "The Relevance of the Rome Statute of the International CriminalCourt for Amnesty and Truth Commission", Max Planck Yearbook of theUnited Nations Law, Volume 7 ,2003;
Antonio Cassese, "The Spanish Civil War and the Development of CustomaryInternational Concerning Internal Armed Conflict", dalam Antonio Cassese
(ed), Current Problems of International Law,1975Allen Buchanann, "Rawl's Law of People: Rules for a Vanished Westphalian World,
I l5 Ethics, 2001,;Alan Collins, Security Dilemmaof Southeast Asia,Palgrave McMilan, 2000;Amitav Arcaya, Constructing Security Community in South East Asia, ASEAN and
Problem of Regional Order, Routledge, 2003;Aimin Yan and Barbara Crray, "Bargaining Power, Management Control and
Performance in United States-China Joint Venture: A Comparative Study",The Academy of Management Journal, Volume 37, Number 6, December1994
Anthony D'Amato, "The Need of Theory of International Law", Northwestern Schoolof Law,2004;
Arrow, KI,The Limits of Organizations, NewYork,2004',ASEAN, Roadmap for ASEAN Community 2009-2015, 20ll;ASEAN, ASEAN Handbook on International Cooperations in Trafficking in Persons,
ASEAN Public Affairs Services, 2010;ASEAN, Agreement on Priveleges and Immunities of ASEAN, ASEAN Secretariat,
2010;ASEAN, ASEAN Masterplan 2020, ASEAN, 2008ASEAN, Annual Report, Implementing the Roadmapfor An ASEAN Community 2015.
2009;
[n]
da
lan
uti
pn
lue
Iat
ua
a1
tg
al
m
n
I
a
n
s
1
33
ASEAN, ASEAN Selayang Pandang, Deplu, 2007;
Aulis Arnio. Essay on Doctrinal Sndv of Laws, Springer, 2071,
B. Broomhall, "The International Criminal Court: A Checklist for National
Implementation" dalam M.C. Bassiouni and Broomhall, ICC Ratification and
National Implementing Legislation, 1-3 Nauvelles Etudes Penales, 1999
Bello, African Customary Humanitarian Law, 1980',
Blakesley, Chistopher "Extraterritorial Jurisdiction", dalam MC. Bassiouni,
"International Criminal Law Procedure", 1986;
camoying, Luningning G, "Establishing an ASEAN Human Rights Mechanism:' -bevelopient
and Prospects", Insighls, Issue No' 1, March 2005;
Cerone, Jhon, iMinding the Gap: Outlining KFOR Accountability in Post-Conflict
Kosovo", 12 European Journal of International Law, 2001;
Chalermpalanupap, Termsak, Promoting and Protecting Human Rights in ASEAN, The
Nations, 18 December 2008;
Cristopher L Blakesley, "Jurisdiction, Definition of Crimes and Triggering
Mechanism", 2i Denver Journal International Law and Policy,1997;
C. Greenwood, "Customary Law Status of the 1977 Ldditional Protocols", dalam
Delisen and Tanja (eds), Humanitarian Law of Armed Conflict, Challenge
Ahead, l99lCommittee on Economic, Social and Cultural Rights General Comment L3, The Right to
Education (Art. I 3), O8l l2lgg, El c.l2l 1999/1 0, CESC\ 8 December 1 999;
CrCF dan MAC, Thailand-Compilation of Report: Recommendntion to the Judiciary
Concerning the Administration of Justice in the Security Related Cases in the
Southern Eorder Province, Cross Cultural Foundation and Muslim Attorney
Commission, 2010;D'Amato, "Thrashing Customary Interntional Law", 81 American Journal of
Internati onal Law,1988',Danish center For Human Rights, on Human Rights, wilden Plada, Denmark;
David Martin Jones and MLR Smith, ASFAN and East Asian International Relations:
Re gi onal Di llusi on, Edward Elgar Publisher, 2006;
Diane Orenlichter, " Setlling Accounts: The Duty to Prosecute Human Rights
violations of a Prior Regime", 100 Yale Law Journal (199L);
Donald E Whetherbee, Internatiinal Relations in South East Asia Countries,2nd eds,
Rowman and Litllefiled Publish et, 2009 ;
Eldridge, phillip J, The Politics of Human Rights in Southeast Asia, Routladge, London,
2002,ELSAM, Bahan Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan V, Jakarta 21 Mei-1Juni 200;
Geoffrey Watson, "The Humanitarian iaw of the Yugoslavia War Crimes Tribunal:
Jurisdiction in Prosecutor v Tadic" , j6 Virginia Journal of International Law,
1997,GM Danile nko, Law making-Making in the International Community (1993);
Henkin, R. Pugh, O Schachter and H. Smith, International Law in Theory and Practice,
Z"ded, 1987,Henry J. Steiner and Philip Alston, International Human Rights in Context, Low Politics
andMorals,2000;H.ppy Ratna, AICHR dnn Penguatan Perlindungan HAM ASEAN,
nt 2459larckr-dan-oen
ham-di-asean,2009',Heribertus Jaka Triyana, "Tinjauan Yuridis
Sistem Hukum Nasional Indonesia
Volume 23, Nomor 3, Oktober 20ll
Tentang Badan HAM ASEAN Dalam", Jurnal Mimbar Hukum FH UGM,
34
ne
Heribertus Jaka Triyana dan Aminoto, "Implementasi Standar Internasional HA-Vbidang Ekonomi, Sosial dan Budaya dalam Sistem Hukum Nasional
Indonesia", Penelitian didonai oleh Unit Penelitian don Pengembangan F-H
UGM tahun 2009;Heribertus Jaka Triyana, "security Issues in Southeast Asian Countries", Regional
Consultation of the International Commission of Jurists, Bangkolq 3-6
Oktober 2012Heribertus Jaka Triyana, "Norma dan Mekanisme HAM di Indonesia", Bahan Penataran
Pelatihan HAM bagi Guru se Provinsi Banten, Banten, 5-8 September 2012;
Herman von Hebel and Darryl Robinson, "Crimes Within the Court", the InternationalCriminal Court, the Making of the Rome Stotute, Roy S. Lee editor, 1999;
Hikmahanto Juwana, Kewajiban Memastikan Keselarasan Perjanjian Internasional
Dengan Konstitusi, Paper dipresentasikan dalam Seminar Upgrading HukumInternasional FH UNDIP, 20-21Mei 2011;
Hiro Katsumata, ASEAN's Cooeperative Security Enterprise, Norms and Interests inthe A S EAN Re gi onal F orum, P algr ave McMilan, 2009 ;
Hornby, Oxford Advanced Leaner's Dictionary, Sixth Edition, 2000;Huala Adoll Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum lNternasional, PT Rajagrafindo
Persada, lakuta, L990;Human Rights Committee, General Comment 3, Article 2, para l,Implementation at the
national level (Thirteenth session, 1981), Compilation of General Comments
and General Recommendations Adopted by Human Rights Treaty Bodies, UNDoc. HRVGEN/1/Rev.l at 14 (1994), University of Minnesota Human RightsLibrary, http : i/www 1 . umn. edu/humanrt s-/gencomm/hrcom I 3 . htm ;
Human Rights Committee, General Comment 3, Article 2, para L,Implementation at the
national level (Thirteenth session, 1981), Compilation of General Comments
and General Recommendations Adopted by Human Rights Treaty Bodies, UNDoc. HR1/GEN/1/Rev.l at4 (199a),
Ibrahim R" Status Hukum Internasional dan Perjanjian Internasional di Dalam HukumNasional (Permasalahan Teori dan Praktek), paper, 2009;
Ilias Bantekas and Susan Nash, International Criminal Lqw, Third Edition, Routladge-
Cavendish, 2003;Ian Brownlie, Principles of Public International Lqw,4fted,1990;Ismail, N, Revitalisasi Daya Pemaksa Hukum, Makalah pernah disampaikan dalam
acara "Law Career And Educational E po" yang diselenggara-kan oleh
ASEAN LAW STUDENTS' ASSOCIATION, Yogyakarta, tanggal 4 Juni
2003Jack Donnelly, (Jniversal Human Rights In Theory and Practice,2nd eds, 1985;
Jann K. Kleffner, "The Impact of Complementanty on National Implementation ofSubstantive International Criminal Law Journal of International CriminalJustice, Vol. 1, 200j;
Javaid Rehman, International Human Rights Low: A Practical Approach, LongemanPress,2003,
J.L Holzgrefe and Robert O. Keohane, Humanitarian Intervention, Ethical, Legal andPolitical Dillemas, Cambridge University Press, 2003.
J.T. Holmes, "Complementarity: National Court versus the ICC", dalam AntonioCassesse, Paula Gaeta and J. Jones (Eds), The Rome Statute of the
International Criminal Court: A Commentary, Oxford University Press,
2002Jhon H. Jackson, "sovereignty-Modern. A New Approach to an Outdated Concept', 97
American Journal of International Law,2003;35
ty
le
lv
Df
[.'
!"
[:
)
s
)
:
I
Joseph Chinyong Liow and Ralph Emere. tJt',i.' -;'--; ':-.or.r, ttr Southeast Asta,
Routledge. 2006.Kirsch, Phillip, "Keynote Address", 32 Cornell Intentatto,::t.' ! :r,. i999.
Kenneth Christie and Denny Ftoy, The Politics of Hunt,trt i;-{i';-t 'tt Ectst '4sla, Pluto
Press, London, 2009,KHN, "Arti Penting ,tiCfm. dalam Penguatan Sistem Hukum Perlindungan HAM di
Indonesia", Laporan Penelitian 20 I 0 ;
Koran Tempo, "Pembentukan Bangsa Moro", 10 Oklobet 2012,
Korner, "Dlductive Unification and ldealisation", the British Sociery^ l'or Phtlosophy ofScience, Volume 63, No. 20, 1964''
Kjaerum, Mortem, National Human Rights InstitutionMartinus Nrl hoff Publisher, 2003,
Implementing Human Rights,
Kristen Hessler, "State Soverignty as an Obstacle to International
Larry May dan Zachary Hoskins, InternationalCriminal Law" dalamCriminal Law And
Philosophy, Cambridge University Press, 2010,
Lijun Yang, "On ih. Princip-ie of Complementarity in the Rome Statute of the
International Criminal Court", Chinese Journal of International Law, Vol'4,
No. 1,2005;Leila Sadat Waxler, "Committee Report on Jurisdiction, Definition of Crimes and
Compleme ltarrty" , 25 Denver Journal International Lmu and Policy, 1997 ,
Louis Henkin, International Law: Politics and Values, Dordrecht: Martinus NijhoffPublishers, 1995;
Marie Pangestu, "The Future of ASEAN" , the Indonesian Quarterly, vol' )OO/' No 4'
1997
Michael Wesley, The Regtonal OrganizationChanges, Palgrave McMilan, 2003,
in Asia Pacific, Exploring Institutional
Martin Dixon, Textbook on Interntional Law,;
Martin Dixon and Robert McCorquodale, Cases and Material on International Lcrw,
2"ded, l99l;M. Newton, "Comparative Complementarity: Domestic Jurisdiction Consistent with the
Rome Statute of the International Criminal Court", 167 Military Law Review,
2000;
MC Bassiouni, "A Functual Approach to General Principle of International La.w", I I
Michigan Journal oJ' International Law (1990);
MC Bassiouni, Crimes against Humanity in International CriminalLaw,1992',
Massimo La Torre, Lmu and Institutions, Springer, 2009,
Mohamed El zetdy, The Principle of complementarity in International Criminal Lcn'v,
o r i gins, D e I e op m ent and Pr acti c e, Martints Nrl hoff Pub li sher, 2 0 0 8 ;
Maria-Gabriela Maneu, 'lHrr-un Rights and the Inter Regional DialogUe Between Asia
and Europe. ASEAN-EU Relations and the ASEM', The Pacific Review 21,
Issue 3, 2008;
Martin Krygier, Critical Legal Studies and Social Theory, Oxord Journal of Legal
Studies, Volume 7, No.l, 1987
Margolis and S. Lawrence, "Concepts", the Stamford Ensyclopedia of Philosophy'
2006,Mertokusumo, S., Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberry Yogyakarta,1996',
Michael Reismann, "sovereignty and Human Rights in Contemporary International
law", B1 American Journal of International Lav', 1990,
Micheline R. Ishay, The Human Rights Reader: Major Political Essays, speeches and
Documentsfrom Ancient Times to the Presents,2eds, Routledge, 2000;
36
Michelle Staggs Kelsall, The New ASEAN Intergovernmental Commission on HumanRights. Toothless Tiger or Tentative First Step?, East-West Center. 2009-
Norton, E.G. Flamholtz, T.K. Das and A.S. Tsui, Toward an Integrative Framework ofOr ganizational Control, Accounting, Organi zation and S ociety, i 98 5 ;
Orenlichter, D" Setlling Accounts: The Duty to Prosecute Human Rights Violations of aPrior Regime", 100 Yale Lqw Journal, l99l;
Pais, "A Human Rights Conceptual Framework for Children's Rights" in IINICEFInnovative Essay No.9, 12;
Pacific Forum Secretariat, National Human Rights Institutions Pathwoys of the PacificStates, Pacific Islands Forum Secretariat;
Phillip Alston, The Legal Framework of the Convention on the Rights of the Child;Phillips Allot, The Concept of International Law ', 10 EJIL ,1999;Piagam ASEAN;Raharjo, S, Biarkan Hulcum Mengalir, Catatan Kritis Tentang Pergulatan Manusia dan
Hukum, Penerbitan Buku Kompas, 2007;Rogers S. Clark, "The Influence of the Nuremberg Trial on the Development of
International Law", dalam G. Ginsburgs and VN Kudriavtsev (eds), The
Nuremberg Trial and International Law, 1990;Richard R. Baxter, "Multilateral Treaties as Evidence of Customary International Law",
4I British Yearbook of International Law, 1968;Ruth B. Phillips, "The International Criminal Court Statute: Jurisdiction and
Admissibility", l0 Criminal Law Forum,1999;SCRes 527 (Iv{ay 25,1993), W Doc 5/25704 May 3, 1993), 3ILM ll59;SCRes 955 Q{ovember 8, 1994), W Doc 5/1994/110;Shabtai Rosenne, Yearbook of Internattonal Humanitarian Low, L999;Sabthai Rossane, "Poor Drafting and Imperfect Organization: Flaws to Overcome in the
Rome Statute ", 4l Virgrnia Journal of International Law,2000;SAPA Task Force (FORUM-ASIA), Hiding Behind the Limits,2009;Shaw, Malcolm N,Internqtional Lan, 5ft Edition, Cambridge, London;Spinezi, Maria, Ancilla luris, 2007 ;
Sripapha Sriprasert, "The International Norms and Mechanism of Human Rights",Peper presented at the Workshop of the Asia Pacific Curriculum, MahidolUniversity, Bangkok, 2008;
Stehpen Krasner, Sovereignty: Organized Hypocrisy, Princeton University Press, 1999;Theodore Meron, "Extraterritoriality of Human Rights Treaties", 89 American Journal
of International Ldw 78, 1999;Theodore Meron, Human kghts and Humanitarian Norms as Customary Law,1989;Theodore Meron, "The Continuing Role of Custom in the formation of Humanitarian
Law", 90 American Journal of International Law, 1996;Theodore Meron, "The Geneva Conventions as Customary Law", 8l American Journal
of International Law, 1987 ;
The Nuremberg Charter: Charter of International Military Tribunal,82 UNTS 279,Yol82, (entered into force 8 August 1945) (London 8 August 1945).
The International Military Tribunal for the Far East, Proclaimed at Tolqto, 19 January1946, TIAS 1589 (entered inter force with respect to United States 26 Apnl1946.
Timothy LH MacCormack and Sue Robertson, "Jurisdictional Aspects of the Rome
Statute for the New International Criminal Court", 23 Melbourne University^
Lmt Review,1999;Tommy Koh, dan Rosario G Manalo, The Making of the ASEAN Chqrter, World
Scientifi c Publishing, 2009 ;
37
Triyana, Heribertus Jaka, "Politics and Low of Human Rights in Southeast Asia: ACritical Legal Analysis" , Presented at he Short Course on Human Rights and
Democracy in Southeast Asia for the ASEAN Diplomats, 24-25 August 2009,
Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (?SSAT UGM)-Deplu R[, Yogyakarta;
The United Nations Human Rights, Office for the High Commissioner on Human
Rights, The High Commissioner on Human Rights Strategic Management Plan
2008-2009;Terms and References of the ASEAN Intergovernmental
Rights;Triyana, H.J., Komentar Hukum atas Putusan Mahkamah Konstitusi
l2lPltlrJ-IlJlz}Os Mengenai Pengujian IJU No. 36 Tahun
Anggaran Pendapatan dan Belanja, Jurnal Hukum dan
Commission on Human
Perkara Nomor2004 TentangI{AM Bidang
Pendidikan, Volume 3 Nomor 2, Desember 2005;Yigen, et all, National Human Rights Institutions: Articles and Working Papers;gNtCBp, A Human Rights Approach to WICEF Programming for Children and
Women; Wat It is, And Some Changes It Will Bring,17 April 19;
William W. Burke-White, "Proactive Complementarity: The International Criminal
Court and National Court in the Rome System of International Justice",
Harvard International Law Journal, Vol. 49, Number 1, Winter 2008;
38
Bio Data Penulis
Heribertus Jaka Triyana, SH., LLM., MA., Menyelesaik^an S-1 di Universitas Gadjah
Mada Tahun 1998, s-2 gelar LLM ar.uitt dl University of Melbourne tahun 2003' MA
diperoleh di RijksunivJrsiteit Groningen tahun ZOOti {an Ruhr-Universitat Bochum
tahun 2oog Saat ini sedang *".ry"l"ruikun s-3 di Universitas Gadjah Mada
yogyakarta. Kini penulis adalah dosen Fakultas Hukum unversitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Dr. Yustinus Pedo, SH., MHum. Menyelesaikan s-1 di Fakultas Hukum Universitas
Nusa Cendana Kupan 8, S-2 diselesaikan di Uni"rsitas Padjajaran Bandung dan S-3
(doktor) diselesaikan Zi Urrir"rritas tujufr Belas- Agustus 3utubaya' Saat ini penulis
merupakan dosen tetap rat<uttas Hukum Unikawidya Mandira Kupang'
Ferdinandus Ngau Lobo, sH., MH., menyelesaikan S-1 di universitas Gadjah Mada
yogyakarta tahun iOOf , i* S-Z di Universitas yang sama tahun 2010 Kini penulis
adalahdosen tetap Fakuitas Hukum UnikaWidya Mandira Kupang'
Dr.FransJ.Rengka,SH.,MH.MenyelesaikanS-ldiUniversitasAtmajayaYogyakarta tahun tggO, da, S-2 di Universitas Indonesia tahun 1992 setta S-3 atau
Doktor di Universitas Diponegoro Semarang tahun 2oo3' Kini penulis adalah Dekan
Fakultas Hukum Unika Widya Mandira Kupang'
Mikhael Feka, SH., MH. Menyelesaikan S-1 di Fakultas Hukum Universitas Katolik
Widya Mandira Kupang pada tahun 2003 dan S-2 di Universitas Diponegoro Semarang'
Pada tahun 2012. Saat ini beliau merupakan dosen tetap di Fakultas Hukum universitas
Katolik WidYa Mandira KuPang'
84